gangguan tidur.docx
TRANSCRIPT
Gangguan Tidur
Aloysia Jessica
Internship RSPB
Tidur merupakan fungsi dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup dan suatu
keadaan fisiologis yang dialami oleh setiap makhluk hidup. Meskipun setiap spesies berbeda
dalam jumlah tidur, Namun secara umum perbedaan ini merupakan fungsi dari umur.
Ratarata, orang dewasa tidur 8 jam sehari (Ruey-Kuang Cheng, 2009).
Penelitian modern mengenai tidur diawali oleh aserinsky dan kleitman. Kleitman
menerangkan perbedaan karakterisitk tiap stadium dari tidur menggunkan
electroencephalography (EEG). Hal ini merupakan era awal dimana tidur tidak hanya di
dipelajari secara kuantitatif ( seperti berapa lama tidur) tetapi juga secara kualitatif (seperti
bagaimana tidur yang baik) (Ruey-Kuang Cheng, 2009).
Pada pola tidur manusia yang dipelajari menggunakan EEG dan electrooculography
(EOG), tidur dapat klasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase
REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7
kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari,
kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari
pada orang dewasa (Ruey-Kuang Cheng, 2009). Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu.
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan
kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan
dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.
Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang
gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang,
tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta
simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih
banyak gelombang delta simetris antara 25%-50%
4. Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi
oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur
NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu akan
masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih
cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun. Pola
tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat
rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan
mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam.
Klasifikasi Gangguan Tidur
Klasifikasi gangguan tidur menurut Internasional Classification of Sleep Disorders:
1. Dissomnia
2. Parasomnia
3. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
4. Gangguan tidur yang tidak terklassifikasi
Dissomnia
Dissomnia adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran jatuh dalam tidur (failling
as sleep), mengalami gangguan mempertahankan tidur (difficulty in staying as sleep), bangun terlalu
dini atau kombinasi dintaranya.
a. Gangguan tidur spesifik
1) Narkolepsi
Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari, biasanya
hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu pasien akan segar
kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran tidurnya menunjukkan
menurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai dengan fase REM.
2) Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic limb movement
disorders)/mioklonus nortuknal
Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama tidur. Paling
sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki. Bentuknya berupa esktensi
ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit. Gerak itu berlangsung antara 0,5-
5 detik, berulang dalam waktu 20-60 detik atau mungkin berlangsung terus-menerus dalam
beberapa menit atau jam. Bentuk tonik lebih sering dari pada mioklonus. Sering timbul pada
fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan gangguan tidur kronik yang terputus.
3) Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome
Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur. Gangguan ini
sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik disertai
dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan sehingga penderita selalu
mendorong-dorong kakinya.
4) Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)
Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive apnea dan
bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan yang terjadi saat
tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea tidur patologis jika
penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali dalam satu jam atau 30 episode
apnea selama semalam.
5) Paska trauma kepala Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh
gangguan tidur. Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur
setelah 2-3 tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM
dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma (trauma
kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur.
b. Gangguan tidur irama sirkadian
Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan dimana penderita
tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,walaupun jumlah tidurnya tatap.
Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang
berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan,plasma darah, urine,
fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus
biologi irama tidur-bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk
bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama
tersebut mengalami pergeseran.
Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian:
1) Sementara (acute work shift, Jet lag)
2) Menetap (shift worker)
Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan pemendekan
waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM Berbagai macam gangguan tidur gangguan
irama sirkadian adalah sebagai berikut:
1) Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type) yaitu ditandai oleh waktu tidur dan terjaga
lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah
atau pekerja sosial. Orang-orang tersebut sering tertidur (kesulitan jatuh tidur) dan mengantuk
pada siang hari (insomnia sekunder).
2) Tipe Jet lag ialah menangantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam
setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran
tidur menunjukkan sleep latensnya panjang dengan tidur yang terputusputus.
3) Tipe pergeseran kerja (shift work type). Pergeseran kerja terjadi pada orang tg secara teratur
dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering
timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum. Gambarannya berupa
pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM.
4) Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome). Tipe ini sangat jarang, lebih
sering ditemukan pada pasien usia lanjut,dimana onset tidur pada pukul 6-8 malam dan
terbangun antara pukul 1-3 pagi. Walaupun pasien ini merasa cukup ubtuk waktu tidurnya.
Gambaran tidur tampak normal tetapi penempatan jadwal irama tidur sirkadian yang tdk
sesuai.
5) Tipe bangun-tidur beraturan.
6) Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam
c. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)
Sangat jarang. Lesi batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau memelihara selama
tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus et al menemukan fase tidur
pada lesi atau trauma daerah ventral pons, yang mana fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM
berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita chroea ditandai dengan gangguan tidur yang
berat, yang diakibatkan kerusakan pada raphe batang otak.
d. Gangguan kesehatan, toksik Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati
distropi, low back pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal
akut/kronik, asma, penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering
menyebabkan gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.
e. Obat-obatan Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat
stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan,
antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-outus fase
tidur REM.
Parasomnia
Parasomnia merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian episode yang
berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara bangun dan tidur. Kasus ini
sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah laku danaksi motorik potensial, sehingga
sangat potensial menimbulkan angka kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia
anak berumur 3-5 tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa
(3%).
Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:
a. Peminum alkohol
b. Kurang tidur (sleep deprivation)
c. Stress psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara bangun dan tidur.
Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan system otonom. Gejala khasnya berupa
penurunan kesadaran (confuse), dan diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi
pada stadium 3 dan 4.
1. Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk adanya automatis dan
semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur,
menabrak kursi, berjalan kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan
kembali tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur
yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan
4. Selama serangan, relatif tidak memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk
berkomunikasi dengannya dan dapat dibangunkan susah payah. gelombang rendah. Bahkan
tidak didapatkan adanya gelombang alpha.
2. Gangguan teror tidur (sleep terror)
Ditandai dengan pasien mendadak berteriak, suara tangisan dan berdiri ditempat tidur yang
tampak seperti ketakutan dan bergerak-gerak. Serangan ini terjadi sepertiga malam yang
berlangsung selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Kadang-kadang penderita tetap
terjaga dalam keadaan terdisorientasi, atau sering diikuti tidur berjalan. Gambaran teror tidur
mirip dengan teror berjalan baik secara klinis maupun dalam pemeriksaan polisomnografy.
Teror tidur mungkin mencerminkan suatu kelainan neurologis minor pada lobus temporalis.
Pada kasus ini sering kali terjadi perubahan sistem otonomnya seperti takhicardi, keringat
dingin, pupil dilatasi, dan sesak nafas.
3. Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM
Ini meliputi gangguan tingkah laku, mimpi buruk dan gangguan sinus arrest. Gangguan
tingkah laku ini ditandai dengan atonia selama tidur (EMG) dan selanjutnya terjadi aktifitas
motorik yang keras, episode ini sering terjadi pada larut malam (1/2 dari larut malam) yang
disertai dengan ingat mimpi yang jelas. Paling banyak ditemukan pada laki-laki usia lanjut,
gangguan psikiatri atau dengan janis penyakit-penyakit degenerasi, peminum alkohol.
Kemungkinan lesinya terletak pada daerah pons atau juga didapatkan pada kasus seperti
perdarahan subarakhnoid. Gambaran menunjukkan adanya REM burst dan mioklonik
potensial pada rekaman EMG (Harrison et al., 2009).
Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan kesehatan/psikiatri
a. Sleep and Neurological Disorders
Individu dengan demensia biasanya mengalami gangguan tidur. Meskipun ada berbagai
kondisi yang terkait dengan penyakit demensia Alzheimer, penyakit Parkinson, dementia
dengan Lewy bodies, penyakit Huntington, dan penyakit Creutzfeldt-Jakob ada beberapa
pola umum dari gangguan tidur yang terkait dengan semua demensia. Biasanya, tidur lebih
terfragmentasi, menyebabkan lebih banyak terbangun dan akibatnya sedikit waktu tidur, dan
REM mungkin akan menurun. Gangguan tidur ini biasanya memburuk seiring dengan
progresifitas penyakit.
b. Alzheimer’s Disease
Penyakit Alzheimer adalah gangguan neurodegenerative ditandai dengan hilangnya memori
dan penurunan intelektual yang progresifitasnya sesuai usia dan disebabkan oleh degenerasi
neuron di otak. Diperkirakan sekitar 4 juta orang di Amerika Serikat menderita penyakit
Alzheimer. Sekitar seperempat dari individuindividu ini memiliki gangguan tidur. Penyakit
Alzheimer menyebabkan peningkatan jumlah bangkitan (terbangun) dan mempengaruhi
arsitektur tidur seseorang. Sebagai hasil dari peningkatan durasi dan jumlah dari terbangun,
individu menghabiskan tidurnya di stage1 tidur dan dan terjadi penurunan presentasi dalam
stage 2 dan SWS (slow-wave sleep).
c. Parkinson’s Disease
Gangguan tidur berhubungan dengan penyakit Parkinson yang terdiri dari sulit tidur,
nocturnal akinesia, arsitektur tidur berubah, aktivitas motorik abnormal, gerakan anggota
badan periodik, gangguan tidur REM, dan gangguan pernapasan. Pada siang hari, banyak
pasien Parkinson memiliki kantuk yang berlebihan. Gangguan tidur biasanya akan meningkat
dengan perkembangan penyakit. Individu menderita latensi tidur meningkat dan sering
terbangun, menghabiskan sebanyak 30 sampai 40 persen terjaga di malam hari. Hal ini
menyebabkan waktu yang dihabiskan berkurang dalam stage 3 dan 4, tidur REM dan durasi
meningkat pada stage 1 dan 2.
d. Epilepsy
Epilepsi mengacu pada sekelompok dari berbagai gangguan yang ditandai oleh aktivitas
listrik abnormal di otak yang terwujud dalam individu sebagai kerugian atau gangguan
kesadaran dan gerakan abnormal dan perilaku. Tidur, kurang tidur, dan aktivitas kejang erat
terjalin. Diperkirakan bahwa epilepsi sleeprelated dapat mempengaruhi sebanyak 10 persen
atau lebih individu epilepsi. Enam puluh persen individu yang menderita kompleks lokalisasi
parsial terkait kejang (21,6 persen dari populasi epilepsi umum) menunjukkan kejang hanya
saat tidur. Gangguan yang penyebabnya kejang dapat mempengaruhi siklus tidur seseorang,
yang menyebabkan kurang tidur. Demikian pula, tidur dan gangguan tidur meningkatkan
kejadian aktivitas kejang. Tidur yang berhubungan dengan epilepsi biasanya menyajikan
dengan setidaknya dua dari fitur berikut: arousals, tiba-tiba terbangun dari tidur, umum
tonik-klonik gerakan anggota badan, gerakan anggota badan fokal, wajah berkedut,
inkontinensia, apnea, lidah menggigit, dan kebingungan postictal dan kelesuan. Fitur-fitur ini
menyebabkan fragmentasi tidur dan kelelahan siang hari. Ada sejumlah sindrom epilepsi
umum yang bermanifestasi hanya atau didominasi pada malam hari, termasuk epilepsi lobus
frontal malam hari, epilepsi benign masa kecil dengan spike centrotemporal, awitan dini atau
akhir-onset epilepsi pada anak oksipital, epilepsi mioklonik remaja, dan berkesinambungan
lonjakan gelombang selama tidur non-REM. Nocturnal epilepsi lobus frontal ditandai dengan
gangguan tidur yang parah, luka yang disebabkan oleh gerakan tak terkendali, dan kejang
siang sesekali. Epilepsi mioklonik juvenil ditandai dengan sinkron kontraksi otot tak sadar
yang sering terjadi selama bangun. Kontinyu spike gelombang selama non-REM epilepsi
tidur yang umumnya terkait dengan gangguan neurokognitif dan kadang-kadang dengan
gangguan aktivitas otot dan kontrol.
e. Stroke
Stroke menyebabkan tiba-tiba kehilangan kesadaran, sensasi, dan gerakan volunter yang
disebabkan oleh gangguan aliran darah-dan karena suplai oksigen- ke otak. Setelah stroke
arsitektur tidur individu sering diubah, menyebabkan penurunan waktu tidur total, tidur
REM, dan SWS. Insomnia adalah komplikasi umum dari stroke yang mungkin timbul dari
obat-obatan, tidak aktif, stres, depresi, dan kerusakan otak.
f. Sleep And Medical Disorders
Sejumlah gangguan medis yang berbeda dan penyakit, dari flu biasa sampai kanker, sering
mengubah siklus tidur-bangun individu. Masalah-masalah tidur sering hasil dari rasa sakit
atau infeksi yang berkaitan dengan kondisi primer. Meskipun sama-sama diketahui
menyebabkan masalah dengan siklus sleepwake, sebagaimana akan ditunjukkan di bawah
ini, sangat sedikit yang masih dikenal tentang etiologi.
1) Nyeri
Nyeri diuraikan sebagai suatu pengalaman akut atau kronis sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang bervariasi dari ketidaknyamanan
membosankan untuk penderitaan tak tertahankan yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial. Ini biasanya menyebabkan fragmentasi
tidur dan perubahan dalam arsitektur tidur seseorang. Gejala-gejala tergantung
pada jenis dan beratnya nyeri tersebut. Mereka termasuk kelelahan siang hari dan
mengantuk, kualitas tidur yang buruk, keterlambatan onset tidur, dan penurunan
kognitif dan motorik kinerja.
2) Penyakit Infeksi
Infeksi yang disebabkan oleh strain bakteri, virus, dan parasit dapat
mengakibatkan perubahan pada pola tidur. Meskipun diterima bahwa aktivitas
sistem kekebalan tubuh mempengaruhi siklus tidur-bangun individu, sangat
sedikit yang diketahui tentang bagaimana kedua sistem berinteraksi.
a) Infeksi Bacterial
b) Infeksi Virus
c) Infeksi Jamur atau Parasit
Gangguan Tidur yang Tak Terklasifikasi
Penatalaksanaan Umum
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup
bagi pasien dan keluarga. Perawatan yang tepat memiliki potensi mengurangi morbiditas terkait
insomnia, termasuk risiko depresi, cacat, dan gangguan kualitas hidup (Nabil dan Julie, 2006).
1. Pendekatan Non Farmakologi
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:
1) Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat.
2) Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik.
3) Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat
hipnotik,alkohol, gangguan mental.
4) Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek.
b. Konseling dan Psikoterapi
Psikoterapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti
(depresi, obsesi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat
membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita
tanpa penggunaan obat hipnotik (Japardi, 2002).
c. Tindakan higiene tidur
1) Hindari dan meminimalkan penggunaan kafein, rokok, stimulan, alkohol, dan obat
lainnya.
2) Meningkatkan tingkat aktivitas pada sore atau awal malam (tidak dekat dengan
waktu tidur) dengan berjalan atau berolahraga di luar ruangan.
3) Meningkatkan pajanan cahaya alami dan cahaya terang selama siang hari dan awal
malam.
4) Hindari tidur siang, terutama setelah pukul 2 siang; batasi tidur siang, batas untuk 1
tidur kurang dari 30 menit.
5) Periksa pengaruh obat terhadap tidur. 6) Pergi ke tempat tidur hanya bila mengantuk.
7) Mempertahankan suhu yang nyaman di kamar tidur.
8) Minimalkan paparan kebisingan.
9) Makan makanan ringan kalau lapar.
10) Hindari makanan berat pada waktu tidur.
11) Batasi cairan pada malam hari.
12) Buatlah jadwal teratur.
a) Istirahat pada saat yang sama setiap hari.
b) Makan dan olahraga pada jadwal rutin.
c) Manajemen stress :
• Toleransi sulit tidur sesekali.
• Diskusikan kejadian yang mengkhawatirkan dalam waktu yang cukup
sebelum tidur.
• Gunakan teknik relaksasi (Nabil dan Julie, 2006).
d. Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang sering dikaitkan dengan
kesulitan memulai atau jatuh tidur. Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan
reaktif yang sering ditemukan pada insomnia.
Ada beberapa instruksi yang harus diikuti oleh penderita insomnia:
1) Ke tempat tidur hanya ketika telah mengantuk.
2) Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
3) Jangan menonton TV, membaca, makan, dan menelpon di tempat tidur.
4) Jangan berbaring-baring di tempat tidur karena bisa bertambah frustrasi jika tidak
bisa tidur.
5) Jika tidak bisa tidur (setelah beberapa menit) harus bangun, pergi ke ruang lain,
kerjakan sesuatu yang tidak membuat terjaga, masuk kamar tidur setelah kantuk
datang kembali.
6) Bangun pada saat yang sama setiap hari tanpa menghiraukan waktu tidur, total tidur,
atau hari (misalnya hari Minggu).
7) Menghindari tidur di siang hari.
8) Jangan menggunakan stimulansia (kopi, rokok, dll) dalam 4-6 jam sebelum tidur.
Hasil terapi ini jarang terlihat pada beberapa bulan pertama. Bila kebiasaan ini terus dipraktikkan,
gangguan tidur akan berkurang baik frekuensinya maupun beratnya
Pendekatan Farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan pengobatan secara kausal,
juga dapat diberikan obat golongan sedatif hipnotik. Pada dasarnya semua obat yang
mempunyai kemampuan hipnotik merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating
system (ARAS) di otak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan
saraf pusat, mulai dari obat anti anxietas dan beberapa obat anti depresan.
Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yangdipaksakan dari
proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang dirasakan efeknya pada hari
berikutnya (long acting) sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila
pemakaian obat jangka panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat.
Sebelum mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis gangguan
tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang (NREM) gangguan pendek,
bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari, kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan
jadwal kerja/kegiatan atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik
tidak ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat dipergunakan hanya
untuk sementara, sambil dicari penyebab yang mendasari. Dengan pemakaian obat yang
rasional, obat hipnotik hanya untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini
mungkin tanpa menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya kondisi yang
mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang memuaskan.
Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah mengidentifikasi
penyebab yang mendasarinya atau obat hipnotik adalah sebagai pengobatan tambahan.
Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang bereaksi cepat (short action)
dgn membatasi penggunaannya sependek mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur
yang normal. Lamanya pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan
tidak lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia dapat
dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab gangguan tidur yang
sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang sebaiknya obat tersebut dihentikan secara
berlahan-lahan untuk menghindarkan withdrawl terapi (Japardi I., 2002).
OBAT ANTI-INSOMNIA Penggolongan obat anti-insomnia
1. Benzodiazepine, contoh : Nitrazepam, Triazolam, Estazolam
2. Non-Benzodiazepine, contoh : Chloral-hydrate, Phenobarbital
Sediaan Obat Anti-Insomnia dan Dosis Anjuran
(yang beredar di Indonesia menurut MIMS Vol. 30 - 2001)
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran 1. Nitrazepam MAGADON (Roche)
DUMOLID (Alpharma) Tab 5 mg Tab 5 mg
Dewasa 2 tab Lansia 1 tab
2. Triazolam HALCION (Up John) Tab 0,125 mg Tab 0,250 mg
Dewasa 2 tab Lansia 1 tab Dewasa 1 tab Lansia 1/2 tab
3. Estazolam ESILGAN (Takeda) Tab 1 mg Tab 2 mg
1-2 mg/malam
4. Chloral hydrate CHLORALHYDRAT 500 (Darya Varia)
Soft cap 500 mg 1-2 cap 15-30 menit sebelum tidur
Indikasi Penggunaan
Indikasi penggunaan obat anti-insomnia terutama pada kasus transient insomnia dan
short term insomnia, sangat berhati-hati pada kasus long term insomnia. Selalu diupayakan
mencari penyebab dasar dari gangguan tidur dan pengobatan ditujukan pada penyebab dasar
tersebut.