hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
TRANSCRIPT
HERMENEUTIKA DAN PENGEMBANGAN
ULUMUL QUR’ANMakalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Ahkam
Dosen Pengampu :
Dr. Marwini
Disusun Oleh :
IFFA NAZULA TABAHATI
KUI-A / 08390074
PROGRAM STUDI KEUANGAN ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2010
BAB I
DEFINISI, RUANG LINGKUP DAN SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN
HERMENEUTIKA
A. Definisi dan Ruang Lingkup Hermeneutika
Secara etimologis, kata hermeneutika diambil dari bahasa Yunani, yakni
hermeneuein, yang berarti “menjelaskan” (erklaren, to explain). Kata tersebut
kemudian diserap ke dalam bahasa Jerman Hermeneutik dan bahasa Inggris
hermeneutics. Untuk lebih jelasnya, keberagaman dan kebertingkatan definisi
hermeneutika dapat dilihat dalam pemaparan Ben Vedder dalam bukunya Was ist
hermeneutik?. Dalam buku ini dia membedakan empat terma yang saling terkait
satu dengan yang lainnya. Empat terma yang dimaksud adalah :
1. Hermeneuse: penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya seni atau
perilaku seseorang.
2. Hermeneutik : jika seseorang kemudian berbicara tentang
regulasi/aturan, metode atau strategi/langkah penafsiran, maka berarti
bahwa dia sedang berbicara tentang hermeneutik.
3. Philosophische Hermeneutik : kondisi-kondisi kemungkinan yang
dengannya seseorang dapat memahami dan menafsirkan sebuah teks,
simbol atau perilaku.
4. Hermeneutische Philosophie : bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat
yang mencoba menjawab problem kehidupan manusia dengan cara
menafsirkan apa yang diterima oleh manusia dari sejarah dan tradisi.
B. Sejarah Singkat Perkembangan Hermeneutika
Agar lebih mengutarakan sejarah perkembangan hermeneutika, penulis
membaginya dalam tiga bagian :
1. Hermeneutika Teks Mitos
Hermeneutika sebagai salah satu cabang ilmu tidaklah muncul secara
serta merta, melainkan secara bertahap. Sebagai embrio, hermeneutika
telah disinggung dalam Filsafat Antik di Yunani Kuno. Obyek
2
penafsiran pada saat itu teks-teks kanonik (telah dibukukan), baik yang
berupa kitab suci, hukum, puisi maupun mitos.
2. Hermeneutika Teks Kitab Suci
Penafsiran allegoris kemudian dikembangkan terutama oleh para
filosof Stoa dan dipraktekkan oleh para teolog masa Patristik. Proses
pemahaman allegoris bertujuan untuk memperoleh makna yang
mendalam dari teks tertentu dan tentunya dalam hal ini kesewenang-
wenangan dan subyektivitas yang berlebihan dari sang penafsir
seharusnya dapat dihindari.
3. Hermeneutika Umum
Yang menandai perbedaan antara hermeneutika klasik dan
hermeneutika modern adalah bahwa pada masa lalu hermeneutika
difokuskan untuk menafsirkan teks-teks suci, seperti Perjanjian Lama,
atau yang diyakini suci, seperti mitos dan epos, sementara pada masa
modern hermeneutika tidak hanya terkait dengan teks-teks kanonik
saja, melainkan juga terkait dengan segala hal yang bisa ditafsirkan.
BAB II
RAGAM DAN ALIRAN HERMENEUTIKA (UMUM) MODERN
Dari segi pemaknaan terhadap obyek penafsiran aliran hermeneutika dapat dibagi
ke dalam tiga aliran utama, yaitu :
1. Aliran Obyektivitas
Aliran yang lebih menekankan pada pencarian makna asal dari obyek
penafsiran (teks tertilis, teks diucapkan prilaku, symbol-simbolkehidupan dll).
Jadi, penafsiran adalah upaya merekonstruksi apa yang dimaksud oleh
pencipta teks. Diantara yang bisa digolongkan dalam aliran ini adalah
pemikiran Schleiermacher dan Dilthey.
2. Aliran Subyektivitas
Aliran yang lebih menekankan pada peran pembaca/penafsir dalam
pemaknaan terhadap teks. Pemikiran-pemikiran yang tergolong dalam aliran
ini beragam. Ada yang subyektivis, yakni ‘dekonstruksi’ dan reader-response
3
criticism; ada juga agak subyektivis, yakni pos-strukturalisme; dan ada juga
yang kurang subyektivis, yakni strukturalisme.
3. Aliran yang berada ditengah-tengah
Aliran yang berada diantara kedua aliaran di atas yang bisa dimasukkan
dalam kategori ini adalah pemikiran Gadamer Gracia. Aliran ini memberikan
keseimbangan antara pencarian makna asal teks dan peran pembaca dalam
penafsiran.
BAB III
RELEVANSI HERMENEUTIKA DALAM PENGEMBANGAN ILMU
TAFSIR/ULUMUL QUR’AN
A. Integrasi Ilmu dalam Tradisi dan Khazanah Islam
Upaya mensintesiskan kajian Islam dgan disiplin ilmu “secular” bukanlah hal
yang baru di Dunia Islam. Tentunya sintesis anatara dua atau lebih disiplin ilmu
tersebut dilakukan dari masa ke masa dengan memperhatikan perkembangan ilmu
yang ada. Hasil dari sebuah sintesis ilmiah tentunya beragam dalam hal bentuk,
kualitas maupun kuantitas. Keberagaman ini sangat mungkin disebabkan oleh
banyak faktor, seperti struktur keilmuan masing-masing dan kualitas pemahaman
orang yang melakukan perpaduan tersebut.
B. Argumentasi Visibilitas Hermeneutika untuk diintegrasikan ke dalam Ilmu Tafsir
Penulis berasumsi bahwa ide-ide hermeneutic dapat diaplikasikan dalam Ilmu
Tafsir, bahkan dapat memperkuat metode penafsiran Al-Qur’an. Asumsi ini
didasarkan atas beberapa argumentasi sebagai berikut :
1. Pertama, secara terminologi, hermeneutika (dalam arti ilmu tentang
“seni Menafsirkan”) dan ilmu tafsir pada dasarnya tidaklah berbeda.
Keduanya mengajarkan kepada kita bagaimana kita memahami dan
menafsirkan teks secara cermat dan benar.
4
2. Yang membedakan antara keduanya, selain sejarah kemunculan,
adalah ruang lingkup dan obyek pembahasannya: hermeneutika,
sebagaiman yang diungkapkan di atas, mencakup seluruh obyek
penelitian dalam ilmu sosial dan humaniora (termasuk di dalamnya
bahasa dan teks), sementara ilmu tafsir hanya berkaitan dengan teks.
Teks sebagai obyek inilah yang mempersatukan antara
hermeneutika dan ilmu tafsir
3. Obyek utama Ilmu Tafsir adalah Al-Qur’an, sementara obyek utama
hermeneutika pada awalnya adalah teks bible, di mana proses
pewahyuan kedua kitab suci ini berbeda.dalam hal ini banyak yang
mempertanyakan dan meragukan ketepatan hermeneutic dalam
penafsiran Al-Qur’an dan begitu pula sebaliknya. Keraguan ini bisa
diatasi dengan argumnetasi bahwa mskipun Al-Quran diyakini oleh
sebagian besar umat Islam sebagai wahyu Allah secara verbatim,
sementara bibel diyakini umat Kristiani sebagai wahyu Tuhan dalam
bentuk inspirasi, namun bahasa yang digunakan untuk
mengkomunikasikan pesan ilahi kepada manusia adalah bahasa
manusia yang bisa diteliti baik melalui hermeneutika maupun Ilmu
Tafsir.
C. Kemiripan Aliran Hermeneutika Umum dan Tipologi Pemikiran Tafsir
kontemporer
Menurut penulis, terdapat kemiripan aliran dan kecenderungan penafsiran
yang dapat diagi dalam tiga macam aliran :
1. Pandangan quasi-obyektivis tradisionalis
Suatu pandangan bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an harus dipahami,
ditafsirkan dan diaplikasikan pada situasi, dimana Al-Qur’an
diturunkan kepada Nabi Muhammad dan disampaikan kepada
generasi Muslim awal
2. Pandangan quasi-obyektivis modernis
5
Memiliki kesamaan dengan quasi-obyektivis tradisionalis dalam hal
bahwa mufassir di masa kini tetap berkewajiban untuk menggali
makna asal dengan menggunakan di samping perangkat metodis ilmu
tafsir, juga perangkat-perangkar metodis lain.
3. Pandangan Subyektivis
Berbeda dengan pandangan-pandangan diatas, aliran subyektivis
menegaskan bahwa setiap penafsiran sepenuhnya merupakan
subyektivitas penafsir, dan karena itu kebenaran interpretatif bersifat
relatif.
D. Signikansi Hermeneutika bagi Pengembangan Ilmu Tafsir/Ta’wil
Penjabaran tiga teori besar berikut yang dapat memperkuat konsep-konsep
metodis dalm Ilmu Tafsir :
1. Signifikansi Hermeneutika Gracia dalam Studi dan Penafsiran Al-Qur’an
Aspek signifikansi integrasi hermeneutika Gracia dalam ulumul Qur’an :
a. membangun ulumul Qur’an/Ilmu Tafsir yang Sophisticated dan
filosofis
b. memperkuat etika dalam penafsiran
2. Elaborasi Kesesuaian Hermeneutika Gadamer dengan Aspek-aspek Ulumul
Qur’an
a. teori kesadaran sejarah dan teori prapemahan dan kehati-hatian dalam
menafsirkan teks al-Qur’an
b. teori fusion of horizons dan dirasat ma hawla al-Nashsh
c. teori aplikasi (Anwendung) dan interpretasi Ma’na-cum-maghza
3. Kesesuaian dan Aplikasi Teori-teori Strukturalisme dan Semiotika
Metode strukturalis dan semiotik ini diaplikasikan secara baik oleh Netton
sesuai dengan teori-teori besar yang ada dalam bidang ilmu tersebut, seperti
intertekstualitas, perbandingan struktur, dan pencarian makna simbol yang
telah mendalam. Pemahaman baru yang ditawarkan Netton di sini adalah
konsep archetype, theologeme dan fungsi-fungsinya dalam narasi di Surat al-
Kahfi.
6
Memiliki kesamaan dengan quasi-obyektivis tradisionalis dalam hal
bahwa mufassir di masa kini tetap berkewajiban untuk menggali
makna asal dengan menggunakan di samping perangkat metodis ilmu
tafsir, juga perangkat-perangkar metodis lain.
3. Pandangan Subyektivis
Berbeda dengan pandangan-pandangan diatas, aliran subyektivis
menegaskan bahwa setiap penafsiran sepenuhnya merupakan
subyektivitas penafsir, dan karena itu kebenaran interpretatif bersifat
relatif.
D. Signikansi Hermeneutika bagi Pengembangan Ilmu Tafsir/Ta’wil
Penjabaran tiga teori besar berikut yang dapat memperkuat konsep-konsep
metodis dalm Ilmu Tafsir :
1. Signifikansi Hermeneutika Gracia dalam Studi dan Penafsiran Al-Qur’an
Aspek signifikansi integrasi hermeneutika Gracia dalam ulumul Qur’an :
a. membangun ulumul Qur’an/Ilmu Tafsir yang Sophisticated dan
filosofis
b. memperkuat etika dalam penafsiran
2. Elaborasi Kesesuaian Hermeneutika Gadamer dengan Aspek-aspek Ulumul
Qur’an
a. teori kesadaran sejarah dan teori prapemahan dan kehati-hatian dalam
menafsirkan teks al-Qur’an
b. teori fusion of horizons dan dirasat ma hawla al-Nashsh
c. teori aplikasi (Anwendung) dan interpretasi Ma’na-cum-maghza
3. Kesesuaian dan Aplikasi Teori-teori Strukturalisme dan Semiotika
Metode strukturalis dan semiotik ini diaplikasikan secara baik oleh Netton
sesuai dengan teori-teori besar yang ada dalam bidang ilmu tersebut, seperti
intertekstualitas, perbandingan struktur, dan pencarian makna simbol yang
telah mendalam. Pemahaman baru yang ditawarkan Netton di sini adalah
konsep archetype, theologeme dan fungsi-fungsinya dalam narasi di Surat al-
Kahfi.
6