hhd lia

28
PENDAHULUAN Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).1Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.2Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor- faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.3Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder 1

Upload: pipit-nurul-fitrah

Post on 03-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gagal jantung komplikasi

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak

sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat

ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi

tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau

idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi

sekunder).1Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah

untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari

peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.2Patofisiologi

dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang

saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor

molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi

dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi

faktor-faktor tersebut.3Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada

riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan

fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit

kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi

konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-

tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah yang terpercaya

tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik dan kondisi pengukuran. Karena

peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas

potensialnya, sebagian besar pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi

instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis,

Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan

harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri

1

untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi

Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium,

kalsium, dan TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol

total, HDL dan LDL, trigliserida.Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi

perubahan gaya hidup (non farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem

renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik,

penyekat kanal kalsium, vasodilator direk (langsung).4Beberapa penelitian telah

menunjukkan bahwa  obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik

spinorolakton dapat mengatasi  hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan

hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.

l

PEMBAHASAN

1. Definisi

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak

sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat

ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi

2

tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau

idiopatik).  Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai

hipertensi primer (hipertensi esensial atau Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang

dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).Tidak ada data akurat mengenai

prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu diteliti. Diperkirakan

terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai

sekitar 35%. Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu

gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini

karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat

menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.

2. Etiologi

Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung,  dan seiring dengan berjalannya

waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah

melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri

membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output)

berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.Tekanan darah tinggi adalah

faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat

menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung

sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai

oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.Tekanan darah tinggi juga

berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya

aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah).

Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi

adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini terjadi pada sekitar 7

dari 1000 orang.

3.Patofisiologi

Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan

banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin,

3

seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam

perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu

sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan

perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung

melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui nuerohormonal terkait dan

perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari

dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis

patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika. Patofisiologi berbagai efek

hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan pada bagian ini.

PathofisiologiPeningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai

akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini

ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan

dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah

jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah

jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris

juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan

oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.Gambaran

radiologisKeadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat kerana hipertrofi konsentrik

ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob

membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta ascenden dan descenden melebar dan

berkelok ( pemanjangan aorta/elongasio aorta).

4

Hipertrofi ventrikel kiri

Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% mengalami hipertrofi ventrikel kiri (HVK).

Risiko HVK meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Prevalensi HVK berdasarkan

5

penemuan lewat EKG(bukan merupakan alat pemeriksaan yang sensitif) pada saat

menegakkan diagnosis hipertensi sangatlah bervariasi.Penelitian telah menunjukkan

hubungan langsung antara derajat dan lama berlangsungnya peningkatan tekanan darah

dengan HVK.HVK didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri,

sebagai respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan

darah. Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai  kompensasi terhadap peningkatan afterload.

Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan

aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara

primer dalam perkembangan miosit janin), dan HVK. Sebagai tambahan, aktivasi sistem

renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong 

pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel. Jadi, perkembangan HVK

dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara miosit dan struktur

interstisium skeleton cordis.Berbagai jenis pola HVK telah dijelaskan, termasuk remodelling

konsentrik, HVK konsentrik, dan HVK eksentrik. HVK konsentrik adalah peningkatan pada

ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume diastolik

ventrikel kiri, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Bandingkan dengan HVK

eksentrik, di mana penebalan ventrikel kiri tidak merata namun hanya terjadi pada sisi

tertentu, misalnya pada septum. LVH konsentrik merupakan pertanda prognosis yang buruk

pada kasus hiperetensi. Pada awalnya proses HVK merupakan kompensasi perlindungan

sebagai respon terhadap peningkatan tekanan dinding ventrikel untuk mempertahankan

cardiac output yang adekuat, namun HVK kemudian  mendorong terjadinya disfungsi

diastolik otot jantung, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sistolik otot jantung.

Abnormalitas Atrium Kiri

Sering kali tidak terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi

pada pasien dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat

peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan

tekanan darah yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan

ukuran dan penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang

6

tidak disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi

dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri. Sebagai

tambahan, perubahan struktur ini menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada

pasien-pasien tersebut. Atrial fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi

diastolik, dapat mempercepat terjadinya gagal jantung.

Penyakit Katup

Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi

yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan

terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara

signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang tidak

terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi aorta,

yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai

tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat

mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

Gagal Jantung

Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik.

Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian

karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu

menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung

tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan

tanpa HVK (Hipertensi Ventrikel Kiri) adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis

dan terjadinya HVK dapat memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase

komplaien lambat dari diastolik ventrikel.Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang

dengan hipertensi. Disfungsi diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan

HVK. Sebagai tambahan, selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan

dalam proses terjadinya disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi

sistolik, dan abnormalitas struktur seperti fibrosis dan HVK. Disfungsi sistolik yang

asimtomatik biasanya juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, HVK gagal mengkompensasi

7

dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi  peningkatan tekanan darah,

kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat

penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini

menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-

angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan

vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit

dan ketidakseimbangan antara stimulan dan penghambat, disadari sebagai pemegang peran

pentingdalam transisi dari tahap kompensata menjadi dekompensata. Pasien menjadi

simptomatik selama tahap asimtomatik dari disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri,

menerima perubahan pada kondisi afterload atau terhadap kehadiran gangguan lain bagi

miokard (contoh: iskemia, infark). Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat

menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara

umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang

simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pad status klinis dan menandakan

peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan

disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan

disfungsi ventrikel kiri.

Iskemik Miokard

Pasien dengan angina memiliki prevalensi yang tinggi terhadap hipertensi. Hipertensi

adalah faktor risiko yang menentukan perkembangan penyakit arteri koroner, bahkan hampir

melipatgandakan risiko. Perkembangan iskemik pada pasien dengan hipertensi bersifat

multifaktorial.Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada

ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat

hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural,  

menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar arteri

koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi dan

mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan

oksigen.Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri

8

koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis

mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan

gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten.

Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya pembentukan

arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang ditemukan pada

pasien tanpa hipertensi.

Aritmia kardiak

Aritmia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami

arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.Resiko henti

jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolismedipekirakan memegang peranan dalam

patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen

miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor

tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel takiaritmia.Artrial fibrilasi

(paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering ditemukan pada pasien dengan

hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan faktor umum bagi artrial

fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan artrial fibrilasi mengidap hipertensi

walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, penyakit arteri

koroner, dan HVK telah dianggap sebagi faktor yang mungkin berperan. Perkembangan

artrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik dekompensata, dan yang lebih penting,

disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya kontraksi atrium, dan juga meningkatkan resiko

komplikasi tromboembolik, khususnya stroke.Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler

aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan HVK

daripada pasien tanpa HVK. Penyebab arimitmia tersebut dianggap  terjadi bersama-sama

dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard.

4. Diagnosis

Riwayat

Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan

9

pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko

penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi,

mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa

gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.Sebagian besar pasien

dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan dengan peningkatan

tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala peningkatan tekanan

arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu sakit

kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital. Gejala

nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain adalah

rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejala-gejala didapati, mereka

umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi

hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam

perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel Riwayat yang relevan

Durasi hipertensi

Terapi terdahulu: respon dan efek samping

Riwayat diet dan psikososial

Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes,

inaktivitas fisik

Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan

otot; palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang

hari; gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan

tekanan darah

Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark

miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual

Komorbiditas lain

Pengukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail

10

mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang

penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar

pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur

tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah,

individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang

terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan

lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff,

penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk

diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua

ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara

Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya

dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.Monitor ambulatorik yang

tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan tekhik osilometrik, dan

umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun pengawasan

tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik klinis dan lazim

disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah

merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan, hipotensi

simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.

Pemeriksaan fisik

Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,

tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan

berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba

normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada

pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus

dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial.

Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus

diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat

menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus menyertakan

11

pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi

denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan

arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan

penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan

refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan,

pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat

mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu

gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring.

Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat,

bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi

dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular.

Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis

harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.

Tes laboratorium

Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam

evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosa

puasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian

tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih

ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau

ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.

Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal

Ginjal Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin,

BUN atau kreatinin serum

Endokrin Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum

Metabolik Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL

dan LDL, trigliserida

Lain-lain Hematokrit, elektrokardiogram

12

5. Penatalaksanaan

Perubahan gaya hidup

Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik

pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang

meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai

tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus

diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek

dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan

hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah

terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika

intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk

menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol

tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah

adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium,

pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi

Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25

kg/m2

Reduksi garam < 6 g Nacl / hari

Adaptasi rencana diet jenis DASH Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran,

dan produk susu rendah-lemak dengan

kandungan lemak tersaturasi dan total yang

dikurangi

Pengurangan konsumsi alkohol Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,

minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1

gelas/hari untuk wanita

Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat

13

selama 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan

darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat

badan yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas

insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan

reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan

berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit

kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama

30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih

dan frekuensi kurang.

Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi

ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan

darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq)

menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif

dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung

kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan

prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki

hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja.

Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak konsisten,

dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin berhubungan dengan

penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau

lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan

tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi

tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi

tekanan darah masihlah belum diketahui.

Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet

yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan

14

darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi

masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah.

Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan

serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.

Terapi farmakologis

Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg.

Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan

besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan

tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar

35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan.

Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon

individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon

terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang

melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan

kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat

keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan

pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian

obat.

Diuretik

Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau

dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di

tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang,

mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi

tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-

tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau

penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal

kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25

hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia,

15

resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua

diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium

epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat

digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target

farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle

ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan

penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)],

CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan

dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.

Penyekat sistem renin-angiotensin

ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan

mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan

blokade reseptor AT1secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak

tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen

antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam

kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping

ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal

fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri

renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi

oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi

non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien

yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang

berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang

Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang

kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.

Antagonis aldosteron

Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau

dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien

16

dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada

pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di

rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi

konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton

berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa

ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh

agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone

baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi.

Beta blocker

Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah

jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang

diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada

sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien

hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian

bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif

menghambat reseptor 1 jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel

otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi

antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu

memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini

memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas

simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death),

mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta

blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas.

Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2serta reseptor adrenergik perider.

Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan

hipertensi masih perlu ditentukan.

Penyekat adrenergic

Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui

17

penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang

digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun

dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas

dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar

kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala

tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor

nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan

untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma.

Agen-agen simpatolitik

Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan

menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom

yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen

ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi reboundsaat penghentian. Simpatolitik

perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan

norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif,

kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaks

obat.

Penyekat kanal kalsium

Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang

mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen

yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine

(diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam

kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker),

antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan

diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah

adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan

dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema

disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan

18

cairan.

Vasodilator Langsung

Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai

agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang

menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang

memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat

poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap

semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping

minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi pericardial.

PROGNOSIS

Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin

besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan hipertensi

dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan

bahwa  obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton

dapat mengatasi  hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien

dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit

jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak.

KESIMPULAN

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak

sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat

ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi

tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau

idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi

sekunder).1 Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai

19

darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan

jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang

menebal.Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang

melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,

neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan

dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu

sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.Diagnosis penyakit jantung hipertensi

didasarkan pada riwayat, pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan

laboratorium.Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup

(non farmakologi), yaitu Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah

memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi

gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan

prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif dan terapi

farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat beta,

penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium, vasodilator direk

(langsung).Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa  obat-obatan tertentu seperti ACE-

Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi  hipertropi ventrikel kiri

dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung

hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,

Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006.p.1654-55

2. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008).

Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm.       accessed at

Desember 3, 2008

3. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available

from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm.  Accessed at Desember 3,

2008

4. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of Internal�

Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241

5. Price SA, Wilson LM. Fisiologi sistem kardiovaskular, Dalam: Patofisiologi Konsep

Klinis    Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC; 2006.p.530-543.

6. Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi

I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2006.p.610-614.

7. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media

Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442

8. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h.

245Robbins, S.L, Kumar, V. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-4. Jakarta : EGC. 1995.

h.45

9. Robbin, SL, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit. Edisi ke-5. Jakarta:

EGC. H.322-323

21

22