hibah fisipol 2016_igpa_proposal penelitian bertahan di alam liar relasi industrial final

Upload: andri-p-kesmawan

Post on 06-Jul-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    1/8

    Hibah Riset, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat

    FISIPOL UGM 2016 -- KOMPETITIF PUSAT KAJIAN

    Kelompok Tipe 1.0

    Proposal Penelitian

    16

    BERTAHAN DI ALAM LIAR RELASI

    INDUSTRIAL: BURUH DI ANTARAAGENSI TENAGA KERJA SWASTA

    DAN JARINGAN AKTOR INFORMAL

    DALAM FLEKSIBILITAS PASAR

    KERJA DI BEKASI oleh Muhtar Habibi dan Emilianus Yakob Sese Tolo

    Institute of Governance and Public Affairs (IGPA)

    Magister Administrasi Publik

    Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada

    Jl. Prof. Dr. Sardjito, Sekip, Yogyakarta 55281

    Telepon : (0274) 563825, 588234Fax : (0274) 589655

    e-mail: [email protected]

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    2/8

    BERTAHAN DI ALAM LIAR RELASI INDUSTRIAL:

    BURUH DI ANTARA AGENSI TENAGA KERJA SWASTA DAN JARINGAN AKTOR INFORMAL

    DALAM FLEKSIBILITAS PASAR KERJA DI BEKASI

    Muhtar Habibi dan Emilianus Yakob Sese Tolo

     Abstrak

    Liberalisasi ekonomi pasca Suharto, termasuk penerapan pasar kerja fleksibel di Indonesia

    dalam wujud sistem kerja kontrak dan outsourcing dipercaya oleh pendukungnya mampu

    menciptakan pasar efisien yang ditopang oleh hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja.

    Beberapa studi bagaimanapun menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi justru menghasilkan

    paradoksnya sendiri. Bukannya sebuah pasar yang efisien, fleksibilisasi pasar kerja yang

    ditandai oleh begitu sentralnya peran aktor-aktor sosial seperti agensi tenaga kerja swasta dan

    jaringan aktor informal dalam memediasi penawaran dan permintaan tenaga kerja, hanya

    membuat distorsi pasar kerja. Alih-alih bisa menangkap peluang langsung penawaran pasarkerja, buruh dalam relasi industrial pasca Suharto bahkan mesti berurusan dengan pihak

    perantara seperti agensi tenaga kerja dan aktor informal, yang mengambil banyak keuntungan

    material terhadap buruh. Daripada bekerja dalam lingkungan relasi industrial berbasis pasar

    bebas, buruh kini mesti bertahan hidup dalam relasi industrial yang liar, dimana aturan hukum

    seringkali tidak berlaku dan jaringan kekuasaan informal amat berpengaruh. Studi ini

    bermaksud menjelaskan lebih jauh watak liar relasi industrial di Bekasi, kawasan industri

    terpadat di Indonesia. Bekasi juga dikenal dengan aktivisme buruh yang kuat dalam apa yang

    populer disebut “grebek pabrik”, suatu keadaan yang dilewatkan oleh studi sebelumnya

    mengenai alam liar relasi industrial pasca Suharto.Dengan latar belakang aktivisme buruh yang

    kuat dan merupakan basis industri paling padat di Indonesia, Bekasi dapat menjadi area riset

    mengenai kontestasi aktor industrial (agensi tenaga kerja swasta, buruh dan aktor informal)

    dalam alam pasar kerja fleksibel. Pengumpulan data akan dilakukan melalui wawancara dan

    observasi lapangan. Wawancara dilakukan terhadap aktor-aktor industrial (buruh, agensi

    tenaga kerja swasta, aktor kuat informal, pemerintah). Wawanara akan dimulai dengan tiga

    agensi tenaga kerja swasta (yang mewakili agensi besar, menengah dan kecil) dan kemudian

    mengikuti sumber ini, akan diwawancarai buruh dan juga aktor informal yang terlibat dengan

    masing-masing agensi tersebut. Wawancara terhadap aktor pemerintah dilakukan untuk

    meminta penjelasan terkait sikap pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan industrial,

    termasuk klarifikasi terhadap keterangan terhadap wawancara dengan berbagai aktor

    industrial sebelumnya. Observasi ditujukan untuk mengklarifikasi informasi yang dikumpulkan

    melalui wawancara. Pengumpulan data akan dilakukan pada periode bulan Mei dan Juli 2016. 

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    3/8

    Pendahuluan

    Salah satu tujuan dari liberalisasi pasar kerja di Indonesia sejak 2003 ialah upaya menciptakan

    suatu relasi industrial seperti bayangan ideal kaum liberal.Labor Market Flexibility  (LMF) adalah

    kunci dari ide tersebut. Dalam LMF, dibayangkan bahwa pekerja bebas untuk mengalokasikan

    jasanya untuk merespon pergantian kesempatan pergantian upah relatif, sementara perusahaan

    bebas untuk menyesuaikan pekerja dalam respon untuk pergantian kesempatan keuntungan

    relatif.Di dalam pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di antara pengguna tenaga kerja

    (employer)  dengan tenaga kerja (employee)  dipandang sebagai kondisi yang perlu (necessary

    condition)  bagi pertumbuhan ekonomi. Pengguna tenaga kerja bebas mencari tenaga kerja

    sesuai dengan kebutuhan rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja bebas memilih pengguna

    tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga kerja (Purdy, 1988: 5-6). Dalam

    kerangka seperti ini, perundingan kolektif oleh serikat buruh, pelaksanaan secara ketat aturan

    rekrutmen dan pemecatan pekerja, pesangon, upah minimum dan seterusnya dianggap sebagai

    suatu distorsi harga karena dianggap membatasi kebebasan antara pemberi kerja dan pekerja

    (Islam, 2000: 3-4). Jika negara terlalu banyak campur tangan dalam pasar kerja, maka pasar

    kerja disebut terlalu ‘kaku’ berlawanan dengan pasar kerja ‘fleksibel’ yang minim peran negara

    dan menyerahkan mekanisme pasar sebagai penggerak utama kondisi kerja. Hanya dengan

    mekanisme seperti ini, sebuah pasar kerja yang efisien dapat terwujud.

    Apa yang diimpikan kaum liberal, rupanya tidak mudah ditemukan perwujudannya di

    lapangan. Robison dan Hadiz (2005) memperlihatkan, bukannya membentuk suatu iklim

    ekonomi liberal, liberalisasi ekonomi pasca Reformasi justru menciptakan kondisi yang

    menumbuh-kembangkan kembali kekuatan otoriter dan relasi ekonomi berbasis koersi

    dibanding mekanisme pasar. Kompleks oligarki negara dan swasta tumbuh subur dan kian

    terkonsolidasi, melanjutkan kekuasaan mereka yang muncul sejak masa Soeharto. Dalam studi

    yang langsung terkait perburuhan, Juliawan (2010) secara meyakinkan menunjukkan

    bagaimana bukannya berhasil membentuk pasar kerja yang efisien berdasarkan hukum

    permintaan dan penawaran pekerjaan, pasar kerja fleksibel yang bercirikan sistem kerja

    kontrak dan outsourcing justru memberi peluang hadirnya kelompok perantara ekonomi, yang

    mendistorsi mekanisme pasar.Mengambil kasus di Tangerang, Juliawan memperlihatkan

    bagaimana para agensi tenaga kerja penyedia buruh kontrak dan buruh outsourcing mematok

    biaya bagi pekerja yang hendak melamar kepada mereka. Sementara itu, dalam upaya

    memperluas cakupan buruh yang mau bekerja untuk mereka, agensi tenaga kerja swasta sering

    menggunakan orang kuat lokal (jaringan kuasa lokal) dalam bentuk jaringan informal untuk

    memastikan pasokan pekerja yang mencukupi untuk memenuhi permintaan klien perusahaan

    dari agensi tenaga kerja swasta. Bukannya bermain di alam pasar kerja liberal, buruh pasca

    Soeharto justru harus bertahan dalam buasnya relasi industrial di tengah cengkeraman agensi

    tenaga kerja swasta dan jaringan kuasa informal yang menopangnya.

    Meski studi Juliawan (2010) tidak diragukan lagi memberikan kontribusi signifikan

    terhadap pemahaman kita akan watak buas relasi industrial pasca Soeharto, tetapi studi itu juga

    memiliki keterbatasannya sendiri. Studi itu secara khusus tidak menampilkan gambaran relatif

    detail soal relasi diantara buruh, agensi tenaga kerja swasta dan aktor informal. Dengan kata

    lain, suatu analisa terkait kontestasi kuasa riil diantara ketiganya belum memperoleh ruang

    memadai. Belum nampak suatupenjelasankomprehensif tentang bagaimana masing-masing

    aktor memanfaatkan kekuatan/sumberdaya yang mereka miliki dalam alam liar pasar kerja

    fleksibel untuk merengkuh kepentingan mereka sendiri. Hal ini dapat menghalangi suatu upaya

    pemahaman lebih jauh tentang watak buas relasi industrial dan kemungkinan perubahannya di

    masa depan.

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    4/8

    Dalam aspek lain, studi di Tangerang sebagaimana di lakukan oleh Juliawan (2010)

    barangkali melewatkan momentum terbaik dari suatu aksi buruh yang begitu besar terjadi di

    Indonesia yang dikenal dengan istilah ‘grebek pabrik’. Aksi ribuan buruh melakukan ‘grebek

    pabrik’ di Bekasi telah sukses memaksa ratusan pabrik untuk mengangkat puluhan ribu buruh

    outsourcing dan kontrak menjadi buruh tetap.Aksi grebek pabrik yang marak terjadi sepanjang

    tahun 2012 di Bekasi (Mufakhir, 2012), kawasan industri terpadat di Indonesia, bisa menjadi

    laboratorium yang menguntungkan untuk melihat bagiamana buruh berhadapan dengan agensi

    tenaga kerja swasta dan aktor informal, sebagaimana rekan mereka di Tangerang. Dengan latar

    belakang aktivisme buruh yang kuat dan merupakan basis industri paling padat di Indonesia,

    Bekasi dapat menjadi area riset bagi pertanyaan-pertanyaan kunci:

    1.  Bagaimana aktor industrial (agensi tenaga kerja swasta, buruh dan aktor informal)

    berkontestasi dalam alam pasar kerja fleksibel?

    2.  Bagaimana watak aktivisme buruh yang tinggi di daerah terpadat industri seperti di

    Bekasi memberi bentuk pada cara buruh berelasi dengan agensi tenaga kerja swasta

    dan aktor informal?

    Pasar Kerja Fleksibel dan Jaringan Aktor Informal

    Pasar kerja fleksibel paling tidak memiliki empat dimensi (Atkinson, 1984).

    Pertama,fleksibilitas eksternal(External Numerical Flexibility) yang berarti penyesuaian

    penerimaan buruh dari pasar kerja eksternal. Fleksibilitas dicapai dengan mempekerjakan

    buruh dengan kontrak tetap maupun kontrak sementara atau melalui peraturan pengupahan

    dan pemberhentian yang longgar. Kedua,fleksibilitas internal (Internal Numerical Flexibility)

    atau biasa disebut fleksibilitas dalam waktu kerja (working time flexibility). Bentuk fleksibilitas

    dilakukan dengan menyesuaikan jam atau jadwal pekerjaan bagi buruh yang bekerja diperusahaan. Termasuk dalam fleksibilitas ini adalah  part-time, flexibilitas jam kerja (termasuk

    kerja bagian malam atau akhir pekan), perhitungan waktu kerja berdasarkan jam lama kerja,

    waktu meninggalkan pekerjaan dan berbagai penyesuaian waktu yang lain. Ketiga,fleksibilitas

    fungsional (Functional Flexibility) dimana terdapat kelenturan dalam mempekerjakan buruh di

    berbagai bidang pekerjaan yang berbeda di dalam perusahaan. Pekerjaan dilakukan oleh

    operator atau manajemen dan buruh yang terlatih. Fleksibilitas jenis ini juga dapat diraih

    melalui cara outsourcing. Keempat,fleksibilitas upah (Financial or Wage Flexibility). Dalam hal

    ini, upah tidak ditentukan secara kolektif antara pengusaha dan buruh. Namun upah dari

    pekerjaan merupakan refleksi atau hasil pertemuan sisi permintaan (demand)  dan sisi

    penawaran (supply) tenaga kerja.Melalui UU 13/2003, hubungan industrial di Indonesia telah menjadi lebih fleksibel.

    Pertama,  diberlakukannya sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Dengan PKWT,

    perusahaan dapat mempekerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan jenis tertentu

    dalam waktu tertentu. Dampaknya adalah banyak perusahaan yang memutuskan hubungan

    kerja terhadap pekerja tetap untuk kemudian direkrut kembali dengan perjanjian kerja waktu

    tertentu (kontrak). Dalam mekanisme ini, buruh kontrak tidak memperoleh hak-hak

    sebagaimana buruh tetap sehingga meringankan beban pengusaha (Tjandraningsih, Herawati

    dan Suhadmadi, 2010). Dengan buruh kontrak, pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya

    sebesar buruh tetap. Kedua,  diberlakukannya sistem outsourcing.  Dalam hal ini perusahaan

    dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melaluiperjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    5/8

    tertulis. Implikasi dari penerapan outsourcing  adalah banyak perusahaan memutuskan

    hubungan kerja dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui perusahaan jasa

    pekerja (outsourcing pekerja). Pengusaha dengan tujuan efisiensi merasa aman jika buruh yang

    bekerja pada mereka adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Dengan mekanisme ini, yang

    bertanggung jawab terhadap buruh outsource  tadi adalah perusahaan jasa pekerja. Di tengah

    kesempatan yang diberikan UU baru inilah, agensi tenaga kerja swasta bermunculan untuk

    meneguk keuntungan dari buruh yang tidak terproteksi.

    Adalah keliru untuk membayangkan beroperasinya agensi tenaga kerja swasta di

    Indonesia memiliki kesamaan dengan rekan mereka di negara kapitalis maju. Di tengah masih

    dominannya politik patron-klien dimana jaringan informal masih memainkan peran krusial

    (Nordholt, 2004; Sidel, 2004), termasuk dalam urusan ekonomi, pelaksanaan pasar kerja

    fleksibel di Indonesia memiliki karakter spesifik. Agensi tenaga kerja swasta seringkali menjadi

    lebih efisien (dalam urusan internalnya) ketika bekerjasama dengan jaringan aktor informal

    dalam perekrutan dan pendisiplinan buruh.Dalam kaitan ini, istilah ‘aktor informal’ merujuk

    pada dua kelompok (Juliawan, 2010: 40). Kelompok pertama ialah organisasi sosial yang

    berbasis pada identitas keagamaan dan lokalitas seperti organisasi pemuda, kelompok

    pengajian maupun asosiasi kelompok bela diri. Kelompok aktor informal lain ialah individu

    menonjol yang memainkan peran sebagai pemuka agama, kepala desa atau ketua RT dan orang

    kuat lokal (preman). Kedua kategori aktor informal memperoleh kekuatannya dari dua sumber

    yang berbeda meski saling terkait. Sumber pertama ialah jaringan patronase yang dirawat sejak

    jaman Soeharto yaitu militer, birokrat lokal, pimpinan partai politik, pengusaha, kriminal

    (gangster), pemuka agama dan pemimpin adat (Nordholt, 2004: 48). Sumber lain terutama

    berkenaan dengan politik pasca Pemilu demokratis pertama 1999 dan desentralisasi yang

    memberi kesempatan kian besar bagi jaringan mafia dan klan-klan lokal dalam mengakumulasi

    kekuasaan (Sidel, 2004: 67). Apa yang disebut sebagai ‘bos-bos lokal’ oleh Sidel ini

    bertentangan dengan konsep patron klien atau ‘orang kuat lokal’ (Local Strong Man)  yang

    dikemukakan Migdal (1988). Jika Migdal percaya bahwa orang kuat lokal menjadi penyebab

    utama bagi terhambatnya akumulasi kapitalis di negeri-negeri berkembang, Sidel dengan studi

    komparatifnya di Philipina, Thailand dan Indonesia justru menunjukkan bahwa jaringan bos-

    bos lokal itu “...memiliki kapasitas untuk memfasilitasi dan memperoleh manfaat dari ekspansi

    relasi pasar dan proses pertumbuhan industri di daerah kekuasaan mereka masing-masing”

    (Sidel, 2004: 53).

    Metode Penelitian

    Riset ini merupakan suatu studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untukmelihat dinamika relasi buruh, agensi tenaga kerja dan aktor informal, analisa akan diarahkan

    dengan melihat siklus dari buruh mulai bekerja untuk sebuah agensi tenaga kerja, kemudian

    disalurkan ke perusahaan klien, hingga pemutusan kontrak kerja. Dalam keseluruhan proses ini,

    peran aktor informal akan dilihat, termasuk bagimana agensi tenaga kerja dan buruh merespon

    begitu luasnya jaringan aktor informal ini di Bekasi. Analisis seperti ini tentu saja juga

    memerlukan perhatian terhadap kondisi sosial-ekonomi spesifik di Bekasi yang memungkinkan

    lahirnya jaringan aktor informal serta kondisi ketenagakerjaan umum yang menentukan relasi

    kuasa diantara ketiga kelompok.

    Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, kelompok terarah atau Focused

    Group Discussion (FGD) dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap tiga agensi tenaga kerja

    swasta yang ada di Bekasi. Ketiga agensi diharapkan mewakili agensi dalam skala kecil,menengah dan besar, yang semuanya akan ditentukan berdasarkan jumlah pekerja yang

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    6/8

    mereka miliki.Tiga agensi ini akan dipilih berdasarkan kebersediaan dan keterbukaan mereka

    untuk melakukan wawancara. Dari agensi tenaga kerja swasta yang diwawancari, kita berharap

    dapat memperoleh gambaran mengenai pola rekrutmen buruh, peran mereka menyalurkan

    buruh kepada perusahaan klien pengguna, serta bagaimana mereka berhubungan dengan

    jaringan aktor informal dalam melakukan bisnis mereka. Wawancara tentu saja juga dilakukan

    terhadap buruh yang pernah atau sedang bekerja dengan ketiga agensi tenaga kerja diatas.Tujuan utama dari wawancara dengan buruh ialah untuk melihat perspektif buruh dalam

    relasinya dengan agensi tenaga kerja sejak proses rekrutmen hingga pemutusan kontrak kerja.

    Ini sekaligus digunakan untuk mengklarifikasi keterangan yang diberikan oleh agensi tenaga

    kerja swasta. Wawancara terhadap buruh juga diarahkan untuk melihat hubungan mereka

    dengan aktor informal yang berperan selama proses mereka bekerja (perekrutan,

    pendisiplinan, penyaluran, pemutusan kontrak, maupun ketika buruh melakukan protes

    ketidakpuasan terhadap perusahaan).Wawancara terhadap aktor pemerintah dilakukan untuk

    meminta penjelasan terkait sikap pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan industrial,

    termasuk klarifikasi terhadap keterangan terhadap wawancara dengan berbagai aktor

    industrial sebelumnya. Kelompok terarah atau Focused Group Discussion (FGD) diselenggarakan

    untuk mengetahui kepentingan dan realisasinya dalam proses relasi industrial. Observasi akan

    dilakukan untuk memverifikasi keterangan yang diberikan oleh ketiga kelompok yangdiwawancarai. Pengambilan data akan dilakukan pada periode bulan Mei dan Juli 2016.

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    7/8

    Usulan Anggaran Bertahan di Alam Liar Relasi Industrial: Buruh Diantara Agensi Tenaga Kerja

    Swasta dan Jaringan Aktor Informal dalam Fleksibilitas Pasar Kerja di Bekasi

    No Description VolumeUnit Cost

    (IDR)Total

    1 Persiapan

    1.1 Workshop rencana desk

    review dan analisisdokumen

    Meeting package 2 paket 1 kali

    125,000 250,000

    sub total

    250,000

    2 Pengumpulan Data

    Pemetaan Masalah

    2.1 Pelaksanaan

    Operasional

    Uang Makan 2 orang 4 bulan

    2,250,000 18,000,000

    Biaya Komunikasi 2 orang 4 bulan125,000 1,000,000

    2.2 Wawancara

    Biaya Transportasi

    Peneliti (Jogja-Bekasi) PP

    2 orang

    1,600,000 3,200,000

    Sewa Rumah 1 paket 2 bulan

    4,200,000 8,400,000

    Uang transportasi

    selama penelitianberlangsung

    2 orang 4 bulan

    500,000 4,000,000

    2.3 Focus Group Discussion

    Focus Group Discussion(Pemerintah Kab Bekasi,

     Agensi tenaga kerjaswasta di Bekasi)

    Meeting Package 15 paket 2 kali150,000 4,500,000

    2.4 Honor Peneliti 2 orang 4 bulan

    1,000,000 8,000,000

    Sub total

    47,100,0003 Penyusunan Laporan

    Penelitian

    Meeting Package 2 paket 2 kali 125,000 500,000

    Cetak LaporanPenelitian 8 eksemplar 100,000 800,000

    Layout dan editing

    Dokumen 1 paket 1,000,000 1,000,000

    Pengiriman Dokumen

    stakeholder

    1 paket

    300,000 300,000

    Sub total 2,600,000

    Total Cost 49,950,000

  • 8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final

    8/8

     

    Daftar Pustaka

    Atkinson, J. (1984). Flexibility,Uncertainty and Manpower Management.  IMS Report No.89,

    Institute of Manpower Studies, Brighton.

    Hadiz, Vedi R., dan Richard Robison. (2005). “Neo-liberal reforms and illiberal consolidations:The Indonesianparadox”. The Journal of Development Studies. Vol.41, 2: 220–41.

    Islam, I. (2000). Employment, Labor Market and Economic Recovery In Indonesia: Issues and

    Options. Working Paper 00/04 Jakarta: UNSFIR.

    Juliawan, BH (2010). “Extracting Labor from Its Owner: Private Employment Agencies and

    Labor Market Flexibility in Indonesia”. Critical Asian Studies. Vol. 42, 1: 25-52.Migdal, J. S. (1988). Strong Societies and Weak States: State–Society Relations and State

    Capabilities in the Third World . Princeton: Princeton University Press.

    Mufakhir, A. (2012). Hukum yang Retak, Perundingan, dan Grebek Pabrik: Catatan Awal

    Pergerakan Buruh di Bekasi.http://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-

    perundingan-dan-grebek_5175.html#more (diakses 6 Desember 2012) 

    Nordholt, Henk. (2004). “Decentralisation in Indonesia: Less state, more democracy?”dalam

    John Harriss,Kristian Stokke, dan Olle Tornquist (ed).Politicising democracy: The new local

     politics of democratisation.Basingtoke: Palgrave Macmillan. 29–50.

    Purdy, D. (1988). Sosial Power and The Labour Market : A Radical Approach to Labour Economics.

    Macmillan Education Ltd : London

    Sidel, John. (2004). “Bossism and democracy in the Philippines, Thailand and Indonesia:

    Towards analternative framework for the study of “local strongmen””dalam John Harriss,

    Kristian Stokke, andOlle Tornquist (ed). Politicising democracy: The new local politics of

    democratisation. Basingtoke: Palgrave Macmillan.

    Tjandraningsih, I, Herawati, R dan Suhadmadi. (2010a). Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek

    Kerja Kontrak Dan Outsourcing Buruh Di Sektor Industri Metal Di Indonesia . Bandung:

    Akatiga-Fspmi-Fes 

    http://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#more