agusta ika prihanti nugraheni, se., mba magister … john... · · 2015-10-08agusta ika prihanti...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
Kasus: Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara
Agusta Ika Prihanti Nugraheni, SE., MBA
Magister Manajemen, STIE Widya Wiwaha
email: [email protected]
Dr. John Suprihanto, MIM,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nunukan yang terletak di Provinsi Kalimantan Utara yang bertujuan untuk mengidentifikasi kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM di Kabupaten Nunukan dan selanjutnya
dikembangkanmateri dan pola pelatihan dan pendampingan untuk lima tahun ke depan. Metode yang digunakan adalah
Participation Action Research dengan analisis diagram fishbone dan Ansoff Matrix atau product-market growth matrix.
Data dikumpulkan dengan metode survei, kuesioner, wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa kendala yang dihadapi oleh UMKM di Nunukan sebagian besar adalah pengemasan,
pemasaran, kualitas produk dan legalitas usaha serta keterbatasan mengolah keunggulan sumberdaya alam yang mereka
miliki. Tindak lanjut dari hasil penelitian tersebut adalah implementasi pola pelatihan dan pengembangan UMKM
Kabupaten Nunukan, khususnya di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik.Hasil pelatihan dan pendampingan adalah meningkatnya pemahaman para pelaku UMKM atas arti pentingnya merk dan labeling, peningkatan pemahaman mengenai
pemasaran online melalui internet, serta tersambungnya jalur pengurusan legalitas usaha.Selain itu, pelaku UMKM peserta
pelatihan dan pendampingan telah membuat dan mendapatkan merk dan desain label untuk produk mereka masing masing.
Kata Kunci:Kabupaten Nunukan, UMKM, Kemasan, Merk, Desain Label, Pemasaran offline dan online
Abstract
This study was conducted in Nunukan, located in the province of North Borneo which aims to identify constraints and problems faced by SMEs in Nunukan and then performed the training and mentoring. The method used is the Participation
Action Research with fishbone diagram analysis. Data was collected by survey, questionnaire, interview and Focus Group
Discussion (FGD). Results of the study found that the constraints faced by SMEs in Nunukan mostly packaging, marketing,
product quality and business legality. Follow-up of the results of these studies is the formation of Nunukan SME development and the implementation of training and mentoring in the district and sub-district Nunukan Sebatik. The results
of the training and mentoring is the increased understanding of the SMEs on the importance of brand and labeling, increase
understanding of online marketing via the internet, as well as the connection between the maintenance track business
legality. In addition, SMEs trainee and mentoring have made and get the brand and label design for each of their products.
Keyword: Nunukan Regency, SME, Packaging, Merk, Labeling, Offline and online marketing
1. PENDAHULUAN
UMKM di Indonesia merupakan penyumbang sumber lapangan pekerjaan terbesar di
Indonesia, yaitu lebih dari 90% angkatan kerja, khususnya wanita dan angkatan muda.
UMKM di Indonesia tersebar secara luas di berbagai daerah pedesaan sehingga memiliki arti
penting sebagai cikal bakal perkembangan masyarakat desa untuk menjadi wirausaha.Usaha
mikro dan kecil didominasi oleh usaha yang dikelola sendiri yang tidak memiliki
pekerja(Tambunan, 2008).Studi terdahulu menemukan kontribusi UMKM atas pekerjaan
penuh waktu adalah sebesar 20% - 45% dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga
di daerah adalah sekitar 30% - 50% (McPherson & Chuta, 1994 dikutip dalam Okpara &
Wynn, 2007).
Disisi lain UMKM juga mengalami berbagai kendala dalam tumbuh dan
berkembang.Selain kendala permodalan dan akses pada sumber dana (Dia, 1996; Godsell,
1991; Harper, 1996; Hart 1972; dikutip dalam Okpara & Wynn, 2007), terdapat beberapa
kendala lain yang dihadapi oleh UMKM. Kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori (Okpara & Wynn, 2007) yaitu pertama, kendala administratif antara lain akuntanis,
keuangan, sumber daya manusia dan isu manajemen.Kedua, kendala operasional antara lain
pemasaran, kontrol persediaan, produksi dan operasional.Ketiga, kendala stratejik, yaitu
perencanaan, riset pasar dan analisis finansial.Serta yang keempat, kendala ekstrenal yaitu isu
infrastruktur, korupsi, teknologi dan permintaan yang rendah.Berdasarkan penelitian
terdahulu, ditemukan bahwa penyumbang terbesar bagi kegagalan UMKM adalah masalah
administratif.Studi oleh Kazooba (2006) menemukan bahwa pencatatan yang buruk serta
kurangnya pengalaman dan keahlian manajemen dan bisnis dasar menjadi penyebab terbesar.
Penelitian lain juga menemukan bahwa kegagalan UMKM juga dikarenakan kurangnya
pengalaman dalam bidang bisnis, khususnya rendahnya pengetahuan teknis, keahlian
manajemen yang kurang memadai, kurangnya perencanaan dan kurangnya riset pasar
(Lussier, 1996; Mahadea, 1996, Murphy, 1996;, van Eeden et al., 2004 dikutip dalam Okpara
& Wynn, 2007). Namun, penelitian tersebut belum mengidentifikasi kelompok permasalahan
mana yang dialami oleh UMKM di Indonesia. Selain itu, faktor lain penyumbang kegagalan
bagi UMKM yang telah diidentifikasi dalam penelitian sebelumnya adalah korupsi,
infrastruktur yang buruk, lokasi yang tidak strategis, kegagalan melakukan riset pasar dan
ekonomi (Kazooba, 2006; Mambula, 2002; van Eeden et. al., 2004 dikutip dalam Okpara &
Wynn, 2007)
UMKM di Indonesia tidak dipungkiri menghadapi berbagai hambatan dan kendala
walaupun kendala tersebut berbeda-beda antar satu dareah dengan daerah yang lain atau antar
sektor. Namun, terdapat beberapa kendala yang hampir sama yang dihadapi oleh UMKM di
Indonesia, antara lain keterbatasan modal, kesulitan mendapatkan bahan baku, keterbatasan
akses atas informasi bisnis yang relevan, kesulitan dalam pemasaran dan distribusi,
penguasaan teknologi yang rendah, tingginya biaya transportasi dan infrastruktur yang tidak
memadai (Lawrence & Tar, 2010; Olawale & Garwe, 2010; Siringoringo et al., 2009),
masalah komunikasi, masalah perijinan dan legalitas, serta peraturan dan perundangan yang
tidak mendukung (Tambunan 2008). Kendala yang dihadapi oleh UMKM seringkali berasal
dari aturan perundangan dan birokrasi yang tidak mendukung iklim usaha bagi UMKM
tersebut (Pribadi& Kanai, 2011). Aspek legal bahkan menghalangi UMKM mengambil
peluang yang ada karena peraturan yang buruk cenderung memiliki proses yang kompleks,
sulit dan mahal (Tambunan, 2009, Al-Hyari et al., 2011; Olawale & Garwe, 2010). Pada
akhirnya, proses yang lama dapat menghambat proses distribusi ke pasar (Siringoringo et al.,
2009) yang mempengaruhi brand image UMKM Indonesia dan tertinggalnya produk
Indonesia dalam persaingan global (Siringoringo et al., 2009; Irjayanti & Aziz, 2012).
Dalam kaitannya dengan infrastruktur yang menjadi masalah adalah buruknya dan
atau mahalnya infrastruktur seperti transportasi, fasilitas penyimpanan, air, listrik dan
telekomunikasi, kurangnya lokasi kerja dan pasar fisik yang masih buruk. Masalah lain
adalah tidak ada akses terhadap pelatihan formal sehingga banyak SDM UMKM yang
memiliki keahlian yang rendah baik dalam hal ekonomi dan manajerial, bahkan buta aksara,
memiliki akses yang terbatas atas hak kepemilikan, kurangnya akses atas permodalan resmi
dan institusi keuangan, regulasi pemerintah yang terlalu banyak, biaya dan waktu yang tinggi
dalam pengurusan ijin dan legalitas, produk yang tidak memenuhi standar pasar. Kendala
ketiga adalah terkait dengan biaya registrasi dan transaksi pendirian bisnis yang tinggi,
keterbatasan akses teknologi, kurannya peluang pembelian dalam jumlah besar, kurangnya
modal kerja, pinjaman yang didapat dari sumber informal seperti teman atau keluarga atau
rentenir serta dana yang tidak cukup untuk melakukan investasi lebih jauh (UN, 2001 dalam
Tambunan, 2006).
Untuk itu, pemerintah memiliki peran penting dalam perkembangan
UMKM.Pemerintah sendiri telah memberikan berbagai bantuan, pelatihan dan pendampingan
kepada UMKM di Indonesia. Penelitian terdahulu menemukan bahwa dilihat berdasarkan
lokasinya, mayoritas UMKM yang menerima bantuan dan dukungan dari pemerintah adalah
yang berada di Jawa dan Bali (71%) sedangkan Kalimantan hanya sebesar 2% (Tambunan
2008). Namun, jika dilihat dari jumlah UMKM yang menerima bantuan dalam satu daerah
maka Nusa Tenggara Timur dan Barat menempati posisi pertama dengan jumlah UMKM
penerima bantuan terbanyak, dan Jawa Bali berada diposisi ketiga(Tambunan 2008).Dilihat
dari hal tersebut, UMKM di Kalimantan dirasa masih kurang mendapatkan bantuan,
khususnya Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.Kabupaten Nunukan yang berada di
wilayah perbatasan sangat dipengaruhi oleh aktivitas sosial ekonomi negara
tetangganya.Kawasan perbatasan antar negara ini merupakan kawasan strategis, terutama
dalam era globalisasi karena pada dasarnya daerah-daerah perbatasan dapat menjadi titik
tumbuh bagi perekonomian regional maupun nasional.Daerah-daerah perbatasan ini memiliki
potensi alam yang kaya namun terkendala oleh faktor aksesibilitas fisik wilayah. Disisi lain,
dengan berbatasan langsung dengan negara lain, dalam hal ini Malaysia, menjadikan
penduduk lokal lebih intens berinteraksi dengan penduduk Malaysia dibandingkan dengan
penduduk dari daerah lain yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (Giyarsih,
2014).Kondisi tersebut berimbas pada kurangnya bantuan, baik dana maupun pelatihan dan
pendampingan, yang diterima oleh UMKM di Kabupaten Nunukan.
Sementara itu, keberhasilan UMKM di era globalisasi dan pasar terbuka saat ini
bergantung pada keunggulan kompetitif produk-produknya.Hal tersebut artinya, seluruh
UMKM di Indonesia sudah selayaknya mendapatkan bantuan untuk mengatasi kendala yang
dihadapi.Untuk mengatasi kendala-kendala yang ada, maka harus terlebih dahulu mengetahui
permasalahan dan kendala yang dihadapi oleh UMKM di masing-masing daerah, khususnya
di Kabupaten Nunukan. Karena walaupun secara umum kendala yang dihadapi oleh UMKM
adalah sama, namun setiap UMKM di setiap daerah memiliki kendala dan masalah yang
berbeda. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan studi untuk mengidentifikasi
kendala yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten Nunukan serta membangun pola
pengembangan UMKM di Kabupaten Nunukan.
2. METODE PENELITIAN
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah participation action
research(PAR) yang menekankan pentingnya keterlibatan (kolaborasi) seluruh pihak
(Wadsworth, 1998). Fokus dari penelitian PAR adalah bagaimana pihak-pihak yang terlibat
dalam penelitian memiliki keinginan untuk mempelajari “sesuatu” dan menerapkan apa yang
telah dipelajarinya. Lebih lanjut lagi, PAR dilaksanakan dalam latar alamiah dengan tujuan
untuk memecahkan masalah (O‟brien, 1998).PAR digunakan untuk mendefinisikan sebuah
masalah maupun menerapkan informasi ke dalam aksi sebagai solusi atas masalah yang telah
terdefinisi.PAR digunakan dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa objek kajian
berada dalam tahap awal penerapan serta penelitian ini menghadapi fenomena aplikatif
dengan solusi yang harus dapat diterapkan.PAR sesuai untuk digunakan karena basis PAR
adalah pendekatan kolaborasi dan fokus pada pembelajaran pihak-pihak yang terlibat. PAR
akan memberikan gambaran fenomena dan masalah yang lebih jelas karena dalam PAR
keterlibatan peneliti dengan obyek sangat besar sehingga dapat ikut merumuskan aksi-aksi
yang harus dilakukan oleh obyek sdengan tujuan untuk merubah dan memperbaiki. Sehingga
hasil penelitian tidak hanya bersifat teoritis namun juga memiliki implikasi manajerial.Selain
itu, PAR juga bersifat fleksibel sehingga saat penelitian dapat dilakukan adaptasi dan
perubahan pada model penelitian (Sankaran, 2001).
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Nunukan yang terletak di Provinsi
Kalimantan Utara yang berdiri pada tahun 1999.Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran
Kabupaten Bulungan dengan luas wilayah 14.263,68 km2dan berbatasan langsung dengan
Malaysia.
b. Pengumpulan Data
Penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer.Metode pemetaan lokasi dan
pengumpulan data dalam PAR adalah melalui kegiatan kegiatan kunjungan lapangan
(transect), wawancara mendalam (in-depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (focus
group discussion/FGD), diskusi partisipatif, observasi (observasi data fisik dan observasi
terlibat), dan survei dengan kuesioner tatap muka kepada responden maupun studi dokumen.
Pemilihan metode FGD didasari oleh beberapa hal, yaitu FGD memiliki keunggulan karena
data dapat diperoleh sebanyak-banyaknya dari informatif, sifatnya kumulatif dan elaboratif
sehingga hasilnya melebihi wawancara informal (Denzin & Lincoln, 2009).Selain itu, dengan
FGD, informasi yang diperoleh merupakan informasi kelompok, pendapat kelompok dan
sikap kelompok sehingga kebenaran informasi menjadi kebenaran intersubjektif dan bukan
kebenaran perorangan atau subyektif.Hal tersebut dikarenakan saat berlangsung diskusi,
setiap orang tidak hanya memperhatikan pendapatnya sendiri namun juga
mempertimbangkan pendapat peserta FGD lainnya (Bungin, 2011).Selain metode FGD,
metode observasi dan wawancara mendalam kepada beberapa informan dilakukan di semua
kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nunukan.Sedangkan In depth interviewdan focus group
discussion (FGD) dilaksanakan dengan stakeholder yang terkait dengan program
pengembangan UMKM di kabupaten Nunukan.FGD dilakukan pada tahap perencanaan
aksi.Studi dokumen dilakukan pada tahap diagnosis dan perencanaan aksi.Kegiatan
wawancara dilakukan pada tahap diagnosis, perencanaan aksi, maupun penerapan
aksi.Sedangkan, observasi dilakukan pada tahap penerapan aksi dan evaluasi.
Terdapat tiga macam kelompok informan dalam penelitian ini, yaitu pelaku UMKM,
petugas penyuluh lapangan dan pemerintah daerah.Informan yang ditunjuk adalah informan
yang berkaitan langsung dan memiliki informasi relatif lengkap atas kondisi
UMKM.Informan untuk kelompok pelaku UMKM diambil beberapa di wilayah
kajian.Sedangkan informan untuk petugas penyuluh lapangan dan pemerintah daerah diambil
dari berbagai unsur dari dinas/instansi sektoral, tenaga pendidik serta petugas Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat.
c. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan adalah menggunakan Content Analysis, diagram
fishbonedan Ansoff matrix atau product market growth matrix. Content analysis, yaitu teknik
penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang replicable dan valid dari teks dengan tetap
memperhatikan konteksnya serta digunakan untuk memahami manifest dan latent dari teks.
Teks tersebut dapat berupa transkrip wawancara dan diskusi kelompok, foto, isi editorial,
film, program TV dan iklan surat kabar (Krippendorff, 2004; Macnamara, 2005). Unit
analisis yang akan digunakan harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan content
analysis (Krippendorff, 2004), untuk itu unit analisis dalam penelitian ini adalah transkrip
FGD. Content analysis didahului dengan melakukan coding terhadap istilah, kata, kalimat
dan lainnya yang terkait dengan penelitian dan yang paling banyak muncul di teks.Langkah
selanjutnya adalah melakukan klasifikasi dengan tujuan membangun kategori dengan melihat
sejauh mana satuan makna yang muncul dan berkaitan dengan penelitian (Bungin,
2011).Kategori sendiri dapat dikembangkan sendiri oleh peneliti, berasal dari responden, dari
penelitian terdahulu atau gabungan dari ketiganya (Alwasilah, 2002).Dalam penelitian ini,
kategori dikembangkan oleh peneliti.Dasar penentuan kategori adalah dari hasil wawancara
atau informasi dan jawaban dari informan yang telah di-coding sebelumnya.
Fishbonediagram atau diagram tulang ikan merupakan diagram yang digunakan
untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan secara grafik dan sistimatis menggambarkan
secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu permasalahan.Penyebab
permasalahan digambarkan pada sirip/duri besar dan duri/duri kecil dimana pada bagian
kanan diagram atau kepala ikan diletakkan permasalahan utama dan pada sirip dan duri
diletakkan penyebab permasalahan. Sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi penyebab
permasalahan, pengelompokan yang sering digunakan meliputi materials (bahan baku),
manpower (sumber daya manusia), money (uang atau dana), machines and equipment (mesin
dan peralatan atau barang modal), methods (metode atau teknik), mother nature/environment
(lingkungan) danmeasurement (pengukuran) (Scavarda, Bouzdine-Chameera, Goldstein,
Hays & Hill, 2004). Selanjutnya Fishbone diagram tersebut digunakan untuk
mengidentifikasi permasalahan dan penyebab yang dihadapi oleh UMKM di Kabupaten
Nunukan.
Analisis selanjutnya digunakanMatriks Ansoff yaitu sebuah matriks alternatif untuk
menggambarkan dan menentukan salah satu atau kombinasi pilihan strategi yaitu strategi
penetrasi pasar, strategi pengembangan produk, strategi pengembangan pasar dan strategi
diversifikasi bagi perusahaan. Analisis Ansoff matriks merupakan instrument yang membantu
para pelaku bisnis mengembangkan produk dan pasar untuk menentukan langkah strategis
yang akan diimplementasikan pada empat situasi dan kondisi.Ansoff matriks menunjukkan
bahwa kumpulan langkah strategis menjadi tergantung pada apakah pasar baru atau yang
sudah ada atau produk baru yang ada di pasar.Atau dengan kata lain, matrix Ansoff‟s
merupakanmatrikuntuk membantu pengambilan keputusan yang kreatif dan strategis dalam
bisnis dengan mempertimbangkan pengembangan melalui produk lama, produk baru, pasar
lama dan pasar baru. Secara lebih terperinci, gambar 1 berikut ini, garis horizontal
menggambarkan produk lama dan produk baru, dan garis vertical menunjukkan pasar yang
lama dan pasar yang baru. Dari kombinasi garis horizontal dan vertical tersebut menghasilkan
empat alternative strategi yaitu: Market Penetration Strategy (produk lama dan pasar lama),
Market Development Strategy (produk lama dan pasar baru), Product Developement Strategy
(produk baru dan pasar lama), dan Diversification Strategy (produk baru dan pasar lama).
PRODUCT
CURRENT New
MARKET
CURRENT
Market Penetration
Strategy
Product development
Strategy
NEW
Market development Strategy
Diversification Strategy
Gambar 1. Product-Market Growth Matrix (Igor Ansoff’s Generic Strategies)
Sumber:I. Ansoff, Corporate strategy, McGraw Hill, New York, 1965 dikutip dalam Mãlina &
Alina-Daniela, 2008
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Penelitian
Pengumpulan data diawali dengan kegiatan sosialisasi di BAPPEDA yang diikuti
peserta berjumlah 50 orang yang terdiri atas aparatur pemda, pengusaha UMKM, dan
LSM.Selanjutnya kegiatan FGD dilaksanakan dengan dua kelompok yaitu FGD dengan
anggota dari aparatur pemda (pembuat kebijakan) dan FGD dengan anggota dari pihak
UMKMdan LSM (yang diatur dalam kebijakan).Selain itu, pencarian data primer
dilaksanakan dengan mencari data langsung (wawancara) ke Pulau Sebatik
sebanyak5kecamatan dan ke Kecamatan Krayan. Untuk data sekunder dicari oleh timdengan
dibantu oleh tim Bappeda. Kuesioner dibagikan kepada pelaku UMKM pada saat sosialisasi
kegiatan di BAPPEDA dengan jumlah responden 17 orang.Responden tersebut terdiri dari 6
orang laki-laki dan 11 orang wanita. Sebagian besar responden merupakan pelaku usaha
mikro dengan omset/penjualan perhari kurang dari Rp.900.000,00. Jenis usaha yang mereka
tekuni sebagian besar bergerak di industri makanan atau industri pengolahan makanan, yaitu
7 orang responden memiliki usaha pengolahan buah-buahan menjadi kripik buah dan 1 orang
responden dari UKM Center. Sejumlah 7 orang responden memiliki usaha membuat
panganan/camilan dan katering seperti kue kering, kerupuk udang, nugget ikan, dodol dan
selai. Sedangkan 2 responden memiliki usaha pembuatan tas, celemek, sandal dan dompet.
Sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam hal
pemasaran, kemasan produk, legalitas usaha dan teknologi pendukung
produksi.Permasalahan tersebut dikemukakan lagi oleh beberapa informan dari pelaku
UMKM saat dilakukan wawancara dan FGD. Berikut ini dijelaskan secara ringkas masing-
masing kondisi dan situasi seperti berikut:
FGDdengan Kepala Desa Maspul dan Penyuluh Lapangan Kecamatan Ajikuning serta
dapat diidentifikasi beberapa masalah yang dihadapi oleh pelaku UMKM di Desa
Maspul.Kendala pertama yang mereka utarakan adalah masalah pengemasan
(packaging).Produk keripik buah dikemas dengan kemasan alumunium foil yang didatangkan
langsung dari Malang sedangkan ongkos kirim dari Malang sampai ke Pulau Sebatik cukup
mahal. Akibatnya, harga jual keripik yang dihasilkan pun menjadi lebih mahal dibandingkan
dengan harga keripik dari daerah lain. Kendala kedua adalah pemasaran.Kembali lagi pada
permasalahan tingginya ongkos kirim karena letak geografis Pulau Sebatik yang berada di
ujung NKRI membuat harga jual keripik menjadi lebih mahal karena terbebani oleh tingginya
ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau Sebatik.Sehingga, walaupun keripik hasil
dari UMKM di Pulau Sebatik sisi kualitas dapat bersaing, namun dari segi harga mereka
tidak dapat bersaing.Key Person yang kedua ialah Ibu Salmiyah di Pulau Sebatik yang
mengelola usaha peningkatan pendapatan keluarga Kecamatan Sebatik Tengah.Usaha
tersebut menampung hasil produksi ibu-ibu rumah tangga pelaku UMKM di wilayah
Kecamatan Sebatik. Berdasar hasil identifikasi tim diperoleh informasi bahwa kendala yang
dihadapi oleh usaha ini hampir sama dengan pelaku UMKM di Desa Maspul, yaitu
pemasaran. Mereka hanya dapat menjual hasil produksi UMKM kepada orang-orang yang
sedang mengunjungi Pulau Sebatik dan mampir ke outlet.Ketiadaan akses pasar keluar Pulau
Sebatik karena masih kurangnya penggunaan teknologi dan masalah ongkos pengiriman
barang yang besar menjadi kendala.
Dipulau Sebatik juga terdapat kelompok ibu-ibu dari beberapa RT yang
beranggotakan 30 orang di Desa Vokasi yang mengolah berbagai panganan dari bahan baku
pisang karena di desa tersebut kaya akan tanaman pisang. Pada umumnya buah pisang hasil
kebun mereka hanya dijual ke Tawau, Malaysia tanpa diolah terlebih dahulu sehingga
harganya menjadi murah.Sejak dibentuk kelompok tersebut, harga pisang menjadi naik.
Produk mereka antara lain tepung pisang, nasi pisang, keripik pisang. Namun kendala yang
dihadapi hampir sama dengan UMKM lain, yaitu pengemasan yang belum maksimal karena
terlalu mahal. Dikarenakan listrik hanya ada pada malam hari, maka pengemasan juga hanya
dapat dilakukan pada malam hari.Selain itu, mereka tidak dapat membuat label sendiri.
Kendala lain yang mereka utarakan adalah kurangnya pengetahuan tentang manajemen,
khususnya bagaimana mengelola kelompok dan memasarkan produk. Produk hanya dijual ke
pasar dan walaupun sudah dijual sampai ke Tawau Malaysia, namun tidak dapat menjual
banyak, walupun ada agen disana karena akan terkena cukai.
Wawancara dan FGD dengan Bapak Daud selaku Camat Lumbis Ogong dan para
pengrajin diperoleh informasi mengenai kendala yang ditemui oleh para pengrajin yang
mengerucut pada permasalahan pemasaran barang.Para pengrajin mengeluhkan bagaimana
caranya agar hasil kerajinan mereka dapat dijual ke luar daerah.Selain itu mereka pun
meminta masukan terkait bagaimana menyetarakan hasil produksi kerajinan mereka agar
dapat bersaing di pasar. Beberapa kerajinan yang dihasilkan pengrajin disini antara lain
berbagai anyaman dari rotan berupa tas, tikar, dan kipas.
Hasil produksi UMKM di Kecamatan Sebuku memiliki bentuk yang hampir sama
dengan yang ada di Kecamatan Lumbis Ogong, antara lain berbagai anyaman tas dari rotan,
tikar, dan kipas dengan Proses produksi masih menggunakan alat-alat manual, seperti pisau
serut. Selanjutnya, menurut Kepala TU Kecamatan Sebuku hambatan yang dihadapi oleh
para pelaku UMKM wilayahnya adalah masalah pemasaran.Sebagian besar pelaku UMKM
menjual hasil produksi ke wilayah sekitar atau bahkan hanya dipakai sendiri.Kendala yang
dihadapi oleh pelaku UMKM di Kecamatan Sebuku adalah masalah pengiriman karena letak
geografis Kecamatan Sebuku yang jauh dari pusat Kabupaten Nunukan.
Kecamatan Sembakung menghasilkan madu.Dari hasil FGD dengan Kepala TU
Kecamatan Sembakung diketahui bahwa masalah pengemasam memang menjadi
permasalahan utama yang dihadapi para pelaku UMKM Kecamatan Sebakung.Pengemasan
(packaging) madu masih tradisional, yaitu dimasukkan botol plastik kemudian ditutup
memakai plastik dan diikat dengan karet gelangApabila madu dikemas lebih rapi dan menarik
mungkin akan memberikan nilai jual yang lebih tinggi di pasaran. Selain itu, ketika tim
membeli madu dari penduduk lokal, tim berusaha mengetahui bagaimana kualitas dan
kemurnian madu, tapi botol pertama yang dibeli ternyata campuran dan tidak murni.
b. Pembahasan
Hasil studi awal di tahun 2013 menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM di
Nunukan yang menjadi respondenbergerak di usaha makanan.Metode analisis yang
digunakan dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi UMKM pangan di Kabupaten
Nunukan adalah dengan menggunakancontent analysis dan diagram fishbone. Dari hasil
pencarian data, baik melalui FGD, wawancara dan observasi maka dapat dikonstruksikan
lima kategori yaitu kemasan dan label, pemasaran, perijinan dan legalitas, transportasi dan
infrastruktur, mesin dan peralatan. Lima kategori tersebut kemudian dijabarkan dengan
diagram fishboneyang digunakan untuk mengidentifikasi,mengeksplorasi, dan secara grafik
menggambarkan secara detail semua penyebab yang berhubungan dengan suatu
permasalahan, khususnya dalam hal ini adalah permasalahan yang dihadapi oleh UMKM di
Kabupaten Nunukan., maka kendala yang dihadapi oleh mereka adalah kemasan dan label,
pemasaran, perijinan dan legalitas, transportasi dan infrastruktur, mesin dan peralatanyang
tergambar dalam diagram dibawah ini:
Gambar. 2. Diagram Fishbone Kendala yang dihadapi UMKM Kabupaten Nunukan
Kendala-kendala yang dihadapi oleh sebagian besar pelaku UMKMjika dijelaskan
lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Pemasaran. Tingginya ongkos kirim karena letak geografis Pulau Sebatik yang berada
di ujung NKRI membuat harga jual keripik menjadi lebih mahal karena terbebani oleh
Kendala yang dihadapi
UMKM Nunukan
Pemasaran
Perijinan dan legalitas
Mesin dan Peralatan Kemasan dan Label
Transportasi dan
infrastruktur
Dikirim keluar Nunukan ongkos nya mahal – kalah
bersaing
Kurang luas Sering berganti merk dan
label
Belum memiliki P-IRT
dan Label Halal
Sering luntur – kertas dan print biasa
Sparepart sulit diapatkan
Banyak yang masih manual
Adanya pungli
Pengiriman mahal
Distribusi penjualan
mahal
Listrik terbatas
Kemasan Mahal
tingginya ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau Sebatik. Pelaku UMKM
juga belum memahami pasar sasaran dan pasar potensial mereka. Selain itu, posisi
Pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, dalam hal ini
Tawau, sehingga banyak produk-produk makanan Malaysia yang masuk ke Nunukan
(Sebatik) dimana produk-produk tersebut memiliki kemasan dan label yang menarik
dengan harga terjangkau. Kondisi tersebut menjadi ancaman bagi produk lokal. Selain
itu, potensi pemasaran melalui internet (online) belum dipahami dan digunakan oleh
UMKM tersebut.
2. Mesin dan Peralatan. Mesin dan peralatan yang dimiliki oleh UMKM rata-rata masih
sederhana dan manual. Kalaupun ada mesin yang bisa memproduksi produk dalam
kapasitas yang tinggi, maka kendalanya adalah pada saat rusak mereka tidak dapat
memperbaikinya karena kurang pengetahuan teknis mesin dan tidak adanya suku
cadang.
3. Kemasan dan label. Banyak produk terutama makanan yang masih dikemas dengan
seadanya, semisal keripik pisang dan madu hutan. Walaupun ada beberapa produk
yang kemasannya telah memadai, misalnya dengan menggunakan kemasan berbahan
alumunium, namun labeling-nya masih sangat sederhana dan kurang menarik dan
biayanya tinggi. Label hanya diprint di kertas biasa, sehingga cepat luntur. Selain itu,
pelaku UMKM masih sering mengganti-ganti label sehingga tidak ada ciri khusus
bagi produk mereka sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kebingungan oleh
konsumen.
4. Perijinan dan legalitas. Sebagian besar UKM belum memiliki ijin usaha, P-IRT,
sertifikat Halal dan kelengkapan hukum lainnya. Bahkan, terdapat beberapa pungutan
liar yang tinggi yang dikeluhkan oleh UMKM sehingga mereka lebih memilih tidak
mengurus perijinan dan legalitas.
5. Transportasi dan infrastruktur. Letak geografis Pulau Sebatik yang berada di ujung
NKRI serta terbatasnya moda transportasi menyebabkan ongkos atau biaya perjalanan
dan pengiriman keluar Kabupaten Nunukan menjadi lebih mahal. Oleh karena itu,
UMKM terbebani tingginya ongkos kirim jika ingin memasarkan keluar Pulau
Sebatik. Selain itu, dibeberapa tempat di Pulau Sebatik, ketersediaan listrik sangat
terbatas, sehingga mereka hanya dapat berproduksi pada saat-saat tertentu saja.
Kendala tersebut sejalan dengan hasil penelitian terdahulu, yaitu sebagian besar
kendala yang dihadapi oleh UMKM adalah kesulitan mendapatkan bahan baku, keterbatasan
akses atas informasi bisnis yang relevan, kesulitan dalam pemasaran dan distribusi,
penguasaan teknologi yang rendah, tingginya biaya transportasi dan infrastruktur yang tidak
memadai (Lawrence & Tar, 2010; Olawale & Garwe, 2010; Siringoringo et al., 2009),
masalah komunikasi, masalah perijinan dan legalitas, serta peraturan dan perundangan yang
tidak mendukung (Tambunan 2008).
Hal pertama yang dilihat oleh konsumen saat melihat suatu produk adalah kemasan
produk.Untuk itudaya tarik kemasan sangat penting guna tertangkapnya stimulus oleh
konsumen yang di sampaikan ke produsen sehingga diharapkan konsumen tertarik pada
produk tersebut.Kemasan juga merupakan alat promosi iklan dimana produsen dapat
memberi informasi dan membujuk konsumen melalui merek dan desain kemasan. Bahkan,
melalui kemasan, produsen dapat langsung mempromosikan produknya.Namun saat ini
banyak UMKM yang tidak memperhatikan pentingnya kemasan produk, sehingga banyak
produk UMKM dikemas sekedarnya sehingga selain tidak menarik, kemasan produk UMKM
belum sesuai standar, seperti aspek keindahan, keamanan, dan menggunakan bahan-bahan
yang aman bagi kesehatan. Pada umumnya mereka kurang menyadari atau kurang memahami
bahwa kemasan yang baik dan menarik dapat mendatangkan nilai lebih dari produk yang
dijual. Seperti UMKM di Nunukan, mereka belum memahami pentingnya kemasan, desain
label dan merk bagi produk mereka. Bahkan mereka akan mengganti desain label dan merk
produk mereka sesuka mereka. Selain itu mereka terkendala biaya untuk dapat membuat
kemasan produk yang menarik dan sesuai dengan standar yang tentunya mempengaruhi
penjualan dan pemasaran.Hal tersebut juga terjadi pada UMKM di Kabupaten Nunukan,
seluruh responden UMKM yang diwawancarai mengatakan bahwa untuk mendapatkan
kemasan yang bagus dan murah sangatlah sulit. Bahkan mereka sudah memesan dari kota
lain di Jawa (Malang dan Surabaya), namun pengirimannya memakan waktu yang sangat
lama.
Untuk itu, pola pengembangan UMKM yang dihasilkan merupakan pola yang dapat
digunakan untuk mengatasi kendala tersebut yaitu pengurusan legalitas usaha UMKM secara
bersama, perbaikan kualitas kemasan dan desain label produk serta pemasaran offline dan
online yang dijabarkan ke dalam program dan kegiatan selama 5 tahun. Tentunya,
keterlibatan dan komitmen penuh dari setiap pihak yang terlibat akan menentukan kesuksesan
implementasi program-program pengembangan UMKM.
Di tahun 2014, dilakukan tindak lanjut dari studi sebelumnya, yaitu pelatihan dan
pendampingan pelaku UMKM di Kabupaten Nunukan untuk melatih dan mendampingi
pelaku UMKM dalam proses pengemasan produk dimana pengemasan merupakan salah satu
variabel dalam strategi pemasaran dan peningkatan mutu produk. Selain itu, tujuan
berikutnya adalah untuk membangun sistem e-commerce bagi UKM di Kabupaten Nunukan
sehingga dapat menunjang pemasaran produk UKM.Pengembangan UMKM di Kabupaten
Nunukan dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan melibatkan implementor
dari dinas/instansi terkait, yaitu Disperindakop Kabupaten Nunukan, tenaga ahli dari UGM
dan aktor-aktor diluar birokrasi serta pelaku usaha mikro.
Peserta pelatihan dan pendampingan dalam kegiatan ini adalah pelaku UMKM
Kabupaten Nunukan dan pendamping UMKM di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan
Sebatik.Pendampingan dilaksanakan sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 03 s.d 18 Maret
2014 di Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik dan 02 s.d 09 Juni 2014 di Kecamatan
Nunukan dan Kecamatan Sebatik. Materi Pendampinganyang diberikan dalam pendampingan
kepada pelaku UMKM adalah label kemasan produk, kemasan produk, terutama kemasan
produk makanan dan konsep pemasaran online. Sedangkan materi yang diberikan kepada
pendamping UMKM adalah label kemasan produk, kemasan produk, terutama kemasan
produk makanan serta konsep dan teknis pemasaran online.
Pendampingan dilaksanakan langsung di tempat produksi masing-masing UMKM
dengan tujuan langsung melihat proses produksi dan langsung memberikan pendampingan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing UMKM. Hasil dari pendampingan tersebut adalah
peningkatan pemahaman pentingnya merk dan labeling, peningkatan pemahaman mengenai
pemasaran online melalui internet, terciptanya merk dan desain label untuk produk keripik
buah setiap pelaku UMKM serta tersambungnya jalur pengurusan legalitas usaha.
Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok-kelompok di masing-
masing kecamatan dapat diidentifikasi keunggulan local konten, bidang usaha, beberapa
masalah atau kendala yang dihadapi oleh pelaku UMKM di masing-masing kecamatan (lihat
table 1).Selanjutnya, berdasarkan keunggulan dan masalah yang dihadapi mereka; terhadap
masing masing komoditi dikaitpadankan dengan peluang serta ancaman atau hambatan,
selanjutnya ditentukan strategi yang sesuai melalui matrik Ansoff atau product-market
growth matrix yang dikembangkan oleh Ansoff.
Melalui FGD, selain diketahui permasalahan yang merkeka hadapi; berikut ini
diperoleh dari masing-masing kecamatan informasi tentang keunggulan sumberdaya
local.Kecamatan Sebatik Tengah penghasil pisang dan berbagai buah-buahan lainnya, kakao,
dan kelapa sawit.Kecamatan Lumbis Ogong menghasilkan rotan dan ubi kayu yang sangat
melimpah.Kecamatan Sebuku juga sebagai penghasil rotan dan ubi kayu.Kecamatan
Sembakung selain penghasil rotan, dikenal memiliki produk khas yaitu madu hutan.Madu ini
didapatkan dari lebah yang membuat sarang pada Pohon Manggeris.Pohon Manggeris
merupakan salah satu pohon yang dikeramatkan di Kecamatan Sebakung.Batang Pohon
Manggeris lurus menjulang keatas dan kulit pohonnya berwarna putih.Madu diambil dari
sarang yang ada pada tangkai-tangkai Pohon Manggeris.Kecamatan Krayan memiliki
beberapa keunggulan, yaitu sektor pertanian menjadi pekerjaan utama bagi sebagian besar
masyarakat kecamatan Krayan dan dikenal dengan swasembada beras organic dan dijual ke
Malaysia. Padi Krayan merupakan komoditas utama di bidang pertanian dengan 3 varietas
yaitu Putih, Merah dan Hitam yang ditanam bulan Agustus/September dan panen bulan
Januari/Februari. Selain padi, potensi Nanas di kecamatan Krayan sebenarnya cukup besar
namun hanya musim tertentu saja ada.Hasil sumber daya alam Kecamatan Krayan selain
nanas dan padi adalah garam gunung.Ada banyak sumur untuk membuat garam gunung di
kecamatan Krayan. Garam gunung ini menjadi komoditi unggulan kedua untuk dijual ke
Malaysia. Rotan juga menjadi salah satu hasil bumi yang dijumpai di Kecamatan
Krayan.Anyaman di krayan ada karena didukung oleh melimpahnya bahan bakutersebut di
hutan. Ketrampilan menganyam banyak dilakukan oleh ibu-ibu sedangkan bapak-bapak
bertugas mencari bahan baku.
Melalui Ansoff matrik atau market-product growth matrix masing keunggulan
sumberdaya atau kontent local kecamatan dapat dipilah-pilah dan dikembangkan sesuai
denga posisi kuadran dalam matriks Ansoff tersebut.Dari ke empat kuadran Ansoff matriks,
ternyata sebagain besar cenderung dimasukkan ke kuadran ke 4 yaitu strategi
diversifikasi.Dalam strategi diversifikasi, keunggulan sumberdaya alam masing-masing
kecamatan diupayakan untuk pengembangan produk baru dan juga pasar yang baru (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Keunggulan, Bidang Usaha, Masalah dan Inisiatif Strategi dalam Pengembangan
UMKM Kabupaten Nunukan
No. Kecamatan Unggulan
lokal
Bidang Usaha
UMKM Masalah yang dihadapi
Inisiatif
Strategi
Kinerj
a
1 Sebatik Pisang
Kakao
Kelapa
Sawit
Berbagai jenis
keripik:
pisang, durian,
dan nangka.
Pemasaran: Hasil panen
semua/sebagianlangsung
dijual ke Malaysia
Pengemasan (packaging)
kemasan alumunium foil:
mahal dari Malang
Menu makan
serba pisang
Pendampingan
labeling
100%
75%
2 Sembakung Rotan
Madu
hutan
Kerajinan
rotan berupa
tas, tikar, dan
kipas.
kemasan madu:
dimasukkan botol
plastic-ditutup plastik
dan diikat karet gelang.
Kerajinan: alat-alat
manual, seperti pisau
serut
Belum
diprogramkan
3 Nunukan Rumput
laut, buah-
buahan
Ayam
Nunukan
Keripik pisang
dan buah2an,
roti2an, mi
basah
Murid SD sekitar
memilih tidak sekolah
untuk merangkai bibit
rumput laut
Rumput laut dipanen
langsung dijual, tidak
diolah terlebih dulu.
Ekstrakurikuler
SD sekitar
untuk
merangkai bibit
rumput laut,
Ayam Sexi
Goreng
10%
4 Sebuku Rotan
Ubi Kayu
anyaman
rotan: tas,
tikar, dan
kipas.
Kerajinan: alat-alat
manual, seperti pisau
serut
Belum
diprogramkan
5 Lumbis
Ogong
Rotan
Ubi kayu
anyaman
rotan: tas,
tikar, dan
kipas.
Kerajinan: alat-alat
manual, seperti pisau
serut
Belum
diprogramkan
6 Krayan Beras
organik,
garam
gunung,
rotan,
nanas
Beras organik,
garam gunung,
anyaman
rotan: tas,
tikar, dan
kipas.
Pemasaran harus ke
Malaysia
Beras Krayan diklaim
sebagai beras Malaysia.
Kemasan garam gunung
sangat sederhana.
Belum
diprogramkan
Sumber: Analisis data primer, 2013.
4. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
a. Kesimpulan
Dari hasil studi dan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten Nunukan memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat diolah oleh
UMKM menjadi berbagai macam produk makanan, misalnya pisang, rumput laut, kakao,
beras, garam gunung, nanas, madu hutan, ubi kayu dan lain sebagainya. Namun, pelaku
UMKM sendiri masih banyak menghadapi berbagai macam kendala seperti pengolahan,
pengemasan, pemasaran, kualitas produk, sumber daya manusia dan juga keuangan.Pelaku
UMKM sendiri menyambut baik program pelatihan dan pendampingan yang dapat membantu
mereka meningkatkan kapasitas produksi, daya saing produk dan pemasaran.Namun,
kegiatan pendampingan tersebut dirasa masih kurang maksimal karena keterbatasan anggaran
dan waktu sehingga belum semua pelaku UMKM dapat didampingi. Selain itu, UMKM di
Indonesia, khususnya di perbatasan dalam hal ini kabupaten Nunukan dapat berkembang
dengan baik jika selalu dilakukan pendampingan dan kemitraan dari berbagai pihak terkait,
seperti pemerintah (instansi atau dinas), universitas, sektor swasta dan masyarakat.
b. Rekomendasi
Hendaknya pelatihan dan pendampingan UMKM di Kabupaten Nunukan dapat
dilanjutkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan dukungan penuh dari
pemerintah, universitas, pihak swasta dan masyarakat sendiri.Selain itu, program kegiatan
selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membangun jalur dan birokrasi yang mudah bagi
UMKM dalam mengurus legalitas usaha, pendampingan dalam mengakses pendanaan dari
lembaga keuangan serta memperkuat strategi pemasaran baik offline maupun
online.Tentunya, keterlibatan dan komitmen penuh dari setiap pihak yang terlibat akan
menentukan kesuksesan implementasi program-program pengembangan UMKM. Sesuai
dengan RPJP Nasional, kiranya sudah saatnya ISEI merapatkan gerakan bersama untuk
memprioritaskan membangun dari yang lemah menuju yang kuat (dalam arti dari perbatasan,
dari pinggiran atau terluar, dari yang terpencil atau terisolasi, dari desa menuju ke tengah dan
ke Kota).
5. ACKNOWLEGMENT
Penelitian ini dapat terselenggara atas kerjasama BAPPEDA Kabupaten Nunukan dan
Program Hibah Hi-Link Dikti tahun 2013.
6. DAFTAR PUSTAKA
Al-Hyari, K., Al-Nasour, M., Alnsour, M., Al-Weshah, G., & Abutayeh, B. (2011). Exporting
Performance and Manufacturing Activities in Jordanian SMEs: External Barriers and
Relationships. International Journal of Global Business. 4(1): 44-72.
Alwasilah, C. (2002). Pokoknya Kualitatif. Pustaka Jaya. Bandung.
Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Denzin, N.K., dan Lincoln, Y.S. (2009). Handbook of Qualitative Research.California: Sage
Publication, Inc.
Dia, M. (1996). African Management in the 1990s and beyond: Reconciling indigenous and
transplant institution. Washington, D.C: The World Bank
Eeden, S., Viviers, S & Venter, D. (2004).An Exploratory study of selected problems
encountered by small business in a South African context.Journal of African
Business. 5(1):45-72.
Giyarsih, S.R. (2014). Pengentasan Kemiskinan Yang Komprehensif Di Bagian Wilayah
Terluar Indonesia - Kasus Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara.Jurnal
Manusia Dan Lingkungan. 21(2):239-246.
Irjayanti, M. & Aziz A.M. (2012). Barrier Factors and Potential Solutions for Indonesian
SMEs.Procedia Economics and Finance. 4: 3-12.
Krippendorff, K. (2004). Content Analysis: An Introduction to Its Methodology. London:
Sage Publication, Inc.
Lawrence, J.E. & Tar, U.A.(2010).Barriers to ecommerce in developing
countries.Information Society and Justice.3(1): 23-35.
Lussier, R.N. (1996). Reasons why small businesses fail: and how to avoid failure. The
Entrepreneur Executive. 1(2): 10-17.
Mahadea, D. (1996). Financial constraints on small business entrepreneurs: A Transkei Case
Study. Acta Academia. 29(1): 70-89.
Mãlina, C., & Alina-Daniela, M. 2008. The Competitive Advantage And The Business
Strategies Used By Romanian Companies. Annals of the University of Oradea,
Economic Science Series, (17)4:184-
188.http://steconomiceuoradea.ro/anale/volume/2008/v4-management-
marketing/031.pdf
O„Brien, R. (1998). An overview of the methodological approach of action
research.http://www.web.net/~robrien/papers/arfinal.html.
Okpara, J. & Wynn, P. (2007). Determinants of Small Business Growth Constraints in a Sub-
Saharan African Economy: Quarterly Journal. S.A.M. Advanced Management
Journal. 72(2): 25–35
Olawale, F & Garwe, D. (2010). Obstacles to the Growth of New SMEs in South Africa: A
principal Component Analysis Approach. African Journal of Business Management.
4(5): 729-738.
Pribadi, H. & Kanai, K. (2011). Examining and Exploring Indonesia Small and Medium
Enterprise Performance: An Empirical Study. Asian Journal of Business
Management. 3(2): 98-107.
Sankaran, S. 2001. Methodology for an organisational action research thesis.Action Research
International.Paper 6.http://www.aral.com.au/ari/p-ssankaran01.html
Scavarda, A.J., Bouzdine-Chameeva, T., Goldstein, S.M., Hays, J.M., & Hill, A.V. 2004.A
Review of the Causal Mapping Practice and Research Literature. Second World
Conference on POM and 15th Annual POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 –
May 3.
http://www.pomsmeetings.org/ConfProceedings/002/POMS_CD/Browse%20This%2
0CD/PAPERS/002-0256.pdf
Siringoringo, H., Prihandoko, T.D., & Kowanda.A. (2009). Problem Faced by Small and
Medium Business in Exporting Products. Delhi Business Review X. 10(2): 49-56.
Suprihanto, J., Ruslanjari, D..&Nugraheni, A.I.P. (2013).Penyusunan Perencanaan
Pengembangan Industri Kecil Menengah Pengolahan Sumberdaya LokalDi
Kabupaten Nunukan. Laporan Akhir. Bappeda Kabupaten Nunukan bekerja sama
dengan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Tambunan, T. (2006).SME Capacity Building In Indonesia. JETRO.Kadin Indonesia. Mei.
http://www.kadin-
indonesia.or.id/id/doc/opini/SME_Capacity_Building_In_Indonesia.pdf
Tambunan, T. (2008). SME development, economic growth, and government intervention in
a developing country: The Indonesian story. J Int Entrepr. 6:147–167.
United Nations.(2001). Growing Micro and Small Enterprises in LDCs, the Missing Middle.
Geneva.
Wadsworth, Y. (1998). What is Participatory Action Research?.Action Research
International.Paper
2.http://www.montana.edu/cpa/news/images/articles/hires/img200603291143660763-
1.pdf.