green+productivity

195
1 ISBN 978-979-8559-18-1 Yunia Dwie Nurcahyanie Rusdiyantoro Sutrisno

Upload: rusdiyantoro-universitas-pgri-adibuana-surabaya

Post on 28-Jan-2018

3.330 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Green+productivity

1

ISBN 978-979-8559-18-1

Yunia Dwie Nurcahyanie Rusdiyantoro

Sutrisno

Page 2: Green+productivity

2

BAGIAN SATU LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional

- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada industri manufaktur.

- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan.

- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green productivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur.

- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan.

Page 3: Green+productivity

3

DAFTAR ISI BAGIAN 1 BAB 1 LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI 1 1.1 Aktivitas Ekonomi Dan Lingkungan 1 1.2 Perkembangan Pola Konsumsi 3 1.3 Perkembangan Industri Dan Penurunan Kualitas Lingkungan 3 1.4 Industri Dan Peraturan-Peraturan Mengenai Lingkungan 4 BAB 2 PRODUKTIVITAS 7 2.1 Definisi Umum Produktivitas 7 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas 8 2.3 Pengaruh Produktivitas Kerja Terhadap Pencapaian Tujuan Perusahaan 8 BAB 3 PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN 10 BAB 4 PRODUKTIVITAS HIJAU 12 4.1 Definisi Produktivitas Hijau (PH) 12 4.2 Paradigma Baru Produktivitas 12 4.3 Pemicu Timbulnya Produktivitas Hijau (PH) 13 4.5 Gp Memastikan Peningkatan Keuntungan Dan Meningkatkan Kualitas Hidup 13 BAB 5 LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU 16 5.2 Perlindungan Terhadap Polusi 16 5.3 Environment Management System (EMS) 17 5.3 Pengendalian Pencemaran 21 5.4 Produksi Bersih 25 5.5 Good House Keeping 29 5.6 Eco Design 35 5.7 Daur Sumberdaya Alam Dan Persoalan Lingkungan Hidup 51 BAB 6 STUDI KASUS 55 6.1 Studi Kasus 1 55 6.2 Studi Kasus 2 58

Page 4: Green+productivity

4

BAB 1 LINGKUNGAN DAN AKTIVITAS EKONOMI

1.1 AKTIVITAS EKONOMI DAN LINGKUNGAN

Beberapa tahun terakhir, perkembangan perhatian terhadap kelestarian lingkungan sangat

gencar diberlakukan, survey yang dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya Roberts (1992),

Cropper dan Oates (1992) , OECD (1993), Jaffe dan Stavins (1995), Glass (1996), dan Elkins

dan Spek (1998) berargumen bahwa tidak cukup bukti jika peraturan mengenai kelestarian

lingkungan memiliki efek pada perdagangan internasional. Produktivitas industri atau kegiatan

ekonomi harus bersaing dan lebih kompetitif.

Namun pada faktanya, peneliti lain seperti Porter dan Van der Linde (1995) melakukan

selangkah lebih maju, yaitu mencari fakta dan keuntungan dari aplikasi diawal dari teknologi

yang ramah lingkungan pada industri dan produksi. Mereka melakukan, serangkaian studi kasus

dimana implementasi teknologi ramah lingkungan digunakan telah membuktikan serangkaian

benefit dari mulai minimalisasi limbah, meningkatkan efisiensi dan kualitas. Mereka

berkesimpulan bahwa benefit dari penggunakan teknologi ramah lingkungn ini adalah bukti dari

aplikasi regulasi mengenai lingkungan hidup.

Gambar 1.1 Diagram aktivitas ekonomi dan dampak kepada lingkungan

Sumber: Berbagai Sumber Diolah

Pemicu

Aktivitas Ekonomi

Sumber daya yang didapat dari alam

Dampak dari penggunaan sumber daya , penggunaan

dan pembuangan

Pola konsumsi

Pola Produksi

Perdagangan

Pemicu

LINGKUNGAN

Page 5: Green+productivity

5

Pada penelitian yang dilakukan oleh Portney, Oates dan Palmer (1994), mereka

mengamati “Porter Hypothesis” dimana asumsi yang diberikan oleh Porter yaitu dengan

investasi pada R & D, dan tdak akan mengurangi profit dan justru meningkatkan kompetitif.

Beberapa teori yang mereka lakukan diantaranya adalah teori X-inefisiensi, namun para ahli

ekonomi tetap berpendapat jika ingin meningkatkan margin keuntungan yang harus dilakukan

adalah menekan biaya produksi. Jika ada teknologi yang mempu meningkatkan efisiensi, maka

mereka akan menggunakannya dan menjadikan investasi biasa. Teori “Innovation offset” oleh

Porter, juga termasuk biaya lingkungan. Biaya pembuangan limbah, yang dicontohkan oleh

Porter, dapat dikurangi melalui penggunaan teknologi baru yang ramah lingkungan, reorganize,

restructured, dan retrofitting. Teknologi end of pipe (akhir daur hidup), disisi lain, tidak

memberikan efisiensi yang diharapkan, terutama untuk jangka panjang.

Lebih jauh, teori rasional ekonomi benar adanya, bahwa variasi pada perlindungan

lingkungan dan berbagai peraturan akan memiliki efek pada divisi internasional buruh dan

alokasi faktor produksi. Jika mengabaikan standar lingkungn justru akan meningkatkan biaya

yang disebut “Polluting Industries” yang mengantarkan pada penurunan produktivitas.

Sampah Teknologi Elektronika Dan Komputer (Electronic-Waste)

Pernahkah terbayang berapa tinggi gundukan yang dihasilkan oleh sampah teknologi seperti

komputer, monitor, printer dan produk-produk teknologi lain setiap tahunnya? Di Kanada saja,

menurut konsultan lingkungan Kanada Enviros RIS, sebanyak 67.324 ton perangkat teknologi

informasi, seperti PC, monitor, notebook dan pelengkapnya akan terbuang di tahun 2005. Belum

yang terdapat di belahan bumi lain.

Untuk menghindari penumpukan limbah teknologi tersebut Hewlett-Packard Canada Ltd.

meluncurkan layanan "take-back” atau layanan menerima kembali komputer dan perangkat yang

tidak lagi diinginkan pengguna, sehingga menghindarkan sampah itu diekspor ke negara

berkembang. Adapun sampah itu nantinya akan dievaluasi apakah akan digunakan ulang,

didonasikan, atau didaurulang secara aman.

"Take-back program” di Kanada dilaksanakan mengikuti suksesnya layanan serupa di

Amerika Serikat tahun lalu," kata Paul Tsaparis, president dan chief executive officer, HP

Canada. Komitmen HP untuk mengurangi electronic waste tidak hanya dengan program daur

ulang sebagai Planet Partners, tetapi juga dengan merancang produk-produk yang menggunakan

Page 6: Green+productivity

6

seminimal mungkin materi berbahaya yang tidak dapat didaur atau digunakan ulang. Layanan

program HP ini mencakup pengambilan barang, transportasi, dan evaluasi terhadap sampah

teknologi, mulai dari PC dan printer sampai ke server dan scanner. Mereka yang ingin

membuang sampah teknologinya diminta membayar antara 20 hingga 52 dollar Kanada sesuai

jumlah dan jenis produk. Dikatakan pihak HP, harga ini menutupi biaya pelayananan semata dan

tidak menghasilkan keuntungan bagi HP. Seluruh perangkat komputer yang diterima akan

dievaluasi terlebih dahulu untuk penggunaan ulang. Produk yang masih berfungsi akan

didonasikan ke suatu program pemerintah "Computer for Schools", yang menyediakan komputer

gratis bagi sekolah di Kanada. Sisanya akan didaur ulang melalui proses yang dirancang untuk

memaksimalkan materi yang masih dapat dipakai. Seluruh produk yang sama sekali tak dapat

digunakan akan dikirim ke Nashville, Tennesse, fasifitas daur ulang dengan teknologi canggih.

Tempat ini dikelola oleh HP dan Noranda Inc. Fasilitas yang dibuka sejak Juli 2001 ini mampu

memproses kurang lebih 680.389 kilogram e-waste per bulannya.

HP dan Noranda telah mengembangkan proses unik yang mengevaluasi perangkat yang akan

diproses, memisahkan bagian yang masih dapat digunakan, dan mendaur ulang sisa-sisa produk

beserta komponennya. Fasilitas seharga 3 juta dollar Kanada ini memiliki shredder canggih

untuk menggiling menjadi berkeping-keping. Dari sana, baru dipisahkan melalui magnet yang

memisahkan metal dan plastik untuk daur ulang. Layanan baru ini menunjang program

lingkungan HP lainnya seperti HP Planet Partners LaserJet supplies program dan Inkjet

supplies, yang beroperasi sejak 1992 dan telah membantu pelanggan mendaur ulang lebih dari 39

juta HP LaserJet cartridges atau 50.000 ton material di seluruh dunia.

Sebagai catatan, dalam program ini HP menerima produk-produk dari produsen lain

untuk didaur ulang. Sejauh ini program baru dilakukan di beberapa negara di Amerika dan

Eropa, namun akan diperluas jangkauannya.

1.2 PERKEMBANGAN POLA KONSUMSI

Komersialisme

Pada dasarnya, usaha-usaha untuk meningkatkan nilai desain lebih dari sekedar benda-

pakai. sekedar pekerjaan menghias atau sekedar penciptaan simbol status, terus berlangsung

dengan berbagai label. "Good Design" yang dipromosikan di Museum of Modern Art, di

Merchandise Mart, Chicago serta Design Council di London, 1950 - 1960 merupakan suatu

Page 7: Green+productivity

7

doktrin atau kredo yang memberi penilaian tinggi kepada produk desain yang berhasil

memadukan ekonomi, teknologi dan estetika secara utuh sehingga dapat diterima pasar. Dogma

ini diangkat untuk meningkatkan aspirasi dan selera publik yang terlalu lama dicekoki strategi

komersialisasi yang dianggap membodohi masyarakat. Dengan bentuk yang ditawarkan, bom

iklan-iklan yang gencar ditayangkan selalu menonjolkan kelebihan dan menutupi kekurangan

produk. Maka dengan sikap estetik baru transaksi antara produk dan pembelinya diangkat lebih

tinggi rnenjadi suatu peristiwa intelektual. Transaksi seperti ini, merupakan akomodasi

masyarakat berpendidikan dengan status sosial ekonomi menengah ke atas. Komersialisme

dianggap oleh kalangan berpendidikan sebagai “bad taste” dan “low Quality”. Tetapi para

pelaku pasar mampu menyedot perhatian dan mempengaruhi masyarakat luas.

Konsumerisme

Akibat dari aksi komersialisme adalah konsumerisme yang muncul karena pengusaha

terlalu mengeksploitasi calon konsumen sehingga melakukan manipulasi berlebihan dalam

penjelasan kualitas dan volume produknya. Industri yang mendukung aksi komersialisme dan

konsumerisme adalah media massa yang menyebar iklan-iklan mereka. Pada kenyataanya, di

pasar kita menemukan produk yang berkualitas rendah, produk yang berbahaya, produk yang

tidak susila, produk yang menyebabkan kecanduan, produk yang dipalsukan, produk yang cepat

rusak, produk yang menipu dan yang menjebak. Dan orang-orang yang bertanggung jawab pada

kondisi ini adalah para desainer komunikasi dengan iklan mereka.

Dalam manipulasi ini korban terbesar adalah golongan menengah ke bawah serta anak-

anak dan orang tuanya. Daftarnya bisa sangat panjang. Meskipun sudah terdapat Lembaga

Perlindungan Konsumen di Indonesia dan lembaga seperti itu telah mendunia, namun praktek

penipuan, manipulasi dan siasat dagang yang menjebak tidak berkurang terutama di negara-

negara yang sistem kontrol dan hukumnya lemah. Gerakan ini merupakan reaksi sosial langsung

dari pasar yang merasa dirugikan.

1.3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN

Penggunaan material mentah melalui proses penebangan hutan, penambangan liar,

penggunaan air, pengurangan energi sebagai upaya untuk mencari material mentah sebagai

bahan produksi industri untuk memenuhi permintaan pasar terhadap kebutuhan akan produk.

Pemanfaatan sumber daya menyebabkan peningkatan emisi, wastewater, dan solidwaste

artinya pemanfaatan ini tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan meningkatnya

Page 8: Green+productivity

8

emisi, air limbah dan limbah padat, jelas akan sangat merusak lingkungan. Dampak yang terlihat

dari peningkatan emisi seperti rusaknya lapisan ozon, dan rusaknya lapisan ozon ini

menimbulkan efek pemanasan global yang berdampak sangat luas pada kerusakan lingkungan.

Dengan meningkatnya jumlah air limbah akan mencemari air tanah, akibatnya jumlah air

tanah yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan mahluk hidup tercemari dan dampaknya sangat

besar pada kesehatan manusia, dan keberlangsungan hidup hewan dan tanaman.

Peningkatan permintaan selama proses distribusi,menimbulkan sampah dari barang dan

jasa. Artinya selama proses distribusi, setiap produk membutuhkan salah satunya adalah

kemasan. Dimana kemasan ini menggunakan kertas dan plastik sebagai bahan baku utama

sebagian besar kemasan produk. Dengan jumlah peningkatan permintaan produk yang

meningkat, maka kebutuhan akan kertas kemasan pun akan meningkat. Artinya kebutuhan pulp

seabagai bahan utama pembuatan kertas pun meningkat. Dan ujungnya adalah peningkatan

penebangan hutan untuk memenuhi kebutuhan kemasan berbahan kertas pada produk.

Sedangkan kemasan plastik, terdapat berbagai jenis plastik yang bisa didaur ulang, dan yang

tidak bisa didaur ulang. Dan yang lebih berbahaya adalah bahan plastik adalah bahan yang tidak

dapat diproses secara alami oleh tanah.

1.4 INDUSTRI DAN PERATURAN-PERATURAN MENGENAI LINGKUNGAN

Industri dan peraturan-peraturan mengenai lingkungan dibagi menjadi dua bagian yaitu :

- Level Makro dan

- Level Mikro

Level Makro

Richardson dan Multi (1976) menggunakan model general equilibrum untuk analisis mereka.

Pada penelitian mereka, mereka memperkirakan tingkat demand pasar dan suply untuk 81

industri, dengan variasi konsumsi dan elastisitas suplai. Mereka menggunakan input-output

matrix untuk menghitung control direct dan indirect cost. Lebih jauh mereka membangun teori

mereka dengan tiga skenario yaitu:

- The polluter pays principle

- Full subsidization through a Value Added Tax

- Full subsidization by a production tax

Page 9: Green+productivity

9

Perbedaan yang mereka temukan sangat signifikan (2.5% dibawah subsidi, namun 5%

dibawah polluter pays principle). Penyebabnya adalah sektor industri bidang kimia, pemurnian

minyak, industri logam. Dalam rangka menangkap perbedaan tersebut, Richardson dan Mutti

menggunakan model kedua pada tahun berikutnya (1977). Pada waktu ini mereka mencoba

untuk melihat perbedaan diantara kebijakan makro lintas negara dan kontrol lingkungan,

pembiayaan atas kontrol tersebut, nilai tukar dan tingkat fleksibilitasnya. Pada saat ini mereka

menggunakan pendekatan partial equilibrum untuk menghitung biaya langsung pada kontrol

lingkungan dan menghitung tingkat elastisitas efek keluarannya. Hasilnya dampak lebih sedikit

dibandingkan penelitian pertama. Hasil yang lebih baik ini dikarenakan mereka melakukan

penelitian lintas negara dimana biaya didistribusikan pada semua negara. Bagaimanapun efek

biaya kontrol lingkungan dapat dikontrol lebih baik dengan menggunakan instrumen makro

ekonomi.

Model Computable General Equilibrium (CGE) seringkali digunakan untuk menghitung

efek dalam berbagai sektor yang memungkinkan memberi efek pada seluruh aspek ekonomi.

Hazilla dan Kopp (1990) menggunakan model CGE pada ekonomi Amerika untuk menghitung

efek pada Clean Air and Clean Water Acts. Hasilnya $28,3 billion jauh dibawah biaya EPA

($42,5billion). Mereka membuat klaim bahwa input subtitut pada produksi energi dapat

menghemat dana industri daripada mereka membeli peralatan pengolah limbah.

Jorgenson dan Wilcoxen (1990) menghitung biaya pada pollution control, pada tingkat

makro, dengan melaporkan hasil simulasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika dengan

dan tanpa peraturan mengenai undang-undang perlindungan lingkungan pada periode 1973-1985.

Mereka menggunakan general-equilibrium econometric model, dimana determinan pada

perkembangan jangka panjang dianggap sebagai interaksi antara industri untuk melihat perhatian

mereka pada peraturan pada lingkungan. Biaya yang dibutuhkan lebih dari 10% dari keseluruhan

pengaluaran negara dan hasilnya justru penurunan GNP sebesar 0,19% pertahun. Pada tahun

1997, Chaston dkk, mengembangkan pengukuran total factor productivity growth, yang

dirancang untuk menghitung beneficial effect terhadap peraturan pada lingkungan. Untuk

mencari poin-poin terpenting, mereka menggunakan deskripsi sederhana pada ekonomi, layanan

publik, ekspor dan impor, skala pengembalian non konstan, dan non competitive pricing. The

welfare-based measure of productivity growth dipresentasikan untuk mengeneralisasi semua

faktor ini. Untuk lebih lebih operational pada welfare-based measure of productivity growth,

Page 10: Green+productivity

10

tidak hanya membutuhkan faktor-faktor ini, namun mereka harus menghitung keuntungan non

ekonomis dari peningkatan kualitas lingkungan yang sudah jelas sulit.

Level Mikro

Pada tahun 1990, Barbera dan McConnel mengembangkan pendekatan pada dampak

peraturan pada lingkungan menggunakan Total Factor Productivity (TFP) growth . Mereka

membagi menjadi lima industri paling berpolusi diantaranya (iron & steel, pulp & paper,

chemicals, nonferrous metals, dan stone, clay, glass industries).

Model dampak pada TFP ini, mereka mencari investasi terpenting antara kapital yang

lebih sedikit dan lebih produktif. Dari sini, mereka mampu menghitung efek dari keberadaan dan

ketiadaan peraturan tentang lingkungan. Lebih penting lagi, mereka juga menghitung efek tidak

langsung dengan adanya peraturan tentang lingkungan. Hal ini mungkin saja termasuh

mereorganisasi proses, penekanan pada input, peningkatan dan penurunan tenaga kerja, dan

sebagainya. Hasilnya koefisien yang dihasilkan bisa jadi negatif dan positif.

Seperti pada kasus proses logam non besi atau beberapa produksi kimia, efisiensi telah

ditingkatkan dengan input menggunakan air daur ulang, pengelolaan industri yang lebih baik dan

mampu meningkatkan investasi yang lebih produktif, juga emisi yang mampu dikurangi secara

dramatis hal yang sama terjadi juga pada industri kertas.

Pada tahun 1983, Gollop dan Roberts memperkirakan efek terhadap peraturan pada

lingkungan pada industri utilitas listrik menggunakan pendekatan fungsi biaya. Dengan cara

mengukur tingkat kekuatan hukum lingkungan pada fasilitas pabrik mereka meneliti efek

kekuatan dan input konvensional. Namun mereka tidak memisahkan efek langsung dan tidak

langsung. Barbera dan McConnel (1985) memiliki asumsi bahwa peraturan pada lingkungan

mampu mengurangi kapital yang tidak produktif, namun kapital ini juga dikombinasi dengan

input konvensional untuk menghasilkan output dan mengurangi polusi secara simultan.

Metodologi yang digunakan berbeda namun hasilnya sama yaitu koefisien negatif pada

produktivitas, bahkan mampu meningkatkan produktifitas secara besar pada industri listrik

sebesar 0,59% per tahun.

Persoalan utama bagi pada pengembang model adalah hubungan yang sangat kompleks

diantara banyak variabel penting dan korelasi yang sangat tinggi diantara input price membuat

semakin sulit untuk memperkirakan mana yang mampu menjadi cost function. Solusi yang

Page 11: Green+productivity

11

ditawarkan oleh Barberra dan McConnel didapat dengan cara diferensiasi cost function dan share

equations. Dengan cara memperkirakan cara ini mengurangi ketidaklinieran dan memaksimalkan

jumlah data poin.

Satish Joshi pada tahun 1995 mengatakan dalam model sederhana peraturan pada

lingkungan dimana translog function dan factor share equation digunakan dan diuji dengan

berbagai hipotesis dengan efek peraturan, skale effect, dan technical change effects untuk sektor

industri baja US. Bagaimanapun juga peraturan ini mampu menekan penggunaan material,

melalui dampak netral untuk minimills. Meskipun pada pengeluaran operasional lingkungan

secara signifikan berbeda antara steel plant dan minimills, biaya tingkat elastisitas dari peraturan

ini mirip antara kedua sektor.

Page 12: Green+productivity

12

BAB 2

PRODUKTIVITAS

2.1 DEFINISI UMUM PRODUKTIVITAS

Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses

kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti

meningkatkan kesejahteraan dan mutu perusahaan. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu

pengukuran produktivitas di perusahaan yang bertujuan untuk mengetahui tolak ukur

produktivitas yang telah dicapai dan merupakan dasar dari perencanaan bagi peningkatan

produktivitas di masa datang

Program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya andil yang

luas dari karyawan atau pekerja yang baik, sehingga akan menghasilkan kinerja yang baik dan

hal tersebut akan menghasilkan produktivitas yang optimal. Secara umum produktivitas

diartikan sebagai efisien dari penggunaan sumber daya yang menghasilkan. Sedangkan ukuran

produktivitas pada umumnya adalah rasio yang berhubungan dengan keluaran terhadap satu atau

lebih masukan yang mengeluarkan keluaran (barang dan jasa) tersebut.

Menurut Sukotjo (1995) mengemukakkan bahwa produktivitas adalah sebuah konsep

yang menggambarkan antara hasil dengan sumber modal, tanah, energi dan sebagainya. Ravianto

(1990) mengemukakan produktivitas adalah hubungan kerja antara jumlah produk yang

dihasilkan dengan jumlah sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut

atau dengan rumusan umum yang lebih rasio antara keputusan kebutuhan dan pengorbanan yang

diberikan. Menurut berbagai pendapat di atas mengenai produktivitas, maka untuk mencapai

produktivitas harus dengan cara tepat memastikan sumber-sumber daya harus dipergunakan.

Secara umum produktivitas mencerminkan efisiensi dari penggunaan sumber daya yang

menghasilkan. Ukuran tenaga kerja, modal dan energi yang menghasilkan keluaran tersebut.

Atas dasar masukan dan keluaran tersebut, dicantumkan beberapa rumusan produktivitas yang

dikemukakan oleh Ravianto (1992) yaitu :

Produktivitas Total (PT) = Output/Input (2.1)

Page 13: Green+productivity

13

Berdasarkan uraian mengenai pengertian-pengertian produktivitas diatas dapat

disimpulkan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan

(input) pada perusahaan industri dan ekonomi secara keseluruhan. Penghargaan serta

penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan produktivitas yang lebih tinggi. Semua ini

mencakup pemberian insentif dan usaha-usaha menambah kepuasan kerja melalui sarana yang

beraneka macam.

Produktivitas merupakan sesuatu yang sangat penting dan mempunyai peranan besar

dalam perkembangan perusahaan. Peningkatan produktivitas akan menghasilkan peningkatan

pada standart hidup dan kualitas hidup pada suatu perusahaan atau negara. Kuncoro (1999)

menyebutkaan bahwa perbaikan produktivitas perusahaan sebagai upaya untuk bertahan,

mengembangkan usaha dan mengoptimalkan keuntungan dapat dilakukan dengan perbaikan

produktivitas partial tenaga kerja, material, energi dan modal.

Sejak awal perkembangannya sampai saat ini telah banyak definisi produktivitas yang

telah dikembangkan. Menurut Summanth (1984), menyatakan definisi produktivitas adalah:

1.Produktivitas partial, perbandingan antara keluaran terhadap salah satu faktor masukkan.

2.Produktivitas faktor total, perbandingan antara keluaran bersih terhadap jumlah masukkan

tenaga kerja dan modal.

3.Produktivitas total, perbandingan antara keluaran dangan jumlah seluruh faktor–faktor

masukkan.

Pengertian produktivitas yang lain dijelaskan oleh Cascio (1998), produktivitas sebagai

pengukuran output berupa barang atau jasa dalam hubungannya dengan input yang berupa

karyawan, modal, materi atau bahan baku dan peralatan. Sejalan dengan pandangan di atas,

Sedarmayanti (2001) menyebutkan produktivitas kerja menunjukkan bahwa individu merupakan

perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk kerja maksimal) dengan efisiensi salah

satu masukan (tenaga kerja) yang mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Nuzsep

(2004) menyebutkan bahwa produktivitas kerja adalah suatu ukuran dari pada hasil kerja atau

kinerja seseorang dengan proses input sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang

merupakan indikator daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk

mencapai produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.

Beberapa unsur dalam produktivitas antara lain: efisiensi, efektivitas dan kualitas.

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukkan (input) yang

Page 14: Green+productivity

14

direncanakan dengan penggunaan masukkan yang sebenarnya dilaksanakan. Efektifitas

merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai baik

secara kualitas atau waktu. Sedangkan kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan

seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi atau harapan konsumen.

Gambaran ruang lingkup produktivitas terdapat pada skema pada gambar 2.1.

Produktivitas digunakan sebagai sarana manajemen untuk mengevaluasi, menganalisa

dan mendorong efisiensi produksi, serta menempatakan perusahaan pada posisi yang tepat

berkaitan dengan penentuan target/ sasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara

tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap massalah-masalah yang saling

berhubungan.

Gambar 2.1. Framework produktivitas

Page 15: Green+productivity

15

Gambar 2.2 Siklus produktivitas

Pada umumnya terdapat beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menyusun perbaikan

produktivitas Jonas, dkk (2005) yaitu:

1. Meningkatkan input dan output, dimana peningkatan output lebih besar daripada

peningkatan input.

2. Menurunkan input dan output, dimana penurunan input lebih besar daripada penurunan

output.

3. Input tetap tatapi output meningkat.

4. Input menurun tetapi output tetap.

5. Input turun dan output meningkat.

Terdapat tiga prinsip dasar yang digunakan dalam konsep pengukuran produktivitas

perusahaan, yaitu:

1. Manajer departemen hendaknya diminta untuk mengembangkan ukuran produktivitas

mereka sendiri. Penetapan ini seharusnya melibatkan menajer lini sebagai penanggung

jawab seringkali mengetahui cara terbaik dalam mendefinisikan keluaran dan masukan

pada perusahaan tersebut.

Page 16: Green+productivity

16

2. Semua pengukuran produktivitas hendaknya dikaitkan pada suatu kebiasaan hierarki. Hal

ini untuk memastikan konsistensi rasio pada tingkat yang lebih tinggi dan lebih rendah.

Manajer departemen hendaknya tidak membuat rasio sendiri tetapi menggunakan rasio

yang telah ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi.

3. Rasio produktivitas sebaiknya memasukkan semua tanggung jawab kerja sampai pada

tingkat yang memungkinkan. Untuk setiap rasio yang didefinisikan, harus mewakili suatu

ukuran total pekerjaan yang dapat diterima.

2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS

Perusahaan mempunyai peranan yang sangat besar terhadap produktivitas kerja

karyawan. Perusahaan harus dapat menjaga agar prodiktivitas kerja karyawan tidak megalami

penurunan dari waktu sebelumnya. Untuk dapat mengetaui turun atau tidaknya produktivitas

perusahaan harus dapat membuat standar kerja yang ditetapkan oleh pihak perusahaan dengan

standar kerja. Sedangkan factor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan yaitu:

a. Karyawan :

1) Motivasi diri, integritas

2) Kompensasi

3) Pengetahuan

4) Keterampilan

5) Pengalaman

6) Pendidikan dan pengalaman

7) Kesehatan dan keamanan

b. Suasana kerja

1) Hubungan sesama pegawai

2) Hubungan atasan dengan bawahan

c. Budaya kerja

1) Disiplin

2) Gugus kendali mutu

d. Manajemen

1) Gaya kepemimpinan

2) Kompetensi

Page 17: Green+productivity

17

3) Manajerial

4) Memimpin

5) Mengendalikan dan operasional

2.3 PENGARUH PRODUKTIVITAS KERJA TERHADAP PENCAPAIAN TUJUAN

PERUSAHAAN

Suatu perusahaan dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini perlu dilakukan agar

perusahaan tersebut dapat melangsungkan kegiatan operasionalnya di masa yang akan datang.

Tujuan peningkatan produktivitas ini dapat dilihat dari beberapa sisi, bagi suatu perusahaan

peningkatan produktivitas ini mempunyai tujuan antara lain:

a. Agar perusahaan tersebut mempunyai daya saing pasar

b. Untuk menjamin kelangsungan kegiatan di perusahaan tersebut

c. Untuk dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan

d. Agar perusahaan tersebut memungkinkan memperluas perusahaan

e. Agar perusahaan tersebut dapat meningkatkan volume produksinya

Sedangkan untuk tingkat individu, tujuan dan peningkatan produktivitas ini adalah untuk

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mempunyai kesempatan untuk berperan aktif

di dalam perusahaan. Peningkatan produktivitas karyawan dapat dilihat dari bentuk :

a. Jumlah produksi meningkat dengsn menggunakan masukan yang sama

b. Jumlah produksi meningkat yang dicapai dengan menggunakan masukan yang turun

c. Jumlah produksi yang lebih besar yang diperoleh dengan tambahan masukan yang relatif kecil

Dari pembahasan di atas perusahaan akan dengan mudah mencapai tujuannya dengan

adanya produktivitas kerja yang tinggi dari karyawan perusahaan tersebut. Dengan adanya

pemberian insentif maka pengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan akan sangat

mendorong pencapaian tujuan perusahaan itu sendiri dan pemberian insentif ini merupakan salah

satu faktor dapat mempengaruhi produktivitas kerja.

Produktivitas merupakan salah satu indikator yang sangat dekat dengan prospek ekonomi

jangka panjang. Produktivitas adalah rasio dari output terhadap input untuk situasi produksi yang

spesifik. Peningkatan produktivitas mengimplikasikan lebih banyak output yang dihasilkan

dengan jumlah input yang sama, atau lebih sedikit input yang digunakan untuk memproduksi

jumlah output yang sama. Menurut Sumanth (1985) produktivitas pada dasarnya adalah

Page 18: Green+productivity

18

hubungan antara input dan output dalam pengertian bahwa hubungan antara jumlah output yang

dihasilkan dan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Produktivitas

mengukur hubungan antara input aktual dengan output aktual dalam dua atau lebih periode.

Pengukuran produktivitas tidak menggunakan informasi dari anggaran ataupun standar.

Produktivitas ini membandingkan hubungan antara input dan output aktual dengan organisasi

sejenis atau dengan periode waktu yang berbeda.

Mahoney (Dalam Campbell and campbell, 1990) mendefenisikan produktivitas sebagai

suatu pengertian efisiensi secara umum yaitu sebagai rasio antara hasil dan masukan dalam suatu

proses yang menghasilkan suatu produk atau jasa. Hasil (output) itu meliputi penjualan, laba,

kepuasan konsumen, sedangkan masukan meliputi alat yang digunakan, biaya, tenaga,

keterampilan dan jumlah hasil individu.

Hadipranata (1987) menjelaskan produktivitas kerja selalu disoroti dari dua segi, segi

masukan atau input dan segi hasil atau output. Perbandingan antara kedua segi itu akan menjadi

ukuran dari produktivitas. Pengertian produktivitas secara teknis, ekonomis, dan psikologis

adalah rangkuman atau gabungan antara unsur efektivitas, efisiensi dan kepuasan kerja yang

harus mengandung volume produksi, hemat masukan serta optimalisasi kepuasan kerja secara

manusiawi. Meier (dalam Martaniah, 1990) mengemukakan bahwa kriteria produktivitas antara

lain adalah kualitas, waktu yang dipakai, absensi dan keselamatan dalam menjalankan tugas

pekerjaan. Untuk memudahkan pengukuran produktivitas kerja, pekerjaan dapat dibagi menjadi

dua jenis yaitu : (1) pekerjaan produksi yang hasilnya dapat langsung dihitung dan mutunya

dapat dinilai melalui pengujian hasil sehingga standar yang objektif dapat dibuat secara

kuantitatif, (2) pekerjaan yang non produksi yang hasilnya hanya diperoleh melalui

pertimbangan-pertimbangan subjektif, misalnya penilaian atasan, teman, dan diri sendiri.

Menurut Sinungan (1987), produktivitas diartikan sebagai perbandingan ukuran antara

harga masukan dan hasil. Produktivitas diartikan juga sebagai perbedaan antara jumlah

pengeluaran dengan jumlah masukan. Berbagai ungkapan seperti output, kinerja, efisiensi, dan

efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Secara umum, pengertian produktivitas

dikemukakan orang dengan menunjukan kepada rasio output terhadap input. Input bisa

mencakup biaya produksi dan biaya peralatan. Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan,

pendapatan, market share dan kerusakan. Bahkan ada yang melihat pada performansi dengan

memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagi rasio output dan input.

Page 19: Green+productivity

19

Dengan kata lain, pengukuran efisiensi menghendaki penentuan outcome, dan penentuan jumlah

sumber daya yang dipakai untuk menghasilkan outcome tersebut. Selain efisiensi, produktivitas

juga dikaitkan dengan kualitas output, yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah

ditetapkan sebelumnya (Bernanden Jhon H, Russell Joice E. A, 1993).

Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan

menurut Joseph (2005) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Cara Meningkatkan Produktivitas

(Joseph, 2005)

1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas

Produktivitas dipengaruhi oleh perubahan teknologi, investasi modal, pembelian input dari

luar, penggunaan kapasitas, return to scale, dan keahlian dan tenaga kerja (Filberck dan

Gorman).Menurut Sumanth (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain:

Investasi

Apabila investasi dalam suatu perusahaan meningkat, produktivitas perusahaan juga akan

meningkat.

Rasio Modal/Tenaga Kerja

Apabila rasio modal/tenaga kerja semakin tinggi, produktivitas akan semakin tinggi.

Riset dan Pengembangan

Page 20: Green+productivity

20

Jika riset dan pengembangan semakin sering dilakukan dan diterapkan secara

berkesinambungan, produktivitas akan meningkat.

Pemanfaatan Kapasitas

Dengan mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas secara efektif, produktivitas akan

meningkat.

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah dapat bersifat mendukung ataupun menghambat perusahaan. Hal

ini tergantung sudut pandang yang digunakan dan posisi perusahaan. Peraturan

pemerintah yang mendukung kinerja perusahaan menyebabkan peningkatan

produktivitas.

Umur Pabrik dan Peralatan

Umur pabrik dan peralatan yang semakin tua menyebabkan kinerjanya tidak sebagus saat

masih baru, apalagi bila telah melampaui umur ekonomisnya. Kinerja yang tidak bagus

menyebabkan pabrik dan peralaan tidak produktif dan produktivitas kseluruhan semakin

menurun.

Biaya Energi

Semakin besar biaya energi yang dikeluarkan, produktivitas semakin menurun. Karena

itu, penting untuk meminimasi biaya energi ini.

Workforce Mix

Workforce mix dalam pengaruhnya terhadap produktivitas sangat tregantung pada jenis

perusahaannya. Pada perusahaan yang pekerjaannya cenderung dilakukan oleh satu

gender saja, keberadaan workforce mix justru akan berpengaruh negatif terhadap

produktivitas. Sebaliknya, pada pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja, keberadaan

workforce mix bisa meningkatkan produktivitas.

Etika Kerja

Etika kerja yang baik membuat pekerja bekerja dengan baik pula dan produktivitas dapat

ditingkatkan. Etika kerja yang buruk menurunkan produktivitas dan harus segera diubah

agar perusahaan dapat bertahan.

Rasa Takut Kehilangan Pekerjaan

Adanya rasa takut kehilangan pekerjaan yang dimiliki pekerja akan menyebabkan mereka

bekerja dengan lebih giat. Dengan demikian produktivitas akan meningkat.

Page 21: Green+productivity

21

Pengaruh Serikat Pekerja

Serikat Pekerja biasanya memberikan pengaruh yang buruk terhadap produktivitas

pekerja. Semakin besar pengaruh serikat pekerja, produktivitas akan menurun. Karena iu

diperlukan kerjasama yang baik antara pihak manajemen dengan pekerja.

Manajemen Perusahaan

Semakin baik manajemen perusahaan, semakin bagus pula produktivitas perusahaan

tersebut.

Menurut Bhaskoro (2005) faktor yang berpengaruh pada produktivitas dapat dibedakan

menjadi tiga tingkat, yaitu:

Tingkat makro terdiri dari:

- Stabilitas politik dan keamanan,

- Kondisi sumber daya (SDM, alam dan Energi),

- Pelaksanaan pemerintah,

- Kondisi infrastruktur berupa transportasi dan komunikasi, dan

- Perubahan struktural dalam bidang sosial dan budaya.

Tingkat mikro terdiri dari:

- Faktor internal meliputi: sumber daya manusia, teknologi, manajemen, demand intensity,

dan struktur modal.

- Faktor eksternal meliputi produktivitas di tingkat mikro level diantaranya kebijaksanaan

pemerintah, kondisi politik, sosial, ekonomi dan hankam serta tersedianya sumber daya

alam.

Tingkat individu terdiri dari:

Sikap mental (budaya produktif), pendidikan, ketrampilan, kompetensi dan apresiasi

terhadap kinerja

Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas, Joseph (2005) mengemukakan sebuah model

faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas suatu perusahaan seperti pada gambar dibawah

ini.

Page 22: Green+productivity

22

Gambar 2.4 Model Faktor Produktivitas Perusahaan

(Joseph, 2005)

Bagaimanapun, terdapat banyak faktor, baik input maupun output, yang mempengaruhi

pengukuran produktivitas dalam suatu perusahaan. Dari dalam perusahaan itu sendiri antara lain

produk, pabrik dan peralatan/perlengkapannya, teknologi, bahan dan energi, sumber daya

manusia, organisasi dan sistem, metoda kerja, dan manajemen. Sedangkan dari eksternal

meliputi kebijaksanaan pemerintah, kondisi politik, social, ekonomi, dan hankam, serta

ketersediaan sumber daya alam.

Page 23: Green+productivity

23

BAB 3

PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN

3.1 Usaha Menuju Pengembangan Berkelanjutan

Seperti dipaparkan oleh Tolba (1992) bahwa lingkungan adalah sebuah konsep yang

kompleks dan dinamis dan disusun dari komponen interaktif. Pengetahuan manusia tentang

komponen ini dan cara mereka berinteraksi diantara manusia, antara sumber daya alam dan

lingkungan telah berkembang menjadi sangat signifikan. Maka usaha manusia untuk bisa selaras

dengan lingkungan dan sejahtera dalam planet bumi, masih memerlukan kesepakatan dan

komitmen bersama seperti yang yang tertuang dalam Agenda 21 yang melahirkan konsep

"sustainable development", inisiatif tumbuhnya komiment baru dari berbagai industri dan

perusahaan besar terhadap lingkungan seperti "The World Business Council for Sustainable

Development" (WBCSD), "World Industry Council for the Environment"(WICE), dan the

"International Chamber of Commerce"(ICC) dan sebagainya

Skenario model dunia untuk evaluasi dampak dari pola konsumsi dunia yang dirancang

oleh The Club of Rome (Meadow et.al, 1972) dan kemudian diperbaruhi oleh Meadow (1992).

Model dunia dari group periset MIT ini mensimulasikan dinamika perubahan dunia yang

memasukkan 2250 variabel perubahan dengan simulasi sebanyak 90.000 kali menghasilkan

rekomendasi sebagai berikut

1. Untuk mencegah penurunan output produksi makanan , energi, dan produk industri

maka pertumbuhan permintaan material dan populasi penduduk bumi harus diturunkan

dalam saat yang bersamaan perlu peningkatan efisiensi penggunaan material dan energi.

2. Mempertahankan kelestarian planet bumi perlu persyaratan kelayakan ekonomis dan

teknologis.

Aktivitas industri yang ada saat ini bisa dipandang sebagai suatu "ekosistem industri",

karena melibatkan arus material dan energi yang berasal dari lingkungan. Sehingga industri yang

menyebabkan percepatan aliran material dan energi dari sumbernya di ekosistem sekaligus

mengancam keberadaan planet bumi. Karena industri membuang emisi pollutant ke udara,

limbah cair dan padat, B3, dan pollutant lain masuk dalam rantai sistem makanan. Sekali masuk

dalam ekosistem dalam rantau makanan, seperti pollutant beracun, logam berat, peptisida dan

herbisida dalam produk pertanian, menyebabkan penyakit dan kanker bagai manusia.

Page 24: Green+productivity

24

Sedemikian juga bila merusak lapisan ozone, dan membuat penumpukan gas rumah kaca yang

menyebabkan pemanasan global dan seterusnya.

Seperti digambarkan pada gambar 3.1 berikut industri manufaktur memiliki kontribusi

yang signikan menghancurkan ekosistem dan merusak lingkungan disaat melakukan proses

manufakturnya, menggunakan atau saat membuang produk tersebut, bila tingkat percepatan

pertumbuhannya melebihi kecepatan pemulihan sumber daya alam mensuplai bahan baku

industri. Setelah revolusi industri, lebih 60 % sumber daya alam di planet bumi mengalami

deplesi yang sangat kritis. Ini artinya tidak lebih dari 200 tahun, manusia dan aktivitas

industrinya telah menghabiskan cadangan sumber daya alam produksi sistem alami yang proses

pembentukannya memerlukan waktu jutaan tahun, juga yang bumi menjadikan menjadi planet

rapuh dengan kualitas lingkungan yang memburuk. Karenanya "sustainability" dari industri atau

industri yang berwawasan lingkungan menjadi suatu "condition sine quo none" bagi

mempertahankan kehidupan manusia di planet bumi.

Gambar 3.1 . Ekosistem Industri berupa Aliran Material dan Energi

(Sumber: Ciptomulyono, 2000)

L i n g k u n g a n

MineralDepositBarang logamSDA lain

Refining,Pemurnian,Pemrosesan

Produk Antara

Proses ProduksiPemabrikan(manufacturing)

Produk danMaterial Jadi

ConsumerproduksIndustri

EMISI GAS DAN PARTIKEL DEBU

Produk Terbuang

LimbahPadat ketanah

Komponen rebuildRefubish

Pemilahan materialDismantlingDisassembly

Daur-ulangPemulihanEnergi

Daur ulangmaterial skrap

Daur ulangmaterial skrap

Daur ulangmaterial skrap

KEBOCORAN ENERGI DA N LIMBAH: ENERGI PANAS,LIMBAH CAIR DAN PADAT

Energi PrimerMinyak mentahBatu baraHidroSolar,OTEC,GeothermalEnergi Angin

RefineriesDistribusiPembangkitListrikSalurantransmisi

Energi yangdisalurkan :BBMGas, Listerik

TransportasiAnkutan,IndustriDomestik

Energi terpakaiPenggerakPemanasPendingin

Output: Perpindahan Material Konversi Penerangan Pendingin, pemanas

Dimodifikasi dari Tipnis[1995]

Page 25: Green+productivity

25

Hentschl (1993) menggagas konsep "ecomanufacturing" mendasarkan pada sistem

produksi yang berkelanjutan (sustainable production system) untuk menghasilkan sebuah

produk. Produk industri hasil proses manufacturing tersebut didisain, diproduksi, didistribusi,

dimanfaatkan dan kemudian dibuang sebagi sampah yang dapat meminimalkan dampak

kerusakan terhadap lingkungan dan kesehatan serta dengan mengkonsumsi sumber daya alam

seminimalnya mungkin (material dan energi). Dalam sistem manufacturing semacam ini akan

diperoleh performance industri/ organisasi yang "eco-efficiency", secara ekologis aman dan

secara ekonomis efisien (DeSimone dan Popoff,1998).

Dalam sejarah industri manufaktur beberapa evolusi teknologi maupun proses

manufacturing terjadi perubahan mendasar yang ditemui. Misalnya dari mulai industri

manufaktur senjata api pada abab XV hingga sekarang menurut Tipnis (1995) terjadi pergeseran

yang nyata. Perubahan industri manufaktur diketemukan dalam hal pengerahan mesin yang

dipergunakan, variasi jumlah komponen, perbandingan karyawan dan manajer juga dalam proses

manufaktur yang berbasiskan kerajinan menjadi mass production (interchangability: go/no go),

dari sistem Taylor (Motion Time Study) menjadi Sistem dinamis pengendalian proses statistik

dan CIM (Computer Integrated Manufacturing) dan seterusnya. Paradigma ini juga menggeser

ethos kerja, pengendalian proses, standart kerja, kompetensi, perilaku organisasi dan sebagainya.

Bilamana paradigma berubah terlihat bahwa banyak hal atribut industri manufactur juga berubah,

karenanya perlu dipertanyakan paradigma apa yang berkembang di awal abad XXI ini.

3.2. USAHA PENERAPAN PRODUKTIVITAS BERKELANJUTAN UNTUK USAHA KECIL

DAN MENENGAH DI JAWA TIMUR

Pengembangan desain produk saat ini menjadi issue sentral dalam setiap pembicaraan

pengembangan di industri kreatif di Indonesia, tidak terlepas dalam perhatian kita perkembangan

industri kreatif yang langsung bersentuhan dengan desain produk terutama produk manufaktur

yang dibuat oleh pengusaha kecil dan menengah.

Di Indonesia sudah terbukti bahwa Industri kecil dan menengah sangat kuat dalam

menahan desakan krisis ekonomi mulai tahun 1998, dan terjadi krisis global tahun 2006-2008

lalu. Namun nyatanya perkembangan mereka masih belum dapat terlihat secara signifikan.

Desa Ngingas Kecamatan Waru merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sidoarjo-Jawa

Timur yang banyak didirikan unit logam dan furnicraft (UKM Logam). Koperasi Koperasi Waru

Page 26: Green+productivity

26

Buana Putra (WBP) mendapatkan status badan hukum pada tanggal 26 Desember 1978 dengan

surat no: 4132/BH/II/tg 26 Desember 1978. Letak desa dimana koperasi berada adalah di

perbatasan antara kota Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo, yaitu dekat bundaran Waru.

Anggotanya tersebar di tiga desa yaitu di Ngingas, Kureksari dan Wedoro. Di desa ini

terdapat unit usaha sebanyak 300 unit lebih. Tenaga kerja yang ditampung bervariasi antara 5–0

orang per unit , sehingga diperkirakan tenaga kerja keseluruh an adalah 3000 orang. Pada tahun

2009 omset sentra per bulan berkisar antara Rp.10 – Rp.15 Milyard. Di era 1980 hingga awal

1990-an koperasi tersebut memiliki peran penting dan menonjol bagi para pengrajin logam

setempat. Jumlah anggota yang semula 24 orang dalam perkembangannya bertambah menjadi

180 orang hingga saat sekarang yang tersebar ke tiga desa. Hal itu menunjukkan bahwa

masyarakat menarik kepercayaan cukup besar terhadap koperasi yang tergabung dalam Kopeasi

Industri dan Kerajinan (Kopinkra) Sidoarjo itu.

Berdasarkan penjelasan Ketua Koperasi WBP, Abdul Muchit Adnan, koperasi tersebut

telah mengalami jatuh bangun dalam memberdayakan perekonomian masyarakat. Pada saat

terjadinya proses transisi dari koperasi binaan pemerintah menjadi koperasi mandiri pada 1992,

situasinya cukup sulit. Untuk membesarkan koperasi, pihak Koperasi WBP membentuk jaringan

usaha dengan mitra bisnis lainnya. Upaya itu dinilai mutlak perlu, karena tidak mungkin koperasi

bisa besar hanya dengan berdiri sendiri.

Karena itu, kata Bapak Abdul Muchit Adnan, Koperasi WBP diarahkan untuk

membangun hubungan bisnis dengan sejumlah perusahaan besar, dan sejauh ini telah terjalin

kemitraan usaha saling membutuhkan antara koperasi tersebut dengan PT Surabaya Industrial

Estate Rungkut (SIER), PT Semen Gresik (Persero), PT PLN (Persero) dan lainnya lagi.

Langkah-langkah tersebut dilakukan demi melayani kebutuhan anggota dan masyarakat

sekitar, agar loyalitas yang selama ini terbangun dapat dilestarikan, namun diakui oleh beliau,

jika sebagian besar tukang yang bekerja di sentra industri Ngingas adalah tukang yang berdasar

pengalaman saja. Mereka belajar secara otodidak, sehingga jika ada beberapa kesalahan teknik

pengelasan, mereka merasa tidak tahu menahu karena memang mereka tidak pernah mengikuti

pelatihan formal dan tidak tersertifikasi. Melalui kelompok pengusaha kecil desa Ngingas

diharapkan terdapat penyebaran ilmu/informasi kepada para pengusaha desa lainnya yang telah

menjadi anggota koperasi WBP. Ketua koperasi, Bpk. Abd. Muchit Adnan, menjelaskan bahwa

Page 27: Green+productivity

27

sampai dengan saat ini koperasi telah berperan aktif dalam meningkatkan kinerja pengusaha

kecil melalui kegiatan Manajemen UKM antara lain :

1) Sebagai tempat berkumpulnya para pengusaha kecil untuk membahas permasalahan usaha

2) Membantu mendatangkan bahan baku

3) Memberikan contoh model pekerjaan logam yang sedang diminati oleh pasar

4) Membantu memasarkan produk

Namun Koperasi WBP kesulitan untuk melaksanakan pelatihan desain produk dan peningkatan

ketrampilan las bagi anggotanya. Beberapa kegiatan Anggota Koperasi WBP yang berhasil

didokumentasikan oleh tim dalam survey awal antara lain :

Gambar 3.2. Para Foto Koperasi Waru Buana Putra, Ngingas, Sidoarjo

Gambar 3.3. Proses pengelasan di salah satu anggota WBP

Page 28: Green+productivity

28

Gambar 3 .4 Proses mengebor di salah satu anggota WBP

UKM las logam dan furnicraft desa Ngingas dan sekitarnya telah dilakukan secara turun-

temurun. Para pengrajin membuka usaha bengkel las secara berjajar di sepanjang jalan desa

Ngingas, dengan berbagai jenis produk yang dibuat mulai dari furnicraft sampai pada produk

komponen alat berat yang biasa digunakan oleh PLN yang membutuhkan mesin-mesin bertonase

besar, mampu diproduksi oleh pengrajin di Ngingas. Untuk pembelian secara partai, biasanya

konsumen langsung menghubungi pengrajin melalui produk pesanan. Model beserta karateristik

barang ditentukan berdasarkan kriteria pemesan.

Sebelum musibah lumpur lapindo menimpa daerah Sidoarjo, sentra pemasaran tersebut

banyak dikunjungi pelanggan dari berbagai daerah (dalam dan luar Jawa Timur). Para pengusaha

kecilpun banyak yang menggantungkan hidupnya pada hasil penjualan aneka produk logam.

Tetapi sejak musibah lumpur lapindo sejak Desember 2006, terjadi penurunan omzet penjualan

sebesar 60%. Media massa nasional sangat gencar memberitakan dampak sosial dari luapan

lumpur lapindo ini beserta kerusakan fasilitas umum di sekitar semburan, sehingga sangat cepat

diketahui oleh masyarakat Indonesia. Ketika diberitakan bahwa yang rusak adalah jalan tol

Porong Sidoarjo maka terbayanglah kemacetan lalu lintas wilayah tersebut, yang pada dasarnya

merupakan akses utama menuju sentra pemasaran produk logam tersebut. Akibatnya, orang

menjadi malas untuk memesan produk logam di sana. Sepinya bengkel las di Ngingas

berdampak langsung pada image pasar bahwa produk logam daerah ini kurang bisa diterima

pasar. Pembelian eceran berkurang, pemesanpun berkurang drastis. Dari hasil wawancara

dengan ketua koperasi diperoleh informasi bahwa sebetulnya para pengusaha kecil telah

mencoba menawarkan produk ke berbagai toko logam di luar Sidoarjo, khususnya Surabaya dan

Page 29: Green+productivity

29

Malang. Usaha ini mengalami kendala karena model yang ditawarkan tidak sesuai dengan selera

pasar (tidak up-to-date) dan kurang inovatif. Wajar sekali kalau kendala tersebut mereka temui

karena selama ini mereka telah terbiasa menerima order dalam bentuk pesanan, di mana

seringkali bentuk dan bahan baku produk logam sudah ditetapkan oleh pemesan. Akibatnya,

kreativitas pengusaha kecil dalam mendesain produk logam menjadi terhambat. Turunnya omzet

penjualan tentunya juga berdampak pada turunnya pendapatan yang diterima para pengrajin.

Agar omzet penjualan tidak terus menurun, beberapa hal yang bisa dilakukan oleh para pengrajin

antara lain :

1. Membuat pengembangan perancangan model produk logam yang inovatif dan orisinil hasil

karya pengrajin bukan hasil meniru yang disesuaikan dengan permintaan atau selera pasar.

2. Meningkatkan skill pekerja dengan cara melakukan pelatihan las dan sertifikasi las logam

yaitu SMAW dan GTAW.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan mendasar yang dialami oleh

para pengusaha logam Ngingas adalah :

1. Belum mampu mendesain produk logam yang up-to-date dan inovatif sesuai dengan selera

pasar sehingga terus kalah bersaing dengan produk kompetitor.

2. Tidak mampu mengembangkan produk karena keterbatasan pengetahuan tentang teknologi

logam dan las logam yang tepat, karena tidak pernah mengikuti sertifikasi.

Permasalahan tersebut telah dibahas dalam pertemuan rutin anggota koperasi. Tetapi

karena keterbatasan kemampuan pengurus, maka sampai dengan saat ini belum ditemukan solusi

yang tepat untuk mengatasinya. Peningkatan kegiatan pengembangan ilmu dan teknologi

perguruan tinggi melalui penyuluhan dan pelatihan desain produk untuk selalu berinovasi pada

produk yang dibuat, serta pelatihan las logam dengan kompetensi SMAW dan GTAW. Secara

sistimatis target keberhasilan pencapaian tujuan adalah ditujukkan di Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Target keberhasilan pencapaian tujuan

INDIKATOR BASELINE MIDLE FINISH Kemampuan strategi pemasaran Rendah (20%) 60% mampu 80% mampu Kemampuan dasar mendesain Rendah (20%) 40% mampu 80% mampu Kompetensi las SMAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu Kompetensi las GTAW Rendah (20%) 40% mampu 75% mampu

Page 30: Green+productivity

30

Dari pengalaman yang dijalankan oleh penulis, ternyata sebagian besar pekerja di Desa

Ngingas Kecamatan Waru Sidoarjo memang belum pernah memiliki pelatihan terstruktur

terutama pengelasan SMAW dan GTAW yang menjadi keterampilan wajib untuk

mengembangkan desain dan rancangan logam seperti yang diproduksi Ngingas dan pangsa pasar

yang diincar oleh Kelompok KUD Wirabuana.

Page 31: Green+productivity

31

BAB 4

PRODUKTIVITAS HIJAU

4.1 DEFINISI PRODUKTIVITAS HIJAU

Sebuah paradigma baru dari socio economic development menjadi bagian dari perkembangan

ekonomi dan peningkatan produktifitas sejalan bersama dengan perlindungan lingkungan.

4.2 PARADIGMA BARU PRODUKTIVITAS

Sebuah konsep integrasi dari produktivitas, produktivitas dipandang dengan dua cara yaitu

sebagai sebuah tujuan dan sebagai sebuah cara. Produktivitas adalah sebuah tujuan dijelaskan

dari segi konsep sosialnya. Dan sebagai sebuah metode, produktivitas dilihat dari tehnik,

ekonomi dan konsep manajemen.

Tradisional terfokus pada produktivitas untuk memastikan keefektifan biaya melalui

pengurangan biaya

Peningkatan Kualitas dan kepuasan pelanggan menjadi fokus selanjutnya.

Dalam green productivity, fokus tidak hanya peningkatan produktivitas untuk lebih efisien biaya

dan peningkatan kualitas, namun juga memasukkan unsur kelestarian lingkungan dalam

prosesnya. Seperti yang terlihat pada diagram dibawah ini.

Gambar 4.1. Dasar dari Green Productivity

produktivitasas

kualitas

biaya

Langkah selanjutnya membutuhkan integrasi dengan “lingkungan” kedalam program pengembangan produktivitas

lingkungan

PRODUKTIVITAS HIJAU

Page 32: Green+productivity

32

Ignore

Dilution and Dispersion

Treatment

Prevention

GP1990s

1980s

1970s

1960s

1950s

Perkembangan mengenai pengertian produktivitas sudah bergeser dari masa ke masa, mulai dari

tahun 1960an, dimana industri tidak mempedulikan lingkungan, sampai pada era tahun 90an

yang sudah mulai memperhatikan lingkungan dalam industri.

Gambar 4.2 Perkembangan produktivitas dari masa ke masa

4.3 PEMICU TIMBULNYA PRODUKTIVITAS HIJAU

Berikut ini adalah aktivitas-aktivitas sebagai pemicu timbulnya produktifitas hijau:

Dimulai dari Rio Earth Summit, kegiatan ini intinya adalah timbulnya komitmen bersama

terutama negara-negara industri untuk lebih memperhatikan kelestarian lingkungan, terutama

untuk mengurangi emisi dan polutan yang ditimbulkan dari proses industri dan kegiatan lain

yang menimbulkan polusi yang merusak lingkungan. Kemudian dikembangkan konsep green

productivity berdasarkan konsep produktivitas dan peraturan-peraturan perlindungan lingkungan

.Konteksnya dibuat oleh APO dan aktivitas GP mulai tahun 1993 kedepan, aktivitas ini fokus

pada demonstrasi, diseminasi dan promosi terutama kegiatan yang lebih memperhatikan

kelestarian lingkungan.

Sehingga definisi green productivity lebih lengkap dijabarkan sebagai berikut; Green

Productivity (GP) adalah strategi untuk meningkatkan produktivitas dan performa lingkungan

sekaligus untuk pengembangan ekonomi secara utuh. GP adalah aplikasi dari produktivitas yang

Page 33: Green+productivity

33

sebenarnya dan sebagai tool manajemen lingkungan, tehnik, teknologi untuk mengurangi

dampak lingkungan dari aktivitas organisasi, barang dan jasa.

4.4 KONSEP GREEN PRODUCTIVITY (GP)

Konsep dari GP didasari dari integrasi dua strategi pengembangan yang penting yaitu

strategi pengembnangan kualitas lingkungan dan peningkatan produktivitas, sehingga dengan

gabungan dua strategi ini diperoleh kerangka kerja untuk dilakukan contious improvement,

sekaligus untuk sustainable development.

Tujuan dari GP adalah

- Mengidentifikasi cara untuk menghindari polusi dari sumber/akarnya

- Mengurangi level input sumberdaya melalui optimasi dan atau rasionalisasi

- Meningkatkan efisiensi sumberdaya untuk melindungi sumberdaya alam dan meningkatkan

produktivitas sekaligus

Pengertian produktivitas sebelumnya hanya melihat dengan perbandingan output dan input,

sedangkan pada green productivity perbandingan antara output dan inputnya terdiri dari raw

material, tenaga kerja, pengendalian energi, kesehatan dan keselamatan kerja, biaya yang timbul

karena lingkungan dan sebagainya

(4.1)

(4.2)

4.5 GP MEMASTIKAN PENINGKATAN KEUNTUNGAN DAN MENINGKATKAN

KUALITAS HIDUP

Konvensional manufaktur memiliki langkah kerja sebagai berikut, dengan input antara lain

raw material, energi, air dan tenaga kerja, peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara

mengurangi input, setelah itu memasuki proses produksi dan menghasilkan produk demi produk

seiring dengan limbah yang juga ditimbulkan.

Page 34: Green+productivity

34

Sedangkan untuk proses green productivity, dipikirkan mulai pengurangan input material,

lebih hemat nenergi, lebih efisien tenaga kerja, setelah itu memasuki proses produksi, dengan GP

proses produksi lebih efisien hasilnya adalah diprodua penguran produksi barang-barang yang

lebih aman terhadap konsumen dan lebih aman terhadap pengguna, sekaligus lebih aman

terhadap lingkungan karena adanya sistem perlindungan lingkungan.

Gambar 4.3. Perlindungan Lingkungan dengan Green Productivity

Konsep green productivity ini meliputi beberapa pemikiran didalamnya yaitu :

• Pollution Prevention

• Environment Management System

• Pollution Control

• Occupational Safety & Health

• Cleaner Production

• Eco- efficiency

• Responsible Care

• Environment Stewardship

Page 35: Green+productivity

35

• Social Accountability

• Corporate Environment Response

• Eco-design

• Dan sebagainya

PRODUKTIVITAS HIJAU

Produktivitas hijau (Green productivity) adalah suatu strategi untuk meningkatkan produktivitas

bisnis dan kinerja lingkungan pada saat yang bersamaan dalam pengembangan kinerja

lingkungan d dan pengembangan sosial ekonomi secara keselutuhan. Metode ini

mengapliukasikan teknik, teknologi dan sistem manajemen untuk menghasilkan barang dan jasa

yang sesuai dengan lingkungan atau ramah lingkungan (APO,2003).

Green productivity merupakan bagian dari progtram peningkatan produktivitas yang

ramah longkungan berkelanjutan (sustainable development). Green productivity adalah suatu

konsep peningkatan produktivitas yang berorientasi pada perlindungan lingkungan yang

didasarkan atas keseimbangan antara peningkatan produktivitas dan pebangunan berkelanjutan.

Hubungan antara produktivitas dan lingkungan dapat dilihat dari gambar 2.1

Gambar 4.4. Hubungan produktivitas dengan lingkungan

Konsep dasar green productivity diambil dari penggabungan dua hal penting dalam strategi

pembangunan, yaitu:

- Perbaikan produktivitas

- Perlindungan lingkungan

Page 36: Green+productivity

36

Green engineering atau green productivity mempunyai empat tujuan umum (Billatos, 1997)

dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dan ekonomi produksi ketika

diimplementasikan pada lantai produksi yaitu:

1. Pengurangan limbah (Waste Reduction)

2. Manajemen material (Material Management)

3. Pencegahan polusi (Pollution Prevention)

4. Peningkatan nilai produk (Product Enhancement)

4.6.MAANFAAT PENERAPAN GREEN PRODUCTIVITY

Penerapan green productivity akan memberikan manfaat jangka panjang bagi semua pihak

(stakeholder), antara lain:

Bagi perusahaan

- Penurunan waste dengan adanya efisiensi penggunaan sumber daya

- Penurunan biaya operasi dan biaya pengolahan lingkungan

- Pengurangan atau bahkan eliminasi dari hutang-hutang jangka panjang

- Peningkatan produktivitas

- Mendukung regulasi pemerintah

- Image yang lebih baik dimata masyarakat

- Meningkatkan keuntungan bersaing

- Meningkatkan profit dan pangsa pasar

Bagi karyawan:

- Meningkatkan partisipasi para pekerja

- Meningkatkan kesehatan lebih baik

- Kualitas kerja lebih baik

Bagi konsumen:

- Produk dan jasa memiliki kualitas tringgi

- Tingkat harga yang terjangkau

- Pengiriman barang tepat waktu

METODOLOGI GREEN PRODUCT

Bagian penting dari metodologi green productivity adalah pemeriksaan dan evaluasi ulang dari

proses produksi untuk mereduksi beban lingkungan dan jalan terbaik menuju perbaikan

Page 37: Green+productivity

37

produktivitas serta kualitas produk. Metodologi Green Productivity terdiri dari 6 tahapan

(APO,2001) sebagai berikut:

Tahap1 : Getting Started

Tahap awal dalam penerapan green productivity merupakan proses pengumpulan informasi dasar

dan proses identifikasi ruang lingkup permasalahan. Dimana proses ini perlu mendapatkan

dukungan dari manajemen senior untuk memastikan bahwa sumber daya yang dimiliki

perusahaan telah memadai demi kesuksesan penerapan Green Productivity. Oleh sebab itu

diperlukan adanya tim tersendiri dalam penerapan Green Productivity. Terdapat 2 aktivitas

utama pada tahap ini, yaitu

a. Membentuk tim Green Productivity (GP)

Tim GP bertanggungjawab untuk mengatur dan mengkoordinasikan keseluruhan program

GP. Tim GP juga bertanggungjawab dalam mengidentifikasi dengan tepat. Tim harus

mampu mengidentifikasikan area-area yang potensial, mengembangkan solusi dan

memfasilitasi dalam mengimplementasikan solusi GP.

b. Walk through survey

Walk through survey dilakukan untuk mengidentifikasikan rangkaian proses produksi.

Pada tahap ini ditentukan process diagram alir, initial layout dan material balance.

Kemudian tim GP harus mengetahui operasi-operasi yang menghasilkan waste termasuk

estimasi atau perkiraan mengenai waste yang dihasilkan dari tiap-tiap proses yang

berbeda. Berikut ini adalah tool yang dipergunakan beserta jenis data yang diperlukan:

- Flowchart

Merupakan diagram yang menjelaskan tentang aktivitas yang berkelanjutan seperti

pengumpulan informasi, analisis, operasi dan membuat keputusan. Dalam kerja GP ini

flowchart digunakan untuk mengidentifikasikan proses produksi mulai bahan jadi sampai

siap dipasarkan.

- Material Balance

Berfungsi untuk proses evaluasi kualitatif terhadap material input dan output. Bentuk dari

material balance dapat dilihat dari gambar 2.2.

Data yang diperlukan antara lain:

1. Jumlah bahan baku.

2. Jumlah material pendukung.

Page 38: Green+productivity

38

3. Jumlah sisa hasil produksi.

Prinsip dasar dari material balance untuk sebuah sistem produksi adalah sebagai berikut:

Material = Produk+waste

Keterangan:

- Input material meliputi raw material, bahan kimia, energi dll

- Produk adalah output akhir yang baik dari proses produksi pabrik

- Waste meliputi limbah padat, limbah cair, limbah panas, produk cacat, dan sebagainya

gambar material balance di HP.

Tahap 2. Planning

Pada tahap planning ini terdapat 2 langkah utama yaitu sbb:

a. Identifikasi masalah dan penyebabnya

Data dan informasi yang didapatkan dari proses walk through survey kemudian

digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan dan penyebabnya. Hal ini dilakukan

dalam tahap planning ini, dimana tools yang digunakan adalah brainsorming dan

diagram sebab akibat (cause effect diagram).

- Brainstorming

Merupakan tool yang sering digunakan untuk memunculkan ide-ide dimana dilakukan

pertukaran pikiran atau ide. Tool ini dilaksanakan dan digunakan oleh anggota tim untuk

mengidentifikasikan akar penyebab suatu permasalahan atau untuk menemukan solusi

dari permasalahan tersebut.

- Diagram sebab akibat (cause effect diagram)

Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan

dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu

masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang ada. Bentuk umum diagram sebab

akibat ditunjukkan pada gambar berikut:

b. Menentukan tujuan dan target

Setelah akar permasalahan dan penyebabnya diketahui, maka berikutnya ditentukan

tujuan dan target yang ingin dicapai perusahaan sebagai petunjuk bagi tim GP untuk

memilih alternatif yang dapat mengurangi penyebab permasalahan. Prinsip-prinsip yang

harus diperhatikan antara lain adalah:

- Tujuan harus didasarkan pada masalah yang telah teridentifikasi

Page 39: Green+productivity

39

- Tujuan mungkin akan menghasilkan lebih dari satu target

- Target yang diinginkan harus sesuai dengan kebutuhan

- Harus ada indikator yang dipakai untuk mengetahui pencapaian target dan tujuan dalam

suatu satuan waktu

Tujuan dan target diatur dalam ruang lingkup masalah. Angka produktivitas dan Indikator

Performasi Lingkungan (EPI) juga diidentifikasi pada tahap ini. Disamping itu, untuk

mengurangi unsur subyektifitas dalam mengidentifikasi kriteria input EPI harus dilakukan

penyebaran kuisioner dan studi literatur.

Tahap 3: Generation And Evaluation

Tahapan ini memiliki 2 langkah utama yaitu sebagai berikut:

1. Menyusun alternatif-alternatif GP

Langkah ini sangat krusial sekaligus memerkulan kreativitas yang tinggi untuk menemukan

metode-metode yang memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas. Dalam hal ini,

proses brainstorming akan sangat membantu untuk menciptakan ide-ide perbaikan.

2. Screening, evaluation dan prioritization dari alternatif-alternatif GP

Di saat alternatif-alternatif GP telah teridentifikasi, maka tim akan memilih dan

memprioritaskan alternatif yang paling memungkinkan. Alternatif tersebut diuji

kelayakannya baik secara teknis maupun secara finansial. Salah satu metode yang digunakan

dalam pemilihan alternatif solusi adalah metode annual worth (metode deret seragam).

Pengertian metode Annual Worth, dalam metode ini semua aliran kas yang terjadi selama

horizon perencanaan dikonversikan ke dalam deret seragam dengan tingkat bunga sebesar

MARR (Pujawan, 1995). Biasanya akan lebih mudah kalau perhitungan deret seragam ini

dilakukan dari P(present) sehingga akan berlaku hubungan:

A(i)=p(i)(A/P,i%,N)… (4.3)

A=Abenefit - Acost

Keterngan:

A = Nilai Deret Seragam

i% = Tingkat Bunga

N = Perencaan Horizontal (Horizon Planning)

Bila alternatif-alternatif yang dibandingkan bersifat mutually exlusive, maka yang dipilih adalah

alternatif yang memiliki deret seragam yang terbesar. Dengan kata lain, bila aliran kas hanya

Page 40: Green+productivity

40

terdiri atas biaya, maka yang dipilih adalah alternatif yang membutuhkan biaya seragam yang

paling kecil.

Tahap 4: Implementation of GP options

Terdapat beberapa langkah-langkah dalam mengimplementasikan alternatif soluasi dari GP,

yaitu sebagai berikut:

a. Merencanakan implementasi GP

Perencanaan implementasi ini merupakan detail kegiatan yang akan dilakukan, batasan waktu

pelaksanaan, dan personel yang akan terlibat didalamnya yang akan menjamin proses

implementasi berlangsung dengan baik.

b. Mengimplementasikan Alternatif terpilih

Jika segala hal dalam tahap perencanaan telah dilakukan dengan baik, maka tim GP dapat

melaksanakan solusi terpilih secara simultan.

c. Pelatihan, awarness building, dan mengembangkan kompetensi

Untuk dapat menjamin pelaksanaan solusi terpilih, maka perlu dilakukan pelatihan bagi tenaga

kerja untuk memberikan gambaran mengenai konsep GP serta mengerti peran serta masing-

masing.

Tahap 5: Monitoring and review

Pada tahapan ini dilakukan beberapa aktivitas seperti berikut :

a. Memonitor dan mengevaluasi hasil

Kinerja dari solusi yang dilaksanakan harus dimonitor agar dapat dibandingkan dengan target

dan tujuan yang telah ditentukan pada tahap awal, sehingga pihak manajemen dapat melakukan

perbaikan-perbaikan yang diperlukan untuk meminimalkan deviasi

b. Management review

Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah seluruh metodologi GP ini dilaksanakan dengan

efentif. Review tersebut meliputi: efektifitas pelaksanaan GP, benefit yang diperoleh, cost

savings yang dicapai, kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama pelaksanaan dan identifikasi

untuk perbaikan selanjutnya.

Tahap 6. Sustaining Green Productivity

Dalam tahapan ini terdapat dua hal penting yang harus dilakukan yaitu:

a. Menggabungkan perubahan-perubahan dalam sistem manajemen organisasi

Page 41: Green+productivity

41

GP harus diintegrasikan menjadi bagian-bagian dari manajemen harian. Tim GP harus

membentuk sistem terstruktur agar sistem tersebut berjalan efentif, maka perlu untuk terus

memperbarui kebijakan , target, tujuan, dan prosedur saat diperlukan.

b. Identifikasi permasalahan baru untuk continus improvement

Saat siklus pertama selesai dilakukan maka permasalahan dapat muncul karena beberapa

faktor, antara lain perubahan harga dan ketersediaan resources, kompetisi baru, adanya

produk dan pasar baru, dan sebagainya. Oleh sebab itu akan ada kesempatan baru dalam

perbaikan produktivitas dan penurunan dampak limbah.

ENVIRONMENTAL PERFORMANCE INDIATOR (EPI)

Indikator dapat diartikan sebagai parameter atau jumlah terukur yang didasarkan pada jumlah

yang diteliti atau dihitung. Sebuah indikator lingkungan merupakan suatu hal yang diperkirakan

dapat menggambarkan berbagai dampak dari suatu aktivitas pada lingkungan serta usaha untuk

mereduksinya. EPI menggambarkan efisiensi lingkungan dari proses produksi dengan

melibatkan jumlah input dan output. Secara umum indikator dapat dievaluasi dari dua kategori

sesuai dengan ruang lingkupnya.

Kategori Fisik adalah menghubungkan performasi terhadap jumlah meterial input yang

digunakan, aliran limbah, konsumsi energi, kualitas udara dan air.

Kategori Finansial adalah meliputi penilaian keuangan terhadap dampak fisik atau aktivitas

keseluruhan proses.

Pada akhirnya, indikator performasi dapat menggabungkan indikator sistem, guna

menggambarkan usaha perbaikan oleh sebuah unit proses untuk mengurai dampak

lingkungannya. Indeks EPI dapat dihitung menggunakan rumusan:

Indeks EPI=∑i-1kWiPi (4.4)

Dimana k adalah jumlah kriteria limbah yang diajukan dan Wi adalah bobot dari masing-

masing kriteria. Bobot ini diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada para ahli kimia

lingkungan. Bobot yang dimaksud diatas adalah berdasarkan parameter kesehatan manusia dan

keseimbangan lingkungan. Kedua parameter tersebut diberikan prosentase yang sama sebab

apabila suatu zat kimia dinyatakan berbahaya bagi lingkungan, maka akan berbahaya bagi

kesehatan masusia, karena manusia mengkonsumsi makanan dari hewan dan tumbuhan. Nilai Pi

merupakan prosentase penyimpangan antara standar BAPEDAL dengan hasil analisa perusahaan

:

Page 42: Green+productivity

42

Pi = (standar - analisa )/standar x 100% (4.5)

KONSEP WASTE REDUCTION

Waste reduction adalah pengurangan sejumlah limbah padat atau limbah yang berbahaya yang

ditimbulkan oleh perusahaan. Pengurangan limbah ini meliputi reduksi sumber limbah dan daur

ulang. Waste reduction dapat dicapai dengan beberapa cara, diantaranya adalah sebagai berikut:

- Melakukan setiap proses dalam sistem sebaik-baiknya

Proses dilakukan dengan baik dapat mengurangi timbulnya limbah serta membuat proses

menjadi lebih efisien. Hal ini dapat menguntungkan bagi perusahaan.

- Penggantian material

Penggunaan bahan yang lebih sedikit atau tidak berbahaya dalam pembuatan produk dan

jasa dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan limbah

- Memodifikasi proses atau teknologi dalam sistem

Memodifikasi teknologi dalam sistem dapat mengurangi limbah yang ditimbulkan oleh

perusahaan, hal ini dapat dilakukan dengan pengubahan proses produksi, perubahan

penempatan atau layout peralatan, mengganti peralatan yang ada saat ini dengan

peralatan sejenis yang lebih efisien, atau dengan otomatisasi proses produksi.

- Pengurangan konsentrasi limbah

Reduksi limbah juga dilakuykan dengan penggunaan peralatan sepertu filter atau sludge

dryers untuk mengurangi konsentrasi lilmbah dalam air sekaligus jumlah dan beratnya.

- Penggunaan kembali, daur ulang, atau pemulihan

Material yang dapat dipulihkan dapat digunakan kembali, misalnya larutan yang sudah

didestilasi atau disaring. Selain itu daur ulang material dapat juga mengurangi limbah

yang timbul, misalnya daur ulang kertas.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mereduksi limbah:

1. Mendapatkan dukungan dari top manajemen

2. Mengkomunikasikan rencana secara tertulis dan lisan kepada karyawan

3. Menggambarkan proses untuk mengetahui sumber limbah

4. Menentukan peluang potensial pengurangan limbah

Page 43: Green+productivity

43

5. Menghitung biaya yang timbul akibat adanya limbah saat ini dan membangun sistem

pembebanan biaya akibat limbah tersebut secara proporsional untuk departemen

penghasil limbah tersebut.

6. Memilih alternatif terbaik dan melaksanakannya

7. Mengevaluasi program pengurangan limbah tersebut

8. Memelihara dan mengembangkan terus-menerus program pengurangan limbah

tersebut.

Page 44: Green+productivity

44

BAB 5

LINGKUPAN KONSEP PRODUKTIVITAS HIJAU

5.1 Perlindungan Pada Polusi

Bahasan ini dimulai dengan paparan singkat mengenai pengolahan limbah yang selama

ini kita kenal dan pahami, diteruskan dengan penjetasan singkat mengenai prinsip dasar Cleaner

Production (Produksi Bersih), teknik Cleaner Production dan terakhir pengaiaman kisah sukses

beberapa industri yang menerapkan Cleaner Production.

Gambar 5.1

Total Quality Environmental Management

Pengolahan Limbah! Sebuah Lingkaran Setan?

Pengolahan limbah (end-of-pipe) pada prinsipnya adalah proses perubehan dari satu jenis fasa ke

fasa yang lain. Misainya pada pengolahan limbah cair industri, kandungan pencemar dalam

limbah umumnya diupayakan agar mengendap, sehingga cairan yang ketuar dari sistem

pengolahan limbah sudah berkurang kandungan pencemarannya. Namun masalahnya tidak

selesai begitu saja.

Page 45: Green+productivity

45

Endapan hasil olahan tersebut pada dasamya adalah limbah cair yang lebih kental (konsentrasi

pencemarya lebih tinggi) yang berbentuk lumpur. Lumpur ini umumnya akan dikurangi kadar

aimya sehingga menghasikan suatu padatan, yang masih mengandung pencemar dengan

konsentrasi tinggi. Dalam hal ini teejadi proses perubahan dari fasa cair ke fasa padat. Contoh

lain yang lebih menarik adalah pembakaran (inceneraton) limbah padat sampah. Pembakaran

tersebut akan mengubah limbah padat menjadi limbah gas dan partikulat yang akan dilepaskan

ke udara sekitar. Dengan kata lain, proses insenerasi ini akan menimbulkan permasalahan

pencemaran udara, umumnya scrubber. Scrubber ini akan menyemprotkan air hingga gas dan

partikulat akan melarut. Larutan, yang mengandung pencemar ini, kemudian ditampung untuk

kemudian diolah dan diperlakukan sebagai limbah cair. Sebuah lingkaran setan?

Selain sebagai suatu sistem yang mengubah fasa, pengolahan limbah seringkali menjadi

bentuk perpindahan pencemaran dari suatu media ke media lainnya. Pada contoh pengolahan

limbah cair diatas, hasil olahan yang berbentuk padatan harus dibuang ke landfill. Hal ini berarti

memindahkan permasalahan dari pencemaran air ke media lain, dalam hal ini tanah. Sedangkan

pada contoh insinerator, permasalahannya ternyata febih kompleks. lnsenerasi limbah pada yang

bertujuan manghindari terjadinya pencemaran tanah ternyata memindahkan masalah ke media

lain, yaitu udara dan air.

Dari sisi ekonomi, pengolahan limbah juga kurang menguntungkan. Untuk membangun suatu

sistem pengolahan limbah yang baik, dipadukan biaya investasi yang besar. Pada kasus industri

kecil dan menengah, sering terjadi biaya pembangunan instalasi lebih mahal dari investasi untuk

industri itu sendiri. Di sisi lain, pada saat pengoperasian sistem pengolahan, diperlukan biaya

yang cukup besar. Pembelian bahan kimia, listrik, air bersih, dan operator adalah beban yang

hanis ditanggung oleh perusahaan. Celakanya, biaya-biaya ini pada dasarnya adalah waste,

karena tidak memberikan nilai tambah kepada efisiensi dan produktivitas perusahaan.

Permasalahan menjadi bertambah rumit karena pada saat ini di Indonesia sangat sulit ditemukan

pengolahan limbah yang mampu memberikan hasil yang memuaskan dan mampu mencapai

baku mutu secara konsisten yang semakin lama akan semakin ketat.

5.2 ENVIRONMENT MANAGEMENT SYSTEM (EMS)

Green productivity meliputi baik pengukuran dan implementasi, seringkali implementasi green

productivity ini berhubungan dengan Environmental Management System (EMS) yang digunakan

untuk mencari pola perhatian pada lingkungan oleh organisasi, jadi mereka tidak hanya

Page 46: Green+productivity

46

menggunakan sistem end of pipe atau tahapan hubungan publik, namun menggunakan elemen

integral pada bisnis dan pada strategi front-end.

EMS adalah tool manajemen yang mendorong organisasi pada ukuran berapapun untuk

memanaje dampak pada lingkungan pada setiap aktifitasnya, produk atau layanannya. Hal ini

menyediakan pendekatan terstruktur untuk mengatur, mendapat dan mengkonfirmasi

perkembangan melalui tujuan dan target lingkungan.

Salah satu tujuan dari tool ini adalah untuk membantu mengintegrasikan tujuan lingkungan

pada lingkungan bisnis praktis. Dari pada mencari hubungan legal (hukum lingkungan), EMS

menggunakan perkembangan berkelanjutan pada kinerja lingkungannya. EMS mencari cara pada

keseluruhan proses pada perusahaan untuk mencapai tujuan lingkungan.

EMS secara eksplisit fokus pada tujuan perusahaan akan lingkungan. Agak berbeda dengan

Green Productivity yang meningkatkan baik produktivitas dan performa lingkungan, pada sudut

pandang ini, manajemen lingkungan adalah sebuah subsistem pada keseluruhan manajemen

perusahaan. Dengan cara fokus pada GP, organisasi dapat menyokong EMS pada seluruh sistem

manajemen, dan mampu meningkatkan produktifitas dan mencapai tujuan kelestarian

lingkungan. EMS tidak berdiri sendiri, namun mereka menyediakan kerangka kerja yang dapat

disesuaikan dengan standar perusahaan dan hukum negara, sebagai contoh ustainable

development.

STRUKTUR DASAR EMS

EMS pertama yang paling dikenal adalah ISO 14000, dibuat pada tahun 1996 oleh

International Organization for Standardization (ISO). ISO 14000 adalah sistem standar

lingkungan yang ekivalen dengan sistem untuk manajemen kualitas, ISO 9000, karena secara

teori dengan standar yang sama, dapat diaplikasikan untuk semua organisasi, kecil atau besar,

baik produk atau servis, dalam sektor dan aktivitas apapun.

ISO dibentuk tahun 1947 untuk mengembangkan standar teknis untuk keteknikan dan

part industri dan proses. Tujuan utama standar ISO adalah merupakan spesifikasi teknis atau

kriteria ketepatan lain untuk memastikan bahwa material, produk, proses dan layanan sudah

sesuai dengan tujuan mereka. Standar ISO seperti bagian sekrup, mur, baur dan lain sebagainya

cocok lada desain dan produknya. ISO memiliki 11.400 standar teknis, sekitar 350 diantaranya

memonitor kualitas standar udara, air dan tanah. ISO membuat standar ISO 14000 sebagai

Page 47: Green+productivity

47

Seluruh ISO14000 sub-categories. ISO 14001 Environmental management systems – Specification with guidance for use ISO 14004 Environmental management systems – General guidelines on principles, systems and supporting techniques ISO 14010 Guidelines for environmental auditing – General principles ISO 14011 Guidelines for environmental auditing – Audit procedures and EMS ISO 14012 Guidelines for environmental auditing – Qualification criteria ISO 14020 Environmental labels and declarations – General principles ISO 14021 Environmental labels and declarations – Self-declared environmental claims (Type II environmental labeling) ISO 14024 Environmental labels and declarations – Type I environmental labeling – Principles and procedures ISO 14025 Environmental labels and declarations – Type III environmenta declarations ISO 14031 Environmental management – Environmental performance evaluation ISO 14032 Environmental management – Examples of environmental performance evaluation (EPE) ISO 14040 Environmental management – Life cycle assessment – Principles and framework ISO 14041 Environmental management – Life cycle assessment – Goal and scope definition and inventory analysis ISO 14042 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle impact assessment ISO 14043 Environmental management – Life cycle assessment – Life cycle interpretation ISO 14049 Environmental management – Life cycle assessment – Examples of application of ISO 14041. ISO 14050 Environmental management – Vocabulary ISO 14061 Information to assist forestry organisations in the use of Environmental Management System standards ISO 14001 and ISO 14004

kelanjutan dari kesuksesan standar ISO 9000 series pada manajemen kualitas standar. ISO 9000

fokus pada manajemen kualitas – dimana organisasi harus memastikan hasil produknya sesuai

dengan kebutuhan dari kostumer. ISO 14000 lebih memperhatikan standar lingkungan - dimana

organisasi harus meminimumkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan. Hanya saja ISO

9000 tidak terlalu siginifikan pada hal ini, dan ISO 14000 pun juga tidak terlalu mendukung

“green” atau “ environmentally friendly” pada produk.

Baik ISO 9000 dan ISO 14000 terfokus pada proses dan bukan hasil, setidaknya tidak

secara langsung. Mereka membuat spesifiikasi bagaimana organisasi mengatur proses standar

yang berpengaruh pada ISO 9000 (kualitas) dan ISO 14000 (lingkungan). Mereka tidak secara

langsung mengatakan bahwa organisasi harus mencapai benchmark spesifik pada kualitas atau

pada performa lingkungan. Performasi aktual difungsikan untuk mendapatkan kepentingan

konsumen dalam kasus ISO 9000, dan keinginan komunitas untuk memberi mandat dalam ISO

14000. Kritik pada sistem ini adalah perusahaan dapat membuat polutan pada semua proses

semau mereka. ISO 14000 tumbuh dalam diskusi sustainable development dalam konferensi

PBB pada Conference on Environment and Development, di Rio de Janeiro, tahun 1992. Dan

pada tahun 1993, ISO diluncurkan dengan pendekatan strategi yang lebih baik, untuk mencapai

sustainable development. ISO menyusul komite teknis baru yaitu ISO/TC 207 tentang

Environmental Management, untuk membuat standar ISO 14000.

Tabel 5.1

Seluruh ISO 14000 dan Sub Kategorinya

Page 48: Green+productivity

48

5.4 SERTIFIKASI, REGISTRASI DAN AKREDITASI ISO

Saat sebuah organisasi mengatakan bahwa mereka sudah memiliki sertifikasi ISO 14000 atau

teregistrasi pada ISO 14000, artinya ada pihak ketiga yang telah menilai sistem manajemennya

yang tidak sesuai dengan ISO 14001, dan isu sudah tersertifikasi adalah sebuah konfirmasi

bahwa mereka masih terkonfirmasi dengan standar yang ditentukan. Artinya organisasi ini sudah

memiliki sistem manajemen, Namun tidak menggambarkan bahwa organisasi ini telah mencapai

tingkat sebenarnya pada performa lingkungan. Namun perusahaan sudah memiliki sistem untuk

mencapai kearah sana. Sedangkan konteks sertifikasi dan registrai mudah diubah tergantung dari

budaya dari perusahaan yang dimaksud.

Dalam bahasa ISO, akreditasi merupakan proses berbeda lainnya. Hal ini merupakan

prosedur dimana badan yang berotoritas memberi penilaian pada organisasi atau individual yang

berhak membawa sertifikat ISO 14000 pada sektor bisnis tertentu. Mungkin masih mengambang

istilah ISO-certified” atau “ISO-registeredatau menggunakan frase seperti “ISO certification,”

“ISO certificates” and “ISO registration.”

Karena ISO sendiri tidak melakukan audit pada sertifikasi, namun sertifikasi dilakukan oleh

badan yang diberi kewenangan untuk itu.

5.4.1 MODEL EMS LAIN : EMAS DAN RESPONSIBLE CARE

Mengikuti kesuksesan ISO, the European Economic Union (EEU) mendirikan sistem

sendiri dan disebut EMAS. EMAS dimodelkan seperti ISO 14000. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan efisiensi lingkungan dan performanya melalui pengembangan yang berkelanjutan

dengan menggunakan tool manajemen evaluasi periodik, dan tujuan, dengan verifikasi laporan

publik, program, sistem dan hasil.

Hampir sama seperti pendahulunya yaitu ISO 14000 dan EMAS, adalah Responsible

Care, diciptakan pada Oktober 1989 sebagai respon menurunnya dukungan publik untuk industri

kimia. Pada tahun 1980an , setelah bencara bocornya pabrik kimia di Union Carbide yang

membunuh ribuan orang di Bhopal, India, kepercayaan publik menurun drastis dari 30% di tahun

80an menjadi 14 % di tahun 1990an. Publik percaya bahwa industri kimia tidak memiliki

manajemen yang baik, tidak mendengarkan suara publik, tidak melakukan prosedur keamanan

dan tidak bertanggungjawab terhadap bisnisnya. Dan kemarahan publik ini mendorong sebagian

Page 49: Green+productivity

49

industri kimia bergabung dalam Chemical Manufacturing Association (CMA) untuk mendirikan

Responsible Care untuk meningkatkan kelestarian lingkungan dan performa keamanan bagi

semua anggota CMA untuk mengubah persepsi publik.

5.4.2 BENEFIT BISNIS DENGAN EMS

Berdasarkan tujuan yang sudah ditetapkan perusahaan, EMS bermaksud untuk membuat

benefit pada perusahaan, mulai dari kesesuaian dengan hukum lingkungan, mengurangi biaya

untuk energi, material, dan limbah dengan cara menyederhanakan operasi, meningkatkan image

dari pemberi keputusan, konsumen dan publik.

BENEFIT EMS

Sebagai Indikator Manajemen Kualitas

Perusahaan dengan EMS lebih termanage dengan baik. Pabrik dengan EMS dan Pollution

Prevention (P2) mempunyai dua kali lipat kualitas total daripada pabrik lain dengan program

Total Quality Management lain.

Superior Community and Stakeholder Relationships

Perusahaan dengan EMS atau program P2 memiliki informasi 3 kali lebih banyak daripada yang

tidak menggunakan program EMS.

Superior Environmental Performance

Pabrik dengan EMS dan P2 lebih mampu memperhatikan lingkungan sekitar dan masyarakat

selama operasinya.

5.4.3 ATURAN GREEN PRODUCTIVITY DALAM EMS

EMS terfokus pada performa lingkungan. GP mengkombinalisannya dengan fokus dengan

produktivitas. Bersama, keduanya dapat bekerja sama sebagai pendekatan terintegrasi untuk

meningkatkan performa perusahaan secara luas. Contohnya, performa perusahaan sangat buruk

dengan berbagai kerusakan yang disebabkan, pasti lebih dalam ada pengaruhnya dari organisasi

dan manajemen perusahaan tersebut. Kerusakan ini lebih menjadi akibat dari buruknya

manajemen , sistem perusahaan yang kuno, atau ketenagakerjaan yang tidak terlatih dengan baik.

Karena GP fokus pada peningkatan produktivitas yang lebih baik

Page 50: Green+productivity

50

5.5 POLLUTION CONTROL (PENGENDALIAN PENCEMARAN)

Pengendalian pencemaran adalah kegiatan yang mengancam lingkungan fisik dinyatakan

sebagai pencemaran lingkungan (environmenal pollution) yang dapat berubah ke pengotoran

lingkungan (environmental contamination). Pencemaran dapat didefinisikan sebagai masuknya

zat, energi, dan makhluk asing ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan itu menurun

dan tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya.

Pengendalian kegiatan yang mengancam lingkungan ini terdiri atas kegiatan pengendalian

pemanfaatan sumber dan pencemaran berupa pengendalian pencemaran lingkungan, penyusutan

pencemaran (pollution mitigation) atau penanggulangan pencemaran (pollution abatement).

Pengendalian pencemaran adalah melindungi lingkungan penerima beban dari kegiatan

manusia dengan cara penurunan volum limbah dan penurunan konsentrasi zat pencemar baik

limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Konsep pengendalian pencemaran umumnya ditujukan

pada satu media saja, misal udara (air pollution control), air (water pollution control), atau tanah

(terrestrial pollution control). Konsep yang hadir adalah pengendalian kualitas limbah yang

dikenal sebagai control and command yang membutuhkan pedoman/acuan untuk digunakan

dalam penilaian (evaluation) dan penaatan (compliance). Nilai numerik yang berupa konsentrasi

pencemar yang diizinkan hadir dibutuhkan untuk penilaian keadaan lingkungan dan watak

limbah yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan.

Hal ini berarti bahwa kondisi lingkungan yang menerima beban limbah dan watak limbah

itu sendiri harus dinilai.

Pedoman/Acuan Yang Dibutuhkan Untuk Penilaian (Evaluation) Dan Penaatan

(Compliance)

- Pedoman kualitas udara

Berupa ambient air quality standards (baku mutu udara sekeliling) dan emissions quality

standard (baku emisi udara) yang ditujukan untuk sumber baru (sumber tak-bergerak misal

ketel pembangkit steam) dan sumber bergerak (misal kendaraan bermotor).

Page 51: Green+productivity

51

- Pedoman kualitas air

Berupa stream quality standards (baku mutu badan air) dan effluent quality standard [baku

mutu limbah cair] baik oleh kegiatan baik industri maupun kegiatan di perkotaan.

Peraturan pendukung undang-undang yang diterbitkan di antaranya adalah :

- Peraturan pemerintah no. 20 tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air (yang

diterbitkan atas dasar uu no. 4 tahun 1982)

- Peraturan pemerintah no. 51 tahun 1993 tentang analisis mengenai dampak lingkungan

- Peraturan pemerintah no. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan

beracun (B3).

Dan berbagai s.k. menteri negara lingkungan hidup misal :

- Baku Mutu Emisi Sumber Tak-bergerak

- Baku Mutu Limbah Cair.

Pengendalian pencemaran dengan penerapan teknologi yang dikenal saat ini adalah ‘teknologi

perlakuan akhir’ atau ‘end-of-pipe treatment technology’.

- Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya

meninjau pembebanan pada salah satu media udara, air, atau tanah dan menyelesaikan satu

masalah yang tertuju pada suatu kegiatan.

- Pemikiran yang parsial ini sering menimbulkan masalah, karena penanganan hanya

berdasarkan pada pengelolaan yang paling mudah.

“Yesterday”s Need“ tidak hanya menghadirkan “Yesterday Solution” tetapi “Today’s

Problems” (Graedel dan Allenby, 1995).

Penemuan internal combustion engine membutuhkan bahan bakar bensin yang tidak

menimbulkan knocking, dengan penambahan Tetra Ethyl Lead (TEL) pada bensin untuk

meningkatkan angka oktan agar knocking tidak terjadi. Emisi gas buang hasil pembakaran bahan

bakar yang mengandung TEL menimbulkan uap timbal yang beracun. Pemakaian Dichloro

Diphenyl Trichloro-ethane (DDT) yang bertujuan untuk memusnahkan jentik nyamuk [malaria]

akan memusnahkan pula jasad lain yang berguna bagi manusia dan hewan, karena DDT tidak

spesifik (non-targeted insecticide) dan persistent dalam tubuh hewan yang memakan serangga

yang mati karena terkena DDT hingga akumulatif.

Hal positif dari pengembangan konsep ‘end-of’pipe treatment technology’ adalah memacu

pertumbuhan konsultan teknik dan pembuat peralatan yang berkaitan dengan unit pengolahan

Page 52: Green+productivity

52

baik limbah fasa gas atau limbah fasa cair. Hal yang menggembirakan ini jarang didukung oleh

kemampuan analisis yang memadai dari konsultan untuk menyelesaikan masalah pada kegagalan

operasi, karena seringkali konsultan teknik ini hanya sebagai penjual teknologi atau peralatan

saja. Sebagai akibatnya, sasaran pengelolaan lingkungan dengan pengendalian pencemaran ini

tidak dapat dicapai secara menyeluruh.

Penyebab lainnya adalah kegagalan sistem cost accounting yang belum dapat menilai biaya

kerugian lingkungan sehingga pengusaha, pemilik, dan pengelola industri berpendapat bahwa

biaya pembangunan dan pelaksanaan suatu pengolah limbah adalah biaya tambahan (external

cost).

Konsep Yang Berkembang Setelah End-Of-pipe Treatment Technology : Environmental

Impact Assessment (EIA)

Konsep ini dikenal sebagai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Indonesia menerapkan

konsep ini dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 1993. Penerapan EIA

menghasilkan EIS – Environmental Impact Statement yang harus dipatuhi oleh pemrakarsa dan

pengelola lingkungan untuk menerapkan hasil-hasil yang disepakati. Konsep EIA kemudian

disusul dengan Waste Minimization yang berakar pada konsep pengelolaan limbah B-3 (Bahan

Berbahaya dan Beracun). Waste minimization memiliki tahap-tahap pelaksanaan [hierarchy]

yang dapat dilaksanakan tanpa berurutan di mana peluang yang lebih menguntungkan akan

dipilih lebih dulu. Konsep ini banyak berkembang di Amerika Serikat. UNEP–United Nations

Environment Program mengajukan konsep ‘Cleaner Production’ atau produksi bersih dan

diterapkan oleh United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO). Konsep

Pollution Prevention dikembangkan oleh US – EPA (Amerika Serikat) dalam dasawarsa yang

sama akibat dari kegagalan pemantauan pelepasan bahan berbahaya dan beracun serta kehadiran

Pollution Prevention Act – Undang-undang Pencegahan Pencemaran dan kemudian penerbitan

Right to Know Act. Konsep Pencegahan Pencemaran memiliki hirarki pula dan menyatakan

bahwa daur ulang harus dilakukan langsung atau in-pipe recycle.

Page 53: Green+productivity

53

Gambar 5.2 .

Hierarki Pollution Prevention

Kemudian dunia usaha untuk perdagangan global memiliki gagasan untuk memperbaiki kualitas

lingkungan global dan mengajukan konsep eco-efficiency untuk mencapai Pembangunan

Berkelanjutan. Konsep ini diajukan atas permintaan Perserikatan Bangsa Bangsa yang

menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, 1992. Apa yang

diinginkan oleh ahli lingkungan, pejabat pemerintah, dan masyarakat dalam masalah pengelolaan

lingkungan ?

Keinginan untuk memperoleh piranti pengujian yang menyeluruh (holistic) dan menyusutkan

dampak lingkungan ‘from cradle to grave’ suatu produk, kemasan, proses, dan kegiatan. Konsep

life-cycle assessment merupakan piranti analitik yang dapat digunakan untuk memahami dampak

tersebut mulai dari cara untuk memperoleh bahan baku hingga pembuangan akhir bahan ke

lingkungan (SETAC, 1993) atau LCA adalah teknik yang sistematik untuk melakukan analisis

suatu produk dari ayunan hingga kubur. Konsep ini memiliki sasaran global yang meliputi (1)

perbaikan kesehatan manusia, (2) perbaikan kualitas ekologi, dan (3) perlindungan sumber daya

alam. alam (Owens,1997).

Page 54: Green+productivity

54

International Organization for Standarisation (ISO) menyusun pembakuan Sistem

Pengelolaan Lingkungan (Standards for Environmental Management System) yang dikenal

dengan ISO 14000

Penerapan sistem ini adalah sukarela yang berarti konsep control and command tidak dianut lagi

oleh berbagai negara dalam pengelolaan lingkungan. Seri ISO 14000 ini mencakup penerapan

Life-cycle Assessment – Penilaian Daur Hidup - suatu produk, proses, atau kegiatan adalah

complex dan membutuhkan waktu. Berbagai teknik telah diajukan dan diterapkan oleh pelaku

penilaian daur hidup .

Indonesia dalam dasawarsa ’80 dan ’90 telah menerima berbagai konsep yang berkaitan

dengan pengelolaan lingkungan, yaitu di antaranya :

- cleaner production

- from cradle to grave

- waste minimization

- pollution prevention

- environmental management system [EMS] – ISO 14000

- Jika konsep-konsep lain langsung berkaitan dengan perangkat keras, tetapi penerapan ISO

14000 dilakukan tahap demi tahap dan tidak langsung dengan pengubahan dan penerapan

perangkat keras.

5.6 PRODUKSI BERSIH (CLEANER PRODUCTION)

Pendekatan end-of-pipe seperti yang dipaparkan diatas adalah pusat biaya (cost center) yang

membebani perusahaan. Pendekatan ini tidak mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan

secara tuntas. Sebuah pendekatan baru akhirnya diperkenalkan, yaitu cleaner production

(produksi bersih). Cleaner production (CP) perdefinisi menurut UNEP (United Nation

Development Program) adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan

terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses produksi dan produk untuk mengurangi

resiko terihadap manusia dan ingkungan. CP mengintegrasikan faktor lingkungan ke dalam

seluruh aspek bisnis, terutama efisiensi. Karena mencegah timbulnya limbah, maka pendekatan

ini relatif lebih mampu mengatasi permasalahan limbah dibanding pendekatan lain. Dari sisi

proses produksi CP difokuskan pada peningkatan efisiensi dan efektif penggunaan bahan baku,

energi dan sumber daya lainnya serta mengganti atau mengurangi penggunaan B3 sehinggga

Page 55: Green+productivity

55

mengurangi jumlah dan toksisitas seluruh emisi dan limbah sebelum keluar dari proses. Dari sisi

produk CP difokuskan pada pengurangan dampak diseluruh daur hidup produk mulai dari

pengambilan bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tersebut tidak digunakan lagi.

Kedua fokus dapat dilakukan oleh industri baik secara partial rnaupun secara terintegratif. Dari

pandangan bisnis dan lingkungan penerapan CP akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu:

1. Peningkatan efisiensi produksi

2. Penghematan biaya

3. Kemampuan untuk memenuhi baku mutu dan regulasi lingkungan

4. Sejalan dengan standar ISO 14000

5. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja

6. Peningkatan citra perusahaan Pendekatan CP merupakan sebuah konsep yang mencakup tiga

hal yang saling berhubungan, yaitu:

- Lebih sedikit pencemar yang dibuang ke lingkungan alamiah

- Lebih sedikit limbah yang ditimbulkan

- Lebih sedikit menggunakan sumber daya alam (air, energi,dan bahan baku)

- CP mengurangi jumlah limbah yang harus diolah, sekaligus mengurangi limbah yang

dibuang ke lingkungan.

Limbah umumnya ditimbulkan dari suatu sistem yang kurang efisien. Peningkatan efisiensi

proses produksi berarti akan mengurangi jumlah limbah yang ditimbulkan, sekaligus mengurangi

sumberdaya yang dipergunakan. Dengan demikian, peningkatan efisiensi merupakan tulang

punggung dari CP. Teknik CP secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pengurangan

limbah pada sumbernya (source reduction) dan daur ulang (recycle). Source reduction

merupakan pengurangan atau eliminasi limbah pada sumbernya, biasanya dalam satu proses.

Upaya ini meliputi hal sebagai berikut:

- Perubahan produk (product changes)

- Perubahan material (input material changes) .

- Perubahan teknologi (technology changes),

- Penerapan operasi yang baik (good operating practices.)

Wamer-Lambert (di New York, USA) telah melakukan perubahan produk pada produk

Novon, sejenis polimer. Pada awalnya produk ini ditujukan untuk menggantikan material kapsul

yang berbahan gelatin. Inovasi ini telah melahirkan material pengganti yang berbahan startch

Page 56: Green+productivity

56

(sejenis polisakarida). Starch diperoleh dari kentang atau jagung, sumber daya alam yang dapat

diperbarui. Wamer-Lambert akhimya merekayasa Novon menjadi beberapa produk turunan yang

dapat diterapkan untuk berbagai jenis penggunaan. Diantaranya sebagai bahan pengganti plastik.

Polimer ini bersifat biodegradable sehingga dapat didaurulang, dalam hal ini sebagai kompos.

Produk ini juga tidak beracun (non toxic).

Penggunaan komersial awal dari produk ini meliputi kapsul, stick golf, dan tempat lilin.

Polimer ini juga berpotensi sebagai bahan kemasan. Produk ini telah dipasarkan ke seluruh

dunia. Kasus tersebut diatas menggambarkan suatu jenis produk yang berwawasan lingkungan.

Untuk kasus tersebut, produk memiliki ciri sebagai berikut:

Menggunakan bahan baku dah sumber daya alam yang terbaharukan (renewable resources)

Dapat didaur ulang (recycable), dan

Dapat diuraikan secara biologis (biodegradable).

Pilihan lain dalam sources reduction, selain perubahan produk, meliputi perubahan

material input, perubahan teknologi (proses), dan praktek operasi yang baik. Contoh dari

perubahan material input adalah penggantian pelarut organik dengan pelarut berbasis air, pada

industri farmasi. Pendekatan ini mampu meminimalkan limbah sampai 100%. Upaya

penggantian dengan pelarut berbasis air juga telah dilakukan pada industri percetakan dan

pengecatan mobil. Pada industri air conditioner, perubahan dilakukan dengan mengganti

adhesive berbasis solvent dengan produk yang berbasis air. Substitusi material-material seperti

timbal, raksa, DDT, dan CFCs telah diterapkan di banyak perusahaan, dan telah mengeliminasi

permasalahan limbah yang ditimbulkannya. Perubahan material input juga dapat dilakukan

dengan melakukan pemurnian. Sebagai contoh adalah menghilangkan kandungan Sulfur dan

batubara, pada pembangkit listrik bertenaga batubara.

Pendekatan ini akan menghilangkan emisi sulfur ke udara, sekaligus mengeliminasi

sistem pengolahan sulfur. Timbulan limbah juga dapat diminimalkan dengan menginstalasikan

peralatan proses yang lebih efisien atau memodifikasi sistem yang ada. Penggunaan peralatan

yang lebih efisien akan mampu menghasilkan beberapa keuntungan, diantaranya produktifitas

yang lebih tinggi, mengurangi biaya bahan baku, dan mengurangi biaya pengolahan limbah.

Praktek operasi yang baik (Good Operating Process/GOP) adalah pilihan lain dari sources

reduction. GOP melibatkan unsur-unsur .

- Pengawasan terhadap prosedur-prosedur operasi

Page 57: Green+productivity

57

- Loss prevention

- Praktek manejemen

- Segregasi limbah

- Perbaikan penanganan material

- Penjadwalan produk

Tujuan dari GOP adalah untuk mengoperasikan peralatan dan sistem produksi secara

optimal. Hal ini adalah tugas paling mendasar dari manajemen. Sebagai contoh, pengoperasian

secara tepat dan pemeliharaan secara berkala dari peralatan dapat mengurangi, secara substantif,

kebocoran dan pemborosan material. Peningkatan GOP umumnya dapat menurunkan jumlah

limbah antara 20% s/d 30%, dengan biaya yang rendah.

GOP memerlukan perhatian secara detail dan pemantauan secara konstan terhadap aliran

bahan baku den dampaknya. Pendekatan ini membuat perusahaan dapat mengetahui secara tepat

jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan pada setiap tahapan proses produksi. Daur ulang

merupakan penggunaan kembali limbah dalam berbagai bentuk, diantaranya:

Dikembalikan lagi ke proses semula sebagai bahan baku pengganti untuk proses produksi

lain,

Diubah untuk diambil kembali bagian yang bermanfaat, atau

Diolah sebagai produk samping

Walaupun daur ulang limbah cenderung cost effective dibandingkan pengolahan limbah,

salah satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa proses daur ulang limbah (dalam bentuk

recovery material misalnya) sebaiknya dipertimbangkan setelah seluruh upaya pengurangan

jumlah limbah pada sumber akan lebih cost effective dibandingkan daur ulang. Hal ini karena

daur ulang limbah cenderung lebih memerlukan waktu dan biaya dalam pengelolaanya.

Literatur-literatur umumnya meletakkan daur ulang pada pilihan terakhir dalam hirarki CP.

Pendekatan daur ulang dianggap sebagai pendekatan reaktif dan bukan proaktif. Hal ini karena

pendekatan murni dari daur ulang seakan membiarkan timbul limbah, dan baru melakukan upaya

pengelolaan setelahnya. Terlepas masalah tersebut diatas, pendekatan daur ulang mampu

membantu menyelesaikan permasalahan limbah dan pengehematan sumber daya.

Sebagai contoh, daur ulang satu ton kertas akan menghemat 17 pohon, 7000 galon air, 14

KVVH listrik, dibandingkan dengan memproduksinya secara konvensional. Contoh-contoh

Penerapan Cleaner Production di lndustri Manufacturing Pulp and Paper (China), melalui

Page 58: Green+productivity

58

perbaikan proses, perbaikan sistem pencucian, peningkatan pengendalian proses, den perbaikan

prosedur operasi, pabrik ini telah menghasilkan beberapa penghematan, diantaranya:

- Mampu mengurangi beban COD sebanyak 900 ton

- Rendemen (yield) meningkat dari 45% menjadi 51 %

- Penggunaan bahan soda kaustik berkurang sebesar 230 ton

- Secara total penghematan yang dihasilkan sebesar US$ 85.000 setiap tahunnya

Toyota Astra Motor (TAM) Pelaksanaan komitment TAM terhadap lingkungan dalam

bentuk program 5R, yang terdiri dari Refine, Reduce, Reuse, Recyle, dan Recover/Retrieve.

Untuk pelaksanaannya TAM mempunyai komite P2K3L (Panita Pembina Kesehatan &

Keselamatan Kerja, dan Lingkungan), yang terdiri dari tenaga ahli dari setiap pabrik yang ada.

Di samping itu TAM juga membuat kegiatan yang dapat memacu karyawan untuk menciptakan

ide-ide perbaikan masalah lingkungan. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah (1)

Penggantian material (penggantian Thchloroethylene dengan Xylol), (2) Hemat energi.

5.7. DAUR ULANG PELARUT DAN AIR

Penghematan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

- Penggunaan Trichloroethylene sebesar Rp. 138.600.000,- per tahun

- Penghematan energi sebesar Rp 256.370.000, per tahun

- Daur ulang pelarut sebesar Rp. 13.200.000,- per tahun

- Daur pakai air sebesar Rp. 39.000,000,- per tahun

3M adalah salah satu perusahaan yang bisa dikatakan berhasil dalam menerapkan CP, dalam

bentuk pencegahan pencemaran (Pollution Prevention). Program pencegahan pencemaran ini

dilakukan oleh 3M secara sukarela (voluntary) dan merupakan cerminan sikap proaktif yang

dianut oleh perusahaan itu. Hal terpenting dari kebijaksanaan 3M adalah kemampuan dan

kemauannya dalam menggeser paradigma dari pendekatan end of pipe menjadi up the pipe. Bagi

mereka, cara terbaik mengelola limbah adalah dengan tidak menimbulkan limbah. Program

pencegahan pencemaran dari 3M dikenal dengan nama 3P (pollution prevention pays), yang

mulai dikembangkan pada tahun 1975. Dua tujuan dasar dari 3P adalah:

1. Mengeliminasi pencemaran pada sumbernya, sebelum timbul. Upaya ini akan

menurunkan biaya lingkungan, mengurangi penggunaan energi, dan mengurangi

penggunaan bahan baku yang diperlukan untuk produksi.

Page 59: Green+productivity

59

2. Memperhitungkan limbah sebagai bahan baku/sumber daya yang belum terpakai. Sejak

1975 sampai dengan 1992 (atau selama 17 tahun), 3M melakukan 3.000 proyek 3P.

Selama kurun waktu tersebut hal-hal yang telah dicapai adalah tereliminasinya:

- 170.000 ton pencemar udara

- 18.000 ton pencemar air

- 2,7 milyar gallon limbah cair

- 480 ton limbah padat

Dalam kurun waktu tersebut 3M telah menghemat 500 juta dolar. Strategi dasar yang dilakukan

oleh 3M delam melakukan pencegahan pencemaran adalah:

- Adanya komitmen dari manajemen puncak untuk melaksanakan program 3P.

- Menjadikan pencegahan pencemaran sebagai salah satu budaya perusahaan.

- Adanya komitmen untuk menjadikan pencegahan pencemaran sebagai salah satu

elemen penting

Setiap rencana usaha 3M dan menjadikannya sebagai tolok ukur kinerja, menjadikan

keberhasilan dalam menerapkan pencegahan pencemaran sebagai bagian dan penilaian kinerja

karyawan dan manajer. Adanya komitmen untuk membiayai program penelitian dan

pengembangan pencegahan pencemaran yang diwujudkan dengan mengucurkan dana sebesar

100 juta dolar untuk hal tersebut. Hal yang terpenting dalam penerapan program 3P adalah mulai

dikembangkannya suatu hubungan antara tingkat keluaran pabrik dengan tingkat timbulan

limbah.

5.8 GOOD HOUSE KEEPING INDUSTRI BERWAWASAN LINGKUNGAN

Sektor industri manufaktur sudah saatnya memperluas tanggung jawabnya terhadap

keseluruhan "stake holder" sepanjang siklus hidup produknya, karena selama ini industrilah

yang memproduksi dan membuang limbah, menghasilkan emisi pollutant dan membuat sampah

dari produk bekasnya. Pasar cenderung memiliki preferensi yang lebih baik terhadap industri

yang memiliki citra akrab terhadap lingkungan Tekanan regulasi dan pasar global yang

memberlakukan hambatan non tarif seperti "ecolabelling", "EMAS" (Environmental Magement

Auditing Scheme), ISO 14001 dan sebagainya memaksa industri dan perusahaan untuk

memasukkan pertimbangan lingkungan dalam strategi manajemennya.

Page 60: Green+productivity

60

Karenanya seperti ditampilkan pada gambar dibawah ini, tanggung jawab industri yang

berwawasan lingkungan sebaiknya diperluas dari peran dan tanggung jawab tradisionalnya yang

hanya sebagai pemabrik (manufacturer) tetapi juga sebagai pendaur ulang produks dan

mengurusi limbah yang dihasilkan oleh produksinya supaya beban lingkungan akibat limbah

industri bisa berkurang.

Gambar.5.3.

Pengembangan Tanggung Jawab Industri Selama Daur Hidup Produk

Sumber : Dimodifikasi dari Tipnis (1995)

Di Jerman misalnya, Jovane (1995) melaporkan akibat umur produk (lifetime) yang

semakin pendek dan tingkat "kadaluwarsa" (obsolence) semakin tinggi membuat produksi

limbah menjadi berlipat 2 kali dalam 2O tahun terakhir. Misalnya produksi limbah mobil bekas

tercatat sebesar 3 Juta ton/tahun, peralatan rumah tangga menjadi 750 Ribu ton/tahun.pada tahun

1993. Pada tahun yang sama di AS, biaya pengolahan dan pemusnahannya membesar dari 100$

per ton menjadi 600-1000$/ton. Tentunya trend ini menjadi gejala di Indonesia dikemudian hari

mengingat (i) Ledakan pertambahan penduduk (ii) elastisitas peningkatan pendapatan

masyarakat terhadap permintaan produk industri manufactur (iii) ketidak mampuan pengendalian

Pembuangan Emisi Gas PencemarPemabrikan Perakitan(Manufacturing & Assemble

Perluasan Tanggung Jawab Industri

Disassemble dan Daur UlangPembuangan limbah

Utilisasi Produks

JaminanGaransiMutu Produk

Tanggung Jawab Tradisional Industri

Pembuangan limbah cair dan Padat , B3 dan Sisa Produks Rusak Yang Mencemari Lingkungan

Input produks• Material

• Energi

• Informasi

• Komponen

Recovery dan daur ulang• Material bekas• Komponen bekas• Suku cadang bekas

• Energi

Selama disassembly dan daur ulang input :• Material• Komponen• Energi• Informasi

Dimodifikasi dari Tipnis [1995]

Page 61: Green+productivity

61

dampak lingkungan yang negatif akibat eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam,

material dan energi.

Masyarakat yang sadar lingkungan melahirkan paradigma yang baru, sehingga menuntut

"green product", "clean production" serta perancangan produk yang tidak merusak dan

membahayakan lingkungan saat baik saat produk itu di proses manufacturing, dipergunakan

maupun setelah menjadi sampah. Tipnis (1995) mengajukan gagasan "lean production" dan

"robust design" menjadi dasar yang penting dalam merealisir paradigma ini. Kemudian untuk

memasukkannya kedalam strategi korporasi, perusahaan atau industri manufaktur harus

menjalankan dan memperhatikan prinsip paradigma "E" berikut ini:

- Ecology : bertindak selayaknya dalam relasi ekologis

- Environment : melindungi lingkungan

- Energy : meminimumkan limbah dan mengembangkan sumber energi alternatif yang bersih

- Economy: konsumsi lebih sedikit resources, menghasilkan produk yang paling ekonomis

- Empowering: pemberdayaan karyawan untuk mendapatkan performance yang terbaik

- Education: majukan aspek pendidikan, jauhkan prasangka buruk dan ketidak pedulian

- Excellence : berikan yang terbaik untuk ekologi

Perkembangan mutakhir sistem produksi memberikan pondasi yang kuat bagi percepatan

realisasi paradigma "E " sedemikian juga dengan kerangka kerjanya untuk bisa menunjang

konsep "eco-manufacturing" menjadi sistem yang operasional. Beberapa pemaparan berikut

dibawah mengindikasikan bahwa konsep mutakhir tentang sistem manufaktur bisa menjadi

dasar/pijakan untuk pengembangannya.

Lean Production

Kelompok pendekatan ini misalnya meliputi JIT/TQC, Toyota Production System.

Sistem manufaktur ini menggunakan prinsip "lebih sedikit ", dari "economy of waste", modal,

waktu, tenaga kerja,manajemen, lantai produksi, persediaan dan prinsip "lebih cepat" untuk

melakukan respons terhadap pasar, memperkenalkan dan menghasilkan produk yang lebih

memuaskan konsumen. Lean Production juga terbukti memberikan persipan lebih baik dalam

mengadopsinperubahan paradigma yang lebih maju misalnya pendekatan dinamis

(SQC/SPC),NC, uga CIM/FMS dan juga Sistem Concurrent Engineering dibandingkan sistem

produksi massal (Tipnis,1995). Untuk meminimiasi penggunaan material dan energi, sistem

Page 62: Green+productivity

62

Lean Production ini karenanya sangat konduksif sebagai langkah awal untuk mendukung

konsep "ecomanufaturing".

Robust Design Untuk Produk dan Process.

Membuat produk yang hanya sekedar memenuhi spesifikasi sebagaimana yang

difokuskan dalam sistem manufaktur masal jelas tidak menjamin kualitas yang diharapkan, dan

secara langsung belum menjamin kepuasan konsumen. Karenanya orientasi pada produks yang

yang sesuai dengan kebutuhan pasar menjadi ciri sistem ini. Bilamana suatu produk rusak, cacat

atau "defect" sampai ditangan konsumen maka diartikan sebagai kerugian yang melebihi biaya

produksi, karena citra buruk ini akan mengarahkan ke hilangan pangsa pasar yang akan

menghancurkan prospektif masa depan investasi yang dilakukan.

Robust design memberikan kemungkinan metodologis yang sistimatis untuk

meminumkan kerugian bagi pengguna produk manufaktur terhadap dampak negatif yang

merugikan dan dapat dijadikan titik tolak bagi pengembangan konsep "eco-manufacturing".

Quality Function Deployment

Konsep ini mendefinisikan kebutuhan konsumen dan bencmark dari pesaing dalam suatu

fungsi-fungsi teknis yang spesifik maupun dalam mencapai target rancangan estetika disain.

Karenanya sangat berguna untuk bisa menangkap dan memotret aspirasi atau preferensi

masyarakat dalam aspek kelestarian lingkungan dan pencegahan pencemaran, atau yang sering

didefinisikan sebagai "Green Quality Deployment".

Konsep Perancangan Siklus Hidup

Pengembangan suatu produk dimulai dari suatu penilaian yang didapat dari analisis

kebutuhan di pasar. Kemudian pemilihan solusi teknis unuk merealisir produk sesuai kebutuhan

pasar didasarkan pada kebijakan perusahaan, sifat produk dan sistem manufaktur serta biayanya.

Selama ini aspek lingkungan belum diintegrasikan dalam proses ini. Karena selama ini misalnya

ongkos pemusnahan sampah dari produk industri misalnya dibebankan melalui pajak dan

ditanggung oleh konsumen-nya. Dimasa depan azas "polluter pays principle" memaksa

industri/pemabrik untuk melakukan internalisasi biaya eksternal yag berkaitan dengan

pencemaran, kalau tidak industri akan bermasalah dengan citra-nya sebagai tidak akrab

lingkungan. Karenanya perubahan disain diperlukan unntuk memungkinkan produk yang dibuat

ekonomis saat diproduksi, didistribusi, dipergunakan maupun saat di buang sebagai sampah. "

(Alting, 1995).

Page 63: Green+productivity

63

Konsep perancangan Siklus Hidup menambah dimensi baru yaitu dimensi lingkungan

pada proses perancangannya. Konsep ini menurut Jovane (1995) merupakan perkembangan dari

konsep "concurrent engineering" dan memperhatikan secara simultant mulai dari saat tahap

konsepsi perancangan disain sampai tahap disain detail untuk keseluruhan tapahan siklus

perancangan (analisis kebutuhan pengembangan, produksi, distribusi, utilisasi, pembuangan

limbah atau daur ulang) . Keseluruhan problematik dalam satu siklus hidup sebaiknya

dipertimbangkan dalam tahap konsepsi, karena ditahap tersebut perubahan bisa dilakukan

dengan lebih ekonomis. Setiap tahapan selalu mempertimbangkan faktor lingkungan hidup,

keselamatan dan kesehatan kerja, optimasi penggunaan sumber daya serta biaya keseluruhan

siklus produk. Dalam kaitannya dengan pencegahan pencemaran beberapa metodologis

semestinya harus dikembangkan untuk bisa mengevaluasi dampak lingkungan dari setiap

tahapan siklus produknya. Misalnya saja diperlukan prosedur untuk menetapkan standart

spesifikasi lingkungan sebelum aktivitas dilakukan, model untuk menilai dampak lingkungan,

aliran material dan neraca input-outputnya, analisis resiko untuk mengatasi kebocoran dan

kemungkinan terjadi kontaminasi dan sebagainya.

Dari studi di Denmark yang dilaporkan oleh Alting dan Jorgensen (1995) telah

mengeidentifikasikan tiga persoalan utama dalam merealisir konsep "life cycle design" dalam

implementasi di industri manufaktur yaitu (i) Persoalan strategi daur hidup, ekonomisasi dan

pengendaliannya (penilaian life cycle cost, konsep bisnis dan aktivitasnya); (ii) proses dan

teknologi produksi perancangan produks yang diorientasikan pada aspek lingkungan dan sumber

daya); (iii) teknologi yang berwawasan lingkungan berbasasis kepada sumber daya

(diperlukannya produksi bersih dan teknologi bersih).

Life Cycle Cost

Secara ekonomis sistem indutri manufactur yang berwawasan lingkungan juga harus

layak sehingga akhir diharapkan memperoleh performnce yang paripurna "eco-efficiency".

Dalama konsep biaya termasuk didalamanya denda , biaya kerusakan lingkungan dan biaya

opportunity diperhitungkan secara komprehensif untuk keseluruhan daur hidup produk tersebut

baik yang menjadi beban industri/pemabrik, masyarakat maupun ekosistem.

Karena setip produk berada dalam pasar yang kompetitif dan selalu memiliki positioning

tersendiri dalam target kualitas dan harga untuk suatu periode waktu tertentu, karenanya

keseluruhan biaya "life cycle cost" harus lebih kecil dari anggaran ditargetkan. Target biaya ini

Page 64: Green+productivity

64

yang dikeluarkan harus lebih kecil dari target perolehan dari hasil penjualan dikurangi dengan

keuntungan yang diinginkan. Batas efisiensi kelayakan ekonomis mengarahkan kepada pilihan-

pilihan serangkaian alternatif produk untuk suatu periode tertentu bervariasi. Aspirasi pasar dan

target kualitas maupun tingkat pencapaian objektif perlestarian lingkungan yang dikehandaki

bisa didefinisikan melalui QFD dan bencmark dari pesaingnya yang paling kompetitif. Dengan

demikian perusahaan atau industri manufactur ini dapat membuat positioning terhadap pesaing

yang lain dalam pasar. Beberapa studi evaluasi dan aplikasi konsep "life cycle cost" ini dalam

industri manufaktur misalnya dilaporkan oleh Remich (1994) di Departemen Industrial and

Manufacturing University of Rhode Island, juga Zust dan Wagner (1994) di Swiss Federal

Institut of Technology, Zurich.

Gambar 5.4. Konsep Perancangan Daur Hidup

Sumber: Ulhoi (1994)

Eco-factory

PerlindunganLindungan

Kesehatan dan

Keselam

atan Kerja

Kem

udah

anPe

mab

rikan

Optim

asi sum

ber dayaK

epem

ilika

n

Prod

uks

Kebija

kan

Perusah

aan

BiayaDaur

Hidup Produk

PerancanganDaur Hidup

Produk

Produksi

Distribusi

Design dan Deve-

lopment

Penggunaan

Pembu-anganDaur Ulang

Kebu-tuhan

Sumber :Ulhoi[1994]

Page 65: Green+productivity

65

Konsep ini bisa dipandang sebagai pijakan filosophis yang seide dengan pengembangan

konsep "eco-manufacturing". Konsep eco-factory tidak lain sebagai implementasi konsep

perancangan daur hidup dalam industri manufacturing dalam suatu sruktur organisasi tertentu.

Struktur organisasi manufakturnya mendistribusikan pekerjaan antara sistem produksi

sebagai penanggung jawab perancangan dan mencipatkan produk yang akrab lingkungan dan

aman, serta sistem restorasi yang bertanggung jawab untuk melakukan proses disassemby,

mendaur ulang, dan memanfaatkan kembali material limbah maupun bekas kedalam sistem

produksi. Bila konsep perancangan daur hidup dibuat dengan baik, maka perancang tentu saja

akan dapat merancang rancangan produk baru dengan memanfaatkan pengetahuan mengenai

dampak lingkungan pada setiap tahap keputusan disain.

Gambar 5.5. Konsep Eco-factory

Sumber : Alting (1995)

5.9 ECO DESIGN

PENGENALAN GREEN DESIGN

Green Design bertjuan untu mengembangkan produk dan proses produksu dengan lebih

ramah lingungan. Aplikasi dari Green Design ini menyangkut sebuah kerangka kerja yang

TeknologiProduksi

ProdukTeknologi

TeknologiDisassembly

TeknologiDaur Ulang

Produks/Barang

SistemProduksi

Pasar

SistemRestorasi

IdentifikasiMaterial yang disassemly

Reduksi LimbahPemesinanmaterial daur ulang

Design UntukStandarisasi daur ulangConcurrent design

Material terpilihMaterial Daur Ulang

Sumber : Alting [1995]

Page 66: Green+productivity

66

berhubungan dengan isu lingkungan hidup, Aplikasi dari analisis dan metode sintesis dan sebuah

tantangan untuk sebuah prosedur tradisional untuk desain dan manufaktur. Dimasa lalu, efek dari

lingkungan hidup seringkali masih tidak dipedulikan pada saat tahapan desain dari sebuah

produk baru atau dari sebuah proses produksi. Limbah-limbah yang berbahaya dibuang, tanpa

mempedulikan kemungkinan kerusakan lingkungan yang bisa terjadi. Penggunaan energi yang

tidak efisien menghasilkan biaya operasional sangat tinggi. Limbah dulunya masih berupa sisa

dari bahan produksi, manufaktur atau proses distribusi. Konsumen tidak dilibatkan dalam

lingkaan ini, keterlibatan konsumen masih terbatas pada re-manufaktur atau daur ulang.

Mengingat masalah-masalah ini mengispirasi para pakar teknologi lingkungan untuk

membersihkan polusi masa lalu (yang dikenal sebagai remediation) dan mengatur aliran limbah

(dikenal dengan waste treatment).

Proses membersihkan polusi yang terjadi masih sangat diperlukan. Namun pada

perubahan desainya dapat lebih efektif mengurangi beban lingkunan dan lebih efisien dari segi

biaya dibanding dengan strategi membersihkan lingkungan. Beberapa contohnya seperti partikel

termasuk :

a. Penggantian Bahan Pengencer

Peggantian sistem pengencer pada bahan kimia sebaiknya digati dengan alternatif yang lebh

aman seperti pengencer yang sifatnya biodegradeable atau pengencer yang tidak mengandung

racunn. Pengencer barbahan dasar air lebih disenangi dibanding dengan pengencer organik

Gambar 5.6 Contoh sistem pengencer ramah lingkungan

b. Technology change

Page 67: Green+productivity

67

Seperti halnya semi konduktor pada kendaraan bermotor yang lebih efisien

dalam konsumsi energinya. Untuk komputer dan produk elektronik juga

menggunakan mekanisme serupa, yaitu menggunakan program energy star yang

menjelaskan konsumsi energi maksimum untuk komputer, printer, dan peralatan

elektronik lainnya. Produk lain menawarkan solusi program green lights dimana

program ini mendukung hemat energi pada lampu.

c. Recycling of toxic wastes

Daur ulang untuk produk beracun dapat

menghindarkan material yang tidak bisa diurai secara

alami oleh alam dan menghindarkan adanya produk

baru yang membahayakan lingkugan. Contohnya,

baterai Nickel Cadmium yang dapat di recharge ,

dapat didaur ulang menjadi cadmium dan nickel untuk penggunakaan yang lalin.

Tantangan dari green design adalah untuk menahan berkembangnya desain konvensional dan prosedur

produksi yang tidak memperhatikan lingkungan secara sistematis dan efektif. Hal ini membutuhkan

perubahan dalam prosedur merubah setiap proses produksi yang sudah ada sangatlah sulit. Hal ini

disebakan desainer harus menghadapi banyak konflik dan industri pasti masih menginginkan kecepatan

produksi dan efektif biaya. Kepedulian lingkungan harus dikenalkan secara aplikatif dan dengan metode

yang dapat diterima untuk dapat menyelesaikan masalah perubahan proses produksi ini dengan baik.

MENCAPAI TUJUAN GREEN DESIGN

Tidak ada konsensus atau perjanjian khusus mengenai bagaimana mencapai tujuan dari

green design. Beberapa berpendapat bahwa green design dan perlindungan polusi (PP) harus

dilakukan bergantian untuk menekan biaya. Dalam cara pandang ini, limbah manapun dari

proses produksi adalah kesempatan. Yang lain lebih memfokuskan pada strategi yang lebih

khusus, seperti daur ulang untuk menyelamatkan material mentah, dan mengembangkan tujuan–

tujuan khususnya dengan strategi ini. Pendekatan lainnya adalah untuk menarik perhatian dari

semua aspek, seperti masalah pemanasan global, atau media yang lebih khusus lagi seperti polusi

udara, dan tidak mempedulikan efek lingkungan lain.

Setiap solusi yang ditawarkan pasti memiliki kelemahan. Beberapa perlindungan pada

polusi (PP) mungkin secara sosial diinginkan namun secara ekonomis perusahaan tidak terlalu

Page 68: Green+productivity

68

menginginkan. Beberapa mekanisme daur ulang memiliki beban biaya lebih besar daripada

menghemat. Terutama apabila jarak yang dibutuhkan jauh.

Terfokus pada satu isu polusi saja misalnya isu polusi udara, bisa jadi polusi udara ini

berakibat pada polusi air. Perlu penekatan dan kajian lebih lanjut. Tujuan sosial dari green design

adalah untuk lebih menggunakan pendekatan umum. Tujua sosial dari green design adalah untuk

membuat masa depan yang berkelanjutan menyangkut sumber daya alam dan kesehatan ekolgi.

Apa yang bisa dirakasakan dimasa mendatang adalah hasil yang harus kita mulai saat ini. Dan

masalah apa yang terjadi dimasa depan adalah hasil dari masalah yang kita buat saat ini.

Bagaimanapun, tidak ada keyakinan bahwa teknologi dan pengetahuan akan

mengembangkan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat. Terlebih lagi dengan jumlah

populasi yang tumbuh beitu cepat. Menghindari untuk membahayakan lingkungan adalah hal

yang harus dilakukan manusia baik oleh individual atau berkelompok sebagai wujud kesadaran

mereka sebagai bagian penduduk bumi. Terdapat tiga tujuan umum dari green design untuk

mencapai masa depan berkelanjutan :

- Mengurangi atau meminimalisasi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui.

- Mengatur sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan meyakinkan keberlanjutannya dan

mengurangi dengan tujuan utama mengurai racun dan emisi lain yang berbahaya pada

lingkungan, termasuk emisi yang menyebabkan pemanasan global.

Tujuan green design adalah untuk mencapai tujuan-

tujuan diatas dengan biaya yang efektif. Dengan tiga

tujuan utama tersebut, dapat dikembangkan lagi

beberapa tujuan yang lebih spesifik. Contohnya dengan

peralatan yang hemat energi dapat mengurangi

penggunaan sumber daya alam dan emisi yang

mengandung racun, selama perubahan efisiensi energi

tersebut tidak memiliki efeksamping pada beban

lingkungan. Karena itu pembangunan instalasi mugkin

menghasilkan panas, namun menyelesaikan masalah

pada manufaktur dan isntalasi. Sebuah produk hijau

atau proses hijau tidak dapat didefinisikan dengan

Page 69: Green+productivity

69

pasti, hanya bisa dipastikan bahwa produk tersebut adalah produk hijau apabila dibandingkan

dengan produk lain. Misalnya apakah produk tersbut menggunakan komponen-komponen yang

dapat didaur ulang, mengguanan energi yang dapat diperbarui dan memiliki perencanaan yang

pasti pada akhir usia produknya (end of life) dari sebuah produk.

Bagaimanapun, produk tersebut tidak bisa diaktakan sebagai produk hijau, menggunakan

sumber daya alam yang mulai menipis pada saat porduksi, atau menghasilkan limbah yang

berbahaya pada saat proses produksi. Sebuah bis yang penuh penumpang bisa dikatakan lebih

pantas menjadi produk hijau dibandingkan sebuah mobil terbaru yang menggunakan komponen

yang bisa didaur ulang yang dinaiki oleh satu orang. Dikatakan demikian karena emisi yang

dihasilkan oleh bus dan mobil tersebut tidak jauh berbeda, namun bus lebih banyak mengangkut

orang.

Mengembangkan dan memasarkan produk hijau adalah sebuah langkah maju untuk

menjaga sumber daya alam yang ada dan perlindungan lingkungan dan melalui pengembangan

ekonomi. Produk hijau juga menyangkut lebih banyak sumber daya yang efisiensi yang

digunakan, mengurangi emisi, dan mengurangi limbah, mengurangi biaya akibat dampak sosial

akibat polusi dan biaya perlindungan pada lingkungan. Produk hijau menjajnjikan keuntungan

bagi perusahaan pembuatnya dengan mengurangi biaya-biaya berikut ini, biaya untuk material,

mengurangi biaya untuk proses pembuangan, dan mengurangi biaya untuk membersihkan

sampah akhir dan meningkatkan nilai jual produk hijau melalui penjualan dan ekspor. Mendesain

produk hijau menjadi penting pada generasi saat ini, sama pentingnya dengan menyediakan

generasi masa depan dengan planet yang membuat mereka bisa bertahan dan berkembang.

Pemerintah khususnya di Eropa, telah menyediakan insentif khusus untuk mengembangkan

produk hijau ini. Contohnya, produk buatan Jerman telah menggunakan kemasan yang efisien

dan mendesain produkya dengan rencana daur ulang produk saat produk tersebut tidak dapat

digunakan kembali.

Pemerintah Perancis dan Belanda memiliki badan organisasi tersendiri yang bertugas

untuk mempercepat tumbuhnya teknologi yang bersih. Di Amerika Serikat, pemerintahan pada

negara bagian menetapkan penggunaan material dari bahan daur ulang dan pemerintah federal

telah memerintahkan pegawainya untuk mencari produk hasil daur ulang dan juga telah membuat

program produk hijau dan bangunan yang berwawasan lingkugan. Emisi racun telah berhasil

dikurangi dalam banyak industri, industri tersebut wajib melaporka berapa jumlah toxic yang

Page 70: Green+productivity

70

mereka keluarkan secara berkala. Perkembangan yang signifikan telah berhasil dibuat oleh

perusahaan pada saat mereka menghasilkan produk hijau dan proses produksi yang ramah

lingkungan dengan biaya yang dapat ditekan. Konsumen masih dinilai lamban dalam merespon

pentingnya produk hijau ini. Pada akhirnya, semua diserahkan kepada konsumen apakah mereka

mau membeli produk hijau ini.

DESAIN INDUSTRI

Desain adalah bagian yang paling rumit dalam proses produksi. Desainer atau perancang

harus berhadapan dengan batasan-batasan dan kebutuhan pengembangan produk. Contohnya,

sebuah personal computer harus cepat, bertenaga dan murah. Untuk menghasilkan produk hijau

harus efisien energinya dan mudah didaur ulang. Desainer harus berjuang untuk mencapai satu

set kebutuhan untuk mencapai desain hijau. Mencapai produk yang berwawasan lingkungan

membuat tugas desainer menjadi lebih sulit. Bagi sebagian besar konsumen, efisiensi energi dan

kemampuan untuk daur ulang produk tidaklah lebih penting dibadingkan dengan variabel

pemilihan lainnya, artinya desaier tidak dapat mengkompromikan produk lain untuk dipaksa

menjadi produk hijau.

Mendesain dan memproduksi produk hijau membutuhkan pengetahuan, peralatan,

metode produksi yang tepat, dan keseriusan. Desain juga harus mudah dan cepat penggunaannya

dan mudah dimengerti. Idealnya, alat bantu desain ini bisa mengidentiikasi perubahan desain

yang juga menekan biaya pada saat mencari material baru yang digunakan dan teknologi yang

digunakan untuk mengembangkan kemampuan daur ulangnya. Misalnya

Page 71: Green+productivity

71

Gambar 5.7

Tahapan product lifecycle

PEMILIHAN MATERIAL DAN PENGGUNAAN LABEL

Beberapa material mentah dalam industri penggunaannnya sangat luas dan dapat

diaplikasikan menjadi beberapa komponen atau produk. Bagaimanapun juga, setiap material

memeiliki efek samping yang berbeda pada kelestarian lingkungan. Pemilihan material yang

digunakan untuk menuntun desainer melalui material yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan.

Sebagai contoh, Graedel dan Allenby (1995) memberikan prinsip-prinsip berikut ini sebagai

penuntun untuk pemilihan material:

- Pilih material yang tidak beracun jika memungkinkan

- Pilih material yang familier dengan alam misalnya selulosa, dibandingkan dengan material

buatan manusia misalnya aromatik berbahan khlor

- Minimalkan penggunaan material yang digunakan dalam produk atau proses

- Coba untuk menggunakan material yang telah memiliki infrastruktur daur ulang

- Gunakan bagan daur ulang jika memungkinkan

Page 72: Green+productivity

72

Sebagai tambahan dalam tuntunan ini, perusahaan seperti IBM dan Chrysler telah

mengembangkan dan menggunakan material spesifik yang ramah lingkungan dengan

mendeskripsikan lebih detail pada aplikasi tertentu.

Label menjadi penanda umum pada material atau produk yang memberikan informasi

mengenai isi dari material yang digunakan dimana sesuai dengan perencanaan material dan

manajemen limbah. Contoh, botol plastik digunakan biasanya memiliki identifikasi plastik yang

dijelaskan dengan simbol-simbol jenis plastik apa yang digunakan dan usaha daur ulangnya.

Label ini menjadi bagian dari green design.

TANGGUNG JAWAB DESAINER

Didalam lapangan kerja profesional, dan pada suatu konteks akademik intelektual,

desainer dianggap punya tanggung jawab besar pada masyarakat. Dalam berbagai pembahasan,

Desainer atau perancang dalam artian luas seperti yang telah dijabarkan diatas memiliki peran

langsung dalam penciptaan 'lingkungan buatan' (built environment) tempat bermukim dan tempat

berbagai aktivitas manusia yang lain. Desainer terus menciptakan 'alam baru' bagi manusia

modern, yang dengan sendirinya selalu memperbarui persepsi manusia tentang alam asli, alam

semesta, alam buatan dan tentang dirinya sendiri. Anggapan ini memberi tempat yang terhormat

bagi profesi desainer, tetapi sekalipun juga memberi tempat yang rawan karena dianggap turut

bertanggung jawab pada berbagai kekeliruan, ketidaknyamanan, bencana, kecelakaan dan

kesalahan fatal pada habitat mereka. Sebetulnya, anggapan ini dapat juga dianggap sebagai

ekspektasi dan aspirasi masyarakat modern yang mendambakan suatu habitat yang lebih nyaman,

lebih aman, lebih bermartabat atau lebih mendukung aktualisasi diri mereka. Sementara itu,

wujud dunia modern ini sesungguhnya lebih ditentukan oleh para penguasa dan para pedagang.

Desain, hanyalah salah satu tahap dalam proses mewujudkan mimpi politik dan mimpi ekonomi

para pemimpin dan para pedagang serta pengusaha. Desainer, turut berperan memberi wujud

pada mimpi-mimpi dan rencana-rencana ini. Karena itu, anggapan tentang peran dan tanggung

jawab besar desainer ini, bisa kita anggap sebagai 'amanah' dan tuntutan supaya para desainer

juga berpihak pada masyarakat dan menentukan tempat berdiri yang tepat di antara berbagai

kepentingan ini.

Isu tentang tanggung jawab desainer kepada masyarakat telah tercermin sejak awal

komersialisme terjadi, pada masa revolusi industri di Eropa, John Ruskin, William Morris,

Page 73: Green+productivity

73

A.W.N. Pugin, Henry Cole dan F.A.Voysey telah gigih mencanangkan bahwa desain punya

peran pencerahan dan pemuliaan kualitas hidup, serta desain adalah cerminan moral

masyarakatnya. Selanjutnya doktrin seperti ini selalu muncul dalam wacana teori dan praktek

desain selama perkembangan modernisme desain. Isu ini menjadi sering muncul kembali dalam

pembahasan mengenai profesi desain dalam berbagai forum. Ada hal yang perlu diingat oleh

para perancang produk adalah bahwa pengguna dalam hal ini masyarakat telah berkembang

sebagai individu, mereka berkembang dan matang dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan

lingkungan (nurture).

Faktor Bawaan (Nature)

Faktor bawaan (nature) adalah faktor yang mempengaruhi seseorang berdasarkan pengaruh

keluarga/keturunan. Termasuk budaya yang dibawa oleh keluarga individu tersebut.

Faktor Lingkungan (Nurture)

Pribadi individu diperoleh dari proses belajar. Alam tidak mempersiapkan seseorang secara

instan menjadi pandai, jadi orang kota atau orang desa. Banyak hal yang harus dipelajari terlebih

dahulu sebelum individu itu betul-betul mandiri dan siap beradaptasi dengan lingkungannya.

Pengaruh lingkungan dan bawaan mempunyai pengaruh yang sama besar pada perkembangan

seseorang. Perkembangan adalah transaksi antara individu dengan dirinya sendiri dan dengan

lingkungannya. Ada hal-hal yang sulit atau tidak mungkin diubah dalam dirinya sehingga dia

berupaya membuat lingkungan yang sesuai dengan dirinya. Tetapi ada juga hal-hal dari dirinya

yang bisa berubah. Dalam hal ini dia berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungannya.

TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL

Hal-hal yang menyangkut hubungan kerja antara desainer dan pemberi tugas dan antara desainer

dengan industrinya. Hal ini dapat diuraikan menjadi tanggung jawab dalam:

Kualitas Desain: Meliputi kualitas pemikiran, kualitas konsep kreatif, kualitas konsep problem

solving, kualitas penggarapan umum dan penggarapan detil, kualitas presentasi dan pembuatan

dokumen dan kualitas pekerjaan desainer dalam proses implementasi untuk desain produk

secara umum.

Page 74: Green+productivity

74

Tata Hubungan Kerja: Meliputi keahlian desainer atau grup desain mengelola hubungan kerja

dan proses konsultasi dengan pemberi kerja dan para pelaksananya. Keahlian ini harus didukung

oleh SDM yang berkualitas dan sistem yang komunikatif.

Tanggung Jawab Formal atau Legal

Yang menyangkut kewajiban dalam proses melengkapi dan mendapatkan izin atau persyaratan

legal atau formal serta tata aturan berpraktek yang mendasari profesi desain atau proses

pekerjaan desain yaitu :

Perijinan: baik bagi proyek maupun bagi personalia yang terlibat pada usaha atau pelaksanaan

pekerjaan desain.

Perpajakan: baik untuk memenuhi kewajiban proyek, maupun untuk memenuhi kewajiban

personalia pada proyek dan usaha.

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Paten Industri: baik untuk melindungi

kepentingan pencipta, maupun untuk melindungi kepentingan klien dan masyarakat pada

umumnya. Dalam area ini, tersurat suatu pantangan bagi desainer untuk meniru karya desainer

lain.

Tanggung Jawab Sosial Perancang

Berbeda dengan tanggung lawab profesional dan legal atau formal yang lebih jelas dasar dan

pedomannya. Tanggung jawab sosial tidak punya aturan dan ukuran yang pasti. Karena itu, isu

ini perlu diangkat ketempat yang lebih hakiki, yaitu suatu tanggung jawab bermasyarakat yang

umum, yang dipraktekkan melalui profesi desain. Akibatnya, isu ini berkembang ke area wacana

teoritis etika, estetika (filsafat) agama serta bidang-bidang humaniora dan bidang ilmu yang lain.

Dalam perkembangan sejarah desain, kita dapat menandai beberapa fenomena dan isu besar,

yang mempertanyakan kembali peran desiner dalam masyarakatnya. Setiap era dalam

perkembangan bidang desain, memunculkan arah baru dan pertanyaan baru yang harus

ditanggapi. Hai-hal penting yang memberi warna pada perdebatan mengenai Tanggung Jawab

Sosial Desain adalah mewujudkan desain hijau.

Desain Hijau (Green Design)

Kemajuan Industrialisasi abad 20, yang diukur dengan berbagai parameter dan indikator

'Growth', berbanding langsung angka kerusakan dan degradasi alam yang terjadi. Bencana ini

disiarkan langsung oleh berbagai institusi pada awal 70-an hingga terdengar suara-suara vokal

dari 'Club of Rome', MIT dan berbagai desakan 'Limit.of Growth' dan 'Zero Growth' sampai

Page 75: Green+productivity

75

munculnya LSM semacam Greenpeace. Pada awalnya, gerakan ini dimusuhi oleh negara karena

dianggap bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dan baru pada awal 90an diterima sebagai

isu global. Label kompromistik yang dipakai di Rio de Jeneiro tahun 1992 adalah 'sustainable

development', yaitu pertumbuhan dimana sumber daya alam yang dipakai (dikuras dan dirusak)

harus seimbang dengan yang dikembangkan (restorasi, reboisasi, budidaya, biotek, rekayasa).

Sedangkan manusia sebagai mahluk sosial tetap

melaksanakan konsumsi, terlepas hal tersebut berlebihan atau

tidak. Disinilah tanggung jawab seorang desainer produk

dalam meilih dan memilah material produk. Karena itu

mulailah riset-riset dan produk yang bernuansa Green Design

seperti pada produk otomotif yang berbahan bakar dapat

diperbaharui (renewable energy) atau mencari alternatif

bahan bakar lain seperti energi listrik yang kemudian dikenal

sebagai energi alternatif (alternative energy). Pada sisi lain, perubahan pola konsumsi dan gaya

hidup harus mutlak dilakukan. Para produsen ditantang dan dirangsang untuk memproduksi

produk ramah lingkungan dengan kualitas baik, dan para desainer ditantang untuk menciptakan

dan mempertanggung-jawabkannya . Para pemimpin politik dituntut punya komitmen penuh

menyelamatkan alam dengan perlindungan hukum yang jelas.

Tabel 5.2 Contoh greener product

DESAIN UNTUK SEMUA

Dari perkembangan sejarah desain, kita melihat bahwa untuk waktu yang desain modern

hanya berorientasi pada kebutuhan masyarakat negara terutama kelompok sosial ekonomi

menengah, menengah atas dan kalangan atas. Fenomena perkembangan desain mencerminkan

Page 76: Green+productivity

76

aspirasi, harapan, kebutuhan dan mimpi kelas menengah. Pada tahun 1971, Victor Papanek,

seorang pemikir Amerika Serikat, menerbitkan 'Design for the real world' .

Tokoh besar ini menekankan kembali bahwa banyak tugas lain desainer untuk industri

komersial kelas menengah. Perhatian pada kelompok khusus yang memerlukan desain khusus

segera menjadi area menarik. Pengguna yang memiliki cacat fisik, produk untuk ibu hamil,

produk untuk anak-anak, mulai memperoleh tempat khusus. Di negara berkembang, manajemen

sumber daya alam serta kegiatan manusia sangat berbeda. Kultur yang berbeda seharusnya

membutuhkan perkakas yang berbeda. Area ini merupakan tantangan besar para desainer.

DESIGN FOR ENVIRONMENT (DFE) DAN KEBERLANJUTAN PRODUK INDUSTRI

PRINSIP DFE ( DESIGN FOR ENVIRONMENT)

DFE dirancang untuk membantu perusahaan yang menggunakan aplikasi yang ramah lingkungan

untuk mendapatkan lingkungan yang berkelanjutan dan masyarakat yang sehat. Karena itulah

DFE membutuhkan baik dukungan dan kerja dalam konteks inisiatif pada lingkungan.

- Tiap molekul yang terlibat pada proses fabrikasi harus dapat diubah menjadi produk yang

memiliki nilai jual

- Energi yang digunakan pada fabrikasi dapat digunakan menjadi material transformasi :

misal: solar cell energy, water energy, dll

- Minimalisasi penggunaan material dan energi pada produk, proses dan layanan purna jual

(services)

- Pemilihan non toxic material saat mendesain produk

- Pemilihan material recycle atau recycable material pada material mentah dan komponennya.

- Tiap proses harus menyediakan utilitas yang menerus, jika perlu membuat sistem moduler

pada produk atau menggunakan sistem produksi ulang

- Pada “end of life cycle” produk harus dapat dialih fungsikan menjadi produk lain

- Setiap industri yang dibangun harus memperhatikan lingkungan sekitar, habitat lokal,

perbedaan spesies mahluk hidup dll.

- Perjanjian kooperatif harus dapat dikembangkan dengan suplier material dan pelanggan

untuk minimalisasi material packaging.

Page 77: Green+productivity

77

KONSEPSI ECO DESIGN

Selama beberapa dekade, konsumen selau berkeinginan untuk mendapatkan barang

konsumtif dengan harga yang terendah. Tendensi ini berakibat pada eksploitasi berlebihan pada

sumber daya alam, meningkatnya polusi udara dan air, hilangnya spesies hewan dan

meningkatnya limbah-limbah beracun dan berbahaya. Untuk menghapuskan rantai ini sangat

diperlukan langkah-langkah dengan konsep “Memproduksi Lebih Banyak Dengan Lebih edikit”.

Dengan kata lain untuk memuaskan kebutuhan akan keperluan barang dan jasa disaat yang sama

mencoba mengurangi jumlah limbah dan menghindari akibat buruk dari timbulnya polusi.

Perusahaan- perusahaan sat ini mengadopsi pendekatan ini dan telah membawa pada

pembangunan yang berkelanjutan. Kepedulian industri pada lingkungan bahkan telah menjadi

issu politik. Tahun 2000 di Malmö (Sweden), jajaran pemerintahan dunia meluncurkan sebuah

wacana baru tentang produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, untuk meningkatkan jumlah

produk dan jasa dan sekaligus mengurangi efek pada lingkungan dan kesehatan.

Semua produk, meskipun yang telah berlabel menjadi green product sekalipun pasti

memiliki efek buruk pada lingkungan. Mereka diproduksi menggunakan material mentah, energi

dan air. Kemudian mereka juga harus dikemas, dikirim ke tempat mereka akan digunakan,

sebelum akhirnya berakhir menjadi seonggok sampah. Eco Desain bertujuan untuk mengurangi

efek-efek terebut melalui kesadaran tentang pentngya memikirkan lifecycle produk, sama

pentingnya dengan efisiensi dan utilitas produk.

Eco Desain adalah sebuah konsep internasional, yang dikembangkan oleh The World

Business Council for Sustainable Development (WBCSD) di Rio Summit, Eco Desain adalah

kulminasi dari pendekatan yang holistik, berkelanjutan dan proaktif. Terdiri dari mendesain

produk atau jasa untuk minimalisasi efeknya untuk lingkungan. Eco Desain mengaplikasikan

setiap tahapan dalam usia produk (product’s life), termasuk ekstrasi material mentah, produksi,

pengemasan, distribusi, penggunaan, recovery produk, daur ulang, dan sebagainya.

Page 78: Green+productivity

78

STANDARISASI LINGKUNGAN DI EROPA

Di eropa saat ini dikembangkan konsep standarisasi lingkungan diantaranya :

1. EUP (Energy Using Product)

Berdasarkan konsep IPP, tujuan dari EUP adalah untuk standarisasi desain dari peralatan

elektronik untuk meyakinkan bahwa produk tersebut bebas sisrkulasi (circulation free) dan

Gambar 5.8 Project Heatsun (Republic of Ireland) – Developers of the world’s first Eco-computer

‘IAMECO’ (see right). Sumber : www.iameco.ie

Gambar 5.9 Laura Williams – Designer of Aluna, the world’s first tidal powered Moon Clock (see

right), to be built somewhere on the River Thames in time for the 2012 Olympics. Sumber : www.alunatime.org

Page 79: Green+productivity

79

bertanggung jawab atas efek lingkungan yang ditimmbulkan pada akhir usia produk, dan

menggunakan sumber yang lebih efisien dan melidungi lingkungan dalam misi menjaga

kelestarian lingkungan.

2. WEEE (Waste of Electrical and Electronic Equipment)

Untuk mengurangi limbah dari produk elektronika, produsen harus berkomitmen untuk mendaur

ulang dan memberdayakan kembali produknya yang sudah habis usia produknya antara 70%

sampai 80% dari berat produk itu sendiri.

3. RoHS (Restriction of Hazardous Substances)

Mengurangi pngunaan bahan bahan berbahaya bagi kesehatan, seperti lead (Pb), mercury (Hg),

cadmium (Cd), hexavalent chromium (Cr6) dan polybrominated biphenyl (PBB) dan

polybrominated biphenyl ether (PBDE) flame retardants.

Penggunaan bahan-bahan berbahaya diatas harus dihindari, untuk memasuki pasar Eropa.

STANDAR LAIN DILUAR EROPA

Diluar sistem standarisasi lingkungan di Eropa terdapat beberapa standarisasi lain yang

melingkupi aspek-aspek lingkungan dalam desain produk industri. Standar tersebut termasuk:

1. STADAR ISO, NF dan EN

- ISO 140xx: Satu set dari standar manajemen lingkungan

- ISO TC 61: Aspek lingkungan - plastik

- ISO 64 guide: Aspek lingkungan pada standar produk

- NF FD X30 310: Aspek lingkungan dalam desain produk

- EN 13428 to 13432: Aspek lingkungan pada kemasan

Diluar aspek-aspek standar diatas, beberapa keterangan dibawah ini

memberikan ide bagi desainer produk untuk lebih memperhatikan

faktor lingkungan seperti

- LVD: Low Voltage Directive;

- IEC 60 947- 2: low voltage device standard–circuit breakers;

- IEC 60 947- 4 - 1: switchgear and control gear standard.

Sebagai wujud kepedulian perusahaan, Schneider Electric mengembangkan produk baru yang

lebih ramah lingkungan dan prosedur manufaktur disesuaikan dengan standar diatas, sebagai

iplementasi perusahaan yang memiliki kepedulian untuk menerapkan eco desain.

Page 80: Green+productivity

80

Strategi eco design , harus digunakan dalam setiap pengembangan produk baru atau

peningkatan produk yang sudah ada, termasuk desainer harus menerapkan kriteria lingkungan,

dan memikirkan efek llingkungan seminimal mungki pada keseluruhan usia produknya. Solusi

optimal untuk mencapai kriteria produk peduli lingkungan dengan produk yang sesuai dengan

keinginan konsumen maka desainer harus menyeimbangkan kriteria desain berikut ini: performa,

biaya, kualitas, lingkungan, industrialisasi dan sebagainya.

Tujuan dari eco design sebagaimana kita ketahui adalah untuk mendesain produk atau

layanan dengan efek yang lebih sedikit pada lingkungan melalui keseluruhan usia produk

(lifecycle). Bagaimana kita mendefinisikan lifecycle? Lifecycle atau perputaran usia produk

diumpamakan seperti kelahiran sampai kematian sebuah produk. Mulai dari ekstraksi material

sampai rusaknya sebuah produk dan berakhir di tempat sampah. Setiap tahapan dari sebuah

produk ini mulai dari manufaktur, asembli, distribusi dan penggunaan kembali sampah produk

setelah didaur ulang.. Sangatlah jelas bahwa setiap tingkatan dalam alur hidup sebuah hidup

memiliki efek pada lingkungan dan efek ini harus dikurangi. Inilah tujuan dari eco desain., yang

harus dilaksanakan pada tiap tahapan alur hidup produk untuk mencegah efek setiap tahapan

pasti akan mempengaruhi efek di tahapan lainnya. Sebagai alat bantu untuk menganalisis

kebutuhan pada setiap tahapan, digunakan software EIME. Alur sebuah produk digambarkan

pada gambar 5.11.

Performa

Lingkungan

Kualitas

Biaya

Kebutuhan Pelanggan

Kelayakan

Gambar 5.10 Keseimbangan diantara kriteria-kriteria Desain

Page 81: Green+productivity

81

Gambar 5.11

Diagram Usia Produk (Product Lifecycle)

ATURAN-ATURAN UTAMA DALAM ECO DESAIN

Sebagai wujud kepedulian tentang pembangunan lingkungan yang berkelanjutan, dan peraturan

yang melingkupnya, kita harus mendefinisikan beberapa peraturan untuk menunjukkan kepada

para percangan produk dalam studi eco desain:

- Konservasi dan efisien dalam penggunaan sumber-sumber dari alam

- Mengurangi emisi dari rumah kaca, noise dan sebagainya

- Mengurangi limbah baik limbah pabrik dan limbah produk yang sudah habis usia produknya

(end of lifetime)

- Melarang atau meminimalisasi penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya

- Mengurangi konsumsi energi yang berlebihan

Bagaimanapun kita telah menunjukkan rekomendasi-rekomendasi umum berikut ini untuk

membuat produk-produk yang lebih ramah lingkungan dan tidak dibuat untuk menghilangkan

peraturan desain yang telah ada selanjutnya peraturan ini sebaiknya diaplikasikan untuk

mengoptimasi pelanggan dengan kriteria-kriteria performa, biaya, kualitas, lingkungan,

industrialisasi dsb

Selama beberapa tahun terakhir, botol-botol yang dibuang

telah digantikan fungsinya dengan disposable packaging.

Sampah ini harus dikumpulkan dan didaur ulang, dimana

termasuk transfirmasi material mentah. Beberapa negara,

digawangi oleh Jerman, botol-botol yang dibuang saat ini

selalu digunakan kembali, dengan material daur ulang.

Material Mentah Manufaktur

Distribusi

Perencanaan utilitas

Pemulihan Usia Produk

Thermal recovery

Limbah akhir

Page 82: Green+productivity

82

Namun sebagamiana prioriatas, pelu dilihat bagaimana mengoptimasi fungsi yang

dibutuhkan. Artinya perlu menanyakan daftar pertanyaan berikut:

- Cara apakah yang paling efektif untuk merespon kebutuhan costumer : produk/jasa?

- Bisakah produk menawarkan termasuk tawaran layanan yang ramah lingkungan?

- Bisakah produk menawarkan pengolahan limbah produk sebagai tawaran layanan?

- Bisakah konsep baru dapat diperkenalkan?

- Dapatkah beberpa sub-unit dapat menjadi beberapa produk atau tingkatan produk?

- Haruskah menambah fungsi baru pada produk?

- Dapatkah material aktif dipergunakan?

Setelah level optimasi fungsi produk telah terpenuhi, langkah selanjutnya adalah untuk melihat

tingkatan-tingkatan dalam usia produk (product lifecycle) pemilihan material, produksi,

distribusi, dan penanganan akhir usia produk, manakah yang bisa diaplikasikan pada produk.

PEMILIHAN MATERIAL

Perancang Produk industri dapat memberikan efek kontribusi pada lingkungan melalui pemilihan

material produk yang digunakan. Sehingga dapat sejalan dengan deskripsi eco desain diatas,

pemilihan ini sebaiknya menggunakan kriteria mengurangi konsumsi material mentah, dan

efeknya kepada lingkungan lebih sedikit pada material yang digunakan.

- Mengurangi jumlah dan volume dari material yang digunakan

- Optimasi jumlah dan volume dari komponen dan produk

- Mengurangi jumlah dari komponen yang digunakan

- Memilih material non toxic atau yang mengandung sedikit bahan toxic pada waktu ekstraksi ,

produksi, utilisasi dan pada saat produk tersebut dibuang (end of lifetime).

- Memilih material yang berbahan dasar bahan yang dapat diperbaharui (renewable) untuk

menyelamatkan sumber-sumber bahan yang tidak dapat diperbaharui.

- Memilih material yang lebih menghemat energi dalam ekstraksi material, material proses dan

penggunaannya

- Menggunakan bahan yang telah didaur ulang, dan efeknya kepada lingkungan adalah

produksi yang lebih memperhatikan mekanisme daur ulang dan bukan produksi baru

Page 83: Green+productivity

83

- Menggunakan bahan yang telah didaur ulang dengan menggabungkan dengan recovery

product pada akhir usia sebuah produk (seperti yang dilakukan oleh produk Motorolla)

Hal tersebut belum termasuk bagaimana hubungan antara material ramah lingkungan yang

dipilih nantinya bersinggungan dengan sistem mekanik, listrik, biaya dan sistem manufaktur

(seperti peleburan, pemotongan dsb).

PRODUKSI

Tahap produksi adalah bagian penting dari lifecycle dan tidak boleh diremehkan dalam eco

desain. Pilihan desain dapat mengakibatkan efek yang signifikan dalam proses industri dan juga

efeknya pada lingkunan hidup.

Mengurangi pencemaran pada lingkungan (pencemaran air, tanah dan udara)

Pemilihan pada metode produksi yang dapat mengurangi sampah dan limbah yang mencemari

lingkungan.

Mengurangi konsumsi energi pada semua tahapa produksi

Memilih manufaktur yang hemat energi, seperti pada asembly dan perakitan.

Mengurangi jumlah limbah pada proses produksi seperti limbah pada proses potong,

peleburan dsb.

Contohnya:

- Komponen didesain untuk mengurangi proses potong

- Menggunakan kembali serpihan pada proses peleburan

- Mengurangi jumlah potongan yang dibuang (srcap) pada proses pemotongan

Mengurangi jumlah tahapan pada produksi

Mengurangi sistem transportasi pada tiap tahapan

- Mengurangi transport dari pabrik ke pabrik (komponen, atau sub unit)

- Mengurangi konsumsi energi untuk transport

- Menggunakan metode produksi baru

- Metode baru dengan efek pada lingkungan hidup lebih kecil dari pada metode konvensional

yaitu BAT (Best Avaliable Technique)

DISTRIBUSI

Page 84: Green+productivity

84

Distribusi produk pada tahapan lain dalam lifcycle dimana yang dapat mempengaruhi secara

substansial pada lingkungan. Hal ini menjadi alasan mengapa optimasi kemasan dan sistem

distribusi menjadi bagian dari desain produk itu sendiri.

Berikut adalah kriteria yang harus digunakan dalam eco desain untuk bagian distribusi :

- Mengurangi jumlah dan volume dari kemasan

- Mengurangi volume dan jumlah dari produk

- Optimasi fungsi dari kemasan

- Semakin sedikit kemasan yang digunakan untuk beberapa produk

- Memilih kemasan yang ramah lingkungan dengan konten logam berat yang minimum

(seperti merkuri, cadmium dan lead)

- Kemasan didesain untuk digunakan kembali atau diperbaiki

- Perbaikan mencapai 50% s/d 65 %

- Hindari menggunaan material yang berbeda (cardboard, foam dsb)

5.10. DAUR SUMBERDAYA ALAM DAN PERSOALAN LINGKUNGAN HIDUP

Pada dasarnya, baik proses alami maupun proses ciptaan manusia akan menghasilkan daur-ulang

yang secara prinsip akan memunculkan kembali sumberdaya yang berbentuk sama dengan

sumberdaya semula yang digunakan maupun berbentuk baru. Faktor penting yang

mempengaruhi laju reklasifikasi spent resources menjadi sumberdaya yang tersedia adalah

‘inovasi teknologi’. Walaupun pada prinsipnya alam mampu memunculkan kembali sumberdaya

yang ada, terdapat persoalan bahwa:

- Terdaur-ulangnya sumber daya melalui proses alami butuh waktu lama,

- Alur teknologi yang memunculkan sumberdaya dari spent resources tidak dapat segera

tersedia atau diciptakan dan kalau ada harganya sangat tinggi,

- Di dalam dan selama proses daur ulang tersebut. Terjadi perubahan pesat yang makin

menyimpang dari keseimbangan keadaan semula sehingga perubahan ini makin mengganggu

kehidupan.

Persoalan tersebut berakibat terhadap terjadinya peningkatan penimbunan spent resources dan

menurunkan kemampuan daya dukung lingkungan.

LINGKUNGAN MERUPAKAN SUMBERDAYA MATERIAL

Page 85: Green+productivity

85

Sumber daya material ini terbagi menjadi :

- Yang dapat diperbaharui seperti biomassa, dan

- Yang tidak dapat diperbaharui, seperti gas dan minyak bumi, batubara, mineral logam (besi,

aluminium), bahan bukan logam (pasir, batu kapur), dan lain-lain.

- Lingkungan ini juga merupakan tempat penampungan berbagai hasil kegiatan yang harus

ditanggulangi oleh kemampuan diri (self replenishment) atau dengan bantuan teknologi

manusia agar dapat melaksanakan fungsi dalam daur sumberdaya alam dan siklus

pemanfaatan material

Gambar 5.12

Siklus Material Dalam Penjelmaan Dan Penggunanya

PERSYARATAN NORMA HUKUM BAGI TEKNOLOGI BERWAWASAN

LINGKUNGAN

- Upaya menjaga kualitas lingkungan ini bertumpu pada pengelolaan sumberdaya dengan

pemenuhi persyaratan:

- Persyaratan norma/hukum bagi teknologi berwawasan lingkungan

- Upaya menjaga kualitas lingkungan ini bertumpu pada pengelolaan sumberdaya dengan

pemenuhi persyaratan:

Page 86: Green+productivity

86

Gambar 5.13 Upaya menjaga kualitas lingkungan

Dimana : Laju penimbunan spent resources: dS/dt = S – r1 – r 2 – r3; Agar dS/dt = 0 maka harus dipenuhi persyaratan S = r1+ r2+ r3

Gangguan terhadap fungsi dan kualitas lingkungan berupa munculnya persoalan-persoalan akan

terjadi bila alam ataupun proses buatan manusia tidak dapat mendaurulang ‘spent resources’

yang memungkinkan terjadinya akumulasi ‘spent resources’ dan penurunan kualitas lingkungan

dan daya dukung alam, yang diakibatkan oleh:

- Lambatnya proses terdaurulangnya ‘spent resources’ melalui proses alami

- Tidak segeranya tersedia alur teknologi yang memunculkan sumberdaya berguna dari bahan-

bahan yang merupakan ‘spent resources’

- Lebih tingginya laju pemanfaatan sumberdaya dibandingkan dengan laju terdaurulangnya

sumberdaya tersebut.

- Persoalan akumulasi ‘spent resources’ dan penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung

alam ini, telah mendorong perhatian dan tuntutan masyarakat dunia akan pengelolaan

lingkungan yang lebih baik.

Langkah-langkah untuk lebih peduli pada persoalan lingkungan adalah sebagai berikut :

- Diawali dengan adanya the United Nations (UN) Conference on Human Environment di

Stockholm (1972) yang menjadikan keterkaitan kegiatan ekonomi dan lingkungan merupakan

pokok bahasan agenda politik dan ekonomi dunia.

- Langkah-langkah global untuk mengatasi persoalan-persoalan lingkungan telah diambil dan

terwujud dalam suatu program dunia the UN Environmental Program (UNEP).

Page 87: Green+productivity

87

- Hasil konferensi didokumentasikan dalam “Our Common Future” (1987) yang

memperkenalkan terminologi ‘sustainable development’ yang salah satunya menuntut industri

proses untuk menyusun sistem pengelolaan lingkungan yang lebih efektif.

- Hasil konferensi didukung lebih dari 50 pimpinan dunia dan melahirkan konferensi “the UN

Conference on Environment and Development (UNCED)” yang dikenal sebagai ‘Earth

Summit’ di Rio de Janeiro (1992).

- Konferensi Pemukiman Manusia – Human Settlement Conference di Stockholm, Swedia

(1972) mengungkapkan kemajuan teknologi yang diterapkan di industri yang merusak dan

membatasi permukiman manusia.

- Pada tahun 1978, 6 tahun setelah konferensi itu berakhir, masalah lingkungan secara eksplisit

ditangani oleh Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

- Undang-undang tentang pengelolaan lingkungan diterbitkan pada tahun 1982, yaitu UU No. 4

Tahun 1982 yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 23 tahun 1997

- Pada saat pembentukan Kementerian Negara PPLH, masalah lingkungan adalah masalah yang

belum banyak dipahami oleh masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat ilmiah dan Industri

di negara-negara maju saat itu hanya mengembangkan ‘end-of-pipe treatment technology’

dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan, karena pengelolaan lingkungan saat itu

masih dibebankan pada industri dan perkotaan.

Berdasarkan perkembangan perubahan ‘attitude’ (perilaku) industri dalam berkontribusi untuk

bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan oleh industri terhadap kualitas

lingkungan, Joseph Fiskel mengelompokkan industri menjadi lima kategori, yaitu kategori:

1) Problem Solving

Kelompok industri, dengan jumlah berkisar 10 - 15% dari total industri dunia, yang memandang

penyelesaian persoalan pencemaran lingkungan sebagai bagian dari pemenuhan peraturan

hanyalah merupakan beban biaya bagi suatu kegiatan business;

2) Managing For Compliance

Yaitu industri-industri (jumlahnya sekitar 70-80%) yang bereaksi terhadap penyelesaian

persoalan-persoalan pencemaran lingkungan lebih baik dibandingkan kelompok sebelumnya

meskipun hanya merupakan pelengkap dalam rangka memenuhi peraturan yang ada;

3) Managing For Assurance

Page 88: Green+productivity

88

Yaitu industri-industri yang melihat lebih jauh pengelolaan risiko lingkungan sebagai potensi

yang seimbang antara pengelolaan lingkungan dan biaya pengelolaan lingkungan (10 sampai

15%);

4) Managing For Eco-Efficiency

Yaitu industri yang telah mengetahui bahwa pencegahan pencemaran lebih ‘cost effective‘ dari

pada pengendalian pencemaran di mana industri dalam kelompok ini sangat jarang; dan

5) Fully Integrated In Adopting Environmental Quality

Yaitu industri yang menempatkan pengelolaan lingkungan sebagai bagian dari sistem proses

produksi industri yang bersangkutan tanpa mengurangi, bahkan meningkatkan economic benefit

tanpa memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan.

Page 89: Green+productivity

89

BAB 6

STUDI KASUS

6.1 STUDI KASUS 1

Efisiensi Energi Dengan Green Productivity (GP)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa GP bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas, kompetitif dan performa lingkungan untuk sustainable development melalui

konservasi energi seperti efisiensi energi dan penggunaan sumberdaya energi yang bisa

diperbaharui. Malaysia telah menandatangani United Nations Framework Convention on Climate

Change (UNFCCC) sejak tahun 1993 dan komitmen dengan penandatanganan ini adalah untuk

mengurangi emisi Greenhouse Gas (GHG) dan peduli pada perubahan iklim.

Kebijakan energi Malaysia adalah sebagai berikut :

• Energy Supply : Penambahan energi, mengurangi ketergantungan pada BBM, mencari sumber

energi alternatif

• Energy Utilisation : Melakukan EE dan pengembangannya, dan mengurangi energi yang

terbuang dan pola konsumsi energi non produktif

• Environmental Consideration : Meminimumkan kerusakan lingkungan

Gambar 6.1 Konsumsi energi Malaysia

Sumber Eight Malaysia Plan

Sektor industri adalah konsumen energi terbesar, yaitu mencapai 37.1% pada tahun 2000 dan

38.2% pada tahun 2005. Peningkatan konsumsi mencapai 25.7% dari konsumsi energi komersil

tumbuh rata-rata 4.7% dari 928.2 Petajoules (PJ) tahun 1995 menjadi 1,167.1 PJ tahun 2000.

Page 90: Green+productivity

90

Inefisinsi dari industri ini mencari 30% dari permintaan dengan energi yang terbuang mencapai

650 PJ (2005) per tahun, pemborosan ini senilai dengan USD 2 Juta.

Benchmarking efisiensi energi : Jendela untuk penerapan GP

Salah satu usaha untuk melaksanakan Energy Efficiency (EE) adalah Malaysia Industrial Energy

Efficiency. Peningkatan proyek ini diluncurkan tahun 1999 dan dilaksanakan oleh Malaysia

Energy Center atau Pusat Tenaga Malaysia (PTM). Proyek ini dilakukan untuk penurunan

konsumsi energi pada 8 industri (food, iron & steel, rubber, cement, ceramic, glass, paper and

wood) sebesar 10% tahun 2004.

e-Tool for untuk Benchmarking Efficiensi Energy

Benchmarking digunakan sebagai tool untuk mengukur dan membandingkan intensitas energi

pada level proses dan keseluruhan level pabrik dan industri berdasarkan peer industri secara

lokal dan internasional.

Gambar 6.2 Sample dari Spesific Energy Consumtion (SEC) pada proses dan seluruh pabrik

Malaysia's Success Stories

Berdasarkan audit MIEEIP dari 43 pabrik, implementasi dari zero cost, low cost dan high cost

measure dapat mengurangi kombinasi konsumsi energi sebesar 14%, 9% dan 11.8%. Sebagai

tambahan, efisiensi pada furnaces dan boiler pada sektor industri meningkat dari 65% ke 87%,

hal ini menurunkan emisi sebesar 28%.

Page 91: Green+productivity

91

Tabel 6.1. Fuel Saving, Cost Saving dan Pengurangan CO2

Tabel 6.2. Energi potensial penghematan dan pengurangan CO2 pada 8 subsektor industri

Page 92: Green+productivity

92

6.2 STUDI KASUS 2

Isu lingkungan untuk produk elektronik

- Jumlah pertumbuhan penggunaan komputer di India 14.000.000 Dengan pertumbuhan 25%

per tahun

- Setiap PC mempunyai TOXIC Trap

- Pekerja pada proses produksi untuk chip bersesiko racun kimiawi yang memicu kangker,

cacat lahir dsb

- Banyak pabrik yang memproduksi chip menghasilkan limbah berbahaya dan mencemari air

tanah dimana setiap 2 gm chip menggunakan 1260 gm bahan kimia

- End of Life dari PC memberi kontribusi pada sampah elektronik pada banyak negara di Asia

dimana untuk proses daur ulang komputer ini beresiko pada kesehatan pekerja karena bisa

merusak sistem saraf, kerusakan endokrin , kerusakan sel otak.

- Sebuah monitor CRT komputer standar mengandung 2-4 kg Lead, sebanyak kandungan

phosphor, barium and Chromium

- Resistor chip mengandung cadmium

- Mother Boards dan connectors mengandung Beryllium

- Printed Circuit Boards dan Plastics casing mengandung brominated flame retardants (e.g.

PBBE) (Source: Worldwatch Institute)

Gambar 6.3. Green Manufacturing & Management

Page 93: Green+productivity

93

DAFTAR ISI BAGIAN DUA

BAGIAN DUA PENGEMBANGAN PRODUK DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional - Mahasiswa mampu memahami, bahwa peningkatan produktivitas dapat dilakukan

melalui peningkatan pengembangan produk - Mahasiswa mampu memahami dengan pengurangan lead time pada proses

pengembangan produk, akan dapat meningkatkan produktivitas keseluruhan industri manufaktur

- Mahasiswa mampu memahami beberapa tipe pengembangan produk yang bisa meningkatkan produktivitas industri manufaktur

- Dilengkapi dengan studi kasus, pengaruh pengembangan produk pada peningkatan produktivitas

Page 94: Green+productivity

94

BAB 7. PERANAN PROSES PERANCANGAN PRODUK PADA SENTRA INDUSTRI

KERAJINAN SKALA KECIL MENENGAH DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

BAB 8.PRODUCT LIFECYCLE

8.1.Fase Pengembangan Produk

8.2.Fase Perkenalan

8.3.Fase Pertumbuhan

8.4.Fase Dewasa

8.5.Fase Penurunan

BAB 9. WAKTU PELUNCURAN PRODUK BARU

BAB 10. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BERDASARKAN PRODUK

10.1. Value Engineering

Contoh Kasus : Perusahaan Otomotif

10.2. Product Diversification

Contoh Kasus : PT. Aqua Golden Mississipi

10.3. Product Simplification – DFMA

Contoh Kasus : Raytheon Thermal Gunsight, Digital Mouse

10.4. Concurrent/ Simultaneous Engineering

Contoh Kasus : Toyota Prius

10.5. Product Standardization

Contoh Kasus : Nippon Denso Panel Meter

10.6. Emulation

Contoh Kasus : Seterika Listrik Maspion dan Philips

10.7 Product Cannibalism

Contoh Kasus : Intel Corporation

Page 95: Green+productivity

95

BAB 7

PERANAN PROSES PERANCANGAN PRODUK PADA SENTRA INDUSTRI KERAJINAN SKALA KECIL MENENGAH DALAM ERA

PERDAGANGAN BEBAS

Isu perdagangan bebas ramai dibicarakan semenjak adanya persetujuan putaran Uruguay

dalam GATT (General Agreement on Tariff and Trade) tanggal 15 Desember 1993 di Geneva

dan terbentuknya WTO (World Trade Organisation) di Maroko tahun 1994. Maksud dari pada

persetujuan liberalisasi perdagangan dunia bukan hanya bebas (free trade) tetapi juga adil (fair

trade) (Tambunan, 2001). Tidak ada lagi hambatan tarif dan proteksi lainnya bagi masuknya

suatu komoditi ke suatu negara. Implikasi perdagangan bebas adalah perdagangan suatu

komoditi ditentukan oleh keunggulan yang dimiliki komoditi tersebut secara ekonomi. Secara

umum hal ini kurang menguntungkan bagi perekonomian negara-negara berkembang, karena

tentunya kalah dalam keunggulan kompetitifnya dibanding negara maju.

Dengan adanya perdagangan bebas, usaha kecil di Indonesia harus tetap dapat menjadi salah

satu pelaku penting sebagai pencipta pasar di dalam maupun di luar negeri dan sebagai salah satu

sumber penting bagi surplus neraca perdagangan. Namun, untuk melaksanakan peranan ini,

usaha kecil Indonesia harus membenahi diri, yakni meningkatkan daya saing globalnya. Data di

Departemen Koperasi (www.depkop.go.id) menunjukkan adanya 38 juta usaha di Indonesia yang

98 persen didominasi oleh usaha kecil menengah yang mempekerjakan 58 juta pekerja. Dalam

dunia industri ternyata didominasi oleh industri kecil dan rumah tangga sekitar 2,7 juta industri

(dengan enam jutaan pekerja), sedang industri besar dan menengah hanya berjumlah 23.000 buah

(dengan empat juta pekerja). Memang industri rumah dan kecil ini hanya memutarkan 10 persen

dari total uang yang berputar tetapi menghidupi sebagian besar rakyat kecil yang ada di

Indonesia.

Seperti halnya di negara-negara lain, perkembangan industri kecil di Indonesia dihambat

oleh berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut dapat berbeda dari satu daerah ke

daerah lain, dari satu sentra ke sentra lain, maupun berbeda antar unit usaha dalam kegiatan yang

sama. Faktor-faktor yang masih menjadi hambatan dalam peningkatan daya saing dan kinerja

usaha kecil menengah (UKM) di antaranya adalah terbatasnya informasi sumber bahan baku dan

panjangnya jaringan distribusi, lemahnya kekuatan tawar-menawar khususnya bahan baku yang

Page 96: Green+productivity

96

dikuasai oleh pengusaha besar mengakibatkan sulitnya pengendalian harga, serta tidak

berfungsinya secara baik lembaga promosi Pemerintah di dalam menunjang promosi produk dan

jasa UKM baik untuk pasar domestik maupun pasar global. Di samping masih ada berbagai

masalah lainnya. (Hasil Rumusan Panel Diskusi Nasional, 2001)

Menurut Tambunan (2001) salah satu kelemahan usaha kecil adalah kurangnya kemauan

pengusaha-pengusaha kecil dan menengah nasional untuk berorientasi global. Hal ini bisa

disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang bersifat pribadi dari si pengusaha seperti misalnya

tidak bisa berbahasa Inggris, takut atau enggan mencoba, cepat puas dengan hasil yang didapat

saat itu (pemasaran lokal), dan kurang percaya diri. Benarkah demikian, apakah semuanya sama

demikian itu. Pernyataan Tambunan tersebut perlu mendapat perhatian lebih lanjut karena

industri kecil yang kebanyakan berada dalam suatu sentra terdapat berbagai macam karakteristik

pengusahanya yang berbeda-beda. Melalui pemahaman yang tepat terhadap karakteristik

pengusaha kecil dalam suatu sentra diharapkan akan dapat lebih tepat dalam mengembangkan

industri kecil, khususnya dalam menghadapi liberalisasi perdagangan.

Untuk menjangkau pasar dan mengatasi situasi persaingan yang dihadapi, usaha kecil mesti

melakukan strategi bersaing. Strategi bersaing yang dapat dijalankan usaha kecil selain strategi

individual adalah strategi kelompok. Termasuk strategi kelompok antara lain, pembentukan

koperasi/asosiasi, aglomerasi ekonomi, kemitraan dengan usaha besar, dan inovasi dalam

pengembangan produk dan pemasaran kolektif. Namun bagaimana kerja kelompok selama ini,

dapatkah strategi kelompok industri dapat berjalan? Dan bagaimana peranan perancang produk

dalam pengembangan produk di sentra industri kecil dan menengah?

Peran pemerintah selama ini dalam mengembangkan industri kecil dinilai belum efektif

(RIP, 2003). Salah satu kelemahan dari kebijakan usaha pengembangan industri kecil di suatu

sentra, kemungkinan disebabkan kesalahan dalam memahami pola hubungan antar pengusaha

dan hubungan dengan lingkungan usahanya. Dalam menghadapi persaingan, pengusaha pada

sentra industri kecil tidak hanya bersaing melawan kekuatan asing tetapi seringkali mereka harus

bersaing dengan sesama pengusaha, di samping juga harus melawan kekuatan lain yang

melingkupinya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami hal tersebut

adalah kerangka analisis persaingan (five factor competitive) yang dikemukakan Porter dalam

bukunya Competitive Strategy (1980).

Page 97: Green+productivity

97

Berkaitan dengan menghadapi liberalisasi perdagangan internasional permasalahannya

adalah bagaimana kondisi komunitas industri kecil kerajinan kayu di Serenan, Jawa Tengah dan

dibandingkan dengan sentra industri kerajinan kayu didaerah Ubud, Bali, dilihat dari kekuatan

tawar menawar terhadap pemasok, persaingan industri sejenis dan pendatang baru potensial serta

kekuatan tawar menawar dengan konsumen terkait dengan perda-gangan bebas? Di antara

mereka yang terlibat dalam industri yaitu berbagai tingkatan pengusaha atau eksportir, siapakah

sasaran yang tepat untuk dijadikan sasaran pembinaan guna meningkatkan kesiapan industri

kecil menghadapi perdagangan bebas?

Berangkat dari pemikiran inilah tulisan ini disusun berdasarkan hasil kajian studi kasus pada

Sentra Industri Kecil Meubel Serenan Kabupaten Klaten Jawa Tengah dan dibandingkan dengan

Sentra Industri Kerajinan Ubud, Bali. Pendekatan kajian yang menggunakan metode penelitian

kualitatif, dan pengumpulan datanya menggunakan observasi langsung dan indepth interview

selama satu tahun. Dengan langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut :

- Pengambilan data-data mengenai pola kerja industri kerajinan skala lokal dan skala

internasional

- Pengambilan data-data sekunder melalui referensi tertulis

- Mencari permasalahan yang ada diseputar industri kerajinan, dilihat dari beberapa variable

yaitu budaya kerja, pola kerja, pengetahuan pemasaran dan pengembangan produk

Salah satu bidang usaha kecil Indonesia yang memiliki pasar internasional adalah industri

meubel dan industri seni kerajinan tangan. Pasar meubel dan industri seni kerajinan tangan di

dunia setiap tahunnya meningkat dengan pasar utama Amerika Serikat dan Eropa, setelah pasar

Jepang terpuruk. Untuk daerah Jawa Tengah kenaikan rata-rata ekspor meubel dan kerajinan

sebesar 41,66 persen per tahun. Tahun 1994 tercatat 92,3 juta dollar AS, dan tahun 1998

mencapai 292,9 juta dollar AS. Dan khusus meubel kayu Jawa Tengah setiap tahun meningkat

12,18 persen. Tahun 1992 realisasi ekspor meubel kayu senilai 74 juta dollar, dan tahun 1996

nilainya sekitar 114 juta dollar AS. Namun bila dilihat dari nilai ekspornya, industri meubel dan

kerajinan sejak tahun 1991 sampai tahun 1996 mengalami pertum-buhan dan peningkatan sekitar

10 persen per tahun (Kompas, 2000).

Salah satu sentra kerajinan meubel di Klaten adalah Serenan, yang mana sekitar 50%

penduduknya bekerja sebagai pengusaha meubel. Walaupun usaha kerajinan di desa ini sudah

berjalan lama dan perhatian dan bantuan pemerintah juga cukup banyak tetapi perkembangan

Page 98: Green+productivity

98

usaha kerajinan ini belum mampu secara signifikan dapat meningkat. Salah satu kelemahan dari

usaha pengembangan industri kecil di suatu sentra, kemungkinan disebabkan kesalahan dalam

memahami pola hubungan antar pengusaha dan hubungan dengan lingkungan usahanya. Desa

Serenan terletak 8 km dari pusat Kecamatan Juwiring, dan 28 km dari pusat Kabupaten Klaten

dengan luas wilayah 1.342.760 Ha. Memiliki 780 KK (kepala keluarga). Industri meubel Serenan

merupakan salah satu komoditas unggulan dari daerah Klaten yang dikenal tidak saja karena

desain yang variatif dan murah tetapi juga dari nilai ekspor. Nilai ekspor yang mampu dihasilkan

industri ini cukup berarti terlihat dari data yang tercatat di Bappeda Kabupaten Klaten bahwa

pada tahun 2000 nilai ekpor meubel kayu untuk Kabupaten Klaten mencapai 25,99344 juta dollar

AS (1 $ = Rp 10.000,00). Sedangkan untuk jumlah unit usaha yang ada sebanyak 442 atau 14, 44

% dari total industri meubel di Klaten, dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.229 atau

5.35 % dari Jumlah total tenaga kerja yang mampu terserap di industri meubel Kabupaten Klaten

(Klaten dalam Angka, 2001)

Mencermati kelemahan-kelemahan yang bersifat pribadi dari si pengusaha kecil

sebagaimana disebutkan di muka, terdapat satu hal yang juga penting dimiliki oleh pengusaha

yaitu kemampuan orientasi bisnis. Jika terdapat orientasi bisnis yaitu enterpreuner dan orientasi

pasar maka perusahaan dimungkinkan akan meningkat lebih baik prestasinya dalam hal (1)

market share, (2) kecepatan memasuki pasar, dan (3) tingkat quality of product (Atuahene-Gima

& Ko 2001). Namun demikian perlu dikaji lebih mendalam makna bagi perusahaan mengadopsi

orientasi enterpreuneur dan pasar seperti yang telah dilakukan oleh Rob Vitale, at al(2003)

Perusahaan yang memiliki “business orientation” berarti perusahaan memiliki dasar pijakan

dalam segala aktiviti, policy, strategi dan inisiatif (Borch, 1947), Miles and Munilla (1993)

memberi pemikiran bahwa business orientations dibatasi dan didefinisikan sebagai hubungan

antara suatu perusahaan, stakeholdernya, dan faktor lingkungan yang relevan. Hal ini

ditunjukkan dalam berbagai kajian (Craven, Hills, & Woodruff 1987; Taguchi 1987; Miles,

Russell, & Arnold 1995; Becherer & Maurer 1997).

Berkaitan dengan apa yang mendorong pengambilan keputusan bisnis, maka memahami

orientasi bisnis harus tetap digunakan dengan baik oleh para manager atau pengusaha. Dari

berbagai kajian (Morris & Paul, 1987; Miles & Arnold, 1991; Zahra & Covin 1995; Hurley &

Hult, 1998; Wiklund 1999; Atuahene-Gima & Ko 2001; Miles, Munilla, & Covin 2002;

Matsuno, et al 2002) dalam kenyataannya baik entrepreneurial orientation (EO), and market

Page 99: Green+productivity

99

orientation (MO), secara positif dan kuat berhubungan dengan prestasi perusahaan. Untuk

menganalisis permasalahan digunakan kerangka analisis yang dikemukakan Porter dalam

bukunya Competitive Strategy (1980) mengenai komponen-komponen yang mempengaruhi

persaingan usaha. Berbeda dengan kerangka analisis secara tradisional, yang mumnya hanya

menekankan aspek persaingan antara usaha-usaha yang sudah ada. Kekuatan masing-masing

faktor terhadap daya saing usaha itu bisa berbeda kadarnya. Dalam kajian ini, daya saing suatu

usaha dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu untuk tiap jenis usaha terdiri dari, pertama, kekuatan

pemasok, misalnya mempengaruhi daya saing berbagai jenis usaha skala kecil yang

menggunakan kayu, bambu, rotan sebagai bahan baku. Kedua,Kekuatan tawar pemasok semakin

besar bila jumlah pemasok sedikit atau cenderung monopoli pasar bahan baku, sementara jumlah

usaha kecil banyak. Pemasok bisa menekan pengusaha kecil melalui manipulasi harga, kualitas,

pengiriman, dan mungkin juga pelayanan. Ketiga, Kekuatan tawar menawar pembeli, merupakan

faktor pengaruh yang dapat menurunkan daya saing usaha kecil. Keempat, prospek masuknya

pendatang baru potensial. Berkaitan erat atau ditentukan oleh kadar hambatan masuk (barriers to

entry) yang umumnya sangat kecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni oleh usaha kecil.

Kelima, ancaman dari produk pengganti yang memang telah terbukti banyak memukul usaha

tradisional. Untuk kepentingan analisis daya saing usaha kecil, kerangka Porter diatas akan

sangat membantu.

7.1. INDUSTRI KERAJINAN MODERN DI INDONESIA

Kehadiran industri modern membantu industri kerajinan untuk mendefinisikan kembali peran

dan fungsinya secara lebih tajam. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan akan

benda yang dibuat oleh tangan tidak akan hilang , bahkan semakin menguat sebagai reaksi dari

membanjirnya produk buatan pabrik yang dingin dan tidak berjiwa. Fenomena ini tampak pada

masyarakat di negara maju seperti negara - negara Eropa, Jepang dan Amerika.

Meskipun demikian pasar di luar negeri menuntut lebih. Lebih baik dalam kualitas pengerjaan,

lebih cepat memenuhi stok pasar dan lebih memperhatikan desain. Dimana desain di setiap

negara memiliki selera yang berbeda- beda tergantung dari budayanya.

Untuk itu desain produk juga membutuhkan kegiatan penelitian dan pengembangan IPTEK yang

terdiri dari :

- Riset ergonomi desain

- Riset semiotik dan semantik

Page 100: Green+productivity

100

- Riset estetika dan wawasan sosial budaya

- Pengembangan konsep dan metodologi desain

- Riset pemasaran untuk pengembangan produk baru

Pentingnya riset pengembangan industri kerajinan dapat digambarkan seperti skema berikut ini.

Gambar 7.1.

Posisi Riset Dalam Peningkatan Kualitas Produksi Kerajinan

7.2.KARAKTERISTIK PENGUSAHA SENTRA (KASUS MEUBEL SERENAN)

Sebagai sentra kerajinan maka di Serenan terdapat berbagai pengusaha yang dapat dibedakan

kriterianya. Penyusunan kriteria ini didasarkan pada pendapat pengusaha setempat dan kondisi

yang terlihat secara fisik yang ada dari observasi di lapangan penelitian. Kriteria pengusaha yang

paling utama yang membedakan antar pengusaha adalah besarnya ukuran usaha seperti misalnya:

omset, luas gudang, jumlah tenaga kerja, serta fasilitas produksi. Di samping itu kriteria

pengusaha dapat dilihat dari posisi hubungan pengusaha di antara para pengusaha. Dari kedua

kriteria tersebut pengusaha di Serenan dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu:

(1) Pengusaha induk, mempunyai beberapa pengusaha pengikut sub-kontrak yang berada di

bawah koordinasinya walaupun sifatnya tidak tetap atau koordinasi tersebut terjadi atas

dasar kontrak per-jenis order;

(2) Pengusaha pengikut yaitu pengu-saha yang menerima subkontrak dari pengusaha

induknya.

INFORMASI INFORMASI

PENELITIAN PENGEMBANG

AN RISET RISET

SDM SDA

BUDAYA

SDM SDA

BUDAYA

PRODUKSI

Page 101: Green+productivity

101

(3) bukan tipe kedua-duanya, yaitu sebagai Pengusaha bebas yang menjalankan usahanya

secara sendiri tidak mempunyai ikatan hubungan bisnis dengan pengusaha lainnya.

Pola Hubungan antara Pengusaha

Sesuai dengan kriteria di atas bahwa secara garis besar ada tiga kelompok pengusaha yaitu

pengusaha induk, pengusaha pengikut dan pengusaha bebas. Masing-masing pengusaha tersebut

mempunyai pola hubungan sebagaimana tampak dalam gambar bagan dan dalam uraian berikut

ini.

Hubungan antar Pengusaha Induk

Pengusaha induk yang jumlahnya hanya sekitar 4 orang pengusaha, secara relatif tidak memiliki

hubungan usaha, dalam hal tertentu mereka berjalan sendiri-sendiri. Kerja sendiri tersebut

misalnya dalam hal informasi pembeli (buyers), modal, tenaga kerja. Walaupun pengusaha induk

ini relatif tidak berhubungan tetapi mereka juga tidak merasa bersaing

Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengikutnya

Hubungan pengusaha induk dengan pengikutnya ini paling banyak terjadi di Serenan. Ketika

pengusaha induk mendapat order dalam jumlah banyak melabihi kapasitasnya maka dia akan

mengajak pengusaha lainnya untuk mengerjakan order tersebut di bawah koordinasinya.

Hubungannya dengan pengusaha pengikut, para pengusaha induk mempunyai pola pembagian

sesuai kemampuan atau kapasitas produksi pengusaha, yaitu ada yang sekitar 70% untuk dibagi

kepada pengikut dan 30% bagi diri sendiri. Walaupun demikian ada perbedaan pengusaha induk

dalam melibatkan pengusaha pengikut, yang membedakan adalah kepada siapa seorang

pengusaha induk akan memberikan kelebihan ordernya jika mereka mendapat order yang

melebihi kapasitasnya.

Kerjasama atas dasar hubungan keluarga

Terdapat beberapa pengusaha yang mempunyai pola, dalam memberikan kelebihan order lebih

mengutamakan ke famili terdekatnya.

Kerjasama atas dasar Profesional

Beberapa pengusaha lebih senang kerjasama memberikan kelebihan ordernya ke pengusaha yang

mempunyai kualitas hasil yang baik, dan letak usahanya jauh dari tempat dia kerja atau tempat

tinggalnya, alasannya tetangganya dia sudah tahu banyak tentang nilai order tersebut, sehingga

dia akan menolak apabila disuruh mengerjakan dengan harga di bawah nilai tarif ordernya

Page 102: Green+productivity

102

sedangkan tuntutan kualitasnya sama. Apabila dia sanggup, dia sering membuat kualitas barang

di bawah standart produksinya, sehingga pengusaha induk yang memberi order akan merasa

dirugikan.

Hubungan Pengusaha Induk dengan Pengusaha Bebas

Hubungan di antara para pengusaha juga biasa melakukan beberapa kerja-sama seperti: pinjam-

meminjam kayu glondongan atau saling memberikan kelebihan order ke pengusaha lain tapi

bukan dalam status di bawah koordinasi, mereka berjalan sendiri-sendiri.

Gambar7.2. Kerangka Hubungan Industri Kerajinan Meubel Serenan

Hubungan antar Pengusaha Pengikut

Hubungan antar pengusaha kriteria ini lebih banyak bersifat sosial dari pada hubungan bisnis.

Para pengusaha juga biasa melakukan beberapa kerjasama seperti: pinjam meminjam kayu

glondongan tukar menukar informasi tentang seluk beluk perkayuan.

7.3. STRATEGI MENCAPAI DESAIN KERAJINAN YANG DITERIMA DI ERA

GLOBAL

Jeffery Hallet dari Future's Group, berbicara tentang pengembangan ekonomi baru. Dia

mendeskribsikan bagaimana tahapan ekonomi baru, di era baru, berdasarkan realitas industri.

PEMBELI (Eksportir, Makelar, Buyer Asing)

PEMBELI (Toko)

PENGUSAHA PENDATANG

BARU

PRODUK PENGGANTI

PEMASOK

HUBUNGAN ANTAR PENGUSAHA

Hubungan order

Hubungan sosial

Page 103: Green+productivity

103

Realita indusri ini merubah bentuk dari produk desain dan meningkatkan kebutuhan serta

manajemen dari aktivitas yang komplek. Menurut ICSID (International Council Society of

Industrian Design) desain produk industri adalah aktifitas kreatif untuk mewujudkan sifat-sifat

suatu produk obyek termasuk karakteristik hubungan dengan struktur dan sistem yang harmonis

dari sudut pandang produsen dan konsumen. Intinya desainer produk industri adalah jembatan

antara produsen dan konsumen. Sejak saat itu perubahan yang agak dramatis terjadi untuk

menunjukkan model ekonomi yang baru dengan kebiasaan konsumen yang baru, hubungan

antar konsumen, prioritas sosial yang baru. Dimana pengetahuan dan kreativitas dibagi menjadi :

bentuk-bentuk desain yang organik dan partisipasi dari konsumen sangat diperhatikan.

Individu

Dalam hal ini desain harus memperhatikan kebutuhan setiap konsumen dilihat dari segi

individualitas atau perorangan.

Pluralisme

Dalam hal ini desain harus dapat diterima di konsumen yang bersifat kompleks atau plural

Heterogen

Desain harus memperhatikan perbedaan nilai-nilai budaya, gaya hidup dan persaingan

kemampuan ekonomi konsumen.

Bagaimanakah cara dari desain produk industri untuk menunjukkan agar suatu desain dapat

memenuhi kebutuhan yang berbeda tersebut ?

- Tahap pertama adalah negara berkembang seperti Indonesia harus mempelajari teknik

produksi, peningkatan skill dari setiap komponen yang mendukung suatu industri yang

sebetulnya kondisi negara sedang berkembang menguntungkan mengingat murahnya biaya

buruh.

- Tahap kedua adalah memulai memproduksi dan mengekspor desain asli beserta komponennya

dari industri domestik

- Tahap ketiga adalah negara-negara sedang berkembang sering memproduksi kembali desain

produk yang sukses di pasaran dengan jaringan distribusi yang baik serta harga yang lebih

murah. Dalam aturan main HAKI dan hak paten hal ini sudah melanggar ketentuan

perdagangan oleh WTO.

- Tahap empat adalah mengembangkan desain sendiri beserta seluruh struktur produksinya

Page 104: Green+productivity

104

- Tahap kelima adalah mengembangkan pengetahuan tentang seluruh struktur ekonomi

berdasarkan kemampuan industri dan budaya pasar yang dituju.

Yang paling baik untuk pengembangan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia adalah

tahap keempat yaitu berusaha mengembangkan desain sendiri dengan teknik produksi sendiri ,

yang mampu mendidik komponen industri untuk percaya pada desain lokal. Tahap ketiga adalah

tahap yang paling beresiko, sebab termasuk melanggar ketentuan WTO dan bisa mendapatkan

sanksi berupa tidak diterimanya produk tersebut ke negara pasar atau dikeluarkan dari

keanggotaan WTO (World Trade Organisation). Penemuan dan kreativitas baru adalah pusat

kegiatan desain produk yang terkait dengan kemampuan dan perkembangan ekonomi. Pada

tahun 50-60 an, desain industri mulai mempropagandakan betapa pentingnya estetika dalam

bentuk yang diterapkan dalam setiap desain produk. Pada tahun-tahun ini penuh dengan konsep

pengembangan baru dari produk industri dengan inovasi baru pula. Tahun 70an peningkatan

konsep ekonomi penunjang berkembangnya desain dan inovasi produk secara besar-besaran pada

tahun 50-60an, menciptakan produksi global dan menentukan standar-standar bagi desainer

produk industri. Tahun 80an teknologi tinggi mulai mengambil perhatian konsumen yang

menyebabkan adanya perubahan secara desain. Meningkatnya performa desain yang

memudahkan konsumen membuatnya dapat diterima dimasyarakat, bahkan pada pengguna atau

konsumen yang tidak terlatih. Tahun 90-an tekanan sosial dan konsekuensi yang diambil secara

ekonomi menguak. Desainer merasa bahwa mereka mendesain bukan hanya untuk perangkat

keras atau pun perangkat lunak yang memperhatikan “users interface“ saja melainkan

melakukan desain yang sesuai dengan situasi pengguna saat itu. Yang kemudian dikenal dengan

situation design.

7.4.SISTEM INDUSTRI KERAJINAN TANGAN TERPADU (SIKATT) DI INDUSTRI

KERAJINAN SKALA BESAR

Berdasarkan hasil penelitian, sistem pengembangan produk yang merupakan penerapan dari

SIKATT adalah pengembangan berdasarkan costumer based development yaitu berdasarkan

permintaan dari customer dari pasar luar negeri pada umumnya memiliki prosedur seperti

berikut:

- Request Process

Page 105: Green+productivity

105

Pada proses ini, customer meminta pada perusahaan untuk membuatkan sample atau contoh dari

produk yang akan dipesan melalui divisi marketing. Permintaan atau request ini bisa dilakukan

secara langsung atau customer datang ke perusahaan dan melihat contoh produk yang ada di

showroom atau katalog . Atau customer memesan secara tidak langsung yaitu melalui email atau

fax. Untuk customer baru biasanya datang dan melihat produk sekaligus melihat proses

produksinya untuk memastikan apakah perusahaan cukup capable untuk menangani pesanan

dalam jumlah besar serta tepat waktu. Sedangkan cutomer lama cukup memesan melalui internet.

- Breakdown Process

Pada proses ini, divisi marketing memilah-milah jenis sample yang dipesan. Ada tiga bagian

besar pemesanan jenis sample yaitu :

1. Customer made it's own design

Beberapa customer memiliki desainer sendiri, dan menyerahkan sketsa kasar kepada pihak

perusahaan untuk diolah lebih lanjut dan dibuat contoh produknya, sebelum mereka memutuskan

jadi memesan dalam jumlah banyak atau tidak.

2. Customer get the product from other sources

Pada prosedur ini, customer membawa contoh asli dari luar negri, misalnya untuk produk

berbahan resin, produk asli dibeli dari Cina atau Hongkong, kemudian diserahkan kepada

desainer perusahaan untuk diubah desain atau materialnya, untuk penyesuaian biaya.

3. Customer find the product trough catalogue and the showroom

Proses ini hanya melakukan perbanyakan atau pembuatan copy dari produk asli yang dipajang di

showroom. Customer memesan sample sebagai sarana kontrol kualitas dari produk yang

dihasilkan perusahaan.

Dari ketiga tipe pemilahan sample diatas, yang membutuhkan waktu paling lama adalah proses

yang pertama yaitu customer made it’s own design karena tim pengembangan desain harus selalu

cek dan melaporkan tiap varian produk contoh yang dihasilkan kepada pemesan, sebelum

pemesan memutuskan produk mana yang akan diproduksi dalam jumlah besar.

- Development Process

Setelah divisi marketing selesai memilah jenis sampel yang diminta, marketing menyerahkan

kepada Divisi Pengembangan Produk yaitu melalui sample coordinator. Sample Coordinator

bertugas untuk menentukan tim-tim yang membuat sample. Hal ini sangat penting mengingat

banyaknya sample yang harus dikerjakan dan waktu yang diberikan pemberi order sangat

Page 106: Green+productivity

106

singkat. Seringkali permintaan sample datang bersamaan sedangkan sumber daya manusia yang

mampu mengerjakan kurang, disinilah tugas koordinator mengatur jadwal dan personel yang

menangani dan dibuat tim-tim pengembangan tim-tim dalam divisi ini dibagi menjadi dua tim

utama yaitu sourcer team dan designer team.

Sourcer Team bertugas untuk mencari produk kerajinan yang serupa dari suplier-suplier, mencari

material yang sesuai, sekaligus mencari harga yang paling bagus untuk dipasarkan.

Designer Team bertugas untuk mengembangkan produk. Designer Team terdiri dari main

designer dan designer assistant. Tugas desainer tidak hanya membuat desain yang bisa

dinikmati secara estetik , tetapi juga harus memperhitungkan pemasaran dan marketing dan

melihat kecenderungan trend pasar. Selain itu juga harus melakukan analisa biaya yang

dibutuhkan untuk produksi, untuk menentukan produk tersebut layak diproduksi atau tidak.

Pengembangan produk ini meliputi pencarian style baru, material, proses produksi, sistem

pewarnaan, motif dsb. Dalam menjalankan tugasnya desainer dibantu oleh beberapa orang

artisan atau modeler, yang membuat sample prototype dan mock up. Dalam artian desainer

adalah yang menentukan konsep bentuk dan produknya sendiri dikerjakan oleh tukang. Karena

desainer memiliki tugas yang jauh lebih rumit yaitu bertanggung jawab pada berhasil tidaknya

produk tersebut di pasar, seperti yang dijabarkan pada gambar 7.3. Sesuai dengan kerangka analisis

kekuatan persaingan yang dikemukakan Porter (1980) maka dapat dibahas lebih lanjut sebagaimana

berikut ini

a. Hubungan dengan Pemasok (Supplier)

Sesuai dengan kajian yang ada (Tambunan, 2001) bahwa salah satu masalah industri kecil adalah

keterbatasan bahan baku dari pemasok. Padahal kekuatan pemasok sangat mempengaruhi daya

saing berbagai jenis usaha skala kecil yang menggunakan kayu, bambu, rotan sebagai bahan

baku. Kekuatan tawar-menawar pemasok semakin besar bila jumlah pemasok sedikit atau

cenderung monopoli pasar bahan baku, sementara jumlah usaha kecil banyak. Dari data,

pengusaha Serenan terlihat bahwa terdapat masalah hubungan dengan pemasok dalam hal

penentuan harga, pengusaha berada pada posisi tawar yang lemah. Pemasok bisa menekan

pengusaha kecil melalui manipulasi harga, kualitas, pengiriman, dan juga pelayanan.

Page 107: Green+productivity

107

Gambar7.3

Kerja Dalam Divisi Pengembangan Produk

Page 108: Green+productivity

108

b. Hubungan dengan Pembeli

Seperti juga terjadi pada kajian yang lain, posisi tawar pengusaha Serenan yang lemah di

hadapan pembeli. Kekuatan tawar pembeli merupakan faktor pengaruh yang dapat menurunkan

daya saing usaha kecil, dimana pembayarannya kadang kala bisa diundur sampai berbulan-bulan.

Bagi produk yang diekspor, seperti umumnya pada sentra kerajinan seperti Bali, Jepara dan

Cirebon, posisi ekportir sangat kuat (Saefudian, 1999). Umumnya segala resiko ditanggung oleh

pengusaha, sementara para eksportir tidak menanggung resiko apa-apa. Di samping menentukan

harga, penetapan kualitas memenuhi standart atau tidak yang mempengaruhi harga juga

dilakukan sepihak oleh para eksportir atau pengusaha induk. Sedangkan pembeli asing yang

langsung datang ke sentra umumnya mereka datang ke pengusaha induk. Karena hanya

pengusaha induk yang dapat berkomunikasi dan bertransaksi. Bertransaksi langsung dengan

pembeli asing terdapat resiko dan harus ada modal yang cukup. Karena selain minta disediakan

contoh produknya terlebih dahulu seringkali pembayarannya mundur dari ketentuan kontrak.

Bahkan seringkali produk yang telah dibuat ditolak oleh pembeli, karena dianggap tidak sesuai

permintaan dalam hal ini pembeli biasanya sudah memiliki contoh yang dibeli sebelumnya.

Sehingga pengusaha harus menanggung resiko yang besar karena industri kerajinan tangan tidak

bisa sama persis satu dan lainnya, maka resiko produk ditolak (reject) semakin besar.

c. Masuknya Pendatang Baru

Prospek masuknya pendatang baru potensial berkaitan erat atau ditentukan oleh kadar hambatan

masuk (barriers to entry) yang umumnya sangat kecil untuk banyak jenis usaha yang ditekuni

oleh usaha kecil. Hal ini sama juga dengan yang terjadi pada pengusaha baik di sentra industri

Serenan dan industri Ubud, produk mereka sangat mudah untuk disaingi oleh pendatang baru

walaupun mereka merasa optimis dapat bersaing. Menurut peneliti untuk permintaan produk

yang memerlukan ukiran dan bentuk yang berkualitas pengusaha Serenan dan Ubud masih dapat

bersaing karena mereka membuatnya dalam jumlah terbatas, tetapi jika permintaan produk hanya

berupa ukiran tiruan dan dalam jumlah besar maka bisa jadi pengusaha Serenan dan Ubud akan

mengalami kesulitan dalam produksi, akhirnya hasil akhir produknya berkualitas rendah, dan

akan sulit bersaing.

Page 109: Green+productivity

109

d. Persaingan antar Pengusaha dalam Sentra

Walaupun antar pengusaha dalam sentra merasa tidak bersaing dengan pengusaha lainnya hal itu

ditunjukkan dengan adanya berbagai kerjasama, dan kemampuan pengusaha yang menghasilkan

kualitas yang berbeda, namun di sisi lain persaingan dalam harga tetap terjadi, yaitu ketika

mereka melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Salah satu yang jadi pertimbangan utama

adalah untung sedikit tidak apa daripada pembeli lari ke pengusaha lainnya. Fenomena ini terjadi

baik di sentra Serenan dan sentra Ubud.

e. Ancaman Produk Pengganti

Kekuatan terakhir yang dikemukakan Porter adalah ancaman dari produk pengganti, yang

memang telah tebukti banyak memukul usaha tradisional.. Untuk kasus Serenan ini bisa dibuat

dua pendapat berbeda, yaitu jika produknya tetap memiliki karya seni yang berkualitas maka

ancaman produk pengganti adalah kecil. Namun apabila produknya hanyalah sebagai produk

biasa maka ancaman produk pengganti sangatlah tinggi.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh para pengusaha di dalam komunitas industri kecil (sentra)

adalah sebagai berikut:

1. Bargaining Position Pengusaha Lemah. Kelemahan posisi tawar-menawar pengusaha dalam

penentuan harga terhadap pembeli disebabkan antara pengusaha kecil tidak ada kesepakatan

dalam penentuan harga. Sehingga terjadi saling menjatuhkan harga antar para pengusaha itu

sendiri. Mereka tidak mau untuk menerapkan keseragaman harga. Alasan mereka pengala-

man “kasus Jepara” dimana para pengusaha ditinggalkan oleh pembelinya diyakini karena ada

keseragaman harga, dikhawatirkan hal ini akan dapat menimpa mereka.

2. Margin Harga yang Rendah. Adanya kondisi “saling menjatuhkan harga” tersebut

menyebabkan dalam penentuan harga tidak berdasarkan perolehan margin yang rasional.

Artinya berapa harga yang tepat sesuai besarnya total biaya dan keuntungan yang diharapkan

tidak terlalu diperhatikan. Yang penting harga yang terjadi dapat menutup biaya produksi, itu

sudah cukup. Hal ini menyebabkan pengusaha kesulitan untuk mengembangkan usahanya

melalui akumulasi modal dari laba yang diperolehnya.

3. Belum ada Administrasi Keuangan. Tidak adanya administrasi keuangan yang tertib

mengakibatkan perhitungan harga sulit disusun secara rasional.

Page 110: Green+productivity

110

4. Lemahnya Penguasaan Manajemen. Sama dengan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa

kegiatan usaha para pengusaha seperti pada umumnya dihadapi UKM yaitu belum adanya

penerapan prinsip dasar manajemen yang rapi. Namun demikian para pengusaha bukan berarti

tidak mempunyai keinginan untuk maju. Mereka menginginkan pengelolaan usaha yang lebih

profesional. Namun, mereka selalu dihadapkan pada masalah–masalah manajemen produksi

(secara khusus masalah Quality Control), pengelolaan modal dan pemasaran (memperoleh

konsumen).

5. Macetnya Asosiasi atau Koperasi Pengusaha. Kelemahan posisi tawar-menawar para pegusaha

antara lain disebabkan oleh tidak dapat berjalannya forum kerjasama antara pengusaha.

Sebenarnya fasilitas untuk hal ini sudah ada yaitu dulunya berupa asosiasi yang kemudian

oleh pemerintah dijadikan koperasi. Namun pada saat ini kerja koperasi tidak optimal bahkan

dapat dikatakan macet. Akibat dari hal itu hubungan antar pengusaha menjadi renggang dan

cenderung terjadi iklim usaha yang tidak sehat.

6. Belum adanya Perlindungan Hak Cipta dan Hak Paten. Produk-produk dari Serenan

sebenarnya mempunyai kua-litas yang cukup bagus, terbukti dari luasnya pasar mereka, yaitu

dari pasar nasional (Bali, Jakarta dan sebagainya). sampai pasar ekspor (Australia, AS &

Eropa Timur) Akan tetapi ada permasalahan lain yang cukup menyulitkan mereka, yaitu

mengenai hak cipta/paten. Seorang pengusaha yang kami wawancarai menceritakan bahwa

produknya pernah dituntut membayar royalti karena dituduh memasarkan meubel ukiran

bajakan oleh sebuah perusahaan Swedia. Setelah diusut memang benar, bahwa ukiran yang

jelas-jelas bermotif Indonesia tersebut telah dipatenkan oleh sebuah perusa-haan Swedia.

7. Ketidak Efektifan Peran Pemerintah. Dalam melakukan pengembangan usaha pengusaha,

pemerintah telah melakukan langkah penanganan, namun dapat dikatakan banyak yang tidak

efektif karena tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.

Dari kajian tersebut dapat difahami bahwa untuk menghadapi perdagangan bebas,

kemampuan industri kecil dalam suatu sentra tergantung kepada kemampuan pengusaha induk

(pengusaha yang memiliki kerjasama dengan pengusaha pengikutnya). Pengusaha yang menjadi

induk bagi pengusaha lainnya akan menentukan maju mundurnya pengusaha pada sentra

kerajinan. Oleh karena itu dalam melakukan pembinaan dan pengembangan industri kecil perlu

untuk memberikan prioritas sasaran pembinaannya ditujukan kepada pengusaha induk.

Page 111: Green+productivity

111

Keberadaan forum kerjasama antar pengusaha dalam bentuk misalnya asosiasi atau koperasi

tidak dapat langsung berperan untuk mengoptimalkan guna meningkatkan bargaining position

terhadap pembeli maupun pemasok bahan. Oleh karena itu asosiasi atau koperasi belum dapat

efektif untuk melaksanakan strategi kelompok dari industri kecil guna menghadapi perdagangan

bebas. Terkait langsung dengan liberalisasi perdagangan dunia seperti umumnya pada sentra

kerajinan, dalam menangani produk yang diekspor posisi ekportir maupun pembeli asing sangat

kuat. Hal ini mendukung temuan Saefudian, (1999). Umumnya segala resiko ditanggung oleh

pengusaha, sementara para eksportir tidak menanggung resiko apa-apa. Di samping

menentukan harga, penetapan kualitas memenuhi standart atau tidak (yang mempengaruhi harga)

juga dilakukan sepihak oleh para eksportir.

Berbeda dengan pendapat Tambunan (2001) yang menyatakan bahwa pengusaha industri

kecil, khususnya pengusaha induk yaitu belum adanya kemauan pengusaha-pengusaha kecil dan

menengah nasional untuk berorientasi global. Sebenarnya pengusaha induk siap dan mau untuk

“go international”, hanya saja mereka butuh perlindungan dalam tranksasinya, atau perlu adanya

pihak penjamin transaksi khususnya dengan pembeli asing.

1. Pengembangan nilai produk industri kerajinan seharusnya tidak lepas dari adanya riset yang

dilakukan secara simultan dan terus-menerus untuk dapat memprediksi pasar yang tepat dan

mampu meningkatkan kualitas desain.

2. Pentingnya divisi desain dan peranan desainer produk tidak sekedar meningkatkan kualitas

estetika produk tetapi juga pertimbangan ekonomis dan teknis agar produk mampu bersaing

di pasar internasional.

Page 112: Green+productivity

112

BAB 8

DAUR HIDUP PRODUK

Menurut Komninos (2002) ada lima fase daur hidup sebuah produk : tahap pengembangan produk,

tahap perkenalan (introduction), pertumbuhan (growth), tahap kematangan (maturity) dan tahap

penurunan (decline).

Fase Pengembangan Produk

Dimulai ketika perusahaan menemukan dan mengembangkan ide produk baru. Tahapan ini

merupakan penterjemahan kepingan berbagai informasi dan menyatukannya menjadi sebuah produk

baru. Yang selanjutnya produk tersebut akan mengalami perubahan atau penyesuaian sehingga

mengeluarkan banyak uang dan waktu. Sehingga fase ini dapat dideskripsikan dengan penjualan

(sales) adalah nol dan pendapatannya (revenue) negative, dengan kata lain bahwa di fase ini

perusahaan akan mengeluarkan biaya cukup besar.

Gambar 1. Grafik Daur Hidup Produk

Gambar 8.1. Grafik Daur Hidup Produk Sumber : www.urenio.org

Fase Perkenalan

Peluncuran produk pada fase perkenalan dimaksudkan agar perusahaan dapat mencapai dampak

maksimum pada penjualan, langkah ini dilakukan dengan jalan melakukan promosi dan penggunaan

iklan. Di fase ini persiapan distribusi mulai diperkenalkan. Ketersediaan produk di tiap – tiap konter

sangatlah penting dan hal ini adalah sebuah tantangan bahkan tidak jarang menimbulkan tekanan

tersendiri bagi perusahaan sehingga untuk urusan distribusi, beberapa perusahaan menyerahkannya

Page 113: Green+productivity

113

pada konsultan distribusi. Menetapkan harga, juga merupakan langkah lain yang dilakukan oleh

perusahaan pada fase ini. Menetapkan harga produk umumnya diikuti oleh satu atau dua strategi

tersruktur. Pada masa awal, konsumen akan rela membayar besar untuk sesuatu yang baru.

Fase Pertumbuhan

Fase pertumbuhan menawarkan kepuasan melihat produk lepas landas di pasar. Ini merupakan waktu

yang tepat untuk memfokuskan peningkatan pangsa pasar. Pada fase ini, promosi dan iklan terus

dilanjutkan, namun orientasinya sudah bukan pada perkenalan tapi lebih kepada penguatan imej di

pasar. Pengembangan efisiensi dan peningkatan ketersediaan produk juga servis adalah tindakan –

tindakan yang harus dilakukan pada fase pertumbuhan.

Fase Matang

Pada saat pasar menjadi jenuh dengan varian produk dan kompetitor berlomba–lomba menyajikan

alternatif produk maka tahapan ini dikenal sebagai fase matang (maturity). Ini merupakan periode

tertinggi keuntungan yang didapat sebuah produk, market share berkembang dan perusahaan

menikmati periode yang menguntungkan. Contoh produk yang sampai saat ini berada pada fase ini

adalah “Rinso” deterjen yang semakin tua tapi masih tetap tumbuh, ini terbukti dengan terus

melakukan terobosan baik dalam desain kemasan maupun menambah variannya (saat ini ada Rinso

Anti Noda, Rinso Thousand Lilies Molto dan Rinso Color Care). Rinso merupakan deterjen cuci

yang popular di Indonesia dan beberapa Negara lainnya. Diluncurkan pertama kali pada 35 tahun

yang lalu oleh PT. Unilever dan hingga sampai saat ini Rinso masih bertahan dan menjadi market

leader dalam deterjen di Indonesia.

Gambar 8.2. Varian produk Rinso saat ini (ki-ka: Rinso anti noda, Rinso Thousand Lilies Molto dan Rinso Color Care)

Sumber : www.unilever.co.id

Page 114: Green+productivity

114

Fase Penurunan

Umumnya penurunan produk ditandai dengan menurunnya pula penjualan di pasar. Fase ini adalah

waktu untuk memulai menarik kembali produk khususnya yang berada pada posisi lemah dari pasar.

Pada pertengahan 70-an, model daur hidup produk yang digambarkan pada gambar 1 mendapat

banyak kritikan dari sejumlah penulis. Adapun alasannya sebagai berikut :

1. Adanya perubahan permintaan konsumen selama periode menyebabkan perbedaan yang sulit

bagi fase daur hidup produk, durasinya sulit ditebak serta jangkauan tingkat penjualan produk

berupa imajinasi.

2. Banyak produk yang tidak mengikuti grafik fase daur hidup produk seperti pada gambar 8. 1.

3. Daur hidup produk tidak hanya dipengaruhi oleh faktor waktu seperti pada gambar, namun juga

dari kebijakan manajemen, keputusan strategis perusahaan serta trend pasar.

Selain daripada itu, daur hidup produk juga dipengaruhi oleh jenis poduk. Karena tentunya produk

yang berbeda juga akan menggunakan model dan pemasaran yang berbeda. Pada dasarnya ada tiga

jenis produk, yaitu:

a. Product class, contohnya mobil.

b. Product form, contohnya mobil keluarga, station wagon, dll.

c. Product brand, contoh ford escord.

Daur hidup product class merefleksikan perubahan trend pasar dan lebih lama daripada daur hidup

product form atau brand. Disatu sisi daur hidup product form atau brand merefleksikan tingkat

kompetisi dari sebuah perusahaan dan biasanya mengikuti model grafik daur hidup produk.

Lima fase daur hidup juga memberi indikasi bahwa sebaiknya perusahaan sesegera mungkin

meluncurkan produknya ke pasar, hal ini dimaksudkan agar mempercepat penjualan dan meraih

keuntungan juga karena berlomba dengan kompetitor. Oleh sebab itu fase yang tidak

menguntungkan perusahaan, yakni fase pengembangan produk diperpendek lead time-nya,

mengoptimalkan fase perkenalan dan pertumbuhan serta memperpanjang fase dewasa yang

menguntungkan bagi perusahaan.

Page 115: Green+productivity

115

BAB 9

WAKTU PELUNCURAN PRODUK BARU

Pada kondisi normal, sebuah perusahaan akan meluncurkan produk baru ketika produk sebelumnya

berada pada fase dewasa. Hal ini disebabkan karena, pada fase ini konsumen mengalami kejenuhan

sebab banyak pesaing yang memiliki spesifikasi atau fitur yang sama. Sehingga dapat digambarkan

grafiknya sebagai berikut :

Gambar 9.1. Peluncuran Produk pada Kondisi Normal

Namun, tidak selamanya kondisi tersebut berlaku. Ada kalanya, ketika sebuah produk diluncurkan

ketika produk sebelumnya belum mencapai fase matang, mungkin baru mencapai fase tumbuh

perusahaan mengeluarkan produk pengganti. Biasanya hal ini disebabkan oleh pesaing akan atau

telah meluncurkan produk baru yang lebih inovatif misalnya. Kondisi tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 9.2. Kondisi produk saat pesaing meluncurkan produk baru yang lebih inovatif

Page 116: Green+productivity

116

BAB 10

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS BERDASAR PRODUK

Sumanth (1985) menyebutkan beberapa teknik untuk meningkatkan produktivitas berdasar produk

antara lain melalui pengurangan biaya desain, manufaktur, distribusi ataupun penjualan produk.

Sedangkan teknik – teknik untuk mencapaianya adalah:

1. Value Analysis/Engineering

2. Product Diversification

3. Product Simplification

4. Product Standardization

5. Emulation

6. Product Cannibalization (Komninos, 2002)

10.1. Value Analysis/ Value Engineering

Selama Perang Dunia II, banyak perusahaan manufaktur terpaksa menggunakan material dan

desain pengganti sebagai akibat dari krisis material. Ketika perusahaan General Electric menemukan

bahwa ternyata penggantian tersebut memberikan kemampuan yang sama atau bahkan lebih baik

dengan biaya yang lebih rendah, langkah ini merupakan upaya memulai meningkatkan efisiensi

produk dengan sengaja dan alternatif pengembangan sistematis dengan biaya rendah. Awalnya

konsep ini dikenal dengan sebutan value analysis atau value control, namun pada tahun 1957 dikenal

dengan value engineering. Sebutan value engineering memiliki pengertian sama dengan value

management, value analysis atau value control.

Value Engineering merupakan pendekatan yang sistematis dalam menunjukkan analisis fungsi

dari sistem, perlengkapan, fasilitas, servis dan distribusi dengan tujuan untuk mencapai fungsi dasar

pada daur biaya yang rendah dengan performa yang disyaratkan. Penerapan proses value engineering

pada sebuah kasus dapat meningkatkan performa, keandalan, kualitas, keamanan, ketahanan,

keefektifan atau karakteristik menguntungkan lainnya (Mandelbaum dan Reed, 2006).

Value analysis atau value engineering merupakan sebuah tim proses pemecahan masalah untuk

mengoptimasikan nilai sebuah produk bagi konsumen. Ini melibatkan perincian produk per

komponen selanjutnya menentukan nilai relatif elemen desain terhadap fungsi dan derajad

kepentingan. Dan hasilnya biasa disebut sebagai functional cost analysis. (Fallon, 1971; Miles, 1972;

Fowler, 1990 pada Dieter, 2000). Fowler et all (1997) dalam Dieter (2000) menyebutkan bahwa

value analysis tidak hanya terbatas pada pemilihan material, namun memiliki kontribusi lebih besar

Page 117: Green+productivity

117

pada penggunaan rekayasa desain. Biasanya digunakan sebagai langkah pertama dalam meredesain

produk atau dalam mendesain perencanaan produksi.

Kesuksesan penggunaan value engineering bergantung dari tingkat pemahaman hubungan

antara bagian - bagian desain dari sebuah komponen serta fungsinya. Konsep value yang digunakan

pada metodologi value engineering adalah sebagai berikut :

𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 =𝑤𝑜𝑟𝑡ℎ 𝑜𝑓 𝑎 𝑓𝑒𝑎𝑡𝑢𝑟𝑒,𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛𝑡,𝑜𝑟 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑚𝑏𝑙𝑦

𝑐𝑜𝑠𝑡 (10.1)

Worth : Pengeluaran terkecil yang disyaratkan untuk memenuhi fungsi dasar dan ditetapkan oleh

perbandingan.

Cost : Adalah total biaya yang diperlukan untuk mendapatkan, memanfaatkan dan memelihara fungsi-

fungsi yang telah ditetapkan.

Value : Hubungan worth terhadap cost yang sesuai dengan kebutuhan penugguna dan sumber daya pada

situasi tertentu.

Perusahaan yang menggunakan metodologi Value Engineering (VE) pada pengembangan produknya adalah

DOD (Departement of Defense) USA yang menggunakannya sejak awal tahun 1960–an.

Contoh kasus :

Sebuah perusahaan automotif berencana mengganti penggunaan start engine pada mesin disel

berbasis elektrik dengan start engine berbasis pneumatic. Tapi ternyata komponen tersebut didapat

dengan mengimpor sehingga pengadaannya menjadi besar pada Gambar 10.1, oleh sebab itu

diputuskan untuk membuat dan membelinya di pasar lokal dengan pertimbangan untuk mengurangi

biaya dan memiliki kelayakan ekonomis (Ibusuki dan Kaminski, 2006). Oleh sebab itu dilakukan

sebuah studi dengan menggunakan metodologi value engineering (VE).

Gambar 10.1. Pneumatic Stater yang Tersedia pada Pasar Impor

(Sumber : Ibusuki dan Kaminski, 2006)

Page 118: Green+productivity

118

Diawali dengan perincian komponen–komponen yang terlibat dalam sebuah stater engine

yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasikan /pendefinisian fungsi dari tiap – tiap

komponen yang terlibat. Klasifikasikan fungsi berdasar fungsi utama atau fungsi pendukung.

Komponen – komponen yang berfungsi sebagai pendukung inilah yang nantinya akan direduksi,

namun terlebih dahulu dilakukan estimasi biaya dari tiap – tiap fungsi tersebut, sehingga didapatlah

nilai biaya per fungsi (Tabel 10.1). Kemudian dilakukan perbandingan antar fungsi tersebut

menggunakan Mudge Diagram untuk menetapkan derajad kepentingan tiap fungsi secara kuantitatif.

Hasil ini digunakan untuk menentukan target biaya.

Tabel 10.1. Perkiraan Biaya per Komponen Berdasarkan Fungsi (Sumber : Ibusuki dan Kaminski, 2006)

Nilai target biaya dan nilai biaya per fungsi selanjutnya dibandingkan, dan ternyata biaya yang

melebihi target adalah komponen drive pinon, sistem lubrikasi, system segel, connect tubes,

pelindung mesin dan fix engine.

Tabel 10.2. Penentuan Target Pengurangan Biaya per Fungsi (Sumber : Ibid)

Page 119: Green+productivity

119

Malalui tahapan kreatif akhirnya didapatlah tiga komponen saja yang dapat direduksi biayanya, yaitu

connect tubes, pelindung mesin dan fix enginee dengan perkiraan biaya fungsi masing- masing 5, 15

dan 23,71. Dari hasil tersebut dapat diperoleh desain yang baru yang lebih sederhana dan harga yang

lebih murah daripada Pneumatic Stater impor (Gambar 10.2).

Gambar 10.2. Pneumatic Stater yang Ditawarkan Menggunakan Metodologi VE

Sumber : Ibid

Product Diversification

Diversifikasi memiliki pengertian sebagai usaha menambah produk baru, dan terbagi menjadi tiga

tipe umum (David, 2006) :

1. Diversifikasi Konsentrik/ terfokus, memiliki pengertian sebagai menambah produk atau jasa

baru, tetapi berhubungan dengan produk/ jasa lama.

2. Diversifikasi Horizontal, memiliki pengertian sebagai menambahkan produk atau jasa baru, yang

tidak berkaitan kepada pelanggan saat ini.

3. Diverifikasi Konglomerasi, ialah menambahkan produk atau jasa baru yang tidak berkaitan.

Namun, agar lebih terfokus dengan masalah produktivitas maka penulisan ini dibatasi pada jenis

diversifikasi konsentrik dan terfokus pada produk saja.

Alasan perusahaan menerapkan strategi ini karena (Sumanth, 1985) :

1. Ada pesaing yang baru saja meluncurkan produk baru.

2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk sebelumnya menurun selama beberapa bulan atau

tahun.

Page 120: Green+productivity

120

3. Bahan mentah, komponen, dan pasokan energy secara tidak terduga menjadi susah didapat.

4. Produk eksisting tidak berlanjut pada pangsa pasar.

5. Perusahaan tengah mengembangkan sebuah produk yang jauh dari kompetisi

6. Produk baru dibutuhkan untuk tujuan pertahanan nasional

7. Belum ada perusahaan yang menawarkan produk baru pada saat itu.

8. Pentingnya terobosan pada pasar internasional.

9. Terobosan dari pesaing menjadi penting agar dapat bertahan dan tumbuh.

10. Perusahaan memenuhi kontrak eksklusif untuk menawarkan produk baru.

Diversifikasi dimaksudkan untuk meningkatkan total penjualan. Jika ada satu produk yang

volume penjualannya kecil dapat ditutupi oleh produk lain yang volume penjualannya besar. Salah

satu contoh perusahaan yang menerapkan strategi diversifikasi konsentrik adalah AQUA GOLDEN

MISSISIPI (Rahman Umar, 2007).

PT. Aqua Golden Missisipi merupakan produsen air minum terbesar di Indonesia, menguasai

40% pangsa pasar air minum dalam kemasan, melalui produknya AQUA dan VIT sedangkan sisanya

berasal dari pemain industri yang jumlahnya sebanyak 426 perusahaan (id.wordpress.com). Pada

awal berproduksi, merk utamanya adalah AQUA dengan kemasan dari botol kaca dengan konsep isi

ulang yang membidik pasar orang asing yang makan diluar di Jakarta. Hotel dan rumah makan telah

membeli AQUA dalam botol yang dapat dikembalikan. Penjualan mencapai 2.5 juta liter pada tahun

1980, namun meluaskan pasar adalah tidak layak selama AQUA belum mempunyai jaringan

pengembalian botol diluar Jakarta. Tahun 1981, Aqua mulai mengemas air dalam penampung yang

terbuat dari PVC (Poly Vinyl Chlorida) dengan konsep langsung buang. Penyempurnaannya pada

tahun 1984 dengan bentuk yang lebih efisien yakni segi empat. Menginjak 1987, Aqua

mengemasnya pada material PET (Poly Ethilen Therepthalat).

Terlepas dari hal tersebut, hingga saat ini posisi Aqua ternyata tidak berubah sebagai leader

dengan segmen pasarnya adalah menengah atas. Bahkan merk Aqua sendiri sudah menancap di

benak masyarakat sehingga sebutan air mineral menjadi Aqua. Hal ini lantas tidak membuat

produsen berhenti melakukan terobosan, masih ada ceruk yang belum terjamah yaitu masyarakat

menengah bawah dan eksekutif.

Page 121: Green+productivity

121

Gambar 10.3. Air Mineral Vittel, Produk Perusahaan Perancis yang Diakuisisi PT. Aqua Golden Missisipi

(Sumber : www.vittel.com)

Untuk membidik pasar menengah bawah pada tahun 1987, Aqua mengakuisisi air minum

VIT yang merupakan produk dari perusahaan air mineral Perancis, Vittel. Dua produk ini memiliki

perbedaan pada bahan baku sumber air. Jika Aqua menggunakan air yang berasal dari sumber mata

air – walaupun bukan sumber mata air asli, karena 1) sumber mata air asli telah digunakan oleh

masyarakat dan jika sumber ini digunakan, maka dampaknya adalah debit air menurun. Sehingga

sumber mata air ini hanya dijadikan sebagai indikator adanya sumber air saja. Sedangkan alas an ke

2) adalah agar menghindari kontaminasi, karena umumnya lapisan mata air tidak terlalu dalam hanya

30 – 40 meter saja dan ini sudah tercemar oleh bakteri oleh sebab itu dilakukan pengeboran sedalam

70 – 100 meter – sedangkan Vit berasal dari air sumur atau apa saja.

Sedangkan strategi diversifikasi untuk mengisi pangsa pasar eksklusif, PT. Aqua Golden

Missisipi melakukan merger dengan perusahaan multinasional Danone, dengan mendistribusikan

secara eksklusif air mineral Evian, yang berasal dari pegunungan Alpen.

Gambar 10.4.

Produk PT.Aqua Golden Missisipi yang Menjangkau Pasar Menengah Atas, Bawah dan Premium (Sumber : www.vittel.com)

Page 122: Green+productivity

122

10.2.Product Simplification

Riggs et all (1979) dalam Sumanth (1985) memberikan definisi product simplification sebagai

pengurangan terhadap yang tidak relevan atau marginal lines, jenis dan model dari produk. Hal ini

berupa pengurangan pada material dan komponen yang digunakan atau bisa juga pengurangan pada

kerumitan metode dan proses produksi

DFMA

Berbicara tentang product simplification tentu tidak dapat lepas dari Design for Manufacturing

Assembly (DFMA). Karena pada dasarnya metode ini memiliki tujan dasar untuk membuat produk

menjadi lebih sederhana, baik dari penggunaan komponen, material maupun proses produksinya.

Design for manufacture memiliki definisi desain untuk kemudahan manufaktur dari sekumpulan

komponen yang membentuk produk setelah dirakit (assembly). Sedangkan Design for Assembly

adalah desain produk untuk kemudahan perakitan. Yang kemudian digabungkan menjadi DFMA.

Boothroyd (2002), menyebutkan tiga aktivitas utama dari DFMA :

a. Sebagai dasar studi concurrent engineering untuk memberikan petunjuk bagi tim desain

dalam menyederhanakan struktur produk, mengurangi biaya manufaktur dan perakitan dan

untuk mengkuantifikasi improvement.

b. Sebagai alat pembanding pada produk pesaing dan untuk mengkuantifikasi kesulitan proses

manufaktur serta perakitan.

c. Sebagai alat untuk membatu bernegosiasi dengan supplier.

Analisis DFA merupakan langkah pertama yang dilakukan, dengan tujuan untuk menyederhanakan

struktur produk. Kemudian dengan menggunakan DFM akan diperoleh estimasi biaya awal untuk

komponen, baik pada desain asli maupun desain yang baru untuk memberikan keputusan yang

bertentangan. Selama proses ini, material dan proses terbaik, dipertimbangkan untuk bermacam –

macam komponen. Proses tersebut dapat di rangkum pada gambar 3.

Sebuah terobosan dalam implementasi DFA terjadi pada tahun 1988 ketika Ford Motor Company

melaporkan bahwa software DFA membantu menyelamatkan miliaran dollar pada cabang

automobile Taurus. Belakangan, dilaporkan oleh General Motors (GM) membuat perbandingan

antara pabrik perakitan di Fairfax, Kansas yang membuat Pontiac Grand Prix dengan pabrik

perakitan Ford Taurus di Mercury Sable dekat Atlanta. GM menemukan selisih produktivitas cukup

besar dan disimpulkan bahwa selisih kedua desain tersebut adalah 41% . Contohnya: Mobil ford

memiliki komponen lebih sedikit – 10 pada bumper depan dibandingkan dengan 100 pada GM

Pontiac – dan komponen Ford lebih mudah perakitannya.

Page 123: Green+productivity

123

Gambar 10.5. Proses DFMA menggunakan software DFMA

Sumber : Boothroyd, et all 2002 DFMA tidak hanya mengurangi biaya produksi, namun dapat memperpendek waktu

peluncuran sebuah produk ke pasar, yang ditunjukkan dengan gambar 4. Contoh : Ingersoll – Rand

Company melaporkan bahwa DFMA software mengurangi waktu fase pengembangan produk

dengan drastis dari yang bisanya dua tahun menjadi satu tahun. Dengan tambahan, tim simultaneous

engineering mengurangi beberapa komponen dari 80 menjadi 29, penurunan penggunaan sambungan

dari 38 menjadi 20, menata perakitan dari 159 menjadi 40 dan mengurangi waktu perakitan dari 18.5

menit menjadi 6.5 menit. Dikembangkan bulan Juni 1989, desain baru diproduksi pada Februari

1990.

Keuntungan penggunaan DFMA

Survey yang diambil dari sejumlah engineering design secara mengejutkan menyebutkan bahwa

pengurangan biaya produksi tidak penting berdasarkan hasil akhir keinginan meredesain. Gambar 8

menunjukkan bahwa pengurangan waktu peluncuran ke pasar dan peningkatan pada kualitas lebih

penting daripada biaya produksi.

Gambar 10.6. Proses DFMA menggunakan software DFMA

Sumber : Boothroyd, et all 2002

Page 124: Green+productivity

124

Keuntungan lain dari DFMA menawarkan prosedur yang sitematis untuk menganalisa desain yang

ditawarkan dilihat dari sudut pandang perakitan dan manufaktur. DFMA juga mendorong dialog

antara desainer dan manufacturing engineers juga semua yang terlibat dalam penentuan biaya

produk. Ini berarti mendukung kelompok kerja dan keuntungan simultaneous atau concurrent

engineering dapat tercapai.

Gambar 10.7. Prosentase Keuntungan Penggunaan DFMA

(Sumber : Boothroyd, et all 2002)

Contoh Kasus DFMA pada Thermal Gunsight di Raytheon Systems

Sebuah thermal gunsight yang diproduksi oleh Sistem Pertahanan dan Grup Elektronik dari Texas

Instraments (sekarang bernama Raytheon Systems), digunakan untuk melacak dan membidik target

di malam hari, kondisi di medan pertempuran serta untuk menyesuaikan bagian system video dengan

lintasan peluru dari senjata kendaraan untuk memastikan akurasi pada kendaraan darat lapis baja

(tank). Yang terpenting adalah alat ini harus ringan.

Dengan analisis DFA didapatlah kesimpulan bahwa pengikat (fastener) dan reorientasi perakitan

merupakan dua kontribusi utama terhadap pengaruh waktu perakitan. Proses khusus pada

pengeboran dan pemasangan serta penggunaan perekat pada sekrup juga merupakan kontribusi

utama. Tujuan utama selama redesain adalah untuk mengurangi komponen, mengurangi elemen yang

tidak penting, menstandardkan pengingat (reminder), serta mengurangi perakitan. Setelah analisis

ini dibuat, maka beberapa alternatif desain ditawarkan sehingga terpilihlah sebuah desain final.

Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa desain baru thermal gunsight berkurang sebanyak 16

komponen yang mana semula adalah 24 komponen menjadi 8 komponen saja

Page 125: Green+productivity

125

Tabel 10.3. Perbandinan reticle assembly antara desain awal dengan desain baru. Sumber: Ibid

Paul Zimmermann, pimpinan mechanical engineer Raytheon menyampaikan bahwa keuntungan

utama dari DFMA adalah berkurangnya waktu dan biaya untuk memperbaiki dan re-work. Dia juga

menyebutkan bahwa metode ini menghemat lebih dari $2 .000.000 selama fase desain.

Contoh Kasus DFMA pada Digital Equipments Corporation

Tim desain pada Digital Equipments Corporation menedain ulang mouse perusahaan. Dimulai

dengan membandingkan dengan produk digital mouse dan mouse yang dibuat oleh perusahaan lain.

Dengan menggunakan software DFMA untuk membandingkan beberapa komponen seperti waktu

pemasangan, jumlah komponen, cara perakitan, biaya tenaga kerja dan total biaya produk. Mereka

juga berkonsultasi dengan pekerja yang merakit mouse. Gordon lewis, koordinator DFMA dan

pemimpin tim, menyatakan bahwa DFMA memberikan tim desain “ Ini adalah aturan 80/20,

menghabiskan waktumu sebesar 80% dan 20% untuk masalah. Dan DFMA adalah alat yang

membantu tim mengidentifikasi dengan tepat 20% masalah yang ada.”

Gambar 10.8. Perbandingan mouse yang lama dan yang baru. Sumber : Boothroyd, et all 2002

Page 126: Green+productivity

126

Tabel 10.4. Menunjukkan Perbandingan Mouse Lama dengan Mouse yang Baru.

Original New Fastener 7 -

(2 snap fits) Assembly Adjustment 8 - Total Assembly Count 83 54 Assembly time 592 277 Cycle Time 18 week for hard tooling only 18 week including hard tooling

d. Concurrent Engineering/ Simutaneous Engineering

Concurrent engineering (best.me.berkely.edu) merupakan sebuah metode pengembangan

produk yang menggantikan proses pengembangan produk tradisional dengan penyelesaian tugas

secara paralel atau serentak dengan pertimbangan awal di setiap aspek proses pengembangan produk.

(Dieter,2000) Dimana pada pengembangan produk tradisional, semua prosesnya dilakukan secara

berurutan (serial/ sequential). Bahkan sempat dikenal pula istilah “over the wall approach”, yaitu

seorang desainer bekerja pada satu sisi tembok dan melemparkan desain melalui tembok kepada

insinyur produksi yang kemudian menghadapi berbagai kendala produksi dikarenakan mereka tidak

dilibatkan pada proses desain (Boothroyd et all, 2002).

Sekitar tahun 1980-an, berbagai perusahaan menghadapi peningkatan tekanan pada lantai

produksi dan sebuah pendekatan baru pada integrasi desain produk berkembang perlahan – lahan

yang kemudian dikenal dengan concurrent engineering. Hal ini didorong oleh keinginan untuk

memperpendek waktu pengembangan produk, juga dipicu oleh keinginan untuk meningkatkan

kualitas dan mereduksi biaya daur hidup produk.

Tujuan utama Concurrent Engineering adalah sebagai berikut :

a. Mengurangi lead time pengembangan produk.

b. Meningkatkan keuntungan

c. Meningkatkan daya saing

d. Meningkatkan kontrol pada desain dan biaya produksi

e. Hubungan yang dekat antar divisi

f. Meningkatkan reputasi perusahaan dan produk

g. Meningkatkan kualitas produk

h. Pengembangan semangat tim

Perusahaan yang menggunakan Concurrent Engineering pada setiap perancangan produknya

adalah Toyota. Salah satu contoh kasus adalah proyek perancangan Toyota Prius. Liker (2006)

menyebutkan pada awalnya Prius merupakan proyek penelitian Toyota untuk mobil baru abad ke-21.

Page 127: Green+productivity

127

Adapun konsep awalnya adalah mobil kecil yang efisien bahan bakar namun memiliki ruang

kabin yang luas. Bulan September 1993 komite G – 21 ini mengadakan pertemuan dan memiliki

waktu tiga bulan untuk mengembangkan cetak biru yang berukuran setengah skala kendaraan.

Namun dalam proses pengembangannya konsep efisien bahan bakar ini berubah menjadi teknologi

hibrida yang merupakan kombinasi manis dari hemat bahan bakar, emisi rendah dan praktis. Padahal

pada tahun 1994 tepatnya bulan Nopember teknologi hibrida ini masih dianggap terlalu baru dan

merupakan teknologi yang beresiko, namun dilain pihak prototype mobil ini harus selesai pada bulan

Oktober 1995 tepatnya pada pameran mobil Tokyo dan hal ini berarti waktu yang dimiliki kurang

dari satu tahun.

Dimulai dari pertimbangan 80 jenis mesin hibrida yang dipersempit menjadi 10 jenis mesin

kemudian memilih empat terbaik. Masing – masing dari keempat jenis hibrida ini dievaluasi secara

hati – hati dengan simulasi komputer . Berdasarkan hasil ini tim cukup yakin dengan mengajukan

satu alternatif pada Mei 1995, hanya dalam waktu enam bulan. Juni 1995, Prius resmi menjadi

proyek pengembangan dengan rencana awal Prius akan diluncurkan pada awal tahun 1999. Adanya

pergantian presiden direktur yang baru menyebabkan proyek ini dipercepat satu tahun yakni

Desember 1997. Akhirnya prototype Prius dibuka pada khalayak umum pada Oktober 1995 di

pameran Mobil Toyota dan mobil ini menjadi bintang.

Juli 1996 tim memiliki sebuah mobil hybrid untuk dikembangkan, ini berarti waktu yang

tersisa untuk memproduksi Prius adalah 17 bulan. Tinjauan akhir terhadap desain dan persetujuan

formal oleh dewan direksi terhadap desain diberikan pada bulan September, sehingga sejak saat itu

hanya tersisa waktu 15 bulan. Disamping mengembangkan teknologi, Toyota juga harus

mengembangkan dan mempersiapkan proses manufaktur yang baru, menyusun rencana penjualan

yang baru untuk Prius dan bahkan mempersiapkan organisasi pelayanan untuk perawatan kendaraan.

Pada tahun 1996 standar industri untuk mengembangkan kendaraan, terutama di AS berkisar antara

lima hingga enam tahun. Namun sudah sejak tahun 1982, perusahaan – perusahaan mobil Jepang

mengembangkan kendaraannya hanya dalam waktu 48 bulan. Terlebih lagi Prius yang merupakan

terobosan baru hanya mempunyai waktu 15 bulan. Penelitian dan pengembangan Prius dilakukan

secara bersamaan dengan pengembangan produk. Dan akhirnya pada bulan Oktober 1997 – dua

bulan lebih cepat dari target – mobil hibrida produksi massal pertama di dunia ditawarkan ke pasar

Jepang, yang segera diikuti oleh peluncuran di AS.

Page 128: Green+productivity

128

Gambar 10.9. Toyota Prius Generasi Pertama Tahun 1997 (Sumber : www.toyota.co.id)

Keberhasilan Toyota dalam ketepatan waktu bahkan lebih cepat dari target disebabkan penggunaan

metode concurrent/ simultaneous engineering. Yang dilakukan dengan cara :

1. Tim lintas fungsi dan chief engineer bekerja sama setiap hari dalam ruangan yang sama

(obeya). Dalam proyek prius, tim ahli dari berbagai fungsi, desain, evaluasi dan manufaktur

duduk dalam satu ruangan besar bersama chief engineer dan mengambil kputusan secara real

time. Yang turut bergabung dengan kelompok tersebut tidak hanya insinyur desain, tapi juga

insinyur produksi sehingga mereka dapat melakukan pembahasan bersama-sama.

Gambar 10.10 . Toyota Prius Generasi Kedua Prius 2009

Sumber : www.toyota.co.id

2. Para insinyur manufaktur dan produksi tersebut terlibat sejak awal dalam proses desain

bekerja dengan para insinyur desain pada tahap pengembangan konsep, untuk memberikan

masukan mengenai masalah manufaktur. Tingkat kerjasama ini tidak baisa dalam industri

otomotif dan Toyota telah melakukan enjineering secara simultan selama beberapa tahun

sebelum prius namun Prius membuatnya lebih intensif. Begitu banyak hal baru dan tekanan

waktu yang intens, terjadilah kerjasama yang tiada duanya antar divisi dan antara bagian

desain dan bagian manufaktur untuk Prius.

Page 129: Green+productivity

129

Akibat inovasi ini, sejalan dengan inovasi dalam penggunaan teknologi komputer, proses

pengembangan produk di Toyota sekarang secara rutin berkurang menjadi 12 bulan atau

kurang untuk kendaraan derivatif, padahal sebagian besar pesaing membutuhkan waktu dua

kali lebih lama.

e. Product Standardization

Aturan utama dalam mendesain produk ialah mendesain menggunakan komponen standard.

Misalnya mur, baut, ring, segel, bearings, gear dan gigi rantai. Standarisasi produk merupakan

bagian usaha sistematis dari desainer produk, insinyur industri dan manajer marketing untuk

menciptakan sebuah produk yang dapat meminimalkan proses produksi, distribusi, penjualan dan

biaya perawatan (Sumanth, 1985). Standarisasi (Ulrich dan Eppinger, 2000) pada hal ini

diaplikasikan pada penggunaan komponen, dengan cara pemanfaatan komponen yang sama pada

bermacam-macam produk. Kondisi ini dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kualitas.

Standarisasi komponen dapat terjadi di luar perusahaan, ketika beberapa produk manufaktur

semuanya menggunakan komponen dari pemasok yang sama. Contohnya dalah baterai jam tangan

Swatch yang dibuat oleh pemasok dan terstandarisasi untuk berapa lini produk manufaktur lainnya.

Aplikasi dari penggunaan standarisasi produk adalah produk-produk dengan basis modular desain.

Modular desain terdiri atas core components dan support component, dimana kedua jenis komponen

ini jika dikombinasikan dapat menghasilkan berbagai varian yang baru dan berbeda. Oleh sebab itu

dalam perancangannya komponen – komponen ini harus distandardkan agar kompatibel satu dengan

yang lainnya. Nippon Denso panel meter, merupakan contoh produk yang menggunakan sistem

modul. Panel meter didesain dengan enam modul standard. Kombinasi enam modul ini menghasilkan

288 model yang berbeda dengan 40 model yang baru diproduksi.

Gambar 10.11. Nippon denso panel meter dan kemungkinan 288 kombinasinya (Sumber : Huang, 1999)

Page 130: Green+productivity

130

f. Emulation

Emulation ( www.thefreedictionary.com ) ialah usaha untuk menyamai atau mengungguli yang

lain. Emulation memiliki pengertian yang sama dengan peniruan (imitation) atau tiruan (copying).

Sedangkan dalam hubungannya dengan pengembangan produk, emulation (Burnham, 1979 dalam

Sumanth, 1985) memiliki pengertian sebagai meniru ide terbaik dari perusahaan lain, pada industri

yang sama. Terkadang sebuah perusahaan tidak perlu menjadi penemu dari metode baru agar sukses

dalam meningkatkan produktivitas. Meniru ide terbaik disini termasuk produk, proses, material,

teknologi dan kebijakan manajemen. Strategi ini cocok digunakan pada perusahaan dengan sumber

daya yang terbatas (www.web-articles.info).

Gambar 10.12. Metode Emulasi yang Digunakan pada Peningkatan Produtivitas Seterika (Perbandingan Produk Maspion dengan Philips)

Sumber : www.toyota.co.id

Emulasi tidak jelek sepenuhnya, bahkan dapat menjadi penting. Bahkan merupakan teknik

peningkatan produktivitas sederhana yang sangat efektif, karena teknik ini mengambil kelebihan dari

ide yang sudah digunakan oleh pesaing. Namun pada prakteknya, selalu ada keseganan pada

beberapa perusahaan (terutama perusahaan Amarika) untuk meniru desain dan metode produksi dan

gaya manajemen dari pesaing asing. Kondisi ini ternyata berbeda dengan perusahaan – perusahaan di

Negara timur, yang banyak meniru teknologi know – how perusahaan di Negara barat.

Contoh kasus ini adalah pada produk seterika PT. Maspion yang meniru desain seterika dari Philips.

Gambar 10.12 memperlihatkan kesamaan pada bentuk seterika dan pembagian komponen warnanya.

g. Product Cannibalism

Untuk memperpanjang daur hidup produk, product cannibalization adalah salah satu cara yang

dapat digunakan. Komninos (2002) memberikan pengertian dari product cannibalization sebagai

usaha perusahaan memutuskan untuk mengganti produk eksisting dan memperkenalkan yang baru

Page 131: Green+productivity

131

sebagai pengganti produk eksisting tanpa peduli posisinya di pasar. Biasanya, cara ini dilakukan

untuk memperkenalkan teknologi baru dan kebanyakan kasusnya pada perusahaan berteknologi

tinggi. Pada kondisi kanibalisasi normal, produk baru yang menggantikan produk sebelumnya yang

berada pada fase matang. Produk baru dijual pada harga tinggi sebagai keberlanjutan penjualan,

sedangkan pencapaian produk yang lama berada pada akhir daur hidup produk. Akan tetapi, ada pula

perusahaan yang memperkenalkan versi baru dari sebuah produk ketika produk sebelumnya berada

pada fase pengenalan produk. Untuk menggunakan strategi ini, perusahaan harus mengetahui kapan

dan mengapa menggunakan ini. Karena apabila terlambat ataupun terlalu cepat akan berdampak

buruk bagi penjualan perusahaan.

Strategi ini biasanya digunakan untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar,

sedangkan bagi pengikut (follower) strategi ini digunakan untuk mengejar posisi pemimpin pasar.

Sedangkan dalam kaitannya dengan daur hidup produk, strategi ini dapat mempersingkat fase

perkenalan dan pertumbuhan karena tidak memerlukan biaya promosi atau iklan yang besar sebab

tidak membutuhkan intensitas iklan atau promosi yang tinggi.

Ada tiga tipe kanibalisasi produk, yaitu : Unfavorable Cannibalization, Offensive

Cannibalization dan Defensive Cannibalization. Namun dari ketiganya, tipe defensive paling sehat

dilakukan. Baik pada perusahaan, pasar maupun perekonomian nasional. Oleh sebab itu, penjelasan

kepada tipe defensive lebih ditekankan. Contoh perusahaan yang menggunakan strategi ini adalah

Intel Corporation yang mengkanibalisasi prosesor 8088 menjadi 80286 setelah 2,5 tahun, kemudian

80286 digantikan oleh 386 setelah tiga tahun, 386 digantkan 486 setelah 4 tahun dan 486 digantikan

dengan Pentium setelah 4,5 tahu dan seterusnya. Jadi disini, pemimpin pasar mendikte langkah dan

panjangnya daur hidup produk. Penggantian 486 menjadi Pentium membutuhkan waktu yang lama,

disebabkan karena pesaing tidak dapat mengejar. Contoh kasus lain lagi adalah, pada perusahaan

Nintendo, sega atau Play Station.

Gambar 10.13. Perkembangan Produk Kanibalisasi Intel dari 8088 menjadi 80286 menjadi 388 hingga Pentium 4

(Sumber : berbagai sumber diolah)

Page 132: Green+productivity

132

Daur hidup produk terdiri dari lima fase, yakni : fase pengembangan produk, fase perkenalan,

fase pertumbuhan, fase dewasa dan fase penurunan. Jika dikaitkan dengan produktivitas, fase

perkembangan produk sebisa mungkin diperpendek lead-timenya, sebab pada fase ini perusahaan

mengeluarkan biaya yang cukup besar. Bahkan Dewhurst dan Boothroyd (2002) menyebutkan

bahwa pengurangan waktu peluncuran lebih penting dari pada pengurangan biaya produksi.

Yang kedua adalah, pada fase ini juga perlu dipertimbangkan poses produksinya, yaitu kemudahan

perakitan dan pembuatannya tanpa mengabaikan kualitasnya.

Adapun cara-cara yang digunakan untuk dapat meningkatkan produktivitas berdasarkan

produknya dilakukan dengan teknik : value engineering, diversifikasi produk, penyederhanaan

produk melalui DFMA, Simultaneous/ Concurrent Engineering, standarisasi produk, emulasi dan

kanibalisasi produk. Dari keenam teknik tersebut, dapat diterangkan kaitannya dengan produktivitas

sebagai berikut :

Tabel 10.5. Korelasi antara enam jenis teknik dengan kriteria peningkatan produktivitas.

Kriteria Produktivitas VE Div. Prod

DFMA

CE Emulasi Std. Prod

Cann.Prod

Mengurangi lead time pengembangan poduk.

v v v v

Mengurangi biaya produksi v v v v Meminimumkan inventory v v v v Meningkatkan keuntungan v v v v v v v Meningkatkan kualitas dan keandalan produk

v v v v v v v

Memperpanjang daur dewasa produk v

Sedangkan pada masa dewasa produk, sebaiknya diperpanjang karena pada masa ini

perusahaan meraih keuntungan yang tinggi. Pada fase ini, sebuah produk tidak dapat berhenti pada

satu titik namun terus melakukan perubahan walaupun kecil, yakni pada pengemasan misalnya. Hal

ini terjadi pada Rinso yang kini tengah berada pada posisi dewasa dan bertahan selama 35 tahun

sebagai pemimpin pasar deterjen di Indonesia. Perubahan yang dilakukan untuk menarik pasar selain

dilakukan dengan cara perubahan desain kemasan juga meluncurkan variannya, yakni rinso untuk

pakaian berwarna dan rinso yang dikombinasi dengan pelembut dan pewangi pakaian.

Page 133: Green+productivity

133

BAGIAN TIGA LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional

- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada Industri Manufaktur

- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan

- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green produktivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur

- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan

Page 134: Green+productivity

134

BAB 11

INDUSTRI MANUFAKTUR

Dewasa ini terjadi perkembangan yang cukup pesat pada industri manufaktur. Perkembangan

industri manufaktur ini ditandai dengan bertambahnya jumlah dan inovasi yang dilakukan oleh

industri manufaktur. Inovasi dilakukan pada proses produksi atau inovasi produk yang dihasilkan.

Untuk mendukung inovasi, maka diperlukan suatu kondisi yang reprentatif pada industri tersebut.

Kondisi ini dapat tercapai jika semua komponen yang terlibat dalam proses produksi dapat bekerja

dengan baik, antara lain komponen bahan baku, tenaga kerja, peralatan produksi dll.

Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat dengan tangan.

Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683.

Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses

ini meliputi (1) perancangan produk, (2) pemilihan material, dan (3) tahap-tahap proses dimana

produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk

dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang

terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan. Industri manufaktur merupakan

industri yang menghasilkan suatu produk tertentu. Karakteristik tersebut mempermudah dalam

membuat suatu perbaikan dibandingkan industri jasa yang tidak tampak produknya. Terdapat

beberapa karakteristik industri manufaktur pada dunia modern, yaitu:

1. Hanya world class organization yang dapat bersaing dipasar domestik dan pasar global.

2. Selalu berorientasi pada peningkatan kualitas dari produk yang dihasilkan.

3. Menyadari bahwa human resources merupakan suatu asset penting dalam organisasi dan

memberdayakannya untuk mencapai tujuan perusahaan.

4. Menekankan pada pengendalian biaya

5. Menekankan pada fokus dan spesialisasi.

6. Meningkatkan kemampuan mesin produksi untuk mencapai tujuan speed, accuracy dan quality

melalui deploying intelligent machines and flexible manufacturing systems.

7. Meningkatkan peranan komputer untuk memecahkan masalah bisnis yang komplek, desain

engineering, R&D, inventori, perawatan peralatan, masalah kualitas.

8. Menggunakan simulasi dan model matematika dalam proses pengambilan keputusan.

Disisi lain, industri manufaktur merupakan pendorong bagi pertumbuhan industry jasa.

Produk yang dihasilkan oleh industri manufaktur digunakan dalam proses produksi industri jasa.

Dengan demikian inovasi dan perkembangan industri manufaktur sangat berpengaruh pada

perkembangan dan inovasi industri jasa.

Page 135: Green+productivity

135

Gambar 11.1. Hubungan antara industri manufaktur dan industry jasa

(Sumber: Castaldi, 2008)

Terdapat beberapa bentuk industri manufaktur dewasa ini. Castaldi (2008) membedakan

industri manufaktur menjadi empat tipe, yaitu:

1. Scale Intensive (SI): termasuk kebutuhan konsumen yang komplek dan tahan lama (makanan,

bahan kimia dan sepeda motor), dan memproses bahan baku (metal manufacturing, glass dan

semen)

2. Supplier Dominated (SD): suatu industri dimana sebagian besar proses produksinya

menggunakan teknologi (industri tekstil, pipa dan kertas).

3. Science Based (SB): Industri elektronik, minuman, bioengineering, dan semua industri yang

secara langsung mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam proses inovasinya.

4. Specialized Suppliers (SS): yang termasuk dalam tipe ini adalah peralatan bangunan, desain dan

mechanical engineering (machines and machines tools production).

Pada dasarnya perkembangan industri manufaktur tidak terlepas dari masalah produktivitas,

karena peningkatan produktivitas merupakan indikator perkembangan positif suatu industri. Salah

satu alat yang dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas pada industri manufaktur adalah:

Value Stream Mapping (VSM). Alat ini dapat digunakan untuk melihat aliran produk, aliran bahan

baku dan aliran informasi pada industri manufaktur. Selain itu VSM dapat digunakan untuk

memisahkan aktivitas value adding dan non value adding aliran produk dari supplier bahan baku

sampai konsumen.

Page 136: Green+productivity

136

VSM mempunyai peranan penting dan berbeda-beda pada setiap tipe industri manufaktur.

Jobbing shops: VSM digunakan untuk melihat proses pre-manufacturing, seperti: quotation

preparation, desain, pembelian, proses perencanaan dan penjadwalan. Batch manufacturing: VSM

digunakan untuk menerapkan konsep lean, dan dengan memperkenalkan “pull” system dengan

kanban untuk pengendalian produksi, mengembangkan aliran proses berdasarkan waktu,

penjadwalan bertingkat, misalnya mingguan, bulanan dll. Flow line production: VSM digunakan

untuk melihat hasil jika telah dilakukan suatu improvement. Process plants: pada tipe ini VSM

digunakan untuk melihat possibility smaller run, reviewing set-up atau change over times,

memperbaiki system penjadwalan, memperbaiki pengendalian proses, melakukan preventif

perawatan dan memperbaiki prosedur pengendalian kualitas.

Page 137: Green+productivity

137

BAB 12

HUMAN CAPITAL PADA MANUFAKTUR

Terdapat berbagai macam modal (capital) yang harus tersedia sebelum suatu industri

manufaktur agar dapat melakukan proses operasinya. Beberapa modal yang harus tersedia antara

lain: modal fasilitas produksi, modal financial, modal material dan modal tenaga kerja (human

capital). Menurut Carmeli (2004), tenaga kerja sebagai human capital merupakan suatu asset

strategis agar suatu organisasi dapat berjalan secara efektif. Perkembangan dan inovasi yang

berkelanjutan pada tenaga kerja akan memberikan pengaruh positif bagi performance suatu

organisasi/ perusahaan. Sedangkan menurut Serneels (2008), human capital merupakan akumulasi

dari dua hal, yaitu: suatu pengalaman dan pengetahuan dari seorang karyawan.

Human capital merupakan komponen penting dalam operasionalisasi perusahaan, karena

berperan dalam merumuskan dan melaksanakan strategi. Human capital berperan dalam

merumuskan rencana strategis dan mengimplementasikan rencana tersebut melalui berbagai cara,

misalnya: rekrutmen atau perampingan karyawan dan sebagainya (Dessler, 2004). Selain itu,

Manajemen sekarang telah banyak berubah dari keadaan 20-30 tahun lampau, di mana human capital

menggantikan mesin-mesin sebagai basis keberhasilan kebanyakan perusahaan.

Kondisi tersebut menuntut adanya perubahan penanganan tenaga kerja sebagai human

capital. Pola yang berubah ini menuntut "pengetahuan" baru dan "cara penanganan" (manajemen)

yang baru Moskowitz, R. and Warwick D. (1996) berpendapat, bahwa Human capital yang mengacu

kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, dan ekspertis tenaga kerja perusahaan kini

menjadi sangat penting, dibandingkan dengan waktu-waktu lampau. Malcolm Baldrige, menyatakan

bahwa penanganan SDM sebagai Human Capital telah berhasil jika MSDM sudah merencanakan

penerapan dan intergrasi pertumbuhan pegawai secara penuh, mencakup program pelatihan, alur

pengembangan karier, penilaian/proses kesadaran pribadi, kompensasi, pemberian wewenang, dan

hasil terukur. Untuk mencapai penanganan SDM sebagai Human Capital dapat dinilai dari

komponen-komponen sebagai berikut (Gamal, 2007):

1. Perencanaan dan Pengelolaan SDM

a. Seberapa jauh perencanaan SDM dikaitkan dengan strategi;

b. Seberapa jauh SDM dikaitkan dengan tujuan peningkatan kualitas;

c. Seberapa besar penggunaan data pegawai untuk peningkatan pengelolaan SDM.

2. Peningkatan Pegawai

a. Seberapa besar insentif bagi keterlibatab pegawai dalam peningkatan kualitas;

Page 138: Green+productivity

138

b. Seberapa besar wewenang yang diberikan kepada pegawai dalam area kerja mereka;

c. Bagaimana pengukuran dan pemantauan pegawai dalam peningkatan kualitas;

d. Bagaimana indicator monitoring keterlibatan pegawai pada semua tingkatan.

3. Pendidikan dan Pelatihan

a. Bagaimana sistematika pengembangan program pelatihan dan pendidikan;

b. Bagaimana mengukur kaitan pelatihan dan pendidikan dengan pekerjaan pegawai;

c. Seberapa jauh pengaruh hasil pelatihan berhubungan dengan area pekerjaan pegawai;

d. Bagaimana mengukur pelatihan pegawai dengan kategori pekerjaan

4. Kinerja Pegawai dan Pengakuan

a. Seberapa jauh reward program mendukung tujuan peningkatan mutu;

b. Bagaimana intensitas organisasi meninjau ulang dan meningkatan reward program;

c. Bagaimana pengelolaan data dan bukti pengenalan setiap pegawai;

d. Bagaimana keberlanjutan peningkatan program untuk mencapai kepuasan pegawai.

5. Kepuasan Pegawai

a. Seberapa jauh program pengembangan pelayanan kepada pegawai;

b. Bagaimana system penilaian & evaluasi kepuasan pegawai;

c. Bagaimana kelengkapan data dalam peningkatan dan pelayanan pegawai.

Dengan demikian, human capital pada industri manufaktur, bukanlah memposisikan

manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin,

sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun setelah teori ini semakin meluas, maka human

capital justru bisa membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia

dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk pelatihan) dalam rangka peningkatan

mutu organisasi sebagai bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital

menunjukkan bahwa hasil dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa

pembangunan fisik.

Page 139: Green+productivity

139

BAB 13

HUMAN RESOURCES MANAGEMENT (HRM) PADA

MANUFAKTUR

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) atau biasa disebut dengan istilah human

resources management (HRM) adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup

karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktifitas

organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Simamora (2006)

mendefinisikan Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem

perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja,

kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia

melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara lansung sumber

daya manusianya.

MSDM merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas interdependen (saling terkait satu

sama lain), dimana setiap aktivitas berpengaruh pada aktivitas yang lain. Tujuan dilakukannya

manajemen sumber daya manusia adalah: meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada

dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab strategis, etis dan sosial.

Tercapainya tujuan manajemen sumber daya manusia pada industri manufaktur tercermin dari

adanya :

- Peningkatan effisiensi

- Peningkatan effektifitas

- Peningkatan produktifitas

- Rendahnya tingkat perpindahan pegawai

- Rendahnya tingkat absensi

- Tingginya kepuasan kerja karyawan

- Tingginya kualitas pelayanan

- Rendahnya keluhan dari pelanggan

- Meningkatnya bisnis dari perusahaan.

Peran manajemen sumber daya manusia dalam menjalankan aspek SDM harus dikelola

dengan baik sehingga kebijakan dan praktek dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan

perusahaan, yang meliputi kegiatan (Rivai, 2003):

- Melakukan analisis jabatan (menetapkan karakteristik pekerjaan masing – masing SDM)

- Merencanakan kebutuhan tenaga kerja dan merekrut calon pekerja

Page 140: Green+productivity

140

- Menyeleksi calon pekerja

- Memberikan pengenalan dan penempatan pada karyawan baru

- Menetapkan upah, gaji dan cara memberikan kompensasi

- Memberikan insentif dan kesejahteraan

- Melakukan evaluasi kinerja

- Mengkomunikasikan, memberikan penyuluhan dan menegakan disiplin kerja

- Memberikan pendidikan, pelatihan dan pengembangan

- Membangun komitmen kerja

- Memberikan keselamatan kerja

- Memberikan jaminan kesehatan

- Menyelesaikan perselisihan perburuhan

- Menyelesaikan perselisihan dan relationship karyawan.

MSDM sebagai suatu system dengan ruang lingkup yang bersifat internal dan eksternal. Yang

bersifat internal adalah berkaitan dengan menjalankan fungsi-fungsi MSDM, sedangkan yang

bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang berada diluar jangkauan kemampuan pengendalian

manajemen, dimana sebagian merupakan ancaman dan sekaligus tantangan untuk dicarikan solusi

penyelesaiannya.

Gambar 13.1. Berbagai pihak yang berkepentingan dengan MSDM

(Sumber: Rifai, 2003)

Tantangan eksternal bersumber dari: teknologi, ekonomi, sosio cultural, politik dan

internasional. Sedangkan tantangan internal karena adanya SDM yang mengejar pertimbangan atau

trade off adalah: financial, penjualan, keuangan, service, produksi dll. Selain itu, dihadapkan pula

pada serikat pekerja, system informasi yang semakin terbuka dan budaya organisasi. Dalam

menghadapi berbagai tantangan seperti yang disebutkan diatas, maka perlu dibuatkan suatu strategi

pendekatan manajemen sumber daya manusia. Sudut pandang ini memberikan tema-tema pelengkap

HRM

pemilik

Karyawan

Pemerintah

Konsumen

Manajemen

Page 141: Green+productivity

141

yang membantu manajer dan operasional SDM dalam mempertahankan fungsi SDM dan

aktivitasnya tetap pada sudut pandang yang benar, meliputi (Rifai, 2003):

1. Pendekatan strategis, manajemen sumber daya manusia harus memberikan andil atas

keberhasilan strategis perusahaan.

2. Pendekatan SDM, manajemen SDM merupakan manajemen manusia, pentingnya dan

martabat manusia tidak boleh diabaikan.

3. Pendekatan manajemen, manajemen SDM merupakan tanggung jawab setiap manajer.

Departemen SDM ada dalam rangka melayani manajer dan karyawan melalui

keahliannya.

4. Pendekatan system, pendekatan SDM berlangsung didalam system yang lebih besar:

yakni perusahaan. Oleh karenanya, upaya SDM harus mengevaluasi andil karyawan yang

diberikan terhadap produktivitas perusahaan.

5. Pendekatan proaktif, manejemen SDM bisa meningkatkan andilnya atas karyawan dan

organisasi dengan mengantisipasi berbagai masalah sebelum kemunculannya.

Pada hakekatnya manajemen sumber daya manusia sangat berbeda dengan sumber daya

alam, dimana manajemen SDM sangat ditentukan oleh sifat SDM itu sendiri, yang selalu

berkembang (dinamis) baik jumlah maupun mutunya.

Page 142: Green+productivity

142

BAB 14

HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY

Produktivitas tenaga kerja (human resources productivity) sangat besar peranannya dalam

proses perkembangan suatu industri. Tenaga kerja sebagai faktor penting dalam proses operasi

industri harus dapat dimanfaatkan secara optimal, agar dapat mencapai tujuan perusahaan. Usaha

untuk mencapai tujuan ini dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas kerja, salah satunya

dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja merupakan suatu ukuran

effisiensi pemanfaatan tenaga kerja dalam menghasilkan sejumlah output pada waktu tertentu.

Ananta (1990) mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah pencerminan dari mutu

tenaga kerja jika hal – hal lain dianggap sama. Tinggi rendahnya produktivitas tenaga kerja

dipengaruhi oleh pemanfaatan kapasitas dari berbagai sektor. Produktivitas tenaga kerja rendah

karena pemanfaatan kapasitas produksi rendah (Basri, 1996). Secara umum, produktivitas tenaga

kerja pada industri manufaktur dipengaruhi oleh beberapa faktor :

1. Unsur tenaga kerja, termasuk didalamnya metode kerja, kesehatan, tingkat pendidikan,

kebiasaan, dan pemahaman terhadap pelaksanaan kegiatan usaha, kompensasi kerja (upah/ gaji).

2. Komoditas yang diolah termasuk sumber daya alam (lahan dsb), teknik pelaksanaannya termasuk

tingkat kejenuhan kapasitas produksi terutama pada sektor non pertanian.

3. Peralatan atau fasilitas penunjang tenaga kerja, termasuk faktor lingkungan kerjanya.

Untuk dapat memperoleh informasi yang akurat tentang posisi produktivitas tenaga kerja,

maka diperlukan suatu aktivitas pengukuran produktivitas tenaga kerja. Sinungan (2005)

menyebutkan, bahwa untuk mengukur produktivitas tenaga kerja digunakan metode pengukuran

waktu tenaga kerja. Pengeluaran diubah kedalam unit – unit pekerja, yang biasanya diartikan sebagai

jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja menurut pelaksanaan standart.

Pengukuran produktivitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan persamaan (Sritomo, 1995)

Produktivitas TK = total output yang dihasilkan/ jumlah buruh yang digunakan (14.1)

Disini produktivitas dari tenaga kerja menunjukkan rasio dari jumlah keluaran yang

dihasilkan per total tenaga kerja yang dipekerjakan. Masukan (input) dapat diukur dalam satuan jam

manusia (man hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga

kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi

biasanya meliputi keduanya. Untuk produk-produk tertentu rasio ini dapat dinyatakan dalam jumlah

produk yang dibuat per jam kerja yang digunakan untuk itu. Selanjutnya bisa dinyatakan bahwa

seseorang telah bekerja produktif jika ia telah menunjukkan output kerja yang paling tidak telah

mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan

Page 143: Green+productivity

143

secara normal dan diselesaikkanya dalam jangka waktu yang layak. Dengan demikian, secara garis

besar terdapat dua unsur yang termasuk dalam kriteria produktivitas kerja:

1. Besar/ kecilnya keluaran yang dihasilkan

2. Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Disisi lain, tidak selamanya tingkat produktivitas karyawan tersebut selalu tinggi, meskipun

telah diberikan dorongan – dorongan untuk meningkatkan produktivitas kerja. Beberapa indikator

turunnya tingkat produktivitas tenaga kerja, yaitu:

1. Karyawan tidak tahu mengerjakan tugas yang mana dahulu.

2. Karyawan membuang kesempatan yang bagus.

3. Karyawan sering menunda pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Page 144: Green+productivity

144

BAB 15

HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY IMPROVEMENT

Human resources productivity (produktivitas tenaga kerja) tidak dapat terwujud begitu saja.

Banyak usaha yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan/ memperbaiki produktivitas tenaga

kerja dalam suatu industri. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki human

resources productivity adalah:

1. Pelatihan

Pelatihan merupakan suatu program untuk mempersiapkan sumber daya manusia suatu

perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Pelatihan sebagai bagian

pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan

di luar sistem pendidikan yang berlaku dengan waktu yang relatif singkat. Keterampilan dapat

meliputi pengertian physical skill, intellectual skill, social skill, managerial skill dll. Amin

Akhavan et.al (2008) mendefinisikan pelatihan/ training sebagai proses pengembangan pekerjaan

yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan keahlian tenaga kerja untuk memperbaiki

performance. Manager, executive dan supervisor dapat berperan dalam proses transfer

pengetahuan dan keahlian dalam suatu industri (Jong Jan A de et.al, 1999). Terdapat dua metode

training yang dapat digunakan, yaitu: on-the job training dan off the job training (Smith, 2002).

On the job training merupakan suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon

pekerja ditempatkan pada kondisi pekerjaan yang riil, dibawah bimbingan dan supervisi dari

pegawai yang telah berpengalaman.Salah satu pendekatan yang dilakukan pada on the job

training adalah Job instruction training (JIT), dimana instruktur pertama kali memberi pelatihan

kepada supervisor dan selanjutnya supervisor kepada karyawan. Sedangkan off the job training

dilakukan dengan metode perkuliahan, film dan simulasi. Agar pelatihan dapat dilakukan sesuai

dengan kebutuhannya, maka beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan adalah (Mathis and

Jackson,2003).

Page 145: Green+productivity

145

Gambar 15.1. Proses training

2. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan yang menyebabkan seorang karyawan dapat bekerja

dengan baik sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai. Veithzal (2003) mendefinisikan

motivasi sebagai serangkaian sikap dan nilai – nilai yang mempengaruhi individu untuk

mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuannya. Dalam Koesmono (2006) Herpen et.al

menyebutkan bahwa motivasi seseorang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Menurut Rifai (2003) sumber motivasi ada tiga, yaitu: kemungkinan untuk berkembang, jenis

pekerjaan dan apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari tempat mereka

bekerja. Disamping itu terdapat beberapa aspek yang berpengaruh terhadap motivasi

karyawan, yakni: rasa aman dalam bekerja, mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif,

lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan yang

adil dari manajemen. Dalam suatu industri manufaktur, motivasi memiliki peran penting

selain pendidikan dan besarnya upah yang diterima karyawan (Akhavan et.al, 2008)

Assesment

Analysis training needs

Indentify training objective and criteria

Design Pretest trainess Select training methods Plan training content

Delivery Schedule training Conduct training Monitor training

Evaluation

Measure training outcomes

Compare outcomes to objectives/ criteria

Page 146: Green+productivity

146

Gambar 15.2. Kontribusi motivasi dalam industri

(Sumber: Amin Akhavan et.al, 2008)

3. Gaji

Gaji merupakan balas jasa dalam bentuk uang yang dierima karyawan sebagai konsekuensi dari

statusnya yang memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan perusahaan. Veithzal (2003)

menyebutkan bahwa tujuan diberikannya gaji antara lain: sebagai ikatan kerja sama, memberikan

kepuasan kerja, penggadaan yang effektif, sebagai motivasi karyawan, stabilitas karyawan,

disiplin. Sedangkan beberapa factor yang menentukan besarnya gaji adalah:

a) Tingkat gaji yang lazim, tergantung pada ketersediaan (supply) tenaga kerja di pasar tenaga

kerja dan permintaan tenaga kerja.

b) Serikat buruh, ini menjadi kekuatan yang sangat besar dalam perusahaan, sehingga dapat

memaksa perusahaan untuk memberi upah atau gaji yang lebih besar dari pada hasil evaluasi

jabatan.

c) Pemerintah, dapat menentukan tarif upah minimum, jam kerja standart, dan tunjangan yang

harus dipatuhi oleh pengusaha.

d) Faktor internasional, ini dilakukan untuk merangsang seseorang agar bersedia ditempatkan

dinegara yang tidak diminati.

e) Biaya dan produktivitas, tenaga kerja merupakan salah satu komponen biaya yang sangat

berpengaruh terhadap harga pokok barang. Tingginya harga pokok akan menurunkan

penjualan dan keuntungan perusahaan, sehingga mengakibatkan perusahaan tidak mampu

membayar pekerja.

Page 147: Green+productivity

147

BAB 16. ANALISIS HUMAN RESOURCES PRODUCTIVITY PADA INDUSTRI MANUFACTUR (STUDI KASUS)

16.1. PTPN III

PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III (Persero) merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha

Milik Negara (BUMN), dan merupakan industri manufaktur yang produk utamanya adalah

- Minyak sawit (CPO) inti sawit (kernel)

- Karet - Lateks, Crumb Rubber dan Rubber Smoke Sheet

- Industri Hilir Karet - Rubber Threads, Rubber Dockfender, Rubber Article, Rubber Cowmat,

Conveyor Belt, Rubber Karlet dan Resin

Perusahaan ini tumbuh sebagai perusahaan besar dengan dukungan pengelolaan manajemen yang

professional. Salah satu yang dilakukan adalah mengelola karyawannya. PTPN III menyadari bahwa

karyawan sebagai human capital yang mempengaruhi hidup atau matinya suatu perusahaan sehingga

diperlukan suatu proses human resources productivity improvement untuk membangun kapabilitas

atau kecakapan karyawan agar mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa yang

akan datang.

Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, PTPN III menerapkan beberapa strategi, yaitu:

operational excellent, customer relationship management, dan khusus bidang penggelolaan

karyawan PTPN III menerapkan Competency based human resources management (CBHRM), yang

artinya semua aktivitas manajemen SDM berorientasi pada pengembangan dan pemanfaatan

kompetensi karyawan. Penerapan CBHRM merupakan tuntutan karena adanya perubahan

lingkungan dan atmosfer yang cepat dan harus segera direspon oleh perusahaan, maka untuk

menghadapinya organisasi perusahaan harus mampu menyiapkan SDM yang memiliki kompetensi

dibidangnya dan berwawasan global dengan pengembangannya secara seimbang antara dimensi

mental, sosial spiritual dan dimensi fisik sehingga mampu menciptakan kekuatan sinergis.

Competency based pada pengelolaan karyawan ini dipandang penting untuk merubah budaya

kerja yang sangat tidak kondusif. Model CBHRM ini dibentuk secara botton up agar kesadaran

muncul dari karyawan, tidak ada paksaan dari pihak perusahaan. Human resources productivity

improvement dengan konsep competency based seperti yang diterapkan pada PTPN III ini, dilakukan

dengan memberikan pelatihan dan motivasi pada karyawannya. Perusahaan ini telah membentuk

divisi pelatihan karyawan dan melengkapi sarana – prasarana yang diperlukan untuk melatih

karyawannya, antara lain: lab computer, lab bahasa, gedung pusdiklat dll. Selain itu, PTPN III secara

regular atau intensif menghadirkan in house training, ataupun pelatih dari luar perusahaan. Untuk

Page 148: Green+productivity

148

peningkatan jabatan, PTPN III menyediakan sejumlah kursus bagi karyawannya, antara lain: kursus

jabatan untuk orang lapangan, asisten kabag, kabag sampai manajer distrik. Beberapa bentuk

pelatihan dan dampaknya bagi perusahaan seperti dalam tabel 16.1.

Selain pengembangan karyawan dengan pelatihan, PTPN III memberikan motivasi kerja bagi

karyawannya dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah gaji dan fasilitas kerja yang lebih baik

jika dibanding dengan 14 PTPN lain di Indonesia. Ini bertujuan untuk memotivasi dan

mempertahankan karyawan serta meningkatkan produktivitas kerja karyawan PTPN III. Sebagai

gambaran, tahun 2004 untuk memacu produktivitas, terjadi kenaikan gaji karyawan sebesar 48%,

dan tahun – tahun berikutnya dinaikkan sebesar 10-12% tiap tahun. Motivasi secara financial

diberikan PTPN III melalui bonus tahunan yang besarnya mencapai lima kali gaji. Selain itu,

karyawan juga mendapatkan fasilitas rumah dinas, santunan hari tua dan tunjangan kesehatan.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh PTPN III, terlihat bahwa kenaikan gaji mampu

meningkatkan produktivitas kerja karyawan PTPN III (Rahmat, 2008).

Tabel 16.1 Program pelatihan dan pengembangan karyawan PTPN III

(Sumber: SWA, Februari 2008) Konsep human

resources productivity improvement

Manfaat Dampak pada perusahaan

Competency based assessment centre

Mengoptimalkan kinerka karyawan berdasarkan pertimbangan potensi, kompetensi, dan kesesuaian jabatan, meningkatkan kualitas karyawan, dan memunculkan pengetahuan baru.

Mampu meningkatkan revenue perusahaan secara berkelanjutan, dengan tingkat pertumbuhan rata – rata per tahun 16,44%, sedangkan pertumbuhan rata – rata expenses (biaya usaha keseluruhan) per tahun 8,2% pada 2002 s/d 2006.

Competency based performance management

Memberikan semangat berkompetensi diantara karyawan dalam rangka peningkatan kompetensi individu yang didukung upaya penyempurnaan remunerasi bagi karyawan yang berprestasi

Integrated competency based human resources management

Meningkatkan kompetensi karyawan secara berkelanjutan dengan pelaksanaan competency level index yang termonitor dan terintegrasi dalam sistem assessment centre PTPN III

In house training yang bersertifikasi

Menghasilkan pemerataan pengetahuan karyawan dan memunculkan pengetahuan – pengetahuan baru, disertai inovasi baru, diantaranya sertifikasi untuk pelatihan in house: Forum ekselen BUMN, OHSAS, SMM ISO 9000, dan beberapa konsultan eksternal.

Competency based training need analysis

Meningkatkan kualitas kompetensi dan pengetahuan karyawan yang lebih spesifik, berdasarkan aspirasi karyawan di seluruh unit kerja melalui teknik focus group discussion

16.2. PT HM.SAMPOERNA

HM Sampoerna adalah salah satu perusahaan rokok terkemuka di Indonesia. HM Sampoerna

merupakan produsen sejumlah merek rokok kretek ternama seperti Sampoerna Hijau, Sampoerna A

Mild, dan Dji Sam Soe. Sejak akuisisi perusahaan oleh Philip Morris International pada tanggal 18

Page 149: Green+productivity

149

Mei 2005, perusahaan ini telah menjadi bagian dari salah satu perusahaan rokok terbesar di dunia.

Kini HM Sampoerna juga mendistribusikan merek Marlboro di Indonesia, yang merupakan merek

rokok terlaris di dunia. Pada tahun 2007, HM Sampoerna memiliki pangsa pasar sebesar 28,0 % di

pasar rokok Indonesia, berdasarkan hasil Audit Ritel AC Nielsen. HM Sampoerna memiliki lebih

dari 30.000 karyawan di Indonesia. Kesuksesan PT HM Sampoerna ini merupakan hasil kerja keras

seluruh karyawan, yang telah bekerja dengan seluruh potensi yang dimiliki. Kesuksesan ini berawal

dari kesuksesan merekrut karyawan, melatih dan mengembangkannya. Bagi PT HM Sampoerna,

karyawan merupakan aset yang sangat berharga, sehingga untuk meningkatkan human productivity

karyawannya, PT HM Sampoerna berkomitmen untuk memberikan perencanaan dan pengembangan

karir yang jelas dengan memberikan sarana – prasarana pelatihan yang memadai.

Komitmen PT HM Sampoerna untuk meningkatkan human productivity, terlihat melalui

berbagai motivasi yang diberikan dalam bentuk financial dan non financial. Secara financial,

motivasi diberikan melalui pemberian gaji dan insentif lainnya yang kompetitif, sesuai pergerakan

pasar. Dari aspek non financial, motivasi diberikan dalam bentuk adanya area pengembangan diri

karyawan melalui pemberian kesempatan untuk melaju dalam organisasi dan menciptakan suasana

nyaman untuk bekerja. Selain itu, perusahaan ini juga menciptakan konsep work life balance, yaitu:

suatu prinsip bahwa kehidupan keluarga sama pentingnya dengan pelaksanaan tanggung jawab

perusahaan. Dalam rangka melakukan human resources productivity improvement HM Sampoerna

menerapkan konsep Advancement Planning dan Succession Planning, yaitu sebuah konsep bagi para

karyawan berpotensi untuk menduduki posisi puncak tanpa harus merekrut dari luar perusahaan.

Dengan konsep ini tanggung jawab untuk pengembangan karir dan suksesi bukan hanya

tanggungjawab karyawan, melainkan juga tanggungjawab organisasi. Beberapa konsep yang

digunakan PT HM sampoerna untuk meningkatkan human productivity atau sebagai alat dalam

melakukan human resources productivity improvement bagi karyawannya .

Tabel 16.2. Program pelatihan & pengembangan karyawan PT HM Sampoerna Sumber: SWA, Februari 2008

Konsep human resources productivity improvement

Dampak bagi perusahaan

Aplikasi SDM secara online: People soft human capital management, people soft medical and benefit system, people soft training management system, people soft bonus and annual increment system, people soft customer issue tracking system, global organization chart application, global phonebook system.

Memimpin pasar rokok Indonesia dengan menguasai pangsa pasar lebih dari 28% pada 2007.

Prolnt payroll system, time attendance system Managing & appraising performance dan advancement planning

Page 150: Green+productivity

150

16.3. UNIT BISNIS INTECH METALWORKS (IbIKK ADIBUANA)

Program Studi Teknik Industri memiliki program Ipteks Berbasis Inovasi dan Kreativitas

kampus yang telah dilaksanakan sejak bulan April tahun 2010. Adapun pekerjaan yang telah

dilaksanakan oleh tim IbIKK Universitas PGRI Adibuana Surabaya ini adalah lingkup pengerjaan

proyek manufaktur dengan produk utama berbasis logam. Judul proposal IbIKK yang kami ajukan

adalah ” IbIKK Produk Mebel Ramah Lingkungan yang Diproduksi Oleh Lab. Sistem

Manufaktur Teknik Industri UNIPA SURABAYA.”

Gambar 16.1. Bengkel IbIKK Adibuana

Seiring waktu ternyata produk mebel yang diproduksi kurang mendapatkan respon dari

masyarakat karena harganya kurang bisa bersaing dengan produk lokal lainnya, bahkan ada

komplain dari produsen mebel yang menyatakan desain milik mereka mirip dengan desain tim

IbIKK, dan posisi tim IbIKK lemah sebab belum memiliki HaKi desain. Untuk itu, tim IbIKK

melakukan konsultasi dengan pihak reviewer IbIKK yaitu Bapak Sundani, untuk melakukan

produksi pekerjaan lain. Dan seluruh tim pun melaksanakannya. Ada beberapa pesanan barang yang

diluar proposal yang kami kerjakan justru lebih cepat berkembangnya dan lebih cepat diterima

masyarakat karena sifatnya customize by order. Adapun luaran tahun pertama program IbIKK ini

adalah produk manufaktur logam elemen eksterior dan interior termasuk mebel, produk jasa berupa

pemesanan rancangan animasi dan 3 dimensi, produk pulley flying fox. Untuk kegiatannya kami

menuliskan kedalam buku ajar yang ber ISBN 978-979-8559-18-1.

Berdasarkan pengalaman di tahun pertama kegiatan IbIKK ini, jika akan memproduksi masal

harus memiliki pegangan paten produk atau HaKi produk, maka untuk tahun kedua tim IbIKK akan

memproduksi reaktor dengan judul paten sebagai berikut: Judul Paten:”Metode Pengolahan Air

Umpan Boiler Secara Eksternal”. Seperti layaknya wirausaha baru, kegiatan IbIKK di tahun pertama

tidak selancar yang diperkirakan. Meski Tim INTECH telah berusaha untuk melakukan analsis usaha

yang matang. Namun ternyata banyak sekali kendala-kendala yang mengikuti di tahun pertama.

Terutama kendala karena tim kami belum memiliki patent atau HaKi pada produk yang diproduksi.

Page 151: Green+productivity

151

Dan benar hal ini menimbulkan komplain dari industri lain. Tapi tim IbIKK Univertas PGRI

Adibuana Surabaya, tidak patah semangat, dan kami terus memutar roda usaha. Pada empat bulan

pertama usaha IbIKK ini sangat tinggi overhead-nya yang menyebabkan harga tidak mampu

bersaing. Pada bulan ke-5 tim kami mulai menata manajemen dan menata ulang proses produksi dan

penjadwalan kerja, dan hasilnya mulai nampak ada profit di bulan ke-5. Dukungan dari pihak

lembaga sangat besar karena kegiatan IbIKK ini sangat sesuai dengan visi Universitas yaitu

“Menghasilkan kader bangsa berperilaku keilmuan, profesional berjiwa entrepreuner berbasis riset.”

Hal ini tercermin dari ketersediaan dana pendamping dan dukungan kelembagaan serta proses badan

hukum IbIKK yang sedang dalam proses pendirian sepenuhnya didukung oleh lembaga. Selain itu

lembaga juga mempercayakan memesan beberapa item produk yang digunakan oleh UNIPA

Surabaya.

Berdasarkan pengalaman di tahun pertama, dimana unit IbIKK belum memiliki hak patent

atas produk yang dihasilkan, maka untuk tahun kedua unit IbIKK akan memproduksi produk yang

telah memiliki hak patent atas nama inventor ketua pengusul IbIKK.

Page 152: Green+productivity

152

BAGIAN KEEMPAT SUMBER DAYA MATERIAL DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR Tujuan Instruksional

- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pentingnya perhatian terhadap lingkungan terutama pada Industri Manufaktur

- Mahasiswa mampu memahami meningkatnya perhatian konsumen internasional terhadap kepedulian lingkungan pada setiap produk hasil industri manufaktur yang berpengaruh pada regulasi-regulasi standar produk yang berwawasan lingkungan

- Mahasiswa mampu memahami beberapa ketentuan green produktivity sebagai issue global terbaru yang harus dimiliki oleh industri manufaktur

- Mahasiswa mampu memahami kerusakan-kerusakan lingkungan akibat dari produk yang tidak memperhatikan lingkungan

Page 153: Green+productivity

153

BAB 17

MANUFACTURING PRODUCTIVITY

17.1 Sekilas Tentang Manufacturing Productivity

Peningkatan produktivitas pabrikasi / manufacturing productivity dapat terjadi

dalam sejumlah cara. Proses pabrikasi sendiri dapat diefektifkan dalam rangka

memaksimalkan waktu kerja karyawan dan mengurangi pemakaian persediaan

material. Cara yang lain untuk meningkatkan manufacturing productivity adalah

dengan melibatkan penggunaan perangkat lunak berupa program untuk

mengefektifkan komunikasi antar departemen berbeda.

Jika seseorang menggambarkan produktivitas meliputi tingkat profitabilitas, kemudian perangkat

lunak program dapat menawarkan lebih banyak bantuan lagi untuk meningkatkan produktifitas,

maka penetapan biaya perangkat lunak akan memudahkan perusahaan manufaktur untuk dengan

tepat menjejaki margin keuntungan dalam rangka mencapai keuangan. Perangkat lunak semacam ini

juga mempertimbangkan analisa tidak hanya biaya-biaya utama tetapi juga biaya umum. Data yang

di dapat menggunakan perangkat lunak kemudian akan melengkapi dan menentukan penetapan biaya

proyek/produksi kemudian bisa digunakan untuk meneliti tatacara di mana suatu perusahaan

manufaktur beroperasi secara keseluruhan.

Manufacturing productivity selain dapat diterapkan di industri manufaktur, juga

dapat diterapkan di bidang lainnya, salah satunya adalah bidang pemerintahan

untuk menentukan produktifitas pemerintah dalam suatu kota, propinsi maupun

sebuah negara. Sebagai contohnya adalah pertumbuhan produktivitas Pemerintah

pusat dari U.S. sektor manufactur. Pada masa lampau sekitar 15 tahun lalu,

produktifitas pemerintah dapat diukur secara luas melalui tingkat pertumbuhan

outsourcing dan pergeseran ke produksi barang-barang di lepas pantai, menurut suatu studi dari

Upjohn. Pendapat yang bertahan selama 15 tahun ini dibantah oleh Susan Houseman di dalam suatu

studi berjudul "Outsourcing, Offshoring dan Produktivitas Pengukuran di pemerintahan U.S."

Menurutnya, manufacturing productivity tidak meliputi hanya outsourcing dan offshoring saja.

Pertumbuhan produktivitas menjadi basis untuk peningkatan standard hidup pekerja, sekalipun

begitu, peningkatan tersebut tercermin di dalam gaji pekerja Amerika yang belum menemui

pertumbuhan cepat. Pertumbuhan outsourcing dan offshoring di negara-negara industrialisasi

membuat sulit pemerintah untuk mengukur perubahan dalam arus masukan input ke dalam proses

produksi dan karena hal inilah penyebab sulitnya mengukur pertumbuhan produktivitas. Sebagai

tambahan, pertumbuhan outsourcing dan offshoring merupakan kenaikan isu konseptual tentang apa

Page 154: Green+productivity

154

yang produktivitas lakukan dengan implikasi untuk menafsirkan dan manfaat dari keuntungan

peningkatan produktivitas dalam manufacturing productivity.

17.2. Hubungan Antara Manufacturing Productivity Dan Main Factors of Product In Industry

Manufacturing productivity terdiri atas beberapa sub bagian seperti material, kapital,

teknologi, labor, quality, energi, dan other expense. Secara umum sub bagian ini dapat dikatakan

parsial produktifitas yang mempengaruhi nilai total produktifitas dan berdampak pada nilai

manufacturing productivity. Menurut Yosuhiro Monden seperti tampak pada gambar 1, faktor utama

dari produk yang kompetitive dalam suatu produk industri dapat dijabarkan secara rinci faktor-faktor

parsial yang mempengaruhinya, hal ini dilakukan sebagai suatu cara untuk meningkatkan

manufacturing productivity melalui pengaturan biaya produksi dan pengendalian prduktifitas parsial.

Untuk memperoleh keuntungan, jika dilihat dari sisi material, maka perlu diatur nilai cost yang

dikeluarkan akibat material cost. Pengendalian material cost dapat dilakukan dengan sejumlah cara.

Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya produksi yang mempengaruhi kepada nilai price pada

penjualan produk.

Gambar 17.1 Main factor of product competitives

(Sumber : Yosuhiro Monden, -)

Page 155: Green+productivity

155

Gambar 17.2 Field management of Toyota

(Sumber : Yosuhiro Monden, -)

Gambar 2 menjelaskan tentang bagaimana secara umum produktifitas dapat di lihat pada

kasus management di Toyota. Dengan mengurangi waste diharapkan dapat mampu meningkatkan

nilai produktifitas, sehingga nilai manufacturing productivity juga akan meningkat. Gambar tersebut

juga menjelaskan bagaimana posisi waste terhadap workers, dan operations pada suatu industri

manufaktur.

17.3. Keterkaitan Material Productivity Dan Proses Produksi Dalam Meningkatkan Total

Productivity Management (Tpmgt)

Agar lebih mudah memahami mengenai kaitan antara material

productivity dan proses produksi dan total produktivity management

dalam suatu perusahaan, berikut ini merupakan contoh aplikasi

peningkatan produktifitas pada suatu perusahaan industri elektronik di

India. Perusahaan tersebut membuat 3 produk dasar di bidang elektronik, yaitu :

1. Elektronics equipment, terdiri atas komponen :

– digital communication equipment

– naval equipment

– finance equipment

Page 156: Green+productivity

156

– space electronics

– digital micrawave systems

2. Electron tubes, terdiri atas komponen :

– broadcasting and TV equipment

3. Semiconductors, berupa :

– PC Boards

Adapun langkah-langkah dalam meningkatkan produktifitas adalah:

STEP 1: Mission Statement

Perusahaan ingin melakukan pengembangan produk melalui Total productivity management.

STEP 2: TPM-Total Productivity Manufacture Analysis:

Analisis dilakukan menggunakan data fisik perusahaan selama 5 tahun (1983 – 1988), pihak manager

mengembangkan total produktifitas dan parsial produktifitas untuk diterapkan pada perusahaan

dalam menjalankan TPmgt untuk meningkatkan manufacturing productivity.

STEP 3: Management Goals:

- Improve total productivity 15% setahun selama 5 tahun dari 1,075 saat ini hingga 2,16 (1993-94).

- Improve profit before tax dari 7,8% menjadi 20% tahun mulai 1990-1994

- Reduce inventory level dari 10 bulan turnover menjadi 4 bulan turnover inventory. (material

productivity)

Dari hasil analisis, terlihat pada gambar 17.3. yang menjelaskan kaitan parsial produktifitas index

dari masing-masing produktifitas yang diukur (human, material, capital, working capital dan index

produktifitas). Parsial produktifitas terutama material dinilai sangat mempengaruhi nilai total

produktifitas, total produktifitas sendiri dapat mempengaruhi manufacturing productivity.

Gambar 17.2 menjelaskan tentang fishbone anlysis

Page 157: Green+productivity

157

Posisi material dipengaruhi oleh long cycle time, standardlization, cd, dan vendors. Sesuai dengan

tujuan pengukuran prdoktifitas pada STEP 3, untuk meningkatkan produktifitas 15 % perusahaan

perlu melakukan control material dengan reduce inventory level dari 10 bulan turnover menjadi 4

bulan turnover inventory. (material productivity), sehingga manufacturing productifity dapat tercapai

dengan baik. Benefits & Summary dari kasus ini adalah:

• TPMgt memandang manajemen dari semua sumber daya nya termasuk di dalamnya adalah

material dengan penelitian cermat dan penekanan sama. Perusahaan juga mampu menilai proses

produksinya termasuk di dalamnya kontrol akan penggunaan material dalam proses produksi dan

teknologi untuk mengatur strategi ke depan.

• Kasus ini menunjukkan TPmgt dapat diterapkan pada industri elektronik yang menghasilkan

variasi produk.

Page 158: Green+productivity

158

BAB 19

PEMBAGIAN UMUM MATERIAL PRODUCTIVITY

Berdasarkan data dan literatur yang diperoleh, pembagian umum material productivity secara umum

dapat dibagi menjadi beberapa bagian pembahasan. Yaitu:

1. Material cycling (Bailey R et al, 2008)

2. Material development (Chandrasekaran H, 1988)

3. Controlling of material requirement (Khare M.K et al, 1989)

4. Cutting and Inventory Control Material (Cui, Y. Gu, T. and Hu, We. 2009))

5. Material Flow Analysis (Synthesis Report)

19.1 Material Cycling

Implikasi lingkungan yang negatif dari ekonomi industri modern sudah mulai diantisipasi

melalui suatu perkembangan akan peran serta aliran material di sistem industri. Beberapa metode

indikasi yang menandai aliran material telah dikembangkan. Indikasi arus aliran material berada

pada sistem industri, bagaimanapun juga tidak secara efektif dapat digunakan mengukur kedua aliran

sistem material langsung atau pun tidak langsung aliran material. Pendekatan physical flowmodeling

dari pendekatan ilmu ekologi, melalui analisis aliran input–output coba untuk digunakan di dalam

studi ini untuk mengembangkan indikasi aliran material dari sistem industri. Dari perbandingan ini,

Aliran perputaran input–output ditunjukkan untuk mengukur perputaran aliran material secara

langsung atau pun tidak langsung secara kompleks. Dalam ilmu tradisional biasa metode yang

digunakan adalah aliran material langsung.

Dampak akan timbulnya isu lingkungan di sistem industri telah mempengaruhi keberadaan

akan sistem fisik (energi dan material) arus dari sistem industri. Arus energi dan material dipandang

tidak hanya sebagai hal yang mempengaruhi nilai peningkatan keuntungan saja tetapi juga dianggap

menjadi pokok penyebab permasalahan lingkungan. Dalam penelitian ini, pendekatan model

perputaran dari ilmu ekologi yang didasarkan pada analisa input–output dicoba untuk digunakan

dalam mengembangkan perputaran aliran material di dalam sistem industri.

Teknik ini yang pertama diberlakukan bagi aliran energi dan material alami pada ekosistem

di awal pertengahan 1970an (Hannon, 1973). Ahli ilmu lingkungan hidup mengembangkan suatu

satuan kemampuan untuk input–output analisa berdasar pada pertanyaan relevan ke ekosistem.

Dalam penelitian ini mencoba memperluas input–output ilmu tentang ukuran ekologis dan analisa

lingkungan yang dihubungkan ke sistem arus material industri (Bailey, 2000; Bailey et.al., 2004).

Page 159: Green+productivity

159

Basis untuk perluasan ini adalah bahwa struktur fisik sistem industri dan alami adalah sumber daya,

dan Konservasi Pendauran ulang yang digambarkan oleh arus energi dan material konservatif.

Secara ringkas, penelitian ini merumuskan suatu model matematis sistem perputaran daur ulang yang

akan dicobakan di perputaran arus material di industri. Adapun rumus matematis tersebut adalah:

recycled content/isi didaur ulang dapat digunakan oleh perusahaan auto industri dan perusahaan daur

ulang kertas untuk menandai adanya persentasi produksi baru yang terdiri atas material didaur

ulang.

Recovery rate dipengaruhi oleh material recovery setelah pemakaian dibagi dengan total pemakaian

material.

Gambar 19.1, menunjukkan aliran daur ulang secara umum. Pada gambar ini terlihat perputaran arus

material sisa dan yang dapat digunakan. Material sisa dapat di alirkan kembali di lantai produksi

yang dapat dianggap sebagai suatu sistem ekologi.

recovery rate

Gambar 19.1 Aliran produk nickel di USA, 1997

Page 160: Green+productivity

160

Suatu unsur umum dunia nyata material arus sistem adalah bahwa mereka melibatkan

import/masukan dan barang ekspor. Pertimbangkanlah, sebagai contoh, arus nikel pada gambar 19.1

Suatu analisis bisa memilih untuk model nikel mengalir dengan beberapa jalan berbeda tergantung

pada tujuan mereka. Jika mereka menginginkan untuk mengukur perputaran nikel di keseluruhan

sistem, kemudian batas dari model ini meliputi semua aliran perputaran nikel di dunia bahwa tidak

ada outflow atau inflow yang menyeberang batas sistem.

Kompleksitas sistem arus material yang lain adalah material itu sendiri dapat dilibatkan di

dalam mendaur ulang dan remanufacturing. Suatu contoh ini adalah ban sisa, dimana kedua-duanya

dapat dilakukan re-treading dan mendaur ulang material (Gambar 19.2). Aliran tersebut

menunjukkan bahwa pengukuran material yang tradisional tidak mengukur dampak dari aliran arus

tidak langsung pada material. Ilmu tentang aliran perputaran dari analisa input–output dari ilmu

ekologi dapat diterapkan dalam aliran material di industri. Pada riset berikutnya, analisa aliran

input–output dan ilmu tentang arus perputaran akan digunakan untuk menyelidiki persamaan dan

perbedaan pokok antar sistem industri dan alami/ekologi.

19.2.Material Development

Material development yang akan dibahas adalah cara dari pengembangan pekerjaan dan peralatan

material dalam konteks permesinan. Dari penelitian ini diusulkan tentang contoh pemanfaatan

material melalui machine tool system.

Gambar 19.2 Aliran bahan scrap di Eropa

Page 161: Green+productivity

161

Dari bagan gambar 19.3 terdapat dua hal penting, pertama adalah keperluan steels termasuk

steinless dan steels dapat terus berlangsung selama ada nilai ekonomis dan nilai kualitas yang

dihasilkan. Kedua adalah performansi mesin dalam mengolah material memerlukan suatu

perhitungan keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan dari kajian diperoleh bahwa ada empat hal

utama yang memberikan efek variabilitas dari tingkat kemampuan mesin, yaitu:

1. role of billet production

2. role of pre-matching stage

3. demand for material reliability

4. material behavior

Gambar 19.3 Tata peralatan dan material dalam operasi pembentukan chip

dengan referensi parameter proses material

Page 162: Green+productivity

162

Gambar 19.4 menjelaskan tentang perbedaan kriteria permesinan dalam mengontrol produksi chip.

Dari gambar tampak jelas bahwa pasif kontrol lebih menekankan adanya kontrol penerjaan material,

sehingga work material harus dikontrol secara pasif untuk meningkatkan kemampuan daya mesin.

19.3.Controlling of Material Requipment

Di beberapa industri kecil manufaktur atau perdagangan perhatian perencanaan dan

pengendalian inventaris tentang material dan barang-barang fisik sangat diperlukan. Bahan baku dan

bagian lain yang menunggu untuk diolah dalam pembuatan suatu produk perlu dikalkulasikan

penilaian keuangannya. Kebutuhan perencanaan material (MRP) merencanakan dan mengendalikan

production-inventory yang bertingkat memproduksi sistem dengan menggunakan suatu bantuan

beberapa komputer, tetapi dengan bantuan microprosesor yang lebih canggih sangat membantu

dalam melaksanakannya. Di perusahaan kecil tidak akan menguntungkan jika menerapkan sistem

aliran material dan inventori berbasis komputer, dalam buku ini MRP yang dikembangkan untuk

multiproduk

Gambar 19.4 Beberapa kriteria yang berbeda pada permesinan dan

aturan kontrol chip

Page 163: Green+productivity

163

production-inventory sistem dalam menyimpan dan mengevaluasi kebutuhan material, menyediakan

informasi yang diperlukan untuk penempatan order, pesanan, dan pengendalian dengan bantuan

suatu mikro prosesor.

Dalam rangka memenuhi fungsi manajemen inventori, informasi yang diperlukan adalah:

1. Catatan permintaan mandiri atau penjualan hasil akhir atau item

2. Daftar semua material dan komponen yang diperlukan untuk dijual atau memasuki

pemasangan akhir produk

3. Identifikasi material atau komponen

4. Kwantitas atau permintaan yang diperlukan dari tiap material untuk membuat item akhir

5. Kwantitas dari perolehan tiap material dan inventori ada.

Secara jelas dapat dilihat pada Gambar 19.5, menunjukkan proses MRP secara umum dalam

kaitannya dengan fungsi manajemen inventori.

Gambar 19.5 Struktur Material Requirement Planning

Page 164: Green+productivity

164

Komputer selain membantu kebutuhan perencanaan dan pengendalian produksi material

dapat juga digunakan oleh perusahaan kecil yang tidak mampu untuk memperoleh komputer

mainframe tetapi digantikan oleh suatu komputer mikro atau suatu mikro prosesor. Perangkat lunak

digunakan pada mikro prosesor adalah yang sungguh sederhana, dan personil yang menggunakannya

dengan mudah dilatih sebab data mewakili kwantitas dari tiap item di dalam inventori atau order.

19.4.Cutting and Inventory Control Material

Stainless stell roll digunakan dalam memenuhi komoditi cangkir dan panci. Proses ini biasa

digunakan perusahaan make to order. Stock roll biasanya dalam ukuran yang sama. Perbedaan

ukuran akan mengakibatkan tidak dapat digunakan karena pesanan tidak datang terus menerus dan

penempatan inventory tidak akan muat di gudang. Pendekatan yang diusulkan adalah roll original

dapat dibelah ke dalam bentuk strip atau parsial untuk menghemat sisa penggunaan material. Bentuk

potongan yang telah digunakan dapat dimanfaatkan pada order berikutnya. Steinless stell roll sering

digunakan untuk membuat alat rumah tangga seperti panci, paku, dan lain-lain. Pabrik yang

memproduksi produk seperti itu dapat mengkonsumsi beberapa ribu ton roll baja tahan-karat. Baja

tahan karat lebih tak bernoda dan jauh lebih mahal dibanding baja biasa, sehingga adalah penting

bagi pengusaha untuk melaksanakan cutting-and-inventory dalam kebijakan untuk meningkatkan

materialutilisasi. Gambar 19.7 menunjukkan pemotongan simple yang sering dilakukan sedangkan

gambar 19.8 adalah pemotongan yang akan dilakukan berdasarkan penelitian yang dijalankan.

Gambar 19.6 Level assignmnet, S- Square Table,R, round table, T, table top assembly for square and round tables respectively;L-leg assembly;al-aluminium strips;Ps-plastic strip; Smt-sunmica top; Pt-plywood top;

W-wooden screw; Fc-fixing cement; Sm- sunmica; Ply-plywood; lm-material tube leg; mb-metal bracket; Pa-paint; Pf-plastic foot

Page 165: Green+productivity

165

Gambar 19.9 menjelaskan tentang nilai geometris dari pemotongan yang akan dilakukan. Hasil

penelitian ini adalah menghemat waktu, biaya dan material dengan melakukan pemotongan material

yang tepat sehingga apabila ada order datang, material ini masih dapat digunakan kembali.

19.5.Measuring Material Flow and Resources Analysis

Aliran proses material merupakan aliran material dan inputan lainnya dalam suatu sistem

industri. Suatu yang baik pemahaman mendasar menyangkut material dan ekonomi diperlukan, oleh

karena itu kepentingan perumusan dari nilai ekonomi, perdagangan, sumber daya alami dan

kebijakan lingkungan. Tujuan Analisa Aliran Material (MFA) akan sangat berperan untuk

pemahaman tersebut. Bantuan dari MFA adalah mengidentifikasi penggunaan sumber alam yang

tidak efisien, bahan baku dalam proses rantai dan energi. Pada intinya, MFA meliputi dua unsur-

unsur utama. Aliran material merupakan salah satu isu penting dalam material produktifitas. Dalam

Gambar 19.7

Gambar 19.8

Gambar 19.9

Page 166: Green+productivity

166

laporan sinthesis ini gambar 19.10 di bawah menunjukkan proses secara umum dari aliran proses

material.

Gambar 19.11. FMA dan commercial life cycle

Gambar 19.11 memamparkan tentang aliran material terhadap hubungannya dengan

lingkungan dan life-cycle.Setiap kegiatan sistem yang dilaksasnakan selalu memiliki dampak pada

lingkungan di udara, air dan tanah. Dengan FMA dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan sistem

manufaktur selama proses hingga akhir kegiatan diusahakan untuk dapat dikurangi dampaknya

Gambar 19.10 Aliran material

Page 167: Green+productivity

167

terhadap lingkungan. Recyle merupakan proses daur ulang bagi proses, re-manufacturing dan re-use

adalah usaha yang dilakukan untuk membuat aliran material jadi maupun tidak terpakai untuk dapat

digunakan kembali dalam life cycle materialnya. Sebagai contoh yang nyata adalah pada gambar

19.12, analisis aliran material pada industri mobil. Pada industri ini diambil contoh adalah toyota.

Suatu sistem manufaktur yang besar di dunia otomotif terlihat bagaimana perusahaan berusaha untuk

mengendalikan aliran materialnya. Aliran material dikendalikan mulai dari sisi input hingga akhir

proses, dimana setiap kegiatan pengolahan material selalu menimbulkan suatu dampak bagi

lingkungan berupa polusi air, udar dan tanah. Pihak perusahaan berusaha untuk mengurangi dampak

ini, karena sangatlah tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali dampak yang ada. Segala

usaha dilakukan untuk mengurangi dampak pengolahan dan aliran material melalui setiap langkah

dalam kegiatan produksi dan kegiatan akhir produksi. Pentingnya peran dan pengetahuan MFA

sangat berguna untuk menghemat sumber daya dan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan

akibat dari proses manufaktur.

Peningkatan produktivitas pabrikasi/manufacturing productivity dapat terjadi dalam sejumlah

cara.

Manufacturing productivity selain dapat diterapkan di industri manufaktur, juga dapat

diterapkan di bidang lainnya, salah satunya adalah bidang pemerintahan untuk menentukan

produktifitas pemerintah dalam suatu kota, propensi maupun sebuah negara.

Manufacturing productivity terdiri atas beberapa sub bagian seperti material, kapital,

teknologi, labor, quality, energi, dan other expense.

Secara umum sub bagian ini dapat dikatakan parsial produktifitas yang mempengaruhi nilai

total produktifitas dan berdampak pada nilai manufacturing productivity.

Hubungan material produktifitas terhadap peningkatan kualitas manajemen terbukti dapat

meningkatkan nilai keuntungan perusahaan.

Page 168: Green+productivity

168

Gambar 19.12. Aliran material

Page 169: Green+productivity

169

BAB 20

KONSEP EFISIENSI RELATIF

Istilah efisiensi berasal dari bidang teknik yang dipakai untuk menunjukkan rasio antara

keluaran (output) suatu sitem terhadap masukan (input) sistem tersebut. Pengukuran-pengukuran

dalam ilmu eksak tersebut selalu berpedoman pada suatu situasi ideal dimana kuantitas output

dihasilkan sama persis dengan kuantitas input yang diberikan atau rasionya tepat sama dengan 1

(satu). Efisiensi dalam situasi yang ideal ini disebut efisiensi ideal (absolut) yang nilainya selalu

100%, sedangkan efisiensi pada keadaan tak ideal (normal) biasa lebih kecil dari itu. Jadi

dengan merujuk pada efisiensi ideal, maka efisiensi suatu obyek kemampuannya dalam kondisi

normal dibandingkan kondisi ideal.

Hal diatas hanya berlaku untuk sistem yang pasti, seperti mesin, dimana kondisi ideal

dapat ditentukan berdasarkan asumsi-asumsi teoritis. Namun untuk sistem yang tidak dapat

ditentukan kondisi idealnya, yaitu sistem yang besar dan kompleks dimana hubungan antara

variabel tidak diketahui dengan pasti atau terlalu sulit diukur, misalnya organisasi, maka cara

diatas tidak dapat diterapkan lagi. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan efisiensi relatif,

yaitu efisiensi suatu obyek diukur relatif terhadap efisiensi obyek-obyek yang sejenis. Efisiensi

relatif dipakai dengan alasan karena selain adanya kesulitan dalam menetukan hubungan yang

pasti antara variabel, juga karena lebih diinginkan untuk diketahui efisiensi suatu obyek dalam

konteks perbandingan dengan kompetitornya, dari pada dengan efisiensi ideal yang tidak

mungkin dicapai. Jadi dengan cara ini profil ideal tidak ditentukan sendiri oleh obyek yang

bersangkutan, tetapi dengan merujuk kepada obyek-obyek yang menghasilkan kinerja terbaik/

frontier ( berada pada garis depan ).

Pengukuran efisiensi relatif

Pembahasan tentang pengukuran efisiensi relatif bermula dari sebuah konsep yang

dikembangkan oleh Michael James Farrel (1962) yang menjelaskan bahwa sebuah garis batas

produksi (production frontier) adalah sebuah hubungan teknologi yang menggambarkan output

maksimum yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan yang efisien dari berbagai penggunaan

kombinasi input berbagai periode.

Page 170: Green+productivity

170

Gambar 20.1 Grafik efisiensi Frontier dari 2 Input Starting Point

Terdapat peningkatan dalam pengukuran dan perbandingan efisiensi suatu unit organisasi

yang sama. Pengukuran efisiensi sederhana (rasio efisiensi) yang sering digunakan didefinisikan

sebagai berikut

Rasio efisiensi diatas lebih banyak digunakan ketika sebuah unit atau proses memiliki

satu input dan satu output. Namun, dalam kenyataannya, sebuah proses atau unit organisasi

memiliki berbagai input dan output yang beragam (imcommensurate).

Data Envelopment Analysis (DEA)

Chorner, Cooper dan Rhodes (1978) memperkenalkan Data Envelopment Analysis

(DEA) yang diaplikasikan untuk mengukur efisiensi institusi pendidikan. DEA merupakan

teknik dengan dasar programa linier untuk mengukur performansi relatif dari unit–unit organisasi

dengan multi input dan multi output yang menunjukkan perbandingan antara unit– unit organisasi

tersebut. Menurut Chorner, Cooper dan Rhodes (CCR), setiap unit memiliki nilai input dan

output yang berbeda sehingga penentuan bobotnya pun seharusnya berbeda. Setiap unit

seharusnya dapat memilih bobot untuk input dan outputnya, yang dapat menampilkan efisiensi

terbaiknya untuk dibandingkan dengan unit yang lain. Dengan pemahaman ini, maka efisiensi

dari unit jo dapat ditentukan sebagai solusi dari permasalahan berikut :

Maksimalkan efisiensi unit, dengan batasan bahwa efisiensi semua unit < 1

Input

OutputEfisiensi 21.1

Page 171: Green+productivity

171

Interpretasi Grafis Model DEA

Menurut Bowlin (1999) dengan membedakan unit yang efisien dengan unit yang tidak

efisien berdasarkan posisinya terhadap fungsi produksi yang dibentuk oleh kumpulan unit yang

efisien, disebut garis efisiensi (efisiensi frontier). Unit yang berada pada garis batas efisiensi

memberikan ketidakefisienan relative dari unit yang berada pada garis tersebut. Gambar 21.2

menunjukkan kumpulan unit P1, P2,…………….,P6, yang tiap unitnya menggunakan satu sumber

daya dengan jumlah yang sama untuk memproduksi sejumlah output , yaitu y1,dan y2, dengan

jumlah yang berbeda. Untuk input yang sama, unit yang memproduksi output yang lebih banyak

merupakan unit yang efisien. DEA mengidentifikasi unit P1, P2, P3 dan P4 efisien dan

membentuk sebuah ‘tutup’ (yang disebut garis batas efisien ) pada unitP5 dan P6 yang terdapat

dibawah dan diidentifikasi sebagai unit yang tidak efisien. Garis batas efisien dihubungkan

dengan garis sumbu oleh P1Y2’, dan P4Y1’ untuk menutup kumpulan data.

Untuk unit P5 , peer group terdiri dari unit P1 dan P2 dan target untuk unit P5 adalah P5.

target ini dicapai dengan peningkatan yang proposional ada output-output dari unit P5. tentu saja

terdapat target lain yang mungkin dicapai unit P5 , misalnya jika output Y2 untuk alasan tertentu

tidak dapat ditingkatkan maka target untuk unit P5 adalahP5’’ yang hanya meningkatkan output Y

1. untuk unit P 6, peningkatan yang proposional pada kedua output menjadikan target pada P6’.

Namun P6’ terlihat didominasi oleh P4 , yang menghasilkan jumlah yang sama pada output Y1,

namun lebih banyak pada output Y2 . dalam masalah ini, peningkatan yang proposional terhadap

kedua output harus ditambah peningkatan lebih lanjut untuk output Y2 sebagai target untuk

mencapai efisiensi.

Gambar 20.2 interpretasi Grafis Kriteria Output (Y1)Lawan Kriteria Output Lain y1 y1’

P2

P5

P5’

P1

P5”

P3

P4

P6’ P6”

Y2

Y2’

Page 172: Green+productivity

172

Gambar 20.3 mengilustrasikan model CCR dan BCC, dimana sumbu y sebagai nilai V

dan sumbu x sebagai nilai input . Unit. P1, P2, P3 , P4 dan P5 mempresentasikan performansi dari

organisasi. Garis BCC yang berhubungan dengan unit P1, P2, P3 dan P4 merepresentasiklan

pengembangan frontier dengan menggunakan model DEA BCC dimana unit-unit tersebut

memiliki rasio output –input yang efisien sebesar 1. Pada segmen P1-P2 menggambarkan

penambahan return to scale dimana dalam input akan mengakibatkan penambahan output. pada

segmen P2-P3 dan P3-P4 menggambarkan penambahan return to scale dimana dalam penambahan

input juga berkontribusi pada pertambahan proporsional yang kecil pada output.

Unit P2 merepresentasikan efisiensi frontier dari model CCR, unit tersebut

menggambarkan constant return to scale dan dalam model CCR hanya unit P2 yang efisien

selama unit beroperasi pada constant return to scale yaitu dimana setiap penambahan input juga

berkontribusi terhadap penambahan output yang proporsional dan konstan, sehingga jika titik-

titik yang lain, yang mempunyai efisiensi yang sama dihubungkan maka akan membentuk garis

lurus.

Perbedaan antara model CCR dan BCC dapat diilustrasikan menggunakan unit P5, bila

menggunakan model BCC, maka target untuk unit P5 adalah P5BCC dengan peer group terdiri

dari unit P1 dan P2 dan target ini dicapai dengan pengurangan input. Bila menggunakan model

CCR maka target untuk unit P5 adalah P5 CCR dan target ini dicapai dengan pengurangan

input.Gambar 21.2 dan 21.3 menunjukkan interpretasi grafis model DEA. DMU yang memilki

efisiensi lebih rendah dibanding DMU yang lain akan terlingkupi (envelope). Dari kondisi ini

munculah istilah peer DMU, yaitu DMU yang dijadikan acuan DMU terlingkupi untuk

meningkatkan efisiensinya

Page 173: Green+productivity

173

Gambar 21.3 Interpertasi Grafis Kriteria Input Lawan Kriteria output

Model Matematis DEA

Data Envelopment Analysis (DEA) menggunakan persamaan matematis untuk melakukan

evaluasi dari efisiensi relatif dari hasil yang dicapai manajemen, tanpa memandang bagaimana

perencanaan maupun pelaksanaannya. Persamaan matematis dalam hal ini digunakan sebagai

alat untuk pengendalian dan evaluasi dari pencapaian masa lalu untuk perencanaan masa datang.

Data Envelopment Analysis (DEA) dikembangkan sebagai perluasan dari metode rasio

teknik klasik untuk efisiensi. DEA menentukan untuk tiap DMU rasio maksimal dari jumlah

untuk tiap DMU rasio maksimal dari jumlah output yang diberi bobot terhadap jumlah input

yang diberi bobot, dengan bobot ditentukan oleh model. DEA dikembangkan sebagai perluasan

dari metode rasio klasik untuk efisiensi. DEA menentukan rasio max untuk tiap DMU dari

jumlah output yamg diberi bobot terhadap jumlah input yang diberi bobot, dengan bobot

ditentukan oleh model.

Ada dua dasar model DEA yang dikembangkan oleh para ahli :

1. Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) menggunakan teknik multiple output dan multiple input,

Constant Return to Scale (CRS) dan pengembangan CRS model.

2. Fare, Grosskopt dan Lovell (1985) memperkenalkan model Variabel Return to Scale (VRS)

P5CCR

P1

P2

P5BCC

P3’

P4

P5

CCR BCC

input

input

Page 174: Green+productivity

174

Model Constant Return to Scale (CRS)

Model CRS berasumsi bahwa setiap DMU telah beroperasi pada skala optimal (Charnes, Cooper

dan Rhodes, 1978).

r

rkrk yuhMax

r i

ijirjr xvyu 0 i

iki xvts 1..

ir vu , ……………………………………………………………… (20.2)

Persamaan Dual dari model CCR adalah sebagai berikut :

r iirk SMin

j

rkrjrj yyts ..

j

jijiikk xSx 0

0,, ir S

dibatasitidakk …………………………………………….... (20.3)

Model Variable Return to Scale ( VRS )

Persamaan dual model VRs berorientasi input

Minimumkan

r iirkk ssZ

St :

rrjrjrk sYY 0

ijijiikk XsX 0

j

j 1

0,,

irj ss ………………………………………………….. (20.4)

Persamaan dual model VR berorientasi output

Maksimumkan

r iirkk ssZ

Page 175: Green+productivity

175

St :

rrjrjrk sXX 0

ijijiikk YsY 0

j

j 1

0,,

irj ss ………………………………………….. (20.5)

Penetapan Target

DEA tidak hanya mengidentifikasi unit inefisien, tetapi juga derajat ketidakefisienannya.

Analisa ini menjelaskan bagaimana unit yang inefisen agar menjadi efisien. Dalam situasi praktis

sangat diperlukan penetapan target bagi unit yang relatif inefisien untuk memperbaiki

produktivitas. Semua penetapan DEA menghasilkan suatu penambahan set tingkat input/ output.

Tingkat target input (output) untuk mengembalikan unit menjadi relatif efisien ditentukan

dengan mengurangi (meningkatkan) pada tingkat terendah (tertinggi) input (output) yang

diberikan prioritas untuk diperbaiki tanpa merusak tingkat input dan output yang lain.

Bagian ini membahas kasus dimana suatu DMU menginginkan target yang akan memaksimasi

salah satu tingkat output atau meminimasi salah satu tingkat input.

Input Oriented

Dalam hal ini hanya mempertimbangkan tingkat input.

** 1101

SXX

*1101

SYY ……………………………………………………………. (20.6)

Output Oriented

Xik = Xio k - Si -*

Yrk = Yrk + Sr+ * ..................................................................... …………….(20.7)

Analisa Faktor

Analisa faktor banyak dipakai dalam penelitian untuk menyederhanakan hubungan-

hubungan yang kompleks dan bermacam-macam antara beberapa variabel penelitian. Dengan

analisa faktor, Variabel-variabel penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor

Page 176: Green+productivity

176

dengan jumlah yang lebih kecil. Dasar pengelompokkan tersebut adalah korelasi antara variabel

yang membentuk satu faktor.

Sampling Distribution Test

Pada proses ini peer group dari unit yang tidak efisien diperlukan metode yang dapat

membantu dalam pengelompokkan dari unit-unit yang memiliki karakteristik yang sama adalah

sampling distribution test. Metode yang digunakan untuk sampling distribution test ini adalah

Hierarchial Cluster Analysis (HCA). Konsep dasar dari HCA adalah prose clustering dengan

menggunakan hirarki didasari dengan konsep ‘treelike structure’. Konsep ini dimulai dengan

menggabungkan dua obyek yang mirip kemudian gabungan dua obyek tersebut akan bergabung

lagi dengan satu atau lebih obyek yang paling mirip lainnya dan demikian seterusnya sehingga

ada semacam hirarki dari obyek yang membentuk cluster. Urut-urutan tersebut bias dianalogikan

sebagai pohon yang bercabang-cabang mulai dari akar, daun, dahan dan seterusnya (santoso,

2002).

Identifikasi Operasi Yang Efisien

Cook dan Kress (1990) dalam penelitian Green, Doylen, dan Cook (1996), menyarankan

bahwa setiap kandidat DMU yang akan dirangking dapat memberikan bobotnya untuk

memaksimumkan keinginannya terbatas pada beberapa konstrain dan beberapa kandidat. Batas

kelayakan CK (desireability frontier) meliputi kandidat yang menginginkan nilai 1, dimana nilai

ini analog dengan efficiency frontier untuk DMU dalam DEA.

Maximize ε

Subject to : ≤ 1 untuk q = 1,2………,m ………………………………...(20.8)

dan

Wij - Wij+1 ≥ d (j,ε) untuk j = 1,2,...........,k-1

Wik = d (k,ε) ................................................................................ ............................(20.9)

Pengertian Kualitas

Ada banyak sekali definisi dan pengertian kualitas, yang sebenarnya definisi atau

pengertian yang satu hampir sama dengan definisi atau pengertian yang lain. Kutipan dari buku

k

jijijVW

1

Page 177: Green+productivity

177

karangan Ariani W. Dorothea tentang pengertian kualitas menurut beberapa ahli yang banyak

dikenal antara lain.

Juran (1962) “kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya”.

Crosby (1979) “kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan yang meliputi availability,

delivery, reliability, maintainability, dan cost effectiveness”.

Goetch dan Davis (1995) “kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk,

pelayanan, orang, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan”.

Perbendaharaan istilah ISO 8402 dan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-8402-1991)

“kualitas adalah keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat

memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersamar. Istilah kebutuhan

diartikan sebagai spesifikasi yang tercantum dalam kontrak maupun kriteria-kriteria yang harus

didefinisikan terlebih dahulu”. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 3-5)

Pentingnya Kualitas

Ada beberapa alasan perlunya kualitas bagi suatu organisasi atau perusahaan yang dapat

diidentifikasikan kedalam 6 (enam) peranan pentingnya kualitas, yaitu:

Meningkatkan reputasi perusahaan; menurunkan biaya; meningkatkan pangsa pasar; dampak

internasional, adanya pertanggungjawaban produk untuk penampilan produk, mewujudkan

kualitas yang dirasakan penting. (Ariani W. Dorothea, 2003, hal 6-9)

Pengendalian Kualitas (Quality Control)

Untuk perusahaan kecil, kontrol hanya dilaksanakan sendiri, termasuk kualitas oleh karena itu

masalah Quality Control (QC) tidak begitu penting, tetapi jika untuk perusahaan menengah dan

besar seharusnya perlu adanya QC secara khusus. Untuk itu QC menjadi suatu bagian tersendiri

(khusus). Quality Control adalah profesi Inspecting, Testing, dan Grading, dengan menggunakan

statistik sebagai analisa angka-angka (data-data) yang tepat sebagai jawaban untuk pembanding

dan estimasi hasil yang baik dan yang tidak baik dipisah-pisahkan (grading) untuk mencari

produk mana yang dapat diterima atau mana yang ditolak (reject).

(Richard Chang, 1998,hal 5-6)

Page 178: Green+productivity

178

Fault Tree Analysis

Fault tree, analysis: analisis pohon kegagalan : merupakan teknik analisis deduktif yang

diawali dengan hipotesis adanya peristiwa kegagalan yang selanjutnya secara sistematik

menimbulkan peristiwa atau kombinasi peristiwa yang bisa menyebabkan terjadinya kegagalan.

(A-Z Indexs, www.batan.go.id). Fault Tree Analysis adalah suatu teknik analisa desain keandalan

(reliability) suatu desain sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek kegagalan

sistem yang bermula atas dasar kesadaran terhadap efek kegagalan system, yang disebut juga

‘Top Event’. Titik awal analisa ini adalah pengidentifikasian mode kegagalan pada top level

suatu sistem (Connor, 1993). Deddy Crisianto (Jurnal : 2006), menyebutkan bahwa Fault Tree

Analysis merupakan suatu metode visual yang melakukan analisis atas cacat produk yang saling

memiliki keterkaitan. Disebut pohon cacat atau kesalahan (Fault Tree) karena peralatan analisis

disusun menjadi sebuah diagram yang memperlihatkan cacat produk itu secara praktis. Pohon

cacat atau kegagalan mutu lebih lanjut akan merekomendasikan jalan keluar alternatif untuk

memperbaiki atau mengatasi cacat atau tuna mutu yang terjadi atas produk.

Dengan sifatnya yang demikian, maka fault tree dimaksud sekaligus memperlihatkan pola

analisis sebab-akibat ketunamutuan seperti yang dijumpai pada diagram tulang ikan (fishbone

diagram). Berhubung karena analisis menyajikan pula dampak dari cacat yang terjadi atas

produk serta rekomendasi jalan keluar alternatif untuk mengatasi cacat yang bersangkutan, maka

fault tree analysis dapat pula dipakai sebagai alat kendali proses untuk menghindari

ketunamutuan produk (product failure).

Konsep Dasar Fault Tree Analysis

Beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dan dipahami untuk dapat menganalisa

kejadian melalui diagram pohon kesalahan (Fault Tree Analysis), konsep tersebut menurut Allan

Villemeur, 1992:

1. Peristiwa Utama Yang Tidak Diinginkan (Top Event)

Pusat Fault Tree Analysis disebut peristiwa yang tidak diinginkan. Peristiwa ini mendatangkan

peristiwa puncak dari pohon dan analisa ditunjukkan pada pendapatan semua penyebab–

penyebabnya. Sering peristiwa ini adalah suatu bencana, tetapi itu bisa menjadi suatu

kegagalan sistem atau ketidakmampuan pabrik (aspek ekonomi).

Page 179: Green+productivity

179

Untuk membuat analisa lebih mudah, peristiwa yang tidak diinginkaan harus didefinisikan

dengan tepat. Sesungguhnya jika kejadian ini terlalu umum maka analisa akan berhenti untuk

dijalankan, sebaliknya jika kejadian terlalu spesifik analisa dapat menemukan kegagalan

utama pada elemen dasar sistem, oleh karena itu resiko awal direkomendasikan untuk

menemukan kejadian yang tidak diinginkan. Peristiwa ini terkadang telah dikarakteristikkan

sesuai macam misi–misi sistem.

2. Presentasi Gerbang Logika

Peristiwa–peristiwa dihubungkan oleh gerbang logika sesuai konsekuensi penyebab hubungan

baik, seperti ditunjukkan pada gambar 20.4.

Gambar 20.4 Contoh AND Gate

3. Pengkelasan Kegagalan (penyebab kegagalan)

Kegagalan bisa dipecah menjadi dua kelas sesuai dengan penyebabnya (P.L.Clemens ; 2002)

yaitu :

a. Kegagalan atau Penyebab Primer

Kegagalan elemen penyebab terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan atau Top Event.

b. Kegagalan atau Penyebab Sekunder

Kegagalan penyebab terjadinya kegagalan primer yang akan dianalisa lebih lanjut menjadi

peristiwa paling dasar penyebab peristiwa yang tidak diinginkan.

(P.L.Clemens ; 2002)

4. Peristiwa Dasar

Analisa penyebab kejadian atau peristiwa dilanjutkan sampai peristiwa dasar ditemukan. Oleh

karena itu, kejadian–kejadian harus hati–hati ditemukan sejak mencapai batas analisis.

Peristiwa dasar dalam pohon kesalahan, sebagai berikut :

m

Page 180: Green+productivity

180

a. Kejadian yang mana tidak dibutuhkan untuk dikembangkan. Kejadian ini cukup baik untuk

menggambarkan dan mengetahui sejauh mana ketidakgunaan batas asal kejadian.

b. Kejadian tidak bisa dipertimbangkan secara mendasar tapi kejadian asal tidak akan

dikembangkan. Dalam kasus ini batas sistem dipelajari mencangkup ketika teridentifikasi.

Kejadian tidak dapat digambarkan atau dipandang sebagai dasar dan penyebab kejadian itu

belum dikembangkan tetapi akan segera dikembangkan. Analisa mempertimbangkan, kemudian

ia secara temporer menjangkau batas dalam mempelajari dan bahwa sebagaimana data kurang

memadai untuk contoh penyebab kejadian ini akan diketahui kemudian.

Prinsip Fault Tree

Prinsip Fault Tree dapat menuntun dalam melakukan analisa, yaitu:

1. Mengidentifikasi berbagai kemungkinan kejadian kombinasi mengarahkan pada kegiatan yang

tidak diinginkan.

2. Menghadirkan grafik kombinasi seperti struktur.

Ini penting untuk memberi gambaran diantara beberapa bidang pohon kesalahan yaang

mana antar hubungan tertutup praktis. Fault Tree Analysis memberi kesempatan analisa untuk

mengidentifikasi berbagai penyebab kesalahan, dengan mengulang definisi awal diapliksi

deduktif berdasarkan urutan prinsip dan aturan yang telah digambarkan. Kemudian dalam

pelaksanaan dengan objek kedua, penyebab kesalahan dipresentasikan oleh sebuah pohon. Pohon

kesalahan berisi urutan tingkat kejadian yang dihubungkan dalam beberapa cara yang mana

kejadian lainnya pada tingkat urutan dari kejadian pada tingkaat bawah baaru ditentukan macam

operator logika (gate atau gerbang), kejadian-kejadian itu adalah kecacatan umum dihubungkan

untuk menyeimbangkan kegagalan, kesalahan manusia, kekurangan perangkat lunak dan lain–

lain seperti kejadian yang tidak diinginkan.

Proses deduktif dilanjutkan peristiwa sampai dasar diidentifikasi. Peristiwa itu tidak

berhubungan satu dengan lainnya dan kemungkinan kejadiannya diketahui. Telah disebutkan

bahwa tentu saja pohon kesalahan bukan suatu model dari semua kegagalan seperti terjadi dalam

sistem. Pada kenyataan, itu adalah suatu model logika interaksi antara peristiwa–peristiwa

penuntun menuju pada kejadian yang tidak diinginkan.

(Alain Villemeur,1992 : 149 – 196)

Page 181: Green+productivity

181

Konstruksi Pohon Kesalahan

Analisa fault tree yang benar memerlukan definisi yang cermat dari sistem. Pertama,

diagram layout fungsional sistem yang penting seharusnya digambar untuk menunjukkan

hubungan fungsional dan mengidentifikasikan tiap komponen sistem. Batasan sistem secara fisik

disusun comedian untuk memfokuskan perhatian penganalisa pada area yang tepat dan penting.

Kesalahan yang lazim adalah kesalahan menyusun batasan sistem yang realistis, yang

menimbulkan penyimpangan analisa. Informasi harus tersedia untuk tiap komponen system yang

mengijinkan penganalisa menentukan mode yang perlu dari kerusakan komponen. Informasi ini

dapat diperoleh dari pengalaman atau dari spesifikasi teknik komponen.

Pada beberapa analisa batasan system menjadi sangat berarti, dimana kondisi batas dari

sistem harus ditentukan. Kondisi–kondisi batas ini seharusnya tidak dibingungkan dengan

batasan fisik dari sistem. Kondisi–kondisi batas sistem mendefinisikan situasi yang digambarkan

oleh Fault Tree. Kejadian puncak adalah kondisi batas sistem yang paling penting yang

didefinisikan sebagai kerusakan sistem utama. Untuk beberapa sistem yang ada. Banyak

kemungkinan bagi kejadian puncak tetap ada sehingga pilihan tepat dari kejadian puncak kadang

kala adalah suatu tugas yang sulit. Pada umumnya, kejadian puncak harus dipilih berdasarkan

criteria sebagai berikut:

1. Sebagai suatu kejadian yang terjadinya harus mempunyai sebuah definisi tertentu dan

kemungkinan dari keterjadiannya dapat dikuantitaskan dan

2. Sebagai suatu kejadian yang dapat lebih jauh dipilah untuk menemukan penyebabnya.

(Connor, 1993)

Tahapan Fault Tree Analysis

Menurut Thomas Pyzdex (2002), Fault Tree mempunyai beberapa tahapan umum untuk

mencapai hasil analisa yang optimal hingga ke akar-aakar penyebabnya, yaitu :

1. Tentukan kejadian paling atas, kadang–kadang disebut kejadian utama. Ini adalah kondisi

kegagalan dibawah studi.

2. Tetapkan batasan Fault Tree Analysis.

3. Periksa sistem untuk mengerti bagaimana berbagai elemen berhubung pada satu dengan

lainnya dan untuk kejadian paling atas.

4. Buat pohon kesalahan, mulai pada kejadian paling atas dan bekerja ke arah bawah.

Page 182: Green+productivity

182

5. Analisis pohon kesalahan untuk mengidentifikasi cara dalam menghilangkan kejadian yang

mengarah kepada kegagalan.

6. Persiapkan rencana tindakan perbaikan untuk mencegah kegagalan dan rencana kemungkinan

berkenaan dengan kegagalan saat mereka terjadi.

Fault Tree Analysis merupakan pendekatan dari atas ke bawah yang menyediakan

perwakilan grafik kejadian yang mungkin mengarah pada kegagalan. Beberapa simbol

digunakan dalam pembuatan pohon kesalahan ditunjukkan dalam tabel 20.1.

Tabel 20.1 Simbol – Simbol Logika (Gerbang) Dalam FTA

Simbol Gerbang Nama Gerbang Hubungan Kasual Gerbang AND Kejadian keluaran terjadi

jika semua kejadian masukan terjadi serentak

Gerbang OR Kejadian keluaran terjadi jika satu dari kejadian masukan terjadi

Gerbang Menghalangi Masukan menghasilkan keluaran saat kejadian bersyarat terjadi

Gerbang AND prioritas

Kejadian keluaran terjadi jika semua kejadian masukan terjadi degan urutan dari kiri ke kanan

Gerbang OR Ekslusif Kejadian keluaran terjadi jika satu, tetapi tidak keduanya, dari kejadian masukan terjadi

n inputs

Gerbang m-diluar-n (gerbang voting atau

sampel)

Kejadian keluaran terjadi jika m-diluar-n kejadian masukan terjadi

Tabel diatas menunjukkan simbol gerbang dalam Fault Tree. Selain itu juga terdapat simbol

kejadian seperti tabel 20.2

m

Page 183: Green+productivity

183

Tabel 20.2 Simbol – simbol logika (kejadian) dalam FTA

Simbol Kejadian Arti

Persegi

Kejadian diwakili oleh sebuah gerbang

Lingkaran

Kejadian dasar dengan data yang cukup

Belah Ketupat

Kejadian yang belum berkembang

Putaran

Baik terjadi atau tidak terjadi

Oval

Kejadian bersyarat yang digunakan

dengan gerbang menghalangi

Segitiga

Simbol perpindahan

Cut Set Method

Cut Set menurut P.L. Clemens, 2002 adalah kombinasi pembentuk pohon kesalahan yang

mana bila semua terjadi akan menyebabkan peristiwa puncak terjadi. Cut set digunakan untuk

mengevaluasi diagram pohon kesalahan dan diperoleh dengan menggambarkan garis melalui

blok dalam sistem untuk menunjukkan jumlah minimum blok gagal yang menyebabkan seluruh

sistem gagal. Sebagai contoh bisa dilihat dari gambar 20.5.

Page 184: Green+productivity

184

Gambar 20.5 Contoh Struktur Cut Set

Peristiwa A, B, dan C membentuk menjadi peristiwa T. Peristiwa A, B dan C disebut

sebagai cut set. Namun bukan kombinasi peristiwa terkecil yang menyebabkan peristiwa puncak.

Untuk mengetahuinya diperlukan minimal cut set (Alain Villemeur : 1992). Minimal cut set ini

adalah kombinasi peristiwa yang paling kecil yang membawa ke peristiwa yang tidak diinginkan.

Jika satu dari peristiwa–peristiwa dalam minimal cut set tidak terjadi, maka peristiwa puncak

atau peristiwa yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dengan kata lain minimal cut set

merupakan akar penyebab yang paling terkecil yang berpotensial menyebabkan kecacatan

(peristiwa puncak).

Suatu pohon kesalahan berisi batasan minimal cut set, yaitu :

1. Pertama, minimal cut set menunjukkan kegagalan tunggal memproduksi peristiwa yang tidak

diinginkan (top event).

2. Kedua, minimal cut set menunjukkan kegagalan ganda yang mana jika kejadian terjadi secara

simultan atau bersamaan dan menyebabkan peristiwa tidak diinginkan.

Langkah Pembentukan Cut Set

Beberapa langkah membentuk cut set menurut P.L. Clemens, 2002, yaitu :

1. Mengabaikan semua unsur–unsur pohon kecuali pembentuk atau dasar.

2. Permulaan dengan seketika dibawah peristiwa puncak, menugaskan masing–masing gerbang

dan pembentuk atau penyebab dasar.

3. Kelanjutan menurut langkah dari peristiwa puncak mengarah ke bawah membangun matrik

menggunakan nomor dan huruf. Huruf ini mewakili gerbang peristiwa puncak menjadi

masukan matrik awal. Sebagai kontruksi maju :

T

C

A B

Page 185: Green+productivity

185

a. Menggantikan nomor untuk masing–masing gerbang AND dengan nomor untuk semua

gerbang yang disebut masukan. Secara horizontal dalam matrik baris.

b. Memindahkan nomor–nomor untuk masing–masing gerbang OR dengan semua gerbang

yang disebut masukan. Memanjang vertikal dalam matrik kolom. Masing–masing gerbang

OR dibentuk baris bergantian harus pada berisi semua masukan lain dibaris induk asli.

4. Hasil matrik akhir, hanya menghasilkan angka–angka mewakili pembentuk. Masing–masing

baris dari matrik ini adalah cut set Boolean. Dengan pemeriksaan, menghapuskan baris

manapun yang berisi semua unsur–unsur yang ditemukan dalam baris lebih sedikit. Juga

menghapuskan unsur–unsur berlebihaan didalam baris dan baris yang menyalin baris lain.

Baris yang sisa adalah minimal cut set.

Pembentukan cut set dapat dilihat dengan jelas pada gambar 20.6.

Gambar 20.6 Contoh Pembentukan Cut Set

Cut Set Quantitative

Perhitungan dalam Fault Tree Analisis digunakan untuk mengetahui nilai probabilitas dari

kejadian puncak yang terjadi. Untuk menghitung probabilitas hanya diperlukan jumlah seluruh

proses yang sukses dan kegagalan proses, hal ini ditunjukkan dalam rumus berikut ini (P.L

Clemens : 2002) :

TOP

1

2 3

2 4

B

A

D

C

Page 186: Green+productivity

186

)( FS

FPF

Keterangan :

S = Sukses (produk/proses)

F = Kegagalan (failure)

PF = Probabilitas Kegagalan

Untuk selanjutnya akan dihitung probabilitas dalam masing–masing gerbang, yaitu :

1. Untuk gerbang OR, probabilitas masing–masing peristiwa atau masukannya mengalami

penjumlahan dan pengurangan.

a. Untuk 2 masukan

PF = 1 – [(1 – PA)(1 – PB)]

PF = PA + PB - PAPB

b. Untuk lebih dari 2 masukan

PF = PA + PB + PC

2. Untuk gerbang AND probabilitas masing–masing masukannya dikalikan.

Dalam gerbang AND ini, untuk masukan sejumlah 2 atau lebih semua cara perhitungannya

sama yaitu dikalikan.

Page 187: Green+productivity

187

BAB 21

PENGERTIAN DAN PENGENDALIAN KUALITAS

21.1. Pengertian Kualitas

Menurut Montgomery (1993), terdapat dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas

rancangan dan kualitas kecocokan. Dimana pada kualitas kecocokan adalah seberapa baik

produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu,

sedangkan kualitas rancangan adalah variasi dalam tingkat kualitas yang memang sengaja dibuat.

Istilah kualitas memang tidak terlepas dari manajemen kualitas yang mempelajari setiap

area dari manajemen operasi, dari perencanaan lini produk dan fasilitas sampai penjadwalan dan

memonitor hasil. Kualitas merupakan bagian dari semua fungsi usaha yang lain (pemasaran,

sumber daya manusia, keuangan, dan lain-lain). Dalam kenyataannya, penyelidikan kualitas

adalah suatu penyebab umum (common cause) yang alamiah untuk mempersatukan fungsi-fungsi

usaha. Ada beberapa alasan perlunya kualitas bagi suatu organisasi Russel (1996)

mengidentifikasi 6 peran pentingnya kualitas yaitu :

1. Meningkatkan reputasi perusahaan

2. Menurunkan biaya

3. Meningkatkan pangsa pasar

4. Dampak Internasional

5. Adanya pertanggungjawaban produk

6. Untuk penampilan produk dan mewujudkan kualitas yang dirasakan penting dan masih

banyak lagi alasan mengapa kualitas begitu penting bagi perusahaan.

(Manajemen Kualitas Pendekatan Sisi Kualitatif, Dorothea Wahyu Ariani, 2003, Hal 8-9)

21.2. Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas merupakan suatu pengendalian untuk memeriksa atau menguji

karakteristik kualitas yang dimiliki oleh produk yang berguna untuk penilaian atas kemampuan

proses produksi yang dikaitkan dengan standar spesifikasi produk. (Manajemen Kualitas

Pendekatan Sisi Kualitatif Dorothea Wahyu Ariani, 2003, Hal 9). Alat-alat pengendalian kualitas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 188: Green+productivity

188

1. Diagram Pareto

Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan

banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama

yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling

sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi

paling kanan. (Metode Analisis untuk peningkatan kualitas (ISO 9001:2000 Clause 8 :

Measurement, Analysis and Improvement ), Vincent Gaspersz, 2001, hal 46)

2. Diagram Sebab Akibat (Fishbone Diagram)

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab

dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan

untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat)yang

disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu.

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan

barikut :

a. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah

b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

(Metode Analisis untuk peningkatan kualitas (ISO 9001:2000 Clause 8 : Measurement, Analysis

and Improvement ), Vincent Gaspersz, 2001, hal 58)

21.2. Six Sigma

Six Sigma adalah suatu metode atau teknik pengendalian dan peningkatan kualitas

menuju tingkat kesempurnaan (zero defect–kegagalan nol) atau merupakan estimasi tingkat

kesempurnaan proses yang mungkin diperoleh yang didasarkan atas kegagalan per sejuta

kesempatan (DPMO-defect per milion opportunity). Six Sigma juga bisa diartikan konsep

statistik yang mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan. Mencapai

enam sigma berarti bahwa proses menghasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta peluang, dengan kata

lain proses tersebut berjalan hampir sempurna. Sigma (huruf abjad Yunani ke-18) adalah istilah

dalam statistik yang mengukur sesuatu yang dinamakan penyimpangan standar. Dalam

penggunaannya kata itu menunjukkan cacat pada output suatu proses, dan membantu kita

Page 189: Green+productivity

189

memahami sejauh mana proses itu menyimpang dari kesempurnaan. Adapun peluang cacat dan

manfaat dari masing-masing tingkat sigma ditunjukkan sebagai berikut :

21.4. Konsep Six Sigma

Six Sigma dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan

melakukan peningkatan luar biasa di tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai

pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan

proses. Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai sebagaimana yang

diharapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh

mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengaharapkan bahwa

99,99966% dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Pengendalian

kualitas Six Sigma sebesar 3,4 DPMO diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal

terdapat rata-rata kesempatan untuk gagal dari suatu CTQ adalah hanya sebesar 3,4 kegagalan

per sejuta kesempatan (DPMO). Semakin tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem

industri akan semakin baik. Six Sigma dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus

kepada pelanggan, melalui penekanan pada kapabilitas proses (process capability).

Menurut Gaspersz (2002), terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam

konsep aplikasi Six Sigma, yaitu :

1. Identifikasi pelanggan

2. Identifikasi produk

3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk

4. Definisikan proses

5. Hindari kesalahan dalam proses dan hilangkan pemborosan yang ada

6. Tingkatkan proses secara terus-menerus menuju target Six Sigma.

Pendekatan pengendalian proses Six Sigma mengijinkan adanya pergeseran nilai rata-rata

setiap CTQ (Critical To Quality) individual dari proses industri terhadap nilai spesifikasi target

sebesar ± 1,5 sigma, sehingga akan menghasilkan 4,5 DPMO (Defect Per Million Opportunity)

Page 190: Green+productivity

190

Defect Per Million Opportunities (DPMO)

Merupakan ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang

menunjukkan kegagalan per sejuta kesempatan. Target dan pengendalian kualitas Six Sigma

sebesar 3,4 DPMO diinterpretasikan sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata-rata

kesempatan untuk gagal dalam suatu karakteristik CTQ adalah 3,4 kegagalan per satu juta

kesempatan ( DPMO).

DPMO = 000.000.1xCTQxnpemeriksaabanyaknya

uaianketidaksesbanyaknya

Suatu visi peningkatan kualitas menuju target kualitas menuju target 3,4 kegagalan per

sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang dan/atau jasa). Upaya giat

menuju kesempurnaan (zero defect- kegagalan nol).

(Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA dan

HACCP, Vincent Gaspersz, 2002, hal 3-8)

21.5. Konsep Jasa

Menurut Kotler (1994), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan

oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan

kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin atau mungkin tidak berkaitan dengan produk fisik.

Adapun karakteristik utama yang membedakan jasa dan barang menurut Tjiptono (1998) yaitu:

Intangibility (tidak Berwujud) yaitu, jasa memiliki sifat tidak dapat disentuh, tidak dapat

dengan mudah didefinisikan dan diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.

Insperability (tidak dapat dipisahkan) yaitu, jasa diproduksi dan dikonsumsi pada waktu

yang bersamaan.

Variability (keragaman) yaitu, jasa memiliki banyak variasi bentuk, kualita dan jenis

tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

Perishability (tidak tahan lama), jasa tidak dapat disimpan sebab lebih jauh lagi , pasar jasa

berubah-ubah.

Page 191: Green+productivity

191

21.6. Konsep Kualitas Jasa

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) menemukan 5 dimensi pokok kualitas

jasa (untuk contoh cara konsumen menilainya, lihat tabel):

1. Keandalan (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan

layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan

jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati.

2. Daya tanggap (responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para

karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta

menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberiikan jasa secara cepat

3. Jaminan (assurance), yakni perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan

pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi para

pelanggannya. Jaminan juga berarti bahwa karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai

pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau

masalah pelanggan

4. Empati (Empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak

demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan

dan memiliki jam operasi yang nyaman.

5. Bukti fisik (tangible), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material

yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.

Page 192: Green+productivity

192

Tabel 21.1. Contoh cara konsumen menilai lima dimensi kualitas jasa

BIDANG JASA

RELIABILITY DAYA TANGGAP

JAMINAN EMPATI BUKTI FISIK

Reparasi mobil (pasar konsumen)

Masalah diatasi dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan

Mudah diakses; tidak lama menunggu; responsive terhadap permintaan

Mekanik yang berpengalaman luas

Mengenal nama pelanggan; mengingat masalah dan preferensi pelanggan sebelumnya

Fasilitas reparasi; ruang tunggu; seragam; peralatan

Penerbangan (pasar

konsumen)

Terbang tepat waktu dan tiba ditujua sesuai jadwal

Sistem ticketing, inflight, dan penanganan bagasi yang cepat

Terpercaya; reputasi positif dalam hal keselamatan penumpang; karyawan yang kompeten

Memahami kebutuhan khusus individual; mengantisipasi kebutuhan pelanggan

Pesawat, tempat pemesanan tiket; tempat bagasi; seragam

Kesehatan (pasar

konsumen)

Janji ditepati sesuai jadwal; diagnosisnya terbukti akurat

Mudah diakses; tidak lama menunggu; bersedia mendengar keluh kesah pasien

Pengetahuan; keterampilan; kepercayaan; reputasi

Mengenal pasien dengan baik; mengingat masalah (penyakit, keluhan, dll) sebelumnya; pendengar yang baik; sabar

Ruang tunggu; ruang operasi; peralatan; bahan-bahan tertulis

Arsitektur (pasar bisnis)

Memberikan rancangan sesuai saat yang dijanjikan berikut dengan anggaran yang sesuai

Menanggapi permintaan khusus; adaptif terhadap perubahan

Kepercayaan, reputasi, nama baik di masyarakat; pengetahuan dan keterampilan

Memahami industri klien; memahami dan tanggap akan kebutuhan spesifik klien; mengenai kliennya

Kantor, laporan; rancangan; tagihan; busana karyawan

Pemrosesan informasi

(pelanggan internal)

Menyediakan informasi yang dibutuhkan pada saat diminta

Respon cepat terhadap permintaan; tidak birokratis; manangani masalah dengan segera

Staf berpengetahuan luas; terlatih; terpercaya

Mengenal nama pelanggan internal sebagai para individu; memahami kebutuhan individual dan departemen

Laporan internal; kantor; busana karyawan

Definisi tentang Total Quality Management (TQM) adalah sistem manajemen yang

mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan

melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33). Total quality approach hanya dapat

dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM berikut ini :

Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal

Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas

Page 193: Green+productivity

193

Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah

Memiliki komitmen jangka panjang

Membutuhkan kerja sama tim (teamwork)

Memperbaiki proses secara berkesinambungan

Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

Memberikan kebebasan yang terkendali

Memiliki kesatuan tujuan

Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

21.7. Harapan Konsumen

Menurut Fandy Tjipto (1998) harapan konsumen dapat didefinisikan sebagai ”perkiraan

atau keyakinan konsumen tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau

mengkonsumsi suatu produk atau jasa”, sedangkan menurut Olsen dan Dover (Zeithaml et al,

1990) harapan konsumen didefinisikan sebagai ”keyakinan konsumen sebelum mencoba atau

membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut.”

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harapan konsumen merupakan suatu nilai kegunaan

yang diperkirakan dalam suatu jasa ataupun produk sebelum digunakan. Harapan ini tidak dapat

dipenuhi karena beberapa sebab antara lain: konsumen gagal mengkomunikasikan harapannya

terhadap suatu produk atau jasa, konsumen keliru menafsirkan sinyal-sinyal perusahaan serta

karena kinerja yang buruk dari perusahaan

21.8. Presepsi Konsumen

Menurut Leon G.S dan Lestie (Bary et.al 1992, dikutip dari Elvia, 2000) presepsi

konsumen didefinisikan sebagai ” proses konsumen dalam mengatur dan mengintepretasikan

stimuli menjadi berarti dan merupakan gambaran secara koheren terhadap dunia sekelilingnya.

Presepsi ini timbul setelah konsumen merasakan sesuatu yang telah diterima (sudah

menggunakan produk atau telah menikmati jasa pelayanan) dan sudah mengambil keputusan

dalam pikirannya.

21.9. Kepuasan Pelanggan

a. Erwita Dinarsari, S. Supriayanto, Thinni Nurul Rochmah dalam Jurnal Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan menulis bahwa menurut Kotler (1997) kepuasan pelanggan adalah

Page 194: Green+productivity

194

perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya

terhadap kinerja suatu produk dan harapannya. Menurut Yazid (1999) kepuasan pelanggan

merupakan perbedaan antara harapan dan unjuk kerja yang diterimanya.

b. Oliver dam Widodo Putro (2003,22) mendevinisikan kepuasan sebagai respon konsisten atas

pemenuhan kebutuhannya, memberikan pemenuhan suatu level yang menyenangkan,

meliputi pemenuhan yang berada diatas maupun level yang berada di bawah.

c. Menurut peneliti, yang disebut kepuasan pelanggan antara lain adalah rasa puas yang

ditimbulkan akibat suatu produk pelayanan atau jasa yang diterima atau dinikmati seserang

yang memenuhi harapannya.

Tujuan Perusahaan

PRODUK

Nilai Produk BagiPelanggan

Kebutuhan danKeinginanPelanggan

Harapan PelangganTerhadap Produk

Tujuan Perusahaan

Gambar 21.1 Konsep Kepuasan Pelanggan

Sumber: Tjiptono, Fandy (1995) Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Andi Offset, p 28 dalam Widodo Putro

Faktor-faktor yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan

a. Menurut Widodo J. Pudjiraharjo dalam Jurnal Administrasi dan Kesehatan mengemukakan

bahwa dalam memenuhi kepuasan pasien maka rumah sakit dituntut untuk memberikan

pelayanan yang bermutu, agar terwujud pelayanan yang prima. Untuk dapat mewujudkan

pelayanan yang prima ini terdapat 5 indikator yaitu: empahty (rasa empati) yang berupa

pemberian pelayanan dengan penuh perhatian dan sesuai kebutuhan klien, Reliability

Page 195: Green+productivity

195

(keandalan) kemampuan petugas untuk memberikan layanan yang diharapkan secara akurat,

responsivenes (cepat tanggap) yaitu keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan

yang dibutuhkan dengan segera, communication (komunikasi) yang berarti selalu

memberikan informasi yang sebaik-baiknya dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh

para klien dan carring (pengayoman) yaitu mudah dihubungi dan memberikan perhatian

kepada klien. Keberhasilan penerapan pelayanan prima pada bidang pelayanan kesehatan

pada akhirnya diukur dengan derajat kepuasan pemakai. Secara lebih khusus keberhasilan

pelayanan prima adalah ukuran maslahat kepuasan yang didapat oleh pemakai dibandingkan

dengan besar pengorbanan yang telah dikeluarkannya.

b. Menurut Lele (1995) dalam Penelitian Analisis Kepuasan dan Harapan pelanggan dalam

rangka Peningkatan Loyalitas Pelanggan Kelas Utama Rumah sakit Panti Rahayu Purwodadi

Grobogan oleh Erwita Dinarsari, S. Supriyanto, Thinni Nurul Rochmah (jurnal AKK,

Volume 1 nomor 1, januari 2003) ada empat landasan kepuasan pelanggan : 1) Produk, yaitu

meliputi perancangan produk sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan meliputi

mutu, biaya dan sumber daya. 2) Kegiatan penjualan (proses) meliputi sikap, tindakan dan

latihan untuk para petugas. 3) Purna beli yaitu pelayanan pendukung mencakup informasi,

garansi, nasehat, peringatan, latihan, umpan balik dan tanggapan kelluhan. 4) Budaya,

menejemen menerapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tujuan perusahaan, jadi

memberi kepuasan kepada pelanggan merupakan budaya kerja.

c. Menurut Zeithaml et al dalam Tjiptono (2000) faktor yang digunakan langsung untuk

mengevaluasi kepuasan dibidang kesehatan adalah: 1) Bukti langsung (tangible) yang terdiri

dari ruang pelayanan dan fasilitas; 2) Keandalan (reliability) meliputi janji yang ditepati dan

diagnosis yang tepat; 3) Daya tanggap (responsivnes) meliputi penanganan keluhan pasien

dan mudah tidaknya dihubungi; 4) jaminan (assurance) meliputi keterampilan, kepercayaan

dan reputasi; 5) empathy meliputi mengenal pasien, ingat masalahnya, perhatian dan

kesabaran.