hama dan predator pada komoditas ercis

14
HAMA DAN PREDATOR PADA KOMODITAS ERCIS (Pisum sativum L.) LAPORAN PRAKTIKUM Kelompok 5 Ginggi Rizki Garudea W. (120342422449) Hanifah Masaroh (120342400175) Manzilatul Rochmah (120342422470) Pramesti Dwi Rhumana (120342422488) Tiara Dwi Nurmalita (120342400172) I.LATAR BELAKANG Dewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, ekonomis, serta aman dikonsumsi semakin tinggi. Produk tanaman seperti ini dapat diperoleh dengan menerapkan budidaya tanaman yang sehat, antara lain dengan penggunaan agens hayati sebagai sumber pengendalian hama dan penyakit (Dibiyantoro dalam Korlina 2011). Para petani seringkali memiliki kendala yang bisa mempengaruhi menurunnya hasil panen, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam hal penurunan kualitas, biasanya disebabkan oleh faktor human error, atau kesalahan petani sendiri dalam perawatannya, misalnya kesalahan pada pemberian pupuk yang berlebih. Sedangkan untuk penurunan kuantitas ercis, faktor utamanya ialah serangan berbagai hama ercis. Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah- daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT (Ismail N dan Tenrirawe A 2010). Dalam rangka mengurangi serangan berbagai macam hama ercis yang semakin merajalela, kebanyakan petani dan masyarakat awam memilih untuk menggunakan pestisida kimia. Anonim (2002) menyatakan bahwa pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/ memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakanmusuh alami. Menurut Jumar (2000). Pengendalian hayati memiliki keuntungan yaitu: (1) aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2) tidak menyebabkan

Upload: tiara-dwi-nurmalita

Post on 05-Feb-2016

70 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

laporan praktikum pengendalian biologis

TRANSCRIPT

Page 1: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

HAMA DAN PREDATOR PADA KOMODITAS ERCIS (Pisum sativum L.)LAPORAN PRAKTIKUM

Kelompok 5Ginggi Rizki Garudea W. (120342422449)Hanifah Masaroh (120342400175)Manzilatul Rochmah (120342422470)Pramesti Dwi Rhumana (120342422488)Tiara Dwi Nurmalita (120342400172)

I. LATAR BELAKANGDewasa ini tuntutan masyarakat akan produk tanaman yang berkualitas, ekonomis, serta aman

dikonsumsi semakin tinggi. Produk tanaman seperti ini dapat diperoleh dengan menerapkan budidaya tanaman yang sehat, antara lain dengan penggunaan agens hayati sebagai sumber pengendalian hama dan penyakit (Dibiyantoro dalam Korlina 2011). Para petani seringkali memiliki kendala yang bisa mempengaruhi menurunnya hasil panen, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dalam hal penurunan kualitas, biasanya disebabkan oleh faktor human error, atau kesalahan petani sendiri dalam perawatannya, misalnya kesalahan pada pemberian pupuk yang berlebih. Sedangkan untuk penurunan kuantitas ercis, faktor utamanya ialah serangan berbagai hama ercis.

Serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara, penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang besar karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan, musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya. Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan serangan OPT (Ismail N dan Tenrirawe A 2010). Dalam rangka mengurangi serangan berbagai macam hama ercis yang semakin merajalela, kebanyakan petani dan masyarakat awam memilih untuk menggunakan pestisida kimia.

Anonim (2002) menyatakan bahwa pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/ memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakanmusuh alami.

Menurut Jumar (2000). Pengendalian hayati memiliki keuntungan yaitu: (1) aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2) tidak menyebabkan resistensi hama,(3) musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya, dan (4) bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan telah stabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh alaminya.

Predator adalah binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan, membunuh atau memangsa binatang atau serangga lain. Menurut Jumar (2000), hampir semua ordo serangga memiliki jenis yang menjadi predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo yang anggotanya merupakan predator yang digunakan dalam pengendalian hayati, misalnya Coleoptera, Orthoptera, Hemiptera, Hymenoptera, dll.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas dan juga praktikum yang telah dilakukan, disusunlah laporan praktikum dengan judul “Hama dan Predator pada Komoditas Ercis (Pisum sativum)” yang mana bertujuan untuk mengungkap jenis-jenis serangga hama dan predator yang ada pada komoditas ercis.

II. TUJUAN1. Untuk mengetahui jenis-jenis serangga hama pada ercis2. Untuk mengetahui jenis-jenis serangga predator pada ercis 3. Untuk mengetahui hubungan faktor abiotik terhadap serangga hama dan predator pada ercis

Page 2: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

III. MANFAAT Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk menambah pengetahuan tantang serangga hama dan

predator pada ercis. Selain itu setelah disusunya laporan ini di harapkan para pembaca dari semua kalangan bisa bersama sama menjaga kelestarian lingkungan agar tidak merusak habitat makhluk hidup.

IV. KAJIAN PUSTAKAA. Tanaman Ercis

Tanaman ercis merupakan golongan tanaman semusim, menyerupai semak, tinggi bisa mencapai 2 meter. Polong, berisi 6-7 biji, berwarna hijau muda. Dalam budidaya, kapri tumbuh baik di daerah pegunungan berhawa sejuk dengan ketinggian minimal 700 meter di atas permukaan laut. Kapri atau kacang kapri (Pisum sativum L., masuk suku polong-polongan atau Fabaceae) adalah sejenis tumbuhan sayur yang mudah dijumpai di pasar dan supermarket. Kapri termasuk dalam golongan sayur buah, artinya buahnya yang dimakan sebagai sayur dan tidak digolongkan sebagai buah-buahan. Buah ini, yang bertipe polong (legume), dipanen ketika masih muda dan bijinya belum berkembang penuh, sehingga berbentuk pipih dan masih lunak, dikonsumsi sebagai campuran sayur (sop, sambal goreng hati, dll). Berbeda dengan kapri, ercis hanya dimakan bijinya dan hampir tidak pernah dimakan dengan polongnya seperti kapri. Sejak ribuan tahun lalu telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan namun sekarang penggunaannya lebih banyak sebagai sayuran atau pakan.

Ercis dapat tumbuh baik di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 700 m dpl. Beberapa syarat penting agar kapri dapat tumbuh baik adalah beriklim sejuk, kelembaban udara tinggi, tanah gembur dan banyak mengandung humus, air tidak menggenang, pH tanah berkisar antara 5,5-7,5, serta memiliki drainase dan aerasi yang baik. (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2012)Kerajaan : PlantaeDivisi : MagnoliophytaKelas : MagnoliopsidaOrdo : FabalesFamili : FabaceaeBangsa : VicieaeGenus : PisumSpesies : Pisum sativum L.

B. HamaHama (pests) secara umum diartikan sebagai organisme pengganggu yang dapat menimbulkan

kerugian pada kegiatan usaha tani secara luas (Darmono, 2003). Kegiatan usaha tani ini bisa berupa pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, hutan tanaman industri, peternakan, perikanan, dan sebagainya. Bentuk gangguan serta kerugian yang timbul dapat diakibatkan oleh serangan hama secara langsung seperti halnya kerusakan tanaman padi akibat serangan wereng coklat, dapat pula akibat peranannya sebagai vektor penyakit seperti halnya hama nyamuk malaria yang menularkan penyakit malaria pada manusia. Dalam kegiatan usaha tani, organisme pengganggu tersebut dapat berupa hama tumbuhan, patogen tumbuhan dan gulma.

Hama dapat didefinisikan sebagai hewan pengganggu yang dapat :1. Mengurangi kuantitas dan kualitas bahan pangan, pakan ternak dan serat selama produksi

Gambar 1. Pisum sativum L.Sumber : gardenmatrial.com

Page 3: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

2. Merusak tanaman selama pertumbuhan di lapang sampai saat panen, pengolahan, penyimpanan, pemasaran dan penggunaan3. Menularkan penyakit kepada manusia, kepada hewan atau tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia

Manusia menempatkan serangga herbivora dalam kategori hama (merugikan), sementara hewan yang sama pada fase yang lain justru memberikan keuntungan (Metcalf dan Luckmann, 1982). Banyak sekali hewan yang dapat menjadi hama, secara umum hewan-hewan yang dapat menjadi hama tumbuhan dapat dikelompokkan menjadi hama artropoda, hama moluska, dan hama vertebrata. Sebagian ahli ada juga yang memasukkan kelompok nematoda sebagai hama (Kalshoven, 1981). Kelompok yang terakhir ini umumnya digolongkan sebagai patogen penyebab penyakit tumbuhan karena gejala yang ditimbulkannya bersifat sistematik dan lebih mendekati fisiologi penyakit tumbuhan.

Serangga merupakan hewan yang paling potensial menjadi hama. Ciri-ciri populasi serangga sangat menunjang untuk menjadikannya sebagai hama yang sangat merugikan. Secara umum hama serangga dapat dikelompokkan atas hama lapang dan hama pasca panen. Hama lapang merusak tanaman sejak saat tanam sampai dengan panen, sedang hama gudang merusak komoditas di tempat penyimpanan, tahap pengolahan, pemasaran dan penggunaan.

Moluska bertubuh lunak dan tidak bersegmen. Penyebaran hewan ini cukup luas, baik di daratan, air tawar, maupun di laut. Moluska yang penting sebagai hama adalah dari kelas Gastropoda, misalnya bekicot (fulica) yang dapat menyebabkan kerusakan dengan memakan berbagai bagian tanaman. Salah satu hama utama kapri adalah Phytomiza atricornis. Serangan hama ini dapat dicegah dengan melakukan tumpang sari kapri dengan tanaman lain.

C. Musuh alamiMusuh alami merupakan salah satu teknik pengendalian secara biologis bagi tanaman yang terserang

hama tertentu (Susniahti, 2012). Musuh alami merupakan salah satu faktor pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) sehingga berperan dalam pengaturan populasi OPT di alam. Musuh alami merupakan salah satu pengendalian biologi dengan mereduksi populasi hama yang terdiri dari predators, parasitoid, dan pathogen. Menurut Darmono (2003), predator merupakan suatu binatang yang dapat memangsa binatang lain.

Pelestarian musuh alami baik berupa predator, patogen, parasitoid maupun agens antagonis merupakan bagian dari konservasi sumberdaya alam hayati yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa konservasi sumber daya alam hayati mempunyai pengertian yaitu pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Menurut undang-undang tersebut tujuan dari konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.

Musuh alami merupakan organisme yang ditemukan di alam yang dapat membunuh serangga sekaligus, melemahkan serangga, sehingga dapat mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari serangga. Musuh alami biasanya mengurangi jumlah populasi serangga, inang atau pemangsa, dengan memakan individu serangga. Pada beberapa spesies, keberadaan musuh alami akan mempengaruhi dinamika populasi serangga. Dari hal tersebut diatas, terdapat organisme yang berperan positif dan ada yang berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan. Musuh alami mempunyai peran positif, yaitu mengendalikan OPT. Serangga hama dan patogen penyakit tanaman dapat dikendalikan

Gambar 2. Phytomiza atricornis (kiri). Daun yang terserang Phytomiza atricornis (kanan)Sumber : amarel.free.fr

Page 4: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

dengan musuh alami seperti predator, parasitoid, entomopatogen dan antagonis. Untuk itu, pelestarian musuh alami harus dilakukan demi terciptanya pengendalian hayati yang berkelanjutan.

Menurut Aminatun (2009), pelestarian musuh alami berhubungan dengan cara pengelolaan lahan pertanian yang berpengaruh terhadap agroekosistem didalamnya. Modifikasi faktor lingkungan dapat mengoptimalkan efektivitas musuh alami. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :1. mengurangi frekuensi aplikasi pestisida2. menggunakan pestisida yang lunak seperti mikrobia, sabun atau pestisida botani3. menanam bunga atau kultivar yang menjadi sumber nectar4. pemberian air gula atau penyemprotan protein untuk menarik musuh alami5. menyediakan tempat bersarang atau menghindari merusak sarang lebah6. menanam tanaman yang dapat menjadi alternatif tempat bersembunyi/berlabuh/tempat hidup bagi musuh

alami serangga seperti predator dan parasitoid7. menganekaragamkan tanaman budidaya dengan intercropping (tumpangsari), relay cropping (tumpang

gilir), dan lainnya8. mengubah cara panen dan/atau cara penanaman untuk menjaga hilangnya tempat berlindung bagi musuh

alami9. penggunaan tanaman penutup untuk menambah daya tahan hidup musuh alami.

D. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hama, Perdator, dan Serangga LainnyaAda beberapa faktor yang yang menyebabkan hama dapat berkembang biak dengan baik dalam

lingkungan pertanian, misalnya suhu, keadaan lingkungan, iklim, dsb.1. Faktor Makanan dan Tempat Berkembangbiak

Pada ekosistem alami, makanan serangga terbatas dan musuh alami berperan aktif selain hambatan lingkungan, sehingga populasi serangga rendah. Sebaliknya pada ekosistem pertanian, terutama yang monokultur makanan serangga relatif tidak terbatas sehingga populasi bertambah dengan cepat tanpa dapat diimbangi oleh musuh alaminya. Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada sistem underplanting merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva per hektar dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva per hektar). Hama ini biasanya berkembangbiak pada tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan. Tindakan yang membiarkan batang-batang kelapa sawit tetap berada di kebun (lahan replanting) memberikan kesempatan besar bagi hama Oryctes untuk berkembangbiak dengan baik sehingga populasinya meningkat. Ketika batang kelapa sawit yang lama tidak bisa menyediakan makanan dan tempat berbiak, maka Oryctes akan berpindah ke tanaman replanting yang ada di sekitarnya. Jadi perlu kehati-hatian agar tindakan budidaya yang diterapkan tidak mengundang kedatangan dan berkembangnya hama.

2. Faktor IklimSejalan dengan perubahan iklim terjadi perubahan agroekosistem di sekitar kebun dan boleh

jadi jenis (klon) tanaman yang dikembangkan. Di samping itu kemungkinan telah terjadi perubahan OPT penting di dalam kebun akibat faktor iklim. Faktor iklim atau cuaca mencakup suhu, cahaya, sinar matahari dan kelembaban lingkungan.

3. Faktor Perpindahan Tempat dan alternatif inang Serangga hama dapat berpindah tempat secara aktif maupun pasif. Perpindahan tempat secara

aktif dilakukan oleh imago dengan cara terbang atau berjalan untuk mencari tempat baru baginya dalam berkembangbiak. Kemungkinan penyebaran hama ini sangat tinggi jika jarak tanaman rapat. Jarak antar kebun satu dengan lainnya yang kondisinya tidak disanitasi dapat mempengaruhi populasi hama ini. Kurangnya hembusan angin di sekitar kebun juga menjadi salah satu faktor tingginya serangan. Perilaku penyebaran hama ini umumnya menghindari hembusan angin kencang karena kesulitan dengan berat badannya (Daud, 2007). Selain itu, tersedianya tanaman inang lain turut menambah ketersediaan pakan dan tempat berkembangbiak.

4. Faktor Aplikasi Insektisida yang Tidak Bijaksana dan Aplikasi Insektisida Biologi/HayatiPenggunaan insektisida yang tidak bijaksana akan menyebabkan permasalahan hama semakin

kompleks, banyak musuh alami yang mati sehingga populasi serangga bertambah tinggi disamping berkembangnya resistensi, resurgensi dan munculnya hama sekunder. Hal ini dapat terjadi bila

Page 5: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

perilaku petani yang terus menerus memakai insektisida dengan bahan aktif yang sama dan cara aplikasi yang tidak tepat.

Perlakuan insektisida tidak efektif mematikan hama bila jika kondisi kebun tidak disanitasi karena kondisi kebun seperti itu selain sangat mendukung perkembangan hama juga membuat pengelolaan hama menjadi sulit dilakukan. Perlakuan insektisida melalui penginfusan batang pada tanaman kelapa belum menunjukkan hasil maksimal (Daud, 2007). Serangan awal hama ini terlebih dahulu memakan pucuk daun yang belum membuka di saat konsentrasi insektisida sangat rendah sampai di pucuk (Ruskandi dan Setiawan, 2004 dalam Daud, 2007). Pemakaian insektisida yang tidak sesuai dari segi aplikasinya justru tidak akan mengurangi populasi hama, seperti aplikasi insektisida Marshal 200 EC di pucuk akar.

V. METODE PENELITIANA. Waktu dan Tempat PenelitianPengambilan data dilaksanakan pada tanggal 2 April 2015 di Area Perkebunan Ercis yang beradan di Kawasan Junggo, Kota Batu. Peneliatian dilanjutkan dengan Identifikasi spesies yang ditemukan dilakukan di Laboratorium Ekologi Ruang BIO 109 pada tanggal 2—14 April 2015. B. Alat dan BahanAlat yang digunakan dalam melakukan penelitian meliputi: swing net, jarum pentul, botol wadah sampel, kamera, buku indentifikasi serangga, Dinolight, dan alat pengukur faktor abiotik (rapid test, termohigrometer). Sedangkan bahan yang digunakan meliputi, plastik, kertas label, Chlorofoam, dan kapas.C. Metode Pengambilan DataPengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode jelajah bebas yang dilakukan pada Area perkebunan ercis. Serangga diambil dengan menggunakan swing net dan menggunakan tangan untuk hewan Mollusca.D. Prosedur Kerja1. Alat dan bahan untuk pengambilan serangga dipersiapkan2. Area untuk pengambilan serangga ditentukan. Komoditas yang digunakan oleh kelompok penulis adalah

ercis3. Mengambil serangga dengan menggunakan swing net. Namun, dalam pengambilan Mollusca langsung

memakai tangan4. Faktor abiotik diukur. Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dilakukan pada bagian bawah,

tengah, dan atas. Pengukuran faktor abiotik dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan kemudian hasil pengukuran dirata-rata

5. Serangga atau hewan lain yang didapat dimasukkan ke dalam kantong plastik yang dilubangi dengan jarum, kemudian setelah sampai di kampus, langsung diindetifikasi dan difoto dengan menggunakan dinolight.

VI. HASIL DAN ANALISIS DATAA. HasilTabel 1. Hasil dari praktikum yang telah di lakukan pada komoditas ErcisNo.

Gambar/ Foto Klasifikasi Ciri-ciri Stasus

1. Kindom : AnimaliaFilum : AnthropodaKelas : InsectaOrdo : HymenopteraFamili : ApinaeGenus : ApisSpesies : Apis mellifera

Ukuran 4,66 mm Warna tubuh kuning-

hitam Tubuh titutupi

rambut lebat Memiliki mulut tipe

mulut penghisap

Predator/ lebah polinator

Page 6: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

2. Kindom : AnimaliaFilum : AnthropodaKelas : InsectaOrdo : HymenopteraFamili : RoproniidaeGenus : RoproniaSpesies : Ropronia sp.

Memiliki sepasang antena yang cukup panjang

Warna tubuh hitam kecokelatan

Mempunyai sepasang sayap

Tekstur sayap seperti selaput dan mengilat

Memiliki 3 pasang kaki

Abdomen membulat di bagian ujung belakang

Ukuran sangat kecil (panjang 1-2 cm)

Predator(Parasit internal pada Lalat)

3. Kindom : AnimaliaFilum : AnthropodaKelas : InsectaOrdo : DipteraSubordo : BrachyceraFamili : CalliphoridaeGenus : LuciliaSpesies : Lucilia sericata

Tubuh berwarna biru kehitaman

memiliki sepasang sayap

mata berwarna merah

memiliki 3 pasang kaki.

Ukuran 3,92 mm

Hama

4. Kindom : AnimaliaFilum : MolluscaKelas : GastropodaOrdo : StylommatophoraFamili : HelicidaeGenus : HelixSpesies : Helix pomatia L.

Ukurannya sekitar 3-5 cm

Berwarna Putih gading hingga kecokelatan.

Cangkang memiliki 5-6 lingkaran (whorls)

Hama

Page 7: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

5. Kindom : AnimaliaFilum : AnthropodaKelas : InsektaOrdo : DipteraFamili :Genus : MuscaSpesies : Musca autumnalis

Ukuran 3,04 mm Warna tubuh hitam Tubuh titutupi

rambut lebat Memiliki sepasang

sayap Memiliki 3 pasang

kaki Warna mata hitam-

kemerahan

Hama

Data Faktor AbiotikSuhu 31,5Kesuburan Too littleIntensitas cahaya 5,5 x 1000 CKelembaban 1,8pH 7

B. AnalisisPraktikum ini dilakukan di area perkebunan Ercis di daerah Cangar. Teknik penangkapan serangga

menggunakan teknik swingnet , teknik ini dianggap sebagai teknik yang cukup mudah dan sesuai untuk area perkebunan yang digunakan sebagai area pengamatan.

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap serangga yang tertangkap pada waktu praktikum, teridentifikasi adanya 5 spesies yang ditemukan, yaitu Apis mellifera yang memiliki ciri-ciri ukuran 4,66 mm, warna tubuh kuning-hitam, tubuh titutupi rambut lebat, dan memiliki mulut tipe mulut penghisap. Apis mellifera yang ditemukan ini termasuk kedalam serangga penyerbuk yang sanggat membantu para petani, sehingga serangga ini bukan termasuk kedalam hama ataupun predator. Serangga yang ditemukan selanjutnya yaitu Lucilia sericata yang memiliki ciri-ciri tubuh berwarna biru kehitaman, memiliki sepasang sayap, mata berwarna merah, memiliki 3 pasang kaki, dan ukuran 3,92 mm. Serangga yang ditemukan ini termasuk hama pada tanaman ercis. Selanjutnya yaitu Musca autumnalis yang memiliki ciri-ciri ukuran 3,04 mm, warna tubuh hitam, tubuh titutupi rambut lebat, memiliki sepasang sayap, memiliki 3 pasang kaki, dan memiliki warna mata hitam-kemerahan. Hewan keempat yang ditemukan adalah Ropronia sp. yang memiliki sepasang antena yang cukup panjang, warna tubuh hitam kecokelatan, mempunyai sepasang sayap, tekstur sayapnya seperti selaput dan mengilat, memiliki 3 pasang kaki dan abdomennya membulat di bagian ujung belakang, sedangkan ukuran sangat kecil (panjang 1-2 cm) keadaan tersebut sangat menunjang perannya yang merupakan predator internal khususnya untuk hama lalat. Hewan yang ditemukan terakhir termasuk golongan hama dalam Filum Mollusca yaitu Helix pomatia L., hewan ini memiliki ukuran sekitar 3-5 cm, berwarna Putih gading hingga kecokelatan dan cangkangnya memiliki 5-6 lingkaran atau ulir (whorls).

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan rapitest di tanah lokasi pengamatan didapatkan data bahwa suhu lingkungan mencapai 31,5 0C, tingkat kesuburannya rendah “Too Little”, intensitas cahayanya 5,5 x 1000 C, kelembaban 1,8 yang artinya rendah. Hai ini bisa terjadi karena kelembaban berhubungan dengan suhu, jika suhu tinggi maka kelembabannya rendah dan sebaliknya. Nilai pH dari tanah pertanian tersebut 7 yang mengindikasikan keadaan pH-nya normal

Page 8: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

VII. PEMBAHASANBerdasarkan hasil pengamatan, serangga yang termasuk hama di antaranya adalah Lucilia sericata,

Helix pomatia L., dan Musca autumnalis, ketiga hewan ini pada dasarnya memiliki peran yang sama yaitu sebagai perusak tanaman budidaya, ketiga hama tersebut biasanya menyebabkan pembusukan pada batang, daun dan buah pada tumbuhan budidaya. Misalnya Helix pomatia L. menghasilkan lendir yang dapat menyebabkan pembusukan yang lebih cepat pada organ tumbuhan yang dilewatinya (Balashov, 2012). Sedangkan pada serangga Lucilia sericata, dan Musca autumnalis termasuk jenis lalat yang memakan cairan atau sekresi yang dikeluarkan oleh berbagai kumbang atau serangga lain, madu pada buah dan cairan buah lainnya. Saat tidak musim buah, lalat terbang atau berada di semak-semak atau hutan kecil disekitarnya. Bila ingin bertelur, lalat mencari buah yang menjelang masak. Alat peletak telur berada di ruas belakang badan, ditusukkan menembus kulit buah masak ke dalam buah dan membentuk rongga. Telur diiringi bakteri yang menyelinap masuk ke dalam buah sehingga menimbulkan kontaminasi dan buah menjadi busuk yang masak lunak. Bintik bekas tusukan alat peletak telur menjadi gelap agak membusuk dan akhirnya menjadi busuk buah (Kalie dalam Mirsadiq, 2013). Gejala serangan yang ditimbilkan oleh lalat adalah gejala busuk pada buah yang telah masak akibat pengaruh dari alat mulut lalat. Tanaman yang terserang lalat biasanya membusuk dan dapat menular ke tanaman lainnya (Mirsadiq, 2013).

Predator yang ditemukan pada pengamatan ini hanya ada 2 spesies yaitu Ropronia sp. dan Apis mellifera. Apis mellifera (lebah) merupakan serangga penghasil madu, royal jeli, propolis, dan pernyerbuk tanaman (polinasi). Pada umumnya semua tanaman berbunga merupakan sumber pakan lebah, karena ia menghasilkan nektar dan polen. Peran lebah sebgai polinator tanaman budidaya. Lebah mempunyai fungsi penting sebagai hewan pembantu penyerbukan tanaman, khususnya tanaman yang tidak dapat melakukan pernyerbukan sendiri. Lebah membantu proses penyerbukan silang sehingga produktivitas tanaman budidaya meningkat. Lebah yang berada di area tanaman holtikultura mendatanggi bunga untuk mendapatkan pakan. Perpindahan lebah dari datu bunga ke bunga lain mempercepat proses polinasi. Hal ini dikarenakan, ada serbuk sari bunga yang menempel pada rambut kaki dan badan lebah. Lebah dikatakan polinator karena telah menyebabkan mekanisme transfer polen dari anther menuju stigma pada bunga (Iptek Holtikultura, Tanpa tahun). Namun walaupun begitu Apis mellifera pada waktu tertentu juga dapat menjadi predator untuk beberapa jenis hama. Ropronia sp. termasuk hewan dari golongan predator, hewan ini berukuran sangat kecil dan merupakan predator internal untuk beberapa jenis lalat, misalnya lalat gergaji (Watanabe, 2015).

Faktor abiotik sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup serangga. Setiap serangga mempunyai kisaran suhu tertentu, dimana pada suhu terendah ataupun suhu tertinggi, serangga tersebut masih dapar bertahan hidup. Serangga di daerah tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dibandingkan serangga yang hidup di daerah sub tropis, mendekati suhu minimum perkembangan serangga menjadi lambat walaupun serangga masih hidup, keadaan tersebut disebut diapause. Diapause karena suhu minimum disebut hibernasi dan yang disebabkan suhu maksimum disebut estivasi. Jelaslah kehidupan serangga hama di alam dipengaruhi oleh suhu dengan kisaran suhu 15°C - 50°C. Kelembaban Udara mempengaruhi kehidupan serangga langsung atau tidak langsung. Serangga yang hidup di lingkungan yang kering mempunyai cara tersendiri untuk mengenfisienkan penggunaan air seperti menyerap kembali air yang terdapat pada feces yang akan dibuang dan menggunakan kembali air metabolik tersebut, contohnya serangga rayap. Oleh karena itu kelembaban harus dilihat sebagai keadaan lingkungan dan kelembaban sebagai bahan yang dibutuhkan organisme untuk melangsungkan proses fisiologis dalam tubuh (Susniahti, et al, 2005).

Pengaruh cahaya terhadap perilaku serangga berbeda antara serangga yang aktif siang hari dengan yang aktif pada malam hari. Pada siang hari keaktifan serangga dirangsang oleh keadaan intensitas maupun panjang gelombang cahaya di sekitarnya. Sebaliknya ada serangga pada keadaan cahaya tertentu justru menghambat keaktifannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa energi dari panas radiasi disekitar organisme ikut mengatur suhu tubuh serangga melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman (Susniahti, et al, 2005).

VIII. KESIMPULAN1. Jenis serangga hama pada komoditas ercis antara lain Lucilia sericata, Helix pomatia, dan Musca

autumnalis2. Jenis serangga predator pada ercis yaitu Apis mellifera dan Ropronia sp.

Page 9: Hama Dan Predator Pada Komoditas Ercis

3. Faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap serangga hama dan predator pada ercis yaitu faktor abiotik yang berupa suhu, kelembaban, intensitas cahaya.

IX. RUJUKANAminatun, Tien. 2009. Teknik konservasi musuh alami untuk pengendalian

hayati.http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/112096169_0216-3854.pdf. Diakses 21 April 2015.Anonim, 2002. Model Budidaya Tanaman Sehat ( Budidaya Tanaman Sayuran Secara Sehat Melalui

Penerapan PHT). Dirjen Perlindungan Tanaman. JakartaBalashov I. & Gural-Sverlova N. 2012. An annotated checklist of the terrestrial molluscs of Ukraine.

Journal of Conchology. 41 (1): 91-109.Darmono. T.W. 2003. Arti Penting dan Strategi Implementasi Pengendalian Hama Terpadu pada

Tanaman Perkebunan. Makalah pada Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Pelaksana PHT Perkebunan Rakyat, Pusat Kajian PHT, IPB, Bogor. hlm.1- 6.

Daud, I.T. 2007. Sebaran Serangan Hama Kumbang Kelapa Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae) di Kecamatan Mattirobulu Kabupaten Pinrang. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel: 306-318.

Iptek Holtikultura. Tanpa tahun. Lebah Polinator Utama pada Tanaman Holtikultura. (Online) http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id/IPTEK/Liferdi_polinator.pdf. Diakses 18 April 2015.

Ismail N dan Tenrirawe A. 2010. Potensi agens hayati trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati. Di dalam: Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Prosiding Seminar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara; Sulawesi Utara. Sulawesi (ID). hlm 1.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta : Rineka Cipta.Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. pp. 1-701Korlina E. 2011. Pengembangan dan pemanfaatan agens pengendali hayati (aph) terhadap hama dan

penyakit tanaman. Superman : Suara Perlindungan Tanaman. No.2.Luckmann, W H dan R L Metcalf. 1982. The pest management concept. John Wiley and Son. New York.Mirsadiq, Lucky. 2013. Laporan Praktikum Perlindungan Tanaman. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. 2012. Budidaya Tanaman Ercis. Jakarta.Siahaan, Id R T U dan Syahnen. Tanpa tahun. Mengapa O. rhinoceros menjadi Hama padaTanaman Kelapa

Sawit? Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP). Medan.

Susniahti, N., M.S.H. Sumeno dan Sudajat. 2012. Terjadinya dan Status Hama Serangga. Universitas Padjajaran Bandung.

Susniahti, Nenet, et al. 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Bandung : Universitas Padjadjaran.Watanabe, Kyouhei. 2015. Information station of Parasitoid wasps: Reproniidae. Akitsu Prize:

Entomological Society Of Japan.