heru widakdo, drs. gontjang prajitno, m

15
PENGARUH LEBAR DIFUSER TERHADAP POLA HAMBURAN DENGAN TIPE DIFUSER 0101010101 Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M.Si Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Email : [email protected] , [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lebar difuser terhadap pola hamburan dengan tipe difuser 0101010101. Pengukuran menggunakan metode medan bebas (anechoic). Penelitian dilakukan di Ruang uji lab akustik FMIPA Fisika ITS dengan melakukan pengukuran distribusi SPL pada permukaan dengan dan tanpa difuser. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa lebar difuser 2 cm lebih merata pada frekuensi 8000 Hz, lebar difuser 4 cm lebih merata pada frekuensi 4000 Hz, dan lebar difuser 6 cm lebih merata pada frekuensi 2000 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa lebar difuser sesuai dengan frekuensi desainnya. Kata kunci: difuser, medan bebas (anechoic), pola hamburan, SPL (sound pressure level), pengaruh lebar difuser. Pendahuluan Pada ruang multimedia, contohnya home theater umumnya berukuran kecil dan sering sekali digunakan untuk keperluan karaoke dan menonton film namun dalam aplikasinya ruang tersebut memiliki permasalahan seperti, colouration bahkan pada ruang yang berukuran besar seperti auditorium memungkinkan terjadinya gema (dengung). Perbaikan ruang ini salah satunya dengan penambahan material difuser karena selain dapat menghamburkan bunyi juga tidak mengurangi energi bunyi yang datang pada permukaan ruang. Penelitian tentang difuser telah dilakukan Trevor J. Cox dan D’Antonio. Mereka telah meneliti difuser Schroeder yaitu Maximum Length Sequences Diffusers dan Quadratic Residue Diffusers. Dalam bukunya Karakterisasi difuser dapat dinilai dari berbagai besaran seperti koefisien difusi (d), koefisien hamburan (s) dan pola hamburan difuser. Dalam tugas akhir (Farid,’11) dan (Tiara,’11) tentang “Studi Awal Pengukuran Koefisien Hamburan pada Difuser Maximum Length Sequences 1101000110 dan 1100101110” menggunakan metode “ruang dengung”. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil koefisien hamburan yang tidak sesuai. Beberapa penyebabnya adalah karena ruang uji tidak difus (distribusi SPL tidak merata) dan waktu dengung ruang yang terlampau rendah yaitu berkisar 1,76 s. Dalam tugas akhir ini juga akan dilakukan tentang karakterisasi difuser terkait pengaruh lebar difuser terhadap pola hamburannya. Difuser yang akan digunakan adalah difuser yang memiliki bentuk berupa gelombang kotak dengan tipe 01010101.

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

PENGARUH LEBAR DIFUSER TERHADAP POLA HAMBURAN DENGAN TIPE DIFUSER 0101010101

Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Laboratorium Akustik dan Fisika Bangunan Jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lebar difuser terhadap pola hamburan

dengan tipe difuser 0101010101. Pengukuran menggunakan metode medan bebas (anechoic). Penelitian dilakukan di Ruang uji lab akustik FMIPA Fisika ITS dengan melakukan pengukuran distribusi SPL pada permukaan dengan dan tanpa difuser. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa lebar difuser 2 cm lebih merata pada frekuensi 8000 Hz, lebar difuser 4 cm lebih merata pada frekuensi 4000 Hz, dan lebar difuser 6 cm lebih merata pada frekuensi 2000 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa lebar difuser sesuai dengan frekuensi desainnya.

Kata kunci: difuser, medan bebas (anechoic), pola hamburan, SPL (sound pressure level), pengaruh lebar difuser. Pendahuluan

Pada ruang multimedia, contohnya home theater umumnya berukuran kecil dan sering sekali digunakan untuk keperluan karaoke dan menonton film namun dalam aplikasinya ruang tersebut memiliki permasalahan seperti, colouration bahkan pada ruang yang berukuran besar seperti auditorium memungkinkan terjadinya gema (dengung). Perbaikan ruang ini salah satunya dengan penambahan material difuser karena selain dapat menghamburkan bunyi juga tidak mengurangi energi bunyi yang datang pada permukaan ruang.

Penelitian tentang difuser telah dilakukan Trevor J. Cox dan D’Antonio. Mereka telah meneliti difuser Schroeder yaitu Maximum Length Sequences Diffusers dan Quadratic Residue Diffusers. Dalam bukunya Karakterisasi difuser dapat dinilai

dari berbagai besaran seperti koefisien difusi (d), koefisien hamburan (s) dan pola hamburan difuser. Dalam tugas akhir (Farid,’11) dan (Tiara,’11) tentang “Studi Awal Pengukuran Koefisien Hamburan pada Difuser Maximum Length Sequences 1101000110 dan 1100101110” menggunakan metode “ruang dengung”. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil koefisien hamburan yang tidak sesuai. Beberapa penyebabnya adalah karena ruang uji tidak difus (distribusi SPL tidak merata) dan waktu dengung ruang yang terlampau rendah yaitu berkisar 1,76 s.

Dalam tugas akhir ini juga akan dilakukan tentang karakterisasi difuser terkait pengaruh lebar difuser terhadap pola hamburannya. Difuser yang akan digunakan adalah difuser yang memiliki bentuk berupa gelombang kotak dengan tipe 01010101.

Page 2: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Pengertian Difuser Difuser merupakan salah satu

material akustik yang memiliki struktur padat, keras dan mempunyai bentuk material yang tidak rata. Permukaan yang tidak rata dapat berupa permukaan kasar, bergelombang, bergerigi, melengkung, dsb, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Gelombang yang tiba padanya akan disebarkan secara acak. Difuser yang baik akan menyebarkan gelombang bunyi yang datang secara merata pada area dengan jangkauan sebesar 180o di depannya. Dalam pemakaiannya difuser dapat dilekatkan pada langit-langit ruang tetapi lebih sering dipasang pada dinding.

Gambar 2.1 Beberapa struktur geometri difuser

Interaksi Gelombang Pada Permukaan

Ada bermacam-macam perilaku bunyi dalam ruang tergantung pada karakteristik permukaan ruang dan frekuensi bunyi yang merambat dalam ruang. Bila gelombang bunyi mengenai suatu permukaan seperti dinding, langit-langit atau lantai dapat terjadi beberapa peristiwa seperti absorpsi (penyerapan), refleksi (pemantulan), penyebaran, dan difraksi (pembelokan) seperti terlihat pada Gambar 2.2.

1. Bunyi datang

2. Bunyi diabsorbsi

3. Bunyi pantul 4. Bunyi

hamburan

Gambar 2.2 Perilaku bunyi yang berinteraksi dengan permukaan

a. Absorpsi (penyerapan) Kemampuan mengabsorpsi suatu

permukaan bergantung pada kerapatan atau kepadatan material dan frekuensi bunyi yang mengenainya. Beberapa material seperti kain, kertas, dan karpet dapat digunakan sebagai absorber, namun besarnya absorpsi material tersebut berbeda-beda. Kemampuan absorpsi suatu material ditentukan oleh koefisien absorpsi, yaitu banyaknya energi bunyi yang diserap dibandingkan keseluruhan energi bunyi yang mengenai permukaan.

b. Refleksi (pemantulan)

Permukaan yang keras, seperti beton, kaca, batu, dan batu bata adalah contoh beberapa material yang dapat merefleksikan sebagian besar energi bunyi yang mengenainya. Ada tiga medan bunyi akibat refleksi terkait dengan bentuk bidang refleksinya: - merata bila bunyi dipantulkan oleh

bidang datar - menyebar bila bunyi dipantulkan

oleh bidang cembung - memusat bila bunyi dipantulkan oleh

bidang cekung. (lihat Gambar 2.3.)

(Sumber : www.google.com) Gambar 2.3 Pemantulan oleh berbagai bentuk

permukaan

c. Difraksi Difraksi adalah suatu peristiwa

pembelokan gelombang bunyi ketika melewati sebuah penghalang atau celah. Seperti pada Gambar 2.4 berikut :

Page 3: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

(a) (b) (c) (d)

(Sumber :www.ahmadsyahbio.blogspot.com) Gambar 2.4 Muka gelombang (bunyi yang melewati

celah dan penghalang)

Apabila panjang gelombang bunyi lebih kecil dari lebar celah (Gambar 2.4 a) maka bunyi akan melewati celah tersebut (bunyi diteruskan). Sebaliknya apabila panjang gelombang bunyi lebih besar dari lebar celah (Gambar 2.4 b) maka bunyi akan dibelokkan (bunyi terdifraksi).

Apabila panjang gelombang bunyi lebih kecil dari lebar penghalang (Gambar 2.4 c) maka bunyi akan dipantulkan penghalang tersebut. Sebaliknya apabila panjang gelombang bunyi lebih besar dari lebar penghalang (Gambar 2.4 d) maka bunyi akan dibelokkan (bunyi terdifraksi). Dengan demikian agar difraksi dapat terjadi maka dimensi celah atau penghalang menjadi suatu hal yang penting.

Pola difraksi juga dapat diperoleh dari gelombang refleksi. Difraksi gelombang refleksi dikenal dengan peristiwa hamburan. Jadi yang dimaksud dengan hamburan (scattering) adalah difraksi gelombang refleksi yang ditunjukkan pada Gambar 2.5.

(a) (b)

(Sumber : www.google.com) Gambar 2.5 a) peristiwa pantulan spekular dan

b) peristiwa hamburan.

Peristiwa pemantulan spekular terjadi apabila bunyi mengenai permukaan halus atau rata. Apabila bunyi mengenai permukaan halus atau rata dan panjang gelombang bunyi lebih kecil dari lebar permukaan, maka bunyi akan dipantulkan dengan sudut datang sama dengan sudut pantul. Sebaliknya peristiwa hamburan terjadi apabila bunyi mengenai permukaan kasar atau tidak rata. Apabila bunyi mengenai permukaan kasar atau tidak rata dan panjang gelombang bunyi lebih besar dari lebar tonjolan-tonjolan, maka bunyi akan dipantulkan dengan sudut pantul yang tidak beraturan (acak).

Macam-macam Difuser Schroeder

Ilmuwan yang pertama kali melakukan pengembangan difuser adalah Manfred R. Schroeder, Profesor akustik di Universitas Goettingen, Jerman. Difuser Schroeder merupakan panel yang dapat menyebarkan gelombang bunyi yang mengenai permukaannya. Sebuah difuser Schroeder memiliki struktur yang terdiri dari sejumlah sumur yang dapat memiliki kedalaman berbeda-beda. Gelombang bunyi yang mengenai permukaan difuser yang tidak teratur, akan memantul secara acak dari masing-masing sumur. Akibat adanya pemantulan acak dalam ruang, maka ruang terasa lebih hidup. Frekuensi di mana panel akan beroperasi dengan baik sebagai difuser (frekuensi desain) tergantung pada dimensinya (sesuai dengan persamaan 2.1).

Bunyi yang mengenai permukaan difuser akan terpantul dari dasar sumur dan akhirnya terpantul kembali ke ruang. Dapat dianggap bahwa tidak ada kehilangan energi, karena semua bunyi yang datang akan dipantulkan kembali ke ruang. Semua gelombang bunyi yang terpantul ini memiliki jumlah energi yang sama tetapi fasenya berbeda. Hal ini dikarenakan perbedaan jarak yang ditempuh tiap

Page 4: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

gelombang bunyi mengenai bagian-bagian dari difuser yang berbeda-beda. Dengan demikian agar hamburan dapat terjadi maka pemilihan kedalaman sumur menjadi sesuatu yang penting. (D’Antonio : 2004).

Lebar sumur difuser sangat berpengaruh terhadap frekuensi yang akan dihamburkan. Penentuan lebar sumur difuser dapat mengikuti persamaan berikut ini :

dengan λmin adalah panjang gelombang minimum dan w lebar sumur. Persamaan tersebut mendekati persamaan pada peristiwa difraksi yaitu peristiwa dimana terjadinya pola gelap terang pada gelombang cahaya. Terjadinya pola terang (interferensi maksimum)

Sedangkan terjadinya pola gelap (interferensi minimum)

Dikaitkan dengan frekuensi, panjang gelombang dapat diperoleh dari persamaan :

(2.2)

dengan v adalah kecepatan bunyi di udara dan f adalah frekuensi desain.

Menurut Schroeder difuser dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya, maximum length diffuser (MLD) dan quadratic residue diffuser (QRD). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada subbab berikut ini:

Maximum Length Diffuser (MLD)

Maximum length diffuser merupakan difuser yang terdiri dari permukaan dengan dua kedalaman yang berbeda yakni dengan kedalaman 0 dan 1. Angka satu (1) menunjukkan sebuah sumur, sedangkan angka nol (0) menunjukkan

sebuah tonjolan. Kombinasi nol (0) dan satu (1) akan membentuk satu modul difuser, kemudian dalam aplikasinya tiap modul akan berulang secara periodik. Difuser dapat dibuat dalam bentuk satu dimensi dan dua dimensi.

a b

(sumber : www.hunecke.com) Gambar 2.6 Difuser Maximum Length

Sequences a). Satu dimensi, b). Dua dimensi

0,6 m

Gambar 2.7 Gambar potongan difuser 1 dimensi tipe 0101010101

Quadratic Residue Diffuser

Difuser QRD memiliki material yang berstruktur sama dengan difuser MLD yaitu berstruktur kaku dan terdiri dari sumur dengan kedalaman berbeda yang dipisahkan oleh dinding tipis (lihat Gambar 2.9). Material yang digunakan untuk membuatnya harus berstruktur kaku sepert kayu, logam atau batu. Quadratic Residue Diffuser juga ada dua tipe yaitu satu dimensi (Gambar 2.8a) dan dua dimensi (Gambar 2.8b) seperti pada MLD. Difuser satu dimensi menghamburkan bunyi hanya pada bidang yang tegak lurus dengan sumur sedangkan difuser dua dimensi menghamburkan bunyi datang ke berbagai arah.

Page 5: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

A

b

(sumber : www.hunecke.de) Gambar 2.8 Quadratic Residue Diffuser a) satu

dimensi dan b) dua dimensi

Penjumlahan Desibel Dalam kehidupan sehari-hari, bunyi yang terdengar sering berasal dari sekelompok sumber bunyi. Karena kekerasan bunyi dapat dinyatakan dalam besaran SPL atau IL, maka timbul persoalan menjumlahkan nilai besaran desibel yang disebabkan beberapa sumber bunyi tadi. Penambahan desibel tidak bersifat linier seperti 1 + 1 = 2. Penambahannya bersifat logaritmik. Besarnya nilai SPL, IL maupun PWL tidak dapat dijumlahkan begitu saja secara aritmatika. Yang dapat dijumlahkan secara aritmatika adalah energi, atau dalam hal ini adalah intensitas maupun dayanya. Pada penjumlahan SPL bukan tekanan yang dijumlahkan tetapi tekanan kuadrat (P2), karena pada dasarnya yang dijumlahkan adalah energinya. Ini berarti bahwa: SPL1 + SPL2 + SPL3 +......=…..(tidak bisa langsung dijumlahkan) Hubungan antara SPL dan tekanan adalah:

Atau

Sehingga perlu dijumlahkan dalam bentuk P2

(2.5).....23p2

2p21p2

totalp

Menjadi

Prosedur penjumlahan desibel dapat dibuat cepat dengan menggunakan nomograf (Gambar 2.11) berikut ini.

0 5 10 15 20

3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.1 0.05

selisih antara dua dB yang akan dijumlahkan

nilai dB yang ditambahkan pada db yang lebih tinggi

Gambar 2.11 Nomograf untuk menjumlahkan

besaran desibel

Prosedur penjumlahan dengan nomograph dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Carilah selisih antara kedua dB yang akan dijumlahkan.

2. Baca skala bagian atas dan cari nilai selisih tersebut

3. Turunlah dari nilai tersebut ke skala bawah

4. Baca nilai yang diperoleh pada skala bawah tadi lalu tambahkan nilai ini pada dB yang lebih besar.

Untuk mempermudah pembacaan skala pembacaan nomograph sering digunakan Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tabel Selisih untuk penjumlahan dB.

Selisih antara dua tingkat bunyi (dB)

dB yang harus ditambahkan pada tingkat

bunyi yang lebih tinggi 0 atau 1 3 2 atau 3 2

4 - 9 1 ≥ 10 0

Page 6: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Alat Yang Digunakan Alat-alat ukur yang dipelajari

meliputi : i. Personal Computer (PC): merupakan

perangkat keras yang sudah di isi software YMEC (Yoshimasa Electronic) berfungsi sebagai generator bunyi dan pengolah data SPL.

ii. Amplifier: berfungsi sebagai penguat bunyi yang dikeluarkan dari PC sebelum masuk ke speaker.

iii. Loudspeaker: berfungsi mengeluarkan bunyi yang berasal dari PC setelah dikuatkan oleh amplifier. Loudspeaker ini yang nanti disebut sebagai sumber bunyi.

iv. Sound Level Meter (SLM): berfungsi menangkap bunyi di sekitar difuser.

v. Software Microsoft Excel : berfungsi untuk menganalisa data dan memodelkan pola hamburan difuser.

Perancangan dan Pembuatan Difuser

Difuser yang dibuat terdiri dari 3 buah difuser masing-masing berbentuk gelombang kotak yang terdiri dari beberapa variable lebar. Alas modul difuser terbuat dari tripleks setebal 0,01 m dengan panjang dan lebar 0,6 m x 0,6 m. Selanjutnya tonjolan terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 0,6 m, tinggi 0,03 m dengan variable lebar (w) 0,02 m, 0,04 m dan 0,06 m (lihat Gambar 3.2).

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0

0 0

0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 1 1 Gambar 3.2 Gambar potongan difuser 1 dimensi

01010101 dengan lebar difuser 2 cm, 4 cm dan 6 cm

Pemilihan variasi untuk lebar kayu untuk tonjolan difuser didasarkan pada bentuk dan ukuran yang ada di pasaran, maka dibuat difuser dengan lebar tonjolan

dan celah sesuai dengan ukuran yang telah di tentukan. Adapun perancangan difuser yang akan dibuat sesuai dengan persamaan (2.1) berikut :

,

Untuk w = 0,02 m

,

Sehingga

Dengan demikian

Untuk w = 0,04 m

, Sehingga

Dengan demikian

Untuk w = 0,06 m

, Sehingga

Dengan demikian

Page 7: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Ini menunjukkan frekuensi desain difuser adalah 8500 Hz untuk difuser dengan lebar 0,02 m, 4250 Hz untuk difuser dengan lebar 0,04 m, dan 2833 Hz untuk difuser dengan lebar 0,06 m. sehingga difuser yang dibuat diharapkan dapat menghamburkan bunyi dengan baik pada frekuensi desainnya. Proses Pengambilan Data

Metode Pengukuran pola hamburan difuser yang dilakukan terdiri dari beberapa langkah, antara lain :

1. Menyiapkan bahan dan merangkai peralatan seperti pada Gambar 3.4. Pengukuran dilakukan dengan difuser dan tanpa difuser.

Gambar 3.4 Skema pengukuran pola

hamburan difuser.

2. Mengkalibrasi mikrofon SLM dengan menggunakan pistonphone kalibrator Rion Type NL-72. Kalibrasi dilakukan dengan cara memasangkan kalibrator Rion pada mikrofon, kemudian level bunyi yang terbaca pada SLM Type NL-20 dan perangkat lunak Yoshimasa Electronic disesuaikan nilainya dengan nilai yang tertera pada kalibrator Rion yaitu SPL 113,9 dB untuk frekuensi 250 Hz. Proses kalibrasi pada perangkat lunak Yoshimasa Electronic caranya adalah dengan memilih menu program FFT Analyzer, kemudian pilih tombol calibration. Selanjutnya input level pada

tampilan program diatur agar menunjukkan nilai 113,9 dB dan frekuensi 250 Hz.

3. Menentukan peletakan speaker dan mikrofon dalam ruang uji. Peletakan dalam ruang seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Peletakan speaker dan

mikrofon.

4. Melakukan pengukuran pada ruang uji dengan difuser maupun ruang tanpa difuser. Pengukuran dengan difuser menghasilkan kombinasi gelombang datang dan gelombang yang dipantulkan atau dihamburkan difuser, sedangkan pengukuran tanpa difuser memberi informasi tentang gelombang bunyi yang datang pada difuser. Dengan menggunakan konsep energi untuk menentukan gelombang yang dipantulkan difuser dapat digunakan persamaan (2.6) berikut :

...1010 101022

21 SPLSPL

reftotal PP (2.6)

Sehingga nilai dari SPL gelombang bunyi yang terhambur atau dipantulkan oleh difuser dapat dicari dengan persamaan berikut : SPLsc = SPLdf – SPLtd

2

10

ac

dfdf P

PLogSPL

Page 8: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

222tddfsc ppp

2

10

ac

tdtd P

PLogSPL

101022 1010

tddf SPLSPL

acsc PP

Maka SPL gelombang bunyi yang terhambur (SPLscattering) :

2

10

ac

scsc P

PLogSPL

Keterangan : SPLdf = SPL dengan difuser (dB) SPLtd = SPL tanpa difuser (dB) SPLsc = SPL scattering (dB) Pdf = Tekanan Bunyi dengan difuser (N/m2) Ptd = Tekanan Bunyi tanpa difuser (N/m2) Psc = Tekanan Bunyi scattering (N/m2) Pac = Tekanan Acuan atau referensi 2.10-5 (N/m2) Ruang Uji Ruang uji yang digunakan untuk pengukuran pola SPL yang dihamburkan oleh difuser adalah Ruang Uji Laboratorium Akustik Jurusan Fisika – FMIPA ITS Surabaya. Adapun ukuran ruang uji adalah :

Panjang = 3,5 m, Lebar = 3,5 m, Tinggi = 2,75 m.

Ruang uji yang digunakan berbentuk kotak dengan dinding-dinding ruang uji terbuat dari tripleks berlapis formika. Beberapa sisi ruang (sisi depan) di lapisi bahan penyerap berupa glasswool dan rockwool, sisi lainnya (sisi samping kanan, kiri, belakang, atas, dan bawah) di lapisi bahan penyerap berupa karpet (lihat Gambar 4.1). Dengan adanya bahan penyerap diharapkan pantulan bunyi

yang di tangkap oleh mikrofon adalah bunyi pantul dari difuser dan meminimalkan bunyi pantul dari dinding ruang uji.

Gambar 4.1. Ruang Uji Laboratorium Akustik

Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya Bahan Uji

Difuser yang dibuat adalah difuser berbentuk gelombang kotak dengan tipe difuser 0101010101. Alas difuser terbuat dari tripleks yang luasnya 0,6 m x 0,6 m = 0,36 m2, sedangkan tonjolan difuser terbuat dari kayu dengan ukuran panjang 0,6 m dan tinggi 0,03 m. Ketiga difuser memiliki panjang dan tinggi yang sama, sedangkan untuk ukuran lebar difuser di variasi 0,02 m, 0,04 m, dan 0,06 m. Permukaan difuser dilapisi dengan cat berfungsi untuk mengurangi penyerapan bahan.

a) Difuser Lebar 2 cm

b) Difuser Lebar 4 cm

c) Difuser Lebar 6 cm

Gambar 4.2. Gambar difuser tipe 0101010101 dengan beberapa ukuran lebar a). 2 cm b). 4 cm dan

c). 6 cm.

Page 9: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Data Pengukuran Tingkat Bising Sekitar Dalam pengukuran sangatlah penting

dalam mengukur besarnya tingkat bising sekitar, hal ini bertujuan untuk menghindari hasil pengukuran akibat bising sekitar. Adapun data tingkat bising sekitar (background noise) yang diperoleh ketika pengukuran yaitu dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data tingkat bising sekitar (background noise)

Frekuensi (Hz) Tingkat bising sekitar (dB) Overall 40,8 - 41,2

125 29,4 - 30,6

250 30,5 - 31,1

500 30,5 - 31,6

1000 30,5 - 31,2

2000 29,9 - 30,7

4000 29,9 - 30,6

8000 30,4 - 30,7

Data SPL Tanpa dan dengan Difuser Setelah melakukan pengukuran pada ruang uji, didapatkan data SPL pada masing-masing titik ukur ketika pengukuran dengan dan tanpa difuser. Hasil pengukuran tingkat tekanan bunyi tanpa difuser dan dengan difuser dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Sehingga dapat dihitung besarnya bunyi yang dihamburkan oleh difuser yang nantinya dapat dilihat pola hamburannya. Tabel 4.2 Hasil pengukuran SPL tanpa difuser Sudut

SPL (dB) 125 Hz

250 Hz

500 Hz

1000 Hz

2000 Hz

4000 Hz

8000 Hz

0 40,3 43,3 52,8 58,71 61,54 70,58 61,37 10 40,5 44,4 52,5 60,44 61,01 71,18 61,14 20 40,9 45,5 53,7 60,83 61,71 70,76 61,32 30 40,2 45,5 55,4 61,37 61,83 71,54 61,93 40 40,3 45,2 56,1 61,63 63,12 71,96 62,49 50 40,7 45,4 55,5 60,99 63,99 72,66 62,93 60 41,2 45,7 55,6 63,29 65,47 73,32 64,09 70 42,2 46,9 56,1 63,57 67,34 75,82 64,49 80 43,0 47,9 57,4 65,79 69,76 78,61 70,82 90 45,8 50,1 58,2 66,27 70,72 80,43 74,41 100 43,7 49,5 59,3 67,10 71,36 79,14 71,30 110 42,8 48,6 59,8 66,88 70,14 77,69 66,99 120 42,2 47,2 59,1 65,54 68,15 76,26 66,30

130 40,8 47,3 58,5 64,70 67,01 75,59 65,50 140 40,2 47,7 58,1 63,74 65,46 73,46 64,45 150 40,5 46,9 57,6 63,16 65,05 72,88 63,66 160 39,9 47,1 56,7 62,97 64,37 72,93 63,38 170 40,7 46,2 56,3 62,72 64,06 72,75 63,23 180 40,1 45,3 55,7 62,57 64,04 72,29 63,35

Tabel 4.3 Hasil pengukuran SPL dengan difuser (2 cm) Sudut

SPL (dB) 125 Hz

250 Hz

500 Hz

1000 Hz

2000 Hz

4000 Hz

8000 Hz

0 41,6 43,8 53,3 59,06 61,68 71,03 62,84 10 41,3 45,5 53,6 60,93 62,35 71,37 64,08 20 42,9 46,2 55,2 61,54 62,27 70,97 65,00 30 41,0 45,8 55,8 61,57 62,64 71,93 64,27 40 41,8 45,7 56,9 62,21 64,53 72,22 64,47 50 41,9 46,2 56,8 63,25 64,85 73,96 65,62 60 41,8 46,4 56,5 63,94 67,22 76,26 68,96 70 43,1 48,4 57,4 65,68 69,07 78,68 70,19 80 44,6 50,4 58,4 68,63 71,02 79,88 73,61 90 48,3 53,1 59,1 68,31 71,86 81,39 76,65 100 45,7 51,6 59,8 68,00 71,90 80,40 73,82 110 43,9 49,2 60,1 67,10 70,93 78,92 69,59 120 43,6 47,7 59,7 66,18 68,88 77,24 67,21 130 41,5 47,9 59,1 65,32 67,19 75,72 66,71 140 41,3 48,5 58,5 64,29 66,12 73,77 66,31 150 41,1 47,3 58,0 63,41 65,32 73,32 66,29 160 41,6 47,5 57,3 63,72 64,82 73,30 65,68 170 41,4 46,6 56,6 63,11 64,36 72,96 64,82 180 41,0 45,6 56,0 62,95 64,16 72,60 64,20

Data Hasil Perhitungan

Perhitungan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menghitung besarnya bunyi yang dipantulkan oleh difuser. Perhitungan menggunakan rumus penjumlahan decibel. Dengan asumsi SPL yang diperoleh ketika pengukuran ruang uji tanpa difuser adalah bunyi yang datang, sedangkan pengukuran bunyi dengan difuser diasumsikan dengan bunyi hasil kombinasi dari bunyi yang datang dari speaker dan pantulan dari difuser sehingga untuk menentukan besarnya bunyi yang dipantulkan oleh difuser adalah hasil selisih antara bunyi dengan difuser dikurangkan dengan bunyi ketika tanpa difuser. Pengurangan nilai SPL dilakukan dengan menggunakan penjumlahan decibel pada persamaan 2.6.

Sebagai contoh diambil perhitungan pengurangan SPL untuk difuser yang memiliki lebar 2 cm, pada frekuensi 8000 Hz pada sudut 0o.

Page 10: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Data-data yang tercatat adalah sebagai berikut:

1. SPL ketika tanpa difuser (SPLtd)

=61,37 dB 2. SPL ketika dengan difuser (SPLd)

=62,84 dB.

Sehingga dapat dicari SPLscattering (SPLsc) : SPLsc = SPLdf – SPLtd

2

510.21037,61

tdtd

PLogSPL

2

510.21084,62

dd

PLogSPL

1084,62

252 10.)10.2( dfP 410.69,7

1037,61

252 10.)10.2( tdP 410.48,5

222tddfsc PPP

44 10.48,510.69,7 410.21,2

2

10

ac

scsc P

PLogSPL

25

4

10.210.21,210Log

)738,5.(10 38,57 dB Sehingga didapatkan nilai SPLsc = 57,38 dB dengan : SPLdf = SPL dengan difuser (dB) SPLtd = SPL tanpa difuser (dB) SPLsc = SPL scattering (dB) Pdf = Tekanan Bunyi dengan difuser (N/m2) Ptd = Tekanan Bunyi tanpa difuser (N/m2) Psc = Tekanan Bunyi scattering (N/m2) Pac = Tekanan Acuan atau referensi 2.10-5 (N/m2)

Dengan cara yang sama didapatkan data perhitungan pengurangan SPL untuk difuser yang memiliki lebar 2 cm, pada frekuensi 8000 Hz, sebagai berikut :

Tabel 4.4 Hasil perhitungan SPLscattering Sudut SPL d (dB) SPL td (dB) SPL sc (dB)

0 62,84 61,37 57,38 10 64,08 61,14 61,00 20 65,00 61,32 62,57 30 64,27 61,93 60,45 40 64,47 62,49 60,08 50 65,62 62,93 62,24 60 68,96 64,09 67,25 70 70,19 64,49 68,82 80 73,61 70,82 70,34 90 76,65 74,41 72,68

100 73,82 71,30 70,23 110 69,59 66,99 66,10 120 67,21 66,30 59,84 130 66,71 65,50 60,36 140 66,31 64,45 61,69 150 66,29 63,66 62,84 160 65,68 63,38 61,82 170 64,82 63,23 59,64 180 64,20 63,35 56,67

Pembahasan Untuk mempermudah pembacaan maka ditampilkan perbedaan sinyal antara bunyi yang datang pada difuser dan bunyi yang dihamburkan difuser ditampilkan dalam Grafik polar (Gambar 4.3 – 4.17). Perbandingan Pola Hamburan Difuser terhadap jarak pengukuran.

Gambar 4.3 Grafik pola hamburan difuser (4 cm) dengan jarak pengukuran difuser-mikrofon 70 cm

pada frekuensi overall

Page 11: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Gambar 4.4 Grafik pola hamburan difuser (4 cm) dengan jarak pengukuran difuser-mikrofon 140 cm

pada frekuensi overall

Dari gambar grafik terlihat cukup jelas bahwa pola hamburan yang dihasilkan difuser dengan jarak pengukuran 70 cm lebih merata dibandingkan pola hamburan dengan jarak pengukuran 140 cm. Jarak pengukuran adalah jarak antara difuser dengan titik-titik pengukuran. Pada jarak pengukuran 140 cm hanya didapatkan nilai tingkat tekanan bunyi pada frekuensi overall. Untuk nilai tingkat tekanan bunyi yang dipantulkan oleh difuser pada tiap-tiap frekuensi didapatkan nilai minus, yang artinya bahwa bunyi yang ditangkap oleh mikrofon tiap titik ukur cenderung menangkap bunyi dari sumber bunyi (loudspeaker) dibandingkan dengan bunyi yang dipantulkan difuser, sehingga besarnya nilai SPL pada saat pengukuran tanpa difuser (SPLtd) memiliki nilai SPL yang lebih besar daripada nilai SPL yang didapatkan pada saat pengukuran menggunakan difuser (SPLd), hal ini mengakibatkan nilai SPL scattering (SPLsc) tidak dapat diperoleh. Pada pengukuran dengan jarak 140 cm ini memiliki banyak pengaruh selain dari sumber bunyi, salah satunya adalah efek yang ditimbulkan oleh ruang uji. Hal ini dikarenakan ruang uji bukanlah ruang bebas pantulan, material yang digunakan dalam ruang memiliki koefisien absorbsi pada frekuensi 1000 Hz untuk rockwool = 0,01 dan karpet = 0,5 ini artinya ketika semakin jauh jarak pengukuran dari difuser (untuk sudut pengukuran 0, 10, 20, 30, 40, 140, 150, 160, 170, 180) semakin dekat dengan

dinding ruang uji yang dilapisi dengan karpet sehingga menyebabkan bunyi yang ditangkap oleh mikrofon tiap titik ukur merupakan gabungan antara bunyi langsung yang dihasilkan oleh sumber bunyi (loudspeaker) ditambah dengan bunyi pantulan dari dinding. Perbandingan Pola Hamburan Difuser terhadap frekuensi

Gambar 4.5 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 125 Hz

Gambar 4.6 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 250 Hz

Page 12: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Gambar 4.7 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 500 Hz

Gambar 4.8 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 1000 Hz

Gambar 4.9 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 2000 Hz

Gambar 4.10 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 4000 Hz

Gambar 4.11 Grafik Pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 8000 Hz

Pada grafik polar yang ditunjukkan pada Gambar grafik pola hamburan 4.5 – 4.11 adalah difuser dengan lebar 2 cm yang ditinjau dari frekuensinya. Diperoleh bahwa untuk frekuesi 8000Hz memiliki pola hamburan yang cukup merata dibanding dengan frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 4000 Hz. Pada difuser lebar 4 cm pola hamburan yang merata terjadi pada frekuensi 4000 Hz dibandingkan pola hamburan yang terjadi pada frekuensi 125 Hz, 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan 8000 Hz. Untuk pola hamburan pada difuser dengan lebar 6 cm pola hamburan pada frekuensi 2000 Hz lebih merata dibandingkan dengan frekuensi

Page 13: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

lainnya. Hal ini menunjukkan pola hamburan yang dihasilkan sesuai dengan frekuensi desainnya. Pola hamburan yang terjadi untuk frekuensi 125 Hz, 250Hz, dan 500 Hz pada semua difuser, baik difuser yang memiliki lebar 2 cm, lebar 4 cm, maupun lebar 6 cm menghasilkan pola hamburan yang tidak merata. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik dari speaker yang digunakan sebagai sumber bunyi pada penelitian ini. Dari gambar grafik tersebut terlihat bahwa speaker memiliki pola keterarahan yang kurang merata pada frekuensi 125 Hz, 250 Hz, dan 500 Hz. Sehingga pola hamburan difuser pada frekuensi tersebut menghasilkan pola yang tidak merata. Sedangkan pola keterarahan speaker pada frekuensi 1000 Hz – 8000 Hz terlihat cukup merata, sehingga pola hamburan difuser pada rentang frekuensi tersebut masih bisa dikatakan baik. Perbandingan Pola Hamburan terhadap lebar difuser

Gambar 4.12 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi overall

Gambar 4.13 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 4 cm pada frekuensi overall

Gambar 4.14 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 6 cm pada frekuensi overall Berdasarkan lebar difuser ditinjau dari pola hamburan terlihat bahwa difuser dengan lebar 2 cm (Gambar 4.12) dan lebar 4 cm (Gambar 4.13) lebih merata dibandingkan dengan difuser lebar 6 cm (Gambar 4.14). Hal ini menunjukkan bahwa tiap-tiap difuser memiliki karakteristik yang berbeda meskipun dibuat dengan bahan yang sama. Lebar difuser juga berpengaruh terhadap bunyi yang dihamburkan oleh difuser tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, bahwa bunyi yang datang ke suatu permukaan dengan panjang gelombang (λ) bunyi lebih besar dari lebar tonjolan-tonjolan, maka bunyi akan dipantulkan dengan sudut pantul yang tidak beraturan (acak), atau dengan kata lain bahwa bunyi tersebut terhambur.

Page 14: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Perbandingan pola hamburan difuser terhadap frekuensi yang diharapkan.

Gambar 4.15 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 2 cm pada frekuensi 8000 Hz

Gambar 4.16 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 4 cm pada frekuensi 4000 Hz

Gambar 4.17 Grafik pola hamburan difuser dengan

lebar 6 cm pada frekuensi 2000 Hz

Dari gambar grafik 4.15 – 4.17 menunjukkan pola hamburan difuser yang ditinjau dari frekuensi desainnya. Melalui perhitungan didapatkan frekuensi desain

difuser dengan lebar 2 cm baik untuk menghamburkan bunyi pada frekuensi 8500 Hz, difuser dengan lebar 4 cm baik untuk frekuensi 4250 Hz, dan difuser dengan lebar 6 cm baik untuk frekuensi 2833 Hz. Hal ini sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan pada tugas akhir ini, dimana difuser dengan lebar 2 cm memiliki pola hamburan yang merata pada frekuensi 8000 Hz, difuser dengan lebar 4 cm merata pada frekuensi 4250 Hz, dan difuser 6 cm merata pada frekuensi 2000 Hz.

Kesimpulan

Dari hasil pengukuran dan perhitungan pada tugas akhir ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perbandingan pola hamburan difuser terhadap lebar diperoleh hasil paling merata berturut-turut adalah 4 cm, 2 cm dan 6 cm.

2. Difuser yang dibuat dapat menghamburkan bunyi lebih merata pada frekuensi desainnya, yaitu difuser dengan lebar 2 cm pada frekuensi 8000 Hz, difuser dengan lebar 4 cm pada frekuensi 4000 Hz, dan difuser dengan lebar 6 cm pada frekuensi 2000 Hz.

3. Pola hamburan yang dihasilkan pada jarak pengukuran 70 cm lebih merata dibandingkan pola hamburan dengan jarak pengukuran 140 cm.

Daftar Pustaka Committee draft ISO/CD 17497-2, (2002)

“Acoustic- Measurement of sound scattering

properties of surface-Part 2: Measurement of

the directional diffusion coefficient in a free

field”(6).

Cox TJ, Mark R. A, Lejun Xiao, (2006),

Maximum length sequence and Bessel difusers using active technologies,

Page 15: Heru Widakdo, Drs. Gontjang Prajitno, M

Journal of Sound and Vibration, 289 : 807–829.

D’Antonio P, TJ Cox, (2007), seminar diffuser

RPG’2007

D’Antonio P, TJ Cox,(2004), Acoustic

absorbers and difusers : theory, design and application, Spoon Press : London, Bab 2, 4, dan 9.

Farid (2011), “Studi awal pengukuran koefisien

hamburan diffuser MLS(maximum length

sequence) tipe 1101000110”: ITS Surabaya

Hunecke – diffuser, 2010, < http: //www.hunecke.de/diffuser/>. Leslie L, Doelle & Dra. Lea Prasetio, M.Sc,

1972, Akustik Lingkungan, Mc Graw-Hill Book Company: New York.

Tiara, (2011), “Studi awal pengukuran koefisien

hamburan diffuser MLS(maximum length

sequence) tipe 1100101110”: ITS Surabaya (5)