hecting perineum

7
HECTING PERINEUM I. ANATOMI DAN PERSARAFAN PERINEUM Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak antara vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis. Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis perinei dan terdiri dari otot- otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis dibenuk oleh otot- otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari otot penting, yaitu : m.puborektalis, m.pubokoksigis dan m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis, diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.(1) Perineum berbatas sebagai berikut : 1. Ligamentum arkuata dibagian depan tengah 2. Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan 3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang 4. Tulang koksigis dibagian belakang tengah Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu :1 1. Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat m.sfingter ani eksterna yang melingkari anus. 2. Regio urogenitalis. Disini terdapat m.bulbokavernosus, m.transversus perinealis superfisialis dan m.iskiokavernosus. Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan sebagai tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas. Persarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang (spinal cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus. Syarat ini meninggalkan pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui lateral ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki pelvis melalui foramen sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang dinding sampai fossa iliorektal dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock. Begitu memasuki kanalis Alcock, n.pudendus terbagi menjadi 3 bagian/cabang utama, yaitu n.hemorrhoidalis inferior di regio anal, n.perinealis yang juga membagi diri menjadi n.labialis posterior dan n.perinealis profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah n.dorsalis klitoris.(1) Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan saraf yaitu berasal dari arteri pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi a.hemorrhoidalis inferior, a.perinealis dan a.dorsalis klitoris.(1) II. RUPTUR PERINEUM A. DEFINISI Ruptur adalah robekan atau koyaknya jaringan secara paksa (Dorland, 1994). Perineum adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 1999). Klasifikasi ruptur perineum ada 2, yaitu : 1. Ruptur perineum spontan Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak teratur.(2) Robekan perineum ada 2, yaitu :2

Upload: lia-azzakiyyah

Post on 11-Dec-2014

152 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

koass obsgyn draft

TRANSCRIPT

Page 1: Hecting Perineum

HECTING PERINEUM

I. ANATOMI DAN PERSARAFAN PERINEUM

Perineum merupakan bagian permukaan

dari pintu bawah panggul, terletak antara vulva dan

anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia

urogenitalis serta diafragma pelvis. Diafragma

urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas

fascia superfisialis perinei dan terdiri dari otot-otot

transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis

dibenuk oleh otot- otot koksigis dan levator ani yang

terdiri dari otot penting, yaitu : m.puborektalis,

m.pubokoksigis dan m.iliokoksigis. Susunan otot

tersebut merupakan penyangga dari struktur pelvis,

diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.(1)

Perineum berbatas sebagai berikut :

1.      Ligamentum arkuata dibagian depan tengah

2.      Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral

depan

3.      Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral

belakang

4.      Tulang koksigis dibagian belakang tengah

Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu :1

1.      Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat

m.sfingter ani eksterna yang melingkari anus.

2.      Regio urogenitalis. Disini terdapat

m.bulbokavernosus, m.transversus perinealis

superfisialis dan m.iskiokavernosus.

Perineal body merupakan struktur perineum

yang terdiri dari tendon dan sebagai tempat

bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas.

Persarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4

dari sumsum tulang belakang (spinal cord) yang

bergabung membentuk nervus pudendus.

Syarat ini meninggalkan pelvis melalui

foramen sciatic mayor dan melalui lateral

ligamentum sakrospinosum, kembali memasuki

pelvis melalui foramen sciatic minor dan kemudian

lewat sepanjang dinding sampai fossa iliorektal

dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock.

Begitu memasuki kanalis Alcock, n.pudendus terbagi

menjadi 3 bagian/cabang utama, yaitu

n.hemorrhoidalis inferior di regio anal, n.perinealis

yang juga membagi diri menjadi n.labialis posterior

dan n.perinealis profunda ke bagian anterior dari

dasar pelvis dan diafragma urogenital; dan cabang

ketiga adalah n.dorsalis klitoris.(1)

Perdarahan ke perineum sama dengan

perjalanan saraf yaitu berasal dari arteri pudenda

interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi

menjadi a.hemorrhoidalis inferior, a.perinealis dan

a.dorsalis klitoris.(1)

II. RUPTUR PERINEUM

A.    DEFINISI

Ruptur adalah robekan atau koyaknya

jaringan secara paksa (Dorland, 1994). Perineum

adalah bagian yang terletak antara vulva dan anus

panjangnya rata-rata 4 cm (Wiknjosastro, 1999).

Klasifikasi ruptur perineum ada 2, yaitu :

1.      Ruptur perineum spontan Yaitu luka pada perineum

yang terjadi karena sebab-sebab tertentu tanpa

dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka

ini terjadi pada saat persalinan dan biasanya tidak

teratur.(2)

Robekan perineum ada 2, yaitu :2

a)      Anterior : labia, vagina anterior, uretra atau klitoris

b)       Posterior : dinding posterior vagina, otot perineum,

spincter ani, mukosa rektum.

2.      Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi) Yaitu

luka perineum yang terjadi karena dilakukan

pengguntingan atau perobekan pada perineum.(2)

Episiotomi ialah suatu tindakan insisi pada perineum

yang menyebabkan terpotongnya selaput lendir

vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum

rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit

sebelah depan perineum.3

A.     RUPTUR PERINEUM SPONTAN

Robekan perineum terjadi pada hampir

semua persalinan pertama dan tidak jarang juga

pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat

dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan

sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin

dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan

lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama,

karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan

dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot_otot

dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan

terlalu lama.(4)

Page 2: Hecting Perineum

Robekan perineum umumnya terjadi di garis

tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin

lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil

daripada biasa sehingga kepala  janin terpaksa lahir

lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin

melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang

lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-

bregmatika, atau anak dilahirkan dengan

pembedahan vaginal.(4)

Faktor-faktor yang menyebabkan ruptur

perineum (Harry Oxorn) :5

Faktor maternal, mencakup :

1.      Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan

tidak ditolong (sebab paling sering)

2.      Pasien tidak mampu berhenti mengejan.

3.       Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan

dorongan fundus yang berlebihan.

4.       Edema dan kerapuhan pada perineum.

5.      Varikositas Vulva yang melemahkan jaringan-

jaringan perineum.

6.      Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul

yang sempit pulasehingga menekan kepala bayi ke

arah posterior.

7.      Perluasan episitomi.

Faktor janin mencakup :

1.      Bayi yang besar

2.      Posisi kepala yang abnormal, ex : presentasi muka

3.      Kelahiran bokong

4.      Ekstraksi forceps yang sukar

5.      Dystocia bahu

6.      Anomali kongenital, seperti hidrocephalus

Tingkat robekan perineum dapat dibagi atas 4

tingkatan (2) :

1.      Tingkat I : robekan hanya terjadi pada selaput lendir

vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum

sedikit.

2.      Tingkat II : Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu

selain mengenai selaput lendir vagina juga mengenai

muskulus perinei transversalis, tapi tidak mengenai

sfingter ani

3.      Tingkat III : Robekan yang terjadi mengenai seluruh

perineum sampai mengenai otot-otot sfingter ani.

4.      Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai

otot sfingter ani dan mukosa rectum

B.     RUPTUR PERINEUM DISENGAJA ( EPISIOTOMI)

Penyembuhan luka perineum akan lebih

sempurna bila pinggirnya lurus dan otot- otot mudah

dijahit. Pada persalinan spontan sering terjadi

robekan perineum yang merupakan luka dengan

pinggir yang tidak teratur. Hal ini akan menghambat

penyembuhan penyembuhan per primam sesudah

luka dijahit. Oleh karena itu, dan juga untuk

melancarkan jalannya persalinan, dapat dilakukan

insisi pada perineum pada saat kepala janin tampak

dari luar dan mulai meregangkan perineum.4

Dengan cara episiotomi, maka robekan

perineum, regangan otot-otot dan fasia pada dasar

panggul, prolapsus uteri, stress incontinence, serta

perdarahan dalam tengkorak janin dapat

dihindarkan. Luka episiotomi lebih mudah dijahit

daripada robekan.4

a.       Jenis Episiotomi:

Sayatan episiotomi umumnya menggunakan

gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan dilakukan

dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka

dikenal 4 jenis episiotomi yaitu:

1)      Episiotomi medialis

Sayatan dimulai pada garis tengah

komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak

sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan

dari episiotomi medialis ini adalah : perdarahan yang

timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena

merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung

pembuluh darah. sayatan bersifat simetris dan

anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah

dan penyembuhan lebih memuaskan. Kerugiannya

adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III

Page 3: Hecting Perineum

inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet

(laserasi dinding rektum).

2)      Episiotomi mediolateralis

Sayatan disini dimulai dari bagian belakang

introitus vagina menuju ke arah belakang dan

samping.  Arah sayatan dapat dilakukan ke arah

kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan

orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira2 4

cm.

Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi

otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei

tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena

melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya.

Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan

luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian

rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya

harus simetris. 

3)      Episiotomi lateralis

Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai

dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.

Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh

karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan

dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh

darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan

perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi

dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu

penderita.

4)      Insisi Schuchardt

Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi

mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung ke

arah bawah lateral, melingkari rektum, serta

sayatannya lebih lebar.

C.     Indikasi episiotomy.

Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu

maupun faktor janin. Indikasi ibu antara lain adalah:

1)      Primigravida umumnya

2)      Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada

persalinan yang lalu

3)      Apabila terjadi peregangan perineum yang

berlebihan misalnya pada persalinan sungsang,

persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak

besar

4)      Arkus pubis yang sempit

Indikasi janin antara lain adalah:

1)      Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya

untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan

pada kepala janin.

2)      Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak

defleksi, janin besar.

3)      Pada keadaan dimana ada indikasi untuk

mempersingkat kala II seperti pada gawat janin, tali

pusat menumbung.

D.    Kontra indikasi.

Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah :

a.       Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

b.       Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan

yang banyak seperti penyakit kelainan darah

maupun terdapadatnya varises yang luas pada vulva

dan vagina. 

E.     TEKNIK PENJAHITAN

a.       Teknik Episiotomi Medialis

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung

terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-

otot sfingter ani.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara

anestesi iniltrasi antara lain dengan larutan procaine

1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan

xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi,

dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting

yang tajam dimulai dari bagian terbawah introitus

vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong

pinggir atas sfingter ani, hingga kepala dapat

dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral

(episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis

mula-mula otot perineum kiri dan kanan dirapatkan

beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan

beberapa jahitan. Lalu selaput lendir vagina dijahit

pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit

perineum dijahit dengan empat atau lima jahitan.

Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus

(interrupted suture) atau secara jelujur (continous

suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot,

fasia dan selaput lendir adalah catgut khromik,

sedangkan untuk kulit perineum dipakai benang

sutera.

Page 4: Hecting Perineum

 

Keterangan :1)      Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan

2)       Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan

3)      Selaput lendir vagina dijahit

4)      Kulit perineum dijahit dengan benang sutera

b.      Teknik Episiotomi Mediolateralis

Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian

belakang introitus vagina menuju ke arah belakang

dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah

kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan

orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4

cm.

Teknik menjahit luka pada episiotomi

mediolateralis hampir sama dengan teknik menjahit

episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemkian

rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya

harus simetris. 

 

1)      Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-

putus

2)      Benang jahitan pada otot-otot ditarik

3)       Selaput lendir vagina dijahit

4)      Jahitan otot-otot diikatkan

5)       Fasia dijahit

6)      Penutupan fasia selesai

7)      Kulit dijahit

c.       Teknik Episiotomi Lateralis3

Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah

lateral mulai dari kira-kira pada jam 3

atau jam 9 menurut arah jarum jam.

Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi

oleh karena banyak memimbulkan komplikasi. Luka

insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat

pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat

menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu

parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri

yang mengganggu penderita. 

III. TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM

 III.1. PERALATAN MENJAHIT PERINEUM

a.       Gorden dan sarung tangan steril

b.      Solusi irigasi

c.       Needle holder

d.      Metzenbaum gunting

e.       Jahitan gunting

f.       Gunting tang dengan gigi

g.      Klem Allis

h.      Gelpi atau deaver retractor ( untuk digunakan

dalam memvisualisasikan derajat ketiga

i.        atau keempat robekan perineum, atau dalam

robekan vagina)

j.        10 ml suntik dengan 22 gauge

k.      1% lidokain ( xylocaine )

l.        3-0 jahitan polyglactin 910 ( vicryl ) jahitan di CT-1

jarum ( untuk jahitan mukosa

m.    vagina )

n.      3-0 jahitan pada polyglactin 910 CT-1 jarum ( untuk

jahitan otot perineum )

o.      4-0 polyglactin SH 910 pada jarum jahit ( untuk

jahitan kulit )

p.      2-0 polydioxanone sulfat (PDS) jahitan di CT-1 jarum

( untuk jahitan eksternal

q.      sfingter anal )

III.2. TEKNIK MENJAHIT ROBEKAN PERINEUM

1. Tingkat I :

Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat

dilakukan hanya dengan memakai catgut yang

dijahitkan secara jelujur (continous suture) atau

dengan cara angka delapan (figure of eight).

2. Tingkat II :

Pada robekan perineum tingkat II, setelah

diberi anestesi lokal otot-otot diafragma urogenitalis

dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan

kemudian luka pada vagina dan kulit perineum

ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-jaringan

dibawahnya.

Page 5: Hecting Perineum

Jahitan mukosa vagina : jahit mukosa vagina

secara jelujur dengan catgut kromik 2-0. Dimulai dari

sekitar 1 cm di atas puncak luka di dalam vagina

sampai pada batas vagina.

Jahitan otot perineum : lanjutkan jahitan

pada daerah otot perineum sampai ujung luka pada

perineum secara jelujur dengan catgut kromik 2-0.

Lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya.

Penting sekali untuk menjahit otot ke otot agar tidak

ada rongga diantaranya.

Jahitan kulit : carilah lapisan subkutikuler

persis di bawah lapisan kulit. Lanjutkan dengan

jahitan subkutikuler kembali ke arah batas vagina,

akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam

vagina.

3. Tingkat III :

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan

perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai

pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka

pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan

terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan

kanan masing-masing diklem terlebih dahulu,

kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata,

baru dilakukan penjahitan luka robekan.

Jahitan sfingter ani : jepit otot sfingter

dengan klem Allis atau pinset. Tautkan ujung otot

sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang kromik 2-0

angka 8 secara interuptus. Larutan antiseptik pada

daerah robekan. Reparasi mukosa vagina, otot

perineum dan kulit.

4. Tingkat IV :

Mula-mula dinding depan rektum yang

robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia

septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik,

sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter

ani yang terpisah oleh karena robekan diklem

dengan Pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3

jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti

menjahit robekan perineum tingkat II.3,4

III.3. PERAWATAN PASCA TINDAKAN

a.       Apabila terjadi robekan tingkat IV (robekan sampai

mukosa rektum), berikan antibiotic profilaksis dosis

tunggal. Ampisilin 500 mg peroral danMetronidazol

500 mg peroral.  Observasi tanda-tanda infeksi.

Jangan lakukan pemeriksaan rektal atau enema

selama 2 minggu.

b.      Penggunaan sitz mandi dan analgesik seperti

ibuprofen. Jika rasa sakit yang berlebihan pada hari-

hari setelah pasca tindakan harus segera diperiksa,

sebab rasa sakit merupakan tanda-tanda infeksi

didaerah perineum.

c.       Penderita diberi makanan yang tidak mengandung

selulosa mulai dari hari kedua diberi parafinum

liquidum sesendok makan 2 kali sehari dan jika perlu

pada hari ke 6 diberi klisma minyak.

III.4. KOMPLIKASI JIKA ROBEKAN PERINEUM

DIBIARKAN

Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki

dengan baik, pasien dapat menderita gangguan

defekasi dan flatus. Jika robekan rektum tidak

diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula

rektovaginal.

III.5. PENANGANAN KOMPLIKASI

Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan.

Jika tidak ada tanda infeksi dan perdarahan sudah

berhenti, lakukan penjahitan. Jika terdapat infeksi,

buka dan drain luka. Berikan Ampisilin 500 mg

peroral tiga kali sehari selama 5 hari

danMetronidazol 400 mg peroral tiga kali sehari

selama 5 hari. Jika infeksi mencapai otot dan

terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan

antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas

demam 48 jam. Penisilin G 2 juta unit setiap 6 jam IV.

Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB setiap 24 jam

IV.DitambahMetronidazol 500 mg peroral setiap 8

jam IV

Sesudah pasien bebas demam selama 48

jam berikan : Ampisilin 500 mg peroral empat kali

sehari selama 5 hari. DitambahMetronidazol 400 mg

peroral tiga kali sehari selam 5 hari. Luka dapat

dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian.

Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah

rekonstruksi 3 bulan atau lebih pasca Persalinan