habermas dan sains.3

29
Pemikiran Filsafat “Teori Kritis ” Jürgen Habermas Pendahuluan Jurgen Habermas adalah sosok filsuf pewaris pemikiran Madzhab Frankfrut. Pemikiran-pemikirannya cukup rumit dan sarat dengan rujukan metafora tapi sangat filosofis. Narasi besar pemikirannya bertumpu pada usaha pencarian sebuah teori yang secara memadai merumuskan syarat-syarat nyata perwujudan sebuah masyarakat yang bebas dari penindasan. Ia mencoba mengembangkan sebuah teori kritis. Madzhab Habermas ini terkenal dengan “Teori Kritis” atau “Teori Kritis Masyarakat” yang melemparkan sebuah kritikan serius terhadap konsep teori Positivisme dan menyebut positivisme itu sebagai saintisme karena mengadopsi metode ilmu-ilmu alam untuk menggagas unified science. Dikatakan bahwa positivisme hanya berpura-pura bertindak objektif dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, padahal ia menyembunyikan kekuasaan dengan mempertahankan status Quo masyarakat dan tidak mendorong perubahan. 1 Jika dirunut ke awal sejarahnya, memang titik tolak teori kritis sejak Horkheimer adalah berasal dari persoalan paham positivisme yang salah dalam memandang keberadaan ilmu-ilmu sosial, positivisme menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bebas nilai (value-free), terlepas dari praktek sosial dan moralitas, yang dapat dipakai untuk prediksi, bersifat 1 ? F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi; Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 10 1

Upload: mirnasahla

Post on 19-Jun-2015

582 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Jurgen Habermas: sains tidak bebas nilai

TRANSCRIPT

Page 1: Habermas Dan Sains.3

Pemikiran Filsafat “Teori Kritis ” Jürgen Habermas

Pendahuluan

Jurgen Habermas adalah sosok filsuf pewaris pemikiran Madzhab Frankfrut.

Pemikiran-pemikirannya cukup rumit dan sarat dengan rujukan metafora tapi sangat

filosofis. Narasi besar pemikirannya bertumpu pada usaha pencarian sebuah teori yang

secara memadai merumuskan syarat-syarat nyata perwujudan sebuah masyarakat yang

bebas dari penindasan. Ia mencoba mengembangkan sebuah teori kritis. Madzhab

Habermas ini terkenal dengan “Teori Kritis” atau “Teori Kritis Masyarakat” yang

melemparkan sebuah kritikan serius terhadap konsep teori Positivisme dan menyebut

positivisme itu sebagai saintisme karena mengadopsi metode ilmu-ilmu alam untuk

menggagas unified science. Dikatakan bahwa positivisme hanya berpura-pura bertindak

objektif dengan mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas nilai, padahal ia

menyembunyikan kekuasaan dengan mempertahankan status Quo masyarakat dan tidak

mendorong perubahan.1

Jika dirunut ke awal sejarahnya, memang titik tolak teori kritis sejak Horkheimer

adalah berasal dari persoalan paham positivisme yang salah dalam memandang

keberadaan ilmu-ilmu sosial, positivisme menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bebas

nilai (value-free), terlepas dari praktek sosial dan moralitas, yang dapat dipakai untuk

prediksi, bersifat objektif dan sebagainya. Anggapan semacam itu mengkristal menjadi

suatu kepercayaan umum bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar adalah

pengetahuan ilmiah dan pengetahuan semacam itu hanya dapat diperoleh dengan

menerapkan metode ilmu-ilmu alam pada ilmu-ilmu sosial. Anggapan seperti itu disebut

saintisme (scientism) yang berarti “Science’s belief in it self. That is the convicton that

we can no longer understand science as one form of possible knowledge, but rather

must be identify knowledge with science”.2

1

? F. Budi Hardiman, Kritik Ideologi; Menyingkap Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan Bersama Jurgen Habermas, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 102 Wartono, Menuju Penekatan Kritis Dalam Stusi Akutansi, dikutip dari http://akuntan-publik-wartono.com/menuju-penekatan-kritis-dalam-studi-akuntansi/, diakses pada 4 maret 2010, pukul 17.57 WIB

1

Page 2: Habermas Dan Sains.3

Menanggapi kenyataan itu, madzhab Frankfrut memberi alternative dengan

“teori kritis” nya sebagai teori yang memihak praxis emansipatoris masyarakat. Di

kemudian hari kemudian Habermas merumuskan teori itu sebagai dasar

epistemologisnya dengan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sangat berhubungan

dengan kepentingan kognitif, sehingga posisi ilmu pengetahuan tidak pernah bebas

nilai, ilmu pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh sosial politik (ideologi),

kekuasaan, dan kepentingan, termasuk juga oleh kelompok teori kritis yang didorong

oleh kepentingan emansipatoris.3

Teori kritis juga mampu membongkar kedok rasionalitas pencerahaan yang

disebut rasionalitas instrumental itu telah gagal mencapai tujuan emansipatifnya yaitu

membebaskan manusia dari perbudakan serta membangun kehidupan masyarakat

independent yang bebas untuk mengatur kehidupan sosialnya sendiri. Kegagalan teori

kritis generasi pertama lebih disebabkan terperangkap atas teori filosofis Karl Marx

yang mereduksi manusia hanya sebagai makhluk pekerja.

Kemudian Jurgen Habermas muncul sebagai pembaharu Teori Kritis dengan

memperbaharui konsep paradigma komunikasi. Hal ini begitu nampak dengan langkah-

langkah Habermas yang melakukan dialog-dialog Habermas dengan Foucoult tentang

kekuasaan, dengan Parson tentang krisis sosial, dengan Popper mengenai falsifikasi dan

yang terakhir bagaimana Habermas merumuskan hermeneutika kritis yang mengadopsi

psikoanalisa untuk menggabungkan explanation dan understanding yang mengarah

pada metode refleksi diri.4

Sejarah Intelektual

Jurgen Habermas dilahirkan pada tahun 1929 di Dusseldorf Jerman. Ia

mempelajari filsafat di Universitas Got tingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam

Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu

didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan

mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman

terkemuka di Institute for social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D,

3 F. Budi Hardiman, Ibid, hlm. 121 4

Sindung Tjahyadi, Teori Kritis Jurgen Habermas; Asumsi-Asumsi Dasar Menuju Metodologi Sosial, dikutip dari http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/25/21, diakses pada 1 Maret 2010, pukul 15.14 WIB

2

Page 3: Habermas Dan Sains.3

didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang

berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian

diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang

Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling.5

Sementara ia melibatkan diri di dalam kesibukan-kesibukan Institut, ia

mempersiapkan sebuah Habilitations-schrift yang berjudul Strukturwandel der

Oeffentlichkeit (perubahan dalam Struktur Pendapat Umum, 1962), dan menjadi salah

satu karya yang termasyhur diantara karya-karya awalnya sebagai anggota Institut.

Habilitation itu dilaksanakan di Mainz pada tahun 1961, sementara pada tahun itu juga

memberikan kuliah di Universitas Heidelberg sampai pada tahun 1964, dan setelah

mengakhiri tugas mengajarnya, ia kembali ke Universitas Frankfurt dan menggantikan

kedudukan Horkheimer dalam mengajar sosiologi dan filsafat.6

Satu hal yang penting dalam memahami posisinya sebagai pemikir marxis

adalah peranannya di kalangan mahasiswa Frankfrut. Seperti halnya Adorno dan

Hokheimer, Habermas melibatkan diri dalam gerakan-gerakan mahasiswa kiri Jerman

(new left) , meskipun keterlibatannya hanya sejauh sebagai seorang pemikir Marxis. Ia

terutama menjadi popular di kalangan kelompok yang menamakan dirinya

Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiwa Sosialis Jerman). Dalam

hal ini ia mendapat reputasi sebagai pemikir baru yang diharapkan dapat melanjutkan

tradisi pemikiran Horkheimer, Adorno dan Marcuse. Namun sejak tahun 1970-an,

hubungan baiknya dengan gerakan ini mengendur sejak gerakan ini mulai melancarkan

aksi-aksi dengan cara kekerasan yang tidak dapat ditolerir, seperti para pendahulunya,

Hebermas juga melontarkan kritikannya kepada gerakan-gerakan itu, ia mengecamnya

sebagai gerakan “revolusi Palsu”, “bentuk-bentuk pemerasan yang diulangi kembali”,

“Picik” dan kontraproduktif.7

Namun Konfontrasi itu agaknya membuka tahapan baru dalam posisi Habermas

sebagai pemikir neo-Marxis. Pada tahun 1970 ia mengajukan pengunduran diri dari

Frankfrut dan bergabung pada Institut lain, yaitu Max Planck Institute zur Erfoschung

der Lebensbedingungen Wissenshaftlich-technischen Welt (Institut Max Planck Untuk

Penelitian Kondisi-Kondisi Hidup dari Dunia Teknis-Ilmiah) di Starnberg bersama

5 E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 876 Ibid, hlm. 887 Ibid, hlm. 89

3

Page 4: Habermas Dan Sains.3

dengan C.F.von Weizsacker, bahkan Jurgen Habermas pada tahun 1972 sempat

menjabat sebagai direkturnya. Di tempat inilah ia diangkat sebagai professor filsafat dan

pensiun tahun 1994. Di tempat ini, ia juga memiliki keleluasaan untuk mengembangkan

dasar-dasar teori kritisnya yang berbeda dengan gaya, isi dan jalan dari pendahu-

pendahulunya, seperti Adorno, Hokheimer dan Marcuse dan juga sangat berbeda warna

dengan pemikir marxis pada umumnya. Hal itu nampak dari karya-karya terpenting

Habermas,8 seperti :

a. The Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of

Bourgeois Society (1962) diterjemahkan oleh Thomas Burger bersama dengan

Frederick Lawrence, Cambridge, Polity Press, 1989

b. Theorie und Praxis / Theory and Practice (1963), diterjemahkan oleh John Viertel,

Boston, Beacon Press, 1973

c. Erkenntnis und Interesse / Knowledge and Human Interest, (1968), diterjemahkan

oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1971

d. Toward a Rational Society: Student Protest, Science and Politics (1968-9),

diterjemahkan oleh Jeremy J. Shapiro, Boston, Beacon Press, 1970

e. On the Logic of the Social Sciences (1970), diterjemahkan oleh Shierry W. Nicholsen

dan Jerry Stark, Cambridge, Mass, MIT Press, 1988

f. Legitimation Crisis (1973), diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, Boston, Beacon

Press, 1975

g. Communication and thr Evolution of Society (1976), diterjemahkan oleh Thomas

McCarthy, London, Heinemann, 1979

h. Theorie des Kommunikativen Handelns /The Theory of Communication Action.

Volume 1 Reason and Rationalization on Society (1981), diterjemahkan oleh Thomas

McCarthy, Boston, Beacon Press, 1984

i. Theorie des Kommunikativen Handelns / The Theory of Communication Action.

Volume 2 Lifeworld and System : a Ctitique of Functionalist Reason (1981),

diterjemahkan oleh Thomas McCarthy, B: aoston, Beacon Press, 1987

8 F. Budi Hardiman, Ibid, hlm. 82-83

4

Page 5: Habermas Dan Sains.3

j. Der Philosophische Diskurs der Moderne / The Philosophical Discourse of Modernity

(1985), diterjemahkan oleh Frederick Lawrence, Cambridge, Polite Press, 1987.

Fragmen Pemikiran Habermas

Untuk memahami pemikiran Jurgen Habermas terlebih dahulu harus dipahami

latar belakang yang mempengaruhi teori-teori pemikirannya. Bisa dipastikan bahwa

Habermas sangat dipengaruhi oleh warisan intelektual Mazhab Frankfurt yang terkenal

dengan Teori Kritisnya, sejak tahun 30-an Habermas sudah tertarik dan mengkaji gaya

karya-karya Hokheimer dan Adorno. Ternyata dikemudian hari teori Mazhab Frankfrut

ini tidak saja menentukan gaya pikir dan isi teori-teorinya namun lebih jauh Habermas

juga melakukan semacam pembaharuan atas kelemahan teori kritis itu terutama dengan

melihat pesimisnya pendahulunya dalam memandang dunia modern. Disebut Teori

Kritis karena mazhab pemikiran ini dikenal sangat getol mensosialisasikan suatu gaya

berpikir analisis.

Kritik adalah konsep kunci untuk memahami Teori Kritis. Kritik juga

merupakan suatu program bagi Mazhab Frankfrut untuk merumuskan suatu teori yang

bersifat emansipatoris tentang kebudayaan dan masyarakat modern. Kritik-kritik mereka

diarahkan pada berbagai bidang kehidupan masayarakat modern, seperti seni, ilmu

pengetahuan, ekonomi, politik dan kebudayaan pada umumnya yang bagi mereka telah

menjadi rancu karena diselubungi ideologi-ideologi yang menguntungkan pihak-pihak

tertentu sekaligus mengasingkan manusia individual di dalam masyarakatnya.

Habermas dikenal sebagai pembaharu tradisi intelektual yang dirintis oleh Max

Horkheimer, sepanjang yang dirumuskan habermas ada enam tema dalam program teori

mereka :a) bentuk-bentuk integrasi sosial, b) Masyarakat postliberal c) Sosialisasi dan

perkembangan ego, d) media massa dan kebudayaan massa, e) psikologi sosial protes

dan f) Teori seni dan kritik atas positivisme.

Habermas dan Para Pendahulunya

Jauh sebelum menggabungkan diri di dalam Institut, Habermas telah membaca

karya-karya Hokheimer dan Adorno di tahun 30-an, antara lain Traditionelle und

Kritische Theorie, tetapi juga karya mereka yang diterbitkan sertelah perang, Dialektik

5

Page 6: Habermas Dan Sains.3

der Aufklarung. Buku-buku tersebut sangat mempengaruhi gaya dan alur pemikiran-

pemikiran Habermas selanjutnya.

Dialektik merupakan kritikan terhadap pemikiran positivisme yang (menurut

Marcus, 1964) dinyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang

setelah penemuan metode empiris-eksperimental sebagaimana dituntut oleh positivisme,

telah berubah menjadi ideologi dan menimbulkan model berpikir satu dimensi. Dari

penelusuran dan analisis terhadap pemikiran modern (pencerahan) itu, mereka

menyimpulkan bahwa pencerahan telah menghasilkan “rasionalitas bertujuan”

(Zweckrasionalitat) yang ujung-ujungnya menimbulkan bentuk positivisme, saintisme

serta teknokratisme. Buku dialektik tidak hanya memikat hatinya, melainkan juga

menggugah minatnya untuk memperdalam permasalahan pokok yang dibahas di

dalamnya, yaitu masalah rasionalitas dan pencerahan, yang oleh Adorno dan

Horkheimer dihadapi secara pesimistis. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Habermas, yang

oleh Bertens dinyatakan9:

“ Buku itu (Dialektik) membuat saya berani untuk membaca Marx secara

sistematis dan tidak hanya secara historis. Teori Kritik Mazhab

Frankfrut- tak ada tandingannya waktu itu. Membaca Adorno membuat

saya berani membahas secara sistematis apa yang secara historis

dipaparkan oleh Lukacs dan Korsch : Teori reifikasi sebagai teori

rasionalisasi menurut Weber. Sudah sejak saat itu, masalah saya adalah

teori tentang modernitas, suatu teori mengenai patologi modernitas dari

sudut pandang realisasi-realisasi yang bercatat –dari rasio dalam

sejarah”

Dialektik der Aufklarung, bertendensi pada keinginan untuk mencerahkan,

memberikan cahaya dan pengertian, atau ingin membebaskan manusia dari prasangka,

kepercayaan-kepercayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, takhayul, penipuan

dan kebohongan , yang berujung menjadi jembatan keprihatinan antara Habermas dan

para pendahulunya dalam menyusun Teori Kritisnya. Seperti kita ketahui, para

pendahulunya memandang pencerahan telah membuahkan Zweckrationalitat

9 Ibid, hlm. 84

6

Page 7: Habermas Dan Sains.3

(Rasionalitas Tujuan), sumber dari berbagai bentuk saintisme, positivisme,

teknokratisme dan barbarisme gaya baru.10

Pandangan mereka mengenai rasionalitas modern itu tak lain merupakan

radikalisasi teori rasionalisasi Max Weber dan dapat dipandang sebagai teori

rasionalisasi versi Teori Kritis setelah banyak mendapat inspirasi dari Lukacs. Seperti

yang kita ketahui dari kritik-kritik mereka teori rasionalisai tidak hanya menyangkut

analisis atas berbagai macam bentuk rasionalitas dalam sejarah, melainkan juga

perwujudan rasionalitas itu dalam berbagai bentuk kehidupan politik, ekonomi, sosial,

kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Habermas juga meminati masalah rasionalisasi ini

sebagai masalah kemanusiaan pada umumnya. Keprihatinannya terhadap masalah ini

mendorongnya untuk memikirkan kembali permasalahan rasionalitas dan proses

rasionalisasi itu dengan membuat analisis baik atas rasio manusia maupun

perwujudannya di dalam praxis hidup sosial.

Satu hal yang membedakannya dari para pendahulunya menghadapi rasionalisasi

adalah sikapnya terhadap masalah ini. Jika para pendahulunya menghadapi rasionalisasi

secara pesimistis sebagai jalan tunggal menuju perbudakan gaya baru, Habermas

menemukan aspek-aspek positif dari proses itu sehingga dalam arti tertentu masih ada

harapan real yang dapat ditempatkan dalam konteks rasionalisasi. Meskipun demikian,

tidak seperti Adorno dan Horkheimer, Habermas menolak teori Marx sebagai teori,

seperti juga pesimisme kultural yang ada pada generasi pertama dari Mazhab ini.

Habermas yakin bahwa generasi pertama mazhab ini keliru saat mengacaukan

“rasionalitas sistem” dengan “rasionalitas aksi”. Memang Jurgen Habermas sangat

menekankan signifikansi rasionalitas dalam pemikiran filsafatnya. Hal ini menjadi

sumbangannya yang paling berharga bagi perkembangan teori sosial kontemporer. Ia

disebut-sebut sebagai teoritikus sosial anggota Mazhab Pemikiran Frankfurt paling

representative. Habermas merupakan generasi terkini dari para pengikut Mazhab ini. .

Sama seperti para pendahulunya, Habermas hendak membangun sebuah “teori

dengan maksud praxis”, maka dalam banyak hal Habermas tidak dapat meninggalkan

teori warisan dari Mazhab Frankfrut pendahulunya. Disini Habermas menghadapi

masalah positivisme dalam ilmu-ilmu tentang masyarakat dan aplikasinya sebagai

teknologi sosial. Jika para pendahulunya menolak sama sekali pemikiran modern

10 Ibid, hlm. 85

7

Page 8: Habermas Dan Sains.3

tersebut, Habermas melihat segi-segi positifnya. Unsur-unsur modernitas, seperti

teknologi, ilmu-ilmu empiris dan positivisme sendiri sebagai cara berpikir, merupakan

faktor yang penting bagi salah satu dimensi dari praxis hidup manusia, yaitu kerja.

Dengan jalan itu manusia berhasil membebaskan diri dari alam eksternalnya. Meskipun

Habermas menerima cara berpikir positivistis dan teknologi dalam konteks kerja, ia

bersikap tegas terhadapnya apabila diterapkan dalam konteks interaksi sosial. Di sini

seperti para pendahulunya, ia mengecam positivisme sebagai “ideologis” dan saintisme

karena positivisme mengkalim diri sebagai pengetahuan sejati yang meliputi segala

bidang, termasuk kehidupan sosial manusia.11

Dari segi isi dan latar belakang pemikiran-pemikirannya, Habermas tetap

berakar pada tradisi idealisme Jerman seperti para pendahulunya, khususnya

transendentalisme Kant, Idealisme Fiche dan Hegel, dan materialisme Marx.

Sebagaimana lazimnya Mazhab Frankfrut, Habermas juga mengintegrasikan

psikoanalisis Freud ke dalam teori kritisnya. Bahkan perhatiannya terhadap

psikoanalisis nampak mencolok bila dibandingkan dengan para pendahulunya. Dengan

Habermas, teori Kritis mendapat wawasan baru yang diperoleh dari tradisi Anglo

Amerika, yaitu Lingustic-analysis dari Wettgenstein, Searle dan Austin. Jadi melampaui

para pendahulunya, ia mencoba mengintegrasikan pemikiran analitis ini ke dalam

pemikiran dialektis Teori Kritisnya. Perhatiannya terhadap aspek linguistis manusia

dapat dijumpai pula sejak karya-karya awalnya, sekurang-kurangnya dalam bentuk

rencana untuk mengarahkan pemikirannya kepada tradisi analitis itu. Beberapa kalangan

menilai bahwa telah terjadi “linguistic Turn” dalam pemikiran Habermas Apapun mau

disebut, minatnya terhadap analisis bahasa dapat dimengerti dalam konteks pemahaman

baru Teori Kritisnya mengenai komunikasi sebagai salah satu dimensi dari praxis.12

Selain filsafat analistis, Habermas juga dipengaruhi oleh para pemikir pragmatis

Amerika, seperti Pierce, Mead, dan Dewey. Dari aneka tradisi filsafat yang

melatarbelakangi ini, ia mencoba mengintegrasikannya sebagai suatu teori yang integral

dan sistematis. Watak sistematis dari teori-teorinya itulah yang secara tajam

membedakannya dari para pendahulunya yang terkenal sebagai antisistem.

11 Ibid, hlm. 3312 F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif; Ilmu, Masyarakat, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm, 15-18

8

Page 9: Habermas Dan Sains.3

Bidang-bidang yang menjadi pusat pengolahan Teori Kritisnya tidak terbatas

hanya pada psikologi sosial ataupun ilmu-ilmu social seperti para pendahulunya.

Pemahamannya mengenai praxis memungkinkannya untuk menyentuh wilayah-wilayah

pengetahuan yang sebelumnya tidak disinggung oleh para pendahulunya. Tentang

luasnya kemungkinannya mempelajari bidang-bidang itu, B. Thompson memujinya:

“Sebagai pemikir social terkemuka di Jerman dewasa ini, Habermas

mengolah orientasi teoritis yang relevan bagi wilayah disiplin-disiplin

yang luas, dari politik dan sosiologi ke filsafat, psikologi dan linguistic.

Karnyanya menyatakan pemahaman yang menakjubkan atas berbagai

tradisi intelektual dan kaya akan gagasan-gagasan orisinil….Habermas

menonjol sebagai pemikir dengan bidang dan pandangan yang luas

sekali”

Habermas juga tidak menutup mata terhadap perkembangan ilmu-ilmu sosial

dewasa ini meskipun teori-teori itu berkembang dari tradisi pemikiran yang bagi

intelektual Marxis kerap dicap sebagai “Ilmu-Ilmu Borjuis”. Misalnya, dengan minat

yang cukup besar sebelum melontarkan kritiknya, ia mencoba menelaah teori

fungsionalisme structural dan teori sistem Parsons. Perkembangan metodologi lainnya

juga tidak ia lewatkan, misalnya diikutinya perkembangan dalam lapangan

etnometodologi dan berbagai ilmu social fenomenologis dan hermeneutis. Dalam

beberapa kesempatan ia terlibat dalam diskusi hangat dengan beberapa filsuf lain, antara

lain dengan Gadamer.13

Akhirnya melalui pengetahuan ensiklopedisnya, Habermas mengerjakan suatu

Teori Komunikasi Masyarakat sebagai jalan baru bagi Teori Kritis. Pihak-pihak kiri

yang memegang teguh “jalan konfliknya” pernah menuduhnya sebagai seorang Marxis

yang “sesat” dan “bekerja” demi ilmu-ilmu borjuis. Tuduhan seperti ini dapat dipahami

karena Habermas memberi tempat sentral bagi konsensus di dalam kritik ideologinya.

Dari sudut generasi pertama, Teori Komunikasi itu justru menjadi alasan yang

selayaknya untuk menempatkan Habermas sebagai pembaharu. Bersama para

sahabatnya (Clauss Offe, Alberch Wellmer, Klaus Eder, dan Rainer Dobert), pada

13 Ibid, hlm. 87

9

Page 10: Habermas Dan Sains.3

tempatnyalah Habermas dipandang sebagai Generasi Baru Teori Kritis atau Generasi

Kedua Teori Kritis.

Kritik terhadap Sains

Teori ini berkembang tahun 30-an di Jerman yakni di Institut Sosial forschung di

Frankfurt, sehingga sering juga disebut aliran Frankfurt. Tokoh-tokoh terkemuka dari

teori ini adalah Horkheimer, Adorno, dan Marcuse. Sebenarnya teori ini berasal

dari―Teori Kritik Masyarakat yang intinya adalah bermaksud membebaskan

masyarakat dari manipulasi ilmuwan moderen. Teori tersebut mengambil inspirasi dari

pemikiran Karl Marx, namun tidak mengikuti Marx yang dianggap radikal-revolusioner.

Salah satu unsur utama dari teori kritis adalah keyakinan bahwa di balik

selubung objektivitas sains tersembunyi kepentingan kekuasaan. Kepentingan ini

diyakini bersifat ekonomis, kapitalis, dan dehumanis. Karena itu, penganut teori kritis

ingin membuat semacam pencerahan (enlightenment/aufklarung) dengan mengungkap

tabir yang menutupi maksud yang tidak manusiawai dari perkembangan sains. Perihal

selubung kepentingan dalam sains sebenarnya sudah dikemukakan sejak lama oleh

filsuf Yunani Francis Bacon.14

Teori kritis mencapai kejayaan pada tahun 60-an di Eropa dan menjadi inspirasi

sebuah gerakan masyarakat dan mahasiswa. Sayangnya, gerakan ini berkembang

menjadi gerakan anti masyarakat industri dan kapitalis, sehingga sering disebut ―Neo

Marxisme. Sejalan dengan gagalnya Marxisme paham teori kritis juga memudar.

Perkembangan dunia ternyata tidak sesuai dengan pengandaian (presumsi) Marx bahwa

manusia adalah makhluk berkebutuhan, dan hal ini merupakan peluang untuk

dimanipulasi oleh kapitalisme dengan kedok perkembangan sains.15

Salah satu pandangan penting dari hasil penelitian Habermas adalah bahwa

tidak masuk akal untuk menyimpulkan secara umum tentang kepentingan di belakang

setiap ilmu (sains). Hal inilah yang membedakan Habermas dengan tokoh-tokoh teori

kritis. Habermas membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok dengan masing-

14 John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas, terjemahan A. Gunawan Admiranto, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 53

15 Akhyar Yusuf Lubis, Teori Kritis dan Psikologi Kritis, dalam Diktat Ajar mata kulaih Filsafat Ilmu Pengetahuan, Semester 2007/2008 Program Pascasarjana Psikologi UI, hlm. 107

10

Page 11: Habermas Dan Sains.3

masing kelompok kepentingan, objek, dan ciri yang khas. Dari sini terlihat bahwa

Habermas juga meninggalkan teori tradisional yang menganggap bahwa sains bebas

dari semua kepentingan.16

Kelompok ilmu pertama adalah ilmu –ilmu empiris-analitis seperti ilmu alam.

Tujuan ilmu-ilmu ini adalah penguasaan alam untuk pemenuhan kebutuhan manusia,

jadi tetap memiliki kepentingan. Kelompok kedua adalah ilmu-ilmu historis-

hermeneutis seperti ilmu sejarah. Tujuan kelompok ilmu ini adalah pengungkapan

makna, pengorganisasian objek untuk kepentingan perluasan intersebjektivitas sehingga

diperoleh peningkatan saling pengertian untuk tujuan tindakan bersama. Kelompok

ketiga adalah ilmu-ilmu tindakan seperti ilmu ekonomi, sosiologi, politik, serta ilmu-

ilmu reflektif seperti ideologi, psikoanalitik dan filsafat. Tujuan kelompok ilmu ini

adalah untuk membantu manusia dalam bertindak. Lingkungan kelompok ilmu ini

adalah kekuasaan.

Perbedaannya dengan Marx. Seperti dikatakan Habermas, tujuannya selama

bertahun-tahun adalah ―mengembangkan program teori yang dipahami sebagai

rekonstruksi materialisme historis. Habermas mengambil titik tolak Marx (potensi

manusia, spesies makhluk, ―aktivitas manusia yang berperasaan ) sebagai titik awal

sendiri. Akan tetapi, Habermas mengatakan bahwa Marx telah gagal untuk

membedakan antara dua komponen analitik yang berbeda—kerja (atau tenaga kerja,

tindakan rasional purposif) dan interaksi (atau aksi komunikatif) sosial (atau simbolik).

Menurut pandangan Habermas, Marx cenderung mengabaikan yang disebut belakangan

dan hanya membahas pada kerja.17

Seperti dikatakan Habermas, problem dalam Karya Marx adalah―reduksi

tindakan spesies manusia yang dimunculkannya sendiri (self-generated) menjadi

sekedar usaha (labor). Jadi, Habermas mengatakan, ―saya mengambil perbedaan

antara kerja dan interaksi sebagai titik awal saya. Disepanjang tulisannya, karya

habermas memuat perbedaan ini, meski ia cenderung menggunakan istilah tindakan

(kerja) rasional-purposif dan tindakan komunikatif (interaksi).

Dibawah nama ―tindakan rasional-purposif Habermas membedakan antara

tindakan instrumental dengan tindakan strategis. Keduanyamelibatkan pencarian

kepentingan diri yang diperhitungkan. Tindakan instrumental melibatkan satu aktor

16 F. Budi Hardiman, Ibid, hlm. 3217 Akhyar Yusuf Lubis, Ibid, hlm. 112

11

Page 12: Habermas Dan Sains.3

tunggal yang secara rasional memperhitungkan cara terbaik untuk mencapai tujuan.

Tindakan strategis melibatkan dua dan atau lebih individu yang mengoordinasikan

tindakan rasional purposif dalam mencapai tujuan.Tujuan dari kedua tindakan itu adalah

penguasaan instrumental.18

Habermas paling tertarik pada tindakan komunikatif, dimana :

”Tindakan agen-agen yang terlibat dikoordinasikan bukan melalui perhitungan

egosentris untuk mencapai keberhasilan, tetapi melalui tindakan untuk mencapai

pemahaman. Dalam tindakan komunikatif, partisipan terutama tidak berorienta

pada keberhasilan mereka sendiri; mereka mengejar tujuan individual mereka

bahwa kondisi di mana mereka bisa mengharmoniskan rencara tindakan mereka

berdasarkan definisi situasi bersama (Habermas, 1984)

Tujuan tindakan rasional purposif adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan

tujuan dari tindakan komunikatif adalah mencapai pemahaman komunikatif . Jelas ada

komponen pembicaraan (speech) yang penting dalam tindakan komunikatif. Akan

tetapi, tindakan itu lebih luas ketimbang ―tindakan berbicara atau ekspresi nonverbal

yang ekuivalen.

Kritik atas Rasionalitas

Menurut Habermas, rasionalitas-yakni, kemampuan berpikir logis dan analitis-

lebih dari sekedar kalkulasi strategis bagaimana mencapai beberapa tujuan yang telah

dipilih. Alih-alih, rasionalitas merupakan sebentuk “tindakan komunikatif” yang

diorientasikan untuk mencapai kesepakatan atau konsensus dengan orang lain. Jadi

menurutnya,adalah suatu hal yang sangat penting bahwa dalam menggunakan bahasa

berarti kita berpartisipasi di dalam apa yang menurut Habermas disebut “Situasi

pembicaraan yang ideal” atau “komunikasi dialogis-emansipatoris bebas kekuasaan”.

Dalam situasi seperti ini masyarakat akan mampu menghindari penggunaan klaim-klaim

politik dan moral dan mendasarkan diri semata pada rasionalitas.19

Dalam pandangannya Habermas mengukur rasionalitas itu dengan mengajukan

kriteria tentang pandangan dunia terhadap dinamika sebuah masyarakat dan

menjelaskan proses-proses belajar mana yang mengembangkannya. Jika Karl Marx

menemukan adanya hubungan lurus antara perkembangan alat-alat produksi, terhadap

18 Ibid, hlm. 94-9519 Ibid, hlm. 116

12

Page 13: Habermas Dan Sains.3

masyarakat, namun bagi Habermas tak ada garis lurus antara perkembangan teknologi

dengan pemahaman diri masyarakat, melainkan sebaliknya, yaitu perkembangan alat-

alat produksi itu datang belakangan. Magnis-Suseno mencontohkan dengan keberadaan

agama islam, bahwa agama islam itu tidak lahir karena adanya cara produksi

masyarakat Arab waktu itu, melainkan karena terjadi perubahan politik dan ekonomi

masayarakat Arab dalam abad ke-7 masehi.20

Di dalam karya-karya selanjutnya Habermas mengalihkan teori tindakan

komunikatifnya pada domain politik dan hukum. Ia membela “demokrasi deliberatif”,

dimana suatu hukum dan institusi pemerintah akan lebih menjadi sebuah refleksi dari

diskusi publik terbuka dan bebas. Habermas mengasumsikan bahwa banyak

kepercayaan barat,misalnya, legitimasi hak milik pribadi-mau tidak mau harus direvisi

jika mereka terus menerus mempersoalkan diskusi yang tidak dipaksakan dan tidak

dibatasi oleh persamaan dan kebebasan manusia. Dalam demokrasi, Habermas

mengandaikan bahwa setiap orang, baik laki-laki dan perempuan, akan semakin

menyadari perwujudan kepentingan mereka yang harus disertai dengan otonomi (self-

governance) dan tanggung jawab, dan mereka hanya akan bersedia menyepakati sesuatu

hanya jika argumen-argumennya bisa dinalar secara lebih baik.

Seperti anggota mazhab Frankurt lainnya, Habermas mengkritik bahwa

masyarakat barat kontemporer nyata-nyata mempromosikan sebuah konsepsi

rasionalitas terdistorsi yang mengandung impuls-impuls destruktif yang hanya berujung

pada dominasi-sebagai contoh, dominasi sains dan teknologi atas alam. Teori Marx

tidak relevan lagi untuk menganalisis situasi kapitalisme lanjut dimana ada peralihan

dari kapitalisme privat ke kapitalisme Negara, dimana Negara yang ditopang oleh

teknologi memeainkan peran yang signifikan untuk memperkuat dan mempertahankan

industri-industri besar. Hal ini melemahkan otonomi dan kemampuan kritis masyarakat.

Impuls ini, menurut mazhab Frankfurt, telah diepitomkan dalam cita-cita agung sejak

zaman pencerahan abad ke-18.21

20 Franz Magnis-Suseno, Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Muller ke Postmodernism, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 22

21 Martin Jay, Sejarah Mazhab Frankfrut: Imajinasi Dialektis Dalam Perkembangan Teori Kritis. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 57

13

Page 14: Habermas Dan Sains.3

Namun Habermas juga merintis sebuah upaya untuk mempertahankan apa yang

yang ia lihat sebagai aspek-aspek yang lebih konstruktif dan emansipatoris dari jaman

pencerahan itu. Walaupun atas pikiran-pikirannya itu Habermas banyak mendapatkan

kritik. Sebagian dari kritik-kritik itu mengklaim bahwa “situasi pembicaraan idealnya’

itu tidak dapat divalidasi oleh pengalaman praktis. Dengan begitu tetap tidak akan ada

sebuah standar yang pas untuk menilai legitimasi hukum dan institusi. Ada juga yang

mencermati bahwa teori demokrasi deliberatifnya muncul lebih menyerupai sebuah

aturan bagi rasionalitas daripada aturan bagi manusia. Lebih dari filsuf pasca periode

perang Jerman lainnya, bagaimanapun Habermas telah berhasil memposisikan gagasan-

gagasan Mazhab Frankfurt ke tengah-tengah kancah arus utama perbincangan

pemikiran kontemporer mutakhir.

Kritik atas Paham Positivisme

Konsep ilmu pengetahuan dan kepentingan adalah konsep sentral yang

dikemukakan Habermas dalam melakukan kritikan terhadap paradigma psoitivisme,

akibat klaim teori positivisme yang menganggap bahwa ilmu pengetahuan adalah bebas

nilai, seperti halnya yang terjadi pada ilmu-ilmu alam. Para pendukung positivisme

menganggap bahwa ilmu-ilmu sosial bersifat kontemplatif dan affirmatif, oleh karena

itu metode yang dipakai ilmu-ilmu alam tidak berbeda dan dapat diterapkan dalam ilmu-

ilmu sosial. Artinya jika ilmu-ilmu sosial ingin diterima sebagai ilmu pengetahuan harus

dapat menghasilkan hukum-hukum umum dan prediksi-prediksi ilmiah seperti didalam

ilmu-ilmu alam.22

Bagi positivisme sebuah riset sosial harus menghasilkan deskripsi dan

penjelasan-penjelasan ilmiah yang tidak memihak dan tidak memberikan penilaian

apapun. Seorang ilmuwan dan peneliti harus mampu meninggalkan rasa perasaannya,

harapan-harapannya, keinginan-keinginannya dan penilaian-penilaian moralnya atau

singkatnya segala kepentingannya itu untuk mendekati objek penelitian sosialnya

sehingga diperoleh “pengetahuan Objektif” tentang kenyataan sosial atau fakta sosial.

Hokhiemer dan Adorno telah mengembangkan pendekatan kritis dan

materialistik itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri barat, semakin

maju masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta

22 Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman, (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 89

14

Page 15: Habermas Dan Sains.3

berhasil melarutkan pertentangan-pertentangan antar kelas sosial mengakibatkan

masyarakat itu semakin bersifat total. Hal ini dalam pandangan teori kritis masyarakat

sebagai akibat dari dominasi prinsip dasar kapitalisme yaitu prinsip tukar.

Akan tetapi kekuasaan halus prinsip tukar itu juga semakin total sehingga setiap

usaha-usaha untuk pembebasannyapun justru semakin memperkuatnya. Akibatnya

Horkheimer dan Adorno bersikap semakin pesimistik. Berbeda dengan gaya berfilsafat

Habermas yang tidak mengikuti gaya berfilsafat kedua gurunya yang pesimistik itu,

habermas tidak pesimistik, ia tidak mencurigai teknologi dan ilmu pengetahuan modern.

Sebaliknya Habermas menganggap teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai “aktor

produktif terpenting” dalam bagian kedua abad ke-20.23

Dan untuk mengembangkan serta memantapkan teori kritis masyarakat secara

teoritis justru memakai teori-teori ilmu pengetahuan yang paling canggih. Refleksinya

atas salah satu unsur terpenting teori kritis masyarakat klasik ialah hubungan antara

perumusan teori dengan kepentingan ideologis yang berhasil membawa Habermas

untuk membedakan antara ilmu-ilmu empiris di satu pihak dengan ilmu-ilmu historis

hermeneutis di lain pihak. Menurutnya distorsi ideologis terjadi apabila kepentingan

yang memberikan arah dasar kepada ilmu-ilmu empiris analitis yaitu kepentingan akan

penguasaan alam, melimpah ke dalam wilayah ilmu-ilmu historis hermeneutis. Ilmu-

ilmu historis hermeneutis sebenarnya didasari kepentingan akan komunikasi yang

berhasil dan bukan penguasaan alam. Penemuan ini membawa keuntungan yang amat

penting bagi Habermas, karena dengan temuan itu ia mampu membuktikan dimana letak

kekurangnan fundamental dalam perspektif dasar Karl Marx.24

Dalam Pandangan Karl Marx komunikasi antara manusia harus dipahami

menurut model pekerjaan atau hubungan produksi, oleh karenanya Habermas berhasil

menyumbangkan salah satu kritik fundamental pada pemikiran Karl Marx sekaligus

keluar dari lingkaran pesimisme teori kritis masyarakat klasik. Sebab dalam pandangan

Habermas setiap komunikasi menuntut kebebasan, maka di dalam kepentingan akan

keberhasilan komunikasi ada kepentingan yang lebih fundamental lagi yaitu

kepentingan-kepentingan dasar manusia akan emansipasi menyatakan diri. Oleh karena

itu pendekatan monokausal sebagaimana diyakini oleh Karl Marx bahwa masyarakat

23 Ibrahim Fauzi, Seri Tokoh Filsafat: Jurgen Habermas. (Jakarta: Teraju, 2003)

24 Ibid, hlm. 121

15

Page 16: Habermas Dan Sains.3

yang sungguh-sungguh manusia adalah dapat dihasilkan dengan mengubah hubungan

produksi menjadi gugur dan tidak dapat dipertahankan lagi. Begitu pula kekuasaan

ideologis prinsip tukar atas masyarakat industri kapitalis tua yang membuat horkheimer

dan adorno begitu pesimistik menjadi terkuak totalitasnya.

Dengan demikian pemikiran Habermas menjadi begitu multi dimensional,

meskipun pendekatannya kritis dan materialistik, dan sekalipun ia masih berbicara

tentang materialisme historis, akan tetap dalam kenyataannya ia telah meninggalkan

kubu pemikiran marxisme. Orang-orang yang mengikuti perkembangan ilmu-ilmu

sosial di barat tidaklah terkejut jika mendengar bahwa secara intelektual, marxisme

dalam bentuk ortodoksnya sudah lebih dari setengah abad silam ditanggapi dengan

sikap kritis.

Habermas dan Ilmu Pengetahuan

Titik tolak kritikan Habermas terhadap ilmu pengetahuan berawal dari

pandangan jika ilmu pengetahuan telah mengalami krisis sebagai ilmu pengetahuan, dan

bahwa dalam kesulitan hidup dewasa ini, ternyata ilmu pengetahuan tidak memberikan

nasehat apa-apa kepada masyarakat, artinya ilmu pengetahuan sepanjang dari praktek

hidup sehari-hari.

Posisi teori dalam ilmu pengetahuan menduduki tempat penting untuk

menjelaskan realitas karena pengetahuan dirumuskan ke dalam dan diperoleh lewat

teori. Dalam ilmu pengetahuan modern kata teori sudah kehilangan makna, oleh karena

itu Habermas mengadakan penelitian genetik tentang konsep teori. Lalu ia kemudian

mengembalikan konsep teori itu pada asal katanya “theoria” yang artinya kata ini sudah

sangat tua dan berakar pada kosmologi dan tradisi religius yunani purba dengan

melakukan kontemplasi seorang filsuf lalu memandang atau menatap kosmos yang

bergerak teratur dan membuat lukisan-lukisan didalam dirinya. Dia meniru kosmos atau

melakukan mimesis (meniru), dengan cara itu teori atau kontemplasinya itu

mengarahkan tingkah lakunya .sampai pada tahap teori dalam pengertian kuno itu

terkait dengan praxis.25 Dalam filsafat Yunani Bios Theoritikos menunjukkan bahwa

teori adalah salah satu cara hidup (way of life). Menurut habermas, konsep kuno itu

25 Josef Niznik dan John T. Sanders, Memperdebatkan Status Filsafat Kontemporer Habermas, Rorty dan Kolakowsky. Yogyakarta: Qalam, 2002), hlm. 99

16

Page 17: Habermas Dan Sains.3

menjadi dasar ontologi, dan dengan kontemplasi seorang filosof dapat memisahkan

unsur-unsur yang tetap dan unsur-unsur yang selalu berubah. Usaha untuk menemukan

yang tetap abadi dalam kosmos dan seluruh realitas itulah ontologi. Apa yang ingin

dicapai ontologi adalah penjelasan objektif tentang seluruh realitas atau dengan kata lain

teori murni. Dan satu hal yang menarik adalah bahwa Habermas mengaitkan usaha

untuk memperoleh teori murni itu dengan proses emansipasi. (Husserl mengatakan

bahwa krisis disebabkan ilmu pengetahuan tidak lagi menganut konsep klasik tentang

teori itu, sebaliknya Habermas mengatakan sebaliknya bahwa krisis itu terjadi karena

ilmu pengetahuan menganut konsep yang klasik itu.26

Kesimpulan

Jurgen Habermas dengan Teori Kritisnya menawarkan pemahaman baru yang

dikembangkan lewat masyarakat kritis emansipatoris. Semua pemikiran-pemikirannya

sangat terlihat mengerucut pada keinginannya untuk menempatkan modernitas sebagai

realitas empiris yang harusnya dapat memberdayakan kehidupan masyarakat, dan bukan

sebaliknya. Untuk mencapai tujuannya membentuk masyarakat yang merdeka,

independent, dan bebas dalam menentukan tujuan hidupnya sendiri, masyarakat harus

melakukan komunikasi-komunikasi baik verbal maupun non-verbal (communication

action) agar dicapai apa yang sebenarnya disebut kesadaran kolektif, yaitu dalam bentuk

kesepakatan atau konsensus. Dengan demikian masyarakat tersadar bahwa sebenarnya

mereka hidup diatas dunia yang penuh kepalsuan dengan menerima segala bentuk

situasi sebagai keadaan yang tidak bias diubah, padahal jika masyarakat menyadarinya

maka dengan sendirinya masyarakat akan menjadi entitas yang bebas untuk

memperjuangkan emansipasinya sendiri seperti yang diinginkannya serta tidak terjebak

dalam kepura-puraan modernisasi yang hanya berpihak pada satu sisi ansich.

Daftar Pustaka

Bertens,

26 Ibid, hlm 22-24

17

Page 18: Habermas Dan Sains.3

1983, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman. Jakarta: Gramedia.

Fauzi, Ibrahim

2003, Seri Tokoh Filsafat: Jurgen Habermas. Jakarta: Teraju.

Hardiman, Francisco Budi,

2009, Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan Postmodernisme

Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.

Hardiman, Francisco Budi,

2009, Kririk Ideologi: Menyingkap Kepentingan Pengetahuan bersama Jurgen

Habermas, Yogyakarta: Kanisius.

Jay, Martin,

2005, Sejarah Mazhab Frankfrut: Imajinasi Dialektis Dalam Perkembangan Teori

Kritis. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Lechte, John,

2001, 50 Filsuf Kontemporer: dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas,

terjemahan A. Gunawan Admiranto. Dari Fifty Key Contemporary Thinkers,

Routledge (1994).Yogyakarta: Kanisius.

Lubis, Akhyar Yusuf,

Teori Kritis dan Psikologi Kritis, Diktat Ajar mata kulaih Filsafat Ilmu

Pengetahuan. Semester 2007/2008 Program Pascasarjana Psikologi UI.

Lubis, Akhyar Yusuf,

2004, Setelah Kebenaran dan Kepastian dihancurkan Masih adakah Tempat

Berpijak Bagi Ilmuwan: Sebuah Uraian Filsafat Ilmu Pengetahuan Kaum

Posmodernis. Bogor: AkaDemia.

Magnis-Suseno, Franz,

2005, Pijar-Pijar Filsafat: dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam

Muller ke Postmodernism. Yogyakarta: Kanisius.

Niznik, Josef dan John T. Sanders,

2002, Memperdebatkan Status Filsafat Kontemporer Habermas, Rorty dan

Kolakowsky. Yogyakarta: Qalam.

Sumaryono, E.

1999, Hermeneutik; Sebuah Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

18

Page 19: Habermas Dan Sains.3

19