fungsi dan grafikfungsi dan grafik diferensial dan ... · pdf filegaris lurus. parabola,...
TRANSCRIPT
ii
Sudaryatno Sudirham
Darpublic
Studi Mandiri
Fungsi dan GrafikFungsi dan GrafikFungsi dan GrafikFungsi dan Grafik
Diferensial dan IntegralDiferensial dan IntegralDiferensial dan IntegralDiferensial dan Integral
i
Studi Mandiri
Fungsi dan Grafik
Diferensial dan Integral
oleh
Sudaryatno Sudirham
ii
Hak cipta pada penulis, 2010
SUDIRHAM, SUDARYATNO
Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Oleh: Sudaryatmo Sudirham
Darpublic, Bandung
fdg-1110
http://www.ee-cafe.org
Alamat pos: Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
Fax: (62) (22) 2534117
iii
Kata Pengantar
Dalam buku ini penulis mencoba menyajikan bahasan matematika bagi
pembaca untuk memperoleh pengertian dengan lebih mudah tentang
kalkulus. Walaupun materi yang dibahas adalah materi matematika,
namun uraian dengan bahasa matematika telah dicoba untuk sangat
dibatasi. Pendefinisian dan pembuktian formula-formula diganti dengan
pernyataan-pernyataan serta gambaran grafis yang lebih mudah difahami.
Penulis berharap bahwa pengertian dasar yang bisa diperoleh dari buku
ini akan mendorong minat untuk mendalami materi lebih lanjut.
Buku ini dutujukan untuk umum. Bahan utama isi buku adalah catatan
penulis sewaktu mengikuti kuliah di Institut Teknologi Bandung,
sedangkan contoh-contoh hubungan diferensial dan soal-soal persamaan
diferensial penulis ambil dari buku “Analisis Rangkaian Elektrik”.
Bahasan dibatasi pada fungsi-fungsi dengan peubah bebas tunggal
berupa bilangan nyata.
Karakterisasi fungsi-fungsi serta perhitungan diferensial dan integral
sangat dipermudah dengan bantuan komputer. Hal demikian banyak
dilakukan dalam meghadapi persoalan yang kompleks. Namun buku ini
tidak membahas cara perhitungan dengan menggunakan komputer
tersebut, melainkan menyajikan bahasan mengenai pengertian-pengertian
dasar tentang fungsi serta hitungan diferensial dan integral.
Akhir kata, penulis harapkan tulisan ini ada manfaatnya. Saran-saran
pembaca sangat diharapkan untuk perbaikan lebih lanjut.
Bandung, Nopember 2010
Wassalam,
Penulis
iv
<< La plus grande partie du savoir humain
est déposée dans des documents et des livres,
mémoires en papier de l’humanité.>>
A. Schopenhauer, 1788 – 1860
dari
Mini-Encyclopédie, France Loisirs
ISBN 2-7242-1551-6
v
Daftar Isi
Kata Pengantar iii
Daftar Isi v
Bab 1: Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik 1
Fungsi. Domain. Kurva, Kekontinyuan, Simetri. Bentuk
Implisit. Fungsi Bernilai Tunggal dan Bernilai Banyak.
Fungsi dengan Banyak Peubah Bebas. Koordinat Polar.
Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan.
Bab 2: Fungsi Linier 15
Fungsi Tetapan. Fungsi Linier – Persamaan Garis
Lurus. Pergeseran Kurva. Perpotongan Garis.
Bab 3: Gabungan Fungsi Linier 27
Fungsi anak Tangga. Fungsi Ramp. Pulsa. Perkalian
Ramp dan Pulsa. Gabungan Fungsi Ramp.
Bab 4: Mononom dan Polinom 37
Mononom: Mononom Pangkat Dua; Mononom Pangkat
Tiga. Polinom: Fungsi Kuadrat. Penambahan Mononom
Pangkat Tiga.
Bab 5: Bangun Geometris 55
Persamaan Kurva. Jarak Antara Dua Titik. Parabola.
Lingkaran. Elips. Hiperbola. Kurva berderajat Dua.
Perputaran Sumbu.
Bab 6: Fungsi Trigonometri 69
Peubah Bebas Bersatuan Derajat. Peubah Bebas
Bersatuan Radian. Fungsi Trigonometri Inversi.
Bab 7: Gabungan Fungsi Sinus 85
Fungsi Sinus Dan Cosinus. Kombinasi Fungsi Sinus.
Spetrum Dan Lebar Pita.
Bab 8: Fungsi Logaritma. Natural, Eksponensial, Hiperbolik 95
Fungsi Logaritma Natural. Fungsi Exponensial. Fungsi
Hiperbolik.
Bab 9: Turunan Fungsi-Fungsi (1) 105
Pengertian Dasar. Mononom. Polinom. Nilai Puncak.
Garis Singgung.
vi Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Bab 10: Turunan Fungsi-Fungsi (2) 121
Fungsi Perkalian Dua Fungsi. Fungsi Pangkat Dari
Suatu Fungsi. Fungsi Rasional. Fungsi Implisit. Fungsi
Berpangkat Tidak Bulat. Kaidah Rantai. Diferensial dx
dan dy.
Bab 11: Turunan Fungsi-Fungsi (3) 133
Fungsi Trigonometri. Fungsi Trigonimetri Inversi.
Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi. Fungsi
Logaritmik. Fungsi Eksponensial.
Bab 12: Integral (1) 141
Integral Tak Tentu. Penggunaan Integral Tak Tentu.
Luas Sebagai Suatu Integral. Penggunaan Dalam
Praktek.
Bab 13: Integral (2) 161
Luas Sebagai Suatu Integral - Integral Tentu. Penerapan
Integral. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva.
Bab 14: Integral (3) 169
Volume Sebagai Suatu Integral. Panjang Kurva. Nilai
Rata-Rata Suatu Fungsi. Pendekatan Numerik.
Bab 15: Persamaan Diferensial 179
Pengertian. Solusi. Persamaan Diferensial Orde Satu
Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan. Persamaan
Diferensial Homogen Orde Satu. Persamaan Diferensial
Linier Orde Satu. Solusi Pada Berbagai Fungsi
Pemaksa.
Bab 16: Persamaan Diferensial (2) 193
Persamaan Diferensial Linier Orde Dua. Tiga
Kemungkinan Bentuk Solusi.
Bab 17: Koordinat Polar 201
Relasi koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku.
Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar. Persamaan
Garis Lurus. Parabola, Elips, Hiperbola. Lemniskat dan
Oval Cassini. Luas Bidang.
Indeks 213
Referensi 215
Biodata penulis 216
1
Bab 1 Pengertian Tentang Fungsi dan Grafik
1.1. Fungsi
Apabila suatu besaran y memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran
lain x, maka dikatakan bahwa besaran y tersebut merupakan fungsi
besaran x. Contoh: panjang batang logam merupakan fungsi temperatur.
Secara umum suatu fungsi dituliskan sebagai sebuah persamaan
)(xfy = (1.1)
Perhatikan bahwa penulisan )(xfy ==== bukanlah berarti y sama dengan f
kali x, melainkan untuk menyatakan bahwa y merupakan fungsi dari x
yang tidak lain adalah sebuah aturan atau sebuah ketentuan berapakah y
akan memiliki nilai jika kepada x kita berikan suatu nilai.
y dan x adalah peubah (variable) yang dibedakan menjadi peubah-tak-
bebas (y) dan peubah-bebas (x). Peubah-bebas x adalah simbol dari suatu
besaran yang bisa memiliki nilai sembarang dari suatu set bilangan.
Sementara peubah-tak-bebas y memiliki nilai yang tergantung dari nilai
yang dimiliki x.
Dilihat dari nilai yang dimiliki oleh ruas kiri dan ruas kanan, (1.1) adalah
sebuah persamaan. Namun kedua ruas itu memiliki peran yang berbeda.
Kita ambil contoh dalam relasi fisis
)1(0 TLLT λ+=
dengan LT adalah panjang sebatang logam pada temperatur T, L0 adalah
panjang pada temperatur nol, T temperatur dan λ adalah koefisien muai
panjang. Panjang batang tergantung dari temperatur; makin tinggi
temperatur makin panjang batang logam. Namun sebaliknya, makin
panjang batang logam tidak selalu berarti temperaturnya makin tinggi.
Jika logam tersebut mengalami beban tarikan misalnya, ia akan
bertambah panjang namun tidak bertambah temperaturnya.
Walaupun nilai x di ruas kanan (1.1) bisa berubah secara bebas,
sementara ruas kiri tergantung dari ruas kanan, namun nilai x tetap harus
ditenttukan sebatas mana ia boleh bervariasi.
2 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
1.2. Domain
Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x
bervariasi. Dalam kebanyakan aplikasi, rentang nilai ini bisa berbentuk
sebagai berikut:
a). rentang nilai berupa bilangan-nyata yang terletak antara dua nilai a
dan b. Kita tuliskan rentang nilai ini sebagai
a < x < b
Ini berarti bahwa x bisa memiliki nilai lebih besar dari a namun
lebih kecil dari b. Rentang ini disebut rentang terbuka, yang dapat
kita gambarkan sebagi berikut:
a b
a dan b tidak termasuk dalam rentang tersebut.
b). rentang nilai
a ≤ x < b
yang kita gambarkan sebagai
a b
Di sini a masuk dalam rentang nilai, tetapi b tidak. Ini merupakan
rentang setengah terbuka.
c). rentang nilai
a ≤ x ≤ b
Dalam rentang ini baik a maupun b masuk dalam rentang nilai. Ini
adalah rentang tertutup, dan kita gambarkan
a b
1.3. Kurva, Kekontinyuan, Simetri
Kurva. Fungsi )(xfy ==== dapat divisualisasikan secara grafis. Dalam
visualisasi ini kita memerlukan koordinat. Suatu garis horisontal
memanjang dari −∞ ke arah kiri sampai +∞ ke arah kanan, ditetapkan
sebagai sumbu-x atau absis. Pada garis ini ditetapkan pula titik referensi
3
0 serta panjang satuan skala, sedemikian rupa sehingga kita dapat
menggambarkan nilai-nilai x pada garis ini (lihat Gb.1.1); peubah x
memiliki nilai yang berupa bilangan-nyata.
Gb.1.1. Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku.
Catatan: Suatu bilangan-nyata dapat dinyatakan dengan desimal
terbatas maupun desimal tak terbatas. Contoh: 1, 2, 3, ......adalah
bilangan-nyata bulat; 1,586 adalah bilangan-nyata dengan desimal
terbatas; π adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas, yang
jika dibatasi sampai sembilan angka di belakang koma nilainya
adalah 3,141592654.
Selain sumbu-x ditetapkan pula sumbu-y yang tegak lurus pada sumbu-x,
memanjang ke −∞ arah ke bawah dan +∞ arah ke atas, yang melewati
titik referensi 0 di sumbu-x dan disebut ordinat. Titik perpotongan
sumbu-y dengan sumbu-x merupakan titik referensi yang disebut titik-
asal dan kita tulis berkoordinat [0,0]. Pada sumbu-y ditetapkan juga
satuan skala seperti halnya pada sumbu-x, yang memungkinkan kita
untuk menggambarkan posisi bilangan-nyata di sumbu-y. Besaran fisik
yang dinyatakan dengan peubah-tak-bebas dalam skala sumbu-y tidak
harus sama dengan besaran fisik dan skala sumbu-x; misalnya sumbu-x
menunjukkan waktu dengan satuan detik/skala, sedangkan sumbu-y
menunjukkan jarak dengan satuan meter/skala.
Bidang datar di mana kita menggambarkan sumbu-x dan sumbu-y,
selanjutnya kita sebut bidang x-y, akan terbagi dalam 4 kuadran, yaitu
kuadran I, II, III dan IV seperti terlihat pada Gb.1.1.
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
P[2,1]
Q[-2,2]
R[-3,-3]
S[3,-2]
y
x
IV
I II
III
4 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Setiap titik K pada bidang datar ini dapat kita nyatakan posisinya sebagai
K[xk,yk], dengan xk dan yk berturut-turut menunjukkan jumlah skala di
sumbu-x dan di sumbu-y dari titik K yang sedang kita tinjau. Pada
Gb.1.1. misalnya, posisi empat titik yang digambarkan di kuadran I, II,
III, IV, masing-masing kita tuliskan sebagai P[2,1], Q[-2,2], R[-3,-3] dan
S[3,-2].
Dengan demikian setiap pasangan bilangan-nyata akan berkaitan dengan
satu titik di bidang x-y. Dengan cara inilah pasangan nilai yang dimiliki
oleh ruas kiri dan ruas kanan suatu fungsi y = f(x) dapat divisualisasikan
pada bidang x-y. Visualisasi itu akan berbentuk kurva fungsi y di bidang
x-y, dan kurva ini memiliki persamaan y = f(x), sesuai dengan
pernyataan fungsi yang divisualisasikannya.
Contoh: sebuah fungsi
xy 5,0= (1.2)
Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y. Jika kita muatkan dalam
suatu tabel, nilai x dan y akan terlihat seperti pada Tabel-1.1.
Tabel-1.1.
x -1 0 1 2 3 4 dst.
y -0,5 0 0,5 1 1,5 2 dst.
Fungsi xy 5,0= yang memiliki pasangan nilai x dan y seperti
tercantum dalam Tabel-1.1. di atas akan memberikan kurva seperti
terlihat pada Gb.1.2. Kurva ini berbentuk garis lurus melalui titik-
asal [0,0] dan memiliki kemiringan tertentu (yang akan kita pelajari
lebih lanjut), dan persamaan garis ini adalah xy 5,0= .
Gb.1.2. Kurva dari fungsi xy 5,0====
∆x
∆y
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
-1
0 1 2 3 4 x
y R
P
Q
5
Dengan contoh ini, relasi (1.2) yang merupakan relasi fungsional,
setelah berbentuk kurva berubah menjadi sebuah persamaan yaitu
persamaan dari kurva yang diperoleh. Ruas kiri dan kanan
persamaan ini menjadi berimbang karena melalui kurva tersebut kita
bisa mendapatkan dengan mudah nilai y jika diketahui nilai x, dan
sebaliknya kita juga dapat memperoleh nilai x jika diketahui nilai y.
Dengan contoh di atas kita mengerti bahwa fungsi xy 5,0= membentuk
kurva dengan persamaan xy 5,0= di bidang x-y. Dalam contoh ini titik-
titik P, Q, dan R terletak pada garis tersebut dengan koordinat P[-1,-0,5],
Q[2,1], R[3,1.5]. Pengertian tentang fungsi dan persamaan kurva ini
perlu kita fahami benar karena kedua istilah ini akan muncul secara
paralel dalam pembahasan bentuk-bentuk geometris.
Kekontinyuan. Suatu fungsi yang kontinyu dalam suatu rentang nilai x
tertentu, akan membentuk kurva yang tidak terputus dalam rentang
tersebut. Syarat untuk terjadinya fungsi yang kontinyu dinyatakan
sebagai berikut:
Suatu fungsi y = f(x) yang terdefinisi di sekitar x = c dikatakan
kontinyu di x = c jika dipenuhi dua syarat:
(1) fungsi tersebut memiliki nilai yang terdefinisi sebesar f(c) di x =
c;
(2) nilai f(x) akan menuju f(c) jika x menuju c; pernyataan ini kita
tuliskan sebagai )()(lim cfxfcx
=→
yang kita baca limit f(x)
untuk x menuju c sama dengan f(c).
Contoh: Kita lihat misalnya fungsi y = 1/x. Pada x = 0 fungsi ini
tidak terdefinisi karena 1/0 tidak dapat kita tentukan berapa nilainya;
)(lim xfcx→
tidak terdefinisi jika x menuju nol. Kedua persyaratan
kekontinyuan tidak dipenuhi; ia merupakan fungsi tak-kontinyu di x
= 0. Hal ini berbeda dengan fungsi yang terdefinisikan di x = 0
(lihat selanjutnya ulasan di Bab-3) sebagai
0untuk 0
0untuk 1 ),(
<=
≥==
xy
xyxuy
6 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
yang bernilai 0 untuk x < 0 dan bernilai 1 untuk x ≥ 0. Perhatikan
Gb.1.3.
Tak terdefinikan di x = 0.
Terdefinisikan di x = 0
Gb.1.3. Fungsi xy /1= dan y =u(x)
Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
a) jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka
kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva
fungsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
c) jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva
fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.
d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y,
kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
Contoh: Perhatikan contoh pada Gb.1.4. berikut ini.
Kurva y = 0,3x2 simetris terhadap sumbu-y. Jika kita ganti nilai x =
2 dengan x = - 2, nilai tidak berubah karena x berpangkat genap.
y = 1/x
y = 1/x
y
x
-1
0
1
-10 -5 0 5 10
y
x
y = u(x) 1
0 0
7
Kurva y = 0,05x3 simetris terhadap titik-asal [0,0]. Di sini x
berpangkat ganjil sehingga fungsi tidak akan berubah jika x diganti
– x dan y diganti – y.
Kurva 922 =+ yx simetris terhadap sumbu-x, simetris terhadap
sumbu-y, simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III, dan juga
simetris terhadap garis-bagi kuadran II dan IV.
Gb.1.4. Contoh-contoh kurva fungsi yang memiliki simetri.
1.4. Bentuk Implisit
Suatu fungsi kebanyakan dinyatakan dalam bentuk eksplisit dimana
peubah-tak-bebas y secara eksplisit dinyatakan dalam x, seperti
)(xfy = . Namun sering kali kita jumpai pula bentuk implisit di mana
nilai y tidak diberikan secara eksplisit dalam x. Berikut ini adalah
beberapa contoh bentuk implisisit.
8
1
1
22
2
22
=++
=
=
=+
yxyx
xy
xy
yx
(1.3)
-6
-3
0
3
6
-6 -3 0 3 6
y = 0,3x2
y = 0,05x3
y2 + x
2 = 9
x
y
tidak berubah jika x dan y
diganti dengan −x dan −y
tidak berubah bila x diganti −x
tidak berubah jika
x diganti −x x dan y diganti dengan −x dan −y x dan y dipertukarkan
y diganti dengan −y
8 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, setiap nilai peubah-bebas x
akan memberikan satu atau lebih nilai peubah-tak-bebas y. Contoh
pertama sampai ke-tiga pada (1.3) dengan mudah kita ubah dalam bentuk
eksplisit sehingga untuk menggambarkan fungsi tersebut kedalam sistem
koordinat x-y dengan menggunakan tabel tidaklah terlalu sulit. Contoh
yang ke-empat agak sulit, namun persamaan tersebut dapat dijadikan
bentuk persamaan kuadrat
822 =++ yxyx ⇒ 0)8( 22 =−++ xxyy
yang akar-akarnya adalah
2
)8(4,
22
21
−−±−=
xxxyy
Nilai y1 dan y2 dapat dihitung untuk setiap x yang masih memberikan
nilai nyata untuk y. Perhatikan bahwa akar-akar persamaan ini dapat kita
tuliskan sebagai
2
)8(4
2
22 −−±
−=
xxxy (1.4)
yang merupakan bentuk pernyataan eksplisit )(xfy = . Kurva fungsi
ini terlihat pada Gb.1.5.
Gb.1.5. Kurva 2
)8(4
2
22 −−±
−=
xxxy
-8
-4
0
4
8
-4 -2 0 2 4 x
y
9
1.5. Fungsi Bernilai Tunggal dan Fungsi Bernilai Banyak
Fungsi Bernilai Tunggal. Fungsi yang hanya memiliki satu nilai
peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas, disebut fungsi
bernilai tunggal. Berikut ini contoh fungsi bernilai tunggal.
1). 25,0 xy = .
Pada fungsi ini setiap nilai x hanya memberikan satu nilai y. Kurva
dari fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.6. Kita tahu bahwa kurva
fungsi ini simetris terhadap sumbu-y namun dalam gambar ini
terutama diperlihatkan rentang x ≥ 0.
Gb.1.6. Kurva 25,0 xy =
2). xy += .
Pada fungsi ini, y hanya mengambil nilai positif. Oleh karena itu ia
bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb 1.7.
Gb.1.7. Kurva xy +=
0
0,4
0,8
1,2
1,6
0 0,5 1 1,5 2x
y
0
2
4
6
8
-1 0 1 2 3 4x
y
10 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
3). xy −= .
Peubah tak-bebas y hanya mengambil nilai negatif. Oleh karena itu
ia bernilai tunggal dengan kurva seperti terlihat pada Gb.1.8.
Sesungguhnya kurva fungsi ini adalah pasangan dari kurva
xy += . Hal ini terlihat pada Gb.1.11 di mana y mengambil nilai
baik positif maupun negatif.
Gb.1.8. Kurva xy −=
4). xy 10log= .
Sebelum melihat kurva fungsi ini ada baiknya kita mengingat
kembali tentang logaritma.
log10 adalah logaritma dengan basis 10; log10a berarti
berapakah 10 harus dipangkatkan agar diperoleh a. Jadi
xy 10log= berarti xy =10
01log101 ==y ;
31000log102 ==y ;
30103,02log103 ==y ; ...dst.
Kurva fungsi xy 10log= terlihat pada Gb.1.9.
Gb.1.9. Kurva xy 10log=
-1,6
-1,2
-0,8
-0,4
00 0, 1 1, 2x
y
-0,8
-0,4
0
0,4
0,8
0 1 2 3 4x
y
11
5). 2xxy == .
Fungsi ini berlaku untuk nilai x negatif maupun positif.
Perhatikanlah bahwa 2
x tidak hanya sama dengan x, melainkan
± x. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.1.10.
Gb.1.10. Kurva y = |x| = √x2
Fungsi Bernilai Banyak. Jika untuk satu nilai peubah-bebas terdapat
lebih dari satu nilai peubah-tak-bebas, fungsi tersebut disebut bernilai
banyak. Berikut ini adalah contoh fungsi bernilai banyak.
1). Fungsi xy ±= .
Perhatikan bahwa ada dua nilai y untuk setiap nilai x. Sesungguhnya
x bernilai ± x dan bukan hanya x saja. Kurva fungsi ini terlihat
pada Gb.1.11. Jika y hanya mengambil nilai positif atau negatif
saja, fungsi akan menjadi bernilai tunggal, sebagaimana disebutkan
pada contoh 2 dan 3 pada fungsi bernilai tunggal .
Gb.1.11. Kurva xy ±=
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3x
y
0
1
2
3
4
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4x
y
12 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
2). Fungsi x
y12 = .
Fungsi ini bernilai banyak; ada dua nilai y untuk setiap nilai x.
Kurva fungsi ini diperlihatkan pada Gb.1.12.
Gb.1.12. Kurva xy /12 = ⇒ xy /1±=
1.6. Fungsi Dengan Banyak Peubah Bebas
Fungsi dengan banyak peubah bebas tidak hanya tergantung dari satu
peubah bebas saja, x, tetapi juga tergantung dari peubah bebas yang lain.
Misalkan suatu fungsi dengan dua peubah bebas x dan t dinyatakan
sebagai
),( txfy = (1.5)
Sesungguhnya dalam peristiwa fisis banyak fungsi yang merupakan
fungsi dengan peubah-bebas banyak, misalnya persamaan gelombang
berjalan. Simpangan gelombang berjalan merupakan fungsi dari posisi
(x) dan waktu (t).
Secara umum kita menuliskan fungsi dengan peubah-bebas banyak
sebagai
),,,,( vuzyxfw = (1.6)
untuk menyatakan secara eksplisit fungsi w dengan peubah bebas x, y,
z,u,dan v.
Fungsi dengan peubah bebas banyak juga mungkin bernilai banyak,
misalnya
-10
-5
0
5
10
0 1 2 3x
y
13
2222 zyx ++=ρ (1.7)
Fungsi ini akan bernilai tunggal jika kita hanya meninjau nilai positif
dari ρ dan kita nyatakan fungsi yang bernilai tunggal ini sebagai
222 zyx +++=ρ (1.8)
1.7. Sistem Koordinat Polar
Selain sistem koordinat sudut-siku di mana posisi titik dinyatakan dalam
skala sumbu-x dan sumbu-y, kita mengenal pula sistem koordinat polar.
Dalam sistem koordinat polar ini posisi titik dinyatakan oleh jarak titik
ke titik asal [0,0] yang diberi simbol r, dan sudut yang terbentuk antara r
dengan sumbu-x yang diberi simbol θ. Kalau dalam koordinat sudut-siku
posisi titik dinyatakan sebagai P(x,y) maka dalam koordinat polar
dinyatakan sebagai P(r,θ).
Hubungan antara koordinat susut siku dan koordinat polar adalah
θ= sinry ;
θ= cosrx ;
22 yxr +=
)/(tan 1 xy−=θ
Hubungan ini terlihat pada Gb.1.13.
Gb.1.13. Hubungan koordinat sudut-siku dan koordinat polar.
x
P
θ
r
y
rsinθ
rcosθ
14 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
1.8. Fungsi Parametrik
Dalam koordinat sudut-siku fungsi )(xfy = mungkin juga dituliskan
sebagai
)(tyy = )(txx = (1.10)
jika y dan x masing-masing tergantung dari peubah lain t. Fungsi yang
demikian disebut fungsi parametrik dengan t sebagai parameter.
1.9. Pembatasan Bahasan dan Sajian Bahasan
Dalam buku ini kita hanya akan membahas fungsi-fungsi dengan peubah
bebas tunggal sedangkan fungsi dengan banyak peubah bebas dibahas di
buku lain. Kita juga membatasi diri hanya pada bilangan nyata. Bilangan
kompleks belum akan kita bahas sehingga fungsi-fungsi kompleks tidak
dicakup oleh buku ini.
Bahasan dari Bab-2 mengenai fungsi linier sampai dengan Bab-16
mengenai persamaan diferensial dilakukan dalam pengertian koordinat
sudut-siku. Koordinat polar dibahas pada Bab-17.
15
Bab 2
Fungsi Linier
2.1. Fungsi Tetapan
Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari −∞ sampai +∞.
Kita tuliskan
ky = [2.1]
dengan k bilangan-nyata. Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.2.1. berupa
garis lurus mendatar sejajar sumbu-x, dalam rentang nilai x dari −∞
sampai +∞.
-4
0
5
-5 0 5 x
y
y = 4
y = −3,5
Gb.2.1. Fungsi tetapan (konstan):
4=y dan 5,3−=y .
2.2. Fungsi Linier - Persamaan Garis Lurus
Persamaan (2.1) adalah satu contoh persamaan garis lurus yang
merupakan garis mendatar sejajar sumbu-x, dengan kurva seperti
terlihat pada Gb.2.1. Kurva yang juga merupakan garis lurus tetapi tidak
sejajar sumbu-x adalah kurva yang memiliki kemiringan tertentu.
Kemiringan garis ini adalah perbandingan antara perubahan y terhadap
perubahan x, atau kita tuliskan
∆
∆==
" delta"
" delta" :dibaca , kemiringan
x
y
x
ym (2.2)
16 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Dalam hal garis lurus, rasio x
y
∆
∆ memberikan hasil yang sama di titik
manapun kita menghitungnya. Artinya suatu garis lurus hanya
mempunyai satu nilai kemiringan, yaitu yang diberikan oleh m pada
fungsi mxy = . Gb.2.2. berikut ini memperlihatkan empat contoh kurva
garis lurus yang semuanya melewati titik-asal [0,0] akan tetapi dengan
kemiringan yang berbeda-beda. Garis xy = lebih miring dari
xy 5,0= , garis xy 2= lebih miring dari xy = dan jauh lebih miring
dari xy 5,0= , dan ketiganya miring ke atas. Makin besar nilai m, garis
akan semakin miring. Garis yang ke-empat memiliki m negatif −1,5 dan
ia miring ke bawah (menurun).
Gb.2.2. Empat contoh kurva garis lurus mxy = .
Secara umum, persamaan garis lurus yang melalui titik-asal [0,0] adalah
mxy = (2.3)
dengan m menunjukkan kemiringan garis; makin besar nilai m garis akan
semakin miring. Jika m bernilai positif, garis miring ke atas (naik). Jika
m bernilai negatif, garis akan miring ke bawah (menurun).
2.3. Pergeseran Kurva dan Persamaan Garis
Bagaimanakah persamaan garis lurus jika ia tidak melalui titik-asal [0,0]
melainkan memotong sumbu-y misalnya di titik [0,2]? Misalkan garis ini
memiliki kemiringan 2. Setiap nilai y pada garis ini untuk suatu nilai x,
sama dengan nilai y pada garis yang melalui [0,0], yaitu y = 2x, ditambah
2. Oleh karena itu kita dapat menuliskan persamaa garis ini sebagai
22 += xy . Perhatikan Gb.2.3.
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-1 0 1 2 3 4x
y
y = 0,5x y = x
y = 2x
y = -1,5 x
17
Gb.2.3. Garis lurus melalui titik [0,2], kemiringan 2.
Secara umum, persamaan garis dengan kemiringan m dan memotong
sumbu-y di [0,b] adalah
mxby =− )( (2.4)
b bisa positif ataupun negatif. Jika b positif, maka garis tergeser ke arah
sumbu-y positif (ke atas) yang berarti garis memotong sumbu-y di atas
titik [0,0]. Jika b negatif, garis tergeser kearah sumbu-y negatif (ke
bawah); ia memotong sumbu-y di bawah titik [0,0]. Secara singkat, b
pada (2.4) menunjukkan pergeseran kurva y sepanjang sumbu-y.
Kita lihat sekarang garis yang memiliki kemiringan 2 dan memotong
sumbu-x di titik [a,0], misalnya di titik [1,0]. Lihat Gb.2.4.
Dibandingkan dengan garis yang melalui titik [0,0] yaitu garis xy 2= ,
setiap nilai y pada garis ini terjadi pada (x−1) pada garis xy 2= ; atau
dengan kata lain nilai y pada garis ini diperoleh dengan menggantikan
nilai x pada garis xy 2= dengan (x−1). Contoh: y = 2,8 pada garis ini
terjadi pada x = x1 dan hal ini terjadi pada )1( 1 −= xx pada kurva
xy 2= .
Gb.2.4. Garis lurus melalui titik [1,0].
x1 x1−1
y = 2x
-4
-2
2
4
6
8
-1 0 1 2 3 4x
y
0
y =2(x–1)
y = 2x
y = 2x + 2
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-1 0 1 2 3 4 x
18 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Secara umum persamaan garis yang melalui titik [a,0] dengan
kemiringan m kita peroleh dengan menggantikan x pada persamaan
mxy = dengan (x−a). Persamaan garis ini adalah
)( axmy −= (2.5)
Pada persamaan (2.5), jika a positif garis mxy ==== tergeser ke arah
sumbu-x positif (ke kanan); dan jika a negatif garis itu tergeser ke arah
sumbu-x negatif (ke kiri). Secara singkat a pada (2.5) menunjukkan
pergeseran kurva y sejajar sumbu-x.
Pada contoh di atas, dengan tergesernya kurva ke arah kanan dan
memotong sumbu-x di titik [1,0] ia memotong sumbu-y di titik [0,-2].
Suatu garis yang titik perpotongannya dengan kedua sumbu diketahui,
pastilah kemiringannya diketahui. Dalam contoh di atas, kemiringannya
adalah
21
2
1
)2(0========
−−−−−−−−========
x
ym
∆∆
dan persamaan garis adalah
22 −= xy (2.6)
Bandingkanlah persamaan ini dengan persamaan (2.4), dengan
memberikan m = 2 dan b = −2.
Secara umum, persamaan garis yang memotong sumbu-sumbu koordinat
di [a,0] dan [0,b] adalah
a
bmbmxy −=+= dengan (2.7)
Contoh:
-4
-2
2
4
6
8
-1 0 1 2 3 4x
y
0
garis memotong sumbu x di 2,
dan memotong sumbu y di 4
Persamaan garis: 4242
4+−=+−= xxy
19
Bagaimanakah persamaan garis lurus yang tidak terlihat perpotongannya
dengan sumbu-sumbu koordinat? Persamaan garis demikian ini dapat
dicari jika diketahui koordinat dua titik yang ada pada garis tersebut.
Lihat Gb.2.5.
Pada Gb.2.5. kemiringan garis dengan mudah kita peroleh, yaitu
)(
)(
12
12
xx
yy
x
ym
−
−=
∆
∆= (2.8)
Gb.2.5. Garis lurus melalui dua titik.
Persamaan (2.8) ini harus berlaku untuk semua garis yang melalui dua
titik yang diketahui koordinatnya. Jadi secara umum harus berlaku
12
12
xx
yym
−
−= (2.9)
Dengan demikian maka persamaan garis yang memiliki kemiringan ini
adalah
xxx
yymxy
11
12
−
−== (2.10)
Persamaan (2.10) inilah persamaan garis lurus melalui titik asal dan
sejajar dengan garis melalui dua titik (x1,y1) dan (x2,y2).
Contoh: Carilah persamaan garis yang melalui dua titik P(5,7)
dan Q(1,2).
[x1,y1]
[x2,y2]
-4
-2
0
2
4
6
8
-1 0 1 3x
y
2
20 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kemiringan garis ini adalah 25,115
27=
−
−=
−
−=
Qp
QP
xx
yyy
Garis dengan kemiringan ini dan melalui titik asal adalah
xy 25,1=
Perhatikan bahwa persamaan ini adalah persamaan garis yang
melalui titik asal, dan sejajar dengan garis yang melalui titik
P(5,7) dan Q(1,2) . Kita masih harus mencari perpotongannya
dengan salah satu sumbu agar kita dapatkan persamaan garis yang
melalui titik P dan Q tersebut. Untuk itu kita perhatikan hal
berikut lebih dulu.
Kita bisa melihat secara umum, bahwa kurva suatu fungsi
)(xfy =
akan tergeser sejajar sumbu-x sebesar x1 skala jika x diganti dengan (x −
x1), dan tergeser sejajar sumbu-y sebesar y1 skala jika y diganti dengan (y
− y1)
)(xfy = menjadi )( 1xxfy −= atau )(1 xfyy =− (2.11)
Walaupun (2.11) diperoleh melalui pembahasan fungsi linier, namun ia
berlaku pula untuk fungsi non linier. Fungsi non linier memberikan
kurva garis lengkung yang akan kita pelajari dalam bab-bab selanjutnya.
Contoh:
y + 2 = 2x (pergeseran –2
searah sumbu-y) y = 2x
-4
-2
2
4
6
8
-1 0 1 2 3 4x
y
0
kurva semula
atau
y = 2(x – 1) (pergeseran +1
searah sumbu-x)
21
Contoh: Kita kembali pada contoh sebelumnya, yaitu persamaan
garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2). Persamaan garis
seharusnya adalah xby 25,1=− atau )(25,1 axy −= . Nilai a dan
b dapat kita peroleh jika kita masukkan koordinat titik yang
diketahui, misalnya P(5,7). Dengan memasukkan koordinat titik
ini kita dapatkan persamaan 525,17 ×=− b atau )5(25,17 a−= .
Dari sini kita akan mendapatkan nilai a = −0,6 dan juga b = 0,75
sehingga persamaan garis yang melalui titik P(5,7) dan Q(1,2)
dapat diperoleh, yaitu xy 25,175,0 =− atau )6,0(25,1 += xy .
Garis ini memotong sumbu-y di +0,75 dan memotong sumbu-x di
−0,6.
2.4. Perpotongan Garis
Dua garis lurus
111 bxay += dan 222 bxay +=
berpotongan di titik P sehingga koordinat P memenuhi 21 yy =
2p21P1 bxabxa +=+
sehingga
2P2P1P1P
21
12P
atau
bxaybxay
aa
bbx
+=+=⇒
−
−=⇒
(2.12)
Contoh:
Titik potong dua garis 84dan 32 21 −=+= xyxy
112843221 =→−=+→= xxxyy
5,52
11P ==x ; 1435,5232P =+×=+= xy
atau 1485,54P =−×=y
Jadi titik potong adalah 14] P[(5,5), . Perhatikan Gb.2.6. berikut
ini.
22 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.2.6. Perpotongan dua garis.
Jika kedua garis memiliki kemiringan yang sama sudah barang tentu kita
tak akan memperoleh titik potong karena mereka sejajar; dikatakan juga
mereka berpotongan di ∞.
Contoh: Dua garis 84dan 34 21 −=+= xyxy adalah
sejajar.
2.5. Pembagian Skala Pada Sumbu Koordinat
Pada penggambaran kurva-kurva di atas, panjang per skala kedua sumbu
koordinat tidak sama. Apabila panjang per skala dibuat sama kita akan
memiliki kemiringan garis
θ= tanm (2.13)
dengan θ adalah sudut yang dibentuk oleh garis lurus dengan sumbu-x
atau dengan garis mendatar, seperti pada Gb.2.7.
Gb.2.7. Panjang per skala sama di sumbu-x dan y.
-30
-20
-10
0
10
20
30
-10 -5 0 5 10
y
x
P ⇒ Koordinat P memenuhi
persamaan y1 maupun y2.
y2
y1
−5
y
x | |
−
−
5
5 θ= tanm
θ
23
Sesungguhnya formulasi (2.13) berlaku umum, baik untuk pembagian
skala di kedua sumbu koordinat sama besar ataupun tidak. Namun jika
pembagian skala tersebut sama besar, sudut θ yang terlihat dalam grafik
menunjukkan kemiringan garis sebenarnya; jika pembagian tidak sama
besar sudut θ yang terlihat pada grafik bukanlah sudut sebenarnya
sehingga sudut θ sebenarnya harus dihitung dari formula (2.13) dan
bukan dilihat dari grafik.
2.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri
Pada fungsi linier baxmy +−= )( , peubah y akan selalu memiliki nilai,
berapapun x. Peubah x bisa bernilai dari −∞ sampai +∞. Fungsi ini juga
kontinyu dalam rentang tersebut.
Kurva fungsi mxy = simetris terhadap titik asal [0,0] karena fungsi ini
tak berubah jika y diganti dengan −y dan x diganti dengan −x.
2.7. Contoh-Contoh Fungsi Linier
Contoh-contoh fungsi linier berikut ini mamberikan gambaran bahwa
fungsi linier dengan kurva yang kita gambarkan berbentuk garis lurus,
merupakan bentuk fungsi yang biasa kita jumpai dalam praktik rekayasa.
1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan
memperoleh percepatan.
maF = ; a adalah percepatan
Jika tidak ada gaya lain yang melawan F, maka dengan percepatan a
benda akan memiliki kecepatan sebagai fungsi waktu sebagai
atvtv += 0)(
v kecepatan gerak benda, v0 kecepatan awal, t waktu. Jika kecepatan
awal adalah nol maka kecepatan gerak benda pada waktu t adalah
attv =)(
2) Dalam tabung katoda, jika beda tegangan antara anoda dan katoda
adalah V , dan jarak antara anoda dan katoda adalah l maka antara
anoda dan katoda terdapat medan listrik sebesar
24 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
l
VE =
Elektron yang
muncul di
permukaan katoda
akan mendapat
percepatan dari
adanya medan
listrik sebesar
eEa =
a adalah percepatan yang dialami elektron, e muatan elektron, E
medan listrik. Jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan waktu
tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan elektron pada
waktu mencapai katoda adalah
atvk =
3) Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada
posisi semula jika tarikan yang dilakukan masih dalam batas
elastisitas pegas. Gaya yang diperlukan untuk menarik pegas
sepanjang x merupakan fungsi linier dari x.
kxF =
dengan k adalah konstanta pegas.
4) Dalam sebatang logam sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i
jika antara ujung-ujung logam diberi perbedaan tegangan sebesar V.
Arus yang mengalir merupakan fungsi linier dari tegangan dengan
relasi
R
VGVi == , dengan
RG
1=
G adalah tetapan yang disebut konduktansi listrik dan R disebut
resistansi listrik.Persamaan ini juga bisa dituliskan
iRV =
yang dikenal sebagai relasi hukum Ohm dalam kelistrikan.
Jika penampang logam adalah A dan rata sepanjang logam, maka
resistansi dapat dinyatakan dengan
A
lR
ρ=
]]]] anoda katoda
l
25
ρ disebut resistivitas bahan logam.
Kerapatan arus dalam logam adalah A
ij = dan dari persamaan di
atas kita peroleh
El
V
RA
V
A
ij σ=
ρ===
1
dengan lVE /= adalah kuat medan listrik dalam logam, ρ=σ /1
adalah konduktivitas bahan logam.
Secara infinitisimal kuat medan listrik adalah gradien potensial atau
gradien dari V yang kita tuliskan dx
dVE = . Mengenai pengertian
gradien akan kita pelajari di Bab-9.
5). Peristiwa difusi. Secara thermodinamis, faktor pendorong untuk
terjadinya difusi,
yaitu penyebaran
materi menembus
materi lain, adalah
adanya perbedaan
konsentrasi. Situasi
ini analog dengan
peristiwa aliran
muatan listrik di mana
faktor pendorong
untuk terjadinya aliran muatan adalah perbedaan tegangan.
Analog dengan peristiwa listrik, fluksi materi yang berdifusi dapat
kita tuliskan sebagai
dx
dCDJ x −=
D adalah koefisien difusi, dC/dx adalah variasi konsentrasi dalam
keadaan mantap di mana C0 dan Cx bernilai konstan. Relasi ini
disebut Hukum Fick Pertama yang secara formal menyatakan bahwa
fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien
konsentrasi; dengan kata lain fluksi materi yang berdifusi merupakan
fungsi linier dari gradien konsentrasi.
xa x
Ca
Cx
materi masuk
di xa
materi keluar
di x
∆x
26 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Berikut ini tersaji soal-soal untuk latihan. Soal-soal ini hanya berkenaan
dengan kurva garis lurus. Namun dengan contoh-contoh di atas kita
menyadari bahwa fungsi linier bukan hanya sekedar pernyataan suatu
garis lurus melainkan suatu bentuk fungsi yang banyak dijumpai dalam
praktik rekayasa.
Soal-Soal
1. Tentukan persamaan garis-garis yang membentuk sisi segi-lima
yang tergambar di bawah ini.
2. Carilah koordinat titik-titik potong dari garis-garis tersebut pada
soal nomer-1 di atas.
3. Carilah persamaan garis yang
a) melalui titik asal (0,0) dan sejajar garis y2;
b) melalui titik asal (0,0) dan sejajar dengan garis y3.
4. Carilah persamaan garis yang melalui
a) titik potong y1 − y2 dan titik potong y3 – y4 ;
b) titik potong y3 − y4 dan titik potong y1 – y5 ;
c) titik potong y1 − y2 dan titik potong y4 – y5.
5. Carilah persamaan garis yang
a) melalui titik potong y1 – y5 dan sejajar dengan garis y2 ;
b) melalui titik potong y4 – y5 dan sejajar dengan garis y1.
-5
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
y1 y2
y3
y4
y5
y
x
27
Bab 3
Gabungan Fungsi Linier
Fungsi-fungsi linier banyak digunakan untuk membuat model dari
perubahan-perubahan besaran fisis. Perubahan besaran fisis mungkin
merupakan fungsi waktu, temperatur, tekanan atau yang lain. Artinya
waktu, temperatur, tekanan dan lainnya itu menjadi peubah bebas, x,
sedangkan besaran fisis yang tergantung padanya merupakan peubah tak
bebas, y.
Pada umumnya perubahan besaran fisis terjadi secara tidak linier. Jika
dalam batas-batas tertentu perubahan tersebut dapat dianggap linier,
besaran fisis tersebut dapat dimodelkan dengan memanfaatkan fungsi-
fungsi linier dan model ini kita sebut model linier dari besaran fisis
tersebut. Fungsi-fungsi berikut ini biasa dijumpai dalam analisis
rangkaian listrik.
3.1. Fungsi Anak Tangga
Fungsi tetapan membentang pada nilai x dari −∞ sampai +∞. Jika kita
menginginkan fungsi bernilai konstan yang muncul pada x = 0 dan
membentang hanya pada arah x positif, kita memerlukan fungsi lain yang
disebut fungsi anak tangga satuan yang didefinisikan bernilai nol untuk
x < 0, dan bernilai satu untuk x ≥ 0 dan dituliskan sebagai )(xu . Jadi
0untuk 0
0untuk 1)(
<=
≥=
x
xxu (3.1)
Jika suatu fungsi tetapan ky ==== dikalikan dengan fungsi anak tangga
satuan, akan kita peroleh suatu fungsi lain yang kita sebut fungsi anak
tangga (disebut juga undak), yaitu
)(xkuy = (3.2)
Fungsi anak tangga (3.2) bernilai nol untuk x < 0, dan bernilai k untuk x
≥ 0. Gb.3.1. memperlihatkan kurva dua fungsi anak tangga. Fungsi
)(5,3 xuy = dan fungsi )(5,2 xuy −= yang bernilai nol untuk x < 0
dan bernilai 3,5 dan −2,5 untuk x ≥ 0.
28 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
-4
0
5
-5 0 5 x
y
y = 3,5 u(x)
y = −2,5 u(x)
Gb.3.1. Fungsi anak tangga.
Fungsi anak tangga seperti (3.2) dikatakan mulai muncul pada x = 0 dan
k disebut amplitudo. Kita lihat sekarang fungsi anak tangga yang baru
muncul pada x = a. Ini tidak lain adalah fungsi anak tangga tergeser.
Fungsi demikian ini dinyatakan dengan mengganti peubah x dengan
)( ax − . Dengan demikian maka fungsi anak tangga
)( axkuy −= (3.3)
merupakan fungsi yang mulai muncul pada x = a dan disebut fungsi anak
tangga tergeser dengan pergeseran sebesar a. Jika a positif fungsi ini
bergeser ke arah positif sumbu-x dan jika negatif bergeser ke arah negatif
sumbu-x. Gb.3.2. memperlihatkan kurva fungsi seperti ini.
-4
0
5
-5 0 5 x
y
y = 3,5 u(x−1)
1
Gb.3.2. Kurva fungsi anak tangga tergeser.
Perhatikanlah bahwa fungsi anak tangga memiliki nilai yang terdefinisi
di x = 0. Oleh karena itu fungsi ini kontinyu di x = 0, berbeda dengan
fungsi y = 1/x yang tidak terdefinisi di x = 0 (telah disinggung di Bab-1).
29
3.2. Fungsi Ramp
Telah kita lihat bahwa fungsi y = ax berupa garis lurus dengan
kemiringan a, melalui titik [0,0], membentang dari x = -∞ sampai x = +∞.
Fungsi ramp terbentuk jika persamaan garis tersebut bernilai nol untuk x
< 0, yang dapat diperoleh dengan mengalikan ax dengan fungsi anak
tangga satuan u(x) (yang telah didefisisikan lebih dulu bernilai nol untuk
x < 0). Jadi persamaan fungsi ramp adalah
)(xaxuy = (3.4)
Jika kemiringan a = 1, fungsi tersebut menjadi fungsi ramp satuan.
Fungsi ramp tergeser adalah
)()( gxugxay −−= (3.5)
dengan g adalah pergeserannya. Perhatikanlah bahwa pada (3.5)
bagian )(1 gxay −= adalah fungsi linier tergeser sedangkan
)(2 gxuy −= adalah fungsi anak tangga satuan yang tergeser. Gb.3.3.
memperlihatkan kurva fungsi ramp satuan )(1 xxuy = , fungsi ramp
)(22 xxuy = , dan fungsi ramp tergeser )2()2(5,13 −−= xuxy .
Gb.3.3. Ramp satuan y1 = xu(x), ramp y2 = 2xu(x),
ramp tergeser y3 = 1,5(x-2)u(x-2).
3.3. Pulsa
Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan
menghilang pada x2>x1. Bentuk pulsa ini dapat dinyatakan dengan
gabungan dua fungsi anak tangga, yang memiliki amplitudo sama tetapi
0
1
2
3
4
5
6
-1 0 1 2 3 4 x
y
y1 = xu(x) y2 = 2xu(x)
y3 = 1,5(x-2)u(x-2)
30 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
berlawanan amplitudo dan berbeda pergeserannya. Persamaan umumnya
adalah
)()( 21 xxauxxauy −−−= (3.6)
x1 menunjukkan pergeseran fungsi anak tangga yang pertama dan x2
adalah pergeseran fungsi anak tangga yang ke-dua, dengan x2 > x1.
Penjumlahan kedua fungsi anak tangga inilah yang memberikan bentuk
pulsa, yang muncul pada x = x1 dan menghilang pada x = x2. Selisih
)( 12 xx − disebut lebar pulsa
12 xxpulsalebar −= (3.7)
Gb.3.4. memperlihatkan pulsa dengan amplitudo 2, yang muncul pada x
= 1 dan menghilang pada x = 2, yang persamaannya adalah
{ })2()1(2
)2(2)1(2
−−−=
−−−=
xuxu
xuxuy
Gb.3.4. Fungsi pulsa 2u(x-1)-2u(x-2)
Apa yanga berada dalam tanda kurung pada persamaan terakhir ini, yaitu
{ })2()1( −−−=′ xuxuy , adalah pulsa beramplitudo 1 yang muncul pada
x = 1 dan berakhir pada x = 2. Secara umum pulsa beramplitudo A yang
muncul pada x = x1 dan berakhir pada x = x2 adalah
{ })()( 21 xxuxxuAy −−−=′ ; lebar pulsa ini adalah (x2 – x1).
Contoh lain: Pulsa yang muncul pada x = 0, dengan lebar pulsa 3
dan amplitudo 4, memiliki persamaan { })3()(4 −−= xuxuy .
y1=2u(x-1)
y2=-2u(x-2)
y1+y2= 2u(x-1)-2u(x-2)
lebar
pulsa
-2
-1
0
1
2
-1 0 1 2 3 4x
31
Fungsi pulsa memiliki nilai hanya dalam selang tertentu yaitu sebesar
lebar pulsanya, )( 12 xx − , dan di luar selang ini nilanya nol. Oleh karena
itu fungsi apapun yang dikalikan dengan fungsi pulsa, akan memiliki
nilai hanya dalam selang di mana fungsi pulsanya juga memiliki nilai.
Dalam praktek, fungsi pulsa terjadi berulang secara periodik. Gb.3.5.
memperlihatkan deretan pulsa
Gb.3.5. Deretan Pulsa.
Peubah x biasanya adalah waktu. Selang waktu di mana pulsa muncul
biasa diberi simbol ton sedangkan selang waktu di mana ia menghilang
diberi simbol toff. Satu perioda T = ton + toff. Nilai rata-rata deretan pulsa
adalah
makson
rr yT
ty =pulsa (3.8)
dengan ymaks adalah amplitudo pulsa.
3.4. Perkalian Ramp dan Pulsa.
Persamaan umumnya adalah
{ } )()()( 21 xxuxxuAxmxuy −−−×= (3.9)
dengan m dan A berturut-turut adalah kemiringan kurva ramp dan
amplitudo pulsa. Persamaan (3.9) dapat kita tulis
{ })()( 21 xxuxxumAxy −−−=
Perhatikan bahwa 1)( =xu karena ia adalah fungsi anak tangga satuan.
Gb.3.6. memperlihatkan perkalian fungsi ramp )(21 xxuy = dengan
fungsi pulsa { })3()1(5,12 −−−= xuxuy yang hanya memiliki nilai
antara x = 1 dan x = 3. Perhatikan bahwa hasil kalinya hanya memiliki
perioda
x
y
32 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
nilai antara x = 1 dan x = 3, dengan kemiringan yang merupakan hasil
kali antara amplitudo pulsa dengan kemiringan ramp.
{ }{ })3()1(3
)3()1(5,1)(2213
−−−=
−−−×==
xuxux
xuxuxxuyyy
Gb.3.6. Perkalian fungsi ramp y1 dan pulsa y2.
Perkalian fungsi ramp )(1 xmxuy = dengan pulsa { })()(12 bxuxuy −−=
membentuk fungsi gigi gergaji { })()()1( bxuxuxmy −−×= yang
muncul pada t = 0 dengan kemiringan m dan lebar b. (Gb.3.7).
Gb.3.7. Kurva gigi gergaji
Seperti halnya pada pulsa, fungsi gigi gergaji biasanya terjadi secara
periodik, dengan perioda T, seperti terlihat pada Gb.3.8.
Nilai rata-rata fungsi gigi gergaji adalah
2gergaji-gigi maks
rry
y = (3.10)
y1=2xu(x)
y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}
y3 = y1 y2
0
2
4
6
8
10
-1 0 1 2 3 4 5x
0
2
4
6
8
10
-1 0 1 2 3 4 5 x
y y
x b
y2={u(x)-u(x-b)}
y1=mxu(x)
y3 = y1 y2 =mx{u(x)-u(x-b)}
33
dengan ymaks adalah nilai puncak gigi gergaji.
Gb.3.8. Gigi gergaji terjadi secara periodik.
3.5. Gabungan Fungsi Ramp
Penjumlahan fungsi ramp akan berbentuk
.......)()(
)()()(
22
11
+−−+
−−+=
xxuxxc
xxuxxbxaxuy (3.11)
Kita ambil contoh penjumlahan dua fungsi ramp, )(21 xxuy = dan
)2()2(22 −−−= xuxy seperti terlihat pada Gb.3.9. Gabungan dua
fungsi ramp ini akan memiliki nilai konstan mulai dari x = 2, karena
mulai dari titik itu jumlah kedua fungsi adalah nol sehingga fungsi
gabungan akan bernilai sama dengan nilai fungsi yang pertama pada saat
mencapai x = 2.
Gb.3.9. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.
Gb.3.10. memperlihatkan kurva gabungan dua fungsi ramp, )(21 xxuy =
dan )2()2(4 −−−= xuxy . Di sini, fungsi kedua memiliki kemiringan
0
2
4
6
0 1 2 3 4 5
y
x
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
0 1 2 3 4 5x
y
y1=2xu(x)
y2= −2(x−2)u(x−2)
y3= 2xu(x)−2(x−2)u(x−2)
y
34 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
negatif dua kali lipat dari kemiringan positif fungsi yang pertama. Oleh
karena itu fungsi gabungan y3 = y1 + y2 akan menurun mulai dari x = 2.
Gb.3.10. Gabungan ramp y1 dan ramp tergeser y2.
Apabila fungsi gabungan ini kita kalikan dengan fungsi pulsa
)3()1( −−−= xuxuypulsa akan kita peroleh bentuk kurva seperti
terlihat pada Gb.3.11.
Gb.3.11. Kurva {2xu(x)−4xu(x−2)}{u(x-1)-u(x-3)}
Gabungan fungsi ramp dapat digunakan untuk menyatakan bentuk
gelombang segitiga seperti terlihat pada Gb.3.12.
Gb.3.12. Gelombang segitiga.
x
-10
-5
0
5
10
15
0 1 2 3 4 5 x
y
5
y1=2xu(x)
y2= −4(x-2)u(x-2)
y3= {2xu(x)−4(x-2)u(x-2)}{u(x-1)-u(x-3)}
y1=2xu(x)
y2= −4(x−2)u(x−2)
y3= 2xu(x)−4(x−2)u(x−2)
-10
-5
0
5
10
15
0 1 2 3 4 5x
y
35
Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai dalam
bentuk gelombang sinyal di rangkaian listrik, terutama elektronika.
Rangkaian elektronika yang membangkitkan gelombang gigi gergaji
misalnya, kita jumpai dalam osciloscope.
3.6. Domain, Kekontinyuan, Simetri
Fungsi anak tangga satuan yang tergeser )( axuy −= hanya mempunyai
nilai untuk x ≥ a. Oleh karena itu semua bentuk fungsi yang dikalikan
dengan fungsi anak tangga ini juga hanya memiliki nilai pada rentang x ≥
a. Dalam rentang ini pula fungsi anak tangga kontinyu.
Fungsi anak tangga tidak memiliki sumbu simetri. Hanya fungsi yang
memiliki sumbu-x sebagai sumbu simetri yang akan tetap simetris
terhadap sumbu-x apabila dikalikan dengan fungsi anak tangga satuan
yang tergeser.
36 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal
Bentuk-bentuk kurva gabungan fungsi linier banyak kita jumpai pada
bentuk gelombang sinyal dalam rangkaian listrik.
1. Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk kurva fungsi anak
tangga berikut ini :
a) y1: ymaks = 5, muncul pada x = 0.
b) y2: ymaks = 10 , muncul pada x = 1.
c) y3: ymaks = −5 , muncul pada x = 2.
2. Dari fungsi-fungsi di soal nomer 3, gambarkanlah kurva fungsi
berikut ini.
3216315214 c). ; b). ; a). yyyyyyyyyy ++=+=+=
3. Gambarkan dan tentukan persamaan bentuk pulsa berikut ini :
a). Amplitudo 5, lebar pulsa 1, muncul pada x = 0.
b). Amplitudo 10, lebar pulsa 2, muncul pada x=1.
c). Amplitudo −5, lebar pulsa 3, muncul pada x=2.
4. Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik yang berupa deretan
pulsa dengan amplitudo 10, lebar pulsa 20, perioda 50.
5. Gambarkan bentuk kurva fungsi periodik gigi gergaji dengan
amplitudo 10 dan perioda 0,5.
6. Tentukan persamaan siklus pertama
dari kurva periodik yang
digambarkan di samping ini.
7. Tentukan persamaan siklus pertama
dari bentuk kurva periodik yang
digambarkan di samping ini.
5
−3
0 x
y
perioda
1 2 3 4 5 6
−5
0 x
y
perioda
5
1 2 3 4 5 6
37
Bab 4
Mononom dan Polinom
Mononom adalah pernyataan tunggal yang berbentuk kxn, dengan k
adalah tetapan dan n adalah bilangan bulat termasuk nol.
Fungsi polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Berikut ini
beberapa contoh fungsi polinom dalam bentuk eksplisit
5
10
)5(
735
4
3
222
231
=
=
−=
+−+=
y
xy
xy
xxxy
Contoh yang pertama, y1, adalah fungsi polinom berpangkat tiga, yaitu
pangkat tertinggi dari peubah bebas x. Contoh ke-dua, y2, adalah fungsi
berpangkat empat. Contoh y3 dan y4 adalah fungsi mononom berpangkat
satu dan berpangkat nol yang telah kita kenal sebagai fungsi linier dan
fungsi tetapan yang memiliki kurva berbentuk garis lurus.
4.1. Mononom
Mononom Pangkat Dua. Mononom pangkat dua kita pandang sebagai
fungsi genap, kita tuliskan
2kxy = (4.1)
Karena x di-kuadratkan, maka mengganti x dengan −x tidak akan
mengubah fungsi. Kurva akan simetris terhadap sumbu-y. Nilai y hanya
akan negatif manakala k negatif.
Kita ingat bahwa pada fungsi linier kxy = nilai k merupakan
kemiringan dari garis lurus. Jika k positif maka garis akan naik ke arah
positif sumbu-x, dan jika negatif garis akan menurun. Jika k makin besar
kemiringan garis makin tajam.
Pada fungsi mononom pangkat dua, kurva akan berada di atas sumbu-x
jika k positif dan akan berada di bawah sumbu-x jika k negatif . Jika k
makin besar lengkungan kurva akan semakin tajam. Gb. 4.1.
memperlihatkan kurva fungsi (4.1) untuk tiga macam nilai positif k.
38 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Makin besar nilai k akan membuat lengkungan kurva makin tajam.
Perhatikanlah bahwa pada x = 1, nilai y sama dengan k.
Gb.4.1. Kurva fungsi 2kxy = dengan k positif.
Gb.4.2 memperlihatkan bentuk kurva jika k bernilai negatif. Jika kurva
dengan nilai k positif menunjukkan adanya nilai y minimum, yaitu pada
titik [0,0], kurva untuk k negatif menunjukkan adanya nilai y maksimum
pada titik [0,0].
-100
-80
-60
-40
-20
0
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
y = −2x2
y = −10x2
y
x
Gb.4.2. Kurva fungsi 2kxy = dengan k negatif.
Peninjauan pada fungsi polinom akan kita lakukan pada k yang positif;
kita akan melihat bagaimana jika kurva ini digeser. Pergeseran kurva
sebesar a skala sejajar sumbu-x diperoleh dengan menggantikan peubah x
dengan (x − a), dan pergeseran sejajar sumbu-y sebesar b skala diperoleh
dengan mengganti y dengan (y − b). Dengan demikian persamaan
mononom pangkat dua yang tergeser menjadi
2)()( axkby −=− (4.3)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-3 -2 -1 0 1 2 3
y = x2
y = 3x2 y = 5x
2 y
39
Kurva fungsi seperti ini diperlihatkan pada Gb.4.3. untuk a = 0 dan b = 0,
a = 2 dan b = 0, serta a = 2 dan b = 30. Untuk nilai-nilai ini, dengan k =
10, persamaan dapat kita tuliskan menjadi 2
1 10xy =
22 )2(10 −= xy
30)2(10 23 +−= xy
Gb.4.3. Pergeseran kurva mononom pangkat dua.
Perhatikanlah bahwa y2 adalah pergeseran dari y1 ke arah positif sumbu-x
sebesar 2 skala; y3 adalah pergeseran dari y2 ke arah positif sumbu-y
sebesar 30 skala. Bentuk lengkungan kurva tidak berubah.
Mononom Pangkat Genap. Mononom pangkat genap yang lain adalah
berpangkat 4, 6 dan seterusnya. Semua mononom pangkat genap akan
membentuk kurva yang memiliki sifat seperti pada mononom pangkat
dua yaitu simetris terhadap sumbu-y, berada di atas sumbu-x jika k
positif dan berada di bawah sumbu-x jika k negatif. Gb.4.4.
memperlihatkan perbedaan bentuk kurva mononom pangkat genap yang
memiliki koefisien k sama besar.
Kita lihat pada Gb.4.4. bahwa makin tinggi pangkat mononom makin
cepat nilai y bertambah namun hal ini hanya terlihat mulai dari x = 1.
Pada nilai x lebih kecil dari satu, kurva makin landai jika pangkat makin
tinggi. Dengan kata lain lengkungan makin kurang tajam. Hal ini dapat
dimengerti karena pangkat bilangan pecahan bernilai makin kecil jika
pangkat makin besar.
0
50
100
-5 -3 -1 1 3 5x
y1 = 10x2
y2 = 10(x−2)2
y3 = 10(x−2)2 + 30
40 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.4.4. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien
sama.
Telah kita ketahui dalam kasus mononom pangkat dua, bahwa jika
koefisien k makin besar lengkungan menjadi makin tajam. Hal yang
sama terjadi juga pada kurva mononom pangkat genap yang lebih tinggi.
Gb.4.5. memperlihatkan kurva mononom pangkat genap dengan
koefisien yang yang meningkat dengan meningkatnya pangkat.
Gb.4.5. Kurva mononom pangkat genap dengan koefisien tak sama.
Pada Gb.4.5 terlihat bahwa makin besar k, nilai y juga makin cepat
meningkat. Kecepatan peningkatan y dengan koefisien yang lebih besar
sudah mulai terjadi pada nilai x kurang dari satu. Gejala kelandaian pada
nilai x yang kecil tetap terlihat.
Kurva-kurva pada Gb.4.5 adalah kurva mononom dengan koefisien yang
makin besar pada pangkat yang makin besar. Bila koefisien makin
kecilpada pangkat yang makin besar, situasi yang akan terjadi adalah
seperti terlihat pada Gb.4.6 berikut ini.
0
1
2
3
4
5
6
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
y3 = 2x2
y2 = 3x4
y1 = 6x6 y
x
y2 = 2x4
y3 = 2x6
y1 = 2x2
0
1
2
3
y
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 x
41
Gb.4.6. Kurva mononom pangkat genap dengan
koefisien yang makin rendah pada mononom
berpangkat tinggi.
Kelandaian kurva pangkat tinggi tetap terjadi pada nilai x yang kecil.
Kurva pangkat tinggi baru akan menyusul kurva berpangkat rendah pada
nilai x > 1; perpotongan dengan kurva dari fungsi yang berpangkat
rendah terjadi pada nilai y yang besar.
Contoh Fungsi Mononom Pangkat Dua. Kita ambil beberapa contoh
peristiwa fisis.
1). Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan
memperoleh percepatan a sehingga kecepatan benda sebagai fungsi
waktu (apabila kecepatan awal adalah nol) dapat dinyatakan sebagai
attv =)(
(lihat contoh fungsi linier sub-bab-2.7).
Jarak yang ditempuh mulai dari titik awal adalah
2
2
1)( atts =
2). Dalam tabung katoda, jika kecepatan awal elektron adalah nol, dan
waktu tempuh dari anoda ke katoda adalah t, maka kecepatan
elektron pada waktu mencapai katoda adalah
atvk =
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
y = x6
y = 3x4
y = 6x2
42 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
(lihat contoh fungsi linier sub-bab-2.7).
Waktu tempuh dapat dihitung dari formula 2
2
1)( atts = , di mana s(t)
= l.
3). Dalam teori atom, di mana elektron dipandang sebagai gelombang,
fungsi gelombang dari elektron-bebas dibawah pengaruh medan
sentral adalah rje k=ψ dengan k adalah vektor bilangan gelombang
yang searah dengan rambatan gelombang. λ
π=
2k , λ : panjang
gelombang
Energi kinetik elektron sebagai
gelombang, Ek , adalah
ek
m
kE
2
22h
=
me massa electron, h suatu konstanta.
Ek dan k memiliki relasi mononomial
pangkat dua
(Dari Bab-8, ref. [4])
Mononom Pangkat Ganjil. Pangkat ganjil paling kecil adalah 1 dan
dalam hal demikian ini kita mendapatkan persamaan garis kxy = .
Pangkat ganjil berikutnya adalah 3, 5, 7 dan seterusnya. Gb.4.5.
memperlihatkan kurva fungsi mononom berpangkat ganjil.
Kurva fungsi mononom pangkat ganjil simetris terhadap titik asal. Ia
bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x negatif. Makin
tinggi pangkat mononom makin cepat perubahan nilai y untuk x > 1.
]]]] anoda katoda
l
k
Ek
43
Untuk x < 1 kurva makin landai yang berarti makin tajam
“pembengkokan” garis lurus yang terjadi di dalam rentang 11 ≤≤− x .
Gb.4.5. Kurva fungsi mononom pangkat ganjil.
Apabila peningkatan pangkat disertai juga dengan peningkatan koefisien
k, perpotongan kurva dengan garis kxy = bisa terjadi pada nilai x < 1.
4.2. Polinom Pangkat Dua
Fungsi polinom pangkat dua berbentuk
cbxaxy ++= 2 (4.4)
Berikut ini kita akan melihat apa yang terjadi pada proses penambahan
mononom demi mononom. Untuk penggambaran kurva masing-masing
mononom dalam tinjauan fungsi (4.4) diambil semua koefisien mononom
positif. Dengan mengambil nilai-nilai a = 2, b = 15, dan c = 13, kurva
masing-masing mononom diperlihatkan pada Gb.4.6.
Gb.4.6. Kurva masing-masing mononom dari fungsi kuadrat.
y
y1=2x2
x
y3=13
y2=15x
-150
0
150
-10 0
-3
-2
-1
0
1
2
3
-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5
y = 2x y = 2x5
y = 2x3
44 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika kurva y2 = 15x ditambahkan pada y1 = 2x2 maka kurva y1 akan
bertambah tinggi di sebelah kanan titik [0,0] dan menjadi rendah di
sebelah kiri titik [0,0] seperti terlihat pada Gb.4.7.a.
(a)
(b)
(c)
Gb.4.7. Penjumlahan y1 = 2x2 , y2 = 15x, dan y3 = 13
y4 = 2x2+15x
x
y
-150
0
150
-10 0
sumbu simetri y5 = 2x2+15x+13
y4=2x2+15x
−15/2
x
y
-150
0
150
-10 0
sumbu simetri
−15/4
y1=2x2
y4=2x2+15x
x
y
y2=15x
-150
0
150
-10 0
x = −15/2
45
Karena xy 152 = melalui titik [0,0] dan y1 = 2x2
juga melalui titik [0,0]
maka penjumlahan kedua kurva akan memberikan kurva
xxyyy 152 2214 +=+= (4.5)
yang juga melalui titik [0,0]. Selain di x = 0 kurva penjumlahan ini juga
memotong sumbu-x di 2/15−=x karena dua titik ini (yaitu x = 0 dan
2/15−=x ) memenuhi persamaan 0152 23 =+= xxy . Kurva ini
memiliki sumbu simetri yang memotong sumbu-x di 4/15−=x seperti
terlihat pada Gb.4.7.b. Jika kemudian tetapan 13 ditambahkan pada y4
tebentuklah
13152 25 ++= xxy (4.6)
yang merupakan pergeseran dari y4 ke arah positif sumbu-y sebesar 13
skala, seperti terlihat pada Gb.4.7.c.
Kita lihat sekarang bentuk umum fungsi pangkat dua (4.4)
cbxaxy ++= 2
yang dapat kita tuliskan sebagai
a
acb
a
bxa
ca
b
a
bxacx
a
bxay
4
4
2
42
22
222
−−
+=
+−
+=+
+=
(4.7)
Kurva dari fungsi (4.7) ini dapat kita fahami sebagai berikut: kurva y
adalah kurva y = ax2 yang tergeser sejajar sumbu-x sejauh
a
b
2−
kemudian tergeser lagi sejajar sumbu-y sejauh
−−
a
acb
4
42
.
Perhatikan Gb.4.8.
46 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.4.8. Pergeseran kurva y = ax2 sejajar sumbu-x ke kiri
sejauh
–b/2a kemudian tergeser lagi sejajar sumbu-y ke bawah
sejauh –(b2−4ac)/4a.
Sumbu simetri terletak pada a
bx
2−= dan kurva memotong sumbu-x di
sebelah kiri dan kanan sumbu simetri ini, yaitu di x1 dan x2 . Dari
persamaan (4.7) kita dapatkan
04
4
2
22
=−
−
+=
a
acb
a
bxay →
a
acb
a
bxa
4
4
2
22 −=
+
→2
22
4
4
2 a
acb
a
bx
−=
+ →
2
2
4
4
2 a
acb
a
bx
−±=
+
a
acb
a
bxx
2
4
2,
2
21−
±−= (4.8)
yang kita kenal sebagai akar-akar persamaan kuadrat.
Keadaan kritis terjadi pada waktu kurva fungsi kuadrat bersinggungan
dengan sumbu-x; dua akar nyata dari persamaan kuadrat menjadi sama
besar. Hal ini terjadi jika pergeseran sejajar sumbu-y bernilai nol
-50
0
0
y = ax2 +bx +c
x1 x2
}
y
x
y = ax2
−−
a
acb
4
42
a
b
2−
47
0)4(04
4 22
=−⇒=−
− acba
acb (4.9)
Jika 0)4( 2 <− acb maka kurva tidak memotong sumbu-x. Keadaan ini
memberikan akar kompleks yang belum akan kita bahas.
Tinjauan di atas memberikan hal-hal berikut:
1. Jika c = 0, maka fungsi menjadi bxaxy += 2 yang memotong sumbu-
x di x = 0 dan a
bx −= dan memiliki sumbu simetri di
a
bx
2−=
yang juga menjadi sumbu simetri kurva fungsi kuadrat
cbxaxy ++= 2 .
2. Nilai puncak fungsi cbxaxy ++= 2 adalah nilai puncak
bxaxy += 2 ditambah c yaitu ca
by +−=
4
2
atau a
acb
4
42 −
− .
3. Fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 memotong sumbu-x di
a
acb
a
bx
2
4
2
2
2,1−
±−=
48 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
4.3. Mononom dan Polinom Pangkat Tiga
Fungsi mononom pangkat tiga kita tuliskan 3kxy = . Jika k positif, fungsi
ini akan bernilai positif untuk x positif dan bernilai negatif untuk x
negatif. Jika k negatif maka keadaan akan menjadi sebaliknya. Kurva
fungsi ini diperlihatkan pada Gb.4.9.
-500
-400
-300
-200
-100
0
100
200
300
400
500
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
y =−3x3
y = 2x3
y = 2x3
y =−3x3
y
x
Gb.4.9. Kurva fungsi y = kx
3.
Fungsi mononom yang tergeser sejajar dengan sumbu-x dengan
pergeseran sebesar a skala diperoleh dengan mengganti peubah x dengan
(x − a), dan jika tergeser sejajar sumbu-y sebesar b skala kita peroleh
dengan mengganti y dengan (y − b) . Fungsi mononom pangkat tiga yang
tergeser akan menjadi
baxky +−= 3)( (4.10)
dengan bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.4.10.
49
Gb.4.10. Kurva fungsi pangkat tiga tergeser.
Jika mononom pangkat tiga ditambahkan pada polinom pangkat dua,
terbentuklan polinom pangkat tiga, dengan persamaan umum yang
berbentuk
dcxbxaxy +++= 23 (4.11)
Karena 3kxy = naik untuk x positif (pada k positif) maka penambahan
ke fungsi kuadrat akan menyebabkan kurva fungsi kuadrat naik di
sebelah kanan titik-asal [0,0] dan turun di sebelah kiri [0,0].
Kita ambil a = 4 untuk menggambarkan 31 axy = dan b =19, c = −80, d
= −200 untuk menggambarkan kurva fungsi dcxbxy ++= 22 seperti
terlihat pada Gb.4.11.a.
-600
-400
-200
0
200
400
600
-5 -3 -1 1 3 5x
y = 10x3
y = 10(x−2)3
y = 10(x−2)3 + 100
y
50 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.4.11. Mononom pangkat tiga y1 dan fungsi kuadrat y2.
Dengan a positif maka kurva y1 bernilai positif untuk x > 0 dan bernilai
negatif untuk x < 0. Kurva fungsi kuadrat y2 telah kita kenal. Jika y1
ditambahkan pada y2 maka nilai-nilai y2 di sebelah kiri titik [0,0] akan
berkurang sedangkan yang di sebelah kanan titik [0,0] akan bertambah.
Kurva yang kita peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.9.b.
Terlihat pada gambar ini bahwa penjumlahan y1 dan y2 menghasilkan
kurva y3 yang memotong sumbu-x di tiga titik. Ini berarti bahwa
persamaan pangkat tiga 023 =+++ dcxbxax (dengan nilai koefisien
yang kita ambil) memiliki tiga akar nyata, yang ditunjukkan oleh
perpotongan fungsi y3 dengan sumbu-x tersebut.
-2000
0
2000
-10
0 10
y
x
y1=
4x3 2008019 2
2 −−= xxy
-2000
0
2000
-10 0 10x
y
y1
y2
20080194 23
213
−−+=
+=
xxx
yyy
(a)
(b)
51
Hal demikian tidak selalu terjadi. Jika koefisien a kurang positif,
penurunan kurva y1 di daerah x negatif tidak terlalu tajam. Hal ini
menyebabkan pengurangan nilai y2 didaerah ini juga tidak terlalu banyak.
Kita akan memperoleh kurva seperti ditunjukkan pada Gb.4.12.a. Di sini
fungsi pangkat tiga memotong sumbu-x di tiga tempat akan tetapi yang
terlihat hanya dua. Titik potong yang ke-tiga berada jauh di x negatif.
Makin kecil nilai a (tetap positif) akan makin jauh letak titik perpotongan
yang ke-tiga ini.
(a) a kurang positif
(b) a terlalu positif
Gb.4.12. Pengaruh nilai a kurva fungsi pangkat tiga y = y1 + y2.
Jika koefisien a terlalu positif, penurunan y1 di daerah negatif sangat
tajam. Pengurangan y2 di daerah ini terjadi sangat besar. Kurva yang kita
2000
-10 10
y2
y1
y3 = y1 + y2
-2000
-2000
2000
-10 15
y1
y2
y3 = y1+y2
52 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
peroleh akan terlihat seperti pada Gb.4.12.b. Di sini kurva tidak
memotong sumbu-x di daerah negatif. Hanya ada satu titik potong di
sumbu-x positif. Jika a = 0 akan terjadi fungsi kuadrat yang sudah kita
bahas di sub-bab sebelumnya.
Kita lihat sekarang keadaan di mana a bernilai negatif. Nilai a negatif
akan membuat kurva y1 bernilai positif di daerah x negatif dan bernilai
negatif di daerah x positif. Hal ini menyebabkan nilai y2 akan bertambah
di daerah negatif dan akan berkurang di daerah positif. Jika a tidak
terlalu negatif, kurva yang kita peroleh akan berbentuk seperti terlihat
pada Gb.4.13.a.
(a)
(b)
Gb.4.13. Fungsi pangkat tiga y3 = y1 + y2 dengan a negatif.
Kurva berpotongan dengan sumbu-x di tiga tiga tempat. Akan tetapi
perpotongan yang ke-tiga berada jauh di daerah x positif. Makin negatif a
-2000
0
-10 0
y3 = y1 + y2
y1
y2
15
-2000
0
2000
-10 0 15
y3 = y1 + y2
y1
y2
53
makin jauh letak titik perpotongan tersebut. Jika a terlalu negatif kurva
berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat, seperti terlihat pada
Gb.4.13.b.
CATATA4: Sesungguhnya perpotongan kurva fungsi pangkat tiga
dengan sumbu-x tidak semata-mata ditentukan oleh nilai koefisien
a pada mononom pertama ax3. Bentuk dan posisi kurva fungsi
kuadratnya, juga akan menentukan letak titik potong.
4.4. Domain, Kekontinyuan, Simetri
Peubah x pada semua fungsi polinom dapat mengambil nilai dari −∞
sampai +∞. Nilai peubah y akan mengikuti nilai x. Fungsi polinom
kontinyu dalam rentang x tersebut. Demikian pula halnya jika kita
mempunyai fungsi yang merupakan hasilkali antara polinom dengan
polinom, 21 yyy ×= .
Kita telah melihat bahwa kurva mononom pangkat dua 2kxy ==== simetris
terhadap sumbu-y karena penggantian x dengan −x tidak mengubah
fungsi ini. Hal ini juga akan berlaku untuk semua kurva mononom yang
berpangkat genap. Kenyataan ini menimbulkan istilah simetri genap
untuk fungsi-fungsi yang simetris terhadap sumbu-y; misalnya fungsi
cosinus yang akan kita pelajari di bab lain.
Kita juga telah melihat bahwa kurva mononom pangkat tiga 3kxy ====
simetris terhadap titik asal [0,0]. Penggantian y dengan −y dan
penggantian x dengan −x tidak akan mengubah fungsi ini. Hal ini berlaku
pula untuk semua kurva mononom berpangkat ganjil. Istilah simetri
ganjil diberikan pada fungsi yang simetris terhadap titik asal [0,0],
seperti fungsi sinus yang akan kita pelajari di Bab-6.
Penjumlahan antara mononom berpangkat genap dengan mononom
berpangkat ganjil tidak menghasilkan kurva yang memiliki sumbu
simetri. Hal ini disebabkan karena kaidah untuk terjadinya simetri bagi
mononom berpangkat genap tidak sama dengan kaidah yang diperlukan
untuk terjadinya simetri pada kurva mononom berpangkat ganjil.
Keadaan khusus terjadi pada mononom berpangkat satu yang juga
merupakan mononom berpangkat ganjil. Kurva dari fungsi ini juga
simetris terhadap titik asal [0,0]. Namun fungsi ini adalah fungsi linier
dengan kurva yang berbentuk garis lurus, berbeda dengan kurva fungsi
mononom pangkat tiga. Kelinieran ini menyebabkan penjumlahan
54 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
dengan kurva mononom pangkat dua menghasilkan pergeseran kurva
fungsi pangkat dua; kurva yang tergeser ini memiliki sumbu simetri
yang sejajar dengan sumbu-y.
Soal-Soal
1. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan
sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.
84 ; 123
; 75 ; 4
24
23
22
21
+−=−=
−==
xyxy
xyxy
2. Dari soal nomer-1, tentukanlah koordinat titik perpotongan
antara kurva-kurva fungsi berikut ini
433221 dan ; dan ; dan yyyyyy
3. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan
sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.
xxyxxyxxy 24 ; 123 ; 105 23
22
21 +−=−=−=
4. Dari soal nomer-3, selidikilah koordinat titik perpotongan
kurva-kurva fungsi berikut.
313221 dan ; dan ; dan yyyyyy
5. Tentukanlah koordinat titik puncak dan perpotongan dengan
sumbu-y kurva fungsi-fungsi berikut ini.
824 ; 2123 ; 7105 23
22
21 ++−=+−=−−= xxyxxyxxy
6. Dari soal nomer-5, selidikilah koordinat titik perpotongan
kurva-kurva fungsi berikut.
313221 dan ; dan ; dan yyyyyy
55
Bab 5
Bangun Geometris
5.1. Persamaan Kurva
Persamaan suatu kurva secara umum dapat kita tuliskan sebagai
0),( =yxF (5.1)
Persamaan ini menentukan tempat kedudukan titik-titik yang memenuhi
persamaan tersebut. Jadi setiap titik pada kurva akan memenuhi
persamaan dan setiap titik yang memenuhi persamaan harus pula terletak
pada kurva.
Berikut ini adalah karakteristik umum suatu kurva. Beberapa di
antaranya telah kita pelajari di bab pertama.
Simetri. Kurva suatu fungsi mungkin simetris terhadap garis atau titik
tertentu
a) jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka
kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
b) jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva
funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
c) jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva
funsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.
d) jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y,
kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
�ilai Peubah. Dalam melihat bentuk-bentuk geometris hanya nilai-nyata
dari y dan x yang kita perhatikan. Apabila dalam suatu persamaan
terdapat pangkat genap suatu peubah maka akan terlibat suatu nilai yang
berasal dari akar pangkat dua (pangkat genap) dari peubah tersebut.
Dalam keadaan demikian kita anggap bahwa bilangan negatif tidak
memiliki akar, karena kita belum membahas bilangan kompleks. Hal ini
telah dikemukakan di bab pertama dalam sub-bab pembatasan
pembahasan.
Contoh: 122 =+ xy . Jika kita cari nilai y kita dapatkan
21 xy −±=
56 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Apabila nilai mutlak x lebih besar dari 1, maka nilai bilangan di
bawah tanda akar akan negatif. Dalam hal demikian ini kita
membatasi x hanya pada rentang 11 ≤≤− x . Karena kurva ini
simetris terhadap garis y = x, maka ia memiliki nilai juga terbatas
pada rentang 11 ≤≤− y .
Titik Potong Dengan Sumbu Koordinat. Koordinat titik potong dengan
sumbu-x dapat diperoleh dengan memberi nilai y = 0, sedangkan
koordinat titik potong dengan sumbu-y diperoleh dengan memberi nilai x
= 0.
Contoh: 122 =+ xy . Titik potong dengan sumbu-x adalah P[1,0]
dan Q[−1,0]. Titik potong dengan sumbu-y adalah R[0,1] dan
S[0,−1].
Contoh: xy = 1. Dengan memberi nilai x = 0 kita tidak akan
mendapatkan solusi untuk y. Demikian pula memberi y = 0 tidak
akan memberi solusi untuk x. Kurva persamaan ini tidak
memotong sumbu-x maupun sumbu-y.
Asimptot. Suatu titik P[x,y] pada kurva yang bergerak sepanjang kurva
menjauhi titik-asal mungkin akan semakin dekat dengan suatu garis
tertentu, namun tidak akan menyentuhnya. Garis tersebut merupakan
asimptot dari kurva.
Contoh: 10)(222 +=− xxxy .
Persamaan ini memberikan )1(
102
−
+±=
xx
xy
Apa yang berada di dalam tanda akar, tidak boleh negatif. Hal ini
berarti jika x harus positif maka ia tidak boleh lebih kecil dari satu
agar x(x−1) positif; jika x negatif maka x(x−1) akan tetap positif.
Jadi haruslah x < 0 atau x > 1. Tidak ada bagian kurva yang berada
antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah
asimptot dari kurva. Lihat Gb.5.1.
57
Gb.5.1. Garis asimptot (ditunjukkan oleh garis patah-patah).
Persamaan kurva ini juga bisa dituliskan sebagai
x
x
xx
xy
/11
/10110 2
2
22
−
+=
−
+=
Jika x → ±∞ maka y2 = 1, dan y = ±1. Garis mendatar y = 1 dan y
= −1 juga merupakan asimptot dari kurva.
Soal-Soal:
Tentukan sumbu simetri, titik-titik potong dengan sumbu
koordinat, dan garis asimptot kurva-kurva dari fungsi berikut:
xxy
1+= ; 12 += xy ;
1
1
2 +=x
y ;
12 −= xy ; 1
1
2 −=x
y .
5.2. Jarak Antara Dua Titik
Jika koordinat dua titik diketahui, misalnya P[xp,yp) dan Q[xq,yq], maka
jarak antara keduanya adalah
22 )()(PQ qpqp yyxx −+−= (5.2)
Formula ini sangat bermanfaat jika kita hendak mencari tempat
kedudukan titik yang berjarak tertentu dari suatu titik lain. Kita akan
melihatnya pada ulasan bentuk-bentuk geometris berikut ini.
-4
0
4
-4 0 4
y
58 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal:
1). Diketahui dua titik P(-2,1) dan Q(2,-3). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan titik-titik
yang berjarak sama terhadap P dan Q.
2). Diketahui dua titik P(-1,0) dan Q(2,0). Dengan menggunakan
persamaan persamaan (5.2) tentukan tempat kedudukan R yang
sedemikian rupa sehingga RP = 2× RQ.
5.3. Parabola
Kita telah melihat bentuk kurva
2kxy = (5.3)
yang simetris terhadap sumbu-y. Bentuk kurva ini disebut parabola.
Dalam persamaan ini, ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga jarak
antara satu titik P yang terletak pada kurva dengan titik Q yang terletak
di sumbu-y sama dengan jarak antara titik P dan suatu garis tertentu,
seperti diperlihatkan pada Gb.5.2. Titik Q disebut titik fokus parabola,
dan garis tertentu y = −p disebut garis direktriks dan titik puncak
parabola berada di tengah antara titik fokus dan direktriknya.
Gb.5.2. Titik fokus dan garis direktriks.
Hubungan antara k dan p dapat dicari sebagai berikut.
xppyyxpyxp 2222222 2 )()PR(PQ ++−=+−=+−=
py )(PR +=
[0,0]
y
x
y=kx2
P[x,y]
Q[0,p]
R[x,−p]
59
Karena PQ = PR, maka
pyxppyy +=++− 222 2
22222 22 ppyyxppyy ++=++−
pyx 42 +=+
atau
p
xy
4
2
= yang berarti p
k4
1= atau
kp
4
1=
Dengan demikian persamaan parabola dapat kita tuliskan
2
4
1x
py = (5.4)
dengan direktiks y = −p dan titik fokus Q[0,p].
Contoh: Persamaan parabola 25,0 xy = dapat kita tuliskan
22
5,04
1
2
1xxy
×==
dan parabola ini memiliki direktrik 5,0−=−= py dan
titik fokus di Q[0,(0,5)].
Soal-Soal:
Tentukan titik fokus dan direktrik parabola-parabola berikut:
842 =+ xy ; 482 =− yx ;
03422 =−−+ yxx ; 02 =++ yxy
5.4. Lingkaran
Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama
terhadap satu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut titik pusat lingkaran.
Jika titik tertentu itu adalah titik-asal [0,0] maka jarak suatu titik X[x,y]
ke titik-asal adalah
22XO yx +=
60 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika jarak ini tertentu, r misalnya, maka
ryx =+ 22
Oleh karena itu persamaan lingkaran dengan titik pusat [0,0] adalah
222 ryx =+ (5.5)
dengan r adalah jari-jari lingkaran.
Jika titik pusat lingkaran tidak berimpit dengan titik asal, kita dapat
melihatnya sebagai lingkaran tergeser. Lingkaran dengan titik pusat di
P[a,b] mempunyai persamaan
222 )()( rbyax =−+− (5.6)
Gb.5.3. memperlihatkan bentuk lingkaran dengan jari-jari 1 yang disebut
lingkaran-satuan, berpusat di [0,0] dengan persamaan 122 =+ yx .
Gb.5.3. Lingkaran
Pada Gb.5.3 ini pula diperlihatkan lingkaran dengan r2
= 0,4 berpusat di
[(0,5),(0,5)] yang berarti lingkaran tergeser sejajar sumbu-x sebesar 0,5
skala dan sejajar sumbu-y sebesar 0,5 skala, dengan persamaan
4,0)5,0()5,0( 22 =−+− yx
-1
0,5
1
-1 [0,0]
0,5
1 x
y
y1
61
Soal-Soal:
Tentukan persamaan dan cari titik-titik potong dengan sumbu-sumbu
koordinat lingkaran berikut
1) Titik pusat di P(1,2), jari-jari 4.
2) Titik pusat di Q(-2,1), jari-jari 5.
3) Titik pusat R(2,3) jari-jari 3.
4) Titik pusat S(3,2) jari-jari 2.
5.5. Elips
Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik
tertentu adalah konstan. Kedua
titik tertentu tersebut merupakan
dua titik fokus dari elips.
Perhatikan Gb.5.4. Misalkan
diketahui posisi dua titik P[−a,0]
dan Q(a,0]. Jarak antara titik
sembarang X[x,y] dengan kedua
titik tersebut masing-masing
adalah
Gb.5.4. Elips
22)(XP ycx ++= dan
22)(XQ ycx +−=
Jika jumlah antara keduanya adalah konstan, misalkan 2a, maka
aycxycx 2)()( 2222 =+−+++
Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, akan kita peroleh
2222222 )()(44)( ycxycxaaycx +−++−−=++
yang dapat disederhanakan menjadi
22)( ycxxa
ca +−=−
X[x,y]
P[-c, 0] Q[c, 0] x
62 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika kedua ruas di kuadratkan kita dapatkan
2222
2
22 22 yccxxx
a
ccxa ++−=+−
yang dapat disederhanakan menjadi
122
2
2
2
=−
+ca
y
a
x
Kita perhatikan penyebut pada suku ke-dua ruas kiri persamaan terakhir
ini, dengan melihat pada Gb.5.4. Pada segitiga XPQ, jumlah dua sisi
selalu lebih besar dari sisi yang ketiga, (XP + XQ) > PQ atau 2a > 2c,
sehingga penyebut suku ke-2 di ruas kiri selalu positif dan memiliki akar
nyata; misalkan bca =− 22. Dengan demikian kita mendapatkan
persamaan elips
12
2
2
2
=+b
y
a
x (5.7)
Titik-titik potong dengan sumbu-x adalah [±a,0] dan titik-titik potong
dengan sumbu-y adalah [0,±b]. Jadi suatu elips dilingkupi oleh satu segi
panjang 2a×2b; 2a adalah sumbu panjang elips dan 2b adalah sumbu
pendeknya. (Perhatikan bahwa jika a = b yang berarti c = 0, kita
mendapatkan persamaan lingkaran).
Apabila titik fokus elips tidak terletak pada sumbu-x, kita bisa
melihatnya sebagai elips tergeser. Persamaan elips tergeser adalah
1)()(
2
2
2
2
=−
+−
b
qy
a
px (5.8)
dengan p adalah pergeseran sejajar sumbu-x dan q adalah pergeseran
sejajar sumbu-y. Gb.5.5. adalah elips dengan persamaan
15,0
)25,0(
1
)5,0(
2
22
=−
+− yx
63
Gb.5.5. Elips tergeser.
Soal-Soal:
Tentukan titik-titk fokus dan gambarkan (skets) elips berikut:
1) 3649 22 =+ xx ;
2) 14494 22 =+ yx ;
3) 14 22 =+ yx ;
4) 144)3(9)2(16 22 =++− yx
5.6. Hiperbola
Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya
antara dua titik tertentu adalah konstan. Penurunan persamaan hiperbola
dapat dilakukan seperti halnya dengan penurunan persamaan elips di
atas.
Perhatikan Gb.5.6. Misalkan diketahui posisi dua titik P[−c,0] dan
Q(c,0].
Jarak antara titik sembarang X[x,y] dengan kedua titik tersebut masing-
masing adalah
22)(XP ycx ++= dan
22)(XQ ycx +−=
1
-1
0
-1 0 1 2x
y
64 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.5.6. Posisi titik X terhadap P[-c,0] dan Q[c,0].
Jika selisih antara XP dan XQ harus tetap, misalnya 2a, maka
aycxycx 2)()( 2222 =+−−++
Suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan dan kedua ruas di
kuadratkan, kemudian dilakukan penyederhanaan
22)()/( ycxaxac +−=−
Jika kedua ruas dikuadratkan akan diperoleh
122
2
2
2
=−
−ac
y
a
x
Kita lihat lagi Gb.5.6. Dalam segitiga PXQ, selisih (XP−XQ) = 2a selalu
lebih kecil dari PQ = 2c. Jadi a < c sehingga penyebut pada suku kedua
ruas kiri selalu positif, misalkan 222 bac =− . Dengan demikian kita
dapatkan persamaan
12
2
2
2
=−b
y
a
x (5.9)
Inilah persamaan hiperbola, dengan bentuk kurva seperti pada Gb.5.7.
X(x,y)
P[-c,0] Q[c,0]
y
x
65
Gb.5.7. Kurva hiperbola
Dengan memberi nilai y = 0, kita dapatkan titik potong hiperbola dengan
sumbu-x yaitu [±a,0]. Dengan memberikan nilai x = 0, kita tidak
memperoleh solusi untuk y. Kurva tidak memotong sumbu-y; tidak ada
bagian kurva yang terletak antara x = −a dan x = a.
Soal-Soal:
Gambarkan (skets) hiperbola berikut:
1) 1169
22
=−yx
; 2) 1169
22
=−xy
;
3) 1916
22
=−yx
; 4) 1169
22
−=−yx
5.4. Kurva Berderajat Dua
Parabola, lingkaran, elips, dan hiperbola adalah bentuk-bentuk khusus
kurva berderajat dua, atau kurva pangkat dua. Bentuk umum persamaan
berderajat dua adalah
022 =+++++ FEyDxCyBxyAx (5.10)
Persamaan parabola adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan
pEAFDCB 4 ;1 ;0 −======
+∞
−∞
X(x,y)
-c -a a c
y
x
66 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
sehingga diperoleh persamaan (5.4) 2
4
1x
py = .
Lingkaran satuan adalah bentuk khusus dari (5.10) dengan
;1 ;1 ;0 ===== CAEDB F = −1
Bahkan persamaan garis luruspun merupakan keadaan khusus dari
(5.10), di mana
bFEaDCBA −==−==== ;1 ; ;0
yang memberikan persamaan garis lurus baxy += . Namun dalam
kasus terakhir ini persamaan berderajat dua (5.10) berubah status menjadi
persamaan berderajat satu.
Bentuk Ax2 dan Cy
2 adalah bentuk-bentuk berderajat dua yang telah
sering kita temui pada persamaan kurva yang telah kita bahas. Namun
bentuk Bxy, yang juga merupakan bentuk berderajat dua, belum pernah
kita temui. Dalam sub-bab berikut ini hal tersebut akan kita lihat.
5.5. Perputaran Sumbu Koordinat
Dalam bangun geometris yang sudah kita lihat, mulai dari parabola
sampai hiperbola, tidak satupun mengandung bentuk Bxy. Hal Ini
sesungguhnya merupakan konsekuensi dari pemilihan koordinat. Dalam
bangun hiperbola misalnya, kita telah memilih titik-titik fokus P[−c,0]
dan Q[c,0] sehingga hiperbola simetris terhadap sumbu-x dan memotong
sumbu-x di x = ±a. Sekarang akan kita coba memilih titik fokus di
P[−a,−a] dan Q[a,a] seperti pada Gb.5.8.
Gb.5.8. Titik fokus di P[-a.-a] dan Q[a,a]
Selisih jarak XP dan XQ yang tetap kita misalkan 2a
aayaxayax 2)()()()( 2222 =−+−−+++
P[-a,-a]
Q[a,a]
y
x
67
Jika suku kedua ruas kiri dipindahkan ke ruas kanan kemudian kedua
ruas dikuadratkan dan dilakukan penyederhanaan, akan kita peroleh
22 )()( ayaxayx −+−=−+
Jika ruas kanan dan kiri dikuadratkan lagi kita dapatkan
22 axy = (5.11)
Mempetukarkan x dengan y tidak mengubah persamaan ini. Kurva
persamaan ini simetris terhadap garis y = x, yaitu garis bagi kuadran II
dan III seperti terlihat pada Gb.5.9.
Gb.5.9. Kurva 2xy = a
2.
Kalau kita bandingkan kurva Gb.5.9 ini dengan kurva hiperbola
sebelumnya pada Gb.5.7. terlihat bahwa kurva pada Gb.5.9. memiliki
sumbu simetri yang terputar 45o berlawanan dengan arah perputaran
jarum jam, dibandingkan dengan sumbu simetri Gb.5.7 yaitu sumbu-x.
Apakah memang demikian? Kita akan lihat secara umum mengenai
perputaran sumbu ini. Perhatikan Gb.5.10.
Gb.5.10. Perputaran sumbu.
-5
0
5
-5 0
x’
y
x α β
y’ P[x,y]
P[x’,y’]
Q
Q’
O
68 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Sumbu x-y diputar sebesar α menjadi sumbu x’-y’. Titik P dapat
dinyatakan dengan dua koordinat P[x,y] dengan referensi sumbu x-y, atau
P[x’,y’] dengan referensi sumbu x’-y’. Dari Gb.5.10. kita dapatkan
)sin(OPPQ
)cos(OPOQ
β+α==
β+α==
y
x (5.12)
Sementara itu
β==
β==
sinOPPQ''
cosOPOQ''
y
x (5.13)
Dengan kesamaan (lihat fungsi trigonometri di Bab-6)
βα+βα=β+α
βα−βα=β+α
sincoscossin)sin(
sinsincoscos)cos( (5.14)
Dengan (5.13) dan (5.14), maka (5.12) menjadi
α+α=
α−α=
cos'sin'
sin'cos'
yxy
yxx (5.15)
Persamaan (5.15) inilah persamaan rotasi sumbu.
Kita coba aplikasikan (5.15) pada (5.11) yang memiliki kurva pada
Gb.5.10, di mana rotasi sumbu terjadi pada sudut 45o sehingga
2/1sincos =α=α . Oleh karena itu kita peroleh
2
'' yxx
−= dan
2
'' yxy
+=
Nilai x dan y ini kita masukkan ke (5.11) dan kita mendapatkan
222)'()'(
2
''
2
''2 ayx
yxyx=−=
+×
−
Bentuk persamaan ini sama dengan bentuk persamaan (5.9); pada (5.9)
sumbu simetri adalah sumbu-x, sedangkan di sini sumbu simetri adalah
sumbu-x’ yaitu sumbu-x yang diputar 45o.
Dengan pembahasan mengenai perputaran sumbu ini, menjadi
lengkaplah pergeseran kurva yang kita bahas. Pergeseran kurva sejajar
sumbu-x dan sumbu-y yang telah kita bahas sebelumnya dapat pula kita
pandang sebagai pergeseran atau translasi sumbu koordinat. Dengan
demikian kita mengenal translasi dan rotasi sumbu koordinat, di mana
sumbu-sumbu simetri dari suatu kurva tidak berimpit dengan sumbu
koordinat, dan titik simetri tidak berimpit dengan titik asal [0,0].
69
Bab 6
Fungsi Trigonometri
6.1. Peubah Bebas Bersatuan Derajat
Berikut ini adalah fungsi-fungsi trigonometri dengan sudut θ sebagai
peubah-bebas.
.sin
1csc ;
cos
1sec
sin
coscot ;
cos
sintan
cos ;sin
65
43
21
θ=θ=
θ=θ=
θ
θ=θ=
θ
θ=θ=
θ=θ=
yy
yy
yy
(6.1)
Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaran-
satuan, yaitu lingkaran berjari-jari satu. Bentuk lingkaran ini
diperlihatkan pada Gb.6.1. Kita menggunakan referensi arah positif
berlawanan dengan arah jarum jam; artinya sudut θ makin besar jika jari-
jari r berputar berlawanan dengan arah perputaran jarum jam.
Gb.6.1. Lingkaran berjari-jari 1.
O
P
Q
θ
-1
1
-1 [0,0] 1 x
y
r
P’
-θ
70 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Fungsi sinus. Dengan membuat jari-jari r = OP = 1, maka
PQPQ
sin ==θr
(6.2)
PQ = 0 pada waktu θ = 0o, dan membesar jika θ membesar sampai
mencapai maksimum PQ = 1 pada waktu θ = 90o. Kemudian PQ
menurun lagi dan mencapai PQ = 0 pada waktu θ = 180o. Sesudah itu PQ
menjadi negatif (arah ke bawah) dan mencapai minimum PQ = −1 pada
waktu θ = 270o, kemudian meningkat lagi mencapai PQ = 0 pada waktu
θ = 360o. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus berikutnya
terjadi pada waktu θ = 720o. Kejadian berulang lagi dan demikian
seterusnya. Kejadian satu siklus kita sebut satu perioda. Secara singkat
kita memperoleh
0360sin ;1270sin
;0180sin ;190sin ;00sin
oo
ooo
=−=
===
Fungsi Cosinus. Karena telah ditetapkan r = 1, maka
OQOQ
cos ==θr
(6.3)
OQ = 1 pada waktu θ = 0, dan mengecil jika θ membesar sampai
mencapai minimum OQ = 0 pada waktu θ = π/2. Kemudian OQ
meningkat lagi tetapi negatif dan mencapai OQ = −1 pada waktu θ = π.
Sesudah itu OQ mengecil dan tetap negatif dan mencapai minimum OQ
= 0 pada waktu θ = 1,5π, kemudian meningkat lagi mencapai OQ = 1
pada waktu θ = 2π. Setelah itu keadaan akan berulang, dan satu siklus
berikutnya terjadi pada waktu θ = 4π. Kejadian berulang lagi dan
demikian seterusnya. Secara singkat
1360cos ;0270cos
;1180cos ;090cos ;10cos
oo
ooo
==
−===
Pada Gb.6.1, jika sin(θ) = PQ dan cos(θ) = OQ, sedangkan dalil
Pitagoras memberikan PQ2 + OQ
2 = OP
2 =1, maka
1)(cos)(sin 22 =θ+θ (6.4.a)
Dari Gb.6.1. dapat kita peroleh juga
71
θ−=−
=′
=θ− sinPQQP
)sin(rr
(6.4.b)
θ==θ− cosOQ
)cos(r
(6.4.c)
Pada segitiga siku-siku OPQ maupun OP’Q sisi tegak selalu lebih kecil
dari sisi miring. Oleh karena itulah sinθ maupun cosθ akan bernilai
antara −1 dan +1.
Fungsi Tangent.
OQ
PQtan =θ (6.4.d)
θ−=−
=′
=θ− tanOQ
PQ
OQ
QP)tan( (6.4.e)
Nilai tanθ akan menjadi 0 jika θ = 0o, dan akan menuju +∞ jika θ menuju
90o karena pada waktu itu PQ juga ∞ dan tan(−θ) akan menuju −∞ pada
waktu θ menuju −90o. Jadi tanθ bernilai antara −∞ sampai +∞.
Nilai tanθ = 1 bila θ = 45o karena pada waktu itu PQ = OQ; tan(−θ) = −1
jika θ = −45o. Lihat pula kurva pada Gb.6.5.
Fungsi Cotangent.
PQ
OQcot =θ (6.4.f)
θ−=−
=′
=θ− cotPQ
OQ
QP
OQ)cot( (6.4.g)
Nilai cotθ akan menuju +∞ jika θ menuju 0o karena PQ akan menuju 0
walau OQ menuju 0; cotθ = 0 jika θ = 90o karena OQ = 0.
Sebaliknya cotθ akan menuju −∞ jika θ menuju −0 karena P’Q akan
menuju −0; cotθ = 0 jika θ = −90o karena P’Q menuju −∞. Lihat pula
kurva Gb.6.6.
72 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Fungsi Secan dan Cosecan
OQcos
1sec
r=
θ=θ (6.4.h)
PQsin
1csc
r=
θ=θ (6.4.i)
Nilai secθ menuju ∞ jika θ menuju 90o karena OQ menuju 0 dan secθ =
1 pada waktu θ = 0o karena pada waktu itu OQ = r atau cosθ = 1.
Sementara itu cscθ akan menuju ∞ jika θ menuju 0 karena sinθ menuju
0. Lihat pula Gb.6.7.
Relasi-Relasi. Relasi-relasi yang lain dapat kita turunkan dengan
mengunakan Gb.6.2., yaitu
Gb.6.2. Relasi-relasi
βα−βα=β+α
βα+βα=β+α
sinsincoscos)cos(
sincoscossin)sin( (6.5)
Karena β−=β− sin)sin( dan β=β− cos)cos( maka kita peroleh pula
βα+βα=β−α
βα−βα=β−α
sinsincoscos)cos(
sincoscossin)sin( (6.6)
sinα
α
-1
1
-1 [0,0] 1 x
y
β
cosα
cosα cosβ
cosα sinβ
β
sinα sinβ
sinα cosβ
73
6.2. Kurva Fungsi Trigonometri Dalam Koordinat x-y
Bilangan-nyata dengan desimal yang tidak terbatas,
π, digunakan untuk menyatakan besar sudut dengan
satuan radian. Jumlah radian dalam sudut θ
didefinisikan dengan persamaan
θ==θ rsr
s , (6.7)
Jika θ = 360o maka s menjadi penuh satu keliling lingkaran, atau s = 2πr .
Jadi jumlah radian dalam sudut 360o adalah 2π. Dengan demikian maka
ukuran sudut
rad. adalah 180 o1 π=θ
rad. 0,5adalah 90 o2 π=θ
rad. )180/(adalah 1 o3 π=θ dst.
Fungsi Sinus. Dengan menggunakan satuan radian, fungsi trigonometri
akan kita gambarkan pada sistem koordinat x-y, yang kita ketahui bahwa
sumbu-x adalah sumbu bilangan-nyata, termasuk π. Bentuk kurva fungsi
sinus
)sin(xy = (6.8)
terlihat pada Gb.6.3. yang dibuat untuk nilai x dari −2π sampai +2π.
Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = π/2 atau θ = 90o,
mencapai nilai nol pada x = π atau θ = 180o, mencapai minimum −1 (arah
negatif) pada x = 1,5π atau θ = 270o, kembali nol pada x = 2π atau θ =
360o; inilah satu perioda.
Gb.6.3. Kurva fungsi sinus dalam dua perioda.
x
y
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0−π π 2π −2π
θ s r
74 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Fungsi Cosinus. Kurva fungsi cosinus
)cos(xy = (6.9)
terlihat pada Gb.6.4. Fungsi ini mencapai nilai maksimum +1 pada x = 0
atau θ = 0o, mencapai nilai nol pada x = π/2 atau θ = 90
o, mencapai
minimum −1 (arah negatif) pada x = π atau θ = 180o, kembali nol pada x
= 1,5π atau θ = 270o, dan ke nilai maksimum +1 lagi setelah satu
perioda, 2π.
Gb.6.4. Kurva fungsi cosinus.
Fungsi sinus maupun fungsi cosinus adalah fungsi periodik dengan
perioda sama sebesar 2π, dengan nilai maksimum dan minimum yang
sama yaitu +1 dan −1. Perbedaan antara keduanya terlihat, yaitu
)cos()cos( sedangkan )sin()sin( xxxx −=−−= (6.10)
Fungsi sinus simetris terhadap titik-asal [0,0], dan disebut memiliki
simetri ganjil. Fungsi cosinus simetris terhadap sumbu-y dan disebut
memiliki simetri genap.
Dengan memperbandingkan Gb.6.3. dan Gb.6.4 kita lihat bahwa fungsi
sinus dapat dipandang sebagai fungsi cosinus yang tergeser sejajar
sumbu-x sebesar π/2. Oleh karena itu fungsi sinus dapat kita nyatakan
dalam cosinus
)2/cos()sin( π−== xxy (6.11)
Fungsi Tangent. Selanjutnya kita lihat fungsi
)cos(
)sin()tan(
x
xxy == (6.12)
perioda
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 x
y
2π π −π
75
Karena cos(x) = 0 pada x = +π/2 dan −π/2, maka tan(x) bernilai tak
hingga pada x = +π/2 dan −π/2.
Fungsi Cotangent. Fungsi ini adalah kebalikan dari fungsi tangent.
)tan(
1
)sin(
)cos()cot(
xx
xxy === (6.13)
Karena sin(x) = 0 pada x = 0, maka cot(x) bernilai tak hingga pada x = 0.
Lihat Gb.6.6.
Gb.6.6. Kurva y = cot (x)
-3
-2
-1
0
1
2
3
-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π
y
Gb.6.5. Kurva )tan(xy ====
-3
-2
-1
0
1
2
3
-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π
76 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Fungsi Secan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi cosinus.
)cos(
1)sec(
xxy == (6.14.a)
Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.a. Perhatikan bahwa sec(x) bernilai
1 pada x = 0 karena pada nilai x itu cos(x) juga bernilai 1.
Fungsi Cosecan. Fungsi ini adalah kebalikan fungsi sinus.
)sin(
1)csc(
xxy == (6.14.b)
Kurva fungsi ini terlihat pada Gb.6.7.b. csc(x) bernilai ∞ pada x = 0 kara
pada nilai x ini sin(x) bernilai 0.
(a) y = sec(x)
(b) y = csc(x)
Gb.6.7. Kurva y = sec(x) dan y = csc(x)
-3
-2
-1
0
1
2
3
-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π
-3
-2
-1
0
1
2
3
-1,5π -π -0,5π 0 0,5π π 1,5π
77
Soal-Soal: Skets kurva fungsi-fungsi berikut:
xy sin2= ; xy 2sin3= ; xy 3cos2= ;
)4/2cos(3 π+= xy ; )3/tan(2 xy =
6.3. Fungsi Trigonometri Inversi
Sinus Inversi. Jika fungsi sinus kita tuliskan )sin(xy = , maka fungsi
sinus inversi dituliskan sebagai
xyxy 1sinatau arcsin −== (6.15)
Perhatikan bahwa sin−1x bukan berarti 1/sinx, melainkan inversi sinus x
yang bisa kita baca sebagai: y adalah sudut yang sinusnya sama dengan
x.
Karena fungsi sinus adalah periodik dari −∞ sampai +∞ maka fungsi
xy 1sin−= tidaklah bernilai tunggal. Kurva fungsi ini terlihat pada
Gb.6.8.a.
Ia akan terlihat bernilai tunggal jika kita membatasi nilai y; kita hanya
meninjau fungsi sinus inversi pada 22
π≤≤
π− y . Dengan pembatasan ini
maka kita hanya terlibat dengan nilai-nilai utama dari sin−1x. Jadi nilai
utama xy 1sin−= terletak pada 2
sin2
1 π≤≤
π− −
x . Kurva fungsi
xy 1sin−= yang dibatasi ini terlihat pada Gb.6.8.b.
Perhatikanlah bahwa pada x = 0, y = sin−1x = 0 karena pada y = 0 sin(y) =
0 = x. Pada x = 1, y = sin−1x = π/2 karena sin(y) = sin(π/2) = 1 = x.
Contoh: π== − 5,0)1(sin 1y ;
π−=−= − 5,0)1(sin 1y
6)5,0(sin 1 π== −y ;
6)5,0(sin 1 π−=−= −y
78 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
a) b)
Gb.6.8. Kurva y = sin−1x
Jika kita bandingkan Gb.6.8. (fungsi sinus inversi) dengan Gb.6.3.
(fungsi sinus) terlihat bahwa jika sumbu-y pada Gb.6.8. kita gambarkan
horizontal sedangkan sumbu-x kita gambarkan vertikal, maka kita akan
memperoleh bentuk kurva fungsi sinus pada Gb.6.3. pada rentang
22
π≤≤
π− y , yaitu rentang di mana kita membatasi nilai y pada fungsi
sinus inversi, atau rentang nilai utama fungsi sinus inversi.
Cosinus Inversi. Fungsi cosinus inversi kita peroleh melalui hubungan
xxy11
sin2
cos−− −
π== (6.16)
Hubungan ini berasal dari relasi segitiga siku-siku. Jika sudut lancip
segitiga siku-siku adalah α dan β, maka α−π=β 2/ dan β=α cossin .
Oleh karena itu jika x=αsin maka x=βcos sehingga
xx 11 sin2/2/cos −− −π=α−π=β=
x
y
-1 0
10
−π
π
2π
−2π -0,5π
-0,25π
0
0,25π
0,5π
-1 -0,5 0 0,5 1x
y
79
Karena dengan pembatasan 22
π≤≤
π− y pada fungsi sinus inversi
memberikan 2
sin2
1 π≤≤
π− −
x maka nilai-nilai utama dari x1cos− akan
terletak pada π≤≤ − x1cos0 . Gb.6.9.b. memperlihatkan kurva fungsi
cosinus inversi pada nilai utama.
Perhatikan bahwa jika sumbu-x digambar vertikal sedang sumbu-y
digambar horizontal, kita dapatkan fungsi cosinus seperti pada Gb.6.4.
dalam rentang π≤≤ x0 .
a) b)
Gb.6.9. Kurva xy 1cos−=
Tangent Inversi. Fungsi tangent inversi adalah
xy 1tan−= (6.17)
dengan nilai utama 2
tan2
1 π<<
π− − x
Untuk fungsi ini, nilai )2/(π±=y tidak kita masukkan pada
pembatasan untuk y karena nilai tangent akan menjadi tak hingga pada
nilai y tersebut. Gb.6.10.a. memperlihatkan kurva xy 1tan−= lengkap
sedangkan Gb.6.10.b. dibatasi pada nilai π<<π− 5.05,0 y .
x
y
-1 0
10
−π
π
0
0,25π
0,5π
0,75π
1π
-1 -0,5 0 0,5 1x
y
80 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
a) b)
Gb.6.10. Kurva xy 1tan−=
Jika kita mempertukarkan posisi sumbu-x dan sumbu-y pada Gb.6.10.b
ini, kita akan memperoleh kurva pada Gb.6.5. yaitu kurva fungsi tangent,
dalam rentang
2tan
2
1 π<<
π− −
x
Inilah batas nilai-nilai utama fungsi tangent inversi.
Cotangent inversi. Fungsi ini diperoleh melalui hubungan
xxy11
tan2
cot−− −
π== (6.18)
dengan nilai utama π<< − x1cot0
0 dan π tidak masuk dalam pembatasan y karena pada nilai tersebut y
menjadi tak hingga.
Hubungan (6.18) diperoleh dari segitiga siku-siku. Jika sudut lancip
segitiga siku-siku adalah α dan β, maka α−π=β 2/ dan β=α cottan .
Oleh karena itu jika x=αtan maka x=βcot sehingga
xx 11 tan2/2/cot −− −π=α−π=β=
Kurva fungsi cotangent inversi terlihat pada Gb.6.11.
-3 -2 -1 0 1 2 3
-1,5π
-π
-0,5π
0
0,5π
π
1,5π
y
x
-0,5π
-0,25π
0
0,25π
0,5π
-10 -5 0 5 10x
y
81
Gb.6.11. Kurva xy 1cot−=
Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y Gb.6.11. ini akan memberikan
bentuk kurva fungsi cotangent pada Gb.6.6.
Fungsi Secan Inversi. Selanjutnya kita memperoleh fungsi secan inversi
xxy
1cossec 11 −− == (6.19)
dengan nilai utama π≤≤ − x1sec0 .
Gb.6.12. Kurva xy 1sec−=
Fungsi Cosecan Inversi.
xx
1sincsc 11 −− = (6.20)
dengan nilai utama 2
csc2
1 π≤≤
π− −
x
0
0,5π
1π
-10 -5 0 5 10
y
x
0
0,25
0,5π
0,75π
π
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
82 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Pertukaran posisi sumbu-x dan sumbu-y pada gambar kurva kedua fungsi
terakhir ini juga akan memberikan bentuk kurva fungsi non-konversinya.
Gb.6.12. Kurva xy 1csc−=
Hubungan Fungsi-Fungsi Inversi. Hubungan antara fungsi inversi
dengan fungsi-fungsi non-inversi dapat kita cari dengan menggunakan
gambar segitiga siku-siku.
1). Dari fungsi xy 1sin−= , yaitu sudut y yang sinus-nya adalah x
dapat kita gambarkan segitiga siku-siku dengan sisi miring sama
dengan 1 seperti terlihat di bawah ini.
Dari gambar ini selain fungsi xy 1sin−= dan xy =sin , kita
dapat peroleh
21cos xy −= , 2
1
tan
x
xy
−= , dst.
2). Dari fungsi cosinus inversi xy 1cos−= dapat kita gambarkan
segitiga siku-siku seperti di bawah ini.
x 1
21 x−
y
y
-0,5π
-0,25π
0
0,25π
0,5π
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4x
83
Selain xy =cos dari gambar ini kita dapatkan
21sin xy −= , x
xy
21tan
−= , dst.
3). Dari fungsi xy 1tan−= , kita gambarkan segitiga seperti di
bawah ini.
Selain xy =tan , kita peroleh
21
sin
x
xy
+= ,
21
1cos
x
y
+= , dst
4). Dari fungsi xy 1sec−= kita gambarkan
Dari gambar ini kita peroleh
21tan xy −= , x
xy
1sin
2 −= , dst.
x 12 −x
y
1
x
1
21 x+
y
x
1 21 x−y
84 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal:
1) Dari fungsi xy 1cot−= tentukan ysin dan ycos
2) Dari fungsi xy 1csc−= tentukan ytan dan ycos
85
Bab 7
Gabungan Fungsi Sinus
7.1. Fungsi Sinus Dan Cosinus
Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal, seperti misalnya
gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan
listrik sistem tenaga, dsb. Peristiwa-peristiwa itu merupakan fungsi
waktu, sehingga kita akan melihatnya dengan menggunakan waktu
sebagai peubah bebas, dengan simbol t, satuan detik.
Dalam peristiwa sinusoidal, jumlah siklus yang terjadi setiap detik
disebut frekuensi siklus, dengan simbol f , dengan satuan Hertz (1 Hz = 1
siklus per detik). Jadi jika fungsi sinus memiliki perioda T0 maka
00
1
Tf = (7.1)
Sebagaimana dikemukakan di bab sebelumnya, kita menggunakan
jumlah radian untuk menyatakan sudut. Karena satu siklus perubahan
sudut bersesuaian dengan perubahan sebesar 2π radian, maka f siklus per
detik bersesuaian dengan 2πf radian per detik. Jadi di samping frekuensi
siklus f kita memiliki frekuensi sudut dengan simbol ω, dengan satuan
radian per detik. Relasi antara frekuensi siklus (f) dengan frekuensi sudut
(ω), dan juga dengan perioda (T0), adalah
00
22
Tf
π=π=ω (7.2)
Suatu fungsi cosinus yang memiliki amplitudo (nilai puncak) A
dituliskan sebagai
π=ω=
0
2coscos
T
tAtAy (7.3)
Catatan: Sebelum kita lanjutkan pembahasan kita, ada sedikit catatan
yang perlu dicermati. Di bab sebelum ini kita menyatakan fungsi
sinus )sin(xy = atau fungsi cosinus )cos(xy = dengan x sebagai
peubah bebas dengan satuan radian. Pada (7.3) kita menyatakan
fungsi cosinus ty ω= cos dengan t sebagai peubah bebas dengan
satuan detik. Faktor ω-lah yang membuat satuan detik menjadi
radian; ω disebut frekuensi susut, satuan rad/detik.
86 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.7.1. memperlihatkan kurva fungsi cosinus. Jika fungsi cosinus ini kita
geser ke arah positif sebesar ¼ perioda kita akan mendapatkan fungsi
sinus. Gb.7.2.
π=ω=
π−ω=
0
2sinsin
2cos
T
tAtAtAy (7.4)
Gb.7.1. Fungsi cosinus
π=ω=
0
2coscos
T
tAtAy
Gb.7.2. Fungsi sinus
π−ω=
π=ω=
2cos
2sinsin
0
tAT
tAtAy
Pergeseran fungsi cosinus sebesar Ts diperlihatkan pada Gb.7.3.
Persamaan kurva cosinus tergeser ini adalah
( )
π−
π=−ω=
00
22coscos
T
T
T
tATtAy s
s
T0
-A
0
A
0 t
y
T0
-A
0
A
0 t
y
87
Gb.7.3. Fungsi cosinus tergeser
Kita perhatikan bahwa puncak pertama fungsi cosinus menunjukkan
pergeseran. Pada Gb.7.1. pergeseran adalah nol. Pada Gb.7.3. pergeseran
adalah Ts . Pada Gb.7.2. pergeseran adalah π/2 yang kemudian menjadi
kurva fungsi sinus. Jadi akan sangat mudah menuliskan persamaan suatu
fungsi sinusoidal sembarang, yaitu dengan menuliskannya dalam bentuk
cosinus, dengan memasukkan pergeseran yang terjadi yaitu yang
ditunjukkan oleh posisi puncak yang pertama.
Untuk selanjutnya, peristiwa-peristiwa yang berubah secara sinusoidal
kita nyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus, yang dianggap
sebagai bentuk normal
Perhatikanlah bahwa Ts adalah pergeseran waktu dalam detik, sehingga
fungsi sinusoidal dengan pergeseran Ts kita tuliskan (Gb.7.3)
( )sTtAy −ω= cos
yang dapat pula kita tuliskan
( )sTtAy ω−ω= cos
Pada penulisan terakhir ini, ωTs mempunyai satuan radian, sama dengan
satuan ωt. Selanjutnya
0
2
T
TT ss
π=ω=ϕ (7.5)
disebut sudut fasa dari fungsi cosinus dan menunjukkan posisi puncak
pertama dari fungsi cosinus. Fungsi cosinus dengan sudut fasa ϕ kita
tuliskan
( )ϕ−ω= ty cos (7.6)
T0
-A
0
A
0 t
y
Ts
88 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika ϕ = π/2 maka kita mempunyai fungsi sinus. Jadi untuk mengubah
fungsi sinus ke dalam format normal (menggunakan fungsi cosinus) kita
menambahkan pergeseran sebesar π/2 pada fungsi cosinus.
7.2. Kombinasi Fungsi Sinus.
Dalam tinjauan selanjutnya, jika disebut fungsi sinus, yang dimaksudkan
adalah fungsi sinus yang dinyatakan dalam bentuk normal, yaitu cosinus.
Fungsi sinus adalah fungsi periodik. Fungsi-fungsi periodik lain yang
bukan sinus, dapat dinyatakan sebagai jumlah dari fungsi-fungsi sinus.
Atau dengan kata lain suatu fungsi periodik dapat diuraikan menjadi
jumlah dari beberapa komponen sinus, yang memiliki amplitudo, sudut
fasa, dan frekuensi yang berlainan satu sama lain. Dalam penguraian itu,
fungsi akan terdiri dari komponen-komponen yang berupa komponen
searah (nilai rata-rata dari fungsi), komponen sinus dengan frekuensi
dasar f0 , dan harmonisa yang memiliki frekuensi harmonisa nf0 .
Sebaliknya dapat juga dikatakan bahwa jumlah dari beberapa fungsi
sinus yang memiliki amplitudo, frekuensi, serta sudut fasa yang
berlainan, akan membentuk fungsi periodik, walaupun bukan berbentuk
sinus. Gb.7.4. memperlihatkan beberapa bentuk fungsi periodik; bentuk
fungsi-fungsi periodik ini tergantung macam komponen sinus yang
menyusunnya.
Frekuensi harmonisa adalah nilai frekuensi yang merupakan kelipatan
bulat n dari frekuensi dasar f0. Frekuensi f0 kita sebut sebagai frekuensi
dasar karena frekuensi inilah yang menentukan perioda T0 = 1/f0 .
Frekuensi harmonisa dimulai dari harmonisa kedua (2fo), harmonisa
ketiga (3f0), dan seterusnya, yang secara umum kita katakan harmonisa
ke-n mempunyai frekuensi nf0 .
7.3. Spektrum Dan Lebar Pita.
Spektrum. Jika kita menghadapi suatu fungsi periodik, kita bisa
mempertanyakan bagaimana komponen-komponen sinusoidalnya.
Bagaimana penyebaran amplitudo dan sudut fasa setiap komponen, atau
dengan singkat bagaimana spektrum fungsi tersebut. Kita juga
mempertanyakan bagaimana sebaran frekuensi dari komponen-
komponen tersebut.
89
Gb.7.4. Beberapa fungsi periodik.
Berikut ini kita akan melihat suatu contoh fungsi yang dinyatakan
dengan persamaan
( ) ( ) ( )tftftfy )4(2cos5,7)2(2sin152cos3010 000 π−π+π+=
Fungsi ini merupakan jumlah dari satu komponen konstan dan tiga
komponen sinus. Komponen konstan sering disebut komponen
berfrekuensi nol karena y(t) = A cos(2πft) = A jika f = 0. Komponen
sinus yang pertama adalah komponen sinus dasar karena komponen
inilah yang mempunyai frekuensi paling rendah tetapi tidak nol. Suku
ketiga dan keempat adalah harmonisa ke-2 dan ke-4; harmonisa ke-3
tidak ada.
Fungsi ini dinyatakan dengan campuran fungsi sinus dan cosinus. Untuk
melihat bagaimana spektrum fungsi ini, kita harus menuliskan tiap suku
dengan bentuk yang sama yaitu bentuk normal (standar). Telah dikatakan
-4
1
-5 15
)4/)2(2cos(22cos31 00 πππ ++++−−−−++++==== tftfy
y
y = 1 + 3 cos 2f0t -4
0
4
-5 15 t
))2(2cos(22cos31 00 tftfy ππ −−−−++++====
y
t
- 4
0
4
- 5 15
y
y = 3 cos 2f0t -4
0
4
-5 15 t
90 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
di depan bahwa bentuk normal pernyataan fungsi sinusoidal adalah
menggunakan fungsi cosinus, yaitu )2cos( ϕ+π= ftAy .
Dengan menggunakan kesamaan
)2/2cos()2sin( π−π=π ftft dan )2cos()2cos( π+π=π− ftft
persamaan fungsi di atas dapat kita tulis
)42cos(5,7)2/22cos(15)2cos(3010 000 π+π+π−π+π+= tftftfy
Dalam pernyataan terakhir ini semua suku telah kita tuliskan dalam
bentuk standar, dan kita dapat melihat amplitudo dan sudut fasa dari tiap
komponen seperti dalam tabel berikut.
Frekuensi 0 f0 2 f0 4 f0
Amplitudo 10 30 15 7,5
Sudut fasa − 0 −π/2 π
Fungsi yang kita ambil sebagai cintoh mungkin merupakan pernyataan
suatu sinyal (dalam rangkaian listrik misalnya). Tabel ini menunjukkan
apa yang disebut sebagai spektrum dari sinyal yang diwakilinya. Suatu
spektrum sinyal menunjukkan bagaimana komposisi baik amplitudo
maupun sudut fasa dari semua komponen cosinus sebagai fungsi dari
frekuensi. Sinyal yang kita bahas ini berisi empat macam frekuensi, yaitu
: 0, f0 , 2f0 , dan 4f0. Amplitudo dari setiap frekuensi secara berturut-turut
adalah 10, 30, 15, dan 7,5 satuan (volt misalnya, jika ia adalah sinyal
tegangan). Sudut fasa dari komponen sinus yang berfrekuensi f0 , 2f0 dan
4f0 berturut turut adalah 0, −π/2, dan π radian.
Dari tabel tersebut di atas kita dapat menggambarkan dua grafik yaitu
grafik amplitudo dan grafik sudut fasa, masing-masing sebagai fungsi
frekuensi. Grafik yang pertama kita sebut spektrum amplitudo (Gb.7.5.a)
dan grafik yang kedua kita sebut spektrum sudut fasa (Gb.7.5.b).
91
Gb.7.5.a. Spektrum Amplitudo
Gb.7.5.b. Spektrum sudut fasa.
Penguraian fungsi periodik menjadi penjumlahan harmonisa sinus, dapat
dilakukan untuk semua bentuk fungsi periodik dengan syarat tertentu.
Fungsi persegi misalnya, yang juga periodik, dapat diuraikan menjadi
jumlah harmonisa sinus. Empat suku pertama dari persamaan hasil uraian
fungsi persegi ini adalah sebagai berikut :
....)2/72cos(7
)2/52cos(5
+
)2/32cos(3
)2/2cos(
00
00
+π−π+π−π
π−π+π−π=
tfA
tfA
tfA
tfAy
Dari persamaan ini, terlihat bahwa semua harmonisa mempunyai sudut
fasa sama besar yaitu –π/2; amplitudonya menurun dengan meningkatnya
frekuensi dengan faktor 1/n; tidak ada komponen konstan dan tidak ada
harmonisa genap. Tabel amplitudo dan sudut fasa adalah seperti berikut.
0
π/2
2π
0 1 2 3 4 5
Sudut Fasa
Frekuensi [×f0]
−π/2
−2π
0
10
20
30
40
0 1 2 3 4 5
Frekuensi [×f0]
Amplitudo
92 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Frekuensi: 0 f0 2f0 3f0 4f0 5f0 .. nf0
Amplitudo: 0 A 0 A/3 0 A/5 .. A/n
Sudut Fasa: - -π/2 - -π/2 - -π/2 .. -π/2
Gb.7.6. berikut ini memperlihatkan bagaimana fungsi persegi dibangun
dari harmonisa-harmonisanya.
a) b)
d)
c)
e)
Gb.7.10. Uraian fungsi persegi.
a). sinus dasar. b). harmonisa-3 dan sinus dasar + harmonisa-3.
c). harmonisa-5 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5.
d). harmonisa-7 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5 +
harmonisa-7. e) hasil penjumlahan yang dilakukan sampai pada
harmonisa ke-21.
Lebar Pita. Dari contoh fungsi persegi di atas, terlihat bahwa dengan
menambahkan harmonisa-harmonisa pada sinus dasarnya kita akan
makin mendekati bentuk persegi. Penambahan ini dapat kita lakukan
terus sampai ke suatu harmonisa tinggi yang memberikan bentuk fungsi
yang kita anggap cukup memuaskan artinya cukup dekat dengan bentuk
yang kita inginkan.
Pada spektrum amplitudo, kita juga dapat melihat bahwa makin tinggi
frekuensi harmonisa akan makin rendah amplitudonya. Hal ini tidak
hanya berlaku untuk fungsi persegi saja melainkan berlaku secara umum.
Oleh karena itu secara umum kita dapat menetapkan suatu batas
93
frekuensi tertinggi dari suatu fungsi periodik, dengan menganggap
amplitudo harmonisa-harmonisa yang frekuensinya di atas frekuensi
tertinggi ini dapat diabaikan. Batas frekuensi tertinggi tersebut dapat kita
tetapkan, misalnya frekuensi harmonisa yang amplitudonya tinggal 2%
dari amplitudo sinus dasar.
Jika batas frekuensi tertinggi kita tetapkan, batas frekuensi terendah juga
perlu kita tetapkan. Batas frekuensi terendah adalah frekuensi sinus dasar
jika bentuk fungsi yang kita tinjau tidak mengandung komponen konstan.
Jika mengandung komponen konstan maka frekuensi terendah adalah
nol. Selisih dari frekuensi tertinggi dan terendah disebut lebar pita (band
width).
94 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal: Fungsi Sinus, Gabungan Sinus, Spektrum
1. Tentukan persamaan bentuk kurva fungsi sinus berikut ini
dalam format cosinus )cos( sxxAy −= :
a). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0, frekuensi
siklus 10 siklus/skala.
b). Amplitudo 10, puncak pertama terjadi pada x = 0,02,
frekuensi siklus 10 siklus/skala.
c). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa 0o, frekuensi sudut 10
rad/skala.
d). Amplitudo 10, pergeseran sudut fasa +30o, frekuensi sudut
10 rad/skala.
2. Carilah spektrum amplitudo dan sudut fasa dari fungsi gabungan
sinus berikut ini
80002sin2,0 40002cos220002sin54 ttty π+π−π+=
Dengan mengambil batas amplitudo harmonisa tertinggi 5%,
tentukan lebar pita fungsi ini.
3. Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.
8000cos2 20002sin2-)6010002cos(3o
ttty π+π−π=
4. Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.
5000cos02,01500cos2.0
500cos300cos2100cos10
tt
ttty
++
++=
5. Ulangi soal sebelumnya untuk fungsi berikut.
20002cos2,0 15002cos2
10002cos35002cos1010
tt
tty
π+π+
π+π+=
95
Bab 8
Fungsi Logaritma 4atural, Eksponensial,
Hiperbolik
8.1. Fungsi Logarithma 4atural.
Definisi. Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis
bilangan e. Bilangan e ini, seperti halnya bilangan π, adalah bilangan-
nyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang
koma, nilainya adalah
e = 2,7182818284
Bilangan e merupakan salah satu bilangan-nyata yang sangat penting
dalam matematika:
1ln =e (8.1)
aeaea == lnln (8.2)
Kita lihat sekarang fungsi logaritma natural. Fungsi logaritma natural
dari x dituliskan sebagai
xy ln= (8.3)
Fungsi ini didefinisikan melalui integral (mengenai integrasi akan kita
pelajari pada Bab-12), yaitu
∫=x
dtt
x1
1ln (8.4)
Di sini kita akan melihat definisi tersebut secara grafis di mana integral
dengan batas tertentu seperti (8.4) berarti luas bidang antara fungsi 1/t
dan sumbu-x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x . Perhatikan Gb.8.1. Nilai
fungsi y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan
sumbu-t, dalam rentang antara t = 1 dan t = x.
Gb.8.1. Definisi ln x ditunjukkan secara grafis.
x t
ln x 1/t
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4
y
96 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kurva fungsi y = ln x dalam koordinat x-y adalah seperti pada Gb.8.2.
Nilai ln x = 1 terjadi pada nilai x = e.
Gb.8.2. Kurva y = ln x.
Sifat-Sifat. Sifat-sifat logaritma natural mirip dengan logaritma biasa.
Jika x dan a adalah positif dan n adalah bilangan rasional, maka:
1 untuk negatif bernilai ln
ln
1ln
lnln
;lnlnln
lnlnln
<
=
=
=
−=
+=
xx
xe
e
xnx
axa
x
xaax
x
n (8.5)
Soal-Soal
Dengan membagi luas bidang di bawah kurva (1/t) pada Gb.8.1
dalam segmen-segmen selebar ∆t = 0,1 dan mendekati luas segmen
sebagai luas trapesium, hitunglah
1). ln 1,5 2). ln 2 ; 3). ln 0,5
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
0 1 2 3 4x
y
e
y = ln x
97
8.2. Fungsi Eksponensial
Antilogaritma dan Fungsi Eksponensial. Antilogaritma adalah inversi
dari logaritma; kita melihatnya sebagai suatu fungsi
yx ln= (8.6)
Mengingat sifat logaritma sebagaimana disebutkan di atas, ekspresi ini
ekivalen dengan
xey = (8.7)
yang disebut fungsi eksponensial.
Fungsi eksponensial yang penting dan sering kita jumpai adalah fungsi
eksponensial dengan eksponen negatif; fungsi ini dianggap mulai muncul
pada x = 0 walaupun faktor u(x), yaitu fungsi anak tangga satuan, tidak
dituliskan.
0 ; ≥= − xaey bx (8.8)
Eksponen negatif ini menunjukkan bahwa makin besar bx maka nilai
fungsi makin kecil. untuk suatu nilai b tertentu, makin besar x fungsi ini
akan makin menurun. Makin besar b akan makin cepat penurunan
tersebut.
Dengan mengambil nilai a = 1, kita akan melihat bentuk kurva fungsi
eksponensial (8.8) untuk beberapa nilai b, dalam rentang x ≥ 0 seperti
terlihat pada Gb.8.3. Pada Gb.8.3. ini terlihat bahwa makin besar nilai b,
makin cepat fungsi menurun.
Gb.8.3. Perbandingan kurva y = e−x
dan y = e−2x.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 x
y
e− x
e−2x
98 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Penurunan kurva fungsi eksponensial ini sudah mencapai sekitar 36%
dari nilai awalnya (yaitu nilai pada x = 0), pada saat x = 1/b. Pada saat x
= 5b kurva sudah sangat menurun mendekati sumbu-x, nilai fungsi sudah
di bawah 1% dari nilai awalnya. Oleh karena itu fungsi eksponensial
biasa dianggap sudah bernilai nol pada x = 5/b.
Persamaan umum fungsi eksponensial dengan amplitudo A adalah
)(tuAey at−= (8.9)
Faktor u(t) adalah fungsi anak tangga satuan untuk menyatakan bahwa
kita hanya meninjau keadaan pada t ≥ 0. Fungsi ini menurun makin cepat
jika a makin besar. Didefinisikanlah
a
1=τ (8.10)
sehingga (8.9) dituliskan
)(/ tuAey t τ−= (8.11)
τ disebut konstanta waktu; makin kecil τ, makin cepat fungsi
eksponensial menurun.
Gabungan Fungsi Eksponensial. Gabungan fungsi eksponensial yang
banyak dijumpai dalam rekayasa adalah eksponensial ganda yaitu
penjumlahan dua fungsi eksponensial. Kedua fungsi mempunyai
amplitudo sama tetapi berlawanan tanda; konstanta waktu dari keduanya
juga berbeda. Persamaan fungsi gabungan ini adalah
( ) )( 21 //tueeAy
tt τ−τ− −= (8.12)
Bentuk kurva dari fungsi ini terlihat pada Gb.8.4.
Fungsi ini dapat digunakan untuk memodelkan surja. Gelombang surja
(surge) merupakan jenis pulsa yang awalnya naik dengan cepat sampai
suatu nilai maksimum tertentu kemudian menurun dengan agak lebih
lambat. Surja tegangan yang dibangkitkan untuk keperluan laboratorium
berbentuk “mulus” namun kejadian alamiah yang sering dimodelkan
dengan surja tidaklah mulus, misalnya arus terpaan petir.
99
Gb.8.4. Kurva gabungan dua fungsi eksponensial.
Soal-Soal
1. Gambarkan dan tentukan persamaan kurva fungsi eksponensial
yang muncul pada x = 0 dan konstanta τ , berikut ini :
a). ya = amplitudo 5, τ = 2.
b). yb = amplitudo 10, τ = 2.
c). yc = amplitudo −5, τ = 4.
2. Dari fungsi pada soal 10, gambarkanlah bentuk kurva fungsi
berikut.
cbaf
cae
bad
yyyy
yyy
yyy
++=
+=
+=
c).
b).
a).
3. Gambarkanlah bentuk kurva fungsi berikut.
{ } )( 1 10 a). 5,01 xuey x−−=
{ } )( 510 b). 2,02 xuey x−−=
0
1
2
3
4
5
0 1 2 3 4 5
(((( ))))21 // ττ tteeAy−−−−−−−− −−−−====
1/1
τtAey
−−−−====
2/2
τtAey
−−−−====
A
0t/τ
100 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
8.3. Fungsi Hiperbolik
Definisi. Kombinasi tertentu dari fungsi eksponensial membentuk fungsi
hiperbolik, seperti cosinus hiperbolik (cosh) dan sinus hiperbolik (sinh)
2sinh ;
2cosh
vvvvee
vee
v−− −
=+
= (8.13)
Persamaan (8.13) ini merupakan definisi dari cosinus hiperbolik dan
sinus hiperbolik. Definisi ini mengingatkan kita pada fungsi trigonometri
biasa cosinus dan sinus. Pada fungsi trigonometri biasa, jika x = cosθ dan
y = sinθ maka fungsi sinus dan cosinus ini memenuhi persamaan
“lingkaran satuan” (berjari-jari 1), yaitu
θ+θ==+ 2222 cossin1yx .
Pada fungsi hiperbolik, jika x = cosh v dan y = sinh v, maka fungsi-
fungsi ini memenuhi persamaan “hiperbola satuan”:
122 =− yx
Hal ini dapat kita uji dengan mensubstitusikan cosh v untuk x dan sinh v
untuk y dan kita akan mendapatkan bahwa persamaan “hiperbola satuan”
akan terpenuhi. Kita coba:
14
4
4
2
4
2 sinhcosh
22222222 ==
+−−
++=−=−
−− vvvveeee
vvyx
Bentuk kurva fungsi hiperbolik satuan terlihat pada Gb. 8.5. dengan
2sinh ;
2cosh
vvvvee
vyee
vx−− −
==+
==
Gb.8.5. Kurva fungsi hiperbolik satuan.
-4
-3
-2 -1 0
1
2
34
0 1 2 3 4
y
x
P[x,y] v = 0
v = ∞
101
Jika kita masukkan
2sinh ;
2cosh
vvvvee
vyee
vx−− −
==+
==
maka titik P[x,y] akan berada di bagian positif kurva tersebut. Karena ev
selalu bernilai positif dan e−v = 1/e
v juga selalu positif untuk semua nilai
nyata dari v, maka titik P[x,y] selalu berada di bagian positif (sebelah
kanan sumbu-y) kurva hiperbolik.
Mirip dengan fungsi trigonometri, fungsi hiperbolik yang lain
didefinisikan sebagai
vv
vv
vv
vv
ee
ee
v
vv
ee
ee
v
vv
−
−
−
−
−
+==
+
−==
sinh
coshcoth ;
cosh
sinhtanh (8.14)
vvvv eevv
eevv
−− −==
+==
2
sinh
1csch ;
2
cosh
1sech (8.15)
Identitas. Beberapa identitas fungsi hiperbolik kita lihat di bawah ini.
1). 1sinhcosh 22 =− vv . Identitas ini telah kita buktikan di atas.
Identitas ini mirip dengan identitas fungsi trigonometri biasa.
2). vv 22 sechtanh1 =− . Identitas ini diperoleh dengan membagi
identitas pertama dengan cosh2v.
3). vv 22 csch1coth =− . Identitas ini diperoleh dengan membagi
identitas pertama dengan sinh2v.
4). uevv =+ sinhcosh . Ini merupakan konsekuensi definisinya.
5). uevv −=− sinhcosh . Ini juga merupakan konsekuensi
definisinya.
102 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kurva-Kurva Fungsi Hiperbolik. Gb.8.6 berikut ini memperlihatkan
kurva fungsi-fungsi hiperbolik.
(a)
b)
c)
xe2
1
xe −−2
1
xy sinh=
x
y
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-2 -1 0 1 2
-1
0
1
2
3
4
-2 -1 0 1 2
xy sech=
xy cosh= y
x
xe2
1 xy sinh=
xy cosh= y
x
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-2 -1 0 1 2
103
d)
e)
Gb.8.6. Kurva-kurva fungsi hiperbolik.
xy csch=
xy sinh=
x
y
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-2 -1 0 1 2
xy csch=
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-2 -1 0 1 2
xy coth=
xy coth=
xy tanh=
x
y
104 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal
1). Turunkan relasi )sinh( vu + dan )cosh( vu + .
2). Diketahui 4/3sinh −=v . Hitung cosh v, coth v, dan csch v.
3). Diketahui 4/3sinh −=v . Hitung cosh v, tanhv, dan sech v.
105
Bab 9
Turunan Fungsi-Fungsi (1)
(Fungsi Mononom, Fungsi Polinom)
9.1. Pengertian Dasar
Kita telah melihat bahwa apabila koordinat dua titik yang terletak pada
suatu garis lurus diketahui, misalnya [x1,y1] dan [x2,y2], maka kemiringan
garis tersebut dinyatakan oleh persamaan
)(
)(
12
12
xx
yy
x
ym
−
−=
∆
∆= (9.1)
Untuk garis lurus, m bernilai konstan dimanapun titik [x1,y1] dan [x2,y2]
berada. Bagaimanakah jika yang kita hadapi bukan garis lurus melainkan
garis lengkung? Perhatikan Gb.9.1.
(a)
(b)
Gb.9.1. Tentang kemiringan garis.
Pada Gb.9.1.a. ∆y/∆x merupakan kemiringan garis lurus P1P2 dan bukan
kemiringan garis lengkung y = f(x). Jika ∆x kita perkecil, seperti terlihat
pada Gb.9.1.b., ∆y/∆x menjadi ∆y′/∆x′ yang merupakan kemiringan
garis lurus P1P′2. Jika ∆x terus kita perkecil maka kita dapatkan
P1 ∆y′
∆x′
x
y
P′2
y = f(x)
P1
∆y
∆x
x
y
P2
y = f(x)
106 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
kemiringan garis lurus yang sangat dekat dengan titik P1, dan jika ∆x
mendekati nol maka kita mendapatkan kemiringan garis singgung kurva
y di titik P1. Jadi jika kita mempunyai persamaan garis )(xfy ==== dan
melihat pada suatu titik tertentu [x,y], maka pada kondisi dimana ∆x
mendekati nol, persamaan (9.1) dapat kita tuliskan
)()()(
limlim00
xfx
xfxxf
x
y
xx′=
∆
−∆+=
∆
∆
→∆→∆ (9.2)
)(xf ′ merupakan fungsi dari x karena untuk setiap posisi titik yang kita
tinjau )(xf ′ memiliki nilai berbeda; )(xf ′ disebut fungsi turunan dari
)(xf , dan kita tahu bahwa dalam hal garis lurus, )(xf ′ bernilai konstan
dan merupakan kemiringan garis lurus tersebut. Jadi formulasi (9.1) tidak
hanya berlaku untuk garis lurus. Jika ∆x mendekati nol, maka ia dapat
diaplikasikan juga untuk garis lengkung, dengan pengertian bahwa
kemiringan m adalah kemiringan garis lurus yang menyinggung kurva
lengkung di titik [x,y]. Perhatikan Gb. 9.2.
Gb.9.2. Garis singgung pada garis lengkung.
Jika fungsi garis lengkung adalah )(xfy = maka )(xf ′ pada titik [x1,y1]
adalah kemiringan garis singgung di titik [x1,y1], dan f ′(x) di titik (x2,y2)
adalah kemiringan garis singgung di [x2,y2]. Bagaimana mencari f ′(x)
akan kita pelajari lebih lanjut.
Jika pada suatu titik x1 di mana x
y
x ∆
∆
→∆ 0lim seperti yang dinyatakan oleh
(9.2) benar ada, fungsi f(x) memiliki turunan di titik tersebut dan
dikatakan sebagai “dapat didiferensiasi di titik tersebut” dan nilai
(x1,y1)
(x2,y2)
x
y
107
x
y
x ∆
∆
→∆ 0lim merupakan nilai turunan di titik tersebut (ekivalen dengan
kemiringan garis singgung di titik tersebut).
Persamaan (9.2) biasanya ditulis
)()()(
lim
lim)(
0
0
xfx
xfxxf
x
yy
dx
d
dx
dy
x
x
′=∆
−∆+=
∆
∆==
→∆
→∆ (9.3)
dx
dy kita baca “turunan terhadap x dari fungsi y”, atau “turunan fungsi y
terhadap x”. Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan
fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
Misalnya y merupakan fungsi t , )(tfy = ; maka penurunan y hanya bisa
dilakukan terhadap t, tidak terhadap x.
)()(
tfdt
tdf
dt
dyy ′===′
9.2. Fungsi Mononom
Kita lihat uraian-uraian berikut ini.
1). kxfy == )(0, bernilai konstan. Di sini
00)()(
lim0
0 =∆
=∆
−∆+=′
→∆ xx
xfxxfy
x
2). xxfy 2)(11 ==
⇒ 222)(2
lim)(0
1 =∆
∆=
∆
−∆+=′
→∆ x
x
x
xxxxf
x
108 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.9.3. Fungsi mononom y = 2x dan turunannya.
Kurva )(1 xf ′ membentuk garis lurus sejajar sumbu-x; ia bernilai
konstan 2 untuk semua x.
3). 222 2)( xxfy ==
xxx
x
xxxxx
x
xxxxf
x
xx
4)222(lim
2)2(2lim
2)(2lim)(
0
222
0
22
02
=∆+×=∆
−∆+∆+=
∆
−∆+=′
→∆
→∆→∆
Turunan fungsi ini membentuk kurva garis lurus dengan kemiringan
4.
4). 333 2)( xxfy ==
2222
0
33323
0
33
03
623232lim
2)33(2lim
2)(2lim)(
xxxxx
x
xxxxxxx
x
xxxxf
x
x
x
=∆+∆×+×=
∆
−∆+∆+∆+=
∆
−∆+=′
→∆
→∆
→∆
Turunan fungsi ini membentuk kurva parabola.
0
2
4
6
8
10
0 1 2 3 4 5x
yxxf 2)(
1====
2)(1 ====′′′′ xf
109
5). Secara umum, turunan mononom
nmxxfy == )( (9.4)
adalah
)1()( −×=′ nxnmy (9.5)
Jika n pada (9.4) bernilai 1 maka kurva fungsi )(xfy = akan
berbentuk garis lurus dan turunannya akan berupa nilai konstan,
kxfy =′=′ )(
Jika n > 1, maka turunan fungsi akan merupakan fungsi x,
)(xfy ′=′ . Dengan demikian maka fungsi turunan ini dapat
diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya
)(xfy ′′=′′
yang mungkin masih juga merupakan fungsi x dan masih dapat
diturunkan lagi untuk memperoleh fungsi turunan berikutnya lagi
)(xfy ′′′=′′′
dan demikian seterusnya.
dx
dyxfy =′=′ )( kita sebut turunan pertama,
2
2
)(dx
ydxfy =′′=′′ turunan kedua,
3
3
)(dx
ydxfy =′′′=′′′ turunan ke-tiga, dst.
Contoh:
344 2)( xxfy ==
12 ;12)2(6 ;6)3(2 4)12(
42)13(
4 =′′′==′′==′ −−yxxyxxy
6) Dari (9.4) dan (9.5) kita dapat mencari titik-potong antara kurva suatu
fungsi dengan kurva fungsi turunannya.
Fungsi mononom nmxxfy == )( memiliki turunan
)1()( −×=′ nxnmy . Koordinat titik potong P antara kurva mononom
f(x) dengan turunan pertamanya diperoleh dengan
110 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
)1()( −×=→′= nn xnmmxyy
⇒ nx =P dan nmxy PP =
Koordinat titik potong kurva mononom dengan kurva-kurva turunan
selanjutnya dapat pula dicari.
Gb.9.4. memperlihatkan kurva mononom 4xy = dan turunan-
turunannya 34xy =′ , 212xy =′′ , xy 24=′′′ , 24=′′′′y .
Gb.9.4. Mononom dan fungsi turunan-nya.
9.3. Fungsi Polinom
Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Kita lihat contoh-
contoh berikut.
1). 24)(11 +== xxfy
{ } { }4
242)(4lim)(1 =
∆
+−+∆+=′
→∆ x
xxxxf
xx
Kurva fungsi ini dan turunannya terlihat pada Gb.9.5.
-100
0
100
200
-3 -2 -1 0 1 2 3 4
4xy =
34xy =′
212xy =′′xy 24=′′′
24=′′′′y
212xy =′′34xy =′
111
Gb.9.5. f1(x) = 4x + 2 dan turunannya.
Suku yang bernilai konstan pada f1(x), berapapun besarnya, positif
maupun negatif, tidak memberikan kontribusi dalam fungsi turunannya.
2). )2(4)(22 −== xxfy ⇒ 84)(2 −= xxf
⇒ 4)(2 =′ xf
Gb.9.6. f2(x) = 4(x – 2) dan turunannya.
3). 524)( 233 −+== xxxfy
{ } { }28224
5245)(2)(4lim
22
03
+=+×=∆
−+−−∆++∆+=′
→∆
xx
x
xxxxxxy
x
4). 5245)( 2344 −++== xxxxfy
{ } { }
281522435
5245 5)(2)(4)(5lim
22
2323
04
++=+×+×=
∆
−++−−∆++∆++∆+=′
→∆
xxxx
x
xxxxxxxxxy
x
)2(4)(2 −−−−==== xxf
4)(2 ====′′′′ xf
-15
-10
-5
0
5
10
-1 0 1 2 3 4x
y
f1(x) = 4x + 2
f1′(x) = 4
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2x
y
112 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
5) Secara Umum: Turunan suatu polinom, yang merupakan jumlah
beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing
mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom
itu memang memiliki turunan.
9.4. 4ilai Puncak
Kita telah melihat bahwa turunan fungsi di suatu nilai x merupakan
kemiringan garis singgung terhadap kurva fungsi di titik [x,y]. Jika titik
[xp,yp] adalah titik puncak suatu kurva, maka garis singgung di titik
[xp,yp] tersebut akan berupa garis mendatar yang kemiringannya nol.
Dengan kata lain posisi titik puncak suatu kurva adalah posisi titik di
mana turunan pertama fungsi bernilai nol.
Polinom Orde Dua. Kita ambil contoh fungsi polinom orde dua (fungsi
kuadrat):
13152 2 ++= xxy
Turunan pertama fungsi ini adalah
154 +=′ xy
Jika kita beri y ′ = 0 maka kita dapatkan nilai xp dari titik puncak yaitu
xp = −(15/4) = −3,75
Jika nilai xp ini kita masukkan ke fungsi asalnya, maka akan kita
dapatkan nilai puncak yp.
125,15 13)75,3(152(-3,75)
13152
2
2
−=+−×+=
++= ppp xxy
Secara umum, xp dari fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 dapat diberoleh
dengan membuat
02 =+=′ baxy (9.6)
sehingga diperoleh
a
bxp
2−= (9.7)
113
Nilai puncak, yp dari fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 dapat diperoleh
dengan memasukkan xp
a
acbc
a
bcbxaxy ppp
4
4
4
222 −
−=+−=++= (9.8)
Maksimum dan Minimum. Bagaimanakah secara umum menentukan
apakah suatu nilai puncak merupakan nilai minimum atau maksimum?
Kita manfaatkan karakter turunan kedua di sekitar nilai puncak. Lihat
Gb.9.7.
Gb.9.7. Garis singgung di sekitar titik puncak.
Turunan pertama di suatu titik pada kurva adalah garis singgung pada
kurva di titik tersebut. Di sekitar titik maksimum, mulai dari kiri ke
kanan, kemiringan garis singgung terus menurun sampai menjadi nol di
titik puncak kemudian menjadi negatif. Ini berarti turunan pertama y′ di
sekitar titik maksimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di
titik maksimum bernilai negatif.
Sebaliknya, di sekitar titik minimum, mulai dari kiri ke kanan,
kemiringan garis singgung terus meningkat sampai menjadi nol di titik
puncak kemudian menjadi positif. Ini berarti turunan pertama y′ di sekitar
titik minimum terus menurun dan berarti pula turunan kedua di titik
minimum bernilai positif.
Jadi apabila turunan kedua di titik puncak bernilai negatif, titik puncak
tersebut adalah titik maksimum. Apabila turunan kedua di titik puncak
bernilai positif, titik puncak tersebut adalah titik minimum.
y
x
Q
P
y′ y′
114 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Dalam kasus fungsi kuadrat cbxaxy ++= 2 , turunan pertama adalah
baxy +=′ 2 dan turunan kedua adalah ay 2=′′ . Jadi pada fungsi
kuadrat, apabila a bernilai positif maka ia memiliki nilai minimum; jika a
negatif ia memiliki nilai maksimum.
Contoh: Kita lihat kembali contoh fungsi kuadrat yang dibahas di
atas.
13152 2 ++= xxy
Nilai puncak fungsi ini adalah 125,15−=py dan ini merupakan
nilai minimum, karena turunan keduanya 4=′′y adalah positif.
Lihat pula Gb.10.5.c.
Contoh: Kita ubah contoh di atas menjadi:
13152 2 ++−= xxy
Turunan pertama fungsi menjadi
75,3 memberi 0 jika yang , 154 +==′+−=′ pxyxy
Nilai puncak adalah
125,411375,3152)^75,3(2 +=+×+−=py
Turunan kedua adalah 4−=′′y bernilai negatif. Ini berarti
bahwa nilai puncak tersebut adalah nilai maksimum.
Contoh: Dua buah bilangan positif berjumlah 20. Kita diminta
menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai maksimum,
sementara jumlahnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x maka bilangan yang
lain adalah (20−x). Perkalian antara keduanya menjadi 220)20( xxxxy −=−=
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.
0220 =−=′ xy memberikan x = 10
115
dan nilai puncaknya adalah
100100200 =−=puncaky
Turunan kedua adalah 2−=′′y ; ia bernilai negatif. Jadi
ypuncak yang kita peroleh adalah nilai maksimum; kedua
bilangan yang dicari adalah 10 dan (20−10) = 10. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.8.
Kurva tersebut memotong sumbu-x di
20dan 0 0)20( 21 ==⇒=−= xxxxy
Dalam contoh di atas kita memperoleh hanya satu nilai maksimum;
semua nilai x yang lain akan memberikan nilai y dibawah nilai
maksimum ypuncak yang kita peroleh. Nilai maksimum demikian ini kita
sebut nilai maksimum absolut.
Jika seandainya ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum, maka ia
akan menjadi minimum absolut, seperti pada contoh berikut.
Contoh: Dua buah bilangan positif berselisih 20. Kita diminta
menentukan kedua bilangan tersebut sedemikian rupa
sehingga perkaliannya mencapai nilai minimum, sementara
selisihnya tetap 20.
Jika salah satu bilangan kita sebut x (positif) maka bilangan
yang lain adalah (x + 20). Perkalian antara keduanya
menjadi
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
-5 0 5 10 15 20 25
y
x
Gb.9.8. Kurva )20( xxy −=
116 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
xxxxy 20)20( 2 +=+=
Turunan pertama yang disamakan dengan nol akan
memberikan nilai x yang memberikan ypuncak.
0202 =+=′ xy sehingga x = −10
dan nilai puncak adalah
100200100 −=−=puncaky
Turunan kedua adalah 2+=′′y ; ia bernilai positif. Jadi
ypuncak yang kita peroleh adalah nilai minimum; kedua
bilangan yang dicari adalah −10 dan (−10+20) = +10.
Kurva fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.9.
Gb.9.9. Kurva )20( += xxy
Polinom Orde Tiga. Fungsi pangkat tiga diberikan secara umum oleh
dcxbxaxy +++= 23 (9.10)
Turunan dari (10.29) adalah
cbxaxy ++=′ 23 2 (9.11)
Dengan membuat 0====′′′′y kita akan mendapatkan xp.
cbxaxy pp ++==′ 2302
Ada dua posisi nilai puncak, yaitu
-120
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
-25 -20 -15 -10 -5 0 5x
y
117
a
acbb
a
acbbxx pp
3
3
6
1242,
2
2
21
−±−=
−±−=
(9.12)
Dengan memasukkan xp1 dan xp2 ke penyataan fungsi (10.11) kita peroleh
nilai puncak yp1 dan yp2. Namun bila xp1 = xp2 berarti dua titik puncak
berimpit atau kita sebut titik belok.
Contoh: Kita akan mencari di mana letak titik puncak dari kurva
fungsi 332 23 +−= xxy dan apakah nilai puncak
merupakan nilai minimum atau maksimum.
Jika turunan pertama fungsi ini kita samakan dengan nol,
akan kita peroleh nilai x di mana puncak-puncak kurva
terjadi.
1dan 0 memberikan
0)1(666 2
==
=−=−=′
xx
xxxxy
Memasukkan nilai x yang diperoleh ke persamaan asalnya
memberikan nilai y, yaitu nilai puncaknya.
2 memberikan 1
3 memberikan 0
+==
+==
puncak
puncak
yx
yx
Jadi posisi titik puncak adalah di P[0,3] dan Q[1,2]. Apakah
nilai puncak ypuncak minimum atau maksimum kita lihat dari
turunan kedua dari fungsi y
6 1Untuk
6 0Untuk
612
+=′′⇒=
−=′′⇒=
−=′′
yx
yx
xy
Jadi nilai puncak di P[0,3] adalah suatu nilai maksimum,
sedangkan nilai puncak di Q[1,2] adalah minimum. Kurva
dari fungsi dalam contoh ini terlihat pada Gb.9.10.
118 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.9.10. Kurva 332 23 +−= xxy dan garis singgung di R.
9.5. Garis Singgung
Persamaan garis singgung pada titik R yang terletak di kurva suatu fungsi
)(xfy = secara umum adalah mxys = dengan kemiringan m adalah
turunan pertama fungsi di titik R.
Contoh: Lihat fungsi 332 23 +−= xxy yang kurvanya diberikan
pada Gb.9.10.
Turunan pertama adalah )1(666 2 −=−=′ xxxxy . Titik R dengan
absis 2R =x , memiliki ordinat 734382R =+×−×=y ; jadi
koordinat R adalah R(2,7). Kemiringan garis singgung di titik R
adalah 12126 =××=m .
Persamaan garis singgung Kxys +=12 . Garis ini harus melalui
R(2,7) dengan kata lain koordinat R harus memenuhi persamaan
garis singgung. Jika koordinat R kita masukkan ke persamaan
garis singgung akan kita dapatkan nilai K.
Kxys +=12 ⇒ K+×= 2127 ⇒ 17247 −=−=K .
Persamaan garis singgung di titk R adalah 1712 −= xys
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
-2 -1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5
P[0,3] Q[1,2]
x
y
ys
R
119
9.6. Contoh Hubungan Diferensial
Berikut ini adalah beberapa contoh relasi diferensial. (ref. [3] Bab-2)
Arus Listrik. Arus litrik adalah jumlah muatan listrik yang mengalir per
detik, melalui suatu luas penampang tertentu. Ia merupakan laju aliran
muatan. Kalau arus diberi simbol i dan muatan diberi simbol q maka
dt
dqi =
Satuan arus adalah ampere (A), satuan muatan adalah coulomb (C). Jadi
1 A = 1 C/detik.
Tegangan Listrik. Tegangan listrik didefinisikan sebagai laju perubahan
energi per satuan muatan. Kalau tegangan diberi simbol v dan energi
diberi simbol w, maka
dq
dwv =
Satuan daya adalah watt (W). Satuan energi adalah joule (J). Jadi 1 W =
1 J/detik.
Daya Listrik. Daya listrik didefinisikan sebagai laju perubahan energi.
Jika daya diberi simbol p maka
dt
dwp =
Dari definisi tegangan dan arus kita dapatkan vidt
dq
dq
dw
dt
dwp ===
Karakteristik Induktor. Karakteristik suatu piranti listrik dinyatakan
dengan relasi antara arus yang melewati piranti dengan tegangan yang
ada di terminal piranti tersebut. Jika L adalah induktansi induktor, vL dan
iL masing-masing adalah tegangan dan arus-nya, maka relasi antara arus
dan tegangan induktor adalah
dt
diLv L
L =
Karakteristik Kapasitor. Untuk kapasitaor, jika C adalah kapasitansi
kapasitor, vC dan iC adalah tegangan dan arus kapasitor, maka
dt
dvCi c
C =
120 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal
1. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan
nilai puncak
824
; 2123
;7105
23
22
21
++−=
+−=
−−=
xxy
xxy
xxy
2. Carilah turunan fungsi-fungsi berikut untuk kemudian menentukan
nilai puncak
2373
2342
231
2173
; 627
; 2452
xxxy
xxxy
xxxy
+−=
++−=
−+−=
121
Bab 10
Turunan Fungsi-Fungsi (2)
(Fungsi Perkalian Fungsi, Fungsi Pangkat Dari
Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit)
10.1. Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi
Misalkan kita memiliki dua fungsi x, )(xv dan )(xw , dan kita hendak
mencari turunan terhadap x dari fungsi vwy = . Misalkan nilai x berubah
sebesar ∆x, maka fungsi w berubah sebesar ∆w, fungsi v berubah sebesar
∆v, dan fungsi y berubah sebesar ∆y. Perubahan ini terjadi sedemikian
rupa sehingga setelah perubahan sebesar ∆x hubungan vwy = tetap
berlaku, yaitu
)(
))(()(
vwvwwvvw
wwvvyy
∆∆+∆+∆+=
∆+∆+=∆+ (10.1)
Dari sini kita dapatkan
x
wv
x
vw
x
wv
x
vwvwvwwvwv
x
yyy
x
y
∆∆∆
+∆∆
+∆∆
=
∆−∆∆+∆+∆+
=∆
−∆+=
∆∆
)()(
(10.2)
Jika ∆x mendekati nol maka demikian pula ∆v dan ∆w, sehingga x
wv
∆∆∆
juga mendekati nol. Persamaan (10.2) akan memberikan
dx
dvw
dx
dwv
dx
vwd
dx
dy+==
)( (10.3)
Inilah formulasi turunan fungsi yang merupakan hasilkali dari dua
fungsi.
Contoh: Kita uji kebenaran formulasi ini dengan melihat suatu fungsi
mononom 56xy = yang kita tahu turunannya adalah 430xy =′ . Kita
pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian dua fungsi vwy =
dengan 32xv = dan 23xw = . Menurut (10.3) turunan dari y menjadi
122 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
44422323
3018126362)32(
xxxxxxxdx
xxdy =+=×+×=
×=′
Ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bagaimanakah dx
uvwd )( jika u, v, w ketiganya adalah fungsi x. Kita
aplikasikan (10.3) secara bertahap seperti berikut.
dx
duvw
dx
dvuw
dx
dwuv
dx
duv
dx
dvuw
dx
dwuv
dx
uvdw
dx
dwuv
dx
wuvd
dx
uvwd
)()()(
)(
)()(
))(()(
++=
++=
+==
(10.4)
Contoh: Kita uji formula ini dengan mengambil fungsi penguji
sebelumnya, yaitu 56xy = yang kita tahu turunannya adalah
430xy =′ . Kita pandang sekarang fungsi y sebagai perkalian tiga
fungsi uvwy = dengan xu 2= , 23xv = , dan xw = . Menurut
(10.9) turunan dari y adalah
44442
222
3012126)4)((3x
)6)(2()1)(32()(
xxxxxx
xxxxxdx
uvwd
dx
dy
=++=×+
×+×==
Ternyata sesuai dengan yang kita harapkan.
10.2. Fungsi Yang Merupakan Pangkat Dari Suatu Fungsi
Yang dimaksud di sini adalah bagaimana turunan dx
dy jika y = v
n dengan
v adalah fungsi x, dan n adalah bilangan bulat. Kita ambil contoh fungsi
vvvvy ××== 2361
dengan v merupakan fungsi x. Jika kita
aplikasikan formulasi (10.4) akan kita dapatkan
123
dx
dvv
dx
dvv
dx
dvvv
dx
dvv
dx
dvv
dx
dvv
dx
dvv
dx
dvvv
dx
dvv
dx
dvvv
dx
dvv
dx
dvvv
dx
dvvv
dx
dvvv
dx
dy
5
4555
22345
32
23231
6
2
)()()(
=
++++=
++
++=
++=
Contoh ini memperlihatkan bahwa
dx
dvv
dx
dv
dv
dv
dx
dv 566
6==
yang secara umum dapat kita tulis
dx
dvnv
dx
dv nn
1−= (10.5)
Contoh: Kita ambil contoh yang merupakan gabungan antara
perkalian dan pangkat dua fungsi.
2332 )1()1( −+= xxy
Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan
pangkat suatu fungsi.
)12()1)(1(6
)1()1(6)1()1(6
2)1(3)1()3)(1(2)1(
)1()1(
)1()1(
3223
22233322
22232332
3223
2332
−++−=
+−+−+=
+−+−+=
+−+
−+=
xxxxx
xxxxxx
xxxxxx
dx
xdx
dx
xdx
dx
dy
124 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
10.3. Fungsi Rasional
Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi
w
vy = (10.6)
Tinjauan atas fungsi demikian ini hanya terbatas pada keadaan 0≠w .
Kita coba memandang fungsi ini sebagai perkalian dari dua fungsi:
1−= vwy (10.7)
Kalau kita aplikasikan (10.3) pada (10.7) kita peroleh
−=
+−
=+−=
+==
=
−−
−−−
dx
dwv
dx
dvw
w
dx
dv
wdx
dv
w
v
dx
dvw
dx
dvvw
dx
dvw
dx
dwv
dx
vwd
w
v
dx
d
dx
dy
2
2
12
111
1
1
)(
atau 2w
dx
dwv
dx
dvw
w
v
dx
d
−
=
(10.8)
Inilah formulasi turunan fungsi rasional. Fungsi v dan w biasanya
merupakan polinom dengan v mempunyai orde lebih rendah dari w.
(Pangkat tertinggi peubah x dari v lebih kecil dari pangkat tertinggi
peubah x dari w).
Contoh:
1). 3
2 3
x
xy
−=
4
2
6
244
6
223
9)93(2
)3)(3()2(
x
x
x
xxx
x
xxxx
dx
dy
+−=
−−=
−−=
2). 2
2 1
xxy +=
125
3
2 22
4
2102
xx
xxx
dx
dy−=
×−×+=
3). 1dengan ;1
1 2
2
2
≠−
+= xx
xy (agar penyebut tidak nol)
2222
33
22
22
)1(
4
)1(
2222
)1(
2)1(2)1(
−
−=
−
−−−=
−
+−−=
x
x
x
xxxx
x
xxxx
dx
dy
10.4. Fungsi Implisit
Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun
sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk
eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita
pelajari di atas. Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke
dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi
implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat
didiferensiasi terhadap x. Kita akan mengambil beberapa contoh.
Contoh:
1). 822 =++ yxyx . Fungsi implisit ini merupakan sebuah
persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri,
maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar
kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di
kedua ruas, dan kita akan peroleh
yxdx
dyyx
dx
dyy
dx
dxy
dx
dyxx
−−=+
=+++
2)2(
022
Untuk titik-titik di mana 0)2( ≠+ yx kita peroleh turunan
yx
yx
dx
dy
2
2
+
+−=
Untuk suatu titik tertentu, misalnya [1,2], maka
126 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
8,041
22−=
++
−=dx
dy.
Inilah kemiringan garis singgung di titik [1,2] pada kurva fungsi y
bentuk implisit yang sedang kita hadapi.
2). 434 434 =−+ yxyx . Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah
persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita
akan memperoleh
0124)3(44
0)3()4(
44
3323
43
33
=−++
=−++
dx
dyyy
dx
dyyxx
dx
yd
dx
xdy
dx
dyxx
)(4)1212(3332yx
dx
dyyxy +−=−
Di semua titik di mana 0)( 32 ≠− yxy kita dapat memperoleh
turunan
)(3
)(32
33
yxy
yx
dx
dy
−
+−=
10.5. Fungsi Berpangkat Tidak Bulat
Pada waktu kita mencari turunan fungsi yang merupakan pangkat dari
suatu fungsi lain, y = vn , kita syaratkan bahwa n adalah bilangan bulat.
Kita akan melihat sekarang bagaimana jika n merupakan sebuah rasio
q
pn = dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠ 0, serta v adalah
fungsi yang bisa diturunkan.
qpvy /= (10.9)
Fungsi (10.9) dapat kita tuliskan
pq vy = (10.10)
yang merupakan bentuk implisit fungsi y. Jika kita lakukan diferensiasi
terhadap x di kedua ruas (10.10) kita peroleh
dx
dvpv
dx
dyqy pq 11 −− =
127
Jika y ≠ 0, kita dapatkan
dx
dv
qy
pv
dx
vd
dx
dy
q
pqp
1
1/)(
−
−== (10.11)
Akan tetapi dari (10.9) kita lihat bahwa
( ) )/(1/1 qppqqpq vvy −−− ==
sehingga (10.11) menjadi
dx
dvv
q
p
dx
dvv
q
p
dx
dv
qv
pv
dx
vd
dx
dy
qp
qppp
qpp
pqp
1)/(
)/()1(
)/(
1/
)(
−
+−−
−
−
=
=
==
(10.12)
Formulasi (10.12) ini mirip dengan (10.5), hanya perlu persyaratan
bahwa v ≠ 0 untuk p/q < 1.
10.6. Kaidah Rantai
Apabila kita mempunyai persamaan
)(dan )( tfytfx == (10.13)
maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian
disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita
eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang
berbentuk
)(xFy = (10.14)
Bagaimanakah )(xFdx
dy′= dari (10.14) ber-relasi dengan
)(dan )( tfdt
dxtg
dt
dy′=′= ?
Pertanyaan ini terjawab oleh kaidah rantai berikut ini.
128 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika )(xFy = dapat diturunkan terhadap x dan
)(tfx = dapat diturunkan terhadap t, maka
( ) )()( tgtfFy == dapat diturunkan terhadap t
menjadi
dt
dx
dx
dy
dt
dy= (10.15)
Relasi ini sudah kita kenal.
10.7. Diferensial dx dan dy
Pada pembahasan fungsi linier kita tuliskan kemiringan garis, m, sebagai
)(
)(
12
12
xx
yy
x
ym
−
−=
∆
∆=
kita lihat kasus jika ∆x mendekati nol namun tidak sama dengan nol.
Limit ini kita gunakan untuk menyatakan turunan fungsi y(x) terhadap x
pada formulasi
)(lim0
xfx
y
dx
dy
x′=
∆
∆=
→∆
Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa
sehingga rasio dy/dx , jika dx≠ 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap
x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan
fungsi dari x:
)(xFy = (10.16)
Kita ambil definisi sebagai berikut
1. dx, kita sebut sebagai diferensial x, merupakan bilangan nyata
berapapun nilainya, dan merupakan peubah bebas yang lain
selain x;
2. dy, kita sebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx
yang dinyatakan dengan
dxxFdy )('= (10.17)
Kita telah terbiasa menuliskan turunan fungsi y terhadap x sebagai
129
)(xfdx
dy′= .
Perhatikanlah bahwa ini bukanlah rasio dari dy terhadap dx melainkan
turunan fungsi y terhadap x. Akan tetapi jika kita bersikukuh memandang
relasi ini sebagai suatu rasio dari dy terhadap dx maka kita juga akan
memperoleh relasi (10.17), namun sesungguhnya (10.17) didefinisikan
dan bukan berasal dari relasi ini.
Pengertian terhadap dy lebih jelas jika dilihat secara geometris seperti
terlihat pada Gb.10.1. Di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar
dx satuan, maka di sepanjang garis singgung di titik P nilai y akan
berubah sebesar dy. Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia
“mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dy
dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika
“mengarah ke bawah”.
Gb.10.1. Penjelasan geometris tentang diferensial.
θ= tandx
dy ; dxdy )(tanθ=
1. dx
dy adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
2. dy adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis
singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah
sebesar dx skala.
P dx
dy
θ
P dx
dy
θ
P dx
dy
θ
P dx
dy
θ
y
x
x x
x
y
y y
130 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula
turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam Tabel-10.1. Dalam
tabel ini v adalah fungsi x.
Tabel-10.1
Turunan Fungsi Diferensial
1. 0=dx
dc; c = konstan 1. 0=dc ; c = konstan
2.dx
dvc
dx
dcv= 2. cdvdcv =
3.dx
dw
dx
dv
dx
wvd+=
+ )(
3. dwdvwvd +=+ )(
4.dx
dvw
dx
dwv
dx
dvw+= 4. wdvvdwvwd +=)(
5.2w
dx
dwv
dx
dvw
dx
w
vd −
=
5.2
w
vdwwdv
w
vd
−=
6.dx
dvnv
dx
dv nn
1−= 6. dvnvdv nn 1−=
7. 1−= nn
cnxdx
dcx 7. dxcnxcxd nn 1)( −=
Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi.
1. Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri Tabel-10.1),
kemudian dikalikan dengan dx.
2. Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan
Tabel-10.1)
Kita ambil suatu contoh: cari dy dari fungsi
653 23 −+−= xxxy
131
Turunan y adalah : 563 2 +−=′ xxy
sehingga dxxxdy )563( 2 +−=
Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam
tabel di atas:
dxxx
dxxdxdxxdxdxdxddy
)563(
563 )6()5()3()(
2
223
+−=
+−=−++−+=
132 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
322
43
23
)1()2(
; )2(
;)3()1(
−++=
−=
+−=
xxy
xxy
xxy
13
2
;1
1
; 1
12
2
2
2
+=
−
+=
−
+=
x
xy
x
xy
x
xy
22
; 1
;
;2
33
2222
2
=−
−
=+
+=
+=+
yx
yx
yx
yxyx
yxyxy
133
Bab 11
Turunan Fungsi-Fungsi (3)
(Fungsi-Fungsi Trigonometri, Trigonometri
Inversi, Logaritmik, Eksponensial)
11.1. Turunan Fungsi Trigonometri
Jika xy sin= maka
x
xxxxx
x
xxx
dx
xd
dx
dy
∆
−∆+∆=
∆
−∆+==
sinsincoscossin
sin)sin(sin
Untuk nilai yang kecil, ∆x menuju nol, sin∆x = ∆x dan cos∆x = 1. Oleh
karena itu
xdx
xdcos
sin= (11.1)
Jika xy cos= maka
x
xxxxx
x
xxx
dx
xd
dx
dy
∆
−∆−∆=
∆
−∆+==
cossinsincoscos
cos)cos(cos
Jik ∆x menuju nol, maka sin∆x = ∆x dan cos∆x = 1. Oleh karena itu
xdx
xdsin
cos−= (11.2)
Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari.
xxx
xxx
x
x
dx
d
dx
xd 2
22
2
seccos
1
cos
)sin(sincos
cos
sintan==
−−=
=
xxx
xxx
x
x
dx
d
dx
xd 2
22
2
cscsin
1
sin
)(coscossin
sin
coscot−=
−=
−−=
=
xxx
x
x
x
xdx
d
dx
xdtansec
cos
sin
cos
)sin(0
cos
1sec22
==−−
=
=
xxx
x
x
x
xdx
d
dx
xdcotcsc
sin
cos
sin
)(cos0
sin
1csc
22−=
−=
−=
=
134 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
xyxyxy 222 cos3 ; )3(sin5 ; )4tan( ===
)2cos()2(sin ; )63cot( 3 xxyxy −=+=
244 )cot(csc ; tansec xxyxxy +=−=
Contoh-Contoh Dalam Praktik Rekayasa. Berikut ini kita akan melihat
turunan fungsi trigonometri dalam rangkaian listrik. (ref. [3] Bab-4).
1). Tegangan pada suatu kapasitor merupakan fungsi sinus vC =
200sin400t volt. Kita akan melihat bentuk arus yang mengalir pada
kapasitor yang memiliki kapasitansi C = 2×10-6
farad ini.
Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah
dt
dvCi C
C =
Arus yang melalui kapasitor adalah
( ) ampere 400cos160,0400sin200102 6 ttdt
d
dt
dvCi C
C =××==
Daya adalah perkalian tegangan dan arus. Jadi daya yang diserap
kapasitor adalah
watt800sin16
400sin400cos32400cos16,0400sin200
t
ttttivp CCC
=
=×==
Bentuk kurva tegangan dan arus terlihat pada gambar di bawah ini.
Pada waktu tegangan mulai naik pada t = 0, arus justru sudah mulai
menurun dari nilai maksimumnya. Dengan kata lain kurva arus
mencapai nilai puncak-nya lebih dulu dari kurva tegangan; dikatakan
-200
-100
0
100
200
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
vC
pC iC
vC iC pC
t [detik]
135
bahwa arus kapasitor mendahului tegangan kapasitor. Perbedaan
kemunculan ini disebut perbedaan fasa yang untuk kapasitor
besarnya adalah 90o; jadi arus mendahului tegangan dengan beda
fasa sebesar 90o.
Kurva daya bervariasi secara sinusoidal dengan frekuensi dua kali
lipat dari frekuensi tegangan maupun arus. Variasi ini simetris
terhadap sumbu waktu. Kapasitor menyerap daya selama setengah
perioda dan memberikan daya selama setengah perioda berikutnya.
Secara keseluruhan tidak akan ada penyerapan daya netto; daya ini
disebut daya reaktif.
2). Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus
terhadap waktu sebagai iL = −0,2cos400t ampere. Berapakah
tegangan antara ujung-ujung induktor dan daya yang diserapnya ?
Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah
dt
diLv L
L =
( ) tttdt
d
dt
diLv L
L 400sin200 400400sin2,05,2400cos2,05,2 =×××=−×==
Daya yang diserap inductor adalag tegangan kali arusnya.
W800sin20
400cos400sin40)400cos2.0(400sin200
t
ttttivp LLL
−=
−=−×==
Kurva tegangan, arus, dan daya adalah sebagai berikut.
Kurva tegangan mencapai nilai puncak pertama-nya lebih awal dari
kurva arus. Jadi tegangan mendahului arus atau lebih sering
dikatakan bahwa arus ketinggalan dari tegangan (hal ini merupakan
kebalikan dari kapasitor). Perbedaan fasa di sini juga 90o, artinya
arus ketinggalan dari tegangan dengan sudut fasa 90o.
Daya bervariasi secara sinus dan simetris terhadap sumbu waktu,
yang berarti tak terjadi transfer energi netto; ini adalah daya reaktif.
vL iL pL
vL
pL
iL
t[detik]
-200
-100
0
100
200
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05
136 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
11.2. Turunan Fungsi Trigonometri Inversi
1) xy 1sin−=
yx sin= ⇒ ydydx cos= ⇒ ydx
dy
cos
1=
21
1
xdx
dy
−=
2) xy 1cos−=
yx cos= ⇒ ydydx sin−= ⇒
ydx
dy
sin
1−=
21
1
xdx
dy
−
−=
3) xy 1tan−=
yx tan= ⇒ dyy
dx2
cos
1= ⇒
ydx
dy 2cos=
21
1
xdx
dy
+=
4) xy 1cot−=
yx cot= ⇒ dyy
dx2
sin
1−= ⇒
ydx
dy 2sin−=
21
1
xdx
dy
+
−=
x 1
21 x−
y
x
1 21 x−y
x
1
21 x+y
x
1
21 x+y
137
5) xy 1sec−= ⇒ y
yxcos
1sec == ⇒ dy
y
xdx
2cos
)sin(0 −−=
1
1
1
1
sin
cos
2
22
2
−=
−×==
xx
x
x
xy
y
dx
dy
6) xy 1csc−= y
yxsin
1csc == ⇒ dy
y
xdx
2sin
)(cos0 −=
1
1
1
1
cos
sin
2
22
2
−
−=
−×−=
−=
xx
x
x
xy
y
dx
dy
Soal-Soal
1). Jika )5.0(sin 1−=α carilah αcos , αtan , αsec , dan αcsc .
2). Jika )5.0(cos 1 −=α − carilah αsin , αtan , αsec , dan αcsc .
3). Hitunglah )1(sin)1(sin 11 −− −−.
4). Hitunglah )1(tan)1(tan 11 −− −−.
5). Hitunglah )2(sec)2(sec 11 −− −−.
11.3. Fungsi Trigonometri Dari Suatu Fungsi
Jika v = f(x), maka
dx
dvv
dx
dv
dv
vd
dx
vdcos
)(sin)(sin==
dx
dvv
dx
dv
dv
vd
dx
vdsin
)(cos)(cos−==
1
x 12 −x
y
1 x
12 −x
y
138 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
dx
dvv
dx
dv
x
xx
v
v
dx
d
dx
vd 2
2
22
seccos
sincos
cos
sin)(tan=
+=
=
dx
dvv
v
v
dx
d
dx
vd 2csc
sin
cos)(cot−=
= . (Buktikan!).
dx
dvvv
dx
dv
v
v
vdx
d
dx
vdtansec
cos
sin0
cos
1)(sec
2=
+=
=
dx
dvvv
vdx
d
dx
vdcotcsc
sin
1)(csc−=
= . (Buktikan!).
Jika w = f(x), maka
dx
dw
wdx
wd
2
1
1
1)(sin
−=
−. (Buktikan!).
dx
dw
wdx
wd
2
1
1
1)(cos
−−=
−. (Buktikan!).
dx
dw
wdx
wd
2
1
1
1)(tan
+=
−. (Buktikan!).
dx
dw
wdx
wd
2
1
1
1)(cot
+−=
−. (Buktikan!).
dx
dw
wwdx
wd
1
1)(sec
2
1
−=
−. (Buktikan!).
dx
dw
wwdx
wd
1
1)(csc
2
1
−−=
−. (Buktikan!).
Soal-Soal : Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
xyx
y
xyxy
4sec ; 3
tan3
1
)2(cos ; )5,0(sin
11
11
−−
−−
==
==
139
11.4. Turunan Fungsi Logaritmik
Walaupun kita belum membicarakan tentang integral, kita telah
mengetahui bahwa fungsi xxf ln)( = didefinisikan melalui suatu
integrasi (lihat bahasan tentang fungsi logaritmik sub-bab 8.1)
)0( 1
ln)(1
>== ∫ xdtt
xxfx
y = ln x adalah luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, di
selang antara t = 1 dan t = x pada Gb.11.1.
Gb.11.1. Definisi lnx dan turunan lnx secara grafis.
Kita lihat pula
∆=
∆
−∆+∫
∆+ xx
xdt
txx
xxx 11)ln()ln( (11.3)
Apa yang berada dalam tanda kurung (11.3) adalah luas bidang yang
dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, antara t = x dan t = x + ∆x. Luas
bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (∆x × 1/x). Namun jika
∆x makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (∆x × 1/x);
dan jika ∆x mendekati nol luas tersebut sama dengan (∆x × 1/x). Pada
keadaan batas ini (11.3) akan bernilai (1/x). Jadi
xdx
xd 1ln= (11.4)
0
1
2
3
4
5
6
0 1 2 3 4x
y
x t
1/x
1/t
lnx
ln(x+∆x)−lnx
x+∆x
1/(x+∆x)
140 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika v adalah v = f(x), kita mencari turunan dari lnv dengan
memanfaatkan kaidah rantai. Kita ambil contoh: 43 2 += xv
43
6)43(
43
1lnln
2
2
2 +=
+
+==
x
x
dx
xd
xdx
dv
dv
vd
dx
vd
Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
)ln(ln ; )ln(cos ;22
ln ; )2ln( 2 xyxyx
xyxxy ==
+=+=
11.5. Turunan Fungsi Eksponensial
Fungsi eksponensial berbentuk
xey = (11.5)
Persamaan (11.5) berarti xexy == lnln , dan jika kita lakukan
penurunan secara implisit di kedua sisinya akan kita dapatkan
11ln
==dx
dy
ydx
yd atau xey
dx
dy== (11.6)
Jadi turunan dari ex adalah e
x itu sendiri. Inilah fungsi eksponensial yang
tidak berubah terhadap operasi penurunan yang berarti bahwa penurunan
dapat dilakukan beberapa kali tanpa mengubah bentuk fungsi. Turunan-
turunan dari xey = adalah
xey =′ xey =′′ xey =′′′ dst.
Formula yang lebih umum adalah jika eksponennya merupakan suatu
fungsi, )(xvv = .
dx
dve
dx
dv
dv
de
dx
de vvv
== (11.7)
Kita ambil contoh: xey1tan −
=
2
tan1tan
1
tan1
1
x
e
dx
xde
dx
dyx
x
+==
−−
−
Soal-Soal: Carilah turunan fungsi-fungsi berikut.
2 ; 2
xxx ee
yexy−−
== ; xx
xx
xx
eyeyee
eey /1sin ; ;
1
==+
−=
−
−
−
141
Bab 12 Integral (1)
(Macam Integral, Pendekatan 4umerik)
Dalam bab sebelumnya, kita mempelajari salah satu bagian utama
kalkulus, yaitu kalkulus diferensial. Berikut ini kita akan membahas
bagian utama kedua, yaitu kalkulus integral.
Dalam pengertian sehari-hari, kata “integral” mengandung arti
“keseluruhan”. Istilah “mengintegrasi” bisa berarti “menunjukkan
keseluruhan” atau “memberikan total”; dalam matematika berarti
“menemukan fungsi yang turunannya diketahui”.
Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui kita diminta untuk
mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x
tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
)(xfdx
dy= (12.1)
Persamaan seperti (12.1) ini, yang menyatakan turunan fungsi sebagai
fungsi x (dalam beberapa hal ia mungkin juga merupakan fungsi x dan y)
disebut persamaan diferensial. Sebagai contoh:
036
652
22
2
2
2
=++
++=
yxdx
dyxy
dx
yd
xxdx
dy
Pembahasan yang akan kita lakukan hanya mengenai bentuk persamaan
diferensial seperti contoh yang pertama.
12.1. Integral Tak Tentu
Suatu fungsi )(xFy = dikatakan sebagai solusi dari persamaan
diferensial (12.1) jika dalam rentang a< x < b ia dapat diturunkan dan
dapat memenuhi
)()(
xfdx
xdF= (12.2)
Perhatikan bahwa jika F(x) memenuhi (12.2) maka KxF +)( dengan K
adalah suatu nilai tetapan sembarang, juga akan memenuhi (12.2) sebab
142 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
[ ]0
)()()(+=+=
+
dx
xdF
dx
dK
dx
xdF
dx
KxFd (12.3)
Jadi secara umum dapat kita tuliskan
KxFdxxf +=∫ )()( (12.4)
yang kita baca: integral f(x) dx adalah F(x) ditambah K.
Persamaan (12.2) dapat pula kita tulisan dalam bentuk diferensial, yaitu
dxxfxdF )()( =
yang jika integrasi dilakukan pada ruas kiri dan kanan akan memberikan
∫∫ = dxxfxdF )()( (12.5)
Jika kita bandingkan (12.5) dan (12.4), kita dapat menyimpulkan bahwa
KxFxdF +=∫ )()( (12. 6)
Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri
ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak
tentu; masih ada nilai tetapan K yang harus dicari.
Kita ambil dua contoh untuk inegrasi integrasi tak tentu ini
1) Cari solusi persamaan diferensial 45xdx
dy=
Kita tuliskan persamaan tersebut dalam bentuk diferensial
dxxdy 45=
Menurut relasi (9.4) dan (9.5) di Bab-9,
dxxxd 45 5)( =
Oleh karena itu
Kxxddxxy +=== ∫∫ 554)(5
2). Carilah solusi persamaan yxdx
dy 2=
Kita tuliskan dalam bentuk diferensial dxyxdy 2= dan kita
kelompokkan peubah dalam persamaan ini sehingga ruas kiri
143
mengandung hanya peubah tak bebas y dan ruas kanan hanya
mengandung peubah bebas x. Proses ini kita lakukan dengan membagi
kedua ruas dengan √y.
dxxdyy 22/1 =−
Ruas kiri memberikan diferensial ( ) dyyyd 2/12/12 −= dan ruas kanan
memberikan diferensial dxxxd23
3
1=
, sehingga
( )
= 32/1
3
12 xdyd
Jika kedua ruas diintegrasi, diperoleh
23
12/1
3
12 KxKy +=+ atau
KxKKxy +=−+= 312
32/1
3
1
3
12
Dua contoh telah kita lihat. Dalam proses integrasi seperti di atas terasa
adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban.
Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan
tersebut.
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta
sembarang K.
Kydy +=∫
2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat
dikeluarkan
∫∫ = dyaady
3. Jika bilangan n ≠ −1, maka integral dari yndy diperoleh dengan
menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya
dengan (n + 1).
1 jika ,1
1
−≠++
=+
∫ nKn
ydyy
nn
Penggunaan Integral Tak Tentu. Dalam integral tak tentu, terdapat
suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti
144 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan
banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K.
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan
menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal.
Kita akan mencoba memahami melalui pengamatan kurva. Jika kita
gambarkan kurva 210xy = kita akan mendapatkan kurva bernilai
tunggal seperti Gb.12.1.a. Akan tetapi jika kita melakukan integrasi
∫ dxx
3
103
tidak hanya satu kurva yang dapat memenuhi syarat akan
tetapi banyak kurva seperti pada Gb.12.1.b; kita akan mendapatkan satu
kurva jika K dapat ditentukan.
a) b)
Gb.12.1. Integral tak tentu memberikan banyak solusi.
Sebagai contoh kita akan menentukan posisi benda yang bergerak dengan
kecepatan sebagai fungsi waktu yang diketahui. Kecepatan sebuah benda
bergerak dinyatakan sebagai tatv 3== , dengan v adalah kecepatan, a
adalah percepatan yang dalam soal ini bernilai 3, t waktu. Kalau posisi
awal benda adalah 30 =s pada waktu t = 0, tentukanlah posisi benda
pada t = 4.
Kita ingat pengertian-pengertian dalam mekanika bahwa kecepatan
adalah laju perubahan jarak, dt
dsv = ; sedangkan percepatan adalah laju
perubahan kecepatan, dt
dva = . Karena kecepatan sebagai fungsi t
diketahui, dan kita akan mencari posisi (jarak), maka kita gunakan relasi
dt
dsv = yang memberikan vdtds =
50
100
-5 -3 -1 1 3 5x
y = 10x2
50
100
-5 -3 -1 1 3 5
K1
K2
K3
y
yi = 10x2 +Ki
y
x
145
sehingga integrasinya memberikan
∫ +=+== KtKt
atdts2
2
5,12
3
Kita terapkan sekarang kondisi awal, yaitu 30 =s pada t = 0.
K+= 03 yang memberikan 3=K
Dengan demikian maka s sebagai fungsi t menjadi 35,12 += ts
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah 274 =s
Luas Sebagai Suatu Integral. Kita akan mencari luas bidang yang
dibatasi oleh suatu kurva )(xfy = , sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x
= q. Sebagai contoh pertama kita ambil fungsi tetapan 2=y seperti
terlihat pada Gb.12.2.
Gb.12.2. Mencari luas bidang di bawah y = 2.
Jika luas dari p sampai x adalah Apx, dan kita bisa mencari fungsi
pertambahan luas ∆Apx yaitu pertambahan luas jika x bertambah menjadi
x+∆x, maka kita dapat menggunakan fungsi pertambahan tersebut mulai
dari x = p sampai x = q untuk memperoleh Apq yaitu luas dari p sampai q.
Pertambahan luas yang dimaksud tentulah
xApx ∆=∆ 2 atau )(2 xfx
Apx ==∆
∆ (12.7)
Jika ∆x diperkecil menuju nol maka kita dapatkan limit
2)(lim0
===∆
∆
→∆xf
dx
dA
x
A pxpx
x (12.8)
Dari (12.8) kita peroleh
KxdxdAA pxpx +=== ∫∫ 22 (12.9)
p x x+∆x q
y
x
y = f(x) =2
0
2
∆Apx Apx
146 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p. Jika kondisi ini
kita terapkan pada (12.9) kita akan memperoleh nilai K yaitu
Kp += 20 atau pK 2−= (12.10)
sehingga
pxApx 22 −= (12.11)
Kita mendapatkan luas Apx (yang dihitung mulai dari x = p) merupakan
fungsi x. Jika perhitungan diteruskan sampai x = q kita peroleh
)(222 pqpqApq −=−= (12.12)
Inilah hasil yang kita peroleh, yang sudah kita kenal dalam planimetri
yang menyatakan bahwa luas segi empat adalah panjang kali lebar yang
dalam kasus kita ini panjang adalah (q − p) dan lebar adalah 2.
Bagaimanakah jika kurva yang kita hadapi bukan kurva dari fungsi
tetapan? Kita lihat kasus fungsi sembarang dengan syarat bahwa ia
kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ seperti digambarkan pada Gb.12.3.
Gb.12.3. Fungsi sembarang kontinyu dalam bxa ≤≤
Dalam kasus ini, ∆Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari apakah
dalam menghitungnya kita memilih ∆Apx = f(x)∆x atau ∆Apx = f(x+∆x)∆x.
Namun kita akan mempunyai nilai
xxxfxxfxxfApx ∆∆+≤∆≤∆=∆ )()()( 0 (12.13)
dengan x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+∆x. Jika ∆x kita buat mendekati nol kita akan mempunyai
xxxfxxfxxfApx ∆∆+=∆=∆=∆ )()()( 0 (12.14)
Dengan demikian kita akan mendapatkan limit
p x x+∆x q
y
x
y = f(x)
0
∆Apx
f(x) f(x+∆x )
Apx
147
)(lim0
xfdx
dA
x
A pxpx
x==
∆
∆
→∆ (12.15)
Dari sini kita peroleh
KxFdxxfdAA pxpx +=== ∫∫ )()( (12.16)
Dengan memasukkan kondisi awal Apx = 0 untuk x = p dan kemudian
memasukkan nilai x = q kita akan memperoleh
] qppq xFpFqFA )()()( =−= (12.17)
12.2. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai
suatu limit. Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu
kurva y = f(x), sumbu-x, garis x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.12.4.a.
Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh Apq. Jika penjumlahan luas segmen
kita lakukan dengan menghitung luas segmen seperti tergambar pada
Gb.12.4.b, kita akan memperoleh luas yang lebih kecil dari dari luas
yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas segmen ini Apqb (jumlah luas
segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.12.4.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya error. Antara Apqb dan Apqa ada selisih seperti terlihat pada
Gb.12.4.d. Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-
k, yaitu antara xk dan (xk+∆x), maka berlaku
)()()( 0 xxfxfxf kkk ∆+≤≤ (12.18)
148 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
(a)
(b)
(c)
(d)
Gb.12.4. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
Jika pertidaksamaan (12.18) dikalikan dengan ∆xk yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka
kkkkkk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ )()()( 0 (12.19)
Jika luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (12.19) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
p x2 xk xk+1 xn
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn
y
x
y = f(x)
0
149
k
n
k
k
n
k
kk
n
k
kk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ ∑∑∑=== 11
0
1
)()()( (12.20)
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa
pqanpqb AAA ≤≤ (12.21)
Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Error yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n. Jika n
kita perbesar menuju tak hingga dan semua ∆xk menuju nol, maka luas
bidang yang kita cari adalah
pqax
nx
pqbx
pq AAAAkkk 000
limlimlim→∆→∆→∆
=== (12.22)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan
∫=q
ppq dxxfA )( (12.23)
Integral tertentu (12.23) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
] )()()()( pFqFxFdxxfAqp
q
ppq −=== ∫ (12.24)
Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,
penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p ≤ x ≤ q, kita cukup melakukan:
a. integrasi untuk memperoleh ∫= dxxfxF )()( ;
b. masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);
c. masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) − F(p).
Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang
bernilai positif dalam rentang qxp ≤≤ , namun pembahasan itu
berlaku pula untuk fungsi yang dalam rentang qxp ≤≤ sempat
bernilai negatif. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang
disebut dengan Apx dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang
baru ini akan berlaku umum, yaitu
150 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh )(xfy = dan
sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian
yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian
yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 13.2. Kita akan
menghitung luas antara xxy 123 −= dan sumbu-x dari x = −3 sampai x
= +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.12.5.
Di sini terlihat bahwa dari x = −3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
75,33)5425,20(064
)12(
0
3
240
3
3 =−−−=
−=−=
−−∫ x
xdxxxAa
Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan
75,33)0(5425,2064
)12(
3
0
243
0
3 −=−−=
−=−= ∫ x
xdxxxAb
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
5,67)755,33(75,33 =−−=−= bapq AAA
Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
Apx, formulasi
( )))()( pFqFdxxfAq
p−== ∫
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Gb.12.5. Kurva xxy 123 −= - 20
- 10
0
10
20
- 4 - 3 -2 -1 0 1 2 3 4
x
xxy 123 −=
151
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.12.6. kita
dapatkan
4321 AAAAApq +−+−=
yang kita peroleh dari ( )))()( pFqFdxxfAq
ppq −== ∫
Gb.12.6. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.
Luas Bidang Di Antara Dua Kurva. Kita akan menghitung luas bidang
di antara kurva )(11 xfy = dan )(22 xfy = pada batas antara x = p dan x
= q . Kurva yang kita hadapi sudah barang tentu harus kontinyu dalam
rentang qxp ≤≤ . Kita tetapkan bahwa kurva )(11 xfy = berada di atas
)(22 xfy = meskipun mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang
berada di bawah sumbu-x. Perhatikan Gb.12.7.
Gb.12.7. Menghitung luas bidang antara dua kurva.
Rentang qxp ≤≤ kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.12.7. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+∆x),
dimana npqx /)( −=∆ .
p
q
y
x 0
y1
y2
x x+∆x
p
q
y
x
A4
A1
A2
A3
y = f(x)
152 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Luas segmen dapat didekati dengan
{ } xxfxfAsegmen ∆−= )()( 21 (12.25)
yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh
{ }∑∑∆−=
=
∆−=xqx
px
n
segmen xxfxfA )()( 21
1
(12.25)
Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga ∆x menuju nol kita
sampai pada suatu limit
{ }∫∑ −==∞→ q
p
n
segmenpq dxxfxfAA )()(lim 21
1
(12.26)
Kita lihat beberapa contoh.
1). Jika 41 =y dan 22 −=y berapakah luas bidang antara y1 dan y2
dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3.
{ } ] 30)12(186)2(4(32
3
2=−−==−−= +
−+
−∫ xdxApq
Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas
yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 621 =− yy
dan panjang 512 =− xx .
2). Jika 21 xy = dan 42 =y berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1
dan y2.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y1 dan y2.
2 ,2 4 212
21 ==−==⇒=→= qxpxxyy
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
3
32
3
16
3
16
3
88
3
88
34)4(
2
2-
32
2
2 =−
−=
−−−−
−=
−=−= ∫−x
xdxxApq
Jika kita terbalik dalam memandang posisi y1 terhadap y2 kita akan
melakukan kesalahan:
153
03
16
3
168
3
88
3
84
3)4(*
2
2-
32
2
2 =+
−−
=
+
−−
−=
−=−= ∫− x
xdxxApq
3). Jika 221 +−= xy dan xy −=2 berapakah luas bidang yang
dibatasi oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi
y1 adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y2 adalah garis lurus
melalui titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif −1, yang
berarti ia menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka
bagian kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari
luasnya berada di atas y2.
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.
22
811 ; 1
2
811
02atau 2
2
2
2
1
2221
=−
+−−==−=
−
++−==
=++−−=+−⇒=
qxpx
xxxxyy
5,4 22
1
3
142
3
8
223
)2(
2
1
232
1
2
=
−+
−−−
++−=
++−=++−=
−−∫ x
xxdxxxApq
Penerapan Integral Tentu. Pembahasan di atas terfokus pada
penghitungan luas bidang di bawah suatu kurva. Dalam praktik kita tidak
selalu menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis,
yang berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat
pula divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan
ordinat dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian
seolah-olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua
contoh dalam kelistrikan.
1). Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan
200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8
jam ?
154 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p
dan energi diberi simbol w, maka
dt
dwp = yang memberikan ∫= pdtw
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau
batas bawah dari wktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8,
dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap
selama 8 jam adalah
[kWh]hour Watt kilo 8,0
[Wh]r Watt.hou800100 1008
0
8
0
8
0
=
==== ∫∫ tdtpdtw
2). Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai
i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang
dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
dt
dqi = sehingga ∫= idtq
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah
coulomb 625,02
25,1
2
05,005,0
5
0
5
0
25
0===== ∫∫ ttdtidtq
Pendekatan �umerik. Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita
fahami bahwa langkah-langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1. Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses
perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
∆x.
2. Integral dalam rentang p ≤ x ≤ q dari f(x) dihitung sebagai
∑∫=
→∆∆=
n
k
kkx
q
pxxfdxxf
10
)(lim)(
dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval ∆xk yang
besarnya akan sama dengan nilai terendah dan tertinggi
dalam segmen ∆xk jika ∆x menuju nol.
155
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai ∆x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam ∆xk, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva xxy 123 −= dengan sumbu-x antara x = −3 dan x = +3. Luas
ini telah dihitung dan menghasilkan 5,67=pqA . Kali ini perhitungan
∫− −=3
3
3)12( dxxxApq akan kita lakukan dengan pendekatan numerik
dengan bantuan komputer. Karena yang akan kita hitung adalah luas
antara kurva dan sumbu-x, maka bagian kurva yang berada di bawah
sumbu-x harus dihitung sebagai positif. Jika kita mengambil nilai ∆x =
0,15 maka rentang 33 ≤≤≤≤≤≤≤≤−−−− x akan terbagi dalam 40 segmen.
Perhitungan menghasilkan
4,6739875,67)12(
40
1
3 ≈=−=∑=k
kkpq xxA
Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.
Jika kita mengambil ∆x = 0,05 maka rentang 33 ≤≤− x akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
5,6748875,67)12(
120
1
3 ≈=−=∑=k
kkpq xxA
Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.
Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan ∆x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi
156 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
( ) 2/)()( min xxfxfA kmaksksegmen ∆×+= (12.27)
Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan
komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.
Soal-Soal:
1. Carilah titik-titik perpotongan fungsi-fungsi berikut dengan
sumbu-x kemudian cari luas bidang yang dibatasi oleh kurva
fungsi dengan sumbu-x.
xyyxxy =−−= 322 ; 2
2. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh kurva dan garis berikut.
3 garisdan 2 kurva antara Luas
4 garisdan kurva antara Luas
2
2
−=−=
==
xxxy
xxy
3. Carilah luas bidang yang dibatasi oleh dua kurva berikut.
24 2xxy −= dan 22xy =
52 2 −= xy dan 52 2 +−= xy
12.3. Volume Sebagai Suatu Integral
Di sub-bab sebelumnya kita menghitung luas bidang sebagai suatu
integral. Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk
menghitung volume.
Balok. Kita ambil contoh sebuah balok
seperti tergambar pada Gb.12.8. Balok ini
dibatasi oleh dua bidang datar paralel di p
dan q. Balok ini diiris tipis-tipis dengan tebal
irisan ∆x sehingga volume balok, V,
merupakan jumlah dari volume semua irisan.
Gb.12.8. Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+∆x) adalah luas irisan
di sebelah kanan maka volume irisan ∆V adalah
xxxAVxxA ∆∆+≤∆≤∆ )()(
Volume balok V adalah
∆x
157
∑ ∆=q
p
xxAV )(
dengan )(xA adalah luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+∆x).
Apabila ∆x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti )(xA
maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu
∑ ∆≈q
p
xxAV )(
Jika ∆x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka
∫∑ =∆=→∆
q
p
q
pox
dxxAxxAV )()(lim (12.28)
Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x.
Satu kerucut dapat dibayangkan sebagai
segitiga yang berputar sekitar salah satu
sisinya. Sigitiga ini akan menyapu satu
volume kerucut seperti terlihat pada
Gb.12.9. Segitiga OPQ, dengan OQ
berimpit dengan sumbu-x, berputar
mengelilingi sumbu-x.
Gb.12.9. Rotasi Segitiga OPQ
mengelilingi sumbu-x
Formula (12.28) dapat kita terapkan disini. Dalam hal ini A(x) adalah
luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan
garis OP.
[ ] ∫∫∫ π=π==hhh
dxxmdxxrdxxAV0
22
0
2
0)()( (12.29)
dengan m adalah kemiringan garis OP dan h adalah jarak O-Q. Formula
(12.29) akan memberikan volume kerucut
3
3
PQ/OQ)(
3
23232
kerucuth
rhhm
V π=π
=π
= (12.30)
dengan OQ = h dan r adalah nilai PQ pada x = h.
Bagaimanakah jika OQ tidak berimpit dengan sumbu-x? Kita akan
memiliki kerucut yang terpotong di bagian puncak. Volume kerucut
y
x
∆x
x O Q
P
158 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
terporong demikian ini diperoleh dengan menyesuaikan persamaan garis
OP. Jika semula persamaan garis ini berbentuk mxy = berubah menjadi
bmxy += dengan b adalah perpotongan garis OP dengan sumbu-y.
Rotasi Bidang Sembarang. Jika f(x)
kontinyu pada bxa ≤≤ , rotasi bidang
antara kurva fungsi ini dengan sumbu-x
antara bxa ≤≤ sekeliling sumbu-x akan
membangun suatu volume benda yang
dapat dihitung menggunakan relasi (12.10).
Gb.12.10. Rotasi bidang
mengelilingi sumbu-x
Dalam menghitung integral (12.28) penyesuaian harus dilakukan pada
A(x) dan batas-batas integrasi.
( ) ( )22)()()( xfxrxA π=π=
sehingga ( )∫ π=b
adxxfV
2)( (12.31)
Gabungan Fungsi Linier. Jika f(x) pada
(12.31) merupakan gabungan fungsi linier,
kita akan mendapatkan situasi seperti pada
Gb.12.11.
Gb.12.11. Fungsi f(x) merupakan
gabungan fungsi linier.
Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada Gb.12.11. terdapat tiga
rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume
total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.
Fungsi f(x) Memotong Sumbu-x. Formula (12.29) menunjukkan bahwa
dalam menghitung volume, f(x) dikuadratkan. Oleh karena itu jika ada
bagian fungsi yang bernilai negatif, dalam penghitungan volume bagian
ini akan menjadi positif.
12.4. Panjang Kurva Pada Bidang Datar
Jika kurva )(xfy = kita bagi dalam n segmen masing-masing selebar
∆x, maka ∆l dalam segmen tersebut adalah
y
x
∆x
x 0 a b
f(x)
y
x
∆x
x 0 a b
2000
159
22 yxPQl ∆+∆==∆
Salah satu segmen diperlihatkan pada Gb.12.12.
Ada satu titik P′ yang terletak pada kurva di segmen ini yang terletak
antara P dan Q di mana turunan fungsi )(Py ′′ , yang merupakan garis
singgung di P′, sejajar dengan PQ. Menggunakan pengertian )(Py ′′ ini,
∆l dapat dinyatakan sebagai
( )[ ] ( ) xyxyxl ∆′′+=∆′′+∆=∆ 222 )P(1)P(
Gb.12.12. Salah satu segmen pada kurva )(xfy = .
Setiap segmen memiliki )(Py ′′ masing-masing yaitu ky′ , dan ∆l
masing-masing yaitu ∆lk . Jika n dibuat menuju ∞, panjang kurva dari x =
a ke x = b adalah
( ) ( ) xyxyll
n
k
kx
n
k
kn
n
k
kn
ab ∆′+=∆′+=∆= ∑∑∑=
→∆=
∞→=
∞→1
2
01
2
1
1lim 1limlim
atau dxdx
dyl
b
aab ∫
+=
2
1 (12.32)
Perlu kita ingat bahwa panjang suatu kurva tidak tergantung dari posisi
sumbu koordinat. Oleh karena itu (12.32) dapat ditulis juga sebagai
dydy
dxl
b
aab ∫
′
′
+=
2
1 dengan a′ dan b′ adalah batas-batas peubah
bebas.
P ∆y
∆x
x
y
Q
y = f(x)
∆l
a b
160 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
12.5. 4ilai Rata-Rata Suatu Fungsi
Untuk fungsi )(xfy = yang kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ nilai
rata-rata fungsi ini didefinisikan sebagai
∫−=
q
pxrr dxxf
pqy )(
1)( (12.33)
(Penulisan (yrr)x untuk menyatakan nilai rata-rata fungsi x)
Definisi (12.33) dapat kita tuliskan
∫=−⋅q
pxrr dxxfpqy )()()( (12.34)
Ruas kanan (12.34) adalah luas bidang antara kurva fungsi )(xfy =
dengan sumbu-x mulai dari x = p sampai x = q. Ruas kiri (12.34) dapat
ditafsirkan sebagai luas segi empat dengan panjang (q − p) dan lebar
(yrr)x. Namun kita perlu hati-hati sebab dalam menghitung ruas kanan
(12.34) sebagai luas bidang antara kurva fungsi )(xfy = dengan sumbu-
x bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x memberi kontribusi positif
pada luas bidang yang dihitung; sedangkan dalam menghitung nilai rata-
rata (12.33) kontibusi tersebut adalah negatif.
Sebagai contoh, kita ambil fungsi xxy 123 −= . Luas bidang antara
xxy 123 −= dengan sumbu-x dari x = −3 sampai x = +3 adalah positif,
5,67=pqA (telah pernah kita hitung). Sementara itu jika kita
menghitung nilai rata-rata fungsi ini dari x = −3 sampai x = +3 hasilnya
adalah (yrr)x = 0 karena bagian kurva yang berada di atas dan di bawah
sumbu-x akan saling meniadakan.
161
Bab 13
Integral (2)
(Integral Tak Tentu)
Dalam bab sebelumnya kita telah mengenal macam-macam perhitungan
integral. Salah satu cara mudah untuk menghitung integral adalah dengan
pendekatan numerik, walaupun cara ini memberikan hasil yang
mengandung error. Namun error dalam pendekatan numerik bisa ditekan
sampai pada batas-batas toleransi. Dalam bab ini kita akan melihat
perhitungan integral tak tentu secara analitis dari macam-macam fungsi.
13.1. Integral Fungsi Tetapan: ∫ adx
Kaxadx +=∫ karena adxdax =
Contoh: Kxdxy +== ∫ 22
13.2. Integral Fungsi Mononom: ∫ dxxn
Karena dxxdx nn 1−= dengan syarat n ≠ −1, maka Kn
xdxx
nn +
+=
+
∫ 1
1
Contoh: Kxdxxdxxy +=== ∫∫ 322
3
222
13.3. Integral Fungsi Polinom ∫ + dxxxmn
)(
Polinom merupakan jumlah terbatas dari mononom. Integral suatu
polinom sama dengan jumlah integral mononom yang menyusunnya.
Karena dxxdxxxxd mnmn +=+ )( maka
1 ,1syarat dengan ,11
)(11
−≠−≠++
++
=+++
∫ mnKm
x
n
xdxxx
mnmn
Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.
∫∫
∫∫∫∫++++−
+
dxxxxdxxx
dxxdxxxdxdx
)2464( ; )42(
; )52( ;4 ;2 ; 5
231
0
2
4
162 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
13.4. Integral Fungsi Pangkat Dari Fungsi: ∫ dxv n
Jika v adalah polinom, maka ∫ ++
=+
Kdvn
vdvv
nn
1
1
karena
dvvn
vd n
n
=+
+
1
1
dengan syarat n ≠ −1. Formulasi ini digunakan untuk
mencari ∫ dxvn
.
Contoh: Hitunglah ∫ += dxxy2
)12(
Misalkan 12 += xv → dxdv 2= →2
dvdx =
Kxxx
Kxxx
Kv
dvv
dxxy
++++=
++++
=+==+= ∫∫
6
12
3
4
6
16128
62)12(
23
23322
Kita coba untuk meyakinkan hasil ini dengan hasil yang akan
diperoleh jika polinom kita kuadratkan lebih dulu.
Kxxx
dxxxdxxy ′+++=++=+= ∫∫ 2
4
3
4)144()12(
2322
Hasil perhitungan sama dengan hasil sebelumnya,
6/1+=′ KK .
Contoh: Hitunglah ∫−
= dx
x
xy
21
3
Misalkan x
dvdxx
dx
dvvx
221 2
−=→−=→=−
22/1
2/1
2/1213
2/12
3
2
3
2
3
1
3 y x
vdvv
x
dv
v
xdx
x
x−−=−=−=
−=
−= ∫∫ −
Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.
∫∫ ++ dxxdxx 14 ; )1(2
; ∫∫∫++
+ dx
x
xdx
xdxx
12
; )23(
1 ; 52
22
163
13.5. Integral Fungsi Berpangkat -1: ∫ v
dv
Karena v
dvvd =)(ln , maka Kv
v
dv+=∫ ln . Integrasi ini
memecahkan masalah persyaratan n ≠ −1 pada integrasi ∫ dxvn
.
Contoh: Carilah integral ∫ += dx
x
xy
1
2
2
Misalkan x
dvdxx
dx
dvxv
2212 =→=→+=
∫∫ ++=+==+
= KxKvx
dv
v
xdx
x
xy )1ln(ln
2
2
1
2 2
2
Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.
∫∫ ∫∫∫ ∫ +−+−−+ 14 ;
1 ;
1 ;
32 ;
4 ;
32 223
2
x
xdx
x
xdx
x
xdx
x
dx
x
dxx
x
dx
13.6. Integral Fungsi Eksponensial: ∫ dvev
Karena dvede vv = maka Kedvevv +=∫
Soal-Soal:
∫∫∫∫ + x
xxxx
e
dxedxedxxedxe
21 ; ; ; 3/2 2
13.7. Integral Tetapan Berpangkat Fungsi : ∫ dvav
Karena advada vv ln= maka Ka
adva
vv +=∫ ln
Contoh: Carilah ∫= dxyx2
3
Misalkan v = 2x → 2
2dv
dxdx
dv=→=
∫∫ +=== Kdvdxyxv
x
3ln
3
2
1
2
33
22
164 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
13.8. Integral Fungsi Trigonometri
Karena vdvvd cossin = maka Kvdxv +=∫ sincos
Karena vdxvd sincos −= maka Kvdxv +−=∫ cossin
Relasi diferensial dan integral fungsi trigonometri yang lain
termuat dalam Tabel-13.1.
Contoh: Carilah integral tak tentu ∫= xdxy 2sin
Misalkan 2
22dv
dxdx
dvxv =→=→=
2
2cos
2
cos
2
sin2sin
xvdv
vxdxy −=
−=== ∫∫
Soal-Soal : Carilah integral tak tentu berikut ini.
∫∫∫ + xdxdxxxdx 3cos4 ; )22cos( ; 4sin .
∫∫ xdxxdxxx cossin ; cossin2 2 .
∫∫ axdxxdx22
cos ; sin
∫∫ −dx
x
xxdxx
2cos2
2sin ; sincos2
.
13.9. Integral Fungsi Hiperbolik
Karena vvd cosh)(sinh = maka Kvvdv +=∫ sinhcosh
Karena vdvvd sinh)(cosh = maka Kvvdv +=∫ coshsinh
Relasi diferensial dan integral fungsi hiperbolik yang lain termuat
dalam Tabel-13.1.
Contoh: Carilah ∫ += dxxy )12cosh(
Misalkan 2
212dv
dxdx
dvxv =→=→+=
Kx
Kvdvvdxxy
++=
+==+= ∫∫)12sinh(
2
1
sinh2
1)cosh(
2
1)12cosh(
165
Soal-Soal: Carilah integral berikut
∫∫∫∫∫ xdxdxx
xxdxxdxdx
x
x 2
4
2tanh ;
cosh
sinh ; 2cosh ; tanh ;
sinh
13.10. Integral Menghasilkan Fungsi Trigonometri Inversi
Integral fungsi-fungsi yang berbentuk ∫− 21 v
dv , ∫ + 21 v
dv,
∫−1
2vv
dv dan setrusnya mulai nomer 20 sampai 31,
menghasilkan fungsi-fungsi trigonometri inversi.
Contoh: Carilah ∫−
=241 x
dxy
Jika kita membuat pemisalan 241 xv −= maka xdx
dv8−= atau
x
dvdx
8−= . Kalau pemisalan ini kita masukkan dalam persoalan
integral yang diberikan, kita akan mendapatkan bentuk x
dvv
8
2/1
−∫ −
yang tidak dapat diproses lebih lanjut; persoalan integral tidak dapat
ter-transformasi menjadi integral dalam peubah v.
Namun bentuk ∫− 241 x
dx ini dapat kita transformasi menjadi bentuk
yang termuat dalam Tabel-13.1, yaitu nomer 20. Kita misalkan v = 2x
yang akan memberikan 2=dx
dv atau
2
dvdx = . Persoalan integral kita
menjadi
∫∫∫−
=−
=−
=222
12
1
1241 v
dv
v
dv
x
dxy
yang menghasilkan KxKvy +=+= −− )2(sin2
1sin
2
1 11
Soal-Soal: Carilah integral tak tentu berikut ini.
∫∫∫∫∫ −++−+
1 ;
4
;
4
;
1
;
4122222 x
dx
xx
dx
x
dx
x
dx
x
dx
166 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
13.9. Relasi Diferensial dan Integral
Berikut ini daftar formula untuk deferensial beserta pasangan integralnya.
Beberapa di antaranya perlu untuk diingat, misalnya formula 1 sampai 9
dan 16, 17 yang sering kita temui.
Tabel-13.1.
1. dxdx
dvdv = 1. Kvdv +=∫
2. kdvkvd =)( 2. ∫∫ = dvkkdv
3. dwdvwvd +=+ )( 3. ∫∫∫ +=+ dwdvdwdv )(
4. dvnvdv nn 1−= 4. Cn
vdvv
nn +
+=
+
∫ 1
1
; n≠1
5. v
dvvd =)(ln 5. Kv
v
dv+=∫ ln
6. dvede vv = 6. Kedvevv +=∫
7. advada vv ln= 7. Ka
adva
vv +=∫ ln
8. vdvvd cos)(sin = 8. Kvvdv +=∫ sincos
9. vdvvd sin)(cos −= 9. Kvvdv +−=∫ cossin
10. vdvvd 2sec)(tan = 10. ∫ += Kvvdv tansec2
11. vdvvd 2csc)(cot −= 11. Kvvdv +−=∫ cotcsc2
12. vdvvvd tansec)(sec = 12. Kvvdv +=∫ sectansec
13. vdvvvd cotcsc)(csc −= 13. Kvvdv +−=∫ csccotcsc
14. vvd cosh)(sinh = 14. Kvvdv +=∫ sinhcosh
15. vdvvd sinh)(cosh = 15. Kvvdv +=∫ coshsinh
16. vdvvd 2hsec)(tanh = 16. Kvvdv +=∫ tanhhsec2
167
17. vdvvd 2hcsc)(coth −= 17. Kvvdv +−=∫ cothhcsc 2
18. vdvvvd tanhhsec)sech( −= 18. Kvvdvv +−=∫ sechtanhhsec
19. vdvvvd cothhcsc)csch( −= 19. Kvvdvv +−=∫ coshcothcsch
20.2
1
1
)(sin
v
dvvd
−=−
20. ∫ +=−
− Kv
v
dv 1
2sin
1
21.2
1
1
)(cos
v
dvvd
−
−=−
21. ∫ ′+−=
−
−Kv
v
dv 1
2cos
1
22. 2
1
1tan
v
dvvd
+=−
22. ∫ +=+
−Kv
v
dv 1
2tan
1
23. 2
1
1cot
v
dvvd
+
−=−
23. ∫ +−=+
−Kv
v
dv 1
2cot
1
24.
1
sec2
1
−=−
vv
dvvd 24. ∫ +=
−
−Kv
vv
dv 1
2sec
1
, v >0
25.
1
csc2
1
−
−=−
vv
dvvd 25. ∫ +−=
−
− Kvvv
dv 1
2csc
1, v >0
26.2
1
1)(sinh
v
dvvd
+=−
26. ∫ +=+
−Kv
v
dv 1
2sinh
1
27.
1
)(cosh2
1
−=−
v
dvvd 27. ∫ +=
−
− Kv
v
dv 1
2cosh
1
28.2
1
1)(tanh
v
dvvd
−=−
28. ∫ +=−
− Kvv
dv 1
2tanh
1; jika |v|<1
29.2
1
1)(coth
v
dvvd
−=−
29. ∫ +=−
−;coth
1
1
2Kv
v
dv jika |v|>1
30. 2
1
1
)h(sec
vv
dvvd
−
−=−
30. ∫ +−=−
−;hsec
1
1
2Kv
vv
dv
31. 2
1
1
)h(csc
vv
dvvd
+
−=−
31. ∫ +−=+
−;hcsc
1
1
2Kv
vv
dv
168 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Catatan Tentang Isi Tabel-13.1.
Dengan menggunakan relasi-relasi dalam Tabel-13.1 kita dapat
melakukan proses integrasi fungsi-fungsi mencakup:
Fungsi mononom dan polinom: ∫vdv
Fungsi polinom berpangkat: ∫∫ v
dvdvvn ;
Fungsi exponensial: ∫∫ dvadvevv
;
Fungsi trigonometri: ∫ vdvcos ; ∫ vdvsin ; ∫ vdv2
sec ; ∫ vdv2
csc ;
∫ vdvtansec ; ∫ vdvcotcsc .
tetapi tidak: ∫ vdvtan ; ∫ vdvcot ; ∫ vdvsec ; ∫ vdvcsc .
Fungsi hiperbolik: ∫ vdvcosh ; ∫ vdvsinh ; ∫ vdv2
hsec ;
∫ vdv2hcsc ; ∫ vdvv tanhhsec ; ∫ vdvv cothcsch .
tetapi tidak: ∫ vdvtanh ; ∫ vdvcoth ; ∫ vdvhsec ; ∫ vdvhcsc .
Integrasi fungsi aljabar yang menghasilkan fungsi trigonometri
inversi dan fungsi hiperbolik inversi, seperti
∫− 21 v
dv ; ∫ + 21 v
dv; ∫
−12
vv
dv; ∫
+ 21 v
dv ;
∫−12v
dv ; ∫ − 21 v
dv; ∫
− 21 vv
dv; ∫
+ 21 vv
dv.
tetapi tidak mengintegrasi fungsi inversi seperti
∫ − vdv1sin ; ∫ − xdx1tan ; ∫ −vdv
1sinh ; ∫ −
vdv1
tanh
Tabel-13.1 tidak memuat relasi integrasi fungsi-fungsi aljabar yang
berbentuk ∫∫∫ −±+
dsb ; ; ; 2222
22dvavdvva
va
dv
169
Bab 14
Integral (3)
(Integral Tentu)
14.1. Luas Sebagai Suatu Integral. Integral Tentu
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas.
Konsep dasar dari integral tertentu adalah luas bidang yang dipandang
sebagai suatu limit.
Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y =
f(x), sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q, yaitu luas bagian yang
diarsir pada Gb.14.1.a.
Sebutlah luas bidang ini Apq. Bidang ini kita bagi dalam n segmen dan
kita akan menghitung luas setiap segmen dan kemudian
menjumlahkannya untuk memperoleh Apq.
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.b, kita akan memperoleh luas
yang lebih kecil dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqb (jumlah luas segmen bawah).
Jika penjumlahan luas segmen kita lakukan dengan menghitung luas
segmen seperti tergambar pada Gb.14.1.c, kita akan memperoleh luas
yang lebih besar dari dari luas yang kita harapkan; sebutlah jumlah luas
segmen ini Apqa (jumlah luas segmen atas).
Kedua macam perhitungan tersebut di atas akan mengakibatkan
terjadinya galat (error). Antara mereka ada selisih seperti digambarkan
pada Gb.14.1.d.
Jika x0k adalah suatu nilai x di antara kedua batas segmen ke-k, yaitu
antara xk dan (xk+∆x), maka berlaku
)()()( 0 xxfxfxf kkk ∆+≤≤ (14.1)
Jika pertidaksamaan (14.1) dikalikan dengan ∆xk yang yang cukup kecil
dan bernilai positif, maka
kkkkkk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ )()()( 0 (14.2)
170 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
(a)
(b)
(c)
(d)
Gb.14.1. Menghitung luas bidang di bawah kurva.
p x2 xk xk+1 xn q
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn q
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn q
y
x
y = f(x)
0
p x2 xk xk+1 xn q
y
x
y = f(x)
0
171
Sekarang luas segmen di ruas kiri, tengah, dan kanan dari (14.2) kita
jumlahkan dari 1 sampai n (yaitu sebanyak jumlah segmen yang kita
buat), kita akan memperoleh
k
n
k
k
n
k
kk
n
k
kk xxxfxxfxxf ∆∆+≤∆≤∆ ∑∑∑=== 11
0
1
)()()( (14.3)
Ruas paling kiri adalah jumlah luas segmen bawah, Apqb; ruas paling
kanan adalah jumlah luas segmen atas, Apqa; ruas yang di tengah adalah
jumlah luas segmen pertengahan, kita namakan An. Jelaslah bahwa
pqanpqb AAA ≤≤ (14.4)
Nilai An dapat dipakai sebagai pendekatan pada luas bidang yang kita
cari. Galat (error) yang terjadi sangat tergantung dari jumlah segmen, n.
Jika n kita perbesar menuju tak hingga, seraya menjaga agar semua ∆xk menuju nol, maka luas bidang yang kita cari adalah
pqanpqbpq AAAA limlimlim === (14.5)
Jadi apabila kita menghitung limitnya, kita akan memperoleh nilai limit
yang sama, apakah kita menggunakan penjumlahan segmen bawah, atau
atas, atau pertengahannya. Limit yang sama ini disebut integral tertentu,
dituliskan
∫=q
ppq dxxfA )( (14.6)
Integral tertentu (14.6) ini terkait dengan integral tak tentu (9.12)
] )()()()( pFqFxFdxxfAqp
q
ppq −=== ∫ (14.7)
Jadi untuk memperoleh limit bersama dari penjumlahan segmen bawah,
penjumlahan segmen atas, maupun penjumlahan segmen pertengahan
dari fungsi f(x) dalam rentang p ≤ x ≤ q, kita cukup melakukan:
a. integrasi untuk memperoleh ∫= dxxfxF )()( ;
b. masukkan batas atas x = q untuk mendapat F(q);
c. masukkan batas bawah x = p untuk mendapat F(p);
d. kurangkan perolehan batas bawah dari batas atas, F(q) − F(p).
172 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Walaupun dalam pembahasan di atas kita mengambil contoh fungsi yang
bernilai positif dalam rentang qxp ≤≤ , namun pembahasan itu berlaku
pula untuk fungsi yang dalam rentang qxp ≤≤ sempat bernilai negatif.
Kita hanya perlu mendefinisikan kembali apa yang disebut dengan Apx
dalam pembahasan sebelumnya. Pendefinisian yang baru ini akan
berlaku umum, yaitu
Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh )(xfy ==== dan sumbu-x
dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di
atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x.
Agar lebih jelas kita mengambil contoh pada Gb 14.2.
Gb.14.2. Kurva xxy 123 −−−−====
Kita akan menghitung luas antara xxy 123 −= dan sumbu-x dari x = −3
sampai x = +3. Bentuk kurva diperlihatkan pada Gb.14.2
Di sini terlihat bahwa dari x = −3 sampai 0 kurva berada di atas sumbu-x
dan antara x = 0 sampai +3 kurva ada di bawah sumbu-x. Untuk bagian
yang di atas sumbu-x kita mempunyai luas
75,33)5425,20(0
64
)12(
0
3
240
3
3
=−−−=
−=−=
−−∫ x
xdxxxAa
Untuk kurva yang di bawah sumbu-x kita dapatkan
75,33)0(5425,20
64
)12(
3
0
243
0
3
−=−−=
−=−= ∫ x
xdxxxAb
-20
-10
0
10
20
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
y
x
y = x3−12x
173
Luas yang kita cari adalah luas bagian yang berada di atas sumbu-x
dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x
5,67)755,33(75,33 =−−=−= bapq AAA
Contoh ini menunjukkan bahwa dengan pengertian yang baru mengenai
Apx, formulasi
( )))()( pFqFdxxfAq
p−== ∫
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di
bawah sumbu-x.
Dengan demikian maka untuk bentuk kurva seperti pada Gb.14.3. kita
dapatkan
4321 AAAAApq +−+−=
yang kita peroleh dari
( )))()( pFqFdxxfAq
ppq −== ∫
Gb.14.3. Kurva memotong sumbu-x di beberapa titik.
p
q
y
x
A4
A1
A2
A3
y = f(x)
174 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
14.2. Luas Bidang Di Antara Dua Kurva
Kita akan menghitung luas bidang di antara kurva )(11 xfy = dan
)(22 xfy = pada batas antara x = p dan x = q . Kurva yang kita hadapi
sudah barang tentu harus kontinyu dalam rentang qxp ≤≤ . Kita
tetapkan bahwa kurva )(11 xfy = berada di atas )(22 xfy = meskipun
mungkin mereka memiliki bagian-bagian yang berada di bawah sumbu-x.
Perhatikan Gb.14.4.
Rentang qxp ≤≤ kita bagi dalam n segmen, yang salah satunya
diperlihatkan pada Gb.14.4. dengan batas kiri x dan batas kanan (x+∆x),
dimana npqx /)( −=∆ .
Gb.14.4. Menghitung luas bidang antara dua kurva.
Luas segmen dapat didekati dengan
{ } xxfxfAsegmen ∆−= )()( 21 (14.8)
yang jika kita jumlahkan seluruh segmen akan kita peroleh
{ }∑∑∆−=
=
∆−=xqx
px
n
segmen xxfxfA )()( 21
1
(14.9)
Dengan membuat n menuju tak hingga sehingga ∆x menuju nol kita
sampai pada suatu limit
{ }∫∑ −==∞→ q
p
n
segmenpq dxxfxfAA )()(lim 21
1
(14.10)
Kita akan melihat beberapa contoh
Contoh 1: Jika 41 =y dan 22 −=y berapakah luas bidang antara y1
dan y2 dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3.
{ } ] 30)12(186)2(4(32
3
2=−−==−−= +
−+
−∫ xdxApq
p
q
y
x 0
y1
y2
x x+∆x
∆Apx
175
Hasil ini dengan mudah dijakinkan menggunakan planimetri. Luas
yang dicari adalah luas persegi panjang dengan lebar 621 =− yy
dan panjang 512 =− xx .
Contoh 2: Jika 2
1 xy = dan 42 =y berpakah luas bidang yang dibatasi
oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada
perpotongan antara y1 dan y2.
2 ,2
4
21
221
==−==⇒
=→=
qxpx
xyy
Perhatikan bahwa y1 adalah fungsi pangkat dua dengan titik puncak
minimum yang berada pada posisi [0,0]. Oleh karena itu bagian
kurva y1 yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya, berada
di di bawah y2 = 4.
3
32
3
16
3
16
3
88
3
88
34)4(
2
2-
32
2
2
=−
−=
−−−−
−
−==−= ∫−x
xdxxApq
Jika kita terbalik dalam memandang posisi y1 terhadap y2 kita akan
melakukan kesalahan:
03
16
3
168
3
88
3
8
43
)4(*
2
2-
32
2
2
=+
−−
=
+
−−
−
−=−= ∫− x
xdxxApq
Contoh 3: Jika 221 +−= xy dan xy −=2 berapakah luas bidang yang
dibatasi oleh y1 dan y2.
Terlebih dulu kita perhatikan karakter fungsi-fungsi ini. Fungsi y1
adalah fungsi kuadrat dengan titik puncak maksimum yang
memotong sumbu-y di y = 2. Fungsi y2 adalah garis lurus melalui
titik asal [0,0] dengan kemiringan negatif −1, yang berarti ia
menurun pada arah x positif. Dengan demikian maka bagian kurva y1
yang membatasi bidang yang akan kita cari luasnya berada di atas y2.
176 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva.
22
811 ;1
2
811
02atau 2
2
2
2
1
2221
=−
+−−==−=
−
++−==
=++−−=+−→=
qxpx
xxxxyy
5,4 22
1
3
142
3
8
223
)2(
2
1
232
1
2
=
−+
−−−
++−=
++−=++−=
−−∫ x
xxdxxxApq
14.3. Penerapan Integral
Pembahasan di atas terfokus pada penghitungan luas bidang di bawah
suatu kurva. Demikian juga di bab sebelumnya. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan visualisasi. Dalam praktek kita tidak selalu
menghitung luas melainkan menghitung berbagai besaran fisis yang
berubah terhadap waktu misalnya. Perubahan besaran fisis ini dapat pula
divisualisasi dengan membuat absis dengan satuan waktu dan ordinat
dengan satuan besaran fisis yang dimaksud. Dengan demikian seolah-
olah kita menghitung luas bidang di bawah kurva. Berikut ini dua contoh
dalam kelistrikan.
Contoh 1: Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan
200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan
energi diberi simbol w, maka
dt
dwp = yang memberikan ∫= pdtw
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas
bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan
satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8
jam adalah
[kWh]hour Watt kilo 8,0 [Wh]r Watt.hou800
100 1008
0
8
0
8
0
==
=== ∫∫ tdtpdtw
177
Contoh 2: Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu
sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan
melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q.
dt
dqi = sehingga ∫= idtq
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah
coulomb 625,02
25,1
2
05,005,0
5
0
5
0
25
0===== ∫∫ ttdtidtq
14.4. Pendekatan 4umerik
Dalam pembahasan mengenai integral tentu, kita fahami bahwa langkah-
langkah dalam menghitung suatu integral adalah:
1. Membagi rentang f(x) ke dalam n segmen; agar proses
perhitungan menjadi sederhana buat segmen yang sama lebar,
∆x.
2. Integral dalam rentang p ≤ x ≤ q dari f(x) dihitung sebagai
∑∫=
→∆∆=
n
k
kkx
q
pxxfdxxf
10
)(lim)(
dengan f(xk) adalah nilai f(x) dalam interval ∆xk yang besarnya akan
sama dengan nilai terendah dan tertinggi dalam segmen ∆xk jika ∆x
menuju nol.
Dalam aplikasi praktis, kita tentu bisa menetapkan suatu nilai ∆x
sedemikian rupa sehingga jika kita mengambil f(xk) sama dengan nilai
terendah ataupun tertinggi dalam ∆xk, hasil perhitungan akan lebih rendah
ataupun lebih tinggi dari nilai yang diharapkan. Namun error yang terjadi
masih berada dalam batas-batas toleransi yang dapat kita terima. Dengan
cara ini kita mendekati secara numerik perhitungan suatu integral, dan
kita dapat menghitung dengan bantuan komputer.
Sebagai ilustrasi kita akan menghitung kembali luas bidang yang dibatasi
oleh kurva xxy 123 −= dengan sumbu-x antara x = −3 dan x = +3. Lauas
178 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
ini telah dihitung dan menghasilkan 5,67=pqA . Kali ini kita melakukan
perhitungan pendekatan secara numerik dengan bantuan komputer.
∫− −=3
3
3)12( dxxxApq
Karena yang akan kita hitung adalah luas antara kurva dan sumbu-x,
maka bagian kurva yang berada di bawah sumbu-x harus dihitung sebagai
positif. Jika kita mengambil nilai ∆x = 0,15 maka rentang 33 ≤≤≤≤≤≤≤≤−−−− x
akan terbagi dalam 40 segmen. Perhitungan menghasilkan
4,6739875,67)12(
40
1
3 ≈=−=∑=k
kkpq xxA
Error yang terjadi adalah sekitar 0,15%.
Jika kita mengambil ∆x = 0,05 maka rentang 33 ≤≤− x akan terbagi
dalam 120 segmen. Perhitungan menghasilkan
5,6748875,67)12(
120
1
3 ≈=−=∑=k
kkpq xxA
Error yang terjadi adalah sekitar 0,02%.
Jika kita masih mau menerima hasil perhitungan dengan error 0,2%,
maka hasil pendekatan numerik sebesar 67,4 cukup memadai.
Perhitungan numerik di atas dilakukan dengan menghitung luas setiap
segmen sebagai hasilkali nilai minimum ataupun nilai maksimum
masing-masing segmen dengan ∆x. Satu alternatif lain untuk menghitung
luas segmen adalah dengan melihatnya sebagai sebuah trapesium. Luas
setiap segmen menjadi
( ) 2/)()( min xxfxfA kmaksksegmen ∆×+= (14.13)
Perhitungan pendekatan numerik ini kita lakukan dengan bantuan
komputer. Kita bisa memanfaatkan program aplikasi yang ada, ataupun
menggunakan spread sheet jika fungsi yang kita hadapi cukup sederhana.
179
Bab 15
Persamaan Diferensial
(Orde Satu)
15.1. Pengertian
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau
lebih turunan fungsi. Persamaan duferensial diklasifikasikan sebagai:
1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan
persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak kita
pelajari di buku ini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan
satu peubah bebas.
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi
turunan fungsi yang ada dalam persamaan. 3
3
dx
yd adalah orde
tiga; 2
2
dx
yd adalah orde dua;
dx
dy adalah orde satu.
3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah
pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
Sebagai contoh: x
ex
y
dx
yd
dx
yd=
++
+
12
5
2
22
3
3
adalah persamaan
diferensial biasa, orde tiga, derajat dua.
Dalam buku ini kita hanya akan membahas persamaan diferensial biasa,
orde satu dan orde dua, derajat satu.
15.2. Solusi
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi suatu persamaan
diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya
y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Kita ambil satu contoh:
180 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
xkey −= adalah solusi dari persamaan 0=+ ydt
dy karena turunan
xkey−= adalah xke
dt
dy −−= , dan jika ini kita masukkan dalam
persamaan akan kita peroleh 0=+− −− xx keke
Persamaan terpenuhi.
Pada contoh di atas kita lihat bahwa persamaan diferensial orde satu
mempunyai solusi yang melibatkan satu tetapan sembarang yaitu k. Pada
umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang
mengandung n tetapan sembarang. Pada persamaan diferensial orde dua
yang akan kita bahas di bab berikutnya, kita akan menemukan solusi
dengan dua tetapan sembarang. Nilai dari tetapan ini ditentukan oleh
kondisi awal.
15.3. Persamaan Diferensial Orde Satu Dengan Peubah Yang Dapat
Dipisahkan
Solusi suatu persamaan diferensial bisa diperoleh apabila peubah-peubah
dapat dipisahkan; pada pemisahan peubah ini kita mengumpulkan semua
y dengan dy dan semua x dengan dx. Jika hal ini bisa dilakukan maka
persamaan tersebut dapat kita tuliskan dalam bentuk
0)()( =+ dxxgdyyf (15.1)
Apabila kita lakukan integrasi kita akan mendapatkan solusi umum
dengan satu tetapan sembarang K, yaitu
∫∫ =+ Kdxxgdyyf ))()( (15.2)
Kita ambil dua contoh.
1). yxedx
dy −= . Persamaan ini dapat kita tuliskan y
x
e
e
dx
dy=
sehingga kita dapatkan persamaan dengan peubah terpisah
0=− dxedye xy dan Kdxedyexy =− ∫∫
sehingga Kee xy =− atau Kee xy +=
181
2). xydx
dy 1= . Pemisahan peubah akan memberikan bentuk
0=−x
dxydy dan K
x
dxydy =− ∫∫
sehingga Kxy
=− ln2
2
atau Kxy ′+= 2ln
15.4. Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu
Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk
=
x
yF
dx
dy (15.3)
Persamaan demikian ini dapat dipecahkan dengan membuat peubah
bebas baru
x
yv =
Dengan peubah baru ini maka
vxy = dan dx
dvxv
dx
dy+=
Persamaan (14.2) menjadi
)(vFdx
dvxv =+ (15.4)
yang kemudian dapat dicari solusinya melalui pemisahan peubah.
0)(=
−+
vFv
dv
x
dx (15.5)
Solusi persamaan aslinya diperoleh dengan menggantikan v dengan y/x
setelah persamaan terakhir ini dipecahkan.
Kita ambil contoh: 02)( 22 =++ xydydxyx
Persamaan ini dapat kita tulis 02)1(2
22 =++ xydydx
x
yx atau
182 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
dyx
ydx
x
y2)1(
2
2
−=+ sehingga )/()/(2
)/(12
xyFxy
xy
dx
dy=
+−=
yang merupakan bentuk persamaan homogen.
Peubah baru v = y/x memberikan
vxy = dan dx
dvxv
dx
dy+=
dan membuat persamaan menjadi
v
v
dx
dvxv
2
12+
−=+ atau v
v
v
vv
dx
dvx
2
31
2
122 +
−=+
−−=
Dari sini kita dapatkan
x
dx
vv
dv−=
+ 2/)31(2
atau 031
2
2=
++
v
vdv
x
dx
Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v
sebagai fungsi x. Kita perlu pengalaman untuk ini.
Kita tahu bahwa xdx
xd 1)(ln= . Kita coba hitung
)6(31
1
)31(
)31(
)31ln()31ln(
2
2
2
22
xxdx
xd
xd
xd
dx
xd
+=
+
+
+=
+
Kembali ke persamaan kita. Dari percobaan perhitungan di atas
kita dapatkan solusi dari
031
2
2=
++
v
vdv
x
dx
adalah KKvx ′==++ ln3
1)31ln(
3
1ln 2 atau
KKvx ′==++ ln)31ln(ln3 2 sehingga Kvx ′=+ )31( 23
Dalam x dan y solusi ini adalah
( ) Kxyx ′=+ 23 )/(31 atau ( ) Kyxx ′=+ 22 3
183
15.5. Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol.
Dalam menentukan derajat ini kita harus memperhitungkan pangkat dari
peubah dan turunannya; misal y(dy/dx) adalah berderajat dua karena y
dan dy/dx masing-masing berpangkat satu dan harus kita jumlahkan
untuk menentukan derajat dari y(dy/dx).
Persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan
dalam bentuk
QPydx
dy=+ (15.6)
dengan P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan. Persamaan diferensial
bentuk inilah selanjutnya akan kita bahas dan kita akan membatasi pada
situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena kita
akan langsung melihat pemanfaatan praktis dengan contoh yang terjadi
pada analisis rangkaian listrik.
Dalam analisis rangkaian listrik, peubah fisis seperti tegangan dan arus
merupakan fungsi waktu. Oleh karena itu persamaan diferensial yang
akan kita tinjau kita tuliskan secara umum sebagai
)(tfbydt
dya =+ (15.7)
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada
peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara
yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan.
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan
rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a
dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian.
Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan
ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak.
Persamaan diferensial seperti (15.7) mempunyai solusi total yang
merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus
adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan (15.7) sedangkan solusi
homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen
0=+ bydt
dya (15.8)
184 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi (15.7) dan fungsi f2(t)
memenuhi (15.8), maka y = (f1+f2) akan memenuhi (15.7) sebab
( )
0
)(
11
22
11
2121
++=+++=
+++
=+
bfdt
dfabf
dt
dfabf
dt
dfa
ffbdt
ffdaby
dt
dya
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari (15.7), dan kita sebut solusi total yang
terdiri dari solusi khusus f1 dari (15.7) dan solusi homogen f2 dari (15.8).
Peristiwa Transien. Sebagaimana telah disebutkan, persamaan
diferensial seperti (14.7) dijumpai dalam peristiwa transien, yaitu selang
peralihan dari suatu keadaan mantap ke keadaan mantap yang lain..
Peralihan kita anggap mulai terjadi pada t = 0 dan peristiwa transien yang
kita tinjau terjadi dalam kurun waktu setelah mulai terjadi perubahan
yaitu dalam kurun waktu t > 0. Sesaat setelah mulai perubahan kita beri
tanda t = 0+ dan sesaat sebelum terjadi perubahan kita beri tanda t = 0
−.
Solusi Homogen. Persamaan (15.8) menyatakan bahwa y ditambah
dengan suatu koefisien konstan kali dy/dt, sama dengan nol untuk semua
nilai t. Hal ini hanya mungkin terjadi jika y dan dy/dt berbentuk sama.
Fungsi yang turunannya mempunyai bentuk sama dengan fungsi itu
sendiri adalah fungsi eksponensial. Jadi kita dapat menduga bahwa solusi
dari (15.8) mempunyai bentuk eksponensial y = K1est
. Jika solusi dugaan
ini kita masukkan ke (15.8), kita peroleh
( ) 0atau 0 111 =+=+ ybasKebKseaK stst (15.9)
Peubah y tidak mungkin bernilai nol untuk seluruh t dan K1 juga tidak
boleh bernilai nol karena hal itu akan membuat y bernilai nol untuk
seluruh t. Satu-satunya cara agar persamaan (15.9) terpenuhi adalah
0 =+ bas (15.10)
Persamaan (15.10) ini disebut persamaan karakteristik sistem orde
pertama. Persamaan ini hanya mempunyai satu akar yaitu s = −(b/a). Jadi
solusi homogen yang kita cari adalah
tabsta eKeKy )/(
11−== (15.11)
Nilai K1 masih harus kita tentukan melalui penerapan suatu persyaratan
tertentu yang kita sebut kondisi awal yaitu kondisi pada t = 0+ sesaat
185
setelah mulainya perubahan keadaan. Ada kemungkinan bahwa y telah
mempunyai nilai tertentu pada t = 0+ sehingga nilai K1 haruslah
sedemikian rupa sehingga nilai y pada t = 0+ tersebut dapat dipenuhi.
Akan tetapi kondisi awal ini tidak dapat kita terapkan pada solusi
homogen karena solusi ini baru merupakan sebagian dari solusi. Kondisi
awal harus kita terapkan pada solusi total dan bukan hanya untuk solusi
homogen saja. Oleh karena itu kita harus mencari solusi khusus lebih
dulu agar solusi total dapat kita peroleh untuk kemudian menerapkan
kondisi awal.
Solusi khusus. Solusi khusus dari (15.7) tergantung dari bentuk fungsi
pemaksa f(t). Seperti halnya dengan solusi homogen, kita dapat
melakukan pendugaan pada solusi khusus. Bentuk solusi khusus haruslah
sedemikian rupa sehingga jika dimasukkan ke persamaan (15.7) maka
ruas kiri dan ruas kanan persamaan itu akan berisi bentuk fungsi yang
sama. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka yp dan turunannya harus
mempunyai bentuk sama agar hal tersebut terpenuhi. Untuk berbagai
bentuk f(t), solusi khusus dugaan yp adalah sebagai berikut.
. cosinusmaupun sinus fungsi umumbentuk
adalah sincos
sincos
maka , cos)(atau , sin)( Jika
aleksponensi
maka al,eksponensi)( Jika
konstan maka konstan,)( Jika
0 maka , 0)( Jika
tKtKy
tKtKy
tAtftAtf
Key
Aetf
KyAtf
ytf
sc
scp
tp
t
p
p
ω+ω=
ω+ω=
ω=ω=
==
==
====
==
α
α
: Perhatikan
Solusi total. Jika solusi khusus kita sebut yp, maka solusi total adalah
tspap eKyyyy
1+=+= (15.12)
Pada solusi lengkap inilah kita dapat menerapkan kondisi awal yang akan
memberikan nilai K1.
Kondisi Awal. Kondisi awal adalah kondisi pada awal terjadinya
perubahan yaitu pada t = 0+. Dalam menurunkan persamaan diferensial
pada peristiwa transien kita harus memilih peubah yang disebut peubah
186 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
status. Peubah status harus merupakan fungsi kontinyu. Nilai peubah ini,
sesaat sesudah dan sesaat sebelum terjadi perubahan harus bernilai sama.
Jika kondisi awal ini kita sebut y(0+) maka
)0()0( −+ = yy (15.13)
Jika kondisi awal ini kita masukkan pada dugaan solusi lengkap (14.12)
akan kita peroleh nilai K1.
)0()0( )0()0( 11++++ −=→+= pp yyKKyy (15.14)
yp(0+) adalah nilai solusi khusus pada t = 0
+. Nilai y(0
+) dan yp(0
+) adalah
tertentu (yaitu nilai pada t = 0+). Jika kita sebut
0)0()0( Ayy p =− ++ (15.15)
maka solusi total menjadi
tsp eAyy
0 += (15.16)
15.6. Solusi Pada Berbagai Fungsi Pemaksa
Tanpa Fungsi Pemaksa, f(t) = 0. Jika f(t) =0 maka solusi yang akan kita
peroleh hanyalah solusi homogen saja. Walaupun demikian, dalam
mencari soluai kita akan menganggap bahwa fungsi pemaksa tetap ada,
akan tetapi bernilai nol. Hal ini kita lakukan karena kondisi awal harus
diterapkan pada solusi total, sedangkan solusi total harus terdiri dari
solusi homogen dan solusi khusus (walaupun mungkin bernilai nol).
Kondisi awal tidak dapat diterapkan hanya pada solusi homogen saja
atau solusi khusus saja.
Contoh: Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan
01000 =+ vdt
dv
untuk t > 0. Kondisi awal adalah v(0+) = 12 V.
tstp
p
ta
eAeAvv
v
eAv
ss
100000
10000
0 : totalsolusiDugaan
pemaksa) fungsi ada tidak (karena 0 : khusus solusiDugaan
:homogen solusiDugaan
100001000 :tik karakteris Persamaan
−
−
+=+=
=
=
−=→=+
187
V 12 : menjadi totalSolusi
12012 : memberikan
totalsolusidugaan pada awal kondisi Penerapan
V. 12)0()0( : awal Kondisi
1000
00
tev
AA
vv
−
−+
=
=→+=
==
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 10 V, analisis transien
menghasilkan persamaan
03 =+ vdt
dv
V 10 : menjadi totalSolusi
010 : memberikan awal kondisi Penerapan
V 10)0( : awal Kondisi
: totalsolusiDugaan
0 :khusus solusiDugaan
:homogen solusiDugaan
303 :tik karakteris Persamaan
3
0
30
30
t
tp
p
ta
ev
A
v
eAvv
v
eAv
ss
−
+
−
−
=
+=
=
+=
=
=
−=→=+
Fungsi Pemaksa Berbentuk Anak Tangga. Kita telah mempelajari
bahwa fungsi anak tangga adalah fungsi yang bernilai 0 untuk t < 0 dan
bernilai konstan untuk t > 0. Jadi jika kita hanya meninjau keadaan
untuk t > 0 saja, maka fungsi pemaksa anak tangga dapat kita tuliskan
sebagai f(t) = A (tetapan).
Contoh: Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan
1210 3 =+− vdt
dv
dengan kondisi awal v(0+) = 0 V.
ta eAv
ss
10000
33
:homogen solusiDugaan
100010/1 0110 :tik karakteris Persamaan
−
−−
=
−=−=→=+
188 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Karena f(t) = 12 konstan, kita dapat menduga bahwa solusi khusus
akan bernilai konstan juga karena turunannya akan nol sehingga
kedua ruas persamaan tersebut dapat berisi suatu nilai konstan.
V 1212 : menjadi totalSolusi
12120 :memberikan awal kondisi Penerapan
.0)0()0( : awal Kondisi
V 12 : totalsolusiDugaan
12 12 0 :persamaan ke inidugaan Masukkan
: khusus solusiDugaan
1000
00
10000
t
t
pp
p
ev
AA
vv
eAv
vKv
Kv
−
+
−
−=
−=→+=
=−=
+=
=⇒=+
=
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 11 V, analisis transien
menghasilkan persamaan
2005 =+ vdt
dv
V. 2940 : totalTanggapan
294011
: memberikan awal kondisi Penerapan V. 11)0( :awal Kondisi
40 : lengkap solusiDugaan
40 20050 : khusus solusiDugaan
:homogen solusiDugaan
505 :tik karakteris Persamaan
5
00
50
50
50
t
ttp
pp
ta
ev
A A
v
eAeAvv
vKKv
eAv
ss
−
+
−−
−
−=
−=→+=
=
+=+=
=→=+→=
=
−=→=+
Fungsi Pemaksa Berbentuk Sinus. Berikut ini kita akan mencari solusi
jika fungsi pemaksa berbentuk sinus. Karena solusi homogen tidak
tergantung dari bentuk fungsi pemaksa, maka pencarian solusi homogen
dari persamaan ini sama seperti apa yang kita lihat pada contoh-contoh
sebelumnya. Jadi dalam hal ini perhatian kita lebih kita tujukan pada
pencarian solusi khusus.
Dengan pengertian bahwa kita hanya memandang kejadian pada t > 0,
bentuk umum dari fungsi sinus yang muncul pada t = 0 kita tuliskan
)cos( θ+ω= tAy
189
Melalui relasi
{ }θω−θω=θ+ω= sinsincoscos)cos( ttAtAy
bentuk umum fungsi sinus dapat kita tuliskan sebagai
θ−=θ=
ω+ω=
sindan cosdengan
sincos
AAAA
tAtAy
sc
sc
Dengan bentuk umum seperti di atas kita terhindar dari perhitungan
sudut fasa θ, karena sudut fasa ini tercakup dalam koefisien Ac dan As.
Koefisien Ac dan As tidak selalu ada. Jika sudut fasa θ = 0 maka As = 0
dan jika θ = 90o maka Ac = 0. Jika kita memerlukan nilai sudut fasa θ dari
fungsi sinus yang dinyatakan dengan pernyataan umum, kita dapat
menggunakan relasi c
s
A
A=θtan .
Turunan fungsi sinus akan berbentuk sinus juga. Oleh karena itu,
penjumlahan y = sinωt dan turunannya akan berbentuk fungsi sinus juga.
tAtAdt
yd
tAtAdt
dy
tAtAy
sc
sc
sc
ωω−ωω−=
ωω+ωω−=
ω+ω=
sincos
; cossin
; sincos
22
2
2
Contoh: Pada kondisi awal v(0+) = 0 V suatu analisis transien
menghasilkan persamaan tvdt
dv10cos1005 =+
ta eAv
ss
50 :homogen solusiDugaan
505 :tik karakteris Persamaan
−=
−=→=+
Fungsi pemaksa berbentuk sinus. Solusi khusus kita duga akan
berbentuk sinus juga.
190 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
V 410sin810cos4 : Jadi
4 40 : awal kondisi Penerapan
.0)0( awal Kondisi
10sin810cos4 : totalsolusiDugaan
10sin810cos4 : khusus Solusi
8dan 4 100520 2
100510dan 0510
10cos10010sin510cos510cos1010sin10
: memberikanpersamaan ke ini khusus solusi Substitusi
10sin10cos
: khusus solusiDugaan
5
00
50
t
t
p
sccccs
cssc
scsc
scp
ettv
AA
v
eAttv
ttv
AAAAAA
AAAA
ttAtAtAtA
tAtAv
−
+
−
−+=
−=→+=
=
++=
+=
==⇒=+→=→
=+=+−→
=+++−
+=
Contoh: Apabila kondisi awal adalah v(0+) = 10 V, bagaimanakah
solusi pada contoh sebelum ini?
Solusi total telah diperoleh; hanya kondisi awal yang berubah.
V 610sin810cos4 : Jadi
6 41010)0( awal Kondisi
10sin810cos4 : totalSolusi
5
00
50
t
t
ettv
AAv
eAttv
−
+
−
++=
=→+=→=
++=
Ringkasan. Solusi total terdiri dari solusi khusus dan solusi homogen.
Solusi homogen merupakan bagian transien dengan konstanta waktu
yang ditentukan oleh tetapan-tetapan dalam persamaan, yang dalam hal
rangkaian listrik ditentukan oleh nilai-nilai elemen rangkaian. Solusi
khusus merupakan solusi yang tergantung dari bentuk fungsi pemaksa,
yang dalam hal rangkaian listrik ditentukan oleh masukan dari luar;
solusi khusus merupakan bagian mantap atau kondisi final.
191
Soal-Soal:
1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5)0( , 015 b).
; 10)0( , 010 .a)
==+
==+
+
+
vvdt
dv
vvdt
dv
2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
005,0)0( , 010 b).
; 2)0( , 08 .a)
4 −==+
==+
+
+
iidt
di
iidt
di
Solusi khusus :
� ditentukan oleh fungsi pemaksa.
� merupakan komponen mantap;
tetap ada untuk t →∞.
Solusi homogen :
� tidak ditentukan oleh fungsi pemaksa.
� merupakan komponen transien; hilang pada t
→∞; sudah dapat dianggap hilang pada t = 5τ. � konstanta waktu τ = a/b pada (14.10)
τ−+= / 0 )(
tp eAtyy
192 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5)0( , )(1010 b).
; 0)0( , )(1010 .a)
==+
==+
+
+
vtuvdt
dv
vtuvdt
dv
4. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
02,0)0( , )(10010 b).
; 0)0( , )(10010 .a)
4
4
−==+
==+
+
+
ituidt
di
ituidt
di
5. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5)0( , )()5cos(1010 b).
; 0)0( , )()5cos(105 .a)
==+
==+
+
+
vtutvdt
dv
vtutvdt
dv
193
Bab 16
Persamaan Diferensial (2)
(Orde Dua)
16.1. Persamaan Diferensial Linier Orde Dua
Secara umum persamaan diferensial linier orde dua berbentuk
)(2
2
tfcydt
dyb
dt
yda =++ (16.1)
Pada persamaan diferensial orde satu kita telah melihat bahwa solusi
total terdiri dari dua komponen yaitu solusi homogen dan solusi khusus.
Hal yang sama juga terjadi pada persamaan diferensial orde dua yang
dengan mudah dapat ditunjukkan secara matematis seperti halnya pada
persamaan orde pertama. Perbedaan dari kedua macam persamaan ini
terletak pada kondisi awalnya. Pada persamaan orde dua terdapat dua
kondisi awal dan kedua kondisi awal ini harus diterapkan pada dugaan
solusi total. Dua kondisi awal tersebut adalah
)0(')0(dan )0()0( −+−+ == ydt
dyyy (16.2)
Solusi homogen. Solusi homogen diperoleh dari persamaan rangkaian
dengan memberikan nilai nol pada ruas kanan dari persamaan (4.25),
sehingga persamaan menjadi
02
2
=++ cydt
dyb
dt
yda (16.3)
Agar persamaan ini dapat dipenuhi, y dan turunannya harus mempunyai
bentuk sama sehingga dapat diduga y berbentuk fungsi eksponensial ya =
Kest dengan nilai K dan s yang masih harus ditentukan. Kalau solusi
dugaan ini dimasukkan ke (16.3) akan diperoleh :
( ) 0atau 0 22 =++=++ cbsasKecKebKseeaKs stststst (16.4)
194 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Fungsi est tidak boleh nol untuk semua nilai t . Kondisi K = 0 juga tidak
diperkenankan karena hal itu akan berarti ya = 0 untuk seluruh t. Satu-
satunya jalan agar persamaan ini dipenuhi adalah
02 =++ cbsas (16.4)
Persamaan ini adalah persamaan karakteristik persamaan diferensial
orde dua. Secara umum, persamaan karakteristik yang berbentuk
persamaan kwadrat itu mempunyai dua akar yaitu:
a
acbbss
2
4,
2
21−±−
= (16.5)
Akar-akar persamaan ini mempunyai tiga kemungkinan nilai, yaitu: dua
akar riil berbeda, dua akar sama, atau dua akar kompleks konjugat.
Konsekuensi dari masing-masing kemungkinan nilai akar ini terhadap
bentuk solusi akan kita lihat lebih lanjut. Untuk sementara ini kita
melihat secara umum bahwa persamaan karakteristik mempunyai dua
akar.
Dengan adanya dua akar tersebut maka kita mempunyai dua solusi
homogen, yaitu:
tsa
tsa eKyeKy 21
2211 dan == (16.6)
Jika ya1 merupakan solusi dan ya2 juga merupakan solusi, maka jumlah
keduanya juga merupakan solusi. Jadi solusi homogen yang kita cari
akan berbentuk
tstsa eKeKy 21
21 += (16.7)
Konstanta K1 dan K2 kita cari melalui penerapan kondisi awal pada
solusi total.
Solusi Khusus. Sulusi khusus kita cari dari persamaan (16.1). Solusi
khusus ini ditentukan oleh bentuk fungsi pemaksa, f(t). Cara menduga
bentuk solusi khusus sama dengan apa yang kita pelajari pada persamaan
orde satu. Kita umpamakan solusi khusus ykhusus = yp.
Solusi Total. Dengan solusi khusus yp maka solusi total menjadi
tstspap eKeKyyyy 21
21 ++=+= (16.8)
195
16.2. Tiga Kemungkinan Bentuk Solusi
Sebagaimana disebutkan, akar-akar persamaan karakteristik yang
berbentuk umum as2
+ bs + c = 0 dapat mempunyai tiga kemungkinan
nilai akar, yaitu:
a). Dua akar riil berbeda, s1 ≠ s2, jika {b2− 4ac } > 0;
b). Dua akar sama, s1 = s2 = s , jika {b2−4ac } = 0
c). Dua akar kompleks konjugat s1 , s2 = α ± jβ , jika {b2−4ac } < 0.
Tiga kemungkinan nilai akar tersebut akan memberikan tiga
kemungkinan bentuk solusi yang akan kita lihat berikut ini, dengan
contoh solusi pada persamaan diferensial tanpa fungsi pemaksa.
Dua Akar �yata Berbeda. Kalau kondisi awal y(0+) dan dy/dt (0
+) kita
terapkan pada solusi total (16.8), kita akan memperoleh dua persamaan
yaitu
221121 )0()0('dan )0()0( KsKsyyKKyy pp ++′=++= ++++ (16.9)
yang akan menentukan nilai K1 dan K2. Jika kita sebut
)0()0(dan )0()0( 00++++ ′−′=−= pp yyByyA (16.10)
maka kita peroleh
02211021 dan BKsKsAKK =+=+
dan dari sini kita memperoleh
21
0012
12
0021 dan
ss
BAsK
ss
BAsK
−
−=
−
−=
sehingga solusi total menjadi
tstsp e
ss
BAse
ss
BAsyy 21
21
001
12
002
−
−+
−
−+= (16.11)
Berikut ini kita lihat suatu contoh. Seperti halnya pada persamaan orde
pertama, pada persamaan orde dua ini kita juga mengartikan solusi
persamaan sebagai solusi total. Hal ini didasari oleh pengertian tentang
kondisi awal, yang hanya dapat diterapkan pada solusi total. Persamaan
yang hanya mempunyai solusi homogen kita fahami sebagai persamaan
dengan solusi khusus yang bernilai nol.
196 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Contoh: Dari analisis transien suatu rangkaian listrik diperoleh
persamaan
0104105,8 63
2
2
=×+×+ vdt
dv
dt
vd
dengan kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0
+) = 0
berbeda). riilakar dua ( 8000 ,500
4)25,4(104250, :akar -akar
0104105,8 :ik karkterist Persamaan
21
2321
632
−=−=
−±−=→
=×+×+
ss
ss
ss
homogen). solusi dari terdiri(hanya
V 16 : totalSolusi
115 168000500
)8000(1515
)15(0 0)0( b).
15 15 V 15)0()0( a).
: awal Kondisi
nol)homogen (solusi
0 : totalsolusiDugaan
8000 500
1221
21
21112211
1221
80002
5001
tt
tt
eev
KKss
sK
sKsKsKsKdt
dv
KKKKvv
eKeKv
−−
+
−+
−−
−=
−=−=⇒=+−
−−=
−
−=⇒
−+=+=→=
−=⇒+=→==
++=
Dua Akar �yata Sama Besar. Kedua akar yang sama besar tersebut
dapat kita tuliskan sebagai
0dengan ; dan 21 →δδ+== ssss (16.12)
Dengan demikian maka solusi total dapat kita tulis sebagai
tsstp
tstsp
eKeKy
eKeKyy
)(21
21
21
δ+++=
++= (16.13)
Kalau kondisi awal pertama y(0+) kita terapkan, kita akan memperoleh
021
21
)0()0(
)0()0(
AyyKK
KKyy
p
p
=−=+→
++=
++
++
Jika kondisi awal kedua dy/dt (0+) kita terapkan, kita peroleh
197
0221
21
)0()0()(
)()0()0(
ByyKsKK
sKsKyy
p
p
=′−′=δ++→
δ+++′=′
++
++
Dari kedua persamaan ini kita dapatkan
δ
−−=→
δ
−=→=δ+
sABAK
sABKBKsA
0001
002020
(16.14)
Solusi total menjadi
stt
p
sttp
tsstp
ee
sABAy
eesABsAB
Ay
esAB
esAB
Ayy
1
)(
000
00000
)(00000
δ+
δ−−++=
δ
−+
δ
−−+=
δ
−+
δ
−−+=
δ
δ
δ+
(16.15.a)
Karena 1
lim1
lim 0
0t
ee tt
=
δ
−=
δ+
δ−
δ
→δ
δ
→δ
maka solusi total dapat kita tulis
[ ] stp etsABAyy )( 000 −++= (16.15.b)
Solusi total seperti dinyatakan oleh (16.15.b) merupakan bentuk khusus
yang diperoleh jika persamaan karakteristik mempunyai dua akar sama
besar. A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi
awal. Dengan demikian kita dapat menuliskan (16.15.b) sebagai
[ ] stbap etKKyy ++= (16.15.c)
dengan nilai Ka yang ditentukan oleh kondisi awal, dan nilai Kb
ditentukan oleh kondisi awal dan s. Dalam rangkaian listrik, nilai s
tergantung dari elemen-elemen yang membentuk rangkaian dan tidak ada
kaitannya dengan kondisi awal. Dengan kata lain, jika kita mengetahui
bahwa persamaan karakteristik rangkaian mempunyai akar-akar yang
sama besar (akar kembar) maka bentuk tanggapan rangkaian akan seperti
yang ditunjukkan oleh (16.15.c).
198 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Contoh: Pada kondisi awal v(0+)=15 V dan dv/dt(0
+)=0, analisis
transien rangkaian listrik memberikan persamaan
0104104 63
2
2
=×+×+ vdt
dv
dt
vd
( ) ( ) .0 karena , 0
:berbentuk akan totalsolusi
itu karenaoleh besar; samaakar dua terdapatsini Di
2000 1041042000, :akar -akar
01044000 :tik karakteris Persamaan
6621
62
=++=++=
=−=×−×±−=
=×++
pst
bast
bap vetKKetKKvv
sss
ss
( )
( ) V 3000015 : Jadi
30000 0)0(
memberikan
0)0( kedua awal kondisi Aplikasi
.15)0(
memberikan ini totalsolusi pada pertama awal kondisi Aplikasi
2000 t
abab
stba
stb
a
etv
sKKsKKdt
dv
estKKeKdt
dv
dt
dv
Kv
−
+
+
+
+=
=−=→+==→
++=
=
==
Akar-Akar Kompleks Konjugat. Kita belum membahas bilangan
kompleks di buku ini. Kita baru memandang fungsi-fungsi yang
memiliki nilai bilangan nyata. Namun agar pembahasan menjadi
lengkap, berikut ini diberikan solusinya.
Dua akar kompleks konjugat dapat dituliskan sebagai
β−α=β+α= jsjs 21 dan
Solusi total dari situasi ini adalah
( ) ttjtjp
tjtjp
eeKeKy
eKeKyy
αβ−β+
β−αβ+α
++=
++=
2
1
)(2
)(1
(16.16)
Aplikasikan kondisi awal yang pertama, y(0+),
199
( )
021
21
)0()0(
)0()0(
AyyKK
KKyy
p
p
=−=+→
++=
++
++
Aplikasi kondisi awal yang kedua, )0()0( ++ ′= ydt
dv,
( )( ) ttjtj
ttjtjp
eeKeK
eeKjeKjdt
dy
dt
dy
αβ−β
αβ−β
α++
β−β+=
21
21
Kita akan memperoleh
( ) ( )
( ) ( ) 02121
2121
)0()0(
)0()0()0(
ByyKKKKj
KKKjKjyydt
dy
p
p
=′−′=+α+−β→
α++β−β+′=′=
++
+++
( ) ( )β
α−=−→=+α+−β
=+
j
ABKKBKKKKj
AKK
002102121
021
2
/)(
2
/)( 0002
0001
βα−−=
βα−+=
jABAK
jABAK
Solusi total menjadi
tp
ttjtjtjtj
p
ttjtjp
etAB
tAy
ej
eeABeeAy
eejABA
ejABA
yy
α
αβ−β+β−β+
αβ−β+
β
β
α−+β+=
−
β
α−+
++=
βα−−+
βα−++=
sin)(
cos
2
)(
2
2
/)(
2
/)(
000
00
0
000 000
(16.17)
A0 dan B0 mempunyai nilai tertentu yang ditetapkan oleh kondisi awal
sedangkan α dan β memiliki nilai tertentu (dalam rangkaian listrik
ditentukan oleh nilai elemen rangkaian). Dengan demikian solusi total
dapat kita tuliskan sebagai
( ) tbap etKtKyy
αβ+β+= sincos (16.18)
200 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
dengan Ka dan Kb yang masih harus ditentukan melalui penerapan
kondisi awal. Ini adalah bentuk solusi total khusus untuk persamaan
diferensial yang memiliki persamaan karakteristik dengan dua akar
kompleks konjugat.
Persamaan (16.8) menunjukkan bahwa bila persamaan karakteristik
memberikan dua akar kompleks konjugat, maka solusi persamaan
diferensial orde dua akan terdiri dari solusi khusus yp ditambah fungsi
sinus yang teredam.
Soal-Soal:
1. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
5)0( , 0)0( ; 054 c).
10)0( , 0)0( ; 044 b).
15)0( ,0)0( ; 0107 .a)
2
2
2
2
2
2
===++
===++
===++
++
++
++
dt
dvvv
dt
dv
dt
vd
dt
dvvv
dt
dv
dt
vd
dt
dvvv
dt
dv
dt
vd
2. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
10)0(
,5)0( ;)(100258 c).
10)0(
,5)0( ;)(1002510 b).
25)0(
,5)0( ; )(1002410 .a)
2
2
2
2
2
2
===++
===++
===++
+
+
+
dt
dvvtuv
dt
dv
dt
vd
dt
dvvtuv
dt
dv
dt
vd
dt
dvvtuv
dt
dv
dt
vd
3. Carilah solusi persamaan diferensial berikut.
0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos10086 .a)2
2
===++ ++
dt
dvvtutv
dt
dv
dt
vd
0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos10096 b).2
2
===++ ++
dt
dvvtutv
dt
dv
dt
vd
0)0( ,0)0( , )( ] 1000[cos100102 c).2
2
===++ ++
dt
dvvtutv
dt
dv
dt
vd
201
Bab 17
Koordinat Polar
Sampai dengan Bab-16 kita membicarakan fungsi dengan kurva-kurva
yang digambarkan dalam koordinat sudut-siku, x-y. Di bab ini kita akan
melihat sistem koordinat polar.
17.1. Relasi Koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku
Pada pernyataan posisi satu titik P[xP,yP] pada sistem koordinat sudut-
siku terdapat hubungan
θ= sinP ry ; θ= cosP rx (17.1)
dengan r adalah jarak antara titik P dengan titik-asal [0,0] dan θ adalah
sudut yang dibentuk oleh arah r dengan sumbu-x, seperti terlihat pada
Gb. 17.1.
Gb.17.1. Posisi titik P pada sistem koordinat polar.
Dalam koordinat polar, r dan θ inilah yang digunakan untuk menyatakan
posisi titik P. Posisi titik P seperti pada Gb. 17.1. dituliskan sebagai
P[r,θ].
17.2. Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar
Di Bab-5 kita telah melihat persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di
O[a,b] dalam koordinat sudut-siku, yaitu
222 )()( cbyax =−+−
P[r,θ]
θ[0,0] x
y
r
xP
yP
202 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Kita dapat menyatakan lingkaran ini dalam koordinat polar dengan
mengganti x dan y menurut relasi (17.1), yaitu
222 )sin()cos( cbrar =−θ+−θ (17.2.a)
yang dapat dituliskan sebagai
( )( ) 0)sincos(2
0)sincos(2
0)sin2sin()cos2cos(
222
2222
2222222
=−++θ+θ−
=−++θ+θ−
=−+θ−θ++θ−θ
cbabarr
cbabarr
cbrbrarar
(17.2.b)
dengan bentuk kurva seperti Gb.17.2.a
Jika lingkaran ini berjari-jari c = a dan berpusat di O[a,0] maka
persamaan (17.2.b) menjadi
0)cos2( =θ− arr (17.2.c)
Pada faktor pertama, jika kita mengambil 0====r , kita menemui titik
pusat. Faktor ke-dua adalah
0cos2 =θ− ar (17.2.d)
merupakan persamaan lingkaran dengan bentuk kurva seperti pada
Gb.17.2.b.
(a) (b)
Gb.17.2. Lingkaran
Berikut ini tiga contoh bentuk kurva dalam koordinat bola.
[0,0]
a
x
y
P[r,θ]
θ
r
b
[0,0]
a
x
y P[r,θ]
θ
r
203
Contoh: )cos1(2 θ−=r . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.17.3
yang disebut kardioid (cardioid) karena bentuk yang seperti hati.
Gb.17.3 Kurva kardioid, )cos1(2 θ−=r
Perhatikan bahwa pada θ = 0, r = 0; pada θ = π/2 , r = 2; pada θ = π,
r = 4; pada θ = 1,5π, r = 2.
Contoh: θ= cos162r . Bentuk kurva fungsi ini terlihat pada Gb.17.4
Gb.17.4 Kurva θ= cos162r
Perhatikan bahwa pada θ = 0, r = 4; pada θ = π/2 , r = 0; pada θ = π,
r = 4; pada θ = 1,5π, r = 0.
Contoh: 2=θr . Untuk θ > 0 bentuk kurva fungsi ini terlihat pada
Gb.17.5
-3
-2
-1
0
1
2
3
-5 -3 -1 1
y
x
r
θ
P[r,θ]
θ
y
x
-3
-2
-1
0
1
2
3
-5 -3 -1 1 3 5
r P[r,θ]
204 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.17.5 Kurva 2====θr
Pada persamaan kurva ini jika θ = 0 maka 0 = 2; suatu hal yang tidak
benar. Ini berarti bahwa tidak ada titik pada kurva yang bersesuaian
dengan θ = 0. Akan tetapi jika θ mendekati nol maka r mendekati ∞;
garis y = 2 merupakan asimptot dari kurva ini. Perhatikanlah bahwa
perpotongan kurva dengan sumbu-x tidak berarti θ = 0 dan terjadi pada θ
= π, 2π, 3π, 4π, dst.
17.3. Persamaan Garis Lurus
Salah satu cara untuk menyatakan persamaan kurva dalam koordinat
polar adalah menggunakan relasi (17.1) jika persamaan dalam koordinat
sudut-siku diketahui. Hal ini telah kita lakukan misalnya pada persamaan
lingkaran (17.2.a) menjadi (17.2.b) atau (17.2.c). Berikut ini kita akan
menurunkan persamaan kurva dalam koordinat polar langsung dari
bentuk / persyaratan kurva.
Gb.17.6 memperlihatkan kurva dua garis lurus l1 sejajar sumbu-x dan l2
sejajar sumbu-y.
Gb.17.6 Garis lurus melalui titik-asal [0,0].
Garis l1 berjarak a dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini
harus memenuhi
r
θ O
y
x
l2
b r
θ O
y
x
l1
a
P[r,θ] P[r,θ]
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
-1 0 1 2 3 x
y
θ = π θ = 2π θ = 3π θ = 4π
r
θ
P[r,θ] y = 2
205
ar =θcos (17.3)
Inilah persamaan garis l1.
Garis l2 berjarak b dari titik-asal; setiap titik P yang berada pada garis ini
harus memenuhi
br =θsin (17.4)
Inilah persamaan garis l2.
Kita lihat sekarang garis l3 yang berjarak a dari titik asal dengan
kemiringan positif seperti terlihat pada Gb.17.7. Karena garis memiliki
kemiringan tertentu maka sudut antara garis tegak-lurus ke l3, yaitu β
juga tertentu. Kita manfaatkan β untuk mencari persamaan garis l3. Jika
titik P harus terletak pada l3 maka
ar =θ−β )cos( (17.5)
Inilah persamaan garis l3.
Gb.17.7. Garis lurus l3 berjarak a dari [0,0], memiliki kemiringan positif.
Jika kita bandingkan persamaan ini dengan persamaan (17.3) terlihat
bahwa persamaan (17.5) ini adalah bentuk umum dari (17.3), yang akan
kita peroleh jika kita melakukan perputaran sumbu. Jika perputaran kita
lakukan sedemikian rupa sehingga memperoleh kemiringan garis positif,
maka akan kita peroleh persamaan garis seperti (17.5). Apabila
perputaran sumbu kita lakukan sehingga garis yang kita hadapi, l4,
memiliki kemiringan negatif, seperti pada Gb.17.8., maka persamaan
garis adalah
ar =β−θ )cos( (17.6)
α
r
β
l3
a A
O
y
x
θ
P[r,θ]
206 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.17.8. Garis lurus l4 berjarak a dari [0,0], kemiringan negatif.
17.4. Parabola, Elips, Hiperbola
Ketiga bangun geometris ini telah kita lihat pada Bab-5 dalam koordinat
sudut-siku. Kita akan melihatnya sekarang dalam koordinat polar.
Eksentrisitas. Pengertian sehari-hari dari istilah eksentrik adalah
menyimpang dari yang umum. Dalam matematika, eksentrisitas adalah
rasio antara jarak suatu titik P terhadap titik tertentu dengan jarak antara
titik P terhadap garis tertentu. Titik tertentu itu disebut titik fokus dan
garis tertentu itu disebut direktriks; kedua istilah ini telah kita kenal pada
waktu pembahasan mengenai parabola di Bab-5. Sesungguhnya, dengan
pengertian eksentrisitas ini kita dapat membahas sekaligus parabola,
elips, dan hiperbola.
Perhatikan Gb.17.8. Jika es adalah eksentrisitas, maka
PD
PF=se (17.7)
Gb.17.8. Titik fokus dan garis direktriks.
Jika kita mengambil titik fokus F sebagai titik asal, maka
r=PF
F
D
θ
r
k
x A B
y
direktriks
P[r,θ]
r
β
l4 a
O
y
x
θ
P[r,θ]
207
dan dengan (17.7) menjadi PDser = ; sedangkan
θ+=+== cosFBAFABPD rk
sehingga θ+=θ+= cos)cos( rekerker sss
Dari sini kita dapatkan
θ−=
cos1 s
s
e
ker (17.8)
Nilai es menentukan persamaan bangun geometris yang kita akan
peroleh.
Parabola. Jika 1=se , yang berarti PF = PD, maka
θ−=
cos1
kr (17.9)
Inilah persamaan parabola.
Perhatikan bahwa jika θ mendekati nol, maka r mendekati tak hingga.
Jika θ = π/2 maka r = k. Jika π=θ titik P akan mencapai puncak kurva
dan r = k/2, yang berarti bahwa puncak parabola berada di tegah-tengah
antara garis direktriks dan titik fokus. Hal ini telah kita lihat di Bab-5.
Elips. Jika es < 1, misalnya 5,0=se , PF = PD/2, maka
θ−=
cos2
kr (17.10)
Inilah persamaan elips.
Perhatikan bahwa karena 1cos1 +≤θ≤− maka penyebut pada
persamaan (17.10) tidak akan pernah nol. Oleh karena itu r selalu
mempunyai nilai untuk semua nilai θ. Jika θ = 0 maka r = k, titik P
mencapai jarak terjauh dari F. dan jika θ = π/2 maka r = k/2 . Jika θ = π
maka r = k/3, titik P mencapai jarak terdekat dengan F.
Hiperbola. Jika 1>se , misal 2=se , berarti PD2PF ×= , maka
θ−=
cos21
2kr (17.11)
Inilah persamaan hiperbola.
208 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Jika θ mendekati π/3 maka r menuju tak hingga. Jika 2/π=θ maka r =
2k. Jika π=θ , titik P ada di puncak kurva, dan r = k/3 = PF.
17.4. Lemniskat dan Oval Cassini
Di laut Aegea di hadapan selat Dardanella, terdapat sebuah pulau yang
penting dalam mitologi Yunani yaitu pulau Lemnos atau Limnos. Pulau
vulkanik ini berbentuk tak beraturan dengan dua teluk yang menjorok
dalam ke daratan di pantai utara dan pantai selatan.
Giovanni Domenico Cassini dikenal juga dengan nama Jean Dominique
Cassini (1625 – 1712) adalah astronom Italia. Cassini menemukan empat
di antara sembilan atau sepuluh satelit planet Saturnus. Ia pula yang
menemukan celah cincin Saturnus, antara cincin terluar dengan cincin
ke-dua yang paling terang; celah itu kemudian disebut Cassini’s division.
Bangun-geometris yang disebut lemniskat dan oval Cassini merupakan
situasi khusus dari kurva yang merupakan tempat kedudukan titik-titik
yang hasil kali jaraknya terhadap dua titik tertentu bernilai konstan.
Misalkan dua titik tertentu tersebut adalah F1[a,π] dan F2[a,0]. Lihat
Gb.17.9.
Gb.17.9. Menurunkan persamaan kurva dengan
persyaratan PF1×PF2 = konstan
Dari Gb.17.9. kita dapatkan
( ) ( ) ( )θ++=
θ++θ=
cos2
cossinPF
22
2221
arar
rar
( ) ( ) ( )θ−+=
θ−+θ=
cos2
cossinPF
22
2222
arar
rar
Misalkan hasil kali 221 PFPF b=× , maka kita peroleh relasi
F1[a,π] F2[a,0]
P[r,θ]
r
θ θ = 0 θ = π
θ = π/2
209
( ) ( )
)cos21(2
)cos2(2
cos2cos2
22244
22244
22224
θ−++=
θ−++=
θ−+×θ++=
raar
arraar
ararararb
(17.12)
Kita manfaatkan identitas trigonometri
1cos2sincos2cos 222 −θ=θ−θ=θ
untuk menuliskan (17.12) sebagai
θ−+= 2cos2 22444 raarb (17.13)
Jika b kita buat ber-relasi dengan a yaitu b = ka maka persamaan (17.13)
ini dapat kita tuliskan
)1(2cos20 44224 karar −+θ−=
Untuk r > 0, persamaan ini menjadi
)1(2cos2cos 42222 kaar −−θ±θ= (17.14)
Lemniskat. Bentuk kurva yang disebut lemniskat ini diperoleh pada
kondisi khusus (17.14) yaitu k = 1, yang berarti b = a atau 2
21 PFPF a=× . Pada kondisi ini persamaan (17.14) menjadi
)2cos2(0 222 θ−= arr
Faktor pertama r = 0 akan memberikan sebuah titik. Faktor yang ke-dua
memberikan persamaan
θ= 2cos2 22 ar
Dengan mengambil a = 1, kurva dari persamaan ini terlihat pada
Gb.17.10.
210 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
Gb.17.10. Kurva persamaan (17.14), k = 1 = a.
Bentuk lemniskat masih akan diperoleh pada k > 1, misalnya k = 1,1.
Pada keadaan ini, dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang
akan diperoleh terlihat seperti pada Gb.17.11.
Gb.17.11. Kurva persamaan (17.14), k = 1,1 & a = 1.
Oval Cassini. Kondisi khusus yang ke-tiga adalah k < 1, misalkan k =
0,8. Dengan tetap mengambil a = 1, bentuk kurva yang diperoleh adalah
seperti pada Gb.17.12, yang disebut “oval Cassini”. Kurva ini terbelah
menjadi dua bagian, mengingatkan kita pada Cassini’s division di planet
Saturnus.
θ = 0 θ = π
θ = π/2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
-2 -1 0 1 2
θ = 0 θ = π
θ = π/2
-0,6
-0,2
0
0,2
0,6
-1,5 -1 -0,5 0 0,5 1 1,5
211
Gb.17.12. Kurva persamaan (17.14), k = 0,8 & a = 1.
17.5. Luas Bidang Dalam Koordinat Polar
Kita akan menghitung luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva dan
dua garis masing-masing mempunyai sudut kemiringan α dan β. Lihat
Gb.17.12
Gb.17.12. Mencari luas bidang antara kurva dan dua garis.
Antara α dan β kita bagi dalam n segmen.
n
α−β=θ∆
Luas setiap segmen bisa didekati dengan luas sektor lingkaran. Antara θ
dan (θ + ∆θ) ada suatu nilai θk sedemikian rupa sehingga luas sektor
lingkaran adalah
2/)(2 θ∆= kk rA
Luas antara θ = α dan θ = β menjadi
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
-2 -1 0 1 2
θ = 0 θ = π
θ = π/2
θ = α
θ = β
θ ∆θ
x
y
212 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik, Diferensial dan Integral
( )∑ ∑ θ∆θ=θ∆=αβ 2/)(2/)(22
kk frA
Jika n menuju ∞, ∆θ menuju nol, kita dapat menuliskan luas bidang
menjadi
[ ]
[ ]∫
∑∑β
α
→θ∆→θ∆αβ
θθ=
θ∆θ=θ∆=
df
frA k
2
2
0
2
0
)(2
1
2/)(lim2/)(lim
atau ∫β
ααβ θ= d
rA
2
2
(17.15)
Penutup
Bab-17 adalah bab terakhir tulisan ini. Penulis rasa cukup
ringan untuk dibaca. Sudah barang tentu untuk memahami
lebih jauh kalkulus pembaca perlu mempelajari buku-buku
referensi matematika yang memang ditujukan untuk
belajar matematika; bahkan mengikuti kuliah matematika.
213
I4DEKS
a
akar kompleks 198
akar nyata 195, 196
anak tangga 27, 187
antilogaritma 97
b
banyak 11, 12
c
cardioid 203
cosecan 72, 76, 81
cosinus 70, 74, 78, 85
cotangent 71, 75, 80
d
diferensial 166
domain 2
e
eksentrisitas 206
eksponensial 97, 98, 140,
163
elips 61, 207
f
fungsi 1
fungsi pemaksa 186, 187
g
garis lurus 15, 204
garis singgung 113, 118
geometris 55
gigi gergaji 32
h
hiperbola 63, 207
hiperbolik 100, 101, 164
i
implisit 7
integral 141, 143, 145, 147,
153, 156, 161, 166, 169, 176
inversi 77, 82, 136, 165
k
kekontinyuan 5
kemiringan 15
kondisi awal 185
kurva 2
l
lebar pita 88, 92
lemniskat 208
lingkaran 59, 202
linier 15
logarithma natural 95
logaritmik 133, 139
luas bidang 174, 211
m
mononom 37, 39, 41, 42, 48,
107, 161
nilai puncak 112
nilai rata-rata 160
numerik 141, 177
o
orde dua 193, 195
orde satu 179, 181, 183
oval cassini 210
214 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik – Diferensial dan Integral
p
parabola 58, 207
parametrik 14
pergeseran 16, 87
perpotongan 21
persamaan diferensial 179,
193
peubah 1
peubah-bebas 1, 12
peubah-tak-bebas 1
polar 13, 201
polinom 37, 43, 48, 110, 161
pulsa 29, 31
r
ramp 29, 31
rantai 127
rasional 124
rentang 2
s
secan 72, 76, 81
simetri 6
sinus 70, 73, 77, 85, 88, 188
spektrum 88, 91
t
tangent 71, 74, 79
tetapan 15, 161
trigonometri 69, 164, 165
tunggal 9
turunan 105, 136, 139
215
Referensi
1. Catatan-catatan penulis dalam kuliah matematika di Institut
Teknologi Bandung, tahun 1963 – 1964, sebagai bahan utama tulisan
dalam buku ini.
2. George B Thomas, “Calculus And Analytic Geometry”, addison
Wesley, 1956, buku pegangan dalam mengikuti kuliah matematika
di ITB, tahun 1963 - 1964.
3. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB,
ISBN 979-9299-54-3, 2002.
4. Sudaryatno Sudirham: ”Analisis Rangkaian Elektrik”, e-book, 2010.
5. Sudaryatno Sudirham, “Mengenal Sifat Material 1”, e-book, 2010.
216 Sudaryatno Sudirham, Fungsi dan Grafik – Diferensial dan Integral
Biodata Penulis
Nama: Sudaryatno Sudirham
Lahir: di Blora pada 26 Juli 1943
Istri: Ning Utari
Anak: Arga Aridarma
Aria Ajidarma.
1971 : Jurusan Teknik Elektro – Institut Teknologi Bandung.
1972 – 2008 : Dosen Institut Teknologi Bandung.
1974 : Tertiary Education Research Center – UNSW − Australia
1979 : EDF – Paris Nord dan Fontainbleu − Perancis
1981 : INPT - Toulouse − Perancis; DEA 1982; Doktor 1985.
Mata Kuliah yang pernah diberikan: “Pengukuran Listrik”; “Pengantar
Teknik Elektro”; “Pengantar Rangkaian Elektrik”; “Material
Elektroteknik”; “Phenomena Gas Terionisasi”; “Dinamika Plasma”;
“Dielektrika”; “Material Biomedika”.
Buku dan Artikel: “Analisis Rangkaian Listrik”, Penerbit ITB, 2002,
2005; “Metoda Rasio TM/TR Untuk Estimasi Susut Energi Jaringan
Distribusi”; Penerbit ITB, 2009; “Fungsi dan Grafik, Diferensial Dan
Integral”; Penerbit ITB, Penerbit ITB, 2009, e-book 2010; “Analisis
Rangkaian Elektrik (1)”, e-book, 2010; “Analisis Rangkaian Elektrik
(2)”, e-book, 2010; ”Mengenal Sifat Material (1)”, e-book, 2010;
217
Fungsi dan Grafik
Diferensial dan Integral