hasil dan pembahasan bab iv -...
TRANSCRIPT
59
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Pengambilan Serat
Proses pengambilan serat dari daun nanas dan pelepah batang pisang
ambon pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan mesin dekortikator.
Penggunaan mesin dekortikator dilakukan untuk mempercepat proses
pengambilan serat dan meminimalkan penggunaan bahan kimia dalam proses
pengambilan serat, yang bisa mencemari lingkungan. Pada proses pengambilan
serat dilakukan uji karakteristik bahan baku yang akan digunakan. Selain itu,
dilakukan perhitungan kapasitas kerja mesin dekortikator, serta dilakukan
perhitungan terhadap rendemen proses.
4.1.1 Karakteristik Bahan Baku
Proses dekortikasi sebaiknya dilakukan pada daun yang masih dalam
kondisi segar dan basah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pemisahan zat-zat
pengikat serat (gummy substance) dan untuk menghindari kerusakan serat. Oleh
karena itu, untuk memastikan bahwa bahan baku yang digunakan masih segar atau
tidak, dilakukanlah pengukuran kadar air dari bahan baku. Bahan baku dapat
dilihat pada Gambar 13 dan 14.
Gambar 13. Daun nanas
60
Gambar 14. Pelepah batang pisang ambon
Setelah dilakukan pengukuran kadar air pada daun nanas dan pelepah
batang pisang, dihasilkan nilai kadar air sebesar 89,07% dan 96,78%. Pelepah
batang pisang memiliki nilai kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan daun
nanas. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan air pada pelepah batang pisang
ambon lebih tinggi dibandingkan daun nanas. Hasil pengukuran kadar air dapat
disimpulkan bahwa daun nanas dan pelepah batang pisang masih dalam kondisi
segar sehingga kedua bahan dapat diproses lebih lanjut untuk diambil seratnya
dengan menggunakan mesin dekortikator. Rekapitulasi nilai kadar air dapat dilihat
pada Tabel 11. Data lengkap dari pengujian kadar air dan contoh perhitungan
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 11. Kadar air bahan baku daun nanas dan pelepah pisang ambon
Bahan Baku KA (bb) Bahan Baku (%) ± SD
Daun Nanas 89,07 ± 1,03
Pelepah Batang Pisang Ambon 96,78 ± 0,20
Bahan baku yang akan diekstrak dengan menggunakan mesin dekortikator,
harus terlebih dahulu diketahui dimensinya, yaitu berupa nilai panjang, tebal dan
lebar dari bahan baku. Berdasarkan spesifikasi mesin dekortikator yang
digunakan, panjang minimal daun yang akan diekstrak dengan menggunakan
mesin dekortikator yaitu sepanjang 50 cm. Jika kurang dari itu maka bahan tidak
bisa diproses karena terlalu pendek, sehingga bahan akan tersedot oleh mesin dan
tidak bisa ditarik. Pengukuran tebal dilakukan karena, apabila bahan memiliki
61
nilai tebal yang besar maka bahan tidak bisa dimasukkan pada plat masukan
mesin dekortikator. Pengukuran ini berkaitan dengan luas dari bagian pemasukkan
mesin yang digunakan, dimana lebar dari plat masukan mesin dekortikator sebesar
20 cm dan tinggi sekitar 6 cm. Jika terlalu tebal bahan sebaiknya dipotong bagian
tebalnya atau dipipihkan dengan cara dipukul-pukul. Hasil pengukuran dimensi
daun nanas dan pelepah batang pisang dapat dilihat pada Tabel 12 dan data
pengukuran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 12. Hasil pengukuran panjang dan tebal daun nanas dan pelepah pisang
ambon
Bahan
Baku
Panjang
(cm) ±
SD
Tebal (mm) ± SD Lebar (cm) ± SD
Ujung Tengah Pangkal Ujung Tengah Pangkal
Daun
Nanas
98,47 ±
4,48
1,53 ±
0,23
1,01 ±
0,14
1,05 ±
0,13
2,95 ±
0,16
5,22 ±
0,21
4,97 ±
0,22
Pelepah
Batang
Pisang
Ambon
135,82 ±
1,21
4,91 ±
2,77
4,06 ±
0,82
4,51 ±
0,44
18,90
± 3,22
15,40 ±
1,20
15,67 ±
0,90
Hasil pengukuran dimensi bahan baku dapat disimpulkan bahwa, pelepah
batang pisang memiliki nilai panjang, tebal dan lebar lebih besar dari daun nanas.
Nilai panjang, tebal dan lebar bahan sudah sesuai dengan syarat penggunaan
mesin dekortikator. Oleh karena itu, daun nanas dan pelepah pisang ambon dapat
diproses menggunakan mesin dekortikator.
4.1.2 Kapasitas Kerja Mesin Dekortikator
Mesin dekortikator menggunakan motor diesel 7 PK, dengan transmisi belt
dan pulley, dengan perbandingan pulley pada bagian motor diesel sebesar 3 inci
dan pada bagian poros penghubung dan pada bagian poros pemisah serat sebesar 6
inci. Mesin dekortikator memiliki dimensi panjang 80 cm, lebar 42 cm dan tinggi
95 cm. Mesin dekortikator yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 15.
62
Gambar 15. Mesin dekortikator
Pada saat proses ekstraksi serat dengan mesin dekortikator, daun nanas dan
pelepah batang pisang dipisahkan menjadi 3 ulangan dengan masing-masing
ulangan sebanyak 5 kg, dalam satu kali proses pemasukan bahan, untuk daun
nanas bisa sebanyak 5-7 daun, sedangkan untuk pelepah batang pisang ambon
hanya 1 atau 2 pelepah saja.
Selama proses pengambilan serat dengan menggunakan mesin
dekortikator, dilakukan pengukuran kapasitas kerja dari mesin dekortikator yang
digunakan. Hasil pengukuran kapasitas kerja dapat dilihat pada Tabel 13 dan
untuk perhitungan kapasitas kerja mesin dekortikator dapat dilihat pada Lampiran
4.
Tabel 13. Kapasitas kerja mesin dekortikator
Bahan Baku Kapasitas Kerja Input
(kg/jam) ± SD
Kapasitas Kerja Output
(kg/jam) ± SD
Daun Nanas 18,99 ± 1,74 1,86 ± 0,19
Pelepah Batang Pisang
Ambon 63,71 ± 7,97 7,68 ± 0,74
Nilai kapasitas kerja input mesin dekortikator merupakan perbandingan
massa bahan baku dengan waktu proses. Hasil pengukuran kapasitas kerja input
pada saat mengekstrak daun nanas dan pelepah batang pisang dihasilkan nilai
Silinder penutup
Motor penggerak
Pulley
Belt
Rangka
63
sebesar 18,99 kg/jam dan 63,71 kg/jam. Nilai kapasitas kerja input mesin pada
saat mengekstrak pelepah batang pisang lebih tinggi dibandingkan saat
mengekstrak daun nanas. Hal ini karena pelepah batang pisang lebih panjang
dibandingkan daun nanas. Bahan yang lebih panjang akan memudahkan kerja
mesin dekortikator karena prinsip kerja mesin dekortikator adalah mengharuskan
untuk melakukan tarikan terhadap bahan yang sedang diekstrak. Faktor lain yang
memengaruhi kapasitas kerja mesin dekortikator adalah keterampilan operator.
Kapasitas kerja output mesin dekortikator merupakan perbandingan massa
serat basah yang dihasilkan selama proses dengan waktu proses. Hasil pengukuran
kapasitas kerja output mesin dekortikator pada saat mengekstrak daun nanas dan
pelepah batang pisang ambon dihasilkan nilai sebesar 1,86 kg/jam dan 7,68
kg/jam. Nilai kapasitas kerja output mesin pada saat menghasilkan serat pelepah
batang pisang ambon lebih besar dibandingkan daun nanas. Perbedaan nilai yang
dihasilkan dipengaruhi oleh banyaknya serat basah yang dihasilkan selama proses
dekortikasi. Serat basah yang dihasilkan pada saat proses dekortikasi pelepah
batang pisang lebih tinggi, sehingga nilai kapasitas output-nya pun lebih tinggi
dari daun nanas.
4.1.3 Rendemen
Rendemen parsial yang dihasilkan dalam memproduksi serat terdiri atas:
1) rendemen pemisahan serat daun nanas dan pelepah pisang, 2) rendemen
pencucian serat dan 3) rendemen pengeringan serat. Rendemen parsial hasil
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk perhitungan rendemen dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 14. Rendemen parsial
Bahan Baku
Rendemen
Pengambilan
Serat (%) ± SD
Rendemen
Pencucian (%) ±
SD
Rendemen
Pengeringan (%)
± SD
Daun Nanas 9,87 ± 1,65 79,92 ± 4,61 30,47 ± 2,95
Pelepah Batang
Pisang Ambon 12,33 ± 2,52 64,98 ± 3,15 20,88 ± 1,34
64
Pada saat pengambilan serat, terdapat ampas yang terbuang dari bahan
yang diproses. Ampas ini merupakan bagian yang mengikat serat. Berat ampas
daun nanas dan pelepah batang pisang yang dihasilkan yaitu sebesar 4,50 kg atau
90,13% dan sebesar 4,34 kg atau 87,67%. Ampas ini cukup besar, sehingga
rendemen dari proses pengambilan serat dari daun nanas dan pelepah batang
pisang sangat kecil. Pemisahan serat dilakukan menggunakan mesin dekortikator
dan dihasilkan rendemen rata-rata sebesar 9,87% untuk serat daun nanas, dan
sebesar 12,33% untuk serat pelepah batang pisang. Rendemen serat pelepah
batang pisang yang dihasilkan lebih besar dibandingkan serat daun nanas. Hal ini
dipengaruhi oleh banyaknya ampas yang dihasilkan serta banyaknya serat yang
terkandung pada bahan. Serat yang dihasilkan dari proses dekortikasi masih
memiliki zat pengikat serat (gummy substance). Oleh karena itu, dilakukan proses
pencucian untuk mengurangi zat pengikat serat tersebut (Hidayat, 2008).
Proses pencucian dilakukan untuk membersihkan serat dari zat pengikat
seratnya. Rendemen pencucian untuk serat daun nanas dan pelepah batang pisang
ambon yaitu sebesar 79,92% dan 64,98%. Nilai rendemen proses pencucian serat
basah daun nanas lebih besar dibandingkan pada pelepah batang pisang ambon.
Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya zat pengotor yang terbuang pada saat proses
pencucian serat. Pencucian serat basah pelepah batang pisang ambon
menghasilkan limbah cucian lebih banyak dibandingkan daun nanas. Serat basah
dari daun nanas dan pelepah batang pisang ambon diuji nilai kadar airnya. Hasil
pengujian kadar air serat basah daun nanas adalah sebesar 68,98%, sedangkan
serat basah pelepah batang pisang adalah sebesar 78,94%. Nilai kadar air serat
basah dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Kadar air serat basah
Bahan Baku KA (bb) Serat Basah (%)
± SD
Daun Nanas 68,98 ± 0,61
Pelepah Batang Pisang Ambon 78,94 ± 1,43
65
Proses pengeringan serat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari
selama dua sampai lima hari, tergantung cuaca pada saat pengeringan. Serat yang
dihasilkan setelah pengeringan masih menggumpal atau menempel satu sama lain
yang menjadikan serat lebih sulit untuk diurai. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena masih adanya zat pengikat serat yang menempel pada serat. Hasil dari serat
yang sudah dikeringkan dapat dilihat pada Gambar 16 dan gambar detail serat
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 17.
(a) (b)
Gambar 16. Serat daun nanas (a) dan pelepah batang pisang ambon (b)
66
(a) (b)
Gambar 17. Detail serat daun nanas (a) dan pelepah batang pisang ambon (b)
Nilai rendemen pengeringan untuk serat daun nanas dan pelepah batang
pisang ambon yaitu 30,47% dan 20,88%. Serat pelepah batang pisang memiliki
nilai rendemen lebih kecil dari serat daun nanas, hal ini disebabkan pada saat
pengeringan, air yang terkandung pada serat pelepah batang pisang lebih banyak
teruapkan. Kadar air akhir serat daun nanas dan pelepah batang pisang ambon
yang telah kering yaitu 10,86% dan 11,13%. Nilai kadar air serat kering pelepah
batang pisang lebih besar dibandingkan serat daun nanas. Nilai kadar air serat
kering dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Kadar air serat kering
Bahan Baku KA (bb) Serat Kering (%) ± SD
Daun Nanas 10,86 ± 0,21
Pelepah Batang Pisang Ambon 11,13 ± 0,03
67
Kadar air serat kering tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Apabila terlalu tinggi atau basah, maka serat akan mudah berjamur, sedangkan
apabila terlalu rendah, maka serat akan mudah rapuh. Kandungan air dan
kelembaban udara yang terlalu rendah mengakibatkan kekuatan serat menurun
dan serat mudah putus, sehingga akan berpengaruh kepada panjang serat
(Moerdoko dkk, 1973).
Rendemen total adalah perbandingan antara massa serat kering yang
dihasilkan dengan massa bahan baku yang digunakan. Rendemen total untuk
menghasilkan serat kering dari daun nanas dan pelepah batang pisang ambon yaitu
sebesar 2,36% dan 1,65%. Nilai rendemen total serat daun nanas lebih besar
dibandingkan serat pelepah batang pisang ambon, karena selama proses
pengambilan serat, serat pelepah batang pisang ambon terjadi banyak kehilangan
pada saat proses pencucian dan pengeringan. Menurut Sukardan dkk (2016) daun
nanas memiliki rendemen 1-2 %, lebih rendah jika dibandingkan dengan kapas
yang memiliki rendemen 30-40%. Nilai dari rendemen total serat dapat dilihat
pada Tabel 17.
Tabel 17. Rendemen total serat
Bahan Rendemen Total Serat (%) ± SD
Serat Daun Nanas 2,36 ± 0,18
Serat Pelepah Batang Pisang 1,65 ± 0,34
Perhitungan rendemen total dilakukan hanya sampai dihasilkan serat
kering saja, tidak sampai kain tenun. Hal ini dikarenakan pada saat proses
pembuatan kain tenun dilakukan pencampuran bahan baku kain yaitu benang
katun, sehingga tidak memungkinkan untuk menghitung rendemen yang
dihasilkannya.
68
4.2 Karakteristik Fisik dan Mekanik Serat
Analisis karakteristik fisik serat terdiri dari panjang serat, kehalusan,
diameter, warna dan moisture regain serat, sedangkan untuk analisis karakteristik
mekanik serat yang dianalisis yaitu kekuatan tarik dan mulur serat.
4.2.1 Karakteristik Fisik Serat
Pengujian karakteristik fisik serat terdiri dari fisik serat terdiri dari
panjang, kehalusan, diameter, warna dan moisture regain serat.
1. Panjang Serat
Panjang dari serat daun nanas dan pelepah pisang ambon yaitu, 103,86 cm
dan 132,43 cm sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 18. Data pengukuran
panjang yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 18. Panjang serat
Jenis Serat Panjang (cm) ± SD
Daun Nanas 103,86 ± 2,40
Pelepah Batang Pisang Ambon 132,43 ± 3,83
Nilai panjang serat pelepah batang pisang lebih tinggi dibandingkan
dengan serat daun nanas. Menurut Soeprijono dkk (1974), panjang serat daun
nanas bisa mencapai 130 cm tergantung dari umur tanaman nanas. Hanya saja,
pada hasil penelitian ini menunjukkan nilai yang kurang dari itu, yaitu sebesar
103,86 cm. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses pengambilan serat yang
berbeda. Proses pengambilan serat dengan menggunakan mesin dekortikator
mengharuskan adanya tarikan pada bahan baku. Oleh karena itu, tidak menutup
kemungkinan pada saat proses pengambilan serat terdapat serat yang putus akibat
proses penarikan tersebut, sehingga proses tersebut dapat memengaruhi panjang
serat yang dihasilkan.
Panjang dari serat yang dihasilkan bergantung pada panjang bahan baku
yang digunakan. Semakin panjang bahan baku yang digunakan maka seratnya pun
akan panjang. Panjang serat dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.
69
2. Kehalusan Serat
Kehalusan serat menentukan kekuatan dan kehalusan benang. Semakin
halus serat semakin kecil jumlah pori-pori yang dapat dilalui udara. Semakin
halus semakin baik, namun untuk serat alam tertentu kehalusan serat
menunjukkan usia serat (Istinharoh, 2013). Kehalusan serat diukur dengan cara
melakukan perbandingan panjang dan berat serat. Hasil pengukuran kehalusan
serat secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 19. Data pengukuran kehalusan
serat yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 19. Kehalusan serat
Jenis Serat Kehalusan (tex) ± SD
Daun Nanas 4,44 ± 0,01
Pelepah Batang Pisang Ambon 12,96 ± 0,01
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa, kehalusan serat untuk serat daun
nanas yaitu sebesar 4,44 tex, sedangkan untuk kehalusan serat pelepah batang
pisang ambon yaitu sebesar 12,96 tex. Perbedaan nilai kehalusan ini dipengaruhi
oleh perbedaan panjang dan berat pada masing-masing serat. Menurut Soeprijono,
dkk (1974), serat daun nanas memiliki kehalusan sebesar 14-16 denier atau 1,56-
1,78 tex. Nilai kehalusan serat daun nanas ini berbeda, kemungkinan disebabkan
oleh proses pengambilan serat yang berbeda pula. Serat daun nanas dan pelepah
pisang ambon memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin, apabila
proses pengambilan serat hanya dilakukan secara mekanis, maka kandungan
lignin yang mengikat pada serat tidak akan larut dalam air, sedangkan jika proses
pengambilan serat dilakukan dengan menggunakan tambahan larutan alkali, maka
lignin dan sebagian hemiselulosa akan larut. Hal ini dapat memengaruhi nilai
kehalusan yang dihasilkan.
Kehalusan kedua serat kemudian dibandingkan dengan serat rami. Serat
rami memiliki nilai kehalusan serat sebesar 3,44 tex. Nilai ini menunjukkan
bahwa serat daun nanas dan pelepah pisang ambon memiliki kehalusan yang lebih
tinggi dibandingkan kehalusan dari serat rami. Serat rami bisa menghasilkan serat
70
yang sangat halus dan berdiameter lebih kecil dibandingkan serat daun nanas dan
serat pelepah batang pisang ambon. Hal ini dipengaruhi oleh perlakuan proses
pengambilan serat yang berbeda.
Serat yang halus dapat menimbulkan serat yang kusut (nep) dalam
pengolahannya sehingga berakibat pada penurunan mutu serat yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena benang tidak tahan gesekan dan mudah berbulu
(Istinharoh, 2013).
3. Diameter Serat
Kehalusan pada serat tekstil dapat juga menunjukkan besar kecilnya
diameter serat. Berdasarkan hasil pengukuran kehalusan serat, dapat diketahui
nilai diameter yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan 16.
Diameter serat daun nanas yaitu sebesar 90 µm dan diameter serat pelepah batang
pisang ambon yaitu sebesar 150 µm. Nilai diameter serat pelepah batang pisang
ambon lebih besar dibandingkan serat daun nanas. Menurut Nopriantina dan
Astuti (2013), diameter serat pelepah batang pisang adalah 5,8 μm. Nilai tersebut
berbeda dengan nilai diameter serat pelepah batang pisang hasil penelitian ini. Hal
ini diduga karena metode pengambilan serat yang berbeda. Penelitian ini hanya
menggunakan mesin dekortikator dan proses pencucian dengan air untuk
membersihkan seratnya. Perbedaan metode ini berpengaruh pada nilai diameter
yang dihasilkan. Diameter yang lebih besar dibandingkan dengan serat pelepah
batang pisang pada Nopriantina dan Astuti (2013), ini menandakan bahwa serat
daun nanas dan pelepah batang pisang ambon masih memiliki zat pengikat serat
yang kemungkinan tidak dikehendaki. Nilai diameter serat dapat dilihat pada
Tabel 20.
Tabel 20. Diameter serat
Jenis Serat Diameter (µm) ± SD
Daun Nanas 90 ± 0,01
Pelepah Batang Pisang Ambon 150 ± 0,01
71
4. Warna Serat
Pengujian warna serat terdiri dari L*, a*, b* dan H. Hasil pengujian warna
serat daun nanas dan serat pelepah batang pisang dapat dilihat pada Tabel 21.
Data pengujian warna yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 21. Warna serat
Jenis Serat L* ± SD a* ± SD b* ± SD H ± SD Kromatisitas
Daun Nanas 47,69 ±
0,63
-0,77 ±
0,08
16,62 ±
0,66
92,65 ±
0,34 Yellow
Pelepah
Batang
Pisang
Ambon
54 ± 1,21 5,37 ±
0,55
16,61 ±
0,55
72,10 ±
1,13 Yellow Red
Keterangan:
L* = kecerahan
a* (-) = hijau
a* (+) = merah
b* (-) = biru
b* (+) = kuning
Kecerahan menunjukkan tingkat gelap dan terang dari serat. Nilai
kecerahan dari serat daun nanas yaitu sebesar 47,69, sedangkan untuk serat
pelepah batang pisang ambon memiliki derajat kecerahan sebesar 54. Serat
pelepah batang pisang ambon memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi
dibandingkan serat daun nanas. Hal ini dikarenakan serat dari daun nanas
memiliki colouring matter atau pigmen yang lebih gelap sehingga menyebabkan
serat menjadi berwarna lebih gelap (nilai L* semakin kecil) (Wijana dkk, 2016),
selain itu serat daun nanas memiliki zat pengikat serat yang masih menempel pada
serat daun nanas lebih tinggi dibandingkan serat pelepah batang pisang ambon.
Serat dari daun nanas dan pelepah batang pisang memiliki nilai kecerahan yang
lebih rendah dibandingkan dengan serat kapas, yaitu memiliki kecerahan sebesar
72 (Sukardan dkk, 2016).
72
Selain diukur tingkat kecerahan, juga dilakukan pengukuran nilai a* yang
menandakan perbedaan warna merah dan hijau serta nilai b* yang membedakan
warna kuning dan biru. Nilai a* untuk serat daun nanas dan pelepah batang pisang
ambon yaitu sebesar -0,77 dan 5,37. Hasil pengujian menunjukkan bahwa serat
daun nanas memiliki warna hijau yang lebih tinggi dibandingkan serat pelepah
batang pisang dan serat pelepah batang pisang memiliki warna merah yang tinggi
dibandingkan serat daun nanas. Nilai b* dari serat daun nanas dan pelepah batang
pisang ambon yaitu sebesar 16,62 dan 16,61. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
kedua serat memiliki warna kekuningan. Nilai derajat kuning kedua serat
memiliki nilai yang cukup tinggi dibandingkan nilai derajat kuning dari serat
kapas yaitu hanya sebesar 10,2 (Sukardan dkk, 2016). Nilai a* dan b* dari serat
daun nanas dan pelepah batang pisang ambon didapat dari pigmen alami yang
terkandung di dalam bahan.
Parameter yang terakhir dalam penentuan warna serat yaitu derajat hue
(H). Nilai hue disesuaikan dengan daerah kisaran warna kromatisitas sehingga
warna dari serat dapat ditentukan. Derajat hue dari serat daun nanas menunjukkan
bahwa serat tersebut berwarna yellow, sedangkan untuk serat pelepah batang
pisang memiliki warna yellow red. Warna serat dipengaruhi oleh kandungan
lignin. Menurut Wibisono (2002), adanya lignin menyebabkan warna serat
menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan.
5. Moisture Regain
Moisture regain yaitu kemampuan serat tekstil untuk menyimpan uap air
dalam kondisi ruang yang standar. Hasil pengujian moisture regain pada serat
daun nanas dan serat pelepah batang pisang ambon dapat dilihat pada Tabel 22.
Data pengujian moisture regain yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel 22. Moisture regain
Jenis Serat Moisture Regain (%) ± SD
Daun Nanas 11,07 ± 1,83
Pelepah Batang Pisang Ambon 13,46 ± 0,62
73
Nilai Moisture Regain untuk serat daun nanas dan pelepah batang pisang
ambon yaitu 11,07% dan 13,46%. Nilai moisture regain dari serat pelepah batang
pisang ambon lebih besar dibandingkan dengan serat daun nanas. Hal ini
dikarenakan air yang terkandung pada serat pelepah batang pisang ambon lebih
tinggi dibandingkan yang terkandung pada serat daun nanas. Menurut Luftinor
(2010), moisture regain serat nanas rata-rata 9%. Nilai moisture regain
kemungkinan dipengaruhi oleh morfologi dari serat. Apabila sebuah serat
memiliki celah di dalamnya (lumen), dimana lumen tersebut merupakan sumbu
serat dan dapat berperan sebagai kapiler sepanjang serat serta dapat menampung
air sampai 27 kali berat seratnya, kemungkinan serat akan memiliki nilai moisture
regain yang lebih besar (Mulyawan dkk, 2015).
Nilai moisture regain dari kedua serat kemudian dibandingkan dengan
nilai moisture regain pada serat rami. Untuk serat rami, nilai mositrue regain yang
didapat yaitu sebesar 9,34%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan kedua serat
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa daya serap dari serat daun nanas dan
pelepah batang pisang ambon lebih tinggi, sehingga memungkinkan untuk
menyerap air lebih cepat. Oleh karena itu, nilai moisture regain yang tinggi akan
membuat kain yang dihasilkan lebih nyaman untuk digunakan (Istinharoh, 2013).
Pada umumnya serat alam memang mempunyai sifat higroskopis. Hanya saja,
apabila terlalu tinggi nilai daya serapnya, maka daya simpan dari serat tersebut
kemungkinan lebih pendek, atau tidak tahan lama.
4.2.2 Karakteristik Mekanik
Karakteristik mekanik serat yang diuji yaitu kekuatan tarik dan mulur
serat. Kekuatan tarik menyatakan kemampuan serat untuk menahan beban tarik,
sedangkan mulur serat merupakan kemampuan serat bertambah panjang ketika
ada beban tarik yang dialami serat tersebut sebelum putus yang dinyatakan dalam
satuan persen (%) (Noerati dkk, 2013).
1. Kekuatan tarik dan mulur serat per bundel
Pengujian kekuatan tarik dilakukan perbundel serat. Hasil pengujian
kekuatan tarik per bundel, didapat nilai tegangan spesifik atau tenacity yang
merupakan kekuatan tarik yang dinyatakan dalam gaya per kehalusan serat.
74
Sifat mulur serat tekstil sangat berguna, mengingat banyak sekali beban
tarik yang dialami serat pada proses-proses pemintalan, pertenunan sampai proses
penyempurnaan. Jika serat tekstil mempunyai mulur kecil, maka ketika ada beban
tarik yang kecil pun serat akan mudah putus sehingga kurang baik digunakan
sebagai serat tekstil pakaian (Noerati dkk, 2013).
Faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan tarik mulur serat adalah
kelembaban. Semakin besar kelembaban semakin besar pula kekuatan mulur serat
dan sebaliknya akan cenderung menurunkan kekuatan tarik (Indrawan, 2007).
Hasil pengujian kekuatan tarik dan mulur per bundel serat daun nanas dan serat
pelepah batang pisang ambon dapat dilihat pada Tabel 23, untuk data lebih rinci
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Tabel 23. Kekuatan tarik dan mulur serat per bundel
Jenis Serat Kekuatan Tarik
(gf) ± SD Mulur (%) ± SD
Tenacity (g/tex) ±
SD
Daun Nanas 11628,39 ±
3010,06 11,76 ± 1,59 10,78 ± 2,16
Pelepah Batang
Pisang Ambon
12062,50 ±
4869,82 12,59 ± 1,84 17,91 ± 8,01
Kekuatan tarik dan mulur serat diuji per bundel. Hal ini dilakukan
mengingat serat alami memiliki diameter yang tidak seragam. Oleh karena itu,
untuk mewakili setiap serat, dilakukan pengujian kekuatan tarik dan mulur per
bundel. Pengujian serat per bundel dilakukan dengan menggunakan alat tensolab.
Kecepatan penarikan yang diberikan pada saat pengujian yaitu 50 mm/menit dan
jarak jepit antar clamp sebesar 50 mm atau 5 cm.
Serat daun nanas memiliki kekuatan tarik sebesar 11628,39 gf, dengan
tenacity sebesar 10,78 g/tex dan mulur sebesar 11,76%, sedangkan serat pelepah
batang pisang ambon memiliki kekuatan tarik sebesar 12062,50 gf, dengan
tenacity sebesar 17,91 g/tex dan mulur sebesar 12,59%. Nilai tenacity dan mulur
serat terbesar yaitu dimiliki oleh serat pelepah batang pisang ambon. Menurut
75
Raghavendra et al (2004), nilai 10,78 g/tex dan 17,91 g/tex termasuk ke dalam
klasifikasi kekuatan serat yang sangat rendah. Berdasarkan penelitian Luftinor
(2010), kekuatan tarik serat nanas kurang lebih 1,99 g/denier atau 0,22 g/tex
dipengaruhi kadar selulosa dalam serat dan panjang rantai molekul. Nilai ini lebih
kecil dibandingkan nilai kekuatan tarik daun nanas yang dihasilkan, disebabkan
oleh perbedaan proses pengambilan seratnya. Penggunaan larutan alkali mampu
melarutkan zat pengikat serat yang ada, sehingga berpengaruh pada nilai kekuatan
tarik yang dihasilkan, sedangkan apabila hanya menggunakan air, kemungkinan
kandungan lignin pada serat masih terkandung didalamnya, sehingga serat
memiliki nilai kekuatan tarik lebih tinggi.
2. Kekuatan tarik dan mulur serat per helai
Menurut Hidayat (2008), secara morfologi jumlah serat terdiri dari
beberapa ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari
beberapa serat (multi-celluler fibre). Semakin kuat serat yang dipergunakan, maka
benang yang dihasilkan akan semakin kuat (Sulam, 2008). Oleh karena itu, proses
pengujian kekuatan tarik dan mulur serat tidak hanya dilakukan per bundel saja,
tetapi juga dilakukan per helai.
Proses pengujian kekuatan tarik dan mulur serat per helai dilakukan
dengan instron. Panjang sampel yang diuji yaitu 10 cm. Hasil pengukuran
kekuatan tarik dan mulur perhelai serat daun nanas dan serat pelepah batang
pisang ambon dapat dilihat pada Tabel 24 dan data yang lebih rinci dapat dilihat
pada Lampiran 11.
Tabel 24. Kekuatan tarik dan mulur serat per helai
Jenis Serat Kekuatan Tarik (gf) ±
SD Mulur (%) ± SD
Daun Nanas 156,25 ± 45,13 6,5 ± 2,35
Pelepah Batang Pisang
Ambon 349,75 ± 165,17 6,75 ± 2,94
76
Nilai kekuatan tarik dari serat daun nanas yaitu sebesar 156,25 gf,
sedangkan untuk serat pelepah batang pisang yaitu sebesar 349,75 gf. Nilai
kekuatan tarik dari serat pelepah batang pisang lebih tinggi dibandingkan serat
daun nanas. Hal ini dipengaruhi oleh struktur morfologi dan struktur kimia dari
masing-masing serat (Situmorang dkk, 2017). Untuk keseragaman nilai kekuatan
tarik dari kedua serat, yang paling baik adalah serat daun nanas.
Nilai mulur dari kedua serat tidak jauh berbeda. Serat daun nanas
menghasilkan nilai mulur 6,5%, sedangkan untuk serat pelepah batang pisang
ambon menghasilkan nilai mulur 6,75%. Nilai mulur yang dihasilkan kedua serat
tersebut cukup kecil jika dibandingkan serat rami yang memiliki nilai sebesar
9,79%. Hal ini menunjukkan bahwa serat daun nanas dan serat pelepah pisang
kurang elastis dan bila digunakan mudah putus. Nilai mulur serat kapas yaitu
sebesar 8%. Menurut Koutu dkk (2012), serat kapas mempunyai dinding primer
dan sekunder, serta mempunyai lumen di dalam serat sehingga bersifat fleksibel
dan elastis. Menurut Saroso dan Darmono (2002), serat yang memiliki nilai mulur
yang tinggi, bila dipintal akan menghasilkan benang yang halus. Nilai mulur dari
daun nanas dan pelepah batang pisang lebih kecil dibandingkan mulur serat rami
disebabkan oleh adanya getah, atau bahkan lilin yang masih tertinggal pada serat,
sehingga menyebabkan serat menjadi getas. Perbedaan nilai mulur yang
dihasilkan dapat juga disebabkan oleh perbedaan perlakuan pada saat proses
pengambilan seratnya.
Nilai kekuatan tarik dan mulur dari serat dipengaruhi oleh kandungan
selulosa yang ada pada serat tersebut. Ketersediaan selulosa dalam jumlah besar
akan membentuk serat yang kuat, tidak larut dalam air, tidak larut dalam pelarut
organik, dan berwarna putih. Selulosa dari serat daun nanas yaitu sebesar 69,5-
71,5% (Hidayat, 2008), sedangkan untuk serat pelepah pisang yaitu sebesar 63-
64% (Lisnawati, 2000), selain selulosa, kandungan hemiselulosa dan lignin pada
serat dapat meningkatkan nilai kuat tarik serat. Hal ini karena lignin berfungsi
sebagai perekat antar sel (Wibisono, 2002).
77
4.3 Kriteria Serat
Karakteristik serat yang dianalisis yaitu karakteristik fisik, kimia, dan
mekanik. Karakteristik fisik meliputi, panjang serat, warna, kehalusan, diameter
dan moisture regain. Karakteristik kimia meliputi, kadar air serat. Karakteristik
mekanik meliputi, kekuatan tarik dan mulur serat. Kriteria dari karakteristik serat
dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Kriteria serat
Parameter Kriteria Referensi
Kadar Air
Kadar air serat kering tidak
boleh terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Kadar air serat kapas
kering mencapai 7%.
Saroso dan Darmono,
2002
Panjang Serat (cm)
Panjang dari serat yang
dihasilkan bergantung pada
panjang bahan baku yang
digunakan. Semakin panjang
bahan baku yang digunakan
maka seratnya pun akan
panjang. Rata-rata panjang
serat kapas sebesar 2,79 cm.
Sukardan dkk, 2016
Kehalusan (tex)
Semakin kecil nilai tex,
semakin halus serat yang
dihasilkan. Nilai kehalusan
benang kapas yaitu 5,9-36,9
tex.
SNI 08-0033-2006
Diameter (µm)
Nilai diameter berbanding
lurus dengan nilai kehalusan.
Apabila diameter yang
dihasilkannya kecil, maka
serat tersebut semakin halus.
-
Warna
L* Serat kapas memiliki L* 72. Sukardan dkk, 2016
a*
Nilai a* positif menyatakan
warna merah, nilai a* negatif
menyatakan warna hijau.
Semakin nilainya mendekati
nol, pigmen alam dari serat
semakin rendah dan serat lebih
cerah.
-
78
Tabel 25. Kriteria serat (Lanjutan)
Parameter Kriteria Referensi
b*
Nilai b* positif menyatakan
warna kuning, nilai b* negatif
menyatakan warna biru. Serat
kapas memiliki nilai b* 10,2.
Sukardan dkk, 2016
H
Nilai hue dapat menentukan
daerah kisaran warna
kromatisitas.
-
Moisture Regain
Semakin tinggi nilai moisture
regain maka semakin baik
menyerap air. Serat kapas
memiliki nilai MR sebesar
8,5%.
Sukardan dkk, 2016
Kekuatatan Tarik
Per Bundel
Serat tekstil harus mempunyai
kekuatan yang memadai, hal
ini disebabkan saat
pemrosesan misalnya
pemintalan, pertenunan,
pencelupan maupun saat
pemakaian, serat mengalami
beban-beban yang umumnya
berupa beban tarik.
Noerati dkk, 2013
Tenacity
Nilai minimum tenacity serat
kapas untuk dijadikan benang
tenun yaitu 15,90-23,00 g/tex.
Sukardan dkk, 2006
Mulur Per Bundel
Sifat mulur serat tekstil sangat
berguna, mengingat banyak
sekali beban tarik yang
dialami serat pada proses-
proses pemintalan, pertenunan
sampai proses
penyempurnaan. Jika serat
tekstil mempunyai mulur
kecil, maka ketika ada beban
tarik yang kecil pun serat akan
mudah putus sehingga kurang
baik digunakan sebagai serat
tekstil pakaian.
Noerati dkk, 2013
Kekuatan Tarik Per
Helai
Nilai minimum kekuatan tarik
serat kapas untuk dijadikan
benang tenun yaitu 125-760
gf.
SNI 08-0033-2006
Mulur Per Helai Nilai mulur serat kapas per
helai yaitu sebesar 8%. Sukardan dkk, 2006
79
4.4 Rekapitulasi Pengujian Karakteristik Serat
Rekapitulasi pengujian karakteristik serat terdiri dari rekapitulasi
karakteristik kimia yaitu kadar air serat (Tabel 26). Rekapitulasi karakteristik fisik
yaitu, panjang serat, kehalusan, diameter serat, warna dan moisture regain serat
(Tabel 27), selanjutnya yaitu karakteristik mekanik serat yang terdiri dari
kekuatan tarik, tenacity dan mulur serat (Tabel 28).
Tabel 26. Rekapitulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik kimia
Parameter Serat Daun Nanas Serat Pelepah Batang
Pisang Ambon
Kadar air serat kering (%) 10,86 11,13 Keterangan: Bagian yang diberi warna kuning merupakan serat terbaik
Tabel 27. Rekaptiulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik fisik
Parameter Serat Daun Nanas Serat Pelepah Batang
Pisang Ambon
Panjang Serat (cm) 103,86 132,43
Kehalusan (tex) 4,44 12,96
Diameter (µm) 90,00 150,00
Warna L* 47,69 54,00
a* -0,77 5,37
b* 16,62 16,61
H 92,64 72,10
Moisture Regain (%) 11,07 13,46
Tabel 28. Rekapitulasi serat terbaik berdasarkan karakteristik mekanik
Parameter Serat Daun Nanas Serat Pelepah Batang
Pisang Ambon
Kekuatan Tarik Per
Bundel (gf) 11628,47 12062,53
Tenacity (g/tex) 10,78 17,91
Mulur Per Bundel (%) 11,76 12,59
Kekuatan Tarik Per Helai
(gf) 156,25 349,75
Mulur Per Helai (%) 6,50 6,75
80
4.5 Proses Pembuatan Kain Tenun
Pembuatan kain dilakukan dengan menyiapkan seratnya terlebih dahulu
yang sudah diuji karakteristiknya. Setelah diketahui karakteristik dari serat daun
nanas dan serat pelepah batang pisang ambon dapat disimpulkan bahwa kedua
serat tersebut hanya dapat digunakan sebagai benang pakan saja. Benang pakan
adalah benang yang pada kain tenun terletak melintang ke arah lebar kain.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan serat daun nanas dan pelepah batang
pisang ambon tidak dapat dijadikan benang lusi pada proses pembuatan kain
tenun, diantaranya yaitu jenis benang yang dihasilkan merupakan jenis benang
stapel, yaitu benang yang memiliki ukuran pendek. Membutuhkan waktu yang
cukup lama apabila kedua serat tersebut dijadikan benang lusi. Belum ditemukan
cara bagaimana proses penyambungan serat pendek dari serat daun nanas dan
serat pelepah batang pisang selain dengan cara manual yang membutuhkan waktu
yang sangat lama. Selain itu, nilai mulur dari serat yang terbilang sangat kecil
sehingga apabila benang tersebut dijadikan benang lusi akan mudah putus. Hal ini
dapat berpengaruh pada lamanya proses pembuatan kain tenun. Tidak hanya itu,
untuk membuat benang lusi, dibutuhkan benang yang sangat banyak. Oleh karena
itu, sebagai pengganti dari benang lusi dipilihlah benang katun yang berasal dari
serat kapas. Nomor benang katun yang digunakan yaitu sebesar Ne 20/2.
Komposisi dalam pembuatan kain tenun serat daun nanas dan pelepah pisang yang
dikombinasikan dengan benang katun yaitu sebesar 50% benang katun ke arah
lusi dan 50% serat alam ke arah pakan.
Pemilihan benang katun sebagai benang lusi karena, benang katun berasal
dari serat kapas yang juga merupakan serat yang berasal dari tumbuhan.
Penggunaan serat kapas sudah banyak digunakan untuk menggantikan bahan baku
tekstil yang berasal dari serat sintetis. Ketersediaan benang katun juga sudah
sangat banyak sehingga mudah ditemukan. Benang katun yang digunakan
merupakan benang katun grey. Benang katun jenis grey merupakan benang katun
yang masih belum diputihkan dan belum diberi warna. Warna dari benang katun
grey masih alami sesuai dengan warna seratnya.
81
Penggunaan benang pakan dengan menggunakan serat alam dilakukan
dengan cara menyisipkannya secara manual. Pada umumnya, penyisipan benang
pakan dilakukan dengan menggunakan teropong. Teropong yaitu kayu yang
berfungsi seperti sekoci dimana gulungan benang diletakkan. Hanya saja, karena
benang dari serat daun nanas dan pelepah batang pisang ambon tidak
disambungkan maka dilakukanlah penyisipan benang pakan secara manual agar
benang saling menyilang. Serat dari daun nanas dan pelepah batang pisang ambon
yang digunakan memiliki diameter yang tidak seragam, maka untuk
menyeragamkan diameternya, serat yang digunakan terlebih dahulu dirangkap dan
dipilin beberapa helai yaitu 5-7 helai supaya seragam.
ATBM yang digunakan merupakan ATBM modifikasi, sehingga alat tenun
ini berbeda dari alat tenun yang biasa digunakan untuk proses produksi dalam
industri skala besar. ATBM dapat dilihat pada Gambar 18. Proses pembuatan kain
tenun dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 18. ATBM modifikasi
Lebar Kain
Kamran
Sisir
Tuas pembuka dan
penutup mulut lusi
82
Mulai
Persiapan Benang
Benang Lusi Benang Pakan
Pengelosan
Penghanian
Pencucukan Benang
Memilin (twist) Serat
Sebanyak 5-7 Helai
Penenunan
Pembukaan Mulut Lusi
Penyisipan Benang Pakan
Penutupan Mulut Lusi
Pengetekan Benang Pakan
Kain Tenun
Selesai
Gambar 19. Diagram alir pembuatan kain tenun
83
Motif dari hasil tenunan dengan menggunakan alat tenun modifikasi ini
berupa motif polos. Selama proses pembuatan kain tenun berlangsung, dilakukan
pengukuran kapasitas kerja dari alat tenun bukan mesin yang digunakan. Hasil
pengukuran kapasitas kerja alat tenun bukan mesin dapat dilihat pada Tabel 29
dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 29. Kapasitas kerja alat tenun bukan mesin
Bahan Kapasitas Kerja ATBM
(cm2/detik) ± SD
Kain Serat Daun Nanas 0,20 ± 0,02
Kain Serat Pelepah Batang Pisang Ambon 0,18 ± 0,01
Nilai kapasitas kerja dapat memprediksikan seberapa banyak kain yang
akan dihasilkan berdasarkan waktu tertentu. Hasil pengukuran kapasitas
menunjukkan bahwa kapasitas kerja ATBM pada saat membuat kain dari serat
daun nanas lebih besar dibandingkan pada saat pembuatan kain dari serat pelepah
batang pisang. Perbedaan hasil perhitungan kapasitas kerja ATBM ini bergantung
pada tebal dari pilinan serat yang akan digunakan, selain itu juga dipengaruhi
panjang dan pendeknya serat yang digunakan. Jika serat tersebut panjang maka
akan lebih memudahkan proses penenunan. Hasil kain tenun serat daun nanas dan
pelepah batang pisang ambon dapat dilihat pada Gambar 20 dan gambar detail
kain yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 21.
84
(a) (b)
Gambar 20. Kain tenun serat daun nanas (a) dan pelepah batang pisang ambon (b)
(a) (b)
Gambar 21. Detail kain tenun serat daun nanas (a) dan pelepah batang pisang
ambon (b)
85
Kain tenun serat daun nanas yang dihasilkan yaitu memiliki ukuran
sebesar 197 x 35 cm dengan massa serat daun nanas yang digunakan yaitu
sebanyak 185 g serat daun nanas ditambah 32,17 g benang katun, sedangkan kain
tenun serat pelepah batang pisang yang dihasilkan memiliki ukuran sebesar 201 x
35 cm dengan massa serat yang digunakan yaitu sebanyak 109 g serat pelepah
batang pisang ambon ditambah 44,43 g benang katun.
4.6 Karakteristik Kain Tenun
Kain yang dihasilkan dari proses tenun kemudian diuji untuk mengetahui
karakteristik kain tersebut. Karakteristik yang diuji yaitu karakteristik fisik
meliputi warna kain dan karakteristik mekanik yang terdiri dari tiga parameter
yaitu, pengujian kekuatan tarik dan mulur kain, kekuatan sobek kain dan daya
tembus udara kain.
4.6.1 Karakteristik Fisik
Pengujian karakteristik fisik kain yaitu pengujian terhadap warna kain.
Warna kain terdiri dari L*, a*, b* dan H. Hasil pengujian warna kain serat daun
nanas dan pelepah batang pisang dapat dilihat pada Tabel 30 dan data pengujian
yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13.
Tabel 30. Warna kain
Jenis Kain L* ± SD a* ± SD b* ± SD H ± SD Kromatisitas
Kain Serat
Daun Nanas
64,33 ±
0,61
0,75 ±
0,18
15,83 ±
0,07
87,26 ±
0,68 Yellow Red
Kain Serat
Pelepah Batang
Pisang Ambon
67,05 ±
0,50
4,28 ±
0,16
16,27 ±
0,51
75,26 ±
0,25 Yellow Red
Keterangan:
L* = kecerahan
a* (-) = hijau
a* (+) = merah
b* (-) = biru
b* (+) = kuning
86
Nilai kecerahan yang paling tinggi yaitu dimiliki oleh kain serat pelepah
batang pisang yaitu sebesar 67,05. Nilai kecerahan kedua serat meningkat dari
nilai kecerahan serat sebelum diproses menjadi kain. Peningkatan nilai kecerahan
pada kain disebabkan oleh penambahan benang katun dalam proses pembuatan
kain, sehingga memengaruhi nilai yang dihasilkan. Benang katun merupakan
benang yang berasal dari serat kapas yang memiliki nilai kecerahan 72 (Sukardan
dkk, 2016), hanya saja penelitian ini tidak melakukan pengujian terhadap
kecerahan benang katun yang digunakan.
Nilai a* dari kedua kain yaitu bernilai positif yang artinya kedua kain
memiliki warna merah. Nilai warna merah yang paling tinggi yaitu dihasilkan
oleh kain serat pelepah batang pisang. Nilai a* serat daun nanas sebelum diproses
menjadi kain berada di warna hijau. Terjadi peningkatan nilai a* setelah diproses
menjadi kain tenun. Nilai b* dari kain serat daun nanas dan pelepah batang pisang
ambon yaitu sebesar 15,83 dan 16,27. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kedua
kain memiliki warna kekuningan. Parameter yang terakhir dalam penentuan warna
kain yaitu derajat hue (H). Nilai hue disesuaikan dengan daerah kisaran warna
kromatisitas sehingga warna dari serat dapat ditentukan. Derajat hue dari kain
serat daun nanas dan kain serat pelepah batang pisang ambon menunjukkan bahwa
kedua kain tersebut memiliki warna yellow red. Terjadi perubahan kromatisitas
pada serat daun nanas sebelum dijadikan kain tenun. Kromatisitas serat daun
nanas berada pada kromatisitas yellow, sedangkan setelah dijadikan kain menjadi
yellow red. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan nilai a* dan b* pada serat dan kain
yang dihasilkan.
4.6.2 Karakteristik Mekanik
1. Kekuatan Tarik dan Mulur Kain
Kekuatan tarik dan mulur kain merupakan cara uji utama yang
menunjukkan sifat mekanika kain. Kekuatan tarik diuji untuk mengetahui beban
maksimal yang dapat ditahan oleh kain, sedangkan mulur yaitu untuk mengetahui
kemampuan kain bertambah panjang ketika ada beban tarik yang dialami kain
sebelum putus. Pengujian dilakukan terhadap arah pakan dan arah lusi. Hasil
87
pengujian dapat dilihat pada Tabel 31. Data pengujian kekuatan tarik dan mulur
kain yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 14.
Tabel 31. Kekuatan tarik dan mulur kain
Bahan Arah Kain Kekuatan Tarik
(kgf) ± SD Mulur (%) ± SD
Kain Serat Daun Nanas Lusi 23,95 ± 1,13 56,27 ± 3,80
Pakan 53,34 ± 10,82 10,77 ± 1,39
Kain Serat Pelepah
Batang Pisang Ambon
Lusi 21,10 ± 2,55 37,98 ± 3,14
Pakan 52,68 ± 0,80 11,87 ± 0,61
Kain serat daun nanas memiliki nilai kekuatan tarik yang lebih tinggi
untuk arah pakan yaitu sebesar 53,34 kgf, begitu juga dengan kain serat pelepah
pisang memiliki nilai kekuatan tarik yang lebih tinggi untuk arah pakan yaitu
sebesar 52,68 kgf. Kekuatan tarik yang paling tinggi dihasilkan oleh kain serat
daun nanas baik arah pakan maupun lusi. Menurut Fauziah (2016), kain dari serat
pelepah batang pisang yang dikombinasikan dengan benang katun memiliki
kekuatan tarik sebesar 52 kgf ke arah pakan.
Nilai kekuatan tarik kain tenun apabila ingin digunakan untuk setelah
(suiting) berdasarkan SNI 08-0056-2006 yaitu diharuskan memiliki kekuatan tarik
kain minimal sebesar 23 kgf ke arah lusi dan 19 kgf ke arah pakan. Kain serat
daun nanas memiliki nilai kekuatan tarik yang telah sesuai dengan SNI yang ada,
sedangkan untuk kain serat pelepah batang pisang nilai kekuatan tarik ke arah lusi
masih belum sesuai SNI karena nilai yang dihasilkan lebih rendah dari 23 kgf.
Serat yang kuat akan lebih kaku daripada serat yang sedang atau kurang
kekuatannya. Oleh karena itu, untuk kain-kain yang harus mempunyai pegangan
atau rabaan yang lembut (soft) disarankan menggunakan serat-serat yang
kekuatannya sedang atau kurang. Hal ini bukan berarti bahwa untuk membuat
kain yang baik harus menggunakan serat yang lemah kekuatannya (Istinharoh,
2013).
88
Nilai mulur yang paling tinggi untuk kain serat daun nanas yaitu diperoleh
dari arah lusi yaitu sebesar 56,27%, begitu juga dengan nilai mulur kain serat
pelepah batang pisang yaitu sebesar 37,98%. Nilai mulur kain yang paling tinggi
dihasilkan oleh kain serat pelepah batang pisang untuk arah pakan, sedangkan
untuk arah lusi nilai mulur yang paling tinggi yaitu dihasilkan oleh kain serat daun
nanas. Nilai mulur ke arah pakan dan ke arah lusi memiliki nilai yang berbeda hal
ini dikarenakan jenis benang yang digunakan berbeda. Serat alam dari daun nanas
dan pelepah batang pisang ambon cenderung memiliki mulur yang kecil karena
serat tersebut masih memiliki kandungan lignin di dalamnya, sedangkan untuk
benang katun yang digunakan memiliki mulur yang tinggi karena benang katun
berasal dari serat kapas yang kandungan ligninnya tidak terdeteksi, karena sangat
rendah. Hal ini disebabkan karena serat kapas mempunyai dinding primer dan
sekunder, serta didalam serat kapas terdapat lumen sehingga bersifat fleksibel dan
elastis (Krakhmalev dan Paiziev, 2004).
Kekuatan tarik kain tenun dari serat daun nanas dan pelepah batang pisang
memiliki nilai yang sangat besar, hal ini dikarenakan kandungan selulosa yang
tinggi. Hanya saja, akibat dari kandungan lignin yang masih terkandung pada
serat, mengakibatkan serat memiliki nilai mulur yang kecil. Oleh karena itu,
kekuatan tarik dari kain tenun serat daun nanas dan pelepah batang pisang ambon
cenderung tinggi sedangkan mulurnya rendah (Fauziah, 2016).
2. Kekuatan Sobek Kain
Kekuatan sobek kain dilakukan ke arah pakan dan ke arah lusi. Kekuatan
sobek kain diuji untuk mengetahui daya tahan kain terhadap sobekan. Hasil
pengujian kekuatan sobek dapat dilihat pada Tabel 32. Data pengujian kekuatan
sobek kain yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 15.
89
Tabel 32. Kekuatan sobek kain
Bahan Arah Kain Kekuatan Sobek
(kgf) ± SD
Kain Serat Daun Nanas Lusi 3,73 ± 0,42
Pakan 28,42 ± 4,88
Kain Serat Pelepah Batang Pisang
Ambon
Lusi 4,18 ± 0,24
Pakan 25,63 ± 1,68
Kekuatan sobek kain arah lusi yang paling tinggi didapat oleh kain serat
pelepah batang pisang yaitu sebesar 4,18 kgf, sedangkan untuk arah pakan didapat
oleh kain serat daun nanas yaitu sebesar 28,42 kgf. Nilai kekuatan sobek yang
dihasilkan berbeda antara arah pakan dan lusi, dikarenakan bahan penyusun yang
berbeda pula. Serat alam dari daun nanas dan pelepah batang pisang ambon
memiliki kekuatan sobek yang lebih tinggi dibandingkan benang katun yang
terbuat dari serat kapas.
Penelitian Wijana dkk (2016), menyatakan bahwa kain daun nanas yang
dikombinasikan dengan katun 50%:50% yaitu mememiliki kekuatan sobek kain
sebesar 1381,33 gf atau 1,39 kgf ke arah lusi dan 1306,67 gf atau 1,31 kgf ke arah
pakan. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang sudah
dilakukan. Hal ini dikarenakan pada penelitian Wijana dkk (2016), proses
pengambilan serat dilakukan dengan cara mekanis dan kimiawi, dimana setelah
serat yang dihasilkan dari proses pengambilan serat dengan menggunakan mesin
dekortikator, selanjutnya serat direndam dengan menggunakan larutan alkali.
Perendaman dengan larutan alkali ini dapat mengurangi kekuatan pada kain yang
dihasilkan.
Nilai kekuatan sobek kain tenun apabila ingin digunakan untuk setelah
(suiting) berdasarkan SNI 08-0056-2006 yaitu memiliki kekuatan sobek kain
minimal sebesar 1,5 kgf ke arah lusi dan pakan. Kedua kain yang dihasilkan telah
sesuai dengan SNI yang ada.
90
3. Daya Tembus Udara
Kain tersusun oleh benang-benang yang terdiri dari serat-serat, maka
sebagian volume dari kain sebenarnya terdiri dari ruang udara. Jumlah, ukuran
dan distribusi dari ruang tersebut sangat mempengaruhi sifat-sifat kain, seperti
kehangatan dan perlindungan terhadap angin, hujan dan efisiensi penyaringan dari
kain-kain untuk keperluan industri (Khaerudin, 2013). Nilai daya tembus udara
dapat dilihat pada Tabel 33. Data pengujian daya tembus udara yang lebih rinci
dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 33. Daya tembus udara
Bahan Daya Tembus Udara (cm3/cm
2/s) ± SD
Kain Serat Daun Nanas 133,80 ± 16,53
Kain Serat Pelepah Batang Pisang
Ambon 150,20 ± 37,87
Nilai daya tembus udara yang paling kecil yaitu pada kain serat daun nanas
yaitu sebesar 133,80 cm3/cm
2/s. Menurut penelitian Fauziah (2016), nilai daya
tembus udara kain serat pelepah batang pisang yang dikombinasikan dengan
benang katun memiliki nilai sebesar 50,8 cm3/cm
2/s. Perbedaan hasil ini dapat
disebabkan oleh, kemungkinan pada saat proses pembuatan kain, jenis ATBM
yang digunakan berbeda dengan penelitian ini. Terdapat hubungan antara rapat
tidaknya kain dengan udara yang dapat menembus kain tersebut. Makin terbuka
struktur suatu kain akan makin besar daya tembus udaranya (Khaerudin, 2013).
4.7 Kriteria Kain Tenun
Karakteristik yang diuji yaitu karakteristik fisik meliputi warna kain dan
karakteristik mekanik yang terdiri dari tiga parameter yaitu, pengujian kekuatan
tarik dan mulur kain, kekuatan sobek kain dan daya tembus udara kain. Kriteria
kain tenun dapat dilihat pada Tabel 34.
91
Tabel 34. Kriteria kain tenun
Parameter Kriteria Referensi
Warna L* Nilai L* menunjukkan
kecerahan kain. Semakin
tinggi nilai L* maka
semakin cerah.
-
a* Nilai a* positif
menyatakan warna
merah, nilai a* negatif
menyatakan warna hijau.
Semakin nilainya
mendekati nol, pigmen
alam dari kain semakin
rendah dan kain lebih
cerah.
-
b* Nilai b* positif
menyatakan warna
kuning, nilai b* negatif
menyatakan warna biru.
Semakin nilainya
mendekati nol, pigmen
alam dari kain semakin
rendah dan kain lebih
cerah.
-
H Nilai hue dapat
menentukan daerah
kisaran warna
kromatisitas.
-
Kekuatan
Tarik
Pakan Nilai kekuatan tarik kain
tenun apabila ingin
digunakan untuk setelah
(suiting) berdasarkan SNI
yaitu diharuskan
memiliki kekuatan tarik
kain minimal sebesar 23
kgf ke arah pakan.
SNI 08-0056-2006
Lusi Nilai kekuatan tarik kain
tenun apabila ingin
digunakan untuk setelah
(suiting) berdasarkan SNI
yaitu diharuskan
memiliki kekuatan tarik
kain minimal sebesar 19
kgf ke arah lusi.
SNI 08-0056-2006
92
Tabel 34. Kriteria kain tenun (Lanjutan)
Parameter Kriteria Referensi
Mulur Pakan Mulur kain yaitu untuk
mengetahui kemampuan
kain bertambah panjang
ketika ada beban tarik
yang dialami kain
tersebut sebelum putus.
-
Lusi
-
Kekuatan
Sobek
Pakan Nilai kekuatan sobek kain
tenun apabila ingin
digunakan untuk setelah
(suiting) berdasarkan SNI
yaitu diharuskan
memiliki kekuatan tarik
kain minimal sebesar 1,5
kgf ke arah lusi dan
pakan.
SNI 08-0056-2006
Lusi
Daya Tembus Udara Makin terbuka struktur
suatu kain akan makin
besar daya tembus
udaranya.
-
4.8 Rekapitulasi Pengujian Karakteristik Kain Tenun
Rekapitulasi pengujian karakteristik kain yang diuji yaitu karakteristik
fisik meliputi warna kain (Tabel 35), sedangkan karakteristik mekanik meliputi
pengujian kekuatan tarik dan mulur kain, kekuatan sobek kain dan daya tembus
udara (Tabel 36).
Tabel 35. Rekapitulasi kain terbaik berdasarkan karakteristik fisik
Parameter Serat Daun Nanas Serat Pelepah Batang
Pisang Ambon
Warna
L* 64,33 67,05
a* 0,75 4,28
b* 15,83 16,27
H 87,26 75,26 Keterangan: Bagian yang diberi warna kuning merupakan kain terbaik
93
Tabel 36. Rekapitulasi kain terbaik berdasarkan karakteristik mekanik
Parameter Serat Daun
Nanas
Serat Pelepah Batang
Pisang Ambon
Kekuatan Tarik (kgf) Pakan 53,34 52,68
Lusi 23,95 21,10
Mulur (%) Pakan 10,77 11,87
Lusi 56,27 37,98
Kekuatan Sobek (kgf) Pakan 28,42 25,63
Lusi 3,73 4,18
Daya tembus udara (cm3/cm
2/s) 133,80 150,20