pengaruh suhu terhadap biologi tungau predator …repository.ub.ac.id/7399/1/aryati cahyani.pdf ·...
TRANSCRIPT
PENGARUH SUHU TERHADAP BIOLOGI TUNGAU PREDATOR Blattisocius keegani DAN Cheyletus eruditus
Oleh
ARYATI CAHYANI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENGARUH SUHU TERHADAP BIOLOGI TUNGAU PREDATOR Blattisocius keegani DAN Cheyletus eruditus
Oleh
ARYATI CAHYANI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENGARUH SUHU TERHADAP BIOLOGI TUNGAU
PREDATOR Blattisocius keegani DAN Cheyletus eruditus
OLEH
ARYATI CAHYANI
125040201111218
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dosen pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar perguruan tinggi manapun dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, November 2017
Aryati Cahyani
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau Predator Blattisocius keegani dan Cheyletus eruditus
Nama Mahasiswa : Aryati Cahyani
NIM : 125040201111218
Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan
Progam Studi : Agroekoteknologi
Laboratorium : Hama Tumbuhan
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Disetujui
.
Tanggal Persetujuan :
Diketahui, Ketua Jurusan
Dr. Ir. Ludji Pantja Astuti, MS. NIP. 19551018 198601 2 001
Pembimbing Utama,
Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS NIP.19580112 198203 2 002
Pembimbing Pendamping,
Dr. Akhmad Rizali, SP., MSi. NIK. 201405 770415 1 001
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
MAJELIS PENGUJI
Tanggal Lulus:
Penguji I,
Dr. Ir. Aminudin Affandi, MS. NIP. 19580208 198212 1 001
Penguji IV,
Dr. Ir. Mintarto Martosudiro, MS. NIP. 19590705 198601 1 003
Penguji II,
Dr. Akhmad Rizali, SP., M.Si. NIK. 201405 770415 1 001
Penguji III,
Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS. NIP.19580112 198203 2 002
Kupersembahkan karya tulis ini
untuk kedua orang tua tercinta yang
mengiringi langkahku dengan kasih
dan doa, serta adikku tersayang dan
saudara-saudaraku.
“Selalu berusaha, sabar dan berdoa
adalah kunci kesuksesan“
RINGKASAN
Aryati Cahyani. 125040201111218. Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau Predator Blattisocius keegani dan Cheyletus eruditus. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS. sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Akhmad Rizali SP., MSi. sebagai Pembimbing Pendamping.
Pengendalian hama tungau umumnya menggunakan akarisida. Penggunaan akarisida yang berlebihan mengakibatkan residu dan resistensi hama. Upaya untuk mengurangi penggunaan akarisida yaitu dengan pemanfaatan musuh alami seperti tungau predator. Famili Phytoseiidae merupakan tungau predator yang diperbanyak secara massal. Tungau predator dari famili lain yang berpotensi untuk pengendalian secara biologis yaitu Blattisocius keegani dari famili Ascidae dan Cheyletus eruditus dari famili Cheyletidae. Kedua tungau predator tersebut digunakan untuk mengendalikan hama tungau pada produk simpanan. Masalah yang sering terjadi dilapang adalah ketersedian tungau predator pada waktu yang tepat untuk mengendalikan hama. Ketersedian tungau predator dipengaruhi oleh cara pemeliharaan seperti ketersediaan mangsa, kondisi suhu, dan kelembapan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi biologi tungau predator. Oleh karena itu, perlu adanya kajian untuk mengetahui pengaruh berbagai suhu terhadap pertumbuhan dan perkembangan tungau B. keegani dan C. eruditus.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai Juni 2017 di Laboratorium Hama, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Tungau predator dan tungau mangsa diperoleh dari koleksi tungau di Laboratorium Hama. Penelitian ini dilakukan pada arena percobaan terdiri dari cawan Petri berukuran sedang, kemudian pada bagian dalam diletakkan air, busa, dan cawan Petri berukuran kecil. Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan suhu yaitu suhu 20, 25, dan 30°C. Penelitian biologi tungau B. keegani dan C. eruditus menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 10 ulangan sehingga didapatkan 60 satuan percobaan. Pengamatan biologi tungau B. keegani dan C. eruditus meliputi lama perkembangan pradewasa, lama hidup imago, dan keperidian. Pengamatan perkembangan pradewasa dilakukan 3 jam sekali dengan mengamati telur hingga menjadi imago. Pengamatan lama hidup imago dilakukan dengan mencatat kematian imago jantan dan betina, serta mencatat masa praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi imago betina. Sedangkan pengamatan keperidian dilakukan dengan menghitung dan mencatat jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina. Data lama perkembangan pradewasa, keperidian imago betina dan lama hidup imago dianalisis dengan analisis sidik ragam taraf kesalahan 5%. Apabila antar perlakuan berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil pada taraf kesalahan 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata perkembangan pradewasa dan siklus hidup berlangsung singkat secara nyata pada suhu 30°C (4,01 dan 5,11 hari) dibandingkan suhu 20°C (9,38 dan 12,08 hari) dan 25°C (8,19 dan 9,59 hari). Rerata keperidian tungau B. keegani pada suhu 20, 25, dan 30°C secara berurutan yaitu 47,10, 44,80, dan 39,40 butir telur. Sedangkan rerata lama hidup imago betina dan jantan pada suhu 20°C berlangsung lebih lama secara nyata (34,10 dan 27,40 hari) daripada suhu 25°C (23,60 dan 21,40 hari) dan 30°C (20,01 dan 18,00 hari). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa dengan meningkatnya suhu maka perkembangan pradewasa, siklus hidup, dan lama hidup imago tungau B. keegani berlangsung singkat, dan keperidian meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian biologi tungau C. eruditus menunjukkan bahwa rerata perkembangan pradewasa dan siklus hidup pada suhu 20°C
ii
berlangsung lama secara nyata (19,12 dan 21,92 hari) daripada suhu 25°C (13,10 dan 16,60 hari) dan 30°C (11,20 dan 14,02 hari). Rerata keperidian tungau C. eruditus pada suhu 20, 25, dan 30°C secara berurutan yaitu 78,40, 97,90, dan 101,40 butir telur. Rerata lama hidup imago betina pada 20 dan 25°C berlangsung selama 19,90 hari dan pada suhu 30°C berlangsung selama 21,40 hari. Sedangkan rerata lama hidup imago jantan pada suhu 20°C berlangsung lebih lama secara nyata (22,20 hari) dibandingkan dengan suhu 25°C (13,00 hari) dan 30°C (14,80 hari). Hal tersebut dikarenakan tungau C. eruditus memiliki sifat kanibal sehingga mempengaruhi rerata lama hidup imago jantan dan betina. Seiring dengan meningkatnya suhu maka perkembangan pradewasa dan siklus hidup tungau C. eruditus berlangsung lebih singkat.
iii
SUMMARY
Aryati Cahyani. 125040201111218. The Influence of Temperature on the Biology of Predatory Mite Blattisocius keegani dan Cheyletus eruditus. Supervised by Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS. as the main supervisor and Dr. Akhmad Rizali SP., MSi. as companion supervisor.
Common method to control mite pest is using acaricide. Excessive application of acaricide may lead to toxic residue and pest resistance. Several efforts are establish to reduce acaricide application which one of them is utilizes mite predators. Phytoseiidae family is predatory mite has been mass reared. Common predatory mites produced are from the. Predatory mite from other family that have potential as natural mite control are Blattisocius keegani from Ascidae and Cheyletus eruditus from Cheyletidae.Both predatory mite are used to control mite pest in storage producs. There are several obstacles often happens in field, which is availablity of predatory mite in preferable time to control pest. Mite predators availability influenced by rearing method such as prey availability, temperature, and humidity. Temperature changes may affect biology of predatory mite. Thus, it is needed in depth research to know influence of temperatures on growth and development of B. keegani and C. eruditus mites.
The research was conducted in December 2016 until June 2017 in Laboratory of Pest, Department of Pest and Disease Plant, Faculty of Agriculture, Brawijaya University. Predatory mites and prey mites were obtained from mites collection in the Laboratory of Pest. Research conducted in the experimental arena consist of medium Petri dish filled with water, foam, and small Petri dish. This research divided into three temperature treatments, which were 20, 25, and 30°C. Biological aspects experiment of B. keegani and C. eruditus at various temperatures was used Completely Randomized Design with 10 repetitions, thus there were 60 units of experiment. Biological observations of mites B. keegani and C. eruditus include preadult development, adult life span, and female fecundity. Observation of preadult development was done every 3 hours by observe the eggs until it become an adult. Adult life span observation was done by record the mortality of male and female adult, also the time pre-oviposition, oviposition, and post-oviposition of female adult. While the fecundity observation was done by count and record the number of eggs laid by female adult. The data of pre adult development, fecundity of female adult and adult mite life span were analyzed by Analysis of variance with 5% error rate. If there was a significantly different between treatments, the data were analysed with Least Significant Difference Test at level 5% error.
The results showed average development of preadult and adult life span shortest in temperature 30°C than 20°C and 25°C with respectetive value 4,01 and 5,11 days, 9,38 and 12,08 days, 8,19 and 9.59 days. Average fecundity of mite B. keegani were 47,10, 44,80, and 39,40 eggs laid from 20, 25, 30°C temperature. However average life span of male and female adult were longer in temperature 20°C than 25°C and 30°C with respectively 27,40 and 34,10 days, 21,40 and 23,60 days, 18,00 and 20,01 days. These results indicate that temperature increasement had directly propotional with femail fecundity and shorten pre adult development, life cycle, and adult life span of B. keegani mite.
The biology results showed average C. eruditus mite preadult development and life cycle in temperature 20°C took longer than in temperature 25°C and 30°C with respective value 19,12 and 21,92 days, 13,10 and 16,60 days, 11,20 and 14,02 days. Average fecundity of female adult were 78,40, 97,90, and 101,40 eggs in temperature 20, 25, and 30° C. Average female adult
iv
lifespan was 19,90 days except in temperature 30°C was longer than other treatment which was 21,40 days. However average male adult lifespan in temperature 20°C was significantly longer than 25 and 30°C which value were 22,20, 13,00, and 14,80 days. It is cause by canibalism behaviour of C. eruditus mite therefore effect the average lifespan of adult male and female. Also, temperature increase was shorten preadult development and life cycle of C. eruditus mite.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau Predator Blattisocius
keegani dan Cheyletus eruditus.”
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS., selaku dosen pembimbing
utama dan Dr. Akhmad Rizali, SP., MSi. selaku pembimbing pendamping yang
telah memberikan nasihat, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam
menyusun skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ludji
Pantja Astuti, MS., selaku ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan (HPT)
dan seluruh dosen Jurusan HPT, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya atas
arahan dan bimbingan yang diberikan selama ini.
Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada kedua orang tua dan
adik tercinta yang telah memberikan doa, cinta kasih sayang, pengertian dan
dukungan tulus yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga tidak lupa
mengucapakan terima kasih kepada teman-teman HPT 2012 atas perhatian dan
dukungan dalam pembuatan skripsi serta semua pihak atas bantuan, dukungan
dan kebersamaan selama ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak,
dan memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan.
Malang, November 2017
Penulis
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 22 Desember 1993 sebagai
anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Pajuniono dan Ibu Supiyani.
Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak di TK Dharma
Wanita Persatuan, Kediri pada tahun 1998-2000, kemudian melanjutkan ke
tingkat sekolah dasar di SDN Bangsongan 3 Kediri pada tahun 2000-2006.
Penulis melanjutkan pendidikan di tingkat sekolah menengah pertama di SMPN
2 Kediri pada tahun 2006-2009, kemudian penulis melanjutkan pendidikan
tingkat sekolah menengah atas di SMAN 1 Kediri pada tahun 2009-2012. Pada
tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa Starta-1 Program Studi
Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang melalui
jalur Prestasi Akademik dan masuk Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa
Perlindungan Tanaman (Himapta) dan kepanitiaan Kreasi Ilmiah, Proteksi,
Arthopoda dan Komisi Penyelenggara Pemilihan yang diselenggarakan oleh
Himapta. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Statistika
pada tahun 2014, Teknologi Pupuk dan Pemupukan pada tahun 2014, Teknologi
Produksi Benih pada tahun 2014-2015 dan Manajemen Hama dan Penyakit
Tumbuhan pada tahun 2016.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ i
SUMMARY ................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan .......................................................................................................... 2
Hipotesis ....................................................................................................... 3
Manfaat ........................................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
Tungau Predator Blattisocius keegani ................................................. 3
Tungau Predator Cheyletus eruditus ................................................... 4
Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau ........................................... 6
III. METODOLOGI ........................................................................................ 7
Tempat dan Waktu .............................................................................. 7
Alat dan Bahan .................................................................................... 7
Metode Penelitian ......................................................................................... 7
Arena Percobaan ................................................................................. 7
Perbanyakan Tungau .......................................................................... 8
Pembuatan Inkubator dari Kotak Sterofom dan Pengontrolan Suhu .... 8
Studi Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau Predator B. keegani
dan C. eruditus .................................................................................... 10
Analisis Data........................................................................................ 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biologi Tungau Predator B. keegani pada Berbagai Suhu....................... 12
Lama Perkembangan Pradewasa Tungau B.keegani........................... 12
Lama Hidup Imago Tungau B. keegani................................................. 14
Keperidian Tungau B. keegani.............................................................. 16
Biologi Tungau Predator C. eruditus pada Berbagai Suhu....................... 17
Lama Perkembangan Pradewasa Tungau C.eruditus.......................... 17
Lama Hidup Imago Tungau C. eruditus............................................... 18
viii
Keperidian Tungau C. eruditus.............................................................. 20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan................................................................................................. 22
Saran.......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 23
LAMPIRAN...................................................................................................... 27
ix
DAFTAR TABEL
Lampiran
1. Rerata lama perkembangan pradewasa tungau predator B. keegani pada suhu berbeda....................................................... 28
2. Rerata perkembangan imago dan keperidian tungau predator B. keegani pada suhu berbeda....................................................... 28
3. Rerata lama perkembangan pradewasa tungau predator C. eruditus pada suhu berbeda....................................................... 28
4. Rerata perkembangan imago dan keperidian tungau predator C. eruditus pada suhu berbeda....................................................... 29
5. Rerata suhu dan kelembapan nisbi harian Laboratorium Hama Tumbuhan 3 pada bulan Desember 2016 – Mei 2017.................... 29
6. Rerata kelembapan nisbi harian pada inkubator pada bulan Desember 2016 – Mei 2017............................................................ 29
7. Analisis ragam lama stadia telur tungau B. keegani pada
berbagai suhu.................................................................................. 30
8. Analisis ragam lama stadia larva tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………………………………................ 30
9. Analisis ragam lama stadia protonimfa tungau B. keegani pada berbagai suhu ……………………………………..................... 30
10. Analisis ragam lama stadia deutonimfa tungau B. keegani pada berbagai suhu …………………………………….................... 30
11. Analisis ragam lama perkembangan pradewasa tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………............................... 30
12. Analisis ragam siklus hidup tungau B. keegani pada berbagai suhu ……………………………………............................................. 31
13. Analisis ragam lama masa praoviposisi tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………................................................ 31
14. Analisis ragam lama masa oviposisi tungau B. keegani pada berbagai suhu …………………………………….............................. 31
15. Analisis ragam lama masa pascaoviposisi tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………........................................................... 31
16. Analisis ragam lama hidup imago betina tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………………………………............... 31
17. Analisis ragam lama hidup imago jantan tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………………………………................ 32
18. Analisis ragam keperidian imago betina tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………………………………................ 32
19. Analisis ragam produktivitas telur harian tungau B. keegani pada berbagai suhu ………………………………………………................ 32
x
20. Analisis ragam lama stadia telur tungau C. eruditus pada berbagai suhu ……………………………………............................................. 32
21. Analisis ragam lama stadia larva tungau C. eruditus pada berbagai suhu …………………………........................................................... 32
22. Analisis ragam lama stadia protonimfa tungau C. eruditus pada berbagai suhu …………………………………….............................. 33
23. Analisis ragam lama stadia deutonimfa tungau C. eruditus pada berbagai suhu ………………………………………………................ 33
24. Analisis ragam lama perkembangan pradewasa tungau C. eruditus pada berbagai suhu ………………………....................................... 33
25. Analisis ragam siklus hidup tungau C. eruditus pada berbagai suhu …………………………………………………........................... 33
26. Analisis ragam lama masa praoviposisi tungau C. eruditus pada berbagai suhu ………………………………………………............... 33
27. Analisis ragam lama masa oviposisi tungau C. eruditus pada berbagai suhu …………………………………………………............ 34
28. Analisis ragam lama masa pascaoviposisi tungau C. eruditus pada berbagai suhu …………………………................................... 34
29. Analisis ragam lama hidup imago betina tungau C. eruditus pada berbagai suhu ……………………………………………………........ 34
30. Analisis ragam lama hidup imago jantan tungau C. eruditus pada berbagai suhu ………………………………………………............... 34
31. Analisis ragam keperidian imago betina tungau C. eruditus pada berbagai suhu ……………………………………………................... 34
32. Analisis ragam produktivitas telur hariani tungau C. eruditus pada berbagai suhu ………………………………………………................ 35
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Imago Tungau Predator B. keegani .............................................. 3
2. Imago Tungau Predator C. eruditus .............................................. 5
3. Penampang Melintang Arena Percobaan ..................................... 8
4. Kotak Sterofom yang Dimodifikasi menjadi Inkubator ................... 9
5. Diagram Lama Perkembangan Pradewasa Tungau Predator B. keegani pada Berbagai Suhu ................................................... 12
6. Siklus Hidup Tungau B. keegani pada Berbagai Suhu .................. 13
7. Diagram Lama Hidup Imago Betina dan Jantan Tungau B. keegani pada Berbagai Suhu ................................................... 14
8. Diagram Lama Masa Praoviposisi, Oviposisi, dan Pascaoviposisi Imago Betina Tungau B. keegani. ................................................ 15
9. Diagram Keperidian Tungau B. keegani pada Berbagai Suhu ..... 16
10. Diagram Lama Perkembangan Stadia Tungau C. eruditus pada Berbagai Suhu ............................................................................. 17
11. Siklus Hidup Tungau C. eruditus pada Berbagai Suhu ................. 18
12. Diagram Lama Hidup Imago Betina dan Jantan Tungau C. eruditus pada Suhu Berbeda ................................................... 19
13. Diagram Lama Masa Praoviposisi, Oviposisi, dan Pascaoviposisi Imago Betina Tungau C. eruditus ................................................. 20
14. Diagram Keperidian Tungau C. eruditus pada Berbagai Suhu.. .... 21
Lampiran
1. Fase Tungau B.keegani ............................................................... 35
2. Telur Tungau B. keegani .............................................................. 35
3. Fase Tungau C. eruditus .............................................................. 36
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengendalian tungau yang umum dilakukan yaitu pengendalian secara
kimia dan fisik. Pengendalian secara fisik masih efisien dilakukan, sedangkan
pengendalian kimia menggunakan akarisida banyak menyebabkan residu dan
resistensi hama (Szlendak et al., 2000). Upaya untuk mengurangi penggunaan
akarisida yaitu melalui pemanfaatan musuh alami hama tungau berupa predator
tungau (Setyobudi et al., 2007). Pemanfaatan tungau predator untuk
mengendalikan tungau hama tanaman saat ini banyak dikembangkan, salah
satunya dari famili Phytoseiidae (McMurtry dan Croft, 1997). Selain itu, ada
beberapa tungau predator dari famili lain yang berpotensi untuk pengendalian
secara biologis pada produk simpanan yaitu famili Ascidae dan Cheyletidae
(Thomas et al., 2011).
Blattisocius merupakan spesies dari famili Ascidae yang sebagian besar
terdiri dari taksa predator (Halliday et al., 1998). Tungau ini berpotensi dalam
mengendalikan tungau gudang dari famili Acaridae seperti Tyrophagus
putrescentiae (Schrank) dan Rhizoglyphus robini Claparede (El-Syayed dan
Ghallab, 2007) dan berpotensi dalam mengendalikan telur dari serangga ordo
Coleptera dan Lepidoptera (Thomas et al., 2008). Famili Cheyletidae merupakan
tungau predator (Bochkov, 2004), tungau tersebut dapat memangsa tungau
maupun serangga kecil lainnya. Tungau famili Cheyletidae tersebar luas dan
dapat ditemukan pada tanaman, tanah, sampah, sarang veterbrata, jamur, lumut,
persediaan biji-bijian dan debu di dalam rumah (Gerson et al., 2003; Volgin
1969). Salah satu spesies tungau predator dari famili Cheyletidae ialah Cheyletus
eruditus (Shrank) (Cebolla et al., 2009). Predator C. eruditus diketahui mampu
mengendalikan hampir semua jenis tungau dari famili Acaridae di penyimpanan
yang meliputi Acarus siro Linnaeus, T. putrescentiae, Lepidoglyphus destructor
(Schrank), Glycyphagus domesticus (De Geer), dan Tyroglyphus farinae Latraille
(Ždárková, 1998). Masalah yang sering terjadi dilapang adalah ketersedian
tungau predator pada waktu yang tepat untuk mengendalikan hama.
Ketersedian tungau predator dipengaruhi oleh cara pemeliharaan seperti
ketersediaan mangsa, kondisi suhu dan kelembapan (Ždárková, 1986).
2
Suhu merupakan faktor abiotik yang mempengaruhi biologi, ekologi, dan
dinamika populasi tungau (Palyvos dan Emmanouel, 2009). Suhu berperan
penting dalam menentukan kelangsungan hidup dan perkembangan tungau
(Sanchez-Ramos, et al., 2007). Perubahan suhu dapat mempengaruhi adaptasi
tungau predator (Budianto dan Munadjat, 2012) seperti tungau predator C.
eruditus yang mampu bertahan hidup dalam waktu lima bulan pada kondisi suhu
rendah kisaran 17-20°C dengan kelembapan nisbi kisaran 84-87% (Ždárková
dan Pulpan, 1973). Tungau B. keegani dapat berkembangbiak pada kisaran suhu
29-32,2°C (Thomas, 2011). Penelitian mengenai biologi tungau B. keegani dan
C. eruditus pada berbagai suhu belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, perlu
adanya kajian untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tungau B. keegani dan C. eruditus.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji biologi tungau predator
B. keegani dan C. eruditus pada berbagai suhu yaitu 20, 25, dan 30°C.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah suhu rendah 20°C
dapat memperlambat pertumbuhan dan perkembangbiakan tungau predator
B. keegani dan C. eruditus.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai suhu
yang optimum untuk pembiakan massal tungau predator B. keegani dan
C. eruditus sehingga dapat digunakan sebagai pengendalian tungau hama
secara biologis.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tungau Predator Blattisocius keegani
Klasifikasi. Tungau B. keegani termasuk dalam Kerajaan Animalia,
Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, subkelas Acari, Ordo Parasitiformes,
Subordo Mesostigmata, Famili Ascidae, Subfamili Ascaine, Genus Blattisocius
(Halliday, 1998).
Biologi. Siklus hidup tungau Blattisocius terdiri dari fase telur, larva,
protonimfa, deutonimfa dan imago (Mohamed, 2013). Telur yang dihasilkan per
hari oleh imago betina maksimal lima butir telur. Telur B. keegani berwarna putih
transparan mengilap dengan ukuran panjang 253,85 μm. Telur umumnya
diletakkan secara terpisah satu-satu (Wardani, 2016). Telur menetas menjadi
larva setelah empat hari (Barker, 1967).
Larva tungau B. keegani berwarna putih bening mengilap dengan
panjang tubuh sebesar 323,26 μm (Wardani, 2016). Larva bertungkai tiga
pasang dan pada fase ini tungau tidak memangsa. Larva akan membentuk
protonimfa, kemudian deutonimfa dan imago (Barker, 1967). Tiga fase terakhir
tersebut tungau sudah bertungkai empat pasang. Panjang tubuh protonimfa
berukuran 344,08 μm dan tubuh serta tungkai berwarna putih mengilap.
Sedangkan fase deutonimfa tubuh dan tungkai berwarna putih dengan panjang
tubuh berukuran 504,72 μm (Wardani, 2016).
Bentuk tubuh imago seperti buah pir dengan panjang tubuh berukuran
530-615 μm dan lebar 250-305 μm (Purnomo, 2010) (Gambar 1). Tubuh imago
berwarna kuning pucat (Cobanoglu, 2008). Setelah menjadi imago, tungau
berkopulasi dan menghasilkan telur. Rata-rata imago bertelur tiga hari setelah
kopulasi (Barker, 1967).
Gambar 1. Imago Tungau Predator Blattisocius keegani (Wardani, 2016)
4
Ekologi. Telur tungau B. keegani berkembang pesat pada suhu 26,7 ºC
dan kelembaban 70-75%. Telur tungau B. keegani diletakkan secara tunggal
maupun kelompok, dalam kelompok terdiri dari dua atau tiga butir telur.
Perkembangan periode imago tungau akan lebih pendek pada suhu tinggi
(Barker, 1967).
Peran B. keegani sebagai Musuh Alami. Tungau B. keegani
merupakan tungau predator yang berpotensi untuk mengendalikan hama pada
bahan simpan seperti biji-bijian (Barker, 1967). Banyak dilaporkan bahwa tungau
B. keegani dapat memangsa telur dari beberapa jenis serangga dari Ordo
Lepidopter dan Coleoptera serta tungau Astigmatid (Esteca et al., 2014). Genus
Blattisocius yang sering digunakan untuk pengendalian yaitu B. keegani, yang
dapat mengendalikan A. siro (Thind dan Ford, 2005) dan B. tarsalis (Berlese)
untuk mengendalikan Ephestia kuehniella (Zeller) di penyimpanan (Barker,
1967).
Tungau Predator Cheyletus eruditus
Klasifikasi. Klasifikasi tungau C. eruditus yaitu dari Kerajaan Animalia,
Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, subkelas Acari, Ordo Prostigmata, Famili
Cheyletidae, Genus Cheyletus (Colloff, 2010).
Biologi. Siklus hidup tungau C. eruditus terdiri dari telur, larva,
protonimfa, deutonimfa dan imago (Wardani, 2016). Telur berbentuk bulat
berwarna putih dan dilapisi dengan jaring sutra yang halus berfungsi untuk
menghubungkan telur satu dengan yang lainnya (Kanavel dan Selhime, 1967).
Telur menetas menjadi larva setelah 2-4 hari (Palyvos dan Emmanouel, 2009).
Larva berbentuk menyerupai imago dengan bentuk tubuh semi
transparan berwarna putih mengilap. Larva bertungkai tiga pasang dengan
panjang tubuh berukuran 214,19 μm. Stadia larva berlangsung selama 2,13 hari,
kemudian larva menjadi protonimfa. Stadia protonimfa berlangsung selama 1,75
hari. Protonimfa berwarna putih, bertungkai empat pasang dan berukuran 377,29
μm. Protonimfa berganti kulit menjadi menjadi deutonimfa yang berukuran lebih
besar yaitu sebesar 496,80 μm (Wardani, 2016).
Imago tungau C. eruditus berwarna coklat dengan panjang tubuh betina
berukuran 690,15 μm dan imago jantan berukuran 5,26,55 μm (Wardani, 2016)
(Gambar 2). Terdapat dua stigmata pada sistem pernapasan yang terletak di
samping dan ditengah permukaan dorsal yang menyatu dengan chelisera. Famili
5
Cheyletidae rata-rata memiliki cakar pada bagian tibia palp. Imago betina dari
Cheyletus sp. mampu menghasilkan telur 249 butir (Nickolas dan Emmanouel,
2011). Siklus hidup C. eruditus berlangsung selama 14,11 hari pada suhu 27°C
(Wardani, 2016).
Gambar 2. Imago Tungau Predator Cheyletus eruditus (Ždárková et al., 2003)
Ekologi. Famili Cheyletidae banyak ditemukan di sarang burung dan
mamalia yang berperan sebagai parasit dan hidup bebas di tanah, seresah
hutan, kulit pohon, dedaunan, dan debu rumah yang sebaian besar berperan
sebagai predator. Perkembangan tungau ini meningkat pada suhu yang tinggi
dan kelembaban rendah yaitu 25°C dan kelembaban 75% (Pekar dan Ždárková,
2004). Tungau C. eruditus mampu bertahan hidup pada suhu rendah apabila
pemindahan dilakukan secara bertahap. Pemindahan ke suhu rendah secara
bertahap memudahkan tungau untuk beradaptasi dan tingkat kematian tungau
menurun dibandingkan dengan memindahkan secara langsung ke suhu rendah
(Ždárková dan Voracek, 1993).
Peran Cheyletus eruditus sebagai Musuh Alami. Sebagian besar
famili Cheyletidae berperan menjadi predator dan parasit termasuk lebih dari 370
spesies dalam 73 genus (Bochkov, 2004). Beberapa dari tungau ini digunakan
sebagai agen kontrol biologis (Gerson et al., 2003) pada hama tungau produk
simpan (Fain dan Bochkov, 2001). Ada 29 spesies dari genus Cheyletus yang
sudah diakui untuk digunakan sebagai predator acarophagous dan mudah
ditemukan disarang veterbata atau di bahan simpan gandum (Cebolla et al.,
2009). Tungau C. eruditus memiliki kisaran mangsa yang luas, misalnya yang
memangsa tungau L. destructor (Sinha et al. 1969) dan A. siro yang ditemukan
di gandum (Pulpan dan Verner 1965). Beberapa spesies yang ditemukan dalam
produk simpanan yang berperan sebagai predator yaitu C. aversor Rudendorf, C.
6
hendersoni Barker, C. malaccensis Oudemans dan C. trouessarti Oudemans
(Cebolla et al., 2009).
Pengaruh Suhu terhadap Biologi Tungau
Suhu merupakan faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan serangga dari telur hingga menjadi imago (Busnia, 2006). Selain
itu suhu juga mempengaruhi ekologi dan dinamika populasi tungau. Setiap
species tungau memiliki suhu yang optimum untuk perkembangan dan
reproduksi (Palyvos dan Emmanouel, 2009).
Seiring dengan meningkatnya suhu maka umur perkembangan tungau
berlangsung lebih singkat (Li et al., 2015). Tungau hama Tetranychus urticae
Koch dapat berkembang dan bereproduksi dalam berbagai suhu, namun kondisi
suhu yang cocok untuk perkembangan, kesintasan, dan reproduksi tungau yaitu
sebesar 27-30°C (Maula et al., 2016). Perkembangan tungau predator
Panonychus ulmi Koch pada suhu tinggi (29-31°C) berlangsung singkat 9,88 hari
dan berlangsung lama 12,18 hari pada suhu rendah (24-26°C) (Maula et al.,
2016).
Cheyletus sp. dapat menyelesaikan siklus hidup pada suhu 12-35°C
dengan kelembaban nisbi 60-90%. Semakin tinggi suhu dan kelembapan maka
perkembangan tungau berlangsung lebih cepat yaitu selama 14 hari. Selain itu,
tungau Cheyletus sp. dapat bertahan hidup selama 3-6 bulan pada suhu yang
sangat rendah yaitu suhu 1°C (Ždárková dan Fejt, 2017). Lama hidup tungau
C. eruditus pada suhu 18,5, 22 dan 25°C secara berurutan berlangsung selama
107, 67, 56 hari dengan kelembapan nisbi 76 % (Barker, 1991).
Suhu 25°C dan kelembapan 65% lama hidup imago tungau B. tarsalis
berlangsung selama 32-42 hari, sedangkan pada suhu 15°C dan kelembapan
65% berlangsung selama 27-52 hari (Cobanoglu et al., 2007). Semakin tinggi
suhu dan kelembapan maka semakin cepat juga perkembangan tungau
(Ždárková, 1994).
7
III. METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama, Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya mulai bulan
Desember 2016 hingga bulan Juni 2017.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan Petri plastik
kecil (d=6 cm), cawan Petri sedang (d=9 cm), busa (d=5,5 cm), gunting, kuas
nomor 00, kertas label, mikroskop binokular, kamera digital, alat penghitung
tangan, termohigrometer, nampan (p=20 cm x l=15 cm), kasa, kawat, kotak
sterofom (p=39 cm x l=30 cm x t=29,5 cm), lampu 5 Watt, mika bening, lembaran
sterofom (p=34 cm x l=28 cm), dan almunium foil.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago tungau predator
B. keegani dan C. eruditus, tungau mangsa Tyrophagus sp., ragi kering, beras,
air, garam, dan jeli es (gel ice) (500 gr). Tungau predator dan tungau mangsa
diperoleh dari koleksi tungau di Laboratorium Hama yang dilakukan oleh Wardani
(2016).
Metode Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu melakukan persiapan
yang meliputi pembuatan arena percobaan, perbanyakan dan pemeliharan
tungau, serta pembuatan inkubator dari kotak sterofom dan cara mengontrol
suhu 20, 25, dan 30°C.
Arena Percobaan
Arena percobaan digunakan untuk perbanyakan tungau dan
pengamatan penelitian. Arena percobaan terdiri dari cawan Petri sedang yang
diberi air dan busa. Kemudian cawan Petri kecil yang berisi ragi dan tungau
diletakkan di atas busa (Gambar 3). Air dalam cawan harus tetap terjaga untuk
mencegah tungau keluar dari arena percobaan. Kelembapan nisbi pada arena
percobaan dijaga dengan mengisi air pada cawan secara teratur.
8
Gambar 3. Penampang Melintang Arena Percobaan. a: cawan Petri kecil berisi Tyrophagus sp. dan tungau predator; b: busa; c: air; d:cawan Petri besar berisi air
Perbanyakan Tungau
Perbanyakan tungau dilakukan di Laboratorium Hama dengan suhu 26-
29°C dan kelembapan nisbi 70-80%. Pakan yang digunakan untuk perbanyakan
tungau mangsa adalah ragi kering. Ragi kering diletakkan di arena percobaan
yang terdapat 80 pasang imago tungau mangsa.
Perbanyakan tungau predator B. keegani dilakukan dengan meletakkan
10 pasang imago tungau predator pada arena percobaan yang didalamnya
terdapat 40 mangsa imago tungau Tyrophagus sp. dan ragi kering. Sedangkan
tungau predator C. eruditus diperbanyak dengan meletakkan 10 pasang imago
tungau predator ke dalam arena percobaan yang terdapat 40 mangsa imago dan
beras patah. Tungau predator yang digunakan untuk bahan penelitian
dikumpulkan dengan memisahkan fase deutonimfa. Setelah itu, imago yang
muncul pada hari yang sama diinfestasikan pada arena percobaan.
Pembuatan Inkubator dari Kotak Sterofom dan Pengontrolan Suhu
Pada penelitian ini inkubator dibuat dengan menggunakan kotak
sterofom yang telah dimodifikasi. Perlakuan yang digunakan ada tiga macam
yaitu suhu 20, 25, dan 30°C, sehingga kotak sterofom yang digunakan ada tiga.
Sisi kotak sterofom yang terbuka diposisikan menghadap peneliti (Gambar 4a).
Kemudian kotak dibagi menjadi tiga bagian yang sama dengan diberi pembatas
menggunakan rangkaian kawat (Gambar 4c) serta lembaran setrofom yang
dipasang dengan posisi horizontal (Gambar 4d). Lembaran sterofom pada
bagian tengah dilubangi, kemudian pada bagian yang berlubang dilapisi dengan
mika bening. Setelah ketiga inkubator sterofom jadi, masing-masing inkubator
dikontrol sesuai suhu perlakuan.
a
b
d c
9
Gambar 4. Bagian dalam Kotak Sterofom. a: kotak sterofom; b: cawan Petri; c: rangkaian kawat; d: lembaran sterofom; e: termohigrometer
Untuk mendapatkan suhu 20°C pada bagian dinding kotak sterofom
dilapisi dengan almunium foil agar suhu dalam kotak tetap terjaga. Kemudian
pada bagian dasar kotak sterofom diletakkan nampan yang berisi jeli es. Jeli es
tersebut berfungsi untuk mendapatkan suhu 20°C. Setelah itu, kotak sterofom
ditutup dengan penutup sterofom agar suhu tetap stabil. Jeli es diganti 12 jam
sekali. Untuk mengukur kondisi suhu maka diletakkan termohigrometer di dalam
kotak sterofom (Gambar 4e).
Untuk mendapatkan suhu 25°C pada bagian dalam kotak sterofom
dilapisi dengan almunium foil. Apabila suhu dalam kotak sterofom diatas 25°C
maka pada bagian dasar kotak diletakkan nampan yang berisi air dingin. Di
dalam kotak sterofom diletakkan termohigrometer (Gambar 4e). Kemudian kotak
sterofom ditutup dengan tutup sterofom, namun tidak ditutup rapat. Pengontrolan
suhu dilakukan 3 jam sekali untuk mendapatkan suhu tetap 25°C.
Untuk mendapatkan suhu 30°C pada kotak sterofom diberi lubang pada
sisi samping dan atas. Kemudian pembatas lembaran sterofom dilapisi dengan
kain. Pada bagian dasar kotak sterofom diletakkan nampan yang berisi larutan
air garam dan lampu kuning 5 Watt. Penambahan air garam dilakukan ketika air
garam tinggal sedikit dan lampu dinyalakan selama penelitian. Termohigrometer
juga dilettakan di dalam kotak sterofom. Setelah itu inkubator ditutup dengan kain
kasa.
a
d
c
b e
c
10
Studi Pengaruh Berbagai Suhu terhadap Biologi Tungau Predator Blattisocius keegani dan Cheyletus eruditus
Studi biologi tungau predator B. keegani dan C. eruditus pada berbagai
suhu yaitu 20, 25, dan 30°C bertujuan untuk mempelajari perkembangan
pradewasa, keperidian imago betina serta lama hidup imago betina. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap sebanyak 10 ulangan arena
percobaan, sehingga didapatkan 60 satuan percobaan.
Lama Perkembangan Pradewasa. Lama perkembangan pradewasa
tungau predator B. keegani dan C. eruditus ditentukan dengan meletakkan
sepasang imago tungau predator di arena percobaan yang terdapat 20 mangsa
imago Tyrophagus sp. Sepasang imago tungau predator diambil dari
perbanyakan tungau. Imago tungau yang digunakan adalah imago tungau
predator yang berumur empat hari, karena pada umur tersebut tungau sudah
bertelur. Setelah itu arena percobaan dimasukkan ke dalam inkubator dengan
suhu 20, 25, dan 30°C. Setelah 24 jam, sepasang imago tungau predator
dipindahkan dari arena percobaan dengan menggunakan kuas. Telur yang
dihasilkan imago betina disisakan satu butir untuk diamati.
Pengamatan dilakukan 3 jam sekali untuk mengetahui telur menetas dan
waktu ganti kulit serta perkembangan larva hingga menjadi imago. Lama stadia
telur, larva, protonimfa, deutonimfa dan imago dicatat. Apabila tungau mangsa di
arena percobaan habis maka dilakukan penambahan tungau mangsa
Tyrophagus sp. dengan jumlah sama seperti sebelumnya.
Keperidian dan Lama Hidup Imago. Studi keperidian imago betina,
lama hidup imago betina dan imago jantan ditentukan dengan meletakkan
sepasang imago tungau predator B. keegani dan C. eruditus pada arena
percobaan. Sepasang imago tungau predator yang muncul dihari yang sama
pada perbanyakan dipindahkan pada arena percobaan yang terdapat 20 mangsa
imago Tyrophagus sp. Imago tungau predator yang digunakan sebanyak 60
pasang. Masing-masing arena percobaan tungau predator B. keegani dan
C. eruditus dimasukkan ke dalam inkubator suhu 20, 25, dan 30°C. Apabila
tungau mangsa di arena percobaan habis maka dilakukan penambahan tungau
mangsa Tyrophagus sp. dengan jumlah sama seperti sebelumnya.
Pengamatan keperidian dilakukan dengan menghitung dan mencatat
jumlah telur harian yang dihasilkan imago betina. Setelah itu telur disingkirkan
11
dari arena percobaan. Pengamatan lama hidup imago betina meliputi masa
praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Masa praoviposisi diamati dari awal
fase imago betina sampai imago menghasilkan telur pertama. Masa oviposisi
diamati ketika imago betina menghasilkan telur pertama sampai imago
menghasilkan telur terakhir, sedangkan masa pascaoviposisi diamati dari imago
betina tidak bertelur sampai mati. Pengamatan tersebut dilakukan setiap hari,
kemudian waktu kematian imago jantan dan betina dicatat.
Analisis Data
Data pengaruh suhu yang berbeda terhadap lama perkembangan
pradewasa, keperidian imago betina dan lama hidup imago dianalisis dengan
analisis sidik ragam taraf kesalahan 5%. Apabila antar perlakuan berbeda nyata,
maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil pada taraf kesalahan 5%.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biologi Tungau Predator Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu
Studi biologi tungau predator B. keegani pada berbagai suhu ditentukan
berdasarkan lama perkembangan pradewasa, lama perkembangan imago, dan
keperidian.
Lama Perkembangan Pradewasa. Perkembangan pradewasa tungau B.
keegani didapatkan dari hasil pengamatan fase telur, larva, protonimfa,
deutonimfa, dan imago, sedangkan siklus hidup diperoleh dari fase telur sampai
imago bertelur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu
berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan larva (F2,29 = 8,67; P= 0,001)
(Tabel Lampiran 8), protonimfa (F2,29 = 13,98; P< 0,0001) (Tabel Lampiran 9),
deutonimfa (F2,29 = 7,39; P= 0,003) (Tabel Lampiran 10), pradewasa (F2,29 =
17,79; P< 0,0001) (Tabel Lampiran 11) dan siklus hidup (F2,29 = 29,09; P= 4,918)
(Tabel Lampiran 12) tungau B. keegani, sedangkan fase telur tidak berpengaruh
secara nyata (F2,29 = 1,15; P= 0,331) (Tabel Lampiran 7) (Gambar 5). Rerata
siklus hidup tungau B. keegani pada suhu 30ºC berlangsung lebih singkat (5,11
hari) dibandingkan dengan suhu 20ºC (12,08 hari) dan 25ºC (9,59 hari) (Gambar
6). Hal tersebut terlihat dari rerata fase telur, larva, protonimfa, dan deutonimfa.
a
b
b
b
b
b
a
ab
b
ab
b
b
a
a
aa
a
a
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
Telur Larva Protonimfa Deutonimfa Pradewasa Siklus Hidup
Waktu
(h
ari
)
Fase
20°C
25°C
30°C
Gambar 5. Diagram Lama Perkembangan Pradewasa Tungau Predator Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu. (Diagram-diagram yang diikuti
dengan huruf yang sama pada masing-masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
13
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa dengan meningkatnya suhu maka
perkembangan tungau B. keegani berlangsung lebih singkat dan pada suhu 30°C
tampaknnya sesuai untuk perkembangan tungau B. keegani. Menurut Younes
dan Hamama (2008) siklus hidup tungau B. keegani berlangsung selama 7,10
hari. Mohamed (2013), menyatakan bahwa rerata lama siklus hidup tungau
B. dentriticus (Berlese) berlangsung lebih singkat selama 6,8 hari pada kondisi
suhu 30°C.
Gambar 6. Siklus Hidup Tungau Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu. a: 20°C; b: 25°C; c: 30°C; d: menurut Younes dan Hamama (2008).
Selain suhu, faktor lain yang berpengaruhi terhadap perkembangan
tungau yaitu kelembapan nisbi. Kelembapan nisbi pada suhu 30°C yaitu 51,42%
(Tabel Lampiran 6). Kelembaban nisbi yang rendah dengan suhu tinggi
mengakibatkan aktivitas tungau semakin tinggi dan mempercepat perkembangan
tungau. Wagiman (2014), menyatakan bahwa suhu yang tinggi dengan
kelembapan nisbi rendah mengakibatkan serangga lebih aktif bergerak mencari
tempat yang sesuai untuk berkembangbiak dan mencari makan. Menurut Nielsen
(1999) bahwa tungau B. tarsalis merupakan tungau predator yang sangat aktif
14
bergerak dibandingkan tungau predator gudang lainnya dan tingkat aktivitas
tungau mulai tinggi pada suhu 12°C.
Lama Hidup Imago. Perlakuan suhu berpengaruh secara nyata
terhadap lama hidup imago betina (F2,29 = 4,32; P= 0,024) (Tabel Lampiran 16)
dan tidak berpengaruh terhadap lama hidup imago jantan (F2,29 = 2,50; P= 0,101)
(Tabel Lampiran 17) tungau B. keegani (Gambar 7). Pada suhu 20°C rerata lama
hidup imago betina berlangsung lebih lama dibandingkan dengan suhu 25 dan
30°C (Tabel Lampiran 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
maka lama hidup tungau berlangsung lebih singkat. Cobanoglu (2007),
melaporkan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin singkat lama hidup
tungau B. tarsalis berlangsung. Pada suhu 20°C tampaknya suhu tidak terkontrol
dengan baik sehingga terjadi kenaikan suhu yang berpengaruh terhadap lama
hidup tungau. Hal tersebut terkendala oleh penggunaan es batu yang tidak
membeku sempurna sehingga suhu tidak stabil. Menurut Cobanoglu (2007)
bahwa pada suhu 15°C lama hidup imago tungau B. tarsalis berangsung lebih
cepat (27,36 hari) dibandingkan pada suhu 25°C (38,67 hari). Sedangkan
menurut Barker (1967) lama hidup imago tungau predator B. keegani
berlangsung lebih pendek dengan meningktnya suhu.
b
a
a
aa
a
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
Betina Jantan
Lam
a H
idup
(h
ari)
20°C
25°C
30°C
Gambar 7. Diagram Lama Hidup Imago Betina dan Jantan Tungau Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu. (Diagram-diagram yang diikuti dengan huruf
yang sama pada masing-masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
Lama hidup imago betina berlangsung lebih lama dibandingkan dengan
imago jantan, karena imago betina bereproduksi menghasilkan telur untuk
15
meneruskan keturunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mohamed (2013),
pada suhu 30°C lama hidup imago betina berlangsung lebih lama dibandingkan
dengan imago jantan yaitu berlangsung selama 21,40 dan 19,20 hari. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Maryani dan Nasution (2007) bahwa imago betina
mampu hidup lebih lama dibandingkan dengan imago jantan, karena imago
betina melakukan proses perkembangbiakan yaitu dengan memproduksi telur.
Pada ketiga perlakuan suhu berpengaruh secara nyata terhadap rerata
lama masa praoviposisi (F2,29 = 7,97; P= 0,0008) (Tabel Lampiran 13) dan
oviposisi (F2,29 = 7,37; P= 0,003) (Tabel Lampiran 14), namun tidak berpengaruh
secara nyata terhadap lama masa pascaoviposisi (F2,29 = 0,40; P= 0,673) (Tabel
Lampiran 15) imago betina tungau predator B. keegani (Gambar 8). Pada suhu
20°C rerata lama masa praoviposisi dan oviposisi berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan suhu lain (Tabel Lampiran 2). Hasil penelitian Gotoh et al.
(2004) menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya suhu maka lama
periode praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi berlangsung lebih singkat. Xia
(2009) juga menyatakan bahwa secara umum masa oviposisi tungau meningkat
seiring dengan menurunnya suhu, hal itu terjadi pada tungau Aleurogyphus
ovatus (Acaridae) yang diletakkan pada suhu 20°C dapat melangsungkan masa
oviposisi selama 33 hari. Sedangkan masa pascaoviposisi berlangsung lebih
singkat pada suhu 32°C selama 2,8 hari.
b
b
a
a
a
a
a
a
a
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
Praoviposisi Oviposisi Pascaoviposisi
Wa
ktu
(h
ari
)
Perkembangan Imago Betina
20°C
25°C
30°C
Gambar 8. Diagram Lama Masa Praoviposisi, Ovoposisi, dan Pascaoviposisi Imago Betina Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu. (Diagram-
diagram yang diikuti dengan huruf yang sama pada masing-masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
16
Selain suhu faktor lain yang mempengaruhi lama masa oviposisi yaitu
masa kopulasi dan daya predasi tungau predator, karena apabila kopulasi
berlangsung lama maka daya magsa imago betina meningkat sehingga lama
masa oviposisi juga berlangsung lebih lama. Gotoh et al. (2004) melaporkan
bahwa dengan banyaknya kopulasi akan meningkatkan produksi telur sehingga
meningkatkan daya predasi dan memperpanjang masa oviposisi serta
memperpendek masa pascaoviposisi.
Keperidian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan suhu tidak
berpengaruh secara nyata terhadap keperidian tungau B. keegani (F2,29 = 0,91;
P= 0,416) (Tabel Lampiran 18) (Gambar 9). Rerata keperidian secara berurutan
dari suhu 20, 25, dan 30°C adalah 47,10, 44,60, dan 39,40 butir (Tabel Lampiran
2). Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Subagyo dan Hidayat
(2014) yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya suhu maka
mempercepat imago betina dalam meletakkan telur dan mempersingkat
peneluran. Berdasarkan hasil penelitian, rendah tinginya keperidian tampaknya
berkaitan dengan lama hidup imago jantan dan betina. Semakin singkat lama
hidup imago jantan maka mempengaruhi tingkat kopulasi dan produksi telur yang
dihasilkan imago betina, sehingga memperpendek terjadinya kopulasi dan masa
oviposisi. Menurut Haines (1981) bahwa imago betina yang tidak dipasangkan
dengan imago jantan menghasilkan telur yang rendah dibandingkan dengan
imago betina yang dipasangkan dengan imago jantan. Gotoh et al. (2004),
menyatakan bahwa banyaknya kopulasi akan meningkatkan produksi telur.
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
20 25 30
Ju
mla
h T
elu
r (b
utir)
Suhu ( C)
Keperidian
Gambar 9. Diagram Keperidian Tungau Blattisocius keegani pada Berbagai Suhu
17
Biologi Tungau Predator Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu
Studi biologi tungau predator C. eruditus pada berbagai suhu ditentukan
berdasarkan lama perkembangan pradewasa, lama perkembangan imago, dan
keperidian.
Lama Perkembangan Pradewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan suhu berpengaruh secara nyata terhadap stadia telur (F2,29 = 31,05;
P< 0,0001) (Tabel Lampiran 20), larva (F2,29 = 9,24; P= 0,0008) (Tabel Lampiran
21), protonimfa (F2,29 = 4,20; P= 0,026) (Tabel Lampiran 22), deutonimfa (F2,29 =
9,70; P= 0,0006) (Tabel Lampiran 23), pradewasa (F2,29 = 28,51; P<0,0001)
(Tabel Lampiran 24), dan siklus hidup (F2,29 = 16,39; P<0,0001) (Tabel Lampiran
25) tungau predator C. eruditus (Gambar 10). Rerata lama perkembangan
pradewasa dan siklus hidup tungau predator C. eruditus pada suhu 20°C
berlangsung lebih lama (21,92 hari) dibandingkan dengan suhu 25°C (16,60 hari)
dan 30°C (14,02 hari) (Gambar 11). Semakin menurunnya suhu maka
perkembangan pradewasa berlangsung lebih lama sehingga berpengaruh
terhadap siklus hidup tungau.
c
b b b
b
b
b
b
a a
a
a
aa
ab a
a
a
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Telur Larva Protonimfa Deutonimfa Pradewasa Siklus Hidup
Waktu
(h
ari
)
Fase
20°C
25°C
30°C
Gambar 10. Diagram Lama Perkembangan Pradewasa Tungau Predator Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu. (Diagram-diagram yang diikuti
dengan huruf yang sama pada masing-masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
Pada suhu 20°C tungau C. eruditus dapat tumbuhan dan berkembang walapun
perkembangan pradewasa berlangsung lama. Palyvos dan Emmanouel (2009)
18
juga menyatakan bahwa seiring dengan menurunnya suhu maka perkembangan
pradewasa berlangsung lebih lama. Rerata waktu perkembangan pradewasa
tungau C. malaccensis pada suhu 20°C berlangsung selama 38,6 hari.
Gambar 11. Siklus Hidup Tungau Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu. a: 20°C; b: 25°C; c: 30°C; d: menurut Barker (1991).
Dari hasil penelitian juga didapatkan rerata kelembapan nisbi pada
masing-masing suhu (Tabel Lampiran 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa
tungau C. eruditus mampu melangsungkan hidup pada kelembapan nisbi
dibawah 60%. Variasai kelembapan pada masing-masing suhu juga
mempengaruhi perkembangan pradewasa. Kumawat (2007), menyatakan bahwa
faktor abiotik yang berperan penting dalam perkembangan yaitu suhu dan
kelembapan nisbi. Kelembapan nisbi yang didapat berbeda dengan hasil
penelitian Ždárková dan Fejt (2017) yang menyatakan bahwa tungau Cheyletus
sp. dapat melangsungkan siklus hidup dengan kelembapan nisbi 60-90% pada
suhu 12-35°C, dengan siklus hidup terpendek 14 hari.
Lama Hidup Imago. Perlakuan suhu tidak berpengaruh secara nyata
terhadap lama hidup imago betina (F2,29 = 0,12; P= 0,88) (Tabel Lampiran 29),
19
namun berpengaruh secara nyata terhadap lama hidup imago jantan (F2,29 =
4,05; P= 0,029) (Tabel Lampiran 30) tungau C. eruditus (Gambar 12). Pada suhu
20°C rerata lama hidup imago jantan berlangsung lebih lama dibandingkan suhu
lain. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Palyvos dan Emmanouel (2011), bahwa suhu dapat mempengaruhi rerata
lama hidup imago tungau predator C. malaccensis sehingga lama hidup imago
akan berlangsung singkat apabila suhu meningkat. Menurut Yousef et al. (1982)
rerata lama hidup imago betina Cheyletus sp. pada suhu 25 dan 30°C yaitu 28,4
dan 24,4 hari, sedangkan rerata lama hidup imago jantan yaitu 25,1 dan 20,8
hari. Lama hidup imago jantan lebih singkat dibandingkan dengan lama hidup
imago betina. Hasil penelitian yang sama juga diperoleh dari hasil penelitian
Metwalley et al. (2015) bahwa pada 25°C rerata lama hidup imago betina
C. eruditus lebih lama (72,2 hari) dibandingkan dengan lama hidup imago jantan
(46,7 hari).
a
b
a
a
a
a
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
Betina Jantan
Lam
a H
idup
(h
ari)
20°C
25°C
30°C
Gambar 12. Diagram Lama Hidup Imago Betina dan Jantan Tungau Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu. (Diagram-diagram yang diikuti dengan huruf
yang sama pada masing-masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
Selain faktor suhu, faktor lain yang mempengaruhi lama hidup imago
jantan yaitu sifat kanibal tungau, imago betina tampaknya lebih suka memangsa
imago jantan dibandingkan dengan imago jantan yang memangsa imago betina.
Hal tersebut tampaknya tungau mangsa banyak yang bersembunyi dibagian
dalam beras sehingga membuat imago tungau predator kesulitan memangsa.
20
Menurut Pekar dan Ždárková (2004) tungau C. eruditus dapat bersifat kanibal
jika suhu tidak stabil dan ketersedian mangsa tidak memadai.
Suhu tidak berpengaruh terhadap rerata waktu praoviposisi (F2,29 = 0,49;
P= 0,620) (Tabel Lampiran 26), oviposisi (F2,29 = 0,39; P= 0,681) (Tabel Lampiran
27), dan pascaoviposisi (F2,29 = 0,04; P= 0,959) (Tabel Lampiran 28) tungau
predator C. eruditus (Gambar 13). Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu 20-
30°C tampaknya sesuai untuk perkembangan lama praoviposisi, oviposisi, dan
pascaoviposisi imago betina. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Palyvos dan Emmanouel (2011), bahwa rerata
masa praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi tungau C. malaccensis dapat
berlangsung singkat jika suhu yang diberikan semakin tinggi. Masa preoviposisi
pada suhu 20, 25, 30°C secara berurutan berlangsung selama 6,8, 4,4, dan 2,4
hari. Sedangkan masa oviposisi secara berurutan juga berlangsung selama 22,2,
17,5, dan 16,8 hari.
a
a
a
a
a
a
a
a
a
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
Praoviposisi Oviposisi Pascaoviposisi
Waktu
(h
ari)
Perkembangan Imago Betina
20°C
25°C
30°C
Gambar 13. Diagram Lama Perkembangan Praoviposisi, Ovoposisi, dan Pascaoviposisi Imago Betina Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu. (Diagram-diagram yang diikuti dengan huruf yang sama pada masing-
masing fase menunjukkan tidak beda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%)
Keperidian. Perlakuan suhu tidak berpengaruh secara nyata terhadap
rerata keperidian imago betina tungau C. eruditus (F2,29 = 0,43; P= 0,655) (Tabel
Lampiran 31) (Gambar 14). Hal tersebut berbeda dengan pernyataan Palyvos
dan Emmanouel (2011) yang menyatakan bahwa keperidian Cheyletus sp.
dipengaruhi oleh suhu, yaitu seiring dengan meningkatnya suhu maka tingkat
keperidian akan semakin tinggi. Pada suhu 20, 25, dan 30°C rerata keperidian
21
imago betina yaitu sebesar 59,6, 88,6, dan 169,7 butir telur. Penelitian Yousef et
al. (1982) juga menyatakan bahwa suhu berpengaruh positif terhadap keperidian
imago betina predator. Rerata jumlah telur yang dihasilkan imago betina dapat
meningkatkan dari suhu 25 ke 30°C dengan banyak telur 58,2 dan 83,6 butir.
Selain suhu, pembuahan juga mempengaruhi keperidian imago betina,
tampaknya imago betina yang dibuahi dapat menghasilkan telur yang lebih
banyak dibandingkan dengan imago betina yang tidak dibuahi. Menurut Palyvos
dan Emmanouel (2011) pembuahan dapat mengaktifkan mekanisme reproduksi
imago betina, sehingga memungkinkan betina memperoleh sumberdaya untuk
pembentukan telur tambahan.
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
20 25 30
Ju
mla
h T
elu
r (b
utir)
Suhu ( C)
Keperidian
Gambar 14. Keperidian Tungau Cheyletus eruditus pada Berbagai Suhu
22
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh suhu terhadap biologi tungau
predator B. keegani dan C.eruditus dapat disimpulkan bahwa:
1. Pada suhu 20°C perkembangan pradewasa, siklus hidup, lama hidup imago
jantan dan betina tungau B. keegani berlangsung lama. Sedangkan pada
suhu 30°C perkembangan pradewasa, siklus hidup, lama hidup imago jantan
dan betina berlangsung singkat. Namun keperidian pada semua suhu
perlakuan menunjukkan nilai rerata yang sama.
2. Pada suhu 20°C perkembangan predwasa, siklus hidup, dan lama
perkembangan imago jantan tungau C. eruditus berlangsung lama.
Sedangkan suhu 30°C perkembangan pradewasa, siklus hidup, dan lama
perkembangan imago jantan berlangsung singkat. Keperidian pada semua
suhu perlakuan menunjukkan nilai rerata yang sama.
Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan mesin inkubator agar
suhu dan kelembapan nisbi tetap stabil. Selain itu, kelembapan nisbi juga
berpengaruh terhadap perkembangan tungau untuk itu perlu menjaga
kelembapan nisbi yang sesuai untuk kehidupan tungau.
23
DAFTAR PUSTAKA
Barker, P. S. 1967. Bionomics of Blattisocius keegani (Fox) (Acarina: Ascidae), a Predator on Egg of Pets of Stored Grains. Journal of Zoology 45: 1093-1099.
Barker, P. S. 1991. Bionomics of Cheyletus eruditus (Schrank) (Acarina: Cheyletidae), a Predator of Lepidoglyphus destructor (Schrank) (Acarina: Glycyphagidae) at Three Constant Temperatures. Canadian Journal of Zoology 69(9): 2321 - 2325.
Budianto, H. B., Munadjat, A. 2012. Kemampuan Reproduksi Tungau Predator Famili Phytoseiidae pada Berbagai Kepadatan Tetranychus urticae dan Polen Tanaman di Sekitar Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). Jurnal HPT Tropika 12(2): 129-137.
Busnia, M. 2006. Entomologi. Andalas University Press. Padang.
Cebolla, R., Pekar, S., Hubert, J. 2009. Prey Range of the Predatory Mite Cheyletus malaccensis (Acari: Cheyletidae) and its Efficacy in the Control of Seven Stored-Product Pests. Journal Biology Control 50: 1-6.
Cobanoglu, S., Bayram,S., Denizhan, E., Saglam, H. D.. 2007. The Effect of Different Temperatures and Fooddensities on Development of Blattisocius tarsalis (Berlese) (Acari: Ascidae) Reared on Mediterranean Flour Moth Ephestia kuehniella Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Journal of Turkey Entomology 31(1): 7-20.
Cobanoglu, S. 2008. Mites (Acari) Associated with Stored Apricots in Malatya, Elazig and Izmir Provinces of Turkey. Journal Turkey Entomology 32(1): 3-20.
Colloff, M. J. 2010. Dust Mites. CSIRO Publishing. Australia.
Deciyanto, S. dan Indrayani, I. G. A. A. 2008. Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana: Potensi dan Prospeknya dalam Pengendalian Hama Tungau. Jurnal Perspektif 8: 65 – 73.
Esteca, F. C. N., Madruga, Y. P., Britto, E. P. J., Moraes, G. J.. 2014. Does The Ability of Blattisocius Species to Prey on Mites and Insects Vary According to The Relative Length of The Cheliceral Digits. Journal of Acarologia 54(3): 359-365.
Gerson, U., Smiley, R. L., Ochoa, R. 2003. Mites (Acari) for Pest Control. Blackwell Science, Oxfords.
Gotoh, T., Yamaguchi, K., Mori, K. 2004. Effect of Temperature on Life History of the Predatory Mite Amblyseius (Neoseiulus) californicus (Acari: Phytoseiidae). Journal of Experimental and Applied Acarology 32: 15-30.
24
Halliday, R. B., Walter, D. E., Lindquist, E. E. 1998. Revision of the Australian Ascidae (Acarina : Mesostigmata). Invertebrate Taxonomy 12: 1-54.
Haines, C. P. 1981. Laboratory Studies on the role of an egg predator, Blattisocius tarsalis (Berlese) (Acari: Ascidae), in relation to the natural control of Ephestia cautella (Walker) (Lepidoptera: Pyralidae) in warehouses. Bulletin Entomological Research 71: 555-574.
Kanavel, R. F. and Selhime, A. G. 1967. Biological Studies on Paracheyletia bakeri (Acarina: Cheyletidae). Entomologist 50(2): 107-113.
Li, Y. T., Jiang, J. Y. Q., Huang, Y. Q., Wang, Z. H., Zhang, J. P. 2015. Effects of temperature on development and reproduction of Neoseiulus bicaudus (Phytoseiidae) feeding on Tetranychus turkestani (Tetranychidae). Syistematic and Applied Acarology 20(5): 478-490.
Maryani, C. T. dan Nasution, D. B. 2007. Biologi predator Cheilomenes sexmaculata (Fabr.) (Coleoptera: Coccinellidae) pada kutu daun Macrosiphoniela sanborni Gilette (Homoptera: Aphididae). Agritop 26(3): 99-104.
Maula, F. and Khan, I. A. 2016. Effect of temperature variation on the developmental stages of Tetranychus urticae Koch and Panonychus ulmi Koch (Tetranychidae: Acarina) under laboratory conditions in swat valley of Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan. Entomology and Zoology Studies 4(1): 279-283.
McMurtry, J. A. and Croft, B. A. 1997. Life-styles of phytoseiid mites and their role in biological control. Annual Review of Entomology 42: 291–321.
Metwalley, K. M., El-Naggr, M. E. F., Senna, M. A., Atwa, W. A., Mahgoub, Z. M. 2015. Biology of the predaeous mite Cheyletus eruditus (Schrank) (Acari: Cheyletidae) when fed on the astigmatid mite Acarus siro (Oudemans) at different temperatures. Plant Protection and Pathology 6(7): 1019-1027.
Mohamed, A. E. M. 2013. Biological aspects and life table parameters of predator gamasid ascid mite, Blattisocius dentriticus (Berlese) (Acari: Gamasida: Ascidae). Biological Sciences. 6(2): 97-105.
Ningtyas, M. S., Ismoyowati, Sulistyawan, I. B. 2013. Pengaruh temperatur terhadap daya tetas dan hasil tetas itik (Anas plathyrinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1): 347-352.
Nielsen, P. S. 1999. The impact of temperature on activity and consumption rate of moth eggs by Blattisocius tarsalis (Acari: Ascidae). Experimental and Applied Acarology 23: 6149-157.
Palyvos, N. E. and Emmanouel, N. G. 2009. temperature dependent development of the predatory mite Cheyletus malaccensis (Acari: Cheyletidae). Experimental Applied Acarology 47: 147-158.
25
Palyvos, N. E. and Emmanouel, N. G. 2011. Reproduction, survival, and llife table parameters of the predatory mite Cheyletus malaccensis (Acari: Cheyletidae) at various constant temperatures. Experimental Applied Acarology 54: 139-150.
Pekar, S. and Ždárková, E. 2004. A model of the biological control of Acarus siro by Cheyletus eruditus (Acari: Acaridae, Cheyletidae) on grain. Pest Sci 77: 1-10.
Setyobudi, L., Istianto,M., Endarto, O. 2007. Potensi individu amblyseius deleoni et Denmark sebagai predator hama tungau Panonychus citri McGregor pada tanaman jeruk. Jurnal Hortikultura 17(1): 69-74
Sinha, R. N., Wallace, H. A. H., Chebib, F. S. 1969. Principal component Analysis of interrelations among fungi, mites, and insects in grain bulk ecosystems. Ecology 50: 536–547.
Subagyo, V. N. O. dan Hidayat, P. 2014. Neraca kehidupan kutu kebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman cabai dan gulma babadotan pada suhu 25 dan 29°C. Entomologi Indonesia 11(1): 11-18.
Szlendak, E., Conyers, C., Muggleton, J., Thind, B. B. 2000. Pirimiphosmethyl resistance in two stored product mites, Acarus siro and Acarus farris, as detected by impregnated paper bioassay and esterase activity assays. Experimental and Applied Acarology 24: 45–5.
Thomas, H. Q., Zalom, F. G., Nicola, N. L. 2011. Laboratory studies of Blattisocius keegani (Fox) (Acari: Ascidae) reared on eggs of navel 10 orangeworm: potential for biological control. Bulletin of Entomological Research 101: 499-504.
Volgin, V. I. 1989. Acarina of the family Cheyletus eruditus of the world. Paulus Press. New Dehli.
Wagiman, F. X. 2014. Hama pascapanen dan pengelolaanya. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Wardani, E. K. 2016. Preferensi dan biologi tungau predator Blattisocius keegani dan Cheyletus eruditus pada tungau gudang Tyrophagus longior. Skripsi.
Xia, B., Luo, D., Zou, Z., Zhu, Z. 2009. Effect of temperature on the life cycle of Aleuroglyphus ovatus (Acari: Acaridae) at four constant temperatures. Stored Products Research 45:190-194.
Yousef, A. A., Zaher,M. A., Kandil, M. M. 1982. Effect of prey and temperature on the development and biology of Cheyletus malaccensis Oudemans (Acari, Cheyletidae). Entomology 93: 39-42.
Younef, A. A. and Hamama, H. M. 2008. Life history and predation of the mite, Blatttisocius keegani Fox (Acari: Ascidae) on eggs of Ephestia kuehniella Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Bulletin of the Entomological Society Egypt 225-232.
26
Ždárková, E. and Pulpan, J. 1973. Temperature storage of the predatory Cheyletus eruditus (Schrank) for future use in biological control. Stored Products Research 9: 217-220.
Ždárková, E. 1986. Mass rearing of the predator Cheyletus eruditus (Scharank) (Acarina: Cheyletidae) for biological control of acarid mites infesting stored products. Crop Protection 5(2): 122-124.
Ždárková, E. 1994. The effectiveness of organophosphate acancides on stored product mites interacting in biological control. Experiment and Applied Acarology 18: 747 -751.
Ždárková, E. 1998. Biological control of storage mites by Cheyletus eruditus. Integrated Pest Management 3: 111-116.
Ždárková, E., Lukas, J., Horak, P. 2003. Compatibility of Cheyletus eruditus (Schrank) (Acari: Cheyletidae) and Cephalonomia tarsalis (Ashmead) (Hymenoptera: Bethylidae) in biological control of stored grain pests. Plant Protection Science 2(1): 29-34.
Ždárková, E. and Fejt, R. 2017. Possibilities of biological control of stored food mites. proceedings of the 7th International working conference on stored-product protection, 2: 1243-1245. Diunduh dari http://spiru.cgahr.ksu.edu/proj/iwcspp/pdf2/7/1243.pdf pada tanggal 25 Mei 2017.