halama halaman 1 - 198 n · terkandung dalam visi dan misi pembangunan kota medan yang...
TRANSCRIPT
Kajian Tentang Industri Kreatif Sebagai Pengembangan UMKM Unggulan Kota Medan (Kustoro Budiarta, Thamrin, Zulkarnain) ( 1 – 30 ) Pengembangan Situs Bersejarah Kota Cina Dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitarnya Untuk Mendorongusaha Ekonomi Kreatif Dan Pengembangan Pariwisata Di Kota Medan (Restu,Ikhwan Azhari,Kustoro Budiarta) ( 31 – 61 ) Kajian Kesesuaian Penempatan Kerja Terhadap Latar Belakang Pendidikan Dan Prestasi Pegawai (Isfenti Sadalia, Kustoro Budiarta, Ahmad Hidayat) ( 62 – 93 ) Peranan Pemko Medan Dalam Upaya Pengendalian Inflasi Daerah Di Kota Medan (Prawidya Hariani, Lailan Safina Hsb, Jasman Syarifuddin Hsb) ( 94 – 122 ) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) Di Kota Medan (Prawidya Hariani, Lailan Safina Hsb, Jasman Syarifuddin Hsb) ( 123 – 147 ) Perilaku Supir Angkutan Kota (Angkot) Di Kota Medan (Muba Simanuhuruk,Robinson Sembiring) ( 148 – 198 ) Efektivitas Pemberian Dana BOS Tingkat SD dan SMP Negeri Di Kota Medan Tahun 2012 (Irsan, Eddiyanto, Darwin) (201 – 230 )
No. 01 Tahun 01 Januari – Juni 2013
Pengarah : Walikota Medan Wakil Walikota Medan Penanggung Jawab : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan Koordinator : Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan Ketua / Pimpinan Redaksi : Ismunandar, SH Mitra Bebestari : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc. Ph. D Ir. Meuthia Fadila, M. Eng. Sc Sekretaris : Ir. Netti Efridawati Purba Dewan Redaksi : Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Balitbang Kota Medan Kabid Ekonomi dan Keuangan Daerah Balitbang Kota Medan Kabid Hukum dan Politik Balitbang Kota Medan Kabid Sosial dan Budaya Balitbang Kota Medan Staf Redaksi : Titri Suhandayani, S.Sos Wiwit Suryani, S.IP Yuni Rahma Astuti Ritonga Editor & Design : Budi Hariono, SSTP Drs. Hendra Tarigan Distributor : Juliana Pasaribu, SE Alamat Redaksi : Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan Email : [email protected]
KAJIAN TENTANG INDUSTRI KREATIF SEBAGAI PENGEMBANGAN
UMKM UNGGULAN KOTA MEDAN
Kustoro Budiarta, Thamrin, Zulkarnain
Universitas Negeri Medan [email protected]
Abstrak
Lingkup kegiatan dari ekonomi kreatif mencakup 14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu : (1) periklanan, (2) arsitektur, (3) pasar barang seni, (4) kerajinan (handicraft), (5) desain, (6) fashion, (7) film, video, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10).seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) radio dan televisi, (14) riset dan pengembangan. Dalam berbagai kegiatan tersebut, di Kota Medan terdapat beberapa komunitas yang kreatif, produktif dan potensial untuk membangun kota Medan menjadi Medan Creative City sebelum terealisasinya Kota Medan Meteropolitan.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil industri kreatif dan jenis industri apa yang memungkinkan menjadi unggulan sehingga dapat dirumuskan kebijakan-kebijakan untuk pengembangannya yang pada gilirannnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Data penelitian berupa data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari pelaku industri kreatif yang berjumlah 105 sampel. Penentuan sampel ditentukan berdasarkan wilayah kecamatan dengan jumlah sampel masing-masing kecamatan berjumlah 5 orang pelaku industri kreatif. Data penelitian dikumpulkan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif – eksploratif serta SWOT analisis dan Analytical Hierarchy Proccess (AHP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh industri kreatif yang berada di Kota Medan lemah dalam aspek pemasaran karenanya tidak terdapat industri kreatif yang dapat diunggulkan. Berdasarkan ketiga aspek (tenaga kerja, produksi, dan pemasaran) industri kreatif yang menjadi unggulan di Kota Medan adalah industri kreatif subsektor kerajinan, subsektor fashion, dan subsektor fotographi. Kata kunci : industri kreatif Kota Medan.
[ 1 ]
Abstract The scope of activities of the creative economy includes 14 sectors included in
the creative economy, namely: (1) advertising, (2) architecture, (3) art market, (4) crafts (handicraft), (5) design, (6) fashion , (7) movies, video, and photography, (8) interactive games (9) music, (10). performing arts, (11) publishing and printing, (12) computer services and software, (13) and radio television, (14) research and development. In these activities, in the city of Medan there are some communities that creative, productive and potential to build a city of Medan Medan Creative City before the realization of Medan Meteropolitan.
The research aims to determine the profile of the creative industries and what kind of industry that allows a seed so that it can formulate policies for the development on gilirannnya can boost the regional economy.
The research data in the form of primary data. Primary data were obtained directly from the creative industries totaled 105 samples. Determination of the sample is determined by the number of sample districts each district consist of 5 people creative industries. Data were collected using in-depth interviews and observation. The data analysis technique used is descriptive analysis - SWOT analysis and exploratory and proccess Analytical Hierarchy (AHP).
Results of this study indicate that all creative industries in the city of Medan weak hence there is no marketing aspect of the creative industries that can be seeded. Based on these three aspects (labor, production, and marketing) is a leading creative industries in Medan is the craft of creative industries sub-sectors, subsectors fashion, and sub fotographi. Keywords : creative industries in Medan.
PENDAHULUAN
Globalisasi dan perdagangan
global merupakan suatu hal yang tidak
terelakkan dari kemajuan teknologi.
Teknologi informasi dan komunikasi
yang bekembang dengan pesat telah
mengaburkan batas-batas wilayah
karena satu wilayah dapat terhubung
dengan wilayah lainnya dalam satu
waktu yang sama. Pentingnya
informasi di era tersebut kemudian
menimbulkan ekonomi informasi,
yaitu kegiatan ekonomi yang berbasis
pada penyediaan informasi.
Setelah hampir sebagian besar
wilayah di dunia terhubung pada era
ekonomi informasi, tantangan
globalisasi menjadi semakin nyata.
Dalam konteks globalisasi, daya saing
merupakan kunci utama untuk bisa
[ 2 ]
sukses dan bertahan. Daya saing ini
muncul tidak hanya dalam bentuk
produk dalam jumlah banyaknamun
juga berkualitas. Kualitas produk
tersebut dapat diperoleh melalui
pencitraan ataupun menciptakan
produk-produk inovatif yang berbeda
dari wilayah lainnya. Diperlukan
kreativitas yang tinggi untuk dapat
menciptakan produk-produk inovatif.
Berangkat dari poin inilah, ekonomi
kreatif menemukan eksistensinya dan
berkembang (Salman, 2010).
Pencitraan wilayah muncul
ketika suatu wilayah menjadi terkenal
karena produk kreatif yang
dihasilkannya. Sebagai contoh, Kota
Bandung yang saat ini terkenal karena
distro dan factory outlet-nya. Dalam
konteks yang lebih luas, pencitraan
wilayah dengan menggunakan
ekonomi kreatif juga terkoneksi
dengan berbagai sektor, di antaranya
sektor wisata.
Departemen Perdagangan
Republik Indonesia (2008)
merumuskan ekonomi kreatif sebagai
upaya pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan melalui kreativitas
dengan iklim perekonomian yang
berdaya saing dan memiliki cadangan
sumber daya yang terbarukan. Definisi
yang lebih jelas disampaikan oleh
UNDP (2008) yang merumuskan
bahwa ekonomi kreatif merupakan
bagian integratif dari pengetahuan
yang bersifat inovatif, pemanfaatan
teknologi secara kreatif, dan budaya.
Lingkup kegiatan dari ekonomi
kreatif dapat mencakup banyak aspek.
Departemen Perdagangan (2008)
mengidentifikasi setidaknya 14 sektor
yang termasuk dalam ekonomi kreatif,
yaitu : (1). Periklanan (2). Arsitektur
(3). Pasar barang seni (4). Kerajinan
(handicraft) (5). Desain (6). Fashion
(7). Film, video, dan fotografi (8).
Permainan interaktif (9). Musik
[ 3 ]
(10).Seni pertunjukan (11).Penerbitan
dan percetakan (12). Layanan
komputer dan piranti lunak (13). Radio
dan televisi (14).Riset dan
pengembangan
Industri kreatif mampu
memberikan kontribusi positif yang
cukup signifikan terhadap
perekonomian nasional. Departemen
Perdagangan (2008) mencatat bahwa
kontribusi industri kreatif terhadap
PDB di tahun 2002 hingga 2006 rata-
rata mencapai 6,3% atau setara
dengan 152,5 trilyun jika dirupiahkan.
Industrikreatif juga sanggup menyerap
tenaga kerja hingga 5,4 juta dengan
tingkat partisipasi 5,8%. Dari segi
ekspor, industri kreatif telah
membukukan total ekspor 10,6%
antara tahun 2002 hingga 2006.
(Simposium Nasional 2010: Menuju
Purworejo Dinamis dan Kreatif).
Kota Medan merupakan salah
satu kota besar di luar Pulau Jawa yang
memiliki UMKM yang relatif banyak.
Kota Medan yang sedang berkembang
menuju “Medan Metropolitan”
membuat aktifitas dan mobilitas
mayarakatnya menjadi tinggi dan
beragam. Dalam keberagaman aktivitas
tersebut, di Kota Medan terdapat
beberapa komunitas yang kreatif,
produktif dan potensial untuk
membangun kota Medan menjadi
Medan Creative City sebelum
terealisasinya Kota Medan
Meteropolitan.
Creative City identik dengan
kota yang bercita-cita menjadi kota
yang berhasil. Kota yang menarik
orang untuk datang dan penduduk yang
betah tinggal di dalamnya. Kota yang
dapat membuat seluruh warganya
mengekspresikan bakat dan potensinya
di bidang apapun khususnya seni
budaya, teknologi, arsitektur, design,
musik, film dan lain sebagainya
(sebagaimana yang termasuk dalam
[ 4 ]
jenis industri kreatif) dengan bakat
yang akan membawa pembelajran dan
riset dan pengembangan inovasi
produk yang memenuhi kebutuhan
pasar global.
Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah kota untuk
mengembangkan industri kreatif di
Medan adalah dengan memediasi
pelaku usaha dengan pemilik modal,
baik melalui perbankan, maupun
lembaga lain. Mengenai industri kreatif
di Medan Pemerintah kota Medan
sudah sadar betul akan potensi industri
kreatif di kota Medan. Pengembangan
ekonomi kreatif di kota Medan
terkandung dalam visi dan misi
pembangunan kota Medan yang
diejawantahkan pada program kerja
pembangunan kota Medan. Potensi
industri kreatif di kota Medan sangat
besar. Sebagai pintu gerbang Indonesia
bagian barat, Kota Medan adalah
tempat yang strategis untuk
pengembangan industri kreatif.
Industri kreatif di bidang
teknologi informasi di Medan banyak
diminati oleh kalangan muda. Web
developer adalah salah satu usaha di
bidang IT yang berkembang di kota
Medan.
Industri musik di kota Medan
sedang berusaha untuk bangkit
melanjutkan kembali untuk melahirkan
musisi-musisi dan group band terkenal.
Walaupun sekarang kota Medan tidak
terkenal dengan kota yang
menghasilkan musisi-musisi (pelaku
kreatif di bidang music) terkenal,
namun dulu Medan sempat menjadi
barometer musik Indonesia.
Bila dilihat cakupan ekonomi
kreatif tersebut, sebagian besar
merupakan sektor ekonomi yang tidak
membutuhkan skala produksi dalam
jumlah besar. Tidak seperti industri
manufaktur yang berorientasi pada
[ 5 ]
kuantitas produk, industri kreatif lebih
bertumpu pada kualitas sumber daya
manusia. Industri kreatif justru lebih
banyak muncul dari kelompok industri
kecil menengah. Sebagai contoh,
adalah industri kreatif berupa distro
yang sengaja memproduksi desain
produk dalam jumlah kecil. Hal
tersebut lebih memunculkan kesan
eksklusifitas bagi konsumen sehingga
produk distro menjadi layak untuk
dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal yang
sama juga berlaku untuk produk
garmen kreatif lainnya, seperti Dagadu
dari Jogja atau Joger dari Bali. Kedua
industri kreatif tersebut tidak
berproduksi dalam jumlah besar namun
ekslusifitas dan kerativitas desain
produknya digemari konsumen.
Kajian ini difokuskan pada
berbagai aspek yang bertujuan untuk :
1. Mengetahui bagaimana profil
Industri kreatif di Kota Medan
2. Mengetahui jenis industri kreatif
yang menjadi unggulan di Kota
Medan.
3. Memberikan informasi tentang
industri kreatif yang perlu mendapat
prioritas untuk di kembangkan di
kota Medan dalam rangka
mendukung pembangunan ekonomi
daerah, penciptaan dan penyerapan
lapangan kerja.
Industri Kreatif Definisi dan Konsep
Industri kreatif didefinisikan
sebagai industri yang berfokus pada
kreasi dan eksploitasi karya
kepemilikan intelektual seperti seni
rupa, film dan televisi, piranti lunak,
permainan, atau desain fesyen, dan
termasuk layanan kreatif antar
perusahaan seperti iklan, penerbitan,
dan desain. Pemerintah Inggris
melalui Kementrian Budaya, Media,
dan Olahraga memberikan lingkup
industri kreatif sebagai kegiatan yang
bersumber dari kreativitas, keahlian,
[ 6 ]
dan talenta individu yang berpeluang
meningkatkan kesejahteraan dan
lapangan kerja melalui penciptaan dan
komersialisasi kekayaan intelektual.
Selanjutnya Howkins (2001)
menemukan kehadiran gelombang
ekonomi kreatif setelah menyadari
untuk pertama kalinya pada tahun
1996 karya hak cipta Amerika
Serikat mempunyai nilai penjualan
ekspor sebesar 60,18 miliar dolar
(sekitar 600 triliun rupiah) yang jauh
melampaui ekspor sektor lainnya
seperti otomotif, pertanian, dan
pesawat.
Pemerintah Indonesia dalam
hal ini Departemen Perdagangan RI
lebih dekat dengan klasifikasi yang
digunakan oleh Howkins (2001). Saat
ini sudah berhasil dipetakan 14 sektor
industri kreatif antara lain: (1)
periklanan, (2) arsitektur, (3). pasar
seni danbarang antik, (4) kerajinan, (5)
desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan
fotografi, (8) permainan interaktif, (9)
musik, (10) seni pertunjukan, (11)
penerbitan dan percetakan, (12)
layanan komputer dan piranti lunak,
(13) televisi dan radio, dan (14) riset
danpengembangan. Empat belas
subsektor yang di anggap merupakan
industri kreatif, yaitu ;
1. Periklanan
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi dan produksi iklan
an antara lain: riset pasar,
perencanaan komunikasi iklan,
iklan luar ruang, produksi material
iklan, promosi, kampanye relasi
publik, tampilan iklan di media
cetak dan elektronik.
2. Arsitektur
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan cetak biru bangunan dan
informasi produksi antara lain:
arsitektur taman, perencanaan kota,
perencanaan biaya konstruksi,
[ 7 ]
konservasi bangunan warisan,
dokumentasi lelang, dll.
3. Pasar Barang Seni
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi dan perdagangan,
pekerjaan, produk antik dan hiasan
melalui lelang, galeri, toko, pasar
swalayan, dan internet.
4. Kerajinan
kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi dan distribusi produk
kerajinan antara lain barang
kerajinan yang terbuat dari: batu
berharga, aksesoris, pandai emas,
perak, kayu, kaca, porselin, kain,
marmer, kapur, dan besi.
5. Desain
Kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi desain grafis,
interior, produk, industri,
pengemasan, dan konsultasi
identitas perusahaan.
6. Fesyen
Kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi desain pakaian,
desain alas kaki, dan desain
aksesoris mode lainnya, produksi
pakaian mode dan aksesorisnya,
konsultansi lini produk fesyen,
serta distribusi produk fesyen.
7. Film, Video & Fotografi
Kegiatan kreatif yang terkait
dengan kreasi produksi Video,
film, dan jasa fotografi, serta
distribusi rekaman video,film.
Termasuk didalamnya penulisan
skrip, dubbing film, sinematografi,
sinetron, dan eksibisi film.
8. Permainan Edukatif
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi, produksi, dan
distribusi permainan komputer dan
video yang bersifat hiburan,
ketangkasan, dan edukasi.
[ 8 ]
9. Music
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan kreasi, produksi, distribusi,
dan ritel rekaman suara, hak cipta
rekaman, promosi musik, penulis
lirik, pencipta lagu atau musik,
pertunjukan musik, penyanyi, dan
komposisi musik.
10. Seni Pertunjukan
Kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan usaha yang berkaitan
dengan pengembangan konten,
produksi pertunjukan, pertunjukan
balet, tarian tradisional, tarian
ontemporer, drama, musik
tradisional, musik teater, opera,
termasuk tur musik etnik, desain
dan pembuatan busana
pertunjukan, tata panggung, dan
tata pencahayaan.
11. Penerbitan dan Percetakan
kegiatan kreatif yang terkait
dengan dengan penulisan konten
dan penerbitan buku, jurnal, koran,
majalah, tabloid, dan konten digital
serta kegiatan kantor berita.
12. Software
kegiatan kreatif yang terkait
dengan pengembangan teknologi
informasi termasuk jasa layanan
komputer, pengembangan piranti
lunak, integrasi sistem, desain dan
analisis sistem, desain arsitektur
piranti lunak, desain prasarana
piranti lunak & piranti keras, serta
desain portal.
13. Radio dan Televisi
kegiatan kreatif yang berkaitan
dengan usaha kreasi, produksi dan
pengemasan, penyiaran, dan
transmisi televisi dan radio.
14. Riset dan Pengembangan
Kegiatan kreatif yang terkati
dengan usaha inovatif yang
menawarkan penemuan ilmu dan
teknologi dan penerapan ilmu dan
pengetahuan tersebut untuk
perbaikan produk dan kreasi
[ 9 ]
produk baru, proses baru, material
baru, alat baru, metode baru, dan
teknologi baru yang dapat
memenuhi kebutuhan pasar.
Menteri Perdagangan Mari
Elka Pangestu mengatakan bahwa
sumbangan ekonomi kreatif sekitar
4,75% pada PDB 2006 (sekitar Rp
170 triliun rupiah) dan 7% dari total
ekspor pada 2006. Pertumbuhan
ekonomi kreatif mencapai 7,3% pada
2006, atau lebih tinggi dari
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
5,6%. Sektor ekonomi itu juga
mampu menyerap sekitar 3,7 juta
tenaga kerja setara 4,7% total
penyerapan tenaga kerja baru.
Kontributor tujuh terbesar adalah (1)
fesyen dengan kontribusi sebesar
29,85%, (2) Kerajinan dengan
kontribusi sebesar 18,38%, dan (3)
periklanan dengan kontribusi sebesar
18,38%, (4) televisi dan radio, (5)
arsitektur, (6) musik, dan (7)
penerbitan dan percetakan.
Pangestu menjelaskan bahwa
ide yang mendasari Industri kreatif
diaplikasikan di Indonesia bersumber
dari tiga hal: (1). Tidak tergantung
pada sumber daya alam yang pada
suatu saat sumber daya alam akan
berkurang, tetapi pada pembangunan
sumber daya manusia yang tidak
pernah akan habis (2). Peninggalan
nenek moyang kita sebagai bangsa
yang artistic, banyak buah karya
mereka yang diakui dunia seperti candi
Borobudur misalnya (3). Potensi
kreatif orang Indonesia yang besar
berasal dari jumlah penduduk yang
banyak.
Industri Kreatif dan Pengembangan
UMKM Unggulan
Industri kreatif sangat potensial
dan penting untuk dikembangkan di
Indonesia. Mari Elka Pangestu dalam
Konvensi Pengembangan Ekonomi
Kreatif 2009-2015 menyebutkan
[ 10 ]
beberapa alasan mengapa industri
kreatif perlu dikembangkan di
Indonesia, antara lain :
1. Memberikan kontibusi ekonomi
yang signifikan
2. Menciptakan iklimbisnis yang
positif
3. Membangun citra dan identitas
bangsa
4. Berbasis kepada sumber daya yang
terbarukan
5. Menciptakan inovasi dan kreativitas
yang merupakan keunggulan
kompetitif suatu bangsa
6. Memberikan dampak sosial yang
positif
Pemilihan jenis industri kreatif
yang menjadi unggulan UMKM
mengacu pada Ditjen Bangda
Depdagri yang dimodifikasi dengan
penentuan Industri Kreatif yang
menjadi unggulan UMKM diukur
melalui indikator : (1). Penyerapan
tenaga kerja lokal (2). Produksi/bahan
baku lokal (3). Pemasaran Produknya
dapat mendorong tumbuhnya kegiatan
ekonomi lainnya (4). Memiliki
dukungan SDM yang memadai (5).
Memiliki kelayakan ekonomi dan
financial untuk tetap bertahan (6).
Daya saing produk tinggi.
Peluang dan Tantangan Industri
Kreatif
Perkembangan industri kreatif
tergantung kepada perubahan sikap
hidup masyarakat, kemajuan ekonomi,
globalisasi dan perubahan budaya.
Perubahan sikap dan perilaku
berkembang sebagai akibat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini menjadi peluang yang
sangat besar terhadap pengembangan
industri kreatif. Namun jika dikaitkan
dengan kondisi aktual Indonesia, ada
sejumlah tantangan yang perlu diatasi
dalam pengembangan IK dan EK
sebagai berikut:
[ 11 ]
1. Ditinjau dari aspek budaya, bangsa
Indonesia belum sepenuhnya
mengalami proses perpindahan dari
setiap tahap pembangunan, yaitu
tahap agraris, industri, informasi
dan saat ini, ekonomi kreatif.
Bangsa Indonesia cenderung
“menjadi korban” perasaan gengsi
ketika muncul sebuah fenomena
baru yang sifatnya mengglobal.
Oleh karena itu, diperlukan suatu
proses pengenalan ke dalam
kebudayaan masyarakat Indonesia
mengenai konsep HKI secara
sistemik dan dimulai dari proses
pendidikan yang menjadi
kewenangan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Dikaitkan dengan kearifan lokal
masyarakat, akan terjadi conflict
of interest antara konsep
perlindungan HKI yang dasarnya
adalah kepemilikan yang bersifat
individual, berkenaan dengan suatu
ciptaan yang baru, jangka waktu
perlindungannya dibatasi, dan
ciptaan dalam konteks tradisi. Hal
ini disebabkan oleh karakter ciptaan
tradisional yang kepemilikannya
bersifat komunal.
3. Diperlukan kebijakan Pemerintah
yang bersifat komprehensif dan
terintegrasi dalam rangka
“memelihara” SDM kreatif
sehingga mereka bersedia untuk
tetap tinggal dan berkarya di
Indonesia. Kebijakan brain drain
yang sebenarnya telah lama
dilakukan oleh negara-negara yang
lebih maju, yaitu “mencuri” SDM
berkualitas dari negara sedang
berkembang – termasuk Indonesia
– harus dapat dihentikan. Jika
Pemerintah tidak mampu
mempertahankan SDM kreatif (yang
memiliki kompetensi) maka
birokrasi akan terisi oleh para
pembuat kebijakan yang tidak
[ 12 ]
memiliki visi dan misi
pembangunan yang jelas.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah
Kota Medan, dengan obyek penelitian
adalah industri kreatif yang ada di Kota
Medan. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan Oktober sampai dengan
bulan Desember 2012.
Data yang dikumpulkan berupa
data primer. Data primer diperoleh
secara langsung kepada pelaku industri
kreatif yang berjumlah 105 sampel.
Penentuan sampel ditentukan
berdasarkan wilayah kecamatan
dengan jumlah sampel masing-masing
kecamatan berjumlah 5 orang pelaku
industri kreatif. Adapun jumlah sampel
berdasarkan wilayah dapat dilihat pada
tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Penentuan Sampel No Kecamatan Jumlah Sampel 1. Medan Tuntungan 5 2. Medan Johor 5 3. Medan Amplas 5 4. Medan Denai 5 5. Medan Area 5 6. Medan Kota 5 7. Medan Maimun 5
8. Medan Polonia 5 9. Medan Baru 5 10. Medan Selayang 5 11. Medan Sunggal 5 12. Medan Helvetia 5 13. Medan Petisah 5 14. Medan Barat 5 15. Medan Timur 5 16. Medan Perjuangan 5 17. Medan Tembung 5 18. Medan Deli 5 19. Medan Labuhan 5 20. Medan Marelan 5 21. Medan Belawan 5
Total 105
Data dalam penelitian akan
dikumpulkan dengan beberapa metode
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Observasi, metode ini digunakan
sebagai salah satu piranti dengan
melakukan pengumpulan data
berdasarkan pengamatan secara
langsung
b. Wawancara, melakukan dialog
secara langsung dengan responden
untuk memperoleh informasi dari
responden terpilih. Pengumpulan
data primer dilakukan berdasarkan
wawancara langsung dengan para
pelaku Industri Kreatif sebagai
pengambil keputusan/kebijakan.
c. Dokumentasi, aktivitas untuk
memperoleh data melalui evaluasi
[ 13 ]
pencatatan dari dokumen-dokumen
yang terdapat pada lokasi
penelitian.
Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif eksploratif serta
SWOT analisis dan Analytical
Hierarchy Process atau Proses Hierarki
Analitik (AHP), untuk
mengindentifikasi subsektor industri
kreatif unggulan dengan analisis
program Expert Choice. Pengambilan
keputusan dengan multikriteria
dilakukan melalui beberapa tahapan
berikut :
1. Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yangdipertimbangkan sebagai penentu
strategi pengembangan industri kreatif.
Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan
kekuatan(strengths) dan peluang
(opportunities) suatu kegiatan umum
secara bersamaandapat meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman
(threats) dan untuklebih jelasnya dapat
pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Matrik Analisis SWOT
2. Analisis Hirarki Proses (AHP)
AHP merupakan suatu
pendekatan yang digunakan
berdasarkan analisis kebijakan yang
bertujuan untuk memecahkan konflik
yang terjadi sehingga mendapatkan
subsektor industri kreatif unggulan
yang tepat dan optimal bagi
pengembangan potensi ekonomi
daerah. Dalam menyelesaikan
[ 14 ]
persoalan dengan menggunakan AHP
ada beberapa prinsip yang harus
dipahami, diantaranya adalah:
a. Decomposition, setelah persoalan
didefinisikan, maka perlu
dilakukan dekomposisi yaitu
memecahkan persoalan yang utuh
menjadi unsur-unsur, jika ingin
mendapatakan hasil yang lebih
akurat, pemecahan juga dilakukan
terhadap unsur-unsurnya sampai
tidak mungkin dilakukan pemecaan
lebih lanjut, sehingga didapatkan
beberapa tingkatan persoalan tadi.
b. Comparative Judgement, prinsip
ini berarti membuat penilaian
tentang kepentingan relatif dua
elemen pada suatu tingkat tertentu
dalam kaitannya dengan tingkat
diatasnya. Hasil penilaian akan
lebih baik jika disajikan dalam
bentuk matriks yang dinamakan
matriks pairwise comparason.
c. Synthesis of Priority, dari setiap
matriks pairwise comparason
kemudian dicariu eigen vector-nya
untuk mendapatkan local priority.
Prosedur melakukan sintesis
berbeda dengan bentuk hirarki.
Pengurutan elemen-elemen
menurut kepentingan relatif
melalui sintesis dinamankan
priority setting.
d. Logical Consistency, konsistensi
memiliki dua makna, pertama
adalah bahwa obyek-obyek yang
serupa dapat dikelompokan sesuai
dengan keseragaman dan relevansi,
kedua adalah tingkat hubungan
antara obyek didasarkan pada
kriteria tertentu.
3. Variabel yang diamati
Variabel yang diamati untuk
mengetahui scenario yang optimal
dalam mencari industri kreatif
unggulan adalah:
[ 15 ]
1) Tenaga Kerja (X1)
2) Produksi (X2)
3) Pemasaran(X3)
Adapun tahapan / langkah-
langkah dalam analisis data menurut
Saaty (1993) adalah sebagai berikut:
a) Identifikasi Sistem, dilakukan
dengan cara melakukan indepth
interview dengan pelaku (pemilik)
industri kreatif yang menjadi
responden.
b) Penyusunan Hirarki, dilakukan
dengan mengelompokkan elemen-
elemen sistem atau alternatif
keputusan ke dalam suatu abstraksi
sistem hirarki keputusan,
sebagaimana ditunjukkan dalam
gambar berikut:
Gambar 1. Hierarki Operasional
Dimana:
X1 = Tenaga Kerja X11 = Jumlah Tenaga Kerja X2 = Produksi X21 = Volume Produksi X3 = Pemasaran X31 = Wilayah Pemasaran S1 = Sub sektor fesyhen S2 = Sub sektor design S3 = Sub sektor kerajinan S4 = Sub sektor percetakan & penerbitan
X31
S1 S2 S6 S4 S5 S3 S7 S8 S9
X21 X11
Mencari Industri Kreatif Unggulan
X2 X3 X1 X2 X3
[ 16 ]
S5 = Sub sektor layanan komputer S6 = Sub sektor photographi S7 = Sub sektor radio S8 = Sub sektor barang seni S9 = Sub sektor advertising & periklanan
c) Komparasi Berpasangan
Penentuan tingkat kepentingan
pada setiap tingkat hirarki atas
pendapat dilakukan dengan teknik
komparasi berpasangan (pair
comparison).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini
karakteristik responden dianalisis
secara deskriptif dan dikelompokkan
berdasarkan wilayah usaha
(kecamatan), jumlah tenaga kerja dan
produksi. Hasil analisis deskriptif
karakteristik responden tersebut, dapat
dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3. Deskripsi Data Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah dan Jenis Industri Kreatif di Kota Medan
No Kecamatan
Jenis Industri Kreatif
Fesyen Design Kerajinan Percetakan
& Penerbitan
Layanan Komputer
Photographi Radio Barang
Seni
Advertising & Perikla
nan 1 Medan Amplas 3 2 2 Medan Area 5 1 3 Medan Denai 5 4 Medan Deli 2 3 5 Medan Belawan 1 3 1 6 Medan Baru 1 1 1 1 1 7 Medan Barat 1 4 1 8 Medan Marelan 2 2 1 9 Medan Labuhan 3 1 1 10 Medan Kota 2 3 11 Medan Timur 1 3 1 12 Medan Perjuangan 5 13 Medan Tembung 3 2 14 Medan Polonia 1 5 15 Medan Selayang 3 1 1 16 Medan Petisah 1 4 17 Medan Johor 2 2 1 18 Medan Maimun 2 1 19 Medan Helvetia 1 1 1 2 1 20 Medan Sunggal 3 21 Medan Tuntungan
Jumlah 36 1 43 6 3 3 1 7 Persentase Terhadap
Industri Kreatif 36% 1% 43% 6% 3% 3% 1% 7%
[ 17 ]
Berdasarkan Tabel 3. di atas
diketahui bahwa jenis industri kreatif
di Kota Medan, sebesar 43% jenis
industri kreatif berusaha di bidang
kerajinan dan diikuti oleh bidang
fashion sebesar 36% sedangkan yang
paling kecil industri kreatif di bidang
design sebesar 1% dan radio 1%.
Gambar 2. Industri Kreatif
Berdasarkan Jenis Usaha
Tabel 4. Industri Kreatif
Berdasarkan Tenaga Kerja No Jenis Industri
Kreatif Jumlah Tenaga Kerja
persentase
1 Fashion 206 27% 2 Desain 11 1% 3 Kerajinan 258 33% 4 Percetakan dan
penerbitan 63 8% 5 Layanan
Komputer 50 6% 6 Fotografi 66 9% 7 Radio 18 2% 8 Barang seni 0% 9 advertising dan
periklanan 103 13% 10 Jumlah 775 100%
Gambar 3. Industri Kreatif
Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
Sesuai data tersebut di atas
diketahui bahwa berdasarkan aspek
tenaga kerja, diketahui bahwa industri
kreatif sektor kerajinan merupakan
industri kreatif yang paling banyak
menyerap tenaga kerja yaitu sebesar
33%, selanjutnya diikuti dengan sektor
fashion sebanyak 27% dan advertising
dan perikalanan sebanyak 13% dan
sektor lainnya yang masing-masing
kurang dari 10%.
Tabel 5. Industri Kreatif
Berdasarkan Jumlah Produksi No. Jenis Industri
Kreatif Volume
Produksi persentase
1 Fashion 10600 20,64% 2 Desain 11000 21,42% 3 Kerajinan 1823 4% 4 Percetakan dan
penerbitan 10800 21,03% 5 Layanan
Komputer 270 1% 6 Fotografi 750 1% 7 Radio 15400 30% 8 Barang seni 0 0% 9 advertising dan 706 1%
[ 18 ]
periklanan 10 Jumlah 51349 100%
Gambar 4. Industri Kreatif
Berdasarkan Jumlah Produksi
Sesuai data di atas, bahwa
berdasarkan jumlah produksi, diketahui
industri kreatif sektor radio merupakan
industri kreatif yang paling produktif
yaitu sebesar 30%, selanjutnya diikuti
dengan sektor design sebesar 21,42%,
sektor percetakan dan penerbitan
sebanyak 21,03% dan fashion
sebanyak 20,64%
Tabel 6. Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah Pemasaran
Jenis Industri Kreatif Lokal Antar Propinsi Nasional Ekspor Lokal Antar
Propinsi Nasional Ekspor
Fashion 11564 2549 1254 25 56% 59% 59% 100% Desain 960 140 0 0 5% 3% 0% 0% Kerajinan 5545 1053 881 0 27% 24% 41% 0% Percetakan dan penerbitan 565 60 0 0 3% 1% 0% 0%
Layanan Komputer 360 80 0 0 2% 2% 0% 0%
Fotografi 520 230 0 0 3% 5% 0% 0% Radio 960 140 0 0 5% 3% 0% 0%
Barang seni - - - - 0% 0% 0% 0% advertising dan periklanan 189 97 0 0 1% 2% 0% 0%
20663 4349 2135 25 100% 100% 100% 100%
Berdasarkan data yang
ditampilkan di atas, diketahui bahwa
berdasarkan wilayah pemasarannya,
jenis industri kreatif sektor fashion
memiliki wilayah pemasaran yang luas
yaitu ekspor, nasional, luar propinsi di
samping pemasaran lokal. Demikian
juga sektor kerajinan, wilayah
pemasarannya adalah nasional, luar
propinsi dan lokal. Sementara sektor
lainnya lokal dan beberapa antar
propinsi.
[ 19 ]
Gambar 5. Industri Kreatif Berdasarkan Wilayah Pemasaran
Berdasarkan analisis AHP dan dengan
memperhatikan hasil analisis SWOT
maka dapat diketahui alternatif
unggulan industri kreatif Kota Medan.
Hasil analisis SWOT dalam penelitian
ini seperti ditunjukkan pada tabel
berikut.
Tabel 7. Hasil Analisis SWOT
Faktor Strategi Internal KEKUATAN 1. Sumber Daya Manusia
- Memiliki SDM kreatif - Mandiri - Memiliki relasi yang luas - Kemampuan mempertahankan hubungan baik dengan pelanggan - Hubungan baik dengan pekerja
2. Manajemen Usaha sudah berbadan hukum dan dipimpin seorang profesional KELEMAHAN 1. Sumber Daya Manusia - Jumlah dan kualitas SDM kurang memadai - Kurangnya loyalitas, ketekunan, dan daya konsentrasi saat bekerja - Perginya SDM ke bidang usaha lain dengan upah yang lebih tinggi - Inovasi produk rendah - Mesin/alat dan peralatan (sebagian bahan baku) masih didatangkan dari Jawa 2. Permodalan - Jumlah modal masih kecil/ terbatas 3. Manajemen - Kemampuan pengelolaan pembukuan masih belum baik - Pengelolaan organisasi kurang baik karena masih terdapat beberapa kendala manajemen seperti kurangnya perencanaan dan koordinasi 4. Pemasaran
[ 20 ]
- Kurangnya kemampuan dalam memasarkan produk - Belum memiliki merek dagang Faktor Strategi Eksternal PELUANG 1. Didukung oleh banyaknya perusahaan, Perguruan Tinggi, 2. Jalur distribusi fisik seperti pasar modern dan tradisional, galeri, toko dan lain-
lain semakin banyak 3. Apresiasi pasar 4. Semakin terbukanya akses terhadap teknologi 5. Potensi pasar domestik masih besar dan potensi pengembangan produk yang
dikemas secara kreatif untuk pasar luar negeri 6. Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan aturan untuk
pengembangan industri kreatif sudah mulai bermunculan 7. Maraknya CSR yang dapat dijadikan alternatif sebagai bentuk bantuan
pembiayaan bagi industri kreatif ANCAMAN 1. Dinas Pemerintah daerah belum dapat mengoptimalkan potensi parawisata di
sumatera utara 2. Lokasi industri masih jauh dari lokasi bahan bakunya 3. Model rancangan monoton 4. Kekuatan harga, mutu dan inovasi produk asing terutama RRC 5. ketimpangan kondisi TIK yang besar antar daerah 6. Belum ada skema pembiayaan yang sesuai 7. Kurangnya lambaga pembiayaan yang mau membiayai industri kreatif 8. Bahan baku masih berasal dari luar daerah sumatera utara 9. Minimnya budidaya bahan baku alternatif
Berdasarkan beberapa analisis SWOT
tersebut di atas, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan
identifikasi strategi atau kebijakan.
Strategi yang dilakukan dengan
Strategi S-O, Strategi W-O, Strategi S-
T dan Strategi W-T. Keempat strategi
tersebut selanjunta dipaparkan melalui
tabel berikut ini.
Tabel 8. Strategi Pengembangan Industri Kreatif
Strategi S-O Strategi W-O 1. Memanfaatkan dukungan dan
komitmen dari pemerintah dengan 1. Lakukan berbagai upaya dalam
perbaikan kualitas SDM dengan
[ 21 ]
membina hubungan baik dan mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah ( baik dinas kopperindag, parawisata, maupun dinas instansi lainnya)
2. Membuat business plan untuk memperluas usaha (ekspansi) dengan membuka cabang baru di daerah lain
3. Meningkatkan citra bisnis dengan cara promosi yang memanfaatkan perkembangan IT
4. Memperluas Link kerjasama maupun bisnis dengan daerah lain
5. Memanfaatkan pola konsumtif masyarakat dengan membuat berbagai macam inovasi produk
6. Mengadakan kerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi untuk menyelenggarakan suatu event budaya dengan mengangkat tema industri kreatif
7. Meningkatkan kualitas produk, lebih berkreasi dalam warna, pola, model serta motif produk
cara penanaman hubungan yang penuh kekeluargaan dengan memberikan pengertian antar sesama dan membuat suatu sistem reward and punishment agar SDM lebih termotivasi untuk bekerja
2. Memanfaatkan dukungan pemerintah untuk dapat memberikan pembinaan yang baik dari segi mental dan kualitas
3. Lakukan inovasi dalam produk, differensiasi produk dan modifikasi produk, sehingga produk lebih bervariasi dan tersedia untuk segala segmen konsumen
4. Melakukan berbagai upaya dalam hal penambahan modal
5. Memanfaatkan IPTEK maupun kondisi telekomunikasi untuk memperluas pemasaran produk
6. Meningkatkan kualitas produk, melindungi produk dan meningkatkan kepercayaan konsumen dengan mendaftarkan produk ( terkait dengan merek dan paten)
7. Membangun hubungan antar industri terkait (cluster Industry)
8. Membentuk komunitas industri agar dapat lebih memudahkan penyediaan bahan baku (tergabung dalam satu kelompok tertentu)
9. Mengupayakan pembentukan suatu komunitas atau wadah komunikasi bisnis dan kompeten di bidangnya dalam bidang industri agar dapat menjadi wadah bisnis
Strategi S-T Strategi W-T
1. Memberikan suatu pembinaan mental dan pengertian secara personal terhadap generasi penerus akan pentingnya kelanjutan usaha
2. Melakukan koordinasi dengan pemerintah dalam pengambilan kebijakan mengenai masuknya
1. Meningkatkan dan memperbaiki kualitas SDM yang ada saat in i dengan membina hubungan yang baik dengan karyawan agar tercipta loyalitas karyawan dan terbina hubungan yang penuh dengan unsur kekeluargaan.
[ 22 ]
barang-barang impor yang merusak pasar dalam negeri/lokal
3. Memperbarui hak paten dan mendaftarkan produk yang belum memiliki merek dan hak paten
4. Melakukan inovasi produk dengan mengikuti selera konsumen agar dapat menyesuaikan diri dengan modernisasi
5. Lebih mengunggulkan dan menonjolkan kekuatan budaya dan kecintaan akan pekerjaan dalam proses pembuatan produk agar menjadi produk unggulan yang memiliki keunggulan bersaing dalam menghadapi inovasi produk asing
2. Melakukan berbagai upaya dengan pendekatan personal dan emosional untuk mengatasi masalah regenerasi
3. Melakukan strategi pengembangan produk
4. Mengupayakan perubahan dalam peralihan teknologi dengan mengadopsi teknologi yang baru berkembang dalam dunia perindustrian
5. Mengupayakan keunggulan produk dengan membuat produk menjadi produk yang ramah lingkungan , memiliki perpaduan warna yang unik dan diminati konsumen serta nyaman untuk dipakai
6. Mengelola manajemen perusahaan dengan baik secara profesional dan meninggalkan sistem manajemen tradisional
7. Memperbaiki sistematika pembayaran dengan tidak memperbolehkan sistem hutang terjadi lagi sehingga tidak menghambat kelangsungan usaha
Berdasarkan analisis SWOT
tersebut selanjutnya dilakukan Analisis
Hirarki Proses (AHP) dengan variabel
tenaga kerja, produksi dan pemasaran
sebagai aspek yang dijudgment diberi
bobot tinggi untuk dianalisis lebih
lanjut.
[ 23 ]
Model Name: Industri Kreatif
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan di Kota Medan
Overall Inconsistency = ,51
Fashion ,225Desain ,022Kerajinan ,371Percetakan dan Penerbitan ,067Layanan Komputer ,032Fotografi ,142Radio ,042Barang Seni ,010Advertising dan Periklanan ,088
Gambar 6. Alternatif Unggulan Industri Kreatif
Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang MenjadiUnggulan di Kota Medan
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .40 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4
76,2% Tenaga Kerja
4,8% Produksi
19,0% Pemasaran
37,1% Kerajinan
22,5% Fashion
14,2% Fotografi
8,8% Advertising dan Periklanan
6,7% Percetakan dan Penerbitan
4,2% Radio
3,2% Layanan Komputer
2,2% Desain
1,0% Barang Seni
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 7. Alternatif Unggulan Industri Kreatif
Kinerja keseluruhan dari industri
kreatif dengan memperhatikan seluruh
variabel yang diamati yaitu variabel
tenaga kerja, variabel produksi dan
variabel pemasaran tersebut
ditunjukkan berikut ini.
[ 24 ]
Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang MenjadiUnggulan di Kota Medan
,00
,10
,20
,30
,40
,50
,60
,70
,80
,90
,00
,10
,20
,30
,40Obj% Alt%
Barang Seni
Desain
Layanan Komputer
Radio
Percetakan dan Penerbi
Advertising dan Periklan
Fotografi
Fashion
Kerajinan
Tenaga Kerja Produksi Pemasaran OVERALL
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 8. Kinerja Keseluruhan Industri Kreatif
Sedangkan penentuan tingkat
kepentingan pada setiap tingkat hirarki
melalui teknik komparasi berpasangan
(pair comparison) dengan melakukan
kombinasi berpasangan dari ketiga
variabel yaitu tenaga kerja, produksi
dan pemasaran secara berturut-turut
ditunjukkan melalui gambar berikut.
Gradient Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan di
Kota Medan
,00
,10
,20
,30
,40Alt%
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1Tenaga Kerja
Barang SeniDesainRadio
Layanan KomputerPercetakan dan PenerAdvertising dan Perikl
Fotografi
Fashion
Kerajinan
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 9. Kinerja Industri Kreatif dari Aspek Tenaga Kerja
[ 25 ]
Gradient Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi Unggulan diKota Medan
,00
,10
,20
,30
,40 Alt%
0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1Produksi
FashionLayanan Komputer
Barang SeniAdvertising dan Perikl
FotografiKerajinan
Desain
Percetakan dan Pener
Radio
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 10. Kinerja Industri Kreatif dari Aspek Produksi
Two Dimentional Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang
Menjadi Unggulan di Kota Medan
FashionLayanan Komputer
Barang SeniAdvertising dan Perikl
FotografiKerajinan
Desain
Percetakan dan Pener
Radio
,00
,10
,20
,30
,40 Produksi
,00 ,10 ,20 ,30 ,40Tenaga Kerja
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 11. Kinerja Industri Kreatif Dari Aspek Produksi Terhadap
Tenaga Kerja Two Dimentional Sensitivity for nodes below: Goal: Industri Kreatif Yang Menjadi
Unggulan di Kota Medan
FashionDesain
KerajinanPercetakan dan Pener
Layanan KomputerFotografi
RadioBarang Seni
Advertising dan Perikl
,00
,10
,20
,30
,40 Pemasaran
,00 ,10 ,20 ,30 ,40Tenaga Kerja
Objectives Names
Tenaga Kerja
Produksi
Pemasaran Gambar 12. Kinerja Industri Kreatif Dari Aspek Pemasaran Terhadap
Tenaga Kerja
[ 26 ]
Dalam AHP variabel tenaga
kerja diukur dengan indikator jumlah
tenaga kerja yan terserap pada industri
kecil, variabel produksi diukur dengan
indikator volume produksi pada
industri kecil dan variabel pemasaran
diukur dengan indikator wilayah
pemasaran dari industri kecil tersebut.
Hasil AHP dengan memperhatikan
ketiga variabel tersebut bagi seluruh
industri kreatif menunjukkan bahwa
yang menjadi unggulan adalah : 1).
Jenis industri kreatif kerajinan, 2).
Jenis industri kreatif fashion, 3) jenis
industri fotographi, 4) Jenis industri
kreatif advertisinng dan periklanan, 5)
Jenis industri kreatif percetakan dan
penerbitan, 6). Jenis industri kreatif
radio, 7). Jenis industri kreatif layanan
komputer dan 8). Jenis industri kreatif
design.
Hasil AHP menunjukkan
bahwa kinerja industri kreatif
berdasarkan aspek tenaga kerja adalah
jenis industri kreatif kerajinan, fashion,
fotographi dan advertising &
periklanan merupakan industri kreatif
yang dapat diunggulkan.
Hasil AHP menunjukkan
kinerja industri kreatif berdasarkan
aspek produksi adalah jenis industri
kreatif radio, percetakan dan
penerbitan, design, kerajinan dan
fotographi merupakan industri kreatif
yang dapat diunggulkan.
Dengan menggunakan teknik
komparasi berpasangan (pair
comparison), bila dianalisis dengan
memperhatikan aspek produksi dan
tenaga kerja maka diketahui bahwa
subsektor radio merupakan jenis
industri kreatif yang volume produksi
paling tinggi dengan jumlah tenaga
kerja yang rendah dan subsektor
kerajinan merupakan industri kreatif
yang menyerap tenaga kerja paling
banyak dengan volume produksi
kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan
[ 27 ]
bahwa pada subsektor kerajinan
produktivitas tenaga kerja belum
optimal. Karenanya perlu adanya
perhatian terhadap seluruh aktivitas
tenaga kerja pada subsektor kerajinan
ini. Adanya ketimpanan antara jumlah
tenaga kerja dengan produktivitas kerja
perlu dilakukan analisis secara
mendalam agar dapat diambil
kebijakan yang sesuai dalam
penyelesaian permasalahan tersebut.
Teknik komparasi berpasangan
(pair comparison) dengan
memperhatikan aspek pemasaran dan
tenaga kerja maka diketahui bahwa
seluruh jenis industri kreatif dengan
berbagai tingkat penyerapan tenaga
kerja memiliki wilayah pemasaran
yang tidak variatif. Hal ini
menunjukkan bahwa aspek pemasaran
menjadi permasalahan bagi industri
kreatif terutama pasar nasional dan
pasar ekspor. Karenanya perlu adanya
perhatian dan perlakukan khusus dalam
rangka meningkatkan kemampuan
pemasaran industri kratif.
Dengan memperhatikan ketiga
variabel yaitu tenaga kerja, produksi
dan pemasaran, hasil analisis
perbandingan antara lain; 1) subsektor
fashion dan kerajinan menunjukkan
bahwa jenis industri kreatif subsektor
kerajinan dapat diunggulkan
dibandingkan subsektor fashion, 2)
subsektor fashion dan fotographi
menunjukkan bahwa jenis industri
kreatif subsektor fashion dapat
diunggulkan dibandingkan subsektor
fotographi, 3) subsektor kerajinan
dengan subsektor fotographi
menunjukkan bahwa jenis industri
kreatif subsektor kerajinan dapat
diunggulkan dibandingkan subsektor
fotographi.
KESIMPULAN
Hasil penelitian yang
berdasarkan kepada teori-teori yang
[ 28 ]
mendukung penelitian ini, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan aspek tenaga kerja,
industri kreatif yang menjadi
unggulan di Kota Medan adalah
industri kreatif subsektor kerajinan,
subsektor Fashion dan subsektor
Fotographi.
2. Berdasarkan aspek produksi,
industri kreatif yang menjadi
unggulan di Kota Medan adalah
industri kreatif subsektor radio,
subsektor percetakan dan penerbitan
dan subsektor design.
3. Seluruh industri kreatif yang berada
di Kota Medan lemah dalam aspek
pemasaran karenanya tidak terdapat
industri kreatif yang dapat
diunggulkan
4. Berdasarkan ketiga aspek (tenaga
kerja, produksi dan pemasaran)
industri kreatif yang menjadi
unggulan di Kota Medan adalah
industri kreatif subsektor kerajinan,
subsektor fashion dan subsektor
fotographi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Perdagangan Republik Indonesia. 2008. “Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 : Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025”.
Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat - Universitas Islam Indonesia. Simposium Nasional 2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif.
Hawkins, John. 2004. “The Creatif
Economyc: How People Make Money From Ideas”. Penguin Global.
Pangestu, Mari Elka. 2008.
“Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025”, disampaikan dalam Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015 yang diselenggarakan pada pekan Produk Budaya Indonesia 2008, JCC, 4-8 Juni 2008.
Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata (RIPP) Purworejo. 1996
Suparwoko. 2010. “Pengembangan
Ekonomi Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata”. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Islam Indonesia.Yogyakarta.
[ 29 ]
Salman, Duygu. 2010. “Rethinking of Cities, Culture and Tourism within a Creative Perspective” sebuah editorial dari PASOS,
Vol. 8(3) Special Issue 2010-06-16.
UNDP. 2008. “Creative Economy
Report 2008”.
[ 30 ]
PENGEMBANGAN SITUS BERSEJARAH KOTA CINA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SEKITARNYA UNTUK
MENDORONG USAHA EKONOMI KREATIF DAN PENGEMBANGAN PARIWISATA
DI KOTA MEDAN
Oleh: Restu (FIS Unimed)*
Ikhwan Azhari (FIS Unimed) Kustoro Budiarta (FE Unimed)
Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan untuk mengetahui potensi situs bersejarah Kota Cina sebagai objek wisata, usaha yang dapat dikembangkan untuk mewujudkan program ekonomi kreatif masyarakat sekitar, kebutuhan infrastruktur dan Informasi spasial berbasis SIG. Penelitian dilakukan dengan analisis dokumen, survey dan uji coba pelatihan kepada masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan kawasan ini mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dilihat dari segi keunikan dan kekhasan sebagai kawasan yang menyimpan kekayaan informasi dan benda bersejarah. Potensi ini didukung oleh kondisi lingkungan dan kemampuan masyarakat sekitar dalam pengembangan industri kreatif, sedangkan SIG dapat memberi nilai tambah dalam pengembangan kawasan ini sebagai objek wisata.
Kata kunci: situs bersejarah, ekonomi kreatif, objek wisata This study is a preliminary study to investigate the potential of the historical site of Kota Cina if developed as a tourist attraction, businesses that can be developed to actualize the creative economy of the surrounding community, the needs of infrastructure and GIS-based spatial information. The study was conducted by using document analysis, surveys and training trials to the public. The results showed the region has the potential to be developed. In can be seen from the uniqueness and specificity of the area to store the wealth of information and historic objects. This potential is supported by the environmental conditions and the ability of local communities in developing creative industries, while GIS can provide added value in developing this area as a tourist attraction.
Keyword: historical site, creative economy, tourist attraction
PENDAHULUAN
Sumatera Utara memiliki
beberapa situs berkelas dunia baik dari
masa prasejarah hingga era
modernisasi. Keberadaan Situs-situs
sejarah berkelas dunia di Sumatera
[ 31 ]
Utara sangat penting, karena situs-
situs tersebut merupakan bukti otentik
jejak peradaban masa lalu di Sumatera
Utara. Oleh karena itu situs-situs
tersebut perlu dilestarikan sehingga
bisa dimanfaatkan bagi kepentingan
ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
kepariwisataan. Namun kondisi situs-
situs sejarah di Sumatera Utara
umumnya`tidak terawat, menghadapi
kerusakan akibat eksploitasi penduduk
dan pemanfaatan lahan untuk kegiatan
budidaya seperti pertanian, perumahan,
dan kegiatan penduduk lainnya.
Ancaman kerusakan situs-situs
sejarah berawal dari rendahnya
apresiasi masyarakat dan pemerintah
akan pentingnya keberadaan situs-situs
sejarah. Hal ini disebabkan masyarakat
dan pemerintah tidak merasakan
manfaat langsung dari keberadaan
situs-situs sejarah tersebut. Manfaat
langsung tersebut umumnya dinilai
dari manfaat ekonomi dari keberadaan
situs-situs sejarah tersebut, sehingga
masyarakat cenderung menggunakan
areal situs bersejarah untuk kegiatan
lain yang dinilai lebih menguntungkan.
Situs Kota Cina sebagai salah
satu situs sejarah dianggap sebagai
salah satu situs berkelas dunia dari
masa pra Islam di Sumatera Utara. Hal
ini dapat dilihat dari beragam jenis
artefak yang berasal dari sejumlah
pusat peradaban kuno khususnya China
dan India, yang juga merefleksikan
kompleksitas aktivitas manusia yang
dahulu menghuninya. Posisi sebagian
wilayah Sumatera Utara khususnya
kawasan pantai timurnya yang
berhadapan langsung dengan Selat
Malaka, merupakan bentang alam
strategis yang berperan penting sejak
lama. Kawasan Selat Malaka adalah
jalur sutra melalui laut, sehingga
bandar-bandar yang terletak di kedua
sisi selat ini memainkan peran strategis
sebagai bandar-bandar niaga
[ 32 ]
internasional pada zamannya. Salah
satu bandar internasional di kawasan
Selat Malaka yang tampaknya
memiliki arti penting dalam pelayaran
dan perdagangan internasional di masa
lalu adalah Kota Cina.
Secara administratif situs Kota
Cina masuk dalam wilayah Desa Paya
Pasir, Kecamatan Medan Marelan,
Kota Medan. Keberadaan situs sejarah
Kota Cina sebagaimana halnya situs
sejarah lainnya dan peninggalan
bersejarah berupa bangunan, benda-
benda artifisial (artefak) dan benda-
benda koleksi dokumentatif (arsip dan
foto) di Kota Medan saat ini tidak
banyak mendapat perhatian karena
dianggap hanya sebagai koleksi sejarah
yang hanya dapat digunakan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan
akademis, khususnya pengembangan
ilmu sejarah saja. Hal ini berdampak
pada tidak adanya perhatian
pemerintah dan berimbas pada
minimnya kepedulian masyarakat
sekitar untuk menjaga, merawat dan
melestarikan peninggalan bersejarah.
Di sisi lain pemerintah kota
menghadapi masalah dalam
pengembangan ekonomi kreatif dan
pengembangan pariwisata di kota
Medan. Ekonomi kreatif mempunyai
peluang yang lebih besar untuk
berkembang jika industri pariwisata
berkembang dan mampu
membangkitkan aktivitas masyarakat
daerah tujuan wisata untuk berinteraksi
dengan pengunjung objek wisata yang
makin meningkat. Sementara
pengembangan industri pariwisata di
kota Medan menghadapi berbagai
kendala seperti dukungan infrastruktur
dan terbatasnya objek wisata yang
dapat menarik perhatian pengunjung.
Lahan situs Kota Cina saat ini
didominasi oleh rumah-rumah warga,
yang beberapa di antaranya didirikan
di atas sisa-sisa struktur bangunan bata.
[ 33 ]
Menurut keterangan warga setempat
ramainya permukiman di situs ini
terjadi setidaknya sejak awal tahun
1980-an, dengan masuknya para
pendatang terutama dari bagian-bagian
padat Kota Medan. Bandingkan
dengan gambaran kepadatan kawasan
ini pada tahun 1875 ketika Halewijn
(dalam McKinnon, 1984:9) mencatat
bahwa Kota Cina adalah suatu
kampung kecil yang terdiri dari
sepuluh rumah tangga. Ketika Edmund
Edward McKinnon mulai melakukan
penelitian intensif pada situs ini di
awal tahun 1970-an, rumah-rumah
warga tampaknya masih belum terlalu
padat, masih banyak lahan kosong
milik warga yang difungsikan sebagai
persawahan dan perkebunan dengan
beragam jenis tanaman antara lain
kelapa, pisang, dan duku. Sisa-sisa dari
kondisi tersebut masih terlihat di area
yang dikenal oleh warga sebagai
Keramat Pahlawan.
Bentuk lain pemanfaatan lahan
situs Kota Cina adalah sebagai tempat
wisata, di suatu lokasi yang dikenal
oleh warga sebagai Danau Siombak.
Danau tersebut adalah danau buatan
yang terbentuk sebagai dampak dari
aktivitas pengerukan pasir di suatu
areal yang dahulu dikenal sebagai Paya
Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal
tersebut dimanfaatkan sebagai material
timbunan jalan tol yang
menghubungkan Belawan-Medan-
Tanjung Morawa, yang dibangun pada
tahun 1980-an. Menurut penuturan
warga Kota Cina, ketika proses
pengerukan pasir di areal itu
berlangsung, para penggali acapkali
menemukan pecahan-pecahan barang-
barang keramik dan tembikar, bahkan
papan-papan kayu yang diduga
merupakan bagian kapal atau perahu
kuno. Berdasarkan informasi warga
itulah pada tahun 1989 para peneliti
dari Pusat Penelitian Arkeologi
[ 34 ]
Nasional dan EFEO (Perancis),
melakukan ekskavasi penyelamatan
terhadap sisa-sisa perahu kuno.
Keberadaan situs bersejarah Kota
Cina menghadapi kendala dalam
penyelamatan area situs dari kerusakan
dan pengembangannya pada masa yang
akan datang setidaknya akibat dari tiga
hal. Pertama, area situs tidak dikuasai
oleh pemerintah tetapi secara defacto
dikuasai oleh masyarakat yang makin
meningkat populasinya. Kedua,
aktivitas masyarakat cenderung
merusak dan melenyapkan bukti dan
peninggalan bersejarah di area situs.
Ketiga, perhatian masyarakat yang
sangat kurang terhadap pentingnya
nilai sejarah dan nilai ekonomis area
situs bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan kegiatan ekonomi.
Oleh sebab itu perlu dilakukan
program penyelamatan area situs
dengan melibatkan secara penuh
masyarakat di area situs dan
sekitarnya. Program yang paling
mungkin dilakukan adalah
pengembangan secara terpadu kawasan
situs sebagai objek wisata dengan
pengembangan industri kreatif di
kalangan masyarakat setempat yang
dapat mendukung kegiatan wisata.
Agar situs bersejarah dapat
diakses dengan baik oleh pengunjung,
maka pengembangan infrastruktur di
sekitar situs bersejarah perlu dilakukan
dengan tetap menjaga keaslian dan
keasrian lokasi situs sebagai objek
wisata. Objek wisata akan lebih
menarik bila didukung oleh kegiatan
ekonomi kreatif masyarakat sekitar
objek wisata berupa tersedianya barang
souvenir atau barang fungsional lain
serta usaha jasa yang dibutuhkan
pengunjung objek wisata. Barang atau
jasa yang ditawarkan akan lebih
menarik minat pengunjung bila
berkaitan dengan objek wisata setempat
dan mempunyai keunikan dan ciri yang
[ 35 ]
khas yang menggambarkan objek
wisata setempat. Oleh sebab itu
pemberdayaan masyarakat sekitar,
khususnya dalam menghidupkan
kegiatan ekonomi kreatif sangat
diperlukan dalam menghidupkan objek
wisata setempat. Jika masyarakat dapat
merasakan manfaat objek wisata bagi
dirinya, maka dengan sendirinya
mereka akan menjaga dan merawat
objek wisata tersebut, termasuk situs
bersejarah yang selama ini terabaikan.
Dengan demikian akan terjadi proses
simbiosis mutualistis antara
pengembangan industri pariwisata,
ekonomi kreatif masyarakat, dan
pengembangan situs bersejarah Kota
Cina.
Sehubungan dengan permaslahan
di atas, maka masalah dalam penelitian
pendahuluan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Potensi situs sejarah
Kota Cina untuk dijadikan objek
wisata
2. Potensi usaha apa saja yang dapat
dikembangkan untuk mewujudkan
program ekonomi kreatif
masyarakat sekitar Situs Bersejarah
Kota Cina
3. Kebutuhan infrastruktur apa saja
yang dibutuhkan untuk
pengembangan situs sejarah Kota
Cina sebagai objek wisata
4. Informasi spasial apa saja yang
dapat dituangkan dalam bentuk peta
situs sejarah Kota Cina berbasis SIG
(sistem informasi geografi)
Penelitian pendahuluan ini
bertujuan untuk mencari informasi
awal dalam hal:
1. Identifikasi Potensi situs sejarah
Kota Cina untuk dijadikan objek
wisata
2. Identifikasi potensi usaha yang dapat
dikembangkan untuk mewujudkan
[ 36 ]
program ekonomi kreatif
masyarakat sekitar Situs Bersejarah
Kota Cina
3. Identifikasi Kebutuhan infrastruktur
yang dibutuhkan untuk
pengembangan situs sejarah Kota
Cina sebagai objek wisata
4. Identifikasi Informasi spasial yang
dapat dituangkan dalam bentuk peta
situs sejarah Kota Cina berbasis SIG
(sistem informasi geografi)
METODE PENELITIAN
Penelitian pendahuluan ini
dilakukan di kawasan Situs Bersejarah
Kota Cina yang terletak di Kelurahan
Paya Pasir Kota Medan. Penelitian
dilakukan selama 3 (tiga) bulan
September sampai dengan bulan
November 20012.
Populasi penelitin pendahuluan
ini adalah seluruh wilayah kawasan
Situs Bersejarah Kota Cina yang
terletak di Kelurahan Paya Pasir Kota
Medan beserta penduduk di wilayah
tersebut. Sedangkan sampel penduduk
diambil secara purposive sebanyak 120
orang untuk dilatih dalam kegiatan
industri kreatif.
Variabel penelitian ini meliputi:
1. Potensi kawasan Situs Bersejarah
Kota Cina menjadi objek wisata
2. Potensi pengembangan industri
kreatif di kawasan Situs Bersejarah
Kota Cina
3. Ketersediaan infrastruktur dasar
untuk mendukung pengembangan
kawasan Situs Bersejarah Kota Cina
sebagai objek wisata
4. Data spasial kawasan Situs
Bersejarah Kota Cina
Definisi Operasional Variabel
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Potensi kawasan Situs Bersejarah
Kota Cina menjadi objek wisata
Suatu wilayah dapat dijadikan objek
wisata karena beberapa alasan
[ 37 ]
sesuai tujuan kunjungan para
wisatawan. Tujuan wisatawan dapat
digolongkan dalam beberapa hal
seperti untuk tujuan rekreasi yaitu
mencari suasana dan tempat yang
dapat menimbulkan relaksasi, rasa
nyaman, tenang, dan
menyenangkan, tujuan petualangan
fisik dan olah raga, tujuan wisata
pengalaman rohani, dan tujuan
wisata ilmu pengetahuan. Suatu
perjalan wisata dapat mencapai
salah satu atau berbagai tujuan
tersebut dalam suatu objek wisata.
Hakikat tujuan wisata tersebut
akhirnya akan mencari kepuasan
batin dan meninggalkan kesan yang
mendalam atas pengalaman
melakukan kegiatan wisata tersebut.
Oleh karena itu potensi suatu
wilayah untuk dijadikan objek
wisata dapat dilihat dari berbagai
parameter yang dapat memenuhi
tujuan wisata di atas.
b. Potensi pengembangan industri
kreatif di kawasan Situs Bersejarah
Kota Cina
Industri kreatif yang terkait dengan
objek wisata adalah usaha
memproduksi barang dan jasa yang
dapat mendukung kegiatan
pariwisata di suatu objek wisata
seperti penyediaan barang souvenir
dan jasa hiburan atau atraksi yang
dapat menghibur wisatawan.
Potensi pengembangannya dapat
dilihat dari kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk
melakukan usaha kreatif serta
dukungan sumberdaya yang tersedia
untuk industri kreatif tersebut.
c. Ketersediaan infrastruktur dasar
untuk mendukung pengembangan
kawasan Situs Bersejarah Kota Cina
sebagai objek wisata
Infrastruktur dasar untuk
mendukung pengembangan suatu
kawasan objek wisata meliputi
[ 38 ]
jalan, lahan parkir, listrik, air bersih,
serta sarana dan prasarana lain yang
terkait dengan kebutuhan objek
wisata. Ketersediaan infrastruktur
tersebut dapat dilihat dari
kesesuaian dan kemampuannya
dalam mendukung kebutuhan objek
wisata.
d. Data spasial kawasan Situs
Bersejarah Kota Cina
Data spasial yang dibutuhkan oleh
kawasan objek wisata meliputi batas
lokasi, peta jalan dan sarana di area
objek wisata, serta lokasi situs yang
akan menjadi objek yang akan
dikunjungi wisatawan.
Pada penelitian ini data primer
dikumpulkan melalui survei di lokasi
situs bersejarah Kota Cina dan
wawancara terhadap penduduk yang
dijadikan sampel. Sedangkan data
sekunder diambil melalui studi literatur
dan dokumen dari berbagai instansi
terkait.
Data yang terkumpul dianalisis
secara deskriptif kualitatif dengan
didukung oleh gambar-gambar yang
terkait dengan objek wisata dan
kegiatan penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Potensi Situs Sejarah Kota Cina
Sebagai Objek Wisata
Berikut adalah sejumlah data
arkeologis yang ditemukan di situs
Kota Cina, yang didapat melalui
survei permukaan, ekskavasi
sistematis, maupun hasil temuan
warga Kota Cina yang diserahkan
ke site museum Kota Cina PUSSIS
UNIMED, Museum Daerah
Sumatera Utara, maupun yang
masih menjadi milik warga Kota
Cina.
[ 39 ]
1) Artefak
a. Batu
(1) Pilar batu granit hitam
koleksi site museum Kota
Cina PUSSIS UNIMED,
bersisi 4, dengan tinggi
91 cm, dengan sisi-sisi
bagian bawahnya
berukuran 30 cm,
sedangkan sisi-sisi bagian
atasnya berukuran 23 cm.
Merupakan hasil temuan
anggota masyarakat,
tepatnya di lahan yang
ditanami pohon pisang di
belakang pekong
(klenteng) Cina di situs
Kotacina pada tahun
2008. Saat ini masih ada
2 (dua) benda sejenis di
areal yang sama, satu
masih tegak berada dekat
sebatang pohon tua di sisi
timur pekong, sedangkan
yang satu lainnya rebah di
sisi barat pekong
(klenteng) Cina. Benda
ini tampaknya berfungsi
sebagai semacam batas
areal tertentu, boleh jadi
suatu tempat sakral,
mengingat di areal ini
pernah ditemukan 2 arca
logam yang kini dijadikan
objek pemujaan di
pekong (klenteng) Cina
tersebut.
(2) Fragmen batu silindrik
koleksi site museum Kota
Cina PUSSIS UNIMED,
bahan batuan granit
kelabu kekuningan;
diameter atas 6 cm,
diameter bawah 8 cm,
tinggi tersisa 7 cm.
Fragmen batu sejenis juga
ditemukan di Sukanalu
[ 40 ]
(Karo) dan Lobu Tua
serta Bukit Hasang
(Barus). Guillot
(2008:291)
mengidentifikasi benda
ini sebagai batu
penggiling yang diimpor
dari India Selatan,
sementara Perret
(2009:466) tidak
memastikan fungsi dari
benda ini selain beberapa
kemungkinan fungsi
seperti lingga, batu nisan,
dan batu penggilingan.
Jika ditilik dari perlakuan
istimewa masyarakat
terhadap artefak batu dari
Sukanalu ini -yang
mereka sebut sebagai
“peluru” meriam Putri
Hijau- maka benda ini
tentu memiliki nilai lebih
tertentu. Perlakuan
istimewa itu antara lain
berupa pemberian sesaji
oleh peziarah terhadap
benda berbahan batu ini
dan benda lain berbahan
logam yang dianggap
sebagai pecahan meriam
Putri Hijau. Bukan tidak
mungkin, perlakuan
istimewa masyarakat saat
ini terhadap benda-benda
tersebut disebabkan oleh
peran istimewanya di
masa lalu. Khusus untuk
batu silindrik tersebut,
boleh jadi sedari dulu
fungsinya terkait dengan
aktifitas religi seperti
upacara keagamaan,
dalam hal ini ritus Hindu
yang dibawa bersamaan
dengan intrusi orang-
orang Tamil ke
pedalaman (Tanah Karo)
[ 41 ]
di masa lalu. Ditinjau dari
morfologinya yang
menyerupai phallus
(kemaluan laki-laki),
benda ini bisa jadi adalah
lingga, yang merupakan
salah satu perwujudan
Siwa.
(3) Fragmen umpak
(landasan tiang) batu
koleksi site museum Kota
Cina PUSSIS UNIMED,
bahan batuan granit
kelabu; panjang 15 cm,
lebar 13 cm, tinggi 9,5
cm. Permukaan sisi
bawahnya diupam,
sedangkan bagian atasnya
telah patah. Benda sejenis
juga ditemukan di situs
Lobu Tua dan Bukit
Hasang (Barus). Oleh
Guillot (2008:292) benda
ini diidentifikasinya
sebagai fragmen
bangunan, yang asalnya
kemungkinan berasal dari
India Selatan. Sementara
Perret (2009:466) masih
ragu-ragu
mengidentifikasinya
sebagai landasan pilar.
(4) Arca Dhyani Budha
Amitaba berbahan batu
granit putih koleksi
Museum Negeri Provinsi
Sumatera Utara (no. inv.
593.1)
(5) Arca Wisnu berbahan
batu granit koleksi
Museum Negeri Provinsi
Sumatera Utara (no. inv.
04.7/703)
(6) Arca Laksmi, koleksi
Museum Negeri Provinsi
Sumatera Utara (no. inv.
04.7/703).
[ 42 ]
(7) Yoni koleksi Museum
Negeri Provinsi Sumatera
Utara; bentuk bulat
berdiameter 56 cm, tinggi
28 cm di tengah terdapat
lubang persegi berukuran
14 cm x 13 cm dengan
kedalaman lubang 2 cm,
terdapat sisa-sisa cerat
(tempat keluar air) di
salah satu sisinya, bahan
batuan andesit berwarna
kelabu.
(8) Batur/landasan arca
koleksi Museum Negeri
Provinsi Sumatera Utara,
bentuk persegi berukuran
panjang 80 cm, lebar 76
cm, dan tinggi 30 cm;
lingkaran di sisi
dalamnya berdiameter 60
cm berkedalaman 4 cm;
di salah satu sisinya
terdapat rekahan yang
tampaknya berfungsi
sebagai cerat. Benda ini
ditemukan di suatu
tempat yang disebut oleh
warga Kota Cina sebagai
Keramat Pahlawan.
b. Bentuk lain artefak batu yang
ditemukan di situs Kota Cina
adalah manik-manik berbahan
batuan setengah mulia yakni,
kornelian. Situs-situs lain di
Indonesia yang juga
mengandung temuan manik-
manik kornelian antara lain
adalah situs Tri Donorejo
(Demak, jawa Tengah)
dengan konteks temuan
berupa keramik Dinasti Tang
hingga Dinasti Sung (VII—
XIII M); sedangkan di situs
Air Sugihan (Palembang)
konteks temuannya berupa
keramik Cina masa Dinasti
Sui (589—618 M). Berikut
[ 43 ]
adalah pemerian manik-manik
kornelian dari situs Kota Cina:
(1) Manik-manik kornelian
kerucut ganda bersisi
enam hasil ekskavasi dari
sektor Keramat
Pahlawan, warna jingga,
tembus cahaya; panjang
1,9 cm; tebal ujung 0,5
cm; tebal tengah 1,1 cm.
(2) Manik-manik kornelian
kerucut ganda bersisi
enam hasil ekskavasi dari
sektor Keramat
Pahlawan, warna jingga,
tembus cahaya; panjang 1
cm; tebal ujung 0,5 cm;
tebal tengah 0,8 cm.
(3) Manik-manik kornelian
bulat hasil ekskavasi dari
sektor Keramat
Pahlawan, warna jingga,
tembus cahaya;
berdiameter 0,9 cm.
c. Logam
(1) Arca Buddha logam,
tinggi ± 12 cm. Objek ini
hingga kini masih
dimanfaatkan sebagai
objek pemujaan di
pekong Cina situs Kota
Cina. Digambarkan
dalam posisi berdiri
samabhanga (kedua kaki
tegak sejajar), sikap
tangan kanan tidak jelas,
mungkin vitarkamudrā
(memberi pengajaran atau
berdebat), sedangkan
tangan kiri mulai
pergelangan hingga
telapaknya sudah hilang.
Mengenakan jubah yang
memanjang mulai bahu
kiri hingga hampir ke
mata kakinya. Terdapat
ushņīsha (tonjolan) di
bagian puncak kepalanya.
[ 44 ]
Namun, aspek gaya
seninya masih belum
dapat ditentukan
mengingat objek ini
masih dimanfaatkan dan
kondisi arcanya yang
tertutup jelaga pedupaan.
(2) Arca perempuan, tinggi ±
6 cm. Objek ini hingga
kini masih dimanfaatkan
sebagai sarana pemujaan
di pekong Cina situs Kota
Cina. Tangan kanan
mungkin digambarkan
dalam sikap
abhayamudra (menolak
bahaya) atau
vitarkamudra (memberi
pengajaran atau
berdebat); sedangkan
tangan kiri terjuntai ke
sisi pinggulnya.
Kepalanya dihiasi
kiritamukuta (mahkota
menyerupai kerucut). Jika
arca ini ditemukan
memang sekonteks
dengan arca Buddha
logam tersebut,
kemungkinan arca ini
adalah Tara, salah
seorang dewi dalam
agama Buddha.
(3) Mata palu berujung
runcing koleksi site
museum Kota Cina
PUSSIS UNIMED.
Panjang 11,6 cm, lebar
pangkal 1,7 cm, lebar
tengah ± 3 cm (karena
tertutup karat yang cukup
tebal), lebar ujung 0,6
cm.
(4) Gumpalan terak besi
koleksi site museum Kota
Cina PUSSIS UNIMED.
Kondisi berkarat, panjang
[ 45 ]
11,2 cm, lebar 10 cm,
tebal 4,2 cm.
(5) Koin-koin Cina, yang
ditemukan di situs Kota
Cina terdiri dari beragam
ukuran, besaran satuan,
dan masa.
d. Tembikar
Sejumlah besar benda temikar
telah ditemukan di areal situs
Kotacina, yang diperoleh
melalui penelitian sistematis
maupun hasil temuan
permukaan. Ragam jenis
benda-benda tembikar yang
ditemukan antara lain terdiri
dari berbagai fragmen.
e. Keramik
Sejumlah besar benda keramik
telah ditemukan di areal situs
Kotacina, yang diperoleh
melalui penelitian sistematis
maupun hasil temuan
permukaan. Ragam jenis
benda-benda keramik yang
ditemukan antara lain terdiri
dari guci, mangkuk, piring,
cepuk, vas, dan buli-buli.
Temuan benda bersejarah
Kota Cina saat ini tersimpan di
berbagai lokasi seperti Museum
Negeri Sumatera Utara, Site
Museum Kota Cina, sebagian
masih terpendam dalam tanah,
dan beberapa benda bersejarah
berada di Eropa untuk
kepentingan penelitian.
2) Museum
Saat ini di lokasi Situs Bersejarah
Kota Cina telah berdiri sebuah
museum yang merupakan site
museum Kota Cina yang dikelola
PUSSIS UNIMED. Museum ini
memiliki koleksi hasil temuan
berbagai benda bersejarah dari
Situs Kota Cina. Koleksi benda
[ 46 ]
bersejarah tersebut dapat
dijadikan daya tarik dari situs
bersejarah Kota Cina. Museum
juga menyediakan jasa informasi
yang dapat menjelaskan seputar
Situs Bersejarah Kota Cina.
Museum ini dilengkapi ruang
audio visual dan tempat diskusi.
Dengan demikian museum ini
dapat dijadikan tempat wisata
sejarah yang sangat representatif.
3) Situs
Sebahagian besar benda
peninggalan bersejarah masih
terpendam dalam tanah di areal
situs bersejarah Kota Cina.
Beberapa benda bersejarah
berupa candi, dinding bangunan
dan perahu ditemukan dalam
tanah saat penduduk menggali
sumur atau pondasi bangunan.
Sebahagian benda tersebut saat
ini masih berada di tempatnya
karena penduduk menutup
lubang penggalin untuk
menghindari kerusakan dan
gangguan dari masyarakat.
Bangunan dan benda bersejarah
tersebut dapat disingkap untuk
melihat wujud utuhnya, atau
dapat dibuat replikanya di
permukaan sehingga mejadi
objek wisata yang menarik.
4) Lingkungan
Lingkungan sekitar situs
bersejarah Kota Cina yang dapat
mendukung pengembangan
objek wisata adalah keberadaan
Danau Siombak yang berbatasan
langsung dengan kawasan situ
bersejarah Kota Cina. Dengan
demikian keberadaan danau ini
dapat dijadikan satu kesatuan
dalam pengembangan kawasan
Kota Cina ini sebagai objek
wisata.
[ 47 ]
2. Potensi Usaha Ekonomi Kreatif
Masyarakat di sekitar
lokasi situs bersejarah Kota Cina
cukup terbuka untuk menerima
perubahan. Mereka mulai
memahami bahwa kawasan sekitar
hunian mereka merupakan situs
bersejarah yang mempunyai nilai
penting untuk pengembangan ilmu
pengetahuan. Mereka semakin
yakin tentang tingginya nilai lokasi
di lingkungan tempat tinggal
mereka setelah berdirinya museum
yang dikelola PUSSIS-Unimed.
Masyarakat dan pemerintah
kelurahan Paya Pasir mendukung
keberadaan museum ini terutama
setelah kunjungan beberapa pejabat
ke museum ini, seperti Wali Kota
Medan dan anggota DPD Sumatera
Utara.
Kepercayaan masyarakat ini
menjadi modal penting untuk
mengajak mereka berpartisipasi
dalam setiap kegiatan yang terkait
dengan pengembangan kawasan ini
sebagai situs bersejarah. Mereka
umumnya bersedia untuk
berpartisipasi dalam setiap kegiatan
yang dilakukan untuk memajukan
kawasan situs bersejarah.
Pada penelitian pendahuluan
ini dilakukan uji coba pelatihan
industri kreatif pada masyarakat.
Pelatihan dilakukan untuk melihat
potensi usaha kreatif yang mungkin
untuk dikembangkan dan melihat
bagaimana antusiasme dan tingkat
partisipasi mereka dalam mengikuti
kegiatan pelatihan. Pelatihan yang
diujicobakan meliputi:
1. Pembuatan tembikar replikasi
temuan tembikar Kota Cina
2. Pemanfaatan kulit kerang untuk
barang souvenir
3. Daur ulang sampah untuk barang
kerajinan dan kompos
4. Pembuatan batik motif Kota Cina
[ 48 ]
Hasil uji coba menunjukkan
bahwa masyarakat cukup antusias
mengikuti kegiatan pelatihan dan
berharap mereka dapat dilatih lebih
intensif agar memperoleh
keterampilan yang lebih baik lagi.
Dari 120 orang penduduk
yang mengikuti pelatihan
menyatakan minatnya sebagai
ditunjukkan tabel berikut berikut:
Tabel. 4.1. Minat Masyarakat Mengikuti Pelatihan
Pelatihan SBM BM KBM Jlh
Gerabah 11 14 5 30 Souvenir 24 6 0 30 Daur Ulang 9 18 3 30 Batik 21 7 2 30
Ket.: SBM : Sangat berminat BM : Berminat
KBM : Kurang Berminat
Dari Tabel 4.1. terlihat bahwa
penduduk umumnya berminat
mengikuti paket pelatihan yang
ditawarkan kepada mereka.
Meskipun pelatihan yang dilakukan
masih pada tahap pengenalan untuk
menjajaki potensi dan bakat mereka,
namun mereka menyatakan
kepuasannya mengikuti pelatihan
tersebut seperti ditunjukkan pada
Tabel 4.2.
Tabel. 4.2. Kepuasan Mengikuti Pelatihan
Pelatihan SP P KP Jlh
Gerabah 15 14 1 30 Souvenir 17 13 0 30 Daur Ulang 12 18 0 30 Batik 19 11 0 30
Ket.: SP: Sangat puas P : Puas
KP: Kurang Puas
Hasil penilaian instruktur
untuk masing-masing pelatihan
menyatakan bahwa masyarakat
mempunyai potensi yang besar
untuk dikembangkan
keterampilannya dalam kegiatan
industri kreatif. Keunggulan lain
yang dapat menjadi kekuatan dalam
pengembangan usaha ekonomi
kreatif di daerah ini adalah:
1) Untuk kerajianan pembuatan
gerabah/ tembikar, model
tembikar merupakan replika dari
tembikar yang ditemukan di
kawasan situs bersejarah Kota
[ 49 ]
Cina akan menarik untuk
dijadikan cenderamata dari
daerah ini. Para pengunjung akan
melihat tembikar (tiruan) Kota
Cina yang berasal dari abad IX –
abad XI.
2) Untuk kerajinan souvenir,
pemanfaatan kulit kerang akan
memberikan niai tambah dari
limbah kulit kerang yang banyak
tersedia di daerah ini.
3) Untuk kerajinan daur ulang
sampah, penduduk akan
memperoleh manfaat ganda
berupa terpeliharanya kebersihan
lingkungan dan manfaat ekonomi
dari hasil daur ulang yakni
kompos yang dapat dijadikan
pupuk untuk tanaman pertanian
dan tanaman pekarangan, serta
industri kerajinan dengan bahan
baku limbah plastik dan kertas.
4) Untuk kerajinan batik, motif
batik Kota Cina yang merupakan
tiruan dari motif yang ditemukan
pada keramik dan tembikar di
kawasan ini, akan menjadi motif
batik yang khas yang dapat
menarik minat pembeli.
Usaha ekonomi kreatif lain
yang belum diujicobakan tetapi
dinilai mampu untuk dikembangkan
di sekitar kawasan situs bersejarah
Kota Cina adalah:
1) Pengembangan industri hiburan
rakyat berupa kesenian melayu
lokal dalam bentuk group tari
dan musik yang dapat
dimanfaatkan untuk menghibur
pengunjung.
2) Pengembangan jasa wisata air di
kawasan perairan danau
Siombak.
3) Usaha makanan/jajanan lokal
4) Usaha cetak sablon
5) Paket wisata edukasi dan
kegiatan out bonds
6) Fotografi
[ 50 ]
3. Keadaan Infrastruktur
Hasil pengamatan lapangan
menunjukkan bahwa infrastruktur
dasar di lokasi situs, khususnya
jalan dan lahan parkir masih sangat
minim dan kondisi eksisting saat ini
tidak dapat mendukung aktivitas
wisata di daerah tersebut. Gambaran
umum kondisi sarana dan prasarana
di lokasi situs bersejarah Kota Cina
adalah sebagai berikut:
a. Prasarana Kepariwisataan
Prasarana wisata adalah
sumber daya alam dan sumber
daya manusia yang mutlak
dibutuhkan oleh wisatawan dalam
perjalanannya di daerah tujuan
wisata seperti ; jalan, listrik, air,
telekomunikasi, terminal,
jembatan, dan lain sebagainya
(Suwantoro, 2004).
1) Jalan dan Pengangkutan
(Transportation)
Untuk mencapai lokasi situs
bersejarah Kota Cina dapat
ditempuh dengan
menggunakan angkutan
umum dan kendaraan pribadi.
Angkutan umum yang
tersedia tidak sampai ke lokasi
situs melainkan hanya
melintasi jalan umum yang
berjarak sekitar 1 km dari
lokasi situs. Sedangkan
kendaraan pribadi dapat
mencapai lokasi situs.
Meskipun kendaraan pribadi
dapat mencapai lokasi situs
namun jalan menuju lokasi
masih sangat sempit sehingga
di beberapa ruas jalan mobil
tidak dapat berselisih jalan
dengan mobil lainnya.
Kondisi jalan cukup baik
karena sebahagian diaspal dan
sebahagian lagi diperkeras
dengan cor beton. Kendala
[ 51 ]
utama adalah lebar jalan,
sehingga angkutan bus sangat
sulit untuk mencapai lokasi
situs. Kondisi jembatan yang
tersedia juga sangat sempit
dan kondisinya memerlukan
penggantian karena
sebahagian pondasi jembatan
sudah mulai amblas dan
jembatan bahagian tengah
sudah turun sehingga
membentuk cekungan.
Kendala lain yang cukup
penting adalah tidak adanya
terminal dan area parkir,
sehingga pengunjung
kesulitan untuk memakirkan
mobil, apalagi bus.
2) Komunikasi (Comunication
Infrastructures)
Prasarana komunikasi di
lokasi situs bersejarah Kota
Cina cukup tersedia karena
terjangkau oleh sinyal seluler.
Siaran radio, TV, surat kabar,
internet, kantor pos cukup
tersedia
3) Listrik dan Air bersih
Jaringan listrik telah tersedia
di area situs bersejarah Kota
Cina. Penduduk telah
menikmati layanan listrik di
rumah-rumah mereka.
Perluasan jaringan sangat
dimungkinkan mengingat
kecilnya hambatan geografis
di daerah ini.
Berbeda dengan layanan
listrik, layanan air bersih
masih minim. Sebahagian
penduduk memanfaatkan
sumur bor karena air sumur
dangkal bersifat payau. Selain
itu lokasi situs bersejarah
Kota Cina ini tidak jauh dari
lokasi TPA dimana berton-ton
sampah kota Medan dibuang
[ 52 ]
di TPA ini setiap harinya.
Limbah TPA ini mencemari
air tanah dan terbawa air
hujan ke perairan “paluh” di
kawasan ini. Pada saat pasang
naik, air yang tercemar
berwarna pekat dan beraroma
kurang sedap ini masuk ke
sungai dan anak sungai di
daerah ini mengalir ke hulu
memasuki kawasan
permukiman dan
meninggalkan sampah dan
lumpur saat air kembali surut
ke laut. Kondisi ini tidak
memungkinkan penduduk
untuk memanfaatkan air
sumur untuk kebutuhan
sehari-hari mereka.
4) Layanan pendidikan dan
Kesehatan
Meskipun di lokasi situs
bersejarah Kota Cina tidak
ada bangunan sekolah dan
puskesmas, tetapi masyarakat
daerah ini masih dapat
memperoleh layanan
pendidikan dan kesehatan dari
pusat layanan yang tidak jauh
dari rumah mereka.
Meskipun demikian, jika
kawasan ini akan
dikembangkan menjadi objek
wisata maka pembangunan
fasilitas kesehatan harus
dilakukan untuk melayani
kondisi emergensi di
lapangan.
5) Layanan keamanan
Hasil wawancara dengan
penduduk menunjukkan
bahwa tingkat keamanan di
daerah ini cukup baik. Belum
pernah terjadi kasus penting
yang menimbulkan perasaan
tidak aman (unsafe) di
kalangan penduduk.
6) Prasarana kepariwisataan
[ 53 ]
Prasarana ini mencakup; (a)
Receptive Tourist Plan, yakni
segala bentuk badan usaha
atau organisasi yang
kegiatannya khusus untuk
mempersiapkan kedatangan
wisatawan pada suatu daerah
tujuan wisata, (b) Recidental
tourist Plan, yakni semua
fasilitas yang dapat
menampung kedatangan para
wisatawan untuk menginap
dan tinggal untuk sementara
waktu di daerah tujuan wisata,
dan (c) Recreative and
Sportive Plan, yakni semua
fasilitas yang dapat digunakan
untuk tujuan rekreasi dan
olahraga.
Ketiga prasarana tersebut di
atas belum tersedia di lokasi
situs bersejarah Kota Cina
karena belum menjadi objek
wisata.
b. Sarana Kepariwisataan
Sarana wisata secara
kuantitatif menunjuk pada
jumlah sarana wisata yang haruss
disediakan, dan secara kuantitaif
yang menunjukkan pada mutu
pelayanan yang diberikan dan
yang tercermin pada kepuasan
wisatawan yang memperoleh
pelayanan.
1). Sarana pokok kepariwisataan,
termasuk ke dalam
kelompok ini adalah: travel
agent dan tour operator,
perusahaan-perusahaan
angkutan wisata, hotel dan
jenis akomodasi lainnya, bar
dan restoran, serta rumah
makan lainnya, objek wisata,
dan atraksi wisata lainnya.
Seluruh sarana ini adanya di
kota Medan, belum tersedia
di lokasi situs bersejarah
Kota Cina
[ 54 ]
2). Sarana pelengkap
kepariwisataan, termasuk
kedalam kelompok ini
adalah sarana olah raga
seperti lapangan tenis,
lapangan golf, kolam
renang, permainan bowling,
daerah perburuan, berlayar,
berselancar, serta sarana
ketangkasan seperti
permainan bola sodok,
Jackpot,Pachino,dan
amusement lainnya. Seluruh
sarana ini belum tersedia di
lokasi situs bersejarah Kota
Cina karena belum menjadi
objek wisata
3). Sarana penunjang
kepariwisataan, termasuk ke
dalam kelompok ini adalah
nigth club, steambath, dan
lain lain yang bertujuan agar
wisatawan lebih banyak
mengeluarkan atau
membelanjakan uangnya di
tempat yang dikunjungi.
Seluruh sarana ini belum
tersedia di lokasi situs
bersejarah Kota Cina karena
belum menjadi objek wisata
4. Informasi Spasial Kawasan Situs
Bersejarah Kota Cina
Informasi spasial tentang
kawasan situs bersejarah Kota Cina
belum tersedia. Peta lokasi, batas-
batas area situs, peta sebaran titik-
titik lokasi penemuan benda
bersejarah, dan peta tentang dugaan
sebaran benda atau bangunan
bersejarah yang masih terpendam
dalam tanah belum tersedia.
Beberapa dokumen seperti literatur
dan laporan penelitian Kota Cina
hanya mencantumkan peta manual
yang sangat tidak akurat dari segi
skala, ukuran dan bentuknya,
sehingga lebih tepat masih
berbentuk sketsa.
[ 55 ]
B. Pembahasan
Kawasan situs bersejarah
Kota Cina berpotensi untuk
dikembangkan menjadi objek wisata,
terutama untuk wisata sejarah dan
budaya. Sebagai kawasan yang banyak
menyimpan benda bersejarah yang
diakui secara nasional dan dunia,
kawasan ini merupakan salah satu dari
sedikit tempat yang dapat dijadikan
objek penelitian sekaligus tempat
edukasi yang kaya akan informasi
sejarah. Informasi sejarah akan lebih
menarik minat masyarakat umum jika
dapat disampaikan dalam bahasa
populer dan disajikan dalam kemasan
wisata. Benda-benda bersejarah dapat
ditampilkan sebagaimana adanya pada
situs ditemukannya benda bersejarah
tersebut, dapat juga dibuatkan
replikanya dan diletakkan pada area
situs maupun dipajang diruang
museum di area situs.
Keberadaan site museum
PUSSIS Unimed untuk sementara
dapat menjadi cikal bakal
dikembangkannya “Museum Kota
Cina” yang lebih besar dan
representatif sehingga dapat
menampung koleksi benda bersejarah
situs Kota Cina maupun menampilkan
diorama dari reka peradaban Kota Cina
masa lalu. Desain dan penataan
lingkungan museum yang menarik dari
Museum Kota Cina akan menjadi daya
tarik bagi pengunjung karena dapat
memberikan fungsi rekreatif disamping
fungsi utamanya sebagai sarana
edukasi.
Situs bersejarah Kota Cina
yang memendam banyak benda
bersejarah dapat dijadikan objek wisata
lapangan dengan membangun replika
bangunan di area situs maupun dengan
menjadikan kegiatan ekskavasi sebagai
atraksi yang menarik bagi pengunjung
yang dapat mengamati kegiatan
[ 56 ]
ekskavasi secara langsung (live) dari
tempat yang disediakan secara khusus.
Kegiatan ini memungkinkan
pengunjung dapat melihat langsung
singkapan lapisan tanah dan benda
bersejarah yang ditemukan di
dalamnya.
Lingkungan sekitar situs
bersejarah Kota Cina juga mendukung
pengembangan kawasan ini menjadi
objek wisata dengan adanya Danau
Siombak yang jika dikelola dengan
baik dapat menjadi destinasi kegiatan
wisata di kawasan Kota Medan bagian
Utara, seperti halnya kawasan Ancol di
DKI Jakarta. Potensi wisata air di
perairan Danau Siombak sangat
mungkin untuk dikembangkan,
demikian juga daerah tepian danau
yang dapat dijadikan tempat Camping
Ground, Taman Margasatwa, maupun
Play Ground.
Hasil uji coba pengembangan
usaha ekonomi kreatif di kalangan
penduduk juga cukup direspon positif,
sehingga diperkirakan penduduk secara
simbiosis mutualisis dapat mengambil
manfaat dari pengembangan kawasan
situs bersejarah Kota Cina menjadi
objek wisata. Penduduk akan
memperoleh manfaat ekonomi dan
situs bersejarah akan dijaga
kelestariannya oleh penduduk karena
dapat memberikan manfaat ekonomi
kepada mereka.
Kendala utama dalam
pengembangan kawasan ini sebagai
objek wisata adalah penyediaan
prasarana dan sarana kepariwisataan di
daerah ini. Infrastruktur dasar yang ada
perlu dikembangkan agar dapat
memenuhi kebutuhan kegiatan
kepariwisataan. Demikian juga
informasi spasial perlu dibuat secara
cermat untuk mendukung informasi
sejarah tentang letak, sebaran, dan
formasi benda bersejarah di kawasan
ini. Penggunaan SIG (sistem informasi
[ 57 ]
geografis) akan sangat bermanfaat
untuk mendukung rencana
pengembangan kawasan ini sebagai
objek wisata. SIG juga akan lebih
menarik perhatian pengunjung, karena
dapat disajikan di ruang audio visual
secara menarik dan interaktif.
Oleh karena itu kegiatan
penelitian yang lebih luas dan intensif
perlu dilakukan untuk menindaklanjuti
penelitian pendahuluan ini. Penelitian
lanjutan diperlukan untuk:
1. Menggali lebih luas lagi informasi
kesejarahan kawasan situs
bersejarah Kota Cina
2. Penelusuran dan pencatatan benda
bersejarah hasil temuan dari lokasi
situs bersejarah Kota Cina
3. Menelaah model pengintegrasian
kawasan situs bersejarah Kota
Cina dengan lingkungan sekitar,
khususnya danau Siombak,
sebagai kesatuan kawasan objek
wisata
4. Menemukan model pengembangan
usaha ekonomi kreatif di kalangan
masyarakat sekitar situs bersejarah
Kota Cina
5. Mempelajari kebutuhan prasarana
dan sarana kepariwisataan yang
tepat untuk dikembangkan di
kawasan situs bersejarah Kota
Cina dari segi jumlah, kualitas dan
lokasi penempatannya
6. Menghasilkan informasi spasial
berupa peta tematik kawasan
wisata untuk situs bersejarah Kota
Cina
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kawasan situs bersejarah
Kota Cina mempunyai potensi untuk
dikembangkan menjadi objek wisata
dilihat dari segi keunikan dan
kekhasan sebagai kawasan yang
menyimpan kekayaan informasi dan
benda bersejarah yang sudah diakui
secara nasional dan dunia. Potensi
[ 58 ]
ini didukung oleh kondisi
lingkungan dan kemampuan
masyarakat sekitar dalam
pengembangan industri kreatif.
Selain itu pemanfaatan teknologi
SIG dapat memberi nilai tambah
dalam pengembangan kawasan ini
sebagai objek wisata
Kendala utama yang harus
diatasi adalah belum tersedianya
informasi spasial tentang kawasan
ini, serta tidak adanya prasarana dan
sarana kepariwisataan di lokasi ini.
Penyediaan prasarana dan sarana
memerlukan perencanaan yang
matang serta penyediaan modal
yang besar, terutama dalam
pembebasan lahan untuk
pembangunan dan pengembangan
infrastruktur.
B. Saran
Penelitian pendahuluan ini
sesuai sifatnya masih menghasilkan
informasi yang umum dan terbatas,
oleh sebab itu diperlukan kegiatan
penelitian yang lebih luas dan
intensif untuk menindaklanjuti
penelitian pendahuluan ini. Hasil
penelitian lanjutan tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk
penyusunan studi kelayakan
pengembangan situs bersejarah
Kota Cina sebagai objek wisata
yang dapat mendorong munculnya
industri kreatif masyarakat di
sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan. 2007. Pembangunan Manusia, Filosofi & Pembangunan Mariusia Yang Bermartabat. Jurnal Populasi, Nomor 18 Januari, 2007. Yogyakarta: Buletin PPK UGM.
Abimanyu, U., & D. Sudjito. 1994.
Operasionalisasi Rencana Tata Ruang Jakarta. Makalah. Jurusan Geografi FMIPA UI. Jakarta.
Aronoff, S. 1989. Geographic
Information System – A Management Perspective. WDL Publication, Ottawa, Canada.
[ 59 ]
Borden, Margareth, 1962. The Creative Mind, London: Oxford University Press.
Chrisman, N. 1997. Exploring
Geographic Information System. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Chün, Feng Ch’en, 1970. Ma Huan: Ying-Yai Sheng-lan ‘The Overall Survey of The Ocean’s Shores’. London: Cambridge University Press. Connyer, A.L 1990.Development Plan-
ning Lessons of Experience.Baltimore: Jhon Hopkins Press.
Cortesao, Armando, 1967. The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Fransisco Rodrigues. Nendela/Lichtenstein: Kraus Reprint Limited Dusseldorp, van DBWM. 1989. Po-
pular Participan in Decision Making for Development. New York: UN Publication.
ESRI. 1990. Understanding GIS: The Arc Info Method. Redlands, CA: Environmental System Research Institute.
Fishbein, Marten & Ijek Ajzen. 1980.
The Reasoned Action Theory. London: Zed Book.
Florida, Richard. 2003. The Rise of The
Creative Class: And how itsTransforming Work, Leisure, Community and Everyday Life. Basic Books Publisher.
Groeneveldt, W.P., 1960. Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese Sources. Jakarta: Bhratara. Howkins, Jhon. 2001. Creative Econo-
my Make Money from Ideas. London: Penguin Books.
Kartono, H., S. Rahardjo & I M.
Sandy. 1989. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunan Tanah Berencana. Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok.
Koentjaraningrat dan Emmersen. 1990.
Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat Jakarta: Gramedia.
Koentowijoyo 1999.Budaya dan Ma-
syarakat.Yogyakarta: Tiara Waca-na Yogya.
Korten, M. 1995. Education and Par-
ticipation Development.New York: Princeton University Press.
Lubis, Mochtar. 1970. Manusia Indo-
nesia. Jakarta: Penerbit Idayu. Narayana, Deepa. 2002. Voices of the
Poor: Can Everyone Hear Us? New York: Oxford University Press
Nisa, Jakiatin. 2007. StudiKelayakan
Perkebunan TehGunung Mas Bogor Sebagai Daerah TujuanWisata di Jawa Barat.Skripsi: JurusanPendidikanGeografi UPI Bandung.
[ 60 ]
Paryono, P. 1994. Sistem Informasi
Geografis. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta.
Prahasta, E. 2001. Konsep-konsep
Dasar Sistem Informasi Geografis. Penerbit Informatika. Bandung.
Roothmann, K. 1990. Understanding
in Attitude and Predicting Behaviour. New Jersey: Prentice Hall.
Sujatmoko. 1983. Dimensi Manusia
dalam Pembangunan Jakarta: LP3ES
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-
DasarPariwisata. Yogyakarta: ANDI
Y. Slamet 1990. Konsep-konsep Dasar
Partisipasi Sosial Yogyakarta: PAU-Studi Sosial.
Yoeti, Oka A, dkk. 2006. Pariwisata
Budaya Masalah dan Solusinya. Bandung: Angkasa
Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar llmu
Pariwisata.Bandung: Angkasa
[ 61 ]
KAJIAN KESESUAIAN PENEMPATAN KERJA TERHADAP LATAR
BELAKANG PENDIDIKAN DAN PRESTASI PEGAWAI
Isfenti Sadalia (FE USU) Kustoro Budiarta (FE UNIMED) Ahmad Hidayat (FE UNIMED)
Abstrak
Prestasi kerja pegawai senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan program penempatan kerja yang sudah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor ketepatan penempatan dalam jabatan yang terdiri dari kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, dan penguasaan teknologi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang bekerja di Pemerintah Kota Medan sebanyak 8.735 orang, sampel penelitian sebesar 5% dari populasi tersebut yakni 427 orang yang diambil secara stratified random sampling. Data penelitian dikumpulkan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistic deskriptif sedangkan uji hipotesis menggunakan uji t dan uji F. Hasil analisis perbandingan berdasarkan jenis kelamin dan faktor usia menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.
Hasil analisis perbandingan berdasarkan faktor golongan, masa kerja, dan jumlah sertifikat yang dimiliki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.
Hasil analisis perbandingan berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata dari pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan terhadap kesesuaian pengetahuan, kesesuaian keterampilan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, penguasaan teknologi, dan prestasi kerja.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial dan simultan kesesuaian pengetahuan, kesesuaian sikap, pengalaman kerja, dan penguasaan teknologi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan, sedangkan kesesuaian keterampilan tidak mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Medan. Kata kunci : Penempatan kerja, pendidikan, dan prestasi pegawai.
[ 62 ]
Abstrack
Employee work performance continues to be improved in accordance with job placement program that has been done. This study was conducted to determine the factors in the placement accuracy of positions consisting of conformity of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, and mastery of technology has a significant influence on employee job performance.
The population in this study were all employees who work in the City field as much as 8,735 people, the study sample of 5% of the population of the 427 people taken by stratified random sampling. Data were collected using questionnaires. The data analysis technique used is the descriptive statistics while the hypothesis test using the t test and F test.
Comparative analysis of results by sex and age showed no significant differences from civil servants Medan City Government of the appropriateness of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.
Results of factor analysis based comparison group, years of service, and the number of certificates held shows that there is a marked difference from the civil servants of the appropriateness of Medan City Government of knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.
Results of comparative analysis is based education indicate that there are significant differences within the civil government of the appropriateness of Medan knowledge, skills appropriateness, suitability attitude, work experience, mastery of technology, and job performance.
Results of this study indicate that partial and simultaneous knowledge suitability, suitability attitude, work experience, and mastery of technology has a significant influence on the performance of civil servants working Medan City Government, while conformity skill has no effect on performance of the civil servants Medan City Government. Key word : Job placement, education, and employee performance. PENDAHULUAN
Dinamika kerja dan birokrasi
pemerintahan dewasa ini, telah
mengalami pembenahan dalam
berbagai aspek manajemen
pemerintahan, khususnya yang
berkaitan dengan manajemen
sumberdaya manusia. Saat ini dunia
kerja semakin menuntut adanya
pelayanan prima kepada masyarakat
dan juga semakin kompetitif dalam
pengembangan manajemen organisasi
[ 63 ]
dan turut serta pada pelaksanaan
manajemen kerja modern.
Karakteristik dunia kerja moderen
adalah memperlihatkan kinerja yang
sesuai dengan dinamika kerja yang
terus mengalami perubahan dinamis
dan statis dalam mencapai tujuan
organisasi.
Kebutuhan sumberdaya
manusia yang potensial dalam
dinamika kerja modren saat ini,
membutuhkan adanya sumberdaya
manusia sebagai pegawai yang
memiliki kemampuan handal, mandiri,
dan profesional dalam mengemban
tugas pokok dan fungsinya sebagai
pegawai negeri yang memiliki dedikasi
dan etos kerja yang tinggi sesuai
dengan kompetensi kerja untuk
menunjukkan prestasi kerja optimal.
Bagi perusahaan yang bergerak
dibidang jasa terdapat hubungan
langsung antara perusahaan dan
pemakaian jasa, melalui Pegawai yang
ditempatkan pada posisinya masing-
masing. Hal ini erat hubungannya
dengan kinerja pegawai dalam
memberikan pelayanan yang terbaik
pada perusahaan dan pemakai jasa.
Selain itu tujuan penempatan pegawai
ini adalah untuk menempatkan orang
yang tepat dan jabatan yang sesuai
dengan minat dan kemampuannya,
sehingga sumber daya manusia yang
ada menjadi produktif. Penempatan
pegawai mengandung arti pemberian
tugas tertentu kepada pekerja agar ia
mempunyai kedudukan yang paling
baik dan paling sesuai dengan
didasarkan pada rekruitmen, kualifikasi
pegawai dan kebutuhan pribadi.
Penempatan yang tepat merupakan
cara untuk mengoptimalkan
kemampuan, keterampilan menuju
prestasi kerja bagi pegawai itu sendiri.
Hal ini merupakan bagian dari
proses pengembangan pegawai
(employer development) dengan
[ 64 ]
demikian pelaksanaanya harus
memperhatikan prinsip efesiensi
(kesesuaian antara keahlian yang
dipersyaratkan dengan dimiliki oleh
pegawai) sebagaimana yang ditulis
oleh Milkovich dan Boudreau (1994)
sebagai berikut : oleh karena
penempatan pegawai dari dalam dan
orientasi / pelatihan Pegawai
dipusatkan pada pengembangan
pegawai yang ada secara ajeg, mereka
harus memelihara keseimbangan antara
perhatian organisasi terhadap efesiensi
yaitu kesesuaian optimal antara skill
dan tuntutan serta dengan keadilan
yaitu melalui persepsi bahwa kegiatan
tersebut adalah adil, sah dan
memberikan kesempatan merata.
Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, terdapat suatu
fenomena yang perlu dicermati secara
seksama, mengenai keberadan pegawai
negeri Pemerintah Kota Medan dalam
keterlibatannya sebagai pelaksana
otonomi daerah, yang secara langsung
atau tidak langsung memainkan
peranan yang strategis dalam
pengambilan kebijakan-kebijakan yang
berkenaan dengan tujuan organisasi.
Peningkatan prestasi kerja secara
optimal bagi pegawai negeri
Pemerintah Kota Medan tidaklah
mudah untuk diaplikasikan secara
utuh.
Hal tersebut diakibatkan oleh
adanya kendala eksternal dan internal
pada tugas pokok dan fungsi pegawai
yang terjadi dalam melaksanakan
berbagai pembenahan dan perbaikan
terhadap kualitas sumberdaya manusia
dari pegawai tersebut, khususnya
dalam kesesuaian penempatan kerja
dan latar belakang pendidikan terhadap
prestasi kerja pegawai. Kendala utama
yang perlu dibenahi, diperbaiki dan
ditingkatkan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi pegawai adalah
peningkatan
[ 65 ]
pengetahuan,keterampilan,
pengalaman kerja serta penguasaan
teknologi.
Tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui faktor-faktor
ketepatan penempatan dalam
jabatan yang terdiri dari kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian
keterampilan, kesesuaian sikap,
pengalaman kerja, dan penguasaan
teknologi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai
b. Untuk mengetahui Faktor mana
yang paling dominan pengaruhnya
terhadap prestasi kerja pegawai.
Faktor-Faktor Yang
Dipertimbangkan Dalam
Penempatan Tenaga Kerja
Untuk tenaga kerja yang lulus
seleksi, manajer sumber daya manusia
harus mempertimbangkan beberapa
faktor yang berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup perusahaan.
Manajer tenaga kerja profesional harus
bisa melihat karakteristik dan
kualifikasi yang dimiliki para tenaga
kerja yang akan ditempatkan dalam
suatu tugas atau pekerjaan tertentu.
Oleh karena itu, sebelum
menempatkan tenaga kerja ditempat
mereka harus bekerja, perlu
dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain :
1. Keahlian, merupakan kesanggupan,
kecakapan seseorang untuk
melaksanakan tugas dan pekerjan
yang dibebankan kepadanya. Setiap
pekerjaan menuntut pengetahuan,
keterampilan dan sikap tertentu.
2. Keterampilan, merupakan
kemampuan dan penguasaan teknis
operasional mengenai bidang
tertentu, yang bersifat kekaryaan.
Keterampilan diperoleh melalui
proses belajar dan berlatih.
[ 66 ]
3. Kualifikasi, keahlian yang
diperlukan untuk menduduki suatu
jabatan tertentu. Persyaratan
kualitas minimum orang yang bisa
diterima agar dapat menjalankan
satu jabatan dengan baik dan
kompeten.
Prosedur Penempatan Tenaga Kerja
Setiap kegiatan memerlukan
tahapan yang harus dilalui dalam
pelaksanaannya. Tahapan tersebut
harus dilaksanakan tahap demi tahap
(step by step) tanpa meninggalkan
prinsip dan azas yang berlaku.
Prosedur penempatan tenaga kerja
merupakan urutan untuk menempatkan
tenaga kerja yang tepat pada posisi
yang tepat (the right man on the right
place). Prosedur penempatan karyawan
yang diambil merupakan bagian dari
pengambilan keputusan (decision
making) yang dilakukan oleh manajer
sumberdayamanusia , khususnya
bagian penempatan tenaga kerja, baik
yang telah diambil berdasarkan
pertimbangan rasional maupun
obyektif. Pertimbangan rasional dalam
pengambilan keputusan untuk
menempatkan tenaga kerja, baik
pengambilan keputusan yang
didasarkan atas fakta keterangan
maupun data yang dianggap
respresentatip. Artinya, pengambilan
keputusan dalam penempatan tenaga
kerja tersebut atas dasar hasil seleksi
yang telah dilakukan oleh manajer
tenaga kerja. Pertimbangan obyek
ilmiah berdasarkan data dan
keterangan tentang pribadi tenaga
kerja, baik atas dasar referensi dari
seseorang maupun atas hasil seleksi
tenaga kerja yang pelaksanaannya
tanpa mengesampingkan metode-
metode ilmiah. Pelamar yang lulus
seleksi harus segera diberi informasi,
begitu juga bagian penempatan tenaga
kerja perlu mengetahui agar
[ 67 ]
dikondisikan dengan keadaan
perusahaan sehingga tenaga kerja dapat
ditempatkan berdasarkan kualifikasi
yang bersangkutan.
Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja yang
dimiliki oleh individu sumberdaya
manusia sangat mempengaruhi
aktivitas kerjanya. Makin
berpengalaman dalam menjalankan
tugas pokoknya, maka makin mudah
dalam memberikan kecepatan,
kemudahan, ketepatan dan
keterpaduan dalam memberikan
pelayanan. Tentu ini berbeda dari
masing-masing individu sumberdaya
manusia tanpa memiliki pengalaman
kerja. Unsur yang menentukan
pengalaman kerja yang dikembangkan
selama ini meningkatkan pencapaian
tujuan organisasi. Gibson dkk (1996,
hal 54), menyebutkan bahwa
pengalaman kerja adalah salah satu
variabel yang berpengaruh terhadap
prilaku dan prestasi.
Menurut Mitslee dalam
Cahyono (1999, hal 119), pada Jurnal
of Human Resource, menyatakan
bahwa pengalaman kerja bagi individu
sumberdaya manusia ditentukan
berdasarkan masa kerja, kesenioran,
jabatan kerja dan kepemimpinannya.
Teori Mc Gregor , menyatakan bahwa
pengalaman adalah guru yang paling
behaga. Interpretasi tersebut didasari
banyaknya permasalahan yang dapat
dipecahkan, tidak terlepas dari peranan
pengalaman yang menuntun untuk
mampu mengatasi permasalahan
tersebut.
Menurut Joseph dalam
Handayani (2002,hal 241), pada jurnal
Human Resource menyatakan bahwa
peningkatan kualitas sumberdaya
manusia banyak dipengaruhi oleh
pengalaman kerja seseorang pegawai.
Mustahil pegaai atau karyawan dapat
[ 68 ]
berkualitas apabila masa kerjanya
masih baru, masih junior, belum
mempunyai posisi jabatan strategis
dan belum memiliki kemampuan
dalam memimpin suatu organisasi.
Penguasaan Teknologi
Teknologi merupakan suatu
kesatuan yang integral di dalam
menciptakan kualitas sumberdaya
manusia. Pentingnya menguasai
transformasi terlepas dari indikator
teknologi berupa sarana kemajuan,
transformasi (pemindahan suatu
perubahan yang maju), aset dalam
pencapaian tujuan dan inovasi dalam
kemajuan. Intinya yaitu menekankan
bahwa teknologi merupakan suatu
sarana dalam memajukan kualitas
sumberdaya manusia, sesuai dengan
kemampuan melakukan transformasi
teknologi (alih teknologi modern),
yang menjai aset investasi individu
yang mampu menguasai IPTEK dan
menjadi inovasi bagi perkembangan
dunia pendidikan dan teknologi.
Suaib (2000, hal 14-15) dalam
bukunya mengenai pengembangan
sumberdaya manusia, menjaddikan
salah satu pilar kemajuan suatu bangsa
bertumpu pada teknologi. Suatu bangsa
yang mampu menguasai teknologi,
maka akan menjadi bangsa yang maju
dan berkembang. Ini diakibatkan
karena penguasaan sarana kemajuan,
mampu melakukan suatu peralihan
transformasi teknologi dengan akses
cepat, menjadi aset bagi yang memiliki
teknologi serta menjadi inovasi bagi
pengembang teknologi dalam
melakukan berbagai rekayasa
teknologi guna menghadapi berbagai
persaingan kompetitif.
Prestasi kerja
Prestasi kerja merujuk pada
hasil kerja yang dicapai oleh
seseorang. Hasibuan (1991, hal 105),
[ 69 ]
prestasi kerja adalah hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan setiap waktu. Pengertian
lain yang dikemukakan oleh Simamora
(1997, hal 485), memberikan
pengertian tentang prestasi kerja
sebagai sesuatu yang dapat
didayagunakan untuk mempromosikan
beranneka rupa tujuan dan sasaran
manajemen yang secara sistematis
mendoorong tingkat kinerja karyawan
dalam mencapai tujuan organisasi. Hal
ini dikemukakan bahwa penilaian
prestasi kerja dapat dilakukan dengan
beberapa karakteristik yaitu hal yang
berkaitan dengan pekerjaan,
pengharapan kerja, fokus pada
perilaku, snsitivitas, standarisasi,
sokongan manajemen dan karyawan,
keandalan dan validitas, serta
komunikasi yang terbuka. Penilaian
Prestasi Keja.
Menurut Mangkunegara (2001,
hal 62), pengertian penilaian prestasi
kerja adalah suaru proses yang
digunakan pimpinan untuk mentukan
eseorang pegawai melakukan
pekerjaannya sesuai dengan yang
dimaksud. Pretasi kerja adalah hasil
kerja secara kuantitas dan kualitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggungjawab yang diberikan
kepadanya. Penilaian prestasi kerja
scara konkrit untuk pegawai
bedasarkan penilaian pimpinan.
Pimpinan memberikan penilaian
kepada pegawai sesuai dengan
kecakapan, ketepatan dan pengetahuan
pegawai mengenai dunia keja.
Hipotesis
a. Ketepatan penempatan dalam
jabatan yang terdiri dari kesesuaian
[ 70 ]
pengetahuan, kesesuaian
keterampilan, kesesuaian sikap,
pengalaman kerja, dan penguasaan
teknologi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai.
b. Variabel kesesuaian pengetahuan
merupakan variabel lebih dominan
pengaruhnya terhadap prestasi kerja
pegawai.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah
Pemerintah Kota Medan, dengan
waktu penelitian berlangsung pada
bulan Oktober sampai dengan bulan
Desember 2012. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pegawai
yang bekerja di Pemko Kota Medan
sebanyak 8.735 orang, maka sampel
dalam penelitian sebanyak 5% dari
populasi tersebut sebanyak 427 orang,
dengan teknik pengambilan sampel
secara stratified random sampling.
Data dalam penelitian akan
dikumpulkan dengan beberapa metode
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Observasi: yaitu metode ini
digunakan sebagai salah satu
piranti dengan melakukan
pengumpulan data berdasarkan
pengamatan secara langsung
pengaruh kompetensi terhadap
prestasi kerja.
b. Wawancara: yaitu melakukan
dialog secara langsung dengan
responden untuk memperoleh
informasi dari responden terpilih.
c. Kuesioner: Yaitu teknik
pengumpulan data yang dipakai
untuk mengumpulkan data primer.
d. Dokumentasi: adalah aktivitas
untuk memperoleh data melalui
evaluasi pencatatan dari dokumen-
dokumen yang terdapat pada lokasi
penelitian.
Data yang berhasil
dikumpulkan menggunakan kuesioner,
[ 71 ]
dianalisis menggunakan statistik
deskriptif. Sedangkan untuk menguji
hipotesis dilakukan dengan uji t dan uji
F.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini
karakteristik responden dianalisis
secara deskriptif dan dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin, usia,
golongan, masa kerja, dan kepemilikan
sertifikat. Hasil analisis deskriptif
karakteristik responden dapat dilihat di
bawah ini.
Tabel 1. Karakteristik Responden Jenis
Kelamin Usia Golongan Jabatan Masa
kerja Sertifikat Pengisian
Kuesioner
Lengkap 319 317 284 126 334 301 333 Tidak
Lengkap 20 22 55 213 5 38 6
Jumlah 339 339 339 339 339 339 339
Tabel 2. Statistik Jenis Kelamin Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 208 65%
Perempuan 110 34%
Jumlah 319 100%
Gambar 1. Jenis Kelamin
Tabel 3. Satistik Usia
Usia Frekuensi Persentase
< 20 tahun 1 0,32%
21 – 25 7 2,21%
26 - 30 10 3,15%
31 – 35 23 7,26%
36 – 40 25 7,89%
41 – 45 71 22,40%
46 – 50 90 28,39%
> 50 tahun 90 28,39%
Jumlah 317 100%
Gambar 2. Usia
[ 72 ]
Tabel 4. Statistik Golongan
Golongan Frekuensi Persentase
2C 1 0,35%
3A 5 1,76%
3B 14 4,93%
3C 87 30,63%
3D 116 40,85%
4A 46 16,20%
4B 12 4,23%
Jumlah 284 100%
Gambar 3. Golongan
Tabel 5. Statistik Masa Kerja
Masa Kerja Frekuensi Persentase
< 4 tahum 5 1,50%
5 – 8 11 3,29%
9 – 12 24 7,19%
13 – 16 44 13,17%
17 – 20 75 22,46%
20 – 24 89 26,65%
> 24 tahun 86 25,75%
Jumlah 334 100%
Gambar 4. Masa Kerja
Tabel 6. Statistik Kepemilikan Sertifikat
Jumlah
Sertifikat Frekuensi Persentase
Tdk. Ada 38 11,21%
1 35 10,32%
2 31 9,14%
3 71 20,94%
4 55 16,22%
5 46 13,57%
> 5 63 18,58%
Jumlah 339 100%
Gambar 5. Kepemilikan Serifikat
Deskripsi Data
Berikut ini akan dipaparkan
deskriptif data berdasarkan jumlah
kuesioner yang telah dikumpulkan dan
data yang layak untuk dianalisis.
Jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 425 responden. Jumlah
kuesioner yang terkumpul sebanyak
339 dan dari jumlah tersebut yang
layak untu dianalisis sebanyak 333.
Data tingkat ketercapaian untuk setiap
[ 73 ]
variabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. Tingkat Ketercapaian No. Variabel Skor Ketercapaian Kategori
1. Kesesuaian Pengetahuan 13433 80,68% Sangat Tinggi
2. Kesesuaian Ketrampilan 12776 76,73% Tinggi 3. Kesesuaian Sikap 13268 79,69% Tinggi 4. Pengalaman Kerja 13145 78,95% Tinggi 5. Penguaasan Teknologi 11722 70,40% Tinggi 6. Prestasi Kerja 13168 79,09% Tinggi
Gambar 6. Tingkat Ketercapaian
Berdasarkan data tersebut di
atas, diketahui bahwa kesesuaian
pengetahuan memiliki skor yang paling
tinggi yaitu sebesar 13433 dengan
ketercapaian 80,68% pada kategori
sangat tinggi. Artinya bahwa dari
sebanyak 333 sampel penelitian,
80,68% memiliki pengetahuan yang
sangat tinggi. Sedangkan penguasaan
teknologi memiliki skor yang paling
rendah diantara variabel yang diukur
yaitu sebesar 11722 dengan
ketercapaian 70,40% pada kategori
Tinggi. Artinya bahwa dari sebanyak
333 sampel penelitian, 70,40%
memiliki penguasaan teknologi yang
tinggi.
Deskripsi data penelitian yang
mengungkapkan perbedaan antar
variabel berdasarkan indikator yang
[ 74 ]
dijabarkan dalam karakteristik
responden dianalisi secara deskriptif
menggunakan analisi multi
perbandingan. Dalam analisis multi
perbandingan ini, jumlah sampel yang
digunakan disesuaikan dengan jumlah
data yang layak untuk dianalisis. Hasil
analisis deskriptif multi perbandingan
dari seluruh variabel adalah sebagai
berikut.
Analisis Faktor Jenis Kelamin
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 317 responden mengisi item
jenis kelamin dan 22 orang tidak
mengisi. Dari jumlah tersebut setelah
dilakukan verifikasi data, terjaring 313
responden yang mengisi lengkap
kuesioner. Hasil analisis data terlihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 8. Tes Homogenitas Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.
A 0,0021 1 311 0,96 B 2,3887 1 311 0,12 C 0,2060 1 311 0,65 D 1,0979 1 311 0,30 E 2,4043 1 311 0,12 F 0,7482 1 311 0,39
Dari tabel tersebut terlihat bahwa probabilitas semua variabel diatas 0,05. Hal
ini menunjukkan bahwa semua variabel dapat dalakukan analisis lebih lanjut.
Tabel 10. Analisis Varian
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
A 12,1189 1 12,1189 0,37 0,55 B 13,1590 1 13,1590 0,48 0,49 C 13,6671 1 13,6671 0,46 0,50 D 1,3296 1 1,3296 0,04 0,84 E 102,5745 1 102,5745 2,71 0,10 F 11,6666 1 11,6666 0,34 0,56
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
keenam variabel memiliki nilai
signifikansi di atas 0,05. Dengan
[ 75 ]
demikian dapat dinyatakan bahwa
berdasarkan faktor jenis kelamin, tidak
ada perbedaan yang nyata.
Analisis Faktor Usia
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 319 responden mengisi item
usia dan 20 orang tidak mengisi. Dari
jumlah tersebut setelah dilakukan
verifikasi data, terjaring 311 responden
yang mengisi lengkap kuesioner.
Namun demikian, data yang diolah
sebanyak 310, satu responden yang
usianya dibawah 20 tahun. Hasil
analisis data terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 9. Tes Homogenitas
Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.
A 1,5840 6 303 0,15 B 1,3754 6 303 0,22 C 2,3796 6 303 0,03 D 3,1472 6 303 0,01 E 1,4945 6 303 0,18 F 2,2557 6 303 0,04
Dari tabel tersebut terlihat
bahwa probabilitas variabel C,D, dan F
lebih kecil dari 0,05 sedangkan
variabel lainnya diatas 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel C, D,
dan F tidak seharusnya di proses lebih
lanjut, karena variasi dari variabel
tersebut berbeda nyata. Sedangkan
variabel lain dapat diproses. Namun
demikian keseluruhan variabel dapat
diproses, karena analisis dengan SPSS
menggunakan metode Brown-Forsythe
(Pitono, 293 : 2011).
[ 76 ]
Tabel 10. Analisis Varian
Variabel Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
A 181,2493 6 30,2082 0,94 0,47 B 130,5474 6 21,7579 0,82 0,56 C 246,6614 6 41,1102 1,42 0,21 D 201,9081 6 33,6513 1,10 0,36 E 159,1729 6 26,5288 0,73 0,63 F 411,1996 6 68,5333 2,06 0,06
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
keenam variabel memiliki nilai
signifikansi di atas 0,05. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa
berdasarkan faktor usia, tidak ada
perbedaan yang nyata.
Analisis Golongan
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 284 responden mengisi item
golongan kepangkatan dan 55 orang
tidak mengisi. Dari jumlah tersebut
setelah dilakukan verifikasi data,
terjaring 280 responden yang mengisi
lengkap kuesioner. Namun demikian,
data yang diolah sebanyak 279, satu
responden golongan II/c tidak diproses.
Hasil analisis data terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 11. Tes Homogenitas
Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.
A 0,002 1 311 0,963 B 2,389 1 311 0,123 C 0,206 1 311 0,650 D 1,098 1 311 0,296 E 2,404 1 311 0,122 F 0,748 1 311 0,388
[ 77 ]
Tabel 12. Analisis Varian
Variabel Sum of Squares df Mean Square F Sig.
A 1083,3849 6,0000 180,5641 6,14 0,00 B 738,4591 6,0000 123,0765 4,89 0,00 C 922,1638 6,0000 153,6940 5,83 0,00 D 935,4794 6,0000 155,9132 5,47 0,00 E 1357,8618 6,0000 226,3103 6,72 0,00 F 1076,4609 6,0000 179,4101 5,91 0,00
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
keenam variabel memiliki nilai
signifikansi di bawah 0,05. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa
berdasarkan faktor golongan, terdapat
perbedaan pegawai yang signifikan
pada pegawai terhadap seluruh
variabel.
Analisis Faktor Pendidikan
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 319 responden mengisi item
pendidikan dan 20 orang tidak mengisi.
Dari jumlah tersebut setelah dilakukan
verifikasi data, terjaring 319 responden
yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil
analisis data terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 13. Tes Homogenitas
Variabel Levene Statistic df1 df2 Sig.
A 0,968 4 314 0,425 B 0,525 4 314 0,717 C 1,524 4 314 0,195 D 0,609 4 314 0,657 E 1,899 4 314 0,110 F 0,499 4 314 0,737
Tabel 14. Analisis varian
Var Sum of Squares Df Mean
Square F Sig.
A 196,971 4 49,243 1,531 ,193 B 157,301 4 39,325 1,457 ,215 C 167,661 4 41,915 1,429 ,224 D 286,563 4 71,641 2,317 ,057 E 799,829 4 199,957 5,546 ,000 F 254,699 4 63,675 1,890 ,112
[ 78 ]
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
variabel Penguasaan Teknologi
memiliki nilai signifikansi di bawah
0,05. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikansi pada pegawai
terhadap variabel penguasaan
teknologi.
Analisis Faktor Masa Kerja
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 334 responden mengisi item
usia dan 5 orang tidak mengisi. Dari
jumlah tersebut setelah dilakukan
verifikasi data, terjaring 328 responden
yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil
analisis data terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 15. Tes Homogenitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
A 2,598 6 321 0,018 B 2,547 6 321 0,020 C 3,259 6 321 0,004 D 4,923 6 321 0,000 E 2,405 6 321 0,027 F 2,914 6 321 0,009
Tabel 16. Analisis Varian
Var Sum of Squares df Mean
Square F Sig.
A 433,319 6 72,220 2,286 0,036
B 400,288 6 66,715 2,577 0,019
C 361,805 6 60,301 2,118 0,051
D 462,764 6 77,127 2,545 0,020
E 151,971 6 25,329 ,684 0,663
F 561,974 6 93,662 2,861 0,010
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
variabel Penguasaan Pengetahuan,
Penguasaan Ketrampilan, Pengalaman
Kerja dan Prestasi Kerja memiliki nilai
signifikansi di bawah 0,05. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikansi
pada pegawai terhadap variabel
Penguasaan Pengetahuan, Penguasaan
Ketrampilan, Pengalaman Kerja dan
Prestasi Kerja.
Analisis Faktor Jumlah Sertifikat
yang Dimiliki
Dari kuesioner sebanyak 339,
sebanyak 301 responden mengisi item
usia dan 38 orang tidak mengisi. Dari
jumlah tersebut setelah dilakukan
[ 79 ]
verifikasi data, terjaring 295 responden
yang mengisi lengkap kuesioner. Hasil
analisis data terlihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 17. Tes Homogenitas
Var Levene
Statistic df1 df2 Sig.
A 3,416 6 288 ,003
B 3,535 6 288 ,002
C 3,961 6 288 ,001
D 3,734 6 288 ,001
E 1,605 6 288 ,146
F 2,713 6 288 ,014
Tabel 18. Analisis Varian
Var Sum of Squares Df Mean
Square F Sig.
A 772,474 6 128,746 4,129 0,001
B 602,833 6 100,472 3,987 0,001
C 752,937 6 125,489 4,558 0,000
D 679,388 6 113,231 3,833 0,001
E 648,660 6 108,110 2,869 0,010
F 691,858 6 115,310 3,591 0,002
Berdasarkan hasil analisis
tersebut di atas, diketahui bahwa
keenam variabel memiliki nilai
signifikansi di bawah 0,05. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa
berdasarkan faktor Jumlah Sertifikat
yang Dimiliki, terdapat perbedaan
pegawai yang signifikan pada pegawai
terhadap seluruh variabel.
Uji Hipotesis
Hasil uji hipotesis penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 19. Hasil Analisis untuk Uji F
Model Sum of Squares df
Mean Square F Sig.
1 Regression 8789,915 5 1757,983 246,013 ,000(a) Residual 2336,704 327 7,146 Total 11126,619 332
a Predictors: (Constant), X5, X1, X2, X4, X3 b Dependent Variable: Y
[ 80 ]
Berdasarkan tabel tersebut diketahui
bahwa uji hipotesis dengan
menggunakan uji F diperoleh nilai F
test sebesar 246,013 dengan
signifikansi sebesar 0,000. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari
0,05. Dengan demikian kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian keterampilan,
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
dan penguasaan teknologi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja pegawai.
Teknik analisis data untuk
menguji pengaruh masing-masing
variabel, kesesuaian pengetahuan,
kesesuaian keterampilan, kesesuaian
sikap, pengalaman kerja, dan
penguasaan teknologi terhadap prestasi
kerja pegawai digunakan uji t. Hasil uji
t untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian keterampilan,
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
dan penguasaan teknologi terhadap
prestasi kerja seperti tampak pada tabel
di bawah ini.
Tabel 20. Hasil Analisis Uji t
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std.
Error Beta 1 (Constant) 1,436 1,156 1,243 ,215
X1 ,204 ,053 0,199 3,861 ,000 X2 -,116 ,062 -0,103 -1,886 ,060 X3 ,152 ,073 0,140 2,083 ,038 X4 ,612 ,063 0,586 9,716 ,000 X5 ,118 ,035 0,124 3,383 ,001
[ 81 ]
a Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel tersebut di
atas, diketahui bahwa nilai uji t untuk
mengetahui pengaruh penguasaan
ketrampilan terhadap prestasi kerja
memiliki nilai signifikansi > 0,05
yaitu sebesar 0,060. Sedangkan untuk
variabel yang lain memiliki nilai <
0,05. Dengan demikian hanya variabel
penguasaan ketrampilan yang tidak
berpengaruh terhadap prestasi kerja,
sedangkan variabel yang lainnya
memiliki pengaruh terhadap prestasi
kerja.
Untuk mengetahui besarnya
daya dukung keenam variabel tersebut
terhadap prestasi kerja digunakan uji
determinasi. Hasil uji determinasi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 21. Hasil Analisis untuk Uji Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate 1 ,889(a) ,790 ,787 2,67318
a Predictors:
(Constant), X5, X1, X2, X4, X3
Berdasarkan data pada tabel
tersebut di atas, diketahui bahwa nilai
uji determinasi sebesar 0,787. Hasil ini
mengindikasikan bahwa keenam
variabel tersebut mendukung
pencapaian prestasi kerja sebesar
78,7%.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis deskriptif,
variabel kesesusian pengetahuan
memiliki skor pada kategori sangat
tinggi yaitu sebesar 80,68. Sedangkan
variabel yang lainnya pada kategori
tinggi, masing-masing kesesuaian
sikap sebesar 79,69, prestasi kerja
sebesar 79,09, pengalaman kerja
[ 82 ]
sebesar 78,95, kesesuaian ketrampilan
sebesar 76,73 dan penguasaan
teknologi sebesar 70,40.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang nyata dari Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan
terhadap kesesuaian pengetahuan,
kesesuaian ketrampilan, kesesuaian
sikap, pengalaman kerja, penguasaan
teknologi dan prestasi kerja.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan faktor usia menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
nyata dari Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
kesesuaian pengetahuan, kesesuaian
ketrampilan, kesesuaian sikap,
pengalaman kerja, penguasaan
teknologi dan prestasi kerja.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan faktor golongan
menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata dari Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan
terhadap kesesuaian pengetahuan,
kesesuaian ketrampilan, kesesuaian
sikap, pengalaman kerja, penguasaan
teknologi dan prestasi kerja. Perbedaan
tersebut ditunjukkan dengan hasil
analisis varian antar golongan yang
memiliki nilai signifikansi < 0,05 pada
masing-masing variabel. Hasil analisis
varian terhadap variabel kesesuaian
pengetahuan menunjukkan bahwa nilai
signifikansi pada perbedaan antara
golongan IIIb : IVa sebesar 0,0058,
antara golongan IIIc : IVa sebesar
0,0000, antara golongan IIId : IVa
sebesar 0,0004. Hasil ini menunjukkan
adanya perbedaan Pegawai Negeri
Sipil Pemerintah Kota Medan terhadap
kesesuaian pengetahuan antara
golongan IIIb, IIIc dan IIId dengan
golongan IVa.
Hasil analisis varian
berdasarkan golongan terhadap
[ 83 ]
variabel kesesuaian ketrampilan
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara golongan IIIb :
IVa sebesar 0,0052, antara golongan
IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara
golongan IIId : IVa sebesar 0,0071.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
kesesuaian ketrampilan antara
golongan IIIb, IIIc dan IIId dengan
golongan IVa.
Hasil analisis varian
berdasarkan golongan terhadap
variabel kesesuaian sikap
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara golongan IIIb :
IVa sebesar 0,0458, antara golongan
IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara
golongan IIId : IVa sebesar 0,0005.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
kesesuaian sikap antara golongan IIIb,
IIIc dan IIId dengan golongan IVa.
Hasil analisis varian
berdasarkan golongan terhadap
variabel pengalaman kerja
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara golongan IIIb :
IVa sebesar 0,0125, antara golongan
IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara
golongan IIId : IVa sebesar 0,0011.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
pengalaman kerja antara golongan
IIIb, IIIc dan IIId dengan golongan
IVa.
Hasil analisis varian
berdasarkan golongan terhadap
variabel penguasaan teknologi
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara golongan IIIb :
IVa sebesar 0,0017, antara golongan
IIIc : IVa sebesar 0,0000, antara
golongan IIId : IVa sebesar 0,0024.
[ 84 ]
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
penguasaan teknologi antara golongan
IIIb, IIIc dan IIId dengan golongan
IVa.
Hasil analisis varian
berdasarkan golongan terhadap
variabel prestasi kerja menunjukkan
bahwa nilai signifikansi pada
perbedaan antara golongan IIIc : IVa
sebesar 0,0000, antara golongan IIId :
IVa sebesar 0,0008. Hasil ini
menunjukkan adanya perbedaan
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota
Medan terhadap penguasaan teknologi
antara golongan IIIc dan IIId dengan
golongan IVa.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan faktor pendidikan
menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata dari Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan
terhadap penguasaan teknologi,
sedangkan terhadap variabel
kesesuaian pengetahuan, kesesuaian
ketrampilan, kesesuaian sikap,
pengalaman kerja, dan prestasi kerja
tidak terdapat perbedaan yang nyata.
Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan
hasil analisis varian antar tingkat
pendidikan yang memiliki nilai
signifikansi < 0,05 pada variabel
penguasan teknologi. Hasil analisis
varian terhadap variabel penguasan
teknologi menunjukkan bahwa nilai
signifikansi pada perbedaan antara
pegawai yang berpendidikan S2 : S1
sebesar 0,0333, antara pegawai yang
berpendidikan S2 : SLTA sebesar
0,0003, antara pegawai yang
berpendidikan S1: SLTA sebesar
0,0371. Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan terhadap penguasaan
teknologi antara pegawai yang
berpendidikan S2 dengan pegawai
yang berpendidikan S1 dan SLTA serta
antara pegawai yang berpendidikan S1
[ 85 ]
dengan pegawai yang berpendidikan
SLTA.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan faktor masa kerja (tabel
29) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata dari Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan
terhadap variabel kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
penguasaan teknologi dan prestasi
kerja. Perbedaan tersebut ditunjukkan
dengan hasil analisis varian pada
seluruh sampel. Tetapi bila analisis
dilakukan pada tiap sampel antar masa
kerja maka yang memiliki nilai
signifikansi < 0,05 terdapat pada
variabel kesessuaian ketrampilan yaitu
antara pegawai yang memiliki masa
kerja 5-8 tahun dengan pegawai yang
memiliki masa kerja > 24 tahun. Hasil
ini menunjukkan adanya perbedaan
terhadap penguasaan teknologi antara
pegawai yang memiliki masa kerja 5-8
tahun dengan pegawai yang memiliki
masa kerja > 24 tahun.
Hasil analisis perbandingan
berdasarkan jumlah sertifikat
menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang nyata dari Pegawai
Negeri Sipil Pemerintah Kota Medan
terhadap variabel kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
penguasaan teknologi dan prestasi
kerja. Perbedaan tersebut ditunjukkan
dengan hasil analisis varian antar
jumlah sertifikat yang dimiliki pegawai
dengan nilai signifikansi < 0,05 pada
seluruh variabel. Hasil analisis varian
terhadap variabel kesesuaian
pengetahuan menunjukkan bahwa nilai
signifikansi pada perbedaan antara
pegawai yang tidak memiliki sertifikat
dengan yang memiliki 3 sertifikat
sebesar 0,0092, pegawai yang tidak
memiliki sertifikat dengan yang
memiliki 4 sertifikat sebesar 0,0367,
[ 86 ]
pegawai yang tidak memiliki sertifikat
dengan yang memiliki 5 sertifikat
sebesar 0,0029 dan pegawai yang tidak
memiliki sertifikat dengan yang
memiliki sertifikat > 5 sebesar 0,0002.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
kesesuaian pengetahuan antara
pegawai yang tidak memilliki sertifikat
dengan pegawai yang memiliki
sertifikat 3, 4, 5 dan > 5.
Hasil analisis varian terhadap
variabel kesesuaian ketrampilan
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara pegawai yang
tidak memiliki sertifikat dengan yang
memiliki 3 sertifikat sebesar 0,0010,
pegawai yang tidak memiliki sertifikat
dengan yang memiliki 4 sertifikat
sebesar 0,0353, pegawai yang tidak
memiliki sertifikat dengan yang
memiliki 5 sertifikat sebesar 0,0238
dan pegawai yang tidak memiliki
sertifikat dengan yang memiliki
sertifikat > 5 sebesar 0,0019. Hasil ini
menunjukkan adanya perbedaan
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota
Medan terhadap kesesuaian
ketrampilan antara pegawai yang tidak
memilliki sertifikat dengan pegawai
yang memiliki sertifikat 3, 4, 5 dan >
5.
Hasil analisis varian terhadap variabel
kesesuaian sikap menunjukkan bahwa
nilai signifikansi pada perbedaan
antara pegawai yang tidak memiliki
sertifikat dengan yang memiliki 3
sertifikat sebesar 0,0473, pegawai yang
tidak memiliki sertifikat dengan yang
memiliki 5 sertifikat sebesar 0,0375
dan pegawai yang tidak memiliki
sertifikat dengan yang memiliki
sertifikat > 5 sebesar 0,0009. Hasil ini
menunjukkan adanya perbedaan
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota
Medan terhadap kesesuaian sikap
antara pegawai yang tidak memilliki
[ 87 ]
sertifikat dengan pegawai yang
memiliki sertifikat 3, 5 dan > 5.
Hasil analisis varian terhadap
variabel pengalaman kerja
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara pegawai yang
tidak memiliki sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0002.
Selain itu perbedaan antara pegawai
yang memiliki 2 sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0450.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
pengalaman kerja antara pegawai yang
tidak memilliki sertifikat dan pegawai
yang memiliki 2 sertifikat dengan
pegawai yang memiliki sertifikat > 5.
Hasil analisis varian terhadap
variabel penguasan teknologi
menunjukkan bahwa nilai signifikansi
pada perbedaan antara pegawai yang
tidak memiliki sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0351.
Selain itu perbedaan antara pegawai
yang memiliki 4 sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0223.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
penguasan teknologi antara pegawai
yang tidak memilliki sertifikat dan
pegawai yang memiliki 4 sertifikat
dengan pegawai yang memiliki
sertifikat > 5.
Hasil analisis varian terhadap
variabel prestasi kerja menunjukkan
bahwa nilai signifikansi pada
perbedaan antara pegawai yang tidak
memiliki sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0023.
Selain itu perbedaan antara pegawai
yang memiliki 4 sertifikat dengan yang
memiliki sertikat > 5 sebesar 0,0473.
Hasil ini menunjukkan adanya
perbedaan Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan terhadap
prestasi kerja antara pegawai yang
[ 88 ]
tidak memilliki sertifikat dan pegawai
yang memiliki 4 sertifikat dengan
pegawai yang memiliki sertifikat > 5.
Hasil uji hipotesis
menunjukkan bahwa nilai Fhitung
sebesar 246,013 dengan signifikansi
sebesar 0,0000. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
dan penguasaan teknologi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja. Berdasarkan analisis
data, model persamaan regresi
berganda dalam penelitian ini adalah Y
= 1,436 + 0,204X1 – 0,116X2 +
0,152X3 + 0,612X4 + 0,118X5.
Dengan melihat besarnya nilai
koefisien dari persamaan tersebut,
maka variabel pengalaman kerja
memiliki nilai koefisien yang paling
tinggi dibandingkan dengan variabel
lainnya. Hasil ini mengindikasikan
bahwa pengalaman kerja memiliki
pengaruh yang dominan terhadap
prestasi kerja. Semakin berpengalaman
dalam bekerja maka akan semakin
tinggi prestasi kerja pegawai.
Biasanya, semakin tinggi pengalaman
kerja seseorang maka akan semakin
mudah dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Bila pegawai
menghadapi kesulitan dalam bekerja,
karena pengalaman yang dimiliki maka
akan semakin cepat menyelesaikan
kesulitan tersebut. Makin
berpengalaman dalam menjalankan
tugas pokoknya, maka makin mudah
dalam memberikan kecepatan,
kemudahan, ketepatan dan
keterpaduan dalam bekerja sama
dengan teman sejawat sehingga tujuan
organisasi akan tercapai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai thitung untuk
mengetahui pengaruh kesesuaian
pengetahuan terhadap prestasi kerja
sebesar 3,861 dengan signifikansi
[ 89 ]
sebesar 0,000. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kesesuaian
pengetahuan mempunyai pengaruh
signifikan terhadap prestasi kerja
pegawai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai thitung untuk
mengetahui pengaruh kesesuaian
ketrampilan terhadap prestasi kerja
sebesar -1,886 dengan signifikansi
sebesar 0,060. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kesesuaian
ketrampilan tidak mempunyai
pengaruh terhadap prestasi kerja
pegawai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai thitung untuk
mengetahui pengaruh kesesuaian sikap
terhadap prestasi kerja sebesar 2,084
dengan signifikansi sebesar 0,033.
Hasil ini mengindikasikan bahwa
kesesuaian sikap mempunyai pengaruh
signifikan terhadap prestasi kerja
pegawai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai thitung untuk
mengetahui pengaruh pengalaman
kerja terhadap prestasi kerja sebesar
9,716 dengan signifikansi sebesar
0,000. Hasil ini mengindikasikan
bahwa pengalaman kerja mempunyai
pengaruh signifikan terhadap prestasi
kerja pegawai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai thitung untuk
mengetahui pengaruh penguasan
teknologi terhadap prestasi kerja
sebesar 3,383 dengan signifikansi
sebesar 0,001. Hasil ini
mengindikasikan bahwa penguasaan
teknologi mempunyai pengaruh
signifikan terhadap prestasi kerja
pegawai.
Hasil analisis data
menunjukkan bahwa nilai uji
determinasi sebesar 0,787. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kesesuaian
pengetahuan, kesesuaian ketrampilan,
[ 90 ]
kesesuaian sikap, pengalaman kerja,
dan penguasaan teknologi mempunyai
mendukung pencapaian prestasi kerja
sebesar 78,7%, sedangkan sisanya
yaitu sebesar 21,3% didukung oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat dirumuskan
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kesesuaian pengetahuan,
kesesuaian ketrampilan, kesesuaian
sikap, pengalaman kerja, dan
penguasaan teknologi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan.
2. Kesesuaian pengetahuan
mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi kerja
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah
Kota Medan.
3. Kesesuaian ketrampilan tidak
mempunyai pengaruh terhadap
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan.
4. Kesesuaian sikap mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan.
5. Pengalaman Kerja mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan.
6. Penguasaan teknologi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil
Pemerintah Kota Medan.
7. Model penelitian dirumuskan
menggunakan persamaann regresi
ganda dengan persamaan Y = 1,436
+ 0,204X1 – 0,116X2 + 0,152X3 +
0,612X4 + 0,118X5.
8. Faktor pengalaman kerja merupakan
faktor yang paling dominan
mempengaruhi prestasi kerja.
[ 91 ]
Berdasarkan hasil penelitian
maka beberapa saran yang dapat
disampaikan dalam penelitian ini
antara lain :
1. Perlu adanya peningkatan
ketrampilan pegawai melalui
berbagai bentuk pendidikan dan
latihan, workshop, magang dan lain-
lain yang berhubungan dengan
bidang kerja.
2. Melihat adanya perbedaan yang
signifikan pada pegawai terhadap
penguasaan teknologi maka perlu
dikondisikan pentingnya
penguasaan teknologi sebagai
budaya kerja modern di lingkungan
kerja.
3. Melihat adanya perbedaan yang
signifikan pada pegawai terhadap
kesesuaian pengetahuan, kesesuaian
ketrampilan, kesesuaian sikap,
pengalaman kerja, penguasaan
teknologi dan prestasi kerja
berdasarkan golongan, maka perlu
dibangun budaya sharing informasi
(sharing knowledge) untuk
mencapai efektifitas dan
produktivitas kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Sandro. 1999. Pengalaman Kerja Dalam Manajemen Organisasi. Gunung Agung. Jakarta.
Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1996.
Organisasi dan Manajemen : Perilaku, Strukur, dan Proses. Erlangga. Jakarta.
Hasan, I. 2003. Pokok-pokok Materi
Statistik. Bumi Aksara. Jakarta. Hasibuan, Malayu. 2009. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
Handayani, Sasono. 2002. Menjadi
SDM yang Berpengalaman dan Profesional. Rienika Cipta. Jakarta.
Mangkunegara. 2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosda. Bandung.
Milkovich. George T., Boudreau. John
W. 1994. Human Resource Management. Richard D. Irwin, Sixth Edition. USA.
Simamora. 1997. Manajemen SDM.
STIE YPKN. Yogyakarta.
[ 92 ]
PERANAN PEMKO MEDAN DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFLASI DAERAH
DI KOTA MEDAN Prawidya Hariani* Lailan Safina Hsb
Jasman Syarifuddin Hsb
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tentang pola inflasi yang terjadi di Kota Medan, mengetahui kelompok barang apa saja yang mendominasi inflasi di Kota Medan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota di Kota Medan serta mengetahui lebih jauh lagi tentang persepsi masyarakat dan para stakeholder pelaku ekonomi di Kota Medan tentang peranan dari Pemerintah Kota Medan dalam mengendalikan laju inflasi di Kota Medan.
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di kota Medan dengan memasukkan variabel total pengeluaran konsumsi penduduk kota Medan (C), besarnya pengeluaran Investasi (I) dan besarnya belanja pemerintah kota Medan dalam APBD kota Medan (G) sebagai variabel bebas dan tingkat inflasi per tahun sebagai variabel terikat. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui persepsi persepsi masyarakat dan para pelaku bisnis pelaku ekonomi di Kota Medan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa varabel tingkat konsumsi dan pengeluaran investasi berpengaruh positip dan signfikan pada α 5% sedangkan pengeluaran pemerintah berpengaruh positip dan signifikan pada α 10%.Kelompok rumahtangga dalam 6 bulan terakhir merasakan inflasi yang tinggi dan penurunan pendapatan riil.Kelompok Pelaku bisnis dalam 6 bulan terakhir merasakan inflasi yang tinggi dan tingkat keuntungan yang berkurang, Baik kelompok rumahtanggan maupun pelaku bisnis mempunyai persepsi bahwa pemko Medan dapat membantu mengendalikan inflasi. Kata kunci : Pengendalian inflasi, Faktor Penyebab Inflasi, Persepsi Masyarakat I. PENDAHULUAN
Inflasi merupakan fenomena atau
peristiwa ekonomi secara makro yang
dapat menggambarkan aktivitas dan
pencapaian yang dicapai oleh kegiatan
ekonomi, baik di suatu wilayah
ataupun di suatu negara. Fenomena
ekonomi seperti inflasi, tidak mungkin
dihindari, melainkan bagaimana cara
pemerintah mampu mengendalikan
gejolak inflasi yang tinggi dan tidak
stabil, agar menjadi relatif lebih rendah
[ 94 ]
dan tetap stabil. Laju inflasi selain
merupakan indikator utama untuk
melihat kinerja ekonomi suatu daerah
atau negara, juga merupakan target
yang akan dicapai pemerintah, karena
salah satu asumsi dasar dalam
menyusun nota keuangan negara dalam
bentuk APBN pada tiap tahunnya juga
mengacu pada seberapa besar target
inflasi yang akan dicapai pada tahun
tersebut. Jadi laju inflasi harus dapat
dikendalikan oleh pemerintah dalam
hal ini Bank Indonesia yang telah
diamanahkan dalam undang-undang
No. 23 Tahun 1999 tentang Tugas dan
Tanggungjawab Bank Indonesia.
Faktanya, tidaklah mungkin
hanya Bank Indonesia yang dapat
mengendalikan laju inflasi, tapi yang
lebih penting lagi adalah apa yang
sudah menjadi target oleh Pemerintah,
maka Bank Indonesia harus dapat
menjaga stabilitasnya. Oleh karena itu
Bank Indonesia bersama-sama dengan
Pemerintah Pusat sampai dengan
Pemerintah Propinsi serta Kota dan
Kabupaten selalu bekerjasama dan
berkoordinasi dalam mengendalikan
laju inflasi , terutama pada kondisi
peak season (Bulan Ramadhan dan
Hari Raya) dimana laju inflasi menjadi
lebih cepat naik dan selalu terjadi pada
setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan
adanya gap expectation di pasar antara
konsumen di satu sisi dengan pedagang
barang-barang kebutuhan pokok pada
sisi lainnya.
Kenaikan harga barang secara
keseluruhan yang sering kita sebut
sebagai inflasi memiliki dampak yang
kuat terhadap perekonomian. Kenaikan
harga barang dapat disebabkan karena
beberapa faktor diantaranya jumlah
uang yang beredar di masyarakat
cukup banyak, kelangkaan sumber
daya yang akan menyebabkan naiknya
impor barang tersebut, dan masih
banyak lagi sebab yang lainnya.
[ 95 ]
Kebijakan Bank Indonesia di dalam
mengendalikan inflasi diantaranya
dengan mengurangi jumlah uang yang
beredar dan menaikkan tingkat suku
bunga.
Inflasi non inti (non core
inflation) secara definisi dapat
diartikan bahwa inflasi terjadi karena
adanya gangguan dari sisi penawaran
(supply side) dan berada di luar kendali
otoritas moneter, bersifat sesaat
(temporary) atau sering disebut noises
inflation. Terhadap inflasi non inti
tersebut, kebijakan moneter yang
diambil oleh Bank Indonesia tidak
akan berdampak apa-apa dalam
perekonomian, karena yang diperlukan
adalah kebijakan lain yakni kebijakan
fiskal dan sektor riil. Dimana kebijakan
ini sangat responsif terhadap
perekembangan ekonomi yang sedang
dihadapi.
Inflasi yang rendah dan stabil
merupakan prasyarat bagi
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkesinambungan. Inflasi daerah yang
mempunyai kontribusi yang relatif
besar yakni sebesar 73 persen dari
inflasi. Sumber tekanan inflasi di
daerah sangat tergantung dan
dipengaruhi oleh karakteristik daerah
masing-masing. Dengan
mempertimbangkan besarnya
kontribusinya serta dalam rangka
mendukung pencapaian sasaran inflasi
nasional, pengendalian inflasi di
daerah merupakan sebuah keharusan
dan bukan hanya menjadi tanggung
jawab Bank Indonesia melainkan juga
kebutuhan dari Pemerintah Daerah dan
institusi terkait di daerah, khususnya
inflasi yang disebabkan oleh gangguan
penawaran.
Demikian juga halnya dengan
Pemerintah Kota Medan (selanjutnya
disebut dengan Pemko Medan)
memiliki peranan yang cukup penting
dalam hal membantu Bank Indonesia
[ 96 ]
untuk mengendalikan laju inflasi yang
terjadi dalam perekonomian kota
Medan khususnya sektor ekonomi riil.
Pemerintah Kota Medan dan Propinsi
Sumatera Utara merupakan
perpanjangan tangan dari pemerintah
pusat di daerah yang secara integratif
dapat mengendalikan laju inflasi secara
bersama-sama dengan cakupan
wilayah didaerah, sehinggga
pengendalian inflasi secara nasional
dapat terwujud seperti yang telah
ditargetkan oleh pemerintah.
Sedangkan pengendalian inflasi di
sektor moneter merupakan
wewenangnya Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral, melalui instrumen
kebijakan moneter yang dipilih oleh
Bank Indonesia sendiri agar mampu
mengendalikan laju inflasi.
II. TINJAUAN TEORITIS
Inflasi merupakan masalah
yang selalu dihadapi dalam setiap
perekonomian. Dari sisi penawaran
(supply side), produsen membutuhkan
laju inflasi karena adanya kenaikan
harga yang pada gilirannya merupakan
stimulasi dalam memproduksi barang
dan jasa. Sebaliknya dari sisi
permintaan (demand side), konsumen
merasa sangat dirugikan apabila laju
inflasi cukup tinggi dan sangat
fluktuatif, yang pada gilirannya akan
mengurangi pendapatan riil dari
konsumen tersebut, sehingga
konsumen merasa tingkat
kesejahteraannya semakain menurun
akibat tingginya laju inflasi. Jadi laju
inflasi dibutuhkan pada level yang
rendah dan relatif stabil dari waktu ke
waktu sehingga perekonomian dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan semua pihak.
Inflasi juga merupakan salah
target dan indikator utama dalam
kinerja ekonomi disuatu negara atau
wilayah, sehingga inflasi akan menjadi
[ 97 ]
acuan dalam mentukan perencanaan
ekonomi yang akan dijalankan, seperti
besarnya nilai subsidi, penentuan
rencana keuangan negara (APBN),
pemilihan instrumen kebijakan oleh
Bank Indonesia, kebijakan sektor
perdagangan, bahkan perencanaan
bisnis (busisiness plan) oleh pelaku
pasar yakni perusahaan-perusahaan.
Ada berbagai teori atau
pandangan yang berkembang mengenai
faktor -faktor penyebab timbulnya
inflasi serta bagamana cara-cara yang
ditempuh dalam mengatasi tingginya
laju inflasi yang terjadi dalam
perekonomian.
Kaum Klasik mengatakan
bahwa inflasi adalah sama dengan
pertumbuhan uang beredar dkurangi
pertumbuhan output.Artinya penyebab
utama timbulnya inflasi atau kenaikan
harga adalah pertumbuhan jumlah uang
beredar. Hal ini didasarkan asumsi
bahwa kecepatan perputaran uang tetap
dan perekonomian berada dalam
tingkat kesempatan kerja penuh.
Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh kaum Moneteris
yang menyatakan bahwa inflasi itu
sebagai fenomena moneter dan
kecepatan perputaran uang adalah
konstan.Perbedaan a ntara kaum
Moneteris dan Klasik adalah bahwa
menurut Moneteris pertumbuhan uang
beredar berpengaruh juga terhadap
output dan kesempatan kerja. Jadi tidak
hanya berpengaruh terhadap tingkat
harga sebagaimana yang dikemukakan
oleh kaum Klasik.
Menurut Keynes, jumlah uang
beredar bukanlah satu-satunya faktor
penentu kenaikan tingkat harga.
Banyak faktor lain yang dapat
mempengaruhi kenaikan tingkat harga,
seperti pengeluaran konsumsi
masyarakat, pengeluaran investasi,
pengeluaran pemerintah dan pajak,
[ 98 ]
juga besarnya impor barang yang
membanjiri pasar domestik.
Kelompok aliran rasional
ekspektasi memandang inflasi sebagai
suatu fenomena ekonomi di bidang
moneter, namun mereka juga percaya
bahwa perubahan yang bersifat
antisipatif di dalam jumlah uang
beredar akan memberikan pengaruh
terhadap tingkat harga dan tidak
terhadap tingkat output. Sedangkan
kaum Strukturalis mengatakan bahwa
inflasi merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindarkan oleh perekonomian
yang sedang berkembang. Artinya
inflasi merupakan sesuatu yang
melekat di dalam proses pembangunan
ekonomi itu sendiri. Inflasi terjadi
karena terdapatnya sejumlah kendala
atau kekakuan struktural di dalam
perekonomian. Kendala tersebut dapat
berupa kendala penawaran bahan
pangan yang bersifat inelastis, kendala
devisa maupun kendala fiskal.
Berdasarkan pada asal
terjadinya inflasi, maka akan dapat
dibedakan atas:
(a) Domestic Inflation, yaitu inflasi
yang berasal dari dalam negeri
(domestik). Kenaikan harga
disebabkan di dalam negeri ini
disebabkan adanya kebijakan
pemerintah ataupun bank sentral yang
berdampak inflatoar ataupun dapat
juga disebabkan karena perubahan
perilaku masyarakat.
(b) Imported Inflation, yaitu inflasi
yang berasal dari kenaikan harga di
luar negri. Kenaikan harga di luar negri
akan mempengaruhi harga di dalam
negeri lewat kegiatan impor.
Ditinjau dari intensitasnya,
inflasi dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu :
(a) Creeping Inflation, yaitu inflasi
yang terjadi dengan laju pertumbuhan
berlangsung lambat atau merayap.
Artinya kenaikan harga-harga
[ 99 ]
berlangsung secara perlahan-lahan,
karena ekonomi berkerja lebih stabil.
(b) Galloping inflation, yaitu inflasi
yang terjadi dengan laju pertumbuhan
berlangsung sedikit lebih cepat, karena
ada shock dalam perekonomian,
khususnya sisi permintaan, sehingga
pergerakannya cenderung musiman
(seasonal). Artinya kenaikan harga-
harga berlangsung sedikit lebih cepat,
khususnya dipicu dari harga barang-
barang kebutuhan pokok.
(c) Hyper Inflation atau, yaitu inflasi
yang terjadi dengan laju pertumbuhan
yang tinggi. Artinya kenaikan harga-
harga berlangsung secara cepat.
Dipandang dari sudut bobotnya,
maka inflasi dapat dibedakan menjadi
4 jenis, yaitu :
a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang
laju pertumbuhannya berlangsug
secara perlahan-lahan dan berada
pada posisi satu digit atau dibawah
10% per tahun
b. Inflasi sedang, yaitu inflasi dengan
laju pertumbuhan yang berada di
antara lebih dari 10-20% per
tahun.
c. Inflasi berat, yaitu inflasi dengan
laju pertumbuhan yang berada di
antara lebih dari 20-100% per
tahun
d. Inflasi sangat berat, yaitu inflasi
dengan laju pertumbuhan berada
di atas 100% per tahun
Berdasarkan sumber
penyebab terjadinya laju inflasi,
maka dapat dibedakan atas 2 (dua
) sumber yakni :
(a) Demand-pull Inflation, yaitu
inflasi yang terjadi karena adanya
kenaikan permintaan agregat .
Kenaikan permintaan ini menyebabkan
kenaikan output (penawaran agregat).,
tetapi karena peningkatan penawaran
agregat lebih kecil dari kenaikan
permintaan agregat maka akan terjadi
inflasi. Apalagi kalau penawaran
[ 100 ]
agregat sudah mendekati bahkan sudah
mencapai kondisi kesempatan kerja
penuh (full employment). Menurut
Keynes terjadinya inflasi disebabkan
oleh permintaan agregat sedangkan
permintaan agregat ini tidak hanya
karena ekspansi bank sentral, namun
dapat pula disebabkan oleh
pengeluaran investasi baik oleh
pemerintah, maupun oleh swasta dan
pengeluaran konsumsi pemerintah
yang melebihi penerimaan (defisit
anggaran belanja negara) dalam
kondisi full employment.
(b) Cost Push Inflation, yaitu
inflasi yang terjadi karena adanya
kenaikan dalam biaya produksi yang
menyebabkan turunnya produksi
(penawaran agregat). Jadi inflasi ini
akan dibarengi dengan kontraksi
ekonomi yang cukup besar kemudian
akan diikuti dengan resesi ekonomi
jika pemerintah tidak dapat
mengendalikan laju infalsinya dalam
waktu tersebut.
Inflasi yang terjadi pada suatu
perekonomian (Nopirin, 2000), akan
memilliki beberapa dampak, seperti :
a. Equity Effect
Inflasi akan mendorong
terjadinya redistribusi pendapatan
diantara anggota masyarakat. Artinya
inflasi menyebabkan adanya
sekelompok masyarakat yang
mengalami penurunan pendapatan riil-
nya, sedangkan kelompok yang lain
justru mengalami peningkatan dalam
pendapatan riil. Jadi ada prinsip
berkeadilan secara ekonomi.
b. Efficiency Effect
Inflasi yang disebabkan
kenaikan permintaan akan mendorong
peningkatan produksi akan barang-
barang tersebut. Hal ini menyebabkan
berubahnya alokasi faktor produksi
barang-barang tersebut menjadi lebih
efisien. Dampak efisiensi ini akan
[ 101 ]
memberi stimulasi bagi produsen
dalam memproduksi barang-barang
yang dibutuhkan masyarakat, dan
terkadang produsen dalam meproduksi
barang tersebut juga memperhitungkan
tingkat ekspektasi yang terjadi di
masyarakat sebagai akibat dari
dorongan permintaan secara musiman
yang akan terjadi secara rutin.
c. Output Effect
Inflasi dapat meningkatkan
produksi dengan asumsi bahwa
produksi akan mengalami kenaikan
mendahului kenaikan tingkat upah.
Kenaikan harga ini akan menyebabkan
keuntungan produsen meningkat.
Selain dampak yang bersifat ekonomi,
inflasi juga menimbulkan dampak
sosial. Kenaikan harga yang
meyebabkan masyarakat menurun
pendapatan riil nya dapat memicu
timbulnya masalah-masalah keamanan
bahkan bisa sampai merembet ke
masalah keamanan negara.
III. METODE PENELITIAN
Berdasarkan atas klasifikasi
data, maka pada penelitian kali ini
digunakan data kwantitatif dengan
jenis rasio dan kualitatif. Sedangkan
berdasarkan dimensi waktu, maka data
yang digunakan adalah data runtun
waktu (time serries). Data Primer;
yang diperoleh dengan survey dan
wawancara langsung kepada warga
kota Medan dan para stakeholders .
Data Sekunder; diperoleh dari lembaga
pengumpul data baik dari pemerintah
dalam hal ini BPS (Biro Pusat Statistik
) Kota Medan, dan kantor Bank
Indonesia Medan, yang dipublikasikan
kepada masyarakat pengguna data.
Untuk mengetahui bagaimana
pola inflasi yang terjadi dalam
perkembangan ekonomi di Kota
Medan maka digunakan analisa
kualitatif statistik. Data yang
dikumpulkan selama periode waktu 10
tahun (2002 -2011) dalam bentuk data
[ 102 ]
triwulan. Berdasarkan data tersebut
maka digunakan angka pertumbuhan
harga atau inflasi guna melihat
fluktusasi harga yang terjadi dalam
perekonomian dan sekaligus dapat
dianalisis pola inflasi yang terjadi di
kota Medan.
Untuk mengetahui jenis
kelompok barang apa yang
mendominasi inflasi di kota Medan,
maka digunakan analisis kualitatif.
Data inflasi nantinya akan dilihat
berdasarkan jenis kelompok barang,
sehingga nantinya dapat diketahui jenis
kelompok barang yang sangat
mendominasi inflasi di kota Medan.
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi inflasi di kota
Medan, maka digunakan analisis
kuantitatif dengan menggunakan
analisa korelasi dan regresi. Model
yang digunakan menggunakan teori
Keynes, yang memasukkan variabel
pengeluaran konsumsi, pengeluaran
Investasi dan pengeluraran pemerintah
sebagai faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi inflasi. Teori Keynes
memandang inflasi dari sisi sektor riil,
walaupun memang sektor moneterlah
yang paling cepat memacu laju inflasi.
Namun dengan pertimbangan bahwa
data moneter untuk tingkat kota tidak
tersedia, maka digunakan pandangan
Keynes.
Adapun model regresi untuk
faktor-faktor yang mempengaruhi
inflasi di kota Medan yang akan
dibangun dalam penelitian ini adalah
Model Persamaan Simultan dengan 3
(tiga) variabel bebas (independent
variable) dan 1 satu) variabel terikat
(dependent variable) yakni :
INFt = β0 + β1 Ct + β2 It + β3 Gt + εt
Dimana :
INFt = Besarnya tingkat inflasi
per tahun (dalam persen)
[ 103 ]
Ct = Total Pengeluaran
Konsumsi penduduk
kota Medan (dalam
milyar rupiah)
It = Besarnya Pengeluaran
Investasi (dalam milyar
rupiah)
Gt = Besarnya Belanja
Pemerintah kota Medan
dalam APBD kota Medan
(dalam milyar rupiah)
β0 = Konstanta
β1....3 = Parameter/estimator dari
setiap variabel bebas
εt = Disturbance error
Untuk mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat dan stakeholder
pelaku ekonomi di kota Medan tentang
peranan Pemerintah Kota Medan
dalam mengendalikan laju inflasi di
pasar maka digunakan analisis
kualitatif. Data yang dikumpulkan
berasal dari daftar pertanyaan yang
disebarkan kepada masyarakat dan
para pelaku usaha.
Untuk mendapatkan sampel
yang dapat menggambarkan populasi,
maka dalam penentuan sampel
penelitian digunakan tabel penetuan
jumlah sampel dan populasi yang
dikembangkan oleh Isaac dan Michael
(Sugiyono, 2003). Jumlah
rumahtangga yang ada di kota Medan
sebesar 493.390, sehingga dapat
dibulatkan menjadi 500.000. Dari tabel
penentuan jumlah sampel, dengan
tingkat kesalahan 5%, maka besarnya
sampel yang diambil adalah sebanyak
345 responden. Jumlah kecamatan
yang ada di wilayah kota Medan
sebanyak 21 kecamatan. Dengan
demikian sampel yang diambil di
setiap kecamatan adalah sebanyak 17
responden. Sedangkan untuk pelaku
usaha maka ditetapkan 5 responden
untuk setiap kecamatan.
[ 104 ]
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika dari perkembangan
besarnya laju inflasi yang terjadi di
kota Medan dalam kurun waktu antara
tahun 2000-2011 relatif sangat
fluktuatif, secara rata-rata dalam kurun
waktu 12 tahun terakhir mencapai
angka 8,48%. Pada periode penelitian
ini, justru yang paling tinggi inflasi
terjadi pada tahun 2005 yakni
mencapai 22,91%, dimana pada tahun
tersebut adalah tahun awal
pemerintahan kabinet SBY yang
membuat kebijakan untuk menaikkan
harga BBM sampai 100%, akibatnya
harga barang-barang kebutuhan sehari-
hari meningkat tajam, sekaligus semua
barang dan jasa yang ada di pasar
mengalami kenaikan yang cukup besar.
Namun pada tahun berikutnya
mengalami penyesuaian, dan angka
inflasi kembali menuju pada angka
yang lebih moderat dan sesuai dengan
yang ditargetkan secara nasional.
Namun pada tahun 2008, kembali
mengalami kenaikan, karena ada
kenaikan harga BBM yang dipicu
secara eksternal yakni adanya kenaikan
harga minyak mentah internasional
menjadi lebih tinggi. Kondisi ini
memukul berat perekonomian
Indonesia, termasuk perekonomian
lokal kota Medan. Jika dilihat dari rata-
rata angka inflasi Medan, tetap berada
diatas inflasi nasional yang berkisar
7,2% (BPS 2011). Jika
diperbandingkan dalam teori ekonomi,
maka kinerja ekonomi kota Medan
masih kurang bagus, karena angka
inflasinya berada diatas angka
pertumbuhan ekonomi, seharusnya laju
inflasi harus lebih rendah dari laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga
ekonomi secara riil dalam kondisi yang
relatif baik.
Ditinjau dari kelompok barang
inflasi , maka pola inflasi berdasarkan
[ 105 ]
kelompok barang adalah sebagai
berikut:
- Untuk kelompok bahan
makanan inflasinya
berfluktuatif dengan tingkat
inflasi tertinggi tahun 2005,
sedangkan yang terendah tahun
2003.
- Untuk kelompok Makanan Jadi,
Minuman, Rokok dan
Tembakau, inflasi tertinggi
terjadi tahun 2001, setelah itu
mengalami penurunan.
Kemudian meningkat lagi tahun
2005 dan setelahnya relatif
stabil
- Untuk Perumahan, Air,
Listrik dan Bahan Bakar
inflasi tertinggi terjadi
tahun 2001 dan tahun 2005
- Untuk kelompok barang
sandang, trend nya kurang
fluktuatif, hal ini menunjukkan
bahwa kelompok barang
tersebut hanya sensistif dan
meningkat pada musim-musim
tertentu, jadi pola aktivitas
tidak begitu tinggi untuk
transaksi hariannya di pasar,
karena sifat barangnya yang
tahan lama (durability), pada
tahun 2002 inflasi naik secara
perlahan tapi fluktuasinya
relatif stabil.
- Untuk Kelompok Jasa
Kesehatan inflasinya juga
sangat fluktuatif dan angkanya
lumayan tinggi, kondisi ini
menunjukkan bahwa harga
obat-obatan sangat rentan
dengan perkembangan nilai
kurs atau pergerakan dipasar
valuta asing, karena banyak
bahan baku kimia yang
diimpor.
- Untuk Kelompok Jasa
Pendidikan, Rekreasi dan Olah
raga Bagi kelompok jasa
[ 106 ]
pendidikan, justru inflasinya
terjadi sangat fluktuatif. Hal ini
dapat dilihat dan dirasakan
karena biaya pendidikan
semakin mahal pada setiap
tahunnya. Naiknya uang
sekolah ditambah lagi, harga
buku pelajaran naik cukup
signifikan menyumbang angka
inflasi dari waktu ke waktu, dan
buku pelajaran akan berganti
setiap tahun karena ada
kebijakan sekolah yang
mengubah buku pelajaran yang
dipakai oleh siswanya setiap
tahun. Namun sejak tahun 2009
ada kecenderungannya
mengalami penurunan yang
cukup besar.
- Untuk Kelompok Jasa
Transportasi dan Komunikasi
Laju inflasi umumnya relatif
stabil pada kelompok jasa
transportasi dan komunikasi,
tapi ada kondisi yang sangat
berbeda pada tahun 2005 yakni
pasca kebijkana pemerintah
pusat menaikkan harga BBM
sebesar 100% mengakibatkan
angka inflasi pada tahun
tersebut untuk kelompok jasa
ini mneyumbang inflasi cukup
besar, tapi setelah itu laju
inflasi mengalami penyesuaian
dan relatif stabil. Namun pada
tahun 2009 laju inflasinya
justru mengalami negatif yang
berarti tidak ada pertambahan
melainkan terjadi penurunan
dalam produksi jasa atau
bahkan menggambarkan daya
beli masyarakat yang makin
menurun.
Dari sisi analisa kuantitatif,
maka koefisien korelasinya sebesar
0,924, atau artinya ada hubungan
antara konsumsi masyarakat (C),
Investasi (I), dan konsumsi
[ 107 ]
pemerintah (G) sebesar 92,4% dengan
laju inflasi di kota Medan, sedangkan
sisanya sebesar 7,6% memiliki
hubungan diluar model yang
dibangun. Dengan kata lain
hubungannnya sangat kuat. Dilihat
dari koefisien determinasi (R²) yang
di adjusted sebesar 0,708. Artinya
70,8% variabel C, I dan G mampu
menjelaskan variabel inflasi kota
Medan, sedangkan sisanya akan
dijelaskan oleh variabel diluar model.
Dengan kata lain model Keynes ini
secara empirik sudah sesuai antara
teori dengan kenyataan yang terjadi di
kota Medan.
Dari model regresi untuk inflasi
kota Medan yang dibangun
berdasrkan model dari Teori Keynes
yang melihat inflasi dari sisi
permintaan (demand-side)
menghasilkan persamaan regresi dari
model inflasi kota Medan yaitu :
INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct + 1,879E-5 It + 9,180E-6 Gt + εt
Artinya bahwa tingkat
konsumsi (C) berpengaruh secara
positif dan signifikan atau (t=3,492
pada α= 5%) terhadap laju inflasi,
atau jika konsumsi berubah yakni naik
sebesar 10% maka laju inflasi akan
naik sebesar 0,03 %, maka
elastisitasnya termasuk jenis yang in-
elastik (E<1) karena nilainya kurang
dari satu, berarti perubahan pada
tingkat konsumsi menjadi kurang
sensitif mempengaruhi laju inflasi
kota Medan.
Sedangkan untuk variabel
investasi (I) berpengaruh secara
positif dan signifikan (t=3,917 pada
α= 5%) terhadap laju inflasi, atau jika
investasi kota Medan naik sebesar
10% maka laju inflasi akan naik juga
sebesar 0,02 %, maka elastisitasnya
termasuk jenis yang in-elastik juga
(E<1) karena nilainya kurang dari
[ 108 ]
satu, berarti perubahan pada tingkat
investasi menjadi kurang sensitif
mempengaruhi laju inflasi kota
Medan.
Terakhir, variabel pengeluaran
pemerintah pemerintah kota Medan
(G) berpengaruh secara positif dan
signifikan (t=3,170 pada α= 10%)
terhadap laju inflasi, atau jika
pengeluaran pemerintah kota Medan
naik sebesar 10% maka laju inflasi
hanya akan naik sebesar 0,01 %,
sehingga elastisitasnya juga termasuk
jenis yang in-elastik juga (E<1)
karena nilainya kurang dari satu,
berarti perubahan pada tingkat
pengeluaran pemerintah menjadi
kurang sensitif mempengaruhi laju
inflasi kota Medan.
Jika dilihat secara teori,
hasilnya sudah sesuai dengan teori
yakni hubungan antara variabel bebas
(C,I dan G) terhadap variabel terikat
(INF), namun elastisitasnya atau
parameter yag dihasilkan tidak ada
yang elastik, padahal secara empirik,
bahwa variabel konsumsi sangat
sensitif terhadap perubahan pada laju
inflasi.
Keterbatasan ini mungkin
terletak pada data yang sangat sedikit,
hanya 7 tahun terakhir, jika sampel
tahun ditambah, maka nilai dari
parameter akan berubah, dan koefisien
korelasinya tidak akan terlalu tinggi
sampai lebih dari 90%, secara
ekonometrik, fakta statistiknya disebut
dengan supurious. Seolah-olah begitu
sempurna padahal terjadi serial
autokorelasi dengan ditunjukkan hasil
DW-Test (Durbin Watson Test) sebesar
2,143. Model ini juga dapat diperbaiki
dengan cara mengubah definisi
operasional dari variabel yang
digunakan.
Hasil wawancara dengan
responden rumahtangga dengan
[ 109 ]
menggunakan daftar pertanyaan
memberikan hasil sebagai berikut:
- Dari 251 responden rumah
tangga , 95,16% menyatakan
inflasi ada dan lumayan tinggi
di kota Medan dibandingkan
kondisi 6 bulan yang lalu
sedangkan sisanya hanya
4,84% yang menyatakan tidak
ada inflasi yang cukup tinggi.
- Dari 251 responden rumah
tangga 90,65% menyatakan
Inflasi telah menurunkan
pendapatan riil masyarakat
dibanding 6 bulan yang lalu,
dan yang menyatakan tidak
hanya 9,35% merasa tidak ada
penurunan pendapatan riil-nya.
- Dari 251 responden rumah
tangga, 83,74% sangat percaya
bahwa Pemko Medan mampu
mengendalikan laju inflasi di
kota Medan, sisanya 16,26%
tidak percaya.
- Dari 251 responden rumah
tangga, 82,38% yakin bahwa
Program operasi pasar dari
Pemko Medan mampu
mengendalikan laju inflasi di
pasar sedangkan yang
menyatakan tidak percaya
hanya 17,62%.
Persepsi resonden rumahtangga
mengenai sumbangan kelompok
barang dan jasa terhadap inflasi di kota
Medan saat ini dibandingkan kondisi 6
bulan yang lalu adalah sebagai berikut:
- Bahan makanan mencapai
96,61% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 3,39%
- Makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau mencapai
88,53% sisanya yang
menyatakan tidak hanya
11,48%.
- Perumahan, Air, Listrik dan
Bahan Bakar mencapai 90,51%
[ 110 ]
dan sisanya yang menyatakan
tidak hanya 9,49%
- Barang Sandang mencapai
88,89% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
11,11%
- Jasa Kesehatan mencapai
85,25% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
14,75%
- Jasa Pendidikan, rekreasi dan
olahraga mencapai 82,79%
sisanya yang menyatakan tidak
17,21%
- Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan mencapai
95,52% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 4,48%
Prediksi responden tentang
keadaan pada 6 bulan mendatang
adalah sebagai berikut:
- Sebanyak 79,27% menyatakan
akan ada kenaikan inflasi
sedang sisanya 20,73%
menyatakan tidak ada kenaikan.
Inflasi
- Sebanyak 50,41% menyatakan
pendapatan rill turun, 32,52%
menyatakan tidak berubah atau
tetap dan hanya 17,07% yang
menyatakan meningkat.
Jika dilihat berdasarkan
kelompok barang dan jasa yang
menyumbangkan inflasi cukup tinggi
pada masa 6 bulan yang akan datang
di kota Medan, maka prediksi dari 251
responden berdasarkanan kelompok-
kelompok barang dan jasa seperti
adalah sebagai berikut:
- Bahan makanan mencapai
96,19% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 3,81%
- Makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau mencapai
86,29% sisanya yang
menyatakan tidak hanya
13,71%.
[ 111 ]
- Perumahan, Air, Listrik dan
Bahan Bakar mencapai 95,73%
dan sisanya yang menyatakan
tidak hanya 4,27%
- Barang Sandang mencapai
92,81% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya 7,19%
- Jasa Kesehatan mencapai
88,62% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
11,38%
- Jasa Pendidikan, rekreasi dan
olahraga mencapai 89,66%
sisanya yang menyatakan tidak
10,34%
- Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan mencapai
98,71% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 1,29%
Dari 251 responden rumah
tangga yang berhasil diwawancarai,
maka 73,58% menyatakan pemko
Medan mampu mengendalikan
mencapai, sedangkan sisanya hanya
26,42% yang menyatakan tidak
mampu. Dari 251 responden rumah
tangga yang berhasil diwawancarai
mengenai keadaan perekonomian kota
Medan masa mendatang, maka 44,76%
yang menyatakan cukup baik, diikuti
yang menyatakan tetap seperti saat ini
sebesar 30,65% dan sisanya hanya
2,60% yang menyatakan buruk.
Hasil wawancara dengan
responden pelaku bisnis dengan
menggunakan daftar pertanyaan
memberikan hasil sebagai berikut:
- Dari 102 responden bisnis
97,06% menyatakan inflasi saat
ini jika dibandingkan dengan 6
bulan yang lalu dirasakan
sangat tinggi, sisanya yang
menyatakan tidak tinggi hanya
2,94%. Jadi perkembangan
harga-harag barang dan jasa di
pasar pada saat ini sungguh
terasa kenaikannya yang cukup
[ 112 ]
tinggi sehingga laju inflasi yang
dirasakan juga sangat tinggi.
- Dari 102 responden bisnis
82,65% menyatakan inflasi saat
ini dirasakan sangat tinggi,
sisanya yang menyatkan tidak
hanya 17,35%.
- Dari 102 responden bisnis
91,09% menyatakan dengan
tingginya inflasi maka akan
mengurangi keuntungan dari
usaha mereka sedangkan
sisanya hanya 8,91% yang
menyatakan tidak mengurangi
keuntungan.
- Dari 102 responden bisnis
maka 80,39% yang optimis
Pemo Medan mampu
mengendalikan laju inflasi
Medan, sedangkan sisanya
responden yang pesimis hanya
19,61%.
- Dari 102 responden bisnis,
maka 81,19% yang tetap
optimis bahwa Pemko Medan
mampu mengendalikan laju
inflasi Medan melalui program
operasi pasar untuk mengurangi
laju inflasi, sedangkan sisanya
responden yang masih tetap
pesimis bahwa program ini
tidak mampu meredam laju
inflasi hanya 18,81%.
Jika dilihat berdasarkan
kelompok barang dan jasa yang
menyumbangkan inflasi cukup tinggi
pada saat ini dibanding 6 bulan yang
lalu di kota Medan, maka persepsi dari
102 responden bisnis terhadap
kelompok-kelompok barang dan jasa
adalah sebagai berikut:
- Bahan makanan mencapai
90,63% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 9,37%
- Makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau mencapai
83,61% sisanya yang nyatakan
mtidak hanya 16,39%.
[ 113 ]
- Perumahan, Air, Listrik dan
Bahan Bakar mencapai 92,86%
dan yang menyatakan tidak
hanya 7,14%
- Barang Sandang mencapai
89,04% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
10,96%.
- Jasa Kesehatan mencapai
76,47% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
23,53%.
- Jasa Pendidikan, rekreasi dan
olahraga mencapai 78,85%
sisanya yang menyatakan tidak
21,15%.
- Transportasi, Komunikasi dan
Jasa Keuangan mencapai
93,44% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 6,54%
Responden masih tetap pesimis
bahwa untuk 6 bulan yang akan datang
laju inflasi masih tinggi yakni sebesar
86,87%, sisanya yang optimis hanya
13,13%. Sedangkan prediksi tentang
keuntungan dari usaha yang mereka
miliki dominan mengatakan akan
mengalami penurunan yakni sebesar
61,46%, kemudian diikuti oleh prediksi
responden yang mengatakan tetap atau
tida ada perubahan dengan saat ini
mencapai 25%, sedangkan sisanya
adalah responden yang optomis akan
mendapatkan keuntungan yang lebih
baik dari saat ini mencapai 13,54%.
Jadi secara umum bahwa responden
bisnis hampir dominan merasa pesimis
dengan keuntungan dari usaha yang
mereka jalani saat ini, jika dilihat dari
perkembangan harga-harga pada saat
ini yang pada gilirannya akan
mengurangi daya beli masyarakat.
Prediksi responden kelompok
bisnis terhadap kelompok barang dan
jasa yang menyumbangkan inflasi
cukup tinggi pada masa 6 bulan yang
akan datang di kota Medan, adalah
sebagai berikut:
[ 114 ]
- Bahan makanan mencapai
96,67% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 3,33%
- Makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau mencapai
91,80% sisanya yang
menyatakan tidak hanya 8,20%.
- Perumahan, Air, Listrik dan
Bahan Bakar mencapai 95,65%
dan yang menyatakan tidak
hanya 4,35%
- Barang Sandang mencapai
91,89% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya 8,11%
- Jasa Kesehatan mencapai
89,80% dan sisanya yang
menyatakan tidak hanya
10,10%
- Jasa Pendidikan, rekreasi dan
olahraga mencapai 93,75%
sisanya yang menyatakan tidak
6,25%
- Transportasi, Komunikasi
dan Jasa Keuangan justru
mencapai 100%.
Sebanyak 79,80% responden
optimis bahwa Pemko Medan mampu
mengendalikan laju inflasi di kota
Medan untuk 6 bulan yang kan datang,
sedangkan sisanya yang tidak yakin
dengan kemampuan Pemko Medan
hanya 20,20%. Prediksi responden
tentang perekonomian kota Medan
yang optimis baik mencapai 47%
sedangkan yang menyatakan tetap atau
perekonomiannnya akan sama dengan
saat ini mencapai 36%, sedangkan
sisanya pesimis bahwa perekonomian
Kota Medan akan membaik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan
1. Laju inflasi di kota Medan dalam
kurun waktu tahun 2000-2011 relatif
sangat fluktuatif, dengan rata-rata
8,48%. Tingkat inflasi tahun 2001
[ 115 ]
lebih tinggi dari inflasi rata-rata yang
disebabkan masih terasanya pengaruh
krisis moneter 1998. Inflasi tahun
2005 juga lebih tinggi dari inflasi rata-
rata yang disebabkan terjadinya
kenaikan BBM sebesar
100%.Demikian juga halnya dengan
inflasi tahun 2008 yang lebih tinggi
dari inflasi rata-rata. Hal ini
disebabkan naiknya lagi harga BBM.
Bila dibandingkan dengan tingkat
inflasi secara nasional, maka rata-rata
inflasi kota Medan lebih tinggi dari
inflasi nasional (7,2%).
2. Laju inflasi kota Medan periode
2000 – 2011 berdasarkan kelompok
barang adalah sebagai berikut:
- Kelompok bahan makanan,
inflasinya sangat fluktuatif
dengan rata-rata 9,23% .
Inflasi tertinggi tahun 2001
(18,91%) sedangkan inflasi
terendah tahun 2003 (-
3,14%)
- Kelompok makanan
jadi,minuman, rokok dan
tembakau inflasinya relatif
stabil (8,88%) . Inflasi
tertinggi tahun 2001
(20,47%) dan inflasi
terendah tahun 2004 (1,89).
- Kelompok perumahan, air,
listrik dan bahan bakar
sangat fluktuatif dengan
rata-rata (10,44%). Inflasi
tertinggi tahun 2002
(17,18%) dan inflasi
terendah tahun 2007
(3,27%).Hal ini disebabkan
karena terjadinya kenaikan
harga BBM, kenaikan TDL
dan juga meningkatnya
permintaan akan
perumahan.
- Kelompok barang sandang,
trend nya kurang fluktuatif
dengan rata-rata 8,32%.
Inflasi tertinggi tahun 2007
[ 116 ]
(9,85%) dan inflasi
terendah tahun 2001
(4,88%). Hal ini
menunjukkan bahwa
kelompok barang tersebut
hanya sensistif dan
meningkat pada musim-
musim tertentu dan juga
karena sandang merupakan
barang tahan lama.
- Kelompok jasa kesehatan
tingkat inflasinya
berfluktuatif dengan rata-
rata 5,13%. Inflasi tertinggi
tahun 2001 (9,74%) dan
inflasi terendah tahun 2007
(0,04%).
- Kelompok jasa pendidikan,
rekreasi dan olah raga
tingkat inflasinya sangat
fluktuatif dengan rata-rata
8,22%. Tingkat inflasi
tertinggi terjadi tahun 2003
(15,29%) dan inflasi
terendah tahun 2009
(0,72%)
- Untuk kelompok barang
jasa transportasi dan
komunikasi, tingkat inflasi
rata-ratanya 10,49%. Inflasi
tertinggi than 2005
(62,25%) dan terendah
tahun 2009 (-4,,92%).
Tingginya inflasi tahun
2005 disebabkan kenaikan
harga BBM.
3. Persamaan regresi dari model
inflasi kota Medan yang diperoleh
yaitu :
INFt = 22,110 + 2,741E-6 Ct +
1,879E-5 It + 9,180E-6
Gt + εt
Tingkat konsumsi (C) berpengaruh
secara positif dan signifikan atau
(t=3,492 pada α= 5%) terhadap laju
inflasi. Variabel investasi (I)
berpengaruh secara positif dan
[ 117 ]
signifikan (t=3,917 pada α= 5%)
terhadap laju inflasi . Variabel
pengeluaran pemerintah
pemerintah kota Medan (G)
berpengaruh secara positif dan
signifikan (t=3,170 pada α= 10%) .
Nilai koefisien determinasi (R2)
yang di adjusted sebesar 0,708.
Artinya 70,8% variabel C,I dan G
mampu menjelaskan variabel
inflasi kota Medan, sedangkan
sisanya dijelaskan oleh variabel di
luar model.
4. Persepsi responden rumahtangga:
- Lebih dari 90% responden
yang merasakan adanya inflasi
dan inflasinya tinggi di kota
Medan
- 90,65% dari responden
merasakan penurunan
pendapatan riil dibanding 6
bulan yang lalu
- 83,74% dari responden percaya
bahwa pemko Medan dapat
membantu mengendalikan
inflasi
- Bahwa hampir semua
responden menyatakan program
pemko Medan yang dapat
membantu mengendalikan
inflasi adalah pasar murah
- Menurut responden, dalam 6
bulan terakhir inflasi yang
paling tinggi dirasakan pada
kelompok bahan makanan,
(kedua) kelompok transportasi
dan komunikasi, (ketiga)
perumahan, air, listrik dan
bahan bakar, (keempat)
sandang, (kelima) makanan
jadi, minuman rokok dan
tembakau, (keenam) kesehatan
dan (ketujuh) pendidikan,
rekreasi dan olah raga.
- 79,27% dari respondenm
memprediksi kenaikan inflasi 6
bulan mendatang.
[ 118 ]
- Hanya 50,41% dari responden
yang menyatakan bahwa
pendapatan riil akan mengalami
penurunan, 32,52%
menyatakab tetap sedangkan
17,07 yang menyatakan akan
meningkat.
- Responden memprediksi bahwa
dalam waktu 6 bulan ke depan,
inflasi yang tertinggi akan
terjadi pada kelompok
transportasi dan komunikasi,
(kedua) bahan makanan,
(ketiga) perumahan, air, listrik
dan bahan bakar, (keempat)
sandang, (kelima) pendidikan,
rekreasi dan olahraga, (keenam)
kesehatan, (ketujuh) makanan
jadi, minuman, rokok dan
tembakau.
- 73,58 % dari responden
menyatakan bahwa pemko
Medan dapat menanggulangi
inflasi
- 44,76% dari responden
menyatakan perekonomian kota
Medan lebih baik di masa
mendatang.
5. Persepsi responden bisnis
- 97,06% merasakan adanya
kenaikan harga barang dan
sangat tinggi dalam 6 bulan
terakhir
- 91,09% responden
menyatakan
keuntungannya
berkurang
- 80,39% dari responden
menyatakan pemko Medan
dapat membantu
mengendalikan inflasi
- 81,19% dari responden
mengatakan bahwa pasar
murah merupakan program
pemko Medan dalam
mengendalikan inflasi
- Responden memperkirakan
bahwa kelompok barang yang
[ 119 ]
mengalami inflasi, diurutan
tertinggi adalah (ke satu)
kelompok transportasi dan
komunikasi, (ke dua)
perumahan, air, listrik dan
bahan bakar,(ketiga) bahan
makanan, (keempat) sandang,
(kelima) makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau,
(keenam) pendidikan, rekreasi
dan olah raga dan (ketujuh)
kesehatan
- 86,87% dari responden
memperkirakan akan terjadi
kenaikan inflasi dalam 6 bulan
mendatang
- 61,46% dari responden
memprediksi keuntungan
mereka dalam 6 bulan
mendatang akan menurun
- Kelompok barang yang
diprediksi akan mengalami
inflasi dalam 6 bulan
mendatang adalah (ke satu )
kelompok transportasi dan
komunikasi, (kedua) kelompok
bahan makanan, (ketiga)
kelompok perumahan, air,
listrik dan bahan bakar,
(keempat) kelompok
pendidikan, rekreasi dan olah
raga, (kelima) sandang,
(keenam) kelompok makanan
jadi, minuman, rokok dan
tembakau), (ketujuh) kelompok
kesehatan.
- 79,80% dari responden percaya
bahwa pemko Medan dapat
membantu mengendalikan
inflasi di kota Medan
- 47% responden meyakini
bahwa perekonomian kota
Medan dimasa mendatang akan
menaik.
V.2 Saran
1. Penyelenggaraan pasar murah
yang masih bersifat sporadis
(hanya menjelang hari-hari besar
[ 120 ]
keagaman). Oleh karena itu perlu
diadakan pasar murah yang
tersistem.
2. Membentuk badan usaha milik
daerah (BUMD), yang diberi
wewenang untuk menjaga
kestabilan harga bahan makanan.
3. Melakukan pemantauan harga
ke pasar-pasar secara rutin dan
teratur.
4. Mempercepat pembangunan pasar
induk bukan hanya untuk komoditi
sayuran tetapi juga untuk beberapa
komoditi bahan pangan yang lain.
5. Mendirikan pusat informasi harga
yang dapat membantu masyarakat
dalam mengetahui informasi harga
bahan makanan pada berbagai
tempat
6. Memperbaiki ketersediaan
infrastuktur sehingga dapat
mempermudah distribusi barang.
7. Membangun kawasan perumahan
kelas menengah bawah dengan
harga yang terjangkau dan
dilengkapi dengan sarana public
utility, kawasan ini juga harus
terintegrasi dengan jaringan
transportasi publik, serhingga
dapat memudahkan masyarakat
Medan untuk mengakses sarana
dalam aktivitas sehari-hari, jadi
pendapatan yang diterima
masyarakat menjadi stimulus
untuk meningkatkan kesejahteraan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Andrianus, F dan Niko, A, 2006,
“Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Inflasi di
Indonesia Periode 1997:3 –
2005:2”. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol 11No 2.
Gultom danYasnuari, R, 2008,
“Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Inflasi
di Sumatera Utara”, Skripsi
[ 121 ]
Sarjana, Unniversitas Sumatera
Utara.
Putong, Iskandar dan
Andjaswati,ND, 2008,
“Pengantar Ekonomi Makro”,
Mitra Wacana Media, Jakarta.
Kuncoro, M 2003,”Metode Riset
untuk Bisnis dan Ekonomi”,
Erlangga, Jakarta.
Wahjuanto. M, 2010, “Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi
Inflasi di Indonesia”, Skripsi
Sarjana, Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jawa Timur.
Priono. R dan Setiasih.E, 2009,
“Deteksi Faktor Penyebab
Inflasi di Purwokerto”, Jurnal
Ekonomi dan Studi Pembangunan
Vol 10 No 1.
Sugiyono, 2003, “Metode
Penelitian Bisnis”, Alfabeta,
Bandung
[ 122 ]
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI KOTA
MEDAN
Prawidya Hariani RS* Lailan Safina Hsb
Jasman Syarifuddin Hsb
ABSTRAK
Hasil penelitian secara kwantitatif dengan Model regresi linier dengan mengggunakan 5 variabel bebas yakni populasi (POP), Belanja Pemerintah Kota (GSPND), laju inflasi (INF), Upah Minimum Kota (UMK) dan Kurs ,mendapatkan nilai R Square) sebesar 0,78 sedangkan koefisien korelasi nya sebesar 0,887.Koefisien regeresi yang diperoleh dari setiap variable bebas diatas memiliki memiliki hubugan yang positif dan signifikan.
Secara kwalitatif yang dilihat dari persepsi investor bahwa alasan mereka memilih Kota Medan sebagai lokasi berinvestasi karena Medan kota terbesar nomor 3 di Indonesia, memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, memiliki daya beli yang tinggi, juga serta mudah dalam mengakses Pusat Informasi Bisnis dan Ekonomi dan dianggap kondisi perekonomiannya cukup stabil. Namun untuk layanan birokrasi, kebijakan Walikota untuk mempermudah Investasi, rendah tingkat PUNGLI nya (pungutan liar) yang dilakukan oleh institusi non-pemerintah serta sarana infrastruktur. Kata Kunci : Investasi, Penanaman Modal Asing,
I. PENDAHULUAN
Investasi atau penanaman
modal merupakan satu dari sekian
banyak faktor penting di dalam
perekonomian. Hal ini dikarenakan
investasi, melalui proses
pelipatgandaan (multiplier) dapat
mendorong peningkatan pendapatan
nasional (pertumbuhan ekonomi).
Selain itu adanya investasi akan
memperluas ketersediaan kesempatan
kerja yang dapat akhirnya dapat
mengurangi tingkat
pengangguran.Berkurangnya jumlah
orang yang menganggur akan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan.
Dana yang dibutuhkan untuk
investasi bukanlah jumlah yang sedikit.
[ 123 ]
Kebanyakan negara berkembang
menghadapi masalah kekurangan
sumber daya modal dalam
melaksanakan pembangunan
ekonominya. Minimnya ketersediaan
modal membawa akibat pada
rendahnya tingkat produktivitas yang
akhirnya akan menyebabkan
rendahnya pula tingkat pendapatan
masyarakat. Dengan rendahnya tingkat
pendapatan masyarakat maka semakin
terbatas kemampuan menghasilkan
sumberdaya modal.Keadaan ini akan
terus berlangsung sampai ada upaya
untuk meningkatkan sumberdaya
modal sehingga dapat tercipta investasi
yang dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi sampai pada tingkat yang
tinggi.
Salah satu ciri negara
terbelakang ialah “modal kurang” atau
“tabungan rendah” dan “investasi
rendah”. Tidak hanya persediaan
modal yang sangat kecil tetapi juga
laju pembentukan modal uang sangat
rendah. Rata-rata investasi kotornya
hanya 5% sampai 6% dari pendapatan
nasional kotor, sedangkan di negara
maju berkisar antara 15% sampai 20%.
Laju tabungan yang rendah seperti itu
hampir tidak cukup untuk menghadapi
pertumbuhan penduduk yang cepat
dengan laju 2% sampai 2,5% per
tahun. Sebenarnya, dengan laju
tabungan yang ada, mereka hampir
tidak dapat menutup penyusutan modal
dan bahkan untuk mengganti peralatan
modal yang ada. Usaha memobilisasi
tabungan domestik melalui perpajakan
dan pinjaman masyarakat hampir tidak
cukup untuk menaikkan laju
pembentukan modal yang ada melalui
investasi. Malahan langkah tersebut
menyebabkan merosotnya standar
konsumsi, dan membuat rakyat
semakin menderita. Impor modal asing
membantu mengurangi kekurangan
tabungan domestik melalui pemasukan
[ 124 ]
peralatan modal dan bahan mentah dan
dengan demikian menaikkan laju
tabungan marginal dan laju
pembentukan modal (Jhingan,
2000:29).
Tabungan yang rendah akan
mengakibatkan investasi juga rendah,
padahal pertumbuhan ekonomi akan
berkesinambungan jika investasi
tumbuh secara cepat dan
berkesinambungan, karena jalur
pertumbuhan ekonomi dari investasi
memiliki multiplier effect yang besar
dalam aktivias ekonomi dan sosial.
Artinya aktivitas investasi akan dapat
menyediakan lapangan kerja dan
otomatis akan menyerap tenaga kerja
sehingga dapat mengurangi tingkat
pengangguran dan kemiskinan di suatu
wilayah ataupun negara. Kekurangan
ini mencerminkan kurangnya
pembentukan modal karena
pendapatan perkapita nya rendah
sehingga tabungan menjadi rendah dan
investasi juga rendah, dan bersama
dengan itu negara terbelakang juga
mengalami keterbelakangan dengan
teknologi. Keterbelakangan teknologi
terlihat pada biaya rata-rata produksi
yang tinggi dan produktivitas buruh
dan modal yang rendah, karena tenaga
buruh yang tidak terampil dan
usangnya peralatan modal. Yang
terpenting, keterbelakangan itu terlihat
pada rasio output modal yang tinggi,
yaitu untuk membuat satu unit output
diperlukan modal yang lebih banyak.
Penanaman modal asing
(foreign direct investment) merupakan
salah satu cara yang ditempuh dalam
upaya pemenuhan kebutuhan akan
invesatasi di dalam negri. Untuk
negara-negara yang belum maju seperti
Indonesia, penanaman modal asing
(selanjutnya disebut dengan PMA)
memiliki kelebihan jika dibandingkan
dengan pinjaman komersil untuk
pembiayaan pembangunan. Penanaman
[ 125 ]
modal asing merupakan salah satu
sumber dana dan jasa pembangunan di
negara sedang berkembang yang
biasanya juga memiliki sifat khusus
yaitu berupa paket modal, teknologi,
dan keahlian manajemen yang selektif
serta pemanfaatannya yang dapat
disinkronkan dengan tahapan
pembangunan negara yang
bersangkutan.
Kota Medan sebagai ibukota
Propinsi Sumatera Utara sekaligus kota
terbesar diluar Pulau Jawa setelah
Jakarta dan Surabaya dalam
perkembangan dan pembangunan
ekonomi sangat membutuhkan aliran
investasi baik yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri. Ketika
investasi di dalam negeri tidak
mencukupi kebutuhan akan investasi
tersebut maka peranan dari invesatsi
asing (PMA) sangat dibutuhkan
sehingga akan dapat mempersempit
kesenjangan antara tabungan dengan
investasi (saving investment gap).
Saat ini kehadiran investasi
Asing dikota Medan, masih didominasi
oleh sektor-sektor diluar industri
manufaktur seperti jasa lembaga
keuangan, restoran, properti, hotel,
retail dan pendidikan. Medan juga
memiliki daya tarik tersendiri bagi
investor asing, khususnya sektor jasa
keuangan, perdagangan, hotel dan
properti. Karena kota Medan secara
geografis menjadi pusat jasa keuangan
dan perdagangan di wilayah Pulau
Sumatera, khususnya wilayah
Sumatera Bahagian Utara. Jadi
Propinsi Sumatera Utara khususnya
Kota Medan akan menjadi supplier
baik barang maupun jasa bagi daerah
yang ada di wilayah Sumatera bagian
utara (SUMBAGUT) dalam rangka
mendorong kegiatan ekonomi di sektor
riil dan sektor keuangan.
[ 126 ]
Studi ini digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tingkat investasi
Penanaman Modal Asing di Kota
Medan. Selain itu juga untuk
menganalisis potensi bisnis apa saja
yang marketable dan profitable untuk
dijalankan oleh pelaku bisnis asing di
kota Medan, sehingga akan membawa
dampak positif dalam perkemabnagan
bisnis di Medan. Memberikan
gambaran yang nyata tentang sektor-
sektor bisnis apa saja yang
mendominasi minat investor asing
untuk berinvestasi di Kota Medan,
sehingga pelaku usaha di Medan akan
dapat mendukung bisnis tertentu yang
akan mendorong perkembangan dari
investasi tersebut. Serta memberikan
masukan bagi pemerintah Kota Medan,
sebagai pembuat kebijakan dan
peraturan.
II. TINJAUAN TEORITIS
Investasi secara umum
merupakan kegiatan ekonomi berupa
aktivitas pengeluaran dari produsen
sebagai pelaku ekonomi untuk
manambah kemampuan memproduksi.
menurut Dornbursch dan Fischer
(2008) menyatakan investasi sebagai
pengeluaran yang bertujuan untuk
meningkatkan atau mempertahankan
stok barang modal. Stok barang modal
bisa terdiri dari pabrik, mesin, kantor
dan produk-produk tahan lama lainnya
yang digunakan dalam proses
produksi.
Definisi secara agregat, investasi meliputi:
a. Seluruh nilai pembelian
pengusaha atas barang-barang
modal dan pembayaran untuk
mendirikan industri.
b. Pengeluaran-pengeluaran
masyarakat untuk mendirikan
rumah-rumah, tempat tinggal.
c. Pertambahan dalam nilai-nilai
stok barang-barang perusahaan
berupa bahan mentah, barang
[ 127 ]
yang belum selesai diproses
dan barang jadi.
Dalam literatur ekonomi makro,
investasi asing dapat dilakukan dalam
bentuk, yaitu investasi portofolio dan
investasi langsung atau foreign direct
investment (FDI). Investasi portofolio
ini dilakukan melalui pasar modal
dengan instrumen surat berharga
seperti saham dan obligasi.Secara
umum di dalam pembangunan
ekonomi terdapat 4 (empat) jenis
investasi, yaitu :
a. Investasi yang terdorong
(Induced Investment) dan
investasi otonom. (Autonomous
Investment)
Investasi yang terdorong
adalah investasi yang sangat
dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan baik itu pendapatan
nasional ataupun pendapatan
daerah. Investasi ini diadakan
akibat adanya pertambahan
permintaan dan pertambahan
permintaan terjadi karena adanya
pertambahan pendapatan.
Jelasnya apabila pendapatan
bertambah maka pertambahan
pendapatan akan digunakan
untuk menambah konsumsi.
Pertambahan konsumsi
menyebabkan bertambahnya
permintaan.Adanya pertambahan
permintaan ini akan mendorong
timbulnya pabrik-pabrik baru
atau perluasan pabrik lama .
Investasi otonom adalah
investasi yang yang tidak
dipengaruhi oleh besarnya
pendapatan nasional ataupupn
daerah. Investasi jenis ini
biasanya dilakukan oleh
pemerintah karena disamping
biayanya sangat mahal juga
karena investasi jenis ini tidak
memberikan keuntungan.
Contohnya investasi untuk
[ 128 ]
bendungan irigasi, jalan raya,
pelabuhan dan sebagainya
b.Public Investment dan Private
Investment
Public Investment adalah
investasi yang dilakukan
pemerintah baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah yang
sifatnya resmi. Dan diarahkan
untuk melayani dan menciptakan
kesejahteraan bagi rakyat banyak.
Sementara privte investment
adalah investasi yang dilakukan
swasta, dimana keuntungan yang
menjadi prioritas utama
c. Domestic Investment dan
Foreign Investment
Domestic Investment adalah
penanaman modal dalam negri
sedangkan foreign investment
adalah penanaman modal
asing.Sebuah negara yang
mempunyai banyak sekali faktor-
faktor produksi alam namun tidak
memiliki faktor produksi modal
yang cukup untuk mengolah
sumber-sumber yang dimilikinya,
maka memerrlukan modal asing
agar semua yang ada dapat
dimanfaatkan sepenuhnya.
d.Gross Investment dan Net
Investment
Gross Investment adalah total
seluruh investasi yang diadakan
atau dilaksanakan pada suatu
waktu. Jadi mencakup segala
jenis investasi, baik itu
autonomous maupun induced
investment, baik prívate maupun
public.Dengan kata lain seluruh
investasi yang dilakukan di suatu
negara (daerah) pada atau selama
periode tertentu dinamakan gross
Investment. Net Investment
(investasi neto) adalah selisih
antara investasi bruto yang ada
dalam 1 (satu) tahun dengan
penyusutan.
Undang-undang PMA No 25
tahun 2007 menjelaskan pengertian
penanaman modal sebagai segala
bentuk kegiatan menanam modal, baik
[ 129 ]
oleh penanam modal dalam negeri
maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.Sedangkan
pengertian PMA adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik
Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal asing, baik yang
menggunakan modal asing sepenuhnya
maupun yang berpatungan dengan
penanam modal dalam negeri.
Penanaman Modal Asing lebih
banyak mempunyai kelebihan
diantaranya sifatnya yang permanen
(jangka panjang), banyak memberikan
andil dalam alih teknologi, alih
keterampilan manajemen, membuka
lapangan kerja baru. Lapangan kerja
ini, sangat penting bagi negara sedang
berkembang mengingat terbatasnya
kemampuan pemerintah untuk
penyediaan lapangan kerja. Sedangkan,
dalam investasi portofolio, dana yang
masuk ke perusahaan yang
menerbitkan surat berharga (emiten),
belum tentu membuka lapangan kerja
baru.
Adapun hipotesa yang akan
dirumuskan dalam penelitian ini adalah
:
a. Ada hubungan yang positif atau
searah antara Jumlah penduduk
dengan jumlah Penanaman
Modal Asing di Kota Medan.
b. Ada hubungan yang positif atau
searah antara nilai pengeluaran
pemerintah Kota Medan
dengan jumlah Penanaman
Modal Asing di Kota Medan.
c. Ada hubungan yang negatif
atau terbalik antara tingkat
inflasi (daya beli) dengan
Penanaman Modal Asing di
Kota Medan.
d. Ada hubungan yang negatif
atau terbalik antara tingkat
upah (UMK) dengan jumlah
[ 130 ]
Penanaman Modal Asing di
Kota Medan.
e. Ada hubungan yang positif atau
searah antara Nilai Kurs Rupiah
terhadap Dolar AS dengan
jumlah Penanaman Modal
Asing di Kota Medan.
III.METODE
Metode penelitan ini adalah
metode penelitian korelasional.
Penelitian ini mengambil tempat di
wilayah administratif kota Medan dan
berlangsung selama 3 (tiga) bulan.
Populasi pada penelitian ini adalah
semua perusahaan PMA yang telah
beroperasi minimal 5 tahun di kota
Medan. Menurut Buku Direktori
Penanaman Modal Asing (PMA)
Tahun 2011 Kota Medan sebanyak 264
perusahaan.
Pemilihan sampel dengan cara
10 % dari total populasi tersebut.
Adapun karena populasinya kecil dan
tingkat kesulitan dalam pengambilan
data di lapangan relatif lebih tinggi,
maka responden dari PMA yang
dipilih hanya sebesar 26 perusahaan
yang telah mewakili 5 sektor utama
yang mendominasi aktivitas
produksinya di Kota Medan.
Sedangkan untuk data sekunder sampel
tahun yang diambil dari tahun 2001 –
2010. Adapun sektor-sektor usaha
yang akan diwakili adalah : Hotel dan
Restoran ; Lembaga Keuangan ;
Konstruksi, Properti dan Perumahan;
Retail dan Hiburan; Industri
Manufaktur
Sedangkan institusi pemerintah
dan non-pemerintah yang menjadi
responden adalah :
a. Kantor Statistik Kota Medan
b. Badan Penanaman Modal Kota
Medan
c. Kantor Dinas perindustrian dan
perdagangan kota Medan
d. Kantor BAPPEDA Kota Medan
[ 131 ]
e. Kantor Kamar Dagang dan
Industri Daerah (KADINDA) Kota
Medan.
f. Kantor Kawasan Industri Medan
(KIM) Mabar.
Adapun tehnik pengambilan
data kwantitatif dan kwalitatif yang
dipakai dalam penelitian ini :
1. Data Primer yang berbentuk
data kwalitatif, berasal dari
berbagai institusi terkait dan
26 perusahaan PMA yang
beroperasional di Kota Medan;
dengan membuat daftar
pertanyaan (quesioner) yang
akan digunakan dalam
wawancara terstruktur pada
orang yang berkompeten di
setiap institusi yang disurvei.
2. Data Sekunder yang berasal
dari luar institusi maka
pencarian data langsung ke
institusi tersebut untuk
pengambilan data, baik dari
Buku Medan Dalam Angka
dari tahun 2002-2010, maupun
data PMA.
Model regresi yang digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi investasi asing yang
akan dibangun dalam penelitian ini
adalah Model Persamaan Simultan
dengan 7 variabel bebas (independent
variable) dan 1 variabel terikat
(dependent variable) yakni :
PMA = β0 + β1 POP + β2
GOVSPND + β3 INF
+ β4UMK +
Β5 KURS + ε
dimana;
- PMA = Jumlah Investasi
Penanaman Modal Asing di
Medan (dalam jutaan US$)
- POP = Total
Penduduk Kota Medan (dalam
jiwa)
[ 132 ]
- GOVSPND = Belanja
Pemerintah kota Medan dalam
APBD (dalam milyar rupiah)
- INF = Rata-rata nilai
inflasi yang dicapai (dalam
persen)
- UMK = Nilai Upah
Minimum Kota (dalam
Rupiah)
- KURS = perbandingan
mata uang Rp dengan US$
(dalam rupiah)
- β0 = Konstanta
- β1....5 =
Parameter/estimator dari setiap
variabel bebas
- ε = Disturbance
error
Analisa kualitatif dilakukan
dengan tehnik wawancara terstruktur
dengan menggunakan kwesioner
sebagai alat bantu pengambilan data.
Pengambilan data primer ini lebih
bersifat survey, dengan membuat
daftar responden yang terpilih
berdasarkan direktori PMA yang ada di
kota Medan, maka diperoleh lah angka
26 responden yang diambil secara acak
berdasarkan sektor bisnis yang sudah
terwakilkan dan sudah memiliki nama
perusahaan yang cukup dikenal di Kota
Medan. Data aka ditabulasi
berdasarkan jawaban yang dipilih oleh
responden kemudian dianalisis lebih
lanjut oleh Tim peneliti.
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai R Square atau uji
kesesuaian (goodness of fit) sebesar
0,787 berarti 78,7% variasi dari
variable bebas berupa jumlah populasi
(POP), Belanja Pemerintah Kota
(GSPND), laju inflasi (INF), Upah
Minimum Kota (UMK) dan Kurs
mampu menjelaskan variable terikat
dalam hal ini tingkat investasi PMA di
Kota Medan, sedangkan sisanya
[ 133 ]
21,3% dapat dijelaskan oleh variabel
lain di luar model yang dibangun. Nilai
dari R Square yang dicapai seperti
diatas termasuk kategori sangat besar,
berarti model yang dibangun
berdasarkan pada grand theory
ternyata mendekati fakta yang ada
karena variasi untuk menjelaskannya
sangat besar.
Hasil analisis dari koefisien
korelasi atau R = 0,887 berarti
hubungan korelasi antara variable
bebas berupa jumlah populasi (POP),
Belanja Pemerintah Kota (GSPND),
laju inflasi (INF), Upah Minimum
Kota (UMK) dan Kurs sebesar 88,7%
dengan variabel investasi PMA di Kota
Medan . Artinya hubungannya sangat
erat sekali, karena variabel bebas yang
dibangun dari model secara teori dan
fakta tidak jauh berbeda dan tingkat
hubungannya sangatlah tinggi atau
hubungannya semakin erat.
Hasil fungsi regresi dari model
yang dibangun tentang Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Tingkat Investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) di
Kota Medan adalah :
PMA = 234,202 + 1,510 POP +
3,02 GOVSPND +
0,266 INF
-1,661UMK + 0,463
KURS + ε
Secara ekonomi variabel
penduduk dan belanja pemerintah
bersifat elastis karena angka
elastisitasnya lebih dari satu (E>1)
yakni masing-masing mencapai E=
1,51 untuk POPULASI dan E=3,02
untuk GOVSPND, artinya
menunjukkan bahwa perubahan sedikit
saja pada varaibel penduduk dan
pengeluaran pemerintah akan
berdampak besar secara positif bagi
perubahan nilai PMA yang
[ 134 ]
dinivestasikan oleh investor di kota
Medan atau sangat responsif.
Sedangkan variabel inflasi (INF) dan
KURS yang angka elastisitasnya
bersifat in-Elastis (E<1)yang masing-
masing mencapai E= 0,266 untuk INF
dan E=0,463 untuk KURS , atau sangat
kecil pengaruhnya terhadap PMA,
dengan kata lain perubahan pada laju
inflasi serta nilai KURS kurang
resposif mempengaruhi nilai PMA
yang diinvestasikan di Kota Medan.
Variabel UMK ternyata
memiliki hubungan yang negatif,
artinya jika Upah Minimum Kota
(UMK) naik 10%, maka PMA akan
turun sebesar 16,61%.. Sedangkan
elastisitas dari variabel UMK bersifat
elastis karena angka elastisitasnya
lebih dari satu (E>1) yakni E= 1,661
Dengan mengacu pada Test
Diagnostik berupa uji-t atau uji parsial
dari hipotesa yang telah dirumuskan
pada penelitian ini di Bab II, maka
ditemukan :
- Ada hubungan yang positif dan
signifikan antara Variabel
POPULASI dengan nilai
invstasi PMA di kota Medan
dalam kurun waktu 10 tahun
(2001-2010), dengan tingkat
α= 2,5% yakni 0,10.
- Ada hubungan yang positif dan
signifikan antara Variabel
GOVSPND
(belanja/pengeluaran
pemerintah di APBD) dengan
nilai invstasi PMA di kota
Medan dalam kurun waktu 10
tahun (2001-2010), dengan
tingkat α= 5% yakni 0,045 .
- Ada hubungan yang positif dan
tidak signifikan antara
Variabel INF (laju inflasi) di
Kota Medan dengan nilai
invstasi PMA di kota Medan
dalam kurun waktu 10 tahun
[ 135 ]
(2001-2010) karena mencapai
angka 0,432. Jadi variabel ini
berbeda dengan hipotesa yang
menyatakan ada hubungan
negatif, tetapi hasil regresi
menujukkan hubungan positif
dan signifikan, berati variabel
ini bukan merupakn indikator
penting dalam 10 tahun
terakhir untuk memutuskan
investor jadi atau tidak, atau
mungkin juga menambah nilai
investasinya atau tidak, dalam
melakukan investasi di Kota
Medan
- Ada hubungan yang negatif
dan signifikan antara Variabel
UMK dengan nilai invstasi
PMA di kota Medan dalam
kurun waktu 10 tahun (2001-
2010), dengan tingkat α= 5%
yakni 0,027.
- Ada hubungan yang positif dan
signifikan antara Variabel
KURS dengan nilai invstasi
PMA di kota Medan dalam
kurun waktu 10 tahun (2001-
2010), dengan tingkat α= 5%
yakni 0,026.
Ada yang berkebalikan tanda
bahwa variabel INFLASI memiliki
hubungan yang positif walaupun di
awal hipotesa merujuk pada hubungan
negarif, fakta dari data yang diolah
ternyata berkata lain. Kemungkinan
pertama terjadi karena data yang diolah
belum maksimal mungkin menjadi 15
tahun, sehingga mendekati hipotesa
yang diturunkan secara teoritis dapat
terbukti. Walaupun secara korelasi
memiliki hubungan yang sangat erat,
karena variabel yang dibangun atau
dipilih dalam model sudah sesuai
dengan teori yang ada.
Sedangkan untuk variabel
Belanja Pemerintah Kota
Medan/pengeluaran di APBD
(GSPND) dan laju inflasi kota Medan
[ 136 ]
(INF) memiliki hubungan yang positif,
artinya jika Belanja Pemerintah
(GSPND) naik 10%, maka nilai
investasi PMA akan naik juga sebesar
30,2% dan signifikan pada α = 5%,
berarti pengeluaran pemerintah
menjadi faktor yang cukup
diperhitungkan oleh investor asing
untuk menanamkan investasinya di
Kota Medan. Kondisi ini bisa
dianalogikan bahwa belanja
pemerintah yang besar dan meningkat
akan menunjukkan size of region yang
dimiliki kota Medan, baik secara fisik
amaupun secara pasar (size of market).
Selanjutnya variabel laju inflasi
(INF) naik sebesar 1% maka nilai
investasi PMA di Kota Medan akan
naik juga sebesar 0,266%. Dengan
mengacu pada uji-t dan hipotesa dari
penelitian ini di Bab II, maka ada yang
berkebalikan tanda yakni variabel
INFLASI yang seharusnya bertanda
negatif dan tidak signifikan menjadi
positif dan tidak signifikan. Hal seperti
ini juga akan terjadi karena dipicu oleh
kurangnya data yang dianalisis dalam
bentuk tahunan. Karena inflasi itu
dapat menugur daya beli masyarakat
disuatu wilayah atau mengukur income
riil yang ada di masyarakat juga.
Artinya makin tinggi laju inflasi, maka
akan semakin lemah daya beli
masyarakat dan turunnya juga
pendapatan riil masyarakat, sehingga
membuat investor khususnya asing
tidak akan menambah investasinya di
daerah tersebut. Tapi dapat juga
dianalisis secar fakta ekonomi, bahwa
investasi asing yang produksinya
bertujuan ekspor tidak akan
mempertimbangkan laju inflasi,
dengan kata lain tinggi rendahnya laju
inflasi yang terjadi sama sekali tidak
mempengaruhi laju investasi asing.
Dalam analisis data ini
menunjukkan F-Hitung > F-Tabel
yakni 11,117 > 0,045, yang berarti
[ 137 ]
bahwa variabel bebas POP,
GSPND,INF,UMK dan KURS
memiliki pengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel investasi asing
PMA di kota Medan.
Dari hasil tabulasi data yang
telah disusun dalam bentuk kwesioner
untuk mendapatakan persepsi investor
atau pelaku usaha PMA yang ada di
Kota Medan secara random yang pada
awalnya hanya 26 responden
(perusahaan), maka yang terealisasi
lebih dari yang direncanakan yakni
sebanyak 32 perusahaan, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan penting
berupa :
Dari 32 responden, yang
menyatakan ya, bahwa memilih Medan
untuk berinvestasi karena sebagai kota
terbesar no.3 di Indonesia sebanyak
90,63%, sisanya yang menjawab tidak
hanya 6,25% dan yang ragu-ragu
hanya 3,13%. Berarti besarnya kota
Medan menjadi daya tarik utama bagi
investor untuk menanamkan
investasinya di kota Medan.
Dari 32 responden, yang
menyatakan ada kemudahan dalam
birokrasi di Pemko Medan hanya
31,25%, sedangkan yang menjawab
tidaka ada kemudahan mencapai
37,50%, dan siasanya yang ragu-ragu
sama dengan yang menjawab ada
kemudahan yakni sebesar 31,25%.
Dari 32 responden, yang
menyatakan ya, bahwa Kondisi
Perekonomian Medan yang cukup baik
dan stabil untuk berinvestasi sebesar
50%, sisanya yang menjawab ragu-
ragu justru mencapai 43,75%, dan
yang terakhir yang menjawab tidak
baik dan tidak stabil perekonomian
Medan hanya 6,25%.
Dari 32 responden, yang
menjawab ragu-ragu sebesar 46,88%,
bahwa Medan memiliki sara
infrastruktur perkotaan dan ekonomi
yang baik. Sisanya yang menyatakan
[ 138 ]
tidak mencapai 28,13%, dan sisanya
yang menjawab ya hanya 25%.
Dari 32 responden, yang
menyataka ya, bahwa ada kemudahan
dalam mengakses Pusat Informasi
Bisnis dan Ekonomi sehingga memilih
Kota Medan untuk melakukan
investasi sebesar 46,88%. Sedangkan
yang menyatakan tidak, mencapai
28,13%, sisanya yang masih ragu-ragu
mencapai 25%.
Sebahagian besar responden
menyatakan ya, bahwa memilih kota
Medan untuk berinvestasi karena ada
ketersediaan jaringan transportasi
sebesar 53,13%, sedangkan yang
menyatakan tidak, mencapai 28,13%
dan sisanya yang ragu-ragu mencapai
18,75%.
Dari 32 responden, yang
menyatakan ya, bahwa Tingginya
tingkat konsumsi masyarakat dan daya
masyarakat Medan menjadi indikator
penting dalam memutuskan untuk
berinvestasi di Medan yakni sebesar
62,50%. Sedangkan sisanya yang
menjawab tidak, mencapai 34,38%
dan yang ragu-ragu hanya 3,13% saja.
Dari 32 responden, yang
menyatakan ya, bahwa memilih Medan
untuk berinvestasi karena Medan
sebagai pusat konsentrasi ekonomi di
luar Pulau Jawa sebanyak 71,88%, dan
sisanya yang menjawab ragu-ragu
mencapai 28,13% dan tidak ada yang
menjawab tidak.
Dari 32 responden, yang
menjawab ragu-ragu cukup
mendominasi yakni sebesar 46,88%,
bahwa memilih Kota Medan untuk
berinvestasi karena income per-capita
nya secara nasional di Indonesia
termasuk tinggi. Sisanya yang
menjawab ya sebanyak 34,38%, dan
yang menjawab tidak hanya 18,75%.
Dari 32 responden, yang
menyatakan ragu-ragu sangat
mendominasi jawaban yakni sebesar
[ 139 ]
46,88% bahwa memilih Medan untuk
berinvestasi karena ada Kebijakan
Walikota untuk mempermudah
Investasi khususnya PMA, sedangkan
yang menjawab ya sebanyak 34,38%,
dan sisanya yang menjawab tidak
hanya 18,75%.
Dominan responden menjawab
ragu-ragu, bahwa Kota Medan rendah
tingkat PUNGLI nya (pungutan liar)
yang dilakukan oleh institusi non-
pemerintah, yakni mencapai 43,75%.
Sedangkan sisanya yang menyatakan
tidak rendah PUNGLI justru mencapai
40,63%. Dan yang menyatakan Kota
Medan tingkat PUNGLI nya rendah
hanya 15,63% saja.
Dari 32 responden yang
menjawab, maka yang menyatakan
kondisi ekonomi Kota Medan Baik
mencapai 53,13%, yang merasa ragu-
ragu kondisi ekonomi Medan mencapai
40,63% dan sisanya 6,25%
menyatakan buruk.
Dari 32 responden yang
menjawab, kondisi Kurs Rp terhadap
US$ akan naik sebesar 50%,
sedangkan yang menyatakan tetap
mencapai 40,63% dan sisanya akan
mengalami penurunan (apresiasi)
sebanyak 9,38%.
Dari 32 responden yang
menjawab, maka yang menyatakan
kondisi suku bunga pinjaman
perbankan secara nasional akan
mengalami kenaikan sebesar 53,13%,
sedangkan yang menyatakan tetap
seperti saat ini sebesar 43,75%, dan
sisanya yang menyatakan akan turun
hanya 3,13%,
Dari 32 responden yang
menjawab kwesioner ini, ternyata
memiliki persepsi yang berimbang
tentang prediksi pertumbuhan ekonomi
Kota Medan 6 bulan sampai 1 tahun
kedepan antara yang menjawab naik
sebesar 50% dan yang menjawab tetap
juga 50%. Jadi tidak ada responden
[ 140 ]
yang menjawab turun pertumbuhan
ekonomi kota Medan,
Dari 32 responden yang
menjawab laju inflasi Kota Medan
tidak akan naik ataupun turun (tetap)
mencapai 56,25%, yang menjawab
naik mencapai 37,50% dan sisanya
6,25%.
Sedangkan untuk menjawab
persepsi tentang tingkat kemanan Kota
Medan, dari 32 responden yang
menjawab sedang mencapai 53,13%,
sedangkan yang menyatakan tingkat
kemanan Kota Medan cukup Baik
mencapai 28,13% dan sisanya yang
menjawab buruk hanya mencapai
18,75%.
Secara umum dari 32
responden yang menjawab, kondisi
Sosial Politik Kota Medan Baik
mencapai 56,25%, yang merasa masih
ragu-ragu dengan kondisi Sosial Politik
di Medan mencapai 34,38% dan
sisanya 9,38% menyatakan buruk.
V.KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
1. Nilai R Square atau uji kesesuaian (goodness of fit
Medan, sedangkan sisanya
21,3% dapat dijelaskan oleh
variabel lain di luar model yang
dibangun.
2. Hasil analisis dari koefisien
korelasi atau R = 0,887 berarti
hubungan korelasi antara
variable bebas berupa jumlah
populasi (POP), Belanja
Pemerintah Kota (GSPND),
laju inflasi (INF), Upah
Minimum Kota (UMK) dan
Kurs sebesar 88,7% dengan
variabel investasi PMA di Kota
Medan . Artinya hubungannya
sangat erat sekali, karena
variabel bebas yang dibangun
dari model secara teori dan
fakta tidak jauh berbeda dan
tingkat hubungannya sangatlah
[ 141 ]
tinggi atau hubungannya
semakin erat.
3. Variabel POPULASI,
GOVSPND, KURS dan INF
memiliki hubugan yang positif,
artinya jika Populasi naik 1%,
maka PMA akan naik sebesar
1,51%. Sedangkan untuk
variabel belanja pemerintah
kota Medan (GOVSPND) naik
10% akan mengakibatkan PMA
akan turun sebesar 30,2%.
Kemudian variabel inflasi
(INF) jika naik 1% akan
mengakibatkan nilai PMA naik
sebesar 0,266% dan yang
terkahir adalah variabel KURS,
jika naik 1% maka PMA akan
naik sebesar 0,463%.
4. Dengan mengacu pada uji-t dan
hipotesa penelitian ini, maka
variabel POPULASI,
GOVSPND dan KURS
memiliki hubungan yang searah
dan signifkan, sedangkan untuk
variabel INFLASI memiliki
hubungan yang positif dan
tidak signifikan atau
berkebalikan tanda dari
hipotesa yang dirumuskan.
5. Variabel Belanja Pemerintah
Kota Medan/pengeluaran di
APBD (GSPND) dan laju
inflasi kota Medan (INF)
memiliki hubungan yang
positif, artinya jika Belanja
Pemerintah (GSPND) naik
10%, maka nilai investasi PMA
akan naik juga sebesar 30,2%
dan signifikan pada α = 5%,
berarti pengeluaran pemerintah
menjadi faktor yang cukup
diperhitungkan oleh investor
asing untuk menanamkan
investasinya di Kota Medan.
Kondisi ini bisa dianalogikan
bahwa belanja pemerintah yang
besar dan meningkat akan
[ 142 ]
menunjukkan size of region
yang dimiliki kota Medan, baik
secara fisik amaupun secara
pasar (size of market).
6. Jika Laju inflasi (INF) naik
sebesar 1% maka nilai investasi
PMA di Kota Medan akan naik
juga sebesar 0,266%. Dengan
mengacu pada uji-t dan
hipotesa penelitian ini, maka
ada yang berkebalikan tanda
yakni variabel INFLASI yang
seharusnya bertanda negatif
menjadi positif dan tidak
signifikan. Karena inflasi itu
dapat mengukur daya beli
masyarakat disuatu wilayah
atau mengukur income riil yang
ada di masyarakat juga. Artinya
makin tinggi laju inflasi, maka
akan semakin lemah daya beli
masyarakat dan turunnya juga
pendapatan riil masyarakat,
sehingga membuat investor
khususnya asing tidak akan
menambah investasinya di
daerah tersebut.
7. dari varibel diatas ternyata yang
cukup diperhitungkan adalah
variabel yang meiliki nilai
elastisitas lebih dari satu (E>1)
karena bersifat elastis, artinya
setiap perubahan kecil yang
terjadi pada variabel Populasi
kota Medan, Belanja
Pemerintah, dan UMK (upah
minimum kota) sangat resposif
dengan nilai investasi PMA
yang ada di Kota Medan. Jadi
dalammengambil kebijakan
untuk investasi khususnya
PMA, sebaiknya Pemko Medan
memperhatikan variabel-
variabel tersebut, sehingga
tidak berdampak negatif yang
besar bagi investasi PMA di
Kota Medan.
[ 143 ]
V.2 Saran
Adapun rekomendasi yang
disampaikan kepada para pemangku
kepentingan (stakeholder) adalah :
1. Pemerintah Kota Medan; harus
lebih ramah (friendly) kepada
para investor, agar investasi
yang dilakukan di kota Medan
menjadi lebih efisien dan
efektif, karena Kota Medan
tetap menjadi tujuan utama para
investor khususnya investor
asing dengan segala kelebihan
dan kekurangan yang
dimilikinya.
2. Peraturan yang kondusif bagi
para investor dan harus
konsisten dijalankan serta
tersosialisasi dengan baik,
sehingga setiap pelaku bisnis
memperoleh kepastian dalam
melakukan investasi. Peraturan
yang diambil dalam bentuk
kebijakan setidaknya mengacu
pada kepentingan yang lebih
besar lagi untuk nilai
investasinya, dengan
memperhatikan kebijakan
penduduk sebagai sumber
tenaga kerja yang berkualitas,
seharusnya PEMKO Medan
dapat mensinergikan antara
kebutuhan pasar untuk
kompetensi dan kualifikasi atas
kebutuhan tenaga kerja dengan
kebijakan pendidikan (link and
match) antara dunia usaha
dengan lembaga pendidikan.
3. Keputusan dalam menaikkan
UMK harus didasari oleh fakta
empiris dan kondisi ekonomi
yang ada, sehingga kebijakan
tersebut ada harmonisasi antara
pemilik usaha/owner dengan
buruh, melalui diplomasi
dengan posisi tawar yang
seimbang (bipartit), jadi
kenaikan UMK bukan bersifat
[ 144 ]
POPULIS yang lebih bernuansa
POLITIS bagi penguasa Kota
Medan.
4. Dalam membuat kebijakan
iklim investasi harus mengacu
pada kondisi ekonomi yang
sedang dihadapi, bukan
melakukan kebijakan yang
bersebseberangan dengan
kondisi ekonomi yang sedang
dihadapi, misalnya ketika
sedang mengalami dampak
krisis ekonomi, maka kebijakan
harus menstimulasi arus
investasi agar kondisi ekonomi
fluktuasi penurunannya dapat
dijaga, bukan justru menambah
beban kepada investor, seperti
menarik pungutan pajak dan
retribusi yang lebih tinggi, atau
bahkan meniakkan upah
minimum kota, yang justru
lebih membebani lagi dunia
usaha yang berujung pada,
larinya investor tersebut
kedaerah lain yang lebih
kondusif.
5. Kebijakan yang diambil oleh
PEMKO Medan, baik dalam
bentuk regulasi yakni Peraturan
Walikota (PERWALI) maupun
yang dibuat bersama-sama
dengan DPRD Kota Medan
sebaiknya mengarah pada
persepsinya para investor.
Persepsi ini harus dilihat dari
yang baik sampai yang kurang
baik tentang mengapa Kota
Medan dipilih mereka menjadi
lokasi investasi. Persepsi yang
negatif harus diperbaiki
sehingga tingkat kepuasana
investor akan menjadi lebih
baik lagi, dan bahkan akan
mengundang investor yang
baru untuk berinvesatsi di Kota
Medan.
[ 145 ]
6. Sedangkan untuk kondisi sosial
politik yang merupakan
jaminan diawal orang akan
melakukan investasi yakni
kemanan, harus tetap kondusif
dari waktu ke waktu.
7. Sebaiknya Pemko dan DPRD
serta BKPMD Kota Medan,
membuat masukan kepada
Pemerintah Pusat, agar
mensinergikan seluruh
kebijakan yang ada dalam
berinvestasi, sehingga peran
dari BKPMD di daerah-daerah
dapat dioptimalkan, dan tidak
merasa ditinggalkan oleh
investor serta Pemerintah Pusat.
8. Peran dari manajemen
pengelola KIM (Kawasan
Industri Medan) baik di Mabar
mapun Kawasan Berikat
Nusantara (KBN) dapat
dikelola secara profesional,
efisien, efektif, informatif dan
tepat lokasi, jadi bukan hanya
sekedar institusi pelengkap
yang sama sekali tidak
memiliki konsep dan kontribusi
dalam penataan kawasan-
kawasan tersebut.
9. Kepada Balitbang Kota Medan,
ada baiknya banyak memiliki
data-data sekunder yang telah
terinventarisasi secara baik
dalam kurun waktu yang cukup
lama, dan data-data ini harus
berhubungan dengan
performance ekonomi, sosial
dan lain sebagainya, ketika ada
penelitian yang dilakukan
dimasa yang akan datang, dapat
lebih mudah dalam hal
megakses data.
10. Sebaiknya Pemerintah Kota
Medan memiliki informasi
tentang sektor bisnis apa saja
yang sangat profitable dan
ekonomis, sehingga setiap
[ 146 ]
orang dapat dengan mudah
mengaksesnya, seperti investor
domestik dan asing, peneliti,
civitas akademika dan pihak-
pihak lain yang membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Algifari, 1997, “Analisis Regresi: Teori, Kasus dan Solusi, BPFE, Yogyakarta BKPMD Kota Medan, 2010, Direktori
Perusahaan Modal Asing di Kota Medan Tahun 2010
Dornbusch, Rudiger dan Stanley
Fischer, 2008, “Makroekonomi”, PT. Media Global Edukasi, Jakarta (terjemahan)
Hakim, Abdul, 2000,”Analisis Investasi”, Salemba Empat, Jakarta
Hill,Hal , 2001, “Ekonomi Indonesia”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Jhingan, M.L, 2000, “Ekonomi
Pembangunan dan Perencanaan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad, 2003,”Metode
Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”, Erlangga, Jakarta
Salvatore,Dominick, 2001. ”
Managerial Economics : dalam Perekonomian Global”:, Edisi ke-empat, Jilid I, Erlangga, Jakarta
Sarwoko; 2005, ”Dasar-dasar Ekonometrika”, Penerbit ANDI, Yogyakarta
Jurnal Penelitian JEJAK, Volume 2 No 2, September 2009
UU No 25 tahun 2007. File
http://www.hukumonline.com, diakses tanggal 10 Mei 2012
[ 147 ]
PERILAKU SUPIR ANGKUTAN KOTA (ANGKOT) DI KOTA MEDAN
(Muba Simanihuruk dan Robinson Sembiring, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Sumatera Utara, Medan)
Abstract Population growing ultimately increase in traveling demands such as working
and lessure purposes. Nowadays, Indonesia faces an explosive growth in vehicle ownership and utilization of public transportation. The increase of population and public transportation needs unfortunately contributes to accidents case in Indonesia generally and in Medan particularly due to irregular public transportation’s (known as ‘angkot’ or angkutan kota) driver habit.
This research is a descriptive quantitative type. The total of samples are 300 drivers which selected accidently in the bush station (Pinang Baris and Amplas) and interviewed the main informants consist of supervisor in the station (mandor) and staf of public transportation management (armada). Instrument that used in gathering data are questionnaires, open-ended interview, and participation observation where the researcher for some extent observed the behavior of the driver.
Data were analyzed using descriptive and correlation analysis. One main finding founded that most of the drivers abuse a public transportation regulation such as driving in high speed when get out of station, rush driving to pick the passanger up, and have no respect to the bycyle rider. Sum up, the bad behaviour of the driver not morely forced by internal factors such as education, ethnicity affiliation, but for most extent imposed by external factors out side of the drivers such as the struggle to afford the payment to the car owner (known setoran) and the daily wage, the tough competition among the drivers, and number of public transportation which excedeed designated number (plafon). Key word: behavior, internal and external behaviour, ethnicity, public transportation, and driver of public transportation
ABSTRAK Perilaku berlalu lintas di Indonesia umumnya, dan di Kota Medan khususnya,
sangat memprihatinkan. Buruknya perilaku berlalu lintas ini tampak dari kesemrawutan berlalu lintas sehari-hari seperti menerobos lampu merah, menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Dampak lanjutan perilaku berlalulintas ini adalah meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Menurut Kapolri, pada 2007 terdapat 20.000 orang korban kecelakaan lalulintas. Angka itu naik menjadi 20.188 orang pada 2008. Tahun 2009, lebih tinggi lagi angkanya, mendekati 21.000 orang. Sedangkan di Medan sendiri, berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut, sejak Januari hingga April 2012, korban tewas kecelakaan lalu lintas mencapai 749 orang. Korban tewas ini merupakan bagian dari 2.992 kecelakaan yang terjadi sepanjang periode itu. Kecelakaan tertinggi terjadi Januari, yakni 847 kasus sedangkan Februari menurun hanya 715 kasus. Selanjutnya Maret terjadi 719 kasus kecelakaan dan terakhir April terjadi 711 kasus.
[ 148 ]
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Responden dalam penelitian ini ditetapkan secara purposif dari setiap armada/kesatuan yang jumlahnya 300 orang yang dipilih secara proporsional dari setiap armada. Sedangkan informan utama adalah supir, direksi armada, dan mandor. Alat pengumpul data yang dipakai adalah kuessioner, observasi partisipasi (menaiki mobil angkot), dan wawancara mendalam yang tidak terstruktur. Sedangkan analisa dan interpretasi data digunakan dengan bantuan program SPSS untuk menampilkan tabel tunggal (pola-pola perilaku mengemudi) dan analisis korelasi (variabel pendidikan, etnisitas, lama kerja, dan armada dan perilaku mengemudi).
Studi ini menunjukkan bahwa pola-pola perilaku mengemudi supir angkot di kota Medan kurang tertib. Ini tampak seperti ngebut begitu keluar stasiun atau pangkalan, ngebut mencari penumpang dan ngebut sesama angkot. Pelanggaran lain yang dilakukan misalnya seperti menyalip dari jalur kiri, mengabaikan hak-hak pengguna jalan seperti pesepeda, dan tidak memasang segitiga pengaman ketika berhenti dalam keadaan darurat. Temuan lain menunjukkan, bahwa pendidikan tidak memengaruhi perilaku mengemudi di kalangan supir. Dapat disimpulkan pula, ternyata tidak hanya faktor internal dari dalam diri supir (pendidikan dan pengalaman) yang memengaruhi perilaku tetapi lebih karena tekanan eksternal dari luar yang memaksa seperti tekanan memenuhi setoran dan penghasilan, trayek yang tumpang tindih, dan menurunnya jumlah penumpang. Kata-kata kunci: Perilaku, faktor internal dan faktor eksternal, transportasi umum, dan supir angkutan kota
PENDAHULUAN
Perilaku berlalu lintas adalah
cermin budaya bangsa. Demikian
motto yang tertulis di sudut-sudut jalan
kota Medan sering kita lihat. Membaca
itu, kita bisa menyimpulkan betapa
budaya bangsa kita secara umum, dan
budaya berlalu lintas khususnya sudah
pada tahap mencemaskan. Saling adu
cepat dan serobot di jalur-jalur padat
dan macet, sudah menjadi pandangan
dan perilaku sehari-hari sebagian supir
di Kota Medan.
Salah satu indikator buruknya
perilaku berlalulintas adalah tingginya
pelanggaran terhadap norma-norma
berlalulintas yang ditunjukkan oleh
perilaku berlalu lintas yang tidak aman
dan mengabaikan sopan santun
menggunakan jalan raya. Dampak
lanjutannya, angka korban kecelakaan
lalu lintas dari tahun ke tahun
[ 149 ]
meningkat seiring dengan tingginya
angka kecelakaan lalu lintas itu sendiri.
Menurut Kapolri, pada tahun
2007 terdapat 20.000 orang korban
kecelakaan lalulintas. Angka itu naik
menjadi 20.188 orang pada tahun
2008. Tahun 2009, lebih tinggi lagi
angkanya, mendekati 21.000 orang.
Lima persen dari jumlah korban
kecelakaan lalu lintas adalah pelajar
dan mahasiswa. Kecelakaan ini terjadi
karena perilaku berlalu lintas yang
buruk di satu sisi dan meningkatnya
penggunaan kenderaan (roda empat
dan dua) di sisi lain.
Sedangkan di Medan sendiri,
berdasarkan data Direktorat Lalu
Lintas Polda Sumut, sejak Januari
hingga April 2012, korban tewas
kecelakaan lalu lintas mencapai 749
orang. Korban tewas ini merupakan
bagian dari 2.992 kecelakaan yang
terjadi sepanjang periode itu.
Kecelakaan tertinggi terjadi Januari,
yakni 847 kasus sedangkan Februari
menurun hanya 715 kasus. Selanjutnya
Maret terjadi 719 kasus kecelakaan dan
terakhir April terjadi 711 kasus.
Sejarah padatnya mobilnya
dimulai ketika industri otomotif
ditemukan. Pada tahun 1910, 65 persen
penduduk di Amerika masih tinggal di
inti atau sentra kota. Namun ketika
mobil ditemukan Henry Ford pada
1908, komposisi penduduk di sentra
kota kemudian menyebar ke pinggiran
kota (suburban) karena mobil
memungkinkan mereka melakukan
mobilitas kerja (Spates dan Macionis,
1987:298).
Sedangkan di Indonesia sendiri,
menurut Kompas (14/4/2012),
penjualan mobil pada Maret 2012
mencapai 87.761 unit. Jumlah itu
mengalami kenaikan dibandingkan
Februari 2012 yang sebesar 86.407 unit
dan Januari 2012 76.365 unit. Adapun
total penjualan di tiga bulan pertama
[ 150 ]
tahun 2012 adalah 250.533 unit, atau
lebih besar dibandingkan periode sama
tahun lalu sebesar 225.739 unit.
Penjualan yang terus-menerus
meningkat ini pada gilirannya
membuat arus lalu-lintas meningkat
sementara ketersediaan jalan relatif
tidak meningkat.
Perilaku lalu-lintas angkutan
umum di Indonesia memiliki karakter
khas dengan pola-pola budaya berlalu
lintas di negara-negara maju. Beberapa
karakteristik khas angkutan umum di
Indonesia antara lain (Dwi Handoko,
2006):
a. Kecepatan tidak teratur, terkadang
pelan terkadang cepat sekali.
b. Berhenti di sembarang tempat, dan
dalam waktu yang tidak teratur.
c. Teknik mengemudi yang pindah
jalur secara tidak teratur.
Penelitian tentang tundaan
pergerakan mobil pribadi (stopping
delay) yang ditimbulkan oleh angkutan
umum ketika berhenti telah dilakukan
oleh Aniek QS (1999) dengan studi
kasus jalan Jendral A. Yani, Kota
Bandung. Pergerakan mobil pribadi
dipelajari dengan membandingkan
tundaan yang ditimbulkan oleh
angkutan kota dan bis kota, karena
kedua jenis kendaraan tersebut
mempunyai perbedaan karakteristik
antara lain dari sisi ukuran dan
kapasitasnya.
Tundaan yang ditimbulkan oleh
bis kota sebesar 46.191 detik dan
tundaan angkutan kota sebesar 6.227
detik. Perbedaan ini disebabkan oleh
faktor rata-rata lama berhenti bis kota
yang lebih lama dibandingkan dengan
angkutan kota, kecepatan bis kota yang
lebih rendah dan batas headway
minimum yang diperlukan oleh
kendaraan lain untuk mendahului bis
kota lebih panjang dibandingkan
dengan headway minimum yang
[ 151 ]
diperlukan oleh kendaraan lain untuk
mendahului angkutan kota.
Selanjutnya, Bastian Wirantono
(1999) melakukan penelitian tentang
panjang antrian yang ditimbulkan oleh
angkutan umum ketika berhenti telah
dilakukan dengan studi kasus Jalan
Ahmad Yani (arah dalam dan luar
kota), jalan Dharmawangsa (depan
terminal angkot), Jalan Urip
Sumoharjo kota Surabaya. Jenis
angkutan umum yang diamati adalah
bis dan angkutan kota (angkot), dengan
periode pengambilan data pada siang
dan sore hari dan pada jam bukan
puncak.
Metode penelitian yang
digunakan mencakup:
pengukuran/perhitungan jumlah dan
panjang antrian kendaraan, lebar
efektif jalan, dan waktu henti.
Dianalisa hubungan antara panjang
antrian terhadap volume kendaraan,
lebar efektif dan waktu henti angkutan
umum. Hasil penelitian ini
menunjukkan sebagai berikut (Bastian
Wirantono, 1999):
1. Satu-satunya faktor yang
berpengaruh secara signifikan
pada panjang antrian hanyalah
waktu henti angkutan umum.
Semakin lama angkutan umum
berhenti semakin panjang antrian
kendaraan.
2. Tidak ada keterkaitan yang
berarti antara volume kendaraan,
lebar efektif dan waktu henti
3. Volume kendaraan dan lebar
efektif jalan tidak berpengaruh
terhadap panjang antrian, karena
pengaruhnya terlalu kecil.
Secara teoritik sebenarnya lebar efektif
jalan berepangaruh terhadap tundaan,
tetapi dalam penelitian ini
kemungkinan persimpangan yang
diukur mempunyai lebar yang cukup,
sehingga lebar efektif jalan tidak
berpengaruh.
[ 152 ]
Balitbang Provinsi Jawa Timur
(2006) juga pernah melakukan studi
tentang perilaku supir dalam berlalu
lintas di Surabaya. Studi ini berupaya
mengkaji faktor-faktor internal
(individu) maupun eksternal yang
menyebabkan rendahnya kepatuhan
masyarakat pemakai atau pengguna
jalan ketika berlalu lintas.
Temuan pokok dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Kepatuhan masyarakat dalam hal ini
pemakai atau pengguna jalan
khususnya pengendara kendaraan
bermotor terhadap peraturan
perundangan lalu lintas di Jawa
Timur semakin menurun.
2. Berdasarkan jenis pelanggaran yang
paling banyak dilakukan, yakni
mengendarai kendaraan tanpa surat
izin mengemudi (SIM), pelanggaran
rambu-rambu dan marka jalan, serta
tidak dipenuhinya kelengkapan
kendaraan bermotor.
3. Situasi problematik utama yang
dihadapi berkaitan dengan faktor
sikap dan perilaku pemakai atau
pengguna jalan khususnya
pengendara kendaraan bermotor
adalah menyangkut persepsinya
tentang peraturan perundangan lalu
lintas yang lebih dilihat dalam
perspektif kewajiban yang harus
dipenuhi, dan belum dilihat sebagai
kebutuhan riil sehingga mendorong
mereka untuk berupaya
memenuhinya.
4. Persepsi yang keliru tersebut
bukanlah sesuatu yang bersifat
given melainkan sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan dan
pemahamannya terhadap peraturan
perundangan lalu lintas,
pengalaman berlalu lintas,
cakrawala, keyakinan, dan proses
belajar yang kesemuanya baik
secara sendiri-sendiri maupun pada
[ 153 ]
umumnya secara simultan
menghasilkan persepsi dimaksud.
5. Pengetahuan dan pemahaman
pemakai atau pengguna jalan
khususnya pengendara kendaraan
bermotor tentang peraturan
perundangan lalu lintas pada
umumnya masih bersifat superfisial
karena umumnya merupakan hasil
dari proses belajar secara otodidak,
sehingga dalam implementasinya di
lapangan sangat mudah dipengaruhi
oleh berbagai stimulus eksternal
baik secara tunggal maupun
bergabung dalam bentuk imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati.
Perumusan Masalah
Studi ini berupaya
mengeksplorasi beberapa masalah
utama dalam berlalu lintas di kalangan
supir angkutan kota di Kota Medan.
a. Bagaimanakah pola perilaku
berlalulintas supir angkutan kota
Medan?
b. Bagaimana hubungan tingkat
pendidikan supir angkutan umum
dengan perilaku berlalu lintas di
Kota Medan?
c. Apakah ada hubungan antara lama
kerja dengan perilaku berlalu lintas
di kalangan supir angkutan umum di
Kota Medan?
d. Apakah kelompok kerja (Armada)
mempengaruhi perilaku berlalu
lintas di kalangan supir angkutan
umum di Kota Medan?
Tujuan Penelitian
1. Memperoleh gambaran tentang pola
perilaku berlalulintas supir angkutan
kota Medan di Kota Medan.
2. Mengukur hubungan antara tingkat
pendidikan dengan perilaku berlalu
lintas supir angkutan kota Medan di
Kota Medan.
3. Mengukur hubungan antara lama
kerja dengan perilaku berlalu lintas
[ 154 ]
di kalangan supir angkutan kota
Medan di Kota Medan.
4. Mengukur hubungan antara
kelompok kerja (Armada) dengan
perilaku berlalu lintas di kalangan
supir angkutan kota Medan di Kota
Medan.
Manfaat Penelitian
Hasil kajian ini, diharapkan
dapat menjadi data dasar yang
mendasari pengambilan keputusan
(better information for better policy)
dalam penanggulangan masalah lalu
lintas di Kota Medan yang lebih baik.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif. Nawawi
mengatakan metode deskriptif
memusatkan perhatian pada masalah-
masalah atau fenomena-fenomena
yang ada pada saat penelitian
dilakukan atau masalah yang bersifat
aktual, kemudian menggambarkan
fakta-fakta tentang masalah yang
diselidiki sebagaimana adanya diiringi
dengan interpretasi yang akurat.
Deskripsi ini akan menjelaskan
hubungan antara tingkat pendidikan,
jenis armada dengan perilaku sopan-
santun dalam berlalu lintas. Juga akan
dieksplorasi lebih jauh faktor-faktor
utama yang mempengaruhi perilaku
berlalu lintas di kalangan supir
angkutan umum di Kota Medan.
Paradigma kuantitatif ini dalam
banyak hal diupayakan akan mengikuti
asumsi, ontologi, epistimologi,
aksiologi dan metode paradigma
kuantitatif (Creswell 2001, 12). Meski
dalam metode pengumpulan data,
pendekatan kualitatif juga digunakan.
Dengan kata lain, penelitian ini lebih
dominan (more-less dominant)
menggunakan pendekatan kuantitatif
[ 155 ]
Populasi dan Sampel
Populasi Penelitian
Populasi adalah objek/subjek
yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu yang disetarakan
oleh peneliti untuk dipelajari, dan
kemudian ditarik kesimpulan.
Sedangkan sample adalah sebagian
dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi. Populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan supir
angkutan kota yang armadanya di
bawah pengaturan Dinas Lalu Lintas
Jalan Raya Pemerintahan Kota Medan.
Ini biasanya ditandai dengan
Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh
Dinas Lalu Lintas Jalan Raya
Pemerintahan Kota Medan. Jumlah
populasi secara keseluruhan
berdasarkan data jumlah armada
angkutan kota Medan mencapai 16.736
armada. Ini berarti bahwa di atas
kertas, setidak-tidaknya terdapat
16.736 supir. Namun, berdasarkan
informasi dari lapangan diperoleh
gambaran bahwa dari keseluruhan
jumlah armada tersebut, maksimal
yang beroperasi di lapangan rata-rata
80 %, sehingga dengan demikian
banyaknya populasi untuk penelitian
ini diperkirakan 80 % x 16.736=
13.889 orang.
Sampel Penelitian
Menurut Arikunto sampel
adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti. Penarikan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik
Porposive Sampling, dengan
menggunakan ketentuan yang
dikemukakan oleh Isaac dan Michael
(dalam Sugiyono, 2008: 126), sebagai
berikut :
2 N. P. Q
S= -----------------------
D2 (N-1) + 2. P.Q
dengan dk = 1, taraf
kesalahan optional 1%, 5%,
[ 156 ]
atau 10%
P=Q= 0,5 D=0,05 S=
Ukuran sampel
Berdasarkan rumus di atas, Isaac dan
Michael selanjutnya menyusun sebuah
tabel yang memuat jumlah sampel
terpillih untuk sejumlah populasi
tertentu.
Tabel 3.1
Tabel Isaac dan Michael
Penentuan Jumlah Sampel Berdasarkan
Rumus Isaac dan Michael dengan Taraf Signifikansi 95%
N S N S N S
10 10 220 140 1200 219
15 14 230 144 1300 297
20 19 240 148 1400 306
25 24 250 152 1500 309
30 28 260 155 1600 310
35 32 270 159 1700 313
40 36 280 162 1800 317
45 40 290 165 1900 320
50 44 300 169 2000 322
55 48 320 175 2200 327
60 52 340 181 2400 331
65 56 360 186 2600 335
70 59 380 191 2800 338
75 63 400 196 3000 341
80 66 420 201 3500 346
85 70 440 205 4000 351
90 73 460 210 4500 354
95 76 480 214 5000 357
[ 157 ]
100 80 500 217 6000 361
110 86 550 226 7000 364
120 92 600 234 8000 367
130 97 650 242 9000 368
140 103 700 248 10000 370
150 108 750 254 15000 375
160 113 800 260 20000 377
170 118 850 265 30000 379
180 123 900 269 40000 380
190 127 950 274 50000 381
200 132 1000 278 75000 382
210 136 1100 285 100000 384
Catatan: N= Populasi
S= Sampel
Berdasarkan tabel di atas jumlah
sampel yang disarankan adalah
300. Dengan demikian, penelitian
ini selanjutnya mengambil sampel
sebanyak 300 orang supir yang
akan dipilih secara proporsional
dari setiap arrmada dengan
memperhitungkan prosentasenya
terhadap keseluruhan jumlah
sampel.
[ 158 ]
Tabel 1 Nama dan Jumlah Armada Angkutan Kota di Medan.
No Perusahaan Jumlah Direktur Ket
1 CV Mitra 750 Drs OK. Khaidir
2 PT Rahayu Medan
Ceria
2.623 Drs Mont Gomery Munthe
3 CV Medan Bus 1.020 Jumongkas Hutagaol
4 PT Kobun 84 Drs B Surbakti
5 Kop Mdn Raya
Eksprss
290 T Ferdinand Simangunsong
6 CV Laju Deli
Sejahtera
150 H Khairudinsyah
7 PT Nasional 605 Drs Baskami Ginting
8 PT Mars 1.055 Daud Sitepu SE
9 CV Hikma 250 H Abdul Hasyim Hasibuan
10 PT Povri 443 Novi Meliala
11 CV Desa Maju 294 Christoper Aritonang
12 KPUM 6.081 T Ferdinand Simangunsong
13 PTU Morina 1.670 J. Sitindaon
14 CV Mekar Jaya 315 Kushendra
15 PT Gajah Mada 310 J. Sitindaon
16 CV Wampu Mini 733 H. NG Brahmana
TOTAL 16.736
[ 159 ]
Informan Penelitian
Di samping para supir, informan
dalam penelitian ini juga berasal dari
pemiliki angkutan umum (toke) dan
pengurus organda. Dari informan kunci
ini, akan digali lebih dalam informasi
terkait dengan perilaku berlalu lintas
para supir. Untuk menggali informasi
lebih dalam dari informan ini, akan
dilakukan wawancara mendalam
dengan panduan wawancara terbuka
(open-ended interview guide).
Wawancara akan dihentikan sepanjang
permasalahan penelitian dianggap telah
terjawab ditandai dengan pengulangan
jawaban-jawaban responden. Untuk
menjaga validitas dalam wawancara ini
akan dilakukan triangulasi data ke
berbagai informan lain.
Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis data dan
unit analisis yang direncanakan, maka
proses penggalian data dalam
penelitian ini menggunakan beberapa
teknik yaitu :
1.Penyebaran kuesioner (angket)
Pengumpul data dalam penelitian ini
adalah kuesioner semi terbuka (semi-
open-ended questioner) yang akan
disebarkan kepada para supir angkutan
umum yang ada di Kota Medan.
Kuesioner disebarkan oleh para
pewawancara dan dipandu langsung
pengisiannya karena diasumsikan, para
supir akan enggan mengisi sendiri
karena jam kerja mereka yang tak
terduga-duga. Sebelum penyebaran
kuesioner dilakukan, terlebih dahulu
dilakukan uji kuesioner terhadap 30
orang responden. Setelah dilakukan
perbaikan atas sistematika dan
substansi beberapa pertanyaan maka
akhirnya dilakukan penyebaran
kuesioner.
2.Wawancara
Selain kuesioner, alat
pengumpul data yang digunakan
adalah wawancara mendalam yang
[ 160 ]
dilakukan langsung oleh peneliti.
Wawancara ini akan dilakukan di
tempat-tempat pangkalan angkutan
kota tempat para supir biasanya
mangkal. Wawancara juga mungkin
dilakukan di rumah supir dengan
perjanjian sebelumnya. Karena itu,
penjajakan dan pendekatan dengan
para supir juga penting selama proses
penelitian ini berlangsung. Dalam
melakukan wawancara digunakan
instrumen penelitian sebagai pedoman
wawancara dan alat bantu seperti
kamera, tape recorder dan buku
catatan.
3.Pengamatan (Observasi Partisipasi)
Pengamatan dalam penelitian
ini dilakukan secara langsung ke lokasi
penelitian. Pengamatan ini dilakukan
dengan melakukan wawancara
langsung di pangkalan dan kantor
direksi armada. Pengamatan juga
dilakukan dengan menaiki angkot
sebagaimana layaknya penumpang
biasa dengan memilih duduk di bangku
samping supir dengan wawancara
bebas dan tak terstruktur pada trayek-
trayek tertentu.
Analisa dan Interpretasi Data
Data dari kuesioner akan
dianalisa dalam tabel tunggal dan tabel
silang untuk melihat prosentase dan
kecenderungan (median) variabel-
varibel (pendidikan, armada, lama
kerja jadi supir, misalnya) dari hasil
olahan statistik (SPSS atau Excell).
Juga akan dilihat hubungan
antarvariabel dengan menggunakan uji
korelasi.
Sedangkan data kualitatif
yang diperoleh dari wawancara
mendalam akan dikategorisasi dan
dikonseptualisasi untuk melengkapi
analisis kuantitatif dari hasil olahan
statistik yang merupakan hasil entri
data kuesioner. Data ini diharapkan
akan menajamkan analisa sekaligus
interpretasi data selama proses
[ 161 ]
penelitian berlangsung.
Definisi Konsep
a. Perilaku dalam penelitian ini adalah
perilaku berlalu lintas yang
dilakukan supir yang dapat diamati
baik yang dilakukan karena tekanan
dari luar (eksternal) maupun karena
kesadaran sendiri (internal). Dengan
demikian, perilaku berlalulintas
didefinisikan sebagai
kecenderungan yang ditampilkan
oleh supir angkutan kota dalam
mengendarai kendaraan sejak dari
pangkalan keberangkatan, dalam
perjalanan, hingga pangkalan
tujuan. Perlu ditambahkan, bahwa
yang dimaksud dengan angkutan
kota dalam penelitian ini adalah
terbatas untuk “sudako” (yang
berarti taksi, becak bermotor, damri,
ojek tidak masuk dalam penelitian
ini). Angkutan kota ini antara lain :
KPUM, CV Mitra, PT Rahayu, CV
Medan Bus, PT Kobun, dan lain-
lain.
b. Sementara itu, yang dimaksud
dengan supir adalah orang yang
mengendarai angkutan kota yang
ditandai dengan merk armada
dengan ciri tersendiri untuk setiap
armada (kesatuan) baik yang tidak
memiliki SIM yang berlaku maupun
yang berlaku.
c. Tingkat pendidikan adalah tingkat
pendidikan formal dan nonformal
yang dicapai.
d. Etnisitas adalah penyebutan suku
yang diakui dan ditandai dengan
bahasa, adat-istiadat maupun
lingkungan tradisi yang dianut oleh
seseorang.
e. Kesatuan (aArmada) adalah
organisasi/perusahaan pengelola
trayek dimana angkutan kota
bergabung.
Definisi Operasional
a. Perilaku berlalulintas diteliti melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
[ 162 ]
1) Kepatuhan terhadap peraturan
armada
2) Kepatuhan terhadap rambu-
rambu lalu-lintas
3) Kecenderungan dalam hal
kecepatan
4) Kecenderungan dalam hal
penggunaan alat isyarat (sign)
kendaraan
5) Sopan-santun berkendaraan di
antara kedaraan lainnnya
b. Pendidikan diteliti melalui
indikator-indikator:
1) Ijazah terakhir yang
diperoleh
2) Pengalaman mengikuti
pendidikan nonformal
3) Terpaan media (media
exposure)
4) Frekuensi membaca buku
5) Frekuensi berdiskusi
dengan teman sepergaulan
c. Etnisitas diteliti menurut indikator-
indikator:
1) Lingkungan etnis tempat
bermukim
2) Lingkungan adat yang diikuti
3) Bahasa yang digunakan dengan
pasangan
d. Lama Kerja diukur dengan
indikator:
Durasi waktu (dalam satuan tahun)
yang telah dilalui bekerja sebagai
supir.
e. Kesatuan (Armada) diteliti melalui
indikator-indikator:
1) Ketersediaan peraturan tata-
tertib
2) Kepatuhan terhadap peraturan
tata-tertib
3) Kebijakan organisasi
menyangkut pengawasan
4) Pendidikan sopan-santun
lalulintas
[ 163 ]
HASIL PENELITIAN
Gambaran Lokasi Penelitian
Kenderaaan Bermotor
Jumlah kenderaan bermotor
dan pertumbuhannya adalah
sebagaimana ditampilkan pada tabel
berikut:
Tabel 2
Pertumbuhan Kenderaan Bermotor Menurut Jenis Kenderaan
No
Tahun
Jenis Kenderaan
Jumlah Penumpang Truck Bus Motor
1 2002 128.882 93.989 11.424 558.236 792.531
2 2003 138.179 99.464 11.815 657.460 906.918
3 2004 149.302 104.776 12.108 756.569 1.022.755
4 2005 164.314 112.001 12.406 833.406 1.172.128
5 2006 175.198 116.184 12.619 895.745 1.289.746
Sumber: Satlantas Poltabes MS, Ditlantas Poldasu, 2007
Dari tabel 4.5 dapat dilihat
bahwa pertambahan jumlah kendaraan
bermotor mobil penumpang rata-rata
per tahun (sebesar 6,51 %) lebih tinggi
daripada pertumbuhan angkutan bus
rata-rata per tahun (sebesar 3,91) dan
juga pertumbuhan mobil barang
(sebesar 5,29 %). Tetapi pertumbuhan
tertinggi terjadi pada sepeda motor
yang mencapai 20,92 %. Secara
keseluruhan didapat pertumbuhan
kendaraan bermotor sebesar 9,16 % per
tahun.
Angkutan Umum
Angkutan umum yang
memberikan pelayanan dalam trayek
tetap dan teratur di Kota Medan terdiri
dari jenis mobil penumpang umum,
bus kecil, bus sedang dan bus besar
[ 164 ]
dengan perincian sebagaimana tertera dalam tabel berikut.
Tabel 3
Jenis Angkutan Umum di Kota Medan
Jenis
Jumlah Trayek Jumlah Armada
Plafon Realisasi % Plafon Realisasi %
MPU
146 98 67,12 8.789 5.283 60,10
60,08% 60,87% 63,34% 65,90%
Bus
Kecil
83 55 66,26 4593 2517 54,80
34,16% 34,16% 33,10% 31,40%
Bus
sedang
6 5 83,3 290 155 53,44
2,47% 3,11% 2,09% 11,93%
Bus
Besar
8 3 37,5 204 62 30,4
3,29% 1,86% 1,47% 0,77%
Jumlah 243 161 66,25 13.876 8.017 58,0%
Sumber: Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012
Jaringan trayek dan detail data untuk
masing-masing perusahaan yang
beroperasi di Kota Medan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
[ 165 ]
Tabel 4
Angkutan Umum dalam Trayek Tetap
No
Nama Perusahaan Jenis
Armad
a
Jumlah Trayek Jumlah Armada
Plafon Realisasi % Plafon Realisasi %
1 KPUM MPU 93 53 56,98 6.081 2.862 47,06
2 PT.U.Morina MPU 19 11 57,89 1.670 522 31,25
3 PT.Rahayu.MC MPU 23 16 69,56 2.623 1.548 59,01
4 CV.Wampu Mini MPU 8 7 87,50 733 264 36,01
5 CV.Mekar Jaya MPU 4 3 75,00 315 176 55,87
6 PT.Gajah Mada MPU 4 3 75,00 310 193 62,25
7 CV.Mitra B.Kecil 11 6 54,54 750 234 31,20
8 PT.Mars B.Kecil 20 11 55.00 1.055 263 24,92
9 CV.Medan Bus B.Kecil 13 6 46,15 1.020 217 21,27
10 PT.Kobun B.Kecil 4 0 0,00 84 0 0,00
11 CV.Hikma B.Kecil 4 0 0,00 250 0 0,00
12 PT.Nasional MT B.Kecil 10 4 40,00 605 167 27,60
13 PT.Povri B.Kecil 5 3 60,00 443 23 5,19
14 CV.Desa Maju B.Kecil 7 3 52,85 294 137 46,59
15 CV.Laju Deli S B.Kecil 6 1 16,66 150 8 5,33
16 KPUM(MRX) B.Sedan
g
6 2 33,33 290 137 47,24
17 Damri B.Besar 5 2 40,00 60 20 33,33
Jumlah 242 131 54,13 16.736 6.771 40,45
Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012
Sementara itu, untuk trayek tidak tetap
dapat dilihat sebagaimana tertera pada
tabel berikut ini.
[ 166 ]
Tabel 5
Angkutan Umum dalam Trayek Tidak Tetap
Nama Perusahaan
Jenis Armada Jumlah Armada
KPS Plapond Realisasi %
1 PT.Mandiri Karya S. Beca Bermotor 5.000 4.968 99,36 632
2 KPUM Beca Bermotor 4.000 4.000 100,00 686
3 YPSA Beca Bermotor 250 250 100,00 25
4 Bahumas Kosgoro Beca Bermotor 300 300 100,00 86
5 CV.Mitra Beca Bermotor 1.300 1.300 100,00 108
6 CV.Batang Gadis Beca Bermotor 300 300 100,00 -
7 KPSM Beca Bermotor 750 750 100,00 10
8 FA.Mekar Jaya Beca Bermotor 500 500 100,00 71
9 Koperasi Opsi SU Beca Bermotor 300 300 100,00 -
10 Kop.HABSU Beca Bermotor 600 600 100,00 36
11 UD.MILTAR Beca Bermotor 750 750 100,00 -
12 CV.Sinar Cahaya Duta Beca Bermotor 3.200 3.200 100,00 50
13 CV.Sinar Cahaya Duta Beca Bermotor 2.000 1.456 72,80 50
14 Yayasan T. Deli Indah Beca Bermotor 300 300 100,00 -
15 CV.Indah Ceria Medan Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 70
16 HABSSU(Sejahtera
M.)
Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 39
17 YAPABSU Beca Bermotor 500 500 100,00 33
18 PABM Beca Bermotor 950 950 100,00 40
19 Bestari Transport Beca Bermotor 300 300 100,00 4
20 Serikat Beca Merdeka Beca Bermotor 150 150 100,00 38
21 Perhimpunan A.B Win Beca Bermotor 500 142 28,40 112
[ 167 ]
22 CV.Laju Deli S. Beca Bermotor 1.000 1.000 100,00 50
23 Baja Pulau Samosir Beca Bermotor 200 200 100,00 4
24 HIPKAMSI Trans Beca Bermotor 300 300 100,00 23
25 CV.Permana Putra Beca Bermotor 750 15 1,86 -
Jumlah 26.200 24.531 93,62 2.167
Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota Medan, 2012
Tabel 6
Angkutan Umum Taksi Kota Medan
No
Nama Perusahaan
Jenis
Kendaraan
Jumlah Armada
Plapond Realisasi %
1 PT.Deli Cepat Taksi Taksi 275 76 27,63
2 Kokapura II Taksi 50 50 100,00
3 PT. Angkasa Bhakti Taksi 100 100 100,00
4 PT. Express Limo N. Taksi 500 120 24,00
5 PT. Yuki Taksi 100 21 21,00
6 Kostar Taksi Taksi 170 82 48,23
7 Matra Taksi(KPUM) Taksi 500 131 26,20
8 PT. Karsa Taksi 650 69 10,61
9 PT. Blue Bird Taksi 500 300 60,00
10 PT. Ridha
Almunawarrah
Taksi 50 5 10,00
11 CV. Eka Prasetya Taksi 150 6 4,00
Jumlah 3.045 960 31,52
Sumber: Rekapitulasi Data Dinas Perhubungan Kota medan, 2012
[ 168 ]
Kebijaksaan angkutan umum di Kota
Medan adalah:
1. Mengatur kembali sistem angkutan
umum yang telah beroperasi dengan
melihat faktor-faktor sistem
jaringan jalan yang ada, faktor
efisiensi dan dampak yang
ditimbulkan seperti kemacetan,
kerusakan jalan dan lain-lain.
2. Menetapkan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan sistem
angkutan umum agar
perkembangannya dapat lebih
terkendali dan dapat melayani
penduduk secara efisien serta
terjangkau oleh masyarakat.
3. Menyediakan fasilitas-fasilitas
pendukung sistem angkutan umum
seperti tempat pemberhentian,
shelter dan terminal.
4. Memisahkan fungsi terminal yang
bersifat lokal dengan regional agar
terjamin pelayanan angkutan umum
yang optimal.
5. Meningkatkan pelayanan angkutan
dalam rangka menarik minat
masyarakat untuk lebih
menggunakan angkutan umum.
6. Mengembangkan jenis angkutan
umum yang lebih sesuai dengan
karakteristik jaringan jalan kota.
Prasarana
Jaringan Jalan
Kota Medan memiliki pola
jaringan jalan yang berbentuk grid/kisi-
kisi pada daerah pusat kota dan bentuk
radial pada daerah pinggiran kota.
Jalan utama sebagai koridor dalam
kota adalah Jalan Thamrin, Jalan
Pandu, Jalan Sutomo, Jalan Pemuda,
Jalan Ahmad Yani, Jalan Balai Kota,
Jalan Haryono MT, Jalan Cirebon,
Jalan Raden Saleh, Jalan Guru
Patimpus, dan Jalan Perintis
Kemerdekaan, serta Jalan Prof. HM.
Yamin. Sedang koridor luar yang
menghubungkan daerah pinggiran kota
degnan pusat kota yaitu Jalan KL. Yos
[ 169 ]
Sudarso, Jalan Putri Hijau, dan Jalan
Krakatau sebagai jalan yang
menghubungkan daerah Utara dengan
pusat kota, Jalan Letda Sujono sebagai
jalan yang menghubungkan daerah
bagian Barat dengan pusat kota, Jalan
Gatot Subroto sebagai jalan yang
menghubungkan daerah bagian Timur
dengan pusat kota, Jalan S.M. Raja dan
Jalan Brigjend katamso serta Jalan
Jamin Ginting merupakan jalan yang
menghubungkan daerah bagian Selatan
dengan pusat kota.
Untuk menghubungkan daerah
pinggiran kota secara langsung, tanpa
harus melalui pusat kota disediakan
jalan lingkar Utara, yaitu Jalan Kapten
Sumarsono, Jalan Asrama, Jalan Gagak
Hitam, Jalan Industri, dan Jalan
Ngumban Surbakti yang
menghubungkan daerah bagian Utara
dengan bagian Timur, sedangkan
daerah bagian Selatan dengan daerah
bagian Timur dihubungkan oleh jalan
lingkar Selatan yaitu Jalan Bunga
Sedap Malam, Jalan AH. Nasution dan
Jalan Karya Jasa.
Selain itu juga terdapat jalan
Tol Belmera (Belawan-Medan-
Tanjung Morawa) yang
menghubungkan daerah bagian Selatan
Kota Medan yaitu Tanjung Morawa
dengan daerah bagian Utara Kota
Medan yaitu Belawan yang dibangun
memanjang pada daerah bagian Barat.
Keberadaan Jalan Lingkar dan Jalan
Tol ini sangat membantu dalam
mengalihkan arus kendaraan menerus
yang melaui pusat kota, sehingga
mengurangi kepadatan volume lalu
lintas dalam kota serta merangsang
pertumbuhan daerah pinggiran kota.
Untuk memperlancar arus lalu lintas
dilakukan beberapa manajemen lalu
lintas seperti jalan satu arah terutama
pada daerah pusat kota yaitu pada Jalan
Ahmad Yani, Jalan Balai Kota, Jalan
Putri Hijau, Jalan Diponegoro, Jalan
[ 170 ]
Imam Bonjol (sebagian), Jalan Kartini,
Jalan Teuku Daud, Jalan Maulana
Lubis, Jalan Haryono MT, Jalan Gajah
Mada (sebagian), Jalan Zainul Arifin,
Jalan Sutoyo, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan HM. Yamin, Jalan
Thamrin, Jalan Merbabu, Jalan
Sutomo, Jalan Pandu, Jalan Cirebon,
Jalan Gaharu, dan hampur seluruh
jaringan jalan dalam wilayah pusat
kota. Kota Medan memiliki jalan
sepanjang 3.078,94 Km dengan
perincian sebagai berikut:
Tabel 7
Panjang Jalan(Km) Menurut Kondisi
Kondisi
Penanggung Jawab
Jumlah Negara Provinsi Kab./Kota
Baik 140,70 33,40 2.980,30 3.154,30
Sedang 15,80 15,80
Rusak 20,10 20,10
Rusak Berat 1,30 1,30
Tidak Diperinci 00,00 00,00
Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94
Sumber: Kota Medan dalam Angka 2011
[ 171 ]
Tabel 8
Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan
Permukaan
Penanggung Jawab
Jumlah Negara Provinsi Kab./Kota
Aspal 56,86 70,70 2.548,89 2.676,45
Kerikil
Tanah 8,95 8,95
Tidak Diperinci 393,54 393,54
Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94
Jumlah 56,86 70,70 2.951,38 3.078,94
Sumber: Kota Medan dalam Angka 2011
Terminal Penumpang
Terminal sebagai salah satu
sarana pelayanan kepada masyarakat
pemakai jasa angkutan umum dan
merupakan awal pemberangkatan dan
akhir perjalanan angkutan umum
sekaligus tempat pergantian
(interchange) moda transportasi sangat
berperan dalam menentukan tingkat
kinerja dari pelayanan angkutan umum
dalam suatu kota. Pengaturan lokasi
terminal bus ditentukan berdasarkan
sifat dan syarat lokasi dari terminal.
Untuk terminal bus angkutan
komuter (Kota Medan ke kota-kota
terdekat) lokasinya harus berada pada
jalur utama, paling optimal pada
wilayah transisi atau pinggiran
(Terminal Terpadu Amplas, Terminal
Terpadu Pinang Baris dan Terminal
Tuntungan, dimensi kendaraan (bus)
yang besar menuntut pelayanan fungsi
[ 172 ]
jaringan tingkat tinggi (arteri) dan
mempunyai kemudahan pencapaian
(accessibility) yang mempunyai paling
banyak jalur alternatif ke luar kota.
Kota Medan telah menyediakan
6 (enam) buah terminal dengan kelas
pelayanan seperti tabel 4.11, antara
lain:
1. Terminal Terpadu Amplas, di
wilayah Selatan memiliki
kapasitas sebesar 80 (delapan
puluh) unit bus dan 160
(seratus enam puluh) unit mobil
penumpang umum dengan luas
sebesar 26.580 m².
2. Terminal Pinang Baris, di
wilayah barat memiliki
kapasitas sebesar 60 (enam
puluh) unti bus, dan 120
(seratus dua puluh) unit mobil
penumpang umum dengan luas
19.940 m².
3. Terminal Sambu, di pusat kota
berkapasitas sebesar 200 (dua
ratus) unit mobil penumpang
umum dengan luas 3.000 m².
4. Terminal Veteran, di pusat kota
berkapasitas sebesar 20 (dua
puluh) unit bus dan 60 (enam
puluh) unit mobil penumpang
umum dengan luas 2.600 m².
5. Terminal Belawan, di wilayah
Utara memiliki kapasitas
sebesar 24 (dua puluh empat)
unit bus dengan luas 1.080 m²
[ 173 ]
Tabel 9
Terminal di Kota Medan
No Terminal Kelas Pelayanan
1
Amplas
Melayani angkutan umum untuk antar kota antar provinsi
(AKAP), angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan
kota dari wilayah Timur/Selatan ke Kota Medan.
2 Pinang
Baris
Melayani angkutan umum untuk angkutan antar kota dalam
provinsi (AKDP), angkutan kota dari wilayah Barat/Selatan ke
Kota Medan.
3 Sambu Melayani kendaraan umum (mobil penumpang) dalam Kota
Medan ke inti kota.
4 Veteran Melayani kendaraan umum (mobil bus) dalam Kota Medan
yang menuju inti kota.
5 Belawan Melayani kendaraan umum (mobil bus) dalam Kota Medan
yang menuju inti kota (Belawan – Medan).
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Medan, 2007
Profil Responden
Klasifikasi Jenis Supir
Sebagian besar jenis atau
kategori supir yang diteliti dalam
penelitian ini adalah supir tetap (66 %)
diikuti kemudian supir tembak (19%)
dan yang terakhir supir sekaligus
pemilik (15%). Ini merupakan
konsekuensi logis karena memang
sebagian besar supir (35 %) yang
diteliti merupakan supir KPUM.
Karena memang Armada KPUM
senantiasa menetapkan regulasi yang
ketat dalam menetapkan supir di dalam
armadanya, yakni dengan memberikan
Kartu Pengenal Supir bagi setiap supir
[ 174 ]
yang mengemudi dan menyimpan data dasar supir di kantor.
Grafik I Kategori/Jenis Supir
Supir Tetap66%
Supir Tembak19%
Supir Sekaligus Pemil ik
15%
Temuan observasi dan wawancara
mendalam mengungkapkan, bahwa
secara umum, supir sekaligus pemilik
yang biasanya relatif lebih taat
mengikuti peraturan lalu lintas karena
mereka tidak terlalu ditekan untuk
mengejar setoran. Di samping itu,
mereka juga menjaga mobilnya agar
tidak cepat rusak kalau dikemudikan
sembrono untuk menjaga daya tahan
suku cadang mobil yang harganya
terus melonjak di tengah menurunnya
jumlah penumpang.
Selanjutnya, kategori supir
tembak (supir cadangan) kerap kali
dianggap kurang mematuhi peraturan
lalu lintas. Supir tembak ini, selama
proses wawancara mendalam di
kalangan supir dan mondor, memiliki
beberapa sebutan lain seperti supir
raun (memutar), supir kain lap atau
supir door-smeer, dan supir pocokan.
Supir raun adalah supir yang
mengambil alih kemudi angkot begitu
tiba di pangkalan untuk mencari sewa
di sekitar pangkalan.
[ 175 ]
Sedangkan supir kain lap
adalah supir-supir yang biasanya masih
relatif muda dan biasanya bekerja di
tempat pencucian mobil (door-smeer)
sebelumnya untuk mencuci dan melap
angkot. Karena di tempat pencucian
mobil biasanya mereka ikut
memajukan dan memundurkan angkot,
lambat laun mereka menjadi supir
dengan mengurus SIM tembak (SIM
yang diurus melalui calo). Kategori
supir kain lap yang masih muda dan
mengurus SIM tembak inilah yang
cenderung mengemudi di luar aturan-
aturan lalu lintas.
Ini terbukti suatu ketika peneliti
menaiki angkot dari Simpang-Selayang
menuju Marelan. Sang supir, bermarga
Mangunsong mengemudikan
kendaraannya ugal-ugalan sepanjang
perjalanan. Pria berusia 20 tahun yang
tidak menyelesaikan pendidikan
sampai SMP ini malah ‘memuntahkan’
kata-kata kotor kepada supir angkot
lain, ketika dia menaikkan penumpang
di Jambur Namaken (Jalan Jamin
Ginting) dan mengajak berduel dengan
sang supir. Saling kejar dan saling
potong sambil zig-zag dari lajur kiri-
dan kanan ditambah suara klakson
yang tiada henti terjadi mulai dari
Jambur Namaken sampai ke Sumber
USU.
Ibu-ibu penumpang di bangku
belakang bahkan berteriak sambil
memohon, agar sang supir jangan
terlalu nekat, tapi sang supir tak peduli
dan mengatakan, “Armada ini
(menyebut salah satu merek armada)
memang selalu cemburu kalau kita
menaikkan penumpang. Walaupun P
Bulan ini ‘dimerahkannya”
(maksudnya cat armada yang
disebutnya) dan mobilnya banyak, tak
bisa sesuka hatinya” ujar si supir
dengan nada memaki.
Kekacauan belum berhenti,
tatkala si supir ‘mengoceh’ lagi dengan
[ 176 ]
pengendara sepeda motor perempuan
yang kebetulan menjemput anak
sekolah. Persis lewat Simpang Kampus
sang supir memaki si pengendara
motor dengan kata-kata “Hai
perempuan bodoh” sambil merapatkan
angkotnya ke samping pengendara
motor. Supir yang lima tahun menjadi
kenek (kondektur) Borneo ini saling
kejar dan saling potong. Bahkan di
perlimaan lampu merah Iskandar Muda
dan Monginsidi, nyaris saja angkot ini
menubruk perempuan yang
mengendarai sepeda motor tadi dari
belakang. Peneliti yang tadi hanya
diam mengobservasi akhirnya
mengingatkan sang sopir agar lebih
lambat dan hati-hati. Apalagi
mengingat di boncengan sepeda motor
itu ada anak perempuan yang masih
berseragam TK.
Kendala dalam menertiban
supir ini menurut para direksi armada
disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, pergantian supir dalam satu
angkot sangat tinggi. Kalau
manajemen direksi armada
menetapkan aturan yang ketat, belum
tentu si pemilik angkot setuju. Karena
pemilik angkot kadang kurang peduli
dengan perilaku supir mengemudi,
yang penting setoran disetor rutin
setiap hari. Kedua, mental supir yang
cenderung ‘ngakali’ pemilik angkot.
Seorang informan menuturkan cerita
menarik terkait perilaku ini. Ia
mengisahkan, otak supir itu ibarat
putaran ban angkot itu sendiri. Supir
itulah yang memutar otak untuk
‘ngolah’ pemilik angkot. Otak si supir
senantiasa berputar ‘ngakali’ si
pemilik. Pada hal tertentu sang supir
itu sesungguhnya yang menjadi toke
pertama. Kenapa? Karena begitu si
supir membawa angkot ke pangkalan
dia sudah disediakan teh susu, rokok,
dan sarapannya oleh pemilik warung di
pangkalan, sementara si pemilik
[ 177 ]
angkot belum dapat apa-apa. Karena
itu, si supir disebut sebagai toke
pertama.
Begitu juga kalau dia pulang ke
rumah, dia lebih dulu memikirkan uang
yang akan dibawanya pulang, bukan
setoran kepada pemilik. Ambil misal,
kalau gajinya biasanya 60 ribu,
sementara setoran 80 ribu. Kalau
gajinya belum cukup, setoran yang
dikurangi. Padahal kalau ada
kerusakan sedikit pun tidak menjadi
tanggungan supir. Beda dengan supir
dulu. Supir dulu lebih memikirkan
setoran dulu kepada pemilik. Bahkan
sering memberi lebih dari setoran yang
telah ditetapkan. Jarang memberi
setoran ‘belah jengkol’ (bagi dua
secara merata antara pendapatan supir
dan setoran yang harus diberikan
kepada pemilik angkot).
Begitu juga kalau mobil rusak,
supir kadang malah bertingkah. Ketika
angkot telah diperbaiki dan siap jalan,
si supir malah tidak masuk. Mobil
sehat, supir sakit. Direksi armada ini
mengaku, memiliki mobil tiga tapi
tidak pernah jalan semua karena ada
saja supir yang tidak masuk. “Kita
pecat supir yang tidak masuk, datang
lagi supir yang lebih buruk” tuturnya
dengan nada kesal.
4.2.4 Keberlakuan Surat Ijin
Mengemudi (SIM)
Grafik II Keberlakuan SIM
Berlaku94%
Tidak6%
[ 178 ]
Sebagian besar responden (94
%) dalam mengemudikan angkotnya
memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM)
yang masih berlaku, hanya sebagian
kecil (6 %) yang memiliki SIM yang
tidak berlaku. Pengemudi dengan SIM
yang tidak berlaku ini biasanya adalah
jenis supir raun yang biasanya hanya
mengemudikan angkot di sekitar
pangkalan-pangkalan kecil di
pinggiran kota Medan. Kendati
sebagian besar supir masih memiliki
SIM yang masih berlaku, namun
sebagian (19 %) supir dalam mengurus
SIM melalui calo (lihat Grafik di
bawah). SIM tembak yang diperoleh
dari calo ini pulalah yang kerap
dilakukan supir-supir muda atau supir
door-smeer karena mereka sebenarnya
kadang belum memiliki kapasitas
dalam mengemudikan angkutan umum,
baik dari segi usia dan persyratan
khusus seperti ujian teori dan praktik
(lihat UU Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan,
pasal 77).
4.2.5 Cara Mengurus SIM
Grafik III Cara Memperoleh SIM
Resmi81%
Calo19%
Cara lain0%
[ 179 ]
Selanjutnya, jika dilihat dari jenis
SIM yang dimiliki supir, sebagian
besar (44 %) adalah A Umum (berlaku
untuk mengemudikan kendaraan
bermotor umum dan barang dengan
jumlah berat yang diperbolehkan tidak
melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram; disusul 34 % B1 Umum
(berlaku untuk mengemudikan mobil
penumpang dan barang umum dengan
jumlah berat yang diperbolehkan lebih
dari 3.500 (tiga ribu lima ratus)
kilogram; dan 12 % B Umum.
Pola Perilaku Mengemudi Supir
Angkot di Kota Medan
Pola Keluar dari Stasiun
Grafik IVPerilaku Ngebut Keluar Stasiun
Sangat sering34%
Sering53%
Kadang-kadang9%
Tidak pernah4%
Perilaku kurang tertib supir
juga tampak dari tindakan ngebut
mereka begitu keluar dari stasiun.
Lebih dari setengah (53 %) responden
mengaku sering ngebut bahkan
sebagian (34 %) mengaku sangat
sering ngebut. Hanya sebagian kecil (9
%) yang menjawab kadang-kadang
ngebut dan hanya sedikit sekali (4 %)
yang tidak pernah ngebut begitu keluar
dari terminal.
Ini menunjukkan sekali lagi, betapa
perilaku kurang tertib yakni dengan
ngebut sudah menjadi perilaku setiap
[ 180 ]
supir angkot di kota Medan. Ketika
ditanya mengapa ngebut, sebagian
besar supir mengatakan bahwa mereka
harus adu cepat untuk memperebutkan
penumpang, karena sebagian besar
sepanjang jalan trayek baik antar
maupun intra armada saling ‘tabrakan’
satu sama lain.
Trayek tabrakan ini, yang disebut
informan lain sebagai trayek ‘kamar
mandi’, yakni trayek yang dibicarakan
dan diputuskan di luar prosedur, antara
petugas Dishub Kota Medan dengan
Direksi armada tertentu sekaligus
penyalur mobil. Trayek jenis ini yang
disinyalir informan ini kemudian
membuat kelebihan armada di sebagian
trayek dan sekaligus menyingkirkan
armada yang lebih kecil.
Namun ‘tabrakan’ trayek dan
trayek ‘kamar mandi’ ini dibantah
informan yang lain. Tidak ada tabrakan
trayek, yang ada ada adalah trayek
‘bersinggungan.’ Trayek
bersinggungan ini terjadi karena semua
angkot memang berangkat awal (start)
dari terminal yang sama. Misalnya,
trayek dari Amplas pasti
bersinggungan di Jalan Sisingamaraja.
Karena nyatanya pada trayek tersebut,
memang itu satu-satunya jalan. Jadi
persinggungan trayek itu mungkin
terjadi.
Persinggungan ini lebih
mungkin karena armada yang lain
membuka trayek yang sudah dilalui
armada yang lain. Ini dimungkinkan
karena armada tertentu merasa trayek
ini adalah yang utama sehingga
memulai trayek baru di trayek yang
sudah dilalui armada yang lain. Ini
terjadi karena setelah mengantongi ijin
trayek baru, belum tentu langsung
mengoperasikan semua ijin trayek
tersebut, tapi membuka trayek secara
bertahap dan membuka trayek yang
lebih menguntungkan dulu, yang
mungkin belum dilalui oleh armada
[ 181 ]
yang lain. Mitra dan Rahayu misalnya
memiliki 5 ijin trayek, tapi memulai
operasinya berbeda. Rahayu membuka
trayek pertama dari trayek x menuju y,
sementara Nitra mulai trayek dari A
menuju B. Kemudian Rahayu akan
membuka trayek baru lagi dari A
menuju B, ini yang sering disebut
timpa menimpa. Padahal sebetulnya
tidak.
Trayek dikatakan tumpang tindih,
jika dari mulai berangkat sampai ke
tujuan akhir melalui jalur jalan yang
sama. Jalur Medan-Siantar misalnya,
bisa dilalui 5 merek seperti Intra,
Sentosa, dan lain-lain. Begitu juga
trayek Medan Kaban Jahe yang awal
titik berangkat dan tujuan akhirnya
sama yang dilalui beberapa merek
seperti Sinabung Jaya, Borneo, Sutra,
dan Murni Exspress.
Pola Perilaku Mencari Penumpang
Grafik V Perilaku Ngebut Mencari Penumpang
Sangat sering23%
Sering57%
Kadang-kadang15%
Tidak pernah5%
Perilaku ngebut dalam mencari
penumpang juga diakui sebagian besar
responden (80 %) yakni 23 % mengaku
sangat sering ngebut dan 57 % sering
[ 182 ]
ngebut. Hanya sebagian (15 %) yang
menjawab kadang-kadang ngebut dan
hanya sebagian kecil 5 % yang tidak
pernah ngebut.
Perilaku ngebut ini disebabkan
terutama oleh dua faktor utama.
Pertama, sebagaimana dijelaskan
terdahulu, yakni trayek yang
‘bersinggungan’ baik antar maupun
intra armada. Kedua, menurunnya
jumlah penumpang. Menurunya jumlah
penumpang ini, menurut responden
baik dari kalangan supir maupun
direksi disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor pertama adalah hand
phone (HP). Kalau dulu, sebelum
masyarakat mengenal HP, maka
kemungkinan besar orang akan
menggunakan jasa angkot, misalnya
dalam mengantarkan undangan nikah.
Faktor kedua adalah sepeda
motor. Kemudahan memiliki sepeda
motor dengan kredit mudah dan bunga
kredit yang rendah, mendorong setiap
keluarga memiliki sepeda motor. Satu
sepeda motor bisa digunakan satu
keluarga dan bisa melakukan
perjalanan dengan cepat di jalan raya
dan memasuki gang-gang kecil di
permukiman padat.
Faktor ketiga adalah kehadiran
betor (beca bermotor) yang kadang
‘dibiarkan’ berkeliaran memasuki jalur
perkotaan tanpa sanksi yang tegas.
Padahal, dalam UU Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan Bab X Bagian Kesatu
Angkutan Orang dan Barang Pasal
141 tentang Standar Pelayanan
Angkutan Orang disebutkan, bahwa
setiap Angkutan Orang harus
memenuhi standar pelayanan minimal
seperti keamanan, keselamatan,
kenyamanan, keterjangkauan,
kesetaraan, dan keteraturan. Faktanya,
betor ini sesungguhnya belum
memenuhi persyaratan teknis dan
kelaikan jalan.
[ 183 ]
Faktor keempat, yakni
menjamurnya angkutan umum dengan
menggunakan mobil pribadi (plat
hitam). Ketua Organda Kota Medan,
Montgomery, bahkan mengancam
melakukan mogok massal di kalangan
armada angkot jika armada plat hitam
dan terminal liar atau terminal
bayangan di sepanjang jalan
Sisingamangaraja dan Jamin Ginting
tidak ditertibkan.
Perilaku Mengemudi dengan Angkot
Lain
Grafik VI Perilaku Ngebut dengan Angkot Lain
Sangat sering5%
Sering31%
Kadang-kadang47%
Tidak pernah17%
Perilaku ngebut di kalangan supir
angkot juga terjadi ketika mereka
sedang di jalan. Sebagian supir (36 %)
mengaku sangat sering dan sering
ngebut sesama mereka dan hampir
separuh (47 %) kadang-kadang ngebut
dan hanya sebagian kecil (17%) yang
tidak pernah ngebut.
Pola Mengemudi dengan Pesepeda
[ 184 ]
Grafik VII Perilaku Supir Terhadap Pesepeda
Sangat mengutamakan
2%
Mengutamakan10%
Kurang mengutamakan
60%
Tidak mengutamakan
s ama s eka l i28%
Perilaku kurang tertib berlalu lintas
ini juga kelihatan saat supir
memperlakukan pengguna jalan lain
seperti orang yang bersepeda. Hak
pesepeda, sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-Undang Lalu Lintas
Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009
dalam pasal 131 ayat 2, berhak
mendapat prioritas pada saat
menyeberang jalan di tempat
penyeberangan.
Namun sebagaimana terungkap
dalam penelitian ini hanya sekitar 12 %
(gabungan yang sangat mengutamakan
dan mengutamakan) yang
mengutamakan pesepeda. Lebih dari
separuh (60 %) supir kurang
mengutamakan dan lebih seperempat
(28 %) yang sama sekali tidak
mengutamakan pesepeda.
Kondisi perlalulintasan ini
mencerminkan bahwa badan jalan pada
tingkatan tertentu telah menjadi arena
pertarungan antara yang ‘kuat’ dan
yang ‘lemah.’ Mobil pribadi dan
angkot ‘menggusur’ pengguna sepeda
motor, sepeda motor selanjutnya
‘menggusur’ pesepeda dan pejalan
[ 185 ]
kaki. Ini tampak dari trotoar yang
mestinya digunakan oleh pejalan kaki
malah dilalui pengendara sepeda
motor.
Pola Menyalip dari Kiri
Grafik VIII Perilaku Nyalip dari Jalur Kiri
Sangat sering2%
Sering15%
Kadang-kadang52%
Tidak pernah31%
Dalam hal mendahului
kendaraan di depan dari jalur kiri, yang
semestinya tidak dibenarkan kecuali
untuk kondisi tertentu, memang hanya
17 % supir yang melakukannya.
Namun bila digabungkan dengan yang
kadang-kadang menyalip dari jalur kiri
yang mencapai 52 %, maka perilaku
menyalip dari jalur kiri ini juga relatif
tinggi. Dengan kata lain, perilaku
berlalu lintas di kalangan supir kurang
tertib.
Padahal, sebagaimana
ditegaskan dalam UU Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan
jalan pasal 109, pengemudi Kendaraan
Bermotor yang akan melewati
Kendaraan lain harus menggunakan
lajur atau jalur jalan sebelah kanan dari
Kendaraan yang akan dilewati,
mempunyai jarak pandang yang bebas,
dan tersedia ruang yang cukup.
Dalam keadaan tertentu,
Pengemudi sebagaimana dimaksud
[ 186 ]
pada ayat (1) dapat menggunakan lajur
Jalan sebelah kiri dengan tetap
memperhatikan Keamanan dan
Keselamatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Jika Kendaraan yang akan
dilewati telah memberi isyarat akan
menggunakan lajur atau jalur jalan
sebelah kanan, Pengemudi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang melewati Kendaraan tersebut.
Pola Mengemudi Saat Pindah Jalur
Grafik IX Memberi Isyarat Saat Berpindah Jalur
Sangat sering4%
Sering12%
Kadang-kadang48%
Tidak pernah36%
Bahkan ketika pindah jalur,
hanya 16 % (sangat sering dan sering)
memberikan isyarat. Hampir setengah
(48 %) kadang-kadang memberi isyarat
bahkan sebagian (36 %) mengaku tidak
memberi lampu isyarat saat mau
berpindah jalur. Ini lagi-lagi
mencerminkan kurang tertibnya
perilaku berlalu lintas di kalangan
ankot di kota Medan. Bahkan dalam
wawancara seorang supir mengatakan,
menyalip dari jalur kiri dan tanpa
[ 187 ]
lampu isyarat itu belum cukup. Kalau
bisa dan perlu, mobilnya diterbangkan
untuk mendahului kenderaan yang ada
di depan untuk mencari penumpang.
Lebih jauh lagi, baik supir maupun
direksi armada mengatakan baik supir
angkot maupun mobil pribadi sama
saja perilaku mengemudinya.
Supir dan direksi ini juga
menyangkal kalau biang kemacetan
dituduhkan kepada supir angkot yang
kurang tertib. Menurut mereka,
kemacetan lalu lintas justru disebabkan
parkir yang berlapis, pelajar yang
memarkirkan mobilnya di badan jalan,
pedagang kagetan atau kaki lima, dan
meningkatnya jumlah mobil pribadi.
Pengaruh Pendidikan Terhadap
Perilaku Mengemudi
Berdasarkan perhitungan yang
dilakukan melalui aplikasi SPSS R.15
diperoleh hasil korelasi sebagaimana
tercantum pada Grafik di bawah
berikut ini.
Grafik VIII Korelasi Variabel Pendidikan dan Perilaku Mengemudi
Correlations
1 ,003 ,146* ,208** ,204**,952 ,012 ,000 ,000
300 300 300 300 300,003 1 ,272** -,023 ,046,952 ,000 ,696 ,424300 300 300 300 300,146* ,272** 1 ,115* ,233**,012 ,000 ,047 ,000300 300 300 300 300,208** -,023 ,115* 1 -,001,000 ,696 ,047 ,989300 300 300 300 300,204** ,046 ,233** -,001 1,000 ,424 ,000 ,989300 300 300 300 300
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
PS
Pend
Et
L K
Kes
PS Pend Et L K Kes
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
[ 188 ]
Hasil di atas menunjukkan
bahwa koefisien korelasi antara
variabel pendidikan dengan perilaku
supir adalah 0,003. Ini memperlihatkan
rendahnya korelasi atau asosiasi antara
variabel pendidikan dengan perilaku
supir. Asosiasi tersebut juga bahkan
tidak signifikan. Ini menunjukkan
bahwa berdasarkan perhitungan
statistik korelasi, tidak ada hubungan
antara pendidikan dengan perilaku
supir dalam berlalulintas di jalan raya.
Dengan kata lain, level
pendidikan apa pun yang dimiliki
seorang supir tidak memengaruhi tertib
tidaknya mereka dalam mengemudi.
Perilaku mengemudi yang kurang
tertib di kalangan supir, sebagaimana
tampak dalam pola-pola perilaku
mengemudi lebih disebabkan oleh
tekanan struktural eksternal yang ada
dalam diri seorang supir, seperti target
kejar setoran, tumpang tindih trayek
dan menurunya jumlah penumpang.
Perilaku kurang tertib ini semakin
terbentuk, karena dalam keseharian
mengemudi, setiap supir ‘dipaksa’
untuk tidak tertib agar mereka bisa
bertahan menjadi supir angkot.
Hubungan Lama Kerja Supir dan
Perilaku Mengemudi
Pada sisi lain, perhitungan
korelasi menemukan angka koefisien
korelasi sebesar 0,208 disertai dengan
simbol dua bintang (**) untuk asosiasi
antara variabel lama kerja dengan
perilaku supir. Berdasarkan angka dan
simbol tersebut dapat diinterpretasikan
bahwa hubungan antara lama kerja
dengan perilaku supir adalah
signifikan. Hubungan ini setidaknya
bisa memberikan penjelasan tentang
betapa lama waktu yang sudah dijalani
dalam profesi sebagai supir memiliki
hubungan dengan perilaku yang
ditampilkan sehari-hari dalam
mengemudikan kenderaan. Dengan
angka positif yang diperoleh oleh
[ 189 ]
koefisien tersebut, berarti semakin
lama seseorang bekerja sebagai supir,
maka semakin positif perilaku sopan
santun yang ditampilkannya pada saat
mengemudi kenderaan.
Grafik X Lama Kerja Supir
Di bawah 5 tahun 23%
5 – 10 tahun 35%
11 – 15 tahun 20%
16 – 19 tahun 7%
Di atas 20 tahun15%
Dilihat dari lama bekerja,
sebagian besar (35 %) bekerja antara 5-
10 tahun, disusul masa kerja di bawah
5 tahun (23 %) dan masa kerja 11-15
tahun (20 %). Hanya 14 % yang
bekerja di atas 20 tahun. Lama bekerja
ini merefleksikan beberapa asumsi.
Pertama, sebagian besar supir masih
baru bekerja dan diasumsikan angkatan
kerja berusia muda. Usia muda ini juga
diperkirakan salah satu faktor yang
melatarbelakangi perilaku supir yang
kurang taat berlalu lintas. Kedua, masa
kerja antara 11-15 tahun dan di atas 20
tahun kalau digabungkan mencapai
sekitar 34 % mengasumsikan bahwa
pekerjaan supir sekarang ini bukan lagi
profesi yang menjanjikan seperti supir-
supir dulu. Dalam artian lain, profesi
supir bisa saja ditinggalkan kalau ada
pekerjaan yang lebih menjanjikan.
Ini dibuktikan saat wawancara
di kalangan supir dan direksi armada.
Seorang supir mengatakan, nasib supir
[ 190 ]
sekarang ini tak lebih ibarat budak
karena harus bekerja dari pagi sampai
malam, tapi kadang tetap juga kurang
setoran. Ini yang membuat supir
kurang taat berlalu lintas karena
semata untuk mengejar setoran dan
mencari sekaligus menambah
penghasilan. Ini diperkuat lagi lewat
pengakuan seorang direksi salah satu
armada, yang sebelumnya pernah
bekerja sebagai supir di Jakarta dulu
semasa kepemimpinan Ali Sadikin.
Mantan supir yang mengemudikan bus
Saudaranta pada 1973 di Jakarta ini
menuturkan sekaligus
membandingkan, penghasilana supir
dulu sangat menjanjikan dan masih
terpandang.
Hanya bekerja sehari bisa
membeli 2-3 meter tanah di Jakarta.
Karena itu, dulu profesi supir masih
diminati dan dianggap terpandang.
Bahkan untuk menjadi supir dulu
relatif sulit. Sebelum menjadi supir
harus menjadi cincu (kernek), ngelap
ban mobil sampai mengkilap, bahkan
kadang-kadang harus mencuci pakaian
supir. Ironisnya sekarang, profesi supir
dianggap rendahan dan kurang
menjanjikan.
Menurut supir ini, menurunnya
pendapatan supir sekarang salah satu
faktornya adalah berlebihnya baik
plafon maupun trayek angkot di Kota
Medan (tanpa bisa menjelaskan ukuran
kuantitatif kelebihannya ketika ditanya
lebih lanjut). Kalau ijin diberikan, kan
uang masuk bagi Dishub dan setoran
untuk mandor akan berlipat.
Bayangkan kalau ada armada 7.000
unit dan setiap angkot harus setor
14.500, berapa per hari dan per
bulannya. Kami supir ini yang jadi
korbannya.
[ 191 ]
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan Saran
Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa variabel tingkat pendidikan
tidak memengaruhi perilaku
mengemudi supir angkutan kota di
Medan. Kendati begitu, variabel
armada, lama kerja dan kedekatan
(internalisasi budaya) seorang supir
secara signifikan berpengaruh terhadap
perilaku mengemudi.
Terkait dengan variabel
etnisitas, perlu ditekankan dan
dipahami bahwa perilaku seorang supir
tidak berhubungan dengan identitas
etnis yang dimilikinya, tetapi lebih
kepada kedekatan atau internalisasi
sekaligus eksternalisasi (identifikasi
diri dengan identitas etnis dan
kemudian diekspresikan melalui
tindakan) identitas atau nilai-niali
tradisi yang disandangnya. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa
label etnisitas tidak berhubungan
dengan perilaku mengemudi, tapi lebih
kepada kedalaman seseorang dalam
menginternalisasikan identitas etnis
masing-masing.
Karena itu, dapat disimpulkan
bahwa perilaku kurang tertib para
pengemudi angkot bukan sepenuhnya
dipengaruhi faktor-faktor internal dari
dalam dirinya (seperti antara lain
pendidikan dan etnisitas) tetapi lebih
disebabkan faktor eksternal seperti
tekanan memenuhi setoran dan
pendapatan yang akan dibawa ke
rumah. Tekanan memenuhi setoran ini
kian sulit disebabkan tekanan
struktural dalam trayek yang dilalui
seorang supir baik intra-armada
maupun antar-armada. Tekanan
struktural itu adalah tumpang tindih
trayek armada bahkan sampai
kelebihan plafon di trayek-trayek
basah yang dimiliki armada tertentu.
Masalah ini sebetulnya dapat dianggap
sebagai masalah pokok, tetapi untuk
[ 192 ]
memberikan evaluasi tentang
kelebihan angkutan, maupun kelebihan
beban pada satu trayek, tentu
memerlukan suatu penelitian yang
komprehensif yang terkait dengan
analisa kawasan bangkitan maupun
tarikan lalu lintas seluruh kota Medan
.
Trayek tumpang tindih yang
dihasilkan lewat trayek kamar mandi
terjadi karena perilaku pemburu rente
(rent seeker) antara penguasa (Dishub)
dan pengusaha (penyedia dan penyalur
mobil dan direksi armada). Faktor
eksternal yang lebih kuat ini
sebagaimana diakui para supir
membuat mereka terpaksa mengemudi
di luar peraturan (UU No 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan) dan kadang merasa sudah
menjadi ‘budak.’ Kondisi ini juga,
menurut direksi armada membuat
persaingan ‘hukum rimba’ antara
armada yang besar dan armada yang
(lebih) kecil.
Faktor eksternal yang lain adalah
menurunnya jumlah penumpang yang
disebabkan beberapa faktor penting
sebagai berikut. Faktor pertama adalah
hand phone (HP) yang membuat
mobilitas manusia berkurang dalam
menggunakan moda transportasi
karena cukup dengan mengirim kabar
lewat hand phone. Faktor kedua adalah
sepeda motor. Kemudahan memiliki
sepeda motor dengan kredit mudah dan
bunga kredit yang rendah, mendorong
setiap keluarga memiliki sepeda motor.
Faktor ketiga adalah kehadiran betor
(beca bermotor) yang kadang
‘dibiarkan’ berkeliaran memasuki jalur
perkotaan tanpa sanksi yang tegas.
Faktor keempat, yakni menjamurnya
angkutan umum dengan menggunakan
mobil pribadi (plat hitam) dan terminal
bayangan. Dan faktor terakhir adalah
kenaikan ongkos.
[ 193 ]
Tekanan eksternal yang demikian
besar membuat sebagian besar supir
mengemudi di luar aturan seperti
ngebut begitu keluar stasiun atau
pangkalan, ngebut mencari penumpang
dan ngebut sesama angkot.
Pelanggaran lain yang dilakukan
misalnya seperti menyalip dari jalur
kiri meski melanggar peraturan,
mengabaikan hak-hak pengguna jalan
seperti pesepeda, dan tidak memasang
segitiga pengaman ketika berhenti
dalam keadaan darurat.
Menghadapi tekanan eksternal
yang demikian berat, pada tingkatan
tertentu memaksa supir ‘memutar’ otak
seperti roda angkot yang berputar
‘mengolah’ pemilik angkot dengan
mengurangi jumlah setoran. Karena
itu, jarang sekali angkot yang dikredit
lunas di satu tangan pemilik karena
cenderung merugi terus. Sebuah mobil
angkot yang dikredit biasanya baru
lunas bisa sampai 4 (empat) pemilik.
Kendati begitu, dalam beberapa
hal, perilaku supir masih patut dipuji
karena masih tertib. Perilaku
memprioritaskan penumpang pelajar
saat penumpang membludak,
mengikuti lajur jalan secara umum
ketika baru keluar dari stasiun, tidak
menagih ongkos saat mengalihkan
penumpang ke angkot yang lain
merupakan beberapa bukti perilaku
terpuji dari para supir angkot di kota
Medan.
Faktor lain yang berkontribusi
dalam kekurangtertiban mengemudi ini
adalah manajemen internal armada
angkot di Kota Medan. Sejauh ini,
kriteria dan standarisasi supir termasuk
standar prosedur operasional belum
baku antara manajemen armada dan
pemilik angkot. Manajemen armada
sebagai penyedia jasa merek kadang
belum bisa menetapkan standar dan
kriteria yang ketat karena tekanan
pemilik angkot. Pemilik angkot, pada
[ 194 ]
tingkatan tertentu, masih lebih
mementingkan setoran ketimbang
kapasitas dan kualifikasi supir.
Saran
1. Standar minimum dan standar
operasional dalam mengemudikan
angkot perlu ditetapkan. Regulasi
ini perlu dirumuskan antara
pemilik angkot, manajemen
armada, Dishub, dan Satlantas.
2. Kerentanan hidup supir perlu
diatasi dengan memberikan
jaminan atau asuransi kesehatan
dan perumahan bagi para supir
sehingga mereka memiliki
kenyamanan dalam bekerja.
3. Memperketat pemberian SIM
kepada pengemudi dan
menegakkan dengan tegas UU
Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Mengurangi kalau bukan
menghapuskan perilaku tilang atau
‘damai’ di tempat merupakan
langkah yang tidak boleh ditawar
lagi. Kalau tilang dilakukan
konsisten dan tanpa pandang bulu
(termasuk kepada mobil pribadi),
pasti pengemudi dan pemilik
angkot akan jera.
4. Dinas Perhubungan mestinya
memberikan pengarahan langsung
kepada para supir langsung di
pangkalan, termasuk dalam
memberikan pelatihan-pelatihan
yang diberikan kepada supir.
5. Mengoperasionalkan trans Medan
dengan dukungan infrastruktur
pendukung dan sumber daya yang
memadai. Dari segi sejarah,
Medan lebih dahulu mengenal bus
(besar) daripada Jakarta. Dulu ada
bus besar namanya Doby.
6. Menetapkan regulasi pemberian
ijin trayek dan plafon armada
dengan transparan dan akuntabel
[ 195 ]
dengan memperhitungkan load
factor.
7. Menyediakan infrastruktur
pendukung (rambu lalu lintas,
terminal, halte dan sebagainya)
untuk mendukung implementasi
UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Angkutan Jalan
termasuk dukungan sumber daya
manusia (Dishub dan Satlantas)
sehingga undang-undang ini bisa
dijalankan. Sebenarnya kita bukan
kekurangan undang-undang Lalu
Lintas Angkutan Jalan yang baik,
tapi kekurangan orang-orang yang
baik untuk menjalankan Undang-
Undang ini dengan konsisten.
8. Koordinasi dan harmonisasi antara
Organda Provinsi Sumut dan Kota
Medan harus disinergikan,
misalnya dalam kasus pengelolaan
terminal, seperti Terminal Amplas.
Dalam pandangan Organda Kota
Medan, terminal Amplas
sebaiknya dan harus dimasuki oleh
baik angkot maupun bus AKAP/B.
Armada ini tidak boleh beroperasi
permanen di terminal banyangan.
9. Jika petugas menindak supir, maka
SIM yang harus disita, bukan
STNK. Karena kalau STNK yang
ditahan, supir akan pindah ke
angkot lain dan akan memberatkan
pemilik karena mobil tidak akan
‘jalan’ sehingga terkendala
membayar kredit angkotnya.
Kalau SIM supir yang ditindak
yang ditandai (misalnya diberi
kode dengan dibolongi), si supir
akan jera.
10. Pihak armada dan mandor kurang
tepat menindak supir dan pemilik,
aparat polantas yang mestinya
harus jelas tegas menegakkan
aturan sesuai dengan UU LLAJ.
11. Subsidi untuk moda transportasi
umum (apakah dalam bentuk suku
[ 196 ]
cadang dan BBM) seharusnya
diberikan oleh pemerintah.
12. ‘Monopoli’ penyediaan angkot
sebaiknya dihapuskan. Membuka
kesempatan yang sama bagi semua
pemilik merek untuk menyediakan
armada angkot kemungkinan akan
melahirkan beberapa pilihan dan
harga yang bersaing.
13. Diperlukan penelitian yang
komprehensif, kebutuhan armada,
dan kebutuhan operasional dari
seluruh trayek, agar dapat
dilakukan penyempurnaan tentang
trayek lalu lintas angkutan umum
di kota Medan .
DAFTAR PUSTAKA
Aniek QS, 1999, Pengaruh Perilaku
Angkutan Umum Terhadap Kinerja
Lalu-lintas, Bandung.
Anonim, Surabaya Macet, Bagaimana
Solusinya?, Tempo Interaktif, 16
Februari 2006.
Adrian, Thomas, 2008, Evaluasi
Kinerja Angkutan Kota Medan, Jenis
Mobil Penumpang Umum (MPU):
Studi Kasus MPU Trayek 64, Tesis
Sekolah Pasca Sarjana USU Medan
Siti Aminah, 2006, Transportasi
Publik dan Aksesibilitas Masyarakat
Perkotaan, Jurusan Ilmu Politik FISIP,
Universitas Airlangga, Surabaya
Arikunto, Suharsimi , 1996, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. B.F., Skinner, 1932, Science and
Human Behaviour McGraw Publicaion
Company, California, Amerika
Borgotta F., Edgar, dan Marie L.
Borgotta, 1992, Encyclopedia of
Sociology, McMillan Publishing
Company
Creswell, Jhon, 1989, Quantitative and
Qualitative Research, London, Sage
Publication Ltd.
Glaser, Barney G and Anselm L
Strauss, 1967, The Discovery of
Grounded Theory: Stategies for
Qualitative Research, Chichago,
Aldine Publishing Company.
Hadiz, Vedi R & Richard Robison, 2004, Organizing Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets London: Routledge Curzon. Lulie, Johannes, Jhon Tri Handoko, 2005, Perilaku Agresif Menyebabkan Resiko Kecelakaan Saat Mengemudi, JURNAL TEKNIK SIPIL ITB
[ 197 ]
(Website dikunjungi pada 20 September 2012) Macionis, 1987, Sociology Of Cities
McGraw Publication, California,
Amerika
Nawawi, Hadari ,1990, Metode Penelitin Sosial, Gajah Mada Press, Yogyakarta. Notoatmodjo, 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Ofyar Z. Tamin, 1997, Perencanaan
dan Pemodelan Transportasi, ITB,
Bandung.
Ofyar Z. Tamin, 2007, Pemilihan
Moda Angkutan Umum Penumpang
(AUP) Puslit Undip, Semarang
Pelly, Usman, 1984, Urbanisasi dan
Adaptasi Peranan Misi Budaya
Minangkabau dan Mandailing, LP3ES,
Jakarta.
Polhaupessy, Leonard F. 1999,
Perilaku Manusia, Rineka Cipta,
Jakarta.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung. Swarjono, Warpani, 1985, Rekayasa Lalu Lintas, Bhatara Karya Aksara, Jakarta. _______________, 1990, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Penerbit ITB Triani, Novia, Hendro Prabowo, 2008 “Perilaku Agresif Pengemudi Angkutan Umum di Jalan Raya dengan Kepadatan Lalu-lintas yang Tinggi” dalam JURNAL PENELITIAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNA DARMA, 2008 Wirantono, Bastian, 1999, Hubungan Panjang Antrian Kendaraan Terhadap Berhentinya Angkutan Umum, Skripsi S1 Teknik Sipil Universitas Petra Surabaya.
[ 198 ]