gempa bumi

41
PL3002 Aspek Kebencanaan Laporan Studi ANALISIS BAHAYA GEMPA BUMI Dosen: Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, M.PSt, Ph. D. Dikerjakan Oleh: M. Addifa Yulman (15006013) I Gusti Ayu Andani (15408008) Putri Sugih Permatasari (15408049) Yunie Nurhayati (15408072) PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

Upload: ayu-andani

Post on 30-Jun-2015

1.192 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gempa Bumi

PL3002 Aspek Kebencanaan

Laporan Studi

ANALISIS BAHAYA GEMPA BUMI

Dosen:

Ir. Djoko Santoso Abi Suroso, M.PSt, Ph. D.

Dikerjakan Oleh:

M. Addifa Yulman (15006013)

I Gusti Ayu Andani (15408008)

Putri Sugih Permatasari (15408049)

Yunie Nurhayati (15408072)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2010

Page 2: Gempa Bumi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................2

DAFTAR TABEL.......................................................................................................................2

DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................2

1.1 Fenomena Gempa Bumi.................................................................................................2

1.2 Data Kejadian Gempa Bumi............................................................................................2

BAB II PENDEKATAN DAN TAHAPAN-TAHAPAN ANALISIS BAHAYA.................................2

2.1 Metoda Deterministik (DSHA).........................................................................................2

2.2 Metoda Probabilistik (PSHA)...........................................................................................2

2.1.1 Input Data.................................................................................................................2

2.1.2 Model Atenuasi Gempa............................................................................................2

2.1.3 Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan...............................................................2

2.1.4 Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan...................................................2

2.1.5 Respon Struktur........................................................................................................2

2.1.6 Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa......................................................2

BAB III DAERAH RAWAN BENCANA GEMPA DI INDONESIA............................................2

BAB IV KESIMPULAN..............................................................................................................2

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................2

2

Page 3: Gempa Bumi

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Data Kejadian Gempa Bumi di Indonesia..................................................................2

3

Page 4: Gempa Bumi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Epicenter gempa bumi yang disebabkan oleh Patahan..........................................2

Gambar 2 Patahan dan Zona Subduksi....................................................................................2

Gambar 3 Diagram Cara Membuat Peta Bahaya Goncangan Berdasarkan Metoda

Determinisitik Standar..........................................................................................................2

Gambar 4 Peta Patahan Sumatera di wilayah Danau Toba.....................................................2

Gambar 5 Peta Bahaya Goncangan Gempabumi Berdasarkan Analisis Deterministic-

Konvensional........................................................................................................................2

Gambar 6 Peta Probabilistik Bahaya Goncangan Gempa Untuk Wilayah Jepang..................2

Gambar 7 Peta Probabilistik Tingkat Bahaya Goncangan Gempa Di Sumatera Untuk “10%

Probability Of Exedance”......................................................................................................2

Gambar 8 Peta Diagram Alur Kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa Dengan Metoda

Probabilistik..........................................................................................................................2

Gambar 9 Peta Pergerakan Lempeng Tektonik Aktif yang Mengapit Kepulauan Indonesia....2

Gambar 10 Peta Tektonik Aktif Indonesia dan Gempa Bumi yang Terjadi Sejak Tahun 1973 2

4

Page 5: Gempa Bumi

BAB I

PENDAHULUAN

Bagian ini akan dibagi menjadi 2 subbagian, yaitu fenomena gempa bumi dan data

kejadian gempa bumi di Indonesia.

1.1 Fenomena Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi

(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Terjadinya gempa bumi disebabkan

oleh adanya pelepasan kekuatan yang berada dari dalam bumi, yaitu sentakan asli yang

bersumber dari dalam bumi merambat melalui permukaan lalu menerobos permukaan kulit

bumi karena keseimbangannya yang terganggu. Batuan kulit bumi menjadi bergeser sampai

tercapainya keseimbangan kembali. Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, namun

kebanyakannya adalah kecil dan tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi kecil juga

akan mengiringi gempa bumi besar dan bisa terjadi sebelum atau sesudah gempa bumi

besar tersebut terjadi, yang disebut gempa susulan.

Gambar 1 Epicenter gempa bumi yang disebabkan oleh Patahan

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika

Gempa bumi di Indonesia sering terjadi pada wilayah-wilayah yang memiliki zona

subduksi dan patahan/sesar aktif. Penyebab terjadinya Gempa Bumi yaitu proses tektonik

akibat pergerakan kulit/lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi, pergerakan

geomorfologi secara lokal, contohnya terjadi runtuhan tanah, aktivitas gunung api

5

Page 6: Gempa Bumi

(vulkanisme), ledakan nuklir. Menurut sebab terjadinya, gempa dibedakan menjadi empat

macam, yaitu:

a) Gempa vulkanis

Gempa vulkanis adalah gempa yang terjadi akibat meletusnya gunung api. Apabila

gunung api akan meletus, maka timbullah tekanan gas dari dalam. Tekanan ini

menyebabkan terjadinya getaran yang disebut gempa bumi. Gempa vulkanis hanya terdapat

di daerah gunung api yang akan, sedang, atau sesudah meletus. Bahaya gempa ini relatif

kecil, tetapi sangat terasa di sekitarnya.

b) Gempa tektonik

Gempa tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang dihasilkan dari geseran

batuan sesar/patahan aktif sepanjang batuan sempadan plat tektonik. Tenaga dihasilkan

oleh tekanan antara batuan dikenali sebagai kecacatan tektonik. Kesan ini adalah seperti

gelang getah ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Bahaya gempa ini sangat besar sekali

sebab akibat gempa yang timbul, tanah dapat mengalami retakan, terbalik bahkan dapat

bergeser.

Patahan (fault) adalah gejala retaknya kulit bumi yang tidak plastis akibat pengaruh

tenaga horizontal dan tenaga vertikal. Daerah retakan seringkali mempunyai bagian-bagian

yang terangkat atau tenggelam. Jadi, selalu mengalami perubahan dari keadaan semula,

kadang bergeser dengan arah mendatar, bahkan mungkin setelah terjadi retakan, bagian-

bagiannya tetap berada di tempatnya.

Gambar 2 Patahan dan Zona Subduksi

Zona Subduksi

6

Page 7: Gempa Bumi

Sumber: Modul Aneka Bentuk Dan Potensi Muka Bumi, 2008

. Zona subduksi terjadi ketika lempeng samudra bertabrakan dengan lempeng benua

dan menelusup ke bawah lempeng benua tersebut ke dalam astenosfer.

Lempeng litosfer samudra mengalami subduksi karena memiliki densitas yang lebih tinggi.

Lempeng ini kemudian mencair dan menjadi magma. Suatu zona subduksi yang paling

mungkin untuk ditemukan adalah pada suatu batas plat menyimpang.

c) Gempa runtuhan (terban)

Gempa runtuhan dapat terjadi karena runtuhnya tanah di daerah tambang yang

berbentuk terowongan atau pegunungan kapur. Pada umumnya di pegunungan kapur

terdapat gua yang disebabkan oleh korosi. Jika gua atau lubang tersebut runtuh, maka

timbullah gempa bumi. Namun, bahaya yang ditimbulkan gempa bumi ini relatif kecil.

d) Gempa Jatuhan

Bumi merupakan salah satu planet yang ada dalam susunan tata surya. Dalam tata

surya kita terdapat ribuan meteor atau batuan yang bertebaran mengelilingi orbit bumi.

Sewaktu-waktu meteor tersebut jatuh ke atmosfir bumi dan kadang-kadang sampai ke

permukaan bumi. Meteor yang jatuh ini akan menimbulkan getaran bumi jika massa meteor

cukup besar. Getaran ini disebut gempa jatuhan, namun gempa ini jarang sekali terjadi.

7

Page 8: Gempa Bumi

1.2 Data Kejadian Gempa Bumi

Berikut merupakan data kejadian gempa bumi yang kekuatannya lebih dari 5 skala

richter yang mengguncang wilayah Indonesia selama periode 1815 – 2009.

Tabel I.1 Data Kejadian Gempa Bumi di Indonesia

No. Tanggal Area Kekuatan Korban jiwa

1 10 April 1815 Pulau Sumbawa, NTB - ± 100.000 jiwa

2 27 Agustus 1883 Selat Sunda - 36.417 jiwa

3 20 September 1899 Ambon, Maluku 7.8 SR 3.280 jiwa

4 20 Mei 1919 Blitar, Jawa Timur - ± 5.000 jiwa

5 01 Februari 1923 Laut Banda 8,5 SR ± 140.000 jiwa

6 02 Februari 1938 Pulau Banda fan Pulau Kai 8.5 SR  

7 14 Agustus 1968 Sulawesi Utara 7.8 SR 392 jiwa

8 26 Juni 1976 Papua   ± 9.000 jiwa

9 19 Agustus 1977 Kepulauan Sunda 8.0 SR ± 2.200 jiwa

10 12 Desember 1992 Pulau Flores 7.5 SR ± 2.100 jiwa

11 02 Juni 1994 Banyuwangi 7.2 SR ± 200 jiwa

12 04 Juni 2000 Bengkulu 7.3 SR > 100 jiwa

13 06 Februari 2004 Nabire, Papua 6,9 SR 26 jiwa

14 12 November 2004 Alor 7.3 SR ± 20 jiwa

15 26 Desember 2004 Samudera Hindia 9.3 SR 131.028 jiwa

16 28 Maret 2005 Pulau Nias 8.3 SR -

17 27 Mei 2006 DI. Yogyakarta dan Klaten 5.9 SR 6.234 jiwa

18 17 Juli 2006 Ciamis dan Cilacap 7.7 SR > 400 jiwa

19 11 Agustus 2006 Pulau Simeulue 6.0 SR -

20 06 Maret 2007 Sumatera Barat 6.4 Mw > 60 jiwa

21 12 September 2007 Kepulauan Mentawai 7.7 SR ± 10 jiwa

22 26 November 2007 Sumbawa 6.7 SR > 3 jiwa

23 17 November 2008 Sulawesi Tengah 7.7 SR 4 jiwa

24 04 Januari 2009 Manokwari 7.2 SR 2 jiwa

25 02 September 2009 Tasikmalaya dan Cianjur 7.3 SR > 87 jiwa

26 30 September 2009 Sumatera Barat 7.6 Mw 1.115 jiwa

27 01 Oktober 2009 Kerinci 6.6 Mw 2 jiwa

28 9 November 2009 Pulau Sumbawa 6.7 SR 1 jiwa

29 07 April 2010 Aceh 7.2 SR -

Sumber: kapanlagi.com

8

Page 9: Gempa Bumi

BAB II

PENDEKATAN DAN TAHAPAN-TAHAPAN ANALISIS BAHAYA

Bab ini akan membahas topik mengenai cara pendekatan dan tahapan dalam

menganalisis bahaya gempa bumi.

Pendekatan Analisis yang digunakan dalam penentuan analisis bencana gempa ada

2 buah yaitu secara deterministik ( Deterministic Seismic Hazard Analysis(DSHA)) dan

secara probabilistik (Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)). Berikut adalah

penjelasan langkah – langkah dari Masing – masing metode Analisis yang diadopsi dari

sumber Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempabumi: Danny Hilman

Natawidjaja, 2008.

2.1 Metoda Deterministik (DSHA)

Prinsip memperkirakan besar goncangan dengan metoda deterministic standar

adalah dengan memakai rumus-rumus empiris atau formula hubungan antara besar

kekuatan dan tipe sumber gempa dengan dampak kerusakan berdasarkan data-data

kerusakan gempa bumi di dunia. Kekurangan metoda ini adalah karena sampai saati ini

belum ada rumus-rumus empiris yang khusus dikembangkan untuk wilayah Indonesia. Oleh

karena itu terpaksa harus mengambil rumus-rumus empiris yang dikembangkan berdasarkan

data-data dari luar Indonesia, sehingga belum tentu cocok.

Gambar 3 Diagram Cara Membuat Peta Bahaya Goncangan Berdasarkan Metoda

Determinisitik Standar

Sumber: Diadosi dari “Seismic Hazard Manual Guide” Natural Research Institute for Earth

Science and Disaster Prevention-Japan, 2008

9

Page 10: Gempa Bumi

Contoh Analisis Goncangan Gempa dengan Metoda Deterministik Konvensional:

Dalam analisis deterministik faktor probabilitas atau berapa besar kemungkinan

terjadinya suatu gempa besar di suatu wilayah tertentu tidak dipentingkan. Yang dihitung

adalah berapa besar goncangan yang mungkin terjadi di wilayah tersebut apabila gempa

besar yang terjadi pada salah satu sumber gempa disekitarnya terjadi. Jadi besar

goncangan yang terjadi adalah akibat dari suatu kejadian gempa. Biasanya diambil besari

magnitude maximum (worst-case). Secara Sederhana model besar goncangan gempa dapat

dihitung sebagai berikut.

Akselerasi gempa (sebanding dengan) Besar kekuatan/ magnitude sumber

gempa/(berbanding terbalik dengan) jarak sumber ke lokasi peredaman gelombang gempa.

Jadi besar goncangan gempa berbanding lurus dengan besar sumber gempa (magnitude)

dan berbanding terbalik dengan jarak gempa(makin jauh/besar akan makin kecil) dan faktor

peredaman gelombang.

Pada contoh studi ini akan dihitung perkiraan potensi bahaya goncangan gempa dari

Segmen Renun dari Patahan Sumatera di Wilayah Danau Toba. Patahan aktif ini dipetakan

berdasarkan foto udara skala 1 : 100.000 dan peta topografi skala 1 : 50.000. Peta patahan

aktif ini sudah cukup besar skalanya untuk bisa melakukan segmentasi patahan. Dari analsis

segmentasi, diketahui bahwa panjang segmen patahan aktif Renun sekitar 170 km.

Berdasarkan panjang patahannya maka dari formula empiris didapat perkiraan besar

magnitude gempa maximum ( MCE = Maximum Credible Earthquake) adalah Mw 7.6

10

Page 11: Gempa Bumi

Gambar 4 Peta Patahan Sumatera di wilayah Danau Toba

Sumber: Sieh dan Natawidjaja, 2000

Patahan aktif ini dipetakan dari foto udara 1 : 100.000 dan topografi skala 1 :50.000.

Segmen patahan Renun panjangnya 170 km. Dibagian utara dibatasi oleh diskontiniuitas

jalur patahan berupa struktur Lembah Alas. Di bagian Selatannya dipisahkan dari segmen

patahan Toru oleh perubahan arah jalur gempanya. Untuk model goncangan gempa dipakai

formula empiris dari atenuasi gempa oleh Fukushima dan Tanaka (1990), sebagai berikut.

log10 A=0.41Mw−log10 (R+0.032 .10Mw )−0.0034 R+1.3

Dimana, A = rata – rata ground peak acceleration-PGA (cm.sec2); R = jarak terdekat dari

lokasi ke sumber gempa (km); Mw = skala magnitude momen.mbar

Berdasarkan input dan patahan aktif Segmen Renun pada gambar 4 dan formula

atenuasi gelombang diatas maka didapat perkiraan besar goncangan gempa (dalam satuan

PGA = Peak Ground Acceleration –g =m/detik2) seperti terlihat pada gambar 5 dibawah :

11

Page 12: Gempa Bumi

Gambar 5 Peta Bahaya Goncangan Gempabumi Berdasarkan Analisis Deterministic-

Konvensional

Sumber: Fukushima dan Tanaka. 1990

Gambar 5 merupakan Peta bahaya goncangan gempabumi (pada batuan dasar)

berdasarkan analisis deterministic-konvensional dari patahan sumatera segmen Renum di

wilayah Toba (MCE=Mw 7.6) dengan memakai formula empiris atenuasi gelombang dari

Fukushima dan Tanaka (1990). Pada gambar tersebut terlihat pola goncangan

gempabuminya simetris, artinya dalam pemodelan ini tidak diperhitungkan faktor variasi arah

propagasi dari perekahan patahan gempa dan juga kondisi tanah/batuan disekelilingnya

diasumsikan homogeny. Pada kenyataannya besar goncangan gempa dipengaruhi oleh

banyak faktor, seperti kondisi geologi dan tanah didekat permukaan, konfigurasi struktur

bawah permukaan dan lain-lain.

2.2 Metoda Probabilistik (PSHA)

Analisis goncangan gempa bumi dengan cara probabilistik adalah cara yang paling

umum dilakukan di dunia. Metoda ini tidak hanya memperhitungkan satu sumber patahan

gempa bumi saja tetapi menghitung semua efek goncangan gempa dari semua sumber-

sumber gempa bumi pada dan sekitar wilayah studi. Metoda ini tidak mengasumsikan satu

atau beberapa skenario gempa pada setiap sumber (patahan) gempanya tetapi semua

kemungkinan magnitudo gempa bumi yang dapat terjadi yaitu nilai perioda ulang atau

frekuensi masing-masing. Umumnya metoda ini memakai pendekatan rumus-rumus empiris,

mirip dengan yang dipakai dalam metoda deterministik standar tetapi diaplikasikan untuk

banyak sumber gempa sekaligus memakai prinsip probabilstik bukan skenario gempa.

12

Page 13: Gempa Bumi

2.1.1 Input Data

Input data sumber gempa dipakai untuk metoda PSHA, yaitu :

a) Patahan Aktif

b) Area Sumber Gempa/ Seismik Latar Belakang

Data patahan aktif adalah input data yang paling menentukan kualitas bagi hasil

PSHA. Semakin komplit dan semakin baik kualitas data untuk input patahan aktifnya akan

semakin baik juga hasil PSHA-nya. Untuk itu langkah pertama yang utama adalah

mengumpulkan semua data patahan aktif yang sudah tersedia untuk kemudian analisis satu

persatu untuk memeriksa kualitas dan akurasi datanya,kemudian bandingkan antara satu

sumber dengan yang lainnya.

Faktanya dibanyak tempat di dunia termasuk di Indonesia data patahan aktif ini

masih terbatas sehingga input data area sumber gempa/seismik latar belakang menjadi

sangat penting. Oleh karena itu untuk melakukan PSHA porsedur standar untuk mendesain

input data seismic latar belakang ini perlu benar – benar diperhatikan. Lebih jelasnya, data

seismik latar belakang ini di analisis dan disintesiskan dari katalog gempabumi, yaitu: data

rekaman seismik yang berisi informasi tentang lokasi episenter dan kedalaman sumber atau

hiposenter, magnitudo, dan waktu terjadi gempa-gempa masa lalu. Tahapan-tahapan untuk

mempersiapkan pangkal data katalog gempa yang baik adalah sebagai berikut :

1) Kompilasi semua katalog gempa bumi yang ada dan pemilihan serta eliminasi data yang

sama (completeness analysis)

2) Agar datanya komplit

3) Menyamakan skala magnitudo yang dipakai oleh berbagai katalog tersebut

4) Melakukan proses “declustering”, yaitu menghilangkan semua data – data gempa yang

termasuk kedalam gempa – gempa pendahuluan dan gempa – gempa susulan (karena

yang diperlukan untuk PSHA hanya gempa – gempa utama atau berdiri sendiri saja)

5) Tahapan yang cukup sulit atau bahkan sering tidak bisa dilakukan adalah menyamakan

kualitas dan keakuratan dari semua katalog semua gempa bumi yang dikompilasi untuk

homogenisasi pangkal data seismiknya.

2.1.2 Model Atenuasi Gempa

Formula empiris adalah hubungan kuantitatif/matematis/statistik antara dua atau lebih

parameter berdasarkan data-data kejadian yang melibatkan parameter-parameter tersebut.

Secara umum rumus empiris atenuasi gelombang gempa adalah hubungan antara sumber

gempa, terutama magnitudonya, dengan tingkat kerusakan yang terjadi disekitarnya sebagai

fungsi dari jarak (antara sumber gempa dan titik target). Lebih lanjut lagi, parameter lainnya

13

Page 14: Gempa Bumi

seperti sejenis mekanisme gempa (apakah patahan naik, turun, atau geser) dan lingkungan

tektonik patahan gempanya (apakah patahan yang berada pada lempeng atau patahan di

batas antar lempeng) juga dimasukkan sebagai parameter sumber gempa. Untuk kerusakan

di target poin juga dimasukkan parameter tambahan seperti efek amplifikasi pada poin

tersebut yang tergantung pada jenis tanah/batuannya.

Ada banyak formula empiris untuk atenuasi gelombang yang sudah dibuat untuk

berbagai kondisi sumber gempa dan kondisi lokalnya. Sebagian formula empiris khusus

dikembangkan untuk wilayah/ Negara tertentu yang tentunya juga berdasarkan data dari

suatu wilayah/Negara tersebut. Sebagian lainnya dikembangkan lebih universal berdasarkan

data dari seluruh dunia. Sampai sekarang belum ada formula empiris yang dikembangkan

dari data Indonesia dan untuk Indonesia. Juga belum ada usaha yang lebih komprehensif

untuk membuat koreksi dan penyesuaian terhadap berbagai formula yang sudah

dikembangkan untuk bisa diterapkan lebih baik di Indonesia. Karena itu pemilihan formula

empiris yang akan dipakai harus dengan kehati-hatian mengingat belum tentu benar-benar

cocok. Lebih baik kalau memakai beberapa rumus empiris sekaligus sehingga bisa

dibandingkan hasilnya untuk kemudian dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya untuk

menentukan nilai mana yang akan dipakai. Dengan akan tersedianya banyak data

seismometer dan akselerometer di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka keperluan

TEWS maka dapat dipastikan bahwa data ini nantinya dapat dipakai untuk

membuat/mengkoreksi formula-formula empiris atenuasi gelombang gempa.

2.1.3 Intensitas Pada Batuan Dasar Keteknikan

Nilai kecepatan atau percepatan gelombang gempa atau juga konversinya ke

intensitas atau besarnya goncangan gempa dapat di perkirakan pada batuan dasarnya atau

pada permukaan tanahnya. Yang disebut sebagai batuan dasar adalah batuan/tanah yang

lebih kerass dan padat di bawah tubuh tanah yang lebih lunak dan tidak terkonsolidasi.

Batuan dasar keteknikaan (engineering bedrock) adalah batuan dasar yang menjadi fondasi

untuk struktur bangunan besar.

2.1.4 Efek Amplifikasi Gelombang di Dekat Permukaan

Ketika gelombang gempa menjalar dari batuan dasar ke atas permukaan maka

gelombang ini akan mengalami amplifikasi. Besarnya amplifikasi ini ditentukan oleh jenis

atau sifat fisik tanahnya. Yang sekarang umum dipakai untuk standar besarnya amplifikasi

adalah nilai kecepatan gelombang permukaan pada tubuh tanah dari permukaan sampai

kedalamn 30 meter (Vs-30 m). Satuan goncangan untuk batuan dasar dan permukaan ini

14

Page 15: Gempa Bumi

bisa direpresentasikan sebagai Puncak Kecepatan/Percepatan Gelombang (Peak Ground

Velocity/Acceleration. PGV/PGA)

2.1.5 Respon Struktur

Selain besar goncangan gempa pada batuan dasar dan permukaan, potensi bencana

juga ditentukan oleh respon struktur bangunan karena efek resonansi dari sturktur bangunan

akan memperkuat gelombang gempa. Oleh karena itu dalam analisis goncangan perihal

respon struktur bangunan ini diperhitungkan. Respon struktur pada gelombang gempa yang

datang ini biasa disebut sebagai spektra respon (response spectra).

2.1.6 Tampilan Peta Probabilitas Goncangan Gempa

Ada dua macam tampilan dari peta probabilitas bahaya goncangan gempa bumi:

1) Peta besarnya probabilitas dari goncangan gempa yang melewati nilai goncangan yang

ditentukan untuk perioda waktu yang ditentukan (the probability for a fixed time period

and intensity)

2) Peta Probabilitas besarnya goncangan gempa yang melewati nilai yang tidak ditentukan

untuk besar probabilitas dan perioda waktu yang ditentukan (the intensity for a fixed time

period and probability)

3)

Gambar 6 Peta Probabilistik Bahaya Goncangan Gempa Untuk Wilayah Jepang

Gambar diatas merupakan contoh 2 macam tampilan peta probabilistik bahaya

goncangan gempa untuk wilayah Jepang : a) Peta kiri memperlihatkan perkiraan besar

intensitas goncangan dengan tingkat kemungkinan 6% dalam 30 tahun ke depan. Peta

kanan memperlihatkan perkiraan besar intensitas (dalam JMA) goncangan dengan tingkat

kemungkinan 3 % dalam 30 tahun ke depan. b) Peta kiri memperlihatkan tingkat

15

Page 16: Gempa Bumi

kemungkinan (probabilitas) goncangan gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 5

(skala JMA). Peta Kanan memperlihatkan tingkat kemungkinan (probabilitas) goncangan

gempa akan sama dengan atau melebihi intensitas 6 (skala JMA)

Gambar 7 Peta Probabilistik Tingkat Bahaya Goncangan Gempa Di Sumatera Untuk

“10% Probability Of Exedance”

Sumber: Petersen et al, 2004

16

Page 17: Gempa Bumi

Gambar 8 Peta Diagram Alur Kerja Kajian Bahaya Goncangan Gempa Dengan Metoda

Probabilistik

Sumber: Diadopsi dari “Seismic Hazard Manual Guide”, NRI-ESDP-Japan,2008 dan

“Seismic Hazard and Risk Analysis” by R.K. McQuire, 2004

Contoh Perhitungan PSHA :

Pada suatu site akan dilakukan analisis resiko gempa dengan teori probabilitas total

( McGuire, 1970). Diketahui bahwa di sekitar site terdapat sumber gempa subduksi; jarak

terdekat dan terjauh anatara sesar dengan site adalah 230 km dan 270 km. Magnitude

maksimum dari sesar tersebut adalah 7,5. Dengan data pencatatan gempa sebagai berikut :

17

Page 18: Gempa Bumi

Tabel 1.

No. Magnitude Data Pencatatan selama 80 tahun Kejadian pertahun Jumlah Kejadian > per tahun Log (Jumlah Kejadian > per tahun)1 5 45 0.5625 1.475 0.168792022 5.5 32 0.4 0.9125 -0.0397671273 6 20 0.25 0.5125 -0.290306134 6.5 14 0.175 0.2625 -0.5808706925 7 5 0.0625 0.0875 -1.0579919476 7.5 2 0.025 0.025 -1.602059991

Dan Data Probabilitas Jarak sebagai berikut :

Dengan Menggunakan fungsi atenuasi Youns,1997, hitunglah Probabilitas bahwa

perccepatan sebesar 0.05g akan terlampaui. Gempa dengan Magnitude lebih kecil dianggap

tidak mempunyai kontribusi terhadap resiko gempa.

A. Probabilitas Magnitude

1. Buat Persamaan Guttenberg-Richter

Tabel 2.

No. Magnitude Data Pencatatan selama 80 tahun Kejadian pertahun Jumlah Kejadian > per tahun Log (Jumlah Kejadian > per tahun)1 5 45 0.5625 1.475 0.168792022 5.5 32 0.4 0.9125 -0.0397671273 6 20 0.25 0.5125 -0.290306134 6.5 14 0.175 0.2625 -0.5808706925 7 5 0.0625 0.0875 -1.0579919476 7.5 2 0.025 0.025 -1.602059991

18

Page 19: Gempa Bumi

5 5.5 6 6.5 7 7.5 8

-2-1.5

-1-0.5

00.5

f(x) = − 0.697114233172293 x + 3.78992997942797R² = 0.962677829708577

Guttenberg- Richter

Log (Jumlah Kejadian > per tahun)

Magnitude

Log (Jumlah Kejadian > per

tahun

2. Mendapatkan Frekuensi kejadian dan Perioda Ulang

lm = frekuensi Kejadian Tiap tahun

T= 1λm

T = Perioda ulang

Dari persamaan hasil trendline didapatkan parameter untuk Guttenberg-Richter

a= 3.789

b= 0.697

sehingga kita dapatkan β= 0.697 x Ln (10) = 1.605

Untuk Model gempa dengan Magnitude 7.5 maka kita dapatkan

log (λm )=3.789−0.697Mmin

log (λm )=3.789−0.697 (5)

(λm )=103.789−0.697 (5 )

(λm )=2.013 / tahun

3. Probabilitas Magnitude dengan Magnitude 7.5

19

Page 20: Gempa Bumi

f M=β xe

(−β (M o−Mmin❑) )

1−e(−β (Mmax−Mmin❑ ))

Probabilitas Magnitude

PM=f mx Δm

Δm= Selang Magnitude, kita ambil antara 7.5 dan 7 sehingga selangnya = 0.5

Dengan Mmax = 7.5 dan Mmin = 5.0 dan Mo = Rata – rata dari 7 sampai 7.5

adalah 7.25.

Dan β = 1.605

Kita dapatkan fm = 0.044

Sehingga didapatkan PM = 0.044 x 0.5 = 0.022 probabilitas Magnitude

B. Probabilitas Jarak

Probabilitas jarak dapat dilihat dari data yang ada

Jadi jika jarak site (lokasi yang ditinjau) berjarak 230 km dari pusat gempa yang

dimodelkan maka didapat probabilitas jarak = PR = 0.13

C. Probabilitas Atenuasi

Rumus atenuasi yang dipakai adalah Youngs (1997), untuk mencari PGA yaitu :

20

Page 21: Gempa Bumi

ln ( y )=0.2418+1.414M−2.552 ln (R+1.7818 e0.554 M )+0.00607H+0.3846 Z t dan

σ ln y=1.45−0.1M

y = PGA; dari data yang kita ingin cari M = 7.5 dan R = 230; H (kedalaman pusat

gempa) kita modelkan pada kedalaman 10 km; Zt untuk mekanisme interface =0 dan

untuk mekanisme interslab = 1, model yang diambil mekanisme interface sehinga Z t =

0.

Maka Kita dapatkan

ln ( y )=0.2418+1.414 (7.5 )−2.552 ln (230+1.7818e0.554 (7.5 ))+0.00607 (10 )+0.3846(0)d

ln ( y )=−4.249

y=0.0142g

Karena percepatan yang ingin kita lampaui adalah a* = 0.05 g

Maka kita harus cari parameter ,z, dulu dengan cara

z= ln a¿−lnPGAσ lnPGA

Karena lPGA = 0.0142g ; a* = 0.05g ; dan σ lnPGA = 1.45 – 0.1 (7.5) = 0.7.

z=ln(0.05g)−ln(0.0142 g)

0.7

z=1.78

Untuk z > 0 maka,

Probabilitas atenuasi = F (-Z)

Untuk z <0

Probabilitas atenuasi = 1 – F(z)

Karena z kita dapt besar dari 0 yaitu =1.78 maka dari tabel distribusi normal didapat

F(–z) = F(-1.78) = 0.0375= Probabilitas Atenuasi.

Setelah Kita mendapatkan

Probabilitas untuk Magnitude 7. 5 = P(M=7.5) = 0.022

Probabiltas Jarak dengan jarak 230 km = P(R=230 km) = 0.13

Probabilitas Atenuasi yang melebihi a>0.05 g = (P a>0.05 g) = 0.0375

Maka Ptotal ( M=7.5, R = 230 km, a > 0.05 g ) = 0.022 x 0.13 x 0.0375 = 0.0001

Ini baru untuk satu kejadian model gempa dimana gempa terjadi dengan Magnitude

7.5, Jarak dari Site ke pusat gempa 230 km, untuk melampaui percepatan 0.05 g.

untuk kejadian – kejadian gempa yang kita modelkan dengan magnitude yang

21

Page 22: Gempa Bumi

berbeda, jarak sumber gempa model yang berbeda dan percepatan pada site yang

melebihi 0.05 g akan memiliki probabilitas yang berbeda – beda pula. Sehingga untuk

melengkapinya semua langkah 1 sampai 3 untuk mencari Probabilitas Magnitude,

Probabilitas Jarak dan Probabilitas Atenuasi harus dicari dengan gempa – gempa

yang terjadi pada 80 tahun belakangan yang ada seperti pada data yang kita miliki di

tabel 1 kita harus lakukan terus. Hingga didapatkan Probabilitas totalnya.

Nilai F(z) didapat dari distribusi normal seperti tabel berikut :

22

Page 23: Gempa Bumi

Contoh Hasil PSHA yang sudah dilakukan oleh ahli – ahli gempa di Indonesia, seperti

Prof. Masyhur Irsyam dan Dr. I Wayan Sengara menghasilkan Peta Makrozonasi dan

Peta Mikrozonasi. Peta Makrozonasi wilayah studinya luas ( contoh untuk Seluruh

Indonesia). Peta Mikrozonasi wilayah studinya diabatas ( contoh : kota Padang )

23

Page 24: Gempa Bumi

Peta Makrozonasi Gempa di Indonesia untuk SNI ( oleh Prof. Masyhur Irsyam, dkk )

Peta Mikrozonasi Gempa untuk Wilayah Padang ( Dr. I Wayan Sengara, dkk )

24

Page 25: Gempa Bumi

PSHA didapat dari konsep Teorema Total Probabilitas. Teorema Total Probabilitas

adalah Perkalian dari Probabilitas Magnitude dengan Probabilitas Jarak dengan Probabilitas

Atenuasi.

1) Kita Memiliki catatan gempa dari gempa yang terjadi dimasa lalu.

2) Kemudian Kita Urutkan besar magnitude gempa dari yang terbesar dan ke terkecil

seperti

terlihat pada gambar berikut :

Contoh data gempa dan mencari probabilitasnya

3) Kemudian Kita cari parameter Guttenberg-Richter. Dari data di langkah ke-2

4) Rumus Parameter Guttenberg-Richter adalah

25

Page 26: Gempa Bumi

5) Mencari Probabilitas Magnitude :

Probabilitas Magnitude = f(m) x ∆m

∆m = Rentang Magnitude

6) Probabilitas Jarak

26

Page 27: Gempa Bumi

PR = Probabilitas Jarak

7) Probabilitas Atenuasi

Probabiliatas Atenuasi didapatkan dari Distribusi normal dengan rumus :

I.

27

Page 28: Gempa Bumi

BAB III

DAERAH RAWAN BENCANA GEMPA DI INDONESIA

Wilayah Indonesia berada di lokasi yang sangat unik, berada dalam sabuk ‘Ring of

fire’ yang terkenal yaitu deretan gunung berapi aktif yang membentuk lingkaran di seputar

samudera Pasifik dan Indonesia merupakan pertemuan lempengan dunia yang terus

bergerak dan bergesekan untuk mencari keseimbangan. Seperti kita ketahui Bumi kita

walaupun padat, selalu bergerak Teori tektonik plate (plat tektonik) menjelaskan bahwa bumi

terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut

dan mengapung di lapisan seperti salju Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga

berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya.

Secara histografi, Indonesia merupakan wilayah yang sering mengalami gempa bumi

dan tsunami. Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama

bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia

dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-

waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya, jika terjadi

tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh

dan Sumatera Utara. Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah

di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami, diantaranya NAD, Sumatra Utara,

Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng dan DIY bagian Selatan, Jatim bagian

Selatan, Bali, NTB dan NTT. Kemudian Sulut, Sulteng, Sulsel, Maluku Utara, Maluku

Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kaltim.

Gambar 9 Peta Pergerakan Lempeng Tektonik Aktif yang Mengapit Kepulauan

Indonesia

28

Page 29: Gempa Bumi

Sumber : Draft 02 pedoman analisis bahaya dan risiko bencana gempa bumi oleh Danny

Hilman Natawidjaja

Lempeng Lautan Hindia dan Australia bergerak ke Utara sekitar 50-70 mm/tahun dan

menunjam di bawah Palung laut dalam Sumatra-Jawa sampai ke Barat Pulau Timor di NTT.

Kemudian di sepanjang tepian Lempeng Kepulauan dari Pulau Timor ke arah Timur dan

terus memutar ke Utara berlawanan arah jarum jam menuju wilayah perairan Maluku,

Lempeng Benua Australia menabrak dengan kecepatan sekitar 70 mm/tahun. Jadi di wilayah

ini yang terjadi bukan penunjaman lempeng lautan lagi tapi zona tumbukan lempeng benua

terhadap lempeng Kepulauan. Di Utara Indonesia Timur, Lempeng Pasifik menabrak sisi

Utara Pulau Irian dan Pulau-pulau di Utara Maluku dengan kecepatan 120 mm/tahun, dua

kali lipat lebih cepat dari kecepatan penunjaman Lempeng di bagian sisi Barat dan Selatan

Indonesia.

Gambar 10 Peta Tektonik Aktif Indonesia dan Gempa Bumi yang Terjadi Sejak Tahun

1973

29

Page 30: Gempa Bumi

Sumber : Draft 02 pedoman analisis bahaya dan risiko bencana gempa bumi oleh Danny

Hilman Natawidjaja

Pada peta di atas terdapat lima warna titik yang masing-masing menggambarkan

episenter gempa pada kedalaman yang berbeda. Titik merah merupakan episenter gempa

dengan kedalaman 0-30 Km, titik kuning adalah episenter gempa dengan kedalaman 33-60

Km, titik oranye adalah episenter gempa dengan kedalaman 61-90 Km, titik hijau adalah

episenter gempa dengan kedalaman 91-150, titik biru adalah episenter gempa dengan

kedalaman lebih besar dari 151 km. Berdasarkan peta di atas terlihat bahwa hampir semua

wilayah di kepulauan Indonesia memiliki potensi gempa bumi (dengan episenter yang

berbeda-beda) kecuali Pulau Kalimantan.

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan:

1. Gempa Bumi disebabkan oleh beberapa hal, seperti proses tektonik akibat

pergerakan kulit/ lempeng bumi, aktivitas sesar di permukaan bumi, pergerakan

geomorfologi secara lokal, aktivitas gunung api, ledakan nuklir

2. Kejadian gempa bumi yang pernah terjadi di Indonesia tercatat setiap tahun

3. Metode analisis gempa bumi ada 2, yaitu DSHA (Deterministik Seismic Hazard Analysis)

dan PSHA (Probabilistic Seismic Hazard Analysis)

4. Di Indonesia, wilayah yang rawan terhadap bencana gempa bumi adalah sepanjang

jalur subduksi dan patahan/sesar aktif, seperti wilayah barat pulau Sumatera, wilayah

selatan Pulau Jawa, wilayah Utara Pulau Irian (Papua), dan sebagian wilayah Sulawesi.

30

Page 31: Gempa Bumi

DAFTAR PUSTAKA

http://bnpb.go.id/website/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=38

http://science.howstuffworks.com/earthquake.htm/printable

http://portal.vsi.esdm.go.id/portal/gempabumi/gempabumi.htm

http://eksan.komite-sman2bjb.web.id/wp-content/uploads/2008/04/aneka-bentuk-dan-

potensi-muka-bumi.pdf

http://draft2pena.files.wordpress.com/2008/05/gempa11.jpg

Natawidjaja, D.H, 2008. Pedoman Analisis Bahaya Dan Risiko Bencana Gempa Bumi.

BNPB/SCDRR

31