governing_body__hospital_bylaws_and_quality_assurance_makalah_revisi_dan_lap._diskusi2.pdf

Upload: anes

Post on 10-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HOSPITAL SAFETY: GOVERNING BODY AND HOSPITAL BYLAWS DAN QUALITY ASSURANCE

    MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

    Administrasi Rumah Sakit dan Puskesmas yang dibina oleh Prof. Mardji dan Nurnaningsih Herya Ulfah, S.KM, M.Kes

    Oleh:

    Ahmad Alharis (130612607885)

    Fitra Mulya Fisca R. (130612607848)

    Rahma Ismayanti (130612607891)

    Salsabilla A. Putri (130612607899)

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

    PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT Oktober 2014

  • DAFTAR ISI

    Halaman Sampul ................................................................................................... i

    Daftar Isi................................................................................................................ ii

    Daftar Lampiran ................................................................................................... iii

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3 Tujuan................................................................................................. 2

    BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3

    2.1 Governing Body (Dewan Pengawas).................................................. 3 2.1.1 Definisi Governing Body 3 2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body 5 2.1.3 Fungsi Governing Body 6 2.1.4 Governing Body di Indonesia ................................................. 10

    2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit) ........................... 10 2.2.1 Pengertian Hospital bylaws 10 2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws 13 2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws 13 2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws 14 2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit ............... 15 2.2.6 Hubungan Hospital Bylawsdengan Kode Etik Rumah Sakit 16 2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit 16

    2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan) ................... 17 2.3.1 Pengertian Mutu ..................................................................... 17 2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan ....................................................... 19 2.3.3 Standar Layanan Kesehatan ................................................... 22 2.3.4 Cara Pengukuran Mutu ........................................................... 24 2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan ......................................... 25 2.3.6 Biaya Mutu ............................................................................. 34 2.3.7 Pengukuran Mutu ................................................................... 37 2.3.8 Contoh Cara Penyusunan Standar layanan Kesehatan ........... 57

    BAB III PENUTUP .............................................................................................. 68

    3.1 Kesimpulan ........................................................................................ 68 3.2 Saran ................................................................................................... 68

    DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

    LAMPIRAN 1 (Pertanyaan) LAMPIRAN 2 (UU RI No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit) LAMPIRAN 3 (Contoh Governing Body dan Hospital Bylaws di Siloam Hospitals)

  • LAMPIRAN 4 (Laporan Diskusi)

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1: Pertanyaan

    Lampiran 2: Contoh Rumah Sakit Swasta

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

    pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

    Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.

    Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body. Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.

  • 2

    1.2 Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)? b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah

    Sakit)? c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan

    Kesehatan)?

    1.3 Tujuan a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas) b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit) c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)

  • 1

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

    pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU RI No. 44 tahun 2009). Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

    Mutu pelayanan kesehatan merupakan parameter dan hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen.

    Rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan kesehatan. Rumah sakit memiliki suatu pedoman atau aturan serta pihak yang bertugas untuk mengawasi setiap aktivitas atau kegiatan dalam rumah sakit. Peraturan tersebut berupa hospital bylaws atau peraturan internal rumah sakit yang disahkan oleh dewan pengawas/governing body. Hospital bylaws yaitu seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Dewan pengawas merupakan unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi.

  • 2

    1.2 Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan Governing Body (Dewan Pengawas)? b. Apa yang dimaksud dengan Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah

    Sakit)? c. Apa yang dimaksud dengan Quality Assurance (Mutu Layanan

    Kesehatan)?

    1.3 Tujuan a. Mengetahui definisi dari Governing Body (Dewan Pengawas) b. Mengetahui definisi dari Hospital bylaws (Peraturan Intenal Rumah Sakit) c. Mengetahui definisi dari Quality Assurance (Mutu Layanan Kesehatan)

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Governing Body (Dewan Pengawas)

    2.1.1 Definisi Governing Body

    Setiap rumah sakit memiliki struktur organisasi atau kepemimpinan untuk

    mendukung kegiatan operasional dan memberikan pelayanan. Kebanyakan rumah sakit, struktur organisasi ini dibentuk oleh tiga kelompok kepemimpinan: Governing body, CEO/manajer senior, dan staf medis yang terorganisir. Di beberapa rumah sakit mungkin ada dua kelompok kepemimpinan, bahkan hanya satu. Rumah sakit yang hanya terdapat satu pemimpin dapat berpartisipasi dilebih satu kelompok. Terdapat tiga unsur kinerja pada organisasi rumah sakit, yaitu:

    a. Rumah sakit mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab atas tata kelola b. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk

    perencanaan, pengelolaan, dan aktivitas operasional c. Governing body mengidentifikasi orang yang bertanggung jawab untuk

    ketentuan pelayanan, perawatan, dan pengobatan.

    Pada tahun 60-an, ada 4 komponen penting dalam organisasi rumah sakit, yaitu:

    a. Governing Board/Governing body atau dewan penyantun. Merupakan perwakilan pemilik rumah sakit beserta lainnya yang terkait dan menjadi wali rumah sakit.

    b. CEO (Cheaf Executive Officer) atau direksi. Merupakan pelaksana manajemen operasional.

    c. Staf Medis. Merupakan pelaksana pelayanan medis. d. Pegawai Rumah Sakit. Melaksanakan kegiatan rumah sakit lainnya di luar

    pelayanan medis (Boy dan Henny, 2003).

    Pada prinsipnya governing body rumah sakit adalah badan yang menjadi penghubung formal antara sistem di dalam rumah sakit dengan masayarakat.

  • 4

    Governing body di rumah sakit adalah unit terorganisasi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan objektif rumah sakit, menjaga penyelenggaraan asuhan pasien yang bermutu, dengan menyediakan perencanaan serta manajemen institusi (Samsi Jacobalis, 2002). Governing body adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu organisasi yaitu pemilik atau yang mewakili (Direktorat Jendral Pelayanan Medik, 2002). Menurut Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit, dewan pengawas adalah unit nonstruktural pada rumah sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.

    Peristilahan yang dipakai di luar negeri

    Dalam hal mengacu kepada peraturan dan hukum yang dipakai di luar negeri, maka perlu juga diteliti lebih dahulu apa yang dimaksudkan dengan istilah-istilah yang dipergunakan itu. Misalnya mengenai istilah: Governing Board atau Governing Body, Board of Diretors, Board of Trustees.

    Overlake Hospital Medicine Center, Medical Staff Bylaws, Belleevue, Washington, Adopted December 13, 2000

    Governing Body or Board means the Board of Trustees of the Hospital, or its Executive Committee.

    Barclays California Code of regulations July 30, 1999

    Governing body means the person, persons, board of trustees, directors or other body in whom the final authority and responsibility is vested for conduct of the hospital.

    All Saints Health System, Fort Worth, Texas, Bylaws of the Medical Staff, November 14, 2001:

    Board of Directors or Board means the governing body of the hospital, the Board of Directors of All Saints Episcopal Hospital of Fort Worth. As appropriate to the context and consistent with the Bylawas of the Hospital and delegations of

  • 5

    authority made by the Board, it may also mean any committee of the Board or any individual by the Board to act on authorized its behalf on certain matters.

    American Osteopathic Association

    Governing body means the hospital authority, board of trustees or directors, partnership, corporation, entity, person, or group of persons who maintan and control the hospital.

    Logan Regional Hospital Board

    Logan Regional Hospital is a nonprofit of Intermountain Health Care. That means the hospital exist to serve the community. There are no stockholders or investors. All revenues are returned to the community trough improved services and lower patient chargers. Logan Regional Hospital Board members serve as unpaid volunteers representing a broad of the Cache Valley community.

    Northeastern Nevada Regional Hospital

    The Governing Board of Northeastern Nevada regional Hospital are volunteers who are recommended to the NNRH for appointment to serve by the Elko County Commision.

    2.1.2 Syarat Menjadi Governing Body

    Berdasarkan Permenkes RI No. 10 Tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit pasal 10, yaitu:

    a. Memiliki integritas, dedikasi, dan memahami masalah yang berkaitan dengan perumahsakitan, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;

    b. Mampu melaksanakan perbuatan hukum; c. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau

    komisaris atau dewan pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu badan usaha pailit;

    d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;

  • 6

    e. Tidak mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggaraan Rumah Sakit; dan

    f. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemilik Rumah Sakit.

    2.1.3 Fungsi Governing Body

    Secara garis besar fungsi governing body di rumah sakit adalah sebagai badan otoritas tertinggi yang mewakili pemilik rumah sakit, tetapi disamping itu juga harus mengayomi kepentingan masyarakat yang dilayani rumah sakit. Governing body juga berperan sebagai penyangga atau penghubung. Berperan sebagai penghubung atau penyangga yang memperjuangkan kepentingan rumah sakit kepada pihak-pihak luar termasuk pemerintah, sehingga rumah sakit benar-benar mendapatkan dukungan masyarakat. Badan inilah yang mempunyai tanggung jawab moral dan hukum tertinggi terhadap keseluruhan pengoperasian rumah sakit, dan bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan asuhan klinik terhadap pasien. Governing body bertanggung jawab kepada pemilik, dan dengan otoritasnya harus memastikan bahwa misi organisasi dapat tercapai, baik itu pemerintah, masyarakat, kelompok-kelompok keagamaan maupun pemegang

    saham (Murti Wirawan, 2010).

    Governing body apakah itu dari rumah sakit profit maupun non profit, tetplah mengemban tugas atau misi melaksanakan sebuah fiduciary duty yang dapat diartikan sebagai tanggung jawab atau tugas perwalian atau tanggung jawab kepercayaan. Sebagai pengemban fiduciary duty, ada dua tugas yang terpenting yaitu loyalty dan responsibility. Loyalty disini berarti bahwa anggota governing body harus meletakkan kepentingan institusi rumah sakit diatas segala kepentingan pribadi. Sebagai contoh: Semua anggota governing body harus menghindari adanya conflict of interest, seperti ikut menjadi pemasok barang dan jasa di rumah sakit yang memberi keuntungan pada dirinya sendiri, atau berakibat tidak baik yaitu tidak terpenuhinya kepentingan institusi secara maksimal. Sedangkan responsibility disini berarti bahwa setiap anggota governing body harus memberikan kepedulian yang baik, dengan segenap ketrampilan, kecakapan dan ketekunannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dalam setiap

  • 7

    aktivitas governing body. Dengan kata lain, dituntut suatu pengabdian yang tanpa pamrih dengan kesungguhan yang tinggi (Murti Wirawan, 2010).

    Rumah sakit harus memiliki governing body yang efektif dan secara hukum dapat bertanggung jawab atas pelaksanaan rumah sakit sebagai institusi. Jika suatu rumah sakit tidak memiliki badan yang terorganisir, orang orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan fungsi fungsi rumah sakit adalah orang yang ditetapkan dalam suatu bagian yang berhubungan dengan governing body. Governing body bertanggung jawab untuk keselamatan dan kualitas perangkat dari pertanggung jawaban hukum dan kewenangan operasional kinerja rumah sakit. Governing body menyediakan struktur internal dan sumber daya, termasuk staf yang mendukung keamanan dan kualitas. Pada akhirnya, governing body bertanggung jawab atas keamanan dan kualitas dari pelayanan, perawatan, dan pengobatan di suatu rumah sakit. Fungsi-fungsi governing body (Shipman and Goodwin, 2014) adalah:

    a. Mengangkat administrator, CEO, manajemen atau direksi yang bertanggung jawab untuk mengelola rumah sakit.

    b. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban rumah sakit. c. Menilai dan menyetujui pelaksanaan rencana anggaran. d. Menyetujui anggaran tahunan dan mengawasi keuangan sesuai dengan

    perencanaan dan anggaran. e. Menentukan arah kebijakan rumah sakit. Governing body bekerja sama

    dengan CEO dan kepala staf medis dalam mengevaluasi kinerja rumah sakit dalam kaitannya dengan visi, misi, dan tujuan setiap tahunnya.

    f. Governing body menyediakan cara untuk menyelesaikan konflik diantara individu yang bekerja di rumah sakit, terutama konflik yang terjadi pada para pemimpin karena faktor kepentingan masing-masing pihak. Seperti CEO dan kepala staf medis. Konflik yang terjadi dapat mempengaruhi keselamatan dan kualitas pelayanan, perawatan, dan pengobatan pasien. Konflik dapat terjadi di banyak kondisi yang melibatkan hubungan professional atau bisnis. Governing body membuat kebijakan untuk pengawasan dan pengendalian

  • 8

    dari situasi tersebut. Konflik tersebut dapat mengganggu tanggung jawab rumah sakit untuk melayani para pasien.

    g. Menyetujui dan mengawasi pelaksanaan rencana strategis dan mengawasi pelaksanaan kendali mutu dan kendali biaya. Menetapkan perencanaan jangka panjang serta tujuan organisasi (rencana kelembagaan). Lembaga harus memiliki rencana kelembagaan secara keseluruhan yang memenuhi kondisi berikut: (1) rencana tersebut harus mencakup anggaran operasional tahunan yang disiapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, (2) anggaran harus mencakup semua pendapatan dan pengeluaran yang diantisipasi. Ketentuan ini tidak mengharuskan anggaran mengidentifikasi item dengan item komponen masing-masing pendapatan atau kerugian yang diantisipasi, (3) rencana harus menyediakan pengeluaran modal untuk setidaknya jangka waktu tiga tahun, (4) Rencana harus mencakup dan mengidentifikasi secara rinci tujuan, dan sumber-sumber yang diantisipasi pembiayaan untuk setiap pengeluaran yang diantisipasi modal lebih dari $600.000 (atau jumlah yang lebih rendah dari yang ditetapkan oleh negara dimana rumah sakit berdiri). Pengeluaran tersebut berkaitan dengan pengadaan lahan, peningkatan tanah, bangunan, dan peralatan atau penggantian, modernisasi, dan perluasan bangunan dan peralatan. (5) Rencana harus diserahkan untuk ditinjau oleh badan perencanaan yang ditunjuk, (6) rencana harus ditinjau dan diperbaharui setiap tahun, (7) rencana harus siap dibawah arahan governing body, oleh panitia yang terdiri dari wakil-wakil governing body, yaitu lembaga staf administrasi, dan lembaga staf medis.

    h. Mengangkat staf medis. Pada saat governing body mengangkat staf medis, Governing body harus:menetapkan atau mengangkat staf medis sesuai dengan hukum negara, yang kategori kandidatnya memenuhi syarat, berhak dan memenuhi janji sebagai staf medis, staf medis dipilih oleh governing body berdasarkan pertimbangan dan rekomendasi dari staf medis lainnya, menyetujui ketentuan peraturan staf medis dan aturan lainnya, memastikan bahwa staf medis bertanggung jawab kepada governing body untuk kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien, memastikan kriteria untuk

  • 9

    pemilihan karakter, kompetensi, pelatihan, pengalaman, dan penilaian, memastikan bahwa dalam kondisi apapun mengangkat staf medis adalah berdasarkan keanggotan staf atau hak professional di rumah sakit tergantung hanya pada sertifikasi, dan keanggotaan badan khusus atau masyarakat.

    i. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien. Merupakan penanggung jawab tertinggi untuk mutu layanan kepada pasien dan masyarakat. Sesuai dengan kebijakan rumah sakit, governing body harus memastikan bahwa syarat-syarat berikut terpenuhi: 1. Setiap pasien dibawah perawatan dokter umum (ketentuan ini tidak boleh

    ditafsirkan untuk membatasi kewenangan dokter medis untuk melimpahkan tugas kepada tenaga medis lainnya yang berkualitas pada tingkat yang diakui dibawah hukum negara atau mekanisme peraturan negara itu.

    2. Setiap pasien dibawah perawatan dokter gigi yang secara hukum berwenang untuk praktek oleh negara dan yang bertindak dalam cakupan izin nya.

    3. Setiap pasien dibawah perawatan dokter anak, tetapi dokter anak yang hanya berkaitan pada fungsinya secara hukum disahkan oleh negara untuk melakukan praktek.

    4. Setiap pasien dibawah perawatan dokter mata yang berwenang untuk praktek sesuai dengan hukum dimana ia melakukan praktek.

    5. Setiap pasien dibawah perawatan chiropractor (dokter dengan pengobatan alternatif ilmiah yang dapat memperbaiki susunan tulang belakang yang salah) yang diberi izin oleh negara atau hukum berwenang untuk melakukan praktek.

    6. Setiap pasien dibawah perawatan seorang psikologis klinis yang diizinkan oleh hukum negara.

    7. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundangundangan.

    Walaupun secara garis besar fungsi dan tugasnya sama namun tiap-tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kekhususan masing-masing rumah sakit.

  • 10

    2.1.4 Governing Body di Indonesia

    Dewan pengawas di Indonesia diatur menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dewan pengawas diatur pada bab XII tentang pembinaan dan pengawasan pada pasal 54 yang terdapat pada lampiran 2.

    2.2 Hospital bylaws (Peraturan Internal Rumah Sakit)

    2.2.1 Pengertian Hospital bylaws

    Hospital bylaws berasal dari dua kata yaitu hospital (rumah sakit) dan bylaws (peraturan setempat atau internal). Istilah atau terminologi hospital bylaws dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Peraturan Internal Rumah Sakit. Terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara rancu sebagai segala bentuk peaturan internal yang ada atau yang dibuat oleh rumah sakit, melainkan sudah di batasi hanya ada peraturan dasar aau anggaran dasarnya saja.

    Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan terminologi rule and regulation dalam banyak hal, antara lain dalam hal materi (substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya. Jika materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum (general principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang kebih bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum yang tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule an regulation cukup oleh eksekutif (yaitu komponen rumah sakit bertanggung jawab terhadap manajemen keseharian). Ibarat hospital bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang masig bersifat abstrak, umum, dan pasif) menjadi lebih operasional guna menyelesaikan berbagai tugas dan permasalahan nyata di rumah sakit.

    Dewan Pengawas berfungsi sebagai governing body Rumah Sakit dalam melakukan pembinaan dan pengawasan nonteknis perumahsakitan secara internal di Rumah Sakit. Hospital bylaws harus disahkan oleh governing bodyatau badan

  • 11

    yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili pemilik). Karakteristik suatu governing body adalah pemegang kekuasaan tertinggi (ultimate power) dalam suatu organisasi. Pemegang kekuasaan tertinggi di dalam rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili. Oleh karean itu pengertian governing body di Indonesia dapat diartikan sebagai pemilik atau yang mewakili. Mengingat pemilik atau yang mewakili merupakan pemeran

    utama dalam peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) maka yang berwenang menetapkan peraturan internal rumah sakit adalah pemilik atau yang mewakili, karena itu peraturan internal sebuah rumah sakit merupakan produk hukum dari suatu organ yang lebih tinggi daripada direktur rumah sakit, dan konsekuensi logisnya adalah peraturan internal tersebut tidak memuat hal-hal yang bersifat teknis manajerial seperti halnya standard operating procedure (SOP) suatu technical task tertentu atau job description seseorang

    Konkritnya, apabila di dalam hospital bylaws tertulis ketentuan yang memberikan kewenangan kepada eksekutif rumah sakit untuk menetapkan hak klinik (clinical privilege) kepada setiap staf klinik yang bergabung dalam rumah sakit maka ketentuan dalam peraturan dasar tadi perlu ditindak lanjuti oleh pihat eksekutif dengan membuat rule and regulation tentang tata laksana pemberian hak itu untuk dijadikan pedoman operasional. Dan tentunya rule and regulationyang berkaitan dengan staf klinik tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam hospital bylaws mengingat peraturan yang terakhir inilah yang akan dimenangkan manakala terjadi konflik antara pihak-pihak terkait. Jadi pengertian dari hospital bylaws adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh rumah sakit (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan. Kendati di buat secara sepihak namun hospital bylaws dapat mengikat pihak-pihak lain, seperti misalnya pasien, sepanjang mereka sepakat dirawat di rumah sakit yang bersangkutan. Atas dasar itu maka calon pasien perlu mengerti lebih dahulu hospital bylaws yang berlaku, utamanya mengenai hak dan kewajibannya, sebelum menyatakan kesediaanya untuk dirawat di suatu rumah sakit.

    Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya hospital bylaws merupakan:

  • 12

    a. Regulasi yang dibuat oleh rumah sakit dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan.

    b. Prasyarat bagi rumah sakit gar dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.

    c. Prasyarat dalam upaya mewujudkan visi, misi, dan tujuan institusi. d. Transformasi atau diskersi dari berbagai peraturan perundang-undangan yang

    ada agar supaya lebih operasional, termsuk peraturan dari pemilik rumah sakit. e. Aturan tentang hak dan kewajiban pemilik, direksi, manajer, professional,

    tenaga kerja lainnya dan klien. f. Acuan bagi penyelesaian sengketa hukum asalkan validasinya dapat

    dipertanggung jawabkan. g. Acuan bagi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

    2.2.2 Tujuan dan Manfaat Hospital Bylaws

    Tujuan umum hospital bylaws:

    Dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur pemilik rumah sakit atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan tenaga medis sehingga penyelenggaraan rumah sakit dapat efektif, efisien dan berkualitas.

    Tujuan khusus hospital bylaws:

    a. Dimilikinya pedoman aspek hukum oleh rumah sakit dalam hubungannya dengan pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis.

    b. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pembuatan kebijakan teknis operasional rumah sakit.

    c. Dimilikinya pedoman aspek hukum dalam pengaturan staf medis.

    Manfaat hospital bylaws

    a. Untuk rumah sakit

    1. Rumah sakit memiliki acuan aspek hukum dalam bentuk konstitusi.

  • 13

    2. Rumah sakit memiliki kepastian hukum baik eksternal maupun internal yang dapat menjadi alat atau sarana perlindungan hukum bagi rumah sakit atas tuntutan atau gugatan.

    3. Menunjang persyaratan akreditasi rumah sakit. 4. Memiliki alat atau sarana untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah

    sakit.

    5. Rumah sakit memiliki kejelasan arah dan tujuan dalam melaksanakan kegiatannya.

    b. Untuk pengelola rumah sakit 1. Memiliki acuan tentang batas kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung

    jawab yang jelas sehingga memudahkan dalam menyelesaikan masalah yang timbul serta dapat menjaga hubungan serasi dan selaras.

    2. Mempunyai pedoman resmi untuk menyusun kebijakan teknis operasional. c. Untuk pemerintah

    1. Mengetahui arah dan tujuan rumah sakit tersebut didirikan. 2. Acuan dalam menyelesaikan konflik di rumah sakit.

    d. Untuk pemilik 1. Mengetahui tugas dan kewajibannya. 2. Acuan dalam menyelesaikan konflik internal. 3. Acuan dalam menilai kinerja direktur rumah sakit.

    e. Untuk masyarakat

    1. Mengetahui visi, misi, dan tujuan rumah sakit. 2. Mengetahui hak dan kewajiban pasien.

    2.2.3 Fungsi Hospital Bylaws Dengan mengacu kepada pengertian dari hospital bylaws seperti yang

    telah di jelaskan, maka fungsi dari hospital bylaws tersebut adalah senagai pedoman bagi semua yang bekerja di rumah sakit, sebagai sarana untuk menjamin efektivitas, efisiensi serta mutu bagi pelaksanaan tugas dan kewajiban rumah sakit kepada masyarakat, sebagai pedoman bagi pasien, sebagai persyaratan akreditasi institusi, senagai sarana perlindugan hukum bagi semua pihak dalam pelayanan

  • 14

    kesehatan, dan sebagai acuan bagi penyelesaian sengketa, baik di dalam atau di luar pengadilan.

    2.2.4 Karakteristik dan Ruang Lingkup Hospital Bylaws

    Hospital bylaws adalah hukum dasar tertulis bagi kegiatan atau operasional suatu rumah sakit, yang dalam penerapannya hospital bylaws ini memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus yang membedakannya dengan aturan hukum lainnya. Beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus, dari hospital bylaws ini, yaitu: (1) hospital bylaws pada intinya mengatur hal-hal yang merupakan konstitusi rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar rumah sakit, (2) suatu hospital bylaws adalah tailor made ini berarti hospital bylaws dari satu rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lainnya. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor internal rumah sakit, seperti misalnya: sejarah, pendirian, kepemilikan, situasi dan kondisinya berlainan di setiap rumah sakit, (3) hospital bylaws pada prinsipnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh pemilik atau yang mewakili, (4) hospital bylaws merupakan landasan bagi pembuatan rules and regulations (peraturan rumah sakit), dan (5) hospital bylaws mengatur hubungan pemilik atau yang mewakili, direktur rumah sakit, dan staf medis. Namun demikian hospital bylaws pun dibatasi oleh beberapa hal seperti diantaranya yaitu tidak menyimpang dari hkum yang berlaku, tidak menyimpang dari ketertiban umum dan kesusilaan dan tidsk bertentangan dengan hak asasi manusia.

    Hospital bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit adalah tailor made dan merupakan peraturan yang mengatur pemilik rumah sakit atau yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis. Mengacu kedua hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa walaupun peraturan internal rumah sakit bersifat tailor made namun tetap diperlukan acuan hal-hal apa saja yang perlu diatur. Hospital bylaws sebagai peraturan internal di rumah sakit ini di dalamnya mengatur mengenai hubungan antara staf medis, eksekutif dan pemilik.

    Ketiga unsur tersebut sering disebut triad atau tiga tungku sejerangan. Mengacu pada triad atau tiga tungku sejerangan tersebut maka ada dua set peraturan internal rumah sakit, yaitu peraturan internal yang mengatur hubungan

  • 15

    pemilik atau yang mewakili dengan direktur rumah sakit (pengelola rumah sakit) yang disebut internal korporate (corporate bylaws) dan peraturan internal staf medis (medical staff bylaws). Pengaturan hubungan ini adalah sebagian esensi yang juga merupakan ruang lingkup dari hospital bylaws tersebut.

    2.2.5 Tingkat dan Jenis Peraturan Didalam Rumah Sakit

    Di dalam rumah sakit ada dua kelompok peraturan yaitu: peraturan dasar yang merupakan konstitusi rumah sakit yang disebut hospital bylaws dan kebijakan teknis operasional. Berikut uraian dari dua kelompok peraturan tersebut:

    a. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws) 1. Mempunyai jenjang tertinggi karena merupakan konstitusi atau anggaran

    rumah tangga suatu rumah sakit.

    2. Disusun dan ditetapkan oleh pemilik rumah sakit. 3. Pada umumnya mengatur entang visi, misi, tujuan organisasi rumah sakit

    dan hubungan dengan pemilik, direktur rumah sakit dan staff medis. 4. Kebijakan teknis operasional. 5. Acuan untuk menyusun adalah peraturan internal rumah sakit. 6. Disusun dan di tetapkan oeh direktur rumah sakit. 7. Pada umumnya terdiri dari kebijakan dan prosedur di bidang administrasi,

    medis, penunjang medis dan keperawatan. 8. Kebijakan teknis ada yang berupa surat keputusan , sebagai contoh surat

    keputusan pengangkatan, penempatan atau pemberhentian pegawai. Pembuatan surat keputusan tersebut tentunya berdasarkan pelimpahan kewenangan yang tercantum di dalam peraturan internal rumah sakit.

    Pengelompokkan diatas tentunya hanya sekedar untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang apa sebenarnya yang dinamakan hospital bylaws dan apa yang dinamakan dengan kebijakan teknis operasiaonal. Dengan demikian dapat dipakai sebagai pedoman dalam pembuatan, pengadaan atau penyempurnaan sistematik hospital bylaws yang sudah ada di masing-masing rumah sakit. Sebagaimana sudah dikatakan diatas, bahwa peraturan internal rumah sakit adalah

  • 16

    tailor made, jadi sangat tergantung pada situasi dan kondisi dan keadaan rumah sakitnya.

    2.2.6 Hubungan Hospital Bylaws dengan Kode Etik Rumah Sakit

    Antara hospital bylaws dan kode etik rumah sakit ada sebagian saling menutupi (overlapping), sehingga dalam hal-hal tertentu kadangkala agak sukar untuk membedakannya. Namun ada ciri yang khas dari peraturan internal rumah sakit bahwa selain harus tertulis perumusannya dapat langsung dipakai (ready for use) sebagai ketentuan serta berfungsi sebagai tolok ukur. Sebaliknya kode etik rumah sakit perumusannya masih bersifat umum dan tidak langsung siap pakai (not ready for use). Dengan demikian maka dalam penerapan kode etik rumah sakit masih memerlukan penafsiran lagi. Untuk jelasnya di bawah ini akan diuraikan perbedaan antara etik dan peraturan internal rumah sakit.

    Ciri Etik Peraturan Internal Rumah Sakit

    Sifat Seharusnya Wajib ditaati Tolok ukur Hati nurani

    (conscience) Ketentuan tertulis

    Dibuat oleh Kelompok sendiri (self imposed regulation)

    Pemilik atau yang

    mewakili

    Sanksi dari Organisasi a. Pemilik atau yang mewakili

    b. Pemerintah

    Berlaku Intern Intern dan dapat dipakai sebagai peraturan bukti atau hokum

    Atasan yang

    berwenang Atasan atau

    instansi

    Atasan atau peradilan

    Tabel 2.1 Perbedaan Etik Dan Internal Rumah Sakit

  • 17

    2.2.7 Hubungan Hospital Bylaws dengan Akreditasi Rumah Sakit

    Diatas telah disebutkan bahwa salah satu fungsi peraturan internal rumah sakit adalah merupakan syarat keberhasilan dalam akreditasi, karena di dalam akreditasi rumah sakit ada parameter-parameter yang harus dipenuhi oleh rumah sakit yang terkait dengan ada tidaknya peraturan internal rumah sakit, sebagai contoh: rumah sakit harus mempunyai visi, dan tujuan yang harus ditetapkan oleh pemilik rumah sakit, organisasi rumah sakit yang harus ditetapkan pemilik, ada pelimpahan kewengangan dari pemilik ke direktur rumah sakit dan lain-lain. Walaupun belum merupakan suatu peraturan internal rumah sakit yang utuh tetapi dapat dijadikan modal dalam menyusun peraturan internal rumah sakit bahwa ada hal-hal yang mendasar yang harus diatur oleh pemilik rumah sakit atau yang mewakili.

    Keterkaitan yang jelas antara hospital bylaws dan akreditasi terlihat jelas pada instrumen akreditasi versi 2002, dimana pada instrumen aktreditasi 2002 ada parameter yang menyebuitkan bahwa rumah sakit wajib memiliki peraturan internal rumah sakit atau hospital bylaws.

    2.3 Quality Assurance (Jaminan Mutu Layanan Kesehatan)

    2.3.1 Pengertian Mutu

    Banyak pendapat tentang mutu, pendapat yang dikemukakan agaknya berbeda-beda namun saling melengkapi yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang apa yang dimaksud dengan mutu. Suatu pengertian mutu yang disusun oleh Institute of Medicine (IOM) :Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah kearah peningkatan pelayanankesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan seseuai dengan pengetahuan professional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis,interpersonal, manual,kognitif,organisasi dan unsur-unsur manajemen pelayanan kesehatan. (Gemala R. Hatta, 2008).

  • 18

    Pengertian mutu pelayanan kesehatan meurut Azrul Azwar:Mutu pelayanan

    kesehatan adalah yang menunjuk kepada kesempurnaan pelayan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien seseuai dengan setiap kepuasan rata-rata penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraan seseuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan. (Azrul, 1996).

    Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen.

    Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut : 1. Menurut pasien/ masyarakat empati, menghargai, dan tanggap sesuai dengan

    kebutuhan dan ramah. 2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara

    profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan yang memenuhi standar.

    3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien/ masyarakat yang baik.

    4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup.

    Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

    Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan

  • 19

    kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan.

    Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.

    Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

    2.3.2 Mutu Layanan Kesehatan Dalam memberikan pelayanan kesehatan mutu memberi peranan penting.

    Batasan tentang mutu pelayanan banyak macamnya, yaitu: a. Menurut Azwar (1996) beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:

    1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedangdiamati (Winston Dictionary, 1956).

    2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980) 3) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau dihasilkan,

    yangdidalamnya terkandung sekaligus pengertian akan adanya rasa aman atau terpenuhinya kebutuhan para pengguna barang atau jasa yang dihasilkan tersebut (Din ISO 8402, 1986).

    b. Menurut editor Bari (1998) batasan mutu yang dipandang cukup penting adalah: 1) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan seseuatu yang sedang

    diamati. 2) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program.

  • 20

    3) Mutu adalah totalitas dan wujud serta ciri suatu barang atau jasa, yang di dalamnya terkandung sekaligus pengertian rasa aman dan pemenuha kebutuhan para pengguna.

    4) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Robert dan Prevos yang dikutip

    oleh Editor Bari (1998) telah berhasil membuktikan adanya perbedaan dimensi mutu pelayanan kesehatan:

    1) Bagi pemakai jasa pelayan kesehatan mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan dan keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien.

    2) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien.

    3) Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesien pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan, dan atau kemampuan menekan beban biaya penyandang dana. Pada setiap pelayanan kesehatan terdapat beberapa unsur yang bersifat

    pokokyakni :

    a. Unsur Masukan

    Unsur masukan adalah semua hal yang diperlukan untuk terselenggaranya suatu pelayanan kesehatan. Unsur masukan yang terpenting adalah tenaga, dana, dan sarana. Secara umum disebutkan apabila tenaga dan sarana (kuantitas dan kualitas) tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (standart of personnels and facilities), serta dana yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.

    b. Unsur lingkungan Unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggara pelayanan kesehatan. Untuk suatu instansi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen tersebut tidak sesuai

  • 21

    dengan standar dan bersifat mendukung maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.

    c. Unsur proses

    Unsur proses adalah semua tindakan yang dilakukan pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Tindakan tersebut dapat dibedakan atas dua macam yakni tindakan medis dan non-medis. Secara umum disebutkan apabila kedua tindakan ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka sulitlah diharapkan bermutunya pelayanan kesehatan.

    d. Unsur keluaran Unsur keluaran adalah yang menunjukan pada penampilan pelayanan kesehatan. Penampilan dapat dibedakan atas dua macam. Pertama penampilan aspek medis pelayanan kesehatan. Kedua penampilan aspek non-medis pelayanan kesehatan. Disebutkan apabila kedua ini tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanankesehatan yang diselenggarakan bukan pelayanan kesehatan yang bermutu. Bagi masyarakat yang dimaksud dengan pelayanan yang baik yang pertama adalah: kecepatan pelayanan, keramah tamahan dan komunikasi yang baik, terhadap dokter juga perawat. Jadi masyarakat tidak mempersoalkan dokter lulusan dari mana, apakah laki-laki atau perempuan, suku atau agamanya, Karena sampai

    sekarang pelayanan yang cepat dan ramah tamah sangat dibutuhkan. Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang semakin meningkat dimana

    masyarakat semakin sadar akan kualitas maka perlu peningkatan kualitas atau pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada kepuasan pasien. Artinya berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan mengevaluasi berdasarkan kaca mata pasien. Mutu mencakup tentang atribut-atribut kualitas pelayanan seperti kehandalan, daya tangkap, simpati, kenyamanan, kebersihan dan keramahan. Dari sudut pandang pasien, kualitas pelayanan bisa berarti suatu empati dan tanggap akan kebutuhan pasien, pelayanan harus selalu berusaha memenuhi kebutuhan pasien serta harapan mereka, diberi dengan cara yang ramah pada waktu mereka berobat.

  • 22

    2.3.3 Standar Layanan Kesehatan

    Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Menurut Para ahli Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal (Clinical Practice Guideline, 1990 dalam Azwar, 1996).

    Pengertian standar adalah rumusan tentang penampilan atau nilai diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan (Donabedian, 1980 dalam Azwar, 1996). Definisi Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan agar pemakai jasa dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan yang diselenggarakan (Rowland dan Rowland, 1983 dalam Azwar, 1996). Keputusan Menteri Kesehatan No. 228 tahun 2002 menyatakan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Standar ini dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan propinsi, kabupaten/kota sesuai dengan evidence base. Standar pelayanan rumah sakit daerah adalah penyelenggaraan pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang dan pelayanan keperawatan, baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus diselenggarakan oleh rumah sakit.

    Standar profesi berdasarkan Undang-Undang No.23 Tahun 1992 adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat dalam melaksanakan tugasnya harus menghormati hak pasien. Hak pasien adalah hak informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion) (Nasution, 2005). Setiap RSGM dalam memberikan pelayanan mempunyai kewajiban-kewajiban, salah satunya adalah melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan RSGM dan standar profesi.

  • 23

    Standar pelayanan yang harus dimiliki oleh rumah sakit menurut Azwar (1996) adalah sebagai berikut:

    1. Pelayanan farmasi harus dilakukan dibawah pengawasan tenaga ahli farmasi yang baik.

    2. Rumah sakit harus menyediakan pelayanan laboratorium patologi anatomi dan patologi klinik.

    3. Rumah sakit harus menyediakan ruang bedah lengkap dengan fasilitasnya. 4. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk

    menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya.

    Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila telah dilakukan penilaian-penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud, ciri-ciri pelayanan kesehatan dan kepatuhan terhadap standar pelayanan. Setiap orang mempunyai kriteria untuk kualitas dan mempunyai cara-cara penilaian yang berbeda. Penyedia layanan kesehatan tidak dapat mengetahui apakah para pasien yang memberikan pendapat yang positif atau negatif bisa mewakili seluruh populasi yang dilayani (Kongstvedt, 2000). Perbedaan tersebut dapat diatasi dengan kesepakatan bahwa mutu suatu pelayanan kesehatan dianggap baik apabila tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Kegiatan penilaian secara umum harus meliputi tiga tahap, yaitu:

    1. Tahap pertama adalah menetapkan standar. 2. Tahap kedua adalah menilai kinerja yang ada dan membandingkan dengan

    standar yang sudah disepakati. 3. Tahap ketiga meliputi upaya memperoleh kinerja yang menyimpang dari

    standar yang sudah ditetapkan (Aditama, 2002).

    Standar ini telah dikembangkan oleh badan usaha, atau badan usaha dapat menggunakan standar yang dikembangkan oleh organisasi profesional dan dipublikasikan dalam literatur medis (Kongstvedt, 2000).

  • 24

    2.3.4 Cara Pengukuran Mutu Tiga aspek penilaian mutu pelayanan menurut Jonas dan Rosenberg dalam

    Aditama (2002), yaitu:

    a. Aspek pendekatan 1. Pendekatan secara umum

    Pendekatan secara umum dilakukan dengan menilai kemampuan rumah sakit dan atau petugas dan membandingkannya dengan standar yang ada. Para petugas dapat dinilai tingkat pendidikannya, pengalaman kerjanya, serta pengalaman yang dimilikinya. Rumah sakitnya dapat dinilai dalam segi bangunan fisik, administrasi organisasi dan manajernya, kualifikasi SDM yang tersedia dan kemampuan memberi pelayanan sesuai standar yang berlaku saat itu.

    2. Pendekatan secara khusus Pendekatan secara khusus dilakukan dengan menilai hubungan antara pasien dengan pemberi pelayanan di rumah sakit.

    b. Aspek teknik. Dilakukan penilaian atas tiga komponen, yaitu: 1. Komponen struktur

    Komponen struktur menilai keadaan fasilitas yang ada, keadaan bangunan fisik, struktur organisasi, kualifikasi staf rumah sakit dan lain-lain.

    2. Komponen proses

    Komponen proses menilai apa yang terjadi antara pemberi pelayanan dengan pasiennya.

    3. Komponen hasil

    Komponen hasil menilai hasil pengobatan (dengan berbagai kekurangannya). Penilaian dapat dilakukan dengan menilai dampak pengobatan terhadap status pengobatan dan kepuasan pasiennya.

    c. Aspek kriteria

    1. Kriteria eksplisit, yaitu kriteria yang nyata tertulis.

    2. Kriteria implisit, yaitu kriteria yang tidak tertulis.

  • 25

    2.3.5 Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan bagian yang integral dari

    kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan tujuannya ialah untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan yang diberikan kepada pasien akan selalu memenuhi persyaratan mutu layanan kesehatan yang ditetapkan sehingga masyarakat yakin bahwa layanan kesehatan yang diberikan adalah layanan kesehatan yang bermutu.

    Secara umum, jaminan mutu layanan kesehatan dapat diartikan sebagai keseluruhan upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehatan yang terbaik mutunya, yaitu layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Pengertian operasional jaminan mutu layanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlakukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. (L.D Brown dalam Pohan, 2006)

    Penggunaan istilah jaminan mutu adalah anjuran lembaga bahasa pada tahun 1996 saat dimintai pendapat tentang padanan quality assurance dalam bahasa Indonesia.Istilah umum jaminan mutu layanan kesehatan ini (quality assurance in healthcare) juga mencakup semua istilah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain total quality management atau manajemen mutu terpadu, continuous quality improvement atau peningkatan mutu berkesinambungan, quality management atau manajemen mutu.

    Dengan demikian, menurut Pohan (2006), jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan:

    a. Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal layanan kesehatan.

    b. Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan kesehatan.

    c. Membuat keputusan berdasarkan fakta atau data, bukan perkiraan ataupun dugaan.

    d. Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan

  • 26

    produktivitas sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan dihargai.

    e. Menghindarkan pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan, termasuk waktu, karena waktu adalah uang.

    f. Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat yang sama harus mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.

    g. Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan, karena mutu adalah doing the right thing all the times.

    Kita tidak akan pernah sempurna, karena jika sudah sempurna tidak akan ada lagi kegiatan untuk peningkatan mutu layanan kesehatan. Kita dapat bekerja lebih baik lagi, walau tidak berarti harus bekerja lebih keras. Sebaliknya, upaya untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan pada hakekatnya lebih menggunakan nalar dan lebih professional serta diarahkan untuk memperbaiki sistem layanan kesehatan. Dengan demikian, hasilnya selalu akan lebih baik, walau upaya dan sumber daya yang digunakan lebih sedikit.

    Menurut Ibid dalam Pohan (2006), pada dasarnya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut: d. Sadar mutu

    Sadar mutu merupakan tahap pertama dari jaminan mutu layanan kesehatan. Tahapan ini diperlihatkan dengan tersedianya pengukuran atau penilaian dari sistem-sistem organisasi yang ada dan keadaan ini dibuktikan oleh adanya standar layanan kesehatan tertulis.

    e. Penyusunan standar Penyusunan standar layanan kesehatan bekaitan dengan penulisan penyusunan yang menggambarkan apa yang mungkin tercapai dan tingkat mutu layanan kesehatan apa yang diinginkan. Dengan demikian, suatu standar layanan kesehatan itu akan menjadi suatu pernyataan harapan dari profesi layanan kesehatan terhadap manfaat layanan kesehatan itu dan pernyataan tentang tujuan pemberian layanan kesehatan itu kepada pasien.

    f. Mengukur apa yang tercapai

  • 27

    Menyusun standar

    Mengukur mutuMelaksanakan rencana

    Pengukuran pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan kenyataan terhadap standar layanan kesehatan, yaitu melakukan pengukuran terhadap indicator atau kriteria. Apabila terjadi kesenjangan antara yang dihasilkan dengan yang diharapkan, diperlukan suatu tindakan perbaikan. Untuk itu, suatu rencana untuk peningkatan mutu layanan kesehatan perlu disusun.

    g. Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan Apabila mutu layanan kesehatan berada di bawah pernyataan standar layanan kesehatan, suatu tindakan akan dilakukan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan sehingga standar mutu layanan kesehatan itu dapat terpenuhi. Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, yaitu proses yang tidak akan pernah berhenti. Pengukuran mutu layanan kesehatan dilakukan secara berkala sehingga tersedia kesempatan utnuk memantau akibat dari hasil perubahan tersebut.

    h. Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan Jika mutu layanan kesehatan berada di atas standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan, standar layanan kesehatan akan dirubah dan sekaligus ditetapkan bahwa telah terjadi suatu peningkatan mutu layanan kesehatan.

    Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu upaya peningkatan

    mutu layanan kesehatan yang dilakukan terus-menerus, atau tidak pernah berhenti. Oleh sebab itu, upaya tersebut dapat digambarkan sebagai suatu siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau sebagai suatu lingkaran yang disebut sebagai lingkaran mutu.Semua langkah yang terdapat dalam siklus jaminan mutu layanan kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah berhenti, seperti terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini. Sebenarnya langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan itu banyak sekali, dan setiap penulis pasti akan menyusun langkahnya masing-masing.

  • 28

    Gambar 2.1 Lingkaran Mutu

    Namun, untuk menyederhanakan dan memudahkan pemahamannya, langkah-langkah dasar pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan dibagi menjadi dua langah utama, pengukuran mutu dan peningkatan mutu. Langkah-langkah itu dimodifikasi dari quality assurance cycle (siklus jaminan mutu) layanan kesehatan terdiri dari 10 langkah. Untuk lebih jelasnya lihat kembali gambar di atas (siklus jaminan mutu layanan kesehatan). Langkah pengukuran mutu dapat dibagi menjadi beberapa langkah sebagai berikut:

    a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan. b. Penyusunan standar layanan kesehatan. c. Pemilihan teknik pengukuran mutu.

    d. Pengukuran mutu dengan cara membandingkan standar layanan kesehatan dengan kenyataan yang ada.

    Langkah peningkatan mutu juga dapat diuraikan seperti berikut: a. Penentuan sebab terjadinya kesenjangan antara kenyataan kinerja layanan

    kesehatan dengan standar layanan kesehatan. b. Penyusunan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan yang telah terjadi. c. Pemilihan rencana kegiatan yang terbaik. d. Pelaksanaan rencana kegiatan terpilih. e. Pengukuran atau penilaian ulang standar.

    Langkah dasar tersebut tampak sebagai satu bentuk spiral yang semakin meningkat yang menggambarkan tingkat mutu layanan kesehatan yang juga

  • 29

    semakin meningkat. Agar berhasil, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan harus diorganisasi dan dikelola dalam suatu sistem yang terstruktur. Koordinasi upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan merupakan tanggung jawab pemimpin organisasi layanan kesehatan. Cara yang demikian akan menjamin bahwa pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memang dilakukan dalam organisasi layanan kesehatan sehingga semua kegiatan terkaitbakan tercatat dan dilaporkan.

    Keberhasilan suatu upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan memerlukan hal-hal berikut: a. Komitmen dari pemimpin organisasi puncak. b. Komitmen dari semua personel. c. Kejelasan tanggung jawab kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. d. Bersedia melakukan perubahan sikap. e. Pencatatan yang akurat.

    f. Komunikasi yang efektif pada setiap tingkat organisasi. g. Pelatihan tentang pengetahuan dan keterampilan mutu dan jaminan mutu

    layanan kesehatan.

    Pencatatan yang akurat, baik yang menyangkut prosedur yang harus dipatuhi ataupun kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan yang akan dan yang telah dilaksanakan perlu dipelihara. Komunikasi yang efektif (pemberian informasi yang jelas) ditetapkan pada setiap tingkat organisasi. Komunikasi yang efektif harus tepat orang, tepat informasi, tepat waktu dan tepat tempat.Pelatihan bertujuan agar personel mempunyai keterampilan, baik dalam bidang teknis ataupun nonteknis sehingga mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan lebih efektif dan efisien. Program pelatihan mutu dan jaminan mutu layanan kesehatan penting untuk membantu memupuk suatu komitmen terhadap jaminan mutu layanan kesehatan dalam setiap jenjang organisasi layanan kesehatan. Pelatihan untuk memperkenalkan teknik jaminan mutu layanan kesehatan kepada personel perlu dilakukan agar mereka mampu berperan serta dalam upaya kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Komitmen pemimpin puncak organisasi layanan

    kesehatan diperlukan agar sumber daya dapat dialokasikan pada upaya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dan kegiatan terkait lainnya.

  • 30

    Mutu berkaitan dengan banyak orang. Oleh karena itu, komitmen setiap orang terhadap peningkatan mutu sangat penting, demikian pula dengan kesediaan mereka untuk menerima dan melaksanakan perubahan. Personel perlu mengetahui pekerjaan apa yang diharapkan dapat mereka laksanakan. Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan juga harus jelas penugasannya.

    Pentingnya Jaminan Mutu dalam Layanan Kesehatan Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong mengapa jaminan mutu

    layanan kesehatan diterapkan dalam layanan kesehatan. Menurut Christine dalam Pohan (2006), faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

    a. Faktor Profesi 1. Etika profesi

    Setiap profesi mempunyai etika profesi atau pernyataan tentang perilaku

    profesi yang akan menjadi garis besar atau pokok peraturan profesi. Kemudian ditetapkan tentang batas-batas apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh profesi. Apabila seorang profesi melakukan sesuatu yang bertentangan dengan etika profesi, ia akan mendapat teguran dari organisasi profesinya. Jika pelanggaran itu merugikan orang lain, yang bersangkutan dapat dituntut secara perdata atau pidana, kemudian dicabut izin prakteknya. Jaminan mutu layanan kesehatan menetapkan etika profesi sebagai suatu kerangka kerja yang lebih luas. Organisasi profesi juga bertanggung jawab terhadap standar pelatihan dan kualifikasi untuk melakukan praktik kedokteran. 2. Berkembangnya otonomi dan tanggung jawab profesi

    Dalam tahun-tahun terakhir ini, profesi layanan kesehatan semakin

    bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka lakukan. Hal ini menunjukkan komitmen yang taat-asas dan tanggung gugat terhadap layanan kesehatan, seperti halnya tujuan utama dari jaminan mutu layanan kesehatan. 3. Hubungan antarprofesi

  • 31

    Suatu layanan kesehatan yang bermutu pada umumnya memerlukan kerjasama antarprofesi. Dengan demikian, hal ini berarti komunikasi antarprofesi harus efektif dan efisien. Komunikasi semacam itu harus menjadi bagian yang integral dari jaminan mutu layanan kesehatan. Oleh karena itu, jaminan mutu layanan kesehatan mempunyai suatu peran yang penting dalam mengembangkan dan memelihara hubungan antarprofesi. 4. Masalah moral

    Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan memiliki kewajiban moral untuk menerima tanggung jawab guna menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu kepada setiap pasien tanpa pilih kasih. Dilema moral mungkin hanya akan dialami oleh segelintir orang yang mendapat keuntungan dari layanan yang sangat mahal. Padahal, dengan pengeluaran yang sama, tetapi dengan teknologi yang sederhana, lebih banyak pasien yang dapat menerima layanan kesehatan. Selanjutnya, keyakinan moral dari setiap profesi layanan kesehatan mungkin akan memengaruhi jenis layanan kesehatan yang dapat diberikan.

    Kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan mendorong debat terbuka tentang sifat dan luasnya layanan kesehatan yang akan diberikan. Oleh sebab itu, suatu pertimbangan moral hanya akan dilakukan setelah pengkajian secara cermat terhadap semua pilihan yang ada.

    b. Faktor Ekonomi 1. Perubahan demogafi

    Perubahan demografi yang terjadi akan memaksa diterapkannya pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan. Perubahan kependudukan menyebabkan pertambahan penduduk sehingga semakin banyak orang yang harus dipelihara kesehatannya.

    Di Indonesia, sebagian besar layanan kesehatan masih berasal dari pemerintah sementara kemampuan pemerintah dalam menyediakan sumber daya kesehatan sangat terbatas. Asuransi kesehatan masih belum berkembang sehingga masyarakat harus mengupayakan sendiri pembiayaan layanan kesehatan. Oleh sebab itu, terdapat suatu kebutuhan untuk membuat layanan kesehatan menjadi semakin efisien atau yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan.

  • 32

    Sekarang hal ini menjadi persoalan politik yang sensitive sehingga pilihan dan prioritas harus diterapkan. 2. Distribusi sumber daya

    Dalam era ekonomi, alokasi sumber daya kesehatan merupakan salah satu symbol kewenangan daerah. Jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan satu kenyataan objektif pertanggung gugatan pemerintah (public accountability) kepada masyarakat.Jaminan mutu layanan kesehatan akan menentukan apakah layanan kesehatan yang diselenggarakan itu layak dan memenuhi kebutuhan pasien serta biayanya dapat dijangkau pasien. Jaminan mutu layanan kesehatan juga mendukung tanggung gugat perorangan dari profesi layanan kesehatan terhadap pasien akibat adanya hubungan langsung antara pasien dan profesi layanan kesehatan. Akhirnya, jaminan mutu layanan kesehatan akan memberikan suatu dasar kepada pasien untuk menetapkan pilihan dari berbagai penyelenggara layanan kesehatan yang ada.

    c. Faktor Sosial/Politik 1. Kesadaran masyarakat

    Desakan masyarakat telah menimbulkan keharusan untuk membuat layanan kesehatan semakin efisien. Masyarakat umumnya mendapat informasi yang lebih baik tentang layanan kesehatan dan hak mereka terhadap layanan kesehatan. Keadaan itu akan semakin nyata dalam era demokrasi dan otonomi. Jika mereka merasa layanan kesehatan yang diberikan tidak memenuhi persyaratan mutu layanan kesehatan, mereka akan mengeluh atau menulis di Koran. Masalah kesehatan memang sangat sensitif.

    Dahulu pasien seolah-olah tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh profesi layanan kesehatan dan kurang mendapat informasi tentang pemeriksaan, perawatan, pengobatan, penyakit atau tindakan yang dilakukan. Pasien hampir tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.

  • 33

    Jaminan mutu layanan kesehatan menjamin bahwa pendapat pasien akan dipertimbangkan dan setiap tindakan atau pengobatan yang akan dilaksanakan harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pasien. Konsultasi yang demikian dapat dianggap sebagai hak moral pasien. 2. Harapan pasien

    Berubahnya harapan masyarakat menjadi alasan lain mengapa jaminan mutu layanan kesehatan haus diterapkan dalam layanan kesehatan. Jumlah lembaga konsumen semakin banyak dan akan menginformasikan hak individu atau kelompok. Beberapa diantaranya telah menyusun standar layanan kesehatan yang akan digunakan dalam pemberian layanan kesehatan pada pasien. Media massa dengan giat membicarakan persoalan tersebut dan kemudian mengampanyekan peningkatan mutu layanan kesehatan.

    3. Peraturan perundang-undangan Undang-Undang Kesehatan, yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 1992;

    jelas menyebutkan tentang standar layanan kesehatan. Bahkan standar layanan kesehatan minimal yang telah ditetapkan dan akan menjadi bagian dari jaminan mutu layanan kesehatan.

    4. Akreditasi Indonesia telah melakukan akreditasi terhadap rumah sakit umum.

    Sementara itu, akreditasi untuk rumah sakit jiwa, rumah sakit khusus, dan institusi layanan kesehatan lainnya belum dilaksanakan, padahal akreditasi itu akan dapat mendorong pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan. 5. Tekanan Internasional

    Forum politik Internasional juga mempunyai pengaruh terhadap layanan kesehatan. Sebagai salah satu anggota WHO, Indonesia telah bertekad untuk melaksanakan jaminan mutu layanan kesehatan.

    2.3.6 Biaya Mutu Menurut Pohan (2006), biaya merupakan salah satu faktor penting dalam

    organisasi, demikian pula halnya dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan. Umumnya biaya ditetapkan dan dicatat pada setiap satuan kerja, misalnya biaya

  • 34

    berbagai kategori tindakan, pemeliharaan bangunan, administrasi, biaya obat, makanan dan lain-lain. Biaya yang berkaitan dengan mutu layanan kesehatan sering tersebar atau tersembunyi di antara biaya-biaya tersebut. Oleh sebab itu, penting untuk mengenali dan menyatukan biaya ini agar dapat diketahui di bagian mana peningkatan mutu layanan kesehatan itu dapat dilaksanakan.

    Biaya sering sekali dinyatakan dalam bentuk pengertian moneter, seperti jumlah, harga dan ongkos. Namun, biaya dapat pula dinyatakan dalam bentuk nonmoneter, seperti keluhan, penderitaan, pengorbanan, kesusahan, kekhawatiran, rasa sakit, dan lain-lain. Dalam lingkungan layanan kesehatan, biaya moneter tersebut dapat digolongkan sebagai biaya penting yang akan ditanggung oleh pasien.Dengan mengetahui biaya nonmoneter, dapat dibentuk suatu kerangka pikir yang memungkinkan untuk mengidentifikasi bahwa baik biaya moneter ataupun nonmoneter memang berkaitan dengan mutu. Dalam lingkungan industrydapat dibedakan menjadi dua macam biaya mutu, yaitu:

    1. Biaya yang ditimbulkan oleh barang/jasa yang rendah mutunya. 2. Biaya yang diperlakukan untuk memantau mutu dan memproduksi atau

    menghasilkan barang/jasa yang bermutu. Dengan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu dengan membedakan

    kelas jenis biaya mutu tersebut, maka di dalam lingkungan layanan kesehatan akan dapat diidentifikasi berbagai jenis biaya mutu, yaitu:

    1. Biaya Layanan Kesehatan bermutu Rendah Biaya layanan kesehatan yang rendah mutunya pasti mahal dan tidak efisien.

    Pemborosan biaya layanan kesehatan yang kurang bermutu tersebut antara lain disebabkan oleh berbagai biaya berikut:

    a. Biaya kegagalan Biaya kegagalan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak dapat dilaksanakannya tindakan yang tepat, pada waktu yang tepat, da pada tempat yang tepat. Ke dalam biaya ini dapat pula ditambahkan dengan variable tepat-cara dan tepat-personel.Biaya kegagalan tersebut berhubugan dengan: a. Tidak dipatuhinya standar layanan kesehatan yang disepakati.

  • 35

    b. Penyusunan standar layanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. c. Standar layanan kesehatan yang disusun masih memungkinkan pasien

    mendapat layanan kesehatan yang tidak sesuai dari profesi layanan kesehatan yang lain.

    d. Kondisi pasien yang seharusnya mampu mendeteksi tahap yang lebih dini dari tingkat perkembangan penyakit, yaitu pada saat biaya pengobatan dan/atau biaya perawatan pasien lebih murah.

    e. Penggunaan bahan, obat, atau peralatan yang kurang tepat sehingga lama waktu perawatan akan menjadi berlarut-larut.

    f. Kesalahan komunikasi antaranggota tim layanan kesehatan akan menimbulkan penambahan biaya kepada pasien, yaitu biaya untuk meralat kesalahantindakan dan kenyamanan pasien.

    g. Layanan kesehatan yang tidak tepat atau tidak kompeten cenderung menimbulkan penambahan biaya.

    b. Biaya penggunaan atau pemanfaatan Biaya pemanfaatan ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan efektif tersebut antara lain disebabkan oleh: a. Penggunaan keterampilan yang tidak tepat, seperti personel tidak diberi tugas

    secara taat-asas sesuai dengan kemampuan, pelatihan dan/atau pengalamannya.

    b. Tidak/kurang digunakannya personel dan peralatan sehingga tingkat muru layanan kesehatan tidak mungkin tercapai.

    c. Penggunaan obat dan bahan yang berlebihan sehingga biaya layanan kesehatan meningkat.

    d. Penggunaan personel yang berlebihan, seperti adanya konsultasi, pemeriksaan atau pengobatan yang tidak perlu, aka menimbulkan biaya yang tidak perlu dan selanjutnya menyebabkan waktu tunggu pasien lain menjadi lebih lama.

  • 36

    e. Penggunaan peralatan yang berlebihan sehingga pemeliharaan dan/atau kalibrasi peralatan menjadi terhambat, dan akhirnya menyebabkan semakinmahalnya biaya layanan kesehatan.

    2. Biaya Sistem Mutu Dengan diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan, akan terdapat

    penambahan biaya organisasi sebagai berikut:

    a. Biaya pengukuran mutu Biaya pengukuran mutu terjadi karena diadakannya suatu sistem pemantauan mutu untuk mengukur mutu layanan kesehatan. Teknik pengukuran mutu akan

    dijelaskan pada bagan lain. b. Biaya pencegahan

    Biaya pencegahan timbul karena adanya kegiatan untuk mencegah terjadinya kegagalan dan/atau membuat biaya kegagalan dan pengukuran mutu menjadi seminimal mungkin. Kegiatan pencegahan ini meliputi: pembangunan sistem mutu, penyusunan standar layanan kesehatan, pelatihan mutu, jaminan mutu layanan kesehatan, dan pelatihan personel yang berkesinambungan. Secara teoritis, biaya yang timbul sebagai akibat diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan seharusnya akan banyak berkurang oleh peghematan biaya yang terjadi sebagai akibat peningkatan efisiensi, efektivitas dan timbulnya kepuasan pasien serta kepuasan kerja petugas kesehatan, sebagai pelanggan internal layanan kesehatan.

    (Pohan, 2006)

    2.3.7 Pengukuran Mutu Mutu merupakan suatu konsep yang multidimensi dan dinamis. Di

    samping itu, mutu layanan kesehatan merupakan kepentingan banyak orang sehingga untuk menilai atau mengukur mutu layanan kesehatan diperlukan suatu standar layanan kesehatan yang telah disepakati. Agar upaya peningkatan mutu layanan kesehatan dapat berhasil, perlu melibatkan sebanyak mungkin orang.

    Komitmen para administrator kesehatan, penentu, dan pembuat kebijakan layanan kesehatan mutlak diperlukan dalam upaya peningkatan mutu layanan

  • 37

    kesehatan. Sebaiknya, komitmen dan keterlibatan administrator kesehatan puncak dalam kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan harus dinyatakan dalam suatu bentuk kebijakan mutu layanan kesehatan yang akan direalisasikan dalam suatu sistem mutu layanan kesehatan nasional.

    Sistem itu kemudian akan diikuti oleh sistem mutu layanan kesehatan regional atau provinsi dan seterusnya akan diikuti pula oleh sistem mutu layanan kesehatan kabupaten/kota sehingga mutu layanan kesehatan dan peningkatan mutu layanan kesehatan akan menjadi suatu komitmen nasional. Selanjutnya dilakukan penunjukan penanggung jawab mutu pada setiap tingkat organisasi yang dengan demikian akan melibatkan semua profesi layanan kesehatan sehingga terjalin suatu komunikasi peningkatan mutu layanan kesehatan yang efektif dalam semua tingkat organisasi layanan kesehatan.

    Dalam lingkungan organisasi layanan kesehatan, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan seringkali dimulai oleh profesi layanan kesehatan yang sehari-hari telah berhubungan dengan penyelenggaraan layanan kesehatan. Keberhasilan atau kegagalan dari prakarsa peningkatan mutu layanan kesehatan jelas akan dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu tempat layanan kesehatan itu diselenggarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat juga terjadi, suatu prakarsa mutu layanan kesehatan yang berhasil mungkin akan menjadi pendorong terjadinya perubahan yang sebelumnya tidak mendukung organisasi layanan kesehatan.

    Pengalaman dari beberapa negara industri menunjukkan bahwa persoalan budaya mutu dapat diatasi dengan cara memperkenalkan pendekatan manajemen mutu terpadu (total quality management, TQM). Pendekatan manajemen mutu terpadu itu didassarkan pada suatu keyakinan bahwa mutu adalah apa yang dikatakan oleh konsumen. Oleh sebab itu, upaya peningkatan mutu layanan kesehatan itu harus terintegrasi ke dalam organisasi layanan kesehatan. Asas TQM adalah siapa yang menjadi konsumen internal dan siapa yang menjadi konsumen eksternal layanan kesehatan harus dapat diidentifikasi, demikian pula kebutuhan mereka yang harus ditetapkan dengan jelas.

  • 38

    Gambar 2.1 Lingkaran mutu (Pohan, 2006)

    Langkah-langkah pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan telah dijelaskan dalam sub bab 2.2.6. dalam lingkaran mutu itu terdapat dua langkah utama, yaitu:

    a. Pengukuran mutu

    Kegiatan pengukuran mutu layanan kesehatan berhubungan dengan kegiatan pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, penyusunan standar layanan kesehatan dan pengukuran apa yang telah tercapai.

    b. Peningkatan mutu Kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan akan meliputi kegiatan

    mencari apa penyebab terjadinya kesenjangan mutu layanan kesehatan, kemudian menyusun rencana kegiatan dan pelaksanaan rencana kegiatan.

    Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengukuran mutu

    Pengukuran mutu dimulai dengan pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, kelompok itu bertugas antara lain menyusun standar layanan kesehatan, memilih teknik pengukuran mutu yang tepat untuk mengevaluasi

    tingkat mutu layanan kesehatan yang telah terjadi, dan membandingkan kenyataan apa yang terjadi terhadap standar layanan kesehatan yang telah disepakati.

  • 39

    Pada pertemuan-pertemuan awal kelompok jaminan mutu layanan kesehatan, harus dapat ditetapkan suatu fokus masalah mutu layanan kesehatan yang akan menjadi perhatian. Masalah mutu yang menjadi fokus perhatian tersebut, oleh kelompok jaminan layanan kesehatan perlu diklarifikasi dan dikonfirmasi, artinya perlu dilakukan pengumpulan data pendukung. Kelompok juga perlu menyepakati standar layanan kesehatan yang akan digunakan untuk mengukur atau menilainya dan teknik pengukurannya. Misalnya ada anggapan bahwa balita yang menderita pneumonia tidak dapat sembuh pada waktunya karena obat yang diberikan tidak cukup. Kesimpulan atau pendapat yang demikian ternyata tidak sepenuhnya benar.

    Terbukti bahwa ketidaksembuhan itu disebabkan kurangnya penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada ibu sewaktu membawa balitanya kembali berobat ke puskesmas setelah dua hari berobat di rumah sehingga tidak diketahui apakah balita pneumonia itu bertambah baik atau sebaliknya bertambah parah. Jika demikian, standar layanan kesehatan untuk balita batuk dan kesulitan bernapas yang ada harus diperbaiki dengan menambah butir-butir kegiatan penyuluhan kesehatan tergantung bagaimana merawat balita pneumonia di rumah dan apa tanda-tanda bahaya sehingga ibu mengetahui kapan harus membawa balita pneumonia kembali datang berobat ke puskesmas. Anggapan yang salah tentang jalannya penyakit juga dapat menyebabkan tersusunnya suatu standar layanan kesehatan yang kurang tepat.

    Penyusunan standar layanan kesehatan dan pengukuran pencapaiannya merupakan suatu hal yang menarik. Pengukuran mutu tidak bermanfaat jika tidak dilakukan tindak lanjut. Penggunaan informasi mengenai kesenjangan antara standar layanan kesehatan dengan kenyataan layanan kesehatan yang ada untuk tindak lanjut disebut sebagai suatu kegiatan peningkatan mutu layanan kesehatan. Di bawah ini merupakan langkah-langkah pengukuran mutu menurut Pohan (2006): a. Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan b. Penyusunan standar layanan kesehatan c. Pemilihan teknik pengukuran mutu

  • 40

    d. Pengukuran mutu layanan kesehatan dengan cara membandingkan standar layanan kesehatan yang tercapai

    a) Pembentukan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan Kelompok jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang

    yang secara berkala melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan. Bekerja dalam kelompok pasti ada untung dan ruginya. Keuntungannya adalah dapat menyatukan pendapat atau pandangan yang berbeda, sedangkan kerugiannya berhubungan dengan kesulitan yang terjadi dalam membuat orang untuk dapat bekerja sama dengan efektif. Sekarang akan dibahas hal-hal yang berikut:

    1. Besar kelompok Besar kelompok bergantung pada luas dan lingkup masalah mutu layanan

    kesehatan yang akan ditangani. Jika masalah mutu layanan kesehatan yang akan ditangani mencakup suatu satuan kerja, kelompok yang akan dibentuk akan sedikit besar yang selanjutnya akan dibagi ke dalam beberapa kelompok ditujukan untuk membahas masalah layanan kesehatan yang terjadi pada layanan ambulans. Kelompok yang demikian cukup terdiri dari tiga orang saja.

    2. Keanggotaan kelompok Penyusunan suatu kelompok jaminan mutu layanan kesehatan tidak

    berbeda dengan penyusunan kelompok kerja lainnya. Dalam mengisi keanggotaan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang harus menjadi pertimbangan antara lain memiliki informasi tentang masalah, mudah bekerjasama, pengetahuan dan keterampilan. Sebagai tambahan pertimbangan barangkali dapat ditambahkan hal-hal berikut: mempunyai akses sumber daya, wakil masyarakat, atau oleh karena kedudukan mereka, tetapi jangan hanya semata-mata oleh karena kedudukan.

    3. Keefektifan kelompok

  • 41

    Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan pasti pernah bekerja dalam kelompok dan pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua kelompok kerja itu berhasil, sebaliknya banyak pula kelompok kerja yang gagal. Dari pengalaman kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang telah berhasil dapat diketahui akan disimpulkan bahwa ciri kelompok yang berhasil antara lain:

    a. Bertemu secara teratur

    b. Pertemuan dapat dilakukan secara resmi atau tidak resmi c. Pertemuan tidak terlalu formal dan serius, di dalamnya dapat dilontarkan

    berbagai lelucon agar santai, dan pembicaraan persoalan pribadi dalam suatu pertemuan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan bukan tabu

    d. Memiliki sikap dan nilai yang sama e. Menyetujui tujuan kelompok f. Membuat kesepakatan pembagian pekerjaan, peran dan tugas secara implisit

    dan kadang-kadang secara eksplisit g. Mempunyai keterampilan diskusi yang memadai h. Mempunyai seseorang yang memimpin diskusi

    Hanya sedikit kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang dalam waktu singkat dapat memiliki ciri-ciri ideal di atas. Biasanya efektifitas kelompok baru mulai timbul setelah dua atau tiga kali pertemuan. Pemrakarsa kellompok mungkin dapat membantu dengan menyampaikan tujuan kelompok kepada masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian, dapat tercapai kesepakatan tentang maksud dan tujuan kelompok dan sekaligus akan dapat menghilangkan kemungkinan timbulnya perasaan takut atau kekhawatiran. Pemimpin kelompok mungkin perlu waktu untuk mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk menjabat kedudukan sebagai ketua. Keterampilan itu antara lain sebagai berikut: a. Kemampuan menyimpulkan hasil masukan semua peserta

    b. Kemampuan meminta penjelasan terhadap tanggapan yang diberikan c. Tidak menyela pembicaraan anggota yang sedang memberi masukan d. Kemampuan memberi semangat kepada anggota yang sedang berbicara

    Salah satu ciri lain yang perlu dipertimbangkan adalah apakah anggota kelompok jaminan mutu layanan kesehatan itu bekerja atas dasar sukarela atau

  • 42

    tidak. Ada pendapat beberapa pakar yang mengatakan bahwa kelompok jaminan mutu layanan kesehatan harus merupakan kelompok kerja biasa. Dengan demikian, kelompok harus terdiri dari setiap orang yang terlibat, baik yang suka terhadap perubahan ataupun orang yang tidak menginginkan terjadinya perubahan. Kerugian yang terjadi dengan menggunakan pendekatan ini adalah bahwa di dalam kelompok kerja mungkin tidak terdapat wakil-wakil dari tingkat atas yang dapat membantu mengesahkan perubahan.

    4. Pertemuan atau rapat kelompok Dalam melaksanakan pertemuan atau rapat kelompok jaminan mutu

    layanan kesehatan perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: a. Sebaiknya setiap rapat atau pertemuan tidak lebih dari 90 menit b. Suatu agenda rapat harus dipersiapkan terlebih dahulu c. Frekuensi rapat harus disetujui bersama d. Setiap anggota harus diundang, ditentukan waktu dan tempat serta

    pengumuman penting lainnya

    e. Tempat rapat sebaiknya tidak terlalu dekat dengan tempat kerja agar bebas dari gangguan

    f. Pencatatan harus akurat dan lengkap, antara lain memuta daftar peserta yang hadir, keputusan yang telah dibuat dan kegiatan yang akan dilakukan (apa, siapa, bagaimana dan kapan)

    g. Hasil rapat dikirimkan kepada semua anggota kelompok dan yang bukan anggota kelompok, yaitu mereka yang diharapkan memberi dukungan pada tahap selanjutnya dari prakarsa peningkatan mutu. Semua butir ketentuan tersebut dapat membantu menjamin pelaksanaan

    kegiatan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan lancar dan efektif. Sebagai tambahan, beberapa administrator kesehatan dan/atau organisasi profesi layanan kesehatan dapat diminta bantuannya untuk menjadi fasilitator dalam rapat kelompok jaminan mutu layanan kesehatan. Dengan demikian, kegiatan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan dapat berjalan dengan lancar dan efektif.

    b) Penyusunan standar layanan kesehatan

  • 43

    Menurut Pohan (2006), banyak cara yang dapat dilakukan dalam menyusun standar layanan kesehatan. Salah satu cara yang dianjurkan oleh WHO sudah dijelaskan secara rinci dan bertahap dalam Bab 2.2.3. Karena pentingnya standar layanan kesehatan dalam jaminan mutu layanan kesehatan, akan dijelaskan sekali lagi bagaimana menyusun suatu standar layanan kesehatan secara bertahap dengan mengambil contoh standar layanan kesehatan dasar layanan ISPA di puskesmas dan penyusunan standar itu secara rinci dapat dilihat di bab 2.2.8.

    1. Penetapan fungsi/sistem/topik Penyusunan standar dimulai dengan menentukan fungsi/sistem/topik yang

    membutuhkan standar layanan kesehatan, yaitu dengan memilih satu tau dua fungsi/sistem/topik yang merupakan prioritas tinggi. Fungsi/sistem/topik itu dapat berupa fungsi klinis dan fungsi non-klinis. Contoh, di dalam organisasi rumah sakit terdapat fungsi/sistem/topik layanan medis, layanan penunjang medis, layanan keperawatan, layanan rawat darurat, atau layanan administrasi dan keuangan, dan lain-lain. Dalam puskesmas, yang sedikit lain dan tentu lebih sederhana, terdapat fungsi/sistem/topik layanan kesehatan ibu dan anak, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular, kecelakaan dan lain-lain.

    2. Penetapan prioritas fungsi, volume tinggi dan sering menimbulkan

    masalah

    Tentukan fungsi/sistem/topik yang prioritasnya tinggi melalui penyaringan

    dua tingkat. Penyaringan tingkat pertama menentukan fungsi/sistem/topik yang bervolume tinggi (menyangkut banyak orang), beresiko tinggi (resiko pasien tinggi karena sifat penyakit atau penatalaksanaannya), dan mudah menimbulkan masalah (pernah menimbulkan masalah baik terhadap pasien ataupun terhadap organisasi layanan kesehatan pada waktu yang lalu).

    3. Pemberian kriteria tambahan

  • 44

    Daftar fungsi/sistem/topik tersebut mungkin masih terlalu panjang, perlu diperpendek dengan cara memberikan kriteria tambahan, seperti mudah dilaksanakan, kepentingan, dampak, biaya dan lain-lain.

    4. Pemilihan subfungsi/subsistem/subtopik Penyaringan tingkat kedua adalah pemilihan subfungsi/subsistem/

    subtopik, yaitu area layanan yang lebih sempit dari fungsi/sistem/ topik. Misalnya sistem layanan penunjang medik, subsistem/ subtopiknya antara lain: layanan farmasi, layanan gizi dan lain-lain. Subsistemnya misalnya layanan obat pasien rawat jalan, layanan obat pasien rawat inap, layanan makanan biasa, layanan makanan diet dan lain-lain. Berkaitan dengan sistem layanan kesehatan ibu dan anak, subsistemnya antara lain layanan ibu hamil, layanan neonatal, layanan KB, layanan ibu menyusui, layanan imunisasi dan lain-lain.

    5. Penyusunan standar layanan kesehatan untuk subsistem/sub-subsistem Setelah subfungsi/subsistem/subtopik disepakati, kelompok jaminan mutu

    layanan kesehatan dapat menyusun standar layanan kesehatan untuk subsistem/sub-subsistem yang dimaksud. Adapun langkah-langkah yang akan digunakan dalam penyusunan standar layanan kesehatan itu antara lain: a. Menentukan kelompok pasien

    Menentukan siapa yang akan menjadi kelompok pasien. Kelompok pasien mungkin seluruh pasien instaliasi tertentu, atau bayi dibawah 2 bulan dalam masyarakat, semua pasien baru atau ibu hamil dan lain-lain. Penulisan standar harus melibatkan seluruh anggota kelompok jaminan mutu layanan kesehatan karena standar harus dianggap sebagai hal yang relevan dengan setiap anggota kelompok. Dalam hal tertentu, seperti halnya intervensi perorangan, kadang-kadang diperlukan pembuatan standar layanan kesehatan tambahan atau suplemen untuk melengkapi standar layanan kesehatan yang berlaku umum.

    b. Menentukan pernyataan standar Pernyataan standar layanan kesehatan merupakan pernyataan yang

    menghubungkan semua unsur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan dan merupakan pernytaaan tingkat kinerja yang disepakati terhadap pasien

  • 45

    yang dilayani dan sudah barang tentu harus relevan dengan subtopik. Standar layanan kesehatan akan menentukan suatu tingkat mutu layanan kesehatan

    yang diinginkan, dapat diterima dan dapat dicapai. Untuk lebih jelas lihat kembali penjelasan mengenai standar layanan

    kesehatan dalam bab 2.2.3. pernyataan standar harus jelas, mengarah kepada subfungsi atau subtopik, menyinggung kelompok pasien dan akhirnya harus dapat diterima oleh profesi layanan kesehatan terkait. Contohnya adalah pernyataan standar layanan kesehatan di puskesmas berikut: semua pasien ibu hamil resiko tinggi harus diperiksa oleh dokter. Topiknya ialah layanan kesehatan ibu dan anak dalam puskesmas. Subtopiknya ibu hamil dengan