gambaran faktor risiko gizi lebih pada anak...

183
i GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK SEKOLAH DASAR MASJID TERMINAL (MASTER) DI KOTA DEPOK TAHUN 2017 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakt (SKM) Disusun Oleh : SILMI MUFIDAH NIM : 1112101000067 COVER PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017

Upload: lamdieu

Post on 05-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

i

GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH

PADA ANAK SEKOLAH DASAR MASJID TERMINAL (MASTER)

DI KOTA DEPOK TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakt (SKM)

Disusun Oleh :

SILMI MUFIDAH

NIM : 1112101000067

COVER

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1438 H / 2017

Page 2: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

ii

Page 3: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

iii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI

Skripsi, Juni 2017

Nama : Silmi Mufidah, NIM : 1112101000067

Gambaran Faktor Risiko Gizi Lebih pada Anak Sekolah Dasar Masjid Terminal (Master)

di Kota Depok Tahun 2017 (xiii +131 halaman, 3 bagan, 15 tabel, 4 lampiran)

ABSTRAK

Prevalensi gizi lebih pada anak usia sekolah dasar telah mengalami peningkatan. Lingkungan

merupakan salah satu yang paling berpengaruh terhadap faktor risiko terjadinya gizi lebih. Hal

ini dapat berakibat pada meningkatnya risiko penyakit degeneratif dan peningkatan status gizi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko gizi lebih di Sekolah Dasar

Master yang berlokasi di wilayah terminal kota Depok Tahun 2017.

Penelitian ini dilakukan pada populasi gizi lebih kelas 4-6, yaitu sejumlah 20 responden.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara kuesioner food recall 2x24 jam,

modifikasi PAQ-C dan ASAQ kepada anak, serta wawancara kuesioner lingkungan keluarga dan

pengukuran antropometri kepada orangtua.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 55% responden yang memiliki asupan energi

berlebih dan persentase asupan karbohidrat yang kurang, sedangkan hampir seluruh responden

memiliki persentase asupan lemak berlebih (95%). Berdasarkan variabel praktek pemberian

makan, diketahui bahwa seluruh ibu menyediakan makanan gorengan setiap harinya dan

memiliki kebiasaan mengonsumsi buah yang kurang. Selain itu, kondisi lingkungan sekolah

yang berada di sekitar terminal, menyebabkan tingginya dan mudahnya akses terhadap

ketersediaan makanan jajanan yang mengandung lemak yang tinggi akibat proses penggorengan.

Sebagian besar responden di Sekolah Dasar Master memiliki perilaku sedentari yang tinggi

(85%). Pada variabel kebiasaan aktivitas keluarga, diketahui bahwa sebagian besar orangtua

jarang untuk melakukan aktivitas fisik. Hal tersebut terjadi di lingkungan tempat tinggal

responden yang tidak memiliki akses lapangan atau lahan kosong untuk beraktivitas fisik. Selain

itu, di Sekolah Dasar Master tidak tersedia mata pelajaran olahraga.

Dari hasil tersebut, peneliti menyarankan kepada pihak orangtua untuk membatasi ketersediaan

makanan gorengan dan memperbanyak ketersediaan buah dan sayur, serta membiasakan untuk

beraktivitas fisik di luar lingkungan rumah bersama keluarga, seperti melakukan rekreasi,

bersepeda, berlari atau berjalan santai di taman kota. Selain itu, saran kepada pihak sekolah

adalah membatasi pedagang yang menjual makanan melalui proses penggorengan di sekitar

Sekolah dan membuat satu jam tambahan untuk pelajaran olahraga.

Kata kunci : faktor risiko, gizi lebih, anak sekolah dasar, lingkungan keluarga, status sosial ekonomi rendah

Daftar bacaan : 82

Page 4: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

iv

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

NUTRITION MAJOR OF PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY

Undergraduated Thesis, June 2017

Name : Silmi Mufidah, NIM : 1112101000067

The Overview of Overweight Risk Factors in Children at Masjid Terminal (Master)

Elementary School in Depok City 2017

(xiii+ 131 pages, 3 graph, 15 table, 4 attachments)

Abstract

Prevalence of age school children‟s overweight are increase. The environment becomes one of

the most influencial against risk factors of children overweight. Children overweight could

impact to increasing risk of degenerative disease and nutritional status. The aim of this research

is to showing the overview of overweight‟s risk factors in children of Masjid Terminal (Master)

Elementary School in Depok City 2017.

This research was conducted on population of 20 overweight children from 4-6 grades. Data

collected applied with food recall 2x24 hours method, PAQ-C modification, ASAQ to child,

interview of family environment, and anthropometric measurements for parents.

The result showed that 55% respondents has excessive energy intake and a lack of carbohydrate

percent intake, while almost all respondents have excessive fat percent intake (95%). Based on

variable feeding practice showed all mothers supplies fry food everyday and lack of fruit

consumption practice. Furthermore, school environment around bus station caused increase and

simplify children to access food snack that contain high fat due to frying process. Most of Master

Elementary School have high sedentary behavior (85%). Variable of family activity habits

showed most of parents have rare physical activity. It happens in respondent neighborhood that

haven‟t access of field or empty land for physical activity. There is no available sports subjects

in Master Elementary School.

For the result, suggests author for parents to limiting the availability of food with high dense

food (fry food), increase the availability of fruit and vegetables, and also increasing outdoor

physical activity with family such as a family recreation, cycling, running or walking in central

park. And, author‟s suggest for school to limit all of traders who selling fry food around school

and input one hour to sport class.

Key word : risk factor, overweight, children‟s elementary school age, family environment, social economic

status

Bibliography : 82

Page 5: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

v

Page 6: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

vi

Page 7: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Silmi Mufidah

Tempat, Tanggal Lahir : Balikpapan, 21 Oktober 1994

Alamat : Perum. Mampang Indah Dua, Blok J. No. 2 RT 004/013,

Kec. Pancoran Mas, Kel. Rangkapan Jaya, Depok, Jawa Barat

(16435)

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Email : [email protected]

Telepon : 087876486552

PENDIDIKAN FORMAL

2000-2001 : TK Al-Musadaddiyah Garut

2001-2002 : SD Impres Garut

2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi

2003-2004 : SDN 12 Pagi Kebon Jeruk, Jakarta

2004-2006 : SDN Anyelir 1, Depok

2006-2009 : SMP Islam Terpadu Al-Qolam, Depok

2009-2012 : SMA Islam Terpadu Nurul Fikri, Depok

2012-Sekarang : S1-Peminatan Gizi, Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

viii

PENGALAMAN ORGANISASI

2006-2008 : Ketua Ekstrakurikuler Teater Pelangi, SMPIT Al-

Qalam

2007-2008 : Ketua Persami SMPIT Al-Qalam

2007-2008 : Anggota Peserta Camping SIT se-Indonesia

2007-2009 : Anggota Ekstrakurikuler Basket SMPIT Al-Qalam

2010-2011 : Bendahara Teater SMAIT Nurul Fikri

2010-2011 : Anggota Ekstrakurikuler Tari Saman SMAIT Nurul

Fikri

2011 : Anggota Ekstrakurikuler Basket SMAIT Nurul Fikri

2010-2013 : Bendahara United Indonesia Chapter Depok

2015-2016 : Ketua Badminton HMPS Kesehatan Masyarakat UIN

Jakarta

2016-Sekarang : Sekretaris United Indonesia Chapter Depok

PENGALAMAN KERJA

Januari-Maret 2015 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Bakti Jaya

Tangerang Selatan

Maret-April 2016 : Magang di Puskesmas Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

bagian Promosi Kesehatan

Page 9: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha penyayang atas rahmat dan

izin-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa

tercurahkan untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh

umat. Atas kesempatan-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Gambaran Faktor Risiko Gizi Lebih pada Anak Sekolah Dasar Masjid Terminal (Master) di

Kota Depok Tahun 2017”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi gelar strata 1 Sarjana Kesehatan

Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karenanya, penulis

sampaikan terima kasih kepada :

1. Orangtua penulis, Abi Husni Riad dan Umi Arina Dewi, yang selalu menjadi yang

tersabar menghadapi penulis selama penyelesaian tugas skripsi, serta menjadi pendukung

melalui doa, solat, finansial dan motivasi sukses untuk penulis.

2. Dr. H. Arif Sumantri, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, S.K.M, M.Kes, PhD selaku kepala Program Studi Kesehatan

Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Febrianti, S.P, M.Si, selaku dosen pembimbing I dan Bapak Dudung Angkasa, M.Gz,

selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, ilmu dan arahannya dalam

membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Serta kepada seluruh penguji

skripsi, Ibu Mukhlidah Hanun Siregar, S.K.M, M.K.M., Dela Aristi, S.K.M, M.K.M., dan

Rian Anggraini, S.K.M, M.K.M.

5. Astrid, Cory, Reiza, Andini, Arina M yang telah membantu penulis dalam pengumpulan

data penelitian.

6. Cesil, Ofin, Lina, Widy, Alviral, Rico, Agin, Novaco, Tsabit, Nizar, Tyo, dan Farhan

Azzam yang selalu menjadi tempat keluh kesah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Jakarta, Juni 2017

Penulis

Page 10: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................................. i

ABSTRAK ..................................................................................................................................... iii

PERSYARATAN PERSETUJUAN .............................................................................................. iv

LEMBAR PANITIA SIDANG ...................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN ...................................................................................................................... xiv

DAFTAR ISTILAH ..................................................................................................................... xiv

BAB I .............................................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................... 6

C. Pertanyaan Penelitian .......................................................................................................... 7

D. Tujuan Penelitian ................................................................................................................ 8

1. Tujuan Umum ............................................................................................................... 8

2. Tujuan Khusus .............................................................................................................. 9

E. Manfaat Penelitian ............................................................................................................ 10

1. Bagi Peneliti ............................................................................................................... 10

2. Bagi Sekolah Masjid Terminal (Master) .................................................................... 11

3. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ....................................... 11

F. Ruang Lingkup.................................................................................................................. 11

BAB II ........................................................................................................................................... 12

A. Anak Sekolah Dasar .......................................................................................................... 12

B. Gizi Lebih ......................................................................................................................... 14

C. Faktor Risiko Gizi Lebih pada Anak ................................................................................ 16

1. Asupan Makan ............................................................................................................ 16

2. Aktivitas Fisik............................................................................................................. 27

3. Perilaku Sedentari ....................................................................................................... 34

Page 11: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

xi

D. Kecenderungan Gizi Lebih di Perkotaan .......................................................................... 37

E. Kerangka Teori ................................................................................................................. 40

BAB III ......................................................................................................................................... 42

A. Kerangka Konsep .............................................................................................................. 42

B. Definisi Operasional ......................................................................................................... 45

BAB IV ......................................................................................................................................... 50

A. Desain Penelitian .............................................................................................................. 50

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................................ 50

C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................................ 51

D. Sumber Data...................................................................................................................... 52

E. Instrumen, Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................................... 52

F. Manajemen Data ............................................................................................................... 59

1. Editing (Memeriksa Data) .......................................................................................... 59

2. Coding (Memberi Kode) ............................................................................................ 60

3. Entry (Memasukkan Data).......................................................................................... 60

4. Cleaning (Pembersihan Data) ..................................................................................... 60

G. Analisa Data ...................................................................................................................... 60

BAB V .......................................................................................................................................... 61

A. Gambaran Umum .............................................................................................................. 61

B. Gambaran Faktor Risiko Asupan Makan (Total Asupan Energi, Persentase Karbohidrat,

Lemak dan Protein dalam Total Asupan Energi) .............................................................. 66

1. Status Gizi Lebih Pada Faktor Risiko Asupan Makan ............................................... 66

2. Asupan Makan Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga ......... 68

3. Asupan Makan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi ........ 71

C. Gambaran Faktor Risiko Aktivitas Fisik .......................................................................... 74

1. Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik ..................................................................... 74

2. Aktivitas Fisik Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga .......... 76

3. Aktivitas Fisik Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi ......... 77

D. Gambaran Faktor Risiko Perilaku Sedentari..................................................................... 79

1. Gizi Lebih Berdasarkan Perilaku Sedentari ................................................................ 79

2. Perilaku Sedentari Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga .... 80

Page 12: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

xii

3. Perilaku Sedentari Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi ... 82

BAB VI ......................................................................................................................................... 84

A. Gambaran Umum Gizi Lebih............................................................................................ 84

1. Gambaran Karakteristik Penderita Gizi Lebih ........................................................... 85

2. Gambaran Karakteristik Orangtua Responden ........................................................... 88

B. Gambaran Faktor Risiko Asupan Makan (Total Asupan Energi, Persentase Karbohidrat

dan Lemak dalam Total Energi) ....................................................................................... 89

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Asupan Makan ............................................... 90

2. Asupan Makan berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga .......... 98

3. Asupan Makan berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi ....... 101

C. Gambaran Faktor Risiko Aktivitas Fisik ........................................................................ 104

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Aktivitas Fisik .............................................. 105

2. Aktivitas Fisik berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga ........ 109

3. Aktivitas Fisik berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi ........ 111

D. Gambaran Faktor Risiko Perilaku Sedentari................................................................... 115

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Perilaku Sedentari ........................................ 115

2. Perilaku Sedentari berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga ... 118

3. Perilaku Sedentari berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi .. 119

E. Keterbatasan Penelitian ................................................................................................... 122

BAB VII ...................................................................................................................................... 123

A. Simpulan ......................................................................................................................... 123

B. Saran ............................................................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 128

LAMPIRAN ................................................................................................................................ 134

Page 13: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Usia 5-18 Tahun ..............................................................15

Tabel 2.2 Anjuran Persentase Energi dari Zat Gizi Karbohidrat Lemak dan Protein ....................19

Tabel 2.3 Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) Usia 7-12 Tahun ................................................20

Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Fisik .............................................................................................29

Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................................................................45

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik dan Faktor Risiko Gizi Lebih ............63

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh Orangtua

Penderita Gizi Lebih .....................................................................................................................65

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih Berdasarkan Asupan Makan Anak .............67

Tabel 5.4 Distribusi Asupan Makan Penderita Gizi Lebih Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan

Karakteristik Keluarga ..................................................................................................................69

Tabel 5.5 Distribusi Total Asupan Energi Berdasarkan Status Pendidikan Ibu, Pendidikan Ayah

dan Penghasilan pada Penderita Gizi Lebih ...................................................................................73

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik .......................75

Tabel 5.7 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Kebiasaan Aktivitas Fisik Orangtua, Status Gizi

Orangtua pada Penderita Gizi Lebih ..............................................................................................76

Tabel 5.8 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Pendidikan Ibu, Pendidikan Ayah dan

Penghasilan Orangtua pada Penderita Gizi Lebih .........................................................................78

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih Berdasarkan Perilaku Sedentari .................79

Tabel 5.10 Distribusi Perilaku Sedentari Berdasarkan Lingkungan Keluarga dan Status Gizi

Orangtua pada Penderita Gizi Lebih ..............................................................................................81

Tabel 5.11 Distribusi Perilaku Sedentari Berdasarkan Pendidikan Ibu, Pendidikan Ayah dan

Penghasilan Orangtua pada Penderita Gizi Lebih .........................................................................82

Page 14: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Hubungan antara Gizi Lebih dan Status Sosial Ekonomi .............................................39

Bagan 2.2 Kerangka Modifikasi Davison & Birch (2001) ............................................................41

Bagan 3.1 Kerangka Konsep ..........................................................................................................44

DAFTAR ISTILAH

IMT : Indeks Massa Tubuh

IMT/U : Indeks Massa Tubuh menurut Umur

AKG : Angka Kecukupan Gizi

ASAQ : Adolescent Sedentary Activity Questionnaire

PAQ-C : Physical Activity Questionnaire – Children

Page 15: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelebihan berat badan yang terjadi akibat asupan energi yang masuk lebih

banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan disebut kondisi gizi lebih

(Kemenkes, 2012). Gizi lebih dapat diderita oleh semua kelompok umur, dari

mulai bayi, anak-anak, hingga dewasa dan lansia (Brown, 2011). Pada anak

sekolah dasar, gizi lebih menjadi masalah yang serius karena dapat berlanjut

hingga dewasa (Crowle & Turner, 2010). Klasifikasi gizi lebih pada anak

sekolah dasar (6-12 tahun) dapat dibagi menjadi dua tingkatan berdasarkan

pengukuran Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U), yaitu gemuk (> 1 s/d

2 SD) dan sangat gemuk (> 2 SD) (WHO, 2005).

Anak yang menderita gizi lebih memiliki risiko yang tinggi terhadap

masalah perkembangan fisik dan kesehatan mental. Gizi lebih pada anak

sekolah dasar dapat berisiko terhadap penyakit tidak menular, seperti metabolik

(diabetes mellitus tipe 2) dan degeneratif (kardiovaskuler, penyakit jantung

koroner, hipertensi) (Kemenkes, 2012 dan Oktora, 2015). Masalah lain yang

dapat ditimbulkan akibat gizi lebih pada anak sekolah dasar adalah gangguan

pertumbuhan tungkai, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas sesaat) dan

gangguan pernapasan lainnya (Kemenkes, 2012). Selain itu, masalah yang dapat

dihadapi adalah tindakan diskriminasi, sering menjadi bahan ejekan teman

sebaya dan cenderung memiliki masalah kesehatan mental dibandingkan dengan

Page 16: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

2

anak yang mengalami penyakit kronik lainnya (AIHW, 2008). Akibat jangka

panjang yang kemungkinan dialami anak penderita gizi lebih adalah kondisi gizi

lebih saat dewasa dan peningkatan status penyakit degeneratif.

Pada abad ke-21 ini, gizi lebih pada anak disebut sebagai salah satu

tantangan kesehatan masyarakat paling serius di dunia (WHO, 2016).

Berdasarkan data Obesity Rates and Trends (2015), prevalensi gizi lebih pada

anak usia 6-11 tahun di dunia mencapai 5%. Berdasarkan data Authoritative

Information and Statistics to Promote Better Health and Wellbeing (AIHW)

tahun 2008, prevalensi gizi lebih di Australia pada anak umur 6-11 tahun adalah

23%, 17% diantaranya termasuk gizi gemuk dan 6% termasuk gizi sangat

gemuk. Gizi lebih cenderung meningkat di negara berkembang, seperti di

Malaysia, prevalensi gizi lebih pada anak dengan umur 6-12 tahun meningkat

dari tahun 2002, yaitu 20.7% dan tahun 2008 sebesar 26.4% (Ismail, dkk.,

2009). Selain itu, berdasarkan tingkat sosial ekonomi, terdapat kecenderungan

peningkatan pada anak dengan status sosial ekonomi yang rendah (Eagle, 2016).

Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi

gizi lebih pada anak sekolah dasar (5-12 tahun) di Indonesia adalah 18,8%,

angka tersebut meningkat dari tahun 2010, yaitu sebesar 9,2%. Prevalensi gizi

lebih pada anak sekolah dasar yang tertinggi berada di wilayah perkotaan,

seperti DKI Jakarta, yaitu 30,1% dan di Padang sejumlah 20% (Kemenkes,

2013; (Maidelwita, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Farhani (2010),

menunjukan bahwa prevalensi gizi lebih pada anak sekolah dasar di Kota

Page 17: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

3

Depok sebesar 23,6%. Di Indonesia sendiri, tepatnya di Makassar, prevalensi

gizi lebih pada anak usia 10-13 tahun pada sosial ekonomi rendah sejumlah

9,2% (Isbach dkk., 2013).

Berdasarkan teori Davison & Birch (2001), gizi lebih pada anak usia

sekolah dasar dapat disebabkan oleh tiga faktor utama, yaitu asupan makan,

aktivitas fisik dan perilaku sedentari. Ketiga faktor risiko tersebut dibentuk oleh

kombinasi interaksi antara karakteristik anak (jenis kelamin dan usia), pola asuh

orangtua dan karakteristik keluarga (praktek pemberian makan, riwayat gizi

lebih, kebiasaan aktivitas orangtua, perilaku sedentari orangtua dan pengawasan

anak dalam menonton televisi), serta karakteristik masyarakat, sosial dan

demografi (lingkungan fisik tempat tinggal, sekolah dan status sosial ekonomi).

Konsep utama dari teori ini adalah fokus pada kondisi lingkungan anak yang

mempengaruhi perilaku dan kebiasaan anak. Peran lingkungan dan status sosial

ekonomi masing-masing wilayah akan memberikan dampak yang berbeda pada

masyarakatnya (Pena & Bacallao, 2000).

Hasil penelitian menunjukan bahwa anak sekolah dasar penderita gizi lebih

di Serang, cenderung memiliki total asupan energi berlebih, dengan presentase

71.8% dan asupan lemak berlebih, dengan persentase 71.4%. Selain itu, 81.3%

anak penderita gizi lebih cenderung memiliki aktivitas fisik dengan kategori

„kurang baik‟. Perilaku sedentari yang diukur melalui lamanya durasi menonton

televisi, proporsi anak penderita gizi lebih, lebih tinggi pada kategori menonton

Page 18: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

4

televisi lebih lama (76.9%) dibandingkan dengan yang tidak lama menonton

televisi (30.4%). Ketiga variabel tersebut termasuk ke dalam faktor risiko utama

terjadinya gizi lebih pada anak. Menurut Davison & Birch, (2001), gizi lebih

pada anak disebabkan oleh banyak faktor. Berdasarkan tingkat pendidikan dan

pendapatan keluarga, anak penderita gizi lebih di Kota Serang cenderung terjadi

pada tingkat pendidikan dan pendapat keluarga yang rendah, dengan persentase

berturut-turut 71.4% dan 62.5% (Suharsa & Sahnaz, 2016). Hal ini memperkuat

bahwa penderita gizi lebih pada anak saat ini kemungkinan terjadi pada status

sosial ekonomi yang rendah.

Kecenderungan peningkatan prevalensi gizi lebih terjadi pada masyarakat

dengan status sosial ekonomi yang rendah (Eagle, 2016). Di Indonesia, data

mengenai gizi lebih pada anak sekolah dasar di lingkungan keluarga yang

memiliki status sosial ekonomi rendah masih terbatas. Meskipun ada beberapa

penelitian yang terkait, seperti yang dilakukan oleh (Isbach dkk., 2013) pada

anak jalanan (kelompok sosial ekonomi rendah) yang menunjukan bahwa 9.2%

anak dengan umur 10-12 tahun termasuk gizi lebih, dimana 7.2% anak termasuk

gizi gemuk dan 2.0% termasuk gizi sangat gemuk. Namun, pada penelitian

tersebut belum menggambarkan faktor risiko dan kondisi lingkungnnya. Oleh

karena itu, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian di salah satu

Sekolah Dasar di Depok, yaitu Sekolah Masjid Terminal (Master) yang

merupakan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dibawah naungan

Yayasan Bina Insan Mandiri. Sekolah Master didirikan sebagai wadah

pendidikan gratis bagi masyarakat sekitar terminal maupun luar terminal yang

Page 19: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

5

memiliki keterbatasan ekonomi. Dengan demikian mayoritas siswa-siswi yang

bersekolah di sekolah tersebut merupakan bagian dari masyarakat dengan status

sosial ekonomi yang rendah (Hartanto dkk., 2011).

Selain itu, berdasarkan observasi awal yang dilakukan, terdapat faktor risiko

yang dapat meningkatkan kejadian gizi lebih di wilayah tersebut, diantaranya

lingkungan fisik sekolah dan tempat tinggal yang memiliki ketersediaan dan

akses makanan jajanan yang mudah dan murah, serta fasilitas bermain anak

yang terbatas. Hal ini terjadi karena letaknya berada di kawasan terminal kota,

stasiun kereta api dan pusat perbelanjaan tradisional, serta modern yang berada

di pusat kota Depok. Berdasarkan analisis tipologi kemiskinan, letak wilayah

tersebut termasuk kedalam klasifikasi daerah kumuh miskin perkotaan. Dimana

mayoritas masyarakatnya memiliki tingkat pendapatan yang rendah, kesehatan

dan pendidikan yang rendah, kerawanan tempat tinggal dan ketidakberdayaan

(BPS, 2007).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan studi pendahuluan melalui

pengukuran antropometri yang dilakukan pada 15 anak kelas 4-6 di Sekolah

Dasar Master. Dari studi pendahuluan tersebut, diperoleh bahwa sebanyak

23,07% anak termasuk kedalam kategori gizi lebih berdasarkan indeks massa

tubuh menurut umur (IMT/U) dan jenis kelamin. Angka tersebut berada diatas

prevalensi nasional sebesar, yaitu 18,8%. Sedangkan prevalensi gizi kurang

sebesar 7,69% yang masih dibawah prevalensi nasional, yaitu 11,2%

(Kemenkes, 2013).

Page 20: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

6

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merasa perlu melakukan

penelitian untuk melihat gambaran faktor risiko gizi lebih pada siswa-siswi di

Sekolah Master (Masjid Terminal) di Kota Depok pada tahun 2017, terutama

gambaran asupan makan, aktivitas fisik, perilaku sedentari, pola asuh dan

karakteristik keluarga, serta status sosial ekonomi. Dengan demikian, hasil dari

penelitian ini dapat dijadikan suatu gambaran kejadian gizi lebih pada anak

sekolah dasar di wilayah miskin perkotaan dan menjadi bahan untuk merancang

intervensi/program yang sesuai dengan kondisi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Kejadian gizi lebih pada anak usia sekolah dasar menunjukan

kecenderungan peningkatan pada status sosial ekonomi yang rendah. Studi

pendahuluan menyatakan bahwa 23,07% siswa di Sekolah Dasar Master

Depok termasuk kategori gizi lebih. Angka tersebut berada di atas rata-rata

angka gizi lebih secara nasional. Selain itu, prevalensi tersebut hampir sama

dengan hasil penelitian pada beberapa SD negeri dan swasta di Kota Depok,

yaitu 23,6%

Berdasarkan angka prevalensi gizi lebih dan kondisi lingkungan fisik,

serta letak demografi yang berada di wilayah fasilitas transportasi masyarakat

(terminal dan stasiun) dan pusat perbelanjaan modern serta tradisional, maka

peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai gambaran penderita

gizi lebih berdasarkan jenis kelamin dan usia, faktor risiko asupan makan,

aktivitas fisik dan perilaku sedentari. Selain itu juga peneliti melihat

Page 21: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

7

gambaran faktor lainnya seperti praktek pemberian makan, kebiasaan aktivitas

keluarga, lingkungan keluarga, serta status pendidikan terakhir dan

penghasilan orangtua pada anak penderita gizi lebih di SD Master Kota Depok

tahun 2017.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi gemuk dan sangat gemuk

berdasarkan jenis kelamin dan umur di Sekolah Dasar Master Kota Depok

Tahun 2017?

2. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat, lemak dan

protein dalam total energi) di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun

2017?

3. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat, lemak dan

protein dalam total energi) terhadap pola asuh orangtua dan karakteristik

keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017?

4. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat, lemak dan

protein dalam total energi) terhadap status sosial ekonomi di Sekolah

Dasar Master Kota Depok Tahun 2017?

5. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko aktivitas fisik di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017?

Page 22: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

8

6. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko aktivitas fisik terhadap pola asuh orangtua dan karakteristik

keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017?

7. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko aktivitas fisik terhadap status sosial ekonomi di Sekolah Dasar

Master Kota Depok Tahun 2017?

8. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko perilaku sedentari di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun

2017?

9. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko perilaku sedentari terhadap pola asuh orangtua dan karakteristik

keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017?

10. Bagaimana distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan faktor

risiko perilaku sedentari terhadap status sosial ekonomi di Sekolah Dasar

Master Kota Depok Tahun 2017?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran faktor risiko gizi lebih pada anak Sekolah Dasar

Master Kota Depok Tahun 2017

Page 23: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

9

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi gemuk dan sangat

gemuk berdasarkan jenis kelamin dan umur di Sekolah Dasar Master

Kota Depok Tahun 2017

b. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat,

lemak dan protein dalam total energi) di Sekolah Dasar Master Kota

Depok Tahun 2017

c. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat,

lemak dan protein dalam total energi) terhadap pola asuh orangtua dan

karakteristik keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun

2017

d. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko asupan makan (total asupan energi, persen karbohidrat,

lemak dan protein dalam total energi) terhadap status sosial ekonomi

di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017

e. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko aktivitas fisik di Sekolah Dasar Master Kota Depok

Tahun 2017

f. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko aktivitas fisik terhadap pola asuh orangtua dan

Page 24: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

10

karakteristik keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun

2017

g. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko aktivitas fisik terhadap status sosial ekonomi di Sekolah

Dasar Master Kota Depok Tahun 2017

h. Diketahuinya distribusi penderita gizi lebih berdasarkan faktor risiko

perilaku sedentari di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017

i. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko perilaku sedentari terhadap pola asuh orangtua dan

karakteristik keluarga di Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun

2017

j. Diketahuinya distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan

faktor risiko perilaku sedentari terhadap status sosial ekonomi di

Sekolah Dasar Master Kota Depok Tahun 2017

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian dan sebagai aplikasi ilmu yang telah diperoleh selama

perkulihaan di peminatan gizi masyarakat, serta mengetahui gambaran

faktor risiko gizi lebih pada siswa-siswi di Sekolah Dasar Master Kota

Depok. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penelitian

Page 25: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

11

lanjutan terkait hubungan faktor risiko terhadap kasus gizi lebih oleh

peneliti lain dalam topik yang saling terkait.

2. Bagi Sekolah Masjid Terminal (Master)

Mendapatkan informasi mengenai data gizi lebih dan gambaran faktor

risiko gizi lebih pada siswa-siswi di Sekolah Master. Selain itu, pihak

sekolah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai sebuah bahan

evaluasi untuk membuat program terkait pencegahan faktor risiko gizi

lebih di lingkungan sekolah.

3. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat memberikan masukan ilmu yang berguna dan sebagai bahan

pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil penelitian.

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko gizi

lebih pada anak sekolah dasar. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Masjid

Terminal (Master) di Kota Depok. Pengambilan data primer dilakukan pada

bulan Februari – April 2017. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan

metode wawancara dan pengukuran antropometri (berat badan dan tinggi

badan). Alasan penelitian ini dilakukan karena terbatasnya informasi terkait

faktor risiko gizi lebih pada anak sekolah dasar, khususnya pada lingkungan

dengan status sosial ekonomi rendah.

Page 26: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah dasar berada pada tingkatan middle childhood dan pra remaja,

yaitu usia 5-10 tahun dan 10-12 tahun. Anak memiliki ciri khas yaitu selalu

tumbuh dan berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja.

Namun, pertumbuhan pada anak usia sekolah dasar tidak mengalami banyak

perubahan yang berarti, seperti saat masih bayi dan remaja. Bukan berarti pada

periode ini, pertumbuhan dan perkembangan anak diabaikan, hal tersebut

dikarenakan anak akan memasuki persiapan fisik, mental, kematangan sosial

dan emosional pada masa remaja (Crowle & Turner, 2010; (Brown, 2011).

Perilaku dan sikap anak sekolah dasar tidak terjadi secara sporadik (timbul

dan hilang begitu saja), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu

perbuatan dengan perbuatan berikutnya (Sarwono, 2010). Maka dari itu,

pengalaman dan kondisi sekitar anak akan mempengaruhi anak secara tidak

langsung. Berdasarkan teori perilaku menurut T. Weber, perilaku individu

terbentuk oleh adanya pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran akan

suatu tindakan (Noorkasiani dkk., 2007). Dalam ilmu psikologi, perilaku dan

ciri khas anak sekolah dasar, antara lain : (Sarwono, 2010)

1. Anak mulai mengenal lingkungan yang lebih luas (sekolah, lingkungan

tempat tinggal, dan teman sebaya dan lainnya). Pada masa ini, anak akan

mulai mempertimbangkan ucapan orangtua dengan ucapan oranglain.

Page 27: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

13

Timbul tempertantrum pada anak, ketika emosional menjadi perilaku diri

saat kehendak dirinya tidak terpenuhi.

2. Anak akan mulai menemukan dan membutuhkan tokoh identifikasi.

Tokoh identifikasi yaitu dorongan untuk menjadi identik dengan orang

lain. Ketika anak tidak memiliki sosok tokoh identifikasi, anak akan

cenderung mudah terpengaruh, terjerumus pada hal-hal yang negatif untuk

dirinya maupun lingkungan.

Menurut Seifert dan Haffung, anak sekolah dasar termasuk kedalam

golongan anak yang banyak mengalami perubahan baik fisik dan mental.

Perubahan tersebut terjadi akibat proses tumbuh kembang anak. Salah satu

yang menentukan tumbuh kembang seorang anak adalah dengan pemberian

asupan makanan dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai. Anak yang

memperoleh makanan yang bergizi, frekuensi makan yang teratur, lingkungan

yang menunjang, perlakuan orangtua serta kebiasaan hidup yang baik akan

mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, serta peningkatan status gizi

(Yabanci et al., 2013). Selain perilaku, anak sekolah dasar memiliki karakteristik

khas dalam pemenuhan kebutuhan gizi, yaitu (Irianto, 2014) :

1. Anak sudah dapat mengatur pola makan sendiri.

2. Adanya pengaruh teman, jajanan di lingkungan sekolah dan di lingkungan

rumah serta adanya reklame atau iklan makanan tertentu, baik di televisi

maupaun media lain yang dapat mempengaruhi pola makan dan

keinginannya untuk mencoba makanan yang belum diketahui sebelumnya.

Page 28: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

14

3. Kebiasaan menyukai satu makanan tertentu dan berangsur-angsur akan

hilang.

4. Keinginan yang lebih besar terhadap aktivitas bermain dibandingkan

untuk makan.

B. Gizi Lebih

Kelebihan berat badan yang terjadi akibat asupan energi yang masuk lebih

banyak dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan disebut dengan kondisi

gizi lebih (Kemenkes, 2012). Gizi lebih pada anak (usia 5-18 tahun) dapat

dikategorikan menjadi dua tingkatan berdasarkan pengukuran Indeks Massa

Tubuh menurut umur (IMT/U), yakni gemuk (> 1 s/d 2 SD) dan sangat gemuk

atau obesitas (> 2 SD) (WHO, 2005). Anak yang menderita gizi lebih akan

besar kemungkinan terjadi peningkatan status gizi menjadi obesitas. Penjelasan

spesifik mengenai obesitas menurut Crowle & Turner (2010) adalah kondisi

tubuh dengan komposisi lemak yang berlebihan, sehingga dapat mempengaruhi

kesehatan akibat dari ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar.

Dapat dipahami bahwa gizi lebih merupakan kelebihan lemak tubuh akibat

ketidakseimbangan energi.

Gizi lebih merupakan tingkatan status gizi diatas normal atau ideal. Status

gizi anak dapat ditentukan berdasarkan perhitungan berat badan (kg) dibagi

tinggi badan kuadrat (cm). Perhitungan ini juga disebut sebagai nilai indeks

massa tubuh (IMT). IMT merupakan cara yang sederhana untuk memantau

status gizi anak. Gizi lebih pada anak usia 5-18 tahun menggunakan pengukuran

Page 29: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

15

indeks massa tubuh menurut umur. Hasil perhitungan IMT akan dilihat pada

tabel IMT menurut usia dan jenis kelamin anak pada standar Kementerian

Kesehatan tahun 2010. Tabel dibagi menjadi 5 kolom yang berisi 7 ambang

batas (Z-score), yaitu -3 SD, -2 SD, -1 SD, Median, 1 SD, 2 SD dan 3 SD.

Masing-masing kolom standar deviasi terdapat standar angka IMT/U. Berikut

klasifikasi status gizi berdasarkan nilai ambang batas pada anak usia 5-18 tahun

adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Anak Usia 5-18 Tahun

Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Kurus - 3 SD sampai dengan < - 2 SD

Normal - 2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas > 2 SD

Sumber : Kemenkes, 2012

Dampak gizi lebih pada anak terutama pada anak sekolah dasar menjadi

sangat serius karena dapat berisiko terhadap faktor pemicu berbagai penyakit

tidak menular yang timbul lebih cepat, seperti penyakit metabolik dan

degeneratif, antara lain diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, hipertensi,

osteoporosis (Kemenkes, 2012 dan Oktora, 2015). Menurut Atabek, dkk.

(2007), proses atherosclerosis di dalam dinding vaskuler pada anak penderita

gizi lebih cenderung meningkat. Atherosclerosis merupakan salah satu

penyakit degeneratif (Brown, 2011); Lumoindong, dkk., 2013). Selain itu,

gangguan kesehatan lain yang dialami anak penderita gizi lebih, seperti

masalah pertumbuhan tungkai, gangguan tidur, sleep apnea (henti napas

sesaat) dan gangguan pernapasan (Kemenkes, 2012). Anak yang mengalami

Page 30: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

16

gizi lebih tidak hanya dikaitkan dengan masalah kesehatan saja, namun

berkaitan pula terhadap masalah psikososial, diantaranya stigma (pandangan)

sosial masyarakat dan kurangnya kepercayaan diri (Crowle & Turner, 2010).

C. Faktor Risiko Gizi Lebih pada Anak

Berdasarkan teori Davison & Birch (2001), gizi lebih pada anak dapat

disebabkan oleh tiga faktor risiko utama dan kombinasi interaksi terhadap

lingkungannya. Tiga faktor risiko utama adalah asupan makan, aktivitas fisik,

dan perilaku sedentari. Ketiga faktor risiko gizi lebih pada anak ini juga

dipengaruhi oleh karakteristik anak (jenis kelamin dan usia), pola asuh orangtua

dan karakteristik keluarga (praktek pemberian makan, pengetahuan gizi,

kebiasaan aktivitas orangtua, lingkungan keluarga, riwayat gizi lebih), serta

karakteristik masyarakat, sosial dan demografi (lingkungan fisik tempat tinggal,

sekolah dan status sosial ekonomi).

Berikut penjelasan mengenai faktor risiko utama gizi lebih dan kaitannya

dengan karakteristik anak, pola asuh orangtua dan karakteristik keluarga, serta

lingkungannya :

1. Asupan Makan

Pada dasarnya, makanan merupakan suatu kebutuhan bagi setiap orang,

namun dalam kasus gizi lebih, hal itu berbeda. Asupan makan menjadi salah

satu penyebab utama penyebab gizi lebih, karena dapat mempengaruhi

kelebihan asupan kalori. Asupan kalori yang berlebih disebabkan oleh

Page 31: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

17

meningkatnya asupan zat gizi makro, seperti karbohidrat, lemak dan protein.

Perbandingan kandungan energi dalam zat gizi makro berbeda-beda,

karbohidrat dan protein mengandung 4 kilo kalori (kkal) dalam 1 gramnya,

sedangkan lemak mengandung 9 kilo kalori (kkal) dalam 1 gram (Almatsier,

2010).

Asupan makan anak dapat dilihat dari jenis dan jumlah makanan. Jenis

makanan yang dikonsumsi anak biasanya dibentuk akibat preferensi atau

pemilihan makan. Menurut Drewnowski & Specter (2004), asupan energi dan

pemilihan makanan pada anak penderita gizi lebih dipengaruhi oleh tiga hal,

yaitu aspek biologi, fisiologis dan kebiasaan (behavior). Aspek biologi

berdasarkan pemilihan rasa pada makanan manis dan tinggi lemak yang

dikontrol oleh system metabolik sentral, yaitu ketidakseimbangan pada

hormon serotonin. Pada aspek fisiologis adalah rangsangan dari indeks pada

makanan tertentu, resistensi insulin dan metabolisme adipose/lemak. Aspek

kebiasaan timbul dari faktor psikologis, yaitu kurangnya pengetahuan gizi,

kerentanan terhadap sesuatu yang berlebihan, seperti tingginya konsumsi

makanan berlemak.

Jenis makanan yang dapat mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak

adalah makanan yang mengandung energi dan persen lemak yang tinggi, serta

serat yang rendah, sehingga mempengaruhi kelebihan cadangan lemak dalam

tubuh. Cadangan lemak tubuh akibat asupan zat gizi lemak yang dikonsumsi

akan lebih mudah disimpan dibandingkan dengan zat gizi makro lainnya,

Page 32: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

18

seperti karbohidrat dan protein (Davison and Birch, 2001). Selain itu, lemak

memberikan citarasa yang lebih gurih pada makanan, akan tetapi mempunyai

dampak kurang baik pada respon rasa kenyang, sehingga dapat meningkatkan

asupan energi yang berdampak pada kelebihan gizi. Lemak merupakan zat

gizi yang menyumbang energi paling tinggi dibandingkan dengan zat makro

lainnya, yaitu 9 kkal. Lemak dapat dikonsumsi pada berbagai macam jenis

makanan, diantaranya : minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa

sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dam sebagainya), mentega,

margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam) (Almatsier, 2010).

Selain lemak, jenis makanan karbohidrat juga menjadi penyumbang energi

terbanyak, karena sifat zatnya yang mudah dan cepat terurai menjadi energi,

terutama pada jenis karbohidrat sederhana. Jenis makanan yang mengandung

zat karbohidrat antara lain : padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-

kacang kering dan gula, serta hasil olahan lainnya seperti bihun, mie, roti,

tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2010). Makanan

tersebut merupakan jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi, yang

dapat menaikan kadar gula darah dengan cepat, sehingga makanan akan cepat

menyerap dalam usus, yang akhirnya menimbukan rasa lapar yang cepat pula

(Rahmawati and Setiarini, 2013).

Jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang akan berdampak pada tinggi

dan rendahnya asupan energi. Hampir setengah dari total energi harian berasal

dari jenis karbohidrat pada semua kelompok usia (Davison & Birch, 2001).

Page 33: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

19

Namun dalam hal ini, kontribusi pada turunan karbohidrat, yaitu glukosa

(gula) pada anak lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Tingginya

konsumsi glukosa pada anak merupakan salah satu perilaku dalam pemilihan

makanan (Brown, 2011). Ketidakseimbangan rasio asupan energi inilah yang

mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak, terutama pada zat gizi lemak

(Davison & Birch, 2001).

Jumlah total energi harian dengan persentase lemak yang lebih banyak dan

dikonsumsi secara berangsur-angsur akan menyebabkan kelebihan gizi pada

anak (Davison & Birch, 2001). Asupan makan harian anak yang dianjurkan

sebaikanya memenuhi keseimbangan rasio energi dari karbohidrat, lemak dan

protein. Namun, pada kasus penderita gizi lebih, rasio yang lebih diperhatikan

adalah energi yang diperoleh dari lemak. Keseimbangan rasio ini biasa disebut

sebagai kisaran distribusi persentase energi dari zat gizi mikro atau Average

Macronutrients Energi Distribution Range (AMDR) (Kemenkes, 2014).

Berikut anjuran persentase energi dari zat gizi karbohidrat dan lemak dalam

total energi harian :

Tabel 2.2 Anjuran Persentase Energi dari Zat Gizi Karbohidrat Lemak dan Protein

Kategori Usia

(tahun)

Energi

(kkal)

% Energi

Karbohidrat

%

Energi

Lemak

%

Energi

Protein

Anak 7-9 1850 55 35 10

Laki-laki 10-12 2100 55 30 15

13-15 2475 55 30 15

Perempuan 10-12 2000 55 30 15

13-15 2125 55 30 15

Sumber : Kemenkes, 2014

Page 34: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

20

Oleh karena itu, jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak harus

sesuai dengan kebutuhan anak. Kebutuhan asupan anak dibedakan oleh jenis

kelamin dan usia anak. Penentuan kebutuhan asupan makanan ditentukan oleh

angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA).

AKG merupakan angka kecukupan rata-rata zat gizi dalam sehari bagi hampir

semua orang sehat (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran

tubuh, aktivitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis tubuh untuk mencapai

derajat kesehatan yang optimal (Kemenkes, 2014). Berikut angka kecukupan

gizi (AKG) makro tahun 2013 yang dikategorikan berdasarkan jenis kelamin

dan usia 7-12 tahun :

Tabel 2.3 Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) Usia 7-12 Tahun

Kategori Usia

(tahun)

BB

(kg)

TB

(cm)

Energi

(kkal)

Karbohidrat

(g)

Protein

(g)

Lemak

(g)

Anak 7-9 27 130 1850 254 49 72

Laki-laki 10-12 34 142 2100 289 56 70

13-15 46 158 2475 340 72 83

Perempuan 10-12 36 145 2000 275 60 67

13-15 46 155 2125 292 69 71

Sumber : Kemenkes (2013)

Keterangan :

BB = Berat badan

TB = Tinggi badan

Berdasarkan tabel anjuran diatas, maka masyarakat khususnya anak dapat

menjadikan hal tersebut sebagai acuan dalam asupan makannya sehari-hari

untuk mencapai sehat yang optimal. Namun keseimbangan antara asupan

energi dan pengeluaran energi harus selalu menjadi acuan anak. Asupan

Page 35: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

21

makan anak yang berisiko terhadap gizi lebih dapat dipengaruhi oleh tiga

faktor, yaitu karakteristik anak, pola asuh orangtua dan karakteristik keluarga,

serta karakterisitk masyarakat, sosial dan demografi. Berikut penjelasannya :

a. Karakteristik Anak terhadap Asupan Makan

Karakteristik anak pada kejadian gizi lebih dibagi menjadi dua,

yaitu usia dan jenis kelamin (Davison & Birch, 2001). Asupan makan

pada anak usia sekolah dapat dipengaruhi oleh tingkat dan fungsi

pertumbuhan. Kebutuhan asupan makan anak berbeda dengan

kelompok usia lainnya, karena pada usia ini anak mengalami proses

pertumbuhan dan persiapan untuk mencapai puncak pertumbuhan

(remaja). Pada usia ini, anak akan mengalami banyak aktivitas fisik,

sehingga kebutuhan asupan energi dari makanan atau minuman akan

terus meningkat. Namun jika terjadi ketidakseimbangan asupan, maka

akan berdampak pada kejadian gizi lebih (Davison & Birch, 2001;

Crowle & Turner, 2010).

Asupan makan anak juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Sama

halnya dengan faktor usia, kebutuhan asupan pada anak dibedakan

berdasarkan proses pertumbuhan dari masing-masing jenis kelamin.

Proses pertumbuhan dan jenis kelamin sangat erat kaitannya dengan

asupan energi dan lemak. Jenis kelamin dapat membedakan kebutuhan

asupan energi, lemak, protein dan zat mikro lainnya. Anak laki-laki

cenderung memiliki aktivitas tinggi yang membuat kebutuhan

Page 36: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

22

asupannya cenderung meningkat, namun sebaliknya pada anak

perempuan. Kebutuhan asupan yang meningkat pada anak sering

menjadi salah satu penyebab terjadinya ketidakseimbangan asupan.

Hal ini lah yang akan mempengaruhi terjadinya gizi lebih pada anak

(Davison & Birch, 2001).

Walaupun demikian, faktor usia dan jenis kelamin tidak secara

langsung menjadi faktor yang menyebabkan gizi lebih pada anak.

Faktor ini hanya dianggap sebagai faktor pengganggu dan efek yang

dihasilkan hanya sebagai faktor yang dikontrol (Davison and Birch,

2001).

b. Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga terhadap

Asupan Makan

Asupan makan anak dapat terbentuk oleh lingkungan keluarga.

Peran keluarga dibagi menjadi dua, yaitu pola asuh orangtua dan

karakteristik keluarga. Pola asuh orangtua dilakukan melalui praktek

pemberian makan anak. Menurut Davison, dkk. (2012), orangtua dapat

mempengaruhi pola dan kebiasaan asupan makan anak melalui tingkat

pengetahuan dan pemahamannya terkait makanan dan berat badan

anak. Cara memperoleh makan, cara penyajian makan dan jenis

makanan yang disediakan orangtua merupakan beberapa hal yang

dilakukan orangtua dalam praktek pemberian makan. Sedangkan

karakteristik keluarga diukur melalui riwayat gizi lebih pada orangtua.

Page 37: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

23

Pemberian makan anak menjadi hal strategis yang dilakukan

orangtua kepada anak secara tidak langsung dalam mempengaruhi

pola asupan makan dan berat badan anak. Terdapat tiga praktek

pemberian makan orangtua terhadap anak dalam mengontrol asupan

makannya, yaitu pembatasan (restriction), pemaksaan (pressure to

eat) dan pemantauan (monitoring).

Tipe pola asuh pembatasan atau restriction mengacu pada cara

orangtua berusaha untuk membatasi makanan yang tidak sehat, namun

peningkatan justru terjadi pada makanan tersebut. Dengan demikian,

pola asuh ini tidak cukup optimal untuk memberikan contoh kebiasaan

yang sehat pada anak. Demikian pula pada pola asuh pemaksaan atau

pressure to eat, mengacu pada upaya yang dilakukan orangtua

terhadap anak agar memperbanyak konsumsi makanan sehat, namun

justru terjadi penururunan pada jenis makanan tersebut.

Bagaimanapun, praktek pemberian makan pada tipe monitoring telah

dianggap sebagai praktek yang lebih efektif untuk mengontrol asupan

makan pada anak, yaitu dengan mengawasi jumlah dan tipe makanan

yang dikonsumsi oleh anak (Davison & Birch, dkk., 2001). Namun,

orangtua yang menggunakan satu macam praktek pemberian makan

bukan merupakan contoh yang baik dalam mempengaruhi asupan

makan anak penderita gizi lebih, melainkan pemberian contoh dalam

Page 38: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

24

mengonsumsi buah dan sayur menjadi lebih baik dalam mencegah

kejadian gizi lebih pada anak (Kimble, 2014).

Dampak dari praktek pemberian makan anak yang tidak sesuai

adalah perilaku makan anak menjadi manja, gizi buruk, anak tidak bisa

menentukan makanan yang terbaik untuk dirinya dan terganggunya

perkembangan anak. Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan

bahwa pola asuh makan yang salah mengakibatkan anak mempunyai

perilaku makan yang salah dan dapat mengakibatkan status gizi sangat

gemuk pada anak (Hughes, 2008).

Namun, pada era modern dan serba teknologi, telah terjadi

pergeseran praktek pemberian makan oleh orangtua, salah satunya

yaitu cara memperoleh makanan dengan membeli makanan siap saji di

luar rumah. Waktu yang singkat menjadi salah satu pertimbanagn

orangtua dalam memilih dan menyajikan makanan di rumah. Seperti

diketahui bahwa makanan siap saji memiliki nilai gizi yang rendah,

sehingga kebiasaan ini lama-kelamaan akan mempengaruhi perilaku

yang berisiko terhadap gizi lebih, terutama pada anak-anak. Selain itu,

jenis makanan yang terdapat pada makanan siap saji biasanya

mengandung energi dan persen lemak yang tinggi. Hal tersebut

merupakan suatu pergeseran praktek pemberian makan melalui cara

memperoleh makanan.

Page 39: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

25

Meskipun banyak studi yang membuktikan hubungan antara

asupan makan dan praktek pemberian makan anak dan orangtua,

belum ditemukan informasi yang pasti mengenai mekanisme yang

menghubungkan keduanya. Kesamaan atau kemiripan pola tersebut

mungkin dikarenakan genetik dalam hal persepsi rasa, pemilihan

makan, dan isyarat dalam respon terhadap rasa lapar dan kenyang.

Walaupun begitu, asupan makan orangtua dan anak dalam praktek

pemberian makan merupakan akibat dari faktor lingkungan.

Karakteristik keluarga yang menyebabkan asupan makan anak

yaitu melalui riwayat gizi lebih yang dimiliki keluarga, terutama

orangtua. Anak yang memiliki riwayat gizi lebih mempunyai

kerentanan yang lebih tinggi terhadap dampak dari kelebihan asupan

energi dan lemak dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki

riwayat gizi lebih (Davison & Birch, 2001). Selain riwayat gizi lebih,

riwayat penyakit risiko gizi lebih (penyakit degeneratif) juga

berpengaruh pada asupan makan anak.

c. Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi terhadap

Asupan Makan

Praktek pemberian makan orangtua akan membentuk asupan

makan anak, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh tingkatan

lingkungan yang lebih luas. Lingkungan dilihat berdasarkan

Page 40: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

26

karakteristik masyarakat, sosial dan demografi, yaitu lingkungan

tempat tinggal, sekolah dan status sosial ekonomi.

Lingkungan tempat tinggal anak akan membentuk asupan makan

melalui jenis makanan yang terjangkau. Jenis makanan dapat dibagi

menjadi dua tipe, yaitu makanan yang harus melalui proses memasak

terlebih dahulu dan makanan siap saji. Ketersediaan waktu dalam

menyiapkan makanan dapat mengurangi sekaligus meningkatkan jam

kerja orangtua. Terbatasanya waktu luang, ditambah dengan

kurangnya keinginan untuk mempersiapkan makanan telah

mengakibatkan pergeseran besar dalam praktek asupan makan di

masyarakat. Sehingga asupan makan anak akan lebih banyak diperoleh

dari makanan siap saji, yang banyak terjangkau di lingkungan akibat

keterbatasan waktu yang dimiliki masyarakat untuk memproses

makanan tersebut. Pergerseran kondisi lingkungan ini dapat

mempengaruhi asupan makan anak yang berisiko terhadap gizi lebih.

Selain itu, asupan makan anak juga dipengaruhi oleh lingkungan

sekolah. Karakteristik dari lingkungan sekolah meliputi kualitas

asupan makanan di sekolah maupun di sekitar sekolah. Asupan makan

di sekolah menjadi salah satu yang menentukan asupan makan anak,

karena hal tersbut mengalokasikan sekitar 40% asupan harian anak.

Oleh karenanya, kualitas makanan di lingkungan sekolah sangat

penting, karena sebagian besar anak mengonsumsi makanan tambahan

Page 41: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

27

(jajanan) di sekolah (Davison & Birch, 2001). Seperti diketahui,

bahwa kualitas makanan jajanan pada umumnya mengandung energi

yang tinggi (membuat cepat kenyang) dan kurang memiliki zat-zat gizi

yang dibutuhkan anak (Moehji, 2000). Sehingga dapat menyebabkan

pergeseran praktik asupan makan anak.

Status sosial ekonomi di masyarakat dikaitkan dalam asupan

makan anak. Penelitian menunjukan anak yang berasal dari keluarga

sosial ekonomi rendah memiliki asupan makan yang kurang beragam

dibandingkan dengan keluarga sosial ekonomi tinggi (Davison &

Birch, 2001). Di samping itu, perbedaan asupan makan anak pada

status sosial ekonomi yang berbeda memungkinan refleksi yang

berbeda pada sikap dan kepercayaan orangtua, dimana hal tersebut

membentuk praktek pemberian makan pada anak.

2. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan tubuh melalui otot rangka yang

memerlukan energi. Fungsi dari aktivitas fisik dapat meningkatkan

kemampuan fungsi tulang, otot dan system pernafasan serta dapat mengurangi

risko penyakit hipertensi, kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus dan depresi

(WHO, 2016). Aktivitas fisik dapat mengimbangi pengeluaran energi dalam

tubuh. Sebaliknya, jika seseorang tidak melakukan aktivitas fisik, maka dapat

mempengaruhi peningkatan indeks massa tubuh dan lemak dalam tubuh.

Aktivitas fisik pada anak termasuk salah satu kebiasaan yang penting untuk

Page 42: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

28

membentuk kebiasaan gaya hidup sehat yang akan berlanjut hingga remaja

dan dewasa. Dengan meningkatnya kejadian gizi lebih, maka aktivitas fisik

pada anak menjadi salah satu faktor yang dapat dikontrol, selain perilaku

sedentari (Brown, 2011).

Pengukuran aktivitas fisik anak dapat dilihat berdasarkan klasifikasi dan

durasi aktivitas yang dilakukan selama satu minggu. Klasifikasi dan durasi

aktivitas fisik yang rendah dapat menyebabkan peningkatan risiko terhadap

gizi lebih akibat ketidakesimbangan asupan dan pengeluaran energi (Liu dkk.,

2010). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ruiz & Ortega (2009),

bahwa anak dengan tingkat aktivitas yang rendah memungkinkan memiliki

hubungan yang tinggi terhadap risiko peningkatan penyakit jantung dan

pembuluh darah (kardiovaskuler). Penyakit tersebut merupakan salah satu

dampak risiko dari gizi lebih.

Aktivitas fisik dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu rendah,

sedang dan berat. Masing-masing tingkatan memiliki pengeluaran kalori yang

berbeda. Berikut klasifikasi aktivitas fisik berdasarkan jumlah pengeluaran

energi dan jenis aktivitasnya :

Page 43: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

29

Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Fisik

Klasifikasi Pengeluaran Energi Aktivitas Fisik

Ringan 2,5-4,9 kcal/menit

Berjalan kaki, tenis meja,

golf, mengetik, membersikan

kamar

Sedang 5-7,4 kcal/menit Bersepeda, menari, tennis,

menaiki tangga

Berat 7,5-12 kcal/menit Basket, sepak bola,

berenang, angkat beban

Sumber : Statistik Kesehatan , 2004.

The National Physical Activity Guidelines di Australia dan World Health

Organization telah merekomendasikan jenis dan jadwal aktivitas fisik pada

anak dan remaja dengan rentan usia 5-17 tahun, antara lain : (WHO, 2016)

1) Melakukan aktivitas fisik pada intensitas sedang – berat selama 60

menit setiap hari,

2) Aktivitas fisik yang dilakukan lebih dari 60 menit setiap hari akan

memberikan tambahan manfaat kesehatan, dan

3) Melakukan aktivitas fisik yang meliputi aktivitas yang dapat

memperkuat otot dan tulang, minimal 3 kali seminggu.

Rekomendasi aktivitas fisik tersebut digunakan sebagai salah satu acuan

bagi orangtua dan guru untuk mengikutsertakan anak dalam kegiatan aktivitas

fisik. Aktivitas fisik dapat terbentuk oleh kombinasi dari karakteristik anak,

pola asuh orangtua dan karakteristik keluarga, serta karakterisitik masyarakat,

sosial dan demografi. Berikut penjelasannya :

Page 44: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

30

a. Karakteristik Anak terhadap Aktivitas Fisik

Jenis kelamin dan usia mempengaruhi ketertarikan partisipasi

dalam kegiatan aktivitas fisik dan olahraga. Penelitian menunujukan

bahwa terdapat perbedaan pola aktivitas fisik pada anak perempuan

dan laki-laki, secara umum, anak laki-laki lebih aktif secara fisik

daripada perempuan (Sallis, 2000 dalam Davison & Birch, 2001).

Selain jenis kelamin, usia juga berpengaruh terhadap partisipasi anak

dalam aktifitas fisik dan olahraga, semakin meningkat usia anak, maka

partisipasi dalam aktifitas fisik dan olahraga semakin menurun,

terutama pada anak perempuan (Davison & Birch, 2001). Hal tersebut

dikarenakan tingkat antusiasme anak menurun, sedangkan minat anak

terhadap aktivitas lain meningkat, sehingga waktu yang dimiliki anak

untuk melakukan aktivitas fisik semakin berkurang.

Di samping itu, salah satu penyebab dari penurunan aktivitas fisik

adalah masa pubertas, yang memberikan efek secara fisik, emosional

dan sosial pada anak. Walaupun anak usia sekolah dasar belum

sepenuhnya mengalami pubertas, namun tanda-tanda dan sikap sudah

mulai terjadi. Karena masa pubertas dan meningkatnya kemawasan

diri pada anak, dapat membuat anak enggan untuk menonjolkan

perubahahn fisik dalam dirinya. Peningkatan usia pada anak

perempuan menyebabkan persepsi bahwa aktivitas fisik dan olahraga

Page 45: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

31

adalah hal yang tidak feminim dan semakin meningkat usia anak,

maka persepsi tersebut semakin kuat (Davison & Birch, 2001).

b. Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga terhadap

Aktivitas Fisik

Sama halnya dengan faktor risiko asupan makan, faktor aktivitas

anak juga tidak dapat terlepas dari pengaruh keluarga. Pola asuh

orangtua dalam aktifitas fisik mempengaruhi pola aktivitas fisik pada

anak. Hal tersebut dikarenakan orangtua merupakan panutan bagi

anaknya. Selain itu, kepercayaan dan kebiasaan orangtua yang aktif

secara fisik dapat menciptakan lingkungan keluarga yang mendorong

anak untuk lebih aktif melakukan aktivitas fisik, seperti berolahraga

dan melakukan kegiatan di luar rumah (Davison & Birch, 2001).

Hubungan pola asuh orangtua terhadap aktivitas fisik anak dapat

dilihat melalui kebiasaan aktivitas orangtua, dukungan terhadap

kegiatan aktivitas fisik dan monitoring aktivitas anak. Berikut strategi

yang harus dimiliki orangtua dalam meningkatkan kegiatan aktivitas

fisik anak (Brown, 2011) :

1. Memberikan contoh yang baik dalam aktivitas fisik serta

mengikutsertakan anak di dalamnya

2. Menganjurkan anak untuk melakukan aktivitas fisik di rumah,

di sekolah dan saat bersama teman

Page 46: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

32

3. Membatasi waktu dalam menonton televisi, film, bermain

komputer dan video game serta kegiatan lainnya yang dapat

mengurangi waktu untuk beraktivitas fisik.

Partisipasi orangtua dalam aktivitas fisik sangat berdampak pada

kelompok anak yang berisiko terhadap gizi lebih. Beberapa penelitian

menunjukan bahwa aktifitas pada anak perempuan lebih dipengaruhi

oleh aktivitas orangtua, dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal

tersebut disebabkan karena anak perempuan memiliki panutan yang

lebih sedikit diluar lingkungan keluarga.

c. Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi terhadap

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik anak dipengaruhi secara langsung oleh pola asuh

orangtua dan karakteristik keluarga. Hal tersebut juga dipengaruhi

oleh tiga faktor, yaitu status sosial ekonomi, pelajaran olahraga di

sekolah, tersedianya fasilitas umum yang mendukung kegiatan

aktivitas fisik.

Tingkat aktivitas fisik anak yang rendah cenderung terjadi pada

keluarga dengan status sosial ekonomi rendah (Centers for Disease

Control and Prevention, 2002 dalam Joens-Matre dkk., 2008). Hal

tersebut dapat disebabkan oleh karakteristik keluarga seperti: (1)

kurangnya waktu luang; (2) kurangnya pengetahuan terhadap manfaat

Page 47: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

33

olahraga yang disebabkan tingkat pendidikan yang rendah; (3) serta

kurangnya alokasi dana untuk mendukung aktivitas fisik anak

(Davison and Birch, 2001).

Selain sosial ekonomi, aktivitas fisik anak juga dapat dipengaruhi

oleh pelajaran olahraga di sekolah. Sekolah menyediakan kesempatan

yang besar bagi anak untuk berpartisipasi dalam beragam aktivitas

fisik. Namun, terkadang perubahaan system di sekolah menyebabkan

alokasi dana terhadap kegiatan olahraga berkurang. Dampaknya

banyak sekolah yang tidak menyediakan pelajaran olahraga. Tidak

adanya pelajaran olahraga di sekolah menyebabkan anak memiliki

tingkat aktivitas fisik yang rendah. Analisis yang dilakukan NHANES

III menunjukan indikasi bahwa anak yang berpartisipasi pada kegiatan

aktivitas fisik dan olahraga di sekolah memiliki risiko yang lebih

rendah terhadap kejadian gizi lebih, dibandingkan dengan anak yang

tidak berpartisipasi (Brown, 2011).

Salah satu bentuk lingkungan fisik yang dapat meningkatkan

aktivitas fisik anak adalah tersedianya infrastruktur yang mendukung.

Masyarakat membutuhkan tempat yang aman untuk anak dalam

berjalan kaki dan mengendarai sepeda ke sekolah. Lingkungan fisik

seperti ini dapat meningkatkan gaya hidup sehat untuk mengurangi

risiko terhadap kejadian gizi lebih pada anak.

Page 48: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

34

3. Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari merupakan kegiatan yang bukan termasuk aktivitas

fisik yang banyak mengeluarkan energi. Terdapat istilah dalam perilaku

sedentari, yaitu Small Screen Recreation atau SSR. SSR adalah aktivitas yang

hanya mengeluarkan sedikit energi, seperti membaca atau belajar, menonton

televisi, bermain komputer dan video game. Namun, aktivitas menonton TV

termasuk jenis SSR yang paling berpengaruh terhadap berat badan

dibandingkan dengan bermain komputer dan video game. SSR dapat

mempengaruhi berat badan dan metabolism tubuh jika dilakukan pada jangka

panjang (Crowle & Turner, 2010; Suarez, 2010; Davison & Birch, 2001).

Perilaku sedentari akan terus meningkat seiring dengan peningkatan

inovasi teknologi yang mempermudah aktivitas manusia. Survey yang telah

dilakukan oleh Universitas Australia Selatan pada tahun 2008 menunjukan

peningkatan SSR hampir dua kali lipat pada anak usia 9-16 tahun dari tahun

2004 (Crowle & Turner, 2010). Perilaku sedentari menjadi salah satu

pengaruh yang besar terdahap kenaikan berat badan, penyakit kardiovaskuler

dan kejadian kematian dan kesakitan di Amerika Serikat. The American

Academy of Pediatrics merekomendasikan bahwa anak tidak diperbolehkan

untuk menonton televisi atau menatap layar seperti komputer lebih dari 2 jam

(Brown, 2011). Berdasarkan hasil studi yang dilakukan National Longitudinal

Surveys of Youth (NLSY) tahun 2015 diperoleh bahwa terdapat hubungan

yang kuat antara kebiasaan menonton televisi dengan kejadian gizi lebih.

Page 49: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

35

Perilaku sedentari berkontribusi dalam kejadian gizi lebih melalui

berkurangnnya pengeluaran energi dalam tubuh. Energi yang seharusnya

dikeluarkan untuk keseimbangan asupan tidak terjadi dalam aktivitas

sedentari. Selain itu, penambahan asupan makan sering terjadi saat melakukan

aktivitas sedentari. Seperti diketahui bahwa peningkatan asupan makan dan

perilaku sedentari akan menghasilkan penambahan berat badan. Studi yang

dilakukan oleh NHANES III menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

positif antara peningkatan asupan makan dan lamanya waktu menonton

televisi. Akibatnya waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan

aktivitas fisik semakin berkurang (Brown, 2011).

Perilaku sedentari yang tinggi berisiko pada kejadian gizi lebih pada anak

(Davison & Birch, 2001). Hal itu dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu

karakteristik anak, pola asuh orangtua dan karakteristik keluarga, serta

karakterisitk masyarakat, sosial dan demografi. Berikut penjelasannya :

a. Karakteristik Anak terhadap Perilaku Sedentari

Karakteristik anak yang meliputi jenis kelamin dan usia

mempengaruhi perilaku sedentari. Tingkat perilaku sedentari

cenderung lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan

anak laki-laki, dan cenderung meningkat seiring meningkatnya tingkat

pendidikan. Pada anak perempuan, perilaku sedentari lebih

berpengaruh pada kejadian gizi lebih karena perilaku sedentari pada

anak perempuan tidak diiringi dengan aktivitas fisik seperti pada anak

Page 50: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

36

laki-laki. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan

Gortmaker, dkk. pada program pencegahan gizi lebih di sekolah,

mereka menemukan bahwa pengurangan perilaku sedentari (menonton

televisi) berhubungan dengan berkurangnya insiden pada anak

perempuan, namun tidak pada anak laki-laki (Davison & Birch, 2001)

b. Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga terhadap

Perilaku Sedentari

Orangtua memegang peranan penting dalam membentuk,

membimbing dan memantau perilaku sedentari anak. Namun,

penelitian mengenai pengaruh orangtua dalam perilaku sedentari anak

lebih sedikit dibandingkan dua faktor risiko gizi lebih pada anak

lainnya. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, diperoleh bahwa

perilaku sedentari anak disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku

sedentari orangtua dan pengawasan anak dalam menonton televisi

(Davison & Birch, 2001).

c. Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi terhadap

Perilaku Sedentari

Pola asuh orangtua mengenai perilaku sedentari anak dipengaruhi

oleh tingkat status sosial ekonomi keluarga. Tingkat status sosial

ekonomi yang rendah berhubungan dengan perilaku sedentari anak

yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengawasan orangtua

terhadap waktu menonton televisi anak, kurangnya pengetahuan

Page 51: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

37

tentang manfaat olahraga, dan harga televisi, video, dan permainan

komputer yang relative tidak mahal. Selain itu, tingkat keamanan yang

rendah dan kriminalitas yang tinggi di lingkungan status sosial

ekonomi yang rendah menyebabkan orangtua lebih menyarankan anak

untuk beraktivitas di dalam ruangan karena lebih aman (Davison &

Birch, 2001).

D. Kecenderungan Gizi Lebih di Perkotaan

Berdasarkan teori kerangka gizi lebih pada anak menurut Davison & Birch

(2001), pendekatan yang digunakan merupakan studi untuk melihat suatu

kejadian secara komperensif, bukan hanya individu, tetapi juga lingkungannya.

Jika dilihat pada gaya hidup saat ini, masyarakat telah mengalami banyak

transisi akibat globalisasi, terutama di negara berkembang seperti Indonesia,

diantaranya pada pola asupan makan, aktivitas fisik dan perilaku sedentari

(Ramachandran, dkk., 2012). Data menunjukan bahwa masyarakat dengan

status sosial ekonomi yang tinggi mendapat keuntungan dari efek globalisasi

tersebut. Namun, tidak selalu menguntungkan bagi masyarakat miskin

perkotaan (Vepa, 2003). Lingkungan dan status ekonomi yang terbatas menjadi

salah satu faktor mudahnya akses terhadap makanan murah yang mengandung

energi yang tinggi, ukuran porsi besar dan makanan siap saji (Linardakis, dkk.,

2008).

Menurut Pena & Bacallao (2000), masyarakat telah mengalami perubahan

pola asupan makan dengan peningkatan makanan tinggi energi, seperti lemak,

Page 52: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

38

gula, dan rendahnya konsumsi serat, terutama pada masyarakat perkotaan.

Selain itu, akses dan fasilitas umum untuk melakukan aktivitas fisik semakin

berkurang dengan berkembangnya inovasi teknologi yang menyebabkan

perilaku sedentari semakin meningkat (Kemenkes, 2012).

Karakterisik gizi lebih pada anak yang tinggal di tingkatan wilayah dan

sosial ekonomi berbeda cenderung menunjukan faktor risiko yang berbeda pula.

Peran lingkungan dan status sosial ekonomi masing-masing wilayah akan

memberikan dampak yang berbeda pada masyarakatnya (Davison & Birch,

2001). Gizi lebih pada masyarakat miskin perkotaan di negara berkembang

menunjukan peningkatan, sedangkan gizi lebih pada masyarakat dengan tingkat

status ekonomi yang tinggi di negara maju cenderung menurun, walaupun

angka prevalensi masih tinggi. Beberapa faktor penyebab perbedaan

karakteristik gizi lebih pada anak yang memiliki status ekonomi keluarga tinggi

dan rendah, diantaranya genetik, jenis kelamin, pola asupan makan,

sosiokultural, dan budaya (Pena & Bacallao, 2000). Sama halnya pada gizi lebih

pada anak sekolah, terjadi peningkatan pada sosial ekonomi rendah, dilihat

berdasarkan data setiap peningkatan angka kemiskinan sejumlah 1%, maka

terjadi peningkatan gizi lebih sebanyak 1.17% (Eagle, 2016). Berikut bagan

yang menunjukan kecenderungan penderita gizi lebih pada sosial ekonomi dan

status negara yang berbeda : (Pena & Bacallao, 2000)

Page 53: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

39

Bagan 2.1 Hubungan antara Gizi Lebih dan Status Sosial Ekonomi

Di Brazil, masyarakat miskin (poverty) tidak mengonsumsi makanan apa

yang dibutuhkan atau apa yang seharusnya mereka makan, melainkan

mengonsumsi makanan yang terjangkau di lingkungan masyarakat tersebut

(Aguirre, 1994) Pada pola aktivitas fisik, kelompok masyarakat ini memiliki

waktu yang terbatas dan lingkungan yang tidak menyediakan fasilitas

penunjang aktivitas fisik, sebagaimana seharusnya (masyarakat status sosial

ekonomi yang lebih tinggi). Sedangkan, kejadian gizi lebih pada anak di

keluarga dengan sosial ekonomi tinggi, faktor lingkungan tempat tinggal tidak

berkaitan atau berkontribusi dalam kejadian gizi lebih (Ranjani dkk., 2016)

Page 54: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

40

Meskipun kedua tingkatan status sosial ekonomi dapat berisiko terhadap

gizi lebih, terdapat karakteristik yang membedakannya, baik negara

berkembang maupun negara maju. Menurut Pena & Bacallao (2000), terdapat

dua faktor yang sulit untuk menyimpulkan hubungan antara gizi lebih dan status

sosial ekonomi, yaitu (1) hubungannya mungkin berbeda di setiap negara,

bahkan setiap daerah karena memiliki variasi dan karakteristik yang berbeda;

(2) hubungan keduanya mungkin dikarenakan budaya, ekologi atau faktor

sosial.

E. Kerangka Teori

Kejadian gizi lebih pada anak sekolah dasar tidak dipengaruhi oleh satu

faktor saja, melainkan hasil dari hubungan banyak faktor. Berdasarkan teori

Davison & Birch (2001) mengenai model kerangka penyebab terjadinya gizi

lebih pada anak terdapat faktor risiko utama meliputi asupan makan, pola

aktivitas fisik, dan perilaku sedentari. Ketiga faktor risiko tersebut disebabkan

oleh banyak faktor, yaitu karakteristik anak, karakteristik keluarga dan pola

asuh orangtua, serta lapisan terluar, yaitu karakteristik masyarakat, sosial dan

demografi. Dalam mempermudah pemahaman, maka peneliti melakukan

modifikasi pada kerangka penyebab gizi lebih pada anak sekolah dasar, sebagai

berikut :

Page 55: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

41

Bagan 2.2 Kerangka Modifikasi Davison & Birch (2001)

Lingkungan

Tempat Tinggal

Advertising

Etnis dan

Budaya

Jenis Makanan

yang Terjangkau

Lingkungan

Sekolah

Sosial &

Ekonomi

Karakteristik Sosial,

Masyarakat dan Demografi

Pola Asuh Orangtua dan

Karakteristik Keluarga

dan

Lingkungan

Keluarga

Status Gizi

Orangtua

Pengetahuan

Gizi

Praktek

Pemberian

Makan

Jenis

Kelamin

Usia

Aktivitas

Fisik

Perilaku

Sedentari Asupan

Makan

Karakteristik dan Faktor

Risiko pada Anak

Gizi Lebih

pada Anak

SD

Kebiasaan Aktivitas

Kelarga

Page 56: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

42

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada bab sebelumnya, faktor risiko gizi lebih

pada anak adalah asupan makan, pola aktivitas fisik dan perilaku sedentari.

Ketiganya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis kelamin, usia,

riwayat gizi lebih orangtua , praktik pemberian makan, lingkungan keluarga,

kebiasaan aktivitas fisik orangtua, jenis makanan yang terjangkau, kebiasaan

aktivitas keluarga, advertising, status sosial ekonomi, etnis dan budaya, serta

lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Sehubungan dengan penelitian ini,

maka dikembangkan kerangka konsep berdasarkan teori tersebut. Adapun

variable yang tidak dimasukan dalam kerangka konsep ini, diantaranya :

1. Pengetahuan gizi

Dalam penelitian ini, pengetahuan gizi ibu tidak dimasukkan dalam

konsep dikarenakan tujuan peneliti berfokus pada faktor risiko, kebiasaan

keluarga dan lingkungan anak. Pengetahuan gizi dianggap sudah terlalu

mendalam untuk dijadikan faktor risiko gizi lebih pada anak sekolah dasar

dalam penelitian ini.

2. Lingkungan fisik tempat tinggal, sekolah dan advertising

Variable lingkungan fisik tempat tinggal, sekolah advertising menjadi

variable yang tidak dimasukan pada penelitian ini. Ketiga variable ini

Page 57: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

43

dapat tergambar dari kondisi dan demografi tempat penelitian, sehingga

peneliti tidak jadikan sebagai variable yang diteliti.

3. Etnis dan budaya

Etnis pada masyarakat Indonesia tidak terlalu menjadi perbedaan yang

besar, karena sebagian besar masyarakat di sekitar terminal merupakan

masyarakat pribumi. Selain etnis, budaya di suatu kelompok masyarakat

cenderung sama, yaitu betawi dan sunda.

Page 58: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

44

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti menyusun bagan kerangka

konsep untuk mempemudah pemahaman seperti dibawah ini :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

1. Pendidikan Terakhir

Orangtua

2. Penghasilan

Orangtua

Karakteristik Sosial,

Masyarakat dan

Demografi

1. Praktek Pemberian

Makan

2. Kebiasaan Aktivitas

Keluarga

3. Lingkungan

Keluarga

4. Status Gizi

Orangtua

Pola Asuh Orangtua

dan Karakteristik

Keluarga

1. Asupan Makan

(Total Asupan

Energi, Persen

Karbohidrat dan

Lemak dalam Total

Energi)

2. Aktivitas Fisik

3. Perilaku Sedentari

Faktor Risiko Anak

Gizi Lebih pada Anak

Sekolah Dasar Master

Karakteristik Anak

1. Jenis Kelamin

2. Umur

Page 59: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

73

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Faktor yang

Diteliti Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

1. Gizi Lebih Kelebihan berat badan anak yang

diukur berdasarkan nilai indeks massa

tubuh menurut umur.

Pengukuran

Antropometri

Timbangan

digital dengan

ketelitian 0,1 kg

dan mikrotoa

dengan ketelitian

0,1 cm

0. Gemuk, jika >1 SD

sampai 2 SD

1. Sangat Gemuk, jika

>2 SD

(WHO, 2005)

Ordinal

2. Jenis Kelamin Perbedaan antara laki-laki dan

perempuan secara biologis sejak lahir

(Hungu, 2007)

Wawancara Kuesioner 0. Laki-laki

1. Perempuan

Ordinal

3. Umur Usia responden yang dihitung

berdasakan tahun lahir sampai saat

wawancara

Wawancara Kuesioner Tahun Nominal

4. Total Asupan

Energi

Rata-rata asupan energi yang

diperoleh responden dari makanan dan

minuman yang dikonsumsi selama 2

hari (satu hari saat weekday dan satu

hari saat weekend)

Wawancara Lembar Food

Recall 2x24 jam

0. Lebih, jika > 100%

AKG

1. Cukup, jika 95-

100% AKG

2. Kurang, jika < 95%

AKG

Ordinal

Page 60: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

46

No. Faktor yang

Diteliti Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

5. Persen

Karbohidrat

Rata-rata kontribusi asupan

karbohidrat berdasarkan total asupan

energi harian yang dikonsumsi selama

2 hari (satu hari saat weekday dan satu

hari saat weekend)

Wawancara Lembar Food

Recall 2x24 jam

0. Lebih, jika persen

karbohidrat > 55%

1. Cukup, jika persen

karbohidrat 50-55%

2. Kurang, jika persen

karbohidrat < 55%

Ordinal

6. Persen Lemak Rata-rata kontribusi asupan lemak

berdasarkan total asupan energi harian

yang dikonsumsi selama 2 hari (satu

hari saat weekday dan satu hari saat

weekend)

Wawancara Lembar Food

Recall 2x24 ja m

0. Lebih, jika persen

lemak > 30%

1. Cukup, jika persen

lemak ≤ 30%

Ordinal

7. Persen Protein Rata-rata kontribusi asupan protein

berdasarkan total asupan energi harian

yang dikonsumsi selama 2 hari (satu

hari saat weekday dan satu hari saat

weekend)

Wawancara Lembar Food

Recall 2x24 jam

0. Cukup, jika persen

protein 15%

1. Kurang, jika persen

protein < 15%

Ordinal

Page 61: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

47

No. Faktor yang

Diteliti Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

8. Aktivitas Fisik Setiap gerakan tubuh responden saat

berolahraga dan bermain yang diukur

berdasarkan jenis kegiatan dan

frekuensinya selama satu minggu

terakhir

Wawancara Kuesioner

modifikasi

Phisical Activity

Questionaire

Children (PAQ-

C)

(Fuadi, 2016)

0. Rendah, jika total

skor < nilai median

(67,5)

1. Tinggi, jika total

skor ≥ nilai median

(67,5)

Ordinal

9. Perilaku

Sedentari

Aktivitas kurang gerak responden

yang diukur berdasarkan lamanya

waktu yang digunakan selama satu

minggu terakhir

Wawancara Kuesioner

modifikasi

Adolescent

Sedentari

Activity

Questionnaire

(ASAQ)

(Hardy, 2011)

0. Tinggi, jika waktu

yang digunakan ≥

35 jam/minggu

1. Sedang, jika waktu

yang digunakan <

35 jam

Ordinal

Page 62: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

48

No. Faktor yang

Diteliti Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

10. Praktek

Pemberian

Makan

Pemilihan dan ketersediaan jenis

makanan yang diberikan oleh orangtua

kepada responden dan kebiasaan

makan bersama keluarga yang

membentuk pola asupan makan

responden

Wawancara Kuesioner 0. Kurang Baik, jika

skor ≤ median (14)

1. Baik, jika skor >

median (14)

Ordinal

11. Kebiasaan

Aktivitas Fisik

Orangtua

Kegiatan olahraga dan rekreasi yang

dilakukan orangtua pada waktu luang

dan akhir pekan

Wawancara Kuesioner 0. Tidak pernah, jika

total skor 0-1

1. Jarang, jika total

skor 2-6

2. Kadang-kadang,

jika total skor 7-9

3. Sering, jika total

skor ≥ 10

Ordinal

12. Lingkungan

Keluarga

Kebiasaan dan pengawasan orangtua

terhadap perilaku sedentari responden

Wawancara Kuesioner 0. Kurang Baik, jika

skor ≤ median (10)

1. Baik, jika skor >

median (10)

Ordinal

Page 63: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

49

No. Faktor yang

Diteliti Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

Ukur

13. Status Gizi

Orangtua

Rata-rata ukuran tubuh Ibu dan Ayah

yang dihitung berdasarkan berat badan

dan tinggi badan yang diukur

sebanyak dua kali

Pengukuran

Antropometri

Timbangan

digital dengan

ketelitian 0,1 kg

dan mikrotoa

dengan ketelitian

0,1 cm

0. Gizi lebih, jika nilai

IMT ≥ 25 kg/m2

1. Tidak gizi lebih,

jika nilai IMT < 25

kg/m2

(WHO, 2005)

Ordinal

14. Pendidikan

Orangtua

Tingkatan sekolah formal terakhir

pada orangtua responden

Wawancara Kuesioner 0. Rendah, jika

pendidikan terakhir

SD & SMP

1. Tinggi, jika

pendidikan terakhir

SMA &

S1/sederajat

Ordinal

15. Penghasilan

Orangtua

Pendapatan yang diperoleh orangtua

untuk memenuhi kebutuhan seluruh

anggota keluarga

Wawancara Kuesioner 0. Rendah, jika < Rp

3.297.489

1. Tinggi, jika ≥ Rp

3.297.489

Ordinal

Page 64: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

50

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif,

dimana hal tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta dan sifat populasi pada suatu wilayah (Suryabrata, 2013). Jenis

penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

mendapatkan data deskriptif mengenai variabel dependen utama, yaitu status gizi

lebih, serta variabel independen, yaitu asupan makan (total asupan energi, persen

karbohidrat, lemak dan protein dalam total energi), aktivitas fisik, perilaku sedentari,

seperti praktek pemberian makan, kebiasaan aktivitas keluarga, lingkungan keluarga,

status gizi orangtua dan status sosial ekonomi (tingkat pendidikan dan penghasilan

orangtua).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Masjid Terminal (Master) di Kota Depok

pada bulan Februari-April 2017. Sekolah ini dijadikan tempat penelitian karena

terletak di wilayah yang termasuk ke dalam salah satu kategori daerah kumuh miskin

perkotaan, karena berada di lingkungan fasilitas transportasi masyarakat (terminal dan

stasiun kereta api) dan pusat perbelanjaan modern maupun tradisional (BPS, 2007).

Selain itu, masih terbatasnya penelitian mengenai gizi lebih di wilayah dengan

karakterisitik tersebut di Indonesia, sehingga penelitian ini menjadi studi awal terkait

status gizi di lokasi tersebut.

Page 65: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

51

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi kelas 4-6 di Sekolah Dasar Master tahun ajaran 2016-2017 sejumlah 119

siswa. Kelas 4-6 SD dipilih sebagai populasi penelitian dikarenakan pada tingkatan

tersebut mayoritas anak berumur 9-12 tahun, dimana pada umur tersebut anak sudah

dapat menentukan makanan serta minuman apa saja yang ingin di konsumsi, sudah

tidak telalu tergantung dengan keputusan orangtua (Irianto, 2014). Sampel dalam

penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 4-6 Sekolah Dasar Master yang berjumlah 20

siswa. Pemilihan sampel dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria inklusi

sebagai berikut :

1. Siswa-siswi Sekolah Dasar Master (Masjid Terminal) kelas 4-6

2. Memiliki IMT/U >1 SD s/d 2 SD (gemuk) dan > 2 SD (sangat gemuk)

3. Bertempat tinggal di sekitar wilayah kota Depok

4. Anak dan orangtua bersedia menjadi responden dalam penelitian

Perhitungan besar sampel minimum diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

( )

( ) ( )

Keterangan :

n = sampel minimum

N = jumlah populasi

= derajat kepercayaan (CI 95% = 1.96)

P = proporsi anak penderita gizi lebih yang memiliki asupan energi berlebih

(62.2%) (Vertikal, 2012)

d = presisi absolut (5%)

Page 66: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

52

Berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel minimum sejumlah 90

siswa. Namun pada saat screening antropometri, peneliti hanya menemukan siswa

yang termasuk kriteria inklusi sejumlah 20 siswa. Sehingga, sampel dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa dengan status gizi lebih (total sampling). Total sampling

merupakan teknik penarikan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi

(Sugiyono, 2007). Hal ini disebabkan oleh total jumlah populasi gizi lebih

diperkirakan tidak lebih dari 100 siswa, maka seluruh populasi dijadikan sampel

penelitian. Dengan demikian, sampel pada penelitian ini hanya sebesar 16.8% dari

total populasi siswa-siswa kelas 4-6 Sekolah Dasar Master tahun ajaran 2016-2017.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengukuran status gizi, pengisian kuesioner

modifikasi PAQ-C, ASAQ dan lembar food recall 2x24 jam yang diwawancarai

kepada anak penderita gizi lebih, baik gemuk maupun sangat gemuk. Sedangkan data

sekunder didapatkan dari dokumen absensi siswa kelas 4-6 yang aktif di Sekolah

Dasar Masjid Terminal (Master) di Kota Depok tahun ajaran 2016-2017.

E. Instrumen, Pengumpulan dan Pengolahan Data

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner

modifikasi PAQ-C, ASAQ, serta lembar food recall 2x24 jam yang ditujukan untuk

anak penderita gizi lebih. Kuesioner dibagi menjadi dua, yaitu untuk anak dan

orangtua/wali. Pengisian kuesioner akan dibimbing satu persatu oleh tim enumerator.

Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator yang memiliki keterampilan dalam

mewawancarai anak usia sekolah dasar, serta telah mengikuti briefing terlebih dahulu.

Page 67: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

53

Berikut penjelasan bagaimana cara pengumpulan dan pengolahan data pada

masing-masing variabel:

1. Gizi Lebih

Variabel gizi lebih diperoleh dari instrumen berupa kuesioner yang berisi

berat badan, tinggi badan, usia dan jenis kelamin. Metode yang digunakan

untuk pengumpulan data gizi lebih adalah pengukuran antropometri

menggunakan alat ukur timbangan digital dan microtoise yang dipasang pada

dinding atau tembok rata. Masing-masing siswa akan diukur berat dan tinggi

badannya oleh tim enumerator selama dua kali. Selanjutnya data tersebut

diolah menjadi rata-rata berat badan dan tinggi badan, lalu dilakukan

perhitungan berat badan (kg) dibagi tinggi badan (cm) kuadrat. Setelah

perhitungan tersebut akan diperoleh nilai satuan indeks massa tubuh yang

dikelompokan kategori “Gemuk”, jika IMT/U >1 s/d 2 SD, dan “Sangat

Gemuk” jika IMT/U > 2 SD berdasarkan usia dan jenis kelamin.

2. Jenis Kelamin

Variabel jenis kelamin diperoleh berdasarkan hasil wawancara kuesioner

identitas responden. Anak yang berjenis kelamin laki-laki diberi angka „0‟

dan anak perempuan diberi angka „1‟.

3. Umur

Variabel umur responden diperoleh berdasarkan hasil wawancara

kuesioner identitas responden. Umur dihitung dari tahun lahir sampai saat

ulang tahun terakhir saat wawancara. Hasil data diukur berdasarkan tahun

hidup responden.

Page 68: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

54

4. Asupan Makan

Variabel asupan makan diukur melalui pengisian lembar food recall 24

jam yang berisi tabel jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada

24 jam yang lalu. Data yang diperoleh akan dihitung berdasarkan jumlah

bahan makanan secara teliti menggunakan alat ukur URT (ukuran rumah

tangga), seperti sendok, gelas, piring, dan lain lain. Food recall dalam

penelitian ini dilakukan 2 kali pada hari sekolah dan hari libur

(sabtu/minggu). Menurut Sanjur (1997) dalam Supariasa (2001), pengisian

lembar food recall 2x24 jam tanpa berturut-turut dapat menghasilkan

gambaran asupan gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar

tentang asupan harian individu.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara. Responden akan

diberi pertanyaan oleh enumerator mengenai asupan apa saja yang telah

dikonsumsi pada 24 jam terakhir. Wawancara tersebut dilakukan sebanyak

dua kali pada hari yang tidak berturut-turut. Data awal yang diperoleh akan

dianalisis menggunakan aplikasi nustrisurey sehingga didapatkan rata-rata

total asupan energi, persen karbohidrat dan lemak, serta jenis makanan yang

dikonsumsi oleh responden. Setelah didapatkan hasil analisis tersebut, maka

hasil data akan dibagi menjadi tiga kategori untuk asupan energi, yaitu „0‟

untuk TAE lebih dari 100% AKG; „1‟ untuk TAE responden cukup (95-

100% AKG); dan „2‟ untuk TAE kurang dari 95% AKG. Sedangkan untuk

kategori Persen Asupan Karbohidrat (PAK) dibagi menjadi tiga, yaitu „0‟

untuk PAK lebih dari 55% AKG; „1‟ untuk PAK 50-55% AKG; dan „2‟

Page 69: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

55

untuk PAK kurang dari 55% AKG. Pada variabel Persen Asupan Lemak

(PAL), kategori dibagi menjadi dua, yaitu „0‟ untuk PAL lebih dari 30%

AKG; dan „1‟ untuk PAL kurang dari 30% AKG. Pada Persen Asupan

Protein (PAP), kategori dibagi menjadi dua, yaitu „0‟ untuk PAP lebih dari

sama dengan 15% AKG; dan „1‟ untuk PAP kurang dari 15% AKG.

5. Aktifitas Fisik

Variable aktifitas fisik diperoleh dari kuesioner pada poin B1 sampai B35

yang berisi 35 pertanyaan terkait aktivitas fisik dan frekuensinya. Kuesioner

aktifitas fisik yang digunakan adalah hasil modifikasi PAQ-C oleh Fuadi

(2016) yang telah disesuaikan dengan responden anak sekolah dasar.

Pengumpulan data diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh

enumerator. Selanjutnya data akan diberi nilai pada setiap jawaban. Penilaian

dilakukan dengan menghitung jawaban “a”,“b”,”c”,”d”,”e” yang masing-

masing dikalikan dengan “1”, “2”, “3”, “4”, “5”. Jumlah hasil kali dari setiap

jawaban lalu diakumulasikan, sehingga diperoleh total skor PAQ-C. Nilai

PAQ-C dari seluruh responden dapat menentukan nilai median atau mean.

Median digunakan jika data tidak berdistribusi normal dan mean digunakan

jika data berdistribusi normal. Jika nilai total skor kurang dari median/mean,

maka diberi kategori “0” untuk aktivitas rendah, jika nilai total skor ≥

median/mean, maka diberi kategori “1” untuk aktivitas tinggi.

Page 70: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

56

6. Perilaku Sedentari

Variabel perilaku sedentari diukur menggunakan form Adolescent

Sedentari Activity Questionnaire (ASAQ) selama seminggu terakhir.

Responden mengisi form harian dengan bantuan enumerator dengan panduan

seperti menanyakan apa saja aktivitasnya dalam sehari, lalu enumerator akan

mengelompokannya dalam form ASAQ. Form berisi durasi sedentari selama

seminggu, baik saat sekolah maupun hari libur. Perhitungan dilanjutkan

dengan menjumlahkan seluruh durasi yang dikelompokan menjadi kategori

“0” untuk perilaku tidak baik, jika dilakukan ≥ 35 jam / minggu dan kategori

“1” untuk perilaku baik, jika dilakukan < 35 jam / minggu. Kuesioner

terdapat pada poin C1 sampai C11.

7. Praktek Pemberian Makan

Variabel praktek pemberian makan diukur melalui pertanyaan dari

kuesioner terbuka. Kuesioner terdiri dari 6 pertanyaan terkait kebiasaan

makan bersama keluarga dan jenis makanan yang tersedia. Hasil data akan

diberi kode pada setiap jawaban-jawabannya. Jawaban yang berisiko, seperti

kebiasaan makan pagi, siang dan malam yang tidak dilakukan bersama

keluarga, kebiasaaan makan gorengan/fastfood bersama keluarga yang sering,

serta ketersediaan makanan jenis gorengan dan olahan sayur yang ditumis

diberi skor 0 (nol). Sedangkan jawaban yang tidak berisiko seperti kebiasaan

makan pagi, siang dan malam bersama keluarga diberi skor 2; jarang memiliki

kebiasaan makan gorengan/fastfood bersama keluarga diberi skor 10;

Page 71: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

57

ketersediaan makanan dengan olahan lauk yang tidak digoreng diberi skor 10;

olahan sayur yang direbus diberi skor 5. Selanjutnya, skor dijumlahkan dari

seluruh pertanyaan dan dicari nilai mediannya. Nilai median pada total skor

praktek pemberian makan adalah 14. Kategori dibedakan menjadi kelompok

“kurang baik‟, jika skor ≤ nilai median (14) dan “baik”, jika skor > nilai

median (14)

8. Kebiasaan Aktivitas Keluarga

Variabel kebiasaan aktivitas keluarga diukur melalui kuesioner yang

terdiri dari 4 pertanyaan. Hasil data akan diberi skor pada jawaban-jawaban

tertentu. Kebiasaan aktivitas bersama keluarga yang „tidak pernah‟ diberi skor

0; jawaban „jarang‟ diberi skor 2; jawaban „jarang‟ namun melakukan

aktivitas di luar rumah (menggunakan kendaraan) diberi skor 4; jawaban

„jarang‟ namun melakukan aktivitas fisik diberi skor 6; dan jawaban „sering‟

namun melakukan aktivitas di luar rumah (menggunakan kendaraan) diberi

skor 8; serta jawaban „sering‟ dengan melakukan aktivitas fisik diberi skor

10. Pertanyaan pada aktivitas yang dilakukan orangtua pada saat akhir pekan

atau hari libur dibagi menjadi 3 pilihan jawaban, yaitu (1) „tidak pernah‟

diberi skor 0; „jarang‟ diberi skor 2; dan „sering‟ diberi skor 4. Selanjutnya,

skor akan dijumlahkan dan dibedakan menjadi 4 kategori kebiasaan aktivitas

keluarga, yaitu „tidak pernah‟, jika total skor 0-1; „jarang‟, jika total skor 2-6;

„kadang-kadang‟, jika total skor 7-9; dan „sering‟, jika total skor ≥ 10.

Page 72: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

58

9. Lingkungan Keluarga

Variabel lingkungan keluarga diukur melalui pertanyaan dari kuesioner

yang terdiri dari 4 pertanyaan. Hasil data akan diberi skor pada jawaban-

jawaban tertentu. Lingkungan keluarga yang tidak baik, seperti jumlah jam

menonton tv orangtua yang tinggi dan kurangnya pengawasan terhadap

aktivitas sedentari anak, akan diberi skor 5 dan lingkungan yang baik, seperti

jumlah jam menonton tv orangtua yang rendah dan tingginya kepedulian dan

pengawasan terhadap aktivitas sedentari anak akan diberi skor 10 pada

masing-masing pertanyaan. Selanjutnya, skor akan dihitung berdasarkan

seluruh pertanyaan. Lingkungan keluarga dibedakan menjadi dua kategori,

yaitu „0‟ untuk lingkungan keluarga yang kurang baik dengan total skor

kurang dari sama dengan nilai median (10); dan „1‟ untuk lingkungan

keluarga yang baik dengan total skor lebih dari nilai median (10).

10. Status Gizi Orangtua

Pengukuran IMT orangtua dilakukan dengan metode pengukuran

antropometri menggunakan alat bantu timbangan digital dan microtoise

selama dua kali, sehingga diperoleh rata-rata pengukuran. Hasil pengukuran

akan dianalisis dengan perhitungan indeks massa tubuh (kg/m2) berdasarkan

hasil ukur sebagai berikut : hasil perhitungan IMT dikatakan “gizi kurang”,

jika nilai IMT < 20 kg/m2

; “gizi normal”, jika nilai IMT 20-25 kg/m2

; dan

“gizi lebih”, jika nilai IMT > 25 kg/m2.

Page 73: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

59

11. Pendidikan Orangtua

Variabel pendidikan orangtua diperoleh dengan metode wawancara, yaitu

menanyakan pendidikan terakhir orangtua responden, baik ibu dan ayah. Hasil

ukur akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu „rendah‟, jika pendidikan

terakhirnya SD & SMP, dan „tinggi‟, jika pendidikan terakhirnya SMA & S1.

12. Penghasilan Orangtua

Variabel pendapatan orangtua diperoleh dengan metode wawancara, yaitu

menanyakan pendapatan selama satu bulan kepada orangtua responden, baik

ibu dan ayah. Hasil ukur akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu „rendah‟, jika <

Rp 3.297.489 dan „tinggi‟, jika ≥ Rp 3.297.489

F. Manajemen Data

1. Editing (Memeriksa Data)

Penyuntingan data adalah kegiatan memeriksa kelengkapan dan kejelasan dari

hasil jawaban dalam kuesioner responden serta memastikan jawaban yang

diberikan lengkap dan jelas. Penyuntingan data dilakukan saat dilapangan setelah

sesaat responden menyelesaikan pengisian kuesioner agar mempermudah saat

tahap berikutnya.

Page 74: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

60

2. Coding (Memberi Kode)

Pengodean data adalah kegiatan mengklarifikasikan atau mengelompokkan

data dengan memberi kode tertentu dari masing-masing pertanyaan. Pengodean

bertujuan untuk mempermudah saat tahap pemasukan data dan analisis data.

3. Entry (Memasukkan Data)

Pemasukan data adalah kegiatan memasukan data dengan bantuan program

software di komputer ke dalam program statistic. Data yang dimasukkan

merupakan koding jawaban kuesioner.

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Pembersihan data adalah kegiatan membersihkan data dari kesalahan

memasukkan data yang kemungkinan masih terjadi. Dalam melakukan

pembersihan data biasanya dilakukan pengecekan kembali dengan melihat

distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan menilai kelogisan dan

konsistensinya.

G. Analisa Data

Analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah hasil penelitian guna

memperoleh kesimpulan. Data penelitian ini akan dianalisis secara kuantitatif deskriptif,

yang bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai variabel gizi lebih, asupan makan

(total asupan energi, persen karbohidrat, lemak dan protein dalam total energi), aktivitas

fisik, perilaku sedentari, praktek pemberian makan, kebiasaan aktivitas keluarga,

lingkungan keluarga, status gizi orangtua dan status pendidikan terakhir serta penghasilan

orangtua pada anak Sekolah Dasar Master yang termasuk gizi lebih tahun 2017.

Page 75: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

61

BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada Bab ini akan dipaparkan hasil penelitian gambaran faktor risiko gizi lebih pada anak

Sekolah Dasar Masjid Terminal (Master) Kota Depok dalam bentuk tabel dan penjelasannya.

Pertama-tama akan disajikan hasil gambaran umum, baik dari kondisi di Sekolah Master dan

karakteristik anak dan orangtua responden. Selanjutnya, akan disajikan hasil penelitian

berdasarkan kecenderungan faktor risiko gizi lebih (asupan makan, aktivitas fisik, dan perilaku

sedentari) dengan variabel karakteristik keluarga dan pola asuh orangtua, serta variabel tingkat

pendidikan dan penghasilan orangtua.

A. Gambaran Umum

Sekolah Master merupakan pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang berada

dibawah naungan Yayasan Bina Insan Mandiri yang ditujukan bagi masyarakat sekitar

terminal maupun luar terminal yang memiliki keterbatasan ekonomi. Selain sebagai

lembaga pendidikan, Sekolah Master juga bergerak dibidang sosial, dakwah, ekonomi

kerakyatan, serta pemberdayaan sosial bagi anak jalanan dan kaum dhuafa di sekitar

wilayah tersebut. Nama Sekolah Master merupakan sebuah akronim dari Masjid-

Terminal karena lokasi awal sekolah ini berada di sebuah bangunan yang berdekatan

dengan tempat ibadah yang ada di wilayah terminal kota Depok. Lokasi sekolah berada di

Jalan Margonda Raya No.58 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas Terminal

Terpadu Kota Depok. lokasinya tepat berada ditengah-tengah pusat perbelanjaan (ITC

Depok), Stasiun Kereta Api dan Pasar Tradisional Kemirimuka. Sekolah ini termasuk ke

dalam salah satu kategori daerah kumuh miskin perkotaan, karena berada di lingkungan

fasilitas transportasi masyarakat (terminal dan stasiun kereta api) dan pusat perbelanjaan

modern maupun tradisional (BPS, 2007). Sekolah Master memiliki lebih dari 8 kontainer

Page 76: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

62

sebagai 15 ruang kelas dan 4 ruang pengajar, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang lab-skill, 1

ruang kesenian, selain itu terdapat satu lapangan yang biasanya digunakan sebagai tempat

bermain futsal siswa-siswinya.

Sekolah Master juga memilki visi dan misi untuk dijadikan sebagai pedoman dalam

segala pencapaian yang diinginkan, diantaranya :

Visi

Meningkatkan sumber daya muslim untuk menyiapkan kebangkitan umat menuju

yang sejahtera dibawah naungan Al-Qur‟an dan sunnah.

Misi

1. Menyiapkan masyarakat yang mandiri, handal melalui keterampilan yepat

guna dan berhasil guna berdasarkan nilai-nilai kemandirian dan kemanusiaan

2. Menyelenggarakan pendidikan gratis dan berkualitas sehingga meningkatkan

kualitas sumber daya manusia sebagai pendukung kemandirian

3. Membangun kader masyarakat yang bersifat mengasuh dan membimbing

terutama bagi ayang-anak yang terpinggirkan.

Berdasarkan hasil screening yang telah dilakukan terhadap anak kelas 4-6 Sekolah

Dasar Master, diperoleh bahwa terdapat 20 dari 119 anak yang termasuk ke dalam

populasi gizi lebih. Distribusinya lebih banyak pada anak dengan kategori gizi gemuk,

yaitu 15 anak (75%) dan 5 anak (25%) termasuk kategori sangat gemuk. Berikut

distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik dan faktor risiko anak penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master tahun 2017:

Page 77: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

63

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Karakteristik dan Faktor Risiko Gizi Lebih

Variabel Total

n =20 %

Jenis Kelamin

Laki-laki 10 50.0

Perempuan 10 50.0

Umur

7-9 tahun 1 5.0

10-12 tahun 13 65.0

13-14 tahun 6 30.0

Total Asupan Energi

Lebih (>100% AKG) 11 55.0

Cukup (95-100 % AKG) 5 25.0

Kurang (<95 % AKG) 4 20.0

Persentase Asupan

Karbohidrat

Lebih (>55% AKG) 3 15.0

Cukup (50-55 % AKG) 6 30.0

Kurang (<50 % AKG) 11 55.0

Persentase Asupan Lemak

Lebih (>30% AKG) 19 95.0

Cukup (≤ 30% AKG) 1 5.0

Persentase Asupan Protein

Cukup (>15% AKG) 9 45.0

Kurang (≤ 15% AKG) 11 55.0

Aktivitas Fisik

Kurang Baik (total skor <67.5) 10 50.0

Baik (total skor ≥ 67.5) 10 50.0

Perilaku Sedentari

Tinggi (≥ 35 jam/minggu) 17 85.0

Sedang (<35 jam/minggu) 3 15.0

Berdasarkan Tabel 5.1, diperoleh data bahwa tidak terdapat perbedaan jenis kelamin

pada penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master tahun 2017. Pada variabel berikutnya,

penderita gizi lebih paling banyak tersebar pada rentang umur 10-12 tahun, yaitu 65%.

Anak penderita gizi lebih cenderung memiliki total asupan energi yang berlebih (55%),

persentase asupan karbohidrat yang kurang (55%), persentase asupan lemak berlebih

(95%), dan persentase asupan protein yang kurang (55%). Pada variabel aktivitas fisik,

Page 78: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

64

tidak terdapat perbedaan antara aktivitas kurang baik dan baik. Selain itu, anak dengan

kategori gizi lebih cenderung memiliki perilaku sedentari yang tinggi (85%).

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh data karakteristik keluarga, meliputi umur,

status pendidikan, penghasilan dan status gizi orangtua, serta variabel pola asuh meliputi

praktek pemberian makan, kebiasaan aktivitas keluarga dan lingkungan keluarga.

Berikut distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik keluarga dan pola asuh orangtua

pada anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master tahun 2017:

Page 79: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

65

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan

Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh Orangtua

Penderita Gizi Lebih

Variabel Total

n = 20 %

Umur Ibu

30 - 40 tahun 15 75.0

>40 tahun 5 25.0

Umur Ayah

30 – 40 tahun 13 65.0

>40 tahun 7 35.0

Status Gizi Lebih Ibu

Gizi Lebih (IMT ≥ 25 kg/m2) 9 45.0

Tidak Gizi Lebih (IMT < 25 kg/m2) 11 55.0

Status Gizi Lebih Ayah

Gizi Lebih (IMT ≥ 25 kg/m2) 3 18.75

Tidak Gizi Lebih (IMT < 25 kg/m2) 13 81.25

Pendidikan Ibu

Rendah (SD-SMP) 10 50.0

Tinggi (≥ SMA) 10 50.0

Pendidikan Ayah

Rendah (SD-SMP) 6 30.0

Tinggi (≥ SMA) 14 70.0

Penghasilan

Rendah (< Rp 3.297.489) 13 65.0

Tinggi (≥ Rp 3.297.489) 7 35.0

Praktek Pemberian Makan

Kurang Baik (total skor ≤ 14) 11 55.0

Baik (total skor > 14) 9 45.0

Kebiasaan Aktivitas Keluarga

Tidak Pernah 2 10.0

Jarang 10 50.0

Kadang-kadang 4 20.0

Sering 4 20.0

Lingkungan Keluarga

Kurang Baik 15 75.0

Baik 5 25.0

Berdasarkan Tabel 5.2, diperoleh data bahwa distribusi umur ibu dan ayah lebih

banyak pada rentang umur 30-40 tahun, yaitu 75% pada ibu dan 65% pada ayah. Pada

variabel status gizi orangtua, distribusi lebih banyak pada kategori tidak gizi lebih, yaitu

55% pada ibu dan 81.25% pada ayah. Sedangkan distribusi pendidikan ibu lebih banyak

pada kategori rendah, yaitu 80% dan distribusi pendidikan ayah lebih banyak pada

Page 80: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

66

kategori tinggi, yaitu 70%. Dan berdasarkan penghasilan orangtua, distribusi lebih

banyak pada kategori rendah, yaitu 65%. Selain itu, distribusi variabel praktek pemberian

makan dan lingkungan keluarga, lebih banyak pada kategori kurang baik, yaitu 55% dan

75%. Distribusi variabel kebiasaan aktivitas keluarga lebih banyak pada kategori jarang

dengan persentase 50%.

B. Gambaran Faktor Risiko Asupan Makan (Total Asupan Energi, Persentase

Karbohidrat, Lemak dan Protein dalam Total Asupan Energi)

Asupan makan merupakan salah satu faktor risiko yang secara langsung dapat

mempengaruhi status gizi lebih pada anak. Dalam penelitian ini, asupan makan dibagi

menjadi total asupan energi, persentase karbohidrat, lemak, dan protein dalam total

asupan energi selama 2 kali 24 jam yang dirata-ratakan. Berikut gambaran hasil

penelitian pada faktor risiko asupan makan penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master

Tahun 2017.

1. Status Gizi Lebih Pada Faktor Risiko Asupan Makan

Asupan makan dibagi menjadi empat sub variabel, yaitu total asupan energi,

persentase karbohidrat, lemak, dan protein dalam total asupan energi. Masing-masing

variabel tersebut memiliki kecenderungan yang berbeda terhadap kategori gizi lebih.

Berikut distribusi frekuensi penderita gizi lebih berdasarkan asupan makan anak :

Page 81: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

67

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih

Berdasarkan Asupan Makan Anak

Variabel Asupan Makan

Status Gizi Lebih

Total Sangat

Gemuk Gemuk

n (%)

Total Asupan Energi

Lebih (>100% AKG) 3 (60.0) 8 (53.3) 11 (55.0)

Cukup (95-100 % AKG) 1 (20.0) 4 (26.7) 5 (25.0)

Kurang (<95 % AKG) 1 (20.0) 3 (20.0) 4 (20.0)

Asupan Energi (kkal) 2094 (1884.7-2302.3)*

Persentase Asupan

Karbohidrat

Lebih (>55% AKG) 0 (0.0) 3 (20.0) 3 (15.0)

Cukup (50-55 % AKG) 2 (40.0) 4 (26.7) 6 (30.0)

Kurang (<50 % AKG) 3 (60.0) 8 (53.3) 11 (55.0)

Asupan Karbohidrat

(gram) 264 (211.8-321.6)

*

Persentase Asupan

Lemak

Lebih (>30% AKG) 5 (100.0) 14 (93.3) 19 (95.0)

Cukup (≤ 30% AKG) 0 (0.0) 1 (6.7) 1 (5.0)

Asupan Lemak (gram) 87.82 (68.3-109.9)*

Persen Asupan Protein

Cukup (>15% AKG) 1 (20.0) 10 (66.7) 11 (55.0)

Kurang (≤ 15% AKG) 4 (80.0) 5 (33.3) 9 (45.0)

Asupan Protein (gram) 66.25 (48.4-86.6)*

*rata-rata asupan zat gizi (nilai minimal-nilai maksimal)

Berdasarkan Tabel 5.3, diketahui bahwa dari 20 anak yang memiliki status gizi

lebih, terdapat 55% anak yang memiliki total asupan energi berlebih, persentase

asupan karbohidratnya kurang, dan persen asupan proteinnya cukup. Sedangkan,

hampir seluruh anak memiliki persen asupan lemak berlebih, dengan persentase 95%.

Berdasarkan hasil data food recall, diketahui bahwa makanan yang banyak

menyumbangkan energi dari zat gizi karbohidrat adalah nasi putih dengan rata-rata

367.57 kkal per hari, mie instan dengan rata-rata 147.5 kkal per hari, dan nasi goreng

dengan rata-rata 72.9 kkal per hari. Sedangkan rata-rata makanan yang menyumbang

Page 82: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

68

energi terbanyak dari zat gizi lemak adalah nasi goreng dengan rata-rata asupan 21.8

gram atau 169.7 kkal per hari dan jenis makanan yang digoreng (ayam, tempe, sosis,

gorengan) dengan rata-rata menyumbang 13.7 gram atau 123.2 kkal per hari. Hal ini

dapat dipengaruhi oleh jumlah minyak dalam jenis makanan tersebut. Pada zat gizi

protein, daging ayam menyumbangkan rata-rata asupan tertinggi, yaitu 13.5 gram

atau 53.8 kkal per hari. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master cenderung memiliki total asupan energi yang berlebih

dengan persentase asupan karbohidrat yang kurang, lemak yang berlebih, serta

protein yang cukup. Selain itu, jenis makanan yang menyumbangkan energi tertinggi

adalah nasi putih, nasi goreng dan daging ayam pada masing-masing zat gizi.

2. Asupan Makan Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga

Asupan makan responden penderita gizi lebih memiliki pengaruh langsung dari

kebiasaan dan lingkungan keluarga, terutama praktek pemberian makan yang

biasanya dilakukan oleh ibu. Selain itu, gambaran status gizi orangtua juga termasuk

ke dalam karakteristik keluarga yang dapat secara tidak langsung membentuk

kebiasaan anak dalam mengonsumsi makanan. Berikut gambaran distribusi total

asupan energi, persen karbohidrat dan lemak berdasarkan pola asuh orangtua dan

karakteristik keluarga :

Page 83: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

69

Tabel 5.4 Distribusi Asupan Makan Penderita Gizi Lebih Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga

1.PPM = Praktek Pemberian Makan, kategori dibedakan berdasarkan nilai median dari total skor ; 2. TAE = Total Asupan Energi Anak; 3. PAK = Persen Asupan Karbohidrat

Anak, dihitung berdasarkan total kalori dari karbohidrat terhadap TAE; 4. PAL = Persen Asupan Lemak Anak, dihitung berdasarkan total kalori dari lemak terhadap TAE; 5.

Kategori status gizi ibu dan ayah, Gizi Lebih : ≥ 25kg/m2, Tidak Gizi Lebih : < 25 kg/m2; 6.Hanya ada 16 ayah dari 20 ayah yang dapat diukur antropometrinya dikarenakan

bekerja dan sudah tidak tinggal satu rumah dengan anak. L =Lebih dari AKG; C=Cukup, sesuai AKG; K=Kurang dari AKG

Berdasarkan Tabel 5.4, diketahui bahwa anak yang memiliki total asupan energi berlebih dan persentase asupan karbohidrat

kurang, serta persentase asupan lemak berlebih, cenderung lebih banyak terjadi pada orangtua dengan kategori praktek pemberian

makan yang baik, dibandingkan dengan kategori praktek pemberian makan kurang baik, dengan persentase masing-masing 66.7%,

55.6% dan 100%. Praktek pemberian makan diukur berdasarkan kebiasaan makan bersama keluarga, kebiasaaan makan

gorengan/fastfood bersama keluarga, serta ketersediaan makanan dan olahan sayur.

Variabel

TAE2

PAK3

PAL4

Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup

n (%)

PPM1

Kurang Baik 5 (45.0) 4 (36.4) 2 (18.2) 2 (18.2) 3 (27.3) 6 (54.5) 10 (90.9) 1 (9.1)

Baik 6 (66.7) 1 (11.1) 2 (22.2) 1 (11.1) 3 (33.3) 5 (55.6) 9 (100.0) 0 (0.0)

Status Gizi Ibu5

Gizi Lebih 4 (44.4) 3 (33.3) 2 (22.2) 2 (22.2) 2 (22.2) 5 (55.6) 8 (88.9) 1 (11.1)

Tidak Gizi Lebih 7 (63.6) 2 (18.2) 2 (18.2) 1 (9.1) 4 (36.4) 6 (54.5) 11 (100) 0 (0.0)

Status GiziAyah 5,6

Gizi Lebih 2 (66.7) 1 (33.3) 0 (0.0) 1 (33.3) 0 (0.0) 2 (66.7) 3 (100) 0 (0.0)

Tidak Gizi Lebih 7 (53.8) 3 (23.1) 3 (23.1) 2 (15.4) 5 (38.5) 6 (46.2) 12 (92.3) 1 (7.7)

Page 84: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

70

Berdasarkan Tabel 5.4 juga diketahui bahwa anak dengan total asupan energi dan

persentase asupan lemak yang berlebih, cenderung lebih banyak terjadi pada kategori

ibu yang tidak gizi lebih, dibandingkan dengan ibu yang gizi lebih, dengan persentase

berturut-turut 63.6% dan 100%. Sedangkan pada anak dengan persentase asupan

karbohidrat yang kurang, cenderung terjadi pada ibu dengan kategori gizi lebih,

dengan persentase 55.6%. Pengukuran variabel status gizi pada ibu diukur

berdasarkan berat badan dan tinggi badan yang dirata-ratakan dari dua kali

pengukuran. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa

anak yang memiliki total asupan energi dan persentase asupan lemak berlebih,

cenderung terjadi pada ibu dengan kategori tidak gizi lebih, begitupun sebaliknya

pada anak yang memiliki persentase asupan karbohidrat yang kurang.

Pada Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa anak yang memiliki total asupan energi

berlebih, persentase asupan karbohidrat kurang dan persentase asupan lemak berlebih,

cenderung terjadi pada ayah dengan kategori gizi lebih, dengan persentase berturut-

turut 66.7%, 66.7% dan 100%. Pengukuran variabel status gizi pada ayah diukur

berdasarkan berat badan dan tinggi badan yang dirata-ratakan dari dua kali

pengukuran. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa

anak yang memiliki risiko pada variabel asupan makan, cenderung terjadi pada ayah

dengan kategori gizi lebih.

Page 85: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

71

3. Asupan Makan Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi

Lingkungan keluarga akan membentuk pola asupan makan anak, dimana hal

tersebut dipengaruhi oleh tingkatan lingkungan yang lebih luas, yaitu status sosial

ekonomi. Asupan makan responden penderita gizi lebih dipengaruhi secara tidak

langsung oleh karakteristik masyarakat dan sosial, yaitu status sosial ekonomi.

Karakteristik sosial meliputi tingkat pendidikan orangtua, sedangkan karakteristik

ekonomi diukur dari penghasilan orangtua. Berikut gambaran distribusi total asupan

energi, persentase asupan karbohidrat dan persentase asupan lemak berdasarkan status

sosial ekonomi :

Page 86: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

72

Tabel 5.5 Distribusi Total Asupan Energi Berdasarkan Status Pendidikan Ibu, Pendidikan Ayah dan Penghasilan pada

Penderita Gizi Lebih

1.Kategori pendidikan ibu dan ayah, rendah = SD & SMP, tinggi = SMA & S1; 2.Penghasilan orangtua dibedakan menjadi rendah , jika < 3.297.489 dan tinggi, jika ≥

3.297.489; 3. TAE = Total Asupan Energi, ; 4. PAK = Persen Asupan Karbohidrat, dihitung berdasarkan total kalori dari karbohidrat terhadap TAE; 5. PAL = Persen Asupan

Lemak, dihitung berdasarkan total kalori dari lemak terhadap TAE. L =Lebih dari AKG; C=Cukup, sesuai AKG; K=Kurang dari AKG

Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa anak yang memiliki total asupan energi berlebih dan persentase asupan karbohidrat yang

kurang, cenderung lebih banyak pada ketegori pendidikan ibu yang rendah, dibandingkan dengan kategori pendidikan ibu yang tinggi,

dengan persentase masing-masing 60%. Sedangkan anak yang memiliki persentase asupan lemak yang berlebih cenderung terjadi

pada kategori pendidikan ibu yang tinggi. Variabel tingkat pendidikan diukur berdasarkan dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.

Variabel

TAE3

PAK4

PAL5

Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup

n (%)

Pendidikan Ibu1

Rendah 6 (60.0) 1 (10.0) 3 (30.0) 2 (20.0) 2 (20.0) 6 (60.0) 9 (90.0) 1 (10.0)

Tinggi 5 (50.0) 4 (40.0) 1 (10.0) 1 (10.0) 4 (40.0) 5 (50.0) 10 (100.0) 0 (0.0)

Pendidikan Ayah

Rendah 3 (50.0) 1 (16.7) 2 (33.3) 1 (16.7) 1 (16.7) 4 (66.7) 6 (100.0) 0 (0.0)

Tinggi 8 (57.1) 4 (28.6) 2 (14.3) 2 (14.3) 5 (35.7) 7 (50.0) 13 (92.9) 1 (7.1)

Penghasilan2

Rendah 7 (53.8) 3 (23.1) 3 (23.1) 1 (7.7) 5 (38.5) 7 (53.8) 13 (100.0) 0 (0.0)

Tinggi 4 (57.1) 2 (28.6) 1 (14.3) 2 (28.6) 1 (14.3) 4 (57.1) 6 (85.7) 1 (14.3)

Page 87: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

73

Tingkat pendidikan rendah, jika orangtua memiliki tingkat pendidikan terakhir pada

tingkat SD atau SMP; tingkat pendidikan tinggi, jika orangtua memiliki tingkat

pendidikan terakhir pada tingkat SMA atau Sarjana. Berdasarkan hasil penelitian ini,

tidak terdapat perbedaan antara ibu yang memiliki kategori pendidikan rendah dan

tinggi. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa anak yang

memiliki total asupan energi berlebih dan persentase asupan karbohidrat yang kurang,

cenderung terjadi pada ibu dengan kategori pendidikan yang rendah, begitupun

sebaliknya pada anak yang memiliki persentase asupan lemak yang berlebih.

Berdasarkan Tabel 5.5 juga dapat diketahui bahwa anak dengan total asupan

energi berlebih cenderung terjadi pada kategori pendidikan ayah yang tinggi, dengan

persentase 57.1%. Sedangkan anak yang memiliki persentase asupan karbohidrat

yang kurang dan persentase asupan lemak berlebih, cenderung lebih banyak pada

kategori pendidikan ayah yang rendah, dibandingkan dengan kategori pendidikan

ayah yang tinggi, dengan persentase berturut-turut 66.7% dan 100%. Pada tabel

distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa anak yang memiliki

persentase asupan karbohidrat yang kurang dan persentase asupan lemak berlebih,

cenderung terjadi pada ayah dengan kategori pendidikan yang rendah.

Selain itu, berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa anak yang memiliki total

asupan energi berlebih dan persentase karbohidrat kurang, cenderung lebih banyak

pada kategori penghasilan tinggi, dibandingkan dengan kategori penghasilan rendah,

dengan persentase masing-masing 57.1%. Sedangkan anak yang memiliki persentase

asupan lemak yang berlebih, seluruhnya terjadi pada kategori penghasilan rendah.

Variabel penghasilan orangtua dibagi menjadi dua kategori, yaitu rendah, jika

Page 88: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

74

penghasilan orangtua kurang dari Rp 3.297.489 per bulan; dan kategori tinggi, jika

penghasilan orangtua lebih dari sama dengan Rp 3.297.489 per bulan. Berdasarkan

hasil penelitian, diperoleh bahwa hampir seluruh anak penderita gizi lebih memiliki

orangtua dengan kategori penghasilan yang rendah, dengan persentase 65%. Pada

tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa anak yang memiliki

persentase asupan lemak yang berlebih, cenderung terjadi pada orangtua dengan

kategori penghasilan yang rendah.

C. Gambaran Faktor Risiko Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor risiko yang secara langsung dapat

mempengaruhi status gizi lebih pada anak. Pola asuh orangtua dalam aktifitas fisik

mempengaruhi pola aktivitas fisik pada anak. Hal tersebut dikarenakan orangtua

merupakan panutan bagi anaknya. Selain itu, karakteristik masyarakat, sosial demografi

juga dapat mempengaruhi aktivitas fisik secara tidak langsung. Berikut gambaran hasil

penelitian pada faktor risiko aktivitas fisik responden penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master :

1. Gizi Lebih Berdasarkan Aktivitas Fisik

Data faktor risiko aktivitas fisik diperoleh dari indeks aktivitas fisik yang

merupakan total skor pada pertanyaan dalam kuesioner. Kategori dibedakan

berdasarkan nilai median untuk menunjukan akivitas fisik masing-masing responden.

Nilai median digunakan dalam pembagian kategori dikarenakan data yang telah

terkumpul mempunyai distribusi yang tidak normal. Berikut distribusi frekuensi

penderita gizi lebih berdasarkan aktivitas fisik :

Page 89: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

75

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih

Berdasarkan Aktivitas Fisik

Aktivitas

Fisik**

Status Gizi Lebih

Sangat Gemuk Gemuk

n (%) n (%)

Kurang Baik 4 (80.0) 6 (40.0)

Baik 1 (20.0) 9 (60.0)

Total 5 (100.0) 15 (100.0) *proporsi berdasarkan sangat gemuk-gemuk **kurang baik (total skor aktivitas fisik

< 67.5) dan baik (total skor aktivitas fisk ≥ 67.5

Berdasarkan Tabel 5.6, diketahui bahwa anak dengan kategori sangat gemuk

cenderung memiliki aktivitas fisik yang kurang baik, dibandingkan anak dengan

status gizi gemuk, dengan persentase 80%. Begitu pula sebaliknya, anak dengan

kategori gizi gemuk cenderung memiliki aktivitas fisik yang baik, dengan persentase

60%. Berdasarakan hasil data kuesioner modifikasi Physical Activity Questionnaire-

Children (PAQ-C) diketahui bahwa aktivitas fisik yang paling sering dilakukan anak

penderita gizi lebih adalah berjalan kaki dan bermain futsal (bagi anak laki-laki).

Rata-rata durasi berjalan kaki adalah sekitar 15-30 menit pada saat pergi dan pulang

sekolah. Pada saat sekolah, anak lebih banyak melakukan kegiatan duduk-duduk dan

mengobrol dengan teman dibandingkan aktivitas lainnya seperti bermain, dan kejar-

kejaran dengan teman. Hal lainnya juga diketahui bahwa di Sekolah Dasar Master

tidak terdapat pelajaran olahraga.

Pada saat di rumah, hanya beberapa anak yang melakukan aktivitas fisik

bersepeda, mayoritas lainnya jarang untuk melakukan aktivitas fisik dirumah,

maupun lingkungan rumah. Pada saat akhir pekan, kebanyakan anak tidak melakukan

aktivitas fisik di luar rumah, walaupun ada beberapa anak yang melakukan kegiatan

seperti, lari atau jogging bersama orangtua, berenang dan berkunjung ke rumah

Page 90: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

76

saudara. Dengan demikian, terdapat beberapa hal yang diduga sebagai penyebab

kurangnya aktivitas fisik pada anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master.

2. Aktivitas Fisik Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga

Aktivitas fisik responden penderita gizi lebih dipengaruhi langsung dari kebiasaan

dan lingkungan keluarga, terutama kebiasaan orangtua dalam beraktivitas fisik pada

waktu luang yang dimiliki keluarga. Selain itu, gambaran status gizi orangtua juga

termasuk ke dalam karakteristik keluarga yang secara tidak langsung dapat

membentuk kebiasaan anak dalam beraktivitas fisik. Berikut gambaran distribusi

aktivitas fisik berdasarkan pola asuh orangtua dan karakteristik keluarga :

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Responden

Berdasarkan Kebiasaan Aktivitas Fisik Orangtua,

Status Gizi Orangtua pada Penderita Gizi Lebih

Variabel

Aktivitas Fisik Anak

Kurang Baik Baik

n (%) n (%)

Kebiasan Aktivitas

Fisik Orangtua

Tidak Pernah 2 (100.0) 0 (0.0)

Jarang 5 (50.0) 5 (50.0)

Kadang-Kadang 2 (50.0) 2 (50.0)

Sering 1 (25.0) 3 (75.0)

Total 10 (50.0) 10 (50.0)

Status Gizi Ibu

Gizi Lebih 6 (66.7) 3 (33.3)

Tidak Gizi Lebih 4 (36.4) 6 (63.6)

Total 10 (50.0) 10 (50.0)

Status Gizi Ayah

Gizi Lebih 2 (66.7) 1 (33.3)

Tidak Gizi Lebih 7 (53.8) 6 (46.2)

Total 9 (56.2) 7 (43.8)

Berdasarkan Tabel 5.7, diketahui bahwa anak yang memiliki aktivitas fisik

kurang baik, cenderung memiliki orangtua yang „tidak pernah‟ melakukan kebiasaan

aktivitas fisik selama 1 bulan terakhir, dengan persentase 100%. Kebiasaan aktivitas

Page 91: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

77

keluarga diukur berdasarkan kebiasaan orangtua melakukan aktivitas fisik saat akhir

pekan atau hari libur selama satu bulan terakhir. Pada hasil penelitian ini, diketahui

bahwa tidak banyak orangtua yang rutin untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik,

baik bersama keluarga maupun individu. Hanya terdapat beberapa orangtua yang

melakukan kebiasaan aktivitas fisik seperti lari, jogging, bersepeda dan berjalan-jalan

di pusat perbelanjaan modern.

Selain itu, anak yang memiliki aktivitas fisik kurang baik, cenderung lebih banyak

terjadi pada ibu dan ayah dengan kategori gizi lebih, dibandingkan dengan ibu dan

ayah dengan kategori tidak gizi lebih, dengan persentase masing-masing 66.7%.

Dengan demikian, terdapat kecenderungan antara anak yang memiliki aktivitas fisik

yang kurang baik dengan kategori aktivitas fisik orangtua yang tidak pernah, serta ibu

dan ayah dengan kategori gizi lebih.

3. Aktivitas Fisik Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi

Kebiasaan aktivitas fisik keluarga akan membentuk pola dan perilaku anak dalam

beraktivitas fisik, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh tingkatan lingkungan yang

lebih luas. Aktivitas fisik responden penderita gizi lebih dipengaruhi secara tidak

langsung oleh karakteristik masyarakat dan sosial, yaitu status sosial ekonomi.

Karakteristik sosial meliputi pendidikan orangtua, sedangkan karakteristik ekonomi

diukur dari penghasilan orangtua. Berikut gambaran distribusi aktivitas fisik

berdasarkan karakteristik masyarakat, sosial dan demografi :

Page 92: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

78

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Aktivitas Fisik Berdasarkan Pendidikan Ibu,

Pendidikan Ayah dan Penghasilan Orangtua pada Penderita Gizi Lebih

Variabel

Aktivitas Fisik Anak

Kurang Baik Baik

n (%) n (%)

Pendidikan Ibu1

Rendah 4 (40.0) 6 (60.0)

Tinggi 6 (60.0) 4 (40.0)

Pendidikan Ayah1

Rendah 2 (33.3) 4 (66.7)

Tinggi 8 (57.1) 6 (42.9)

Penghasilan2

Rendah 5 (38.5) 8 (61.5)

Tinggi 5 (71.4) 2 (28.6) 1.kategori pendidikan ibu dan ayah, rendah = SD & SMP, tinggi = SMA & S1;

2.Penghasilan orangtua dibedakan menjadi rendah , jika < 3.297.489 dan tinggi, jika ≥

3.297.489;

Berdasarkan Tabel 5.8, diketahui anak yang memiliki aktivitas fisik kurang baik,

cenderung lebih banyak terjadi pada kategori pendidikan ibu dan ayah yang tinggi,

serta kategori penghasilan yang tinggi, dengan persentase berturut-turut 60%, 57.1%

dan 71.4%. Variabel pendidikan orangtua dibedakan menjadi dua kategori, yaitu

tingkat pendidikan rendah, jika orangtua memiliki tingkat pendidikan terakhir pada

tingkat SD atau SMP; tingkat pendidikan tinggi, jika orangtua memiliki tingkat

pendidikan terakhir pada tingkat SMA atau Sarjana. Pada variabel penghasilan

orangtua, kategori dibagi menjadi dua, yaitu rendah, jika penghasilan orangtua kurang

dari Rp 3.297.489 per bulan; dan kategori tinggi, jika penghasilan orangtua lebih dari

sama dengan Rp 3.297.489 per bulan. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat

kecenderungan bahwa anak yang memiliki aktivitas fisik yang kurang baik terjadi

pada kategori pendidikan ibu dan ayah, serta penghasilan yang tinggi.

Page 93: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

79

D. Gambaran Faktor Risiko Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari merupakan salah satu faktor risiko yang secara langsung dapat

mempengaruhi status gizi lebih pada anak. Pola asuh orangtua dalam bentuk pengawasan

dan kebiasaan menonton televisi orangtua dapat mempengaruhi pola perilaku sedentari

pada anak. Hal tersebut dikarenakan orangtua merupakan panutan bagi anaknya. Selain

itu, karakteristik masyarakat, sosial demografi juga dapat mempengaruhi perilaku

sedentari secara tidak langsung. Berikut gambaran hasil penelitian pada faktor risiko

perilaku sedentari responden penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master :

1. Gizi Lebih Berdasarkan Perilaku Sedentari

Faktor risiko perilaku sedentari dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi (>35 jam

/minggu) dan sedang (<35 jam/minggu). Keduanya memiliki kecenderungan yang

berbeda pada status gizi lebih tertentu. Berikut distribusi frekuensi penderita gizi

lebih berdasarkan perilaku sedentari responden :

Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Penderita Gizi Lebih

Berdasarkan Perilaku Sedentari

Perilaku

Sedentari*

Status Gizi Lebih

Sangat Gemuk Gemuk

n (%) n (%)

Tinggi 5 (100.0) 12 (80.0)

Sedang 0 (0.0) 3 (20.0)

Total 5 (100.0) 15 (100.0) * kategori perilaku sedentari tinggi, jika ≥ 35 jam/minggu; perilaku sedentari sedang,

jika < 35 jam/ minggu

Berdasarkan Tabel 5.9, diketahui bahwa dari 20 anak yang memiliki status gizi

lebih, terdapat 85% anak dengan perilaku sedentari yang tinggi. Anak dengan kedua

kategori gizi lebih, cenderung memiliki perilaku sedentari yang tinggi, dengan

persentase 100% pada kategori sangat gemuk dan 80% pada kategori gemuk. Pada

tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa anak yang memiliki

Page 94: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

80

perilaku sedentari yang tinggi, cenderung terjadi pada anak yang memiliki kategori

gizi sangat gemuk.

Berdasarkan hasil data Adolescent Sedentary Activity Questionnaire (ASAQ),

diperoleh bahwa durasi yang lama pada perilaku sedentari anak penderita gizi lebih di

Sekolah Dasar Master didominasi oleh kegiatan edukasi, yaitu belajar, mengaji dan

membaca buku dengan rata-rata 20 jam/minggu atau ± 3 jam/hari. Durasi terlama

kedua adalah kegiatan yang berkaitan dengan SSR, yaitu menonton televisi, bermain

video game dan komputer dengan rata-rata 12 jam/minggu atau ± 1.5 jam/hari.

Selanjutnya, durasi hal yang berkaitan dengan sosial, budaya dan travel, masing-

masing memiliki rata-rata 6 jam/minggu, 5 jam/minggu, dan 2 jam/minggu.

2. Perilaku Sedentari Berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik

Keluarga

Perilaku sedentari responden penderita gizi lebih dipengaruhi langsung dari

kebiasaan dan lingkungan keluarga, terutama pengawasan dan kebiasaan menonton

televisi orangtua yang dilakukan pada waktu luang yang dimiliki keluarga. Selain itu,

gambaran status gizi orangtua juga termasuk ke dalam karakteristik keluarga yang

secara tidak langsung dapat membentuk kebiasaan anak dalam perilaku sedentari.

Berikut gambaran distribusi perilaku sedentari berdasarkan pola asuh orangtua dan

karakteristik keluarga :

Page 95: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

81

Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Perilaku Sedentari Berdasarkan Lingkungan

Keluarga dan Status Gizi Orangtua pada Penderita Gizi Lebih

Variabel

Perilaku Sedentari Anak

Tinggi Sedang

n (%) n (%)

Lingkungan Keluarga*

Kurang Baik 13 (86.7) 2 (13.3)

Baik 4 (80.0) 1 (20.0)

Total 17 (85.0) 3 (15.0)

Status Gizi Ibu

Gizi Lebih 9 (100.0) 0 (0.0)

Tidak Gizi Lebih 8 (72.7) 3 (27.3)

Total 17 (85.0) 3 (15.0)

Status Gizi Ayah

Gizi Lebih 2 (66.7) 1 (33.3)

Tidak Gizi Lebih 12 (92.3) 1 (7.7)

Total 14 (87.5) 2 (12.5) *kategori lingkungan keluarga dibagi menjadi kurang baik jika total skor ≤ 10 dan baik jika total

skor > 10

Berdasarkan Tabel 5.10, diketahui bahwa anak yang memiliki perilaku sedentari

yang tinggi, cenderung lebih banyak pada kategori lingkungan keluarga yang kurang

baik, dibandingkan dengan lingkungan keluarga yang baik, dengan persentase

86.7%. Selain itu, anak yang memiliki perilaku sedentari tinggi cenderung memiliki

ibu dengan kategori gizi lebih dan ayah dengan kategori tidak gizi lebih, dengan

persentase berturut-turut 100% dan 92.3%. Variabel lingkungan keluarga diukur

berdasarkan durasi menonton televisi pada orangtua, pengawasan orangtua terhadap

aktivitas menatap layar pada anak, seperti aktivitas menonton televisi, bermain game

online, dan bermain telepon genggam. Sedangkan variabel status gizi pada ibu dan

ayah diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan yang dirata-ratakan dari dua

kali pengukuran. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa

anak yang memiliki perilaku sedentari yang tinggi, cenderung terjadi pada lingkungan

keluarga yang kurang baik dan ibu dengan kategori gizi lebih.

Page 96: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

82

3. Perilaku Sedentari Berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan

Demografi

Lingkungan keluarga akan membentuk pola dan perilaku sedentari pada anak,

dimana hal tersebut dipengaruhi oleh tingkatan lingkungan yang lebih luas. Perilaku

sedentari responden penderita gizi lebih dipengaruhi secara tidak langsung oleh

karakteristik masyarakat dan sosial, yaitu status sosial ekonomi. Karakteristik sosial

meliputi pendidikan orangtua (rendah & tinggi), sedangkan karakteristik ekonomi

diukur dari penghasilan orangtua. Berikut gambaran distribusi perilaku sedentari

berdasarkan karakteristik masyarakat, sosial dan demografi :

Tabel 5.11 Distribusi Perilaku Sedentari Berdasarkan Pendidikan Ibu,

Pendidikan Ayah dan Penghasilan Orangtua pada Penderita Gizi Lebih

Variabel

Perilaku Sedentari Anak

Tinggi Sedang

n (%) n (%)

Pendidikan Ibu1

Rendah 7 (70.0) 3 (30.0)

Tinggi 10 (100.0) 0 (0.0)

Pendidikan Ayah1

Rendah 3 (50.0) 3 (50.0)

Tinggi 14 (100.0) 0 (0.0)

Penghasilan2

Rendah 11 (84.6) 2 (15.4)

Tinggi 6 (85.7) 1 (14.3) 1.Kategori pendidikan ibu dan ayah, rendah = SD & SMP, tinggi = SMA & S1;

2.Penghasilan orangtua dibedakan menjadi rendah , jika < 3.297.489 dan tinggi, jika ≥

3.297.489.

Berdasarkan Tabel 5.11, diketahui bahwa anak yang memiliki perilaku sedentari

yang tinggi, cenderung lebih banyak pada ibu dan ayah dengan kategori pendidikan

tinggi, dan penghasilan tinggi, dengan persentase berturut-turut 100%, 100% dan

85.7%. Pada tabel distribusi frekuensi diatas terdapat kecenderungan bahwa anak

Page 97: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

83

yang memiliki perilaku sedentari yang kurang baik terjadi pada ibu dan ayah dengan

kategori pendidikan yang tinggi, serta kategori penghasilan yang tinggi.

Page 98: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

84

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada Bab ini, peneliti akan membahas hasil penelitian berdasarkan teori, fakta di lapangan

dan hasil penelitian sebelumnya, sehingga diperoleh alur kemungkinan sebab-akibat kejadian

gizi lebih pada anak Sekolah Dasar Masjid Terminal (Master) di Kota Depok tahun 2017.

Pertama-tama akan dibahas hasil penelitian berdasarkan karakteristik anak dan orangtua,

selanjutnya dibahas kecenderungan frekuensi berdasarkan faktor risiko gizi lebih (total asupan

energi, persentase asupan karbohidrat dan lemak dalam total energi, aktivitas fisik, dan perilaku

sedentari) dengan karakteristik keluarga dan pola asuh orangtua (praktek pemberian makan,

kebiasaan aktivitas keluarga, lingkungan keluarga, status gizi orangtua), serta tingkat pendidikan

dan penghasilan orangtua.

A. Gambaran Umum Gizi Lebih

Gizi lebih adalah keadaan tubuh saat mengalami kelebihan berat badan yang terjadi

akibat asupan energi yang masuk lebih banyak dibandingkan dengan energi yang

dikeluarkan (Kemenkes, 2012). Gizi lebih bukan hanya dapat dialami oleh orang dewasa

atau lansia, anak dan remaja juga mempunyai risiko terhadap gizi lebih. Anak yang

mengalami gizi lebih dapat berlanjut hingga dewasa, terutama anak dalam masa

pertumbuhan. Akibat dari gizi lebih pada anak sekolah dasar bukan hanya dialami pada

saat masa anak-anak saja, melainkan juga saat dewasa (Crowle & Turner, 2010).

Page 99: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

85

1. Gambaran Karakteristik Penderita Gizi Lebih

Hasil pengukuran antropometri dengan penimbangan berat badan dan tinggi

badan pada anak Sekolah Dasar Master tahun 2017 menunjukan bahwa 20 anak

termasuk ke dalam kategori gizi lebih (>1 SD) menurut IMT/U, distribusinya lebih

banyak pada anak dengan kategori gemuk dengan persentase 75% dan kategori sangat

gemuk dengan persentase 25%. Namun, jika dilihat berdasarkan seluruh populasi

anak kelas 4-6 yang bersekolah di Sekolah Dasar Master, prevalensi gizi lebih

sejumlah 16.8% dari total 119 anak.

Jika dibandingkan dengan prevalensi gizi lebih pada anak yang berumur 10-13

tahun atau kelas 4-6 SD, prevalensi gizi lebih di Sekolah Dasar Master cukup tinggi,

seperti pada hasil penelitian di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Pondok Pinang Jakarta

(kelas 4-6 SD) yang menunjukan prevalensi gizi lebih sejumlah 4.1% (Nurfatimah,

2014). Sama halnya di Kota Makassar, prevalensi gizi lebih pada anak jalanan dengan

umur 10-13 tahun sejumlah 9.2% (Isbach dkk., 2013). Namun terdapat hasil yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi gizi lebih di Sekolah Dasar Master,

antara lain penelitian yang dilakukan oleh Vertikal (2013) pada anak dengan umur 8-

11 tahun di SD Negeri Pondok Cina Depok Tahun 2012, yaitu sejumlah 44.3%.

Selain itu, prevalensi yang lebih tinggi pada anak yang berumur 10-11 tahun dari 3

Sekolah Kristen Swasta di Manado, lebih dari setengahnya mengalami gizi lebih

yaitu, 58.4% (Lumoindong, dkk., 2013).

Berdasarkan konsep Davison & Birch, (2001), kejadian gizi lebih pada anak

disebabkan oleh kombinasi dan interaksi dari faktor lingkungan, baik keluarga

maupun masyarakat. Oleh karenanya, kejadian gizi lebih di lingkungan yang berbeda

akan memberikan prevalensi, dampak dan karakteristik yang berbeda pula. Seperti

Page 100: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

86

pada hasil penelitian sebelumnya di sekolah swasta dan lingkungan sekitar ibu kota

yang memiliki lingkungan sosial ekonomi menengah ke atas menunjukan angka yang

lebih tinggi dibandingkan kejadian gizi lebih di Sekolah Dasar Master. Meskipun

begitu, menurut Pena & Bacallao (2000), telah terjadi peningkatan kejadian gizi lebih

pada kelompok sosial ekonomi menengah ke bawah di hampir seluruh negara

berkembang.

Hasil penelitian di Sekolah Dasar Master juga menunjukan bahwa tidak terdapat

perbedaan proporsi antara anak laki-laki dan perempuan. Namun, terdapat

kecenderungan yang lebih tinggi pada proporsi anak laki-laki pada kategori gemuk,

yaitu 60% dan anak perempuan pada kategori sangat gemuk, yaitu 80%. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nurfatimah, (2014), yaitu kategori gizi

gemuk lebih banyak dialami oleh anak perempuan, dengan persentase 61.9%. Namun

tidak sejalan dengan Myrick, (2014) yang menunjukan bahwa anak laki-laki

mempunyai proporsi yang lebih tinggi pada kategori sangat gemuk, yaitu 19.6%,

sedangkan anak perempuan hanya 13.6%. Besarnya proporsi kategori sangat gemuk

pada anak perempuan di Sekolah Dasar Master kemungkinan disebabkan oleh faktor

risiko utama, seperti asupan makan yang lebih tinggi, aktivitas fisik yang kurang aktif

dan perilaku sedentari yang tinggi pada anak perempuan.

Menurut (Do et al., 2015), anak laki-laki memiliki kebiasaan bermain lebih

banyak dibandingkan dengan anak perempuan, terutama di wilayah perkotaan.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dengan kebiasaan aktivitas yang lebih

tinggi maka pengeluaran energipun semakin banyak. Berbeda dengan anak

perempuan yang memiliki aktivitas yang lebih rendah, proses pengeluaran energi

Page 101: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

87

semakin dikit dan berdampak pada ketidakseimbangan energi yang mempengaruhi

kelebihan berat badan. Walaupun anak laki-laki memiliki kebiasaan mengonsumsi

makanan apa saja (mengandung zat gizi lemak) lebih tinggi dibandingkan anak

perempuan, proses pengeluaran energi lebih menentukan (Ciptaningtyas and Pratiwi,

2012). Seperti pada penelitian ini, anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas

fisik, seperti bermain bola saat waktu istirahat maupun saat pulang sekolah. Berbeda

dengan anak perempuan penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master, aktivitasnya

lebih banyak dihabiskan untuk mengobrol saat waktu istirahat.

Hasil penelitian di Sekolah Dasar Master, anak dengan umur 10 – 12 tahun

memiliki proporsi yang lebih tinggi, yaitu 65%. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Myrick (2014), bahwa anak dengan umur 10-13 tahun memiliki proporsi

yang lebih tinggi terhadap kejadian gizi lebih, yaitu 39%, dibandingkan dengan anak

yang berumur 14-17 tahun, yaitu 27.9%. Hasil penelitian lainnya memperlihatkan

proporsi lebih tinggi terjadi anak yang berumur 9-10 tahun, yaitu 57.5%, sedangkan

umur 11-12 tahun hanya 40% (Maidelwita, 2012). Perbedaan kecenderungan ini

dapat disebabkan oleh penggunaan kelompok umur dan metode pengambilan sampel

yang berbeda, hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam membandingkan hasil.

Bagaimanapun, perbedaan tersebut tidak terlalu menjadi hal yang substansial dalam

melakukan perbandingan hasil penelitian. Besarnya proporsi gizi lebih pada anak

dengan umur 10-12 tahun di Sekolah Dasar Master kemungkinan disebabkan oleh

karakteristik pada kriteria inklusi, karena penelitian ini hanya dilakukan pada anak

kelas 4-6 SD yang mayoritas umurnya antara 10-13 tahun.

Page 102: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

88

Menurut Aritonang (2003), gizi lebih cenderung akan permanen (tetap) bila

terjadi pada saat anak berumur 5-7 tahun dan 4-11 tahun. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pengawasan yang maksimal terhadap faktor risiko gizi lebih pada saat anak

yang berada pada rentang umur tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan hal ini

terjadi juga pada kelompok umur lainnya. Pencegahan yang dilakukan sedini

mungkin akan lebih efektif untuk membentuk pola hidup anak yang sehat, sehingga

perlu pola asuh dan lingkungan keluarga yang yang baik, serta lingkungan

masyarakat dan sosial yang mendukung.

Salah satu bentuk intervensi yang baik untuk anak penderita gizi lebih adalah

melalui empat cara, yaitu (1) Pencegahan ekstra; (2) Manajemen control berat badan

yang terstruktur (Structured Weight Management); (3) Intervensi multidisiplin yang

menyeluruh (Comperhensive Multidisciplinary Intervention); (4) Intervensi pelayanan

tersier (Tertiary Care Intervention). Keempat cara tersebut memiliki tujuan utama

yaitu membiasakan seluruh anggota keluarga untuk memakan makanan sehat (tinggi

nilai gizi) dan meningkatkan aktivitas fisik untuk mencapai status gizi normal

(Brown, 2011).

2. Gambaran Karakteristik Orangtua Responden

Karakterisitk orangtua responden dilihat berdasarkan umur dan status gizi

orangtua. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.2, diperoleh data bahwa

distribusi umur ibu dan ayah lebih banyak pada rentang umur 30-40 tahun, yaitu 75%

pada ibu dan 65% pada ayah. Hal ini hanya menggambarkan kondisi orangtua

responden.

Page 103: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

89

Pada variabel status gizi orangtua, distribusi lebih banyak pada kategori tidak gizi

lebih, yaitu 55% pada ibu dan 81.25% pada ayah. Sedangkan distribusi pendidikan

ibu lebih banyak pada kategori rendah, yaitu 80% dan distribusi pendidikan ayah

lebih banyak pada kategori tinggi, yaitu 70%. Dan berdasarkan penghasilan orangtua,

distribusi lebih banyak pada kategori rendah, yaitu 65%.

B. Gambaran Faktor Risiko Asupan Makan (Total Asupan Energi, Persentase

Karbohidrat dan Lemak dalam Total Energi)

Angka kecukupan energi, persen karbohidrat dan lemak yang telah ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan sejak tahun 2013 bagi anak dengan umur 7-9 tahun adalah 1850

kkal, 55% dan 30%. Sementara bagi anak laki-laki dengan umur 10-12 tahun, angka

kecukupan energi sebesar 2100 kkal, dan 2475 kkal untuk umur 13-15 tahun. Pada anak

perempuan, angka kecukupan energi pada umur 10-12 tahun sebesar 2000 kkal dan 2125

kkal untuk umur 13-15 tahun. Anjuran persen asupan karbohidrat dan lemak pada anak

laki-laki dan perempuan dengan umur 10-15 tahun adalah 55% dan 30% dari total energi

(Kemenkes, 2014). Asupan makanan dibutuhkan untuk bahan bakar metabolisme zat-zat

dalam tubuh, namun jika dikonsumsi tidak sesuai anjuran, hal tersebut dapat memberikan

dampak yang berbeda pada masing-masing orang, tergantung dengan kondisi fisiologis

tubuh. Pada kasus gizi lebih, makanan bisa menjadi bumerang bagi penderitanya. Ketika

asupan makanan tidak seimbang dengan pengeluaran energi, maka tubuh akan

memprosesnya sebagai cadangan makanan yang berakibat pada kelebihan cadangan

lemak tubuh. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab gizi lebih.

Page 104: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

90

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Asupan Makan

Asupan makan pada penderita gizi lebih dapat menjadi faktor yang cukup

berisiko. Ketidakseimbangan asupan energi seringkali menjadi salah satu

karakteristik pada anak penderita gizi lebih (Brown, 2011). Anak yang menderita gizi

lebih biasanya memiliki total asupan energi dan asupan lemak yang berlebih (Davison

& Birch, 2001). Kelebihan tersebut seringkali tidak digunakan dan pada akhirnya

tersimpan sebagai cadangan lemak dalam tubuh. Cadangan lemak yang terus-menerus

disimpan akan mempengaruhi bentuk fisik dan status gizi anak.

a. Total Asupan Energi (TAE)

Berdasarkan Tabel 5.3 diperoleh data bahwa penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master pada kelas 4-6 dengan rentang umur 9-13 tahun yang berjumlah 20

anak menunjukan bahwa sebanyak 55% anak memiliki asupan energi berlebih

dengan rata-rata asupan 2094 kkal per hari. Sedangkan rata-rata total asupan

energi nasional berdasarkan AKG tahun 2013 pada anak umur 7-15 tahun adalah

2110 kkal (Kemenkes, 2013). Dari kedua angka tersebut, dapat dikatakan bahwa

rata-rata asupan energi penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master berada diatas

angka nasional.

Hasil food recall menunjukan bahwa anak penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master memiliki kebiasaan jajan makanan dan minuman yang dijual di

lingkungan sekolah, diantaranya makanan gorengan dan minuman manis (sachet).

Selain itu, asupan karbohidrat dari jenis nasi, baik nasi putih, nasi goreng atau

nasi uduk pada anak juga menjadi salah satu makanan yang menyumbangkan

energi terbanyak. Hal tersebutlah yang berkontribusi dalam peningkatan total

Page 105: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

91

asupan energi harian. Penelitian cross sectional menunjukan bahwa anak yang

asupan energi hariannya tinggi memiliki kecenderungan peningkatan status berat

badan dan cadangan lemak (Davison & Birch, 2001).

Penderita gizi lebih pada usia sekolah cenderung mengonsumsi energi dan

lemak lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan kategori gizi normal. Hasil

yang sama menunjukan bahwa asupan energi dan persentase energi dari lemak

yang tinggi memiliki kecenderungan terhadap faktor risiko asupan yang

mengakibatkan peningkatan status gizi lebih (Liu et al., 2010). Teori menjeslakan

bahwa kelebihan energi dari asupan makanan akan disimpan sebagai lemak tubuh

(Almatsier, 2010). Oleh karena itu, kelebihan asupan energi yang berasal dari

asupan karbohidrat, lemak dan protein yang dikonsumsi secara terus-menerus

dalam jangka panjang dapat menyebabkan simpanan lemak yang semakin

menumpuk sehingga menyebabkan gizi lebih. Hal ini diperkuat dengan hasil

penelitian (Vertikal, 2012) yang menunjukan bahwa anak yang memiliki asupan

energi yang tinggi memiliki risiko 3 kali lebih besar untuk menjadi gizi lebih

dibandingkan dengan yang asupannya energinya cukup.

b. Persentase Asupan Karbohidrat

Berdasarkan Tabel 5.3 diperoleh data bahwa penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master pada kelas 4-6 dengan rentang umur 9-13 tahun yang berjumlah 20

anak menunjukan bahwa sebanyak 55% anak memiliki persentase asupan

karbohidrat yang kurang, dengan rata-rata asupan karbohidrat adalah 264 gram

per hari. Sedangkan rata-rata asupan karbohidrat nasional berdasarkan AKG tahun

2013 pada anak umur 7-15 tahun adalah 290 gram. Sementara hasil peneltian

Page 106: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

92

Vertikal, (2012) menunjukan bahwa sebagian besar responden (71.3%) memiliki

asupan karbohidrat yang cukup dengan rata-rata asupan 273.58 gram per hari.

Dari ketiga angka tersebut, dapat dikatakan bahwa rata-rata asupan karbohidrat

anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master berada dibawah rata-rata

asupan karbohidrat nasional dan penelitian di SDN Pondok Cina 1 Kota Depok

(Vertikal, 2012).

Berdasarkan data hasil food recall 2x24 jam pada penderita gizi lebih di

Sekolah Dasar Master, diketahui bahwa makanan yang menyumbangkan energi

terbanyak dari zat gizi karbohidrat adalah nasi putih dengan rata-rata

menyumbang 367.57 kkal per hari, mie instan dengan rata-rata 147.5 kkal per

hari, dan nasi goreng dengan rata-rata menyumbang 72.9 kkal per hari.

Berdasarkan teori, zat gizi karbohidrat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu

sederhana dan kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari sukrosa, maltosa dan

laktosa yang biasanya tergandung dalam makanan dengan indeks glikemik tinggi

(>70), yaitu gula, beras putih, mie, roti dan susu (laktosa). Sedangkan karbohidrat

kompleks terdiri dari kelompok serealia, glikogen dan serat, yang biasanya

terkandung dalam jenis makanan yang memiliki indeks glikemik lebih rendah

(medium : 56-69 & rendah : <55 ). Jenis makanan dengan indeks glikemik

medium diantaranya beras cokelat dan kentang (sweet potato), sedangkan

makanan dengan indeks glikemik rendah biasanya terdapat pada madu, oatmeal,

jagung, dan singkong (Brown, 2011). Semakin tinggi nilai IG, maka rasa kenyang

terhadap makanan akan lebih cepat hilang, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu,

Page 107: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

93

asupan makan yang didominasi oleh makanan dengan nilai IG yang tinggi dapat

meningkatkan kegemukan.

Hasil penelitian (Vertikal, 2012) menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara asupan karbohidrat dengan kejadian gizi lebih pada anak sekolah

dasar. Seperti pada teori Menurut Davison & Birch, (2001), jumlah total asupan

energi harian dengan persentase yang lebih tinggi pada zat gizi karbohidrat dan

lemak yang dikonsumsi secara berangsur-angsur akan menyebabkan kelebihan

gizi pada anak. Namun, dibandingakan kedua zat gizi tersebut, kelebihan asupan

lemak paling menentukan gizi lebih.

c. Persentase Asupan Lemak

Berdasarkan Tabel 5.3 diperoleh data bahwa penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master pada kelas 4-6 dengan rentang umur 9-13 tahun yang berjumlah 20

anak menunjukan bahwa sebanyak 95% anak memiliki persentase asupan lemak

berlebih. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan pada anak penderita gizi

lebih di SMP Pembangunan Jaya Bintaro tahun 2012 yang menunjukan bahwa

sebanyak 85.07% anak memiliki asupan lemak yang berlebih (Ciptaningtyas,

2012).

Hasil penelitian juga menunjukan rata-rata asupan lemak penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master adalah 87.82 gram per hari sedangkan rata-rata asupan

lemak nasional berdasarkan AKG tahun 2013 pada anak umur 7-15 tahun adalah

72.6 gram. Sementara hasil penelitian Vertikal, (2012) menunjukan bahwa lebih

dari setengah responden (59%) memiliki asupan lemak yang tinggi (>25% Total

Energi AKG) dengan rata-rata asupan 62.64 gram per hari. Dari ketiga angka

Page 108: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

94

tersebut, dapat dikatakan bahwa rata-rata asupan lemak anak penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master berada diatas rata-rata asupan lemak nasional dan hasil

penelitian di SDN Pondok Cina 1 Kota Depok (Vertikal, 2012).

Berdasarkan data food recall, diketahui bahwa makanan yang menyumbang

energi terbanyak dari zat gizi lemak adalah nasi goreng dengan rata-rata

menyumbangkan 21.8 gram atau 169.7 kkal per hari, jenis makanan yang

digoreng (ayam, tempe, sosis, gorengan) dengan rata-rata menyumbang 13.7 gram

atau 123.2 kkal per hari. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah minyak dalam

jenis makanan, seperti diketahui bahwa minyak merupakan salah satu jenis

makanan yang memiliki kandungan lemak yang tinggi.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aninditya (2011) yang memperoleh

data bahwa jenis makanan fast food dan gorengan merupakan kelompok makanan

tinggi lemak yang sering dikonsumsi anak sekolah penderita gizi lebih, dengan

frekuensi rata-rata sebanyak 2-4 kali seminggu. Sebuah studi menunjukan

hubungan antara anak yang mengonsumsi makanan gorengan (fried food away

from home) dengan frekuensi yang lebih banyak, cenderung memiliki berat badan

yang lebih besar, asupan total energi yang berlebih dan kualitas asupan makan

yang lebih rendah (Taveras, dkk. 2005).

Menurut teori, zat gizi lemak memiliki fungsi, diantaranya sebagai sumber

energi, asam lemak esensial, pengangkut vitamin larut lemak (vitamin A,D,E,K),

menghemat protein, memelihara suhu tubuh dan pelindung organ tubuh, serta

dapat memberi rasa kenyang dan kelezatan dalam makanan. Berdasarkan

ikatannya, lemak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu lemak tidak jenuh dan

Page 109: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

95

lemak jenuh. Lemak tidak jenuh merupakan jenis lemak yang lebih baik, karena

rantainya lebih mudah dilepas menjadi energi dibandingkan dengan lemak jenuh.

Lemak tidak jenuh terdiri dari omega-3 dan omega-6, biasanya terkandung dalam

ikan yang hidup di perairan dalam (salmon & tuna), telur, biji-bijian, alpukat,

minyak zaitun (olive oil) dan minyak kacang. Sedangkan lemak jenuh biasanya

terkandung dalam produk daging merah, keju, butter/margarin, krim, dan

makanan yang digoreng (deep fry) (Brown, 2011).

Peran lemak sangat penting bagi tubuh untuk menyimpan kelebihan energi

yang berasal dari makanan, sehingga ketika tubuh tidak dapat asupan makanan,

cadangan lemak akan memecah molekulnya sehingga dapat dijadikan sumber

energi. Asupan lemak yang tinggi akan lebih mudah disimpan dibandingkan

dengan zat gizi makro lainnya, seperti karbohidrat dan protein (Davison and

Birch, 2001). Namun saat cadangan lemak dalam tubuh berlebih, maka dapat

mengakibatkan kelebihan berat badan (Crowle and Turner, 2010). Dan jika dalam

jangka waktu yang lama, cadangan lemak tidak digunakan, dapat menjadi salah

satu penyebab dari penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit jantung

(osteoarthritis, hipertensi dan lain-lain) (Davison and Birch, 2001).

Hasil penelitian (Vertikal, 2012), diperoleh bahwa responden yang

mempunyai asupan lemak yang tinggi akan berisiko 4 kali menjadi gizi lebih

dibandingkan dengan responden yang asupan lemaknya cukup. Asupan lemak

yang tinggi akan lebih mudah menyebabkan gizi lebih. Hal ini disebabkan oleh

zat gizi lemak yang mengandung dua kali lebih banyak energi daripada

karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal (Brown, 2011).

Page 110: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

96

d. Persentase Asupan Protein

Berdasarkan Tabel 5.3 diperoleh data bahwa penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master pada kelas 4-6 dengan rentang umur 9-13 tahun yang berjumlah 20

anak menunjukan bahwa sebanyak 55% anak memiliki persentase asupan protein

>15% AKG. Sementara penelitian yang dilakukan pada anak penderita gizi lebih

di SMP Pembangunan Jaya Bintaro tahun 2012 menunjukan bahwa sebanyak

61.2% anak memiliki asupan protein yang lebih dari AKG (Ciptaningtyas, 2012).

Terdapat perbedaan pada kedua penelitian, dimana rata-rata penderita gizi lebih di

Sekolah Dasar Master cenderung lebih rendah asupan proteinnya. Perbedaan

tersebut kemungkinan terjadi akibat rentang umur dan lokasi serta status sosial

ekonomi sekolah yang berbeda.

Hasil penelitian juga menunjukan rata-rata asupan protein penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master adalah 66.25 gram per hari sedangkan rata-rata asupan

protein nasional berdasarkan AKG tahun 2013 pada anak umur 7-15 tahun adalah

61.2 gram. Sementara hasil penelitian Vertikal, (2012) menunjukan bahwa hampir

seluruh anak mempunyai asupan protein yang tinggi (>100% AKG Protein)

dengan rata-rata asupan 59.41 gram per hari. Dari ketiga angka tersebut, dapat

dikatakan bahwa rata-rata asupan protein anak penderita gizi lebih di Sekolah

Dasar Master berada diatas rata-rata asupan protein nasional dan hasil penelitian

di SDN Pondok Cina 1 Kota Depok (Vertikal, 2012).

Berdasarkan data food recall, diketahui bahwa makanan yang menyumbang

energi terbanyak dari zat gizi protein adalah daging ayam dan olahannya dengan

rata-rata menyumbangkan 14.77 gram atau 59.1 kkal per hari, berbagai jenis ikan

Page 111: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

97

(ikan tongkol, ikan teri goreng, ikan kembung, ikan bawal dan ikan lele) dengan

rata-rata menyumbang 7.71 gram atau 30.85 kkal per hari. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi adalah

sumber protein hewani.

Hasil penelitian (Vertikal, 2012), tidak terdapat hubungan yang bermakna

atara asupan protein dengan gizi lebih. Berdasarkan teori, protein mempunyai

hubungan dengan gizi lebih, karena protein menyumbang sekitar 4 kkal energi

dalam 1 gramnya. Kelebihan asupan protein juga dapat menyebabkan energi yang

dikonsumsi dalam tubuh berlebih, sehingga energi tersebut dapat di simpan dalam

cadangan lemak tubuh (Davison and Birch, 2001).

Berdasarkan hasil penelitian, persentase asupan lemak berlebih dari total asupan

energi pada penderita gizi lebih memiliki persentase 95%, dengan penyumbang

energi tertinggi berasal dari jenis makanan yang melalui proses penggorengan. Oleh

karena itu, pembatasan asupan makanan yang digoreng perlu dilakukan untuk

menurunkan total asupan energi harian anak untuk mengurangi kelebihan cadangan

lemak yang berakhibat pada kelebihan berat badan.

Kebiasaan dan pola asupan makan pada anak sekolah dasar sudah mulai

terbentuk, namun belum sepenuhnya menjadi kebiasaan yang permanen (Kim & Lee,

2009). Oleh karenanya, solusi yang dapat dilakukan adalah dengan merubah perilaku

anak melalui perbaikan kondisi lingkungan. Lingkungan keluarga di rumah perlu

dijadikan contoh bagi anak, dengan cara meningkatkan pengetahuan gizi orangtua

agar dapat disalurkan melalui perilaku dalam mengontrol asupan makan anak dan

memberikan contoh kebiasaan yang baik, terutama pembatasan pada makanan yang

Page 112: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

98

digoreng. Selain itu, perlu adanya keterkaitan pelayanan kesehatan setempat

(puskesmas atau klinik) dengan sekolah dalam meningkatkan informasi dalam

menangani dan menanggulangi gizi lebih yang terjadi pada anak sekolah dasar.

2. Asupan Makan berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga

Menurut Davison & Birch (2001), terdapat kesamaan kebiasaan dan pola makan

orangtua dan anak, baik rasa, pemilihan makanan, dan respon terhadap rasa lapar dan

kenyang. Pola makan orangtua tidak akan jauh berbeda dengan anak, hal tersebut

disalurkan melalui praktek pemberian makan pada anak. Berdasarkan banyak hasil

penelitian menilai bahwa terdapat hubungan genetik secara langsung antara status gizi

orangtua dan anak, hal tersebut diperkuat dengan beberapa penelitian yang

menunjukan bahwa orangtua yang gizi lebih akan menentukan lingkungan yang dapat

mendukung faktor risiko gizi lebih pada anaknya.

Hasil penelitian menunjukan hasil yang berbeda, hal tersebut dapat dilihat pada

Tabel 5.4, dimana anak yang memiliki total asupan energi berlebih dan persentase

asupan karbohidrat kurang, serta persentase asupan lemak berlebih, cenderung lebih

banyak terjadi pada orangtua dengan kategori praktek pemberian makan yang baik,

dengan persentase masing-masing 66.7%, 55.6% dan 100%. Hal ini sejalan dengan

penelitian Putri (2015), yang menunjukan bahwa anak dengan asupan energi yang

tidak sesuai (> AKG dan < AKG), lebih banyak pada kategori praktek pemberian

makan yang baik dengan persentase 34.2%, dibandingkan dengan anak dengan

praktek pemberian makan yang kurang baik.

Praktek pemberian makan diukur berdasarkan kebiasaan makan bersama

keluarga, kebiasaaan makan gorengan/fastfood bersama keluarga, serta ketersediaan

Page 113: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

99

makanan dan olahan sayur. Lebih dari setengah responden memiliki praktek

pemberian makan yang kurang baik, namun persentase menunjukan angka yang lebih

tinggi pada praktek pemberian makan yang baik terhadap asupan makan anak yang

berisiko (asupan energi berlebih, persentase karbohidrat kurang dan persentase lemak

berlebih). Hal ini kemungkinan terjadi karena orangtua, khususnya ibu, tidak

mengetahui anjuran atau batasan dalam mengonsumsi jenis makanan, terutama dari

jenis zat gizi lemak (gorengan). Selain itu, kemungkinan lainnya adalah orangtua atau

ibu tidak dapat mengontrol asupan makan anak di sekolah.

Seperti pada hasil wawancara terhadap ibu responden yang menyatakan bahwa

ibu lebih membebaskan anaknya untuk mengonsumsi makanan jajanan saat di

sekolah, namun saat di rumah, ketersediaan makanan juga lebih banyak dengan

olahan gorengan. Hasil penelitian Traveras (2005) menunjukan bahwa makanan

olahan gorengan yang berasal dari luar rumah memiliki kualitas yang lebih rendah

dibandingkan dengan makanan yang diolah di rumah, dikarenakan makanan gorengan

yang dijual di luar rumah menggunakan bahan yang ditujukan untuk keuntungan

ekonomi pedagang. Kemungkinan lainnya adalah penggunaan bahan saat

menggoreng makanan yang kurang bersih dan menggunakan bahan-bahan yang

memberikan keuntungan yang besar untuk pedagang. Praktek makan inilah yang

tidak dapat di kontrol oleh orangtua penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master,

sehingga meskipun orangtua memberikan praktek makan yang baik, belum tentu

asupan makan anak juga baik.

Kebiasaan jajan di sekolah menjadi salah satu kebiasaan yang tidak dapat

dikontrol orangtua. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa hampir setiap hari

Page 114: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

100

seluruh anak mengonsumsi minuman manis (sachet) dengan rata-rata maksimal 2 kali

sehari, dimana minuman tersebut memiliki kadar karbohidrat sederhana yang tinggi,

yaitu gula. Selain itu jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari lebih banyak melalui

proses penggorengan, seperti nasi goreng, tempe goreng, dan jenis makanan gorengan

lainnya (bakwan dan pastel). Dan berdasarkan hasil food recall diperoleh bahwa

hampir seluruh anak penderita gizi lebih tidak mengonsumsi buah. Seperti diketahui

bahwa buah merupakan salah satu jenis serat makanan yang dapat mengontrol asupan

energi lainnya, sehingga dapat menurunkan risiko kejadian gizi lebih pada anak

(Kimble, 2014). Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian di Sekolah Dasar

Master, variabel asupan makan anak penderita gizi lebih kemungkinan kurang terkait

dengan variabel praktek pemberian makan.

Pada variabel karakteristik keluarga lainnya, yaitu status gizi lebih pada orangtua

juga dikaitkan dengan praktek dalam pemberian makan yang berisiko pada kejadian

gizi lebih pada anak. Hasil penelitian menunjukan proporsi anak dengan total asupan

energi dan persentase asupan lemak yang berlebih cenderung terjadi pada ibu yang

tidak termasuk gizi lebih, dengan persen tase 63.6% dan 100%, namun cenderung

terjadi pada ayah yang termasuk gizi lebih.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian bahwa ibu yang memiliki status gizi

lebih cenderung memberikan anaknya makanan yang rendah nutrisi dan tinggi energi

(Kimble, 2014). Sama halnya pada penelitian lainnya yang menunjukan anak yang

mempunyai ibu dengan gizi lebih akan cenderung mengonsumsi persen lemak dalam

total energi lebih banyak dibandingkan dengan anak yang mempunyai ibu dengan

status gizi lainnya. Hasil penelitian di Kanada menunjukan bahwa orangtua yang

Page 115: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

101

berstatus gizi lebih berhubungan erat dengan kejadian gizi lebih pada anak, dan

merupakan faktor risiko yang tidak dapat dicegah (Kuhle,dkk., 2010).

Menurut Davison & Birch (2001), praktek pemberian makan, pengetahuan dan

ketersediaan makan di rumah lebih mempengaruhi praktek dan pola asupan makan,

dibandingkan status gizi lebih pada orangtua. Hal ini dikarenakan status gizi lebih

orangtua merupakan prediktor terjadinya gizi lebih pada anak. Oleh karena itu, status

gizi ibu tidak terlalu mempengaruhi asupan anak, melainkan praktek pemberian

makan. Praktek pemberian makan yang lebih baik dan berdasarkan anjuran AKG

akan lebih memberikan efek yang baik dalam membentuk pola asupan makan anak

yang tidak berisiko terhadap gizi lebih. Praktek pemberian makan yang tidak berisiko

dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan gizi dalam mencegah kejadian

gizi lebih pada anak (Alrashidi, 2016). Peningkatan pengetahuan gizi orangtua dapat

diperoleh dari pelayanan kesehatan dan atau media massa lainnya. Sehingga

pengetahuan yang diperoleh dapat disalurkan melalui cara mendapatkan, mengolah,

serta menyediakan makanan yang lebih sehat kepada anak, diantaranya meningkatkan

ketersediaan buah dan sayur.

3. Asupan Makan berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi

Status sosial ekonomi dan faktor psikologi dapat membentuk persepsi orangtua

mengenai berat badan yang baik untuk anak. Menurut Savage, dkk. (2007), pada 80%

orangtua dengan status sosial ekonomi rendah menganggap bahwa anak yang gemuk

adalah anak yang status gizinya termasuk normal, jika dibandingkan dengan anak

yang lebih kurus. Di Australia, pengaruh pembelian jenis makanan dilatarbelakangi

oleh tingkat pendapatan dan pendidikan mereka.

Page 116: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

102

Hasil penelitian pada Tabel 5.5 menunjukan bahwa anak yang memiliki total

asupan energi berlebih dan persentase karbohidrat kurang, cenderung lebih banyak

pada kategori penghasilan tinggi, dibandingkan dengan kategori penghasilan rendah,

dengan persentase masing-masing 57.1%. Sama halnya dengan penelitian di

Yogyakarta terhadap 244 anak penderita gizi lebih menunjukan bahwa orangtua

dengan pendapatan tinggi, cenderung memiliki anak dengan status gizi lebih (91.8%).

Sehingga asupan energi yang berlebih kemungkinan terjadi pada anak dengan

orangtua yang pendapatannya tinggi. Berbeda dengan hasil penelitian lainnya, ibu

dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung memiliki anak dengan gizi lebih

(81.97%) (Arundhana, 2013).

Menurut Myrick, (2014), pendidikan orangtua tidak terlalu mempengaruhi asupan

makan anak dibandingkan dengan aktivitas fisik anak, melainkan tingkat pengetahuan

gizi. Seperti diketahui bahwa pengetahuan yang diperoleh orangtua, terutama ibu

tidak selalu didapatkan pada saat di sekolah, melainkan dari budaya setempat dan

pengaruh media. Orangtua dengan tingkat pengetahuan gizi yang baik cenderung

akan memilih makanan yang lebih sehat untuk anaknya (Hendrie, dkk., 2013)

Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa anak yang memiliki total asupan

energi berlebih dan persentase asupan karbohidrat yang kurang, cenderung lebih

banyak pada ketegori pendidikan ibu yang rendah, dibandingkan dengan kategori

pendidikan ibu yang tinggi, dengan persentase masing-masing 60%. Sedangkan anak

yang memiliki persentase asupan lemak yang berlebih cenderung terjadi pada

kategori pendidikan ibu yang tinggi. Variabel tingkat pendidikan diukur berdasarkan

dua kategori, yaitu rendah dan tinggi.

Page 117: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

103

Sedangkan anak penderita gizi lebih di Sekolah Master yang memiliki persentase

asupan lemak berlebih, cenderung lebih banyak pada kategori pendidikan ayah yang

rendah, dengan persentase 100%. Dan anak yang memiliki persentase asupan lemak

yang berlebih, seluruhnya terjadi pada kategori penghasilan rendah. Hal ini sejalan

dengan penelitian Veldhuis dkk., (2013) yang menunjukan bahwa orangtua dengan

tingkat pendidikan yang rendah memiliki anak dengan peningkatan risiko gizi lebih.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat kemungkinan pendidikan dan penghasilan orangtua

yang rendah menghasilan tingkat pengetahuan yang rendah dan kemampuan dalam

membeli makanan sehat yang kurang. Seperti dikatakan oleh Crowle & Turner

(2010), bahwa makanan sehat cenderung memiliki nilai jual yang lebih tinggi

dibandingkan dengan makanan yang mengandung energi dan lemak yang tinggi.

Sehingga pendapatan orangtua dapat secara tidak langsung mempengaruhi asupan

makan, terutama zat gizi lemak.

Menurut Crowle & Turner (2010), saat ini telah terjadi banyak pergeseran

perilaku, yaitu dengan membandingkan manfaat makanan dan keefisiensian

pengeluaran, terlepas dari pengetahuan akan gizi yang baik. Harga dari suatu

makanan akan menentukan masyarakat untuk membelinya atau tidak, makanan yang

tinggi energi dan rendah gizi cenderung mempunyai harga yang lebih murah

dibandingkan dengan makanan sehat lainnya. Hal inilah yang menjadi salah satu

risiko pada kelompok masyarakat menengah ke bawah. Seperti pada hasil penelitian

ini, kondisi lingkungan yang berada di wilayah terminal, stasiun kereta api, pusat

perbelanjaan modern dan tradisional membuat akses terhadap makanan yang murah

sangat tinggi. Berdasarkan hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa di sekitar

Page 118: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

104

sekolah terdapat lebih dari 10 pedagang jajanan yang menjual makanan dan minuman

yang menyajikan makanan murah dan berenergi tinggi, diantaranya seblak, cilor,

pempek, gorengan (pastel, risol, bakwan), sosis bakar, nasi goreng, mie goreng,

berbagai macam minuman sachet, dan lain-lain. Semua jenis makanan dan minuman

memilki nilai harga yang cukup murah, yakni dari harga mulai Rp 500,- sampai Rp

5000,-. Lokasinya yang berada di sekitar terminal dan stasiun, membuat akses

terhadap makanan sehat yang kurang.

Berbeda halnya pada masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke atas yang

memiliki lingkungan fisik tempat tinggal atau sekolah yang berbeda dengan wilayah

Sekolah Dasar Master. Seperti hasil penelitian Lumoindong, dkk (2013), faktor

penyebab terjadinya gizi lebih pada anak sekolah usia 10-12 tahun di sekolah swasta

dengan sosial ekonomi menengah keatas di Manado antara lain asupan makan yang

berlebih dari jenis olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajannan seperti

makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) yang tersedia di kantin sekolah.

C. Gambaran Faktor Risiko Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang dapat menyeimbangkan asupan energi dalam

tubuh. Pengeluaran energi yang dilakukan saat beraktivitas fisik dapat memberikan efek

yang sangat luas, selain dapat menyeimbangan energi, meningkatkan kemampuan fungsi

tulang, otot dan system pernafasan, aktivitas fisik juga dapat menurunkan risiko-risiko

penyakit, seperti penyakit hipertensi, kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus dan depresi

(WHO, 2016). Aktivitas fisik pada anak termasuk salah satu kebiasaan yang penting

untuk membentuk kebiasaan gaya hidup sehat yang akan berlanjut hingga remaja dan

Page 119: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

105

dewasa. Dengan meningkatnya kejadian gizi lebih di negara-negara berkembang, maka

aktivitas fisik pada anak menjadi salah satu faktor yang dapat dikontrol, selain perilaku

sedentari (Brown, 2011).

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Aktivitas Fisik

Hasil penelitian pada Tabel 5.6 menunjukan bahwa aktivitas fisik penderita gizi

lebih di Sekolah Dasar Master tidak memiliki perbedaan pada kategori baik dan

kurang baik. Namun, terdapat perbedaan proporsi pada kategori sangat gemuk dan

gemuk. Proporsi anak dengan aktivitas fisik yang kurang aktif cenderung lebih tinggi

pada anak dengan kategori sangat gemuk (40%). Sebaliknya, anak yang memiliki

aktivitas fisik yang baik, cenderung terjadi pada anak dengan status gizi gemuk

(90%).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Pondok Cina

Kota Depok, yang menunjukan bahwa proporsi anak yang memiliki aktivitas kurang

baik cenderung lebih tinggi pada anak yang penderita gizi lebih, dengan persentase

58.1% (Vertikal, 2012). Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian lainnya yang

menunjukan bahwa anak yang tidak rutin melakukan olahraga atau aktivitas fisik

memiliki peluang risiko gizi lebih sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang

rutin berolahraga (Sartika, 2011). Sehingga, anak penderita gizi lebih, khususnya gizi

sangat gemuk cenderung memiliki tingkat aktivitas yang rendah.

Berdasarkan hasil penelitian di Sekolah Dasar Master menunjukan bahwa

mayoritas anak penderita gizi lebih tidak memiliki waktu dan tempat yang cukup

untuk bermain dan beraktiviatas fisik. Waktu anak di sekolah lebih banyak dihabiskan

untuk belajar dan sekedar duduk-duduk sambil mengobrol dengan teman-temannya

Page 120: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

106

pada jam istirahat dibandingkan untuk bermain yang memerlukan tenaga, seperti lari-

larian. Tingkat aktivitas yang rendah juga dipengaruhi oleh tidak adanya mata

pelajaran olahraga di Sekolah Dasar Master. Hal ini dikarenakan keterbatasan

pengajar yang ada di sekolah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara juga diketahui

bahwa meskipun mayoritas anak penderita gizi lebih menggunakan hari liburnya

untuk bersantai dan bermain di dalam rumah, terdapat beberapa anak melakukan

aktivitas fisik seperti jalan-jalan ke pusat perbelanjaan bersama orangtua, berkunjung

ke rumah saudara, dan hanya sedikit anak yang menggunakan waktu luangnya untuk

berolahraga, seperti berenang dan jalan santai.

Meskipun memiliki persentase aktivitas fisik kurang baik yang lebih tinggi pada

penderita gizi lebih, lingkungan fisik siswa-siswi di Sekolah Negeri Pondokcina 1

Kota Depok (status sosial ekonomi menengah), memiliki perbedaan dengan Sekolah

Dasar Master. Seperti hasil penelitian Vertikal, (2012) di SD Negeri Pondokcina 1

Kota Depok menunjukan bahwa lingkungan sekolah tersebut memiliki kegiatan fisik

rutin, seperti kegiatan pramuka (ekstakulikuler) dan pelajaran penjaskes (pendidikan

jasmani dan kesehatan) pada seluruh kelas, yang terdiri dari praktek dan teori.

Namun, walaupun di sekolah tersebut memiliki kegiatan fisik, persentase kategori

kurang baik pada variabel aktivitas fisik masih cukup tinggi. Hal ini kemungkinan

terjadi pada mayoritas wilayah yang berada di daerah perkotaan dan pada kelompok

sosial ekonomi yang menengah keatas (Arundhana dkk., 2013).

Hal ini diperkuat oleh Brown, (2011) berdasarkan data NHANES I, II, dan III,

yang menyatakan bahwa penurunan aktivitas fisik dapat meningkatkan prevalensi gizi

lebih pada anak dibandingkan dengan peningkatan asupan energi. Sama halnya

Page 121: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

107

dengan hasil penelitan Hadi (2003) yang menunjukan bahwa penurunan aktivitas fisik

dan atau peningkatan perilaku sedentari mempunyai pernanan penting dalam

peningkatan berat badan. Di Padang, tepatnya SD Ujung Kota Padang juga

menunjukan hal yang sama, yaitu pola aktivitas fisik pada anak memiliki pengaruh

yang paling besar terhadap kejadian gizi lebih dibandingkan pola makan (Maidelwita,

2012). Gizi lebih akan lebih mudah diderita oleh anak yang memiliki aktivitas fisik

yang kurang dan kebiasaan olahraga yang rendah yang disebabkan oleh jumlah energi

yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan jumlah energi yang masuk melalui

makanan, sehingga berpotensi menimbulkan penimbunan lemak yang berlebih dalam

tubuh (Wahyu, 2012).

Bermain bagi anak semestinya bukan sekedar aktivitas fisik biasa, melainkan

dapat menjadi sarana yang baik untuk mengasah kemampuan motorik, komunikasi,

sosialisasi yang dapat meningkatkan aktivitas fisik anak. Seiring dengan keterbatasan

waktu dan tempat, dan berkembangnya globalisasi dan teknologi, anak lebih memilih

untuk bermain secara online atau melalui gadget yang tidak memerlukan waktu dan

tempat yang luas. Beberapa penelitian menunjukan bahwa permainan „game online’

cenderung menghabiskan banyak waktu, membuat anak malas bergerak, dan

cenderung kurang dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya. Jika hal ini

dilakukan oleh anak secara berangsur-angsur, dapat memberikan dampak yang buruk

bagi kesehatan, terutama kenaikan berat badan anak (Wayhu, 2012). Namun hal ini

tidak terjadi pada sebagian besar penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master,

dikarenakan keterbatasan ekonomi tidak mendukung anak untuk mempunyai gadget

sendiri.

Page 122: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

108

Perbedaan pada hasil penelitian dan teori kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat

aktivitas fisik yang ditentukan oleh nilai median di suatu tempat saja, sehingga

menghasilkan nilai kategori yang sama pada kedua tingkatan gizi lebih. Namun, hasil

penelitian sesuai dengan teori pada kategori gizi sangat gemuk, dimana aktivitas fisik

yang kurang baik cenderung dimiliki oleh anak dengan status gizi sangat gemuk.

Rendahnya aktivitas fisik pada anak penderita gizi lebih kemungkinan terjadi akibat

tingginya perilaku sedentari (Meenu dan Madhu, 2001). Oleh karenanya, aktivitas

fisik pada anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master harus ditingkatkan

dengan melakukan aktivitas fisik yang terjangkau dan mudah, diantaranya dengan

memanfaatkan lahan kosong untuk bermain dan mengurangi aktivitas sedentari saat

jam istirahat.

The National Physical Activity Guidelines di Australia dan World Health

Organization telah merekomendasikan aktivitas fisik yang dapat dilakukan pada anak

dan remaja dengan rentan usia 5-17 tahun, antara lain melakukan aktivitas fisik pada

intensitas sedang – berat selama 60 menit setiap hari (basket, sepak bola, berenang,

angkat beban, bersepeda, menari, tennis, menaiki tangga); melakukan aktivitas fisik

yang meliputi aktivitas yang dapat memperkuat otot dan tulang, minimal 3 kali

seminggu (WHO, 2016).

Oleh karena itu, kesadaran anak mengenai aktivitas fisik juga dipengaruhi oleh

lingkungan keluarga, keadaan lingkungan fisik rumah dan sekolah. Sehingga perlu

adanya ketersediaan fasilitas untuk aktivitas fisik anak dan kebiasaan yang

ditimbulkan dari keluarga, sosial dan budaya setempat. Karena untuk merubah

kebiasaan seseorang agar lebih efektif dan efisien, tidak dapat dilakukan hanya pada

Page 123: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

109

satu orang saja, melainkan terdapat dukungan dari keluarga maupun lingkungan yang

lebih luas (Maley, 2012).

2. Aktivitas Fisik berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik Keluarga

Pola asuh orangtua dalam aktifitas fisik mempengaruhi pola aktivitas fisik pada

anak. Hal tersebut dikarenakan orangtua merupakan panutan bagi anaknya. Selain itu,

kepercayaan dan kebiasaan orangtua yang aktif secara fisik dapat menciptakan

lingkungan keluarga yang mendorong anak untuk lebih aktif melakukan aktivitas

fisik, seperti berolahraga dan melakukan kegiatan di luar rumah (Davison & Birch,

2001). Hubungan pola asuh orangtua terhadap aktivitas fisik anak dapat dilihat

melalui kebiasaan aktivitas orangtua, dukungan terhadap kegiatan aktivitas fisik dan

monitoring aktivitas anak.

Hasil penelitian pada Tabel 5.7 menunjukan bahwa orangtua yang tidak pernah

melakukan kebiasaan aktivitas fisik selama 2 minggu terakhir, seperti jalan-jalan di

akhir minggu dan mengajak anak untuk berolahraga cenderung memiliki anak yang

aktivitas fisiknya kurang baik, 100%. Hal sebaliknya, orangtua yang memiliki

kebiasaan aktivitas fisik yang sering cenderung memiliki anak yang aktivitas fisiknya

baik, yaitu 75%.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Ploeg, dkk. (2012) yang menunjukan

bahwa orangtua yang tidak pernah atau jarang beraktivitas fisik memiliki anak yang

menderita gizi lebih sebanyak 7%. Sedangkan orangtua yang kadang-kadang

melakukan aktivitas fisik memiliki anak yang gizi lebih sebanyak 13.1%. Dan

orangtua yang sangat aktif beraktivitas fisik memiliki anak yang gizi lebih sebanayak

7.7%.Orangtua yang tidak pernah atau jarang mengajak anaknya untuk beraktivitas

Page 124: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

110

fisik memiliki anak yang gizi lebih sebanyak 11.3%. Orangtua yang kadang-kadang

mengajak anaknya beraktivitas fisik memiliki anak yang gizi lebih sebanayak 14%.

Orangtua yang sangat aktif untuk mengajak anaknya beraktivitas fisik memiliki anak

yang gizi lebih sebanyak 2.6%. Dengan demikian, orangtua yang melakukan aktivitas

fisik „kadang-kadang‟ berhubungan dengan anak yang memiliki aktivitas fisik yang

rendah dibandingkan dengan anak status gizi normal. Studi tersebut menunjukan

bahwa meningkatnya kepedulian orangtua mengenai aktivitas fisik, melakukan

aktivitas fisik dan mengajak serta keluarganya untuk beraktivitas fisik berhuhungan

dengan meningkatanya aktivitas fisik pada anak.

Partisipasi orangtua dalam aktivitas fisik memiliki keterkaitan dengan aktivitas

anak maupun remaja. Hubungan antara orangtua dan anak dalam pola aktivitas

tergambar pada orangtua yang aktif cenderung memiliki pengetahuan dan mengetahui

manfaat yang dihasilkan dari aktivitas fisik (Davison& Birch, 2001). Orangtua yang

memahami hal tersebut akan membangun lingkungan yang dapat meningkatkan

aktivitas fisik anak. Meskipun anak penderita gizi lebih akan membutuhkan dorongan

dan dukungan yang lebih besar dari orangtua terhadap aktivitas fisik dibandingkan

dengan anak gizi normal, dukungan dari orangtua tidak bisa dihilangkan pada anak

dengan status gizi lainnya (Ploeg, 2013)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa waktu luang yang dimiliki keluarga

saat hari libur kebanyakan digunakan untuk bersantai dan beristirahat di rumah.

Sebagian besar orangtua tidak mengajak anaknya untuk melakukan aktivitas fisik saat

hari libur. Hanya ada beberapa orangtua yang mengajak anaknya untuk bermain

sepeda dan jogging.

Page 125: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

111

Dari tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa status gizi lebih pada ibu (66.6%)

dan ayah (66.7%) cenderung memiliki anak yang aktivitas fisiknya kurang baik.

Dengan demikian, terdapat kecenderungan yang lebih tinggi antara orangtua yang

tidak pernah melakukan kebiasaan aktivitas fisik, status gizi lebih pada ibu dan ayah

terhadap aktivitas fisik yang kurang baik pada responden penderita gizi lebih.

Hubungan pola asuh orangtua terhadap aktivitas fisik anak dapat dilihat melalui

kebiasaan aktivitas orangtua, dukungan terhadap kegiatan aktivitas fisik dan

monitoring aktivitas anak. Menurut Brown (2011), strategi yang harus dimiliki

orangtua dalam meningkatkan kegiatan aktivitas fisik anak, diantaranya adalah

memberikan contoh yang baik dalam aktivitas fisik serta mengikutsertakan anak di

dalamnya; menganjurkan anak untuk melakukan aktivitas fisik di rumah, di sekolah

dan saat bersama teman; membatasi waktu dalam menonton televisi, film, bermain

komputer dan video game serta kegiatan lainnya yang dapat mengurangi waktu untuk

beraktivitas fisik.

3. Aktivitas Fisik berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan Demografi

Hasil penelitian pada Tabel 5.8 menunjukan bahwa status pendidikan ibu dan

ayah, serta penghasilan orangtua yang tinggi dengan persentase 60%, 57.1% dan

71.4%, cenderung memiliki anak dengan aktivitas fisik yang kurang baik. Dengan

demikian status sosial ekonomi keluarga yang tinggi cenderung memiliki anak

dengan aktivitas fisik yang kurang baik.

Hal ini sejalan dengan penelitian Jafar (2009) yang menunjukan bahwa aktivitas

fisik anak yang kurang baik cenderung terjadi pada status sosial ekonomi keluarga

yang tinggi. Hasil penelitian lainnya di Brazil menunjukan bahwa anak penderita gizi

Page 126: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

112

lebih dengan status sosial ekonomi keluarga tinggi memiliki risiko 27% lebih tinggi

untuk memiliki aktivitas fisik yang kurang baik, dibandingkan dengan status sosial

ekonomi keluarga yang rendah (Matsudo, dkk., 2016). Seperti diketahui, penurunan

aktivitas fisik dapat meningkatkan kejadian gizi lebih pada anak (Brown, 2011).

Keluarga dengan status sosial ekonomi yang tinggi dapat mempengaruhi kurangnya

aktivitas fisik melalui tingkat kekhawatiran orangtua yang lebih tinggi terhadap

kondisi kriminalitas dan ketidakamanan di lingkungan luar rumah, sehingga hal

tersebut secara tidak langsung menurunkan tingkat aktivitas fisik anak untuk bermain

di luar rumah (Crowle & Turner, 2010). Dengan demikian, status ekonomi yang

tinggi dapat secara tidak langsung mempengaruhi gizi lebih pada anak. Sejalan

dengan penelitian di Kenya, Nairobi yang menunjukan bahwa status sosial ekonomi

yang tinggi berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada anak di negara berkembang

(Aballa, 2010)

Namun hal tersebut tidak sejalan dengan Joens-Matre dkk., (2008) yang

menyatakan bahwa tingkat aktivitas fisik anak yang rendah cenderung terjadi pada

keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Hal tersebut dapat disebabkan oleh

karakteristik keluarga seperti: (1) kurangnya waktu luang; (2) kurangnya pengetahuan

terhadap manfaat olahraga yang disebabkan tingkat pendidikan yang rendah; (3) serta

kurangnya alokasi dana untuk mendukung aktivitas fisik anak (Davison & Birch,

2001). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Myrick (2014) menunjukan bahwa

terdapat peningkatan risiko kejadian gizi lebih pada anak yang memiliki orangtua

dengan penghasilan rendah. Selain itu, tingkat pendidikan orangtua yang rendah

cenderung memiliki anak yang berisiko lebih tinggi pada kejadian gizi lebih

Page 127: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

113

(Veldhuis, dkk., 2013). Kebiasaaan aktivitas fisik yang terjadi pada tingkat sosial

ekonomi yang berbeda menunjukan alasan yang berbeda pula. Namun pada dasarnya,

perilaku aktivitas fisik yang kurang baik tetap mengarah pada kejadian gizi lebih pada

anak, baik pada status sosial ekonomi tinggi maupun rendah.

Data hasil penelitian juga menunjukan bahwa tidak terdapat mata pelajaran

olahraga di Sekolah Dasar Master, dikarenakan tenaga pengajar yang terbatas serta

masih kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya aktivitas fisik pada anak. Hal

inilah yang diduga kuat memberikan pengaruh pada kurangnya aktivitas fisik pada

anak. Jika dilihat pada kondisi lingkungan sekolah, hanya terdapat satu ruang gerak

atau lapangan berukuran ± 10 x 15 meter yang dijadikan sebagai tempat bermain

anak. Aktivitas yang dapat dilakukan di lapangan tersebut adalah bermain sepak bola,

kejar-kejaran dan aktivitas lainnya. Lapangan tersebut hanya digunakan saat jam

istirahat dan pulang sekolah, namun ruang geraknya sangat terbatas karena sisi

lapangannya digunakan untuk tempat berjalan kaki dan tempat duduk.

Menurut Brown (2011), sekolah yang tidak memiliki mata pelajaran olahraga

dapat menyebabkan anak memiliki tingkat aktivitas fisik yang rendah. Hal tersebut

diperkuat oleh hasil analisis yang dilakukan NHANES III yang menunjukan indikasi

bahwa anak yang tidak berpartisipasi pada kegiatan aktivitas fisik dan olahraga di

sekolah memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian gizi lebih, dibandingkan

dengan anak yang ikut berpartisipasi.

Ketersediaan fasilitas umum penunjang aktivitas fisik, fasilitas pejalan kaki dan

jalur sepeda menjadi bagian dari fasilitas transportasi untuk anak pergi ke sekolah.

Page 128: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

114

Pada tahun 2001, diperkirakan hanya 36% anak (5-15 tahun) yang berjalan kaki ke

sekolah pada jarak kurang dari 1 km, dan hanya 1,5% mengendarai sepeda pada jarak

kurang dari 2 km (Stafford, 2006 dalam Brown, 2011). Hal tersebut dikarenakan

kurang tersedianya fasilitas umum untuk pekalan kaki dan jalur sepeda.

Berdasarkan hasil penelitian pada faktor risiko aktivitas fisik, responden penderita

gizi lebih di Sekolah Dasar Master banyak melakukan aktivitas fisik pada jenis yang

ringan, yaitu berjalan kaki. Sebagian responden melakukan aktivitas jalan kaki saat

pergi-pulang sekolah, dikarenakan jarak rumah yang tidak terlalu jauh (radius < 1

km) dan sebagian lainnya menggunakan alat transportasi angkutan kota (angkot).

Selain itu, berdasarkan letak dan kondisi lingkungan rumah responden, sebagian besar

tinggal di rumah yang terletak di gang-gang kecil dengan lebar ± 1.5 meter,

disekitarnya terdapat empang dan sutet, dan ada pula yang letak rumahnya di pinggir

jalan. Sehingga ruang gerak responden untuk melakukan kegiatan terkait aktivitas

fisik, seperti bermain sangat kurang karena tidak adanya lapangan atau lahan kosong.

Aktivitas fisik responden lebih banyak dilakukan di sekolah atau tempat lainnya,

seperti di UI (Universitas Indonesia), kolam renang, pasar modern (jalan-jalan

bersama orangtua). Sehingga aktivitas fisik yang kurang baik pada responden gizi

lebih kemungkinan besar dikarenakan lingkungan rumah yang tidak mendukung

untuk melakukan aktivitas fisik. Hal tersebut juga membuat perilaku sedentari anak

menjadi tinggi, karena waktu yang digunakan lebih banyak dihabiskan di rumah

(menonton tv) dan sekolah (belajar).

Salah satu bentuk lingkungan fisik yang dapat meningkatkan aktivitas fisik anak

adalah tersedianya infrastruktur yang mendukung. Masyarakat membutuhkan tempat

Page 129: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

115

yang aman untuk anak dalam aktivitas berjalan kaki dan mengendarai sepeda.

Menurut Lopez, dkk (2006), pembangunan infrastruktur di perkotaan menyebabkan

rendahnya akses penghubung jalan dan akses pejalan kaki, dimana hal tersebut

berpengaruh pada menurunnya aktivitas fisik dan meningkatnya kejadian gizi lebih.

Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan pada infrastruktur jalan untuk mendukung

masyarakat dalam mendapatkan fasilitas penunjang aktivitas fisik, seperti akses

pejalan kaki dan ruang gerak lainnya. Lingkungan fisik seperti inilah yang secara

tidak langsung dapat meningkatkan gaya hidup sehat untuk mengurangi risiko

terhadap kejadian gizi lebih pada anak.

D. Gambaran Faktor Risiko Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari merupakan aktivitas yang bukan termasuk aktivitas fisik,

melainkan aktivitas seperti menonton televisi, bermain komputer dan video game, dimana

aktivitas tersebut tidak mengeluarkan banyak energi, sehingga dapat meningkatkan

cadangan makanan dalam tubuh. Aktivitas tersebut dinamakan SSR atau Small Screen

Recreation (SSR). SSR dapat mempengaruhi berat badan melalui seberapa lama waktu

yang digunakan untuk melakukan aktivitas sedentari. Perilaku sedentari akan terus

meningkat seiring dengan peningkatan inovasi teknologi yang menunjang aktivitas

manusia. Perilaku sedentari menjadi salah satu pengaruh yang besar terdahap kenaikan

berat badan, penyakit kardiovaskuler, kejadian kematian dan kesakitan (Crowle &

Turner, 2010).

1. Status Gizi Lebih pada Faktor Risiko Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari berkontribusi dalam kejadian gizi lebih melalui berkurangnnya

pengeluaran energi dalam tubuh. Energi yang seharusnya dikeluarkan untuk

Page 130: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

116

keseimbangan asupan tidak terjadi dalam aktivitas sedentari. Selain itu, penambahan

asupan makan sering terjadi saat melakukan aktivitas sedentari. Seperti diketahui

bahwa peningkatan asupan makan dan perilaku sedentari akan menghasilkan

penambahan berat badan. Studi yang dilakukan oleh NHANES III menunjukan

bahwa terdapat hubungan yang positif antara peningkatan asupan makan dan lamanya

waktu menonton televisi yang merupakan salah satu aktivitas sedentari (Brown,

2011).

Hasil penelitian pada Tabel 5.9 menunjukan bahwa bahwa dari 20 penderita gizi

lebih, terdapat 85% anak yang memiliki perilaku sedentari tinggi (35 jam/minggu).

Hal ini sejalan dengan penelitian di Yogyakarta pada 224 anak penderita gizi lebih

yang menunjukan bahwa 62.7% anak memiliki perilaku sedentari lebih dari 35

jam/minggu dan 37.3% memiliki perilaku sedentari ≤ 35 jam per minggu

(Arundhana, 2013). Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa

kejadian gizi lebih dengan perilaku sedentari yang tinggi terjadi di wilayah perkotaan,

yaitu di pusat kota Depok dan kota Yogyakarta.

Berdasarkan School Physical Activity and Nutrition Survey di Amerika, lamanya

waktu yang dihabiskan untuk aktivitas sedentari banyak dialami oleh anak yang

tinggal di daerah perkotaan, dikarenakan akses terhadap alat transportasi yang mudah

dan terjangkau, sehingga aktivitas fisik seperti berjalan kaki dan naik sepeda sangat

kurang. Kondisi tersebut sama dengan kondisi di Sekolah Dasar Master, dimana

terdapat kemudahan akses transportasi karena wilayahnya berada di sentral antara

terminal kota dan stasiun kereta api.

Page 131: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

117

Menurut Crowle & Turner (2010), Suarez (2010) dan Davison & Birch (2001),

aktivitas menonton TV merupakan jenis SSR yang paling berpengaruh terhadap berat

badan dibandingkan dengan bermain komputer atau video game. Aktivitas SSR ini

dapat mempengaruhi berat badan dan metabolisme tubuh jika dilakukan pada jangka

panjang. Informasi tambahan terkait waktu dalam menonton televisi, rata-rata waktu

yang digunakan penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master adalah 1.5 jam/hari. Hal

tersebut belum mencapai batas yang direkomendasikan oleh The American Academy

of Pediatrics, dimana batas yang ditetapkan adalah 2 jam per hari (Brown, 2011).

Selain itu, hasil penelitian di Malaysia menunjukan bahwa anak dengan waktu

menonton lebih dari 2 jam per hari, dan bukan perilaku sedentari lainnya, berkaitan

dengan status IMT anak, dimana hal tersebut berisiko pada peningkatan status gizi

(Lee, dkk., 2014). Hal ini diperkuat dengan hasil studi yang dilakukan National

Longitudinal Surveys of Youth (NLSY) tahun 2015 yang memperoleh data bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara kebiasaan menonton televisi dengan kejadian gizi

lebih.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa durasi yang lama pada perilaku

sedentari anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master didominasi oleh kegiatan

edukasi, yaitu belajar, mengaji dan membaca buku dengan rata-rata 20 jam/minggu

atau ± 3 jam/hari. Durasi terlama kedua adalah kegiatan yang berkaitan dengan SSR,

yaitu menonton televisi, bermain video game dan komputer dengan rata-rata 12

jam/minggu atau ± 1.5 jam/hari. Selanjutnya, durasi hal yang berkaitan dengan

sosial, budaya dan travel, masing-masing memiliki rata-rata 6 jam/minggu, 5

jam/minggu, dan 2 jam/minggu.

Page 132: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

118

Oleh karena itu, perlu adanya pengurangan waktu perilaku sedentari dengan

peningkatan aktivitas fisik di sekolah maupun di rumah. Orangtua mempunyai

peranan penting dalam mengontrol perilaku sedentari di rumah dengan menganjurkan

anak untuk lebih sering berkativitas fisik di luar rumah, seperti bermain sepeda dan

berjalan-jalan santai. Begitu pula dengan guru yang mempunyai wewenang terhadap

aktivitas anak selama di sekolah yang memberikan waktu minimal 1 jam pelajaran

untuk berolahraga demi mengurangi perilaku sedentari dan meningkatkan kativitas

fisik anak.

2. Perilaku Sedentari berdasarkan Pola Asuh Orangtua dan Karakteristik

Keluarga

Di beberapa negara, perilaku sedentari merupakan isu penting dalam kesehatan

masyarakat karena efeknya terhadap kesehatan, terutama dampak gizi lebih. Namun

demikian, studi tentang perilaku sedentari ini di Indonesia masih kurang. Padahal

aktivitas fisik pada anak-anak saja masih sangat kurang, apalagi aktivitas

menetap/sedentari yang sering dilakukan anak-anak di waktu luang.

Orangtua memegang peranan penting dalam membentuk, membimbing dan

memantau perilaku sedentari anak. Namun, penelitian mengenai pengaruh orangtua

dalam perilaku sedentari anak lebih sedikit dibandingkan dua faktor risiko gizi lebih

pada anak lainnya. Berdasarkan penelitian yang sudah ada, diperoleh bahwa perilaku

sedentari anak disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku sedentari orangtua dan

pengawasan anak dalam menonton televisi (Davison & Birch, 2001).

Hasil penelitian pada Tabel 5.10 menunjukan bahwa 86.7% anak dengan perilaku

sedentari tinggi (≥30 jam/minggu) cenderung lebih banyak terjadi pada lingkungan

keluarga dengan kategori kurang baik, jika dibandingkan dengan lingkungan keluarga

Page 133: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

119

yang baik. Hal ini sejalan dengan teori Waters, dkk. (2010), yang menunjukan bahwa

anak dengan masa pertumbuhan cenderung memiliki perilaku sedentary yang tinggi.

Selain itu, hasil penelitian menunjukan bahwa anak yang memiliki perilaku

sedentary > 30 jam/minggu, cenderung terjadi pada ibu dengan kategori gizi lebih dan

ayah dengan kategori tidak gizi lebih, dengan persentase masing-masing 100%. Status

gizi orangtua diduga sebagai salah satu prediktor dari factor risiko gizi lebih pada

anak, salah satunya perilaku sedentary anak. Hal ini bukan hanya disebabkan oleh

karakteristik antara orangtua dan anak, melainkan dari sikap dan perilaku orangtua

yang dapat menjadi salah satu hal yang dicontoh oleh anak (Crowle & Turner, 2010).

Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi prevalensi perilaku

sedentari pada penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master adalah dengan

meningkatkan kegiatan aktivitas fisik (Waters, dkk. 2010). Aktivitas fisik orangtua

akan mempengaruhi aktivitas fisik pada anak (Davison & Birch, 2001). Oleh karena

itu, perlu adanya perbaikan kebiasaan aktivitas fisik pada orangtua, dengan cara

merutinkan jadwal olahraga setiap akhir pekan bersama keluarga dan mengurangi

kebiasaan dalam aktivitas sedentary, seperti menonton televise dan aktivitas menatap

layar lainnya (bermain telepon genggam).

3. Perilaku Sedentari berdasarkan Karakteristik Masyarakat, Sosial dan

Demografi

Hasil penelitian pada Tabel 5.11 menunjukan bahwa ibu dan ayah dengan tingkat

pendidikan yang tinggi cenderung memiliki anak dengan perilaku sedentari yang

tinggi, jika dibandingkan dengan ibu dan ayah dengan status pendidikan rendah.

Selain itu, penghasilan orangtua yang tinggi (85.7%) cendrung memiliki anak dengan

perilaku sedentari yang tinggi pula. Dengan demikian, terdapat kecenderungan yang

Page 134: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

120

lebih tinggi antara pendidikan ibu dan ayah yang tinggi, serta penghasilan yang tinggi

terhadap tingginya perilaku sedentari pada responden penderita gizi lebih.

Hal yang sejalan terjadi pada penelitian Alrashidi (2016) yang menunjukan bahwa

keluarga dengan penghasilan yang tinggi memiliki risiko tiga kali lebih besar

terhadap kejadian gizi lebih, dimana waktu yang digunakan untuk perilaku sedentari

lebih tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Collins (2008) bahwa di negara

berkembang, penderita gizi lebih pada anak berhubungan positif dengan status sosial

ekonomi keluarga yang tinggi.

Crowle & Turner (2010) menjelaskan bahwa perilaku sedentari yang tinggi dapat

dipengaruhi oleh peningkatan pada pendapatan keluarga. Hal tersebut terjadi

dikarenakan kemampuan orangtua untuk membeli barang akan lebih tinggi. Seperti

contoh, keluarga yang memiliki penghasilan yang tinggi cenderung mempunyai alat

transportasi, seperti motor atau mobil, sehingga dapat mengurangi tingkat aktivitas

fisik dan meningkatkan perilaku sedentari anak. Selain itu, kemampuan membeli

barang elektronik seperti telepon genggam dan gadget dapat secara langsung

meningkatkan durasi anak dalam menatap layar.

Walaupun penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master dengan perilaku sedentari

tinggi cenderung memiliki orangtua dengan penghasilan tinggi, kepemilikian

terhadap telepon genggam termasuk rendah. Sebagian besar anak masih

menggunakan telepon genggam atau gadget orangtuanya. Selain itu, berdasarkan

tempat tinggal, sebagian besar anak tinggal di wilayah rumah yang terletak di gang-

gang kecil dengan lebar ± 1.5 meter, disekitarnya terdapat empang dan sutet, dan ada

pula yang letak rumahnya di pinggir jalan. Sehingga anak memiliki akses yang

Page 135: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

121

kurang untuk melakukan aktivitas fisik di luar rumah. Dengan demikian, anak

penderita gizi lebih cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam

rumah.

Meskipun tidak terdapat perbedaan persentase yang berarti antara perilaku

sedentari anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master dan sekolah lain di

Yogyakarta, perilaku sedentari yang tinggi dapat terjadi akibat dari aktivitas yang

berbeda. Hasil penelitian Arundhana dkk., (2013) menunjukan bahwa anak SD di

Kota Yogyakarta, rata-rata memiliki handpone/tablet, akses terhadap media seperti

kepemilikan laptop atau komputer untuk bermain game online, playstation dan akses

yang mudah terhadap internet. Walaupun keduanya memiliki tingkat perilaku

sedentari yang tinggi, jenis aktivitas sedentari berbeda antara anak penderita gizi lebih

di Sekolah Dasar Master dan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta. Seperti pada hasil

penelitian di Sekolah Dasar Master, frekuensi aktivitas sedentari yang tinggi

diperoleh dari aktivitas edukasi, yaitu belajar, mengaji dan membaca buku dengan

rata-rata ± 3 jam/hari.

Perilaku sedentari yang tinggi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengawasan

orangtua terhadap waktu menonton televisi anak, kurangnya pengetahuan tentang

manfaat olahraga. Meskipun penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master yang

memiliki perilaku sedentari tinggi terjadi pada tingkat sosial ekonomi keluarga yang

tinggi, pengetahuan mengenai akibat dari perilaku sedentari lebih menentukan

perilaku anak. Salah satu bentuk lingkungan fisik yang dapat meningkatkan perilaku

sedentari adalah tidak tersedianya infrastruktur yang mendukung. Masyarakat

membutuhkan tempat yang aman untuk anak dalam aktivitas di luar rumah. Selain itu,

Page 136: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

122

tingkat keamanan yang rendah dan kriminalitas yang tinggi di lingkungan status

sosial ekonomi yang rendah menyebabkan orangtua lebih menyarankan anak untuk

beraktivitas di dalam ruangan karena akan lebih memberikan rasa aman (Davison &

Birch, 2001).

E. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dan kelemahan pada penelitian ini antara lain :

1. Alat ukur variabel praktek pemberian makan tidak memasukan unsur pengawasan

terhadap besaran porsi atau jumlah makanan yang dikonsumsi anak, sehingga

walaupun banyak dari orangtua memberikan praktek pemberian makan yang baik,

hasil menunjukan banyak yang memiliki kelebihan asupan, baik energi maupun

lemak.

2. Peneliti tidak mengukur pengetahuan gizi ibu, sehingga tidak diketahui sejauh

mana pengetahuan ibu mengenai asupan makan yang baik untuk anak.

3. Tidak menanyakan jenis pekerjaan orangtua, karena diperoleh data bahwa

terdapat ayah dengan tingkat pendidikan yang rendah, justru memiliki

penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ayah dengan tingkat

pendidikan yang tinggi.

Page 137: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

123

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian “Gambaran faktor risiko gizi lebih pada anak Sekolah

Dasar Masjid Terminal (Master) di Kota Depok Tahun 2017” yang dilaksanakan pada

bulan Februari-Maret 2017 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master tahun 2017 sejumlah 20 anak

(16.8%), dengan proporsi gizi gemuk (1 SD – 2 SD) sebesar 12.6% dan gizi

sangat gemuk (>2SD) sebesar 4.2%.

2. Berdasarkan distribusi frekuensi jenis kelamin, sebagian besar anak dengan

kategori gemuk lebih berjenis kelamin laki-laki, dan sebagian besar anak dengan

kategori sangat gemuk berjenis kelamin perempuan.

3. Berdasarkan distribusi frekuensi umur, sebagian besar anak berumur 10-12 tahun.

4. Berdasarkan distribusi frekuensi total asupan energi, sebagian besar anak

memiliki asupan energi berlebih dengan rata-rata asupan sejumlah 2094 kkal.

5. Penderita gizi lebih yang mempunyai total asupan energi lebih, cenderung

memiliki orangtua dengan praktek pemberian makan yang baik, ibu yang tidak

mengalami gizi lebih dan ayah yang mengalami gizi lebih.

6. Penderita gizi lebih yang mempunyai total asupan energi lebih, cenderung

memiliki status sosial ekonomi orangtua yang status pendidikan ibunya rendah,

status pendidikan ayah dan penghasilannya tinggi.

7. Berdasarkan distribusi frekuensi asupan karbohidrat, sebagian besar anak

memiliki persentase asupan karbohidrat yang kurang, dengan rata-rata asupan

sejumlah 264 gram.

Page 138: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

124

8. Penderita gizi lebih yang mempunyai persentase asupan karbohidrat yang kurang,

cenderung memiliki orangtua dengan praktek pemberian makan yang baik, serta

ibu dan ayahnya termasuk kategori gizi lebih.

9. Penderita gizi lebih yang mempunyai persentase asupan karbohidrat yang kurang,

cenderung memiliki orangtua dengan status pendidikan ibu dan ayahnya rendah,

serta tingkat penghasilannya tinggi.

10. Berdasarkan distribusi frekuensi asupan lemak, sebagian besar anak memiliki

persentase asupan lemak berlebih, dengan rata-rata asupan sejumlah 87.82 gram..

11. Penderita gizi lebih yang mempunyai persentase asupan lemak berlebih,

cenderung memiliki orangtua dengan praktek pemberian makan yang baik, ibunya

tidak termasuk kategori gizi lebih dan ayahnya termasuk kategori gizi lebih.

12. Penderita gizi lebih yang mempunyai persentase asupan lemak berlebih,

cenderung memiliki orangtua dengan kategori pendidikan ibu tinggi, serta tingkat

pendidikan ayah dan tingkat penghasilan yang rendah.

13. Berdasarkan distribusi frekuensi aktivitas fisik anak, tidak terdapat perbedaan

antara kategori baik dan kurang baik, namun terdapat kecenderungan antara

aktivitas fisik yang kurang baik dengan anak dengan status gizi sangat gemuk.

14. Penderita gizi lebih yang mempunyai aktivitas fisik yang kurang baik cenderung

memiliki orangtua yang tidak pernah melakukan kebiasaan aktivitas fisik, serta

kategori status gizi ibu dan ayah termasuk gizi lebih.

15. Penderita gizi lebih yang mempunyai aktivitas fisik yang kurang baik cenderung

memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan ibu, pendidikan ayah dan

penghasilan yang tinggi.

Page 139: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

125

16. Berdasarkan distribusi frekuensi perilaku sedentari, sebagian besar anak memiliki

perilaku sedentari tinggi dengan durasi 35 jam/minggu.

17. Penderita gizi lebih yang mempunyai perilaku sedentari tinggi cenderung

memiliki lingkungan keluarga yang kurang baik, ibu yang termasuk kategori gizi

lebih dan ayah yang tidak termasuk kategori gizi lebih.

18. Penderita gizi lebih yang mempunyai perilaku sedentari tinggi cenderung

memiliki orangtua dengan tingkat pendidikan ibu, pendidikan ayah dan

penghasilan orangtua yang tinggi.

B. Saran

1. Bagi Orangtua

a. Meningkatkan pengetahuan gizi dengan cara mengikuti kegiatan yang

disediakan oleh pelayanan kesehatan dan atau melalui media massa lainnya

(televisi atau gadget).

b. Memperbaiki ketersediaan makanan di rumah dengan lebih banyak

menyediakan jenis makanan yang rendah energi dan lemak dan tinggi serat

(buah dan sayur) serta cara pengolahan makanan dengan mengurangi proses

penggorengan dan menambahkan makanan dengan proses di rebus/kukus agar

mengurangi asupan lemak yang berlebih dari minyak goreng.

c. Membiasakan untuk melakukan aktivitas fisik setiap akhir pekan bersama

anak, seperti jalan pagi, jogging, berenang, bermain sepeda atau dengan

melakukan aktivitas lainnya, yaitu berekreasi bersama keluarga di ruang

terbuka luas atau sekedar berjalan-jalan di pusat perbelanjaan/pasar. Selain

Page 140: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

126

dapat meningkatkan aktivitas fisik orangtua dan anak, hal tersebut juga dapat

mengurangi kebiasaan aktivitas sedentari anak di rumah.

2. Bagi Sekolah Dasar Master

a. Membuat kerja sama dengan pelayan kesehatan terkait peningkatan

pengetahuan mengenai gizi lebih dan faktor risikonya terhadap anak sekolah

dasar, dan menyarankan agar dimasukan ke dalam rencana tahunan untuk

kegiatan penyuluhan rutin di Sekolah Dasar Master setiap tahun ajaran baru.

b. Mensosialisasikan cara dan praktek asupan makan anak yang baik (rendah

lemak) kepada orangtua dengan membuat program harian untuk membawa

bekal sehat.

c. Membatasi pedagang di sekitar sekolah yang menjual makanan atau minuman

yang kurang sehat (tinggi energi, rendah lemak), seperti makanan yang

melalui proses digoreng, serta dapat mengusulkan kepada pedagang untuk

menjual makanan yang direbus/dikukus, seperti singkong rebus, pisang rebus,

dan lain-lain (dikreasikan dengan penampilan menarik)

d. Memasukan pelajaran olahraga dalam mata pelajaran di sekolah untuk

meningkatkan aktivitas fisik anak dengan tenaga pengajar yang tersedia.

3. Bagi Pelayan Kesehatan Puskesmas Pancoran Mas

a. Memasukan kegiatan penyuluhan mengenai gizi lebih dan masalah kesehatan

lainnya ke Sekolah Dasar Master

b. Memberikan penyuluhan mengenai bahaya gizi lebih dan faktor risikonya

pada anak sekolah dasar di Sekolah Dasar Master.

Page 141: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

127

4. Bagi peneliti lain

a. Menambahkan variabel karakteristik keluarga, yaitu pengetahuan gizi ibu dan

asupan makan ibu agar dapat dilihat keterkaitannya dengan faktor risiko anak

penderita gizi lebih, serta variabel jumlah anggota keluarga agar dapat dilihat

seberapa besar distribusi penghasilan maupun jumlah makanan dalam satu

keluarga.

b. Menambahkan variabel karakteristik masyarakat, sosial dan demografi

lainnya, seperti budaya dan advertising, agar lebih memperkaya gambaran

kondisi di lingkungan.

c. Melakukan uji statistik secara bivariat dan multivariat untuk melihat seberapa

besar pengaruh faktor risiko dan faktor yang paling berpengaruh terhadap

anak penderita gizi lebih di Sekolah Dasar Master.

Page 142: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

128

DAFTAR PUSTAKA

Aballa, L.A., 2010. Prevalence and Risk Factors for Obesity Among School Aged Children in

Nairobi Province, Kenya [thesis]. School of Health Science of Kenyatta University

Aguirre, Patricia. 1994. How the very poor survive : The Impact of Hyper-inflationary Crisis on

Low-Income Urban Household in Buenos Aires, Argentina. Geo Journal.

AIHW, 2008. Making Progress : The Health, Development and Wellbeing of Australia‟s

Children and Young People. [Authoritative Information and Statistics to Promote Better

Health and Wellbeing]. Australian Institute of Helath and Welfare. Hal : 21 - 28

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi (cetakan sembilan). Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Alrashidi, M., 2016. The Prevalence, Risk Factors and Perception of Overweight and Obesity in

Kuwait Children : A Mixed Methods Approach [thesis]. RMIT University. Kuwait

Aninditya, Ikha K. 2011. Peran Zat Gizi Makro Dalam Makanan Jajanan di Lingkungan

Sekolah Terhadap Kejadian Obesitas Pada Anak. Semarang : Universitas Dipenogoro

Aritonang, E. & Siagian Albiner. 2003. Hubungan Konsumsi Pangan dengan Gizi Lebih pada

Anak TK di Kotamadya Medan Tahun 2003. Lembaga Penelitan Universitas Sumatera

Utara

Arundhana, A.I., Hadi, H., Julia, M., 2013. Perilaku Sedentari Sebagai Faktor Risiko Kejadian

Obesitas pada Anak Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Jurnal

Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 1, No.2, Mei 2013 : 71-80

Atabek, M., O., P., & Kivrak, A. (2007). Evidence for association between insulin resistence and

premature carotid atherosclerosis in childhood obesity. Pediatric Research, 61(3) : 345-

349.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Analisis Tipologi Kemiskinan Perkotaan – Studi Kasus di

Jakarta Utara (katalog BPS : 3205012).[online : diakses pada tanggal 21 Desember 2016]

Birch, L. L., Fisher, J.O., Grimm-Thomas, K., Markey, C.N., Sawyer, R., & Johnson, S. L. 2001.

Confirmatory Factor Analysis of the Child Feeding Questionnaire : a Measure of

Parental Attitudes, Beliefs and Practices About Child Feeding and Obesity Proneness.

Appetitte, 36, 201-210

Brown, J. E. 2011. Nutrition Through the Life Cycle (Fourth Editions). Wadsworth: Cengage

Learning. USA

Bulbul, T., Hoque, M., 2014. Prevalence of Choldhood obesity and overweight in Bangladesh :

Finding from a Countrywide Epidemiological Study. Bangladesh : BMC Pediatrics

Ciptaningtyas, R., Pratiwi, N., 2012. Perbedaan Gender Dalam Masalah Obesitas dan Aktifitas

Fisik pada Siswa SMP. Jurnal Kesehatan Reproduksi. Vol. 3, No.2, Agustus 2012 : 106-

112

Page 143: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

129

Collins, A. E., Pakiz, B., Rock, C.L. 2008. Factors associated with obesity in Indonesian

adolescens. International Journal of Pediatric Obesity. 3(1), 58-64.

Crowle, J., Turner, E., 2010. Childhood Obesity : An Economic Perspective. Melbourne :

Productivity Commission Staff Working Paper.

Davison, K.K. & Birch, L.L.. 2001. “Childhood Overweight : a Contextual Model and

Recommendations for Future Research”. USA : The International Assosiation for the

Study of Obesity.

Do, L.M., Tran, T.K., Eriksson, B., Petzold, M., 2015. Preschool Overweight and Obesity in

Urban and Rural Vietnam : differences in prevalence and associated factors. Vietnam :

Co Action Publishing. Global Health Action 2015, 8 : 28615

Drewnowski, A., Specter, S.E., 2004. Poverty and Obesity : the Role of Energi Density and

Energi Costs. American Journals Clinical Nutrition

Eagle, Kim Allen. 2016. Low-income communities more likely to face childhood obesity

[prosiding Project Healthy School]. University of Michigan Frankel Cardiovascular

Center.

Farhani, Dhiya. 2010. Hubungan Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Gizi Lebih

pada Siswa Sekolah Dasar terpilih di Depok tahun 2010 (Skripsi). Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Indonesia

Hamam, H. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya Tehadap Kebijakan

Pembangunan Kesehatan Nasional.

Hardinsyah, dkk. 2014. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Himpunan Mahasiswa Gizi IPB

[http://himagizi.lk.ipb.ac.id/files/2014/01/AKG2013-Hardin-Final-Edit-bersama.pdf]

Hardy, Louise L., Booth, Michael L., Okely, Anthony D. 2012. The Adolescent Sedentari

Activity Questionnaire (ASAQ). Sydney : ACAORN (Australian Child & Adolescnet

Obesity Research Network)

Hartanto, Eko., Farida, Nuke., Yusriah, Kiayanti., Santoso, Budi., dkk.. 2011. OASIS ILMU DI

TERMINAL DEPOK. Jakarta Selatan : Tabloid Pasca Sarjana IISIP .

Hendrie, G. Sohonpal, G., Lange, K., & Goller, R. 2013. Change in the Family Food

Environment in Associated with Positive Dietary Change in Children. International

Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity, 10 (1) :4

Hughes, S.O., Power, T.G., Fisher, J.O., Mueller, S., & Nicklas, T.A. 2005. Revisiting a

neglected construct : Parenting Styles in a Child – Feeding Context. Appetite, Vol. 44,

No. 83-92

Hungu. 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta : Penerbit Grasindo

Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung: ALFABETA, cv.

Page 144: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

130

Isbach, I.D.D., Amiruddin, R., Ansar, J., 2013. Gambaran Status Gizi Anak Jalanan di Kota

Makassar. Universitas Hassanuddin.

Ismail, M.N.; Norimah, A.K.; Poh, B.K.; Nik Shanita, S.; Nik Mazlan, M.; Roslee, R.;

Nurrnnajiha, N.; Wong, J.E.; Nur Zakiah, M.S.; Raduan, S.; et al. Prevalance and trends

of overweight and obesity in two cross-sectional studies of Malaysian children, 2002–

2008. In Proceedings of the MASO Scientific Conference on Obesity, Kuala Lumpur,

Malaysia, 12–13 August 2009

Jafar, N. 2009. Asosiasi faktor risiko gaya hidup dan sindroma metabolik pada berbagai tingkat

sosial ekonomi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Madani; 2(4)

Joens-Matre, R.R., Welk, G.J., Calabro, M.A., Russell, D.W., Elizabeth, N., Hensley, L.D.,

2008. Rural-Urban Differences in Physical Activity, Physical Fitness, and Overweight

Prevalence of Children.

Kemenkes. 2012. Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas pada

Anak Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak,

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Kemenkes. 2014. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia (Prosiding).

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Kent C. Kowalski. Peter R. E. Crocker. Rachel M. Donen. The Physical Activity Questionnaire

for Older Children (PAQ-C) and Adolescents (PAQ-C) Manual. 2004. Canada : Colloge

of Kinesiology, University of Saskatchewan

Kim, S.-Y. & Lee, Y.J. 2009. Seasonal and Gender Differences of Beverage Consumption in

Elementary School Student. Nutrition Research and Practice, 3, 234-241

Kimble, A.B., 2014. The Parenting Styles and Dimensions Questionnaire : A Reconceptualizaton

and Validation. Oklahoma State University

Kuhle, S., Allen,AC., Veugelers, PJ. 2010. Prevention potential of risk factors for childhood

overweight. Canadian Journal Public Health. 101 : 5 : 365-368

Lapau, Buchari. 2012. Metode Penelitian Kesehatan : Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis,

dan Disertasi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Liu, J., Jones, S.J., Sun, H., Probst, J.C., Cavicchia, P., 2010. Diet, Physical Activity and

Sedentari Behaviors as Risk Factors for Childhood Obesity : An Urban and Rural

Comparison.pdf.

Lopez, R.P., Hynes, H.P., 2006. Obesity, Physical Activity, and the Urban Environment : Public

Health Needs.

Page 145: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

131

Lumoindong, A., Umboh, A., & Masloman, N. (2013). Hubungan Obesitas dengan Profil

Tekanan Darah pada Anak Usia 10-12 Tahun di Kota Manado. Jurnal e-Biomedik

(eBM), 147-153.

Maidelwita, Y., 2012. Pengaruh Faktor Genetik, Pola Konsumsi dan Aktivitas Fisik dengan

Kejadian Obesitas pada Anak Kelas 4-6 SD SBI Percobaan Ujung Gurun Padang.

Maley, M., 2012. An Ecological Approach to Adolescent Obesity : Working Together to Support

Healthy Youth. ACT for Youth Center of Excellenge

Matsudo, VK., Ferrari, GL., Araujo, TL., Oliveira, LC., Mire, E., Barreira, TV., Tudor-Locke,

C., Katzmarzyk, P. 2015. Socioeconomic status indicators, physical activity, and

overweigh/obesity in Brazilian children. Rev Paul Pediatr : 2016. Sao Paulo: Elsevier

Editora Ltda. 34 (2) : 162-170

Meenu, Singh. Madhu, Sharma. 2005. Risk Factors for Obesity in Children, Departement of

Pediatrics, Advanced Pediatric Center, Postgraduate Institute of Medical Education and

Research, Chandigarh, India

Moehji, Sjahmien. 2000. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta : Papas Sinar Sin

National Longitudinal Surveys of Youth (NLSY). 2015.TV-Viewing Data in NLSY79

Child/Young Adult Surveys. (614) : 442-7366. [online : www. nlsinfo.org)

Noorkasiani, dkk. 2007. Sosiologi Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Notoadmodjo, S. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta

O‟Brien, M., Nader, P.R., Houts, R.M., Bradley, R., Friedman, S.L., Belsky, J., Susman, E., the

NICHD, 2007. The Ecology of Childhood Overweight : a 12-Year Longitudinal Analysis.

Obesity Rates & Trends. 2015.The State of Obesity, “ Obesity Rates & Trends Overview”.

United States : Trust for America‟s Health and the Robert Wood Johnson Foundation.

Diakses 3 Agustus 2016 [http://stateofobesity.org/obesity-rates-trends-overview/]

Oktora. 2015. Gizi Lebih dan Obesitas. Diakses 1 Juni 2016 [online :

http://dokumen.tips/documents/gizi-lebih-obesitas.html]

Pena, Manuel. & Bacallao, Jorge. 2000. Obesity and Poverty : a New Public Health Challenge.

“Obesity Among the Poor : an Emerging Problem in Latin America and the Caribbean.

Washington : PAHO Library Catalouguing in Publication Data

Pramono, Adriyan & Sulchan, Muchammad. 2014. Kontribusi Makanan Jajan dan Aktivitas

Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja di Kota Semarang. Jurnal Gizi Indonesia.

Vol. 2, No.2, Juni 2014 : 59-64. Universitas Diponogoro.

Putri, Kartika A. 2015. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asupan Energi Siswa Kelas 5

dan 6 SDIT Al-Syukro Universal Tahun 2015 [Skripsi]. Universitas Islam Negeri Jakarta.

Page 146: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

132

Rahmawati, T., Setiarini, A., 2013. Hubungan Asupan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Gangguan

Makan Terhadap Status Gizi Pada Anak dengan Disabilitas Intelektual di Jakarta Tahun

2013. Universitas Indonesia

Ramachandran, Ambady., Chamukuttan, Snehalatha., Shetty, SA., Arun, Nandhita., Susairaj,

Priscilla. 2012. Obesity in Asia – is it different to the rest of the world. Diabetes

Metabolism Research and Review. ;28(Suppl 2) : 47-51. Doi : 10.1002/dmrr.2353.

Ranjani, Harish., Mahreen, T.S., Pradeepa, Rajendra., Anjana, Ranjit M., Garg, Renu., Anand,

Krishnan., Mohan, Viswanthan. 2016. Epidemiology of Childhood Overweight &

Obesity in India : a Systematic Review. Indian Journal Medicine Res 143.

Ruiz, Jonathan R. & Ortega, Fransisco B. 2009. Physiscal Activity and Cardiovascular Disease

Risk Factors in Children and Adolescent. Cardiovaskular Risk : Vol. 3 Issue 4.

Sartika, Ratu Ayu Dewi. 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 tahun di Indonesia.

[jurnal Makara Kesehatan. Vol. 15, No.1 Juni 2011 :37-43]

Sarwono, S.W. 2010. Psikologi Remaja, Edisi Revisi. Jakarta : PT Raja Grafindo

Satoso, Karjati, S., Darmojo, B., Tjokroprawiro, A., Kodyat, BA. 1998. Kegemukan, Obesitas

dan Penyakit Degeneratif : Epidemiologi Strategi Penanggulangannya, Dalam :

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI Tathun 1998. Jakarta : LIPI

Setyoadi. Rini, Ika S. Novitasari, Triana. 2015. Hubungan Penggunaan Waktu Perilaku Kurang

Gerak (Sedentari Behaviour) dengan Obesitas pada Anak Usia 9-11 Tahun di SD Negeri

Beji 02 Kabupaten Tulungagung. Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November

2015. Universitas Brawijaya : Malang Jawa Timur

Silverstone, Trevor. 2005 . Eating Disorders and Obesity : How Drugs Can Help. Amsterdam :

IOS Press . ISBN 1-58603-544-4 [

Sitompul, Kristina. H. 2016. Analisis Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Miskin (Studi

kasus : Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) [Skripsi]. Universitas Sumatera

Utara

Suarez, Frank. 2010. The Power of Your Metabolism. [eBook : www.eBookIt.com]

Suharsa, H., Sahnaz, 2016. Status Gizi Lebih dan Faktor-faktor lain yang Berhubungan pad

Siswa Sekolah Dasar Islam Tirtayasa Kela IV dan V di Kota Serang tahun 2014. Jurnal

Lingkar Widyaiswara. Edisi 2 No.1, Jan-Mar 2016 : 53-76.

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC

Page 147: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

133

Suryabrata, Sumadi. 2013. Metodologi Penelitian. Edisi 2. Cetakan ke-24. Jakarta : Raja

Grafindo Persada (Rajawali Press)

Tahir, Nurul H., Ernawati., Bennu,Martini. 2013. Faktor-faktor yang berhubungann dengan

status gizi anak umur 6-12 tahun di SDN 136 wilayah kerja Puskesmas Bungi Pinrang.

Vol. 2, No. 4 Tahun 2013. ISSN : 2302-1721

Taveras, EM., Berkey, CS., Rifas-Shiman, SL., Ludwig, DS., Rockett, HR., Field, AE., Colditz,

GA., Gillman, MW. 2005. Association of Consumption of Fried Food Away From Home

with Body Mass Index and Diet Quality in Older Children and Adolescent. Harvard

Medical School . Pediatrics : Oct; 116 (4): e518-24

UNICEF. 2009. The State of the World’s Children Special Edition: Celebrating 20 Years of the

Convention on the Rights of the Child, Executive Summary

Veldhuis, L., Vogel, I., Van Rossem, L., Renders, SM., HiraSing RA., Mackenbach, JP., Raat,

H. 2013. Influence of maternal and child lifestyle-related characteristics on the

socioeconomic inequality in overweight and obesity among 5-year-old children; The “be

active, eat right” study. International Journal of Environmental Research and Public

Health, 10 : 2336-2347

Vepa, Swarna S. 2003. Impact of Globalization on the Food Consumption of Urban India.

Swaminathan Research Foundation, Chennai, India. [hal : 215-300]

Wahyu, Genis G. 2012. Obesitas Pada Anak. Yogyakarta : B First (PT. Bentang Pustaka)

[eBook : Mizan Digital Publishing]

Waryana. 2010. Gizi Reproduksi. Pustaka Rihama. Yogyakarta

Waters, Elizabeth., Seidell, Jacob. 2010. Preventing Childhood Obesity (evidence policy and

practice. Singapore : John Wiley & Sons Publication

WHO. 2016. Globally Strategy on diet, physical activity and Health, “Childhood overweight and

obesity.” Diakses 5 Agustus 2016 [Online :

http://www.who.int/dietphysicalactivity/childhood/en/]

WHO. 2016. Media Center : Physical Activity . Diakses 5 Agustus 2016 [Online :

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs385/en/]

Yabanci, N., Kisac, I., & Karakus, S. S. (2013). The Effect of Mother's Nutritional Knowledge

on Attitudes and Behaviors of Children About Nutrition (Turkey). Elsevier Ltd, Social

and Behavioral Sciences Volume 116 (2014): 4477-4481.

Page 148: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

134

LAMPIRAN

Page 149: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

Disusun Oleh : Silmi Mufidah

NIM : 1112101000067

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Hai adik-adik!

Perkenalkan, nama kakak Silmi Mufidah, mahasiswa S1-Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Hari ini kakak sedang melakukan penelitian mengenai kebiasaan adik

dalam beraktifitas maupun kebiasaan makan adik-adik. Kakak akan menanyakan beberapa hal

kepada kamu menganai identitas sampai kebiasaan kamu. Kakak sangat mengharapkan adik-adik

menjawab dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban yang adik-adik berikan akan kakak

jaga kerahasiaannya.

Kakak meminta kesediaan adik untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Jika adik bersedia,

silahkan memberikan cap jempol di bawah persetujuan ini. Atas perhatian dan kerjasamanya,

kakak ucapkan terimakasih.

Wassalam

Januari 2017

Peneliti

CAP JEMPOL

_____________

Page 150: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

A. Identitas Responden

Identitas Anak

A1 Nama

A2 Tempat Tanggal Lahir

A3 Usia Tahun

A4 Jenis Kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

A5 Kelas 4/5/6

A6 Berat badan 1 : ____kg

Berat badan 2 : ____kg

IMT :

19. Gemuk

20. Sangat Gemuk

Tinggi Badan 1 : ____cm

Tinggi Badan 2 : ____cm

A7 Tempat Tinggal 1. Rumah

2. Asrama Sekolah

A8 Alamat

Identitas Orangtua/Wali

A9 Nama Ibu

A10 Usia Ibu Tahun

A11 Pendidikan Terakhir Ibu SD/SMP/SMA/S1

A12 Berat Badan Ibu .......... kg (1)

……...kg (2)

A13 Tinggi Badan Ibu ………. cm (1)

………. cm (2)

A14 IMT Ibu ………. kg/m2

A15 Nama Ayah

A16 Usia Ayah Tahun

A17 Pendidikan Terakhir Ayah SD/SMP/SMA/S1

A18 Berat Badan Ayah .......... kg (1)

……...kg (2)

A19 Tinggi Badan Ayah ………. cm (1)

………. cm (2)

A20 IMT Ayah ………. kg/m2

A21 Alamat

A22 Penghasilan per bulan Ayah :

Ibu :

Lainnya :

Page 151: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

B. Aktivitas Fisik

Apakah kamu melakukan beberapa aktivitas dibawah ini sejak 7 hari yang lalu?

Jika “iya”, berapa kali?

Berikan tanda “X” pada jawaban yang sesuai

No. Jenis Aktivitas

Durasi

Tidak

Pernah 1-2 kali 3-4 kali 5-6 kali

Lebih dari

7 kali

B1 Skipping (tali) a b C d e

B2 Futsal a b C d e

B3 Voli a b C d e

B4 Basket a b c d e

B5 Jalan a b c d e

B6 Bersepeda a b c d e

B7 Lari-Lari/Jogging a b c d e

B8 Senam a b c d e

B9 Berenang a b c d e

B10 Kasti a b c d e

B11 Menari/dance a b c d e

B12 Sepak bola a b c d e

B13 Badminton a b c d e

B14 Sepak takraw a b c d e

B15 Sepatu roda a b c d e

B16 Tenis a b c d e

B17 Tenis meja a b c d e

B18 Silat a b c d e

B19 Karate a b c d e

B20 …… a b c d e

B21 …… a b c d e

Total

Page 152: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

B22 Selama 7 hari yang lalu, selama pelajaran olahraga, seberapa

sering kamu bersikap aktif dalam melakukan olahraga?

a. Tidak ikut pelajran olahraga

b. Jarang aktif

c. Kadang-kadang aktif

d. Sering aktif

e. Selalu aktif

B23 Selama 7 hari yang lalu, apa yang sering kamu lakukan

ketika waktu istirahat?

a. Duduk- duduk (mengobrol,

membaca, mengerjakan tugas)

b. Berdiri di sekitar

c. Jalan-jalan berkeliling

d. Kadang berlari dan bermain

e. Sering berlari dan bermain

B24 Selama 7 hari yang lalu, apa yang biasanya dilakukan ketika

jam makan siang, selain makan ?

a. Duduk- duduk (mengobrol,

membaca, mengerjakan tugas)

b. Berdiri di sekitar

c. Jalan-jalan berkeliling

d. Kadang berlari dan bermain

e. Sering berlari dan bermain

B25 Selama 7 hari yang lalu, setelah pulang sekolah seberapa

sering melakukan olahraga (sepakbola, kejar-kejaran

bersama teman, atau menari) ?

a. Tidak pernah

b. 1 kali seminggu

c. 2-3 kali seminggu

d. 4 kali seminggu

e. 5 kali seminggu

B26 Selama 7 hari yang lalu, pada sore hari seberapa sering

melakukan olahraga (sepakbola, kejar-kejaran bersama

teman, atau menari) ?

a. Tidak pernah

b. 1 kali seminggu

c. 2-3 kali seminggu

d. 4 kali seminggu

e. 5 kali seminggu

B27 Pada akhir minggu yang lalu, (hari sabtu dan minggu)

seberapa sering melakukan olahraga (sepakbola, kejar-

kejaran bersama teman, atau menari) ?

a. Tidak pernah

b. 1 kali seminggu

c. 2-3 kali seminggu

d. 4 kali seminggu

e. 5 kali seminggu

Page 153: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Bacalah semua pernyataan di bawah ini, pilih salah satu pernyataan yang menggambarkan dirimu !

B28

a. Hampir semua waktu luang saya habiskan untuk bersantai

b. Di waktu luang, saya kadang-kadang (1-2 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik seperti

olahraga (lari-lari, sepakbola, bersepeda, dan lain-lain)

c. Di waktu luang, saya sering (3-4 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik seperti olahraga

(lari-lari, sepakbola, bersepeda, dan lain-lain)

d. Di waktu luang, saya lebih sering (5-6 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik seperti

olahraga (lari-lari, sepakbola, bersepeda, dan lain-lain)

e. Di waktu luang, saya sangat sering (>6 kali seminggu) melakukan aktivitas fisik seperti

olahraga (lari-lari, sepakbola, bersepeda, dan lain-lain)

Seberapa sering kamu melakukan aktivitas fisik (Seperti olahraga, lari-lari, sepak bola, bersepeda, menari dan lain-lain)

Berilah tanda “X” pada jawaban yang sesuai !

Tidak

Pernah

Jarang Kadang Sering Sangat

Sering

Diisi

Peneliti

B29 Senin A B c d e

B30 Selasa A B c d e

B31 Rabu A B c d e

B32 Kamis A B c d e

B33 Jumat A B c d e

B34 Sabtu A B c d e

B35 Minggu A B c d e

Page 154: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

C. Perilaku Sedentari

No. Aktivitas Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu

Jam Menit Jam Menit Jam Menit Jam Menit Jam Menit Jam Menit Jam Menit

C1 Menonton TV

C2 Menonton Video/

Film

C3 Bermain Komputer

C4

Menggunakan

komputer untuk

mengerjakan

tugas/PR

C5 Mengerjakan PR

tanpa komputer

C6 Membaca buku

C7 Being tutored

C8

Berpergian

menggunakan

transportasi (mobil,

bus, kereta)

C9

Melakukan hal yang

berkaitan dengan

hobi

C10

Berbincang /

mengobrol dengan

teman / bercanda /

menelfon

C11 Bermain / berlatih

alat musik

Page 155: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

*tanggal ………

Lembar Food Recall 2x24 Jam

Hari 1

Waktu Makanan Minuman

Jumlah

Porsi Ukuran

(gr)

Page 156: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

*tanggal ………

Lembar Food Recall 2x24 Jam

Hari 2

Waktu

(jam) Makanan Minuman

Jumlah

Porsi Ukuran

(gr)

Page 157: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Lembar Kuesioner (terbuka)

Orangtua Responden

A. Praktek Pemberian Makan

1. Dimana biasanya anak sarapan? Dengan siapa? Mengapa?

2. Dimana biasanya anak makan siang? Dengan siapa? Mengapa?

3. Seberapa sering anak mengonsumsi makanan fastfood/gorengan? Dengan siapa?

Mengapa?

4. Apa makanan kesukaan anak? Seberapa sering anak mengonsumsi makanan

kesukaannya? Darimana diperoleh? Dengan siapa?

5. Apa saja makanan yang biasanya disediakan ibu di rumah/wali di asrama? Kenapa?

Rumah/Sekolah/Lain-lain : ………

Keluarga/Teman/Sendiri/Lain-lain :……..

Rumah/Sekolah/Lain-lain :……..

Keluarga/Teman/Sendiri/Lain-lain :………

Sering/Kadang-kadang/Tidak Pernah/Lain-lain :……….

Keluarga/Teman/Sendiri/Lain-lain :……….

Sering/Kadang-kadang/Tidak Pernah/Lain-lain :……….

Keluarga/Teman/Sendiri/Lain-lain :……….

Makanan olahan gorengan/rebus/kukus/lain-lain :………

Sayur ditumis/rebus/lain-lain :……..

Page 158: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

6. Dimanakah biasanya ibu/wali membeli bahan makanan/makanan jadi? Mengapa?

7. Bagaimana bapak/ibu/wali melakukan kebiasaan makan bersama keluarga/anggota

asrama? Dimana? Kenapa?

B. Kebiasaan Aktivitas Keluarga dan Lingkungan Keluarga

1. Apakah keluarga sering melakukan rekreasi? Jika ya, Kenapa? Jika tidak, kenapa?

Kemana? Menggunakan apa?

2. Bagaimana praktek bapak/ibu terhadap aktivitas olahraga yang dilakukan bersama

keluarga? Kemana?

3. Apakah bapak/ibu/wali sering melakukan aktivitas menonton televisi? Durasi?

Dimana?

4. Bagaimana tanggapan bapak/ibu mengenai kebiasaan menonton televisi dan aktivitas

tidak banyak gerak pada anak? Apa saja yang ditonton anak? Apa saja aktivitas anak

yang tidak banyak gerak?

Sering/Jarang/Tidak Pernah/Lain-lain :…….

Sering/Jarang/Tidak Pernah/Lain-lain :…….

Pasar/Lingkungan tempat tinggal/Lain-lain :……..

Sering/Jarang/Lain-lain :…….

…. jam

Sering/Jarang/Lain-lain :…….

…. jam

Page 159: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Lampiran 2

Output Analisis Frekuensi

Umur Responden

Statistics

umur_anak umur_ibu umur_ayah

N Valid 20 20 20

Missing 0 0 0

Mean 11.60 37.10 39.70

Std. Deviation 1.392 5.200 5.048

Minimum 9 31 34

Maximum 14 49 53

umur_anak

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 9 1 5.0 5.0 5.0

10 5 25.0 25.0 30.0

11 2 10.0 10.0 40.0

12 6 30.0 30.0 70.0

13 5 25.0 25.0 95.0

14 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

umur_ibu

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 31 3 15.0 15.0 15.0

32 2 10.0 10.0 25.0

33 1 5.0 5.0 30.0

34 1 5.0 5.0 35.0

35 2 10.0 10.0 45.0

36 1 5.0 5.0 50.0

37 2 10.0 10.0 60.0

38 1 5.0 5.0 65.0

39 2 10.0 10.0 75.0

41 1 5.0 5.0 80.0

43 2 10.0 10.0 90.0

46 1 5.0 5.0 95.0

49 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

umur_ayah

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 34 2 10.0 10.0 10.0

35 3 15.0 15.0 25.0

36 2 10.0 10.0 35.0

37 1 5.0 5.0 40.0

38 1 5.0 5.0 45.0

39 1 5.0 5.0 50.0

40 3 15.0 15.0 65.0

41 1 5.0 5.0 70.0

42 2 10.0 10.0 80.0

43 1 5.0 5.0 85.0

45 1 5.0 5.0 90.0

49 1 5.0 5.0 95.0

53 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Page 160: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Kelas Responden

kelas_anak

Frequency Percent Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid 4 6 30.0 30.0 30.0

5 6 30.0 30.0 60.0

6 8 40.0 40.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Pendidikan Orangtua

Statistics

pendidikan_ayah pendidikan_ibu

N Valid 20 20

Missing 0 0

pendidikan_ayah

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid rendah 6 30.0 30.0 30.0

tinggi 14 70.0 70.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

pendidikan_ibu

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 10 50.0 50.0 50.0

tinggi 10 50.0 50.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Status gizi lebih

statusgizilebih_anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid sangat gemuk

5 25.0 25.0 25.0

gemuk 15 75.0 75.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Asupan Makan Anak

Asupan makan (Total Asupan Energi)

asupanenergi_anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid lebih 11 55.0 55.0 55.0

cukup 5 25.0 25.0 80.0

kurang 4 20.0 20.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Asupan makan (Persen Karbohidrat)

persenkarbo_anak

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid lebih 3 15.0 15.0 15.0

cukup 6 30.0 30.0 45.0

kurang 11 55.0 55.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Asupan makan (Persen Lemak)

persenlemak_anak

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid lebih 19 95.0 95.0 95.0

cukup 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Page 161: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Asupan makan (Persen Protein)

Persenprotein

Frequency Percent

Valid

Percent

Cumulative

Percent

Valid cukup 9 45.0 45.0 45.0

kurang 11 55.0 55.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Aktivitas Fisik

aktivitasfisik_anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid kurang baik

10 50.0 50.0 50.0

baik 10 50.0 50.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Perilaku Sedentari

perilakusedentari_anak

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tinggi 17 85.0 85.0 85.0

sedang 3 15.0 15.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Praktek Pemberian Makan (PPM)

Ppm

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid kurang baik

11 55.0 55.0 55.0

baik 9 45.0 45.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Kebiasaan Aktivitas Fisik Keluarga

aktivitas_keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak pernah 2 10.0 10.0 10.0

jarang 10 50.0 50.0 60.0

kadang-kadang 4 20.0 20.0 80.0

sering 4 20.0 20.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Lingkungan keluarga

lingkungankeluarga_ps

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid kurang baik 15 75.0 75.0 75.0

baik 5 25.0 25.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Status Gizi Ibu (SGI)

Sgi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid lebih 9 45.0 45.0 45.0

normal 10 50.0 50.0 95.0

kurang 1 5.0 5.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Status Gizi Ayah (SGA)

Sga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid lebih 3 15.0 18.8 18.8

normal 12 60.0 75.0 93.8

kurang 1 5.0 6.2 100.0

Total 16 80.0 100.0

Page 162: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Penghasilan

Penghasilan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid rendah 13 65.0 65.0 65.0

tinggi 7 35.0 35.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Output Analisis Crosstab

Asupan Makan

Asupan Energi*Status Gizi Lebih Anak

asupanenergi_anak * statusgizilebih_anak Crosstabulation

statusgizilebih_anak

Total

sangat gemuk gemuk

asupanenergi_a

nak

lebih Count 3 8 11

% within asupanenergi_anak

27.3% 72.7% 100.0%

cukup Count 1 4 5

% within

asupanenergi_anak 20.0% 80.0% 100.0%

kurang Count 1 3 4

% within

asupanenergi_anak 25.0% 75.0% 100.0%

Total Count 5 15 20

% within

asupanenergi_anak 25.0% 75.0% 100.0%

Persen Karbohidrat*Status Gizi Lebih Anak

persenkarbo_anak * statusgizilebih_anak Crosstabulation

statusgizilebih_anak

Total

sangat gemuk gemuk

persenkarbo_

anak

Lebih Count 0 3 3

% within

persenkarbo_anak .0% 100.0% 100.0%

Cukup Count 2 4 6

% within

persenkarbo_anak 33.3% 66.7% 100.0%

Kurang Count 3 8 11

% within

persenkarbo_anak 27.3% 72.7% 100.0%

Total Count 5 15 20

% within

persenkarbo_anak 25.0% 75.0% 100.0%

Persen Lemak*Status Gizi Lebih Anak

persenlemak_anak * statusgizilebih_anak Crosstabulation

statusgizilebih_anak

Total

sangat gemuk gemuk

persenlemak_

anak

lebih Count 5 14 19

% within

persenlemak_anak 26.3% 73.7% 100.0%

cukup Count 0 1 1

% within persenlemak_anak

.0% 100.0% 100.0%

Total Count 5 15 20

% within

persenlemak_anak 25.0% 75.0% 100.0%

Page 163: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Praktek Pemberian Makan*Asupan Makan

ppm * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

ppm kurang baik Count 5 4 2 11

% within ppm 45.5% 36.4% 18.2% 100.0%

baik Count 6 1 2 9

% within ppm 66.7% 11.1% 22.2% 100.0%

Total Count 11 5 4 20

% within ppm 55.0% 25.0% 20.0% 100.0%

ppm * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total

lebih Cukup kurang

ppm kurang baik Count 2 3 6 11

% within ppm 18.2% 27.3% 54.5% 100.0%

Baik Count 1 3 5 9

% within ppm 11.1% 33.3% 55.6% 100.0%

Total Count 3 6 11 20

% within ppm 15.0% 30.0% 55.0% 100.0%

ppm * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total

Lebih cukup

ppm kurang baik Count 10 1 11

% within ppm 90.9% 9.1% 100.0%

baik Count 9 0 18

% within ppm 100% 0% 100.0%

Total Count 19 1 20

% within ppm 95.0% 5.0% 100.0%

ppm * persenprotein Crosstabulation

persenprotein

Total

cukup kurang

ppm kurang baik Count 3 8 11

% within ppm 27.3% 72.7% 100.0%

Baik Count 6 3 9

% within ppm 66.7% 33.3% 100.0%

Total Count 9 11 20

% within ppm 45.0% 55.0% 100.0%

Page 164: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Status Gizi Ibu*Asupan Makan

sgi * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

Sgi gizi lebih Count 4 3 2 9

% within sgi 44.4% 33.3% 22.2% 100.0%

tidak gizi lebih Count 7 2 2 11

% within sgi 63.6% 18.2% 18.2% 100.0%

Total Count 11 5 4 20

% within sgi 55.0% 25.0% 20.0% 100.0%

sgi * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total

lebih cukup kurang

Sgi gizi lebih Count 2 2 5 9

% within sgi 22.2% 22.2% 55.6% 100.0%

tidak gizi lebih Count 1 4 6 11

% within sgi 9.1% 36.4% 54.5% 100.0%

Total Count 3 6 11 20

% within sgi 15.0% 30.0% 55.0% 100.0%

sgi * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total

lebih cukup

Sgi gizi lebih Count 8 1 9

% within sgi 88.9% 11.1% 100.0%

tidak gizi lebih Count 11 0 11

% within sgi 100.0% .0% 100.0%

Total Count 19 1 20

% within sgi 95.0% 5.0% 100.0%

Status Gizi Ayah*Asupan Makan

sga * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

Sga gizi lebih Count 2 1 0 3

% within sga 66.7% 33.3% .0% 100.0%

tidak gizi lebih

Count 7 3 3 13

% within sga 53.8% 23.1% 23.1% 100.0%

Total Count 9 4 3 16

% within sga 56.2% 25.0% 18.8% 100.0%

Page 165: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

sga * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total lebih cukup kurang

sga gizi lebih Count 1 0 2 3

% within sga 33.3% .0% 66.7% 100.0%

tidak gizi

lebih

Count 2 5 6 13

% within sga 15.4% 38.5% 46.2% 100.0%

Total Count 3 5 8 16

% within sga 18.8% 31.2% 50.0% 100.0%

sga * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total lebih cukup

sga gizi lebih Count 3 0 3

% within sga 100.0% .0% 100.0%

tidak gizi

lebih

Count 12 1 13

% within sga 92.3% 7.7% 100.0%

Total Count 15 1 16

% within sga 93.8% 6.2% 100.0%

Pendidikan Ibu*Asupan Makan

pendidikan_ibu * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

pendidikan_ibu rendah Count 6 1 3 10

% within

pendidikan_ibu 60.0% 10.0% 30.0% 100.0%

tinggi Count 5 4 1 10

% within pendidikan_ibu

50.0% 40.0% 10.0% 100.0%

Total Count 11 5 4 20

pendidikan_ibu * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

pendidikan_ibu rendah Count 6 1 3 10

% within

pendidikan_ibu 60.0% 10.0% 30.0% 100.0%

tinggi Count 5 4 1 10

% within

pendidikan_ibu 50.0% 40.0% 10.0% 100.0%

Total Count 11 5 4 20

% within

pendidikan_ibu 55.0% 25.0% 20.0% 100.0%

pendidikan_ibu * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total

lebih cukup kurang

pendidikan_ibu rendah Count 2 2 6 10

% within

pendidikan_ibu 20.0% 20.0% 60.0% 100.0%

tinggi Count 1 4 5 10

% within

pendidikan_ibu 10.0% 40.0% 50.0% 100.0%

Total Count 3 6 11 20

% within

pendidikan_ibu 15.0% 30.0% 55.0% 100.0%

Page 166: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

pendidikan_ibu * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total

lebih cukup

pendidikan_ibu rendah Count 9 1 10

% within

pendidikan_ibu 90.0% 10.0% 100.0%

tinggi Count 10 0 10

% within

pendidikan_ibu 100.0% .0% 100.0%

Total Count 19 1 20

% within

pendidikan_ibu 95.0% 5.0% 100.0%

Pendidikan Ayah* Asupan Makan

pendidikan_ayah * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

pendidikan_ayah

rendah Count 3 1 2 6

% within

pendidikan_ayah 50.0% 16.7% 33.3%

100.0

%

tinggi Count 8 4 2 14

% within pendidikan_ayah

57.1% 28.6% 14.3% 100.0

%

Total Count 11 5 4 20

% within

pendidikan_ayah 55.0% 25.0% 20.0%

100.0

%

pendidikan_ayah * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total

lebih cukup kurang

pendidika

n_ayah

rendah Count 1 1 4 6

% within pendidikan_ayah

16.7% 16.7% 66.7% 100.0%

tinggi Count 2 5 7 14

% within

pendidikan_ayah 14.3% 35.7% 50.0% 100.0%

Total Count 3 6 11 20

% within

pendidikan_ayah 15.0% 30.0% 55.0% 100.0%

pendidikan_ayah * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total

lebih cukup

pendidikan_

ayah

rendah Count 6 0 6

% within

pendidikan_ayah 100.0% .0% 100.0%

tinggi Count 13 1 14

% within pendidikan_ayah

92.9% 7.1% 100.0%

Total Count 19 1 20

% within

pendidikan_ayah 95.0% 5.0% 100.0%

Page 167: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Penghasilan* Asupan Makan

penghasilan * asupanenergi_anak Crosstabulation

asupanenergi_anak

Total

lebih cukup kurang

penghasilan rendah Count 7 3 3 13

% within

penghasilan 53.8% 23.1% 23.1% 100.0%

tinggi Count 4 2 1 7

% within

penghasilan 57.1% 28.6% 14.3% 100.0%

Total Count 11 5 4 20

% within penghasilan

55.0% 25.0% 20.0% 100.0%

penghasilan * persenkarbo_anak Crosstabulation

persenkarbo_anak

Total

lebih cukup kurang

penghasilan rendah Count 1 5 7 13

% within

penghasilan 7.7% 38.5% 53.8% 100.0%

tinggi Count 2 1 4 7

% within

penghasilan 28.6% 14.3% 57.1% 100.0%

Total Count 3 6 11 20

% within penghasilan

15.0% 30.0% 55.0% 100.0%

penghasilan * persenlemak_anak Crosstabulation

persenlemak_anak

Total

lebih cukup

Penghasilan rendah Count 13 0 13

% within penghasilan 100.0% .0% 100.0%

tinggi Count 6 1 7

% within penghasilan 85.7% 14.3% 100.0%

Total Count 19 1 20

% within penghasilan 95.0% 5.0% 100.0%

Aktivitas Fisik

aktivitasfisik_anak * statusgizilebih_anak Crosstabulation

statusgizilebih_anak

Total

sangat

gemuk gemuk

aktivitasfisik_anak kurang baik Count 4 6 10

% within

aktivitasfisik_anak 40.0% 60.0% 100.0%

baik Count 1 9 10

% within

aktivitasfisik_anak 10.0% 90.0% 100.0%

Total Count 5 15 20

% within

aktivitasfisik_anak 25.0% 75.0% 100.0%

Page 168: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Kebiasaan Aktivitas Fisik Keluarga*Aktivitas Fisik Anak

aktivitas_keluarga * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang

baik baik

aktivitas_kel

uarga

tidak pernah Count 2 0 2

% 100.0% .0% 100.0%

jarang Count 5 5 10

% 50.0% 50.0% 100.0%

kadang-kadang Count 2 2 4

% 50.0% 50.0% 100.0%

sering Count 1 3 4

% 25.0% 75.0% 100.0%

Total Count 10 10 20

% 50.0% 50.0% 100.0%

Status Gizi Ibu*Aktivitas Fisik Anak

sgi * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang baik baik

sgi gizi lebih Count 6 3 9

% within sgi 66.7% 33.3% 100.0%

tidak gizi lebih Count 4 7 11

% within sgi 36.4% 63.6% 100.0%

Total Count 10 10 20

% within sgi 50.0% 50.0% 100.0%

Status Gizi Ayah*Aktivitas Fisik Anak

sga * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang baik baik

sga gizi lebih Count 2 1 3

% within sga 66.7% 33.3% 100.0%

tidak gizi lebih Count 7 6 13

% within sga 53.8% 46.2% 100.0%

Total Count 9 7 16

% within sga 56.2% 43.8% 100.0%

Pendidikan Ibu*Aktivitas Fisik Anak

pendidikan_ibu * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang baik baik

pendidik

an_ibu

rendah Count 4 6 10

% within

pendidikan_ibu 40.0% 60.0% 100.0%

tinggi Count 6 4 10

% within

pendidikan_ibu 60.0% 40.0% 100.0%

Total Count 10 10 20

% within pendidikan_ibu

50.0% 50.0% 100.0%

Page 169: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Pendidikan Ayah*Aktivitas Fisik Anak

pendidikan_ayah * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang baik baik

pendidikan_ayah

rendah Count 2 4 6

% within

pendidikan_ayah 33.3% 66.7% 100.0%

tinggi Count 8 6 14

% within

pendidikan_ayah 57.1% 42.9% 100.0%

Total Count 10 10 20

% within

pendidikan_ayah 50.0% 50.0% 100.0%

Penghasilan*Aktivitas Fisik Anak

penghasilan * aktivitasfisik_anak Crosstabulation

aktivitasfisik_anak

Total

kurang baik baik

penghasilan rendah Count 5 8 13

% within penghasilan

38.5% 61.5% 100.0%

tinggi Count 5 2 7

% within

penghasilan 71.4% 28.6% 100.0%

Total Count 10 10 20

% within

penghasilan 50.0% 50.0% 100.0%

Perilaku Sedentari*Status Gizi Lebih Anak

perilakusedentari_anak * statusgizilebih_anak Crosstabulation

statusgizilebih_anak

Total

sangat

gemuk gemuk

perilakusedentari_

anak

tinggi Count 5 12 17

% within

perilakusedentari_anak 29.4% 70.6% 100.0%

sedang Count 0 3 3

% within

perilakusedentari_anak .0% 100.0% 100.0%

Total Count 5 15 20

% within perilakusedentari_anak

25.0% 75.0% 100.0%

Lingkungan Keluarga*Perilaku Sedentari

pengawasan_ps * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total

tinggi sedang

pengawasan_ps kurang baik Count 13 2 15

% within pengawasan_ps 86.7% 13.3% 100.0%

baik Count 4 1 5

% within pengawasan_ps 80.0% 20.0% 100.0%

Total Count 17 3 20

% within pengawasan_ps 85.0% 15.0% 100.0%

Page 170: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Status Gizi Ibu*Perilaku Sedentari

sgi * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total tinggi Sedang

sgi gizi lebih Count 9 0 9

% within sgi 100.0% .0% 100.0%

tidak gizi lebih Count 8 3 11

% within sgi 72.7% 27.3% 100.0%

Total Count 17 3 20

% within sgi 85.0% 15.0% 100.0%

Status Gizi Ayah*Perilaku Sedentari

sga * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total

tinggi sedang

sga gizi lebih Count 2 1 3

% within sga 66.7% 33.3% 100.0%

tidak gizi lebih Count 12 1 13

% within sga 92.3% 7.7% 100.0%

Total Count 14 2 16

% within sga 87.5% 12.5% 100.0%

Pendidikan Ibu*Perilaku Sedentari

pendidikan_ibu * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total

tinggi sedang

pendidikan_ibu

rendah Count 7 3 10

% within pendidikan_ibu

70.0% 30.0% 100.0%

tinggi Count 10 0 10

% within

pendidikan_ibu 100.0% .0% 100.0%

Total Count 17 3 20

% within

pendidikan_ibu 85.0% 15.0% 100.0%

Pendidikan Ayah*Perilaku Sedentari

pendidikan_ayah * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total

tinggi sedang

pendidikan_ayah

rendah Count 3 3 6

% within pendidikan_ayah 50.0% 50.0% 100.0%

tinggi Count 14 0 14

% within pendidikan_ayah 100.0% .0% 100.0%

Total Count 17 3 20

% within pendidikan_ayah 85.0% 15.0% 100.0%

Page 171: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Penghasilan*Perilaku Sedentari

penghasilan * perilakusedentari_anak Crosstabulation

perilakusedentari_anak

Total

tinggi sedang

penghasilan rendah Count 11 2 13

% within penghasilan 84.6% 15.4% 100.0%

tinggi Count 6 1 7

% within penghasilan 85.7% 14.3% 100.0%

Total Count 17 3 20

% within penghasilan 85.0% 15.0% 100.0%

Page 172: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Lampiran 3

Hasil Pengukuran Food Recall 2x24 jam (1)

No.

Resp

Total

Energi

Weekend

(gram)

Total

Energi

Weekday

(gram)

Rata-

rata

Total

Energi

(kkal)

Karbo

Weekend

(gram)

Karbo

Weekday

(gram)

Rata-

rata

Karbo

(gram)

Kalori

Karbo

(kkal)

Persen

Karbo

dalam

Total

Asupan

Energi

1 2398.9 1730.7 2064.8 316.7 311.7 314.2 1256.8 60.87%

2 2032.1 2217.3 2124.7 326 260.8 293.4 1173.6 55.24%

3 2149.9 2454.7 2302.3 266.4 334.8 300.6 1202.4 52.23%

4 2186.5 2034.5 2110.5 243.8 222.4 233.1 932.4 44.18%

5 2112.2 1657.2 1884.7 222.7 294.3 258.5 1034 54.86%

6 2155.8 1778.8 1967.3 234.4 203 218.7 874.8 44.47%

7 2151.8 2366 2258.9 244 316 280 1120 49.58%

8 1983.6 2111.8 2047.7 250.2 256.2 253.2 1012.8 49.46%

9 1945.3 1891.1 1918.2 213.2 232.4 222.8 891.2 46.46%

10 2220.3 2322.3 2271.3 294.2 290.4 292.3 1169.2 51.48%

11 2009.7 1810.9 1910.3 191.3 232.3 211.8 847.2 44.35%

12 1908.5 2111.5 2010 267.1 235.7 251.4 1005.6 50.03%

13 2199.7 2092.9 2146.3 304.3 261.7 283 1132 52.74%

14 2242.9 2116.5 2179.7 256.9 236.1 246.5 986 45.24%

15 2088.7 2368.7 2228.7 291.8 252.8 272.3 1089.2 48.87%

16 2118.5 2232.5 2175.5 278.7 218.1 248.4 993.6 45.67%

17 2174.4 2138.8 2156.6 257.8 260.2 259 1036 48.04%

18 2088.1 2281.3 2184.7 328.5 314.7 321.6 1286.4 58.88%

19 2035.4 1978.6 2007 235.9 275.1 255.5 1022 50.92%

20 1915.7 1944.5 1930.1 267.2 261 264.1 1056.4 54.73%

Rata-

rata 2105.9 2082.03 2093.97 264.555 263.485 264.02 1056.08 50.42%

Max 2398.9 2454.7 2302.3 328.5 334.8 321.6 1286.4 60.87%

Min 1908.5 1657.2 1884.7 191.3 203 211.8 847.2 44.18%

Page 173: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Hasil Pengukuran Food Recall 2x2r4 jam (2)

No.

Resp

Lemak

Weekend

(gram)

Lemak

Weekday

(gram)

Rata-

rata

Lemak

(gram)

Kalori

Lemak

(kkal)

Persen

Lemak

dalam

Total

Asupan

Energi

Rata-

rata

Protein

(gram)

Kalori

dari

Protein

(kkal)

Persen

Protein

dalam

Total

Asupan

Energi

1 56.6 80 68.3 614.7 29.77% 52.2 208.8 10.11%

2 97.7 75.9 86.8 781.2 36.77% 66.4 265.6 12.50%

3 64.9 99.5 82.2 739.8 32.13% 83.4 333.6 14.49%

4 106.4 106.4 106.4 957.6 45.37% 59.5 238 11.28%

5 101.2 56 78.6 707.4 37.53% 65.6 262.4 13.92%

6 93.2 81.8 87.5 787.5 40.03% 73.5 294 14.94%

7 89.6 88.8 89.2 802.8 35.54% 78.3 313.2 13.87%

8 83.2 98.4 90.8 817.2 39.91% 59.7 238.8 11.66%

9 74.5 82.9 78.7 708.3 36.93% 80.4 321.6 16.77%

10 76.3 106.3 91.3 821.7 36.18% 74.2 296.8 13.07%

11 112.3 68.9 90.6 815.4 42.68% 55.9 223.6 11.70%

12 69.9 102.9 86.4 777.6 38.69% 61.2 244.8 12.18%

13 78.4 92.6 85.5 769.5 35.85% 63.4 253.6 11.82%

14 90.4 99.2 94.8 853.2 39.14% 86.6 346.4 15.89%

15 77 115.8 96.4 867.6 38.93% 71.6 286.4 12.85%

16 88.8 131 109.9 989.1 45.47% 69.7 278.8 12.82%

17 96.5 73.7 85.1 765.9 35.51% 60.4 241.6 11.20%

18 58.3 95.3 76.8 691.2 31.64% 54.5 218 9.98%

19 90.3 78.7 84.5 760.5 37.89% 60.1 240.4 11.98%

20 100.1 73.1 86.6 779.4 40.38% 48.4 193.6 10.03%

Rata-

rata 85.28 90.36 87.82 790.38 37.82% 66.25 265 12.65%

Max 112.3 131 109.9 989.1 45.47% 86.6 346.4 16.77%

Min 56.6 56 68.3 614.7 29.77% 48.4 193.6 9.98%

Page 174: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Jenis Makanan Penyumbang Energi Terbanyak dari Zat Gizi Karbohidrat

No.

responden

PERTAMA KEDUA KETIGA

jenis

makanan

Rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

1 nasi putih 128.7 514.8 nasi uduk 52.9 211.6 indomie goreng 22.95 91.8

2 nasi putih 85.8 343.2 Indomie goreng 44.2 176.8 nasi uduk 35.3 141.2

3 nasi putih 118 472 Indomie goreng 22.95 91.8 nasi goreng 20.1 80.4

4 nasi putih 42.9 171.6 Nasi goreng 35.2 140.8 Indomie goreng 22.95 91.8

5 nasi putih 92.95 371.8 nasi uduk 23.5 94 indomie soto 21.25 85

6 nasi putih 100.1 400.4 Nasi goreng 40.2 160.8 Seblak 17.5 70

7 nasi putih 121.55 486.2 Indomie goreng 22.95 91.8 tepung sagu 18.25 73

8 nasi putih 114.4 457.6 Snack potato

chips 21.1 84.4 nasi goreng 20.1 80.4

9 nasi putih 85.8 343.2 Nasi uduk 23.5 94 nasi goreng 20.1 80.4

10 nasi putih 78.65 314.6 nasi goreng 20.1 80.4 nasi uduk 17.65 70.6

11 nasi goreng 50.3 201.2 nasi putih 42.9 171.6 indomie goreg 22.95 91.8

12 nasi putih 100.1 400.4 Indomie goreng 45.9 183.6 nasi goreng 15.1 60.4

13 nasi putih 78.65 314.6 nasi uduk 35.3 141.2 nasi goreng 15.1 60.4

14 nasi putih 100.1 400.4 Seblak 20.4 81.6 nasi goreng 15.1 60.4

15 nasi putih 114.4 457.6 nasi goreng 35.2 140.8 indomie goreng 22.95 91.8

16 nasi putih 78.65 314.6 Indomie goreng 45.9 183.6 nasi goreng 20.1 80.4

17 nasi putih 67.95 271.8 Indomie 44.2 176.8 nasi uduk 23.5 94

18 nasi putih 100.1 400.4 indomie goreng 45.9 183.6 nasi goreng 20.1 80.4

19 nasi putih 100.1 400.4 indomie goreng 22.95 91.8 Cireng 15.7 62.8

20 nasi putih 78.65 314.6 nasi uduk 23.5 94 indomie soto 21.25 85

Rata-rata 91.8925 367.57 147.475 72.9

Page 175: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Jenis Makanan Penyumbang Energi Terbanyak dari Zat Gizi Lemak

no.

resp

PERTAMA KEDUA KETIGA

jenis

makanan

total

gram

total

kalori

rata-rata

kalori jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-rata

kalori

1 snack

cokelat 14.4 129.6 64.8 sosis 6.35 57.15 tempe goreng 6.05 54.45

2 nasi goreng 51.6 464.4 232.2 daging ayam 12.1 108.9 pastel 6.65 59.85

3 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 ayam kfc 13.55 121.95 daging ayam 7.1 63.9

4 nasi goreng 60.2 541.8 270.9 kacang tanah 7.4 66.6 cireng/bakwan goreng 7.1 63.9

5 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 tempe goreng 9.5 85.5 daging ayam 5.3 47.7

6 daging ayam 37.8 340.2 170.1 nasi goreng 34.4 309.6 seblak 5.3 47.7

7 ayam kfc 45.3 407.7 203.85 daging ayam 11.55 103.95 snack potato 6.5 58.5

8 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 snack potato chips 12.95 116.55 ikan mas goreng 11.25 101.25

9 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 daging ayam 14.2 127.8 pastel 6.65 59.85

10 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 bakwan 21.25 191.25 tempe goreng 9.5 85.5

11 nasi goreng 86 774 387 susu UHT 7.6 68.4 indomie goreng 5.95 53.55

12 susu UHT 15.2 136.8 68.4 ikan lele 5.55 49.95 soto ayam 5.55 49.95

13 nasi goreng 25.8 232.2 116.1 daging ayam 12.3 110.7 pastel 6.65 59.85

14 daging ayam 48.9 440.1 220.05 chicken nugger 19.85 178.65 nasi goreng 12.9 116.1

15 nasi goreng 60.2 541.8 270.9 pastel 8 72 chickem nugget 7.95 71.55

16 susu UHT 18.2 163.8 81.9 bakso 6.55 58.95 cireng/bakwan goreng 4.65 41.85

17 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 ayam kfc 9.05 81.45 bakwan 8.1 72.9

18 nasi goreng 34.4 309.6 154.8 indomie goreng 11.9 107.1 minyak kelapa sawit 5 45

19 Bakwan 32.4 291.6 145.8 bakso 8.95 80.55 tempe goreng 10.8 97.2

20 tempe grng 21.5 193.5 96.75 bakwan 20.25 182.25 bakso 8.95 80.55

Rata-

rata 43.7167 393.45 196.725

11.65 104.85

7.26667 66.555

Page 176: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Jenis Makanan Penyumbang Energi Terbanyak dari Zat Gizi Protein

No. resp

PERTAMA KEDUA KETIGA

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

jenis makanan

rata-

rata

total

gram

rata-

rata

kalori

1 Sosis 6.5 26 nasi putih 7.2 28.8 tempe 3.85 15.4

2 daging ayam goreng 13.75 55 ikan tongkol 6 24 telur dadar 4.9 19.6

3 ayam kfc 15.25 61 ikan teri goreng 13.2 52.8 daging ayam 10.1 40.4

4 telur dadar 12.25 49 chicken nugget 4.6 18.4 kacang tanah 3.85 15.4

5 daging ayam goreng 13 52 tempe goreng 7.6 30.4 kacang tanah 3.85 15.4

6 daging ayam goreng 26.9 107.6 ikan tongkol 6 24 risoles 4.1 16.4

7 ayam kfc 27.4 109.6 daging ayam 13.1 52.4 tempe goreng 3.8 15.2

8 ikan mas goreng 12 48 ikan kembung 4.8 19.2 tempe goreng 3.8 15.2

9 daging ayam 20.2 80.8 ikan bawal 13.65 54.6 susu dancow 4.85 19.4

10 ikan lele 11.1 44.4 soto ayam 9.25 37 tempe goreng 12.3 49.2

11 susu UHT 7.6 30.4 ikan lele 5.55 22.2 soto ayam 5.55 22.2

12 daging ayam 10.1 40.4 kacang tanag 4.7 18.8 tempe goreng 3.8 15.2

13 daging ayam 7.6 30.4 telur 5.45 21.8 usus ayam 3.15 12.6

14 daging ayam 10.1 40.4 chicken nugget 15.25 61 ikan bandeng 3.7 14.8

15 daging ayam 10.1 40.4 chicken nugget 6.1 24.4 telur rebus 3.75 15

16 bakso 7.55 30.2 susu UHT 7.3 29.2 tempe goreng 4.8 19.2

17 ayam kfc 10.95 43.8 ikan lele 4.8 19.2 telur 3.8 15.2

18 ikan lele 4.8 19.2 soto ayam 3.7 14.8 telur 3.45 13.8

19 daging ayam 11.95 47.8 bakso 7.05 28.2 telur 3.75 15

20 bakso 7.05 28.2 tempe 10.25 41 indomie 2.95 11.8

Rata-

rata 13.465 53.86

7.66 30.64

3.965 15.86

Page 177: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Hasil Pengukuran Aktivitas Fisik

No.

Resp

Frekuensi Total Hasil kali Total Skor

a b c d e Ta Tb Tc Td Te

1 28 3 2 1 0 28 6 6 4 0 44

2 19 8 0 5 3 19 16 0 20 15 70

3 22 3 1 9 0 22 6 3 36 0 67

4 29 1 1 2 1 29 2 3 8 5 47

5 28 7 3 9 4 28 14 9 36 20 107

6 24 0 3 8 0 24 0 9 32 0 65

7 17 4 1 8 5 17 8 3 32 25 85

8 24 3 2 4 2 24 6 6 16 10 62

9 30 3 1 1 0 30 6 3 4 0 43

10 19 5 5 4 2 19 10 15 16 10 70

11 24 1 0 7 3 24 2 0 28 15 69

12 27 3 1 3 1 27 6 3 12 5 53

13 21 4 2 7 1 21 8 6 28 5 68

14 22 10 1 2 0 22 20 3 8 0 53

15 17 2 10 2 4 17 4 30 8 20 79

16 18 2 5 7 3 18 4 15 28 15 80

17 20 7 6 0 2 20 14 18 0 10 62

18 21 4 4 5 1 21 8 12 20 5 66

19 18 7 4 4 2 18 14 12 16 10 70

20 18 6 4 5 2 18 12 12 20 10 72

Page 178: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Hasi Pengukuran Perilaku Sedentari

No.

Resp

Perilaku

Sedentari

(SSR)

Perilaku

Sedentari

(Edukasi)

Perilaku

Sedentari

(Travel)

Perilaku

Sedentari

(Culture)

Perilaku

Sedentari

(Sosial)

Total

Perilaku

Sedentari

Waktu (Jam)

1 17.00 21.50 1.50 5.50 4.25 49.75

2 1.00 17.50 3.00 8.17 4.50 34.17

3 18.50 22.00 0.50 7.75 7.50 56.25

4 13.75 16.50 3.50 4.50 7.25 45.50

5 11.50 23.50 2.00 8.00 6.25 51.25

6 17.00 23.00 1.00 6.75 4.00 51.75

7 19.00 20.00 2.25 5.50 2.42 49.17

8 11.00 16.50 0.75 7.00 8.25 43.50

9 14.00 18.00 1.33 3.67 8.00 45.00

10 3.00 17.00 1.50 5.00 7.75 34.25

11 10.50 21.00 3.75 11.50 2.83 49.58

12 15.25 21.50 3.00 7.67 8.00 55.42

13 18.00 21.50 1.75 10.50 7.75 59.50

14 6.00 20.50 1.50 8.50 8.75 45.25

15 11.00 23.00 1.67 10.50 6.50 52.67

16 13.00 18.50 1.00 3.00 7.75 43.25

17 15.00 22.00 1.00 6.50 7.50 52.00

18 14.00 22.00 1.83 6.50 8.00 52.33

19 17.00 21.00 1.00 3.00 4.25 46.25

20 4.00 18.50 1.33 4.00 3.92 31.75

mean 12.43 20.20 1.93 7.37 6.27 48.20

max 19.00 23.50 3.75 11.50 8.75 59.50

min 1.00 16.50 0.50 3.67 2.42 34.17

Page 179: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Praktek Pemberian Makan

Sarapan

Makan Siang

Konsumsi

Gorengan/Fastfood

Olahan

lauk

Olahan

Sayur

Makan bersama

Keluarga

TOT

AL

SKO

R Skor Skor Skor Skor Skor Skor

Rumah Sendiri 1 Rumah Keluarga 2 Sering 0 Sendiri 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering 2 10

Rumah Keluarga 2 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 21

Rumah Keluarga 2 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 21

Rumah Keluarga 2 Sekolah Teman 0 Kadang 10 Teman 5 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 24

Rumah Keluarga 2 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 21

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Sering 0 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 9

Rumah Keluarga 2 Rumah Sendiri 1 Sering 0 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Kadang 1 9

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Sering 0 Keluarga 0 Gorengan 0 Mentah 10 Sering di Rumah 2 14

Tidak Sarapn

0 Rumah Sendiri 1 Sering 0 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Kadang di Rumah 1 7

Sekolah Sendiri 0 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Sendiri 0 Gorengan 0 Rebus 5 Jarang 0 17

Rumah Keluarga 2 Sekolah Teman 0 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Tumis 0 Sering di Rumah 2 14

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Sering 0 Teman 5 Gorengan 0 Rebus 5 Sering

di Rumah

Nenek 2 14

Rumah Keluarga 2 Sekolah Teman 0 Sering 0 Sendiri 0 Gorengan 0 Tumis 0 Kadang di Rumah 1 3

Rumah Keluarga 2 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Tumis 0 Sering di Rumah 2 16

Tidak Sarapn

0 Rumah Sendiri 1 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 18

Rumah Keluarga 2 Rumah Sendiri 1 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 20

Rumah Keluarga 2 Sekolah Teman 0 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Tumis 0 Kadang di Rumah 1 13

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Sering 0 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 9

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Rebus 5 Sering di Rumah 2 19

Sekolah Teman 0 Rumah Keluarga 2 Kadang 10 Keluarga 0 Gorengan 0 Tumis 0 Sering di Rumah 2 14

Page 180: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

No.

Rekreasi/ Refreshing

Rekreasi/ Refreshing Keluarga

Total Skor Aktivitas

Keluarga Skor

Skor

1 Jarang Berenang 4 Tidak suka Capek 0 0 4 Jarang

2 Sering ke Detos 8 Tidak suka Beresin Rumah 0 2 10 Sering

3 Jarang 2 Sering Naik Sepeda 4 4 6 Jarang

4

Jarang

Ke Rumah

Nenenk 4 Tidak suka - 0 0 4 Jarang

5

Sering Berenang 10 Sering

Jalan dan Lari

Pagi 4 4 14 Sering

6 Sering Rumah Nenek 8 Tidak suka - 0 0 8 Kadang

7 Kadang Sekitar Jakarta 4 Sering Lari & Voli 4 4 8 Kadang

8 Jarang Ayah Kerja 2 Tidak suka Sibuk 0 0 2 Jarang

9 Tidak

Pernah - 0 Tidak suka - 0 0 0 tidak pernah

10

Sering

ke Citayam,

Jakarta 8 Tidak suka - 0 0 8 Kadang

11 Sering Ragunan 8 Sering Lari 4 4 12 Sering

12 Jarang Sibuk 2 Tidak suka Malas 0 0 2 Jarang

13 Jarang ke UI, jalan 6 Tidak suka Sibuk 0 0 6 Jarang

14 Tidak

Pernah - 0 Jarang - 2 0 0 tidak pernah

15

Jarang - 2 Sering

Jogging di sekitar

rumah 4 4 6 Jarang

16

Jarang

Ke rumah

Keluarga 4 Tidak suka Capek 0 0 4 Jarang

17 Sering ke ITC 10 Sering Lari 4 4 14 Sering

18 Sering Rumah Nenek 8 Tidak suka - 0 0 8 Kadang

19 Jarang ke ITC 6 Tidak Suka Sibuk 0 0 6 Jarang

20 Jarang - 2 Tidak Suka - 0 0 2 Jarang

Page 181: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Lampiran 4

Foto Kegiatan

Foto Lingkungan Sekolah (Saat Istirahat)

Page 182: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Foto Lingkungan Sekolah (Pedagang)

Page 183: GAMBARAN FAKTOR RISIKO GIZI LEBIH PADA ANAK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36302/1/Silmi... · 2002-2003 : SDS YKPP Bajubang, Jambi 2003-2004 : SDN 12 Pagi

Foto Pengukuran Antropometri Orangtua

Lingkungan Rumah