hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian...

88
HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ( Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006 ) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.Hi) Oleh: Diana Yulita Sari 106043201329 KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431H/2010M

Upload: vokien

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

( Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006 )

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.Hi)

Oleh:

Diana Yulita Sari

106043201329

KONSENTRASI PERBANDINGAN HUKUM

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431H/2010M

Page 2: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata I (S1) di Unversitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua Sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika Suatu saat terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 September 2010

Diana Yulita Sari

106043201329

Page 3: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

atas ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini. Semoga rahmat dan

karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan bumi ini. Tak lupa

sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Muhammad SAW dan para

pengikutnya yang selalu istiqomah dalam menjalankan risalahnya hingga akhir zaman.

Dengan selesainya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk serta

dukungan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa

terima kasih dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Bapak DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA selaku Ketua Jurusan Perbandingan

Mazhab dan Hukum.

3. Bapak DR. H. Muhammad Taufiki, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Perbandingan

Mazhab dan Hukum.

Page 4: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

iii

4. Bapak Nahrowi, SH., MH., dan Ibu Dra. Hj. Afidah Wahyuni M.Ag selaku

pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, serta

memotivasi penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang tak kenal lelah mentranformasi ilmunya disetiap

saat.

6. Bapak Muh. Muslih, S.HI., M.H., dan Drs. Afdal Zikri, SH., MH., selaku

pengacara yang telah memberikan informasi dan data yang sangat dibutuhkan

oleh penulis.

7. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah maupun Perpustakaan

Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya bagi

penulis.

8. Ayahanda tercinta Yusrizal (alm) dan Ibunda Rusmiyati, beliaulah yang

membesarkan, mendidik, memberikan semangat, memberikan kasih sayangnya

serta doa’anya agar penulis dapat cepat selesai dalam menyusun skripsi.

9. Kepada abang-abangku yang selalu memotivasi dan membantu penulis dalam segi

materi dan non materi.

10. Kepada teman-teman seperjuangan Perbandingan Hukum Angkatan 2006 yang

telah memberikan warna hidup dan selalu kompak selama menempuh perkuliahan

bersama penulis.

Page 5: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

iv

11. Kepada teman-teman KKS Naringgul yang selam 1 bulan penuh selalu bersama-

sama dalam suka dan duka, yang tanpa hentinya memberikan yang terbaik untuk

Naringgul.

12. Kepada seluruh pihak yang tidak tertulis, penulis mengucapkan mohon maaf yang

sebesar-besarnya dan terima kasih atas segala bantuannya.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan

kekeliruan yang tidak disengaja, oleh karena itu penulis meminta maaf yang sebesar-

besarnya.

Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya yang diterima penulis akan

mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amien

Jakarta, 22 September 2010

(Penulis)

Page 6: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Permasalahan 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8

D. Metode Penelitian 9

E. Review Studi Terdahulu 11

F. Sistematika Penulisan 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN AKIBAT

HUKUMNYA

A. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukum Perceraian 15

B. Macam-macam Perceraian 21

C. Akibat Hukumnya 28

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASUH ANAK (HADHANAH)

A. Pengertian Hadhanah 35

1. Menurut Hukum Islam 35

2. Menurut Peraturan Perundang-Undangan 37

Page 7: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

vi

B. Dasar Hukum Hadhanah 50

C. Syarat-Syarat hadhanah 52

D. Pihak-Pihak Yang Berhak Atas Hadhanah 54

E. Masa Hadhanah 56

BAB VI ANALISIS PUTUSAN PERKARA MAHKAMAH AGUNG NOMOR

349 K/AG/2006 TENTANG HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR

A. Posisi Kasus dalam Persidangan 58

B. Proses Putusan Hakim 61

1. Proses Pemeriksaan 61

2. Pertimbangan Majelis Hakim 69

3. Putusan Majelis Hakim 71

C. Analisis Putusan hakim tentang hak asuh anak 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 77

B. Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 82

Page 8: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau

tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.1 Undang-Undang tidak membolehkan

perceraian dengan cara mufakat antara suami dan istri saja, tetapi harus ada alasan

yang sah. Perceraian mempunyai akibat terhadap anak yang masih di bawah umur,

yakni kekuasaan orang tua dapat berubah menjadi perwalian. Karena itu jika

perkawinan diputuskan oleh hakim maka harus diatur pula tentang perwalian terhadap

anak yang masih di bawah umur. Penetapan wali oleh hakim dilakukan setelah

mendengar keluarga dari pihak ayah maupun pihak ibu yang erat hubungannya

dengan anak tersebut.

Generasi muda atau anak-anak merupakan generasi penerus dan pengganti

orang tua sekaligus generasi harapan bangsa. Jika orang tua dapat mendidik anak-

anak tersebut dengan baik, maka anak tersebut dapat diharapkan menjadi penerus

bangsa. Orang tua baik secara jasmani maupun rohani bertanggung jawab mendidik

dan memelihara anak sampai tumbuh menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti

kepada orang tua, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berkemampuan

untuk meneruskan cita-cita berdasarkan Pancasila.

1 Prof. Subekti, SH, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Internusa, 1994), Cet. XXVI, h. 42.

Page 9: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

2

Suatu perceraian dapat terjadi dikarenakan kehidupan rumah tangga tidak

harmonis atau dengan kata lain sudah tidak dapat diharapkan untuk rukun dan damai

lagi. Perceraian itu hendaknya hanya dilakukan sebagai tindakan yang terakhir setelah

usaha dan segala daya upaya yang telah dilakukan guna memperbaiki kehidupan

perkawinannya, tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh kecuali hanya dengan

dilakukan perceraian antara suami dan istri.2

Putusnya suatu perkawinan akibat perceraian sebisa mungkin hanya sebagai

pintu darurat yang dilakukan, jika saja perceraian menjadi jalan terakhir maka

sepatutnya proses-proses perdamaian telah dilakukan baik oleh inisiatif pasangan

tersebut maupun oleh usaha keluarga yang disebut “hakamain” atau juru damai

maupun yang selalu diupayakan oleh hakim di Pengadilan sebelum bersidang,

hendaklah upaya damai tersebut menjadi pertimbangan yang memang harus diresapi

oleh pihak yang ingin bercerai.

Hal ini jelas tidak sesuai dengan tujuan perkawinan menurut pasal 1 Undang-

Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (selanjutnya akan disebut UU Perkawinan)

yang menyatakan bahwa, Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau

rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan keTuhananYang Maha Esa.3

Membentuk keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat kecil yang

terdiri dari suami-istri dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk

2 Jamil Latif, Aneka Hukum Perceraian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), Cet.2, h. 30.

3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 1.

Page 10: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

3

kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman

bersama. Sedangkan bahagia artinya ada kerukunan dalam hubungan antara suami-

istri atau anak-anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus

seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan menurut

kehendak pihak-pihak. Selain itu tujuan Perkawinan adalah untuk menghasilkan

keturunan yang baik guna meneruskan perjuangan keluarga dan mengharumkan.4

Dalam pandangan Islam, tujuan dari perkawinan antara lain adalah agar suami

istri dapat membina kehidupan yang tentram lahir dan batin dan saling cinta

mencintai dalam satu rumah tangga yang bahagia. Disamping itu, diharapkan pula

kehidupan rumah tangga dapat berlangsung kekal, oleh karena itu, Islam telah

memberi petunjuk atau jalan yang harus ditempuh bila sewaktu-waktu terjadi

perselisihan dalam rumah tangga.5

Akan tetapi pada kenyataannya berdasarkan pengamatan, tujuan dari

perkawinan itu banyak yang tidak tercapai secara utuh. Hal yang baru tercapai

mengenai pembentukan rumah tangga, sedangkan bahagia dan kekal belum tercapai

karena banyak perceraian.

Pertimbangan dari pasal tersebut adalah bahwa sebagai Negara yang

berdasarkan Pancasila di mana sila pertama adalah keTuhanan Yang Maha Esa, maka

perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan Agama, bukan hanya

unsur lahir atau jasmani tetapi unsur batin atau rohani juga mempunyai peranan

4 Abdurahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rinek Cipta,1992), Cet. Ke-1

h. 4.

5 Neng Djubaedah Dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT.Hecca Utama,

2005), h. 135

Page 11: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

4

penting.6 Dengan terjadinya perceraian maka akan berakibat bahwa kekusaan orang

tua berakhir dan berubah menjadi hak asuh. Oleh karena itu jika perkawinan diputus

oleh hakim maka perlu diatur tentang hak asuh terhadap anak-anak yang masih di

bawah umur.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(selanjutnya akan disebut UU Perlindungan Anak) hanya mengatur kuasa asuh dan

hal tersebut dapat dicabut bila diketahui orang tua menelantarkan anak-anak atau

tidak dapat menjamin tumbuh kembang si anak.

Dalam UU Perkawinan pasal 41, disebutkan mengenai hal-hal yang harus

dilakukan pihak istri maupun pihak suami setelah perceraian sebagai berikut:

1. Baik ibu maupun bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,

semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi putusan.

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak, bilamana dalam kenyatannya bapak tidak dapat

memberikan kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa istri ikut

memikul biaya tersebut.

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan untuk menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.7

6 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1996), Cet. Ke-2, h. 2-3.

7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 41.

Page 12: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

5

Sesuai dengan amanat UU Perlindungan Anak dan UU Perkawinan bahwa

jika suami-istri telah bercerai, maka kewajiban untuk mengasuh dan merawat anak-

anak tetap menjadi kewajiban mereka, dengan kata lain bukan hanya merupakan

kewajiban dari suami saja atau istri saja.

Majelis hakim bebas untuk menetapan ayah atau ibu yang berhak memelihara

anak tersebut, tergantung dari siapa yang paling cakap atau yang paling baik

mengingat kepentingan anak-anak tersebut. Tetapi sering kali pertikaian masih sering

berlanjut sampai ke tingkat Pengadilan yang lebih tinggi dikarenakan salah satu pihak

merasa tidak puas terhadap putusan tersebut.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 105 menyatakan bahwa pemeliharaan

anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, akan

tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan belum sesuai dengan aturan tersebut karena

masih ada sebagian ibu yang merasa berhak untuk mengasuh anak-anaknya namun

hak tersebut jatuh kepada sang ayah sesuai dengan putusan majelis hakim. Berkaitan

dengan apa yang akan penulis kemukakan dalam skripsi ini terhadap perkara di

Mahkamah Agung (MA) dengan Nomor Perkara 349 K/AG/2006 pada kasus Tamara

Bleszinski dan Teuku Rafly Pasya di mana salah satu amar putusannya menetapkan

pengasuhan Rassya Isslamay Pasya berada dalam pengasuhan ayahnya (Teuku Rafly

Pasya).

Seorang hakim memutuskan bahwa sang ayah yang berhak mendapatkan hak

asuh anak tersebut walaupun usia si anak masih belum mumayyiz atau di bawah

umur. Jika dilihat dari UU Perlindungan Anak, antara suami dan istri mempunyai

Page 13: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

6

kedudukan untuk mengasuh anak tersebut tergantung kepada hakim yang

memutuskan perkara tersebut.

Sedangkan istilah fikih pemeliharaan anak setelah terjadi perceraian disebut

Hadhanah. Dalam arti yang lebih lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil

setelah terjadinya perceraian. Hal ini dibicarakan dalam fikih karena secara praktis

antara suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan

bantuan dari ayah dan ibunya.8

Namun yang perlu ditegaskan di sini adalah, bahwa terdapat perbedaan antara

tanggung jawab pemeliharaan yang bersifat materil dan tanggung jawab yang bersifat

pengasuhan. Tanggung jawab pemeliharaan yang bersifat materil dalam konsep Islam

merupakan kewajiban ayah, sedangkan tanggung jawab pemeliharaan yang bersifat

pengasuhan adalah tanggung jawab ibu. Dalam berbagai literatur fikih yang paling

berhak atas pengasuhan anak diberikan kepada ibu selama anak tersebut belum

mumayyiz. Dan apabila anak tersebut sudah mumayyiz, maka anak tersebut disuruh

memilih kepada siapa di antara ayah dan ibunya.

Yang ingin penulis analisis adalah mengapa seorang hakim memberikan hak

asuh kepada ayah, karena sangat bertolak belakang pada Kompilasi Hukum Islam

pasal 105 yang isinya jelas mengatur tentang hak asuh anak di bawah umur diberikan

kepada ibu. Dan apa alasan hakim menetapkan sang ayah yang berhak mengasuh

anak tersebut, serta apakah hakim dalam memutuskan perkara sudah memperhatikan

8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, “Antara Fikih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan”, (Jakarta, Kencana: 2006), Cet. Ke-1, h. 327-328.

Page 14: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

7

ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik dengan

problematika kasus ini dan mencoba untuk mengangkat wacana tersebut dalam

sebuah karya ilmiah dengan judul “Hak Asuh Anak di Bawah Umur Akibat

Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak” (Studi Analisis Putusan Perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006).

B. Pembatasan dan Perumusan Permasalahan

Untuk menghindari terjadinya kesalah pahaman dan memperoleh gambaran

yang lebih jelas dari tulisan ini, serta mengingat akan meluasnya permasalahan ini.

Maka penulis membuat rumusan masalah dengan menitik beratkan pada hak asuh

anak di bawah umur dan hukum yang terkait tentang hak seorang anak akibat

perceraian.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis membatasi

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana lingkup hak asuh anak di bawah umur akibat perceraian menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

2. Bagaimana putusan hakim dalam putusan perkara Mahkamah Agung Nomor 349

K/AG/2006 tentang Hak Asuh Anak di Bawah Umur?

Page 15: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

8

3. Apakah hakim dalam putusan perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006

tentang Hak Asuh Anak di Bawah Umur tidak menyalahi Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam skripsi ini penulis memiliki tujuan untuk mendapatkan jawaban atas

pertanyaan yang penulis uraikan di atas, sesuai dengan ke-akademisan suatu

pengetahuan yang di mana hasil penulisan ini dapat ditinjau kembali oleh siapapun,

dan penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui dan memahami ruang lingkup hak asuh anak di bawah

umur akibat perceraian kedua orang tuanya menurut Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b. Untuk mengetahui hasil putusan majelis hakim dalam memutuskan perkara

Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006 yang berkaitan tentang hak asuh

anak.

c. Untuk mengetahui apakah hakim dalam memutuskan perkara yang berkaitan

dengan hak asuh anak akibat perceraian sudah memperhatikan ketentuan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Page 16: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

9

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis: Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi

khususnya bagi pengembang konseptual secara akademis.

b. Manfaat Praktis: Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi

khususnya bagi masyarakat untuk mengetahui bagaimana hak asuh anak

akibat perceraian sehingga jika terjadi perceraian orang tua harus berfikir

matang-matang bahwa anaklah yang akan menjadi korban.

D. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sebuah metode untuk menemukan kebenaran yang juga

merupakan sebuah pemikiran kritis (critical thinking). Metode penelitian hukum

terbagi atas dua jenis metode penelitian yaitu: Penelitian hukum normatif atau

kepustakaan dan penelitian hukum sosiologi atau empiris.9

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif yang memusatkan perhatian pada prinsip umum yang mendasari

perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan manusia.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah:

a. Penelitian Lapangan (field research) yaitu untuk memperoleh informasi yang

akurat dari tempat penelitian baik dengan wawancara maupun mengumpulkan

data-data dari Pengadilan Agama.

9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

2004), Cet Ke-8, h. 51.

Page 17: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

10

b. Penelitian Kepustakaan (Library research) yaitu penelitian yang dilakukan

dengan cara menguji, menganalisa serta merumuskan buku-buku, literatur dan

yang lainya atau yang ada hubunganya dengan judul skrpisi ini.

2. Sumber Data

Dalam penyusunan skripisi ini penulis menggunakan dua jenis sumber

data yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Data primer yang penulis peroleh berasal dari Sidang Putusan

Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006 tentang Hak Asuh Anak, serta

melihat bahan Peraturan perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yang akan digunakan penulis sebagai tinjauan terhadap analisis putusan

tersebut dan buku-buku yang membahas langsung mengenai hadhonah.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder ialah merupakan data yang diperoleh dari

bahan kepustakaan.10

Data ini terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan

skripsi ini, baik yang ditulis langsung oleh penulis maupun berupa analisis

dari penulis lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data, metode yang di pergunakan sebagai

berikut:

10

Suharsimi Arikonto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 205.

Page 18: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

11

a. Metode Interview

Metode Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.11

Dalam hasil

wawancara dengan hakim di Pengadilan Agama Jakarta Selatan atau

Pengacara dari tergugat dalam perkara ini.

b. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable berupa

catatan, taranskip, surat kabar, majalah, notulen, dan sebagainya.12

Agar penelitian menjadi kajian yang baik, maka penulis menggunakan

literatur yang ada, baik berupa berita-berita dan artikel dari internet yang berkaitan

dengan permasalahan ini, catatan, maupun laporan hasil penelitian yang berhubungan

dengan objek yang di teliti.

E. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu sebelum menentukan

judul proposal, diantaranya adalah sebagai berikut:

Penulis : Irwan Hermawan

Fakultas : Syariah dan Hukum

Tahun : 2006

11

Ibid. h. 205.

12

Ibid, h. 206.

Page 19: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

12

Judul : DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN HAK

PEMELIHARAAN ANAK

Perbedaan dengan skripsi penulis, adalah skripsi yang ditulis Irwan Hermawan hanya

membatasi tulisannya pada apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam

menetapkan hak asuh terhadap putusan Nomor 674/Pdt.G/2002/PA.JS. Dalam

perkara tersebut,dalam perkara tersebut, hakim memutuskan hak asuh anak di bawah

umur jatuh ketangan bapak (ayah).

Persamaan dalam skripsi ini yang ditulis oleh Irwan Hermawan dengan penulis ialah

sama-sama membahas tinjuaun umum tentang hadhanah. Selanjutnya:

Penulis : Firman Sulaeman

Fakultas : Syariah dan Hukum

Tahun : 2005

Judul : HAK PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM MUMAYYIZ

AKIBAT PERCERIAN (Studi kritis terhadap pasal 105 point A

Kompilasi Hukum Islam)

Persamaan dalam skripsi ini yang ditulis oleh Firman Sulaeman dengan penulis ialah

sama-sama membahas tentang syarat-syarat hadhanah, siapa saja yang berhak

memelihara anak yang belum mumayyiz. Perbedaan dengan skripsi penulis, adalah

skripsi yang ditulis oleh Firman Sulaeman fokus terhadap efektifitas pasal 105 point a

Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman hukum bagi para hakim dalam

menyelesaikan sengketa hadhanah di lingkungan peradilan agama.

Page 20: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

13

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari 5 (lima) bab, dimana tiap-tiap bab

dibagi dalam beberapa sub-bab.

Bab Pertama merupakan pendahuluan yang akan mengawali rangkaian

pembahasan skripsi ini. Di awal pembahasan ini akan berisikan mengenai gambaran

umum dari permasalahan yang akan digunakan sebagai landasan dalam penyusunan

bab berikutnya. Pada pendahuluan ini terdapat sub-bab yang terdiri dari latar

belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

metode penulisan yang mempunyai maksud untuk mengetahui mengenai suatu cara

yang telah teratur dan dipikirkan secara baik yang bertujuan agar penyusunan skripsi

ini sesuai dengan penyusunan karya ilmiah sebagaimana dikehendaki berdasarkan

ilmu pengetahuan. Selanjutnya review studi terdahulu yang berisikan sebagai

patokan dalam penyusun skripsi dan sistematika penulisan berisikan tentang kerangka

permasalahan skripsi secara berurutan yang di awali dengan pendahuluan dan diakhiri

dengan penutup.

Bab kedua membahas tentang perceraian dan akibat hukumnya, di bab ini

menerangkan pengertian perceraian, macam-macam perceraian dan akibat perceraian

terhadap anak, terhadap hubungan suami-istri, dan masa iddah menurut Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Bab ketiga membahas tentang tinjauan umum tentang hak asuh anak

(hadhanah), pengertian hadhanah menurut Islam dan hak asuh menurut Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang

Page 21: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

14

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Maupun

dasar hukum dari hadhanah, syarat-syarat hadhanah, pihak-pihak yang mendapatkan

hadhanah, serta masa hadhanah dan upah hadhanah.

Bab keempat yakni membahas dan menganalisa putusan perkara Mahkamah

Agung Nomor 349 K/AG/2006 tentang Hak Asuh Anak, membahas posisi kasus

dalam persidangan, proses pemeriksaan, pertimbangan majelis hakim dan putusan

majelis hakim dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Bab kelima merupakan penutup, yang terdiri dari kesimpulan terhadap

jawaban permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Sekaligus memberikan saran yang

mungkin dapat membantu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum dalam

masyarakat.

Page 22: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

A. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya

1. Pengertian Perceraian

Dalam ajaran agama Islam pernikahan itu berguna untuk membina suatu

kehidupan rumah tangga yang bahagia. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam

pasal 1 UU Perkawinan dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk

keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa. Pada

dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah

seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki agama Islam, Namun

dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya perkawinan

itu dalam arti apabila hubungan perkawinan tetap dilanjutkan, maka

kemudharatan akan terjadi dalam perkawinan tersebut.

Di dalam mengaruingi bahtera rumah tangga terkadang sering terjadi

percecokan atau terjadi keributan-keributan kecil antara suami isteri. Percecokan

tersebut terkadang sulit untuk didamaikan yang menyebabkan pihak isteri ataupun

suami menuntut untuk bercerai. Ajaran Islam dalam hal ini merupakan agama

yang memberikan solusi atas setiap permasalahan-permasalahan yang

menerpanya. Sehingga problematika-problematika yang menimpa keluarga

seseorang dapat terselesaikan.

Page 23: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

16

Perceraian dalam ikatan perkawinan adalah sesuatu yang dibolehkan oleh

agama Islam. Apabila sudah ditempuh berbagai cara untuk mewujudkan

kerukunan, kedamaian, dan kebahagian namun harapan dalam tujuan perkawinan

tidak akan terwujud atau tercapai sehingga berujung pada perceraian.

Perceraian adalah merupakan akibat dari suatu hubungan yang disebabkan

oleh adanya hubungan perkawinan. Keduanya (antara perkawinan dan perceraian)

saling berhubungan di mana perceraian hanya dapat terjadi karena adanya sebuah

ikatan perkawinan. Dalam KHI, disebutkan pula bahwa putusnya perkawinan

dapat terjadi karena perceraian dan dapat terjadi karena thalak atau gugatan

perceraian. Sebagaimana ketentuan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan pasal 39 ayat 1 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di

depan sidang Pengadilan yang bersangkutan berusaha dengan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak.

Ini adalah aturan yang pantas dalam masyarakat yang berbudaya menuju

masyarakat yang modern. Disamping menghindarkan persoalan-persoalan yang

sewenang-wenang terutama dari pihak suami, yang dengan sesuka hatinya tanpa

prosedur apapun dapat melemparkan istri tanpa alasan hukum yang sah.13

Perceraian dalam istilah fiqh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti

membuka ikatan, membatalkan perjanjian. Sedangkan furqah berarti bercerai

lawan dari berkumpul. Perkataan “talaq” dan “furqah” dalam istilah fiqh

mempunyai arti yang umum dan arti yang khusus. Arti yang umum adalah segala

13

M. Yahya Harahap SH, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan : CV. Zahir Trading, 1975), Cet.

1, h.133.

Page 24: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

17

macam bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami, yang telah ditetapkan oleh

hakim dan perceraian yang jatuh dengan sendirinya seperti perceraian yang

disebabkan meninggalkan salah satu dari suami atau isteri, sedangkan arti khusus

adalah perceraian yang dijatuhkan oleh suami saja.14

Kata thalaq dapat diartikan melepaskan atau meninggalkan. Dalam al-

munawir kamus Arab-Indonesia, thalaq berarti meninggalkan seperti dalam

kalimat thalaqa zaujatahu.15

Sedangkan menurut istilah thalaq adalah melepaskan

ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan (suami-istri) dengan

mengucapkan secara sukarela ucapan thalaq kepada istrinya dengan kata-kata

yang jelas dan dengan sendiri.16

Definisi talak menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Hambali

memdefinisikan talak sebagai pelepasan ikatan perkawinan secara langsung atau

pelepasan ikatan perkawinan di masa yang akan datang. Yang dimaksud “secara

langsung” adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku

ketika ucapan talak tersebut dinyatakan suami. Sedangkan yang di maksud “di

masa akan datang” adalah berlakunya hukum talak tersebut tertunda oleh sesuatu

hal.17

14

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987),

cet. Ke-2, h.156.

15

A. W. Munawir, Al-munawir: Kamus Arab- Indonesia, (Surabaya : pustaka Progresif, 1997),

cet. Ke-14, h. 861.

16

Ahmad Shidik, Hukum Talak dalam Agama Islam, (Surabaya : Putera Pelajar,2001), cet. 1, h.9.

17

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, “talak” Ensiklopedi Islam, (Jakarta :PT. Ichtiar Baru an

Hoeve, 1994), cet. Ke-3, jilid 5, h. 53.

Page 25: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

18

Mazhab Syafi’i mendefiniskan talak sebagai pelepasan akad nikah dengan

lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu. Sedangkan Mazhab Maliki

mendefinisikan talak sebagai suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya

kehalalan hubungan suami istri.18

Prof. Subekti SH mengatakan bahwa perceraian adalah penghapusan

perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam

perkawinan itu.19

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 38 tentang

perkawinan, hanya menyebutkan sebab-sebab putusnya perkawinan yaitu:

a. Karena Perkawinan

b. Karena perceraian dan

c. Karena putusan pengadilan

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perceraian dalam istilah fiqih disebut talak atau furqah. Talak berarti membuka

ikatan atau membatalkan perjanjian dan furqah berarti bercerai, talak merupakan

pemutusan hubungan suami isteri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai

suami isteri. Meskipun dalam pengucapan talak menggunakan lafal-lafal tertentu,

namun penekananya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisah

antara suami istri, dalam artian putusnya perkawinan.

18

Ibid.,

19

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1995), cet. Ke-27, h. 42.

Page 26: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

19

2. Dasar Hukum Perceraian

Pada prinsipnya pernikahan dalam agama Islam mengadung dasar

kelanggengan, namun pada prateknya dalam menjalankan kehidupan rumah

tangga terkadang terjadi ketidakcocokan di antara masing-masing kedua belah

pihak. Kondisi tersebut bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan dampak

yang negatif dan sulit untuk mewujudkan kehidupan yang sakinah, mawaddah,

waramah. Untuk mengatasi dampak yang buruk itu, Islam memberikan solusi

yang terakhir digunakan, yaitu dengan cara melalui “thalaq” adapun dasar hukum

talak dinyatakan dalam beberapa surat di antaranya sebagai berikut:

a. Q.S. Thalaq ayat 1:

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah

kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)

iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah

kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah

mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka

mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah,

Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.

Page 27: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

20

kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu

sesuatu hal yang baru.

b. Q.S Al-Baqarah ayat 231:

Artinya: Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir

iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau

ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu

rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian

kamu Menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, Maka

sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah

kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat

Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al

kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu

dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah

serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Page 28: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

21

Pada dasarnya talak merupakan yang tidak disukai oleh Allah SWT,

Sesuatu perbuatan yang halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak

(Perceraian).

Talak tidak selalu dibenci sebagaimana yang dikemukakan, tergantung

dalam situasi dan kondisi tertentu talak tidak tercela bahkan bisa berubah menjadi

langkah yang baik. Terlebih lagi jika mempertahankan rumah tangganya akan

menimbulkan permusuhan dan menanamkan kebencian antara keduanya bahkan

antar kerabat mereka. Sedangkan ikhtiar untuk perdamaian tidak menemukan titik

tentu, sehingga tidak ada jalan lain selain talak (perceraian) menjadi alternatif

akhir yang ditempuh sebagai jalan terbaik.

Meskipun talak dianggap dapat menjadi jalan yang terbaik, hal ini tidak

boleh seenaknya dalam menjatuhkan, karena akan menimbulkan suatu akibat

hukum. Karena menurut ajaran Islam perceraian diakui setelah pertimbangan-

pertimbangan secara matang, serta dengan alasan-alasan yang bersifat darurat atau

sangat mendesak.

B. Macam-Macam Perceraian

Secara umum perceraian itu ada dua macam, yaitu cerai talaq dan cerai gugat.

Cerai talaq diajukan oleh suami dan cerai gugat diajukan oleh isteri. Sedangkan

dalam hukum islam cerai itu sama dengan talaq, adapun macam-macamnya yaitu:

1. Talak

Talak jika ditinjau dari cara dan waktu menjatuhkan terbagi menjadi tiga yaitu:

Page 29: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

22

A. Talak Sunni

Dalam KHI pasal 121, talak sunni adalah talak yang dibolehkan yaitu talak

yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam

waktu sucinya tersebut. Dengan kata lain talak dijatuhkan ketika isteri telah suci

dari haidnya, dan belum dicampuri. Sejak saat berhentinya dari haid ini, maka ia

telah masuk ke dalam iddahnya. Pada saat ini suaminya boleh menjatuhkan talaq

bila hendak menceraikaanya.

B. Talak Bid’i

Talak bid’i (pasal 121 KHI) adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang

dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan haid atau isteri dalam keadaan suci

tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.Talak bid’i adalah talak yang

bertentangan dengan sya’ra yaitu talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam

keadaan haid atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci

tersebut atau seorang mentalak tiga kali dalam satu kali ucap atau mentalak tiga

kali secara terpisah dalam satu tempat.

Adapun jika talak ditinjau dari segi boleh atau tidaknya suami rujuk kembali pada

isterinya sebagai berikut:

1) Talak Raj’i

Dalam (pasal 118 KHI) Talak raj’I adalah talak kesatu atau kedua

dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah. Thalaq Raj’i

ialah suatu thalaq dimana suami memiliki hak untuk merujuk istrinya tanpa

Page 30: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

23

kehendaknya. Dan thalaq raj’i ini diisyaratkan pada istri yang telah

digauli.20

Thalaq Raj’i tidak melarang bekas suami berkumpul dengan bekas

istrinya sebab akad perkawinannya tidak mempengaruhi hubungannya hak

(kepemilikan) dan tidak mempengaruhi hubungan yang halal (kecuali

persetubuhan).

2) Talak Ba’in

Talak Ba’in adalah talak yang memberi hak ruju bagi bekas suami

terhadap bekas isteri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami, jika

ingin kembal bersama harus dengan akad nikah yang baru.

Talak Ba’in ada dua macam:

a) Talak ba’in sughra (pasal 118 KHI) talak yang tidak boleh dirujuk

tetapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya.

b) Talak ba’in kubra (pasal 119 KHI) adalah talak yang terjadi untuk

ketiga kalinya. Talak ini tidak boleh dirujuk dan tidak dapat dinikahi

kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isterinya

menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-

dukhul dan habis masa iddahnya.

2. Khulu

Khulu atau talak tebus adalah bentuk perceraian atas persetujuan suami

isteri, yaitu dengan jatuhnya talak satu dari suami atas persetujuan suami istei,

yaitu dengan jahtunya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta

20

Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayatul Akhyar Fii Alli Ghaayatil Ikhtishaar,

Penerjemah Achmad Zainudin dan A. ma’ruf Asrori, h.476.

Page 31: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

24

atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khulu

tersebut.21

Khulu yang dibenarkan dalam Agama Islam tersebut berasal dari kata

bahasa arab artinya meninggalkan pakaian.22

Karena perceraian sebagai pakaian

laki-laki dan laki-laki pun pakaian perempuan. Menurut ahli fiqh, Khulu adalah

istri memisahkan dari suami dengan ganti rugi kepadanya.23

Firman Allah dalam Al-Qur’an tentang Khulu, yakni surat Al-baqarah 229:

Artinya : tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah

kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak

akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir

bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum

Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang

diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.

Ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu dan penerimaan iwadh.

Khulu yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut

iwadh

21

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta:UIP, 1974), cet. Ke-2. h. 115.

22

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Penerjemah Kamaludin A. Marzuki, h.95.

23

Ibid.,

Page 32: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

25

3. Fasakh

Fasakh berarti mencabut atau mengahpus maksudnya ialah perceraian

yang disebabkan oleh timbulnya hal-hal yang dianggap berat oleh suami atau

isteri atau keduanya sehingga mereka tidak sanggup untuk melaksanakan

kehidupan suami isteri dalam mencapai tujuannya.24

Jadi fasakh berarti diputuskannya hubungan perkawinan (atas permintaan

salah satu pihak) oleh hakim agama karena salah satu pihak menemui cela pada

pihak lain atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum

berlangsungnya perkawinan.25

Perceraian dalam bentuk fasakh ini termasuk perceraian dengan proses

peradilan. Hakimlah yang memberi keputusan tentang kelangsungan perkawinan

atau terjadinya perceraian, karena itu pihak penguggat dalam perkara fasakh ini

haruslah mempunyai alat-alat bukti yang lengkap, yang dapat menimbulkan

keyakinan bagi hakim yang mengadilinya.

4. Li’an

Li’an adalah perkataan suami sebagai berikut, “saya persaksikan kepada Allah

bahwasannya benar tuduhan saya kepada isteri saya bahwa ia telah berzina”.26

Adapun Li’an ialah saling menyatakan bahwa bersdia dilaknat allah setelah

mengucapkan persaksian empat kali oleh diri sendiri yang dikuatkan dengan

sumpah yang dilakukan oleh suami isteri karena salah satu pihak bersikeras

24

Ibid., h. 212.

25

Sayuti Thalib, h. 117.

26

Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. Ke-27, h. 414 .

Page 33: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

26

menuduh pihak lain melakukan perbuatan barzina, atau suami tidak mengakui

bahwa anak yang dikandung atau dilahirkan oleh isterinya sebagai anaknya dan

pihak yang lain bersikeras menolak tudauhan tersebut, sedangkan masing-masing

tidak mempunyai alat bukti yang dapat diajukan hakim.27

Sebagaimana terdapat firman Allah:

Artinya: Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka

tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka

persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,

Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar.

5. Il’a

Il’a artinya sumpah si suami tidak akan mencampuri isterinya dalam masa

yang lebih dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya. Apabila

seorang suami bersumpah tersebut hendaklah ditunggu sampai 4 bulan, kalau dia

kembali baik kepada isterinya sebelum sampai 4 bulan, maka dia wajib membayar

denda sumpah kafarat saja. Tetapi sampai 4 bulan dia tidak kembali baik dengan

isterinya, hakim berhak menyuruhnya memeilih diantara 2 perkara : membayar

kafaraat sumpah serta kembali baik kepada isterinya, atau mentalak isterinya,

kalau suami itu tidak mau menjalankan salah satu dari kedua perkara tersebut,

maka hakim berhak menceraikan mereka dengan paksa.

27

Kamal Mukhtar., h.203-204.

Page 34: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

27

6. Zihar

Dzihar ialah seorang laki-laki menyerupakan isterinya dengan ibunya

sehingga itu haram atasnya.28

Seperti kata suami kepada isteriny, “engkau tampak

olehku seperti punggung ibuku.”

Jika seorang laki-laki mengatkan demikian dan tidak diteruskannya

kepada talak, maka ia wajib membayar kafarat dan haram bercampur dengan

isterinya sebelum membayar kafarat itu. Zihar ini pada zaman jahiliyah dianggap

menjadi talak. Kemudian diharmkan oleh agama islam serta diwajibkan

membayar denda (kafarat)

Seorang suami yang melakukan zihar maka ia harus membayar denda

(kafarat) zihar antara lain:

1. Memerdekakan hamba sahaya

2. Kalau tidak memerdekakan hamba sahaya, maka puasa 2 bulan berturut-turut.

3. Kalau tidak kuat puasa, maka member makan 60 orang iskin tiap=tiap orang

¼ sa’fitrah (3/4)liter.

Tingkatan ini perlu berturut-turut sebagaimana tersebut di atas, berarti yang

wajib dijalankan adalah yang pertama lebih dahulu, kalau yang pertama tidal

dapat dijalankan baru boleh dengan yang kedua, begitu juga kalu tidak dapat

yang kedua baru boleh yang kedua boleh yang ketiga.

28

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. Ke-27, h. 412.

Page 35: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

28

C. Akibat Hukum Perceraian

Dengan terjadinya perceraian bukan berarti masalah perceraian ini selesai,

akan tetapi masih ada akibat-akibat dari putusnya perkawinan karena perceraian

menurut UU Perkawinan berdampak kepada misalnya, mengenai hubungan suami

istri menjadi bekas suami, bekas istri, tempat tingal dan sebagainya. Tetapi yang lebih

penting mengenai nasib anak-anak kepentingannya, biasanya terjadi terhadap anak

yang masih kecil-kecil atau di bawah umur.

Hukum merupakan salah satu saran untuk mengatur, menertibkan, dan

menyelesaikan berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat di samping

sarana dan pranata sosialnya, perihal landasan yuridis legal formal dari akibat hukum

putusnya perkawinan di mana orang tua tetap berkewajiban untuk memelihara dan

mendidik anak-anaknya sebaik-baiknya sampai anak tersebut berrumah tangga atau

baligh sehingga dikemudian hari tidak terjadi penderitaan atas diri anak baik secara

fisik maupun batin.

Namun antara aturan Undang-Undang dan realita di lapangan jauh berbeda

karena banyak ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan salah satu pihak tidak

dapat menjalani apa yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Sehingga

Pengadilan dapat menentukan bahwa kedua orang tua turut andil dalam pemeliharaan

dan pembiayaan terhadap anak-anaknya, Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam pasal

41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Adapun putusnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan terdapat di dalam pasal 41 yaitu:

Page 36: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

29

a. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,

semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak, bila mana dalam kenyatannya bapak tidak dapat

memberikan kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa istri ikut

memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan untuk menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri.

Dari bunyi ketentuan tersebut dapat kita simpulkan, baik anak itu di bawah

pemeliharaan bapak atau ibu, maka yang menjamin jumlah biaya pemeliharaan dan

pendidikan anak ialah bapak.29

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 menyatakan bahwa akibat dari

putusnya perkawinan karena perceraian adalah:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali

bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:

1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

2. ayah;

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

29

M. Yahya Harahap SH, h.167.

Page 37: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

30

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari

ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani

dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas

permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan

hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula;

d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut

kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat

mengurus diri sendiri (21 Tahun)

e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan

Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a), (b), dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan

jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut

padanya.

Namun apabila diurai lebih lanjut mengenai akibat-akibat dari perceraian

yaitu:

1. Akibat Terhadap Anak

Suami yang menjatuhkan thalak pada istrinya wajib membayar nafkah

untuk anak-anaknya, yaitu belanja untuk memelihara dan keperluan pendidikan

anak-anaknya itu, sesuai dengan kedudukan suami. Kewajiban memberi nafkah

anak harus terus menerus sampai anak baliq dan berakal serta mempunyai

Page 38: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

31

penghasilan, apabila bercerai dua orang suami istri sedangkan mereka mempunyai

anak yang belum mumayyiz, maka istrilah yang lebih berhak untuk mendidik dan

merawat anak itu, sampai anak itu memahami kemaslahatan dirinya, meskipun

anak tersebut ditinggalkan bersama ibunya, tetapi belanjanya tetap wajib dipikul

oleh bapaknya.

Sabda Rasullah SAW.

“seorang perempuan telah datang mengadu halnya kepada Rasululah

SAW perempuan itu berkata : saya telah diceraikan oleh suami saya, dan anak

saya akan diceraikan dari saya. Kata rasullah kepada perempuan itu : engkaulah

yang lebih berhak untuk mendidik anakmu selama engkau belum kawin dengan

orang lain”. (H.R.Abu Daud dan Hakim).30

Apabila suami istri yang bercerai mempunyai anak maka yang akan

memelihara anak itu hendaklah dirembukkan dengan sebaik-baiknya. Kalau perlu

Pengadilan dapat memberikan putusannya, yang harus dijadikan dasar pikiran

antara lain adalah, siapakah di antara keduanya yang pemeliharaan akan paling

menguntungkan bagi anak tersebut.

Kewajiban orang tua dan anak menurut UU Perkawinan dan KHI yaitu

kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baik,

kewajiban tersebut sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban

tersebut berlaku terus meskipun antara kedua orang tua putus.

30

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, h.131.

Page 39: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

32

Dalam KHI pasal 105, dijelaskan bahwa pemeliharaan anak belum

mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, untuk anak yang sudah

mumayiz hak pengasuhan diserahkan kepada anak tersebut. Untuk memilih di

antara ayah atau ibunya, selain itu biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

2. Akibat Terhadap Hubungan Suami Istri

Bagi pasangan telah bercerai, maka haram bagi mereka untuk melakukan

hubungan suami istri. Selain itu mantan suami juga berkewajiban untuk

memberikan mut’ah yang pantas kepada mantan istrinya tersebut. Mut’ah yang

diberikan oleh mantan suami tersebut dapat berupa barang atau uang.

KHI juga telah mengatur masalah ini secara mendalam yang dimuat dalam

pasal 149 Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

a. Memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau

benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;

b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah,

kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan

tidak hamil;

c. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla

al dukhul;

d. Memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur

21 tahun.

Page 40: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

33

3. Akibah Terhadap Masa Iddah

Bagi seorang istri yang putus perkawinan berlaku waktu tunggu atau

iddah, kecuali qobla al-dukhul dan perkawinanya putus bukan kerena kematian

suami.

KHI pasal 153 ayat (2)

Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu

dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuatan

hukum yang tetap. Sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian,

tunggang waktu dihitung sejak kematian suaminya.

Kemudian bentuk-bentuk iddah itu ada bermacam-macam yaitu:

a) Iddah istri yang berhaid, masa tempo menunggu tiga kali haid.

b) Iddah istri yang tidak lagi haid, masa tempo menunggu tiga bulan.

c) Iddah istri yang kematian suami, masa tempo menunggu empat bulan sepuluh

hari.

d) Iddah istri yang hamil, yaitu masa tempo menunggu sampai melahirkan

anak.31

Ketentuan iddah ini, mempunyai beberapa hikmah yang sangat tinggi bagi

kehidupan kekeluargaan, yaitu antara lain:

a) Untuk mengetahui bersihnya rahim seorang istri dari kehamilan, sehingga

tidak tercampur keturunan seseorang dengan yang lainya.

31

H. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Pt bina ilmu 1995), h.338.

Page 41: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

34

b) Memberi kesempatan kepada suami istri yan bercerai untuk kembali rukun

seperti semula, jika mereka menganggap hal itu adalah baik.

c) Untuk menjunjung tinggi ikatan perkawinan sebagai ikatan suci, sehingga

memberi kesempatan kepada suami istri berpikir panjang untuk memutuskan

perceraian secara pasti. Sebabnya jika tidak ada masa ddah ini, tak ubahnya

seperti anak-anak kecil bermain, sebentar dia menyusun permainannya,

kemudian sebentar lagi dirusaknya.32

32

Ibid.,

Page 42: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

35

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ASUH (HADHANAH)

A. Pengertian Hadhanah

1. Menurut Hukum Islam

Pemeliharaan anak disebut juga pengasuhan anak dalam Islam dinamakan

“hadhanah.” Secara etimologi hadhanah berarti disampingkan atau berada di

bawah ketiak.33

Hadhanah berasal dari kata حضن yang memiliki arti mengasuh

atau memeluk anak.34

Dalam literatur fiqih, hadhanah didefinisikan dalam beberapa terminologi,

diantaranya:

a. Menurut Sayyid Sabiq:

“Suatu sikap pemeliharaan terhadap anak kecil baik laki-laki maupun

perempuan atau yang kurang akal, belum dapat membedakan antara baik dan

buruk, belum mampu dengan bebas mengurus diri sendiri dan belum tahu

mengerjakan sesuatu untuk kebaikan dan menjaganya dari sendiri dan belum

tahu mengerjakan sesuatu untuk kebaikkan dan menjaga dari sesuatu yang

menyakiti dan membahayakan, mendidik serta mengasuhnya baik fisik,

33

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoepe, 1999), Jilid.

2, h.415.

34

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet. Ke 8,

h.104.

Page 43: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

36

mental maupun akal, agar mampu menegakkan kehidupan yang sempurna dan

bertangung jawab.”35

b. Menurut Muhammad Ibnu Ismail As Shan’ani

“Memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri, dan

menjaganya dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan.”

c. Menurut Wahbah Zuhaili

“Mendidik anak yang mempunyai hak hadhanah, yaitu mendidik dan

menjaga orang yang tidak kuasa atas kebutuhan dirinya dari hal-hal yang

membahayakannya karena ketidakmampuannya untuk memilih, seperti anak

kecil dan orang gila.”

d. Menurut Imam Abi Zakaria An-Nawawi

“Menjaga anak yang belum mummayiz, dan belum mampu mengurus

kebutuhannya, mendidiknya dengan hal-hal yang bermanfaat baginya, dan

menjaganya dari hal-hal yang membahayakannya.”

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpullkan bahwa yang dimaksud

dengan hadhanah adalah mengasuh atau memelihara anak yang belum mumayyiz

supaya menjadi manusia yang hidup sempurna dan bertanggung jawab.

Disamping itu hadhanah berbeda maksudnya dengan “pendidikan” (tarbiyah).

Dalam hadhanah terkandung pengertian pendidikan terhadap anak.36

35

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-sunnah, (Beirut: Dar al-fikr, 1983), Jil.8, h.228.

36

Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),

cet. Ke-1, h. 138.

Page 44: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

37

Sedangkan menurut istilah fiqh hadhanah ialah tugas menjaga dan

mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak lahir sampai mampu menjaga

atau dapat mengatur dirinya sendiri. Anak yang sah nasabnya berarti tugas

hadhanah akan dipikul oleh kedua orang tuanya sekaligus.37

Menurut Peunoh Daly, mengemukakan definisi hadhanah ialah pekerjaan

yang berhubungan dengan memelihara, merawat dan mendidik anak yang masih

kecil, bodoh atau lemah fisik.38

Dalam buku hukum perdata Islam di Indonesia, di katakan bahwa

hadhanah adalah memelihara seorang anak yang belum mampu hidup mandiri

yang meliputi pendidikan dan segala sesuatu yang diperlukan baik dalam bentuk

melaksanakan maupun dalam bentuk menghindari sesuatu yang dapat

merusaknya.39

Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlaku

selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun juga

berlanjut setelah terjadinya perceraian.40

2. Menurut Peraturan Perundang-Undangan

a. Hak Asuh Anak Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak

37

Neng Djubaedah Dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, h.237.

38

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988), h. 399-400.

39

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafindo, 2006), h.67.

40

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia “Antara Fikih Munakahat dan UU

Perkawinan”, h. 328.

Page 45: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

38

Walaupun kata “Hak Asuh” telah biasa dipergunakan dalam membahas

hak orang tua untuk mengasuh anaknya khususnya ketika pasangan suami istri

yang telah memiliki anak melakukan perceraian atau pisah rumah akan tetapi kata

hak asuh tersebut tidak ditemukan dalam UU Perlindungan Anak yang terkait

dalam hukum keluarga.

Kosa kata yang identik dengan itu adalah Kuasa Asuh sebagaimana

dijelaskan dalam pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Anak yang mengatakan

bahwa kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik,

memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai

dengan agama yang dianutnya dan kemanpuan, bakat, serta minatnya.41

Apabila kata “Kuasa Asuh” tersebut berdiri sendiri maka kata tersebut

dapat diartikan sebagai suatu kewenangan untuk mengasuh. Pemahaman

demikian dapat memberikan kesan bahwa orang tua di satu pihak memiliki

kewenangan terhadap anak di pihak lain. Namun demikian halnya apabila

menafsirkan kata “Kuasa Asuh” seperti halnya rumusan UU Perlindungan Anak

yang dikutip di atas karena kewenangan yang dimaksud adalah kewenangan

dalam mengasuh, mendidik, memelihara, membina dan melindungi serta

kewenangan untuk menumbuh kembangkan anak dengan catatan bahwa cara dan

arah pengembangan harus disesuaikan dengan Agama yang dianut serta

kemampuan, minat dan bakatnya, dengan kata lain kuasa asuh merupakan hak

dari orang tua untuk menjalankan kewajiban dalam hal-hal tersebut.

41

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, pasal 1 angka 11, Indonesia.

Page 46: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

39

Di dalam UU Perlindungan Anak pada dasarnya murni mengatur tentang

perlindungan terhadap anak, tanpa melihat latar belakang kondisi orang tua yang

bercerai atau tidak bercerai. Undang-Undang ini juga tidak mempermasalahkan

apakah anak memiliki kejelasan orang tua atau tidak. Makna lain yang terlihat

adalah, adanya fenomena kekhususan dan ketegasan UU Perlindungan Anak

dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Tanggung jawab perlindungan

anak berdasarkan UU ini, secara tegas dikontruksikan dengan pelibatan kewajiban

bersama antara orang tua, masyarakat dan Negara yang terbaik bagi anak.

UU Perlindungan Anak dapat dikatakan memiliki nilai Universal yang

tinggi. Sebab prolog kelahiran Undang-Undang ini setelah lebih dulu melalui

fase-fase keprihatian masyarakat Internasiaonal. Khususnya berkaitan dengan

nasib anak sebagai penerus peradaban manusia.42

b. Hak Asuh Anak Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan

Disahkannya UU Perkawinan dapat dikatakan melalui suatu proses dengan

kadar sensitivitas tinggi. Kenyataan ini dapat dimaklumi mengikat persoalan

perkawinan, selain memiliki dimensi perikatan keperdataan, juga sangat lekat

dengan dimensi keagamaan. Produk hukum belanda yang hendak digantikan

ketika itu, dianggap sama sekali tidak memiliki kesepahaman dalam memberikan

makna terhadap perkawinan.

42

United nations children’s fund, Dunia yang layak bagi anak-anak : konveksi hak anak-anak

1989.

Page 47: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

40

Pemahaman terhadap perkawinan yang hanya dianggap sebagai peristiwa

perdata menurut hukum belanda, mengalami perubahan signifikan di mana sahnya

perkawinan harus berdasarkan norma Agama. Setelah pengesahan perkawinan

secara Agama selanjutnya baru dicatatakan di dalam register Negara, sebagai

wujud dari aspek administratif sipil. Oleh karena itu validasi anak yang

dihasilkan, memiliki keabsahan dengan berpedoman pada keabsahan perkawinan

orang tuanya secara Agama.

Validasi perkawinan akan sangat menentukan validasi perceraian

manakala terdapat pihak-pihak yang menghendaki adanya perceraian. Sedangkan

validasi perceraian akan menentukan validasi kekuasaan orang tua terhadap anak

pasca perceraian. Di dalam proses perceraian tersebut, sekaligus akan ditentukan

persoalan kekuasaan orang tua terhadap anak. Dengan demikian kekuasaan orang

tua terhadap anak pasca perceraian, akan selalu di dalam satu rangkaian validasi

perkawinan dan perceraian orang tua.

Interprestasi dan kontruksi kekuasaan orang tua terhadap anak pasca

perceraian orang tua di dalam UU Perkawinan, pada dasarnya mengarah pada

tanggung jawab orang tua dalam bentuk seperangkat kewajiban guna memenuhi

hak-hak anak. Pengutamaan kewajiban orang tua dari pada hak orang tua terhadap

anak, di dalam konteks kekuasaan orang tua terhadap anak, pada akhirnya

melahirkan suatu rumusan bahwa jaminan atas kepentingan anak merupakan

keutamaan yang harus direalisasikan. Orang tua yang bercerai diwajibkan berbuat

sesuatu yang terbaik bagi anak.

Page 48: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

41

Kontruksi demikian telah menujukan bahwa sebenarnya UU Perkawinan

memiliki pradigma “berikan yang terbaik bagi anak”. Bahwa adanya perceraian

orang tua tetap menutut tangung jawab penuh atas kepentingan anak hasil

perkawinan mereka. Perceraian orang tua tidak memberikan ruang bagi orang tua

untuk bertindak yang dapat merugikan kepentingan anak.

Kendati demikian, secara global sebenarnya UU Perkawinan telah

memberi aturan pemeliharaan anak tersebut yang dirangkai dengan putusnya

sebuah perkawinan di dalam pasal 41 UU Perkawinan, pasal tersebut menjelaskan

bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka

dengan sebaik-baiknya. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum

menikah berada dalam kekuasaan orang tua selama tidak dicabut kekuasaanya,

mereka tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak

mereka. Pemeliharaan atau perwalian terhadap anak-anak mereka sesudah

terjadinya perceraian, mereka mempunyai hak yang sama untuk melaksanakan

segala kepentingan pemeliharaan, pendidikan dan pengajaran serta kesejahteraan

anak-anak tersebut.43

Menurut UU Perkawinan, bahwa kewajiban orang tua terhadap anaknya

pada dasarnya terbagi kepada 2 bagian, yaitu pemeliharaan dan pendidikan.

Kewajiban ini berlaku terus sampai anak tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri

walaupun perkawinan antara kedua orang tua itu telah putus.

43

M. Yahya Harahap SH, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV. Zahir Trading, 1975) Cet, 1

h. 159.

Page 49: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

42

1. Dasar Kewajiban Pemeliharaan Anak

Sebagai landasan Hukum tentang kewajiban orang tua untuk memelihara

dan mendidik anak-anak tersebut di dalam UU Perkawinan pasal 45 ayat 1

dan 2.

2. Tujuan Pemeliharaan Anak

Kewajiban orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya adalah

semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Hal ini dilaksanakan demi untuk

mempersiapkan masa depan anak, agar mempunyai kemampuan dalam hidup

setelah lepas dari kekuasaan orang tua.

3. Orang Yang Berhak Melakukan Pemeliharaan Anak

Dalam pasal 41 (a) UU Perkawinan

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi

keputusan.

Pada prinsipnya, baik ibu maupun bapak diberikan hak yang sama untuk

melakukan pemeliharaan dan pendidikan terhadap anak-anaknya setelah

terjadi perceraian. Oleh karena itu keduanya dapat mufakat siapa akan anak

tersebut. Akan tetapi apabila terjadi perselisihan, maka persoalan diserahkan

kepada Pengadilan.

Pengadilanlah yang harus memilih dan menetapkan siapa di antara

kedua orang tua yang sama-sama berhak akan melaksanakan pemeliharaan,

Page 50: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

43

untuk itu Pengadilan harus memeriksa dengan teliti siapakah di antara mereka

yang lebih baik mengurus kepentingan anak.44

4. biaya pemeliharaan anak

Mengenai biaya pemeliharaan dan pendidikan anak diatur dalam pasal 41

(b) dan 49 ayat 2 UU Perkawinan.

Dalam pasal 41 (b) UU Perkawinan.

(b) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya

tidak dapat memberi kewajiban tersebut Pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Dalam pasal 49 ayat 2 UU Perkawinan, meskipun orang tua dicabut

kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberi pemeliharaan

kepada anak tersebut.

Dari bunyi ketentuan tersebut dapat kita simpulkan, baik anak itu di bawah

pemeliharaan bapak atau ibu, maka yang menjamin jumlah biaya

pemeliharaan dan pendidikan anak ialah bapak. Mengenai jumlah besarnya

biaya ditentukan atas dasar kebutuhan anak, dan ketentuan tersebut

diselaraskan dengan keadaan ekonomi orang tua. Apabila orang tua dalam

keadaan kuat ekonominya, maka ia wajib memberikan biaya sesuai dengan

kebutuhan anak. Sebaliknya apabila keadaan ekonomi orang tua dalam

44

Ibid., h. 161.

Page 51: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

44

keadaan lemah, maka kewajiban orang tua itu harus sesuai dengan

kebutuhannya.

Hal ini memang patut sebagai lanjutan prinsip, bahwa bapak (suami)

mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan memberi segala kepentingan

biaya yang diperlukan dalam kehidupan berumah tangga sesuai dengan

kemampuannya, sebagaimana yang ditentukan pasal 34 ayat 1.

5. Batas Kewajiban Pemeliharaan Anak.

Batas kewajiban Pemeliharaan dan pendidikan anak diatur pula, dalam pasal

45 ayat 2 UU Perkawinan:

Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku

sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus

meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

Jadi pokok-pokok batas kewajiban orang tua untuk memelihara dan

mendidik anak-anaknya tidak ditentukan sampai batas umur tertentu, tetapi

dilihat dari keadaan anak itu, Apabila anak dianggap telah dapat berdiri

sendiri atau telah kawin, maka terlepaslah kewajiban orang tua untuk

memelihara dan mendidiknya walaupun anak baru berumur 17 tahun,

sebaliknya anak yang telah berumur 25 tahun tetapi belum mampu berdiri

sendiri maka orang tua masih berkewajiban memelihara dan mendidik.

c. Hak Asuh Anak Dalam Kompilasi Hukum Islam

Di dalam tinjauan fikih, pemeliharaan anak disebut dengan hadhanah

yang mengandung makna merawat dan mendidik anak yang belum mumayyiz.

Page 52: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

45

Subtansi dari merawat dan medidik tersebut adalah karena yang bersangkutan

tidak atau belum dapat memenuhi keperluan sendiri. Para ulama fikih menyatakan

wajib hukumnya untuk merawat dan mendidik, namun berbeda pendapat di dalam

persoalan hak.

Pengasuhan atau pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung

jawab kedua orang tuanya, pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai hal,

masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok

anak. Dan konsep dalam Islam tanggung jawab ekonomi berada di puncak suami

sebagai kepala rumah tangga.

Meskipun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat

membantu suami dalam menanggung kewajiban ekonomi tersebut. Karena itu

yang terpenting adalah adanya kerjasama dan tolong-menolong antara suami dan

istri dalam memelihara anak dan mengantarkan hingga anak tersebut dewasa.

Pasal-pasal KHI tentang hadhanah tersebut menegaskan bahwa kewajiban

pengasuhan materal dan non material merupakan 2 hal yang tidak dapat

dipisahkan. Lebih dari itu KHI malah menangani tugas-tugas yang harus diemban

kedua orang tua kendatipun mereka berpisah. Anak yang belum mumayyiz tetap

di asuh oleh ibunya sedangkan pembiayaan menjadi tanggung jawab ayahnya.

KHI secara rinci mengatur tentang kekuasaan orang tua terhadap anak

dengan mempergunakan istilah “pemeliharaan anak” di dalam pasal 98 sampai

dengan 112, dimana pasal 107 sampai pasal 112 khusus mengatur tentang

Page 53: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

46

perwalian. Beberapa pasal di dalam konteks kekuasaan orang tua dan perwalian di

dalam KHI, dapat dikutipkan sebagai berikut.

Pasal 1 huruf (f) : Pemeliharaan anak atau hadhanah adalah kegiatan mengasuh,

memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri

Pasal 98

(1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun,

sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah

melangsungkan perkawinan.

(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di

dalam dan di luar Pengadilan.

(3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang

mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak

mampu.

Pasal 105

Dalam hal terjadi perceraian:

a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya;

b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk

memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;

c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Page 54: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

47

Pasal 106

(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang

belum dewasa atau di bawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan

memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang

mendesak jika kepentingan dan keselamatan anak itu menghendaki atau suatu

kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.

(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena

kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).

Pasal 107

(1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau

belum pernah melangsungkan perkawinan.

(2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya.

(3) Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya,

maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk

bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut.

(4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain

yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau

badan hukum.

Pasal 109

Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum

dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali

tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalah

Page 55: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

48

gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada

di bawah perwaliannya.

KHI mengatur tentang kekuasan orang tua terhadap anak pasca perceraian

dengan kriteria 12 tahun, karena usia ini anak dianggap telah akil baliq.

Berdasarkan kriteria 12 tahun ini, maka anak yang belum memasuki usia 12 tahun

akan berada di dalam kekuasaan ibunya. Setelah melewati usia 12 tahun, anak

diperbolehkan menentukan pilihan sendiri, apakah tetap ikut ibu atau ikut ayah.

Namun demikian angka 12 tahun ini ternyata bukan angka mati berdasarkan

kriteria manfaat dan mudarat. Artinya, meskipun usia anak belum mencapai 12

tahun, tetapi situasi dan kondisi membuktikan bahwa anak ternyata lebih

mendapat jaminan perkembangan dan pemeliharaan dari ayah, maka kekuasaan

orang tua akan berada pada ayah.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat ketentuan yang terdapat di dalam

KHI maka dalam konteks kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian

dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian memiliki korelasi erat

dengan validasi perkawinan, dan validasi percerian dari orang tuanya.

2. Kekuasaan orang tua terhadap anak diungkapkan dengan istilah “

pemeliharaan ” atau “ hadhanah ”. Kenyataan ini sesuai dengan konsep

kewajiban pengasuhan anak yang dikonstruksikan sebagai tidak terdapat

pemisahan antara pengasuhan materil dan non materil.

Page 56: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

49

3. Kekuasaan orang tua pasca perceraian terhadap anak pada dasarnya

merupakan tanggung jawab dan kewajiban orang tua secara bersama-sama

dengan mendidik dan memelihara anak, dengan ketentuan anak yang belum

mumayyiz atau belum berusia 12 tahun berada pada kekuasaan ibunya.

4. Kekuasaan orang tua pasca perceraian terhadap anak dapat diinvestasikan oleh

Pengadilan Agama, dan Pengadilan Agama dapat memutuskan kepada siapa

kekuasaan orang tua terhadap anak dijatuhkan. Pengadilan Agama di dalam

memutuskan perkara, semata-mata akan mendahulukan pada jaminan

kepentingan anak.

Sebenarnya KHI tidak berbeda dengan UU Perkawinan, di mana secara

umum tanggung jawab orang tua terhadap anak tetap melekat meskipun telah

bercerai. Kekuasaan orang tua terhadap anak dijabarkan melalui perangkat

ketentuan hak dan kewajiban anak, dan hak dan kewajiban orang tua terhadap

anak. Oleh karena itu perlakuan terhadap anak adalah berdasarkan prinsip

pemberian yang terbaik bagi anak.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa subtansi dan semangat KHI

tidak berbeda dengan UU Perkawinan. Kekuasaan orang tua terhadap anak pasca

perceraian menurut ketentuan kedua UU adalah sejalan, dan harus dianggap logis

mengingat makna kekuasan orang tua terhadap anak sangat berkorelasi terhadap

makna perkawinan dan perceraian sebagaimana diatur oleh KHI dan UU

perkawinan. Pemaknaan yang terdapat di dalam kedua UU ini ternyata juga

sejalan dengan pemaknaan perlindungan anak sebagaimana diatur di dalam UU

Page 57: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

50

Perlindungan Anak, yaitu memberikan yang terbaik kepada anak. Dengan

demikian pemaknaan kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian, di

dalam konteks hubungan antara KHI dan UU Perlindungan Anak adalah memiliki

tingkat harmonisasi yang baik.

B. Dasar Hukum Hadhanah

Islam mewajibkan pemeliharaan anak sampai anak tersebut mampu berdiri

dengan sendirinya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Oleh karena itu

mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena dengan mengabaikan anak

sama saja seperti membiarkan mereka dalam keadaan bahaya.

Dalam Al-Qur’an. Allah berfirman tentang kewajiban orang tua dalam

memelihara seorang anak :

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah

memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.

seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan

seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

Page 58: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

51

apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan

keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa

bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan.”(QS Al-Baqarah/2:233)

Muhammad Ali Ash Shabuni menjelaskan ayat ini, sebagai berikut: “wajib

atas ibu-ibu untuk menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, apabila

orang tua (ayah dan ibu) menghendaki untuk mencukupi susuannya hanya dua tahun

dan tidak lebih dari itu.”45

Kewajiban ayah terhadap anaknya yaitu mencukupi kebutuhan-kebutuhan

ekonomis, baik dalam bentuk pangan, sandang, perumahan dan kesehatan. Disamping

kewajiban ayah dan ibu untuk mencukupi anak-anaknya secara ekonomis, ayah dan

ibu juga berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya secara benar dan baik.

Kewajiban ayah dan ibu untuk mendidik anak-anaknya adalah sangat penting karena

posisi keduanya sangat menentukan bagi kehidupan anak-anaknya, baik dari segi

pembawaan maupun dari segi lingkungan. Karena itu, dalam hukum Islam ada istilah

hadanah.46

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa hadhanah adalah suatu kewajiban bagi

kedua orang tua atau orang yang mendapatkan hak tersebut. Pengabaian terhadap

anak adalah suatu penganiayaan terhadap anak tersebut.

45

Muhammad Ali Ash Shabuni, shafwatut tafasir, I-III, (Daar al Quran al Kariem, Bairut, 1981).

46

H. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT bina ilmu 1995), h. 212.

Page 59: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

52

Pada dasarnya orang tua bertanggung jawab atas pemeliharan anak-anaknya,

baik orang tua dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan bercerai. Para ulama

menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu wajib, sebagaimana wajib memelihara

selama berada dalam ikatan perkawinan.

C. Syarat-Syarat Hadhanah

Melaksanakan tugas hadhanah bukanlah suatu tugas yang mudah karena

bukan saja memelihara dengan memenuhi kebutuhan jasmani anak saja akan tetapi

pendidikan atau moral anakpun menjadi tanggung jawab pelaksana hadhanah itu

sendiri. Karena itu tidak sembarangan orang yang dapat melaksanakan hadhanah. Ada

kriteria atau syarat-syarat ini tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan

menyelenggarakan hadhanahnya.47

Adapun syarat-syarat ialah sebagai berikut:

1. Berakal sehat. Bagi orang yang kurang akal dan gila, keduanya tidak boleh

menangani hadhanah karena mereka ini tidak dapat mengurusi dirinya sendiri.

Karena itu, ia tidak boleh disertai tugas mengurusi orang lain. Sebab orang yang

tidak punya apa-apa tentu dapat memberi apa-apa kepada orang lain.

2. Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas

yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang

dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan.

3. Mampu mendidik. Orang buta, sakit menular, atau sakit yang melemahkan

jasmaninya tidak boleh menjadi pengasuh untuk mengurus kepentingan anak

47

Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, h. 179.

Page 60: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

53

kecil, juga tidak berusia lanjut yang bahksan ia sendiri perlu diurus, bukan orang

yang meninggalkan urusan rumahnya sehingga merugikan anak kecil yang

diurusnya.

4. Amanah dan berbudi. Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil, dan ia tidak

dapat dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik. Terlebih lagi,

nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan yang tidak baik.

5. Beragama Islam. Disyaratkan oleh kalangan mazhab syafi’iyah dan hanabilah.

Oleh karena itu bagi seorang kafir tidak ada hak untuk mengasuh anak yang

muslim, karena ditakutkan akan membahayakan aqidah anak tersebut.

Sebagaimana firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 141

Artinya : “Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang

kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.”

Hal ini dikarenakan hadhanah merupakan masalah perwalian, sedangkan

Allah tidak membolehkan orang mukmin di bawah perwalian orang kafir. Kriteria

Islam disini juga termasuk sifat adil yang harus terdapat pada seorang pengasuh.

Adil dalam arti mampu menjalankan agama secara benar, dengan meninggalkan

dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini adalah fasik

yaitu tidak konsisten dalam beragaman.48

6. Ibunya belum kawin lagi, jika si ibu belum kawin lagi dengan laki-laki lain, hak

hadhanahnya hilang. Akan tetapi, kalau ia kawin dengan laki-laki yang masih

48

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan dalam Islam di Indonesia, anatara Fikih Munakahat dan

UU Perkawinan, h.329.

Page 61: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

54

dekat kerabatannya dengan anak kecil tersebut, seperti paman dari ayahnya, hak

hadhanahnya tidak hilang.49

Para ulama sependapat bahwa, dalam hal mengasuh anak disyaratkan orang

yang mengasuh harus berakal sehat, bisa dipercaya, suci diri, bukan pelaku maksiat,

bukan penari, bukan peminum khamr, serta tidak mengabaikan anak yang diasuhnya.

Tujuan dari keharusan adanya sifat-sifat tersebut di atas adalah untuk memelihara dan

menjamin kesehatan anak dan pertumbuhan moralnya.50

Bila kedua orang tua si anak masih lengkap dan memenuhi syarat maka, yang

paling berhak melakukan hadhanah atas anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih

memiliki rasa kasihsayang yang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia

yang sangat muda itu lebih dibutuhkan kasihsayang bila anak berada dalam asuhan

ibu, maka segala biaya yang diperlukan untuk itu tetap berada dibawah tanggung

jawab si ayah. Hal ini sudah merupakan pendapat yang disepakati oleh ulama.51

D. Pihak-Pihak Yang Berhak Dalam Hadhanah

a. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Dalam pasal 41 UU perkawinan:

49

Ibid., h. 241-244.

50

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama, 1996),

cet. K-I, h. 416.

51

Ibid.,

Page 62: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

55

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya

tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa

ikut ibu memikul biaya tersebut.

b. Menurut Hukum Islam

1. Dalam menentukan urutan para pihak pertama yang berhak mengasuh atau

memelihara anak ketika terjadi perceraian, menurut Imam Syafi,i adalah:52

a. Ibu. Ibu adalah pihak yang paling pertama yang berhak memelihara

seorang anak akibat terjadi percerian

b. Nenek dari pihak ibu

c. Nenek dari pihak ayah

d. Saudara perempuan

e. Bibi dari pihak ibu

f. Anak perempuan dari saudara laki-laki

g. Bibi dari pihak ayah dan kerabat yang masih menjadi mahram bagi sianak

yang mendapat warisan ashabah sesuai dengan urutan pembagian harta

warisan.

52

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, h.415.

Page 63: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

56

2. Menurut pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam

“Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya.”

E. Masa Hadhanah

Tidak terdapat ketentuan yang khusus yang menerangkan tentang masa

hadhanah atau kapan berakhirnya masa hadhanah seorang anak akibat perceraian.

Dalam menentukan masa tersebut para ulama fikih hanya melihat dari suatu isyarat

dengan menggunakan ijtihad untuk menentukannya. Karena itu para ulama berijtihad

dalam hal ini, sehingga dikalangan ulama terdapat perbedaan tentang masa hadhanah

itu sendiri, seperti: 53

1. Imam Hanafi, berpendapat masa asuhan adalah tujuh tahun untuk laki-laki dan

sembilan tahun untuk wanita.

2. Imam Syafi’i, berpendapat tidak ada batasan tertentu bagi asuhan. Anak tetap

tinggal bersama ibunya sampai dia bisa menentukan pilihan apakah tinggal

bersama ibunya atau ayahnya. Kalau si anak sudah pada tingkat ini, dia disuruh

memilih apakah bersama ibu atau ayahnya.

3. Imam Maliki, berpendapat masa asuhan anak laki-laki adalah sejak dilahirkan

hingga baliqh, sedangkan anak perempuan hingga menikah.

53

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Madzhab, h.417.

Page 64: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

57

4. Imam Hambali, berpendapat masa asuhan anak laki-laki dan perempuan adalah

tujuh tahun dan sesudah itu si anak disuruh memilih apakah tinggal bersama

ibunya atau dengan ayahnya. Lalu si anak tinggal bersama orang yang dipilihnya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam menyatakan tentang kapan berakhirnya masa

hadhanah:

1. Pasal 105 menyatakan pemeliharaan anak yang belum mummayiz atau berumur

12 tahun adalah hak ibunya.

2. Pasal 98 ayat 1 menyatakan batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau

dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun belum

pernah melangsungkan pernikahan.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 47

menyatakan anak belum mencapai umur 18 tahun atau belum melangsungkan

perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut

dari kekuasaanaya.

Page 65: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

58

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PERKARA MAHKAMAH AGUNG NOMOR 349 K/AG/2006

TENTANG HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR

A. Posisi Perkara

Sebelum penulis memasuki kronologis perkara penulis ingin menjelaskan, jika

dalam perkara ini Nomor 349 K/AG/2006 sudah berada di tingkat kasasi Mahkamah

Agung yang sebelumnya sudah dilakukan putusan oleh hakim dari Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, dari putusan hakim tersebut pihak Tergugat tidak puas atas putusan

hakim, selanjutnya pihak Tergugat mengajukan banding dan kasasi kepada

Pengadilan Agama atas putusan majelis hakim. Berikut ini adalah kronologis

perkaranya.

Terjadi perkara cerai gugat dan sengketa hak asuh anak antara Tamara

Bleszinski binti Zbignew, Agama Islam, Alamat Tempat Tinggal Jl. Salihara No. 6 A

Rt. 003 Rw. 01, Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan.

Dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya Elsa Syarif SH.,MH yang berkantor di

Jl. Kramat Sentiong 38 A Jakarta Pusat sebagai Termohon Kasasi dahulu

Penggugat/Terbanding melawan Teuku Rafly Pasya bin Teuku Syahrul, Agama

Islam, Alamat Tempat Tinggal Jl. Kemang Selatan No. 8 Komplek Kemang Jaya

Blok E 6, Kelurahan Bangka Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Dalam

hal ini diwakili oleh Muh, Muslih SHI.,MH Advokat, berkantor di Jl. Ir. Juanda No.

95 Ciputat, Jakarta sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding.

Page 66: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

59

Sebelum terjadi perceraian, kedua belah pihak antara Pengugat dan Tergugat

telah melangsungkan pernikahan di Masjidil Haram Makah pada tanggal 1 Desember

1997 yang dicatatkan dalam Buku Pernikahan Khusus Perkawinan warga Negara

Indonesia, yang dilangsungkan di luar Negeri dengan Nomor. 01/01/1998. Dan dari

perkawinan sendiri telah dikaruniai satu orang anak laki-laki yang bernama Rassya

Isslamay Pasya yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 1999 sesuai

dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor 845/JS/2002.

Sejak awal perkawinan mereka, ada sesuatu hal yang tidak cocok antara

Tamara dan Rafli (Penggugat dan Tergugat) seperti masalah adat istiadat yang

berlaku di kediaman Tergugat, dan Tergugat sangat dominan terhadap Penggugat,

sehingga kedudukan hubungan Penggugat dengan Tergugat bukan lagi sebagai

pasangan suami istri yang saling membantu dan menunjang satu dengan yang lainnya,

melainkan merupakan hubungan Tergugat dan Penggugat seperti atasan dengan

bawahan karena Tergugat selalu minta dihormati tanpa melihat situasi dan kondisi

yang ada. Oleh karena rasa cinta dari Penggugat dengan Tergugat, Penggugat yang

sebagai seorang muallaf mencoba mengerti bahwa hal tersebut memang sudah diatur

dalam Agama Islam bahwa seorang istri harus menghormat suaminya. Akan tetapi

kondisi tersebut sangat membuat Penggugat sangat tertekan apalagi Penggugat

tersebut sebagai tulang punggung keluarga yang harus berkerja mencari nafkah untuk

menghidupi rumah tangganya. Dengan kondisi rumah tangga yang demikian tidak

ada perubahan dari Penggugat, melainkan Tergugat tidak pernah lagi memperhatikan

Penggugat, sehingga Penggugat mengalami kesendirian.

Page 67: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

60

Bahwa sejak 3 tahun belakangan ini kondisi Pengugat dan Tergugat semakin

renggang disebabkan adanya pertengkaran yang terus menerus. Penggugat telah

mengupayakan untuk damai dan rukun kembali dengan dibantu orang tua Penggugat

dan Tergugat ternyata tidak berhasil, sehingga Penggugat terpaksa meninggalkan

rumah kediaman bersama pada bulan Maret 2005 dan pulang kerumah ibu Penggugat,

akan tetapi demi mempertahankan keutuhan rumah tangga Penggugat kembali ke

rumah kediaman bersama dengan diantar orang tua Penggugat bulan April 2005.

Dari perkawinan Penggugat dan Tergugat telah lahir satu orang anak laki-laki

bernama Rassya Isslamay Pasya yang pada saat itu berumur 6 tahun maka

berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (a) maka Pemeliharaan anak

yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya yaitu

Penggugat, untuk menjaga perkembangan jiwa anak tersebut sangat dekat dengan

Penggugat. Dan mengingat anak masih membutuhkan biaya untuk pendidikan, maka

Tergugat sebagai ayah dari anak tersebut wajib untuk memberikan nafkah hidup dan

biaya pendidikan untuk masa depan dan kepentingan anak sesuai dengan kemampuan

Tergugat yaitu sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap bulannya secara tunai

sampai anak tersebut dewasa dan mandiri sesuai dengan Pasal 41 ayat (2) UU No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (c).

Page 68: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

61

B. Proses Putusan Hakim

1. Proses Pemeriksaan

Penggugat mengajukan gugatan berdasarkan surat gugatannya tertanggal 1 Februari

2006 M bertepatan dengan tanggal 2 Muharram 1427 H yang telah terdaftar di kepaniteraan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan di bawah register perkara Nomor

937/Pdt.G/2005/PA.JS.telah mengajukan cerai gugat, terhadap Tergugat. Penggugat

menguraikan kronologis apa yang menyebabkan Penggugat mengajukan gugatan tersebut.

Berdasarkan alasan-alasan dan uraian-uraian Penggugat, Penggugat mohon kepada

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, agar memberikan putusan sebagai berikut:

Dalam Provisi54

:

- Menyatakan anak yang bernama Rassya Isslamay Pasya berumur 6 tahun yang

masih di bawah umur harus dalam pengasuhan Penggugat ;

- Memerintahkan kepada Tergugat atau kepada siapapun anak tersebut dipelihara

ataupun disembunyikan oleh Tergugat agar segera menyerahkan anak bernama

Rassya Isslamay Pasya kepada Pengugat ;

- Menyatakan penetapan ini dapat dilaksanakan segera dalam kesempatan

pertama setelah penetapan provisi diterbitkan

Dalam Pokok Perkara :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya ;

2. Menyatakan perkawinan antara Penggugat dan Tegugat yang dilangsungkan

pernikahan di Masjidil Haram Makah pada tanggal 1 Desember 1997 yang

54

Provisi adalah untuk sementara waktu atau Putusan/ Penetapan sementara waktu. (J.C.T

Simorangkir, dkk, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. Ke-13, h. 136.)

Page 69: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

62

dicatatkan dalam Buku Pernikahan Khusus Perkawinan warga Negara

Indonesia, yang dilangsungkan di luar Negeri dengan Nomor. 01/01/1998 putus

karena perceraian dengan segala akibat-akibat hukumnya ;

3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk

mencatatkan perceraian ini dan mengeluarkan Akta Perceraian ;

4. Mewajibkan Tergugat untuk memberi nafkah hidup dan biaya pendidikan untuk

masa depan dan kepentingan anak sesuai dengan kemampuan Tergugat yaitu

sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) setiap bulannya secara tunai sampai

anak tersebut dewasa dan madiri ;

5. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam

perkara ini.

Majelis hakim memulai pemeriksaan dengan membacakan surat gugatan yang

isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat. Atas gugatan Penggugat tersebut,

Pengadilan Agama Jakarta selatan telah menjatuhkan putusan Nomor

937/Pdt.G/2005/PA.JS. Tanggal 1 Februari yang bertepatan pada tanggal 2 Muharram

1427 sebagai berikut:

Dalam Provisi

- Menyatakan menolak gugatan Penggugat

Dalam pokok perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian

Page 70: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

63

2. Menjatuhkan thalaq satu ba’in sughra Tergugat Teuku Rafly pasya bin Teuku

Syahrul kepada Pengugat Tamara Bleszinski binti Zbignew, menyatakan

perkawinan antara Tergugat dan Penggugat putus karena perceraian.

3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk

menyampaikan salinan putusan ini kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan

Pasar Minggu untuk mencatat perceraian tersebut

4. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dala perkara ini

yang hingga dihitung sejumlah Rp. 325.000,- (tiga ratus dua puluh lima ribu

rupiah)

5. Menyatakan gugatan Penggugat selain dan selebihnya tidak diterima.

Tergugat telah mengajukan Banding atas permohonan Tergugat, putusan

Pengadilan Agama tersebut telah diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta

dengan putusan Nomor 21/Pdt.G/2006/PTA.JK. Tanggal 27 Juni 2006 . Masehi.

Bertepatan dengan 01 jumadil akhir 1427 H, yang berbunyi sebagai berikut:

- Menyatakan bahwa pemohon Banding yang diajukan Tergugat/Pembanding

dapat diterima

- Menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor:

937/Pdt.G/2005/PA.JS. tanggal 01 Februari 2006 M. bertepatan pada tanggal 2

Muharram 1427 dengan perbaikan amar putusan sehingga secara keseluruhan

berbunyi sebagai berikut:

Dalam provisi

Page 71: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

64

- Menolak gugatan provisi Penguggat

Dalam pokok perkara

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian

2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra Tergugat Teuku Rafly pasya bin Teuku

Syahrul terhadap Pengugat Tamara Bleszinski binti Zbignew.

3. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk

mengirimkan salinan putusan perkara ini yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap kepada Kantor Urusan Agama Kecamatam Pasar Minggu untuk

mencatat perceraian tersebut

4. Menyatakan tidak menerima gugatan Penggugat selebihnya

5. Membebankan Penggugat untuk membayar biaya perkara ini seluruhnya

berjumlah Rp. 325.000,- (tiga ratus dua puluh lima ribu rupiah)

6. Membebankan kepada Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara

dalam tingkat banding sebesar Rp. 206.000,- (dua ratus enam ribu rupiah)

Setelah putusan terakhir di atas diberitahukan kepada Tergugat pada tanggal 6 Juli

2006 kemudian Tergugat/Pembanding mengajukan Permohonan Kasasi secara lisan pada

tanggal 12 Juli 2006, sebagaimana dari Akta Permohanan Kasasi Nomor.

937/pdt.G/2005/PA.JS. yang dibuat oleh Paniteran Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

permohonan tersebut kemudian disusul oleh memori kasasi dengan memuat alasan-alasannya

yang diterima Panitera Pengadilan Agama pada Tanggal 19 Juli 2006, bahwa alasan-alasan

yang diajukan Pemohon Kasasi/Tergugat dalam memori kasasi sebagai berikut:

1. Bahwa Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Selatan telah salah menerapkan

hukum yang telah memutuskan melampaui batas kewenangan karena telah

Page 72: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

65

menerima, mengadili dan memutuskan surat gugatan Penggugat/Termohon

Kasasi di mana surat gugatan Penggugat/Termohon Kasasi tersebut tidak

bersandar pada hukum, dan alasan-alasan gugatan tidak didukung oleh

peristiwa-peristiwa dan dasar-dasar tuntutan yang membenarkan tuntutan

Penggugat/Tergugat Kasasi sehingga seharusnya judex facti (Hakim yang

memeriksa langsung duduk persoalan perkara atau hakim tingkat pertama dan

hakim tingkat banding/hakim tinggi)55

, menyatakan surat gugatan

Penggugat/Termohon Kasasi sebagai obscuur libelium (Surat Gugatan yang

tidak jelas apa yang dituntut atau apa dasar tuntutannya sehingga dapat diajukan

suatu penolakan terhadap gugatan yang sedemikian)56

, oleh karena itu

sepatutnya diputuskan dengan dinyatakan tidak dapat diterima atau niet

ontvankelijk verklaard.

Penggugat/Termohon Kasasi sebagaimana tersebut dalam surat gugatannya

menyatakan bahwa antara Penggugat/Termohon Kasasi dengan

Tergugat/Pemohon Kasasi sudah tidak ada harapan hidup rukun dan damai lagi

dan juga disebutkan juga bahwa Penggugat telah menginggalkan kediaman

bersama Penggugat dan Tergugat. Berdasarkan keterangan tersebut, sesuai

dengan tertib beracara dan sesuai pula dengan kaidah hukum Islam keadaan itu

disebut dengan nusyuz yaitu keadaan di mana seorang istri dipandangi telah

membangkang kepada sang suami, sehingga apabila ada perceraian maka hak

55

Jainul Bahry, Kamus Umum “Khusus Bidang Hukum dan Politik”, (Bandung: Angkasa, 1996),

h. 125.

56

J.C.T Simorangkir, h. 109.

Page 73: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

66

menceraikan ada pada Tergugat/Pemohon Kasasi. Dengan demikian dengan

tidak adanya hak Penggugat/Termohon Kasasi untuk mengajukan perceraian

maka surat gugatan Penguggat adalah surat gugatan yang tidak bersandar

hukum kerena alasan-alasan gugatan tidak didukung oleh peristiwa-peristiwa

dan dasar-dasar tuntutan yang membenarkan tuntutan Penguggat/Termohon

Kasasi.

2. Bahwa judex facti telah salah menerapkan hukum dan telah melanggar asas

keadilan karena dalam pertimbangannya semata-mata mengambil pendapat dari

yurisprudensi yang bergeser dari surat edaran Mahkamah Agung RI No. 3

Tahun 1981 yang mengajarkan tentang “Marriage Breakdown” sebagai unsur

utama dari pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, tanpa

mempertimbangkan latar belakang kasus yang Tergugat/Pemohon Kasasi alami

dan fakta hukum yang terjadi, demikian pula dengan saksi de auditu tetapi saksi

hanya mendengar dari orang lain, dan karena kesaksiannya merupakan

testimonium de auditu (Kesaksian, keterangan yang diberikan oleh seseorang

berdasarkan keterang-keterangan/ bahan yang didengarnya/ diketahuinya dari

orang lain bukan dari pengalamannya sendiri).57

Di samping itu pertimbangan

judex facti semata-mata mendasarkan atas perkawinan sebagai perjanjian dalan

arti sempit, sehingga memberikan pertimbangan yang cenderung hanya melihat

kepada tindakan perbuatan satu pihak saja yang sudah tidak berkenan untuk

melanjutkan perkawinan maka perkawinan itu mudah saja dapat diputuskan,

57

Ibit, h. 168.

Page 74: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

67

padahal perlu dipaham antara Tergugat/Pembanding/Termohon Kasasi tidak ada

“saling (mutual) berselisih yang ada adalah Penggugat/Terbanding/Termohon

Kasasi menempuh segala cara untuk dapat mengajukan gugatan ini dengan

pergi meninggalkan rumah bersama, anak dan suami dan kemudian diikuti sikap

tidak peduli dan dilakukan dengan sengaja maka seharusnya hukum berpihak

kepada Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi sebagai pihak yang tidak

berbuat salah sementara Penggugat/Terbanding/Termohon Kasasi adalah pihak

yang salah dan kepadanya diberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan

bukannya dipermudah dan diberikan jalan untuk bercerai

3. Bahwa judex facti telah salah dan keliru dalam menarapkan hukum karena

menurut penjelasan umum Undang-Undang menerapkan hukum karena menurut

keluarga bahagia, kekal dan sejahtera, maka Undang-undang ini menganut

mempersukar perceraian, bila mana judex facti memegang teguh asas tersebut

maka masyarakat akan menghormati dan memahami perkawinan sebagai ikatan

batin dalam pertimbangan sama sekali tidak mencerminkan semangat untuk

mempersukar terjadi perceraian, justru memberikan pandangan dan

memunculkan kesan dan preseden buruk bagi masyarakat, sehingga putusan

judex facti haruslah dibatalkan

4. Bahwa judex facti telah salah dan keliru memerapkan pembuktian syiqaq

(perselisihan yang terus menerus) dimana menurut M. Yahya Harahap, SH.

(Kedudukan dan kewenangan Pengadilan Agama halaman 265 syiqaq harus

didasarkan pada alasan-alasan sebagaimana tersebut dalam buku karangan

Page 75: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

68

Yahya Harahap tersebut sehingga apabila tidak terbukti adanya perselisihan

yang terus menerus maka penyelesaian bukan dengan cara syiqaq tetapi dengan

hukum pembuktian biasa

5. Bahwa judex facti telah melalaikan asas kepatutan, kebenaran dan kelalaian

yang semestinya menjiwai setiap peradilan, akan tetapi judex facti dalam hal ini

tidak cermat dan salah dalam pertimbangan dan menyimpulkan fakta-fakta

persidangan karena yang menjadi essensial dalam hukum pembuktian ini

apakah peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam rumah tangga

Tergugat/Pemohon Kasasi dengan Penggugat/Terbanding/Termohon Kasasi

terbukti sebagai perselisihan terus menerus di dalam rumah tangga, yang

kemudian dilihat, didengar dan dialami oleh saksi, bahwa

Tergugat/Pembanding/Pemohon Kasasi menolak dengan keras pertimbangan

Judex Facti tersebut, karena pada kenyataanya telah memberikan kesimpulan

yang salah dan keliru atas fakta-fakta yang dalam pertimbanganya telah

terungkap di persidangan, sehingga pengetahuan saksi hanya didasarkan atas

apa yang dia dengar dari orang lain waluapun mereka pernah satu rumah,

sehingga kesaksian mereka bernilai testimonium de auditu dan tidak layak

untuk dipertimbangkan.

2. Pertimbangan Majelis Hakim

Majelis hakim telah mendamaikan Penggugat dan Tergugat melalui kuasa hukum

Penggugat sejak awal persidangan sampai akhir pemeriksaan agar rukun kembali namun

tidak berhasil mendamaikannya.

Page 76: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

69

Menurut pendapat Mahkamah Agung, amar putusan Pengadilan Tinggi Agama

Jakarta harus diperbaiki karena belum tepat, dengan menambahkan pertimbangan sebagai

berikut.

Bahwa tuntutan Termohon Kasasi/Penggugat agar pemeliharaan anak ditetapkan

pada Termohon Kasasi/Penggugat, dapat dipertimbangkan untuk memastikan posisi anak

yang bernama Rassya Isslamay Pasya yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 februari

1999, dan seharusnya judex facti memandang sebagai fakta bahwa dengan adanya tuntutan

provisi supaya anak ditetapkan pemeliharaanya pada Termohon Kasasi/Penggugat,

merupakan fakta telah terjadi perebutan tentang pengusaan anak yang sama sekali tidak

menguntungkan bagi kepentingan anak, baik dipandang dari segi pemeliharaan maupun dari

segi pendidikan yang diperlukan seorang anak.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas majelis hakim memberi kesimpulan bahwa di

antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan. Bahwa majelis hakim berpendapat

apabila terjadi keadaan seperti ini, maka secara kasuistik hakim secara ex officio berhak

menetukan siapa yang harus memelihara anak tersebut demi kepentingan anak. Dan majelis

hakim sependapat dengan buku “Keyakinan Hakim dalam Pembuktian Perkara Perdata

Menurut Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Islam” yang ditulis oleh Ahmad

Sahabuddin, yang menyatakan bahwa menurut Hukum Acara Perdata Islam, keyakinan

seorang hakim dapat digunakan sebagai pembuktian menentukan sebuah perkara (manakala

sudah sulit sekali mencari kebenaran formal, maka pemecahannya adalah mencari kebenaran

materiil).

Majelis hakim berkeyakinan, jika tidak ditetapkan di mana anak harus dipelihara,

akan terus terjadi perebutan tentang penguasaan anak yang dapat saja mempengaruhi

perkembangan jiwa seorang anak dan ada suatu fakta yang terungkap dalam persidangan,

Page 77: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

70

bahwa Termohon Kasasi/Penggugat adalah seorang selebriti/publik figur yang sangat sibuk

dengan pekerjaanya, sering berangkat pagi pulang sore, bahkan sampai malam, sehingga jika

anak ditetapkan di bawah hadhanah Termohon Kasasi/Penggugat maka anak akan kurang

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari Termohon Kasasi/Penggugat karena kesibukan

Termohon Kasasi/Penggugat dengan pekerjaanya, dalam hal ini akan mempengaruhi

perkembangan jiwa seorang anak. Dan sesuai dengan pasal 41 huruf (a) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, “Baik ibu atau Bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semat-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak, Pengadilan memberi keputusan dan sesuai dengan pasal 9 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan

bakatnya”.

3. Putusan Majelis Hakim

Setelah melalui proses pemeriksaan di tingkat Kasasi, maka Mahkamah

Agung memberikan putusan perkara Nomor 349 K/AG/2006 Pada Tanggal 3 Januari

Tahun 2007 Masehi dengan amar putusan sebagai berikut:

Dalam provisi

- Menolak gugatan provisi Penggugat

Dalam Pokok Perkara

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

2. Menjatuhkan thalak satu ba’in shughra Tergugat (Teuku Rafli Pasya Bin Teuku

Syahrul) terhadap Penggugat (Tamara Bleszynski Pasya Binti Zbignew

Bleszynski).

Page 78: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

71

3. Menetapkan anak yang bernama Rasya Issslamay Pasya, lahir di Jakarta pada

tanggal 4 Feburari 1999, berada di bawah hadhanah Tergugat (Teuku Rafli

Pasya Bin Teuku Syahrul).

4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk mengirim

salinan putusan ini kepada pegawai pencatat nikah yang di wilayahnya meliputi

tempat tinggal Penggugat dan Tergugat dan kepada pegawai pencacat nikah di

tempat Penggugat dan Tergugat dilangsungkan untuk dicatat dalam daftar yang

disediakan untuk itu.

5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

6. Menghukum Penggugat untuk membayar perkara tingkat pertama sebesar Rp.

325.000,- (tiga ratus dua puluh lima rupiah).

7. Menghukum Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam tingkat banding

sebesar Rp. 206.000,- (dua ratus enam ribu rupiah).

8. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

C. Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 349 G/AG/2006

Setelah mengetahui adanya gugatan cerai antara Tamara dan Rafli seperti

diuraikan di atas. Ada hal yang menarik untuk disoroti yaitu jatuhnya hak hadhanah

atau pemeliharaan anak yang belum mumayyiz kepada ayah. Dalam kaitannya

dengan putusan tersebut ada hal yang menarik perhatian penulis untuk disoroti dari

sudut pandangan fikih dan peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu siapakah yang

mempunyai hak untuk melakukan hadhanah terhadap anak yang masih di bawah

Page 79: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

72

umur akibat perceraian, apa hal yang menyebabkan hak hadhanah seorang anak ada

di tangan bapak. Apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan hak

tersebut ada di bawah asuhan bapak.

Kita sepakat bahwa anak merupakan amanah dan karunia Allah SWT sebagai

generasi penerus dalam keluarga bahkan bangsa dan negara. Oleh sebab itu maka

anak harus mendapatkan perhatian yang lebih serius dari seluruh aspek kehidupan.

Dalam kehidupan manusia, anak merupakan individu yang belum matang baik secara

fisik, mental maupun sosial. Akibat dari belum matangnya individu anak maka sangat

dibutuhkan perlindungan penuh dari orang dewasa.

Terjadinya perebutan hak asuh adalah akibat salah persepsi. Hak asuh itu

dianggap hak orang tua. Padahal hak asuh adalah hak anak untuk mendapatkan

perlindungan dan pemeliharaan dari orang tuanya. Adapun nanti hak anak itu menjadi

kewajiban salah satu ibu atau bapak untuk memelihara anaknya itu, karena anak

memiliki hak untuk dilindungi atau dipelihara oleh orang tuanya. Persepsi yang keliru

beranggapan bahwa hak asuh adalah hak penuh ibunya sampai umur 12 tahun.

Padahal Pengadilan berada pada posisi lain, yakni ingin melindungi anak. Jadi

terkadang kewajiban itu dibebankan kepada bapak atau kadang–kadang kepada ibu

tergantung pada pertimbangan majelis hakim dengan melihat apakah kepentingan

anak itu bisa terpenuhi jika anak bersama bapak ataukah bersama ibunya.

Pertimbangan penentuan hak asuh itu sangat komprehensif. Kalau anak sangat

nyaman dengan bapaknya karena sudah bertahun-tahun dengan bapaknya, lantas ada

fakta-fakta hukum yang menunjukkan anak sudah sangat terpelihara oleh bapaknya,

Page 80: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

73

maka saat terjadi sengketa ada kemungkinan hanya akan keluar tambahan perintah

dari Majelis Hakim bahwa memerintahkan kepada bapak si anak untuk membuka

kemungkinan berkumpulnya antara anak dengan ibunya kandungnya.

Pemeliharaan anak atau istilahnya dalam Islam disebut hadhanah

pelaksanaanya tidak terbatas pada kegiatan formalitas yang begitu saja tanpa

dibarengi dengan mendidik yang bertujuan menjadikan anak sehat baik moril maupun

pemikirannya. Salah satu hal yang penting yang mungkin kurang dipertimbangkan

ketika terjadi perceraian adalah tanggung jawab pemeliharaan anak. Pemeliharaan

anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, baik ketika orang tuanya masih

hidup rukun dalam ikatan perkawinan maupun ketika mereka gagal karena terjadi

perceraian.

Hak pemeliharaan anak yang belum mumayyiz akibat terjadi perceraian dalam

berbagi literatur fiqh diutamakan kepada ibunya, dan apabila anak tersebut sudah

mumayyiz, anak tersebut disuruh memilih kepada siapa di antara ayah ataupun ibu.

Hak pemeliharaan dalam UU Perkawinan, sekalipun kedua orang tua tersebut tidak

bersama lagi, dalam hal ini adalah bercerai, baik ibu ataupun ayah dari anak tersebut

tetap berkewajiban mendidik dan memelihara anak tersebut. Semata-mata demi

kepentingan anak, jika terjadi sengketa mengenai hak pemeliharaan anak maka sudah

jelas hakim Pengadilan Agama yang akan memberi keputusan sesuai dengan bukti-

bukti dan keterangan dari saksi yang diajukan kepada Pengadilan Agama dalam

persidangan.

Page 81: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

74

Kemudian dalam kompilasi hukum Islam yang merupakan hukum materi di

lingkungan Peradilan Agama, dalam pasal 105 disebutkan, bahwa pemeliharaan anak

yang belum mumayyiz adalah hak ibunya. Karena ibu mempunyai tahap kasih sayang

serta kesabaran yang lebih tinggi, selain itu seorang ibu lebih lembut ketika menjaga

dan mendidik anaknya terlebih anak yang masih dalam usia menyusui ibu

mempunyai sesuatu yang dimiliki semua orang. Akan tetapi hak mutlak yang dimiliki

oleh ibu tidak begitu saja bisa didapatkannya.

Perlindungan anak berusaha mengembangkan manusia seutuhnya

memelihara dan menyempurnakan hubungan antara anak dengan orang tua

kandunganya sepanjang hidupnya dengan berbagai cara dan perwujudan.

Perlindungan anak mengutamakan kepentingan anak dari pada kepentingan orang tua.

Kalau kita lihat pada kasus Tamara dan Rafli yang dalam putusannya

dinyatakan bahwa Tamara sebagai ibu tidak layak untuk menerima hak asuh karena

pekerjaannya adalah sebagai selebriti/public figur yang sangat sibuk dengan

pekerjaannya, tidak mempunyai waktu yang pasti untuk memelihara anak tersebut

dan Tamara pun sering berangkat pagi pulang sore, bahkan sampai malam, sehingga

jika anak ditetapkan di bawah hadhanah Tamara maka anak tersebut akan kurang

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ibunya karena kesibukan Tamara

dengan pekerjaanya, dalam hal ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa seorang

anak yaitu Rasya Issslamay Pasya.

Selain itu anak juga makhluk sosial seperti layaknya orang dewasa. Anak

membutukan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya,

Page 82: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

75

karena anak lahir dengan segala kelemahannya sehingga tanpa bantuan orang dewasa

anak tidak dapat mungkin dapat mencapai taraf kemanusian yang normal.

Berdasarkan hal tersebut seorang anak dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi

perkembangannya, anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang

semua itu membutuhkan orang dewasa yang penuh totalitas memperhatikan fase-fase

perkembangan anak, karena perkembangan pada suatu fase merupakan dasar bagi

fase selanjutnya. Selain totalitas harus dibutuhkan pula seorang yang amanah dan

berakhlak. Lalu kita kembali melihat kasus yang terjadi antara Tamara dan Rafli,

bahwa penulis setuju dengan keputusan majelis hakim yang memutuskan bahwa anak

pemeliharaan anak jatuh kepada Rafli sebagai bapaknya bukan kepada Tamara

sebagai ibu. Lebih lanjut perkara tersebut hakim lebih berdasarkan kemaslahatan anak

tersebut.

Dan dalam perkara Nomor 349 K/AG/2006, bahwa terdapat konsistensi,

harmonisasi, sistematisasi, dan sinkronisasi yang kuat di antara Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam, khususnya berkaitan

dengan perspektif kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian. Berdasarkan

ketiga norma ini secara singkat dapat ditarik beberapa catatan sebagai berikut:

1. Bahwa perceraian yang terjadi di antara orang tua, secara umum tetap

mewajibkan kepada orang tua secara bersama-sama memberikan yang terbaik

bagi anak.

Page 83: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

76

2. Bahwa masa kanak-kanak lebih dikonstruksikan kepada pemberikan hak-hak anak

yang berkorelasi dengan kewajiban orang tua. Dengan demikian kekuasaan orang

tua terhadap anak diwujudkan dalam perangkat hak dan kewajiban anak, dan

perangkat hak dan kewajiban orang tua.

3. Bahwa apabila Negara memandang jaminan kepentingan anak terancam akibat

adanya perceraian orang tua, pada dasarnya Negara memiliki otoritas mengambil

alih persoalan dan sekaligus mengambil suatu kebijakan semata-mata demi

melindungi kepentingan anak.

4. Bahwa di dalam konteks hukum nasional dan kepentingan anak, maka Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dapat diperkirakan

menjadi landasan rujukan utama bagi para hakim dalam memutuskan perkara.

Page 84: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beberapa hal yang dapat penulis simpulkan dari skripsi Hak Asuh Anak di Bawah

Umur Akibat Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 (Analisis

putusan Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006) yaitu:

1. Hadhanah atau pemeliharaan anak dalam hukum perkawinan yang ada di

Indonesia pada dasarnya tidak menentukan perihal siapakah yang lebih berhak

dalam hal mendapatkan hak pemeliharaan anak. Hal tersebut kembali kepada

kepentingan anak yang didasari pada putusan pengadilan.

2. Majelis Hakim memutuskan perkara Mahkamah Agung Nomor 349 K/AG/2006

tentang hak asuh anak, hak pemeliharaan anak diberikan kepada ayah karena:

a. Ibu dari anak tersebut adalah seorang selebriti/publik figur yang sangat

sibuk dengan pekerjaanya,

b. Sering berangkat pagi pulang sore, bahkan sampai malam, sehingga jika

anak ditetapkan di bawah hadhanah ibu, maka anak akan kurang

mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ibu.

3. Siapapun yang memegang hadhanah harus bisa menjamin kebutuhan anak baik

pendidikan, ekonomi, dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan anak. Apabila

seorang ibu dinyatakan cacat artinya tidak layak dalam memenuhi kewajibannya

yaitu sering melantarkan anaknya maka demi kepentingan anak baik secara

Page 85: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

78

mental maupun fisik, hak pemeliharaan itu lebih berada ditangan bapak. Pada

prinsipnya ada hal yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak salah satunya

adalah:

a. Yang terbaik untuk anak (best interest or the child). Artinya segala

tindakan yang menyangkut kepentingan anak maka yang terbaik untuk

anak haruslah menjadi kepentingan utama

b. Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for view of the child).

Maksudnya bahwa pendapat anak terutama jika menyangkut hal-hal yang

mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambil

keputusan.

B. Saran

1. Di dalam materi hak asuh atau hadhanah perlu dikaji lebih luas lagi kepada

mahasiswa dengan cara berdiskusi di dalam perkuliahan maupun di luar

perkuliahan.

2. Perlu diadakannya sosialisasikan melalui pidato, khutbah jumat dan ceramah

Agama, mengenai betapa pentingnya menjaga ikatan perkawinan, sehingga

tidak terjadi perceraian dan anak hasil perkawinan tersebut dapat merasakan

cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tuanya.

3. Kepada remaja yang belum menikah hendaknya berhati-hati dalam memilih

pasangan hidup, agar kelak menikah nanti dapat terwujud tujuan dari

pernikahan yaitu mencapai keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah.

Page 86: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

79

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-karim

Abdurahman I Doi, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: Rinek Cipta,1992), Cet.

Ke-1.

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoepe,

1999), Jilid. 2.

Ahmad Shidik, Hukum Talak dalam Agama Islam, (Surabaya : Putera Pelajar,2001), cet.

1.

Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayatul Akhyar Fii Alli Ghaayatil

Ikhtishaar, Penerjemah Achmad Zainudin dan A. ma’ruf Asrori.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, “Antara Fikih Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan”, (Jakarta, Kencana: 2006), Cet. Ke-1.

A. W. Munawir, Al-munawir: Kamus Arab- Indonesia, (Surabaya : pustaka Progresif,

1997), cet. Ke-14.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia “Antara Fikih Munakahat dan

UU Perkawinan”.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, “talak” Ensiklopedi Islam, (Jakarta :PT. Ichtiar

Baru an Hoeve, 1994), cet. Ke-3, jilid 5.

H. Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: Pt bina ilmu 1995).

Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Akasara, 1996), Cet.

Ke-2.

Jainul Bahry, Kamus Umum “Khusus Bidang Hukum dan Politik”, (Bandung: Angkasa,

1996).

Jamil Latif, Aneka Hukum Perceraian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), Cet.2.

J.C.T Simorangkir, dkk, Kamus Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. Ke-13.

Page 87: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

80

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1987), cet. Ke-2.

Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), Cet.

Ke 8.

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: PT. Lentera Basritama,

1996), cet. K-I.

Muhammad Ali Ash Shabuni, shafwatut tafasir, I-III, (Daar al Quran al Kariem, Bairut,

1981).

M. Yahya Harahap SH, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan : CV. Zahir Trading,

1975), Cet. 1.

Neng Djubaedah Dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT.Hecca

Utama, 2005).

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988).

Prof. Subekti, SH, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Internusa, 1994), Cet. XXVI.

Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta:UIP, 1974), cet. Ke-2.

Sayyid Sabiq, Fiqh Al-sunnah, (Beirut: Dar al-fikr, 1983), Jil.8.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia, 2004), Cet. Ke-8.

Suharsimi Arikonto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1995), cet. Ke-27.

Sulaiman Rasjid, Fikih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), cet. Ke-27.

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafindo, 2006).

Page 88: HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2272/1/DIANA... · karunianya menyertai setiap langkah-langkah kita di permukaan

81

Undang-Undang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

United nations children’s fund, Dunia yang layak bagi anak-anak : konveksi hak anak-

anak 1989.

Kompilasi Hukum Islam