jurnal mba nisa.doc

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim seorang wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita melakukan hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan ketika rahim melepaskan sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasanganya akan membuahi sel telur sel telur matang wanita tersebut. Telur yang telah dibuahi sperma kemudian akan menempel pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama kira–kira 40 minggu (280 hari) dalam rahim pada kehamilan normal (Suririnah, 2008). Status gizi ibu sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan janin (Ronnenberg et all, 2003). Metode yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi pada seseorang adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (BMI) atau Body Mass Index (BMI). Indeks Massa Tubuh (BMI), yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat dipengaruhi oleh etnisitas dan genetik dan dapat juga digunakan untuk pengukuran adipositas dan keseimbangan energy (Ronnenberg et all, 2003). Antropometri ibu pun berbeda antar populasi (Ota et all, 2010), di Negara beberapa bagian di dunia terjadi masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih secara epidemis. Negara-negara berkembang seperti sebagian besar Asia,

Upload: pandu-nugroho-kanta

Post on 02-Jan-2016

324 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Kista

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal mba Nisa.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim seorang

wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita melakukan

hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan ketika rahim melepaskan

sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasanganya akan membuahi sel telur sel

telur matang wanita tersebut. Telur yang telah dibuahi sperma kemudian akan menempel

pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama kira–kira 40 minggu (280 hari)

dalam rahim pada kehamilan normal (Suririnah, 2008).

Status gizi ibu sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan ibu dan janin

(Ronnenberg et all, 2003). Metode yang sering digunakan untuk mengetahui status gizi

pada seseorang adalah dengan menghitung Indeks Massa Tubuh (BMI) atau Body Mass

Index (BMI). Indeks Massa Tubuh (BMI), yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat

dipengaruhi oleh etnisitas dan genetik dan dapat juga digunakan untuk pengukuran

adipositas dan keseimbangan energy (Ronnenberg et all, 2003). Antropometri ibu pun

berbeda antar populasi (Ota et all, 2010), di Negara beberapa bagian di dunia terjadi

masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih secara epidemis. Negara-negara berkembang

seperti sebagian besar Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan pada

umumnya mempunyai masalah gizi kurang (Almatsier, 2002). Wanita dengan status gizi

rendah atau biasa dikatakan BMI rendah, memilik efek negatif pada hasil kehamilan,

biasanya berat bayi baru lahir rendah dan kelahiran preterm (Papathakis, 2005).

Sedangkan wanita dengan status gizi berlebihan atau BMI obesitas dikatakan memiliki

risiko tinggi terhadap kehamilan seperti keguguran, persalinan operatif, preeklamsia,

thromboemboli, kematian perinatal dan makrosomia (Yu CKH, Teoh TG, Robinson S,

2006). Manajemen antenatal yang tepat pada pengelolaan gizi ibu, sebagaimana

ditentukan oleh bukti ilmiah sangat penting dalam mengurangi risiko kelahiran bayi baik

lingkungan intrauterin dan proses kelahiran yang mengancam nyawa (Ota et all, 2010),

Indeks Massa Tubuh yang digunakan sebagai acuan pada penelitian kebanyakan

adalah BMI sebelum hamil, Sedangkan penelitian mengenai pertambahan berat badan

Page 2: Jurnal mba Nisa.doc

selama kehamilan ada yang menunjukkan pengaruh terhadap keluaran maternal dan

perinatal, ada pula yang tidak menunjukkan pengaruh bermakna. Ditambah lagi dengan

gaya hidup masyarakat yang sudah berubah terutama terkait dengan konsumsi makanan,

dan kebiasaan diet.

Meningkatnya BMI ibu menjadi salah satu faktor risiko dalam praktek obstetrik.

Nilai BMI yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI)

lebih dari 25 kg / m2. Tingginya nilai BMI dalam kehamilan berimplikasi terhadap

mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi. Prevalensi tinggi BMI pada kehamilan telah

meningkat 9-10% pada awal tahun 1990 untuk 16-19% pada 2000 (Heslehurst. N.et all,

2007 ; Kanagalingam. et all, 2005). Hal ini terkait dengan peningkatan risiko seperti;

miscarriage (Kanagalingam. et all, 2005) , kelainan kongenital pada janin (Lashen and

Sturdeen, 2004), thromboembolism (Rasmussen, 2008 ; Jacubsen, Skjeldestad, and

Sandset, 2008) , diabetes gestasional (Larsen. et all, 2007) , pra-eclampsia (Sebire,

2001), gangguan persalinan (Nuthalapaty, Rouse, and Owev, 2004), perdarahan post

partum, infeksi (Sebire, 2001), dan kematian neonatal (Shah, Sands, and Kenny, 2006).

B. Tujuan

1. Mengetahui dampak indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi terhadap risiko

fetomaternal

2. Mengetahui dan menelaah isi jurnal dalam pengembangan pengetahuan tentang

fetometernal

Page 3: Jurnal mba Nisa.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

Definisi Obesitas

Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh,

sedangkan overweight adalah kelebihan berat badan bukan hanya dari jumlah lemaknya

namun juga termasuk otot, tulang, dan total air dalam tubuh (Adams and Murphy, 2013).

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan energi yang masuk dan energi yang keluar.

Jumlah lemak pada tubuh wanita normal sekitar 25-30% dari berat tubuhnya, sedangkan

pada pria 18-23% (Anonim, 2010a).

Epidemiologi

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, sekitar 1,5 miliar

dewasa adalah overweight. Lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita

termasuk obesitas. WHO memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar dewasa

akan mengalami overweightdan lebih dari 700 juta miliar akan mengalami obesitas

(WHO, 2013a).

Hasil penelitian RISKESDAS tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi

obesitas pada penduduk dewasa di atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa

cukup tinggi seperti di Sumatera utara 20.9%, di DKI Jakarta 26.9%, Jawa Barat 17.0%,

Jawa tengah 17.0%, DI Yogyakarta 18.7%, Jawa timur 20.4%. Secara keseluruhan,

prevalensi obesitas di Indonesia mencapai 19.1% (Depkes, 2009).

Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan

makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan

status ekonomi yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada

peningkatan prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia.

Faktor Risiko

Pada obesitas, seseorang mengkonsumsi kalori lebih dari yang dapat dibakar

secara normal, dalam arti kata mereka makan banyak namun tidak diseimbangkan dengan

aktivitas atau olahraga. Namun ada faktor lain yang juga menjadi predisposisi seseorang

menjadi obesitas.

Page 4: Jurnal mba Nisa.doc

Faktor-faktor tersebut diantaranya (Anonim, 2009; Guyton, and Hall, 2008)

a. Genetik

Faktor genetik memainkan peran sangat besar terhadap kejadian obesitas. Sebuah

studi menyimpulkan bahwa pada ibu yang mengalami obesitas, sekitar 75% anak-

anaknya akan mengalami obesitas. Begitu pula sebaliknya terjadi pada ibu yang

kurus. Ibu dengan berat badan kurang mempunyai kecenderungan untuk memiliki

anak yang kurus. Maka mereka yang memang memiliki “bakat” genetik seperti ini

sudah seharusnya lebih bisa menerima keadaan yang sulit untuk diubah namun dapat

dilakukan manajemen yang baik.

b. Usia

Ketika seseorang menginjak usia tua, tubuh mengalami penurunan kemampuan

untuk metabolisme makanan atau kalori. Makanan lebih lama diolah, diubah menjadi

energi dan pada akhirnya walaupun jumlah makanan yang dikonsumsi sejak orang

tersebut usia 20 hingga usia tua tidak berubah namun sebenarnya ia tidak

memerlukan jumlah kalori yang sama. Hal ini terlihat jelas ketika mereka yang

berusia 20-an mengkonsumsi banyak kalori namun seimbang dengan aktivitas, pada

mereka yang berusia diatas 40-an dengan jumlah konsumsi kalori yang sama malah

bertambah bobotnya karena aktivitas dan metabolisme tubuh yang sudah menurun

secara alamiah.

c. Gender

Wanita memiliki tendensi lebih sering menjadi overweight dibanding laki-laki.

Laki-laki memiliki kemampuan untuk metabolisme saat istirahat yang berarti energi

juga digunakan saat itu. Sehingga laki-laki membutuhkan jauh lebih banyak kalori

untuk menjaga keseimbangan metabolisme yang menghasilkan energi itu. Pada

wanita, terutama yang sudah mengalami menopause, rasio metabolisme mereka

justru akan menurun, sehingga jelas mereka akan mengalami penambahan berat

badan setelah menopause.

Page 5: Jurnal mba Nisa.doc

d. Lingkungan

Walaupun genetik merupakan faktor utama pada obesitas, namun pada beberapa

kasus, lingkungan juga merupakan faktor signifikan. Faktor lingkungan tersebut

meliputi gaya hidup seperti yakni berupa jenis makanan yang dikonsumsi dan tingkat

aktivitas fisik sehari-hari.

e. Aktivitas fisik.

Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi membutuhkan kalori untuk dibakar jauh

lebih besar untuk menyeimbangkan kebutuhan tubuhnya. Sebagai tambahan,

aktivitas fisik rupanya membantu seseorang dengan obesitas untuk ‘menggunakan’

lemak sebagai sumber energinya. Sehingga ketika lemak tersebut dibakar, berkurang

pula bobot tubuhnya. Dalam 20 tahun terakhir diketahui bahwa mereka yang obesitas

memang mengurangi aktivitas fisiknya dan berlebihan dalam urusan konsumsi kalori

atau makanan berlemak.

f. Penyakit

Ada beberapa penyakit yang juga berhubungan dengan kejadian obesitas.

Penyakit tersebut diantaranya hipotiroidisme (kerja hormon tiroid yang menurun

sehingga metabolisme tubuh ikut menurun), suatu penyakit pada otak yang

meningkatkan nafsu makan (agak jarang terjadi), dan depresi.

g. Psikologis

Kebiasaan makan terkait dengan faktor psikis pada seseorang. Banyak orang

melarikan diri dari rasa sedih, bosan, depresi atau marah dengan makan berlebihan.

Rasa bersalah, diskriminasi, malu, atau ditolak dari lingkungan sosial juga banyak

berpengaruh pada kondisi psikis seseorang yang berhubungan dengan perubahan

pola makan. Binge eating adalah sebagai contoh dimana orang tersebut makan

berlebihan tanpa ia sadari dan pada akhirnya ia akan mencari pengobatan serius

karena masalah ini. Hampir 30 persen orang dengan binge eating terkait faktor psikis

menyerah dengan pergi ke dokter untuk mencari bantuan akan masalah ini.

Page 6: Jurnal mba Nisa.doc

h. Obat-obatan.

Beberapa obat seperti steroid dan anti-depresan memiliki efek samping

penambahan berat badan.

Patofisiologi

Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang

diakibatkan asupan energi yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Obesitas terjadi karena

adanya  kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan

keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai

akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan

hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%) (Anonim, 2009).

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses

fisiologis,  yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran

energi, dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini

terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan

sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,  usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal

tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran

energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi)

dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek

mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi

lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai

stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived

hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan  energi

(Guyton, and Hall, 2008).

Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa

meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin

kemudian merangsang anorexigenic centerdi hipotalamus agar menurunkan produksi

Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula

sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa

berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang

menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi

Page 7: Jurnal mba Nisa.doc

resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu

makan (Guyton, and Hall, 2008).

Cara Pengukuran

Pengukuran berat badan seseorang secara tepat agak sulit. Ada beberapa metode

klasifikasi yang digunakan untuk menentukan obesitas, yaitu: (Anonim, 2008; WHO,

2013b)

1. Body Mass Index (BMI)

Body Mass Index (BMI) sangat sederhana dan digunakan untuk estimasi

massa lemak pada seseorang. BMI merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi

badan seseorang. Nilai BMI didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan

kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari BMI pada orang dewasa tidak

bergantung pada umur maupun jenis kelamin. BMI merupakan refleksi dari

persentase body fat mayoritas orang dewasa pada populasi besar dan universal.

Walaupun begitu, tingkat akurasi BMI menurun jika digunakan pada pengukuran ibu

hamil atau orang dengan body builder yang massa atau bobot tubuhnya terpengaruh

dari komposisi ‘tambahan (Anonim, 2008; (WHO, 2013b).

Tabel 1 : BMI menurut WHO

BMI Classification

< 18.5 Underweight

18.5–24.9 normal weight

25.0–29.9 Overweight

30.0–34.9 class I obesity

35.0–39.9 class II obesity

>40.0 class III obesity

Page 8: Jurnal mba Nisa.doc

2. Body Fat Percent (BF%)

Kelemahan BMI adalah tidak mengukur secara langsung kandungan lemak

tubuh. Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan obesitas ialah dengan

pengukuran Body Fat Percent (BF%). Sebagai gambaran, populasi Asia, yang

memiliki BF% tertentu ternyata BMI nya lebih rendah dibandingkan populasi

Caucasians dengan BF% yang sama. Hal ini karena perbedaan komposisi tubuh, yaitu

perbedaan rasio panjang badan dan kaki (Newton et al, 2005; dalam Oetomo,

2011;49) (Anonim, 2010b).

3. Waist Circumference (WC)

Waist Circumference merupakan salah satu cara pengukuran kegemukan

dengan mengukur lingkar pinggang menggunakan pita pengukuran antropometri.

Lokasi pengukuran terletak diantara tulang rusuk paling bawah dengan tepi atas

tulang panggul. Pengukuran dilakukan horisontal melingkar perut sejajar tepi atas

tulang panggul dan paralel dengan lantai. Pada saat pembacaan pita pengukur tidak

boleh menekan kulit dan subjek dalam kondisi ekspirasi normal. Hubungan BMI dan

WC dengan massa lemak tubuh masih kontroversi antara ras, jenis kelamin dan

kelompok umur.

4. Waist to Hip Ratio (WHR)

Waist to Hipratio (WHR) adalah rasio atau perbandingan antara lingkar

pinggang dengan lingkar panggul. Lingkar pinggang diukur mulai dari antara bawah

tulang rusuk dan atas umbilicus. Pengukuran dilakukan menghadap subjek dan subjek

berdiri dengan otot perut relaksasi, tangan disampingbadan serta kondisi ekspirasi

normal. Lingkar panggul adalah lingkar terbesar panggul yang diukur pada posisi

berdiri. Pita pengukur antropometris dilingkar horisontal pada pinggul, menempel

kulit dan tidak sampai menekan. WHR dianggap berisiko bila >0,9 pada pria dan >0,8

pada wanita.

5. Skinfold (Lipatan Kulit)

Skinfold adalah metode pengukuran lemak tubuh secara tidak langsung

dengan mengukur ketebalan dua lipatan kulit dan jaringan lemak bawah kulit

menggunakan skinfold caliper. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ketebalan kulit

dan jaringan lemak subkutan adalah konstan. Skinfold bersama BMI dipergunakan

Page 9: Jurnal mba Nisa.doc

pada orang tua yang tidak dapat berjalan. Bila dibandingkan dengan hasil pengukuran

dual energy X-ray densitometry,ternyata pengukuran skinfoldcaliper memberi hasil

lebih rendah pada subyek overweightterutama wanita. Namun demikian metode ini

lebih dapat diaplikasikan.

6. Bioelectrical Impedance Analysis (BIA)

Bioelectrical Impedance Analysis(BIA) adalah metode langsung mengukur

obesitas. Prinsip metode ini adalah : aliran listrik yang dilewatkan tubuh manusia

dihambat oleh jaringan lemak dan membran sel. Massa lemak tubuh sama dengan

berat badan dikurangi massa bebas lemak dalam kilogram (kg), sedang persen lemak

tubuh sama dengan hasil pembagian massa lemak tubuh (kg) dan berat badan tubuh

(kg) dikali 100. Cairan tubuh subyek harus normal, tidak dehidrasi karena kurang

minum, keringat berlebih atau latihan fisik berat sehari sebelum (Omron). Disamping

untuk mengukur obesitas BIA juga dilaporkan cukup akurat untuk memprediksi

volume otot pada anggota badan bawah.

7. Imaging Method

Imaging method meliputi Computed Tomography (CT) dan Magnetic

Resonance Imaging (MRI). Kedua metode ini mengukur komposisi tubuh pada

tingkat jaringan. CT scan mendeteksi komposisi tubuh menggunakan sinar X yang

dilewatkan tubuh dengan mengetahui beda identitas. Biasanya CT scan digunakan

sebagai alat diagnosis penyakit tetapi juga dapat dipakai untuk mengukur komposisi

jaringan tubuh termasuk akumulasi lemak di bawah kulit dan di rongga abdomen,

sehingga CT tidak hanya mengukur lemak tubuh total tetapi juga lokasinya. Ada tiga

tempat yang efektif untuk diukur jaringan lemaknya, yaitu bawah dada, perut, dan

pertengahan paha, khususnya pada wanita obesitas.

8. Metode Lain

Ada beberapa metode lain untuk mengukur obesitas yang jarang digunakan di

klinik, misalnya Dual X-ray Absorptiometry (DEXA). Telah dibuktikan bahwa

validitas dan reliabilitas antara metode DEXA sama dengan CT scan untuk mengukur

obesitas sentral. Prinsip pengukuran obesitas dengan DEXA adalah dengan

membandingkan absorbs radiasi massa lemak tubuh dengan berat badan, namun di

Page 10: Jurnal mba Nisa.doc

Indonesia sendiri belum dilakukan karena membutuhkan alat, tenaga dan tempat

khusus

Dampak Obesitas

Masalah utama pasien obesitas masih seputar gangguan pada sistem

kardiovaskular, respirasi, dan gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamil dengan

atau tanpa obesitas dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalami obesitas. Dampak

obesitas antara lain berupa penyakit iskemia, hipertensi, gagal jantung, Obstructive Sleep

Apnea (OSA), diabetes mellitus, penyakit tromboembolik, artritis atau osteoartritis, batu

kandung empedu dan batu kandung kemih, menstruasi tidak teratur, diabetes mellitus

gestasional, pre-eklampsia, abortus (Rothman, 2008; Sumiati, 2012).

Penanganan Umum

Penanganan obesitas tergantung tingkatan obesitas menurut BMI, kondisi medis

umum dan kesiapan untuk program secara khusus. Penanganan diantaranya kombinasi

diet, latihan atau olahraga, modifikasi perilaku dan kadang juga dibutuhkan obat penurun

berat badan (weight-loss drugs). Dalam keadaan sangat parah kadang dibutuhkan bedah

bariatrik. Penanganan obesitas membutuhkan waktu hampir seumur hidup. Adanya

motivasi untuk menurunkan berat badan hingga ideal cukup membantu keberhasilan

terapi (Adams and Murphy, 2013; Anonim, 2010b).

1. Diet

Program diet dapat menurunkan berat badan secara cepat, namun untuk

mempertahankan berat badan ideal yang sudah dicapai sangat sulit. Rata-rata

penurunan berat badan kurang lebih tiga kilogram atau tiga persen dari jumlah total

massa tubuh dalam sebulan sudah cukup baik. Empat kategori dalam program diet

diantaranya : rendah lemak (low-fat), rendah karbohidrat (low-carbohydrate),rendah

kalori (low-calorie) dan very low-calorie.

a. Rendah lemak dengan cara mengurangi presentase jumlah lemak yang

dikonsumsi normalnya dapat mengurangi hingga 3.2 kg berat badan per bulannya.

Page 11: Jurnal mba Nisa.doc

b. Rendah karbohidrat dengan cara diet tinggi lemak dan protein namun rendah

karbohidrat. Diet jenis ini sangat populer di masyarakat namun tidak menjadi

rekomendasi American Heart Association.

c. Rendah kalori yang dapat menghasilkan defisit kalori dari sebelumnya sekitar 500

– 1000 kalori. Artinya, dengan mengubah asupan sehari-hari menjadi dominan

protein dan limitasi karbohidrat juga lemak, tubuh akan mengalami kelaparan dan

imbasnya akan terjadi penurunan berat badan sekitar 1.5 - 2.5 kilogram. Diet jenis

ini juga tidak menjadi rekomendasi mengingat efek sampingnya yaitu kehilangan

massa otot, peningkatan resiko penyakit Gout dan ketidakseimbangan elektrolit.

Kalaupun diet ini mau dilakukan, harus ada pengawasan secara ketat dari dokter

(Guyton, and Hall, 2008).

2. Latihan atau olahraga

Kerja otot sangat bergantung dari lemak dan glikogen dalam tubuh. Besarnya otot

dipengaruhi dari aktivitas yang dilakukan, seperti berjalan, berlari, bersepeda, dan

aktivitas itu pula yang dapat menurunkan lemak dalam tubuh. Dengan latihan yang

benar dan rutin, lemak akan digunakan sebagai energi. Jika dikombinasikan dengan

diet, maka akan didaptkan penurunan berat badan 1 kilogram. Dalam waktu 20

minggu dengan latihan setara dengan militer tanpa diet, seorang obese akan

kehilangan 12.5 kilogram beban tubuhnya.

3. Medikamentosa

Orlistat (Xenical) dan Sibutramine (Meridia) adalah obat yang digunakan sebagai

terapi untuk obesitas. Obat-obat ini bersifat anoreksia yang sifatnya menekan nafsu

makan dan bekerja pada satu atau lebih neurotransmitter yang berperan mengatur hal

ini. Secara spesifik kerja obat ini adalah meningkatkan sekresi neurotransmitter yaitu

dopamin, norepinefrin, serotonin, dan menghambat ambilan atau kombinasi dari

mekanisme neurotransmitter ini. Orlistat digunakan untuk mengurangi absorpsi lemak

intestinal dengan menghambat enzim lipase pankreas, sedangkan sibutramine bekerja

langsung pada otak dengan menghambat deaktivasi dari neurotransmitter yang telah

disebutkan sebelumnya sehingga terjadi penurunan nafsu makan.Rimonabant, jenis

Page 12: Jurnal mba Nisa.doc

obat ketiga, bekerja melalui blokade sistem endokanabinoid, namun jenis obat ini

belum mendapatkan kesepakatan universal dalam penggunaannya. Dalam jangka

waktu yang lama, penggunaan orlistat akan menurunkan berat badan sekitar 2.9 kg,

sibutramine 4.2 kg dan rimonabant 4.7 kg. Orlistat dan rimonabant juga mengurangi

insidensi diabetes karena efek penurunan kolesterol. Metformin, obat diabetes, dapat

memberikan efek penurunan berat badan yang ringan dan juga menurunkan resiko

kardiovaskular.

4. Pembedahan

Pembedahan bariatrik adalah intervensi lain yang digunakan dalam terapi

obesitas. Pembedahan ini digunakan hanya pada kasus pasien dengan obesitas berat /

severe (BMI > 40) yang gagal dalam terapi diet, latihan ataupun obat-obatan. Yang

dilakukan adalah dengan mengurangi volume dari gaster, meningkatkan kepuasan

dalam nafsu makan, dapat juga dilakukan pemendekan usus (gastric bypass) sehingga

terjadi penurunan absorpsi dari makanan. Pembedahan untuk kasus seperti ini

berhubungan dengan efektifitas dari penurunan berat badan jangka panjang dan

penurunan resiko kematian. Yang terlihat jelas adalah resiko penyakit kardiovaskular,

diabetes mellitus dan kanker menurun seara signifikan.

5. Terapi kebiasaan

Terapi ini termasuk diantaranya dengan mengubah pola makan (makan dengan

porsi kecil namun sering), mengurangi konsumsi lemak dan kalori, meningkatkan

aktivitas fisik dan bergabung dengan kelompok yang bertujuan sama dalam

mendukung satu sama lain dan diskusi hal-hal yang dapat membantu mereka

mencapai target penurunan berat badan.

Protokol klinis dalam tatalaksana obesitas menurut American College of

Physicians (Anonim, 2010b; Rothman, 2008):

1. Pasien obesitas dengan BMI > 30 disarankan untuk melakukan diet, latihan dan terapi

kebiasaan, juga membuat rencana realistik untuk mencapai target penurunan berat

badan yang ideal.

Page 13: Jurnal mba Nisa.doc

2. Jika target ini tidak tercapai, dapat dilakukan terapi dengan obat-obatan. Pasien harus

dijelaskan efek samping dari obat-obatan sehingga mereka turut menjaga keamanan

dan efektivitas dari terapi yang sedang dilakukan.

3. Obat-obat yang dapat digunakan diantaranya : sibutramine, orlistat, phentermine,

diethylpropion, fluoxetine, bupropion. Dalam kasus obesitas parah, dapat digunakan

amfetamin atau methamphetamine.

4. Pasien obesitas dengan BMI > 40 yang gagal dalam terapi yang sudah disebutkan

diatas, dengan atau tanpa terapi medikamentosa, dapat disarankan untuk dilakukan

pembedahan bariatrik. Pasien juga harus mendapat penjelasan tentang komplikasi

yang dapat timbul sesudahnya.

Page 14: Jurnal mba Nisa.doc

B. Obesitas Maternal

Definisi

Obesitas maternal didefinisikan sebagai BMI ≥ 30 kg/m2 yang didapat dari

pengukuran berat dan tinggi badan pada saat kunjungan antenatal pertama kali.

Pengukuran BMI pada ibu hamil untuk mendeteksi obesitas maternal harus dilakukan

pada awal kehamilan (kurang dari minggu ke-12) (Teale et all, 2011).

Tabel 2. Klasifikasi Body Mass Index (BMI) menurut WHO.

Klasifikasi BMI (kg/m2)

Underweight ≤ 18.5

Normal 18.5- 24.9

Overweight 25-29.9

Obesitas I 30-34.9

Obesitas II 35-39.9

Obesitas 3 ≥ 40.0

Epidemiologi

Sebanyak 50% wanita hamil mengalami overweight atau obesitas. Beberapa dari

mereka mengalami kenaikan berat badan melebihi dari yang direkomendasikan dan tidak

mengalami penurunan kembali setelah melahirkan. Hal ini dapat meningkatkan risiko di

kehamilan selanjutnya. Sebuah penelitian di Indonesia mengenai obesitas pada kehamilan

dilakukan di RS Kariadi Semarang tahun 2011. Peneliti mendapati bahwa dari 384

sampel ibu hamil, 31,8% termasuk obesitas, 19,3% termasuk overweight, 46,6%

termasuk normal dan 2,3% tergolong underweight (Sativa, 2010).

Penambahan Berat Badan Pada Ibu Hamil

Peningkatan berat badan di trimester pertama relatif sedikit, tidak naik atau

bahkan berkurang karena muntah-muntah. Peningkatan berat badan yang cukup pesat

terjadi di trimester 2 dan 3. Pada periode inilah perlu dilakukan pemantauan ekstra

terhadap berat badan.

Kenaikan berat badan yang seharusnya selama kehamilan bervariasi untuk setiap

wanita hamil dan tergantung beberapa faktor. Kenaikan berat badan tergantung dari

Page 15: Jurnal mba Nisa.doc

tinggi badan dan berat badannya sebelum kehamilan, ukuran bayi dan plasenta serta

kualitas diet sebelum dan selama kehamilan. Selama kehamilan, ibu perlu penambahan

berat badan karena membawa janin yang membutuhkan media tumbuh kembang optimal

dan untuk persiapan menyusui.

Tabel 3. Sumber Kenaikan BB pada ibu hamil.

Pola pertambahan berat badan bersifat sangat individual. Pertambahan berat

badan dapat dimulai sejak minggu ke-12, sedangkan peninggian tercepat terjadi antara

minggu ke-20 dan 30. Setelah minggu ke-36, berat badan diakhir kehamilan dapat

bertambah bila memiliki kecendrungan meretensi cairan. Peningkatan berat yang

mencolok kemungkinan disebabkan oleh retensi cairan yang berlebihan. Peningkatan

lebih dari 3 kg per bulan, khususnya setelah minggu ke-20 gestasi, dapat

mengindikasikan masalah yang serius, seperti hipertensi akibat kehamilan.

Kecepatan pertambahan berat badan yang direkomendasikan mencapai 1 sampai 2

kg selama trimester pertama dan kemudian 0,4 kg perminggu untuk wanita yang

memiliki berat standar terhadap tinggi badan (BMI 19,8 sampai 26). Peningkatan berat

progresif secara bertahap pada dua trimester terakhir umumnya merupakan peningkatan

jariangan lemak dan jaringan tidak lemak. Selama trimester kedua, peningkatan terutama

terjadi pada ibu, sedangkan pada trimester ketiga, kebanyakan pertumbuhan janin. Berat

badan harus dikaji pada setiap kunjungan prenatal dan ditulis digrafik peningkatan berat

untuk memantau kemajuan sehingga sasaran yang ditetapkan dapat dicapai. Variasi laju

ini (misalnya, kurang dari 0,5 kg per bulan pada wanita yang gemuk atau kurang dari 1

kg per bulan dalam dua semester terakhir pada wanita dengan berat normal) dapat

mengindikasikan diperlukan intervensi.

Page 16: Jurnal mba Nisa.doc

Jika ibu hamil yang memiliki berat badan berlebihan sebelum kehamilan, maka

pertambahan yang dianjurkan harus lebih kecil daripada ibu dengan berat badan ideal.

Hal ini dikarenakan banyaknya komplikasi dari berat badan yang berlebihan. Sebaliknya,

wanita yang berat badannya kurang sebelum hamil perlu menambah berat badan lebih

banyak karena asupan gizi yang berkurang akan menghambat pertumbuhan janin dalam

kandungan seperti BBLR dan gangguan kehamilan lainnya.

Tabel 4. Kenaikan Berat Badan (BB) maksimal berdasarkan BMI (Rekomendasi Institute of Medicine, 2009).

BMI (kg/m2) Kenaikan BB maksimal pada janin tunggal (kg)

Kenaikan BB maksimal pada janin dua (kg)

≤ 18.5 12,5 – 18 17-2518.5- 24.9 11,5 – 16 16-24 25-29.9 7 – 11,5 14-22 ≥ 30 5 – 9 11-19

Etiologi

Selain disebabkan oleh berbagai hal yang dapat menyebabkan obesitas seperti

yang dijelaskan pada bab sebelumnya, obesitas maternal juga disebabkan oleh

peningkatan berat badan selama kehamilan, resistensi insulin dan diet berlebih. Pada

masa-masa akhir kehamilan normal terjadi pembatasan utilisasi glukosa oleh ibu untuk

meningkatkan difusi melewati plasenta menuju fetus, sehingga menyebabkan sensitifitas

insulin menurun 50-60%. Kebutuhan makan ibu hamil naik antara 10-15% pun turut

menyebabkan terjadinya obesitas pada ibu hamil.

Outcome

Tabel 5. Outcome akibat obesitas maternal

Page 17: Jurnal mba Nisa.doc

Risks of and problems associated with obesity in pregnancy (Reviewed in Gunatilake & Perlow 2011)

MaternalCaesarean sectionChest, genital tract, and urinary infectionsCholecystitisDepressionDiabetes (Gestational and Type 2)Difficult surgical accessFailed attempts at vaginal birth after caesarean sectionFailed induction of labourGestational hypertensionHaemorrhageMaternal mortalityObstructed labourObstructive sleep apnoeaOperative and complicated vaginal birthPreeclampsiaPreterm birthReduced breastfeedingSurgical site infectionsThromboembolic diseaseFetal / NeonatalAdmission to neonatal intensive care unitsCongenital malformations including neural tube defects, congenital heart disease,omphalocele, cleft lip and palateMacrosomiaShoulder dystociaStillbirthSuboptimal electronic fetal monitoringSuboptimal ultrasonographyAnaestheticDifficult intubationsDifficult intravenous accessIncreased failure of epidural analgesia during labourIncreased risk of regurgitation and aspiration of stomach contents

Patomekanisme

Page 18: Jurnal mba Nisa.doc

Gambar 1. Outcome pada ibu akibat obesitas pada kehamilan

Obesitas

MaternalSitokin pro inflamasi >>

Inflamasi maternal subklinis

Disfungsi endotel Sensitifitas insulin <<

Vasokonstriksi pembuluh darah Hiperglikemia

Hipertensi gestasionalDM gestasional

Pre-eklampsiaLipolisis >>

Asam lemak, trigliserid, VLDL >>

Disliidemia

Perdarahan post partumRuptur perineum

Persalinan pervaginamPersalinan

perabdominal

Kematian maternal

Syok

AnemiaSepsis

Infeksi

>>

Perdarahan >>

Sulit posisi menyusui, terlambat IMD, respon

prolaktin <<

Tromboemboli

Kegagalan laktasi

Risiko infeksi >>

Timbunan lemak >>

Makrosomia/Large for Gestasional Age

Ruptur perineum

Perdarahan post partum

Risiko komplikasi anestesi

>>

Gangguan metabolik

Page 19: Jurnal mba Nisa.doc

Gambar 2. Outcome pada fetus dan anestesi akibat obesitas pada kehamilan.

Rekomendasi Managemen

Hal yang harus dilakukan ialah melakukan serangkaian tes di trimester awal.

Perlu dilakukan pemeriksaan gula darah, tekanan darah dan pengukuran berat badan.

Pemeriksaan ini diulang lagi di akhir trimester 3 untuk mengatasi dan melakukan

pendeteksian awal terjadinya hipertensi dan diabetes gestasional. Selanjutnya dilakukan

pemantauan perkembangan janin dari bulan ke bulan. Pencegahan lainnya adalah dengan

cara membatasi kalori. Hal ini sering menjadi kontroversi karena di sisi lain, janin

membutuhkan nutrisi lebih. Solusinya adalah pemberian komposisi makanan yang

seimbang. Selain mengatur pola makan, dilanjutkan untuk melakukan aktivitas fisik

seperti jalan pagi. Apabila asupan nutrisi makanan tidak mencukupi dapat diberikan

makanan suplemen.

Berikut ini adalah rincian berbagai rekomendasi pada setiap tahapan perawatan3.

Obesitas

Maternal

Gangguan metabolik

IUGR, prematuritas, IUFD, bayi lahir mati

Kesulitan pasang ETRisiko kenaikan isi

gaster >>

Hipertensi gestasional

Inadekuat aliran uteroplasenta

Anomali kongenital

Asam folat <<

Kesulitan anestesi spinal/epidural

Risiko aspirasi gaster >>

Page 20: Jurnal mba Nisa.doc

1) Premarital Care

a) Petugas kesehatan di layanan primer harus memastikan seluruh wanita usia subur

mendapatkan edukasi untuk pengaturan berat badan dan gaya hidup. Saat

melakukan monitoring pre-marital ini harus sudah mulai melakukan pencatatan

mengenai berat badan, BMI dan lingkar legan atas. Sebuah studi observasional

pada populasi Swedia, yakni pada 151.025 wanita menunjukkan bahwa risiko pre-

eklampsia, gestasional DM, bayi besar masa kehamilan, SC, dan bayi lahir mati.

Sebuah studi kohort pada 4102 wanita non diabetes dengan obesitas maternal

menunjukkan bahwa penurunan berat badan minimal 4,5 lg sebelum kehamilan

kedua menurunkan risiko DM gestasional sampai 40% (Modder and Fitzsimons,

2010).

b) Seluruh wanita obesitas disarankan mendapatkan asam folat dosis tinggi (5 mg)

saat pre-konsepsi paling tidak selama 1 bulan dan dilanjutkan selama trimester

pertama. Defisiensi asam folat berhubungan dengan malformasi kongenital pada

fetus dan pemberian asam folat pre-konsepsi menurunkan risiko neural tube defect

(NTD) tersebut (RR 0,28, 95% CI 0,13-0,58). Sebuah studi double-blind

prevention pada wanita dengan kehamilan sebelumnya mengandung anak yg NTD

menunjukkan bahwa suplementasi asam folat dosis tinggi (4mg/hari) menurunkan

risiko NTD pada anak kedua sebesar 72% (RR 0,28, 95% CI 0,12-0,71). Sebuah

studi cross sectional menunjuakkan bahwa wanita dengan BMI ≥ 27 memiliki

kadar asam folat serum yang lebih rendah dibandingkan wanita dengan BMI < 27

(Modder and Fitzsimons, 2010).

2) Antenatal Care

a) Pada saat kunjungan antenatal pertama kali harus diukur berat dan tinggi badan

serta ditentukan BMI nya guna mengidentifikasi dini risiko obesitas maternal.

Pemberi layanan kesehatan harus menilai keadaan fisik dan kemampuan persalinan

pada ibu hamil yang mengalami obesitas.

b) Pemberian informasi mengenai risiko-risiko yang bisa dialami akibat obesitas

maternal.

Page 21: Jurnal mba Nisa.doc

c) Pemberi layanan kesehatan yang menilai BMI dan kemampuan persalinan ibu

hamil yang mengalami obesitas harus mengembangkan rencana terapi untuk

pasien yang bersangkutan.

d) Ibu hamil obesitas dengan pre-eklampsia yang memiliki minimal 1 risiko

tambahan harus segera dirujuk ke dokter spesialis. Risiko tambahan tersebut

meliputi : kehamilan pertama, riwayat pre-eklampsia sebelumnya, jarak paritas ≥

10 tahun, usia ibu ≥ 40 tahun, riwayat pre-klampsia di keluarga, kehamilan

multiple, penyakit ginjal, dan DM. Bagi ibu hamil yang hanya memiliki maksimal

1 risiko tersebut hanya perlu rutin kontrol setiap 3 minggu pada usia kehamilan 24-

32 minggu dan setiap 2 minggu pada usia kehamilan ≥ 32 minggu(Modder and

Fitzsimons, 2010).

e) Seluruh ibu dengan obesitas maternal mendapatkan suplementasi asam folat (5

mg/hari) selama trimester pertama.

f) Pencatatan kondisi ibu setiap kali kunjungan secara lengkap.

g) Seluruh ibu hamil yang mengalami obesitas maupun overweight harus menjalani

skrining diabetes dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) saat minggu ke 26-28.

h) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 35 kg/m2 harus segera melakukan tes TTGO

sebelum usia kehamilan 14 minggu dan diulang ketika minggu 26-28 apabila

pemeriksaan TTGO awal negatif.

i) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 40 kg/m2 harus segera melakukan tes fungsi hepar

dan ginjal (proteinuria, kreatinin dan ureum, untuk menilai risiko pre-eklampsia)

untuk menilai kerusakan/kegagalan fungsi ginjal/hepar akibat diabetes/hipertensi

gestasional

j) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 40 kg/m2 dilakukan pemeriksaan komorbid seperti

penyakit jantung dan obstructive sleep apnoea.

k) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus melakukan pemeriksaan USG untuk

skrining restriksi pertumbuhan

l) Untuk ibu hamil dengan BMI ≥ 35 kg/m2 dianjurkan untuk melakukan konsultasi

antenatal untuk kemungkinan operasi SC

Page 22: Jurnal mba Nisa.doc

m) Ibu hamil yang mengalami obesitas harus memiliki aktifitas fisik dengan pola

hidup sehat, apabila tidak ada komplikasi medis/obstetric, disarankan melakukan

latihan ringan setiap harinya.

n) Kehamilan tidak pernah menjadi saat yang tepat untuk mengurangi atau

mempertahankan berat badan, karena janin tidak dapat bertahan hidup hanya

dengan cadangan lemak ibunya.mereka menyediakan kalori tetapi tidak

menyediakan gizi.

o) Konsultasi dengan ahli anestesi. Ibu hamil yang mengalami obesitas memiliki

risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi anestesi ketika dilakukan operasi

karena orang dengan obesitas memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami

aspirasi isi gaster ketika dilakukan anestesi umum, kesulitan pemasangan

endotracheal tube, dan atelektasis post operasi. Selain itu, komplikasi anestesi juga

secara tidak langsung dapat terjadi karena sebagian besar orang obesitas memiliki

komorbid berupa hipertensi dan ischaemic heart disease.

p) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI ≥ 40, perlu dilakukan perencanaan dan

persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan

diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran

thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk

mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama.

q) Bagi ibu hamil yang memiliki BMI ≥ 40, perlu dilakukan perencanaan dan

persiapan alat guna menolong persalinan. Beberapa hal yang harus dipersiapkan

diantaranya adalah tempat tidur pasien, peralatan merujuk, berbagai ukuran

thromboembolic deterrent stocking, perencanaan alih baring-reposisi untuk

mencegah emboli vena akibat kondisi immobile ibu hamil yang terlalu lama.

3) Intrapartum Care

a) Kemungkinan perdarahan post partum pada ibu hamil yang mengalami obesitas

harus diatasi dengan memasang akses intravena saat persalnan dan mempersiapkan

produk darah serta melakukan manajemen aktif kala III.

b) Ibu hamil dengan obesitas disarankan untuk ditangani di tempat dengan fasilitas

NICU dan mampu menangani perdarahan postpartum, partus macet, ruang operasi

karena berbagai risiko yang dapat mengancam bayi maupun ibu.

Page 23: Jurnal mba Nisa.doc

c) Metode persalinan yang dapat dipilih adalah persalinan per vaginam dengan

pemasangan akses iv sebelumnya dan perhatian ketat akan risiko terjadinya

distosia bahu maupun perdarahan post partum dan yang kedua adalah persalinan

per abdominal.

4) Postpartum Care

a) Monitorning vital sign dan fungsi respirasi untk menghindari risiko obstructive

sleep apnoea dan aspirasi terutama pada persalinan dengan sedatif/narkotika.

b) Ibu hamil yang mengalami obesitas dianjurkan menerima trombofilaksis

postpartum karena kehamilan, obesitas dan persalinan operatif (baik per vaginam

maupun abdominal) meningkatkan risiko tromboembolisme sehingga perlu

diberikan tromboembofilaksis postpartum dengan menggunakan stocking

kompresor atau anti koagulan, mobilisasi dini dan fisioterapi post SC. Sebuah studi

case control di UK meny=unjukkan bahwa BMI ≥ 30 meningkatkan risiko

terjadinya deep vein thrombosis dan tromboemboli paru (OR 2,65, 95% CI 1,09-

6,45). Bentuk sediaan preparat profilaksis tromboemboli yang dapat diberikan

adalah low molecular weight heparin (LMWH) yang diberikan sampai 7 hari post

partum. Jika terdapat lebih dari satu komorbid, dapat disertai dengan pemasangan

stoking kompresor (Modder and Fitzsimons, 2010).

Tabel 6. Preparat antikoagulan yang dapat digunakan sebagai profilaksis tromboemboli.

c) Pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan pada pasien-pasien post SC

karena terjadi peningkata risiko infeksi saluran kemih, luka, dan payudara pada

ibu dengan obesitas.

Page 24: Jurnal mba Nisa.doc

d) Ibu hamil yang mengalami obesitas dipersiapkan untuk memberikan ASI

eksklusif. Pemberian ASI tidak hanya berfungsi untuk bayi, tetapi juga untuk

mendorong penurunan berat badan ibu. Akan tetapi, wanita obesitas memiliki

risiko yang lebih tinggi untuk mengalamai kesulitan dalam proses laktasi. Ibu

dengan obesitas berhubungan dengan penurunan inisiasi dan durasi menyusui.

Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi ibu mengenai menyusui, kesulitan

mengatur posisi menyusui, tidak sempurnanya respon prolaktin terhadap

rangsangan menetek bayi. Oleh sebab itu diperlukan rawat gabung, pemberian

ASI sesegera mungkin dan berkonsultasi dengan konsultan laktasi jika perlu.

e) Setelahnya, perlu dilakukan konseling nutrisi dan program latihan postpartum.

f) Ibu dengan diabetes gestasional harus melakukan pemeriksaan TTGO 6

minggu psot partum.

Page 25: Jurnal mba Nisa.doc

BAB III

PEMBAHASAN

A. Metode Penelitian

Setelah mendapat persetujuan dari komite etik Universitas Ziauddin,

Subjek perempuan yang memenuhi kriteria inklusi diberikan informasi tentang

protokol penelitian lalu menandatangani informed consent. BMI subjek penelitian

dihitung pada pertemuan pertama, lalu anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan lanjutan lainnya diikuti selama kunjungan antenatal. Selain itu juga

diamati cara persalinan, proses pengeluaran janin, komplikasi selama persalinan

maupun post partum. Data yang ada kemudian dianalisis dengan menggunakan

SPSS versi 17.0 untuk dilakukan analisis deskriptif variabel. Variabel yang diukur

meliputi kejadian abortus, anomali kongenital janin, tromboemboli, diabetes

gestasional, preeklamsia, persalinan disfungsional, perdarahan postpartum,

infeksi, lahir mati, kematian neonatal dan kejadian operasi caesar ditampilkan

dalam persentase.

B. Hasil Penelitian

Hasil analisis data dari 100 pasien obesitas, menunjukkan bahwa kejadian

hipertensi gestasional terjadi pada 38% pasien, diabetes mellitus gestational pada

15% pasien, pre-eklampsia pada 15% pasien, perdarahan post partum pada 13%

pasien, abortus iminen pada 5% pasien, luka infeksi pada 5% pasien, dan 37%

bayi yang dilahirkan harus dirawat di NICU.

Page 26: Jurnal mba Nisa.doc

Gambar 3. Outcome fetomaternal pada ibu dengan obesitas.

Berikut ini adalah perbandingan rerata BMI pada berbagai outcome

fetomaternal yang didapat dari hasil penelitian.

Tabel 7. Perbandingan rerata BMI pada berbagai outcome fetomaternal.

OutcomeRerata BMI (kg/m2)

Ya TidakHipertensi gestasional 38,76 37Pre-eklampsia 39,67 37,32Diabetes gestasional 38,07 37,6SC cito 38,61 37,3Persalinan spontan 37,32 38,09Persalinan dengan tindakan 36,0 37,68Perdarahan post partum 37,54 37,69Infeksi luka 35 37,81Abortus iminens 37,8 37,66Perawatan bayi di NICU 37,51 37,77

Page 27: Jurnal mba Nisa.doc

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai BMI,

akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi gestasional, diabetes mellitus

gestasional, pre-eklampsia, cara persalinan non-spontan, dan abortus iminens.

Namun dari penelitian ini, tidak didapatkan efek dari BMI yang tinggi terhadap

kejadian infeksi luka, persalinan dengan tindakan, perdarahan post partum, serta

perawatan bayi di NICU.

C. Pembahasan

Skor BMI yang tinggi merupakan masalah umum terutama di negara

berkembang. Kenaikan BMI memiliki dampak yang besar pada hasil kehamilan.

Berbagai masalah pada ibu dan bayi timbul akibat obesitas. Faktor yang

mempengaruhi kenaikan BMI di Asia Selatan dan negara-negara berkembang

yakni berupa kebiasaan diet yang buruk dan kurangnya pengetahuan tentang nilai

gizi makanan. Makanan yang mengandung karbohidrat merupakan makanan yang

murah dan makanan yang mengandung lemak yang digunakan untuk menambah

rasa dalam makanan.

Beberapa wanita hamil, beranggapan bahwa mereka harus makan dua kali

lipat karena sedang mengandung. Faktor-faktor tersebut yang dapat membuat

wanita hamil menjadi obesitas. Beberapa penelitian di Negara-negara Barat telah

menunjukkan hasil yang signifikan bahwa BMI yang tinggi berkaitan dengan

outcome buruk dari kehamilan (Fiala JE, Eqan JF, and Lashgari M, 2006; castrol,

2002). Komplikasi kehamilan seperti diabetes mellitus gestasional dan hipertensi

gestasional lebih sering terjadi pada wanita hamil yang yang mengalami obesitas.

Fakta ini juga didukung oleh studi berbasis populasi yang dilakukan di Kanada

(Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, and Usher R, 2007). Dalam

studi ini, didapatkan kenaikan BMI sebelum hamil berhubungan dengan

peningkatan risiko kehamilan seperti hipertensi gestasional , diabetes gestasional,

operasi section caesarean, distosia bahu, cedera kelahiran dan makrosomia.

Penelitian yang dilakukan di Australia (Callaway LK, Prins JB, Chang

AM, and Mc Intyre HD, 2006) menunjukkan bahwa kejadian hipertensi

gestasional, diabetes gestasional serta morbiditas neonatal lebih sering terjadi

Page 28: Jurnal mba Nisa.doc

pada wanita dengan obesitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, peningkatan

BMI berhubungan dengan outcome maternal dan neonatal yang dapat

meningkatkan biaya perawatan obstetri.

Sebuah studi kohort di Amerika Serikat selama tahun 1999-2002 (Clausen

T, Oyen N, and Henriksen T, 2006) menyimpulkan bahwa wanita dengan BMI

tinggi lebih rentan untuk terjadi hipertensi selama kehamilan. Beberapa hasil

penelitian yang telah disebutkan sebelumnya secara umum sesuai dengan hasil

peneletian ini dimana ibu dengan obesitas memiliki risiko yang tinggi untuk

mendapatkan berbagai masalah outcome fetomaternal.

Obesitas ibu, merupakan cerminan dari obesitas pada populasi umum, dan

menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara maju maupun negara

berkembang. Di seluruh dunia, prevalensi obesitas (BMI> 30) mencapai 15-20%

dan menyumbang 2-7% dari biaya perawatan kesehatan secara keseluruhan

(WHO, 2003). Di Inggris, 28% dari wanita hamil mengalami overweight dan

11% mengalami obesitas (Bhattacharya S, Campbell DM, Liston WA, and

Bhattacharya S, 2007). Di Amerika Serikat, obesitas pada kehamilan bervariasi

dari 18,5% -38,3%. (Yen J, and Shelton JA, 2005). Perubahan gaya hidup,

meningkatnya urbanisasi, konsumsi makanan tinggi kalori dan aktivitas fisik yang

kurang menjadi penyebab meningkatnya kejadian obesitas di negara berkembang.

Tingginya BMI pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome

obstetrik. Komplikasi maternal seperti; keguguran, hipertensi yang diinduksi oleh

kehamilan dan pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thromboemboli,

infeksi, sleep apnea, partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi

persalinan dan operasi, distosia bahu dan perdarahan post partum. Komplikasi

perinatal yang terjadi dapat berupa cacat lahir (neural tube defect), makrosomia,

IUGR, kelahiran prematur dan perawatan NICU (Bilal N, Akbar N, and Khan AB,

2005; Callaway LK, Prins JB, Chang AM, and Mc Intyre HD, 2006;Satpathy HK,

Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, and Khandaravala J, 2008).

Data mengenai kelebihan berat badan dan obesitas maternal dalam

populasi lokal sangat kurang. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian ini

untuk membandingkan hasil penelitian lokal dengan penelitian internasional.

Page 29: Jurnal mba Nisa.doc

Keterbatasan penelitian ini terletak pada sumber data yang hanya diambil dari 1

rumah sakit sehingga belum dapat mewakili populasi.

BAB IV

Page 30: Jurnal mba Nisa.doc

KESIMPULAN

1. Obesitas adalah merupakan suatu keadaan kelebihan jumlah lemak dalam tubuh.

2. Tingginya BMI pra kehamilan berhubungan dengan buruknya outcome obstetrik.

3. Nilai BMI yang tinggi pada kehamilan didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI)

lebih dari 25 kg / m2

4. Komplikasi maternal akibat obesitas meliputi abortus iminens, hipertensi yang diinduksi

oleh kehamilan dan pre-eklampsia, gestational diabetes, penyakit thrombo-emboli,

infeksi, sleep apnea, partus lama, peningkatan risiko intervensi seperti induksi persalinan

dan operasi, distosia bahu dan perdarahan post partum.

5. Komplikasi perinatal akibat obesitas meliputi cacat lahir (cacat neural tube),

makrosomia, IUGR, kelahiran prematur dan kebutuhan akan perawatan NICU.

DAFTAR PUSTAKA

Page 31: Jurnal mba Nisa.doc

Abenhaim HA, Kinch RA, Morin L, Benjamin A, Usher R. Effect of pre-pregnancy body mass index categories on obstetrical and neonatal outcomes. Arch Gynecol Obstet. 2007;275(1):39-43

Adams and Murphy, 2013 Obesity in Anesthesia and Intensive Care (British Journal). [cite2013August3]Availablefrom:http://bja.oxfordjournals.org/cgi/content/full/85/1/91.

Anonim, 2008. Body Mass Index. [cite 2013 August 3] Available from: www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/healthyweight/assesing/bmi/adult_BMI/about_adult_BMI.html.

Anonim, 2009. Obesity and Anesthesia, Yes There is a Connection. [cite 2013 August 3] Available from : www.health.am/ab/more/obesity-and-anesthesia-yes-there-is-a-connection.

Anonim, 2010a.Artikel kesehatan. Obesitas. [cite 2013 August 4]http://medicastore.com/penyakit/42/Obesitas.html

Anonim, 2010b.Obesity and Consequences.[cite 2010 June 10] Available from : www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/obesity/consequences.html

Bhattacharya S, Campbell DM, Liston WA, Bhattacharya S. Effects of body mass index onpregnancy outcomes in nulliparous women deliveringsingleton babies. BMC Public Health 2007;7:168

Bilal N, Akbar N, Khan AB. Obesity is a gateway to complications. Ann Pak Inst Med Sci 2005;1:230- 33

Callaway LK, Prins JB, Chang AM, Mc Intyre HD. Pregnancy with Obesity -A Risk Factor for HIPERTENSI GESTASIONAL 128 JLUMHS SEPTEMBER-DECEMBER 2010; Vol: 09 No. 03 The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Aust. 2006; 182(2):56-9

Callaway LK, Prins JB, Chang AM, McIntyre HD. The prevalence and impact of overweight and obesity in an Australian obstetric population. Med J Australia 2006;184:56-9

Castro L, Avina R. Maternal obesity and pregnancy outcomes. Curr Opin Obstet Gynecol 2002; 14:601-6

Chu SY, Maternal obesity and risk of cesarean delivery : a met-analysis. obesity reviews 2007;8:385-94

Chu SY. Maternal obesity and risk of still birth: metaanalysis. Am J obs & gyn 2007; 197:223-8

Page 32: Jurnal mba Nisa.doc

Clausen T, Oyen N, Henriksen T. pregnancy com-plications by overweight and residential area:a prospective study of an urban Norwegian cohort. Acta Obstet Gynecol Scand 2006;85:526-33

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Fiala JE, Eqan JF, Lashgari M. The influence of body mass index on pregnancy outcomes. Conn Med 2006;70:21-3

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC.

Heslehurst. N.et all. Trends in maternal obesity incidences rates, demographic predictors and health inequalities in 36,821 women over a 15-year period.BJOG 2007;114:187-94

Jacubsen AF, Skjeldestad FE, Sandset PM. Ante and post natal risk factors of venous thrombosis: a hospital based case control study. Journal of thrombosis and homeostasis 2008;6:905-12

Larsen TB,Sorensen HT,Gislum M, Johnsen SP. maternal smoking ,obesity and risk of venous thrombosis, Research 2007;120:505-9

Lashen H fear K,Sturdeen DW.Obesity is associated with increased risk of first trimester and recurrent miscarriage: matched case control study Human reproduction 2004;19:164-6

Kanagalingam MG,forouchiNG,Greer IA,Sattar N.changes in booking body mass index over a decade: retrospective analysis from a Glasgow maternity hospital,BJOG:2005;112:1431-33

Nuthalapaty FS, Rouse DJ, Owev J, The association of maternal weight with cesarean section risk, labor duration and cervical dilatation rate during labor induction. Obstetrics and gynecology 2004;103:452-6

O’Brien TE, Ray JG, Chan W-S. Maternal body mass index and the risk of preeclampsia: a systemic overview. Epidemiology 2003; 14:368-74

Rasmussen SA.maternal obesity and risk of neural tube defects: a metaanalysis. American journal of obstetrics and gynecology 2008;198:611-19

Rothman, K J, 2088. BMI-Related erors in the measurement of obesity. International Journal of obesity 32, S56-S59. http://www.nature.com/ijo/journal/v32/n3s/full/ijo200887a.html

Sebire NJ. maternal obesity and pregnancy outcomes: a study of 287,213 pregnancies in London Intt J of Obesity and related metabolic disorders, journal of international association for study of obesity 2001;25:117-82

Page 33: Jurnal mba Nisa.doc

Shah A, Sands J, Kenny L. Maternal obesity and risk of still birth and neonatal death. Obstetrics and gynecology 2006; 26: S19

Rezaeian M, Salem Z. Prevalence of obesity and abdominal obesity in a sample of urban adult population within South East of Iran. Pak J Med Sci 2007;23:193-97

Satpathy HK, Fleming A, Frey D, Barsoom M, Satpathy C, Khandaravala J. Maternal obesity and pregnancy. Postgrad Med 2008 15;120:1-9

Sumiati, Fitriyani, 2012. Hubungan ObesitasTerhadap Pre Eklampsia Pada Kehamilan Di RSU Haji Surabaya. Vol 1 no.2. Embrio, Jurnal kebidanan.

Weight gain during pregnancy. Committee Opinion No. 548. American College of Obstetricians and Gynecologists. Obstet Gynecol 2013;121:210–2

World Health Organization, 2013a. Obesity and Overweight. Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/ [cite 2013 August 3]

World Health Organization, 2013b. Body Mass Index. Available form: http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/bmi_text/en/ [cite 2013 August 3]

WHO Global Strategy on Diet, Physical Activity anHealth 2003. Obesity and overweight. Available at www.who.int/dietphysicalactivity/-publications/facts/- obesity/en

Yen J, Shelton JA. Increasing pre pregnancy body mass index: Analysis of trends and contributing variables. Obstet Gynecol 2005;193:1994-98

Page 34: Jurnal mba Nisa.doc

Effects Of High Body Mass Index On Fetomaternal

Outcome

Dr. Bushra Noor Khuhro, Prof. Rubina Hussain

Abstrak

Latar Belakang: Peningkatan prevalensi obesitas di kalangan perempuan subur

merupakan masalah kesehatan masyarakat, wanita dengan BMI lebih dari 30 memiliki

risiko besar terhadap kesehatan reproduksi, penelitian ini akan memberikan pandangan

mengenai komplikasi yang berhubungan dengan BMI yang tinggi.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (BMI) terhadap

risiko fetomaternal.

Metode Penelitian: 100 pasien yang dipilih secara acak yang memenuhi kriteria inklusi,

dihitung nilai BMI dan dilakukan pengamatan jangka panjang, desain penelitian adalah

case series dilakukan di Universitas Ziauddin dan rumah sakit Karachi, selama sembilan

bulan. Kemudian diamati komplikasi yang terjadi pada pasien.

Hasil Penelitian: Dalam penelitian kami, hasil menunjukkan HIPERTENSI

GESTASIONAL terjadi pada 38% pasien, diabetes mellitus gestational sampai 15%, pre-

eklampsia sampai 15%, PPH 13%, ancaman keguguran terjadi pada 5%, luka infeksi

sampai 5%, dan 37% bayi dirawat di NICU.

Kesimpulan: Tingginya nilai BMI memiliki efek buruk pada HIPERTENSI

GESTASIONAL, GDM, pre eklampsia, cara persalinan, dan mengancam terjadinya

keguguran, sedangkan, tidak ada efek pada kejadian luka infeksi, dan anomali kongenital

Kata kunci: BMI, HIPERTENSI GESTASIONAL, GDM, Luka Infeksi