gangguan obsesif kompulsif

25
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kepribadian cemas atau takut yang ditandai oleh pola terjebak dengan keteraturan yang sangat kuat, perfeksionisme, dan kontrol mental serta interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi. Obsesif kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan- bayangan atau dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman atau anggota keluarga. (Durand & Barlow, 2005) Obssesive-Compulsive Disorder 1 1

Upload: marisol-anderson

Post on 10-Sep-2015

227 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

OCD

TRANSCRIPT

Obssesive-Compulsive Disorder

16

15

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHGangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kepribadian cemas atau takut yang ditandai oleh pola terjebak dengan keteraturan yang sangat kuat, perfeksionisme, dan kontrol mental serta interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi. Obsesif kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi.Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan atau dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman atau anggota keluarga.(Durand & Barlow, 2005)Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2 % sampai 3 % masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka (Nevid, et all.,2005). Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai simtom gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka (Nevid, et all.,2005). DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial.Menurut Jenike, et all., sebagaimana dikutip oleh Durand & Barlow (2006) mengatakan bahwa obsesi yang paling banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien adalah kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for symmetry (37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan obsesi multiple atau majemuk. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kepanteraan klinis senior dengan segaja memfokuskan pada salah satu topik klinis yaitu gangguan Obsesif Kompulsif (OCD).

BAB IIISI

A. DefinisiMenurut Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari (Fausiah & Widury, 2007).Obsesi kompulsi adalah suatu kondisi heterogen yang melibatkan pikiran distress yang tidak diinginkan dan ritual kompulsif mengenai satu atau beberapa tema-tema umum seperti kontaminasi, agama, simetri. Temuan penelitian umumnya bergabung untuk menyarankan bahwa pasien dengan OCD dipercaya dapat dikelompokkan menjadi subkelompok berdasarkan gejala konten. Beberapa telah menyarankan bahwa skala klasifikasi tersebut mungkin telah digunakan dalam memahami fenomenologi OCD dan meramalkan respon pengobatan .Dalam DSM-IV TR obsesi didefinisikan sebagai berikut :1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain.4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi yang muncul secara berulang-ulang. Menurut Davison &Neale, hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol (Fausiah &Widury, 2007).Sedangkan kompulsi menurut Davison & Neale adalah perilaku atau tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk menampilkannya agar mengurangi stres. (Fausiah & Widury, 2007). Dalam DSM-IV TR mendefinisikan kompulsi sebagai berikut :1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku. 2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.Sejalan dengan Fa, dkk; Steketee & Barlow (Durand & Barlow, 2006), kompulsi dapat berbentuk perilaku (misalnya mencuci tangan, memeriksa keadaan) atau mental (memikirkan tentang kata-kata tertentu dengan urutan tertentu, menghitung, berdoa dan seterusnya). Dari beragam definisi, penulis cenderung menyepakati definisi yang dibuat Davison & Neale, gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari (Fausiah & Widury, 2007).B. Sebab-Sebab1. Aspek BiologisDavison & Neale (Fausiah & Widury, 2007) menjelaskan bahwa salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan obsesif kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini.Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi (Pinzon, 2006).2. PsikologisMenurut Salkovskis, dkk; Steketee dan Barlow, klien-klien OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut thought-action fusion (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat (Durand & Barlow, 2006). 3. Faktor PsikososialMenurut Sigmund Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.

C. Perspektif menurut aliran-aliran1. Perspektif psikoanalisisMenurut pandangan psikoanalisa, obsesif-kompulsif timbul dari daya-daya instinktif seperti seks dan agresivitas, yang tidak berada di bawah kontrol individu karena toilet-training yang kasar (Fausiah & Widury, 2007). Sedangkan Adler (dalam Fausiah & Widury, 2007) memandang obsesif kompulsif sebagai hasil dari perasaan tidak kompeten.2. Perspektif behavioristikPara ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif kompulsif adalah perilaku yang dipelajari, dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut (Davison & Neale, 2001). Teori Behavioral menganggap kompulsi sebagai perilaku yang dipelajari yang dikuatkan oleh redukasi yang kuat.3. Perspektif kognitifIde lain yang muncul adalah kompulsi memeriksa terjadi karena defisit ingatan. Ketidakmampuan untuk mengingat beberapa tindakan dengan akurat, atau untuk membedakan antara perilaku yang benar-benar dilakukan dan imajinasi seseorang memeriksa berkali-kali. Sedangkan pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan untuk mengabaikan stimulus (Davison & Neale, dalam Fausiah & Widury, 2007).4. Teori belajar (Learning theory)Gabungan dari teori dan pengalaman dalam aplikasi terapi perilaku timbul beberapa konsep terjadinya gangguan obsesi kompulsi (Mahajudin, 1995).a. Mowres two stage theoryMowrer mengajukan teori ini di tahun 1939 dan dikembangkan oleh Dollard dan Miller di tahun 1950. Gangguan obsesi kompulsi ini didapat secara dua tahap. Tahap pertama adalah adanya rangsangan yang menimbulkan kecemasan. Reaksi yang timbul adalah menghindari (escape) atau menolak (avoidance). Respon-respon ini menimbulkan negative reinforcement akibat berkurangnya rasa cemas. Tahap berikutnya adalah upaya menetralisasi kecemasan yang masih ada dengan rangkaian kata-kata, gagasan-gagasan atau bayangan-bayangan bahkan objek-objek lain. Penyebarluasan ini mengaburkan asal-usul rangsangan tadi. Kecemasan terhadap suatu objek tadi sudah meluas menjadi perasaan tidak enak atau tidak menentu. Sebagai kompensasinya penderita menentukan strategi perilaku yang enak baginya dan perilaku ini menetap menjadi kompulsif akibat negative reinforcement. Tahap kedua, banyak berkurangnya tetapi sedikitnya dapat menerangkan kenapa kompulsi bertahan sebagai alat mengurangi rasa cemas.b. Cognitive behavior therapyOleh Carr tahun 1971 dan dikembangkan oleh McFall dan Wollensheim tahun 1979. Teori ini mengatakan bahwa gangguan obsesi kompulsif pada oran-orang tertentu di kreasi oleh dirinya sendiri.Prinsip yang salah, menimbulkan persepsi yang keliru dan menakutkan, akhirnya menambahkan kecemasan. Pencetusnya bisa disebabkan oleh kejadaian sehari-hari.

D. GejalaGejala-gejala obsesif-kompulsif menurut PPDGJ-III, harus mencakup hal-hal sebagai berikut :1. Harus disadari sebagai pikiran atau implus dari diri sendiri.2. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.3. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas).4. Gagasan, bayangan pikiran, atau implus tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive).

E. OnsetUmumnya usia rata-rata penderita obsesif-kompulsif adalah antara 22-36 tahun. Hanya 15 % yang muncul pada usia diatas 35 tahun (www.tanyadokter.com). Onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Walaupun laki-laki memiliki onset yang lebih awal (rata-rata 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira per tiga dari pasien memilki onset gejala sebelum 25 tahun. Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa anak-anak.

F. PrevalensiPrevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 1-2 % dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Umumnya gangguan terjadi pada masa dewasa muda, dan seringkali mengikuti serangkaian peristiwa yang menimbulkan stres besar (Kringlen dalam Fausiah & Widury, 2007). Pada laki-laki berhubungan dengan kompulsi memeriksa, sedangkan pada perempuan berhubungan dengan kompulsi membersihkan (Norshivani dalam Fausiah & Widury, 2007). Sedangkan menurut Ingram (Jayalangkara, 2005), melaporkan bahwa kehamilan adalah pencetus terbanyak terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Prevalensi gangguan obsesif kompulsif selama hidup adalah 2-3 %.Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2 samai 3 persen. Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif kompulsif ditemukan sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Angka tersebut menyebabkan gangguan obsesif kompulsif sebagai diagnosis psikiatri tersering yang keempat adalah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan depresi berat.Prevalensi seumur hidup untuk gangguan obsesif kompulsif adalah kira-kira 67 persen dan untuk fobia sosial kira-kira 25 persen. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan alkohol, fobia spesifik, gangguan panic dan gangguan makan.

G. DiagnosaBerdasarkan reportcard Symptom distress Scale. Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan penuturan penderita mengenai perlakunya, bisa dilakukan dengan:1. The Yale-Brown Obsessive Compulsive Scalea. Alat tes ini pernah diujikan kepada 81 pasien obsesif kompulsifb. Aitem tesnya sebanyak 10 aitem dengan rating klinisc. Pengukuran dalam skalanya dari rentang 0 sampai 4 tiap aitemnyad. Dari 10 aitem, aitem dari 1 sampai 6 mengukur tingkat ke obsesifan dan 7 sampai 10 mengukur tingkat ke kompulsifan seseorange. Alat ini mengukur tingkat dan tipe-tipe dari gangguan obsesif kompulsif tersebut pada diri individuf. Koefisien reliabilitasnya r= 0,80 dengan signifikansi p < 0,05g. Validitas konvergen dari Y-B OCD baik2. The symptom checklist 90a. Skala ini mengukur somatization (SOM), Obsessive compulsive (O-C), Interpersonal sensivity (I-S), Deppression (DEP), Anxiety (ANX), Hostility (HOS), Phobic Anxiety (PHOB), Paranoid Ideation (PAR), Psychotism (PSY), and Additional Aitem, The Global severity Index (GSI), The Positive Symptomp Distress Index (PSDI), and the Possitive Symptomp Total (PST)b. Norma yang digunakan berdasarkan spesifik gender terbagi 4 kelompok: norma A (1002 pasien psikiatrik dewasa rawat jalan), norma B (974 bukan pasien dewasa psikiatrik), norma C (423 pasien psikiatrik dewasa yang rawat inap), norma E (806 pasien remaja psikiatrik rawat jalan)c. Reliabilitas alat tes ini berkisarrentang 0, 80 sampai 0,90d. Validitas alat ini masih rendah karena belum ada komparasi dengan alat tes lain.

H. Terapi1. Pendekatan PsikoanalisaTerapi yang dilakukan adalah mengurangi represi dan memungkinkan pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutinya. Namun karena pikiran-pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif bersifat melindungi ego dari konflik yang direpres, maka hal ini menjadi sulit untuk dijadikan target terapi, dan terapi psikoanalisa tidak terlalu efektif untuk menangani gangguan obsesif-kompulsif (Fausiah & Widury, 2007).2. Exposure and Response PreventionTerapi ini (dikenal pula dengan sebutan flooding) diciptakan oleh Victor Meyer (1966), dimana pasien menghadapkan dirinya sendiri pada situasi yang menimbulkan tindakan kompulsif atau (seperti memegang sepatu yang kotor) dan kemudian menahan diri agar tidak menampilkan perilaku yang menjadi ritualnya membuatnya menghadapi stimulus yang membangkitkan kecemasan, sehingga memungkinkan kecemasan menjadi hilang. (Fausiah & Widury, 2007)3. Rational-Emotive Behavior TherapyMenurut Davison & Neale (Fausiah & Widury, 2007) terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa yang mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna. Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani pasien gangguan obsesif kompulsif. Pada pendekatan ini pasien diuji untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak menampilkan perilaku kompulsi.

4. FarmakoterapiObat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik , perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alas an utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfunfsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relative baik disebabkan oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejal cemas (Pinzon dkk.,2006). 5. Terapi Keluarga (Family therapy)Terapi keluarga (Majahudin, 1995), merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga, kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau peran anggota keluarga yang kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka panjang akan berakibat buruk pada anak OCD.Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi, menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku yang positif dari setiap individu.6. Terapi perilaku (Behavior therapy)Leonardo mengatakan (Majahudin, 1995) bahwa teknik terapi perilaku yang khusus digunakan untuk pasien anak usia lebih tua dan remaja dengan gangguan OCD adalah latihan relaksasi dan response prevention technique.Terapi perilaku pada penderita OCD, awalnya mengumpulkan informasi yang lengkap mengenai riwayat timbulnya gejala OCD, isyarat faktor internal dan fakto eksternal, serta faktor pencetus akan timbulnya gejala OCD. Kemudian mengawasi tingkah laku pasien dala menghindari situasi yang menimbulkan kecemasan, menghindari timbulnya gejala kompulsif dan tingkat kecemasan pasien saat timbul gejala OCD harus diperiksa secara teliti.Teknik terapi perilaku yang dianjurkan pada anak dan remaja (Majahudin, 1995) :a. Latihan relaksasi Pasien diminta untuk berpikir dan bersikap rileks dan kemudian pasien diminta untuk memikirkan pikiran obsesi masuk dalam alam sadar. Ketika pikiran obsesi muncul, maka terapi akan meminta pasien untuk menghentikan pemikiran itu, misalnya dengan cara memukul maja, atau menarik tali elastic yang diikatkan pada tangan. Hal ini dilakukan di rumah atau di mana saja.b. Response prevention techniqueMula-mula didapatkan dulu rangsangan (stimulus) atau pencetus yang menyebabkan dorongan untuk melakukan tindakan kompulsif. Jika rangsangan kompulsif muncul maka pasien secara aktif diberanikan untuk melawan tingkah laku kompulsif, sering dengan mengalihkan perhatian pasien sehingga tindakan kompulsif tidak mungkin dilakukan misalnya dengan memukul meja. c. Penurunan kecemasanTujuan dari terapi ini untuk menghilangkan kecemasan yang menimbulkan gejala obsesif dan kompulsif. Hal ini dilakukan dengan desensitisasi secara sistematik yakni dengan menghadapkan anak atau remaja pada situasi yang menakutkan (misalnya pisau, hal-hal yang kotor, pegangan pintu dan sebagainya) secara pelan-pelan samapai ketakutan dan kecemasan hilang atau tidak ada lagi.I. PrevensiYang sekarang perlu kita pahami adalah, menyimpan masalah di alam ketidak sadaran, akan membawa dampak buruk cepat maupun lambat. Bila menemui masalah, alangkah baiknya bila kita mencoba berbicara dengan orang yang kita percaya sekalipunsekedar sharing dan agar didengarkan saja.

J. Kualitas hidupPerilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebih karena harus melakukan ritual pengecekan mereka (Nevid, et all., 2005). Mereka seharusnya dapat melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada mengikuti pikiran obsesinya dan tindakan kompulsif nya.

BAB IIIKESIMPULAN

Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan. Kompulsi adalah desakan atau paksaan untuk melakukan sesuatu yang akan meringankan rasa tidak nyaman akibat obsesi. Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulang-ulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.Penderita gangguan ini mungkin telah berusaha untuk melawan pikiran-pikiran menganggu tersebut yang timbul secara berulang-ulang akan tetapi tidak mampu menahan dorongan melakukan tindakan berulang untuk memastikan segala sesuatunya baik-baik saja.

DAFTAR PUSTAKA

A. Jayalangkara. 2005. Gangguan Jiwa Pada Kehamilan. J Med Nus vol.6. No.4, Hal.268-272Abramowitz, S. Jonathan, Edna, B. Foa & Martin, E.Franklin. 2003. Exposure and Ritual Prevention for Obsessive- Compulsive Dissorder: Effects of Intensive Versus Twice- Weekly Session. Journal of Consulting and Clinical Psychology, American Psychological Association.Abramowitz, S. Jonathan et al. 2003. Symptom Presentation and Outcome of Cognitive-Behavioral Therapy for Obsessive-Compulsive Dissorder. Journal of Consulting and Clinical Psychology, American Psychological Association.Adz-Dzakiey, H.B. 2007. Psikologi Kenabian. Yogyakarta: Beranda Publishibg.Davison, Gerald. C & Neale, John.M. 2001. Abnormal Psychology 8th edition. New York: John Wiley & SonDurand, V. Mark dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press.Khaidirmuhaj. (2009). askep-gangguan-obsesif-kompulsif. www.google.com. Diakses 4 Maret 2010.Marlina, S. Mahajudin. 1995. Gangguan Obsesif-Kompulsif. Tinjauan Gejala dan Psikodinamika. Jurnal Anima, vol X, No.40, hal.44-71Maslim, Rusdi. 2003. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.Nevid, S. Jeffrey, Spencer, A. R & Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal jilid 1. Jakarta: Erlangga.Ningrumwahyuni. (2009). Catatan Kecil Gangguan Obsesif Kompulsif. http://ningrumwahyuni.wordpress.com. Diakses 4 Maret 2010Pinzon, R. 2006. Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik:Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No.4, vol.19, ISSN 0215-7551, hal. 169-172.Rahayu, Yusti Probowati. 2008. Prof Dr Yusti Probowati Rahayu dan analisisnya tentang Jagal Asal Jombang. http://www.ubaya.co.id/. Diakses 4 Mei 2010 Symptom distress Scale (Adapted from Symptomp Checklist-90) http://www.mhsip.org/reportcard/sympdiss.pdf--13/02/1016Obssesive-Compulsive Disorder

Obssesive-Compulsive Disorder15