2011imt_pengaruh vegetasi liar (bab 6)
DESCRIPTION
fsfefTRANSCRIPT
BAB VI
PENGARUH VEGETASI LIAR BERBUNGA TERHADAP PARASITOID Anastatus dasyni FERR.
(HYMENOPTERA: EUPELMIDAE)
[Effects of flowering wild vegetation on parasitoid of Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae)]
Abstrak
Pada pertanaman lada tumbuh beberapa jenis vegetasi liar berbunga sebagai sumber nektar. Penelitian bertujuan mengkaji pengaruh bunga berbagai vegetasi liar terhadap kehidupan A. dasyni asal inang alternatif. Penelitian mencakup lama hidup dan reproduksi, pilihan parasitoid lapar dan kenyang, dan tingkat parasitisasi parasitoid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parasitoid betina yang mengonsumsi nektar hidup antara 1.8 hari sampai 9.6 hari, sedangkan parasitoid jantan 1.6 hari sampai 3.4 hari. Lama hidup terpanjang terjadi pada parasitoid yang dikurung bersama bunga Cleome aspera dan Asystasia gangetica. Betina A. dasyni yang mengonsumsi nektar C. aspera meletakkan telur 13.80 butir dan 68.55% telur tersebut menjadi imago betina, sedangkan yang mengonsumsi nektar A. gangetica meletakkan telur 12.20 butir dan 71.94% telur tersebut menjadi imago betina. Parasitoid A. dasyni yang lapar memilih secara acak semua bunga, tetapi kunjungan lebih banyak terjadi pada bunga berwarna kuning cerah (Arachis pintoi) meskipun bunga tersebut tidak mendukung kehidupan parasitoid. Imago betina yang kenyang lebih banyak memilih inang (66.67%) untuk oviposisi. Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang ditumbuhi C. aspera dan A. gangetica (56.23%) lebih tinggi dibandingkan di kebun lada yang dilakukan penyiangan (28.57%).
Kata kunci: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, vegetasi liar berbunga
Abstract
There are several wild flowering vegetations in pepper plantations functioned as nectar sources. This study was conducted to evaluate the effect of several wild vegetation flowers to the livelihood of A. dasyni. The study consisted of living period and reproduction, the preference of starved and satiate parasitoids, as well as parasitation levels of parasitoids. The result of the study revealed that A. dasyni females consuming nectars would live between 1.8 to 9.6 days, while their males counterpart would live between 1.6 to 3.4 days. The longest living period was found on the parasitoid fed with Cleome aspera and Asystasia gangetica nectars. A. dasyni fed C. aspera and A. gangetica nectars would produce 13.80 and 12.20 eggs, respectively, which after hatching 68.55% and 71.94% of them, respectively, were females. The starved parasitoids would randomly choose all flowers, but only the bright yellow flowers i.e. Arachis pintoi was the most preferred one, though this flower did not support their lives. As much as 66.67% of the satiate females would directly choose their hosts for egg oviposition. The parasitization level of A. dasyni in a pepper plantation inhabited
59
by C. aspera and A. gangetica was about 56.23%, which was higher as compared to that of the plantation without those wild plants (28.57%).
Key words: Anastatus dasyni, Dasynus piperis, flowering wild vegetation
Pendahuluan
Anastatus dasyni Ferr. (Hymenoptera: Eupelmidae) merupakan parasitoid
yang bersifat sinovigenik. Parasitoid seperti ini (Quicke 1997) memerlukan
pakan untuk pematangan telurnya, sehingga parasitoid memiliki masa
praoviposisi. Parasitoid perlu mengonsumsi pakan terlebih dahulu sebelum
melakukan oviposisi.
Sumber pakan bagi imago parasitoid di lapangan, dapat diperoleh melalui
nektar bunga dan atau embun madu. Selain untuk produksi telur, sumber pakan
tersebut berguna untuk meningkatkan daya bertahan hidup parasitoid. Parasitoid
yang hidup lebih lama dan keperidian yang lebih tinggi akan lebih mempercepat
penekanan populasi inang. Oleh karena itu, keberadaan sumber pakan yang
mudah didapat imago parasitoid dan dekat dengan lokasi inang sangat penting
(Jervis et al. 1996; Lewis et al. 1998; Lee & Heimpel 2002). Pemanfaatan
tanaman berbunga yang mampu meningkatkan keperidian parasitoid betina dapat
dipahami dari segi keseimbangan antara inang dan kebutuhan pakan. Hal tersebut
menjadi bagian utama dalam pengendalian hayati (Lewis et al. 1998; van Emden
2002).
Sifat dan perilaku parasitoid A. dasyni dalam mengakses sumber pakan,
memberikan pemahaman bahwa diperlukan suatu pengelolaan ekosistem
pertanaman yang menguntungkan bagi parasitoid tersebut. Di satu sisi,
pengelolaan ekosistem yang dibentuk menguntungkan parasitoid dan di sisi lain
tidak merugikan pertumbuhan tanaman budidaya, yaitu lada.
Manipulasi lingkungan yang bertujuan mengonservasi musuh alami
merupakan salah satu pendekatan dalam pengendalian hayati. Manipulasi
lingkungan dapat dilakukan dengan menanam jenis tanaman penghasil nektar dan
polen di sekitar tanaman utama (Stehr 1982; van Driesche & Bellows 1996).
Banyak parasitoid dewasa memerlukan nutrisi dalam bentuk nektar, polen atau
keduanya (Jervis et al. 1992, 1996; Landis et al. 2000).
60
Konservasi parasitoid A. dasyni baik melalui penanaman atau pengelolaan
vegetasi liar yang tumbuh di sekitar tanaman lada dapat dilakukan sedemikian
rupa menjadi satu kesatuan ekosistem yang tidak terpisahkan dengan tanaman
lada. Beberapa hasil penelitian sebelumnya (Deciyanto & Asnawi 1997; Trisawa
et al. 2006) menunjukkan bahwa kehadiran vegetasi liar atau tanaman lain
berbunga di sekitar pertanaman dapat meningkatkan parasitisasi parasitoid pada
tanaman lada. Di samping itu, menurut Kartosuwondo (1993) vegetasi liar dapat
berfungsi sebagai reservoir parasitoid, contohnya Brassicaceae liar untuk
parasitoid Diadegma semiclausum (Hymenoptera: Ichneumonidae).
Pada pertanaman lada tumbuh beberapa vegetasi liar berbunga sebagai
sumber pakan parasitoid. Namun demikian belum diketahui bagaimana peranan
masing-masing bunga vegetasi liar tersebut sebagai sumber nektar bagi
parasitoid A. dasyni. Hal ini perlu diteliti, termasuk juga terhadap bunga
A. pintoi yang selama ini dianjurkan ditanam pada kebun lada karena dianggap
dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid. Di sisi lain, banyak petani
yang melakukan penyiangan vegetasi liar setengah bersih sampai bersih dan
belum memahami pentingnya vegetasi tersebut. Penelitian pengaruh bunga
vegetasi liar terhadap parasitoid A. dasyni dan evaluasinya pada karakteristik
egroekosistem lada sangat diperlukan terutama untuk mendapatkan umpan balik
dalam merancang agroekosistem lada yang benar dan menguntungkan.
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian bunga sebagai
sumber nektar dari berbagai vegetasi liar terhadap kehidupan parasitoid A. dasyni
asal telur Riptortus linearis. Pengkajian lama hidup dan reproduksi imago
parasitoid A. dasyni yang diberi nektar dari berbagai vegetasi liar dapat
dibandingkan. Dengan demikian, dapat ditentukan jenis vegetasi liar yang
mendukung kehidupan parasitoid. Pengetahuan yang diperoleh diperlukan untuk
mengelola ekosistem lada yang mampu menunjang pengendalian hayati kepik
pengisap buah lada Dasynus piperis China (Hemiptera: Coreidae).
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan sejak bulan April 2009 sampai dengan Desember
2009 di laboratorium hama Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Bogor,
61
laboratorium dan rumah kaca Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan
Bangka Belitung, dan kebun lada di Bangka.
Pembiakan R. linearis
Pembiakan R. linearis menggunakan kurungan berkerangka kayu dan
berdinding kain kasa berukuran panjang 35 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 75 cm di
laboratorium. Serangga R. linearis diambil dari pertanaman kedelai kemudian
dipelihara dalam kurungan dan diberi pakan kacang panjang yang diganti setiap 2
hari sekali. Di dalam kurungan juga digantungkan untaian kain wol sebagai
tempat peneluran seangga. Telur yang diperoleh dari hasil pemeliharaan serangga
R. linearis kemudian digunakan untuk pembiakan dan penelitian.
Pembiakan A. dasyni
Telur D. piperis asal pertanaman lada di Bangka dipelihara dalam tabung
gelas bergaris tengah 1.5 cm, panjang 18.0 cm di laboratorium. Tabung reaksi
ditutup dengan kapas yang dibungkus kain kasa. Perkembangan telur diamati
sampai keluar imago A. dasyni. Imago A. dasyni dipindahkan ke tabung reaksi
lain yang berukuran sama dan diberi pakan madu 10%.
Pembiakan A. dasyni dilakukan dengan cara setiap 10 telur R. linearis
umur 2 hari dilekatkan dengan lem kertas cair pada kertas karton (pias) ukuran
1.0 cm x 5.0 cm. Pias telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi bergaris tengah
1.5 cm dan panjang 18.0 cm yang berisi sepasang parasitoid A. dasyni. Pias telur
diambil setelah 24 jam dan diganti dengan pias yang baru. Pias yang diambil
dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain yang berukuran sama, kemudian diamati
sampai parasitoid keluar. Parasitoid hasil pembiakan digunakan untuk penelitian.
Pemeliharaan D. piperis
Serangga D. piperis yang diperoleh dari pertanaman lada dipelihara dalam
kurungan plastik milar bergaris tengah 18.0 cm dan tinggi 40.0 cm di rumah kaca.
Kurungan tersebut menyungkup bibit lada dalam pot plastik bergaris tengah 22.0
cm dan tinggi 14.5 cm. Imago D. piperis diberi pakan buah lada umur 6 sampai 9
bulan yang digantungkan pada kawat di bagian atas kurungan atau dilekatkan
pada bibit lada. Buah lada diganti setiap 2 hari. Pemasukan serangga dan atau
penggantian buah lada melalui lubang yang ada di bagian atas kurungan.
62
Pemeliharaan imago D. piperis juga dilakukan langsung pada tanaman lada di
lapangan. Imago D. piperis dimasukkan ke dalam kurungan yang menyungkup
cabang dan buah lada. Telur yang diperoleh dari pemeliharaan imago D. piperis
digunakan untuk penelitian.
Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Lama hidup dan Keperidian Parasitoid
Dalam penelitian ini diuji tujuh jenis vegetasi liar berbunga sebagai
sumber nektar, yaitu Ageratum conyzoides (Asteraceae), Vernonia cinerea
(Asteraceae), Wedelia trilobata (Asteraceae), Cleome aspera (Capparaceae),
Asystasia gangetica (Acanthaceae), Oxalis barrelieri (Oxalidaceae), dan Arachis
pintoi (Fabaceae). Sebagai pembanding digunakan cairan madu 10%, air, dan
tanpa pakan. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok dengan lima
ulangan
Masing-masing vegetasi liar yang diuji dikumpulkan dari kebun lada,
kemudian ditanam dalam polibag, dan bunganya disungkup dengan botol plastik
berdinding kain kasa. Sepasang parasitoid A. dasyni asal inang alternatif dan pias
berisi 10 telur D. piperis umur 2 hari dimasukkan ke dalam botol. Pias telur
diambil dari dalam botol setelah 24 jam. Pias telur yang diambil dimasukkan ke
dalam tabung reaksi bergaris tengah 1.5 cm dan panjang 18.0 cm. Botol plastik
berisi parasitoid selanjutnya dipindahkan ke bunga pada polibag yang lain dan ke
dalam botol dimasukkan pias telur yang baru. Pemindahan parasitoid dan
penggantian pias telur dilakukan selama parasitoid betina hidup. Pengamatan
dilakukan terhadap lama hidup dan keperidian parasitoid.
Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Perilaku Kunjungan Parasitoid
Tujuh jenis vegetasi liar berbunga yang digunakan dalam penelitian
sebelumnya diuji pengaruhnya terhadap perilaku kunjungan imago parasitoid
betina yang lapar dan kenyang serta imago parasitoid jantan yang lapar. Pada
percobaan parasitoid betina yang lapar dan kenyang, sebagai pembanding
digunakan telur D. piperis umur 2 hari yang dilem dengan lem kertas cair pada
pias karton berukuran 1.0 x 5.0 cm.
Setiap tangkai bunga vegetasi liar ditancapkan ke dalam tabung film yang
berisi air agar bunga tidak cepat layu, sedangkan pias telur diletakkan di atas
63
tabung film. Setiap perlakuan kemudian diletakkan secara acak dalam kurungan
stoples plastik bergaris tengah 14.0 cm. Stoples plastik disungkup dengan plastik
milar bergaris tengah 14.0 cm dan tinggi 10.0 cm. Bagian atas sungkup ditutup
dengan kain kasa. Pada bagian tengah kasa dibuat lubang 1.5 cm untuk
memasukan parasitoid. Parasitoid betina dan jantan A. dasyni yang baru keluar
dari telur R. linearis tidak diberi pakan selama kurang lebih 4 jam, kemudian
dimasukkan ke dalam sungkup. Lubang tempat pemasukan parasitoid selanjutnya
ditutup dengan kapas. Pengamatan dilakukan terhadap perilaku A. dasyni dalam
memilih bunga. Parasitoid dianggap tidak memberikan respon jika selama 20
menit terhitung mulai dari dimasukkan ke dalam stoples parasitoid tersebut tidak
memilih bunga. Pengamatan dilakukan masing-masing terhadap 32 imago
parasitoid betina dan jantan A. dasyni.
Penelitian dengan cara yang sama juga dilakukan terhadap imago betina
A. dasyni umur 4 hari yang kenyang, yaitu parasitoid yang sudah diberi pakan
madu 10% selama hidupnya. Parasitoid dimasukkan ke dalam sungkup yang
berisi bunga vegetasi liar dan telur D. piperis. Pengamatan dilakukan seperti
pada penelitian parasitoid yang lapar. Pengamatan dilakukan pada 30 imago
parasitoid betina A. dasyni.
Dari hasil penelitian di atas, ditentukan salah satu jenis bunga yang banyak
dipilih oleh parasitoid betina A. dasyni. Bunga tersebut dan telur D. piperis
digunakan sebagai perlakuan preferensi pilihan bebas imago A. dasyni yang lapar
dan kenyang. Pengujian dilakukan dengan menggunakan lorong tabung ”Y”.
Bunga dan telur D. piperis diletakkan secara terpisah, masing-masing pada salah
satu ujung lorong dari 3 lorong yang saling berhubungan. Pada ujung lorong
yang lain dilepaskan imago betina A. dasyni yang lapar atau kenyang. Setiap
perlakuan parasitoid kenyang dan lapar diulang pada 40 imago betina A. dasyni.
Pengamatan dilakukan terhadap persentase pilihan parasitoid, antara bunga dan
telur untuk masing-masing kondisi parasitoid.
Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga di Kebun Lada Terhadap Parasitisasi
Kegiatan dilakukan pada kebun lada yang banyak ditumbuhi vegetasi liar
(didominasi oleh C. aspera dan A. gangetica) dan kebun lada yang dilakukan
penyiangan vegetasi liar. Masing-masing kebun lada terdiri atas 8 petak dengan
64
100 tanaman lada per petak. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu selama 4
bulan. Telur D. piperis yang ditemukan pada pertanaman lada dari setiap petak
kebun diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berdiameter 1.5 cm dan
panjang 18.0 cm. Tabung reaksi disimpan di laboratorium dan diamati jenis
parasitoid yang keluar.
Analisis Data
Data pengaruh keberadaan bunga terhadap lama hidup dan keperidian
parasitoid dianalisis dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji jarak
berganda Duncan (α = 0.05), dengan bantuan SAS (SAS Institute 1990). Nisbah
kelamin (% betina) parasitoid yang keluar dari masing-masing perlakuan diuji
terhadap nisbah kelamin teoritis 50% berdasarkan uji khi kuadrat, begitu pula
preferensi kunjungan parasitoid pada berbagai bunga. Data lama kunjungan
parasitoid pada bunga dianalisis dengan sidik ragam, sedangkan data hasil
penelitian pengaruh vegetasi liar berbunga di kebun lada terhadap parasitisasi
dianalisis menggunakan uji-t pada α 0.05.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Lama hidup dan Keperidian Parasitoid
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nektar bunga sebagai pakan
berpengaruh sangat nyata terhadap lama hidup imago betina (F = 62.81; db = 9;
4; 36; P < 0.0001) dan jantan A. dasyni (F = 8.23; db = 9; 4; 36; P < 0.0001)
(Tabel 6.1). Di antara jenis bunga, nektar bunga C. aspera dan A. gangetica
menyebabkan betina A. dasyni hidup lebih lama dan berbeda nyata dibandingkan
jenis bunga lainnya. Nektar bunga C. aspera juga menyebabkan parasitoid jantan
hidup lebih lama meskipun berbeda tidak nyata dengan parasitoid yang
mengonsumsi nektar bunga A. gangetica. Secara umum, lama hidup imago
parasitoid A. dasyni baik betina maupun jantan yang mengonsumsi nektar bunga,
jauh di bawah kemampuan lama hidupnya jika dibandingkan imago yang
mengonsumsi madu. Namun demikian, parasitoid hidup lebih lama jika
dibandingkan parasitoid yang mengonsumsi air.
65
Tabel 6.1 Lama hidup (x ± SD) imago A. dasyni yang dipelihara pada bunga vegetasi
Bunga vegetasi dan Pembanding
Lama hidup (hari)*) Betina Jantan
Asteraceae A. conyzoides V. cinerea W. trilobata
Capparaceae C. aspera Acanthaceae A. gangetica Oxalidaceae O. barrelieri Fabaceae A. pintoi Cairan madu 10% Air Tanpa pakan
1.80 ± 045 c 2.60 ± 055 c 2.20 ± 045 c
9.60 ± 4.04 b
9.20 ± 3.90 b
3.20 ± 0.84 c
2.20 ± 0.45 c
36.80 ± 5.89 a 1.20 ± 0.45 c 1.00 ± 0.00 c
1.60 ± 0.55 cd 2.40 ± 0.55 bc
2.20 ± 0.45 bcd
3.40 ± 1.95 b
2.80 ± 0.84 bc
2.00 ± 0.00 cd
2.00 ± 0.00 cd 5.60 ± 1.52 a 1.00 ± 0.00 d 1.00 ± 0.00 d
*)
Imago betina A. dasyni yang hidup lebih lama, memberikan pengaruh
nyata terhadap keperidian (F = 46.45; db = 9, 4, 36; P < 0.0001). Betina
parasitoid yang mengonsumsi nektar bunga C. aspera dan A. gangetica mampu
menghasilkan keturunan, sedangkan yang mengonsumsi nektar dari jenis bunga
Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji jarak berganda Duncan, α = 0.05) setelah ditransformasi ke √x + 0.5
Berdasarkan Tabel 6.1 terlihat bahwa beberapa jenis bunga vegetasi liar
yang tumbuh di ekosistem tanaman lada bukan merupakan sumber pakan yang
baik bagi kehidupan parasitoid A. dasyni. Hanya ada dua jenis vegetasi liar yaitu
C. aspera dan A. gangetica yang memberikan pengaruh terhadap lama hidup
betina dan jantan A. dasyni. Lama hidup parasitoid betina pada kedua vegetasi
tersebut meningkat 8 kali lipat jika dibandingkan parasitoid yang hanya
mengonsumsi air, sedangkan terhadap parasitoid jantan hanya 3 kali lipat.
Pada pengujian ini parasitoid dikurung dan hanya mengonsumsi nektar
bunga yang disediakan. Jika parasitoid hidup di lapangan, kemungkinan lama
hidupnya akan meningkat karena parasitoid lebih bebas mengunjungi sejumlah
bunga dan mengonsumsi nektar sebanyak yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat
dari potensi lama hidup A. dasyni yang mencapai 36.8 hari jika diberi pakan
madu.
66
yang lain tidak menghasilkan keturunan (Tabel 6.2). Dari keturunan yang
diperoleh, nisbah kelamin (% betina) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
pada parasitoid yang mengonsumsi nektar bunga C. aspera (χ2 = 2.60; P = 0.107)
atau nektar bunga A. gangetica ( χ2 = 3.60; P = 0.058) dan yang mengonsumsi
cairan madu 10% (χ2
Bunga vegetasi liar dan pembanding
= 2.78; P = 0.095) jika dibandingkan nisbah teoritis 50%.
Tabel 6.2 Jumlah keturunan dan nisbah kelamin A. dasyni yang dipelihara pada bunga vegetasi liar
Jumlah keturunan (x ± SD individu)
Nisbah kelamin (% betina ± SD)*) **)
Asteraceae A. conyzoides V. cinerea W. trilobata
Capparaceae C. aspera Acanthaceae A. gangetica Oxalidaceae O. barrelieri Fabaceae A. pintoi Cairan madu 10% Air Tanpa pakan
0 0 0
13.80 ± 7.46 b
12.20 ± 6.50 b 0 0
90.80 ± 23.81 a 0 0
68.55 ± 8.32 tn
71.94 ± 4.59 tn
69.22 ± 3.71 tn
*)Angka dalam kolom kedua yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji jarak bergand Duncan, α = 0.05) setelah ditransformasi ke √x + 0.5
**)
Lama hidup dan keperidian parasitoid sangat bergantung pada kandungan
nutrisi dari pakan yang dikonsumsi (Idris & Grafius 1995). Hasil analisis kadar
Angka dalam kolom ketiga yang diikuti oleh huruf tn tidak berbeda nyata terhadap nisbah kelamin teoritis 50% berdasarkan uji khi kuadrat pada α = 0.05
Keperidan betina A. dasyni yang mengonsumsi nektar C. aspera dan
A. gangetica masih rendah, masing-masing 13.80 butir dan 12.20 butir jika
dibandingkan potensinya yang mencapai 90.8 butir jika diberi pakan madu. Hal
ini dapat disebabkan oleh perbedaan lama hidup yang dipengaruhi oleh kuantitas
dan kualitas pakan yang dikonsumsi. Namun demikian, berdasarkan nisbah
kelamin (% betina) yang diperoleh, tidak menunjukkan perbedaan dengan
A. dasyni yang mengonsumsi madu. Hal ini sangat menguntungkan untuk
keberlanjutan parasitisasi dan perkembangan populasi parasitoid.
67
gula tereduksi (Tabel 6.3) menunjukkan bahwa terdapat variasi di antara jenis
bunga vegetasi liar yang diuji. Bunga O. barrelieri memiliki kandungan gula
tereduksi paling tinggi, sedangkan bunga A. conyzoides dan A. pintoi kadar
gulanya tidak terdeteksi yang memungkinkan bunga tersebut tidak mengandung
gula atau sangat rendah, sehingga hal tersebut tidak menunjang kehidupan
parasitoid A. dasyni. Menurut Jervis et al. (1996) sumber gula dibutuhkan oleh
parasitoid untuk meningkatkan lama hidup dan kesuburan. {
Tabel 6.3 Kadar gula tereduksi pada berbagai bunga vegetasi liar
Bunga vegetasi
Kadar gula tereduksi (%)
Asteraceae : A. conyzoides V. cinerea W. trilobata
Capparaceae: C. aspera Acanthaceae : A. gangetica Oxalidaceae : O. barrelieri Fabaceae: A. pintoi
-
0.0687 0.5200
0.0464
0.8363
1.4200
-
- tidak terdeteksi
Meskipun bunga memiliki kandungan nutrisi untuk pakan parasitoid,
tetapi akses terhadap bunga tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti
bentuk bunga dan aroma bunga. Bentuk bunga berkaitan dengan kemudahan
mendapatkan nektar, sedangkan aroma bunga berkaitan dengan ketertarikan
parasitoid. Bentuk mahkota bunga O. barrelieri dan W. trilobata sangat terbuka
yang memungkinkan parasitoid dapat mengakses nektarnya. Ketidaktertarikan
parasitoid A. dasyni terhadap kedua bunga tersebut kemungkinan disebabkan oleh
aroma bunga yang tidak disukai parasitoid. Pada kedua bunga tersebut memang
tercium aroma yang kurang menarik.
Bentuk perbungaan dari jenis bunga yang lain menunjukkan bahwa bunga
V. cinerea berbentuk bongkol, mengelompok berwarna kemerahan, mirip bunga
A. conyzoides yang juga berbentuk bongkol mengelompok, tetapi berwarna putih.
Bentuk bunga seperti ini dapat menghalangi kegiatan pakan parasitoid. Pada
68
bunga C. aspera, terdapat sepal yang berjumlah 2 sampai 3 buah dengan panjang
mencapai 0.5 mm dan memiliki rambut-rambut kelenjar. Di samping itu, terdapat
petal berwarna putih dengan panjang 15 mm yang berbentuk oblong-lanceolate.
Bunga juga memiliki stamen yang berjumlah 6 sampai 7 buah dengan panjang
4 mm sampai 6 mm (Backer & van den Brink Jr 1963; van Steenis 1972). Pada
bunga A. gangetica, bentuk bunga adalah mengelompok, berwarna putih atau
ungu, memiliki kaliks dengan panjang 5.0 mm sampai 9.0 mm dan korola dengan
panjang 2.0 cm sampai 3.5 cm (Soedarsan et al. 1985; Lemmens &
Bunyapraphatsara 2003).
Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga Terhadap Perilaku Kunjungan Parasitoid
Kunjungan parasitoid pada bunga vegetasi liar sebagai sumber pakan
tampaknya dipengaruhi oleh warna bunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bunga A. pintoi dan W. trilobata yang berwarna kuning cerah sangat menarik
perhatian imago parasitoid. Betina A. dasyni yang lapar, lebih banyak
mengunjungi kedua bunga tersebut dibandingkan jenis bunga yang lain, yaitu
sebanyak 10 ekor (31.25 %) pada A. pintoi dan 6 ekor (18.75%) pada W. trilobata.
Pada percobaan ini juga tidak terjadi adanya kunjungan dari parasitoid betina
yang lapar terhadap inang (telur). Hal ini membuktikan bahwa parasitoid betina
yang lapar akan mencari pakan dibandingkan inang. Di samping itu, terdapat 2
ekor parasitoid betina yang lapar yang tidak menunjukkan respon terhadap
semua perlakuan. Parasitoid tersebut lebih banyak diam atau begerak di atas
kurungan. Oleh karena itu, parasitoid yang tidak menunjukkan respon tidak
dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata (χ2 = 19.60; db = 7; P = 0.007) dari proporsi kunjungan
parasitoid betina yang lapar pada beberapa bunga vegetasi liar dan inang (Gambar
6.1).
Hasil pilihan yang sama juga terjadi pada imago jantan A. dasyni yang
lapar. Bunga A. pintoi lebih banyak dikunjungi (7 ekor = 21.88%) dibandingkan
jenis bunga vegetasi liar. Pada bunga A. conyzoides, V. cinerea, dan O. barrelieri
serta inang (telur) tidak terdapat parasitoid jantan lapar yang berkunjung. Pada
percobaan ini, jumlah parasitoid yang tidak menunjukkan respon lebih banyak
dibanding betina yang lapar yaitu sebanyak 17 ekor (53.13%). Sebagaimana pada
69
0
2
4
6
8
10
12
A. conyzoides
V. cinerea
W. trilo
bata
C. aspera
A. gangetica
O. barrelier
i
A. pintoi
Telur (i
nang)
Jum
lah p
aras
itoid
(e
kor)
Gambar 6.1 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar terhadap bunga vegetasi liar dan inang
parasitoid betina yang lapar, parasitoid yang tidak menunjukkan respon juga tidak
dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata (χ2 = 18.13; db = 6; P = 0.006) dari proporsi kunjungan
jantan parasitoid yang lapar pada beberapa bunga vegetasi liar (Gambar 6.2).
Lama kunjungan parasitoid A. dasyni baik betina maupun jantan yang
lapar pada bunga sangat bervariasi, masing-masing berkisar antara 0.18 menit
sampai 5.59 menit dan 0.52 menit sampai 2.43 menit. Meskipun bunga A. pintoi
lebih banyak dikunjungi, tetapi rataan lama kunjungan parasitoid betina dan jantan
yang lapar lebih rendah dibandingkan pada bunga A. gangetica dan C. aspera.
Hasil analisis lama kunjungan dari setiap bunga yang dikunjungi menunjukkan
adanya perbedaan, baik pada parasitoid betina yang lapar (F = 4.81; db = 6; P =
0.003) maupun jantan yang lapar (F = 4.96; db = 3; P = 0.020). Lama kunjungan
χ2 = 19.60 db = 7 P = 0.007
Bunga vegetasi dan inang
70
0
1
2
3
4
5
6
7
8
A. con
yzoide
s
V. cine
rea
W. trilo
bata
C. aspe
ra
A. gan
getic
a
O. barr
elieri
A. pint
oi
Jum
lah p
aras
itoid
(e
kor)
Gambar 6.2 Pilihan parasitoid A. dasyni jantan yang lapar terhadap bunga
vegetasi liar parasitoid kedua jenis kelamin tersebut pada bunga A. gangetica lebih lama dan
berbeda nyata dibandingkan bunga vegetasi lainnya (Gambar 6.3 dan 6.4).
Berdasarkan hasil penelitian ini, parasitoid A. dasyni yang lapar sangat
tertarik pada bunga A. pintoi meskipun bunga tersebut tidak memiliki peranan
dalam meningkatkan lama hidup dan keperidian parasitoid. Dengan demikian,
kehadiran bunga A. pintoi hanya memikat parasitoid untuk berkunjung, sedangkan
pakan diperoleh pada bunga vegetasi yang lain. Hal ini terlihat dari perilaku
parasitoid, meskipun ketertarikan pertama terjadi pada bunga A. pintoi, parasitoid
kemudian akan beralih ke bunga yang lain untuk mendapatkan pakan. Lama
kunjungan parasitoid terhadap bunga juga menguatkan perilaku tersebut. Pada
bunga A. pintoi lama kunjungan parasitoid yang lapar tersebut lebih cepat
dibandingkan pada bunga yang memiliki kandungan nektar. Waktu kunjungan
yang lebih lama ini disebabkan oleh tambahan waktu parasitoid untuk mengakses
nektar.
Warna bunga tidak lagi menjadi perhatian utama bagi parasitoid betina
A. dasyni yang kenyang. Jumlah parasitoid yang berkunjung pada bunga paling
χ2 = 18.13 db = 6 P = 0.006
Bunga vegetasi
71
0
1
2
3
4
5
6
7
A. conyzoides
V. cinerea
W. trilo
bata
C. aspera
A. gangetica
O. barrelier
i
A. pintoi
Lama
kunju
ngan
(m
enit)
Gambar 6.3 Lama kunjungan parasitoid betina A. dasyni yang lapar pada bunga vegetasi liar.
0
1
2
3
4
W. trilo
bata
C. aspera
A. gangetica
A. pintoi
Lam
a kun
jung
an (m
enit)
Gambar 6.4 Lama kunjungan A. dasyni jantan yang lapar pada bunga vegetasi liar.
F = 4.81 db = 6 P = 0.003
Bunga vegetasi liar
F = 4.96 db = 3 P = 0.020
Bunga vegetasi
72
banyak hanya 3 ekor (10%) yaitu pada bunga C. aspera dan W. trilobata. Bunga
V. cinerea dan O. barrelieri bahkan tidak dikunjungi oleh parasitoid betina yang
kenyang. Parasitoid betina A. dasyni yang kenyang lebih tertarik pada inang
(66.67%) dan berbeda nyata (χ2 =83.07; db = 7; P < 0.0001) dibandingkan
ketertarikan terhadap bunga (Gambar 6.5). Rataan waktu kunjungan pada inang
adalah selama 35.75 menit yang merupakan waktu untuk peletakan telur. Waktu
kunjungan tersebut berbeda nyata (F = 16.09; db = 5; P < 0.0001) dibandingkan
rataan waktu kunjungan pada bunga (Gambar 6.6).
Perilaku imago betina A. dasyni yang kenyang lebih tertarik pada inang
untuk peletakan telur dibandingkan pada semua jenis bunga. Meskipun terdapat
3.33% sampai 10% betina A. dasyni yang kenyang mengunjungi bunga, namun
kunjungan tersebut tidak lama yaitu hanya berkisar antara 0.15 menit sampai 0.43
menit dan parasitoid kemudian akan beralih memilih inang.
Ketertarikan parasitoid lebih jelas saat dilakukan pengujian lorong ”Y”
untuk memilih antara inang (telur) dan pakan (bunga) pada parasitoid betina yang
lapar dan kenyang. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebanyak 24 ekor
(60%) imago betina A. dasyni yang lapar memilih bunga, 10 ekor (25%) memilih
inang, dan 6 ekor (15%) tidak menunjukkan respon. Parasitoid yang tidak
menunjukkan respon tidak dimasukkan dalam analisis data. Hasil analisis
menunjukkan bahwa pilihan pada bunga berbeda nyata (χ2 = 4.97; db = 1; P =
0.026) dibandingkan pilihan pada inang (Gambar 6.7). Hasil sebaliknya terjadi
pada imago betina yang kenyang, sebanyak 28 ekor (70%) parasitoid tersebut
memilih inang dan berbeda nyata (χ2 = 6.56; db = 1; P = 0.010) dibandingkan
pilihan pada bunga (Gambar 6.8). Pada percobaan ini, jumlah parasitoid yang
tidak menunjukkan respon hanya 1 ekor (2.5%).
Perilaku pilihan parasitoid A. dasyni antara pakan dan inang dapat
dipahami dari segi fisiologis parasitoid. Parasitoid yang lapar akan lebih tertarik
untuk mendapatkan pakan daripada inang (Lewis et al. 1990). Parasitoid yang
mendapat pakan yang cukup akan meletakkan telur lebih banyak dibandingkan
parasitoid yang lapar (Takasu & Lewis 1993; Stapel et al. 1997).
73
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
A. con
yzoide
s
V. cine
rea
W. trilo
bata
C. aspe
ra
A. gan
getic
a
O. barr
elieri
A. pint
oi
Telur (
inang
)
Jum
lah
para
sito
id
(eko
r)
Gambar 6.5 Pilihan A. dasyni betina yang kenyang terhadap bunga dan inang.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
A. conyz
oides
W. trilo
bata
C. asper
a
A. gangetica
A. pintoi
Telur (i
nang)
Lam
a kun
jung
an
(men
it)
Gambar 6.6 Lama kunjungan A. dasyni betina yang kenyang pada bunga dan
inang.
Bunga vegetasi dan inang
Bunga vegetasi dan inang
χ2 = 83.07 db = 7 P < 0.0001
F = 16.09 db = 5 P < 0.0001
74
02468
1012141618202224
Bunga Inang
Jum
lah
para
sito
id
(eko
r)
Gambar 6.7 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang lapar antara bunga vegetasi
liar dan inang pada pengujian lorong ”Y”
02468
1012141618202224262830
Bunga Inang
Jum
lah
para
sito
id
(eko
r)
Gambar 6.8 Pilihan parasitoid A. dasyni betina yang kenyang antara bunga
vegetasi liar dan inang pada pengujian lorong ”Y” Pengaruh Vegetasi Liar Berbunga di Kebun Lada Terhadap Parasitisasi
Perbedaan kebun lada antara yang ditumbuhi vegetasi liar (didominasi
oleh A. gangetica dan C. aspera) dengan kebun lada yang dilakukan penyiangan
vegetasi liar, menghasilkan rataan tingkat parasitisasi kompleks parasitoid telur
D. piperis yang berbeda pada setiap bulan pengamatan, yaitu Mei (P = 0.0004),
Juni (P = 0.0007), Juli (P = 0.0012), dan Agustus (P = 0.0025). Tingkat
Pilihan parasitoid
Pilihan parasitoid
χ2 = 4.97 db = 1 P = 0.026
χ2 = 6.56 db = 1 P = 0.01
75
parasitisasi telur D. piperis oleh kompleks parasitoid pada kebun lada tanpa
penyiangan adalah antara 75.47% sampai 82.50%, sedangkan pada kebun lada
yang disiang antara 39.74% sampai 53.36% (Gambar 6.9).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Mei Juni Juli AgustusBulan
Ting
kat p
aras
itisa
si (%
)
Gambar 6.9 Rataan tingkat parasitisasi oleh kompleks parasitoid di kebun lada
yang disiangi dan tidak. Rataan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (uji-t, P < 0.05).
Di antara jenis parasitoid yang keluar dari telur D. piperis, parasitoid
A. dasyni adalah yang paling dominan dibandingkan 2 jenis parasitoid lainnya
yaitu Gryon dasyni dan Ooencyrtus malayensis. Tingkat parasitisasi A. dasyni
pada kebun lada tanpa penyiangan vegetasi liar selalu lebih tinggi (rataan 56.23%)
dan berbeda nyata dibandingkan tingkat parasitisasi pada kebun lada dengan
penyiangan (rataan 28.57%) (Gambar 6.10). Perbedaan tersebut terjadi pada
setiap bulan pengamatan, yaitu Mei (P = 0.0047), Juni (P = 0.0029), Juli (P =
0.0019), dan Agustus (P = 0.0026).
Kehadiran vegetasi liar C. aspera dan A. gangetica di pertanaman lada
terbukti dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid telur D. piperis. Hal
ini karena nektar vegetasi tersebut menjadi sumber pakan parasitoid. Jika pakan
parasitoid tidak ada atau sulit ditemukan, maka menurut Baggen dan Gurr (1998)
parasitoid akan pergi ke tempat lain hanya untuk mencari pakan, sehingga waktu
untuk mencari inang menjadi berkurang. Hoelmer dan Goolsby (2002)
b
a
b
a
b
a
b
Tidak disiangi
Disiangi
a
76
menyatakan bahwa manfaat lain dari vegetasi liar berbunga adalah sebagai tempat
pengungsian (refugia).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Mei Juni Juli AgustusBulan
Ting
kat p
arasit
isasi
(%)
Gambar 6.10 Rataan tingkat parasitisasi A. dasyni di kebun lada yang disiangi
dan tidak. Rataan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (uji-t, P < 0.05).
Hasil penelitian di lapangan ini juga membuktikan hasil penelitan
sebelumnya di laboratorium tentang peranan bunga C. aspera dan A. gangetica
terhadap peningkatan lama hidup dan keperidian A. dasyni. Parasitoid A. dasyni
yang hidup lebih lama akan memiliki waktu dan peluang yang cukup untuk
mencari inangnya dibandingkan parasitoid yang hidupnya lebih singkat, terutama
saat inang rendah. Quick (1977) menyatakan bahwa umur serangga dewasa
sangat erat hubungannya dengan seberapa mudah, seberapa sering dan seberapa
banyak seekor parasitoid menemukan inang. Jika inang cenderung sulit untuk
ditemukan, maka imago parasitoid akan cenderung hidup lebih lama agar
mempunyai waktu mendapatkan sejumlah inang. Namun demikian hal tersebut
tentu harus ditunjang oleh ketersediaan pakan.
Tingkat parasitisasi parasitoid telur D. piperis yang lebih tinggi pada
kebun lada tanpa penyiangan vegetasi liar, dapat juga disebabkan oleh persebaran
parasitoid yang merata pada pertanaman lada. Dari setiap kelompok telur
D. piperis yang ditemukan umumnya terdapat telur yang diparasit, sedangkan
Tidak disiangi Disiangi
a
b
b
a
a
b
a
b
77
pada kebun lada dengan penyiangan beberapa kelompok telur D. piperis tidak
selalu diparasit.
Kesimpulan
Keberadaan nektar dari beberapa vegetasi liar seperti C. aspera dan
A. gangetica berpengaruh nyata terhadap lama hidup betina dan keperidian
parasitoid A. dasyni. Parasitoid A. dasyni yang dikurung bersama bunga
C. aspera dan A. gangetica hidup lebih lama dan keperidian lebih tinggi
dibandingkan yang dikurung bersama bunga dari lima jenis vegetasi lainnya.
Tingkat parasitisasi A. dasyni pada kebun lada yang ditumbuhi kedua vegetasi liar
ini sekitar 1.5-3.0 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada kebun lada yang
dilakukan penyiangan. Oleh karena itu, kedua vegetasi liar tersebut perlu dikelola
keberadaannya di pertanaman lada.
Daftar Pustaka
Backer CA, van den Brink Jr RCB. 1963. Flora of Java. Spermatophytes Only. Vol 1. Groningen: NVP Noordhoff.
Baggen LR, Gurr GM. 1998. The influence of food on Copidosoma koehleri (Hymenoptera: Encyrtidae), and the use of flowering plants as a habitat management tool to enhance biological control of potato moth, Phthorimaea operculella (Lepidoptera: Gelechiidae). Biol Control 11: 9-17.
Deciyanto S, Asnawi Z. 1997. Pola sebaran parasitoid telur serangga hama buah pada tanaman lada di Bangka. Di dalam: Arifin M et al., editor. Tantangan Entomologi Pada Abad XXI. Prosiding Seminar Nasional; Bogor, 8 Januari 1997. Bogor: Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Bogor. hlm 216-224.
Hoelmer K, Goolsby J. 2002. Release, establishment and monitoring of Bemisia tabaci natural enemies in the united states. International Symposium on Biological Control of Arthropods; Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team. hlm 58-65.
Idris AB, Grafius E. 1995. Wildflowers as nectar sources for Diadegma insulare (Hymenoptera: Ichneumonidae), a parasitoid of Diamondback moth (Lepidoptera: Yponomeutidae). Environ Entomol 24(6):1726-1735.
Jervis MA, Kidd NAC, Heimpel GE. 1996. Parasitoid adult feeding behaviour and biocontrol – a review. Biocontrol News Inform 17(1):11-26.
Jervis MA, Kidd NAC, Walton M. 1992. A review of methods for determining dietary range in adult parasitoids. Entomophaga 37:565-574.
78
Kartosuwondo U. 1993. Dasar-dasar pemanfaatan Brassicaceae liar untuk konservasi parasitoid Diadegma semiclausum Hellen (Hymenoptera: Ichneumonidae) dalam mendukung pengendalian hama terpadu Plutella xylostella Linn (Lepidoptera: Yponomeutidae) [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.
Landis DA, Wratten SD, Gurr GM. 2000. Habitat management to conserve natural enemies of arthropod pests in agriculture. Annu Rev Entomol 45: 175-201.
Lee JC, Heimpel GE. 2002. Nectar availability and parasitoid sugar feeding. International Symposium on Biological Control of Arthropods; Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team. hlm 220-225.
Lemmens RHMJ, Bunyapraphatsara N. 2003. Medicinal and poisonous plants 3. Plant Resources of South-East Asia 12(3):87.
Lewis WJ, Stapel JO, Corteserro AM, Takasu K. 1998. Understanding how parasitoids balance food and host needs: Importance to biological control. Biol Control 11:175-183.
Lewis WJ, Vet LEM, Tumlinson JH; van Lenteren JC, Papaj DR. 1990. Variations in parasitoid foraging behavior: essential element of a sound biological control theory. Environ Entomol 19:1183-1193.
Quicke DLJ. 1997. Parasitic Wasps. London: Chapman & Hall.
SAS Institute. 1990. SAS User’s guide. Ver 6 Ed 4 vol II. Cary (North Carolina): SAS Institute Inc.
Soedarsan A, Basuki, Wirjahardja S, Rifai MA. 1985. Pedoman Pengenalan Berbagai Jenis Gulma Penting Tanaman Perkebunan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.
Stapel JO, Corteserro AM, DeMoraes CM, Tumlinson JH, Lewis WJ. 1997. Effects of extrafloral nectar, honeydew and sucrose on searching behavior and efficiency of Microplitis croceipes (Hymenoptera: Braconidae) in cotton. Environ Entomol 26:617-623.
Stehr FW. 1982. Parasitoids and predators in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckman WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. Second Edition. New York: John Wiley & Sons. hlm 135-173.
Takasu K, Lewis WJ. 1993. Host and food foraging of the parasitoid Microplitis croceipes: learning and physiological state effects. Biol Control 3:70-74.
Trisawa IM, Laba IW, Atmadja WR, Djiwanti SR. 2006. Pengaruh penutup tanah Arachis pintoi terhadap musuh alami hama utama lada di Lampung. Di dalam: Karmawati E et al, editor. Prosiding Simposium IV Hasil Penelitian Tanaman Perkebunan; Bogor, 28-30 September 2004. Bogor: Puslitbangbun. hlm 465-469.
79
van Driesche RG, Bellows JTS. 1996. Biological Control. New York: Chapman & Hall.
van Emden HF. 2002. Conservation biological control: from theory to practice. International Symposium on Biological Control of Arthropods, Honolulu, January 14-18, 2002. West Virginia: Forest Health Technology Enterprise Team.hlm 199-208.
van Steenis CGGJ. 1972. Flora Malesiana. Spermatophyta. Vol 6. Groningen: Wolters-Noordhoff.