hakikat kehidupan

6
Nama : Nimas Nurul Hamidah NIM : 16414059 Kelompok : 20 Hakikat kehidupan, terdiri dari dua kata yaitu hakikat dan kehidupan. Secara harfiah, hakikat diartikan sebagai intisari dan dasar ataupun kenyataan yang sebenarnya. Sedangkan kehidupan adalah segala macam hal yang berhubungan dengan cara hidup. Berdasarkan pengertian tiap kata itu, dapat kita tarik pengertian bahwa hakikat kehidupan adalah intisari atau dasar atas berbagai hal yang menyangkut tentang cara hidup seseorang ataupun kelompok. Ibnu Qayyim pernah mewariskan sebuah petuah yang intinya adalah bahwa keberuntungan terbesar di dunia adalah ketika kita menyibukkan diri sepanjang waktu dengan hal-hal yang bermanfaat untuk akhirat. Orang itulah yang disebut dengan manusia yang memahami hakikat kehidupan. Mereka akan keluar dari dunia dengan membawa dua hal yaitu menangisi diri karena merasa terlalu menuruti nafsu dan belum menuntaskan kewajiban untuk memuji Allah SWT. Berbeda dengan makhluk, tatkala kita takut kepadanya kita akan merasa gelisah, tapi jika kita takut pada Allah, kita justru merasa tentram dan berusaha terus mendekatkan diri padanya. Untuk memahami hakikat hidup itu, perlulah kita menemukan jawaban dari tiga pertanyaan ini. Pertanyaan pertama, “Darimanakah manusia, hidup, dan alam semesta ini berasal?” Islam memberikan jawaban bahwa ketiga hal tersebut diciptakan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, apa yang ada sebelum kehidupan dunia, adalah Allah SWT. Pertanyaan kedua, “Untuk apa manusia hidup?” Islam menjawab, bahwa hidup manusia di dunia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Yaitu untuk mentaati

Upload: nurul-hamidah

Post on 24-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Resume materi mentoring agama diklat terpusat OSKM 2015

TRANSCRIPT

Page 1: HAKIKAT KEHIDUPAN

Nama : Nimas Nurul Hamidah

NIM : 16414059

Kelompok : 20

Hakikat kehidupan, terdiri dari dua kata yaitu hakikat dan kehidupan. Secara harfiah, hakikat diartikan sebagai intisari dan dasar ataupun kenyataan yang sebenarnya. Sedangkan kehidupan adalah segala macam hal yang berhubungan dengan cara hidup. Berdasarkan pengertian tiap kata itu, dapat kita tarik pengertian bahwa hakikat kehidupan adalah intisari atau dasar atas berbagai hal yang menyangkut tentang cara hidup seseorang ataupun kelompok.

Ibnu Qayyim pernah mewariskan sebuah petuah yang intinya adalah bahwa keberuntungan terbesar di dunia adalah ketika kita menyibukkan diri sepanjang waktu dengan hal-hal yang bermanfaat untuk akhirat. Orang itulah yang disebut dengan manusia yang memahami hakikat kehidupan. Mereka akan keluar dari dunia dengan membawa dua hal yaitu menangisi diri karena merasa terlalu menuruti nafsu dan belum menuntaskan kewajiban untuk memuji Allah SWT. Berbeda dengan makhluk, tatkala kita takut kepadanya kita akan merasa gelisah, tapi jika kita takut pada Allah, kita justru merasa tentram dan berusaha terus mendekatkan diri padanya.

Untuk memahami hakikat hidup itu, perlulah kita menemukan jawaban dari tiga pertanyaan ini. Pertanyaan pertama, “Darimanakah manusia, hidup, dan alam semesta ini berasal?” Islam memberikan jawaban bahwa ketiga hal tersebut diciptakan oleh Allah SWT. Dengan kata lain, apa yang ada sebelum kehidupan dunia, adalah Allah SWT. Pertanyaan kedua, “Untuk apa manusia hidup?” Islam menjawab, bahwa hidup manusia di dunia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Yaitu untuk mentaati Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dalam segala aspek kehidupan. Allah SWT berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah (beribadah) kepada-Ku.” (QS Adz Dzariyaat : 56).

Dari sini jelaslah bahwa makna hidup manusia di dunia ini adalah untuk menyembah Allah SWT. Pertanyaaan ketiga, “Kemana manusia pergi setelah mati nanti?” Jawaban Islam atas pertanyaan ini adalah, bahwa setelah kematian akan ada Hari Kiamat. Kehidupan tidaklah hanya ada di dunia saja. Kita harus memahami bahwa manusia adalah mahluk Allah, berasal dari-Nya dan akan dikembalikan kepada-Nya. Pada hari Kiamat, manusia akan dibangkitkan lagi dari kuburnya untuk dihisab amal perbuatannya oleh Allah SWT, lalu ditentukan tempat selanjutnya: di surga atau neraka. Kehidupan di dunia ini begitu sebentar jika dibandingkan dengan kehidupan kita yang kekal di akhirat kelak.

Page 2: HAKIKAT KEHIDUPAN

Sebagai umat muslim, sudah selayaknya kita memahami hakikat dari kehidupan kita. Dari mana kita berasal, untuk apa hidup dan bagaimana kita harus menjalani kehidupan, serta kemana kita setelah mati? Pemahaman atas pertanyaan ini begitu penting, karena jawaban-jawabannya akan menentukan bagaimana seseorang menjalani kehidupannya. Tidak sedikit umat muslim yang tidak memahami makna hidupnya yang hakiki ini dengan ikut terbawa arus pada paham sekulerisme dan ketidak pedulian, serta ketidak pekaannya pada lingkungan sekitar. Karena itu, sudah selayaknya kita menggunakan akal dan pikiran ini serta memaksimalkan fungsi panca indra yang sungguh penting artinya dalam proses berpikir agar kita tidak tersesat.

Langkah berikutnya setelah memahami hakikat kehidupan kita tentu adalah mengabdi pada-Nya dengan beribadah. Dalam kamus Al-Muhith karya Imam Al-Fairuz Abadi, ibadah secara umum berarti menaati segala perintah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah. Dan secara khusus, ibadah diartikan sebagai ketaatan kepada hukum syara’ yang mengatur hubungan antara manusia dengan Rabbnya, seperti shalat, zakat, haji, dan sebagainya.

Amalan yang bernilai ibadah yaitu amalan yang dilakukan dengan ikhlas kepada Allah SWT dan sesuai dengan aturan-Nya. Mempertegas hal ini, Sa’id bin Zubair pernah mengatakan bahwa “Tidaklah diterima suatu perkataan melainkan diiringi amal. Tidak akan diterima perkataan dan amal kecuali disertai dengan niat. Dan tidak akan diterima perkataan, amal, dan niat kecuali disesuaikan dengan sunnah Nabi SAW.”

Dari sini jelaslah bahwa, misi manusia di dunia ini adalah untuk mengaktualisasikan arti ibadah secara umum dalam kehidupan sehari-harinya. Aktualisasi ini dapat berupa berbagai bentuk hal baik yang sifatnya habluminallah maupun habluminnas. Sungguh tidak ada perang yang lebih berat dibanding perang melawan hawa nafsu dalam diri yang merongrong diri untuk bertindak tidak taat dan menyimpang dari perintah Allah.

Selain berbicara tentang misi, sepatutnya kita juga berbicara soal visi hidup kita sebagai umat muslim. Dalam hal ini berarti kita berbicara tentang gambaran-gambaran apa yang akan dilakukan dan mungkin terjadi di masa depan. Muslim sejati semestinya mempunyai visi yang jelas dalam hidupnya. Visi ini harus dibarengi dengan kerja keras, kerja ikhlas, kerja cerdas dan kerja tuntas. Visi tanpa ada amal untuk mewujudkannya adalah mimpi di siang bolong, dan pekerjaan tanpa ada visi yang mendasarinya adalah mimpi buruk. Tidaklah seseorang itu mempunyai visi, kecuali ia benar-benar tahu apa yang akan dilakukannya di masa mendatang, dan memperkirakan kemungkinan yang akan terjadi dengan kemampuan akal yang telah dianugerahkan oleh Allah, lalu mempersiapkan diri, merencanakan segala keperluannya, serta melakukan rencana-rencana yang telah disusun dengan sebaik mungkin dengan tetap berserah diri kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu

Page 3: HAKIKAT KEHIDUPAN

Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr : 18-19)

Karena itu, sudah semestinya jika seorang Muslim harus sangat hati-hati dalam segala tindakannya. Apapun yang kita lakukan, sudah seharusnya hanya berorientasi untuk mengharapkan ridha Allah, sekalipun itu perbuatan yang bernilai mubah. Dengan ridha Allah, niscaya kehidupan kita akan lebih barokah. Hidup akan terasa bahagia, tentram, indah dan selalu dicukupkan bahkan dilebihkan, fi ad dunya hasanah wafi at akhiroti hasanah wa qinaa adzaba an naar, yaitu bahwa dengan ridha Allah, sesungguhnya kita akan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, serta diselamatkan dari siksa neraka

Mempunyai dan mewujudkan visi mulia ini bukan tanpa proses. Sungguh tidak ada satupun hal yang dapat diraih secara instan, mudah, dan murah seperti mi rebus indomie. Hanyalah upaya yang dilakukan secara sungguh-sungguh oleh seorang, yang selalu membuatnya ada dalam lindungan dan pertolongan Allah SWT.

Tidak ada kata yang mudah agar kelak di akhirat masuk surga, utamanya bagi manusia yang tiap hari dibelenggu oleh jerat dan rayuan setan akan kemaksiatan, melalui tahapan yang sungguh-sungguh agar bisa mewujudkannya. Tapi kita sudah sepatutnya berlaku sebaik mungkin untuk menjaga amanah Allah sebagai Khaliafatullah (wakil Allah) di dunia dengan menjaga kelestarian bumi dan Abdullah (hamba Allah) yang bertugas selalu mengabdi. Itulah wujud tindakan nyata, seorang Muslim sejati yang memiliki visi ideal yang dikembangkan menjadi misi dan strategi yang tepat, untuk kemudian terpatri dalam hatinya.

Dari sinilah, kita harus memahami bahwa akhlak yang baik begitu penting artinya dalam menjalani kehidupan ini. Menurut bahasa akhlak merupakan tabiat dan kebiasaan, dan menurut istilah, akhlak adalah kondisi jiwa yang mantap, darinya keluar perbuatan dan perkataan dengan mudah tanpa pikir dan angan-angan. Dalam Islam, urgensi akhlah didasari oleh dua faktor. Yang pertama, perilaku manusia selalu bersesuaian dengan nilai dan sifat yang telah tetap dan melekat di dalam qalbunya. Dan yang kedua, sesungguhnya sikap manusia untuk berbuat atau tidak berbuat, selalu ditimbang dengan menggunakan akhlak pada qalbunya.

Kedudukan akhlak meliputi tujuh hal yaitu sebagai sebab diturunkannya risalah, sebagai definisi dari agama, sebagai pengantar pada iman yang sempurna, penyebab masuk surga, Allah mensifati Rasulullah dengan “Husnul Khuluk”, Rasulullah berdoa kepada Allah agar dibaguskan akhlaknya, dan yang terakhir, akhlak mulia adalah hal yang paling dicintai oleh Rasulullah. Sejalan dengan hal ini, karakteristik Akhlak dalam Islam dinyatakan melalui lima aspek. Yang pertama yaitu menyeluruh, meliputi seluruh perilaku manusia, baik hubungannya terhadap diri sendiri maupun dengan orang lain. Yang kedua yaitu komitmen, baik dalam sarana maupun tujuan. Yang ketiga yaitu, mendapat balasan yang baik bagi yang melakukannya. Yang keempat yaitu sesuai dengan fitrah yang benar. Dan yang terakhir, selalu dikaitkan dengan nilai-nilai keimanan.

Page 4: HAKIKAT KEHIDUPAN

Sebagai implementasinya, tentu kita membutuhkan jalan untuk menuju akhlak yang baik. Tentu, cara yang utama adalah dengan membekali diri dengan ilmu baik mengenai akhlakul karimah maupun akhlakul madzmumah dan menjaga ilmu itu dengan mengamalkan dan membagikannya pada muslim lainnya. Selain itu, kita semestinya mengokohkan nilai-nilai Islam, berlatih mengerjakan akhlak yang baik, menjalankan ibadah sebaik mungkin, bergaul dengan orang-orang shalih, mengambil teladan yang baik, meninggalkan lingkungan yang jelek dan mencari lingkungan yang baik, serta membiasakan diri untuk menerima nasehat.