full paper-semnas kimia 2013

Upload: sukmiyati-agustin

Post on 02-Jun-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    1/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Fungsional dari Tepung Sukun (Ar tocarpus altil is)

    Termodifikasi Heat Moisture Treatment

    Sukmiyati Agustin

    Laboratorium Pasca Panen dan Pengolahan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,Universitas MulawarmanSamarinda

    Email:[email protected]

    Abstrak

    Sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu jenis buah yang potensial

    dikembangkan sebagai sumber karbohidrat. Pengolahan buah sukun menjadi tepung

    memudahkan aplikasinya dalam berbagai produk pangan, selain memperpanjang umur

    simpannya. Modifikasi dengan metode Heat Moisture Treatment(HMT) diperlukan untuk

    memperbaiki profil tepung alami baik sifat fisiko-kimia maupun sifat fungsional sehingga

    penggunaan tepung menjadi lebih spesifik. Kondisi HMT yang diterapkan pada tepung

    sukun adalah pengaturan kadar air menjadi 26% dan suhu pemanasan 110 C selama 0, 2,

    4, dan 6 jam. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa waktu pemanasan berpengaruh

    nyata terhadap sifat fisiko-kimia dan fungsional dari tepung sukun termodifikasi. HMT

    menurunkan nilai volum pengembangan, densitas kamba dan derajat putih tepung sukun,

    sementara nilai kelarutan (solubility) dan wettability semakin meningkat dengan semakin

    lamanya pemanasan. Kadar amilosa dan pati dari tepung sukun termodifikasi HMT juga

    mengalami peningkatan. Metode HMT juga mengubah profil gelatinisasi tepung sukun,

    yaitu meningkatkan nilai viskositas puncak, viskositas trough, viskositas breakdown,

    viskositas akhir dan viskositassetback, serta menurunkan waktu puncak.

    Kata kunci: tepung sukun, profil gelatinisasi, sifat fisiko-kimia, sifat fungsional

    PENDAHULUAN

    Sukun (Artocarpus altilis) merupakan salah satu tanaman penghijauan yang

    penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah Indonesia. Prediksi hasil panen sukun dari

    bibit sukun yang dibagikan oleh Departemen Kehutanan mulai tahun 2010 hingga 2014

    (dengan asumsi pohon sukun berbuah setelah 5 tahun) adalah 22.483.574 ton buah sukun atau

    setara dengan 5.620.893 ton tepung sukun (dengan asumsi produksi tepung sukun setara

    dengan 25% dari berat panen) (Ditjen RLPS 2009). Potensi sukun yang sangat besar tersebut

    dapat digunakan sebagai sarana diversifikasi pangan pokok sumber karbohidrat berbahan

    baku lokal.

    Buah sukun mengandung karbohidrat dalam jumlah cukup tinggi (28,2%,

    Prabawati dan Suismono 2009) dan beberapa zat gizi lainnya seperti mineral, vitamin,

    lemak dan asam amino. Bila dibandingkan dengan beras, sukun memiliki kandungan

    vitamin dan mineral yang lebih lengkap (Widowati 2003), sehingga sangat potensial

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    2/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    dimanfaatkan sebagai pengganti beras. Salah satu bentuk diversifikasi sukun adalah tepung

    sukun. Tepung sukun sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk pangan.

    Modifikasi pati/tepung perlu dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan sifat yang

    lebih baik dari sifat pati/tepung sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat yang

    diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tertentu dan memperluas penggunaannya di industri.

    Modifikasi pati adalah cara mengubah struktur dan mempengaruhi ikatan hydrogen dengan

    cara terkontrol. Ada berbagai metode modifikasi pati, yaitu secara fisik, kimia dan

    enzimatis. Dari ketiga jenis metode tersebut, modifikasi tepung/pati secara fisik lebih efisien

    untuk diterapkan karena minim biaya dan aman dari residu bahan kimia. Perlakuan HMT

    pada tepung/pati didefinisikan sebagai modifikasi pati secara fisika yang dilakukan pada

    granula pati dengan kadar air kurang dari 35% selama 15 menit sampai dengan 16 jam di

    atas suhu transisi tapi di bawah suhu gelatinisasi (Guanaratne dan Hoover, 2002).

    Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik fisiko-kimia dan fungsional

    dati tepung sukun termodifikasi dengan metode HMT.

    METODOLOGI

    Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan terdiri atas tepung sukun yang diproduksi dari sukun lokal yang

    diperoleh dari daerah Gunung Lingai-Samarinda, dan bahan kimia untuk analisis. Peralatan

    yang digunakan terdiri atas peralatan pembuat tepung sukun dan peralatan analisis sifat

    fisiko-kimia sertaRapid Visco Analyzeruntuk analisis profil gelatinisasi.

    Metode

    Pembuatan tepung sukun meliputi pengupasan buah sukun, perendaman dan pencucian,

    pemotongan, pemblansiran selama 10 menit, perajangan/penyawutan, pengeringan, dan

    penepungan. Prosedur teknik HMT mengacu pada Adebowale et al. (2005) yang

    dimodifikasi. Tepung sukun dianalisa kadar airnya terlebih dahulu. Proses modifikasi tepung

    sukun dengan HMT dilakukan sebagai berikut: Sebanyak 150 gram tepung diatur kadar

    airnya hingga 26% dengan cara menyemprotkan akuades. Jumlah akuades yang ditambahkan

    ditentukan berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa:

    (100% - KA1) x BP1 = (100% - KA2) x BP2

    Jumlah akuades = BP2BP1

    Keterangan:

    KA1 = kadar air tepung kondisi awal KA2 = kadar air tepung yang diinginkanBP1 = bobot tepung kondisi awal BP2 = bobot tepung setelah perlakuan

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    3/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Selanjutnya tepung dikondisikan pada suhu 5C selama semalam. Modifikasi HMT

    dilakukan pada suhu 110C selama 0, 2, 4, dan 6 jam dalam keadaan tertutup alumunium foil.

    Tepung hasil modifikasi kemudian dikeringkan dan dihaluskan hingga 80 mesh. Analisis

    yang dilakukan terhadap tepung sukun termodifikasi HMT adalah volum pengembangan dankelarutan (Singh et al., 2002), kadar air (metode oven, AOAC 1995), kadar pati (SNI 01-

    2891-1992), kadar amilosa-amilopektin (Riley et al. 2006), uji deskriptif derajat putih

    (organoleptik, dibandingkan dengan tepung terigu), serta profil gelatinisasi dengan instrumen

    Rapid Visco Analyzer TecMaster Newport Scientific Pty Ltd., Warriewood Australia

    (Zaidul et al., 2007).

    Analisis Data

    Penelitian ini didisain dengan Rancangan Acak Lengkap faktor tunggal yaitu lama

    pemanasan, yang terdiri dari 4 level yaitu 0, 2, 4, dan 6 jam. Analisis data dilakukan dengan

    menggunakan metode General Linier Method (GLM) pada program Statistical Analysis

    System (SAS 9.1.3. 2003). Apabila lama pemanasan berpengaruh terhadap parameter yang

    diukur maka dilakukan uji lanjut Duncan pada program yang sama.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Volum Pengembangan

    Volum pengembangan merupakan pengukuran kemampuan mengembang dari granula

    pati. Semakin lama waktu pemanasan menyebabkan penurunan nilai volum pengembangan

    (Gambar 1).

    Gambar 1. Grafik volum pengembangan tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti

    huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    6.86a

    5.99b5.61c

    4.86d

    0

    2

    4

    6

    8

    0 2 4 6

    Swe

    lling

    Vo

    lume

    (ml/g

    bk)

    Lama Pemanasan (jam)

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    4/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Tepung hasil modifikasi HMT cenderung memiliki volum pengembangan yang

    rendah jika dibandingkan dengan tepung alami. Hal ini disebabkan pati yang dimodifikasi

    dengan metode HMT mengalami perubahan susunan struktur dan kristalinitas. Perubahan ini

    kemungkinan menyebabkan pembentukan ikatan hidrogen antara air yang berada di luar

    granula dengan molekul pati baik amilosa maupun amilopektin menjadi lebih sulit, sehingga

    kemampuan granula untuk mengembang menjadi terbatas. Penurunan volum pengembangan

    pada pati termodifikasi HMT juga terjadi pati sagu (Herawati, 2009) dari 6,1 g/g menjadi 5,1

    g/g; dan pada pati biji durian (Sumarlin, 2010).

    Kelarutan

    Modifikasi dengan metode HMT menyebabkan terjadinya penurunan nilai kelarutan

    tepung sukun termodifikasi dibandingkan dengan tepung alami. Rerata kelarutan dari tepung

    sukun termodifikasi HMT dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Grafik kelarutan tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti huruf sama

    menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Semakin lama waktu pemanasan semakin meningkatkan kelarutan dari tepung sukun

    termodifikasi HMT. Hal ini disebabkan pemanasan menggunakan suhu tinggi akan

    merenggangkan struktur pati karena adanya interaksi air dan panas. Panas akan melemahkan

    ikatan hydrogen sehingga struktur pati terutama daerah amorf yaitu daerah yang memiliki

    banyak molekul amilosa dan percabangan amilopektin menjadi renggang. Ketika struktur pati

    merenggang, pati akan lebih mudah menyerap air dan mengalami pembengkakan sehingga

    terjadi peningkatan kelarutan.

    65.70a

    42.30b

    50.90c58.30d

    0

    20

    40

    60

    80

    0 2 4 6 8

    Kela

    rutan(%bk)

    Lama Pemanasan (jam)

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    5/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Densitas Kamba

    Densitas kamba merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volum bahan itu

    sendiri. Bila dibandingkan dengan tepung alami, terjadi penurunan nilai densitas kamba dari

    tepung sukun ternodifikasi HMT (Gambar 3).

    Gambar 3. Grafik densitas kamba tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti huruf

    sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Semakin lama waktu pemanasan, nilai densitas kamba semakin menurun. Hal ini

    disebabkan proses pemanasan menggunakan suhu tinggi, sehingga berat molekul pati sukun

    serta kandungan air dan lemak tepung sukun mengalami penurunan. Ini mengakibatkan

    densitas tepung sukun semakin menurun dengan semakin lamanya pemanasan.

    Wettability

    Wettability merupakan indikator kemampuan tepung untuk menyerap air. Metode

    HMT menunjukkan pengaruh nyata terhadap wettability tepung sukun. Tepung sukun

    termodifikasi HMT memiliki wettability lebih tinggi dibandingkan tepung alami sepertiterlihat pada Gambar 4. Semakin lama waktu pemanasan menyebabkan semakin tingginya

    wettabilitytepung sukun.

    0.39b

    0.35c0.34d

    0.32

    0.34

    0.36

    0.38

    0.40

    0.42

    0 1 2 3 4 5 6

    DensitasKamba

    (ml/g)

    Lama Pemanasan (jam)

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    6/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Gambar 4. Grafik wettability tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti huruf sama

    menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Uji Perbandingan Jamak Terhadap Derajat Putih

    Warna merupakan salah satu atribut mutu yang penting bagi produk pangan maupun

    bahan baku produk pangan. Penilaian warna pada tepung didasarkan pada derajat putih

    tepung tersebut. Perlakuan HMT menunjukkan pengaruh nyata terhadap derajat putih tepung

    sukun termodifikasi seperti terlihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Grafik derajat putih tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti huruf sama

    menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Semakin lama waktu pemanasan mengakibatkan penurunan derajat putih tepung

    sukun. Menurut Widiasta (2003), proses pemanasan bahan pangan mengubah sifat-sifat fisik

    dan kimia bahan tersebut, dan diduga dapat mengubah kemampuannya dalam memantulkan,

    menyebarkan dan meneruskan sinar sehingga mengubah warna bahan pangan tersebut.

    0.36d

    1.08c1.21b

    1.41a

    0

    0.4

    0.8

    1.2

    1.6

    0 2 4 6

    We

    ttability

    (menit)

    Lama Pemanasan (jam)

    6.08a

    5.1b

    3.96c3.45d

    0

    2

    4

    6

    8

    0 2 4 6

    SkalaWarna

    Lama pemanasan (jam)

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    7/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Kadar Pati

    Kadar pati tepung sukun termodifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan tepung alami.

    Pemanasan selama 4 jam menurunkan kandungan pati tepung sukun termodifikasi, tetapi

    pada pemanasan selama 6 jam menyebabkan peningkatan kadar pati (Gambar 6).

    Gambar 6. Grafik kadar pati tepung sukun termodifikasi HMT. Angka diikuti huruf sama

    menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa lama pemanasan berpengaruh nyata terhadap

    kadar pati tepung sukun termodifikasi HMT. Penurunan kadar pati pada pemanasan selama 4

    jam disebabkan karena terjadi pembukaan granula pati dan terjadi pemutusan ikatan

    hydrogen antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin dan amilopektin-amilopektin. Ikatan

    antara molekul tersebut digantikan dengan ikatan hydrogen dengan air. Amilosa yang terlepas

    tadi keluar dari granula dan menyebabkan kadar pati menurun. Sementara peningkatan kadar

    pati pada pemanasan selama 6 jam disebabkan terjadinya reorganisasi antar molekul

    penyusun granula.

    Kadar Amilosa-Amilopektin

    Kadar amilosa tepung sukun termodifikasi HMT lebih tinggi dibandingkan tepung

    alaminya. Peningkatan kandungan amilosa terjadi pada tepung sukun yang diberi perlakuan

    panas selama 2 dan 4 jam, sedangkan pada pemanasan 6 jam jumlah amilosa yang

    terkandung dalam tepung sukun termodifikasi mengalami penurunan, tetapi masih lebih

    tinggi dibandingkan tepung alami. Sementara kadar amilopektin tepung sukun termodifikasi

    mengalami peningkatan dibandingkan tepung alami, tetapi pada pemanasan 4 jam kandungan

    amilopektin menurun meskipun nilainya masih lebih tinggi dibandingkan tepung alami.

    Rerata kadar amilosa dan amilopektin tepung sukun termodifikasi disajikan pada Gambar 7.

    61.51

    66.5265.76

    68.82

    60

    62

    64

    66

    68

    70

    0 2 4 6

    KadarPati(%)

    Lama pemanasan (jam)

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    8/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Gambar 7. Grafik kadar amilosa-amilopektin tepung sukun termodifikasi HMT. Angka

    diikuti huruf sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf =5%

    Perubahan komposisi amilosa-amilopektin pada tepung sukun termodifikasi HMT

    disebabkan oleh faktor pemanasan pada suhu tinggi. Suhu tinggi mengakibatkan terjadinya

    pemutusan ikatan hidrogen antara molekul amilosa-amilopektin, amilosa-amilosa dan

    amilopektin-amilopektin. Penurunan kadar amilosa disebabkan terjadinya pengaturan ulang

    rantai heliks ganda pada molekul amilopektin akibat terjadinya degradasi pada molekul

    amilosa, sehingga pada saat analisis pengikatan iodin oleh amilosa menjadi lemah dan terjadi

    penurunan nilai absorbansi. Menurut Soebagio et al. (2007), rendahnya kadar amilosa padapati HMT disebabkan terjadinya pemutusan ikatan glukosida pada rantai amilosa selama

    pemanasan berlangsung.

    Kenaikan kadar amilopektin bisa disebabkan karena terjadinya penurunan kadar

    amilosa dalam pati. Ketika dilakukan perhitungan by difference, kadar amilopektin menjadi

    tinggi.

    Profil Gelatinisasi

    Proses modifikasi tepung sukun dengan metode HMT secara umum meningkatkan

    viskositas dari tepung sukun termodifikasi. Profil gelatinisasi dari tepung sukun termodifikasi

    HMT dapat dilihat pada Tabel 1. Waktu pemanasan 2 jam menghasilkan tepung sukun

    termodifikasi dengan nilai VP, VT, VA dan VS tertinggi. Sementara pemanasan lebih lanjut

    selama 4 dan 6 jam menurunkan nilai keempat parameter tersebut dengan nilai yang masih

    lebih tinggi dibandingkan tepung alami. Peningkatan viskositas pada tepung sukun

    termodifikasi HMT dapat terjadi karena adanya peningkatan kandungan amilopektin selama

    proses modifikasi dengan suhu tinggi dan kadar air terbatas. Bertambahnya amilopektin

    menyebabkan berkurangnya fraksi pati yang memiliki berat molekul rendah (Vermeylen et

    10.09a 12.1c 12.33d 10.86b

    51.42a54.42c 53.43b

    57.96d

    0

    20

    40

    60

    0 2 4 6Kadaramilosa-a

    milopektin(%)

    Lama pemanasan (jam)

    Amilosa

    Amilopektin

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    9/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    al., 2006). Hal tersebut berakibat pada meningkatnya viskositas puncak pati karena fraksi

    amilopektin memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi.

    Tabel 1. Profil gelatinisasi tepung sukun termodifikasiHeat Moisture Treatment

    Lama

    pemanasan

    (jam)

    VP(RVU)

    VT(RVU)

    VB(RVU)

    VA(RVU)

    VS(RVU)

    WP(menit)

    SG(C)

    0 3179 3126 53 4889 1763 10.27 77.3

    2 5346 4956 390 7698 2742 9.4 75.7

    4 5170 4767 403 7434 2667 9.2 74.5

    6 4623 4245 378 6806 2561 9.4 75.7Ket. : VP = viskositas puncak, VT = viskositas trough, VB = viskositas breakdown, VA = viskositas akhir, VS

    = viskositassetback, WP = waktu puncak, SG = suhu gelatinisasi

    VB menunjukkan ketahanan pati terhadap proses pemanasan dan pengadukan.

    Kemampuan untuk mempertahankan viskositas selama terjadinya pemanasan dan

    pengadukan adalah sifat fungsional bahan pangan yang sangat diperlukan dalam proses

    pengolahan pangan. Semakin rendah VB semakin baik ketahanan pati terhadap proses

    pemanasan. Peningkatan nilai VB pada tepung sukun termodifikasi HMT menunjukkan

    bahwa metode modifikasi HMT tidak mampu memperbaiki ketahanan tepung sukun terhadap

    proses pemasakan.

    VA tertinggi dihasilkan dari tepung sukun yang dimodifikasi dengan metode HMT

    selama 2 jam. Semakin tinggi nilai VA suatu bahan, semakin baik kualitas bahan tersebut

    terkait dengan kemampuannya untuk bertahan terhadap pengadukan dan siklus pemanasan-

    pendinginan.

    Menurut Beta dan Corke (2001), setback merupakan pengukuran rekristalisasi dari

    pati tergelatinisasi selama pendinginan. Nilai VS yang tinggi mengindikasikan bahwa tepung

    sukun termodifikasi HMT memiliki kecenderungan retrogradasi yang besar.

    Waktu puncak merupakan parameter yang mengukur waktu pemasakan pasta pati.

    Semakin lama waktu pemanasan menghasilkan tepung sukun dengan waktu puncak yang

    semakin singkat. Suhu gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks

    yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa dan amilopektin

    serta keadaan media pemanasan. Secara umum modifikasi dengan metode HMT menurunkan

    suhu gelatinisasi dari tepung yang dihasilkan.

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    10/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Kesimpulan

    Modifikasi HMT menghasilkan tepung sukun dengan volum pengembangan, kelarutan,

    densitas kamba, kemampuan bertahan terhadap siklus pemanasan-pendinginan,

    kecenderungan retrogradasi, waktu pemasakan dan suhu gelatinisasi yang lebih baik dari

    tepung sukun alami. Tetapi perlakuan pemanasan dengan kadar air terbatas justru

    menurunkan ketahanan tepung sukun terhadap proses pemanasan dan pengadukan,

    meningkatkan viskositas puncak, dan meningkatkan waktu basah (wettability).

    Daftar Pustaka

    Adebowale, KO, Olu-Owolabi, BI, Olayinka OO, and OS Lawal. 2005. Effect of heat

    moisture treatment and annealing on physicochemical properties of red shorgum

    starch.African Journal of Biotechnology4:928-933.

    [AOAC]. 1995. Official Method of Analysis of the Association of Official Agricultural

    Chemistry. Washington DC: Association of Official Agriculture Chemistry.

    Beta T, Corke H. 2001. Noodle Quality as Related to Sorghum Starch Properties. Cereal

    Chem 78:417-420.

    Dewan Standardisasi Nasional. 1992. Analisis Kandungan Pati. SNI 01-2891-1992.

    Ditjen RLPS. 2009. Prediksi Panen Buah Sukun di Indonesia.

    http://www.dephut.go.id/files/DEPHUT_Makalah_HPS.pdf. [Diakses 8 Mei 2010].

    Guanaratne, A., and Hoover, R. 2002. Effect Of Heat Moisture Treatment On The Structure

    And Physicochemical Properties Of Tuber And Root Starches. Carbohydrate

    Polymers49:425-437.

    Herawati D. 2009. Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik Heat Moisture Treatment (HMT)

    dan Aplikasinya Dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Tesis. Sekolah Pascasarjana,

    Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Prabawati S, Suismono. 2009. Sukun: Bisakah Menjadi Bahan Baku Produk Pangan? WartaPenelitian dan Pengembangan Pertanian 31:1.

    Riley CK, Wheatley AO, Asemota HN. 2006. Isolation and Characterization of Starches

    from Eight Dioscorea alata Cultivars Grown in Jamaica. African J of Biotech

    17:1528-1536.

    Singh N, Singh J, Sodhi NS. 2002. Morphological, Thermal, Rheological and Noodle Making

    Properties of Potato and Corn Starch.J Food Agr 82:1376-1383.

    Soebagio, B., Sriwidodo, dan Aditya S.A. 2007. Pengujian Sifat Fisikokimia Pati Biji Durian

    (Durio Zibethinus Murr.,) Alami Dan Modifikasi Secara Hidrolisis Asam.Universitas Padjadjaran. Bandung

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    11/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    Sumarlin, Efendi R, Rahmayuni. 2010. Karakterisasi Pati Biji Durian (Durio zibethinus

    Murr.) dengan Heat Moisture Treatment (HMT). Jurusan THP, Universitas Riau.

    Riau.

    Vermeylen RB, Goderis, Delcour JA. 2006. An X-Ray Study of Hydrothermally TreatedPotato Starch. Carbohydrate Polymers 64(2):364-375.

    Widiasta EO. 2003. Karakterisasi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) dengan Menggunakan

    Pengering Kabinet dan Aplikasinya Untuk Substitusi Tepung Terigu pada Pembuatan

    Roti Tawar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

    Widowati S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan Dalam

    Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi Pengantar ke Falsafah

    Sains.Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Zaidul ISM, Norulaini NAN, Omar AKM, Yamauchi H, Noda T. 2007. RVA Analysis ofMixtures of Wheat Flour and Potato, Sweet Potato, Yam and Cassava Starches.

    Carbohydrate Polymer 69:784-791.

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    12/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    PARAREL IV. Kimia Analisis

    No. WAKTU PEMAKALAH JUDUL MODERATOR

    1. 14.00-14.15 Ali Murtopo,

    Aman

    Panggabean danIdris Mandang

    Pengaruh Variasi Dosis Koagulan

    terhadap Perubahan Parameter

    Fisika (Studi Kasus : PDAM Kota

    Samarinda)

    Drs. Alimuddin,

    M.Si

    2. 14.15-14.30 Eka Siswanto

    Syamsul, Dwi

    Lestari dan Siti

    Heldyana

    Potensi Ekstrak Air Daun Pacar

    Cina (Aglaia odorata) sebagai

    BiolarvasidaAedes aegypti

    3. 14.30-14.45 Hamsinah,

    Alimuddin dan

    Erwin

    Penentuan Kualitas Lemak pada

    Bagian Perut Ikan Patin Djambal

    (Pangasius djambal)

    4. 14.45-15.00 Sapri, Mohd.

    Faizal dan Reni

    Pebrianti

    Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak

    Metanol Tumbuhan Singgah

    Perempuan (Loranthus sp)

    dengan

    Metode DPPH (2,2-difenil-1-

    pikrilhidrazil)

    5. 15.00-15.15 Tri Wahyu

    Septiani dan

    Erwin

    Uji Toksisitas (Brine Shrimp

    Lethality Test) dan Penentuan

    Aktivitas Antioksidan Alami dari

    Daun Terap (Artocarpus

    odoratissimus B.) dengan Metode

    DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhidrazyl)

    6. 15.15-15.30 Marwati Pengaruh Lama Fermentasi

    Terhadap Mutu Biji Kakao

    (Theobroma cacao L.) yang

    Dihasilkan Petani Kakao Di

    Teluk

    Kedondong Bayur Samarinda

    7. 15.30-15.45 Miftakhur

    Rohmah

    Kajian Kandungan Pati, Amilosa

    dan Amilopektin Tepung dan Pati

    pada Beberapa Kultivar Pisang

    (Musa spp)

    8. 15.45-16.00 Sukmiyati

    Agustin

    Karakterisasi Sifat Kimia dan

    Fungsional Dari Tepung Sukun

    TermodifikasiHeat Moisture

    Treatment

  • 8/10/2019 Full Paper-SemNas Kimia 2013

    13/13

    ISBN 978-602-19421-0-9Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013

    KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN FUNGSIONAL DARI TEPUNG SUKUN

    (ARTOCARPUS ALTILIS) TERMODIFIKASIHEAT MOISTURE TREATMENT

    Sukmiyati Agustin .................................................................................... 276