hi per bilirubin

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di ruang neonatus, kasus ikterus dapat ditemukan pada sekitar 60 % bayi aterm dan pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Warna itu timbul akibat penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25 – 50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan. Timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubunemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya. Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus pendidik harus dapat 1

Upload: heru-chandra

Post on 07-Dec-2014

32 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

elpe hiperbilirubin

TRANSCRIPT

Page 1: Hi Per Bilirubin

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di ruang neonatus, kasus ikterus dapat ditemukan pada sekitar 60 % bayi aterm dan

pada 80 % bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Warna itu timbul akibat

penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak terkonjugasi

tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada berbagai keadaan.

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau patologis.

Ikterus fisiologis terdapat pada 25 – 50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi

pada neonatus kurang bulan. Timbul pada hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar

patologis, kadarnya tidak membahayakan, dan tidak menyebabkan suatu morbiditas

pada bayi. Ikterus patologis adalah ikterus yang punya dasar patologis atau kadar

bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubunemia. Dasar patologis

yang dimaksud yaitu jenis bilirubin, saat timbul dan hilangnya ikterus, serta

penyebabnya.

Neonatus yang mengalami ikterus dapat mengalami komplikasi akibat gejala sisa

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh sebab itu perlu

kiranya penanganan yang intensif untuk mencegah hal-hal yang berbahaya bagi

kehidupannya dikemudian hari. Perawat sebagai pemberi perawatan sekaligus

pendidik harus dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan berdasar pada ilmu

pengetahuan yang dimilikinya.

B. Tujuan

Makalah ini disusun dalam rangka memberikan tambahan pengetahuan pada

mahasiswa tentang asuhan keperawatan bayi dengan hiperbilirubin sebagai bekal

dalam praktiknya nanti.

1

Page 2: Hi Per Bilirubin

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA

A. Pengertian

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang

lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,

sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu

keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.

(Ni Luh Gede, 1995)

Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup

bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002).

Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler

sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.

(Ngastiyah, 1997)

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya

lebih dari normal (Suriadi, 2001).

Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

B. Macam – Macam Ikterus

1. Ikterus Fisiologis

a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan

12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.

2. Ikterus Patologik

a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi

12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.

c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.

2

Page 3: Hi Per Bilirubin

d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

(Ni Luh Gede Y, 1995)

C. Penyebab

Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1. Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel

darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid,

klorampinekol), chepalhematoma.

2. Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi,

masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.

3. Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.

4. Gangguan dalam ekskresi bilirubin.

5. Komplikasi : asfiksia, hipoermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir

prematur, asidosis.

(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :

1. Ikterus pra hepatik

Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel

darah merah.

2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif)

Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan

peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :

a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.

b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.

3. Ikterus hepatoseluler (hepatik)

Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :

Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain

Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)

Kadang oleh defisiensi G-6-PO

3

Page 4: Hi Per Bilirubin

Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir dengan penyebab:

Biasanya ikteruk fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain.

Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg

%/24 jam

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar

sub kapsuler dan lain-lain)

Dehidrasis asidosis

Defisiensi enzim eritrosis lainnya

Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab

Biasanya karena infeksi (sepsis)

Dehidrasi asidosis

Defisiensi enzim G-6-PD

Pengaruh obat

Sindrom gilber

Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :

biasanya karena obstruksi

hipotiroidime

hipo breast milk jaundice

infeksi

neonatal hepatitis

galaktosemia

(IKA II, 2002)

D. Tanda dan Gejala

1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar

2. Letargik (lemas)

3. Kejang

4. Tidak mau menghisap

5. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental

4

Page 5: Hi Per Bilirubin

6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,

kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot

(Ngastiyah, 1997)

7. Perut membuncit

8. Pembesaran pada hati

9. Feses berwarna seperti dempul

(Ni Luh Gede Y, 1995)

10. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada 24 jam

pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu

dengan diabetik/infeksi.

11. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.

(Suriadi, 2001)

E. Komplikasi

1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek

pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus

hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV.

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat,

tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.

(Ngastiyah, 1997)(Suriadi,2001)

F. Penatalaksanaan dan Tindakan

a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Pemeriksaan yang dilakukan :

Kadar bilirubin serum berkala.

Darah tepi lengkap.

Golongan darah ibu dan bayi diperiksa.

Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi hepar

bila perlu.

b. Ikterus yang timbul 24 – 72 jam setelah lahir:

Pemeriksaan yang perlu diperhatikan : Bila keadaan bayi baik dan peningkatan

tidak cepat dapat dilakukan pemeriksaan darah tepi, periksa kadar bilirubin berkala,

pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya.

c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama

5

Page 6: Hi Per Bilirubin

d. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

Pemeriksaan yang dilakukan :

pemeriksaan bilirubin direk dan indirek berkala

pemeriksaan darah tepi

pemeriksaan penyaring G-6-PD

biakan darah, biopsy hepar bila ada indikasi

Penatalaksanaan secara umum

1. Pengawasan antenatal yang baik.

2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kematian dan kelahiran,

misal : sulfa furokolin.

3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1 – 2 hari sebelum partus.

5. Pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI).

6. Pencegahan infeksi.

7. Melakukan dekompensasi dengan foto terapi.

8. Tranfusi tukar darah. (Abdul bari S, 2000)(Ni Luh Gede Y, 1995)

G. Pengkajian Data Dasar

1. Aktivitas : Letargi, malas

2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia

3. Eliminasi :

Pasase mekonium mungkin lambat

Bising usus hipoaktif

Feses munkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin

Urin gelap, pekat:hitam kecoklatan

4. Makanan/Cairan:

Riwayat makan buruk (ASI), lebih mungkin disusui dari pada menyusu botol

Palpasi abdoment dapat menunjukkan pembesaran limpa

5. Neurosensori:

Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal

yag berhubungan dengan trauma lahir

Edema umum, hepatosplenomegali mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh

berat.

6

Page 7: Hi Per Bilirubin

Kegilangan reflek moro.

Opitotonus dengan kekakuan lengkukng punggung, fontanel meninjol,

menangis lirih, aktifitas kejang (tahap krisis).

6. Pernafasan:

Riwayat asfiksia.

Krekels, mukus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi pulmonal).

7. Keamanan

Riwayat sepsis neonatus.

Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra kranial.

Dapat tampak ikterik pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh. : kulit

hitam kecoklatan sebagai efek foto terapi.

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Test Coom pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek menandakan

adanya anti body Rh-positif, anti –A, atau anti_B dalam darah ibu. Direk

menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus

2. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.

3. Biliribin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang mungkin

dihubungkan dengan sepsi .kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl

dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15

mg/dl pada bayi preterm. protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl

menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.

4. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena

hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia, penurunan

(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

5. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa serum

kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan

lemak dan melepaskan asam lemak.

6. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis.

7. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis pada

penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO.

I. Penatalaksanaan Teraupeutik

1. Fototerapi; dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis yang

berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine dengan

7

Page 8: Hi Per Bilirubin

oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Cahaya menyebabkan reaksi foto kimia

dalam kulit yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi kedalam fotobilirubin, yang

dieksresikan dalam hati kemudian ke empedu. Produk akhir adalah reversibel dan

dieksresikan ke dalam empedu tanpa perlu konjugasi.

2. Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.

Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil tranferase yang meningkatkan bilirubin

konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen empedu, sintesis protein dimana

dapat meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.

3. Antibiotik; apabila terkait dengan infeksi.

4. Tranfusi tukar; apabila sudah tidak ditangani dengan fototerapi.

(IKA II, 2002)(Suriadi,2000)

J. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa

disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.

Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi .

Intervensi :

a. Pertahankan intake : beri minum sesuai kebutuhan karena bayi malas minum

berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dapat diberikan

menggunakan sendok atau sonde.

b. Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi : meningkatnya temperatur,

meningkatnya konsentrasi urin, dan cairan hilang berlebihan.

c. Perhatikan frekuensi BAB, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) .

d. Kaji adanya dehidrasi: membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata.

e. Monitor suhu tiap 2 jam.

2. Resiko terjadi komplikasi; kernikterus b.d peningkatan kadar bilirubin.

Tujuan : Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus.

Intervensi :

a. Jika bayi sudah terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar jam 7 –

8 selama 15 – 30 menit).

b. Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg% ulang

keesokan harinya.

c. Berikan minum banyak.

8

Page 9: Hi Per Bilirubin

d. Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg%/lebih segera hubungi

dokter, bayi perlu terapi.

3. Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat pengobatan/terapi

sinar.

Tujuan : Untuk memenuhi kebutuhan psikologik, dengan memangku bayi setiap

memberikan minum dan mengajak berkomunikasi secara verbal/

Intervensi :

a. Mengusakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan/

b. Memelihar kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya/

c. Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja aseptik)/

4. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan komplikasi tranfusi tukar.

Tujuan : menyelesaikan tranfusi tukar tanpa komplikasi dan menunjukkan

penurunan kadar bilirubin serum.

Intervensi :

a. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum tranfusi bila vena umbilikal

digunakan.

b. Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur tindakan atau aspirasi isi

lambung.

c. Jamin ketersedian alat resusitatif

d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan sesudah prosedur tindakan

e. Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu

f. Pantau tekanan vena, nadi, warna, frekuensi pernafasan selama dan setelah

tranfusi

g. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

h. Pantau tanda ketidakseimbangan elektrolit

i. Kolaborasi :

Pantau peneriksaan laboratorium sesuai indikasi ( kadar bilirubin serum,

protein total serum, kalsium dan kalium, glukosa, kadar Ph serum

Berikan albumin sesuai indikasi

Kalsium glukonat 5 %

Natium bikarbonat

Protein sulfat

9

Page 10: Hi Per Bilirubin

5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan tindakan

berhubungan dengan kesalahan interprestasi, tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan dan

kemungkinan hasil bilirubin, mampu mendemonstrasikan perawatan bayi yg tepat.

Intervensi :

a. Berikan informasi tentang tipe ikterik dan faktor patofisiologis.

b. Anjurkan untuk mengajuka pertanyaan; tegaskan atau perjelas informasi sesuai

kebutuhan.

c. Tinjau ulang dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin.

d. Diskusikan penatalaksanaan di rumah dari ikterik, pentingnya peningkatan

pemberian makan, pemajanan langsung oleh sinar matahari.

e. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI.

f. Berikan rujukan yang tepat untuk program fototerapi di rumah.

g. Diskusikan kemungkinan efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia.

6. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.

Tujuan : tidak terjadi kecelakaan pada mata selama terapi diberikan.

Intervensi :

a. Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.

b. Pastikan mata tertutup, hindari penekanan mata yang berlebihan karena dapat

menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau pada kornea .

7. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.

Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama terapi diberikan.

Intervensi :

a. Inspeksi kulit setiap 4 jam.

b. Gunakan sabun bayi.

c. Merubah posisi bayi dengan sering.

d. Gunakan pelindung daerah genetal.

e. Gunakan pengalas yang lembut .

8. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari

pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.

Tujuan : bayi tidak mengalami kecelakaan selama perawatan.

10

Page 11: Hi Per Bilirubin

Intervensi :

a. Cegah adanya injuri (internal).

b. Kaji hiperbilirubin tiap ( 1-4 jam) dan catat.

c. Berikan fototerapi sesuai program.

d. Monitor kadar bilirubin 4 – 8 jam sesuai program.

e. Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar.

f. Monitor Hb da Hct.

11. Metabolisme Bilirubin

Eritrosit

Hemoglobin

Hem globin

Besi/Fe Bilirubin indirek terjadi pd limpha,

makrofag

bilirubin berikatan terjadi dlm plasma darah

dengan albumin

melalui hati

bilirubin berikatan dgn

glukoronat/gula residu bilirubin di hati

bilirubin direk diekskresi ke kandung empedu

melalui duktus billiaris

kandung empedu

ke duodenum

diekskresi melalui urine & feces

Pathways

11

Page 12: Hi Per Bilirubin

Resti kernikterus

Hepar yang belum matang,

Eritroblastosis foetalis, sepsis,

Penyakit inklusi sitomegalik,

Rubela, toksoplasmosis kongenital

Hati

Bilirubin direk Bilirubin bebas >>

Sistemik

Otak

Letargi, kejang, opistotonus, Menetap

Tidak mau menghisap

Fototerapi

BAB III

PENUTUP

12

Resti kurang cairan

Resti injuri

Resti injuri mata

Kurang pengetahuan

Gangguan rasa nyaman & aman

Resti gangguan integritas kulit

Page 13: Hi Per Bilirubin

A. Kesimpulan

Hiperbilirubin adalah suatu ikterus patologis, dimana kadar serum bilirubin total

lebih dari 10 mg% pada minggu pertama kehidupan. Komplikasi yang dapat terjadi

yaitu kernikterus, dimana dapat terjadi kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

direk pada otak. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan diantaranya dengan fototerapi,

pemberian fenobarbital, antibiotik, atau dengan tranfusi tukar.

B. Saran

Bagi ibu hamil, hendaknya selalu rajin melakukan pemeriksaan kehamilannya

(Ante Natal Care) sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dapat terpantau dan

dapat terdeteksi adanya kelainan-kelainan yang dapat berakibat pada janinnya.

Bahaya hiperbilirubin adalah kernikterus, yang dapat mengganggu pertumbuhan

dan perkembangan bayi. Oleh karena itu pada bayi yang menderita hiperbilirubin perlu

dilakukan tindak lanjut sebagai berikut :

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan.

2. Penilaian berkala pendengaran.

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa.

13