hibah fisipol 2016_igpa_proposal penelitian bertahan di alam liar relasi industrial final
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
1/8
Hibah Riset, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat
FISIPOL UGM 2016 -- KOMPETITIF PUSAT KAJIAN
Kelompok Tipe 1.0
Proposal Penelitian
16
BERTAHAN DI ALAM LIAR RELASI
INDUSTRIAL: BURUH DI ANTARAAGENSI TENAGA KERJA SWASTA
DAN JARINGAN AKTOR INFORMAL
DALAM FLEKSIBILITAS PASAR
KERJA DI BEKASI oleh Muhtar Habibi dan Emilianus Yakob Sese Tolo
Institute of Governance and Public Affairs (IGPA)
Magister Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada
Jl. Prof. Dr. Sardjito, Sekip, Yogyakarta 55281
Telepon : (0274) 563825, 588234Fax : (0274) 589655
e-mail: [email protected]
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
2/8
BERTAHAN DI ALAM LIAR RELASI INDUSTRIAL:
BURUH DI ANTARA AGENSI TENAGA KERJA SWASTA DAN JARINGAN AKTOR INFORMAL
DALAM FLEKSIBILITAS PASAR KERJA DI BEKASI
Muhtar Habibi dan Emilianus Yakob Sese Tolo
Abstrak
Liberalisasi ekonomi pasca Suharto, termasuk penerapan pasar kerja fleksibel di Indonesia
dalam wujud sistem kerja kontrak dan outsourcing dipercaya oleh pendukungnya mampu
menciptakan pasar efisien yang ditopang oleh hukum permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Beberapa studi bagaimanapun menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi justru menghasilkan
paradoksnya sendiri. Bukannya sebuah pasar yang efisien, fleksibilisasi pasar kerja yang
ditandai oleh begitu sentralnya peran aktor-aktor sosial seperti agensi tenaga kerja swasta dan
jaringan aktor informal dalam memediasi penawaran dan permintaan tenaga kerja, hanya
membuat distorsi pasar kerja. Alih-alih bisa menangkap peluang langsung penawaran pasarkerja, buruh dalam relasi industrial pasca Suharto bahkan mesti berurusan dengan pihak
perantara seperti agensi tenaga kerja dan aktor informal, yang mengambil banyak keuntungan
material terhadap buruh. Daripada bekerja dalam lingkungan relasi industrial berbasis pasar
bebas, buruh kini mesti bertahan hidup dalam relasi industrial yang liar, dimana aturan hukum
seringkali tidak berlaku dan jaringan kekuasaan informal amat berpengaruh. Studi ini
bermaksud menjelaskan lebih jauh watak liar relasi industrial di Bekasi, kawasan industri
terpadat di Indonesia. Bekasi juga dikenal dengan aktivisme buruh yang kuat dalam apa yang
populer disebut “grebek pabrik”, suatu keadaan yang dilewatkan oleh studi sebelumnya
mengenai alam liar relasi industrial pasca Suharto.Dengan latar belakang aktivisme buruh yang
kuat dan merupakan basis industri paling padat di Indonesia, Bekasi dapat menjadi area riset
mengenai kontestasi aktor industrial (agensi tenaga kerja swasta, buruh dan aktor informal)
dalam alam pasar kerja fleksibel. Pengumpulan data akan dilakukan melalui wawancara dan
observasi lapangan. Wawancara dilakukan terhadap aktor-aktor industrial (buruh, agensi
tenaga kerja swasta, aktor kuat informal, pemerintah). Wawanara akan dimulai dengan tiga
agensi tenaga kerja swasta (yang mewakili agensi besar, menengah dan kecil) dan kemudian
mengikuti sumber ini, akan diwawancarai buruh dan juga aktor informal yang terlibat dengan
masing-masing agensi tersebut. Wawancara terhadap aktor pemerintah dilakukan untuk
meminta penjelasan terkait sikap pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan industrial,
termasuk klarifikasi terhadap keterangan terhadap wawancara dengan berbagai aktor
industrial sebelumnya. Observasi ditujukan untuk mengklarifikasi informasi yang dikumpulkan
melalui wawancara. Pengumpulan data akan dilakukan pada periode bulan Mei dan Juli 2016.
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
3/8
Pendahuluan
Salah satu tujuan dari liberalisasi pasar kerja di Indonesia sejak 2003 ialah upaya menciptakan
suatu relasi industrial seperti bayangan ideal kaum liberal.Labor Market Flexibility (LMF) adalah
kunci dari ide tersebut. Dalam LMF, dibayangkan bahwa pekerja bebas untuk mengalokasikan
jasanya untuk merespon pergantian kesempatan pergantian upah relatif, sementara perusahaan
bebas untuk menyesuaikan pekerja dalam respon untuk pergantian kesempatan keuntungan
relatif.Di dalam pasar tenaga kerja, interaksi yang bebas di antara pengguna tenaga kerja
(employer) dengan tenaga kerja (employee) dipandang sebagai kondisi yang perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi. Pengguna tenaga kerja bebas mencari tenaga kerja
sesuai dengan kebutuhan rasional pengguna, sedangkan tenaga kerja bebas memilih pengguna
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan rasional tenaga kerja (Purdy, 1988: 5-6). Dalam
kerangka seperti ini, perundingan kolektif oleh serikat buruh, pelaksanaan secara ketat aturan
rekrutmen dan pemecatan pekerja, pesangon, upah minimum dan seterusnya dianggap sebagai
suatu distorsi harga karena dianggap membatasi kebebasan antara pemberi kerja dan pekerja
(Islam, 2000: 3-4). Jika negara terlalu banyak campur tangan dalam pasar kerja, maka pasar
kerja disebut terlalu ‘kaku’ berlawanan dengan pasar kerja ‘fleksibel’ yang minim peran negara
dan menyerahkan mekanisme pasar sebagai penggerak utama kondisi kerja. Hanya dengan
mekanisme seperti ini, sebuah pasar kerja yang efisien dapat terwujud.
Apa yang diimpikan kaum liberal, rupanya tidak mudah ditemukan perwujudannya di
lapangan. Robison dan Hadiz (2005) memperlihatkan, bukannya membentuk suatu iklim
ekonomi liberal, liberalisasi ekonomi pasca Reformasi justru menciptakan kondisi yang
menumbuh-kembangkan kembali kekuatan otoriter dan relasi ekonomi berbasis koersi
dibanding mekanisme pasar. Kompleks oligarki negara dan swasta tumbuh subur dan kian
terkonsolidasi, melanjutkan kekuasaan mereka yang muncul sejak masa Soeharto. Dalam studi
yang langsung terkait perburuhan, Juliawan (2010) secara meyakinkan menunjukkan
bagaimana bukannya berhasil membentuk pasar kerja yang efisien berdasarkan hukum
permintaan dan penawaran pekerjaan, pasar kerja fleksibel yang bercirikan sistem kerja
kontrak dan outsourcing justru memberi peluang hadirnya kelompok perantara ekonomi, yang
mendistorsi mekanisme pasar.Mengambil kasus di Tangerang, Juliawan memperlihatkan
bagaimana para agensi tenaga kerja penyedia buruh kontrak dan buruh outsourcing mematok
biaya bagi pekerja yang hendak melamar kepada mereka. Sementara itu, dalam upaya
memperluas cakupan buruh yang mau bekerja untuk mereka, agensi tenaga kerja swasta sering
menggunakan orang kuat lokal (jaringan kuasa lokal) dalam bentuk jaringan informal untuk
memastikan pasokan pekerja yang mencukupi untuk memenuhi permintaan klien perusahaan
dari agensi tenaga kerja swasta. Bukannya bermain di alam pasar kerja liberal, buruh pasca
Soeharto justru harus bertahan dalam buasnya relasi industrial di tengah cengkeraman agensi
tenaga kerja swasta dan jaringan kuasa informal yang menopangnya.
Meski studi Juliawan (2010) tidak diragukan lagi memberikan kontribusi signifikan
terhadap pemahaman kita akan watak buas relasi industrial pasca Soeharto, tetapi studi itu juga
memiliki keterbatasannya sendiri. Studi itu secara khusus tidak menampilkan gambaran relatif
detail soal relasi diantara buruh, agensi tenaga kerja swasta dan aktor informal. Dengan kata
lain, suatu analisa terkait kontestasi kuasa riil diantara ketiganya belum memperoleh ruang
memadai. Belum nampak suatupenjelasankomprehensif tentang bagaimana masing-masing
aktor memanfaatkan kekuatan/sumberdaya yang mereka miliki dalam alam liar pasar kerja
fleksibel untuk merengkuh kepentingan mereka sendiri. Hal ini dapat menghalangi suatu upaya
pemahaman lebih jauh tentang watak buas relasi industrial dan kemungkinan perubahannya di
masa depan.
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
4/8
Dalam aspek lain, studi di Tangerang sebagaimana di lakukan oleh Juliawan (2010)
barangkali melewatkan momentum terbaik dari suatu aksi buruh yang begitu besar terjadi di
Indonesia yang dikenal dengan istilah ‘grebek pabrik’. Aksi ribuan buruh melakukan ‘grebek
pabrik’ di Bekasi telah sukses memaksa ratusan pabrik untuk mengangkat puluhan ribu buruh
outsourcing dan kontrak menjadi buruh tetap.Aksi grebek pabrik yang marak terjadi sepanjang
tahun 2012 di Bekasi (Mufakhir, 2012), kawasan industri terpadat di Indonesia, bisa menjadi
laboratorium yang menguntungkan untuk melihat bagiamana buruh berhadapan dengan agensi
tenaga kerja swasta dan aktor informal, sebagaimana rekan mereka di Tangerang. Dengan latar
belakang aktivisme buruh yang kuat dan merupakan basis industri paling padat di Indonesia,
Bekasi dapat menjadi area riset bagi pertanyaan-pertanyaan kunci:
1. Bagaimana aktor industrial (agensi tenaga kerja swasta, buruh dan aktor informal)
berkontestasi dalam alam pasar kerja fleksibel?
2. Bagaimana watak aktivisme buruh yang tinggi di daerah terpadat industri seperti di
Bekasi memberi bentuk pada cara buruh berelasi dengan agensi tenaga kerja swasta
dan aktor informal?
Pasar Kerja Fleksibel dan Jaringan Aktor Informal
Pasar kerja fleksibel paling tidak memiliki empat dimensi (Atkinson, 1984).
Pertama,fleksibilitas eksternal(External Numerical Flexibility) yang berarti penyesuaian
penerimaan buruh dari pasar kerja eksternal. Fleksibilitas dicapai dengan mempekerjakan
buruh dengan kontrak tetap maupun kontrak sementara atau melalui peraturan pengupahan
dan pemberhentian yang longgar. Kedua,fleksibilitas internal (Internal Numerical Flexibility)
atau biasa disebut fleksibilitas dalam waktu kerja (working time flexibility). Bentuk fleksibilitas
dilakukan dengan menyesuaikan jam atau jadwal pekerjaan bagi buruh yang bekerja diperusahaan. Termasuk dalam fleksibilitas ini adalah part-time, flexibilitas jam kerja (termasuk
kerja bagian malam atau akhir pekan), perhitungan waktu kerja berdasarkan jam lama kerja,
waktu meninggalkan pekerjaan dan berbagai penyesuaian waktu yang lain. Ketiga,fleksibilitas
fungsional (Functional Flexibility) dimana terdapat kelenturan dalam mempekerjakan buruh di
berbagai bidang pekerjaan yang berbeda di dalam perusahaan. Pekerjaan dilakukan oleh
operator atau manajemen dan buruh yang terlatih. Fleksibilitas jenis ini juga dapat diraih
melalui cara outsourcing. Keempat,fleksibilitas upah (Financial or Wage Flexibility). Dalam hal
ini, upah tidak ditentukan secara kolektif antara pengusaha dan buruh. Namun upah dari
pekerjaan merupakan refleksi atau hasil pertemuan sisi permintaan (demand) dan sisi
penawaran (supply) tenaga kerja.Melalui UU 13/2003, hubungan industrial di Indonesia telah menjadi lebih fleksibel.
Pertama, diberlakukannya sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Dengan PKWT,
perusahaan dapat mempekerjakan buruh kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan jenis tertentu
dalam waktu tertentu. Dampaknya adalah banyak perusahaan yang memutuskan hubungan
kerja terhadap pekerja tetap untuk kemudian direkrut kembali dengan perjanjian kerja waktu
tertentu (kontrak). Dalam mekanisme ini, buruh kontrak tidak memperoleh hak-hak
sebagaimana buruh tetap sehingga meringankan beban pengusaha (Tjandraningsih, Herawati
dan Suhadmadi, 2010). Dengan buruh kontrak, pengusaha tidak perlu mengeluarkan biaya
sebesar buruh tetap. Kedua, diberlakukannya sistem outsourcing. Dalam hal ini perusahaan
dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melaluiperjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
5/8
tertulis. Implikasi dari penerapan outsourcing adalah banyak perusahaan memutuskan
hubungan kerja dengan buruhnya untuk selanjutnya direkrut kembali melalui perusahaan jasa
pekerja (outsourcing pekerja). Pengusaha dengan tujuan efisiensi merasa aman jika buruh yang
bekerja pada mereka adalah buruhnya perusahaan jasa pekerja. Dengan mekanisme ini, yang
bertanggung jawab terhadap buruh outsource tadi adalah perusahaan jasa pekerja. Di tengah
kesempatan yang diberikan UU baru inilah, agensi tenaga kerja swasta bermunculan untuk
meneguk keuntungan dari buruh yang tidak terproteksi.
Adalah keliru untuk membayangkan beroperasinya agensi tenaga kerja swasta di
Indonesia memiliki kesamaan dengan rekan mereka di negara kapitalis maju. Di tengah masih
dominannya politik patron-klien dimana jaringan informal masih memainkan peran krusial
(Nordholt, 2004; Sidel, 2004), termasuk dalam urusan ekonomi, pelaksanaan pasar kerja
fleksibel di Indonesia memiliki karakter spesifik. Agensi tenaga kerja swasta seringkali menjadi
lebih efisien (dalam urusan internalnya) ketika bekerjasama dengan jaringan aktor informal
dalam perekrutan dan pendisiplinan buruh.Dalam kaitan ini, istilah ‘aktor informal’ merujuk
pada dua kelompok (Juliawan, 2010: 40). Kelompok pertama ialah organisasi sosial yang
berbasis pada identitas keagamaan dan lokalitas seperti organisasi pemuda, kelompok
pengajian maupun asosiasi kelompok bela diri. Kelompok aktor informal lain ialah individu
menonjol yang memainkan peran sebagai pemuka agama, kepala desa atau ketua RT dan orang
kuat lokal (preman). Kedua kategori aktor informal memperoleh kekuatannya dari dua sumber
yang berbeda meski saling terkait. Sumber pertama ialah jaringan patronase yang dirawat sejak
jaman Soeharto yaitu militer, birokrat lokal, pimpinan partai politik, pengusaha, kriminal
(gangster), pemuka agama dan pemimpin adat (Nordholt, 2004: 48). Sumber lain terutama
berkenaan dengan politik pasca Pemilu demokratis pertama 1999 dan desentralisasi yang
memberi kesempatan kian besar bagi jaringan mafia dan klan-klan lokal dalam mengakumulasi
kekuasaan (Sidel, 2004: 67). Apa yang disebut sebagai ‘bos-bos lokal’ oleh Sidel ini
bertentangan dengan konsep patron klien atau ‘orang kuat lokal’ (Local Strong Man) yang
dikemukakan Migdal (1988). Jika Migdal percaya bahwa orang kuat lokal menjadi penyebab
utama bagi terhambatnya akumulasi kapitalis di negeri-negeri berkembang, Sidel dengan studi
komparatifnya di Philipina, Thailand dan Indonesia justru menunjukkan bahwa jaringan bos-
bos lokal itu “...memiliki kapasitas untuk memfasilitasi dan memperoleh manfaat dari ekspansi
relasi pasar dan proses pertumbuhan industri di daerah kekuasaan mereka masing-masing”
(Sidel, 2004: 53).
Metode Penelitian
Riset ini merupakan suatu studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Untukmelihat dinamika relasi buruh, agensi tenaga kerja dan aktor informal, analisa akan diarahkan
dengan melihat siklus dari buruh mulai bekerja untuk sebuah agensi tenaga kerja, kemudian
disalurkan ke perusahaan klien, hingga pemutusan kontrak kerja. Dalam keseluruhan proses ini,
peran aktor informal akan dilihat, termasuk bagimana agensi tenaga kerja dan buruh merespon
begitu luasnya jaringan aktor informal ini di Bekasi. Analisis seperti ini tentu saja juga
memerlukan perhatian terhadap kondisi sosial-ekonomi spesifik di Bekasi yang memungkinkan
lahirnya jaringan aktor informal serta kondisi ketenagakerjaan umum yang menentukan relasi
kuasa diantara ketiga kelompok.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, kelompok terarah atau Focused
Group Discussion (FGD) dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap tiga agensi tenaga kerja
swasta yang ada di Bekasi. Ketiga agensi diharapkan mewakili agensi dalam skala kecil,menengah dan besar, yang semuanya akan ditentukan berdasarkan jumlah pekerja yang
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
6/8
mereka miliki.Tiga agensi ini akan dipilih berdasarkan kebersediaan dan keterbukaan mereka
untuk melakukan wawancara. Dari agensi tenaga kerja swasta yang diwawancari, kita berharap
dapat memperoleh gambaran mengenai pola rekrutmen buruh, peran mereka menyalurkan
buruh kepada perusahaan klien pengguna, serta bagaimana mereka berhubungan dengan
jaringan aktor informal dalam melakukan bisnis mereka. Wawancara tentu saja juga dilakukan
terhadap buruh yang pernah atau sedang bekerja dengan ketiga agensi tenaga kerja diatas.Tujuan utama dari wawancara dengan buruh ialah untuk melihat perspektif buruh dalam
relasinya dengan agensi tenaga kerja sejak proses rekrutmen hingga pemutusan kontrak kerja.
Ini sekaligus digunakan untuk mengklarifikasi keterangan yang diberikan oleh agensi tenaga
kerja swasta. Wawancara terhadap buruh juga diarahkan untuk melihat hubungan mereka
dengan aktor informal yang berperan selama proses mereka bekerja (perekrutan,
pendisiplinan, penyaluran, pemutusan kontrak, maupun ketika buruh melakukan protes
ketidakpuasan terhadap perusahaan).Wawancara terhadap aktor pemerintah dilakukan untuk
meminta penjelasan terkait sikap pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan industrial,
termasuk klarifikasi terhadap keterangan terhadap wawancara dengan berbagai aktor
industrial sebelumnya. Kelompok terarah atau Focused Group Discussion (FGD) diselenggarakan
untuk mengetahui kepentingan dan realisasinya dalam proses relasi industrial. Observasi akan
dilakukan untuk memverifikasi keterangan yang diberikan oleh ketiga kelompok yangdiwawancarai. Pengambilan data akan dilakukan pada periode bulan Mei dan Juli 2016.
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
7/8
Usulan Anggaran Bertahan di Alam Liar Relasi Industrial: Buruh Diantara Agensi Tenaga Kerja
Swasta dan Jaringan Aktor Informal dalam Fleksibilitas Pasar Kerja di Bekasi
No Description VolumeUnit Cost
(IDR)Total
1 Persiapan
1.1 Workshop rencana desk
review dan analisisdokumen
Meeting package 2 paket 1 kali
125,000 250,000
sub total
250,000
2 Pengumpulan Data
Pemetaan Masalah
2.1 Pelaksanaan
Operasional
Uang Makan 2 orang 4 bulan
2,250,000 18,000,000
Biaya Komunikasi 2 orang 4 bulan125,000 1,000,000
2.2 Wawancara
Biaya Transportasi
Peneliti (Jogja-Bekasi) PP
2 orang
1,600,000 3,200,000
Sewa Rumah 1 paket 2 bulan
4,200,000 8,400,000
Uang transportasi
selama penelitianberlangsung
2 orang 4 bulan
500,000 4,000,000
2.3 Focus Group Discussion
Focus Group Discussion(Pemerintah Kab Bekasi,
Agensi tenaga kerjaswasta di Bekasi)
Meeting Package 15 paket 2 kali150,000 4,500,000
2.4 Honor Peneliti 2 orang 4 bulan
1,000,000 8,000,000
Sub total
47,100,0003 Penyusunan Laporan
Penelitian
Meeting Package 2 paket 2 kali 125,000 500,000
Cetak LaporanPenelitian 8 eksemplar 100,000 800,000
Layout dan editing
Dokumen 1 paket 1,000,000 1,000,000
Pengiriman Dokumen
stakeholder
1 paket
300,000 300,000
Sub total 2,600,000
Total Cost 49,950,000
-
8/17/2019 Hibah Fisipol 2016_IGPA_Proposal Penelitian Bertahan Di Alam Liar Relasi Industrial Final
8/8
Daftar Pustaka
Atkinson, J. (1984). Flexibility,Uncertainty and Manpower Management. IMS Report No.89,
Institute of Manpower Studies, Brighton.
Hadiz, Vedi R., dan Richard Robison. (2005). “Neo-liberal reforms and illiberal consolidations:The Indonesianparadox”. The Journal of Development Studies. Vol.41, 2: 220–41.
Islam, I. (2000). Employment, Labor Market and Economic Recovery In Indonesia: Issues and
Options. Working Paper 00/04 Jakarta: UNSFIR.
Juliawan, BH (2010). “Extracting Labor from Its Owner: Private Employment Agencies and
Labor Market Flexibility in Indonesia”. Critical Asian Studies. Vol. 42, 1: 25-52.Migdal, J. S. (1988). Strong Societies and Weak States: State–Society Relations and State
Capabilities in the Third World . Princeton: Princeton University Press.
Mufakhir, A. (2012). Hukum yang Retak, Perundingan, dan Grebek Pabrik: Catatan Awal
Pergerakan Buruh di Bekasi.http://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-
perundingan-dan-grebek_5175.html#more (diakses 6 Desember 2012)
Nordholt, Henk. (2004). “Decentralisation in Indonesia: Less state, more democracy?”dalam
John Harriss,Kristian Stokke, dan Olle Tornquist (ed).Politicising democracy: The new local
politics of democratisation.Basingtoke: Palgrave Macmillan. 29–50.
Purdy, D. (1988). Sosial Power and The Labour Market : A Radical Approach to Labour Economics.
Macmillan Education Ltd : London
Sidel, John. (2004). “Bossism and democracy in the Philippines, Thailand and Indonesia:
Towards analternative framework for the study of “local strongmen””dalam John Harriss,
Kristian Stokke, andOlle Tornquist (ed). Politicising democracy: The new local politics of
democratisation. Basingtoke: Palgrave Macmillan.
Tjandraningsih, I, Herawati, R dan Suhadmadi. (2010a). Diskriminatif dan Eksploitatif: Praktek
Kerja Kontrak Dan Outsourcing Buruh Di Sektor Industri Metal Di Indonesia . Bandung:
Akatiga-Fspmi-Fes
http://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#morehttp://www.majalahsedane.net/2012/10/hukum-yang-retak-perundingan-dan-grebek_5175.html#more