furunkulosis.docx
DESCRIPTION
FurunkulosisTRANSCRIPT
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FURUNKULOSIS
I. DEFINISI
Furunkel merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan
peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya.1,2
Ciri furunkel yaitu bulat, nyeri, berbatas tegas yang berakhir dengan
supurasi di tengah. Jika lebih dari satu disebut furunkulosis.3 Furunkel
merupakan proses lanjutan dari folikulitis yang tidak membaik.
Beberapa furunkel yang bergabung menjadi satu akan membentuk
karbunkel. Pada karbunkel, furunkel tersebut hanya dibatasi oleh
trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan subkutan yang padat.2
Furunkel muncul di tempat tumbuhnya rambut, biasanya pada
daerah yang sering mengalami pergesekan, penyumbatan, dan daerah
lembab seperti pada leher, wajah, aksila, dan bokong.4
Gambar 1. Klasifikasi infeksi bakteri pada folikel rambut
Pada awal furunkel muncul yaitu berupa nodul berbatas tegas,
keras, eritem, edema kemudian meluas dan menjadi nyeri dan
berfluktuasi setelah beberapa hari. Apabila nodul tersebut pecah maka
akan menghasilkan pus dan terkadang disertai jaringan nekrotik.
Selanjutnya, nyeri disekitar lesi berkurang dan eritem serta edema
juga akan berkurang setelah beberapa hari hingga beberapa minggu.4
II. ETIOPATOGENESIS
Furunkulosis adalah salah satu bentuk pioderma, yaitu penyakit
infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri gram positif. Bakteri
penyebab furunkulosis yang tersering adalah Staphylococcus
aureus.1,2,3,5 Sedikitnya 10% dari orang normal adalah sabagai
pembawa tetap stafilokokus patogen pada hidung dan perineum, dan
sejumlah 70-90% merupakan pembawa sementara bakteri tersebut.5
Sebagian pasien yang tidak memiliki faktor risiko MRSA (Methicillin-
resistant Staphylococcus aureus) terjangkit furunkel karena infeksi
bakteri S. aureus dengan tipe bakteri Methicillin-susceptible
Staphylococcus aureus.6
Gambar 2. Bentuk mikroskopis Staphylococcus aureus7
Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat
membesar membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut.
Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik-bintik putih
sebagai mata bisul. Nodus tersebut akan melunak menjadi abses yang
akan memecah melalui lokus minoris resistensie yaitu muara folikel.
Hal ini akan menyebabkan rambut menjadi rontok / terlepas. Jaringan
nekrotik akan keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.1-2
2
Infeksi diawali ketika virulensi stafilokokus melekat pada sel-sel
dari folikel rambut, kemudian berkembangbiak dan menyebar turun ke
dalam folikel dan kelenjar sebasea. Infeksi tersebut menimbulkan
terjadinya respon inflamasi yaitu bengkak dan memerah, kemudian
diikuti bertambahnya jumlah PMN. Apabila infeksi berlanjut maka akan
terjadi sumbatan folikel dan terbentuk jaringan nekrosis yang akan
menjadi abses kecil. Proses infeksi menyebar lebih dalam lagi hingga
ke lapisan subkutis dimana pada lokasi ini abses yang lebih besar akan
terbentuk. Abses pada subkutis inilah yang menyebabkan timbunya
nyeri pada furunkel.8
3
Gambar 3. Patogenesis Furunkel8
Faktor risiko yang mempengaruhi timbulnya furunkulosis yaitu
sebagai berikut:
Faktor kebersihan
Bisul muncul karena adanya kuman. Kebersihan lingkungan juga
sangat mempengaruhi, karena lingkungan yang tidak terjaga
kebersihannya kuman akan mudah berkembang biak.
Udara
Udara panas salah satu penyebab terjadinya bisul, terutama bisul
yang terjadi pada kelenjar /keringat. Bayi sangat mudah berkeringat
terutama pada daerah yang panas, sangat dianjurkan untuk selalu
mengelap keringat juga keringat bayi berlebihan.
Menurunnya daya tahan tubuh
Menurunnya daya tahan tubuh juga mempengaruhi masuknya
kuman ke dalam tubuh. Bayi dengan ASI eksklusif lebih terjaga dari
serangan kuman dari pada bayi dengan susu formula.
Lain-lain
Seperti penyakit diabetes, obesitas atau malnutrisi, hiperhidrosis,
anemia, dan stres emosional akan mempengaruhi angka
kejadian.2,9,10
III. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian, furunkel lebih sering didapatkan pada
anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.10 Namun, hampir setiap
orang terpapar oleh bakteri Staphylococcus aureus dimana bakteri
tersebut banyak ditemukan pada cuping hidung dengan jumlah sekitar
108 bakteri. Sekitar 20% orang dewasa yang sehat memiliki hasil
positif dari pemeriksaan kultur dalam jangka waktu setahun atau lebih,
dan sementara itu lebih dari 60% bakteri tersebut telah mengalami
kolonisasi. Bakteri menyebar ke organ tubuh lain dan juga ke
4
lingkungan lewat perantara tangan. Meskipun cuping hidung
merupakan habitat utama dari Staphylococcus aureus, namun kulit
yang lembab juga dapat menjadi tempat untuk kolonisasi bakteri.
Orang yang sedang sakit bisul maupun yang sedang terinfeksi
Staphylococcus aureus tidak diperkenankan bekerja pada pekerjaan
yang berkaitan dengan bahan pangan, atau berdekatan dengan pasien
yang memiliki luka pascabedah maupun dengan pasien sakit kronis.
Stafilokokus dapat bertahan dengan baik pada lingkungan dan dapat
menular ke orang lain. Sejak S. aureus dapat menetap di tempat-
tempat umum dan ada banyak perbedaan strain pada populasi, maka
epidemi penyakit stafilokokus dapat dicari asalnya hanya boleh
dengan cara identifikasi yang tepat. Cara untuk membagi strain
tersebut termasuk dalam menentukan pola kepekaan terhadap
multipel antibiotik, tipe bakteriofag, dan plasmid. Keseluruhan cara
tersebut memiliki keterbatasan. Metode yang lebih akurat yaitu
dengan membandingkan pola-pola elektroforesis fragmen DNA dengan
pemanfaatan enzim restriksi.8
IV. GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN
A. BENTUK KLINIS
Mula-mula berupa makula eritematosa lentikularnumular setempat,
kemudian menjadi nodula lentikularnumular berbentuk kerucut,
ditengahnya terdapat pustul. Selanjutnya melunak menjadi abses
berisi pus dan jaringan nekrotik dan memecah.2-3
5
B. HISTOPATOLOGI
Berupa abses yang dibentuk oleh limfosit dan leukosit PMN, mula-mula
pada folikel rambut. Pada bagian bawah folikel rambut (dalam jaringan
sub kutis), abses dapat pula mengandung stafilokok.2 Pada kasus yang
sudah lama terdapat sel plasma dan sel datia benda asing (giant cell).3
C. MIKROBIOLOGI
Pemeriksaan bakteriologi dari sekret dengan pewarnaan gram akan
didapatkan bakteri gram positif.1
V. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi apabila bakteri masuk ke pembuluh
darah, dan akan menginvasi organ tubuh lain seperti jantung, tulang,
maupun otak.8 Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui
pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi
peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia
dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut
hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru.7
VI. DIAGNOSIS BANDING2,4,10
6
Gambar 4. Furunkel10 Gambar 5. Furunkel pada kulit abdomen10
Gambar 6. Furunkel pada nasolabial4 Gambar 7. Folikulitis dan furunkulosis4
Acne kistik
Kerion
Hidradenitis suppurativa
Ruptured epidermal inclusion cyst
Myiasis furunkular
Apical dental abcscess
Osteomielitis
Sporotrikosis
Blastomikosis
Skrofuloderma
VII. PENATALAKSANAAN1,10
Non medikamentosa:
Higiene kulit harus ditingkatkan. Hindari menggunakan pakaian
maupun handuk yang sama.
Mengatasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid, misalnya
infeksi parasit atau dermatitis atopik.
Medikamentosa:
1. Topikal:
Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan
permanganas kalikulus 1/5000, rivanol 1%, larutan povidon
dilarutkan 10 kali, dilakukan 3 kali sehari masing-masing 1 jam
selama keadaan akut.
Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%,
mupirosin 2%, neomisin atau basitrasin. Dioleskan 2-3 kali sehari
selama 7-10 hari.
Bila terdapat krusta: dilepaskan.
2. Sistemik: minimal selama 7 hari.
First line:
7
Kloksasiklin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari per oral, anak-anak 50
mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7 hari.
Pada S. aureus resisten eritromisin:
Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3 x 250-500 mg/hari;
anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7
hari.
Sefaleksin: 40-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-
7 hari.
Sefaklor: 20 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis.
Second line:
Azitromisin 1 x 500 mg/hari (hari I), dilanjutkan 1 x 250 mg (hari
II-V).
Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 10
hari.
Eritromisin: dewasa 4 x 250-500 mg/hari; anak-anak 20-50
mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
3. Pada kasus yang berat atau infeksi di daerah berbahaya seperti
maksila, antibiotic diberikan secara parenteral.
4. Apabila terdapat MRSA pada infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari
dalam dosis terbagi, intravena, selama 7 hari.
5. Apabila lesi besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan insisi dan
drainase.
6. Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan
resistensi.
XI. EVALUASI DAN PROGNOSIS
Prognosis baik selama faktor penyebab teratasi, dan prognosis
menjado kurang baik jika terjadi rekurensi.2
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Perdoski. Panduan pelayanan medis dokter spesialis kulit dan kelamin. Jakarta: FK UI;
2011. p:83-4.
2. Siregar RS. Pioderma. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed 2. Jakarta: EGC; 2005. p:
52-4.
3. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan A, Wicaksono A, Hamsah A, Rukmawati
A, et al. Furunkel dan karbunkel. Kapita selekta kedokteran. Ed 3. Jakarta: Media
Aesculapius FK UI, 2000. P: 79-80.
4. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Superficial Cutaneous
Infections and Pyodermas. In Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ (2008). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th Ed. The McGraw-Hill
Companies, Inc. USA. 2008. p: 1699.
5. Nayak C, Singh V, Singh K, Singh H, Chakravorty PS, Kaushik S, Roja V, et al. A
Prospective Multicenter Observational Study to evolve the usefulness of the nine predefined
homoeopathic medicines in Furunculosis. Indian Journal of Research in Homoeopathy, 2010.
4(1): 31.
6. Anderson DJ, Kaye KS. Skin and soft tissue infections in older adults. Clin Geriatr Med
(23):599.
7. Kusuma SAF. Staphylococcus aureus. [Makalah] bandung: Fakultas Farmasi Universitas
Padjajaran; 2009. p: 1-2.
8. Nester EW, Anderson DG, Roberts CE, Pearsall NN, Nester MT. Bacterial skin disease.
Microbiology: A human perspective. 4th Ed. Washington; 2004. p: 536-8.
9. Purwati. Asuhan kebidanan neonatus, bayi, dan balita. [Diktat Ajar] Purwokerto: FIK
Universitas Muhammadiyah Purwokerto; 2012. p: 99.
10. Hagewoning, Arjan. Furuncle. Skin diseases among schoolchildren in Africa. Africa: Leiden
University; 2012. p: 120-1.
9