gempa bumi

2
 Rubrik Berita Utama Politik & Hukum Olahraga Metropolitan Naper Nusantara Bisnis & Investasi International Finansial Opini Humaniora Geliat NAD & SUMUT Sumatera Bagian Utara Sumatera Bagian Selatan Jawa Barat Berita Yang lalu Esai Foto Fokus Pustakaloka Otomotif Furnitur Agroindustri Musik Muda Makanan dan Minuman Audio Visual Perbankan Investasi & Perbankan Pendidikan Dalam Negeri Pendidikan Luar Negeri Pendidikan Pixel Swara Dana Kemanusiaan Rumah Sorotan Ilmu Pengetahuan Teropong Wisata Bingkai Bahari Telekomunikasi Bentara Ekonomi Internasional Properti Interior Otonomi Pendidikan Informal Teknologi Informasi Didaktika Jendela Humaniora Rabu, 23 Februari 2005 Pascagempa dan Tsunami  Terjadi Kerusakan di Laut Pesisir Barat Aceh Jakarta, Kompas - Survei oleh tim peneliti dengan Kapal Riset Baruna Jaya IV di perairan dangkal Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam, memperlihatkan adanya kerusakan pada struktur sedimen dasar laut hi ngga kedalaman lima meter. Kerusakan juga terjadi di perairan Calang, berupa rekahan dengan arah timur laut-barat daya, yang sudah tertutup material dari darat. "Hasil ini mengindikasikan bahwa telah terjadi deformasi di pesisir barat Aceh, serta terdapat endapan puing-puing dan material yang terbawa oleh arus balik ke laut pascatsunami," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Kapal Riset Baruna Jaya Ridwan Jamaluddin, yang juga Ketua Ti m Operasi Bakti Teknologi Aceh (OBTA) 2005, dalam presentasinya tentang hasil kajian survei laut dalam di Jakarta, Senin (21/2). Operasi tersebut dilaksanakan tanggal 16 Januari hingga 4 Februari 2005 untuk melaksanakan misi mitigasi dan rehabilitasi di pesisir barat Aceh. Terlibat dalam kegiatan itu 74 personel dari berbagai lembaga terkait. Tim peneliti juga melakukan survei laut dalam di sebelah utara pusat gempa untuk memetakan perubahan struktur dasar laut akibat gempa yang membangkitkan tsunami. Untuk memperoleh data tersebut, Baruna Jaya IV melakukan pelayaran pada jalur yang zig-zag di beberapa titik ke arah utara. Dibandingkan dengan data seismik yang diakuisisi pada Ekspedisi Sumenta II pada tahun 1992 di lokasi yang sama, hasil survei menunjukkan, ternyata tidak terlihat adanya perubahan struktur dasar laut. "Walaupun hampir sebagian besar lintasan memotong daerah patahan geser Mentawai, yang diduga menjadi penyebab terjadinya tsunami," urai Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam Dr Yusuf Surachman, yang juga terlibat dalam penelitian di kawasan pesisir itu. Namun, ia memperkirakan perubahan dasar laut terjadi di pesisir barat Pulau Simeulue di daerah palung. Mengacu pada survei yang dilakukan kapal Inggris, HMS Scott, hingga awal Februari lalu, disebutkan bahwa runtuhan di zona pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia berkisar 5-15 kilometer (km). Untuk mengetahui lebih detail bentuk perubahan dasar laut di pesisir barat  Aceh dan Sumatera Utara, akan dilakukan penelitian lebih lanjut, mulai dari barat Pulau Sabang hingga ke selatan Pulau Nias. Penelitian itu dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, melibatkan instansi terkait serta perguruan tinggi, bekerja sama dengan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology. Survei menggunakan kapal riset Natsushima telah berjalan 15 Februari hingga 25 Maret 2005. Yusuf mengatakan, penelitian terdahulu menunjukkan adanya perubahan garis pantai di sekitar Pulau Simeulue yang terangkat, sedangkan pantai barat Aceh- mulai dari Banda Aceh hingga Meulaboh-mengalami penurunan. Meluasnya daratan pulau tersebut akan berdampak pada pergeseran titik pangkal bagi Search :  Berit · Koalisi Komers Transg · Terjadi Laut Pe · Penund Gratis Mobilita · Kompet Hijau" · Tidak M Memba Korpor · Indone Sepaka CDM

Upload: khoirunnisa-anwar

Post on 06-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

materi

TRANSCRIPT

  • RubrikBerita UtamaPolitik & HukumOlahragaMetropolitanNaperNusantaraBisnis & InvestasiInternationalFinansialOpiniHumanioraGeliat NAD & SUMUTSumatera Bagian UtaraSumatera Bagian SelatanJawa BaratBerita Yang laluEsai FotoFokusPustakalokaOtomotifFurniturAgroindustriMusikMudaMakanan dan Minuman Audio VisualPerbankanInvestasi & PerbankanPendidikan Dalam NegeriPendidikan Luar NegeriPendidikanPixelSwaraDana KemanusiaanRumahSorotanIlmu PengetahuanTeropongWisataBingkaiBahariTelekomunikasiBentaraEkonomi InternasionalPropertiInteriorOtonomiPendidikan InformalTeknologi InformasiDidaktikaJendela

    Humaniora

    Rabu, 23 Februari 2005

    Pascagempa dan Tsunami Terjadi Kerusakan di Laut Pesisir Barat Aceh

    Jakarta, Kompas - Survei oleh tim peneliti dengan Kapal Riset Baruna Jaya IV di perairan dangkal Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam, memperlihatkan adanya kerusakan pada struktur sedimen dasar laut hingga kedalaman lima meter. Kerusakan juga terjadi di perairan Calang, berupa rekahan dengan arah timur laut-barat daya, yang sudah tertutup material dari darat.

    "Hasil ini mengindikasikan bahwa telah terjadi deformasi di pesisir barat Aceh, serta terdapat endapan puing-puing dan material yang terbawa oleh arus balik ke laut pascatsunami," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis Kapal Riset Baruna Jaya Ridwan Jamaluddin, yang juga Ketua Tim Operasi Bakti Teknologi Aceh (OBTA) 2005, dalam presentasinya tentang hasil kajian survei laut dalam di Jakarta, Senin (21/2).

    Operasi tersebut dilaksanakan tanggal 16 Januari hingga 4 Februari 2005 untuk melaksanakan misi mitigasi dan rehabilitasi di pesisir barat Aceh. Terlibat dalam kegiatan itu 74 personel dari berbagai lembaga terkait.

    Tim peneliti juga melakukan survei laut dalam di sebelah utara pusat gempa untuk memetakan perubahan struktur dasar laut akibat gempa yang membangkitkan tsunami. Untuk memperoleh data tersebut, Baruna Jaya IV melakukan pelayaran pada jalur yang zig-zag di beberapa titik ke arah utara.

    Dibandingkan dengan data seismik yang diakuisisi pada Ekspedisi Sumenta II pada tahun 1992 di lokasi yang sama, hasil survei menunjukkan, ternyata tidak terlihat adanya perubahan struktur dasar laut.

    "Walaupun hampir sebagian besar lintasan memotong daerah patahan geser Mentawai, yang diduga menjadi penyebab terjadinya tsunami," urai Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam Dr Yusuf Surachman, yang juga terlibat dalam penelitian di kawasan pesisir itu.

    Namun, ia memperkirakan perubahan dasar laut terjadi di pesisir barat Pulau Simeulue di daerah palung. Mengacu pada survei yang dilakukan kapal Inggris, HMS Scott, hingga awal Februari lalu, disebutkan bahwa runtuhan di zona pertemuan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia berkisar 5-15 kilometer (km).

    Untuk mengetahui lebih detail bentuk perubahan dasar laut di pesisir barat Aceh dan Sumatera Utara, akan dilakukan penelitian lebih lanjut, mulai dari barat Pulau Sabang hingga ke selatan Pulau Nias. Penelitian itu dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, melibatkan instansi terkait serta perguruan tinggi, bekerja sama dengan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology. Survei menggunakan kapal riset Natsushima telah berjalan 15 Februari hingga 25 Maret 2005.

    Yusuf mengatakan, penelitian terdahulu menunjukkan adanya perubahan garis pantai di sekitar Pulau Simeulue yang terangkat, sedangkan pantai barat Aceh-mulai dari Banda Aceh hingga Meulaboh-mengalami penurunan. Meluasnya daratan pulau tersebut akan berdampak pada pergeseran titik pangkal bagi

    Search :

    Berita

    Koalisi OKomersTransge

    Terjadi Laut Pe PenundGratis M

    Mobilita

    KompetHijau" S Tidak MMemban

    Korpora

    IndonesSepakatCDM

  • Tanah AirEkonomi RakyatPergelaranInfo OtonomiTentang KompasKontak Redaksi

    penetapan batas wilayah Indonesia.

    Survei yang dilakukan International Tsunami Survey Team di Pulau Simeulue, ditambahkan oleh Gegar Sapta Prasetya dari Departemen Kelautan dan Perikanan, menunjukkan adanya kenaikan daratan terjadi di pesisir sebelah barat Simeulue setinggi 1,5 meter dan sejauh 1 km. Sementara itu, pesisir barat Aceh turun hingga dua meter.

    Hasil kajian kerusakan memperlihatkan bahwa daya rusak di pesisir barat Aceh disebabkan oleh guncangan gempa, energi gelombang awal, energi gelombang susulan yang membawa debris, dan genangan air laut. "Pengaruh gelombang tsunami mencapai 13 meter dari muka laut, sedangkan genangan air pasang menjangkau 2 km dari pantai," ujar Ridwan.

    Instalasi air minum

    Untuk membantu memulihkan kehidupan pengungsian, telah dibangun Instalasi Air Siap Minum (Arsinum) di lokasi pengungsian Alue Penyareng, Meulaboh, untuk 350 keluarga, di Desa Lapang Meulaboh bagi 500 keluarga, dan di Kampung Blang, Calang (4.600 jiwa). Tiap unit dapat menghasilkan air tawar siap minum sebanyak 86 meter kubik per hari untuk 10.000 orang dan 120 meter kubik per hari air bersih.

    Fasilitas mandi, cuci, kakus (MCK) juga dibangun di tiga lokasi pengungsian tersebut. Di Alue Penyareng dibangun 40 bilik, di Desa Lapang dibangun 30 bilik, dan 30 bilik di Calang.

    Sebelas unit pengolah air sistem ultrafiltrasi didistribusikan di Meulaboh dan Calang, termasuk ke rumah sakit darurat yang didirikan Spanyol, Jerman, dan lembaga swadaya masyarakat Cardi dari Amerika Serikat untuk dipasang di luar Calang. "Kerja sama dengan berbagai pihak dilakukan karena keterbatasan waktu Tim OBTA 2005 mendistribusikan peralatan tersebut di kawasan terpencil," kata Ridwan.

    Untuk mengatasi masalah air bersih di lokasi pengungsian di Calang dan Meulaboh, tim juga mencari sumber air bersih menggunakan peralatan geolistrik. Eksplorasi itu menemukan lokasi sumber air atau akuifer potensial di Alue Penyareng pada kedalaman 10-15 meter, di Desa Lapang (18-20 m), dan di Calang (10-16 m). Tim juga telah merekomendasikan lokasi tepat berdasarkan koordinat untuk membuat sumur bor guna keperluan pembangunan kembali kawasan bencana. (YUN)

    Design By KCM Copyright 2002 Harian KOMPAS