documentgg
DESCRIPTION
ggTRANSCRIPT
TUGAS LEARNING ISSUE
SKENARIO C BLOK 23 2015
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
NAMA : KM SYARIF AZHAR
NIM : 04121401048
KELAS : PDU NON REGULER 2012
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
Learning Issue
1. Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum
2.1.1. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan
asidosis(IDAI, 2004). Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir(WHO, 1999).
2.1.2. Klasifikasi asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR;
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010).
2.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan
atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran plasenta untuk
oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah
umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia(Parer, 2008).
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan.
a. Penyakit infeksi akut.
b. Penyakit infeksi kronik.
c. Keracunan oleh obat-obat bius.
d. Uremia dan toksemia gravidarum.
e. Anemia berat.
f. Cacat bawaan.
g. Trauma.
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
• Partus lama ( rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
• Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu
sirkulasidarah ke plasenta.
• Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
• Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul.
• Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
• Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
• Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
• Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps.
• Trauma dari dalam : akibat obat bius
2.1.4. Patofisiologi
Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir;Sebelum lahir, paru janin tidak
berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan karbon dioksida. Pembuluh
arteriol yang ada di dalam paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen
(pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru
karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang
bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosuskemudian masuk ke aorta(Perinasia, 2006).
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli(Perinasia, 2006). Arteri dan vena umbilikalis akan menutup
sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah
sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah
paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang(Perinasia,
2006). Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan
tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran
darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang
diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak
mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh
bayi baru lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%)
untukmenginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan
pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang
sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak
oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh(Perinasia, 2006). Pada akhir masa transisi
normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru- parunya untuk mendapatkan oksigen.
Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan napasnya.
Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru.
Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari
abu-abu/biru menjadi kemerahan.
Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal ;
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya yang
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika
keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan
dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen(Perinasia, 2006). Pada saat
pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus, ginjal,
otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat
untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong
kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan oksigen
berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh organ
akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan,
akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain,
atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih
tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan
organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan
frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan,takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru dan sianosis
karenakekurangan oksigen di dalam darah
2.1.5. Komplikasi Pasca Hipoksia
Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah sehingga organ vital seperti
otak, jantung, dan kelenjar adrenal akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan
organ lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi vaskular
pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya resistensi vaskular diperifer(Williams
CE,1993).
Faktor lain yang dianggap turut pula mengatur redistribusi vaskular antara lain timbulnya
rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai akumulasi karbon dioksida,
meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti
pelepasan vasopressin.Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk
menghasilkan energy bagi metabolisma tubuh menyebabkan terjadinya proses glikolisis
anerobik. Produk sampingan proses tersebut (asam laktat dan piruvat) menimbulkan
peningkatan asam organic tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga terjadilah
asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisma ini secara bersama-sama akan
menyebabkan kerusakan sel baik sementara ataupun menetap.
2.1.6. Penegakan Diagnosis
Anamnesis ;
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.
Pemeriksaan fisik ;
Memerhatikan sama ada kelihatan terdapat tanda- tanda berikut atau tidak:-
Bayi tidak bernafas atau menangis.
Denyut jantung kurang dari 100x/menit.
Tonus otot menurun.
Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa mekonium pada tubuh
bayi.
BBLR (berat badan lahir rendah)
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali
pusat jika:-
PaO2< 50 mm H2O
PaCO2> 55 mm H2
pH < 7,30
2.1.7. Resusitasi neonatus Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal.
Langkah Awal Resusitasi ;
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:
apakah bayi cukup bulan?
apakah air ketuban jernih?
apakah bayi bernapas atau menangis?
apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu
atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan(Nelson KB, 1991).
(1) langkah awal dalam stabilisasi
(a) memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaantelanjang agar
panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruhtubuh(Goodwin TM,
1992).
(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi
farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau
untuk pemasangan pipa endotrakeal(Martin-Ancel A, 1995).
(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.Salah satu
pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekonium sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning) (WiswellTE,
2000).Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi
mengalamidepresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk
mencegah sindrom aspirasimekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah
pemasangan laringoskop danselang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukanpembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glottis.Bila terdapat
mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihansekret dari jalan
napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekonium(Perinasia, 2006).
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar.
Bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belumbernapas
adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentiltelapak
kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi(Perinasia,2006).
(2) ventilasi tekanan positif
(3) kompresi dada
(4) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukandengan
penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warnakulit). Waktu
untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskanuntuk
melanjutkan ke langkah berikutnya(Perinasia, 2006).
2.1.8. Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasilanjutan.
Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:
(1) Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan
dalamnyapernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-megap
adalahpernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan(Perinasia, 2006).
(2) Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan dengan
stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahuifrekuensi
jantung permenit(Perinasia, 2006).
(3) Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung
normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan hipoksemia.
Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling
cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpasianosis sentral
belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu diberikanterapi oksigen.
Hanya sianosis sentral yang memerlukan intervensi(Perinasia, 2006).
2.1.9. Penghentian resusitasi
Bila tidak ada upaya bernapas dan denyut jantung setelah 10 menit, setelah usaharesusitasi
yang menyeluruh dan adekuat dan penyebab lain telah disingkirkan, maka resusitasidapat
dihentikan. Data mutakhir menunjukkan bahwa setelah henti jantung selama 10 menit,sangat
tipis kemungkinan selamat, dan yang selamat biasanya menderita cacat berat
2. BBLR
Pengertian BBLR
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari 2500 gram
(sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu
meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat mengakibatkan pada terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat menggangu kelangsungan hidupnya
(Prawirohardjo, 2006).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang
usia masa kehamilan. BBLR biasa terdiri atas BBLR kurang bulan atau bayi lahir prematur
dan BBLR cukup bulan / lebih bulan dengan hambatan pertumbuhan intrauterine (IUGR).
BBLR kurang bulan / premature khususnya yang masa kehamilannya, biasanya mengalami
penyulit seperti gangguan nafas, ikterus, infeksi dan sebagainya,yang apabila tidakdikelola
sesuai dengan standar pelayanan medis akan berakibat fatal. Sementara BBLR yang cukup /
lebih bulan pada umumnya organ tubuhnya sudah matur sehingga tidak terlalu bermasalah
dalam perawatannya (Purwanto,2009). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru
lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram)
(Hanifa,2006).
Etiologi/ Penyebab BBLR
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah
umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan
kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (IDAI, 2004).
-Faktor ibu
Penyakit : Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain.
Komplikasi pada kehamilan.Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan
antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
Usia Ibu : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
dengan usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu
pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
-Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
-Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi
dan paparan zat-zat racun (Sitohang, 2004)
-Faktor sosial ekonomi
Faktor yang berperan dalam mementukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial
ekonomi (FKM UI, 2007). Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan
seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan
pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan
kesehatan (Notoatmodjo,2003).
-Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi derajat kesehatan karena unsur pendidikan ibu dapat
berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikn yang lebih tinggi akan
memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam
perilaku dan gaya hidup sehari-hari (Depkes RI, 2004).
Klasifikasi Berat Badan Lahir Rendah
Bayi Berat Badan Lahir Rendah dikelompokkan sebagai berikut:
a.Bayi Berat Badan Ekstrim Rendah (BBLER), berat lahir kurang dari 1.000 gram.
b.Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir kurang dari 1.500 gram.
c.Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1.500-2.499 gram(Saifudin, 2002)
Gambaran Klinis
Gambaran Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) tergantung dari umur kehamilan sehingga
dapat dikatakan bahwa makin kecil bayi atau makin muda kehamilan maka nyata. Sebagai
gambaran umum dapat dikemukakan bahwa Berat Badan Lahir Rendah mempunyai
karakteristik. Karateristik BBLR sebagai berikut:
a.Berat Badan Lahir kurang dari 2.500 gram.
bPanjang badan kurang dari 45 cm.
c.Lingkar dada kurang dari 33 cm.
d.Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e.Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
f.Kepala reltif lebih besar dari badannya.
g.Kulit: tipis transparan, lanugo banyak terutama pada dahi, lemak subkutan kurang.
h.Ubun-ubun dan sutura lebar.
i.Tangisan lemah dan jarang
j.Pernapasan belum teratur dan sering timbul apnea.
kDaya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama.
l.Labia minora belum tertututp oleh labia mayora (pada wanita), testis belum turun (pada
laki-laki).
m.Pergerakan kurang dan lemah.
n.Kepala tidak mampu bergerak.
o.Pernapasan sekitar 45 sampai 50 x/menit
p.Frekuensi nadi 100 sampai 140/ menit)(Alimul Aziz H, 2005)
Kompikasi
Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun
fisiologik maka mudah timbul kelainan sebagai berikut.
a.Suhu tubuh tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan
oleh penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak di bawah kulit.
b.Gangguan pernapasan disebabkan oleh kurangnya surfaktan, pertumbuhan dan
perkembangan paru belum smpurna dan otot pernapasan masih lemah.
c.Gangguan pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen, volume lambung berkurang
daya untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak, vitamin dan beberapa mineral tertentu
berkurang, kerja kardio-esofagus belum sempurna.
d.Imatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubin dan defisiensi vitamin K.
e.Ginjal belum imatur baik secara anatomi atau fungsinya.
f.Perdarahan mudah terjadi.
g.Gangguan imunologi: daya tahan tubuh terhadap infeksi kurang.
h.Retrolental fibroplasia: dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi.
Dampak BBLR
Baik disebabkan oleh prematuris, maupun ukuran bayi kecil untuk usia kehamilan BBLR
mempunyai dampak sebagai berikut:
a.Kematian perinatal (lahir mati, ke matian neonatus).
b.Lingkar kepala kecil.
c.Retardasi mental.
d.Kesulitan atau ketidakmampuan dalam belajar.
e.Defek penglihatan dan pendengaran.
f.Defek neurologis.
g.Pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat.(Varney Helen, 2006)
Prognosis
Prognosis Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) tergantung dari berat ringannya masalah
perinatal, misalnya masa gestasi, asfiksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi. Prognosis
ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada
saat kehamilan, persalinan dan post natal, resusitasi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan
pernafasan dan hipoglikemia