hasil penelitian keimigrasianebook.balitbangham.go.id/uploads/ebook/d78ce94be4782ce74...agusta k....

326

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HASIL PENELITIANKEIMIGRASIAN

  • UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014TENTANG HAK CIPTA

    Pasal 1(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis

    berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 113

    (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

    (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

    (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

  • Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia

    2017

    HASIL PENELITIANKEIMIGRASIAN

  • HASIL PENELITIAN KEIMIGRASIAN

    Diterbitkan oleh:BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RIJl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan

    Website: www.balitbangham.go.id

    Tim Peneliti:Boedi Prayitno

    PoerwatiArief Rianto KurniawanYuliana Primawardani

    Ricky RahmawanAnita MariancheAgusta K. Embly Cucu Koswala

    ElfinurYurita SoraidaNovia Swastika

    HidayatBudi

    Dani ArianaYulianto

    Tony Yuri RahmantoAndi RahmansyahYulian Fernando

    Cetakan Pertama – Desember 2017

    Penata Letak & Desain Sampul: Panjibudi

    ISBN: 978-602-6952-87-5

    Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

    isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.

    Pracetak oleh:Tim Pohon Cahaya

    Dicetak oleh:Percetakan Pohon Cahaya

  • SAMBUTAN

    Puji dan syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayah-Nya, Tim dapat menye-lesaikan Kompilasi Penelitian Kerjasama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM dengan Direktorat Jenderal Imigrasi.

    Pada Tahun 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM dengan Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan kegiatan penelitian kerjasama untuk melihat Keimigrasian dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.

    Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Ynag Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

    Kompilasi Penelitian ini memuat tentang Hak Asasi Manusia ” No one can take away your human right (pembatasan dan pernyataan bahwa tidak bisa mengambil Hak Asasi yang

    vHasil Penelitian Keimigrasian

  • lain).” Sengaja di pilih agar dapat mengajak kita semua betapa pentingnya hak asasi manusia utamanya yang berkaitan dengan Keimigrasian.

    Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Direktorat Jenderal imigrasi yang telah memberikan kesempatan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan hukum dan HAM untuk melakukan penelitian ini. Kedepannya, saya berharap bahwa semakin banyak penelitian kerjasama dengan Kementerian dan Lembaga lainnya untuk memperkuat eksistensi Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM.

    Seperti kata pepatah, tak ada gading yang tak retak, maka sebagai manusia biasa kita juga tak luput dari kesalahan, begitu juga Kompilasi Penelitian ini mempunyai kelebihan dan kekurangan maka dari itu saya mohon kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakannya.

    Wabillahi Taifiq Wal Hidayah, Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

    Jakarta, Desember 2017

    Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan

    Hukum dan HAM,

    Ma’mun, Bc.IP.,SH.,MHNIP. 195712121981011001

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    vi

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Tim kesempatan menyelesaikan kompilasi penelitian tentang Keimigrasian ini dengan penuh kemudahan. Tanpa kehendak-Nya mungkin Tim tidak dapat menyelesaikan dengan baik.

    Pada Tahun 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM dengan Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan kegiatan penelitian kerjasama untuk melihat Keimigrasian dalam Perspektif Hak Asasi Manusia.Kompilasi Penelitian ini disusun agar kita semua dapat memahami seberapa besar dari makna dari Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Keimigrasian dari berbagai sumber.

    Judul Penelitian Kerjasama ini yaitu: Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pencegahan Pengiriman TKI Non Prosedural ke Luar Negeri, Pemetaan Kerawanan Pelanggaran Keimigrasian di Wilayah Perbatasan dan Penelitian tentang Pengelolaan dan Pengawasan Keimigrasian terhadap Pengungsi di Tempat Penampungan Maupun di Luar Penampungan oleh Petugas Rumah Detensi Imigrasi (RUDENIM) Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor

    viiHasil Penelitian Keimigrasian

  • 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

    Kompilasi Penelitian ini disusun tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan banyak tantangan yang saya temukan. Namun dengan usaha, kemauan, kerja keras dan atas kehendak-Nya saya dapat menyelesaikan Kompilasi Penelitian ini.

    Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dan telah banyak membantu sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga dengan adanya Kompilasi Penelitian ini dapat memberikan banyak informasi, pengetahuan dan wawasan yang lebih luas kepada kita semua, utamanya HAM dan Keimigrasian, Kompilasi Penelitian ini mempunyai kelebihan dan kekurangan maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang membangun. Terima kasih.

    Jakarta, Desember 2017Kepala Pusat

    Penelitian dan Pengembangan HAM,

    Drs. Agusta Konsti Embly, S.H.,Dipl.Ds., M.A.NIP. 196008311985031001

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    viii

  • DAFTAR ISI

    SAMBUTAN ........................................................................................vKATA PENGANTAR ......................................................................... vii

    BUKU I: PERAN NEGARA DALAM PENANGANAN TINDAK PIDANA

    PERDAGANGAN ORANG —1—

    BAB I PENDAHULUAN ..........................................................3A. Latar Belakang ...............................................................3B. Permasalahan ................................................................ 6C. Tujuan Penelitian .......................................................... 7D. Metodologi Penelitian ................................................. 7

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................15A. Tugas dan Tanggungjawab Rumah Detensi

    Imigrasi (Rudenim) ..................................................... 15

    ixHasil Penelitian Keimigrasian

  • B. Pengawasan Pengungsi Menurut Ketentuan Perundang-undangan ................................................. 34

    C. Konsep Pengelolaan Pengungsi .................................37

    BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS .......................... 43A. Gambaran Umum ........................................................43B. Hasil Penelitian ......................................................... 44C. Analisis .........................................................................61

    BAB IV PENUTUP ..................................................................69A. Simpulan ..................................................................... 69B. Rekomendasi ............................................................... 70

    Daftar Pustaka ................................................................................... 71Dokumentasi .....................................................................................73

    BUKU II: PENCEGAHAN PENGIRIMAN TKI NON PROSEDURAL

    KE LUAR NEGERI —75—

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................ 77A. Latar Belakang .............................................................77B. Perumusan Masalah ................................................... 85C. Tujuan .......................................................................... 86D. Manfaat ...................................................................... 86E. Mekanisme Pelayanan TKI ......................................... 86F. Teori ............................................................................. 87G. Keluaran ...................................................................... 89H. Metode ......................................................................... 90

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    x

  • BAB II TINJUAN PUSTAKA ................................................... 97A. Pengertian Tenaga Kerja Pada Umumnya ................. 97B. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja ..............................101C. Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI)

    dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ............................ 105D. Prosedur Penempatan TKI Ke Luar Negeri .............. 108E. Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Non Prosedural /

    Tenaga Kerja Indonesia Bermasalah (TKIB) ............ 123F. Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik ........... 125G. Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan

    Budaya (ICESCR) ....................................................... 128H. UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan

    Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri ............................................................ 136

    BAB III ANALISIS ................................................................. 141A. Upaya Pencegahan yang dilakukan oleh Kantor

    Imigrasi dan stakeholders dalam pengiriman TKI yang Non Prosedural ke Luar Negeri. ........................141

    B. Bentuk kendala dan tantangan dalam Pencegahan yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi dan stakeholders dalam pengiriman TKI yang Non Prosedural ke Luar Negeri. ........................................ 170

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................... 173A. Kesimpulan ............................................................... 173B. Saran ........................................................................... 175

    Pedoman Wawancara ..................................................................... 179Foto-Foto Kegiatan ......................................................................... 183Daftar Pustaka ................................................................................. 187

    Hasil Penelitian Keimigrasian xi

  • BUKU III: PEMETAAN KERAWANAN PELANGGARAN KEIMIGRASIAN

    DI WILAYAH PERBATASAN —191—

    BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................193

    BAB 2 INDIKATOR KERAWANAN KEIMIGRASIAN (IKK) DI PERBATASAN ......................................................197

    BAB 3 HASIL INDEKS KERAWANAN KEIMIGRASIAN (IKK) DI WILAYAH PERBATASAN ........................... 203

    BAB 4 PEMETAAN KERAWANAN KEIMIGRASIAN BERDASARKAN INDEKS KERAWANAN KEIMIGRASIAN (IKK) .............................................. 2111. Jumlah lalu lintas orang melalui TPI/PLB; .............. 2122. Ketersediaan sarana dan prasarana keimigrasian di

    TPI/PLB; ..................................................................... 2163. Ketersediaan sarana dan prasarana pertahanan,

    keamanan dan penegakan hukum; ......................... 220

    BAB 5 PENUTUP ................................................................. 2311. Kesimpulan ................................................................ 2312. Rekomendasi ..............................................................233

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    xii

  • BUKU IV: PENELITIAN TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN

    KEIMIGRASIAN TERHADAP PENGUNGSI DI TEMPAT PENAMPUNGAN MAUPUN DI LUAR PENAMPUNGAN

    OLEH PETUGAS RUMAH DETENSI IMIGRASI (RUDENIM) BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 125 TAHUN 2016 TENTANG PENANGANAN PENGUNGSI

    DARI LUAR NEGERI —235—

    BAB I PENDAHULUAN .......................................................237A. Latar Belakang ...........................................................237B. Permasalahan ............................................................ 240C. Tujuan Penelitian ....................................................... 241D. Metodologi Penelitian .............................................. 241

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................... 249A. Tugas dan Tanggungjawab Rumah Detensi

    Imigrasi (Rudenim) .................................................. 249B. Pengawasan Pengungsi Menurut Ketentuan

    Perundang-undangan ............................................... 268C. Konsep Pengelolaan Pengungsi ............................... 271

    BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS .........................277A. Gambaran Umum ......................................................277B. Hasil Penelitian ........................................................278C. Analisis .......................................................................295

    Hasil Penelitian Keimigrasian xiii

  • BAB IV PENUTUP ................................................................ 303A. Simpulan ....................................................................303B. Rekomendasi ............................................................. 304

    Daftar Pustaka .................................................................................305Dokumentasi ...................................................................................307

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    xiv

  • BUKU IPERAN NEGARA DALAM

    PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

  • 2 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    ”Kewajiban Negara untuk menghormati, melindungi, dan menegakkan Hak Asasi Manusia bukan hanya ditujukan kepada warga negara Indonesia saja, tetapi juga meliputi warga negara dari negara lain yang berada di wilayah Indonesia, baik mereka berada secara legal ataupun ilegal.”1 Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) yang disebutkan didalam Pasal 2, ayat 1 Kovenan Hak Sipil Politik berlaku bagi: ”semua individu yang berada di dalam wilayahnya dan berada di bawah yurisdiksinya”.

    Pengungsi dan pencari suaka, sebagai salah satu kelompok masyarakat rentan2, sering kali membutuhkan perhatian

    1 Buku Pedoman HAM bagi Petugas Rumah Detensi Imigrasi, Balitbang HAM Kemenkumham (2011)

    2 ”Human Rights Vulnerable and Disadvantaged Groups”, Unipune, http://www.unipune.ac.in/pdf_files/Book_II_final_17-9-12.pdf, diakses pada tanggal 10 Juni 2017.

    3Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  • khusus, dikarenakan rentan terhadap praktek diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Di antara kelompok masyarakat rentan, pengungsi dan pencari suaka dapat dikatakan memiliki kerentanan oleh karena mereka pada umumnya tidak memperoleh perlindungan dari negara manapun, baik dari negara asalnya maupun dari negara penerima3.

    Kehadiran ”pengungsi dan pencari suaka” merupakan fenomena sosial dalam hubungan internasional, yang memberikan dampak signifikan terhadap kebijakan Negera penerima. Ada beberapa faktor yang mengakibatkan para Pengungsi dan Pencari Suaka tidak mendapatkan perlindungan efektif di Indonesia. Faktor-faktor ini antara lain kurangnya perlindungan hukum, lamanya masa tunggu untuk proses penempatan ke negara ketiga secara permanen, terbatasnya bantuan kebutuhan dasar (hak atas tempat tinggal dan kesehatan) serta keberadaan institusi (baik kapabilitas dan kapasitas) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) yang harus didukung dalam pengelolaan dan penanganan pengungsi dari luar negeri dalam kerangka penghormatan hak asasi manusia.

    Diberlakukannya Peraturan Presiden (PerPres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, dapat diasumsikan sebagai komitmen Negara dalam melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dalam menangani masalah pengungsi serta komitmen dalam

    3 Besmellah Rezaee, ”The Human Face of Refugee Policy”, Right Now, http://rightnow.org. au/topics/asylum-seekers/the-human-face-of-refugee-policy/, diakses pada tanggal 10 juni 2017.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    4

  • menghormati dan melindungi hak asasi manusia. Berdasarkan PerPres No.125 Tahun 2016, bahwa penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh Menteri, dalam hal ini Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan (Pasal 4 ayat (1)). Koordinasi dimaksud salah satunya adalah dalam hal Pengawasan Keimigrasian (Pasal 4 ayat (2) huruf d). Kewenangan pengawasan keimigrasian bagi pengungsi dilakukan oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (Pasal 33 ayat (1)) dan pengawasan keimigrasian tersebut meliputi; saat ditemukan, di tempat penampungan dan diluar tempat penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan pendeportasian (Pasal 33 ayat (2)). Perlu diketahui bahwa dalam praktek sebelumnya kewenangan pengawasan keimigrasian dilakukan oleh Kantor Imigrasi. Sehingga peralihan kewenangan ini akan berdampak pada kapasitas dan kapabilitas institusi Rumah Detensi Imigrasi dalam pengelolaan dan pengawasan pengungsi dari luar negeri.

    Dalam konteks pengawasan keimigrasian, baik di tempat penampungan maupun di luar penampungan, sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 35 dan Pasal 36 PerPres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, tentunya dapat diasumsikan sebagai bentuk pengawasan keimigrasian yang bersifat adminstratif dan belum menyentuh pada aspek penghormatan hak pengungsi sebagai manusia, terutama dalam hal menghormati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya para pengungsi, yang bersifat teknis. Mengingat permasalahan penanganan pengungsi dan pencari suaka, baik di tempat penampungan dan di luar penampungan sangat beragam, seperti misalnya masalah sosial kemasyarakatan

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    5

  • dengan lingkungan sekitar, masalah pemenuhan hak-hak ekonomi dan masalah lainnya, maka menarik untuk diteliti tentang bagaimana kapabilitas dan kapasitas Rumah Detensi dalam penanganan permasalahan dimaksud dalam kerangka pengelolaan dan pengawasan keimigrasian bagi pengungsi dari luar negeri.

    Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi tentang Status Pengungsi 1951, namun Pemerintah Indonesia tetap berkomitmen dalam menghormati hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Komitmen tersebut ditunjukkan dengan dibentuknya PerPres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Atas dasar keinginan Pemerintah Indonesia untuk terus mengevaluasi kinerja penghormatan hak asasi manusia terhadap pengungsi dan pencari suaka maka, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang Pengelolaan dan Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi di Tempat Penampugan maupun di Luar Penampungan oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

    B. Permasalahan

    Dari latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana pengelolaan dan pengawasan pengungsi dan pencari suaka di tempat penampungan maupun di luar penampungan oleh Rumah Detensi Imigrasi?.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    6

  • C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan deskripsi yang jelas tentang bagaimana konsep pengelolaan dan pengawasan keimigrasian bagi pengungsi dan permasalahannya oleh Rumah Detensi Imigrasi berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

    D. Metodologi Penelitian

    1. Metode

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif menghadirkan gambaran tentang situasi secara detil. Dalam penelitian ini, penelitian ini untuk mendeskripsikan secara jelas peralihan kewenangan pengawasan keimigrasian yang semula dilakukan oleh Kantor Imigrasi kemudian menjadi kewenangan Rumah Detensi Imigrasi. Penelitian deskriptif biasanya berfokus pada pertanyaan ”bagaimana (how)” dan ”siapa (who)”. Pendekatan kualitatif digunakan agar dapat mengeksplorasi: proses, para pihak, serta konteks Pengawasan Keimigrasian oleh Rudenim terkait pelaksanaan Perpres No.125 Tahun 2016. Pendekatan dimaksud juga digunakan untuk mengidentifikasi terhadap potensi tantangan dan hambatan atas peralihan kewenangan pengawasan keimigrasian kepada Rumah Detensi Imigrasi. Metode pengumpulan data dilakukan

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    7

  • melalui pedoman wawancara berdasarkan parameter yang telah disusun sebelumnya.

    Pendekatan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan expost facto. Penelitian expost facto adalah penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang melalui data untuk menemukan faktor-faktor yang mendahului atau menentukan sebab-sebab yang mungkin atas peristiwa yang diteliti. Penelitian jenis ini menggunakan logika dasar jika ”X” maka ”Y”.

    2. Lokasi

    Penelitian dilakukan di 2 (dua) tempat yaitu Rumah Detensi Imigrasi Medan dan Rumah Detensi Imigrasi Makassar. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut berdasarkan permintaan dari Direktorat Pengawasan dan penindakan Keimigrasian Direktorat Jenderal Imigrasi

    3. Parameter

    Parameter yang dimaksud dalam pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder, adalah sebagai berikut:

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    8

  • (1) Kebijakan Permenkumham/SK Menteri menindaklanjuti Perpres No.125 Tahunn 2016

    Surat Edaran ataupun Surat Keputusan Dirjen Imigrasi;

    (2) Kelembagaan dan Ketatalaksanaan RUDENIM

    Struktur Kelembagaan RUDENIM

    Kesiapan SDM;

    Kesiapan SOP; dan

    Ketersediaan Anggaran;

    (3) Infrastruktur Perangkat Mobilisasi;

    Perangkat Keamanan Petugas;

    Teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan dalam rangka Koordinasi;

    (4) Perencanaan Perencanaan terhadap Kelembagaan dan Infrastruktur;

    Perencanaan Anggaran terhadap Kelembagaan dan Infrastruktur.

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    9

  • Adapun pedoman wawancaranya adalah sebagai berikut:

    Fokus Evaluasi

    Pertanyaan Wawancara InformanData Sekunder (Pendukung)

    Kebijakan Surat Edaran ataupun Surat Keputusan Dirjen Imigrasi;Apakah pernah

    diterbitkan SE atapun SK Direktur Jendral Imigrasi terkait Penambahan Kewenangan Rudenim dalam hal pengelolaan dan pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi ?)

    Apabila belum, kebijakan apa yang digunakan paska dikeluarkannya Perpres No.125 Tahun 2016? dan hal apa saja yang berpengaruh?

    Dit Wasdakim

    Permenkumham/SK Menteri menindaklanjuti Perpres No.125 Tahunn 2016

    Surat Edaran ataupun Surat Keputusan Dirjen Imigrasi

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    10

  • Kelembagaan dan Ketata-laksanaan

    Struktur KelembagaanApakah terdapat

    perubahan struktur kelembagaan RUDENIM?

    Jelaskan dampak signifikan dari perubahan struktur RUDENIM?

    Kesiapan SDM;Bagaimana kesiapan petugas dari aspek Kuantitas (jumlah SDM) dan Kualitas (kualifikasi yang harus terpenuhi oleh SDM)

    Kesiapan SOP;SOP saat ini yang

    digunakan oleh Rudenim Paska Perpres No.125 Tahun 2016? dan Jelaskan Prosedur dan Pedoman yang ada saat ini?

    Bagaimana kesiapan SDM menjalankan prosedur dan pedoman yang ada?

    Ketersediaan Anggaran;Apakah terjadi perubahan anggaran yang signifikan terhadap RUDENIM? jika ya, mohoon dijelaskan?

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Medan/ Makassar)

    Data tentang SDM,

    SOP ataua Prosedur/Pedoman

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    11

  • Infrastruktur Perangkat Mobilisasi;

    Jenis kendaraan bermotor yang digunakan dalam melaksanakan tugas pengawasan keimigrasian (di tempat penampungan/di luar penampungan)?

    Berapa jumlah kendaraan bermotor yang tersedia?

    Proporsi antara petugas pengawas keimigrasian (RUDENIM) dengan perangkat mobilisasi (kendaraan bermotor)?

    Perangkat Keamanan Petugas;

    Apakah petugas dibekali perangkat keamanan, dalam melakukan pengawasan keimigrasian? jika ya;

    Apakah terdapat SOP dalam halpenggunaan perangkat keamanan dimaksud?

    Berapa jumlah perangkat keamanan yang tersedia?

    Proporsi antara petugas pengawas keimigrasian (RUDENIM) dengan perangkat keamanan?

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Medan/ Makassar)

    Catatan Wawancara

    Catatan Observasi Infratstruktur

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    12

  • Infrastruktur Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang digunakan dalam rangka Koordinasi;

    Apakah tersedia TIK apad RUDENIM? jika ya;

    TIK apa yang digunakan (jaringan internet, atau aplikasi lainnya?)

    Apakah tersedia SDM yang menangani TIK pada RUDENIM?

    Apakah ada infrastruktur pendukung TIK (seperti Genset)?

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Medan/ Makassar)

    Catatan Wawancara

    Catatan Observasi Infratstruktur

    Perencanaan Bagaimanakah perencanaan pengembangan RUDENIM (kelembagaan dan infrastruktur)?

    Bagaimanakah proporsi anggaran pengembangan RUDENIM (kelembagaan dan infrastruktur)?

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Medan/ Makassar)

    Catatan Wawancara

    Dokumen Perencanaan (Jika ada)

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    13

  • 14 Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tugas dan Tanggungjawab Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim)

    Rumah Detensi Imigrasi merupakan salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi Orang Asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

    Keberadaan Rudenim sangat diperlukan di Indonesia, sehingga pembentukannya tidak hanya di DKI Jakarta sebagai ibukota Negara, namun juga di berbagai provinsi, kabupaten dan kota. Saat ini belum semua provinsi terdapat Rudenim padahal Indonesia memiliki posisi strategis untuk dikunjungi oleh orang asing dengan berbagai tujuan, baik tujuan wisata, mencari pekerjaaan ataupun tujuan lainnya.

    15Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  • Penempatan orang asing dalam Rudenim atau Ruang Detensi Imigrasi dilakukan oleh Pejabat Imigrasi Berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasia, adalah jika orang asing tersebut:1. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki izin tinggal

    yang sah atau memiliki izin tinggal yang tidak berlaku lagi; 2. berada di Wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen

    perjalanan yang sah; 3. dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa

    pembatalan izin tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum;

    4. menunggu pelaksanaan deportasi; atau 5. menunggu keberangkatan keluar Wilayah Indonesia

    karena ditolak pemberian tanda masuk.

    Dengan ditempatkannya orang asing tersebut, maka Rudenim memiliki tugas dan Tanggung Jawab sesuai prosedur yang berlaku berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi. Pada Peraturan tersebut dikemukakan mengenai tugas dan tanggung jawab Rudenim dalam melakukan pendetensian, pengisolasian, pendeportasian, pemulangan, pemindahan, dan fasilitasi penempatan ke negara ketiga terhadap Orang Asing di Wilayah Indonesia yang melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan, serta fasilitasi penempatan

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    16

  • ke negara ketiga bagi Deteni yang berada di Rumah Detensi Imigrasi, sebagaimana penjelasannya berikut ini:

    1. Pendetensian meliputi:

    a. Penerimaan

    Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan atau petugas yang ditunjuk harus memeriksa kelengkapan administrasi yang menyertai dengan penyerahan calon Deteni pada saat Penerimaan calon Deteni dari Direktorat Jenderal Imigrasi, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam hal ini Divisi Keimigrasian, dan/atau Kantor Imigrasi.

    Bila Kelengkapan tidak terpenuhi, Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, atau petugas yang ditunjuk untuk menolak penerimaan Deteni berdasarkan perintah Kepala Rudenim, yang kemudian ditindaklanjuti dengan membuat surat penolakan yang ditandatangani oleh Kepala Rudenim. Sedangkan bila kelengkapan administrasi terpenuhi, Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan atau petugas yang ditunjuk menyerahkan calon Deteni kepada Kepala Seksi Kesehatan, Kepala Seksi Perawatan dan Kesehatan, atau petugas yang ditunjuk untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan calon Deteni

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    17

  • setelah ada rekomendasi medis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan calon deteni seperti hamil atau mengidap penyakit menular dan berbahaya lainnya.

    b. Registrasi

    Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi mengajukan keputusan pendetensian kepada Kepala Rudenim. Setelah keputusan tersebut ditandatangani, petugas registrasi melakukan registrasi dengan tahapan meliputi:1) mengidentifikasi dan memverifikasi identitas diri

    Deteni;2) melakukan penggeledahan terhadap badan

    Deteni berikut barang bawaannya. Dalam hal penggeledahan terhadap Deteni wanita dilakukan oleh petugas wanita;

    3) apabila dalam penggeledahan diketemukan barang bawaan berupa alat komunikasi (telepon selular, portable computer, tablet), uang, dokumen perjalanan, dan barang lainnya yang dapat membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain (seperti gunting, pisau dan sejenisnya), harus diamankan petugas dan kepada Deteni diberikan surat tanda penerimaan berdasarkan pertimbangan Kepala Rudenim;

    4) melakukan input data5) pengambilan data biometrik foto dan sidik jari:

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    18

  • 6) pemindaian dokumen Laporan Kejadian (LK) yang terlampir pada Berita Acara Serah Terima,

    7) inventarisasi barang titipan termasuk dokumen perjalanan yang dimiliki Deteni, yang terlampir pada Berita Acara Serah Terima,

    8) pemeriksaan kesehatan Deteni sebelum penempatan dalam ruangan

    9) penerbitan Surat Perintah Pendetensian untuk penempatan Deteni,

    10) penerbitan surat pemberitahuan kepada perwakilan negara asal Deteni dalam rangka pendeportasian/pemulangan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dan Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,

    11) pencetakan Kartu Deteni

    Dalam hal Deteni berstatus pengungsi dan pencari suaka dimungkinkan untuk ditempatkan di luar Rudenim, dan untuk itu petugas registrasi dapat menghubungi United Nation High Commission for Refugee (UNHCR) dan International Organization for Migration (IOM) dalam rangka pemindahan ke tempat lainnya yang ditunjuk.

    Setelah selesainya proses registrasi, Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan, Kepala Subseksi Registrasi atau petugas registrasi yang ditunjuk melaporkan kepada Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    19

  • dan Pelaporan untuk kemudian menyerahkan Deteni kepada Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi, Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban atau petugas yang ditunjuk untuk penempatan pada kamar/ruang di Rudenim.

    c. Perawatan

    Kepala Seksi Perawatan, Kepala Subseksi Perawatan atau petugas perawatan yang ditunjuk mempersiapkan kebutuhan makan dan minum Deteni, peralatan tidur, mandi dan cuci, serta perlengkapan ibadah. Selain itu dapat juga memberikan kebutuhan lain seperti olahraga, rekreasi, atau buku bacaan

    Kepala Seksi Perawatan, Kepala Subseksi Perawatan atau petugas perawatan yang ditunjuk melaporkan kepada Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan untuk kemudian menyerahkan Deteni kepada Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk penempatan pada kamar/ruang di Rudenim.

    d. Penempatan

    Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban menerima Deteni dari Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan,

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    20

  • dengan kelengkapan daftar Deteni, dan dicatatkan dalam buku ekspedisi. Selain itu juga menugaskan Kepala Seksi Penempatan atau Kepala Subseksi Ketertiban untuk Menyiapkan tempat/blok/ruangan, Menempatkan Deteni sesuai dengan klasifikasi yang telah ditentukan, membuat daftar nama pada tempat/blok/ruangan dimana Deteni ditempatkan. Kepala Seksi Penempatan atau Kepala Subseksi Ketertiban menyerahkan daftar Deteni penghuni tempat/blok/ruangan kepada Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Subseksi Ketertiban dalam rangka pengamanan.

    e. Pengamanan

    Dalam melakukan pengamanan, hal-hal yang dilakukan sebagai berikut:1) Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Subseksi

    Keamanan menyiapkan jadwal penjagaan tempat/blok/ruangan dan lingkungan kantor dengan sistem bergilir.

    2) Membentuk regu pengamanan/penjagaan yang wilayah penjagaannya berganti secara rutin.

    3) Membentuk regu pengawalan yang bertugas melakukan pengawalan terhadap Deteni yang keluar dari Rudenim untuk keperluan antara lain deportasi, dipindahkan ke Rudenim lain, berobat, keperluan ke perwakilan negaranya, atau dibutuhkan dalam rangka kepentingan pemeriksaan di Direktorat Jenderal Imigrasi sesuai kebutuhan dan pertimbangan keamanan.

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    21

  • 4) Dalam hal terjadi pelanggaran tata tertib dan/atau gangguan keamanan yang dilakukan oleh Deteni, Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Subseksi Keamanan dapat menempatkan Deteni di ruang isolasi.

    5) Membuat laporan mengenai perkembangan situasi keamanan lingkungan rudenim dan pelaksanaan pengamanan kepada Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk diteruskan kepada Kepala Rudenim.

    6) Berkaitan dengan perawatan kesehatan Deteni, Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban bekerjasama dengan Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan atau Seksi Perawatan dan Kesehatan untuk pelayanan kesehatan secara berkala dan berkesinambungan.

    2. Pelayanan Deteni

    Kepala bidang registrasi, perawatan dan kesehatan atau seksi perawatan dan kesehatan bertugas untuk :a. penyediaan makanan air bersih yang cukup. b. penyediaan kebutuhan makanan dan minuman yang

    layak sebanyak 3 (kali) sehari. c. mengupayakan kesehatan dan kebersihan, dengan

    melakukan:1) pemeriksaan kesehatan Deteni secara rutin;

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    22

  • 2) dalam hal kondisi kesehatan Deteni tidak dapat ditangani oleh petugas kesehatan rudenim, pemeriksaan kesehatan Deteni dapat dilakukan di klinik, puskesmas, atau rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut;

    3) bagi Deteni dalam kondisi kesehatan kritis, dapat diberikan fasilitas pemeriksaan kesehatan di Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;

    4) deteni yang mengidap penyakit akut, dapat dirawat di rumah sakit;

    5) setiap tempat, blok, atau ruangan di Rudenim dilakukan perawatan kebersihan untuk pencegahan penularan penyakit, seperti pengasapan (foging) untuk mencegah berkembangnya penyakit demam berdarah, penyebaran kutu, atau serangga;

    6) menyiapkan peralatan mandi, mencuci dan kebersihan ruangan

    d. kepala bidang registrasi, perawatan dan kesehatan atau seksi perawatan dan kesehatan memfasilitasi agar Deteni dapat beribadah menurut agama dan kepercayaannya disesuaikan dengan kondisi Rudenim

    e. kepala bidang penempatan, keamanan, pemulangan dan deportasi atau kepala seksi keamanan dan ketertiban bertugas memfasilitasi kunjungan keluarga, penasehat hukum dan dokter, rohaniwan, dan penjamin setelah mendapatkan izin dari Kepala Rudenim

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    23

  • 1) memfasilitasi kunjungan keluarga, penasehat hukum dan dokter, rohaniwan, dan penjamin setelah mendapatkan izin dari Kepala Rudenim;

    2) selain memfasilitasi kunjungan. juga memfasilitasi kunjungan perwakilan negara Deteni, instansi/badan terkait, organisasi, lembaga baik nasional maupun internasional yang tugasnya terkait dengan penanganan Deteni, setelah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Imigrasi atau Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM;

    3) kunjungan jurnalistik hanya dapat melakukan dokumentasi tanpa wawancara terhadap Deteni dan harus ada izin Kepala Rudenim.

    4) melakukan pencatatan dalam buku tamu, memuat nomor urut, nama, jenis kelamin dan alamat lengkap pengunjung, pekerjaan, maksud dan tujuan kunjungan, tanggal dan jam kunjungan serta nama lengkap Deteni yang dikunjungi.

    5) memberikan atau menolak permohonan izin keluar sementara yang diajukan oleh Deteni karena kepentingan pemeriksaan keimigrasian atau kesehatan, keperluan pembuatan dokumen perjalanan, kunjungan keluarga (perkawinan, kelahiran, kematian atau keluarga sakit keras) yang bertempat tinggal di Indonesia;

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    24

  • 3. Penjatuhan Sanksi Pelanggaran Tata Tertib

    Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban memberikan:

    a. Teguran lisan1) Deteni yang melakukan pelanggaran tata tertib

    dipanggil oleh Kepala Seksi Keamanan atau Kasubsi keamanan untuk diberikan peringatan;

    2) Deteni yang melakukan pelanggaran lebih dari 1 (satu) kali, dipanggil oleh Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban untuk diberi peringatan dan menandatangani surat pernyataan tidak akan melakukan pelanggaran tata tertib.

    b. Teguran tertulis1) Terhadap Deteni yang melakukan pelanggaran

    berulang-ulang dan/atau pelanggaran berat, dilakukan pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Kepala Seksi Keamanan atau Kepala Sub Seksi Keamanan;

    2) Hasil BAP ditindaklanjuti Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban dengan pembuatan Berita Acara Pendapat;

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    25

  • 3) Berita Acara Pendapat memuat rangkuman jenis perbuatan, pelanggaran yang dilakukan Deteni dan rekomendasi sanksi yang perlu dijatuhkan oleh Kepala Rudenim;

    4) Kepala Rudenim menjatuhkan sanksi sesuai rekomendasi dalam Berita Acara Pendapat atau berdasarkan pertimbangannya, yang dapat berupa teguran secara lisan atau teguran tertulis berupa pengisolasian (sel) atau pencabutan hak tertentu dalam waktu yang ditentukan.

    5) Dalam bentuk teguran tertulis berupa pengisolasian atau straf sel diajukan oleh Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban secara tertulis kepada Kepala Rudenim

    4. Prosedur Pemindahan Deteni

    Pemindahan Deteni dibagi atas beberapa jenis yaitu:a. Pemindahan antar kamar sel

    1) Pengajuan pemindahan blok/kamar sel diajukan oleh Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban kepada Kepala Rudenim.

    2) Pengajuan usulan pemindahan tersebut berdasarkan alasan yang jelas dan rasional.

    3) Pelaksanaan pemindahan dilakukan dengan pengawalan oleh petugas Bidang Penempatan,

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    26

  • Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Seksi Keamanan dan Ketertiban.

    b. Pemindahan Antar Rudenim Pemindahan Deteni antar Rudenim dilakukan

    berdasarkan pertimbangan:1) memudahkan pemulangan atau pendeportasian;2) memudahkan untuk berhubungan dengan

    perwakilan negaranya;3) Deteni dalam keadaan sakit (atas rujukan dokter

    ke rumah sakit tertentu);4) melebihi kapasitas (over capacity);5) kepentingan keamanan; dan6) penyatuan keluarga Deteni.

    Pelaksanaan pemindahan dilakukan melalui berbagai tahapan dengan sistem yang ada yaitu:1) Mengisi data-data pada form pemindahan sampai

    mendapatkan persetujuan Kepala Rudenim2) Setelah disetujui, membuat Surat Permohonan

    Pemindahan pada sistem yang ada dan ditandatangani oleh Kepala Rudenim untuk meminta persetujuan dari Direktur Jenderal Imigrasi

    3) Setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi, membuat Surat Balasan yang ditandatangani oleh Kepala Rudenim

    4) Menerbitkan Surat Pengeluaran Deteni5) Memilih nama petugas yang akan mengawal

    Deteni selama proses keluar sementara

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    27

  • 6) Membuat surat pengawalan 7) Melakukan pembuatan Berita Acara Serah Terima

    Deteni

    c. Pemindahan dari Rudenim ke ”tempat lain” Pemindahan Deteni dapat dilakukan dari

    Rumah Detensi Imigrasi ke ”tempat lain” dengan pertimbangan sakit, hamil atau anak di bawah umur berdasarkan perintah Direktur Jenderal Imigrasi. Prosedur pengeluaran dan pemindahan dilaksanakan sebagaimana tahapan pemindahan Deteni antar Rumah Detensi Imigrasi.

    d. Pemindahan dari Rudenim ke Direktorat Jenderal Imigrasi1) Pemindahan Deteni dapat dilakukan dari Rumah

    Detensi Imigrasi ke Ruang Detensi Imigrasi Direktorat Jenderal Imigrasi untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian berdasarkan perintah Direktur Jenderal Imigrasi.

    2) Prosedur pengeluaran dan pemindahan dilaksanakan sebagaimana tahapan pemindahan Deteni antar Rumah Detensi Imigrasi.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    28

  • 5. Penanganan Kelahiran, Kematian, Pelanggaran, Mogok Makan Deteni, Pemeriksaan Kesehatan dan Melarikan Diri

    Dalam hal adanya kelahiran Deteni dicatat oleh Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan/Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan guna penanganan lebih lanjut. Sedangkan kematian Deteni dilaporkan oleh Kepala Bidang Registrasi dan Perawatan/Kepala Seksi Registrasi, Administrasi dan Pelaporan kepada Kepolisian guna penanganan lebih lanjut, yang pelaksanaannya sebagai berikut:a. petugas pengamanan melakukan pengamanan Tempat

    Kejadian Perkara (TKP). b. membuat Berita Acara Kematian c. membuat Surat Pemberitahuan Kematian Deteni

    kepada Kepolisian dengan tembusan yang ditujukan kepada Perwakilan negara asal Deteni, Direktur Jenderal Imigrasi dan Kantor Wilayah

    d. adminstrasi pencatatan kematian, yang memuat data:1) nama lengkap;2) kebangsaan;3) tempat/tanggal lahir;4) hari, tanggal, waktu, dan tempat kematian;5) penyebab kematian;6) langkah penanganan;7) nama dan alamat keluarga/perwakilan negara asal

    Deteni;8) riwayat medis singkat;9) keterangan;

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    29

  • e. petugas kepolisian dalam rangka penyelidikan kematian dapat meminta keterangan dari Petugas Detensi Imigrasi dan Deteni dengan terlebih dahulu mendapatkan izin Kepala Rumah Detensi Imigrasi.

    Berkaitan dengan pelanggaran deteni, Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Seksi Keamanan dan Ketertiban melakukan tindakan terhadap pelanggaran yang dilakukan Deteni yang tidak mematuhi tata tertib Rumah Detensi Imigrasi. Penanganan yang dapat dilakukan:a. penanganan pelanggaran tata tertib ringan dengan

    cara persuasif;b. apabila cara persuasif tidak berhasil, dapat dilakukan

    tindakan represif;c. alat pengamanan yang bersifat melumpuhkan seperti

    alat kejut listrik, tongkat, borgol dan lain-lain dapat digunakan dalam keadaan yang mendesak seperti kerusuhan dan perkelahian antar Deteni;

    d. dalam hal pelarian Deteni, Kepala Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan dan Deportasi atau Seksi Keamanan dan Ketertiban melaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi u.p. Direktorat Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian

    Dalam hal deteni yang melakukan mogok makan, maka:a. Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/

    Seksi Perawatan dan Kesehatan mencatat dan

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    30

  • mendokumentasikan Deteni yang menolak makan dalam rangka aksi mogok makan.

    b. Jika Deteni mogok makan selama 72 (tujuh puluh dua) jam, maka Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan atau Seksi Perawatan dan Kesehatan harus segera menghubungi dokter.

    c. Keterangan dokter menyatakan Deteni benar melakukan mogok makan atau tidak.

    d. Jika keterangan dokter menyatakan bahwa Deteni tidak makan karena alasan kesehatan, dokter melakukan pemeriksaan dan penanganan lanjutan.

    e. Petugas Rumah Detensi Imigrasi tidak boleh memaksa Deteni yang mogok makan untuk makan.

    f. Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/Seksi Perawatan dan Kesehatan memberikan pengobatan pada situasi yang membahayakan jiwa.

    g. Kepala Rumah Detensi Imigrasi melaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi pada kesempatan pertama mengenai setiap terjadi aksi mogok makan Deteni.

    h. Petugas Bidang Registrasi dan Perawatan/Seksi Perawatan dan Kesehatan harus memastikan bahwa Deteni dapat mengakses makanan dan minuman walaupun mereka menolak, serta melakukan pendokumentasian pelaksanaan pemberian makanan dan minuman kepada Deteni.

    Dalam hal Pemeriksaan kesehatan dilakukan melalui sistem yang ada yaitu:a. Mengisi data-data pada form kesehatan

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    31

  • b. Setelah melakukan pemeriksaan kesehatan, melanjutkan ke proses selanjutnya yaitu memasukkan data pada Surat Hasil Pemeriksaan Kesehatan sesuai format yang telah disediakan dan langsung dicetak

    c. setelah mencetak surat hasil kesehatan, maka surat yang sudah ditandatangani oleh petugas dapat melakukan proses pemindaian komputerisasi.

    Dalam hal terjadi pelarian Deteni, hal-hal yang dilakukan adalah dengan membuat administrasi pelaporan pada aplikasi yang ada sebagai berikut:a. Mengisi data-data pada aplikasi yang tersedia agar

    menampilkan form Laporan Atensi. b. Melakukan pembuatan atau perubahan/perbaikan

    Berita Acara Serah Terima dengan aplikasi yang tersedia

    c. Pembuatan Laporan Kejadiand. Melakukan pembuatan Daftar Pencarian Orang

    kepada pihak Kepolisiane. Pembuatan Surat Pemberitahuan Kedutaan

    6. Pemulangan dan Deportasi

    Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi atau Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan mempersiapkan administrasi pemulangan atau Deportasi, meliputia. dokumen perjalanan deteni. Jika tidak memiliki, untuk

    mengkoordinasikannya dengan perwakilan negara asal

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    32

  • Deteni. Selain itu juga melaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mendapatkan persetujuan pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing, yang pelaksanaannya dilakukan di Kantor Imigrasi yang ditunjuk.

    b. tiket pesawat ke negara asal deteni;c. apabila transit di negara ketiga, untuk dipastikan

    Deteni tersebut dapat melalui negara transit;d. memastikan tidak ada keberatan dari maskapai

    penerbangan;e. memberitahu deteni mengenai tanggal pemulangan

    atau deportasi yang bersangkutan;f. memberikan kesempatan deteni untuk menghubungi

    keluarga atau staf perwakilan negara asalnya guna memberitahukan tentang pemulangan atau deportasinya;

    Setelah persiapan dilakukan, Petugas Bidang Penempatan, Keamanan, Pemulangan, dan Deportasi/Seksi Registrasi, Administrasi, dan Pelaporan melakukan pemulangan atau deportasi melalui tahapan:a. mengisi form pemulangan atau deportasi pada aplikasi

    dan meminta persetujuan Direktur Jenderal Imigrasi b. membuat Surat Perintah Pengeluaran Deteni dari

    Rumah Detensi Imigrasi c. menunjuk nama petugas yang akan mengawal Deteni

    selama proses pemulangan atau deportasi; d. membuat Surat Perintah Tugas Pengawalan e. membuat Surat Pengawasan Keberangkatan,

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    33

  • f. membuat Berita Acara Serah Terima g. meminta peneraan tanda keluar di Tempat Pemeriksaan

    Imigrasi (TPI) pada Surat Pengawasan Keberangkatan dan dokumen perjalanan Deteni;

    h. pengawalan dan pengawasan keberangkatan Deteni dilakukan di TPI dengan berita acara serah terima dan peneraan tanda keluar pada lembar pengawasan keberangkatan.

    Pelaksanaan pemulangan atau deportasi dilaporkan kepada Direktur Jenderal Imigrasi u.p. Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian dengan tembusan Kepala Divisi Keimigrasian. Pengusulan Penangkalan ditujukan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dengan tembusan Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian.

    B. Pengawasan Pengungsi Menurut Ketentuan Perundang-undangan

    Pengawasan menjadi tugas berbagai instansi terkait dalam penanganan pengungsi. Kementerian Hukum dan HAM, yang dalam hal ini adalah Rumah Detensi Imigrasi menjadi instansi yang melaksanakan tugas dibidang Pengawasan Keimigrasian menggantikan Kantor Imigrasi yang sebelumnya memilki tugas dan fungsi untuk melakukan hal tersebut. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, terdapat beberapa bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Rudenim, yaitu saat ditemukan, di tempat penampungan dan diluar tempat

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    34

  • penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, Pemulangan Sukarela, dan pendeportasian.

    Pada pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016, dikemukakan bahwa Pengawasan keimigrasian terhadap Pengungsi pada saat ditemukan dilakukan dengan pendataan melalui pemeriksaan dokumen perjalanan, status keimigrasian; dan identitas. Sedangkan berkaitan dengan Pengawasan keimigrasian terhadap Pengungsi di tempat penampungan dan di luar tempat penampungan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016, dilakukan dengan cara:1. memeriksa ulang identitas dan dokumen Pengungsi serta

    pengambilan foto dan sidik jari.2. meminta keterangan yang dituangkan dalam berita acara

    pemeriksaan dan berita acara pendapat bagi Pengungsi dalam rangka penempatan di Rumah Detensi Imigrasi; dan

    3. memberikan surat pendataan atau kartu identitas khusus bagi Pengungsi yang diterbitkan oleh kepala Rumah Detensi Imigrasi sebagaimana dimaksud pada huruf b setempat yang berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang setiap tahun.

    Selain itu dikemukakan pula bahwa Pengungsi wajib lapor diri setiap bulan kepada kepala Rumah Detensi Imigrasi setempat untuk mendapat stempel pada kartu identitas khusus pada saat berada di tempat penampungan. Dalam hal ini Pengungsi yang tidak melaporkan diri selama 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang dapat diterima, ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi.

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    35

  • Pada Pasal 37 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 dikemukakan mengenai Pengawasan keimigrasian terhadap Pengungsi dalam rangka diberangkatkan ke negara tujuan dilakukan dengan cara:1. menerima pemberitahuan persetujuan Perserikatan

    Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia yang memuat nama Pengungsi yang disetujui dan akan ditempatkan ke negara tujuan;

    2. menyelesaikan administrasi keberangkatan dengan menerapkan izin keluar tidak kembali pada dokumen perjalanan; dan

    3. melakukan pengawalan keberangkatan dari tempat penampungan ke tempat pemeriksaan imigrasi terdekat.

    Sedangkan Pengawasan keimigrasian terhadap Pengungsi dalam rangka Pemulangan Sukarela sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 dapat dilakukan dengan cara:1. menerima permohonan Pengungsi yang akan kembali ke

    negara asalnya secara sukarela;2. menyelesaikan administrasi keberangkatan dengan

    menerakan izin keluar tidak kembali pada dokumen perjalanan; dan

    3. melakukan pengawalan keberangkatan ke tempat pemeriksaan imigrasi terdekat.

    Dalam Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri juga mengatur mengenai Pengawasan keimigrasian terhadap pencari

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    36

  • suaka yang ditolak permohonan status pengungsinya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia yang dilakukan dengan cara:1. menerima pemberitahuan penolakan status Pengungsi

    dari Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi di Indonesia;

    2. berkoordinasi dengan pejabat yang ditunjuk untuk mengeluarkan pencari suaka yang ditolak status pengungsinya dari tempat penampungan dan menempatkan di Rumah Detensi Imigrasi;

    3. menyiapkan proses administrasi pendeportasian keluar wilayah Indonesia; dan

    4. melakukan pengawalan pendeportasian ke tempat pemeriksaan imigrasi terdekat.

    C. Konsep Pengelolaan Pengungsi

    Indonesia merupakan salah satu negara yang mengakui, menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    37

  • Berdasarkan pengertian HAM tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa HAM merupakan sekumpulan hak yang bersifat normatif atau merupakan legal rights. Sifat normatif ditandai dengan adanya landasan hukum secara internasional yang mengatur HAM. Norma-norma HAM yang terdapat di dalam instrumen hukum HAM internasional selanjutnya menciptakan kewajiban bagi negara untuk melindungi dan menjamin HAM bagi setiap individu.4

    Oleh karena itu walaupun Indonesia bukanlah negara yang ikut dalam Indonesia penandatangan konvensi 1951 terkait status pengungsi atau Protokol 1967, namun Indonesia mengakui dan menghormati akan hak atas rasa aman dari pengungsi dan pencari suaka sesuai dengan yang tercantum dalam pasal Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut, yang menyatakan bahwa Setiap orang berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain.

    Akan tetapi Indonesia tidak memiliki kerangka legislatif bagi perlindungan pencari suaka dan pengungsi sebagai akibat belum meratifikasi Kovensi tentang pengungsi yetsebut. Dalam ketiadaan peraturan perundang-undangan dan prosedur-prosedur nasional bagi pengungsi tersebut, UNHCR mengisi peran sebagai penyedia utama perlindungan dan bantuan bagi para pengungsi dan pencari suaka.5

    4 Andrey Sujatmoko, Tanggung Jawab Negara atas Pelanggaran Berat HAM Indonesia, Timor Leste dan lainnya, Grasindo, Jakarta, 2005, hal 63

    5 Antje Missbach, Troubled Transit: Politik Indonesia Bagi Para Pencari Suaka, penerjemah: Mayolisia Ekayanti, Edisi pertrama, Jakarta, Yayasan Pustaka

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    38

  • UNHCR beroperasi di Indonesia dengan persetujuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Direktur Jendral Keimigrasian Indonesia mengeluarkan Instruksi pada tahun 2010 (No:IMI-1489.UM.08.05) yang menyatakan bahwa orang-orang yang mencari suaka atau status pengungsi harus dirujuk kepada UNHCR untuk mengikuti proses penentuan status sebagai Pengungsi dan bahwa ”status dan kehadiran orang asing yang memegang Attestation Letters atau kartu identitas yang dikeluarkan oleh UNHCR sebagai Pencari Suaka, Pengungsi atau orang yang dilayani oleh UNHCR, harus dihormati”. Orang-orang yang tak memiliki dokumen-dokumen tersebut akan terancam untuk dimasukkan ke dalam Rumah Detensi Imigrasi, terkena denda, dan/atau dideportasi. Walaupun UNHCR beroperasi di Indonesia dengan izin dari pemerintah Indonesia, kapasitasnya sangat terbatas oleh karena meningkatnya jumlah Pencari Suaka yang mencari bantuan di Indonesia. UNHCR memiliki 60 staff di Indonesia.6

    Para Pencari Suaka yang telah terdaftar dapat mengajukan Pengakuan Status sebagai Pengungsi yang dinilai oleh UNHCR melalui proses yang disebut prosedur Penentuan Status sebagai Pengungsi (Refugee Status Determination/RSD). Para Pencari Suaka dimintakan keterangan oleh petugas RSD yang dibantu oleh seorang penerjemah berkaitan dengan pengajuan mereka untuk mendapatkan perlindungan. Ketika pengajuan untuk mendapatkan perlindungan ditolak, prosedur RSD masih

    Obor Indonesia, 2016, hal. 1516 Diakses melalui https://suaka.or.id/public-awareness/id-masalah-

    perlindungan/

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    39

  • memberikan satu kesempatan lagi untuk mengajukan banding atas keputusan ditolaknya pengajuan itu.7

    Pada umumnya, bantuan dan nasihat hukum tidak disediakan, sehingga banyak keputusan penolakan itu merupakan akibat dari Pencari Suaka yang tidak memahami proses yang harus mereka patuhi, akibat dari kendala bahasa, ketakutan untuk berbicara kepada pihak yang berwenang, dan karena mereka tidak mengetahui hak dan tanggung jawab mereka sebagai orang yang mengajukan status sebagai Pengungsi. Dalam praktiknya, hak untuk mendapatkan Penasihat Hukum bagi para Pencari Suaka dan Pengungsi juga belum sepenuhnya diakui oleh UNHCR dan pemerintah. Hal ini membahayakan integritas proses RSD karena Pencari Suaka tidak sepenuhnya menyadari hak-hak dan tanggung jawab mereka, maupun proses yang melibatkan mereka.8

    Salah satu mitra utama non-pemerintah UNHCR di Indonesia adalah IOM, yang khusus menangani persoalan penahanan, program perumahan masyarakat dan pengaturan perjalanan bagi penempatan dan repatriasi sukarela para pengungsi serta pemulangan pencari suaka secara sukarela yang difasilitasi (assisted voluntary return of asylum seeker) dan hal-hal lain yang menjadi perhatian. Hubungan antara kedua organisasi internasional tersebut cukup rumit, tidak hanya di Indonesia, namun juga dibagian dunia lainnya. Hubungan antara IOM dan UNHCR memiliki sejarah yang panjang

    7 Ibid., 8 Ibid.,

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    40

  • yang ”ditandai dengan kerjasama yang erat dan persaingan pahit” karena dua organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang tumpang tindih. Meskipun IOM tidak meiliki mandat pengungsi, namun IOM telah banyak terlibat dalam kegiatan penanganan yang berdampak pada pengungsi dan pencari suaka (yang ditolak), seperti di Indonesia. Akibatnya, persaingan pendanaan yang berkaitan dengan pengungsi kian meningkat diantara kedua pemain tersebut. Sementara UNHCR di Indonesia terus menerus mengalami kekurangan dana dan staf, IOM berada dalam posisi keuangan yang sangat menguntungkan.9

    Salah satu tugas paling penting yang dilakukan UNHCR adalah menentukan status pencari suaka yang mencari perlindungan, dimana Indonesia sepenuhnya mengandalkan UNHCR. Setelah pencari suaka menghubungi UNHCR di Jakarta atau anggota stafnya ketika mereka mengunjungi Rudenim dimana pun di Indonesia, mereka dapat mengajukan permohonan perlindungan internasional. Langkah pertama proses penentuan status pengungsi UNHCR adalah pemeriksaan identitas pemohon. Setelah pemeriksaan, orang-orang dapat secara resmi mendaftar dan menerima dokumentasi sementara dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, yang menyatakan status mereka sebagai pencari suaka. Sertifikat pencari suaka ini berisi foto pencari suaka, informasi dasar, seperti nama dan tanggal lahir, serta yang paling terbaru, secara tegas menyebutkan bahwa pemegang

    9 Antje Missbach,op.cit.,, 155

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    41

  • sertifikat adalah orang yang menjadi perhatian Kantor UNHCR dan harus secara khusus, dilindungi dari pemulangan paksa ke negara yang mengancam nyawa atau kebabasannya, sambil menanti keputusan akhir status pengungsinya. Dokumentasi sementara ini harus diperbaharui setiap dua hingga tiga bulan untuk memastikan bahwa pemohon masih ada di Indonesia dan belum pindah.10

    10 Ibid., 157

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    42

  • BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

    A. Gambaran Umum

    Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, dalam hal kewenangan pengawasan keimigrasian yang diatur di dalam Pasal 33 sampai dengan Pasal 39, maka secara langsung berdampak pada perubahan tugas dan wewenang Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim). Perubahan dimaksud, merupakan penambahan kewenangan Rudenim melakukan pengawasan keimigrasian, yang sebelumnya menjadi tugas dan wewenang Bidang Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian pada Kantor Imigrasi.

    Penambahan tugas dan wewenang pengawasan keimigrasian oleh Rudenim, secara jelas dinyatakan didalam Pasal 33 ayat (1) bahwa Petugas Rumah Detensi Imigrasi melakukan pengawasan keimigrasian terhadap Pengungsi. Pelaksanaan pengawasan oleh Rudenim mencakup pengawasan

    43Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

  • pada: saat ditemukan, di tempat penampungan dan diluar tempat penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, Pemulangan Sukarela, dan pendeportasian (Pasal 33 ayat (2)).

    Dengan bertambahnya pelaksanaan tugas dan wewenang Rudenim terhadap pengungsi dan pencari suaka, sebagaimana yang diatur di dalam Perpres Nomor 125 Tahun 2016, maka secara eksplisit harus dapat dipahami bahwa institusi keimigrasian, dalam hal ini Direktorat Jenderal Imigrasi, berkewajiban menetapkan kebijakan yang menunjang tugas dan wewenang Rudenim dalam melaksanakan peraturan presiden dimaksud. Hasil pengumpulan data lapangan didalam penelitian ini, yang dilakukan pada Rudenim Medan dan Rudenim Makassar, dapat menjadi basis kebijakan yang akan ditetapkan guna menunjang tugas Rudenim.

    Sebagaimana yang telah disampaikan pada sub-bab metode sebelumnya, bahwa perlu adanya identifikasi terhadap potensi tantangan dan hambatan atas peralihan kewenangan pengawasan keimigrasian kepada Rumah Detensi Imigrasi melalui parameter yang telah ditetapkan, yaitu: kebijakan, kelembagaan dan ketatalaksanaan, infrastruktur, dan perencanaan. Parameter ini digunakan untuk mengevaluasi sekaligus mengetahui seberapa jauh kesiapan Rudenim melaksanakan Perpres Nomor 125 Tahun 2016.

    B. Hasil Penelitian

    1. Rumah Detensi Imigrasi Medan

    Berdasarkan parameter penelitian ini, maka dapat disampaikan deskripsi data kualitatif, melalui wawancara

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    44

  • terhadap informan, pada Rumah Detensi Imigrasi Belawan, Medan Sumatera Utara, sebagai berikut:

    FokusPoint Penting Hasil

    WawancaraInforman

    Data Sekunder (Pendukung)

    Kebijakan Sejak ditetapkannya Peraturan presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, diterbitkannya Surat Edaran Direktorat Jenderal Imigrasi No. IMI-GR.03.03-1194 Tahun 2017 tentang Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi.

    Berdasarkan Surat Edaran dimaksud, kewenangan pengawasan orang asing (pengugsi dari luar negeri) telah diserahterimakan dari Kantor Imigrasi (Kanim), baik Kanim Medan (14 Mei 2017) maupun Kanim Polonia (27 Mei 2017) kepada Rudenim Medan sebanyak 20 (dua puluh) Tempat Penampungan atau sering disebut Community House.

    Dalam melaksanakan Surat Edaran dimaksud, Kepala Rudenim mengeluarkan surat Keputusan Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan Nomor: W2.GR.GR.02.01-0617 tentang Penunjukan Petugas Pemantauan dan Pengawasan Orang Pada Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Surat Edaran Direktorat Jenderal Imigrasi No. IMI-GR.03.03-1194 Tahun 2017 tentang Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi

    Keputusan Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan Nomor: W2.GR.GR.02.01-0617 tentang Penunjukan Petugas Pemantauan dan Pengawasan Orang Pada Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    45

  • Kelembagaan dan Ketata-laksanaan

    Menurut keterangannya, dalam hal ditetapkannya Perpres No.125 Tahun 2016, Struktur Organisasi Rumah Dettensi Imigrasi harus disesuaikan denga tugas dan fungsinya. Sebagai Contoh: Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan yang mencakup penanganan pengungsi dari luar negeri wilayah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sudah selayaknya ditingkatkan statusnya menjadi Kantor Rudenim Kelas I (satu).

    Masih menurut keterangannya, untuk Kantor Rudenim Kelas I (satu) perlu dibentuk satu seksi lagi yaitu Seksi Pengawasan yang membawahi dua subSeksi yaitu: subSeksi Pengawasan dan subSeksi Penindakan. Sedangkan untuk Rudenim Kelas II untuk tugas pengawasan keimigrasian bisa digabungkan dengan Seksi Keamanan. Namun hal tadi sudah menjadi usulan yang sedang ditindak lanjuti oleh Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian di Jakarta.

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Data tentang SDM,

    SOP atau Prosedur/Pedoman

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    46

  • Dampak yang signifikan dengan adanya perubahan Struktur Organisasi Rudenim dalam rangka pelaksanaan tugas pengelolaan dan pengawasan keimigrasian bgai pengungsi dari Luar Negeri adalah: (a). Pentingnya penambahan Sumber Daya Manusia yang terukur, seperti misalnya, 1 (satu) orang petugas Rudenim berbanding dengan 1 (satu) tempat penampungan (1 Orang Petugas:1 Tempat Penumpang).(b). Pentingnya penambahan anggaran/ biaya Pengawasan keimigrasian didalam struktur Anggaran Rudenim. Sementara ini anggaran pengawasan keimigrasian bagi pengungsi dari luar negeri dibantu oleh pihak Organisasi Internasional bagi Pengungsi (International Organization of Migrant). Masih menurut keterangannya, harus ada Insentif khusus bagi petugas pemantauan dan pengawasan. Transport petugas untuk melakukan pemantauan dan pengawasan selama ini di biayai oleh IOM hanya sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah),

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    47

  • dan ini tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU). Padahal pelaksanaan tugas ditetapkan pada jam 08.00-16.00 WIB.

    Berkaitan dengan kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), secara kuantitas jumlah petugas rudenim saat ini seluruhnya sebanyak 20 (dua puluh) orang (selain kepala Rudenim) dan semuanya dilibatkan dalam tugas pemantauan pengawasan orang asing di 20 tempat penampungan/ Community House. Oleh karenanya perlu penambahan SDM yang memang ditugaskan khusus memantau dan pengawasi pengungsi dari luar negeri di tempat penampungan/ Community House. Secara kualitas, memang harus dipersiapkan bagaimana standar kualifikasi pendidikannya agar dapat melaksanakan Peraturan Presiden dimaksud, seperti misalnya: sayarat minimal kelulusan adalah Strata 1 (satu)/Sarjana.

    Terkait dengan Standar Prosedur. Menurut keterangannya Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus pengawasan orang asing pengungsi dari luar

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    48

  • negeri oleh Rudenim belum ada. Jika menggunakan SOP yang berlaku saat ini adalah SOP Pelaksanaan tugas Ketertiban di Rudenim, sehingga tidak sesuai.

    Selanjutnya terkait dengan bagaimana petugas melaksanakan tugas pemantauan dan pengawasan orang asing pengungsi dari luar negeri, maka telah ditetapkan Jadwal dan Waktu pelaksanaan tugas kepada masing-masing petugas yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Rudenim tentang Penunjukan Petugas Pemantauan dan Pengawasan Orang Pada Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Infrastruktur Dalam hal ketersediaann prangkat mobilisasi pada Rudenim Medan, selama ini Rudenim memiliki 4 (empat) buah kendaraan roda 4 dan 8 (delapan) buah kendaraan roda 2. Namun untuk pelaksanaan tugas pemantauan dan pengawasan menggunakan kendaraan operasional roda 4 (mobil Inova). Masih menurut Kepala Rudenim, dari 8 kendaraan roda 2 yang ada, 4 (empat) diantaranya dalam keadaan rusak.dan 4 (empat) roda 2 lainnya digunakan untuk petugas jaga di kantor Rudenim.

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Kartu Identitas Barang

    Lampiran Aplikasi Data Illegal Immigrant

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    49

  • Dalam hal perangkat keamanan bagi petugas, petugas kami tidak memiliki atau dibekali perangkat keamanan, minimal pentungan saja pun tidak ada. Alat komunikasi seperti Handy Talky (HT) dalam keadaan rusak, begitu juga CCTV.

    Dalam hal teknologi informasi dan komunikasi, aplikasi yang sudah pernah dibuat oleh Kantor Imigrasi (Kanim) Polonia yaitu Aplikasi Data Illegal Immigrant, belum bisa digunakan oleh karena terkendala dengan ketersediaan anggaran dan belum dilimpahkan secara resmi ke Rudenim Medan.

    Perencanaan Dokumen rencana pengembangan tugas dan fungsi Rudenim serta struktur kelembagaan dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas pemantauan dan pengawasan belum ada.

    Harapannya adalah, secara geografis, Kantor Rudenim Medan yang saat ini berada di Kecamatan Belawan, dengan adanya PerPres No.125 Tahun 2016, dapat dipertimbangkan untuk dipindahkan lokasinya di tengah kota, mengingat

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Medan.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    50

  • lokasi dari 20 tempat penampungan/ Community House yang ada saat ini terletak di sekitar pusat kota. sehingga harapannya akan memudahkan pelaksanaan tugas pemantauan dan pengawasan.

    Berdasarkan matrik di atas terdeskripsikan bahwa pelaksanaan pengelolaan dan pengawasan keimigrasian bagi pengungsi dari luar negeri oleh Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Medan antara lain adalah masih diperlukannya kesiapan dalam hal tertentu guna menunjang tugas dan fungsi sebagaimana yang diamanatkan di dalam Peraturan Presiden No.125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

    2. Rumah Detensi Imigrasi Makassar

    Berdasarkan parameter penelitian ini, maka dapat disampaikan deskripsi data kualitatif, melalui wawancara terhadap informan, pada Rumah Detensi Imigrasi Makassar, Sulawesi Selatan, sebagai berikut:

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    51

  • Fokus Point Penting Hasil

    WawancaraInforman

    Data Sekunder (Pendukung)

    Kebijakan Pelaksanaan tugas pada Rudenim Makassar setelah adanya Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, adalah mengacu pada Surat Edaran Nomor IMI-GR.03.03-1194 Tahun 2017 Tentang Pengawaswan Keimigrasian Terhadap Pengungsi

    Berdasarkan surat edaran tersebut, maka dilakukan pelimpahan kewenangan pengawasan melalui Berita Acara Serah Terima yang dilakukan pada tanggal 25 April 2017 berdasarkan Surat Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Nomor W23.GR.02.07-012 tanggal 18 April 2017 Tentang Penyerahan Tugas dan Tanggung Jawab. Selain itu juga diterbitkan Keputusan Kepala Kantor Imigrasi kelas I Makassar

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar.

    Surat Edaran Nomor IMI-GR.03.03-1194 Tahun 2017 Tentang Pengawaswan Keimigrasian Terhadap Pengungsi

    Keputusan Kepala Kantor Imigrasi kelas I Makassar Nomor W23.IMI.FB.GR.02.07-0675- Tahun 2017 Tanggal 25 April 2017 tentang Penyerahan Tugas dan Tanggung Jawab Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi dari Kantor Imigrasi Kelas I Makassar Kepada Rumah Detensi Imigrasi Makassar

    Surat Perintah Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar Nomor W.23.IMI.5-FR.GR.02.03-572 Tahun 2017 Tanggal 29 September 2017 t

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    52

  • Nomor W23.IMI.FB.GR.02.07-0675- Tahun 2017 Tanggal 25 April 2017 tentang Penyerahan Tugas dan Tanggung Jawab Pengawasan Keimigrasian Terhadap Pengungsi dari Kantor Imigrasi Kelas I Makassar Kepada Rumah Detensi Imigrasi Makassar

    Dengan adanya penyerahan tugas dan tanggung jawab pengawasan keimigrasian tersebut, maka Kepala Rudenim mengeluarkan Surat Perintah Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar Nomor W.23.IMI.5-FR.GR.02.03-572 Tahun 2017 Tanggal 29 September 2017 tentang Tim Pengawasan Pengungsi di Sulawesi Selatan untuk melakukan pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi di 28 dua puluh delapan) Community House/Temporary Shelter

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    53

  • Kelem-bagaan dan Ketatalaksa-naan

    Dilihat dari aspek kelembagaan dan ketatalaksanaan, dapat dikemukakan bahwa belum terdapat perubahan struktur kelembagaan Rudenim setelah adanya Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Akan tetapi telah terjadi pelimpahan kewenangan pengawasan dari Kantor Imigrasi Kelas I Makasar kepada Rumah Detensi Imigrasi Makasar yang terletak di Kabupaten Gowa.

    Dengan adanya pelimpahan kewenangan dalam hal pengawasan tersebut menyebabkan Rudenim berupaya melaksanakan tugas pengawasan secara maksimal selama 24 jam sehari baik di Rudenim maupun ditempat-tempat penampungan yang terdapat di kota Makassar yang jumlahnya mencapai 28 tempat. Keterbatasan jumlah petugas yang ada saat ini 27 orang

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar.

    Data tentang SDM,

    SOP atau Prosedur/Pedoman Eumah Detensi Imigrasi Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderalm Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    54

  • pegawai tidak menjadi hambatan bagi pegawai rudenim dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap para pengungsi, terlebih terdapat 11 tenaga honorer dalam membantu penjagaan keamanan di Rudenim Makassar pada malam hari.

    Berkenaan dengan pelaksanaan tugas yang dilakukan tersebut, pihak Rudenim Makassar telah berupaya melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Presden No 125 Tahun 2016 walaupun masih mengacu pada pedoman dan prosedur yang lama mengingat SOP Pengawasan masih dalam tahap penyelesaian di Ditjen Imigrasi. Hal tersebut tidak mempengaruhi tugas pengawasan yang ada saat ini karena sumber daya manusia yang terdapat pada Rudenim Makassar sangat menguasai berbagai hal yang terkait dengan pengawasan

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    55

  • para pengungsi tersebut. Pengawasan yang telah dilakukan pun sangat beragam, baik pengawasan pemulangan secara suka rela, pengawasan pengiriman ke negara tujuan, pengawasan perpindahan antar provinsi ataupun pengawasan di tempat-tempat penampungan. Dalam hal ini pengawasan saat ditemukan sudah jarang terjadi, begitupun dengan pengawasan pengungsi diluar penampungan yang menurut pihak Rudenim hanya terdapat di rumah sakit apabila ada pengungsi yang memerlukan perawatan kesehatan.

    Selain ini juga ternyata adanya Pelimpahan Kewenangan Pengawasan tidak mempengaruhi anggaran yang ada menjadi lebih baik, bahkan terjadi pemotongan anggaran yang menyebabkan adanya rencana kegiatan yang belum dapat teralisasi.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    56

  • Infrastruk-tur

    Dilihat dari aspek infrastruktur yang ada dapat diketahui bahwa prangkat mobilisasi yang digunakan saat ini di Rudenim Makassar masih sangat terbatas yaitu hanya tersedia 1 (satu) mobil dinas yang digunakan untuk melakukan pengawasan. Selain mobil dinas, petugas menggunakan kendaraan pribadi berupa motor bila terdapat panggilan darurat dari berbagai tempat penampungan. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat letak Rudenim berada diluar Makassar yaitu di Kabupaten Gowa sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai tempat penampungan yang berada di wilayah Makassar.

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar

    Catatan Wawancara

    Catatan Observasi Infratstruktur

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    57

  • Dalam melakukan pengawasan, pihak Rudenim Makassar berupaya melakukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti Kepolisian, IOM UNHCR dan sebagainya melalui berbagai media, yang salah satunya adalah melalui perangkat selular baik telepon, sms ataupun grup WhatsApp. Penggunaan perangkat komputer hanya dipergunakan untuk keperluan persuratan saja, sehingga tenaga operator yang ada pun masih memiliki pengetahuan dan keahlian yang standar dalam komputerisasi.

    Selain itu, penggunaan perangkat keamanan dalam melakukan pengawasan hanya diperuntukkan bagi penjaga keamanan di Rudenim Makassar saja, baik yang berupa borgol, pentungan, alat kejut listrik dan sebagainya yang penggunaannya harus berdasarkan SOP yang ada di Rudenim.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    58

  • Perenca-naan

    Pihak Rudenim Makassar menyadari bahwa sistem pengawasan yang ada saat ini masih belum maksimal, terutama berkaitan dengan pembatasan jam keluar para pengungsi yang hanya diperbolehkan dari pukul 15.30 sampai pukul 17.00 WIT sebagai akibat sarana dan prasarana yang belum tersedia di Rudenim Makassar bagi para pengungsi maupun Imigratoir. Belum adanya sarana dan prasarana tersebut menyebabkan pelaksanaan kegiatan yang berupa olahraga ataupun shalat jumat harus membuka pintu gerbang yang ada karena keterbatasan tempat, sehingga dapat menimbulkan kerawanan atau resiko melarikan diri bagi para deteni atau pengungsi. Oleh karena itu perencanaan pengembangan Rudenim pun sangat diperlukan terutama terkait penyediaan

    Kepala Rumah Detensi Imigrasi Makassar

    Catatan Wawancara

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    59

  • lapangan olah raga, tempat ibadah berupa mesjid atau musholla serta pagar pembatas untuk mensterilkan area tertentu yang belum ada sampai saat ini.

    Dalam hal ini pihak Rudenim Makassar pernah meminta bantuan IOM untuk menyediakan sarana dan prasarana dimaksud, namun untuk merealisasikan penyediaan sarana dan prasarana tersebut harus meminta persetujuan dari Dirjen Imigrasi, yang sampai saat ini belum mendapatkan jawaban.

    Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa Rudenim Makassar telah berupaya melakukan pengelolaan dan pengawasan pengungsi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 walaupun dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia, insfrastruktur dan anggaran yang ada. Akan tetapi memang diperlukan SOP yang khusus berkaitan dengan pengawasan pengungsi agar jelas tugas dan fungsi Rudenim dalam melakukan pengawasan dibandingkan instansi lainnya seperti Kepolisian.

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    60

  • C. Analisis

    1. Kedudukan Peraturan Presiden tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) terhadap Undang Undang Keimigrasian

    Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian), Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) merupakan salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI yang menjalankan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan sementara bagi Orang Asing yang dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK), sebagaimana diatur dalam Pasal 83 ayat (1) undang-undang dimaksud. Didalam perjalanannya, Rudenim tidak saja difungsikan sebagai tempat menampung Orang Asing yang dikenai TAK namun juga sebagai tempat penampungan pengungsi dan pencari suaka dari luar negeri. Hal tadi disebabkan oleh karena keterbatasan tempat penampungan pengungsi dan pencari suaka yang ada dalam satu wilayah tertentu. Meskipun ini merupakan fenomena ”pergeseran” tugas fungsi Rudenim, namun hal ini sudah menjadi kebijakan yang harus dilaksanakan, sehingga keberadaan Rudenim sangat dibutuhkan di Indonesia mengingat Indonesia memiliki posisi strategis untuk dikunjungi oleh orang asing dengan berbagai tujuan, baik tujuan wisata, mencari pekerjaaan ataupun tujuan lainnya (termasuk mengungsi dan mencari suaka).

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    61

  • Sejak rezim pemerintahan yang baru (masa pemerintahan Presiden Joko Widodo), pemerintah mengeluarkan kebijakan penanganan pengungsi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (PPLN) atas dasar melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pada pasal 33 sampai dengan Pasal 39 di dalam Perpres dimaksud (Perpres PPLN), diatur ketentuan mengenai kewenangan pengawasan keimigrasian oleh Rudenim.

    Berdasarkan deskripsi dua ketentuan diatas yang mengatur tentang kewenangan Rudenim, maka perlu memposisikan ketentuan pasal-pasal yang disebutkan di dalam Perpres PPLN yang mengatur kewenangan pengawasan keimigrasian oleh Rudenim terhadap UU Keimigrasian yang juga mengatur kewenangan Rudenim. Jika melihat pada sisi ”subjek” yang diatur dan menjadi fokus kewenangan Rudenim diantara UU Keimigrasian dan Perpres PPLN maka keduanya memiliki persamaan. Keduanya sama-sama menggunakan istilah ”Orang ”Asing”, baik ”orang asing” itu sendiri maupun ”pengungsi sebagai orang asing” yang memiliki pengertian sebagai ”orang yang bukan warga Negara Indonesia”. Perbedaannya adalah terletak pada cara penanganannya. Di dalam ketentuan Undang-undang Keimigrasian kewenangan Rudenim adalah melaksanakan fungsi keimigrasian sebagai tempat penampungan orang asing yang mendapatkan TAK, yang meliputi kewenangan: pendetensian, pengisolasian, pendeportasian, pemulangan, pemindahan, dan fasilitasi

    Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

    62

  • penempatan ke negara ketiga terhadap Orang Asing di Wilayah Indonesia yang melakukan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan .11 Sedangkan didalam ketetentuan Perpres PPLN kewenangan Rudenim adalah melakukan pengawasan keimigrasian terhadap pengungsi dan pencari suaka yang meliputi: pada saat ditemukan, di tempat penampungan dan diluar tempat penampungan, diberangkatkan ke negara tujuan, pemulangan sukarela, dan pendeportasian. Dengan demikian, berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Perpres PPLN merupakan peraturan khusus (leg specialist) dari Undang-undang Keimigrasian (leg generalist) yang mengatur khusus penanganan pengungsi dari luar negeri, yang dalam hal ini kedudukannya sama-sama sebagai ”orang asing”. Dalam kondisi existinct Undang-undang Keimigrasian tidak mengatur penanganan pengungsi dari luar negeri.

    2. Pelaksanaan Perpres PPLN oleh Rudenim Medan dan Makassar

    Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya bahwa diberlakukannya Perpres PPLN sangat mempengaruhi Rudenim secara kelembagaan, ketatalaksanaan, infrastruktur dan perencanaan selanjutnya. Di dalam pembahasan analisis pelaksanaan Perpres PPLN oleh Rudenim, akan disampaikan dalam

    11 Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor IMI.1917-OT.02.01 Tahun 2013 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Rumah Detensi Imigrasi

    Peran Negara dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang

    63

  • dua perspektif, yaitu: perspektif kondisi Rudenim dalam melaksanakan tugas sebelumnya (pra-Perpres PPLN) serta kondisi Rudenim pada saat ini (existinct) setelah diberlakukannya Perpres PPLN.

    Pada kondisi (pra-Perpres PPLN) di kedua Rudenim dalam melaksanakan tugas disamping sebagai tempat penampungan orang asing yang dikenai tindakan administratif keimigrasian (TAK) namun Rudenim sekaligus menjadi tempat penampungan bagi orang asing yang berstatus sebagai pengungsi dan pencari suaka, meskipun mereka sebagian berada