hibridoma

18
BIOTEKNOLOGI : HIBRIDOMA Produksi Antibodi Monoklonal (McAb) untuk Deteksi Virus Kerdil Hampa Padi: Produksi Hibridoma Penghasil McAb Kelas XII IPA 3 1. Adi Anjoyo (01) 2. Beauti Jakfar (05) 3. Ellyshia Candra (13) 4. Febriani Putri (15) 5. Kennedy Saputra (21) Yayasan Xaverius Palembang Akta No. 7/2005, TBNRI 10/12/2006 No. 12 SMA XAVERIUS 1 PALEMBANG TERAKREDITASI A (Amat Baik) Jalan Bangau No. 60/1258 Palembang – 30113

Upload: putra-reza-sikam

Post on 18-Feb-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hibrid

TRANSCRIPT

Page 1: Hibridoma

BIOTEKNOLOGI : HIBRIDOMA

Produksi Antibodi Monoklonal (McAb) untuk Deteksi VirusKerdil Hampa Padi: Produksi Hibridoma Penghasil McAb

Kelas XII IPA 3

1. Adi Anjoyo (01)

2. Beauti Jakfar (05)

3. Ellyshia Candra (13)

4. Febriani Putri (15)

5. Kennedy Saputra (21)

Yayasan Xaverius PalembangAkta No. 7/2005, TBNRI 10/12/2006 No. 12SMA XAVERIUS 1 PALEMBANGTERAKREDITASI A (Amat Baik)

Jalan Bangau No. 60/1258 Palembang – 30113(0711)358005, Fax: (0711)373061

Email : [email protected], Website : www.smaxaverius1.com

Page 2: Hibridoma

Fusi Sel

Fusi sel artinya peleburan dua sel dari spesies yang sama atau berbeda agar terbentuk sel bastar

yang disebut hibridoma (hibrid =bastar, oma =sel kanker). Hibridoma memiliki sifat baru yang

berasal dari sifat kedua sel asal. Disebut hibridoma karena pada mulanya sel yang difusikan adalah

sel tertentu dengan sel kanker.

Sebenarnnya, fusi sel terjadi secara alami, misalnya pada fertilisasi, yaitu saat sperma dan ovum

melebur membentuk zigot. Demikian juga fusi sel terjadi ketika dua sel melakukan konjugasi. Fusi sel

didahului oleh peleburan membran kedua sel, diikuti oleh peleburan sitoplasma (disebut

plasmogami), dan akhirnya terjadi peleburan inti sel (disebut kariogami). Jika plasmogami tidak

diikuti oleh peleburan inti, akan terbentuk sel berinti dua atau lebih yang disebut sel heterokariotik.

Ketika inti melebur, terjadi kerusakan beberapa kromosom secara acak, yang artinya, kerusakan

kromosom itu tidak tentu, sehingga tinggal beberapa kromosom saja. Misalnya, pada kromosom

manusia yang diberi pasangan 1-23. Fusi beberapa sel manusia menghasilkan beberapa hibridoma.

Pada hibridoma pertama, kromosom yang masih utuh adalah kromosom nomor 2, 4, 5, 9, 11, 13,

dan 21; Pada hirbidoma kedua, kromosom yang masih utuh adalah 1, 2, 9, 10, 13, 14, dan 23; Pada

hibridoma yang lain mungkin memiliki kromosom yang lain pula.

a. Proses Fusi Sel

Pada proses fusi sel buatan (in vitro), diperlukan sel wadah, sel sumber gen, dan zat pemicu

fusi sel yang dikenal sebagai fusigen.

a.1. Sel Wadah

Sel wadah atau sel target adalah sel yang memiliki sifat membelah cepat, agar

menghasilkan hibridoma yang dapat dikultur dan dapat membelah dengan cepat. Biasanya

yang digunakan sebagai sel wadah adalah sel mieloma (sel kanker). Biasanya diambil dari

tikus karena sel ini mampu membelah diri dengan cepat dan tidak membahayakan manusia.

a.2. Sel Sumber Gen

Sel sumber gen adalah sel-sel yang memiliki sifat yang diinginkan (misalnya mampu

memproduksi anti bodi). Biasanya sel ini sulit dikultur, sehingga perlu difusikan dengan sel

mieloma. Sel penghasil antibodi yang ada di tubuh adalah sel llimfosit B (sel B). Sel B diambil,

dengan harapan jika difusikan akan menghasilkan hibridoma yang memiliki gen penghasil

anti bodi seperti induknya dan mampu membelah cepat seperti sel kanker.

a.3. Fusi Gen

Fusi gen adalah zat-zat yang mempercepat terjadinya fusi sel. Zat yang tergolong fusi

gen misalnya NaNO3, CsCl++, pH tinggi, polietilen glikol (PEG), medan listrik, dan virus.

Page 3: Hibridoma

b. Manfaat Fusi Gen

Fusi sel dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya untuk pemetaan kromosom,

pembuatan antibodi monoklonal, dan pembentukan spesies baru.

b.1. Pemetaan Kromosom

Ketika terbentuk hibridoma terjadi penghancuran kromosom secara acak. Ribuan sel

wadah (sel A) difusikan dengan ribuan sel sumber gen (sel B), sehingga diperoleh ribuan

hibridoma (sel C). Setiap sel hibridoma mengalami kerusakan kromosom yang tidak sama

sehingga sel hibridoma yang satu dengan yang lain memiliki kromosom yang tidak sama

pula. Sebagai contoh pada manusia, setelah difusikan dihasilkan hibridoma. Sel hibridoma

yang satu memiliki kromosom nomor 3, 5, 6, 11, 19, dan 23 sedangkan hibridoma yang lain

memiliki kromosom yang lain. Misalnya hibridoma yang memiliki nomor kromosom 11

dikultur (dibiakkan), kemudian produknya dianalisis, ternyata menghasilkan hormon insulin.

Maka dapat disimpulkan bahwa gen insulin terletak pada kromosom nomor 11. Dengan

teknik yang sama, para ahli dapat memetakan kromosom, menunjukkan letak gen pada

kromosom nomor tertentu.

b.2. Pembuatan Antibodi Monoklonal

Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B atau sel T untuk melawan

antigen yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi yang dibentuk oleh tubuh berupa klonal sel

limfosit yang disebut antibodi poliklonal.

Page 4: Hibridoma

Dalam gambar tampak sel limfosit tikus diambil setelah tikus diberi antigen

(misalnya penyakit manusia). Sel B tikus difusikan dengan mieloma. Selanjutnya, hibridoma

dikembangbiakan dan diseleksi untuk memperoleh satu hibridoma penghasil antibodi yang

sesuai. Satu hibridoma tersebut dikultur agar diperoleh antibodi untuk manusia dan

sebagian hibridoma dibekukan untuk cadangan. Oleh karena antibodi yang dihasilkan

berasal dari pengklonaan satu sel hibridoma maka disebut sebagai antibodi monoklonal.

b.3. Pembentukan spesies baru

Fusi sel dapat digunakan untuk membentuk spesies baru yang tidak dapat dilakukan

melalui persilangan. Contohnya pada tumbuhan, sel tumbuhan mempunyai dinding sel dari

selulosa yang merupakan faktor penghalang terjadinya fusi sel, sehingga dinding sel tersebut

harus dicerna. Caranya, sel tumbuhan diberi enzim selulosa untuk menghancurkan dinding

selnya sehingga tinggallah protoplasmanya, yang siap untuk difusikan. Maka, fusi sel

tumbuhan sering disebut sebagai fusi protoplasma. Setelah difusikan, membran sel akan

membentuk dinding sel baru sehingga terbentuk individu yang merupakan gabungan dari

dua sel.

Produksi Antibodi Monoklonal (McAb) untuk Deteksi Virus

Kerdil Hampa Padi: Produksi Hibridoma Penghasil McAb

Penyakit kerdil hampa yang disebabkan virus kerdil hampa padi (Rice Ragged Stunt Virus/

RRSV) merupakan salah satu penyakit yang berpotensi menurunkan produksi padi di Indonesia.

Penyakit ini telah dilaporkan tersebar luas di Indonesia sejak 1977. Epidemi penyakit ini terjadi di

Indonesia pada periode tahun 1985-1987 dan mengakibatkan kerusakan yang serius pada

pertanaman padi. Sejak saat itu, penyakit yang ditularkan oleh wereng coklat, ini tidak begitu parah,

walaupun masih selalu dijumpai di lapang.

Page 5: Hibridoma

(http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyakit-kerdil-hampa-kerdil-rumput-dan-cara peng

endaliannya) diakses pada 13 Februari 2013, pukul 18.13 WIB menyatakan bahwa Tanaman padi

yang diserang pertumbuhannya kerdil, daun bendera agak pendek, dan warna daun menjadi hijau

tua. Daun yang baru tumbuh sering memutar dan tepinya robek, anakan bercabang dan terdapat

bengkakan sepanjang tulang daun, keluiarnya malai terhambat dan menyebabkan bulir menjadi

hampa. Secara alamiah sumber penyakit telah terpelihara di daerah endemis wereng cokelat, hal

tersebut disebabkan karena wereng cokelat mempunyai kemampuan terbang yang jauh dan mampu

melintas lautan.

Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan terjadinya kembali epidemi penyakit kerdil hampa,

sehingga peluang terjadinya ledakan penyakit ini perlu diwaspadai. Informasi tentang epidemiologi

penyakit kerdil hampa dan ekologi patogennya sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan

pengendaliannya, tetapi hal ini belum banyak diteliti di Indonesia. Deteksi dini suatu patogen dari

tanaman, benih, dan serangga penular juga sangat membantu upaya pengendaliannya baik secara

langsung maupun mencegah penularan penyakit. Deteksi virus patogen seperti RRSV menggunakan

uji kisaran inang memerlukan waktu lama, sehingga perlu dikembangkan teknik yang cepat dan

akurat.

Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan salah satu teknik serologi yang dapat

digunakan untuk mendeteksi patogen tanaman secara efektif dan efisien. Teknik ELISA dan

perangkat deteksinya menggunakan antibodi poliklonal (PAb) atau McAb telah dikembangkan secara

komersial untuk deteksi virus dan bakteri patogen tanaman. Teknik ELISA juga telah diadopsi di

Indonesia, tetapi perangkatnya masih harus diimpor dengan harga mahal. Sejak tahun anggaran

1995/96 di Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor, telah dirintis

produksi antibodi dan pembuatan perangkat ELISA. Pada tahun 1999 telah di-kembangkan teknik

produksi PAb terhadap virus tungro (Rice Tungro Virus, RTV), virus kerdil kedelai (Soybean Stunt

Virus, SSV), virus bilur kacang tanah (Peanut Stripe Virus, PStV), dan virus mosaik kedelai (Soybean

Mosaic Virus, SMV) dengan menggunakan PAb. Penggunaan PAb untuk uji ELISA memiliki beberapa

kelemahan, sehingga sejak tahun 1975, teknologi produksi antibodi monoklonal (monoclonal

antibody, McAb) telah dikembangkan. McAb dari PAb di antaranya :

1. Reaksi McAb dapat dibuat spesifik strain, dari satu patogen dapat dibuat beberapa McAb

dengan spesifikasi tertentu sesuai kebutuhan;

2. Antibodi yang dihasilkan mempunyai kualitas yang stabil serta berkesinambungan;

3. Pasokan antibodi dalam jumlah besar mudah dilakukan;

4. Teknologi McAb hanya modal awal yang relatif mahal, tetapi selanjutnya menjadi murah.

Page 6: Hibridoma

McAb telah diproduksi untuk berbagai patogen tanaman termasuk virus, fitoplasma, dan

bakteri. Tahapan produksi McAb meliputi imunisasi mencit, penyediaan dan fusi sel limpa dan sel

mieloma, dan seleksi hibridoma penghasil McAb.

Peralatan dan Bahan :

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

1. Ruangan khusus untuk pembiakan hibridoma

2. Ruang isolasi

3. Inkubator CO2 bersuhu 370C

4. Mikroskop dan mikroskop floresen

5. Sentrifus meja

6. Otoklaf

7. Waterbath 37-560C

8. Alat penyimpanan kriogenik

9. Alat kering beku, pendingin (freezer -150C dan -800C)

10. Hemasitometer

11. Spektrofotometer

12. Mikropipet 0-200 μl, mikropipet 1000 μl, multipipettor 8 lubang, filter milllipore ukuran 0,22

μm.

Peralatan dan bahan untuk membiakkan sel hibridoma adalah

1. Cawan kultur sel bertutup dengan 96 lubang

2. Botol 342 kultur sel ber-diameter 25, 75, dan 150 cm

3. Pipet gelas atau plastik berukuran 1, 5, 10, dan 25 ml

4. Ampul berukuran 1 ml

5. Tabung sentrifus bertutup berukuran 5, 15, dan 50 ml

6. Cawan petri bulat dan persegi

7. Pipet pastur

8. Sarung tangan plastik

9. Spuit plastik berukuran 1, 10, dan 50 ml

10. Jarum suntik berukuran 26 dan 16 G.

Bahan-bahan untuk pembuatan sediaan limposit, biakan sel mieloma, dan biakan sel hibridoma

adalah

1. Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM)

Page 7: Hibridoma

2. Medium hypoxanthine aminopterine thymidine (HAT)

3. Antibiotik kanamisin

4. Serum anak sapi yang baru lahir (Newly Born Calf Serum, NBS)

5. Medium hypoxanthine thymidine (HT)

Pembuatan Stok Medium

1. Medium DMEM (Dulbecco’s Modified Eagle Medium). Medium ini mempunyai komposisi

DMEM 4,5 g, akuades 500 ml, NBS 75 ml, glutamin pekat 10 ml, dan kanamisin pekat 1 ml.

Sediaan medium DMEM dibuat dengan melarutkan bubuk DMEM 4,5 g dalam akuades 500

ml dengan diaduk selama 30 menit. Kemudian medium ini diotoklaf selama 20 menit dan

pH-nya dinetralkan (pH 7,0) dengan menambahkan Na-bisulfit, hingga warnanya menjadi

merah jambu (pink).

2. New Calf Born Serum (NBS). Bahan ini berupa serum anak sapi yang baru lahir. NBS yang

baru diterima dari pemasok ditempatkan dalam wadah yang berisi es kering (dry es, es CO2).

Serum tersebut dicairkan dalam penangas air bersuhu 56oC selama 30 menit, untuk

menonaktifkan complemen. Kemudian dibagi-bagi ke dalam botol kecil +100 ml, biasanya

diisikan 80 ml setiap botolnya, kemudian disimpan di dalam deep freezer (-80oC) hingga

digunakan. Setiap medium dalam botol digunakan sampai habis, baru kemudian

menggunakan botol yang lain.

3. Medium HAT. Medium ini mempunyai komposisi sebagai berikut: medium DMEM-NBS 500

ml, hyphoxantine pekat 5 ml, aminopterin pekat 1 ml, thymidine pekat 1 ml, glutamin pekat

1 ml, NBS 75 ml, dan kanamisin pekat 0,5 ml. Medium HT. Komposisi medium HT dan cara

pembuatannya sama dengan medium HAT, tetapi tanpa aminopterin.

4. Larutan pekat hypoxantine (100 kali). Larutan senyawa hypoxanthine dibuat dengan

melarutkan 34 mg hypoxanthine dalam 25 ml akuades dan dipanaskan pada suhu 70-80oC di

atas penangas air.

5. Larutan pekat aminopterin (500 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 2,32 mg

aminopterin dalam 25 ml akuades, kemudian ditambah dengan larutan NaOH 0,5 N 2-3

tetes.

6. Larutan pekat thymidine (500 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 77,5 mg thymidine

dan 4,5 mg glycine dalam 10 ml akuades.

7. Larutan pekat glutamine (50 kali). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 2,92 g L-glutamine

2,92 g dalam 100 ml akuades. Larutan hypoxanthine, aminopterin, dan L-glutamine masing-

masing disterilkan melalui filtrasi dengan filter Millipore 0,45 um, kemudian dibagi-bagi ke

Page 8: Hibridoma

dalam botol-botol kecil atau tabung eppendorf dan disimpan pada suhu -30oC hingga

diperlukan.

8. Larutan pekat kanamisin (1000 kali). Larutan kanamisin dibuat dengan melarutkan 1,0 g

antibiotik kanamisin dalam 5 ml akuades steril di dalam botol kanamisin.

9. Larutan sodium bikarbonat (10%). Larutan ini dibuat dengan melarutkan 10 g NaHCO3 dalam

100 ml akuades 100 ml. Larutan ini diotoklaf selama 20 menit, kemudian disimpan pada

suhu ruang.

Penyediaan Antigen

Tanaman padi terinfeksi RRSV. Pemurnian RRSV dilakukan menggunakan teknik pemurnian

yang merupakan modifikasi dari teknik Van Regenmortel.

Imunisasi Mencit

Mencit (tikus putih) hibrida Balb/c yang diperoleh dari IPB, Bogor, digunakan imunisasi. Sediaan

murni RSSV yang digunakan sebagai antigen diperoleh dari hasil pemurnian yang telah dilakukan

sebelumnya. Antigen RRSV dilarutkan dalam bufer fosfat salin (Phosphate Buffered Saline, PBS), pH

7,2, dengan kepekatan 100 ug/ml. Sebelum imunisasi, antigen dicampur dengan Ajuvan Freund

Inkomplit (Incomplete Freund’s Ajuvant, Sigma) dengan perbandingan 1 : 1. Imunisasi dilaku-kan

pada mencit umur 2 bulan dengan menyuntikkan 100 μl (25-50 ug) larutan antigen RSSV setiap kali

secara intravenal, melalui vena ekor mencit, secara berka-la dengan tenggang waktu satu minggu.

Imunisasi dilakukan empat kali dan yang terakhir dilakukan empat hari sebelum dilakukan fusi sel

limposit mencit dengan sel mieloma.

Penyediaan Limposit Mencit

Empat hari setelah imunisasi terakhir, 1 ml contoh darah diambil dari mencit yang telah diimunisasi,

dipisahkan, dan diuji kandungan (titer)antiserumnya menggunakan teknik mikropresipitasi. Apabila

hasilnya positif dan titernya cukup tinggi, maka mencit dimatikan dan limpanya (spleen) diambil

secara aseptik dan ditempatkan dalam cawan petri steril berisi 20 ml medium DMEM tanpa serum

NBS (DMEM-NBS). Selanjutnya, secara aseptik pula, limpa yang masih utuh dan se-gar dipotong

kecil-kecil untuk mengeluarkan sel limpa (limposit). Potongan-potongan limpa di tekan-tekan

menggunakan pinset untuk mengeluarkan limposit-nya ke dalam medium. Suspensi limposit

disentrifugasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 7 menit dan peletnya dicuci dengan DMEMNBS

empat kali. Selanjut-nya limposit disuspensikan kembali dengan 20 ml DMEM-NBS dan dihitung ke-

Page 9: Hibridoma

rapatannya menggunakan hemasitometer. Pada percobaan ini lima ekor mencit diimunisasi dengan

RRSV.

Penyediaan Sel Mieloma

Pada hari ke-2 inkubasi, kondisi pertumbuhan dan kerapatan sel biakan mieloma diperiksa. Contoh

biakan diambil dari masing-masing cawan petri dan jumlah selnya dihitung menggunakan

hemasitometer. Bila jumlah sel yang dibutuhkan belum mencukupi, maka disediakan biakan baru

dengan menumbuhkan sel mieloma yang telah ada dalam cawan petri yang berisi medium baru.

Pada hari ke- 3 inkubasi, populasi sel mieloma diperiksa kembali dan dihitung kerapatannya, dan

pada hari ke-4 inkubasi dilakukan fusi sel. Selanjutnya sel mieloma yang telah ditumbuhkan hingga

fase pertumbuhan logaritmik disentrifusi dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit dan

disuspensikan kembali dalam medium DMEM + NBS + L-glutamine dengan volume tertentu dan

kerapatan selnya dihitung dengan hemasitometer.

Fusi Limposit dengan Mieloma

Fusi sel dilakukan dengan mencampurkan koloni sel mieloma dan sel limposit dengan

perbandingan 10 : 1 ke dalam tabung konus. Cara penghitungan sel limpa dan mieloma untuk

persiapan fusi adalah

1. Apabila kerapatan sel limpa pada hemasitometer 52 sel, maka banyaknya sel dalam

cawan yang berisi 20 ml biakan adalah 52 x 104 x 20 sel = 1,04 x108 sel;

2. Apabila kerapatan sel mieloma pada hemasitometer 64 sel, maka kerapatan sel dalam

cawan yang berisi 20 ml biakan adalah 64 x 104 x 20 sel = 1.28 x 107 sel.

Dengan demikian, banyaknya sel mieloma yang dibutuhkan adalah 1,04 x 107 sel, sehingga

volume biakan mieloma yang digunakan adalah 20 x (1,04 x 107 : 1.28 x 107 ml) = 16,25 ml. Dengan

demikian, medium HAT yang harus ditambahkan adalah 1,04 x 10 7 : 3,5 x 105 ml = 29,7 ml. Angka

3,5 x 105 adalah kepadatan sel mieloma yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu hibridoma di

setiap lubang biakan.

Setelah dilakukan pencampuran sel mieloma dengan limposit mencit, campuran sel yang

difusikan disentrifusi dengan kecepatan 1000 rpm selama 7 menit dan supernatannya dibuang. Ke

dalam tabung berisi pelet sel fusan ditambahkan 1 ml larutan 50% polietilen glikol (PEG 4000) dalam

DMEM-NBS, setetes demi setetes menggunakan pipet ukur 1 ml sambil digoyang. Penambahan

tersebut, mulai dari tetesan pertama hingga tetesan terakhir, harus dilakukan dalam rentang waktu

60 detik. Tahapan pemberian PEG adalah sebagai berikut: Detik ke- 1 diteteskan satu tetes PEG,

detik ke-10 satu tetes PEG, detik ke-20 satu tetes PEG, detik ke-30 satu tetes PEG, dan detik ke-60

Page 10: Hibridoma

satu tetes PEG lagi, sehingga jumlah volume PEG yang diteteskan dalam satu menit adalah 1 ml.

Penetesan PEG dilakukan sambil meng-goyang tabung fusan. Pengaruh PEG 4000 dikurangi dengan

menambahkan 9 ml medium DMEM-NBS sedikit demi sedikit menggunakan pipet ukur 10 ml dengan

rentang waktu 5 menit. Pada menit ke-1.30 ke dalam tabung ditambahkan 1 tetes medium; menit

ke-1.40 1 tetes; menit ke-1.50 1 tetes; dan menit ke-2 1 tetes. Selanjutnya, pada menit ke-2.40

ditambahkan lagi medium DMEM-NBS hingga pada pipet menunjukkan angka 1; pada menit ke-3.20

ditambahkan medium hing-ga angka 2; pada menit ke 4 ditambah 2 ml medium hingga angka 4;

pada menit ke-4.40 ditambahkan medium 4 ml hingga angka 8, dan pada menit ke-5 ditambah-kan

sisa medium hingga angka 10. Selanjutnya suspensi sel fusan disentrifusi de-ngan kecepatan 1000

rpm selama 7 menit, supernatannya dibuang dan pelet da-lam tabung konus disuspensikan kembali

dengan menambahkan medium HAT se-banyak 29,7 ml (sesuai dengan hasil perhitungan) dengan

menggoyang. Kemudian suspensi didistribusikan ke dalam lubang cawan mikro (microplate) steril

dan ber-tutup, 100 μl setiap lubang, menggunakan mikropipet 1000 μl, dan cawan mikro di-

inkubasikan di dalam inkubator CO2 bersuhu 37oC, untuk membiakkan hibridoma. Pada hari ke-2

dan selanjutnya hingga hari ke-1-10 inkubasi, selang dua hari, ke dalam setiap lubang biakan

ditambahkan 100 μl medium HAT. Kemudian pada hari ke-11 hingga ke-30 pertumbuhan sel

hibridoma di setiap lubang cawan di-amati dengan melihat koloni yang tumbuh di dasar lubang, dan

lubang yang ditumbuhi sel hibridoma diberi tanda. Apabila koloni sel hibridoma sudah tumbuh

kurang lebih 1/5 luasan dasar lubang, maka skring (seleksi) hibridoma penghasil McAb dilakukan.

Skrining Sel Hibridoma

Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresikan antibodi ke dalam medium, sehingga

cairan medium tempat hibridoma tumbuh mengandung antibodi. Keberhasilan memperoleh

hibridoma penghasil antibodi diperiksa dengan menguji dengan antigen yang bersangkutan

menggunakan teknik Antigen Adsorption Indirect (AAI)-ELISA dan Indirect Double Antibody Sandwich

(IDAS)-ELISA.

Sebagai antigen digunakan ekstrak daun padi terinfeksi RRSV dan sediaan murni RRSV. Hasil

reaksi ELISA diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 415 nm. Reaksi

positif (>0) berarti hibridoma menghasilkan McAb. Akhirnya, lubang cawan biakan hibridoma yang

menghasilkan McAb diberi tanda. Skrining hibridoma penghasil McAb dilakukan dua kali. Skrining I

dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang dapat menghasilkan McAb. Skrining II dilakukan

dengan cara yang sama dengan skrining I, tetapi untuk memilih kembali beberapa sel hibridoma

penghasil McAb yang potensial menghasilkan McAb tinggi dan stabil, dari koloni hibridoma penghasil

McAb yang diperoleh pada seleksi I.

Page 11: Hibridoma

Penyimpanan Hibridoma Penghasil McAb

Biakan sel hibridoma yang menghasilkan antibodi yang spesifik terhadap RSSV dipindahkan ke dalam

botol-botol kriogenik, kemudian disimpan semalam dalam freezer bersuhu -800C, selanjutnya

dipindahkan dan simpan secara kriogenik dalam tabung nitrogen cair yang bersuhu -96 0C. Secara

reguler dan berkala, tabung kriogenik diperiksa dan ditambah nitrogen cair guna menjaga suhu

tabung penyimpanan. Koleksi hibridoma penghasil McAb RRSV ini selanjutnya setiap saat dapat

digunakan sebagai sumber untuk kloning (perbanyakan) hibridoma dalam kaitannya dengan

produksi massal McAb RRSV.

Hasil dan Pembahasan

1. Imunsasi Mencit

Contoh darah diambil empat hari setelah imunisasi terakhir dan diproses untuk memperoleh

antibodi poliklonal (PAb) RRSV dan diuji titernya menggunakan teknik mikropresipitasi. Hasilnya

menunjukkan darah bereaksi positif sehingga menunjukkan adanya respon antibodi dari mencit

terhadap antigen RRSV yang disuntikkan.

Fusi sel mieloma dengan sel limfosit dengan mencit yang telah diimunisasi dengan antigen RRSV

menghasilkan fusan sel hibridoma. Hal ini ditunjukkan adanya pertumbuhan biakan sel pada dasar

medium. Hasil fusi hanya mencapai 29,7% dan sel hibridoma yang diperoleh tidak semuanya

menghasilkan McAb, sehingga perlu dilakukan skrining untuk memperoleh sel hibridoma penghasil

McAb.

2. Skrining Sel Hibridoma

Pada skrining I, dari 297 suspensi koloni hibridoma dari llubang cawan mikro yang diuji dengan

teknik ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) diperoleh 14 koloni hibridoma yang

menghasilkan McAb dan RRSV. Kemampuan menghasilkan McAb dari setiap koloni sel hibridoma

berbeda-beda. Pada skrining II dilakukan untuk memperoleh biakan hibridoma yang potensial

menghasilkan McAb tinggi dan stabil untuk digunakan sebagai sumber penghasil McAb selanjutnya.

Skrining II ini diperoleh dua suspensi biakan sel hibridoma penghasil McAb yang potensial

berdasarkan kemampuan menghasilkan McAb yang tinggi dan stabil.

Kesimpulan

1. Fusi sel mieloma dengan limfosit mencit yang telah diimunisasi dengan virus kerdil hampa

padi (RRSV) dapat menghasilkan sel hibridoma penghasil antibodi terhadap RRSV.

Page 12: Hibridoma

2. Skrining sel hibridoma penghasil McAb RRSV yang diperoleh dari hasil penelitian ini terdapat

dua kandidat hibridoma yang potensial memproduksi McAb cukup tinggi yang potensial

untuk dijadikan sumber kloning hibridoma lebih lanjut.

Page 13: Hibridoma

DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri, Istamar, Suwono Hadi, dkk. 2007. BIOLOGI JILID 3B untuk SMA Kelas XII, Semester 2.

Jakarta: Erlangga

2012.http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/penyakit-kerdil-hampa-kerdilrumputdancarapengen

daliannya, diunduh pada 13 Februari 2013, pukul 18.13 WIB

2012.id.wikipedia.org/wiki/ Kerdil _ hampa _ padi , diunduh pada 13 Februari 2013, pukul 18.23 WIB