hasil budidaya tebu pg madukismo

27
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan tanaman tebu, berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya, sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Dewasa ini budidaya yang efisien adalah pengelolaan tanaman tertentu yang diusahakan menyesuaikan dengan lingkungan agroklimat (ketersediaan lahan). Karekteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan tanah dan topografi. Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu. Produktifitas tebu ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling minimum. Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan dan tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan tegalan dan 35% pada lahan sawah. Sampai saat ini daerah/wilayah pengembangan tebu masih terfokus di Pulau Jawa yakni di Provinsi, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta dan Jawa Barat yang diusahakan di lahan sawah dan tegalan.

Upload: annas-fadhil

Post on 24-Apr-2015

388 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan tanaman tebu,

berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga yang memadai agar

sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya, sehingga menghasilkan

produksi (gula) seperti yang diharapkan. Dewasa ini budidaya yang efisien adalah

pengelolaan tanaman tertentu yang diusahakan menyesuaikan dengan lingkungan

agroklimat (ketersediaan lahan). Karekteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan

tanah dan topografi. Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi

karakteristik agroklimat di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman

tebu. Produktifitas tebu ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling

minimum.

Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan dan

tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan tegalan dan

35% pada lahan sawah. Sampai saat ini daerah/wilayah pengembangan tebu masih

terfokus di Pulau Jawa yakni di Provinsi, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI. Yogyakarta

dan Jawa Barat yang diusahakan di lahan sawah dan tegalan. Sedangkan usahatani

tebu pada lahan tegalan pengembangannya diarahkan ke Luar Jawa seperti di Provinsi

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Agar

tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim

tanamnya. Pada waktu masih muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika

mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Pada kondisi fisik lingkungan

yang ada, yaitu pada areal lahan kering atau tegalan, maka agar dapat dicapai

produksi yang tinggi diperlukan bibit tebu dengan varietas tebu yang sesuai dengan

kondisi lahan kering.

Tinggi turnbuhan tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak

ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun.

Bentuk daun tebu berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai

Page 2: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 centimeter dengan permukaan kasar dan berbulu.

Bunga tebu berupa bunga majemuk yangberbentuk m,-t 1 ai di puneak sebuah poros

gelagah. Sedang akarnya berbentuk serabut.

1.2 Tujuan

Mahasiswa memahami cara budidaya tebu yang baik dan benar sesuai dengan

mekanisme dan syarat berlaku dalam mengembangkan budidaya tebu tersebut.

Page 3: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam budidaya tanaman tebu bibit merupakan salah satu modal (investasi)

yang menentukan jumlah batang dan pertumbuhan selanjutnya hingga menjadi tebu

giling beserta potansi hasil gulanya. Oleh karena itu penggunaan bibit unggul

bermutu merupakan faktor produksi yang mutlak harus dipenuhi. Sehingga

Pemerintah merasa perlu mengatur pengawasan peredaran bibit melalui sertifikasi

yang merupakan satu proses pemberian sertifikat bibit setelah melalui pemeriksaan,

pengujian dan pengawasan untuk persyaratan dapat disalurkan dan diedarkan. Sampai

saat ini pusat Penelitian telah menghasilkan berbagai macam varietas unggul seperti

PS851, PS862, PS863, PS864, PSBM901, PS921, Bululawang, PSCO902, PSJT941,

Kidang Kencana, PS865, PS881, PS882 dan varietas Kentung yang merupakan

varietas-varietas unggulan dengan kategori pengelompokan masak awal, masak

tengah dan masak akhir sebagai salah satu penerapan manajemen pembibitan untuk

menyelaraskan pelaksanaan tertib tanam dan panen (Hanum, 2008).

Proses pembibitan tersebut melalui empat langkah, yang pertama, bibit

ditanam di KBP (kebun bibit pokok) pada sekitar bulan Maret dengan luas 0,1 % dari

luas lahan perkebunan tebu nantinya. Hasil penanaman ini diambil dan ditanam di

KBN (kebun bibit nenek) pada sekitar bulan Oktober dengan luas 0,5 % dari luas

lahan tebu nantinya. Bibit dari KBN ditanam di KBI (kebun bibit induk) pada sekitar

bulan April tahun berikutnya dengan luas lahan 2,5% dari luas lahan tebu

nantinya.Dari KBI dihasilkan bibit untuk ditanam di KBD (kebun bibit datar) pada

sekitar bulan November dengan luas lahan 12,5 % dari luas lahan tebu nantinya.

Persen luas lahan di atas dapat diterangkan sebagai berikut. Bibit dari 1 ha KBP dapat

ditanam di KBN seluas 5 ha. Bibit dari 1 ha KBN dapat ditanam di KBI seluas 5 ha.

Satu hektar KBI menghasilkan bibit yang dapat ditanam di KBD seluas 5 ha. Bibit

dari 1 ha KBD untuk 8 ha kebun tebu giling (Wijayanti, 2008).

Salah satu komoditas pertanian yang menjadi andalan ekspor Indonesia adalah

tebu. Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin.

Page 4: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk

jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai

kurang lebih 1 tahun sehingga tergolong tanaman tahunan. Di Indonesia tebu banyak

dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.Untuk pembuatan gula, batang tebu yang

sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah

itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga

menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan

dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.

Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang

mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai dadhok itu

sebagai bahan bakar untuk memasak; selain menghemat minyak tanah yang makin

mahal, bahan bakar ini juga cepat panas.Tidak hanya dadhok tetapi di daerah jawa

timur Blotong ( ampas tebu ) juga dimanfaat kan untuk bahan bakar ( kayu bakar ).

Daun tebu ( pucuk ) juga dimanfaatkan untuk makanan ternak oleh sebagian

masyarakat pedesaan (Susila. 2005).

Ada 4 hara esensial mikro yang ditengarai mulai menjadi masalah (terjadi

kekahatan) pada lahan pertanaman tebu di Jawa yaitu : Fe, Zn, Cu, dan B. Besi

dibutuhkan dalam sintesis kloropil dan protein. Oleh karena kloropil merupakan

bahan yang terlibat di dalam proses fotosintesa, maka akibat akhir dari kekahatan Fe

akan dapat menurunkan kadar gula di dalam tebu. Hara Zn ikut berperan untuk

mengaktifkan ensim sucrose synthetase, ini berarti Zn ikut menentukan kadar gula

yang dapat diperoleh. Kekahatan Zn juga akan menyebabkan penundaan saat

kemasakan. Peranan Cu dan B yang berhubungan dengan kadar gula adalah

keterlibatannya dalam proses metabolisme karbohidrat. dan transportasi gula melalui

membran (Kabata-Pendias & Pendias, 1992; dan Romheld & Marsner, 1991).

Langkah awal untuk peningkatan produksi tebu adalah pengelolaan bibit

tebu dengan baik. Bibit adalah modal utama bagi keberhasilan usaha budidaya tebu.

Pengetahuan manfaat pengelolaan bibit yang baik sangat diperlukan produsen gula

untuk menciptakan dan mengusahakan bibit bermutu. Bibit tebu bermutu baik dan

Page 5: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

sehat dapat diperoleh melalui kegiatan pembangunan kebun berjenjang dan

pelaksanaan budidaya. Pembangunan kebun bibit berjenjang adalah penyelenggaraan

kebun bibit secara bertahap yang memiliki ketentuan yang harus dipatuhi dan diikuti

standarnya sehingga akan diperoleh bibit sesuai kebutuhan baik jumlah maupun

kualitasnya (Mahendra dan Purwono, 2009).

Jenis bibit tebu yang ditanam berubah-ubah mengikuti perkembangan

inovasi bibit tebu yang dikembangkan pusat penelitian di Pasuruan. Kebun tebu

Mangkunegaran yang termasuk dalam kelompok perkebunan tebu Sala sangat

dipengaruhi oleh inovasi-inovasi tersebut. Pengaruh penanaman bibit dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya faktor keterlambatan dalam penanaman bibit tebu,

faktor ketersediaan tenaga kerja dalam penanaman bibit, dan juga faktor kesiapan

bibit sehingga bibit tersebut belum layak untuk ditanam (Wasino, 2008).

Pada pertanaman monokultur peningkatan produktivitas tebu dapat dilakukan

dengan intensifikasi dan ekstensifikasi. Peningkatan produktivitas secara komersial

dimaksudkan untuk meningkatkan produksi per satuan luas lahan.melalui

peningkatan populasi dengan mempersempit jarak antarbaris tebu. Dengan

peningkatan populasi ini ketersediaan lahan, lengas tanah, unsur hara, dan cahaya

matahari dapat dimanfaatkan tebu semaksimal mungkin sehingga hasil hablur

meningkat(Soejono, 2004)

Tebu merupakan salah satu tanaman yang membiak secara vegetatif

dengan umur relatif panjang dibandingkan dengan tanaman semusim dengan

variabilitas genetik yang sempit dibandingkan dengan tanaman membiak secara

generatif (Farid, dkk, 2006). Kondisi pergulaan Indonesia khususnya selama hampir

satu dekade terakhir ini menunjukan kecenderungan semakin merosot. Merosotnya

produksi gula ini tercatat hingga 45 %, beberapa diantaranya disebabkan oleh

menurunnya produktivitas tanaman tebu dan berkurangnya luas areal tanaman tebu

(Mulyono, 2009). Upaya pemantapan produksi gula dalam negeri dapat dilaksanakan

dengan beberapa cara, antara lain dengan melaksanakan intensifikasi pada tanaman

tebu yang sudah mapan, ekstensifikasi dengan memperluas pertanaman tebu ke areal

Page 6: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

bukaan baru dengan sistem tegalan terutama di luar pulau Jawa, dan rehabilitasi

pabrik-pabrik gula agar lebih efisien dalam menghasilkan gula (Mahendra dan

Purwono, 2009).

Perbaikan sistem produksi tebu di tingkat petani di Pulau Jawa memiliki arti

yang sangat strategis, khususnya pada wilayah-wilayah yang secara teknis dan

ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan. Produktivitas tebu dan harga

gula yang rendah serta biaya usahatani yang makin meningkat, telah mendorong

terjadinya penurunan kualitas bahan baku yang disediakan petani. Berdasarkan

beberapa hal tersebut, beberapa penelitian dilakukan bertujuan untuk mengkaji daya

saing usahatani tebu petani di Propinsi Jawa Timur terutama dari segi tipe bibit yang

digunakan, karena setiap jenis bibit memiliki jumlah mata tunasan yang pengaruhnya

terhadap pertumbuhan tebu dikemudian hari (Ariani, Andi, dan Juni, 2008).

Page 7: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum lapang atau fieldtrip ini dilakukan pada tanggal 14-15 November

2012 di PG. Madukismo Yogyakarta,Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Alat perekam

2. Alat tulis

3. Kamera

3.2.2 Bahan

1. Handout atau modul pelaksanaan fieldtrip

3.3 Cara Kerja

1. Melakukan kunjungan lapang ke tempat yang telah ditentukan.

2. Mengikuti serangkaian kegiatan kunjungan.

3. Mendengarkan, memperhatikan, mencatat dan atau merekam informasi yang

disampaikan.

4. Melakukan diskusi berkaitan dengan lokasi dan informasi yang disampaikan.

5. Mengambil gambar objek yang menunjukkan hasil budidaya tebu yang dihasilkan.

6. Mendeskripsikan informasi yang di dapat.

7. Membuat laporan praktikum kunjungan lapang atau fieldtrip.

Page 8: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Judul : Budidaya Tanaman Tebu (Saccaharum officinarum)

T E B U ( Saccharum officinarum ).

1. Teknik Budidaya1.1 Penggarapan tanah.

a. Penggarapan tanah.- Penggarapan tanah dengan sistem Reynoso, yaitu membuat got -

got ( Got giling, Got Mujur, Got malang, Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase.

- Ukuran Got.Macam Got Lebar

atas(cm)

Lebarbawah(cm)

Kedalaman(cm)

KelilingMujurJolangan/Juringan

606040

504040

908030

b. Penanaman.- Waktu tanam : Berbeda-beda(tergantung waktu masak)- Cara tanam : Dengan overlaping dan menggunakan satu mata

tunas.

c. Penyulaman :

▄ Penyulaman I : - Bibit rayungan umur 1 minggu - Bibit bagal umur 4 minggu.

▄ Penyulaman II : 4 minggu setelah penyulaman 1

▄ Bibit penyulaman diperoleh dari sumpingan atau dederan: Sumpingan.

d. Penanaman

- Jenis pupuk : ZA, Phonska, madros- Dosis pupuk/jenis pupuk : Za 8 Kw/Ha, Phonska 5

Kw/Ha, madros 10 Kw/ ha

- Waktu Pemupukan :

Page 9: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

▄ Pupuk I

▄ Pupuk II

:

:

1 s/d 7 hari setelah tanam ;Madros, Za 4 Kw/Ha

1 bulan setelah pupuk 1 ;Phonska : 5Kw/HaZa : 4Kw/Ha

▄ Pemupukan dengan ditegal dan ditutup tanah.

e. Pembumbunan/turun tanah

- Bumbun I- Bumbun II- Bumbun III- Bumbun IV

::::

Setelah pupuk pertamaSetelah pemupukan kedua3 bulan setelah klentekTidak ada

f. Pengairan dan penyiraman.- Pengairan

▄ Selama penggarapan tanah : dialirkan dari sungai menggunakan mesin diesel.▄ Pada saat tanam : penyiraman tergantung umur tanaman.▄ Setelah tanam s/d umur 200 hari 1 bulan sekali.

- Penyiraman.▄ Menjelang tanam : 2 hari sekali▄ Setelah tanam : 2 hari sekali▄ S/d umur 2 minggu : 2 hari sekali ▄ Umur 2 - 4 minggu : 2 kali seminggu▄ Umur 4 - 6 minggu : 1 kali seminggu▄ Umur 6 - 16 minggu : 1 bulan sekali

g. Kurasan- Untuk memelihara drainase/got- Waktu kurasan :

▄ Sebelum tanam ;▄ Sesudah tanam ;▄ Setelah turun tanah I, II, III, IV. ;▄ Setelah turun hujan lebat / banjir ;

h. Penyiangan- Dilakukan 4 kali mulai 3 minggu setelah tanam sampai

umur 4 bulan.

Page 10: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

i. Klentek- Merupakan pengelupasan daun kering atau daun yang

tidak berguna untuk meringankan beban, tanaman, memperlancar sirkulasi udara dan photosynthesa.

- Klenek I : Umur 4-5 bulan (sebelum gulud akhir)Klenek II : Umur tebu 7 bulan ;Klentek III : Umur tebu 11 bulan (1-2 bulan sebelum tebang)

j. Pengendalian beberapa penyakit- Uret. dikendalikan dengan kultur teknik (pengaturan

waktu tanam), kimiawi (dengan insektisida), mekanik (diambil, dicangkul dan dicari).

- Hama penggerek batang (Chilo supressalis) ; dikendalikan:▄ Diroges ;▄ Pelepasan Trichogramma nanun, T. minutun atau T

Australian. ;▄ Pelepasan Diatracophaga ( Lalat jatiroto ). ;▄ Dengan insektisida.

4.2 Pembahasan

budidaya tebu adalah upaya menciptakan kondisi fisik lingkungan

tanaman tebu, berdasarkan ketersediaan sumberdaya lahan, alat dan tenaga

yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,

sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. 

Dewasa ini budidaya yang efisien adalah pengelolaan tanaman tertentu yang

diusahakan menyesuaikan dengan lingkungan agroklimat (ketersediaan lahan).

Karekteristik agroklimat terdiri dari iklim, kesuburan tanah dan topografi.

Budidaya tebu hendaknya menyesuaikan dengan kondisi karakteristik agroklimat

di lahan tegalan yang umumnya dijumpai untuk tanaman tebu. Produktifitas tebu

ditentukan oleh karakteristik agroklimat yang paling minimum.

Budidaya tebu merupakan suatu kegiatan dalam usaha tebu mulai dari

persiapan lahan, persiapan bahan tanam, penanaman dan pemeliharaan. Persiapan

lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah tempat tumbuh tanaman tebu

sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan media perkembangan perakaran

Page 11: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

tanaman tebu. Salah satu kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan adalah

penggarapan tanah. Penggarapan tanah untuk tanaman tebu dilakukan dengan sistem

Reynoso, yaitu membuat got-got (Got giling, Got Mujur, Got malang,

Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase. Menurut data yang didapat ukuran

got adalah sebagai berikut:

Setelah persiapan lahan selesai tahap selanjutnya adalah penananaman.

Penanaman tebu, sebaiknya tanah dalam kondisi lembab tapi tidak terlalu basah dan

cuaca cerah. Waktu tanam tanaman tebu berbeda-beda tergantung dari waktu masak

tanaman karena penanaman tebu di lahan tertentu menggunakan 3 varietas yakni tebu

masak awal, masak tengah dan masak akhir. Bahan tanam yang digunakan adalah

sumpingan namun akhir-akhir ini PG Madukismo menggunakan bibit tebu yang

diperbanyak menggunakan polybag dengan satu mata tunas (single bud planting).

Metode ini diadopsi oleh PG madukismo dari Filipina. Saat ini metode ini dianggap

cocok untuk diterapkan di PG Madukismo karena bibit yang berasal dari Singel bud

planting memiliki pertumbuhan yang lebih cepat daripada bibit yang biasa dipakai.

Namun single bud planting ini juga memiliki kekurangan yakni dibutuhkan biaya

untuk membeli polibag dan polibag yang diguanakn cepat rusak.

Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan bibit tebu

yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan agar diperoleh

populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit bagal dilakukan 2

minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit rayungan dilakukan 2

minggu setelah tanam. Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2–3 mata sebanyak

dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya.

Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.

Macam Got Lebaratas(cm)

Lebarbawah(cm)

Kedalaman(cm)

KelilingMujurJolangan/Juringan

606040

504040

908030

Page 12: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

Penyulaman tebu dilakukan 2 kali yakni penyulaman pertama yang dilakukan 4 MST

dan penyulaman 2 yang dilakukan 4 minggu setelah sulaman pertama. Bahan yang

digunakan sebagai sulaman adalah sumpingan. Sumpingan merupakan tanaman yang

dilebihkan dipinggir juringan.

Pupuk yang digunakan dalam budidaya tebu adalah ZA, Phonska dan Madros.

Pupuk Za biasa diberikan setelah dilakukan pembunbunan dengan cara memasukkan

pupuk ke tanah dan ditutup. Dosis Za 8 Kw/Ha, Phonska 5 Kw/Ha dan Madros 19

Kw/Ha. Pupuk Za dipalikasikan 2 kali yakni sebagai pupuk awal dan pupuk susulan

dengan dosis 4 Kw/ ha tiap pemupukan. Sedangkan phonska dan madros

diaplikasikan 1 kali. Madros diberikan sebagai pupuk awal dengan dosis 4 Kw/ ha

sedangkan phonska 5 Kw/Ha. Sistem pemupkan dapat dilakukan dengan disebar

maupun ditutup tanah tergantung dari luasan lahan, jenis tanaman dan jenis pupuk.

Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang

sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan sawah

pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan pembumbunan

dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis. Di lahan kering pembumbunan

sekaligus dilakukan dengan penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan

untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah, dan membantu

aerasi pada daerah perakaran. Pembunbunan dilakukan 3 kali yakni bumbun 1

(setelah pupuk pertama), bumbun 2 (stelah pemupukan kedua), bumbun 3 (3 bulan

setelah klentek). Pengairan tanaman tebu dilakukan dnegna cara mngalirkan air dari

sungai menuju lahan atau arela pertyanamna tebu dengan menggunakan mesin diesel.

Penyiraman ini tergantung dari umur tanaman. Setelah tanaman berumur 200 hari

penyiraman dilakukan 1 bulan sekali dengan demikian kebutuhan air semakin

dikurangi jika umur tanaman mulai dewasa. Dengan rincian sebagai berikut:

Menjelang tanam : 2 hari sekali

Setelah tanam : 2 hari sekali

S/d umur 2 minggu : 2 hari sekali

Umur 2 - 4 minggu : 2 kali seminggu

Page 13: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

Umur 4 - 6 minggu : 1 kali seminggu

Umur 6 - 16 minggu : 1 bulan sekali

Penyiangan merupakan suatu kegiatan untuk menghilangkan gulma dari lahan

tanaman tebu. Penyiangan dilakukan 4 kali mulai dari 3 minggu setelah tanam sampai

tanaman umur 4 bulan. Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada

tanaman tebu yang dilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk

merangsang pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh,

dan mencegah kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa.

Untuk tebu lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi

varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Klentek dilakukan 3 kali

dengan rincian sebagai berikut:

1. Klentek I : Umur 4-5 bulan (sebelum gulud akhir)

2. Klentek II : Umur tebu 7 bulan ;

3. Klentek III : Umur tebu 11 bulan (1-2 bulan sebelum tebang)

Pengendalian hama dan penyakit tanaman berkembang sangat cepat pada

beberapa dekade terakhir. Disamping penggunaan pestisida, beberapa metode telah

digunakan seperti penanaman varietas tahan, kultur teknis, dan pemanfaatan musuh

alami hama. Konsep konvensional pengendalian Hama dengan pestisida telah diganti

dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu(PHT) yang lebih luas, yang

didefinisikan sebagai strategi untuk menerapkan beberapa cara pengendalian yang

sesuai, untuk mengendalikan populasi hama di bawah ambang merugikan. Pada

umunya hama yang menyerang tanaman tebu cukup banyak namun yang akan

dibahas disini hanya uret dan chilo Supressalis.

Gejala serangan dan deskripsi Uret yaitu daun menguning di musim kemarau,

tanaman mudah roboh karena akar habis dimakan uret, kadang uret menggerek

bagian bawah batang di dalam tanah, larva/uret instar akhir 6-8 cm dan hidup di

dalam tanah, punggung kumbang bersisik kecil coklat abu-abu, bagian belakang

elytra berbintik-bintik putih, kumbang hidup bebas, bergerombol di pohon di pinggir

kebun, serangan berat (>4 ekor/rumpun) menurunkan hingga 50% bobot tebu dan

Page 14: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

30% rendemen. Untuk pengendalian uret dilakukan dengan kultur teknis/mekanis

yaitu dengan cara memanipulasi waktu tanam dan tebang. Pengolahan tanah secara

intensif yang diikuti pekerja untuk mengambil larva secara manual, pengumpulan

serangga dewasa saat musim penebangan di awal musim hujan dan pergiliran

tanaman. PG Madukismo hanya menerapkan pengendalian kultur teknis, mekanis dan

hayati, tidak menggunakan pengendalian kimiawi sehingga tanaman tidak rusak dan

rendemen gula tidak menurun dan tanah lebih terjaga karena tidak adanya

pencemaran bahan-bahan kimia yang berbahaya. pengendalian hayati hama uret yaitu

burung jalak, kadal (Ameiva exsul) , tabuhan penggali (Campsomeris sp.) dapat

memparasit uret didalam tanah dan jamur Metarhizium anisopliae.

Pengendalian hama penggerek batang yaitu dengan cara hayati dapat

menggunakan beberapa parasitoid untuk mengendalikan hama penggerek telah dapat

dikembangbiakan dan dilepas ke lapangan seperti Cotesia flavipes, Trichogramma

chilonis, T. Japonicum, T. Nanum, T. Minutum, Elasmus zehntneri, Diatraeophaga

striatalis (lalat jatiroto), dan lain-lain, menggunakan varietas tahan yaitu beberapa

varietas P3GI cukup tahan/toleran terhadap penggerek diantaranya PSJT 941, PS 851,

PS 891, PS 921, dan PSBM 88-144 dan lain-lain. Dengan menggunakan

pengendalian hayati dan penggunaan varietas tahan, dapat menyelamatkan kehidupan

ekosistem karena tidak menyebabkan pencemaran seperti pestisida.

RENDEMEN TEBU

Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas yang

tingkat kemasakannya tergantung pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang

sudah mencapai umur masak, keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam,

kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Diusahakan agar tebu

ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu sekitar bulan Agustus atau

tergantung jenis tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10

%, sedang yang berumur 12 bulan bisa mencapai 13 %.

TEBU KEPRASAN

Page 15: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

- Yaitu menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang, baik bekas tebu

giling atau tebu bibitan (KBD).

- Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang

lalu. Sebelum mengepras , sebaiknya tanah yang terlalu kering di airi dulu.

Kepras petak - petak tebu secara berurutan. Setelah dikepras disiramkan SUPER

NASA. Lima hari atau seminggu setelah dikepras, tanaman diairi dan dilakukan

penggarapan (jugaran) sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan rumput - rumput.

- Lakukan penyemprotan POC NASA dan HORMONIK pada umur 1,2 dan 3

bulan dengan dosis seperti di atas.Pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanam

tebu pertama.

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

Page 16: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

5.1 KesimpulanKesimpulan yang di dapat dari kunjungan lapang di PG. Madukismo

jogjakarta adalah:1. Budidaya tebu merupakan suatu kegiatan dalam usaha tebu mulai dari

persiapan lahan, persiapan bahan tanam, penanaman dan pemeliharaan.2. Penggarapan tanah untuk tanaman tebu dilakukan dengan sistem Reynoso,

yaitu membuat got-got (Got giling, Got Mujur, Got malang, Jolangan/juringan ) untuk memperlancar draenase.

3. PG Madukismo menggunakan bibit tebu yang diperbanyak menggunakan polybag dengan satu mata tunas (single bud planting). Metode ini diadopsi oleh PG madukismo dari Filipina. Ini di karenakan bibit yang berasal dari Singel bud planting memiliki pertumbuhan yang lebih cepat daripada bibit yang biasa dipakai.

4. Saat di serang hama seperti uret, PG Madukismo hanya menerapkan pengendalian kultur teknis, mekanis dan hayati, tidak menggunakan pengendalian kimiawi sehingga tanaman tidak rusak dan rendemen gula tidak menurun dan tanah lebih terjaga karena tidak adanya pencemaran bahan-bahan kimia yang berbahaya.

5. Pupuk yang digunakan dalam budidaya tebu adalah ZA, Phonska dan Madros.

5.2 SaranDi harapkan para mahasiswa

Page 17: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M. Andi A dan Juni H. 2008. Analisis Daya Saing Usahatani Tebu Di Propinsi Jawa Timur. Jurnal Usaha Tani Vol. 14 No. 1: 1-19. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Farid, M.B., dkk. 2006. Variasi Somaklonal Tebu Tahan Salinitas Melalui Mutagenesis In Vitro. Jurnal Agrivigor 5 (3) : 247 – 258.

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman 3. Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.

Kabata-Pendias, A. dan H. Pendias. 1992. Trace element in soil and plants. CRC Press. Boca Raton Ann Arbor, London.

Mulyono, D. 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Arahan Pemupukan N, P, dan K dalam Budidaya Tebu Untuk Pengembangan Daerah Kabupaten Tulungagung. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 11 (1) : 47 – 53.

Mahendra, B dan Purwono. 2009. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di Pg. Krebet Baru, Pt. Rajawali I, Malang, Jawa Timur (Dengan Aspek Khusus Pegelolaan Kebun Bibit Datar). Jurnal Departemen Agronomi dan Hortilkultura November 2009:1-5.

Susila, W. R. 2005. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (Hight Density Planting) untuk Meningkatkan Produktivitas. Disertasi S3, Institut Pertanian Bogor.

Soejono A.T. 2004. Kajian Jarak Antar Baris Tebu Dan Jenis Tanaman Palawija Dalam Pertanaman TumpangSari. Fakultas Pertanian UGM Yogyakarta. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1; 32 – 41.

Wasino. 2008. Kapitalisme Bumiputra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran. Penerbit LkiS: Yogyakarta.

Page 18: Hasil Budidaya Tebu PG Madukismo

Wijayanti, W A. 2008. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.) Di, Pabrik Gula Tjoekir Ptpn X, Jombang, Jawa Timur; Studi Kasus Pengaruh Bongkar Ratoon Terhadap Peningkatan Produktivitas Tebu. Jurnal Agronomi dan Hortikultura Volume 4 Nomor 5 (2008): 25-29.