green+productivity
TRANSCRIPT
1
ISBN 978-979-8559-18-1
Yunia Dwie Nurcahyanie Rusdiyantoro
Sutrisno
2
BAGIAN SATU LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional
- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada industri manufaktur.
- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan.
- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green productivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur.
- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan.
3
DAFTAR ISI BAGIAN 1 BAB 1 LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI 1 1.1 Aktivitas Ekonomi Dan Lingkungan 1 1.2 Perkembangan Pola Konsumsi 3 1.3 Perkembangan Industri Dan Penurunan Kualitas Lingkungan 3 1.4 Industri Dan Peraturan-Peraturan Mengenai Lingkungan 4 BAB 2 PRODUKTIVITAS 7 2.1 Definisi Umum Produktivitas 7 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas 8 2.3 Pengaruh Produktivitas Kerja Terhadap Pencapaian Tujuan Perusahaan 8 BAB 3 PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN 10 BAB 4 PRODUKTIVITAS HIJAU 12 4.1 Definisi Produktivitas Hijau (PH) 12 4.2 Paradigma Baru Produktivitas 12 4.3 Pemicu Timbulnya Produktivitas Hijau (PH) 13 4.5 Gp Memastikan Peningkatan Keuntungan Dan Meningkatkan Kualitas Hidup 13 BAB 5 LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU 16 5.2 Perlindungan Terhadap Polusi 16 5.3 Environment Management System (EMS) 17 5.3 Pengendalian Pencemaran 21 5.4 Produksi Bersih 25 5.5 Good House Keeping 29 5.6 Eco Design 35 5.7 Daur Sumberdaya Alam Dan Persoalan Lingkungan Hidup 51 BAB 6 STUDI KASUS 55 6.1 Studi Kasus 1 55 6.2 Studi Kasus 2 58
4
BAB 1 LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI
1.1 AKTIVITAS EKONOMI DAN LINGKUNGAN
Beberapa tahun terakhir, perkembangan perhatian terhadap kelestarian lingkungan sangat
gencar diberlakukan, survey yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Roberts (1992),
Cropper dan Oates (1992) , OECD (1993), Jaffe dan Stavins (1995), Glass (1996), dan Elkins
dan Spek (1998) berargumen bahwa tidak cukup bukti jika peraturan mengenai kelestarian
lingkungan memiliki efek pada perdagangan internasional. Produktivitas industri atau kegiatan
ekonomi harus bersaing dan lebih kompetitif.
Namun pada faktanya, peneliti lain seperti Porter dan Van der Linde (1995) melakukan
selangkah lebih maju, yaitu mencari fakta dan keuntungan dari aplikasi diawal dari teknologi
yang ramah lingkungan pada industri dan produksi. Mereka melakukan, serangkaian studi kasus
dimana implementasi teknologi ramah lingkungan digunakan telah membuktikan serangkaian
benefit dari mulai minimalisasi limbah, meningkatkan efisiensi dan kualitas. Mereka
berkesimpulan bahwa benefit dari penggunakan teknologi ramah lingkungn ini adalah bukti dari
aplikasi regulasi mengenai lingkungan hidup.
Gambar 1.1 Diagram aktivitas ekonomi dan dampak kepada lingkungan
Sumber: Berbagai Sumber Diolah
Pemicu
Aktivitas Ekonomi
Sumber daya yang didapat dari alam
Dampak dari penggunaan sumber daya , penggunaan
dan pembuangan
Pola konsumsi
Pola Produksi
Perdagangan
Pemicu
LINGKUNGAN
5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Portney, Oates dan Palmer (1994), mereka
mengamati “Porter Hypothesis” dimana asumsi yang diberikan oleh Porter yaitu dengan
investasi pada R & D, dan tdak akan mengurangi profit dan justru meningkatkan kompetitif.
Beberapa teori yang mereka lakukan diantaranya adalah teori X-inefisiensi, namun para ahli
ekonomi tetap berpendapat jika ingin meningkatkan margin keuntungan yang harus dilakukan
adalah menekan biaya produksi. Jika ada teknologi yang mempu meningkatkan efisiensi, maka
mereka akan menggunakannya dan menjadikan investasi biasa. Teori “Innovation offset” oleh
Porter, juga termasuk biaya lingkungan. Biaya pembuangan limbah, yang dicontohkan oleh
Porter, dapat dikurangi melalui penggunaan teknologi baru yang ramah lingkungan, reorganize,
restructured, dan retrofitting. Teknologi end of pipe (akhir daur hidup), disisi lain, tidak
memberikan efisiensi yang diharapkan, terutama untuk jangka panjang.
Lebih jauh, teori rasional ekonomi benar adanya, bahwa variasi pada perlindungan
lingkungan dan berbagai peraturan akan memiliki efek pada divisi internasional buruh dan
alokasi faktor produksi. Jika mengabaikan standar lingkungn justru akan meningkatkan biaya
yang disebut “Polluting Industries” yang mengantarkan pada penurunan produktivitas.
Sampah Teknologi Elektronika Dan Komputer (Electronic-Waste)
Pernahkah terbayang berapa tinggi gundukan yang dihasilkan oleh sampah teknologi seperti
komputer, monitor, printer dan produk-produk teknologi lain setiap tahunnya? Di Kanada saja,
menurut konsultan lingkungan Kanada Enviros RIS, sebanyak 67.324 ton perangkat teknologi
informasi, seperti PC, monitor, notebook dan pelengkapnya akan terbuang di tahun 2005. Belum
yang terdapat di belahan bumi lain.
Untuk menghindari penumpukan limbah teknologi tersebut Hewlett-Packard Canada Ltd.
meluncurkan layanan "take-back” atau layanan menerima kembali komputer dan perangkat yang
tidak lagi diinginkan pengguna, sehingga menghindarkan sampah itu diekspor ke negara
berkembang. Adapun sampah itu nantinya akan dievaluasi apakah akan digunakan ulang,
didonasikan, atau didaurulang secara aman.
"Take-back program” di Kanada dilaksanakan mengikuti suksesnya layanan serupa di
Amerika Serikat tahun lalu," kata Paul Tsaparis, president dan chief executive officer, HP
Canada. Komitmen HP untuk mengurangi electronic waste tidak hanya dengan program daur
ulang sebagai Planet Partners, tetapi juga dengan merancang produk-produk yang menggunakan
6
seminimal mungkin materi berbahaya yang tidak dapat didaur atau digunakan ulang. Layanan
program HP ini mencakup pengambilan barang, transportasi, dan evaluasi terhadap sampah
teknologi, mulai dari PC dan printer sampai ke server dan scanner. Mereka yang ingin
membuang sampah teknologinya diminta membayar antara 20 hingga 52 dollar Kanada sesuai
jumlah dan jenis produk. Dikatakan pihak HP, harga ini menutupi biaya pelayananan semata dan
tidak menghasilkan keuntungan bagi HP. Seluruh perangkat komputer yang diterima akan
dievaluasi terlebih dahulu untuk penggunaan ulang. Produk yang masih berfungsi akan
didonasikan ke suatu program pemerintah "Computer for Schools", yang menyediakan komputer
gratis bagi sekolah di Kanada. Sisanya akan didaur ulang melalui proses yang dirancang untuk
memaksimalkan materi yang masih dapat dipakai. Seluruh produk yang sama sekali tak dapat
digunakan akan dikirim ke Nashville, Tennesse, fasifitas daur ulang dengan teknologi canggih.
Tempat ini dikelola oleh HP dan Noranda Inc. Fasilitas yang dibuka sejak Juli 2001 ini mampu
memproses kurang lebih 680.389 kilogram e-waste per bulannya.
HP dan Noranda telah mengembangkan proses unik yang mengevaluasi perangkat yang akan
diproses, memisahkan bagian yang masih dapat digunakan, dan mendaur ulang sisa-sisa produk
beserta komponennya. Fasilitas seharga 3 juta dollar Kanada ini memiliki shredder canggih
untuk menggiling menjadi berkeping-keping. Dari sana, baru dipisahkan melalui magnet yang
memisahkan metal dan plastik untuk daur ulang. Layanan baru ini menunjang program
lingkungan HP lainnya seperti HP Planet Partners LaserJet supplies program dan Inkjet
supplies, yang beroperasi sejak 1992 dan telah membantu pelanggan mendaur ulang lebih dari 39
juta HP LaserJet cartridges atau 50.000 ton material di seluruh dunia.
Sebagai catatan, dalam program ini HP menerima produk-produk dari produsen lain
untuk didaur ulang. Sejauh ini program baru dilakukan di beberapa negara di Amerika dan
Eropa, namun akan diperluas jangkauannya.
1.2 PERKEMBANGAN POLA KONSUMSI
Komersialisme
Pada dasarnya, usaha-usaha untuk meningkatkan nilai desain lebih dari sekedar benda-
pakai. sekedar pekerjaan menghias atau sekedar penciptaan simbol status, terus berlangsung
dengan berbagai label. "Good Design" yang dipromosikan di Museum of Modern Art, di
Merchandise Mart, Chicago serta Design Council di London, 1950 - 1960 merupakan suatu
7
doktrin atau kredo yang memberi penilaian tinggi kepada produk desain yang berhasil
memadukan ekonomi, teknologi dan estetika secara utuh sehingga dapat diterima pasar. Dogma
ini diangkat untuk meningkatkan aspirasi dan selera publik yang terlalu lama dicekoki strategi
komersialisasi yang dianggap membodohi masyarakat. Dengan bentuk yang ditawarkan, bom
iklan-iklan yang gencar ditayangkan selalu menonjolkan kelebihan dan menutupi kekurangan
produk. Maka dengan sikap estetik baru transaksi antara produk dan pembelinya diangkat lebih
tinggi rnenjadi suatu peristiwa intelektual. Transaksi seperti ini, merupakan akomodasi
masyarakat berpendidikan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas. Komersialisme
dianggap oleh kalangan berpendidikan sebagai “bad taste” dan “low Quality”. Tetapi para
pelaku pasar mampu menyedot perhatian dan mempengaruhi masyarakat luas.
Konsumerisme
Akibat dari aksi komersialisme adalah konsumerisme yang muncul karena pengusaha
terlalu mengeksploitasi calon konsumen sehingga melakukan manipulasi berlebihan dalam
penjelasan kualitas dan volume produknya. Industri yang mendukung aksi komersialisme dan
konsumerisme adalah media massa yang menyebar iklan-iklan mereka. Pada kenyataanya, di
pasar kita menemukan produk yang berkualitas rendah, produk yang berbahaya, produk yang
tidak susila, produk yang menyebabkan kecanduan, produk yang dipalsukan, produk yang cepat
rusak, produk yang menipu dan yang menjebak. Dan orang-orang yang bertanggung jawab pada
kondisi ini adalah para desainer komunikasi dengan iklan mereka.
Dalam manipulasi ini korban terbesar adalah golongan menengah ke bawah serta anak-
anak dan orang tuanya. Daftarnya bisa sangat panjang. Meskipun sudah terdapat Lembaga
Perlindungan Konsumen di Indonesia dan lembaga seperti itu telah mendunia, namun praktek
penipuan, manipulasi dan siasat dagang yang menjebak tidak berkurang terutama di negara-
negara yang sistem kontrol dan hukumnya lemah. Gerakan ini merupakan reaksi sosial langsung
dari pasar yang merasa dirugikan.
1.3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN
Penggunaan material mentah melalui proses penebangan hutan, penambangan liar,
penggunaan air, pengurangan energi sebagai upaya untuk mencari material mentah sebagai
bahan produksi industri untuk memenuhi permintaan pasar terhadap kebutuhan akan produk.
Pemanfaatan sumber daya menyebabkan peningkatan emisi, wastewater, dan solidwaste
artinya pemanfaatan ini tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan meningkatnya
8
emisi, air limbah dan limbah padat, jelas akan sangat merusak lingkungan. Dampak yang terlihat
dari peningkatan emisi seperti rusaknya lapisan ozon, dan rusaknya lapisan ozon ini
menimbulkan efek pemanasan global yang berdampak sangat luas pada kerusakan lingkungan.
Dengan meningkatnya jumlah air limbah akan mencemari air tanah, akibatnya jumlah air
tanah yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan mahluk hidup tercemari dan dampaknya sangat
besar pada kesehatan manusia, dan keberlangsungan hidup hewan dan tanaman.
Peningkatan permintaan selama proses distribusi,menimbulkan sampah dari barang dan
jasa. Artinya selama proses distribusi, setiap produk membutuhkan salah satunya adalah
kemasan. Dimana kemasan ini menggunakan kertas dan plastik sebagai bahan baku utama
sebagian besar kemasan produk. Dengan jumlah peningkatan permintaan produk yang
meningkat, maka kebutuhan akan kertas kemasan pun akan meningkat. Artinya kebutuhan pulp
seabagai bahan utama pembuatan kertas pun meningkat. Dan ujungnya adalah peningkatan
penebangan hutan untuk memenuhi kebutuhan kemasan berbahan kertas pada produk.
Sedangkan kemasan plastik, terdapat berbagai jenis plastik yang bisa didaur ulang, dan yang
tidak bisa didaur ulang. Dan yang lebih berbahaya adalah bahan plastik adalah bahan yang tidak
dapat diproses secara alami oleh tanah.
1.4 INDUSTRI DAN PERATURAN-PERATURAN MENGENAI LINGKUNGAN
Industri dan peraturan-peraturan mengenai lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
- Level Makro dan
- Level Mikro
Level Makro
Richardson dan Multi (1976) menggunakan model general equilibrum untuk analisis mereka.
Pada penelitian mereka, mereka memperkirakan tingkat demand pasar dan suply untuk 81
industri, dengan variasi konsumsi dan elastisitas suplai. Mereka menggunakan input-output
matrix untuk menghitung control direct dan indirect cost. Lebih jauh mereka membangun teori
mereka dengan tiga skenario yaitu:
- The polluter pays principle
- Full subsidization through a Value Added Tax
- Full subsidization by a production tax
9
Perbedaan yang mereka temukan sangat signifikan (2.5% dibawah subsidi, namun 5%
dibawah polluter pays principle). Penyebabnya adalah sektor industri bidang kimia, pemurnian
minyak, industri logam. Dalam rangka menangkap perbedaan tersebut, Richardson dan Mutti
menggunakan model kedua pada tahun berikutnya (1977). Pada waktu ini mereka mencoba
untuk melihat perbedaan diantara kebijakan makro lintas negara dan kontrol lingkungan,
pembiayaan atas kontrol tersebut, nilai tukar dan tingkat fleksibilitasnya. Pada saat ini mereka
menggunakan pendekatan partial equilibrum untuk menghitung biaya langsung pada kontrol
lingkungan dan menghitung tingkat elastisitas efek keluarannya. Hasilnya dampak lebih sedikit
dibandingkan penelitian pertama. Hasil yang lebih baik ini dikarenakan mereka melakukan
penelitian lintas negara dimana biaya didistribusikan pada semua negara. Bagaimanapun efek
biaya kontrol lingkungan dapat dikontrol lebih baik dengan menggunakan instrumen makro
ekonomi.
Model Computable General Equilibrium (CGE) seringkali digunakan untuk menghitung
efek dalam berbagai sektor yang memungkinkan memberi efek pada seluruh aspek ekonomi.
Hazilla dan Kopp (1990) menggunakan model CGE pada ekonomi Amerika untuk menghitung
efek pada Clean Air and Clean Water Acts. Hasilnya $28,3 billion jauh dibawah biaya EPA
($42,5billion). Mereka membuat klaim bahwa input subtitut pada produksi energi dapat
menghemat dana industri daripada mereka membeli peralatan pengolah limbah.
Jorgenson dan Wilcoxen (1990) menghitung biaya pada pollution control, pada tingkat
makro, dengan melaporkan hasil simulasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika dengan
dan tanpa peraturan mengenai undang-undang perlindungan lingkungan pada periode 1973-1985.
Mereka menggunakan general-equilibrium econometric model, dimana determinan pada
perkembangan jangka panjang dianggap sebagai interaksi antara industri untuk melihat perhatian
mereka pada peraturan pada lingkungan. Biaya yang dibutuhkan lebih dari 10% dari keseluruhan
pengaluaran negara dan hasilnya justru penurunan GNP sebesar 0,19% pertahun. Pada tahun
1997, Chaston dkk, mengembangkan pengukuran total factor productivity growth, yang
dirancang untuk menghitung beneficial effect terhadap peraturan pada lingkungan. Untuk
mencari poin-poin terpenting, mereka menggunakan deskripsi sederhana pada ekonomi, layanan
publik, ekspor dan impor, skala pengembalian non konstan, dan non competitive pricing. The
welfare-based measure of productivity growth dipresentasikan untuk mengeneralisasi semua
faktor ini. Untuk lebih lebih operational pada welfare-based measure of productivity growth,
10
tidak hanya membutuhkan faktor-faktor ini, namun mereka harus menghitung keuntungan non
ekonomis dari peningkatan kualitas lingkungan yang sudah jelas sulit.
Level Mikro
Pada tahun 1990, Barbera dan McConnel mengembangkan pendekatan pada dampak
peraturan pada lingkungan menggunakan Total Factor Productivity (TFP) growth . Mereka
membagi menjadi lima industri paling berpolusi diantaranya (iron & steel, pulp & paper,
chemicals, nonferrous metals, dan stone, clay, glass industries).
Model dampak pada TFP ini, mereka mencari investasi terpenting antara kapital yang
lebih sedikit dan lebih produktif. Dari sini, mereka mampu menghitung efek dari keberadaan dan
ketiadaan peraturan tentang lingkungan. Lebih penting lagi, mereka juga menghitung efek tidak
langsung dengan adanya peraturan tentang lingkungan. Hal ini mungkin saja termasuh
mereorganisasi proses, penekanan pada input, peningkatan dan penurunan tenaga kerja, dan
sebagainya. Hasilnya koefisien yang dihasilkan bisa jadi negatif dan positif.
Seperti pada kasus proses logam non besi atau beberapa produksi kimia, efisiensi telah
ditingkatkan dengan input menggunakan air daur ulang, pengelolaan industri yang lebih baik dan
mampu meningkatkan investasi yang lebih produktif, juga emisi yang mampu dikurangi secara
dramatis hal yang sama terjadi juga pada industri kertas.
Pada tahun 1983, Gollop dan Roberts memperkirakan efek terhadap peraturan pada
lingkungan pada industri utilitas listrik menggunakan pendekatan fungsi biaya. Dengan cara
mengukur tingkat kekuatan hukum lingkungan pada fasilitas pabrik mereka meneliti efek
kekuatan dan input konvensional. Namun mereka tidak memisahkan efek langsung dan tidak
langsung. Barbera dan McConnel (1985) memiliki asumsi bahwa peraturan pada lingkungan
mampu mengurangi kapital yang tidak produktif, namun kapital ini juga dikombinasi dengan
input konvensional untuk menghasilkan output dan mengurangi polusi secara simultan.
Metodologi yang digunakan berbeda namun hasilnya sama yaitu koefisien negatif pada
produktivitas, bahkan mampu meningkatkan produktifitas secara besar pada industri listrik
sebesar 0,59% per tahun.
Persoalan utama bagi pada pengembang model adalah hubungan yang sangat kompleks
diantara banyak variabel penting dan korelasi yang sangat tinggi diantara input price membuat
semakin sulit untuk memperkirakan mana yang mampu menjadi cost function. Solusi yang
11
ditawarkan oleh Barberra dan McConnel didapat dengan cara diferensiasi cost function dan share
equations. Dengan cara memperkirakan cara ini mengurangi ketidaklinieran dan memaksimalkan
jumlah data poin.
Satish Joshi pada tahun 1995 mengatakan dalam model sederhana peraturan pada
lingkungan dimana translog function dan factor share equation digunakan dan diuji dengan
berbagai hipotesis dengan efek peraturan, skale effect, dan technical change effects untuk sektor
industri baja US. Bagaimanapun juga peraturan ini mampu menekan penggunaan material,
melalui dampak netral untuk minimills. Meskipun pada pengeluaran operasional lingkungan
secara signifikan berbeda antara steel plant dan minimills, biaya tingkat elastisitas dari peraturan
ini mirip antara kedua sektor.
12
BAB 2
PRODUKTIVITAS
2.1 DEFINISI UMUM PRODUKTIVITAS
Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses
kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti
meningkatkan kesejahteraan dan mutu perusahaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu
pengukuran produktivitas di perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui tolak ukur
produktivitas yang telah dicapai dan merupakan dasar dari perencanaan bagi peningkatan
produktivitas di masa datang
Program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya andil yang
luas dari karyawan atau pekerja yang baik, sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik dan
hal tersebut akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Secara umum produktivitas
diartikan sebagai efisien dari penggunaan sumber daya yang menghasilkan. Sedangkan ukuran
produktivitas pada umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran terhadap satu atau
lebih masukan yang mengeluarkan keluaran (barang dan jasa) tersebut.
Menurut Sukotjo (1995) mengemukakkan bahwa produktivitas adalah sebuah konsep
yang menggambarkan antara hasil dengan sumber modal, tanah, energi dan sebagainya. Ravianto
(1990) mengemukakan produktivitas adalah hubungan kerja antara jumlah produk yang
dihasilkan dengan jumlah sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut
atau dengan rumusan umum yang lebih rasio antara keputusan kebutuhan dan pengorbanan yang
diberikan. Menurut berbagai pendapat di atas mengenai produktivitas, maka untuk mencapai
produktivitas harus dengan cara tepat memastikan sumber-sumber daya harus dipergunakan.
Secara umum produktivitas mencerminkan efisiensi dari penggunaan sumber daya yang
menghasilkan. Ukuran tenaga kerja, modal dan energi yang menghasilkan keluaran tersebut.
Atas dasar masukan dan keluaran tersebut, dicantumkan beberapa rumusan produktivitas yang
dikemukakan oleh Ravianto (1992) yaitu :
Produktivitas Total (PT) = Output/Input (2.1)
13
Berdasarkan uraian mengenai pengertian-pengertian produktivitas diatas dapat
disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan
(input) pada perusahaan industri dan ekonomi secara keseluruhan. Penghargaan serta
penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan produktivitas yang lebih tinggi. Semua ini
mencakup pemberian insentif dan usaha-usaha menambah kepuasan kerja melalui sarana yang
beraneka macam.
Produktivitas merupakan sesuatu yang sangat penting dan mempunyai peranan besar
dalam perkembangan perusahaan. Peningkatan produktivitas akan menghasilkan peningkatan
pada standart hidup dan kualitas hidup pada suatu perusahaan atau negara. Kuncoro (1999)
menyebutkaan bahwa perbaikan produktivitas perusahaan sebagai upaya untuk bertahan,
mengembangkan usaha dan mengoptimalkan keuntungan dapat dilakukan dengan perbaikan
produktivitas partial tenaga kerja, material, energi dan modal.
Sejak awal perkembangannya sampai saat ini telah banyak definisi produktivitas yang
telah dikembangkan. Menurut Summanth (1984), menyatakan definisi produktivitas adalah:
1.Produktivitas partial, perbandingan antara keluaran terhadap salah satu faktor masukkan.
2.Produktivitas faktor total, perbandingan antara keluaran bersih terhadap jumlah masukkan
tenaga kerja dan modal.
3.Produktivitas total, perbandingan antara keluaran dangan jumlah seluruh faktor–faktor
masukkan.
Pengertian produktivitas yang lain dijelaskan oleh Cascio (1998), produktivitas sebagai
pengukuran output berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa
karyawan, modal, materi atau bahan baku dan peralatan. Sejalan dengan pandangan di atas,
Sedarmayanti (2001) menyebutkan produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan
perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah
satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Nuzsep
(2004) menyebutkan bahwa produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau
kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang
merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk
mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Beberapa unsur dalam produktivitas antara lain: efisiensi, efektivitas dan kualitas.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukkan (input) yang
14
direncanakan dengan penggunaan masukkan yang sebenarnya dilaksanakan. Efektifitas
merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik
secara kualitas atau waktu. Sedangkan kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi atau harapan konsumen.
Gambaran ruang lingkup produktivitas terdapat pada skema pada gambar 2.1.
Produktivitas digunakan sebagai sarana manajemen untuk mengevaluasi, menganalisa
dan mendorong efisiensi produksi, serta menempatakan perusahaan pada posisi yang tepat
berkaitan dengan penentuan target/ sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara
tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap massalah-masalah yang saling
berhubungan.
Gambar 2.1. Framework produktivitas
15
Gambar 2.2 Siklus produktivitas
Pada umumnya terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menyusun perbaikan
produktivitas Jonas, dkk (2005) yaitu:
1. Meningkatkan input dan output, dimana peningkatan output lebih besar daripada
peningkatan input.
2. Menurunkan input dan output, dimana penurunan input lebih besar daripada penurunan
output.
3. Input tetap tatapi output meningkat.
4. Input menurun tetapi output tetap.
5. Input turun dan output meningkat.
Terdapat tiga prinsip dasar yang digunakan dalam konsep pengukuran produktivitas
perusahaan, yaitu:
1. Manajer departemen hendaknya diminta untuk mengembangkan ukuran produktivitas
mereka sendiri. Penetapan ini seharusnya melibatkan menajer lini sebagai penanggung
jawab seringkali mengetahui cara terbaik dalam mendefinisikan keluaran dan masukan
pada perusahaan tersebut.
16
2. Semua pengukuran produktivitas hendaknya dikaitkan pada suatu kebiasaan hierarki. Hal
ini untuk memastikan konsistensi rasio pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah.
Manajer departemen hendaknya tidak membuat rasio sendiri tetapi menggunakan rasio
yang telah ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi.
3. Rasio produktivitas sebaiknya memasukkan semua tanggung jawab kerja sampai pada
tingkat yang memungkinkan. Untuk setiap rasio yang didefinisikan, harus mewakili suatu
ukuran total pekerjaan yang dapat diterima.
2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS
Perusahaan mempunyai peranan yang sangat besar terhadap produktivitas kerja
karyawan. Perusahaan harus dapat menjaga agar prodiktivitas kerja karyawan tidak megalami
penurunan dari waktu sebelumnya. Untuk dapat mengetaui turun atau tidaknya produktivitas
perusahaan harus dapat membuat standar kerja yang ditetapkan oleh pihak perusahaan dengan
standar kerja. Sedangkan factor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu:
a. Karyawan :
1) Motivasi diri, integritas
2) Kompensasi
3) Pengetahuan
4) Keterampilan
5) Pengalaman
6) Pendidikan dan pengalaman
7) Kesehatan dan keamanan
b. Suasana kerja
1) Hubungan sesama pegawai
2) Hubungan atasan dengan bawahan
c. Budaya kerja
1) Disiplin
2) Gugus kendali mutu
d. Manajemen
1) Gaya kepemimpinan
2) Kompetensi
17
3) Manajerial
4) Memimpin
5) Mengendalikan dan operasional
2.3 PENGARUH PRODUKTIVITAS KERJA TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN
PERUSAHAAN
Suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini perlu dilakukan agar
perusahaan tersebut dapat melangsungkan kegiatan operasionalnya di masa yang akan datang.
Tujuan peningkatan produktivitas ini dapat dilihat dari beberapa sisi, bagi suatu perusahaan
peningkatan produktivitas ini mempunyai tujuan antara lain:
a. Agar perusahaan tersebut mempunyai daya saing pasar
b. Untuk menjamin kelangsungan kegiatan di perusahaan tersebut
c. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan
d. Agar perusahaan tersebut memungkinkan memperluas perusahaan
e. Agar perusahaan tersebut dapat meningkatkan volume produksinya
Sedangkan untuk tingkat individu, tujuan dan peningkatan produktivitas ini adalah untuk
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mempunyai kesempatan untuk berperan aktif
di dalam perusahaan. Peningkatan produktivitas karyawan dapat dilihat dari bentuk :
a. Jumlah produksi meningkat dengsn menggunakan masukan yang sama
b. Jumlah produksi meningkat yang dicapai dengan menggunakan masukan yang turun
c. Jumlah produksi yang lebih besar yang diperoleh dengan tambahan masukan yang relatif kecil
Dari pembahasan di atas perusahaan akan dengan mudah mencapai tujuannya dengan
adanya produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan perusahaan tersebut. Dengan adanya
pemberian insentif maka pengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan akan sangat
mendorong pencapaian tujuan perusahaan itu sendiri dan pemberian insentif ini merupakan salah
satu faktor dapat mempengaruhi produktivitas kerja.
Produktivitas merupakan salah satu indikator yang sangat dekat dengan prospek ekonomi
jangka panjang. Produktivitas adalah rasio dari output terhadap input untuk situasi produksi yang
spesifik. Peningkatan produktivitas mengimplikasikan lebih banyak output yang dihasilkan
dengan jumlah input yang sama, atau lebih sedikit input yang digunakan untuk memproduksi
jumlah output yang sama. Menurut Sumanth (1985) produktivitas pada dasarnya adalah
18
hubungan antara input dan output dalam pengertian bahwa hubungan antara jumlah output yang
dihasilkan dan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Produktivitas
mengukur hubungan antara input aktual dengan output aktual dalam dua atau lebih periode.
Pengukuran produktivitas tidak menggunakan informasi dari anggaran ataupun standar.
Produktivitas ini membandingkan hubungan antara input dan output aktual dengan organisasi
sejenis atau dengan periode waktu yang berbeda.
Mahoney (Dalam Campbell and campbell, 1990) mendefenisikan produktivitas sebagai
suatu pengertian efisiensi secara umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan dalam suatu
proses yang menghasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (output) itu meliputi penjualan, laba,
kepuasan konsumen, sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga,
keterampilan dan jumlah hasil individu.
Hadipranata (1987) menjelaskan produktivitas kerja selalu disoroti dari dua segi, segi
masukan atau input dan segi hasil atau output. Perbandingan antara kedua segi itu akan menjadi
ukuran dari produktivitas. Pengertian produktivitas secara teknis, ekonomis, dan psikologis
adalah rangkuman atau gabungan antara unsur efektivitas, efisiensi dan kepuasan kerja yang
harus mengandung volume produksi, hemat masukan serta optimalisasi kepuasan kerja secara
manusiawi. Meier (dalam Martaniah, 1990) mengemukakan bahwa kriteria produktivitas antara
lain adalah kualitas, waktu yang dipakai, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas
pekerjaan. Untuk memudahkan pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu : (1) pekerjaan produksi yang hasilnya dapat langsung dihitung dan mutunya
dapat dinilai melalui pengujian hasil sehingga standar yang objektif dapat dibuat secara
kuantitatif, (2) pekerjaan yang non produksi yang hasilnya hanya diperoleh melalui
pertimbangan-pertimbangan subjektif, misalnya penilaian atasan, teman, dan diri sendiri.
Menurut Sinungan (1987), produktivitas diartikan sebagai perbandingan ukuran antara
harga masukan dan hasil. Produktivitas diartikan juga sebagai perbedaan antara jumlah
pengeluaran dengan jumlah masukan. Berbagai ungkapan seperti output, kinerja, efisiensi, dan
efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Secara umum, pengertian produktivitas
dikemukakan orang dengan menunjukan kepada rasio output terhadap input. Input bisa
mencakup biaya produksi dan biaya peralatan. Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan,
pendapatan, market share dan kerusakan. Bahkan ada yang melihat pada performansi dengan
memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagi rasio output dan input.
19
Dengan kata lain, pengukuran efisiensi menghendaki penentuan outcome, dan penentuan jumlah
sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut. Selain efisiensi, produktivitas
juga dikaitkan dengan kualitas output, yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah
ditetapkan sebelumnya (Bernanden Jhon H, Russell Joice E. A, 1993).
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan
menurut Joseph (2005) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.3 Cara Meningkatkan Produktivitas
(Joseph, 2005)
1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Produktivitas dipengaruhi oleh perubahan teknologi, investasi modal, pembelian input dari
luar, penggunaan kapasitas, return to scale, dan keahlian dan tenaga kerja (Filberck dan
Gorman).Menurut Sumanth (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain:
Investasi
Apabila investasi dalam suatu perusahaan meningkat, produktivitas perusahaan juga akan
meningkat.
Rasio Modal/Tenaga Kerja
Apabila rasio modal/tenaga kerja semakin tinggi, produktivitas akan semakin tinggi.
Riset dan Pengembangan
20
Jika riset dan pengembangan semakin sering dilakukan dan diterapkan secara
berkesinambungan, produktivitas akan meningkat.
Pemanfaatan Kapasitas
Dengan mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas secara efektif, produktivitas akan
meningkat.
Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah dapat bersifat mendukung ataupun menghambat perusahaan. Hal
ini tergantung sudut pandang yang digunakan dan posisi perusahaan. Peraturan
pemerintah yang mendukung kinerja perusahaan menyebabkan peningkatan
produktivitas.
Umur Pabrik dan Peralatan
Umur pabrik dan peralatan yang semakin tua menyebabkan kinerjanya tidak sebagus saat
masih baru, apalagi bila telah melampaui umur ekonomisnya. Kinerja yang tidak bagus
menyebabkan pabrik dan peralaan tidak produktif dan produktivitas kseluruhan semakin
menurun.
Biaya Energi
Semakin besar biaya energi yang dikeluarkan, produktivitas semakin menurun. Karena
itu, penting untuk meminimasi biaya energi ini.
Workforce Mix
Workforce mix dalam pengaruhnya terhadap produktivitas sangat tregantung pada jenis
perusahaannya. Pada perusahaan yang pekerjaannya cenderung dilakukan oleh satu
gender saja, keberadaan workforce mix justru akan berpengaruh negatif terhadap
produktivitas. Sebaliknya, pada pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja, keberadaan
workforce mix bisa meningkatkan produktivitas.
Etika Kerja
Etika kerja yang baik membuat pekerja bekerja dengan baik pula dan produktivitas dapat
ditingkatkan. Etika kerja yang buruk menurunkan produktivitas dan harus segera diubah
agar perusahaan dapat bertahan.
Rasa Takut Kehilangan Pekerjaan
Adanya rasa takut kehilangan pekerjaan yang dimiliki pekerja akan menyebabkan mereka
bekerja dengan lebih giat. Dengan demikian produktivitas akan meningkat.
21
Pengaruh Serikat Pekerja
Serikat Pekerja biasanya memberikan pengaruh yang buruk terhadap produktivitas
pekerja. Semakin besar pengaruh serikat pekerja, produktivitas akan menurun. Karena iu
diperlukan kerjasama yang baik antara pihak manajemen dengan pekerja.
Manajemen Perusahaan
Semakin baik manajemen perusahaan, semakin bagus pula produktivitas perusahaan
tersebut.
Menurut Bhaskoro (2005) faktor yang berpengaruh pada produktivitas dapat dibedakan
menjadi tiga tingkat, yaitu:
Tingkat makro terdiri dari:
- Stabilitas politik dan keamanan,
- Kondisi sumber daya (SDM, alam dan Energi),
- Pelaksanaan pemerintah,
- Kondisi infrastruktur berupa transportasi dan komunikasi, dan
- Perubahan struktural dalam bidang sosial dan budaya.
Tingkat mikro terdiri dari:
- Faktor internal meliputi: sumber daya manusia, teknologi, manajemen, demand intensity,
dan struktur modal.
- Faktor eksternal meliputi produktivitas di tingkat mikro level diantaranya kebijaksanaan
pemerintah, kondisi politik, sosial, ekonomi dan hankam serta tersedianya sumber daya
alam.
Tingkat individu terdiri dari:
Sikap mental (budaya produktif), pendidikan, ketrampilan, kompetensi dan apresiasi
terhadap kinerja
Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas, Joseph (2005) mengemukakan sebuah model
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu perusahaan seperti pada gambar dibawah
ini.
22
Gambar 2.4 Model Faktor Produktivitas Perusahaan
(Joseph, 2005)
Bagaimanapun, terdapat banyak faktor, baik input maupun output, yang mempengaruhi
pengukuran produktivitas dalam suatu perusahaan. Dari dalam perusahaan itu sendiri antara lain
produk, pabrik dan peralatan/perlengkapannya, teknologi, bahan dan energi, sumber daya
manusia, organisasi dan sistem, metoda kerja, dan manajemen. Sedangkan dari eksternal
meliputi kebijaksanaan pemerintah, kondisi politik, social, ekonomi, dan hankam, serta
ketersediaan sumber daya alam.
23
BAB 3
PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN
3.1 Usaha Menuju Pengembangan Berkelanjutan
Seperti dipaparkan oleh Tolba (1992) bahwa lingkungan adalah sebuah konsep yang
kompleks dan dinamis dan disusun dari komponen interaktif. Pengetahuan manusia tentang
komponen ini dan cara mereka berinteraksi diantara manusia, antara sumber daya alam dan
lingkungan telah berkembang menjadi sangat signifikan. Maka usaha manusia untuk bisa selaras
dengan lingkungan dan sejahtera dalam planet bumi, masih memerlukan kesepakatan dan
komitmen bersama seperti yang yang tertuang dalam Agenda 21 yang melahirkan konsep
"sustainable development", inisiatif tumbuhnya komiment baru dari berbagai industri dan
perusahaan besar terhadap lingkungan seperti "The World Business Council for Sustainable
Development" (WBCSD), "World Industry Council for the Environment"(WICE), dan the
"International Chamber of Commerce"(ICC) dan sebagainya
Skenario model dunia untuk evaluasi dampak dari pola konsumsi dunia yang dirancang
oleh The Club of Rome (Meadow et.al, 1972) dan kemudian diperbaruhi oleh Meadow (1992).
Model dunia dari group periset MIT ini mensimulasikan dinamika perubahan dunia yang
memasukkan 2250 variabel perubahan dengan simulasi sebanyak 90.000 kali menghasilkan
rekomendasi sebagai berikut
1. Untuk mencegah penurunan output produksi makanan , energi, dan produk industri
maka pertumbuhan permintaan material dan populasi penduduk bumi harus diturunkan
dalam saat yang bersamaan perlu peningkatan efisiensi penggunaan material dan energi.
2. Mempertahankan kelestarian planet bumi perlu persyaratan kelayakan ekonomis dan
teknologis.
Aktivitas industri yang ada saat ini bisa dipandang sebagai suatu "ekosistem industri",
karena melibatkan arus material dan energi yang berasal dari lingkungan. Sehingga industri yang
menyebabkan percepatan aliran material dan energi dari sumbernya di ekosistem sekaligus
mengancam keberadaan planet bumi. Karena industri membuang emisi pollutant ke udara,
limbah cair dan padat, B3, dan pollutant lain masuk dalam rantai sistem makanan. Sekali masuk
dalam ekosistem dalam rantau makanan, seperti pollutant beracun, logam berat, peptisida dan
herbisida dalam produk pertanian, menyebabkan penyakit dan kanker bagai manusia.
24
Sedemikian juga bila merusak lapisan ozone, dan membuat penumpukan gas rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global dan seterusnya.
Seperti digambarkan pada gambar 3.1 berikut industri manufaktur memiliki kontribusi
yang signikan menghancurkan ekosistem dan merusak lingkungan disaat melakukan proses
manufakturnya, menggunakan atau saat membuang produk tersebut, bila tingkat percepatan
pertumbuhannya melebihi kecepatan pemulihan sumber daya alam mensuplai bahan baku
industri. Setelah revolusi industri, lebih 60 % sumber daya alam di planet bumi mengalami
deplesi yang sangat kritis. Ini artinya tidak lebih dari 200 tahun, manusia dan aktivitas
industrinya telah menghabiskan cadangan sumber daya alam produksi sistem alami yang proses
pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun, juga yang bumi menjadikan menjadi planet
rapuh dengan kualitas lingkungan yang memburuk. Karenanya "sustainability" dari industri atau
industri yang berwawasan lingkungan menjadi suatu "condition sine quo none" bagi
mempertahankan kehidupan manusia di planet bumi.
Gambar 3.1 . Ekosistem Industri berupa Aliran Material dan Energi
(Sumber: Ciptomulyono, 2000)
L i n g k u n g a n
MineralDepositBarang logamSDA lain
Refining,Pemurnian,Pemrosesan
Produk Antara
Proses ProduksiPemabrikan(manufacturing)
Produk danMaterial Jadi
ConsumerproduksIndustri
EMISI GAS DAN PARTIKEL DEBU
Produk Terbuang
LimbahPadat ketanah
Komponen rebuildRefubish
Pemilahan materialDismantlingDisassembly
Daur-ulangPemulihanEnergi
Daur ulangmaterial skrap
Daur ulangmaterial skrap
Daur ulangmaterial skrap
KEBOCORAN ENERGI DA N LIMBAH: ENERGI PANAS,LIMBAH CAIR DAN PADAT
Energi PrimerMinyak mentahBatu baraHidroSolar,OTEC,GeothermalEnergi Angin
RefineriesDistribusiPembangkitListrikSalurantransmisi
Energi yangdisalurkan :BBMGas, Listerik
TransportasiAnkutan,IndustriDomestik
Energi terpakaiPenggerakPemanasPendingin
Output: Perpindahan Material Konversi Penerangan Pendingin, pemanas
Dimodifikasi dari Tipnis[1995]
25
Hentschl (1993) menggagas konsep "ecomanufacturing" mendasarkan pada sistem
produksi yang berkelanjutan (sustainable production system) untuk menghasilkan sebuah
produk. Produk industri hasil proses manufacturing tersebut didisain, diproduksi, didistribusi,
dimanfaatkan dan kemudian dibuang sebagi sampah yang dapat meminimalkan dampak
kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan serta dengan mengkonsumsi sumber daya alam
seminimalnya mungkin (material dan energi). Dalam sistem manufacturing semacam ini akan
diperoleh performance industri/ organisasi yang "eco-efficiency", secara ekologis aman dan
secara ekonomis efisien (DeSimone dan Popoff,1998).
Dalam sejarah industri manufaktur beberapa evolusi teknologi maupun proses
manufacturing terjadi perubahan mendasar yang ditemui. Misalnya dari mulai industri
manufaktur senjata api pada abab XV hingga sekarang menurut Tipnis (1995) terjadi pergeseran
yang nyata. Perubahan industri manufaktur diketemukan dalam hal pengerahan mesin yang
dipergunakan, variasi jumlah komponen, perbandingan karyawan dan manajer juga dalam proses
manufaktur yang berbasiskan kerajinan menjadi mass production (interchangability: go/no go),
dari sistem Taylor (Motion Time Study) menjadi Sistem dinamis pengendalian proses statistik
dan CIM (Computer Integrated Manufacturing) dan seterusnya. Paradigma ini juga menggeser
ethos kerja, pengendalian proses, standart kerja, kompetensi, perilaku organisasi dan sebagainya.
Bilamana paradigma berubah terlihat bahwa banyak hal atribut industri manufactur juga berubah,
karenanya perlu dipertanyakan paradigma apa yang berkembang di awal abad XXI ini.
3.2. USAHA PENERAPAN PRODUKTIVITAS BERKELANJUTAN UNTUK USAHA KECIL
DAN MENENGAH DI JAWA TIMUR
Pengembangan desain produk saat ini menjadi issue sentral dalam setiap pembicaraan
pengembangan di industri kreatif di Indonesia, tidak terlepas dalam perhatian kita perkembangan
industri kreatif yang langsung bersentuhan dengan desain produk terutama produk manufaktur
yang dibuat oleh pengusaha kecil dan menengah.
Di Indonesia sudah terbukti bahwa Industri kecil dan menengah sangat kuat dalam
menahan desakan krisis ekonomi mulai tahun 1998, dan terjadi krisis global tahun 2006-2008
lalu. Namun nyatanya perkembangan mereka masih belum dapat terlihat secara signifikan.
Desa Ngingas Kecamatan Waru merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sidoarjo-Jawa
Timur yang banyak didirikan unit logam dan furnicraft (UKM Logam). Koperasi Koperasi Waru
26
Buana Putra (WBP) mendapatkan status badan hukum pada tanggal 26 Desember 1978 dengan
surat no: 4132/BH/II/tg 26 Desember 1978. Letak desa dimana koperasi berada adalah di
perbatasan antara kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo, yaitu dekat bundaran Waru.
Anggotanya tersebar di tiga desa yaitu di Ngingas, Kureksari dan Wedoro. Di desa ini
terdapat unit usaha sebanyak 300 unit lebih. Tenaga kerja yang ditampung bervariasi antara 5–0
orang per unit , sehingga diperkirakan tenaga kerja keseluruh an adalah 3000 orang. Pada tahun
2009 omset sentra per bulan berkisar antara Rp.10 – Rp.15 Milyard. Di era 1980 hingga awal
1990-an koperasi tersebut memiliki peran penting dan menonjol bagi para pengrajin logam
setempat. Jumlah anggota yang semula 24 orang dalam perkembangannya bertambah menjadi
180 orang hingga saat sekarang yang tersebar ke tiga desa. Hal itu menunjukkan bahwa
masyarakat menarik kepercayaan cukup besar terhadap koperasi yang tergabung dalam Kopeasi
Industri dan Kerajinan (Kopinkra) Sidoarjo itu.
Berdasarkan penjelasan Ketua Koperasi WBP, Abdul Muchit Adnan, koperasi tersebut
telah mengalami jatuh bangun dalam memberdayakan perekonomian masyarakat. Pada saat
terjadinya proses transisi dari koperasi binaan pemerintah menjadi koperasi mandiri pada 1992,
situasinya cukup sulit. Untuk membesarkan koperasi, pihak Koperasi WBP membentuk jaringan
usaha dengan mitra bisnis lainnya. Upaya itu dinilai mutlak perlu, karena tidak mungkin koperasi
bisa besar hanya dengan berdiri sendiri.
Karena itu, kata Bapak Abdul Muchit Adnan, Koperasi WBP diarahkan untuk
membangun hubungan bisnis dengan sejumlah perusahaan besar, dan sejauh ini telah terjalin
kemitraan usaha saling membutuhkan antara koperasi tersebut dengan PT Surabaya Industrial
Estate Rungkut (SIER), PT Semen Gresik (Persero), PT PLN (Persero) dan lainnya lagi.
Langkah-langkah tersebut dilakukan demi melayani kebutuhan anggota dan masyarakat
sekitar, agar loyalitas yang selama ini terbangun dapat dilestarikan, namun diakui oleh beliau,
jika sebagian besar tukang yang bekerja di sentra industri Ngingas adalah tukang yang berdasar
pengalaman saja. Mereka belajar secara otodidak, sehingga jika ada beberapa kesalahan teknik
pengelasan, mereka merasa tidak tahu menahu karena memang mereka tidak pernah mengikuti
pelatihan formal dan tidak tersertifikasi. Melalui kelompok pengusaha kecil desa Ngingas
diharapkan terdapat penyebaran ilmu/informasi kepada para pengusaha desa lainnya yang telah
menjadi anggota koperasi WBP. Ketua koperasi, Bpk. Abd. Muchit Adnan, menjelaskan bahwa
27
sampai dengan saat ini koperasi telah berperan aktif dalam meningkatkan kinerja pengusaha
kecil melalui kegiatan Manajemen UKM antara lain :
1) Sebagai tempat berkumpulnya para pengusaha kecil untuk membahas permasalahan usaha
2) Membantu mendatangkan bahan baku
3) Memberikan contoh model pekerjaan logam yang sedang diminati oleh pasar
4) Membantu memasarkan produk
Namun Koperasi WBP kesulitan untuk melaksanakan pelatihan desain produk dan peningkatan
ketrampilan las bagi anggotanya. Beberapa kegiatan Anggota Koperasi WBP yang berhasil
didokumentasikan oleh tim dalam survey awal antara lain :
Gambar 3.2. Para Foto Koperasi Waru Buana Putra, Ngingas, Sidoarjo
Gambar 3.3. Proses pengelasan di salah satu anggota WBP
28
Gambar 3 .4 Proses mengebor di salah satu anggota WBP
UKM las logam dan furnicraft desa Ngingas dan sekitarnya telah dilakukan secara turun-
temurun. Para pengrajin membuka usaha bengkel las secara berjajar di sepanjang jalan desa
Ngingas, dengan berbagai jenis produk yang dibuat mulai dari furnicraft sampai pada produk
komponen alat berat yang biasa digunakan oleh PLN yang membutuhkan mesin-mesin bertonase
besar, mampu diproduksi oleh pengrajin di Ngingas. Untuk pembelian secara partai, biasanya
konsumen langsung menghubungi pengrajin melalui produk pesanan. Model beserta karateristik
barang ditentukan berdasarkan kriteria pemesan.
Sebelum musibah lumpur lapindo menimpa daerah Sidoarjo, sentra pemasaran tersebut
banyak dikunjungi pelanggan dari berbagai daerah (dalam dan luar Jawa Timur). Para pengusaha
kecilpun banyak yang menggantungkan hidupnya pada hasil penjualan aneka produk logam.
Tetapi sejak musibah lumpur lapindo sejak Desember 2006, terjadi penurunan omzet penjualan
sebesar 60%. Media massa nasional sangat gencar memberitakan dampak sosial dari luapan
lumpur lapindo ini beserta kerusakan fasilitas umum di sekitar semburan, sehingga sangat cepat
diketahui oleh masyarakat Indonesia. Ketika diberitakan bahwa yang rusak adalah jalan tol
Porong Sidoarjo maka terbayanglah kemacetan lalu lintas wilayah tersebut, yang pada dasarnya
merupakan akses utama menuju sentra pemasaran produk logam tersebut. Akibatnya, orang
menjadi malas untuk memesan produk logam di sana. Sepinya bengkel las di Ngingas
berdampak langsung pada image pasar bahwa produk logam daerah ini kurang bisa diterima
pasar. Pembelian eceran berkurang, pemesanpun berkurang drastis. Dari hasil wawancara
dengan ketua koperasi diperoleh informasi bahwa sebetulnya para pengusaha kecil telah
mencoba menawarkan produk ke berbagai toko logam di luar Sidoarjo, khususnya Surabaya dan
29
Malang. Usaha ini mengalami kendala karena model yang ditawarkan tidak sesuai dengan selera
pasar (tidak up-to-date) dan kurang inovatif. Wajar sekali kalau kendala tersebut mereka temui
karena selama ini mereka telah terbiasa menerima order dalam bentuk pesanan, di mana
seringkali bentuk dan bahan baku produk logam sudah ditetapkan oleh pemesan. Akibatnya,
kreativitas pengusaha kecil dalam mendesain produk logam menjadi terhambat. Turunnya omzet
penjualan tentunya juga berdampak pada turunnya pendapatan yang diterima para pengrajin.
Agar omzet penjualan tidak terus menurun, beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pengrajin
antara lain :
1. Membuat pengembangan perancangan model produk logam yang inovatif dan orisinil hasil
karya pengrajin bukan hasil meniru yang disesuaikan dengan permintaan atau selera pasar.
2. Meningkatkan skill pekerja dengan cara melakukan pelatihan las dan sertifikasi las logam
yaitu SMAW dan GTAW.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan mendasar yang dialami oleh
para pengusaha logam Ngingas adalah :
1. Belum mampu mendesain produk logam yang up-to-date dan inovatif sesuai dengan selera
pasar sehingga terus kalah bersaing dengan produk kompetitor.
2. Tidak mampu mengembangkan produk karena keterbatasan pengetahuan tentang teknologi
logam dan las logam yang tepat, karena tidak pernah mengikuti sertifikasi.
Permasalahan tersebut telah dibahas dalam pertemuan rutin anggota koperasi. Tetapi
karena keterbatasan kemampuan pengurus, maka sampai dengan saat ini belum ditemukan solusi
yang tepat untuk mengatasinya. Peningkatan kegiatan pengembangan ilmu dan teknologi
perguruan tinggi melalui penyuluhan dan pelatihan desain produk untuk selalu berinovasi pada
produk yang dibuat, serta pelatihan las logam dengan kompetensi SMAW dan GTAW. Secara
sistimatis target keberhasilan pencapaian tujuan adalah ditujukkan di Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Target keberhasilan pencapaian tujuan
INDIKATOR BASELINE MIDLE FINISH Kemampuan strategi pemasaran Rendah (20%) 60% mampu 80% mampu Kemampuan dasar mendesain Rendah (20%) 40% mampu 80% mampu Kompetensi las SMAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu Kompetensi las GTAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu
30
Dari pengalaman yang dijalankan oleh penulis, ternyata sebagian besar pekerja di Desa
Ngingas Kecamatan Waru Sidoarjo memang belum pernah memiliki pelatihan terstruktur
terutama pengelasan SMAW dan GTAW yang menjadi keterampilan wajib untuk
mengembangkan desain dan rancangan logam seperti yang diproduksi Ngingas dan pangsa pasar
yang diincar oleh Kelompok KUD Wirabuana.
31
BAB 4
PRODUKTIVITAS HIJAU
4.1 DEFINISI PRODUKTIVITAS HIJAU
Sebuah paradigma baru dari socio economic development menjadi bagian dari perkembangan
ekonomi dan peningkatan produktifitas sejalan bersama dengan perlindungan lingkungan.
4.2 PARADIGMA BARU PRODUKTIVITAS
Sebuah konsep integrasi dari produktivitas, produktivitas dipandang dengan dua cara yaitu
sebagai sebuah tujuan dan sebagai sebuah cara. Produktivitas adalah sebuah tujuan dijelaskan
dari segi konsep sosialnya. Dan sebagai sebuah metode, produktivitas dilihat dari tehnik,
ekonomi dan konsep manajemen.
Tradisional terfokus pada produktivitas untuk memastikan keefektifan biaya melalui
pengurangan biaya
Peningkatan Kualitas dan kepuasan pelanggan menjadi fokus selanjutnya.
Dalam green productivity, fokus tidak hanya peningkatan produktivitas untuk lebih efisien biaya
dan peningkatan kualitas, namun juga memasukkan unsur kelestarian lingkungan dalam
prosesnya. Seperti yang terlihat pada diagram dibawah ini.
Gambar 4.1. Dasar dari Green Productivity
produktivitasas
kualitas
biaya
Langkah selanjutnya membutuhkan integrasi dengan “lingkungan” kedalam program pengembangan produktivitas
lingkungan
PRODUKTIVITAS HIJAU
32
Ignore
Dilution and Dispersion
Treatment
Prevention
GP1990s
1980s
1970s
1960s
1950s
Perkembangan mengenai pengertian produktivitas sudah bergeser dari masa ke masa, mulai dari
tahun 1960an, dimana industri tidak mempedulikan lingkungan, sampai pada era tahun 90an
yang sudah mulai memperhatikan lingkungan dalam industri.
Gambar 4.2 Perkembangan produktivitas dari masa ke masa
4.3 PEMICU TIMBULNYA PRODUKTIVITAS HIJAU
Berikut ini adalah aktivitas-aktivitas sebagai pemicu timbulnya produktifitas hijau:
Dimulai dari Rio Earth Summit, kegiatan ini intinya adalah timbulnya komitmen bersama
terutama negara-negara industri untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama
untuk mengurangi emisi dan polutan yang ditimbulkan dari proses industri dan kegiatan lain
yang menimbulkan polusi yang merusak lingkungan. Kemudian dikembangkan konsep green
productivity berdasarkan konsep produktivitas dan peraturan-peraturan perlindungan lingkungan
.Konteksnya dibuat oleh APO dan aktivitas GP mulai tahun 1993 kedepan, aktivitas ini fokus
pada demonstrasi, diseminasi dan promosi terutama kegiatan yang lebih memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Sehingga definisi green productivity lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut; Green
Productivity (GP) adalah strategi untuk meningkatkan produktivitas dan performa lingkungan
sekaligus untuk pengembangan ekonomi secara utuh. GP adalah aplikasi dari produktivitas yang
33
sebenarnya dan sebagai tool manajemen lingkungan, tehnik, teknologi untuk mengurangi
dampak lingkungan dari aktivitas organisasi, barang dan jasa.
4.4 KONSEP GREEN PRODUCTIVITY (GP)
Konsep dari GP didasari dari integrasi dua strategi pengembangan yang penting yaitu
strategi pengembnangan kualitas lingkungan dan peningkatan produktivitas, sehingga dengan
gabungan dua strategi ini diperoleh kerangka kerja untuk dilakukan contious improvement,
sekaligus untuk sustainable development.
Tujuan dari GP adalah
- Mengidentifikasi cara untuk menghindari polusi dari sumber/akarnya
- Mengurangi level input sumberdaya melalui optimasi dan atau rasionalisasi
- Meningkatkan efisiensi sumberdaya untuk melindungi sumberdaya alam dan meningkatkan
produktivitas sekaligus
Pengertian produktivitas sebelumnya hanya melihat dengan perbandingan output dan input,
sedangkan pada green productivity perbandingan antara output dan inputnya terdiri dari raw
material, tenaga kerja, pengendalian energi, kesehatan dan keselamatan kerja, biaya yang timbul
karena lingkungan dan sebagainya
(4.1)
(4.2)
4.5 GP MEMASTIKAN PENINGKATAN KEUNTUNGAN DAN MENINGKATKAN
KUALITAS HIDUP
Konvensional manufaktur memiliki langkah kerja sebagai berikut, dengan input antara lain
raw material, energi, air dan tenaga kerja, peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara
mengurangi input, setelah itu memasuki proses produksi dan menghasilkan produk demi produk
seiring dengan limbah yang juga ditimbulkan.
34
Sedangkan untuk proses green productivity, dipikirkan mulai pengurangan input material,
lebih hemat nenergi, lebih efisien tenaga kerja, setelah itu memasuki proses produksi, dengan GP
proses produksi lebih efisien hasilnya adalah diprodua penguran produksi barang-barang yang
lebih aman terhadap konsumen dan lebih aman terhadap pengguna, sekaligus lebih aman
terhadap lingkungan karena adanya sistem perlindungan lingkungan.
Gambar 4.3. Perlindungan Lingkungan dengan Green Productivity
Konsep green productivity ini meliputi beberapa pemikiran didalamnya yaitu :
• Pollution Prevention
• Environment Management System
• Pollution Control
• Occupational Safety & Health
• Cleaner Production
• Eco- efficiency
• Responsible Care
• Environment Stewardship
35
• Social Accountability
• Corporate Environment Response
• Eco-design
• Dan sebagainya
PRODUKTIVITAS HIJAU
Produktivitas hijau (Green productivity) adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas
bisnis dan kinerja lingkungan pada saat yang bersamaan dalam pengembangan kinerja
lingkungan d dan pengembangan sosial ekonomi secara keselutuhan. Metode ini
mengapliukasikan teknik, teknologi dan sistem manajemen untuk menghasilkan barang dan jasa
yang sesuai dengan lingkungan atau ramah lingkungan (APO,2003).
Green productivity merupakan bagian dari progtram peningkatan produktivitas yang
ramah longkungan berkelanjutan (sustainable development). Green productivity adalah suatu
konsep peningkatan produktivitas yang berorientasi pada perlindungan lingkungan yang
didasarkan atas keseimbangan antara peningkatan produktivitas dan pebangunan berkelanjutan.
Hubungan antara produktivitas dan lingkungan dapat dilihat dari gambar 2.1
Gambar 4.4. Hubungan produktivitas dengan lingkungan
Konsep dasar green productivity diambil dari penggabungan dua hal penting dalam strategi
pembangunan, yaitu:
- Perbaikan produktivitas
- Perlindungan lingkungan
36
Green engineering atau green productivity mempunyai empat tujuan umum (Billatos, 1997)
dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi produksi ketika
diimplementasikan pada lantai produksi yaitu:
1. Pengurangan limbah (Waste Reduction)
2. Manajemen material (Material Management)
3. Pencegahan polusi (Pollution Prevention)
4. Peningkatan nilai produk (Product Enhancement)
4.6.MAANFAAT PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY
Penerapan green productivity akan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak
(stakeholder), antara lain:
Bagi perusahaan
- Penurunan waste dengan adanya efisiensi penggunaan sumber daya
- Penurunan biaya operasi dan biaya pengolahan lingkungan
- Pengurangan atau bahkan eliminasi dari hutang-hutang jangka panjang
- Peningkatan produktivitas
- Mendukung regulasi pemerintah
- Image yang lebih baik dimata masyarakat
- Meningkatkan keuntungan bersaing
- Meningkatkan profit dan pangsa pasar
Bagi karyawan:
- Meningkatkan partisipasi para pekerja
- Meningkatkan kesehatan lebih baik
- Kualitas kerja lebih baik
Bagi konsumen:
- Produk dan jasa memiliki kualitas tringgi
- Tingkat harga yang terjangkau
- Pengiriman barang tepat waktu
METODOLOGI GREEN PRODUCT
Bagian penting dari metodologi green productivity adalah pemeriksaan dan evaluasi ulang dari
proses produksi untuk mereduksi beban lingkungan dan jalan terbaik menuju perbaikan
37
produktivitas serta kualitas produk. Metodologi Green Productivity terdiri dari 6 tahapan
(APO,2001) sebagai berikut:
Tahap1 : Getting Started
Tahap awal dalam penerapan green productivity merupakan proses pengumpulan informasi dasar
dan proses identifikasi ruang lingkup permasalahan. Dimana proses ini perlu mendapatkan
dukungan dari manajemen senior untuk memastikan bahwa sumber daya yang dimiliki
perusahaan telah memadai demi kesuksesan penerapan Green Productivity. Oleh sebab itu
diperlukan adanya tim tersendiri dalam penerapan Green Productivity. Terdapat 2 aktivitas
utama pada tahap ini, yaitu
a. Membentuk tim Green Productivity (GP)
Tim GP bertanggungjawab untuk mengatur dan mengkoordinasikan keseluruhan program
GP. Tim GP juga bertanggungjawab dalam mengidentifikasi dengan tepat. Tim harus
mampu mengidentifikasikan area-area yang potensial, mengembangkan solusi dan
memfasilitasi dalam mengimplementasikan solusi GP.
b. Walk through survey
Walk through survey dilakukan untuk mengidentifikasikan rangkaian proses produksi.
Pada tahap ini ditentukan process diagram alir, initial layout dan material balance.
Kemudian tim GP harus mengetahui operasi-operasi yang menghasilkan waste termasuk
estimasi atau perkiraan mengenai waste yang dihasilkan dari tiap-tiap proses yang
berbeda. Berikut ini adalah tool yang dipergunakan beserta jenis data yang diperlukan:
- Flowchart
Merupakan diagram yang menjelaskan tentang aktivitas yang berkelanjutan seperti
pengumpulan informasi, analisis, operasi dan membuat keputusan. Dalam kerja GP ini
flowchart digunakan untuk mengidentifikasikan proses produksi mulai bahan jadi sampai
siap dipasarkan.
- Material Balance
Berfungsi untuk proses evaluasi kualitatif terhadap material input dan output. Bentuk dari
material balance dapat dilihat dari gambar 2.2.
Data yang diperlukan antara lain:
1. Jumlah bahan baku.
2. Jumlah material pendukung.
38
3. Jumlah sisa hasil produksi.
Prinsip dasar dari material balance untuk sebuah sistem produksi adalah sebagai berikut:
Material = Produk+waste
Keterangan:
- Input material meliputi raw material, bahan kimia, energi dll
- Produk adalah output akhir yang baik dari proses produksi pabrik
- Waste meliputi limbah padat, limbah cair, limbah panas, produk cacat, dan sebagainya
gambar material balance di HP.
Tahap 2. Planning
Pada tahap planning ini terdapat 2 langkah utama yaitu sbb:
a. Identifikasi masalah dan penyebabnya
Data dan informasi yang didapatkan dari proses walk through survey kemudian
digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dan penyebabnya. Hal ini dilakukan
dalam tahap planning ini, dimana tools yang digunakan adalah brainsorming dan
diagram sebab akibat (cause effect diagram).
- Brainstorming
Merupakan tool yang sering digunakan untuk memunculkan ide-ide dimana dilakukan
pertukaran pikiran atau ide. Tool ini dilaksanakan dan digunakan oleh anggota tim untuk
mengidentifikasikan akar penyebab suatu permasalahan atau untuk menemukan solusi
dari permasalahan tersebut.
- Diagram sebab akibat (cause effect diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu
masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Bentuk umum diagram sebab
akibat ditunjukkan pada gambar berikut:
b. Menentukan tujuan dan target
Setelah akar permasalahan dan penyebabnya diketahui, maka berikutnya ditentukan
tujuan dan target yang ingin dicapai perusahaan sebagai petunjuk bagi tim GP untuk
memilih alternatif yang dapat mengurangi penyebab permasalahan. Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan antara lain adalah:
- Tujuan harus didasarkan pada masalah yang telah teridentifikasi
39
- Tujuan mungkin akan menghasilkan lebih dari satu target
- Target yang diinginkan harus sesuai dengan kebutuhan
- Harus ada indikator yang dipakai untuk mengetahui pencapaian target dan tujuan dalam
suatu satuan waktu
Tujuan dan target diatur dalam ruang lingkup masalah. Angka produktivitas dan Indikator
Performasi Lingkungan (EPI) juga diidentifikasi pada tahap ini. Disamping itu, untuk
mengurangi unsur subyektifitas dalam mengidentifikasi kriteria input EPI harus dilakukan
penyebaran kuisioner dan studi literatur.
Tahap 3: Generation And Evaluation
Tahapan ini memiliki 2 langkah utama yaitu sebagai berikut:
1. Menyusun alternatif-alternatif GP
Langkah ini sangat krusial sekaligus memerkulan kreativitas yang tinggi untuk menemukan
metode-metode yang memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini,
proses brainstorming akan sangat membantu untuk menciptakan ide-ide perbaikan.
2. Screening, evaluation dan prioritization dari alternatif-alternatif GP
Di saat alternatif-alternatif GP telah teridentifikasi, maka tim akan memilih dan
memprioritaskan alternatif yang paling memungkinkan. Alternatif tersebut diuji
kelayakannya baik secara teknis maupun secara finansial. Salah satu metode yang digunakan
dalam pemilihan alternatif solusi adalah metode annual worth (metode deret seragam).
Pengertian metode Annual Worth, dalam metode ini semua aliran kas yang terjadi selama
horizon perencanaan dikonversikan ke dalam deret seragam dengan tingkat bunga sebesar
MARR (Pujawan, 1995). Biasanya akan lebih mudah kalau perhitungan deret seragam ini
dilakukan dari P(present) sehingga akan berlaku hubungan:
A(i)=p(i)(A/P,i%,N)… (4.3)
A=Abenefit - Acost
Keterngan:
A = Nilai Deret Seragam
i% = Tingkat Bunga
N = Perencaan Horizontal (Horizon Planning)
Bila alternatif-alternatif yang dibandingkan bersifat mutually exlusive, maka yang dipilih adalah
alternatif yang memiliki deret seragam yang terbesar. Dengan kata lain, bila aliran kas hanya
40
terdiri atas biaya, maka yang dipilih adalah alternatif yang membutuhkan biaya seragam yang
paling kecil.
Tahap 4: Implementation of GP options
Terdapat beberapa langkah-langkah dalam mengimplementasikan alternatif soluasi dari GP,
yaitu sebagai berikut:
a. Merencanakan implementasi GP
Perencanaan implementasi ini merupakan detail kegiatan yang akan dilakukan, batasan waktu
pelaksanaan, dan personel yang akan terlibat didalamnya yang akan menjamin proses
implementasi berlangsung dengan baik.
b. Mengimplementasikan Alternatif terpilih
Jika segala hal dalam tahap perencanaan telah dilakukan dengan baik, maka tim GP dapat
melaksanakan solusi terpilih secara simultan.
c. Pelatihan, awarness building, dan mengembangkan kompetensi
Untuk dapat menjamin pelaksanaan solusi terpilih, maka perlu dilakukan pelatihan bagi tenaga
kerja untuk memberikan gambaran mengenai konsep GP serta mengerti peran serta masing-
masing.
Tahap 5: Monitoring and review
Pada tahapan ini dilakukan beberapa aktivitas seperti berikut :
a. Memonitor dan mengevaluasi hasil
Kinerja dari solusi yang dilaksanakan harus dimonitor agar dapat dibandingkan dengan target
dan tujuan yang telah ditentukan pada tahap awal, sehingga pihak manajemen dapat melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk meminimalkan deviasi
b. Management review
Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah seluruh metodologi GP ini dilaksanakan dengan
efentif. Review tersebut meliputi: efektifitas pelaksanaan GP, benefit yang diperoleh, cost
savings yang dicapai, kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pelaksanaan dan identifikasi
untuk perbaikan selanjutnya.
Tahap 6. Sustaining Green Productivity
Dalam tahapan ini terdapat dua hal penting yang harus dilakukan yaitu:
a. Menggabungkan perubahan-perubahan dalam sistem manajemen organisasi
41
GP harus diintegrasikan menjadi bagian-bagian dari manajemen harian. Tim GP harus
membentuk sistem terstruktur agar sistem tersebut berjalan efentif, maka perlu untuk terus
memperbarui kebijakan , target, tujuan, dan prosedur saat diperlukan.
b. Identifikasi permasalahan baru untuk continus improvement
Saat siklus pertama selesai dilakukan maka permasalahan dapat muncul karena beberapa
faktor, antara lain perubahan harga dan ketersediaan resources, kompetisi baru, adanya
produk dan pasar baru, dan sebagainya. Oleh sebab itu akan ada kesempatan baru dalam
perbaikan produktivitas dan penurunan dampak limbah.
ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDIATOR (EPI)
Indikator dapat diartikan sebagai parameter atau jumlah terukur yang didasarkan pada jumlah
yang diteliti atau dihitung. Sebuah indikator lingkungan merupakan suatu hal yang diperkirakan
dapat menggambarkan berbagai dampak dari suatu aktivitas pada lingkungan serta usaha untuk
mereduksinya. EPI menggambarkan efisiensi lingkungan dari proses produksi dengan
melibatkan jumlah input dan output. Secara umum indikator dapat dievaluasi dari dua kategori
sesuai dengan ruang lingkupnya.
Kategori Fisik adalah menghubungkan performasi terhadap jumlah meterial input yang
digunakan, aliran limbah, konsumsi energi, kualitas udara dan air.
Kategori Finansial adalah meliputi penilaian keuangan terhadap dampak fisik atau aktivitas
keseluruhan proses.
Pada akhirnya, indikator performasi dapat menggabungkan indikator sistem, guna
menggambarkan usaha perbaikan oleh sebuah unit proses untuk mengurai dampak
lingkungannya. Indeks EPI dapat dihitung menggunakan rumusan:
Indeks EPI=∑i-1kWiPi (4.4)
Dimana k adalah jumlah kriteria limbah yang diajukan dan Wi adalah bobot dari masing-
masing kriteria. Bobot ini diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada para ahli kimia
lingkungan. Bobot yang dimaksud diatas adalah berdasarkan parameter kesehatan manusia dan
keseimbangan lingkungan. Kedua parameter tersebut diberikan prosentase yang sama sebab
apabila suatu zat kimia dinyatakan berbahaya bagi lingkungan, maka akan berbahaya bagi
kesehatan masusia, karena manusia mengkonsumsi makanan dari hewan dan tumbuhan. Nilai Pi
merupakan prosentase penyimpangan antara standar BAPEDAL dengan hasil analisa perusahaan
:
42
Pi = (standar - analisa )/standar x 100% (4.5)
KONSEP WASTE REDUCTION
Waste reduction adalah pengurangan sejumlah limbah padat atau limbah yang berbahaya yang
ditimbulkan oleh perusahaan. Pengurangan limbah ini meliputi reduksi sumber limbah dan daur
ulang. Waste reduction dapat dicapai dengan beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Melakukan setiap proses dalam sistem sebaik-baiknya
Proses dilakukan dengan baik dapat mengurangi timbulnya limbah serta membuat proses
menjadi lebih efisien. Hal ini dapat menguntungkan bagi perusahaan.
- Penggantian material
Penggunaan bahan yang lebih sedikit atau tidak berbahaya dalam pembuatan produk dan
jasa dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan limbah
- Memodifikasi proses atau teknologi dalam sistem
Memodifikasi teknologi dalam sistem dapat mengurangi limbah yang ditimbulkan oleh
perusahaan, hal ini dapat dilakukan dengan pengubahan proses produksi, perubahan
penempatan atau layout peralatan, mengganti peralatan yang ada saat ini dengan
peralatan sejenis yang lebih efisien, atau dengan otomatisasi proses produksi.
- Pengurangan konsentrasi limbah
Reduksi limbah juga dilakuykan dengan penggunaan peralatan sepertu filter atau sludge
dryers untuk mengurangi konsentrasi lilmbah dalam air sekaligus jumlah dan beratnya.
- Penggunaan kembali, daur ulang, atau pemulihan
Material yang dapat dipulihkan dapat digunakan kembali, misalnya larutan yang sudah
didestilasi atau disaring. Selain itu daur ulang material dapat juga mengurangi limbah
yang timbul, misalnya daur ulang kertas.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mereduksi limbah:
1. Mendapatkan dukungan dari top manajemen
2. Mengkomunikasikan rencana secara tertulis dan lisan kepada karyawan
3. Menggambarkan proses untuk mengetahui sumber limbah
4. Menentukan peluang potensial pengurangan limbah
43
5. Menghitung biaya yang timbul akibat adanya limbah saat ini dan membangun sistem
pembebanan biaya akibat limbah tersebut secara proporsional untuk departemen
penghasil limbah tersebut.
6. Memilih alternatif terbaik dan melaksanakannya
7. Mengevaluasi program pengurangan limbah tersebut
8. Memelihara dan mengembangkan terus-menerus program pengurangan limbah
tersebut.
44
BAB 5
LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU
5.1 Perlindungan Pada Polusi
Bahasan ini dimulai dengan paparan singkat mengenai pengolahan limbah yang selama
ini kita kenal dan pahami, diteruskan dengan penjetasan singkat mengenai prinsip dasar Cleaner
Production (Produksi Bersih), teknik Cleaner Production dan terakhir pengaiaman kisah sukses
beberapa industri yang menerapkan Cleaner Production.
Gambar 5.1
Total Quality Environmental Management
Pengolahan Limbah! Sebuah Lingkaran Setan?
Pengolahan limbah (end-of-pipe) pada prinsipnya adalah proses perubehan dari satu jenis fasa ke
fasa yang lain. Misainya pada pengolahan limbah cair industri, kandungan pencemar dalam
limbah umumnya diupayakan agar mengendap, sehingga cairan yang ketuar dari sistem
pengolahan limbah sudah berkurang kandungan pencemarannya. Namun masalahnya tidak
selesai begitu saja.
45
Endapan hasil olahan tersebut pada dasamya adalah limbah cair yang lebih kental (konsentrasi
pencemarya lebih tinggi) yang berbentuk lumpur. Lumpur ini umumnya akan dikurangi kadar
aimya sehingga menghasikan suatu padatan, yang masih mengandung pencemar dengan
konsentrasi tinggi. Dalam hal ini teejadi proses perubahan dari fasa cair ke fasa padat. Contoh
lain yang lebih menarik adalah pembakaran (inceneraton) limbah padat sampah. Pembakaran
tersebut akan mengubah limbah padat menjadi limbah gas dan partikulat yang akan dilepaskan
ke udara sekitar. Dengan kata lain, proses insenerasi ini akan menimbulkan permasalahan
pencemaran udara, umumnya scrubber. Scrubber ini akan menyemprotkan air hingga gas dan
partikulat akan melarut. Larutan, yang mengandung pencemar ini, kemudian ditampung untuk
kemudian diolah dan diperlakukan sebagai limbah cair. Sebuah lingkaran setan?
Selain sebagai suatu sistem yang mengubah fasa, pengolahan limbah seringkali menjadi
bentuk perpindahan pencemaran dari suatu media ke media lainnya. Pada contoh pengolahan
limbah cair diatas, hasil olahan yang berbentuk padatan harus dibuang ke landfill. Hal ini berarti
memindahkan permasalahan dari pencemaran air ke media lain, dalam hal ini tanah. Sedangkan
pada contoh insinerator, permasalahannya ternyata febih kompleks. lnsenerasi limbah pada yang
bertujuan manghindari terjadinya pencemaran tanah ternyata memindahkan masalah ke media
lain, yaitu udara dan air.
Dari sisi ekonomi, pengolahan limbah juga kurang menguntungkan. Untuk membangun suatu
sistem pengolahan limbah yang baik, dipadukan biaya investasi yang besar. Pada kasus industri
kecil dan menengah, sering terjadi biaya pembangunan instalasi lebih mahal dari investasi untuk
industri itu sendiri. Di sisi lain, pada saat pengoperasian sistem pengolahan, diperlukan biaya
yang cukup besar. Pembelian bahan kimia, listrik, air bersih, dan operator adalah beban yang
hanis ditanggung oleh perusahaan. Celakanya, biaya-biaya ini pada dasarnya adalah waste,
karena tidak memberikan nilai tambah kepada efisiensi dan produktivitas perusahaan.
Permasalahan menjadi bertambah rumit karena pada saat ini di Indonesia sangat sulit ditemukan
pengolahan limbah yang mampu memberikan hasil yang memuaskan dan mampu mencapai
baku mutu secara konsisten yang semakin lama akan semakin ketat.
5.2 ENVIRONMENT MANAGEMENT SYSTEM (EMS)
Green productivity meliputi baik pengukuran dan implementasi, seringkali implementasi green
productivity ini berhubungan dengan Environmental Management System (EMS) yang digunakan
untuk mencari pola perhatian pada lingkungan oleh organisasi, jadi mereka tidak hanya
46
menggunakan sistem end of pipe atau tahapan hubungan publik, namun menggunakan elemen
integral pada bisnis dan pada strategi front-end.
EMS adalah tool manajemen yang mendorong organisasi pada ukuran berapapun untuk
memanaje dampak pada lingkungan pada setiap aktifitasnya, produk atau layanannya. Hal ini
menyediakan pendekatan terstruktur untuk mengatur, mendapat dan mengkonfirmasi
perkembangan melalui tujuan dan target lingkungan.
Salah satu tujuan dari tool ini adalah untuk membantu mengintegrasikan tujuan lingkungan
pada lingkungan bisnis praktis. Dari pada mencari hubungan legal (hukum lingkungan), EMS
menggunakan perkembangan berkelanjutan pada kinerja lingkungannya. EMS mencari cara pada
keseluruhan proses pada perusahaan untuk mencapai tujuan lingkungan.
EMS secara eksplisit fokus pada tujuan perusahaan akan lingkungan. Agak berbeda dengan
Green Productivity yang meningkatkan baik produktivitas dan performa lingkungan, pada sudut
pandang ini, manajemen lingkungan adalah sebuah subsistem pada keseluruhan manajemen
perusahaan. Dengan cara fokus pada GP, organisasi dapat menyokong EMS pada seluruh sistem
manajemen, dan mampu meningkatkan produktifitas dan mencapai tujuan kelestarian
lingkungan. EMS tidak berdiri sendiri, namun mereka menyediakan kerangka kerja yang dapat
disesuaikan dengan standar perusahaan dan hukum negara, sebagai contoh ustainable
development.
STRUKTUR DASAR EMS
EMS pertama yang paling dikenal adalah ISO 14000, dibuat pada tahun 1996 oleh
International Organization for Standardization (ISO). ISO 14000 adalah sistem standar
lingkungan yang ekivalen dengan sistem untuk manajemen kualitas, ISO 9000, karena secara
teori dengan standar yang sama, dapat diaplikasikan untuk semua organisasi, kecil atau besar,
baik produk atau servis, dalam sektor dan aktivitas apapun.
ISO dibentuk tahun 1947 untuk mengembangkan standar teknis untuk keteknikan dan
part industri dan proses. Tujuan utama standar ISO adalah merupakan spesifikasi teknis atau
kriteria ketepatan lain untuk memastikan bahwa material, produk, proses dan layanan sudah
sesuai dengan tujuan mereka. Standar ISO seperti bagian sekrup, mur, baur dan lain sebagainya
cocok lada desain dan produknya. ISO memiliki 11.400 standar teknis, sekitar 350 diantaranya
memonitor kualitas standar udara, air dan tanah. ISO membuat standar ISO 14000 sebagai
47
Seluruh ISO14000 sub-categories. ISO 14001 Environmental management systems – Specification with guidance for use ISO 14004 Environmental management systems – General guidelines on principles, systems and supporting techniques ISO 14010 Guidelines for environmental auditing – General principles ISO 14011 Guidelines for environmental auditing – Audit procedures and EMS ISO 14012 Guidelines for environmental auditing – Qualification criteria ISO 14020 Environmental labels and declarations – General principles ISO 14021 Environmental labels and declarations – Self-declared environmental claims (Type II environmental labeling) ISO 14024 Environmental labels and declarations – Type I environmental labeling – Principles and procedures ISO 14025 Environmental labels and declarations – Type III environmenta declarations ISO 14031 Environmental management – Environmental performance evaluation ISO 14032 Environmental management – Examples of environmental performance evaluation (EPE) ISO 14040 Environmental management – Life cycle assessment – Principles and framework ISO 14041 Environmental management – Life cycle assessment – Goal and scope definition and inventory analysis ISO 14042 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle impact assessment ISO 14043 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle interpretation ISO 14049 Environmental management – Life cycle assessment – Examples of application of ISO 14041. ISO 14050 Environmental management – Vocabulary ISO 14061 Information to assist forestry organisations in the use of Environmental Management System standards ISO 14001 and ISO 14004
kelanjutan dari kesuksesan standar ISO 9000 series pada manajemen kualitas standar. ISO 9000
fokus pada manajemen kualitas – dimana organisasi harus memastikan hasil produknya sesuai
dengan kebutuhan dari kostumer. ISO 14000 lebih memperhatikan standar lingkungan - dimana
organisasi harus meminimumkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan. Hanya saja ISO
9000 tidak terlalu siginifikan pada hal ini, dan ISO 14000 pun juga tidak terlalu mendukung
“green” atau “ environmentally friendly” pada produk.
Baik ISO 9000 dan ISO 14000 terfokus pada proses dan bukan hasil, setidaknya tidak
secara langsung. Mereka membuat spesifiikasi bagaimana organisasi mengatur proses standar
yang berpengaruh pada ISO 9000 (kualitas) dan ISO 14000 (lingkungan). Mereka tidak secara
langsung mengatakan bahwa organisasi harus mencapai benchmark spesifik pada kualitas atau
pada performa lingkungan. Performasi aktual difungsikan untuk mendapatkan kepentingan
konsumen dalam kasus ISO 9000, dan keinginan komunitas untuk memberi mandat dalam ISO
14000. Kritik pada sistem ini adalah perusahaan dapat membuat polutan pada semua proses
semau mereka. ISO 14000 tumbuh dalam diskusi sustainable development dalam konferensi
PBB pada Conference on Environment and Development, di Rio de Janeiro, tahun 1992. Dan
pada tahun 1993, ISO diluncurkan dengan pendekatan strategi yang lebih baik, untuk mencapai
sustainable development. ISO menyusul komite teknis baru yaitu ISO/TC 207 tentang
Environmental Management, untuk membuat standar ISO 14000.
Tabel 5.1
Seluruh ISO 14000 dan Sub Kategorinya
48
5.4 SERTIFIKASI, REGISTRASI DAN AKREDITASI ISO
Saat sebuah organisasi mengatakan bahwa mereka sudah memiliki sertifikasi ISO 14000 atau
teregistrasi pada ISO 14000, artinya ada pihak ketiga yang telah menilai sistem manajemennya
yang tidak sesuai dengan ISO 14001, dan isu sudah tersertifikasi adalah sebuah konfirmasi
bahwa mereka masih terkonfirmasi dengan standar yang ditentukan. Artinya organisasi ini sudah
memiliki sistem manajemen, Namun tidak menggambarkan bahwa organisasi ini telah mencapai
tingkat sebenarnya pada performa lingkungan. Namun perusahaan sudah memiliki sistem untuk
mencapai kearah sana. Sedangkan konteks sertifikasi dan registrai mudah diubah tergantung dari
budaya dari perusahaan yang dimaksud.
Dalam bahasa ISO, akreditasi merupakan proses berbeda lainnya. Hal ini merupakan
prosedur dimana badan yang berotoritas memberi penilaian pada organisasi atau individual yang
berhak membawa sertifikat ISO 14000 pada sektor bisnis tertentu. Mungkin masih mengambang
istilah ISO-certified” atau “ISO-registeredatau menggunakan frase seperti “ISO certification,”
“ISO certificates” and “ISO registration.”
Karena ISO sendiri tidak melakukan audit pada sertifikasi, namun sertifikasi dilakukan oleh
badan yang diberi kewenangan untuk itu.
5.4.1 MODEL EMS LAIN : EMAS DAN RESPONSIBLE CARE
Mengikuti kesuksesan ISO, the European Economic Union (EEU) mendirikan sistem
sendiri dan disebut EMAS. EMAS dimodelkan seperti ISO 14000. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan efisiensi lingkungan dan performanya melalui pengembangan yang berkelanjutan
dengan menggunakan tool manajemen evaluasi periodik, dan tujuan, dengan verifikasi laporan
publik, program, sistem dan hasil.
Hampir sama seperti pendahulunya yaitu ISO 14000 dan EMAS, adalah Responsible
Care, diciptakan pada Oktober 1989 sebagai respon menurunnya dukungan publik untuk industri
kimia. Pada tahun 1980an , setelah bencara bocornya pabrik kimia di Union Carbide yang
membunuh ribuan orang di Bhopal, India, kepercayaan publik menurun drastis dari 30% di tahun
80an menjadi 14 % di tahun 1990an. Publik percaya bahwa industri kimia tidak memiliki
manajemen yang baik, tidak mendengarkan suara publik, tidak melakukan prosedur keamanan
dan tidak bertanggungjawab terhadap bisnisnya. Dan kemarahan publik ini mendorong sebagian
49
industri kimia bergabung dalam Chemical Manufacturing Association (CMA) untuk mendirikan
Responsible Care untuk meningkatkan kelestarian lingkungan dan performa keamanan bagi
semua anggota CMA untuk mengubah persepsi publik.
5.4.2 BENEFIT BISNIS DENGAN EMS
Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan perusahaan, EMS bermaksud untuk membuat
benefit pada perusahaan, mulai dari kesesuaian dengan hukum lingkungan, mengurangi biaya
untuk energi, material, dan limbah dengan cara menyederhanakan operasi, meningkatkan image
dari pemberi keputusan, konsumen dan publik.
BENEFIT EMS
Sebagai Indikator Manajemen Kualitas
Perusahaan dengan EMS lebih termanage dengan baik. Pabrik dengan EMS dan Pollution
Prevention (P2) mempunyai dua kali lipat kualitas total daripada pabrik lain dengan program
Total Quality Management lain.
Superior Community and Stakeholder Relationships
Perusahaan dengan EMS atau program P2 memiliki informasi 3 kali lebih banyak daripada yang
tidak menggunakan program EMS.
Superior Environmental Performance
Pabrik dengan EMS dan P2 lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitar dan masyarakat
selama operasinya.
5.4.3 ATURAN GREEN PRODUCTIVITY DALAM EMS
EMS terfokus pada performa lingkungan. GP mengkombinalisannya dengan fokus dengan
produktivitas. Bersama, keduanya dapat bekerja sama sebagai pendekatan terintegrasi untuk
meningkatkan performa perusahaan secara luas. Contohnya, performa perusahaan sangat buruk
dengan berbagai kerusakan yang disebabkan, pasti lebih dalam ada pengaruhnya dari organisasi
dan manajemen perusahaan tersebut. Kerusakan ini lebih menjadi akibat dari buruknya
manajemen , sistem perusahaan yang kuno, atau ketenagakerjaan yang tidak terlatih dengan baik.
Karena GP fokus pada peningkatan produktivitas yang lebih baik
50
5.5 POLLUTION CONTROL (PENGENDALIAN PENCEMARAN)
Pengendalian pencemaran adalah kegiatan yang mengancam lingkungan fisik dinyatakan
sebagai pencemaran lingkungan (environmenal pollution) yang dapat berubah ke pengotoran
lingkungan (environmental contamination). Pencemaran dapat didefinisikan sebagai masuknya
zat, energi, dan makhluk asing ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan itu menurun
dan tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya.
Pengendalian kegiatan yang mengancam lingkungan ini terdiri atas kegiatan pengendalian
pemanfaatan sumber dan pencemaran berupa pengendalian pencemaran lingkungan, penyusutan
pencemaran (pollution mitigation) atau penanggulangan pencemaran (pollution abatement).
Pengendalian pencemaran adalah melindungi lingkungan penerima beban dari kegiatan
manusia dengan cara penurunan volum limbah dan penurunan konsentrasi zat pencemar baik
limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Konsep pengendalian pencemaran umumnya ditujukan
pada satu media saja, misal udara (air pollution control), air (water pollution control), atau tanah
(terrestrial pollution control). Konsep yang hadir adalah pengendalian kualitas limbah yang
dikenal sebagai control and command yang membutuhkan pedoman/acuan untuk digunakan
dalam penilaian (evaluation) dan penaatan (compliance). Nilai numerik yang berupa konsentrasi
pencemar yang diizinkan hadir dibutuhkan untuk penilaian keadaan lingkungan dan watak
limbah yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan.
Hal ini berarti bahwa kondisi lingkungan yang menerima beban limbah dan watak limbah
itu sendiri harus dinilai.
Pedoman/Acuan Yang Dibutuhkan Untuk Penilaian (Evaluation) Dan Penaatan
(Compliance)
- Pedoman kualitas udara
Berupa ambient air quality standards (baku mutu udara sekeliling) dan emissions quality
standard (baku emisi udara) yang ditujukan untuk sumber baru (sumber tak-bergerak misal
ketel pembangkit steam) dan sumber bergerak (misal kendaraan bermotor).
51
- Pedoman kualitas air
Berupa stream quality standards (baku mutu badan air) dan effluent quality standard [baku
mutu limbah cair] baik oleh kegiatan baik industri maupun kegiatan di perkotaan.
Peraturan pendukung undang-undang yang diterbitkan di antaranya adalah :
- Peraturan pemerintah no. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air (yang
diterbitkan atas dasar uu no. 4 tahun 1982)
- Peraturan pemerintah no. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan
- Peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Dan berbagai s.k. menteri negara lingkungan hidup misal :
- Baku Mutu Emisi Sumber Tak-bergerak
- Baku Mutu Limbah Cair.
Pengendalian pencemaran dengan penerapan teknologi yang dikenal saat ini adalah ‘teknologi
perlakuan akhir’ atau ‘end-of-pipe treatment technology’.
- Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya
meninjau pembebanan pada salah satu media udara, air, atau tanah dan menyelesaikan satu
masalah yang tertuju pada suatu kegiatan.
- Pemikiran yang parsial ini sering menimbulkan masalah, karena penanganan hanya
berdasarkan pada pengelolaan yang paling mudah.
“Yesterday”s Need“ tidak hanya menghadirkan “Yesterday Solution” tetapi “Today’s
Problems” (Graedel dan Allenby, 1995).
Penemuan internal combustion engine membutuhkan bahan bakar bensin yang tidak
menimbulkan knocking, dengan penambahan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin untuk
meningkatkan angka oktan agar knocking tidak terjadi. Emisi gas buang hasil pembakaran bahan
bakar yang mengandung TEL menimbulkan uap timbal yang beracun. Pemakaian Dichloro
Diphenyl Trichloro-ethane (DDT) yang bertujuan untuk memusnahkan jentik nyamuk [malaria]
akan memusnahkan pula jasad lain yang berguna bagi manusia dan hewan, karena DDT tidak
spesifik (non-targeted insecticide) dan persistent dalam tubuh hewan yang memakan serangga
yang mati karena terkena DDT hingga akumulatif.
Hal positif dari pengembangan konsep ‘end-of’pipe treatment technology’ adalah memacu
pertumbuhan konsultan teknik dan pembuat peralatan yang berkaitan dengan unit pengolahan
52
baik limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Hal yang menggembirakan ini jarang didukung oleh
kemampuan analisis yang memadai dari konsultan untuk menyelesaikan masalah pada kegagalan
operasi, karena seringkali konsultan teknik ini hanya sebagai penjual teknologi atau peralatan
saja. Sebagai akibatnya, sasaran pengelolaan lingkungan dengan pengendalian pencemaran ini
tidak dapat dicapai secara menyeluruh.
Penyebab lainnya adalah kegagalan sistem cost accounting yang belum dapat menilai biaya
kerugian lingkungan sehingga pengusaha, pemilik, dan pengelola industri berpendapat bahwa
biaya pembangunan dan pelaksanaan suatu pengolah limbah adalah biaya tambahan (external
cost).
Konsep Yang Berkembang Setelah End-Of-pipe Treatment Technology : Environmental
Impact Assessment (EIA)
Konsep ini dikenal sebagai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Indonesia menerapkan
konsep ini dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 1993. Penerapan EIA
menghasilkan EIS – Environmental Impact Statement yang harus dipatuhi oleh pemrakarsa dan
pengelola lingkungan untuk menerapkan hasil-hasil yang disepakati. Konsep EIA kemudian
disusul dengan Waste Minimization yang berakar pada konsep pengelolaan limbah B-3 (Bahan
Berbahaya dan Beracun). Waste minimization memiliki tahap-tahap pelaksanaan [hierarchy]
yang dapat dilaksanakan tanpa berurutan di mana peluang yang lebih menguntungkan akan
dipilih lebih dulu. Konsep ini banyak berkembang di Amerika Serikat. UNEP–United Nations
Environment Program mengajukan konsep ‘Cleaner Production’ atau produksi bersih dan
diterapkan oleh United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO). Konsep
Pollution Prevention dikembangkan oleh US – EPA (Amerika Serikat) dalam dasawarsa yang
sama akibat dari kegagalan pemantauan pelepasan bahan berbahaya dan beracun serta kehadiran
Pollution Prevention Act – Undang-undang Pencegahan Pencemaran dan kemudian penerbitan
Right to Know Act. Konsep Pencegahan Pencemaran memiliki hirarki pula dan menyatakan
bahwa daur ulang harus dilakukan langsung atau in-pipe recycle.
53
Gambar 5.2 .
Hierarki Pollution Prevention
Kemudian dunia usaha untuk perdagangan global memiliki gagasan untuk memperbaiki kualitas
lingkungan global dan mengajukan konsep eco-efficiency untuk mencapai Pembangunan
Berkelanjutan. Konsep ini diajukan atas permintaan Perserikatan Bangsa Bangsa yang
menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, 1992. Apa yang
diinginkan oleh ahli lingkungan, pejabat pemerintah, dan masyarakat dalam masalah pengelolaan
lingkungan ?
Keinginan untuk memperoleh piranti pengujian yang menyeluruh (holistic) dan menyusutkan
dampak lingkungan ‘from cradle to grave’ suatu produk, kemasan, proses, dan kegiatan. Konsep
life-cycle assessment merupakan piranti analitik yang dapat digunakan untuk memahami dampak
tersebut mulai dari cara untuk memperoleh bahan baku hingga pembuangan akhir bahan ke
lingkungan (SETAC, 1993) atau LCA adalah teknik yang sistematik untuk melakukan analisis
suatu produk dari ayunan hingga kubur. Konsep ini memiliki sasaran global yang meliputi (1)
perbaikan kesehatan manusia, (2) perbaikan kualitas ekologi, dan (3) perlindungan sumber daya
alam. alam (Owens,1997).
54
International Organization for Standarisation (ISO) menyusun pembakuan Sistem
Pengelolaan Lingkungan (Standards for Environmental Management System) yang dikenal
dengan ISO 14000
Penerapan sistem ini adalah sukarela yang berarti konsep control and command tidak dianut lagi
oleh berbagai negara dalam pengelolaan lingkungan. Seri ISO 14000 ini mencakup penerapan
Life-cycle Assessment – Penilaian Daur Hidup - suatu produk, proses, atau kegiatan adalah
complex dan membutuhkan waktu. Berbagai teknik telah diajukan dan diterapkan oleh pelaku
penilaian daur hidup .
Indonesia dalam dasawarsa ’80 dan ’90 telah menerima berbagai konsep yang berkaitan
dengan pengelolaan lingkungan, yaitu di antaranya :
- cleaner production
- from cradle to grave
- waste minimization
- pollution prevention
- environmental management system [EMS] – ISO 14000
- Jika konsep-konsep lain langsung berkaitan dengan perangkat keras, tetapi penerapan ISO
14000 dilakukan tahap demi tahap dan tidak langsung dengan pengubahan dan penerapan
perangkat keras.
5.6 PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)
Pendekatan end-of-pipe seperti yang dipaparkan diatas adalah pusat biaya (cost center) yang
membebani perusahaan. Pendekatan ini tidak mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan
secara tuntas. Sebuah pendekatan baru akhirnya diperkenalkan, yaitu cleaner production
(produksi bersih). Cleaner production (CP) perdefinisi menurut UNEP (United Nation
Development Program) adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan
terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses produksi dan produk untuk mengurangi
resiko terihadap manusia dan ingkungan. CP mengintegrasikan faktor lingkungan ke dalam
seluruh aspek bisnis, terutama efisiensi. Karena mencegah timbulnya limbah, maka pendekatan
ini relatif lebih mampu mengatasi permasalahan limbah dibanding pendekatan lain. Dari sisi
proses produksi CP difokuskan pada peningkatan efisiensi dan efektif penggunaan bahan baku,
energi dan sumber daya lainnya serta mengganti atau mengurangi penggunaan B3 sehinggga
55
mengurangi jumlah dan toksisitas seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Dari sisi
produk CP difokuskan pada pengurangan dampak diseluruh daur hidup produk mulai dari
pengambilan bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan lagi.
Kedua fokus dapat dilakukan oleh industri baik secara partial rnaupun secara terintegratif. Dari
pandangan bisnis dan lingkungan penerapan CP akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu:
1. Peningkatan efisiensi produksi
2. Penghematan biaya
3. Kemampuan untuk memenuhi baku mutu dan regulasi lingkungan
4. Sejalan dengan standar ISO 14000
5. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja
6. Peningkatan citra perusahaan Pendekatan CP merupakan sebuah konsep yang mencakup tiga
hal yang saling berhubungan, yaitu:
- Lebih sedikit pencemar yang dibuang ke lingkungan alamiah
- Lebih sedikit limbah yang ditimbulkan
- Lebih sedikit menggunakan sumber daya alam (air, energi,dan bahan baku)
- CP mengurangi jumlah limbah yang harus diolah, sekaligus mengurangi limbah yang
dibuang ke lingkungan.
Limbah umumnya ditimbulkan dari suatu sistem yang kurang efisien. Peningkatan efisiensi
proses produksi berarti akan mengurangi jumlah limbah yang ditimbulkan, sekaligus mengurangi
sumberdaya yang dipergunakan. Dengan demikian, peningkatan efisiensi merupakan tulang
punggung dari CP. Teknik CP secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pengurangan
limbah pada sumbernya (source reduction) dan daur ulang (recycle). Source reduction
merupakan pengurangan atau eliminasi limbah pada sumbernya, biasanya dalam satu proses.
Upaya ini meliputi hal sebagai berikut:
- Perubahan produk (product changes)
- Perubahan material (input material changes) .
- Perubahan teknologi (technology changes),
- Penerapan operasi yang baik (good operating practices.)
Wamer-Lambert (di New York, USA) telah melakukan perubahan produk pada produk
Novon, sejenis polimer. Pada awalnya produk ini ditujukan untuk menggantikan material kapsul
yang berbahan gelatin. Inovasi ini telah melahirkan material pengganti yang berbahan startch
56
(sejenis polisakarida). Starch diperoleh dari kentang atau jagung, sumber daya alam yang dapat
diperbarui. Wamer-Lambert akhimya merekayasa Novon menjadi beberapa produk turunan yang
dapat diterapkan untuk berbagai jenis penggunaan. Diantaranya sebagai bahan pengganti plastik.
Polimer ini bersifat biodegradable sehingga dapat didaurulang, dalam hal ini sebagai kompos.
Produk ini juga tidak beracun (non toxic).
Penggunaan komersial awal dari produk ini meliputi kapsul, stick golf, dan tempat lilin.
Polimer ini juga berpotensi sebagai bahan kemasan. Produk ini telah dipasarkan ke seluruh
dunia. Kasus tersebut diatas menggambarkan suatu jenis produk yang berwawasan lingkungan.
Untuk kasus tersebut, produk memiliki ciri sebagai berikut:
Menggunakan bahan baku dah sumber daya alam yang terbaharukan (renewable resources)
Dapat didaur ulang (recycable), dan
Dapat diuraikan secara biologis (biodegradable).
Pilihan lain dalam sources reduction, selain perubahan produk, meliputi perubahan
material input, perubahan teknologi (proses), dan praktek operasi yang baik. Contoh dari
perubahan material input adalah penggantian pelarut organik dengan pelarut berbasis air, pada
industri farmasi. Pendekatan ini mampu meminimalkan limbah sampai 100%. Upaya
penggantian dengan pelarut berbasis air juga telah dilakukan pada industri percetakan dan
pengecatan mobil. Pada industri air conditioner, perubahan dilakukan dengan mengganti
adhesive berbasis solvent dengan produk yang berbasis air. Substitusi material-material seperti
timbal, raksa, DDT, dan CFCs telah diterapkan di banyak perusahaan, dan telah mengeliminasi
permasalahan limbah yang ditimbulkannya. Perubahan material input juga dapat dilakukan
dengan melakukan pemurnian. Sebagai contoh adalah menghilangkan kandungan Sulfur dan
batubara, pada pembangkit listrik bertenaga batubara.
Pendekatan ini akan menghilangkan emisi sulfur ke udara, sekaligus mengeliminasi
sistem pengolahan sulfur. Timbulan limbah juga dapat diminimalkan dengan menginstalasikan
peralatan proses yang lebih efisien atau memodifikasi sistem yang ada. Penggunaan peralatan
yang lebih efisien akan mampu menghasilkan beberapa keuntungan, diantaranya produktifitas
yang lebih tinggi, mengurangi biaya bahan baku, dan mengurangi biaya pengolahan limbah.
Praktek operasi yang baik (Good Operating Process/GOP) adalah pilihan lain dari sources
reduction. GOP melibatkan unsur-unsur .
- Pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi
57
- Loss prevention
- Praktek manejemen
- Segregasi limbah
- Perbaikan penanganan material
- Penjadwalan produk
Tujuan dari GOP adalah untuk mengoperasikan peralatan dan sistem produksi secara
optimal. Hal ini adalah tugas paling mendasar dari manajemen. Sebagai contoh, pengoperasian
secara tepat dan pemeliharaan secara berkala dari peralatan dapat mengurangi, secara substantif,
kebocoran dan pemborosan material. Peningkatan GOP umumnya dapat menurunkan jumlah
limbah antara 20% s/d 30%, dengan biaya yang rendah.
GOP memerlukan perhatian secara detail dan pemantauan secara konstan terhadap aliran
bahan baku den dampaknya. Pendekatan ini membuat perusahaan dapat mengetahui secara tepat
jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksi. Daur ulang
merupakan penggunaan kembali limbah dalam berbagai bentuk, diantaranya:
Dikembalikan lagi ke proses semula sebagai bahan baku pengganti untuk proses produksi
lain,
Diubah untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat, atau
Diolah sebagai produk samping
Walaupun daur ulang limbah cenderung cost effective dibandingkan pengolahan limbah,
salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa proses daur ulang limbah (dalam bentuk
recovery material misalnya) sebaiknya dipertimbangkan setelah seluruh upaya pengurangan
jumlah limbah pada sumber akan lebih cost effective dibandingkan daur ulang. Hal ini karena
daur ulang limbah cenderung lebih memerlukan waktu dan biaya dalam pengelolaanya.
Literatur-literatur umumnya meletakkan daur ulang pada pilihan terakhir dalam hirarki CP.
Pendekatan daur ulang dianggap sebagai pendekatan reaktif dan bukan proaktif. Hal ini karena
pendekatan murni dari daur ulang seakan membiarkan timbul limbah, dan baru melakukan upaya
pengelolaan setelahnya. Terlepas masalah tersebut diatas, pendekatan daur ulang mampu
membantu menyelesaikan permasalahan limbah dan pengehematan sumber daya.
Sebagai contoh, daur ulang satu ton kertas akan menghemat 17 pohon, 7000 galon air, 14
KVVH listrik, dibandingkan dengan memproduksinya secara konvensional. Contoh-contoh
Penerapan Cleaner Production di lndustri Manufacturing Pulp and Paper (China), melalui
58
perbaikan proses, perbaikan sistem pencucian, peningkatan pengendalian proses, den perbaikan
prosedur operasi, pabrik ini telah menghasilkan beberapa penghematan, diantaranya:
- Mampu mengurangi beban COD sebanyak 900 ton
- Rendemen (yield) meningkat dari 45% menjadi 51 %
- Penggunaan bahan soda kaustik berkurang sebesar 230 ton
- Secara total penghematan yang dihasilkan sebesar US$ 85.000 setiap tahunnya
Toyota Astra Motor (TAM) Pelaksanaan komitment TAM terhadap lingkungan dalam
bentuk program 5R, yang terdiri dari Refine, Reduce, Reuse, Recyle, dan Recover/Retrieve.
Untuk pelaksanaannya TAM mempunyai komite P2K3L (Panita Pembina Kesehatan &
Keselamatan Kerja, dan Lingkungan), yang terdiri dari tenaga ahli dari setiap pabrik yang ada.
Di samping itu TAM juga membuat kegiatan yang dapat memacu karyawan untuk menciptakan
ide-ide perbaikan masalah lingkungan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah (1)
Penggantian material (penggantian Thchloroethylene dengan Xylol), (2) Hemat energi.
5.7. DAUR ULANG PELARUT DAN AIR
Penghematan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Penggunaan Trichloroethylene sebesar Rp. 138.600.000,- per tahun
- Penghematan energi sebesar Rp 256.370.000, per tahun
- Daur ulang pelarut sebesar Rp. 13.200.000,- per tahun
- Daur pakai air sebesar Rp. 39.000,000,- per tahun
3M adalah salah satu perusahaan yang bisa dikatakan berhasil dalam menerapkan CP, dalam
bentuk pencegahan pencemaran (Pollution Prevention). Program pencegahan pencemaran ini
dilakukan oleh 3M secara sukarela (voluntary) dan merupakan cerminan sikap proaktif yang
dianut oleh perusahaan itu. Hal terpenting dari kebijaksanaan 3M adalah kemampuan dan
kemauannya dalam menggeser paradigma dari pendekatan end of pipe menjadi up the pipe. Bagi
mereka, cara terbaik mengelola limbah adalah dengan tidak menimbulkan limbah. Program
pencegahan pencemaran dari 3M dikenal dengan nama 3P (pollution prevention pays), yang
mulai dikembangkan pada tahun 1975. Dua tujuan dasar dari 3P adalah:
1. Mengeliminasi pencemaran pada sumbernya, sebelum timbul. Upaya ini akan
menurunkan biaya lingkungan, mengurangi penggunaan energi, dan mengurangi
penggunaan bahan baku yang diperlukan untuk produksi.
59
2. Memperhitungkan limbah sebagai bahan baku/sumber daya yang belum terpakai. Sejak
1975 sampai dengan 1992 (atau selama 17 tahun), 3M melakukan 3.000 proyek 3P.
Selama kurun waktu tersebut hal-hal yang telah dicapai adalah tereliminasinya:
- 170.000 ton pencemar udara
- 18.000 ton pencemar air
- 2,7 milyar gallon limbah cair
- 480 ton limbah padat
Dalam kurun waktu tersebut 3M telah menghemat 500 juta dolar. Strategi dasar yang dilakukan
oleh 3M delam melakukan pencegahan pencemaran adalah:
- Adanya komitmen dari manajemen puncak untuk melaksanakan program 3P.
- Menjadikan pencegahan pencemaran sebagai salah satu budaya perusahaan.
- Adanya komitmen untuk menjadikan pencegahan pencemaran sebagai salah satu
elemen penting
Setiap rencana usaha 3M dan menjadikannya sebagai tolok ukur kinerja, menjadikan
keberhasilan dalam menerapkan pencegahan pencemaran sebagai bagian dan penilaian kinerja
karyawan dan manajer. Adanya komitmen untuk membiayai program penelitian dan
pengembangan pencegahan pencemaran yang diwujudkan dengan mengucurkan dana sebesar
100 juta dolar untuk hal tersebut. Hal yang terpenting dalam penerapan program 3P adalah mulai
dikembangkannya suatu hubungan antara tingkat keluaran pabrik dengan tingkat timbulan
limbah.
5.8 GOOD HOUSE KEEPING INDUSTRI BERWAWASAN LINGKUNGAN
Sektor industri manufaktur sudah saatnya memperluas tanggung jawabnya terhadap
keseluruhan "stake holder" sepanjang siklus hidup produknya, karena selama ini industrilah
yang memproduksi dan membuang limbah, menghasilkan emisi pollutant dan membuat sampah
dari produk bekasnya. Pasar cenderung memiliki preferensi yang lebih baik terhadap industri
yang memiliki citra akrab terhadap lingkungan Tekanan regulasi dan pasar global yang
memberlakukan hambatan non tarif seperti "ecolabelling", "EMAS" (Environmental Magement
Auditing Scheme), ISO 14001 dan sebagainya memaksa industri dan perusahaan untuk
memasukkan pertimbangan lingkungan dalam strategi manajemennya.
60
Karenanya seperti ditampilkan pada gambar dibawah ini, tanggung jawab industri yang
berwawasan lingkungan sebaiknya diperluas dari peran dan tanggung jawab tradisionalnya yang
hanya sebagai pemabrik (manufacturer) tetapi juga sebagai pendaur ulang produks dan
mengurusi limbah yang dihasilkan oleh produksinya supaya beban lingkungan akibat limbah
industri bisa berkurang.
Gambar.5.3.
Pengembangan Tanggung Jawab Industri Selama Daur Hidup Produk
Sumber : Dimodifikasi dari Tipnis (1995)
Di Jerman misalnya, Jovane (1995) melaporkan akibat umur produk (lifetime) yang
semakin pendek dan tingkat "kadaluwarsa" (obsolence) semakin tinggi membuat produksi
limbah menjadi berlipat 2 kali dalam 2O tahun terakhir. Misalnya produksi limbah mobil bekas
tercatat sebesar 3 Juta ton/tahun, peralatan rumah tangga menjadi 750 Ribu ton/tahun.pada tahun
1993. Pada tahun yang sama di AS, biaya pengolahan dan pemusnahannya membesar dari 100$
per ton menjadi 600-1000$/ton. Tentunya trend ini menjadi gejala di Indonesia dikemudian hari
mengingat (i) Ledakan pertambahan penduduk (ii) elastisitas peningkatan pendapatan
masyarakat terhadap permintaan produk industri manufactur (iii) ketidak mampuan pengendalian
Pembuangan Emisi Gas PencemarPemabrikan Perakitan(Manufacturing & Assemble
Perluasan Tanggung Jawab Industri
Disassemble dan Daur UlangPembuangan limbah
Utilisasi Produks
JaminanGaransiMutu Produk
Tanggung Jawab Tradisional Industri
Pembuangan limbah cair dan Padat , B3 dan Sisa Produks Rusak Yang Mencemari Lingkungan
Input produks• Material
• Energi
• Informasi
• Komponen
Recovery dan daur ulang• Material bekas• Komponen bekas• Suku cadang bekas
• Energi
Selama disassembly dan daur ulang input :• Material• Komponen• Energi• Informasi
Dimodifikasi dari Tipnis [1995]
61
dampak lingkungan yang negatif akibat eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam,
material dan energi.
Masyarakat yang sadar lingkungan melahirkan paradigma yang baru, sehingga menuntut
"green product", "clean production" serta perancangan produk yang tidak merusak dan
membahayakan lingkungan saat baik saat produk itu di proses manufacturing, dipergunakan
maupun setelah menjadi sampah. Tipnis (1995) mengajukan gagasan "lean production" dan
"robust design" menjadi dasar yang penting dalam merealisir paradigma ini. Kemudian untuk
memasukkannya kedalam strategi korporasi, perusahaan atau industri manufaktur harus
menjalankan dan memperhatikan prinsip paradigma "E" berikut ini:
- Ecology : bertindak selayaknya dalam relasi ekologis
- Environment : melindungi lingkungan
- Energy : meminimumkan limbah dan mengembangkan sumber energi alternatif yang bersih
- Economy: konsumsi lebih sedikit resources, menghasilkan produk yang paling ekonomis
- Empowering: pemberdayaan karyawan untuk mendapatkan performance yang terbaik
- Education: majukan aspek pendidikan, jauhkan prasangka buruk dan ketidak pedulian
- Excellence : berikan yang terbaik untuk ekologi
Perkembangan mutakhir sistem produksi memberikan pondasi yang kuat bagi percepatan
realisasi paradigma "E " sedemikian juga dengan kerangka kerjanya untuk bisa menunjang
konsep "eco-manufacturing" menjadi sistem yang operasional. Beberapa pemaparan berikut
dibawah mengindikasikan bahwa konsep mutakhir tentang sistem manufaktur bisa menjadi
dasar/pijakan untuk pengembangannya.
Lean Production
Kelompok pendekatan ini misalnya meliputi JIT/TQC, Toyota Production System.
Sistem manufaktur ini menggunakan prinsip "lebih sedikit ", dari "economy of waste", modal,
waktu, tenaga kerja,manajemen, lantai produksi, persediaan dan prinsip "lebih cepat" untuk
melakukan respons terhadap pasar, memperkenalkan dan menghasilkan produk yang lebih
memuaskan konsumen. Lean Production juga terbukti memberikan persipan lebih baik dalam
mengadopsinperubahan paradigma yang lebih maju misalnya pendekatan dinamis
(SQC/SPC),NC, uga CIM/FMS dan juga Sistem Concurrent Engineering dibandingkan sistem
produksi massal (Tipnis,1995). Untuk meminimiasi penggunaan material dan energi, sistem
62
Lean Production ini karenanya sangat konduksif sebagai langkah awal untuk mendukung
konsep "ecomanufaturing".
Robust Design Untuk Produk dan Process.
Membuat produk yang hanya sekedar memenuhi spesifikasi sebagaimana yang
difokuskan dalam sistem manufaktur masal jelas tidak menjamin kualitas yang diharapkan, dan
secara langsung belum menjamin kepuasan konsumen. Karenanya orientasi pada produks yang
yang sesuai dengan kebutuhan pasar menjadi ciri sistem ini. Bilamana suatu produk rusak, cacat
atau "defect" sampai ditangan konsumen maka diartikan sebagai kerugian yang melebihi biaya
produksi, karena citra buruk ini akan mengarahkan ke hilangan pangsa pasar yang akan
menghancurkan prospektif masa depan investasi yang dilakukan.
Robust design memberikan kemungkinan metodologis yang sistimatis untuk
meminumkan kerugian bagi pengguna produk manufaktur terhadap dampak negatif yang
merugikan dan dapat dijadikan titik tolak bagi pengembangan konsep "eco-manufacturing".
Quality Function Deployment
Konsep ini mendefinisikan kebutuhan konsumen dan bencmark dari pesaing dalam suatu
fungsi-fungsi teknis yang spesifik maupun dalam mencapai target rancangan estetika disain.
Karenanya sangat berguna untuk bisa menangkap dan memotret aspirasi atau preferensi
masyarakat dalam aspek kelestarian lingkungan dan pencegahan pencemaran, atau yang sering
didefinisikan sebagai "Green Quality Deployment".
Konsep Perancangan Siklus Hidup
Pengembangan suatu produk dimulai dari suatu penilaian yang didapat dari analisis
kebutuhan di pasar. Kemudian pemilihan solusi teknis unuk merealisir produk sesuai kebutuhan
pasar didasarkan pada kebijakan perusahaan, sifat produk dan sistem manufaktur serta biayanya.
Selama ini aspek lingkungan belum diintegrasikan dalam proses ini. Karena selama ini misalnya
ongkos pemusnahan sampah dari produk industri misalnya dibebankan melalui pajak dan
ditanggung oleh konsumen-nya. Dimasa depan azas "polluter pays principle" memaksa
industri/pemabrik untuk melakukan internalisasi biaya eksternal yag berkaitan dengan
pencemaran, kalau tidak industri akan bermasalah dengan citra-nya sebagai tidak akrab
lingkungan. Karenanya perubahan disain diperlukan unntuk memungkinkan produk yang dibuat
ekonomis saat diproduksi, didistribusi, dipergunakan maupun saat di buang sebagai sampah. "
(Alting, 1995).
63
Konsep perancangan Siklus Hidup menambah dimensi baru yaitu dimensi lingkungan
pada proses perancangannya. Konsep ini menurut Jovane (1995) merupakan perkembangan dari
konsep "concurrent engineering" dan memperhatikan secara simultant mulai dari saat tahap
konsepsi perancangan disain sampai tahap disain detail untuk keseluruhan tapahan siklus
perancangan (analisis kebutuhan pengembangan, produksi, distribusi, utilisasi, pembuangan
limbah atau daur ulang) . Keseluruhan problematik dalam satu siklus hidup sebaiknya
dipertimbangkan dalam tahap konsepsi, karena ditahap tersebut perubahan bisa dilakukan
dengan lebih ekonomis. Setiap tahapan selalu mempertimbangkan faktor lingkungan hidup,
keselamatan dan kesehatan kerja, optimasi penggunaan sumber daya serta biaya keseluruhan
siklus produk. Dalam kaitannya dengan pencegahan pencemaran beberapa metodologis
semestinya harus dikembangkan untuk bisa mengevaluasi dampak lingkungan dari setiap
tahapan siklus produknya. Misalnya saja diperlukan prosedur untuk menetapkan standart
spesifikasi lingkungan sebelum aktivitas dilakukan, model untuk menilai dampak lingkungan,
aliran material dan neraca input-outputnya, analisis resiko untuk mengatasi kebocoran dan
kemungkinan terjadi kontaminasi dan sebagainya.
Dari studi di Denmark yang dilaporkan oleh Alting dan Jorgensen (1995) telah
mengeidentifikasikan tiga persoalan utama dalam merealisir konsep "life cycle design" dalam
implementasi di industri manufaktur yaitu (i) Persoalan strategi daur hidup, ekonomisasi dan
pengendaliannya (penilaian life cycle cost, konsep bisnis dan aktivitasnya); (ii) proses dan
teknologi produksi perancangan produks yang diorientasikan pada aspek lingkungan dan sumber
daya); (iii) teknologi yang berwawasan lingkungan berbasasis kepada sumber daya
(diperlukannya produksi bersih dan teknologi bersih).
Life Cycle Cost
Secara ekonomis sistem indutri manufactur yang berwawasan lingkungan juga harus
layak sehingga akhir diharapkan memperoleh performnce yang paripurna "eco-efficiency".
Dalama konsep biaya termasuk didalamanya denda , biaya kerusakan lingkungan dan biaya
opportunity diperhitungkan secara komprehensif untuk keseluruhan daur hidup produk tersebut
baik yang menjadi beban industri/pemabrik, masyarakat maupun ekosistem.
Karena setip produk berada dalam pasar yang kompetitif dan selalu memiliki positioning
tersendiri dalam target kualitas dan harga untuk suatu periode waktu tertentu, karenanya
keseluruhan biaya "life cycle cost" harus lebih kecil dari anggaran ditargetkan. Target biaya ini
64
yang dikeluarkan harus lebih kecil dari target perolehan dari hasil penjualan dikurangi dengan
keuntungan yang diinginkan. Batas efisiensi kelayakan ekonomis mengarahkan kepada pilihan-
pilihan serangkaian alternatif produk untuk suatu periode tertentu bervariasi. Aspirasi pasar dan
target kualitas maupun tingkat pencapaian objektif perlestarian lingkungan yang dikehandaki
bisa didefinisikan melalui QFD dan bencmark dari pesaingnya yang paling kompetitif. Dengan
demikian perusahaan atau industri manufactur ini dapat membuat positioning terhadap pesaing
yang lain dalam pasar. Beberapa studi evaluasi dan aplikasi konsep "life cycle cost" ini dalam
industri manufaktur misalnya dilaporkan oleh Remich (1994) di Departemen Industrial and
Manufacturing University of Rhode Island, juga Zust dan Wagner (1994) di Swiss Federal
Institut of Technology, Zurich.
Gambar 5.4. Konsep Perancangan Daur Hidup
Sumber: Ulhoi (1994)
Eco-factory
PerlindunganLindungan
Kesehatan dan
Keselam
atan Kerja
Kem
udah
anPe
mab
rikan
Optim
asi sum
ber dayaK
epem
ilika
n
Prod
uks
Kebija
kan
Perusah
aan
BiayaDaur
Hidup Produk
PerancanganDaur Hidup
Produk
Produksi
Distribusi
Design dan Deve-
lopment
Penggunaan
Pembu-anganDaur Ulang
Kebu-tuhan
Sumber :Ulhoi[1994]
65
Konsep ini bisa dipandang sebagai pijakan filosophis yang seide dengan pengembangan
konsep "eco-manufacturing". Konsep eco-factory tidak lain sebagai implementasi konsep
perancangan daur hidup dalam industri manufacturing dalam suatu sruktur organisasi tertentu.
Struktur organisasi manufakturnya mendistribusikan pekerjaan antara sistem produksi
sebagai penanggung jawab perancangan dan mencipatkan produk yang akrab lingkungan dan
aman, serta sistem restorasi yang bertanggung jawab untuk melakukan proses disassemby,
mendaur ulang, dan memanfaatkan kembali material limbah maupun bekas kedalam sistem
produksi. Bila konsep perancangan daur hidup dibuat dengan baik, maka perancang tentu saja
akan dapat merancang rancangan produk baru dengan memanfaatkan pengetahuan mengenai
dampak lingkungan pada setiap tahap keputusan disain.
Gambar 5.5. Konsep Eco-factory
Sumber : Alting (1995)
5.9 ECO DESIGN
PENGENALAN GREEN DESIGN
Green Design bertjuan untu mengembangkan produk dan proses produksu dengan lebih
ramah lingungan. Aplikasi dari Green Design ini menyangkut sebuah kerangka kerja yang
TeknologiProduksi
ProdukTeknologi
TeknologiDisassembly
TeknologiDaur Ulang
Produks/Barang
SistemProduksi
Pasar
SistemRestorasi
IdentifikasiMaterial yang disassemly
Reduksi LimbahPemesinanmaterial daur ulang
Design UntukStandarisasi daur ulangConcurrent design
Material terpilihMaterial Daur Ulang
Sumber : Alting [1995]
66
berhubungan dengan isu lingkungan hidup, Aplikasi dari analisis dan metode sintesis dan sebuah
tantangan untuk sebuah prosedur tradisional untuk desain dan manufaktur. Dimasa lalu, efek dari
lingkungan hidup seringkali masih tidak dipedulikan pada saat tahapan desain dari sebuah
produk baru atau dari sebuah proses produksi. Limbah-limbah yang berbahaya dibuang, tanpa
mempedulikan kemungkinan kerusakan lingkungan yang bisa terjadi. Penggunaan energi yang
tidak efisien menghasilkan biaya operasional sangat tinggi. Limbah dulunya masih berupa sisa
dari bahan produksi, manufaktur atau proses distribusi. Konsumen tidak dilibatkan dalam
lingkaan ini, keterlibatan konsumen masih terbatas pada re-manufaktur atau daur ulang.
Mengingat masalah-masalah ini mengispirasi para pakar teknologi lingkungan untuk
membersihkan polusi masa lalu (yang dikenal sebagai remediation) dan mengatur aliran limbah
(dikenal dengan waste treatment).
Proses membersihkan polusi yang terjadi masih sangat diperlukan. Namun pada
perubahan desainya dapat lebih efektif mengurangi beban lingkunan dan lebih efisien dari segi
biaya dibanding dengan strategi membersihkan lingkungan. Beberapa contohnya seperti partikel
termasuk :
a. Penggantian Bahan Pengencer
Peggantian sistem pengencer pada bahan kimia sebaiknya digati dengan alternatif yang lebh
aman seperti pengencer yang sifatnya biodegradeable atau pengencer yang tidak mengandung
racunn. Pengencer barbahan dasar air lebih disenangi dibanding dengan pengencer organik
Gambar 5.6 Contoh sistem pengencer ramah lingkungan
b. Technology change
67
Seperti halnya semi konduktor pada kendaraan bermotor yang lebih efisien
dalam konsumsi energinya. Untuk komputer dan produk elektronik juga
menggunakan mekanisme serupa, yaitu menggunakan program energy star yang
menjelaskan konsumsi energi maksimum untuk komputer, printer, dan peralatan
elektronik lainnya. Produk lain menawarkan solusi program green lights dimana
program ini mendukung hemat energi pada lampu.
c. Recycling of toxic wastes
Daur ulang untuk produk beracun dapat
menghindarkan material yang tidak bisa diurai secara
alami oleh alam dan menghindarkan adanya produk
baru yang membahayakan lingkugan. Contohnya,
baterai Nickel Cadmium yang dapat di recharge ,
dapat didaur ulang menjadi cadmium dan nickel untuk penggunakaan yang lalin.
Tantangan dari green design adalah untuk menahan berkembangnya desain konvensional dan prosedur
produksi yang tidak memperhatikan lingkungan secara sistematis dan efektif. Hal ini membutuhkan
perubahan dalam prosedur merubah setiap proses produksi yang sudah ada sangatlah sulit. Hal ini
disebakan desainer harus menghadapi banyak konflik dan industri pasti masih menginginkan kecepatan
produksi dan efektif biaya. Kepedulian lingkungan harus dikenalkan secara aplikatif dan dengan metode
yang dapat diterima untuk dapat menyelesaikan masalah perubahan proses produksi ini dengan baik.
MENCAPAI TUJUAN GREEN DESIGN
Tidak ada konsensus atau perjanjian khusus mengenai bagaimana mencapai tujuan dari
green design. Beberapa berpendapat bahwa green design dan perlindungan polusi (PP) harus
dilakukan bergantian untuk menekan biaya. Dalam cara pandang ini, limbah manapun dari
proses produksi adalah kesempatan. Yang lain lebih memfokuskan pada strategi yang lebih
khusus, seperti daur ulang untuk menyelamatkan material mentah, dan mengembangkan tujuan–
tujuan khususnya dengan strategi ini. Pendekatan lainnya adalah untuk menarik perhatian dari
semua aspek, seperti masalah pemanasan global, atau media yang lebih khusus lagi seperti polusi
udara, dan tidak mempedulikan efek lingkungan lain.
Setiap solusi yang ditawarkan pasti memiliki kelemahan. Beberapa perlindungan pada
polusi (PP) mungkin secara sosial diinginkan namun secara ekonomis perusahaan tidak terlalu
68
menginginkan. Beberapa mekanisme daur ulang memiliki beban biaya lebih besar daripada
menghemat. Terutama apabila jarak yang dibutuhkan jauh.
Terfokus pada satu isu polusi saja misalnya isu polusi udara, bisa jadi polusi udara ini
berakibat pada polusi air. Perlu penekatan dan kajian lebih lanjut. Tujuan sosial dari green design
adalah untuk lebih menggunakan pendekatan umum. Tujua sosial dari green design adalah untuk
membuat masa depan yang berkelanjutan menyangkut sumber daya alam dan kesehatan ekolgi.
Apa yang bisa dirakasakan dimasa mendatang adalah hasil yang harus kita mulai saat ini. Dan
masalah apa yang terjadi dimasa depan adalah hasil dari masalah yang kita buat saat ini.
Bagaimanapun, tidak ada keyakinan bahwa teknologi dan pengetahuan akan
mengembangkan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat. Terlebih lagi dengan jumlah
populasi yang tumbuh beitu cepat. Menghindari untuk membahayakan lingkungan adalah hal
yang harus dilakukan manusia baik oleh individual atau berkelompok sebagai wujud kesadaran
mereka sebagai bagian penduduk bumi. Terdapat tiga tujuan umum dari green design untuk
mencapai masa depan berkelanjutan :
- Mengurangi atau meminimalisasi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui.
- Mengatur sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan meyakinkan keberlanjutannya dan
mengurangi dengan tujuan utama mengurai racun dan emisi lain yang berbahaya pada
lingkungan, termasuk emisi yang menyebabkan pemanasan global.
Tujuan green design adalah untuk mencapai tujuan-
tujuan diatas dengan biaya yang efektif. Dengan tiga
tujuan utama tersebut, dapat dikembangkan lagi
beberapa tujuan yang lebih spesifik. Contohnya dengan
peralatan yang hemat energi dapat mengurangi
penggunaan sumber daya alam dan emisi yang
mengandung racun, selama perubahan efisiensi energi
tersebut tidak memiliki efeksamping pada beban
lingkungan. Karena itu pembangunan instalasi mugkin
menghasilkan panas, namun menyelesaikan masalah
pada manufaktur dan isntalasi. Sebuah produk hijau
atau proses hijau tidak dapat didefinisikan dengan
69
pasti, hanya bisa dipastikan bahwa produk tersebut adalah produk hijau apabila dibandingkan
dengan produk lain. Misalnya apakah produk tersbut menggunakan komponen-komponen yang
dapat didaur ulang, mengguanan energi yang dapat diperbarui dan memiliki perencanaan yang
pasti pada akhir usia produknya (end of life) dari sebuah produk.
Bagaimanapun, produk tersebut tidak bisa diaktakan sebagai produk hijau, menggunakan
sumber daya alam yang mulai menipis pada saat porduksi, atau menghasilkan limbah yang
berbahaya pada saat proses produksi. Sebuah bis yang penuh penumpang bisa dikatakan lebih
pantas menjadi produk hijau dibandingkan sebuah mobil terbaru yang menggunakan komponen
yang bisa didaur ulang yang dinaiki oleh satu orang. Dikatakan demikian karena emisi yang
dihasilkan oleh bus dan mobil tersebut tidak jauh berbeda, namun bus lebih banyak mengangkut
orang.
Mengembangkan dan memasarkan produk hijau adalah sebuah langkah maju untuk
menjaga sumber daya alam yang ada dan perlindungan lingkungan dan melalui pengembangan
ekonomi. Produk hijau juga menyangkut lebih banyak sumber daya yang efisiensi yang
digunakan, mengurangi emisi, dan mengurangi limbah, mengurangi biaya akibat dampak sosial
akibat polusi dan biaya perlindungan pada lingkungan. Produk hijau menjajnjikan keuntungan
bagi perusahaan pembuatnya dengan mengurangi biaya-biaya berikut ini, biaya untuk material,
mengurangi biaya untuk proses pembuangan, dan mengurangi biaya untuk membersihkan
sampah akhir dan meningkatkan nilai jual produk hijau melalui penjualan dan ekspor. Mendesain
produk hijau menjadi penting pada generasi saat ini, sama pentingnya dengan menyediakan
generasi masa depan dengan planet yang membuat mereka bisa bertahan dan berkembang.
Pemerintah khususnya di Eropa, telah menyediakan insentif khusus untuk mengembangkan
produk hijau ini. Contohnya, produk buatan Jerman telah menggunakan kemasan yang efisien
dan mendesain produkya dengan rencana daur ulang produk saat produk tersebut tidak dapat
digunakan kembali.
Pemerintah Perancis dan Belanda memiliki badan organisasi tersendiri yang bertugas
untuk mempercepat tumbuhnya teknologi yang bersih. Di Amerika Serikat, pemerintahan pada
negara bagian menetapkan penggunaan material dari bahan daur ulang dan pemerintah federal
telah memerintahkan pegawainya untuk mencari produk hasil daur ulang dan juga telah membuat
program produk hijau dan bangunan yang berwawasan lingkugan. Emisi racun telah berhasil
dikurangi dalam banyak industri, industri tersebut wajib melaporka berapa jumlah toxic yang
70
mereka keluarkan secara berkala. Perkembangan yang signifikan telah berhasil dibuat oleh
perusahaan pada saat mereka menghasilkan produk hijau dan proses produksi yang ramah
lingkungan dengan biaya yang dapat ditekan. Konsumen masih dinilai lamban dalam merespon
pentingnya produk hijau ini. Pada akhirnya, semua diserahkan kepada konsumen apakah mereka
mau membeli produk hijau ini.
DESAIN INDUSTRI
Desain adalah bagian yang paling rumit dalam proses produksi. Desainer atau perancang
harus berhadapan dengan batasan-batasan dan kebutuhan pengembangan produk. Contohnya,
sebuah personal computer harus cepat, bertenaga dan murah. Untuk menghasilkan produk hijau
harus efisien energinya dan mudah didaur ulang. Desainer harus berjuang untuk mencapai satu
set kebutuhan untuk mencapai desain hijau. Mencapai produk yang berwawasan lingkungan
membuat tugas desainer menjadi lebih sulit. Bagi sebagian besar konsumen, efisiensi energi dan
kemampuan untuk daur ulang produk tidaklah lebih penting dibadingkan dengan variabel
pemilihan lainnya, artinya desaier tidak dapat mengkompromikan produk lain untuk dipaksa
menjadi produk hijau.
Mendesain dan memproduksi produk hijau membutuhkan pengetahuan, peralatan,
metode produksi yang tepat, dan keseriusan. Desain juga harus mudah dan cepat penggunaannya
dan mudah dimengerti. Idealnya, alat bantu desain ini bisa mengidentiikasi perubahan desain
yang juga menekan biaya pada saat mencari material baru yang digunakan dan teknologi yang
digunakan untuk mengembangkan kemampuan daur ulangnya. Misalnya
71
Gambar 5.7
Tahapan product lifecycle
PEMILIHAN MATERIAL DAN PENGGUNAAN LABEL
Beberapa material mentah dalam industri penggunaannnya sangat luas dan dapat
diaplikasikan menjadi beberapa komponen atau produk. Bagaimanapun juga, setiap material
memeiliki efek samping yang berbeda pada kelestarian lingkungan. Pemilihan material yang
digunakan untuk menuntun desainer melalui material yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan.
Sebagai contoh, Graedel dan Allenby (1995) memberikan prinsip-prinsip berikut ini sebagai
penuntun untuk pemilihan material:
- Pilih material yang tidak beracun jika memungkinkan
- Pilih material yang familier dengan alam misalnya selulosa, dibandingkan dengan material
buatan manusia misalnya aromatik berbahan khlor
- Minimalkan penggunaan material yang digunakan dalam produk atau proses
- Coba untuk menggunakan material yang telah memiliki infrastruktur daur ulang
- Gunakan bagan daur ulang jika memungkinkan
72
Sebagai tambahan dalam tuntunan ini, perusahaan seperti IBM dan Chrysler telah
mengembangkan dan menggunakan material spesifik yang ramah lingkungan dengan
mendeskripsikan lebih detail pada aplikasi tertentu.
Label menjadi penanda umum pada material atau produk yang memberikan informasi
mengenai isi dari material yang digunakan dimana sesuai dengan perencanaan material dan
manajemen limbah. Contoh, botol plastik digunakan biasanya memiliki identifikasi plastik yang
dijelaskan dengan simbol-simbol jenis plastik apa yang digunakan dan usaha daur ulangnya.
Label ini menjadi bagian dari green design.
TANGGUNG JAWAB DESAINER
Didalam lapangan kerja profesional, dan pada suatu konteks akademik intelektual,
desainer dianggap punya tanggung jawab besar pada masyarakat. Dalam berbagai pembahasan,
Desainer atau perancang dalam artian luas seperti yang telah dijabarkan diatas memiliki peran
langsung dalam penciptaan 'lingkungan buatan' (built environment) tempat bermukim dan tempat
berbagai aktivitas manusia yang lain. Desainer terus menciptakan 'alam baru' bagi manusia
modern, yang dengan sendirinya selalu memperbarui persepsi manusia tentang alam asli, alam
semesta, alam buatan dan tentang dirinya sendiri. Anggapan ini memberi tempat yang terhormat
bagi profesi desainer, tetapi sekalipun juga memberi tempat yang rawan karena dianggap turut
bertanggung jawab pada berbagai kekeliruan, ketidaknyamanan, bencana, kecelakaan dan
kesalahan fatal pada habitat mereka. Sebetulnya, anggapan ini dapat juga dianggap sebagai
ekspektasi dan aspirasi masyarakat modern yang mendambakan suatu habitat yang lebih nyaman,
lebih aman, lebih bermartabat atau lebih mendukung aktualisasi diri mereka. Sementara itu,
wujud dunia modern ini sesungguhnya lebih ditentukan oleh para penguasa dan para pedagang.
Desain, hanyalah salah satu tahap dalam proses mewujudkan mimpi politik dan mimpi ekonomi
para pemimpin dan para pedagang serta pengusaha. Desainer, turut berperan memberi wujud
pada mimpi-mimpi dan rencana-rencana ini. Karena itu, anggapan tentang peran dan tanggung
jawab besar desainer ini, bisa kita anggap sebagai 'amanah' dan tuntutan supaya para desainer
juga berpihak pada masyarakat dan menentukan tempat berdiri yang tepat di antara berbagai
kepentingan ini.
Isu tentang tanggung jawab desainer kepada masyarakat telah tercermin sejak awal
komersialisme terjadi, pada masa revolusi industri di Eropa, John Ruskin, William Morris,
73
A.W.N. Pugin, Henry Cole dan F.A.Voysey telah gigih mencanangkan bahwa desain punya
peran pencerahan dan pemuliaan kualitas hidup, serta desain adalah cerminan moral
masyarakatnya. Selanjutnya doktrin seperti ini selalu muncul dalam wacana teori dan praktek
desain selama perkembangan modernisme desain. Isu ini menjadi sering muncul kembali dalam
pembahasan mengenai profesi desain dalam berbagai forum. Ada hal yang perlu diingat oleh
para perancang produk adalah bahwa pengguna dalam hal ini masyarakat telah berkembang
sebagai individu, mereka berkembang dan matang dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan
lingkungan (nurture).
Faktor Bawaan (Nature)
Faktor bawaan (nature) adalah faktor yang mempengaruhi seseorang berdasarkan pengaruh
keluarga/keturunan. Termasuk budaya yang dibawa oleh keluarga individu tersebut.
Faktor Lingkungan (Nurture)
Pribadi individu diperoleh dari proses belajar. Alam tidak mempersiapkan seseorang secara
instan menjadi pandai, jadi orang kota atau orang desa. Banyak hal yang harus dipelajari terlebih
dahulu sebelum individu itu betul-betul mandiri dan siap beradaptasi dengan lingkungannya.
Pengaruh lingkungan dan bawaan mempunyai pengaruh yang sama besar pada perkembangan
seseorang. Perkembangan adalah transaksi antara individu dengan dirinya sendiri dan dengan
lingkungannya. Ada hal-hal yang sulit atau tidak mungkin diubah dalam dirinya sehingga dia
berupaya membuat lingkungan yang sesuai dengan dirinya. Tetapi ada juga hal-hal dari dirinya
yang bisa berubah. Dalam hal ini dia berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL
Hal-hal yang menyangkut hubungan kerja antara desainer dan pemberi tugas dan antara desainer
dengan industrinya. Hal ini dapat diuraikan menjadi tanggung jawab dalam:
Kualitas Desain: Meliputi kualitas pemikiran, kualitas konsep kreatif, kualitas konsep problem
solving, kualitas penggarapan umum dan penggarapan detil, kualitas presentasi dan pembuatan
dokumen dan kualitas pekerjaan desainer dalam proses implementasi untuk desain produk
secara umum.
74
Tata Hubungan Kerja: Meliputi keahlian desainer atau grup desain mengelola hubungan kerja
dan proses konsultasi dengan pemberi kerja dan para pelaksananya. Keahlian ini harus didukung
oleh SDM yang berkualitas dan sistem yang komunikatif.
Tanggung Jawab Formal atau Legal
Yang menyangkut kewajiban dalam proses melengkapi dan mendapatkan izin atau persyaratan
legal atau formal serta tata aturan berpraktek yang mendasari profesi desain atau proses
pekerjaan desain yaitu :
Perijinan: baik bagi proyek maupun bagi personalia yang terlibat pada usaha atau pelaksanaan
pekerjaan desain.
Perpajakan: baik untuk memenuhi kewajiban proyek, maupun untuk memenuhi kewajiban
personalia pada proyek dan usaha.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Paten Industri: baik untuk melindungi
kepentingan pencipta, maupun untuk melindungi kepentingan klien dan masyarakat pada
umumnya. Dalam area ini, tersurat suatu pantangan bagi desainer untuk meniru karya desainer
lain.
Tanggung Jawab Sosial Perancang
Berbeda dengan tanggung lawab profesional dan legal atau formal yang lebih jelas dasar dan
pedomannya. Tanggung jawab sosial tidak punya aturan dan ukuran yang pasti. Karena itu, isu
ini perlu diangkat ketempat yang lebih hakiki, yaitu suatu tanggung jawab bermasyarakat yang
umum, yang dipraktekkan melalui profesi desain. Akibatnya, isu ini berkembang ke area wacana
teoritis etika, estetika (filsafat) agama serta bidang-bidang humaniora dan bidang ilmu yang lain.
Dalam perkembangan sejarah desain, kita dapat menandai beberapa fenomena dan isu besar,
yang mempertanyakan kembali peran desiner dalam masyarakatnya. Setiap era dalam
perkembangan bidang desain, memunculkan arah baru dan pertanyaan baru yang harus
ditanggapi. Hai-hal penting yang memberi warna pada perdebatan mengenai Tanggung Jawab
Sosial Desain adalah mewujudkan desain hijau.
Desain Hijau (Green Design)
Kemajuan Industrialisasi abad 20, yang diukur dengan berbagai parameter dan indikator
'Growth', berbanding langsung angka kerusakan dan degradasi alam yang terjadi. Bencana ini
disiarkan langsung oleh berbagai institusi pada awal 70-an hingga terdengar suara-suara vokal
dari 'Club of Rome', MIT dan berbagai desakan 'Limit.of Growth' dan 'Zero Growth' sampai
75
munculnya LSM semacam Greenpeace. Pada awalnya, gerakan ini dimusuhi oleh negara karena
dianggap bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dan baru pada awal 90an diterima sebagai
isu global. Label kompromistik yang dipakai di Rio de Jeneiro tahun 1992 adalah 'sustainable
development', yaitu pertumbuhan dimana sumber daya alam yang dipakai (dikuras dan dirusak)
harus seimbang dengan yang dikembangkan (restorasi, reboisasi, budidaya, biotek, rekayasa).
Sedangkan manusia sebagai mahluk sosial tetap
melaksanakan konsumsi, terlepas hal tersebut berlebihan atau
tidak. Disinilah tanggung jawab seorang desainer produk
dalam meilih dan memilah material produk. Karena itu
mulailah riset-riset dan produk yang bernuansa Green Design
seperti pada produk otomotif yang berbahan bakar dapat
diperbaharui (renewable energy) atau mencari alternatif
bahan bakar lain seperti energi listrik yang kemudian dikenal
sebagai energi alternatif (alternative energy). Pada sisi lain, perubahan pola konsumsi dan gaya
hidup harus mutlak dilakukan. Para produsen ditantang dan dirangsang untuk memproduksi
produk ramah lingkungan dengan kualitas baik, dan para desainer ditantang untuk menciptakan
dan mempertanggung-jawabkannya . Para pemimpin politik dituntut punya komitmen penuh
menyelamatkan alam dengan perlindungan hukum yang jelas.
Tabel 5.2 Contoh greener product
DESAIN UNTUK SEMUA
Dari perkembangan sejarah desain, kita melihat bahwa untuk waktu yang desain modern
hanya berorientasi pada kebutuhan masyarakat negara terutama kelompok sosial ekonomi
menengah, menengah atas dan kalangan atas. Fenomena perkembangan desain mencerminkan
76
aspirasi, harapan, kebutuhan dan mimpi kelas menengah. Pada tahun 1971, Victor Papanek,
seorang pemikir Amerika Serikat, menerbitkan 'Design for the real world' .
Tokoh besar ini menekankan kembali bahwa banyak tugas lain desainer untuk industri
komersial kelas menengah. Perhatian pada kelompok khusus yang memerlukan desain khusus
segera menjadi area menarik. Pengguna yang memiliki cacat fisik, produk untuk ibu hamil,
produk untuk anak-anak, mulai memperoleh tempat khusus. Di negara berkembang, manajemen
sumber daya alam serta kegiatan manusia sangat berbeda. Kultur yang berbeda seharusnya
membutuhkan perkakas yang berbeda. Area ini merupakan tantangan besar para desainer.
DESIGN FOR ENVIRONMENT (DFE) DAN KEBERLANJUTAN PRODUK INDUSTRI
PRINSIP DFE ( DESIGN FOR ENVIRONMENT)
DFE dirancang untuk membantu perusahaan yang menggunakan aplikasi yang ramah lingkungan
untuk mendapatkan lingkungan yang berkelanjutan dan masyarakat yang sehat. Karena itulah
DFE membutuhkan baik dukungan dan kerja dalam konteks inisiatif pada lingkungan.
- Tiap molekul yang terlibat pada proses fabrikasi harus dapat diubah menjadi produk yang
memiliki nilai jual
- Energi yang digunakan pada fabrikasi dapat digunakan menjadi material transformasi :
misal: solar cell energy, water energy, dll
- Minimalisasi penggunaan material dan energi pada produk, proses dan layanan purna jual
(services)
- Pemilihan non toxic material saat mendesain produk
- Pemilihan material recycle atau recycable material pada material mentah dan komponennya.
- Tiap proses harus menyediakan utilitas yang menerus, jika perlu membuat sistem moduler
pada produk atau menggunakan sistem produksi ulang
- Pada “end of life cycle” produk harus dapat dialih fungsikan menjadi produk lain
- Setiap industri yang dibangun harus memperhatikan lingkungan sekitar, habitat lokal,
perbedaan spesies mahluk hidup dll.
- Perjanjian kooperatif harus dapat dikembangkan dengan suplier material dan pelanggan
untuk minimalisasi material packaging.
77
KONSEPSI ECO DESIGN
Selama beberapa dekade, konsumen selau berkeinginan untuk mendapatkan barang
konsumtif dengan harga yang terendah. Tendensi ini berakibat pada eksploitasi berlebihan pada
sumber daya alam, meningkatnya polusi udara dan air, hilangnya spesies hewan dan
meningkatnya limbah-limbah beracun dan berbahaya. Untuk menghapuskan rantai ini sangat
diperlukan langkah-langkah dengan konsep “Memproduksi Lebih Banyak Dengan Lebih edikit”.
Dengan kata lain untuk memuaskan kebutuhan akan keperluan barang dan jasa disaat yang sama
mencoba mengurangi jumlah limbah dan menghindari akibat buruk dari timbulnya polusi.
Perusahaan- perusahaan sat ini mengadopsi pendekatan ini dan telah membawa pada
pembangunan yang berkelanjutan. Kepedulian industri pada lingkungan bahkan telah menjadi
issu politik. Tahun 2000 di Malmö (Sweden), jajaran pemerintahan dunia meluncurkan sebuah
wacana baru tentang produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, untuk meningkatkan jumlah
produk dan jasa dan sekaligus mengurangi efek pada lingkungan dan kesehatan.
Semua produk, meskipun yang telah berlabel menjadi green product sekalipun pasti
memiliki efek buruk pada lingkungan. Mereka diproduksi menggunakan material mentah, energi
dan air. Kemudian mereka juga harus dikemas, dikirim ke tempat mereka akan digunakan,
sebelum akhirnya berakhir menjadi seonggok sampah. Eco Desain bertujuan untuk mengurangi
efek-efek terebut melalui kesadaran tentang pentngya memikirkan lifecycle produk, sama
pentingnya dengan efisiensi dan utilitas produk.
Eco Desain adalah sebuah konsep internasional, yang dikembangkan oleh The World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) di Rio Summit, Eco Desain adalah
kulminasi dari pendekatan yang holistik, berkelanjutan dan proaktif. Terdiri dari mendesain
produk atau jasa untuk minimalisasi efeknya untuk lingkungan. Eco Desain mengaplikasikan
setiap tahapan dalam usia produk (product’s life), termasuk ekstrasi material mentah, produksi,
pengemasan, distribusi, penggunaan, recovery produk, daur ulang, dan sebagainya.
78
STANDARISASI LINGKUNGAN DI EROPA
Di eropa saat ini dikembangkan konsep standarisasi lingkungan diantaranya :
1. EUP (Energy Using Product)
Berdasarkan konsep IPP, tujuan dari EUP adalah untuk standarisasi desain dari peralatan
elektronik untuk meyakinkan bahwa produk tersebut bebas sisrkulasi (circulation free) dan
Gambar 5.8 Project Heatsun (Republic of Ireland) – Developers of the world’s first Eco-computer
‘IAMECO’ (see right). Sumber : www.iameco.ie
Gambar 5.9 Laura Williams – Designer of Aluna, the world’s first tidal powered Moon Clock (see
right), to be built somewhere on the River Thames in time for the 2012 Olympics. Sumber : www.alunatime.org
79
bertanggung jawab atas efek lingkungan yang ditimmbulkan pada akhir usia produk, dan
menggunakan sumber yang lebih efisien dan melidungi lingkungan dalam misi menjaga
kelestarian lingkungan.
2. WEEE (Waste of Electrical and Electronic Equipment)
Untuk mengurangi limbah dari produk elektronika, produsen harus berkomitmen untuk mendaur
ulang dan memberdayakan kembali produknya yang sudah habis usia produknya antara 70%
sampai 80% dari berat produk itu sendiri.
3. RoHS (Restriction of Hazardous Substances)
Mengurangi pngunaan bahan bahan berbahaya bagi kesehatan, seperti lead (Pb), mercury (Hg),
cadmium (Cd), hexavalent chromium (Cr6) dan polybrominated biphenyl (PBB) dan
polybrominated biphenyl ether (PBDE) flame retardants.
Penggunaan bahan-bahan berbahaya diatas harus dihindari, untuk memasuki pasar Eropa.
STANDAR LAIN DILUAR EROPA
Diluar sistem standarisasi lingkungan di Eropa terdapat beberapa standarisasi lain yang
melingkupi aspek-aspek lingkungan dalam desain produk industri. Standar tersebut termasuk:
1. STADAR ISO, NF dan EN
- ISO 140xx: Satu set dari standar manajemen lingkungan
- ISO TC 61: Aspek lingkungan - plastik
- ISO 64 guide: Aspek lingkungan pada standar produk
- NF FD X30 310: Aspek lingkungan dalam desain produk
- EN 13428 to 13432: Aspek lingkungan pada kemasan
Diluar aspek-aspek standar diatas, beberapa keterangan dibawah ini
memberikan ide bagi desainer produk untuk lebih memperhatikan
faktor lingkungan seperti
- LVD: Low Voltage Directive;
- IEC 60 947- 2: low voltage device standard–circuit breakers;
- IEC 60 947- 4 - 1: switchgear and control gear standard.
Sebagai wujud kepedulian perusahaan, Schneider Electric mengembangkan produk baru yang
lebih ramah lingkungan dan prosedur manufaktur disesuaikan dengan standar diatas, sebagai
iplementasi perusahaan yang memiliki kepedulian untuk menerapkan eco desain.
80
Strategi eco design , harus digunakan dalam setiap pengembangan produk baru atau
peningkatan produk yang sudah ada, termasuk desainer harus menerapkan kriteria lingkungan,
dan memikirkan efek llingkungan seminimal mungki pada keseluruhan usia produknya. Solusi
optimal untuk mencapai kriteria produk peduli lingkungan dengan produk yang sesuai dengan
keinginan konsumen maka desainer harus menyeimbangkan kriteria desain berikut ini: performa,
biaya, kualitas, lingkungan, industrialisasi dan sebagainya.
Tujuan dari eco design sebagaimana kita ketahui adalah untuk mendesain produk atau
layanan dengan efek yang lebih sedikit pada lingkungan melalui keseluruhan usia produk
(lifecycle). Bagaimana kita mendefinisikan lifecycle? Lifecycle atau perputaran usia produk
diumpamakan seperti kelahiran sampai kematian sebuah produk. Mulai dari ekstraksi material
sampai rusaknya sebuah produk dan berakhir di tempat sampah. Setiap tahapan dari sebuah
produk ini mulai dari manufaktur, asembli, distribusi dan penggunaan kembali sampah produk
setelah didaur ulang.. Sangatlah jelas bahwa setiap tingkatan dalam alur hidup sebuah hidup
memiliki efek pada lingkungan dan efek ini harus dikurangi. Inilah tujuan dari eco desain., yang
harus dilaksanakan pada tiap tahapan alur hidup produk untuk mencegah efek setiap tahapan
pasti akan mempengaruhi efek di tahapan lainnya. Sebagai alat bantu untuk menganalisis
kebutuhan pada setiap tahapan, digunakan software EIME. Alur sebuah produk digambarkan
pada gambar 5.11.
Performa
Lingkungan
Kualitas
Biaya
Kebutuhan Pelanggan
Kelayakan
Gambar 5.10 Keseimbangan diantara kriteria-kriteria Desain
81
Gambar 5.11
Diagram Usia Produk (Product Lifecycle)
ATURAN-ATURAN UTAMA DALAM ECO DESAIN
Sebagai wujud kepedulian tentang pembangunan lingkungan yang berkelanjutan, dan peraturan
yang melingkupnya, kita harus mendefinisikan beberapa peraturan untuk menunjukkan kepada
para percangan produk dalam studi eco desain:
- Konservasi dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber dari alam
- Mengurangi emisi dari rumah kaca, noise dan sebagainya
- Mengurangi limbah baik limbah pabrik dan limbah produk yang sudah habis usia produknya
(end of lifetime)
- Melarang atau meminimalisasi penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya
- Mengurangi konsumsi energi yang berlebihan
Bagaimanapun kita telah menunjukkan rekomendasi-rekomendasi umum berikut ini untuk
membuat produk-produk yang lebih ramah lingkungan dan tidak dibuat untuk menghilangkan
peraturan desain yang telah ada selanjutnya peraturan ini sebaiknya diaplikasikan untuk
mengoptimasi pelanggan dengan kriteria-kriteria performa, biaya, kualitas, lingkungan,
industrialisasi dsb
Selama beberapa tahun terakhir, botol-botol yang dibuang
telah digantikan fungsinya dengan disposable packaging.
Sampah ini harus dikumpulkan dan didaur ulang, dimana
termasuk transfirmasi material mentah. Beberapa negara,
digawangi oleh Jerman, botol-botol yang dibuang saat ini
selalu digunakan kembali, dengan material daur ulang.
Material Mentah Manufaktur
Distribusi
Perencanaan utilitas
Pemulihan Usia Produk
Thermal recovery
Limbah akhir
82
Namun sebagamiana prioriatas, pelu dilihat bagaimana mengoptimasi fungsi yang
dibutuhkan. Artinya perlu menanyakan daftar pertanyaan berikut:
- Cara apakah yang paling efektif untuk merespon kebutuhan costumer : produk/jasa?
- Bisakah produk menawarkan termasuk tawaran layanan yang ramah lingkungan?
- Bisakah produk menawarkan pengolahan limbah produk sebagai tawaran layanan?
- Bisakah konsep baru dapat diperkenalkan?
- Dapatkah beberpa sub-unit dapat menjadi beberapa produk atau tingkatan produk?
- Haruskah menambah fungsi baru pada produk?
- Dapatkah material aktif dipergunakan?
Setelah level optimasi fungsi produk telah terpenuhi, langkah selanjutnya adalah untuk melihat
tingkatan-tingkatan dalam usia produk (product lifecycle) pemilihan material, produksi,
distribusi, dan penanganan akhir usia produk, manakah yang bisa diaplikasikan pada produk.
PEMILIHAN MATERIAL
Perancang Produk industri dapat memberikan efek kontribusi pada lingkungan melalui pemilihan
material produk yang digunakan. Sehingga dapat sejalan dengan deskripsi eco desain diatas,
pemilihan ini sebaiknya menggunakan kriteria mengurangi konsumsi material mentah, dan
efeknya kepada lingkungan lebih sedikit pada material yang digunakan.
- Mengurangi jumlah dan volume dari material yang digunakan
- Optimasi jumlah dan volume dari komponen dan produk
- Mengurangi jumlah dari komponen yang digunakan
- Memilih material non toxic atau yang mengandung sedikit bahan toxic pada waktu ekstraksi ,
produksi, utilisasi dan pada saat produk tersebut dibuang (end of lifetime).
- Memilih material yang berbahan dasar bahan yang dapat diperbaharui (renewable) untuk
menyelamatkan sumber-sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui.
- Memilih material yang lebih menghemat energi dalam ekstraksi material, material proses dan
penggunaannya
- Menggunakan bahan yang telah didaur ulang, dan efeknya kepada lingkungan adalah
produksi yang lebih memperhatikan mekanisme daur ulang dan bukan produksi baru
83
- Menggunakan bahan yang telah didaur ulang dengan menggabungkan dengan recovery
product pada akhir usia sebuah produk (seperti yang dilakukan oleh produk Motorolla)
Hal tersebut belum termasuk bagaimana hubungan antara material ramah lingkungan yang
dipilih nantinya bersinggungan dengan sistem mekanik, listrik, biaya dan sistem manufaktur
(seperti peleburan, pemotongan dsb).
PRODUKSI
Tahap produksi adalah bagian penting dari lifecycle dan tidak boleh diremehkan dalam eco
desain. Pilihan desain dapat mengakibatkan efek yang signifikan dalam proses industri dan juga
efeknya pada lingkunan hidup.
Mengurangi pencemaran pada lingkungan (pencemaran air, tanah dan udara)
Pemilihan pada metode produksi yang dapat mengurangi sampah dan limbah yang mencemari
lingkungan.
Mengurangi konsumsi energi pada semua tahapa produksi
Memilih manufaktur yang hemat energi, seperti pada asembly dan perakitan.
Mengurangi jumlah limbah pada proses produksi seperti limbah pada proses potong,
peleburan dsb.
Contohnya:
- Komponen didesain untuk mengurangi proses potong
- Menggunakan kembali serpihan pada proses peleburan
- Mengurangi jumlah potongan yang dibuang (srcap) pada proses pemotongan
Mengurangi jumlah tahapan pada produksi
Mengurangi sistem transportasi pada tiap tahapan
- Mengurangi transport dari pabrik ke pabrik (komponen, atau sub unit)
- Mengurangi konsumsi energi untuk transport
- Menggunakan metode produksi baru
- Metode baru dengan efek pada lingkungan hidup lebih kecil dari pada metode konvensional
yaitu BAT (Best Avaliable Technique)
DISTRIBUSI
84
Distribusi produk pada tahapan lain dalam lifcycle dimana yang dapat mempengaruhi secara
substansial pada lingkungan. Hal ini menjadi alasan mengapa optimasi kemasan dan sistem
distribusi menjadi bagian dari desain produk itu sendiri.
Berikut adalah kriteria yang harus digunakan dalam eco desain untuk bagian distribusi :
- Mengurangi jumlah dan volume dari kemasan
- Mengurangi volume dan jumlah dari produk
- Optimasi fungsi dari kemasan
- Semakin sedikit kemasan yang digunakan untuk beberapa produk
- Memilih kemasan yang ramah lingkungan dengan konten logam berat yang minimum
(seperti merkuri, cadmium dan lead)
- Kemasan didesain untuk digunakan kembali atau diperbaiki
- Perbaikan mencapai 50% s/d 65 %
- Hindari menggunaan material yang berbeda (cardboard, foam dsb)
5.10. DAUR SUMBERDAYA ALAM DAN PERSOALAN LINGKUNGAN HIDUP
Pada dasarnya, baik proses alami maupun proses ciptaan manusia akan menghasilkan daur-ulang
yang secara prinsip akan memunculkan kembali sumberdaya yang berbentuk sama dengan
sumberdaya semula yang digunakan maupun berbentuk baru. Faktor penting yang
mempengaruhi laju reklasifikasi spent resources menjadi sumberdaya yang tersedia adalah
‘inovasi teknologi’. Walaupun pada prinsipnya alam mampu memunculkan kembali sumberdaya
yang ada, terdapat persoalan bahwa:
- Terdaur-ulangnya sumber daya melalui proses alami butuh waktu lama,
- Alur teknologi yang memunculkan sumberdaya dari spent resources tidak dapat segera
tersedia atau diciptakan dan kalau ada harganya sangat tinggi,
- Di dalam dan selama proses daur ulang tersebut. Terjadi perubahan pesat yang makin
menyimpang dari keseimbangan keadaan semula sehingga perubahan ini makin mengganggu
kehidupan.
Persoalan tersebut berakibat terhadap terjadinya peningkatan penimbunan spent resources dan
menurunkan kemampuan daya dukung lingkungan.
LINGKUNGAN MERUPAKAN SUMBERDAYA MATERIAL
85
Sumber daya material ini terbagi menjadi :
- Yang dapat diperbaharui seperti biomassa, dan
- Yang tidak dapat diperbaharui, seperti gas dan minyak bumi, batubara, mineral logam (besi,
aluminium), bahan bukan logam (pasir, batu kapur), dan lain-lain.
- Lingkungan ini juga merupakan tempat penampungan berbagai hasil kegiatan yang harus
ditanggulangi oleh kemampuan diri (self replenishment) atau dengan bantuan teknologi
manusia agar dapat melaksanakan fungsi dalam daur sumberdaya alam dan siklus
pemanfaatan material
Gambar 5.12
Siklus Material Dalam Penjelmaan Dan Penggunanya
PERSYARATAN NORMA HUKUM BAGI TEKNOLOGI BERWAWASAN
LINGKUNGAN
- Upaya menjaga kualitas lingkungan ini bertumpu pada pengelolaan sumberdaya dengan
pemenuhi persyaratan:
- Persyaratan norma/hukum bagi teknologi berwawasan lingkungan
- Upaya menjaga kualitas lingkungan ini bertumpu pada pengelolaan sumberdaya dengan
pemenuhi persyaratan:
86
Gambar 5.13 Upaya menjaga kualitas lingkungan
Dimana : Laju penimbunan spent resources: dS/dt = S – r1 – r 2 – r3; Agar dS/dt = 0 maka harus dipenuhi persyaratan S = r1+ r2+ r3
Gangguan terhadap fungsi dan kualitas lingkungan berupa munculnya persoalan-persoalan akan
terjadi bila alam ataupun proses buatan manusia tidak dapat mendaurulang ‘spent resources’
yang memungkinkan terjadinya akumulasi ‘spent resources’ dan penurunan kualitas lingkungan
dan daya dukung alam, yang diakibatkan oleh:
- Lambatnya proses terdaurulangnya ‘spent resources’ melalui proses alami
- Tidak segeranya tersedia alur teknologi yang memunculkan sumberdaya berguna dari bahan-
bahan yang merupakan ‘spent resources’
- Lebih tingginya laju pemanfaatan sumberdaya dibandingkan dengan laju terdaurulangnya
sumberdaya tersebut.
- Persoalan akumulasi ‘spent resources’ dan penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung
alam ini, telah mendorong perhatian dan tuntutan masyarakat dunia akan pengelolaan
lingkungan yang lebih baik.
Langkah-langkah untuk lebih peduli pada persoalan lingkungan adalah sebagai berikut :
- Diawali dengan adanya the United Nations (UN) Conference on Human Environment di
Stockholm (1972) yang menjadikan keterkaitan kegiatan ekonomi dan lingkungan merupakan
pokok bahasan agenda politik dan ekonomi dunia.
- Langkah-langkah global untuk mengatasi persoalan-persoalan lingkungan telah diambil dan
terwujud dalam suatu program dunia the UN Environmental Program (UNEP).
87
- Hasil konferensi didokumentasikan dalam “Our Common Future” (1987) yang
memperkenalkan terminologi ‘sustainable development’ yang salah satunya menuntut industri
proses untuk menyusun sistem pengelolaan lingkungan yang lebih efektif.
- Hasil konferensi didukung lebih dari 50 pimpinan dunia dan melahirkan konferensi “the UN
Conference on Environment and Development (UNCED)” yang dikenal sebagai ‘Earth
Summit’ di Rio de Janeiro (1992).
- Konferensi Pemukiman Manusia – Human Settlement Conference di Stockholm, Swedia
(1972) mengungkapkan kemajuan teknologi yang diterapkan di industri yang merusak dan
membatasi permukiman manusia.
- Pada tahun 1978, 6 tahun setelah konferensi itu berakhir, masalah lingkungan secara eksplisit
ditangani oleh Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
- Undang-undang tentang pengelolaan lingkungan diterbitkan pada tahun 1982, yaitu UU No. 4
Tahun 1982 yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 23 tahun 1997
- Pada saat pembentukan Kementerian Negara PPLH, masalah lingkungan adalah masalah yang
belum banyak dipahami oleh masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat ilmiah dan Industri
di negara-negara maju saat itu hanya mengembangkan ‘end-of-pipe treatment technology’
dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan, karena pengelolaan lingkungan saat itu
masih dibebankan pada industri dan perkotaan.
Berdasarkan perkembangan perubahan ‘attitude’ (perilaku) industri dalam berkontribusi untuk
bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan oleh industri terhadap kualitas
lingkungan, Joseph Fiskel mengelompokkan industri menjadi lima kategori, yaitu kategori:
1) Problem Solving
Kelompok industri, dengan jumlah berkisar 10 - 15% dari total industri dunia, yang memandang
penyelesaian persoalan pencemaran lingkungan sebagai bagian dari pemenuhan peraturan
hanyalah merupakan beban biaya bagi suatu kegiatan business;
2) Managing For Compliance
Yaitu industri-industri (jumlahnya sekitar 70-80%) yang bereaksi terhadap penyelesaian
persoalan-persoalan pencemaran lingkungan lebih baik dibandingkan kelompok sebelumnya
meskipun hanya merupakan pelengkap dalam rangka memenuhi peraturan yang ada;
3) Managing For Assurance
88
Yaitu industri-industri yang melihat lebih jauh pengelolaan risiko lingkungan sebagai potensi
yang seimbang antara pengelolaan lingkungan dan biaya pengelolaan lingkungan (10 sampai
15%);
4) Managing For Eco-Efficiency
Yaitu industri yang telah mengetahui bahwa pencegahan pencemaran lebih ‘cost effective‘ dari
pada pengendalian pencemaran di mana industri dalam kelompok ini sangat jarang; dan
5) Fully Integrated In Adopting Environmental Quality
Yaitu industri yang menempatkan pengelolaan lingkungan sebagai bagian dari sistem proses
produksi industri yang bersangkutan tanpa mengurangi, bahkan meningkatkan economic benefit
tanpa memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan.
89
BAB 6
STUDI KASUS
6.1 STUDI KASUS 1
Efisiensi Energi Dengan Green Productivity (GP)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa GP bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas, kompetitif dan performa lingkungan untuk sustainable development melalui
konservasi energi seperti efisiensi energi dan penggunaan sumberdaya energi yang bisa
diperbaharui. Malaysia telah menandatangani United Nations Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC) sejak tahun 1993 dan komitmen dengan penandatanganan ini adalah untuk
mengurangi emisi Greenhouse Gas (GHG) dan peduli pada perubahan iklim.
Kebijakan energi Malaysia adalah sebagai berikut :
• Energy Supply : Penambahan energi, mengurangi ketergantungan pada BBM, mencari sumber
energi alternatif
• Energy Utilisation : Melakukan EE dan pengembangannya, dan mengurangi energi yang
terbuang dan pola konsumsi energi non produktif
• Environmental Consideration : Meminimumkan kerusakan lingkungan
Gambar 6.1 Konsumsi energi Malaysia
Sumber Eight Malaysia Plan
Sektor industri adalah konsumen energi terbesar, yaitu mencapai 37.1% pada tahun 2000 dan
38.2% pada tahun 2005. Peningkatan konsumsi mencapai 25.7% dari konsumsi energi komersil
tumbuh rata-rata 4.7% dari 928.2 Petajoules (PJ) tahun 1995 menjadi 1,167.1 PJ tahun 2000.
90
Inefisinsi dari industri ini mencari 30% dari permintaan dengan energi yang terbuang mencapai
650 PJ (2005) per tahun, pemborosan ini senilai dengan USD 2 Juta.
Benchmarking efisiensi energi : Jendela untuk penerapan GP
Salah satu usaha untuk melaksanakan Energy Efficiency (EE) adalah Malaysia Industrial Energy
Efficiency. Peningkatan proyek ini diluncurkan tahun 1999 dan dilaksanakan oleh Malaysia
Energy Center atau Pusat Tenaga Malaysia (PTM). Proyek ini dilakukan untuk penurunan
konsumsi energi pada 8 industri (food, iron & steel, rubber, cement, ceramic, glass, paper and
wood) sebesar 10% tahun 2004.
e-Tool for untuk Benchmarking Efficiensi Energy
Benchmarking digunakan sebagai tool untuk mengukur dan membandingkan intensitas energi
pada level proses dan keseluruhan level pabrik dan industri berdasarkan peer industri secara
lokal dan internasional.
Gambar 6.2 Sample dari Spesific Energy Consumtion (SEC) pada proses dan seluruh pabrik
Malaysia's Success Stories
Berdasarkan audit MIEEIP dari 43 pabrik, implementasi dari zero cost, low cost dan high cost
measure dapat mengurangi kombinasi konsumsi energi sebesar 14%, 9% dan 11.8%. Sebagai
tambahan, efisiensi pada furnaces dan boiler pada sektor industri meningkat dari 65% ke 87%,
hal ini menurunkan emisi sebesar 28%.
91
Tabel 6.1. Fuel Saving, Cost Saving dan Pengurangan CO2
Tabel 6.2. Energi potensial penghematan dan pengurangan CO2 pada 8 subsektor industri
92
6.2 STUDI KASUS 2
Isu lingkungan untuk produk elektronik
- Jumlah pertumbuhan penggunaan komputer di India 14.000.000 Dengan pertumbuhan 25%
per tahun
- Setiap PC mempunyai TOXIC Trap
- Pekerja pada proses produksi untuk chip bersesiko racun kimiawi yang memicu kangker,
cacat lahir dsb
- Banyak pabrik yang memproduksi chip menghasilkan limbah berbahaya dan mencemari air
tanah dimana setiap 2 gm chip menggunakan 1260 gm bahan kimia
- End of Life dari PC memberi kontribusi pada sampah elektronik pada banyak negara di Asia
dimana untuk proses daur ulang komputer ini beresiko pada kesehatan pekerja karena bisa
merusak sistem saraf, kerusakan endokrin , kerusakan sel otak.
- Sebuah monitor CRT komputer standar mengandung 2-4 kg Lead, sebanyak kandungan
phosphor, barium and Chromium
- Resistor chip mengandung cadmium
- Mother Boards dan connectors mengandung Beryllium
- Printed Circuit Boards dan Plastics casing mengandung brominated flame retardants (e.g.
PBBE) (Source: Worldwatch Institute)
Gambar 6.3. Green Manufacturing & Management
93
DAFTAR ISI BAGIAN DUA
BAGIAN DUA PENGEMBANGAN PRODUK DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional - Mahasiswa mampu memahami, bahwa peningkatan produktivitas dapat dilakukan
melalui peningkatan pengembangan produk - Mahasiswa mampu memahami dengan pengurangan lead time pada proses
pengembangan produk, akan dapat meningkatkan produktivitas keseluruhan industri manufaktur
- Mahasiswa mampu memahami beberapa tipe pengembangan produk yang bisa meningkatkan produktivitas industri manufaktur
- Dilengkapi dengan studi kasus, pengaruh pengembangan produk pada peningkatan produktivitas
94
BAB 7. PERANAN PROSES PERANCANGAN PRODUK PADA SENTRA INDUSTRI
KERAJINAN SKALA KECIL MENENGAH DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS
BAB 8.PRODUCT LIFECYCLE
8.1.Fase Pengembangan Produk
8.2.Fase Perkenalan
8.3.Fase Pertumbuhan
8.4.Fase Dewasa
8.5.Fase Penurunan
BAB 9. WAKTU PELUNCURAN PRODUK BARU
BAB 10. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BERDASARKAN PRODUK
10.1. Value Engineering
Contoh Kasus : Perusahaan Otomotif
10.2. Product Diversification
Contoh Kasus : PT. Aqua Golden Mississipi
10.3. Product Simplification – DFMA
Contoh Kasus : Raytheon Thermal Gunsight, Digital Mouse
10.4. Concurrent/ Simultaneous Engineering
Contoh Kasus : Toyota Prius
10.5. Product Standardization
Contoh Kasus : Nippon Denso Panel Meter
10.6. Emulation
Contoh Kasus : Seterika Listrik Maspion dan Philips
10.7 Product Cannibalism
Contoh Kasus : Intel Corporation
95
BAB 7
PERANAN PROSES PERANCANGAN PRODUK PADA SENTRA INDUSTRI KERAJINAN SKALA KECIL MENENGAH DALAM ERA
PERDAGANGAN BEBAS
Isu perdagangan bebas ramai dibicarakan semenjak adanya persetujuan putaran Uruguay
dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) tanggal 15 Desember 1993 di Geneva
dan terbentuknya WTO (World Trade Organisation) di Maroko tahun 1994. Maksud dari pada
persetujuan liberalisasi perdagangan dunia bukan hanya bebas (free trade) tetapi juga adil (fair
trade) (Tambunan, 2001). Tidak ada lagi hambatan tarif dan proteksi lainnya bagi masuknya
suatu komoditi ke suatu negara. Implikasi perdagangan bebas adalah perdagangan suatu
komoditi ditentukan oleh keunggulan yang dimiliki komoditi tersebut secara ekonomi. Secara
umum hal ini kurang menguntungkan bagi perekonomian negara-negara berkembang, karena
tentunya kalah dalam keunggulan kompetitifnya dibanding negara maju.
Dengan adanya perdagangan bebas, usaha kecil di Indonesia harus tetap dapat menjadi salah
satu pelaku penting sebagai pencipta pasar di dalam maupun di luar negeri dan sebagai salah satu
sumber penting bagi surplus neraca perdagangan. Namun, untuk melaksanakan peranan ini,
usaha kecil Indonesia harus membenahi diri, yakni meningkatkan daya saing globalnya. Data di
Departemen Koperasi (www.depkop.go.id) menunjukkan adanya 38 juta usaha di Indonesia yang
98 persen didominasi oleh usaha kecil menengah yang mempekerjakan 58 juta pekerja. Dalam
dunia industri ternyata didominasi oleh industri kecil dan rumah tangga sekitar 2,7 juta industri
(dengan enam jutaan pekerja), sedang industri besar dan menengah hanya berjumlah 23.000 buah
(dengan empat juta pekerja). Memang industri rumah dan kecil ini hanya memutarkan 10 persen
dari total uang yang berputar tetapi menghidupi sebagian besar rakyat kecil yang ada di
Indonesia.
Seperti halnya di negara-negara lain, perkembangan industri kecil di Indonesia dihambat
oleh berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut dapat berbeda dari satu daerah ke
daerah lain, dari satu sentra ke sentra lain, maupun berbeda antar unit usaha dalam kegiatan yang
sama. Faktor-faktor yang masih menjadi hambatan dalam peningkatan daya saing dan kinerja
usaha kecil menengah (UKM) di antaranya adalah terbatasnya informasi sumber bahan baku dan
panjangnya jaringan distribusi, lemahnya kekuatan tawar-menawar khususnya bahan baku yang
96
dikuasai oleh pengusaha besar mengakibatkan sulitnya pengendalian harga, serta tidak
berfungsinya secara baik lembaga promosi Pemerintah di dalam menunjang promosi produk dan
jasa UKM baik untuk pasar domestik maupun pasar global. Di samping masih ada berbagai
masalah lainnya. (Hasil Rumusan Panel Diskusi Nasional, 2001)
Menurut Tambunan (2001) salah satu kelemahan usaha kecil adalah kurangnya kemauan
pengusaha-pengusaha kecil dan menengah nasional untuk berorientasi global. Hal ini bisa
disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang bersifat pribadi dari si pengusaha seperti misalnya
tidak bisa berbahasa Inggris, takut atau enggan mencoba, cepat puas dengan hasil yang didapat
saat itu (pemasaran lokal), dan kurang percaya diri. Benarkah demikian, apakah semuanya sama
demikian itu. Pernyataan Tambunan tersebut perlu mendapat perhatian lebih lanjut karena
industri kecil yang kebanyakan berada dalam suatu sentra terdapat berbagai macam karakteristik
pengusahanya yang berbeda-beda. Melalui pemahaman yang tepat terhadap karakteristik
pengusaha kecil dalam suatu sentra diharapkan akan dapat lebih tepat dalam mengembangkan
industri kecil, khususnya dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.
Untuk menjangkau pasar dan mengatasi situasi persaingan yang dihadapi, usaha kecil mesti
melakukan strategi bersaing. Strategi bersaing yang dapat dijalankan usaha kecil selain strategi
individual adalah strategi kelompok. Termasuk strategi kelompok antara lain, pembentukan
koperasi/asosiasi, aglomerasi ekonomi, kemitraan dengan usaha besar, dan inovasi dalam
pengembangan produk dan pemasaran kolektif. Namun bagaimana kerja kelompok selama ini,
dapatkah strategi kelompok industri dapat berjalan? Dan bagaimana peranan perancang produk
dalam pengembangan produk di sentra industri kecil dan menengah?
Peran pemerintah selama ini dalam mengembangkan industri kecil dinilai belum efektif
(RIP, 2003). Salah satu kelemahan dari kebijakan usaha pengembangan industri kecil di suatu
sentra, kemungkinan disebabkan kesalahan dalam memahami pola hubungan antar pengusaha
dan hubungan dengan lingkungan usahanya. Dalam menghadapi persaingan, pengusaha pada
sentra industri kecil tidak hanya bersaing melawan kekuatan asing tetapi seringkali mereka harus
bersaing dengan sesama pengusaha, di samping juga harus melawan kekuatan lain yang
melingkupinya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami hal tersebut
adalah kerangka analisis persaingan (five factor competitive) yang dikemukakan Porter dalam
bukunya Competitive Strategy (1980).
97
Berkaitan dengan menghadapi liberalisasi perdagangan internasional permasalahannya
adalah bagaimana kondisi komunitas industri kecil kerajinan kayu di Serenan, Jawa Tengah dan
dibandingkan dengan sentra industri kerajinan kayu didaerah Ubud, Bali, dilihat dari kekuatan
tawar menawar terhadap pemasok, persaingan industri sejenis dan pendatang baru potensial serta
kekuatan tawar menawar dengan konsumen terkait dengan perda-gangan bebas? Di antara
mereka yang terlibat dalam industri yaitu berbagai tingkatan pengusaha atau eksportir, siapakah
sasaran yang tepat untuk dijadikan sasaran pembinaan guna meningkatkan kesiapan industri
kecil menghadapi perdagangan bebas?
Berangkat dari pemikiran inilah tulisan ini disusun berdasarkan hasil kajian studi kasus pada
Sentra Industri Kecil Meubel Serenan Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan dibandingkan dengan
Sentra Industri Kerajinan Ubud, Bali. Pendekatan kajian yang menggunakan metode penelitian
kualitatif, dan pengumpulan datanya menggunakan observasi langsung dan indepth interview
selama satu tahun. Dengan langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut :
- Pengambilan data-data mengenai pola kerja industri kerajinan skala lokal dan skala
internasional
- Pengambilan data-data sekunder melalui referensi tertulis
- Mencari permasalahan yang ada diseputar industri kerajinan, dilihat dari beberapa variable
yaitu budaya kerja, pola kerja, pengetahuan pemasaran dan pengembangan produk
Salah satu bidang usaha kecil Indonesia yang memiliki pasar internasional adalah industri
meubel dan industri seni kerajinan tangan. Pasar meubel dan industri seni kerajinan tangan di
dunia setiap tahunnya meningkat dengan pasar utama Amerika Serikat dan Eropa, setelah pasar
Jepang terpuruk. Untuk daerah Jawa Tengah kenaikan rata-rata ekspor meubel dan kerajinan
sebesar 41,66 persen per tahun. Tahun 1994 tercatat 92,3 juta dollar AS, dan tahun 1998
mencapai 292,9 juta dollar AS. Dan khusus meubel kayu Jawa Tengah setiap tahun meningkat
12,18 persen. Tahun 1992 realisasi ekspor meubel kayu senilai 74 juta dollar, dan tahun 1996
nilainya sekitar 114 juta dollar AS. Namun bila dilihat dari nilai ekspornya, industri meubel dan
kerajinan sejak tahun 1991 sampai tahun 1996 mengalami pertum-buhan dan peningkatan sekitar
10 persen per tahun (Kompas, 2000).
Salah satu sentra kerajinan meubel di Klaten adalah Serenan, yang mana sekitar 50%
penduduknya bekerja sebagai pengusaha meubel. Walaupun usaha kerajinan di desa ini sudah
berjalan lama dan perhatian dan bantuan pemerintah juga cukup banyak tetapi perkembangan
98
usaha kerajinan ini belum mampu secara signifikan dapat meningkat. Salah satu kelemahan dari
usaha pengembangan industri kecil di suatu sentra, kemungkinan disebabkan kesalahan dalam
memahami pola hubungan antar pengusaha dan hubungan dengan lingkungan usahanya. Desa
Serenan terletak 8 km dari pusat Kecamatan Juwiring, dan 28 km dari pusat Kabupaten Klaten
dengan luas wilayah 1.342.760 Ha. Memiliki 780 KK (kepala keluarga). Industri meubel Serenan
merupakan salah satu komoditas unggulan dari daerah Klaten yang dikenal tidak saja karena
desain yang variatif dan murah tetapi juga dari nilai ekspor. Nilai ekspor yang mampu dihasilkan
industri ini cukup berarti terlihat dari data yang tercatat di Bappeda Kabupaten Klaten bahwa
pada tahun 2000 nilai ekpor meubel kayu untuk Kabupaten Klaten mencapai 25,99344 juta dollar
AS (1 $ = Rp 10.000,00). Sedangkan untuk jumlah unit usaha yang ada sebanyak 442 atau 14, 44
% dari total industri meubel di Klaten, dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.229 atau
5.35 % dari Jumlah total tenaga kerja yang mampu terserap di industri meubel Kabupaten Klaten
(Klaten dalam Angka, 2001)
Mencermati kelemahan-kelemahan yang bersifat pribadi dari si pengusaha kecil
sebagaimana disebutkan di muka, terdapat satu hal yang juga penting dimiliki oleh pengusaha
yaitu kemampuan orientasi bisnis. Jika terdapat orientasi bisnis yaitu enterpreuner dan orientasi
pasar maka perusahaan dimungkinkan akan meningkat lebih baik prestasinya dalam hal (1)
market share, (2) kecepatan memasuki pasar, dan (3) tingkat quality of product (Atuahene-Gima
& Ko 2001). Namun demikian perlu dikaji lebih mendalam makna bagi perusahaan mengadopsi
orientasi enterpreuneur dan pasar seperti yang telah dilakukan oleh Rob Vitale, at al(2003)
Perusahaan yang memiliki “business orientation” berarti perusahaan memiliki dasar pijakan
dalam segala aktiviti, policy, strategi dan inisiatif (Borch, 1947), Miles and Munilla (1993)
memberi pemikiran bahwa business orientations dibatasi dan didefinisikan sebagai hubungan
antara suatu perusahaan, stakeholdernya, dan faktor lingkungan yang relevan. Hal ini
ditunjukkan dalam berbagai kajian (Craven, Hills, & Woodruff 1987; Taguchi 1987; Miles,
Russell, & Arnold 1995; Becherer & Maurer 1997).
Berkaitan dengan apa yang mendorong pengambilan keputusan bisnis, maka memahami
orientasi bisnis harus tetap digunakan dengan baik oleh para manager atau pengusaha. Dari
berbagai kajian (Morris & Paul, 1987; Miles & Arnold, 1991; Zahra & Covin 1995; Hurley &
Hult, 1998; Wiklund 1999; Atuahene-Gima & Ko 2001; Miles, Munilla, & Covin 2002;
Matsuno, et al 2002) dalam kenyataannya baik entrepreneurial orientation (EO), and market
99
orientation (MO), secara positif dan kuat berhubungan dengan prestasi perusahaan. Untuk
menganalisis permasalahan digunakan kerangka analisis yang dikemukakan Porter dalam
bukunya Competitive Strategy (1980) mengenai komponen-komponen yang mempengaruhi
persaingan usaha. Berbeda dengan kerangka analisis secara tradisional, yang mumnya hanya
menekankan aspek persaingan antara usaha-usaha yang sudah ada. Kekuatan masing-masing
faktor terhadap daya saing usaha itu bisa berbeda kadarnya. Dalam kajian ini, daya saing suatu
usaha dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu untuk tiap jenis usaha terdiri dari, pertama, kekuatan
pemasok, misalnya mempengaruhi daya saing berbagai jenis usaha skala kecil yang
menggunakan kayu, bambu, rotan sebagai bahan baku. Kedua,Kekuatan tawar pemasok semakin
besar bila jumlah pemasok sedikit atau cenderung monopoli pasar bahan baku, sementara jumlah
usaha kecil banyak. Pemasok bisa menekan pengusaha kecil melalui manipulasi harga, kualitas,
pengiriman, dan mungkin juga pelayanan. Ketiga, Kekuatan tawar menawar pembeli, merupakan
faktor pengaruh yang dapat menurunkan daya saing usaha kecil. Keempat, prospek masuknya
pendatang baru potensial. Berkaitan erat atau ditentukan oleh kadar hambatan masuk (barriers to
entry) yang umumnya sangat kecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni oleh usaha kecil.
Kelima, ancaman dari produk pengganti yang memang telah terbukti banyak memukul usaha
tradisional. Untuk kepentingan analisis daya saing usaha kecil, kerangka Porter diatas akan
sangat membantu.
7.1. INDUSTRI KERAJINAN MODERN DI INDONESIA
Kehadiran industri modern membantu industri kerajinan untuk mendefinisikan kembali peran
dan fungsinya secara lebih tajam. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan akan
benda yang dibuat oleh tangan tidak akan hilang , bahkan semakin menguat sebagai reaksi dari
membanjirnya produk buatan pabrik yang dingin dan tidak berjiwa. Fenomena ini tampak pada
masyarakat di negara maju seperti negara - negara Eropa, Jepang dan Amerika.
Meskipun demikian pasar di luar negeri menuntut lebih. Lebih baik dalam kualitas pengerjaan,
lebih cepat memenuhi stok pasar dan lebih memperhatikan desain. Dimana desain di setiap
negara memiliki selera yang berbeda- beda tergantung dari budayanya.
Untuk itu desain produk juga membutuhkan kegiatan penelitian dan pengembangan IPTEK yang
terdiri dari :
- Riset ergonomi desain
- Riset semiotik dan semantik
100
- Riset estetika dan wawasan sosial budaya
- Pengembangan konsep dan metodologi desain
- Riset pemasaran untuk pengembangan produk baru
Pentingnya riset pengembangan industri kerajinan dapat digambarkan seperti skema berikut ini.
Gambar 7.1.
Posisi Riset Dalam Peningkatan Kualitas Produksi Kerajinan
7.2.KARAKTERISTIK PENGUSAHA SENTRA (KASUS MEUBEL SERENAN)
Sebagai sentra kerajinan maka di Serenan terdapat berbagai pengusaha yang dapat dibedakan
kriterianya. Penyusunan kriteria ini didasarkan pada pendapat pengusaha setempat dan kondisi
yang terlihat secara fisik yang ada dari observasi di lapangan penelitian. Kriteria pengusaha yang
paling utama yang membedakan antar pengusaha adalah besarnya ukuran usaha seperti misalnya:
omset, luas gudang, jumlah tenaga kerja, serta fasilitas produksi. Di samping itu kriteria
pengusaha dapat dilihat dari posisi hubungan pengusaha di antara para pengusaha. Dari kedua
kriteria tersebut pengusaha di Serenan dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu:
(1) Pengusaha induk, mempunyai beberapa pengusaha pengikut sub-kontrak yang berada di
bawah koordinasinya walaupun sifatnya tidak tetap atau koordinasi tersebut terjadi atas
dasar kontrak per-jenis order;
(2) Pengusaha pengikut yaitu pengu-saha yang menerima subkontrak dari pengusaha
induknya.
INFORMASI INFORMASI
PENELITIAN PENGEMBANG
AN RISET RISET
SDM SDA
BUDAYA
SDM SDA
BUDAYA
PRODUKSI
101
(3) bukan tipe kedua-duanya, yaitu sebagai Pengusaha bebas yang menjalankan usahanya
secara sendiri tidak mempunyai ikatan hubungan bisnis dengan pengusaha lainnya.
Pola Hubungan antara Pengusaha
Sesuai dengan kriteria di atas bahwa secara garis besar ada tiga kelompok pengusaha yaitu
pengusaha induk, pengusaha pengikut dan pengusaha bebas. Masing-masing pengusaha tersebut
mempunyai pola hubungan sebagaimana tampak dalam gambar bagan dan dalam uraian berikut
ini.
Hubungan antar Pengusaha Induk
Pengusaha induk yang jumlahnya hanya sekitar 4 orang pengusaha, secara relatif tidak memiliki
hubungan usaha, dalam hal tertentu mereka berjalan sendiri-sendiri. Kerja sendiri tersebut
misalnya dalam hal informasi pembeli (buyers), modal, tenaga kerja. Walaupun pengusaha induk
ini relatif tidak berhubungan tetapi mereka juga tidak merasa bersaing
Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengikutnya
Hubungan pengusaha induk dengan pengikutnya ini paling banyak terjadi di Serenan. Ketika
pengusaha induk mendapat order dalam jumlah banyak melabihi kapasitasnya maka dia akan
mengajak pengusaha lainnya untuk mengerjakan order tersebut di bawah koordinasinya.
Hubungannya dengan pengusaha pengikut, para pengusaha induk mempunyai pola pembagian
sesuai kemampuan atau kapasitas produksi pengusaha, yaitu ada yang sekitar 70% untuk dibagi
kepada pengikut dan 30% bagi diri sendiri. Walaupun demikian ada perbedaan pengusaha induk
dalam melibatkan pengusaha pengikut, yang membedakan adalah kepada siapa seorang
pengusaha induk akan memberikan kelebihan ordernya jika mereka mendapat order yang
melebihi kapasitasnya.
Kerjasama atas dasar hubungan keluarga
Terdapat beberapa pengusaha yang mempunyai pola, dalam memberikan kelebihan order lebih
mengutamakan ke famili terdekatnya.
Kerjasama atas dasar Profesional
Beberapa pengusaha lebih senang kerjasama memberikan kelebihan ordernya ke pengusaha yang
mempunyai kualitas hasil yang baik, dan letak usahanya jauh dari tempat dia kerja atau tempat
tinggalnya, alasannya tetangganya dia sudah tahu banyak tentang nilai order tersebut, sehingga
dia akan menolak apabila disuruh mengerjakan dengan harga di bawah nilai tarif ordernya
102
sedangkan tuntutan kualitasnya sama. Apabila dia sanggup, dia sering membuat kualitas barang
di bawah standart produksinya, sehingga pengusaha induk yang memberi order akan merasa
dirugikan.
Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengusaha Bebas
Hubungan di antara para pengusaha juga biasa melakukan beberapa kerja-sama seperti: pinjam-
meminjam kayu glondongan atau saling memberikan kelebihan order ke pengusaha lain tapi
bukan dalam status di bawah koordinasi, mereka berjalan sendiri-sendiri.
Gambar7.2. Kerangka Hubungan Industri Kerajinan Meubel Serenan
Hubungan antar Pengusaha Pengikut
Hubungan antar pengusaha kriteria ini lebih banyak bersifat sosial dari pada hubungan bisnis.
Para pengusaha juga biasa melakukan beberapa kerjasama seperti: pinjam meminjam kayu
glondongan tukar menukar informasi tentang seluk beluk perkayuan.
7.3. STRATEGI MENCAPAI DESAIN KERAJINAN YANG DITERIMA DI ERA
GLOBAL
Jeffery Hallet dari Future's Group, berbicara tentang pengembangan ekonomi baru. Dia
mendeskribsikan bagaimana tahapan ekonomi baru, di era baru, berdasarkan realitas industri.
PEMBELI (Eksportir, Makelar, Buyer Asing)
PEMBELI (Toko)
PENGUSAHA PENDATANG
BARU
PRODUK PENGGANTI
PEMASOK
HUBUNGAN ANTAR PENGUSAHA
Hubungan order
Hubungan sosial
103
Realita indusri ini merubah bentuk dari produk desain dan meningkatkan kebutuhan serta
manajemen dari aktivitas yang komplek. Menurut ICSID (International Council Society of
Industrian Design) desain produk industri adalah aktifitas kreatif untuk mewujudkan sifat-sifat
suatu produk obyek termasuk karakteristik hubungan dengan struktur dan sistem yang harmonis
dari sudut pandang produsen dan konsumen. Intinya desainer produk industri adalah jembatan
antara produsen dan konsumen. Sejak saat itu perubahan yang agak dramatis terjadi untuk
menunjukkan model ekonomi yang baru dengan kebiasaan konsumen yang baru, hubungan
antar konsumen, prioritas sosial yang baru. Dimana pengetahuan dan kreativitas dibagi menjadi :
bentuk-bentuk desain yang organik dan partisipasi dari konsumen sangat diperhatikan.
Individu
Dalam hal ini desain harus memperhatikan kebutuhan setiap konsumen dilihat dari segi
individualitas atau perorangan.
Pluralisme
Dalam hal ini desain harus dapat diterima di konsumen yang bersifat kompleks atau plural
Heterogen
Desain harus memperhatikan perbedaan nilai-nilai budaya, gaya hidup dan persaingan
kemampuan ekonomi konsumen.
Bagaimanakah cara dari desain produk industri untuk menunjukkan agar suatu desain dapat
memenuhi kebutuhan yang berbeda tersebut ?
- Tahap pertama adalah negara berkembang seperti Indonesia harus mempelajari teknik
produksi, peningkatan skill dari setiap komponen yang mendukung suatu industri yang
sebetulnya kondisi negara sedang berkembang menguntungkan mengingat murahnya biaya
buruh.
- Tahap kedua adalah memulai memproduksi dan mengekspor desain asli beserta komponennya
dari industri domestik
- Tahap ketiga adalah negara-negara sedang berkembang sering memproduksi kembali desain
produk yang sukses di pasaran dengan jaringan distribusi yang baik serta harga yang lebih
murah. Dalam aturan main HAKI dan hak paten hal ini sudah melanggar ketentuan
perdagangan oleh WTO.
- Tahap empat adalah mengembangkan desain sendiri beserta seluruh struktur produksinya
104
- Tahap kelima adalah mengembangkan pengetahuan tentang seluruh struktur ekonomi
berdasarkan kemampuan industri dan budaya pasar yang dituju.
Yang paling baik untuk pengembangan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia adalah
tahap keempat yaitu berusaha mengembangkan desain sendiri dengan teknik produksi sendiri ,
yang mampu mendidik komponen industri untuk percaya pada desain lokal. Tahap ketiga adalah
tahap yang paling beresiko, sebab termasuk melanggar ketentuan WTO dan bisa mendapatkan
sanksi berupa tidak diterimanya produk tersebut ke negara pasar atau dikeluarkan dari
keanggotaan WTO (World Trade Organisation). Penemuan dan kreativitas baru adalah pusat
kegiatan desain produk yang terkait dengan kemampuan dan perkembangan ekonomi. Pada
tahun 50-60 an, desain industri mulai mempropagandakan betapa pentingnya estetika dalam
bentuk yang diterapkan dalam setiap desain produk. Pada tahun-tahun ini penuh dengan konsep
pengembangan baru dari produk industri dengan inovasi baru pula. Tahun 70an peningkatan
konsep ekonomi penunjang berkembangnya desain dan inovasi produk secara besar-besaran pada
tahun 50-60an, menciptakan produksi global dan menentukan standar-standar bagi desainer
produk industri. Tahun 80an teknologi tinggi mulai mengambil perhatian konsumen yang
menyebabkan adanya perubahan secara desain. Meningkatnya performa desain yang
memudahkan konsumen membuatnya dapat diterima dimasyarakat, bahkan pada pengguna atau
konsumen yang tidak terlatih. Tahun 90-an tekanan sosial dan konsekuensi yang diambil secara
ekonomi menguak. Desainer merasa bahwa mereka mendesain bukan hanya untuk perangkat
keras atau pun perangkat lunak yang memperhatikan “users interface“ saja melainkan
melakukan desain yang sesuai dengan situasi pengguna saat itu. Yang kemudian dikenal dengan
situation design.
7.4.SISTEM INDUSTRI KERAJINAN TANGAN TERPADU (SIKATT) DI INDUSTRI
KERAJINAN SKALA BESAR
Berdasarkan hasil penelitian, sistem pengembangan produk yang merupakan penerapan dari
SIKATT adalah pengembangan berdasarkan costumer based development yaitu berdasarkan
permintaan dari customer dari pasar luar negeri pada umumnya memiliki prosedur seperti
berikut:
- Request Process
105
Pada proses ini, customer meminta pada perusahaan untuk membuatkan sample atau contoh dari
produk yang akan dipesan melalui divisi marketing. Permintaan atau request ini bisa dilakukan
secara langsung atau customer datang ke perusahaan dan melihat contoh produk yang ada di
showroom atau katalog . Atau customer memesan secara tidak langsung yaitu melalui email atau
fax. Untuk customer baru biasanya datang dan melihat produk sekaligus melihat proses
produksinya untuk memastikan apakah perusahaan cukup capable untuk menangani pesanan
dalam jumlah besar serta tepat waktu. Sedangkan cutomer lama cukup memesan melalui internet.
- Breakdown Process
Pada proses ini, divisi marketing memilah-milah jenis sample yang dipesan. Ada tiga bagian
besar pemesanan jenis sample yaitu :
1. Customer made it's own design
Beberapa customer memiliki desainer sendiri, dan menyerahkan sketsa kasar kepada pihak
perusahaan untuk diolah lebih lanjut dan dibuat contoh produknya, sebelum mereka memutuskan
jadi memesan dalam jumlah banyak atau tidak.
2. Customer get the product from other sources
Pada prosedur ini, customer membawa contoh asli dari luar negri, misalnya untuk produk
berbahan resin, produk asli dibeli dari Cina atau Hongkong, kemudian diserahkan kepada
desainer perusahaan untuk diubah desain atau materialnya, untuk penyesuaian biaya.
3. Customer find the product trough catalogue and the showroom
Proses ini hanya melakukan perbanyakan atau pembuatan copy dari produk asli yang dipajang di
showroom. Customer memesan sample sebagai sarana kontrol kualitas dari produk yang
dihasilkan perusahaan.
Dari ketiga tipe pemilahan sample diatas, yang membutuhkan waktu paling lama adalah proses
yang pertama yaitu customer made it’s own design karena tim pengembangan desain harus selalu
cek dan melaporkan tiap varian produk contoh yang dihasilkan kepada pemesan, sebelum
pemesan memutuskan produk mana yang akan diproduksi dalam jumlah besar.
- Development Process
Setelah divisi marketing selesai memilah jenis sampel yang diminta, marketing menyerahkan
kepada Divisi Pengembangan Produk yaitu melalui sample coordinator. Sample Coordinator
bertugas untuk menentukan tim-tim yang membuat sample. Hal ini sangat penting mengingat
banyaknya sample yang harus dikerjakan dan waktu yang diberikan pemberi order sangat
106
singkat. Seringkali permintaan sample datang bersamaan sedangkan sumber daya manusia yang
mampu mengerjakan kurang, disinilah tugas koordinator mengatur jadwal dan personel yang
menangani dan dibuat tim-tim pengembangan tim-tim dalam divisi ini dibagi menjadi dua tim
utama yaitu sourcer team dan designer team.
Sourcer Team bertugas untuk mencari produk kerajinan yang serupa dari suplier-suplier, mencari
material yang sesuai, sekaligus mencari harga yang paling bagus untuk dipasarkan.
Designer Team bertugas untuk mengembangkan produk. Designer Team terdiri dari main
designer dan designer assistant. Tugas desainer tidak hanya membuat desain yang bisa
dinikmati secara estetik , tetapi juga harus memperhitungkan pemasaran dan marketing dan
melihat kecenderungan trend pasar. Selain itu juga harus melakukan analisa biaya yang
dibutuhkan untuk produksi, untuk menentukan produk tersebut layak diproduksi atau tidak.
Pengembangan produk ini meliputi pencarian style baru, material, proses produksi, sistem
pewarnaan, motif dsb. Dalam menjalankan tugasnya desainer dibantu oleh beberapa orang
artisan atau modeler, yang membuat sample prototype dan mock up. Dalam artian desainer
adalah yang menentukan konsep bentuk dan produknya sendiri dikerjakan oleh tukang. Karena
desainer memiliki tugas yang jauh lebih rumit yaitu bertanggung jawab pada berhasil tidaknya
produk tersebut di pasar, seperti yang dijabarkan pada gambar 7.3. Sesuai dengan kerangka analisis
kekuatan persaingan yang dikemukakan Porter (1980) maka dapat dibahas lebih lanjut sebagaimana
berikut ini
a. Hubungan dengan Pemasok (Supplier)
Sesuai dengan kajian yang ada (Tambunan, 2001) bahwa salah satu masalah industri kecil adalah
keterbatasan bahan baku dari pemasok. Padahal kekuatan pemasok sangat mempengaruhi daya
saing berbagai jenis usaha skala kecil yang menggunakan kayu, bambu, rotan sebagai bahan
baku. Kekuatan tawar-menawar pemasok semakin besar bila jumlah pemasok sedikit atau
cenderung monopoli pasar bahan baku, sementara jumlah usaha kecil banyak. Dari data,
pengusaha Serenan terlihat bahwa terdapat masalah hubungan dengan pemasok dalam hal
penentuan harga, pengusaha berada pada posisi tawar yang lemah. Pemasok bisa menekan
pengusaha kecil melalui manipulasi harga, kualitas, pengiriman, dan juga pelayanan.
107
Gambar7.3
Kerja Dalam Divisi Pengembangan Produk
108
b. Hubungan dengan Pembeli
Seperti juga terjadi pada kajian yang lain, posisi tawar pengusaha Serenan yang lemah di
hadapan pembeli. Kekuatan tawar pembeli merupakan faktor pengaruh yang dapat menurunkan
daya saing usaha kecil, dimana pembayarannya kadang kala bisa diundur sampai berbulan-bulan.
Bagi produk yang diekspor, seperti umumnya pada sentra kerajinan seperti Bali, Jepara dan
Cirebon, posisi ekportir sangat kuat (Saefudian, 1999). Umumnya segala resiko ditanggung oleh
pengusaha, sementara para eksportir tidak menanggung resiko apa-apa. Di samping menentukan
harga, penetapan kualitas memenuhi standart atau tidak yang mempengaruhi harga juga
dilakukan sepihak oleh para eksportir atau pengusaha induk. Sedangkan pembeli asing yang
langsung datang ke sentra umumnya mereka datang ke pengusaha induk. Karena hanya
pengusaha induk yang dapat berkomunikasi dan bertransaksi. Bertransaksi langsung dengan
pembeli asing terdapat resiko dan harus ada modal yang cukup. Karena selain minta disediakan
contoh produknya terlebih dahulu seringkali pembayarannya mundur dari ketentuan kontrak.
Bahkan seringkali produk yang telah dibuat ditolak oleh pembeli, karena dianggap tidak sesuai
permintaan dalam hal ini pembeli biasanya sudah memiliki contoh yang dibeli sebelumnya.
Sehingga pengusaha harus menanggung resiko yang besar karena industri kerajinan tangan tidak
bisa sama persis satu dan lainnya, maka resiko produk ditolak (reject) semakin besar.
c. Masuknya Pendatang Baru
Prospek masuknya pendatang baru potensial berkaitan erat atau ditentukan oleh kadar hambatan
masuk (barriers to entry) yang umumnya sangat kecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni
oleh usaha kecil. Hal ini sama juga dengan yang terjadi pada pengusaha baik di sentra industri
Serenan dan industri Ubud, produk mereka sangat mudah untuk disaingi oleh pendatang baru
walaupun mereka merasa optimis dapat bersaing. Menurut peneliti untuk permintaan produk
yang memerlukan ukiran dan bentuk yang berkualitas pengusaha Serenan dan Ubud masih dapat
bersaing karena mereka membuatnya dalam jumlah terbatas, tetapi jika permintaan produk hanya
berupa ukiran tiruan dan dalam jumlah besar maka bisa jadi pengusaha Serenan dan Ubud akan
mengalami kesulitan dalam produksi, akhirnya hasil akhir produknya berkualitas rendah, dan
akan sulit bersaing.
109
d. Persaingan antar Pengusaha dalam Sentra
Walaupun antar pengusaha dalam sentra merasa tidak bersaing dengan pengusaha lainnya hal itu
ditunjukkan dengan adanya berbagai kerjasama, dan kemampuan pengusaha yang menghasilkan
kualitas yang berbeda, namun di sisi lain persaingan dalam harga tetap terjadi, yaitu ketika
mereka melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Salah satu yang jadi pertimbangan utama
adalah untung sedikit tidak apa daripada pembeli lari ke pengusaha lainnya. Fenomena ini terjadi
baik di sentra Serenan dan sentra Ubud.
e. Ancaman Produk Pengganti
Kekuatan terakhir yang dikemukakan Porter adalah ancaman dari produk pengganti, yang
memang telah tebukti banyak memukul usaha tradisional.. Untuk kasus Serenan ini bisa dibuat
dua pendapat berbeda, yaitu jika produknya tetap memiliki karya seni yang berkualitas maka
ancaman produk pengganti adalah kecil. Namun apabila produknya hanyalah sebagai produk
biasa maka ancaman produk pengganti sangatlah tinggi.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di dalam komunitas industri kecil (sentra)
adalah sebagai berikut:
1. Bargaining Position Pengusaha Lemah. Kelemahan posisi tawar-menawar pengusaha dalam
penentuan harga terhadap pembeli disebabkan antara pengusaha kecil tidak ada kesepakatan
dalam penentuan harga. Sehingga terjadi saling menjatuhkan harga antar para pengusaha itu
sendiri. Mereka tidak mau untuk menerapkan keseragaman harga. Alasan mereka pengala-
man “kasus Jepara” dimana para pengusaha ditinggalkan oleh pembelinya diyakini karena ada
keseragaman harga, dikhawatirkan hal ini akan dapat menimpa mereka.
2. Margin Harga yang Rendah. Adanya kondisi “saling menjatuhkan harga” tersebut
menyebabkan dalam penentuan harga tidak berdasarkan perolehan margin yang rasional.
Artinya berapa harga yang tepat sesuai besarnya total biaya dan keuntungan yang diharapkan
tidak terlalu diperhatikan. Yang penting harga yang terjadi dapat menutup biaya produksi, itu
sudah cukup. Hal ini menyebabkan pengusaha kesulitan untuk mengembangkan usahanya
melalui akumulasi modal dari laba yang diperolehnya.
3. Belum ada Administrasi Keuangan. Tidak adanya administrasi keuangan yang tertib
mengakibatkan perhitungan harga sulit disusun secara rasional.
110
4. Lemahnya Penguasaan Manajemen. Sama dengan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa
kegiatan usaha para pengusaha seperti pada umumnya dihadapi UKM yaitu belum adanya
penerapan prinsip dasar manajemen yang rapi. Namun demikian para pengusaha bukan berarti
tidak mempunyai keinginan untuk maju. Mereka menginginkan pengelolaan usaha yang lebih
profesional. Namun, mereka selalu dihadapkan pada masalah–masalah manajemen produksi
(secara khusus masalah Quality Control), pengelolaan modal dan pemasaran (memperoleh
konsumen).
5. Macetnya Asosiasi atau Koperasi Pengusaha. Kelemahan posisi tawar-menawar para pegusaha
antara lain disebabkan oleh tidak dapat berjalannya forum kerjasama antara pengusaha.
Sebenarnya fasilitas untuk hal ini sudah ada yaitu dulunya berupa asosiasi yang kemudian
oleh pemerintah dijadikan koperasi. Namun pada saat ini kerja koperasi tidak optimal bahkan
dapat dikatakan macet. Akibat dari hal itu hubungan antar pengusaha menjadi renggang dan
cenderung terjadi iklim usaha yang tidak sehat.
6. Belum adanya Perlindungan Hak Cipta dan Hak Paten. Produk-produk dari Serenan
sebenarnya mempunyai kua-litas yang cukup bagus, terbukti dari luasnya pasar mereka, yaitu
dari pasar nasional (Bali, Jakarta dan sebagainya). sampai pasar ekspor (Australia, AS &
Eropa Timur) Akan tetapi ada permasalahan lain yang cukup menyulitkan mereka, yaitu
mengenai hak cipta/paten. Seorang pengusaha yang kami wawancarai menceritakan bahwa
produknya pernah dituntut membayar royalti karena dituduh memasarkan meubel ukiran
bajakan oleh sebuah perusahaan Swedia. Setelah diusut memang benar, bahwa ukiran yang
jelas-jelas bermotif Indonesia tersebut telah dipatenkan oleh sebuah perusa-haan Swedia.
7. Ketidak Efektifan Peran Pemerintah. Dalam melakukan pengembangan usaha pengusaha,
pemerintah telah melakukan langkah penanganan, namun dapat dikatakan banyak yang tidak
efektif karena tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
Dari kajian tersebut dapat difahami bahwa untuk menghadapi perdagangan bebas,
kemampuan industri kecil dalam suatu sentra tergantung kepada kemampuan pengusaha induk
(pengusaha yang memiliki kerjasama dengan pengusaha pengikutnya). Pengusaha yang menjadi
induk bagi pengusaha lainnya akan menentukan maju mundurnya pengusaha pada sentra
kerajinan. Oleh karena itu dalam melakukan pembinaan dan pengembangan industri kecil perlu
untuk memberikan prioritas sasaran pembinaannya ditujukan kepada pengusaha induk.
111
Keberadaan forum kerjasama antar pengusaha dalam bentuk misalnya asosiasi atau koperasi
tidak dapat langsung berperan untuk mengoptimalkan guna meningkatkan bargaining position
terhadap pembeli maupun pemasok bahan. Oleh karena itu asosiasi atau koperasi belum dapat
efektif untuk melaksanakan strategi kelompok dari industri kecil guna menghadapi perdagangan
bebas. Terkait langsung dengan liberalisasi perdagangan dunia seperti umumnya pada sentra
kerajinan, dalam menangani produk yang diekspor posisi ekportir maupun pembeli asing sangat
kuat. Hal ini mendukung temuan Saefudian, (1999). Umumnya segala resiko ditanggung oleh
pengusaha, sementara para eksportir tidak menanggung resiko apa-apa. Di samping
menentukan harga, penetapan kualitas memenuhi standart atau tidak (yang mempengaruhi harga)
juga dilakukan sepihak oleh para eksportir.
Berbeda dengan pendapat Tambunan (2001) yang menyatakan bahwa pengusaha industri
kecil, khususnya pengusaha induk yaitu belum adanya kemauan pengusaha-pengusaha kecil dan
menengah nasional untuk berorientasi global. Sebenarnya pengusaha induk siap dan mau untuk
“go international”, hanya saja mereka butuh perlindungan dalam tranksasinya, atau perlu adanya
pihak penjamin transaksi khususnya dengan pembeli asing.
1. Pengembangan nilai produk industri kerajinan seharusnya tidak lepas dari adanya riset yang
dilakukan secara simultan dan terus-menerus untuk dapat memprediksi pasar yang tepat dan
mampu meningkatkan kualitas desain.
2. Pentingnya divisi desain dan peranan desainer produk tidak sekedar meningkatkan kualitas
estetika produk tetapi juga pertimbangan ekonomis dan teknis agar produk mampu bersaing
di pasar internasional.
112
BAB 8
DAUR HIDUP PRODUK
Menurut Komninos (2002) ada lima fase daur hidup sebuah produk : tahap pengembangan produk,
tahap perkenalan (introduction), pertumbuhan (growth), tahap kematangan (maturity) dan tahap
penurunan (decline).
Fase Pengembangan Produk
Dimulai ketika perusahaan menemukan dan mengembangkan ide produk baru. Tahapan ini
merupakan penterjemahan kepingan berbagai informasi dan menyatukannya menjadi sebuah produk
baru. Yang selanjutnya produk tersebut akan mengalami perubahan atau penyesuaian sehingga
mengeluarkan banyak uang dan waktu. Sehingga fase ini dapat dideskripsikan dengan penjualan
(sales) adalah nol dan pendapatannya (revenue) negative, dengan kata lain bahwa di fase ini
perusahaan akan mengeluarkan biaya cukup besar.
Gambar 1. Grafik Daur Hidup Produk
Gambar 8.1. Grafik Daur Hidup Produk Sumber : www.urenio.org
Fase Perkenalan
Peluncuran produk pada fase perkenalan dimaksudkan agar perusahaan dapat mencapai dampak
maksimum pada penjualan, langkah ini dilakukan dengan jalan melakukan promosi dan penggunaan
iklan. Di fase ini persiapan distribusi mulai diperkenalkan. Ketersediaan produk di tiap – tiap konter
sangatlah penting dan hal ini adalah sebuah tantangan bahkan tidak jarang menimbulkan tekanan
tersendiri bagi perusahaan sehingga untuk urusan distribusi, beberapa perusahaan menyerahkannya
113
pada konsultan distribusi. Menetapkan harga, juga merupakan langkah lain yang dilakukan oleh
perusahaan pada fase ini. Menetapkan harga produk umumnya diikuti oleh satu atau dua strategi
tersruktur. Pada masa awal, konsumen akan rela membayar besar untuk sesuatu yang baru.
Fase Pertumbuhan
Fase pertumbuhan menawarkan kepuasan melihat produk lepas landas di pasar. Ini merupakan waktu
yang tepat untuk memfokuskan peningkatan pangsa pasar. Pada fase ini, promosi dan iklan terus
dilanjutkan, namun orientasinya sudah bukan pada perkenalan tapi lebih kepada penguatan imej di
pasar. Pengembangan efisiensi dan peningkatan ketersediaan produk juga servis adalah tindakan –
tindakan yang harus dilakukan pada fase pertumbuhan.
Fase Matang
Pada saat pasar menjadi jenuh dengan varian produk dan kompetitor berlomba–lomba menyajikan
alternatif produk maka tahapan ini dikenal sebagai fase matang (maturity). Ini merupakan periode
tertinggi keuntungan yang didapat sebuah produk, market share berkembang dan perusahaan
menikmati periode yang menguntungkan. Contoh produk yang sampai saat ini berada pada fase ini
adalah “Rinso” deterjen yang semakin tua tapi masih tetap tumbuh, ini terbukti dengan terus
melakukan terobosan baik dalam desain kemasan maupun menambah variannya (saat ini ada Rinso
Anti Noda, Rinso Thousand Lilies Molto dan Rinso Color Care). Rinso merupakan deterjen cuci
yang popular di Indonesia dan beberapa Negara lainnya. Diluncurkan pertama kali pada 35 tahun
yang lalu oleh PT. Unilever dan hingga sampai saat ini Rinso masih bertahan dan menjadi market
leader dalam deterjen di Indonesia.
Gambar 8.2. Varian produk Rinso saat ini (ki-ka: Rinso anti noda, Rinso Thousand Lilies Molto dan Rinso Color Care)
Sumber : www.unilever.co.id
114
Fase Penurunan
Umumnya penurunan produk ditandai dengan menurunnya pula penjualan di pasar. Fase ini adalah
waktu untuk memulai menarik kembali produk khususnya yang berada pada posisi lemah dari pasar.
Pada pertengahan 70-an, model daur hidup produk yang digambarkan pada gambar 1 mendapat
banyak kritikan dari sejumlah penulis. Adapun alasannya sebagai berikut :
1. Adanya perubahan permintaan konsumen selama periode menyebabkan perbedaan yang sulit
bagi fase daur hidup produk, durasinya sulit ditebak serta jangkauan tingkat penjualan produk
berupa imajinasi.
2. Banyak produk yang tidak mengikuti grafik fase daur hidup produk seperti pada gambar 8. 1.
3. Daur hidup produk tidak hanya dipengaruhi oleh faktor waktu seperti pada gambar, namun juga
dari kebijakan manajemen, keputusan strategis perusahaan serta trend pasar.
Selain daripada itu, daur hidup produk juga dipengaruhi oleh jenis poduk. Karena tentunya produk
yang berbeda juga akan menggunakan model dan pemasaran yang berbeda. Pada dasarnya ada tiga
jenis produk, yaitu:
a. Product class, contohnya mobil.
b. Product form, contohnya mobil keluarga, station wagon, dll.
c. Product brand, contoh ford escord.
Daur hidup product class merefleksikan perubahan trend pasar dan lebih lama daripada daur hidup
product form atau brand. Disatu sisi daur hidup product form atau brand merefleksikan tingkat
kompetisi dari sebuah perusahaan dan biasanya mengikuti model grafik daur hidup produk.
Lima fase daur hidup juga memberi indikasi bahwa sebaiknya perusahaan sesegera mungkin
meluncurkan produknya ke pasar, hal ini dimaksudkan agar mempercepat penjualan dan meraih
keuntungan juga karena berlomba dengan kompetitor. Oleh sebab itu fase yang tidak
menguntungkan perusahaan, yakni fase pengembangan produk diperpendek lead time-nya,
mengoptimalkan fase perkenalan dan pertumbuhan serta memperpanjang fase dewasa yang
menguntungkan bagi perusahaan.
115
BAB 9
WAKTU PELUNCURAN PRODUK BARU
Pada kondisi normal, sebuah perusahaan akan meluncurkan produk baru ketika produk sebelumnya
berada pada fase dewasa. Hal ini disebabkan karena, pada fase ini konsumen mengalami kejenuhan
sebab banyak pesaing yang memiliki spesifikasi atau fitur yang sama. Sehingga dapat digambarkan
grafiknya sebagai berikut :
Gambar 9.1. Peluncuran Produk pada Kondisi Normal
Namun, tidak selamanya kondisi tersebut berlaku. Ada kalanya, ketika sebuah produk diluncurkan
ketika produk sebelumnya belum mencapai fase matang, mungkin baru mencapai fase tumbuh
perusahaan mengeluarkan produk pengganti. Biasanya hal ini disebabkan oleh pesaing akan atau
telah meluncurkan produk baru yang lebih inovatif misalnya. Kondisi tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 9.2. Kondisi produk saat pesaing meluncurkan produk baru yang lebih inovatif
116
BAB 10
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BERDASAR PRODUK
Sumanth (1985) menyebutkan beberapa teknik untuk meningkatkan produktivitas berdasar produk
antara lain melalui pengurangan biaya desain, manufaktur, distribusi ataupun penjualan produk.
Sedangkan teknik – teknik untuk mencapaianya adalah:
1. Value Analysis/Engineering
2. Product Diversification
3. Product Simplification
4. Product Standardization
5. Emulation
6. Product Cannibalization (Komninos, 2002)
10.1. Value Analysis/ Value Engineering
Selama Perang Dunia II, banyak perusahaan manufaktur terpaksa menggunakan material dan
desain pengganti sebagai akibat dari krisis material. Ketika perusahaan General Electric menemukan
bahwa ternyata penggantian tersebut memberikan kemampuan yang sama atau bahkan lebih baik
dengan biaya yang lebih rendah, langkah ini merupakan upaya memulai meningkatkan efisiensi
produk dengan sengaja dan alternatif pengembangan sistematis dengan biaya rendah. Awalnya
konsep ini dikenal dengan sebutan value analysis atau value control, namun pada tahun 1957 dikenal
dengan value engineering. Sebutan value engineering memiliki pengertian sama dengan value
management, value analysis atau value control.
Value Engineering merupakan pendekatan yang sistematis dalam menunjukkan analisis fungsi
dari sistem, perlengkapan, fasilitas, servis dan distribusi dengan tujuan untuk mencapai fungsi dasar
pada daur biaya yang rendah dengan performa yang disyaratkan. Penerapan proses value engineering
pada sebuah kasus dapat meningkatkan performa, keandalan, kualitas, keamanan, ketahanan,
keefektifan atau karakteristik menguntungkan lainnya (Mandelbaum dan Reed, 2006).
Value analysis atau value engineering merupakan sebuah tim proses pemecahan masalah untuk
mengoptimasikan nilai sebuah produk bagi konsumen. Ini melibatkan perincian produk per
komponen selanjutnya menentukan nilai relatif elemen desain terhadap fungsi dan derajad
kepentingan. Dan hasilnya biasa disebut sebagai functional cost analysis. (Fallon, 1971; Miles, 1972;
Fowler, 1990 pada Dieter, 2000). Fowler et all (1997) dalam Dieter (2000) menyebutkan bahwa
value analysis tidak hanya terbatas pada pemilihan material, namun memiliki kontribusi lebih besar
117
pada penggunaan rekayasa desain. Biasanya digunakan sebagai langkah pertama dalam meredesain
produk atau dalam mendesain perencanaan produksi.
Kesuksesan penggunaan value engineering bergantung dari tingkat pemahaman hubungan
antara bagian - bagian desain dari sebuah komponen serta fungsinya. Konsep value yang digunakan
pada metodologi value engineering adalah sebagai berikut :
𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 =𝑤𝑜𝑟𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑎 𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒,𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛𝑡,𝑜𝑟 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑚𝑏𝑙𝑦
𝑐𝑜𝑠𝑡 (10.1)
Worth : Pengeluaran terkecil yang disyaratkan untuk memenuhi fungsi dasar dan ditetapkan oleh
perbandingan.
Cost : Adalah total biaya yang diperlukan untuk mendapatkan, memanfaatkan dan memelihara fungsi-
fungsi yang telah ditetapkan.
Value : Hubungan worth terhadap cost yang sesuai dengan kebutuhan penugguna dan sumber daya pada
situasi tertentu.
Perusahaan yang menggunakan metodologi Value Engineering (VE) pada pengembangan produknya adalah
DOD (Departement of Defense) USA yang menggunakannya sejak awal tahun 1960–an.
Contoh kasus :
Sebuah perusahaan automotif berencana mengganti penggunaan start engine pada mesin disel
berbasis elektrik dengan start engine berbasis pneumatic. Tapi ternyata komponen tersebut didapat
dengan mengimpor sehingga pengadaannya menjadi besar pada Gambar 10.1, oleh sebab itu
diputuskan untuk membuat dan membelinya di pasar lokal dengan pertimbangan untuk mengurangi
biaya dan memiliki kelayakan ekonomis (Ibusuki dan Kaminski, 2006). Oleh sebab itu dilakukan
sebuah studi dengan menggunakan metodologi value engineering (VE).
Gambar 10.1. Pneumatic Stater yang Tersedia pada Pasar Impor
(Sumber : Ibusuki dan Kaminski, 2006)
118
Diawali dengan perincian komponen–komponen yang terlibat dalam sebuah stater engine
yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasikan /pendefinisian fungsi dari tiap – tiap
komponen yang terlibat. Klasifikasikan fungsi berdasar fungsi utama atau fungsi pendukung.
Komponen – komponen yang berfungsi sebagai pendukung inilah yang nantinya akan direduksi,
namun terlebih dahulu dilakukan estimasi biaya dari tiap – tiap fungsi tersebut, sehingga didapatlah
nilai biaya per fungsi (Tabel 10.1). Kemudian dilakukan perbandingan antar fungsi tersebut
menggunakan Mudge Diagram untuk menetapkan derajad kepentingan tiap fungsi secara kuantitatif.
Hasil ini digunakan untuk menentukan target biaya.
Tabel 10.1. Perkiraan Biaya per Komponen Berdasarkan Fungsi (Sumber : Ibusuki dan Kaminski, 2006)
Nilai target biaya dan nilai biaya per fungsi selanjutnya dibandingkan, dan ternyata biaya yang
melebihi target adalah komponen drive pinon, sistem lubrikasi, system segel, connect tubes,
pelindung mesin dan fix engine.
Tabel 10.2. Penentuan Target Pengurangan Biaya per Fungsi (Sumber : Ibid)
119
Malalui tahapan kreatif akhirnya didapatlah tiga komponen saja yang dapat direduksi biayanya, yaitu
connect tubes, pelindung mesin dan fix enginee dengan perkiraan biaya fungsi masing- masing 5, 15
dan 23,71. Dari hasil tersebut dapat diperoleh desain yang baru yang lebih sederhana dan harga yang
lebih murah daripada Pneumatic Stater impor (Gambar 10.2).
Gambar 10.2. Pneumatic Stater yang Ditawarkan Menggunakan Metodologi VE
Sumber : Ibid
Product Diversification
Diversifikasi memiliki pengertian sebagai usaha menambah produk baru, dan terbagi menjadi tiga
tipe umum (David, 2006) :
1. Diversifikasi Konsentrik/ terfokus, memiliki pengertian sebagai menambah produk atau jasa
baru, tetapi berhubungan dengan produk/ jasa lama.
2. Diversifikasi Horizontal, memiliki pengertian sebagai menambahkan produk atau jasa baru, yang
tidak berkaitan kepada pelanggan saat ini.
3. Diverifikasi Konglomerasi, ialah menambahkan produk atau jasa baru yang tidak berkaitan.
Namun, agar lebih terfokus dengan masalah produktivitas maka penulisan ini dibatasi pada jenis
diversifikasi konsentrik dan terfokus pada produk saja.
Alasan perusahaan menerapkan strategi ini karena (Sumanth, 1985) :
1. Ada pesaing yang baru saja meluncurkan produk baru.
2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk sebelumnya menurun selama beberapa bulan atau
tahun.
120
3. Bahan mentah, komponen, dan pasokan energy secara tidak terduga menjadi susah didapat.
4. Produk eksisting tidak berlanjut pada pangsa pasar.
5. Perusahaan tengah mengembangkan sebuah produk yang jauh dari kompetisi
6. Produk baru dibutuhkan untuk tujuan pertahanan nasional
7. Belum ada perusahaan yang menawarkan produk baru pada saat itu.
8. Pentingnya terobosan pada pasar internasional.
9. Terobosan dari pesaing menjadi penting agar dapat bertahan dan tumbuh.
10. Perusahaan memenuhi kontrak eksklusif untuk menawarkan produk baru.
Diversifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan total penjualan. Jika ada satu produk yang
volume penjualannya kecil dapat ditutupi oleh produk lain yang volume penjualannya besar. Salah
satu contoh perusahaan yang menerapkan strategi diversifikasi konsentrik adalah AQUA GOLDEN
MISSISIPI (Rahman Umar, 2007).
PT. Aqua Golden Missisipi merupakan produsen air minum terbesar di Indonesia, menguasai
40% pangsa pasar air minum dalam kemasan, melalui produknya AQUA dan VIT sedangkan sisanya
berasal dari pemain industri yang jumlahnya sebanyak 426 perusahaan (id.wordpress.com). Pada
awal berproduksi, merk utamanya adalah AQUA dengan kemasan dari botol kaca dengan konsep isi
ulang yang membidik pasar orang asing yang makan diluar di Jakarta. Hotel dan rumah makan telah
membeli AQUA dalam botol yang dapat dikembalikan. Penjualan mencapai 2.5 juta liter pada tahun
1980, namun meluaskan pasar adalah tidak layak selama AQUA belum mempunyai jaringan
pengembalian botol diluar Jakarta. Tahun 1981, Aqua mulai mengemas air dalam penampung yang
terbuat dari PVC (Poly Vinyl Chlorida) dengan konsep langsung buang. Penyempurnaannya pada
tahun 1984 dengan bentuk yang lebih efisien yakni segi empat. Menginjak 1987, Aqua
mengemasnya pada material PET (Poly Ethilen Therepthalat).
Terlepas dari hal tersebut, hingga saat ini posisi Aqua ternyata tidak berubah sebagai leader
dengan segmen pasarnya adalah menengah atas. Bahkan merk Aqua sendiri sudah menancap di
benak masyarakat sehingga sebutan air mineral menjadi Aqua. Hal ini lantas tidak membuat
produsen berhenti melakukan terobosan, masih ada ceruk yang belum terjamah yaitu masyarakat
menengah bawah dan eksekutif.
121
Gambar 10.3. Air Mineral Vittel, Produk Perusahaan Perancis yang Diakuisisi PT. Aqua Golden Missisipi
(Sumber : www.vittel.com)
Untuk membidik pasar menengah bawah pada tahun 1987, Aqua mengakuisisi air minum
VIT yang merupakan produk dari perusahaan air mineral Perancis, Vittel. Dua produk ini memiliki
perbedaan pada bahan baku sumber air. Jika Aqua menggunakan air yang berasal dari sumber mata
air – walaupun bukan sumber mata air asli, karena 1) sumber mata air asli telah digunakan oleh
masyarakat dan jika sumber ini digunakan, maka dampaknya adalah debit air menurun. Sehingga
sumber mata air ini hanya dijadikan sebagai indikator adanya sumber air saja. Sedangkan alas an ke
2) adalah agar menghindari kontaminasi, karena umumnya lapisan mata air tidak terlalu dalam hanya
30 – 40 meter saja dan ini sudah tercemar oleh bakteri oleh sebab itu dilakukan pengeboran sedalam
70 – 100 meter – sedangkan Vit berasal dari air sumur atau apa saja.
Sedangkan strategi diversifikasi untuk mengisi pangsa pasar eksklusif, PT. Aqua Golden
Missisipi melakukan merger dengan perusahaan multinasional Danone, dengan mendistribusikan
secara eksklusif air mineral Evian, yang berasal dari pegunungan Alpen.
Gambar 10.4.
Produk PT.Aqua Golden Missisipi yang Menjangkau Pasar Menengah Atas, Bawah dan Premium (Sumber : www.vittel.com)
122
10.2.Product Simplification
Riggs et all (1979) dalam Sumanth (1985) memberikan definisi product simplification sebagai
pengurangan terhadap yang tidak relevan atau marginal lines, jenis dan model dari produk. Hal ini
berupa pengurangan pada material dan komponen yang digunakan atau bisa juga pengurangan pada
kerumitan metode dan proses produksi
DFMA
Berbicara tentang product simplification tentu tidak dapat lepas dari Design for Manufacturing
Assembly (DFMA). Karena pada dasarnya metode ini memiliki tujan dasar untuk membuat produk
menjadi lebih sederhana, baik dari penggunaan komponen, material maupun proses produksinya.
Design for manufacture memiliki definisi desain untuk kemudahan manufaktur dari sekumpulan
komponen yang membentuk produk setelah dirakit (assembly). Sedangkan Design for Assembly
adalah desain produk untuk kemudahan perakitan. Yang kemudian digabungkan menjadi DFMA.
Boothroyd (2002), menyebutkan tiga aktivitas utama dari DFMA :
a. Sebagai dasar studi concurrent engineering untuk memberikan petunjuk bagi tim desain
dalam menyederhanakan struktur produk, mengurangi biaya manufaktur dan perakitan dan
untuk mengkuantifikasi improvement.
b. Sebagai alat pembanding pada produk pesaing dan untuk mengkuantifikasi kesulitan proses
manufaktur serta perakitan.
c. Sebagai alat untuk membatu bernegosiasi dengan supplier.
Analisis DFA merupakan langkah pertama yang dilakukan, dengan tujuan untuk menyederhanakan
struktur produk. Kemudian dengan menggunakan DFM akan diperoleh estimasi biaya awal untuk
komponen, baik pada desain asli maupun desain yang baru untuk memberikan keputusan yang
bertentangan. Selama proses ini, material dan proses terbaik, dipertimbangkan untuk bermacam –
macam komponen. Proses tersebut dapat di rangkum pada gambar 3.
Sebuah terobosan dalam implementasi DFA terjadi pada tahun 1988 ketika Ford Motor Company
melaporkan bahwa software DFA membantu menyelamatkan miliaran dollar pada cabang
automobile Taurus. Belakangan, dilaporkan oleh General Motors (GM) membuat perbandingan
antara pabrik perakitan di Fairfax, Kansas yang membuat Pontiac Grand Prix dengan pabrik
perakitan Ford Taurus di Mercury Sable dekat Atlanta. GM menemukan selisih produktivitas cukup
besar dan disimpulkan bahwa selisih kedua desain tersebut adalah 41% . Contohnya: Mobil ford
memiliki komponen lebih sedikit – 10 pada bumper depan dibandingkan dengan 100 pada GM
Pontiac – dan komponen Ford lebih mudah perakitannya.
123
Gambar 10.5. Proses DFMA menggunakan software DFMA
Sumber : Boothroyd, et all 2002 DFMA tidak hanya mengurangi biaya produksi, namun dapat memperpendek waktu
peluncuran sebuah produk ke pasar, yang ditunjukkan dengan gambar 4. Contoh : Ingersoll – Rand
Company melaporkan bahwa DFMA software mengurangi waktu fase pengembangan produk
dengan drastis dari yang bisanya dua tahun menjadi satu tahun. Dengan tambahan, tim simultaneous
engineering mengurangi beberapa komponen dari 80 menjadi 29, penurunan penggunaan sambungan
dari 38 menjadi 20, menata perakitan dari 159 menjadi 40 dan mengurangi waktu perakitan dari 18.5
menit menjadi 6.5 menit. Dikembangkan bulan Juni 1989, desain baru diproduksi pada Februari
1990.
Keuntungan penggunaan DFMA
Survey yang diambil dari sejumlah engineering design secara mengejutkan menyebutkan bahwa
pengurangan biaya produksi tidak penting berdasarkan hasil akhir keinginan meredesain. Gambar 8
menunjukkan bahwa pengurangan waktu peluncuran ke pasar dan peningkatan pada kualitas lebih
penting daripada biaya produksi.
Gambar 10.6. Proses DFMA menggunakan software DFMA
Sumber : Boothroyd, et all 2002
124
Keuntungan lain dari DFMA menawarkan prosedur yang sitematis untuk menganalisa desain yang
ditawarkan dilihat dari sudut pandang perakitan dan manufaktur. DFMA juga mendorong dialog
antara desainer dan manufacturing engineers juga semua yang terlibat dalam penentuan biaya
produk. Ini berarti mendukung kelompok kerja dan keuntungan simultaneous atau concurrent
engineering dapat tercapai.
Gambar 10.7. Prosentase Keuntungan Penggunaan DFMA
(Sumber : Boothroyd, et all 2002)
Contoh Kasus DFMA pada Thermal Gunsight di Raytheon Systems
Sebuah thermal gunsight yang diproduksi oleh Sistem Pertahanan dan Grup Elektronik dari Texas
Instraments (sekarang bernama Raytheon Systems), digunakan untuk melacak dan membidik target
di malam hari, kondisi di medan pertempuran serta untuk menyesuaikan bagian system video dengan
lintasan peluru dari senjata kendaraan untuk memastikan akurasi pada kendaraan darat lapis baja
(tank). Yang terpenting adalah alat ini harus ringan.
Dengan analisis DFA didapatlah kesimpulan bahwa pengikat (fastener) dan reorientasi perakitan
merupakan dua kontribusi utama terhadap pengaruh waktu perakitan. Proses khusus pada
pengeboran dan pemasangan serta penggunaan perekat pada sekrup juga merupakan kontribusi
utama. Tujuan utama selama redesain adalah untuk mengurangi komponen, mengurangi elemen yang
tidak penting, menstandardkan pengingat (reminder), serta mengurangi perakitan. Setelah analisis
ini dibuat, maka beberapa alternatif desain ditawarkan sehingga terpilihlah sebuah desain final.
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa desain baru thermal gunsight berkurang sebanyak 16
komponen yang mana semula adalah 24 komponen menjadi 8 komponen saja
125
Tabel 10.3. Perbandinan reticle assembly antara desain awal dengan desain baru. Sumber: Ibid
Paul Zimmermann, pimpinan mechanical engineer Raytheon menyampaikan bahwa keuntungan
utama dari DFMA adalah berkurangnya waktu dan biaya untuk memperbaiki dan re-work. Dia juga
menyebutkan bahwa metode ini menghemat lebih dari $2 .000.000 selama fase desain.
Contoh Kasus DFMA pada Digital Equipments Corporation
Tim desain pada Digital Equipments Corporation menedain ulang mouse perusahaan. Dimulai
dengan membandingkan dengan produk digital mouse dan mouse yang dibuat oleh perusahaan lain.
Dengan menggunakan software DFMA untuk membandingkan beberapa komponen seperti waktu
pemasangan, jumlah komponen, cara perakitan, biaya tenaga kerja dan total biaya produk. Mereka
juga berkonsultasi dengan pekerja yang merakit mouse. Gordon lewis, koordinator DFMA dan
pemimpin tim, menyatakan bahwa DFMA memberikan tim desain “ Ini adalah aturan 80/20,
menghabiskan waktumu sebesar 80% dan 20% untuk masalah. Dan DFMA adalah alat yang
membantu tim mengidentifikasi dengan tepat 20% masalah yang ada.”
Gambar 10.8. Perbandingan mouse yang lama dan yang baru. Sumber : Boothroyd, et all 2002
126
Tabel 10.4. Menunjukkan Perbandingan Mouse Lama dengan Mouse yang Baru.
Original New Fastener 7 -
(2 snap fits) Assembly Adjustment 8 - Total Assembly Count 83 54 Assembly time 592 277 Cycle Time 18 week for hard tooling only 18 week including hard tooling
d. Concurrent Engineering/ Simutaneous Engineering
Concurrent engineering (best.me.berkely.edu) merupakan sebuah metode pengembangan
produk yang menggantikan proses pengembangan produk tradisional dengan penyelesaian tugas
secara paralel atau serentak dengan pertimbangan awal di setiap aspek proses pengembangan produk.
(Dieter,2000) Dimana pada pengembangan produk tradisional, semua prosesnya dilakukan secara
berurutan (serial/ sequential). Bahkan sempat dikenal pula istilah “over the wall approach”, yaitu
seorang desainer bekerja pada satu sisi tembok dan melemparkan desain melalui tembok kepada
insinyur produksi yang kemudian menghadapi berbagai kendala produksi dikarenakan mereka tidak
dilibatkan pada proses desain (Boothroyd et all, 2002).
Sekitar tahun 1980-an, berbagai perusahaan menghadapi peningkatan tekanan pada lantai
produksi dan sebuah pendekatan baru pada integrasi desain produk berkembang perlahan – lahan
yang kemudian dikenal dengan concurrent engineering. Hal ini didorong oleh keinginan untuk
memperpendek waktu pengembangan produk, juga dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan
kualitas dan mereduksi biaya daur hidup produk.
Tujuan utama Concurrent Engineering adalah sebagai berikut :
a. Mengurangi lead time pengembangan produk.
b. Meningkatkan keuntungan
c. Meningkatkan daya saing
d. Meningkatkan kontrol pada desain dan biaya produksi
e. Hubungan yang dekat antar divisi
f. Meningkatkan reputasi perusahaan dan produk
g. Meningkatkan kualitas produk
h. Pengembangan semangat tim
Perusahaan yang menggunakan Concurrent Engineering pada setiap perancangan produknya
adalah Toyota. Salah satu contoh kasus adalah proyek perancangan Toyota Prius. Liker (2006)
menyebutkan pada awalnya Prius merupakan proyek penelitian Toyota untuk mobil baru abad ke-21.
127
Adapun konsep awalnya adalah mobil kecil yang efisien bahan bakar namun memiliki ruang
kabin yang luas. Bulan September 1993 komite G – 21 ini mengadakan pertemuan dan memiliki
waktu tiga bulan untuk mengembangkan cetak biru yang berukuran setengah skala kendaraan.
Namun dalam proses pengembangannya konsep efisien bahan bakar ini berubah menjadi teknologi
hibrida yang merupakan kombinasi manis dari hemat bahan bakar, emisi rendah dan praktis. Padahal
pada tahun 1994 tepatnya bulan Nopember teknologi hibrida ini masih dianggap terlalu baru dan
merupakan teknologi yang beresiko, namun dilain pihak prototype mobil ini harus selesai pada bulan
Oktober 1995 tepatnya pada pameran mobil Tokyo dan hal ini berarti waktu yang dimiliki kurang
dari satu tahun.
Dimulai dari pertimbangan 80 jenis mesin hibrida yang dipersempit menjadi 10 jenis mesin
kemudian memilih empat terbaik. Masing – masing dari keempat jenis hibrida ini dievaluasi secara
hati – hati dengan simulasi komputer . Berdasarkan hasil ini tim cukup yakin dengan mengajukan
satu alternatif pada Mei 1995, hanya dalam waktu enam bulan. Juni 1995, Prius resmi menjadi
proyek pengembangan dengan rencana awal Prius akan diluncurkan pada awal tahun 1999. Adanya
pergantian presiden direktur yang baru menyebabkan proyek ini dipercepat satu tahun yakni
Desember 1997. Akhirnya prototype Prius dibuka pada khalayak umum pada Oktober 1995 di
pameran Mobil Toyota dan mobil ini menjadi bintang.
Juli 1996 tim memiliki sebuah mobil hybrid untuk dikembangkan, ini berarti waktu yang
tersisa untuk memproduksi Prius adalah 17 bulan. Tinjauan akhir terhadap desain dan persetujuan
formal oleh dewan direksi terhadap desain diberikan pada bulan September, sehingga sejak saat itu
hanya tersisa waktu 15 bulan. Disamping mengembangkan teknologi, Toyota juga harus
mengembangkan dan mempersiapkan proses manufaktur yang baru, menyusun rencana penjualan
yang baru untuk Prius dan bahkan mempersiapkan organisasi pelayanan untuk perawatan kendaraan.
Pada tahun 1996 standar industri untuk mengembangkan kendaraan, terutama di AS berkisar antara
lima hingga enam tahun. Namun sudah sejak tahun 1982, perusahaan – perusahaan mobil Jepang
mengembangkan kendaraannya hanya dalam waktu 48 bulan. Terlebih lagi Prius yang merupakan
terobosan baru hanya mempunyai waktu 15 bulan. Penelitian dan pengembangan Prius dilakukan
secara bersamaan dengan pengembangan produk. Dan akhirnya pada bulan Oktober 1997 – dua
bulan lebih cepat dari target – mobil hibrida produksi massal pertama di dunia ditawarkan ke pasar
Jepang, yang segera diikuti oleh peluncuran di AS.
128
Gambar 10.9. Toyota Prius Generasi Pertama Tahun 1997 (Sumber : www.toyota.co.id)
Keberhasilan Toyota dalam ketepatan waktu bahkan lebih cepat dari target disebabkan penggunaan
metode concurrent/ simultaneous engineering. Yang dilakukan dengan cara :
1. Tim lintas fungsi dan chief engineer bekerja sama setiap hari dalam ruangan yang sama
(obeya). Dalam proyek prius, tim ahli dari berbagai fungsi, desain, evaluasi dan manufaktur
duduk dalam satu ruangan besar bersama chief engineer dan mengambil kputusan secara real
time. Yang turut bergabung dengan kelompok tersebut tidak hanya insinyur desain, tapi juga
insinyur produksi sehingga mereka dapat melakukan pembahasan bersama-sama.
Gambar 10.10 . Toyota Prius Generasi Kedua Prius 2009
Sumber : www.toyota.co.id
2. Para insinyur manufaktur dan produksi tersebut terlibat sejak awal dalam proses desain
bekerja dengan para insinyur desain pada tahap pengembangan konsep, untuk memberikan
masukan mengenai masalah manufaktur. Tingkat kerjasama ini tidak baisa dalam industri
otomotif dan Toyota telah melakukan enjineering secara simultan selama beberapa tahun
sebelum prius namun Prius membuatnya lebih intensif. Begitu banyak hal baru dan tekanan
waktu yang intens, terjadilah kerjasama yang tiada duanya antar divisi dan antara bagian
desain dan bagian manufaktur untuk Prius.
129
Akibat inovasi ini, sejalan dengan inovasi dalam penggunaan teknologi komputer, proses
pengembangan produk di Toyota sekarang secara rutin berkurang menjadi 12 bulan atau
kurang untuk kendaraan derivatif, padahal sebagian besar pesaing membutuhkan waktu dua
kali lebih lama.
e. Product Standardization
Aturan utama dalam mendesain produk ialah mendesain menggunakan komponen standard.
Misalnya mur, baut, ring, segel, bearings, gear dan gigi rantai. Standarisasi produk merupakan
bagian usaha sistematis dari desainer produk, insinyur industri dan manajer marketing untuk
menciptakan sebuah produk yang dapat meminimalkan proses produksi, distribusi, penjualan dan
biaya perawatan (Sumanth, 1985). Standarisasi (Ulrich dan Eppinger, 2000) pada hal ini
diaplikasikan pada penggunaan komponen, dengan cara pemanfaatan komponen yang sama pada
bermacam-macam produk. Kondisi ini dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kualitas.
Standarisasi komponen dapat terjadi di luar perusahaan, ketika beberapa produk manufaktur
semuanya menggunakan komponen dari pemasok yang sama. Contohnya dalah baterai jam tangan
Swatch yang dibuat oleh pemasok dan terstandarisasi untuk berapa lini produk manufaktur lainnya.
Aplikasi dari penggunaan standarisasi produk adalah produk-produk dengan basis modular desain.
Modular desain terdiri atas core components dan support component, dimana kedua jenis komponen
ini jika dikombinasikan dapat menghasilkan berbagai varian yang baru dan berbeda. Oleh sebab itu
dalam perancangannya komponen – komponen ini harus distandardkan agar kompatibel satu dengan
yang lainnya. Nippon Denso panel meter, merupakan contoh produk yang menggunakan sistem
modul. Panel meter didesain dengan enam modul standard. Kombinasi enam modul ini menghasilkan
288 model yang berbeda dengan 40 model yang baru diproduksi.
Gambar 10.11. Nippon denso panel meter dan kemungkinan 288 kombinasinya (Sumber : Huang, 1999)
130
f. Emulation
Emulation ( www.thefreedictionary.com ) ialah usaha untuk menyamai atau mengungguli yang
lain. Emulation memiliki pengertian yang sama dengan peniruan (imitation) atau tiruan (copying).
Sedangkan dalam hubungannya dengan pengembangan produk, emulation (Burnham, 1979 dalam
Sumanth, 1985) memiliki pengertian sebagai meniru ide terbaik dari perusahaan lain, pada industri
yang sama. Terkadang sebuah perusahaan tidak perlu menjadi penemu dari metode baru agar sukses
dalam meningkatkan produktivitas. Meniru ide terbaik disini termasuk produk, proses, material,
teknologi dan kebijakan manajemen. Strategi ini cocok digunakan pada perusahaan dengan sumber
daya yang terbatas (www.web-articles.info).
Gambar 10.12. Metode Emulasi yang Digunakan pada Peningkatan Produtivitas Seterika (Perbandingan Produk Maspion dengan Philips)
Sumber : www.toyota.co.id
Emulasi tidak jelek sepenuhnya, bahkan dapat menjadi penting. Bahkan merupakan teknik
peningkatan produktivitas sederhana yang sangat efektif, karena teknik ini mengambil kelebihan dari
ide yang sudah digunakan oleh pesaing. Namun pada prakteknya, selalu ada keseganan pada
beberapa perusahaan (terutama perusahaan Amarika) untuk meniru desain dan metode produksi dan
gaya manajemen dari pesaing asing. Kondisi ini ternyata berbeda dengan perusahaan – perusahaan di
Negara timur, yang banyak meniru teknologi know – how perusahaan di Negara barat.
Contoh kasus ini adalah pada produk seterika PT. Maspion yang meniru desain seterika dari Philips.
Gambar 10.12 memperlihatkan kesamaan pada bentuk seterika dan pembagian komponen warnanya.
g. Product Cannibalism
Untuk memperpanjang daur hidup produk, product cannibalization adalah salah satu cara yang
dapat digunakan. Komninos (2002) memberikan pengertian dari product cannibalization sebagai
usaha perusahaan memutuskan untuk mengganti produk eksisting dan memperkenalkan yang baru
131
sebagai pengganti produk eksisting tanpa peduli posisinya di pasar. Biasanya, cara ini dilakukan
untuk memperkenalkan teknologi baru dan kebanyakan kasusnya pada perusahaan berteknologi
tinggi. Pada kondisi kanibalisasi normal, produk baru yang menggantikan produk sebelumnya yang
berada pada fase matang. Produk baru dijual pada harga tinggi sebagai keberlanjutan penjualan,
sedangkan pencapaian produk yang lama berada pada akhir daur hidup produk. Akan tetapi, ada pula
perusahaan yang memperkenalkan versi baru dari sebuah produk ketika produk sebelumnya berada
pada fase pengenalan produk. Untuk menggunakan strategi ini, perusahaan harus mengetahui kapan
dan mengapa menggunakan ini. Karena apabila terlambat ataupun terlalu cepat akan berdampak
buruk bagi penjualan perusahaan.
Strategi ini biasanya digunakan untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar,
sedangkan bagi pengikut (follower) strategi ini digunakan untuk mengejar posisi pemimpin pasar.
Sedangkan dalam kaitannya dengan daur hidup produk, strategi ini dapat mempersingkat fase
perkenalan dan pertumbuhan karena tidak memerlukan biaya promosi atau iklan yang besar sebab
tidak membutuhkan intensitas iklan atau promosi yang tinggi.
Ada tiga tipe kanibalisasi produk, yaitu : Unfavorable Cannibalization, Offensive
Cannibalization dan Defensive Cannibalization. Namun dari ketiganya, tipe defensive paling sehat
dilakukan. Baik pada perusahaan, pasar maupun perekonomian nasional. Oleh sebab itu, penjelasan
kepada tipe defensive lebih ditekankan. Contoh perusahaan yang menggunakan strategi ini adalah
Intel Corporation yang mengkanibalisasi prosesor 8088 menjadi 80286 setelah 2,5 tahun, kemudian
80286 digantikan oleh 386 setelah tiga tahun, 386 digantkan 486 setelah 4 tahun dan 486 digantikan
dengan Pentium setelah 4,5 tahu dan seterusnya. Jadi disini, pemimpin pasar mendikte langkah dan
panjangnya daur hidup produk. Penggantian 486 menjadi Pentium membutuhkan waktu yang lama,
disebabkan karena pesaing tidak dapat mengejar. Contoh kasus lain lagi adalah, pada perusahaan
Nintendo, sega atau Play Station.
Gambar 10.13. Perkembangan Produk Kanibalisasi Intel dari 8088 menjadi 80286 menjadi 388 hingga Pentium 4
(Sumber : berbagai sumber diolah)
132
Daur hidup produk terdiri dari lima fase, yakni : fase pengembangan produk, fase perkenalan,
fase pertumbuhan, fase dewasa dan fase penurunan. Jika dikaitkan dengan produktivitas, fase
perkembangan produk sebisa mungkin diperpendek lead-timenya, sebab pada fase ini perusahaan
mengeluarkan biaya yang cukup besar. Bahkan Dewhurst dan Boothroyd (2002) menyebutkan
bahwa pengurangan waktu peluncuran lebih penting dari pada pengurangan biaya produksi.
Yang kedua adalah, pada fase ini juga perlu dipertimbangkan poses produksinya, yaitu kemudahan
perakitan dan pembuatannya tanpa mengabaikan kualitasnya.
Adapun cara-cara yang digunakan untuk dapat meningkatkan produktivitas berdasarkan
produknya dilakukan dengan teknik : value engineering, diversifikasi produk, penyederhanaan
produk melalui DFMA, Simultaneous/ Concurrent Engineering, standarisasi produk, emulasi dan
kanibalisasi produk. Dari keenam teknik tersebut, dapat diterangkan kaitannya dengan produktivitas
sebagai berikut :
Tabel 10.5. Korelasi antara enam jenis teknik dengan kriteria peningkatan produktivitas.
Kriteria Produktivitas VE Div. Prod
DFMA
CE Emulasi Std. Prod
Cann.Prod
Mengurangi lead time pengembangan poduk.
v v v v
Mengurangi biaya produksi v v v v Meminimumkan inventory v v v v Meningkatkan keuntungan v v v v v v v Meningkatkan kualitas dan keandalan produk
v v v v v v v
Memperpanjang daur dewasa produk v
Sedangkan pada masa dewasa produk, sebaiknya diperpanjang karena pada masa ini
perusahaan meraih keuntungan yang tinggi. Pada fase ini, sebuah produk tidak dapat berhenti pada
satu titik namun terus melakukan perubahan walaupun kecil, yakni pada pengemasan misalnya. Hal
ini terjadi pada Rinso yang kini tengah berada pada posisi dewasa dan bertahan selama 35 tahun
sebagai pemimpin pasar deterjen di Indonesia. Perubahan yang dilakukan untuk menarik pasar selain
dilakukan dengan cara perubahan desain kemasan juga meluncurkan variannya, yakni rinso untuk
pakaian berwarna dan rinso yang dikombinasi dengan pelembut dan pewangi pakaian.
133
BAGIAN TIGA LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional
- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada Industri Manufaktur
- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan
- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green produktivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur
- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan
134
BAB 11
INDUSTRI MANUFAKTUR
Dewasa ini terjadi perkembangan yang cukup pesat pada industri manufaktur. Perkembangan
industri manufaktur ini ditandai dengan bertambahnya jumlah dan inovasi yang dilakukan oleh
industri manufaktur. Inovasi dilakukan pada proses produksi atau inovasi produk yang dihasilkan.
Untuk mendukung inovasi, maka diperlukan suatu kondisi yang reprentatif pada industri tersebut.
Kondisi ini dapat tercapai jika semua komponen yang terlibat dalam proses produksi dapat bekerja
dengan baik, antara lain komponen bahan baku, tenaga kerja, peralatan produksi dll.
Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat dengan tangan.
Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683.
Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses
ini meliputi (1) perancangan produk, (2) pemilihan material, dan (3) tahap-tahap proses dimana
produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk
dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang
terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan. Industri manufaktur merupakan
industri yang menghasilkan suatu produk tertentu. Karakteristik tersebut mempermudah dalam
membuat suatu perbaikan dibandingkan industri jasa yang tidak tampak produknya. Terdapat
beberapa karakteristik industri manufaktur pada dunia modern, yaitu:
1. Hanya world class organization yang dapat bersaing dipasar domestik dan pasar global.
2. Selalu berorientasi pada peningkatan kualitas dari produk yang dihasilkan.
3. Menyadari bahwa human resources merupakan suatu asset penting dalam organisasi dan
memberdayakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.
4. Menekankan pada pengendalian biaya
5. Menekankan pada fokus dan spesialisasi.
6. Meningkatkan kemampuan mesin produksi untuk mencapai tujuan speed, accuracy dan quality
melalui deploying intelligent machines and flexible manufacturing systems.
7. Meningkatkan peranan komputer untuk memecahkan masalah bisnis yang komplek, desain
engineering, R&D, inventori, perawatan peralatan, masalah kualitas.
8. Menggunakan simulasi dan model matematika dalam proses pengambilan keputusan.
Disisi lain, industri manufaktur merupakan pendorong bagi pertumbuhan industry jasa.
Produk yang dihasilkan oleh industri manufaktur digunakan dalam proses produksi industri jasa.
Dengan demikian inovasi dan perkembangan industri manufaktur sangat berpengaruh pada
perkembangan dan inovasi industri jasa.
135
Gambar 11.1. Hubungan antara industri manufaktur dan industry jasa
(Sumber: Castaldi, 2008)
Terdapat beberapa bentuk industri manufaktur dewasa ini. Castaldi (2008) membedakan
industri manufaktur menjadi empat tipe, yaitu:
1. Scale Intensive (SI): termasuk kebutuhan konsumen yang komplek dan tahan lama (makanan,
bahan kimia dan sepeda motor), dan memproses bahan baku (metal manufacturing, glass dan
semen)
2. Supplier Dominated (SD): suatu industri dimana sebagian besar proses produksinya
menggunakan teknologi (industri tekstil, pipa dan kertas).
3. Science Based (SB): Industri elektronik, minuman, bioengineering, dan semua industri yang
secara langsung mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam proses inovasinya.
4. Specialized Suppliers (SS): yang termasuk dalam tipe ini adalah peralatan bangunan, desain dan
mechanical engineering (machines and machines tools production).
Pada dasarnya perkembangan industri manufaktur tidak terlepas dari masalah produktivitas,
karena peningkatan produktivitas merupakan indikator perkembangan positif suatu industri. Salah
satu alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas pada industri manufaktur adalah:
Value Stream Mapping (VSM). Alat ini dapat digunakan untuk melihat aliran produk, aliran bahan
baku dan aliran informasi pada industri manufaktur. Selain itu VSM dapat digunakan untuk
memisahkan aktivitas value adding dan non value adding aliran produk dari supplier bahan baku
sampai konsumen.
136
VSM mempunyai peranan penting dan berbeda-beda pada setiap tipe industri manufaktur.
Jobbing shops: VSM digunakan untuk melihat proses pre-manufacturing, seperti: quotation
preparation, desain, pembelian, proses perencanaan dan penjadwalan. Batch manufacturing: VSM
digunakan untuk menerapkan konsep lean, dan dengan memperkenalkan “pull” system dengan
kanban untuk pengendalian produksi, mengembangkan aliran proses berdasarkan waktu,
penjadwalan bertingkat, misalnya mingguan, bulanan dll. Flow line production: VSM digunakan
untuk melihat hasil jika telah dilakukan suatu improvement. Process plants: pada tipe ini VSM
digunakan untuk melihat possibility smaller run, reviewing set-up atau change over times,
memperbaiki system penjadwalan, memperbaiki pengendalian proses, melakukan preventif
perawatan dan memperbaiki prosedur pengendalian kualitas.
137
BAB 12
HUMAN CAPITAL PADA MANUFAKTUR
Terdapat berbagai macam modal (capital) yang harus tersedia sebelum suatu industri
manufaktur agar dapat melakukan proses operasinya. Beberapa modal yang harus tersedia antara
lain: modal fasilitas produksi, modal financial, modal material dan modal tenaga kerja (human
capital). Menurut Carmeli (2004), tenaga kerja sebagai human capital merupakan suatu asset
strategis agar suatu organisasi dapat berjalan secara efektif. Perkembangan dan inovasi yang
berkelanjutan pada tenaga kerja akan memberikan pengaruh positif bagi performance suatu
organisasi/ perusahaan. Sedangkan menurut Serneels (2008), human capital merupakan akumulasi
dari dua hal, yaitu: suatu pengalaman dan pengetahuan dari seorang karyawan.
Human capital merupakan komponen penting dalam operasionalisasi perusahaan, karena
berperan dalam merumuskan dan melaksanakan strategi. Human capital berperan dalam
merumuskan rencana strategis dan mengimplementasikan rencana tersebut melalui berbagai cara,
misalnya: rekrutmen atau perampingan karyawan dan sebagainya (Dessler, 2004). Selain itu,
Manajemen sekarang telah banyak berubah dari keadaan 20-30 tahun lampau, di mana human capital
menggantikan mesin-mesin sebagai basis keberhasilan kebanyakan perusahaan.
Kondisi tersebut menuntut adanya perubahan penanganan tenaga kerja sebagai human
capital. Pola yang berubah ini menuntut "pengetahuan" baru dan "cara penanganan" (manajemen)
yang baru Moskowitz, R. and Warwick D. (1996) berpendapat, bahwa Human capital yang mengacu
kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, dan ekspertis tenaga kerja perusahaan kini
menjadi sangat penting, dibandingkan dengan waktu-waktu lampau. Malcolm Baldrige, menyatakan
bahwa penanganan SDM sebagai Human Capital telah berhasil jika MSDM sudah merencanakan
penerapan dan intergrasi pertumbuhan pegawai secara penuh, mencakup program pelatihan, alur
pengembangan karier, penilaian/proses kesadaran pribadi, kompensasi, pemberian wewenang, dan
hasil terukur. Untuk mencapai penanganan SDM sebagai Human Capital dapat dinilai dari
komponen-komponen sebagai berikut (Gamal, 2007):
1. Perencanaan dan Pengelolaan SDM
a. Seberapa jauh perencanaan SDM dikaitkan dengan strategi;
b. Seberapa jauh SDM dikaitkan dengan tujuan peningkatan kualitas;
c. Seberapa besar penggunaan data pegawai untuk peningkatan pengelolaan SDM.
2. Peningkatan Pegawai
a. Seberapa besar insentif bagi keterlibatab pegawai dalam peningkatan kualitas;
138
b. Seberapa besar wewenang yang diberikan kepada pegawai dalam area kerja mereka;
c. Bagaimana pengukuran dan pemantauan pegawai dalam peningkatan kualitas;
d. Bagaimana indicator monitoring keterlibatan pegawai pada semua tingkatan.
3. Pendidikan dan Pelatihan
a. Bagaimana sistematika pengembangan program pelatihan dan pendidikan;
b. Bagaimana mengukur kaitan pelatihan dan pendidikan dengan pekerjaan pegawai;
c. Seberapa jauh pengaruh hasil pelatihan berhubungan dengan area pekerjaan pegawai;
d. Bagaimana mengukur pelatihan pegawai dengan kategori pekerjaan
4. Kinerja Pegawai dan Pengakuan
a. Seberapa jauh reward program mendukung tujuan peningkatan mutu;
b. Bagaimana intensitas organisasi meninjau ulang dan meningkatan reward program;
c. Bagaimana pengelolaan data dan bukti pengenalan setiap pegawai;
d. Bagaimana keberlanjutan peningkatan program untuk mencapai kepuasan pegawai.
5. Kepuasan Pegawai
a. Seberapa jauh program pengembangan pelayanan kepada pegawai;
b. Bagaimana system penilaian & evaluasi kepuasan pegawai;
c. Bagaimana kelengkapan data dalam peningkatan dan pelayanan pegawai.
Dengan demikian, human capital pada industri manufaktur, bukanlah memposisikan
manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin,
sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun setelah teori ini semakin meluas, maka human
capital justru bisa membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia
dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk pelatihan) dalam rangka peningkatan
mutu organisasi sebagai bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital
menunjukkan bahwa hasil dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa
pembangunan fisik.
139
BAB 13
HUMAN RESOURCES MANAGEMENT (HRM) PADA
MANUFAKTUR
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) atau biasa disebut dengan istilah human
resources management (HRM) adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup
karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas
organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Simamora (2006)
mendefinisikan Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem
perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja,
kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara lansung sumber
daya manusianya.
MSDM merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen (saling terkait satu
sama lain), dimana setiap aktivitas berpengaruh pada aktivitas yang lain. Tujuan dilakukannya
manajemen sumber daya manusia adalah: meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada
dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab strategis, etis dan sosial.
Tercapainya tujuan manajemen sumber daya manusia pada industri manufaktur tercermin dari
adanya :
- Peningkatan effisiensi
- Peningkatan effektifitas
- Peningkatan produktifitas
- Rendahnya tingkat perpindahan pegawai
- Rendahnya tingkat absensi
- Tingginya kepuasan kerja karyawan
- Tingginya kualitas pelayanan
- Rendahnya keluhan dari pelanggan
- Meningkatnya bisnis dari perusahaan.
Peran manajemen sumber daya manusia dalam menjalankan aspek SDM harus dikelola
dengan baik sehingga kebijakan dan praktek dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan, yang meliputi kegiatan (Rivai, 2003):
- Melakukan analisis jabatan (menetapkan karakteristik pekerjaan masing – masing SDM)
- Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja
140
- Menyeleksi calon pekerja
- Memberikan pengenalan dan penempatan pada karyawan baru
- Menetapkan upah, gaji dan cara memberikan kompensasi
- Memberikan insentif dan kesejahteraan
- Melakukan evaluasi kinerja
- Mengkomunikasikan, memberikan penyuluhan dan menegakan disiplin kerja
- Memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan
- Membangun komitmen kerja
- Memberikan keselamatan kerja
- Memberikan jaminan kesehatan
- Menyelesaikan perselisihan perburuhan
- Menyelesaikan perselisihan dan relationship karyawan.
MSDM sebagai suatu system dengan ruang lingkup yang bersifat internal dan eksternal. Yang
bersifat internal adalah berkaitan dengan menjalankan fungsi-fungsi MSDM, sedangkan yang
bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang berada diluar jangkauan kemampuan pengendalian
manajemen, dimana sebagian merupakan ancaman dan sekaligus tantangan untuk dicarikan solusi
penyelesaiannya.
Gambar 13.1. Berbagai pihak yang berkepentingan dengan MSDM
(Sumber: Rifai, 2003)
Tantangan eksternal bersumber dari: teknologi, ekonomi, sosio cultural, politik dan
internasional. Sedangkan tantangan internal karena adanya SDM yang mengejar pertimbangan atau
trade off adalah: financial, penjualan, keuangan, service, produksi dll. Selain itu, dihadapkan pula
pada serikat pekerja, system informasi yang semakin terbuka dan budaya organisasi. Dalam
menghadapi berbagai tantangan seperti yang disebutkan diatas, maka perlu dibuatkan suatu strategi
pendekatan manajemen sumber daya manusia. Sudut pandang ini memberikan tema-tema pelengkap
HRM
pemilik
Karyawan
Pemerintah
Konsumen
Manajemen
141
yang membantu manajer dan operasional SDM dalam mempertahankan fungsi SDM dan
aktivitasnya tetap pada sudut pandang yang benar, meliputi (Rifai, 2003):
1. Pendekatan strategis, manajemen sumber daya manusia harus memberikan andil atas
keberhasilan strategis perusahaan.
2. Pendekatan SDM, manajemen SDM merupakan manajemen manusia, pentingnya dan
martabat manusia tidak boleh diabaikan.
3. Pendekatan manajemen, manajemen SDM merupakan tanggung jawab setiap manajer.
Departemen SDM ada dalam rangka melayani manajer dan karyawan melalui
keahliannya.
4. Pendekatan system, pendekatan SDM berlangsung didalam system yang lebih besar:
yakni perusahaan. Oleh karenanya, upaya SDM harus mengevaluasi andil karyawan yang
diberikan terhadap produktivitas perusahaan.
5. Pendekatan proaktif, manejemen SDM bisa meningkatkan andilnya atas karyawan dan
organisasi dengan mengantisipasi berbagai masalah sebelum kemunculannya.
Pada hakekatnya manajemen sumber daya manusia sangat berbeda dengan sumber daya
alam, dimana manajemen SDM sangat ditentukan oleh sifat SDM itu sendiri, yang selalu
berkembang (dinamis) baik jumlah maupun mutunya.
142
BAB 14
HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY
Produktivitas tenaga kerja (human resources productivity) sangat besar peranannya dalam
proses perkembangan suatu industri. Tenaga kerja sebagai faktor penting dalam proses operasi
industri harus dapat dimanfaatkan secara optimal, agar dapat mencapai tujuan perusahaan. Usaha
untuk mencapai tujuan ini dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas kerja, salah satunya
dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan suatu ukuran
effisiensi pemanfaatan tenaga kerja dalam menghasilkan sejumlah output pada waktu tertentu.
Ananta (1990) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah pencerminan dari mutu
tenaga kerja jika hal – hal lain dianggap sama. Tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja
dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah
karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah (Basri, 1996). Secara umum, produktivitas tenaga
kerja pada industri manufaktur dipengaruhi oleh beberapa faktor :
1. Unsur tenaga kerja, termasuk didalamnya metode kerja, kesehatan, tingkat pendidikan,
kebiasaan, dan pemahaman terhadap pelaksanaan kegiatan usaha, kompensasi kerja (upah/ gaji).
2. Komoditas yang diolah termasuk sumber daya alam (lahan dsb), teknik pelaksanaannya termasuk
tingkat kejenuhan kapasitas produksi terutama pada sektor non pertanian.
3. Peralatan atau fasilitas penunjang tenaga kerja, termasuk faktor lingkungan kerjanya.
Untuk dapat memperoleh informasi yang akurat tentang posisi produktivitas tenaga kerja,
maka diperlukan suatu aktivitas pengukuran produktivitas tenaga kerja. Sinungan (2005)
menyebutkan, bahwa untuk mengukur produktivitas tenaga kerja digunakan metode pengukuran
waktu tenaga kerja. Pengeluaran diubah kedalam unit – unit pekerja, yang biasanya diartikan sebagai
jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja menurut pelaksanaan standart.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan persamaan (Sritomo, 1995)
Produktivitas TK = total output yang dihasilkan/ jumlah buruh yang digunakan (14.1)
Disini produktivitas dari tenaga kerja menunjukkan rasio dari jumlah keluaran yang
dihasilkan per total tenaga kerja yang dipekerjakan. Masukan (input) dapat diukur dalam satuan jam
manusia (man hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga
kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi
biasanya meliputi keduanya. Untuk produk-produk tertentu rasio ini dapat dinyatakan dalam jumlah
produk yang dibuat per jam kerja yang digunakan untuk itu. Selanjutnya bisa dinyatakan bahwa
seseorang telah bekerja produktif jika ia telah menunjukkan output kerja yang paling tidak telah
mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan
143
secara normal dan diselesaikkanya dalam jangka waktu yang layak. Dengan demikian, secara garis
besar terdapat dua unsur yang termasuk dalam kriteria produktivitas kerja:
1. Besar/ kecilnya keluaran yang dihasilkan
2. Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.
Disisi lain, tidak selamanya tingkat produktivitas karyawan tersebut selalu tinggi, meskipun
telah diberikan dorongan – dorongan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Beberapa indikator
turunnya tingkat produktivitas tenaga kerja, yaitu:
1. Karyawan tidak tahu mengerjakan tugas yang mana dahulu.
2. Karyawan membuang kesempatan yang bagus.
3. Karyawan sering menunda pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
144
BAB 15
HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY IMPROVEMENT
Human resources productivity (produktivitas tenaga kerja) tidak dapat terwujud begitu saja.
Banyak usaha yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan/ memperbaiki produktivitas tenaga
kerja dalam suatu industri. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki human
resources productivity adalah:
1. Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu program untuk mempersiapkan sumber daya manusia suatu
perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Pelatihan sebagai bagian
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan
di luar sistem pendidikan yang berlaku dengan waktu yang relatif singkat. Keterampilan dapat
meliputi pengertian physical skill, intellectual skill, social skill, managerial skill dll. Amin
Akhavan et.al (2008) mendefinisikan pelatihan/ training sebagai proses pengembangan pekerjaan
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan keahlian tenaga kerja untuk memperbaiki
performance. Manager, executive dan supervisor dapat berperan dalam proses transfer
pengetahuan dan keahlian dalam suatu industri (Jong Jan A de et.al, 1999). Terdapat dua metode
training yang dapat digunakan, yaitu: on-the job training dan off the job training (Smith, 2002).
On the job training merupakan suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon
pekerja ditempatkan pada kondisi pekerjaan yang riil, dibawah bimbingan dan supervisi dari
pegawai yang telah berpengalaman.Salah satu pendekatan yang dilakukan pada on the job
training adalah Job instruction training (JIT), dimana instruktur pertama kali memberi pelatihan
kepada supervisor dan selanjutnya supervisor kepada karyawan. Sedangkan off the job training
dilakukan dengan metode perkuliahan, film dan simulasi. Agar pelatihan dapat dilakukan sesuai
dengan kebutuhannya, maka beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan adalah (Mathis and
Jackson,2003).
145
Gambar 15.1. Proses training
2. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan yang menyebabkan seorang karyawan dapat bekerja
dengan baik sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai. Veithzal (2003) mendefinisikan
motivasi sebagai serangkaian sikap dan nilai – nilai yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuannya. Dalam Koesmono (2006) Herpen et.al
menyebutkan bahwa motivasi seseorang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
Menurut Rifai (2003) sumber motivasi ada tiga, yaitu: kemungkinan untuk berkembang, jenis
pekerjaan dan apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari tempat mereka
bekerja. Disamping itu terdapat beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi
karyawan, yakni: rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif,
lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang
adil dari manajemen. Dalam suatu industri manufaktur, motivasi memiliki peran penting
selain pendidikan dan besarnya upah yang diterima karyawan (Akhavan et.al, 2008)
Assesment
Analysis training needs
Indentify training objective and criteria
Design Pretest trainess Select training methods Plan training content
Delivery Schedule training Conduct training Monitor training
Evaluation
Measure training outcomes
Compare outcomes to objectives/ criteria
146
Gambar 15.2. Kontribusi motivasi dalam industri
(Sumber: Amin Akhavan et.al, 2008)
3. Gaji
Gaji merupakan balas jasa dalam bentuk uang yang dierima karyawan sebagai konsekuensi dari
statusnya yang memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Veithzal (2003)
menyebutkan bahwa tujuan diberikannya gaji antara lain: sebagai ikatan kerja sama, memberikan
kepuasan kerja, penggadaan yang effektif, sebagai motivasi karyawan, stabilitas karyawan,
disiplin. Sedangkan beberapa factor yang menentukan besarnya gaji adalah:
a) Tingkat gaji yang lazim, tergantung pada ketersediaan (supply) tenaga kerja di pasar tenaga
kerja dan permintaan tenaga kerja.
b) Serikat buruh, ini menjadi kekuatan yang sangat besar dalam perusahaan, sehingga dapat
memaksa perusahaan untuk memberi upah atau gaji yang lebih besar dari pada hasil evaluasi
jabatan.
c) Pemerintah, dapat menentukan tarif upah minimum, jam kerja standart, dan tunjangan yang
harus dipatuhi oleh pengusaha.
d) Faktor internasional, ini dilakukan untuk merangsang seseorang agar bersedia ditempatkan
dinegara yang tidak diminati.
e) Biaya dan produktivitas, tenaga kerja merupakan salah satu komponen biaya yang sangat
berpengaruh terhadap harga pokok barang. Tingginya harga pokok akan menurunkan
penjualan dan keuntungan perusahaan, sehingga mengakibatkan perusahaan tidak mampu
membayar pekerja.
147
BAB 16. ANALISIS HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI MANUFACTUR (STUDI KASUS)
16.1. PTPN III
PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), dan merupakan industri manufaktur yang produk utamanya adalah
- Minyak sawit (CPO) inti sawit (kernel)
- Karet - Lateks, Crumb Rubber dan Rubber Smoke Sheet
- Industri Hilir Karet - Rubber Threads, Rubber Dockfender, Rubber Article, Rubber Cowmat,
Conveyor Belt, Rubber Karlet dan Resin
Perusahaan ini tumbuh sebagai perusahaan besar dengan dukungan pengelolaan manajemen yang
professional. Salah satu yang dilakukan adalah mengelola karyawannya. PTPN III menyadari bahwa
karyawan sebagai human capital yang mempengaruhi hidup atau matinya suatu perusahaan sehingga
diperlukan suatu proses human resources productivity improvement untuk membangun kapabilitas
atau kecakapan karyawan agar mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa yang
akan datang.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PTPN III menerapkan beberapa strategi, yaitu:
operational excellent, customer relationship management, dan khusus bidang penggelolaan
karyawan PTPN III menerapkan Competency based human resources management (CBHRM), yang
artinya semua aktivitas manajemen SDM berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan
kompetensi karyawan. Penerapan CBHRM merupakan tuntutan karena adanya perubahan
lingkungan dan atmosfer yang cepat dan harus segera direspon oleh perusahaan, maka untuk
menghadapinya organisasi perusahaan harus mampu menyiapkan SDM yang memiliki kompetensi
dibidangnya dan berwawasan global dengan pengembangannya secara seimbang antara dimensi
mental, sosial spiritual dan dimensi fisik sehingga mampu menciptakan kekuatan sinergis.
Competency based pada pengelolaan karyawan ini dipandang penting untuk merubah budaya
kerja yang sangat tidak kondusif. Model CBHRM ini dibentuk secara botton up agar kesadaran
muncul dari karyawan, tidak ada paksaan dari pihak perusahaan. Human resources productivity
improvement dengan konsep competency based seperti yang diterapkan pada PTPN III ini, dilakukan
dengan memberikan pelatihan dan motivasi pada karyawannya. Perusahaan ini telah membentuk
divisi pelatihan karyawan dan melengkapi sarana – prasarana yang diperlukan untuk melatih
karyawannya, antara lain: lab computer, lab bahasa, gedung pusdiklat dll. Selain itu, PTPN III secara
regular atau intensif menghadirkan in house training, ataupun pelatih dari luar perusahaan. Untuk
148
peningkatan jabatan, PTPN III menyediakan sejumlah kursus bagi karyawannya, antara lain: kursus
jabatan untuk orang lapangan, asisten kabag, kabag sampai manajer distrik. Beberapa bentuk
pelatihan dan dampaknya bagi perusahaan seperti dalam tabel 16.1.
Selain pengembangan karyawan dengan pelatihan, PTPN III memberikan motivasi kerja bagi
karyawannya dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah gaji dan fasilitas kerja yang lebih baik
jika dibanding dengan 14 PTPN lain di Indonesia. Ini bertujuan untuk memotivasi dan
mempertahankan karyawan serta meningkatkan produktivitas kerja karyawan PTPN III. Sebagai
gambaran, tahun 2004 untuk memacu produktivitas, terjadi kenaikan gaji karyawan sebesar 48%,
dan tahun – tahun berikutnya dinaikkan sebesar 10-12% tiap tahun. Motivasi secara financial
diberikan PTPN III melalui bonus tahunan yang besarnya mencapai lima kali gaji. Selain itu,
karyawan juga mendapatkan fasilitas rumah dinas, santunan hari tua dan tunjangan kesehatan.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh PTPN III, terlihat bahwa kenaikan gaji mampu
meningkatkan produktivitas kerja karyawan PTPN III (Rahmat, 2008).
Tabel 16.1 Program pelatihan dan pengembangan karyawan PTPN III
(Sumber: SWA, Februari 2008) Konsep human
resources productivity improvement
Manfaat Dampak pada perusahaan
Competency based assessment centre
Mengoptimalkan kinerka karyawan berdasarkan pertimbangan potensi, kompetensi, dan kesesuaian jabatan, meningkatkan kualitas karyawan, dan memunculkan pengetahuan baru.
Mampu meningkatkan revenue perusahaan secara berkelanjutan, dengan tingkat pertumbuhan rata – rata per tahun 16,44%, sedangkan pertumbuhan rata – rata expenses (biaya usaha keseluruhan) per tahun 8,2% pada 2002 s/d 2006.
Competency based performance management
Memberikan semangat berkompetensi diantara karyawan dalam rangka peningkatan kompetensi individu yang didukung upaya penyempurnaan remunerasi bagi karyawan yang berprestasi
Integrated competency based human resources management
Meningkatkan kompetensi karyawan secara berkelanjutan dengan pelaksanaan competency level index yang termonitor dan terintegrasi dalam sistem assessment centre PTPN III
In house training yang bersertifikasi
Menghasilkan pemerataan pengetahuan karyawan dan memunculkan pengetahuan – pengetahuan baru, disertai inovasi baru, diantaranya sertifikasi untuk pelatihan in house: Forum ekselen BUMN, OHSAS, SMM ISO 9000, dan beberapa konsultan eksternal.
Competency based training need analysis
Meningkatkan kualitas kompetensi dan pengetahuan karyawan yang lebih spesifik, berdasarkan aspirasi karyawan di seluruh unit kerja melalui teknik focus group discussion
16.2. PT HM.SAMPOERNA
HM Sampoerna adalah salah satu perusahaan rokok terkemuka di Indonesia. HM Sampoerna
merupakan produsen sejumlah merek rokok kretek ternama seperti Sampoerna Hijau, Sampoerna A
Mild, dan Dji Sam Soe. Sejak akuisisi perusahaan oleh Philip Morris International pada tanggal 18
149
Mei 2005, perusahaan ini telah menjadi bagian dari salah satu perusahaan rokok terbesar di dunia.
Kini HM Sampoerna juga mendistribusikan merek Marlboro di Indonesia, yang merupakan merek
rokok terlaris di dunia. Pada tahun 2007, HM Sampoerna memiliki pangsa pasar sebesar 28,0 % di
pasar rokok Indonesia, berdasarkan hasil Audit Ritel AC Nielsen. HM Sampoerna memiliki lebih
dari 30.000 karyawan di Indonesia. Kesuksesan PT HM Sampoerna ini merupakan hasil kerja keras
seluruh karyawan, yang telah bekerja dengan seluruh potensi yang dimiliki. Kesuksesan ini berawal
dari kesuksesan merekrut karyawan, melatih dan mengembangkannya. Bagi PT HM Sampoerna,
karyawan merupakan aset yang sangat berharga, sehingga untuk meningkatkan human productivity
karyawannya, PT HM Sampoerna berkomitmen untuk memberikan perencanaan dan pengembangan
karir yang jelas dengan memberikan sarana – prasarana pelatihan yang memadai.
Komitmen PT HM Sampoerna untuk meningkatkan human productivity, terlihat melalui
berbagai motivasi yang diberikan dalam bentuk financial dan non financial. Secara financial,
motivasi diberikan melalui pemberian gaji dan insentif lainnya yang kompetitif, sesuai pergerakan
pasar. Dari aspek non financial, motivasi diberikan dalam bentuk adanya area pengembangan diri
karyawan melalui pemberian kesempatan untuk melaju dalam organisasi dan menciptakan suasana
nyaman untuk bekerja. Selain itu, perusahaan ini juga menciptakan konsep work life balance, yaitu:
suatu prinsip bahwa kehidupan keluarga sama pentingnya dengan pelaksanaan tanggung jawab
perusahaan. Dalam rangka melakukan human resources productivity improvement HM Sampoerna
menerapkan konsep Advancement Planning dan Succession Planning, yaitu sebuah konsep bagi para
karyawan berpotensi untuk menduduki posisi puncak tanpa harus merekrut dari luar perusahaan.
Dengan konsep ini tanggung jawab untuk pengembangan karir dan suksesi bukan hanya
tanggungjawab karyawan, melainkan juga tanggungjawab organisasi. Beberapa konsep yang
digunakan PT HM sampoerna untuk meningkatkan human productivity atau sebagai alat dalam
melakukan human resources productivity improvement bagi karyawannya .
Tabel 16.2. Program pelatihan & pengembangan karyawan PT HM Sampoerna Sumber: SWA, Februari 2008
Konsep human resources productivity improvement
Dampak bagi perusahaan
Aplikasi SDM secara online: People soft human capital management, people soft medical and benefit system, people soft training management system, people soft bonus and annual increment system, people soft customer issue tracking system, global organization chart application, global phonebook system.
Memimpin pasar rokok Indonesia dengan menguasai pangsa pasar lebih dari 28% pada 2007.
Prolnt payroll system, time attendance system Managing & appraising performance dan advancement planning
150
16.3. UNIT BISNIS INTECH METALWORKS (IbIKK ADIBUANA)
Program Studi Teknik Industri memiliki program Ipteks Berbasis Inovasi dan Kreativitas
kampus yang telah dilaksanakan sejak bulan April tahun 2010. Adapun pekerjaan yang telah
dilaksanakan oleh tim IbIKK Universitas PGRI Adibuana Surabaya ini adalah lingkup pengerjaan
proyek manufaktur dengan produk utama berbasis logam. Judul proposal IbIKK yang kami ajukan
adalah ” IbIKK Produk Mebel Ramah Lingkungan yang Diproduksi Oleh Lab. Sistem
Manufaktur Teknik Industri UNIPA SURABAYA.”
Gambar 16.1. Bengkel IbIKK Adibuana
Seiring waktu ternyata produk mebel yang diproduksi kurang mendapatkan respon dari
masyarakat karena harganya kurang bisa bersaing dengan produk lokal lainnya, bahkan ada
komplain dari produsen mebel yang menyatakan desain milik mereka mirip dengan desain tim
IbIKK, dan posisi tim IbIKK lemah sebab belum memiliki HaKi desain. Untuk itu, tim IbIKK
melakukan konsultasi dengan pihak reviewer IbIKK yaitu Bapak Sundani, untuk melakukan
produksi pekerjaan lain. Dan seluruh tim pun melaksanakannya. Ada beberapa pesanan barang yang
diluar proposal yang kami kerjakan justru lebih cepat berkembangnya dan lebih cepat diterima
masyarakat karena sifatnya customize by order. Adapun luaran tahun pertama program IbIKK ini
adalah produk manufaktur logam elemen eksterior dan interior termasuk mebel, produk jasa berupa
pemesanan rancangan animasi dan 3 dimensi, produk pulley flying fox. Untuk kegiatannya kami
menuliskan kedalam buku ajar yang ber ISBN 978-979-8559-18-1.
Berdasarkan pengalaman di tahun pertama kegiatan IbIKK ini, jika akan memproduksi masal
harus memiliki pegangan paten produk atau HaKi produk, maka untuk tahun kedua tim IbIKK akan
memproduksi reaktor dengan judul paten sebagai berikut: Judul Paten:”Metode Pengolahan Air
Umpan Boiler Secara Eksternal”. Seperti layaknya wirausaha baru, kegiatan IbIKK di tahun pertama
tidak selancar yang diperkirakan. Meski Tim INTECH telah berusaha untuk melakukan analsis usaha
yang matang. Namun ternyata banyak sekali kendala-kendala yang mengikuti di tahun pertama.
Terutama kendala karena tim kami belum memiliki patent atau HaKi pada produk yang diproduksi.
151
Dan benar hal ini menimbulkan komplain dari industri lain. Tapi tim IbIKK Univertas PGRI
Adibuana Surabaya, tidak patah semangat, dan kami terus memutar roda usaha. Pada empat bulan
pertama usaha IbIKK ini sangat tinggi overhead-nya yang menyebabkan harga tidak mampu
bersaing. Pada bulan ke-5 tim kami mulai menata manajemen dan menata ulang proses produksi dan
penjadwalan kerja, dan hasilnya mulai nampak ada profit di bulan ke-5. Dukungan dari pihak
lembaga sangat besar karena kegiatan IbIKK ini sangat sesuai dengan visi Universitas yaitu
“Menghasilkan kader bangsa berperilaku keilmuan, profesional berjiwa entrepreuner berbasis riset.”
Hal ini tercermin dari ketersediaan dana pendamping dan dukungan kelembagaan serta proses badan
hukum IbIKK yang sedang dalam proses pendirian sepenuhnya didukung oleh lembaga. Selain itu
lembaga juga mempercayakan memesan beberapa item produk yang digunakan oleh UNIPA
Surabaya.
Berdasarkan pengalaman di tahun pertama, dimana unit IbIKK belum memiliki hak patent
atas produk yang dihasilkan, maka untuk tahun kedua unit IbIKK akan memproduksi produk yang
telah memiliki hak patent atas nama inventor ketua pengusul IbIKK.
152
BAGIAN KEEMPAT SUMBER DAYA MATERIAL DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional
- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada Industri Manufaktur
- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan
- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green produktivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur
- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan
153
BAB 17
MANUFACTURING PRODUCTIVITY
17.1 Sekilas Tentang Manufacturing Productivity
Peningkatan produktivitas pabrikasi / manufacturing productivity dapat terjadi
dalam sejumlah cara. Proses pabrikasi sendiri dapat diefektifkan dalam rangka
memaksimalkan waktu kerja karyawan dan mengurangi pemakaian persediaan
material. Cara yang lain untuk meningkatkan manufacturing productivity adalah
dengan melibatkan penggunaan perangkat lunak berupa program untuk
mengefektifkan komunikasi antar departemen berbeda.
Jika seseorang menggambarkan produktivitas meliputi tingkat profitabilitas, kemudian perangkat
lunak program dapat menawarkan lebih banyak bantuan lagi untuk meningkatkan produktifitas,
maka penetapan biaya perangkat lunak akan memudahkan perusahaan manufaktur untuk dengan
tepat menjejaki margin keuntungan dalam rangka mencapai keuangan. Perangkat lunak semacam ini
juga mempertimbangkan analisa tidak hanya biaya-biaya utama tetapi juga biaya umum. Data yang
di dapat menggunakan perangkat lunak kemudian akan melengkapi dan menentukan penetapan biaya
proyek/produksi kemudian bisa digunakan untuk meneliti tatacara di mana suatu perusahaan
manufaktur beroperasi secara keseluruhan.
Manufacturing productivity selain dapat diterapkan di industri manufaktur, juga
dapat diterapkan di bidang lainnya, salah satunya adalah bidang pemerintahan
untuk menentukan produktifitas pemerintah dalam suatu kota, propinsi maupun
sebuah negara. Sebagai contohnya adalah pertumbuhan produktivitas Pemerintah
pusat dari U.S. sektor manufactur. Pada masa lampau sekitar 15 tahun lalu,
produktifitas pemerintah dapat diukur secara luas melalui tingkat pertumbuhan
outsourcing dan pergeseran ke produksi barang-barang di lepas pantai, menurut suatu studi dari
Upjohn. Pendapat yang bertahan selama 15 tahun ini dibantah oleh Susan Houseman di dalam suatu
studi berjudul "Outsourcing, Offshoring dan Produktivitas Pengukuran di pemerintahan U.S."
Menurutnya, manufacturing productivity tidak meliputi hanya outsourcing dan offshoring saja.
Pertumbuhan produktivitas menjadi basis untuk peningkatan standard hidup pekerja, sekalipun
begitu, peningkatan tersebut tercermin di dalam gaji pekerja Amerika yang belum menemui
pertumbuhan cepat. Pertumbuhan outsourcing dan offshoring di negara-negara industrialisasi
membuat sulit pemerintah untuk mengukur perubahan dalam arus masukan input ke dalam proses
produksi dan karena hal inilah penyebab sulitnya mengukur pertumbuhan produktivitas. Sebagai
tambahan, pertumbuhan outsourcing dan offshoring merupakan kenaikan isu konseptual tentang apa
154
yang produktivitas lakukan dengan implikasi untuk menafsirkan dan manfaat dari keuntungan
peningkatan produktivitas dalam manufacturing productivity.
17.2. Hubungan Antara Manufacturing Productivity Dan Main Factors of Product In Industry
Manufacturing productivity terdiri atas beberapa sub bagian seperti material, kapital,
teknologi, labor, quality, energi, dan other expense. Secara umum sub bagian ini dapat dikatakan
parsial produktifitas yang mempengaruhi nilai total produktifitas dan berdampak pada nilai
manufacturing productivity. Menurut Yosuhiro Monden seperti tampak pada gambar 1, faktor utama
dari produk yang kompetitive dalam suatu produk industri dapat dijabarkan secara rinci faktor-faktor
parsial yang mempengaruhinya, hal ini dilakukan sebagai suatu cara untuk meningkatkan
manufacturing productivity melalui pengaturan biaya produksi dan pengendalian prduktifitas parsial.
Untuk memperoleh keuntungan, jika dilihat dari sisi material, maka perlu diatur nilai cost yang
dikeluarkan akibat material cost. Pengendalian material cost dapat dilakukan dengan sejumlah cara.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi yang mempengaruhi kepada nilai price pada
penjualan produk.
Gambar 17.1 Main factor of product competitives
(Sumber : Yosuhiro Monden, -)
155
Gambar 17.2 Field management of Toyota
(Sumber : Yosuhiro Monden, -)
Gambar 2 menjelaskan tentang bagaimana secara umum produktifitas dapat di lihat pada
kasus management di Toyota. Dengan mengurangi waste diharapkan dapat mampu meningkatkan
nilai produktifitas, sehingga nilai manufacturing productivity juga akan meningkat. Gambar tersebut
juga menjelaskan bagaimana posisi waste terhadap workers, dan operations pada suatu industri
manufaktur.
17.3. Keterkaitan Material Productivity Dan Proses Produksi Dalam Meningkatkan Total
Productivity Management (Tpmgt)
Agar lebih mudah memahami mengenai kaitan antara material
productivity dan proses produksi dan total produktivity management
dalam suatu perusahaan, berikut ini merupakan contoh aplikasi
peningkatan produktifitas pada suatu perusahaan industri elektronik di
India. Perusahaan tersebut membuat 3 produk dasar di bidang elektronik, yaitu :
1. Elektronics equipment, terdiri atas komponen :
– digital communication equipment
– naval equipment
– finance equipment
156
– space electronics
– digital micrawave systems
2. Electron tubes, terdiri atas komponen :
– broadcasting and TV equipment
3. Semiconductors, berupa :
– PC Boards
Adapun langkah-langkah dalam meningkatkan produktifitas adalah:
STEP 1: Mission Statement
Perusahaan ingin melakukan pengembangan produk melalui Total productivity management.
STEP 2: TPM-Total Productivity Manufacture Analysis:
Analisis dilakukan menggunakan data fisik perusahaan selama 5 tahun (1983 – 1988), pihak manager
mengembangkan total produktifitas dan parsial produktifitas untuk diterapkan pada perusahaan
dalam menjalankan TPmgt untuk meningkatkan manufacturing productivity.
STEP 3: Management Goals:
- Improve total productivity 15% setahun selama 5 tahun dari 1,075 saat ini hingga 2,16 (1993-94).
- Improve profit before tax dari 7,8% menjadi 20% tahun mulai 1990-1994
- Reduce inventory level dari 10 bulan turnover menjadi 4 bulan turnover inventory. (material
productivity)
Dari hasil analisis, terlihat pada gambar 17.3. yang menjelaskan kaitan parsial produktifitas index
dari masing-masing produktifitas yang diukur (human, material, capital, working capital dan index
produktifitas). Parsial produktifitas terutama material dinilai sangat mempengaruhi nilai total
produktifitas, total produktifitas sendiri dapat mempengaruhi manufacturing productivity.
Gambar 17.2 menjelaskan tentang fishbone anlysis
157
Posisi material dipengaruhi oleh long cycle time, standardlization, cd, dan vendors. Sesuai dengan
tujuan pengukuran prdoktifitas pada STEP 3, untuk meningkatkan produktifitas 15 % perusahaan
perlu melakukan control material dengan reduce inventory level dari 10 bulan turnover menjadi 4
bulan turnover inventory. (material productivity), sehingga manufacturing productifity dapat tercapai
dengan baik. Benefits & Summary dari kasus ini adalah:
• TPMgt memandang manajemen dari semua sumber daya nya termasuk di dalamnya adalah
material dengan penelitian cermat dan penekanan sama. Perusahaan juga mampu menilai proses
produksinya termasuk di dalamnya kontrol akan penggunaan material dalam proses produksi dan
teknologi untuk mengatur strategi ke depan.
• Kasus ini menunjukkan TPmgt dapat diterapkan pada industri elektronik yang menghasilkan
variasi produk.
158
BAB 19
PEMBAGIAN UMUM MATERIAL PRODUCTIVITY
Berdasarkan data dan literatur yang diperoleh, pembagian umum material productivity secara umum
dapat dibagi menjadi beberapa bagian pembahasan. Yaitu:
1. Material cycling (Bailey R et al, 2008)
2. Material development (Chandrasekaran H, 1988)
3. Controlling of material requirement (Khare M.K et al, 1989)
4. Cutting and Inventory Control Material (Cui, Y. Gu, T. and Hu, We. 2009))
5. Material Flow Analysis (Synthesis Report)
19.1 Material Cycling
Implikasi lingkungan yang negatif dari ekonomi industri modern sudah mulai diantisipasi
melalui suatu perkembangan akan peran serta aliran material di sistem industri. Beberapa metode
indikasi yang menandai aliran material telah dikembangkan. Indikasi arus aliran material berada
pada sistem industri, bagaimanapun juga tidak secara efektif dapat digunakan mengukur kedua aliran
sistem material langsung atau pun tidak langsung aliran material. Pendekatan physical flowmodeling
dari pendekatan ilmu ekologi, melalui analisis aliran input–output coba untuk digunakan di dalam
studi ini untuk mengembangkan indikasi aliran material dari sistem industri. Dari perbandingan ini,
Aliran perputaran input–output ditunjukkan untuk mengukur perputaran aliran material secara
langsung atau pun tidak langsung secara kompleks. Dalam ilmu tradisional biasa metode yang
digunakan adalah aliran material langsung.
Dampak akan timbulnya isu lingkungan di sistem industri telah mempengaruhi keberadaan
akan sistem fisik (energi dan material) arus dari sistem industri. Arus energi dan material dipandang
tidak hanya sebagai hal yang mempengaruhi nilai peningkatan keuntungan saja tetapi juga dianggap
menjadi pokok penyebab permasalahan lingkungan. Dalam penelitian ini, pendekatan model
perputaran dari ilmu ekologi yang didasarkan pada analisa input–output dicoba untuk digunakan
dalam mengembangkan perputaran aliran material di dalam sistem industri.
Teknik ini yang pertama diberlakukan bagi aliran energi dan material alami pada ekosistem
di awal pertengahan 1970an (Hannon, 1973). Ahli ilmu lingkungan hidup mengembangkan suatu
satuan kemampuan untuk input–output analisa berdasar pada pertanyaan relevan ke ekosistem.
Dalam penelitian ini mencoba memperluas input–output ilmu tentang ukuran ekologis dan analisa
lingkungan yang dihubungkan ke sistem arus material industri (Bailey, 2000; Bailey et.al., 2004).
159
Basis untuk perluasan ini adalah bahwa struktur fisik sistem industri dan alami adalah sumber daya,
dan Konservasi Pendauran ulang yang digambarkan oleh arus energi dan material konservatif.
Secara ringkas, penelitian ini merumuskan suatu model matematis sistem perputaran daur ulang yang
akan dicobakan di perputaran arus material di industri. Adapun rumus matematis tersebut adalah:
recycled content/isi didaur ulang dapat digunakan oleh perusahaan auto industri dan perusahaan daur
ulang kertas untuk menandai adanya persentasi produksi baru yang terdiri atas material didaur
ulang.
Recovery rate dipengaruhi oleh material recovery setelah pemakaian dibagi dengan total pemakaian
material.
Gambar 19.1, menunjukkan aliran daur ulang secara umum. Pada gambar ini terlihat perputaran arus
material sisa dan yang dapat digunakan. Material sisa dapat di alirkan kembali di lantai produksi
yang dapat dianggap sebagai suatu sistem ekologi.
recovery rate
Gambar 19.1 Aliran produk nickel di USA, 1997
160
Suatu unsur umum dunia nyata material arus sistem adalah bahwa mereka melibatkan
import/masukan dan barang ekspor. Pertimbangkanlah, sebagai contoh, arus nikel pada gambar 19.1
Suatu analisis bisa memilih untuk model nikel mengalir dengan beberapa jalan berbeda tergantung
pada tujuan mereka. Jika mereka menginginkan untuk mengukur perputaran nikel di keseluruhan
sistem, kemudian batas dari model ini meliputi semua aliran perputaran nikel di dunia bahwa tidak
ada outflow atau inflow yang menyeberang batas sistem.
Kompleksitas sistem arus material yang lain adalah material itu sendiri dapat dilibatkan di
dalam mendaur ulang dan remanufacturing. Suatu contoh ini adalah ban sisa, dimana kedua-duanya
dapat dilakukan re-treading dan mendaur ulang material (Gambar 19.2). Aliran tersebut
menunjukkan bahwa pengukuran material yang tradisional tidak mengukur dampak dari aliran arus
tidak langsung pada material. Ilmu tentang aliran perputaran dari analisa input–output dari ilmu
ekologi dapat diterapkan dalam aliran material di industri. Pada riset berikutnya, analisa aliran
input–output dan ilmu tentang arus perputaran akan digunakan untuk menyelidiki persamaan dan
perbedaan pokok antar sistem industri dan alami/ekologi.
19.2.Material Development
Material development yang akan dibahas adalah cara dari pengembangan pekerjaan dan peralatan
material dalam konteks permesinan. Dari penelitian ini diusulkan tentang contoh pemanfaatan
material melalui machine tool system.
Gambar 19.2 Aliran bahan scrap di Eropa
161
Dari bagan gambar 19.3 terdapat dua hal penting, pertama adalah keperluan steels termasuk
steinless dan steels dapat terus berlangsung selama ada nilai ekonomis dan nilai kualitas yang
dihasilkan. Kedua adalah performansi mesin dalam mengolah material memerlukan suatu
perhitungan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan dari kajian diperoleh bahwa ada empat hal
utama yang memberikan efek variabilitas dari tingkat kemampuan mesin, yaitu:
1. role of billet production
2. role of pre-matching stage
3. demand for material reliability
4. material behavior
Gambar 19.3 Tata peralatan dan material dalam operasi pembentukan chip
dengan referensi parameter proses material
162
Gambar 19.4 menjelaskan tentang perbedaan kriteria permesinan dalam mengontrol produksi chip.
Dari gambar tampak jelas bahwa pasif kontrol lebih menekankan adanya kontrol penerjaan material,
sehingga work material harus dikontrol secara pasif untuk meningkatkan kemampuan daya mesin.
19.3.Controlling of Material Requipment
Di beberapa industri kecil manufaktur atau perdagangan perhatian perencanaan dan
pengendalian inventaris tentang material dan barang-barang fisik sangat diperlukan. Bahan baku dan
bagian lain yang menunggu untuk diolah dalam pembuatan suatu produk perlu dikalkulasikan
penilaian keuangannya. Kebutuhan perencanaan material (MRP) merencanakan dan mengendalikan
production-inventory yang bertingkat memproduksi sistem dengan menggunakan suatu bantuan
beberapa komputer, tetapi dengan bantuan microprosesor yang lebih canggih sangat membantu
dalam melaksanakannya. Di perusahaan kecil tidak akan menguntungkan jika menerapkan sistem
aliran material dan inventori berbasis komputer, dalam buku ini MRP yang dikembangkan untuk
multiproduk
Gambar 19.4 Beberapa kriteria yang berbeda pada permesinan dan
aturan kontrol chip
163
production-inventory sistem dalam menyimpan dan mengevaluasi kebutuhan material, menyediakan
informasi yang diperlukan untuk penempatan order, pesanan, dan pengendalian dengan bantuan
suatu mikro prosesor.
Dalam rangka memenuhi fungsi manajemen inventori, informasi yang diperlukan adalah:
1. Catatan permintaan mandiri atau penjualan hasil akhir atau item
2. Daftar semua material dan komponen yang diperlukan untuk dijual atau memasuki
pemasangan akhir produk
3. Identifikasi material atau komponen
4. Kwantitas atau permintaan yang diperlukan dari tiap material untuk membuat item akhir
5. Kwantitas dari perolehan tiap material dan inventori ada.
Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 19.5, menunjukkan proses MRP secara umum dalam
kaitannya dengan fungsi manajemen inventori.
Gambar 19.5 Struktur Material Requirement Planning
164
Komputer selain membantu kebutuhan perencanaan dan pengendalian produksi material
dapat juga digunakan oleh perusahaan kecil yang tidak mampu untuk memperoleh komputer
mainframe tetapi digantikan oleh suatu komputer mikro atau suatu mikro prosesor. Perangkat lunak
digunakan pada mikro prosesor adalah yang sungguh sederhana, dan personil yang menggunakannya
dengan mudah dilatih sebab data mewakili kwantitas dari tiap item di dalam inventori atau order.
19.4.Cutting and Inventory Control Material
Stainless stell roll digunakan dalam memenuhi komoditi cangkir dan panci. Proses ini biasa
digunakan perusahaan make to order. Stock roll biasanya dalam ukuran yang sama. Perbedaan
ukuran akan mengakibatkan tidak dapat digunakan karena pesanan tidak datang terus menerus dan
penempatan inventory tidak akan muat di gudang. Pendekatan yang diusulkan adalah roll original
dapat dibelah ke dalam bentuk strip atau parsial untuk menghemat sisa penggunaan material. Bentuk
potongan yang telah digunakan dapat dimanfaatkan pada order berikutnya. Steinless stell roll sering
digunakan untuk membuat alat rumah tangga seperti panci, paku, dan lain-lain. Pabrik yang
memproduksi produk seperti itu dapat mengkonsumsi beberapa ribu ton roll baja tahan-karat. Baja
tahan karat lebih tak bernoda dan jauh lebih mahal dibanding baja biasa, sehingga adalah penting
bagi pengusaha untuk melaksanakan cutting-and-inventory dalam kebijakan untuk meningkatkan
materialutilisasi. Gambar 19.7 menunjukkan pemotongan simple yang sering dilakukan sedangkan
gambar 19.8 adalah pemotongan yang akan dilakukan berdasarkan penelitian yang dijalankan.
Gambar 19.6 Level assignmnet, S- Square Table,R, round table, T, table top assembly for square and round tables respectively;L-leg assembly;al-aluminium strips;Ps-plastic strip; Smt-sunmica top; Pt-plywood top;
W-wooden screw; Fc-fixing cement; Sm- sunmica; Ply-plywood; lm-material tube leg; mb-metal bracket; Pa-paint; Pf-plastic foot
165
Gambar 19.9 menjelaskan tentang nilai geometris dari pemotongan yang akan dilakukan. Hasil
penelitian ini adalah menghemat waktu, biaya dan material dengan melakukan pemotongan material
yang tepat sehingga apabila ada order datang, material ini masih dapat digunakan kembali.
19.5.Measuring Material Flow and Resources Analysis
Aliran proses material merupakan aliran material dan inputan lainnya dalam suatu sistem
industri. Suatu yang baik pemahaman mendasar menyangkut material dan ekonomi diperlukan, oleh
karena itu kepentingan perumusan dari nilai ekonomi, perdagangan, sumber daya alami dan
kebijakan lingkungan. Tujuan Analisa Aliran Material (MFA) akan sangat berperan untuk
pemahaman tersebut. Bantuan dari MFA adalah mengidentifikasi penggunaan sumber alam yang
tidak efisien, bahan baku dalam proses rantai dan energi. Pada intinya, MFA meliputi dua unsur-
unsur utama. Aliran material merupakan salah satu isu penting dalam material produktifitas. Dalam
Gambar 19.7
Gambar 19.8
Gambar 19.9
166
laporan sinthesis ini gambar 19.10 di bawah menunjukkan proses secara umum dari aliran proses
material.
Gambar 19.11. FMA dan commercial life cycle
Gambar 19.11 memamparkan tentang aliran material terhadap hubungannya dengan
lingkungan dan life-cycle.Setiap kegiatan sistem yang dilaksasnakan selalu memiliki dampak pada
lingkungan di udara, air dan tanah. Dengan FMA dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan sistem
manufaktur selama proses hingga akhir kegiatan diusahakan untuk dapat dikurangi dampaknya
Gambar 19.10 Aliran material
167
terhadap lingkungan. Recyle merupakan proses daur ulang bagi proses, re-manufacturing dan re-use
adalah usaha yang dilakukan untuk membuat aliran material jadi maupun tidak terpakai untuk dapat
digunakan kembali dalam life cycle materialnya. Sebagai contoh yang nyata adalah pada gambar
19.12, analisis aliran material pada industri mobil. Pada industri ini diambil contoh adalah toyota.
Suatu sistem manufaktur yang besar di dunia otomotif terlihat bagaimana perusahaan berusaha untuk
mengendalikan aliran materialnya. Aliran material dikendalikan mulai dari sisi input hingga akhir
proses, dimana setiap kegiatan pengolahan material selalu menimbulkan suatu dampak bagi
lingkungan berupa polusi air, udar dan tanah. Pihak perusahaan berusaha untuk mengurangi dampak
ini, karena sangatlah tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali dampak yang ada. Segala
usaha dilakukan untuk mengurangi dampak pengolahan dan aliran material melalui setiap langkah
dalam kegiatan produksi dan kegiatan akhir produksi. Pentingnya peran dan pengetahuan MFA
sangat berguna untuk menghemat sumber daya dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan
akibat dari proses manufaktur.
Peningkatan produktivitas pabrikasi/manufacturing productivity dapat terjadi dalam sejumlah
cara.
Manufacturing productivity selain dapat diterapkan di industri manufaktur, juga dapat
diterapkan di bidang lainnya, salah satunya adalah bidang pemerintahan untuk menentukan
produktifitas pemerintah dalam suatu kota, propensi maupun sebuah negara.
Manufacturing productivity terdiri atas beberapa sub bagian seperti material, kapital,
teknologi, labor, quality, energi, dan other expense.
Secara umum sub bagian ini dapat dikatakan parsial produktifitas yang mempengaruhi nilai
total produktifitas dan berdampak pada nilai manufacturing productivity.
Hubungan material produktifitas terhadap peningkatan kualitas manajemen terbukti dapat
meningkatkan nilai keuntungan perusahaan.
168
Gambar 19.12. Aliran material
169
BAB 20
KONSEP EFISIENSI RELATIF
Istilah efisiensi berasal dari bidang teknik yang dipakai untuk menunjukkan rasio antara
keluaran (output) suatu sitem terhadap masukan (input) sistem tersebut. Pengukuran-pengukuran
dalam ilmu eksak tersebut selalu berpedoman pada suatu situasi ideal dimana kuantitas output
dihasilkan sama persis dengan kuantitas input yang diberikan atau rasionya tepat sama dengan 1
(satu). Efisiensi dalam situasi yang ideal ini disebut efisiensi ideal (absolut) yang nilainya selalu
100%, sedangkan efisiensi pada keadaan tak ideal (normal) biasa lebih kecil dari itu. Jadi
dengan merujuk pada efisiensi ideal, maka efisiensi suatu obyek kemampuannya dalam kondisi
normal dibandingkan kondisi ideal.
Hal diatas hanya berlaku untuk sistem yang pasti, seperti mesin, dimana kondisi ideal
dapat ditentukan berdasarkan asumsi-asumsi teoritis. Namun untuk sistem yang tidak dapat
ditentukan kondisi idealnya, yaitu sistem yang besar dan kompleks dimana hubungan antara
variabel tidak diketahui dengan pasti atau terlalu sulit diukur, misalnya organisasi, maka cara
diatas tidak dapat diterapkan lagi. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan efisiensi relatif,
yaitu efisiensi suatu obyek diukur relatif terhadap efisiensi obyek-obyek yang sejenis. Efisiensi
relatif dipakai dengan alasan karena selain adanya kesulitan dalam menetukan hubungan yang
pasti antara variabel, juga karena lebih diinginkan untuk diketahui efisiensi suatu obyek dalam
konteks perbandingan dengan kompetitornya, dari pada dengan efisiensi ideal yang tidak
mungkin dicapai. Jadi dengan cara ini profil ideal tidak ditentukan sendiri oleh obyek yang
bersangkutan, tetapi dengan merujuk kepada obyek-obyek yang menghasilkan kinerja terbaik/
frontier ( berada pada garis depan ).
Pengukuran efisiensi relatif
Pembahasan tentang pengukuran efisiensi relatif bermula dari sebuah konsep yang
dikembangkan oleh Michael James Farrel (1962) yang menjelaskan bahwa sebuah garis batas
produksi (production frontier) adalah sebuah hubungan teknologi yang menggambarkan output
maksimum yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan yang efisien dari berbagai penggunaan
kombinasi input berbagai periode.
170
Gambar 20.1 Grafik efisiensi Frontier dari 2 Input Starting Point
Terdapat peningkatan dalam pengukuran dan perbandingan efisiensi suatu unit organisasi
yang sama. Pengukuran efisiensi sederhana (rasio efisiensi) yang sering digunakan didefinisikan
sebagai berikut
Rasio efisiensi diatas lebih banyak digunakan ketika sebuah unit atau proses memiliki
satu input dan satu output. Namun, dalam kenyataannya, sebuah proses atau unit organisasi
memiliki berbagai input dan output yang beragam (imcommensurate).
Data Envelopment Analysis (DEA)
Chorner, Cooper dan Rhodes (1978) memperkenalkan Data Envelopment Analysis
(DEA) yang diaplikasikan untuk mengukur efisiensi institusi pendidikan. DEA merupakan
teknik dengan dasar programa linier untuk mengukur performansi relatif dari unit–unit organisasi
dengan multi input dan multi output yang menunjukkan perbandingan antara unit– unit organisasi
tersebut. Menurut Chorner, Cooper dan Rhodes (CCR), setiap unit memiliki nilai input dan
output yang berbeda sehingga penentuan bobotnya pun seharusnya berbeda. Setiap unit
seharusnya dapat memilih bobot untuk input dan outputnya, yang dapat menampilkan efisiensi
terbaiknya untuk dibandingkan dengan unit yang lain. Dengan pemahaman ini, maka efisiensi
dari unit jo dapat ditentukan sebagai solusi dari permasalahan berikut :
Maksimalkan efisiensi unit, dengan batasan bahwa efisiensi semua unit < 1
Input
OutputEfisiensi 21.1
171
Interpretasi Grafis Model DEA
Menurut Bowlin (1999) dengan membedakan unit yang efisien dengan unit yang tidak
efisien berdasarkan posisinya terhadap fungsi produksi yang dibentuk oleh kumpulan unit yang
efisien, disebut garis efisiensi (efisiensi frontier). Unit yang berada pada garis batas efisiensi
memberikan ketidakefisienan relative dari unit yang berada pada garis tersebut. Gambar 21.2
menunjukkan kumpulan unit P1, P2,…………….,P6, yang tiap unitnya menggunakan satu sumber
daya dengan jumlah yang sama untuk memproduksi sejumlah output , yaitu y1,dan y2, dengan
jumlah yang berbeda. Untuk input yang sama, unit yang memproduksi output yang lebih banyak
merupakan unit yang efisien. DEA mengidentifikasi unit P1, P2, P3 dan P4 efisien dan
membentuk sebuah ‘tutup’ (yang disebut garis batas efisien ) pada unitP5 dan P6 yang terdapat
dibawah dan diidentifikasi sebagai unit yang tidak efisien. Garis batas efisien dihubungkan
dengan garis sumbu oleh P1Y2’, dan P4Y1’ untuk menutup kumpulan data.
Untuk unit P5 , peer group terdiri dari unit P1 dan P2 dan target untuk unit P5 adalah P5.
target ini dicapai dengan peningkatan yang proposional ada output-output dari unit P5. tentu saja
terdapat target lain yang mungkin dicapai unit P5 , misalnya jika output Y2 untuk alasan tertentu
tidak dapat ditingkatkan maka target untuk unit P5 adalahP5’’ yang hanya meningkatkan output Y
1. untuk unit P 6, peningkatan yang proposional pada kedua output menjadikan target pada P6’.
Namun P6’ terlihat didominasi oleh P4 , yang menghasilkan jumlah yang sama pada output Y1,
namun lebih banyak pada output Y2 . dalam masalah ini, peningkatan yang proposional terhadap
kedua output harus ditambah peningkatan lebih lanjut untuk output Y2 sebagai target untuk
mencapai efisiensi.
Gambar 20.2 interpretasi Grafis Kriteria Output (Y1)Lawan Kriteria Output Lain y1 y1’
P2
P5
P5’
P1
P5”
P3
P4
P6’ P6”
Y2
Y2’
172
Gambar 20.3 mengilustrasikan model CCR dan BCC, dimana sumbu y sebagai nilai V
dan sumbu x sebagai nilai input . Unit. P1, P2, P3 , P4 dan P5 mempresentasikan performansi dari
organisasi. Garis BCC yang berhubungan dengan unit P1, P2, P3 dan P4 merepresentasiklan
pengembangan frontier dengan menggunakan model DEA BCC dimana unit-unit tersebut
memiliki rasio output –input yang efisien sebesar 1. Pada segmen P1-P2 menggambarkan
penambahan return to scale dimana dalam input akan mengakibatkan penambahan output. pada
segmen P2-P3 dan P3-P4 menggambarkan penambahan return to scale dimana dalam penambahan
input juga berkontribusi pada pertambahan proporsional yang kecil pada output.
Unit P2 merepresentasikan efisiensi frontier dari model CCR, unit tersebut
menggambarkan constant return to scale dan dalam model CCR hanya unit P2 yang efisien
selama unit beroperasi pada constant return to scale yaitu dimana setiap penambahan input juga
berkontribusi terhadap penambahan output yang proporsional dan konstan, sehingga jika titik-
titik yang lain, yang mempunyai efisiensi yang sama dihubungkan maka akan membentuk garis
lurus.
Perbedaan antara model CCR dan BCC dapat diilustrasikan menggunakan unit P5, bila
menggunakan model BCC, maka target untuk unit P5 adalah P5BCC dengan peer group terdiri
dari unit P1 dan P2 dan target ini dicapai dengan pengurangan input. Bila menggunakan model
CCR maka target untuk unit P5 adalah P5 CCR dan target ini dicapai dengan pengurangan
input.Gambar 21.2 dan 21.3 menunjukkan interpretasi grafis model DEA. DMU yang memilki
efisiensi lebih rendah dibanding DMU yang lain akan terlingkupi (envelope). Dari kondisi ini
munculah istilah peer DMU, yaitu DMU yang dijadikan acuan DMU terlingkupi untuk
meningkatkan efisiensinya
173
Gambar 21.3 Interpertasi Grafis Kriteria Input Lawan Kriteria output
Model Matematis DEA
Data Envelopment Analysis (DEA) menggunakan persamaan matematis untuk melakukan
evaluasi dari efisiensi relatif dari hasil yang dicapai manajemen, tanpa memandang bagaimana
perencanaan maupun pelaksanaannya. Persamaan matematis dalam hal ini digunakan sebagai
alat untuk pengendalian dan evaluasi dari pencapaian masa lalu untuk perencanaan masa datang.
Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan sebagai perluasan dari metode rasio
teknik klasik untuk efisiensi. DEA menentukan untuk tiap DMU rasio maksimal dari jumlah
untuk tiap DMU rasio maksimal dari jumlah output yang diberi bobot terhadap jumlah input
yang diberi bobot, dengan bobot ditentukan oleh model. DEA dikembangkan sebagai perluasan
dari metode rasio klasik untuk efisiensi. DEA menentukan rasio max untuk tiap DMU dari
jumlah output yamg diberi bobot terhadap jumlah input yang diberi bobot, dengan bobot
ditentukan oleh model.
Ada dua dasar model DEA yang dikembangkan oleh para ahli :
1. Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) menggunakan teknik multiple output dan multiple input,
Constant Return to Scale (CRS) dan pengembangan CRS model.
2. Fare, Grosskopt dan Lovell (1985) memperkenalkan model Variabel Return to Scale (VRS)
P5CCR
P1
P2
P5BCC
P3’
P4
P5
CCR BCC
input
input
174
Model Constant Return to Scale (CRS)
Model CRS berasumsi bahwa setiap DMU telah beroperasi pada skala optimal (Charnes, Cooper
dan Rhodes, 1978).
r
rkrk yuhMax
r i
ijirjr xvyu 0 i
iki xvts 1..
ir vu , ……………………………………………………………… (20.2)
Persamaan Dual dari model CCR adalah sebagai berikut :
r iirk SMin
j
rkrjrj yyts ..
j
jijiikk xSx 0
0,, ir S
dibatasitidakk …………………………………………….... (20.3)
Model Variable Return to Scale ( VRS )
Persamaan dual model VRs berorientasi input
Minimumkan
r iirkk ssZ
St :
rrjrjrk sYY 0
ijijiikk XsX 0
j
j 1
0,,
irj ss ………………………………………………….. (20.4)
Persamaan dual model VR berorientasi output
Maksimumkan
r iirkk ssZ
175
St :
rrjrjrk sXX 0
ijijiikk YsY 0
j
j 1
0,,
irj ss ………………………………………….. (20.5)
Penetapan Target
DEA tidak hanya mengidentifikasi unit inefisien, tetapi juga derajat ketidakefisienannya.
Analisa ini menjelaskan bagaimana unit yang inefisen agar menjadi efisien. Dalam situasi praktis
sangat diperlukan penetapan target bagi unit yang relatif inefisien untuk memperbaiki
produktivitas. Semua penetapan DEA menghasilkan suatu penambahan set tingkat input/ output.
Tingkat target input (output) untuk mengembalikan unit menjadi relatif efisien ditentukan
dengan mengurangi (meningkatkan) pada tingkat terendah (tertinggi) input (output) yang
diberikan prioritas untuk diperbaiki tanpa merusak tingkat input dan output yang lain.
Bagian ini membahas kasus dimana suatu DMU menginginkan target yang akan memaksimasi
salah satu tingkat output atau meminimasi salah satu tingkat input.
Input Oriented
Dalam hal ini hanya mempertimbangkan tingkat input.
** 1101
SXX
*1101
SYY ……………………………………………………………. (20.6)
Output Oriented
Xik = Xio k - Si -*
Yrk = Yrk + Sr+ * ..................................................................... …………….(20.7)
Analisa Faktor
Analisa faktor banyak dipakai dalam penelitian untuk menyederhanakan hubungan-
hubungan yang kompleks dan bermacam-macam antara beberapa variabel penelitian. Dengan
analisa faktor, Variabel-variabel penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor
176
dengan jumlah yang lebih kecil. Dasar pengelompokkan tersebut adalah korelasi antara variabel
yang membentuk satu faktor.
Sampling Distribution Test
Pada proses ini peer group dari unit yang tidak efisien diperlukan metode yang dapat
membantu dalam pengelompokkan dari unit-unit yang memiliki karakteristik yang sama adalah
sampling distribution test. Metode yang digunakan untuk sampling distribution test ini adalah
Hierarchial Cluster Analysis (HCA). Konsep dasar dari HCA adalah prose clustering dengan
menggunakan hirarki didasari dengan konsep ‘treelike structure’. Konsep ini dimulai dengan
menggabungkan dua obyek yang mirip kemudian gabungan dua obyek tersebut akan bergabung
lagi dengan satu atau lebih obyek yang paling mirip lainnya dan demikian seterusnya sehingga
ada semacam hirarki dari obyek yang membentuk cluster. Urut-urutan tersebut bias dianalogikan
sebagai pohon yang bercabang-cabang mulai dari akar, daun, dahan dan seterusnya (santoso,
2002).
Identifikasi Operasi Yang Efisien
Cook dan Kress (1990) dalam penelitian Green, Doylen, dan Cook (1996), menyarankan
bahwa setiap kandidat DMU yang akan dirangking dapat memberikan bobotnya untuk
memaksimumkan keinginannya terbatas pada beberapa konstrain dan beberapa kandidat. Batas
kelayakan CK (desireability frontier) meliputi kandidat yang menginginkan nilai 1, dimana nilai
ini analog dengan efficiency frontier untuk DMU dalam DEA.
Maximize ε
Subject to : ≤ 1 untuk q = 1,2………,m ………………………………...(20.8)
dan
Wij - Wij+1 ≥ d (j,ε) untuk j = 1,2,...........,k-1
Wik = d (k,ε) ................................................................................ ............................(20.9)
Pengertian Kualitas
Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau
pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Kutipan dari buku
k
jijijVW
1
177
karangan Ariani W. Dorothea tentang pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak
dikenal antara lain.
Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.
Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability,
delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness”.
Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk,
pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.
Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991)
“kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat
memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan
diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus
didefinisikan terlebih dahulu”. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 3-5)
Pentingnya Kualitas
Ada beberapa alasan perlunya kualitas bagi suatu organisasi atau perusahaan yang dapat
diidentifikasikan kedalam 6 (enam) peranan pentingnya kualitas, yaitu:
Meningkatkan reputasi perusahaan; menurunkan biaya; meningkatkan pangsa pasar; dampak
internasional, adanya pertanggungjawaban produk untuk penampilan produk, mewujudkan
kualitas yang dirasakan penting. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 6-9)
Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Untuk perusahaan kecil, kontrol hanya dilaksanakan sendiri, termasuk kualitas oleh karena itu
masalah Quality Control (QC) tidak begitu penting, tetapi jika untuk perusahaan menengah dan
besar seharusnya perlu adanya QC secara khusus. Untuk itu QC menjadi suatu bagian tersendiri
(khusus). Quality Control adalah profesi Inspecting, Testing, dan Grading, dengan menggunakan
statistik sebagai analisa angka-angka (data-data) yang tepat sebagai jawaban untuk pembanding
dan estimasi hasil yang baik dan yang tidak baik dipisah-pisahkan (grading) untuk mencari
produk mana yang dapat diterima atau mana yang ditolak (reject).
(Richard Chang, 1998,hal 5-6)
178
Fault Tree Analysis
Fault tree, analysis: analisis pohon kegagalan : merupakan teknik analisis deduktif yang
diawali dengan hipotesis adanya peristiwa kegagalan yang selanjutnya secara sistematik
menimbulkan peristiwa atau kombinasi peristiwa yang bisa menyebabkan terjadinya kegagalan.
(A-Z Indexs, www.batan.go.id). Fault Tree Analysis adalah suatu teknik analisa desain keandalan
(reliability) suatu desain sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek kegagalan
sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek kegagalan system, yang disebut juga
‘Top Event’. Titik awal analisa ini adalah pengidentifikasian mode kegagalan pada top level
suatu sistem (Connor, 1993). Deddy Crisianto (Jurnal : 2006), menyebutkan bahwa Fault Tree
Analysis merupakan suatu metode visual yang melakukan analisis atas cacat produk yang saling
memiliki keterkaitan. Disebut pohon cacat atau kesalahan (Fault Tree) karena peralatan analisis
disusun menjadi sebuah diagram yang memperlihatkan cacat produk itu secara praktis. Pohon
cacat atau kegagalan mutu lebih lanjut akan merekomendasikan jalan keluar alternatif untuk
memperbaiki atau mengatasi cacat atau tuna mutu yang terjadi atas produk.
Dengan sifatnya yang demikian, maka fault tree dimaksud sekaligus memperlihatkan pola
analisis sebab-akibat ketunamutuan seperti yang dijumpai pada diagram tulang ikan (fishbone
diagram). Berhubung karena analisis menyajikan pula dampak dari cacat yang terjadi atas
produk serta rekomendasi jalan keluar alternatif untuk mengatasi cacat yang bersangkutan, maka
fault tree analysis dapat pula dipakai sebagai alat kendali proses untuk menghindari
ketunamutuan produk (product failure).
Konsep Dasar Fault Tree Analysis
Beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dan dipahami untuk dapat menganalisa
kejadian melalui diagram pohon kesalahan (Fault Tree Analysis), konsep tersebut menurut Allan
Villemeur, 1992:
1. Peristiwa Utama Yang Tidak Diinginkan (Top Event)
Pusat Fault Tree Analysis disebut peristiwa yang tidak diinginkan. Peristiwa ini mendatangkan
peristiwa puncak dari pohon dan analisa ditunjukkan pada pendapatan semua penyebab–
penyebabnya. Sering peristiwa ini adalah suatu bencana, tetapi itu bisa menjadi suatu
kegagalan sistem atau ketidakmampuan pabrik (aspek ekonomi).
179
Untuk membuat analisa lebih mudah, peristiwa yang tidak diinginkaan harus didefinisikan
dengan tepat. Sesungguhnya jika kejadian ini terlalu umum maka analisa akan berhenti untuk
dijalankan, sebaliknya jika kejadian terlalu spesifik analisa dapat menemukan kegagalan
utama pada elemen dasar sistem, oleh karena itu resiko awal direkomendasikan untuk
menemukan kejadian yang tidak diinginkan. Peristiwa ini terkadang telah dikarakteristikkan
sesuai macam misi–misi sistem.
2. Presentasi Gerbang Logika
Peristiwa–peristiwa dihubungkan oleh gerbang logika sesuai konsekuensi penyebab hubungan
baik, seperti ditunjukkan pada gambar 20.4.
Gambar 20.4 Contoh AND Gate
3. Pengkelasan Kegagalan (penyebab kegagalan)
Kegagalan bisa dipecah menjadi dua kelas sesuai dengan penyebabnya (P.L.Clemens ; 2002)
yaitu :
a. Kegagalan atau Penyebab Primer
Kegagalan elemen penyebab terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan atau Top Event.
b. Kegagalan atau Penyebab Sekunder
Kegagalan penyebab terjadinya kegagalan primer yang akan dianalisa lebih lanjut menjadi
peristiwa paling dasar penyebab peristiwa yang tidak diinginkan.
(P.L.Clemens ; 2002)
4. Peristiwa Dasar
Analisa penyebab kejadian atau peristiwa dilanjutkan sampai peristiwa dasar ditemukan. Oleh
karena itu, kejadian–kejadian harus hati–hati ditemukan sejak mencapai batas analisis.
Peristiwa dasar dalam pohon kesalahan, sebagai berikut :
m
180
a. Kejadian yang mana tidak dibutuhkan untuk dikembangkan. Kejadian ini cukup baik untuk
menggambarkan dan mengetahui sejauh mana ketidakgunaan batas asal kejadian.
b. Kejadian tidak bisa dipertimbangkan secara mendasar tapi kejadian asal tidak akan
dikembangkan. Dalam kasus ini batas sistem dipelajari mencangkup ketika teridentifikasi.
Kejadian tidak dapat digambarkan atau dipandang sebagai dasar dan penyebab kejadian itu
belum dikembangkan tetapi akan segera dikembangkan. Analisa mempertimbangkan, kemudian
ia secara temporer menjangkau batas dalam mempelajari dan bahwa sebagaimana data kurang
memadai untuk contoh penyebab kejadian ini akan diketahui kemudian.
Prinsip Fault Tree
Prinsip Fault Tree dapat menuntun dalam melakukan analisa, yaitu:
1. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan kejadian kombinasi mengarahkan pada kegiatan yang
tidak diinginkan.
2. Menghadirkan grafik kombinasi seperti struktur.
Ini penting untuk memberi gambaran diantara beberapa bidang pohon kesalahan yaang
mana antar hubungan tertutup praktis. Fault Tree Analysis memberi kesempatan analisa untuk
mengidentifikasi berbagai penyebab kesalahan, dengan mengulang definisi awal diapliksi
deduktif berdasarkan urutan prinsip dan aturan yang telah digambarkan. Kemudian dalam
pelaksanaan dengan objek kedua, penyebab kesalahan dipresentasikan oleh sebuah pohon. Pohon
kesalahan berisi urutan tingkat kejadian yang dihubungkan dalam beberapa cara yang mana
kejadian lainnya pada tingkat urutan dari kejadian pada tingkaat bawah baaru ditentukan macam
operator logika (gate atau gerbang), kejadian-kejadian itu adalah kecacatan umum dihubungkan
untuk menyeimbangkan kegagalan, kesalahan manusia, kekurangan perangkat lunak dan lain–
lain seperti kejadian yang tidak diinginkan.
Proses deduktif dilanjutkan peristiwa sampai dasar diidentifikasi. Peristiwa itu tidak
berhubungan satu dengan lainnya dan kemungkinan kejadiannya diketahui. Telah disebutkan
bahwa tentu saja pohon kesalahan bukan suatu model dari semua kegagalan seperti terjadi dalam
sistem. Pada kenyataan, itu adalah suatu model logika interaksi antara peristiwa–peristiwa
penuntun menuju pada kejadian yang tidak diinginkan.
(Alain Villemeur,1992 : 149 – 196)
181
Konstruksi Pohon Kesalahan
Analisa fault tree yang benar memerlukan definisi yang cermat dari sistem. Pertama,
diagram layout fungsional sistem yang penting seharusnya digambar untuk menunjukkan
hubungan fungsional dan mengidentifikasikan tiap komponen sistem. Batasan sistem secara fisik
disusun comedian untuk memfokuskan perhatian penganalisa pada area yang tepat dan penting.
Kesalahan yang lazim adalah kesalahan menyusun batasan sistem yang realistis, yang
menimbulkan penyimpangan analisa. Informasi harus tersedia untuk tiap komponen system yang
mengijinkan penganalisa menentukan mode yang perlu dari kerusakan komponen. Informasi ini
dapat diperoleh dari pengalaman atau dari spesifikasi teknik komponen.
Pada beberapa analisa batasan system menjadi sangat berarti, dimana kondisi batas dari
sistem harus ditentukan. Kondisi–kondisi batas ini seharusnya tidak dibingungkan dengan
batasan fisik dari sistem. Kondisi–kondisi batas sistem mendefinisikan situasi yang digambarkan
oleh Fault Tree. Kejadian puncak adalah kondisi batas sistem yang paling penting yang
didefinisikan sebagai kerusakan sistem utama. Untuk beberapa sistem yang ada. Banyak
kemungkinan bagi kejadian puncak tetap ada sehingga pilihan tepat dari kejadian puncak kadang
kala adalah suatu tugas yang sulit. Pada umumnya, kejadian puncak harus dipilih berdasarkan
criteria sebagai berikut:
1. Sebagai suatu kejadian yang terjadinya harus mempunyai sebuah definisi tertentu dan
kemungkinan dari keterjadiannya dapat dikuantitaskan dan
2. Sebagai suatu kejadian yang dapat lebih jauh dipilah untuk menemukan penyebabnya.
(Connor, 1993)
Tahapan Fault Tree Analysis
Menurut Thomas Pyzdex (2002), Fault Tree mempunyai beberapa tahapan umum untuk
mencapai hasil analisa yang optimal hingga ke akar-aakar penyebabnya, yaitu :
1. Tentukan kejadian paling atas, kadang–kadang disebut kejadian utama. Ini adalah kondisi
kegagalan dibawah studi.
2. Tetapkan batasan Fault Tree Analysis.
3. Periksa sistem untuk mengerti bagaimana berbagai elemen berhubung pada satu dengan
lainnya dan untuk kejadian paling atas.
4. Buat pohon kesalahan, mulai pada kejadian paling atas dan bekerja ke arah bawah.
182
5. Analisis pohon kesalahan untuk mengidentifikasi cara dalam menghilangkan kejadian yang
mengarah kepada kegagalan.
6. Persiapkan rencana tindakan perbaikan untuk mencegah kegagalan dan rencana kemungkinan
berkenaan dengan kegagalan saat mereka terjadi.
Fault Tree Analysis merupakan pendekatan dari atas ke bawah yang menyediakan
perwakilan grafik kejadian yang mungkin mengarah pada kegagalan. Beberapa simbol
digunakan dalam pembuatan pohon kesalahan ditunjukkan dalam tabel 20.1.
Tabel 20.1 Simbol – Simbol Logika (Gerbang) Dalam FTA
Simbol Gerbang Nama Gerbang Hubungan Kasual Gerbang AND Kejadian keluaran terjadi
jika semua kejadian masukan terjadi serentak
Gerbang OR Kejadian keluaran terjadi jika satu dari kejadian masukan terjadi
Gerbang Menghalangi Masukan menghasilkan keluaran saat kejadian bersyarat terjadi
Gerbang AND prioritas
Kejadian keluaran terjadi jika semua kejadian masukan terjadi degan urutan dari kiri ke kanan
Gerbang OR Ekslusif Kejadian keluaran terjadi jika satu, tetapi tidak keduanya, dari kejadian masukan terjadi
n inputs
Gerbang m-diluar-n (gerbang voting atau
sampel)
Kejadian keluaran terjadi jika m-diluar-n kejadian masukan terjadi
Tabel diatas menunjukkan simbol gerbang dalam Fault Tree. Selain itu juga terdapat simbol
kejadian seperti tabel 20.2
m
183
Tabel 20.2 Simbol – simbol logika (kejadian) dalam FTA
Simbol Kejadian Arti
Persegi
Kejadian diwakili oleh sebuah gerbang
Lingkaran
Kejadian dasar dengan data yang cukup
Belah Ketupat
Kejadian yang belum berkembang
Putaran
Baik terjadi atau tidak terjadi
Oval
Kejadian bersyarat yang digunakan
dengan gerbang menghalangi
Segitiga
Simbol perpindahan
Cut Set Method
Cut Set menurut P.L. Clemens, 2002 adalah kombinasi pembentuk pohon kesalahan yang
mana bila semua terjadi akan menyebabkan peristiwa puncak terjadi. Cut set digunakan untuk
mengevaluasi diagram pohon kesalahan dan diperoleh dengan menggambarkan garis melalui
blok dalam sistem untuk menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh
sistem gagal. Sebagai contoh bisa dilihat dari gambar 20.5.
184
Gambar 20.5 Contoh Struktur Cut Set
Peristiwa A, B, dan C membentuk menjadi peristiwa T. Peristiwa A, B dan C disebut
sebagai cut set. Namun bukan kombinasi peristiwa terkecil yang menyebabkan peristiwa puncak.
Untuk mengetahuinya diperlukan minimal cut set (Alain Villemeur : 1992). Minimal cut set ini
adalah kombinasi peristiwa yang paling kecil yang membawa ke peristiwa yang tidak diinginkan.
Jika satu dari peristiwa–peristiwa dalam minimal cut set tidak terjadi, maka peristiwa puncak
atau peristiwa yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dengan kata lain minimal cut set
merupakan akar penyebab yang paling terkecil yang berpotensial menyebabkan kecacatan
(peristiwa puncak).
Suatu pohon kesalahan berisi batasan minimal cut set, yaitu :
1. Pertama, minimal cut set menunjukkan kegagalan tunggal memproduksi peristiwa yang tidak
diinginkan (top event).
2. Kedua, minimal cut set menunjukkan kegagalan ganda yang mana jika kejadian terjadi secara
simultan atau bersamaan dan menyebabkan peristiwa tidak diinginkan.
Langkah Pembentukan Cut Set
Beberapa langkah membentuk cut set menurut P.L. Clemens, 2002, yaitu :
1. Mengabaikan semua unsur–unsur pohon kecuali pembentuk atau dasar.
2. Permulaan dengan seketika dibawah peristiwa puncak, menugaskan masing–masing gerbang
dan pembentuk atau penyebab dasar.
3. Kelanjutan menurut langkah dari peristiwa puncak mengarah ke bawah membangun matrik
menggunakan nomor dan huruf. Huruf ini mewakili gerbang peristiwa puncak menjadi
masukan matrik awal. Sebagai kontruksi maju :
T
C
A B
185
a. Menggantikan nomor untuk masing–masing gerbang AND dengan nomor untuk semua
gerbang yang disebut masukan. Secara horizontal dalam matrik baris.
b. Memindahkan nomor–nomor untuk masing–masing gerbang OR dengan semua gerbang
yang disebut masukan. Memanjang vertikal dalam matrik kolom. Masing–masing gerbang
OR dibentuk baris bergantian harus pada berisi semua masukan lain dibaris induk asli.
4. Hasil matrik akhir, hanya menghasilkan angka–angka mewakili pembentuk. Masing–masing
baris dari matrik ini adalah cut set Boolean. Dengan pemeriksaan, menghapuskan baris
manapun yang berisi semua unsur–unsur yang ditemukan dalam baris lebih sedikit. Juga
menghapuskan unsur–unsur berlebihaan didalam baris dan baris yang menyalin baris lain.
Baris yang sisa adalah minimal cut set.
Pembentukan cut set dapat dilihat dengan jelas pada gambar 20.6.
Gambar 20.6 Contoh Pembentukan Cut Set
Cut Set Quantitative
Perhitungan dalam Fault Tree Analisis digunakan untuk mengetahui nilai probabilitas dari
kejadian puncak yang terjadi. Untuk menghitung probabilitas hanya diperlukan jumlah seluruh
proses yang sukses dan kegagalan proses, hal ini ditunjukkan dalam rumus berikut ini (P.L
Clemens : 2002) :
TOP
1
2 3
2 4
B
A
D
C
186
)( FS
FPF
Keterangan :
S = Sukses (produk/proses)
F = Kegagalan (failure)
PF = Probabilitas Kegagalan
Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing–masing gerbang, yaitu :
1. Untuk gerbang OR, probabilitas masing–masing peristiwa atau masukannya mengalami
penjumlahan dan pengurangan.
a. Untuk 2 masukan
PF = 1 – [(1 – PA)(1 – PB)]
PF = PA + PB - PAPB
b. Untuk lebih dari 2 masukan
PF = PA + PB + PC
2. Untuk gerbang AND probabilitas masing–masing masukannya dikalikan.
Dalam gerbang AND ini, untuk masukan sejumlah 2 atau lebih semua cara perhitungannya
sama yaitu dikalikan.
187
BAB 21
PENGERTIAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS
21.1. Pengertian Kualitas
Menurut Montgomery (1993), terdapat dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas
rancangan dan kualitas kecocokan. Dimana pada kualitas kecocokan adalah seberapa baik
produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu,
sedangkan kualitas rancangan adalah variasi dalam tingkat kualitas yang memang sengaja dibuat.
Istilah kualitas memang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang mempelajari setiap
area dari manajemen operasi, dari perencanaan lini produk dan fasilitas sampai penjadwalan dan
memonitor hasil. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yang lain (pemasaran,
sumber daya manusia, keuangan, dan lain-lain). Dalam kenyataannya, penyelidikan kualitas
adalah suatu penyebab umum (common cause) yang alamiah untuk mempersatukan fungsi-fungsi
usaha. Ada beberapa alasan perlunya kualitas bagi suatu organisasi Russel (1996)
mengidentifikasi 6 peran pentingnya kualitas yaitu :
1. Meningkatkan reputasi perusahaan
2. Menurunkan biaya
3. Meningkatkan pangsa pasar
4. Dampak Internasional
5. Adanya pertanggungjawaban produk
6. Untuk penampilan produk dan mewujudkan kualitas yang dirasakan penting dan masih
banyak lagi alasan mengapa kualitas begitu penting bagi perusahaan.
(Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif, Dorothea Wahyu Ariani, 2003, Hal 8-9)
21.2. Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu pengendalian untuk memeriksa atau menguji
karakteristik kualitas yang dimiliki oleh produk yang berguna untuk penilaian atas kemampuan
proses produksi yang dikaitkan dengan standar spesifikasi produk. (Manajemen Kualitas
Pendekatan Sisi Kualitatif Dorothea Wahyu Ariani, 2003, Hal 9). Alat-alat pengendalian kualitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
188
1. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan
banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama
yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling
sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi
paling kanan. (Metode Analisis untuk peningkatan kualitas (ISO 9001:2000 Clause 8 :
Measurement, Analysis and Improvement ), Vincent Gaspersz, 2001, hal 46)
2. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab
dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan
untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat)yang
disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.
Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
barikut :
a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah
b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.
c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
(Metode Analisis untuk peningkatan kualitas (ISO 9001:2000 Clause 8 : Measurement, Analysis
and Improvement ), Vincent Gaspersz, 2001, hal 58)
21.2. Six Sigma
Six Sigma adalah suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas
menuju tingkat kesempurnaan (zero defect–kegagalan nol) atau merupakan estimasi tingkat
kesempurnaan proses yang mungkin diperoleh yang didasarkan atas kegagalan per sejuta
kesempatan (DPMO-defect per milion opportunity). Six Sigma juga bisa diartikan konsep
statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai
enam sigma berarti bahwa proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang, dengan kata
lain proses tersebut berjalan hampir sempurna. Sigma (huruf abjad Yunani ke-18) adalah istilah
dalam statistik yang mengukur sesuatu yang dinamakan penyimpangan standar. Dalam
penggunaannya kata itu menunjukkan cacat pada output suatu proses, dan membantu kita
189
memahami sejauh mana proses itu menyimpang dari kesempurnaan. Adapun peluang cacat dan
manfaat dari masing-masing tingkat sigma ditunjukkan sebagai berikut :
21.4. Konsep Six Sigma
Six Sigma dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan
melakukan peningkatan luar biasa di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai
pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan
proses. Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana yang
diharapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh
mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengaharapkan bahwa
99,99966% dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Pengendalian
kualitas Six Sigma sebesar 3,4 DPMO diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal
terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu CTQ adalah hanya sebesar 3,4 kegagalan
per sejuta kesempatan (DPMO). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem
industri akan semakin baik. Six Sigma dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus
kepada pelanggan, melalui penekanan pada kapabilitas proses (process capability).
Menurut Gaspersz (2002), terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam
konsep aplikasi Six Sigma, yaitu :
1. Identifikasi pelanggan
2. Identifikasi produk
3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk
4. Definisikan proses
5. Hindari kesalahan dalam proses dan hilangkan pemborosan yang ada
6. Tingkatkan proses secara terus-menerus menuju target Six Sigma.
Pendekatan pengendalian proses Six Sigma mengijinkan adanya pergeseran nilai rata-rata
setiap CTQ (Critical To Quality) individual dari proses industri terhadap nilai spesifikasi target
sebesar ± 1,5 sigma, sehingga akan menghasilkan 4,5 DPMO (Defect Per Million Opportunity)
190
Defect Per Million Opportunities (DPMO)
Merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang
menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dan pengendalian kualitas Six Sigma
sebesar 3,4 DPMO diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata
kesempatan untuk gagal dalam suatu karakteristik CTQ adalah 3,4 kegagalan per satu juta
kesempatan ( DPMO).
DPMO = 000.000.1xCTQxnpemeriksaabanyaknya
uaianketidaksesbanyaknya
Suatu visi peningkatan kualitas menuju target kualitas menuju target 3,4 kegagalan per
sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang dan/atau jasa). Upaya giat
menuju kesempurnaan (zero defect- kegagalan nol).
(Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan
HACCP, Vincent Gaspersz, 2002, hal 3-8)
21.5. Konsep Jasa
Menurut Kotler (1994), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan
oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin atau mungkin tidak berkaitan dengan produk fisik.
Adapun karakteristik utama yang membedakan jasa dan barang menurut Tjiptono (1998) yaitu:
Intangibility (tidak Berwujud) yaitu, jasa memiliki sifat tidak dapat disentuh, tidak dapat
dengan mudah didefinisikan dan diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.
Insperability (tidak dapat dipisahkan) yaitu, jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu
yang bersamaan.
Variability (keragaman) yaitu, jasa memiliki banyak variasi bentuk, kualita dan jenis
tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
Perishability (tidak tahan lama), jasa tidak dapat disimpan sebab lebih jauh lagi , pasar jasa
berubah-ubah.
191
21.6. Konsep Kualitas Jasa
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menemukan 5 dimensi pokok kualitas
jasa (untuk contoh cara konsumen menilainya, lihat tabel):
1. Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan
jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.
2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para
karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberiikan jasa secara cepat
3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para
pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau
masalah pelanggan
4. Empati (Empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak
demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan
dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material
yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
192
Tabel 21.1. Contoh cara konsumen menilai lima dimensi kualitas jasa
BIDANG JASA
RELIABILITY DAYA TANGGAP
JAMINAN EMPATI BUKTI FISIK
Reparasi mobil (pasar konsumen)
Masalah diatasi dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan
Mudah diakses; tidak lama menunggu; responsive terhadap permintaan
Mekanik yang berpengalaman luas
Mengenal nama pelanggan; mengingat masalah dan preferensi pelanggan sebelumnya
Fasilitas reparasi; ruang tunggu; seragam; peralatan
Penerbangan (pasar
konsumen)
Terbang tepat waktu dan tiba ditujua sesuai jadwal
Sistem ticketing, inflight, dan penanganan bagasi yang cepat
Terpercaya; reputasi positif dalam hal keselamatan penumpang; karyawan yang kompeten
Memahami kebutuhan khusus individual; mengantisipasi kebutuhan pelanggan
Pesawat, tempat pemesanan tiket; tempat bagasi; seragam
Kesehatan (pasar
konsumen)
Janji ditepati sesuai jadwal; diagnosisnya terbukti akurat
Mudah diakses; tidak lama menunggu; bersedia mendengar keluh kesah pasien
Pengetahuan; keterampilan; kepercayaan; reputasi
Mengenal pasien dengan baik; mengingat masalah (penyakit, keluhan, dll) sebelumnya; pendengar yang baik; sabar
Ruang tunggu; ruang operasi; peralatan; bahan-bahan tertulis
Arsitektur (pasar bisnis)
Memberikan rancangan sesuai saat yang dijanjikan berikut dengan anggaran yang sesuai
Menanggapi permintaan khusus; adaptif terhadap perubahan
Kepercayaan, reputasi, nama baik di masyarakat; pengetahuan dan keterampilan
Memahami industri klien; memahami dan tanggap akan kebutuhan spesifik klien; mengenai kliennya
Kantor, laporan; rancangan; tagihan; busana karyawan
Pemrosesan informasi
(pelanggan internal)
Menyediakan informasi yang dibutuhkan pada saat diminta
Respon cepat terhadap permintaan; tidak birokratis; manangani masalah dengan segera
Staf berpengetahuan luas; terlatih; terpercaya
Mengenal nama pelanggan internal sebagai para individu; memahami kebutuhan individual dan departemen
Laporan internal; kantor; busana karyawan
Definisi tentang Total Quality Management (TQM) adalah sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan
melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33). Total quality approach hanya dapat
dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini :
Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas
193
Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Memiliki komitmen jangka panjang
Membutuhkan kerja sama tim (teamwork)
Memperbaiki proses secara berkesinambungan
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
Memberikan kebebasan yang terkendali
Memiliki kesatuan tujuan
Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
21.7. Harapan Konsumen
Menurut Fandy Tjipto (1998) harapan konsumen dapat didefinisikan sebagai ”perkiraan
atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau
mengkonsumsi suatu produk atau jasa”, sedangkan menurut Olsen dan Dover (Zeithaml et al,
1990) harapan konsumen didefinisikan sebagai ”keyakinan konsumen sebelum mencoba atau
membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harapan konsumen merupakan suatu nilai kegunaan
yang diperkirakan dalam suatu jasa ataupun produk sebelum digunakan. Harapan ini tidak dapat
dipenuhi karena beberapa sebab antara lain: konsumen gagal mengkomunikasikan harapannya
terhadap suatu produk atau jasa, konsumen keliru menafsirkan sinyal-sinyal perusahaan serta
karena kinerja yang buruk dari perusahaan
21.8. Presepsi Konsumen
Menurut Leon G.S dan Lestie (Bary et.al 1992, dikutip dari Elvia, 2000) presepsi
konsumen didefinisikan sebagai ” proses konsumen dalam mengatur dan mengintepretasikan
stimuli menjadi berarti dan merupakan gambaran secara koheren terhadap dunia sekelilingnya.
Presepsi ini timbul setelah konsumen merasakan sesuatu yang telah diterima (sudah
menggunakan produk atau telah menikmati jasa pelayanan) dan sudah mengambil keputusan
dalam pikirannya.
21.9. Kepuasan Pelanggan
a. Erwita Dinarsari, S. Supriayanto, Thinni Nurul Rochmah dalam Jurnal Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan menulis bahwa menurut Kotler (1997) kepuasan pelanggan adalah
194
perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya
terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Menurut Yazid (1999) kepuasan pelanggan
merupakan perbedaan antara harapan dan unjuk kerja yang diterimanya.
b. Oliver dam Widodo Putro (2003,22) mendevinisikan kepuasan sebagai respon konsisten atas
pemenuhan kebutuhannya, memberikan pemenuhan suatu level yang menyenangkan,
meliputi pemenuhan yang berada diatas maupun level yang berada di bawah.
c. Menurut peneliti, yang disebut kepuasan pelanggan antara lain adalah rasa puas yang
ditimbulkan akibat suatu produk pelayanan atau jasa yang diterima atau dinikmati seserang
yang memenuhi harapannya.
Tujuan Perusahaan
PRODUK
Nilai Produk BagiPelanggan
Kebutuhan danKeinginanPelanggan
Harapan PelangganTerhadap Produk
Tujuan Perusahaan
Gambar 21.1 Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono, Fandy (1995) Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Andi Offset, p 28 dalam Widodo Putro
Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan
a. Menurut Widodo J. Pudjiraharjo dalam Jurnal Administrasi dan Kesehatan mengemukakan
bahwa dalam memenuhi kepuasan pasien maka rumah sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu, agar terwujud pelayanan yang prima. Untuk dapat mewujudkan
pelayanan yang prima ini terdapat 5 indikator yaitu: empahty (rasa empati) yang berupa
pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan klien, Reliability
195
(keandalan) kemampuan petugas untuk memberikan layanan yang diharapkan secara akurat,
responsivenes (cepat tanggap) yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan
yang dibutuhkan dengan segera, communication (komunikasi) yang berarti selalu
memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh
para klien dan carring (pengayoman) yaitu mudah dihubungi dan memberikan perhatian
kepada klien. Keberhasilan penerapan pelayanan prima pada bidang pelayanan kesehatan
pada akhirnya diukur dengan derajat kepuasan pemakai. Secara lebih khusus keberhasilan
pelayanan prima adalah ukuran maslahat kepuasan yang didapat oleh pemakai dibandingkan
dengan besar pengorbanan yang telah dikeluarkannya.
b. Menurut Lele (1995) dalam Penelitian Analisis Kepuasan dan Harapan pelanggan dalam
rangka Peningkatan Loyalitas Pelanggan Kelas Utama Rumah sakit Panti Rahayu Purwodadi
Grobogan oleh Erwita Dinarsari, S. Supriyanto, Thinni Nurul Rochmah (jurnal AKK,
Volume 1 nomor 1, januari 2003) ada empat landasan kepuasan pelanggan : 1) Produk, yaitu
meliputi perancangan produk sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan meliputi
mutu, biaya dan sumber daya. 2) Kegiatan penjualan (proses) meliputi sikap, tindakan dan
latihan untuk para petugas. 3) Purna beli yaitu pelayanan pendukung mencakup informasi,
garansi, nasehat, peringatan, latihan, umpan balik dan tanggapan kelluhan. 4) Budaya,
menejemen menerapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tujuan perusahaan, jadi
memberi kepuasan kepada pelanggan merupakan budaya kerja.
c. Menurut Zeithaml et al dalam Tjiptono (2000) faktor yang digunakan langsung untuk
mengevaluasi kepuasan dibidang kesehatan adalah: 1) Bukti langsung (tangible) yang terdiri
dari ruang pelayanan dan fasilitas; 2) Keandalan (reliability) meliputi janji yang ditepati dan
diagnosis yang tepat; 3) Daya tanggap (responsivnes) meliputi penanganan keluhan pasien
dan mudah tidaknya dihubungi; 4) jaminan (assurance) meliputi keterampilan, kepercayaan
dan reputasi; 5) empathy meliputi mengenal pasien, ingat masalahnya, perhatian dan
kesabaran.