halaman judul oligarki dan demokrasi: kajian sumber...

54
HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara di Banten Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pengkajian Islam dalam Bidang Agama dan Politik Oleh: Ahmad Munjin NIM: 13.2.00.1.37.01.0009 Promotor: Ali Munhanif, Ph.D. NIP: 196512121992031004 Konsentrasi Agama dan Politik Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017/2018

Upload: vuongkhue

Post on 07-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

HALAMAN JUDUL

OLIGARKI DAN DEMOKRASI:

Kajian Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara di Banten

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pengkajian Islam

dalam Bidang Agama dan Politik

Oleh:

Ahmad Munjin

NIM: 13.2.00.1.37.01.0009

Promotor:

Ali Munhanif, Ph.D.

NIP: 196512121992031004

Konsentrasi Agama dan Politik

Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2017/2018

Page 2: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

ii

Page 3: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

iii

KATA PENGANTAR

Alhamd lilla>h, dengan rasa penuh syukur ke hadirat Allah SWT, penulis

mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan Program Magister (S2),

Sekolah Pascasarjana (SPs), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, sebuah pascasarjana yang menerapkan metodologi interdisciplinary. Saat

dinyatakan lolos pada medio 2013 sebagai mahasiswa SPs, muncul dua perasaan

yang campur aduk. Di satu sisi, senang tapi di lain sisi, khawatir atas kewajiban

yang dibebankan sebagai konsekuensi menjadi mahasiswa pascasarjana. Namun

demikian, peneliti sadar bahwa menerima amanat ini merupakan salah satu wujud

syukur terhadap Yang Maha Kuasa. Salah satu wujud syukur tersebut adalah

dengan menjalankan amanat menuntut ilmu sebaik-baiknya. Sebab, secara spiritual,

tugas penelitian ini bukan hanya berasal dari UIN Jakarta melalui SPs, tapi juga

dari Allah SWT melalui kitab sucinya, yang berbunyi, Iqra’. Peneliti dan semua umat Islam sangat bangga memiliki kitab suci yang

ayat pertamanya diturunkan berisi perintah riset tersebut. Peneliti berharap tesis

ini, Oligarki dan Demokrasi: Kajian Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara di Banten menjadi sebagian kecil dari pelaksanaan perintah iqra. Sebagai salah satu

noktah dari umat Islam, peneliti merasa terpanggil demikian dan bercita-cita Islam

benar-benar menjadi agama yang rahmatan lil-alamin melalui pencapaian ilmu dan

sains tertinggi para penganutnya.

Selanjutnya, dalam proses penelitian, betapapun sederhananya tentu

merupakan hasil dari proses-proses yang justru tidak sederhana dan melibatkan

banyak pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., rektor UIN Jakarta dan Prof. Dr. Masykuri Abdillah,

M.A., Direktur Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan suasana dan sarana

yang kondusif untuk pembelajaran di level pascasarsajana baik secara fisik maupun

sistem. Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE, M.A. yang telah mewanti-wanti peneliti

untuk menghindari tema penelitian yang terlalu luas sehingga perlu dipersempit.

Selain untuk mempermudah juga untuk menghemat waktu, tenaga, dan biaya

penelitian.

Ali Munhanif, Ph.D, sebagai promotor penelitian ini yang telah

memberikan pencerahan bahwa pembatasan penelitian bukan hanya pada ruang,

waktu, dan lingkup penelitian, tapi juga teori penelitian. Oleh karena itu, penelitian

ini hanya fokus pada empat sumber daya kekuasaan, yakni: koersif, jabatan resmi,

hak politik formal, mobilisasi, dan material. Yang disebut terakhir merupakan

sumber daya kekuasaan oligarkis sedangkan empat lainnya merupakan basis

kekuasaan elite dalam sistem demokrasi. Doktor Ali juga, di tengah jadwalnya yang

padat dan sibuk, tak henti-henti mengkritisi isi tesis ini. Dalam banyak diskusi

bimbingan dengan peneliti, Doktor Ali lebih banyak bersikap skeptis terhadap

posisi tesis ini terutama perihal oligarki yang sumber daya kekuasaannya bukan

material yang dinegasikan oleh tesis ini.

Page 4: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

iv

Prof. Dr. Murodi, M.A. sebagai penguji Ujian Proposal penelitian ini yang

dengan tanpa kompromi menekankan pentingnya untuk menghilangkan sikap

tendensius dalam penulisan ilmiah. Jika dibiarkan sikap tersebut akan menggerus

kadar keilmiahan sebuah karya. Apalagi jika penulisan yang tendensius itu tidak

dilengkapi dengan data-data.

Kemudian, Prof. Dr. Salman Harun, M.A. yang telah menyarankan kepada

peneliti untuk mengungkapkan teori oligarki secara jernih dan utuh sehingga tuntas

dan lengkap. Atas saran tersebut, peneliti mengungkapkan teori oligarki mulai dari

definisi, proses pembentukkannya yang berbasis stratifikasi material, siapa oligark

dan bagaimana oligarki, rezim pertahanan harta, hingga efek oligarki, yakni

ketidaksetaraan materi yang ekstrem menyebabkan ketidaksetaraan politik yang

ekstrem pula. Prof. Andi Faisal Bakti, M.A. Ph.D yang telah memberikan terobosan

metodologis dalam proses penelitian ini. Terobosan dimaksud adalah menurunkan

teori ke dalam konsep-konsep yang ditemukan di lapangan penelitian. Metodologi

yang disodorkan Prof. Andi sangat berdaya guna dan aplikatif dalam proses

penelitian ini. J.M. Muslimin, M.A. Ph.D perihal teknik penulisan terutama

footnote yang beruntun. Lalu, Yusuf Rahman, Ph.D. yang menekankan tentang

aspek Islam dari penelitian ini sebagai program studi pengkajian Islam dengan

konsentrasi agama dan politik yang disintesiskan menjadi politik Islam.

Prof. Dr. Zulkifli, M.A., penguji Ujian Work in Progress (WIP) I yang

menyarankan pengemasan kembali oligarki dalam perspektif Islam. Begitu juga

Prof. Dr. Ahmad Rodoni, M.M., penguji II Ujian WIP I yang menyarankan

pentingnya konsistensi penulisan nama orang dalam teknik penulisan tesis ini. Dr.

Kusmana, M.A. penguji I Ujian Work in Progress (WIP) II yang telah menyarankan

untuk melakukan abstraksi atas temuan penelitian ini. Temuan tersebut harus

dibandingkan dengan temuan-temuan dalam tema-tema yang serupa dari para

peneliti dan akademisi lain. Begitu juga dengan Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si

penguji II Ujian Work in Progress (WIP) II yang telah memberikan saran tentang

pentingnya melakukan abduction dalam ilmu sosial di mana peneliti disarankan

untuk keluar dari kungkungan teori oligarki Jeffrey A. Winters. Doktor Arief

menyarankan untuk melakukan teorizing dari temuan-temuan di lapangan—from

nothing to teorizing.

Prof. Dr. Masykuri Abdillah, Ketua Sidang yang merangkap Penguji Ujian

Pendahuluan atas sarannya untuk menambahkan teori demokrasi yang tampak

kurang terlihat di bab II. Sebab, peneliti terlalu fokus pada teori oligarki. Begitu

juga dengan pembatasan masalah yang sejatinya meliputi: konsep, tempat dan

waktu. Peneliti juga diminta untuk memberikan uraian yang jelas mengenai term

"pemberdayaan" dan "money politics" sehingga terlihat perbedaan dari keduanya.

Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, M.A., sebagai Penguji I atas sarannya untuk berani

"menabrak" teks sehingga tidak terkooptasi olehnya. Peneliti juga

diingatkan untuk menambah wawancara dengan informan. Begitu juga

dengan pengecekan kembali penggunaan bahasa Inggris dalam tesis ini.

Peneliti juga diminta untuk memperkuat kembali literature review. Peneliti

diingatkan tentang banyaknya kata yang berulang-ulang.

Page 5: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

v

Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. yang mempertanyakan riset ini apakah

mencakup isu-isu aktual, misalnya tentang posisi penguasaan akses dengan

masuknya Andika Hazrumy sebagai Wakil Gubernur Banten saat ini.

Peneliti disarankan untuk melihat komparasi oligarki di zaman Tubagus

Chasan Sochib dengan oligarki yang diteruskan oleh keturunannya, seperti

Ratu Atut Chosiyah. Peneliti juga diminta untuk memiliki data tentang

bisnis keluarga Tubagus Chasan Sochib dan korelasinya dengan kekuasaan

di Banten. Intinya, Dr. Gun Gun menyarantkan untuk update data, bangun

logika dengan lebih koheren, dan perkuat analisis terutama tentang asumsi

yang berkembang di masyarakat bahwa oligarki di Banten tidak dapat

dipatahkan. Untuk itu, alangkah baiknya jika uraian mengenai kekuatan

ekonomi keluarga Tubagus Chasan Sochib dibuat bagan. Kepada Asep Muhammad Saepul Islam, sahabat setia peneliti yang telah

memberikan inspirasi tentang pencapaian pengetahuan terdalam secara efektif,

produktif dan tanpa lelah. Aceng Abdul Qodir yang telah memberikan rujukan

kitab-kitab hadis dalam bentuk PDF. Kepada Abdul Aziz Nurizun yang telah

membantu kelancaran penelitian di Banten. Alimani yang telah membawa peneliti

lebih dekat dengan aspek budaya, politik, dan ekonomi Banten. Peneliti telah

ditemani mengunjungi kawasan industri baja PT Krakatau Steel Tbk, industri kimia

PT Chandra Asri Tbk, dan energi listrik Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

yang menyuplai setrum untuk Jawa-Bali, Pelabuhan Merak yang super sibuk di

Cilegon yang menjadi salah satu basis sumber daya kekuasaan material Provinsi

Banten. Peneliti juga dibawa ke Masjid Agung Serang dan berziarah ke Makam

Sultan Maulana Hasanuddin dengan jutaan nilai historis di dalamnya. Keesokan

harinya, peneliti ditemani untuk wawancara dengan pihak Badan Pusat Satitik

(BPS) Provinsi Banten di Kota Serang. Di atas semua itu, terima kasih atas

sambutan, keramahtamahan dan telah menjadi guide yang baik. Ali juga telah

menjadi penutur ulang sejarah jawara dan kiai yang baik. Peneliti juga berutang budi kepada Prof. Jeffrey A. Winters, Prof. M.A.

Tihami, Syarif Hidayat, Leo Agustino, Abdul Hamid dan Okomato Masaaki.

Dengan segala kerendahan hati, peneliti berani mengatakan, tanpa karya-karya

mereka yang luar biasa, karya ini mungkin tidak akan pernah ada. Secara khusus,

Profesor Jeffrey A. Winters, ilmuwan politik Northwestern University, Amerika

Serikat yang dengan baik hati memberikan masukkan kepada peneliti untuk coba

menulis pembukaan tesis dengan serangkaian kalimat deklaratif yang jernih, tegas,

dan berani. Kata dia, sering mahasiswa mondar mandir dengan halaman pembuka

yang seperti air di panci yang hangat terlebih dahulu dan baru kemudian mendidih.

Prof. Winters menyarankan kepada peneliti untuk membuat pembaca kaget dengan

kalimat pertama.

Secara kelembagaan, peneliti juga berterima kasih kepada BPS Provinsi

Banten, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten, Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK), dan Indonesian Corruption Watch (ICW). Lembaga-lembaga

tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam penyediaan data-data sekunder

Page 6: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

vi

yang kredibel dan eligible dalam penelitian ini. Begitu juga dengan Perpustakaan

nasional atas akses jurnal internasional secara daring dan gratis.

Kepada kedua orang tua peneliti, H. Ojidin, S.Pd.I. dan Popon Fatimah

yang telah mendorong anak-anaknya untuk cinta pengetahuan. Kepada istriku

tercinta, Eva Syaripatunnisa, S.E.Sy. atas pengertian dan bantuannya dalam proses-

proses penelitian ini. Begitu juga adik-adik tercinta, Lala Nurlatipah, S.Psi., Eni

Nuraeni, S.Sos., dan Mahbub Hamdani yang selalu menjadi semangat dan inspirasi

bagi peneliti.

K.H. Irfan Hielmy (almarhum), pengasuh Pondok Pesantren Darussalam

Ciamis, Jawa Barat yang terus menginspirasi untuk cinta ilmu di mana saja dan

kapan saja sehingga mendorong semangat peneliti untuk melanjutkan studi ke

jenjang yang lebih tinggi. Salah satu moto Kiai Irfan adalah ‘bukalah satu pintu,

niscaya terbuka pintu-pintu lainnya.’ Tesis ini pun diharapkan menjadi pembuka

pintu-pintu lain tersebut. Oleh karena itu, karya ini diharapkan menjadi sebab

dipertemukannya peneliti dengan ilmuwan-ilmuwan lain dari berabagai bidang

keilmuan baik secara fisik ataupun gagasan setelah melalui proses membaca dunia

dan dibaca dunia.

Dr. Herdi Sahrasad dan Kakak Emi yang telah menjadi ‘orang tua’ peneliti

di Jakarta. Terima kasih banyak atas akomodasi, diskusi, dan dorongannya kepada

peneliti untuk terus menulis. Tema penelitian ini pun pada dasarnya lahir dari

diskusi panjang di rumah Dr. Herdi. Di lapangan, Adam Sofian, Kepala Seksi

Neraca Konsumsi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten dan Fitron Nur

Ikhsan, juru bicara keluarga besar Ratu Atut Chosiyah. Terima kasih banyak telah

menjadi informan yang ramah dan baik.

Terima kasih kepada Muchlis Hasyim Jahya dan Fahmi Alamsyah yang

telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mencari nafkah di PT

Indonesia News Center (INC) dengan bendera Inilahcom. Terima kasih kepada PT

INC yang telah memberikan keleluasan waktu sehingga peneliti bisa bekerja kapan

saja dan di mana saja menyesuaikan dengan proses pengerjaan penelitian ini.

Meskipun demikian, pekerjaan tersebut tetap saja menguras banyak waktu sehingga

memaksa peneliti melakukan penelitian dalam waktu yang sangat kikir. Akan

tetapi, bekerja di mana saja dan kapan saja telah menjadi win-win solution dan

menjadi jembatan bagi pekerja sekaligus menjadi peneliti.

Dindien Ridhotulloh, Pemimpin Redaksi, Wahid Ma’ruf, dan Iwan

Purwantono, Redaktur Pelaksana yang telah menanggung beban pekerjaan peneliti

saat absen dari tugas sehari-hari karena kuliah. Mereka semua pasti sangat

direpotkan di saat-saat peneliti mengikuti jam-jam perkulian dan melakukan

penelitian lapangan. Terima kasih dan mohon maaf atas semua itu. Moh. Nabil,

Luthfi Syarkawi, Irham Yuanamu, Nengsih, Moh. Shofan dan Dr. Abdul Karim

yang telah dengan setia mendengarkan ‘ocehan’ dan ‘curhatan’ peneliti perihal

oligarki yang menjadi tema penelitian ini dan memberikan feedback yang cerdas

dan mencerahkan.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan terima kasih, tentu masih banyak nama

dan lembaga yang belum disebutkan di sini. Akan tetapi, itu bukan berarti peran

mereka sedikit dan tidak penting dalam proses penelitian ini. Semoga peran

Page 7: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

vii

masing-masing menjadi amal ibadah yang tidak ternilai demi kemajuan ilmu

pengetahuan dan kemanusiaan dan mendapat pahala tak terhingga di sisi Allah

SWT.

Di atas semua itu, meski peran mereka semua sangat besar dan penting

dalam proses-proses penelitian ini, semua kekeliruan dalam penulisan karya ilmiah

ini sepenuhnya tetap merupakan tanggungjawab peneliti pribadi. Selebihnya,

peneliti mengharapkan kritik dan saran konstruktif dari para pembaca yang

budiman untuk perbaikan penulisan penelitian ini dan penelitian-penelitian

selanjutnya di masa yang akan datang.

Jakarta, Agustus 2018

Ahmad Munjin

Page 8: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

viii

Page 9: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu
Page 10: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

x

Page 11: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu
Page 12: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xii

Page 13: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu
Page 14: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xiv

Page 15: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu
Page 16: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xvi

Page 17: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xvii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi profil sumber daya kekuasaan kiai

dan jawara di Banten. Metodologi penelitian ini adalah kualitatif yang

mengombinasikan studi literatur yang luas dan penelitian lapangan. Sumber data

primer dalam penelitian ini adalah wawancara dengan beberapa kiai di Banten, juru

bicara keluarga besar Ratu Atut Chosiyah dan Kepala Seksi Neraca Konsumsi Badan

Pusat Statistik Provinsi Banten. Sedangkan sumber sekunder adalah data-data ekonomi

Provinsi Banten tahun 2000-2017, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

(LHKPN) yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan literatur

lainnya, seperti buku, jurnal, tesis, disertasi, majalah, koran, makalah seminar dan

media berbasis daring. Data-data yang dihasilkan dibaca dengan teori oligarki Jeffrey

A. Winters, Oligarchy. New York: Cambridge University Press, 2011.

Penelitian ini membuktikan, kekayaan yang menjadi basis sumber daya

kekuasaan oligarkis sangat dominan dalam sistem demokrasi di Banten. Temuan tesis

ini memperkuat penelitian-penelitan sebelumnya yang juga menunjukkan dominasi

kekuasaan oligarkis dalam sistem demokrasi di Indonesia. Jeffrey A. Winters (2011)

menyimpulkan, kekayaan secara inheren tidak bisa dilepaskan dari sumber daya

kekuasaan yang potensial. Richard Robison dan Vedi R Hadiz (2004) mengatakan,

politik Indonesia kontemporer merupakan kelanjutan dari politik oligarkis yang

dibangun dan dibesarkan Orde Baru.

Dalam konteks Banten, Okamoto Masaaki dan Abdul Hamid (2008)

menyatakan, jawara mungkin selalu eksis sebagai kekuatan sosial tapi tidak sebagai

aktor politik tanpa dukungan kuat secara politik dan ekonomi dari pemerintah pusat.

Leo Agustino (2010) menyatakan, rezim Soeharto menunjuk jawara yang dianggap

kuat (local strongman) sebagai kaki tangan yang saling menguntungkan di Banten

untuk menjaga ketenteraman politik dan mengeksploitasi ekonomi.

Tesis ini berbeda dengan kesimpulan akademisi lain yang tidak melihat dominasi

kekuasaan oligarkis. M.A. Tihami (1992) menyatakan, kelestarian kepemimpinan di

Banten merupakan hasil dari perilaku kiai dan jawara dalam sistem sosial yang

mempunyai hubungan sibernetik dengan agama dan magi dalam sistem budaya.

Michael Buehler (2014) mengatakan, politik lokal di Indonesia tidak dihasilkan oleh

oligarki melainkan oleh elite-elite negara yang telah menyesuaikan diri dengan watak

perubahan politik pasca-Orde Baru. R. William Liddle (2013) menyebutkan basis

kewenangan kekuasaan personal di Indonesia sudah bertransformasi secara fundamental

menjadi kekuasan legal-konstitusional yang otonom.

Thomas B. Pepinsky (2014) menilai teori oligarki terlalu kaku karena hanya

fokus pada sumber daya kekuasaan material dibandingkan non-material. Marcus

Mietzner (2014) menyatakan, politik Indonesia dicirikan dengan level fragmentasi yang

tinggi di mana terdapat baik elemen-elemen oligarki maupun non-oligarki. Edward

Aspinall (2014) menyatakan, Indonesia tetap merupakan tempat kontestasi politik yang

setara. Teri L. Caraway dan Michele Ford (2014) menilai para teoretikus oligarki gagal

mengakui kemunculan gerakan kelas pekerja yang dinamis sebagai pengembangan

empiris dalam politik Indonesia kontemporer.

Kata kunci: hak politik formal, kekuasaan koersif, mobilisasi, jabatan resmi, kekuasaan material, elite, oligarki, dan demokrasi

Page 18: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xviii

Page 19: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xix

ABSTRACT

This research aims at elaborating the resource profile of kyai’s and strongmen

(jawara) power in Banten. The research methodology employed in this study was

qualitatively combined with literature study and field research. The primary source of

data in this study was interviewed with the extended family of Ratu Atut Chosiyah and

the Head of Consumption Balance of Central Bureau of Statistics of Banten Province.

In addition, the secondary source of data was taken from economic data of Banten

Province released by Corruption Eradication Commission (KPK) and other literature,

as books, journals, theses, dissertations, magazines, newspapers, seminar papers, and

online media. The data gained were analyzed by using the theory of oligarchy by

Jeffrey A. Winters, Oligarchy, New York: Cambridge University Press, 2011.

The result proved that wealth was the basis of source of oligarchy power was

very dominant in the democratic system in Banten. The findings of this study

strengthened previous studies showing the dominance of oligarchic power in the

democratic system in Indonesia. Jeffrey A. Winters (2011) concluded that wealth

inherently cannot be released from potential power sources. Richard Robison and Vedi

R. Hadiz (2004) stated that contemporary Indonesian politics was the continuation of

the oligarchic politics built and grown by New Order.

In the context of Banten, Okamoto Masaaki and Abdul Hamid (2008)

mentioned that strongmen might always exist as a social power but not as political

power without strong support politically and economically from the central

government. Leo Agustino (2010) added that the Suharto’s reign pointed local

strongmen as his accomplice who was mutually benfecial from Banten to maintain

political peace and exploit economy.

This thesis is different from other conclusions mentioned by other

academicians who did not discuss the dominant of oligarchy power. M.A. Tihami

(1992) contended that sustainability of leadership was the result of kyai and strongmen

behaviors in a social system which had a cybernetic relationship with religion and

magic in a cultural system. Michael Buehler (2014) said that local politics in Indonesia

was not generated from oligarchy but from country’s elites who have adjusted with the

character of politcal change post-New Order. R. William Liddle (2013) mentioned that

the basis of the authority of personal power in Indonesia has transformed

fundamentally into an autonomous legal-constitutional power.

Thomas B. Pepinsky (2014) judged that the oligarchy theory is to rigid since it

focused only on material power resouces than non-material. Marcus Mietzner (2014)

stated that Indonesia politic is characterized by high fragmented level consisting of

both oligarchy and non-oligarchy elements. Edward Aspinall (2014) added that

Indonesia is a place of equal political contestation. Teri L. Caraway and Michele Ford

(2014) stressed that oligarchy theorists failed to admit the growth of dynamic working

class movement as an empirical development in contemporary Indonesian politics.

Keywords: formal political rights, coercive power, mobilization, official position, material power , elite, oligarchy, and democracy

Page 20: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xx

Page 21: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxi

ملخصالدراسة إىل عرض تفاصيل موارد القوة للعلماء واألبطال )جاوارا( يف منطقة بنتان. وتتبٌتى ىذه ىذه هتدف

الدراسات املكتبية الواسعة وبني الدراسات امليدانية. مصادر البيانات الدراسة منهجا نوعيا جيمع الباحث من خاللو بنياألساسية هلذه الدراسة ىي املقابلة مع املتحدث الرمسي لعائلة امللكة )راتو( أتوت خاشية ورئيس قسم امليزانية االستهالكية

عطيات االقتصادية حملافظة بنتان، وتقرير رروات هليئة املركز اإلحصائي حملافظة بنتان، وأما مصادر بياناهتا الثانوية فهي: املاملسؤولني احلكوميني الذي أصدره ىيئة مكافحة الفساد، واملصادر املكتبية كاجملالت ورساالت املاجستري واألطروحات

شية جليفري أ. والكتب واجلرائد وأوراق املؤدترات ومواقع اإلنًتنت. مت تفسري البيانات احملصولة على أساس النظرية األوليغار .3122( األوليغارشية، نيو يورك: جامعة كامربيج للنشر، Jeffrey A. Wintersوينًتس )

أربتت ىذه الدراسة أن الثروات اليت انبنت عليها السلطة األوليغارشية ىي مهيمنة بدرجة كبرية يف املنظومة السابقة اليت تشري إىل ىيمنة السلطة األوليغارشية يف املنظومة الدميوقراطية حملافظة بنتان. ىذه الدراسات تؤكد نتائج الدراسات

مستنتجا أن الثروة التتسٌت بطبيعتها أن تنفصل من موارد السلطة. وقال (2011الدميوقراطية لدولة إندونيسيا. قال جيفري )رة عن امتداد السياسة ( مبيىنني أن السياسة اإلندونيسية املعاصرة ىي عبا2004ريتشارد روبنسون وفيدي ر. ىادز )

(.Orde Baruاألوليغارشية اليت انبنت وتطورت يف عهد النظام اجلديد )معلىقني فيما يرتبط مبحافظة بنتان إن األبطال )جاوارا( بإمكاهنم (2008قال أوكاموتو مساكي وعبد احلميد )

ا ذلك كاملمثلني الساسيني بدون دعم قوي من أن ينالوا مكانة ما يف املنظومة االجتماعية يف كل األحيان لكنهم لن ينالو ( أن نظام سوىارتو كان يعنيى بعض األبطال 2010جانب سياسي واقتصادي من قبل احلكومة املركزية. أشار ليو أغسطينو )

( ممن حيتمل أن يكون مفيدا لصاحلو كاملتواطئني لو من أجل القيام باحملافظة على االستقرارlocal strongmanالقوية ) السياسي ومن أجل االستغالل االقتصادي.

ختتلف نتيجة ىذه الدراسة عن الدراسات األخرى الىت ال ترى وجود اهليمنة يف السلطة األوليغارشية. يرى م. أ. ( أن امتداد القيادة يف بنتان عبارة عن نتيجة سلوك العلماء واألبطال يف املنظومة االجتماعية اليت هلا عالقة1992هتامي )

أن السياسة احمللية يف إندونيسيا ال (2014سربانية مع الدين والتقاليد احمللية يف املنظومة الثقافية. أشار ميخائيل بوحيلري )تولد من السلطة األوليغارشية ولكن بناىا خنبة الدولة اليت تكيىفت مع تغري عقلية السياية بعد اهنيار النظام اجلديد. وأضاف

( أن قاعدة السلطة الفردية يف إندونيسيا قد حتولت بشكل جذري إىل السلطة الرمسية القانونية 2013ر. ويليام ليدل ) واملستقلة.

أن النظرية األوليغارشية ىي جامدة للغاية ألهنا تركز أكثر على موارد (2014يرى توماس ب. بيبينسكي )أن السياسة يف إندونيسيا تتسم بدرجة (2014وس ميتزنري )السلطة املادية منها على موارد السلطة الغري املادية. وقال مرك

مبيىنا أن (2014عالية من التفتيت حيث تعيش فيها الطبقات األوليغارشية والغري األوليغارشية. وقال إيدوارد أسبينال )ظريني األوليغارشيني إندونيسيا ستبقى ميدانا للمنافسة السياسية املتساوية. ويرى تريي ل. كراواي وميخائيل فورد أن الن

فاشلون لالعًتاف بنشأة حركة طبقة العمال احليوية كالتطور التجرييب يف السياسة اإلندونيسية املعاصرة.

احلقوق السياسية الرمسية، القوة القسرية، التحريك، املنصب الرمسي، والسلطة املادية. الكلمات األساسية:

Page 22: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxii

Page 23: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Pedoman transliterasi Arab-Latin dalam Tesis ini mengacu pada pedoman ALA-LC

Romanization Tables, sebagaimana berikut:

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Short : a = ´ ; i = ِ ; u = ِ

Long : a< = ا ; i> = ي ; ū = و Diphthong : ay = ا ي ; aw = ا و

Page 24: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxiv

Page 25: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .....................................................................................................iii

PERNYATAAN PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI ............................................. ix

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ............................................................... xi

SURAT PERSETUJUAN PROMOTOR .......................................................................xiii

PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN ..................................................... xv

ABSTRAK .................................................................................................................... xvii

ABSTRACT ................................................................................................................... xix

xxi ........................................................................................................................ ملخص

PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................................xxiii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. xxv

TABEL, GRAFIK, BAGAN, DAN GAMBAR .......................................................... xxvii

SINGKATAN DAN AKRONIM ................................................................................. xxix

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1

B. Permasalahan ......................................................................................................... 13 1. Identifikasi Masalah .............................................................................................. 13

2. Perumusan Masalah ............................................................................................... 13

3. Pembatasan Masalah ............................................................................................. 13

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................................ 14

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 16 1. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 16

2. Manfaat Penelitian................................................................................................. 16

E. Metodologi Penelitian ............................................................................................ 17 1. Jenis Penelitian ...................................................................................................... 17

2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................................... 17

3. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 18

4. Pendekatan ............................................................................................................. 19

5. Teknik Penulisan ................................................................................................... 19

F. Sistematika Penulisan ............................................................................................. 19 BAB II OLIGARKI, DEMOKRASI DAN ISLAM ........................................................ 23

A. Teori Oligarki dan Demokrasi ................................................................................ 23 1. Oligarki antara Definisi Material dan Nonmaterial .............................................. 23

2. Pembentukan Oligarki: Penaklukan atau Akumulasi Kekayaan ........................... 27

3. Distingsi antara Elite dan Oligarki ........................................................................ 32

4. Dari Oligarki Panglima hingga Oligarki Sipil ....................................................... 38

5. Oligarki dan Demokrasi: Kekuasaan Material versus Partisipasi ......................... 42

B. Kritik terhadap Teori Oligarki: Individu sebagai Fokus .......................................... 47

C. Kompatibilitas versus Inkompatibilitas Oligarki dengan Demokrasi ....................... 51 1. Kompatibilitas Oligarki dengan Demokrasi .......................................................... 52

2. Inkompatibilitas Oligarki dengan Demokrasi ....................................................... 55

Page 26: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxvi

D. Oligarki dalam Perspektif Islam ............................................................................. 57 1. Oligarki dalam Perspektif Alquran ........................................................................ 58

2. Oligarki dalam Perspektif Hadis ........................................................................... 63

3. Oligarki dalam Pandangan para Ulama ................................................................. 65

BAB III DINAMIKA SUMBER DAYA KEKUASAAN .............................................. 71

KIAI DAN JAWARA DI BANTEN ............................................................................... 71

A. Peran Kiai dan Jawara pada Era Kolonial ............................................................... 71 1. Kiai dan Jawara sebagai Elite bagi Masyarakat Banten ....................................... 71

2. Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara sebagai Elite ...................................... 75

3. Kekuasaan Material: Benih-benih Kekuasaan Oligarkis Jawara ........................... 80

B. Era Soekarno (Orde Lama): Dari Mobilisasi ke Jabatan Resmi ............................... 84

C. Rezim Orde Baru dan Pasang Surut Kekuasaan Kiai-Jawara .................................. 89 1. Dominasi Kekuasaan Oligarkis Rezim terhadap Mobilisasi Kiai ......................... 89

2. Mobilisasi Kiai versus Kekuasaan Koersif Orde Baru .......................................... 94

3. Chasan Sochib: Oligark Sultanistik Produk Orde Baru ...................................... 100

D. Era Reformasi: Kiai Tenggelam dan Jawara Dominan .......................................... 112 1. Kekuasaan Mobilisasi Kiai yang Terfragmentasi ............................................... 113

2. Kekuasaan Mobilisasi Kiai sebagai Makelar Politik ........................................... 116

3. Penguatan Jawara dengan Kekuasaan Oligarkis ................................................. 121

BAB IV JAWARA DAN KEKUASAAN MATERIAL DI BANTEN ........................ 137

A. Pembentukan Provinsi Banten: Antara Motif Material dan Nonmaterial .............. 137

B. Ketimpangan Ekonomi sebagai Prasyarat Oligarki ............................................... 146 1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten 2000-2016 .................................. 147

2. Stratifikasi Material di Provinsi Banten ............................................................. 150

3. Sumber Daya Material Kiai dan Jawara dalam Struktur Ekonomi di Banten .... 161

C. Keluarga Jawara Chasan Sochib sebagai Oligark di Banten .................................. 165 1. Para Ahli Waris Tubagus Chasan Sochib ............................................................ 165

2. Kadar Oligarki para Anggota Keluarga Besar Chasan Sochib ............................ 168

D. Transformasi Kekayaan Menjadi Tampuk Kekuasaan Oligarkis ........................... 181 1. Peran Tb. Chasan Sochib sebagai Oligark di Balik Layar .................................. 181

2. Pilkada Langsung 2006 dan Dominasi Kelompok Rau ....................................... 193

3. Ratu Atut Chosiyah dan Pemilih Pragmatis ....................................................... 197

4. Relawan Banten Bersatu (RBB): Kekuasaan Material, Mobilisasi, dan Koersif 200

5. Ratu Atut Chosiyah dan Gaya Kepemimpinan Akomodatif ............................... 203

E. Politico-Business Oligarchy dan Politik Pertahanan Harta .................................... 209 1. Dari Kekayaan ke Jaringan Bisnis dan Politik .................................................... 210

2. Regenerasi Politik dan Strategi Berkuasa Tiga Periode ..................................... 212

3. Empat Pilar Kendali dan Dominasi Keluarga Ratu Atut Chosiyah .................... 215

4. Faktor Penentu Kemenangan Airin Rachmi Diany dan Andika Hazrumy.......... 228

BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 243

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 243

B. Refleksi, Implikasi, dan Rekomendasi .................................................................. 244 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 247

GLOSARIUM ............................................................................................................... 263

INDEKS ....................................................................................................................... 269

BIOGRAFI PENULIS .................................................................................................. 277

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................ 279

Page 27: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxvii

TABEL, GRAFIK, BAGAN, DAN GAMBAR

Tabel 2.1. Perbedaan Teori Elite dengan Teori Oligarki .......................................... 36 Tabel 2.2. Perbedaan-Persamaan Oligarki dan Demokrasi Aristoteles .................... 42 Tabel 2.3. Konsep Islam tentang Oligarki ................................................................ 69 Tabel 3.1. Sumber Daya Kekuasaan Kiai-Jawara Era Kolonial di Banten .............. 82 Tabel 3.2. Sumber Daya Kekuasaan Kiai-Jawara Era Orde Lama di Banten .......... 87 Tabel 3.3. Sumber Daya Kekuasaan Kiai-Jawara Era Orde Baru di Banten ............ 97 Tabel 3.4. Sumber Daya Kekuasaan Tb. Chasan Sochib pada Era Orde Baru ....... 111 Tabel 3.5. Biaya Proyek Berdasarkan Kategori Sumber Pendanaan ...................... 125 Tabel 3.6. Sumber Daya Kekuasaan Kiai-Jawara Era Reformasi di Banten .......... 132 Tabel 3.7. Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara ............................................ 135 Tabel 4.1. Motif Material dan Nonmaterial Pembentukan Provinsi Banten .......... 145 Tabel 4.2. Material Power Index (MPI) Ratu Atut Chosiyah ................................ 170 Tabel 4.3. Material Power Index (MPI) Anggota Keluarga Tb. Chasan Sochib .... 177

Grafik 4.1. Tren Pertumbuhan Ekonomi Banten 2000-2016 .................................. 148 Grafik 4.2. PDRB Provinsi Banten (Triliun Rupiah) 2012-2016 ........................... 149 Grafik 4.3. Rasio Ketimpangan Pendapatan di Provinsi Banten ............................ 151 Grafik 4.4. PDRB atas Dasar Harga Berlaku Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten (Triliun Rupiah) Tahun 2012-2016 .......................................... 152 Grafik 4.5. PDRB tanpa Komponen Industri atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten (Triliun Rupiah) 2012-2016 ....... 154 Grafik 4.6. Pengeluaran per Kapita yang Disesuaikan Menurut Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten (Juta Rupiah/Tahun), 2013-2016 ............................... 155 Grafik 4.7. PDRB per Kapita (Juta Rupiah) di Provinsi Banten Tahun 2016 ........ 156 Grafik 4.8. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

(ribu orang), 2013-2016 ........................................................................ 157 Grafik 4.9. Perkembangan IDI Provinsi Banten, 2009-2016 .................................. 160

Bagan 2.1. Teori Oligarki ......................................................................................... 32 Bagan 4.1 Silsilah Ahli Waris Tubagus Chasan Sochib ......................................... 166 Bagan 4.2 Jaringan Perusahaan Keluarga Besar Tb. Chasan Sochib...................... 214 Bagan 4.3. Peran Tb. Chaeri Wardana sebagai Oligark di Balik Layar ................. 222 Bagan 4.4. Alur Politico-Business Oligarchy dan Politik Pertahanan Harta Keluarga

Tb. Chasan Sochib ................................................................................ 227

Gambar 4.1 Peta Wilayah Provinsi Banten ............................................................ 139

Page 28: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxviii

Page 29: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxix

SINGKATAN DAN AKRONIM

ABK Amanat Bintang Keadilan

ADB Asian Development Bank

Alipp Aliansi Independen Peduli Publik

AMPB Aliansi Martabat Perempuan Banten

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Bakor PPB Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten

Banten FSPP Banten Communication Forum for Pesantren

BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal

BPK Badan Pemeriksa Keuangan

BPPKB Badan Pembina Potensi Keluarga Besar Banten

BPS Badan Pusat Satitik

BUMN Badan Usaha Milik Negara

BURT Badan Urusan Rumah Tangga

CAPAS Center for Asia-Pacific Area Studies

CSEAS Center for Southeast Asian Studies

Dapil Daerah Pemilihan

DASK Dokumen Anggaran Satuan Kerja

DI/TII Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

DPD Dewan Pimpinan Daerah

DPP Dewan Pengurus Pusat

DPR Dewan Perwakilan Rakyat

DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

FISIP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FKKTM Forum Komunikasi Kiai dan Tokoh Masyarakat

FSPPS Forum Komunikasi Pesantren Salafi

Gapensi Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia

Golkar Golongan Karya

HAM Hak-hak Asasi Manusia

HMI Himpunan Mahasiswa Islam

IAIN Institut Agama Islam Negeri

Ical Aburizal Bakrie

ICW Indonesia Corruption Watch

IDI Indeks Demokrasi Indonesia

INC Indonesia News Center

Kadin Kamar Dagang dan Industri

KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia

KH Kiai Haji

KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

KNI Komite Nasional Indonesia

KNPI Komite Nasional Pemuda Indonesia

KPK Komisi Pemberantasan Korupsi

KPPB Komite Pembentukan Provinsi Banten

Page 30: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxx

KPU Komisi Pemilihan Umum

KTP Kartu Tanda Penduduk

Lakpesdam NU Lembaga dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Nahdlatul Ulama

LBB Lembaga Banten Bersatu

LHKPN Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

LNPRT Lembaga Non-Profit

LSI Lembaga Survei Indonesia

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

M3B Majelis Musyawarah Masyarakat Banten

MK Mahkamah Konstitusi

MPI Material Power Index

MUI Majelis Ulama Indonesia

NU Nahdlatul Ulama

PAN Partai Amanat Nasional

PAP Panitia Akuntabilitas Publik

Parkindo Partai Kristen Indonesia

Parmusi Partai Muslimin Indonesia

Partai IPKI Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

Partai Islam Perti Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah

Partai Murba Partai Musyawarah Rakyat Banyak

PBB Partai Bulan Bintang

PCC Presidium for a Clean Community

PDB Produk Domestik Bruto

PDI Partai Demokrasi Indonesia

PDI-P Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan

PDRB Produk Domestik Regional Bruto

Perda Peraturan Daerah

Peta Pembela Tanah Air

PHK Pemutusan Hubungan Kerja

PK Partai Keadilan

PKS Partai Keadilan Sejahtera

PKB Partai Kebangkitan Bangsa

PKI Partai Komunis Indonesia

PKK Panitia Pengisian Keanggotaan

PKRI Partai Katolik Republik Indonesia

Plt. Pelaksana Tugas

PLTU Pembangkit Listrik Tenaga Uap

PMDN Penanaman Modal Dalam Negeri

PMII Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

PMTB Pembentukan Modal Tetap Bruto

PNI Partai Nasional Indonesia

PNU Partai Nahdlatul Ulama

Pokja PPB Kelompok Kerja Pembentukan Provinsi Banten

PPP Partai Persatuan Pembangunan

Page 31: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxxi

PPPSBBI Persatuan Pendekar Persilatan Seni Budaya Banten

Indonesia

PSII Partai Syarikat Islam Indonesia

RBB Relawan Banten Bersatu

SBY Susilo Bambang Yudhoyono

Sekda Sekretaris Daerah

SPD Sozialdemokratische Partei Deutschlands

Tb. Tubagus

TKR Tentara Keamanan Rakyat

TNI Tentara Nasional Indonesia

UMKM Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Untirta Universitas Tirtayasa

Page 32: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

xxxii

Page 33: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kasus Banten memperlihatkan dengan jelas bahwa demokrasi di Indonesia

sudah dibajak oleh para oligark. Seperti di negara-negara lain, kenyataan demokrasi

di Indonesia kontemporer masih ‚jauh panggang dari api‛ untuk ideal. Padahal,

sudah banyak orang yang berjuang mati-matian untuk mencapainya. Setiap orang

dewasa memang mendapatkan satu suara yang menjadi hak politik formalnya1

melalui prinsip one person one vote. Banyak juga calon dan partai berkompetisi

untuk memenangkan pemilihan dalam interval pemilu. Akan tetapi, para oligarklah

yang menjadi pemenangnya. Dengan kekuatan kekayaan mereka, para oligark justru

memainkan peranan utama. Hasilnya adalah kesetaraan radikal dari kekuatan

politik formal di satu sisi, beriringan dengan pengaruh politik yang timpang secara

ekstrem melalui kekayaan di sisi yang lain. Jadi, demokrasi dan oligarki merupakan

hubungan yang kontradiktif tapi menyatu.

Tesis ini menguji hubungan yang mengejutkan tersebut pada level provinsi

melalui contoh kasus Banten. Karena Banten hanya merupakan contoh kasus, yang

ingin dipotret sebenarnya tidak terbatas pada satu wilayah ini saja. Cara yang sama

juga digunakan untuk melihat seluruh daerah di Tanah Air dan dalam konteks

politik nasional. Teori dan fakta-fakta yang dihadirkan dalam tesis ini bukan hanya

membantu dalam memahami bagaimana sistem demokrasi dan oligarki menyatu di

Indonesia tapi juga membuka diskusi tentang reformasi semacam apa yang

memungkinkan (atau tidak memungkinkan) menjadi efektif dalam menggeser

keseimbangan demi kepentingan warga biasa bukan orang kaya. Sebab, semua

negara demokrasi modern merupakan demokrasi yang terstratifikasi. Artinya,

negara-negara tersebut mengombinasikan secara sekaligus kesetaraan partisipasi

yang luar biasa dengan ketidaksetaraan material yang luar biasa pula.2

Oligarki semacam itu menjadi kecenderungan pemerintahan di beberapa

daerah pascareformasi 1998. Kondisi itu juga terjadi seiring bergulirnya otonomi

daerah di Indonesia sejak 1999. Padahal, Indonesia sejatinya menjadi negara

demokratis yang sangat menjanjikan setelah terbebas dari sistem kekuasaan yang

otoriter. Sebab, kejatuhan rezim Soeharto pada 21 Mei 1998 merupakan optimisme

bagi masyarakat di Tanah Air setelah pesimisme bersemayam selama satu

dasawarsa terakhir kekuasaan rezim tersebut. Kejatuhan penguasa Orde Baru itu

dinilai sebagai peluang bagi terjadinya dinamisasi kehidupan politik Indonesia yang

muncul secara sangat dramatis.3

1Jeffrey A. Winters, Oligarchy (New York: Cambridge University Press, 2011), 13.

2All modern democracies are "stratified democracies"—meaning that they combine tremendous equality with tremendous inequality. Jeffrey A. Winters, pesan e-mail kepada

peneliti, 21 Juli 2018. 3Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan: Agenda-agenda Besar Demokratisasi

Pasca-Orde Baru (Bandung: Penerbit Mizan, 2000), endorsement di cover belakang.

Page 34: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

2

Optimisme tersebut cukup beralasan jika semata melihat transisi dari rezim

otoriter ke sistem demokratis. Akan tetapi, jika melihat transisi oligarki yang

terjadi dalam peralihan kepemimpinan tersebut, dinamika politik Indonesia belum

menggembirakan. Oligarki yang relatif jinak di bawah dominasi oligarki sultanistik

justru mengalami transisi ke oligarki liar di bawah pemerintahan demokratis yang

tak punya kemampuan untuk mengendalikan para oligark.4 Oleh karena itu, transisi

oligarki menjadi sangat penting dan relevan dalam diskursus akademik karena

menyangkuat masalah kualitas demokrasi. Secara legal-formal, suksesi

kepemimpinan di pusat ataupun di daerah tertentu bisa terjadi secara demokratis

tetapi yang berkuasa adalah oligarki liar.

Jeffrey A. Winters mendefinisikan oligarki sebagai terkonsentrasinya

kekuasaan atas materi yang didasarkan pada penegakan klaim-klaim atau hak-hak

atas kepemilikan dan kekayaan.5 Sedangkan Robison dan Hadiz mengidentifikasi

rezim Orde Baru sebagai oligarki kompleks (complex oligarchy). Oligarki ini

didefinisikan sebagai sebuah sistem pemerintahan di mana hampir semua

kekuasaan politik dipegang oleh segelintir orang kaya yang membuat kebijakan

masyarakat umum. Kebijakan tersebut hanya menguntungkan mereka sendiri secara

finansial dan kurang atau sama sekali tidak memperhatikan kepentingan sebagian

besar warga negaranya.6

Secara singkat, menurut Winters, oligarki muncul karena terkonsentrasinya

kekayaan (stratifikasi materi). Stratifikasi materi sebenarnya bukanlah hal baru.

Ketimpangan tersebut merupakan sesuatu yang sangat kuno sejak bentuk

masyarakat berubah menjadi kompleks. Stratifikasi materi sudah terjadi sejak

ribuan tahun lalu. Kira-kira 5.000 tahun yang lalu sudah muncul stratifikasi

kekayaan yang cukup besar. Anehnya, menurut Winters, sejak kemunculannya,

stratifikasi materi tidak pernah terhapus atau menghilang. Sratifikasi kekayaan

adalah sifat masyarakat manusia yang paling bertahan dalam sejarah baik dalam

sistem pemerintahan monarki, otoritarian, maupun dalam sistem demokrasi.

Stratifikasi juga bertahan dalam sistem ekonomi negara agraris, industri, digital,

ataupun jasa.7

Lebih jauh Winters menegaskan, sejak demokrasi muncul, kira-kira 250

atau 300 tahun yang lalu, stratifikasi kekayaan justru meningkat. Dalam sistem

politik yang ekslusif di mana banyak orang tidak boleh berpartisipasi, terjadinya

stratifikasi kekayaan tidaklah mengherankan. Akan tetapi, jika semua orang bisa

4Winters, Oligarchy, 37.

5‚Oligarchy is defined by concentrated material power based on enforced claims or

rights to property and wealth.‛ Lihat Winters, Oligarchy, 11. 6Aslinya: ‚A system of government in which virtually all political power is held by a

very small number of wealthy... people who shape public policy primarily to benefit themseles financially... while displaying little or no concern for the broader interest of the rest of the citizenry.‛ Lihat Richard Robison dan Vedi R Hadiz, Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets (London: Routledge Curzon,

2004), 16-17, note 6. 7Jeffrey A. Winters, ‚Oligarchy and the Jokowi Administration,‛ Kuliah Umum

Jurusan Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta, Senin, 8 Juni 2015.

Page 35: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

3

berpartisipasi dalam sistem politik yang demokratis, salah satu hal yang diharapkan

adalah mengecilnya gap (ketimpangan) atau stratifikasi antara orang yang paling

kaya dengan orang biasa atau miskin. Kenyataannya, gap tersebut meningkat sejak

demokrasi lahir. Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa demokrasi tidak

bisa menjadi alat untuk membuat sistem ekonomi menjadi lebih adil. Tujuannya,

bukanlah fairness (keadilan) yang sempurna di mana setiap orang punya kekayaan

persis sama dengan setiap orang lainnya. Sebab, tujuan semacam itu merupakan

dreamland yang tidak akan pernah tercapai.8 Menurut Winters, harapan terhadap

demokrasi sebenarnya lebih realistis. Dia mencontohkan, gap di antara grup yang

paling kaya dan orang biasa, mungkin hanya 100 kali lipat atau bahkan 1.000 kali

lipat. Kalau bisa, angka tersebut, dinilai dia, sudah luar biasa. Sebab, gap tersebut

terhitung kecil.9

Sejarah kuno mencatat stratifikasi materi dari 500 senator terkaya di

Roma pada jaman Imperial Rome dibandingkan dengan kekayaan orang biasa atau

awam yang kebetulan menjadi petani kecil atau budak. Kekayaan orang terkaya

saat itu mencapai 10.000 kali. Kemudian, maju ke jaman sekarang di abad 20. Di

Amerika Serikat, stratifikasi materi pada 500 orang terkaya dibandingkan orang

biasa, mencapai 20.000 kali. Data ini jelas menunjukkan stratifikasi material di AS

dua kali lipat lebih tinggi dari Roma. Padahal, pada masa kuno Roma justru masih

menganut sistem perbudakan (slavery society). ‚Di Indonesia, 50 orang terkaya

dibandingkan orang biasa berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita,

mencapai 630.000 kali gap-nya. Itu merupakan data awal, fact of beta.‛10

Yang menarik, lanjut Winters, dengan terjadinya konsentrasi kekayaan,

stratifikasi material juga memiliki efek konsentrasi kekuasaan. Sebab, kekayaan

merupakan salah satu sumber daya kekuasaan (material power resources) sehingga

istilah money is power menjadi benar adanya. Tidak hanya itu, kekayaan juga

merupakan bentuk kekuasaan yang sangat fleksibel karena bisa digunakan dalam

situasi dan kondisi yang berbeda-beda. ‚Itu adalah fenomena dunia dan sejarah.

Jadi, stratifikasi seperti itu tidaklah baru tapi sulit sekali diatasi.‛11

Dengan demikian, konsolidasi demokrasi di Indonesia pun menghadapi

tantangan besar yaitu kenyataan bahwa negara masih jauh dari demokrasi yang

sebenarnya. Demokrasi baru berjalan secara prosedural dan masih jauh dari tujuan

subtansial. Demokrasi dalam alam pikiran Indonesia saat ini baru sekadar alat-

teknis dan belum mencerminkan alam kejiwaan, kepribadian dan cita-cita

nasional.12

Sebatas alat teknis, karena demokrasi dijalankan oleh kedangkalan,

tanpa memberikan ruang bagi kedalaman etika dan penalaran.13

‚Perekrutan

8Winters, ‚Oligarchy and Jokowi.‛

9Winters, ‚Oligarchy and Jokowi.‛

10Winters, ‚Oligarchy and Jokowi.‛

11Winters, ‚Oligarchy and Jokowi.‛

12Yudi Latif, ‚Keluar dari Krisis Demokrasi‛ Orasi Poltik dalam acara

Syukuran dan Peluncuran Buku Satu Dasawarsa Perhimpunan Bakumsu (Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara) dengan Tema ‘Kratos Minus Demos, Demokrasi Indonesia: Catatan dari Bawah,’ Medan, 4 Mei 2012.

13Yudi Latif, ‚Demokrasi tanpa Kedalaman,‛ Kompas, 16 April 2013.

Page 36: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

4

kepemimpinan politik lebih menekankan sumber daya alokatif (logistik) ketimbang

sumber daya otoritatif (kemampuan). Demokrasi tidak menjadi ajang penguatan

‛meritokrasi‛ (pemerintahan oleh orang-orang yang mampu); sebaliknya, menjadi

katalis bagi ‛mediokrasi‛ (pemerintahan oleh orang-orang medioker).‛14

Indeks Demokrasi Global 2011, yang dikeluarkan oleh Economist Inteligence Unit, melaporkan peringkat (rangking) demokrasi Indonesia berada di

urutan 60 dari 167 negara yang diteliti. Peringkat ini jauh di bawah Timor Leste

(42), Papua Nugini (59), Afrika Selatan (30), dan Thailand (57). Pada 2012,

rangking tersebut membaik ke 53. Indonesia masuk dalam kategori flawed democracy (cacat demokrasi) yang ditandai, antara lain, oleh pemilu yang tidak

bersih, pemerintahan yang korup dan ingkar janji-janji pemilu, serta keterancaman

pluralisme. Menurut Latif, cacat demokrasi ini mengarahkan Indonesia mendekati

ambang negara gagal.15

Berdasarkan Failed State Index, yang dikeluarkan oleh The Fund for Peace dan Foreign Policy Magazine, selama periode 2005-2010, Indonesia selalu berada

dalam ketegori negara ‘dalam peringatan’ (warning). Posisi ini lebih dekat jaraknya

dengan posisi ‘waspada’ negara gagal dibandingkan dengan posisi ‘bertahan.’

Indonesia bahkan belum masuk di zona negara moderat. Yang lebih merisaukan,

keberhasilan Indonesia untuk menurunkan peringkat kegagalannya selama periode

2007-2009—dari urutan ke 55 (2007), menjadi 60 (2008) dan 62 (2009)—

mengalami kenaikan lagi pada tahun pertama periode kedua pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 2010, peringkat negara gagal Indonesia

memburuk satu tingkat menjadi urutan ke 61 dari 62 (2009). Namun demikian,

pada 2013, indeks kegagalan Indonesia membaik, menempati rangking 76 sejajar

dengan Azerbaijan. Sayangnya, perbaikan rangking ini tidak megeluarkan Indonesia

dari kategori ‘peringatan’ dan masih jauh untuk mencapai posisi stabil, 109 yang

ditempati oleh Kazakhstan.16

Semua itu disinyalir akibat demokrasi yang baru berjalan pada level kulit

luar dan belum sampai pada hakikatnya yakni terwujudnya keadilan dan

kemakmuran. Yudi Latif menggambarkan situasi demokrasi Indonesia yang lebih

mengkhawatirkan. Menurut dia, perkembangan demokrasi dalam krisis otoritas

kepemimpinan dapat mengarah pada kehidupan yang lebih buruk. Yudi mengutip

Humphrey Hawksley dalam Democracy Kills yang memperlihatkan potret yang

mengerikan.

‚Penduduk di bawah sistem demokrasi yang salah urus lebih berisiko tetap

miskin atau terbunuh ketimbang di bawah sistem kediktatoran. Sebagai contoh,

pendapatan rata-rata di negara otoritarian China adalah dua kali lipat dari negara

demokrasi India. Harapan hidup dari warga negara demokratis Haiti hanya mencapai

14

Latif, ‚Demokrasi tanpa Kedalaman‛ 15

Latif, ‚Keluar dari Krisis Demokrasi‛ 16

‚The Failed States Index 2013,‛ data diakses tanggal 7 Juli 2013 dari

http://ffp.states index.org/rankings-2013-sortable.

Page 37: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

5

57 tahun dibandingkan dengan mereka yang hidup di bawah kediktatoran Kuba yang

mencapai 77 tahun.‛17

Di Indonesia, seiring dengan otonomi daerah, demokrasi prosedural pada

beberapa pemerintahan provinsi dan kabupaten justru menghasilkan akumulasi

kekuasaan oleh orang-orang terkaya dari kelompok atau keluarga tertentu.

Akibatnya, meminjam teori ‘democracy trap’, demokrasi mengalami pembajakan

oleh para penguasa oligarki lokal yang justru sah secara legal formal. Sebab,

akumulasi kekuasaan tersebut didapat melalui pemilu langsung yang didasarkan

pada prinsip one person one vote.

Jika berkaca pada beberapa negara, memang terjadi juga oligarki yang

‘bertopeng’ demokrasi. Bahkan, di Amerika Serikat pun yang menjadi kampiun

demokrasi ditengarai punya kecenderungan pada oligarki.18

Penguasa yang terpilih

berasal dari sekelompok orang terkaya yang pada akhirnya, memperkaya diri sendiri

dan membajak cita-cita demokrasi. Meski begitu, terdapat pula pengejawantahan

oligarki yang berisi mayoritas penguasa feodal.

Salah satu contoh suksesi kepemimpinan oligarki yang dihasilkan melalui

prosedur demokrasi adalah Kamboja. Di permukaan (superfisial), pemimpin terpilih

menggambarkan tentang fungsi demokrasi parlementer secara penuh. Parlemen dan

perdana menteri dipilih melalui prosedur demokrasi untuk periode lima tahun.

Faktanya, gambaran tersebut sama sekali keliru. Di balik semua itu, penguasa

Kamboja, tidak lain kecuali oligarki—sebuah pemerintahan yang dijalankan oleh

sekelompok kecil kleptokratik atau plutokratik19

di mana Perdana Menteri Hun Sen

menjadi kepalanya.20

Faktor oligarkilah yang dituding sebagai penyebab rakyat

Kamboja tetap miskin dan terbelakang untuk beberapa generasi. Realitas yang

menyedihkan, segelintir individu menguasai Kamboja saat ini dengan salah urus.

Kamboja memiliki tanda-tanda yang nyata tentang tampilnya seorang individu

yang zalim (despotic) dengan elite-elite kleptokratik dan plutokratik. Mereka

diizinkan untuk menjarah sumber daya alam Kamboja dan merampas tanah-tanah

orang desa sesuka hati. Dengan satu tanda tangan dari penguasa oligarki, segala

keinginan tercapai.21

India mengalami nasib serupa. India merupakan negara ketiga terbesar di

dunia yang pertumbuhan oligarkinya tercepat. Rasionya mencapai 17,2% terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB) yang menumpuk pada 55 miliarder India. Sistem

pemerintahan India mengambarkan tentang buruknya gambaran demokrasi dan

oligarki. Para politikus yang terpilih secara demokratis disuap oleh orang-orang

terkaya India. Dua kelompok tersebut (politikus dan orang-orang terkaya)

17

Latif, ‚Keluar dari Krisis Demokrasi,‛ 3. 18

Jeffrey A. Winters dan Benjamin I. Page, ‚Oligarchy in the United States?‛

Perspectives on Politics 7 (2009): 731-751. 19

Kamus Besar Bahasa Indonesia offline mendefinisikan plutokrasi sebagai sistem

politik yang dikuasai oleh kaum kaya atau kaum pemilik modal (kapitalis). 20

‚Hun Sen: The Oligarkic Ruler of Cambodia?‛ artikel diakses tanggal 28

September 2013, dari http://khmerization.blogspot.com/2008/06/hun-sen-oligarkic-ruler-of-

cambodia.html. 21

‚Hun Sen: The Oligarkic Ruler‛

Page 38: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

6

kemudian memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan mayoritas

penduduk biasa. Para oligark India yang terbesar berasal dari kalangan industrialis

seperti Ambanis, Adanis, Birlas, Mittals, Premjis dan Tatas.22

Seperti India, Pakistan juga merupakan oligarki. Hanya saja, elite-elite

feodal mendominasi oligarki Pakistan dibandingkan kalangan industri. Para oligark

itu mendominasi badan legislasi Pakistan. Mayoritas dari mereka berasal dari

pemilik tanah di berbagai pelosok dan berlatar belakang suku. Nama-nama terkenal,

antara lain the Bhuttos and Khuhros of Larkana, the Chaudhrys of Gujarat,

Tiwanas of Sargodha, Daulatanas of Vehari, the Jatois and Qazi Fazlullah family of

Sindh, the Gilanis, Qureshis and Gardezis of Multan, the Nawabs of Qasur, the

Mamdots of Ferozpur/Lahore, Ghaffar Khan-Wali Khan family of Charsadda dan

dari berbagai kepala suku Baloch seperti Bugtis, Jamalis, Legharis, dan Mengals.

Kekuasaan keluarga politik tersebut didasarkan pada keturunan, luasnya

kepemilikan tanah, dan monopoli kekerasan—kemampuan untuk mengontrol,

melawan, dan membebankan kekerasan.23

Di lain sisi, Pakistan juga memang memiliki elite-elite industri. Yang

terbesar antara lain, Manshas (Nishat Group), Syed Maratib Ali dan Babar Ali

(Packages) Saigols, Hashwanis, Adamjees, Dawoods, Dadabhoys, Habibs,

Monnoos, Lakhanis dan yang lainnya. Hanya saja, kekuasan kolektif mereka redup

jika dibandingkan dengan kekuasaan dari kelompok keluarga feodal. Satu-satunya

pegecualian adalah elite industri Sharif Brothers yang memiliki industri Ittefaq

Group dan juga memimpin Liga Muslim Pakistan (Pakistan Muslim League

(Nawaz Group). Liga Muslim Pakistan merupakan salah satu partai politik terbesar

di Pakistan. Meski begitu, Sharif Brathers juga terlalu mengandalkan dukungan dari

beberapa keluarga feodal yang secara cepat bisa mengubah loyalitasnya.24

Pada beberapa negara, menurut Winters dan Page, para oligark memang

menyandarkan kekuasaan mereka pada identitas ras atau kesukuan, keterpandangan

(noble birth) atau agama. Akan tetapi, kekuasaan oligarkis selalu mencakup isu-isu

yang memengaruhi kepentingan material yang inti dari orang-orang kaya dalam

menjaga klaim terhadap apa yang mereka miliki dan memungkinkan pencaplokan

yang lebih banyak.25

Di Indonesia, banyak kekuasaan oligarkis yang disandarkan

pada identitas keturunan. Paling tidak, terdapat 26 kekuasaan politis daerah yang

kental dengan nuansa oligarki ini.26

Dua di antaranya terdapat di provinsi Banten.

22

Riaz Haq, ‚Comparing Oligarchies of India and Pakistan,‛ artikel diakses tanggal

28 September 2013, dari http://www.riazhaq.com/2011/08/comparing-oligarkies-of-india-

and.html. 23

Haq, ‚Comparing Oligarkies,‛ 24

Haq, ‚Comparing Oligarkies,‛ 25

Winters dan Page, ‚Oligarchy in the US?‛ 733. 26

Oligarki-oligarki dinasti di daerah lain di antaranya:

1. Sjachroedin ZP, Gubernur Lampung. Dia juga merupakan: (a) Ayah dari Bupati

Lampung Selatan Rycko Menoza; dan (b) Ayah dari Wakil Bupati Pringsewu Handiytya

Narapati;

2. Syahrul Yasin Limpo, Gubernur Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan kakak kandung

Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo;

Page 39: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

7

Pertama, Atut Chosiyah, Gubernur Banten. Dia juga merupakan: (a) Kakak

3. Andi Idris Syukur, Bupati Barru, Sulawesi Selatan. Dia juga merupakan anak mantan

Bupati Barru;

4. Adelheid So, Wakil Bupati Tana Toraja, Sulawesi Selatan, merupakan istri dari mantan

Bupati Tana Toraja Juhanis Amping Situru;

5. M Natsir Ibrahim, Wakil Bupati Takalar, merupakan anak mantan Bupati Takalar

Ibrahim Rewa;

6. Sinyo Harry Sarundajang, Gubernur Sulawesi Utara, merupakan ayah dari Wakil Bupati

Minahasa Ivan SJ Sarundajang;

7. Harley Alfredo Benfica Mangindaan, Wakil Wali Kota Manado, Sulawesi Utara. Dia

merupakan anak dari Menteri Perhubungan yang juga Gubernur Sulawesi Utara periode

1995-2000 E.E. Mangindaan;

8. Bachrum Harapan, Bupati Padang Lawas Utara, Sumatra Utara. Dia merupakan orang

tua kandung dari Wali Kota Padang Sidempuan Andar Amin Harahap;

9. Zumi Zola Zulkifli, Bupati Tanjung Jabung Timur, Jambi. Dia merupakan anak mantan

Gubernur Jambi periode 1999-2004 Zulkifli Nurdin;

10. Zulkifli Nurdin, Gubernur Jambi. Dia merupakan mertua Wakil Bupati Muaro Jambi

Kemas Muhammad;

11. Neneng Hasanah Yasin, Bupati Bekasi. Dia merupakan menantu mantan Bupati Bekasi

Saleh Manaf;

12. Anna Sophanah, Bupati Indramayu. Dia merupakan istri mantan Bupati Indramayu

Irianto MS Syafiuddin alias Yance;

13. Ati Suhari, Wali Kota Cimahi. Dia merupakan istri mantan Wali Kota Cimahi Itoc

Tochija;

14. Dadang Naser, Bupati Bandung, merupakan menantu bupati periode sebelumnya, Obar

Sobarna;

15. Widya Kandi Susanti, Bupati Kendal, Jawa Tengah. Dia merupakan mantan Bupati

Kendal Hendy Boedoro;

16. Sri Hartini, Wakil Bupati Klaten, Jawa Tengah. Dia merupakan istri mantan Bupati

Klaten (alm) Haryanto;

17. Sri Suryawidati, Bupati Bantul, DI Yogyakarta. Dia merupakan istri mantan Bupati

Bantul Idham Samawi;

18. Puput Tantriana, Bupati Probolinggo, Jawa Timur. Dia merupakan istri mantan Bupati

Probolinggo Hasan Aminudin;

19. Haryanti Sutrisno, Bupati Kediri, Jawa Timur. Dia merupakan mantan Bupati Kediri

Sutrisno;

20. Mohammad Makmun Ibnu Fuad, Bupati Bangkalan, Jawa Timur. Dia merupakan anak

mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin;

21. Ferry Zulkarnain, Bupati Bima, NTB, merupakan kakak dari Wakil Bupati Bima

Syafrudin M Nur;

22. Supian Hadi, Bupati Kota Warringin Timur, Kalimantan Tengah. Dia merupakan

menantu Bupati Seruyan, Darwan Ali;

23. Rita Widyasari, Bupati Kutai Kertanegara. Dia merupakan anak mantan Bupati Kutai

Kertanegara Syaukani Hasan Rais; dan

24. Tuasikal Abua, Bupati Maluku Tengah. Dia juga merupakan kakak mantan Bupati

Maluku Tengah Abdullah Tuasika.

A. Syalaby Ichsan, ‚Selain Atut, Puluhan Daerah Jalankan Politik Dinasti,‛ Republika, 18

Oktober 2013, diakses 19 Oktober 2013, http://www.republika.co.id/berita/nasional

/hukum/13/10/19/muvdp8-selain-atut-puluhan-daerah-jalankan-politik-dinasti.

Page 40: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

8

kandung Wakil Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah; (b) Kakak tiri Wali Kota

Serang Tubagus Haerul Jaman; (c) Kakak ipar wali kota Tangerang Selatan Airin

Rachmi Diany; (d) Anak tiri Wakil Bupati Pandeglang Heryani; dan (e) ibu

kandung dari Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy. Kedua, Ahmed Zaki

Iskandar, Bupati Tangerang. Dia juga merupakan anak mantan Bupati Tangerang

Ismet Iskandar.27

Oleh karena itu, tampak jelas bahwa Banten merupakan salah satu provinsi

yang mengalami pengakumulasian kekuasan oleh orang-orang terkaya dari salah

satu keluarga yang membentuk oligarki dinasti.28

Oligarki tersebut terbentuk

setelah Banten menjadi provinsi yang tergolong muda dengan menempati urutan

ke-30 dari jumlah provinsi yang ada di Indonesia.29

Menurut Robison dan Hadiz,

oligarki terdiri atas tiga kelompok: pertama, pejabat negara; kedua, keluarga-

keluarga yang mengandung unsur-unsur bisnis dan politik (politico-business families); dan ketiga, para konglomerat bisnis.

30 Dalam konteks Banten, oligarki

masuk dalam kelompok yang kedua. Keluarga jawara menguasai unsur-unsur bisnis

dan politik di Provinsi Banten sehingga mendapatkan kekuasaan eksekutif mulai

tingkat provinsi hingga kabupatan dan kota. Unsur-unsur bisnis tersebut menjadi

modal kapital bagi keluarga jawara untuk memenangkan kontestasi politik dalam

pemilu yang menjadi salah satu elemen utama dalam demokrasi prosedural.

Pada saat yang sama, pemilu dalam demokrasi elektoral memang berbiaya

mahal. Akibatnya, hanya orang-orang yang kuat secara ekonomi yang lebih

berpeluang memenangkan kontestasi dalam pemilu. Proposisi ini menguatkan

diktum Barringrton Moore yang menyatakan, ‚tanpa kelas borjuis, tak ada

demokrasi.‛31

Salah satu bukti mahalnya biaya pemilu bisa ditunjukkan oleh

besarnya biaya kampanye (campaign expenditure). Praktik politik uang (money politics) atau vote buying pun punya celah untuk masuk menjadi salah satu variable

dalam belanja kampanye. Politik uang diyakini cukup ampuh untuk menarik

dukungan dari pemilih pragmatis.32

Politik uang didefinisikan sebagai tindakan

secara sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada

27

Ichsan, ‚Selain Atut, Puluhan Daerah Jalankan Politik Dinasti‛ 28

Dinasti adalah kata benda (noun) yang didefinisikan sebagai serangkaian penguasa

atau pemimpin yang semuanya berasal dari keluarga yang sama atau suatu periode di mana

negara dipimpin oleh mereka. Lihat ‚Dynasty,‛ dalam Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), 383, ‚a series of rulers or leaders who are all from the same family, or a period when a country is ruled by them‛.

29Provinsi Banten lahir dari pemekaran wilayah provinsi Jawa Barat tepat pada Rabu,

4 Oktober 2000 dengan payung hukum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000. Provinsi

Banten diresmikan pada 18 November 2000. Libat Asep Kurnia dan Ahmad Sihabudin,

Saatnya Baduy Bicara, (Jakarta: PT Bumi Aksara dan Untirta, 2010), 41. 30

R. William Liddle, ‚Marx atau Machiavelli? Menuju Demokrasi Bermutu di

Indonesia dan Amerika,‛ Orasi Ilmiah dalam rangka Nurcholish Madjid Memorial Lecture V, Kamis, 8 Desember 2011, di aula Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta.

31Edward Aspinal, ‚The Power of Property: Oligarchy and Democracy in World

History,‛ Taiwan Journal of Democracy 8 (2012): 169-173. 32

Indikator Politik Indonesia, ‚Sikap dan Perilaku Pemilih terhadap Politik Uang,‛

Survei Dapil September-Oktober 2013 dan Survei Nasional Maret 2013.

Page 41: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

9

seseorang untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu

tertentu, atau menggunakan hak pilih dengan cara tertentu.33

Dalam beberapa studi, banyak faktor dipercaya memengaruhi sikap dan

perilaku massa terhadap politik uang. Salah satunya adalah temuan bahwa faktor

pendidikan diyakini bisa mengurangi kecenderungan transaksi politik uang atau

mengurangi jumlah pemilih yang bisa disuap.34

Banyak studi juga yang menunjukan

warga miskin rentan terhadap praktik politik uang.35

Dari sisi ini, tampak bahwa

uang dan kekuasan punya hubungan timbal balik dan menguntungkan orang-orang

terkaya akibat sumber daya kekuasaan material yang dimilikinya. Uang diperlukan

untuk mendapatkan kekuasan dan kekuasaan diperlukan untuk mendapatkan dan

melindungi kekayaan.

Dari perspektif Islam, secara normatif, Alquran mengecam sifat akumulatif

atas kekayaan dari para oligark seperti tercermin pada Surat al-Taka>thur, al-

Humazah, dan T>{a>ha>. Surat al-Taka>thur menggambarkan tentang kecenderungan

manusia yang suka mengakumulasi harta hingga melupakan hari akhir. Al-

Humazah menjelaskan persangkaan orang kafir bahwa harta bisa membuatnya

kekal. Sementara itu, surat T>{a>ha mengambarkan persekongkolan antara Fir‘aun

(penguasa), Korun (pengusaha) dan Tentara sehingga dalam kategori ilmu politik

modern bisa disebut oligarki.

Enam abad lalu, sosiolog muslim Ibn Khaldu>n (732-808 H/1332-1406 M),

dalam konteks sistem pemerintahan yang masih primitif, sudah mengangkat

masalah solidaritas berbasis kesukuan dan ikatan darah dengan apa yang disebutnya

as}abi>yah. Ibn Khaldu>n membagi istilah as}abiyah menjadi dua model. Pertama,

as}abi>yah dalam pengertian positif dengan menunjuk pada konsep persaudaraan

(brotherhood). Konsep ini membentuk solidaritas sosial masyarakat untuk

bekerjasama, mengesampingkan kepentingan pribadi (self-interest), dan memenuhi

kewajiban kepada sesama. Semangat ini kemudian mendorong terciptanya

keselarasan sosial dan menjadi kekuatan dalam menopang kebangkitan dan

kemajuan peradaban. Kedua, as}abi>yah dalam pengertian negatif yang menimbulkan

kesetiaan dan fanatisme buta dan tidak didasarkan pada aspek kebenaran. Konteks

pengertian yang kedua inilah yang tidak dikehendaki karena akan mengaburkan

nilai-nilai kebenaran yang diusung dalam prinsip-prinsip agama.36

Sementara itu, Ibn Taymi>yah menyebutkan, sebagian besar kezaliman yang

dilakukan penguasa dan rakyat adalah mengambil barang yang tidak halal, menahan

33

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) pasal 139 ayat 2. 34

Pedro C. Vicente, ‚A Model of Vote-buying with an Incumbency Advantage,‛

Makalah dan Hasil-hasil Eksperimen Januari 2013. Artikel diakses 3 Juni 2014 dari

http://www.pedrovicente.org/vb.pdf. 35

Indikator Politik Indonesia, ‚Sikap dan Perilaku Pemilih‛ 36

‘Abd al-Rah{ma>n ibn Khaldu>n, Muqaddimah ibn Khaldu>n (Beirut: Da>r al-Kutub al-

‘Ilmi>>yyah, 1993), 122.

Page 42: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

10

barang yang wajib dikeluarkan, dan menimbun harta yang tidak boleh disimpan.37

Dalam konteks penguasa, penimbunan harta merupakan salah salah satu faktor

pendukung oligarki di mana harta dan kekuasan saling memperkuat. Harta bisa

mempertahankan kekuasaan dan kekuasan bisa mengakumulasi kekayaan.

Dalam konteks Banten, uniknya, oligarki yang terbentuk mendapatkan

legitimasi modern (rasional-legal) sekaligus legitimasi tradisional tak seperti

pemerintahan oligarkis di provinsi lain pada umumnya. Legitimasi tradisional

adalah penerimaan masyarakat atas kewenangan, keputusan atau kebijaksanaan

yang diambil pemimpin dalam lingkup tradisional. Kewenangan tradisional

didasarkan pada kepercayaan di antara anggota masyarakat bahwa tradisi lama dan

kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu adalah wajar dan patut

dihormati.38

Di satu sisi, penguasa mendapat legitimasi modern sejak pemilu

gubernur Banten pertama kali digulirkan pada tahun 2001. Artinya, secara

prosedural gubernur mendapatkan legitimasi modern karena melewati proses

pemilihan umum yang demokratis. Di sisi yang lain, gubernur juga mendapatkan

legitimasi kekuasaan berbasis tradisi. Sebab, Gubernur Banten Ratu Atut

Chosyiah39

merupakan keturunan Jawara Banten dari ayahnya, Tubagus Chasan

Sochib yang menjadi simbol legitimasi tradisional di Banten. Akibatnya, legitimasi

dan kewenangan gubernur terpilih pun tidak semata-mata rasional-legal tapi juga

tradisional dan kharismatik sebagaimana tiga pembagian yang dikemukakan

sosiolog Max Weber (1864-1922).40

‚Wewenang tradisional berdasarkan kepercayaan di antara anggota masyarakat

bahwa tradisi lama serta kedudukan kekuasaan yang dilandasi oleh tradisi itu adalah

wajar dan patut dihormati. Wewenang kharismatik berdasarkan kepercayaan anggota

masyarakat pada kesaktian dan kekuatan mistik atau religius seorang pemimpin.

Wewenang rasional-legal berdasarkan kepercayaan pada tatanan hukum rasional

yang melandasi kedudukan seorang pemimpin.‛41

Atas dasar kewenangan tradisional dan kharismatik itu, dua entitas

informal leader di Banten yang direpresentasikan oleh Jawara dan Kyai dan kental

dengan unsur keislamannya berperan penting dalam proses percaturan politik dan

37

Ibn Taymi>yah, Al-Siya>sah al-Shar‘iyyah fi> Is}la>hi al-Ra>‘i> wa al-Ra‘i>yyah, (Tanpa

Tempat Terbit: Da>r al-Ka>tib al-‘Arabi>, Tanpa Tahun Terbit), 47-48. 38

Budiardjo, Aneka Pemikiran, 15. 39

Pada mulanya, Ratu Atut Chosyiah adalah wakil gubernur yang berpasangan

dengan Gubernur Banten Djoko Munandar untuk periode 2001-2006. Namun, di tengah

jalan, gubernur pertama Banten ini dicopot gara-gara tersangkut kasus korupsi. Sebagai

wakil gubernur, Atut pun ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur Banten tahun

2005. Baru pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Banten tahun 2006, Atut terpilih

menjadi gubernur Banten dengan wakilnya Mohammad Masduki. Lihat M. Rizal, ‚Klan

Atut dari Jawara Beralih ke Uang,‛ artikel diakses tanggal 3 Juli 2013, dari

http://news.detik.com/read/2011/09/12/145200/1723198/159/klan-atut-dari-jawara-beralih-

ke-uang. 40

Miriam Budiardjo, dkk., Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1991), 14-15. 41

Budiardjo, dkk., Aneka Pemikiran, 15.

Page 43: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

11

pengaruh di Banten. Bahkan, menurut Fahmi Irfani, persaingan di tingkat informal

turut menjalar ke tingkat formal. ‚...tidak heran jika ada calon yang ingin maju

dalam persaingan pemilihan kepala daerah dan calon legislatif dalam putaran

pemilu, jika tidak mau tertinggal, mau tidak mau harus merangkul kedua entitas

tersebut.‛42

Dengan kewenangan tradisional yang disandangnya sebagai jawara, setelah

memajukan anaknya, Ratu Atut sebagai sebagai calon gubernur dan sukses

memenangkannya, Chasan Sochib merancang anggota keluarga besarnya untuk

aktif terlibat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hasilnya, keluarga

besar Chasan Sochib sukses mengakumulasi kekuasan dalam asosiasi bisnis, partai

politik, jabatan eksekutif, jabatan legislatif, organisasi bela diri, organisasi pemuda,

organisasi olah raga, dan organisasi sosial budaya.43

Chasan Sochib sendiri memang

tidak memegang jabatan politik, tetapi sebagaimana pengakuan dirinya bahwa dia

adalah ‘gubernur jenderal’ yang menunjukkan bahwa dia adalah penguasa

sesungguhnya di Banten.44

Dalam perspektif demokrasi, seiring mengguritanya kekuasaan Hasan

Sochib yang direpresentasikan oleh Gubernur Banten, kontrol atas kekuasaan

menjadi semakin lemah. Betapa tidak, anggota legislatif yang sejatinya

menjalankan fungsi check and ballance tidak bisa berkutik karena mengalami

conflict of interest. Sebab, beberapa anggota legislatif tersebut merupakan bagian

dari keluarga besar Hasan Sochib. Akibatnya, sangat tepat di sini, penulis mengutip

Lord Acton, bahwa kekuasaan cenderung untuk menjadi korup dan kekuasaan

mutlak menjadi korup secara mutlak pula.45

Tak mengherankan, pada Kamis, 27 Oktober 2011, pengamat politik

Burhanuddin Muhtadi menilai Pilkada Banten sebagai yang terburuk se-Indonesia.

Menurut dia, pesta demokrasi untuk memilih gubernur dan wakil gubernur itu

diwarnai kecurangan dan praktek politik uang secara terstruktur. Burhanuddin

mengatakan, Pilkada Banten sebagai potret paling buruk penyelenggaraan pilkada

se-Indonesia, sarat money politics, baik terang-terangan maupun sembunyi-

sembunyi.46

42

Fahmi Irfani, Jawara Banten: Sebuah Kajian Sosial, Politik, dan Budaya (Jakarta:

Young Progressive Muslim (YPM) Press, 2011), 142. 43

Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, ‚Dinasti Tb. Chasan Sochib: Gubernur

Jenderal dari Banten,‛ Konstelasi, Edisi ke-31 April 2011. Artikel diakses 6 Juli 2013, dari

http://www.p2d.org/index.php/kon/52-31-april-2011/273-dinasti-h-tb-chasan-sochib--

gubernur-jenderal-dari-banten.html. 44

Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, ‚Dinasti Tb. Chasan Sochib‛ 45

Soelaeman Soemardi, ‚Cara-cara Pendekatan terhadap Kekuasaan Sebagai Suatu

Gejala Sosial,‛ dalam Miriam Budiarjo, Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991), 31. Lihat juga, Lord Acton, Essay on Freedom and Power, 1907. Aslinya: ‚Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,‛

46Ayu Cipta, ‚Pilkada Banten Dinilai Terburuk se-Indonesia,‛ artikel diakses pada 6

Juli 2013 dari http://www.tempo.co/read/news/2011/10/27/179363638/ Pilkada-Banten-

Dinilai Terburuk-Se-Indonesia.

Page 44: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

12

Dari pembahasan di atas, ada beberapa masalah yang teridentifikasi.

Pertama, transisi demokrasi selalu diselubungi dengan transisi oligarki yang justru

mengurangi kualitas demokrasi. Transisi inilah yang sering kali luput dari perhatian

para peneliti, karena terlalu fokus pada transisi demokrasi. Padahal, jika fokus pada

aktor-aktor dalam transisi demokrasi, akan sangat jelas besarnya peranan para

oligark dalam transisi atau suksesi kepemimpinan baik di daerah maupun di pusat.

Kedua, secara historis, kemunculan demokrasi tidak berhasil

mempersempit stratifikasi material yang mendefinisikan dan membentuk oligarki.

Setelah demokrasi muncul, stratifikasi material tetap ada. Padahal, demokrasi telah

berhasil memberikan kekuasaan politik formal yang tersebar secara merata melalui

hak pilih dengan prinsip one person, one vote. Dalam sejarah manusia, demokrasi

merupakan sistem yang sangat rata (equal) secara radikal dan jarang terjadi pada

sistem lain. Sebab, demokrasi didasarkan pada konsep bahwa setiap orang

mendapat jumlah suara yang sama yakni satu suara;47

Ketiga, mahalnya biaya demokrasi yang direpresentasikan dalam belanja

kampanye pemilu (campaign expenditures) memberi ruang yang lebih besar pada

oligark untuk berkuasa. Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah

mengeluarkan aturan yang membatasi baik pemasukan dan pengeluaran dana

kampanye,48

itu hanya efektif untuk tim kampanye yang secara resmi dilaporkan ke

KPU. Padahal, dikeluarkannya aturan ini agar tercipta pemilu yang adil sesuai azas

demokrasi. Dana pemasukan dan pengeluaran yang dikelola secara ‘diam-diam’

dan tidak dilaporkan ke KPU oleh para relawan tetap tidak dapat dikontrol

sehingga para oligark masih tetap leluasa menggunakan sumber daya materialnya

dalam pemilu. Bahkan, kalaupun ada kasus money politic pada level relawan,

kandidat pasangan calon tidak bisa dituntut secara hukum karena dalih relawan

tidak terkait dengan pasangan calon. Yang menjadi tanggung jawab pasangan calon

adalah tim kampanye, bukan relawan.

Keempat, melalui kekuasaan material yang dimiliki, para oligark juga

memanfaatkan sumber daya kekuasaan lain seperti otoritas tradisional untuk

memperkuat posisi politiknya. Dalam konteks ini, para oligark juga bisa

mengendalikan atau paling tidak mengajak elite-elite lain yang sumber daya

kekuasaannya non-material seperti orang-orang yang memiliki sumber daya politik

mobilisasi di sektor media atau tokoh organisasi kemasyarakatan.

Kelima, dalam sistem demokrasi elektoral, dengan memanfaatkan lembaga

survei dan modal capital yang dimilikinya, para oligark bisa mencalonkan kepala

daerah yang disukai rakyat sehingga hasil akhir tetap menjadi kemenangan para

oligark. Calon terpilih pun, akan kesulitan menghilangkan conflict of interest dari

para oligark yang notabene jadi kendaraan bagi calon terpilih. Jadi, kalaupun

pemimpin terpilih bukanlah seorang oligark, para oligark tetap berkuasa besar di

belakangnya dengan satu set kepentingan mereka yaitu pertahanan kekayaan.

47

Jeffrey A. Winters, ‚Oligarchy and the Jokowi Administration,‛ Kuliah Umum

Jurusan Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta, Senin, 8 Juni 2015. 48

Komisi Pemilihan Umum (KPU), ‚Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8

Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,

Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Waklil Walikota.‛

Page 45: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

13

Satu pertanyaan yang telah menarik perhatian cukup besar peneliti adalah

elemen tertentu apakah yang membantu tebentuknya oligarki di Banten. Elemen

terbentuknya oligarki, di satu sisi adalah kewenangan tradisional direpresentasikan

oleh Kyai dan Jawara di Banten dan legtimasi tradisonal yang diberikan oleh

masyarakat Banten kepada jawara dan kiai. Tapi di sisi lain, sumber daya

kekuasaan material juga sangat menentukan terpilihnya kepala daerah yang punya

kewenangan tradisional dan sekaligus mendapatkan legitimasi legal-rasional.

Di atas semua itu, perpaduan antara sumber daya material (modal kapital)

dan nonmaterial (modal sosial) mendukung terbentuknya akumulasi kekuasaan

oligarkis di Banten. Sumber daya kekuasaan non-material yang direpresentasikan

oleh masih kuatnya otoritas dan legitimasi tradisional yang dimiliki oleh keluarga

tertentu juga turut memperkuat sumber daya material dalam meraih kekuasaan

oligarkis. Gejala-gejala sosial dan politik tersebut menarik untuk diteliti sehingga

menjadi fakta-fakta yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Oleh karena

itu, berdasarkan masalah di atas, penulis mengangkat judul tesis: Oligarki dan Demokrasi: Kajian Sumber Daya Kekuasaan Kiai dan Jawara di Banten.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari pembahasan di atas, kemunculan oligarki melalui proses atau prosedur

demokrasi yang sah sehingga membajak kualitas dan subtansi demokrasi itu,

teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Sistem demokrasi tidak bisa meminimalisasi terkonsentrasinya kekayaan

sehingga stratifikasi material tetap melanggengkan oligark dan oligarki;

2. Transisi demokrasi selalu diselubungi dengan transisi oligarki yang justru

mengurangi kualitas demokrasi;

3. Biaya demokrasi yang mahal yang direpresentasikan dalam belanja kampanye

pemilu (campaign expenditures) memberi ruang yang lebih besar pada oligark

untuk berkuasa;

4. Melalui kekuasaan material yang dimiliki, para oligark juga memanfaatkan

sumber daya kekuasaan lain seperti otoritas tradisional; dan

5. Dalam sistem demokrasi elektoral, dengan memanfaatkan lembaga survei dan

modal capital yang dimilikinya, para oligark bisa mencalonkan kepala daerah

yang disukai rakyat sehingga hasil akhir tetap menjadi kemenangan para

oligark.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis merumuskan penelitian

ini dengan dua pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana profil sumber daya kekuasaan kiai dan jawara di provinsi Banten?

2. Bagaimana peran kekuasaan seorang jawara dalam menciptakan sistem

pemerintahan oligarkis di provinsi Banten?

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada empat

hal, yakni definisi, ruang dan waktu, subjek penelitian, serta teori yang digunakan.

Page 46: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

14

Tujuannya, untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas dan memudahkan

penjelasan terhadap masalah yang diteliti.

Pertama, dari sisi definisi, oligarki adalah kekuasaan yang dijalankan oleh

para warga negara terkaya yang selalu tumbuh menjadi golongan kecil; Demokrasi

adalah sebuah metode untuk mencapai keputusan bersama tanpa kekerasan dengan

mengamankan partisipasi menyeluruh dari pihak-pihak berkepentingan; Sumber

daya kekuasaan adalah segala sesuatu yang bisa digunakan atau dimanfaatkan

untuk memengaruhi hasil; Kiai adalah pemimpin agama (Islam) yang sakral dan

memiliki otoritas serta legitimasi kharismatis yang luas; dan Jawara adalah

pemimpin informal darigama bersifat profan yang dilengkapi dengan kecakapan

ilmu bela diri dan sumber daya kekuasaan material yang ekspansif. Kedua, dari sisi

ruang dan waktu, penelitian ini mengambil tempat di Provinsi Banten yang

mencakup empat kabupaten dan kota. Adapun dari sisi waktu, penelitian ini

dimulai pada awal 2014 dan berakhir pada pertengahan 2018. Jika ada perbedaan

dinamika dengan hasil penelitian ini setelah pertengahan 2018, perkembangan

tersebut tidak tercakup dalam penelitian ini.

Ketiga, subjek penelitian ini adalah beberapa kiai di Provinsi Banten dan

para anggota keluarga jawara Tb. Chasan Sochib (1930-2011) mulai dari anak,

cucu, hingga menantu yang menduduki jabatan publik baik eksekutif maupun

legislatif. Oleh karena itu, tidak semua oligark di Provinsi Banten menjadi subjek

dalam penelitian ini. Keempat, secara teori penelitian ini dibatasi pada lima sumber

daya kekuasaan baik material ataupun non-material yang direpresentasikan oleh

otoritas dan legitimasi tradisional kiai dan jawara di Banten. Kelima sumber daya

kekuasaan tersebut adalah hak politik formal, kekuasaan koersif, kekuasaan

mobilisasi, jabatan resmi, dan kekuasaan material. Dari kelima sumber daya

tersebut, hanya kekuasaan material yang menjadi basis kekuasaan dalam sistem

oligarkis. Empat lainnya merupakan sumber daya kekuasaan elite yang menjadi

basis kekuasaan dalam demokrasi.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian tentang dinamika kekuasaan di Banten sudah dilakukan oleh

beberapa sarjana. M.A.Tihami yang mendukung teori aksi (theory of action)

Talcott Parsons, menyimpulkan, sistem sosial (perilaku kepemimpinan) ternyata

ditentukan oleh sistem budaya; namun juga sistem sosial memengaruhi sistem

budaya. Hubungan antara sistem budaya dan sistem sosial ini disebut hubungan

sibernetik.49

Menurut Tihami, kelestarian kepemimpinan kiai dan jawara di Banten

disebabkan oleh perilaku keduanya dalam kepemimpinan. Masing-masing

merupakan elemen dalam sistem sosial yang mempunyai hubungan sibernetik

dengan agama dan magi dalam sistem budaya. Itulah alasan mengapa, sebutan kyai

dan jawara sebagai pemimpin bagi orang Banten masih sangat lekat. Kedua

pemimpin tersebut telah berpengaruh sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan

dalam cerita rakyat dikatakan, kedua pemimpin tersebut ada sejak zaman

49

M.A. Tihami, ‚Kiai dan Jawara di Banten: Studi tentang Agama, Magi, dan

Kepemimpinan di Desa Pasangrahan Serang, Banten,‛ Tesis Magister, Universitas

Indonesia, 1992), i.

Page 47: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

15

kesultanan Banten yang pertama (kira-kira pada abad ke-16). Keberadaannya yang

sudah lama dan tetap sampai sekarang, menunjukkan betapa lestarinya kedua

pemimpin tersebut.50

Okamoto Masaaki and Abdul Hamid membuat proposisi, bahwa, mungkin

jawara selalu eksis sebagai kekuatan sosial tapi tidak sebagai aktor politik tanpa

dukungan kuat dari pemerintah pusat.51

Fahmi Irfani menyimpulkan pada masa

Orde Baru jawara menjadi rekanan pemerintah pusat dan lokal dengan pola

hubungan yang saling menguntungkan baik secara politik maupun ekonomi.

Kelompok jawara mendapatkan proyek-proyek pemerintah. Pada masa reformasi,

kelompok jawara menguasai sektor politik di Banten.52

Kemudian, Leo Agustino menarik benang merah, dinasti politik di Banten

merupakan hasil dari sosialisasi rezim sebelumnya yaitu Soeharto yang menunjuk

beberapa kerabat dan koleganya menjadi ‘kaki tangan’ baik di pusat maupun di

daerah untuk menjaga ketenteraman politik dan menageksploitasi ekonomi. Khusus

di daerah Banten, kaki tangan (patron-client) tersebut adalah jawara yang dianggap

kuat (local strongmen). Jawara mendaulat anggota keluarganya untuk terlibat aktif

menjaga ‘harta’ Soeharto di daera Orang lokal kuat tersebut membangun dinasti

politik mulai dari tingkat provinsi, kabupaten, hingga kota. Tujuannya, agar semua

perkara dapat terkoordinasi di bawah kendalinya. Inilah yang terjadi di Banten.53

Dalam konteks dinasti politik, Leo menjelaskan, jawara memiliki status

ganda, yakni sekaligus sebagai pengusaha. Sebagai pengusaha, mereka

memaksimalkan sumber daya keuangan yang dimiliki. Sementara itu, dalam

kapasitasnya sebagai jawara, mereka menggunakan sumber daya ‘keilmuan’ yang

mereka kuasai.54

Sementara itu, menurut Lili Romli, jawara Banten sekarang ini

tidak identik dengan jawara55

tulen seperti zaman dahulu yang memiliki

kemampuan bela diri pencak silat dan ilmu kedigdayaan.56

Najmu L. Sopian menganalisis hubungan antara oligarki-oligarki lokal dan

kemunculan dinasti-dinasti politik di Indonesia dan Philipina. Di antara kesimpulan

Najmu adalah dominasi Jawara di Banten dan Sulawesi Selatan sejak era otonomi

daerah mengonfirmasi tesis dari Hadiz bahwa proses demokratisasi di Indonesia

sudah dibajak oleh ‘the predatory patronage’ dari elite-elite lokal.57

50

Tihami, ‚Kiai dan Jawara,‛ iii. 51

Okamoto Masaaki and Abdul Hamid, ‚Jawara in Power, 1999-2007,‛ Indonesia 86

(2008): 138. 52

Fahmi Irfani, Jawara Banten: Sebuah Kajian Sosial, Politik, dan Budaya. (Jakarta:

Young Progressive Muslim (YPM) Press, 2011), 177. 53

Agustino, ‚Dinasti Politik Pascaotonomi Orde Baru,‛ 110. 54

Agustino, ‚Dinasti Politik Pascaotonomi Orde Baru‛ 55

Fahmi Irfani secara gamblang memberikan berbagai definisi jawara yang

dikemukakan para akademisi. Lihat Irfani, Jawara Banten, 10-17. 56

Lili Romli, ‚Jawara Banten: Konteks Historis, Kedudukan dan Peranannya,‛ dalam

Leo Agustino, Politik dan Perubahan: Antara Reformasi Politik di Indonesia dan Politik Baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 133.

57Najmu L. Sopian, ‚Political Dynasties and the Emergence of Local Oligarchs in

Post-Suharto Indonesia and the Philippines,‛ paper diajukan untuk memenuhi persyaratan

Page 48: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

16

Dari sisi pendekatan, tesis ini memang mirip dengan apa yang sudah

dilakukan Najmu, karena sama-sama memotret dinamika kekuasaan dengan

menggunakan teori oligarki. Akan tetapi, meski mengakui konsentrasi kekuasaan

sebagai faktor terbentuknya oligarki, Najmu tidak fokus pada sumber daya

kekuasaan material (material power resources) yang direpresentasikan oleh Indeks

Kekuasaan Material (Material Power Index). Inilah yang membedakan tesis ini

dengan penelitian Najmu.

Dari sisi objek, tesis ini memang sama dengan penelitian M.A.Tihami, Leo

Agustino, dan Okamoto Masaaki beserta Abdul Hamid, karena sama-sama

mengkaji kekuasaan jawara. Akan tetapi, mereka lebih menggunakan sudut

pandang elite sedangkan penelitian ini menggunakan teori oligarki di mana sumber

daya kekuasaannya adalah material. Sebab, setiap oligark adalah elite, tapi tidak

setiap elite adalah oligark. Tihami, misalnya, menemukan hubungan sibernetik

antara jawara (elite) dalam sistem budaya dengan kepemimpinan dalam sistem

sosial di Banten yang melestarikan kekuasaan Jawara dalam konteks antropologis.

Peneliti, dalam tesis ini, justru fokus pada kekuasaan Jawara dari aspek sumber

daya kekuasaan materialnya dalam sistem demokrasi elektoral yang jelas tidak

menjadi perhatian utama dalam penelitian Tihami.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini: Pertama, untuk melakukan kajian kritis terhadap

aspek-aspek yang mendukung terbentuknya sistem pemerintahan oligarkis di

Banten; Kedua, untuk menunjukan berbagai informasi dan data mengenai tipologi

sumber daya kekuasaan dan legitimasi politik yang mendukung terbentuknya

sistem oligarkis yang akan dikonfirmasi baik dari sisi kelas penguasa maupun data-

data sekunder lain; Ketiga, untuk mengelaborasi sumber daya kekuasaan material

(material power resources) yang mengekploitasi legitimasi tradisional dan sumber

daya kekuasaan lain non-material dalam mendapatkan dan mempertahankan

kekuasaan tersebut; dan Keempat, untuk menunjukkan masyarakat Banten

memberikan legitimasi mereka pada penguasa oligarkis sekaligus konsekuensi

politiknya.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memiliki kontribusi yang signifikan bagi disiplin ilmu

lain yang relevan, seperti antropologi, sosiologi, dan ekonomi. Dari sisi kegunaan,

hasil studi ini akan memberikan pelajaran berharaga bagi transisi demokratisasi

Indonesia pada umumnya dan Banten pada khususnya. Secara spesifik kajian ini

mendukung proses transisi dari pemerintahan tradisional dengan sumber daya

kekuasaan material ke pemerintahan yang modern. Studi ini juga menunjukan cara

pendistribusian politik dan ekonomi yang sejatinya terjadi secara setara. Selain itu,

hakikat demokrasi menegaskan bahwa otonomi daerah bukan untuk memberikan

kekuasaan politik pada suatu keluarga terkaya melainkan kepada semua warga

kuliah tentang Politics of Southeast Asia pada the Department of Political Science,

Northwestern University, 2014.

Page 49: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

17

negara. Walhasil, fakta bahwa kegagalan untuk merealisasikan yang esensi

bertentangan dengan demokrasi itu sendiri. Di sinilah, pentingnya penelitian yang

fokus pada otoritas dan legitimasi lokal tradisional dan kekuasaan material bagi

Indonesia.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk

mendekati permasalahan dan mencari jawaban. Artinya, metodologi adalah suatu

pendekatan umum untuk mengkaji penelitian.58

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitan ini adalah kualitatif yaitu menggambarkan ranah-ranah

kehidupan ‘dari dalam ke luar’ dari sudut pandang orang-orang yang terlibat.

Dengan cara itu, jenis penelitian ini diharapkan berkontribusi pada pemahaman

yang lebih baik atas realitas sosial dan menggambarkan perhatian pada proses-

proses, pola-pola makna, dan corak struktural.59

Metode penelitian kualitatif

dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian

kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka,

atau metode statistik.60

Namun demikian, meski penelitian kualitatif dalam banyak bentuknya

sering menggunakan jumlah penghitungan, penelitian tidak menggunakan nilai

jumlah seperti yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data dalam

eksperimen dan survei.61

Contohnya seperti yang dilakukan kaum interaksionisme

simbolik yang ada kalanya menggunakan metode kuantitatif sederhana, dilengkapi

data statistik bersifat deskriptif (noninferensial), terutama ketika mereka ingin

menemukan suatu pola menyeluruh dalam data mereka.62

Begitu juga dalam

konteks penelitian ini. Untuk deskripsi dan menemukan pola menyeluruh dalam

data tentang oligarki, studi ini juga banyak mengambil manfaat dari data Produk

Domestik Bruto (PDB) dan Gini Coefficient dari Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Banten dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang mengandung pemahaman-pemahaman

tentang kompleksitas, rincian, dan konteks dari subjek penelitian. Data jenis ini

seringkali bersisi berbagai teks seperti salinan (transkrip) wawancara dan catatan

58

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 145.

59Uwe Flick, Ernst von Kardorff, dan Ines Steinke, eds., A Companion to Qualitative

Research (London: Sage Publications, 2004), 3. 60

Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 150. 61

Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 150. 62

Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 146.

Page 50: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

18

lapangan atau materi-materi audiovisual.63

Sementara itu, data kuantitatif adalah

data yang bisa digambarkan secara numerik (sistem angka) tentang pengertian dari

objek-objek, variabel-variabel, dan nilai-nilainya.64

b. Sumber Data

Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian ini yakni sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah adalah data asli yang

dikumpulkan untuk tujuan penelitian yang spesifik.65

Oleh karena itu, data primer

belum ada sebelum penelitian ini dilakukan. Sedangkan sumber data sekunder

adalah bahan analisis yang didapat dengan cara kembali menggunakan data yang

sudah ada sebelumnya untuk mendapatkan pemahaman ilmiah dan metodologis

baru.66

Dengan kata lain, data sekunder adalah data yang pada awalnya sudah

dikumpulkan untuk tujuan yang berbeda dan digunakan kembali untuk menjawab

pertanyaan penelitian yang lain.67

Oleh karena itu, data-data tersebut sudah ada

sebelum penelitian ini dilakukan.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah wawancara dengan

beberapa kiai di Banten, juru bicara keluarga besar Ratu Atut Chosiyah dan Kepala

Seksi Neraca Konsumsi Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Sedangkan sumber

sekunder adalah data-data ekonomi Provinsi Banten tahun 2000-2017, Laporan

Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) dan literatur lainnya, seperti buku, jurnal, majalah,

koran, dan media berbasis daring.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang menjadi sumber utama tesis ini adalah

kombinasi studi literatur yang luas dan penelitian lapangan. Antara lain,

wawancara mendalam (semi-kualitaitif) dengan para tokoh yang menjadi subjek

atau orang terkait penelitian ini dan tokoh-tokoh dari lembaga-lembaga lain yang

relevan. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari material lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.‛68

Wawancara

mendalam disebut juga wawancara tak terstruktur yang bersifat luwes di mana

susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat

diubah pada saat wawancara. Perubahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi saat wawancara termasuk karakteristik sosial budaya--agama, suku,

63

Joop J. Hox dan Hennie R. Boeije, ‚Data Collection, Primary vs. Secondary,‛

dalam Encyclopedia of Social Measurement, Volume I, ed. Kimberly Kemp-Leonard (Tanpa

Tempat Terbit: Elsevier Inc., 2005), 593. 64

Hox dan Boeije, ‚Data Collection,‛ 593. 65

Hox dan Boeije, ‚Data Collection,‛ 593. 66

Sarah Irwin dan Mandy Winterston, ‚Debates in Qualitative Secondary Analysis:

Critical Reflections,‛ Timescapes Working Paper Series: an Economic and Social Research Council (ESRC) Qualitative Longitudinal Study, no. 4 (2011): 2.

67Hox dan Boeije, ‚Data Collection,‛ 593.

68Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 180.

Page 51: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

19

gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan sebagainya—responden yang

dihadapi.69

4. Pendekatan

Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoretis yang

digunakan untuk melakukan penelitian. Perspektif teoretis adalah suatu kerangka

penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan

menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain.70

Dalam

konteks penelitian ini, peneliti menggunakan teori oligarki dari Jeffrey A. Winters,

Oligarchy (New York: Cambridge University Press, 2011). Winters merevisi teori

oligarki yang campur aduk dengan teori elite yang memasukkan unsur-unsur

oligarki selain material. Untuk memudahkan cara berpikir, peneliti mengikuti alur

teori oligarki Winters tersebut dan menurunkannya ke dalam konsep-konsep baik

dalam Alquran dan Hadis maupun konsep yang peneliti temukan dalam kasus

penelitian ini yaitu oligarki di Provinsi Banten. Peneliti menggunakan teori

tersebut untuk membaca semua data yang peneliti berhasil himpun.

5. Teknik Penulisan

Penelitian ini menggunakan kaidah penulisan akademik Turabian Style yang menjadi rujukan penulisan akademik di Amerika Utara dan Pedoman Penulisan Bahasa Indonesia, Transliterasi, dan Pembuatan Notes dalam Karya Ilmiah yang diterbitkan oleh Sekokah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam menjawab permasalahan penelitian tesis ini,

peneliti menggambarkan secara sistematis urutan logika pembahasan menjadi

beberapa bagian berikut ini:

Bab I yang merupakan pendahuluan dari tesis ini berisi tentang latar

belakang masalah. Bagian ini memuat tentang kondisi demokrasi di Indonesia yang

seharusnya (das sollen) dan kenyataan demokrasi (das sein) yang diganduli oleh

suksesi kepemimpinan oligarkis sehingga menggerus kualitas demokrasi. Kondisi

itu menjadi fenomonal global, nasional, dan lokal. Dalam konteks ini, peneliti fokus

pada kasus lokal, yakni provinsi Banten. Latar belakang masalah tersebut

dirumuskan ke dalam permasalahan yang meliputi identifikasi masalah, pembatasan

masalah, dan perumusan masalah. Studi terdahulu yang relevan juga memberikan

konteks pada penelitian ini.

Pada bab ini, peneliti juga menetapkan tujuan penelitin, manfaat atau

signifikasi penelitian, dan metodologi penelitian. Metodologi penelitian mencakup

jenis penelitian, jenis dan sumber data, dan pendekatan atau teori. Pendekatan dan

teori berguna untuk membaca data-data yang berhasil peneliti himpun. Pada bagian

akhir bab pertama ini, peneliti mendeskripsikan sistematika penulisan yang

merupakan alasan atau alur logis pembaban pada penulisan tesis ini.

69

Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 181. 70

Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, 145.

Page 52: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

20

Bab II berisi kerangka teori yang mencakup teori oligarki dan perdebatan

akademik sesuai dengan tema penelitian ini, yaitu oligarki, demokrasi, dan Islam.

Dalam konteks teori, pertama-tama, perdebatan muncul mulai dari definisi oligarki

antara kelompok pendukung definisi material dan nonmaterial. Perdebatan juga

mencuat pada teori pembentukan oligarki mulai dari penaklukan hingga akumulasi

kekayaan. Yang tak kalah menarik adalah terjadinya penyimpangan teori oligarki

ke teori elite pada abad 20. Peneliti pun menampilkan distingsi antara kedua teori

tersebut pada bab ini. Lalu, peneliti memaparkan jenis-jenis oligarki mulai dari

oligarki panglima hingga oligarki sipil. Secara dialektis, peneliti

mempertentangkan oligarki dengan demokrasi di mana terjadi ‘pertarugan sengit’

antara kekuasaan material pada oligarki versus partisipasi pada demokrasi. Sebelum

itu, peneliti mendeskripsikan perbedaan, persamaan, dan sintesis oligarki dengan

demokrasi.

Namun demikian, teori oligarki pun sebenarnya tak lepas dari kritik. Pada

bagian ini, peneliti menghadirkan penantang teori oligarki yang di antaranya adalah

teori aksi di mana individu sebagai fokus bukan pertentangan kelas seperti dalam

tesis oligarki. Setelah itu, peneliti menganalisis perdebatan perihal kompatibilitas

versus inkompatibilitas oligarki dengan demokrasi. Pada bagian akhir bab ini,

peneliti melihat oligarki dalam perspektif Islam. Dalam konteks ini, peneliti

memaparkan oligarki dalam perspektif Islam baik secara normatif ataupun empiris.

Yang dimksud secara normatif adalah oligarki sebagaimana sudah diteorikan pada

bagian awal bab II ini, dibaca ulang dalam perspektif Alquran dan Hadis serta para

ulama klasik. Kemudian, peneliti juga menghadirkan pandangan para ulama klasik

terhadap oligarki sebagai fakta empiris.

Bab III mengelaborasi dinamika sumber daya kekuasaan kiai dan jawara di

banten. Pasca-Reformasi 1998, jawara tidak lagi berperan sebagai santri dan

pelayan bagi kiai. Dengan sumber daya kekuasaan material yang mendefinisikannya

sebagai oligark dan oligarki, jawara menjadi lebih dominan dibandingkan

kekuasaan elite yang melekat pada para kiai. Tubagus Chasan Sochib (1930-2011),

seorang tokoh jawara di Banten sukses mentransformasikan dirinya dari material

elite menjadi oligark sultanistik. Terdapat beberapa faktor yang telah

mengantarkan jawara pada perubahan sosialnya yang signifikan itu. Pertama, alasan

antropologis yang mengharuskan jawara menjadi kaya dan ekspansi bisnisnya yang

tidak terbatasi oleh teritori desanya; Kedua, hubungan jawara dengan rezim Orde

Baru terjadi secara saling menguntungkan baik secara politik maupun ekonomi; dan

Ketiga, intervensi rezim Orde Baru pada kiai justru menggerus kekuatan sumber

daya kekuasaan elite yang disandang oleh para kiai.

Pada bab III ini, peneliti membandingkan sumber daya kekuasaan antara

kiai dan jawara. Perubahan sosial dalam dinamika kekuasaan keduanya sama-sama

dipengaruhi oleh faktor eksternal (eksogen) yakni rezim penguasa mulai dari era

kolonial hingga era reformasi. Peneliti memotretnya dengan lima teori sumber daya

kekuasaan, yaitu: hak politik formal, kekuasaan mobilisasi, kekuasaan koersif,

jabatan resmi, dan kekuasaan material. Sumber daya kekuasaan yang terakhir inilah

yang mendefinisikan seseorang menjadi oligark dan menciptakan sistem oligarki

sekaligus membedakannya dengan kekuasaan elite dalam demokrasi.

Page 53: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

21

Pada bab IV, peneliti menganalisis jawara dan sumber daya kekuasaan

materialnya di banten. Banyak anggota keluarga besar Tubagus Chasan Sochib

berada di tampuk kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Pada bab IV ini,

peneliti mengelaborasi bagaimana sumber daya material yang menjadi basis

kekuasaan oligarkis beroperasi pada keluarga besar jawara tersebut. Tidak seperti

bab III yang membandingkan kekuasaan elite kiai dengan kekuasaan oligarkis

jawara, pada bab ini peneliti lebih fokus pada kekuasaan material dari para warga

negara terkaya di Banten itu. Mereka tumbuh menjadi golongan kecil di dalam

masyarakat sebagaimana diwakili oleh para anggota keluarga jawara. Untuk itu,

peneliti menguji empat hal, yakni: pertama, prasyarat terbentuknya oligark dan

oligarki di Banten dan secara spesifik pada keluarga jawara Tubagus Chasan

Sochib, yakni ketidaksetaraan materi yang ekstrem (stratifikasi material); kedua,

oligark dan oligarki; ketiga, pertahanan kekayaan yang mencakup harta dan

pendapatan; dan keempat merupakan implikasi dari kekuasaaan oligarkis, yakni

ketidaksetaraan materi dan politik yang ekstrem. Dengan demikian, perwujudan

kekuasaan oligarkis pada keluarga jawara bisa tergambarkan dengan jelas.

Bab V merupakan bagian akhir dari keseluruhan tesis ini. Bab ini, pertama

berisi kesimpulan yang mencakup kesimpulan besar dan kesimpulan kecil (kasus).

Kesimpulan besar diandaikan menjadi teori yang bisa berlaku di seluruh dunia

sehingga diharapkan tesis ini memiliki implikasi teoretis secara global dan layak

dibaca dunia. Sementara itu, kesimpulan kasus, merupakan contoh kasus dari

kesimpulan besar tersebut secara lebih spesifik yakni oligarki di Banten.

Kedua, bab ini bersisi diskusi yang meliputi refleksi, implikasi, dan saran

(rekomendasi). Refleksi merupakan renungan peneliti atas kesimpulan tesis ini.

Sementara itu, implikasi mencakup dua hal: Pertama, implikasi teoretis yakni

implikasi teori oligarki terhadap teori lain dan disiplin ilmu lain. Kedua, implikasi

kasus yaitu nasib demokrasi di Banten jika suksesi kepemimpinan selalu

dimenangkan oleh para oligark. Bagian akhir dari bab ini adalah saran atau

rekomendasi: Pertama, saran untuk perkembangan demokrasi di Banten; dan Kedua

saran untuk penelitian selanjutnya tentang oligarki. []

Page 54: HALAMAN JUDUL OLIGARKI DAN DEMOKRASI: Kajian Sumber …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44920/1/AHMAD MUNJIN_Fix.pdfuntuk menghindari tema penelitian yang terlalu

22