hakekat_membaca

Upload: delsa-andrika

Post on 03-Mar-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Membaca Salah Satu Aspek Keterampilan Berbahasa

TRANSCRIPT

  • HAKEKAT MEMBACA

    Pendahuluan

    Membaca menduduki posisi serta peran yang sangat penting dalam

    konteks kehidupan umat manusia, terlebih pada era informasi dan

    komunikasi seperti sekarang ini. Membaca juaga merupakan sebuah

    jembatan bagi siapa saja dan dimana saja yang berkeinginan merih

    kemajuan dan kesuksesan, baik di lingkungan dunia persekolahan

    maupun di dunia pekerjaan. Oleh karena itu para pakar sepakat bahwa

    kemahiran membaca membaca (reading literacy) merupakan conditio

    sine quanon (prsayarat mutlak) bagi setiap insan yang ingin beroleh

    kemajuan. Meskipun demikian untuk memperoleh kemahiran membaca

    yang layak bukanlah perkara yang gampang. Mengapa demikian? Salah

    satu jawabannya karena faktor-faktor yang melingkupinya sangat

    kompleks. Atau dengan perkataan lain banyak hal yang mempengaruhi

    terwujudnya salah satu aspek keterampilan berbahasa tersebut.

    Apa sesungguhnya peranan membaca dalam kehidupan itu? Apa

    pengertian dan hakikat membaca itu? Unsur-unsur apa saja yang terlibat

    dalam setiap kegiatan atau proses membaca itu? Kemudian faktor-faktor

    apa yang mempengaruhi kemampuan membaca seseorang? Serta

    bagaimana supaya meningkatkan minat baca kepada para siswa kita.

    Lewat modul 1 ini kita akan mencoba membongkar seputar persoalan

    tersebut.

    Dengan demikian setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan

    dapat memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas seputar hal-ihwal

    membaca sebagaimana dikemukakan diatas. Secara lebih rinci yakni

    Anda diharapkan dapat:

    1. menjelaskan peranan, pengertian dan proses membaca,

    2. menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan

    membaca,

  • 3. menjelaskan upaya meningkatkan minat baca.

    Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam mepelajari modul

    ini Anda disarankan untuk memulai membaca setiap konsep, definisi,

    uraian dan contoh yang terdapat pada bagian awal setiap kegiatan

    belajar. Jika anda menemukan kata atau istilah-istilah yang sulit silahkan

    Anda buka bagian glosarium. Jika Anda telah memahami bagian tersebut,

    kerjakan bagian latihan dengan penuh kesungguhan. Usahakan anda

    jangan dulu melihat rambu-rambu jawaban sebelum Anda kerjakan

    selurun bagian latihan tersebut. Jika Anda belum berhasil menjawab

    dengan benar semua soal latihan perhatikan baik-baik sekali lagi

    petunjuk jawaban latihan. Jika Anda menganggap perlu, silahkan baca

    kembali konsep, uraian dan contoh sehubungan jawaban latihan ini. Akan

    tetapi jika Anda telah berhasil menjawab sebagian besar soal latihan

    tersebut silahkan Anda lanjutkan mengerjakan tes formatif.

    Dalam mengerjakan tes formatif sebaiknya Anda jawab dahulu

    semua soal yang ada, baru kemudian Anda mencocokannya dengan kunci

    jawabannya. Sebelum Anda beralih pada kegiatan belajar selanjutnya

    Anda harus merasa yakin bahwa Anda telah berhasil memahami seluruh

    isi kegiatan belajar yang sudah Anda pelajari tersebut serta seluruh

    latihan-latihannya. Yang perlu Anda catat, bahwa model soal-soal tes

    formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar akan sama dengan

    model soal-soal yang terdapat pada ujian akhir semester (UAS) mata

    kuliah ini. Dengan demikian bila Anda sudah terbiasa mengerjakan tes

    formatif yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan sebaik-

    baiknya maka Anda akan mempunyai modal yang cukup besar saat

    menghadapi UAS nanti.

  • 1 PERANAN, PENGERTIAN DAN PROSES MEMBACA

    Peranan Membaca

    Bahwa membaca memegang peranan yang sangat penting dalam

    kehidupan umat manusia tampaknya sudah kita pahami bersama.

    Meskipun demikian untuk memberikan wawasan serta perspektif yang

    lebih luas kepada Anda mari kita simak cerita berikut ini.

    Dalam sebuah kesempatan Prof. Leo fay (1980) mantan presiden IRA

    (International Reading Asociation) pernah meyakinkan para koleganya

    dengan sebuah kalimat yang berbunyi, To read is to possess a power for

    transcending whatever physical human can muster. Kemudian

    Hartoonian salah seorang politikus AS diwawancarai oleh seorang

    wartawan ihwal apa yang harus dilakukan bangsa Amerika untuk

    mempertahankan supremasinya sebagai negara adidaya yang disegani

    oleh bangsa-bangsa lain di kolong langit ini. Hartoonian menjawab, If me

    want to be a super power we must have individuals with much higher

    levels of literacy (jika kita menginginkan menjadi bangsa adidaya kita

    harus memiliki lebih banyak lagi anggota masyarakat yang memiliki

    kemampuan yang tinggi dalam hal litearsi (baca-tulis).

    Berlebihankah ucapan Leo Fay dan Hartoonian tersebut? Sebagian

    orang boleh jadi akan menganggapnya demikian. Mungkin mereka akan

    bertanya apa hubungan membaca dengan kedigjayaan suatu bangsa atau

    kualitas seorang manusia? Namun hika kita kaji masalah tersebut secara

  • mendalam sesungguhnya ucapan keduanya sangatlah realistis. Mengapa?

    Sebab bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau

    yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau erasibernatika seperti

    sekarang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim disebut

    literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon alias

    prasyarat mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

    Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat

    prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan

    sumber kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu

    sumber daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab

    daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia

    untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan

    dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar

    manusia hanya akan berkembang secara maksimal jika ia diasah melalui

    pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan berliterasi atau

    kegiatan baca tulis. Dengan demikian dalam konteks perekonomian era

    pasca industri mendatang, di mana sumber daya manusia (human

    resources) merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca tulis

    yanglayak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana

    saja yang memimpin kemajuan dan kejayaan. Tanpa adanya kemahiran

    tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam (nature resources) yang

    dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu akan sulit mengangkat derajat

    bangsa tersebut ke pentas percaturan dunia serta dapat diperhitungkan

    oleh bagnsa-bangsa lain.

    Kalau kita rajin membolak-balik buku-buku sejarah mengenai

    pasang surut perjalanan peradaban bangsa-bangsa di dunia ini

    sesungguhnya penjelasan Leo Fay serta Hartoonian diatas bukan hal yang

    luar biasa. Hampir semua fakta sejarah membuktikan bahwasannya tidak

    ada bangsa manapun di dunia ini yang berhasil mencapai puncak-puncak

    kebudayaannya yang tidak ditopang oleh budaya literasi masyarakatnya.

    Contoh yang paling actual mengenai fenomena tersebut yakni bangsa

  • Jepang. Sebelum bangsa Jepang melakukan gerakan Restorasi Meiji, di

    mana mereka melakukan terjemahan besar-besaran terhadap buku-buku

    ilmu pengetahuan dan teknologi dan mengupayakan budaya baca-tulis

    kepada masyarakatnya pada sekitar paruh abad ke-18, bangsa Jepang

    hampir tidak pernah memperhitungkan keberadaannya oleh bangsa-

    bangsa lain di dunia ini. Tetapi setelah mereka melakukan gerakan

    tersebut dan masyarakat telah memiliki tingkat literasi yang merata

    hanya dalam tempo kurang dari satu abad bangsa Jepang akhirnya

    muncul sebagai salah satu kekuatan baru yang sangat diperhitungkan

    keberadaannya sekaligus disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.

    Atau sebagian orang menyebutnya Jepang merupakan negara Asia Timur

    yang menjadi catur (pembicaraan-red) dunia.

    Ihwal peran literasi sebagai penopang utama kemajuan umat

    manusia tersebut juga disitir oleh para pakar antropologi budaya. Mereka

    mengatakan bahwa budaya literasi merupakan sesuatu yang memegang

    peranan penting dalam merentas kemajuan penghidupan dan ketinggian

    kebudayaan umat manusia. Oleh karena itu untu mengukur sejauh mana

    ketinggian peradaban suatu bangsa kita dapat kita dapat melihatnya

    dari sejauh mana bangsa tersebut pernah mengalami persentuhan

    dengan aktivitas litersi atau kegiatan baca-tulisnya. Atau tegasnya untuk

    melihat apakah bangsa itu telah memiliki peradaban yang tinggi, sedang

    atau primitif kita dapat melihatnya dari aktivitas literasi (baca-tulis)

    yang dilakukan oleh bangsa tersebut. Semakin tinggi aktivitas literasi

    suatu bangsa maka secara hipotesis akan semakin tinggi pula tingkat

    peradaban bangsa tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah

    aktivitas literasinya maka akan semakin rendah pula tingkat peradaban

    mereka.

    Roijakers (1980), salah seorang pakar pendidikan, mengaitkan

    peranan litersi dengan pengembangan karier seseorang. Menurutnya

    hanya melalui kegiatan berlitersi yang layaklah orang akan dapat

    mengembangkan diri dalam bidangnya masing-masing secara maksimal

  • serta akan selalu dapat mengikuti perkembangan baru yang terjadi.

    Dengan perkataan lain kedudukan kemahiran berliterasi pada abad

    informasi seperti sekarang ini sesungguhnya serta kesejahteraan

    penghidupannya.

    Dalam tulisannya Membaca Cepat Menjawab Tantangan Abad

    Informasi (1987), Soedarso, menyatakan bahwasanya dengan gencarnya

    arus informasi seperti sekarang ini tuntutan untuk membaca akan

    semakin besar pula. Padahal waktu yang tersedia akan semakin terbatas.

    Oleh karena jika pada jaman ini orang tidak memiliki kemahiran

    membaca yang layak maka dirinya akan mudah terombang-ambingkan,

    bahkan akan tergilas oleh arus informasi tersebut. Ahmadsslamet

    Harjasujana (1988) juga menyinggung ihwal peran kemahiran membaca

    ini sebagai prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan

    cita-cita kemerdekaannya.

    Secara lengkap beliau berujar, Jika kita memimpikan Nusantara ini

    sebagai negara kerta raharja, gemah ripah repah rapih, baldatun

    toyyibatun wa robbun ghafur, maka rakyat Nusantara dituntut untuk

    menjadi masyarkat yang literal, yakni masyarakat yang menjadikan

    aktivitas baca-tulis sebagai bagian dari budaya hidupnya. Mengapa?

    Karena keterampilan membaca merupakan katalisator atau penghantar

    yang sangat ampuh untuk mendayagunakan sumberdaya manusia

    Indoensia yang jumlahnya demikian dahsyat, yang kini belum dapat

    dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

    Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal

    yang sangat fundamental. Mengapa demikian? Sebab selain semua proses

    belajar sesungguhnya didasarkan atas kegiatan membaca dan menulis

    juga hanya dengan melalui kegiatan literasi membaca dan menuliskan

    kita dapat menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari

    berbagai penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Menurut

    William D. Baker bahwa 85% kegiatan belajar di perguruan tinggin

    meliputi membaca. Dengan perkataan lain, kemahiran baca-tulis

  • merupakan batu loncatan bagi kebersilan seorang di sekolah dan dalam

    kehidupan selanjutnya di masyarakat.

    Mengomentari betapa pentingnya kaitan antara literasi dengan

    dunia persekolahan tersebut, secara tamsil Andre Morois, salah seorang

    sastrawan kondal asal Perancis mengatakan bahwa pada hakekatnya

    salah satu tugas atau misi penting kehadiran dunia persekolahan dari

    mulai SD hingga PT/universitas yakni mengantarkan para peserta

    didiknya agar kelak mereka mampu membuka pintu perpustakaan

    sendiri alias manusia yang mencetak manusia-manusia yang

    berkebudayaan literasi (baca-tulis). Dan jika dunia sekolah tidak mampu

    merealisasikan misi tersebut, ujar Moris, maka proses bersekolah pada

    dasarnya boleh dianggap sebagai hal yang mubazir atau sia-sia.

    Ihwal peran mebaca dalam konteks dunia pendidikan ini marilah

    kita simak salah satu bagian lain dari pidato pengukuhan guru besar Prof.

    Ahmadslamet Harjasujana:

    Tujuan Pendidikan Nasional yang telah ditetapkan oleh MPR dan

    kemudian dituangkan dalam GBHN kita itu sesungguhnya hanya akan

    tercapai jika masyarakat Indoensia telah berliteral. Sebab hanya

    masyarakat yang memiliki kebudayaan literatlah atau masyarkat yang

    melek wacana, yang akan sanggup menyerap dan menganalisis,

    kemudian membuat sintesis dan evaluasi tentang informasi yang tercetak

    sebelum dirinya mengambil keputusan menurut kemampuan nalar dan

    intuisinya. Hanya masyarakat yang literatlah yang mampu menjadi

    masyarakat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,

    berbudi perkerti luhur, berkepribadian, bekerja keras dan berkualitas,

    tangguh dan bertanggungjawab, mandiri, cerdas dan terampil serta

    sehat jasmani dan rohaninya.

    Kemudian dalam bagian lain dari pidatonya beliau juga

    menyatakan:

    Sehubungan hal itu maka program-program pendidikan guru

    seyogyanya diperpanjang waktunya dan ditingkatkan kualitasnya. Guru

  • yang dapat memberikan bantuan yang tepat dan efektif kepada para

    siswa yang ditugasi membaca materi untuk bidang studi yang khusus

    ialahpara guru bidang studi itu sendiri. Oleh karena itu seyogyanya para

    guru bidang studi perlu membekali diri dengan berbagai kompetensi

    pengajaran membaca yang relevan jika mereka benar-benar

    menghendaki anak-anak didik mencapai prestasi yang diharapkan. Itu

    berarti mata kuliah keterampilan membaca perlu diajarkan kepada

    seluruh mahasiswa calon guru.

    Pengertian dan Proses Membaca

    Apa yang dimaksud dengan membaca? Jawaban atas pertanyaan

    tersebut akan sangat luas dan beragam, bergantung dari sudut mana kita

    hendak meninjaunya. Para pakar hingga saat ini umumnya masih

    memberikan batasan yang berbeda-beda. Seperti diakui oleh William

    (1984:2), hingga saat ini menurutnya para pakar masih bersilang

    pendapat dalam memberikan definisi membaca yang benar-benar akurat.

    Meskipun demikian menurutnya ada satu yang disepakati oleh seluruh

    pakar ihwal membaca, yakni bahwasannya unsur yang harus ada

    dalamsetiap kegiatan membaca yakni pemahaman (understanding).

    Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman

    bukanlah kegiatan membaca.

    Anderson (1972:209) secara singkat dan sederhana mencoba

    mendefinisikan embaca sebagai proses kegiatan mencocokan huruf atau

    melafalkan lambing-lambang bahasa tulis atau reading is a recording and

    decoding process. Tetapkah pengertian membaca seperti itu?

    Jawabannya bisa ya bisa juga tidak. Bagi Budi yang masih duduk dikelas 1

    SD misalnya, pengertian membaca semacam itu sudah bisa dikatakan

    tepat. Alasannya karena ketika dia melakukankegiatan membaca dia

    hanya terbtas mengemukakan atau membunyikan rangkaian lambang-

    lambang bahasa tulis yang dilihatnya; dari huruf menjadi kata, kemudian

    menjadi frasa, kalimat dan seterusnya. Perkara apakah dirinya mengerti

  • atau tidak arti atau makna dari seluruh rangkaian lambang-lambang

    bahasa tulis tersebut tidak begitu menjadi persoalan benar. Kegiatan

    membaca semacam itu tentunya merupakan level yang paling rendah.

    Selain itu pengertian tersebut mengisyaratkan seakan-akan proses

    membaca merupakan proses yang pasif belaka.

    Bagi anak-anak SD kelas 2 keatas pengertian membaca sebagaimana

    disebutkan oleh Anderson di atas tentunya sudah tidak dapat

    dipertahankan lagi. Sebab tuntutan pada level mereka ketika mereka

    melakukan kegiatan proses membaca adalah pemahaman. Atau dengan

    perkataan lain saat mereka harus dapat memahami maksud atau tujuan

    arti lambang-lambang bunyi bahasa tulis yang dibacanya. Oleh karena itu

    Finnochiaro dan Bonomo (1973:119) mencoba mendefinisikan membaca

    sebagai proses memetik serta memahami arti atau makna yang

    terkandung dalam bahasa tulis (reading is bringing meaning to and

    getting meaning from printed or witten material).

    Kedua jenis kegiatan membaca tersebut oleh para pakar membaca

    umumnya digolongkan sebagai kegiatan membaca literal. Artinya,

    pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal

    (tampak jelas) dalam bacaan atau informasi yang ada dalam baris-baris

    bacaan (reading the lines). Pembuka tidak lagi menangkap makna yang

    lebih dalam lagi yaitu makna di balik baris-baris tersebut. Membaca

    semacam ini masih mencerminkan sebagai kegiatan yang pasif.

    Pengertian membaca yang sebagaimana diaktakan oleh Finnochiaro

    dan Banomo di atas untuk anak-anak SLTP ke atas tampaknya sudah tidak

    tepat lagi. Mengapa demikian? Jawabannya karena bagi mereka ketika

    membaca bukan hanya dituntut untuk memahami informasi-informasi

    yang tersurat saja tapi juga yang tersirat. Atau sebagaimana dikatakan

    oleh Goodman (1967:127) bahwa ketika seseorang membaca bukan hanya

    sekedar menuntut kemampuan mengambil dan memetik makna dari

    materi yang tercetak melainkan juga menuntut kemampuan menyusun

    konteks yang tersedia guna membentuk makna. Oleh karena itu

  • membaca dapat kita definisikan sebagai kegiatan memetik makna atau

    pengertian bukan hanya dari deretan kata yang tersurat saja (reading

    the lines), melainkan juga makna yang terdapat di antara baris (reading

    between the lines), bahkan juga makna yang terdapat dibalik deretan

    baris tersebut (reading beyond the lines). Dalam kajian membaca jenis

    membaca semacam ini digolongkan kedalam membaca kritis serta

    membaca kreatif. Selain itu dalam prosesnya kegiatan membaca ini juga

    tidak lagi pasif melainkan sebagai proses yang aktif.

    Dengan demikian dalam tataran yang lebih tinggi membaca bukan

    hanya sekedar memahami lambing-lambang bahasa tulis belaka

    melainkan pula berusaha memahami, menerima, menolak,

    membandingkan dan meyakini pendapat-pendapat yang dikemukakan

    oleh si pengarang. Oleh karena itu Thorndike mengatakan bahwa proses

    membaca itu tak ubahnya dengan proses ketika seseorang sedang

    berpikir atau bernalar (reading as thinking or reading as reasoning).

    Dengan perkataan lain membaca merupakan proses yang menuntut

    pembaca melakukan pertukaran ide dengan penulis melalui teks. Atas

    dasar pijakan tersebut Ahmadslamet Harjasujana (1987:36) mengatakan

    bahwa membaca dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan komunikasiu

    interaktif yang memberi kesempatan kepada pembaca dan penulis untuk

    membawa latar belakang, dan hasrat masing-masing.

    Sekali lagi pengertian atau definisi membaca itu banyak sekali

    ragamnya. Oleh karena yang penting bagi kita bukan menghafalkan

    aneka definisi-definisi tersebut. Yang lebih penting bagi kita ialah

    memahami alasan-alasan yang melatarbelakangi dari definisi-definisi

    mereka itu.

    Kemudian membaca bukanlah merupakan proses yang pasif

    melainkan aktif. Artinya seorang pembaca harus dengan aktif berusaha

    menangkap isi bacaan yang dibacanya tidak boleh hanya menerimanya

    saja. Oleh karena itu seorang pakar bahasa mengibaratkan proses

    membaca itu bagaikan proses menangkap bola dalam sebuah permainan

  • bola basket, dan bukannya proses menerimanya bingkisan lebaran

    misalnya.

    Sebagaimana kita maklumi seorang pemain basket yang baik harus

    berusaha memperhatikan gerakan-gerakan bola yang lemparkan, baik

    oleh kawan maupun lawan main. Terkadang dia harus lompat kanan

    lompat kiri untuk dapat menangkap. Bola akan akan tertangkap dengan

    baik kemudian menggiring dan memasukannya ke dalam keranjang

    basket. Begitu pula halnya dengan kegiatan membaca. Pembaca harus

    berusaha menangkap pesan yang terdapat dalam bacaannya secar aktif,

    setelah itu memahami lebih lanjut isi yang terdapat di dalamnya, dan

    kalau perlu mengomentarinya. Jadi tidak begitu saja menerima seluruh

    pesan yang disampaikan seperti halnya saat menerima bingkisan lebaran

    tadi.

    Selanjutnya proses membaca juga tidak selamanya identik dengan

    proses mengingat. Membaca bukan harus hafal kata demi kata atau

    kalimat demi kalimat yang terdapat dalam bacaan. Yang lebih penting

    ialah menangkap pesan atau ide pokok bacaan dengan baik.

    a. Membaca sebagai suatu proses psikologis

    Yang dimaksud dengan membaca sebagai proses psikologis yakni

    bahwasannya kesiapan dan kemampuan membaca seseorang itu

    dipengaruhi serta berkaitan erat dengan faktor-faktor yang bersifat

    psikis seperti motivasi, minat, latar belakang sosial ekonomi, serta oleh

    tingkat perkembangan dirinya, seperti intelegensi dan usia mental

    (mental age).

    b. Membaca sebagai proses sensoris

    Membaca itu pada awalnya merupakan proses sensoris, yakni

    dimulai dari melihat (bagi mereka yang matanya normal) atau meraba

    (bagi mereka yang tuna netra). Stimulus masuk lewat indera

    penglihatan, mata. Pada tingkat awal anak-anak menunjukkan

  • kemampuan yang secara umum sekali disebut membaca. Para saat

    permulaan itu anak mulai sadar bahwa tanda lambang-lambang tersebut

    itu dirangkai-rangkaikan maka akan tersusunlah suatu pembicaraan.

    Kapankah anak-anak telah memiliki kesiapan penglihatan untuk

    memulai membaca buku? Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pada

    umumnya anak mempunyai kesiapan penglihatan untuk membaca pada

    usia 5-6 tahun. Pada usia tersebut anak dianggap telah memiliki

    kompetensi koordinasi binakular, persepsi yang dalam pemfokusan

    pengaturan dan pengubahan perasaan secara bebas. Akan tetapi pada

    usia tersebut karena anak merupakan pribadi-pribadi dengan pola

    kepribadian yang berbeda dalam pertumbuhan dan perkemvanannya kita

    harus memiliki pengetahuan-pengetahuan yang layak tentang hal-hal

    yang pantas diperhatikan.

    Kelemahan penglihatan yang umum diderita anak-anak ialah

    kekeliruan kesipian (refrective eror), yakni kondisi mata yang tidak

    dapat terpusat. Salah satu jenis keliru sipi itu adalah hipermetropia,

    atau pandangan jauh. Untuk mengetahui kelemahan tersebut sekolah

    harus menyediakan alat uji penglihatan. Hal lain untuk mengatasi hal ini

    ialah dengan jalan membawa para siswa secara teratur ke poliklinik

    terdapat untuk diperiksa kesehatan matanya. Guru yang baik tidak akan

    memberi tugas kepada anak-anak menderita penglihatan semacam ini

    untuk membaca benda-benda yang terlalu dekat atau menyuruhnya

    membaca dalam waktu yang terlalu lama secara terus-menerus. Jenis

    sipi yang kedua ialah myopia atau pandangan dekat. Penderita myopia

    tidak sebanyak hipermetropia pada permulaan pengajaran membaca dan

    akibat yang ditimbulkannya pun tidaklah begitu parah. Sedangkan eror

    refraktif ketiga ialah astigmatisme. Penderita cacat penglihatan ini

    mempunyai jarak pandang yang tidak sama untuk kedua bola matanya.

    Boleh jadi salah satu bola matanya menderita miopi sedangkan bola

    mata satu laginya menderita hipermetropik.

  • Meskipun penyakit-penyakit tersebut tidak pernah dimasukan ke

    dalam faktor yang ikut serta menimbulkan ketidak mampuan membaca,

    namun jelaslah peranannya sebagai faktor yang ikut serta menimbulkan

    gangguan dalam membaca serta ketidakbetahan, keteganan dan

    rendahnya minat untuk melakukan kegiatan membaca.

    Anak-anak yang merupakan pembaca pemula harus mampu

    mendengarkan kesamaan di antara bunyi-bunyi huruf yang terdapat

    dalam setiap kata, mendeteksi kata-kata yang mulai berakhir dengan

    bunyi yang sama, mendeteksi irama dan sejenisnya. Hal yang perlu

    diperhatikan oleh para guru ialah bahwa bila seorang anak kehilangan

    daya dengarnya namun masih mempunyai untuk belajar membaca,

    kemampuan mencari kompensasi, dan bahan pengajaran yang

    diselaraskan, dia tidak akan memenuhi kesulitan dalam penguasaan

    bahan bacaannya itu. Kalaupun ada kesulitan, hal tersebut tidak akan

    menjadi rintangan baginya. Sebaliknya seorang anak yang mempunyai

    cacat pendengaran yang tidak seberapa bisa saja akan menemui

    kegagalan dalam penguasaan bacaannya jika dia tidak memiliki motivasi

    yang tinggi, tidak memiliki tingkat kepercayaan diri, dan tidak

    mendapatkan pengajaran yang layak.

    c. Membaca sebagai proses perceptual

    Proses perceptual dalam membaca mempunyai kaitan yang erat

    dengan proses sensoris. Oleh karena itu Anda harus waspada untuk tidak

    mempertukarkannya. Seperti halnya dalam proses sensoris, secara umum

    persepsi dimulai dari melihat, mendengar, mencium, mengecap, dan

    meraba. Namun demikian dalam proses membaca cukup hanya

    memperhatikan kedua hal yang pertama, yakni melihat dan mendengar.

    Vernon (!962) memberikan penjelasan bahwa proses perceptual

    dalam membaca itu terdiri atas empat bagian:

    1) kesadaran akan rangsangan visual;

  • 2) kesadaran akan persamaan pokok untuk mengadakan klasifikasi umum

    kata-kata;

    3) klasifikasi lambing-lambang visual untuk kata-kata yang ada di dalam

    kelas yang umum;

    4) identifikasi kata-kata yang dilakukan dengan jalan menyebutkannya.

    Meskipun Vernon bermaksud memperuntukkan langkah-langkah

    tersebut dapat diterapkan pada persepsi auditoris. Pada umumnya orang

    sepakat bahwa persepsi itu mengandung stimulus asosiasi makna dan

    interpretasinya berdasarkan pengalaman tentang stimulus itu serta

    respon yang menghubungkan makna dengan stimulus atau lambing.

    Seperti yang pernah kita singgung, langkah pertama ialah stimulus

    seringkali disalah artikan sebagai keseluruhan persepsi. Kekeliruan

    semacam itu mudah dikenal dengan jalan mencamkan bahwa stimulus itu

    sendiri sesungguhnya tidak mempunyai makna. Kita tidak memperoleh

    makna dari lambing atau bunyi itu, tetapi kita membawa makna

    kepadanya. Sebagai contoh, kalau kita melihat sebuah titik hitampada

    selembar kertas makna titik hitam tersebut sesungguhnya tidak

    mempunyai makna apa-apa bagi kita. Akan tetapi jika titik hitam itu

    tampak di akhir deretan kata-kata yang membentuk kalimat maka ia

    baru mempunyai makna, yakni tanda berhenti. Jika titik hitam itu

    diletakkan pada sebuah peta, boleh jadi kita akan

    menginterpretasikannya sebagai letak sebuah kota, jika dalam konteks

    kode morsetitik hitam itu boleh jadi akan dimaknai sebagai huruf e atau

    mungkin merupakan tanda lambing vokal dalam bahasa orang Yahudi.

    Jadi jika kita tidak pernah dapat mengasosiasikan sebuah titik hitam itu

    dengan makna apapun maka titik hitam itu tidak akan pernah bermakna.

    Fungsi utama stimulus, sesuai dengan namanya ialah meminta.

    Bagian terpenting dari stimulus ialah kemampuannya mengisolasikan dan

    membedakan berbagai stimuli. Sebelum anak dapat merespons

    perbedaan antara huruf b dan d, maka ia harus terlebih dahulu

  • mengetahui beda keduanya itu. Sebaliknya pengenalan terhadap b yang

    berbeda dengan d, atau bunyi /b/ yang berbeda dengan bunyi /d/

    tidaklah memberikan makna apapun. Meskipun yang demikian itu

    merupakan persepsi, bagi anak hanyalah merupakan masukan permulaan

    yang mempermudah proses pengenalan dan identifikasi.

    Untuk mengembangkan kemampuan membacanya anak harus pula

    dapat memodifikasi dan menghubungkan pengalamannya dengan

    stimulus-stimulus yang ada dalam konteks dan lingkungan yang sedang

    dialaminya. Dengan kata lain pada setiap anak haruslah terjadi semacam

    mediasi atau pengalihan pengalaman.

    Persepsi itu sesungguhnya merentang di antara batas-batas daerah

    yang sangat luas, mulai dari daerah-daerah yang kongkret sangat nyata

    dan khusus hingga ke daerah-daerah yang abstrak atau tidak jelas batas-

    batasnya. Pada daerah itulah sebenarnya kita harus mengasah

    kemampuan anak-anak agar dapat menggeneralisasikan, menganalisis,

    menyintesis dan sebagainya.

    Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan

    dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain

    oleh kebudayaan, pengalaman, emosi, kematangan bahkan kepribadian

    anak yang bersakutan. Dengan demikian seyogyanyalah anak-anak sudah

    terlebih dahulu memiliki banyak pengalaman sebelum dirinya pertama

    kali mengenal huruf, kata dan kalimat dalam wacana. Semakin luas dan

    bervariasi pengalaman seorang anak akan semakin luas dan semakin

    terbuka kesempatan baginya untuk mengembangkan konsep-konsep dan

    memperbaiki persepsinya. Misalnya melalui kegiatan karyawisata,

    permainan bersama, cerita, gambar dan seterusnya.

    Membaca Sebagai Proses Perkembangan

    Membaca itu pada dasarnya merupakan suatu proses perkembangan

    yang terjadi sepanjang hayat seseorang. Kita tidak tahu kapan

    perkembangannya itu mulai dan kapan akan berakhir. Meskipun

  • membaca itu merupakan proses perkembangan gerakannya tidaklah

    berada dalam jarak-jarak yang beraturan dan tidak tentu waktunya.

    Seorang anak bisa berdiri pada usia tujuh bulan, berjalan pada usia

    delapan bulan dan lari pada usia sembilan bulan. Kemampuan yang

    demikian teratur jaraknya itu tidak dapat kita harapkan terjadi pada

    setiap anak. Demikian juga untuk perkembangan kemampuan membaca,

    guru harus mempunyai kejelian dalam memperhatikan kemajuan setiap

    anak didiknya.

    Kemajuan kemampuan membaca pada umumnya memang bergerak

    tarataur, namun keistimewaan-keistimewaan tertentu bisa terjadi pada

    setiap anak. Masalah yang dihadapi setiap anak ada yang bersifat

    problematik dan ada pula yang bersifat alami; anak yang tidak dapat

    membaca karena belum cukup matang akan meminta kesabaran guru

    untuk menanti dia sampai pada tingkat kematangannya. Kesiapan anak

    didik itu harus dikembangkan pada setiap taraf perkembangan

    kemampuannya. Dan setiap perkembangan baru itu sesungguhnya

    merupakan kelanjutan dari perkembangan sebelumnya. Oleh karena itu

    untuk menjamin adanya kesiapan anak pada tingkat perkembangan yang

    berikutnya guru harus betul-betul menyiapkan kesiapan anak tersebut

    pada taraf sebelumnya.

    Dalam upaya mencamkan membaca sebagai proses perkembangan

    ada dua hal yang harus mendapat perhatian guru. Pertama, guru harus

    selalu sadar bahwa membaca merupakan sesuatu yang diajarkan dan

    bukan sesuatu yang terjadi secara insidental. Tidak ada seorang anak

    yang dapat membaca dengan jalan melihat orang lain membaca

    misalnya. Membaca juga bukanlah merupakan proses instinktif; membaca

    merupakan proses yang dipelajari yang pemerolehannya akan sangat

    bergantung dari upaya yang dilakukan dan prosedur yang dijalani.

    Hal kedua yang patut diperhitungkan oleh para guru ialah keyakinan

    bahwa membaca bukanlah suatu objek melainkan suatu proses. Guru

    tidak boleh memiliki pandangan mata pelajaran yang dikelolanya itu

  • sebagai sebuah tujuan akhir, melainkan sebagai alat untuk mencapai

    suatu tujuan. Oleh karena itu mata pelajarannya harus menarik dan

    layak. Dengan demikian membaca harus dipandang sebagai suatu alat

    dan bukan sebagai suatu tugas. Anak yang dapat menguasai berbagai

    tingkatan proses membaca akan merasakan membaca sebagai sumber

    pertolongan terpenting dalam menghadapi segala persoalan dalam

    kehidupan kesehariannya.

    Membaca Sebagai Proses Perkembangan Keterampilan Berbahasa

    Membaca merupakan salah satu dari empat komponen keterampilan

    berbahasa, yakni menyimak, berbicara dan menulis (Tarigan, 1980).

    Sebagai suatu keterampilan sebagaimana keterampilan-keterampilan

    lainnya, keterampilan membaca hanya akan dapat dicapai dengan baik

    jika disertai dengan upaya latihan yang sungguh-sungguh. Bentuk-bentuk

    latihan dapat dilakukan per aspek atau per komponen keterampilan

    tertentu atau dapat pula secara sekaligus langsung mempraktikannya.

    Sifat proses perkembangan keterampilan dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    1. Keterampilan tersebut bersifat objektif

    Salah satu hal yang mula-mula kita sadari meneliti proses

    perkembangan keterampilan membaa itu ialah bahwa perkembangan

    keterampilan membaca itu bersifat objektif. Hal tersebut dipandang

    objektif karena dalam perkembangannya tidak tergantung pada materi,

    metode, ataupun tingkatan-tingkatan akademis.

    2. Keterampilan itu mempunyai sifat berlanjut

    Meskipun keterampilan itu terikat pada tingkatan kelas anak,

    namun kaitannya tetap tampak. Ini tidak berarti bahwa Anda harus

    mengajarkan konsonan awal sebelum mengajarkan konsonan akhir, tanda

    titik sebelum tanda tanya, atau membaca fakta sebelum membaca

    untuk mencari ide tama. Anak akan mampu mencari materi sumber

  • secara mandiri setelah mereka menguasai keterampilan-keterampilan

    prasyarat.

    3. Keterampilan itu dapat digeneralisasikan

    Disamping objektif dan bertahap, keterampilan itu bersifat

    tergeneralisasikan. Keterampilan dasar dalam membaca dapat

    digeneralisasikan sehingga anak yang telah dapat menguasai

    keterampilan tersebut dituntut untuk dapat menerapkannya kapan saja

    dan di mana saja jika situasi dan kondisi menghendaki

    penggeneralisasian itu. Jika anak telah dapat menguasai cara memahami

    kata secara mandiri, maka baginya tidak akan merupakan masalah dalam

    memahami kata tersebut di mana pun kata tersebut diposisikan dalam

    sebuah tataran kalimat, baik dalam konteks ilmu matematika, fisika,

    kimia biologi, dan seterusnya.

    Latihan

    Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang

    terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secara berpasangan latihan

    berikut ini!

    1. Buktikan bahwa membaca memegang peran yang sangat penting

    dalam konteks kehidupan umat manusia abad ini!

    2. Hal apakah yang harus ada dari definisi membaca itu seperti yang

    dinyatakan oleh William?

    Petunjuk Jawaban Latihan

    Jika Anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan

    memperhatikan rambu-rambu berikut ini!

    1. Sebagai sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat

    prakiraan bahwa kehidupan perekonomian mendatang akan

  • menemukan sumber kekuatanya pada kegiatan-kegiatan yang

    bertalian dengan suatu sumber daya yang ada pada manusia, yakni

    daya nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh

    manusia untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu

    memacu kehidupan dalam jaman teknologi yang semakin canggih

    dan berkembang ini. Nalar manusia hanya dan hanya akan

    berkembang secar maksimal jika ia diasah melalui pendidikan.

    Dengan demikian dalam perekonomian pada era pasca industri

    mendatang, dimana sumber daya manusia (human resource)

    merupakan tiang penyangga utamanya, kemahiran baca-tulis yang

    layak merupakan prasyarat mutlak bagi siapa saja dan bangsa mana

    saja, yang memimpikan kemajuan dan keberjayaan. Tanpa adanya

    kemahiran tersebut, betapa kaya rayanya sumber daya alam

    (nature resources) yang dimiliki oleh suatu bangsa misalnya hal itu

    akan sulit mengangkat derajat bangsa tersebut bangsa tersebut ke

    pentas percanturan dunia serta dapat diperhitungkan oleh bangsa-

    bangsa lain.

    2. Yakni pemahaman (understanding). Kegiatan membaca yang tidak

    disetai dengan pemahaman bukanlah kegiatan membaca.

    Rangkuman

    Bagi masyarakat yang hidup dalam babakan pasca industri, atau

    yang lazim disebut era sumber daya manusia, atau era sibermatika

    seperti sekerang ini, kemahiran membaca dan menulis atau yang lazim

    disebut literacy memang telah dirasakan sebagai conditio sine quanon

    alias prasyarat mutlak yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebagai

    sebuah bukti, konon para ahli ekonomi telah membuat prakiraan bahwa

    kehidupan perekonomian mendatang akan menemukan sumber

    kekuatannya pada kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan suatu sumber

    daya yang hanya ada pada manusia, yakni daya nalarnya. Sebab daya

  • nalar tersebut merupakan sumber utama yang dimiliki oleh manusia

    untuk berkreasi dan beradaptasi agar mereka mampu memacu kehidupan

    dalam jaman teknologi yang semakin canggih dan berkembang ini. Nalar

    mausia hanya dan hanya akan berkembang secara maksimal jikaia diasah

    melalui pendidikan. Dan jantung dari pendidikan adalah kegiatan

    berliterasi atau kegiatan bata-tulis. Dengan demikian kedudukan

    kemahiran berliterasi pada abad informasi seperti sekarang ini

    sesungguhnya merupakan modal utama bagi siapa saja yang berkehendak

    meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penghidupannya.

    Dalam dunia pendidikan kemahiran berliterasi juga merupakan hal

    yang sangat fundamental. Sebab selain semua proses belajar

    sesungguhnya didasarkan atas kegaitan membaca dan menulis juga hanya

    dengan melalui kegaitan literasi membaca dan menulislah kita dapat

    menjelajahi luasnya dunia ilmu yang terhampar luas dari berbagai

    penjuru dunia dan dari berbagai babakan jaman. Dengan demikian dunia

    pendidikan dan persekolahan memiliki tugas untuk mengupayakan

    kehadiran salah satu aspek keterampilan berbahasa ini kepada para

    siswanya.

    Meskipun demikian mengupayakan keterampilan membaca memang

    bukanlah persoalan yang sederhana. Hal ini karena membaca merupakan

    proses yang sangat kompleks. Selain itu merupakan proses sensoris

    membaca juga merupakan proses psikologis, proses perkembangan,

    proses keterampilan berbahasa. Banyak definisi yang telah dikemukakan

    oleh para pakar tentang membaca. Meskipun demikian hal yang harus

    ada dalam kegiatan membaca yakni unsur pemahaman (understanding).

    Sebab kegiatan membaca yang tidak disertai dengan pemahaman

    bukanlah kegiatan membaca.

    Tes Formatif

    Petunjuk : Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling

    tepat A, B, C, atau D)!

  • 1) Salah satu faktor yang sangat penting yang akan mengantarkan

    keberhasilan umat manusia dalam bidang ekonomi pada abad

    informasi dan teknologi canggih seperti sekarang ini ialah kepemilikan

    sumber daya ..

    A. alam

    B. ekonomi

    C. manusia

    D. politik

    2) Pada tataran yang lebih rendah membaca didefinisikan sebagai proses

    kegiatan mencocokkan lambing-lambang bunyi bahasa. Pendapat ini

    dikemukakan oleh..

    A. Anderson

    B. Goodman

    C. Finnochiaro

    D. Bonnomo

    3) Dibawah ini merupakan faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi

    kemampuan membaca, kecuali...

    A. motivasi

    B. persepsi

    C. konsisi sosial ekonomi

    D. kondisi penglihatan

    Petunjuk: Untuk soal no. 4-6, pilihlah:

    A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan

    hubungan sebab akibat.

    B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak

    menunjukkan hubungan sebab akibat.

    C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah

    alasan benar.

  • D. Jika pernyataan dan alasan salah.

    4) Dalam dunia pendidikan kemahiran membaca merupakan hal yang

    sangat penting

    Sebab

    Semua proses belajar hampir dapat dikatakan tidak mungkin

    dilepaskan dari kegiatan membaca.

    5) Disamping objektif dan bertahap, keterampilan membaca itu bersifat

    tergeneralisasikan.

    Sebab

    Keterampilan dasar dalam membaca dapat digeneralisasikan sehingga

    anak yang telah dapat menguasai keterampilan tersebut dituntut

    untuk dapat menerapkannya kapan saja dan di mana saja jika situasi

    dan kondisi menghendaki penggeneralisasian itu.

    6) Pada awalnya membaca itu merupakan proses sensoris

    Sebab

    Proses sensoris ialah proses memberi makna terhadap kata-kata yang

    dibaca.

    Petunjuk: Untuk soal no. 7-10 pilihlah:

    A. Jika (1) dan (2) benar.

    B. Jika (1) dan (3) benar.

    C. Jika (2) dan (3) benar.

    D. Jika (1), (2), dan (3) benar.

    7) Membaca merupakan proses interaksi ..

    (1) antara penulis dan pembaca

    (2) bersifat tidak langsung

    (3) aktif dan rekreatif

  • 8) Kesiapan membaca itu dimulai dari ..

    (1) melihat bagi yang normal

    (2) mendengar bagi yang tuli

    (3) meraba bagi yang buta

    9) Sebagai guru kita harus yakin bahwa ..

    (1) keterampilan membaca itu harus diajarkan kepada para siswa

    (2) keterampilan membaca bukanlah bawaan alami

    (3) keterampilan membaca tidak terjadi dengan sendirinya

    10) Persepsi seorang anak dalam membaca berpengaruh dan dipengaruhi

    oleh faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya. Antara lain ..

    (1) kebudayaan dan pengalaman

    (2) emosi dan kematangan

    (3) kepribadian atau watak

    Cocokkan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 1 yang

    terdapat pada bagian akhir modul ini! Hitung jumlah jawaban yang

    benar, kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat

    penguasaan Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari!

    Rumus:

    Tingkat penguasaan = 10010

    benar yang Andajawaban Jumlah

    Arti tingkat penguasaan yang Anda capai

    90% - 100% = Amat baik

    80% - 89% = baik

    70% - 79% = cukup

    < 70% = kurang

  • Jika Anda telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih. Anda

    dapat melanjutkan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Tetapi jika tingkat

    penguasaan Anda kurang dari 80% Anda harus kembali mempelajari

    materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, terutama bagian yang

    belum Anda kuasai.

    2

    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN

    MEMBACA

    Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan membaca

    seseorang? Sebelum kita membahas lebih jauh persoalan tersebut

    sejenak mari kita tinjau terlebih dahulu ihwal landasan teoritis mengenai

    belajar membaca ini.

    Landasan teoritis mengenai belajar membaca sebenarnya tidak

    berbeda dengan landasan teoritis mengenai belajar bahasa. Sebagaimana

    kita ketahui dalam belajar bahasa terdapat tiga acuan pendekatan yang

    biasa digunakan sebagai landasan-pijak bagi proses dan pendekatan

    prosedural. Gagasan behavioristik tentang belajar bahasa terutama

    didasarkan pada teori belajar yang menitikberatkan peran lingkungan,

    baik verbal maupun non-verbal dalam pemerolehan hasil belajar. Artinya

    proses penguasaan dan kemampuan berbahasa itu, khususnya bahasa

    pertama, dikendalikan dari luar si pembelajar dan diperoleh sebagai

    akibat adanya berbagai rangsangan yang disodorkan kepada sang

    pembelajar dan diperoleh sebagai akibat adanya berbagai rangsangan

    yang disodorkan kepada sang pembelajar melalui lingkungannya. Dalam

    pandangan behavioristik anak dianggap sebagai penerima pasif dari

    lingkungannya. Oleh karena itu mereka beranggapan bahwa proses

    perkembangan bahasa sangat ditentukan oleh lamanya latihan yang

    dilakukan oleh lingkungannya, khususnya apa yang dikenal dengan

    stimulus-respons.

  • Gagasan mentalistik atau nativisik menekankan pada aspek

    kapasitas bawaan (innate). Para pengusung aliran ini tidak memandang

    penting pengaruh dari lingkungan sekitar si pembelajar. Sebaliknya

    mereka beranggapan bahwa selama belajar bahasa pertama sedikit-demi

    sedikit seorang pembelajar akan membuka kemampuan lingualnya yang

    secara generic telah diprogramkan pada dirinya. Oleh karena itu para

    pengikuti aliran ini lebih condong pada anggapan bahwa bahasa

    merupakan pemberian secara biologis. Pemerolehan bahsa menurut

    mereka terlalu kompleks dan mustahil dipelajari dalam waktu yang

    singkat melalui peniruan. Jadi beberapa aspek penting yang menyangkut

    sistem bahasa pasti sudah ada pada manusia secara ilmiah.

    Sedangkan pendekatan prosedural mencoba menjembatani kedua

    kubu ekstrim tersebut dengan memadukan interaksi antara faktor-faktor

    internal dengan faktor-faktor eksternal dalam belajar bahasa. Artinya

    proses penguasaan dan kemampuan berbahasa seseorang itu selain

    ditentukan oleh faktor-faktor yang bawaan juga sangat ditentukan oleh

    sejauh mana mereka mendapat latihan-latihan, khususnya lewat

    kegiatan pembelajaran.

    Dalam kaitannya dengan kegiatan belajar membaca ini, kubu-kubu

    ekstrim sebagaimana disebutkan di atas nampak juga dari hasil-hasil

    riset para pakar membaca. Yap (1978) misalnya melaporkan bahwa

    kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh faktor kuantitas

    membacanya. Tegasnya, kemampuan berbahasa seseorang itu sangat

    ditentukan oleh pengaruh sejauh mana (lamanya) seseorang melakukan

    aktivitas membaca. Ibarat seorang penerbang, semakin tinggi jam

    terbang yang dimilikinya maka akan semakin piawai kemampuan

    terbangnya, begitu pula sebaliknya. Untuk menguatkan pendapatnya itu

    Yap melaporkan hasil penelitiannya ihwal perbandingan faktor-faktor

    yang mempengaruhi kemampuan membaca tersebut sebagai berikut: 65%

    ditentukan oleh banyaknya waktu yang digunakan untuk membaca, 25%

    oleh faktor IQ, dan 10% oleh faktor-faktor lain berupa lingkungan sosial,

  • emosional, lingkungann fisik dan sejenisnya. Dengan demikian, menurut

    Yap jika kita berniat untuk meningkatkan kualitas kemampuan membaca

    seseorang maka perbanyaklah melakukan aktivitas membaca. Dengan

    demikian Yap termasuk seorang pakar membaca yang beraliran

    behavioristik, yakni yang meyakini bahwa pemerolehan kemampuan

    membaca seseorang itu sebagian besar dipengaruhi oleh faktor-faktor

    yang berasal fari lingkungan.

    Berbeda dengan Yap, Burmenister mengatakan bahwa kemampuan

    membaca seseorang itu ditentukan oleh faktor intelegensinya (IQ). Hasil

    riset yang dilakukan oleh Anderson dan Freeboddy (1981) secara implicit

    dapat dikatakan menyokong pendapat Burmeister tersebut. Mereka

    mengatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara IQ yang

    dimiliki oleh seseorang dengan kemampuannya memahami membaca.

    Smith dan Mc Ginnis (1982) juga mengatakan bahwa orang yang memiliki

    intelegensi rata-rataa atau intelegensinya yang lebih baik cenderung

    dapat menjadi pembaca-pembaca yang baik. Meskipun demikian mereka

    tetap mengingatkan bahwa intelegensi bukanlah segalanya. Ia hanyalah

    merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang dapat

    mempengaruhi belajar membaca. Harris (1970) juga berpendapat bahwa

    faktor yang terpenting dalam masalah kesiapan membaca ialah

    kepemilikan intelegensi umum. Karena faktor tersebut merupakan angka

    rata-rata lain sangat jelas. Witty dan Kopel pun mempunyai pendapat

    serupa. Mereka berkesimpulan bahwa seseorang yang memiliki skor IQ di

    bawah 25, biasanya tidak pernah mecapai kematangan mental yang layak

    untuk belajar membaca; yang skor IQ-nya di bawah 50 akan mengalami

    kesulitan dalam memahami materi bacaan yang abstrak dan materi-

    materi lainnya yang sukar; dan mereka yang skor IQ-nya merentang di

    antara 50 hingga 70 akhirnya akan mampu membaca juga, akan tetapi

    kemampuannya itu tidak akan melebihi kemampuan peringkat keempat.

    Jika ditinjau dari teori belajar di atas, para pakar tersebut termasuk

    mereka yang beraliran mentalistik karena mereka beranggapan bahwa

  • kemampuan membaca itu sangat dipengaruhii oleh unsur-unsur yang

    bersifat bawaan, yakni unsur intelensi tersebut.

    Sedangkan Ebel (1972:35) berpendapat bahwa faktor yang

    mempengaruhi tinggi rendahnya kemampuan pemahaman bacaan yang

    dapat dicapai oleh siswa dan perkembangan minat bacaannya tergantung

    pada faktor-faktor berikut: (1) siswa yang bersangkutan,(2)

    keluarganya,(3) kebudayaannya, dan (4) situasi sekolah. Begitu pula

    Omagio (1984) berpendapat bahwa pemahaman bacaan bergantung pada

    gabungan pengetahuan bahasa, gaya kognitif, dan pengalaman

    membaca. Ahli lain seperti Alexander (1983-146) berpendapat bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan pemahaman bacaan

    meliputi program pengajaran membaca, kepribadian siswa, motivasi,

    kebiasaan dan lingkungan sosial ekonomi mereka.

    Ihwal kaitan status sosial ekonomi dengan kemampuan serta minat

    membaca seorang anak ini Benson (1969) menyatakan bahwa

    kemampuan serta minat membaca anak-anak yang berasal dari

    masyarakat kelas sosial ekonomi rendah dapat mencapai 80%. Hal yang

    sama juga dikatakan oleh Coleman (1940), serta Gough. Mereka

    berkesimpulan anak-anak yang berasal dari status sosial ekonomi rendah

    umumnya kemampuan membacanya juga rendah.

    Burron Claybaugh (1977:25-35) mengatakan bahwa pada tahap-

    tahap awal tingkat pencapaian kemampuan dan minat membaca

    seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka namakan kesiapan

    membaca (reading readness). Mereka mengajukan enam hal yang

    dipandang penting dalam mempertimbangkan reading readness ini,

    yakni:

    (a) Kepemilikan fasilitas bahasa lisan (oral language facility);

    (b) Latar belakang pengalaman (backround experience);

    (c) Diskriminasi auditori dan visual (auditory & visual discrimination);

    (d) Intelegensi (intelligence);

    (e) Sikap dan minta (attitude and interest);

  • (f) Kematangan emosi dan sosial (emotional and sosial maturity).

    Wolfguy Michel dan Sterhagel (dalam Zielparache (1979) mencoba

    menggambarkan faktor-faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan

    proses komunikasi membaca ini sebagai berikut:

    TEKS PEMBACA

    Konstruksi Kondisi

    - Struktur bahasa

    - Isi teks

    - Cirri-ciri teks

    - Cara penyusunan

    - Aktualitas

    - Hubungan konteks

    - Kelompok masyarakat

    - Kepribadian

    - Lingkungan (umum,

    khusus,

    - Sosial, actual

    - Tujuan

    - Motivasi

    INTERAKSI

    HASIL

    Keduanya mengatakan bahwa hasil dari kegiatan membaca

    tersebut akan sangat tegantung pada sejauh mana teks dan kondisi

    pembaca saling mempengaruhi, saling membantu. Dari penjelasan

    tersebut tampak jelas bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

    kemampuan serta membaca seseorang itu pada hakikatnya tidaklah

    tunggal. Mengapa demikian karena sebagaimana yang telah kita bahas

    pada kegiatan belajar 2 pada dasarnya proses membaca sendiri

    sesungguhnya tidaklah tunggal.

    Kemudian dari sekian banyak pendapat mengenai faktor-faktor

    yang mempengaruhi kemampuan serta minat membaca, agaknya

    pendapat Pearson-lah yang dapat dianggapsebagai cermin dari

    kesimpulan. Menurutnya faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan

    serta minat membaca dapat diklasifikasikan ke dalam dua katori, yakni

  • faktor-faktor yang bersifat intrisik (yang berasal dari dalam pembaca)

    dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasal dari luar pembaca).

    Faktor-faktor instrinsik antara lain meliputi kepemilikan faktor-faktor

    ekstrinsik dibagi menjadi dua katagori, yakni pertama, unsur-unsur yang

    berasal dari faktor-faktor ekstrinsik dibagi menjadi dua kategori, yakni

    pertama, unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan, dan kedua,

    unsur-unsur yang berasal dari lingkungan baca. Katagori pertama

    berkenaan dengan keterbacaan (readability) dan organisasi teks atau

    wacana. Sedangkan katagori kedua berkenaan dengan fasilitas, guru,

    model pengajaran dan lain-lain (Pearson, 1978 dalam Hafni, 1981: 2-3).

    Selanjutnya Hafni juga mencoba merumuskan beberapa penyebab

    kesulitan memahami bacaan ke dalam beberapa alasan. Rumus-rumus

    yang digunakannya didasarkan pada pendapat Swan (1979) yang

    berpandangan bahwa beberapa penyebab kesukaran memahami isi

    bacaan berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasaan-kebiasaan

    dimaksudkan meliputi:

    (1) Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi sehingga

    gagal memberi makna pada teks;

    (2) Kurang memberi perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud

    umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami

    butir-butir tertentu; dengan demikian unsur-unsur kecil dalam

    bacaan, seperti, kata hubung, kata ingkar, kata modal luput dari

    perhatian pembaca;

    (3) Terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah

    mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan

    atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut; dengan

    demikian pembaca akan menafsirkan makna teks dari sudut

    pengetahuan dan pengalamannya sendiri;

    (4) Kalimat-kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai kompleksitas

    yang tinggi; keruwetan sintaksis dapat menyebabkan kesulitan pada

    pembacanya;

  • (5) Gaya penulisan yang bertipe mengulang-mengulang gagasan dengan

    ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang khusus juga dapat

    menimbulkan kesulitan pada pembacanya;

    (6) Gaya pengungkapan pokok pikiran penting secara tidak langsung yang

    mengharuskan pembaca mengambil inferensi atas informasi-informasi

    yang tidak tersurat dalam bacaan, juga dapat menimbulkan

    kesulitan pada bacaannya;

    (7) Penggunaan kata yang tidak akrab dengan pembacaanya juga

    merupakan kendala bagi pemahaman bacaan.

    Selain hal-hal di atas dalam konteks Indonesia beberapa faktor

    lain yang juga merupakan faktor penyebab rendahnya kemampuan

    membaca bangsa kita antara lain, pertama, tradisi kelisanan (orality)

    masih menjadi semacam penyumbat dalam kantong memori linguistik

    masyakat kita. Seperti kita tahu, secara histories-kultural masyarakat

    kita mengantongi warisan budaya lisan atau budaya tutur yang memfosil.

    Hampir berabad-abad lamanya perilaku komunikasi masyarakat kita lebih

    banyak berlangsung dalam tataran yang serba melisan (omong-dengar)

    ketimbang tradisi litersi (baca-tulis). Tradisi literasi sendiri konon baru

    dikenal secara terbatas oleh bangsa kita sekitar paruh abad VIII, sebagai

    akibat persentuhan dengan agama serta kebudayaan Hindu, Budha

    kemudian Islam. Itu pun hanya hanya hadir pada sekelompokk kecil

    masyarakat elit priyayi sebagai akibat didirikannya lembaga

    persekolahan oleh kolonial Belanda sebagai pengejawantahan dari politic

    etic. Dan baru setelah kita merdeka dan mendirikan sekolah-sekolah

    kegiatan membaca dan menulis tersebut mulai menyentuh secara lebih

    luas kepada masyarakat umum.

    Jadi perkenaan masyarakat kita kegiatan membaca dan menulis

    memang masih relatif baru. Padahal untuk mengubah tradisi lisan

    menuju budaya literasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebagai

    bahan perbandingan, masyarakat Eropa memerlukan waktu tidak kurang

    dua abad untuk menjadikan kegiatan literasi sebagai bagian tradisi hidup

  • masyarakatnya, yakni dimulai dari zaman renesans yang kemudian

    dilanjutkan dengan zaman industrialisasi. Begitu pula dengan proses

    terbentuknya tradisi literasi pada bangsa Jepang, konon membutuhkan

    waktu satu abad lamanya, yakni dimulai dari perancangan Restorasi

    Meiji.

    Kedua, akibat sistem persekolahan kita yang kurang memberikan

    peluang yang cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau

    tradisi membaca pada para peserta didik. Sebagaimana kita tahu, proses

    pembejalaran yang dibangun dalam dunia persekolahan kita pada

    umumnya lebih banyak berbasis dalam tataran lisan (guru terlalu banyak

    menjadi pembicara dan murid terlalu banyak menjadi pendengar)

    tinibang dalam tataran keberaksaraan (guru dan murid bersama menjadi

    seorang pembaca dan penulis). Bahkan berbagai pendekatan yang

    dipahami serta diperlakukan dalam perspektif kelisanan. Para guru pada

    umumnya jarang mejadikan kegiatan membaca sebagai kerangka pijak

    (frame of reference) pembelajaran yang ia lakukan kepada para

    siswanya. Oleh karena itu secara anekdot dikatakan bahwa untuk dapat

    sukses belajar di sekolah seorang siswa tidak dituntut harus terampil

    atau banyak membaca buku, apalagi memilikinya. Cukuplah menjadi

    pendengar yang baik-baik saja, sebab bukanlah transer ilmu yang

    dilakukan oleh para guru tidak mengacu serta bersumber dari sejumlah

    buku melainkan dari omongan sang guru yang disampaikan secara lisan?

    Dengan kondisi semacam itu, sebagaimana dikemukakakn oleh Prof.

    Ahmad Slamet Harjasuajana, tidak heran manusia-manusia yang

    dihasilkan oleh persekolahan kita masih merupakan masyarakat yang

    aliterat, yakni manusia-manusia yang bias membaca tetapi mereka

    memilih untuk tidak membaca, karena memang kegiatan membaca

    hanya sekedar kegiatan yang tidak terlalu mendapat penekanan utama

    dalam dunia pendidikan kita.

    Jika dihungkan dengan pembicaraan ihwal tiga aliran teori belajar

    bahasa sebagaimana kita bicarakan pada awal pembahasan di atas, maka

  • dapat kita katakana bahwa pandangan-pandangan terakhir ini dapat kita

    masukkan sebagai para pakar yang beraliran prosedural, yakni yang

    beranggapan bahwa kemampuan membaca seseorang itu selain

    dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat intrinsic atau yang berasal

    dari dalam diri si pembaca juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

    bersifat ekstrinsik atau luaran.

    Sebagai seorang guru sebaiknya kita berpihak pada pendapat yang

    ketiga di atas. Sebab dengan demikian kita dapat mendudukan posisi

    anak secara proposional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau

    potensi bahwaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap

    sukses tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal

    ini kemahiran membaca. Namun potensi bahwaan tersebut akan sulit

    berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempatan lewat

    proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya,

    walaupun sang anak telah mendapatkan tempaan proses pembelajaran

    yang baik dan maksimal akan tetapi jika modal dasarnya kurang,

    misalnya IQ-nya rendah sekali maka akan susah juga mendapatkan hasil

    yang maksimal.

    Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang

    terdapat dalam kegiatan belajar ini kerjakan secaraperpasangan latihan

    berikut!

    1. Jelaskan secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi

    kemampuan membaca seseorang!

    2. Mengapa kita sebagai guru sebaiknya berpihak kepada kaum

    prosedural dalam melibatkan faktor-faktor yang mempengaruhi

    kemampuan seseorang itu?

    Petunjuk jawaban latihan

  • Jika anda telah selesai, periksalah latihan Anda dengan

    memperhatikan rambu-rambu berikut ini!

    1. Yakni faktor-fakro yang bersifat intrinsic (yang berasal dari dalam

    pembaca) dan faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik (berasall dari

    luar pembaca). Faktor-faktor intrinsic antara lain meliputi

    kepemilikan kompetensi bahasa, motivasi, dan kemmapuan

    membacanya. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik di bagi menjadi dua

    katagori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks bacaan

    (keterbacaan dan organisasi teks) dan kedua, unsur-unsur yang

    berasal dari lingkungan baca (fasilitas, guru, model pengajaran dan

    lain-lain).

    2. Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum

    prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca

    seseorang itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat

    instrinsik juga oleh faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik karena

    dengan demikian kita dapat mendudukkan posisi anak secara

    proporsional. Betul bahwa anak memiliki kapasitas atau potensi

    bawaan, seperti IQ, yang sangat besar pengaruhnya terhadap sukses

    tidaknya mereka memiliki aneka kemahiran, termasuk dalam hal ini

    kemahiran membaca. Namun potensi bawaan tersebut akan sulit

    berkembang dengan baik jika tidak mendapatkan penempaan lewat

    proses pembelajaran yang baik dan maksimal. Begitu pula sebaliknya

    walaupun sang anak telah mendapat tempaan proses pembelajaran

    yang baik dan maksimal namun jika modal dasar mereka kurang

    begitu memadai, misalnya IQ-nya rendah sekali, maka mereka akan

    sulit juga untuk ditingkatkan secara maksimal kemampuan

    membacanya itu.

    Rangkuman

    Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan serta minat

    membaca seseorang. Namun secara garis besar faktor-faktor tersebut

  • dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni faktor-faktor yang

    bersifat intrinsic (yang berasal dalam pembaca). Faktor-faktor intrinsic

    antara lain meliputi kepemilikan kompentensi bahasa, minat, motivasi,

    dan kemampuan membacanya. Sedangkan faktor-faktor ekstrinsik dibagi

    menjadi dua kategori, yakni unsur-unsur yang berasal dari dalam teks

    bacaan (keterbacaan dan organisasi teks), dan kedua, unsur-unsur yang

    berasal dari lingkungan (fasilitas, guru, model pengajaran dan lain-lain).

    Sebagai seorang guru sebaiknya berpihak pada pendapat kaum

    prosedural yang berpandangan bahwa kemampuan membaca seseorang

    itu selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat instrinsik juga oleh

    faktor-faktor yang bersifat ekstrinsik.

    Selanjutnya beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan

    antara lain berakar pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasan-kebiasaan

    dimaksud meliputi (1) terlalu banyak memperhatikan butir demi butir

    informasi sehingga gagal memberi makna pada teks (2) kurang memberi

    perhatian kepada detail, sehingga meskipun maksud umum bacaan

    tertangkap secara utuh namun gagal dalam memahami butir-butir

    tertentu, (3) terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap

    telah mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan

    atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut, (4) kalimat-

    kalimat yang tersaji di dalam teks mempunyai tingkat kompleksitas yang

    tinggi, (5) gaya penulisan yang bertipe mengulang-ulang gagasan dengan

    ungkapan-ungkapan dan kata-kata yang khusus (6) gaya pengungkapan

    pokok pikiran yang tidak langsung sehingga mengharuskan pembaca

    mengambil inferensi atas informasi-informasi yang tidak tersurat dalam

    bacaan, (7) penggunaan kosakata yang tidak akrab dengan pembaca.

    Beberapa faktor yang lain juga merupakan faktor penyebab

    rendahnya kemampuan membaca bangsa kita antara lain, pertama,

    tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbatan dalam

    kantong memori linguistik masyarakat kita, kedua, akibat sistem

    persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang cukup bagi

  • hadirnya tradisi keberaksaraan (literacy) atau tradisi membaca pada

    para pererta didik.

    Petunjuk: Untuk soal-soal no. 1-3 pilihlah satu jawaban yang paling

    tepat A, B, C atau D)

    1) Kaum behavioristik beranggapan bahwa kemampuan membaca

    seseorang itu sangat dipengaruhi oleh faktor.

    A. Instrinsik

    B. Ekstrinsik

    C. Ekstrinsik dan instrinsik

    D. Semuanya benar

    2) Faktor ekstrinsik di yakini sebagai faktor dominan dalam

    mempengaruhi kemampuan membaca seseorang. Anggapan semacam

    itu diyakini oleh kaum.

    A. Behavioral

    B. Mentalistik

    C. Prosedural

    D. Semuanya benar

    3) Manakah di bawah ini yang tidak termasuk ke dalam komponen

    kesiapan membaca (reading readnness)?

    A. Kepemilikan fasilitas bahasa lisan.

    B. Sikap dan mental

    C. Intelegensi.

    D. Kondisi sosial ekonomi.

    Petunjuk: untuk soal no. 4-6, pilihlah:

  • A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya menunjukkan

    hubungan sebab akibat

    B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara keduanya tidak

    menunjukkan hubungan sebab akibat.

    C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan salah

    alasan benar.

    D. Jika pernyataan dan alasan salah

    4) Yap mengatakan bahwa kemampuan membaca seseorang itu

    diibaratkan seperti kemampuan seorang penerbang: semakin banyak

    terbang maka akan semakin piawailah kemampuan terbangnya.

    Sebab

    Berdasarkan hasil penelitian bahwa kemampuan hampir 65%

    kemampuan membaca seseorang ditentukan oleh kuantitas

    membacanya

    5) Burmeinster serta beberapa pakar lainnya mengatakan bahwa

    kemampuan membaca seseorang itu di tentukan oleh faktor

    intelegensinya (IQ)

    Sebab

    Menurut Harris IQ yang dimiliki seseorang memang sangat besar

    pengaruhnya dalam menentukan kemampuan membaca seseorang,

    namun IQ bukanlah segalanya. Ia hanyalah merupakan salah satu dari

    sekian banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar

    membaca.

    6) Status sosial ekonomi seseorang ternyata berkorelasi dengan

    kemampuan serta minat membaca seseorang.

    Sebab

    Benson (1969) menyatakan bahwa kemampuan serta minat membaca

    anak-anak yang berasal dari masyarakat kelas sosial ekonomi rendah

    dapat mencapai 80%.

  • Petunjuk: untuku soal no. 7-10 pilihlah:

    A. Jika (1) dan (2) benar.

    B. Jika (1) dan (3) benar.

    C. Jika (2) dan (3) benar.

    D. Jika (1),(2), dan (3) benar.

    7) Dalam konteks masyarakat Indonesia beberapa faktor lain yang juga

    merupakan penyebab rendahnya kemampuan membaca bangsa kita

    antara lain yaitu:

    (1) Tradisi kelisanan (orality) masih menjadi semacam penyumbat

    dalam kantong memori linguistik masyakat kita.

    (2) Sistem persekolahan kita yang kurang memberikan peluang yang

    cukup bagi hadirnya tradisi keberaksaraan (lliteracy).

    (3) Guru tidak mentradisikan membaca kepada para peserta didik.

    8) Beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kemampuan membaca

    ialah

    (1) Motivasi, IQ, hobi

    (2) Keterbacaan dan organisasi teks

    (3) Fasilitas, guru, model pengajaran

    9) Beberapa penyebab kesulitan memahami bacaan antara lain berakar

    pada kebiasaan baca yang salah. Kebiasaan-kebiasaan dimaksud

    meliputi:

    (1) Terlalu banyak memperhatikan butir demi butir informasi

    sehingga gagal memberi makna pada teks.

    (2) Kurang memberi perhatian kepada detai, sehingga meskipun

    maksud umum bacaan tertangkap secara utuh namun gagal dalam

    memahami butir-butir tertentu.

    (3) Terlalu imajinatif, terutama bila pembaca menganggap telah

    mengetahui topik tertentu yang dibicarakan dalam bahan bacaan

    atau mempunyai pendapat yang kuat tentang topik tersebut.

  • 10) Guru sebaiknya berpihak kepada kaum prosedural sebab dengan

    demikian mereka akan dapat:

    (1) Bersikap arif dan bijaksana dalam melihat keberbagian

    kemampuannya yang dimiliki oleh para siswa.

    (2) Melakkukan penilaian yang objektif kepada para siswa.

    (3) Mendudukan posisi anak secara proporsional.

    Cocokan jawaban Anda dengan kunci jawaban Tes Formatif 2 yang

    terdapat pada bagian akhir modul ini! Hitung jumlah jawaban yang

    benar, kemudian gunakan rumus berikut ini untuk mengetahui tingkat

    penguasaan Anda terhadap materi yang telah Anda pelajari!

    Rumus:

    Tingkat penguasaan = 10010

    benar yang Andajawaban Jumlah

    Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:

    90% - 100% = Amat baik

    80% - 89% = Baik

    70% - 79% = Cukup

    < 70% = Kurang

    Jika anda telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih,

    berarti Anda dapat melanjutkan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus!

    Tetapi jika tingkat penguasaan Anda kurang dari 80% Anda harus kembali

    mempelajari materi yang terdapat dalam kegiatan belajar ini, terutama

    bagian yang belum Anda kuasai.

  • 3

    Upaya meningkatkan Minat

    Baca

    jika kita ditanya, hal apakah yang dapat mendorong atau

    menggerakan hati seseorang melakukan suatu perbuatan

    dengan penuh senang hati seseorang melakukan suatu perbuatan dengan

    penuh senang hati dan sukarela?. Salah satu jawabannya ialah karena

    factor minat. Ya, orang yang di dalam dirinya telah memiliki minat yang

    tinggi terhadap sesuatu hal, maka dirinya umumnya akan dengan senang

    dan sukarela mengerjakan hal yang di minatinya tersebut,walaupun

    B

  • untuk itu dirinya harus melakukan sebuah pengorbanan, baik secara

    materi ataupun non- materi.

    Contoh mengenai hal ini dengan mudah dapat kita saksikan dalam

    kehidupan sehari-hari. Misalnya orang yang berminat terhadap

    permainan golf. Kendati misalnya mereka harus mengeluarkan biaya yang

    tisak sedikit untuk mereka dapat mengikuti olahraga tersebut serta harus

    rela berjemur di tengah terik matahari untuk memainkannya mereka

    akan menghadapinya dengan segala kesungguhan dan penuh kesenangan.

    Begitu pula halnya dalam konteks membaca ini. Orang yang telah

    memiliki minat yang baik, bukan hanya dengan senang dan sukarela

    melakukannya tetapi juga mereka dengan penuh kerelaan melakukan

    pengorbanan untuk dapat melakukannya.

    Jadi sekali lagi peranan minat dalam membaca menduduki posisi yang

    sangat sentral dan penting,karena ia merupakan salah satu fakror alasan

    pendorong yang sangat kuat pada diri seseorang untuk berbuat dan

    meningkatkan keberhasilan aktivitas membaca. Atau dengan perkataan

    lain peranan minat dalam membaca menduduki tempat yang sangat

    penting, karena ia merupakan sumber pemicu utama seseorang dalam

    melakukan aktivitas membaca. Oleh karena itu para guru di sekolah

    serta para orang tua di rumah seyogyanya lebih memahami benar seputar

    persoalan minat baca ini, khususnya terhadap aneka upaya untuk

    menumbuhkannya.

    Persoalannya sekarang indicator-indikator apakah yang dapat kita

    jadikan parameter untuk mengetahui apakah seseoarang telah memiliki

    minat baca yang tinggi atau masih rendah? Salah seorang pakar mencoba

    menawarkan beberapa indikatornya, yaitu:

    . Frekuensi dan kuantitas Membaca

    Maksudnya bagaimana frekuensi (keseringan) dan waktu yang digunakan

    oleh seseorang untuk membaca. Orang yang telah memiliki minat baca

    yang tinggi umumnya frekuensi membacanya pun sangat tinggi dan waktu

    yang di pergunakannya pun akan sangat tinggi pula. Dengan perkataan

  • lain, seseorang yang mempunyai minat membaca akan banyak melakukan

    kegiatan membaca, begitu pula sebaliknya.

    Berapa lamakah sebaiknya seseorang pembaca melakukan aktivitas

    membaca dalm setiap harinya? Jawabannya akan sangat bergantung pada

    tuntutan kebutuhan orang tersebut (profesi yang mereka sandang) serta

    kecepatan membaca yang dimilikinya. Sebagai gambaran kaum ibu di

    Amerika sana pada setiap minggunya mereka sedikitnya dituntut

    melahap 400.000 kata,yang berasal dari sumber-sumber bacaan

    sepertisurat kabar, majalah wanita dan berbagai novel baru. Kalau

    kecepatan efektif membaca mereka hanya sekitar 250 kata per menit

    maka setiap harinya rata-rata waktu yang harus mereka luangkan untuk

    membaca berkisar antara2-3 jam pada setiap harinya. Bagaimana dengan

    kelompok mahasiswa seperti halnya Anda? Menurut penelitian kalau Anda

    ingin selalu luls ujian dengan hasil yang memuaskan,sementara KEM yang

    Anda miliki hanya berkisar hanya 250 kata/ 8jam/hari karena

    volumebacaan yang harus Anda lahap pada setiap minggunya harus

    mencapai 850.000 kata/minggu.Kondisi yang terjadi saat ini menurut

    penelitian Syahbadyni (Kompas, 5 April1990) umumnya waktu yang

    digunakan oleh sebagian besar mahasiswa kita untuk membaca rata-rata

    kurang dari dua jam pada setiap harinya.

    2. Kuantitas sumber bacaan

    Orang yang mempunyai minat baca yang baik umumnya akan berusaha

    melahap aneka bacaan atau bacaannya akan sama variatif. Merka bukan

    hanya akan membaca jenis-jenis bacaan yang memiliki hubungan

    langsung dengan pekerjaan atau profesi dirinya saja, tetapi juga akan

    membaca jeniss-jenis bacaan lain.

    Sejauh mana aktivitas membaca yang dilakukan oleh bangsa kita dan

    jenis bacaan apasaja yang umumnya mereka konsumsi? Menurut

    penelitian Edward Kimman (1984) aktivitas membaca masyarakat

    Indonesia beserta jenis bacaan yang mereka lahap secara garis besar

    dapat dipilih dalam empat kategori. Pertama, kelompok orang yang

  • hanya sekali-kali saja melakukan aktivitas membaca. Artinya kelompok

    orang tersebut hanya akan melakukan aktivitas membaca kalau ada

    tuntutan harus membaca, seperti kala menerima surat misalnya. Karena

    frekuensinya tidak pasti maka menurut Kimman jenis bacaan yang

    mereka baca pun menjadi sulit diidentisifikasi. Jumlah masyarakat kita

    yang termasuk kelompok ini diperkirakan meliputi sepertiga dari

    komunitas bangsa Indonesia.

    Kedua, kelompok orang yang melakukan aktivitas membaca hanya

    sekedar mencari hiburan atau kesenangan. Jenis bacaan kelompok ini

    antara lain komik, novel-novel pop (picisan), serta majalah-majalah

    hiburan dan koran-koran kuning seperti Pos Kota misalnya. Jumlah dari

    kelompok ini juga diperkirakan meliputi sepertiga dari komunitas bangsa

    kita. Ketiga, kelompok masyarakat yang membaca karena didorong oleh

    kebutuhan ingin mendapatkan informasi. Jenis bacaan mereka terutama

    surat kabar, majalah berita,jurnal berkala serta buku-buku ilmu

    pengetahuan (khususnya buku-buku teks atau buku pelajaran). Jumlah

    kelompok ini menurut Kimman diperkirakan 15% dari komunitas bangsa

    kita. Para siswa dan mahasiswa termasuk kedalam kategori ketiga ini.

    Keempat, kelompok orang yang melakukan aktivitas karena hal itu telah

    menjadi bagian dari kebutuhan hidupnya. Jenis bacaan kelompokini

    sangat variatf. Menurut Kimman kelompok inilah yang sesungguhnya

    merupakan konsumen terbesar dari hasil-hasil penerbitan kita (media

    cetak dan buku-buku). Hanya sayangnya jumlah kelompok masyarakat

    kita yang termasuk kedalam kategori ini masih kurang dari 10% dari

    seluruh komunitas penduduk Indonesia yang jumlahnya saat ini lebih dari

    200 juta orang ini.

    Upaya apa yang perlu kita lakukan untuk menumbuhkan minat baca,

    khususnya kepada anak-anak? Ajip Rosidi (1971:1819) menjelaskan bahwa

    kegemaran membaca bukanlah sesuatu yang tumbuh secara otomatis

    dengan sendirinya.Minat baca harus ditanam, ditumbuhkan serta dipupuk

    dan dibina sejak anak-anak masih dini. Oleh karena itu untuk

  • mengupayakannya diperlukan bantuan serta partisipasi aktif dari

    komponen masyarakat dari mulai lingkungan sekolah (guru), lingkungan

    masyarakat, pemerintah, serta yang tidak kalah pentingnya yakni

    dukungan dari pihak keluarga.

    Ihwal pentingnya penciptaan minat sedari kecil dan harus dimulai dari

    lingkungan rumah atau keluarga ini disokong oleh para pakar psikologi

    perkembangan. Menurut mereka karakteristik anak-anak, Khususnya

    pada usia persekolahan (2-6 tahun) tengah mengalami yang pesat pada

    beberapa aspeknya, antara lain: perkembangan motorik, emosi,

    perkembangan social, pemahaman terhadap konsep maupun

    perkembangan bahasanya. Dengan demikian penanaman aneka kebiasaan

    pada periode ini akan sangat besar pengaruhnya pada masa-masa

    selanjutnya.

    Hal senada juga dinyatakan oleh Thorndike (1986).Berdasarkan

    hasilpenelitian yang ia lakukan di lima belas Negara termasuk di

    dalamnya negara-negara berkembang,di antara berbagai factor eksternal

    membaca (dia menyebutnya faktor sosiologi) dia menyebutkan konon

    pengaruh keluargalah yang sangat tinggi konstribusinya dalam

    mempengaruhi terbentuknya minat serta kemahiran membaca pada

    anak-anak. Bahakn Thorndike menyatakan bahwa tidak terdapat indikasi

    bahwa anak-anak yang memiliki minat serta kemahiran membaca unggul

    sebagai akibat langsung (pengaruh) dari pengajaran membaca yang

    diselenggarakan di sekolah-sekolah. Sebaliknya berkat pengaruh serta

    dukungan keluargalah minat serta keterampilan mmbaca mereka

    terbentuk.

    Pendapat senada dengan Thorndike juga direkomendasikan dalam

    laporan penelitian slah satu badan Unesco, IAEA (International

    Achievment Education Asociation) (1988). Menurut mereka, analisis lebih

    jauh di negara-negara yang anak-anaknya memiliki minat serta

    keterampilan membaca yang unggul, seperti Finlandia, AS atau negara-

    negara Eropa (pada penelitian ini anak-anak Indonesia menduduki

  • peringkat ke 29 dari 30 negara yang menjadi sample penelitian mereka)

    pada umumnya memiliki akses kemudahan dalam mendapatkan berbagai

    bahan bacaan yang berkualitas, baik di perpustakaan sekolah, dan

    terutama di rumah-rumahnya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut

    IAEA merekomendasikan bahwa faktor dukungan keluarga merupakan

    salah satu kunci utama dalam pembentukan minat serta ketermpilan

    membaca pada anak-anak. Wujud dukungan keluarga tersebut antara

    lain penciptaan tradisi membaca di dalam lingkungan keluarga (ayah, ibu

    dan saudara-saudara), serta penyediaan bahan-bahan bacaan yang sesuai

    dengan anak-anak.

    Upaya-upaya apa yang harus dilakukan oleh orang tua untuk

    menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak tersebut? Inilah

    beberapa upaya yang dapat kita lakukan.

    . Kenalkan anak-anak dengan kegiatan membaca sejak dini

    Anak usia prasekolah umumnya memiliki hubungan yang sangat dekat

    dengan para anggota keluarganya, seperti dengan ayah-ibunya maupun

    saudara-saudara lainnya. Untuk itu biasanya anak akan mengikuti

    kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya itu.

    Oleh karenanya libatkanlah mereka ketika orang tua atau anggota

    keluarga lainnya tengah melakukan kegiatan membaca. Janganlah anak-

    anak terlalu banyak dilarang apalagi dihardik saat mereka ikut

    mengganggu orang tua atau anggota keluarganya tengah melakukan

    aktivitas membaca. Sebab bila hal itu kerap dilakukan maka boleh jadi

    mereka akan memiliki persepsi yang salah terhadp membaca : seolah-

    olah membaca itu merupakan kegiatan yang serius dan penuh dengan

    kerut kening dan bukan kegiatan yang bukan membahagiakan.

    b. Bacakan aneka cerita-cerita yang menarik kepada mereka

    Anak-anak prasekolah umumnya mempunyairasa ingin tau yang sangat

    besar. Oleh karena itu seyogyanyalah orang tua mampu memberikan dan

    mengarahkan rasa ingin tau mereka dengan benar untuk membina minat

    anak alangkah yang dapat dilakukan oleh para orang tua adalah dengan

  • sering membacakan cerita-cerita menarik atau lucu kepada mereka

    sesuai dengan usia dengan perkemabangan kejiwaan mereka. Dengan

    cara semacam itu lambat laun anak-anak akan tertarik untuk

    memperhatikan dan mulai membuka-buka buku bacaan tersebut.

    c. Sediakan bahan bacaan yang cocok untuk mereka

    Menurut Donna Norton (1989), seorang pakar membaca dari Universitas

    Texas mengatakan sesungguhnya mereka sebuah presepsi yang salah jika

    banyak orang tua yang mengatakan bahwa anak-anak itu tidak memiliki

    kesenangan membaca buku. Menurut hasil-hasil penelitian yang ia

    lakukan, dia berkesimpulan bahwa pada dasarnya semua anak senang

    melakukannya. Hanya saja syaratnya pihak orang tua harus mau

    menyediakan buku-buku bacaan yang memang cocok dengan kondisi

    mereka, baik dari segi isi maupun bahasanya. Oleh karena itu

    menurutnya untuk menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak

    salah satu caranya sediakan saja bacaan yang mereka sukai, pasti anak-

    anak dengan penuh suka cita akan melakukannya.

    Mengupayakan agar anak-anak gemar dan mahir membaca, memang

    bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan murah. Penyebabnya selain

    karena factor-faktor yang turut mempengaruhi minat serta kemahiran

    membaca pada diri seseorang itu tidaklah tunggal, jika tidak mau

    dikatakan cukup kompleks, juga karena kemampuan membaca bukanlah

    kemampuan bawaan (innate) tetapi kemampuan yang kehadirannya

    harus diupayakan. Dan dalam mengupayakannya sebagaimana

    dikemukakan oleh Ajip Rosidi diperlukan adanya sokongan dan bantuan

    serta kerjasama antara berbagai pihak,seperti pihak sekolah, keluarga,

    lingkungan masyarakat dan juga pemerintah.

    Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda tentang materi yang

    terdapat dalam kegiatan pembelajaran kegiatan ini kerjakan secara

    perpasangan latihan berikut ini!

    1. Mengapa minat menduduki tempat yang sangat penting dalam

    kegiatan membaca?

  • 2. Mengapa mengupayakan penumbuhan minat baca pada anak-anak

    dinilai bukan

    Perkara yang mudah dan murah?

    Petunjuk jawaban latihan

    Jika Anda telah selesai, periksalah latiha Anda dengan memperhatikan

    rambu-rambu berikut ini!

    1. Peranan minat dalam membaca menduduki posisi yang sangat

    sentral dan penting, karena ia merupakan salah satu faktor alasan

    pendorong yang sangat kuat pada dri seseorang untuk berbuat dan

    meningkatkan keberhasilan aktivitas membaca. Atau dengan

    perkataan lain peranan minat dalam membaca menduduki tempat

    yang sangat penting, karena ia merupakan sumber pemicu utama

    seseorang dalam melakukan aktivitas membaca.

    2. Mengupayakan agar anak-anak gemar dan mahir membaca,

    memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan murah.

    Penyebabnya selain karena factor-faktor yang turut

    mempengaruhi minat serta kemahiran membaca pada diri

    seseorang itu tidaklah tunggal, jika tidak mau dikatakan cukup

    kompleks, juga karena kemampuan membaca bukanlah

    kemampuan bawaan (innate) tetapi kemampuan yang

    kehadirannya yang harus diupayakan.

    Peranan minat membaca menduduki tempat yang sangat penting, karena

    ia merupakan sumber pemicu utama seseorang dalam melakukan

    aktivitas membaca. Beberapa indikator yang dapat kita jadikan

    parameter untuk mengetahui minat baca antara lain frekuensi dan

    kuantitas membaca yang digunakan seseorang untuk membaca dan

    kuantitas sumber bacaan yang dibaca. Dan menurut hasil penelitian

    Edward Kimman jika dilihat dari kedua indicator tersebut minat baca

    masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan.

    Karena kegemaran membaca bukanlah merupakan sesuatu yang

    tumbuh secara otomatis dengan sendirinya, maka ia harus ditanam,

  • ditumbuhkan serta dipupuk dan dibina sejak masa anak-anak. Selain

    itu untuk mengupayakannya diperlukan bantuan, dukungan serta

    partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat dari mulai

    lingkungan sekolah (guru), lingkungan masyarakat, pemerintah,

    serta yang tidak kalah pentingnya yakni dukungan dari pihak

    keluarga. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh orang tua untuk

    menanamkan kebiasaan membaca pada anak-anak antara lain

    mengenalkan anak-anak dengan kegiatan membaca sejak dini,

    membacakan kepada anak-anak aneka cerita-cerita yang menarik,

    serta bahan-bahan bacaan yang cocok untuk mereka.

    Petunjuk: Untuk soal-soal no.1-3 pilihlah salah satu jawaban yang paling

    tepat A, B, C, atau D!

    1) Ukuran lamanya seseorang pembaca melakukan aktivitas

    membaca dalam setiap harinya antara lain akan sangat

    bergantung pada

    A. Tuntutan kebutuhan yang disandang oleh seseorang

    B. Kedudukan yang disandang oleh seseorang

    C. Status social yang disandang oleh seseorang

    D. Jabatan yang disandang oleh seseorang

    2) Menurut penelitian berapa banyak volume bacaan yang harus

    dilahap oleh seorang mahasiswa pada setiap minggunya ialah.

    A. harus mencapai 750.000 kata

    B. harus mencapai 850.000 kata

    C. harus mencapai 950.000 kata

    D. semuanya betul

    3) Menurut penelitian Edward Kimman kelompok orang yang hanya

    sekali-kali saja melakukan aktivitas membaca, jenis bacaan

    mereka antara lain.

    A. Koran-koran kuning

    B. Novel picisan

    C. Surat-surat yang mereka terima

  • D. Tidak ada yang benar

    Petunjuk: Untuk soal no. 4-6, pilihlah:

    A. Jika pernyataan benar, alasan benar, dan keduanya

    menunjukkan hubungan sebab akibat.

    B. Jika pernyataan benar, alasan benar, tetapi antara

    keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat.

    C. Jika pernyataan benar, alasan salah atau jika pernyataan

    salah alasan benar.

    D. Jika pernyataan dan alasan salah.

    4) Menurut para pakar psikologi perkembangan penciptaan minat

    baca harus diupayakan sejak kecil dan harus dimulai dari

    lingkungan rumah atau keluarga.

    Sebab

    Para pakar psikologi perkembangan menyatakan bahwa

    penanaman aneka kebiasaan pada masa anak-anak akan sangat

    besar pengaruhnya pada masa-masa selanjutnya.

    5) Donna, Norton mengatakan bahwa adalah sebuah persepsi yang

    salh jika banyak orang tua yang menganggap seolah-olah anak-

    anak itu tidak memiliki kesenangan membaca buku.

    Sebab

    Membaca harus dapat menyenangkan dan menggembirakan anak-

    anak

    6) Mendongeng sangat baik sebagai alat untuk menumbuhkan minat

    baca anak-anak.

    Sebab

    Dongeng merupakan cerita untuk mengembangkan daya imajinasi

    anak-anak.

    Petunjuk: Untuk saol no.7-10 pilihlah:

    A. Jika (1) dan (2) benar.

    B. Jika (1) dan (3) benar.

    C. Jika (2) dan (3) benar.

  • D. Jika (1), (2), dan (3) benar.

    7) Salah satu bentuk pelibatan anak-anakdengan kegiatan membaca

    di lingkungan rumah antara lain:

    (1) menyuruh mereka membaca secara mandiri

    (2) mengajak mereka saat anggota keluarga lainnya tengah

    melakukan kegiatan membaca

    (3) janganlah mereka dihardik saat mereka ikut serta membaca

    bersama-sama dengan anggota keluarga lainnya.

    8) Bentuk-bentuk dukungan pemerintah dalam mengupayakan

    penumbuhan minat baca masyarakat antara lain:

    (1) memberantas pembajakan buku

    (2) mendirikan perpustakaan di daerah-daerah terpencil

    (3) pencanangan program KMD (Koran masuk desa).

    9) Mereka yang digolongkan sebagai kelompok masyarakat yang

    membaca karena didorong oleh kebutuhan ingin mendapatkan

    informasi a