globaliasi

23
Prof Hawthorne mengatakan saat ini perawat muncul sebagai salah satu profesi dinamis, dengan Asia sebagai sumber utamanya. Berdasarkan riset ini, Hwathorne menyimpulkan perkembangan dan kompetisi global berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan perawat berpengalaman, memiliki kompetensi internasional, didukung kemampuan berbahasa yang baik. LOGO Universitas Pelita Harapan diambil dari http://id.wikipedia.org STRATEGI DALAM MENYIAPKAN PERAWAT PROFFESIONAL YANG MAMPU BERSAING DI ERA GLOBALISASI LU’AILIYUN NADHIROH Abstract In the era where number of educated unemployee rising sharply by year to year. There is an opportunity for Indonesia nurses to work a broad as a health professionals and enter the globalization era. Yet, still there are many constaint indelivering process. Based on this fact of situation, writer try to criticize, “The strategy tocreate professional nurse who can compete in globalization era”. Writer use a descriptif metode to determine the importance of many institution roles, such as government and nursing educational institute. Nursing educational institute had a great role in educational preparation. Therefore, the lecturers quality as well as the Institute quality it self played an important act in this field. While government roles is to provide a guiding framework in an intensive preparation training for nurse to work in foreign countries as a health professionals at global levels. Key words: Professional nurse, Globalization eraAbstrak Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan bersaing di Era Globalisasi. Namun masih ada banyak kendala untuk proses pengiriman tenaga perawat ke Luar Negeri. Dari latar belakang tersebut, penulis membahas tentang bagaimana strategi dalam menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif untuk menggambarkan bahwa pentingnya peran Lembaga Pendidikan, baik dari kualitas tenaga pendidik maupun kualitas lembaga pendidikan keperawatan dan perlu adanya peran serta pemerintah untuk memfasilitasi pelatihan intensif persiapan tenaga perawat ke luar negeri, untuk menghasilkan perawat professional yang mampu bersaing di era globalisasi. Kata kunci : Perawat professional, era globalisasi I. PENDAHULUAN Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44, sebuah angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah, namun sepertinya tidak memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima tambahan perawat baru karena besaran beban keuangan. Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat

Upload: ridwan-setiawan

Post on 02-Jul-2015

149 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

globalisasi dalam bentuk word

TRANSCRIPT

Page 1: Globaliasi

Prof Hawthorne mengatakan saat ini perawat muncul sebagai salah satu profesi dinamis, dengan Asia sebagai sumber utamanya. Berdasarkan riset ini, Hwathorne menyimpulkan

perkembangan dan kompetisi global berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan perawat berpengalaman, memiliki kompetensi internasional, didukung kemampuan berbahasa yang

baik. LOGO Universitas Pelita Harapan diambil dari http://id.wikipedia.org

STRATEGI DALAM MENYIAPKAN PERAWAT PROFFESIONAL YANG

MAMPU BERSAING DI ERA GLOBALISASI

LU’AILIYUN NADHIROH Abstract In the era where number of educated unemployee rising sharply by year to year. There is an

opportunity for Indonesia nurses to work a broad as a health professionals and enter the globalization era. Yet, still there are many constaint indelivering process. Based on this fact

of situation, writer try to criticize, “The strategy tocreate professional nurse who can compete in globalization era”. Writer use a descriptif metode to determine the importance of many institution roles, such as government and nursing educational institute. Nursing educational

institute had a great role in educational preparation. Therefore, the lecturers quality as well as the Institute quality it self played an important act in this field. While government roles is to

provide a guiding framework in an intensive preparation training for nurse to work in foreign countries as a health professionals at global levels.

Key words: Professional nurse, Globalization eraAbstrak Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat

professional, dan bersaing di Era Globalisasi. Namun masih ada banyak kendala untuk proses pengiriman tenaga perawat ke Luar Negeri. Dari latar belakang tersebut, penulis membahas

tentang bagaimana strategi dalam menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi. Penulis menggunakan metode penulisan deskriptif untuk menggambarkan bahwa pentingnya peran Lembaga Pendidikan, baik dari kualitas tenaga pendidik maupun

kualitas lembaga pendidikan keperawatan dan perlu adanya peran serta pemerintah untuk memfasilitasi pelatihan intensif persiapan tenaga perawat ke luar negeri, untuk menghasilkan

perawat professional yang mampu bersaing di era globalisasi. Kata kunci : Perawat professional, era globalisasi

I. PENDAHULUAN Saat ini rasio perbandingan jumlah perawat dan penduduk di Indonesia adalah 1:44, sebuah

angka yang rendah jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Filipina (Wati, 2007). Meski jumlah tersebut rendah, namun sepertinya tidak

memungkinkan lagi bagi healthcare provider untuk menerima tambahan perawat baru karena besaran beban keuangan.

Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat

professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat

Page 2: Globaliasi

bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris,

Belanda, Norwegia), dan Jepang.

Kebutuhan Perawat Profesional (Registered Nurse) di dunia Barat (Amerika, Eropa, Australia, Canada, Jepang) meningkat dengan pesat, sejalan dengan penuaan usia baby boomer dan menurunnya keinginan menjadi Perawat pada generasi muda di Barat.

Diperkirakan di Amerika saja kekurangan perawat profesional berkisar antara satu juta orang ditahun 2015 nanti.

Pada saat ini kekurangan perawat ditutup oleh perawat dari tiga negara Asia, yaitu: Filipina, China dan India. Padahal secara demografis, Indonesia adalah negara dengan jumlah

penduduk yang terbesar keempat didunia, sehingga peran Indonesia dalam memasok tenaga Perawat Profesional keluar negeri adalah hal yang dapat dan bisa dilaksanakan. Jadi dimana

masalahnya ? Dari sudut supply terlihat besarnya jumlah Akademi Perawat yang mendidik Perawat D3, yang berjumlah lebih dari 1000 Akper diseluruh Indonesia. Jumlah Sarjana Keperawatan masih relatif kecil, karena Program Studi Sarjana Keperawatan baru sekitar

duapuluhan, dan baru dimulai sejak 5 tahun yang lalu. Namun kelemahan mendasar ialah para lulusan Perawat ini standar kompetensinya tidak diakui oleh dunia Internasional.

Sebagai contoh lulusan Perawat Malaysia diakui oleh Negara Commonwealth, dan lulusan Filipina langsung bisa bekerja di Amerika dan Eropa. Kelemahan kedua ialah kemampuan bahasa Inggris yang lemah, yang dibutuhkan dalam kompetisi tingkat internasional.

Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NCLEX (The

National Council Licensure Examination) yang masih rendah. Ujian NCLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang

diperoleh perawat Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 80 (Syaifoel, 2008).

Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah

perawat (97.48% dari total sebanyak 2494 orang). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih

terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari saat ini.( ferryefendi, 2007).

Dari latar belakang di atas, penulis akan mambahas tentang bagaimana menyiapkan perawat ke luar negeri yang mampu bersaing di era globalisasi, dan kemudian mencoba

mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi

lembaga pendidikan keperawatan serta organisasi profesi keperawatan dan juga pemerintah.

II. PEMBAHASAN / KAJIAN A. Pendidikan Keperawatan di Indonesia Indonesia baru mengembangkan program Sarjana Keperawatan sejak 5 tahun yang lalu, dan

dalam program pendidikannya memisahkan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan (4 tahun) dimana lulusannya bergelar SKp (Sarjana Keperawatan). Setelah lulus para SKp

mengambil Program Pendidikan Profesi Keperawatan (1,5 tahun) yang lulusannya bergelar

Page 3: Globaliasi

Ners. Masalahnya, Gelar SKp dan Ners ini hanya berlaku di Indonesia, dan tidak diakui dunia Internasional (Rijadi, 2005).

B. Perawat Profesional (Registered Nurse)

Perawat professional adalah seorang perawat yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan berkompetensi untuk melakukan pelayanan keperawatan klinik yang dibuktikan dengan sertifikat Registered Nurse (RN) melalui proses akreditasi (IRNI, 2008).

Sejalan dengan berkembangnya profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang

menawarkan untuk menjadi Registered Nurse (perawat terdaftar) juga ikut berekembang. Pada awalnya sekolah-sekolah keperawatan milik rumah sakit dikembangkan untuk mendidik pearawat yang ingin bekerja di rumah sakit tersebut.

Karena keperawatan secara terus-menerus mengembangkan keilmuannya, proses pendidikan

formal dikembangkan untuk menyakinkan konsistensi dari tingkat pendidikan dalam institusi. Konsistensi tersebut juga dibutuhkan untuk mendapat sertifikasi RN (Registered Nurse). Di amerika Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat

dasar, diploma, atau sarjana. Sedangkan di Canada melalui program pendidikan dploma dan sarjana (Potter dan Perry, 2005).

C. Persyaratan Menjadi Perawat Profesional yang Mampu Bersaing di Era Globalisasi Kebutuhan tenaga perawat di Negara maju seperti : Amerika, Canada, Eropa, Australia,

Jepang dan Timur Tengah melonjak dengan drastis sejak tahun 1980. Diperkirakan bahwa kebutuhan tenaga perawat di Amerika ditahun 1980 sekitar 200,000 perawat, dan kebutuhan

ini akan melonjak menjadi 500,000 perawat ditahun 2020, untuk mendukung kebutuhan pelayanan kesehatan di Amerika. Untuk seluruh Negara maju diatas kebutuhan perawat diperkirakan mencapai 1 juta perawat pada tahun 2020 (Rijadi, 2005).

Kebutuhan perawat ini dipenuhi oleh Perawat dari negara berkembang yang mempunyai

tenaga keperawatan yang sesuai dengan standar dunia. Tiga sumber utama tenaga keperawatan dunia ialah dari Phillippine, India dan China. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, seharusnya mampu mengekspor tenaga

keperawatan sesuai dengan kebutuhan dunia diatas. Mengapa kita tidak bisa mengirimkan tenaga keperawatan dengan standar dunia diatas?

Perawat Indonesia hingga saat ini belum bisa bersaing dengan perawat Philippine dan India, karena faktor Bahasa Inggris sebagai media komunikasi di negara tujuan. Bahasa Inggris ini

diukur dengan Nilai Test IELTS (International English Language Testing System) dengan Nilai Overall adalah 6,5. Test IELTS terdiri dari 4 komponen: a. Mendengar (30 menit), b)

Membaca (60 menit), c) Menulis (60 menit), dan d) Bicara (15 menit). Di Indonesia IELTS tes dilakukan di IDP Education Australia di jalan Kuningan Jakarta, dan British Council di Jakarta.

Faktor kedua, ialah Sertifikasi Keperawatan Internasional. Standar Perawat dalam dunia ialah

lulusan Universitas yang bergelar Bachelor of Science in Nursing (BSN), dan mempunyai Sertifikasi RN (Registered Nurse). Perawat RN dari India, Malaysia akan diakui sertifikasinya oleh negara2 Commonwealth karena standar pendidikan keperawatannya sudah

dibuat sama dengan standar Internasional. Demikian juga Perawat Phillippine, begitu mereka lulus BSN mereka mengambil Sertifikasi RN di Philippine yang diakui oleh dunia

Internasional. Bahasa Inggris tidak menjadi masalah bagi mereka, karena mereka sehari-hari

Page 4: Globaliasi

menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua mereka (Rijadi, 2005).

Untuk dapat mempersiapkan diri dalam test tulis keperawatan, maka secara Internasional semua negara mengadopsi model NCLEX-RN (The National Council Licensure Examination

for Registered Nurses) yang tentu saja perlu dipelajari oleh perawat Indonesia. Test NCLEX-RN ini terdiri dari rangkaian pertanyaan simultan dalam konsep keperawatan yang terdiri dari 5 tahapan proses keperawatan (Pengkajian-Analisa-Perencanaan-Inplementasi-Evaluasi) dan

4 konsep katagori kebutuhan manusia (Safe effective care environtment – Health promotion and maintenance – Psychosocial integrity – Physiological Integrity) (Nurmatono, 2006).

Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai

kemampuan yang dapat di andalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas. Untuk menghasilkan perawat yang professional, tidak lepas dari peran lembaga pendidikan

keperawatan di Indonesia dalam bertanggung jawab mempersiapkan perawat yang berkualitas dan mampu bersaing di era pasar global (Hapsari, 2006).

Kendala-kendala tersebut perlu untuk segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga

pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon perawat. Keberadaan sistem pendidikan tinggi keperawatan dengan berbagai keluarannya harus dapat memacu proses profesionalisasi

keperawatan yang sedang berlangsung di Indonesia sehingga keperawatan sebagai profesi dapat berperan sepenuhnya dalam upaya pembangunan kesehatan masyarakat, serta berperan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan (Kusnanto, 2004). III. METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan deskriptif. Menurut “Notoatmodjo, 1993” penulisan deskriptif adalah suatu metode penulisan yang dilakukan

dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara obyektif. Metode penulisan deskriptif memecahkan atau menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang.

Penulis menggambarkan fenomena tentang persiapan perawat ke luar negeri, dan kemudian mencoba mengidentifikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar

dapat mempersiapkan perawat yang siap berkompetisi di era pasar global. Penulisan ini dilakukan dengan menempuh langkah- langkah ; Pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan analisis data, dan membuat kesimpulan.

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan pengumpulan data dengan mencari informasi dari kepustakaan (buku, Koran, majalah, browsing), mengenai hal-hal yang ada

relevansinya dengan judul garapan (Arifin,2000). Penulis mendapatkan sumber data dari buku dan internet. Setelah data terkumpuil, penulis menyeleksi data tersebut untuk kemudian dipakai dalam penyusunan karya ilmiah. Setelah

menyeleksi, penulis melakukan pengolahan data untuk kemudian membuat analisis karya ilmiah.

IV. HASIL KAJIAN Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima,

merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk

bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang

Page 5: Globaliasi

berbeda. Hanya saja memang mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan

perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, misalnya dapat

menjadikan hal ini dalam program yang terintegrasi. Sehingga banyaknya lulusan D3/S1 yang belum bekerja saat ini dapat dijembatani dengan Program Penempatan Perawat Indonesia diluar negeri yang terintegrasi dalam model konsursium nasional . Saat ini ada

sekitar 250.000 perawat Indonesia, seandainya kita mematok target di tahun 2010 katakan saja 10%-nya bekerja diluar negeri, maka ada 25.000 perawat (saat ini baru 5.000) perawat

Indonesia yang bekerja diluar negeri. Angka tersebut masih kecil sekali, jika dibandingkan 40% total perawat India dan Philipina yang bekerja di luar negaranya, dimana mereka memang terinspirasi sejak di perkuliahan (Nurmatono 2006).

A. Pengembangan Pendidikan Keperawatan

Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Perawat di harapkan mampu memenuhi tuntutan masyarakat di dalam negeri, dan mempunyai kemampuan untuk

bekerja lintas Negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda.

Strategi yang perlu di kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan (Hapsari, 2006).

1. Peningkatan kualitas tenaga pendidik

Tenaga pendidik merupakan role model perawat proffesional yang kompeten. Kompetensi yang dimaksud adalah dalam hal pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan dalam melakukan praktek keperawatan. Kompetensi tersebut tentunya dimiliki oleh tenaga

pendidik yang telah melaksanakan program pendidikan tinggi keperawatan minimal S1, mampu melakukan praktik klinik keperawatan. Kemampuan untuk terus belajar, baik yang

terkait dengan ilmu keperawatan maupun disiplin ilmu lain, dan terus meningkatakan kemampuan berbahasa asing merupakan modal yang perlu di kuasai, karena di tuntut mampu mengaplikasikan kurikulum berbasis standard International.

Pendidik juga di tuntut untuk mengaolikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola pikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas dan budaya

yang beragam. Karena untuk keluar negeri, disamping ketrampilan dalam ilmu keperawatan itu sendiri, kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan, budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, juga sangat di perlukan supaya tidak terjadi shock kultur.

2. Peningkatan kualitas tenaga pendidik

Strategi yang menyangkut peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin, diantaranya adalah :

a. Sarana-prasarana laboratorium di sesuaikan dengan yang ada di RS dan/ komunitas, sehingga peserta didik berlatih pengetahuan dan ketrampilan sampai pada tingkat yang di

harapkan. Sehingga menghasilkan mutu lulusan yan gsiap memberikan asuhan pelayanan keperawatan secara professional dan sesuai dengan tuntutan masyarakat. b. Melengkapi inventaris perpustakaan dengan buku-buku yang berasal dari dalam dan luar

negeri. Sehingga staf akademik dan peserta didik dapat melatih kemampuan berbahasa inggris dan mendapat informasi yang luas khususnya standard kurikulum keperawatan

professional.

Page 6: Globaliasi

c. Menggunakan model kurikulum berbasis kompetensi standard internasional. Sehingga klien mendapatkan asuhan keperawatan yang berkualitas sesuai dengan standard praktek.

Keuntungan lain perawat mendapat perlindungan hukum bila muncul masalah hukum yang berhubungan dengan standard praktik keperawatan. Karena standard Internasional merupakan

berdasarkan studi lapangan yang sudah melalui proses penelitian. d. Menambah kurikulum bahasa Inggris, serta mengadakan kursus-kursus tambahan di luar jam belajar efektif. Misalnya ; English for Nurse, TOEFL, IELTS.

e. Menyediakan fasilitas teknologi informasi bagi staf akademik dan mahasiswa, yaitu;

Komputer bagi mahasiswa dengan rasio 1:5, sedangkan untuk staf akademik minimal 1

komputer

Tersedia jaringan internet yang menjamin komunikasi antara pimpinan institusi pendidikan

keperawatan, staf akademik, dan mahasiswa. Fasilitas- fasilitas tersebut penting sekali, karena di luar Negeri semua proses kegiatan

pekerjaan menggunakan system computer, di samping itu memudahkan mahasiswa untuk mendapat informasi seluas mungkin yang mungkin tidak di dapat dalam proses pembelajaran. f. Institusi pendidikan keperawatan harus mengalokasikan anggaran untuk menjamin aktivitas

penelitian staf akademik, memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian selama pendidikan, di bawah bimbingan staf akademik, dan penelitian yang

dilakukan hendaknya bermanfaat untuk meningkatkan suasana akademik, memberikan dasar-dasar proses penelitian yang benar pada mahasiswa, perbaikan kurikulum dan upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

g. Institusi pendidikan keperawatan memberi kesempatan pada mahasiswa ke luar negeri dalam rangka pengayaan pengalaman belajar mahasiswa yang nantinya bisa di informasikan

kepada rekan-rekan mahasiswa lainnya. Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan, tentunya perlu di evaluasi secara terus-menerus, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

B. Strategi Mewujudkan Sertifikasi RN

Proses pengiriman perawat ke luar Negeri tidak lepas dari peran serta Organisasi perawat (PPNI) serta pemerintah. Untuk menghasilkan perawat professional yang berkompetensi untuk bersaing di era globalisasi, perlu adanya strategi untuk mencapai target dalam

peningkatan kompetensi keperawatan serta menghasilkan perawat professional yang mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara prima, dan yang paling penting adalah bisa di

terima oleh dunia Internasional sebagai perawat professional yang telah teregistrasi dan mempunyai sertifikasi keperawatan Internasional. Genderang revolusi budaya di pelayanan keperawatan sudah digulirkan dan disepakati baik di

Negara-negara anggota APEC maupun Negara-negara ASEAN. Pada konferensi Internasional APEC bidang keperawatan pada 6-7 desember 2006 di Jakarta dan MRA on

Nursing Services tingkat ASEAN pada tanggal 8 Desember 2006, disepakati bahwa : migrasi dan pelatihan tenaga keperawatan menggunakan satu tanda yaitu RN (Registered Nurse) sebagai tanda perawat tersebut adalah perawat professional, yang dianggap mampu dan

memperoleh izin melakukan praktik dan pelayanan keperawatan. RN adalah satu-satunya tanda yang disepakati untuk tenaga keperawatan di Negara-negara ASEAN dan Negara-

negara APEC, termasuk kesepakatan penggajian dan jenjang karir (IRNI,2008). Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional memberikan kesempatan yang seluas-

luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan pemerintah dalam turut serta

merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008).

Page 7: Globaliasi

Apabila Strategi ini dapat dilaksanakan di Indonesia, maka perawat Indonesia mampu

bersaing dan di akui oleh bangsa-bangsa di dunia, sebagai perawat professional. Dibawah ini merupakan skema sertifikasi profesi keperawatan yang dapat digunakan sebagai acuan oleh

pemerintah dan organisasi perawat. Gb1. IRNI 2008

Adapun strategi untuk mewujudkan Sertifikasi RN yang dapat dilaksanakan adalah sebagai

berikut : 1. Menggerakkan dan memberdayakan elemen-elemen bangsa (stake holder) untuk berperan serta aktif mewujudkan infrastruktur sistem sertifikasi RN. Elemen-elemen bangsa yang

dilibatkan yaitu Legislatif, eksekutif seperti Presiden dan eksekutif di tingkat departemen dan pemerintah daerah. Asosiasi industri kesehatan, asosiasi jasa pengerah tenaga kerja dan

berbagai puhak yang akan mendapatkan manfaat dengan terwujudnya registrasi RN, termasuk kalangan selebritis. 2. Melaksanakan studi banding ke Negara-negara yang telah mengimplementasikan sistem

RN, seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kita juga bisa melakukan replikasi sistem dari Negara tersebut, apabila diperlukan dan dianggap paling bisa diterapkan di Indonesia.

3. Melaksanakan capacity Building dan konsolidasi terhadap kader-kader terbaik. 4. Membentuk Lembaga Diklat Profesi (LDP) Keperawatan, seperti LKKI (Lembaga Kajian Keperawatan Indonesia).

5. Membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi RN (LSP-RN). 6. Melakukan kajian-kajian strategis yang akan diplubikasikan dalam bentuk Nursing

Leadership Seminar, media cetak, dan elektronik. 7. Membentuk Nursing Leadership Development Center (NLDC), yang dapat mengembangkan jiwa dan kemampuan kepemimpinanperawat (RN) lintas profesi dan lintas

generasi (transkultural Leadership). Diharapkan semakin memantapkan sistem RN di Indonesia (IRNI, 2008).

C. Peningkatan Kompetensi Keperawatan Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM dokter Sunartini SpAk ketika melantik

100 perawat mengatakan, untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional perlu dikembangkan unit pelatihan. Unit itu bertujuan meningkatkan

kemampuan kognitif dan keterampilan dalam keperawatan (Suara Merdeka). Langkah yang harus di lakukan adalah dengan membuka kelas khusus persiapan pemberangkatan perawat ke luar negeri, yang bertujuan membekali perawat-perawat dengan

bahasa, kompetensi keperawatan, dan kultur negara-negara tujuan. Materi pelatihan di berikan oleh para perawat yang mempunyai pengalaman dari luar negeri dan telah menjadi

perawat teregistrasi dengan sertifikasi Internasional (Registered Nurse). Program pelatihan telah mengikuti program yang disepakati oleh lembaga-lembaga pengguna

Internasional, dengan memberikan materi pelatihan tentang standard kompetensi Internasional. Program tersebut bisa berupa teori di kelas, maupun dengan praktek di Rumah

Sakit maupun di klinik untuk memberikan pelatihan kompetensi dan menguatkan skill para perawat. Misalnya dengan memberikan latihan mengerjakan soal-soal ENCLEX, IELTS dari buku maupun melalui computer, karena dengan adanya latihan yang intensif mengerjakan

soal-soal ENCLEX, di harapkan perawat dapat lulus test yang di syaratkan oleh Negara-negara pengguna.

Selanjutnya dengan mempelajari budaya yang ada di Negara tujuan, yang di harapkan

Page 8: Globaliasi

perawat yang di kirim ke luar negeri tidak mengalami culture shock, dan yang terpenting melatih kesiapan fisik serta mental perawat yang akan berangkat ke luar Negeri. Pelatihan di

akhiri dengan ujian yang diakui oleh Internasional, sehingga perawat lulusan dari pelatihan di akui oleh Internasional dan mampu memberikan pelayanan prima. Pelatihan tersebut akan

terwujud dengan adanya dukungan dari pemerintah dengan memfasilitasi pelatihan secara maksimal.

V. KESIMPULAN

Ditengah semakin meningkatnya pengangguran terdidik dari tahun ke tahun, terdapat suatu peluang bagi perawat di Indonesia untuk dapat dikirim ke luar negeri sebagai perawat professional, dan diakui oleh dunia. Perawat Indonesia mempunyai peluang untuk dapat

bekerja di Timur tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, dan Kuwait), bahkan sudah merambah ke negara-negara maju seperti Amerika serikat, Australia, benua Eropa (Inggris,

Belanda, Norwegia), dan Jepang. Untuk menghasilkan perawat professional yang mampu memberikan pelayanan prima, merupakan tidak lepas dari tanggung jawab dari Lembaga pendidikan. Strategi yang perlu di

kembangkan pada lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan keperawatan. Hanya saja memang

mesti ada target-target angka dari lembaga/pengelola penempatan perawat atau PPNI sebagai organisasi profesi dengan di dukung oleh pemerintah untuk memanfaat peluang kebutuhan Negara-negara maju akan perawat, Dengan pertimbangan bahwa dunia Internasional

memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mewujudkan RN di dalam negeri, maka tidak sulit untuk diwujudkan apabila mendapat dukungan politik dari pemimpin bangsa dan

pemerintah dalam turut serta merumuskan dan melegalkan Undang-Undang yang dibutuhkan termasuk implementasinya akan mempercepat terbangunnya sistem RN di Indonesia. Untuk melengkapi kompetensi perawat profesional berstandar internasional juga perlu

dikembangkan unit pelatihan dengan mengadakan program pelatihan intensif untuk mempersiapkan perawat ke luar Negeri.

Menyiapkan Perawat yang Siap

Berkompetisi di Era Pasar

Global Oleh : Elsi Dwi Hapsari

Izin

Cetak

1. Pendahuluan

Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman

tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri,

khususnya perawat, menjadi perbincangan

yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di

tengah semakin meningkatnya jumlah

pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1),

tentu merupakan hal yang melegakan bahwa

perawat dari Indonesia dilaporkan

berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS)

Page 9: Globaliasi

dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris,

Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi

Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan

kawasan Asia Tenggara (Singapura,

Malaysia)2-4). Jumlah permintaan berkisar

antara 30 orang sampai dengan tidak

terbatas5).

Kekurangan perawat di dalam negeri

merupakan alasan utama negara-negara

tersebut untuk menerima tenaga dari luar

negeri. Di AS, misalnya, pada 2005

mengalami kekurangan 150.000 perawat,

pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000,

pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020

menjadi 808.000 perawat. Namun demikian,

kekurangan tersebut tersebut menyebabkan

mereka lebih berfokus pada bagaimana

menghasilkan perawat yang lebih banyak,

bukan untuk mencetak perawat yang

berpendidikan lebih baik6).

Di Indonesia, Badan Pengembangan dan

Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan

(PPSDM Kesehatan) melaporkan bahwa

jumlah terbesar Tenaga Kesehatan

Profesional Indonesia (TKPI) yang telah

bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai

dengan 2003 adalah perawat (97.48% dari

total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun

jumlah perawat yang bekerja di luar negeri

menempati prosentase terbesar

dibandingkan tenaga kesehatan yang lain,

masih terdapat beberapa poin penting yang

perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi

mulai dari saat ini.

Tulisan ini mengulas secara singkat tentang

persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan

agar perawat dapat bekerja di luar negeri,

kendala yang muncul dalam proses

persiapan pengiriman tenaga perawat

Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan

penelitian tentang perawat yang bekerja di

luar negeri dan kemudian penulis mencoba

Page 10: Globaliasi

mengidenfikasi peran penting lembaga

pendidikan keperawatan di Indonesia agar

dapat mempersiapkan perawat yang siap

berkompetisi di era pasar global. Diharapkan

tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan

sumbang saran bagi berbagai pihak terkait,

terutama bagi lembaga pendidikan

keperawatan dan tenaga pendidik perawat

di berbagai jenjang pendidikan di tanah air.

2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri

Bagi Perawat

Pada umumnya persyaratan yang

dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di

luar negeri adalah lulusan Diploma III

Keperawatan dengan dua tahun pengalaman

kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia,

misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat

Arab atau Kuwait, perawat harus berusia

kurang dari 35 tahun. Kemampuan

berbahasa Inggris disyaratkan pada

beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS

6) atau AS (skor TOEFL 540)5,7). Syarat

penting lainnya adalah lolos ujian NLEX

(National Licence Examination)3).

Melihat persyaratan yang harus dipenuhi

tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa

tenaga perawat yang bekerja di luar negeri

tentu merupakan perawat pilihan dan

mempunyai kemampuan yang dapat

diandalkan dalam memberikan perawatan

yang berkualitas.

Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari

dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat

yang berkualitas ke luar negeri merupakan

suatu keuntungan karena suatu saat mereka

akan kembali ke negeri kita dengan

memperoleh banyak pengalaman,

meningkatnya ketrampilan, dan dapat

mengidentifikasi aspek-aspek positif dari

negara tempat mereka bekerja. Mereka

kemudian dapat menerapkan pengetahuan

Page 11: Globaliasi

dan ketrampilan yang mereka peroleh

sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas

keperawatan di Indonesia pun meningkat.

Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat

menimbulkan kekhawatiran bahwa

masyarakat kita menerima pelayanan

keperawatan dari tenaga perawat dengan

kualitas yang berbeda. Lebih lanjut, rasio

jumlah perawat Indonesia per 100.000

penduduk masih jauh di bawah negara

tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau

Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat

per 100.000, bandingkan dengan 135

perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina,

atau 162 perawat di Thailand8).

Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain

drain juga perlu dicermati. Brain drain

adalah berpindahnya tenaga profesional

yang terampil dari negara asal ke negara lain

dimana mereka dapat memperoleh lebih

banyak keuntungan seperti keuangan. Di

Filipina, misalnya, yang merupakan salah

satu pengirim tenaga perawat terbesar,

kekhawatiran tersebut mulai terjadi. Bahkan

di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun

sangat berminat untuk belajar menjadi

perawat agar selanjutnya dapat bekerja di

luar negeri8).

Tetapi usaha mencegah perawat untuk

bekerja di luar negeri dapat menimbulkan

pertanyaan, misalnya tentang hak asasi

untuk bekerja dan juga menghilangkan

kesempatan untuk dapat belajar

pengetahuan dan ketrampilan yang berguna

dari negara lain untuk selanjutnya

diaplikasikan di negara asal9).

3. Kendala Pada Proses Persiapan

Pengiriman Tenaga Perawat

Dari beberapa laporan diketahui bahwa

kendala utama yang dihadapi oleh para

Page 12: Globaliasi

perawat Indonesia adalah kemampuan

berbahasa Inggris dan ketrampilan yang

masih kurang3,11). Berkenaan dengan

ketrampilan perawat Indonesia yang masih

kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang

masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan

prasyarat perawat Indonesia untuk dapat

bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran,

skor yang diperoleh perawat Indonesia

adalah angka 40. Padahal skoring yang

dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50

sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803).

Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk

segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain

yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini.

Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga

pendidikan keperawatan di Indonesia dapat

mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan

strategi yang tepat dalam mendidik calon

perawat.

4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman

Perawat yang Bekerja di Luar Negeri

Laporan tentang pengalaman perawat yang

berkerja di luar negeri perlu disampaikan

dalam tulisan ini agar kita dapat

memperoleh gambaran yang lebih

menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum

menemukan laporan penelitian yang terkait

dengan pengalaman perawat Indonesia yang

bekerja di luar negeri. Di lain pihak,

kebanyakan laporan penelitian di negara lain

terkait topik tersebut menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan

bahwa alasan yang mendorong seorang

perawat untuk bekerja di luar negeri antara

lain gaji yang lebih tinggi, prospek karir dan

pendidikan yang lebih menjanjikan12).

Pada review penelitian oleh Magnusdottir

(2005), penelitian Yi & Jezewski (2000)

tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea

yang bekerja di rumah sakit di AS

Page 13: Globaliasi

melaporkan bahwa pada 2-3 tahun pertama

mereka bekerja ditandai dengan usaha

mengurangi stress psikologis, mengatasi

kendala bahasa, dan menyesuaikan diri

dengan praktek keperawatan di USA.

Kemudian pada 5 - 10 tahun kemudian

ditandai dengan belajar mengadopsi strategi

penyelesaian masalah menurut budaya AS

dan memelihara hubungan interpersonal.

Mereka yang berhasil dalam proses tersebut

dilaporkan merasa puas13).

Masih dari laporan yang sama, DiCicco-

Bloom (2004) melaporkan bawa perawat

India yang bekerja di AS mengidentifikasi

bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan

issue utama selama mereka bekerja di sana.

Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di

Inggris menyebutkan bahwa perawat luar

negeri yang bekerja di negara tersebut

mengalami diskriminasi, eksploitasi,

diasingkan oleh rekan kerja, konflik di

tempat kerja, dan masalah bahasa13).

Beberapa hasil penelitian tersebut

menunjukkan cukup banyak tantangan yang

dihadapi oleh perawat yang bekerja di

negara lain. Hal ini semakin menegaskan

diperlukannya berbagai antisipasi dan

persiapan yang matang bagi perawat

sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan.

4.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan

Adanya kesempatan bagi perawat yang

bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai

faktor pencetus bagi lembaga pendidikan

keperawatan untuk dapat meluluskan

perawat berkualitas, yang memenuhi

tuntutan masyarakat di dalam dan luar

negeri, dan mempunyai kemampuan untuk

bekerja lintas negara dengan sistem

perawatan kesehatan dan karakteristik

masyarakat yang berbeda.

Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000

Page 14: Globaliasi

pulau dengan sekitar 200 suku dan 500

bahasa14) sebenarnya merupakan tempat

pembelajaran yang sangat potensial bukan

hanya bagi para peserta didik namun juga

bagi para tenaga pendidik. Meskipun

nantinya mereka bekerja di luar negeri dan

menghadapi budaya dan sistem pelayanan

kesehatan yang berbeda, namun setidaknya

mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang

ada di sekitar mereka.

Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan

di lembaga pendidikan keperawatan adalah

peningkatan kualitas tenaga pendidik dan

peningkatan kualitas lembaga pendidikan

keperawatan.

Agar dapat mencetak tenaga perawat yang

berkualitas internasional, tentu tenaga

pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai

model perawat yang berkompeten.

Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan,

ketrampilan dan kemampuan yang

dibutuhkan untuk melakukan suatu

pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat

kualitas yang diharapkan15). Diakui bukan hal

yang mudah untuk mencapai standar ini

namun bukan berarti tidak dapat dimulai.

Kemauan untuk terus belajar, baik yang

terkait dengan bidang yang ditekuni maupun

yang di luar bidang tersebut, dan terus

meningkatkan kemampuan berbahasa asing

merupakan modal yang perlu dikuasai.

Pendidik juga dituntut untuk

mengaplikasikan strategi mengajar yang

dapat mengembangkan pola berpikir kritis

pada calon perawat sehingga mereka dapat

bekerja di komunitas suku dan budaya yang

beragam.

Strategi yang menyangkut pendidikan

keperawatan meliputi upaya peningkatan

fasilitas pembelajaran yang memungkinkan

peserta didik memperoleh ilmu seluas

mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan

Page 15: Globaliasi

keperawatan yang cenderung "kejar setoran

saja" perlu dibenahi. Ada banyak hal yang

dapat dilakukan misalnya dengan

melengkapi inventaris perpustakaan,

berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan

membina kerja sama dengan rumah sakit

dan komunitas.

Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran

masyarakat tentang pelayanan kesehatan

yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena

itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih

menyiapkan para mahasiswanya agar pada

saat kontak langsung dengan masyarakat

(baik di rumah sakit ataupun di komunitas)

mereka telah mempunyai bekal

pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.

Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis

dengan rumah sakit atau pusat pelayanan

kesehatan menjadi hal yang sangat perlu

untuk dikembangkan di lembaga pendidikan

keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa

berlatih pengetahuan dan ketrampilan

sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru

kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka

dapat mempraktekkannya di rumah sakit

dan atau komunitas.

Strategi lainnya adalah dengan menjalin

kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk

meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah

mulai dilakukan di beberapa lembaga

pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu

kerja sama membuat semacam unit

pelatihan untuk persiapan perawat bekerja

di luar negeri dan merintis pembuatan

kurikulum berstandar internasional. Dalam

pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat

diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada

dalam kurikulum suatu negara dapat serta-

merta diaplikasikan di negara yang lain,

sehingga dibutuhkan saling pengertian,

saling menghargai, dan tidak kalah penting,

keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari

negara masing-masing16).

Page 16: Globaliasi

Program pertukaran tenaga pendidik dan

mahasiswa keperawatan dari satu institusi

ke institusi lain di dalam negeri maupun

dengan institusi dari luar negeri perlu untuk

dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu

mereka untuk memperoleh gambaran

masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan

yang berbeda. Namun demikian, tidak

semua lembaga pendidikan dapat

melaksanakan hal ini, terutama karena

adanya kendala keuangan dalam

pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk

mengatasinya adalah dengan

mengoptimalkan penggunaan internet14).

Tanpa harus melakukan perjalanan ke

negara lain, tenaga pendidik maupun

peserta didik dapat memperoleh informasi

yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam

prosentase yang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan melakukan observasi

secara langsung. Selain itu, menghadiri

ataupun mengadakan acara konferensi

ilmiah, seminar, atau simposium berskala

nasional maupun internasional perlu

dilakukan untuk membuat dan membina

jaringan dengan pihak lain.

Segala kegiatan dan strategi yang

dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-

menerus. Penelitian ilmiah baik oleh tenaga

pendidik secara individual maupun secara

kelembagaan perlu untuk dilakukan dan

dikembangkan sehingga kebijakan yang

diambil selanjutnya mempunyai pijakan yang

kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi.

Terakhir, peran penting lembaga pendidikan

keperawatan yang telah teridentifikasi dalam

tulisan ini tidak akan mencapai hasil yang

optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan,

strategi atau kebijakan yang seiring dari

pemerintah, organisasi profesi, maupun

masyarakat.

Page 17: Globaliasi

. Pendahuluan Beberapa tahun terakhir ini, pengiriman tenaga kesehatan Indonesia ke luar negeri,

khususnya perawat, menjadi perbincangan yang cukup hangat di berbagai kalangan. Di tengah semakin meningkatnya jumlah pengangguran terdidik dari tahun ke tahun1), tentu

merupakan hal yang melegakan bahwa perawat dari Indonesia dilaporkan berpeluang bekerja di Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Benua Eropa (Inggris, Belanda, Norwegia), Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait) dan kawasan Asia Tenggara

(Singapura, Malaysia). Jumlah permintaan berkisar antara 30 orang sampai dengan tidak terbatas).

Kekurangan perawat di dalam negeri merupakan alasan utama negara-negara tersebut untuk

menerima tenaga dari luar negeri. Di AS, misalnya, pada 2005 mengalami kekurangan 150.000 perawat, pada 2010 jumlah tersebut menjadi 275.000, pada 2015 sejumlah 507.000, dan pada 2020 menjadi 808.000 perawat. Namun demikian, kekurangan tersebut tersebut

menyebabkan mereka lebih berfokus pada bagaimana menghasilkan perawat yang lebih banyak, bukan untuk mencetak perawat yang berpendidikan lebih baik6).

Di Indonesia, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan kesehatan SDM Kesehatan (PPSDM

Kesehatan) melaporkan bahwa jumlah terbesar Tenaga Kesehatan Profesional Indonesia (TKPI) yang telah bekerja di luar negeri mulai 1989 sampai dengan 2003 adalah perawat

(97.48% dari total sebanyak 2494 orang)4). Meskipun jumlah perawat yang bekerja di luar negeri menempati prosentase terbesar dibandingkan tenaga kesehatan yang lain, masih terdapat beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian dan ditanggulangi mulai dari

saat ini.

Tulisan ini mengulas secara singkat tentang persyaratan/ kompetensi yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri, kendala yang muncul dalam proses persiapan

pengiriman tenaga perawat Indonesia ke luar negeri, hasil review laporan penelitian tentang perawat yang bekerja di luar negeri dan kemudian penulis mencoba mengidenfikasi peran penting lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia agar dapat mempersiapkan perawat

yang siap berkompetisi di era pasar global. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan kontribusi dan sumbang saran bagi berbagai pihak terkait, terutama bagi lembaga pendidikan

keperawatan dan tenaga pendidik perawat di berbagai jenjang pendidikan di tanah

air .

2. Persyaratan untuk Bekerja di Luar Negeri Bagi Perawat Pada umumnya persyaratan yang dibutuhkan agar perawat dapat bekerja di luar negeri adalah

lulusan Diploma III Keperawatan dengan dua tahun pengalaman kerja5). Selain itu juga terdapat batasan usia, misalnya untuk dapat bekerja di Uni Emirat Arab atau Kuwait, perawat

harus berusia kurang dari 35 tahun. Kemampuan berbahasa Inggris disyaratkan pada beberapa negara seperti Inggris (skor IELTS 6) atau AS (skor TOEFL 540). Syarat penting lainnya adalah lolos ujian NLEX (National Licence Examination).

Melihat persyaratan yang harus dipenuhi tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa tenaga perawat yang bekerja di luar negeri tentu merupakan perawat pilihan dan mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan dalam memberikan perawatan yang berkualitas.

Page 18: Globaliasi

Implikasi dari hal tersebut dapat dilihat dari dua sisi. Pada satu sisi, perginya perawat yang berkualitas ke luar negeri merupakan suatu keuntungan karena suatu saat mereka akan

kembali ke negeri kita dengan memperoleh banyak pengalaman, meningkatnya ketrampilan, dan dapat mengidentifikasi aspek-aspek positif dari negara tempat mereka bekerja. Mereka

kemudian dapat menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang mereka peroleh sehingga diharapkan pada akhirnya kualitas keperawatan di Indonesia pun meningkat.

Namun demikian, di sisi lain hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa masyarakat kita menerima pelayanan keperawatan dari tenaga perawat dengan kualitas yang berbeda. Lebih

lanjut, rasio jumlah perawat Indonesia per 100.000 penduduk masih jauh di bawah negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, atau Thailand. Di Indonesia, terdapat 44 perawat per

100.000, bandingkan dengan 135 perawat di Malaysia, 442 perawat di Filipina, atau 162 perawat di Thailand).

Selain itu, kekhawatiran terjadinya brain drain juga perlu dicermati. Brain drain adalah

berpindahnya tenaga profesional yang terampil dari negara asal ke negara lain dimana mereka dapat memperoleh lebih banyak keuntungan seperti keuangan. Di Filipina, misalnya, yang merupakan salah satu pengirim tenaga perawat terbesar, kekhawatiran tersebut mulai terjadi.

Bahkan di sana, tenaga kerja dari profesi lain pun sangat berminat untuk belajar menjadi perawat agar selanjutnya dapat bekerja di luar negeri8).

Tetapi usaha mencegah perawat untuk bekerja di luar negeri dapat menimbulkan pertanyaan,

misalnya tentang hak asasi untuk bekerja dan juga menghilangkan kesempatan untuk dapat belajar pengetahuan dan ketrampilan yang berguna dari negara lain untuk selanjutnya diaplikasikan di negara asal9).

3. Kendala Pada Proses Persiapan Pengiriman Tenaga Perawat

Dari beberapa laporan diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh para perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris dan ketrampilan yang masih kurang3,11).

Berkenaan dengan ketrampilan perawat Indonesia yang masih kurang, terlihat dari segi skoring NLEX yang masih rendah. Ujian NLEX sendiri merupakan prasyarat perawat Indonesia untuk dapat bekerja di luar negeri. Sebagai gambaran, skor yang diperoleh perawat

Indonesia adalah angka 40. Padahal skoring yang dibutuhkan untuk bekerja di Eropa antara 50 sampai 70 dan di AS antara 70 sampai 803). Dua hal tersebut tampaknya perlu untuk

segera ditanggulangi selain faktor-faktor lain yang belum teridentifikasi dalam tulisan ini. Beranjak dari hal inilah sebenarnya lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia dapat mulai ikut berperan aktif dalam merumuskan strategi yang tepat dalam mendidik calon

perawat.

4. Laporan Penelitian Tentang Pengalaman Perawat yang Bekerja di Luar Negeri Laporan tentang pengalaman perawat yang berkerja di luar negeri perlu disampaikan dalam

tulisan ini agar kita dapat memperoleh gambaran yang lebih menyeluruh. Sampai saat ini penulis belum menemukan laporan penelitian yang terkait dengan pengalaman perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri. Di lain pihak, kebanyakan laporan penelitian di negara

lain terkait topik tersebut menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Dilaporkan bahwa alasan yang mendorong seorang perawat untuk bekerja di luar negeri antara lain gaji yang

lebih tinggi, prospek karir dan pendidikan yang lebih menjanjikan).

Pada review penelitian oleh Magnusdottir (2005), penelitian Yi & Jezewski (2000) tentang penyesuaian diri 12 Perawat Korea yang bekerja di rumah sakit di AS melaporkan bahwa

Page 19: Globaliasi

pada 2-3 tahun pertama mereka bekerja ditandai dengan usaha mengurangi stress psikologis, mengatasi kendala bahasa, dan menyesuaikan diri dengan praktek keperawatan di USA.

Kemudian pada 5 – 10 tahun kemudian ditandai dengan belajar mengadopsi strategi penyelesaian masalah menurut budaya AS dan memelihara hubungan interpersonal. Mereka

yang berhasil dalam proses tersebut dilaporkan merasa puas).

Masih dari laporan yang sama, DiCicco-Bloom (2004) melaporkan bawa perawat India yang bekerja di AS mengidentifikasi bahwa rasisme dan marginalisasi merupakan issue utama selama mereka bekerja di sana. Hasil penelitian Allan & Larsen (2003) di Inggris

menyebutkan bahwa perawat luar negeri yang bekerja di negara tersebut mengalami diskriminasi, eksploitasi, diasingkan oleh rekan kerja, konflik di tempat kerja, dan masalah

bahasa).

Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan cukup banyak tantangan yang dihadapi oleh perawat yang bekerja di negara lain. Hal ini semakin menegaskan diperlukannya berbagai

antisipasi dan persiapan yang matang bagi perawat sebelum mereka berangkat ke negeri tujuan.

5.Peran Lembaga Pendidikan Keperawatan Adanya kesempatan bagi perawat yang bekerja di luar negeri dapat dilihat sebagai faktor

pencetus bagi lembaga pendidikan keperawatan untuk dapat meluluskan perawat berkualitas, yang memenuhi tuntutan masyarakat di dalam dan luar negeri, dan mempunyai kemampuan

untuk bekerja lintas negara dengan sistem perawatan kesehatan dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Indonesia yang terdiri dari lebih dari 17.000 pulau dengan sekitar 200 suku dan 500 bahasa

sebenarnya merupakan tempat pembelajaran yang sangat potensial bukan hanya bagi para peserta didik namun juga bagi para tenaga pendidik. Meskipun nantinya mereka bekerja di

luar negeri dan menghadapi budaya dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda, namun setidaknya mereka telah mulai belajar dari hal-hal yang ada di sekitar mereka.

Dua strategi utama yang perlu dilaksanakan di lembaga pendidikan keperawatan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan peningkatan kualitas lembaga pendidikan

keperawatan. Agar dapat mencetak tenaga perawat yang berkualitas internasional, tentu tenaga pendidik perlu menjadikan dirinya sebagai model perawat yang berkompeten.

Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu pada tingkat dan derajat kualitas yang diharapkan. Diakui bukan hal yang mudah untuk mencapai standar ini namun bukan berarti tidak dapat

dimulai. Kemauan untuk terus belajar, baik yang terkait dengan bidang yang ditekuni maupun yang di luar bidang tersebut, dan terus meningkatkan kemampuan berbahasa asing

merupakan modal yang perlu dikuasai. Pendidik juga dituntut untuk mengaplikasikan strategi mengajar yang dapat mengembangkan pola berpikir kritis pada calon perawat sehingga mereka dapat bekerja di komunitas suku dan budaya yang beragam.

Strategi yang menyangkut pendidikan keperawatan meliputi upaya peningkatan fasilitas

pembelajaran yang memungkinkan peserta didik memperoleh ilmu seluas mungkin. Kesan bahwa banyak pendidikan keperawatan yang cenderung “kejar setoran saja” perlu dibenahi.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan misalnya dengan melengkapi inventaris perpustakaan, berlangganan jurnal-jurnal keperawatan, dan membina kerja sama dengan rumah sakit dan komunitas.

Page 20: Globaliasi

Selain itu, sudah diketahui bahwa kesadaran masyarakat tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin tinggi. Oleh karena itu, lembaga pendidikan pun perlu lebih menyiapkan

para mahasiswanya agar pada saat kontak langsung dengan masyarakat (baik di rumah sakit ataupun di komunitas) mereka telah mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang

cukup. Fasilitas laboratorium yang kondisinya persis dengan rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan menjadi hal yang sangat perlu untuk dikembangkan di lembaga pendidikan keperawatan. Di tempat tersebut mahasiswa berlatih pengetahuan dan ketrampilan

sampai pada tingkat yang diharapkan. Baru kemudian setelah dinyatakan lulus, mereka dapat mempraktekkannya di rumah sakit dan atau komunitas.

Strategi lainnya adalah dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak lain untuk

meningkatkan kualitas lulusan. Hal ini telah mulai dilakukan di beberapa lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia, yaitu kerja sama membuat semacam unit pelatihan untuk persiapan perawat bekerja di luar negeri dan merintis pembuatan kurikulum berstandar internasional.

Dalam pembuatan kurikulum tersebut, tidak dapat diasumsikan bahwa nilai-nilai yang ada dalam kurikulum suatu negara dapat serta-merta diaplikasikan di negara yang lain, sehingga

dibutuhkan saling pengertian, saling menghargai, dan tidak kalah penting, keinginan untuk saling belajar nilai-nilai dari negara masing-masing.

Program pertukaran tenaga pendidik dan mahasiswa keperawatan dari satu institusi ke

institusi lain di dalam negeri maupun dengan institusi dari luar negeri perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini dapat membantu mereka untuk memperoleh gambaran masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan yang berbeda. Namun demikian, tidak semua lembaga

pendidikan dapat melaksanakan hal ini, terutama karena adanya kendala keuangan dalam pelaksanaannya. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan mengoptimalkan penggunaan internet14). Tanpa harus melakukan perjalanan ke negara lain, tenaga pendidik

maupun peserta didik dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan meskipun mungkin dalam prosentase yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan melakukan observasi secara

langsung. Selain itu, menghadiri ataupun mengadakan acara konferensi ilmiah, seminar, atau simposium berskala nasional maupun internasional perlu dilakukan untuk membuat dan membina jaringan dengan pihak lain.

Segala kegiatan dan strategi yang dilaksanakan perlu dievaluasi secara terus-menerus. Penelitian ilmiah baik oleh tenaga pendidik secara individual maupun secara kelembagaan perlu untuk dilakukan dan dikembangkan sehingga kebijakan yang diambil selanjutnya

mempunyai pijakan yang kuat dan bukan hanya berdasarkan asumsi. Terakhir, peran penting lembaga pendidikan keperawatan yang telah teridentifikasi dalam tulisan ini tidak akan

mencapai hasil yang optimal bila tidak diimbangi oleh dukungan, strategi atau kebijakan yang seiring dari pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat.

6. Kesimpulan Adanya peluang untuk bekerja di luar negeri bagi tenaga perawat Indonesia merupakan hal

yang menggembirakan sekaligus dapat dijadikan momentum untuk meningkatan kualitas perawat Indonesia. Lembaga pendidikan keperawatan di Indonesia mempunyai peran penting

dalam mempersiapkan perawat berkualitas dan yang mampu bersaing di era pasar global.

7. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Kobe dan dr. Thohar Arifin atas saran dan masukan yang sangat berharga pada tulisan ini.

Page 21: Globaliasi

7. Daftar Pustaka 1. Jumlah Pengangguran Terdidik Bertambah. Website URL

http://www.suaramerdeka.com/harian/0505/04/ked11.htm 2. Arab Saudi Butuh 500 Tenaga Medis asal Indonesia. Website URL

http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=12 3. Terbuka Lebar Peluang Kerja Perawat di Amerika, Arab dan Eropa. Website URL http://www.pusdiknakes.or.id/news/ragam.php3?id=10

4. Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar Negeri. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/profil/puspronakes.php3

5. Analisa Pasar Tenaga Kerja Kesehatan Indonesia di Berbagai Negara. Website URL http://www.bppsdmk.or.id/data/pasar.php3 6. Bartels, J.E. Educating Nurses for the 21st Century. Nursing and Health Sciences (2005),

7, 221-225. 7. Press Release Pelepasan Perawat ke Amerika Serikat. Website URL

http://www.bppsdmk.or.id/data/sekilasinfo.php3?id=17 8. Basic Data of Human Resources for Health: Density of all nurses per 100 000 population. Website URL http://www.who.int/globalatlas/dataQuery/reportData.asp?rptType=1(last

updated 26 October 2004) 9. Perawat, Dokter Filipina Berbondong-bondong ke Luar Negeri. Website URL

http://www.pusdiknakes.or.id/news/utama.php3?id=26 10. Robinson, J.J.A. Nurse Education and Nursing Mobility. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65-66.

11. Kualitas Perawat Harus Ditingkatkan. Website URL http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1004/01/1101.htm

12. Buchan, J. & Calman,

L . Summary of The Global Shortage of Registered Nurses: An Overview of Issues and Action. International Council of Nurses. Website URL

http://www.icn.ch/global/summary.pdf#search=’rationursepopulation’ 13. Magnusdottir, H. Overcoming Strangeness and Communication Barriers: A

Phenomenological Study of Becoming A Foreign Nurse. International Nursing Review, 2005, 52, hal. 263-269. 14. Menasionalkan Sastra Indonesia. Website URL http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0010/07/dikbud/mena08.htm 15. Davis, D., Stullenbarger, E., Dearman, C., et al. Proposed Nurse Educator Competencies:

Development and Validation of A Model. Nurse Outlook 2005; 53:206-211. 16. Gerrish, K. The Globalization of the Nursing Workforce: Implications for Education. International Nursing Review, 2004, 51, hal. 65

Komentar

1. dina trisnawati mengatakan:

2 Februari 2010 pukul 21:25

bekerja diluar negri bersaing dengan negara2 asia jd saran saya no bahasa inggris dikuasai karana dengan bahasa inggris kita berkomunikasi dgn healthpracticer

Balas

Page 22: Globaliasi

o akpersubang mengatakan:

4 Februari 2010 pukul 13:43

ok, tx.. sejauh ini, kami berusaha untuk mengembangkan kurikulum MULOK tidak hanya diisi dengan Praktek Klinik Keperawatan, sejak kurikulum KBK

diterapkan, kami sudah mengisi MULOK dengan bahasa Inggris dan bahasa Arab yang sudah berjalan 2 semester, dengan besar harapan bahwa hal tsb dpt

menjadi bekal bagi alumni di dunia kerja. Btw, kemarin sosialisasi ttg bekerja di Arab Saudi dan Taiwan sudah difasilitasi oleh Disnaker, tp masih bnyk yg ketakutan dan merasa khawatir

jika harus bekerja di luar negeri. Klo Dina tdk keberatan, tlg kirim artikel (lebih bagus lagi jika disertai foto)

mengenai kegiatan keseharian bekerja di LN beserta kesan2nya, agar dpt memotivasi adik2 kelas yg masih ragu utk memilih bekerja jauh dari Indonesia tercinta..

Balas

2. syaidin isaf mengatakan:

22 Maret 2010 pukul 14:16

satu lagi….ilmu agamanya lebih dipertajam , supaya menjadi perawat yang sukses dunia rawu akherat…..

Balas

o akpersubang mengatakan:

25 Maret 2010 pukul 13:06

aamin. kami semua berharap begitu..

Balas

3. emy mengatakan:

16 Juni 2011 pukul 11:04

selain skill keperawatan yang bagus, belajar bahasa inggris , budaya negara yang akan

dituju

Balas

Page 23: Globaliasi

Tinggalkan Balasan