gerontik kasus pneumoni
TRANSCRIPT
Pendahuluan
Pneumonia merupakan suatu infeksi paru-paru, tepatnya lagi infeksi saluran
pernafasan yang mengenai jaringan paru (alveoli) dan bersifat akut (mendadak).
Pneumonia. Dapat membahayakan jiwa anak-anak dan usia lanjut, seseorang yang oleh
karena suatu sebab harus berbaring, atau dapat pula menyerang mereka yang memiliki
kelemahan system kekebalan tubuh (misalnya;penderita AIDS, leukemia atau sedang
dalam terapi steroid atau anti kanker).
Insiden pada usia lanjut resiko terjadinya infeksi saluran nafas bagian bawah
(ISPA), khususnya pneumoni cukup tinggi. Kejadian pneumoni pada usia lanjut
tergantung pada tiga hal, ialah:(a) kondisi fisik penderita (umumnya daya tahan tubuh
rendah atau immunocompromised conditions); (b) lingkungan dimana mereka berada
(komunitas atau lingan rumah sakit); dan (c) kuman penyebabnya atau virulensinya.
Secara epidemologik, pneumoni pada usia lanjut juga di bedakan menjadi pneumoni
komunitas dan pneumoni nosokomial. Insidens pneumonia komunitas pada usia lanjut
sekitar 6,8-11,4% (mangunegoro, 1992). Di rumah sakit insiden pneumoni pada usia
lanjut kira-kira tiga kali lebih besar dibanding pneumoni pada usia muda. DI RSUP Dr.
Kariadi Semarang insidens pneumonia (campuran komunitas dan nosokomial) sebesar
16,2% (Rahmatullah, 1994).
Pneumonia pada usia lanjut mempuny6ai angka kematian yang tinggi, kira-kira
40%. Penyebanya ada tiga hal : (a) karena pneumoninya sendiri; (b) pada penderita sering
disertai berbagai kondisi atau penyakit penyerta; dan (c) pada kenyataannya penderita
pneumonia usia lanjut lebih sulit diobati (Harasawa 1989). Kondisi ataupun penyakit
penyerta pada usia lanjut yang sering menyebabkan kematian, misalnya diabetes mellitus,
payah jantung kronik, penyakit-penyakit vaskuler, PPOM dan sebagainya (Mangunegoro,
1992).
Penyebab.
Penyebab pneumoni pada usia lanjut dapat bermacam-macam, yang paling sering
penyebanya adalah kombinasi beberapa kuman. Pada usia lanjut, pneumoni sering
disebabkan oleh bakteri gram positif, sebagian besar adalah oleh kuman strep-
pneumoniae. Pneumonia nosokomial sering terjadi sebagai komplikasi pada pemasangan
ala-alat (misalnya endotracheal tube) mempunyai insidens sekitar 10-70%
(Mangunegoro, 1992).
Penyebab pneumoni nosokomial pada lanjut usia kebanyakan adalah bakteri gram
negative (Harasawa, 1989). Pada usia lanjut, persentase bakterigram negative sebagai
penyebab pneumini komunitas lebih tinggi dibandingkan dengan usia muda. Pneumonia
aspirasi, juga sering terjadi pada usia lanjut (10-30% kasus), terjadi pada penderita yang
megalami bed rest atau penurunan kesadaran, pada kasus-kasus pneumoni aspirasi,
kuman penyebab infeksi sukar diketahui, tetapi pada 87% kasustadi terdeteksi kuman-
kuman aerob aspiratnya (Harasawa, 1989).
Patofisiologi
Pneumonia adalah infeksi saluaran pernafasan bagian bawah. Penyakit ini adalah
infeksi akut jaringan paru oleh mikro-organisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan
oleh bekteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab
tersering pneumonia bakteterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus aureus dan
streptococcus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian
juga pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya
influenza. Pneumini mikoplasma, suatu pneumoni yang relatif sering di jumpai,
disebabkan oleh suatu mikro organisme yang, berdasarkan beberapa aspeknya,berada di
anatara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired immunodeficiency
syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yanmg pada orang normal sangat jarang
terjadi yaitu pneumocystis canii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama
tergenang, misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor,
dapat mengidap pneumonia legionelle. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung
karena muntah atau air akibat tenggelam dapat mengidap pneumonia aspirasi. Bagi
individu tersebut, bahan yang terraspirasi itu sendiri yang biasanya menyebabkan
pneumonia, bukan mikro-organisme dengan mencetuskan suatu reaksi peradangan
Resiko untuk mengidap pneumonia seperti dijelaskan diatas lebih besar dari pada para
bayi, orang berusia lanjut atau mereka yang mengalami gangguan kekebalan atau
menderita penyakit atau kondisi kelemahan lain.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu organisme di paru banyak
disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu
toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel system pernafasan bawah. Pneumonia bakterialisis
menimbulkan respons imun dan peradangan yang paling mencolok, yang perjalanannya
tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus.
Gejala klinik
Pada pneumonia usia lanjut, kebanyakan berbentuk bronkopneumoni, sedangkan
pneumoni lobaris tercatat pada 10-30% kasus (harasawa,1989).
Pada usia lanjut, apabila menderita infeksi akut, onset penyakit berlangsung pelan-
pelan, tidak mendadak seperti pada busia muda. Keluhan utamanya adalah demam
ringan, batuk dengan produksi sputum pada 60% kasus. Pada 30% kasus keluhan
permulaannya hanya berupa kelemahan dan anaroksia, tanpa ada demam yang nyata.
Permulaan penyakit yang pelan-pelan tadi disebabkan karena menurunnya reaktifitas
fisik usia lanjut dan biasanya karena adnya dehidrasi. Suatu kenyataan, penderita yang
waktu masuk rumah sakit demamnya ringan, sesudah mendapat rehidrasi dirumah sakit
dan tekanandarahnya menjadi normal, baru muncul demam( Harasawa, 1989).
Gambaran klinik penderita pneumoni pada usia lanjut sering-sering tidak
menunjukan gambaran yang nyata. Dilaporkan tidak ada penurunan kesedaran pada 20%
kasus, distensi abdomen 5% kasus, tanda dehidrasi pada 50% kasus. Penurunan keadaran
tersebut tidak ada kolerasi dengan perubahan tekanan darah, tetapi mempunyai kolerasi
dengan kondisi dehidarsi yang mungkin ada pada penderita. Kelainan fisik yang lajim
ditemukan pada penderita pneumini, misalnya perkusi redup/ pekat pada daaerah p[aru
yang terkena kelainan, ronchi basah, suara nafas brhoncial, whispered pectoriloquy
jarang ditemukan. Hal ini mungkin berkenaan dengan adanya pemanjangan diameter
muka-belakang dada pada usia lanjut (Harasawa, 1989). Frekwensi pernafasan 24 kkali
atau lebih dari 40 kali permenit merupakan hal yang bermakna bagi adanya pneumoni
pada usia lanjut. Pneumoni pada usia lanjut dapat disertai syok septic dengan gejala
kelelahan, anoreksia dengan penurunan kesadaran (Mangunegoro,1992).
Pemerikasaan laboratorium pada sebagian kasus menunjukan jumlah leukosit
normal atau sedikit meninggi, kadang-kadang leukositosis. Pada hitung jenis terdapat
“geser ke kiri”. Dan dapat dipakai sebagai pentunuk diagnostik adnya infeksi akut yang
penting. Kelainan lain yang ditemukan adalah peningkatan ureum darah ( pada 30%
kasus), peningkatan ringan serum transsaminase (pada 20% kasus), dan peninggian
kreatinin dan gula darah dapat terjadi. Ditemukan pula hiponatremi dan hipofosfateni
(Mangunegoro, 1992 ; Harasawa, 1989).
Pada pneumonia usia lanju nilai PaO2 rendah seperti pada orang sehat. Pada usia
lanjut penurunan nilai PaO2 lebih besar disbanding pada usia muda hal ini terjadi pada
usia muda. Hal ini kaarena terjadi proses penuaan yaitu terjadi penambahan perkusi darah
kle lobus paru (Mangunegoro, 1992). Halinilah yang memudahkan terjadinya gagal nafas
pada kebanyakan penderita pneumoni usia lanjut (Harasawa, 1989).
Gambaran radiologik pneumoni usia lanjut, bila jelas akan tampak gambaran
infiltrat paru kadang-kadang sulit mernilai gambaran foto torax pada pneumoni usia
lanjut, terutama apabila terdapat dehidrasi, sehingga infiltrat belum terlihat dalam waktu
24-48 jam pertama perawatan. pada pneumoni yang dini, pneumoni oleh bakteri gram
negatif, foto traks kadang-kadang normal (Mangunegoro, 1992).
Gejala :
a) Demam, berkeringat.
b) Lesu, lemah.
c) Batuk dengan/tanpa dahak. Dahak bisa berwarna kuning/hijau atau
dengan bercak darah.
d) Napas cepat, sesak napas, nyeri jika bernapas.
e) Mengantuk terutama pada usia lanjut dan penderita sakit berat.
Komplikasi:
Jenis penyakit paru ini memang tidak dapat dianggap
sepele, karena dapat menyebabkan kematian.
Diagnosis.
Diagnosis pneumoni pada usia lanjut ditegakkan atas dasar anamnesis, pemerikasaan
fisik dan pemerikasaaan penunjang diagnosis kadang kadang sulit dilakuakan karena
gambaran klenik dan pemeriksaan penunjang hasilnya memberi gambaran tidak khas.
Tidak ada gambaran patognomonik untuk infeksi saluran nafas akut atau pneumoni usia
lanjut. Adnya frekuensi pernafasan 24 kali atau lebih teruatama diseratai demam,
kelemahan atau anoreksia pada seseorang usia lanjut merupakan petunjuk cukup
bermakna terhadap adanya pneumoni pada usia lanjut (Mangunegoro,1992).
Diagnosis banding terhadap pneumoni pada usia lanjut, yang perlu dipikirkan ialah :
gagal jantung, emboli paru, sindroma kegawatan pernafasan orang dewasa, pneumoni
aspirasi lambung, keganasan lambung, pneumonitis, radiasi dan reaksi hipersensitifitas
terhadap suatu obat (mngunogor,1992).
Penanganan dan rehabilitasi.
Pengobatan ispa/pneumoni dilakukan dengan pemberian kemoterapi dan pengobatan
umum ( terapi oksigen, terapi hidrasi dan fisioterapi). Kemotrapi merupakan kunci utama
pengobatan pneumoni.
Tujuan pemberian kemotrapi adalah untuk membasmi kuman penyebab pneumoni.
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk penemuan kuman apa yang menjadi
penyebab infeksinya (hasil kultur sputum dan tes sensitifitas kuman terhadap anti
biotika). Berhubung satu dan lain hal, misalnya: penyakit penderiata sangat serius, dan
perlu pengobatan segera, kuman penyebab infeksi belum dapat di ketahui pasti menjelang
terapi, sehingga antibiotic pemberiannya dilakuakan secara empirik ( pengobatan
empiric). Pengobatan empiric ini harus di dasarkan atas diagnosis mikrobiologik empirik
Dengan cara ini diagnosis yang dibuat diharapkan dapat menunjukan spektrum
kuman penyebnya, sehingga antibiotik yang tepat dan rasional dapat dipilih dan hasilnya
dapat di andalkan (Soeria-Sumantri dan Dahlan, 1992).
Bila penyakitnya ringan dan sedang, antibiotik diberiakan secara oral, sedang bila
berat diberiakan secara parenteral pengobatan umumnya diberiakan selama 7-10 hari
pada kasus tanpa komplikasi atau antibiotik diteruskan sampai 3 hari bebas panas.Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan
penggunaan antibiotika tertentu paerlu penyasuaian dosis (Harasawa, 1989).
Hidrasi penderita harus diperhatikan.Pada keadaan penyakit yang ringan hidrasi dapat
dilakukan secara oral, sedangkan pada penyakit yang berat, rehidrasi dilakukan secara
parenteral, menggunakan larutan elektrolit.
Pada pneumoni usia lanjut, fisioterapi harus diberikan.penderita perlu tirah baring dan
posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari timbulnya pneumoni hipostatik,
kelemahan dan dekubitus (Harasawa, 1989).
Prognosis.
Prognosis umumnya baik sama dengan penderita pneumoni usia muda, apabila sebelum
sakit dalam keadaaan sehat. Faktor penentu prognosis penderita pneumoni usia lanjut
tergantung pada hal-hal yang ada diluar paru, terutama tingginya derajat dehidrasi dan
gangguan faal ginjal.Seorang penderita pneumoni usia lanjut prognosisnya jelek apabila
didapati adanya komplikasi kardiopulmonal, gangguan kesadaran peninggian kadar
ureum darah, gambaran abnormal pada foto toraks (Harasawa, 1989).