hernita case rev
DESCRIPTION
revTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT IMANUEL
BAB I
Nama Mahasiswa : Hernita Tanda Tangan :
NIM :11-2013-098
Dokter Pembimbing : dr. Budi Sp.B
A. IDENTITAS
Nama : Ny. RW
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : pegawai honorer
Alamat : Tanjung Bintang Pasar Jati Baru
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 28/06/2014
Medrek : 142707
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan di leher sebesar telur ayam.
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 7 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh
timbulnya benjolan di leher sebesar kelereng. Perubahan suara menjadi
serak (-), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan
di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan
berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-). Dokter menyarankan untuk
diangkat benjolan tersebut, tetapi OS menolak.
Benjolan makin lama makin membesar seperti telur ayam
kampung. Perubahan suara menjadi serak (-), nyeri (-), susah menelan (-),
sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-
debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati
(-).
Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya
Tidak ada riwayat radiasi
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Cukup
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pernafasan : 20x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,4 ºC
Kepala : normocephali, simetris, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva (-/-), sklera ikterik (-/-), exophtalmus
(-)
Pupil : Isokor, Refleks cahaya (+/+)
Leher : lihat status lokalis
Thorax : Jantung: BJ I-II murni,reguler, murmur (-), gallop
(-),
Paru: vesikuler (+) / N, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : Datar, BU (+) / N, NT (-)
Genitalia Eksterna : tidak dilakukan
Ekstremitas : tidak ada edema, akral hangat, CRT <2”
Status Lokalis
Regio colli anterior sinistra
I : Tampak benjolan sebesar telur ayam kampung, warna kulit sama
dengan sekitar.
P : Teraba sebuah massa soliter, ukuran ±8cm x 5cm. Konsistensi kenyal,
permukaan rata, batas tegas, nyeri tekan (-), mobile, massa ikut
bergerak saat menelan (+), pembesaran KGB di servikal, jugular,
submandibular atau klavikular (-).
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Hb : 10,3 g/dl (N : L : 12-17 ; P : 11-15 g/dl)
Ht : 32 % (N : 37-54 %)
Eritrosit : 4,07 juta/ul (N : 3,5-5,5 juta/ul)
Trombosit : 316 ribu/ul (N : 150-350 ribu/ul)
Leukosit : 8650 /ul (N : 5000-10000/ul)
Segmen : 55 % (N : 50-70)
Limposit : 30 % (N : 25-40)
Monosit : 8 % (N : 2-8)
Eosin : 7 % (N : 2-4)
MCHC : 32 g/dl (N : 31-36 )
MCH : 25 pg (N : 27-32)
MCV : 79 fl (N : 77-94)
MPV : 11 fl (N : 6-12)
Gambaran Eritrosit Normal
Trombosit Cukup
Hemostasis
PT : 12,4 detik (N : 9,7-13,1)
APTT : 33,5 detik (N : 25,5-42,1)
Imunoserologi
Hepatitis
HBsAg : Non Reaktif (N : Non reaktif)
Kimia darah
Diabetes
Glukosa sewaktu : 137 mg/dl (N : 70-200 )
Fungsi Hati
SGOT : 26 u/l (N : L: <38 ; P:<32)
SGPT : 28 u/l (N : L:9-36 ; P: 9-43)
Ginjal – Hipertensi
Urea : 20 mg/dl (N : 10-50)
BUN : 9 mg/dl (N : 6-20)
Creatinin : 0,63 mg/dl (N : L:<1,3 ; P:1,1)
Elektrolit
Sodium / Na : 144 Meq/L (N:137-150)
Potassium / K : 3,8 Meq/L (N:3,6-5,2)
Calcium : 9,72 mg/dl (N: 8,6-10,2)
Endokrinologi
FT4 : 1,01 ng/dl (N : 0,7-1,55)
TSHs : 0,48 uIU/ml (N : 0,27-4,7)
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan Rontgen Thorax: cor tidak tampak membesar, sinus dan
diafragma normal, pulmo tidak tampak gambaran
infiltrate/nodul/konsolidasi. Kesan : cor dan pulmo tampak dalam
batas normal
Pemeriksaan USG
Trakea terdesak ke kanan
Kedua tiroid berada pada posisi suprasternal
Thyroid kanan : bentuk dan besar normal dengan ukuran ± 57 x 20 x
15 mm, dengan echostruktur normal dan tak tampak
kelainan di dalamnya.
V.jugulare tampak collaps total saat dilakukan
pemeriksaan dengan melakukan kompresi
Thyroid kiri : tampak membesar berukuran ±55 x 48 x 28 mm dengan
letak mendesak trakea ke kanan
Lesi berupa nodul-2 hypoechoic
V.jugulare tampak collaps total saat dilakukan
pemeriksaan dengan melakukan kompresi kuat
Kesan : tiroid kanan tampak baik dan struktur normal.
Suspek Struma Nodosa kiri
Pemeriksaan PA
Sediaan menunjukkan jaringan tiroid dengan folikel tiroid berukuran
besar dilapisi epitel selapis pipih berisi massa koloid. Disekitarnya
terdapat beberapa folikel tiroid berukuran kecil.
Tidak didapat tanda ganas.
Kesimpulan : Thyroid : Struma koloides makro et mikro folikularis
E. DIAGNOSIS KERJA
Struma Nodosa Non Toksik
F. PENATALAKSANAAN
Subtotal isthmolobektomi
Pro rawat
a. Puasa
b. Cek lab PA
c. Inj. Broadced 2 x 1 gr
d. Inj. Ronex 3 x 1
e. Inj. Pranza 1 x 1
G. PROGNOSIS
Ad vitam: Dubia ad bonam
Ad functionam: Dubia ad bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam
H. LAPORAN OPERASI
Tanggal: 28/06/2014
Nama operasi: subtotal isthmolobectomy
Diagnosa sebelum operasi: struma nodosa lobus sinistra susp struma
adenomatosa.
Diagnosa setelah operasi: struma nodosa lobus sinistra susp struma
adenomatosa.
Ahli bedah: dr. Budi, SpB
Anestesi: GA
Yang dibuat pada operasi:
a. Pasien terlentang di meja operasi dalam narkose umum dengan posisi
ekstensi
b. A & antisepsis daerah operasi
c. Insisi semicolar 2 jari diatas incisura jugularis
d. Dibuat flaps subplatysum cranial dan caudal
e. Dilakukan insisi median sampai dengan kapsul tiroid
f. Dilakukan subtotal isthmolobectomy sinistra sesuai prosedur
g. Luka op dicuci
h. Luka op di jahit
i. Operasi selesai
I. INSTRUKSI POST OPERASI
Monitor TTV
Monitor luka operasi
J. FOLLOW UP
29-06-2014
S:
Os mengeluh nyeri sedikit pada luka operasi.
O:
Kesadaran: CM
KU: tampak sakit sedang
TD : 100/70mmHg
Nadi 80x/menit
T 36,4oC
RR 20x/menit
Status lokalis : luka operasi pada leher yang tertutup oleh kasa
A:
post op struma nodosa lobus sinistra hari ke 2
P:
Inj. Broadced 2 x 1 gr
Inj. Ronex 3 x 1
Inj. Pranza 1 x 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di
luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga
tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia
muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan
yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan
struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak
mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin
tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang
sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di
leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
gangguan.
A. DEFINISI
Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel-
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu
atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
B. ANATOMI
Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus
yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai
linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea
ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus
oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar
ini ke larynx dan trachea.1
9
Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus,
biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang
ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas
dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut
sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus
piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae
thyroidea.1
Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran
tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan
ketebalannya 2-6 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm.
Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm.1
Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam
ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar
tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari duapertiga bahkan
sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus
terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak
di dorsal sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke
dalam ruang antara fascia media dan prevertebralis.1
Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales
profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.
Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true
capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang
mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan
vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut.
Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut.
Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid.
Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et
sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang
truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh
n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang
penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima
cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral,
dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior
yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral.
10
Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan
kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior,
kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat
sementara namun dapat pula permanen.
C. FISIOLOGI
Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic
yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan
kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam
jaringan tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan
sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi,
hormone tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding
globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine,
TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone, TSH) memegang
peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus
anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting
dalam pengeluaran hormone tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya
sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur
metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.2
D. ETIOLOGI
Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui,
namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena
itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan
yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat
menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar
tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis.3
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :3
1. Defisiensi iodium
11
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak,
kacang kedelai).
b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan
nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan
dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni
makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid
sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH.
Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis.
E. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid..
Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh
Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi
pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3).
Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid
Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin
(T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme
tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik
negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.
12
F. GAMBARAN KLINIS
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan.
pasien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di
leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi.
Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak
tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.4
Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :
1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras
3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang.
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo- atau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke
depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan
pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai
akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk
menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit
fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih
13
mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari
posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi
tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan.
Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole
bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut
bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan
susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar,
keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah
operasi.
Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita),
maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid,
lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di
permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang
muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.
Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan:
1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoidea
7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak.
Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang
selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri
dan kanan. Kedua m. sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis
tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid,
krikoid, dan trakea.
Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau
berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita
leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari
belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring
digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan
14
krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah.
Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke
dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya
struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu
yang berasal dari kelenjar tiroid.
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul
tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik:
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan
sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun
nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis,
miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase
ke jaringan sekitar.
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi
nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang
tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif.
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional
atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea
karena desakan pembesaran nodul (Berry’s sign)
Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum:
1. Sangat mencurigakan
a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare
b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin
c. nodul padat atau keras
d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar
e. paralisis pita suara
15
f. metastasis jauh
2. Kecurigaan sedang
a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun
b. pria
c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala
d. nodul >4cm atau sebagian kistik
e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk.
3. Nodul jinak
a. riwayat keluarga: nodul jinak
b. struma difusa atau multinodosa
c. besarnya tetap
d. FNAB: jinak
e. kista simpleks
f. nodul hangat atau panas
g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin.
Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid,
hipotiroid atau hipertiroid
Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak
Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi +2 Bruit diatas
systole
+2 -2
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3 < 11 à eutiroid
11-18 à normal
> 19 à hipertiroid
BB ↓ +3
Fibrilasi atrium +3
16
Jumlah
Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid
terbagi atas:
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-
assay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau
plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit
tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3
sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara
1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui
hipotiroidisme primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang
meningkat sampai 3 kali normal.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita
dengan penyakit tiroid autoimun.
a. antibodi tiroglobulin
b. antibodi mikrosomal
c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA)
Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya
deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis
pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher posisi AP dan Lateral diperlukan untuk
evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak
jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher.
USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk:
1. Dapat menentukan jumlah nodul
2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik,
3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid
4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid.
17
5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan,
pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid.
6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi
terarah
7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan.
Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan
metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa
menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi
kelenjar tiroid dapat juga dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel
tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses
trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut
dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan
sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan
dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme.
Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar
hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu
dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas
yang lebih tinggi.
Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration
biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan
terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja.
Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi
diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan
atau bukan. Lesi tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan
patologi anatomis untuk memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis
kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block.
H. PENATALAKSANAAN
Pilihan terapi nodul tiroid:
1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin
2. Pembedahan
3. Iodium radioaktif
4. Suntikan etanol
18
5. US Guided Laser Therapy
6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas.
Indikasi operasi pada struma adalah:
a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
c. struma dengan gangguan tekanan
d. kosmetik.
Kontraindikassi operasi pada struma:
a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum
terkontrol
c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang
biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe
anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat
sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena
metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan
sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan
sering hasilnya tidak radikal.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul
tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut
operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan
tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin.
Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau
khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
19
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak.
Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi
AMES.
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. Karsinoma folikulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma medulare.
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma anaplastik.
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking
dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB
( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, “foliculare Pattern” dan “Hurthle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
2. Hasil FNAB benigna.
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan
kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan
observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah
besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku seperti diatas.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perubahan kearah keganasan (Ca tiroid)
20
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita ini berusia 34 tahun. Perjalanan
penyakit yang relatif lama (7 tahun), pertumbuhan nodul dari mulai sebesar kelereng lalu
menjadi sebesar telur ayam, tidak disertai nyeri, tidak disertai demam atau riwayat trauma
dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab penyakit adalah infeksi atau trauma. Tidak
adanya riwayat keluarga atau masyarakat di lingkungan sekitar yang mengidap penyakit yang
sama dapat membantu menyingkirkan diagnosis bahwa kasus ini adalah penyakit endemik.
Kemungkinan bahwa kasus ini adalah hipertiroidisme juga dapat disingkirkan karena tidak
ditemukannya gejala tremor, tangan berkeringat atau jantung berdebar-debar. Pada
anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa penderita tidak mengalami sesak nafas, tidak disertai
gangguan bicara (suara menjadi serak) dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebuah nodul soliter, berukuran sebesar telur
ayam, dengan konsistensi kenyal, permukaan rata, terfiksir, ikut dalam gerakan menelan,
tanpa disertai nyeri. Disimpulkan bahwa penyakit yang diderita pasien ini adalah suatu
pembesaran kelenjar.
Tidak didapatkannya nodul lain baik di servikal, jugular, submandibular, ataupun
klavikulair, juga pada tulang tengkorak atau ekstremitas menuntun diagnosis bahwa
neoplasma tersebut mungkin bersifat jinak atau dapat juga ganas namun belum terdapat
metastasis jauh.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan radiologis berupa foto rontgen thoraks, USG thyroid. Dari pemeriksaan
laboratorium hasil yang didapat menunjukkan angka yang normal. Dari pemeriksaan
radiologis, foto thoraks tidak menunjukkan adanya struma intrathorakal, tidak ada metastase
tumor ke rongga thorax, dan didapatkan gambaran jantung, paru dan tulang yang normal.
USG thyroid didapatkan tampak tiroid lobus kiri membesar, tampak nodul berukuran ±55 x
48 x 28 mm, hypoechoic, dan tak tampak kista maupun kalsifikasi. Gambaran tersebut
memberi kesan struma nodosa kiri
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan disimpulkan diagnosis kerja bahwa pasien ini menderita struma nodosa non toksik
( SNNT ). Penatalaksanaan yang tepat untuk pasien ini adalah isthmolobektomi.
21
Daftar Pustaka
1. Snell LS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:EGC,
2006.
2. Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta : 2005;
EGC
3. Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2. Jakarta :2003;
EGC.
4. Reksoprodjo S. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : Bina Rupa Aksara
22