hak sebagai imbalan kewajiban (studi kritis penafsiran al...

99
HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al-Sya‘râwi dan Wahbah al-Zuhaili) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ag.) Oleh Tresna Tulus Hadi NIM 1112034000141 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: leanh

Post on 25-Apr-2019

252 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN

(Studi Kritis Penafsiran al-Sya‘râwi dan Wahbah al-Zuhaili)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ag.)

Oleh

Tresna Tulus Hadi

NIM 1112034000141

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

i

HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN

(Studi Kritis Penafsiran al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili)

Skripsi

DiajukanUntuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ag.)

Oleh

TresnaTulusHadi

NIM. 1112034000141

Pembimbing

Dr.Faizah Ali Syibromalisi, M.A.

NIP. 195560821199031001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR‟AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 3: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis

Penafsiran al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili) telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada 24 Oktober 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana agama (S.Ag.) pada program studi Ilmu al-Qur‟an dan

Tafsir.

Jakarta, 24 Oktober 2018

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota

Dr.Lilik Ummi Kaltsum, M.A.

NIP. 19711003 199903 2 001

Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.

NIP. 19680618 199903 2 001

Anggota

Penguji I

Prof. Dr. Hamdani Anwar, M.A.

NIP. 19530107 198703 1 002

Penguji II

Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.

NIP. 19820221 200901 1 024

Pembimbing

Dr.Faizah Ali Syibromalisi, M.A.

NIP. 19556082 119903 1 001

Page 4: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tresna Tulus Hadi

Nim : 1112034000141

Program Studi : Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul HAK SEBAGAI IMBALAN

KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili)

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat

dalam penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini

telah saya cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan

proses yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika

ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang

lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Jakarta, 24 September 2018

Tresna Tulus Hadi

Page 5: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

iv

ABSTRAK

Tresna Tulus Hadi

“Hak Sebagai Imbalan Kewajiban (Studi kritis penafsiran al-Sya„râwi dan

Wahbah al-Zuhaili)”

Al-Qur‟an sebagai petunjuk untuk umat manusia, selalu dikaji sejak zaman

klasik sampai modern sekarang ini dalam berbagai aspeknya. Mulai dari aspek

sejarah turunnya, sejarah pembukuannya, penafsirannya, aspek kandungan

maknanya, aspek gramatikanya sampai pada aspek cara membacanya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ayat-ayat yang membahas kewajiban

yang didahulukan dari pada hak. Dalam meneliti ayat-ayat tersebut penulis

mengambil dari sudut pandang tafsir al-Sya„râwi dan tafsir Wahbah al-Zuhaili.

Tafsir al-Sya„râwi yang bercorak sastra dan sosial, sedangkan Wahbah yang

bercorak hukum fiqh. Maka akan ada perbedaan sudut pandang dari dua

penafsiran tersebut dalam meneliti penelitian ini. Penelitian ini menggunakan

metode deskritif-analisis, yaitu suatu pendekatan masalah dengan

menguraikannya terlebih dahulu sebagai gambaran awal dan setelah itu baru

dianalisis. Metode deskritif dimaksudkan untuk menggambarkan objek apa

adanya, sedangkan metode analisis dianggap perlu guna menganalisis objek yang

telah digambarkan sebelumnya. Sehingga diharapkan tersingkapnya penafsiran al-

Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili atas ayat-ayat tentang kewajiban yang

didahulukan dari pada hak.

Hasil penelitian mengenai ayat-ayat yang mendahulukan kewajiban dari pada

hak. Menunjukkan bahwaseseorang harus menjalankan terlebih dahulu

kewajibannya sebelum ia menerima haknya. Sebagai contoh seorang suami yang

harus memenuhi kewajibannya seperti menjaga, menafkahi, dan membimbing

istrinya. Maka setelah itu ia mempunyai hak atas istrinya.

Page 6: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhâna Wa

Ta„âlâ, yang senantiasa melimpahkan nikmat, rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-

Nya kepada penulis. Sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Hak Sebagai Imbalan Kewajiban (Telaah kritis tafsir al-

Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili)”. Salawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi MuhammadSalallahu`AlaihiWaSallam, beserta

keluarganya, para sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa patuh dan ta‟at

menjalankan perintah Allah dan rasul-Nya.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Ushuluddin (S.Ag.). Dalam penyusunan ini menyadari sepenuhnya bahwa

skripsi ini masih terdapat banyak kekhilafan, kekurangan dan keterbatasan ilmu

pengetahuan yang penulis miliki. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi

dari berbagai pihak, dan alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat

menyelesaikan. Oleh karena itu penulis secara khusus ingin mengucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Umi Kultsum, M.A., selaku Ketua Program Studi Ilmu al-Qur‟an

dan Tafsir dan Ibu Banun Binaningrum, M.P.d., selaku Sekretaris Progam

Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.

Page 7: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

vi

4. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A. selaku dosen pembimbing, yang telah

begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada penulis di tengah kesibukan

yang padat, serta membimbing penulis dengan sabar agar penulis ini

selesai dengan baik dan juga bermanfaat.

5. Bapak/Ibu dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu dan pendidikan yang

tidak ternilai harganya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ayahanda tercinta Afendi dan ibunda tercinta Hodijah atas doa, cinta dan

kasih sayang yang selalu dicurahkan. Serta dukungan, semangat dan

motivasi.

7. Dan semua pihak yang telah membantu memberikan kontribusi terhadap

penyelesain skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, namun

tidak mengurangi rasa hormat penulis. Mungkin hanya ucapan terimakasih

yang dapat penulis sampaikan semoga amal baiknya mendapatkan pahala

dan balasan dari Allah Subhâna Wa Ta„âlâ, Amin.

Jakarta, 24 September 2018

Hormat saya,

Tresna Tulus Hadi

Page 8: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik

Program Strata I tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengangaris di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

„ ع

koma terbalik ke atas, menghadap ke

kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

Page 9: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

viii

h ha ه

apostrof „ ء

y ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a fathah

i kasrah

u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ai a dan i ي

au a dan u و

c. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ȃ a dengantopi di atas ـا

ȋ I dengantopi di atas ـي

û u dengantopi di atas ـو

Page 10: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

ix

d. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkang dengan huruf,

yaitu, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun

huruf qamariyyah. Contoh: al-nisa bukan an-nisa, al-rijal bukan ar-rijal.

e. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

menggandakan huruf yang diberitanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

yang telah diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata tidak ditulis ad-

darurah melainkan al-darurah, demikian seterusnya.

f. Ta Marbutah

Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbutah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/(lihat

contoh di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbutah tersebut diikuti

pada sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbutah tersebut diikuti

kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/(lihat

contoh 3).

No Tulisan Arab Keterangan

Tariqah طريقة .1

Page 11: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

x

al-Jami’ah al-Islamiyyah اجلامعة اإلسالمية .2

Wahdat al-wujud الوجودوحدة .3

g. Huruf Kapital

Meskipun dalam system penulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam

alihaksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara

lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal atau kata

sandanngya. (Contoh: Abu Hamid al-Ghazali bukan Abu Hamid Al-Ghazali, al-

Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak

teball (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dalam alihaksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari

Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya

berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, bukan Abdu

al-Salam al-Palimbani; Nuruddin al-Raniri, tidak Nur al-Din al-Raniri.

Page 12: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... i

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………… ii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………iii

ABSTRAK…………………………………………………………………iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………….v

PEDOMAN TRANSLITERAS ………………………………………….vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................... 6

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............. 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 8

E. Tinjaun Pustaka............................................................... 9

F. Metode Penelitian ........................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ..................................................... 11

BAB II DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN

A. Definisi Hak .................................................................... 14

B. Definisi Kewajiban ......................................................... 19

C. Derivasi Kata Hak dan Kewajiban .................................. 22

BAB III MENGENAL AL-SYA„RÂWI DAN WAHBAH AL-ZUHAILI

SERTA TAFSIR MEREKA

Page 13: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

xii

A. Mengenalal-Sya„râwi…………………………………..23

1. Riwayat Hidup ..........................................................23

2. Pendidikan dan Karir al-Sya„râwi ............................24

3. Profil Tafsir al-Sya„râwi ...........................................28

B. Mengenal Wahbah al-Zuhaili.........................................35

1. Riwayat Hidup……………………………………. 35

2. Pendidikan dan Karir Wahbah al-Zuhaili …………36

3. Profil Tafsir Wahbah al-Zuhaili …………………. 38

BAB IV AYAT-AYAT YANG MENDAHULUKAN KEWAJIBAN DARI

HAK YANG SEHARUSNYA DIPEROLEH

A. Beribadah Kepada Allah Sebelum Meminta

Pertolongannya ……………………………………….45

B. Hak Suami Terhadap Istri …………………………….51

C. Ganjaran Amal Saleh ………………………………....60

D. Pernikahan Nabi Musa Sebagai Imbalan Haknya Selama 8

Tahun ………………………………………………….71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................83

B. Saran...............................................................................83

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................84

Page 14: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an adalah mu„jizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu

pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Subhâna Wa

Ta‟âlâ menurunkannya kepada Nabi Muhammad Salallahu „Alaihi wa Sallam,

demi membebaskan manusia dari berbagai kegelapan hidup menuju cahaya ilahi,

dan membimbing mereka ke jalan yang lurus.1

Al-Qur‟an mempunyai fungsi sebagai petunjuk yang pertama kali Allah

perkenalkan kepada kita dalam ayat ke-2 surrah al-Baqarah. Sekaligus menjawab

permohonan yang kita baca minimal 17 kali sehari semalam pada setiap rakaat

shalat, tercantum pada dua ayat terakhir surrah al-Fâtihah. Selayaknya sebuah

petunjuk, sesungguhnya tidak perlu didiskusikan apalagi diperdebatkan karena

petunjuk adalah cara yang harus dilaksanakan. Meskipun begitu, al-Qur‟an tidak

pernah mengabaikan peran pemikiran dan akal yang Allah anugerahkan. Bahkan

orang yang berakal adalah syarat seseorang mendapat beban tanggung jawab

dalam setiap titah dan perintah Allah „Azza wa Jalla.2

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga

berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada

hakikatnya adalah mahluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena

manusia, selain merupakan mahluk individual dan mahluk sosial, juga merupakan

1Syaikh Manna Al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,

2013) h. 3 2Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah (Jakarta: Gema Insani, 2009) h.xix

Page 15: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

2

mahluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab

mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks social, indivisual

atupun teologis.3

Dalam konteks sosial manusia merupakan mahluk sosial. Ia tidak dapat hidup

sendirian dengan perangkat nilai-nilai selera sendiri. Nilai-nilai yang diperankan

seseorang dalam jalinan sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak

mengganggu consensus nilai yang telah disetujui bersama. Masalah tanggung

jawab dalam konteks individual berkaitan dengan konteks teologis. Manusia

sebagai mahluk individual artinya manusia harus bertanggung jawab terhadap

dirinya (keseimbangan jasmani dan rohani) dan harus bertanggung jawab terhadap

Tuhannya (sebagai penciptanya). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga

muncul sebagai akibat keyakinannya terhadap suatu nilai.4

Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya timbul karena

manusia sadar akan keyakinannya terhadap nilai-nilai. Dalam hal ini terutama

keyakinannya terhadap nilai yang bersumber dari ajaran agama. Manusia

bertanggung jawab terhadap kewajibannya menurut keyakinan agamanya.5

Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah keberanian. Orang

yang bertanggung jawab adalah orang yang berani menanggung resiko atas segala

yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap

orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang

bersangkutan akan berusah mealalui seluruh poensi dirinya. Orang yang

3M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar (Jakarta: Pustaka Satya, 2001) h. 53

4M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, h. 53

5M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, h. 53

Page 16: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

3

bertanggung jawab adalah orang yang mau berkorban demi kepentinga orang

lain.6

Tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu

yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap

hak, dan dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab dalam hal

ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya. Orang yang bertanggung

jawab akan memperoleh kebahagiaan, sebab dapat menunaikan kewajibannya.

Kebahagiaan tersebut dapat dirasakan oleh dirinya dan orang lain. Sebaliknya,

orang yang tidak bertanggung jawab akan menghadapi kesulitan, sebab ia tidak

mengikuti aturan, norma, atau nilai-nilai yang berlaku.7

Sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk individu, mahluk sosial, dan

mahluk ciptaan Tuhan, tanggung jawab manusia dapat dibedakan atas tanggung

jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap masyarakat, dan tanggung

jawab terhadap Tuhan. Tuhan telah menciptakan manusia lengkap dengan segala

peralatannya, diberi hidup, akal dan budi. Semua pemberian ini harus dipelihara.

Terhadap hidup manusia dituntut tanggung jawabnya. Di samping menggunakan

akal budinya sebagai mana mestinya, juga dituntut menanggung resiko akibat dari

perbuatan akal dan budinya. Bila akal budi berbuat jahat, manusia bersangkutan

harus berani menanggung resiko, baik di dunia maupun di akhirat nanti.8

Allah satu-satunya raja pembalasan di hari yang tiada balasan berarti dari

siapapun yang selama ini kita harapkan. Balasan, imbalan atau kompesensi adalah

faktor yang sangat kuat mempengaruhi terbentuknya motivasi kita dalam

6M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, h. 54

7M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, h. 54

8M. Arifin Hakim, Ilmu Budaya Dasar, h. 54

Page 17: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

4

bertindak dan berbuat.9 Karena setiapapa yang kita lakukan baik atau buruk akan

mendapatkan balasan. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur‟an Surat al-

Zalzalah ayat 7-8:

ۥشرا ي ره مل مثقال ذرة ي ع ومن .ۥا ي ره فمن يعمل مثقال ذرة خير

Allah berfirman: Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah,

niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan

kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.10

(Qs. al-

Zalzalah ayat 7-8)

Untuk itu kita harus beriman kepada Allah sebagai sumber informasi tentang

apa sebenarnya tujuan kita diciptakan dan hidup di planet Bumi ini. Hal ini akan

mengantarkan kita kepada sebuah niat yang memotivasi setiap amal perbuatan dan

aktivitas kita. Tujuan dengan kompensasinya yang jelas dan terjamin juga sangat

memengaruhi tingkat ke-ikhlas-an kita dalam beramal.11

Dan kita harus sadar

bahwa seluruh tindakanakan mendapat balasan baik atau buruk membuat kita

selalu memilki pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan.

Kesadaran ini demikian signifikan untuk mengontrol kualitas diri kita. Suatu

pengawasan melekat sesungguhnya dan kendali yang luar biasa dalam menata

kepribadian seseorang. Saat itulah ia memohon bantuan Allah dalam beribadah

dan mengatasi berbagai problematikanya.12

Dewasa ini banyak orang yang hanya menuntut pertolongan Allah tanpa

menjalankan kewajibannya sebagai seorang hamba. Sebagai manusia yang

berakal, maka kita dibebani akan kewajiban-kewajiban yang harus kita jalankan.

9Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah, h. 48

10Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya (Bogor: Wisma Haji

Tugu, 2007), h. 559 11

Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah, h. 50 12

Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah, h. 51

Page 18: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

5

Misalnya, kewajiban kita untuk menyembah Allah dan menjalankan semua syariat

yang telah diperintahkan dan juga kewajiban sebagai warga Negara Indonesia

dengan mematuhi segala peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah serta

kewajiban-kewajiban lain sesuai fungsi dan tanggung jawab kita. Setelah kita

menjalankan kewajiban kita dengan baik maka barulah kita berhak mendapatkan

hak kita.

Hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling berkaitan.

Maka apabila kita ingin mendapatkan hak, kita harus terlebih dahulu menjalankan

kewajiban kita. Sebagai contoh apabila kita ingin mendapatkan gelar sarjana maka

kita harus menjalankan kewajiban kita sebagai mahasiswa. Begitupun apabila kita

ingin dikabulkan doa kita oleh Allah, maka kita harus menjalankan kewajiban kita

sebagai hamba sebelum kita meminta pertolangan-Nya.

Al-Qur‟an telah membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah hak dan

kewajiban. Di mana di dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa kita seharusnya

menjalankan kewajiban terlebih dahulu sebelum mendapatkan hak kita. Terdapat

ayat-ayat dalam Al-Qur‟an yang membahas bahwa hak akan diperoleh setelah kita

menjalankan kewajiban.

Dalam pembahasan mengenai hak dan kewajiban, banyak masyarakat yang

salah memposisikan kata hak dan kewajiban. Mereka lebih mendahulukan hak

dari padakewajiban, padahal di dalam al-Qur‟an sudah jelas bahwa kita harus

menjalankan kewajiban terlebih dahulu sebelum mendapatkan hak. Salah satu

contoh dalam surat al-Fâtihah ayat 5:

إياك نعبد وإياك نستعني

Page 19: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

6

Allah berfirman: Hanya kepadaMu lah kami menyembah dan hanya

kepadaMu lah kami memohon pertolongan.13

(Qs. Al-Fâtihah ayat 5)

Dari ayat di atas jelas bahwa kita diperintahkan untuk menyembah dan

beribadah terlebih dahulu sebelum meminta pertolongan dan bantuan dari Allah.

Di dalam permasalahan hak dan kewajiban penulis menemukan ayat-ayat yang

membahas bahwa kewajiban harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum

mendapatkan haknya.

Dalam pembahasan mengenai hak dan kewajiban, penulis meneliti pendapat

dua orang mufasir terkenal yaitu Syaikh Mutawalli al-Sya„râwi dalam karya tafsir

yang berjudul Khawatir Haul al-Qur‟ân al-Karîm dan Syaikh Prof. Dr. Wahbah

al-Zuhaili dalam karya tafsirnya yang berjudul al-Munîr.

Untuk menjawab permasalahan mengenai hak dan kewajiban, di mana

kewajiban seharusnya didahulukan dari pada hak, maka penulis tertarik

membahas hal tersebut dengan judul “Hak Sebagai Imbalan Kewajiban (Studi

Kritis Penafsiran al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili).”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas penulis mendapatkan identifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Apa pengertian kewajiban dan hak?

2. Apa pandangan masyarakat terhadap hak dan kewajiban?

3. Bagaimana kewajiban dan hak dalam Islam?

13

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, h. 1

Page 20: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

7

4. Ayat-ayat apa saja yang mendahulukan kewajiban dari pada

hak yang dipenuhi?

5. Bagaimana pendapat al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili

mengenai kewajiban yang didahulukan dari pada hak dalam

tafsirnya?

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dari pembahasan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibatasi

pembahasan mengenai hak dan kewajiban. Pembatasan masalah ini, dibatasi pada

pembahasan mengenai definisi dari hak dan kewajiban, serta pembahasan

mengenai ayat-ayat yang mendahulukan kewajiban dari pada hak. Karena

keterbatasan waktu dalam penulisan skripsi ini, serta untuk menghindari

pembahasan yang berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan

dari penulisan skripsi ini, maka penulis menitikberatkan pada penafsiran tafsir al-

Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili. Karena tafsir al-Syar„râwi bercorak sastra dan

sosial, sementra tafsir Wahbah bercorak hukum fiqh. Penulis ingin membahas

masalah ini dari dua sudut pandang tafsir tersebut. Adapun ayat-ayat yang akan

dibahas, penulis membatasinya dalam beberapa ayat dengan surat yang berbeda,

yaitu:

1. Surat al-Fâtihah (1) ayat 5

2. Surat al-Baqarah (2) ayat 40

3. Surat al-Nisâ (4) ayat 34

4. Surat al-Nahl (16) ayat 39

5. Surat al-Kahfi (18) ayat 30, 88, dan 107

Page 21: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

8

6. Surat al-Qasas (28) ayat 22-28

Ayat-ayat ini dipilih karena menurut hemat penulis ayat-ayat tersebut dapat

mewakili penelitian yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Perumusan Masalah

Selanjutnya untuk mempermudah pembahasan, maka hal tersebut dapat di

rumuskan permasalahannya sebagai berikut :

Bagaimana pendapat al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili mengenai

kewajiban yang didahulukan dari pada hak dalam tafsirnya?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Disesuaikan dengan rumusan penelitian, maka tujuan dari penelitian ini yaitu,

untuk mengetahui bagaimana pendapat al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili

mengenai ayat-ayat kewajiban yang didahulukan dari pada hak.

2. Manfaat

Adapun manfaat dalam penelitian ini dapat digunakan untuk beberapa hal :

1. Sebagai input atau referensi bagi mahasiswa Fakultas

Ushuluddin untuk mengetahui kewajiban dan hak dalam Islam

serta ayat-ayat Al-Qur‟an yang membahas bahwa kewajiban

didahulukan sebelum mendapatkan hak.

2. Bagi kalangan civitas akademisi, diharapkan penelitian akan

menambah khazanah keilmuan yang ada di Fakultas

Page 22: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

9

Ushuluddin dan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Bagi masyarakat pada umunya, penelitian ini dapat menjadi

wawasan baru dan ilmu pengetahuan baru tentang hak dan

kewajiban dalam Islam dan bahwa kewajiban didahulukan

sebelum mendapatkan hak.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga merujuk kepada skripsi-skripsiyang

sudah terdahulu dengan subtansi pembahasan yang tentu berbeda, diantaranya

sebagi berikut:

1. Skripsi, Hak Dan Kewajiban Suami Istri, ditulis oleh Mohammad

Hamdan Asyrofi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

pada tahun 2014, pembahasan dalam skripsi ini untuk

mengetahuipemikiran Sayyid Muhammad bin Alawy tentang hak

dan kewajiban suami istri.

2. Skripsi, Hak dan Kewajiban Istri Bagi Wanita Karir, ditulis oleh

Nabila Alhalabi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2015, pembahasan dalam skripsi

ini untuk mengetahui hak dan kewajiban istri yang berprofesi

sebagai wanita karir dalam pandangan hukum Islam dan hukum

positif.

3. Makalah, Hak-Hak Perempuan dalam Pernikahan Menurut

Wahbah al-Zuhaili, ditulis oleh Lilik Ummi kaltsum diterbitkan di

jurnal Studi General Gender Palastren STAIN Kudus 2012,

Page 23: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

10

pembahasan dalam makalah ini untuk mengetahui ayat-ayat al-

Qur‟an yang membahas hak-hak perempuan dalam

pernikahan.Makalah tersebut tidak menitikberatkan pada

permasalahan kewajiban istri ataupun suami sebelum ia

mendapatkan haknya.

4. Buku, Ensiklopedi Hak dan Kewajiban dalam Islam, ditu;is oleh

Syaikh Sa‟ad Yusuf Mahmud Abu Aziz diterbitkan oleh Pustaka

al-Kautsar, Februari 2018. Dalam buku tersebut Syaikh Sa‟ad

Yusuf Abu Aziz menguraikan hak-hak dan kewajiban manusia

sebagai hamba Allah, di antaranya; apa hak Allah bagi hamba dan

apa hak seorang hamba kepada Allah, hak orangtua kepada anak

dan apa hak anak terhadap orangtua, demikian juga hak suami-istri,

hak muslim, hak bertetangga, hak anak yatim, dan lain-lain. Dalam

buku tersebut tidak menitikberatkan kepada sebuah penafsiran

seorang tokoh.

Dari tinjauan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa skripsi yang penulis

teliti ini berbeda, karena penulis akan membahas seputar penafsiran tentang hak

sebagai imbalan kewajiban. Dalam hal ini penulis meneliti dari kitab tafsir al-

Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili.

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kulitatif, karena data yang

digunakan dalam penelitian ini berupa dokumentasi kepustakaan. Oleh

karena itu, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Library research

Page 24: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

11

(Penelitian Kepustakaan). Data-data yang digunakan sebagai bahan dan

materi diperoleh dari buku-buku, artikel, skripsi, dan sebagainya yang

terkait dengan tema yang dimaksud.

2. Sumber data

penulisan skripsi ini menggunakan dua sumber pokok dalam

mengumpulkan data, yakni sumber primer dan sumber sekunder. Adapun

rinci masing-masing sumber adalah :

a. Data primer berupa kitab tafsir Khawatir Haul al-Qur‟ân al-Karîm

karya Syekh Mutawali al-Sya„râwi dan Tafsir al-Munîr karya

Prof.Dr Wahbah al-Zuhaili.

b. Data skunder merupakan data pendukung dan sumber primer, yang

berasal dari kepustakaan, buku-buku, tulisan-tulisan, artikel-artikel,

makalah dan lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua cara dalam mengumpulkan data dalam sebuah penelitian

yaitu, melalui penelitian kualitatif dan melalaui penelitian kuantitatif.

Adapun teknik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Teknik ini dipilih karena dalam pengumpulan data

penelitian ini lebih banyak bergantung kepada diri peneliti sendiri sebagai

alat penggumpul data.14

4. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam skripsi ini, adalah deskritif-analisis, yaitu

suatu pendekatan masalah dengan menguraikannya terlebih dahulu sebagai

14

Daswandi,“Implikasi Nasikh Mansukh dalam Menafsirkan Al-qur‟an”,Tesis S2

Fakultas Ushuluddin Uin Jakarta, 2017, h. 20

Page 25: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

12

gambaran awal dan setelah itu baru dianalisis. Metode deskritif

dimaksudkan untuk menggambarkan objek apa adanya, sedangkan metode

analisis dianggap perlu guna menganalisis objek yang telah digambarkan

sebelumnya.15

Sehingga diharapkan tersingkapnya penafsiran al-Sya‟rawi

dan Wahbah al-Zuhaili atas ayat-ayat tentang kewajiban yang didahulukan

dari pada hak.

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan ini adalah buku

“Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013”.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan mendapatkan gambaran tentang kerangka dan alur

penulisan skripsi ini, serta apa saja yang nanti akan dibahas dalam skripsi ini,

maka penulis akan mengurai sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut :

Pada bab pendahuluan akan diuraikan latar belakang penulisan skripsi ini yang

merupakan pijakan awal berpikir, disusul kemudian secara berurutan penjelasan

serta pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian, dan teknik penulisan serta ditutup dengan sistematika

penulisan ini.

Bab kedua dibahas tentang biografi Wahbah al-Zuhaili dan al-Sya„râwi. Yang

akan dibahas dalam biografi keduanya adalah riwayat hidup, profil tafsir dan

metode tafsirnya.

Sedangkan di bab ketiga ini akan dibahas definisi kewajiban dan hak serta

kewajiban dan hak dalam Islam.

15

Putri Ajeng Fatimah, “Waris Kalalah dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili”,Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin Uin Jakarta, 2011, h. 13

Page 26: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

13

Dalam bab keempat ini berisi tentang pandangan tafsir al-Sya„râwi dan

Wahbah Zuhaili mengenai ayat-ayat Al-Qur‟an yang mendahulukan kewajiban

dari pada hak yang seharusnya diperoleh.

Pada bab terkahir akan disampaikan beberapa kesimpulan guna menjawab

beberapa pertanyaan yang mendasar dari permasalahan yang adadi dalam skripsis

ini.Tidak lupa pula penulis akan memberikanbeberapa saran-saran yang

diperlukan sebagai catatan atas permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.

Page 27: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

14

BAB II

DEFINISI HAK DAN KEWAJIBAN

A. Definisi Hak

Kata al-Haqq (احك) berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk masdar

dari kata يحك -حك yang secara etimologi mempunyai makna lawan dari kata

kebatilan yakni kebenaran; keadilan; kepemilikan; dan bagian.1Al-Haqq di dalam

kamus al-muhît merupakan salah satu nama dari nama-nama Allah atau dari sifat-

sifat-Nya, dan salah satu nama dari al-Qur‟an.2 Sedangkan di dalam kamus besar

bahasa Indonesia hak mempunyai arti benar; milik; kewenangan; kekuasaan; dan

derajat atau martabat.3

Mengenai kata “al-haqq” sebenarnya dalam wacana Arab kontemporer

merupakan terjemahan dari kata droit (Prancis) dan right (inggris). Al-Haqq

dalam bahasa Arab merupakan kata yang bermakna ganda karena ia dapat berarti

“benar” (vrai/true) sebagai lawan dari “salah” (batil/faux/wrong). Kata al-haqq

juga berarti “keyakinan setelah keraguan”, dan kata al-haqq juga dipakai untuk

menyebut Allah.4

Kata al-haqq di dalam al-Qur‟an mempunyai beberapa makna di antaranya:5

1Fr.Louis Ma‟luf al- Yassu‟i, Fr. Bernard Tottel al-Yassu‟i, al-Munjîd Fî al-Lughah wa

al-A‟lam (Dar al-Masyriq: Beirut Libanaon) 2017, h. 144 2Majdudin Muhammad bin Ya‟qub al-Fairuz Abadi, Al-Qamus al-Muhît (Dar al-Hadits)

2008, h. 385 3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama) edisi IV 2015, h. 474 4Robby Habiba Abror, “Paradoks Universalitas HAM Barat di Muka Cermin Islam

Perspektif Filsafat Hukum dan HAM”, Ijtihad, Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan,

Vol 12, No.2, Desember 2012: 217-235, h. 220 5Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat (Jakarta:

Kencana Prenada Group) 2010h. 45

Page 28: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

15

1. Al-Haqq diartikan kebenaran sebagai lawan dari kebatilan tercantum

dalam surat Yûnus ayat 35:

ي تبع ق أققأ أنإل ٱحل أفمن يهدي حق للدي ئكم من يهدي إل ٱحلق قل ٱللو يهقل ىل من شركا

أمن ل .كمون فما لكم كيف ت يهدي إل أن يهد

Allah berfirman: Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada

yang menunjuki kepada kebenaran?" Katakanlah "Allah-lah yang menunjuki

kepada kebenaran". Maka apakah orang-orang yang menunjuki kepada

kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi

petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kamu (berbuat demikian)?

Bagaimanakah kamu mengambil keputusan.6 (Qs. Yûnus ayat 35)

2. Al-Haqq diartikan dengan ketetapan dan kepastian terdapat dalam surat

Yâsîn ayat 7:

.منون قق ٱلقول على أكثرىم ف هم ل يؤ لقد

Allah berfirman: Sesungguhnya telah pasti berlaku perkataan (ketentuan

Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman.7 (Qs.

Yasin ayat 7)

3. Al-Haqq diartikan dengan menetapkan dan menjelaskan tercantum

dalam surat al-Anfâl ayat 8:

جطل ولو كره ٱدل .رمون ليحق ٱحلق ويبطل ٱلب

Allah berfirman: agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan

membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa

(musyrik) itu tidak menyukainya.8 (Qs. Al-Anfâl ayat 8)

4. Al-Haqq diartikan dengan bagian (kewajiban) yang terbatas tercantum

pada surat al-Baqarah ayat 241:

6Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, h. 213

7Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, h. 440

8Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, h. 177

Page 29: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

16

ت مت ع و للمطلق ر عبٱدل

.تقني وف ققا على ٱدل

Allah berfirman: Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah

diberikan oleh suaminya) mut´ah menurut yang ma´ruf, sebagai suatu

kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.9 (Qs. Al-Baqarah ayat 241)

Secara terminologis, al-haqq mempunyai beberapa pegertian, di antaranya:10

ث ي ق ن اس م ق الن ئ ل ع ام ز ل ال ل ي ب ى س ل ع م ظ ت ن ت ة ال ي ع ر ش وص الت ص الن د و اع و ة الق ع و م رل و ى قأ احل

ال و م ال و اص خ س ال

“Al-Haqq adalah himpunan kaidah dan nash-nash syari‟at yang harus

dipatuhi untuk menertibkan pergaulan manusia baik yang berkaitan

perorangan maupun yang berkaitan dengan kata benda”

.ه ي ى غ ل ع د ق ل ب ا ي م و أ ئ ي ى الش ل ع ة ط ل الس و ه قأ احل ”Al-Haqq adalah kewenangan atas sesuatu, atau sesuatu yang wajib atas

seseorang untuk orang lain”.

Al-Haqq juga merupakan suatu kekhususan yang ditetapkan oleh syara‟

dalam bentuk kekuasaan atau tanggung jawab. Dengan demikian, kata al-haqq

tidak hanya bermakna sesuatu yang bisa diambil, tetapi juga mengandung arti

sesuatu yang harus diberikan.11

Dalam terminologi fiqh terdapat beberapa pengertian al-haqqyang

dikemukakan oleh para ulama fiqh, di antaranya:12

Menurut Wahbah al-Zuhaili:

9Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahannya, h. 39

10Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002) h. 32 11

Ikhwan Matondang, “Hak Kebebasan Beragama dalam Bingkai Relatifitasi Hak Asasi

Manusia”, Ilmu Ushuluddin, Vol 2, No. 3, Januari –Juni 2015, h. 346. 12

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 46

Page 30: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

17

ا.رعر ش ت اب الث م ك احل

“Suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara”

Menurut Syaikh Ali al-Kaff:

ة مستحقة شرعراح ل مص

“Kemaslahatan yang diperoleh secara syara”

Mutafâ Ahmad al-Zarqa mendefinisaknnya dengan:

الشرع سلطةر إختصاص ي قرر بو

“Kekhususan yang ditetapkan syara‟ atas suatu kekuasaan”

Ibnu Nujaim‟ mendefinisikannya lebih singkat dengan:

ختصاص قائز إ

“Suatu kekhususan yang terlindung”

Menurut Wahbah al-Zuhaili, yang dikutip oleh Nasrun Haroen, definisi yang

komprehensif ialah definisi yang dikemukakan Ibn Nujaim dan Mustafâ Ahmad

al-Zarqa di atas, karena kedua definisi itu mencakup berbagai macam hak, seperti

hak Allah terhadap hamba-Nya (shalat, puasa, dan lain-lain), hak-hak yang

Page 31: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

18

menyangkut perkawinan, hak-hak umum, seperti hak-hak Negara,

kehartabendaan, dan non materi seperti hak perwalian atas seseorang.13

Dalam teks-teks ilmu ushul fiqh dan fiqh, terdapat perbedaan pendapat dalam

mendefinisikan kata “al-haqq”. Di antaranya, ada yang mengartikan al-haqq

sebagai sebuah kepemilikan (milikiyah), kepenguasaan (sultaniyyah), sesuatu

yang bersifat abstrak, dan sebagian lainnya mengartikan sebagai kebebasan

(ikhtiyar) dalam berindak. Namun, dapat dikatakan definisi hak yang terbaik

adalah bahwa hak merupakan sebuah penguasaan (sultaniyah), bukan suatu

kepemilikan (milikiyah). Kita dapat mencermati hal ini dari definisi hak yang

terdapat dalam fiqh yang memiliki makna kepenguasaan “al-Haqqu sultanatun

fi‟liyatun lâ yu‟qal tarafaiha bi al-syakhsyin wahidin, lâ yajra li ahadin illâ jarâ

alaihi wa lâ yajra alaihi illâ jarâ lahu” (hak adalah penguasaan realitis yang

kedua sisinya tidak dapat diterima jika terdapat dalam satu pribadi. Tidak akan

terlaksana pada satu pribadi, kecuali telah dilaksanakan atasnya. Dan tidak akan

dilaksanakan atasnya, kecuali telah terlaksana baginya).14

Jadi hak merupakan kekuasaan atas sesuatau yang tidak mungkin dapat

diterapkan kedua sisinya pada satu orang. Akan tetapi, ia harus berdiri tegak pada

dua orang: orang pertama sebagai pemilik hak yang dapat mengambil manfaat dan

orang kedua sebagai pemenuh hak orang lain. Oleh karena itu, secara fiqh, hak

tidak bisa dimasukan pada kategori pemilikan. Karena ada tiga perbedaan

mendasar antara hak dan kepemilikan. Pertama, selain pemilik hak dapat memakai

13

Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, h. 46 14

Euis Daryati, Menjawab Mis-Understanding antara Anjuran dan Kewajiban; pandangan

Imam Khaemeini ra, diakses dari https://islamfeminis.wordpress.com/2007/04/19/menjawab-mis-

understanding-antara-anjuran-dan-kewajiban-versi-imam-khumaini-ra-1-relasi-hak-dan-

kewajiban/

Page 32: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

19

dan meninggalkan haknya tersebut, iapun dapat pula menggugurkan haknya

tersebut. Atas dasar tersebut, maka dikatakan; “li kuli haqqin

yusqâthaqqahu”(setiap pemilik hak dapat mengugurkan haknya). Perbedaan

kedua, obyek hak selalu berupa pekerjaan, sedang kepemilikan bisa juga

berbentuk selain pekerjaan, termasuk kepemilikan atas benda. Perbedaan ketiga

adalah, kepemilikan masuk dalam kategori kekuasaan secara penuh dan bersifat

kuat, tidak seperti hak. Maksudnya, pemilik sesuatu dapat membelanjakan apapun

yang dimilikiya selama tidak bertentangan dengan syariat, sedang hak hanya

dapat dilaksanakan pada hal-hal tertentu yang berkaitan dengannya saja.15

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, kata hak memiliki banyak

arti tergantung dengan konteks penggunaan kata tersebut. Tetapi yang perlu

digarisbawahi adalah bahwa semua orang itu memiliki hak dan ia akan

mendapatkan haknya apabila ia memenuhi hak-hak yang lain, seperti memenuhi

hak Allah, hak tetangga, dan yang lainnya.

B. Definisi Kewajiban

Kewajiban secara bahasa di ambil dari bahasa Arab yaitu ( واجت) atau ( وجىة),

يجت -وجت adalah masdar dari kataوجىةmerupakan fâ„il dan واجت . Di dalam kamus

al-munjîd mempunyai arti ثجذ (dipastikan/ditetapkan) dan .(menetap)ز16

Dan di

dalam kamus besar bahasa Indonesia kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan;

15

Euis Daryati, Menjawab Mis-Understanding antara Anjuran dan Kewajiban; pandangan

Imam Khaemeini ra, diakses dari https://islamfeminis.wordpress.com/2007/04/19/menjawab-mis-

understanding-antara-anjuran-dan-kewajiban-versi-imam-khumaini-ra-1-relasi-hak-dan-

kewajiban/ 16

Fr.Louis Ma‟luf al- Yassu‟i, Fr. Bernard Tottel al-Yassu‟i, al-Munjid Fi al-Lughah wa

al-A‟lam, h. 887

Page 33: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

20

yang harus dilaksanakan; keharusan.17

Kata واجت di dalam kitab al-Ta‟rîfât secara

bahasa dibaratkan suatu kejatuhan. Maksudnya adalah suatu keharusan yang telah

jatuh kepadanya dan harus dikerjakan. Adanya kewajiban karena adanya dalil,

maka tida ada keraguan di dalamnya.18

Sedangkan secara istilah kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang

bersifat kontraktual. Dengan kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya

diberikan. Salah satu sifat khas utama manusia adalah manusia mampu

mengemban kewajiban utuk mengikuti ajaran agama. Manusia saja yang dapat

hidup dalam kerangka hukum. Mahluk lain hanya dapat megikuti hukum alam

yang sifatnya memaksa.19

Menurut ulama fiqh, kewajiban adalah sesuatu yang

apabila dikerjakan mendapat pahala dan akan mendapat siksa bagi yang

meninggalkanya tanpa ada udzuratau alasan.20

Di dalam ajaran Islam, kewajiban

ditempatkan sebagai salah satu hukum syara‟, yaitu suatu perbuatan yang apabila

dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditingalkan mendapat siksa. Dengan

kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaa hak yang

diwajibkan oleh Allah. Melaksanakan shalat lima waktu membayar zakat bagi

orang yang memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab, dan berpuasa di bulan

Ramadhan misalnya adaah merupakan kewajiban.

Hamka mencatat dalam bukunya, bahwa kata “kewajiban” di dalam agama

Islam ada tiga macam. Pertama dalam bidang “ilmu kalam” atau semacam teologi,

ilmu tentang ketuhanan; kedua “ilmu fiqh” atau “ushul fiqh” dan yang ketiga

17

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1553 18

Ali Muhammad al-Jurjani, al-Ta‟rîfât (al-Haromain, 1421 H), h. 244 19

Rahman Moenir, Makalah Hak, Kewajiban, dan Keadilan, diakses dari

http://www.acamedia.edu/7169737/Makalah-Hak-Kewajiban-dan-Keadilan 20

Ali Muhammad al-Jurjani, al-Ta‟rîfât (al-Haromain, 1421 H) h. 88

Page 34: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

21

dalam bidang “ilmu akhlak” atau etika Islam.21

Kewajiban dalam ilmu kalam

adalah kewajiban bagi manusia bahwa dia harus mengetahui adanya Allah.

Kewajiban dalam ilmu fiqh adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh

seseorang yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan ditinggalkan mendapat

dosa, ini sebagai bentuk pengabdiannya kepada Allah.

Wajib yang ketiga adalah kewajiban menurut akhlak. Ini lebih dalam dari pada

wajib fiqh. Apabila iman seseorang bertambah, takwanya bertambah,

keinsyafannya bertambah dalam hal agama; bukan saja yang wajib menurut fiqh

yang ia kerjakan, yang sunnah juga ia kerjakan. ia tidak lagi membedakan antar

yang sunnah dan yang yang wajib karena ia ingin menambah amal sebanyak-

banyaknya. Apa sebabnya? Ia merasa keinsafan budi (akhlak). Sebab Nabi

Muhammad Saw, diutus bukan semata-mata mengerjakan ilmu fiqh, tapi budi,

“Innamâ bu‟itstu liutammima makârimaal-akhlaq” (tidak lain tidak bukan aku

diutus untuk memperbaiki akhlak manusia, sikap hidup manusia). Bertambah

dalam rasa keinsafan, yang disebut orang Belanda dahulu gewetan, perasaan

halus, sanubari, hati kecil, akan bertambah banyaklah atas kewajibannya.22

Berdasarkan penjelasan di atas, kewajiban adalah sesuatu ketetapan atau

keharusan seseorang yang mesti dia kerjakan dan lakukan untuk memenuhi

tanggung jawabnya. Karena, apabila sesorang tidak menjalankan kewajibannya

maka dia akan mendapatkan konsekuensinya berupa hukuman, sangsi, dan

sebagainya. Sedangkan bagi yang melaksanakan kewajibannya maka ia akan

mendapatkan ganjaran atau balasan.

21

Hamka, Renungan Tasawuf (Jakarta: Republika Penerbit, 2016), h. 22 22

Hamka, Renungan Tasawuf, h. 25

Page 35: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

22

C. Derivasi Kata Hak dan Kewajiban

Derivasi kata al-haqq di dalam bahasa Arab mempunyai banyak bentuk di

antaranya: 1) huqûq ( حمىق) merupakan bentuk jamak dari haqq ( حك). 2) Haqqaqa

.mempunyai arti menguatkan, menegaskan, mewajibkan (حم ك )23

3) haqîqah (حميمخ)

secara bahasa adalah lawan dari kata majaz yaitu yang berarti sebenarnya,

sesungguhnya, pada kenyataanya, atau pada hakikatnya.24

Secara istilah adalah

nama sesuatu yang berdiri pada tempatnya, maksudnya menyebutkan dzat sesuatu

pada asalnya, seperti singa untuk hewan buas.25

4) haqîq ( حميك) mempunyai arti

cocok, pantas, layak, atau mampu. وذايمبي: هى حميك ثىذا وحميك يفع أ (dikatakan: “dia

pantas dengan ini, dia mampu untuk mengerjakan ini”).26

Derivasi kata kewajiban ( واجت) di dalam bahasa Arab juga mempunyai

beberapa bentuk di antaranya: 1) Wujûb ( وجىة) secara bahasamerupakan bentuk

masdar dari kata يجت -وجت mempunyai arti kewajiban, keperluan,dan kebutuhan.

Sedangkan secara istilah adalah keperluan atau permintaan pelaksanaan sesuatu

dan merealisasikanya.27

2) Wajîbah ( وجيجخ) bermakna tugas, pekerjaan, posisi, atau

fungsi. 3) Mûjibah ( ىججخ ) secara bahasa adalah kebajikan atau kejahatan yang

besar.28

Secara istilah adalah suatu dosa atau kebaikan yang besar yang

menyebabkan masuk neraka dan surga.29

23

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Ciputat: Mahmud Yunus wa Dzuriyyah,

2007), h. 106 24

Majdudin Muhammad bin Ya‟qub a-Fairuz Abadi, Al-Qomus al-Muhit, h. 385 25

Ali Muhammad al-Jurjani, al-Ta‟rîfât, h. 88 26

Fr.Louis Ma‟luf al- Yassu‟i, Fr. Bernard Tottel al-Yassu‟i, al-Munjîd Fî al-Lughah wa

al-A‟lam (Dar al-Masyriq: Beirut Libanaon) 2017, h. 144 27

Ali Muhammad al-Jurjani, al-Ta‟rîfât, h. 245 28

Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Ciputat: Mahmud Yunus wa Dzuriyyah,

2007), h. 492 29

Majdudin Muhammad bin Ya‟qub a-Fairuz Abadi, Al-Qomus al-Muhit, h.1731

Page 36: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

23

BAB III

MENGENAL AL-SYA„RÂWI DAN WAHBAH AL-ZUHAILI SERTA

TAFSIR MEREKA

A. Mengenalal-Sya„râwi

1. Riwayat Hidup

Nama lengkap al-Sya„râwi adalah Muhammad bin Mutawalli al-Sya„râwial-

Husainia. Al-Sya„râwi lahir pada hari Ahad tanggal 17 Rabiut Tsani 1329 H

bertepatan dengan 16 April 1911 M di desa Daqadus, Mait Ghamair,

Dakhaliyyah.1Wafat pada 22 Safar 1419 H bertepatan dengan 17 Juni 1998 M,

dimakamkan di desa Daqadus. Ayahnya membeli gelar “Amîn” dan gelar ini

dikenal masyarakat di daerahnya. Beliau ayah dari tiga anak laki-laki dan dua

anak perempuan yang bernama Sami, Abdurrahim, Ahmad, Fatimah dan Salihah.2

Terbilang lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya merupakan seorang

petani yang menyewa sebidang tanah di kampungnya untuk digarap sendiri.

Namun ayahnya memiliki perangai yang sangat terpuji, seorang „alim dalam

beribadah. Pada lingkungan yang demikian itu memberi pengaruh yang sangata

signifikan pada perkembangan keilmuan ke-Islaman beliau, sebab ayahnya

memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakater al-Sya„râwi.3

1Riesti Yuni Mentari,Penafsiran al-Sya‟rawi Terhadap al-Qur‟an Tentang Wanita

Karir(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, tahun 2011) h. 27 2Nasrul Hidayat, Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”,(Tesis S2 Pascasarjana

UIN Makasar, tahun 2016), h.21 3Hikmatiar Pasya, “Studi Metodologi Tafsir al-Sya„râwi”. Studia Quranika. Vol. 1, No.2,

Januari 2017, h. 45

Page 37: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

24

Al-Sya„râwi seorang muballigh yang karismatik, disegani dan dikagumi di

Mesir, baik lapisan masyarakat bawah maupun masyarakat akademik. Selain di

Mesir, ia juga sering tampil di berbagai media, baik di media elektronik maupun

di media massa, antara lain di Sudan, Saudi Arabia dan negara Arab lainnya

dengan penampilan dan gaya khas ia miliki. Ia sering menggunakan peci dalam

setiap penampilan dengan gaya bicara yang amat memukau dan dengan bahasa

yang indah, popular dan amat mudah dimengerti, terutama ketika membahas ayat-

ayat al-Qur‟an.4

2. Pendidikan dan Karir al-Sya„râwi

Sejak kecil al-Sya„râwi gemar menuntut ilmu. Hal ini tidak terlepas dari

dorongan orang tuanya yang sangat cinta akan ilmu. Al-Sya„râwi mengaku,

sebagaimana yang dikutip oleh Nasrul Hidayat:

“Ayahku sangat gandrung akan ilmu dan senantiasa berteman dengan ulama.

Beliau suka menolong penuntut ilmu, ayahku juga berkeinginana memasukanku

ke al-Azhar karena mimpi yang dilihat pamanya ketika aku dilahirkan ke dunia.

Kakekku berkata: di malam ini aku diberi kabar gembira, aku melihatnya dalam

mimpiku seraya menunjuk kea rah mimbar masjid, ia pun berkata: Aku

melihatnya di atas mimbar, dengan wajah “katkut” (anak ayam) berkhutbah di

hadapan manusia.”5

Mendengar apa yang diucapkan kakeknya, ayahnya pun berkomentar: “Anak

ini harus menjadi orang yang berilmu”. Sejak saat itu ayahnya berkeinginan

memasukkannya ke sekolah al-Azhar, walaupun al-Sya„râwi tidak berhasrat untuk

memasukinya.

4Achmad, “Mutawalli al-Sya„râwidan Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-

Maidah ayat 27-34”. Al-Daulah. Vol.1 No 2, Juni 2013, h. 121 5Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”, h. 23

Page 38: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

25

Pendidikan al-Sya„râwi dimulai dengan menghafal al-Qur‟an dari ulama di

daerahnya yang bernama, Syaikh „Abd al-Majid Pasha, dan ia mampu

menyelesaikan pada usia 11 tahun. Adapun pendidikan formalnya, diawali dengan

menuntut ilmu di sekolah dasar al-Azhar Zaqaziq pada tahun 1926 M. Kemudian

melanjutkan studinya ke jenjang sekolah menengah di daerah yang sama dan

meraih ijazah pad atahun 1936 M. Al-Sya„râwi terbilang sangat cerdas, hal

demikian yang memaksanya untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas al-

Azhar Fakultas Bahasa Arab pada tahun 1937 M.6

Selanjutnya ia masuk ke Dirasah „Ulya. Di sini ia mempelajari berbagai ilmu

kependidikan, antara lain ilmu jiwa, menajemen pendidikan, dasar-dasar

pendidikan, sejarah pendidikan, pendidikan terapan/praktis, metode pendidikan,

pendidikan kesehatan jasmani, dan lain-lain. Pada tahun 1943 M ia memperoleh

gelar Alamiyyat dalam bidang kependidikan, kemudian menerima surat

pengangkatan menjadi guru.7

Al-Sya„râwi semasa hidupnya memangku berbagai jabatan. Adapun awal karir

yang ia tekuni adalah guru di sekolah al-Azhar Tanta, kemudian ia dimutasi ke

sekolah al-Azhar di Iskandariyah, kemudian di Zaqaziq. Lambat laun karir al-

Sya„râwi semakin menanjak. Ia kemudian diangkat menjadi dosen jurusan Tafsir-

Hadis di Fakultas Syariah Universitas al-Malik „Abd al-„Azîz di Makkah pada

tahun 1951 M. Di Universitas ini ia mengajar selama sembilan tahun.

Pada tahun 1960 M, ia diangkat menjadi wakil sekolah al-Azhar di Tanta dan

memangku jabatan direktur dalam bidang pengembangan dakwah Islam pada

6Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir al-Sya„râwi, h. 45

7Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsiral-Sya„râwi”, h. 24

Page 39: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

26

Departemen Wakaf pada tahun 1961 M. Pada tahun 1962 M, al-Sya„râwi diangkat

menjadi pengawas pengembangan bahasa Arab di al-Azhar dan ditunjuk sebagai

asisten pribadi Grand Syekh Hasan Makmûn pada tahun 1964 M.

Pada tahun 1964 M, ia mengikuti progam ekspedisi di al-Azhar ke Aljazair

pasca kemerdekaan negri ini. Pemerintah Aljazair juga berjasa kepada al-Sya„râwi

dalam menghulangkan sisa-sisa imprealisme Perancis, dengan meletakan kaidah-

kaidah baru dalam bahasa Arab.

Pada tahun 1967 M beliau kembali ke Kairo da bekerja sebagai Direktur

Kantor Grand Syekh Hasan Makmûn. Pada tahun 1970 M, ia menjadi tenaga

pengajar tamu di Universitas al-Malik „Abd al-„Azîz Makkah dan diangkat oleh

Universitas al-Malik „Abd al-„Azîz sebagai rector pada program pascasarjana.

Selajutnya Mesir mulai mengenal namaal-Sya„râwi semua masyarakat

melihatnya dan mendengarkan ceramah keagamaan dan penafsirannya terhadap

al-Qur‟an selama kurang lebih 25 tahun.8

Pada tahun 1976 M, al-Sya„râwi dipilih oleh pimpinan Kabinet Mamduh

Salim sebagai Mentri Wakaf dan pada tanggal 26 Oktober 1977 M, ia ditunjuk

kembali menjadi Mentri Wakaf dan Mentri Negara yang berkaitan erat dengan al-

Azhar dalam kaninet yang dibentuk oleh Mamduh Salim.

Pada tanggal 15 Oktober 1978 M, ia diturunkan dengan hormat dalam

formatur cabinet yang dibentuk oleh Mustafâ Khalil. Kemudian ia ditunjuk

menjadi salah satu pemrakasa berdirinya universitas “al-Syu‟ub al-Islamiyah al-

„Arabiyyah”, namun al-Syarawi menolaknya. Pada tahun 1980 M al-Syarawi

8Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”, h. 27

Page 40: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

27

diangkat sebagai anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), akan tetapi ia

menolah jabatan strategis ini.

Atas jasa-jasa tersebut, al-Sya„râwi mendapat penghargaan dan lencana dari

Presiden Husni Mubarak dalam bidang pengembangan ilmu dan budaya di tahun

1983 M pada acara peringatan hari lahir al-Azhar yang ke-1000.

Al-Sya„râwi ditunjuk sebagai anggota litbang (penelitian dan pengembangan)

bahasa Arab oleh lembaga “Mujamma‟ al-Khalidin”, perkumpulan yang

menangani perkembangan bahasa Arab di Kairo pada tahun 1987 M. tahun 1988

M memperoleh medali kenegaraan dari Presiden Husni Mubarak di acara

peringatan hari da‟i dan di tahun ini ia mendapatkan penghargaan kenegaraan.9

Pada tahun 1990 M, al-Sya„râwi mendapat gelar “guru besar” dari Universitas

al-Mansurah dalam bidang adab dan pada tahun 1419 H/1998 M ia memperoleh

gelar kehormatan sebagai شخصيخ اإلساليخ األو profil Islami pertama di dunia Islam

di Dubai serta mendapatkan penghargaan dalam bentuk uang dari putera mahkota

al-Nahyan, namun ia menyerahkan penghargaan ini kepada al-Azhar dan pelajar

al-Bu‟us al-Islamiyyah (pelajar-pelajar yang berasal dari negara-negara Islam di

seluruh dunia).10

Di usia 87 tahun, pada hari rabu 17 juni 1998 M, Mutawalli al-Sya„râwi

menghembuskan nafas terakhirnya. Jasadnya dimakamkan di Mesir.11

9Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”, h. 27

10Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”, h. 28

11Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Sya„râwi”, h. 28

Page 41: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

28

3. Profil Tafsir al-Sya„râwi

a. Nama Tafsir

Nama kitab tafsir al-Sya„râwi lebih populer dengan nama Tafsîr al-

Sya„râwi. Pada dasarnya penamaan ini bukan dari al-Sya„râwi, karena dia sendiri

menyatakan bahwa al-Qur‟an tidak mungkin ditafsirkan. Oleh karena itu kitab

tafsirnya disebut Khawâtir al-Sya„râwi Haul al-Qur‟an al-Karîm.12

Yang

dimaksudkan sebagai sebuah perenungan (Khawâtir)dari diri al-Sya„râwi terhadap

ayat-ayat al-Qur‟an yang tentunya bisa saja salah atau benar. Sebagaimana yang

diungkapkan al-Sya„râwi, dikutip oleh Riesti Yuni Mentari:

“Hasil renunan saya terhadap al-Qur‟an bukan berarti tafsiran al-Qur‟an,

melainkan hanya percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang

mukmin saat membaca al-Qur‟an. Kalau memang al-Qur‟an dapat

ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak menafsirkan hanya Rasulullah

saw, karena kepada Rasulullah ia ditirunkan. Dia banyak menjelaskan

kepada manusia ajaran al-Qur‟an dan dimensi ibadah, karena hal itulah

yang diperlukan umatnya saat ini. Adapun rahasia al-Qur‟an tentang alam

semesta, tidak ia sampaikan, karena kondisi sosio-intelektual saat itu tidak

memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika ha itu disampaikan akan

menimbulkan polemic yang pada gilirannya akan merusak puing-puing

agama, bahkan akan memalingkan umat dari jalan Allah swt.”13

Kitab ini merupakan hasil kreasi yang dibuat oleh murid al-Sya„râwi yakni

Muhammadal-Sinrawi, „Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpula pidato-pidato atau

ceramah-ceramah yang dilakukan al-Sya„râwi. Sementara itu, hadis-hadis yang

terdapat dalam kitab Tafsir al-Sya„râwiditakhrij oleh Ahmad „Umar Hasyim.

Kitab ini diterbitkan oleh Akhbar al-Yawm Idarah al-Kutub wa al-Maktabah pada

tahun 1991 M (tujuh tahun sebelum al-Sya„râwi meninggal dunia). Dengan

12

Achmad, “Mutawalli al-Sya„râwidan Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-

Maidah ayat 27-34”, h. 122 13

Riesti Yuni Mentari, “Penafsiran al-Syarawi Terhadap al-Qur‟an Tentang Wanita

Karir”, h.36

Page 42: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

29

demikian, Tafsir al-Sya„râwiini merupakan kumpulan hasil-hasil pidato atau

ceramah al-Sya‟rawi yang kemudian diedit dalam bentuk tulisan buku oleh murid-

muridnya.14

Tafsir al-Sya„râwi tidak seperti karya tafsir lainnya karena maksud dan

tujuannya adalah mengungkapkan kemu‟jizatan dal-Qur‟an dan menyampaikan

ide-ide keimanan kepada pemirsa, pendengar, dan pembaca. Oleh karena itu kitab

ini tidak ditulis dengan gaya bahasa pidato dan tidak ditulis juga dengan gaya

bahasa karya tulis ilmiah melainkan ditulis dengan gaya bahasa ceramah dari

seorang guru dihadapan para murid dan pendengarnya yang beragam tingkat

pendidikan maupun status. Maka penafsiran yang disampaikan al-Sya„râwi isinya

tidak lepas dari kemu‟jizatan al-Qur‟an dan nilai-nilai ajaran Islam. Di sinilah

letak perbedaan al-Qur‟an dan kitab suci sebelumnya. Bahwa al-Qur‟an bukan

sekedar ajarn namun juga sebuah mu‟jizat yang Allah turunkan kepada Nabi

Muhammad.15

b. Metode dan Corak Tafsir

Pada umumnya paramufasir menggunakan metode yang tidak terlepas dari

empat metode penafsiran, yaitu tahlili,ijmâli, muqaran danmaudû‟î.Metode

tahlili (analitis) yang dimaksud dengan metode ini ialah menafsirkan ayat-ayat al-

Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat

yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya.

Dan juga berusaha untuk menerangkanarti ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai

seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dari mushaf, dengan

14

Riesti Yuni Mentari, Penafsiran al-Syarawi Terhadap al-Qur‟an Tentang Wanita Karir,

h. 37 15

Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam Tafsir al-Syarawi”, h. 35

Page 43: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

30

menonjolkan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayat-nya, surah-surah-

nya, sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan dengannya, pendapat-

pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri diwarnai oleh latar

belakang pendidikan dan keahliannya.16

Metode ijmâlî yaitu menafsirkan al-Qur‟an secara singkat dan global tanpa

uraian panjang lebar. Metode ini menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an secara ringkas

tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca.

Sistematika penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf.

Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur‟an.17

Metode muqaran (komparatif) ialah penafsiran sekelompok ayat al-Qur‟an

yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat

dengan ayat atau antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau

antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi

perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan.18

Metode maudû‟î (tematik) ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur‟an

sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat berkaitan

dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang

terkait dengannya, seperti sebab-sebab turunnya ayat, kosakata dan lain

sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-

16

Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikut Warna

atau Corak Mufassirin)”, Al-Mawarid Edisi XVII, Tahun 2008, h. 274 17

Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikut Warna

atau Corak Mufassirin)”, h. 272 18

Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikut Warna

atau Corak Mufassirin)”, h. 278

Page 44: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

31

dalil atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik

argumen yang berasal dari al-Qur‟an, hadis, maupun pemikiran rasional.19

Selanjutnya di dalam tafsir al-Qur‟an juga terdapat beberapa corak penafsiran

di antarannya adalah corak tafsir fiqh, falsafî,„ilmî, tarbawî, akhlaqî, „itiqadî, sufî,

adabî„ijtimaî. Untuk metode tafsir, langkah-langkah yang dilakukan al-Sya„râwi

telah sesuai dengan ciri-ciri kitab tafsir yang menggunakan metode tahlili yaitu

menjelaskan kosa kata dan lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang

dituju dan kandungan ayat yaitu unsur i‟jaz, balâghah dan keindahan susunan

kalimat, menjelaskan istinbât dari ayat, serta mengemukakan kaitan antara ayat-

ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya (munâsabah al-ayah

wa al-suwar), dengan merujuk kepada asbâb al-nuzul, hadis-hadis Rasulullah

saw., riwayat sahabat dan juga riwayat tabi‟in.20

Corak penafsiran yang menonjol dalam penafsiran al-Sya„râwi adalah adabî

ijtima„î yang fokus pembahasannya adalah mengemukakan ungkapan-ungkapan

al-Qur‟an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud

oleh al-Qur‟an dengan gaya bahasa yang indah dan menarik, kemudian berusaha

menghubungkan nas-nas al-Qur‟an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial

dan sistem budaya yang ada.21

Berikut adalah contoh bahwa al-Sya„râwi

menggunakan metode tahlili dan bercorak adabî ijtima„î dalam penafsirannya.

Sebagai contoh, ketika menjelaskan surah al-Baqarah ayat 258:

19

Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikut Warna

atau Corak Mufassirin)”, h. 279 20

Nasrul Hidayat, “Konsep Wasatiyah dalam al-Sya„râwi”,h. 41 21

Abdul Syukur, “Mengenal Corak Tafsir al-Qur‟an”, El-Furqonia. Vol. 01, No. 01,

Agustus 2015, h. 99

Page 45: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

32

اه آ ن أ و ب ر ف م ي ى ر ب إ اج ي ق ذ ال ل إ ر ل أ ي و ي ي ي ذ ال ب ر م ي اى ر ب إ ال ق ذ إ ك ل اهلل ادل

.يت م أ ي و ي ق ا أ ن أ ال ق يت ي

Allah berfirman: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat

Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang

itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan, “Tuhanku adalah yang

menhidupkan dan mematikan.”

Pada ayat ini al-Sya„râwi menjelaskan dari segi kebahasaan. Ayat di atas

didahului dengan ungkapan )أ رز(. Kalimat ini terdiri dari hamzah (أ) yang

merupakan bentuk tanda tanya (adât istifhâm), dan huruf lam () merupakan

huruf yang digunkan untuk menafikan sesuatu. Sedangkan pada kata setelahnya,

yaitu tara (رز) dari bentuk fi„il mudâri„, berarti kamu melihat. Kalimat ini

menambah keindahan sekaligus memberikan nuansa makna yang begitu

mendalam.

Huruf hamzah yang datng sebelum huruf lam merubahnya menjadi bentuk

pengingkaran terhadap pekerjaan yang dinafikkan (في). Sehingga membawa kita

pada makna sebenarnya, yaitu anta raaita (أذ رأيذ), yang berarti kamu telah

melihatnya. Begitu kurang lebih dari segi kebahasaan yang dijelaskan olehal-

Sya„râwi.22

Penjelasan penafsiran dari segi kebahasaan di atas, selain menjelaskan

kedudukan kata (kaidah granatikal), ia juga menjelaskan bagaimana ketika

penggunaan kaidah kebahasaan pada al-Qur‟an memiliki makna yang ingin

dimaksudkan, sehingga memudahkan pemahaman dari kalimat yang tersusun

22

Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir al-Sya„râwi, h. 50

Page 46: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

33

dalam al-Qur‟an. Sebagai bukti, al-Sya„râwi menjelaskan secara mendalam

tentang kedudukan bahasa, dan kemudian menjelaskan tujuan dari susunan

kalimat yang digunakan al-Qur‟an.

Selanjutnya al-Sya„râwi juga di dalam tafsirnya, menafsirkan dengan

mengkontruksi ayat dengan menggunakan ayat lain yang dianggap memiliki

korelasi pada kajian yang sedang dibahas guna memberikan pemahaman yang

lebih baik. Sebagai contoh, ketika menjelaskan surah al-An„am ayat 75:

وقنني. ير ن ك ذل ك و إب راىيم ملكوت السماوات والرض وليكون من ادل

Allah berfirman: Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-

tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi dan (Kami

memperlihatkannya) agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Di sini al-Sya„râwi ingin menjelaskan kata, al-malakût merupakan kata yang

diambil dari bentuk kata kerja, malaka (ه) yang berarti menguasai, sehingga

menunjukan makna ism fa„il (pelaku). Demikian itu, kata ini merupakan bentuk

format intensitas, yang menunjukkan pelaku melakukan sesuatu dalam kadar yang

besar. Maka pada kata malakût menunjukan makna kekuasaan.

Dengan demikian, kata malakût mengantarkan kita pada pemahaman atas

hakikat sesuatu yang tidak terbatas (hakikat pelaku), sehingga berkaitan dengan

yang nonfisik dan metafisik. Maka demikian, jika dikatakan, “Kekuasaan-Nya

meliputi segenap langit dan bumi,” kalimat ini menunjukkan bahwa otoritas-Nya

tidak terjangkau. Sebaliknya pada kata malaka, itu ditujukan kepada sesuatu yang

Page 47: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

34

terbatas, sehingga menyangkut dengan pengetahuan yang tampak. Sebagaimana

dijelaskan dalam al-Qur‟an surah al-Syu‟ara ayat 77-81, dalam tafsir al-Sya„râwi.23

Mengenai corak penafsiran al-Sya„râwi yaitu adabî ijtima„î dapat dilihat

ketika ia menafsirkan surah al-Maidah ayat 33:

ا جزاء الذين يارب ون اهلل ورسولو ويسعون ف الرض فسادرا أن ي قت لوا أو يصلبوا أو قطع إن

ن يا وذلم ف اآلخر فوا من الرض ذلك ذلم خزي ف الدأ ة عذاب أيديهم وأرجلهم من خلف أو ي ن

عظيم.

Allah berfirman: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang

memerangi Allah dan rasul-Nya dan memebuat kerusakan di muka bumi,

hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan atau kaki mereka

dengan cara menyilang atau dibuang dari negri (tempat kediamannya). Yang

demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat

mereka peroleh siksaan yang besar.

Dalam tafsirnya al-Sya„râwi berpendapat bahwa orang-orang yang memerangi

Allah dan rasul-Nya, adalah termasuk orang-orang yang keluar dari pada

mestinya, sehingga ia menjadi perusak. Dengan demikian, lanjut al-Sya„râwi,

maka balasannya adalah berupa dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan

kaki secara menyilang atau diasingkan dari negrinya.

Adapun makna األرض فىا oleh al-Sya„râwi dipahami sebagai upaya ي

mengasingkan pelaku di sebuah lokasi yang jauh dan terpencil lagi tidak mudah

meninggalkannya. Hal ini bertujuan menghalangi pelaku kejahatan untuk

23

Hikmatiar Pasya, Studi Metodologi Tafsir al-Sya„râwi, h. 53

Page 48: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

35

mengganggu masyarakat. Dari sini sangat jelas bahwa al-Sya„râwi sangat

memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan sosial.24

B. Mengenal Wahbah al-Zuhaili

1. Riwayat Hidup

Wahbah al-Zuhaili lahir di Dayr „Atiyah, sebuah daerah di Damaskus pada

tahun 1351 H/1932 M. ia lahir dan besar di lingkungan keluarga ulama. Ayahnya,

Mustafâ al-Zuhaili, adalaj seorang ulama besar di daerahnya, hafal al-Qur‟an, dan

di kenal oleh masyarakat luas sebagai seorang yang wara‟, sangat ketat dengan

halal-haram, tekun beribadah dan berpuasa.25

Syekh Wahbah al-Zuhaili dikenal sebagai pakar fiqih kontemporer di abad ke-

20. Pada tahun 2014 beliau masuk daftar 500 tokoh muslim berpengaruh di dunia.

Tokoh berpengaruh kebanyakan melakukan sesuatu yang luar biasa dalam

hidupnya. Menurut kesaksian murid-muridnya, Wahbah meluangkan waktu

sekitar 15 jam per hari untuk menulis dan membaca. Sehinnga beliau mampu

membuahkan karya-karya yang monumental setingkat ensiklopedi. Karya

monumentalnya adalah al-Fiqh al-Islâm wa „Adilatuh dan Tafsîr al-Munîr.26

24

Achmad, “Mutawalli al-Sya„râwidan Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-

Maidah ayat 27-34”, h. 131 25

Lilik Ummi Kaltsum, “Hak-Hak Perempuan dalam Pernikahan Menurut Wahbah al-

Zuhaili”(Makalah diterbitkan di Jurnal Studi Gender Palastren, STAIN Kudus, vol.5, no.1, Juni

2012) h. 3 26

Fadh Ahmad Arifan, Dr.Wahbah Zuhaili, Riwayat hidup dan karyanya, diakses

darihttps://www.dakwatuna.com/2015/09/04/74702/dr-wahbah-al-zuhaili-riwayat-hidup-dan-

karyanya/amp/

Page 49: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

36

2. Pendidikan dan Karir

Sebelum menginjak usia sekolah, Wahbah belajar agama kepada orang

tuanya, terutama kepada ayahnya. Setamat dari Madrasah Ibtidaiyah, Wahbah

melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah di Damaskus. Pendidikan S1-nya lulus

pada tahun 1953 M. Pendidikannya di Program Pascasarjana Fakultas Syariah

Universitas al-Azhar, Mesir, diselesaikan dalam tiga tahun. Di Universitas inilah

beliau memperoleh gelar doctor dalam bidang syariah.27

Beliau mendapat pendidikan dasar di desanya, pada tahun 1946 M, pada

tingkat menengah beliau masuk pada jurusan Syariah di Damsyiq selama 6 tahun

hingga pada tahun 1952 M mendapat ijazah menengahnya, yang dijadikan modal

awal masuk pada Fakultas Syariah dan Bahasa Arab di al-Azhar dan Fakultas

Syari‟ah di Universitas „Ain Syam dalam waktu yang bersamaan.28

Ketika itu

Wahbah memperoleh tiga ijazah antara lain:

1. Ijazah B.A dari Fakultas Syariah Universitas al-Azhar pada tahun 1956 M

2. Ijazah Takhasus Pendidikan dari Fakultas Bahasa Arab Universitas al-

Azhar pada tahun 1957 M

3. Ijazah B.A dari Fakultas Syariah Universitas „Ain Syam pada tahun 1957

M

Dalam masa lima tahun beliau mendapatkan tiga ijazah yang kemudian

diteruskan ke tingkat pascasarjana di Universitas Kairo yang ditempuh selama dua

tahun dan memperoleh gelar M.A dengan tesis yang berjudul “al-Zira‟i fî al-

27

Lilik Ummi Kaltsum, “Hak-Hak Perempuan dalam Pernikahan Menurut Wahbah al-

Zuhaili”, h. 3 28

Putri Ajeng Fatimah,“Waris Kalalah dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili” (Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, tahun 2011), h. 15

Page 50: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

37

Siyasah al-Syar‟iyyah wa al-Fiqh al-Islamî”, dan merasa belum puas dengan

pendidikannya beliau melanjutkan ke program doctoral yang diselesaikannya pada

tahun 1963 M dengan judul disertasi “Atsar al-Harb fî al-Fiqh al-Islamî” di

bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam Madkur.29

Pada tahun 1963 M, ia diangkat sebagai dosen di Fakultas Syari‟ah

Universitas Damaskus dan secara berturut-turut menjadi Wakil Dekan, kemudian

Dekan dan Ketua Jurusan Fiqh Islami wa Madzhabi di fakultas yang sama. Ia

mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan dikenal alim dalam bidang fiqh, tafsir

dan dirasah islamiyyah. Adapun guru-gurunya adalah Muhammad Hasim al-

Khatib al-Syafi‟î (w. 1958 M) seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau belajar

darinya fiqh al-Syafi‟î; mempeajari ilmu fiqh dari Abdul Razaq al-Hamasî (w.

1969 M); ilmu hadis dari Mahmud Yassin (w. 1948 M); ilmu faraid dan wakaf

dari Judat al-Mardinî (w. 1957 M); ilmu tafsir dari Hassan Habnakah al-Midanî

(w. 1978 M); ilmu bahasa Arab dari Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986 M); ilmu

ushul fiqh dan mustalah hadis dari Muhammad Lutfi al-Fayumî (w. 1990 M); ilmu

akidah dan kalam dari Mahmûd al-Rankûsî.30

Wahbah juga dilantik sebagai guru besar dalam disiplin hukum Islam pada

salah satu universitas di Suriah. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada

sejumlah universitas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan

Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada

Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang

29

Putri Ajeng Fatimah, “Waris Kalalah dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili”, h. 16 30

Putri Ajeng Fatimah, “Waris Kalalah dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili”, h. 17

Page 51: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

38

ketiganya ada di Sudan. Dia juga pernah mengajar pada Universitas Emirat

Arab.31

3. Profil Tafsir Wahbah Zuhaili

a. Nama tafsir

Tafsir Wahbah Zuhaili diberi nama al-Munir yang merupakan isim fâ„il dari

kata anara (dari kata nûr: cahaya) yang berarti yang menerangi atau yang

menyinari. Sesuai namanya, mungkin Wahbah Zuhaili bermaksud menamai kitab

kitab tafsir ini dengan nama Tafsîr al-Munîr adalah ia berkeingninan supaya kitab

tafsirnya ini, dapat menyinari orang yang mempelajarinya, dapat menerangi orang

yang membacanya, dan dapat memberikan pencerahan bagi siapa saja yang ingin

mendapatkan pencerahan dalam memahami makna kandungan ayat-ayat al-

Qur‟an dalam kitab tafsirnya ini.32

Tafsîr al-Munîr bisa dibilang sebagai karya monumental ia dalam bidang

tafsir. Tafsir ini ditulis kurang lebih selama 16 tahun (mulai dari tahun 1975

sampai tahun 1991 M). Tafsir ini menjelaskan seuruh ayat al-Qur‟an, mulai dari

surah al-Fâtihah samapai surah al-Nâs, yang terdiri dari 16 jilid, masing-masing

jilid memuat 2 juz (bagian) dan seluruhnya terdiri dari 32 juz, dan dua juz terakhir

berisi al-fihris al-syâmil, semacam indeks yang disusun secara alfabetis.

Tujuan utama tafsir ini, sebagaimana yang dikemukakan oleh Wahbah al-

Zuhaili pada bagian pengantar, dikutip oleh Baihaki adalah sebagai berikut:

31

Putri Ajeng Fatimah, “Waris Kalalah dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili”, h. 18 32

Baihaki,“Studi Kitab Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhaili Dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama”. Analisis. Vol XVI No. 1, Juni 2016, h. 133

Page 52: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

39

“Tujuan utama dalam penyusunan kitab tafsir ini adalah mempererat

hubungan antara seorang muslim dengan al-Qur‟an berdasarkan ikatan

akademik yang kuat, karena al-Qur‟an merupakan hukum dasar bagi

kehidupan umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus.

Oleh karan itu, saya tidak hanya menerangkan hukum-hukum fiqih dalam

berbagai permasalaha yang ada, dalam pengertiannya yang sempit dan

dikenal dikalangan fuqaha, tetapi saya bermaksud menjelaskan hukum-

hukum yang diistibatkan dari ayat-ayat al-Qur‟an dengan makna yang

lebih luas, yang lebih dalam dari sekedar pemahaman umum, yang

meliputi akidah dan akhlak, manhaj dan perilaku, konstitusi umum, dan

faedah-faedah yang diambil dari ayat-ayt al-Qur‟an, baik yang eksplisit

maupun yang implsit, baik dalam struktur sosial untuk setiap komunitas

masyarakat maju dan berkembang maupun dalam kehidupan pribadi bagi

setiap manusia.”33

Kitab Tafsir al-Munîr ini ditulis setelah pengarangnya menyelesaikan

penuisan dua kitab yang komprehensif dalam temanya masing-masing, yaitu

Ushul Fiqh al-Islâmî (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islâmî wa „Adillatuhu (11 jilid).

Ketika itu, ia telah menjalani masa mengajar di perguruan tinggi selama lebih dari

30 tahun dan melakukan riset dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk fiqih dan

hadis. Ketika itu, ia telah menghasilkan buku dan artikel yang berjumlah lebih

dari tiga puluh buah. Setelah itu, ia mulai menulis kitab Tafsir al-Munîr, yang

pertama kalinya diterbitkan oleh Dar al-Fikr Beirut Libanon dan Dar al-Fikr

Damaskus, Syiria yang berjumlah 16 jilid bertepatan pada tahun 1991 M/1411 H.

Dengan demikian, tafsir ini ditulis ketika ia telah mencapai puncak karir

intelektualnya. Kitab ini telah diterjemahkan di berbagai negara, di antaranya

Turki, Malaysia, dan Indonesia.34

33

Baihaki, “Studi Kitab Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhaili dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama”, h. 134 34

Baihaki, “Studi Kitab Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhaili dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama”, h. 135

Page 53: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

40

b. Metode dan Corak Tafsir

Setelah mengamati tafsirnya dapat disimpulkan bahwa metode penafsirannya

adalah metode tahlili karena penafsirannya dimulai dari surah al-Fatihah secara

runtut dan berakhir pada surah al-Nisâ. Wahbah mengemas metode tahlili ini

denganmemberikan beberapa tema perkelompokan ayat untuk mempermudah

pemahaman.35

Adapun kerangka pembahasan atau sistematika pembahasan dalam tafsirnya

ini, al-Zuhaili menjelaskan dalam pengantarnya, sebagai berikut:36

1. Mengklasifikasikan ayat al-Qur‟an ke dalam satu topik pembahasan

dan memberikan judul yang cocok

2. Menjelaskan kandungan setiap surat secara global

3. Menjelaskan aspek kebahasaan

4. Menjelaskan sebab-sebab turunya ayat dalam riwayat yang paling

sahih dan mengesampingkan riwayat yang lemah jika ada, serta

menjelaskan kisah-kisah sahih yang berkaitan dengan ayat yang

hendak ditafsirkan

5. Menjelaskan ayat-ayat yang ditafsirkan dengan rinci

6. Mengeluarkan hukum-hukum yag berkaitan dengan ayat yang sudah

ditafsirkan

7. Membahas balâghah (retorika) dan i„râb (sintaksis) ayat-ayat yang

hendak ditafsirkan

35

Lilik Ummi Kaltsum, “Hak-Hak Perempuan dalam Pernikahan Menurut Wahbah al-

Zuhaili”, h. 5 36

Baihaki, “Studi Kitab Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhaili dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama”, h. 136

Page 54: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

41

Jika dilihat dari penafsiran Wahbah al-Zuhaili dari kitab tafsirnya, corak tafsir

beliau yang lebih menonjol adalah corak fiqh, yaitucorak tafsir yang

kecenderungannya mencari hukum-hukum fiqh di dalam ayat-ayat al-Qur‟an.

Corak ini memiliki kekhususan dalam mencari ayat-ayat yang secara tersurat

maupun tersirat mengandung hukum-hukum fiqh.37

Berikut salah satu contoh bahwa Wahbah menggunakan metode tahlili dan

bercorak fiqh dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an. Penafsiran Wahbah dalam surat

al-Baqarah ayat 63-66:

. ث ن و ق ت م ك ل ع ل و ي ا ف ا م و ر ك اذ و ة و ق ب م نك ي ا مآ آو ذ خ ر و الطأ م ك ق و ا ف ن ع ف ر و م ك اق ث ي ا م ن ذ خ أ ذ إ و

ا و د ت اع ن ي ذ ال م ت م ل ع د ق ل . و ن ي ر اخلس ن م م ت ن ك ل و ت ح ر و م ك ي ل اهلل ع ل ض ف ل و ل ف ك ذل د ع ب ن م م ت ي ل و

ةر ظ ع و م ا و ه ف ل ا خ م ا و ه ي د ي ني ا ب م ل الر ك ا ن ى ان ل ع ج . ف ني ئ اس خ ةر د ر وا ق وان ك م ا ذل ن ل ق ف ت ب الس ف م ك ن م

.ني ق ت م ل ل

Allah berfirman: Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan

Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman):

Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa

yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa. Kemudian kamu berpaling setelah

(adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya

atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi. Dan sesungguhnya telah

kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari sabtu, lalu Kami

berfirman kepada mereka, Jadilah kamu kera yang hina. Maka kami jadikan yang

demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang

datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (Qs.

Al-Baqarah ayat 63-66)

37

Abdul Syukur, “Mengenal Corak Tafsir al-Qur‟an”, El-Furqonia. Vol. 01, No. 01,

Agustus 2015, h. 99

Page 55: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

42

Di dalam tafsirnya tersebut Wahbah mengelompokan ayat-ayat tersebut dan

memberi tema “Sebagian Kejahatan Kaum Yahudi dan Hukuman Mereka”.

Wahbah menjelaskan dari segi balâghah ( لزدح )وىاىا perintah ini bukan perintah

dalam arti yang sebenarnya, melainkan yang dimaksud adalah makna penghinaan

dan penistaan. Lalu dari segi i„râb ( لزدح خبسئي اىا)وى ini adalah perintan takwîn

(penciptaan), bukan perintah taklîf (pembebasan tugas). Maksud perintah ini

adalah menjadikan mereka kera. (لزدح) adalah khabar kâna, sedang (خبسئي) sifah

bagi (لزدح), atau khabar sesudah khabar, atau hâl dari damîr dalam (وىاىا). Dari

segi kebahasaan (خبسئي) maksudnya dalam keadaan jauh dari rahmat Allah,

mereka binasa tiga hari kemudian.38

Wahbah juga menjelaskan kaitan ayat-ayat ini dengan ayat yang sebelumnya,

bahwa ayat yang sebelumnya mengingatkan Bani Israil akan nikmat-nikmat yang

luar biasa. Adapun ayat-ayat ini mengecam pelanggaran-pelanggaran dan maksiat-

maksiat yang mereka perbuat. Wahbah menjelaskan secara rinci ayat-ayat ini,

beliau memberikan gambaran terhadap orang-orang Yahudi yang melanggar

perintah Allah dengan pergi menangkap ikan pada hari sabtu, padahal telah

dilarang bekerja pada hari itu oleh Mûsâ. Sehingga mereka mendapatkan

hukuman berupa perubahan mereka menjadi kera. Beliau juga mencantumkan

pendapat-pendapat para ulama tentang pandangan mereka mengenai penafsiran

ayat-ayat ini.

Selanjutnya Wahbah memberi penjelasan tentang fiqh kehidupan dan

hukuman-hukuman yang terdapat pada ayat-ayat ini. Wahbah berpendapat ayat-

38

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj Terj: Abdul Hayyie

al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013), Jilid I, h. 138

Page 56: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

43

ayat ini menunjukan tiga hal:39

diangkatnya gunung Thur, diubahnya mereka

menjad kera, dan nasihat bagi para pendurhaka yang melanggar perintah-perintah

dan larangan-larangan Allah. Tentang pengangkatan gunung Thur di atas kaum

Yahudi seperti payung, itu menjadi peringatan untuk menakut-nakuti mereka,

karena mereka enggan mengamalkan Taurat mereka melupakannya dan menyia-

nyiakannya. Ini menunjukkan bahwa maksud dari kitab-kitab samawi adalah

mengamalkan kandungannya, buka sekedar membacanya dengan lidah sebab

perbuatan ini termasuk kategori membuang ajaran kitab-kitab itu.40

39

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, Jilid I, h. 140 40

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, Jilid I, h. 142

Page 57: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

44

BAB IV

AYAT-AYAT YANG MENDAHULUKAN KEWAJIBAN DARI

HAK YANG SEHARUSNYA DIPEROLEH

Metode tafsir yang digunakan untuk mengungkap ayat-ayat yang

mendahulukan kewajiban dari hak yang seharusnya diperoleh adalah metode

maudû‟î (tematik). Dalam perkembangannya, terdapat dua bentuk penyajian

metode maudû‟î. Pertama, disajikan dalam bentuk kotak yang berisi pesan-pesan

al-Qur‟an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja.

Bentuk kedua dari metode maudû‟î adalah menghimpun pesan-pesan al-Qur‟an

yang berkaitan dengan suatu tema yang terdapat pada banyak surat dalam al-

Qur‟an.1

Dalam penelitian ini penulis mengambil langkah yang kedua. Lebih spesifik

langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:

1. Menggunakan metode maudû‟î dengan mengelompokan ayat-ayat sesuai

dengan topik kajian.

2. Mendeskripsikan pemikiran-pemikiran mufassir tentang ayat-ayat yang

telah dikelompokan.

3. Melacak hadis-hadis yang berhubungan dengan yang dibahas guna

memperkuat yang dikaji.

4. Membuat kesimpulan dengan analistis kritis.

1M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudû‟î atas Pelbagai Persoalan Umat

(Bandung: Mizan, 1996) h.xii

Page 58: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

45

Di bawah ini, penulis akan menyajikan tipologi ayat-ayat yang mendahulukan

kewajiban dari hak yang seharusnya diperoleh. Dan dibagi pada empat

pembahasan utama: (a) beribadah kepada Allah sebelum meminta pertolongan-

Nya, (b) hak suami terhadap istri, (c) ganjaran amal saleh, dan (d) ganjaran Nabi

Mûsâ atas imbalan haknya selama 8 tahun.

A. Beribadah Kepada Allah Sebelum meminta Pertolongan-Nya

Beribadah kepada Allah merupakan kewajiban bagi setiap manusia. Karena

Allah tidak menciptakan manusia kecuali untuk beribadah kepada Allah. Allah

berfirman di dalam al-Qur‟an:

وما خلقت اجلن والنس إل لي عبدون.

Allah berfirman: Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar

mereka beribadah kepada-Ku.2 (Qs. Al-Dzâriyât ayat 56)

Allah bukan hanya sebagai dzat yang harus disembah, melainkan Allah juga

tempat kita untuk meminta pertolongan. Tetapi kita hanya dibolehkan meminta

kepada Allah karena apabila kita meminta kepada selain-Nya maka kita telah

berbuat musyrik. Allah berfirman di dalam surat al-Fâtihah:

ني ع ت س ن اك ي إ و د ب ع ن اك ي إ

Allah berfirman: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya

kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”.3 (Qs. Al-Fâtihah ayat 5)

2Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya,h. 523

3Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 1

Page 59: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

46

Di sinilah puncak pengakuan kita kepada Allah sebagai Tuhan yang Maha

berhak disembah. Dalam cara pandang Islam, seluruh perbuatan dan aktivitas

manusia adalah ibadah. Perkataan dan perbuatan, baik akal dengan berpikirnya,

hati dengan perasaan dan keyakinannya, dan fisik (jasad) dengan perilakunya,

adalah ibadah manakala dilakukan dalam kerangka taat kepada Allah.4

Demikian besar dan luasnya aspek-aspek ibadah ini mengharuskan kita untuk

selalu memohon pertolongan kepada Allah. Dialah satu-satunya Yang Maha

berkemampuan mewujudkan apa saja yang diminta manusia. Dia juga satu-

satunya Yang Maha mengetahui apa yang bermanfaat dan merusak dari setiap

rahasia dibalik hal yang kita minta. Maka, logis dan rasionallah jika kita

menyerahkan keputusan akhir pada kehendak-Nya. Kita dituntut sadar dan

seimbang dalam memahami seluruh sifat-sifat Allah yang terbaik. Benar bahwa

Dia Mahaberkuasa dan berkemampuan, namun kita juga harus sadar akan ke-

Mahatahu-an Allah dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi manusia

terutama hamba-Nya. Saat-saat seperti inilah selanjutnya Allah mendidik kita agar

selalu bermohon kepada-Nya. Terutama petunjuk atas segala keputusan yang kita

buat dan aktivitas yang kita lakukan.5

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan )إيبن عجذ( artinya Kami mengkhususkan ibadah

hanya kepada-Mu, kami tidak menyembah selain Engkau. Makna na‟budu adalah

nuthii‟u (kami taat). Ibadah artinya ketaatan dan ketundukan. (وإيبن سزعي) artinya

Kami memohon pertolongan, dukungan, dan keberhasilan kepada-Mu, hanya

kepada-Mu kami memohon pertolongan, karunia, dan limpahan budi. Selain

4Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah, h. 51

5Amang Syafrudin, Hidup Dengan Al-Fatihah, h. 52

Page 60: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

47

Engkau, tidak ada yang memilki kemampuan untuk menolong kami. Dua kata

kerja (عجذ) dan (سزعي) ini disebutkan dalam bentuk jamak, bukan dalam bentuk

tunggal-yakni tidak (إيبن أعجذ وإيبن أسزعي) untuk mengakui keterbatasan seorang

hamba sehingga dia tidak dapat berdiri sendirian di hadapan Allah. Seolah-olah

dia berucap, “Tidak layak bagiku berdiri sendirian dalam bermunajah kepada-Mu,

aku merasa malu dengan kelalaian dan dosa-dosaku. Karena itu, aku bergabung

dengan kaum Mukminin yang lain dan aku bersembunyi di antara mereka.

Terimalah doaku bersama mereka sebab kami semua beribadah kepada-Mu dan

memohon pertolongan-Mu.”6

sesunguhnya kita hanya menyembah Allah yang satu. Jadi di sini kita )إيبن عجذ(

mengetahui apa yang Allah perintahkan kepada kita itu adalah “ibadah”. Al-

Sya„râwi memberi pengibaratan dalam tafsirnya:

“Jika anakmu menginginkan kesuksesan dalam ujian, maka dia harus belajar.

Dan akibat dari belajar itu berupa kesuksesan. Jadi pertimbangan ada sebelum

adanya kejadian. Sesungguhnya kamu menghadirkan keberhasilan dari

pemikiranmu lalu kamu berusaha untuk menjadikan keberhasilan itu menjadi

nyata. Seperti kamu ingin pergi ke suatu tempat, maka mobil merupakan salah

satu sebab yang mewujudkan keinginanmu dan melalui jalan merupakan sebab

yang lainnya. Akan tetapi pertimbanganlah yang telah membuat kamu keluar

rumah, mengendarai mobil, dan melalui jalan.”7

Al-Sya„râwi juga menjelaskan bahwa mahluk diciptakan untuk menyembah

dan beribadah kepada Allah. Akan tetapi sebab dan akibat dari ibadah itu bukan

untuk Allah. Maksudnya, ibadah yang dikerjakan oleh mahluk tidaklah

bermanfaat bagi Allah. Karena Allah maha kaya di seluruh alam semesta. Dan

6Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, &Manhaj Terj: Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013) Jilid 1, h. 34 7Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi (Al-Azhar Islamic Research Academy, Mesir

1991) Jilid. 1, h. 77

Page 61: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

48

sesunguhnya ibadah yang kita lakukanakan kembali menjadi kebaikan untuk kita

di dunia dan di akhirat.8

Sesungguhnya Allah bisa saja memaksa siapapun yang Dia kehendaki untuk

taat kepada-Nya. Dan tidak ada satu mahlukpun yang dapat menolak-Nya. Seperti

kejadian yang kita alami, kita tidak akan mampu menolak sesuatu yang terjadi

kepada kita. Contohnya kita tidak akan bisa menahan mobil yang akan menabrak

kita, begitupun burung yang akan hinggap di atas bahu kita. Karena kita tidak bisa

menolak sesuatu yang Allah sudah takdirkan kepada kita. Al-Sya„râwi berkata:

“Ketetapan dalam hidupku terbatas, aku tidak bisa memutuskan hari kelahiranku

siapa bapak dan ibuku dan juga aku tidak bisa menentukan apakah aku tinggi atau

pendek, tampan atau jelek, dan lain-lain.9

Tetapi sesungguhnya ibadah yang Allah inginkan dari mahluknya muncul

karena kecintaannya kepada Allah bukan karena paksaan. Karena apabila kita

mencintai Allah maka kita akan melakukan apapun yang Allah perintahkan tanpa

menghiraukan sebab dan akibatnya.

permohonan pertolongan kepada Allah akan mengeluarkan kita (إيبن سزعي)

dari kehinaan dunia. Maka ketika kita memohon pertolongan kepada selain Allah

atau kita memohon pertolongan kepada manusia, manusia tidak akan mampu.

Karena mau bagaimanapun manusia tidak mempunyai kekuasaan dan kekuatan.

Semuanya itu karena keterbatasan manusia. Manusia hidup di dunia yang selalu

berubah. Orang yang kuat bisa menjadi lemah, dan bisa saja orang yang memiliki

kemuliaan terusir tanpa kemuliaan. Walaupun hal itu belum terjadi tetapi telah

8Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 1, h. 78

9Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 1, h. 79

Page 62: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

49

matilah hal yang kamu mintai pertolongan itu dan kamu tidak menemukan

seorang pun yang menolongmu.10

Allah berkehendak untuk membebaskan orang-orang mu‟min dari kehinaan

dunia, maka Allah memerintahkan mereka untuk memohon pertolongan kepada

yang maha hidup lagi tidak pernah mati, yang maha kuat lagi tidak pernah lemah,

yang maha memaksa dan tak ada satupun yang luput dari pengawasan-Nya. Dan

jika kamu meminta pertolongan kepada Allah yang maha esa, Dia mampu

mengubah lemahnya dirimu menjadi kuat dan hinanya dirimu menjadi mulia.11

Dari penjelasan ayat di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah

adalah satu-satunya yang harus kita sembah dan pintai pertolongan. Dan hanya

Allah yang mampu mengabulkan permintaan kita. Allah juga menjanjikan bagi

siapapun yang beribadah kepada-Nya akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di

akhirat serta dikeluarkan dari kehinaan dunia. Yang perlu kita ingat hanyalah kita

harus terlebih dahulu menjalankan kewajiban kita terhadap Allah dengan

beribadah kepada-Nya lalu selanjutnya kita hanya meminta kepada-Nya sebagai

bentuk penghambaan kita kepada-Nya. Di dalam ayat lain juga dijelaskan yaitu

kita harus memenuhi terlebih dahulu kewajiban kita terhadap Allah, maka Allah

akan memenuhi janji-Nya kepada kita. Di dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat

40 Allah berfirman:

ىبون ليكم وأوفوا بعهدي أوف بعهدكم وإي ي فٱر يل ٱذكروا نعمت ٱلت أنعمت ع ئ ي بن إسر

10

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 1, h. 81 11

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 1, h. 81

Page 63: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

50

Allah berfirman: Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku

anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku

penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut

(tunduk).12

(Qs. Al-Baqarah ayat 40)

Allah memilih kisah Bani Israil sebagai perumpamaan karena kisah Bani Israil

lebih banyak, dan nabi yang diturunkan kepada Bani Israil lebih banyak tetapi

bukanlah kaum tersebut menjadi kaum yang palin mulia, melainkan mereka kaum

yang paling banyak menentang dan berbuat dosa padahal banyak nabi yang diutus

untuk mereka. Ketika mujizat dan petunjuk datang kepada mereka, mereka malah

berpaling. Maka datanglah petunjuk lainnya tetapi tetap saja mereka berpaling.

Maka Allah menghukum mereka atas kezaliman, kemaksiatan dan kekafiran

mereka.13

Ia adalah Ya‟qûb bin Ishaq bin Ibrahîm al-Khalil a.s. Bani Israil إسزائي

berarti anak cucu Israel, yaitu kaum Yahudi. Makna إسزائي adalah pilihan Allah.

Menurut pendapat yang lain, Israel artinya sang pemimpin dan pejuang.14

Ayat ini khusus ditunjukan kepada Bani Israil, dijelaskan dalam Tafsîr al-

Munîr bahwa mereka diperintahkan untuk mengingat nikmat-nikmat Allah yang

telah dianugerahkan kepada leluhur mereka (di antaranya diselamatkan dari

penindasan Fir‟aun dan diberi naungan berupa awan). Mereka juga diperintahkan

untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya dengan cara melaksanakan

perintah-perintah-Nya dan menaati-Nya. Allah juga memerintahkan mereka untuk

memenuhi janjinya terlebih dahulu yaitu bahwa mereka akan beriman kepada

Allah dan rasul-rasul-Nya tanpa pembedaan, khususnya Muhammad sang penutup

para nabi, niscaya Allah akan memenuhi janji-Nya di dunia dan di akhirat, yaitu

12Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 7

13Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 1, h. 291

14Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj., jilid 1, h. 111

Page 64: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

51

dengan mengukuhkan mereka di tanah suci, melapangkan penghidupan mereka,

memenagkan mereka atas musuh-musuh mereka, dan memberi mereka

kebahagiaan di akhirat.15

Ayat di atas merupakan peringatan kepada kaum Bani Israil agar memenuhi

janjinya kepada Allah, maka Allah akan memenuhi janji-Nya kepada mereka.

Ayat ini juga memberi peringatan kepada kita agar kita memenuhi terlebih dahulu

kewajiban kita kepada Allah, maka Allah akan memenuhi hak kita.

B. Hak Suami Terhadap Istri

Menikah merupakan bentuk pengabdian seorang istri kepada suami. Ketaatan

kepada suami merupakan kewajiban mutlak bagi seorang istri, selama ketaatan itu

bukan dalam kemaksiatan.16

Berbagai hadits mengisyaratkan perihal kedudukan

suami dan besarnya hak dirinya atas istrinya. Salah satu contohnya:

Dari „Âisyah ra., dia berkata, “Ada seorang pemudi datang kepada Nabi

Muhammad sambil bertanya, “Wahai rasulullah, aku adalah seorang gadis yang

dipinang kemudian aku tidak kawin. Apa hak suami terhadap istri?” nabi

menjawab, “Seandainya dari belahan rambut suami sampai kakinya ada nanah

kemudian engkau jilati, maka hal itu tidak dapat menunaikan syukurmu

kepadanya.”17

Namun bagi seorang suami sebelum ia mendapatkan haknya dia mempunyai

kewajiban untuk melindungi istri dan keluarganya. Dan bukan hanya melindungi,

15

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj., jilid 1, h. 113 16

Imam al-Ghazali, Mukasyafah al-Qulub: al-Muqarib Ila Hadrah „Allam al-Guyub Fi

„Ilm al-Tasawwuf Terj: Irwan Kurniawan (Pustaka Hidayah: cet. I, 2006) h. 195 17

Syaikh Sa‟ad Yusuf Mahmud Abu Aziz, Ensiklopedi Hak dan Kewajiban Dalam Islam,

Terj. Ali Nurdin (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2017) h. 213

Page 65: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

52

termasuk di dalamnya menafkahi serta bertanggung jawab untuk mengajarinya

dalam urusan agama. Allah berfirman dalam surat al-Nisa ayat 34:

مون على ٱلنساء ب ٱلرج ذلم ض ا فضل ٱللو بعضهم على بعال ق و ت ف وبا أنفقوا من أم و لح ٱلص

فظ ىن جرونشوزىن فعظوىن وٱى تافون ٱللو وٱل ت باقفظ ب للغي ت ق نت ت ق ضاجع ف ٱدل

.اكبير ا إن ٱللو كان علي بغوا عليهن سبيلر فل مربوىن فإن أطعنك وٱض

Allah berfirman: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,

oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh,

ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,

oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu

khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di

tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka

mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.18

(Qs. Al-Nisa ayat 34)

Laki-laki adalah pemimpin perempuan. Laki-laki pemimpin rumah tangga

ditugasi mengingatkan perempuan jika sikap dan perilakunya melenceng. Laki-

laki juga bertugas melindungi, menjaga, dan merawat perempuan sehingga jihad

diwajibkan untuk kaum laki-laki bukan bagi kaum perempuan. Bagian warisan

yang diperoleh kaum laki-laki juga lebih banyak dibanding yang diperoleh kaum

perempuan karena kaum laki-laki berkewajiban memberi nafkah kepada

perempuan.19

Al-Sya„râwi menjelaskan bahwa ayat ini bukan hanya sebatas untuk

18

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 84 19

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj., jilid 3, h. 78

Page 66: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

53

seorang laki-laki dan istrinya, tetapi juga ayah terhadap anak-anaknya, saudara

laki-laki (kakak)atas saudara perempuannya (adik).20

Makna لىا dalam ayat di atas adalah pelindung. Maksudnya, laki-laki sebagai

pelindung perempuan dan pemimpin baginya. Di dalam memimpin sudah pasti

disertai dengan rasa lelah, bahkan biasanya seorang pemimpin sampai tidak

beristirahat karena memikirkan untuk melindungi dan memberi kesejahteraan

untuk rakyatnya. Kemudian yang menjadi pertanyaan kenapa seorang laki-laki

harus melindungi perempuan? Karena Allah telah memberikan keutamaan bagi

laki-laki. Sesungguhnya keutamaan laki-laki ia memiliki kekuatan dan kerja

keras, serta ia memiliki kemampuan untuk berusaha dalam mencari

penghidupan.21

Kaum laki-laki juga berkewajiban memberi infak kepada istri dan keluarga.

Mereka juga wajib membayar mahar yang merupakan symbol penghormatan

kepada perempuan. Kaum laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan

kewajiban yang sama, dan ini adalah salah satu ciri keistimewaan Islam. Allah

berfirman,

عروف .ٱللو عزيز قكيم و هن درجة وللرجال عليوذلن مثل ٱلذي عليهن بٱدل

Allah berfirman:„Dan mereka(para perempuan) mempunyai hak seimbang

dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai

kelebihandi atas mereka.22

(Qs. Al-Baqarah ayat 228)

Maksudnya adalah kaum laki-laki mempunyai peranan lebih dalam mengatur

dan mengarahkan urusan-urusan keluarga dan rumah tangga. Mereka juga

20

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 4, h. 2200 21

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid 4, h. 2201 22

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 36

Page 67: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

54

mempunyai tugas mendidik dan mengawasi keluarga. Semua tugas itu sesuai

dengan kemampuan kaum laki-laki untuk menerima tanggung jawab dan

menghadapi tantangan hidup. Sementara itu, kaum perempuan mempunyai

kebebasan penuh untuk mengelola harta kekayaannya sendiri.23

Tugas serta tanggung jawab yang diberikan kepada laki-laki memerlukan

perjuangan dan kesulitan. Dan ini menunjukan bahwa melindungi itu

mendatangkan keletihan, kerja keras, dan usaha. Maka ayat al-Qur‟an mengatakan

laki-laki itu pemimpin (lebih (ازجبي لىاى ع اسبء ثب فض هللا ثعضه ع ثعط)

utama) dari apa yang Allah utamakan atas sebagian yang lain (perempuan). Allah

juga mengingatkan kepada perempuan bahwa mereka mampu untuk menjadi

pelindung untuk urusan anak-anak, saudara perempuan, dan ibu-ibu mereka. Dan

Perempuan tidak bisa mengambil perlindungan (kepemimpinan) atau

mendominasi atas laki-laki. Karena itu akan menyulitkan bagi laki-laki, dalam

melakukan tugasnya yang seharusnya melindungi perempuan karena telah

didominasi oleh perempuan.24

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan bahwa فبصبحبد لبزبد حبفظبد غيت ثب حفظ هللا

perempuan-perempuan yang taat kepada Tuhannya dan suaminya. Jika suaminya

sedang tidak ada di rumah, mereka mampu menjaga kehormatan dirinya, harta

suaminya dan anak-anaknya. Apabila bersama-sama dengan suaminya, mereka

akan lebih menjaga kehormatan dirinya.Maksud kalimat (ثب حفظ هللا) adalah karena

Allah telah memerintahkan (kaum laki-laki) untuk menjaga (hak-haknya). Allah

swt. memerintahkan kaum perempuan untuk taat kepada suaminya dan menjaga

23

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 3, h. 79 24

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid IV, h. 2202

Page 68: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

55

hak-hak suaminya. Sikap sepeti ini wajib dilakukan kaum perempuan karena

Allah telah mewajibkan kaum laki-laki untuk membayar mahar, memberikan

nafkah dan menggaulinya, dan semua ketetapan Allah adalah untuk menjaga hak-

hak kaum perempuan.25

Berkaitan dengan hak yang didapatkan suami dari istrinya, sebenarnya tugas

suami sebagai pemimpin keluarga sangatlah berat. Alah berfirman,

شداد ئكة غلظ ٱلناس وٱحلجارة عليها مل وقودىا انارر ي أها ٱلذين ءامنوا قوا أنفسكم وأىليكمأ ي

يع .مرون ٱللو ما أمرىم ويفعلون ما يؤ صون ل

Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;

penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah

terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.26

(Qs. Al-Tahrîm ayat 6)

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan, ayat ini memerintahkan kepada laki-laki

(kepala keluarga) yang percaya dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya untuk

mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang dilarang

Allah. Perintah ini sebagai pendidikan baginya, dan sebagai perisai untuk

memproteksi dirinya dari api neraka. Allah juga memerintahkannya untuk

mendidik, menggembleng, dan mengajari keluarganya. Perintah tersebut adalah

untuk taat kepada Allah dan melarang mereka dari melakukan kemaksiatan

terhadap-Nya.

25

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 3, h. 79 26

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 560

Page 69: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

56

Selanjutnya laki-laki juga ditugasi untuk menasehati dan mendidik

keluarganya, agar tidak terjerumus bersama-sama ke dalam api neraka yang

berkobar-kobar dan mengerikan yang apinya menyala dengan bahan bakar

manusia dan batu sebagaimana api yang lain menyala dengan kayu bakar.27

Di antara ayat-ayat yang memiliki makna serupa, firman Allah swt,

ة وٱصطب عليها ل نس ن نرزقك لك رزقر وأمر أىلك بٱلصلو ق ٱلو ا ن بة للتقع .و

Allah berfirman: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat

dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki

kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu

adalah bagi orang yang bertakwa.28

(Qs. Tâhâ ayat 132)

.ربني وأنذر عشيك ٱلق

Allah berfirman: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang

terdekat.29

(Qs. Al-Syu‟arâ ayat 214)

Al-Dahhak dan Muqatil menuturkan, merupakan sebuah hak dan kewajiban

yang harus ditunaikan seorang muslim untuk mengajari dan mendidik

keluarganya, kerabatnya, dan budak budak miliknya tentang apa yang diwajibkan

Allah atas mereka dan apa yang Dia larang bagi mereka. Ibnu Jarir mengatakan,

menjadi kewajiban kita (laki-laki) mengajarkan agama dan kebaikan adab, etika,

dan tata kerama yang mutlak diperlukan untuk anak-anak kita.30

Wahbah al-Zuhaili menegaskan, bahwa ayat-ayat di atas merupakan perintah

bagi kaum mukminin agar memelihara diri mereka dari neraka dengan amal

27

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 14, h. 691 28

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 321 29

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 376 30

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 14, h. 692

Page 70: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

57

perbuatan mereka, dan memelihara keluarga mereka dari neraka dengan nasihat,

didikan, bimbingan, tuntunan, dan pengajaran. Hal ini menuntut konsitensi dan

komitmen total kepada hukum-hukum syara‟ baik yang berupa perintah maupun

laranagan, meninggalkan kemaksiatan-kemaksiatan, mengerjakan amal-amal

ketaatan dalam menjalankan amal-amal saleh, mendorong dan menyuruh istri dan

anak-anak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban dan menjauhi larangan-

larangan, serta terus memantau , memonitor, dan mengawasi mereka.31

Secara umum kewajiban suami terhadap istri sebagai berikut:32

1. Maskawin

Wajib bagi suami untuk memberikan maskawin kepada istri, karena

maskawin dapat membuat istri ridha terhadap kepemimpinan laki-laki

atasnya.

2. Nafkah

Yang dimaksud dengan nakah ialah menyiapkan apa yang dibutuhkan istri

berupa makanan, tempat tinggal dan pelayanan serta obat meskipun istri

tersebut kaya.

3. Mempergaulinya dengan baik

Hal pertama yang wajib dilakukan oleh suami untuk istrinya ialah

menghormatinya, menggaulinya dengan baik, memperlakukannya dengan

cara yang baik, memberikan apa yang bisa diberikan kepadanya yang

dapat mengakrabkan hatinya, lebih-lebih menanggung apa-apa yang keluar

darinya atau bersabar atasnya.

31

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 14, h. 695 32

Syaikh Sa‟ad Yusuf Mahmud Abu Aziz, Ensiklopedi Hak dan Kewajiban Dalam Islam,

Terj. Ali Nurdin,h. 222-231

Page 71: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

58

4. Mengajarinya urusan agama

Seorang suami harus mengajarinya hukum-hukum syariat dan apa-apa

yang harus dilakukannya. Sebab hal ini yang akan memelihara dirinya dari

api neraka.

5. Adil

Jika seorang suami mempunyai banyak istri, hendaknya ia berlaku adil di

antara mereka dan tidak condong kepada salah satunya.

6. Menggauli istrinya

Ibnu Hazm berkata, “Diwajibkan bagi seorang suami untuk menggauli

wanita yang menjadi istrinya. Minimal sekali setiap suci dari haid jika

mampu melakukannya. Allah berfirman: “Apabila mereka telah suci,

campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah

kepadamu.” (al-Baqarah: 22). Mayoritas ulama berpendapat sebagaimana

pandangan Ibnu Hazm mengenai kewajiban suami jika tidak ada halangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa seorang kepala keluarga

(suami) harus memelihara, mendidik, dan membimbing keluarganya serta orang-

orang yang bersamanya untuk taat kepada Allah. Dan dia juga wajib mengetahui

apa yang diperintahkan dan dilarang Allah, agar dia dan keluarganya terhindar

dari api neraka. Maka dari itu, sudah seyogyanya bagi seorang muslim untuk

menjadi pemimpin keluarga yang baik, yang mampu membimbing dan

mengarahkan keluarganya kepada jalan yang diridhoi Allah.

Setelah suami menjalankan kewajiban kepada istrinya, maka sudah

seharusnya istri menjalankan kewajiban untuk memenuhi hak suaminya. Salah

Page 72: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

59

satu hak yang didapatkan oleh suami atas istrinya adalah bersedia digauli, sesuai

dengan firman Allah:

موا لن فسكم وا قوا اهلل واعلموا أنكم ملقواه نسآؤكم قرث لكم فأ وا قرثكم أن شئتم وقد

ؤمنني. وبشر ادل

Allah berfirman: Istri-istrimu lading bagimu, maka datangilah ladangmu itu

kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk

dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan

menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.

(Qs. Al-Baqarah ayat 223)

Lalu seorang Istri juga harus taat kepada suaminya, tidak keluar rumah tanpa

izin dari suaminya, Allah berfirman:

ني الزكاة وأطعن اهلل والرسولو وق رن ف ب يوكن ول ب رجن ب رج اجلهلية الول وأقمن الصلة وءا

يريد اهلل ليذىب عنكم الرجس أىل الب يت ويطهركم طهي ررا. إنا

Allah berfirman: Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu

berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan

laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan rasul-Nya.

Sesunguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai

ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzâb ayat 33)

Istri harus senantiasa malu kepada suaminya, menundukan mata di

hadapannya, patuh kepada perintahnya, diam saat dia bicara, berdiri saat

kedatangannya, menjauhi segala yang membuatnya marah, berdiri bersamanya

saat keluar, menawarkan diri kepadanya saat tidur, tidak mengkhianatinya saat

tidak ada, selalau berhias di hadapannya, dan tidak berhias saat tidak ada,

Page 73: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

60

menghoramati keluarga dan kerabatnya dan memandang banyak sesuatu yang

sedikit darinya.33

Sesungguhnya hak-hak suami atas istri sangat banyak dan yang terpenting dari

keseluruhannya ada dua macam, salah satunya adalah menjaga kehormatan dan

menutupi rahasia, sedangkan yang kedua adalah tidak menuntut sesuatu yang

tidak dibutuhkan dan menjaga diri dari usaha suami yang haram. Begitulah sifat

perempuan pada generasi salaf.34

Dari apa yang telah dijelaskan, seorang suami berhak dan pantas mendapatkan

haknya dari istrinya setelah ia menunaikan segala kewajibannya terhadap istri dan

keluarganya. Dan sebuah rumah tangga yang baik, yaitu apabila suami-istri

menjalankan kewajiban dan memenuhi hak-hak dari setiap pasangannya. Mereka

akan mendapatkan kebahagian di dunia dan di akhirat.

C. Ganjaran Amal Saleh

Amal saleh berasal dari bahasa Arab: „amal yang berarti pekerjaan atau

perbuatan, dan sâlih(jamak sâlihât) yang berarti bisa membawa kebaikan atau

sesuai dengan petunjuk dan contoh rasul-Nya. Kata amal seperti yang dijelaskan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti amal dengan perbuatan (baik atau

buruk). Akan tetapi di tempat yang sama, di dalam kamus ini juga menjelaskan

33

Syaikh Sa‟ad Yusuf Mahmud Abu Aziz, Ensiklopedi Hak dan Kewajiban Dalam Islam,

Terj. Ali Nurdin, h. 222 34

Sa‟id Hawwa, Takiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin (Pena Pundi Askara: Jakarta,

2005), h. 643

Page 74: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

61

dengan perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ketentuan agama

Islam).35

Amal saleh juga bisa diartikan suatu perbuatan baik yang bermuara kepada

kebaikan dalam kehidupan manusia secara luas. Menurut Muhammad Abduh

amal saleh adalah segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, kelompok, dan

masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan menurut Zamakhsyari amal saleh

adalah perbuatan yang sesuai dengan dalil aqal al-Qur‟an dan sunnah.36

Dengan pengertian seperti ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa amal

saleh adalah perbuatan yang membawa kemaslahatan bagi sesama, yang

dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya. Sedang amal yang tidak

demikian, dapat disebut dengan amal yang buruk. Karena itu, salah satu tanda

bahwa suatu amal bisa disebut saleh ialah jika amal tersebut membawa

kemaslahatan bagi manusia dan sesuai dengan petunjuk Allah dan rasul-Nya.

Beberapa kriteria amal saleh dan keuntungan beramal saleh:37

1. Kriteria amal saleh

a. Ikhas dan sesuai dengan ajaran Isam.

b. Dikerjakan berkesinambungan dan terus menerus.

c. Dilakukan sebaik-baiknya.

d. Beramal dengan ilmu pengetahuan.

35

Moch. Sya‟roni Hasan, Implementasi Kegiatan Amal Saleh Dalam Peningkatan

Kecerdasan Spiritual: Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Bulurejo Diwek

Jombang, Didaktika Religia Vol.2, No.1 tahun 2014, h. 72 36

Yusran, Amal Saleh: Doktrin Teologi dan Sikap Sosial, Jurnal al-Adyan, Vol.1, No.2,

Desember 2015, h. 127 37

Moch. Sya‟roni Hasan, Implementasi Kegiatan Amal Saleh Dalam Peningkatan

Kecerdasan Spiritual: Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Bulurejo Diwek

Jombang, Didaktika Religia Vol.2, No.1 tahun 2014, h. 73

Page 75: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

62

e. Mempunyai manfaat sosial.

2. Keuntungan beramal saleh

a. Memiliki rasa kasih sayang.

b. Kehidupan yang baik.

c. Pahala yang besar.

Beberapa contoh perbuatan baik (amal saleh) yang disebutkan dalam al-Qur‟an:38

1. Saling menasehati tentang kebenaran dan kesabaran, tidak bekerja sama

untuk keburukan (QS. 5:2)

2. Kerjasama antara manusia untuk mencapai kebaikan (QS. 2:177)

3. Pekerjaan-pekerjaan yang menciptakan taqwa (QS. 3:134-135 dan QS.

39:33)

4. Menyejahterakan dan mengangkat derajat manusia (QS. 2:22) (QS. 11:61)

(QS. 20:53) (QS. 67:15) (QS. 78:7) (QS. 82:7)

5. Berbuat adil karena Allah (QS. 5:8)

6. Berbuat baik dan makan yang bersih (QS. 23:51)

7. Membelanjakan harta kepada jalan Allah (QS 2:265)

8. Berjihad dan berbuat baik kepada orang tua (QS. 29:6-9)

Allah berjanji di dalam al-Qur‟an bahwa bagi siapapun yang mengerjakan

amal saleh maka dia akan mendapatkan ganjaran dari Allah swt. Salah satu ayat

yang menjelaskan hal tersebut terdapat di dalam surat al-Nahl ayat 97 yang

berbunyi:

38

Yusran, Amal Saleh: Doktrin Teologi dan Sikap Sosial, Jurnal al-Adyan, Vol.1, No.2,

Desember 2015, h. 128

Page 76: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

63

لحر من وىو أو امنذكر عمل ص ةر ۥيي نو فلنحمن مؤ أنثى .ملون يعسنماكانوا بأقره ولنجي ن همأجةر طيب قي و

Allah berfirman: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki

maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami

berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri

balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan.39

(Qs. Al-Nahl ayat 97)

Al-Sya„râwi menjelaskan sesungguhnya Allah memberikan hukum yang sama

terhadap laki-laki dan perempuan. Tetapi ini di luar dari keutamaan seorang laki-

laki yang diberikan wewenang oleh Allah untuk menjadi pemimpin. Maksudnya

seorang laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama untuk

mendapatkan ganjaran dari Allah swt. dalam proporsi dan funginya masing-

masing. Jadi laki-laki dan perempuan akan mendapatkan ganjaran dari Allah

apabila melakukan amal saleh dengan bersyaratkan Iman.40

Namun bagi orang-orang yang melakukan amal saleh seperti membangun

sekolah, mengobati orang sakit dan lain sebagainya. Tetapi mereka tidak beriman

kepada Allah maka baginya ganjaran di dunia sedangkan di akhirat mereka tidak

mendapat apa-apa. Karena Allah tidak akan mengurangi hak mereka di dunia

bahkan Allah mensegerakan hak mereka. Allah swt. berfirman:

ها وما لو ف رث اآلخرة من كان يريد ق ريد قرث الدن يا ن ؤو من نزد لو ف قرثو ومن كان

اآلخرة من نصيب.

Allah berfirman: Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan

Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barang siapa menghendaki

39

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 278 40

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XIII, h. 8195

Page 77: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

64

keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan

dunia), tetapi dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat.41

(Qs. Al-Syûrâ

ayat 20)

ررا ي ره. ومن ي عمل مث قال ذرة شرا ي ره. فمن ي عمل مث قال ذرة خي

Allah berfirman: Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah,

niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan

kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat balasannya.42

(Qs. Al-

Zalzalah ayat 7-8)

Al-Sya„râwi menjelaskan mengenai ayat di atas bahwa itu khusus perkara di

dunia, maka bagi siapa yang berbuat baik terhadapa sesuatu, ia akan mendapatkan

hasilnya. Akan tetapi dalam urusan balasan di akhirat mereka tidak akan

mendapatkan apa-apa. Maka pintalah balasan dari siapa yang kalian bekerja

untuknya, karena kalian telah berbuat kebaikan kepada seseorang supaya terkenal

dan dikenang. Itu merupakan balasan bagi kalian di dunia karena kalian akan

menjadi panutan, contoh, idola. Dan mereka tidak akan mengurangi hak-hak

kalian dalam ketenaran dan kemuliaan.43

Wahbah al-Zuhaili menjelaskan di dalam tafsirnya mengenai surat al-Nahl

ayat 97. Beliau menjelaskan bahwa itu adalah janji Allah SWT bagi orang yang

beramal saleh. Barangsiapa mengerjakan ama-amal saleh, baik laki-laki maupun

perempuan, yaitu amal-amal yang sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah

Rasulullah saw., ia pun menunaikan kewajiban-kewajiban, sedang hatinya

beriman kepada Allah swt.danrasul-Nya, ia memperoleh kehidupan yang baik di

dunia dan memperoeh ganjaran di akhirat atas amal-amal baiknya.44

41

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 485 42

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h.599 43

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XIII, h. 8196 44

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 7, h. 471

Page 78: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

65

Kehidupan yang baik mencakup berbagai bentuk kesenangan yang beragam,

Ibnu Abbas dan sejumlah ulama lain menasfirkan dengan rezeki yang halal lagi

baik, atau kebahagiaan, atau mengamalkan ketaatan dan hati merasa senang atau

qana‟ah. Yang shahih, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Katsir, “Kehidupan yang

baik mencakup semua itu.” Hal ini sebagaimana keterangan dalam sebuah hadits

yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abdullah bin Amr ra., rasulullah saw.

Bersabda,45

اه ا آ ب اهلل و ع ن ق ا، و فر اف ك ق ز ر ، و م ل س أ ن م ح ل ف أ د ق

“Sungguh, benar-benar beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang

cukup (tidak berlebih dan tidak pula kurang), dan Allah SWT menjadikannya

memilki sifat qana‟ah dengan apa yang Dia berikan padanya.”

Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abdullah bin Yazid a-

Muqri.

Tirmidzi dan al-Nasâ‟I meriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid, ia mendengar

Rasulullah saw. bersabda,46

ع ن ق ا و فر اف ك و ش ي ع ان ك و م ل س ال ل إ ي د ى ن م ل ب و ط

“Beruntunglah orang yang ditunjuki kepada Islam, kehidupannya cukup (tidak

kekurangan dan tidak berlebihan) dan ia qana‟ah (puas dengan apa yang dimiliki).

Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik ra, ia berkata

Rasulullah saw. bersabda,47

45

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 7, h. 471 46

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 7, h. 471 47

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 7, h. 472

Page 79: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

66

م ل ظ ي اهلل ل ن إ ر اف ا الك م أ . و ة ر اآلخ ا ف ه ي ل ع اب ث ي ا، و ي ن الدأ ا ف ه ي ل ى ع ط ع ي ةر ن س ق ن م ؤ ادل

ارر ي ا خ ى ب ط ع ي ة ن س ا ق ب و ل ن ك ي ل ة ر اآلخ ل ى إ ض ف ا أ ذ إ ت ا ق ي ن الدأ ف و ا ن س ق و ي ط ع ي ف

“Sesungguhnya Allah SWT tidak menzalimi suatu kebaikan seorang mukmin

pun (tidak akan mengurangi dan menyia-nyiakan satu amal kebaikan seorang

mukmin pun). Di dunia, ia diberi ganjaran atas amal baiknya, dan di akhirat ia

mendapatkan pahala atas amal baiknya. Adapun orang kafir, ia diberi ganjaran di

dunia atas amal-amal kebaikannya, hingga ketika ia dating ke akhirat, ia sudah

tidak lagi memilki suatu kebaikan apa pun yang ia diberi pahala karenanya.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, “Rasulullah saw. memanjatkan

doa seperti berikut,48

ي ل ة ب ائ غ ل ك ي ل ع ف ل اخ ، و و ي ف ل ك ار ب ، و ن ت ق ز ا ر ب ن ع ن ق م ه الل

“Ya Allah, jadikanlah hamba puas dengan rezeki yang Engkau berikan dan

berkahilah rezeki itu untuk hamba, dan berilah hamba kebaikan sebagai ganti atas

setiap yang hiang.”

Dari penjelasan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa bagi siapapun

baik laki-laki atau perempuan yang mengerjakan amal baik maka dia akan

mendapatkan balasan di dunia. Sedangkan bagi yang mendapatkan balasan di

dunia dan di akhirat yaitu orang yang mengerjakan amal saleh disertai dengan

iman kepada Allah.

Janji Allah untuk memenuhi balasan bagi orang yang beramal saleh selain di

dalam surat al-Nahl terdapat juga di dalam surat al-Kahfi ayat 30, 88, dan

107.Pada surat al-Kahfi ayat 30 Allah mendeskripsikan janji-Nya kepada orang-

orang yang beriman dan beramal saleh yang berbahagia. Allah berfirman:

48

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 7, h. 472

Page 80: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

67

ت إن لح سن عملر أق ر من أج ا ل نضيع إن ٱلذين ءامنوا وعملوا ٱلص

Allah berfirman: Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh,

tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang

mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.49

(Qs. Al-Kahfi ayat 30)

Huruf athaf (konjungsi) yang terdapat di antara iman dan amal saleh pada

ayat آىا وعىا اصبحبد menunjukan bahwa amal saleh berbeda dengan keimanan

karena huruf athaf tersebut menunjukan adanya perbedaan.50

Ada pun balasan

yang diberikan Allah berupa kenikmatan surga berikut isinya merupakan pahala

yang terbaik atas kebajikan mereka.

Al-Sya„râwi menjelaskan sesungguhnya Allah swt. mengasihi kepada orang

yang beriman dan beramal saleh. Karena iman adalah aqidah (kepercayaan) yang

memancar dari perilaku seseorang. Tidak bermanfaat dari iman apabila tidak ada

amal yang menunujukan atas imannya. Dan manfaat iman adalah menghubungkan

antara perintah dan larangan Allah dengan apa yang diyakini. Maka di dalam al-

Qur‟an Allah banyak menggabungkan antara iman dan amal saleh.51

Di antaranya

Allah berfirman:

ت و واصو إل ٱلذين ءامنوا وعملوا ٱ لح و واصوا بٱلصب ق بٱحل لص

Allah berfirman: kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal

saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat

menasehati supaya menetapi kesabaran(Qs. al-„Asr ayat 3)

Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan ganjaran bagi setiap perbuatan baik

orang yang beriman. Hal ini membutikan bahwa landasan utama keselamatan

49

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 297 50

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 8, h. 241 51

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XIV, h. 8889

Page 81: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

68

ialah keimanan yang diiringi amal saleh. Sedangkan, perbuatan baik yang

dilakukan oleh orang yang tidak beriman, maka perbuatannya tersebut sia-sia

belaka. Sebaliknya, ganjaran bagi orang yang beriman berupa surga-surga Adn,

yaitu surga yang berada di tengah-tengah dan dikelilingi oleh surga-surga

lainnya.52

Al-Sya„râwi menambahkan dalam tafsirnya bahwa bagi orang-orang kafir

yang berusaha dan berkerja keras dalam melakukan amal saleh tidak ada hak

baginya di akhirat. Mereka hanya akan mendapatkan kebaikan di dunia berupa

kebaikan, kenikmatan, pujian, dan lain sebagainya. Maka ketika mereka di akhirat

mereka hanya akan mendapatkan kerugian dan penyesalan.53

Selanjutnya surat al-Kahfi ayat 88, ayat ini berkaitan pada kisah Dzulqarnain.

Dimana pada ayat sebelumnya (ayat: 86-87) Allah berfirman:

ب وإما أن تخذ فيهم قسن قل بو قال أما من ظلم فسو .انر ا ي ذا ٱلقرنني إما أن عذ ث ي ردأ إل ۥف ن عذ

بو ۦربو .ارر نأكاعذابر ۥف ي عذ

Allah berfirman: “Wahai Dzulqarnain! Engkau boleh menghukum atau

berbuat kebaikan (mengajak beriman) kepada mereka.” Dia Dzulqarnain

berkata, “Barangsiapa berbuat zalim, kami akan menghukumnya, lalu dia

akan dikembalikan kepada Tuhannya, kemudian Tuhan mengadzabnya

dengan adzab yang sangat keras.”54

(Qs. Al-Kahfi ayat 86-87)

Pada ayat 88 ini Allah berfirman, yang berbunyi:

لحر وأما من .ارر من أمرنا يس ۥجزاءر ٱحلسن وسن قول لو ۥاف لو ءامن وعمل ص

52

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 8, h. 243 53

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XIV, h. 8890 54

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 303

Page 82: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

69

Allah berfirman:“Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan,

maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami

sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah.”55

(Qs. Al-Kahfi ayat

88)

Orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan dakwah serta

melakukan amal saleh sebagai konsekuensi dari keimanan, maka balasannya

adalah surga. Maka Allah akan memintnya perkara yang mudah, tidak sulit, dan

tidak berat agar membuatnya senang dengan agama Allah dan agar dia senang

mengerjakan perintah Allah berupa shalat, puasa, zakat, pajak, dan sejenisnya.

Jadi, Allah tidak memerintahkannya untuk melakukan perkara yang sulit lagi

berat, namun memintanya melakukan perkara yang mudah.56

Al-Sya„râwi menjelaskan bahwa ayat ini sebagai landasan untuk balasan atas

amal baik serta menjadi pertimbangan masyarakat dan sebab mereka untuk mau

bergerak. Karena dalam sebuah masyarakat apabila di dalamnya tidak ada balasan

atas perbuatan baik serta tidak ada hukuman bagi yang melanggar, maka mereka

akhirnya akan meremehkan dan hidup tanpa peraturan. Dan manusia apabila

sudah merasa aman dari hukuman, maka mereka akan menjadi malas dan tidak

mau berkembang.57

Pada ayat di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa bagi orang-orang yang

mengerjakan amal saleh serta beriman kepada Allah, maka akan mendapatkan

balasan surga dari-Nya. Dan bagi orang-orang yang ikhlas dalam mengerjakan

amal saleh tersebut hanya semata-mata menceri ridha Allah, maka dia akan

mendapatkan kemudahan tanpa merasakan kesulitan dalam mengerjakan amal

55

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 303 56

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 8, h. 314 57

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XIV, h. 8985

Page 83: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

70

tersebut. Ayat tersebut juga mengajarkan kepada masyarakat agar berusaha untuk

berbuat kebaikan dan meningggalkan keburukan.

Selanjutnya pada ayat 107 surat al-Kahfi, balasan surga firdaus bagi orang-

orang yang beriman dan beramal saleh. Allah berfirman:

ت كاإن ٱلذين ءامنوا وعملوا ٱلص .س ن زلر نت ذلم جن ت ٱلفردو لح

Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal

saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal.58

(Qs. Al-

Kahfi ayat 107)

Sesungguhnya orang-orang yangberbahagia adalah mereka yang beriman

kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan para rasul dengan apa yang mereka

bawa, melakukan amal saleh berupa ibadah-ibadah fardhu dan ibdah sunah demi

mencari ridha Allah. Mereka akan mendapatkan surga Firdaus yang merupakan

surga tertinggi, terluas, dan terbaik. Surga Firdaus ini adalah tempat tinggal yang

disianpkan untuk mereka karena sangat memuliakan mereka. Firdaus dalam

bahasa Arab artinya pohon yang merambat, dan menurut perkiraan yang paling

benar adalah anggur. Dalam bahasa Romawi, firdaus artinya adalah kebun. Di

dalam sahîh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a., dia berkata,

“Rasulullah saw. bersabda,59

فإنو أعلى اجلنة، وأوسط اجلنة، ومنو فجر أن هار اجلنة ذا سألتم اهلل اجلنة، فاسألواه الفردوس، إ

“Jika kalian meminta surga kepada Allah maka mintalah Firdaus karena

sesungguhnya ia adalah tempat tertinggi di surga dan berada di tengahnya

dan dari sanalah terpancar sungai-sungai surga.”

58

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 304 59

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 8, h. 328

Page 84: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

71

adalah surga (افزدوس) Al-Sya‟rawi mengatakan bahwa (وبذ ه جبد افزدوس زال)

yang paling tinggi, dan (ازي) adalah apa yang disiapkan oleh Allah kepada

manusia untuk menghormatinya sebagai tamu Allah berupa tempat tinggal, unsur-

unsur kehidupan, dan kemewahan. Dan manusia ketika ia kedatangan tamu maka

ia akan menyiapkannya segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Maka

bagaimana jika Allah yang menyiapkan untuk tamu-Nya?60

Berdasarkan keterangan di atas maka orang-orang yang beriman kepada Allah

dan para rasul-Nya serta beramal saleh, maka berhak baginya untuk mendapatkan

surga tertinggi (Firdaus). Dan mereka akan kekal di dalamnya.

D. Pernikahan Nabi Musa Sebagai Imbalan Haknya Selama 8 Tahun

Kisah ini bermula ketika Nabi Mûsâ as pergi meninggalkan Mesir dan pergi

menuju Madyan karena Nabi Mûsâ ingin dibunuh oleh Fir‟aun dan kaumnya.

Musa keluar menuju Madyan dalam keadaan berjalan dengan penjagaan dan

petunjuk Allah untuk meniti jalan karena ada hubungan nasab antara orang-orang

Isra‟il dan penduduk Madyan. Sebab penduduk Madyan adalah anak keturunan

Ibrahim sedangkan orang-orang Isra‟il adalah anak keturunan Ya‟qûb bin

Ishâqbin Ibrahim. Di sana Nabi Mûsâ menikahi putri Nabi Syu‟aib, kemudian

kembali ke Mesir setelah dianugerahkan kenabian di tengan perjalanan.61

Kisah ini terangkum dalam surat al-Qasas ayat 22-28 yaitu:

60

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XV, h. 9008 61

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 368

Page 85: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

72

و ولما ورد ماء مدين وجد علي .ء ٱلسبيل ن قال عسى رب أن يهدين سواي ولما وجو لقاء مد

كما قالتا ل نسقي قت يصدر ب رأني ذودان قال ما خطٱلناس يسقون ووجد من دونم ٱم من أمةر

.فقي ل ف قال رب إن لما أنزلت إل من خي لظ إل ٱ ى ذلما ث ول فسق .كبي خ ٱلرعاء وأبونا شي

هما تشي على ٱستحيا ۥءه قالت إن أب يدعوك ليجزيك أجر ما سقيت لنا ف لما جا ء فجاءو إقدى

هما ي أبت ٱست قالت إق .قوم ٱلظ لمني وقص عليو ٱلقصص قال ل تف نوت من ٱل جره إن خي دى

تني على أن أن د ٱبقال إن أريد أن أنكحك إق .مني جرت ٱلقويأ ٱل من ٱست جرن ث ن ت ى

لحني أ أن أريد وما عندك فمن راعش ت أتم فإن قجج .شق عليك ستجدن إن شاء ٱللو من ٱلص

لك بين وبينك ق ا ٱ ال ذ .وٱللو على ما ن قول وكيل ن علي و لجلني قضيت فل عدأي

Allah berfirman:

22. Dan tatkala ia menghadap kejurusan negeri Mad-yan ia berdoa (lagi):

"Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar"

23. Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana

sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di

belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat

(ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?"

Kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami),

sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak

kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya"

24. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,

kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: "Ya Tuhanku

sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan

kepadaku"

25. Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu

berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu

Page 86: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

73

agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak)

kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu´aib) dan menceritakan

kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu´aib berkata: "Janganlah kamu takut.

Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu"

26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia

sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling

baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat

dipercaya"

27. Berkatalah dia (Syu´aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu

dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja

denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah

(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu

Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik"

28. Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja

dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan

tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan".62

(Qs. Al-Qasas ayat 22-28)

Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya menjelaskan,(ayat) ketika Mûsâ menuju

ke arah Madyan meninggalkan kota Fir‟aun, ia tidak tahu mengetahui jalan,

sehingga ia mengandalkan anugerah Allah, sembari berkata “Wahai Tuhanku,

tunjukkanlah aku jalan yang lurus”. Allah menganugerahinya dan

menunnjukannya kepada jalan yang lurus. Dia memilih jalan yang tengah di

antara tiga jalan. Dia bertanya kepada orang-orang sesuai kebiasaan. Ibnu Ishâq

mengatakan Mûsâ keluar dari Mesir menuju Madyan tanpa membawa bekal atau

tunggangan. Antara Mesir dan Madyan sepanjang perjalanan delapan hari. Dia

tidak makan kecuali dedaunan. Madyan terletak di sebelah Teluk Aqabah,

Palestina.63

Menurut al-Sya„râwiMûsâ pergi keluar meninggalkan Mesir dia merasa takut,

ia hanya ingin kabur dan belum berpikir ke mana ia akan pergi. Yang hanya ia

62

Departemen Agama RI., Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, h. 388 63

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 368

Page 87: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

74

inginkan adalah pergi meninggalkan Mesir, dan akhirnya ia berhasil pergi ke

Madyan dengan pertolongan Allah.64

Peristiwa-peristiwa Madyan yang dijelaskan Wahbah al-Zuhaili sebagai

berikut:

Pertama, keadaan para pengembala terhadap air. Ketika Nabi Mûsâ sampai

ke Madyan, tiba di sumber air di Madyan, di sana ada sumur yang didatangi oleh

para pengembala ternak, Nabi Mûsâ mendapati sekelompok orang sedang

memberi minum ternak mereka dan mendapati di tempat yang lebih rendah dari

tempat mereka ada dua orang perempuan yang mencegah air bersama para

pengembala yang lain, supaya tidak terganggu dan kambing-kambing mereka

tidak bercampur dengan yang lain. Ketika Musa melihat keduanya, hatinya

tersentuh dan kasihan lalu bertanya, “kenapa kalian tidak mendatangi air bersama

dengan mereka?” dua orang perempuan itu berkata, “kami tidak bisa memberi

minum kambing-kambing kami.” Yakni kami tidak mungkin memberi minum

kambing-kambing kami kecuali setelah mereka selesai memberi minum,

sementara Bapak kami orang tua lagi pikun yang tidak mampu mengembala dan

memeberi minum kambing sendirian. Ini yang menyebabkan kami ada pada

kondisi seperti yang kamu lihat. Ini adalah kondisi orang yang lemah bersama

dengan orang yang kuat. Orang kuat minum terlebih dahulu air yang jerninh,

sementara orang lemah minum sisa air. Di sini ada alasan untuk Musa mengapa

mereka tidak memberi minum kambing sendirian juga penjelasan bahwa bapak

64

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XVII, h. 10903

Page 88: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

75

mereka tidak mampu memberi minum karena kerentaanya. Demikian juha ada

harapan belah kasih Mûsâ agar mau menolongnya.65

Kedua, memeberi minum kambing dua orang perempuan lalu bermunajat.

(ayat) lalu Musa memberi minum kambing dua orang perempuan itu dari sumur

yang ditutup batu besar, yang tidak bisa diangkat kecuali oleh sepuluh orang laki-

laki. Sebagaimana riwayat Ibnu Abî Syaibah dari „Umar bin Khatab, kemudian

Mûsâ mengembalikan batu besar itu ke atas sumur, lalu beranjak pergi ke

naungan phon untuk beristirahat kemudian bermunjat kepada Tuhannya,

“sungguh aku membutuhkan makanan sedikit atau banyak untuk menghilangkan

rasa laparku.”Al-Qur‟an menjadikan kata فميز() muta‟addi dengan hruf lam karena

ia mengandung makna meminta dan mengharap. Di sini ada petunjuk bahwa

Mûsâ memberi minum kambing keduanya dalam keadaan terik panas matahari,

juga memberi petunjuk mengenai kesempurnaan kekuatan Mûsâ, juga

bahwasanya meskipun dia tinggal di istana Fir‟aun tetapi dia tergembleng

keteguhan dan kesabaran.66

Ibnu „Abbâs mengatakan Mûsâ berjalan dari Mesir ke Madyan tidak

mempunyai makanan kecuali kacang dan dedaunan. Dia tidak memakai alas kaki.

Ketika dia sampai ke Madyan kedua telapak kakinya terluka dan duduk di

naungan, sementara dia adalah pilihan Allah dari mahluk-mahluk-Nya. Perutnya

menempel pada punggungnya karena lapar, warna hijau kacang kelihatan dari

dalam perutnya. Dia membutuhkan sepotong kurma.67

65

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 368 66

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 369 67

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 369

Page 89: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

76

Ketiga, kelapangan setelah kesusahan. (ayat) ketika kedua perempuan itu

kembali kepada bapak mereka dengan cepat membawa kambing-kambing, dia

heran dan menanyakan keadaan mereka. Lalu mereka menceritakan apa yang

dialkukan Mûsâ. Kemudian Nabi Syu‟aib mengutus salah seorang dari keduanya

untuk mengundang Mûsâ menemuinya. Salah seorang dari mereka berjalan

sebagaimana orang-orang merdeka, malu, mengenakan kerudungnya, menutupi

wajahnya dengan pakaian. Dia bukan perempuan yang berani kepada laki-laki.

Lalu dia berkata dengan penuh adab dan sangant malu, “Bapakku meminta dating

untuk memberi balasan atas kebaikanmu kepada kami. Dia akan memberikan

upah kamu memberi minum kambing-kambing kami.”68

Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa bapak kedua perempuan itu.

Mayoritas ulama atau yang masyhur menurut sebagian besar ulama bahwa orang

yang mengundang, bapak mereka Nabi Syu‟aib yang diutus untuk penduduk

Madyan, sementara kedua perempuan itu adalah putrinya. Di sini tidak ada hal

yang dianggap tabu oleh agama, sebagaimana ucapan al-Razi.

Mûsâ menerima undangan itu demi mendapatkan berkah dari orang tua itu,

bukan karena mencari upah. Diriwayatkan bahwa perempuan itu ketika berkata,

“Agar dia memeberikan balasan terhadap (kebaikan)mu.” Mûsâ tidak mau. Ketika

disuguhi makanan dia juga menolak dan berkata, “Kami keluarga yang tidak

menjual agama kami dengan dunia. Kami tidak mengambil harga (imbalan) atas

kebaikan yang kami lakukan.” Sampai Syu‟aib berkata, “Ini adat kebiasaan kami

dengan setiap orang yang berkunjung kepada kami.” Demikian ini, apalagi

keadaan darurat adalah membolehkan hal-hal yang diharamkan.

68

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 369

Page 90: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

77

Nabi Mûsâ mengikuti perempuan itu ke rumah bapaknya dan meminta agar

dia berjalan di belakang Mûsâ supaya tidak melihatnya. Juga agar perempuan itu

menunjukkan jalan sementara dia ada di belakangnya. Ini adalah adab laki-laki

yang disiapkan Allah menjadi nabi.69

Keempat, perbincangan keamanan dengan orang tua renta. (ayat) ketika Musa

mendatangi orang tua itu dan mengabari kisahnya dengan Fir‟aun dan kaumnya

mengenai kekufuran, kesewenang-wenangan dan kezaliman mereka kepada Bani

Isra‟il, juga persengkokolan mereka untuk membunuhnya dan menjadi sebab dia

keluar dari negrinya, Mesir, Nabi Syu‟aib berkata kepadanya, “Janganlah kamu

takut, tenagnlah dan jangan sedih. Kamu telah selamat dari kekuasaan orang-

orang yang zalim. Kamu telah keluar dari kerajaan mereka. Mereka tidak

mempunya kekuasaan di negri kami.” Musa tenang dan reda dari kegelisahan.70

Kelima, anak perempuan Nabi Syu‟aib meminta kepada ayahnya agar

mempekerjakan orang yang kuat lagi terpercaya.(ayat) salah seorang dari dua

putri, yang mengundang Mûsâ berkata, “Wahai bapakku, upahlah dia untuk

menggembala kambing-kambing ini. Sungguh, sebaik-baik orang yang diberi

upah adalah dia, sebab dia orang yang kuat untuk menjaga ternak dan melakukan

urusan pertenakan. Dia juga orang terpercaya yang mana engkau tidak khawatir

dikhianati.”

Perempuan itu menyifati Mûsâ dengan sifat buruh yang paling utama: kuat

melaksanakan perintah dan amanah dalam menjaga sesuatu. Sumber dari dua sifat

ini adalah yang dia saksikan dari keadaan Mûsâ. Bapaknya berkata, “Bagaiman

69

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 369 70

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 369

Page 91: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

78

kamu tahu tentang itu?” Perempuan itu menjawab, “Dia mengangkat batu besar

yang tidak bisa dibawa kecuali oleh sepuluh orang. Dan aku ketika datang

bersamanya, aku ada di depannya, lalu dia berkata kepadaku, “Kamu di

belakangku. Jika jalanku salah, lemparkanlah kerikil supaya aku tahu jalan yang

aku tuju.”

Abdullah bin Mas‟ud mengatakan orang yang paling bagus firasatnya ada

tiga. Abû Bakar ketika berfirasat memberi kekuasaan pada „Umar, orang dalam

cerita Nabi Yûsuf ketika berkata, “Muliakanlah kedudukannya” dan perempuan

itu dalam kisah Mûsâ ketika berkata, “Muliakanlah Bapakku, ambilah dia sebagai

orang yang berkerja kepada kita. Karena sesungguhnya orang yang paling baik

yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat

dipercaya.”71

Keenam, hubungan semenda Mûsâ dan Syu‟aib. (ayat) Syu‟aib menerima

bahwa Mûsâ adalah laki-laki yang kuat lagi terpercaya. Lalu dia berkata kepada

Mûsâ, “Aku ingin menjadikanmu menantu, menikahkanmu dengan salah seorang

dari kedua putriku. Pilihlah siapa yang kamu sukai. Mereka adalah Shafuriya dan

Layya sedangkan maharnya, kamu menggembalakan kambing-kambingku selama

delapan tahun. Jika kamu mau menambah dua tahun itu hakmu. Jika tidak,

delapan tahun sudah cukup. Aku tidak memberatimu setelah itu dengan apa pun

mengenai perdebatan maslah waktu atau lainnya. Kamu akan mendapatiku

sebagai orang saleh secara umum.” Di antaranya adalah perlakuan yang bagus,

71

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 370

Page 92: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

79

lemah lembut. Nabi Syu‟aib mengatakan in sya Allah adalah untuk mendapatkan

berkah dan tawakkal kepada taufik dan pertolongan Allah.72

Nabi Mûsâ kemudian menjawab (ayat) Nabi Mûsâ berkata kepada mertuanya,

“Perkaranya adalah seperti yang kamu ucapkan. Aku mempunyai hak memilih

salah satu dari dua putrimu dan salah satu dari dua masa, delapan atau sepuluh

tahun. Masing-masing sesuai yang disyaratkan. Jika aku telah menyelesaikan

delapan tahun, aku telah bebas dari perjanjian ini dan aku sudah keluar dari syarat.

Tidak ada kesulitan bagiku untuk memilih dua masa itu. Kamu juga tidak punya

hak untuk menuntutku menambah masa itu. Jika dia disiapkan untuk menjadi

nabi, dia akan memeilih yang paling sempurna. Meskipun itu mubah, bukan

keharusan. Nabi Mûsâ telah melakukan masa yang paling sempurna dari dua

masa.73

Ibnu Jarîr dan lainnya meriwayatkan dari Ibnu „Abbâs bahwa Rasulullah saw.

bersabda,

يأ ل، أ ي ب ج ت ل أ : س ال ق م ل س و و ي ل ى اهلل ع ل اهلل ص ل و س ر ن أ اس ب ب ع ن اب ن ع ه ر ي غ ر و ي ر ج ن ب إ و ر ا.م ه ل م ك أ ا و م ه تأ : أ ال ى؟ ق س و ى م ض ق ني ل ج ال

“Aku bertanya kepada Jibrîl, masa yang mana yang dilaksanakan oleh

Musa?” Jibrîl menjawab, “Yang paling sempurna dan yang paling genap.”

itulah perjanjian yang terjadi antara Nabi Mûsâ dan Syu‟aib.74

Al-Sya„râwi menjelaskan dalam tafsirnya ada tiga hukum yang bisa kita

ambil dalam masalah terkait pekerjaan perempuan. Dan apa yang menjadi

kewajiban bagi kita ketika seorang perempuan mengalami kesulitan dalam

pekerjaannya. Yang pertama kita mengetahui bahwa memberi minum kambing-

72

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 370 73

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 370 74

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 371

Page 93: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

80

kambing yang digembala adalah tugas laki-laki. Yang kedua perempuan tidak

akan keluar bekerja kecuali dalam keadaan darurat. Dan perempuan tidak boleh

mengerjakan pekerjaan laki-laki kecuali laki-laki tersebut lemah untuk melakukan

pekerjaannya. Dan yang ketiga masyarakat muslim harus membantu wanita yang

keluar untuk bekerja apabila dia membutuhkan bantuan atau untuk mempermudah

dalam pekerjaannya.75

Mengenai peristiwa dinikahkannya Nabi Mûsâ oleh anak Nabi Syu‟aib al-

Sya„râwi memberi perumpamaan. Al-Sya„râwi berpendapat bahwa ada seorang

bapak yang melarang anaknya menikah dengan laki-laki yang salih, walaupun

sedikit yang melakukannya. Dan dalam peristiwa ini sebagai hikmah kepada

seorang bapak dalam memilih laki-laki yang salih untuk dinikahkan dengan

putrinya. Tetapi kita banyak menemukan laki-laki yang agama dan ahlaknya

buruk, tetapi mempunyai kedudukan yang baik di masyarakat.

Dalam keadaan seperti ini seorang bapak harus memilih dan memperhatikan

dengan baik laki-laki yang kelak akan menikahkan putrinya. Dan menanyakan

kepada laki-laki tersebut kenapa ia belum menikah? Ini sebagai motivasi untuk

laki-laki. Karena banyak anak muda sekarang yang mengharapkan dukungan dan

motivasi dari wali perempuan yang akan dinikahinya. Ini pelajaran yang dapat

kita ambil dari sikap Nabi Syu‟aib kepada Nabi Mûsâ.76

Menurut wahbah al-Zuhaili mengenai potongan ayat (أىحه) adalah dalil

bahwa nikah adalah nikah kepada wali. Bukan hak perempuan, sebab orang saleh

Madyan bertanggung jawab atas pernikahan itu. Ini adalah pendapat mayoritas

75

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XVII, h. 10905 76

Mutawalli al-Sya„râwi, Tafsir al-Sya„râwi, Jilid XVII, h. 10910

Page 94: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

81

ulama. Ayat ini juga menunjukan bahwa seorang bapak mempunyai hak untuk

menikahkan putrinya yang perawan yang sudah baligh tanpa musyawarah. Ini

juga merupakan pendapat mayoritas ulama.77

Selanjutnya mengeni hukum dalam ayat (إي أريذ أ أىحه) Wahbah al-Zuhaili

menjelaskan ayat ini sebagai dalil bahwa nikah terbatas pada kata nikahkan saja,

menurut kalangan al-Syafi‟iyyah. Al-Malikiyyah mengatakan nikah bisa terjadi

dengan lafaz apa pun. Abu Hanifah mengatakan nikah terjadi dengan lafaz apa

pun yang menunjukkan makna kepemilikan selamanya, baik dengan lafaz hibah

atau lainnya, jika itu disaksikan. Sebab talak terjadi dengan perkataan sarih (jelas)

dan kinyah (sindiran). Demikian juga nikah. Yang khusus mengenai Nabi Musa

adalah pernikahan dengan tanpa mahar, bukan pernikahan dengan lafaz hibah

(memberi). Potongan ayat (إحذي اثزي هبري) adalah tawaran untuk menikah, bukan

akad nikah. Sebab kalau itu akad, perempuan yang masuk dalam akad untuk Nabi

Mûsâ, harus diperjelas.78

Makki mengatakan dalam masalah ini. Di antaranya tidak dijelaskan istri,

tidak ditentukan awal masa pernikahan, menjadikan ijarah sebagai mahar. Nabi

Mûsâ sudah menggauli isterinya, tetapi mahar belum dibayar sama sekali. Ada

pun penegasan siapa istri Nabi Mûsâ, realitasnya itu terjadi dalam kesepakatan

lain. Masalah ini disampaikan secara global dan setelah itu ditentukan siapa

perempuannya. Ada pun penyebutan awal mulanya pernikahan, di ayat ini tidak

ada yang menghendaki gugurnya pernikahan, tapi didiamkan, tidak dibicarakan.

Barangkali mereka telah menyepakatikan. Kalau tidak ada kesepakatan,

77

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 372 78

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 372

Page 95: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

82

pernikahan dimulai pada awal waktu akad. Adapun nikah dengan mahar upah

pekerjaan, ini jelas dari ayat. Ini juga hal yang diakui oleh syari‟at kita dengan

dalilapa yang diriwayatkan oleh imam-imam mengenai pernikahan dengan mahar

sesuatu dari al-Qur‟an. Di antara jalan riwayat itu berbunyi ( فعهب عشزي آيخ وهي

.maka ajarilah dua puluh ayat, dia adalah istrimu (ازأره79

Para ulama mempunyai tiga pendapat mengenai hal ini. Imam Malik

memakruhkan. Ibnu al-Qâsim dan Hanafiyah melarang. Ibnu Hubaib, al-

Syafi‟iyyah dan Hanabilah membolehkan dengan dalil ayat ini. Adapun ucapan

Makki bahwa Nabi Mûsâ sudah menggauli istrinya sementara mahar belum

dibayar, di sini ada perbedaan pendapat. Ibnu Qâsim melarangnya. Suami tidak

boleh menggauli sampai dia membayar mahar, meskipun seperempat dinar.

Ulama-ulama mutaakhir Malikiyyah membolehkan sebab menyegerakan mahar

atau sebagian dari mahar adalah disunnahkan.80

Terlepas dari perbedaan para ulama dalam terkait hukum yang ada dalam

ayat ini, bahwa perjanjian Nabi Mûsâ kepada Nabi Syu‟aib untuk mengembala

kambing selama 8 tahun merupakan kewajiban yang harus didahulukannya.

Sementara itu ia mendapatkan haknya dengan menikahi puttri Nabi Syu‟aib.

Dari kisah ini kita banyak mendapatkan pelajaran salah satunya adalah

pelajaran untuk seorang bapak agar benar-benar dalam memilih laki-laki yang

akan dinikahkan dengan putrinya.

79

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 372 80

Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir: Aqidah, Syariah, & Manhaj, jilid. 10, h. 373

Page 96: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tentang ayat-ayat yang mendahulukan kewajiban dari

pada hak dalam tafsir al-Sya„râwi dan Wahbah al-Zuhaili, secara garis besar

menunjukkan bahwa kewajiban harus didahulukan dari pada hak yang diperoleh..

Dan ada pun perbedaan yang ada pada kedua tafsir tersebut adalah sudut pandang

mengenai ayat-ayat yang dibahas. Bahwa al-Sya„râwi dalam tafsirnya sangat

menonjolkan aspek sosial sedangkan Wahbah al-Zuhaili menonjolkan aspek

hukum.

Namun, Keduanya sepakat bahwa seseorang harus terlebih dahulu

menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya sebelum ia berhak memperoleh

haknya. Di dalam masalah ini, penulis juga mengakui masih ada sebagian orang

yang keliru bahwa mereka banyak menuntut haknya sebelum menjalankan

kewajibannya.

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari

bahwa sebuah penelitian tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Maka dari

itu, penulisan ini tidak dapat dikatakan telah selesai, tapi masih bisa dikaji ulang.

Page 97: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

84

DAFTAR PUSTAKA

Abror,Robby Habiba. “Paradoks Universalitas HAM Barat di Muka Cermin

Islam Perspektif Filsafat Hukum dan HAM”, Ijtihad, Jurnal Wacana

Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol 12, No.2, Desember 2012: 217-235.

Abu Aziz,Syaikh Sa‟ad Yusuf Mahmud.Ensiklopedi Hak dan Kewajiban Dalam

Islam, Terj. Ali Nurdin Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2017.

Achmad. “Mutawalli al-Syarawi Dan Metode Penafsirannya: Studi atas Surah al-

Maidah ayat 27-34. Al-Daulah. Vol.1 No 2, Juni 2013.

Baihaki.“Studi Kitab Tafsîr al-Munîr Karya Wahbah al-Zuhaili Dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama”. Analisis. Vol XVI No.

1, Juni 2016.

Daswandi.“Implikasi Nasikh Mansukh Dalam Menafsirkan Al-qur‟an”,Tesis S2

Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2017.

Departemen Agama RI.Al-Qur‟an Tajwid Dan Terjemahannya, Wisma Haji

Tugu, 2007.

Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:PT

Gramedia Pustaka Utama, edisi IV 2015.

al-Fairuz Abadi,Majdudin Muhammad bin Ya‟qub.Al-Qamus al-Muhit Dar a-

Hadits, 2008.

Fatimah,Putri Ajeng.“Waris Kalalah Dalam Pandangan Wahbah al-Zuhaili”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2011.

Ghazaly,Abdul Rahman. Ihsan,Ghufron. Shidiq,Sapiudin.Fiqh Muamalat,

Jakarta:Kencana Prenada Group, 2010.

al-Ghazali,Imam.Mukasyafah al-Qulub: al-Muqarib Ila Hadrah „Allam al-Guyub

Fi „Ilm al-Tasawwuf Terj: Irwan Kurniawan Pustaka Hidayah: cet. I, 2006

Hakim,M. Arifin.Ilmu Budaya Dasar, Jakarta:Pustaka Satya, 2001.

Page 98: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

85

Hamka.Renungan Tasawuf Jakarta: Republika Penerbit, 2016.

Hasan,Moch. Sya‟roni.Implementasi Kegiatan Amal Saleh Dalam Peningkatan

Kecerdasan Spiritual: Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Urwatul

Wutsqo Bulurejo Diwek Jombang, Didaktika Religia Vol.2, No.1 tahun

2014

Hawwa,Sa‟id.Takiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin Jakarta: Pena Pundi

Askara, 2005.

Hidayat,Nasrul. ”Konsep Wasatiyah Dalam Tafsir al-Sya„râwi”, Tesis S2

Pascasarjana, UIN Alaudin Makasar, 2016.

al-Jurjani,Ali Muhammad.al-Ta‟rifat al-Haromain, 1421 H.

Kaltsum,Lilik Ummi. “Hak-Hak Perempuan Dalam Pernikahan Menurut Wahbah

al-Zuhaili”Makalah diterbitkan di Jurnal Studi Gender Palastren, STAIN

Kudus, vol.5, no.1, Juni 2012.

Mas‟adi, Ghufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta:PT Raja Grafindo

Persada, 2002.

Matondang,Ikhwan.“Hak Kebebasan Beragama dalam Bingkai Relatifitasi Hak

Asasi Manusia”, Ilmu Ushuluddin, Vol 2, No. 3, Januari –Juni 2015.

Mentari,Riesti Yuni.“Penafsiran al-Sya„râwi Terhadap al-Qur‟an Tentang Wanita

Karir”, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2011.

al-Qattan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Alquran, Jakarta:Pustaka Al-

Kautsar, 2004.

Pasya,Hikmatiar.“Studi Metodologi Tafsir al-Sya„râwi”. Studia Quranika. Vol. 1,

No.2, Januari 2017.

Sanaky, Hujair A. H. “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikut

Warna atau Corak Mufassirin)”, Al-Mawarid Edisi XVII, Tahun 2008.

Shihab,M. Quraish.Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudû‟î atas Pelbagai Persoalan

Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Page 99: HAK SEBAGAI IMBALAN KEWAJIBAN (Studi Kritis Penafsiran al ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43307/1/TRESNA... · Dr. Hasani Ahmad Said, M.A. NIP. 19820221 200901

86

Syafrudin,Amang.Hidup Dengan Al-Fâtihah, Jakarta: Gema Insani, 2009.

al-Sya„râwi,Mutawalli.Tafsir al-Sya„râwi, Mesir:Al-Azhar Islamic Research

Academy, 1991.

Syukur, Abdul.“Mengenal Corak Tafsir al-Qur‟an”, El-Furqonia. Vol. 01, No.

01, Agustus 2015.

al-Yassu‟I, Fr.Louis Ma‟luf. al-Yassu‟I,Fr. Bernard Tottel.al-Munjid Fi al-

Lughah wa al-A‟lam, Beirut Libanaon:Dar al-Masyriq, 2017.

Yunus,Mahmud.Kamus Arab Indonesia,Ciputat: Mahmud Yunus wa Dzuriyyah,

2007.

Yusran.Amal Saleh: Doktrin Teologi dan Sikap Sosial, Jurnal al-Adyan, Vol.1,

No.2, Desember 2015.

al-Zuhaili,Wahbah.Tafsir al-Munîr: Aqidah, Syariah, & Manhaj Terj: Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta: Gema Insani, 2013.

Referensi Web:

http://www.acamedia.edu/7169737/Makalah-Hak-Kewajiban-dan-Keadilan

https://www.dakwatuna.com/2015/09/04/74702/dr-wahbah-al-zuhaili-riwayat-

hidup-dan-karyanya/amp/

https://islamfeminis.wordpress.com/2007/04/19/menjawab-mis-understanding-

antara-anjuran-dan-kewajiban-versi-imam-khumaini-ra-1-relasi-hak-dan-

kewajiban/