halusinasi

43
BAB I PENDAHULUAN Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal ,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan

Upload: juliandi

Post on 09-Apr-2016

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gangguan sensori persepsi

TRANSCRIPT

Page 1: HALUSINASI

BAB I

PENDAHULUAN

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk

halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling

sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.

Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang

dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan

suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau

bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya

bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap

tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya

bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal

,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh

stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan

untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor

sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian

emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses

sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan

pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang

berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.

Page 2: HALUSINASI

ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORIPERSEPSI : HALUSINASI

Pengertian

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu

disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart,

2007).

Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana

rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran,

pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu

dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir

tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut,

excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau

perubahan persepsi (Triwahono, 2004).

Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang

yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls

dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan

dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.

Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan.

Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan

dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).

Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai

halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:

- Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus)

misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber

dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).

- Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,

2002).

- Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya

rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat

kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat

klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain

Page 3: HALUSINASI

klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan

tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).

- Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa

ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra

tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).

- Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa

melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu

rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).

- Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).

- Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,

kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis,

2005).

- Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara

sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap

suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).

Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka

peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca

indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan

halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–

suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan

untuk melakukan sesuatu.

Etiologi

Faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

Faktor predisposisi

1). Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis

yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang

berikut:

a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam

perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan

dengan perilaku psikotik.

b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan

Page 4: HALUSINASI

masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang

signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan

pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).

Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2). Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi

psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3). Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik

sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

stress.

Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan

yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan

kemungkinan kekambuhan.

Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1). Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta

abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

2). Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk

menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3). Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

MANIFESTASI KLINIK

Page 5: HALUSINASI

Tahap I

! Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

! Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

! Gerakan mata yang cepat

! Respon verbal yang lambat

! Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II

! Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

! Penyempitan kemampuan konsenstrasi

! Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan

untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III

! Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari

pada menolaknya

! Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain

! Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

! Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,

ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV

! Prilaku menyerang teror seperti panik

! Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain

! Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,

menarik diri atau katatonik

! Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

! Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis.

Jenis Halusinasi

1.Pendengaran

Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan

yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada

Page 6: HALUSINASI

percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar

dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang

dapat membahayakan.

2.Penglihatan

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan

yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti

melihat monster.

3.Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang

tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

4.Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

5.Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik

yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

6.Cenestetik

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau

pembentukan urine.

7.Kinistetik

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Tahapan halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap

fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan

takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan

ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa

suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.

Page 7: HALUSINASI

Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan

mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini

terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan

tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman

sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada

halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,

tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat

menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.

Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap

perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat

membahayakan.

Rentang respon halusinasi.

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif

individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut

digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.

Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh

perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di

luar dirinya.

Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak

komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih

dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.

Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar

individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui

alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian

diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.

Page 8: HALUSINASI

Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau

kurang.

Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam

penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang

berlaku.

Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan

masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.

Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari

hubungan dengan orang lain.

Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling

maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan

menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra

(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan

halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu

tidak ada.

Konsep Dasar Keperawatan

Pengkajian

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan

spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor

predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan

koping yang dimiliki klien.Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian

umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006)

meliputi beberapa faktor antara lain:

Identitas klien dan penanggung

Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,

pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu

Page 9: HALUSINASI

merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah

sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Faktor predisposisi

1). Faktor perkembangan terlambat

a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.

c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2). Faktor komunikasi dalam keluarga

a). Komunikasi peran ganda.

b). Tidak ada komunikasi.

c). Tidak ada kehangatan.

d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.

e) . Komunikasi tertutup.

f). Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik

orang tua.

3). Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu

tinggi.

4). Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri

rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5). Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar

dan bentuk sel korteks dan limbik.

6). Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun

demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai

sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor

enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik

memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami

Page 10: HALUSINASI

skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu

orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila

kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

Faktor presipitasi

Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses

informasi di thalamus dan frontal otak.

2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).

3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa

dan tidak berdaya.

-Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,

Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-

obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan

kesehatan.

-Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan

hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang

lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam

bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan

mendapat pekerjaan.

-Sikap

Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal

(kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri

(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi

kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,

rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan

pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

- Perilaku

Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman,

gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak

nyata.

Page 11: HALUSINASI

Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya.

Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka

pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja.

Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:

a). Isi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,

jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi

visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi

pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

b). Waktu dan frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,

berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini

sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien

perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

c). Situasi pencetus halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu

perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi

untuk memvalidasi pernyataan klien.

d). Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa

yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa

mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

a.Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan,

tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental

Pengkajian pada status mental meliputi:

1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.

2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.

3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.

4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen

Page 12: HALUSINASI

6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.

7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan

informasi.

8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat

mempengaruhi proses pikir.

9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.

10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.

11). Memori

a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.

b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.

12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung

sederhana.

13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.

14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum,

BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera

aktifitas dalam dan luar ruangan.

Mekanisme koping

1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan

tanggung jawab kepada orang lain.

3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan,

pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

Masalah Keperawatan

Masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

-Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

-Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.

Page 13: HALUSINASI

-Isolasi sosial : menarik diri.

-Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

-Intoleransi aktifitas.

-Defisit perawatan diri.

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa

membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi

sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan

oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah

dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi

menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga,

komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial

(NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi

menurut Keliat (2006) yaitu:

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi

pendengaran.

Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.

Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

Perencanaan

Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan

umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien

dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai

berikut:

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan

halusinasi pendengaran.

Page 14: HALUSINASI

Tujuan umum:

Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan

lingkungan.

Tujuan khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya

Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau

duduk dekat perawat.

Intervensi:

1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Rasional:

Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Rasional:

Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

Rasional:

Agar klien merasa diperhatikan.

TUK 2:

Klien dapat mengenal halusinasinya.

2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.

Intervensi:

2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.

Rasional:

Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.

2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan

halusinasi.

Rasional:

Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif

2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.

Page 15: HALUSINASI

Rasional:

Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.

2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan

halusinasi.

2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.

Rasional:

Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.

2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.

Rasional :

Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.

TUK 3:

Klien dapat mengontrol halusinasi.

3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.

Intervensi:

Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.

Rasional:

Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.

3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara

itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum

obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.

3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.

3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.

Rasional:

hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.

3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara

memutuskan halusinasinya.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 4:

Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.

4.1Klien mau minum obat dengan teratur.

Intervensi :

Page 16: HALUSINASI

4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum

obat secara teratur.

TUK 5:

Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.

5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.

Intervensi:

5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila

halusinasinya timbul.

Rasional :

Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.

5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien

menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat,

setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan

menarik diri.

1).Tujuan umum:

Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.

Tujuan khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,

mau duduk dekat perawat.

Intervensi:

1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Rasional:

Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

Page 17: HALUSINASI

1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Rasional:

Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati

Rasional :

Agar klien merasa diperhatikan.

TUK 2:

Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.

2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.

Intervensi:

2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

Rasional:

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.

2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.

Rasional:

Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan

intervensi selanjutnya.

2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab

menarik diri.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 3:

Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.

3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

Intervensi:

Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.

Rasional:

Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.

3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat

berhubungan dengan orang lain.

Page 18: HALUSINASI

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 4:

Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

Intervensi:

4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.

Rasional:

Mencegah timbulnya halusinasi.

4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang

lain.

4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 5 :

Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.

5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.

Intervensi :

5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.

Rasional:

Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.

5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

Rasional:

Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.

5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat

berhubungan orang lain.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 6:

Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.

6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.

Intervensi:

Page 19: HALUSINASI

6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.

Rasional:

Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.

6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik

diri dab cara keluarga menghadapi klien.

Rasional:

Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.

6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x

seminggu).

Rasional:

Agar klien merasa diperhatikan.

b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

1) Tujuan umum:

Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

2). Tujuan khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,

mau duduk dekat perawat.

Intervensi:

1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Rasional:

Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Rasional:

Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

Rasional:

Agar klien merasa diperhatikan.

Page 20: HALUSINASI

TUK 2 :

Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.

2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.

Intervensi:

2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan

apa yg menjadi cita-citanya.

Rasional:

Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.

2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.

Rasional:

Membantu klien membentuk harapan yang realitas.

TUK 3:

Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.

3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.

Intervensi:

Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.

Rasional:

Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.

3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya

3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.

Rasional:

Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.

3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan

kegagalan yang pernah dialaminya.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

TUK 4:

Klien dapat membuat rencana yang realistis.

4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

Intervensi:

4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.

Rasional:

Page 21: HALUSINASI

Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.

4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.

4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.

Rasional:

Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.

4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.

Rasional:

Meningkatkan harga diri.

TUK 5:

Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.

5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.

Intervensi:

5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri

rendah.

Rasional:

Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri

rendah.

5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.

Rasional :

Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.

5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.

5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

Rasional:

Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.

5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.

Rasional:

Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.

5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

1). Tujuan umum:

Page 22: HALUSINASI

Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.

2). Tujuan khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,

mau duduk dekat perawat.

Intervensi:

1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi

terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan

nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan

pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.

Rasional:

Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.

Rasional:

Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.

1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.

Rasional:

Agar klien merasa diperhatikan.

TUK 2 :

Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.

2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih

dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.

Intervensi:

2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan

pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.

Rasional:

Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.

2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.

Rasional:

Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.

2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan

diri.

Page 23: HALUSINASI

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar,

mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.

2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.

Rasional:

Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.

2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.

Rasional:

Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.

2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.

Rasional:

Meningkatkan harga diri klien.

2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok

gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.

TUK 3:

Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.

3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.

Intervensi:

3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.

Rasional:

Agar klien melaksanakan kebersihan diri.

3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.

Rasional:

Memberikan kesegaran.

TUK 4:

Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.

4.1 Klien selalu rapi dan bersih.

Intervensi:

4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.

Rasional:

Meningkatkan harga diri sendiri.

TUK 5:

Page 24: HALUSINASI

Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri

5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.

Intervensi:

5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan

diri.

Rasional:

Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada

klien.

5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS

dalam menjaga kebersihan.

Rasional:

Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.

Implementasi

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan

memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas

klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah

direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih

dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling

percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan.

Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien

terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis

yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan

keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons

klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai

berikut:

Page 25: HALUSINASI

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur

dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba

bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang

benar?”.

O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat

diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.

A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah

masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang

ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri

dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:

a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.

b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil

belum memuaskan.

c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah

yang ada serta diagnosa lama diberikan.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:

a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.

b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.

c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

d.Mampu berhubungan dengan orang lain.

e.Menggunakan obat dengan benar.

f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.

g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi

halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

Page 26: HALUSINASI

P E N U T U P

Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap

pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi

ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan

secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat

menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

diberikan.

2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi, pasien

sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti keadaaan

dan permasalahan dirinya. Disamping itu perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan

kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam

memberi perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa

peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan

klien.

Page 27: HALUSINASI

DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi, Anna. 1995.Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa,

EGC:Jakarta

Keliat Budi Anna, dkk.1987.Proses Keperawatan Jiwa, EGC:Jakarta

Isaacs, Ann. 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3.Penerbit Buku

Kedokteran EGC:Jakarta

www.google.com

Page 28: HALUSINASI

DAFTAR ISI

COVER

PENDAHULUAN.................................................................................................

ISI............................................................................................................................

PENUTUP.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................

Page 29: HALUSINASI

ASKEP KLIEN DENGAN GANGGUAN ORIENTASI REALITA PERSEPSI :

HALUSINASI

OLEH KELOMPOK 3 :

1. AHMAD JULIANDI 10. ADITYA KUSUMA NINGRUM

2. EVA NOVALIA 11. RATNA CAHYOWATI

3. INDAH PURNAMA SARI 12. MUHAYAROH

4. ENDEN 13. SRI WIDARI

5. ANGGRIANI MILDAWATI 14. NI KADEK DWI N.

6. RIZKA SELVIA YULITA 15. RINA S.

7. ENI PURWANTI

8. SITI AZIZAH FITRI

9. YUSMAIDA

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERWATAN (PSIK)

UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG 2010/2011

Page 30: HALUSINASI