bab v premis ruang publik jurgen habermas dalam … · 2019. 8. 13. · hal ini juga terjelaskan...

23
36 BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM PRAKTIK WHEATPASTE DI SALATIGA 4.1 Analisis Ruang Publik Penelitian ini berupaya menjawab rumusan masalah dengan menguji dapatkah jenis street art berupa wheatpaste dapat dikategorikan sebagai ruang pubik konsep Jurgen Habermas, berdasarkan pandangan penggiat, pemerintah dan masyarakat mengenai praktik wheatpaste. Demi menjaga validitas data, maka penelitian ini akan bertumpu pada pendapat penggiat wheatpaste sebagai pengguna tembok umum atau ruang terbuka di Salatiga, disertai tambahan sudut pandang dari pemerintah dan masyarakat Salatiga. Selain itu observasi yang dilakukan peneliti ditujukan sebagai data penunjang hasil penelitian lapangan bersama para penggiat wheatpaste yaitu Dosa Movement, Toxic Urban dan Anorganik Attack. Dalam upaya menjawab rumusan masalah tentang pemaknaan wheatpaste sebagai bentuk ruang publik Jurgen Habermas, berikut hasil analisis dari penelitian lapangan (field research) yang telah dilakukan menurut premis ruang publik Hardiman 1 : 1. Bebas Ruang publik merupakan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Adanya jaminan bagi mereka untuk berkumpul dan mengekspresikan ide serta gagasan secara bebas tanpa adanya rasa takut atau tekanan dari pihak manapun. Bebas sendiri menjadi premis pertama dalam konsep ruang publik Habermas. Dalam KBBI, kata bebas 2 merujuk pada arti tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, dan sebagainya dengan leluasa. Habermas dalam “Contemporary Political Philosophy: An Anthology’, menyebutkan ruang publik sebagai first all a domain in our social life in which such a thing as public opinion can be formed... ;without being a subject 1 Ibid (128,129) 2 https://kbbi.web.id/bebas

Upload: others

Post on 31-Aug-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

36

BAB V

PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM

PRAKTIK WHEATPASTE DI SALATIGA

4.1 Analisis Ruang Publik

Penelitian ini berupaya menjawab rumusan masalah dengan menguji

dapatkah jenis street art berupa wheatpaste dapat dikategorikan sebagai ruang

pubik konsep Jurgen Habermas, berdasarkan pandangan penggiat, pemerintah dan

masyarakat mengenai praktik wheatpaste. Demi menjaga validitas data, maka

penelitian ini akan bertumpu pada pendapat penggiat wheatpaste sebagai

pengguna tembok umum atau ruang terbuka di Salatiga, disertai tambahan sudut

pandang dari pemerintah dan masyarakat Salatiga. Selain itu observasi yang

dilakukan peneliti ditujukan sebagai data penunjang hasil penelitian lapangan

bersama para penggiat wheatpaste yaitu Dosa Movement, Toxic Urban dan

Anorganik Attack. Dalam upaya menjawab rumusan masalah tentang pemaknaan

wheatpaste sebagai bentuk ruang publik Jurgen Habermas, berikut hasil analisis

dari penelitian lapangan (field research) yang telah dilakukan menurut premis

ruang publik Hardiman1 :

1. Bebas

Ruang publik merupakan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan

dominasi. Adanya jaminan bagi mereka untuk berkumpul dan

mengekspresikan ide serta gagasan secara bebas tanpa adanya rasa takut atau

tekanan dari pihak manapun. Bebas sendiri menjadi premis pertama dalam

konsep ruang publik Habermas. Dalam KBBI, kata bebas2 merujuk pada arti

tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara,

berbuat, dan sebagainya dengan leluasa.

Habermas dalam “Contemporary Political Philosophy: An Anthology’,

menyebutkan ruang publik sebagai “first all a domain in our social life in

which such a thing as public opinion can be formed... ;without being a subject

1 Ibid (128,129)

2 https://kbbi.web.id/bebas

Page 2: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

37

of coertion… ;thus with guarantee that they may assemble or unite freely,

express, publize their opinion freely” (Goodin dan Pettit, 1997: 105). Secara

singkat, Habermas menekankan bahwa ruang publik prinsipnya sebagai tempat

pembentukan opini publik yang bebas dan tanpa paksaan. Para partisipan ruang

publik harus dilindungi haknya untuk berkumpul maupun mengungkapkan

gagasannya. Dalam konteks Habermas, kata kunci premis bebas adalah

perlindungan hukum yang menjamin kebebasan warganya menggunakan ruang

publik, oleh pemerintah yang didaulat sebagai pemilik ruang tersebut.

Dalam konteks di Salatiga, aktivitas street art maupun wheatpaste

biasanya dilakukan pada malam hari, hal ini hampir serupa dengan fenomena

sebelum munculnya salon sebagai ruang publik di Perancis. “Before the

Revolution, strict censorship had made a clandestine press” Goode (2005: 11).

Kebebasan pers yang kala itu sebagai representasi opini publik dipenuhi

dengan terror penguasa, sehingga muncul terbitan pers diam-diam. Namun,

motif pemilihan waktu aktivitas wheatpaste di Salatiga cukup berbeda dengan

terbitan berita rahasia (clandestine press) di Perancis. Rio dan Doni

memaparkan pemilihan waktu aktivitas wheatpastenya sebagai berikut :

“Karena aku meyakini di budaya street art itu ada istilah bombing.

Maksudnya aktivitasnya ketika malam hari karena sepi, tapi tujuan

sebenarnya adalah efek yang terjadi ketika itu dilihat keesokan

harinya, boom gitulah”, Kutip Rio.

“Biasanya malam sih karena sepi. Hal ini juga dilatar belakangi

oleh konten yang kita bawakan… ;Selain itu persepsi orang

macam-macam kan, tujuane siange mereka nemuin gambar

wheatpaste kita, kalau nggak terima isi kontennya bebas sih mau

dicopot atau bagaimana”, Kutip Doni.

Dari paparan kedua penggiat wheatpaste di ruang terbuka Salatiga ini,

muncul motif dari aktivitas kesenian malam hari mereka. Dalam paparan Rio,

tujuan aktivitas malam adalah lebih ke efek kejutan atau ledakan ‘boom’

informasi yang ditimbulkan setelah karya dibuat, mereka tidak secara

Page 3: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

38

gamblang menjelaskan takut akan intervensi orang lain. Namun, mereka lebih

membatasi kontak fisik untuk mewujudkan efek kejutan seperti paparan Rio

tersebut. Sukma memberikan argumentasi serupa, lebih lanjut ia menambahkan

“Kalo di event beda lagi, disitu aku pengen banyak interaksi sama masyarakat

yang nonton, aku tentunya harus dapat menjelaskan kepada masyarakat

tentang apa yang kubuat, karena itu tanggung jawabku”. Sehingga dari

tambahan penjelasan Sukma dapat dikatakan jadwal aktivitas wheatpaste

sesuai dengan konteks dan tujuannya.

Keterkaitan antara premis bebas ruang publik dan praktik street art

maupun wheatpaste dapat terjelaskan melalui tesis Barry mengenai Seni

Jalanan Yogyakarta. Dalam tesisnya Barry menyatakan “kata ‘jalanan’ dalam

street art bukan sekedar menunjukan tempat tapi lebih menekankan pada

kebebasan, sebab jalanan memiliki sifat longgar yang memungkinkan

kebebasan berekspresi berlangsung” (Barry, 2008: 17). Merunut KBBI diatas,

kata bebas adalah tidak adanya halangan untuk suatu tindakan, namun hal ini

tentu ada batasnya. Habermas merujuk pada Hegel (Dalam Hardiman, 2010:

129) yang menjelaskan bahwa “hukum dan kebebasan adalah entitas yang

saling terikat, menurutnya kebebasan hanya dapat diraih dalam kerangka

hukum, tanpanya kebebasan menjadi tidak mungkin”.

Indonesia sendiri, secara konstitusional memiliki undang-undang yang

menjamin kebebasan setiap warga negaranya. Hal ini terangkum dalam

“Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 19713.

Setelah dirunut, UUD Indonesia tahun 1971 banyak diadaptasi dari “La

Déclaration des droits de l'Homme et du citoyen”. Ditetapkan pada 26 Agustus

1789, oleh Majelis Konstituen Nasional (Assemblée nationale constituante4),

deklarasi ini lahir dari peristiwa Revolusi Perancis sebagai yang mengatur

ketentuan atas hak-hak individu dan hak-hak kolektif manusia. Selanjutnya

dalam UU REPUBLIK INDONESIA Tahun 1998, dijelaskan secara detail 3 Gilang, Jaduk. “Rekonstruksi Pemikiran Habermas di Era Digital”, JURNAL KOMUNIKASI DAN

KAJIAN MEDIA Vol. 01 Tahun 2017. Diakses dari http://jurnal.untidar.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/381 Pada 31 Agustus 2018 pada pukul 21.52 4 “Declaration of the Rights of the Man and of the Citizen of 1789”

https://en.wikipedia.org/wiki/Declaration_of_the_Rights_of_the_Man_and_of_the_Citizen_of_1789 Pada 11 September 2018 pada pukul 23.37

Page 4: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

39

mengenai “Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga

negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya

secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan yang

berlaku5. Tujuannya, tiap warga negara mendapatkan hak dan kewajibannya,

yaitu dapat mengeluarkan pikirannya secara bebas dan memperoleh

perlindungan hukum untuk hal tersebut6.

Dalam konteks penelitian ini, Salatiga sendiri memiliki peraturan

mengenai kebebasan aktivitas wheatpaste yang dirangkum dalam Peraturan

Daerah (Perda) Tahun 20167. Secara menyeluruh Perda ini berisi mengenai

Penyelenggaranaan Kebersihan, Kesehatan dan Ketertiban Umum (K3) yang

meliputi regulasi penggunaan ruang terbuka dalam hal ini tembok kota di

Salatiga. Dalam pasal 25 poin (h), perda ini dengan tegas melarang setiap

orang maupun badan untuk menempelkan selebaran, poster, slogan, pamflet,

kain bendera atau kain bergambar, spanduk dan sejenisnya pada fasilitas umum

(tidak disebutkan tembok bangunan). Serta poin (i) melarang untuk mencoret

atau menggambar pada dinding bangunan pemerintah, bangunan milik orang

lain, swasta, tempat ibadah, pasar, jalan raya, dan pagar. Dari kedua poin ini,

pemerintah melalui Perda tidak memberikan perlindungan terhadap aktivitas

street art maupun wheatpaste di Salatiga karena aktivitas ini dirasa

mengganggu ketertiban dan kebersihan fasilitas umum.

Dalam hasil observasi peneliti, permasalahan ini juga dikeluhkan para

penggiat street art maupun wheatpaste di tempat lain. Misalnya dalam liputan

Tempo.co8, Digie Sigit, stencil artist kawakan dari Yogyakarta yang menyebut

bahwa Pemerintah membatasi kreativitas pelaku seni mural yang sebenarnya

bermanfaat menyuarakan aspirasi publik. Andrew Lumban Gaol, selaku

penggiat wheatpaste bernama Anti-Tank Project juga memberikan kesaksian

bahwa dirinya harus mencuri waktu pada malam hari saat membuat karya

5 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 9 Pasal 1 Tahun 1998. Diakses dari

http://radenfatah.ac.id/tampung/hukum/20161123113545uu-09_1998_tth_kemerdekaan-menyampaikan-pendapat-di-muka-umum.pdf Pada 12 September 2018 pada pukul 10.33 6 Ibid BAB 3 Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban

7 Perda K3 Salatiga, Sumber data dari Staff Dinas Tata Kota Salatiga

8 “Seniman Street Art Keluhkan Cap Vandalisme dari Pemerintah”

https://seleb.tempo.co/read/696537/seniman-street-art-keluhkan-cap-vandalisme-dari-pemerintah/full&view=ok Pada 12 September 2018 pada pukul 13.18

Page 5: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

40

poster mural untuk menghindari penangkapan Satpol PP. Hal yang terjadi di

Yogyakarta hampir sama dengan yang terjadi di Salatiga, mengingat street art

maupun wheatpaste hanya dianggap sebagai gangguan kebersihan berupa

sampah visual. Walaupun dalam praktik sesama penggiat sttreet art atau

wheatpaste di Salatiga merasa bebas akan aktivitasnya, namun kembali lagi

premis bebas ruang publik konteksnya adalah jaminan keamanan bagi

masyarakat, oleh pemerintah. Dengan adanya larangan berupa Perda K3

Salatiga Pasal 25 poin (h) dan (i), dapat dikatakan premis bebas ruang publik

berupa keamanan dari pemerintah tidak terpenuhi.

2. Terbuka

Informasi merupakan bagian penting dalam ruang publik. Dalam ruang

publik orang dapat menjelaskan secara eksplisit tentang posisinya melalui

argumen atau pandangan mereka kepada publik luas. Selain dituntut dapat

merangkul semua elemen masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan

opini publik, ruang publik juga harus terbuka bagi siapapun untuk menjelaskan

posisinya sebagai warga negara. Habermas (Dalam Goodin dan Pettit, 1997:

105) menekankan “Access to the public sphere is open in principle to all

citizens. a portion of the public sphere is constituted in every conversation in

which private person come together to form a public”. Hal ini juga terjelaskan

dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu

yang didiskusikan menjadi ‘umum’ bukan karena mereka penting namun juga

karena harus mudah diakses: setiap orang harus sanggup berpartisipasi

didalamnya.

Dalam konteks wheatpaste di Salatiga, Sukma menjelaskan latar

belakang munculnya praktik street art termasuk wheatpaste. Dalam

paparannya ia menjelaskan :

“awal mula street art dan variannya muncul dari pemerintahan

yang buruk, bagaimana orang (masyarakat) ingin

merepresentasikan apa yang mereka rasakan”, kutip Sukma

Page 6: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

41

Dari keterangan Sukma, praktik street art maupun wheatpaste sendiri

berawal dari ketidakpuasan masyarakat atas situasi yang terjadi, sehingga

diekspresikan melalui karya seni di ruang terbuka. Senada dengan Sukma,

Barry (2008: 123) menegaskan bahwa seni ini lahir dari kekritisan sebagian

masyarakat pada persoalan-persoalan krusial tetapi tidak mampu atau pekiwuh

untuk menyatakan secara terbuka. Fenomena street art maupun wheatpaste ini

berkembang dan kian subur di berbagai tempat, termasuk Salatiga yang peneliti

rangkum dalam observasi “Wajah Ruang terbuka Kota Salatiga”. Suburnya

aktivitas ini tentunya berkaitan erat dengan seberapa terbukanya akses untuk

menggunakan ruang terbuka di Salatiga bagi para penggiat street art maupun

wheatpaste itu sendiri. Premis terbuka ini akan sangat berkaitan erat dengan

premis bebas, dalam analisis bebas sebelumnya telah dijelaskan bebas berfokus

akan perlindungan hak partisipasi masyarakat oleh pemerintah. Sedangkan

dalam premis terbuka ini, lebih merujuk kepada aksesibilitas masyarakat

terhadap ruang publik.

Habermas sendiri menggambarkan ruang publik melalui analisis sejarah

ruang publik berupa salon (Perancis) dan kedai kopi di Inggris yang bersifat

inklusif. Walaupun pada masa itu kedai dan salon hanya sebagai pusat kritik –

awalnya bersifat kesusastraan, namun kemudian menjadi politis juga –yang

didalamnya mulai lahir kelompok sebuah kelompok terdidik baru di antara

masyarakat aristokrat dan para intelektual borjuis (Habermas, 2007: 49).

Sedangkan dalam praktik street art maupun wheatpaste di Salatiga, kriteria

ruang publik keterbukaan akses cukup tercermin melalui pendapat Rio dan

Sukma, yang menjelaskan:

“Siapapun bisa pakai. Kalo masalah kriteria tempat tergantung

sih, kalo aku sendiri masang nggak nasar (ngawur)...; dan nggak

ada yang memang memiliki media (tempat itu) karena kan milik

orang lain dan kita menumpang”, Kutip Rio.

“Bebas sih, siapapun dapat membuat karyanya disini. Di street art

maupun wheatpaste tidak ada peraturan formal untuk

Page 7: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

42

penggunaannya, yang ada paling etika yang baik dan benar untuk

para penggiat street art begitupun weatpaste”, kutip Sukma

Dalam paparan keduanya, poin keterbukaan akses sangat berlaku dalam

praktik wheatpaste di Salatiga. Disini tidak ada peraturan tertulis untuk sesama

penggiat wheatpaste, selain itu dari Rio menjelaskan bahwa penggiiat hanya

sebagai penumpang didepan tembok. Yang menjadi pembeda antara ruang

publik salon dan kedai kopi analisis Habermas adalah, keterbukaan dalam

praktik wheatpaste tidak benar-benar terbuka, mengingat dalam aktivitas

wheatpaste maupun street art (bukan event) cenderung dilakukan secara diam-

diam. Habermas mencontohkan bentuk salon yang begitu terbuka di Perancis,

salah satunya yaitu salon d’Alembert. Dalam paparannya “disini para borjuis

kelas atas, putra putri para raja dan pangeran, tidak malu bertemu dengan putra

putri pembuat arloji dan pegawai pertokoan9”.

Jika dalam sejarah ruang publik salon, keterbukaan berupa masyarakat

dapat masuk ke salon dan saling berkomunikasi secara langsung antar peserta

ruang publik. Maka dalam praktik wheatpaste, keterbukaan berwujud bebasnya

akses ke tembok kota Salatiga dalam diam dan pesertanya-pun tidak mengenal

satu sama lain sehingga komunikasi hanya terjadi melalui karya. Anonimitas

dalam praktik wheatpaste maupun street art peneliti temukan dalam penelitian

serupa, berjudul “Reading Revolution on the Walls: Cairo Graffiti as an

Emerging Public Sphere (2014)” yang membahas tentang penggunaan tembok

kota Kairo sebagai ruang publik menjelang Revolusi Mesir 2011. Ieva selaku

peneliti menjelaskan “Graffiti in principle, can be considered as a discussion

between anonymous agents... ;acting anonymously or under an alias the

graffiti artist becomes an individual agent of collective attitude” (Ieva, 2014:

17). Secara singkat Ieva memaparkan bahwa menjelang revolusi Mesir,

aktivitas street art berupa grafitti sebagai bentuk komunikasi individu anonim

yang mewakili gagasan mayoritas masyarakat Mesir.

Keterbukaan akses ruang terbuka Salatiga ini juga sangat tergambarkan

melalui alasan para pemilihan wheatpaste sebagai metode yang digunakan para

9 Ibid 51

Page 8: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

43

penggiat dalam menyampaikan gagasan. Wheatpaste merupakan varian

penciptaan street art yang begitu praktis dalam pengerjaan dan murah.

Selengkapnya Doni memaparkan :

“wheatpaste menjadi pilihan karena beberapa pertimbangan seperti jenis

wheatpaste yang awalnya masih asing di Salatiga, akses

perlengkapan yang mudah didapat dan tentunya murah,

pemasangan yang cukup praktis dan penggandaan yang bisa

dijangkau sama kertas”, kutip Doni

Premis keterbukaan akses kembali peneliti temukan melalui observasi

di Ruang terbuka Salatiga mengenai fenomena wheatpaste “Kembalikan PSISa

Salatiga” yang beredar pada tahun 2017. Dalam fenomena ini. Terlihat bahwa

ada juga masyarakat yang menggunakannya tembok kota dan wheatpaste

sebagai media menjelaskan gagasannya. Sehingga berdasarkan hasil analisis

diatas, poin keterbukaan akses sangat terpenuhi dalam praktik wheatpaste di

Salatiga.

3. Opini Publik

Ruang publik merupakan ruang penciptaan opini non-pemerintah atau

opini publik, sebuah ruang abstrak maupun fisik yang menjadi ajang

pembentukan pendapat anggota-anggota masyarakat dari luar kendali

pemerintah. Secara etimologi opini publik berasal dari kata, ‘opinio’ yang

dalam bahasa latin berarti penilaian yang tidak pasti kebenarannya (Habermas,

2007: 128). Berikutnya adalah kata publik atau ‘pubicus’ yang berarti: pertama,

milik rakyat atau negara sebagai satuan politis dan kedua, sesuai dengan

seluruh penduduk (rakyat) atau umum (Hardiman, 2010:3). Habermas dalam

menjelaskan opini publik merunut beberapa tokoh seperti Hobbes yang

mengidentifikasikan opini sebagai ‘suara hati’ (conscience) yang mengacu

kesadaran dan hati nurani subyek. Dalam konteks penelitian ini, ternyata opini

menjadi salah satu dasar bermulanya praktik wheatpaste di Salatiga, seperti

paparan Sukma berikut:

Page 9: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

44

“Awal mulanya Dosa Movement, aku berfikir tentang keresahan-

keresahanku sendiri seperti kenapa perang? Kenapa manusia

cenderung suka menghakimi? Kenapa toleransi kita terhadap

orang bersalah sangat berlebihan? Dan pertanyaan-pertanyaan

personal lainnya dan ingin kuwujudkan dalam bentuk karya.

Pertanyaan-pertanyaanku tadi tidak menemukan jawaban, dan

kucoba lemparkan kepada orang orang melalui gambar visual dan

quote”

Habermas menjelaskan bahwa opini publik yang terbentuk harus

bersifat publik atau menyangkut pada publik luas10

. Karena dalam ruang publik

ini bukan permasalahan pribadi orang privat, namun permasalahan atau

kepentingan umum yang dibicarakan tanpa paksaan. Disini opini bukan hanya

mencakup kebiasaan yang terekspresikan di dalam konsep-konsep tertentu -

misalnya dibentuk oleh agama, kebiasaan, adat istiadat atau hanya sekedar

‘prasangka’11

. Dalam praktik wheatpaste di Salatiga, ketiga penggiat memiliki

kecenderungan untuk melihat kembali opini atau ‘prasangka’ yang terbentuk

dari agama, adat dan kebiasaan yang terjadi di sekitar mereka. Hal ini

tercerminkan dalam kutipan Rio juga menjelaskan tujuan dari penggiat

wheatpaste Anorganik Attack

Yang jelas tujuan dari Anorganic Attack ingin jadi pemantik

mengenai hal-hal maupun fenomena yang terjadi di sekitar, karena

kini banyak hal yang diketahui namun tidak diperdulikan orang-

orang. Aku pengen membagikan hal-hal tersebut, untuk membentuk

kesadaran kolektif tentang banyak hal, termasuk kedamaian.

Karena aku hanya warga negara biasa yang tidak bisa membentuk

kebijakan dalam sekejap, jadi ya ini salah satu hal yang bisa

dilakukan” (Wawancara tanggal 1 Juli 2018)

10

Ibid (129) 11

Ibid 334

Page 10: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

45

Selain Rio peneliti juga menemukan pendapat serupa dari Doni,

baginya wheatpaste merupakan sarana mempertanyakan kembali opini yang

berkembang di masyarakat. Doni pada wawancara tanggal 2 Juli 2018,

menjelaskan:

“Kembali lagi, dapat dikatain konten visual kita berangkat dari kritik,

oleh kita anak-anak yang nggak umum. Karena ya kita banyak

ngomongin tentang hal umum, keyakinan, stigma umum, yang coba

kita lihat dari perspektif lain”

Secara garis besar peneliti melihat opini menjadi dasar dari baik

munculnya maupun berjalannya praktik wheatpaste di Salatiga. Setelah

mendengar pemaparan para penggiat wheatpaste diatas, peneliti mencoba

menganalisis singkat salah satu karya dari whetapaste Toxic Urban berjudul

“Vox Netizen Vox Dei” yang terpajang di ruang terbuka di Salatiga. Karya ini

digambarkan berupa potret empat orang berjajar dengan tatapan muka

menghadap depan. Kedua tangan dari ketiga potret memegang benda yang

berbeda, tangan kanan memegang obyek berupa palu dan tangan kiri

memegang bentuk ponsel, hal ini ditandai dengan adanya lensa kamera ponsel

di belakang. Kombinasi warna yang dipakai adalah hitam putih dan warna

merah untuk masing-masing obyek yang digenggap tangan. Pada bagian bawah

bertuliskan “Vox Netizen Vox Dei” beserta pada kiri atas bergambar logo

Toxic Urban.

Kata “Vox Netizen Vox Dei”sendiri, jika di alih bahasakan berarti

“Suara Netizen Suara Tuhan”. Jika dilihat secara lebih dalam, kata diatas

merupakan pelesetan dari kutipan “Vox Populi Vox Dei12

” yang secara bahasa

kata Vox=Suara, Populi=populasi, rakyat, masyarakat, umum dan Dei=Tuhan.

Sehingga secara bahasa, kalimat tersebut dapat dimaknai sebagai Suara Rakyat

Suara Tuhan. Dalam konteks karya ini, kata populi dirubah menjadi netizen

12

https://id.wikipedia.org/wiki/Vox_populi,_vox_dei

Page 11: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

46

yang dapat diartikan sebagai masyarakat pengguna internet13

, disertai empat

potret yang menggenggam palu dan layar ponsel.

Secara singkat peneliti memaknai bahwa karya wheatpaste Toxic Urban

ini membahas mengenai penyimpangan yang muncul beriringan dengan

cepatnya arus informasi saat ini. Salah satunya yang marak adalah persekusi

berbasis online yang mana merupakan bentuk penghakiman sewenang-wenang

terhadap individu atau kelompok yang lemah14

. Riset serupa peneliti temukan

dalam artikel Qureta.com yang menyebut bahwa hingga 2017 setidaknya 50,4

persen dari seluruh masyarakat Indonesia merupakan pengguna internet aktif.

Yang menghawatirkan adalah konten media sosial yang menarik perhatian

publik adalah ujaran kebencian dan persekusi15

. Disebutkan pula melalui Data

Southeast Asia Freedom of Expression Network, angka persekusi berbasis

online naik antara bulan Januari 2017 hingga Mei 2017. Sehingga kini,

permasalahan ujaran kebencian dan persekusi oleh netizen yang marak terjadi

di berbagai tempat menjadi isu yang perlu diseriusi oleh pemerintah maupun

masyarakat maupun netizen itu sendiri.

Relevansi gambar visual dan tulisan dalam karya wheatpaste ini, palu

yang digenggam dapat diartikan sebagai bentuk kekerasan atau juga sebagai

ketukan keadilan yang biasanya dilakukan oleh hakim. Selain itu, warna merah

hanya muncul pada obyek palu dan tangan, dalam hirarki desain poin ini

namakan sebagai Vokal poin16

yang mana digambarkan dengan warna merah

menyala dan sebagai pembeda dari keseluruhan visual yang berwarna hitam

dan putih. Menurut hemat peneliti, tujuannya sebagai obyek visual yang

penting atau dipertimbangkan dalam keseluruhan desain. Dengan sorot mata

gelap menghadap ke layar ponsel, peneliti memaknai bahwa kini konten

13

Secara sederhana netizen merupakan akronim dari kata internet dan citizen (warga). Kata lain untuk netizen adalah warganet yang mana berarti warga internet atau masyarakat yang menggunakan internet” Estu Suryowati. "Warganet" dan "Netizen" Kini Sudah Masuk KBBI V Daring. Diakses pada: https://nasional.kompas.com/read/2017/08/23/19441601/warganet-dan-netizen-kini-sudah-masuk-kbbi-v-daring pada 01 Desember 2018 pukul 12.07 14

https://kbbi.web.id/persekusi 15

Media Sosial: Hate Speech dan Persekusi. Diakses pada: https://www.qureta.com/post/media-sosial-hate-speech-dan-persekusi-2 pada 01 Desember 2018 pukul 12.29 16

Design Principles: Dominance, Focal Point and Hierarchy. Diakses pada: https://www.smashingmagazine.com/2015/02/design-principles-dominance-focal-points-hierarchy/ pada 01 Desember 2018 pukul 14.07

Page 12: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

47

internet seperti media sosial yang awalnya sebagai wadah berjejaring menjadi

ruang yang serius bagi sebagian netizen. Serta potret yang sama atau bentuk

repetisi menggambarkan kuantitas jenis netizen seperti ini cukup atau semakin

banyak ditemukan dengan semakin cepatnya arus informasi saat ini.

Gambar 14

“Vox Netizen Vox Dei, Karya Wheatpaste Toxic Urban”

Lokasi Lampu Merah Kauman, Jalan Diponegoro Salatiga

Foto : Toxic Urban

Namun opini dari para penggiat wheatpaste belum dapat dikatakan

sebagai bentuk opini publik, Habermas menjelaskan tahap opini baru dapat

menjadi publik dalam masyarakat yang ketat apabila dilahirkan di suatu tatanan

di mana dua wilayah komunikasi di atas dijembatani oleh pihak ketiga, yaitu

publisitas kritis17

. Selain itu Habermas secara lengkap menjelaskan opini

publik sebagai (1) opini yang diungkapkan oleh masyarakat sekaligus banyak

diterima di masyarakat sendiri. (2) Komunikasi publik begitu tertata, sehingga

jawaban terhadap opini dapat diungkapkan secara cepat dan efektif. (3) Sudah

memiliki landasannya didalam tindakan efektif, yang bila diperlukan dapat

menentang (halusnya mendikte) sistem yang ada. (4) institusi-institusi otoritatif

17

Habermas (1989: 342)

Page 13: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

48

tidak menginfiltrasi publik, sehingga publik kurang lebih menjadi otonom

dalam mengoperasikan opini mereka18

.

Dalam upaya untuk menguji salah satu karya wheatpaste sebagai

representasi opini publik, peneliti menggali pendapat masyarakat mengenai

karya wheatpaste berjudul Vox Netizen Vox Dei diatas. Vicky (19), seorang

mahasiswa jurusan Teknik Informatika, FTI, Universitas Kristen Satya

Wacana, sehari-hari melihat karya wheatpaste di lampu merah jalan

Diponegoro. Ketika ditanyai pendapatnya mengenai karya diatas dia menjawab

bahwa cukup paham atas apa yang dibicarakan karya tersebut. “Kalo menurut

saya, dalam artian vox netizen vox dei itu artinya bahwa kini netizen berasa

seperti tuhan. Aku pernah baca, kalau dahulu ada kutipan vox populi vox dei,

kan itu artinya suara rakyat suara tuhan. Kao di gambar ini menurutku rakyat

kini digantikan oleh masyarakat internet”, kutip mahasiswa angkatan 2018 ini.

Ketika ditanyai lebih lanjut, karya wheatpaste ini tidak terlalu mewakili

aspirasinya karena beberapa pertimbangan. Ia menjelaskan “karena belum

semua orang memakai internet, apaya, gaptek (gagap teknologi) itu sih.

Mungkin masyarakat yang generasi X atau Y, dalam artian belum semuanya

menggunakan internet. Selain itu saya melihat netizen kalau menggunakan

internet untuk hal yang baik juga”, kutip Vicky.

Pendapat lain muncul dari Kriswanto (24), berkeseharian sebagai

pengemudi layanan Go-Jek yang mangkal di trotoar sekitar lampu merah jalan

Diponegoro. Ketika ditanyai pendapatnya mengenai karya wheatpaste “vox

netizen vox dei” ia menjawab “oh gambar yang samping lampu bangjo (lampu

merah)? itu orang kurang kerjaan itu, aku lebih sering nonton gambar-gambar

yang berisi informasi lowongan pekerjaan atau spanduk-spanduk produk”,

Kutip Kris yang sesekali mengecek layar ponselnya untuk menunggu pesanan.

Ketika ditanya lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kurang tertarik mencari tahu

mengenai arti dari karya wheatpaste tersebut.

Kembali ke konteks penggiat wheatpaste Salatiga, dari hasil penelitian

lapangan, sejauh ini para penggiat wheatpaste di Salatiga juga belum

18

Ibid 343 Habermas merujuk pada kriteria C.W. Mills dalam menjelaskan bentuk Opini publiknya

Page 14: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

49

menemukan kritik atau timbal balik (feedback) setelah karya dipublikasikan.

Hal ini dijelaskan Doni dan Rio yang menyatakan :

“enggak, sejauh ini kita juga belum menemukan kritik secara

langsung atau menggunakan karya di Salatiga, dan itu kayaknya

menarik banget. ... ;Sebenarnya kita sangat butuh sih masukan

atau kritik baik untuk konten yang kita bawakan maupun aktivitas

wheatpaste kita”, ungkap Doni.

“Sejauh ini belum ada orang yang kontra sih terhadap aktivitasku,

aku malah sangat ingin ada orang yang mengkritisi karyaku entah

secara langsung atau lewat karya. Untuk masalah sampai tidak

kepada audiensku, aku belum tau sih, belum dipastikan lewat riset”,

ungkap Rio.

Yang menjadi celah adalah opini yang dibawakan para penggiat

wheatpaste ini adalah masih sangat kurangnya timbal balik (feedback) dari

masyarakat Salatiga. Singkatnya tidak adanya respon dari masyarakat maupun

sesama penggiat street art maupun wheatpaste membuat karya wheatpaste

ketiga kelompok hanya sebatas menjadi opini dan belum terjadi perdebatan

kritis atas opini melalui wheatpaste. Selain itu menurut pendapat masyarakat,

ada yang memahami isi pesan serta ada yang tidak peduli dengan konten yang

dibawakan melalui konten wheatpaste, dalam hal ini contoh karya Toxic

Urban. Dari pendapat masyarakat dapat disimpulkan bahwa opini yang

dibawakan mealui wheatpaste belum dapat mewakili aspirasi mereka.

Habermas (2007: 144). menjelaskan mengenai kriteria opini publik: (1)

opini yang banyak diterima masyarakat, belum diketahui efektifitasnya bahkan

oleh para penggiat wheatpaste itu sendiri. (2) Komunikasi publik sebagai

wadah diskusi kritis secara cepat dan efektif, tidak dapat terpenuhi karena

penggunaan tembok kota dan wheatpaste akan cenderung akan memakan

waktu lama, karena bukan bentuk komunikasi secara langsung. Dari

rangkuman beberapa wawancara diatas, poin opini publik yang sangat

ditekankan dalam kriteria ruang publik Habermas tidak (belum sepenuhnya

Page 15: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

50

terpenuhi) dalam praktik wheatpaste dan penggunaan tembok nyata di Salatiga.

Yang perlu ditekankan bahwa materi yang dibawakan tiap pembuat wheatpaste

dapat berpotensi menjadi pematik atas materi diskusi publik yang pada

akhirnya dinamakan sebagai opini publik.

4. Setara

Ruang publik merupakan jembatan yang menghubungkan kepentingan

pribadi dan individu dalam kelompok sosial dan publik yang muncul dalam

konteks kekuasaan negara. Tidak ada perlakuan istimewa (privilege) terhadap

peserta diskusi (partisipant). Tidak ada kelompok yang lebih dominan atas

kelompok lainnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata setara

dapat dimaknai sebagai sejajar atau sama kedudukannya19

. Kesetaraan

merupakan hak yang begitu mendasar bagi manusia, kita dapat berkaca dari

Revolusi Perancis yang melahirkan slogan liberte, egalite et fraternite

(kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan). Masa revolusi Perancis tersebut

adalah salah satu titik dimana manusia sebagai makhluk bebas dan rasional

memiliki otonomi untuk membuatnya setara dengan manusia lain (Hardiman,

2010: 354).

Kesetaraan menjadi salah satu poin penting dari konsep Habermas.

Dalam ‘Modern European Thinker (Goode, 2005: 9), Habermas menegaskan

bahwa “the borgeous public sphere was, in principle, shaped by the values of

egalitarian dialogue”. Singkatnya ruang publik yang ideal lahir dari dialog

setara dari para partisipannya. Sehingga dapat dikatakan buku ‘The Structural

Transformation of the Public Sphere”. berisi artefak sejarah serta utopia

Habermas dalam menggambarkan masyarakat ideal, berupa masyarakat yang

setara dengan kesadaran komunikatif.

Dalam konteks penelitian ini, premis kesetaraan saling mendukung

dengan poin keterbukaan akses pada tembok kota Salatiga. Selengkapnya Doni

memaparkan :

“Kalau peraturannya sih nggak ada, seumpama kita nggak kenal

aja juga bebas nimpa karya atau ditimpa karya lain. Misal malam

19

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/setara

Page 16: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

51

ini ditempel besok hilang, disobek atau ditimpa ya biasa sih, emang

seperti itu konsekuensinya. Tapi kembali ke masalah etika tadi, kita

harus pinter-pinter milih dan berbagi tempat sama temen-temen

lainnya”, kutip Doni.

Poin kesetaraan dalam praktik wheatpaste maupun street art

digambarkan melalui sirkulasi penggunaan tembok kota bagi sesama

penggiatnya. Selain itu street art maupun wheatpaste tidak memililiki

peraturan tetap yang mana semakin membuka peluang terbuka dan kesetaraan

diantara penggunannya. Senada dengan penelitian, berjudul “Reading

Revolution on the Walls: Cairo Graffiti as an Emerging Public Sphere (2014)”

juga menjelaskan bahwa terdapat praktik kesetaraan dalam penggunaan tembok

kota Kairo, oleh para pelaku street art khususnya grafitti. Penelitian ini

dilakukan oleh Ieva Zakareviciute yang menganalisis praktik penggunaan

tembok kota Kairo sebagai wujud ruang publik menjelang revolusi Mesir

2011. Ieva menuturkan :

“Any graffiti may be removed, erased or painted over. None of

them come with any exceptional predetermined status of

admiration or preservation.... ;They enter the public sphere on

equal terms and in principle have a sense of equality between

them.”, Kutip Ieva.

Dalam paparannya Ieva menjelaskan bagaimana bahwa menjelang

revolusi Mesir, setiap pembuat karya dapat datang dan menampilkan opininya

kepada publik melalui medium tembok. Yang menjadi poin adalah tidak

adanya perlakuan istimewa (privilege) antar pengguna tembok, karya sewaktu-

waktu dapat dihapus maupun ditimpa dengan karya lain. Ieva kemudian

menjelaskan bahwa tidak semua warga dapat berpartisipasi dalam penggunaan

tembok ini, karena beberapa aspek seperti keadaan geografis, keamanan

maupun biaya untuk membuat karya, sehingga kekurangan ini dikatakannya

sebagai filtrasi pengguna ruang publik. Selengkapnya kutip Ieva “But

participation from all levels of societal strata in terms of the graffiti sender’s

Page 17: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

52

role does not seem to be entirely... ;Not only can physical restrictions

(geographical restraints, financial costs, etc) be seen as filters of

participation”. Kembali pada konteks street art khususnya wheatpaste di

Salatiga, Rio menjelaskan memang terdapat semacam filtrasi atau penyaringan

dalam pembuatan karya. Hal ini ia ketahui dari pergerakan Hip-hop Amerika

yang meliputi praktik kesenian street art. Selengkapnya Rio Menjelaskan :

“Setahuku, kalo kita kembali ke budaya street art (kultur hip-hop)

di zaman 80-90’an, jadi kalo kamu menimpa karya orang maka

kamu harus bertanggung jawab dengan membuat karya yang lebih

baik daripada sebelumnya, mereka mengamini itu”

Peraturan informal yang diyakini Rio ini pada dasarnya tidak

membatasi kesetaraan antar pengguna tembok, melainkan malah sebagai acuan

untuk terciptanya kualitas karya. Kita dapat berkaca melalui pemikiran Hegel

(Dalam Hardiman 133: 2010) yang menjelaskan bahwa “setiap individu selalu

terikat pada komunitas tertentu, dengan segala tradisi, sejarah, nilai nilai dan

norma yang berlaku. Lebih lengkap ia menjelaskan20

, namun individu tidak

merasa bahwa berbagai aturan, norma dan nilai sebagai penghambat

perealisasian dirinya, melainkan justru sebagai sarana menunjang perealisasian

tersebut. Sukma melihat peraturan ini sebagai proses bagi penggiat street art

maupun wheatpaste, kutipnya “akhir-akhir ini ada karya asing, mungkin ada

orang baru karena gambare masih cukup berantakan. Tapi buat kita yang

sudah lama harus harus memberi tempat untuk dia berproses”, kutip Sukma.

Selanjutnya ia banyak memberikan langkah atau cara mempertahankan

kesetaraan diantara para pengguna tembok kota Salatiga.

“Sirkulasi yang menurutku cukup benar adalah pertama, biasanya

tanda tanggal yang ditampilkan di pojok karya, hal ini dapat

digunakan untuk identifikasi karya. Kedua, saranku mending di

block penuh dulu seakan gambar itu sudah waktune hilang.

Terakhir, izin sama pemilik tempat (untuk tembok pribadi) atau

sama orang yang akan ditimpa gambarnya”, kutip Sukma.

20

Ibid 135

Page 18: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

53

Dari rangkuman beberapa wawancara diatas, poin setara dapat

terpenuhi dalam praktik street art khususnya wheatpaste di Salatiga. Dari

beberapa sumber, sejarah street art beserta variannya memungkinkan diakses

banyak orang setara dalam aktivitasnya. Yang menarik dari contoh kesetaraan

salon dan kedai kopi dahulu dan praktik street art maupun wheatpaste di

Salatiga maupun Kairo saat ini adalah wujudnya yang berbeda. Awalnya salon

dan kedai kopi sebatas wadah publikasi dan kritik sastra (Habermas 2007: 49),

disana wujud kesetaraan berlangsung secara tatap muka antara partisipan ruang

publik. Kini dalam praktik wheatpaste, kesetaraan terjadi tidak melalui

perjumpaan antar partisipannya. Bahkan tidak mengenali antar partisipan

karena pelaku wheatpaste maupun street art sering kali menggunakan nama

samaran untuk aktivitas jalanannya. Sehingga dari perbandingan kedua pola

ini, terdapat pergeseran bentuk kesetaran dalam ruang komunikasi masyarakat.

5. Independen

Ruang publik berfungsi sebagai tempat independen dari pemerintah dan

otonom partisan kekuatan ekonomi tertentu, didedikasikan untuk debat rasional

dan tidak diarahkan kepada kepentingan tertentu serta terbuka bagi siapa saja

untuk inspeksi masyarakat. Konsep ruang publik Habermas ini sangat erat

kaitannya dengan isu demokrasi, karena menurutnya demokrasi sebagai sarana

yang paling memungkinkan untuk rasionalisasi kekuasaan. Dalam esainya, The

Scientization of Politics and Public Opinion, Habermas menekankan bentuk

kekuasaan yang paling rasional adalah kekuasaan yang ditentukan oleh diskusi

publik (masyarakat dan semua elemen) secara kritis (Hardiman, 1993: 122).

Oleh karenanya, konsep ruang publik diperkenalkan sebagai sebuah medium

penerapan teknis dari demokrasi, yang memposisikan masyarakat sebagai salah

satu bagian penting proses demokrasi.

Motif berkembangnya praktik wheatpaste sendiri telah dijelaskan pada

observasi subyek penelitian yaitu ketiga penggiat wheatpaste di Salatiga.

Secara garis besar, mereka mempergunakan wheatpaste sebagai bentuk

ekspresi mereka mengenai kondisi sosial masyarakat khususnya di Salatiga.

Page 19: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

54

Selama observasi, peneliti juga menemukan bahwa mereka tidak mendapatkan

keuntungan finansial atas aktivitasnya. Dalam paparan lengkap, Doni

menjelaskan nilai apa yang ia dapatkan selama melakoni aktivitas wheatpaste :

“pertama kepuasan, melalui ini (wheatpaste) kita dapat ngomongin

apa yang kita pikirkan tentang fenomena yang berkembang, dan

kita seneng sih dengan aktivitas ini. Selebihnya pengalaman, selagi

kita muda ya kan. Berikutnya mungkin relasi, perkenalan sama

orang-orang baru yang melakukan aktivitas serupa di Salatiga”,

kutip Doni.

Melihat paparan Doni diatas, hal ini menjadi pembuka premis

independensi dalam praktik wheatpaste di Salatiga. Independen merupakan

premis terakhir dalam konsep ruang publik ideal Jurgen Habermas. Pada

penjelasan sebelumnya, secara singkat ruang publik ditujukan sebagai ruang

berkumpul masyarakat yang memberikan peluang terciptanya opini publik.

Keterbukaan dan kesetaraan ruang ini begitu penting, namun Habermas

menekankan bahwa ruang ini harus dapat menjaga posisinya sebagai bagian

dari wilayah privat (Habermas, 2007: 199). Singkatnya Habermas

mengharapkan ruang ini dapat menjaga netralitasnya sebagai ruang

pembentukan opini publik oleh masyarakat atau dalam kata lain sebagai ruang

yang independen.

Dalam kbbi, kata independen memiliki arti sebagai berdiri sendiri dan

bersifat bebas dari intervensi21

. Bentuk intervensi dalam ruang publik dapat

tercontohkan dalam terbitan pers rahasia menjelang revolusi Perancis yang

sebelumnya terjelaskan dalam analisis premis bebas. Kebebasan pers yang kala

itu sebagai representasi opini publik dipenuhi dengan terror penguasa, sehingga

muncul terbitan pers diam-diam. Dalam praktik wheatpaste di Salatiga,

independensi tercermin melalui pemaparan Sukma dan Rio menjelaskan :

“Nggak ada, nggak ada intervensi. Mungkin beberapa temen

nyaranin untuk aku bikin gini-gini, paling aku iyakan. Masalah

21

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/independen

Page 20: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

55

eksekusi belum tentu. Tapi aku malah sangat menerima masukan

atau temen saling bertukar fikiran”, kutip Sukma.

“Sejauh ini pembuatan konsep karya belum ada, makanya aku

sangat mempertimbangkan dengan mateng isi konten tersebut agar

tetap sesuai target kontenku”, kutip Rio.

Dari paparan keduannya, penggiat wheatpaste di Salatiga tidak pernah

sekalipun mendapatkan intervensi dalam pembuatan konsep karyannya.

Habermas sendiri (dalam Hardiman, 2010: 194), menjelaskan ideal ruang

publik tercermin dalam praktik salon dan kedai kopi pada abad 18, selanjutnya

terjadi refeodalisasi dalam ruang publik. Refeodalisasi dikatakannya sebagai

tahap dimana negara dan pasar melakukan intervensi hegemonis ke dalam

ruang publik sehingga ruang publik yang sebelumnya otonom dan kritis

menjadi arena kepentingan pasar dan birokrasi. Bentuk intervensi dalam

konsep pembuatan karya tidak terjadi, namun Sukma memberikan tanggapan

berupa pengalamannya mendapatkan intervensi fisik oleh penjaga lokasi

setempat saat menjalankan aktivitas wheatpastenya. Dalam paparannya Sukma

menceritakan :

“Ditanyai pihak 411 tentang perijinan,”mas menggambar disini

ada ijinnya? Wah nggak ada pak, jawabku. Lha kok terus

nggambar kaya gin., Terus ya kujawab kalo disini saya bermaksud

menutupi gambar tagging dan throwup dengan karya wheatpaste

saya. Apa salah pak saya menutupi gambar ini? apa poster rokok

gitu juga ada ijinnya pak? Dan lebih baiknya seperti apa sih pak

sedangkan saya atau kami, bermaksud memberikan nilai seni di

tembok yang penuh coretan yang kurang jelas, istilahnya

memperindah suatu hal yang sudah buruk. Pada akhirnya petugas

tersebut memaklumi dan mengakui kalau lebih memilih pelaku

yang seperti ini. Setelah panjang lebar tanya tentang ide yang saya

kerjakan, petugas itu meminta agar rumah dinasnya digambari

Page 21: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

56

(ditempeli poster), namun ya cuman saya iyakan”, kutip Sukma

sambil terkekeh menceritakan pengalamannya.

Doni menjelaskan praktik independensi melalui sirkulasi keuangan

Toxic Urban. Ia menjeaskan, salah satu misi utama dari Toxic Urban sebagai

project wheatpaste non-profit adalah pengkaryaan yang terus berjalan dengan

pengeluaran material minimum dari pelakunya. Hal ini ditanggulangi Doni dan

temannya dengan mengeluarkan produk berdasarkan karya visual yang

dibuatnya. Lebih lengkap Doni menjelaskan :

“Beberapa contohnya ya stickerpack berisi gambar poster kita,

totebag, kaos yang sebisa mungkin kita bikin sendiri. Do It

Yourfriend-lah pokoknya, Hahaha”, Kutip Doni yang

memplesetkan etos kerja D.I.Y (Do It Yourself) dalam subkultur

punk.

Secara garis besar, praktik wheatpaste di Salatiga merupakan aktivitas

yang independen, tidak sekalipun mendapat intervensi yang berarti, baik dari

pemerintah maupun kekuatan ekonomi tertentu. Motif aktivitas wheatpaste

yang mereka dilakukan para penggiat wheatpaste di Salatiga ini murni dari

inisiatif dan ekspresi para pelakunya. Dengan paparan Doni mengenai sirkulasi

keuangan project wheatpaste Toxic Urban, dapat dilihat bahwa independensi

begitu dijaga dan sangat terpenuhi dalam praktik wheatpaste di Salatiga.

4.2 Refleksi praktik wheatpaste di Salatiga sebagai proses komunikasi

Komunikasi secara garis besar merupakan sebuah proses penyampaian

pesan yang ditujukan untuk menyamakan suatu makna antara dua orang atau

lebih. Harold Laswell Dalam Fiske, 2012: 49-50), menjelaskan bahwa

komunikasi memiliki beberapa tahapan utama yaitu Komunikator (Siapa), Pesan

(Berkata apa atau pesan), Media (Melalui saluran atau chanel apa), Komunikan

(Untuk siapa), dan Efek atau Feedback (apa dampak yang ditimbulkan serta

umpan balik sebagai respon kepada komunikator). Proses ini saling terkait satu

sama lainnya, sehingga kesemua tahapan dalam proses komunikasi harus

terpenuhi untuk keberhasilan dalam penyampaian pesan atau dikatakan sebagai

Page 22: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

57

komunikasi yang efektif. Kekurangan definisi Laswell ini adalah ketidaksesuaian

isi pesan dari komunikator dengan komunikan dapat dikategorikan sebagai

kegagalan komunikasi atau komunikasi yang terbentuk tidak berjalan secara

efektif. Berikut skema proses komunikasi Laswell untuk mempermudah

pembacaan :

Gambar 15

Ideal Proses Komunikasi Laswell

Dalam konteks penelitian ini, praktik wheatpaste di Salatiga dapat dilihat

sebagai sebuah proses komunikasi. Jika dilihat dari kaca mata Laswell, penggiat

wheatpaste berperan sebagai komunikator, keresahan atau opini maupun kritik

yang dikemas dalam wheatpaste sebagai pesan, penggunaan tembok kota sebagai

media penempatan karya dan ditujukan kepada komunikan yaitu masyarakat

sebagai target audiens penggiat wheatpaste. Seperti paparan sebelumnya, tahapan

dalam komunikasi ini harus berjalan berurutan, ketika ada satu aspek saja tidak

sejalan maka isi pesan yang dipertukarkan tidak efektif sepenuhnya.

Dari temuan analisis ruang publik dapat dikatakan komunikasi yang

disampaikan penggiat wheatpaste tidak efektif sepenuhnya, hal ini ditandai dari

tidak adanya respon timbal balik dalam praktik wheatpaste di Salatiga. Selain itu

dalam analisis singkat karya wheatpaste berjudul “Vox Netixen Vox Dei”,

beberapa masyarakat berpendapat bahwa kurang memahami maksud yang

disampaikan melalui karya wheatpaste Toxic Urban. Sehingga karya wheatpaste

yang dipresentasikan di ruang terbuka Salatiga belum dapat memenuhi premis

opini publik. Dalam temuan lain, peneliti melihat bahwa muncul perdebatan

dalam masyarakat mengenai aktivitas street art maupun wheatpaste, sebagian

Page 23: BAB V PREMIS RUANG PUBLIK JURGEN HABERMAS DALAM … · 2019. 8. 13. · Hal ini juga terjelaskan dalam buku Ruang Publik Habermas (2007: 56) yang menjelaskan bahwa isu yang didiskusikan

58

menganggap hal ini merusak estetika22

dan sebagian menganggap sebagai

ekspresi seni para pelakunya23

. Jika dilihat lagi melalui kacamata Laswell,

terdapat salah satu aspek yang mengakibatkan komunikasi penggiat wheatpaste di

Salatiga menjadi tidak efektif. Dalam analisis sebelumnya, tembok kota di

Salatiga sendiri tidak dapat dikategorikan sebagai ruang publik ideal Jurgen

Habermas karena tidak terpenuhinya premis bebas dan opini publik. Sehingga,

media atau tembok kota dalam tahapan komunikasi yang efektif menurut Laswell

tidak terpenuhi. Hal ini mengakibatkan pesan yang diterima komunikan

cenderung tidak akan sama dengan maksud dari komunikator itu sendiri. Demi

mempermudah pemaknaan refleksi praktik wheatpaste sebagai proses

komunikasi, peneliti membuat skema ilustrasi proses komunikasi wheatpaste di

Salatiga, berikut:

Gambar 16

Praktik Wheatpaste Salatiga sebagai Proses Komunikasi Laswell

22

Bonita Ika, “Pelaku Vandalisme Diberi Sanksi” Diakses dari: http://radarsemarang.com/2017/11/10/pelaku-vandalisme-diberi-sanksi/ pada 05 Februari 2018 pukul 17.21 23

Bayu Adi, “Cakep! Pertokoan di Solo Disulap Jadi Galeri Mural Nasionalisme”, Diakses dari:https://news.detik.com/berita/d-3702436/cakep-pertokoan-di-solo-disulap-jadi-galeri-mural-nasionalisme pada 05 Februari 2018 pukul 16.57