halama halaman 1 - 198 n · terkandung dalam visi dan misi pembangunan kota medan yang...

201
HALAMA N HALAMAN 1 - 198

Upload: others

Post on 16-Mar-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HALAMAN

HALAMAN 1 - 198

Kajian Tentang Industri Kreatif Sebagai Pengembangan UMKM Unggulan Kota Medan (Kustoro Budiarta, Thamrin, Zulkarnain) ( 1 – 30 ) Pengembangan Situs Bersejarah Kota Cina Dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitarnya Untuk Mendorongusaha Ekonomi Kreatif Dan Pengembangan Pariwisata Di Kota Medan (Restu,Ikhwan Azhari,Kustoro Budiarta) ( 31 – 61 ) Kajian Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Latar Belakang Pendidikan Dan Prestasi Pegawai (Isfenti Sadalia, Kustoro Budiarta, Ahmad Hidayat) ( 62 – 93 ) Peranan Pemko Medan Dalam Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Di Kota Medan (Prawidya Hariani, Lailan Safina Hsb, Jasman Syarifuddin Hsb) ( 94 – 122 ) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) Di Kota Medan (Prawidya Hariani, Lailan Safina Hsb, Jasman Syarifuddin Hsb) ( 123 – 147 ) Perilaku Supir Angkutan Kota (Angkot) Di Kota Medan (Muba Simanuhuruk,Robinson Sembiring) ( 148 – 198 ) Efektivitas Pemberian Dana BOS Tingkat SD dan SMP Negeri Di Kota Medan Tahun 2012 (Irsan, Eddiyanto, Darwin) (201 – 230 )

No. 01 Tahun 01 Januari – Juni 2013

Pengarah : Walikota Medan Wakil Walikota Medan Penanggung Jawab : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan Koordinator : Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan Ketua / Pimpinan Redaksi : Ismunandar, SH Mitra Bebestari : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc. Ph. D Ir. Meuthia Fadila, M. Eng. Sc Sekretaris : Ir. Netti Efridawati Purba Dewan Redaksi : Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Balitbang Kota Medan Kabid Ekonomi dan Keuangan Daerah Balitbang Kota Medan Kabid Hukum dan Politik Balitbang Kota Medan Kabid Sosial dan Budaya Balitbang Kota Medan Staf Redaksi : Titri Suhandayani, S.Sos Wiwit Suryani, S.IP Yuni Rahma Astuti Ritonga Editor & Design : Budi Hariono, SSTP Drs. Hendra Tarigan Distributor : Juliana Pasaribu, SE Alamat Redaksi : Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan Email : [email protected]

KAJIAN TENTANG INDUSTRI KREATIF SEBAGAI PENGEMBANGAN

UMKM UNGGULAN KOTA MEDAN

Kustoro Budiarta, Thamrin, Zulkarnain

Universitas Negeri Medan [email protected]

Abstrak

Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif mencakup 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu : (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar barang seni, (4) kerajinan (handicraft), (5) desain, (6) fashion, (7) film, video, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10).seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) radio dan televisi, (14) riset dan pengembangan. Dalam berbagai kegiatan tersebut, di Kota Medan terdapat beberapa komunitas yang kreatif, produktif dan potensial untuk membangun kota Medan menjadi Medan Creative City sebelum terealisasinya Kota Medan Meteropolitan.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil industri kreatif dan jenis industri apa yang memungkinkan menjadi unggulan sehingga dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan untuk pengembangannya yang pada gilirannnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Data penelitian berupa data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari pelaku industri kreatif yang berjumlah 105 sampel. Penentuan sampel ditentukan berdasarkan wilayah kecamatan dengan jumlah sampel masing-masing kecamatan berjumlah 5 orang pelaku industri kreatif. Data penelitian dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif – eksploratif serta SWOT analisis dan Analytical Hierarchy Proccess (AHP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh industri kreatif yang berada di Kota Medan lemah dalam aspek pemasaran karenanya tidak terdapat industri kreatif yang dapat diunggulkan. Berdasarkan ketiga aspek (tenaga kerja, produksi, dan pemasaran) industri kreatif yang menjadi unggulan di Kota Medan adalah industri kreatif subsektor kerajinan, subsektor fashion, dan subsektor fotographi. Kata kunci : industri kreatif Kota Medan.

[ 1 ]

Abstract The scope of activities of the creative economy includes 14 sectors included in

the creative economy, namely: (1) advertising, (2) architecture, (3) art market, (4) crafts (handicraft), (5) design, (6) fashion , (7) movies, video, and photography, (8) interactive games (9) music, (10). performing arts, (11) publishing and printing, (12) computer services and software, (13) and radio television, (14) research and development. In these activities, in the city of Medan there are some communities that creative, productive and potential to build a city of Medan Medan Creative City before the realization of Medan Meteropolitan.

The research aims to determine the profile of the creative industries and what kind of industry that allows a seed so that it can formulate policies for the development on gilirannnya can boost the regional economy.

The research data in the form of primary data. Primary data were obtained directly from the creative industries totaled 105 samples. Determination of the sample is determined by the number of sample districts each district consist of 5 people creative industries. Data were collected using in-depth interviews and observation. The data analysis technique used is descriptive analysis - SWOT analysis and exploratory and proccess Analytical Hierarchy (AHP).

Results of this study indicate that all creative industries in the city of Medan weak hence there is no marketing aspect of the creative industries that can be seeded. Based on these three aspects (labor, production, and marketing) is a leading creative industries in Medan is the craft of creative industries sub-sectors, subsectors fashion, and sub fotographi. Keywords : creative industries in Medan.

PENDAHULUAN

Globalisasi dan perdagangan

global merupakan suatu hal yang tidak

terelakkan dari kemajuan teknologi.

Teknologi informasi dan komunikasi

yang bekembang dengan pesat telah

mengaburkan batas-batas wilayah

karena satu wilayah dapat terhubung

dengan wilayah lainnya dalam satu

waktu yang sama. Pentingnya

informasi di era tersebut kemudian

menimbulkan ekonomi informasi,

yaitu kegiatan ekonomi yang berbasis

pada penyediaan informasi.

Setelah hampir sebagian besar

wilayah di dunia terhubung pada era

ekonomi informasi, tantangan

globalisasi menjadi semakin nyata.

Dalam konteks globalisasi, daya saing

merupakan kunci utama untuk bisa

[ 2 ]

sukses dan bertahan. Daya saing ini

muncul tidak hanya dalam bentuk

produk dalam jumlah banyaknamun

juga berkualitas. Kualitas produk

tersebut dapat diperoleh melalui

pencitraan ataupun menciptakan

produk-produk inovatif yang berbeda

dari wilayah lainnya. Diperlukan

kreativitas yang tinggi untuk dapat

menciptakan produk-produk inovatif.

Berangkat dari poin inilah, ekonomi

kreatif menemukan eksistensinya dan

berkembang (Salman, 2010).

Pencitraan wilayah muncul

ketika suatu wilayah menjadi terkenal

karena produk kreatif yang

dihasilkannya. Sebagai contoh, Kota

Bandung yang saat ini terkenal karena

distro dan factory outlet-nya. Dalam

konteks yang lebih luas, pencitraan

wilayah dengan menggunakan

ekonomi kreatif juga terkoneksi

dengan berbagai sektor, di antaranya

sektor wisata.

Departemen Perdagangan

Republik Indonesia (2008)

merumuskan ekonomi kreatif sebagai

upaya pembangunan ekonomi secara

berkelanjutan melalui kreativitas

dengan iklim perekonomian yang

berdaya saing dan memiliki cadangan

sumber daya yang terbarukan. Definisi

yang lebih jelas disampaikan oleh

UNDP (2008) yang merumuskan

bahwa ekonomi kreatif merupakan

bagian integratif dari pengetahuan

yang bersifat inovatif, pemanfaatan

teknologi secara kreatif, dan budaya.

Lingkup kegiatan dari ekonomi

kreatif dapat mencakup banyak aspek.

Departemen Perdagangan (2008)

mengidentifikasi setidaknya 14 sektor

yang termasuk dalam ekonomi kreatif,

yaitu : (1). Periklanan (2). Arsitektur

(3). Pasar barang seni (4). Kerajinan

(handicraft) (5). Desain (6). Fashion

(7). Film, video, dan fotografi (8).

Permainan interaktif (9). Musik

[ 3 ]

(10).Seni pertunjukan (11).Penerbitan

dan percetakan (12). Layanan

komputer dan piranti lunak (13). Radio

dan televisi (14).Riset dan

pengembangan

Industri kreatif mampu

memberikan kontribusi positif yang

cukup signifikan terhadap

perekonomian nasional. Departemen

Perdagangan (2008) mencatat bahwa

kontribusi industri kreatif terhadap

PDB di tahun 2002 hingga 2006 rata-

rata mencapai 6,3% atau setara

dengan 152,5 trilyun jika dirupiahkan.

Industrikreatif juga sanggup menyerap

tenaga kerja hingga 5,4 juta dengan

tingkat partisipasi 5,8%. Dari segi

ekspor, industri kreatif telah

membukukan total ekspor 10,6%

antara tahun 2002 hingga 2006.

(Simposium Nasional 2010: Menuju

Purworejo Dinamis dan Kreatif).

Kota Medan merupakan salah

satu kota besar di luar Pulau Jawa yang

memiliki UMKM yang relatif banyak.

Kota Medan yang sedang berkembang

menuju “Medan Metropolitan”

membuat aktifitas dan mobilitas

mayarakatnya menjadi tinggi dan

beragam. Dalam keberagaman aktivitas

tersebut, di Kota Medan terdapat

beberapa komunitas yang kreatif,

produktif dan potensial untuk

membangun kota Medan menjadi

Medan Creative City sebelum

terealisasinya Kota Medan

Meteropolitan.

Creative City identik dengan

kota yang bercita-cita menjadi kota

yang berhasil. Kota yang menarik

orang untuk datang dan penduduk yang

betah tinggal di dalamnya. Kota yang

dapat membuat seluruh warganya

mengekspresikan bakat dan potensinya

di bidang apapun khususnya seni

budaya, teknologi, arsitektur, design,

musik, film dan lain sebagainya

(sebagaimana yang termasuk dalam

[ 4 ]

jenis industri kreatif) dengan bakat

yang akan membawa pembelajran dan

riset dan pengembangan inovasi

produk yang memenuhi kebutuhan

pasar global.

Salah satu upaya yang

dilakukan pemerintah kota untuk

mengembangkan industri kreatif di

Medan adalah dengan memediasi

pelaku usaha dengan pemilik modal,

baik melalui perbankan, maupun

lembaga lain. Mengenai industri kreatif

di Medan Pemerintah kota Medan

sudah sadar betul akan potensi industri

kreatif di kota Medan. Pengembangan

ekonomi kreatif di kota Medan

terkandung dalam visi dan misi

pembangunan kota Medan yang

diejawantahkan pada program kerja

pembangunan kota Medan. Potensi

industri kreatif di kota Medan sangat

besar. Sebagai pintu gerbang Indonesia

bagian barat, Kota Medan adalah

tempat yang strategis untuk

pengembangan industri kreatif.

Industri kreatif di bidang

teknologi informasi di Medan banyak

diminati oleh kalangan muda. Web

developer adalah salah satu usaha di

bidang IT yang berkembang di kota

Medan.

Industri musik di kota Medan

sedang berusaha untuk bangkit

melanjutkan kembali untuk melahirkan

musisi-musisi dan group band terkenal.

Walaupun sekarang kota Medan tidak

terkenal dengan kota yang

menghasilkan musisi-musisi (pelaku

kreatif di bidang music) terkenal,

namun dulu Medan sempat menjadi

barometer musik Indonesia.

Bila dilihat cakupan ekonomi

kreatif tersebut, sebagian besar

merupakan sektor ekonomi yang tidak

membutuhkan skala produksi dalam

jumlah besar. Tidak seperti industri

manufaktur yang berorientasi pada

[ 5 ]

kuantitas produk, industri kreatif lebih

bertumpu pada kualitas sumber daya

manusia. Industri kreatif justru lebih

banyak muncul dari kelompok industri

kecil menengah. Sebagai contoh,

adalah industri kreatif berupa distro

yang sengaja memproduksi desain

produk dalam jumlah kecil. Hal

tersebut lebih memunculkan kesan

eksklusifitas bagi konsumen sehingga

produk distro menjadi layak untuk

dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal yang

sama juga berlaku untuk produk

garmen kreatif lainnya, seperti Dagadu

dari Jogja atau Joger dari Bali. Kedua

industri kreatif tersebut tidak

berproduksi dalam jumlah besar namun

ekslusifitas dan kerativitas desain

produknya digemari konsumen.

Kajian ini difokuskan pada

berbagai aspek yang bertujuan untuk :

1. Mengetahui bagaimana profil

Industri kreatif di Kota Medan

2. Mengetahui jenis industri kreatif

yang menjadi unggulan di Kota

Medan.

3. Memberikan informasi tentang

industri kreatif yang perlu mendapat

prioritas untuk di kembangkan di

kota Medan dalam rangka

mendukung pembangunan ekonomi

daerah, penciptaan dan penyerapan

lapangan kerja.

Industri Kreatif Definisi dan Konsep

Industri kreatif didefinisikan

sebagai industri yang berfokus pada

kreasi dan eksploitasi karya

kepemilikan intelektual seperti seni

rupa, film dan televisi, piranti lunak,

permainan, atau desain fesyen, dan

termasuk layanan kreatif antar

perusahaan seperti iklan, penerbitan,

dan desain. Pemerintah Inggris

melalui Kementrian Budaya, Media,

dan Olahraga memberikan lingkup

industri kreatif sebagai kegiatan yang

bersumber dari kreativitas, keahlian,

[ 6 ]

dan talenta individu yang berpeluang

meningkatkan kesejahteraan dan

lapangan kerja melalui penciptaan dan

komersialisasi kekayaan intelektual.

Selanjutnya Howkins (2001)

menemukan kehadiran gelombang

ekonomi kreatif setelah menyadari

untuk pertama kalinya pada tahun

1996 karya hak cipta Amerika

Serikat mempunyai nilai penjualan

ekspor sebesar 60,18 miliar dolar

(sekitar 600 triliun rupiah) yang jauh

melampaui ekspor sektor lainnya

seperti otomotif, pertanian, dan

pesawat.

Pemerintah Indonesia dalam

hal ini Departemen Perdagangan RI

lebih dekat dengan klasifikasi yang

digunakan oleh Howkins (2001). Saat

ini sudah berhasil dipetakan 14 sektor

industri kreatif antara lain: (1)

periklanan, (2) arsitektur, (3). pasar

seni danbarang antik, (4) kerajinan, (5)

desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan

fotografi, (8) permainan interaktif, (9)

musik, (10) seni pertunjukan, (11)

penerbitan dan percetakan, (12)

layanan komputer dan piranti lunak,

(13) televisi dan radio, dan (14) riset

danpengembangan. Empat belas

subsektor yang di anggap merupakan

industri kreatif, yaitu ;

1. Periklanan

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi dan produksi iklan

an antara lain: riset pasar,

perencanaan komunikasi iklan,

iklan luar ruang, produksi material

iklan, promosi, kampanye relasi

publik, tampilan iklan di media

cetak dan elektronik.

2. Arsitektur

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan cetak biru bangunan dan

informasi produksi antara lain:

arsitektur taman, perencanaan kota,

perencanaan biaya konstruksi,

[ 7 ]

konservasi bangunan warisan,

dokumentasi lelang, dll.

3. Pasar Barang Seni

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi dan perdagangan,

pekerjaan, produk antik dan hiasan

melalui lelang, galeri, toko, pasar

swalayan, dan internet.

4. Kerajinan

kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi dan distribusi produk

kerajinan antara lain barang

kerajinan yang terbuat dari: batu

berharga, aksesoris, pandai emas,

perak, kayu, kaca, porselin, kain,

marmer, kapur, dan besi.

5. Desain

Kegiatan kreatif yang terkait

dengan kreasi desain grafis,

interior, produk, industri,

pengemasan, dan konsultasi

identitas perusahaan.

6. Fesyen

Kegiatan kreatif yang terkait

dengan kreasi desain pakaian,

desain alas kaki, dan desain

aksesoris mode lainnya, produksi

pakaian mode dan aksesorisnya,

konsultansi lini produk fesyen,

serta distribusi produk fesyen.

7. Film, Video & Fotografi

Kegiatan kreatif yang terkait

dengan kreasi produksi Video,

film, dan jasa fotografi, serta

distribusi rekaman video,film.

Termasuk didalamnya penulisan

skrip, dubbing film, sinematografi,

sinetron, dan eksibisi film.

8. Permainan Edukatif

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi, produksi, dan

distribusi permainan komputer dan

video yang bersifat hiburan,

ketangkasan, dan edukasi.

[ 8 ]

9. Music

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan kreasi, produksi, distribusi,

dan ritel rekaman suara, hak cipta

rekaman, promosi musik, penulis

lirik, pencipta lagu atau musik,

pertunjukan musik, penyanyi, dan

komposisi musik.

10. Seni Pertunjukan

Kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha yang berkaitan

dengan pengembangan konten,

produksi pertunjukan, pertunjukan

balet, tarian tradisional, tarian

ontemporer, drama, musik

tradisional, musik teater, opera,

termasuk tur musik etnik, desain

dan pembuatan busana

pertunjukan, tata panggung, dan

tata pencahayaan.

11. Penerbitan dan Percetakan

kegiatan kreatif yang terkait

dengan dengan penulisan konten

dan penerbitan buku, jurnal, koran,

majalah, tabloid, dan konten digital

serta kegiatan kantor berita.

12. Software

kegiatan kreatif yang terkait

dengan pengembangan teknologi

informasi termasuk jasa layanan

komputer, pengembangan piranti

lunak, integrasi sistem, desain dan

analisis sistem, desain arsitektur

piranti lunak, desain prasarana

piranti lunak & piranti keras, serta

desain portal.

13. Radio dan Televisi

kegiatan kreatif yang berkaitan

dengan usaha kreasi, produksi dan

pengemasan, penyiaran, dan

transmisi televisi dan radio.

14. Riset dan Pengembangan

Kegiatan kreatif yang terkati

dengan usaha inovatif yang

menawarkan penemuan ilmu dan

teknologi dan penerapan ilmu dan

pengetahuan tersebut untuk

perbaikan produk dan kreasi

[ 9 ]

produk baru, proses baru, material

baru, alat baru, metode baru, dan

teknologi baru yang dapat

memenuhi kebutuhan pasar.

Menteri Perdagangan Mari

Elka Pangestu mengatakan bahwa

sumbangan ekonomi kreatif sekitar

4,75% pada PDB 2006 (sekitar Rp

170 triliun rupiah) dan 7% dari total

ekspor pada 2006. Pertumbuhan

ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada

2006, atau lebih tinggi dari

pertumbuhan ekonomi nasional sebesar

5,6%. Sektor ekonomi itu juga

mampu menyerap sekitar 3,7 juta

tenaga kerja setara 4,7% total

penyerapan tenaga kerja baru.

Kontributor tujuh terbesar adalah (1)

fesyen dengan kontribusi sebesar

29,85%, (2) Kerajinan dengan

kontribusi sebesar 18,38%, dan (3)

periklanan dengan kontribusi sebesar

18,38%, (4) televisi dan radio, (5)

arsitektur, (6) musik, dan (7)

penerbitan dan percetakan.

Pangestu menjelaskan bahwa

ide yang mendasari Industri kreatif

diaplikasikan di Indonesia bersumber

dari tiga hal: (1). Tidak tergantung

pada sumber daya alam yang pada

suatu saat sumber daya alam akan

berkurang, tetapi pada pembangunan

sumber daya manusia yang tidak

pernah akan habis (2). Peninggalan

nenek moyang kita sebagai bangsa

yang artistic, banyak buah karya

mereka yang diakui dunia seperti candi

Borobudur misalnya (3). Potensi

kreatif orang Indonesia yang besar

berasal dari jumlah penduduk yang

banyak.

Industri Kreatif dan Pengembangan

UMKM Unggulan

Industri kreatif sangat potensial

dan penting untuk dikembangkan di

Indonesia. Mari Elka Pangestu dalam

Konvensi Pengembangan Ekonomi

Kreatif 2009-2015 menyebutkan

[ 10 ]

beberapa alasan mengapa industri

kreatif perlu dikembangkan di

Indonesia, antara lain :

1. Memberikan kontibusi ekonomi

yang signifikan

2. Menciptakan iklimbisnis yang

positif

3. Membangun citra dan identitas

bangsa

4. Berbasis kepada sumber daya yang

terbarukan

5. Menciptakan inovasi dan kreativitas

yang merupakan keunggulan

kompetitif suatu bangsa

6. Memberikan dampak sosial yang

positif

Pemilihan jenis industri kreatif

yang menjadi unggulan UMKM

mengacu pada Ditjen Bangda

Depdagri yang dimodifikasi dengan

penentuan Industri Kreatif yang

menjadi unggulan UMKM diukur

melalui indikator : (1). Penyerapan

tenaga kerja lokal (2). Produksi/bahan

baku lokal (3). Pemasaran Produknya

dapat mendorong tumbuhnya kegiatan

ekonomi lainnya (4). Memiliki

dukungan SDM yang memadai (5).

Memiliki kelayakan ekonomi dan

financial untuk tetap bertahan (6).

Daya saing produk tinggi.

Peluang dan Tantangan Industri

Kreatif

Perkembangan industri kreatif

tergantung kepada perubahan sikap

hidup masyarakat, kemajuan ekonomi,

globalisasi dan perubahan budaya.

Perubahan sikap dan perilaku

berkembang sebagai akibat kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini menjadi peluang yang

sangat besar terhadap pengembangan

industri kreatif. Namun jika dikaitkan

dengan kondisi aktual Indonesia, ada

sejumlah tantangan yang perlu diatasi

dalam pengembangan IK dan EK

sebagai berikut:

[ 11 ]

1. Ditinjau dari aspek budaya, bangsa

Indonesia belum sepenuhnya

mengalami proses perpindahan dari

setiap tahap pembangunan, yaitu

tahap agraris, industri, informasi

dan saat ini, ekonomi kreatif.

Bangsa Indonesia cenderung

“menjadi korban” perasaan gengsi

ketika muncul sebuah fenomena

baru yang sifatnya mengglobal.

Oleh karena itu, diperlukan suatu

proses pengenalan ke dalam

kebudayaan masyarakat Indonesia

mengenai konsep HKI secara

sistemik dan dimulai dari proses

pendidikan yang menjadi

kewenangan Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Dikaitkan dengan kearifan lokal

masyarakat, akan terjadi conflict

of interest antara konsep

perlindungan HKI yang dasarnya

adalah kepemilikan yang bersifat

individual, berkenaan dengan suatu

ciptaan yang baru, jangka waktu

perlindungannya dibatasi, dan

ciptaan dalam konteks tradisi. Hal

ini disebabkan oleh karakter ciptaan

tradisional yang kepemilikannya

bersifat komunal.

3. Diperlukan kebijakan Pemerintah

yang bersifat komprehensif dan

terintegrasi dalam rangka

“memelihara” SDM kreatif

sehingga mereka bersedia untuk

tetap tinggal dan berkarya di

Indonesia. Kebijakan brain drain

yang sebenarnya telah lama

dilakukan oleh negara-negara yang

lebih maju, yaitu “mencuri” SDM

berkualitas dari negara sedang

berkembang – termasuk Indonesia

– harus dapat dihentikan. Jika

Pemerintah tidak mampu

mempertahankan SDM kreatif (yang

memiliki kompetensi) maka

birokrasi akan terisi oleh para

pembuat kebijakan yang tidak

[ 12 ]

memiliki visi dan misi

pembangunan yang jelas.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah

Kota Medan, dengan obyek penelitian

adalah industri kreatif yang ada di Kota

Medan. Waktu penelitian dilaksanakan

pada bulan Oktober sampai dengan

bulan Desember 2012.

Data yang dikumpulkan berupa

data primer. Data primer diperoleh

secara langsung kepada pelaku industri

kreatif yang berjumlah 105 sampel.

Penentuan sampel ditentukan

berdasarkan wilayah kecamatan

dengan jumlah sampel masing-masing

kecamatan berjumlah 5 orang pelaku

industri kreatif. Adapun jumlah sampel

berdasarkan wilayah dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Penentuan Sampel No Kecamatan Jumlah Sampel 1. Medan Tuntungan 5 2. Medan Johor 5 3. Medan Amplas 5 4. Medan Denai 5 5. Medan Area 5 6. Medan Kota 5 7. Medan Maimun 5

8. Medan Polonia 5 9. Medan Baru 5 10. Medan Selayang 5 11. Medan Sunggal 5 12. Medan Helvetia 5 13. Medan Petisah 5 14. Medan Barat 5 15. Medan Timur 5 16. Medan Perjuangan 5 17. Medan Tembung 5 18. Medan Deli 5 19. Medan Labuhan 5 20. Medan Marelan 5 21. Medan Belawan 5

Total 105

Data dalam penelitian akan

dikumpulkan dengan beberapa metode

diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Observasi, metode ini digunakan

sebagai salah satu piranti dengan

melakukan pengumpulan data

berdasarkan pengamatan secara

langsung

b. Wawancara, melakukan dialog

secara langsung dengan responden

untuk memperoleh informasi dari

responden terpilih. Pengumpulan

data primer dilakukan berdasarkan

wawancara langsung dengan para

pelaku Industri Kreatif sebagai

pengambil keputusan/kebijakan.

c. Dokumentasi, aktivitas untuk

memperoleh data melalui evaluasi

[ 13 ]

pencatatan dari dokumen-dokumen

yang terdapat pada lokasi

penelitian.

Penelitian ini menggunakan

analisis deskriptif eksploratif serta

SWOT analisis dan Analytical

Hierarchy Process atau Proses Hierarki

Analitik (AHP), untuk

mengindentifikasi subsektor industri

kreatif unggulan dengan analisis

program Expert Choice. Pengambilan

keputusan dengan multikriteria

dilakukan melalui beberapa tahapan

berikut :

1. Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan

untuk mengidentifikasi faktor-faktor

yangdipertimbangkan sebagai penentu

strategi pengembangan industri kreatif.

Analisis ini didasarkan pada logika

yang dapat memaksimalkan

kekuatan(strengths) dan peluang

(opportunities) suatu kegiatan umum

secara bersamaandapat meminimalkan

kelemahan (weaknesses) dan ancaman

(threats) dan untuklebih jelasnya dapat

pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2. Matrik Analisis SWOT

2. Analisis Hirarki Proses (AHP)

AHP merupakan suatu

pendekatan yang digunakan

berdasarkan analisis kebijakan yang

bertujuan untuk memecahkan konflik

yang terjadi sehingga mendapatkan

subsektor industri kreatif unggulan

yang tepat dan optimal bagi

pengembangan potensi ekonomi

daerah. Dalam menyelesaikan

[ 14 ]

persoalan dengan menggunakan AHP

ada beberapa prinsip yang harus

dipahami, diantaranya adalah:

a. Decomposition, setelah persoalan

didefinisikan, maka perlu

dilakukan dekomposisi yaitu

memecahkan persoalan yang utuh

menjadi unsur-unsur, jika ingin

mendapatakan hasil yang lebih

akurat, pemecahan juga dilakukan

terhadap unsur-unsurnya sampai

tidak mungkin dilakukan pemecaan

lebih lanjut, sehingga didapatkan

beberapa tingkatan persoalan tadi.

b. Comparative Judgement, prinsip

ini berarti membuat penilaian

tentang kepentingan relatif dua

elemen pada suatu tingkat tertentu

dalam kaitannya dengan tingkat

diatasnya. Hasil penilaian akan

lebih baik jika disajikan dalam

bentuk matriks yang dinamakan

matriks pairwise comparason.

c. Synthesis of Priority, dari setiap

matriks pairwise comparason

kemudian dicariu eigen vector-nya

untuk mendapatkan local priority.

Prosedur melakukan sintesis

berbeda dengan bentuk hirarki.

Pengurutan elemen-elemen

menurut kepentingan relatif

melalui sintesis dinamankan

priority setting.

d. Logical Consistency, konsistensi

memiliki dua makna, pertama

adalah bahwa obyek-obyek yang

serupa dapat dikelompokan sesuai

dengan keseragaman dan relevansi,

kedua adalah tingkat hubungan

antara obyek didasarkan pada

kriteria tertentu.

3. Variabel yang diamati

Variabel yang diamati untuk

mengetahui scenario yang optimal

dalam mencari industri kreatif

unggulan adalah:

[ 15 ]

1) Tenaga Kerja (X1)

2) Produksi (X2)

3) Pemasaran(X3)

Adapun tahapan / langkah-

langkah dalam analisis data menurut

Saaty (1993) adalah sebagai berikut:

a) Identifikasi Sistem, dilakukan

dengan cara melakukan indepth

interview dengan pelaku (pemilik)

industri kreatif yang menjadi

responden.

b) Penyusunan Hirarki, dilakukan

dengan mengelompokkan elemen-

elemen sistem atau alternatif

keputusan ke dalam suatu abstraksi

sistem hirarki keputusan,

sebagaimana ditunjukkan dalam

gambar berikut:

Gambar 1. Hierarki Operasional

Dimana:

X1 = Tenaga Kerja X11 = Jumlah Tenaga Kerja X2 = Produksi X21 = Volume Produksi X3 = Pemasaran X31 = Wilayah Pemasaran S1 = Sub sektor fesyhen S2 = Sub sektor design S3 = Sub sektor kerajinan S4 = Sub sektor percetakan & penerbitan

X31

S1 S2 S6 S4 S5 S3 S7 S8 S9

X21 X11

Mencari Industri Kreatif Unggulan

X2 X3 X1 X2 X3

[ 16 ]

S5 = Sub sektor layanan komputer S6 = Sub sektor photographi S7 = Sub sektor radio S8 = Sub sektor barang seni S9 = Sub sektor advertising & periklanan

c) Komparasi Berpasangan

Penentuan tingkat kepentingan

pada setiap tingkat hirarki atas

pendapat dilakukan dengan teknik

komparasi berpasangan (pair

comparison).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini

karakteristik responden dianalisis

secara deskriptif dan dikelompokkan

berdasarkan wilayah usaha

(kecamatan), jumlah tenaga kerja dan

produksi. Hasil analisis deskriptif

karakteristik responden tersebut, dapat

dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Deskripsi Data Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah dan Jenis Industri Kreatif di Kota Medan

No Kecamatan

Jenis Industri Kreatif

Fesyen Design Kerajinan Percetakan

& Penerbitan

Layanan Komputer

Photographi Radio Barang

Seni

Advertising & Perikla

nan 1 Medan Amplas 3 2 2 Medan Area 5 1 3 Medan Denai 5 4 Medan Deli 2 3 5 Medan Belawan 1 3 1 6 Medan Baru 1 1 1 1 1 7 Medan Barat 1 4 1 8 Medan Marelan 2 2 1 9 Medan Labuhan 3 1 1 10 Medan Kota 2 3 11 Medan Timur 1 3 1 12 Medan Perjuangan 5 13 Medan Tembung 3 2 14 Medan Polonia 1 5 15 Medan Selayang 3 1 1 16 Medan Petisah 1 4 17 Medan Johor 2 2 1 18 Medan Maimun 2 1 19 Medan Helvetia 1 1 1 2 1 20 Medan Sunggal 3 21 Medan Tuntungan

Jumlah 36 1 43 6 3 3 1 7 Persentase Terhadap

Industri Kreatif 36% 1% 43% 6% 3% 3% 1% 7%

[ 17 ]

Berdasarkan Tabel 3. di atas

diketahui bahwa jenis industri kreatif

di Kota Medan, sebesar 43% jenis

industri kreatif berusaha di bidang

kerajinan dan diikuti oleh bidang

fashion sebesar 36% sedangkan yang

paling kecil industri kreatif di bidang

design sebesar 1% dan radio 1%.

Gambar 2. Industri Kreatif

Berdasarkan Jenis Usaha

Tabel 4. Industri Kreatif

Berdasarkan Tenaga Kerja No Jenis Industri

Kreatif Jumlah Tenaga Kerja

persentase

1 Fashion 206 27% 2 Desain 11 1% 3 Kerajinan 258 33% 4 Percetakan dan

penerbitan 63 8% 5 Layanan

Komputer 50 6% 6 Fotografi 66 9% 7 Radio 18 2% 8 Barang seni 0% 9 advertising dan

periklanan 103 13% 10 Jumlah 775 100%

Gambar 3. Industri Kreatif

Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

Sesuai data tersebut di atas

diketahui bahwa berdasarkan aspek

tenaga kerja, diketahui bahwa industri

kreatif sektor kerajinan merupakan

industri kreatif yang paling banyak

menyerap tenaga kerja yaitu sebesar

33%, selanjutnya diikuti dengan sektor

fashion sebanyak 27% dan advertising

dan perikalanan sebanyak 13% dan

sektor lainnya yang masing-masing

kurang dari 10%.

Tabel 5. Industri Kreatif

Berdasarkan Jumlah Produksi No. Jenis Industri

Kreatif Volume

Produksi persentase

1 Fashion 10600 20,64% 2 Desain 11000 21,42% 3 Kerajinan 1823 4% 4 Percetakan dan

penerbitan 10800 21,03% 5 Layanan

Komputer 270 1% 6 Fotografi 750 1% 7 Radio 15400 30% 8 Barang seni 0 0% 9 advertising dan 706 1%

[ 18 ]

periklanan 10 Jumlah 51349 100%

Gambar 4. Industri Kreatif

Berdasarkan Jumlah Produksi

Sesuai data di atas, bahwa

berdasarkan jumlah produksi, diketahui

industri kreatif sektor radio merupakan

industri kreatif yang paling produktif

yaitu sebesar 30%, selanjutnya diikuti

dengan sektor design sebesar 21,42%,

sektor percetakan dan penerbitan

sebanyak 21,03% dan fashion

sebanyak 20,64%

Tabel 6. Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah Pemasaran

Jenis Industri Kreatif Lokal Antar Propinsi Nasional Ekspor Lokal Antar

Propinsi Nasional Ekspor

Fashion 11564 2549 1254 25 56% 59% 59% 100% Desain 960 140 0 0 5% 3% 0% 0% Kerajinan 5545 1053 881 0 27% 24% 41% 0% Percetakan dan penerbitan 565 60 0 0 3% 1% 0% 0%

Layanan Komputer 360 80 0 0 2% 2% 0% 0%

Fotografi 520 230 0 0 3% 5% 0% 0% Radio 960 140 0 0 5% 3% 0% 0%

Barang seni - - - - 0% 0% 0% 0% advertising dan periklanan 189 97 0 0 1% 2% 0% 0%

20663 4349 2135 25 100% 100% 100% 100%

Berdasarkan data yang

ditampilkan di atas, diketahui bahwa

berdasarkan wilayah pemasarannya,

jenis industri kreatif sektor fashion

memiliki wilayah pemasaran yang luas

yaitu ekspor, nasional, luar propinsi di

samping pemasaran lokal. Demikian

juga sektor kerajinan, wilayah

pemasarannya adalah nasional, luar

propinsi dan lokal. Sementara sektor

lainnya lokal dan beberapa antar

propinsi.

[ 19 ]

Gambar 5. Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah Pemasaran

Berdasarkan analisis AHP dan dengan

memperhatikan hasil analisis SWOT

maka dapat diketahui alternatif

unggulan industri kreatif Kota Medan.

Hasil analisis SWOT dalam penelitian

ini seperti ditunjukkan pada tabel

berikut.

Tabel 7. Hasil Analisis SWOT

Faktor Strategi Internal KEKUATAN 1. Sumber Daya Manusia

- Memiliki SDM kreatif - Mandiri - Memiliki relasi yang luas - Kemampuan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan - Hubungan baik dengan pekerja

2. Manajemen Usaha sudah berbadan hukum dan dipimpin seorang profesional KELEMAHAN 1. Sumber Daya Manusia - Jumlah dan kualitas SDM kurang memadai - Kurangnya loyalitas, ketekunan, dan daya konsentrasi saat bekerja - Perginya SDM ke bidang usaha lain dengan upah yang lebih tinggi - Inovasi produk rendah - Mesin/alat dan peralatan (sebagian bahan baku) masih didatangkan dari Jawa 2. Permodalan - Jumlah modal masih kecil/ terbatas 3. Manajemen - Kemampuan pengelolaan pembukuan masih belum baik - Pengelolaan organisasi kurang baik karena masih terdapat beberapa kendala manajemen seperti kurangnya perencanaan dan koordinasi 4. Pemasaran

[ 20 ]

- Kurangnya kemampuan dalam memasarkan produk - Belum memiliki merek dagang Faktor Strategi Eksternal PELUANG 1. Didukung oleh banyaknya perusahaan, Perguruan Tinggi, 2. Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko dan lain-

lain semakin banyak 3. Apresiasi pasar 4. Semakin terbukanya akses terhadap teknologi 5. Potensi pasar domestik masih besar dan potensi pengembangan produk yang

dikemas secara kreatif untuk pasar luar negeri 6. Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk

pengembangan industri kreatif sudah mulai bermunculan 7. Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan

pembiayaan bagi industri kreatif ANCAMAN 1. Dinas Pemerintah daerah belum dapat mengoptimalkan potensi parawisata di

sumatera utara 2. Lokasi industri masih jauh dari lokasi bahan bakunya 3. Model rancangan monoton 4. Kekuatan harga, mutu dan inovasi produk asing terutama RRC 5. ketimpangan kondisi TIK yang besar antar daerah 6. Belum ada skema pembiayaan yang sesuai 7. Kurangnya lambaga pembiayaan yang mau membiayai industri kreatif 8. Bahan baku masih berasal dari luar daerah sumatera utara 9. Minimnya budidaya bahan baku alternatif

Berdasarkan beberapa analisis SWOT

tersebut di atas, maka langkah

selanjutnya adalah melakukan

identifikasi strategi atau kebijakan.

Strategi yang dilakukan dengan

Strategi S-O, Strategi W-O, Strategi S-

T dan Strategi W-T. Keempat strategi

tersebut selanjunta dipaparkan melalui

tabel berikut ini.

Tabel 8. Strategi Pengembangan Industri Kreatif

Strategi S-O Strategi W-O 1. Memanfaatkan dukungan dan

komitmen dari pemerintah dengan 1. Lakukan berbagai upaya dalam

perbaikan kualitas SDM dengan

[ 21 ]

membina hubungan baik dan mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah ( baik dinas kopperindag, parawisata, maupun dinas instansi lainnya)

2. Membuat business plan untuk memperluas usaha (ekspansi) dengan membuka cabang baru di daerah lain

3. Meningkatkan citra bisnis dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT

4. Memperluas Link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain

5. Memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi produk

6. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi untuk menyelenggarakan suatu event budaya dengan mengangkat tema industri kreatif

7. Meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola, model serta motif produk

cara penanaman hubungan yang penuh kekeluargaan dengan memberikan pengertian antar sesama dan membuat suatu sistem reward and punishment agar SDM lebih termotivasi untuk bekerja

2. Memanfaatkan dukungan pemerintah untuk dapat memberikan pembinaan yang baik dari segi mental dan kualitas

3. Lakukan inovasi dalam produk, differensiasi produk dan modifikasi produk, sehingga produk lebih bervariasi dan tersedia untuk segala segmen konsumen

4. Melakukan berbagai upaya dalam hal penambahan modal

5. Memanfaatkan IPTEK maupun kondisi telekomunikasi untuk memperluas pemasaran produk

6. Meningkatkan kualitas produk, melindungi produk dan meningkatkan kepercayaan konsumen dengan mendaftarkan produk ( terkait dengan merek dan paten)

7. Membangun hubungan antar industri terkait (cluster Industry)

8. Membentuk komunitas industri agar dapat lebih memudahkan penyediaan bahan baku (tergabung dalam satu kelompok tertentu)

9. Mengupayakan pembentukan suatu komunitas atau wadah komunikasi bisnis dan kompeten di bidangnya dalam bidang industri agar dapat menjadi wadah bisnis

Strategi S-T Strategi W-T

1. Memberikan suatu pembinaan mental dan pengertian secara personal terhadap generasi penerus akan pentingnya kelanjutan usaha

2. Melakukan koordinasi dengan pemerintah dalam pengambilan kebijakan mengenai masuknya

1. Meningkatkan dan memperbaiki kualitas SDM yang ada saat in i dengan membina hubungan yang baik dengan karyawan agar tercipta loyalitas karyawan dan terbina hubungan yang penuh dengan unsur kekeluargaan.

[ 22 ]

barang-barang impor yang merusak pasar dalam negeri/lokal

3. Memperbarui hak paten dan mendaftarkan produk yang belum memiliki merek dan hak paten

4. Melakukan inovasi produk dengan mengikuti selera konsumen agar dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi

5. Lebih mengunggulkan dan menonjolkan kekuatan budaya dan kecintaan akan pekerjaan dalam proses pembuatan produk agar menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan bersaing dalam menghadapi inovasi produk asing

2. Melakukan berbagai upaya dengan pendekatan personal dan emosional untuk mengatasi masalah regenerasi

3. Melakukan strategi pengembangan produk

4. Mengupayakan perubahan dalam peralihan teknologi dengan mengadopsi teknologi yang baru berkembang dalam dunia perindustrian

5. Mengupayakan keunggulan produk dengan membuat produk menjadi produk yang ramah lingkungan , memiliki perpaduan warna yang unik dan diminati konsumen serta nyaman untuk dipakai

6. Mengelola manajemen perusahaan dengan baik secara profesional dan meninggalkan sistem manajemen tradisional

7. Memperbaiki sistematika pembayaran dengan tidak memperbolehkan sistem hutang terjadi lagi sehingga tidak menghambat kelangsungan usaha

Berdasarkan analisis SWOT

tersebut selanjutnya dilakukan Analisis

Hirarki Proses (AHP) dengan variabel

tenaga kerja, produksi dan pemasaran

sebagai aspek yang dijudgment diberi

bobot tinggi untuk dianalisis lebih

lanjut.

[ 23 ]

Model Name: Industri Kreatif

Synthesis: Summary

Synthesis with respect to: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan di Kota Medan

Overall Inconsistency = ,51

Fashion ,225Desain ,022Kerajinan ,371Percetakan dan Penerbitan ,067Layanan Komputer ,032Fotografi ,142Radio ,042Barang Seni ,010Advertising dan Periklanan ,088

Gambar 6. Alternatif Unggulan Industri Kreatif

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang MenjadiUnggulan di Kota Medan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .40 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4

76,2% Tenaga Kerja

4,8% Produksi

19,0% Pemasaran

37,1% Kerajinan

22,5% Fashion

14,2% Fotografi

8,8% Advertising dan Periklanan

6,7% Percetakan dan Penerbitan

4,2% Radio

3,2% Layanan Komputer

2,2% Desain

1,0% Barang Seni

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 7. Alternatif Unggulan Industri Kreatif

Kinerja keseluruhan dari industri

kreatif dengan memperhatikan seluruh

variabel yang diamati yaitu variabel

tenaga kerja, variabel produksi dan

variabel pemasaran tersebut

ditunjukkan berikut ini.

[ 24 ]

Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang MenjadiUnggulan di Kota Medan

,00

,10

,20

,30

,40

,50

,60

,70

,80

,90

,00

,10

,20

,30

,40Obj% Alt%

Barang Seni

Desain

Layanan Komputer

Radio

Percetakan dan Penerbi

Advertising dan Periklan

Fotografi

Fashion

Kerajinan

Tenaga Kerja Produksi Pemasaran OVERALL

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 8. Kinerja Keseluruhan Industri Kreatif

Sedangkan penentuan tingkat

kepentingan pada setiap tingkat hirarki

melalui teknik komparasi berpasangan

(pair comparison) dengan melakukan

kombinasi berpasangan dari ketiga

variabel yaitu tenaga kerja, produksi

dan pemasaran secara berturut-turut

ditunjukkan melalui gambar berikut.

Gradient Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan di

Kota Medan

,00

,10

,20

,30

,40Alt%

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1Tenaga Kerja

Barang SeniDesainRadio

Layanan KomputerPercetakan dan PenerAdvertising dan Perikl

Fotografi

Fashion

Kerajinan

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 9. Kinerja Industri Kreatif dari Aspek Tenaga Kerja

[ 25 ]

Gradient Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan diKota Medan

,00

,10

,20

,30

,40 Alt%

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1Produksi

FashionLayanan Komputer

Barang SeniAdvertising dan Perikl

FotografiKerajinan

Desain

Percetakan dan Pener

Radio

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 10. Kinerja Industri Kreatif dari Aspek Produksi

Two Dimentional Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang

Menjadi Unggulan di Kota Medan

FashionLayanan Komputer

Barang SeniAdvertising dan Perikl

FotografiKerajinan

Desain

Percetakan dan Pener

Radio

,00

,10

,20

,30

,40 Produksi

,00 ,10 ,20 ,30 ,40Tenaga Kerja

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 11. Kinerja Industri Kreatif Dari Aspek Produksi Terhadap

Tenaga Kerja Two Dimentional Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi

Unggulan di Kota Medan

FashionDesain

KerajinanPercetakan dan Pener

Layanan KomputerFotografi

RadioBarang Seni

Advertising dan Perikl

,00

,10

,20

,30

,40 Pemasaran

,00 ,10 ,20 ,30 ,40Tenaga Kerja

Objectives Names

Tenaga Kerja

Produksi

Pemasaran Gambar 12. Kinerja Industri Kreatif Dari Aspek Pemasaran Terhadap

Tenaga Kerja

[ 26 ]

Dalam AHP variabel tenaga

kerja diukur dengan indikator jumlah

tenaga kerja yan terserap pada industri

kecil, variabel produksi diukur dengan

indikator volume produksi pada

industri kecil dan variabel pemasaran

diukur dengan indikator wilayah

pemasaran dari industri kecil tersebut.

Hasil AHP dengan memperhatikan

ketiga variabel tersebut bagi seluruh

industri kreatif menunjukkan bahwa

yang menjadi unggulan adalah : 1).

Jenis industri kreatif kerajinan, 2).

Jenis industri kreatif fashion, 3) jenis

industri fotographi, 4) Jenis industri

kreatif advertisinng dan periklanan, 5)

Jenis industri kreatif percetakan dan

penerbitan, 6). Jenis industri kreatif

radio, 7). Jenis industri kreatif layanan

komputer dan 8). Jenis industri kreatif

design.

Hasil AHP menunjukkan

bahwa kinerja industri kreatif

berdasarkan aspek tenaga kerja adalah

jenis industri kreatif kerajinan, fashion,

fotographi dan advertising &

periklanan merupakan industri kreatif

yang dapat diunggulkan.

Hasil AHP menunjukkan

kinerja industri kreatif berdasarkan

aspek produksi adalah jenis industri

kreatif radio, percetakan dan

penerbitan, design, kerajinan dan

fotographi merupakan industri kreatif

yang dapat diunggulkan.

Dengan menggunakan teknik

komparasi berpasangan (pair

comparison), bila dianalisis dengan

memperhatikan aspek produksi dan

tenaga kerja maka diketahui bahwa

subsektor radio merupakan jenis

industri kreatif yang volume produksi

paling tinggi dengan jumlah tenaga

kerja yang rendah dan subsektor

kerajinan merupakan industri kreatif

yang menyerap tenaga kerja paling

banyak dengan volume produksi

kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan

[ 27 ]

bahwa pada subsektor kerajinan

produktivitas tenaga kerja belum

optimal. Karenanya perlu adanya

perhatian terhadap seluruh aktivitas

tenaga kerja pada subsektor kerajinan

ini. Adanya ketimpanan antara jumlah

tenaga kerja dengan produktivitas kerja

perlu dilakukan analisis secara

mendalam agar dapat diambil

kebijakan yang sesuai dalam

penyelesaian permasalahan tersebut.

Teknik komparasi berpasangan

(pair comparison) dengan

memperhatikan aspek pemasaran dan

tenaga kerja maka diketahui bahwa

seluruh jenis industri kreatif dengan

berbagai tingkat penyerapan tenaga

kerja memiliki wilayah pemasaran

yang tidak variatif. Hal ini

menunjukkan bahwa aspek pemasaran

menjadi permasalahan bagi industri

kreatif terutama pasar nasional dan

pasar ekspor. Karenanya perlu adanya

perhatian dan perlakukan khusus dalam

rangka meningkatkan kemampuan

pemasaran industri kratif.

Dengan memperhatikan ketiga

variabel yaitu tenaga kerja, produksi

dan pemasaran, hasil analisis

perbandingan antara lain; 1) subsektor

fashion dan kerajinan menunjukkan

bahwa jenis industri kreatif subsektor

kerajinan dapat diunggulkan

dibandingkan subsektor fashion, 2)

subsektor fashion dan fotographi

menunjukkan bahwa jenis industri

kreatif subsektor fashion dapat

diunggulkan dibandingkan subsektor

fotographi, 3) subsektor kerajinan

dengan subsektor fotographi

menunjukkan bahwa jenis industri

kreatif subsektor kerajinan dapat

diunggulkan dibandingkan subsektor

fotographi.

KESIMPULAN

Hasil penelitian yang

berdasarkan kepada teori-teori yang

[ 28 ]

mendukung penelitian ini, dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan aspek tenaga kerja,

industri kreatif yang menjadi

unggulan di Kota Medan adalah

industri kreatif subsektor kerajinan,

subsektor Fashion dan subsektor

Fotographi.

2. Berdasarkan aspek produksi,

industri kreatif yang menjadi

unggulan di Kota Medan adalah

industri kreatif subsektor radio,

subsektor percetakan dan penerbitan

dan subsektor design.

3. Seluruh industri kreatif yang berada

di Kota Medan lemah dalam aspek

pemasaran karenanya tidak terdapat

industri kreatif yang dapat

diunggulkan

4. Berdasarkan ketiga aspek (tenaga

kerja, produksi dan pemasaran)

industri kreatif yang menjadi

unggulan di Kota Medan adalah

industri kreatif subsektor kerajinan,

subsektor fashion dan subsektor

fotographi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. “Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025”.

Direktorat Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat - Universitas Islam Indonesia. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif.

Hawkins, John. 2004. “The Creatif

Economyc: How People Make Money From Ideas”. Penguin Global.

Pangestu, Mari Elka. 2008.

“Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”, disampaikan dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang diselenggarakan pada pekan Produk Budaya Indonesia 2008, JCC, 4-8 Juni 2008.

Rencana Induk Pengembangan

Pariwisata (RIPP) Purworejo. 1996

Suparwoko. 2010. “Pengembangan

Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata”. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta.

[ 29 ]

Salman, Duygu. 2010. “Rethinking of Cities, Culture and Tourism within a Creative Perspective” sebuah editorial dari PASOS,

Vol. 8(3) Special Issue 2010-06-16.

UNDP. 2008. “Creative Economy

Report 2008”.

[ 30 ]

PENGEMBANGAN SITUS BERSEJARAH KOTA CINA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITARNYA UNTUK

MENDORONG USAHA EKONOMI KREATIF DAN PENGEMBANGAN PARIWISATA

DI KOTA MEDAN

Oleh: Restu (FIS Unimed)*

Ikhwan Azhari (FIS Unimed) Kustoro Budiarta (FE Unimed)

Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mengetahui potensi situs bersejarah Kota Cina sebagai objek wisata, usaha yang dapat dikembangkan untuk mewujudkan program ekonomi kreatif masyarakat sekitar, kebutuhan infrastruktur dan Informasi spasial berbasis SIG. Penelitian dilakukan dengan analisis dokumen, survey dan uji coba pelatihan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan kawasan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dilihat dari segi keunikan dan kekhasan sebagai kawasan yang menyimpan kekayaan informasi dan benda bersejarah. Potensi ini didukung oleh kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat sekitar dalam pengembangan industri kreatif, sedangkan SIG dapat memberi nilai tambah dalam pengembangan kawasan ini sebagai objek wisata.

Kata kunci: situs bersejarah, ekonomi kreatif, objek wisata This study is a preliminary study to investigate the potential of the historical site of Kota Cina if developed as a tourist attraction, businesses that can be developed to actualize the creative economy of the surrounding community, the needs of infrastructure and GIS-based spatial information. The study was conducted by using document analysis, surveys and training trials to the public. The results showed the region has the potential to be developed. In can be seen from the uniqueness and specificity of the area to store the wealth of information and historic objects. This potential is supported by the environmental conditions and the ability of local communities in developing creative industries, while GIS can provide added value in developing this area as a tourist attraction.

Keyword: historical site, creative economy, tourist attraction

PENDAHULUAN

Sumatera Utara memiliki

beberapa situs berkelas dunia baik dari

masa prasejarah hingga era

modernisasi. Keberadaan Situs-situs

sejarah berkelas dunia di Sumatera

[ 31 ]

Utara sangat penting, karena situs-

situs tersebut merupakan bukti otentik

jejak peradaban masa lalu di Sumatera

Utara. Oleh karena itu situs-situs

tersebut perlu dilestarikan sehingga

bisa dimanfaatkan bagi kepentingan

ilmu pengetahuan, kebudayaan dan

kepariwisataan. Namun kondisi situs-

situs sejarah di Sumatera Utara

umumnya`tidak terawat, menghadapi

kerusakan akibat eksploitasi penduduk

dan pemanfaatan lahan untuk kegiatan

budidaya seperti pertanian, perumahan,

dan kegiatan penduduk lainnya.

Ancaman kerusakan situs-situs

sejarah berawal dari rendahnya

apresiasi masyarakat dan pemerintah

akan pentingnya keberadaan situs-situs

sejarah. Hal ini disebabkan masyarakat

dan pemerintah tidak merasakan

manfaat langsung dari keberadaan

situs-situs sejarah tersebut. Manfaat

langsung tersebut umumnya dinilai

dari manfaat ekonomi dari keberadaan

situs-situs sejarah tersebut, sehingga

masyarakat cenderung menggunakan

areal situs bersejarah untuk kegiatan

lain yang dinilai lebih menguntungkan.

Situs Kota Cina sebagai salah

satu situs sejarah dianggap sebagai

salah satu situs berkelas dunia dari

masa pra Islam di Sumatera Utara. Hal

ini dapat dilihat dari beragam jenis

artefak yang berasal dari sejumlah

pusat peradaban kuno khususnya China

dan India, yang juga merefleksikan

kompleksitas aktivitas manusia yang

dahulu menghuninya. Posisi sebagian

wilayah Sumatera Utara khususnya

kawasan pantai timurnya yang

berhadapan langsung dengan Selat

Malaka, merupakan bentang alam

strategis yang berperan penting sejak

lama. Kawasan Selat Malaka adalah

jalur sutra melalui laut, sehingga

bandar-bandar yang terletak di kedua

sisi selat ini memainkan peran strategis

sebagai bandar-bandar niaga

[ 32 ]

internasional pada zamannya. Salah

satu bandar internasional di kawasan

Selat Malaka yang tampaknya

memiliki arti penting dalam pelayaran

dan perdagangan internasional di masa

lalu adalah Kota Cina.

Secara administratif situs Kota

Cina masuk dalam wilayah Desa Paya

Pasir, Kecamatan Medan Marelan,

Kota Medan. Keberadaan situs sejarah

Kota Cina sebagaimana halnya situs

sejarah lainnya dan peninggalan

bersejarah berupa bangunan, benda-

benda artifisial (artefak) dan benda-

benda koleksi dokumentatif (arsip dan

foto) di Kota Medan saat ini tidak

banyak mendapat perhatian karena

dianggap hanya sebagai koleksi sejarah

yang hanya dapat digunakan untuk

kepentingan ilmu pengetahuan dan

akademis, khususnya pengembangan

ilmu sejarah saja. Hal ini berdampak

pada tidak adanya perhatian

pemerintah dan berimbas pada

minimnya kepedulian masyarakat

sekitar untuk menjaga, merawat dan

melestarikan peninggalan bersejarah.

Di sisi lain pemerintah kota

menghadapi masalah dalam

pengembangan ekonomi kreatif dan

pengembangan pariwisata di kota

Medan. Ekonomi kreatif mempunyai

peluang yang lebih besar untuk

berkembang jika industri pariwisata

berkembang dan mampu

membangkitkan aktivitas masyarakat

daerah tujuan wisata untuk berinteraksi

dengan pengunjung objek wisata yang

makin meningkat. Sementara

pengembangan industri pariwisata di

kota Medan menghadapi berbagai

kendala seperti dukungan infrastruktur

dan terbatasnya objek wisata yang

dapat menarik perhatian pengunjung.

Lahan situs Kota Cina saat ini

didominasi oleh rumah-rumah warga,

yang beberapa di antaranya didirikan

di atas sisa-sisa struktur bangunan bata.

[ 33 ]

Menurut keterangan warga setempat

ramainya permukiman di situs ini

terjadi setidaknya sejak awal tahun

1980-an, dengan masuknya para

pendatang terutama dari bagian-bagian

padat Kota Medan. Bandingkan

dengan gambaran kepadatan kawasan

ini pada tahun 1875 ketika Halewijn

(dalam McKinnon, 1984:9) mencatat

bahwa Kota Cina adalah suatu

kampung kecil yang terdiri dari

sepuluh rumah tangga. Ketika Edmund

Edward McKinnon mulai melakukan

penelitian intensif pada situs ini di

awal tahun 1970-an, rumah-rumah

warga tampaknya masih belum terlalu

padat, masih banyak lahan kosong

milik warga yang difungsikan sebagai

persawahan dan perkebunan dengan

beragam jenis tanaman antara lain

kelapa, pisang, dan duku. Sisa-sisa dari

kondisi tersebut masih terlihat di area

yang dikenal oleh warga sebagai

Keramat Pahlawan.

Bentuk lain pemanfaatan lahan

situs Kota Cina adalah sebagai tempat

wisata, di suatu lokasi yang dikenal

oleh warga sebagai Danau Siombak.

Danau tersebut adalah danau buatan

yang terbentuk sebagai dampak dari

aktivitas pengerukan pasir di suatu

areal yang dahulu dikenal sebagai Paya

Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal

tersebut dimanfaatkan sebagai material

timbunan jalan tol yang

menghubungkan Belawan-Medan-

Tanjung Morawa, yang dibangun pada

tahun 1980-an. Menurut penuturan

warga Kota Cina, ketika proses

pengerukan pasir di areal itu

berlangsung, para penggali acapkali

menemukan pecahan-pecahan barang-

barang keramik dan tembikar, bahkan

papan-papan kayu yang diduga

merupakan bagian kapal atau perahu

kuno. Berdasarkan informasi warga

itulah pada tahun 1989 para peneliti

dari Pusat Penelitian Arkeologi

[ 34 ]

Nasional dan EFEO (Perancis),

melakukan ekskavasi penyelamatan

terhadap sisa-sisa perahu kuno.

Keberadaan situs bersejarah Kota

Cina menghadapi kendala dalam

penyelamatan area situs dari kerusakan

dan pengembangannya pada masa yang

akan datang setidaknya akibat dari tiga

hal. Pertama, area situs tidak dikuasai

oleh pemerintah tetapi secara defacto

dikuasai oleh masyarakat yang makin

meningkat populasinya. Kedua,

aktivitas masyarakat cenderung

merusak dan melenyapkan bukti dan

peninggalan bersejarah di area situs.

Ketiga, perhatian masyarakat yang

sangat kurang terhadap pentingnya

nilai sejarah dan nilai ekonomis area

situs bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan kegiatan ekonomi.

Oleh sebab itu perlu dilakukan

program penyelamatan area situs

dengan melibatkan secara penuh

masyarakat di area situs dan

sekitarnya. Program yang paling

mungkin dilakukan adalah

pengembangan secara terpadu kawasan

situs sebagai objek wisata dengan

pengembangan industri kreatif di

kalangan masyarakat setempat yang

dapat mendukung kegiatan wisata.

Agar situs bersejarah dapat

diakses dengan baik oleh pengunjung,

maka pengembangan infrastruktur di

sekitar situs bersejarah perlu dilakukan

dengan tetap menjaga keaslian dan

keasrian lokasi situs sebagai objek

wisata. Objek wisata akan lebih

menarik bila didukung oleh kegiatan

ekonomi kreatif masyarakat sekitar

objek wisata berupa tersedianya barang

souvenir atau barang fungsional lain

serta usaha jasa yang dibutuhkan

pengunjung objek wisata. Barang atau

jasa yang ditawarkan akan lebih

menarik minat pengunjung bila

berkaitan dengan objek wisata setempat

dan mempunyai keunikan dan ciri yang

[ 35 ]

khas yang menggambarkan objek

wisata setempat. Oleh sebab itu

pemberdayaan masyarakat sekitar,

khususnya dalam menghidupkan

kegiatan ekonomi kreatif sangat

diperlukan dalam menghidupkan objek

wisata setempat. Jika masyarakat dapat

merasakan manfaat objek wisata bagi

dirinya, maka dengan sendirinya

mereka akan menjaga dan merawat

objek wisata tersebut, termasuk situs

bersejarah yang selama ini terabaikan.

Dengan demikian akan terjadi proses

simbiosis mutualistis antara

pengembangan industri pariwisata,

ekonomi kreatif masyarakat, dan

pengembangan situs bersejarah Kota

Cina.

Sehubungan dengan permaslahan

di atas, maka masalah dalam penelitian

pendahuluan ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Potensi situs sejarah

Kota Cina untuk dijadikan objek

wisata

2. Potensi usaha apa saja yang dapat

dikembangkan untuk mewujudkan

program ekonomi kreatif

masyarakat sekitar Situs Bersejarah

Kota Cina

3. Kebutuhan infrastruktur apa saja

yang dibutuhkan untuk

pengembangan situs sejarah Kota

Cina sebagai objek wisata

4. Informasi spasial apa saja yang

dapat dituangkan dalam bentuk peta

situs sejarah Kota Cina berbasis SIG

(sistem informasi geografi)

Penelitian pendahuluan ini

bertujuan untuk mencari informasi

awal dalam hal:

1. Identifikasi Potensi situs sejarah

Kota Cina untuk dijadikan objek

wisata

2. Identifikasi potensi usaha yang dapat

dikembangkan untuk mewujudkan

[ 36 ]

program ekonomi kreatif

masyarakat sekitar Situs Bersejarah

Kota Cina

3. Identifikasi Kebutuhan infrastruktur

yang dibutuhkan untuk

pengembangan situs sejarah Kota

Cina sebagai objek wisata

4. Identifikasi Informasi spasial yang

dapat dituangkan dalam bentuk peta

situs sejarah Kota Cina berbasis SIG

(sistem informasi geografi)

METODE PENELITIAN

Penelitian pendahuluan ini

dilakukan di kawasan Situs Bersejarah

Kota Cina yang terletak di Kelurahan

Paya Pasir Kota Medan. Penelitian

dilakukan selama 3 (tiga) bulan

September sampai dengan bulan

November 20012.

Populasi penelitin pendahuluan

ini adalah seluruh wilayah kawasan

Situs Bersejarah Kota Cina yang

terletak di Kelurahan Paya Pasir Kota

Medan beserta penduduk di wilayah

tersebut. Sedangkan sampel penduduk

diambil secara purposive sebanyak 120

orang untuk dilatih dalam kegiatan

industri kreatif.

Variabel penelitian ini meliputi:

1. Potensi kawasan Situs Bersejarah

Kota Cina menjadi objek wisata

2. Potensi pengembangan industri

kreatif di kawasan Situs Bersejarah

Kota Cina

3. Ketersediaan infrastruktur dasar

untuk mendukung pengembangan

kawasan Situs Bersejarah Kota Cina

sebagai objek wisata

4. Data spasial kawasan Situs

Bersejarah Kota Cina

Definisi Operasional Variabel

dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Potensi kawasan Situs Bersejarah

Kota Cina menjadi objek wisata

Suatu wilayah dapat dijadikan objek

wisata karena beberapa alasan

[ 37 ]

sesuai tujuan kunjungan para

wisatawan. Tujuan wisatawan dapat

digolongkan dalam beberapa hal

seperti untuk tujuan rekreasi yaitu

mencari suasana dan tempat yang

dapat menimbulkan relaksasi, rasa

nyaman, tenang, dan

menyenangkan, tujuan petualangan

fisik dan olah raga, tujuan wisata

pengalaman rohani, dan tujuan

wisata ilmu pengetahuan. Suatu

perjalan wisata dapat mencapai

salah satu atau berbagai tujuan

tersebut dalam suatu objek wisata.

Hakikat tujuan wisata tersebut

akhirnya akan mencari kepuasan

batin dan meninggalkan kesan yang

mendalam atas pengalaman

melakukan kegiatan wisata tersebut.

Oleh karena itu potensi suatu

wilayah untuk dijadikan objek

wisata dapat dilihat dari berbagai

parameter yang dapat memenuhi

tujuan wisata di atas.

b. Potensi pengembangan industri

kreatif di kawasan Situs Bersejarah

Kota Cina

Industri kreatif yang terkait dengan

objek wisata adalah usaha

memproduksi barang dan jasa yang

dapat mendukung kegiatan

pariwisata di suatu objek wisata

seperti penyediaan barang souvenir

dan jasa hiburan atau atraksi yang

dapat menghibur wisatawan.

Potensi pengembangannya dapat

dilihat dari kemauan dan

kemampuan masyarakat untuk

melakukan usaha kreatif serta

dukungan sumberdaya yang tersedia

untuk industri kreatif tersebut.

c. Ketersediaan infrastruktur dasar

untuk mendukung pengembangan

kawasan Situs Bersejarah Kota Cina

sebagai objek wisata

Infrastruktur dasar untuk

mendukung pengembangan suatu

kawasan objek wisata meliputi

[ 38 ]

jalan, lahan parkir, listrik, air bersih,

serta sarana dan prasarana lain yang

terkait dengan kebutuhan objek

wisata. Ketersediaan infrastruktur

tersebut dapat dilihat dari

kesesuaian dan kemampuannya

dalam mendukung kebutuhan objek

wisata.

d. Data spasial kawasan Situs

Bersejarah Kota Cina

Data spasial yang dibutuhkan oleh

kawasan objek wisata meliputi batas

lokasi, peta jalan dan sarana di area

objek wisata, serta lokasi situs yang

akan menjadi objek yang akan

dikunjungi wisatawan.

Pada penelitian ini data primer

dikumpulkan melalui survei di lokasi

situs bersejarah Kota Cina dan

wawancara terhadap penduduk yang

dijadikan sampel. Sedangkan data

sekunder diambil melalui studi literatur

dan dokumen dari berbagai instansi

terkait.

Data yang terkumpul dianalisis

secara deskriptif kualitatif dengan

didukung oleh gambar-gambar yang

terkait dengan objek wisata dan

kegiatan penelitian.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Potensi Situs Sejarah Kota Cina

Sebagai Objek Wisata

Berikut adalah sejumlah data

arkeologis yang ditemukan di situs

Kota Cina, yang didapat melalui

survei permukaan, ekskavasi

sistematis, maupun hasil temuan

warga Kota Cina yang diserahkan

ke site museum Kota Cina PUSSIS

UNIMED, Museum Daerah

Sumatera Utara, maupun yang

masih menjadi milik warga Kota

Cina.

[ 39 ]

1) Artefak

a. Batu

(1) Pilar batu granit hitam

koleksi site museum Kota

Cina PUSSIS UNIMED,

bersisi 4, dengan tinggi

91 cm, dengan sisi-sisi

bagian bawahnya

berukuran 30 cm,

sedangkan sisi-sisi bagian

atasnya berukuran 23 cm.

Merupakan hasil temuan

anggota masyarakat,

tepatnya di lahan yang

ditanami pohon pisang di

belakang pekong

(klenteng) Cina di situs

Kotacina pada tahun

2008. Saat ini masih ada

2 (dua) benda sejenis di

areal yang sama, satu

masih tegak berada dekat

sebatang pohon tua di sisi

timur pekong, sedangkan

yang satu lainnya rebah di

sisi barat pekong

(klenteng) Cina. Benda

ini tampaknya berfungsi

sebagai semacam batas

areal tertentu, boleh jadi

suatu tempat sakral,

mengingat di areal ini

pernah ditemukan 2 arca

logam yang kini dijadikan

objek pemujaan di

pekong (klenteng) Cina

tersebut.

(2) Fragmen batu silindrik

koleksi site museum Kota

Cina PUSSIS UNIMED,

bahan batuan granit

kelabu kekuningan;

diameter atas 6 cm,

diameter bawah 8 cm,

tinggi tersisa 7 cm.

Fragmen batu sejenis juga

ditemukan di Sukanalu

[ 40 ]

(Karo) dan Lobu Tua

serta Bukit Hasang

(Barus). Guillot

(2008:291)

mengidentifikasi benda

ini sebagai batu

penggiling yang diimpor

dari India Selatan,

sementara Perret

(2009:466) tidak

memastikan fungsi dari

benda ini selain beberapa

kemungkinan fungsi

seperti lingga, batu nisan,

dan batu penggilingan.

Jika ditilik dari perlakuan

istimewa masyarakat

terhadap artefak batu dari

Sukanalu ini -yang

mereka sebut sebagai

“peluru” meriam Putri

Hijau- maka benda ini

tentu memiliki nilai lebih

tertentu. Perlakuan

istimewa itu antara lain

berupa pemberian sesaji

oleh peziarah terhadap

benda berbahan batu ini

dan benda lain berbahan

logam yang dianggap

sebagai pecahan meriam

Putri Hijau. Bukan tidak

mungkin, perlakuan

istimewa masyarakat saat

ini terhadap benda-benda

tersebut disebabkan oleh

peran istimewanya di

masa lalu. Khusus untuk

batu silindrik tersebut,

boleh jadi sedari dulu

fungsinya terkait dengan

aktifitas religi seperti

upacara keagamaan,

dalam hal ini ritus Hindu

yang dibawa bersamaan

dengan intrusi orang-

orang Tamil ke

pedalaman (Tanah Karo)

[ 41 ]

di masa lalu. Ditinjau dari

morfologinya yang

menyerupai phallus

(kemaluan laki-laki),

benda ini bisa jadi adalah

lingga, yang merupakan

salah satu perwujudan

Siwa.

(3) Fragmen umpak

(landasan tiang) batu

koleksi site museum Kota

Cina PUSSIS UNIMED,

bahan batuan granit

kelabu; panjang 15 cm,

lebar 13 cm, tinggi 9,5

cm. Permukaan sisi

bawahnya diupam,

sedangkan bagian atasnya

telah patah. Benda sejenis

juga ditemukan di situs

Lobu Tua dan Bukit

Hasang (Barus). Oleh

Guillot (2008:292) benda

ini diidentifikasinya

sebagai fragmen

bangunan, yang asalnya

kemungkinan berasal dari

India Selatan. Sementara

Perret (2009:466) masih

ragu-ragu

mengidentifikasinya

sebagai landasan pilar.

(4) Arca Dhyani Budha

Amitaba berbahan batu

granit putih koleksi

Museum Negeri Provinsi

Sumatera Utara (no. inv.

593.1)

(5) Arca Wisnu berbahan

batu granit koleksi

Museum Negeri Provinsi

Sumatera Utara (no. inv.

04.7/703)

(6) Arca Laksmi, koleksi

Museum Negeri Provinsi

Sumatera Utara (no. inv.

04.7/703).

[ 42 ]

(7) Yoni koleksi Museum

Negeri Provinsi Sumatera

Utara; bentuk bulat

berdiameter 56 cm, tinggi

28 cm di tengah terdapat

lubang persegi berukuran

14 cm x 13 cm dengan

kedalaman lubang 2 cm,

terdapat sisa-sisa cerat

(tempat keluar air) di

salah satu sisinya, bahan

batuan andesit berwarna

kelabu.

(8) Batur/landasan arca

koleksi Museum Negeri

Provinsi Sumatera Utara,

bentuk persegi berukuran

panjang 80 cm, lebar 76

cm, dan tinggi 30 cm;

lingkaran di sisi

dalamnya berdiameter 60

cm berkedalaman 4 cm;

di salah satu sisinya

terdapat rekahan yang

tampaknya berfungsi

sebagai cerat. Benda ini

ditemukan di suatu

tempat yang disebut oleh

warga Kota Cina sebagai

Keramat Pahlawan.

b. Bentuk lain artefak batu yang

ditemukan di situs Kota Cina

adalah manik-manik berbahan

batuan setengah mulia yakni,

kornelian. Situs-situs lain di

Indonesia yang juga

mengandung temuan manik-

manik kornelian antara lain

adalah situs Tri Donorejo

(Demak, jawa Tengah)

dengan konteks temuan

berupa keramik Dinasti Tang

hingga Dinasti Sung (VII—

XIII M); sedangkan di situs

Air Sugihan (Palembang)

konteks temuannya berupa

keramik Cina masa Dinasti

Sui (589—618 M). Berikut

[ 43 ]

adalah pemerian manik-manik

kornelian dari situs Kota Cina:

(1) Manik-manik kornelian

kerucut ganda bersisi

enam hasil ekskavasi dari

sektor Keramat

Pahlawan, warna jingga,

tembus cahaya; panjang

1,9 cm; tebal ujung 0,5

cm; tebal tengah 1,1 cm.

(2) Manik-manik kornelian

kerucut ganda bersisi

enam hasil ekskavasi dari

sektor Keramat

Pahlawan, warna jingga,

tembus cahaya; panjang 1

cm; tebal ujung 0,5 cm;

tebal tengah 0,8 cm.

(3) Manik-manik kornelian

bulat hasil ekskavasi dari

sektor Keramat

Pahlawan, warna jingga,

tembus cahaya;

berdiameter 0,9 cm.

c. Logam

(1) Arca Buddha logam,

tinggi ± 12 cm. Objek ini

hingga kini masih

dimanfaatkan sebagai

objek pemujaan di

pekong Cina situs Kota

Cina. Digambarkan

dalam posisi berdiri

samabhanga (kedua kaki

tegak sejajar), sikap

tangan kanan tidak jelas,

mungkin vitarkamudrā

(memberi pengajaran atau

berdebat), sedangkan

tangan kiri mulai

pergelangan hingga

telapaknya sudah hilang.

Mengenakan jubah yang

memanjang mulai bahu

kiri hingga hampir ke

mata kakinya. Terdapat

ushņīsha (tonjolan) di

bagian puncak kepalanya.

[ 44 ]

Namun, aspek gaya

seninya masih belum

dapat ditentukan

mengingat objek ini

masih dimanfaatkan dan

kondisi arcanya yang

tertutup jelaga pedupaan.

(2) Arca perempuan, tinggi ±

6 cm. Objek ini hingga

kini masih dimanfaatkan

sebagai sarana pemujaan

di pekong Cina situs Kota

Cina. Tangan kanan

mungkin digambarkan

dalam sikap

abhayamudra (menolak

bahaya) atau

vitarkamudra (memberi

pengajaran atau

berdebat); sedangkan

tangan kiri terjuntai ke

sisi pinggulnya.

Kepalanya dihiasi

kiritamukuta (mahkota

menyerupai kerucut). Jika

arca ini ditemukan

memang sekonteks

dengan arca Buddha

logam tersebut,

kemungkinan arca ini

adalah Tara, salah

seorang dewi dalam

agama Buddha.

(3) Mata palu berujung

runcing koleksi site

museum Kota Cina

PUSSIS UNIMED.

Panjang 11,6 cm, lebar

pangkal 1,7 cm, lebar

tengah ± 3 cm (karena

tertutup karat yang cukup

tebal), lebar ujung 0,6

cm.

(4) Gumpalan terak besi

koleksi site museum Kota

Cina PUSSIS UNIMED.

Kondisi berkarat, panjang

[ 45 ]

11,2 cm, lebar 10 cm,

tebal 4,2 cm.

(5) Koin-koin Cina, yang

ditemukan di situs Kota

Cina terdiri dari beragam

ukuran, besaran satuan,

dan masa.

d. Tembikar

Sejumlah besar benda temikar

telah ditemukan di areal situs

Kotacina, yang diperoleh

melalui penelitian sistematis

maupun hasil temuan

permukaan. Ragam jenis

benda-benda tembikar yang

ditemukan antara lain terdiri

dari berbagai fragmen.

e. Keramik

Sejumlah besar benda keramik

telah ditemukan di areal situs

Kotacina, yang diperoleh

melalui penelitian sistematis

maupun hasil temuan

permukaan. Ragam jenis

benda-benda keramik yang

ditemukan antara lain terdiri

dari guci, mangkuk, piring,

cepuk, vas, dan buli-buli.

Temuan benda bersejarah

Kota Cina saat ini tersimpan di

berbagai lokasi seperti Museum

Negeri Sumatera Utara, Site

Museum Kota Cina, sebagian

masih terpendam dalam tanah,

dan beberapa benda bersejarah

berada di Eropa untuk

kepentingan penelitian.

2) Museum

Saat ini di lokasi Situs Bersejarah

Kota Cina telah berdiri sebuah

museum yang merupakan site

museum Kota Cina yang dikelola

PUSSIS UNIMED. Museum ini

memiliki koleksi hasil temuan

berbagai benda bersejarah dari

Situs Kota Cina. Koleksi benda

[ 46 ]

bersejarah tersebut dapat

dijadikan daya tarik dari situs

bersejarah Kota Cina. Museum

juga menyediakan jasa informasi

yang dapat menjelaskan seputar

Situs Bersejarah Kota Cina.

Museum ini dilengkapi ruang

audio visual dan tempat diskusi.

Dengan demikian museum ini

dapat dijadikan tempat wisata

sejarah yang sangat representatif.

3) Situs

Sebahagian besar benda

peninggalan bersejarah masih

terpendam dalam tanah di areal

situs bersejarah Kota Cina.

Beberapa benda bersejarah

berupa candi, dinding bangunan

dan perahu ditemukan dalam

tanah saat penduduk menggali

sumur atau pondasi bangunan.

Sebahagian benda tersebut saat

ini masih berada di tempatnya

karena penduduk menutup

lubang penggalin untuk

menghindari kerusakan dan

gangguan dari masyarakat.

Bangunan dan benda bersejarah

tersebut dapat disingkap untuk

melihat wujud utuhnya, atau

dapat dibuat replikanya di

permukaan sehingga mejadi

objek wisata yang menarik.

4) Lingkungan

Lingkungan sekitar situs

bersejarah Kota Cina yang dapat

mendukung pengembangan

objek wisata adalah keberadaan

Danau Siombak yang berbatasan

langsung dengan kawasan situ

bersejarah Kota Cina. Dengan

demikian keberadaan danau ini

dapat dijadikan satu kesatuan

dalam pengembangan kawasan

Kota Cina ini sebagai objek

wisata.

[ 47 ]

2. Potensi Usaha Ekonomi Kreatif

Masyarakat di sekitar

lokasi situs bersejarah Kota Cina

cukup terbuka untuk menerima

perubahan. Mereka mulai

memahami bahwa kawasan sekitar

hunian mereka merupakan situs

bersejarah yang mempunyai nilai

penting untuk pengembangan ilmu

pengetahuan. Mereka semakin

yakin tentang tingginya nilai lokasi

di lingkungan tempat tinggal

mereka setelah berdirinya museum

yang dikelola PUSSIS-Unimed.

Masyarakat dan pemerintah

kelurahan Paya Pasir mendukung

keberadaan museum ini terutama

setelah kunjungan beberapa pejabat

ke museum ini, seperti Wali Kota

Medan dan anggota DPD Sumatera

Utara.

Kepercayaan masyarakat ini

menjadi modal penting untuk

mengajak mereka berpartisipasi

dalam setiap kegiatan yang terkait

dengan pengembangan kawasan ini

sebagai situs bersejarah. Mereka

umumnya bersedia untuk

berpartisipasi dalam setiap kegiatan

yang dilakukan untuk memajukan

kawasan situs bersejarah.

Pada penelitian pendahuluan

ini dilakukan uji coba pelatihan

industri kreatif pada masyarakat.

Pelatihan dilakukan untuk melihat

potensi usaha kreatif yang mungkin

untuk dikembangkan dan melihat

bagaimana antusiasme dan tingkat

partisipasi mereka dalam mengikuti

kegiatan pelatihan. Pelatihan yang

diujicobakan meliputi:

1. Pembuatan tembikar replikasi

temuan tembikar Kota Cina

2. Pemanfaatan kulit kerang untuk

barang souvenir

3. Daur ulang sampah untuk barang

kerajinan dan kompos

4. Pembuatan batik motif Kota Cina

[ 48 ]

Hasil uji coba menunjukkan

bahwa masyarakat cukup antusias

mengikuti kegiatan pelatihan dan

berharap mereka dapat dilatih lebih

intensif agar memperoleh

keterampilan yang lebih baik lagi.

Dari 120 orang penduduk

yang mengikuti pelatihan

menyatakan minatnya sebagai

ditunjukkan tabel berikut berikut:

Tabel. 4.1. Minat Masyarakat Mengikuti Pelatihan

Pelatihan SBM BM KBM Jlh

Gerabah 11 14 5 30 Souvenir 24 6 0 30 Daur Ulang 9 18 3 30 Batik 21 7 2 30

Ket.: SBM : Sangat berminat BM : Berminat

KBM : Kurang Berminat

Dari Tabel 4.1. terlihat bahwa

penduduk umumnya berminat

mengikuti paket pelatihan yang

ditawarkan kepada mereka.

Meskipun pelatihan yang dilakukan

masih pada tahap pengenalan untuk

menjajaki potensi dan bakat mereka,

namun mereka menyatakan

kepuasannya mengikuti pelatihan

tersebut seperti ditunjukkan pada

Tabel 4.2.

Tabel. 4.2. Kepuasan Mengikuti Pelatihan

Pelatihan SP P KP Jlh

Gerabah 15 14 1 30 Souvenir 17 13 0 30 Daur Ulang 12 18 0 30 Batik 19 11 0 30

Ket.: SP: Sangat puas P : Puas

KP: Kurang Puas

Hasil penilaian instruktur

untuk masing-masing pelatihan

menyatakan bahwa masyarakat

mempunyai potensi yang besar

untuk dikembangkan

keterampilannya dalam kegiatan

industri kreatif. Keunggulan lain

yang dapat menjadi kekuatan dalam

pengembangan usaha ekonomi

kreatif di daerah ini adalah:

1) Untuk kerajianan pembuatan

gerabah/ tembikar, model

tembikar merupakan replika dari

tembikar yang ditemukan di

kawasan situs bersejarah Kota

[ 49 ]

Cina akan menarik untuk

dijadikan cenderamata dari

daerah ini. Para pengunjung akan

melihat tembikar (tiruan) Kota

Cina yang berasal dari abad IX –

abad XI.

2) Untuk kerajinan souvenir,

pemanfaatan kulit kerang akan

memberikan niai tambah dari

limbah kulit kerang yang banyak

tersedia di daerah ini.

3) Untuk kerajinan daur ulang

sampah, penduduk akan

memperoleh manfaat ganda

berupa terpeliharanya kebersihan

lingkungan dan manfaat ekonomi

dari hasil daur ulang yakni

kompos yang dapat dijadikan

pupuk untuk tanaman pertanian

dan tanaman pekarangan, serta

industri kerajinan dengan bahan

baku limbah plastik dan kertas.

4) Untuk kerajinan batik, motif

batik Kota Cina yang merupakan

tiruan dari motif yang ditemukan

pada keramik dan tembikar di

kawasan ini, akan menjadi motif

batik yang khas yang dapat

menarik minat pembeli.

Usaha ekonomi kreatif lain

yang belum diujicobakan tetapi

dinilai mampu untuk dikembangkan

di sekitar kawasan situs bersejarah

Kota Cina adalah:

1) Pengembangan industri hiburan

rakyat berupa kesenian melayu

lokal dalam bentuk group tari

dan musik yang dapat

dimanfaatkan untuk menghibur

pengunjung.

2) Pengembangan jasa wisata air di

kawasan perairan danau

Siombak.

3) Usaha makanan/jajanan lokal

4) Usaha cetak sablon

5) Paket wisata edukasi dan

kegiatan out bonds

6) Fotografi

[ 50 ]

3. Keadaan Infrastruktur

Hasil pengamatan lapangan

menunjukkan bahwa infrastruktur

dasar di lokasi situs, khususnya

jalan dan lahan parkir masih sangat

minim dan kondisi eksisting saat ini

tidak dapat mendukung aktivitas

wisata di daerah tersebut. Gambaran

umum kondisi sarana dan prasarana

di lokasi situs bersejarah Kota Cina

adalah sebagai berikut:

a. Prasarana Kepariwisataan

Prasarana wisata adalah

sumber daya alam dan sumber

daya manusia yang mutlak

dibutuhkan oleh wisatawan dalam

perjalanannya di daerah tujuan

wisata seperti ; jalan, listrik, air,

telekomunikasi, terminal,

jembatan, dan lain sebagainya

(Suwantoro, 2004).

1) Jalan dan Pengangkutan

(Transportation)

Untuk mencapai lokasi situs

bersejarah Kota Cina dapat

ditempuh dengan

menggunakan angkutan

umum dan kendaraan pribadi.

Angkutan umum yang

tersedia tidak sampai ke lokasi

situs melainkan hanya

melintasi jalan umum yang

berjarak sekitar 1 km dari

lokasi situs. Sedangkan

kendaraan pribadi dapat

mencapai lokasi situs.

Meskipun kendaraan pribadi

dapat mencapai lokasi situs

namun jalan menuju lokasi

masih sangat sempit sehingga

di beberapa ruas jalan mobil

tidak dapat berselisih jalan

dengan mobil lainnya.

Kondisi jalan cukup baik

karena sebahagian diaspal dan

sebahagian lagi diperkeras

dengan cor beton. Kendala

[ 51 ]

utama adalah lebar jalan,

sehingga angkutan bus sangat

sulit untuk mencapai lokasi

situs. Kondisi jembatan yang

tersedia juga sangat sempit

dan kondisinya memerlukan

penggantian karena

sebahagian pondasi jembatan

sudah mulai amblas dan

jembatan bahagian tengah

sudah turun sehingga

membentuk cekungan.

Kendala lain yang cukup

penting adalah tidak adanya

terminal dan area parkir,

sehingga pengunjung

kesulitan untuk memakirkan

mobil, apalagi bus.

2) Komunikasi (Comunication

Infrastructures)

Prasarana komunikasi di

lokasi situs bersejarah Kota

Cina cukup tersedia karena

terjangkau oleh sinyal seluler.

Siaran radio, TV, surat kabar,

internet, kantor pos cukup

tersedia

3) Listrik dan Air bersih

Jaringan listrik telah tersedia

di area situs bersejarah Kota

Cina. Penduduk telah

menikmati layanan listrik di

rumah-rumah mereka.

Perluasan jaringan sangat

dimungkinkan mengingat

kecilnya hambatan geografis

di daerah ini.

Berbeda dengan layanan

listrik, layanan air bersih

masih minim. Sebahagian

penduduk memanfaatkan

sumur bor karena air sumur

dangkal bersifat payau. Selain

itu lokasi situs bersejarah

Kota Cina ini tidak jauh dari

lokasi TPA dimana berton-ton

sampah kota Medan dibuang

[ 52 ]

di TPA ini setiap harinya.

Limbah TPA ini mencemari

air tanah dan terbawa air

hujan ke perairan “paluh” di

kawasan ini. Pada saat pasang

naik, air yang tercemar

berwarna pekat dan beraroma

kurang sedap ini masuk ke

sungai dan anak sungai di

daerah ini mengalir ke hulu

memasuki kawasan

permukiman dan

meninggalkan sampah dan

lumpur saat air kembali surut

ke laut. Kondisi ini tidak

memungkinkan penduduk

untuk memanfaatkan air

sumur untuk kebutuhan

sehari-hari mereka.

4) Layanan pendidikan dan

Kesehatan

Meskipun di lokasi situs

bersejarah Kota Cina tidak

ada bangunan sekolah dan

puskesmas, tetapi masyarakat

daerah ini masih dapat

memperoleh layanan

pendidikan dan kesehatan dari

pusat layanan yang tidak jauh

dari rumah mereka.

Meskipun demikian, jika

kawasan ini akan

dikembangkan menjadi objek

wisata maka pembangunan

fasilitas kesehatan harus

dilakukan untuk melayani

kondisi emergensi di

lapangan.

5) Layanan keamanan

Hasil wawancara dengan

penduduk menunjukkan

bahwa tingkat keamanan di

daerah ini cukup baik. Belum

pernah terjadi kasus penting

yang menimbulkan perasaan

tidak aman (unsafe) di

kalangan penduduk.

6) Prasarana kepariwisataan

[ 53 ]

Prasarana ini mencakup; (a)

Receptive Tourist Plan, yakni

segala bentuk badan usaha

atau organisasi yang

kegiatannya khusus untuk

mempersiapkan kedatangan

wisatawan pada suatu daerah

tujuan wisata, (b) Recidental

tourist Plan, yakni semua

fasilitas yang dapat

menampung kedatangan para

wisatawan untuk menginap

dan tinggal untuk sementara

waktu di daerah tujuan wisata,

dan (c) Recreative and

Sportive Plan, yakni semua

fasilitas yang dapat digunakan

untuk tujuan rekreasi dan

olahraga.

Ketiga prasarana tersebut di

atas belum tersedia di lokasi

situs bersejarah Kota Cina

karena belum menjadi objek

wisata.

b. Sarana Kepariwisataan

Sarana wisata secara

kuantitatif menunjuk pada

jumlah sarana wisata yang haruss

disediakan, dan secara kuantitaif

yang menunjukkan pada mutu

pelayanan yang diberikan dan

yang tercermin pada kepuasan

wisatawan yang memperoleh

pelayanan.

1). Sarana pokok kepariwisataan,

termasuk ke dalam

kelompok ini adalah: travel

agent dan tour operator,

perusahaan-perusahaan

angkutan wisata, hotel dan

jenis akomodasi lainnya, bar

dan restoran, serta rumah

makan lainnya, objek wisata,

dan atraksi wisata lainnya.

Seluruh sarana ini adanya di

kota Medan, belum tersedia

di lokasi situs bersejarah

Kota Cina

[ 54 ]

2). Sarana pelengkap

kepariwisataan, termasuk

kedalam kelompok ini

adalah sarana olah raga

seperti lapangan tenis,

lapangan golf, kolam

renang, permainan bowling,

daerah perburuan, berlayar,

berselancar, serta sarana

ketangkasan seperti

permainan bola sodok,

Jackpot,Pachino,dan

amusement lainnya. Seluruh

sarana ini belum tersedia di

lokasi situs bersejarah Kota

Cina karena belum menjadi

objek wisata

3). Sarana penunjang

kepariwisataan, termasuk ke

dalam kelompok ini adalah

nigth club, steambath, dan

lain lain yang bertujuan agar

wisatawan lebih banyak

mengeluarkan atau

membelanjakan uangnya di

tempat yang dikunjungi.

Seluruh sarana ini belum

tersedia di lokasi situs

bersejarah Kota Cina karena

belum menjadi objek wisata

4. Informasi Spasial Kawasan Situs

Bersejarah Kota Cina

Informasi spasial tentang

kawasan situs bersejarah Kota Cina

belum tersedia. Peta lokasi, batas-

batas area situs, peta sebaran titik-

titik lokasi penemuan benda

bersejarah, dan peta tentang dugaan

sebaran benda atau bangunan

bersejarah yang masih terpendam

dalam tanah belum tersedia.

Beberapa dokumen seperti literatur

dan laporan penelitian Kota Cina

hanya mencantumkan peta manual

yang sangat tidak akurat dari segi

skala, ukuran dan bentuknya,

sehingga lebih tepat masih

berbentuk sketsa.

[ 55 ]

B. Pembahasan

Kawasan situs bersejarah

Kota Cina berpotensi untuk

dikembangkan menjadi objek wisata,

terutama untuk wisata sejarah dan

budaya. Sebagai kawasan yang banyak

menyimpan benda bersejarah yang

diakui secara nasional dan dunia,

kawasan ini merupakan salah satu dari

sedikit tempat yang dapat dijadikan

objek penelitian sekaligus tempat

edukasi yang kaya akan informasi

sejarah. Informasi sejarah akan lebih

menarik minat masyarakat umum jika

dapat disampaikan dalam bahasa

populer dan disajikan dalam kemasan

wisata. Benda-benda bersejarah dapat

ditampilkan sebagaimana adanya pada

situs ditemukannya benda bersejarah

tersebut, dapat juga dibuatkan

replikanya dan diletakkan pada area

situs maupun dipajang diruang

museum di area situs.

Keberadaan site museum

PUSSIS Unimed untuk sementara

dapat menjadi cikal bakal

dikembangkannya “Museum Kota

Cina” yang lebih besar dan

representatif sehingga dapat

menampung koleksi benda bersejarah

situs Kota Cina maupun menampilkan

diorama dari reka peradaban Kota Cina

masa lalu. Desain dan penataan

lingkungan museum yang menarik dari

Museum Kota Cina akan menjadi daya

tarik bagi pengunjung karena dapat

memberikan fungsi rekreatif disamping

fungsi utamanya sebagai sarana

edukasi.

Situs bersejarah Kota Cina

yang memendam banyak benda

bersejarah dapat dijadikan objek wisata

lapangan dengan membangun replika

bangunan di area situs maupun dengan

menjadikan kegiatan ekskavasi sebagai

atraksi yang menarik bagi pengunjung

yang dapat mengamati kegiatan

[ 56 ]

ekskavasi secara langsung (live) dari

tempat yang disediakan secara khusus.

Kegiatan ini memungkinkan

pengunjung dapat melihat langsung

singkapan lapisan tanah dan benda

bersejarah yang ditemukan di

dalamnya.

Lingkungan sekitar situs

bersejarah Kota Cina juga mendukung

pengembangan kawasan ini menjadi

objek wisata dengan adanya Danau

Siombak yang jika dikelola dengan

baik dapat menjadi destinasi kegiatan

wisata di kawasan Kota Medan bagian

Utara, seperti halnya kawasan Ancol di

DKI Jakarta. Potensi wisata air di

perairan Danau Siombak sangat

mungkin untuk dikembangkan,

demikian juga daerah tepian danau

yang dapat dijadikan tempat Camping

Ground, Taman Margasatwa, maupun

Play Ground.

Hasil uji coba pengembangan

usaha ekonomi kreatif di kalangan

penduduk juga cukup direspon positif,

sehingga diperkirakan penduduk secara

simbiosis mutualisis dapat mengambil

manfaat dari pengembangan kawasan

situs bersejarah Kota Cina menjadi

objek wisata. Penduduk akan

memperoleh manfaat ekonomi dan

situs bersejarah akan dijaga

kelestariannya oleh penduduk karena

dapat memberikan manfaat ekonomi

kepada mereka.

Kendala utama dalam

pengembangan kawasan ini sebagai

objek wisata adalah penyediaan

prasarana dan sarana kepariwisataan di

daerah ini. Infrastruktur dasar yang ada

perlu dikembangkan agar dapat

memenuhi kebutuhan kegiatan

kepariwisataan. Demikian juga

informasi spasial perlu dibuat secara

cermat untuk mendukung informasi

sejarah tentang letak, sebaran, dan

formasi benda bersejarah di kawasan

ini. Penggunaan SIG (sistem informasi

[ 57 ]

geografis) akan sangat bermanfaat

untuk mendukung rencana

pengembangan kawasan ini sebagai

objek wisata. SIG juga akan lebih

menarik perhatian pengunjung, karena

dapat disajikan di ruang audio visual

secara menarik dan interaktif.

Oleh karena itu kegiatan

penelitian yang lebih luas dan intensif

perlu dilakukan untuk menindaklanjuti

penelitian pendahuluan ini. Penelitian

lanjutan diperlukan untuk:

1. Menggali lebih luas lagi informasi

kesejarahan kawasan situs

bersejarah Kota Cina

2. Penelusuran dan pencatatan benda

bersejarah hasil temuan dari lokasi

situs bersejarah Kota Cina

3. Menelaah model pengintegrasian

kawasan situs bersejarah Kota

Cina dengan lingkungan sekitar,

khususnya danau Siombak,

sebagai kesatuan kawasan objek

wisata

4. Menemukan model pengembangan

usaha ekonomi kreatif di kalangan

masyarakat sekitar situs bersejarah

Kota Cina

5. Mempelajari kebutuhan prasarana

dan sarana kepariwisataan yang

tepat untuk dikembangkan di

kawasan situs bersejarah Kota

Cina dari segi jumlah, kualitas dan

lokasi penempatannya

6. Menghasilkan informasi spasial

berupa peta tematik kawasan

wisata untuk situs bersejarah Kota

Cina

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kawasan situs bersejarah

Kota Cina mempunyai potensi untuk

dikembangkan menjadi objek wisata

dilihat dari segi keunikan dan

kekhasan sebagai kawasan yang

menyimpan kekayaan informasi dan

benda bersejarah yang sudah diakui

secara nasional dan dunia. Potensi

[ 58 ]

ini didukung oleh kondisi

lingkungan dan kemampuan

masyarakat sekitar dalam

pengembangan industri kreatif.

Selain itu pemanfaatan teknologi

SIG dapat memberi nilai tambah

dalam pengembangan kawasan ini

sebagai objek wisata

Kendala utama yang harus

diatasi adalah belum tersedianya

informasi spasial tentang kawasan

ini, serta tidak adanya prasarana dan

sarana kepariwisataan di lokasi ini.

Penyediaan prasarana dan sarana

memerlukan perencanaan yang

matang serta penyediaan modal

yang besar, terutama dalam

pembebasan lahan untuk

pembangunan dan pengembangan

infrastruktur.

B. Saran

Penelitian pendahuluan ini

sesuai sifatnya masih menghasilkan

informasi yang umum dan terbatas,

oleh sebab itu diperlukan kegiatan

penelitian yang lebih luas dan

intensif untuk menindaklanjuti

penelitian pendahuluan ini. Hasil

penelitian lanjutan tersebut dapat

digunakan sebagai dasar untuk

penyusunan studi kelayakan

pengembangan situs bersejarah

Kota Cina sebagai objek wisata

yang dapat mendorong munculnya

industri kreatif masyarakat di

sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. 2007. Pembangunan Manusia, Filosofi & Pembangunan Mariusia Yang Bermartabat. Jurnal Populasi, Nomor 18 Januari, 2007. Yogyakarta: Buletin PPK UGM.

Abimanyu, U., & D. Sudjito. 1994.

Operasionalisasi Rencana Tata Ruang Jakarta. Makalah. Jurusan Geografi FMIPA UI. Jakarta.

Aronoff, S. 1989. Geographic

Information System – A Management Perspective. WDL Publication, Ottawa, Canada.

[ 59 ]

Borden, Margareth, 1962. The Creative Mind, London: Oxford University Press.

Chrisman, N. 1997. Exploring

Geographic Information System. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Chün, Feng Ch’en, 1970. Ma Huan: Ying-Yai Sheng-lan ‘The Overall Survey of The Ocean’s Shores’. London: Cambridge University Press. Connyer, A.L 1990.Development Plan-

ning Lessons of Experience.Baltimore: Jhon Hopkins Press.

Cortesao, Armando, 1967. The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Fransisco Rodrigues. Nendela/Lichtenstein: Kraus Reprint Limited Dusseldorp, van DBWM. 1989. Po-

pular Participan in Decision Making for Development. New York: UN Publication.

ESRI. 1990. Understanding GIS: The Arc Info Method. Redlands, CA: Environmental System Research Institute.

Fishbein, Marten & Ijek Ajzen. 1980.

The Reasoned Action Theory. London: Zed Book.

Florida, Richard. 2003. The Rise of The

Creative Class: And how itsTransforming Work, Leisure, Community and Everyday Life. Basic Books Publisher.

Groeneveldt, W.P., 1960. Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese Sources. Jakarta: Bhratara. Howkins, Jhon. 2001. Creative Econo-

my Make Money from Ideas. London: Penguin Books.

Kartono, H., S. Rahardjo & I M.

Sandy. 1989. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunan Tanah Berencana. Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok.

Koentjaraningrat dan Emmersen. 1990.

Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat Jakarta: Gramedia.

Koentowijoyo 1999.Budaya dan Ma-

syarakat.Yogyakarta: Tiara Waca-na Yogya.

Korten, M. 1995. Education and Par-

ticipation Development.New York: Princeton University Press.

Lubis, Mochtar. 1970. Manusia Indo-

nesia. Jakarta: Penerbit Idayu. Narayana, Deepa. 2002. Voices of the

Poor: Can Everyone Hear Us? New York: Oxford University Press

Nisa, Jakiatin. 2007. StudiKelayakan

Perkebunan TehGunung Mas Bogor Sebagai Daerah TujuanWisata di Jawa Barat.Skripsi: JurusanPendidikanGeografi UPI Bandung.

[ 60 ]

Paryono, P. 1994. Sistem Informasi

Geografis. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.

Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep

Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung.

Roothmann, K. 1990. Understanding

in Attitude and Predicting Behaviour. New Jersey: Prentice Hall.

Sujatmoko. 1983. Dimensi Manusia

dalam Pembangunan Jakarta: LP3ES

Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-

DasarPariwisata. Yogyakarta: ANDI

Y. Slamet 1990. Konsep-konsep Dasar

Partisipasi Sosial Yogyakarta: PAU-Studi Sosial.

Yoeti, Oka A, dkk. 2006. Pariwisata

Budaya Masalah dan Solusinya. Bandung: Angkasa

Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar llmu

Pariwisata.Bandung: Angkasa

[ 61 ]

KAJIAN KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP LATAR

BELAKANG PENDIDIKAN DAN PRESTASI PEGAWAI

Isfenti Sadalia (FE USU) Kustoro Budiarta (FE UNIMED) Ahmad Hidayat (FE UNIMED)

Abstrak

Prestasi kerja pegawai senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan program penempatan kerja yang sudah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor ketepatan penempatan dalam jabatan yang terdiri dari kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, dan penguasaan teknologi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di Pemerintah Kota Medan sebanyak 8.735 orang, sampel penelitian sebesar 5% dari populasi tersebut yakni 427 orang yang diambil secara stratified random sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif sedangkan uji hipotesis menggunakan uji t dan uji F. Hasil analisis perbandingan berdasarkan jenis kelamin dan faktor usia menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.

Hasil analisis perbandingan berdasarkan faktor golongan, masa kerja, dan jumlah sertifikat yang dimiliki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.

Hasil analisis perbandingan berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, dan penguasaan teknologi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan, sedangkan kesesuaian keterampilan tidak mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan. Kata kunci : Penempatan kerja, pendidikan, dan prestasi pegawai.

[ 62 ]

Abstrack

Employee work performance continues to be improved in accordance with job placement program that has been done. This study was conducted to determine the factors in the placement accuracy of positions consisting of conformity of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, and mastery of technology has a significant influence on employee job performance.

The population in this study were all employees who work in the City field as much as 8,735 people, the study sample of 5% of the population of the 427 people taken by stratified random sampling. Data were collected using questionnaires. The data analysis technique used is the descriptive statistics while the hypothesis test using the t test and F test.

Comparative analysis of results by sex and age showed no significant differences from civil servants Medan City Government of the appropriateness of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.

Results of factor analysis based comparison group, years of service, and the number of certificates held shows that there is a marked difference from the civil servants of the appropriateness of Medan City Government of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.

Results of comparative analysis is based education indicate that there are significant differences within the civil government of the appropriateness of Medan knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.

Results of this study indicate that partial and simultaneous knowledge suitability, suitability attitude, work experience, and mastery of technology has a significant influence on the performance of civil servants working Medan City Government, while conformity skill has no effect on performance of the civil servants Medan City Government. Key word : Job placement, education, and employee performance. PENDAHULUAN

Dinamika kerja dan birokrasi

pemerintahan dewasa ini, telah

mengalami pembenahan dalam

berbagai aspek manajemen

pemerintahan, khususnya yang

berkaitan dengan manajemen

sumberdaya manusia. Saat ini dunia

kerja semakin menuntut adanya

pelayanan prima kepada masyarakat

dan juga semakin kompetitif dalam

pengembangan manajemen organisasi

[ 63 ]

dan turut serta pada pelaksanaan

manajemen kerja modern.

Karakteristik dunia kerja moderen

adalah memperlihatkan kinerja yang

sesuai dengan dinamika kerja yang

terus mengalami perubahan dinamis

dan statis dalam mencapai tujuan

organisasi.

Kebutuhan sumberdaya

manusia yang potensial dalam

dinamika kerja modren saat ini,

membutuhkan adanya sumberdaya

manusia sebagai pegawai yang

memiliki kemampuan handal, mandiri,

dan profesional dalam mengemban

tugas pokok dan fungsinya sebagai

pegawai negeri yang memiliki dedikasi

dan etos kerja yang tinggi sesuai

dengan kompetensi kerja untuk

menunjukkan prestasi kerja optimal.

Bagi perusahaan yang bergerak

dibidang jasa terdapat hubungan

langsung antara perusahaan dan

pemakaian jasa, melalui Pegawai yang

ditempatkan pada posisinya masing-

masing. Hal ini erat hubungannya

dengan kinerja pegawai dalam

memberikan pelayanan yang terbaik

pada perusahaan dan pemakai jasa.

Selain itu tujuan penempatan pegawai

ini adalah untuk menempatkan orang

yang tepat dan jabatan yang sesuai

dengan minat dan kemampuannya,

sehingga sumber daya manusia yang

ada menjadi produktif. Penempatan

pegawai mengandung arti pemberian

tugas tertentu kepada pekerja agar ia

mempunyai kedudukan yang paling

baik dan paling sesuai dengan

didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi

pegawai dan kebutuhan pribadi.

Penempatan yang tepat merupakan

cara untuk mengoptimalkan

kemampuan, keterampilan menuju

prestasi kerja bagi pegawai itu sendiri.

Hal ini merupakan bagian dari

proses pengembangan pegawai

(employer development) dengan

[ 64 ]

demikian pelaksanaanya harus

memperhatikan prinsip efesiensi

(kesesuaian antara keahlian yang

dipersyaratkan dengan dimiliki oleh

pegawai) sebagaimana yang ditulis

oleh Milkovich dan Boudreau (1994)

sebagai berikut : oleh karena

penempatan pegawai dari dalam dan

orientasi / pelatihan Pegawai

dipusatkan pada pengembangan

pegawai yang ada secara ajeg, mereka

harus memelihara keseimbangan antara

perhatian organisasi terhadap efesiensi

yaitu kesesuaian optimal antara skill

dan tuntutan serta dengan keadilan

yaitu melalui persepsi bahwa kegiatan

tersebut adalah adil, sah dan

memberikan kesempatan merata.

Sehubungan dengan hal

tersebut di atas, terdapat suatu

fenomena yang perlu dicermati secara

seksama, mengenai keberadan pegawai

negeri Pemerintah Kota Medan dalam

keterlibatannya sebagai pelaksana

otonomi daerah, yang secara langsung

atau tidak langsung memainkan

peranan yang strategis dalam

pengambilan kebijakan-kebijakan yang

berkenaan dengan tujuan organisasi.

Peningkatan prestasi kerja secara

optimal bagi pegawai negeri

Pemerintah Kota Medan tidaklah

mudah untuk diaplikasikan secara

utuh.

Hal tersebut diakibatkan oleh

adanya kendala eksternal dan internal

pada tugas pokok dan fungsi pegawai

yang terjadi dalam melaksanakan

berbagai pembenahan dan perbaikan

terhadap kualitas sumberdaya manusia

dari pegawai tersebut, khususnya

dalam kesesuaian penempatan kerja

dan latar belakang pendidikan terhadap

prestasi kerja pegawai. Kendala utama

yang perlu dibenahi, diperbaiki dan

ditingkatkan dalam pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi pegawai adalah

peningkatan

[ 65 ]

pengetahuan,keterampilan,

pengalaman kerja serta penguasaan

teknologi.

Tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor

ketepatan penempatan dalam

jabatan yang terdiri dari kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian

keterampilan, kesesuaian sikap,

pengalaman kerja, dan penguasaan

teknologi mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap prestasi

kerja pegawai

b. Untuk mengetahui Faktor mana

yang paling dominan pengaruhnya

terhadap prestasi kerja pegawai.

Faktor-Faktor Yang

Dipertimbangkan Dalam

Penempatan Tenaga Kerja

Untuk tenaga kerja yang lulus

seleksi, manajer sumber daya manusia

harus mempertimbangkan beberapa

faktor yang berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup perusahaan.

Manajer tenaga kerja profesional harus

bisa melihat karakteristik dan

kualifikasi yang dimiliki para tenaga

kerja yang akan ditempatkan dalam

suatu tugas atau pekerjaan tertentu.

Oleh karena itu, sebelum

menempatkan tenaga kerja ditempat

mereka harus bekerja, perlu

dipertimbangkan beberapa faktor

antara lain :

1. Keahlian, merupakan kesanggupan,

kecakapan seseorang untuk

melaksanakan tugas dan pekerjan

yang dibebankan kepadanya. Setiap

pekerjaan menuntut pengetahuan,

keterampilan dan sikap tertentu.

2. Keterampilan, merupakan

kemampuan dan penguasaan teknis

operasional mengenai bidang

tertentu, yang bersifat kekaryaan.

Keterampilan diperoleh melalui

proses belajar dan berlatih.

[ 66 ]

3. Kualifikasi, keahlian yang

diperlukan untuk menduduki suatu

jabatan tertentu. Persyaratan

kualitas minimum orang yang bisa

diterima agar dapat menjalankan

satu jabatan dengan baik dan

kompeten.

Prosedur Penempatan Tenaga Kerja

Setiap kegiatan memerlukan

tahapan yang harus dilalui dalam

pelaksanaannya. Tahapan tersebut

harus dilaksanakan tahap demi tahap

(step by step) tanpa meninggalkan

prinsip dan azas yang berlaku.

Prosedur penempatan tenaga kerja

merupakan urutan untuk menempatkan

tenaga kerja yang tepat pada posisi

yang tepat (the right man on the right

place). Prosedur penempatan karyawan

yang diambil merupakan bagian dari

pengambilan keputusan (decision

making) yang dilakukan oleh manajer

sumberdayamanusia , khususnya

bagian penempatan tenaga kerja, baik

yang telah diambil berdasarkan

pertimbangan rasional maupun

obyektif. Pertimbangan rasional dalam

pengambilan keputusan untuk

menempatkan tenaga kerja, baik

pengambilan keputusan yang

didasarkan atas fakta keterangan

maupun data yang dianggap

respresentatip. Artinya, pengambilan

keputusan dalam penempatan tenaga

kerja tersebut atas dasar hasil seleksi

yang telah dilakukan oleh manajer

tenaga kerja. Pertimbangan obyek

ilmiah berdasarkan data dan

keterangan tentang pribadi tenaga

kerja, baik atas dasar referensi dari

seseorang maupun atas hasil seleksi

tenaga kerja yang pelaksanaannya

tanpa mengesampingkan metode-

metode ilmiah. Pelamar yang lulus

seleksi harus segera diberi informasi,

begitu juga bagian penempatan tenaga

kerja perlu mengetahui agar

[ 67 ]

dikondisikan dengan keadaan

perusahaan sehingga tenaga kerja dapat

ditempatkan berdasarkan kualifikasi

yang bersangkutan.

Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja yang

dimiliki oleh individu sumberdaya

manusia sangat mempengaruhi

aktivitas kerjanya. Makin

berpengalaman dalam menjalankan

tugas pokoknya, maka makin mudah

dalam memberikan kecepatan,

kemudahan, ketepatan dan

keterpaduan dalam memberikan

pelayanan. Tentu ini berbeda dari

masing-masing individu sumberdaya

manusia tanpa memiliki pengalaman

kerja. Unsur yang menentukan

pengalaman kerja yang dikembangkan

selama ini meningkatkan pencapaian

tujuan organisasi. Gibson dkk (1996,

hal 54), menyebutkan bahwa

pengalaman kerja adalah salah satu

variabel yang berpengaruh terhadap

prilaku dan prestasi.

Menurut Mitslee dalam

Cahyono (1999, hal 119), pada Jurnal

of Human Resource, menyatakan

bahwa pengalaman kerja bagi individu

sumberdaya manusia ditentukan

berdasarkan masa kerja, kesenioran,

jabatan kerja dan kepemimpinannya.

Teori Mc Gregor , menyatakan bahwa

pengalaman adalah guru yang paling

behaga. Interpretasi tersebut didasari

banyaknya permasalahan yang dapat

dipecahkan, tidak terlepas dari peranan

pengalaman yang menuntun untuk

mampu mengatasi permasalahan

tersebut.

Menurut Joseph dalam

Handayani (2002,hal 241), pada jurnal

Human Resource menyatakan bahwa

peningkatan kualitas sumberdaya

manusia banyak dipengaruhi oleh

pengalaman kerja seseorang pegawai.

Mustahil pegaai atau karyawan dapat

[ 68 ]

berkualitas apabila masa kerjanya

masih baru, masih junior, belum

mempunyai posisi jabatan strategis

dan belum memiliki kemampuan

dalam memimpin suatu organisasi.

Penguasaan Teknologi

Teknologi merupakan suatu

kesatuan yang integral di dalam

menciptakan kualitas sumberdaya

manusia. Pentingnya menguasai

transformasi terlepas dari indikator

teknologi berupa sarana kemajuan,

transformasi (pemindahan suatu

perubahan yang maju), aset dalam

pencapaian tujuan dan inovasi dalam

kemajuan. Intinya yaitu menekankan

bahwa teknologi merupakan suatu

sarana dalam memajukan kualitas

sumberdaya manusia, sesuai dengan

kemampuan melakukan transformasi

teknologi (alih teknologi modern),

yang menjai aset investasi individu

yang mampu menguasai IPTEK dan

menjadi inovasi bagi perkembangan

dunia pendidikan dan teknologi.

Suaib (2000, hal 14-15) dalam

bukunya mengenai pengembangan

sumberdaya manusia, menjaddikan

salah satu pilar kemajuan suatu bangsa

bertumpu pada teknologi. Suatu bangsa

yang mampu menguasai teknologi,

maka akan menjadi bangsa yang maju

dan berkembang. Ini diakibatkan

karena penguasaan sarana kemajuan,

mampu melakukan suatu peralihan

transformasi teknologi dengan akses

cepat, menjadi aset bagi yang memiliki

teknologi serta menjadi inovasi bagi

pengembang teknologi dalam

melakukan berbagai rekayasa

teknologi guna menghadapi berbagai

persaingan kompetitif.

Prestasi kerja

Prestasi kerja merujuk pada

hasil kerja yang dicapai oleh

seseorang. Hasibuan (1991, hal 105),

[ 69 ]

prestasi kerja adalah hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan setiap waktu. Pengertian

lain yang dikemukakan oleh Simamora

(1997, hal 485), memberikan

pengertian tentang prestasi kerja

sebagai sesuatu yang dapat

didayagunakan untuk mempromosikan

beranneka rupa tujuan dan sasaran

manajemen yang secara sistematis

mendoorong tingkat kinerja karyawan

dalam mencapai tujuan organisasi. Hal

ini dikemukakan bahwa penilaian

prestasi kerja dapat dilakukan dengan

beberapa karakteristik yaitu hal yang

berkaitan dengan pekerjaan,

pengharapan kerja, fokus pada

perilaku, snsitivitas, standarisasi,

sokongan manajemen dan karyawan,

keandalan dan validitas, serta

komunikasi yang terbuka. Penilaian

Prestasi Keja.

Menurut Mangkunegara (2001,

hal 62), pengertian penilaian prestasi

kerja adalah suaru proses yang

digunakan pimpinan untuk mentukan

eseorang pegawai melakukan

pekerjaannya sesuai dengan yang

dimaksud. Pretasi kerja adalah hasil

kerja secara kuantitas dan kualitas

yang dicapai oleh seseorang pegawai

dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggungjawab yang diberikan

kepadanya. Penilaian prestasi kerja

scara konkrit untuk pegawai

bedasarkan penilaian pimpinan.

Pimpinan memberikan penilaian

kepada pegawai sesuai dengan

kecakapan, ketepatan dan pengetahuan

pegawai mengenai dunia keja.

Hipotesis

a. Ketepatan penempatan dalam

jabatan yang terdiri dari kesesuaian

[ 70 ]

pengetahuan, kesesuaian

keterampilan, kesesuaian sikap,

pengalaman kerja, dan penguasaan

teknologi mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap prestasi

kerja pegawai.

b. Variabel kesesuaian pengetahuan

merupakan variabel lebih dominan

pengaruhnya terhadap prestasi kerja

pegawai.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah

Pemerintah Kota Medan, dengan

waktu penelitian berlangsung pada

bulan Oktober sampai dengan bulan

Desember 2012. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pegawai

yang bekerja di Pemko Kota Medan

sebanyak 8.735 orang, maka sampel

dalam penelitian sebanyak 5% dari

populasi tersebut sebanyak 427 orang,

dengan teknik pengambilan sampel

secara stratified random sampling.

Data dalam penelitian akan

dikumpulkan dengan beberapa metode

diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Observasi: yaitu metode ini

digunakan sebagai salah satu

piranti dengan melakukan

pengumpulan data berdasarkan

pengamatan secara langsung

pengaruh kompetensi terhadap

prestasi kerja.

b. Wawancara: yaitu melakukan

dialog secara langsung dengan

responden untuk memperoleh

informasi dari responden terpilih.

c. Kuesioner: Yaitu teknik

pengumpulan data yang dipakai

untuk mengumpulkan data primer.

d. Dokumentasi: adalah aktivitas

untuk memperoleh data melalui

evaluasi pencatatan dari dokumen-

dokumen yang terdapat pada lokasi

penelitian.

Data yang berhasil

dikumpulkan menggunakan kuesioner,

[ 71 ]

dianalisis menggunakan statistik

deskriptif. Sedangkan untuk menguji

hipotesis dilakukan dengan uji t dan uji

F.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini

karakteristik responden dianalisis

secara deskriptif dan dikelompokkan

berdasarkan jenis kelamin, usia,

golongan, masa kerja, dan kepemilikan

sertifikat. Hasil analisis deskriptif

karakteristik responden dapat dilihat di

bawah ini.

Tabel 1. Karakteristik Responden Jenis

Kelamin Usia Golongan Jabatan Masa

kerja Sertifikat Pengisian

Kuesioner

Lengkap 319 317 284 126 334 301 333 Tidak

Lengkap 20 22 55 213 5 38 6

Jumlah 339 339 339 339 339 339 339

Tabel 2. Statistik Jenis Kelamin Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 208 65%

Perempuan 110 34%

Jumlah 319 100%

Gambar 1. Jenis Kelamin

Tabel 3. Satistik Usia

Usia Frekuensi Persentase

< 20 tahun 1 0,32%

21 – 25 7 2,21%

26 - 30 10 3,15%

31 – 35 23 7,26%

36 – 40 25 7,89%

41 – 45 71 22,40%

46 – 50 90 28,39%

> 50 tahun 90 28,39%

Jumlah 317 100%

Gambar 2. Usia

[ 72 ]

Tabel 4. Statistik Golongan

Golongan Frekuensi Persentase

2C 1 0,35%

3A 5 1,76%

3B 14 4,93%

3C 87 30,63%

3D 116 40,85%

4A 46 16,20%

4B 12 4,23%

Jumlah 284 100%

Gambar 3. Golongan

Tabel 5. Statistik Masa Kerja

Masa Kerja Frekuensi Persentase

< 4 tahum 5 1,50%

5 – 8 11 3,29%

9 – 12 24 7,19%

13 – 16 44 13,17%

17 – 20 75 22,46%

20 – 24 89 26,65%

> 24 tahun 86 25,75%

Jumlah 334 100%

Gambar 4. Masa Kerja

Tabel 6. Statistik Kepemilikan Sertifikat

Jumlah

Sertifikat Frekuensi Persentase

Tdk. Ada 38 11,21%

1 35 10,32%

2 31 9,14%

3 71 20,94%

4 55 16,22%

5 46 13,57%

> 5 63 18,58%

Jumlah 339 100%

Gambar 5. Kepemilikan Serifikat

Deskripsi Data

Berikut ini akan dipaparkan

deskriptif data berdasarkan jumlah

kuesioner yang telah dikumpulkan dan

data yang layak untuk dianalisis.

Jumlah sampel dalam penelitian ini

sebanyak 425 responden. Jumlah

kuesioner yang terkumpul sebanyak

339 dan dari jumlah tersebut yang

layak untu dianalisis sebanyak 333.

Data tingkat ketercapaian untuk setiap

[ 73 ]

variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Tingkat Ketercapaian No. Variabel Skor Ketercapaian Kategori

1. Kesesuaian Pengetahuan 13433 80,68% Sangat Tinggi

2. Kesesuaian Ketrampilan 12776 76,73% Tinggi 3. Kesesuaian Sikap 13268 79,69% Tinggi 4. Pengalaman Kerja 13145 78,95% Tinggi 5. Penguaasan Teknologi 11722 70,40% Tinggi 6. Prestasi Kerja 13168 79,09% Tinggi

Gambar 6. Tingkat Ketercapaian

Berdasarkan data tersebut di

atas, diketahui bahwa kesesuaian

pengetahuan memiliki skor yang paling

tinggi yaitu sebesar 13433 dengan

ketercapaian 80,68% pada kategori

sangat tinggi. Artinya bahwa dari

sebanyak 333 sampel penelitian,

80,68% memiliki pengetahuan yang

sangat tinggi. Sedangkan penguasaan

teknologi memiliki skor yang paling

rendah diantara variabel yang diukur

yaitu sebesar 11722 dengan

ketercapaian 70,40% pada kategori

Tinggi. Artinya bahwa dari sebanyak

333 sampel penelitian, 70,40%

memiliki penguasaan teknologi yang

tinggi.

Deskripsi data penelitian yang

mengungkapkan perbedaan antar

variabel berdasarkan indikator yang

[ 74 ]

dijabarkan dalam karakteristik

responden dianalisi secara deskriptif

menggunakan analisi multi

perbandingan. Dalam analisis multi

perbandingan ini, jumlah sampel yang

digunakan disesuaikan dengan jumlah

data yang layak untuk dianalisis. Hasil

analisis deskriptif multi perbandingan

dari seluruh variabel adalah sebagai

berikut.

Analisis Faktor Jenis Kelamin

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 317 responden mengisi item

jenis kelamin dan 22 orang tidak

mengisi. Dari jumlah tersebut setelah

dilakukan verifikasi data, terjaring 313

responden yang mengisi lengkap

kuesioner. Hasil analisis data terlihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 8. Tes Homogenitas Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.

A 0,0021 1 311 0,96 B 2,3887 1 311 0,12 C 0,2060 1 311 0,65 D 1,0979 1 311 0,30 E 2,4043 1 311 0,12 F 0,7482 1 311 0,39

Dari tabel tersebut terlihat bahwa probabilitas semua variabel diatas 0,05. Hal

ini menunjukkan bahwa semua variabel dapat dalakukan analisis lebih lanjut.

Tabel 10. Analisis Varian

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

A 12,1189 1 12,1189 0,37 0,55 B 13,1590 1 13,1590 0,48 0,49 C 13,6671 1 13,6671 0,46 0,50 D 1,3296 1 1,3296 0,04 0,84 E 102,5745 1 102,5745 2,71 0,10 F 11,6666 1 11,6666 0,34 0,56

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

keenam variabel memiliki nilai

signifikansi di atas 0,05. Dengan

[ 75 ]

demikian dapat dinyatakan bahwa

berdasarkan faktor jenis kelamin, tidak

ada perbedaan yang nyata.

Analisis Faktor Usia

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 319 responden mengisi item

usia dan 20 orang tidak mengisi. Dari

jumlah tersebut setelah dilakukan

verifikasi data, terjaring 311 responden

yang mengisi lengkap kuesioner.

Namun demikian, data yang diolah

sebanyak 310, satu responden yang

usianya dibawah 20 tahun. Hasil

analisis data terlihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 9. Tes Homogenitas

Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.

A 1,5840 6 303 0,15 B 1,3754 6 303 0,22 C 2,3796 6 303 0,03 D 3,1472 6 303 0,01 E 1,4945 6 303 0,18 F 2,2557 6 303 0,04

Dari tabel tersebut terlihat

bahwa probabilitas variabel C,D, dan F

lebih kecil dari 0,05 sedangkan

variabel lainnya diatas 0,05. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel C, D,

dan F tidak seharusnya di proses lebih

lanjut, karena variasi dari variabel

tersebut berbeda nyata. Sedangkan

variabel lain dapat diproses. Namun

demikian keseluruhan variabel dapat

diproses, karena analisis dengan SPSS

menggunakan metode Brown-Forsythe

(Pitono, 293 : 2011).

[ 76 ]

Tabel 10. Analisis Varian

Variabel Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

A 181,2493 6 30,2082 0,94 0,47 B 130,5474 6 21,7579 0,82 0,56 C 246,6614 6 41,1102 1,42 0,21 D 201,9081 6 33,6513 1,10 0,36 E 159,1729 6 26,5288 0,73 0,63 F 411,1996 6 68,5333 2,06 0,06

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

keenam variabel memiliki nilai

signifikansi di atas 0,05. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa

berdasarkan faktor usia, tidak ada

perbedaan yang nyata.

Analisis Golongan

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 284 responden mengisi item

golongan kepangkatan dan 55 orang

tidak mengisi. Dari jumlah tersebut

setelah dilakukan verifikasi data,

terjaring 280 responden yang mengisi

lengkap kuesioner. Namun demikian,

data yang diolah sebanyak 279, satu

responden golongan II/c tidak diproses.

Hasil analisis data terlihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 11. Tes Homogenitas

Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.

A 0,002 1 311 0,963 B 2,389 1 311 0,123 C 0,206 1 311 0,650 D 1,098 1 311 0,296 E 2,404 1 311 0,122 F 0,748 1 311 0,388

[ 77 ]

Tabel 12. Analisis Varian

Variabel Sum of Squares df Mean Square F Sig.

A 1083,3849 6,0000 180,5641 6,14 0,00 B 738,4591 6,0000 123,0765 4,89 0,00 C 922,1638 6,0000 153,6940 5,83 0,00 D 935,4794 6,0000 155,9132 5,47 0,00 E 1357,8618 6,0000 226,3103 6,72 0,00 F 1076,4609 6,0000 179,4101 5,91 0,00

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

keenam variabel memiliki nilai

signifikansi di bawah 0,05. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa

berdasarkan faktor golongan, terdapat

perbedaan pegawai yang signifikan

pada pegawai terhadap seluruh

variabel.

Analisis Faktor Pendidikan

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 319 responden mengisi item

pendidikan dan 20 orang tidak mengisi.

Dari jumlah tersebut setelah dilakukan

verifikasi data, terjaring 319 responden

yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil

analisis data terlihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 13. Tes Homogenitas

Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.

A 0,968 4 314 0,425 B 0,525 4 314 0,717 C 1,524 4 314 0,195 D 0,609 4 314 0,657 E 1,899 4 314 0,110 F 0,499 4 314 0,737

Tabel 14. Analisis varian

Var Sum of Squares Df Mean

Square F Sig.

A 196,971 4 49,243 1,531 ,193 B 157,301 4 39,325 1,457 ,215 C 167,661 4 41,915 1,429 ,224 D 286,563 4 71,641 2,317 ,057 E 799,829 4 199,957 5,546 ,000 F 254,699 4 63,675 1,890 ,112

[ 78 ]

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

variabel Penguasaan Teknologi

memiliki nilai signifikansi di bawah

0,05. Dengan demikian dapat

dinyatakan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikansi pada pegawai

terhadap variabel penguasaan

teknologi.

Analisis Faktor Masa Kerja

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 334 responden mengisi item

usia dan 5 orang tidak mengisi. Dari

jumlah tersebut setelah dilakukan

verifikasi data, terjaring 328 responden

yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil

analisis data terlihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 15. Tes Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

A 2,598 6 321 0,018 B 2,547 6 321 0,020 C 3,259 6 321 0,004 D 4,923 6 321 0,000 E 2,405 6 321 0,027 F 2,914 6 321 0,009

Tabel 16. Analisis Varian

Var Sum of Squares df Mean

Square F Sig.

A 433,319 6 72,220 2,286 0,036

B 400,288 6 66,715 2,577 0,019

C 361,805 6 60,301 2,118 0,051

D 462,764 6 77,127 2,545 0,020

E 151,971 6 25,329 ,684 0,663

F 561,974 6 93,662 2,861 0,010

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

variabel Penguasaan Pengetahuan,

Penguasaan Ketrampilan, Pengalaman

Kerja dan Prestasi Kerja memiliki nilai

signifikansi di bawah 0,05. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikansi

pada pegawai terhadap variabel

Penguasaan Pengetahuan, Penguasaan

Ketrampilan, Pengalaman Kerja dan

Prestasi Kerja.

Analisis Faktor Jumlah Sertifikat

yang Dimiliki

Dari kuesioner sebanyak 339,

sebanyak 301 responden mengisi item

usia dan 38 orang tidak mengisi. Dari

jumlah tersebut setelah dilakukan

[ 79 ]

verifikasi data, terjaring 295 responden

yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil

analisis data terlihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 17. Tes Homogenitas

Var Levene

Statistic df1 df2 Sig.

A 3,416 6 288 ,003

B 3,535 6 288 ,002

C 3,961 6 288 ,001

D 3,734 6 288 ,001

E 1,605 6 288 ,146

F 2,713 6 288 ,014

Tabel 18. Analisis Varian

Var Sum of Squares Df Mean

Square F Sig.

A 772,474 6 128,746 4,129 0,001

B 602,833 6 100,472 3,987 0,001

C 752,937 6 125,489 4,558 0,000

D 679,388 6 113,231 3,833 0,001

E 648,660 6 108,110 2,869 0,010

F 691,858 6 115,310 3,591 0,002

Berdasarkan hasil analisis

tersebut di atas, diketahui bahwa

keenam variabel memiliki nilai

signifikansi di bawah 0,05. Dengan

demikian dapat dinyatakan bahwa

berdasarkan faktor Jumlah Sertifikat

yang Dimiliki, terdapat perbedaan

pegawai yang signifikan pada pegawai

terhadap seluruh variabel.

Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 19. Hasil Analisis untuk Uji F

Model Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

1 Regression 8789,915 5 1757,983 246,013 ,000(a) Residual 2336,704 327 7,146 Total 11126,619 332

a Predictors: (Constant), X5, X1, X2, X4, X3 b Dependent Variable: Y

[ 80 ]

Berdasarkan tabel tersebut diketahui

bahwa uji hipotesis dengan

menggunakan uji F diperoleh nilai F

test sebesar 246,013 dengan

signifikansi sebesar 0,000. Nilai

signifikansi tersebut lebih kecil dari

0,05. Dengan demikian kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian keterampilan,

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

dan penguasaan teknologi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja pegawai.

Teknik analisis data untuk

menguji pengaruh masing-masing

variabel, kesesuaian pengetahuan,

kesesuaian keterampilan, kesesuaian

sikap, pengalaman kerja, dan

penguasaan teknologi terhadap prestasi

kerja pegawai digunakan uji t. Hasil uji

t untuk mengetahui pengaruh masing-

masing variabel kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian keterampilan,

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

dan penguasaan teknologi terhadap

prestasi kerja seperti tampak pada tabel

di bawah ini.

Tabel 20. Hasil Analisis Uji t

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std.

Error Beta 1 (Constant) 1,436 1,156 1,243 ,215

X1 ,204 ,053 0,199 3,861 ,000 X2 -,116 ,062 -0,103 -1,886 ,060 X3 ,152 ,073 0,140 2,083 ,038 X4 ,612 ,063 0,586 9,716 ,000 X5 ,118 ,035 0,124 3,383 ,001

[ 81 ]

a Dependent Variable: Y

Berdasarkan tabel tersebut di

atas, diketahui bahwa nilai uji t untuk

mengetahui pengaruh penguasaan

ketrampilan terhadap prestasi kerja

memiliki nilai signifikansi > 0,05

yaitu sebesar 0,060. Sedangkan untuk

variabel yang lain memiliki nilai <

0,05. Dengan demikian hanya variabel

penguasaan ketrampilan yang tidak

berpengaruh terhadap prestasi kerja,

sedangkan variabel yang lainnya

memiliki pengaruh terhadap prestasi

kerja.

Untuk mengetahui besarnya

daya dukung keenam variabel tersebut

terhadap prestasi kerja digunakan uji

determinasi. Hasil uji determinasi

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 21. Hasil Analisis untuk Uji Determinasi

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate 1 ,889(a) ,790 ,787 2,67318

a Predictors:

(Constant), X5, X1, X2, X4, X3

Berdasarkan data pada tabel

tersebut di atas, diketahui bahwa nilai

uji determinasi sebesar 0,787. Hasil ini

mengindikasikan bahwa keenam

variabel tersebut mendukung

pencapaian prestasi kerja sebesar

78,7%.

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis deskriptif,

variabel kesesusian pengetahuan

memiliki skor pada kategori sangat

tinggi yaitu sebesar 80,68. Sedangkan

variabel yang lainnya pada kategori

tinggi, masing-masing kesesuaian

sikap sebesar 79,69, prestasi kerja

sebesar 79,09, pengalaman kerja

[ 82 ]

sebesar 78,95, kesesuaian ketrampilan

sebesar 76,73 dan penguasaan

teknologi sebesar 70,40.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan jenis kelamin

menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang nyata dari Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan

terhadap kesesuaian pengetahuan,

kesesuaian ketrampilan, kesesuaian

sikap, pengalaman kerja, penguasaan

teknologi dan prestasi kerja.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan faktor usia menunjukkan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang

nyata dari Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

kesesuaian pengetahuan, kesesuaian

ketrampilan, kesesuaian sikap,

pengalaman kerja, penguasaan

teknologi dan prestasi kerja.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan faktor golongan

menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata dari Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan

terhadap kesesuaian pengetahuan,

kesesuaian ketrampilan, kesesuaian

sikap, pengalaman kerja, penguasaan

teknologi dan prestasi kerja. Perbedaan

tersebut ditunjukkan dengan hasil

analisis varian antar golongan yang

memiliki nilai signifikansi < 0,05 pada

masing-masing variabel. Hasil analisis

varian terhadap variabel kesesuaian

pengetahuan menunjukkan bahwa nilai

signifikansi pada perbedaan antara

golongan IIIb : IVa sebesar 0,0058,

antara golongan IIIc : IVa sebesar

0,0000, antara golongan IIId : IVa

sebesar 0,0004. Hasil ini menunjukkan

adanya perbedaan Pegawai Negeri

Sipil Pemerintah Kota Medan terhadap

kesesuaian pengetahuan antara

golongan IIIb, IIIc dan IIId dengan

golongan IVa.

Hasil analisis varian

berdasarkan golongan terhadap

[ 83 ]

variabel kesesuaian ketrampilan

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara golongan IIIb :

IVa sebesar 0,0052, antara golongan

IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara

golongan IIId : IVa sebesar 0,0071.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

kesesuaian ketrampilan antara

golongan IIIb, IIIc dan IIId dengan

golongan IVa.

Hasil analisis varian

berdasarkan golongan terhadap

variabel kesesuaian sikap

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara golongan IIIb :

IVa sebesar 0,0458, antara golongan

IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara

golongan IIId : IVa sebesar 0,0005.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

kesesuaian sikap antara golongan IIIb,

IIIc dan IIId dengan golongan IVa.

Hasil analisis varian

berdasarkan golongan terhadap

variabel pengalaman kerja

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara golongan IIIb :

IVa sebesar 0,0125, antara golongan

IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara

golongan IIId : IVa sebesar 0,0011.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

pengalaman kerja antara golongan

IIIb, IIIc dan IIId dengan golongan

IVa.

Hasil analisis varian

berdasarkan golongan terhadap

variabel penguasaan teknologi

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara golongan IIIb :

IVa sebesar 0,0017, antara golongan

IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara

golongan IIId : IVa sebesar 0,0024.

[ 84 ]

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

penguasaan teknologi antara golongan

IIIb, IIIc dan IIId dengan golongan

IVa.

Hasil analisis varian

berdasarkan golongan terhadap

variabel prestasi kerja menunjukkan

bahwa nilai signifikansi pada

perbedaan antara golongan IIIc : IVa

sebesar 0,0000, antara golongan IIId :

IVa sebesar 0,0008. Hasil ini

menunjukkan adanya perbedaan

Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota

Medan terhadap penguasaan teknologi

antara golongan IIIc dan IIId dengan

golongan IVa.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan faktor pendidikan

menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata dari Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan

terhadap penguasaan teknologi,

sedangkan terhadap variabel

kesesuaian pengetahuan, kesesuaian

ketrampilan, kesesuaian sikap,

pengalaman kerja, dan prestasi kerja

tidak terdapat perbedaan yang nyata.

Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan

hasil analisis varian antar tingkat

pendidikan yang memiliki nilai

signifikansi < 0,05 pada variabel

penguasan teknologi. Hasil analisis

varian terhadap variabel penguasan

teknologi menunjukkan bahwa nilai

signifikansi pada perbedaan antara

pegawai yang berpendidikan S2 : S1

sebesar 0,0333, antara pegawai yang

berpendidikan S2 : SLTA sebesar

0,0003, antara pegawai yang

berpendidikan S1: SLTA sebesar

0,0371. Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan terhadap penguasaan

teknologi antara pegawai yang

berpendidikan S2 dengan pegawai

yang berpendidikan S1 dan SLTA serta

antara pegawai yang berpendidikan S1

[ 85 ]

dengan pegawai yang berpendidikan

SLTA.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan faktor masa kerja (tabel

29) menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata dari Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan

terhadap variabel kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

penguasaan teknologi dan prestasi

kerja. Perbedaan tersebut ditunjukkan

dengan hasil analisis varian pada

seluruh sampel. Tetapi bila analisis

dilakukan pada tiap sampel antar masa

kerja maka yang memiliki nilai

signifikansi < 0,05 terdapat pada

variabel kesessuaian ketrampilan yaitu

antara pegawai yang memiliki masa

kerja 5-8 tahun dengan pegawai yang

memiliki masa kerja > 24 tahun. Hasil

ini menunjukkan adanya perbedaan

terhadap penguasaan teknologi antara

pegawai yang memiliki masa kerja 5-8

tahun dengan pegawai yang memiliki

masa kerja > 24 tahun.

Hasil analisis perbandingan

berdasarkan jumlah sertifikat

menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang nyata dari Pegawai

Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan

terhadap variabel kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

penguasaan teknologi dan prestasi

kerja. Perbedaan tersebut ditunjukkan

dengan hasil analisis varian antar

jumlah sertifikat yang dimiliki pegawai

dengan nilai signifikansi < 0,05 pada

seluruh variabel. Hasil analisis varian

terhadap variabel kesesuaian

pengetahuan menunjukkan bahwa nilai

signifikansi pada perbedaan antara

pegawai yang tidak memiliki sertifikat

dengan yang memiliki 3 sertifikat

sebesar 0,0092, pegawai yang tidak

memiliki sertifikat dengan yang

memiliki 4 sertifikat sebesar 0,0367,

[ 86 ]

pegawai yang tidak memiliki sertifikat

dengan yang memiliki 5 sertifikat

sebesar 0,0029 dan pegawai yang tidak

memiliki sertifikat dengan yang

memiliki sertifikat > 5 sebesar 0,0002.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

kesesuaian pengetahuan antara

pegawai yang tidak memilliki sertifikat

dengan pegawai yang memiliki

sertifikat 3, 4, 5 dan > 5.

Hasil analisis varian terhadap

variabel kesesuaian ketrampilan

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara pegawai yang

tidak memiliki sertifikat dengan yang

memiliki 3 sertifikat sebesar 0,0010,

pegawai yang tidak memiliki sertifikat

dengan yang memiliki 4 sertifikat

sebesar 0,0353, pegawai yang tidak

memiliki sertifikat dengan yang

memiliki 5 sertifikat sebesar 0,0238

dan pegawai yang tidak memiliki

sertifikat dengan yang memiliki

sertifikat > 5 sebesar 0,0019. Hasil ini

menunjukkan adanya perbedaan

Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota

Medan terhadap kesesuaian

ketrampilan antara pegawai yang tidak

memilliki sertifikat dengan pegawai

yang memiliki sertifikat 3, 4, 5 dan >

5.

Hasil analisis varian terhadap variabel

kesesuaian sikap menunjukkan bahwa

nilai signifikansi pada perbedaan

antara pegawai yang tidak memiliki

sertifikat dengan yang memiliki 3

sertifikat sebesar 0,0473, pegawai yang

tidak memiliki sertifikat dengan yang

memiliki 5 sertifikat sebesar 0,0375

dan pegawai yang tidak memiliki

sertifikat dengan yang memiliki

sertifikat > 5 sebesar 0,0009. Hasil ini

menunjukkan adanya perbedaan

Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota

Medan terhadap kesesuaian sikap

antara pegawai yang tidak memilliki

[ 87 ]

sertifikat dengan pegawai yang

memiliki sertifikat 3, 5 dan > 5.

Hasil analisis varian terhadap

variabel pengalaman kerja

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara pegawai yang

tidak memiliki sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0002.

Selain itu perbedaan antara pegawai

yang memiliki 2 sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0450.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

pengalaman kerja antara pegawai yang

tidak memilliki sertifikat dan pegawai

yang memiliki 2 sertifikat dengan

pegawai yang memiliki sertifikat > 5.

Hasil analisis varian terhadap

variabel penguasan teknologi

menunjukkan bahwa nilai signifikansi

pada perbedaan antara pegawai yang

tidak memiliki sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0351.

Selain itu perbedaan antara pegawai

yang memiliki 4 sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0223.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

penguasan teknologi antara pegawai

yang tidak memilliki sertifikat dan

pegawai yang memiliki 4 sertifikat

dengan pegawai yang memiliki

sertifikat > 5.

Hasil analisis varian terhadap

variabel prestasi kerja menunjukkan

bahwa nilai signifikansi pada

perbedaan antara pegawai yang tidak

memiliki sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0023.

Selain itu perbedaan antara pegawai

yang memiliki 4 sertifikat dengan yang

memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0473.

Hasil ini menunjukkan adanya

perbedaan Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan terhadap

prestasi kerja antara pegawai yang

[ 88 ]

tidak memilliki sertifikat dan pegawai

yang memiliki 4 sertifikat dengan

pegawai yang memiliki sertifikat > 5.

Hasil uji hipotesis

menunjukkan bahwa nilai Fhitung

sebesar 246,013 dengan signifikansi

sebesar 0,0000. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

dan penguasaan teknologi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja. Berdasarkan analisis

data, model persamaan regresi

berganda dalam penelitian ini adalah Y

= 1,436 + 0,204X1 – 0,116X2 +

0,152X3 + 0,612X4 + 0,118X5.

Dengan melihat besarnya nilai

koefisien dari persamaan tersebut,

maka variabel pengalaman kerja

memiliki nilai koefisien yang paling

tinggi dibandingkan dengan variabel

lainnya. Hasil ini mengindikasikan

bahwa pengalaman kerja memiliki

pengaruh yang dominan terhadap

prestasi kerja. Semakin berpengalaman

dalam bekerja maka akan semakin

tinggi prestasi kerja pegawai.

Biasanya, semakin tinggi pengalaman

kerja seseorang maka akan semakin

mudah dalam menyelesaikan

pekerjaannya. Bila pegawai

menghadapi kesulitan dalam bekerja,

karena pengalaman yang dimiliki maka

akan semakin cepat menyelesaikan

kesulitan tersebut. Makin

berpengalaman dalam menjalankan

tugas pokoknya, maka makin mudah

dalam memberikan kecepatan,

kemudahan, ketepatan dan

keterpaduan dalam bekerja sama

dengan teman sejawat sehingga tujuan

organisasi akan tercapai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

mengetahui pengaruh kesesuaian

pengetahuan terhadap prestasi kerja

sebesar 3,861 dengan signifikansi

[ 89 ]

sebesar 0,000. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kesesuaian

pengetahuan mempunyai pengaruh

signifikan terhadap prestasi kerja

pegawai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

mengetahui pengaruh kesesuaian

ketrampilan terhadap prestasi kerja

sebesar -1,886 dengan signifikansi

sebesar 0,060. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kesesuaian

ketrampilan tidak mempunyai

pengaruh terhadap prestasi kerja

pegawai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

mengetahui pengaruh kesesuaian sikap

terhadap prestasi kerja sebesar 2,084

dengan signifikansi sebesar 0,033.

Hasil ini mengindikasikan bahwa

kesesuaian sikap mempunyai pengaruh

signifikan terhadap prestasi kerja

pegawai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

mengetahui pengaruh pengalaman

kerja terhadap prestasi kerja sebesar

9,716 dengan signifikansi sebesar

0,000. Hasil ini mengindikasikan

bahwa pengalaman kerja mempunyai

pengaruh signifikan terhadap prestasi

kerja pegawai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai thitung untuk

mengetahui pengaruh penguasan

teknologi terhadap prestasi kerja

sebesar 3,383 dengan signifikansi

sebesar 0,001. Hasil ini

mengindikasikan bahwa penguasaan

teknologi mempunyai pengaruh

signifikan terhadap prestasi kerja

pegawai.

Hasil analisis data

menunjukkan bahwa nilai uji

determinasi sebesar 0,787. Hasil ini

mengindikasikan bahwa kesesuaian

pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,

[ 90 ]

kesesuaian sikap, pengalaman kerja,

dan penguasaan teknologi mempunyai

mendukung pencapaian prestasi kerja

sebesar 78,7%, sedangkan sisanya

yaitu sebesar 21,3% didukung oleh

variabel lain yang tidak diteliti dalam

penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan maka dapat dirumuskan

kesimpulan sebagai berikut :

1. Kesesuaian pengetahuan,

kesesuaian ketrampilan, kesesuaian

sikap, pengalaman kerja, dan

penguasaan teknologi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan.

2. Kesesuaian pengetahuan

mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap prestasi kerja

Pegawai Negeri Sipil Pemerintah

Kota Medan.

3. Kesesuaian ketrampilan tidak

mempunyai pengaruh terhadap

prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan.

4. Kesesuaian sikap mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan.

5. Pengalaman Kerja mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan.

6. Penguasaan teknologi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil

Pemerintah Kota Medan.

7. Model penelitian dirumuskan

menggunakan persamaann regresi

ganda dengan persamaan Y = 1,436

+ 0,204X1 – 0,116X2 + 0,152X3 +

0,612X4 + 0,118X5.

8. Faktor pengalaman kerja merupakan

faktor yang paling dominan

mempengaruhi prestasi kerja.

[ 91 ]

Berdasarkan hasil penelitian

maka beberapa saran yang dapat

disampaikan dalam penelitian ini

antara lain :

1. Perlu adanya peningkatan

ketrampilan pegawai melalui

berbagai bentuk pendidikan dan

latihan, workshop, magang dan lain-

lain yang berhubungan dengan

bidang kerja.

2. Melihat adanya perbedaan yang

signifikan pada pegawai terhadap

penguasaan teknologi maka perlu

dikondisikan pentingnya

penguasaan teknologi sebagai

budaya kerja modern di lingkungan

kerja.

3. Melihat adanya perbedaan yang

signifikan pada pegawai terhadap

kesesuaian pengetahuan, kesesuaian

ketrampilan, kesesuaian sikap,

pengalaman kerja, penguasaan

teknologi dan prestasi kerja

berdasarkan golongan, maka perlu

dibangun budaya sharing informasi

(sharing knowledge) untuk

mencapai efektifitas dan

produktivitas kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, Sandro. 1999. Pengalaman Kerja Dalam Manajemen Organisasi. Gunung Agung. Jakarta.

Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1996.

Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Strukur, dan Proses. Erlangga. Jakarta.

Hasan, I. 2003. Pokok-pokok Materi

Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Handayani, Sasono. 2002. Menjadi

SDM yang Berpengalaman dan Profesional. Rienika Cipta. Jakarta.

Mangkunegara. 2001. Manajemen

Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosda. Bandung.

Milkovich. George T., Boudreau. John

W. 1994. Human Resource Management. Richard D. Irwin, Sixth Edition. USA.

Simamora. 1997. Manajemen SDM.

STIE YPKN. Yogyakarta.

[ 92 ]

Suaib. 2000. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Rienika Cipta.

Jakarta.

[ 93 ]

PERANAN PEMKO MEDAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFLASI DAERAH

DI KOTA MEDAN Prawidya Hariani* Lailan Safina Hsb

Jasman Syarifuddin Hsb

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tentang pola inflasi yang terjadi di Kota Medan, mengetahui kelompok barang apa saja yang mendominasi inflasi di Kota Medan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota di Kota Medan serta mengetahui lebih jauh lagi tentang persepsi masyarakat dan para stakeholder pelaku ekonomi di Kota Medan tentang peranan dari Pemerintah Kota Medan dalam mengendalikan laju inflasi di Kota Medan.

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota Medan dengan memasukkan variabel total pengeluaran konsumsi penduduk kota Medan (C), besarnya pengeluaran Investasi (I) dan besarnya belanja pemerintah kota Medan dalam APBD kota Medan (G) sebagai variabel bebas dan tingkat inflasi per tahun sebagai variabel terikat. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui persepsi persepsi masyarakat dan para pelaku bisnis pelaku ekonomi di Kota Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varabel tingkat konsumsi dan pengeluaran investasi berpengaruh positip dan signfikan pada α 5% sedangkan pengeluaran pemerintah berpengaruh positip dan signifikan pada α 10%.Kelompok rumahtangga dalam 6 bulan terakhir merasakan inflasi yang tinggi dan penurunan pendapatan riil.Kelompok Pelaku bisnis dalam 6 bulan terakhir merasakan inflasi yang tinggi dan tingkat keuntungan yang berkurang, Baik kelompok rumahtanggan maupun pelaku bisnis mempunyai persepsi bahwa pemko Medan dapat membantu mengendalikan inflasi. Kata kunci : Pengendalian inflasi, Faktor Penyebab Inflasi, Persepsi Masyarakat I. PENDAHULUAN

Inflasi merupakan fenomena atau

peristiwa ekonomi secara makro yang

dapat menggambarkan aktivitas dan

pencapaian yang dicapai oleh kegiatan

ekonomi, baik di suatu wilayah

ataupun di suatu negara. Fenomena

ekonomi seperti inflasi, tidak mungkin

dihindari, melainkan bagaimana cara

pemerintah mampu mengendalikan

gejolak inflasi yang tinggi dan tidak

stabil, agar menjadi relatif lebih rendah

[ 94 ]

dan tetap stabil. Laju inflasi selain

merupakan indikator utama untuk

melihat kinerja ekonomi suatu daerah

atau negara, juga merupakan target

yang akan dicapai pemerintah, karena

salah satu asumsi dasar dalam

menyusun nota keuangan negara dalam

bentuk APBN pada tiap tahunnya juga

mengacu pada seberapa besar target

inflasi yang akan dicapai pada tahun

tersebut. Jadi laju inflasi harus dapat

dikendalikan oleh pemerintah dalam

hal ini Bank Indonesia yang telah

diamanahkan dalam undang-undang

No. 23 Tahun 1999 tentang Tugas dan

Tanggungjawab Bank Indonesia.

Faktanya, tidaklah mungkin

hanya Bank Indonesia yang dapat

mengendalikan laju inflasi, tapi yang

lebih penting lagi adalah apa yang

sudah menjadi target oleh Pemerintah,

maka Bank Indonesia harus dapat

menjaga stabilitasnya. Oleh karena itu

Bank Indonesia bersama-sama dengan

Pemerintah Pusat sampai dengan

Pemerintah Propinsi serta Kota dan

Kabupaten selalu bekerjasama dan

berkoordinasi dalam mengendalikan

laju inflasi , terutama pada kondisi

peak season (Bulan Ramadhan dan

Hari Raya) dimana laju inflasi menjadi

lebih cepat naik dan selalu terjadi pada

setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

adanya gap expectation di pasar antara

konsumen di satu sisi dengan pedagang

barang-barang kebutuhan pokok pada

sisi lainnya.

Kenaikan harga barang secara

keseluruhan yang sering kita sebut

sebagai inflasi memiliki dampak yang

kuat terhadap perekonomian. Kenaikan

harga barang dapat disebabkan karena

beberapa faktor diantaranya jumlah

uang yang beredar di masyarakat

cukup banyak, kelangkaan sumber

daya yang akan menyebabkan naiknya

impor barang tersebut, dan masih

banyak lagi sebab yang lainnya.

[ 95 ]

Kebijakan Bank Indonesia di dalam

mengendalikan inflasi diantaranya

dengan mengurangi jumlah uang yang

beredar dan menaikkan tingkat suku

bunga.

Inflasi non inti (non core

inflation) secara definisi dapat

diartikan bahwa inflasi terjadi karena

adanya gangguan dari sisi penawaran

(supply side) dan berada di luar kendali

otoritas moneter, bersifat sesaat

(temporary) atau sering disebut noises

inflation. Terhadap inflasi non inti

tersebut, kebijakan moneter yang

diambil oleh Bank Indonesia tidak

akan berdampak apa-apa dalam

perekonomian, karena yang diperlukan

adalah kebijakan lain yakni kebijakan

fiskal dan sektor riil. Dimana kebijakan

ini sangat responsif terhadap

perekembangan ekonomi yang sedang

dihadapi.

Inflasi yang rendah dan stabil

merupakan prasyarat bagi

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

berkesinambungan. Inflasi daerah yang

mempunyai kontribusi yang relatif

besar yakni sebesar 73 persen dari

inflasi. Sumber tekanan inflasi di

daerah sangat tergantung dan

dipengaruhi oleh karakteristik daerah

masing-masing. Dengan

mempertimbangkan besarnya

kontribusinya serta dalam rangka

mendukung pencapaian sasaran inflasi

nasional, pengendalian inflasi di

daerah merupakan sebuah keharusan

dan bukan hanya menjadi tanggung

jawab Bank Indonesia melainkan juga

kebutuhan dari Pemerintah Daerah dan

institusi terkait di daerah, khususnya

inflasi yang disebabkan oleh gangguan

penawaran.

Demikian juga halnya dengan

Pemerintah Kota Medan (selanjutnya

disebut dengan Pemko Medan)

memiliki peranan yang cukup penting

dalam hal membantu Bank Indonesia

[ 96 ]

untuk mengendalikan laju inflasi yang

terjadi dalam perekonomian kota

Medan khususnya sektor ekonomi riil.

Pemerintah Kota Medan dan Propinsi

Sumatera Utara merupakan

perpanjangan tangan dari pemerintah

pusat di daerah yang secara integratif

dapat mengendalikan laju inflasi secara

bersama-sama dengan cakupan

wilayah didaerah, sehinggga

pengendalian inflasi secara nasional

dapat terwujud seperti yang telah

ditargetkan oleh pemerintah.

Sedangkan pengendalian inflasi di

sektor moneter merupakan

wewenangnya Bank Indonesia sebagai

Bank Sentral, melalui instrumen

kebijakan moneter yang dipilih oleh

Bank Indonesia sendiri agar mampu

mengendalikan laju inflasi.

II. TINJAUAN TEORITIS

Inflasi merupakan masalah

yang selalu dihadapi dalam setiap

perekonomian. Dari sisi penawaran

(supply side), produsen membutuhkan

laju inflasi karena adanya kenaikan

harga yang pada gilirannya merupakan

stimulasi dalam memproduksi barang

dan jasa. Sebaliknya dari sisi

permintaan (demand side), konsumen

merasa sangat dirugikan apabila laju

inflasi cukup tinggi dan sangat

fluktuatif, yang pada gilirannya akan

mengurangi pendapatan riil dari

konsumen tersebut, sehingga

konsumen merasa tingkat

kesejahteraannya semakain menurun

akibat tingginya laju inflasi. Jadi laju

inflasi dibutuhkan pada level yang

rendah dan relatif stabil dari waktu ke

waktu sehingga perekonomian dapat

berjalan sesuai dengan yang

diharapkan semua pihak.

Inflasi juga merupakan salah

target dan indikator utama dalam

kinerja ekonomi disuatu negara atau

wilayah, sehingga inflasi akan menjadi

[ 97 ]

acuan dalam mentukan perencanaan

ekonomi yang akan dijalankan, seperti

besarnya nilai subsidi, penentuan

rencana keuangan negara (APBN),

pemilihan instrumen kebijakan oleh

Bank Indonesia, kebijakan sektor

perdagangan, bahkan perencanaan

bisnis (busisiness plan) oleh pelaku

pasar yakni perusahaan-perusahaan.

Ada berbagai teori atau

pandangan yang berkembang mengenai

faktor -faktor penyebab timbulnya

inflasi serta bagamana cara-cara yang

ditempuh dalam mengatasi tingginya

laju inflasi yang terjadi dalam

perekonomian.

Kaum Klasik mengatakan

bahwa inflasi adalah sama dengan

pertumbuhan uang beredar dkurangi

pertumbuhan output.Artinya penyebab

utama timbulnya inflasi atau kenaikan

harga adalah pertumbuhan jumlah uang

beredar. Hal ini didasarkan asumsi

bahwa kecepatan perputaran uang tetap

dan perekonomian berada dalam

tingkat kesempatan kerja penuh.

Hal yang serupa juga

dikemukakan oleh kaum Moneteris

yang menyatakan bahwa inflasi itu

sebagai fenomena moneter dan

kecepatan perputaran uang adalah

konstan.Perbedaan a ntara kaum

Moneteris dan Klasik adalah bahwa

menurut Moneteris pertumbuhan uang

beredar berpengaruh juga terhadap

output dan kesempatan kerja. Jadi tidak

hanya berpengaruh terhadap tingkat

harga sebagaimana yang dikemukakan

oleh kaum Klasik.

Menurut Keynes, jumlah uang

beredar bukanlah satu-satunya faktor

penentu kenaikan tingkat harga.

Banyak faktor lain yang dapat

mempengaruhi kenaikan tingkat harga,

seperti pengeluaran konsumsi

masyarakat, pengeluaran investasi,

pengeluaran pemerintah dan pajak,

[ 98 ]

juga besarnya impor barang yang

membanjiri pasar domestik.

Kelompok aliran rasional

ekspektasi memandang inflasi sebagai

suatu fenomena ekonomi di bidang

moneter, namun mereka juga percaya

bahwa perubahan yang bersifat

antisipatif di dalam jumlah uang

beredar akan memberikan pengaruh

terhadap tingkat harga dan tidak

terhadap tingkat output. Sedangkan

kaum Strukturalis mengatakan bahwa

inflasi merupakan sesuatu yang tidak

dapat dihindarkan oleh perekonomian

yang sedang berkembang. Artinya

inflasi merupakan sesuatu yang

melekat di dalam proses pembangunan

ekonomi itu sendiri. Inflasi terjadi

karena terdapatnya sejumlah kendala

atau kekakuan struktural di dalam

perekonomian. Kendala tersebut dapat

berupa kendala penawaran bahan

pangan yang bersifat inelastis, kendala

devisa maupun kendala fiskal.

Berdasarkan pada asal

terjadinya inflasi, maka akan dapat

dibedakan atas:

(a) Domestic Inflation, yaitu inflasi

yang berasal dari dalam negeri

(domestik). Kenaikan harga

disebabkan di dalam negeri ini

disebabkan adanya kebijakan

pemerintah ataupun bank sentral yang

berdampak inflatoar ataupun dapat

juga disebabkan karena perubahan

perilaku masyarakat.

(b) Imported Inflation, yaitu inflasi

yang berasal dari kenaikan harga di

luar negri. Kenaikan harga di luar negri

akan mempengaruhi harga di dalam

negeri lewat kegiatan impor.

Ditinjau dari intensitasnya,

inflasi dapat dibedakan menjadi tiga

jenis, yaitu :

(a) Creeping Inflation, yaitu inflasi

yang terjadi dengan laju pertumbuhan

berlangsung lambat atau merayap.

Artinya kenaikan harga-harga

[ 99 ]

berlangsung secara perlahan-lahan,

karena ekonomi berkerja lebih stabil.

(b) Galloping inflation, yaitu inflasi

yang terjadi dengan laju pertumbuhan

berlangsung sedikit lebih cepat, karena

ada shock dalam perekonomian,

khususnya sisi permintaan, sehingga

pergerakannya cenderung musiman

(seasonal). Artinya kenaikan harga-

harga berlangsung sedikit lebih cepat,

khususnya dipicu dari harga barang-

barang kebutuhan pokok.

(c) Hyper Inflation atau, yaitu inflasi

yang terjadi dengan laju pertumbuhan

yang tinggi. Artinya kenaikan harga-

harga berlangsung secara cepat.

Dipandang dari sudut bobotnya,

maka inflasi dapat dibedakan menjadi

4 jenis, yaitu :

a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang

laju pertumbuhannya berlangsug

secara perlahan-lahan dan berada

pada posisi satu digit atau dibawah

10% per tahun

b. Inflasi sedang, yaitu inflasi dengan

laju pertumbuhan yang berada di

antara lebih dari 10-20% per

tahun.

c. Inflasi berat, yaitu inflasi dengan

laju pertumbuhan yang berada di

antara lebih dari 20-100% per

tahun

d. Inflasi sangat berat, yaitu inflasi

dengan laju pertumbuhan berada

di atas 100% per tahun

Berdasarkan sumber

penyebab terjadinya laju inflasi,

maka dapat dibedakan atas 2 (dua

) sumber yakni :

(a) Demand-pull Inflation, yaitu

inflasi yang terjadi karena adanya

kenaikan permintaan agregat .

Kenaikan permintaan ini menyebabkan

kenaikan output (penawaran agregat).,

tetapi karena peningkatan penawaran

agregat lebih kecil dari kenaikan

permintaan agregat maka akan terjadi

inflasi. Apalagi kalau penawaran

[ 100 ]

agregat sudah mendekati bahkan sudah

mencapai kondisi kesempatan kerja

penuh (full employment). Menurut

Keynes terjadinya inflasi disebabkan

oleh permintaan agregat sedangkan

permintaan agregat ini tidak hanya

karena ekspansi bank sentral, namun

dapat pula disebabkan oleh

pengeluaran investasi baik oleh

pemerintah, maupun oleh swasta dan

pengeluaran konsumsi pemerintah

yang melebihi penerimaan (defisit

anggaran belanja negara) dalam

kondisi full employment.

(b) Cost Push Inflation, yaitu

inflasi yang terjadi karena adanya

kenaikan dalam biaya produksi yang

menyebabkan turunnya produksi

(penawaran agregat). Jadi inflasi ini

akan dibarengi dengan kontraksi

ekonomi yang cukup besar kemudian

akan diikuti dengan resesi ekonomi

jika pemerintah tidak dapat

mengendalikan laju infalsinya dalam

waktu tersebut.

Inflasi yang terjadi pada suatu

perekonomian (Nopirin, 2000), akan

memilliki beberapa dampak, seperti :

a. Equity Effect

Inflasi akan mendorong

terjadinya redistribusi pendapatan

diantara anggota masyarakat. Artinya

inflasi menyebabkan adanya

sekelompok masyarakat yang

mengalami penurunan pendapatan riil-

nya, sedangkan kelompok yang lain

justru mengalami peningkatan dalam

pendapatan riil. Jadi ada prinsip

berkeadilan secara ekonomi.

b. Efficiency Effect

Inflasi yang disebabkan

kenaikan permintaan akan mendorong

peningkatan produksi akan barang-

barang tersebut. Hal ini menyebabkan

berubahnya alokasi faktor produksi

barang-barang tersebut menjadi lebih

efisien. Dampak efisiensi ini akan

[ 101 ]

memberi stimulasi bagi produsen

dalam memproduksi barang-barang

yang dibutuhkan masyarakat, dan

terkadang produsen dalam meproduksi

barang tersebut juga memperhitungkan

tingkat ekspektasi yang terjadi di

masyarakat sebagai akibat dari

dorongan permintaan secara musiman

yang akan terjadi secara rutin.

c. Output Effect

Inflasi dapat meningkatkan

produksi dengan asumsi bahwa

produksi akan mengalami kenaikan

mendahului kenaikan tingkat upah.

Kenaikan harga ini akan menyebabkan

keuntungan produsen meningkat.

Selain dampak yang bersifat ekonomi,

inflasi juga menimbulkan dampak

sosial. Kenaikan harga yang

meyebabkan masyarakat menurun

pendapatan riil nya dapat memicu

timbulnya masalah-masalah keamanan

bahkan bisa sampai merembet ke

masalah keamanan negara.

III. METODE PENELITIAN

Berdasarkan atas klasifikasi

data, maka pada penelitian kali ini

digunakan data kwantitatif dengan

jenis rasio dan kualitatif. Sedangkan

berdasarkan dimensi waktu, maka data

yang digunakan adalah data runtun

waktu (time serries). Data Primer;

yang diperoleh dengan survey dan

wawancara langsung kepada warga

kota Medan dan para stakeholders .

Data Sekunder; diperoleh dari lembaga

pengumpul data baik dari pemerintah

dalam hal ini BPS (Biro Pusat Statistik

) Kota Medan, dan kantor Bank

Indonesia Medan, yang dipublikasikan

kepada masyarakat pengguna data.

Untuk mengetahui bagaimana

pola inflasi yang terjadi dalam

perkembangan ekonomi di Kota

Medan maka digunakan analisa

kualitatif statistik. Data yang

dikumpulkan selama periode waktu 10

tahun (2002 -2011) dalam bentuk data

[ 102 ]

triwulan. Berdasarkan data tersebut

maka digunakan angka pertumbuhan

harga atau inflasi guna melihat

fluktusasi harga yang terjadi dalam

perekonomian dan sekaligus dapat

dianalisis pola inflasi yang terjadi di

kota Medan.

Untuk mengetahui jenis

kelompok barang apa yang

mendominasi inflasi di kota Medan,

maka digunakan analisis kualitatif.

Data inflasi nantinya akan dilihat

berdasarkan jenis kelompok barang,

sehingga nantinya dapat diketahui jenis

kelompok barang yang sangat

mendominasi inflasi di kota Medan.

Untuk mengetahui faktor-faktor

yang mempengaruhi inflasi di kota

Medan, maka digunakan analisis

kuantitatif dengan menggunakan

analisa korelasi dan regresi. Model

yang digunakan menggunakan teori

Keynes, yang memasukkan variabel

pengeluaran konsumsi, pengeluaran

Investasi dan pengeluraran pemerintah

sebagai faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi inflasi. Teori Keynes

memandang inflasi dari sisi sektor riil,

walaupun memang sektor moneterlah

yang paling cepat memacu laju inflasi.

Namun dengan pertimbangan bahwa

data moneter untuk tingkat kota tidak

tersedia, maka digunakan pandangan

Keynes.

Adapun model regresi untuk

faktor-faktor yang mempengaruhi

inflasi di kota Medan yang akan

dibangun dalam penelitian ini adalah

Model Persamaan Simultan dengan 3

(tiga) variabel bebas (independent

variable) dan 1 satu) variabel terikat

(dependent variable) yakni :

INFt = β0 + β1 Ct + β2 It + β3 Gt + εt

Dimana :

INFt = Besarnya tingkat inflasi

per tahun (dalam persen)

[ 103 ]

Ct = Total Pengeluaran

Konsumsi penduduk

kota Medan (dalam

milyar rupiah)

It = Besarnya Pengeluaran

Investasi (dalam milyar

rupiah)

Gt = Besarnya Belanja

Pemerintah kota Medan

dalam APBD kota Medan

(dalam milyar rupiah)

β0 = Konstanta

β1....3 = Parameter/estimator dari

setiap variabel bebas

εt = Disturbance error

Untuk mengetahui bagaimana

persepsi masyarakat dan stakeholder

pelaku ekonomi di kota Medan tentang

peranan Pemerintah Kota Medan

dalam mengendalikan laju inflasi di

pasar maka digunakan analisis

kualitatif. Data yang dikumpulkan

berasal dari daftar pertanyaan yang

disebarkan kepada masyarakat dan

para pelaku usaha.

Untuk mendapatkan sampel

yang dapat menggambarkan populasi,

maka dalam penentuan sampel

penelitian digunakan tabel penetuan

jumlah sampel dan populasi yang

dikembangkan oleh Isaac dan Michael

(Sugiyono, 2003). Jumlah

rumahtangga yang ada di kota Medan

sebesar 493.390, sehingga dapat

dibulatkan menjadi 500.000. Dari tabel

penentuan jumlah sampel, dengan

tingkat kesalahan 5%, maka besarnya

sampel yang diambil adalah sebanyak

345 responden. Jumlah kecamatan

yang ada di wilayah kota Medan

sebanyak 21 kecamatan. Dengan

demikian sampel yang diambil di

setiap kecamatan adalah sebanyak 17

responden. Sedangkan untuk pelaku

usaha maka ditetapkan 5 responden

untuk setiap kecamatan.

[ 104 ]

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Dinamika dari perkembangan

besarnya laju inflasi yang terjadi di

kota Medan dalam kurun waktu antara

tahun 2000-2011 relatif sangat

fluktuatif, secara rata-rata dalam kurun

waktu 12 tahun terakhir mencapai

angka 8,48%. Pada periode penelitian

ini, justru yang paling tinggi inflasi

terjadi pada tahun 2005 yakni

mencapai 22,91%, dimana pada tahun

tersebut adalah tahun awal

pemerintahan kabinet SBY yang

membuat kebijakan untuk menaikkan

harga BBM sampai 100%, akibatnya

harga barang-barang kebutuhan sehari-

hari meningkat tajam, sekaligus semua

barang dan jasa yang ada di pasar

mengalami kenaikan yang cukup besar.

Namun pada tahun berikutnya

mengalami penyesuaian, dan angka

inflasi kembali menuju pada angka

yang lebih moderat dan sesuai dengan

yang ditargetkan secara nasional.

Namun pada tahun 2008, kembali

mengalami kenaikan, karena ada

kenaikan harga BBM yang dipicu

secara eksternal yakni adanya kenaikan

harga minyak mentah internasional

menjadi lebih tinggi. Kondisi ini

memukul berat perekonomian

Indonesia, termasuk perekonomian

lokal kota Medan. Jika dilihat dari rata-

rata angka inflasi Medan, tetap berada

diatas inflasi nasional yang berkisar

7,2% (BPS 2011). Jika

diperbandingkan dalam teori ekonomi,

maka kinerja ekonomi kota Medan

masih kurang bagus, karena angka

inflasinya berada diatas angka

pertumbuhan ekonomi, seharusnya laju

inflasi harus lebih rendah dari laju

pertumbuhan ekonomi, sehingga

ekonomi secara riil dalam kondisi yang

relatif baik.

Ditinjau dari kelompok barang

inflasi , maka pola inflasi berdasarkan

[ 105 ]

kelompok barang adalah sebagai

berikut:

- Untuk kelompok bahan

makanan inflasinya

berfluktuatif dengan tingkat

inflasi tertinggi tahun 2005,

sedangkan yang terendah tahun

2003.

- Untuk kelompok Makanan Jadi,

Minuman, Rokok dan

Tembakau, inflasi tertinggi

terjadi tahun 2001, setelah itu

mengalami penurunan.

Kemudian meningkat lagi tahun

2005 dan setelahnya relatif

stabil

- Untuk Perumahan, Air,

Listrik dan Bahan Bakar

inflasi tertinggi terjadi

tahun 2001 dan tahun 2005

- Untuk kelompok barang

sandang, trend nya kurang

fluktuatif, hal ini menunjukkan

bahwa kelompok barang

tersebut hanya sensistif dan

meningkat pada musim-musim

tertentu, jadi pola aktivitas

tidak begitu tinggi untuk

transaksi hariannya di pasar,

karena sifat barangnya yang

tahan lama (durability), pada

tahun 2002 inflasi naik secara

perlahan tapi fluktuasinya

relatif stabil.

- Untuk Kelompok Jasa

Kesehatan inflasinya juga

sangat fluktuatif dan angkanya

lumayan tinggi, kondisi ini

menunjukkan bahwa harga

obat-obatan sangat rentan

dengan perkembangan nilai

kurs atau pergerakan dipasar

valuta asing, karena banyak

bahan baku kimia yang

diimpor.

- Untuk Kelompok Jasa

Pendidikan, Rekreasi dan Olah

raga Bagi kelompok jasa

[ 106 ]

pendidikan, justru inflasinya

terjadi sangat fluktuatif. Hal ini

dapat dilihat dan dirasakan

karena biaya pendidikan

semakin mahal pada setiap

tahunnya. Naiknya uang

sekolah ditambah lagi, harga

buku pelajaran naik cukup

signifikan menyumbang angka

inflasi dari waktu ke waktu, dan

buku pelajaran akan berganti

setiap tahun karena ada

kebijakan sekolah yang

mengubah buku pelajaran yang

dipakai oleh siswanya setiap

tahun. Namun sejak tahun 2009

ada kecenderungannya

mengalami penurunan yang

cukup besar.

- Untuk Kelompok Jasa

Transportasi dan Komunikasi

Laju inflasi umumnya relatif

stabil pada kelompok jasa

transportasi dan komunikasi,

tapi ada kondisi yang sangat

berbeda pada tahun 2005 yakni

pasca kebijkana pemerintah

pusat menaikkan harga BBM

sebesar 100% mengakibatkan

angka inflasi pada tahun

tersebut untuk kelompok jasa

ini mneyumbang inflasi cukup

besar, tapi setelah itu laju

inflasi mengalami penyesuaian

dan relatif stabil. Namun pada

tahun 2009 laju inflasinya

justru mengalami negatif yang

berarti tidak ada pertambahan

melainkan terjadi penurunan

dalam produksi jasa atau

bahkan menggambarkan daya

beli masyarakat yang makin

menurun.

Dari sisi analisa kuantitatif,

maka koefisien korelasinya sebesar

0,924, atau artinya ada hubungan

antara konsumsi masyarakat (C),

Investasi (I), dan konsumsi

[ 107 ]

pemerintah (G) sebesar 92,4% dengan

laju inflasi di kota Medan, sedangkan

sisanya sebesar 7,6% memiliki

hubungan diluar model yang

dibangun. Dengan kata lain

hubungannnya sangat kuat. Dilihat

dari koefisien determinasi (R²) yang

di adjusted sebesar 0,708. Artinya

70,8% variabel C, I dan G mampu

menjelaskan variabel inflasi kota

Medan, sedangkan sisanya akan

dijelaskan oleh variabel diluar model.

Dengan kata lain model Keynes ini

secara empirik sudah sesuai antara

teori dengan kenyataan yang terjadi di

kota Medan.

Dari model regresi untuk inflasi

kota Medan yang dibangun

berdasrkan model dari Teori Keynes

yang melihat inflasi dari sisi

permintaan (demand-side)

menghasilkan persamaan regresi dari

model inflasi kota Medan yaitu :

INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct + 1,879E-5 It + 9,180E-6 Gt + εt

Artinya bahwa tingkat

konsumsi (C) berpengaruh secara

positif dan signifikan atau (t=3,492

pada α= 5%) terhadap laju inflasi,

atau jika konsumsi berubah yakni naik

sebesar 10% maka laju inflasi akan

naik sebesar 0,03 %, maka

elastisitasnya termasuk jenis yang in-

elastik (E<1) karena nilainya kurang

dari satu, berarti perubahan pada

tingkat konsumsi menjadi kurang

sensitif mempengaruhi laju inflasi

kota Medan.

Sedangkan untuk variabel

investasi (I) berpengaruh secara

positif dan signifikan (t=3,917 pada

α= 5%) terhadap laju inflasi, atau jika

investasi kota Medan naik sebesar

10% maka laju inflasi akan naik juga

sebesar 0,02 %, maka elastisitasnya

termasuk jenis yang in-elastik juga

(E<1) karena nilainya kurang dari

[ 108 ]

satu, berarti perubahan pada tingkat

investasi menjadi kurang sensitif

mempengaruhi laju inflasi kota

Medan.

Terakhir, variabel pengeluaran

pemerintah pemerintah kota Medan

(G) berpengaruh secara positif dan

signifikan (t=3,170 pada α= 10%)

terhadap laju inflasi, atau jika

pengeluaran pemerintah kota Medan

naik sebesar 10% maka laju inflasi

hanya akan naik sebesar 0,01 %,

sehingga elastisitasnya juga termasuk

jenis yang in-elastik juga (E<1)

karena nilainya kurang dari satu,

berarti perubahan pada tingkat

pengeluaran pemerintah menjadi

kurang sensitif mempengaruhi laju

inflasi kota Medan.

Jika dilihat secara teori,

hasilnya sudah sesuai dengan teori

yakni hubungan antara variabel bebas

(C,I dan G) terhadap variabel terikat

(INF), namun elastisitasnya atau

parameter yag dihasilkan tidak ada

yang elastik, padahal secara empirik,

bahwa variabel konsumsi sangat

sensitif terhadap perubahan pada laju

inflasi.

Keterbatasan ini mungkin

terletak pada data yang sangat sedikit,

hanya 7 tahun terakhir, jika sampel

tahun ditambah, maka nilai dari

parameter akan berubah, dan koefisien

korelasinya tidak akan terlalu tinggi

sampai lebih dari 90%, secara

ekonometrik, fakta statistiknya disebut

dengan supurious. Seolah-olah begitu

sempurna padahal terjadi serial

autokorelasi dengan ditunjukkan hasil

DW-Test (Durbin Watson Test) sebesar

2,143. Model ini juga dapat diperbaiki

dengan cara mengubah definisi

operasional dari variabel yang

digunakan.

Hasil wawancara dengan

responden rumahtangga dengan

[ 109 ]

menggunakan daftar pertanyaan

memberikan hasil sebagai berikut:

- Dari 251 responden rumah

tangga , 95,16% menyatakan

inflasi ada dan lumayan tinggi

di kota Medan dibandingkan

kondisi 6 bulan yang lalu

sedangkan sisanya hanya

4,84% yang menyatakan tidak

ada inflasi yang cukup tinggi.

- Dari 251 responden rumah

tangga 90,65% menyatakan

Inflasi telah menurunkan

pendapatan riil masyarakat

dibanding 6 bulan yang lalu,

dan yang menyatakan tidak

hanya 9,35% merasa tidak ada

penurunan pendapatan riil-nya.

- Dari 251 responden rumah

tangga, 83,74% sangat percaya

bahwa Pemko Medan mampu

mengendalikan laju inflasi di

kota Medan, sisanya 16,26%

tidak percaya.

- Dari 251 responden rumah

tangga, 82,38% yakin bahwa

Program operasi pasar dari

Pemko Medan mampu

mengendalikan laju inflasi di

pasar sedangkan yang

menyatakan tidak percaya

hanya 17,62%.

Persepsi resonden rumahtangga

mengenai sumbangan kelompok

barang dan jasa terhadap inflasi di kota

Medan saat ini dibandingkan kondisi 6

bulan yang lalu adalah sebagai berikut:

- Bahan makanan mencapai

96,61% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 3,39%

- Makanan jadi, minuman, rokok

dan tembakau mencapai

88,53% sisanya yang

menyatakan tidak hanya

11,48%.

- Perumahan, Air, Listrik dan

Bahan Bakar mencapai 90,51%

[ 110 ]

dan sisanya yang menyatakan

tidak hanya 9,49%

- Barang Sandang mencapai

88,89% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

11,11%

- Jasa Kesehatan mencapai

85,25% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

14,75%

- Jasa Pendidikan, rekreasi dan

olahraga mencapai 82,79%

sisanya yang menyatakan tidak

17,21%

- Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan mencapai

95,52% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 4,48%

Prediksi responden tentang

keadaan pada 6 bulan mendatang

adalah sebagai berikut:

- Sebanyak 79,27% menyatakan

akan ada kenaikan inflasi

sedang sisanya 20,73%

menyatakan tidak ada kenaikan.

Inflasi

- Sebanyak 50,41% menyatakan

pendapatan rill turun, 32,52%

menyatakan tidak berubah atau

tetap dan hanya 17,07% yang

menyatakan meningkat.

Jika dilihat berdasarkan

kelompok barang dan jasa yang

menyumbangkan inflasi cukup tinggi

pada masa 6 bulan yang akan datang

di kota Medan, maka prediksi dari 251

responden berdasarkanan kelompok-

kelompok barang dan jasa seperti

adalah sebagai berikut:

- Bahan makanan mencapai

96,19% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 3,81%

- Makanan jadi, minuman, rokok

dan tembakau mencapai

86,29% sisanya yang

menyatakan tidak hanya

13,71%.

[ 111 ]

- Perumahan, Air, Listrik dan

Bahan Bakar mencapai 95,73%

dan sisanya yang menyatakan

tidak hanya 4,27%

- Barang Sandang mencapai

92,81% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya 7,19%

- Jasa Kesehatan mencapai

88,62% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

11,38%

- Jasa Pendidikan, rekreasi dan

olahraga mencapai 89,66%

sisanya yang menyatakan tidak

10,34%

- Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan mencapai

98,71% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 1,29%

Dari 251 responden rumah

tangga yang berhasil diwawancarai,

maka 73,58% menyatakan pemko

Medan mampu mengendalikan

mencapai, sedangkan sisanya hanya

26,42% yang menyatakan tidak

mampu. Dari 251 responden rumah

tangga yang berhasil diwawancarai

mengenai keadaan perekonomian kota

Medan masa mendatang, maka 44,76%

yang menyatakan cukup baik, diikuti

yang menyatakan tetap seperti saat ini

sebesar 30,65% dan sisanya hanya

2,60% yang menyatakan buruk.

Hasil wawancara dengan

responden pelaku bisnis dengan

menggunakan daftar pertanyaan

memberikan hasil sebagai berikut:

- Dari 102 responden bisnis

97,06% menyatakan inflasi saat

ini jika dibandingkan dengan 6

bulan yang lalu dirasakan

sangat tinggi, sisanya yang

menyatakan tidak tinggi hanya

2,94%. Jadi perkembangan

harga-harag barang dan jasa di

pasar pada saat ini sungguh

terasa kenaikannya yang cukup

[ 112 ]

tinggi sehingga laju inflasi yang

dirasakan juga sangat tinggi.

- Dari 102 responden bisnis

82,65% menyatakan inflasi saat

ini dirasakan sangat tinggi,

sisanya yang menyatkan tidak

hanya 17,35%.

- Dari 102 responden bisnis

91,09% menyatakan dengan

tingginya inflasi maka akan

mengurangi keuntungan dari

usaha mereka sedangkan

sisanya hanya 8,91% yang

menyatakan tidak mengurangi

keuntungan.

- Dari 102 responden bisnis

maka 80,39% yang optimis

Pemo Medan mampu

mengendalikan laju inflasi

Medan, sedangkan sisanya

responden yang pesimis hanya

19,61%.

- Dari 102 responden bisnis,

maka 81,19% yang tetap

optimis bahwa Pemko Medan

mampu mengendalikan laju

inflasi Medan melalui program

operasi pasar untuk mengurangi

laju inflasi, sedangkan sisanya

responden yang masih tetap

pesimis bahwa program ini

tidak mampu meredam laju

inflasi hanya 18,81%.

Jika dilihat berdasarkan

kelompok barang dan jasa yang

menyumbangkan inflasi cukup tinggi

pada saat ini dibanding 6 bulan yang

lalu di kota Medan, maka persepsi dari

102 responden bisnis terhadap

kelompok-kelompok barang dan jasa

adalah sebagai berikut:

- Bahan makanan mencapai

90,63% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 9,37%

- Makanan jadi, minuman, rokok

dan tembakau mencapai

83,61% sisanya yang nyatakan

mtidak hanya 16,39%.

[ 113 ]

- Perumahan, Air, Listrik dan

Bahan Bakar mencapai 92,86%

dan yang menyatakan tidak

hanya 7,14%

- Barang Sandang mencapai

89,04% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

10,96%.

- Jasa Kesehatan mencapai

76,47% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

23,53%.

- Jasa Pendidikan, rekreasi dan

olahraga mencapai 78,85%

sisanya yang menyatakan tidak

21,15%.

- Transportasi, Komunikasi dan

Jasa Keuangan mencapai

93,44% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 6,54%

Responden masih tetap pesimis

bahwa untuk 6 bulan yang akan datang

laju inflasi masih tinggi yakni sebesar

86,87%, sisanya yang optimis hanya

13,13%. Sedangkan prediksi tentang

keuntungan dari usaha yang mereka

miliki dominan mengatakan akan

mengalami penurunan yakni sebesar

61,46%, kemudian diikuti oleh prediksi

responden yang mengatakan tetap atau

tida ada perubahan dengan saat ini

mencapai 25%, sedangkan sisanya

adalah responden yang optomis akan

mendapatkan keuntungan yang lebih

baik dari saat ini mencapai 13,54%.

Jadi secara umum bahwa responden

bisnis hampir dominan merasa pesimis

dengan keuntungan dari usaha yang

mereka jalani saat ini, jika dilihat dari

perkembangan harga-harga pada saat

ini yang pada gilirannya akan

mengurangi daya beli masyarakat.

Prediksi responden kelompok

bisnis terhadap kelompok barang dan

jasa yang menyumbangkan inflasi

cukup tinggi pada masa 6 bulan yang

akan datang di kota Medan, adalah

sebagai berikut:

[ 114 ]

- Bahan makanan mencapai

96,67% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 3,33%

- Makanan jadi, minuman, rokok

dan tembakau mencapai

91,80% sisanya yang

menyatakan tidak hanya 8,20%.

- Perumahan, Air, Listrik dan

Bahan Bakar mencapai 95,65%

dan yang menyatakan tidak

hanya 4,35%

- Barang Sandang mencapai

91,89% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya 8,11%

- Jasa Kesehatan mencapai

89,80% dan sisanya yang

menyatakan tidak hanya

10,10%

- Jasa Pendidikan, rekreasi dan

olahraga mencapai 93,75%

sisanya yang menyatakan tidak

6,25%

- Transportasi, Komunikasi

dan Jasa Keuangan justru

mencapai 100%.

Sebanyak 79,80% responden

optimis bahwa Pemko Medan mampu

mengendalikan laju inflasi di kota

Medan untuk 6 bulan yang kan datang,

sedangkan sisanya yang tidak yakin

dengan kemampuan Pemko Medan

hanya 20,20%. Prediksi responden

tentang perekonomian kota Medan

yang optimis baik mencapai 47%

sedangkan yang menyatakan tetap atau

perekonomiannnya akan sama dengan

saat ini mencapai 36%, sedangkan

sisanya pesimis bahwa perekonomian

Kota Medan akan membaik.

V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

1. Laju inflasi di kota Medan dalam

kurun waktu tahun 2000-2011 relatif

sangat fluktuatif, dengan rata-rata

8,48%. Tingkat inflasi tahun 2001

[ 115 ]

lebih tinggi dari inflasi rata-rata yang

disebabkan masih terasanya pengaruh

krisis moneter 1998. Inflasi tahun

2005 juga lebih tinggi dari inflasi rata-

rata yang disebabkan terjadinya

kenaikan BBM sebesar

100%.Demikian juga halnya dengan

inflasi tahun 2008 yang lebih tinggi

dari inflasi rata-rata. Hal ini

disebabkan naiknya lagi harga BBM.

Bila dibandingkan dengan tingkat

inflasi secara nasional, maka rata-rata

inflasi kota Medan lebih tinggi dari

inflasi nasional (7,2%).

2. Laju inflasi kota Medan periode

2000 – 2011 berdasarkan kelompok

barang adalah sebagai berikut:

- Kelompok bahan makanan,

inflasinya sangat fluktuatif

dengan rata-rata 9,23% .

Inflasi tertinggi tahun 2001

(18,91%) sedangkan inflasi

terendah tahun 2003 (-

3,14%)

- Kelompok makanan

jadi,minuman, rokok dan

tembakau inflasinya relatif

stabil (8,88%) . Inflasi

tertinggi tahun 2001

(20,47%) dan inflasi

terendah tahun 2004 (1,89).

- Kelompok perumahan, air,

listrik dan bahan bakar

sangat fluktuatif dengan

rata-rata (10,44%). Inflasi

tertinggi tahun 2002

(17,18%) dan inflasi

terendah tahun 2007

(3,27%).Hal ini disebabkan

karena terjadinya kenaikan

harga BBM, kenaikan TDL

dan juga meningkatnya

permintaan akan

perumahan.

- Kelompok barang sandang,

trend nya kurang fluktuatif

dengan rata-rata 8,32%.

Inflasi tertinggi tahun 2007

[ 116 ]

(9,85%) dan inflasi

terendah tahun 2001

(4,88%). Hal ini

menunjukkan bahwa

kelompok barang tersebut

hanya sensistif dan

meningkat pada musim-

musim tertentu dan juga

karena sandang merupakan

barang tahan lama.

- Kelompok jasa kesehatan

tingkat inflasinya

berfluktuatif dengan rata-

rata 5,13%. Inflasi tertinggi

tahun 2001 (9,74%) dan

inflasi terendah tahun 2007

(0,04%).

- Kelompok jasa pendidikan,

rekreasi dan olah raga

tingkat inflasinya sangat

fluktuatif dengan rata-rata

8,22%. Tingkat inflasi

tertinggi terjadi tahun 2003

(15,29%) dan inflasi

terendah tahun 2009

(0,72%)

- Untuk kelompok barang

jasa transportasi dan

komunikasi, tingkat inflasi

rata-ratanya 10,49%. Inflasi

tertinggi than 2005

(62,25%) dan terendah

tahun 2009 (-4,,92%).

Tingginya inflasi tahun

2005 disebabkan kenaikan

harga BBM.

3. Persamaan regresi dari model

inflasi kota Medan yang diperoleh

yaitu :

INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct +

1,879E-5 It + 9,180E-6

Gt + εt

Tingkat konsumsi (C) berpengaruh

secara positif dan signifikan atau

(t=3,492 pada α= 5%) terhadap laju

inflasi. Variabel investasi (I)

berpengaruh secara positif dan

[ 117 ]

signifikan (t=3,917 pada α= 5%)

terhadap laju inflasi . Variabel

pengeluaran pemerintah

pemerintah kota Medan (G)

berpengaruh secara positif dan

signifikan (t=3,170 pada α= 10%) .

Nilai koefisien determinasi (R2)

yang di adjusted sebesar 0,708.

Artinya 70,8% variabel C,I dan G

mampu menjelaskan variabel

inflasi kota Medan, sedangkan

sisanya dijelaskan oleh variabel di

luar model.

4. Persepsi responden rumahtangga:

- Lebih dari 90% responden

yang merasakan adanya inflasi

dan inflasinya tinggi di kota

Medan

- 90,65% dari responden

merasakan penurunan

pendapatan riil dibanding 6

bulan yang lalu

- 83,74% dari responden percaya

bahwa pemko Medan dapat

membantu mengendalikan

inflasi

- Bahwa hampir semua

responden menyatakan program

pemko Medan yang dapat

membantu mengendalikan

inflasi adalah pasar murah

- Menurut responden, dalam 6

bulan terakhir inflasi yang

paling tinggi dirasakan pada

kelompok bahan makanan,

(kedua) kelompok transportasi

dan komunikasi, (ketiga)

perumahan, air, listrik dan

bahan bakar, (keempat)

sandang, (kelima) makanan

jadi, minuman rokok dan

tembakau, (keenam) kesehatan

dan (ketujuh) pendidikan,

rekreasi dan olah raga.

- 79,27% dari respondenm

memprediksi kenaikan inflasi 6

bulan mendatang.

[ 118 ]

- Hanya 50,41% dari responden

yang menyatakan bahwa

pendapatan riil akan mengalami

penurunan, 32,52%

menyatakab tetap sedangkan

17,07 yang menyatakan akan

meningkat.

- Responden memprediksi bahwa

dalam waktu 6 bulan ke depan,

inflasi yang tertinggi akan

terjadi pada kelompok

transportasi dan komunikasi,

(kedua) bahan makanan,

(ketiga) perumahan, air, listrik

dan bahan bakar, (keempat)

sandang, (kelima) pendidikan,

rekreasi dan olahraga, (keenam)

kesehatan, (ketujuh) makanan

jadi, minuman, rokok dan

tembakau.

- 73,58 % dari responden

menyatakan bahwa pemko

Medan dapat menanggulangi

inflasi

- 44,76% dari responden

menyatakan perekonomian kota

Medan lebih baik di masa

mendatang.

5. Persepsi responden bisnis

- 97,06% merasakan adanya

kenaikan harga barang dan

sangat tinggi dalam 6 bulan

terakhir

- 91,09% responden

menyatakan

keuntungannya

berkurang

- 80,39% dari responden

menyatakan pemko Medan

dapat membantu

mengendalikan inflasi

- 81,19% dari responden

mengatakan bahwa pasar

murah merupakan program

pemko Medan dalam

mengendalikan inflasi

- Responden memperkirakan

bahwa kelompok barang yang

[ 119 ]

mengalami inflasi, diurutan

tertinggi adalah (ke satu)

kelompok transportasi dan

komunikasi, (ke dua)

perumahan, air, listrik dan

bahan bakar,(ketiga) bahan

makanan, (keempat) sandang,

(kelima) makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau,

(keenam) pendidikan, rekreasi

dan olah raga dan (ketujuh)

kesehatan

- 86,87% dari responden

memperkirakan akan terjadi

kenaikan inflasi dalam 6 bulan

mendatang

- 61,46% dari responden

memprediksi keuntungan

mereka dalam 6 bulan

mendatang akan menurun

- Kelompok barang yang

diprediksi akan mengalami

inflasi dalam 6 bulan

mendatang adalah (ke satu )

kelompok transportasi dan

komunikasi, (kedua) kelompok

bahan makanan, (ketiga)

kelompok perumahan, air,

listrik dan bahan bakar,

(keempat) kelompok

pendidikan, rekreasi dan olah

raga, (kelima) sandang,

(keenam) kelompok makanan

jadi, minuman, rokok dan

tembakau), (ketujuh) kelompok

kesehatan.

- 79,80% dari responden percaya

bahwa pemko Medan dapat

membantu mengendalikan

inflasi di kota Medan

- 47% responden meyakini

bahwa perekonomian kota

Medan dimasa mendatang akan

menaik.

V.2 Saran

1. Penyelenggaraan pasar murah

yang masih bersifat sporadis

(hanya menjelang hari-hari besar

[ 120 ]

keagaman). Oleh karena itu perlu

diadakan pasar murah yang

tersistem.

2. Membentuk badan usaha milik

daerah (BUMD), yang diberi

wewenang untuk menjaga

kestabilan harga bahan makanan.

3. Melakukan pemantauan harga

ke pasar-pasar secara rutin dan

teratur.

4. Mempercepat pembangunan pasar

induk bukan hanya untuk komoditi

sayuran tetapi juga untuk beberapa

komoditi bahan pangan yang lain.

5. Mendirikan pusat informasi harga

yang dapat membantu masyarakat

dalam mengetahui informasi harga

bahan makanan pada berbagai

tempat

6. Memperbaiki ketersediaan

infrastuktur sehingga dapat

mempermudah distribusi barang.

7. Membangun kawasan perumahan

kelas menengah bawah dengan

harga yang terjangkau dan

dilengkapi dengan sarana public

utility, kawasan ini juga harus

terintegrasi dengan jaringan

transportasi publik, serhingga

dapat memudahkan masyarakat

Medan untuk mengakses sarana

dalam aktivitas sehari-hari, jadi

pendapatan yang diterima

masyarakat menjadi stimulus

untuk meningkatkan kesejahteraan

keluarga.

DAFTAR PUSTAKA Andrianus, F dan Niko, A, 2006,

“Analisis Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Inflasi di

Indonesia Periode 1997:3 –

2005:2”. Jurnal Ekonomi

Pembangunan Vol 11No 2.

Gultom danYasnuari, R, 2008,

“Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Tingkat Inflasi

di Sumatera Utara”, Skripsi

[ 121 ]

Sarjana, Unniversitas Sumatera

Utara.

Putong, Iskandar dan

Andjaswati,ND, 2008,

“Pengantar Ekonomi Makro”,

Mitra Wacana Media, Jakarta.

Kuncoro, M 2003,”Metode Riset

untuk Bisnis dan Ekonomi”,

Erlangga, Jakarta.

Wahjuanto. M, 2010, “Beberapa

Faktor Yang Mempengaruhi

Inflasi di Indonesia”, Skripsi

Sarjana, Universitas Pembangunan

Nasional Veteran Jawa Timur.

Priono. R dan Setiasih.E, 2009,

“Deteksi Faktor Penyebab

Inflasi di Purwokerto”, Jurnal

Ekonomi dan Studi Pembangunan

Vol 10 No 1.

Sugiyono, 2003, “Metode

Penelitian Bisnis”, Alfabeta,

Bandung

[ 122 ]

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI KOTA

MEDAN

Prawidya Hariani RS* Lailan Safina Hsb

Jasman Syarifuddin Hsb

ABSTRAK

Hasil penelitian secara kwantitatif dengan Model regresi linier dengan mengggunakan 5 variabel bebas yakni populasi (POP), Belanja Pemerintah Kota (GSPND), laju inflasi (INF), Upah Minimum Kota (UMK) dan Kurs ,mendapatkan nilai R Square) sebesar 0,78 sedangkan koefisien korelasi nya sebesar 0,887.Koefisien regeresi yang diperoleh dari setiap variable bebas diatas memiliki memiliki hubugan yang positif dan signifikan.

Secara kwalitatif yang dilihat dari persepsi investor bahwa alasan mereka memilih Kota Medan sebagai lokasi berinvestasi karena Medan kota terbesar nomor 3 di Indonesia, memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, memiliki daya beli yang tinggi, juga serta mudah dalam mengakses Pusat Informasi Bisnis dan Ekonomi dan dianggap kondisi perekonomiannya cukup stabil. Namun untuk layanan birokrasi, kebijakan Walikota untuk mempermudah Investasi, rendah tingkat PUNGLI nya (pungutan liar) yang dilakukan oleh institusi non-pemerintah serta sarana infrastruktur. Kata Kunci : Investasi, Penanaman Modal Asing,

I. PENDAHULUAN

Investasi atau penanaman

modal merupakan satu dari sekian

banyak faktor penting di dalam

perekonomian. Hal ini dikarenakan

investasi, melalui proses

pelipatgandaan (multiplier) dapat

mendorong peningkatan pendapatan

nasional (pertumbuhan ekonomi).

Selain itu adanya investasi akan

memperluas ketersediaan kesempatan

kerja yang dapat akhirnya dapat

mengurangi tingkat

pengangguran.Berkurangnya jumlah

orang yang menganggur akan dapat

mengurangi tingkat kemiskinan.

Dana yang dibutuhkan untuk

investasi bukanlah jumlah yang sedikit.

[ 123 ]

Kebanyakan negara berkembang

menghadapi masalah kekurangan

sumber daya modal dalam

melaksanakan pembangunan

ekonominya. Minimnya ketersediaan

modal membawa akibat pada

rendahnya tingkat produktivitas yang

akhirnya akan menyebabkan

rendahnya pula tingkat pendapatan

masyarakat. Dengan rendahnya tingkat

pendapatan masyarakat maka semakin

terbatas kemampuan menghasilkan

sumberdaya modal.Keadaan ini akan

terus berlangsung sampai ada upaya

untuk meningkatkan sumberdaya

modal sehingga dapat tercipta investasi

yang dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi sampai pada tingkat yang

tinggi.

Salah satu ciri negara

terbelakang ialah “modal kurang” atau

“tabungan rendah” dan “investasi

rendah”. Tidak hanya persediaan

modal yang sangat kecil tetapi juga

laju pembentukan modal uang sangat

rendah. Rata-rata investasi kotornya

hanya 5% sampai 6% dari pendapatan

nasional kotor, sedangkan di negara

maju berkisar antara 15% sampai 20%.

Laju tabungan yang rendah seperti itu

hampir tidak cukup untuk menghadapi

pertumbuhan penduduk yang cepat

dengan laju 2% sampai 2,5% per

tahun. Sebenarnya, dengan laju

tabungan yang ada, mereka hampir

tidak dapat menutup penyusutan modal

dan bahkan untuk mengganti peralatan

modal yang ada. Usaha memobilisasi

tabungan domestik melalui perpajakan

dan pinjaman masyarakat hampir tidak

cukup untuk menaikkan laju

pembentukan modal yang ada melalui

investasi. Malahan langkah tersebut

menyebabkan merosotnya standar

konsumsi, dan membuat rakyat

semakin menderita. Impor modal asing

membantu mengurangi kekurangan

tabungan domestik melalui pemasukan

[ 124 ]

peralatan modal dan bahan mentah dan

dengan demikian menaikkan laju

tabungan marginal dan laju

pembentukan modal (Jhingan,

2000:29).

Tabungan yang rendah akan

mengakibatkan investasi juga rendah,

padahal pertumbuhan ekonomi akan

berkesinambungan jika investasi

tumbuh secara cepat dan

berkesinambungan, karena jalur

pertumbuhan ekonomi dari investasi

memiliki multiplier effect yang besar

dalam aktivias ekonomi dan sosial.

Artinya aktivitas investasi akan dapat

menyediakan lapangan kerja dan

otomatis akan menyerap tenaga kerja

sehingga dapat mengurangi tingkat

pengangguran dan kemiskinan di suatu

wilayah ataupun negara. Kekurangan

ini mencerminkan kurangnya

pembentukan modal karena

pendapatan perkapita nya rendah

sehingga tabungan menjadi rendah dan

investasi juga rendah, dan bersama

dengan itu negara terbelakang juga

mengalami keterbelakangan dengan

teknologi. Keterbelakangan teknologi

terlihat pada biaya rata-rata produksi

yang tinggi dan produktivitas buruh

dan modal yang rendah, karena tenaga

buruh yang tidak terampil dan

usangnya peralatan modal. Yang

terpenting, keterbelakangan itu terlihat

pada rasio output modal yang tinggi,

yaitu untuk membuat satu unit output

diperlukan modal yang lebih banyak.

Penanaman modal asing

(foreign direct investment) merupakan

salah satu cara yang ditempuh dalam

upaya pemenuhan kebutuhan akan

invesatasi di dalam negri. Untuk

negara-negara yang belum maju seperti

Indonesia, penanaman modal asing

(selanjutnya disebut dengan PMA)

memiliki kelebihan jika dibandingkan

dengan pinjaman komersil untuk

pembiayaan pembangunan. Penanaman

[ 125 ]

modal asing merupakan salah satu

sumber dana dan jasa pembangunan di

negara sedang berkembang yang

biasanya juga memiliki sifat khusus

yaitu berupa paket modal, teknologi,

dan keahlian manajemen yang selektif

serta pemanfaatannya yang dapat

disinkronkan dengan tahapan

pembangunan negara yang

bersangkutan.

Kota Medan sebagai ibukota

Propinsi Sumatera Utara sekaligus kota

terbesar diluar Pulau Jawa setelah

Jakarta dan Surabaya dalam

perkembangan dan pembangunan

ekonomi sangat membutuhkan aliran

investasi baik yang berasal dari dalam

negeri maupun luar negeri. Ketika

investasi di dalam negeri tidak

mencukupi kebutuhan akan investasi

tersebut maka peranan dari invesatsi

asing (PMA) sangat dibutuhkan

sehingga akan dapat mempersempit

kesenjangan antara tabungan dengan

investasi (saving investment gap).

Saat ini kehadiran investasi

Asing dikota Medan, masih didominasi

oleh sektor-sektor diluar industri

manufaktur seperti jasa lembaga

keuangan, restoran, properti, hotel,

retail dan pendidikan. Medan juga

memiliki daya tarik tersendiri bagi

investor asing, khususnya sektor jasa

keuangan, perdagangan, hotel dan

properti. Karena kota Medan secara

geografis menjadi pusat jasa keuangan

dan perdagangan di wilayah Pulau

Sumatera, khususnya wilayah

Sumatera Bahagian Utara. Jadi

Propinsi Sumatera Utara khususnya

Kota Medan akan menjadi supplier

baik barang maupun jasa bagi daerah

yang ada di wilayah Sumatera bagian

utara (SUMBAGUT) dalam rangka

mendorong kegiatan ekonomi di sektor

riil dan sektor keuangan.

[ 126 ]

Studi ini digunakan untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi tingkat investasi

Penanaman Modal Asing di Kota

Medan. Selain itu juga untuk

menganalisis potensi bisnis apa saja

yang marketable dan profitable untuk

dijalankan oleh pelaku bisnis asing di

kota Medan, sehingga akan membawa

dampak positif dalam perkemabnagan

bisnis di Medan. Memberikan

gambaran yang nyata tentang sektor-

sektor bisnis apa saja yang

mendominasi minat investor asing

untuk berinvestasi di Kota Medan,

sehingga pelaku usaha di Medan akan

dapat mendukung bisnis tertentu yang

akan mendorong perkembangan dari

investasi tersebut. Serta memberikan

masukan bagi pemerintah Kota Medan,

sebagai pembuat kebijakan dan

peraturan.

II. TINJAUAN TEORITIS

Investasi secara umum

merupakan kegiatan ekonomi berupa

aktivitas pengeluaran dari produsen

sebagai pelaku ekonomi untuk

manambah kemampuan memproduksi.

menurut Dornbursch dan Fischer

(2008) menyatakan investasi sebagai

pengeluaran yang bertujuan untuk

meningkatkan atau mempertahankan

stok barang modal. Stok barang modal

bisa terdiri dari pabrik, mesin, kantor

dan produk-produk tahan lama lainnya

yang digunakan dalam proses

produksi.

Definisi secara agregat, investasi meliputi:

a. Seluruh nilai pembelian

pengusaha atas barang-barang

modal dan pembayaran untuk

mendirikan industri.

b. Pengeluaran-pengeluaran

masyarakat untuk mendirikan

rumah-rumah, tempat tinggal.

c. Pertambahan dalam nilai-nilai

stok barang-barang perusahaan

berupa bahan mentah, barang

[ 127 ]

yang belum selesai diproses

dan barang jadi.

Dalam literatur ekonomi makro,

investasi asing dapat dilakukan dalam

bentuk, yaitu investasi portofolio dan

investasi langsung atau foreign direct

investment (FDI). Investasi portofolio

ini dilakukan melalui pasar modal

dengan instrumen surat berharga

seperti saham dan obligasi.Secara

umum di dalam pembangunan

ekonomi terdapat 4 (empat) jenis

investasi, yaitu :

a. Investasi yang terdorong

(Induced Investment) dan

investasi otonom. (Autonomous

Investment)

Investasi yang terdorong

adalah investasi yang sangat

dipengaruhi oleh tingkat

pendapatan baik itu pendapatan

nasional ataupun pendapatan

daerah. Investasi ini diadakan

akibat adanya pertambahan

permintaan dan pertambahan

permintaan terjadi karena adanya

pertambahan pendapatan.

Jelasnya apabila pendapatan

bertambah maka pertambahan

pendapatan akan digunakan

untuk menambah konsumsi.

Pertambahan konsumsi

menyebabkan bertambahnya

permintaan.Adanya pertambahan

permintaan ini akan mendorong

timbulnya pabrik-pabrik baru

atau perluasan pabrik lama .

Investasi otonom adalah

investasi yang yang tidak

dipengaruhi oleh besarnya

pendapatan nasional ataupupn

daerah. Investasi jenis ini

biasanya dilakukan oleh

pemerintah karena disamping

biayanya sangat mahal juga

karena investasi jenis ini tidak

memberikan keuntungan.

Contohnya investasi untuk

[ 128 ]

bendungan irigasi, jalan raya,

pelabuhan dan sebagainya

b.Public Investment dan Private

Investment

Public Investment adalah

investasi yang dilakukan

pemerintah baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah yang

sifatnya resmi. Dan diarahkan

untuk melayani dan menciptakan

kesejahteraan bagi rakyat banyak.

Sementara privte investment

adalah investasi yang dilakukan

swasta, dimana keuntungan yang

menjadi prioritas utama

c. Domestic Investment dan

Foreign Investment

Domestic Investment adalah

penanaman modal dalam negri

sedangkan foreign investment

adalah penanaman modal

asing.Sebuah negara yang

mempunyai banyak sekali faktor-

faktor produksi alam namun tidak

memiliki faktor produksi modal

yang cukup untuk mengolah

sumber-sumber yang dimilikinya,

maka memerrlukan modal asing

agar semua yang ada dapat

dimanfaatkan sepenuhnya.

d.Gross Investment dan Net

Investment

Gross Investment adalah total

seluruh investasi yang diadakan

atau dilaksanakan pada suatu

waktu. Jadi mencakup segala

jenis investasi, baik itu

autonomous maupun induced

investment, baik prívate maupun

public.Dengan kata lain seluruh

investasi yang dilakukan di suatu

negara (daerah) pada atau selama

periode tertentu dinamakan gross

Investment. Net Investment

(investasi neto) adalah selisih

antara investasi bruto yang ada

dalam 1 (satu) tahun dengan

penyusutan.

Undang-undang PMA No 25

tahun 2007 menjelaskan pengertian

penanaman modal sebagai segala

bentuk kegiatan menanam modal, baik

[ 129 ]

oleh penanam modal dalam negeri

maupun penanam modal asing untuk

melakukan usaha di wilayah negara

Republik Indonesia.Sedangkan

pengertian PMA adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan

usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal asing, baik yang

menggunakan modal asing sepenuhnya

maupun yang berpatungan dengan

penanam modal dalam negeri.

Penanaman Modal Asing lebih

banyak mempunyai kelebihan

diantaranya sifatnya yang permanen

(jangka panjang), banyak memberikan

andil dalam alih teknologi, alih

keterampilan manajemen, membuka

lapangan kerja baru. Lapangan kerja

ini, sangat penting bagi negara sedang

berkembang mengingat terbatasnya

kemampuan pemerintah untuk

penyediaan lapangan kerja. Sedangkan,

dalam investasi portofolio, dana yang

masuk ke perusahaan yang

menerbitkan surat berharga (emiten),

belum tentu membuka lapangan kerja

baru.

Adapun hipotesa yang akan

dirumuskan dalam penelitian ini adalah

:

a. Ada hubungan yang positif atau

searah antara Jumlah penduduk

dengan jumlah Penanaman

Modal Asing di Kota Medan.

b. Ada hubungan yang positif atau

searah antara nilai pengeluaran

pemerintah Kota Medan

dengan jumlah Penanaman

Modal Asing di Kota Medan.

c. Ada hubungan yang negatif

atau terbalik antara tingkat

inflasi (daya beli) dengan

Penanaman Modal Asing di

Kota Medan.

d. Ada hubungan yang negatif

atau terbalik antara tingkat

upah (UMK) dengan jumlah

[ 130 ]

Penanaman Modal Asing di

Kota Medan.

e. Ada hubungan yang positif atau

searah antara Nilai Kurs Rupiah

terhadap Dolar AS dengan

jumlah Penanaman Modal

Asing di Kota Medan.

III.METODE

Metode penelitan ini adalah

metode penelitian korelasional.

Penelitian ini mengambil tempat di

wilayah administratif kota Medan dan

berlangsung selama 3 (tiga) bulan.

Populasi pada penelitian ini adalah

semua perusahaan PMA yang telah

beroperasi minimal 5 tahun di kota

Medan. Menurut Buku Direktori

Penanaman Modal Asing (PMA)

Tahun 2011 Kota Medan sebanyak 264

perusahaan.

Pemilihan sampel dengan cara

10 % dari total populasi tersebut.

Adapun karena populasinya kecil dan

tingkat kesulitan dalam pengambilan

data di lapangan relatif lebih tinggi,

maka responden dari PMA yang

dipilih hanya sebesar 26 perusahaan

yang telah mewakili 5 sektor utama

yang mendominasi aktivitas

produksinya di Kota Medan.

Sedangkan untuk data sekunder sampel

tahun yang diambil dari tahun 2001 –

2010. Adapun sektor-sektor usaha

yang akan diwakili adalah : Hotel dan

Restoran ; Lembaga Keuangan ;

Konstruksi, Properti dan Perumahan;

Retail dan Hiburan; Industri

Manufaktur

Sedangkan institusi pemerintah

dan non-pemerintah yang menjadi

responden adalah :

a. Kantor Statistik Kota Medan

b. Badan Penanaman Modal Kota

Medan

c. Kantor Dinas perindustrian dan

perdagangan kota Medan

d. Kantor BAPPEDA Kota Medan

[ 131 ]

e. Kantor Kamar Dagang dan

Industri Daerah (KADINDA) Kota

Medan.

f. Kantor Kawasan Industri Medan

(KIM) Mabar.

Adapun tehnik pengambilan

data kwantitatif dan kwalitatif yang

dipakai dalam penelitian ini :

1. Data Primer yang berbentuk

data kwalitatif, berasal dari

berbagai institusi terkait dan

26 perusahaan PMA yang

beroperasional di Kota Medan;

dengan membuat daftar

pertanyaan (quesioner) yang

akan digunakan dalam

wawancara terstruktur pada

orang yang berkompeten di

setiap institusi yang disurvei.

2. Data Sekunder yang berasal

dari luar institusi maka

pencarian data langsung ke

institusi tersebut untuk

pengambilan data, baik dari

Buku Medan Dalam Angka

dari tahun 2002-2010, maupun

data PMA.

Model regresi yang digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi investasi asing yang

akan dibangun dalam penelitian ini

adalah Model Persamaan Simultan

dengan 7 variabel bebas (independent

variable) dan 1 variabel terikat

(dependent variable) yakni :

PMA = β0 + β1 POP + β2

GOVSPND + β3 INF

+ β4UMK +

Β5 KURS + ε

dimana;

- PMA = Jumlah Investasi

Penanaman Modal Asing di

Medan (dalam jutaan US$)

- POP = Total

Penduduk Kota Medan (dalam

jiwa)

[ 132 ]

- GOVSPND = Belanja

Pemerintah kota Medan dalam

APBD (dalam milyar rupiah)

- INF = Rata-rata nilai

inflasi yang dicapai (dalam

persen)

- UMK = Nilai Upah

Minimum Kota (dalam

Rupiah)

- KURS = perbandingan

mata uang Rp dengan US$

(dalam rupiah)

- β0 = Konstanta

- β1....5 =

Parameter/estimator dari setiap

variabel bebas

- ε = Disturbance

error

Analisa kualitatif dilakukan

dengan tehnik wawancara terstruktur

dengan menggunakan kwesioner

sebagai alat bantu pengambilan data.

Pengambilan data primer ini lebih

bersifat survey, dengan membuat

daftar responden yang terpilih

berdasarkan direktori PMA yang ada di

kota Medan, maka diperoleh lah angka

26 responden yang diambil secara acak

berdasarkan sektor bisnis yang sudah

terwakilkan dan sudah memiliki nama

perusahaan yang cukup dikenal di Kota

Medan. Data aka ditabulasi

berdasarkan jawaban yang dipilih oleh

responden kemudian dianalisis lebih

lanjut oleh Tim peneliti.

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai R Square atau uji

kesesuaian (goodness of fit) sebesar

0,787 berarti 78,7% variasi dari

variable bebas berupa jumlah populasi

(POP), Belanja Pemerintah Kota

(GSPND), laju inflasi (INF), Upah

Minimum Kota (UMK) dan Kurs

mampu menjelaskan variable terikat

dalam hal ini tingkat investasi PMA di

Kota Medan, sedangkan sisanya

[ 133 ]

21,3% dapat dijelaskan oleh variabel

lain di luar model yang dibangun. Nilai

dari R Square yang dicapai seperti

diatas termasuk kategori sangat besar,

berarti model yang dibangun

berdasarkan pada grand theory

ternyata mendekati fakta yang ada

karena variasi untuk menjelaskannya

sangat besar.

Hasil analisis dari koefisien

korelasi atau R = 0,887 berarti

hubungan korelasi antara variable

bebas berupa jumlah populasi (POP),

Belanja Pemerintah Kota (GSPND),

laju inflasi (INF), Upah Minimum

Kota (UMK) dan Kurs sebesar 88,7%

dengan variabel investasi PMA di Kota

Medan . Artinya hubungannya sangat

erat sekali, karena variabel bebas yang

dibangun dari model secara teori dan

fakta tidak jauh berbeda dan tingkat

hubungannya sangatlah tinggi atau

hubungannya semakin erat.

Hasil fungsi regresi dari model

yang dibangun tentang Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Tingkat Investasi

Penanaman Modal Asing (PMA) di

Kota Medan adalah :

PMA = 234,202 + 1,510 POP +

3,02 GOVSPND +

0,266 INF

-1,661UMK + 0,463

KURS + ε

Secara ekonomi variabel

penduduk dan belanja pemerintah

bersifat elastis karena angka

elastisitasnya lebih dari satu (E>1)

yakni masing-masing mencapai E=

1,51 untuk POPULASI dan E=3,02

untuk GOVSPND, artinya

menunjukkan bahwa perubahan sedikit

saja pada varaibel penduduk dan

pengeluaran pemerintah akan

berdampak besar secara positif bagi

perubahan nilai PMA yang

[ 134 ]

dinivestasikan oleh investor di kota

Medan atau sangat responsif.

Sedangkan variabel inflasi (INF) dan

KURS yang angka elastisitasnya

bersifat in-Elastis (E<1)yang masing-

masing mencapai E= 0,266 untuk INF

dan E=0,463 untuk KURS , atau sangat

kecil pengaruhnya terhadap PMA,

dengan kata lain perubahan pada laju

inflasi serta nilai KURS kurang

resposif mempengaruhi nilai PMA

yang diinvestasikan di Kota Medan.

Variabel UMK ternyata

memiliki hubungan yang negatif,

artinya jika Upah Minimum Kota

(UMK) naik 10%, maka PMA akan

turun sebesar 16,61%.. Sedangkan

elastisitas dari variabel UMK bersifat

elastis karena angka elastisitasnya

lebih dari satu (E>1) yakni E= 1,661

Dengan mengacu pada Test

Diagnostik berupa uji-t atau uji parsial

dari hipotesa yang telah dirumuskan

pada penelitian ini di Bab II, maka

ditemukan :

- Ada hubungan yang positif dan

signifikan antara Variabel

POPULASI dengan nilai

invstasi PMA di kota Medan

dalam kurun waktu 10 tahun

(2001-2010), dengan tingkat

α= 2,5% yakni 0,10.

- Ada hubungan yang positif dan

signifikan antara Variabel

GOVSPND

(belanja/pengeluaran

pemerintah di APBD) dengan

nilai invstasi PMA di kota

Medan dalam kurun waktu 10

tahun (2001-2010), dengan

tingkat α= 5% yakni 0,045 .

- Ada hubungan yang positif dan

tidak signifikan antara

Variabel INF (laju inflasi) di

Kota Medan dengan nilai

invstasi PMA di kota Medan

dalam kurun waktu 10 tahun

[ 135 ]

(2001-2010) karena mencapai

angka 0,432. Jadi variabel ini

berbeda dengan hipotesa yang

menyatakan ada hubungan

negatif, tetapi hasil regresi

menujukkan hubungan positif

dan signifikan, berati variabel

ini bukan merupakn indikator

penting dalam 10 tahun

terakhir untuk memutuskan

investor jadi atau tidak, atau

mungkin juga menambah nilai

investasinya atau tidak, dalam

melakukan investasi di Kota

Medan

- Ada hubungan yang negatif

dan signifikan antara Variabel

UMK dengan nilai invstasi

PMA di kota Medan dalam

kurun waktu 10 tahun (2001-

2010), dengan tingkat α= 5%

yakni 0,027.

- Ada hubungan yang positif dan

signifikan antara Variabel

KURS dengan nilai invstasi

PMA di kota Medan dalam

kurun waktu 10 tahun (2001-

2010), dengan tingkat α= 5%

yakni 0,026.

Ada yang berkebalikan tanda

bahwa variabel INFLASI memiliki

hubungan yang positif walaupun di

awal hipotesa merujuk pada hubungan

negarif, fakta dari data yang diolah

ternyata berkata lain. Kemungkinan

pertama terjadi karena data yang diolah

belum maksimal mungkin menjadi 15

tahun, sehingga mendekati hipotesa

yang diturunkan secara teoritis dapat

terbukti. Walaupun secara korelasi

memiliki hubungan yang sangat erat,

karena variabel yang dibangun atau

dipilih dalam model sudah sesuai

dengan teori yang ada.

Sedangkan untuk variabel

Belanja Pemerintah Kota

Medan/pengeluaran di APBD

(GSPND) dan laju inflasi kota Medan

[ 136 ]

(INF) memiliki hubungan yang positif,

artinya jika Belanja Pemerintah

(GSPND) naik 10%, maka nilai

investasi PMA akan naik juga sebesar

30,2% dan signifikan pada α = 5%,

berarti pengeluaran pemerintah

menjadi faktor yang cukup

diperhitungkan oleh investor asing

untuk menanamkan investasinya di

Kota Medan. Kondisi ini bisa

dianalogikan bahwa belanja

pemerintah yang besar dan meningkat

akan menunjukkan size of region yang

dimiliki kota Medan, baik secara fisik

amaupun secara pasar (size of market).

Selanjutnya variabel laju inflasi

(INF) naik sebesar 1% maka nilai

investasi PMA di Kota Medan akan

naik juga sebesar 0,266%. Dengan

mengacu pada uji-t dan hipotesa dari

penelitian ini di Bab II, maka ada yang

berkebalikan tanda yakni variabel

INFLASI yang seharusnya bertanda

negatif dan tidak signifikan menjadi

positif dan tidak signifikan. Hal seperti

ini juga akan terjadi karena dipicu oleh

kurangnya data yang dianalisis dalam

bentuk tahunan. Karena inflasi itu

dapat menugur daya beli masyarakat

disuatu wilayah atau mengukur income

riil yang ada di masyarakat juga.

Artinya makin tinggi laju inflasi, maka

akan semakin lemah daya beli

masyarakat dan turunnya juga

pendapatan riil masyarakat, sehingga

membuat investor khususnya asing

tidak akan menambah investasinya di

daerah tersebut. Tapi dapat juga

dianalisis secar fakta ekonomi, bahwa

investasi asing yang produksinya

bertujuan ekspor tidak akan

mempertimbangkan laju inflasi,

dengan kata lain tinggi rendahnya laju

inflasi yang terjadi sama sekali tidak

mempengaruhi laju investasi asing.

Dalam analisis data ini

menunjukkan F-Hitung > F-Tabel

yakni 11,117 > 0,045, yang berarti

[ 137 ]

bahwa variabel bebas POP,

GSPND,INF,UMK dan KURS

memiliki pengaruh secara bersama-

sama terhadap variabel investasi asing

PMA di kota Medan.

Dari hasil tabulasi data yang

telah disusun dalam bentuk kwesioner

untuk mendapatakan persepsi investor

atau pelaku usaha PMA yang ada di

Kota Medan secara random yang pada

awalnya hanya 26 responden

(perusahaan), maka yang terealisasi

lebih dari yang direncanakan yakni

sebanyak 32 perusahaan, maka dapat

diambil beberapa kesimpulan penting

berupa :

Dari 32 responden, yang

menyatakan ya, bahwa memilih Medan

untuk berinvestasi karena sebagai kota

terbesar no.3 di Indonesia sebanyak

90,63%, sisanya yang menjawab tidak

hanya 6,25% dan yang ragu-ragu

hanya 3,13%. Berarti besarnya kota

Medan menjadi daya tarik utama bagi

investor untuk menanamkan

investasinya di kota Medan.

Dari 32 responden, yang

menyatakan ada kemudahan dalam

birokrasi di Pemko Medan hanya

31,25%, sedangkan yang menjawab

tidaka ada kemudahan mencapai

37,50%, dan siasanya yang ragu-ragu

sama dengan yang menjawab ada

kemudahan yakni sebesar 31,25%.

Dari 32 responden, yang

menyatakan ya, bahwa Kondisi

Perekonomian Medan yang cukup baik

dan stabil untuk berinvestasi sebesar

50%, sisanya yang menjawab ragu-

ragu justru mencapai 43,75%, dan

yang terakhir yang menjawab tidak

baik dan tidak stabil perekonomian

Medan hanya 6,25%.

Dari 32 responden, yang

menjawab ragu-ragu sebesar 46,88%,

bahwa Medan memiliki sara

infrastruktur perkotaan dan ekonomi

yang baik. Sisanya yang menyatakan

[ 138 ]

tidak mencapai 28,13%, dan sisanya

yang menjawab ya hanya 25%.

Dari 32 responden, yang

menyataka ya, bahwa ada kemudahan

dalam mengakses Pusat Informasi

Bisnis dan Ekonomi sehingga memilih

Kota Medan untuk melakukan

investasi sebesar 46,88%. Sedangkan

yang menyatakan tidak, mencapai

28,13%, sisanya yang masih ragu-ragu

mencapai 25%.

Sebahagian besar responden

menyatakan ya, bahwa memilih kota

Medan untuk berinvestasi karena ada

ketersediaan jaringan transportasi

sebesar 53,13%, sedangkan yang

menyatakan tidak, mencapai 28,13%

dan sisanya yang ragu-ragu mencapai

18,75%.

Dari 32 responden, yang

menyatakan ya, bahwa Tingginya

tingkat konsumsi masyarakat dan daya

masyarakat Medan menjadi indikator

penting dalam memutuskan untuk

berinvestasi di Medan yakni sebesar

62,50%. Sedangkan sisanya yang

menjawab tidak, mencapai 34,38%

dan yang ragu-ragu hanya 3,13% saja.

Dari 32 responden, yang

menyatakan ya, bahwa memilih Medan

untuk berinvestasi karena Medan

sebagai pusat konsentrasi ekonomi di

luar Pulau Jawa sebanyak 71,88%, dan

sisanya yang menjawab ragu-ragu

mencapai 28,13% dan tidak ada yang

menjawab tidak.

Dari 32 responden, yang

menjawab ragu-ragu cukup

mendominasi yakni sebesar 46,88%,

bahwa memilih Kota Medan untuk

berinvestasi karena income per-capita

nya secara nasional di Indonesia

termasuk tinggi. Sisanya yang

menjawab ya sebanyak 34,38%, dan

yang menjawab tidak hanya 18,75%.

Dari 32 responden, yang

menyatakan ragu-ragu sangat

mendominasi jawaban yakni sebesar

[ 139 ]

46,88% bahwa memilih Medan untuk

berinvestasi karena ada Kebijakan

Walikota untuk mempermudah

Investasi khususnya PMA, sedangkan

yang menjawab ya sebanyak 34,38%,

dan sisanya yang menjawab tidak

hanya 18,75%.

Dominan responden menjawab

ragu-ragu, bahwa Kota Medan rendah

tingkat PUNGLI nya (pungutan liar)

yang dilakukan oleh institusi non-

pemerintah, yakni mencapai 43,75%.

Sedangkan sisanya yang menyatakan

tidak rendah PUNGLI justru mencapai

40,63%. Dan yang menyatakan Kota

Medan tingkat PUNGLI nya rendah

hanya 15,63% saja.

Dari 32 responden yang

menjawab, maka yang menyatakan

kondisi ekonomi Kota Medan Baik

mencapai 53,13%, yang merasa ragu-

ragu kondisi ekonomi Medan mencapai

40,63% dan sisanya 6,25%

menyatakan buruk.

Dari 32 responden yang

menjawab, kondisi Kurs Rp terhadap

US$ akan naik sebesar 50%,

sedangkan yang menyatakan tetap

mencapai 40,63% dan sisanya akan

mengalami penurunan (apresiasi)

sebanyak 9,38%.

Dari 32 responden yang

menjawab, maka yang menyatakan

kondisi suku bunga pinjaman

perbankan secara nasional akan

mengalami kenaikan sebesar 53,13%,

sedangkan yang menyatakan tetap

seperti saat ini sebesar 43,75%, dan

sisanya yang menyatakan akan turun

hanya 3,13%,

Dari 32 responden yang

menjawab kwesioner ini, ternyata

memiliki persepsi yang berimbang

tentang prediksi pertumbuhan ekonomi

Kota Medan 6 bulan sampai 1 tahun

kedepan antara yang menjawab naik

sebesar 50% dan yang menjawab tetap

juga 50%. Jadi tidak ada responden

[ 140 ]

yang menjawab turun pertumbuhan

ekonomi kota Medan,

Dari 32 responden yang

menjawab laju inflasi Kota Medan

tidak akan naik ataupun turun (tetap)

mencapai 56,25%, yang menjawab

naik mencapai 37,50% dan sisanya

6,25%.

Sedangkan untuk menjawab

persepsi tentang tingkat kemanan Kota

Medan, dari 32 responden yang

menjawab sedang mencapai 53,13%,

sedangkan yang menyatakan tingkat

kemanan Kota Medan cukup Baik

mencapai 28,13% dan sisanya yang

menjawab buruk hanya mencapai

18,75%.

Secara umum dari 32

responden yang menjawab, kondisi

Sosial Politik Kota Medan Baik

mencapai 56,25%, yang merasa masih

ragu-ragu dengan kondisi Sosial Politik

di Medan mencapai 34,38% dan

sisanya 9,38% menyatakan buruk.

V.KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Nilai R Square atau uji kesesuaian (goodness of fit

Medan, sedangkan sisanya

21,3% dapat dijelaskan oleh

variabel lain di luar model yang

dibangun.

2. Hasil analisis dari koefisien

korelasi atau R = 0,887 berarti

hubungan korelasi antara

variable bebas berupa jumlah

populasi (POP), Belanja

Pemerintah Kota (GSPND),

laju inflasi (INF), Upah

Minimum Kota (UMK) dan

Kurs sebesar 88,7% dengan

variabel investasi PMA di Kota

Medan . Artinya hubungannya

sangat erat sekali, karena

variabel bebas yang dibangun

dari model secara teori dan

fakta tidak jauh berbeda dan

tingkat hubungannya sangatlah

[ 141 ]

tinggi atau hubungannya

semakin erat.

3. Variabel POPULASI,

GOVSPND, KURS dan INF

memiliki hubugan yang positif,

artinya jika Populasi naik 1%,

maka PMA akan naik sebesar

1,51%. Sedangkan untuk

variabel belanja pemerintah

kota Medan (GOVSPND) naik

10% akan mengakibatkan PMA

akan turun sebesar 30,2%.

Kemudian variabel inflasi

(INF) jika naik 1% akan

mengakibatkan nilai PMA naik

sebesar 0,266% dan yang

terkahir adalah variabel KURS,

jika naik 1% maka PMA akan

naik sebesar 0,463%.

4. Dengan mengacu pada uji-t dan

hipotesa penelitian ini, maka

variabel POPULASI,

GOVSPND dan KURS

memiliki hubungan yang searah

dan signifkan, sedangkan untuk

variabel INFLASI memiliki

hubungan yang positif dan

tidak signifikan atau

berkebalikan tanda dari

hipotesa yang dirumuskan.

5. Variabel Belanja Pemerintah

Kota Medan/pengeluaran di

APBD (GSPND) dan laju

inflasi kota Medan (INF)

memiliki hubungan yang

positif, artinya jika Belanja

Pemerintah (GSPND) naik

10%, maka nilai investasi PMA

akan naik juga sebesar 30,2%

dan signifikan pada α = 5%,

berarti pengeluaran pemerintah

menjadi faktor yang cukup

diperhitungkan oleh investor

asing untuk menanamkan

investasinya di Kota Medan.

Kondisi ini bisa dianalogikan

bahwa belanja pemerintah yang

besar dan meningkat akan

[ 142 ]

menunjukkan size of region

yang dimiliki kota Medan, baik

secara fisik amaupun secara

pasar (size of market).

6. Jika Laju inflasi (INF) naik

sebesar 1% maka nilai investasi

PMA di Kota Medan akan naik

juga sebesar 0,266%. Dengan

mengacu pada uji-t dan

hipotesa penelitian ini, maka

ada yang berkebalikan tanda

yakni variabel INFLASI yang

seharusnya bertanda negatif

menjadi positif dan tidak

signifikan. Karena inflasi itu

dapat mengukur daya beli

masyarakat disuatu wilayah

atau mengukur income riil yang

ada di masyarakat juga. Artinya

makin tinggi laju inflasi, maka

akan semakin lemah daya beli

masyarakat dan turunnya juga

pendapatan riil masyarakat,

sehingga membuat investor

khususnya asing tidak akan

menambah investasinya di

daerah tersebut.

7. dari varibel diatas ternyata yang

cukup diperhitungkan adalah

variabel yang meiliki nilai

elastisitas lebih dari satu (E>1)

karena bersifat elastis, artinya

setiap perubahan kecil yang

terjadi pada variabel Populasi

kota Medan, Belanja

Pemerintah, dan UMK (upah

minimum kota) sangat resposif

dengan nilai investasi PMA

yang ada di Kota Medan. Jadi

dalammengambil kebijakan

untuk investasi khususnya

PMA, sebaiknya Pemko Medan

memperhatikan variabel-

variabel tersebut, sehingga

tidak berdampak negatif yang

besar bagi investasi PMA di

Kota Medan.

[ 143 ]

V.2 Saran

Adapun rekomendasi yang

disampaikan kepada para pemangku

kepentingan (stakeholder) adalah :

1. Pemerintah Kota Medan; harus

lebih ramah (friendly) kepada

para investor, agar investasi

yang dilakukan di kota Medan

menjadi lebih efisien dan

efektif, karena Kota Medan

tetap menjadi tujuan utama para

investor khususnya investor

asing dengan segala kelebihan

dan kekurangan yang

dimilikinya.

2. Peraturan yang kondusif bagi

para investor dan harus

konsisten dijalankan serta

tersosialisasi dengan baik,

sehingga setiap pelaku bisnis

memperoleh kepastian dalam

melakukan investasi. Peraturan

yang diambil dalam bentuk

kebijakan setidaknya mengacu

pada kepentingan yang lebih

besar lagi untuk nilai

investasinya, dengan

memperhatikan kebijakan

penduduk sebagai sumber

tenaga kerja yang berkualitas,

seharusnya PEMKO Medan

dapat mensinergikan antara

kebutuhan pasar untuk

kompetensi dan kualifikasi atas

kebutuhan tenaga kerja dengan

kebijakan pendidikan (link and

match) antara dunia usaha

dengan lembaga pendidikan.

3. Keputusan dalam menaikkan

UMK harus didasari oleh fakta

empiris dan kondisi ekonomi

yang ada, sehingga kebijakan

tersebut ada harmonisasi antara

pemilik usaha/owner dengan

buruh, melalui diplomasi

dengan posisi tawar yang

seimbang (bipartit), jadi

kenaikan UMK bukan bersifat

[ 144 ]

POPULIS yang lebih bernuansa

POLITIS bagi penguasa Kota

Medan.

4. Dalam membuat kebijakan

iklim investasi harus mengacu

pada kondisi ekonomi yang

sedang dihadapi, bukan

melakukan kebijakan yang

bersebseberangan dengan

kondisi ekonomi yang sedang

dihadapi, misalnya ketika

sedang mengalami dampak

krisis ekonomi, maka kebijakan

harus menstimulasi arus

investasi agar kondisi ekonomi

fluktuasi penurunannya dapat

dijaga, bukan justru menambah

beban kepada investor, seperti

menarik pungutan pajak dan

retribusi yang lebih tinggi, atau

bahkan meniakkan upah

minimum kota, yang justru

lebih membebani lagi dunia

usaha yang berujung pada,

larinya investor tersebut

kedaerah lain yang lebih

kondusif.

5. Kebijakan yang diambil oleh

PEMKO Medan, baik dalam

bentuk regulasi yakni Peraturan

Walikota (PERWALI) maupun

yang dibuat bersama-sama

dengan DPRD Kota Medan

sebaiknya mengarah pada

persepsinya para investor.

Persepsi ini harus dilihat dari

yang baik sampai yang kurang

baik tentang mengapa Kota

Medan dipilih mereka menjadi

lokasi investasi. Persepsi yang

negatif harus diperbaiki

sehingga tingkat kepuasana

investor akan menjadi lebih

baik lagi, dan bahkan akan

mengundang investor yang

baru untuk berinvesatsi di Kota

Medan.

[ 145 ]

6. Sedangkan untuk kondisi sosial

politik yang merupakan

jaminan diawal orang akan

melakukan investasi yakni

kemanan, harus tetap kondusif

dari waktu ke waktu.

7. Sebaiknya Pemko dan DPRD

serta BKPMD Kota Medan,

membuat masukan kepada

Pemerintah Pusat, agar

mensinergikan seluruh

kebijakan yang ada dalam

berinvestasi, sehingga peran

dari BKPMD di daerah-daerah

dapat dioptimalkan, dan tidak

merasa ditinggalkan oleh

investor serta Pemerintah Pusat.

8. Peran dari manajemen

pengelola KIM (Kawasan

Industri Medan) baik di Mabar

mapun Kawasan Berikat

Nusantara (KBN) dapat

dikelola secara profesional,

efisien, efektif, informatif dan

tepat lokasi, jadi bukan hanya

sekedar institusi pelengkap

yang sama sekali tidak

memiliki konsep dan kontribusi

dalam penataan kawasan-

kawasan tersebut.

9. Kepada Balitbang Kota Medan,

ada baiknya banyak memiliki

data-data sekunder yang telah

terinventarisasi secara baik

dalam kurun waktu yang cukup

lama, dan data-data ini harus

berhubungan dengan

performance ekonomi, sosial

dan lain sebagainya, ketika ada

penelitian yang dilakukan

dimasa yang akan datang, dapat

lebih mudah dalam hal

megakses data.

10. Sebaiknya Pemerintah Kota

Medan memiliki informasi

tentang sektor bisnis apa saja

yang sangat profitable dan

ekonomis, sehingga setiap

[ 146 ]

orang dapat dengan mudah

mengaksesnya, seperti investor

domestik dan asing, peneliti,

civitas akademika dan pihak-

pihak lain yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

Algifari, 1997, “Analisis Regresi: Teori, Kasus dan Solusi, BPFE, Yogyakarta BKPMD Kota Medan, 2010, Direktori

Perusahaan Modal Asing di Kota Medan Tahun 2010

Dornbusch, Rudiger dan Stanley

Fischer, 2008, “Makroekonomi”, PT. Media Global Edukasi, Jakarta (terjemahan)

Hakim, Abdul, 2000,”Analisis Investasi”, Salemba Empat, Jakarta

Hill,Hal , 2001, “Ekonomi Indonesia”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta

Jhingan, M.L, 2000, “Ekonomi

Pembangunan dan Perencanaan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad, 2003,”Metode

Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta

Salvatore,Dominick, 2001. ”

Managerial Economics : dalam Perekonomian Global”:, Edisi ke-empat, Jilid I, Erlangga, Jakarta

Sarwoko; 2005, ”Dasar-dasar Ekonometrika”, Penerbit ANDI, Yogyakarta

Jurnal Penelitian JEJAK, Volume 2 No 2, September 2009

UU No 25 tahun 2007. File

http://www.hukumonline.com, diakses tanggal 10 Mei 2012

[ 147 ]

PERILAKU SUPIR ANGKUTAN KOTA (ANGKOT) DI KOTA MEDAN

(Muba Simanihuruk dan Robinson Sembiring, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Medan)

Abstract Population growing ultimately increase in traveling demands such as working

and lessure purposes. Nowadays, Indonesia faces an explosive growth in vehicle ownership and utilization of public transportation. The increase of population and public transportation needs unfortunately contributes to accidents case in Indonesia generally and in Medan particularly due to irregular public transportation’s (known as ‘angkot’ or angkutan kota) driver habit.

This research is a descriptive quantitative type. The total of samples are 300 drivers which selected accidently in the bush station (Pinang Baris and Amplas) and interviewed the main informants consist of supervisor in the station (mandor) and staf of public transportation management (armada). Instrument that used in gathering data are questionnaires, open-ended interview, and participation observation where the researcher for some extent observed the behavior of the driver.

Data were analyzed using descriptive and correlation analysis. One main finding founded that most of the drivers abuse a public transportation regulation such as driving in high speed when get out of station, rush driving to pick the passanger up, and have no respect to the bycyle rider. Sum up, the bad behaviour of the driver not morely forced by internal factors such as education, ethnicity affiliation, but for most extent imposed by external factors out side of the drivers such as the struggle to afford the payment to the car owner (known setoran) and the daily wage, the tough competition among the drivers, and number of public transportation which excedeed designated number (plafon). Key word: behavior, internal and external behaviour, ethnicity, public transportation, and driver of public transportation

ABSTRAK Perilaku berlalu lintas di Indonesia umumnya, dan di Kota Medan khususnya,

sangat memprihatinkan. Buruknya perilaku berlalu lintas ini tampak dari kesemrawutan berlalu lintas sehari-hari seperti menerobos lampu merah, menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Dampak lanjutan perilaku berlalulintas ini adalah meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Menurut Kapolri, pada 2007 terdapat 20.000 orang korban kecelakaan lalulintas. Angka itu naik menjadi 20.188 orang pada 2008. Tahun 2009, lebih tinggi lagi angkanya, mendekati 21.000 orang. Sedangkan di Medan sendiri, berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut, sejak Januari hingga April 2012, korban tewas kecelakaan lalu lintas mencapai 749 orang. Korban tewas ini merupakan bagian dari 2.992 kecelakaan yang terjadi sepanjang periode itu. Kecelakaan tertinggi terjadi Januari, yakni 847 kasus sedangkan Februari menurun hanya 715 kasus. Selanjutnya Maret terjadi 719 kasus kecelakaan dan terakhir April terjadi 711 kasus.

[ 148 ]

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Responden dalam penelitian ini ditetapkan secara purposif dari setiap armada/kesatuan yang jumlahnya 300 orang yang dipilih secara proporsional dari setiap armada. Sedangkan informan utama adalah supir, direksi armada, dan mandor. Alat pengumpul data yang dipakai adalah kuessioner, observasi partisipasi (menaiki mobil angkot), dan wawancara mendalam yang tidak terstruktur. Sedangkan analisa dan interpretasi data digunakan dengan bantuan program SPSS untuk menampilkan tabel tunggal (pola-pola perilaku mengemudi) dan analisis korelasi (variabel pendidikan, etnisitas, lama kerja, dan armada dan perilaku mengemudi).

Studi ini menunjukkan bahwa pola-pola perilaku mengemudi supir angkot di kota Medan kurang tertib. Ini tampak seperti ngebut begitu keluar stasiun atau pangkalan, ngebut mencari penumpang dan ngebut sesama angkot. Pelanggaran lain yang dilakukan misalnya seperti menyalip dari jalur kiri, mengabaikan hak-hak pengguna jalan seperti pesepeda, dan tidak memasang segitiga pengaman ketika berhenti dalam keadaan darurat. Temuan lain menunjukkan, bahwa pendidikan tidak memengaruhi perilaku mengemudi di kalangan supir. Dapat disimpulkan pula, ternyata tidak hanya faktor internal dari dalam diri supir (pendidikan dan pengalaman) yang memengaruhi perilaku tetapi lebih karena tekanan eksternal dari luar yang memaksa seperti tekanan memenuhi setoran dan penghasilan, trayek yang tumpang tindih, dan menurunnya jumlah penumpang. Kata-kata kunci: Perilaku, faktor internal dan faktor eksternal, transportasi umum, dan supir angkutan kota

PENDAHULUAN

Perilaku berlalu lintas adalah

cermin budaya bangsa. Demikian

motto yang tertulis di sudut-sudut jalan

kota Medan sering kita lihat. Membaca

itu, kita bisa menyimpulkan betapa

budaya bangsa kita secara umum, dan

budaya berlalu lintas khususnya sudah

pada tahap mencemaskan. Saling adu

cepat dan serobot di jalur-jalur padat

dan macet, sudah menjadi pandangan

dan perilaku sehari-hari sebagian supir

di Kota Medan.

Salah satu indikator buruknya

perilaku berlalulintas adalah tingginya

pelanggaran terhadap norma-norma

berlalulintas yang ditunjukkan oleh

perilaku berlalu lintas yang tidak aman

dan mengabaikan sopan santun

menggunakan jalan raya. Dampak

lanjutannya, angka korban kecelakaan

lalu lintas dari tahun ke tahun

[ 149 ]

meningkat seiring dengan tingginya

angka kecelakaan lalu lintas itu sendiri.

Menurut Kapolri, pada tahun

2007 terdapat 20.000 orang korban

kecelakaan lalulintas. Angka itu naik

menjadi 20.188 orang pada tahun

2008. Tahun 2009, lebih tinggi lagi

angkanya, mendekati 21.000 orang.

Lima persen dari jumlah korban

kecelakaan lalu lintas adalah pelajar

dan mahasiswa. Kecelakaan ini terjadi

karena perilaku berlalu lintas yang

buruk di satu sisi dan meningkatnya

penggunaan kenderaan (roda empat

dan dua) di sisi lain.

Sedangkan di Medan sendiri,

berdasarkan data Direktorat Lalu

Lintas Polda Sumut, sejak Januari

hingga April 2012, korban tewas

kecelakaan lalu lintas mencapai 749

orang. Korban tewas ini merupakan

bagian dari 2.992 kecelakaan yang

terjadi sepanjang periode itu.

Kecelakaan tertinggi terjadi Januari,

yakni 847 kasus sedangkan Februari

menurun hanya 715 kasus. Selanjutnya

Maret terjadi 719 kasus kecelakaan dan

terakhir April terjadi 711 kasus.

Sejarah padatnya mobilnya

dimulai ketika industri otomotif

ditemukan. Pada tahun 1910, 65 persen

penduduk di Amerika masih tinggal di

inti atau sentra kota. Namun ketika

mobil ditemukan Henry Ford pada

1908, komposisi penduduk di sentra

kota kemudian menyebar ke pinggiran

kota (suburban) karena mobil

memungkinkan mereka melakukan

mobilitas kerja (Spates dan Macionis,

1987:298).

Sedangkan di Indonesia sendiri,

menurut Kompas (14/4/2012),

penjualan mobil pada Maret 2012

mencapai 87.761 unit. Jumlah itu

mengalami kenaikan dibandingkan

Februari 2012 yang sebesar 86.407 unit

dan Januari 2012 76.365 unit. Adapun

total penjualan di tiga bulan pertama

[ 150 ]

tahun 2012 adalah 250.533 unit, atau

lebih besar dibandingkan periode sama

tahun lalu sebesar 225.739 unit.

Penjualan yang terus-menerus

meningkat ini pada gilirannya

membuat arus lalu-lintas meningkat

sementara ketersediaan jalan relatif

tidak meningkat.

Perilaku lalu-lintas angkutan

umum di Indonesia memiliki karakter

khas dengan pola-pola budaya berlalu

lintas di negara-negara maju. Beberapa

karakteristik khas angkutan umum di

Indonesia antara lain (Dwi Handoko,

2006):

a. Kecepatan tidak teratur, terkadang

pelan terkadang cepat sekali.

b. Berhenti di sembarang tempat, dan

dalam waktu yang tidak teratur.

c. Teknik mengemudi yang pindah

jalur secara tidak teratur.

Penelitian tentang tundaan

pergerakan mobil pribadi (stopping

delay) yang ditimbulkan oleh angkutan

umum ketika berhenti telah dilakukan

oleh Aniek QS (1999) dengan studi

kasus jalan Jendral A. Yani, Kota

Bandung. Pergerakan mobil pribadi

dipelajari dengan membandingkan

tundaan yang ditimbulkan oleh

angkutan kota dan bis kota, karena

kedua jenis kendaraan tersebut

mempunyai perbedaan karakteristik

antara lain dari sisi ukuran dan

kapasitasnya.

Tundaan yang ditimbulkan oleh

bis kota sebesar 46.191 detik dan

tundaan angkutan kota sebesar 6.227

detik. Perbedaan ini disebabkan oleh

faktor rata-rata lama berhenti bis kota

yang lebih lama dibandingkan dengan

angkutan kota, kecepatan bis kota yang

lebih rendah dan batas headway

minimum yang diperlukan oleh

kendaraan lain untuk mendahului bis

kota lebih panjang dibandingkan

dengan headway minimum yang

[ 151 ]

diperlukan oleh kendaraan lain untuk

mendahului angkutan kota.

Selanjutnya, Bastian Wirantono

(1999) melakukan penelitian tentang

panjang antrian yang ditimbulkan oleh

angkutan umum ketika berhenti telah

dilakukan dengan studi kasus Jalan

Ahmad Yani (arah dalam dan luar

kota), jalan Dharmawangsa (depan

terminal angkot), Jalan Urip

Sumoharjo kota Surabaya. Jenis

angkutan umum yang diamati adalah

bis dan angkutan kota (angkot), dengan

periode pengambilan data pada siang

dan sore hari dan pada jam bukan

puncak.

Metode penelitian yang

digunakan mencakup:

pengukuran/perhitungan jumlah dan

panjang antrian kendaraan, lebar

efektif jalan, dan waktu henti.

Dianalisa hubungan antara panjang

antrian terhadap volume kendaraan,

lebar efektif dan waktu henti angkutan

umum. Hasil penelitian ini

menunjukkan sebagai berikut (Bastian

Wirantono, 1999):

1. Satu-satunya faktor yang

berpengaruh secara signifikan

pada panjang antrian hanyalah

waktu henti angkutan umum.

Semakin lama angkutan umum

berhenti semakin panjang antrian

kendaraan.

2. Tidak ada keterkaitan yang

berarti antara volume kendaraan,

lebar efektif dan waktu henti

3. Volume kendaraan dan lebar

efektif jalan tidak berpengaruh

terhadap panjang antrian, karena

pengaruhnya terlalu kecil.

Secara teoritik sebenarnya lebar efektif

jalan berepangaruh terhadap tundaan,

tetapi dalam penelitian ini

kemungkinan persimpangan yang

diukur mempunyai lebar yang cukup,

sehingga lebar efektif jalan tidak

berpengaruh.

[ 152 ]

Balitbang Provinsi Jawa Timur

(2006) juga pernah melakukan studi

tentang perilaku supir dalam berlalu

lintas di Surabaya. Studi ini berupaya

mengkaji faktor-faktor internal

(individu) maupun eksternal yang

menyebabkan rendahnya kepatuhan

masyarakat pemakai atau pengguna

jalan ketika berlalu lintas.

Temuan pokok dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Kepatuhan masyarakat dalam hal ini

pemakai atau pengguna jalan

khususnya pengendara kendaraan

bermotor terhadap peraturan

perundangan lalu lintas di Jawa

Timur semakin menurun.

2. Berdasarkan jenis pelanggaran yang

paling banyak dilakukan, yakni

mengendarai kendaraan tanpa surat

izin mengemudi (SIM), pelanggaran

rambu-rambu dan marka jalan, serta

tidak dipenuhinya kelengkapan

kendaraan bermotor.

3. Situasi problematik utama yang

dihadapi berkaitan dengan faktor

sikap dan perilaku pemakai atau

pengguna jalan khususnya

pengendara kendaraan bermotor

adalah menyangkut persepsinya

tentang peraturan perundangan lalu

lintas yang lebih dilihat dalam

perspektif kewajiban yang harus

dipenuhi, dan belum dilihat sebagai

kebutuhan riil sehingga mendorong

mereka untuk berupaya

memenuhinya.

4. Persepsi yang keliru tersebut

bukanlah sesuatu yang bersifat

given melainkan sangat dipengaruhi

oleh pengetahuan dan

pemahamannya terhadap peraturan

perundangan lalu lintas,

pengalaman berlalu lintas,

cakrawala, keyakinan, dan proses

belajar yang kesemuanya baik

secara sendiri-sendiri maupun pada

[ 153 ]

umumnya secara simultan

menghasilkan persepsi dimaksud.

5. Pengetahuan dan pemahaman

pemakai atau pengguna jalan

khususnya pengendara kendaraan

bermotor tentang peraturan

perundangan lalu lintas pada

umumnya masih bersifat superfisial

karena umumnya merupakan hasil

dari proses belajar secara otodidak,

sehingga dalam implementasinya di

lapangan sangat mudah dipengaruhi

oleh berbagai stimulus eksternal

baik secara tunggal maupun

bergabung dalam bentuk imitasi,

sugesti, identifikasi, dan simpati.

Perumusan Masalah

Studi ini berupaya

mengeksplorasi beberapa masalah

utama dalam berlalu lintas di kalangan

supir angkutan kota di Kota Medan.

a. Bagaimanakah pola perilaku

berlalulintas supir angkutan kota

Medan?

b. Bagaimana hubungan tingkat

pendidikan supir angkutan umum

dengan perilaku berlalu lintas di

Kota Medan?

c. Apakah ada hubungan antara lama

kerja dengan perilaku berlalu lintas

di kalangan supir angkutan umum di

Kota Medan?

d. Apakah kelompok kerja (Armada)

mempengaruhi perilaku berlalu

lintas di kalangan supir angkutan

umum di Kota Medan?

Tujuan Penelitian

1. Memperoleh gambaran tentang pola

perilaku berlalulintas supir angkutan

kota Medan di Kota Medan.

2. Mengukur hubungan antara tingkat

pendidikan dengan perilaku berlalu

lintas supir angkutan kota Medan di

Kota Medan.

3. Mengukur hubungan antara lama

kerja dengan perilaku berlalu lintas

[ 154 ]

di kalangan supir angkutan kota

Medan di Kota Medan.

4. Mengukur hubungan antara

kelompok kerja (Armada) dengan

perilaku berlalu lintas di kalangan

supir angkutan kota Medan di Kota

Medan.

Manfaat Penelitian

Hasil kajian ini, diharapkan

dapat menjadi data dasar yang

mendasari pengambilan keputusan

(better information for better policy)

dalam penanggulangan masalah lalu

lintas di Kota Medan yang lebih baik.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kuantitatif. Nawawi

mengatakan metode deskriptif

memusatkan perhatian pada masalah-

masalah atau fenomena-fenomena

yang ada pada saat penelitian

dilakukan atau masalah yang bersifat

aktual, kemudian menggambarkan

fakta-fakta tentang masalah yang

diselidiki sebagaimana adanya diiringi

dengan interpretasi yang akurat.

Deskripsi ini akan menjelaskan

hubungan antara tingkat pendidikan,

jenis armada dengan perilaku sopan-

santun dalam berlalu lintas. Juga akan

dieksplorasi lebih jauh faktor-faktor

utama yang mempengaruhi perilaku

berlalu lintas di kalangan supir

angkutan umum di Kota Medan.

Paradigma kuantitatif ini dalam

banyak hal diupayakan akan mengikuti

asumsi, ontologi, epistimologi,

aksiologi dan metode paradigma

kuantitatif (Creswell 2001, 12). Meski

dalam metode pengumpulan data,

pendekatan kualitatif juga digunakan.

Dengan kata lain, penelitian ini lebih

dominan (more-less dominant)

menggunakan pendekatan kuantitatif

[ 155 ]

Populasi dan Sampel

Populasi Penelitian

Populasi adalah objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang disetarakan

oleh peneliti untuk dipelajari, dan

kemudian ditarik kesimpulan.

Sedangkan sample adalah sebagian

dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Populasi dalam

penelitian ini adalah keseluruhan supir

angkutan kota yang armadanya di

bawah pengaturan Dinas Lalu Lintas

Jalan Raya Pemerintahan Kota Medan.

Ini biasanya ditandai dengan

Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh

Dinas Lalu Lintas Jalan Raya

Pemerintahan Kota Medan. Jumlah

populasi secara keseluruhan

berdasarkan data jumlah armada

angkutan kota Medan mencapai 16.736

armada. Ini berarti bahwa di atas

kertas, setidak-tidaknya terdapat

16.736 supir. Namun, berdasarkan

informasi dari lapangan diperoleh

gambaran bahwa dari keseluruhan

jumlah armada tersebut, maksimal

yang beroperasi di lapangan rata-rata

80 %, sehingga dengan demikian

banyaknya populasi untuk penelitian

ini diperkirakan 80 % x 16.736=

13.889 orang.

Sampel Penelitian

Menurut Arikunto sampel

adalah sebagian atau wakil populasi

yang diteliti. Penarikan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik

Porposive Sampling, dengan

menggunakan ketentuan yang

dikemukakan oleh Isaac dan Michael

(dalam Sugiyono, 2008: 126), sebagai

berikut :

2 N. P. Q

S= -----------------------

D2 (N-1) + 2. P.Q

dengan dk = 1, taraf

kesalahan optional 1%, 5%,

[ 156 ]

atau 10%

P=Q= 0,5 D=0,05 S=

Ukuran sampel

Berdasarkan rumus di atas, Isaac dan

Michael selanjutnya menyusun sebuah

tabel yang memuat jumlah sampel

terpillih untuk sejumlah populasi

tertentu.

Tabel 3.1

Tabel Isaac dan Michael

Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan

Rumus Isaac dan Michael dengan Taraf Signifikansi 95%

N S N S N S

10 10 220 140 1200 219

15 14 230 144 1300 297

20 19 240 148 1400 306

25 24 250 152 1500 309

30 28 260 155 1600 310

35 32 270 159 1700 313

40 36 280 162 1800 317

45 40 290 165 1900 320

50 44 300 169 2000 322

55 48 320 175 2200 327

60 52 340 181 2400 331

65 56 360 186 2600 335

70 59 380 191 2800 338

75 63 400 196 3000 341

80 66 420 201 3500 346

85 70 440 205 4000 351

90 73 460 210 4500 354

95 76 480 214 5000 357

[ 157 ]

100 80 500 217 6000 361

110 86 550 226 7000 364

120 92 600 234 8000 367

130 97 650 242 9000 368

140 103 700 248 10000 370

150 108 750 254 15000 375

160 113 800 260 20000 377

170 118 850 265 30000 379

180 123 900 269 40000 380

190 127 950 274 50000 381

200 132 1000 278 75000 382

210 136 1100 285 100000 384

Catatan: N= Populasi

S= Sampel

Berdasarkan tabel di atas jumlah

sampel yang disarankan adalah

300. Dengan demikian, penelitian

ini selanjutnya mengambil sampel

sebanyak 300 orang supir yang

akan dipilih secara proporsional

dari setiap arrmada dengan

memperhitungkan prosentasenya

terhadap keseluruhan jumlah

sampel.

[ 158 ]

Tabel 1 Nama dan Jumlah Armada Angkutan Kota di Medan.

No Perusahaan Jumlah Direktur Ket

1 CV Mitra 750 Drs OK. Khaidir

2 PT Rahayu Medan

Ceria

2.623 Drs Mont Gomery Munthe

3 CV Medan Bus 1.020 Jumongkas Hutagaol

4 PT Kobun 84 Drs B Surbakti

5 Kop Mdn Raya

Eksprss

290 T Ferdinand Simangunsong

6 CV Laju Deli

Sejahtera

150 H Khairudinsyah

7 PT Nasional 605 Drs Baskami Ginting

8 PT Mars 1.055 Daud Sitepu SE

9 CV Hikma 250 H Abdul Hasyim Hasibuan

10 PT Povri 443 Novi Meliala

11 CV Desa Maju 294 Christoper Aritonang

12 KPUM 6.081 T Ferdinand Simangunsong

13 PTU Morina 1.670 J. Sitindaon

14 CV Mekar Jaya 315 Kushendra

15 PT Gajah Mada 310 J. Sitindaon

16 CV Wampu Mini 733 H. NG Brahmana

TOTAL 16.736

[ 159 ]

Informan Penelitian

Di samping para supir, informan

dalam penelitian ini juga berasal dari

pemiliki angkutan umum (toke) dan

pengurus organda. Dari informan kunci

ini, akan digali lebih dalam informasi

terkait dengan perilaku berlalu lintas

para supir. Untuk menggali informasi

lebih dalam dari informan ini, akan

dilakukan wawancara mendalam

dengan panduan wawancara terbuka

(open-ended interview guide).

Wawancara akan dihentikan sepanjang

permasalahan penelitian dianggap telah

terjawab ditandai dengan pengulangan

jawaban-jawaban responden. Untuk

menjaga validitas dalam wawancara ini

akan dilakukan triangulasi data ke

berbagai informan lain.

Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis data dan

unit analisis yang direncanakan, maka

proses penggalian data dalam

penelitian ini menggunakan beberapa

teknik yaitu :

1.Penyebaran kuesioner (angket)

Pengumpul data dalam penelitian ini

adalah kuesioner semi terbuka (semi-

open-ended questioner) yang akan

disebarkan kepada para supir angkutan

umum yang ada di Kota Medan.

Kuesioner disebarkan oleh para

pewawancara dan dipandu langsung

pengisiannya karena diasumsikan, para

supir akan enggan mengisi sendiri

karena jam kerja mereka yang tak

terduga-duga. Sebelum penyebaran

kuesioner dilakukan, terlebih dahulu

dilakukan uji kuesioner terhadap 30

orang responden. Setelah dilakukan

perbaikan atas sistematika dan

substansi beberapa pertanyaan maka

akhirnya dilakukan penyebaran

kuesioner.

2.Wawancara

Selain kuesioner, alat

pengumpul data yang digunakan

adalah wawancara mendalam yang

[ 160 ]

dilakukan langsung oleh peneliti.

Wawancara ini akan dilakukan di

tempat-tempat pangkalan angkutan

kota tempat para supir biasanya

mangkal. Wawancara juga mungkin

dilakukan di rumah supir dengan

perjanjian sebelumnya. Karena itu,

penjajakan dan pendekatan dengan

para supir juga penting selama proses

penelitian ini berlangsung. Dalam

melakukan wawancara digunakan

instrumen penelitian sebagai pedoman

wawancara dan alat bantu seperti

kamera, tape recorder dan buku

catatan.

3.Pengamatan (Observasi Partisipasi)

Pengamatan dalam penelitian

ini dilakukan secara langsung ke lokasi

penelitian. Pengamatan ini dilakukan

dengan melakukan wawancara

langsung di pangkalan dan kantor

direksi armada. Pengamatan juga

dilakukan dengan menaiki angkot

sebagaimana layaknya penumpang

biasa dengan memilih duduk di bangku

samping supir dengan wawancara

bebas dan tak terstruktur pada trayek-

trayek tertentu.

Analisa dan Interpretasi Data

Data dari kuesioner akan

dianalisa dalam tabel tunggal dan tabel

silang untuk melihat prosentase dan

kecenderungan (median) variabel-

varibel (pendidikan, armada, lama

kerja jadi supir, misalnya) dari hasil

olahan statistik (SPSS atau Excell).

Juga akan dilihat hubungan

antarvariabel dengan menggunakan uji

korelasi.

Sedangkan data kualitatif

yang diperoleh dari wawancara

mendalam akan dikategorisasi dan

dikonseptualisasi untuk melengkapi

analisis kuantitatif dari hasil olahan

statistik yang merupakan hasil entri

data kuesioner. Data ini diharapkan

akan menajamkan analisa sekaligus

interpretasi data selama proses

[ 161 ]

penelitian berlangsung.

Definisi Konsep

a. Perilaku dalam penelitian ini adalah

perilaku berlalu lintas yang

dilakukan supir yang dapat diamati

baik yang dilakukan karena tekanan

dari luar (eksternal) maupun karena

kesadaran sendiri (internal). Dengan

demikian, perilaku berlalulintas

didefinisikan sebagai

kecenderungan yang ditampilkan

oleh supir angkutan kota dalam

mengendarai kendaraan sejak dari

pangkalan keberangkatan, dalam

perjalanan, hingga pangkalan

tujuan. Perlu ditambahkan, bahwa

yang dimaksud dengan angkutan

kota dalam penelitian ini adalah

terbatas untuk “sudako” (yang

berarti taksi, becak bermotor, damri,

ojek tidak masuk dalam penelitian

ini). Angkutan kota ini antara lain :

KPUM, CV Mitra, PT Rahayu, CV

Medan Bus, PT Kobun, dan lain-

lain.

b. Sementara itu, yang dimaksud

dengan supir adalah orang yang

mengendarai angkutan kota yang

ditandai dengan merk armada

dengan ciri tersendiri untuk setiap

armada (kesatuan) baik yang tidak

memiliki SIM yang berlaku maupun

yang berlaku.

c. Tingkat pendidikan adalah tingkat

pendidikan formal dan nonformal

yang dicapai.

d. Etnisitas adalah penyebutan suku

yang diakui dan ditandai dengan

bahasa, adat-istiadat maupun

lingkungan tradisi yang dianut oleh

seseorang.

e. Kesatuan (aArmada) adalah

organisasi/perusahaan pengelola

trayek dimana angkutan kota

bergabung.

Definisi Operasional

a. Perilaku berlalulintas diteliti melalui

indikator-indikator sebagai berikut:

[ 162 ]

1) Kepatuhan terhadap peraturan

armada

2) Kepatuhan terhadap rambu-

rambu lalu-lintas

3) Kecenderungan dalam hal

kecepatan

4) Kecenderungan dalam hal

penggunaan alat isyarat (sign)

kendaraan

5) Sopan-santun berkendaraan di

antara kedaraan lainnnya

b. Pendidikan diteliti melalui

indikator-indikator:

1) Ijazah terakhir yang

diperoleh

2) Pengalaman mengikuti

pendidikan nonformal

3) Terpaan media (media

exposure)

4) Frekuensi membaca buku

5) Frekuensi berdiskusi

dengan teman sepergaulan

c. Etnisitas diteliti menurut indikator-

indikator:

1) Lingkungan etnis tempat

bermukim

2) Lingkungan adat yang diikuti

3) Bahasa yang digunakan dengan

pasangan

d. Lama Kerja diukur dengan

indikator:

Durasi waktu (dalam satuan tahun)

yang telah dilalui bekerja sebagai

supir.

e. Kesatuan (Armada) diteliti melalui

indikator-indikator:

1) Ketersediaan peraturan tata-

tertib

2) Kepatuhan terhadap peraturan

tata-tertib

3) Kebijakan organisasi

menyangkut pengawasan

4) Pendidikan sopan-santun

lalulintas

[ 163 ]

HASIL PENELITIAN

Gambaran Lokasi Penelitian

Kenderaaan Bermotor

Jumlah kenderaan bermotor

dan pertumbuhannya adalah

sebagaimana ditampilkan pada tabel

berikut:

Tabel 2

Pertumbuhan Kenderaan Bermotor Menurut Jenis Kenderaan

No

Tahun

Jenis Kenderaan

Jumlah Penumpang Truck Bus Motor

1 2002 128.882 93.989 11.424 558.236 792.531

2 2003 138.179 99.464 11.815 657.460 906.918

3 2004 149.302 104.776 12.108 756.569 1.022.755

4 2005 164.314 112.001 12.406 833.406 1.172.128

5 2006 175.198 116.184 12.619 895.745 1.289.746

Sumber: Satlantas Poltabes MS, Ditlantas Poldasu, 2007

Dari tabel 4.5 dapat dilihat

bahwa pertambahan jumlah kendaraan

bermotor mobil penumpang rata-rata

per tahun (sebesar 6,51 %) lebih tinggi

daripada pertumbuhan angkutan bus

rata-rata per tahun (sebesar 3,91) dan

juga pertumbuhan mobil barang

(sebesar 5,29 %). Tetapi pertumbuhan

tertinggi terjadi pada sepeda motor

yang mencapai 20,92 %. Secara

keseluruhan didapat pertumbuhan

kendaraan bermotor sebesar 9,16 % per

tahun.

Angkutan Umum

Angkutan umum yang

memberikan pelayanan dalam trayek

tetap dan teratur di Kota Medan terdiri

dari jenis mobil penumpang umum,

bus kecil, bus sedang dan bus besar

[ 164 ]

dengan perincian sebagaimana tertera dalam tabel berikut.

Tabel 3

Jenis Angkutan Umum di Kota Medan

Jenis

Jumlah Trayek Jumlah Armada

Plafon Realisasi % Plafon Realisasi %

MPU

146 98 67,12 8.789 5.283 60,10

60,08% 60,87% 63,34% 65,90%

Bus

Kecil

83 55 66,26 4593 2517 54,80

34,16% 34,16% 33,10% 31,40%

Bus

sedang

6 5 83,3 290 155 53,44

2,47% 3,11% 2,09% 11,93%

Bus

Besar

8 3 37,5 204 62 30,4

3,29% 1,86% 1,47% 0,77%

Jumlah 243 161 66,25 13.876 8.017 58,0%

Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012

Jaringan trayek dan detail data untuk

masing-masing perusahaan yang

beroperasi di Kota Medan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

[ 165 ]

Tabel 4

Angkutan Umum dalam Trayek Tetap

No

Nama Perusahaan Jenis

Armad

a

Jumlah Trayek Jumlah Armada

Plafon Realisasi % Plafon Realisasi %

1 KPUM MPU 93 53 56,98 6.081 2.862 47,06

2 PT.U.Morina MPU 19 11 57,89 1.670 522 31,25

3 PT.Rahayu.MC MPU 23 16 69,56 2.623 1.548 59,01

4 CV.Wampu Mini MPU 8 7 87,50 733 264 36,01

5 CV.Mekar Jaya MPU 4 3 75,00 315 176 55,87

6 PT.Gajah Mada MPU 4 3 75,00 310 193 62,25

7 CV.Mitra B.Kecil 11 6 54,54 750 234 31,20

8 PT.Mars B.Kecil 20 11 55.00 1.055 263 24,92

9 CV.Medan Bus B.Kecil 13 6 46,15 1.020 217 21,27

10 PT.Kobun B.Kecil 4 0 0,00 84 0 0,00

11 CV.Hikma B.Kecil 4 0 0,00 250 0 0,00

12 PT.Nasional MT B.Kecil 10 4 40,00 605 167 27,60

13 PT.Povri B.Kecil 5 3 60,00 443 23 5,19

14 CV.Desa Maju B.Kecil 7 3 52,85 294 137 46,59

15 CV.Laju Deli S B.Kecil 6 1 16,66 150 8 5,33

16 KPUM(MRX) B.Sedan

g

6 2 33,33 290 137 47,24

17 Damri B.Besar 5 2 40,00 60 20 33,33

Jumlah 242 131 54,13 16.736 6.771 40,45

Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012

Sementara itu, untuk trayek tidak tetap

dapat dilihat sebagaimana tertera pada

tabel berikut ini.

[ 166 ]

Tabel 5

Angkutan Umum dalam Trayek Tidak Tetap

Nama Perusahaan

Jenis Armada Jumlah Armada

KPS Plapond Realisasi %

1 PT.Mandiri Karya S. Beca Bermotor 5.000 4.968 99,36 632

2 KPUM Beca Bermotor 4.000 4.000 100,00 686

3 YPSA Beca Bermotor 250 250 100,00 25

4 Bahumas Kosgoro Beca Bermotor 300 300 100,00 86

5 CV.Mitra Beca Bermotor 1.300 1.300 100,00 108

6 CV.Batang Gadis Beca Bermotor 300 300 100,00 -

7 KPSM Beca Bermotor 750 750 100,00 10

8 FA.Mekar Jaya Beca Bermotor 500 500 100,00 71

9 Koperasi Opsi SU Beca Bermotor 300 300 100,00 -

10 Kop.HABSU Beca Bermotor 600 600 100,00 36

11 UD.MILTAR Beca Bermotor 750 750 100,00 -

12 CV.Sinar Cahaya Duta Beca Bermotor 3.200 3.200 100,00 50

13 CV.Sinar Cahaya Duta Beca Bermotor 2.000 1.456 72,80 50

14 Yayasan T. Deli Indah Beca Bermotor 300 300 100,00 -

15 CV.Indah Ceria Medan Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 70

16 HABSSU(Sejahtera

M.)

Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 39

17 YAPABSU Beca Bermotor 500 500 100,00 33

18 PABM Beca Bermotor 950 950 100,00 40

19 Bestari Transport Beca Bermotor 300 300 100,00 4

20 Serikat Beca Merdeka Beca Bermotor 150 150 100,00 38

21 Perhimpunan A.B Win Beca Bermotor 500 142 28,40 112

[ 167 ]

22 CV.Laju Deli S. Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 50

23 Baja Pulau Samosir Beca Bermotor 200 200 100,00 4

24 HIPKAMSI Trans Beca Bermotor 300 300 100,00 23

25 CV.Permana Putra Beca Bermotor 750 15 1,86 -

Jumlah 26.200 24.531 93,62 2.167

Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012

Tabel 6

Angkutan Umum Taksi Kota Medan

No

Nama Perusahaan

Jenis

Kendaraan

Jumlah Armada

Plapond Realisasi %

1 PT.Deli Cepat Taksi Taksi 275 76 27,63

2 Kokapura II Taksi 50 50 100,00

3 PT. Angkasa Bhakti Taksi 100 100 100,00

4 PT. Express Limo N. Taksi 500 120 24,00

5 PT. Yuki Taksi 100 21 21,00

6 Kostar Taksi Taksi 170 82 48,23

7 Matra Taksi(KPUM) Taksi 500 131 26,20

8 PT. Karsa Taksi 650 69 10,61

9 PT. Blue Bird Taksi 500 300 60,00

10 PT. Ridha

Almunawarrah

Taksi 50 5 10,00

11 CV. Eka Prasetya Taksi 150 6 4,00

Jumlah 3.045 960 31,52

Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota medan, 2012

[ 168 ]

Kebijaksaan angkutan umum di Kota

Medan adalah:

1. Mengatur kembali sistem angkutan

umum yang telah beroperasi dengan

melihat faktor-faktor sistem

jaringan jalan yang ada, faktor

efisiensi dan dampak yang

ditimbulkan seperti kemacetan,

kerusakan jalan dan lain-lain.

2. Menetapkan peraturan-peraturan

yang berkaitan dengan sistem

angkutan umum agar

perkembangannya dapat lebih

terkendali dan dapat melayani

penduduk secara efisien serta

terjangkau oleh masyarakat.

3. Menyediakan fasilitas-fasilitas

pendukung sistem angkutan umum

seperti tempat pemberhentian,

shelter dan terminal.

4. Memisahkan fungsi terminal yang

bersifat lokal dengan regional agar

terjamin pelayanan angkutan umum

yang optimal.

5. Meningkatkan pelayanan angkutan

dalam rangka menarik minat

masyarakat untuk lebih

menggunakan angkutan umum.

6. Mengembangkan jenis angkutan

umum yang lebih sesuai dengan

karakteristik jaringan jalan kota.

Prasarana

Jaringan Jalan

Kota Medan memiliki pola

jaringan jalan yang berbentuk grid/kisi-

kisi pada daerah pusat kota dan bentuk

radial pada daerah pinggiran kota.

Jalan utama sebagai koridor dalam

kota adalah Jalan Thamrin, Jalan

Pandu, Jalan Sutomo, Jalan Pemuda,

Jalan Ahmad Yani, Jalan Balai Kota,

Jalan Haryono MT, Jalan Cirebon,

Jalan Raden Saleh, Jalan Guru

Patimpus, dan Jalan Perintis

Kemerdekaan, serta Jalan Prof. HM.

Yamin. Sedang koridor luar yang

menghubungkan daerah pinggiran kota

degnan pusat kota yaitu Jalan KL. Yos

[ 169 ]

Sudarso, Jalan Putri Hijau, dan Jalan

Krakatau sebagai jalan yang

menghubungkan daerah Utara dengan

pusat kota, Jalan Letda Sujono sebagai

jalan yang menghubungkan daerah

bagian Barat dengan pusat kota, Jalan

Gatot Subroto sebagai jalan yang

menghubungkan daerah bagian Timur

dengan pusat kota, Jalan S.M. Raja dan

Jalan Brigjend katamso serta Jalan

Jamin Ginting merupakan jalan yang

menghubungkan daerah bagian Selatan

dengan pusat kota.

Untuk menghubungkan daerah

pinggiran kota secara langsung, tanpa

harus melalui pusat kota disediakan

jalan lingkar Utara, yaitu Jalan Kapten

Sumarsono, Jalan Asrama, Jalan Gagak

Hitam, Jalan Industri, dan Jalan

Ngumban Surbakti yang

menghubungkan daerah bagian Utara

dengan bagian Timur, sedangkan

daerah bagian Selatan dengan daerah

bagian Timur dihubungkan oleh jalan

lingkar Selatan yaitu Jalan Bunga

Sedap Malam, Jalan AH. Nasution dan

Jalan Karya Jasa.

Selain itu juga terdapat jalan

Tol Belmera (Belawan-Medan-

Tanjung Morawa) yang

menghubungkan daerah bagian Selatan

Kota Medan yaitu Tanjung Morawa

dengan daerah bagian Utara Kota

Medan yaitu Belawan yang dibangun

memanjang pada daerah bagian Barat.

Keberadaan Jalan Lingkar dan Jalan

Tol ini sangat membantu dalam

mengalihkan arus kendaraan menerus

yang melaui pusat kota, sehingga

mengurangi kepadatan volume lalu

lintas dalam kota serta merangsang

pertumbuhan daerah pinggiran kota.

Untuk memperlancar arus lalu lintas

dilakukan beberapa manajemen lalu

lintas seperti jalan satu arah terutama

pada daerah pusat kota yaitu pada Jalan

Ahmad Yani, Jalan Balai Kota, Jalan

Putri Hijau, Jalan Diponegoro, Jalan

[ 170 ]

Imam Bonjol (sebagian), Jalan Kartini,

Jalan Teuku Daud, Jalan Maulana

Lubis, Jalan Haryono MT, Jalan Gajah

Mada (sebagian), Jalan Zainul Arifin,

Jalan Sutoyo, Jalan Perintis

Kemerdekaan, Jalan HM. Yamin, Jalan

Thamrin, Jalan Merbabu, Jalan

Sutomo, Jalan Pandu, Jalan Cirebon,

Jalan Gaharu, dan hampur seluruh

jaringan jalan dalam wilayah pusat

kota. Kota Medan memiliki jalan

sepanjang 3.078,94 Km dengan

perincian sebagai berikut:

Tabel 7

Panjang Jalan(Km) Menurut Kondisi

Kondisi

Penanggung Jawab

Jumlah Negara Provinsi Kab./Kota

Baik 140,70 33,40 2.980,30 3.154,30

Sedang 15,80 15,80

Rusak 20,10 20,10

Rusak Berat 1,30 1,30

Tidak Diperinci 00,00 00,00

Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94

Sumber: Kota Medan dalam Angka 2011

[ 171 ]

Tabel 8

Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan

Permukaan

Penanggung Jawab

Jumlah Negara Provinsi Kab./Kota

Aspal 56,86 70,70 2.548,89 2.676,45

Kerikil

Tanah 8,95 8,95

Tidak Diperinci 393,54 393,54

Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94

Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94

Sumber: Kota Medan dalam Angka 2011

Terminal Penumpang

Terminal sebagai salah satu

sarana pelayanan kepada masyarakat

pemakai jasa angkutan umum dan

merupakan awal pemberangkatan dan

akhir perjalanan angkutan umum

sekaligus tempat pergantian

(interchange) moda transportasi sangat

berperan dalam menentukan tingkat

kinerja dari pelayanan angkutan umum

dalam suatu kota. Pengaturan lokasi

terminal bus ditentukan berdasarkan

sifat dan syarat lokasi dari terminal.

Untuk terminal bus angkutan

komuter (Kota Medan ke kota-kota

terdekat) lokasinya harus berada pada

jalur utama, paling optimal pada

wilayah transisi atau pinggiran

(Terminal Terpadu Amplas, Terminal

Terpadu Pinang Baris dan Terminal

Tuntungan, dimensi kendaraan (bus)

yang besar menuntut pelayanan fungsi

[ 172 ]

jaringan tingkat tinggi (arteri) dan

mempunyai kemudahan pencapaian

(accessibility) yang mempunyai paling

banyak jalur alternatif ke luar kota.

Kota Medan telah menyediakan

6 (enam) buah terminal dengan kelas

pelayanan seperti tabel 4.11, antara

lain:

1. Terminal Terpadu Amplas, di

wilayah Selatan memiliki

kapasitas sebesar 80 (delapan

puluh) unit bus dan 160

(seratus enam puluh) unit mobil

penumpang umum dengan luas

sebesar 26.580 m².

2. Terminal Pinang Baris, di

wilayah barat memiliki

kapasitas sebesar 60 (enam

puluh) unti bus, dan 120

(seratus dua puluh) unit mobil

penumpang umum dengan luas

19.940 m².

3. Terminal Sambu, di pusat kota

berkapasitas sebesar 200 (dua

ratus) unit mobil penumpang

umum dengan luas 3.000 m².

4. Terminal Veteran, di pusat kota

berkapasitas sebesar 20 (dua

puluh) unit bus dan 60 (enam

puluh) unit mobil penumpang

umum dengan luas 2.600 m².

5. Terminal Belawan, di wilayah

Utara memiliki kapasitas

sebesar 24 (dua puluh empat)

unit bus dengan luas 1.080 m²

[ 173 ]

Tabel 9

Terminal di Kota Medan

No Terminal Kelas Pelayanan

1

Amplas

Melayani angkutan umum untuk antar kota antar provinsi

(AKAP), angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan

kota dari wilayah Timur/Selatan ke Kota Medan.

2 Pinang

Baris

Melayani angkutan umum untuk angkutan antar kota dalam

provinsi (AKDP), angkutan kota dari wilayah Barat/Selatan ke

Kota Medan.

3 Sambu Melayani kendaraan umum (mobil penumpang) dalam Kota

Medan ke inti kota.

4 Veteran Melayani kendaraan umum (mobil bus) dalam Kota Medan

yang menuju inti kota.

5 Belawan Melayani kendaraan umum (mobil bus) dalam Kota Medan

yang menuju inti kota (Belawan – Medan).

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Medan, 2007

Profil Responden

Klasifikasi Jenis Supir

Sebagian besar jenis atau

kategori supir yang diteliti dalam

penelitian ini adalah supir tetap (66 %)

diikuti kemudian supir tembak (19%)

dan yang terakhir supir sekaligus

pemilik (15%). Ini merupakan

konsekuensi logis karena memang

sebagian besar supir (35 %) yang

diteliti merupakan supir KPUM.

Karena memang Armada KPUM

senantiasa menetapkan regulasi yang

ketat dalam menetapkan supir di dalam

armadanya, yakni dengan memberikan

Kartu Pengenal Supir bagi setiap supir

[ 174 ]

yang mengemudi dan menyimpan data dasar supir di kantor.

Grafik I Kategori/Jenis Supir

Supir Tetap66%

Supir Tembak19%

Supir Sekaligus Pemil ik

15%

Temuan observasi dan wawancara

mendalam mengungkapkan, bahwa

secara umum, supir sekaligus pemilik

yang biasanya relatif lebih taat

mengikuti peraturan lalu lintas karena

mereka tidak terlalu ditekan untuk

mengejar setoran. Di samping itu,

mereka juga menjaga mobilnya agar

tidak cepat rusak kalau dikemudikan

sembrono untuk menjaga daya tahan

suku cadang mobil yang harganya

terus melonjak di tengah menurunnya

jumlah penumpang.

Selanjutnya, kategori supir

tembak (supir cadangan) kerap kali

dianggap kurang mematuhi peraturan

lalu lintas. Supir tembak ini, selama

proses wawancara mendalam di

kalangan supir dan mondor, memiliki

beberapa sebutan lain seperti supir

raun (memutar), supir kain lap atau

supir door-smeer, dan supir pocokan.

Supir raun adalah supir yang

mengambil alih kemudi angkot begitu

tiba di pangkalan untuk mencari sewa

di sekitar pangkalan.

[ 175 ]

Sedangkan supir kain lap

adalah supir-supir yang biasanya masih

relatif muda dan biasanya bekerja di

tempat pencucian mobil (door-smeer)

sebelumnya untuk mencuci dan melap

angkot. Karena di tempat pencucian

mobil biasanya mereka ikut

memajukan dan memundurkan angkot,

lambat laun mereka menjadi supir

dengan mengurus SIM tembak (SIM

yang diurus melalui calo). Kategori

supir kain lap yang masih muda dan

mengurus SIM tembak inilah yang

cenderung mengemudi di luar aturan-

aturan lalu lintas.

Ini terbukti suatu ketika peneliti

menaiki angkot dari Simpang-Selayang

menuju Marelan. Sang supir, bermarga

Mangunsong mengemudikan

kendaraannya ugal-ugalan sepanjang

perjalanan. Pria berusia 20 tahun yang

tidak menyelesaikan pendidikan

sampai SMP ini malah ‘memuntahkan’

kata-kata kotor kepada supir angkot

lain, ketika dia menaikkan penumpang

di Jambur Namaken (Jalan Jamin

Ginting) dan mengajak berduel dengan

sang supir. Saling kejar dan saling

potong sambil zig-zag dari lajur kiri-

dan kanan ditambah suara klakson

yang tiada henti terjadi mulai dari

Jambur Namaken sampai ke Sumber

USU.

Ibu-ibu penumpang di bangku

belakang bahkan berteriak sambil

memohon, agar sang supir jangan

terlalu nekat, tapi sang supir tak peduli

dan mengatakan, “Armada ini

(menyebut salah satu merek armada)

memang selalu cemburu kalau kita

menaikkan penumpang. Walaupun P

Bulan ini ‘dimerahkannya”

(maksudnya cat armada yang

disebutnya) dan mobilnya banyak, tak

bisa sesuka hatinya” ujar si supir

dengan nada memaki.

Kekacauan belum berhenti,

tatkala si supir ‘mengoceh’ lagi dengan

[ 176 ]

pengendara sepeda motor perempuan

yang kebetulan menjemput anak

sekolah. Persis lewat Simpang Kampus

sang supir memaki si pengendara

motor dengan kata-kata “Hai

perempuan bodoh” sambil merapatkan

angkotnya ke samping pengendara

motor. Supir yang lima tahun menjadi

kenek (kondektur) Borneo ini saling

kejar dan saling potong. Bahkan di

perlimaan lampu merah Iskandar Muda

dan Monginsidi, nyaris saja angkot ini

menubruk perempuan yang

mengendarai sepeda motor tadi dari

belakang. Peneliti yang tadi hanya

diam mengobservasi akhirnya

mengingatkan sang sopir agar lebih

lambat dan hati-hati. Apalagi

mengingat di boncengan sepeda motor

itu ada anak perempuan yang masih

berseragam TK.

Kendala dalam menertiban

supir ini menurut para direksi armada

disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, pergantian supir dalam satu

angkot sangat tinggi. Kalau

manajemen direksi armada

menetapkan aturan yang ketat, belum

tentu si pemilik angkot setuju. Karena

pemilik angkot kadang kurang peduli

dengan perilaku supir mengemudi,

yang penting setoran disetor rutin

setiap hari. Kedua, mental supir yang

cenderung ‘ngakali’ pemilik angkot.

Seorang informan menuturkan cerita

menarik terkait perilaku ini. Ia

mengisahkan, otak supir itu ibarat

putaran ban angkot itu sendiri. Supir

itulah yang memutar otak untuk

‘ngolah’ pemilik angkot. Otak si supir

senantiasa berputar ‘ngakali’ si

pemilik. Pada hal tertentu sang supir

itu sesungguhnya yang menjadi toke

pertama. Kenapa? Karena begitu si

supir membawa angkot ke pangkalan

dia sudah disediakan teh susu, rokok,

dan sarapannya oleh pemilik warung di

pangkalan, sementara si pemilik

[ 177 ]

angkot belum dapat apa-apa. Karena

itu, si supir disebut sebagai toke

pertama.

Begitu juga kalau dia pulang ke

rumah, dia lebih dulu memikirkan uang

yang akan dibawanya pulang, bukan

setoran kepada pemilik. Ambil misal,

kalau gajinya biasanya 60 ribu,

sementara setoran 80 ribu. Kalau

gajinya belum cukup, setoran yang

dikurangi. Padahal kalau ada

kerusakan sedikit pun tidak menjadi

tanggungan supir. Beda dengan supir

dulu. Supir dulu lebih memikirkan

setoran dulu kepada pemilik. Bahkan

sering memberi lebih dari setoran yang

telah ditetapkan. Jarang memberi

setoran ‘belah jengkol’ (bagi dua

secara merata antara pendapatan supir

dan setoran yang harus diberikan

kepada pemilik angkot).

Begitu juga kalau mobil rusak,

supir kadang malah bertingkah. Ketika

angkot telah diperbaiki dan siap jalan,

si supir malah tidak masuk. Mobil

sehat, supir sakit. Direksi armada ini

mengaku, memiliki mobil tiga tapi

tidak pernah jalan semua karena ada

saja supir yang tidak masuk. “Kita

pecat supir yang tidak masuk, datang

lagi supir yang lebih buruk” tuturnya

dengan nada kesal.

4.2.4 Keberlakuan Surat Ijin

Mengemudi (SIM)

Grafik II Keberlakuan SIM

Berlaku94%

Tidak6%

[ 178 ]

Sebagian besar responden (94

%) dalam mengemudikan angkotnya

memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM)

yang masih berlaku, hanya sebagian

kecil (6 %) yang memiliki SIM yang

tidak berlaku. Pengemudi dengan SIM

yang tidak berlaku ini biasanya adalah

jenis supir raun yang biasanya hanya

mengemudikan angkot di sekitar

pangkalan-pangkalan kecil di

pinggiran kota Medan. Kendati

sebagian besar supir masih memiliki

SIM yang masih berlaku, namun

sebagian (19 %) supir dalam mengurus

SIM melalui calo (lihat Grafik di

bawah). SIM tembak yang diperoleh

dari calo ini pulalah yang kerap

dilakukan supir-supir muda atau supir

door-smeer karena mereka sebenarnya

kadang belum memiliki kapasitas

dalam mengemudikan angkutan umum,

baik dari segi usia dan persyratan

khusus seperti ujian teori dan praktik

(lihat UU Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,

pasal 77).

4.2.5 Cara Mengurus SIM

Grafik III Cara Memperoleh SIM

Resmi81%

Calo19%

Cara lain0%

[ 179 ]

Selanjutnya, jika dilihat dari jenis

SIM yang dimiliki supir, sebagian

besar (44 %) adalah A Umum (berlaku

untuk mengemudikan kendaraan

bermotor umum dan barang dengan

jumlah berat yang diperbolehkan tidak

melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus)

kilogram; disusul 34 % B1 Umum

(berlaku untuk mengemudikan mobil

penumpang dan barang umum dengan

jumlah berat yang diperbolehkan lebih

dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)

kilogram; dan 12 % B Umum.

Pola Perilaku Mengemudi Supir

Angkot di Kota Medan

Pola Keluar dari Stasiun

Grafik IVPerilaku Ngebut Keluar Stasiun

Sangat sering34%

Sering53%

Kadang-kadang9%

Tidak pernah4%

Perilaku kurang tertib supir

juga tampak dari tindakan ngebut

mereka begitu keluar dari stasiun.

Lebih dari setengah (53 %) responden

mengaku sering ngebut bahkan

sebagian (34 %) mengaku sangat

sering ngebut. Hanya sebagian kecil (9

%) yang menjawab kadang-kadang

ngebut dan hanya sedikit sekali (4 %)

yang tidak pernah ngebut begitu keluar

dari terminal.

Ini menunjukkan sekali lagi, betapa

perilaku kurang tertib yakni dengan

ngebut sudah menjadi perilaku setiap

[ 180 ]

supir angkot di kota Medan. Ketika

ditanya mengapa ngebut, sebagian

besar supir mengatakan bahwa mereka

harus adu cepat untuk memperebutkan

penumpang, karena sebagian besar

sepanjang jalan trayek baik antar

maupun intra armada saling ‘tabrakan’

satu sama lain.

Trayek tabrakan ini, yang disebut

informan lain sebagai trayek ‘kamar

mandi’, yakni trayek yang dibicarakan

dan diputuskan di luar prosedur, antara

petugas Dishub Kota Medan dengan

Direksi armada tertentu sekaligus

penyalur mobil. Trayek jenis ini yang

disinyalir informan ini kemudian

membuat kelebihan armada di sebagian

trayek dan sekaligus menyingkirkan

armada yang lebih kecil.

Namun ‘tabrakan’ trayek dan

trayek ‘kamar mandi’ ini dibantah

informan yang lain. Tidak ada tabrakan

trayek, yang ada ada adalah trayek

‘bersinggungan.’ Trayek

bersinggungan ini terjadi karena semua

angkot memang berangkat awal (start)

dari terminal yang sama. Misalnya,

trayek dari Amplas pasti

bersinggungan di Jalan Sisingamaraja.

Karena nyatanya pada trayek tersebut,

memang itu satu-satunya jalan. Jadi

persinggungan trayek itu mungkin

terjadi.

Persinggungan ini lebih

mungkin karena armada yang lain

membuka trayek yang sudah dilalui

armada yang lain. Ini dimungkinkan

karena armada tertentu merasa trayek

ini adalah yang utama sehingga

memulai trayek baru di trayek yang

sudah dilalui armada yang lain. Ini

terjadi karena setelah mengantongi ijin

trayek baru, belum tentu langsung

mengoperasikan semua ijin trayek

tersebut, tapi membuka trayek secara

bertahap dan membuka trayek yang

lebih menguntungkan dulu, yang

mungkin belum dilalui oleh armada

[ 181 ]

yang lain. Mitra dan Rahayu misalnya

memiliki 5 ijin trayek, tapi memulai

operasinya berbeda. Rahayu membuka

trayek pertama dari trayek x menuju y,

sementara Nitra mulai trayek dari A

menuju B. Kemudian Rahayu akan

membuka trayek baru lagi dari A

menuju B, ini yang sering disebut

timpa menimpa. Padahal sebetulnya

tidak.

Trayek dikatakan tumpang tindih,

jika dari mulai berangkat sampai ke

tujuan akhir melalui jalur jalan yang

sama. Jalur Medan-Siantar misalnya,

bisa dilalui 5 merek seperti Intra,

Sentosa, dan lain-lain. Begitu juga

trayek Medan Kaban Jahe yang awal

titik berangkat dan tujuan akhirnya

sama yang dilalui beberapa merek

seperti Sinabung Jaya, Borneo, Sutra,

dan Murni Exspress.

Pola Perilaku Mencari Penumpang

Grafik V Perilaku Ngebut Mencari Penumpang

Sangat sering23%

Sering57%

Kadang-kadang15%

Tidak pernah5%

Perilaku ngebut dalam mencari

penumpang juga diakui sebagian besar

responden (80 %) yakni 23 % mengaku

sangat sering ngebut dan 57 % sering

[ 182 ]

ngebut. Hanya sebagian (15 %) yang

menjawab kadang-kadang ngebut dan

hanya sebagian kecil 5 % yang tidak

pernah ngebut.

Perilaku ngebut ini disebabkan

terutama oleh dua faktor utama.

Pertama, sebagaimana dijelaskan

terdahulu, yakni trayek yang

‘bersinggungan’ baik antar maupun

intra armada. Kedua, menurunnya

jumlah penumpang. Menurunya jumlah

penumpang ini, menurut responden

baik dari kalangan supir maupun

direksi disebabkan oleh beberapa

faktor. Faktor pertama adalah hand

phone (HP). Kalau dulu, sebelum

masyarakat mengenal HP, maka

kemungkinan besar orang akan

menggunakan jasa angkot, misalnya

dalam mengantarkan undangan nikah.

Faktor kedua adalah sepeda

motor. Kemudahan memiliki sepeda

motor dengan kredit mudah dan bunga

kredit yang rendah, mendorong setiap

keluarga memiliki sepeda motor. Satu

sepeda motor bisa digunakan satu

keluarga dan bisa melakukan

perjalanan dengan cepat di jalan raya

dan memasuki gang-gang kecil di

permukiman padat.

Faktor ketiga adalah kehadiran

betor (beca bermotor) yang kadang

‘dibiarkan’ berkeliaran memasuki jalur

perkotaan tanpa sanksi yang tegas.

Padahal, dalam UU Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan Bab X Bagian Kesatu

Angkutan Orang dan Barang Pasal

141 tentang Standar Pelayanan

Angkutan Orang disebutkan, bahwa

setiap Angkutan Orang harus

memenuhi standar pelayanan minimal

seperti keamanan, keselamatan,

kenyamanan, keterjangkauan,

kesetaraan, dan keteraturan. Faktanya,

betor ini sesungguhnya belum

memenuhi persyaratan teknis dan

kelaikan jalan.

[ 183 ]

Faktor keempat, yakni

menjamurnya angkutan umum dengan

menggunakan mobil pribadi (plat

hitam). Ketua Organda Kota Medan,

Montgomery, bahkan mengancam

melakukan mogok massal di kalangan

armada angkot jika armada plat hitam

dan terminal liar atau terminal

bayangan di sepanjang jalan

Sisingamangaraja dan Jamin Ginting

tidak ditertibkan.

Perilaku Mengemudi dengan Angkot

Lain

Grafik VI Perilaku Ngebut dengan Angkot Lain

Sangat sering5%

Sering31%

Kadang-kadang47%

Tidak pernah17%

Perilaku ngebut di kalangan supir

angkot juga terjadi ketika mereka

sedang di jalan. Sebagian supir (36 %)

mengaku sangat sering dan sering

ngebut sesama mereka dan hampir

separuh (47 %) kadang-kadang ngebut

dan hanya sebagian kecil (17%) yang

tidak pernah ngebut.

Pola Mengemudi dengan Pesepeda

[ 184 ]

Grafik VII Perilaku Supir Terhadap Pesepeda

Sangat mengutamakan

2%

Mengutamakan10%

Kurang mengutamakan

60%

Tidak mengutamakan

s ama s eka l i28%

Perilaku kurang tertib berlalu lintas

ini juga kelihatan saat supir

memperlakukan pengguna jalan lain

seperti orang yang bersepeda. Hak

pesepeda, sebagaimana dinyatakan

dalam Undang-Undang Lalu Lintas

Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009

dalam pasal 131 ayat 2, berhak

mendapat prioritas pada saat

menyeberang jalan di tempat

penyeberangan.

Namun sebagaimana terungkap

dalam penelitian ini hanya sekitar 12 %

(gabungan yang sangat mengutamakan

dan mengutamakan) yang

mengutamakan pesepeda. Lebih dari

separuh (60 %) supir kurang

mengutamakan dan lebih seperempat

(28 %) yang sama sekali tidak

mengutamakan pesepeda.

Kondisi perlalulintasan ini

mencerminkan bahwa badan jalan pada

tingkatan tertentu telah menjadi arena

pertarungan antara yang ‘kuat’ dan

yang ‘lemah.’ Mobil pribadi dan

angkot ‘menggusur’ pengguna sepeda

motor, sepeda motor selanjutnya

‘menggusur’ pesepeda dan pejalan

[ 185 ]

kaki. Ini tampak dari trotoar yang

mestinya digunakan oleh pejalan kaki

malah dilalui pengendara sepeda

motor.

Pola Menyalip dari Kiri

Grafik VIII Perilaku Nyalip dari Jalur Kiri

Sangat sering2%

Sering15%

Kadang-kadang52%

Tidak pernah31%

Dalam hal mendahului

kendaraan di depan dari jalur kiri, yang

semestinya tidak dibenarkan kecuali

untuk kondisi tertentu, memang hanya

17 % supir yang melakukannya.

Namun bila digabungkan dengan yang

kadang-kadang menyalip dari jalur kiri

yang mencapai 52 %, maka perilaku

menyalip dari jalur kiri ini juga relatif

tinggi. Dengan kata lain, perilaku

berlalu lintas di kalangan supir kurang

tertib.

Padahal, sebagaimana

ditegaskan dalam UU Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan

jalan pasal 109, pengemudi Kendaraan

Bermotor yang akan melewati

Kendaraan lain harus menggunakan

lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari

Kendaraan yang akan dilewati,

mempunyai jarak pandang yang bebas,

dan tersedia ruang yang cukup.

Dalam keadaan tertentu,

Pengemudi sebagaimana dimaksud

[ 186 ]

pada ayat (1) dapat menggunakan lajur

Jalan sebelah kiri dengan tetap

memperhatikan Keamanan dan

Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Jika Kendaraan yang akan

dilewati telah memberi isyarat akan

menggunakan lajur atau jalur jalan

sebelah kanan, Pengemudi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilarang melewati Kendaraan tersebut.

Pola Mengemudi Saat Pindah Jalur

Grafik IX Memberi Isyarat Saat Berpindah Jalur

Sangat sering4%

Sering12%

Kadang-kadang48%

Tidak pernah36%

Bahkan ketika pindah jalur,

hanya 16 % (sangat sering dan sering)

memberikan isyarat. Hampir setengah

(48 %) kadang-kadang memberi isyarat

bahkan sebagian (36 %) mengaku tidak

memberi lampu isyarat saat mau

berpindah jalur. Ini lagi-lagi

mencerminkan kurang tertibnya

perilaku berlalu lintas di kalangan

ankot di kota Medan. Bahkan dalam

wawancara seorang supir mengatakan,

menyalip dari jalur kiri dan tanpa

[ 187 ]

lampu isyarat itu belum cukup. Kalau

bisa dan perlu, mobilnya diterbangkan

untuk mendahului kenderaan yang ada

di depan untuk mencari penumpang.

Lebih jauh lagi, baik supir maupun

direksi armada mengatakan baik supir

angkot maupun mobil pribadi sama

saja perilaku mengemudinya.

Supir dan direksi ini juga

menyangkal kalau biang kemacetan

dituduhkan kepada supir angkot yang

kurang tertib. Menurut mereka,

kemacetan lalu lintas justru disebabkan

parkir yang berlapis, pelajar yang

memarkirkan mobilnya di badan jalan,

pedagang kagetan atau kaki lima, dan

meningkatnya jumlah mobil pribadi.

Pengaruh Pendidikan Terhadap

Perilaku Mengemudi

Berdasarkan perhitungan yang

dilakukan melalui aplikasi SPSS R.15

diperoleh hasil korelasi sebagaimana

tercantum pada Grafik di bawah

berikut ini.

Grafik VIII Korelasi Variabel Pendidikan dan Perilaku Mengemudi

Correlations

1 ,003 ,146* ,208** ,204**,952 ,012 ,000 ,000

300 300 300 300 300,003 1 ,272** -,023 ,046,952 ,000 ,696 ,424300 300 300 300 300,146* ,272** 1 ,115* ,233**,012 ,000 ,047 ,000300 300 300 300 300,208** -,023 ,115* 1 -,001,000 ,696 ,047 ,989300 300 300 300 300,204** ,046 ,233** -,001 1,000 ,424 ,000 ,989300 300 300 300 300

Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N

PS

Pend

Et

L K

Kes

PS Pend Et L K Kes

Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.

[ 188 ]

Hasil di atas menunjukkan

bahwa koefisien korelasi antara

variabel pendidikan dengan perilaku

supir adalah 0,003. Ini memperlihatkan

rendahnya korelasi atau asosiasi antara

variabel pendidikan dengan perilaku

supir. Asosiasi tersebut juga bahkan

tidak signifikan. Ini menunjukkan

bahwa berdasarkan perhitungan

statistik korelasi, tidak ada hubungan

antara pendidikan dengan perilaku

supir dalam berlalulintas di jalan raya.

Dengan kata lain, level

pendidikan apa pun yang dimiliki

seorang supir tidak memengaruhi tertib

tidaknya mereka dalam mengemudi.

Perilaku mengemudi yang kurang

tertib di kalangan supir, sebagaimana

tampak dalam pola-pola perilaku

mengemudi lebih disebabkan oleh

tekanan struktural eksternal yang ada

dalam diri seorang supir, seperti target

kejar setoran, tumpang tindih trayek

dan menurunya jumlah penumpang.

Perilaku kurang tertib ini semakin

terbentuk, karena dalam keseharian

mengemudi, setiap supir ‘dipaksa’

untuk tidak tertib agar mereka bisa

bertahan menjadi supir angkot.

Hubungan Lama Kerja Supir dan

Perilaku Mengemudi

Pada sisi lain, perhitungan

korelasi menemukan angka koefisien

korelasi sebesar 0,208 disertai dengan

simbol dua bintang (**) untuk asosiasi

antara variabel lama kerja dengan

perilaku supir. Berdasarkan angka dan

simbol tersebut dapat diinterpretasikan

bahwa hubungan antara lama kerja

dengan perilaku supir adalah

signifikan. Hubungan ini setidaknya

bisa memberikan penjelasan tentang

betapa lama waktu yang sudah dijalani

dalam profesi sebagai supir memiliki

hubungan dengan perilaku yang

ditampilkan sehari-hari dalam

mengemudikan kenderaan. Dengan

angka positif yang diperoleh oleh

[ 189 ]

koefisien tersebut, berarti semakin

lama seseorang bekerja sebagai supir,

maka semakin positif perilaku sopan

santun yang ditampilkannya pada saat

mengemudi kenderaan.

Grafik X Lama Kerja Supir

Di bawah 5 tahun 23%

5 – 10 tahun 35%

11 – 15 tahun 20%

16 – 19 tahun 7%

Di atas 20 tahun15%

Dilihat dari lama bekerja,

sebagian besar (35 %) bekerja antara 5-

10 tahun, disusul masa kerja di bawah

5 tahun (23 %) dan masa kerja 11-15

tahun (20 %). Hanya 14 % yang

bekerja di atas 20 tahun. Lama bekerja

ini merefleksikan beberapa asumsi.

Pertama, sebagian besar supir masih

baru bekerja dan diasumsikan angkatan

kerja berusia muda. Usia muda ini juga

diperkirakan salah satu faktor yang

melatarbelakangi perilaku supir yang

kurang taat berlalu lintas. Kedua, masa

kerja antara 11-15 tahun dan di atas 20

tahun kalau digabungkan mencapai

sekitar 34 % mengasumsikan bahwa

pekerjaan supir sekarang ini bukan lagi

profesi yang menjanjikan seperti supir-

supir dulu. Dalam artian lain, profesi

supir bisa saja ditinggalkan kalau ada

pekerjaan yang lebih menjanjikan.

Ini dibuktikan saat wawancara

di kalangan supir dan direksi armada.

Seorang supir mengatakan, nasib supir

[ 190 ]

sekarang ini tak lebih ibarat budak

karena harus bekerja dari pagi sampai

malam, tapi kadang tetap juga kurang

setoran. Ini yang membuat supir

kurang taat berlalu lintas karena

semata untuk mengejar setoran dan

mencari sekaligus menambah

penghasilan. Ini diperkuat lagi lewat

pengakuan seorang direksi salah satu

armada, yang sebelumnya pernah

bekerja sebagai supir di Jakarta dulu

semasa kepemimpinan Ali Sadikin.

Mantan supir yang mengemudikan bus

Saudaranta pada 1973 di Jakarta ini

menuturkan sekaligus

membandingkan, penghasilana supir

dulu sangat menjanjikan dan masih

terpandang.

Hanya bekerja sehari bisa

membeli 2-3 meter tanah di Jakarta.

Karena itu, dulu profesi supir masih

diminati dan dianggap terpandang.

Bahkan untuk menjadi supir dulu

relatif sulit. Sebelum menjadi supir

harus menjadi cincu (kernek), ngelap

ban mobil sampai mengkilap, bahkan

kadang-kadang harus mencuci pakaian

supir. Ironisnya sekarang, profesi supir

dianggap rendahan dan kurang

menjanjikan.

Menurut supir ini, menurunnya

pendapatan supir sekarang salah satu

faktornya adalah berlebihnya baik

plafon maupun trayek angkot di Kota

Medan (tanpa bisa menjelaskan ukuran

kuantitatif kelebihannya ketika ditanya

lebih lanjut). Kalau ijin diberikan, kan

uang masuk bagi Dishub dan setoran

untuk mandor akan berlipat.

Bayangkan kalau ada armada 7.000

unit dan setiap angkot harus setor

14.500, berapa per hari dan per

bulannya. Kami supir ini yang jadi

korbannya.

[ 191 ]

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran

Hasil uji statistik menunjukkan

bahwa variabel tingkat pendidikan

tidak memengaruhi perilaku

mengemudi supir angkutan kota di

Medan. Kendati begitu, variabel

armada, lama kerja dan kedekatan

(internalisasi budaya) seorang supir

secara signifikan berpengaruh terhadap

perilaku mengemudi.

Terkait dengan variabel

etnisitas, perlu ditekankan dan

dipahami bahwa perilaku seorang supir

tidak berhubungan dengan identitas

etnis yang dimilikinya, tetapi lebih

kepada kedekatan atau internalisasi

sekaligus eksternalisasi (identifikasi

diri dengan identitas etnis dan

kemudian diekspresikan melalui

tindakan) identitas atau nilai-niali

tradisi yang disandangnya. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa

label etnisitas tidak berhubungan

dengan perilaku mengemudi, tapi lebih

kepada kedalaman seseorang dalam

menginternalisasikan identitas etnis

masing-masing.

Karena itu, dapat disimpulkan

bahwa perilaku kurang tertib para

pengemudi angkot bukan sepenuhnya

dipengaruhi faktor-faktor internal dari

dalam dirinya (seperti antara lain

pendidikan dan etnisitas) tetapi lebih

disebabkan faktor eksternal seperti

tekanan memenuhi setoran dan

pendapatan yang akan dibawa ke

rumah. Tekanan memenuhi setoran ini

kian sulit disebabkan tekanan

struktural dalam trayek yang dilalui

seorang supir baik intra-armada

maupun antar-armada. Tekanan

struktural itu adalah tumpang tindih

trayek armada bahkan sampai

kelebihan plafon di trayek-trayek

basah yang dimiliki armada tertentu.

Masalah ini sebetulnya dapat dianggap

sebagai masalah pokok, tetapi untuk

[ 192 ]

memberikan evaluasi tentang

kelebihan angkutan, maupun kelebihan

beban pada satu trayek, tentu

memerlukan suatu penelitian yang

komprehensif yang terkait dengan

analisa kawasan bangkitan maupun

tarikan lalu lintas seluruh kota Medan

.

Trayek tumpang tindih yang

dihasilkan lewat trayek kamar mandi

terjadi karena perilaku pemburu rente

(rent seeker) antara penguasa (Dishub)

dan pengusaha (penyedia dan penyalur

mobil dan direksi armada). Faktor

eksternal yang lebih kuat ini

sebagaimana diakui para supir

membuat mereka terpaksa mengemudi

di luar peraturan (UU No 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan

Jalan) dan kadang merasa sudah

menjadi ‘budak.’ Kondisi ini juga,

menurut direksi armada membuat

persaingan ‘hukum rimba’ antara

armada yang besar dan armada yang

(lebih) kecil.

Faktor eksternal yang lain adalah

menurunnya jumlah penumpang yang

disebabkan beberapa faktor penting

sebagai berikut. Faktor pertama adalah

hand phone (HP) yang membuat

mobilitas manusia berkurang dalam

menggunakan moda transportasi

karena cukup dengan mengirim kabar

lewat hand phone. Faktor kedua adalah

sepeda motor. Kemudahan memiliki

sepeda motor dengan kredit mudah dan

bunga kredit yang rendah, mendorong

setiap keluarga memiliki sepeda motor.

Faktor ketiga adalah kehadiran betor

(beca bermotor) yang kadang

‘dibiarkan’ berkeliaran memasuki jalur

perkotaan tanpa sanksi yang tegas.

Faktor keempat, yakni menjamurnya

angkutan umum dengan menggunakan

mobil pribadi (plat hitam) dan terminal

bayangan. Dan faktor terakhir adalah

kenaikan ongkos.

[ 193 ]

Tekanan eksternal yang demikian

besar membuat sebagian besar supir

mengemudi di luar aturan seperti

ngebut begitu keluar stasiun atau

pangkalan, ngebut mencari penumpang

dan ngebut sesama angkot.

Pelanggaran lain yang dilakukan

misalnya seperti menyalip dari jalur

kiri meski melanggar peraturan,

mengabaikan hak-hak pengguna jalan

seperti pesepeda, dan tidak memasang

segitiga pengaman ketika berhenti

dalam keadaan darurat.

Menghadapi tekanan eksternal

yang demikian berat, pada tingkatan

tertentu memaksa supir ‘memutar’ otak

seperti roda angkot yang berputar

‘mengolah’ pemilik angkot dengan

mengurangi jumlah setoran. Karena

itu, jarang sekali angkot yang dikredit

lunas di satu tangan pemilik karena

cenderung merugi terus. Sebuah mobil

angkot yang dikredit biasanya baru

lunas bisa sampai 4 (empat) pemilik.

Kendati begitu, dalam beberapa

hal, perilaku supir masih patut dipuji

karena masih tertib. Perilaku

memprioritaskan penumpang pelajar

saat penumpang membludak,

mengikuti lajur jalan secara umum

ketika baru keluar dari stasiun, tidak

menagih ongkos saat mengalihkan

penumpang ke angkot yang lain

merupakan beberapa bukti perilaku

terpuji dari para supir angkot di kota

Medan.

Faktor lain yang berkontribusi

dalam kekurangtertiban mengemudi ini

adalah manajemen internal armada

angkot di Kota Medan. Sejauh ini,

kriteria dan standarisasi supir termasuk

standar prosedur operasional belum

baku antara manajemen armada dan

pemilik angkot. Manajemen armada

sebagai penyedia jasa merek kadang

belum bisa menetapkan standar dan

kriteria yang ketat karena tekanan

pemilik angkot. Pemilik angkot, pada

[ 194 ]

tingkatan tertentu, masih lebih

mementingkan setoran ketimbang

kapasitas dan kualifikasi supir.

Saran

1. Standar minimum dan standar

operasional dalam mengemudikan

angkot perlu ditetapkan. Regulasi

ini perlu dirumuskan antara

pemilik angkot, manajemen

armada, Dishub, dan Satlantas.

2. Kerentanan hidup supir perlu

diatasi dengan memberikan

jaminan atau asuransi kesehatan

dan perumahan bagi para supir

sehingga mereka memiliki

kenyamanan dalam bekerja.

3. Memperketat pemberian SIM

kepada pengemudi dan

menegakkan dengan tegas UU

Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas Angkutan Jalan.

Mengurangi kalau bukan

menghapuskan perilaku tilang atau

‘damai’ di tempat merupakan

langkah yang tidak boleh ditawar

lagi. Kalau tilang dilakukan

konsisten dan tanpa pandang bulu

(termasuk kepada mobil pribadi),

pasti pengemudi dan pemilik

angkot akan jera.

4. Dinas Perhubungan mestinya

memberikan pengarahan langsung

kepada para supir langsung di

pangkalan, termasuk dalam

memberikan pelatihan-pelatihan

yang diberikan kepada supir.

5. Mengoperasionalkan trans Medan

dengan dukungan infrastruktur

pendukung dan sumber daya yang

memadai. Dari segi sejarah,

Medan lebih dahulu mengenal bus

(besar) daripada Jakarta. Dulu ada

bus besar namanya Doby.

6. Menetapkan regulasi pemberian

ijin trayek dan plafon armada

dengan transparan dan akuntabel

[ 195 ]

dengan memperhitungkan load

factor.

7. Menyediakan infrastruktur

pendukung (rambu lalu lintas,

terminal, halte dan sebagainya)

untuk mendukung implementasi

UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas Angkutan Jalan

termasuk dukungan sumber daya

manusia (Dishub dan Satlantas)

sehingga undang-undang ini bisa

dijalankan. Sebenarnya kita bukan

kekurangan undang-undang Lalu

Lintas Angkutan Jalan yang baik,

tapi kekurangan orang-orang yang

baik untuk menjalankan Undang-

Undang ini dengan konsisten.

8. Koordinasi dan harmonisasi antara

Organda Provinsi Sumut dan Kota

Medan harus disinergikan,

misalnya dalam kasus pengelolaan

terminal, seperti Terminal Amplas.

Dalam pandangan Organda Kota

Medan, terminal Amplas

sebaiknya dan harus dimasuki oleh

baik angkot maupun bus AKAP/B.

Armada ini tidak boleh beroperasi

permanen di terminal banyangan.

9. Jika petugas menindak supir, maka

SIM yang harus disita, bukan

STNK. Karena kalau STNK yang

ditahan, supir akan pindah ke

angkot lain dan akan memberatkan

pemilik karena mobil tidak akan

‘jalan’ sehingga terkendala

membayar kredit angkotnya.

Kalau SIM supir yang ditindak

yang ditandai (misalnya diberi

kode dengan dibolongi), si supir

akan jera.

10. Pihak armada dan mandor kurang

tepat menindak supir dan pemilik,

aparat polantas yang mestinya

harus jelas tegas menegakkan

aturan sesuai dengan UU LLAJ.

11. Subsidi untuk moda transportasi

umum (apakah dalam bentuk suku

[ 196 ]

cadang dan BBM) seharusnya

diberikan oleh pemerintah.

12. ‘Monopoli’ penyediaan angkot

sebaiknya dihapuskan. Membuka

kesempatan yang sama bagi semua

pemilik merek untuk menyediakan

armada angkot kemungkinan akan

melahirkan beberapa pilihan dan

harga yang bersaing.

13. Diperlukan penelitian yang

komprehensif, kebutuhan armada,

dan kebutuhan operasional dari

seluruh trayek, agar dapat

dilakukan penyempurnaan tentang

trayek lalu lintas angkutan umum

di kota Medan .

DAFTAR PUSTAKA

Aniek QS, 1999, Pengaruh Perilaku

Angkutan Umum Terhadap Kinerja

Lalu-lintas, Bandung.

Anonim, Surabaya Macet, Bagaimana

Solusinya?, Tempo Interaktif, 16

Februari 2006.

Adrian, Thomas, 2008, Evaluasi

Kinerja Angkutan Kota Medan, Jenis

Mobil Penumpang Umum (MPU):

Studi Kasus MPU Trayek 64, Tesis

Sekolah Pasca Sarjana USU Medan

Siti Aminah, 2006, Transportasi

Publik dan Aksesibilitas Masyarakat

Perkotaan, Jurusan Ilmu Politik FISIP,

Universitas Airlangga, Surabaya

Arikunto, Suharsimi , 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. B.F., Skinner, 1932, Science and

Human Behaviour McGraw Publicaion

Company, California, Amerika

Borgotta F., Edgar, dan Marie L.

Borgotta, 1992, Encyclopedia of

Sociology, McMillan Publishing

Company

Creswell, Jhon, 1989, Quantitative and

Qualitative Research, London, Sage

Publication Ltd.

Glaser, Barney G and Anselm L

Strauss, 1967, The Discovery of

Grounded Theory: Stategies for

Qualitative Research, Chichago,

Aldine Publishing Company.

Hadiz, Vedi R & Richard Robison, 2004, Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets London: Routledge Curzon. Lulie, Johannes, Jhon Tri Handoko, 2005, Perilaku Agresif Menyebabkan Resiko Kecelakaan Saat Mengemudi, JURNAL TEKNIK SIPIL ITB

[ 197 ]

(Website dikunjungi pada 20 September 2012) Macionis, 1987, Sociology Of Cities

McGraw Publication, California,

Amerika

Nawawi, Hadari ,1990, Metode Penelitin Sosial, Gajah Mada Press, Yogyakarta. Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Ofyar Z. Tamin, 1997, Perencanaan

dan Pemodelan Transportasi, ITB,

Bandung.

Ofyar Z. Tamin, 2007, Pemilihan

Moda Angkutan Umum Penumpang

(AUP) Puslit Undip, Semarang

Pelly, Usman, 1984, Urbanisasi dan

Adaptasi Peranan Misi Budaya

Minangkabau dan Mandailing, LP3ES,

Jakarta.

Polhaupessy, Leonard F. 1999,

Perilaku Manusia, Rineka Cipta,

Jakarta.

Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung. Swarjono, Warpani, 1985, Rekayasa Lalu Lintas, Bhatara Karya Aksara, Jakarta. _______________, 1990, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Penerbit ITB Triani, Novia, Hendro Prabowo, 2008 “Perilaku Agresif Pengemudi Angkutan Umum di Jalan Raya dengan Kepadatan Lalu-lintas yang Tinggi” dalam JURNAL PENELITIAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNA DARMA, 2008 Wirantono, Bastian, 1999, Hubungan Panjang Antrian Kendaraan Terhadap Berhentinya Angkutan Umum, Skripsi S1 Teknik Sipil Universitas Petra Surabaya.

[ 198 ]