semnas ls fisika

96
PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK DAN KUALITAS PEMBELAJARAN FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 1 UPAYA MENGOPTIMALKAN HANDS-ON ACTIVITY SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINNING Agus Suyudi Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak: Pembelajaran fisika secara umum cenderung menggunakan metode ceramah, diskusi dan jarang melakukan eksperimen. Adapun tujuan dalam pembelajaran mengoptimalkankan kemampuan berfikir dan keterampilan. Salah satunya keterampilan yang dioptimalkan adalah keterampilan bertin- dak (hands-on activity) siswa. Untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan hands-on activity dapat diterapkan pembelajaran latihan inkuiri (Inquiry Trainning). Keterampilan bertindak yang dioptimalkan adalah aktivitas bertanya baik secara lisan maupun tertulis, kemampuan berhipotesis, kemampuan bereksperimen dan menyajikan data dengan penjelasannya. Keterampilan bertindak sebagai modal un- tuk memperoleh pengetahuan. Kata kunci: Pembelajaran, Inquiry Trainning, Hands-on activity Keterampilan bertindak (hands-on activity) siswa yang meliputi kemampuan bertanya baik se- cara lisan maupun tertulis, kemampuan berhipote- sis, kemampuan bereksperimen dan menyajikan data sebagian besar siswa masih rendah. Hal ini ti- dak mengherankan sebab secara umum pembela- jaran yang dilakukan kurang berpusat pada siswa. Cenderung pembelajaran berpusat pada guru dan siswa kurang terlibat. Hal ini ditandai dengan sua- sana pasif dari siswa. Tidak dipungkiri guru telah mengajukan pertanyaan, memberi tugas siswa, mengajak diskusi dan sering meminta siswa belajar mandiri, tetapi mengapa siswa sering kurang aktif bahkan dapat dikatakan seperti tidak ada aktivitas dari siswa. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru mestinya mendorong siswa untuk bertanya baik se- cara lisan maupun tertulis, berhipotesis, bereksperi- men dan menyajikan data serta penjelasannya, karena siswalah yang belajar. Masalahnya sekarang pembelajaran yang bagaimana harus disajikan guru yang dapat mendorong siswa untuk mengoptimal- kan Hands-on activity?. Memang untuk menyaji- kan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan hands-on activity tidaklah mudah banyak alasan yang dikemukakan oleh guru antara lain sekolah ti- dak memiliki laboratorium yang lengkap, memer- lukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit serta tenaga yang cukup banyak. Namun semua itu dapat dilakukan kalau guru mau melakukannya. Memang tidak mungkin semua topik dalam pembelajar fisika digunakan untuk mengoptimalkan hands-on activity. Namun guru dapat memilih topik pada matapelajaran fisika yang ada sarana dan prasarana disekolah atau yang dapat diadakan dengan mudah dan murah. Model pembelajaran fisika yang dapat men- goptimalkan hands-on activity siswa demontrasi yang dilakukan siswa, discovery, latihan inkuiri (Trainning Inquiry). Pada kesempatan ini yang digunakan untuk mengoptimalkan hands-on activi- ty digunakan latihan inkuiri. Pembelajaran ini mengajak siswa membangun konsep berdasarkan permasalahan yang diajukan siswa dan dikem- bangkan menjadi hipotesis selanjutnya dilakukan eksperimen untuk mengumpulkan data guna men- guji hipotesis sebagai jawaban permaslahan yang dikemukakan siswa. Dengan latihan inkuiri pembe- lajaran akan berpusat pada siswa karena mereka ak- tif mencari jawaban dari permasalahan yang diha- dapi dan guru sebagai fasilitator dalam memahami materi fisika.

Upload: mochammad-haikal

Post on 30-Jun-2015

623 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 1

UPAYA MENGOPTIMALKAN HANDS-ON ACTIVITY SISWA PADA MATA PELAJARAN FISIKA MELALUI

PEMBELAJARAN INQUIRY TRAINNING

Agus Suyudi

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Pembelajaran fisika secara umum cenderung menggunakan metode ceramah, diskusi dan jarang melakukan eksperimen. Adapun tujuan dalam pembelajaran mengoptimalkankan kemampuan berfikir dan keterampilan. Salah satunya keterampilan yang dioptimalkan adalah keterampilan bertin-dak (hands-on activity) siswa. Untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan hands-on activity dapat diterapkan pembelajaran latihan inkuiri (Inquiry Trainning). Keterampilan bertindak yang dioptimalkan adalah aktivitas bertanya baik secara lisan maupun tertulis, kemampuan berhipotesis, kemampuan bereksperimen dan menyajikan data dengan penjelasannya. Keterampilan bertindak sebagai modal un-tuk memperoleh pengetahuan.

Kata kunci: Pembelajaran, Inquiry Trainning, Hands-on activity

Keterampilan bertindak (hands-on activity) siswa yang meliputi kemampuan bertanya baik se-cara lisan maupun tertulis, kemampuan berhipote-sis, kemampuan bereksperimen dan menyajikan data sebagian besar siswa masih rendah. Hal ini ti-dak mengherankan sebab secara umum pembela-jaran yang dilakukan kurang berpusat pada siswa. Cenderung pembelajaran berpusat pada guru dan siswa kurang terlibat. Hal ini ditandai dengan sua-sana pasif dari siswa. Tidak dipungkiri guru telah mengajukan pertanyaan, memberi tugas siswa, mengajak diskusi dan sering meminta siswa belajar mandiri, tetapi mengapa siswa sering kurang aktif bahkan dapat dikatakan seperti tidak ada aktivitas dari siswa.

Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru mestinya mendorong siswa untuk bertanya baik se-cara lisan maupun tertulis, berhipotesis, bereksperi-men dan menyajikan data serta penjelasannya, karena siswalah yang belajar. Masalahnya sekarang pembelajaran yang bagaimana harus disajikan guru yang dapat mendorong siswa untuk mengoptimal-kan Hands-on activity?. Memang untuk menyaji-kan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan hands-on activity tidaklah mudah banyak alasan yang dikemukakan oleh guru antara lain sekolah ti-dak memiliki laboratorium yang lengkap, memer-

lukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit serta tenaga yang cukup banyak. Namun semua itu dapat dilakukan kalau guru mau melakukannya. Memang tidak mungkin semua topik dalam pembelajar fisika digunakan untuk mengoptimalkan hands-on activity. Namun guru dapat memilih topik pada matapelajaran fisika yang ada sarana dan prasarana disekolah atau yang dapat diadakan dengan mudah dan murah.

Model pembelajaran fisika yang dapat men-goptimalkan hands-on activity siswa demontrasi yang dilakukan siswa, discovery, latihan inkuiri (Trainning Inquiry). Pada kesempatan ini yang digunakan untuk mengoptimalkan hands-on activi-ty digunakan latihan inkuiri. Pembelajaran ini mengajak siswa membangun konsep berdasarkan permasalahan yang diajukan siswa dan dikem-bangkan menjadi hipotesis selanjutnya dilakukan eksperimen untuk mengumpulkan data guna men-guji hipotesis sebagai jawaban permaslahan yang dikemukakan siswa. Dengan latihan inkuiri pembe-lajaran akan berpusat pada siswa karena mereka ak-tif mencari jawaban dari permasalahan yang diha-dapi dan guru sebagai fasilitator dalam memahami materi fisika.

Page 2: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 2

Tabel 1. Tingkatan Inkuri

Tingkat I Tingkat II Tingkat III Pengenalan Masalah Proses pemecahan masalah Identifikasi solusi sementara dari masalah

Masalah diajukan oleh guru atau berasal dari buku teks Ditentukan oleh guru atau berasal dari buku Dipecahkan oleh siswa

Masalah diajukan oleh guru atau dari buku teks Ditentukan oleh siswa Dipecahkan oleh siswa

Masalah diajukan oleh siswa Ditentukan oleh siswa Dipecahkan oleh siswa

(Sumber: Callahan dan Kellough dalam Adnyana, 2004)

PEMBAHASAN

Pembelajaran sains sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) digunakan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (BSNP, 2006). Berdasarkan tingkat keterlibatan siswa, inkuiri dibedakan menjadi tiga tingkatan. Ketiga tingkatan inkuiri disajikan pada tabel 1.

Ciri-ciri pembelajaran inkuiri (Dahar dan Liliasari, 1986), antara lain: 1. siswa diikutsertakan dalam pertanyaan-perta-

nyaan berorientasi ilmiah 2. siswa mengutamakan fakta dalam merespon

pertanyaan 3. siswa menyusun penjelasan berdasarkan fakta 4. siswa mengutamakan penjelasan terhadap

pengetahuan ilmiah 5. siswa mengkomunikasikan dan

mempertimbangkan penjelasan yang dikemukakannya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka fisika

menempati posisi yang tepat sebagai Ilmu Pengetahuan Alam jika menggunakan proses inkuiri.

Inquiry Trainning adalah model pembelajaran yang dikembangkan dikembangkan oleh Suchman membelajarkan siswa tentang suatu proses untuk melakukan investigasi dan menjelaskan suatu fenomena yang dihadapinya. Model ini dirancang untuk melatih siswa dalam melakukan penelitian ilmiah. Diharapkan dapat menumbuh rasa ingin tahu siswa yang ditandai munculnya pertanyaan dari dalam dirinya. Serta mencoba menjawab pertanyaan dengan bentuk rumusan hipotesis (kemampuan intelektual dalam berfikir induktif). Selanjutnya melakukan eksperimen untuk mengumpulkan data dan berargumentasi berdasarkan data untuk mengembangkan teori.

Prinsip dari model latihan inquiry adalah memastikan agar pertanyaan yang diajukan oleh siswa dapat dijawab dan sama sekali tidak meminta guru untuk melakukan penyelidikan (Dahlan, 1984).

Model latihan inkuiri merupakan model pembelajaran pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar berangkat dari fakta menuju ke teori (dalam Handayanto, 2003). Model pembelajaran ini memiliki langkah–langkah sebagai berikut: (1) Siswa dihadapkan dengan fenomena sehingga muncul permasalahan (dalam bentuk pertanyaan yang hanya dapat dijawab dengan “ya” atau “tidak”), (2) Untuk menjawab permasalahan siswa mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan fenomena untuk menyusun hipotesis dari fenomena yang mereka lihat, (3) Melakukan eksperimen untuk mendapatkan data untuk menguji hipotesis yang mereka rumuskan, (4) Mengorganisasi data yang diperoleh untuk memperoleh penjelasan, dan (5) Dalam merumuskan penjelasan (penemuan mereka) mungkin terjadi ketidak sesuaian dengan rumusan hipotesis. Mereka boleh mengajukan pertanyaan yang lebih efektif sebagai perbaikan secara sistematis dari proses inkuiri (Dahlan, 1984).

Peran guru dalam latihan inkuiri tergantung pada tingkatan inkuiri yang dipilih seperti pada tabel 1. (1) Siswa agar dapat mengajukan pertanyaan, guru perlu menunjukkan atau menampilkan fenomena melalui kegiatan demontrasi yang dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa, sehingga munculah permasalahan dalam bentuk pertanyaan. Dalam merumuskan permasalahan atau mengajukan pertanyaan dapat berasal dari guru atau buku teks, tapi yang sangat baik berasal dari siswa karena siswalah yang belajar. Pengajuan permasalahan atau pertayaan dapat secara individu maupun dari hasil diskusi antar siswa. Apabila pertanyaan yang diajukan siswa tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran

Page 3: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 3

yang ingin dicapai, maka guru dapat mengendalikan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengarahkannya. (2) Permasalahan yang telah dirumuskan perlu dicari jawabnya dengan cara mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Pengumpulan informasi ini dapat dilakukan dengan cara berdiskusi dengan siswa maupun dengan guru yang selanjutnya disusun hipotesis sebagai jawaban sementara dari permasalahan. (3) Hipotesis yang telah disusun harus diuji dengan melakukan eksperimen. Untuk pelaksanaan eksperimen ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Eksperimen secara individu yang jadi kendala terutama pembimbingannya mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya. Keunggulannya semua siswa terlibat secara total baik fisik maupun intelektual. Tentang peralatannya tidak menjadi permasalahan karena untuk berinkuiri ini dapat dipilih topik fisika yang sarana dan prasaranya mudah dan murah pengadaannya misalnya yang berkaitan dengan topik gerak jatuh bebas. Siswa cukup diminta membawa benda yang berbentuk kubus yang sama ukurannya dari bahan yang berbeda, stop watch (arloji, hand phone) dan meteran rol. Bila dibuat kelompok sangat baik kalau kelompoknya kecil beranggotakan 2 atau 3 orang sehingga semua siswa dapat terlibat seluruhnya. (4) Eksperimen yang dilakukan akan diperoleh data. Data yang ada perlu diorganisasikan dan dikelola dengan baik sesauai dengan tujuan yang ingin dicapai. Guru dapat membantu siswa mengarahkan bagaimana data itu harus sianalisis dan disajikan. Untuk dapat menganalisis dan menyajikan data hasil eksperimen guru bersama siswa dapat menyusun LKS (Lembar Kerja Siswa). Penyusunan LKS oleh guru bersama siswa ini akan memberi pengalaman yang berharga baik bagi guru maupun siswa, karena siswa diajak oleh guru menyiapkan instrumen lain untuk merekam hasil eksperimen. Tentunya LKS yang mereka susun

sesuai dengan kebutuhan dari eksperimen yang mereka lakukan. (5) Penyajian data yang tepat akan memudahkan menyusun penjelasasan dari data yang diperoleh. Selanjutnya penjelasan telaah disusun berdasarkan data dikonfrontasikan dengan yang konsep yang ingin konsep yang telah ada. Jika terdapat perbedaan dapat dilakukan perbaikan dengan mengajukan pertanyaan yang lebih baik atau kembali melakukan proses inkuiri dengan melakukan perbaikan pada setiap tahapnya. Dalam latihan inkuiri siswa dapat menggunakan sumber materi, diskusi antar siswa, mengadakan eksperimen dan diskusi dengan guru (Joyce dan Weils, 1980).

Dalam latihan inkuiri ini prinsip guru berfungsi fasilitator baik pada perangkat kerasnya seperti peralatan maupun perangkat lunak seperti LKS, konsep yang benar yang harus dimiliki siswa dengan kata yang sederhana guru mengendalikan dan mengadakan inkuiri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pembahasan Inquiry Trainning dapat mengoptimalkan hands-on activity siswa apabila guru mau mengendalikan dan mengadakan inkuiri. Dengan mengadakan inkuiri dalam pembelajaran fisika siswa berlatih mengajukan permasalahan yang dapat berupa pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis. Siswa berlatih menjawab permasalahan yang ada dengan terlebih dahulu mengumpulkan informasi sebanyak mungkin yang selanjutnya dirumuskan dalam bentuk hipotesis. Juga berlatih menguji hipotesis dengan melakukan eksperimen yang teliti, dan ketepatan dalam menyajikan data serta berlatih member penjelasan berdasarkan data.

Pelaksanaan pembelajaran Inquiry Trainning dapat dilakukan untuk beberapa topik yang ada sarana dan prasarananya ada di sekolah atau yang mudah dan murah diadakan oleh siswa dan guru.

DAFTAR RUJUKAN

Adnyana, Putu Budi. 2004. Pembelajaran Berbasis Inkuiri. Malang: Lemlit UM

BSNP.2006. Panduan Penyusunan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Dahlan.M.D 1984. Model-Model Mengajar. Bandung: CV.Diponegoro.

Dahar. R. W.1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari.1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA modul 1-9. Jakarta : Universitas Terbuka.

Handayanto, Supriyono Koes (2003). Strategi Pembelajaran Fisika, Malang, Universitas Negeri Malang.

Page 4: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 4

Joyce, Bruce, dkk. 1980. Models of Teaching. Prentice-Hall Inc, New Jersey.

Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: ALFABETA.

Page 5: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 5

PELATIHAN LESSON STUDY DI MGMP IPA KOTA MOJOKERTO (SEBUAH STUDY EMPIRIS)

Dwi Puspa Heriningsih

SMP Negeri 4 Kota Mojokerto (MGMP IPA Kota Mojokerto)

Abstrak: Pendidikan IPA pada Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan pada pemberian penga-laman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa. Pendidikan IPA juga diarahkan untuk ”mencari tahu’ dan ”berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Fakta yang terjadi saat ini adalah pembelajaran IPA di kelas masih didominasi oleh metode ceramah. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru kurang memahami cara membelajarkan siswa dengan ”berbuat” atau menemukan konsep IPA melalui serangkaian kegiatan praktikum. Seringkali terjadi, guru yang mengalami kesulitan membelajarkan IPA tidak berterus terang tentang kesulitannya atau tidak ada teman yang bisa diajak sharing memecahkan kesulitannya. Forum MGMPS dan MGMP kota selama ini belum dimanfaatkan secara optimal karena jumlah jam mengajar masing-masing guru 24 jam dan adanya perbedaan waktu mengajar. Di sisi lain, tidak semua guru punya semangat dan waktu untuk membelajarkan guru lain sebagai koleganya.

Berangkat dari kesulitan-kesulitan di atas, maka dibutuhkan suatu forum pelatihan yang dapat melatih guru untuk dapat merefleksi dirinya sendiri, terbuka, punya semangat untuk saling belajar dan membelajarkan dalam posisi yang setara. Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari workshop dan pengalaman melakukan LS, maka pengurus MGMP memutuskan bahwa LS merupakan metode pelatihan yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Pelatihan LS di MGMP bertujuan antara lain untuk mensosialisasi LS, mengidentifikasi masalah-masalah dalam pembelajaran IPA, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran melalui LS, serta menyusun RPP dan LKS yang sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing. Pada akhirnya, setelah guru-guru peserta pelatihan dapat memahami filiosofi LS dan dapat melaksanakan LS, diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah masing-masing.

Pelatihan LS MGMP IPA di kota Mojokerto dibagi menjadi 2 tahap, yaitu Sosialisasi LS dan Pelaksa-naan LS. Materi pelatihan pada tahap Sosialisasi LS adalah Filosofi, Konsep, dan Prinsip LS; Langkah-langkah Pelaksanaan LS; dan Reformasi Sekolah dan Learning Community. Materi pada tahap Pelaksanaan LS meliputi Langkah Persiapan (plan), Praktik LS (do), Analisis Rekaman Pembelajaran (see), dan Monitoringdan Evaluasi LS. Kegiatan real teaching yang merupakan perwujudan dari fase do terlaksana dalam 4 pertemuan. Materi fisika dan biologi masing-masing ditampilkan dalam 2 pertemuan.

Hambatan pelaksanaan LS di MGMP IPA: Banyak guru yang mendapatkan tugas tambahan memberikan bimbingan belajar pada jam ke 0 untuk siswa kelas 9 sebagai persiapan menghadapi UNAS, Perbedaan jadwal mengajar yang menyulitkan pelaksanaan real teaching, Adanya aturan 6 hari kerja (tidak ada hari khusus untuk kegiatan MGMP).

Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut: 1. Pertemuan dimulai agak siang yaitu pukul 08.30 s.d 13.00, 2. Menyarankan kepada peserta yang mempunyai jadwal mengajar hari sabtu untuk mengubah jam mengajar menjadi jam ke 1-2 supaya bisa mengikuti LS.

Page 6: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 6

PROGRAM LESSON STUDY DI MGMP IPA KOTA MOJOKERTO

Pendidikan IPA pada Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan pada pemberian penga-laman langsung untuk mengembangkan kompe-tensi siswa. Pendidikan IPA juga diarahkan untuk ”mencari tahu’ dan ”berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Fakta yang terjadi saat ini adalah pembelajaran IPA di kelas masih didominasi oleh metode ceramah. Salah satu faktor penyebabnya adalah guru kurang memahami cara membelajarkan siswa dengan ’berbuat” atau menemukan konsep IPA melalui serangkaian kegiatan praktikum.

Seringkali terjadi, guru yang mengalami kesu-litan membelajarkan IPA tidak berterus terang ten-tang kesulitannya atau tidak ada teman yang bisa diajak sharing memecahkan kesulitannya. Mereka tidak mau mengambil resiko, sehingga metode ce-ramah merupakan metode yang paling dominan diterapkan di kelasnya. Kalaupun siswa diajak un-tuk ”berbuat” melalui praktikum, kegiatan ini diadakan asal-asalan sehingga siswa kurang dapat memahami substansi materi pelajarannya.

Forum MGMP sekolah maupun MGMP kota sebenarnya merupakan forum yang sangat tepat un-tuk berdiskusi, belajar, dan memecahkan masalah yang timbul. Namun jumlah jam mengajar 24 jam dan perbedaan waktu mengajar sering kali mem-buat guru tidak memanfaatkan forum ini secara maksimal. Fakta lain, tidak semua guru juga punya semangat dan waktu untuk membelajarkan guru lain sebagai koleganya.

Berangkat dari kesulitan-kesulitan di atas, maka dibutuhkan suatu forum pelatihan yang dapat melatih guru untuk dapat merefleksi dirinya sendiri, terbuka, punya semangat untuk saling bela-jar dan membelajarkan dalam posisi yang setara. Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari workshop dan pengalaman melakukan LS, maka pengurus MGMP memutuskan bahwa LS meru-pakan metode pelatihan yang dapat dipakai untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Pelatihan LS di MGMP bertujuan antara lain untuk sosialisasi LS, identifikasi masalah-masalah dalam pembelajaran IPA, memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran melalui LS, serta menyusun RPP dan LKS yang se-suai dengan kondisi sekolah masing-masing. Jika guru-guru yang diundang dalam pelatihan telah

memahami filosofi dan dapat melaksanakan LS, mereka diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran IPA di sekolah masing-masing.

MENGENAL LESSON STUDY

Istilah Lesson Study pertama kali penulis de-ngar pada sekitar Oktober 2008 ketika teman sesa-ma pengurus MGMP IPA (Bp. Sumarta dan Ibu Dijah Swastika) bercerita tentang hasil workshop LS di Surabaya. Pak Marta yang juga saat itu me-nempuh pendidikan profesi di UM (Universitas Negeri Malang) ternyata juga sudah melaksanakan LS saat PKM di SMP Negeri 5 Malang. Penulis merasa tertarik, namun belum dapat dengan jelas keunggulan metode ini untuk meningkatkan pem-belajaran IPA.

Penulis baru dapat memahami istilah dan filosofi LS dengan jelas pada Januari 2009 ketika mengikuti mata kuliah PTK di UM, saat penulis menempuh Program Sertifikasi Guru dalam Jabat-an Melalui Jalur Pendidikan. Dosen mata kuliah ketika itu, Ibu Dra. Endang Purwaningsih, M.Si menjelaskan LS mulai dari langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap Plan, Do, dan See sam-pai aturan-aturan dalam LS. Belum puas menda-patkan informasi dari perkuliahan, penulis mem-baca buku-buku LS untuk mendapatkan gambaran lebih utuh tentang LS. Alasan lain adalah penulis merasa suatu saat harus menyampaikan LS kepada guru-guru IPA di MGMP maupun di sekolah sendiri. Dan benar saja, pada bulan Pebruari 2009 penulis ditugasi teman-teman sesama penyaji materi di MGMP untuk menyampaikan materi tentang Filosofi, Konsep, dan Prinsip LS.

Pemahaman tentang LS semakin mantap keti-ka penulis melakukan sendiri kegiatan LS saat me-nempuh mata kuliah PKM (Pemantapan Kemam-puan Mengajar) pada 23 Maret 2009 sampai dengan 23 Mei 2009 di SMP Negeri 5 Malang. Salah satu inovasi yang dilakukan UM adalah saat mahasiswa melaksanakan PKM, mahasiswa juga harus melakukan PTK dan LS. Memang bukan hal yang mudah untuk dijalani ketika itu. Namun penulis berusaha berpikir positif dengan melihat pengalaman yang akan didapatkan.

Melaksanakan LS bersama-sama dengan 3 te-man mahasiswa PKM, guru mitra dari SMP Negeri 5 Malang, serta didampingi oleh 2 orang dosen pembimbing dari UM ternyata merupakan pengalaman yang sungguh berharga dan tak terlupakan. Dosen pembimbing PTK dan LS kami

Page 7: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 7

di SMP 5 Malang yaitu Ibu Dra. Eko Sri Sulasmi, M.Si dan Bapak Susetyoadi Setjo, M.Pd memberi-kan tambahan pengetahuan tentang LS sekaligus contoh bagaimana melakukan LS sesuai dengan aturan.

Hal yang dapat dirasakan ketika melakukan LS adalah adanya semangat kebersamaan, berbagi pengetahuan, dan tetap menghargai orang untuk mencapai kemajuan bersama. LS yang dilaksanakan bersamaan dengan PTK ketika PKM mempunyai beberapa keuntungan. Keuntungan yang penulis rasakan antara lain:

Teman-teman observer dapat membantu mengobservasi dan memberikan data tentang peri-laku siswa yang dibutuhkan untuk laporan PTK

Timbulnya rasa senasib sepenanggungan an-tara sesama mahasiswa PKM dan guru mitra dan ini dapat menumbuhkan solidaritas yang tinggi di antara kami

Penulis lebih dapat melihat kekurangan-keku-rangan, terutama dalam proses pembelajaran sehingga dapat menentukan langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya

Meningkatkan sikap positif lebih menghargai perbedaan dan keberagaman individu

Timbulnya semangat untuk terus belajar, ter-utama dalam hal pembelajaran dan pengelolaan kelas untuk menghasilkan pembelajaran yang lebih baik

Menjadi lebih terbiasa diamati saat mengajar dan terpacu untuk membuat persiapan mengajar lebih baik untuk menghindari perasaan ”malu sen-diri” jika kurang siap tampil di kelas

Penulis merasa jadi lebih pintar karena melalui diskusi dengan sesama guru PKM, guru mitra, dan dosen pembimbing, mendapatkan banyak masukan tentang materi pembelajaran, pengelolaan kelas, maupun model pembelajaran yang cocok untuk menyajikan materi pelajaran tertentu.

Setelah memahami dan pernah berperan da-lam kegiatan LS, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa LS merupakan salah satu metode yang efektif digunakan untuk memperbaiki mutu pembelajaran dan meningkatkan kompetensi guru. Sebagai metode pelatihan, LS lebih mengena pada sasaran karena baik pelatih maupun peserta terlibat secara bersama-sama dan intens dalam tiap fase kegiatan. Namun demikian, dalam pelaksana-annya dibutuhkan komitmen yang tinggi dari pihak-pihak yang berperan, sikap terbuka dan se-nantiasa mau belajar untuk kemajuan bersama.

SOSIALISASI LESSON STUDY DI MGMP IPA MOJOKERTO

Sejak mengenal LS dan menyadari perannya dalam meningkatkan mutu pembelajaran, menjadi tekad pengurus bahwa guru-guru IPA di kota Mojokerto harus kenal dan pernah melakukan LS. Langkah awal untuk mewujudkan tekad ini adalah dengan melakukan sosialisasi LS kepada anggota MGMP.

Sosialisasi LS ini diawali dengan pembukaan pelatihan yang diberi nama Lesson Study Suatu Upaya untuk Meningkatkan Optimalisasi Proses Pembelajaran. Pembukaan dilakukan oleh pembina MGMP IPA Kota Mojokerto yang saat itu diwakili oleh Ibu Indijah Trisiwi, S.Pd (Kepala SMP Negeri 7 Mojokerto). Kegiatan sosialisasi LS di MGMP IPA dirancang menjadi tiga kali pertemuan, namun dapat terlaksana dalam 2 pertemuan yaitu pada 21 Pebruari 2009 dan 28 Pebruari 2009. Seluruh kegiatan sosialisasi LS ini dilakukan di ruang multi media SMP Negeri 7 Mojokerto. Pada pertemuan pertama, penulis sempat bertanya pada bapak/ibu guru IPA yang hadir seputar pengetahuan mereka tentang LS. Ternyata anggota MGMP IPA tidak memiliki pengetahuan tentang LS, bahkan baru pertama kali ini mereka mendengar. Terpikir oleh penulis saat itu, betapa di era komunikasi yang sudah sedemikian maju ini ternyata inovasi di bidang peningkatan mutu pembelajaran terlambat diakses oleh para guru. Ketika di Malang dan Pasuruan para guru sudah hingar-bingar mengenal dan melakukan LS, di Mojokerto para guru belum mengenal LS. Tetapi satu hal yang tetap penulis syukuri adalah kami akhirnya mendapat bantuan dana dari LPMP untuk melaksanakan LS. Sampai saat ini kami merasa program yang kami pilih sangat tepat.

Materi yang disampaikan pada Sosialisasi LS di MGMP IPA Kota Mojoketo dapat dilihat pada tabel 1.

Setelah mendapatkan penjelasan ketiga materi sosialisasi tersebut, nampaknya para guru sudah mulai paham dan sebagian mulai penasaran ba-gaimana pelaksanaan LS nantinya. Beberapa orang juga sempat khawatir mereka akan kelelahan kalau harus berdiri selama 2x 40 menit. P. Marta yang kebetulan sudah pernah ber-LS lalu menceritakan pengalaman beliau selama mengikuti LS. Menurut beliau, bapak ibu guru yang biasanya mengajar 6 atau bahkan 8 jam sehari sudah sangat terbiasa berdiri dan berdiri 2x 40 menit tidak akan

Page 8: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 8

menimbulkan rasa lelah yang luar biasa. Di akhir tahap sosialisasi, kami merencanakan bahwa LS akan dilakukan 4 kali. Disepakati juga siapa guru

modelnya, tempat pelaksanaan tahap do dan materi yang akan diajarkan.

Tabel 1. Sosialisasi LS di MGMP IPA Kota Mojokerto

No Materi Penyaji Materi Jumlah Jam Waktu Pelaksanaan 1 Filosofi, Konsep, dan Prinsip

Lesson Study Dwi Puspa H.,S.Pd 4 x 40 menit 21-2-2009

2 Langkah-langkah Pelaksanaan Lesson Study

Sumarta, S.Pd 2 x 40 menit 2 x 40 menit

21-2-2009 28-2-2009

3 Reformasi Sekolah dan Learn-ing Community

Drs. Suwar 4 x 40 menit 28-2-2009

PELAKSANAAN LESSON STUDY DI MGMP IPA MOJOKERTO

Persiapan implementasi LS telah dirancang pada akhir kegiatan sosialisasi LS. Beberapa ke-sepakatan yang diambil pada persiapan implemen-tasi LS ini antara lain: 1. Kegiatan LS akan dilakukan 4 kali yaitu tang-

gal 14 Maret 2009 (2 penampilan), 28 Maret 2009, dan 4 April 2009. Disepakati juga dari 4 kali LS tersebut, 2 kali yang tampil adalah guru model yang mengajarkan fisika dan 2 kali pe-nampilan guru model yang mengajarkan biolo-gi. Pada kesempatan itu juga ditawarkan materi kimia, namun para guru menolak dengan alasan mereka tidak percaya diri mengajarkan materi kimia.

2. Guru model yang tampil lebih dahulu adalah pengurus MGMP

3. Materi pelajaran yang ditampilkan pada kegiatan LS adalah materi pelajaran yang sedang diajarkan di sekolah masing-masing guru model

4. Pada saat plan, guru model menunjukkan RPP yang akan ditampilkan dan dimintakan masukan dari peserta LS (RPP tidak dibuat pada saat plan).

Plan

Mengingat terbatasnya waktu pertemuan, ma-ka pada fase plan ini efisiensi waktu sangat di per-hatikan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah pengurus membagi peserta pelatihan menjadi 2 kelompok sesuai dengan latar belakang sub mata pelajaran yang diajarkan di sekolah masing-masing, yaitu fisika dan biologi, sehingga untuk satu kali pertemuan fase plan dihasilkan 2 RPP yang siap ditampilkan pada fase do, yaitu RPP biologi dan RPP fisika.

Hal-hal yang kami lakukan pada fase plan ini adalah guru model menceritakan skenario pem-belajarannya, semua peserta LS membaca RPP yang sudah disusun olah guru model dan men-diskusikan kemungkinan perbaikan RPP tersebut jika dipandang perlu. Semua guru tampak antusias pada fase plan. Sesuai dengan sub mata pelajaran yang penulis ajarkan di sekolah, maka penulis mengikuti kegiatan plan di kelompok biologi.

Beberapa masukan yang diberikan oleh peser-ta LS pada fase plan di kelompok biologi antara lain tentang: 1. Kelengkapan sintaks pembelajaran

Guru model memilih Cooperative Learning sebagai model pembelajaran yang akan digunakan menyampaikan materi ”Kelestarian Makhluk Hidup” dan ”Rokok dan Kesehatan”. Dalam RPPnya ternyata belum ada sintaks pemberian penghargaan kelompok yang merupakan ciri Co-operative Learning. Lalu disepakati bahwa sintak pemberian penghargaan kelompok ini dimunculkan. 2. Media pembelajaran dan alat-alat praktikum.

Peserta umumnya memberikan masukan bahwa media yang digunakan oleh guru model diupayakan inovatif dan menarik perhatian siswa. Guru model yang akan menyajikan materi ”Rokok dan Kesehatan” mengeluh bahwa jumlah alat untuk melaksanakan eksperimen kurang. Ada usulan bahwa kekurangan alat dapat diatasi dengan meminjam pada peserta lain. 3. Alat evaluasi

Soal yang disusun guru model ternyata belum cocok dengan indikator yang sudah ditetapkan. Masukan yang diberikan peserta bahwa antara indikator, kegiatan pembelajaran, dan soal evaluasi harus koheren

Page 9: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 9

Do

Proses pembelajaran pada fase do berlangsung seperti yang direncanakan. Guru model tampak siap secara fisik maupun mental. Guru model tampil percaya diri dan tidak tampak grogi seperti yang sempat ditakutkan pada saat plan. Para siswa juga dapat belajar dengan serius tapi santai walaupun diobservasi oleh observer yang jumlahnya lumayan banyak. Semua aktivitas direkam dengan mengunakan video.

Beberapa kendala yang muncul pada fase do pada pembelajaran biologi sebagai berikut: 1. Ruangan tempat berlangsungnya fase do terlalu

sempit sehingga observer kesulitan menempat-kan diri secara merata dan kurang dapat ber-gerak dengan leluasa.

2. Beberapa siswa ternyata sulit melakukan prak-tikum dengan hanya membaca LKS, sehingga masih memerlukan bimbingan guru (ketika fase plan hal ini kurang diperhitungkan)

3. Guru tidak sempat mengadakan authentic as-sessment seperti yang sudah ditulis dalam RPP

4. Waktu pembelajaran tidak sesuai dengan RPP yang sudah direncanakan

5. Pada fase do yang pertama, perbelajaran ber-langsung 2 kali secara maraton (biologi dan fisika) menyebabkan beberapa guru yang ber-tugas sebagai observer merasa kelelahan. Pembelajaran ”Rokok dan Kesehatan” dila-

kukan di ruang tertutup sehingga asap rokok yang dihasilkan ketika percobaan tidak bisa langsung ke-luar ruangan. Hal ini menyebabkan siswa mera-sa tidak nyaman dan terganggu pernapasannya.

See (Refleksi)

Fase refleksi dilakukan langsung setelah fase do dengan data yang bersumber dari catatan observer. Walaupun baru pertama kali melakukan LS, nampaknya observer sudah paham aturan LS. Yang diobservasi benar-benar siswa yang sedang belajar.

Sesuai dengan aturan, guru model diberi kesempatan pertama untuk merefleksi pembelajaran yang sudah dilakukan. Guru model umumnya dapat menilai kekurangan pembelajaran yang dilakukan dan menjelaskan mengapa kekurangan itu sampai terjadi.

Giliran selanjutnya yang menyampaikan refleksi adalah observer. Secara umum hal-hal yang disampaikan oleh observer antara lain: 1. Masih ada saja siswa yang bermain-main

sendiri ketika temannya sedang melakukan kerja kelompok

2. Beberapa siswa kurang memahami petunjuk praktikum sehingga masih memerlukan penjelasan guru

3. Pembelajaran secara umum berlangsung menarik karena percobaan yang dilakukan relevan dengan pengetahuan dan kebutuhan siswa Ringkasan materi yang disampaikan pada

implementasi LS di MGMP IPA kota Mojokerto terdapat pada tabel 2.

Kegiatan real teaching yang merupakan fase do dilaksanakan 4 kali pertemuan dengan perincian termuat dalam tabel 3.

Tabel 2. Implementasi LS di MGMP IPA Kota Mojokerto

Gambar 1. Kegiatan Plan

Page 10: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 10

No Materi Penyaji Tanggal Pelak-sanaan

Jumlah Jam Keterangan

7 Maret 2009

3 x 40 menit Plan untuk fase do ke-1dan 2 tanggal 14 Maret 2009

1 Langkah Per-siapan (plan)

Tim guru inti

21 Maret 2009 3 x 40 menit Plan untuk fase do ke-3 dan 4 tanggal 28 Maret dan 4 April 2009

2 x 40 menit Materi : Pemantulan Cahaya(fisika)

14 Maret 2009

2 x 20 menit Kelestarian Makhluk hidup(biologi)

28 Maret 2009

2 x 40 menit

Rokok dan Kese-hatan(biologi)

2 Praktik Lesson Study

Tim guru inti

4 April 2009 2 x 40 menit Cermin Cekung(fisika) 14 Maret 2009 2 x 40 menit - 28 Maret 2009 2 x 40 menit -

3 Analisis Rekaman Pembelajaran

drh.L.Herwining tyas

4 April 2009 1 x 40 menit - 4 Monitoring

dan Evaluasi Lesson Study

Drs. Suwar 11 Apil 2009 2 x 40 menit -

Tabel 3. Pelaksanaan Real Teaching (Fase Do) Kegiatan LS di MGMP IPA Kota Mojokerto

No Materi Tempat Pelak-sanaan

Tanggal Pelak-sanaan Guru Model

1 Pemantulan Cahaya (fisika)

SMP Negeri 7 14 Maret 2009 Drs. Suwar

2 Kelestarian Makhluk Hidup (biologi)

SMP Negeri 7 14 Maret 2009 Dijah Swastika, S.Pd

3 Rokok dan Kese-hatan(biologi)

SMP Negeri 2 28 Maret 2009 Arifan Husni,S.Pd

4 Cermin Cekung(fisika) SMP Negeri 3 4 April 2009 Dra. Evi PH.,M.Pd

DUKUNGAN DAN HAMBATAN

Dukungan

Hal-hal yang saya anggap merupakan faktor pendukung pelaksanaan LS di MGMP IPA Kota Mojokerto antara lain: 1. Semangat pengurus MGMP untuk

membelajarkan guru-guru IPA lainnya dan sifat terbuka peserta pelatihan menerima sesuatu yang dianggap baru membuat pelaksanaan LS kondusif

2. Tersedianya dana yang disediakan LPMP untuk beaya pelatihan LS

3. Sikap terbuka serta dukungan moril berupa tindakan menyediakan tempat dan fasilitas yang cukup nyaman untuk pelatihan LS yang diberikan Kepala SMP Negeri 7 Mojokerto.

Hambatan

Kegiatan dilaksanakan pada semester genap dimana banyak kegiatan lain yang mengganggu pelaksanaan LS di MGMP. Misalnya, banyak guru yang harus memberikan bimbingan belajar pada siswa kelas 9.

Adanya aturan 6 hari kerja (tidak ada hari khusus untuk MGMP) dari Dinas Pendidikan Kota Mojokerto yang menyebabkan guru sulit menghadiri pertemuan MGMP.

Penentuan pelaksanaan real teaching (Fase do) karena jadwal mengajar yang berbeda, sedang-kan guru tidak selalu dapat dan diperkenankan meninggalkan tugas mengajarnya

Langkah yang Dilakukan untuk Mengatasi Hambatan

Memulai pertemuan agak siang (pukul 08.30 s.d 13.00) karena jadwal bimbel umumnya dilaksanakan pukul 06.00 s.d 07.00.

Menyarankan pada peserta untuk mengubah jam mengajar menjadi jam ke 1-2 saja pada hari

Page 11: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 11

sabtu, sehingga tetap bisa mengikuti pertemuan MGMP Real teaching dilaksanakan pada hari sabtu

dengan cara menukar jam mengajar pada kelas yang digunakan untuk real teaching.

DAFTAR RUJUKAN

Hendayana, S. dkk. 2007. Lesson Study: Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: UPI Publisher

MGMP IPA Kota Mojokerto. 2009. Laporan Kegiatan MGMP: Lesson Study Suatu Upaya untuk Men-ingkatkan Optimalisasi Proses Pembelajaran. Mojokerto: Depdiknas Kota Mojokerto

Susilo, H. dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Malang: Bayumedia Publishing

Page 12: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 12

PENERAPAN PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERMODIFIKASI (TPST) UNTUK MENINGKATKAN

MINAT BACA DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA MATAKULIAH ELEKTRONIKA DASAR 2 TAHUN 2009/2010

Edi Supriana

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Usaha yang dilakukan oleh pembina matakuliah Elektronika Dasar 2 selama ini ternyata ma-sih belum dapat meningkatkan minat baca mahasiswa dan belum dapat memberikan hasil belajar dan ketuntasan yang memuaskan. Hal tersebut kemungkinan karena minat baca mahasiswa yang rendah dan model pembelajaran yang digunakan tidak memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk berlatih berpikir memecahkan masalah, apalagi kerja sama untuk memahami suatu konsep. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan kegiatan PTK dengan judul ” Penerapan Pembelajaran Think Pair Share Termodifi-kasi (TPST) Dalam Upaya Meningkatkan Minat Baca Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Matakuliah Elektronika Dasar 2”. Tujuannya adalah (1) Mengetahui pelaksanaan penerapan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah Elektronika Dasar 2. (2) Meningkatkan minat baca mahasiswa dan (3) Meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar mahasiswa pada matakuliah elektronika dasar 2 dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST). Hasilnya menunjukkan bahwa (1) Keterlaksanaan penerapan pembelajaran Think Pair Share Termodi-fikasi (TPST) pada matakuliah Elektronika Dasar 2 dapat terlaksana dengan baik. Hal ini ditunjukan mencapai 74% pada akhir siklus I dan mencapai 92 % pada akhir siklus II. (2) Dapat meningkatkan minat baca mahasiswa. Diawal siklus I minat baca mahasiswa hanya 47 % pada akhir siklus I naik men-jadi 72 % dan pada akhir siklus II menjadi 82 %. (3) Dapat meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa pada siklus I 62 dengan ketuntasan belajar 73, naik menjadi 72 dan ketuntasan belajar naik menjadi 91% pada siklus II. Jadi dengan Think Pair Share Termodifikasi (TPST) tujuan yang diharapkan telah tercapai.

Kata kunci: Hasil Belajar, Minat Baca, Think Pair Share Termodifikasi (TPST)

Secara umum, dosen pembina matakuliah mengharapkan agar mahasiswa yang dibimbing dapat menguasai konsep yang dipelajari dengan baik sesuai dengan tujuan matakuliah yang telah ditetapkan dan tuntas. Demikian juga bagi dosen pembimbing matakuliah Elektronika Dasar 2. Un-tuk mengetahui apakah mahasiswa yang dibimbing dapat menguasai konsep dengan baik, dapat dilihat berdasarkan hasil belajar rata-rata yang diperoleh dan ketuntasannya.

Sebagai contoh untuk hasil belajar rata-rata mahasiswa peserta matakuliah Elektronika Dasar 2 dua semester terakhir secara murni ditunjukkan ta-bel 1.

Dari hasil belajar tersebut mahasiswa semes-ter Genap 07/08 yang dapat nilai A (1%), A- (3%), B+ (4%), B (5%), B- (7%), C+ (8%), C(43%), D (25%), dan E (4%). Mahasiswa semester Genap 08/09 yang dapat nilai A (1%), A- (2%), B+ (6%), B (6%), B- (7%), C+ (9%), C(44%), D (21%), dan E (4%). Ketuntasan semester Genap 07/08 (69%), semester Genap 08/09 (75%). Namun hasil belajar dan ketuntasan tersebut masih belum sesuai dengan yang diharapkan, berdasarkan kesepakatan di-harapkan rata-rata hasil belajar 70 dengan ketunta-san 90%.

Page 13: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 13

Tabel 1. Hasil Belajar Rata-Rata Dua Kelas Mahasiswa Peserta Matakuliah Elektronika Dasar 2 semester genap 07/08 dan 08/09

No Semester Pembelajaran UTS UAS Final 1 Genap

07/08 Penjelasan secara langsung materi dari diktat dikuti tanya jawab dan kerja kelompok mengerjakan soal latihan.

43 52 54

2 Genap 08/09

Penjelasan materi menggunakan powerpoint (LCD), dikuti tanya jawab dan kerja kelom-pok mengerjakan soal latihan dari diktat.

45 55 55

Dari pangamatan selama ini, pembelajaran

elektronika dasar 2 masih didominasi oleh dosen, sedangkan penggunaan media LCD untuk menje-laskan materi yang sedang dipelajari, nampaknya hanya membuat mahasiswa terkesima dengan po-werpoint yang ditampilkan. Mahasiswa pasif ku-rang atau tidak banyak action yang mereka laku-kan, tampak mahasiswa hanya melihat dan mende-ngarkan serta mahasiswa tampak malas atau kurang tertarik membaca buku walaupun sudah mempunyai buku referensi. Rupanya pembelajaran ini hanya memperkuat terbentuknya kebiasaan melihat dan mendengarkan yang umumnya di la-kukan sejak dari SD sampai perguruan tinggi, se-hingga mahasiswa tampak pasif seperti melihat acara televisi. Terbukti walaupun banyak diberi ke-sempatan bertanya namun tidak dimanfaatkan den-gan baik dan walaupun banyak soal latihan yang diberikan namun tidak banyak yang dikerjakan dengan benar, hal ini terlihat saat ujian dengan soal yang mirip dengan soal latihan tidak dapat dikerja-kan dengan baik atau nilai ujiannya jelek.

Menurut (Lie, 2004) bahwa model pembela-jaran Think-Pair-Share (TPS) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada anak didik/ mahasiswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi anak didik/mahasiswa. Think Pair Share ini dapat digunakan untuk berbagai tingkatan kemampuan berfikir. Menurut Gunter (dalam Rudianto, 2006) Think Pair Share (TPS) adalah teknik sederhana dengan keuntungan yang besar yakni dapat meningkatkan kemampuan anak didik/mahasiswa dalam mengingat suatu informasi. Seorang anak didik/mahasiswa belajar dari anak didik/mahasiswa lain dan saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan di depan kelas. Selain itu, dapat memperbaiki rasa pecaya diri dan semua anak didik diberi kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kelas. Lebih lanjut dijelaskan oleh Laura (dalam Rudianto, 2006) bahwa Think Pair Share merupakan satu diantara

model pembelajaran kooperatif yang mudah untuk diterapkan.

Berdasarkan model pembelajaran TPS bila diterapkan dalam pembelajaran elektronika dasar 2: mahasiswa akan lebih aktif karena diberi kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain, dapat meningkatkan kemampuan dalam mengingat suatu informasi dan dapat meningkatkan pemahaman konsep yang sedang di pelajari, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Menurut Ibrahim (2000) pada tahap Thingking (berpikir) pembimbing mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian anak didik diminta untuk membaca dan memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri, beberapa saat untuk mencari alternatif jawabannya. Dengan demikian apabila model TPS ini diterapkan dalam pembelajaran elektronika dasar 2, mahasiswa diberi kesempatan untuk membaca buku acuan yang digunakan dalam upaya menjawab pertanyaan sehingga dapat mengubah kebiasaan mahasiswa melihat dan mendengarkan menjadi kebiasaan membaca dan menulis, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan minat baca mahasiswa.

Mengingat jumlah mahasiswa yang memprogram mata kuliah Elektronika Dasar 2 sangat besar jumlahnya 60 orang maka ini merupakan salah satu kelemahan bila TPS di terapkan karena membutuhkan waktu yang lama sehingga tidak efisien. Oleh karena itu TPS dimodifikasi dalam pelaksanaanya menjadi TPST (Think Pair Share Termodifikasi). Perbedaanya pada saat tahap Thingking mahasiswa diminta memecahkan persoalan dalam bentuk kelompok (Group) demikian juga pada tahap Pairing yang dipasangkan adalah antar kelompok (Group) sehingga dalam tahap Sharing jumlah tampilan menjadi lebih sedikit tanpa menguarangi kelebihan dalam TPS sehingga waktu dapat digunakan lebih efisien.

Page 14: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 14

Berkaitan dengan uraian di atas, maka kegiatan PTK dengan judul ”Penerapan Pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) Dalam Upaya Meningkatkan Minat Baca Dan Hasil Belajar Mahasiswa Pada Matakuliah Elektronika Dasar 2”. Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mengetahui pelaksanaan penerapan pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah elektronika dasar 2. (2) Meningkatkan minat baca dan (3) Meningkatkan hasil belajar mahasiswa dengan menerapkan Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah elektronika dasar 2?

MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SHARE TERMODIFIKASI (TPST)

Secara teoritis TPS mempunyai keunggulan yang amat besar, namun untuk jumlah anak didik yang besar dan cakupan masalah yang luas peng-gunaan waktu tidak efisien sehingga target pembe-lajaran dalam silabus tidak bisa tercapai, terutama untuk mata kuliah Elektronika Dasar 2 dengan jumlah mahasiswa 60 orang. Oleh karena itu Model pembelajaran TPS di modivikasi manjadi Model pembelajaran TPST (Think-Pair-Share-Termodifikasi) yang mana kegiatan pembelajaran dilaksanakan dalam kelompok walupun tidak menutup kemungkinan dikerjakan secara individ-ual.

Adapun secara rinci langkah-langkah dalam pembelajaran TPST sama dengan TPS adalah se-bagai berikut: 1. Membagi anak didik dalam kelompok berem-

pat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.

2. Setiap anak didik memikirkan dan mengerja-kan tugas tersebut sendiri/bersama dalam kelompok.

3. Membentuk pasangan kelompok masing-masing terdiri dari 2 kelompok untuk dan mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan.

4. Mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah hasil diskusi pasangan kelompok didepan kelas. Memberi kesempatan berbagi jawaban dengan seluruh kelas.

5. Melakukan refleksi atau evaluasi secara ber-sama-sama terhadap jawaban atau hasil peme-cahan masalah yang telah diskusikan untuk menentukan jawaban atau hasil pemecahan masalah yang paling benar atau paling meyak-inkan.

Dengan demikian penerapan pembelajaran TPST tidak mengurangi aktivitas anak didik dan kesempatan mereka berkembang seperti dalam model pembelajaran TPS dan masalah jumlah anak didik yang besar, tidak menjadi kendala. Misalnya dengan jumlah mahasiswa 60 orang dapat dibentuk menjadi 15 kelompok, setelah berpasangan tinggal 7 kelompok sehingga sangat memungkinkan untuk dilaksanakan untuk diskusi kelas untuk melaksana-kan refleksi dan evaluasi. Dengan pemikiran yang demikian, secara teoritis dapat diyakini bahwa pen-erapan pembelajaran menggunakan model pembe-lajaran Think-Pair-Share-Termodifikasi (TPST) dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Model pembelajaran ini sangat cocok untuk mata-kuliah Elektronika Dasar 2 karena konsep-konsep dalam pembelajaran matakuliah Elektronika Dasar 2 dipahami secara teoritis tidak melalui pengu-kuran, menggunakan teori-teori fisika dan mate-matika yang cocok.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research dengan tindakan berupa peng-gunaan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST). Pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang bertindak sebagai pelaksana (aktor), pengamat, serta mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah peneliti bersama teman sejawat, penelitian ini dila-kukan dalam 2 siklus.

Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: 1. Instrumen keterlaksanaan tindakan

Format ini digunakan untuk memperoleh data tingkat keterlaksanaan pembelajaan model Think Pair Share Termodifikasi selama proses pembela-jaran berlangsung atau selama pelaksanaan tinda-kan. 2. Format observasi tentang minat baca maha-

siswa Format ini digunakan untuk memperoleh

datasejauh mana kenaikan minat baca mahasiswa selama pembelajaan dengan model Think Pair Share Termodifikasi. 3. Format penilaian kemampuan kognitif siswa

Format penilaian ini digunakan untuk mem-peroleh data kemampuan kemampuan kognitif mahasiswa selama pelaksanaan tindakan. Dimana pada kemampuan kognitif siswa dilihat dari tes.

Page 15: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 15

Pengumpulan data yang dilakukan pada pene-litian ini menggunakan teknik observasi, dan do-kumentasi.

Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung yang berarti pengamatan langsung dila-kukan oleh peneliti dibantu teman sejawat dengan melihat dan mengamati sendiri, mencatat perilaku mahasiswa dan kejadian di kelas dengan se-benarnya berkaitan dengan tindakan yang diberikan dan minat baca mahasiswa selama pemberian tin-dakan dilakukan dalam pembelajaran model Think Pair Share Termodifikasi.

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa foto kegiatan belajar mahasiswa, skenario pembela-jaran, dan hasil ujian mahasiswa. Dokumen ini ber-guna sebagai bukti penelitian, untuk kemudahan pengambilan data, serta bahan analisis data.

PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN

Hasil Kegiatan Pembelajaran Model Think Pair Share Termodifikasi Siklus I

No Kegiatan Waktu Per-

sentase Pertemuan 1 60 % 1 Keterlaksanaan

Pembelajaran Pertemuan 2 74 % Sebelum Siklus I 47 % 2 Minat Baca Akhir Siklus I 72 %

3 Hasil Belajar Siklus I 62 4 Ketuntasan Siklus I 73%

Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I

terkait dengan minat baca pada akhir siklus I adalah 72 % jadi termasuk klasifikasi baik. Namun demikian pada akhir siklus I masih ada beberapa hal yang belum tercapai dengan baik antara lain: 4. Masih ada mahasiswa yang tidak punya buku

diktat elektronika dasar 2. 5. Umumnya mahasiswa tidak punya buku diktat

terbitan luar negeri. 6. Masih ada mahasiswa membaca buku Eldas

saat tatap muka saja. 7. Masih banyak mahasiswa yang enggan belajar

di perpustakaan. 8. Masih banyak mahasiswa belum memahami

makna membaca buku Eldas. Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus

II (a) Minat baca mahasiswa mencapai 82 % dari target yang di harapkan sehingga termasuk klasifikasi sangat baik. (b) Hasil belajar pada akhir siklus II adalah 72 sehingga dapat mencapai target

yang diharapkan. (c) Ketuntasan belajar pada akhir siklus II adalah 91% juga dapat dikatakan telah mencapai target yang diharapkan

Hasil Kegiatan Pembelajaran Model Think

Pair Share Termodifikasi Siklus II

No Kegiatan Waktu Persen-tase

Pertemuan 1 78 % 1 Keterlaksanaan Pembelajaran Pertemuan 2 92 %

2 Minat Baca Akhir Siklus II 82 % 3 Hasil Belajar Siklus II 72 4 Ketuntasan Siklus II 91%

PEMBAHASAN

1. Observasi Awal

Usaha yang dilakukan dosen pembina mata-kuliah elektronika dasar 2 sebelum penelitian ini di-lakukan ternyata masih belum dapat meningkatkan minat baca mahasiswa dan belum dapat memberi-kan hasil belajar dan ketuntasan yang memuaskan. Hal tersebut kemungkinan karena mahasiswa hanya memiliki dan membaca diktat kuliah yang diwajibkan saja, dan terpaku melihat powerpoint yang ditayangkan menggunakan media LCD dan mendengar penjelasan dosen sekali-kali mencatat hal-hal yang di rasa penting. Metode pembelajaran yang sering digunakan di kelas masih didominasi dengan menggunakan metode ceramah, pemberian latihan soal dan tugas rumah. Terlihat pada saat proses pembelajaran di kelas, mahasiswa cenderung tidak aktif atau masih pasif. Mahasiswa banyak melihat dan mendengarkan saja, sekeli kali mencatat yang dirasa penting materi yang dijelas-kan dosen. Mahasiswa pada umumnya hanya aktif pada saat mengerjakan secara individu tugas/soal yang ada pada diktat kuliah, tidak ada kerja sama sehingga tidak terjadi kolaborasi akibatnya pema-hamannya tidak mendalam. Partisipasi mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran masih kurang karena pembelajaran masih terpusat pada dosen. Maha-siswa hanya terpaku pada diktat kuliah saja, tidak memiliki banyak literatur sehingga minat baca mahasiswa sangat rendah, hal tersebut memang karena model pembelajaran yang diterapkan dosen dalam kegiatan pembelajaran tidak menuntut mahasiswa harus sering membaca dan mencatat, ti-dak menuntut harus mempunyai banyak literatur akibatnya waktu luangnya tidak banyak untuk bela-jar namun digunakan untuk senda gurau. Dari sini

Page 16: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 16

tampak suatu keadaan bahwa proses pembelajaran di kelas masih belum optimal.

Dari uraian diatas, sebelum model pembelajaran Think Pair Share Temodifikasi diterapkan diperoleh hasil observasi awal yang merupakan data awal sebagai berikut. 1. Pembelajaran Elektronika Dasar 2 masih

belum optimal. 2. Minat baca mahasiswa rendah. 3. Belum mendapatkan hasil belajar yang di-

harapkan, yaitu rata-rata hasil belajar 70 den-gan ketuntasan 90 %. Dalam penelitian penerapan model pembela-

jaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) ini dosen yang mengajar Elektronika Dasar 2 melibat-kan tiga mahasiswa (Nurlaili, Arif dan Rudi) untuk mengamati keterlaksanaan penggunaan model pembelajaran tersebut. Disamping sebagai observer diharapkan ketiga mahasiswa tersebut dapat me-manfaatkan kesempatan ini untuk mengambil data untuk ranah aspek pembelajaran yang lain yang kemudian dijadikan bahan skripsinya.

Pembelajaran Elektronika Dasar 2 menerapkan model Think Pair Share Termodifikasi (TPST)

Untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan di atas, maka diterapkan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu: (1) tahap think (berpikir) individual, (2) tahap think (berpikir) kelompok (3) tahap pair (berpasangan) kelompok, (4) tahap share (berbagi). Dengan diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) ini, diharapkan minat baca mahasiswa meningkat dan kemampuan memberikan hasil belajar dan ketuntasan belajar yang memuaskan.

Secara keseluruhan persentase keterlaksanaan dari tahapan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) sudah baik pada siklus I bahkan sangat baik pada siklus II. Minat baca su-dah menunjukan kenaikan dan termasuk klasifikasi baik pada akhir siklus I dan menjadi sangat baik pada siklus II. Hasil belajar pada akhir siklus II adalah 72 sehingga dapat mencapai target yang di-harapkan dan ketuntasan belajar pada akhir siklus II adalah 91% juga dapat dikatakan telah mencapai target yang diharapkan.

Pada pembelajaran Elektronika Dasar 2 menggunakan model Think Pair Share Temodifi-kasi (TPST) memungkinkan hal ini dapat terjadi karena secara teoritis Think-Pair-Share-Termo-difikasi (TPST) keunggulan yang amat besar dalam meningkatkan minat baca mahasiswa. Hal tersebut

dikarenakan secara umum minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mencari ataupun men-coba aktivitas-aktivitas dalam bidang tertentu. Ada juga yang mengartikan minat sebagai kecenderun-gan yang tetap untuk memperhatikan dan menik-mati suatu aktivitas disertai dengan rasa senang. Meichati (1972) mengartikan minat adalah per-hatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melalukan suatu ak-tivitas dan dapat di tingkatkan melalui latihan. Juel (1988) mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu mem-buat intisari dari bacaan. Secara operasional Lila-wati (1988) mengartikan minat membaca anak adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan anak untuk membaca dengan kemauannya sendiri dan rasa senang dapat di tingkatkan melalui diskusi.

Model pembelajaran TPST merupakan model membelajaran yang dapat mengaktifkan siswa hal tersebut dapat dicermati pada langkah-langkah pembelajarannya. Setelah apersepsi dan menyam-paikan tujuan pembelajaran dosen membentuk kelompok dan memberikan LKM pada masing-masing individu dalam kelompok. Setelah itu dosen meminta anak didik untuk mencari jawaban permasalahan dalam dalam LKM tersebut boleh secara individu maupun secara bersama dalam kelompok. Pada saat dosen meminta mahasiswa memecahkan masalah secara individu saat itu dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk latihan dalam rangka meningkatkan minat membaca, demikian juga pada saat saat dosen meminta mahasiswa memecahkan masalah secara kelompok mahasiswa melakukan diskusi berarti memberikan kesempatan juga kepada mahasiswa dalam rangka meningkatkan minat membacanya. Pada tahapan memecahkan masalah anak didik da-pat dipastikan membaca buku acuan yang diguna-kan, anak didik akan memahami baris demi baris kalimat dalam buku acuan tersebut. Dengan demikian anak didik dipaksa secara aktif mema-hami konsep yang dipermasalahkan dengan mem-baca buku acuan. Demikian juga pada tahap diskusi anak didik dipaksa membaca buku terlebih dahulu agar dapat memberikan masukan pada saat diskusi berlangsung. Dari uraian ini tampak jelas bahwa ada kaitan antara model pembelajaran Think-Pair-Share-Termodifikasi (TPST) dengan minat baca,

Page 17: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 17

diharapkan dengan model pembelajaran ini dapat meningkatkan minat baca mahasiswa.

Leonhardt (1997), menyatakan ada sepuluh alasan mengapa harus menumbuhkan minat baca pada anak, yaitu: 1. anak-anak harus gemar membaca agar dapat

membaca dengan baik; 2. anak yang gemar membaca akan mempunyai

rasa kebahasaan yang lebih tinggi; 3. membaca akan memberikan wawasan yang

lebih beragam sehingga belajar apa pun terasa lebih mudah;

4. di tingkat SMU, hanya anak-anak yang gemar membaca yang unggul dalam berbagai pelajaran dan ujian;

5. kemampuan membaca dapat mengatasi rasa tidak percaya diri anak terhadap kemampuan akademiknya karena akan mampu menyelesaikan tugas hanya dengan sedikit waktu;

6. minat membaca akan memberikan beragam perspektif pada anak melalui beragam pandangan dari para penulis sehingga anak terbiasa memandang suatu masalah dari berbagai sisi;

7. membaca membantu anak memiliki rasa kasih sayang, karena anak akan menemukan beragam pola kehidupan dan cara menyelesaikan masalah tersebut secara wajar;

8. anak yang gemar membaca dihadapkan pada dunia yang penuh dengan kemungkinan dan kesempatan;

9. anak yang gemar membaca akan mampu mengembangkan pola berpikir kreatif dalam diri mereka; dan

10. kecintaan membaca adalah salah satu kebahagiaan utama dalam hidup, karena membaca merupakan rekreasi jiwa. Dari uraian (3), (4), (5) dan (6) dapat

dikatakan dengan model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) dapat meningkatkan minat baca mahasiswa dan dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa, khususnya untuk matakuliah Elektronika Dasar 2.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut.

Keterlaksanaan penerapan pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah Elektronika Dasar 2 dapat terlaksana

dengan baik. Hal ini ditunjukan mencapai 74% pada akhir siklus I dan mencapai 92 % pada akhir siklus II, setelah kekurangan pada siklus I diperbaiki pada siklus II.

Penerapan Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah Elektronika Dasar 2 dapat meningkatkan minat baca mahasiswa. Diawal siklus I minat baca mahasiswa hanya 47 % pada akhir siklus I naik menjadi 72 % dan pada akhir siklus II menjadi 82 %.

Penerapan Think Pair Share Termodifikasi (TPST) pada matakuliah Elektronika Dasar 2 dapat meningkatkan hasil belajar dan ketuntasan belajar mahasiswa. Hasil belajar mahasiswa pada siklus I 62 dengan ketuntasan belajar 73%. setelah kekurangan pada siklus I diperbaiki Hasil belajar mahasiswa naik menjadi 72 dan ketuntasan belajar naik menjadi 91% pada siklus II. Jadi dengan hasil ini tujuan penelitian yang diharapkan telah tercapai.

Berdasarkan format keterlaksanaan pembelajaran dan angket minat baca masih mahasiswa masih ada beberapa hal yang perlu dicermati dicari pemecahannya, antara lain:

Pelaksanaan pembelajaran TPST masih ada mahasiswa belum dapat melaksanakan dengan baik masih kelihatan semerawut sebaiknya model pembelajaran ini diperkenalkan sejak awal.

Masih ada mahasiswa yang memecahkan permasalahan secara individu dan tidak berinteraksi dengan teman ataupun dengan dosen, sebaiknya terjadi interaksi timbal balik dalam pembelajaran sehingga terjadi kolaborasi dalam memahami suatu konsep, dalam pembelajaran dengan model pembelajaran TPST ini perlu perhatian penuh oleh dosen saat pelaksanaan serta memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya.

Memacu mahasiswa untuk membaca buku berbahasa inggris merupakan hal yang perlu mendapat perhatian karena umumnya mahasiswa menyenangi buku-buku terbitan dalam negeri, padahal jumlah terbitan dalam negeri terbatas dalam jumlah dan kuitasnya.

Pada umumnya mahasiswa hanya membaca buku saat dan setelah tatap muka, sebaiknya belajar perlu persiapan maka perlu tugas-tugas terstruktur agar mahasiswa minimal membaca buku sebelum tatap muka baik membaca buku di perpustakaan atau di tempat lain.

Mengingat model pembelajaran Think Pair Share Termodifikasi (TPST) ini dapat meningkatkan minat baca dan hasil belajar maka sebaiknya diterapkan untuk matakuliah lain yang mempunyai masalah yang identik.

Page 18: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 5

DAFTAR RUJUKAN

Anita, Lie. 2004. Cooperative Learning Mempraktekkan di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.

Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Jones, Raymond. 2002. Strategis For Reading Compre-hensin, TPS. http: curry.

Juel, C. 1988. Learning to Read and Write: A Longitudi-nal Study of 54 Children from First through Fourth Grade. Journal of Educational Psychol-ogy, 80 (4), 437 – 447.

Leonhardt, M. 1997. Cara Menjadikan Anak Anda Ker-anjingan Membaca. Terjemahan Sari Meutia. Bandung: Kaifa.

Lilawati. 1988. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua, Stimulasi Membaca dari Orang Tua

dan Inteligensi dengan Minat Membaca Pada Anak Kelas V Sekolah Dasar. Skripsi. Yogya-karta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Meichati, S. 1978. Motivasi Pembaca. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Rudianto. 2006, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Untuk meningkatkan aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 19 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Uneversitas Negeri Malang.

Page 19: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 19

PENINGKATAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VII KOMPETENSI DASAR KALOR MENGGUNAKAN

SRATEGI POE DI SMP NEGERI 1 TUTUR TAHUN PELAJARAN 2008/2009

En Alamin

SMP Negeri 1 Tutur

Abstrak: Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan penelitian tindakan kelas. Tindakan yang diberikan berupa penerapan perangkat pembelajaran yang mengacu pada teori konstruktivisme dan model siklus belajar yang terdiri dari tiga tahap yaitu: eksplorasi, pengenalan konsep dan penerapan konsep. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Ketrampilan proses belajar siswa direkam dalam lembar observasi, dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar digunakan pre test, pos test dan ulangan harian. Hasil analisis dan refleksi setelah tindakan pada siklus I dan siklus II menunjukkan bahwa guru dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik dan mutu pembelajaran yang dilaksanakan melalui lesson study oleh guru semakin meningkat. Hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat dengan strategi POE.

Kata kunci: perangkat pembelajaran, kalor, POE, lesson study

Berdasarkan pengamatan ketika mengajar di kelas dan data nilai tes ulangan harian maupun ulangan semester, pemahaman konsep fisika siswa SMP Negeri 1 Tutur khususnya kelas VII masih belum memuaskan. Berdasarkan data nilai ulangan semester ganjil tahun ajaran 2008 / 2009 menunjukkan rata-rata 65,27% . Hal ini masih jauh dari batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dipatok sekolah sebesar 75%. Oleh karena itu, melalui kegiatan lesson study dengan kolaborasi antara guru dan dosen pendamping mengadakan penelitan. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak siswa yang beranggapan bahwa fisika itu merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Oleh karena itu perlu diadakan proses pembelajaran yang dapat menyenangkan bagi siswa dan siswa merasa membutuhkan pengetahuan tersebut. Penelitian dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis siswa yaitu strategi POE (Predict-Observ-Explain) yaitu Prediksi – Observasi – Jelaskan.

Strategi POE dikembangkan oleh White dan Gunstone (1992) untuk mengetahui prediksi dan

alasan setiap siswa untuk membuat hal-hal tertentu tentang suatu peristiwa yag spesifik. POE adalah sebuah strategi yang sering dipakai dalam Sains. Strategi ini paling bagus dilaksanakan dengan demonstrasi yang bisa langsung diobservasi dan sesuai dengan konteks Sain. Strategi POE dapat digunakan untuk menemukan ide awal siswa, memberikan informasi pada guru tentang pemikiran siswa, menghasilkan diskusi, dan memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep.

Landasan filosofis dari strategi POE adalah Teori Pembelajaran Konstruktivis. Dimana Teori Pembelajaran Konstruktivis mempertimbangkan bahwa pemahaman siswa saat harus dipertimbangkan ketika mengembangkan program belajar mengajar. Peristiwa yang mengejutkan menciptakan kondisi dimana siswa mungkin siap untuk menguji ulang teori pribadi mereka.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini di beri judul: “Peningkatan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII Kompetensi Dasar Kalor Menggunakan Strategi POE di SMP Negeri 1 Tutur Kabupaten Pasuruan Tahun Pelajaran 2008 / 2009”.

Page 20: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 20

Terkait dengan latar belakang sebagaimana telah diutarakan di atas permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah menerapkan strategi POE untuk

meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Tutur Kabupaten Pasuruan?

2. Sejauh mana pembelajaran dengan strategi POE dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Tutur Kabupaten Pasuruan? Berdasarkan rumusan masalah yang telah di-

ungkapkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan penerapan strategi POE un-

tuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa ke-las VII di SMP Negeri 1 Tutur Kabupaten Pasuruan

2. Mengetahui sejauh manakah pembelajaran strategi POE dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Tutur Kabupaten Pasuruan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini

adalah: 1. Bagi guru, penelitian ini menambah pengeta-

huan dan keterampilan terutama dalam menerapkan strategi POE sebagai salah satu strategi pembelajaran yang dapat mengatasi rendahnya hasil belajar fisika siswa.

2. Bagi dosen, penelitian ini menambah pengeta-huan mengenai penerapan strategi POE untuk mengatasi rendahnya hasil belajar fisika siswa. Informasi ini penting terutama sebagai bahan referensi ketika membina perkuliahan proses belajar mengajar (PBM) dan praktek pengala-man lapangan (PPL) di kampus.

3. Bagi siswa pembelajaran yang menekankan pengamatan (observasi) gejala fisis ini, mem-buat siswa lebih tertarik pada pelajaran fisika. Mereka belajar tidak sekedar mendengar ce-ramah guru dan membaca buku yang sifatnya verbal, tetapi lebih dari itu, mereka dapat men-gamati langsung gejala fisis yang terjadi, mereka menemukan ide, mengemukakan pemikiran dan dapat berdiskusi dengan siswa lainnya dalam kelas. Hal ini akan membuat siswa dapat menikmati pelajaran fisika dan bu-kan takut terhadap pelajaran fisika sebagai-mana selama ini mereka rasakan.

TINJAUAN TEORITIK

Lesson study

Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandasakan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning un-tuk membangun komunitas belajar. Dengan demikian, lesson study bukan metode atau strategi pembelajaran tetapi dalam kegiatan lesson study dapat menerapkan berbagai metode/strategi pembe-lajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi dan permasalahan yang dihadapi guru.

Lesson study merupakan suatu cara peningka-tan mutu/kualitas pembelajaran yang tak pernah berakhir (continous improvement), karena dalam lesson study dilaksanakan tiga tahapan yaitu plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan see (merefleksi) yang berkelanjutan. Rincian kegiatan dari tiga tahapan itu dirinci sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan (Plan)

Tahap ini bertujuan untuk merancang pembe-lajaran yang dapat membelajarkan siswa dan ber-pusat pada siswa, bagaimana supaya siswa berpar-tisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Perenca-naan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi bersama, beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat berkolaborasi untuk memperkaya ide-ide.

Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada pada kelas yang akan digunakan dalam open lesson dan alternatif pemecahannya. Identifi-kasi masalah dan pemecahan tersebut berkaitan dengan materi pembelajaran yang relevan di kelas dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan sua-sana kelas, metode/pendekatan pembelajaran, me-dia, alat peraga dan evaluasi proses dan hasil bela-jar.

Hal yang penting untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuan indikator-indikator suatu proses pembelajaran ber-langsung dengan baik yang dilihat dari segi guru dan siswa. Indikator-indikator tersebut dibuat ber-dasarkan pada rencana pembelajaran serta kompe-tensi dasar yang ditetapkan akan dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

Dari hasil identifikasi masalah dan pemeca-hannya tersebut, selanjutnya disusun dan dikemas dalam suatu perangkat pembelajaran yang terdiri dari: 1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), 2) Petunjuk mengajar guru (Teaching Guide), 3) Lembar Kerja Siswa (LKS), 4) Media atau alat

Page 21: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 21

pembelajaran, 5) Lembar penilaian proses dan hasil belajar, dan 6) Lembar observasi.

2. Tahap Pelaksanaan (Do)

Pada tahap ini seorang guru melaksanakan pembelajaran untuk menerapkan rancangan pembe-lajaran yang dirumuskan dalam perencanaan, pakar dan guru lain melakukan observasi dengan meng-gunakan lembar observasi yang telah disiapkan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan mengimplementasikan pembelajaran (guru model) dan sekolah yang akan dijadikan tuan rumah.

Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya di-lakukan briefeing pada pengamat (observar) untuk menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak menganggu kegiatan pembelajaran, tetapi mengamati aktifitas siswa selama pembelajaran. Fokus pengamatan ditujukan pada interaksi siswa-siswa, siswa-bahan ajar, siswa-guru, dan siswa-lingkungan.

3. Tahap Refleksi (See)

Pada tahap ini guru melakukan implementasi rencana pembelajaran yang diberi kesempatan un-tuk menyatakan kesan-kesannya selama melakukan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terha-dap siswa yang dihadapi. Selanjutnya para observer menyampaikan hasil analisa data observasinya, ter-utama yang menyangkut kegiatan siswa selama pembelajaran berlangsung (jika ada disertai pemu-taran video). Kegiatan refleksi dapat dipandu oleh kepala sekolah atau guru lain yang ditunjuk sebagai moderator. Setelah para pengamat menyampaikan hasil analisa observasinya, guru yang melakukan implementasi pembelajaran tersebut akan mem-berikan tanggapan balik atas komentar para pen-gamat.

Hal penting pula dalam tahap refleksi ini adalah mempertimbangkan kembali rencana pem-belajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pembelajaran berikutnya. Apakah rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa? Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya?. Per-timbangan-pertimbangan inilah selanjutnya digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran pada siklus selanjutnya.

Pemahaman Konsep Ditinjau dari Teori Konstruktivitis

Dampak pembelajaran yang dikaji dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep sains (fisika). Pemahaman konsep menunjuk pada kemampuan untuk menyerap pengertian materi dan mengkomunikasikan kembali dalam bentuk lain (Handayanto, K.H. dkk. 2004), kemampuan melakukan interpolasi dan ekstrapolasi dan menyajikan suatu pernyataan matematis menjadi kalimat verbal, serta meramal sesuatu atas dasar kecenderungan yang ada. Pemahaman konsep dapat diperoleh dari kegiatan laboratorium. Berdasarkan data percobaan dibuat grafik untuk menentukan hubungan antar variabel sehingga dapat menyatakan kecenderungannya dan selanjutnya mereka menemukan konsep fisika.

Fisika merupakan salah satu cabang sains. Arah pembelajaran sains sekarang sesuai dengan filosifis konstruktivisme. Menurut teori konstruktivis menyatakan bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi memberi kesempatan agar siswa dapat membangun (mengkonstruk) sendiri pengetahuan berdasarkan pengalamannya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri. Guru mengajarkan kepada siswa agar menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Dapat diilustrasikan, guru memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.

Menurut Suhartadi (dalam Endang Purwaningsih, 2005) menyatakan bahwa “Konstruktivis digunakan sebagai acuan untuk membangun teori pembelajaran sains yang dapat mengoptimalkan siswa”. Dimana prinsip konstruktivis menyatakan bahwa “aktifitas harus selalui mendahului analisis”. Dengan kata lain, pengalaman dan refleksi terhadap pembelajaran merupakan kunci untuk belajar bermakna, bukannya pengalaman orang lain yang diabstraksikan dan dikumpulkan dalam bentuk buku teks, tetapi pengalaman lansung dari diri sendiri.

Predict-Observe-Explain/Poe (Prediksi-Observasi-Jelaskan)

Page 22: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 22

Strategi POE dikembangkan oleh White dan Gunstone (1992) untuk mengetahui prediksi dan alasan setiap siswa untuk membuat hal-hal tertentu tentang suatu peristiwa yag spesifik. POE adalah sebuah strategi yang sering dipakai dalan Sains. Strategi ini paling bagus dilaksanakan dengan demonstrasi yang bisa langsung diobservasi dan sesuai dengan konteks Sain. Strategi POE juga bisa diterapkan dalam mata pelajaran matematika terutama statistik.Strategi POE dapat digunakan untuk menemukan ide awal siswa, memberikan informasi pada guru tentang pemikiran siswa, menghasilkan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep, dan menghasilkan investigasi.

Landasan filosofis dari strategi POE adalah Teori Pembelajaran Konstruktivis. Dimana Teori Pembelajaran Konstruktivis mempertimbangkan bahwa pemahaman siswa saat harus dipertimbangkan ketika mengembangkan program belajar mengajar. Peristiwa yang mengejutkan menciptakan kondisi dimana siswa mungkin siap untuk menguji ulang teori pribadi mereka.

Strategi POE ini bekerja (1) ketika siswa bertanya untuk meramalkan pertama apa yang akan terjadi, mereka tidak boleh mengamati dengan cermat, (2) mencatat ramalan mereka dengan memotivasi mereka untuk mau mengetahui jawaban, (3) minta siswa untuk menjelaskan alasan-alasan untuk ramalan mereka memberikan indikasi guru dari teori mereka. Ini dapat berguna untuk membongkar pemahaman salah paham atau perkembangan yang mereka punya. Ini dapat menyediakan keterangan untuk membuat keputusan sekitar belajar berikutnya dan (4) menjelaskan dan mengevaluasi ramalan mereka dan mendengarkan ramalan dari siswa lai akan menolong untuk mengevaluasi hasil belajar mereka sendiri.

Tahapan tahapan dalam Strategi POE: 1. Prediksi

Langkah-langkah saat prediksi antara lain: Mendeskripsikan pada siswa apa yang akan

dilakukan oleh seorang guru. Setelah mengamati sedikit demonstrasi awal,

lalu minta pada siswa untuk memprediksikan apa yang akan terjadi dengan kata-katanya sendiri (prediksi masing-masing siswa harus ditulis dalam sehelai kertas).

Mengajukan pertanyaan pada siswa alasan mengapa mereka berfikir/meramalkan seperti itu. Sebab penting dalam sains ketika siswa menuangkan keyakinan mereka dalam kata-kata.

2. Observasi Langkah-langkah saat observasi antara lain: Menyelesaikan demonstrasi yang dilakukan

saat prediksi Memberi waktu pada siswa untuk fokus pada

saat mereka melakukan observasi Menugaskan pada siswa untuk mencatat

secara teliti apa yang mereka amati 3. Jelaskan

Langkah-langkah saat jelaskan antara lain: Menugaskan pada siswa untuk menambahkan

penjelasan mereka dari hasil observasi Setelah siswa menuliskan penjelasan mereka

di atas kertas, diskusikanlah pendapat mereka di dalam kelompok masing-masing.

Siswa dari perwakilan setiap kelompok dipersilakan untuk menjelaskan hasil dari diskusi/kesimpulan kelompoknya masing-masing.

Buku yang berisi ”percobaan” sains seringkali merupak sumber belajar yang baik untuk aktivitas yang sesuai sehingga dapat mengadaptasi POE, juga didalamnya terdapat sumber pengajaran lama yang meningkatkan penyampaian pengajaran.

Pembatasan-pembatasan dalam pembelajaran strategi POE antara lain:

Untuk siswa Sekolah Dasar, menulis jawaban bisa menjadi penghambat dalam komunikasi. Tanggapan secara lisan perlu diatur sehingga kelompok lain tidak langsung mempengaruhi siswa lain. Bisa digunakan tukar pikiran berpasangan, sebelum berbagi dengan keseluruhan kelompok.

Siswa Sekolah Dasar pemula mungkin punya kesulitan menjelaskan penalaran mereka.

Untuk beberapa topik hal ini tidak sesuai untuk dilakukan, antara lain topik yang tidak hands-on atau yang sulit untuk mendapatkan hasilnya secara langsung (antara lain, Dunia Makhluk Hidup)

Bila strategi POE sering digunakan, beberapa demonstrasi harus dipilih untuk yang selalu memberikan kejutan, karena jika tidak siswa akan mulai mengetahui triknya. Ini mungkin dapat mempengaruhi penjelasan yang mereka berikan.

Beberapa peneliti mengatakan siswa lebih mungkin untuk mempelajarai dari observasi yang mengkonfirmasikan prediksi mereka. Hal ini harus diwaspadai oleh kita untuk berhati-hati bahwa prediksi bukanlah terkaan yang asal. Untuk terhindar dari jebakan ini, sebaiknya dilakukan percakapan bersama-sama tentang apa yang kita perkirakan akan kita lihat dan mengapa, berdasarkan teori sains yang mendasar.

Page 23: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 23

Untuk menyesuaiakan strategi POE dapat dilakukan dengan cara:

Daripada guru melakukan demonstrasi didepan kelas, akan lebih baik bila masing-masing kelompok kecil melakukan demonstrasi sendiri. Hal ini memang akan menyulitkan guru dalam mengawasi jalannya diskusi, tetapi hal ini bisa membuat siswa mengamatinya lebih teliti.

Bila siswa belum familier dengan konsep dasar, atau bila siswa masih menganggap mudah, sediakan beberapa pilihan yang dapat mereka dapat pilih.

Dalam IPA dan matematika, lebih baik siswa melaksanakan investivigasi daripada sekedar mengamati.

Untuk refleksi bagi guru, bahwa siswa dianggap sudah belajar IPA bila sudah melakukan:

Observing: menggunakan semua indera untuk mengamati obyek yang digunakan dalam pembelajaran yang dilakukan.

Sorting and Grouping: membandingkan, mengelompokkan, melihat pola persamaan/perbedaan konsep yang di pelajari.

Raising questio: bertanya Predicting/making hypothesi: membuat hi-

potesis. Testing: eksplorasi, investivigasi dan mem-

beri perlakuan. Recording: merekam, mengumpulkan data,

mengumpulkan informasi, memasukkan data dalam tabel atau gambar.

Interpreting findings: membuat grafik pen-gamatan, menganalisa hasil.

Communicating: melaporkan, mendiskusikan temuan dengan guru, mendiskusikan dengan te-man, melaporkan hasil (mempresentasikan, me-majang hasil temuan).

METODE PENELITIAN

Metode pengembangan pembelajaran meng-gunakan model penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini menggunakan dua siklus tindakan yaitu siklus I dan siklus II sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

Pada setiap siklus dilakukan tiga tahapan utama yaitu perencanaan, implementasi pembela-jaran dan refleksi. Perencanaan dilakukan secara bersama-sama tim peneliti kolaborasi antara guru-guru fisika dan dosen. Perencanaan dilaksanakan dalam kegiatan plan pada lesson study. Kegiatan plan bertujuan membuat rencana pelaksanaan pem-belajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS) dan

soal-soal tes pemahaman konsep sebagai instrumen pre-test dan post-test. Setelah perencanaan dilaku-kan, selanjutnya dilakukan pelaksanaan pembela-jaran (do) sekaligus observasi pembelajaran. Sete-lah pembelajaran dilaksanakan, selanjutnya dilaku-kan refleksi. Refleksi diarahkan untuk memberikan balikan terhadap pembelajaran, mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan untuk siklus kedua. Re-fleksi diupayakan dapat mengungkap kesulitan dan hambatan disertai dengan dugaan penyebabnya dan diberikan alternatif penyelesaiannya.

Gambar1. Diagram Penelitian Tindakan Kelas

Dari hasil refleksi pada siklus I dilakukan perbaikan-perbaikan baik mengenai RPP atau ske-nario pembelajaran, LKS (Lembar Kegiatan Siswa) atau pada instrumen penilaian. Dapat juga dilaku-kan perbaikan strategi pembelajaran yang telah di-lakukan sehingga hasil yang diperoleh lebih opti-mal.

TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang terkait dengan catatan lapangan yang diperoleh dari hasil observasi lesson

PERENCANAAN (Plan) SIKLUS I

(pengembangan perangkat pembelajaran, instrumen dan menentukan kriteria

keberhasilan) IMPLEMENTASI (do)

Observasi (see) (penerapan dan observasi pembelajaran)

REFLEKSI (identifikaksi kelemahan dan alternatif peme-

cahannya)

PERENCANAAN (Plan) SIKLUS II

(identifikasi masalah dan perbaikan pembelajaran)

IMPLEMENTASI (do) Observasi (See)

(penerapan dan observasi pembelajaran) REFLEKSI

(identifikaksi kelemahan dan alternatif pemecahannya)

Page 24: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 24

study, data refleksi digunakan untuk perbaikan pembelajaran. Data kuantitatif merupakan data ha-sil belajar fisika siswa yang merupakan sasaran dalam penelitian ini

Instrumen yang dikembangkan dalam peneli-tian ini adalah: (1) Instrumen observasi pembela-jaran menggunakan format observasi lesson study. Format observasi berisi lima komponen yaitu in-teraksi siswa-siswa, interaksi siswa-guru, interaksi siswa-media/sumber belajar/LKS, siswa diam (ber-fikir, melamun, pasif dan lain-lain) atau beraktifitas lain (memainkan pensil, arloji, penggaris dan ain-lain) dan pelajaran berharga apa yang dipetik dari pengamatanyang dilakukan. (2) Instrumen untuk mengukur hasil belajar untuk mengukur seberapa jauh dampak pembelajaran fisika dikembangkan soal pre-test dan post-test serta ulangan harian yang dapat diketahui dari indek peningkatan (gain) pre-tets dan post-test dan ulangan harian pada siklus I dan siklus II.

Data yang terkait dengan dampak pembela-jaran terhadap peningkatan hasil belajar fisika siswa diambil dengan cara tes tulis (paper and pen-cil test). Data yang terkumpul selanjutnya dilaku-kan analisis. Data kualitatif dianalisis dengan tek-nik pemaparan, sedangkan data kuantatif dianalisis dengan teknik deskriptif yang meliputi mean (rata-rata).

Besarnya indek peningkatan (gain score) di-simbulkan (g) menggunakan formulasi Hake.

(g) = pre

prepost

xxx

%100 (Hake, 1998) xpost = mean post-test atau mean formatif

atau mean kinerja ilmiah siklus I, dan xpre = mean pre-test atau mean formatif atau mean kinerja ilmiah pada siklus II. Kriteria g < 0,3 rendah, 0,3 < g < 0,7 medium dan g > 0,7 tinggi.

HASIL IMPLEMENTASI DAN PEMBAHASAN

Data pemahaman konsep fisika pada siklus I dan Siklus II dapat dilihat pada tabel 1.

Data tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan formula Hake, indek peningkatan (g) pada mean pre-test dan pos-test pada siklus I diperoleh 0,31 (kriteria medium) dan pada siklus II diperoleh 0,33 (kriteria medium). Hal ini menun-jukkan bahwa ada peningkatan pemahaman konsep siswa setelah dilakukan pembelajaran strategi POE dengan pelaksanaan MGMP-Lesson study.

Sedangkan pada mean nilai ulangan harian antara siklus I dan siklus II diperoleh 0,21 (kriteria rendah). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus II yang merupakan hasil perbaikan pada siklus I dapat meningkatkan hasil belajar fisika. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan pembelajaran strategi POE dapat meningkatkan pemahaman konsep fisika materi kalor siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tutur.

Tabel 1. Rata-Rata Nilai Pemahaman Konsep Siklus I dan II

Nilai Rerata Siklus I Siklus II Pre-test 53,84 66,34 Post-test 68,33 77,54 Ulangan Harian 72,76 78,55

Temuan-temuan penelitian setelah diberi tin-

dakan I dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Siswa belum terbiasa belajar materi yang akan diajarkan, hal ini terlihat dari hasil pretest dengan rerata 53,84. 2) Siswa sangat tertarik pada motivasi pem-belajaran yang menggunakan contoh konkrit yang dapat dilihat dan didemonstrasikan dalam kelom-pok mengenai pengaruh kalor terhadap suatu benda (memanaskan zat cair). 3) Pertanyaan yang diaju-kan oleh guru harus dapat membangkitkan rasa penasaran dari siswa sehingga sehingga siswa ter-motivasi untuk melakukan percobaan. 4) Cara penggunaan alat peraga harus dikuasai betul oleh siswa, sehingga data yang diperoleh dalam perco-baan dapat membantu siswa untuk memahami kon-sep yang dipelajari siswa. 5) Adanya penegasan dari guru tentang cara melakukan percoban dan penekanan pada materi kalor bahwa lamanya pe-manasan (waktu pemanasan) menunjukkan ban-yaknya kalor yang diperlukan. 6) Siswa belum ter-biasa mengungkapkan pendapatnya, dengan POE siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya mulai pada saat motivasi/memberi pertanyaan pada siswa dengan tidak memberitahu-kan terlebih dahulu mana yang benar atau salah. 7) Dari hasil percobaan siswa dapat menentukan fak-tor yang mempengaruhi banyaknya kalor yang digunakan dalam menaikkan suhu, tetapi saat menerapkan rumusan tentang kalor yang digunakan menaikkan suhu siswa masih bingung. Mengetahui permasalahan tersebut guru pengajar sekaligus peneliti memberikan pembelajaran dengan metode gasing, yaitu menekankan pemahaman tentang konsep kalor jenis, yaitu kalor yang dibutuhkan

Page 25: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 25

oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhu sebesar 1 dera-jat celcius. Contohnya tentukan banyaknya kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda yang massa 2 kg agar suhunya naik sebesar 10 derajat celcius? Jika kalor jenis benda 2000 J/kgC. Guru menjelaskan arti kalor jenis benda 2000 J/kgC adalah benda yang massanya 1 kg memerlukan kalor 2000J agar suhunya naik 1C. Jika massanya 2 kg dan suhunya naik 10C maka diperlukan kalor 40.000 J. 8) Rerata hasil postest adalah 68,33, hal ini menun-jukkan bahwa pemahaman konsep lebih meningkat dibandingkan sebelum proses pembelajaran. 9) Rerata nilai ulangan harian formatif adalah 72,76, ini belum juga memenuhi KKM yang ditetapkan sekolah yang besarnya 75,00. 14) Sikap guru yang telaten dan sabar untuk membimbing siswa yang mengalami kesulitan saat melakukan praktikum, menganalisa data, menyimpulkan hasil percobaan dan memberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya.

Berdasarkan temuan penelitian setelah diberi tindakan I, didapat juga bahwa siswa dalam kelom-pok masih ada yang menyerahkan pekerjaan dalam LKS pada siswa yang dianggap mampu. Selain itu sebagian besar siswa SMP Negeri 1 Tutur kelas VII tidak memiliki literature atau buku pegangan fisika sehingga mereka belum terbiasa mempelajari kem-bali materi yang telah disampaikan dalam pembela-jaran, akibatnya nilai antara pre-test dan pos-test yang relatif rendah meskipun sudah kelihatan ada peningkatan karena belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 75,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada peningka-tan hasil belajar siswa setelah diberikan pembela-jaran. Pada siswa yang kurang aktif mengikuti pe-lajaran pada umumnya mereka melakukan kegiatan diluar pembelajaran seperti mengobrol, bermain dengan alat praktikum dan membuka buku pela-jaran lain. Siswa masih mengalami kesulitan mela-kukan praktikum, karena petunjuk langkah kerja pada LKS kurang jelas.

Berdasarkan uraian di atas kiranya terdapat hal-hal yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan namun ada juga yang perlu diperbaiki pada pelak-sanaan siklus II. Hal-hal yang perlu dipertahankan adalah ketelatenan dan kesabaran guru dalam me-lakukan bimbingan pada siswa yang mengalami kesulitan. Hal-hal yang perlu diperbaiki antara lain: 1) Sikap siswa yang tidak terbiasa untuk mempela-jari materi yang belum diajarkan dan mempelajari kembali materi pelajaran yang telah diajarkan den-gan memberi pre-test dan pos-test setiap pembela-jaran selesai dilakukan. 2) Kerjasama antar anggota

kelompok dalam melakukan praktikum dan mela-kukan diskusi kelompok/kelas. 3) Guru lebih me-nekankan dan mengenalkan konsep penting pada rencana pembelajaraanaan dan saat pelaksanaan pembelajaran senantiasa memberikan pertanyaan yang dapat membuat rasa penasaran siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut, mengobservasi jawaban yang diberikan oleh siswa yang dilakukan siswa sendiri dan selanjutnya siswa dapat mema-parkan hasil observasinya dalam didkusi kelas. 4) Guru lebih banyak memberikan soal hitungan den-gan pemberian tugas, (5) Merevisi LKS terutama memberi pertanyaan untuk mengarahkan siswa membuat kesimpulan.

Temuan-temuan penelitian setelah diberi tin-dakan II adalah sebagai berikut: 1) siswa mulai ter-biasa belajar materi yang akan diajarkan, hal ini ter-lihat dari hasil pre-test dengan rerata 66,34. 2) Siswa mulai terbiasa mengungkapkan pendapatnya pada waktu penggalian pengetahuan awal dan diskusi kelompok maupun kelas. Siswa dapat me-laporkan hasil percobaan dalam bentuk presentasi individual. 3) Rerata nilai post-test 77,54. 4) Rerata nilai ulangan harian pada siklus II adalah 78,40.

Ditinjau dari langkah-langkah yang terlaksana pada siklus I maupun siklus II tampak bahwa per-angkat pembelajaran yang disiapkan dapat dilak-sanakan dengan baik oleh guru, walaupun masih perlu perbaikan-perbaikan kecil dan dalam peren-canaan pembelajaran mungkin perlu diberikan al-ternatif penyajian sehingga guru lebih leluasa dan dapat memilih kegiatan yang sesuai dengan kondisi sekolah. Kerjasama antar guru dan dosen pendamp-ing membuat langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru berangsur baik dan lebih mantab. Kreativitas guru bertambah untuk memperbaiki proses pembelajaran meningkat dengan sikap keterbukaan seorang guru untuk menerima kritik dan saran memudahkan guru untuk saling mengko-reksi dan tukar pengalaman bagaimana sebaiknya pembelajaran berikutnya ditampilkan agar hasilnya optimal.

PENUTUP

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa: 1) Pembelajaran mengguna-kan strategi POE dapat meningkatkan pemahaman konsep kalor siswa SMP Negeri 1 Tutur. 2) Hasil belajar siswa pada konsep kalor dapat meningkat meningkat karena dilakukan pembelajaran setelah ada perbaikan-perbaikan dari hasil analisis data ob-servasi dalam refleksi sehingga dapat memperbaiki

Page 26: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 26

pembelajaran berikutnya. 3) Beberapa kendala yang dihadapi guru antara lain: pengelolaan kelas, pengaturan waktu dan ketuntasan belajar, bagai-mana menumbuhkan rasa keingintahuan siswa agar suasana diskusi lebih hidup dan dapat menangkap konsep serta menyimpulkan hasil pembelajarannya.

Disarankan kepada para guru sains (fisika) SMP untuk menerapkan pembelajaran dengan

strategi POE terutama untuk mengatasi rendahnya pemahaman konsep kalor. Disarankan kepada peniliti lain, untuk mengembangkan penelitian ini pada materi yang lain dan pada tingkat kelas yang lain pula. Dampak pembelajaran dengan strategi POE misalnya terhadap kemampuan bertanya, minat belajar fisika siswa patut diteliti lebih lanjut.

DAFTAR RUJUKAN

Masykur, K. & Sutarman. 1994. Kesalahan Konsep dalam Belajar Fisika Bagi Siswa SMAN di Jawa Timur Ditinjau dari Beberapa Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhinya, Lemlit IKIP Malang.

Handayanto, S.K. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika, Malang IMSTEP JICA FMIPA UM.

Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Universitas Negeri Malang

Sukirman. 2005. Peningkatan Kualitas Pembelajaran MIPA di Sekolah Melalui Kegiatan Lesson study. Makalah disajikan dalam Seminar Nasioal MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP – JICA, 5-6 September 2005.

Purwaningsih, E. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Materi Optika Untuk Meningkatkan Motivasi dan Ketrampilan Proses Siswa SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang. Makalah disajikan dalam Seminar Nasioal MIPA dan Pembelajarannya & Exchange Experience of IMSTEP – JICA, 5-6 September 2005.

Sumar dkk. 2007. Lesson study Suatu Strategi Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: UPI Press.

Indrawati dkk. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan menyenangkan. P4TK IPA. Jakarta.

Page 27: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 27

UPAYA MENDAPATKAN MANFAAT DAN MENJAMIN KEBERLANJUTAN DARI IMPLEMENTASI LESSON STUDY BERBASIS SEKOLAH (LSBS) DI SMA NEGERI 3 PASURUAN

Hariono

SMA N 3 Pasuruan

Abstrak: Lesson study yang merupakan model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasakan prinsip prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Agar mendapatkan manfaat dan pengalaman berharga dari mengikuti, menerapkan dan mengembangkan Lesson study, semua tahapan dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan menuntut kesadaran dan komitmen yang tinggi dari setiap individu komunitas belajar untuk melaksanakan secara cerdas dan cermat serta bersungguh-sungguh dalam implementasinya. Dalam rangka menciptakan dan membangun komunitas belajar di sekolah yang efektif efisien. Ketika pengalaman dan manfaat dari mengikuti kegiatan Lesson study dapat dikembangkan secara ideal di sekolah, logikanya mutu dan kualitas pembelajaran juga akan meningkat yang tentunya akan bermuara pada pencapaian prestasi belajar siswa juga meningkat. Untuk menjamin keberlanjutan implamenfasi lasson study di sekolah, menuntut kesadaran dan komitmen yang tinggi dari setiap individu komunitas belajar dalam mengimplementasikan semua tahapan dan prinsip-prinsip Lesson study yang dikembangkan. Jika kondisi ini sudah terbagun logikanya setiap individu dari komunitas belajar tersebut, dengan penuh kesadaran sendiri akan menerapkan prinsip-prinsip Lesson study secara cermat, cerdas dan bersungguh-sungguh, karena memang tidak ada pembelajaran yang sempurna.

Kegiatan Lesson study adalah kegiatan mem-buka kelas (open lesson) untuk diamati/diobservasi oleh guru lain atau stake holder pendidikan lainnya seperti orang tua/wali murid, pengawas serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan.

Membuka kelas tidak bermaksud “unjuk pembelajaran yang sempurna”, tetapi lebih dimaksudkan untuk mencermati dan kemudian menganalisis kegiatan belajar siswa, yang pada akhirnya dapat diambil manfaat dan memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi semua pihak yang terkait.

Study Lesson merupakan study pembelajaran yang penekananya pada penelitian tentang proses pembelajaran di kelas nyata, yang dilakukan oleh sekelompok guru dalam rangka meningkatkan keprofesionalan para guru itu sendiri, dan dilakukan secara kolaboratif dimulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran di kelas riil yang diobservasi, kemudian dilakukan refleksi.

Rekomendasi dari pelaksanaan diskusi refleksi seharusnya ditindak-lanjuti untuk digunakan merevisi kekurangan-kekurangan pada rencana pembelajaran guna diterapkan di kelas lain. Jadi Lesson study merupakan suatu kegiatan yang besiklus dimulai dari perncanaan, pelaksanaan, refleksi, dan revisi pembelajaran.

Permasalahan bagaimana dan upaya apa yang harus dilakukan agar mendapatkan manfaat dari kegiatan perencanaan pembelajaran (plan), bagaimana dan upaya apa agar mendapatkan manfaat dari pelaksanaan pembelajaran (do), bagaimana dan upaya apa agar mendapatkan manfaat dari kegiatan diskusi refleksi hasil pembelajaran (see), serta bagaimana dan upaya apa yang harus dilakukan untuk menjamin keberlanjutan implementasi Lesson study di sekolah secara terus-menerus agar terbangun komunitas belajar?

PERMASALAHAN

Page 28: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 28

Pengembangan Implementasi Lesson study melalui proses dan waktu yang panjang, mulai sosialisasi oleh UM dengan mengundang guru-guru dari seluruh daerah untuk mengikuti kegiatan workshop Lesson study, menetapkan daerah sebagai piloting Lesson study, pelatihan-pelatihan fasilitator setiap semester, implementasi LS berbasis MGMP, sampai dengan implementasi LS berbasis sekolah pada sekolah-sekolah piloting termasuk di SMA Negeri 3 Pasuruan, sebagai salah satu sekolah piloting di Kota Pasuruan.

Terhitung mulai semester genap tahun pelajaran 2008-2009 sampai dengan semester ganjil tahun pelajaran 2010-2011 hingga sekarang, telah dan sedang mengimplementasikan Lesson study berbasis sekolah.

Permasalahanya, dua tahun lebih mengimplementasikan Lesson study berbasis sekolah, belum semua komunitas belajar di sekolah merasakan dan mendapatkan manfaat yang maksimal dari kegiatan Lesson study, terlebih lagi masih ada sebagian kecil komunitas belajar disekolah motivasinya sangat rendah untuk mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Lesson study karena masih ada yang beranggapan sebagai beban dan merepotkan.

Hal diatas terjadi karena factor dominan yang mendasari adalah kesadaran dan komitmen untuk membelajar-kan diri masih sangat kurang, sehingga belum tahu bagaimana memperoleh manfaat dari menerapkan dan mengembangkan prinsip-prinsip Lesson study secara benar dan sungguh-sungguh.

Permasalahan bagaimana memeproleh manfaat dari implementasi Lesson study masih sering muncul dan terjadi pada semua tahapan dari prinsip-prinsip Lesson study yaitu pada kegiatan perencanaa pembelajaran (plan), pelaksanaan pembelajaran (do), refleksi pembelajaran (see) terlebih upaya untuk menindak lanjuti hasil refleksi pembelajaran masih ada beberapa teman sejawat yang enggan untuk melakukan perubahan.

Jika semua masalah tersebut terus dibiarkan berkembang tidak ada upaya dan strategi untuk menyelesaikanya, sudah bisa dijamin keberlanjutan implementasi Lesson study disekolah sama dengan paradigma lama, berulang kali guru-guru mengikuti kegiatan workshop, diklat dan sejenisnya, setelah kembali kekelas riil pola pembelajarannya tetap tidak berubah.

Merujuk pada konsep dasar Lesson study yang merupakan model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran

secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasakan prinsip prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (Hendayana, S. dkk.). Ketika prinsip-prinsip Lesson study dilaksanakan secara benar dan bersungguh-sungguh dengan penuh kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk saling membelajarkan, tentunya akan banyak memperoleh manfaat, terutama dalam peningkatan kualitas pembelajaran dan membangun komunitas belajar di sekolah, yang pada akhirnya pencapaian prestasi belajar siswa juga meningkat.

Dalam makalah ini penulis sengaja memaparkan terbatas pada upaya bagaimana memperoleh manfaat dari kegiatan Lesson study untuk menjamin keberlanjutan (sustainability) implementasi Lesson study berbasis sekolah. Penekananya bagaimana memperoleh manfaat dari perencanaan pembelajaran (plan), pelaksanaan pembelajaran (do), refleksi pembelajaran (see) terlebih upaya untuk menindak lanjuti hasil refleksi sebagaimana prinsi-prinsip yang dikembangkan dalam kegiatan Lesson study.

URAIAN TEORI

Implementasi Lesson study dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan refleksi (plan, do, dan see).

Perencanaan Pembelajaran (Plan)

Pada tahap ini guru-guru satu rumpun mata pelajaran secara kolaboratif melakukan pengkajian terhadap: kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), standart kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD) dan menentukan indikator serta merumuskan tujuan pembelajaran.

Setelah mengkaji materi tersebut kemudian dilanjutkan mengkaji materi pembelajaran (study lesson), menetapkan metode dan media pembelajaran yang akan diterapkan pada pembelajaran di kelas nyata.

Produk dari tahap perencanan adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Lembar kegiatan siswa (LKS), instrumen penilaian yang meliputi aspek afektif, kognitif, dan psikomotor.

Secara teknis pelaksanaan perencanaan membuka kelas nyata dipimpin oleh seorang moderator yang ditunjuk dari anggota rumpun mata pelajaran didampingi oleh fasilitator, satgas LSBS dan kepala sekolah. Sehingga produk perencanaan menjadi milik dan tanggung jawab bersama.

Page 29: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 29

Diskusi akhir pada tahap perencanaan ini adalah menunjuk dan menetapkan seorang guru model yang akan melaksanakan pembelajaran di kelas nyata sampai dengan konfirmasi jadwal mengajar dan di kelas berapa.

Pelaksanaan pembelajaran (Do)

Sesuai jadwal dan kelas yang telah disepakati pada tahap perencanaan, pada tahap pelaksanaan (Do) guru model yang ditunjuk melaksanakan pembelajaran, sementara guru-guru dan stakeholder lainnya sebagai pengamat, jadi guru model hanyalah sebagai pelaksana pembelajaran.

Dalam melaksanakan pembelajaran guru model harus senantiasa beracuan kepada RPP, LKS dan instrumen penilaian yang disepakati bersama pada tahap perencanaan (Plan), tetapi karena situasi dan kondisi kurang mendukung dan tidak memungkinkan untuk mengacu pada RPP, LKS dan instrumen penilaian yang dihasilkan, guru model boleh segera mengubah dengan model, metode dan strategi lain yang memungkinkan dalam pembelajaran siswa aktif dan kreatif. Singkatnya model, metode dan strategi yang diterapkan berpegang pada prisip bagaimana membelajarkan siswa.

Bagaimana siswa belajar dan kreatif, situasi dan kondisi pembelajaran harus diupayakan setiap siswa berani mengungkapkan pendapat, berkarya, serta memiliki hasil kerja yang berbeda dengan siswa lain. Sehingga peran guru model dalam melaksanakan pembelajaran adalah sebagai fasilitator. Pembelajaran memang tidak ada yang sempurna, namun jika pada tahap perencanaan didiskusikan dengan matang, maka hal hal yang dapat mengganggu konsentrasi siswa belajar sedini mungkin sudah dapat diantispasi dan diminimalisir dan pada akhirnya pembelajaran berlangsung secara efektif dan efesien.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran (Do) guru dan stakeholder lain berperan sebagai pengamat (observer). Pada saat mencermati pembelajaran yang sedang berlangsung mulai dari kegiatan awal hingga kegiatan akhir pembelajaran, pengamat harus berpedoman pada rambu-rambu dan tata tertib pengamat/observer sebagai berikut:

Tidak mengganggu proses pembelajaran, tidak boleh membantu siswa, tidak berbicara sesama pengamat, tidak boleh keluar masuk ruangan, tidak memberi isyarat atau komentar apapun dalam pembelajaran.

Tugas pengamat hanya mengobservasi, dengan fokus pengamatan bukan pada guru model mengajar, tetapi pada kegiatan siswa belajar yang meliputi: interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan media, siswa dengan sumber belajar termasuk bahasa tubuh siswa.

Posisi pengamat tidak boleh mengganggu pandangan dan konsentrasi siswa,maka disarankan pada saat melakukan pengamatan mengambil posisi disisi kiri, kanan atau didepan siswa, tujuanya agar dapat temuan dan data pengamatan yang cermat sesuai dengan fakta bagaimana siswa belajar mulai kegiatan awal hingga kegiatan akhir pembelajaran.

Obyek pengamatan disarankan terfokus pada satu kelompok belajar siswa bagi pengamat yang belum biasa, tetapi bagi pengamat yang sudah terbiasa, pengamat boleh melakukan pengamatan pada lebih dari satu kelompok belajar siswa.

Diskusi-Refleksi Pembelajaran (See)

Dari sisi waktu idealnya refleksi pembelajaran harus segera dilaksanakan sesaat setelah guru model melaksanakan pembelajaran, tujuannya untuk menghindari faktor lupa dan obyektifitas data dan fakta hasil pengamatan selama proses pembelajaran.

Secara teknis refleksi pembelajaran dipimpin oleh seorang moderator yang memandu dan mengendalikan jalanya diskusi refleksi pembelajaran, dan didampingi oleh seorang notulen yang bertugas mencatat semua fakta, ungkapan pendapat yang muncul selama diskusi refleksi berlangsung.

Tahapan kegiatan pada pelaksanaan refleksi dimulai pembukaan oleh moderator dan dilanjutkan memperkenalkan guru model, notulen kemudian memberikan aplaous tepuk tangan kepada guru model yang telah melaksanakan pembelajaran pada kelas nyata.

Kegiatan berikutnya moderator memberikan kesempatan pertama kepada guru model untuk menyampaikan kesan dan pesan refleksi diri, mengapa memilih pendekatan, metode dan media pembelajaran yang digunakan seperti yang dituangkan dalam RPP, bagaimana keterlaksanaan skenario pembelajaran dalam RPP termasuk mungkin guru model harus mengungkapkan alasan alasan pada pembelajaran tadi mengapa hal itu dilakukan atau tidak dilakukan, apakah tujuan proses pembelajaran telah tercapai atau belum dan mengapa hal itu terjadi.

Page 30: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 30

Kegiatan berikutnya, berdasarkan data dan fakta yang nyata moderator meminta secara bergiliran semua guru pengamat menyampaikan hasil temuan dalam pengamatanya, dengan selalu mengingat bahwa refleksi yang diungkapkan adalah refleksinya siswa belajar, bukan guru model mengajar dan lebih penting lagi bahwa apa yang telah diungkap oleh guru lain tidak harus diulang kembali.

Inti dari kegiatan refleksi adalah pengungkapan data dan fakta pembelajaran siswa yang sebenarnya hasil temuan guru guru pengamat, yang meliputi kapan itu berlangsung, siapa nama siswa tersebut, sedang melakukan apa saja, konsentrasi atau tidak, bagaimana kerjasama dengan siswa lain, bagaimana interaksi siswa dengan guru model, media dan sumber belajar yang digunakan. Selanjutnya observer tidak hanya mengungkapkan data dan fakta siswa dalam pembelajaran, tetapi lebih penting lagi adalah juga menyampaikan alternatif pemecahanya untuk direkomendasikan sebagai revisi pada pembelajaran berikutnya di kelas nyata yang lain, sehingga hasil kajian dalam kegiatan refleksi itu benar-benar riil, bermakna untuk peningkatan mutu dan kualitas pembelajaran berikutnya yang pada akhirnya pencapaian prestasi belajar siswa akan terwujud.

Akhir dari kegiatan refleksi moderator harus meminta refleksi dari narasumber (pakar, dosen pembimbing, pengawas, kepala sekolah) tujuanya adalah untuk mempertajam dan memperdalam hasil refleksi dari observer dalam hal peningkatan wawasan kebutuhan pembelajaran secara nyata.

URAIAN FAKTA

Secara umum fakta di lapangan belum semua guru menerapkan prinsip-prinsip Lesson study secara benar dan bersungguh-sungguh, sehingga secara psikologis akan nampak motivasi untuk mengimplementasikan Lesson study juga ala kadarnya sekedar mengugurkan kewajiban melaksanakan program Lesson study, bisa dipastikan yang kategori ini tidak akan memperoleh manfaat apa-apa dari kegiatan Lesson study.

Secara khusus belum semua tahapan dalam Lesson study dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip yang telah dikembangkan, yakni pada kegiatan:

Perencanaan pembelajaran (Plan)

Masih ada beberapa dalam kegiatan perencanaan pembelajaran dilaksanakan hanya sekedar menyepakati topik pembelajaran apa, siapa guru modelnya, bagaimana rpp-nya, kapan dilaksanakan dan di kelas berapa, siapa moderator dan notulenya. Sehingga dari sisi waktu kegiatan plan hanya sebentar sekedar kumpul membuat kesepakatan. Ketika plan berjalan seperti itu sudah dapat dipastikan tidak akan mendapat manfaat apa-apa dari kegiatan plan.

Produk sebuah rpp dari hasil perencanaan pembelajaran secara umum sudah sangat bagus sesuai standart PP Nomor 41 Tahun 2007 tetapi juga masih sering dijumpai lemah dalam analisis kurikulumnya termasuk menuangkan sintak metode pembelajaran yang dipilih dalam rpp, apa yang harus dilakukan siswa, kapan dilakukan dan guru harus berbuat apa masih sering dijumpai belum sistematis sesuai sistematika pada metode yang dipilih

Juga masih sering dijumpai, produk rpp dari perencanaan pembelajaran dalam analisis kurikulumnya antara standart kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator, tujuan pembelajaran dan instrument penilaianya kurang met atau bahkan tidak met sama sekali karena rpp-nya hasil copy paste, tidak melalui proses kajian dan analisis yang mendalam sesuai dengan karakteristik topik/materi pembelajaran yang disajikan.

Pelaksanaan pembelajaran (do)

Hampir delapan puluh prosen pelaksanaan pembelajaran sangat bergantung dari perencanaan pembelajaran yang dilakukan, ketika pada tahap plan amburadul sudah dipastikan pelaksanaan pembelajaranya tidak akan efektif dan efisien.

Setting kelas kadang masih kurang sesuai dengan metode yang diterapkan, berakibat mengganggu mobilisasi siswa dan pengamat. Selain itu masih sering dijumpai peran dan fungsi pengamat dalam pelaksanaan pembelajaran belum dilakukan secara maksimal oleh sebagian teman sejawat, sesuai rambu-rambu bagaimana seharusnya peran dan fungsi sebagai observer pembelajaran.

Alur/Skenario pembelajaran pada langkah-langkah pembelajaran cenderung diterapkan secara kaku terutama terhadap waktu, sehingga kurang memberi keleluasaan siswa untuk meng-explorasi secara maksimal substansi pembelajaran yang dipelajari.

Page 31: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 31

Tuntutan media harus berbasis ICT sering kali menjadi beban psikologis tersendiri bagi beberapa teman sejawat yang memang belum sempat belajar lebih lanjut.

Diskusi refleksi pembelajaran (see)

Yang sering terjadi dan muncul dalam refleksi pembelajaran pengamat belum mengungkap data dan fakta bagaimana siswa belajar, kapan siswa mulai belajar, kenapa siswa tidak belajar yang sebenarnya, faktanya mempunyai kecenderungan lebih mengarah bagaimana guru model mengajar.

Masih ada sebagian kecil teman sejawat yang cenderung mengungkap opini, bukan data fakta pembelajaran yang sebenarnya.

Walaupun sering kali diinformasikan teknik-teknik moderasi, seringkali dalam diskusi refleksi moderator terjebak pada komunikasi dua arah sehingga diskusi terkesan monoton dan tidak hidup.

Puluhan kali melakukan diskusi refleksi, masih ditemukan sebagian kecil teman sejawat cenderung pasif, ketika tiba giliranya menyampaikan data fakta hasil pengamatanya yang disampaikan hanya sedikit itupun kadang menyimpang dari substansi topik diskusi dan membuat ketertawaan peserta diskusi.

Juga masih sering dijumpai dalam diskusi refleksi, alternatif pemecahan masalah pembelajaran yang terjadi, solusinya diulang-ulang pada cara yang sama bukan menunjukkan beberapa alternatif solusi yang lain termasuk kemungkinan merubah metode dan media yang digunakan.

Belum semua peserta diskusi-refleksi mencatat hal-hal penting yang berkembang dalam diskusi sebagai pedoman dan koreksi diri terhadap proses pembelajaran yang telah dan akan dilaksanakan pada kelas riilnya.

Tindak lanjut refleksi pembelajaran

Rekomendasi hasil diskusi refleksi pembelajaran sering terjadi, belum bahkan tidak ditindaklanjuti untuk revisi dan perbaikan proses pembelajaran selanjutnya.

PEMBAHASAN

Dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran yang bertujuan pencapaian prestasi belajar siswa, implementasi Lesson study berbasis sekolah perlu kiranya di upayakan pembinaan, pelatihan dan dukungan teknis dari

semua jajaran terkait, secara kontinyu dan berkelanjutan (sustainability). Untuk menjamin keberlanjutan implementasi Lesson study berbasis sekolah (LSBS) diperlukan keterlibatan kepala sekolah, pengawas, dinas pendidikan dan komite sekolah (stakeholder) demi terciptanya komunitas belajar pada sekolah tersebut.

Merujuk pada konsep dasar Lesson study yang merupakan model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasakan prinsip prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

Maka pendampingan dari narasumber, pakar, dosen pembimbing menjadi sangat dibutuhkan keberadaanya, karena mempunyai peran yan sangat strategis untuk memfasilitasi para guru guru di lapangan agar terjadi sharing pendapat dan pengalaman diantara para guru, sehingga komuitas belajar terbangun sebagai forum pengembangan diri.

Pada tataran proses, implementasi Lesson study berbasis sekolah (LSBS) guru guru di sekolah piloting masih sangat membutuhkan petunjuk teknis, brosur, buku pedoman, newsletter dan lain lain, yang menguraikan apa, mengapa dan bagaimana Lesson study serta pedoman bacaan yang lebih rinci yang mengupas, mekanisme teknis bagaimana merencanakan pembelajaran untuk membuka kelas nyata (Plan), bagaimana melaksanakan pembelajaran yang ideal (Do), bagaimana melaksanakan refleksi pembelajaran (See) dan bagaimana teknis moderasi pada refleksi pembelajaran yang ideal serta bagaimana tindak lanjut dari hasil refleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut kususnya yang menyangkut plan, do dan see, setidaknya pembaca bisa mencermati dan mempedomani paparan pada uraian teori yang telah disebutkan sebelumnya.

Agar mendapatkan manfaat dari semua tahapan dan prinsip-prinsip Lesson study yang telah dikembangkan, berdasar pada catatan pendampingan sebagai fasilitator dan satgas lsbs, serta pengalaman langsung penulis, detailnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Pada tahap perencanaan pembelajaran (plan)

Untuk mengimplementasikan Lesson study, kata kuncinya terletak kepada kesadaran untuk saling membelajarkan dan komitmen yang tinggi

Page 32: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 32

untuk menerapkan dan mengembangkan Lesson study secara benar dan bersungguh-sungguh dari komunitas belajar pada sekolah yang bersangkutan.

Pada tahap perencanaan pembelajaran (plan), setelah disepakati jadwal pelaksanaan plan idealnya setiap individu dalam komunitas belajar tersebut sudah memahami perangkat apa yang harus dipersiapkan, seperti perangkat mengajar, silabus pembelajaran, buku catatan dan buku rujukan serta media apa yang dibutuhkan dalam diskusi merencanakan pembelajaran.

Selanjutnya setelah komunitas belajar semua sudah berkumpul dengan dipimpin salah satu teman, diskusi perencanaan pembelajaran dimulai, tahap yang pertama adalah menganalisis topik/materi pembelajaran yang sulit dipelajari oleh siswa dan tidak gampang diajarkan oleh guru.

Langkah berikutnya setelah menyepakati topik baru dilanjutkan dengan menganalisis kurikulum secara cermat pada silabus pembelajaran yang berlaku disekolah tersebut (KTSP), bagaimana standart kompetensinya, kompetensi dasarnya, indikator, rumusan tujuan pembelajaranya, metode yang diterapkan, media yang akan digunakan sampai dengan mendiskusikan langkah-langkah pembelajaranya sebelum merumuskan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran/rpp.

Apabila semua tahapan tersebut dilaksanakan secara bersungguh-sungguh sudah dapat dipastikan akan terjadi sharing pengalaman diantara komunitas belajar tersebut,yang pada akhirnya akan diperoleh manfaat dari kegiatan plan, tidak hanya sekedar kumpul menyepakati topik, rpp-nya mengcopy dari mana, siapa guru pelaksananya dan kapan dilaksanakan.

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran (do)

Jika tahap perencanaan pembelajaran (plan) sudah melalui proses analisis dan diskusi yang sangat cermat, logikanya pelaksanaan pembelajaran (do) bisa berjalan sesuai skenario pembelajaran yang direnanakan efektif dan efisien.

Prinsip-prisip yang diuaraikan berikut ini dapat digunakan sebagai salah satu alternative, agar semua komunitas belajar yang terlibat aktif dalam pelaksanaan pembelajaran (do), sehingga memperoleh manfaat dan pengalaman yang sangat berharga dari kegiatan pelaksanaan pembelajaran.

Pengalaman yang sering terjadi jika setting kelas belum terpikirkan pada saat perencanaan, cenderung mengganggu terutama saat-saat awal

pembelajaran/pada kegiatan pendahuluan, karena pembelajaran berlangsung dengan banyak pengamat biasanya mobilisasi siswa dan pengambilan posisi pengamat agak merepotkan, apalagi untuk ukuran ruang kelas yang tidak ideal. Namun ketika setting kelas sudah diperhitungkan secara cermat pada saat plan hal tersebut tidak akan mengganggu dan pembelajaran akan berlangsung nyaman.

Peran dan fungsi pengamat dalam pelaksanaan pembelajaran disarankan selalu berpedoman pada rambu-rambu yang telah dikembangkan, terutama pengambilan posisi, tidak berbicara dengan pengamat lain, tidak mengganggu dan membantu siswa belajar, membuat catatan hasil pengamatan secara obyektif, kapan, apa, mengapa dan bagaimana siswa mengikuti pembelajaran.

Kepada guru pelaksana pembelajaran agar tidak terkesan demam panggung, jalankan skenario pembelajaran sefleksibel mungkin dengan memperhatikan bagaimana respon, antusiasme, perhatian dan tipologi siswa belajar pada topik pembelajaran yang disajikan.

Seorang guru pelaksana pembelajaran seringkali terjebak pada keharusan pembelajaran harus disajikan dengan menggunakan media yang berbasis ICT sehingga menjadi enggan dan tidak mau melaksanakan pembelajaran. Prinsip yang dikembangkan pada Lesson study idealnya memang sebuah topik/materi pembelajaran yang akan disajikan dibantu dengan media komputer, tetapi tidak semuanya, kalau karakteristik materi/topik pembelajaran tersebut bisa disajikan tanpa bantuan media komputer mengapa tidak?, hal ini seiring dengan prinsip yang dikembangkan pada Lesson study yaitu sedapat mungkin penyajian pembelajaran di kelas riil itu berjalan sealamiah mungkin.

Pada tahap diskusi refleksi pembelajaran (see)

Ketika peran dan fungsi pengamat dalam pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan secara jeli dan bersungguh-sungguh logikanya pengamat akan memperoleh data dan fakta setiap aktivitas belajar siswa, bahkan mungkin sampai gerak tubuh, mimik, bagaimana siswa merespon materi pembelajaran yang disajikan akan terekam oleh pengamat tersebut. Sehingga ketika pelaksanaan diskusi refleksi pembelajaran benar-benar mengungkap data dan fakta pembelajaran secara obyektif, bukan statemen atau opini pribadinya.

Page 33: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 33

Agar interaksi dalam diskusi-refleksi menjadi hidup dan seorang moderator tidak terjebak pada komunikasi dua arah, selain harus memperhatikan suasana dan kondisi para audien, uraian berikut dapat digunakan sebagai pedoman oleh seorang moderator dalam memimpin diskusi-refleksi pembelajaran.

Seorang moderator adalah kunci pengendali dalam diskusi refleksi, bukan hanya pandai bicara tetapi juga harus memahami substansi yang didiskusikan, maka mutlak moderator wajib hukumnya mengikuti dan mencermati setiap kejadian pada pelaksanaan pembelajaran, dan harus mampu menyegarkan dan mengairahkan suasana diskusi refleksi.

Ketika mengawali dan membuka diskusi refleksi jangan lupa ucapan terima kasih dan penghargaan kepada guru model atas sajian pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Beri kesempatan pertama guru model untuk merefleksi diri dan moderator harus memberikan rambu rambu apa yang harus diungkapkan oleh guru model, tidak hanya perasaan nervous, senang tercapai dan tidak tercapainya keterlaksanaan skenario pembelajaran yang dituangkan dalam RPP, lebih dari itu guru model juga harus mengungkapkan hal hal ekstrim/kasus yang menarik dan terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

Tugas utama moderator adalah mengendalikan jalanya diskusi refleksi, agar diskusi berjalan terarah peran moderator adalah memfokuskan diskusi dengan membagi termin per termin dalam diskusi refleksi, sesuai data dan fakta yang muncul selama pembelajaran berlangsung, misalnya interaksi siswa dengan guru, media, sumber belajar, keterlaksanaan RPP dan lain lain termasuk pengalaman berharga pada pembelajaran terbuka di kelas nyata tadi.

Berikan kesempatan secara adil dan berimbang kepada peserta diskusi refleksi untuk mengungkapkan temuan hasil pengamatanya berdasarkan data dan fakta, dengan bahasa yang sopan dan halus ingatkan observer agar dalam penyampaian hasil pengamatanya tidak berbeli-belit.

Arahkan dengan bahasa yang santun, komentar atau klarifikasi dari pengamat lain agar tidak keluar dari tema dan substansi diskusi refleksi dan moderator harus menangkap esensi dan kejadian menarik dalam pembelajaran yang mebutuhkan kajian dan pembahasan lebih jauh.

Arahkan dengan bahasa yang santun, tanggapan atau komentar dari pengamat lain tidak hanya mengomentari data dan fakta yang muncul tetapi juga harus menyampaikan alternatif pemecahanya berdasarkan rujukan teori atau pengalaman praktis di lapangan.

Moderator harus selalu konsentrasi dan tanggap bagaimana menjadikan suasana diskusi refleksi menjadi lebih hidup, lebih menarik dan tidak membosankan misalnya dengan joke-joke gurauan yang ilmiah.

Batasi jika pada diskusi refleksi dalam satu termin tersebut dianggap sudah cukup dalam arti sudah teridentifikasi penyebab sumber masalah dan alternatif solusinya, moderator harus mengalihkan ke termin berikutnya dengan tema dan substansi yang berbeda, yang terjadi dan berkembang selama proses pembelajaran berlangsung.

Sampai pada akhir termin dan pengamat sudah menyampaikan temuan hasil pengamatan dan mengomentari penyebab dan alternatif pemecahan masalah yang terjadi secara adil dan berimbang, moderator memberi kesempatan kepada guru model untuk menaggapi semua kejadian dan masalah yang muncul selama pembelajaran berlangsung yang telah diungkapkan oleh seluruh pengamat.

Pada sesi akhir dari diskusi refleksi moderator harus memberikan kesempatan kepada nara sumber (pakar, dosen pendamping, pengawas, kepala sekolah) untuk menyampaikan komentar, tangggapan dan ulasan singkat yang dapat diambil dari pelaksanaan diskusi refleksi dari pembelajaran yang telah berlangsung, untuk dicatat dan digunakan sebagai pengalaman seluruh peserta diskusi refleksi.

Sebelum menutup jalannya diskusi refleksi moderator harus menyampaikan ringkasan dan penegasan hal-hal prinsip yang telah didiskusikan, termasuk merekomendasikan kepada guru model atau guru-guru rumpun mata pelajaran untuk melakukan revisi RPP jika dianggap belum bisa diterapkan pada pembelajaran tadi.

Pada saat menutup diskusi refleksi, hal yang tidak boleh dilupakan oleh seorang moderator adalah menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta aktif pada diskusi refleksi pembelajaran kelas nyata hari itu.

Seorang moderator harus berani dan tegas merekomendasikan bila perlu merombak rpp dan merubah metode yang diterapkan dan media yang digunakan jika ternyata sajian pembelajaran yang

Page 34: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 34

telah dilaksanakan, banyak masalah yang timbul, terlebih lagi tujuan pembelajaran sesuai standart kompetensi, kompetensi dasar dan indikatornya benar-benar belum tercapai.

Dianjurkan setiap komunitas belajar yang menerapkan dan mengembangkan Lesson study mempunyai buku catatan khusus, sebagai catatan prinsip-prinsip penting yang berkaitan dengan Lesson study, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bacaan dan inspirasi dalam mengembangkan Lesson study.

Rujukan tersebut diatas paling tidak dapat digunakan untuk membelajarkan diri sehingga akan mendapatkan manfaat dan pengalaman bermakna dalam mengikuti kegiatan dan mengembangkan prinsip-prinsip Lesson study, karena minimal sampai dengan saat ini prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam Lesson study merupakan hakekat dari tugas utama seorang guru, yaitu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.

Tindak lanjut/rekomendasi hasil diskusi refleksi pembelajaran

Sudah sangat disadari, bahwa tidak ada pembelajaran yang sempurna, dalam setiap kita melaksanakan pembelajaran sudah dapat dipastikan masih ada saja kekuranganya, namun jika setiap rekomendasi yang dihasilkan dari diskusi-refleksi pembelajaran ditindak lanjuti dengan melakukan perubahan dan perbaikan yang dianggap perlu, minimal akan menjadi dokumen yang berharga.

Terlebih dengan menindak-lanjuti rekomendasi hasil diskusi refleksi adalah merupakan inti untuk memperoleh manfaat dan pengalaman berharga dari mengikuti kegiatan diskusi-refleksi pembelajaran.

KESIMPULAN

Lesson study yang merupakan model pembinaan (pelatihan) profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasakan prinsip prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.

Agar mendapatkan manfaat dan pengalaman berharga dari mengikuti, menerapkan dan mengembangkan Lesson study, semua tahapan dan prinsip-prinsip yang telah dikembangkan menuntut kesadaran dan komitmen yang tinggi dari setiap individu komunitas belajar untuk melaksanakan secara cerdas dan cermat serta bersungguh-sungguh dalam implementasinya. Dalam rangka menciptakan dan membangun komunitas belajar disekolah yang efektif efisien.

Ketika pengalaman dan manfaat dari mengikuti kegiatan Lesson study dapat dikembangkan secara ideal di sekolah, logikanya mutu dan kualitas pembelajaran juga akan meningkat yang tentunya akan bermuara pada pencapaian prestasi belajar siswa juga meningkat.

Untuk menjamin keberlanjutan implamenfasi lasson study di sekolah, menuntut kesadaran dan komitmen yang tinggi dari setiap individu komunitas belajar dalam mengimplementasikan semua tahapan dan prinsip-prinsip Lesson study yang dikembangkan. Jika kondisi ini sudah terbagun logikanya setiap individu dari komunitas belajar tersebut, dengan penuh kesadaran sendiri akan menerapkan prinsip-prinsip Lesson study secara cermat, cerdas dan bersungguh-sungguh, karena memang tidak ada pembelajaran yang sempurna.

DAFTAR RUJUKAN

Universitas Pendidikan Indonesia. 2008. Panduan Implementasi Lesson study. Bandung: JICA-IMSTEP.

Sekretariat Koordinator Lokal Kegiatan Kerjasama Teknik JICA-IMSTEP dan SISTTEMS. 2008. Lesson study Sebuah Inovasi dalam peningkatan

keprofesionalan Guru. Malang: Universitas Negeri Malang

Ibrohim. 2008. Teknik Moderasi Dalam Diskusi Refleksi. Malang: SISTTEMS NEWSLETTER 1 Juli 2008 (No.10)

Page 35: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 35

PENERAPAN PAKET TUTORIAL TERMODINAMIKA BERBASIS PENYELESAIAN MASALAH EKSPLISIT UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROBLEM-SOLVING MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Hartatiek

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penerapan paket tutorial termodinamika yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya (2008), sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan problem-solving mahasiswa. Paket tutorial digunakan sebagai bahan pendamping responsi, dan diharapkan dapat dipelajari oleh mahasiswa secara mandiri. Paket tutorial termodinamika memuat: tujuan pembelajaran, uraian materi singkat, ringkasan, contoh-contoh soal berbasis penyelesaian ekspisit, dan soal-soal latihan/tugas. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan pretest-posttest control group design. Kelompok eksperimen sebanyak 42 mahasiswa sedangkan kelompok kontrol sebanyak 24 mahasiswa. Hasil pretest kelompok eksperimen memperoleh skor rata-rata 37.5 sedangkan kelompok kontrol 42,5. Hasil uji-t rata-rata pretest (α=0,05; db=64; t0 ≤1,998 sedang th= -1,55) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan artinya kemampuan awal kedua kelompok sama. Selanjutnya kelompok eksperimen diberi perlakuan berupa pemberian paket tutorial, sedangkan kelompok kontrol dengan tutorial biasa. Hasil posttest kelompok eksperimen memperoleh skor rata-rata 79,6 sedangkan kelompok kontrol 55,5. Hasil uji-t rata-rata posttest (α=0,05; db=64; t0 ≤1,998; sedang th=5,71) menunjukkan ada perbedaan yang signifikan artinya setelah perlakuan kemampuan problem-solving kedua kelompok berbeda. Kelompok eksperimen memperoleh peningkatan 42,1% atau gain ternomalisasi rata-rata 0,7 artinya mengalami peningkatan dalam klasifikasi medium. Kelompok kontrol mengalami peningkatan 13% atau gain ternomalisasi rata-rata 0,23 artinya mengalami peningkatan dalam klasifikasi rendah. Peningkatan yang lebih tinggi pada kelompok eksperimen disebabkan mahasiswa telah berlatih untuk menyelesaikan soal-soal pada paket tutorial serta memahami contoh-contoh soal berbasis penyelesaian eksplisit yang ada pada paket tutorial tersebut. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa penerapan paket tutorial termodinamika berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan problem-solving mahasiswa. Selain itu respon mahasiswa terhadap pemberian paket tutorial termodinamika menunjukkan bahwa paket tutorial memotivasi mahasiswa untuk mengerjakan soal-soal termodinamika dengan dukungan 20,8% sangat setuju; 45,8% setuju; 33,4% cukup; dan 0% tidak setuju. Paket tutorial dapat melatih kemampuan problem-solving dengan dukungan 20,8% sangat setuju; 70,8% setuju; 8,4% cukup; dan 0% tidak setuju.

Kata kunci: paket tutorial, termodinamika, problem, solving.

Matakuliah Termodinamika merupakan matakuliah bidang studi yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika mau-pun Program Studi Fisika. Matakuliah ini diberikan pada semester ke-4 dengan bobot 3 sks, dimaksudkan agar mahasiswa memahami konsep, kaidah dan hukum-hukum termodinamika dan mampu menerapkan serta menganalisis masalah-

masalah yang terkait yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari (katalog MIPA, 2008).

Materi Termodinamika terdiri dari konsep-konsep dan hukum-hukum, yang mengkaji tentang interaksi energi antara sistem dan lingkungannya. Interaksi tersebut diatur melalui hukum-hukum termodinamika. Secara keseluruhan bahan ajar termo-dinamika meliputi delapan pokok bahasan

Page 36: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 36

(Zemansky dan Dittman, 1982) , yaitu Konsep Dasar Temodinamika; Pesamaan Keadaan; Kerja, Kalor dan Hukum I Termodinamika; Hukum I Termo-dinamika dan Aplikasinya, Hukum II Termodinamika dan Entropi; Gabungan Hukum I dan II; Potensial termodinamik; Campuran Gas takbereaksi; Terapan Termodinamika pada Reaksi Kimia.

Tabel 1 menyajikan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Termodinamika dua tahun terakhir, yang menunjukkan bahwa prestasi belajarnya cenderung rendah (kurang optimal). Oleh karena itu perlu adanya usaha perbaikkan untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa.

Dalam interaksi perkuliahan ditemukan bahwa pada umumnya (80%) mahasiswa kesulitan dalam pengaplikasikan konsep, kaidah-kaidah dan hukum-hukum termodina-mika untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terkait. Hal ini terlihat pada saat menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan materi Hukum I Termodinamika dan aplikasinya. Padahal materi tersebut mendasari untuk mempelajari materi yang lebih kompleks lagi yaitu entropi, gabungan Hukum I dan II Termodinamika, persamaan TdS, dan lainnya.

Selain itu fakta di perkuliahan juga menunjukkan bahwa pada umumnya mahasiswa dapat menyelesaikan persoalan apabila sebelumnya diberi contoh soal yang penyelesaiannya mirip dengan persoalan tersebut. Ketika persoalan yang diberikan agak berbeda sedikit dari contoh yang diberikan, pada umumnya mereka mengalami kesulitan. Kesulitan-kesulitan tersebut diduga disebabkan oleh dua hal yakni: (1) kurangnya porsi latihan soal-soal untuk mengaplikasikan konsep karena terbatasnya waktu perkuliahan dan (2) kurangnya kesadaran mahasiswa untuk melatih diri menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada.

Kesulitan-kesulitan tersebut dicoba diatasi dengan memberikan responsi di luar waktu perkuliahan dengan tujuan agar mahasiswa lebih banyak berlatih menyelesaikan persoalan termodinamika, tetapi kendalanya untuk menetapkan waktu yang tepat agar responsi

tersebut bisa diikuti oleh semua mahasiswa juga mengalami kesulitan sehingga responsi tidak dapat berjalan optimal (biasanya hanya 2x dalam satu semester menjelang tes).

Kami menyadari, untuk memahami materi termodinamika secara utuh dan menyeluruh, ma-hasiswa tidak hanya membutuhkan pengetahuan, tetapi juga keamampuan menyelesaikan masalah. Kemampuan problem-solving hanya dapat dikem-bangkan dengan berlatih menyelesaikan permasalahan secara memadai.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Hartatiek dan Chusnana I.Y. (2008) dalam mengembangkam paket tutorial termodinamika menunjukkan hasil yang signifikan artinya bahwa paket tutorial yang dikembangkan layak digunakan.

Berdasarkan temuan-temuan ini, muncullah pemikiran untuk mengapli-kasikan paket tutorial berbasis penyelesaian masalah eksplisit dalam perkuliahan termodinamika sebagai upaya untuk mengatasi masalah rendahnya kemampuan problem solving dan hasil belajar mahasiswa. Paket tutorial ini meliputi pengajaran pasif yang memuat uraian materi singkat, ringkasan, contoh soal dan penyelesaiannya dari yang sederhana sampai komplek, soal-soal latihan yang disusun secara sistematis untuk membimbing mahasiswa memiliki pengetahuan dan kemampuan problem-solving dalam menyelesaikan persoalan termodinamika.

Metode penyelesaian masalah ini apabila secara terus menerus dilakukan oleh mahasiswa, memberikan dampak selain mahasiswa terampil dalam problem-solving juga memiliki cara kerja dan cara berpikir yang sistematis dan terarah (soft skills) sehingga membantu dalam kehidupannya kelak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran problem-solving dapat meningkatkan sikap kritis dan pemahaman matematika (Sa’dijah, 2000); dapat meningkatkan aktivitas berfikir mahasiswa (Hartatiek, 2003); dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis, berpikir induktif dan keterampilan proses sains siswa (Hidayat, 2005).

Tabel 1. Hasil Belajar Mahasiswa Pada Matakuliah Termodinamika

Nilai (%) Tahun Akademik A A- B+ B B- C+ C D E

Jumlah (%)

2007/2008 0 0 0 16,7 3,3 3,3 36,7 40,0 0 100 2008/2009 3,2 5,4 22,6 40,9 6,5 20,4 1,1 0 0 100

Sumber: Dokumen Jurusan Fisika FMIPA-UM

Page 37: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 37

Tujuan penelitian ini ingin mengungkap se-berapa besar dampak penerapan paket tutorial Termodinamika berbasis penyelesaian masalah ek-splisit terhadap peningkatan kemampuan problem-solving mahasiswa.

PAKET TUTORIAL BERBASIS PENYELESAIAN MASALAH EKSPLISIT

Tutorial merupakan salah satu cara untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan ma-salah (Pride dkk., 1998). Paket Tutorial berbasis penyelesaian masalah eksplisit menekankan pada cara menyelesaiakan persoalan dengan langkah-langkah yang sistematis. Pemecahan masalah se-cara eksplisit merupakan bentuk penyelesaian per-soalan yang tidak hanya memuat apa yang diketa-hui dan apa yang ditanyakan seperti penyelesaian yang ada pada umumnya, tetapi memiliki lima langkah seperti diuraikan oleh Heller et.all (Huff-man, 1997) yang meliputi: (1) memfokuskan ma-salah, (2) menggambarkan keadaan fisis, (3) mer-encanakan penyelesaian, (4) mengerjakan menurut rencana dan (5) mengevaluasi hasil (jawaban).

Agar mahasiswa mampu memahami konsep-konsep termodinamika dan menganalisis masalah-masalah yang berkait, diperlukan latihan-latihan pemecahan masalah yang dilakukan secara ter-struktur. Kegiatan terstruktur tersebut selain dila-kukan dalam perkuliahan (tatap muka), dapat juga dilakukan di luar perkuliahan melalui pemberian tugas dalam tutorial.

Berdasarkan hasil belajar dan proses belajar yang dilalui, Van Parreren (Winkel, 1987) meng-klasifikasikan belajar pemecahan masalah kedalam bentuk belajar berpikir. Dalam belajar ini, seseo-rang selalu dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan. Masalah harus dipecahkan me-lalui operasi mental, dengan menggunakan konsep, kaidah serta metode-metode kerja tertentu.

Untuk dapat menemukan prinsip pemecahan masalah, seseorang dituntut telah menguasai be-berapa kaidah, kaidah baru dapat dikuasai setelah konsep-konsep tertentu telah dikuasai, demikian se-terusnya. Metode-metode kerja tertentu ini selan-jutnya oleh Heller (Huffman, 1997) disebut strategi pemecahan masalah secara eksplisit yang terdiri dari lima langkah.

Langkah pertama memfokuskan masalah, pada langkah ini dilakukan penerje-mahan kata-kata verbal ke dalam deskripsi visual. Deskripsi ini meliputi: sket gambar, informasi yang diberikan,

pertanyaan sederhana tentang apa yang ingin diten-tukan, dan pendekatan umum yang dapat diguna-kan.

Langkah kedua penggambaran keadaan fisis. Pada langkah ini sket gambar pada langkah pertama diterjemahkan ke dalam penggambaran fisis yang meliputi: suatu diagram fisis, pendefinisian variabel-variabel target, pemilihan hubungan kuantitatif. Diagram fisis ini disederhanakan dalam bentuk sumbu koordinat dan variabel-variabel penting yang diketahui dan dibubuhkan untuk memperjelas masalah. Selanjutnya prinsip fisika atau hubungan matematik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dipilih (dituliskan).

Langkah ketiga merencanakan penyelesaian. Pada langkah ini penggambaran fisis diterjemahkan ke dalam persamaan matematik tertentu yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Persamaan matematik dipilih yang mengandung variabel target, dengan mengkombinasikan persamaan dan menghubungkan antara variabel yang tidak diketahui dengan variabel yang diketahui.

Langkah keempat mengerjakan penyelesaian menurut rencana. Pada langkah ini penyelesaian secara matematik dilakukan. Setelah semua variabel target dan variabel yang tidak diketahui terhubung dengan suatu persamaan matematik.

Langkah kelima mengevaluasi penyelesaian (jawaban). Pada langkah ini penyelesaian dicek kembali untuk menyakinkan bahwa jawaban telah sebagaimana mestinya, layak dan lengkap. Satuan yang digunakan sesuai, jawaban dicek untuk mengkonfirmasi bahwa pertanyaan awal telah terjawab.

Tampak bahwa strategi pemecahan masalah eksplisit ini memberikan langkah instruksional yang lebih detail dan sistematis, sehingga diharapkan mahasiswa memiliki cara-cara kerja dan ketrampilan menyelesaikan permasalahan secara sistematis.

Paket tutorial berbasis pemecahan masalah eksplisit menyediakan pembimbingan dengan berbagai soal yang disusun secara sistematis dalam suatu paket. Isi paket tutorial meliputi: (1) tujuan pembelajaran (2) uraian materi pokok yang disajikan secara singkat, (3) ringkasan, (4) contoh-contoh soal beserta penyelesaiannya berbasis penyelesaian eksplisit, (5) soal-soal latihan/tugas yang wajib dikerjakan menggunakan penyelesaian

Page 38: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 38

berbasis eksplisit dikumpulkan, dinilai untuk memberikan umpan balik pada mahasiswa.

Setiap paket diberikan setelah selesai satu subpokok bahasan (sedikit demi sedikit), dengan harapan untuk mempermudah mahasiswa dalam mempelajari dan melatih keterampilannya dengan lebih intensif. Dengan cara ini diharapkan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah akan semakin baik dan berdampak pada prestasi belajarnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan Pretest-Posttest Control Group (Sukmadinata, 2005). Subjek penelitian adalah mahasiswa yang menempuh matakuliah termodinamika pada semester Ganjil 2009/2010 yang terdiri dari 2 offering sebanyak 66 mahasiswa. Offering A sebanyak 42 mahasiswa ditetapkan sebagai kelompok eksperimen dan offering B sebanyak 24 mahasiswa sebagai kelompok kontrol.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa perangkat tes tertulis dan angket respon penerapan paket tutorial terodinamika. Untuk pretest digunakan tes tertulis dalam bentuk soal pilihan ganda sebanyak 15 soal, sedangkan untuk postest digunakan tes tertulis dalam bentuk soal essay sebanyak 5 soal.

Sebelum paket tutorial ini diterapkan, kedua kelompok diberi pretest untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa pada materi termodinamika yang telah mereka peroleh pada perkuliahan Fisika Dasar II, sebagai acuan awal memberi perlakuan. Selanjutnya kelompok eksperimen diberi paket tutorial sebagai pelengkap responsi sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan paket tutorial (hanya responsi biasa). Pada akhir perlakuan kedua kelompok diberikan posttest untuk mengetahui dampak perlakuan.

Data pretest dan postest selanjutnya dianalisis untuk mengetahui nilai rata-rata, skor minimal, skor maksimal dan variansnya.

Untuk mengetahui dampak penerapan paket tutorial termodinamika terhadap peningkatan kemampuan problem-solving mahasiswa dilakukan uji perbedaan rata-rata posttest kedua kelompok menggunakan uji-t.

Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan problem-solving mahasiswa tersebut menggunakan gain ternormalisasi rata-rata, yaitu gain rata-rata aktual dibagi dengan gain rata-rata maksimum yang mungkin dengan rumus (Hake, R. 1988):

Klasifikasi peningkatan hasil belajar ditandai

oleh besarnya < , yakni

tinggi jika terdapat lebih besar daripada 0,7

medium jika terdapat antara 0,3 sampai dengan 0,7

rendah jika terdapat lebih kecil daripada 0,3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis data pretest dan postest disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pretest, Posttest, Peningkatan, dan Gain Ternomalisasi rata-rata

Kelompok Pretest Posttest Peningkatan (%) < g > Ekperimen: Skor minimal Skor maksmal Skor rata-rata Varians

13,3

60 37,5

127,7

48

100 79,6

248,9

42,1

0,7

Kontrol: Skor minimal Skor maksimal Skor rata-rata

10 70

42,5

32,5

90 55,5

13

0,23

Page 39: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 39

Varians 176,1 283,7

Tabel 3. Hasil Uji-t Pretest dan Posttest antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Nilai- t Kriteria Pengujian α=0,05; db=64

Ket

Pretest Eksp.-Kontrol -0,155 t ≤ 1,998 H0 diterima Posttest Eksp.-Kontrol 5,71 t ≤ 1,998 H0 ditolak

Berdasarkan data pada Tabel 2, dilakukan uji-

t rata-rata pretest untuk mengetahui signifikansi perbedaan kemampuan awal kedua kelompok. Uji-t rata-rata postest, dilakukan untuk mengetahui signi-fikansi perbedaan kemampuan problem-solving kedua kelompok setelah perlakuan. Hasil uji-t rata-rata pretest dan posttest antara kedua kelompok disajikan pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa kelom-pok eksperimen mengalami peningkatan kemam-puan problem-solving sebesar 42,1% atau gain ter-nomalisasi rata-rata mencapai 0,7 artinya kelompok eksperimen mencapai peningkatan pada klasifikasi medium. Kelompok kontrol mengalami peningka-tan kemampuan problem-solving sebesar 13% atau gain ternomalisasi rata-rata 0,23 artinya kelompok kontrol mengalami peningkatan pada klasifikasi rendah.

Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa hasil uji-t rata-rata pretest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan tidak ada perbe-daan yang signifikan, artinya kemampuan awal antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum diberi perlakuan adalah sama. Hasil uji-t rata-rata posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan artinya kemampuan problem-solving mahasiswa setelah perlakuan menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Hal ini berarti bahwa pemberian paket totorial dapat meningkat-kan kemampuan problem-solving mahasiswa.

Kelompok eksperimen mengalami peningka-tan yang lebih tinggi sebesar 42,1% sedangkan kelompok kontrol sebesar 13%. Hal ini disebabkan kelompok eksperimen mendapatkaarn contoh-contoh soal dan latihan-latihan soal melalui paket tutorial.

Berdasarkan angket respon mahasiswa terha-dap penggunaan paket tutorial menunjukkan bahwa paket tutorial memberi motivasi mahasiswa untuk mengerjakan soal-soal termodinamika sebanyak 20,8% sangat setuju; 45,8% setuju; 33,4% cukup;

dan 0% tidak setuju. Selain iu juga menunjukkan bahwa paket tutorial dapat melatih kemampuan problem-solving mahasiswa sebanyak 20,8% san-gat setuju; 70,8% setuju; 8,4% cukup setuju; dan 0% tidak setuju.

Pemberian paket tutorial termodinamika me-mungkinkan mahasiswa untuk belajar secara mandiri. Dengan mempelajari contoh-contoh soal berbasis penyelesaian eksplisit, mahasiswa dapat memahami langkah-langkah penyelesaian masalah yang terarah dan sistematis. Melalui penyelesaian masalah secara eksplisit, mahasiswa dapat melatih kemampuan problem-solving secara mandiri. Apa-bila cara ini terus dilatih maka akan berdampak pada peningkatan kemampuan problem-solving (hasil belajar).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Penerapan paket tutorial termodinamika berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan probem-solving mahasiswa. Kemampuan problem-solving mahasiswa mengalami peningkatan sebesar 42,1% atau gain rata-rata 0,7 artinya terjadi peningkatan pada klasifikasi medium.

Paket tutorial dapat memotivasi mahasiswa untuk mengerjakan soal-soal termodinamika, dengan dukungan sebanyak 20,8% sangat setuju; 45,8% setuju dan 33,4% cukup. Selain itu paket tutorial dapat melatih kemampuan problem-solving, dengan dukungan sebanyak 20,8% sangat setuju; 70,8% setuju dan 8,4% cukup.

Page 40: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 40

DAFTAR RUJUKAN

Huffman, D. 1997. Effect of Explicit Problem Solving Instruction on High School Student’Problem Solving Performance and Concepual Understand-ing of Physics. Journal of Research in Science Teaching, 6:551-570.

Hartatiek & Chusnana, I. Y., 2008. Pengembangan Paket Tutorial Berbasis Penyelesaian Masalah Eksplisit untuk Mahasiswa Prodi Fisika FMIPA UM. Ma-lang. Laporan Penelitian tidak diterbitkan.

Hake, R. 1988. Interactif-engagement vs tradisional methods: a six-thousand student survey of me-chanics tes data for introductory physics courses. American Journal Physics, 2:64-74.

Laura, N.W., Robert, G.H., and Brian, B. 2007. Phe-nomegraphik study of students problem solving approaches in physics. The American physical Society. Physics Educational Research, 3:1554-9178.

Pride, T.O., Vokos, S., and McDermott, L.C. 1998. The challenge of matching learning assessments to teaching goals: An example from the work-energy and impulse-momentum theorems. American Journal of Physics, 2:147-157.

Sa’dijah, C. 2007. Sikap Kritis dan Kemampuan Peme-cahan Masalah Siswa Perempuan dengan Meng-gunakan Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme. Jurnal MIPA dan Pembela-jaranya, 2:159-174.

Sukmadinata, N.S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Program. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Zemansky, M.W. and Dittman, R.H. 1982. Heat and-Thermodynamics. New York: McGraw-Hill.

Page 41: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 41

DAMPAK DIKLAT LESSON STUDY TERHADAP KEMAPUAN PENYUSUNAN RPP DAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BAGI GURU FISIKA SMA/MA KABUPATEN SERUYAN KA-

LIMANTAN TENGAH

Mardiyanta

LPMP Kalimantan Tengah

Abstrak: Salah satu kegiatan terkini yang menawarkan peningkatan kualitas pendidikan dengan cara meningkatkan kompetensi tenaga pendidik dengan kegiatan Lesson Study yakni suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Sebagai suatu program pelaksanaan lesson study di Kabupaten Bodowoso terdapat faktor penghambat dan pendukung. Pendukung (1) intern MGMP itu sendiri yakni: (a) antusiasme tinggi dari anggota untuk belajar tentang Lesson study melalui pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar yang diselenggarakan untuk maksud tersebut. (b) Anggota yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman tersebut mau menindak lanjuti dengan sosialisasi pada anggota yang lain melalui forum resmi MGMP. (2) kedua (berasal dari faktor ekstern (a) MGMP mendapat bantuan dana Block Grant melalui LPMP. (b) Dari hasil sosialisasi tersebut dilanjutkan dengan praktik pelaksanaan Lesson study berbasis MGMP. Kendala (1) menentukan Guru Model adalah kendala utama yang masih menghambat kelancaran pelaksanaan Lesson Study di Bondowoso. (2) Kendala kedua, diawal-awal merintis pelaksanaan lesson study yang melibatkan Matapelajaran lain masih ada Kepala Sekolah yang tidak mengijinkan Gurunya untuk mengikuti kegiatan Lesson Study dengan alasan pendanaan yang besar jika harus mengirimkan sejumlah guru mata pelajaran sekaligus.

Kata kunci: Lesson study, implementasi, pendukung, kendala

Upaya peningkatan mutu pendidikan antara lain melalui peningkatan proses belajar mengajar di sekolah. Posisi guru sebagai ujung tombak pening-katan proses belajar mengajar memegang peranan penting yang bermuara pada pencapaian standar keberhasilan belajar peserta didik. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki profesionalisme da-lam melaksanakan tugasnya. Tuntutan profesionalisme guru sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen, dinyatakan bahwa “guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini …” (UU No 14/2005, Passl 2: 7).

Tuntutan profesionalisme guru sangatlah dite-kankan sehingga diperlukan adanya pembinaan yang bermakna pengendalian mutu, kontrol proses

dan evaluasi terhadap kinerja guru dalam melaksanakan pembelajaran dan pendidikan di sekolah. Adapun salah satu bentuk nyata pembina-an itu melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Demikian pula untuk pembinaan guru-guru fisika SMA/MA se-Kabupaten Seruyan, membentuk MGMP yang diberi nama Musyawarah Guru Mata Pelajaran Fisika Tingkat SMA/MA Kabupaten Seruyan. MGMP ini diharapkan akan menjadi wadah yang efektif bagi guru yang mempunyai gaya mengajar beda dan menghadapi siswa yang berbeda akan dapat berdiskusi, berbagi pengalaman dan mencari solusi pengatasi permasalahan yang dihadapinya di kelas.

Di dalam wadah MGMP sering terungkap permasalahan di dalam perencanaan dan proses pembelajaran, hal ini ditandai dengan:

Page 42: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 42

dalam pengembangan perencaaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) guru mengalami kesulitan dalam menyusun RPP ada kecenderungan mengadopsi karya orang lain,

guru belum secara optimal membangkitkan minat siswa

guru jarang mengubah posisi tempat duduk siswa

pemilihan metode kurang relevan dengan tu-juan dan materi pembelajaran. Pemilihan me-tode cenderung monoton, yaitu menggunakan metode ceramah sehingga kurang menarik,

guru belum memberikan perhatian yang sama bagi semua siswa, guru cenderung memper-hatikan siswa level menengah dan level atas,

langkah-langkah pembelajaran dalam kegiatan inti belum sepenuhnya menggunakan tahapan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi

guru tidak mampu mendeteksi kesulitan siswa didalam memahami materi pelajaran.

guru kesulitan menyusun lembar kerja (LKS), sehingga dalam peruses pembelajaran jarang menggunakan LKS Dari permasalahan tersebut MGMP Fisika

SMA/MA Kabupaten Seruyan melakukan kegiatan peningkatan kompetensi guru mata pelajaran Fisika dengan harapan adanya perubahan yang signifikan dalam kompetensi/kinerja guru mata pelajaran fisika dalam mempersiapkan perencanaan pembe-lajaran yang sesuai dengan kurikulum tingkat satu-an pendidikan (KTSP) seperti menentukan SKBM, pembuatan program tahunan dan semester, penyu-sunan silabus dan rencana pelaksanaan pembela-jaran (RPP), Pengembangan LKS dan Bahan Ajar, pengembangan proses pembelajaran di kelas me-lalui lesson study.

Pemahaman guru tentang lesson study dimu-lai dengan program MGMP mengadakan inservice traning pada tanggal 26-27 November 2009 den-gan menggunkan dana blockgrand dari LPMP Ka-limanatan Tengah tahun 2009. Kemudian lesson study diimplementasikan dalam kegiatan on service traning. Sampai bulan April 2010 implementasi lesson study di SMA/MA kabupaten Seruyan telah dilaksanakan empat kali.

Mencermati permasalahan diatas, maka study dampak lesson study bagi guru-guru fisika SMA/MA kabupaten Seruyan menjadi penting. Oleh karena itu pemakalah sebagai widyaiswara mata pelajaran fisika LPMP Kalimantan Tengah

dan mendapat tugas sebagai nara sumber kegiatan lesson study tertarik untuk meneliti dampak lesson study bagi guru-guru fisika SMA/MA kabupaten Seruyan dalam mengembangkan RPP dan melak-sanakan pembelajaran.

Berdasar latar belakang masalah, maka per-masalahan dalam makalah sebagai berikut: Apa-kah pelaksanaan lesson study berdampak bagi gu-ru-guru fisika SMA/MA Kabupaten Seruyan dalam mengembangkan RPP dan pengelolaan kelas pada proses pembelajaran.

Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengungkap dampak lesson study bagi guru-guru fisika SMA/MA Kabupaten Seruyan dalam me-ngembangkan RPP dan pengelolaan pembelajaran.

Manfaat penelitian ini bagi guru: Meningkatkan kemampuan dan keterampilan

guru dalam merencanakan, melaksanakan dan membuat alat evaluasi dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.

Meningkatkan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran Fisika di kelas.

Meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.

Meningkatkan kemampuan dan kemahiran guru dalam melaksanakan pembelajaran Fisika di kelas.

DESKRIPSI GAGASAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Gagasan

Lesson study

Lesson study adalah suatu bentuk utama pe-ningkatkan kualitas pembelajaran dan pembelajar-an professional guru yang di pilih guru-guru Jepang (Herawati, 2009). Lesson study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson study bukan suatu metode pembelajaran atau suatu strategi pembelajaran tetapi dalam kegiatan lesson study dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi dan permasalahan yang dihadapi pendidikan. Menurut (panduan untuk lesson study MGMP, 2009) berbasis MGMP “lesson study

Page 43: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 43

adalah suatu metode analisis kasus pada praktik pembelajaran, ditujukan untuk membantu professional para guru dan membuka kesempatan bagi mereka untuk saling belajar berdasar praktik-praktik nyata di tingkat kelas. lesson study dibagi menjadi tiga bagian: plan (merencanakan), do (pelaksanaan dan observasi), dan see (refleksi)”. Lesson study adalah suatu proses yang kompleks, didukung oleh penataan tujuan secara kolaboratif, percermatan dalam pengumpulan data tentang belajar siswa, dan kesepakatan yang memberi peluang diskusi yang produktif tentang isu-isu yang sulit. LS pada hakikatnya merupakan aktivitas siklikal berkesinambungan. Lesson Study dibagi menjadi tiga bagian: Plan (perencanaan), Do (pelaksanaan dan observasi) dan See (refleksi). Pada bagian perencanaan, baik seorang atau sekelompok guru membuat rencana pembelajaran satu orang guru melaksanakan pembelajaran berdasarkan rencana yang telah dibuat dan teman sejawatnya mengamati pembelajaran tersebut dan mereka merefleksikan pembelajaran yang diamati bersama-sama.

Lesson Study berbasis MGMP memiliki dua tujuan. Tujuan yang pertama adalah agar para guru bisa saling belajar dari realita-realita pembelajaran siswa dalam kelas yang nyata: mengapa mereka bisa atau tidak bisa belajar dengan baik dalam situasi-situasi tertentu pada pembelajaran yang diamati dan bagaimana sebaiknya guru-guru menanggapi situasi-situasi semacam itu. Kedua, oleh karena MGMP adalah perkumpulan guru-guru bidang studi yang sama, tujuan penting lainnya adalah memperkuat latar belakang mereka tentang materi pelajaran. Kelebihan dan keistimewaan Lesson Study berbasis MGMP adalah mampu mempererat pertalian antar guru-guru di sekolah-sekolah yang saling berdekatan. Jika para guru hanya mau bekerja sama dengan teman-teman sejawatnya di sekolah yang sama, maka mereka akan kesulitan untuk memperluas pengetahuan dan wawasan. Di sekolah lain, mungkin saja ada guru yang memiliki latar belakang lebih kuat atas satu mata pelajaran atau aspek-aspek pedagogis tertentu. Jadi, interaksi dengan guru dari sekolah lain sangat bermanfaat terutama bagi guru yang latar belakang pendidikannya “tidak sesuai”, atau yang mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Di Indonesia, banyak guru yang ditugaskan untuk mengajar berbagai mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan asli mereka,

karena terbatasnya jumlah tenaga pengajar di sekolah.Dalam kasus semacam itu, para guru pasti tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam kelas dan mereka perlu mendapatkan peluang guna memperkuat kappasitas mereka. Lesson Study berbasis MGMP harus dimanfaatkan semaksimal mungkin guna memberi dukungan bagi guru-guru.

Langkah-langkah dalam pelaksanaan Lesson Study: Perencanaan (Plan)

Bagian ini menjelaskan tiga siklus konkrit dari Lesson Study, “Plan”,“Do”dan “See”. Bebera-pa hal sebagai tahapan pertama dari Lesson Study: apa yang direncanakan;bagaimana merencanakan; siapa yang merencanakan; pemilihan guru buka-kelas; persiapan untuk Open Lesson; dan kebutuhan akan dukungan teknis.

Dalam perencanaan, biasanya lebih mene-kankan pada persiapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan kata lain, kita menganggap bahwa begitu sewaktu menyusun informasi ke dalam format tersebut, kita telah merencanakan suatu pembelajaran. Akan tetapi agar para siswa belajar secara mendalam dan penuh makna, ada tiga aspek yang harus dapat dipenuhi. Pertama, guru harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai materi yang diajarkan. Kedua, mereka harus memiliki kemampuan untuk menduga situasi pembelajaran yang riil. Dan yang ketiga adalah kemampuan untuk memperkirakan situasi pembelajaran yang riil merupakan konsep yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan pengetahuan isi materi, para guru harus memikirkan tentang “tugas-tugas apa yang akan diberikan” atau “pertanyaan-pertanyaan apa yang akan diberikan pada para siswa”. Kemudian, mereka juga harus memikirkan tentang “bagian-bagian mana yang bisa dengan mudah dipahami oleh para siswa” atau “sebaliknya, bagian-bagian mana yang mungkin sulit untuk mereka pahami”. (Menurut buku Panduan untuk meningkatkan proses belajar dan mengajar, 2009) tahapan plan men-cakup empat langkah: (1) menganalisis topik, (2) menganalisis realita siswa, dan (3) membuat rencana pembelajaran, dan memeriksa rencana pembelajaran. Jadi perencanaan dimulai dengan tahap pendefenisian yaitu: 1. Tahap Pendefenisian

Tahap pendefenisian adalah menetapkan dan mendefenisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap

Page 44: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 44

ini dilakukan dengan menganalisis kompetensi dasar dalam batasan materi yang akan dikembangkan perangkatnya. Yang dimulai dari: a. Analisis Ujung Depan

Analisis Ujung Depan memunculkan dasar yang dibutuhkan dalam mengembangkan bahan pembelajaran. Analisis ujung Depan bermula dari pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang menjadi entering behavior (tingkah laku awal siswa) untuk mencapai ujung akhir yaitu kompetensi dasar yang tercantum di dalam kurikulum (silabus). b. Analisis Siswa

Analisis siswa dilakukan pada awal peren-canaan, ketika seorang guru mulai menyusun Ren-cana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Analisis di-lakukan dengan memperhatikan kemampuan (kompetensi) dan pengalaman siswa baik sebagai kelompok maupun individu.

Analisis Siswa meliputi karakteristik antara lain kemampuan akademik, usia (tingkat ke-dewasaan), motivasi terhadap mata pelajaran, pen-galaman, ketrampilan, psikomotor, kemampuan bekerja sama, ketrampilan sosial, dan sebagainya. c. Analisis Tugas

Analisis Tugas adalah kumpulan prosedur un-tuk menentukan isi dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang melingkupi rancangan pembelajaran kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir serta lembar kerja siswa.

Analisis Tugas meliputi analisis struktur isi, analisis procedural, analisis proses informasi dan analisi konsep materi pelajaran. d. Analisis Konsep

Analisis Konsep sebenarnya termasuk bagian dari analisis tugas. Dalam analisis Konsep dilaku-kan analisis materi pokok pelajaran dan analisis bahan ajar. Melalui berbagai media dan sumber yang ada. Di dalam analisis konsep seorang guru diharapkan menguasai materi pelajaran secara pro-fessional dan mengembangkannya melalui media yang tersedia.

e. Tahap Perencanaan (Desain)

Didalam tahap perencaan melingkupi: a. Pemilihan media pembelajaran yang berse-

suaian. b. Pemilihan metode pembelajaran yang diguna-

kan. c. Pemilihan format pembelajaran (penyusunan

LKS) d. Penyusunan instrument test

3. Tahap Pengembangan (Develop) Tahap pengembangan bertujuan untuk meng-

hasilkan perangkat pembelajaran yang sudah siap untuk digunakan dan yang telah direvisi.

Tahap ini meliputi: a. Validasi perangkat pembelajaran b. Simulasi, kegiatan pengoperasian rencana

pembelajaran, keterlaksanaan perangkat, ke-cocokan waktu kerja alat, kecocokan media, pada tahap ini dipilih guru model yang akan melakukan praktek pengajaran

c. Uji coba terbatas (perteaching) oleh guru model Pelaksanaan (Do) Tahap pelaksanaan Lesson Study bertujuan

untuk mengimplementasikan rancangan pembela-jaran. Dalam lesson study guru model dan melak-sanakan buka kelas, guru yang lain sebagai penga-mat.

Fokus pengamatan bukan pada penampilan guru yang mengajar, tetapi lebih diarahkan pada kegiatan belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen yang telah disepakati pada tahap perencanaan.

Sebagaimana yang telah disebutkan sebe-lumnya, Lesson Study adalah belajar dari realita pembelajaran siswa. Pembelajaran adalah satu ben-tuk perilaku dan komunikasi manusia. Guna belajar dari perilaku dan komunikasi manusia, yang dibu-tuhkan adalah pengamatan yang cermat. Menurut sebuah penelitian, komunikasi non-verbal menyu-sun sampai 60% dari semua komunikasi manusia (Birdwistel, 1970). Komunikasi non-verbal yang umum adalah ekspresi wajah dan gerak tubuh. Guna mengamati pesan-pesan non-verbal dari para siswa semacam itu, kita harus mengamati para siswa dari depan. Dari gambar sebelah kiri di atas, kita hanya bisa mendapatkan informasi yang ber-kaitan dengan gurunya. Bukan berarti bahwa men-gamati guru atau tindakan guru tidak berguna.

Page 45: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 45

Maksud kami di sini adalah bahwa pengajaran guru harus selalu dianalisis berdasarkan realita belajar. Kalau tidak, Lesson Study akan menjadi hal yang sia-sia untuk dilakukan. Para peserta cenderung se-lesai hanya dengan membicarakan tentang “metode mengajar” mereka saja. Ini sama sekali tidak ber-manfaat. Karenanya, para pengamat harus secara cermat memutuskan di mana mereka harus berdiri di dalam suatu kelas yang dibuka untuk melakukan pengamatan. Posisi tempat berdiri yang paling tepat bagi para pengamat adalah pojok depan kelas kiri atau kanan.Pada kedua titik ini, para pengamat bisa dengan jelas melihat semua siswa dari depan. Jadi dalam mengamati kelas yang dibuka, pengamat se-baiknya memilih posisi berdiri dengan cermat. Pada posisi di depan, para pengamat dapat dengan jelas mengamati seluruh siswa dari depan. Akan tetapi, tentu saja tidak semua observer dapat berdiri di posisi ini. Oleh sebab itu, observer yang lain harus dapat mengamati pembelajaran setidaknya dari sisi-sisi kelas. Namun pada suatu saat, misalnya ketika siswa sedang kerja kelompok, para observer berpindah posisi dan mendekat siswa di kelompok-kelompok.

Sebaiknya antara tempat duduk siswa dengan dinding sisi kanan dan kiri kelas diberi jarak yang cukup luas demi kenyamanan para pengamat. Guru buka-kelas atau teman sejawat menyiapkan lembar denah tempat duduk yang mencatumkan nama para siswa bagi para pengamat.

Para guru diharapkan untuk membuat catatan ketika mengamati kelas yang dibuka. Pada tahap awal Lesson Study, sebaiknya seluruh pengamat menggunakan lembar pengamatan yang sama un-tuk mencatat temuan-temuan. Hal ini akan sangat berguna ketika melakukan pengamatan serta re-fleksi karena akan menarik perhatian mereka pada hal-hal yang penting, yaitu : Kapan siswa mulai berkonsentrasi dalam

pembelajaran Kapan siswa berhenti berkonsentrasi dalam

pembelajaran Pelajaran yang dipetik para pengamat dari

kelas yang dibuka Sebagai latihan yang paling sesuai dalam

mengamati siswa Adanya kecenderungan untuk menjawab per-

tanyaan tersebut secara dangkal Sulit untuk memperdalam diskusi Interaksi antara siswa dengan siswa Interaksi antara siswa dengan guru

Interaksi antara siswa dengan materi Interaksi antara siswa dengan sumber belajar Interaksi antara siswa dengan lingkungan Siswa yang kurang aktif Dimensi berlapis untuk memahami interaksi Menciptakan pengamatan yang bersifat tematik Sudut pandang pengamatan menjadi terbatas Lemahnya sudut pandang pada kualitas pem-

belajaran Dalam kelas yang dibuka, ada dua hal utama

yang perlu diamati: Apakah setiap siswa benar-benar mengikuti

pembelajaran? Kualitas pembelajaran siswa.

Pada saat mengamati suatu pelajaran, per-

tama, pengamat harus memperhatikan apakah ada siswa yang terlihat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran, dan mengapa dia seperti itu. Informasi yang berkenaan dengan hal ini harus dicatat dalam lembar pengamatan seperti yang telah ditunjukkan di atas.

Bila ada para siswa tidak dapat belajar. Faktor apa sajakah yang ada dibalik kesulitan siswa Apakah para siswa tersebut kesulitan dalam memahami materi, atau apakah mereka telah selesai mengerjakan tugas? Apa yang dilakukan para siswa lain? Apa mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan teman? Bagaimana hubungan mereka dengan siswa lain di luar kelompok ini? Apa yang dilakukan guru pada saat itu? Semua permasalahan itu dicatat dan pada waktu refleksi dipaparkan untuk dicari solusinya.

Refleksi (See) Tujuan refleksi adalah untuk menemukan

kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembe-lajaran. Kegiatan diawali dengan penyampaian kesan dari pembelajar dan selanjutnya diberikan kepada pengamat. Kritik dan saran diarahkan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan disampaikan secara bijak tanpa merendahkan atau menyakiti hati guru yang membelajarkan. Masukan yang positif dapat digunakan untuk merancang kembali pembelajaran yang lebih baik.

Untuk itu, refleksi harus dimulai dengan mengacu pada kenyataan atau bukti-bukti yang ditemukan oleh pengamat dalam pengamatan. Kenyataan serta bukti adalah fakta-fakta yang disadari oleh pengamat ketika kelas dibuka. Dalam

Page 46: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 46

menyampaikan komentar, sebaiknya mereka memulainya dengan menggambarkan kenyataan dari pembelajaran serta permasalahan siswa. Setelah itu, mereka bisa mulai menganalisis dan menunjukkan sebab-sebab apa saja yang telah mereka perkirakan.

Fasilitator harus menjadi moderator dalam refleksi, kecuali ia sendiri saat itu berperan sebagai guru buka-kelas. Tugas terpenting seorang moderator adalah menghidupkan diskusi antar peserta.

Moderator harus selalu menyadari apakah para peserta saling mendengar atau tidak. Setinggi-apapun kualitas komentar yang disampaikan oleh tiap peserta, tidak akan bermakna bila tidak ada seorangpun yang mendengarkan. Bila peserta mulai ‘hanya melaporkan’ atau ‘hanya mempre-sentasikan’ tentang catatan mereka dari lembar pengamatan, moderator harus mulai ‘menjem-batani’ atau ‘menghubungkan’ satu komentar dengan komentar lain. Dengan begitu,mereka akan mulai ‘saling mendengar’ secara alamiah.

Moderator harus melihat apakah setelah pe-serta memberi ‘bukti-bukti’, mereka melanjutkan-nya dengan analisis. Bila tidak, moderator harus mengajukan beberapa pertanyaan lanjutan seperti, “Mengapa?” atau “Ada contoh kasus?” Misalnya, bila seorang peserta memberi komentar, “Saya rasa Anda harus mengajar dengan lebih baik. Anda harus melakukan ini, ini dan itu, … kemudian moderator bisa menginterupsi dengan menanyakan, “Mengapa Anda berpikir demikian? Saya rasa pasti Anda pernah mengalami situasi dengan siswa yang serupa sehingga mengakibatkan Anda berpikir demikian. Bisakah Anda memulainya dengan menyampaikan fakta-fakta yang telah anda ketemukan? Dapatkah Anda memberi beberapa contoh kejadian yang Anda lihat pada siswa?

Moderator harus memperhatikan apakah sebagian besar peserta telah menyampaikan pemikiran masing-masing tiap orang memiliki hak yang sama untuk menyampaikan sesuatu, dan terkadang, guru yang pendiam mungkin memiliki ide atau pendapat yang sangat bermakna. Peran moderator adalah memberi kesempatan bagi guru semacam ini untuk mengungkapkan pemikirannya. Dalam penyampaian pendapat, jangan sampai terjadi diskiriminasi antar guru yang disebabkan oleh faktor pengalaman, usia, jenis kelamin, maupun status.

Lesson Study merupakan kegiatan yang dilakukan oleh para guru sendiri. Guru dapat

belajar banyak dari temannya. Para fasilitator MGMP adalah ujung tombak kegiatan saling belajar dalam sesi perencanaan dan refleksi. Namun bimbingan teknis dari para pakar bisa menjadi sangat berguna apalagi dalam sesi refleksi. Komentar mereka dalam refleksi dapat menjadi contoh yang tepat tentang apa yang perlu diamati ketika kelas dibuka, apa yang perlu disampaikan saat refleksi, bagaimana mengungkapkan pemikiran mereka serta bagaimana bisa memberi sumbangsih ketika mengikuti refleksi. Para peserta lain bisa mempelajari dasar-dasar tersebut dari komentar pakar yang memenuhi syarat. Sebenarnya, ini merupakan satu-satunya jalan bagi guru peserta untuk belajar dan meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan dalam melaksanakan Lesson Study yang pada akhirnya, meningkatkan pelajaran di kelas masing-masing.

PEMBAHASAN

MGMP Fisika SMA/MA tingkat Kabupaten Seruyan pada tanggal 26 sd 28 November 2009 telah melakukan pelatihan peningkatan kompetensi guru fisika. Materi pelatihan antara lain: lesson study, pengembangan silabus, pengembangan RPP, penyusunan LKS. Sebagai nara sumber dalam kegitan pelatihan ini adalah pemakalah. Sebagai nara sumber, pemakalah telah mendapatkan TOT lesson study yang diselengga-rakan pada tanggal 20 Juli -5 Agustus 2009 di Yogyakarta oleh JICA.

Dalam kegiatan pelatihan peningkatan kom-petensi guru fisika telah disampaikan materi tentang lesson study yang meliputi apa masalah yang dihadapi sekolah kita, mengubah sekolah meningkatkan pembelajaran, apa itu lesson study, perencanaan (plan), pelaksanaan buka kelas (do), refleksi (see), teknik dasar mengajar dan meningkatkan proses belajar dan mengajar.

Pemahaman lesson study oleh guru-guru anggota MGMP SMA/MA kemudian diimple-mentasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas, untuk mengimplementasikan lesson study pengurus MGMP dan anggota menyusun jadwal pelaksanaan lesson study dan menetapkan: guru buka kelas, mo-derator, observer, materi pembelajaran/kompetensi dasar, waktu pelaksanaan (plan, do, see), tempat pelaksanaan.

Kegiatan Lesson Study 1

Plan (perencanaan)

Page 47: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 47

Pada hari sabtu tanggal 6 Pebruari 2010 dilak-sanakan MGMP Fisika yang dihadiri 6 orang guru Fisika dari 2 SMA yang ada di kecamatan Seruyan Hilir, yaitu SMA negeri 1 Kuala Pembuang dan SMA negeri 2 Kuala Pembuang yang seharusnya dihadiri dari semua kecamatan namun karena biaya dan medan yang sulit serta jauh guru fisika dari ke-camatan yang lain tidak bisa hadir.

Dalam pertemuan MGMP kali ini Tuti Sundari, S.Pd ditunjuk untuk memimpin penyusun perangkatan pembelajaran yang terdiri dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), LKS (lem-bar Kerja Siswa), penentuan bahan ajar, bahan Penilaian. Selanjutnya pimpinan menyusun RPP memaparkan analisis yang meliputi: (a) memahmi seluruh gambaran dari suatu topik, (b) menganali rangkaian pelajaran. Analisis realitas siswa meli-puti: (a) tingkat pemahaman siswa, (b) minat siswa, (c) kondisi pembelajaran siswa, (d) mengklasifikasi siswa yang paham dengan cepat dan yang lamban. analisis tugas dan analisis konsep sebagai gam-baran para guru yang tergabung dalam MGMP Fisika membahas bersama perangkat yang akan di-pergunakan oleh guru buka dalam melaksanakan pembelajarannya.

Gambar 1. Pembahasan planing kegiatan Pelaksanaan pengembangan perencanaan

pembelajaran dimulai dari mengetahui karakteristik peserta didik, pemahaman seluruh gambaran dari suatu topik/konsep, kemudian memilih pendekatan dan metode yang dipergunakan serta menentukan alur pembelajaran. sesuai dengan program semester dan batas akhir pembelajaran maka disepakati topik pembelajaran adalah materi Fluida. Selanjutnya forum MGMP membahas LKS, Bahan Ajar dan Bahan Penilaian yang sesuai. Sebelum dilakukan pembelajaran, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan rencana pembelajaran yang meliputi: (a) memeriksa rencana pembelajaran secara seksama,

(b) menentukan pembagian kelompok, (c) skema pengaturan tempat duduk. Dengan pengecekan akhir ini proses pembelajaran akan berjalan sesuai alur yang direncanakan.

Setelah selesai kegiatan plan ditunjuk Tuti Sundari, S.Pd sebagai guru buka kelas. Dengan kegiatan plan yang dilakukan secara bersama maka diharapkan mampu meningkatkan kompe-tensi guru dalam mengembangkan RPP.

Do (Pelaksanaan Kegiatan dan

Pengamatan) Pada hari Senin tanggal 15 Pebruari 2010

pada jam pelajaran ke-2 (08.10 – 09.40) dilaksanakan open class sebagai guru buka kelas Tuti Sundari, S.Pd.. Pada kegiatan ini guru buka menyampaikan materi Fluida berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah disusun bersama. (RPP terlampir). Metode pembelajaran lebih menekankan pada praktikum /eksperimen dan kooperatif agar tercipta adanya aktifitas dan interaksi. Pakar pendidikan J. Dewey (dalam Sardiman, 2005) menegaskan bahwa sekolah harus dijadikan tempat kerja, dimana anak didik lebih dominan melakukan aktivitas. Sehubungan dengan itu ia menganjurkan pengembangan metode proyek, problem solving, yang merangsang anak didik melakukan kegiatan. Semboyan yang dia populerkan adalah learning by doing. Jadi dengan metode praktikum/ eksperimen peserta didik melakukan kerja mandiri untuk memahami suatu permasalahan. Dalam hal ini guru buka bertindak selaku fasilitator untuk mencapai tujuan belajar.

Observer yang hadir pada kegiatan terdiri dari 8 orang, 2 orang Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kuala Pembuang, 4 orang guru Fisika dari SMA Negeri 1 Kuala Pembuang, 2 orang guru Fisika dari SMA Negeri 2 Kuala Pembuang.

Para observer mulai melakukan pengamatan, yang tersusun secara umum berdasarkan 10 item. Pembelajaran adalah satu bentuk perilaku dan komunikasi manusia. Guna belajar dari perilaku dan komunikasi manusia, yang dibutuhkan adalah pengamatan yang cermat. Menurut sebuah penelitian, komunikasi non-verbal menyusun sampai 60% dari semua komunikasi manusia (Birdwistel, 1970). Komunikasi non-verbal yang umum adalah ekspresi wajah dan gerak tubuh. Jadi para observer mengamati dengan cermat ekspresi dan gerak tubuh para peserta didik untuk mengetahui dan menjelaskan ke 10 item observasi.

Page 48: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 48

Item 1. Kapan siswa mulai berkonsentrasi pada pelajaran, para observer rata-rata menyebut-kan pada saat mulai melakukan kegiatan belajar dalam hal ini pada saat memulai praktikum siswa sudah berkonsentrasi dalam belajar. Dengan ditunjukan sikap dan perhatian para peserta didik.

Item 2 dan 3. Siswa yang belum berkonsen-trasi dalam pelajaran, Hampir semua observer menyebutkan no 6, alasan yang dikemukan observer bervariasi, peserta didik no 6 memang terlihat pasif karena siswa tersebut mungkin belum siap terhadap materi yang sedang dipelajari, ada yang menyebutkan ngantuk dan menghayal.

Item 4. Apakah siswa sudah saling berinter-aksi, semua observer menyatakan sudah. Terlihat bekerjasama pada waktu pengambilan data praktikum.

Item 5. Apakah siswa sudah berinteraksi dengan guru. Semua observer menyatakan sudah ada interaksi antara guru dan siswa pada waktu proses pembelajaran dan pembimbingan prakti-kum.

Item 6. Apakah siswa sudah berinteraksi dengan materi pelajaran? Semua observer menyatakan sudah ada interaksi antara siswa dengan materi pelajaran pada waktu proses praktikum pengambilan data praktikum sampai dengan pembahasan.

Item 7. Apakah siswa sudah berinteraksi dengan media pelajaran? Semua observer men-yatakan sudah ada interaksi antara siswa dengan media pelajaran pada waktu proses praktikum pengambilan data praktikum sampai dengan pembahasan.

Item 8 dan 9. Siswa yang belum memahami pelajaran, disebutkan 2 orang obeserver no 6 dan no 22, seperti belum mampu menggunakan gelas ukur dengan benar. Dengan alasan dari latar belakang siswa sendiri, memang memilki kemampuan yang kurang.

Item 10 dan 11. Siswa yang belum ber-aktifitas, disebutkan 2 (dua) observer no 6 dan 5, dengan alasan ketidakaktifan siswa tersebut kurangnya motivasi dan ketidaktahuan siswa dalam menggunakan alat praktikum. Sementara observer lain tidak memberikan komentar.

Item 12. Solusi yang disarankan observer, sebagian pada pemahaman siswa dalam peng-gunaan alat praktikum lebih ditingkatkan dan pembagian kelompok agar lebih heterogen.

Gambar 2. Praktikum pengukuran massa jenis See (Refleksi) Setelah berakhir proses pembelajaran, guru

buka dan semua observer melaksanakan refleksi, dengan masing-masing mengutarakan hasil peng-amatan dan solusinya. Bertindak selaku moderator refleksi pada siklus 1adalah Bapak Achmad Rifai, S.Pd, selaku wakil kepala sekolah urusan kurikulum. Adapun semua observer memberikan penilaian yang baik pada proses pembelajaran yang sudah bersesuaian dengan Rencana Pelaksaan Pembelajaran, dan kelengkapan perangkat yang disiapkan. Yang perlu lebih diperhatikan pada peserta didik yang masih belum sepenuhnya aktif dalam proses pembelajaran. (seperti peserta didik no 6), disarankan sebaiknya dipindahkan ke kelompok lain untuk dapat lebih berinteraksi dengan kelompok yang hiterogen. Dalam refleksi juga terungkap 1 kelompok yang melakukan kesalahan prosedur penelitian dan pengukuran, namun sudah dilakukan pembimbingan oleh guru buka sehingga mampu menyelesaikan praktikum dengan baik.

Secara keseluruhan pemahaman dan aktifitas dapat teramati dengan baik, namun perlu dilakukan uji pemahaman dan aktifitas hasil belajar melalui berbagai ranah penilaian, baik itu kognitif, psikomotor dan afektif. Pada siklus 1 ini cendrung lebih menekankan pada penilaian psikomotor dan kognitif dan sedikit afektif. Yang nanti pada siklus 2 pelaksanaan pembelajaran lebih menekankan pada kemampuan kognitif dan afektif serta sedikit psikomotor. Agar terjadi perimbangan serta menyesuaikan dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan yang melibatkan penilaian dari berbagai ranah.

Page 49: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 49

Gambar 3. Pelaksanaan refleksi

Kegiatan Lesson study 2

Plan (perencanaan) Plan kegiatan dalam penyusunan perangkat

pembelajaran dan perencanaan pelaksanaan ke-giatan open class. Perangkat yang telah tersusun sebelumnya dibahas kembali dalam MGMP pada tanggal 27 Pebruari 2010. Diskusi penyempurnaan RPP yang telah disusun dipinpin oleh Tuti Sundari, S.Pd. Penyempurnaan RPP berdasarkan analisis .ujung topik, analisis siswa, analisis tugas dan analisis konsep sebagai gambaran para guru yang tergabung dalam MGMP Fisika membahas bersama perangkat yang akan dipergunakan oleh guru buka dalam melaksanakan pembelajarannya.

Perencanaan Pelaksanaan Open Class masih dalam cakupan RPP Fluida, yaitu tentang materi Fluida Dinamis dalam RPP Fluida. Perangkat penilaian dikembangkan untuk penilaian afektif (sikap) dalam pembelajaran secara cooveratif learning. Pada pertemuan sebelumnya peserta didik telah diberi tugas untuk membuat hasil diskusi yang akan dipresentasikan. Setelah selesai pelaksanaan plan, Siti Mutmainah S.Pd ditunjuk sebagai guru buka kelas

Pelaksanaan open class Pelaksanaan buka kelas ( open class) pada

tanggal 4 Maret 2010, yang dihadiri observer sebanyak 7 orang guru, 2 orang dari SMA negeri 2 Kuala Pembuang dan 5 orang dari SMA negeri 1 Kuala Pembuang. Guru Buka menyampaikan materi tentang Azas Bernoulli sampai dengan mendapatkan persamaan bernoulli (sesuai dengan RPP), kemudian peserta didik secara berkelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang sumber bahannya didapat dari berbagai sumber belajar (buku literatur dan internet) tentang aplikasi

azas bernoulli dalam berbagai alat yang dipergunakan sehari-hari.

Para observer mengamati proses pembela-jaran dan menuliskan dalam lembar observasi seperti halnya siklus 1 yang terdiri dari 10 item. Guru buka bertindak selaku fasilitator dan memberikan penilaian setiap aktifitas peserta didik. Guru buka mengarahkan jalannya diskusi dan menyampaikan informasi sebenarnya apa bila ada hal yang diperlukan. Peserta didik sepenuhnya diupayakan mengaktualisasikan diri untuk meningkatkan pemahaman dan aktifitas belajarnya.

Hasil observasi dari observer yang hadir menyatakan kesiapan peserta didik dalam berkonsentrasi ( item 1) dalam pelajaran 3 orang menyebutkan sejak awal pelajaran, tiga orang observer lain menyebutkan dimulai dari diskusi kelas. Jadi dalam hal ini masih ada beberapa peserta didik yang belum berkonsentrasi di awal pelajaran.

Item 2, obeserver menyebutkan peserta didik dengan no 6 pada mulanya masih belum menunjukan konsentrasi dalam belajar, ada seorang observer menyebutkan no 1 beraktivitas sendiri (kurang memperhatikan awal penjelasan guru). Seorang observer juga menyebutkan no 5 dan 27 pada awal pelajaran belum berkonsentrasi karena peserta didik tersebut belum memahami hukum dasar fluida dalam masalah yang dihadapi sehari-hari. Observer yang lain tidak memberikan jawaban untuk item 2 dan 3.

Item 4, Semua observer menyatakan siswa sudah saling berinteraksi walaupun ada 1 observer yang menyatakan interaksi masih kurang karena ada siswa yang masih diam. Namun secara keseluruhan aktifitas interaksi dalam diskusi sudah terlihat jelas.

Item 5, siswa dan guru sudah berinteraksi dengan baik dinyatakan oleh seluruh observer. Demikian untuk item 6, semua observer menyata-kan siswa sudah berinteraksi dengan materi pelajaran. Pada item 7, siswa sudah berinteraksi dengan media pembelajaran.

Sedangkan pada item 8 dan 9, ada beberapa siswa yang disebutkan oleh seorang observer belum memahami pelajaran yaitu no 18,17, 4, 26, 21 alasan mereka belum memahami pelajaran karena ketidak mampuan siswa yang lebih lambat dari siswa yang lain. Satu observer yang lain menyatakan belum ada motivasi dan semangat belajar pada siswa dengan no 26 dan 27. Sementara

Page 50: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 50

itu observer yang lain tidak ada pernyataan dan tanggapan.

Untuk item 10, seorang observer menyatakan peserta didik no 4 dan 17 belum beraktifitas dengan alasan ketidak pahaman siswa tersebut dengan materi yang dijelaskan. Secara umum siswa sudah terlihat aktif semua. Kemudian 1 orang observer menambahkan siswa yang belum beraktifitas no 20,22, 27, 10 alasan yang diberikan observer tersebut karena kesempatan diskusi yang terbatas.

Refleksi Pada waktu kegiatan refleksi observer meng-

ungkapkan hasil pengamatan dan tanggapan. Pada reflesi siklus 2 ini, yang menjadi moderator adalah Bapak Andy Martasandy, S.Pd, Sebagai guru senior dan menjabat Kepala laboratorium Biologi.

Secara bergiliran mengungkapkan hasil pe-nagamatan dan memberikan tanggapan maupun saran solusi tentang proses pembelajaran yang telah disaksikan. Semua observer menyatakan proses pembelajaran sudah baik, terlihat adanya interaksi antara peserta didik dengan peserta didik, antara guru dan peserta didik dan antara peserta didik dan materi serta media belajar, peserta didik sudah memahami materi pelajaran dengan baik, dan beraktifitas dengan baik. Seorang observer menyatakan dengan ”metode pembelajaran kooveratif ini telah memberi kejutan pada saya, bahkan apa yang tidak terlintas dalam pemikiran saya peserta didik mampu mengungkapkan masalah dan mencari solusinya, jadi dengan berdiskusi peserta didik benar- benar telah mengeksploitasi diri menunjukan kemampuan dan pemahamannya serta minat akan materi yang didiskusikan”. (Kardi, S.Pd. SMA 2 Kuala Pembuang).

Namun ada beberapa peserta didik yang belum maksimal beraktifitas hendaknya diberi waktu dan kesempatan yang lebih seperti yang diungkapkan salah seorang observer. Observer

yang lain mengatakan belum disimpulkan hasil diskusi pada akhir pelajaran. Disini guru buka mengakui belum adanya kesimpulan menyeluruh dari hasil diskusi karena waktu pelajaran sudah selesai, dan hanya memberikan kesimpulan materi pelajaran tentang azas Bernoulli. Kesimpulan diskusi ditugaskan pada masing-masing kelompok untuk membuat resume materi yang telah didiskusikan.

Pada kegiatan akhir semua observer ver-kesimpulan proses pembelajaran secara umum sudah menunjukan aktifitas yang baik serta suasana belajar yang menyenangkan, terlihat dari ekspresi dan minat peserta didik dalam verdiskusi yang begitu antusias. Sehingga masih banyak peserta didik yang ingin mendiskusikan masalah aplikasi hukum bernoulli dalam peralatan yang digunakan sehari-hari yang ditemukan namun belum sempat terbahas dalam diskusi karena keterbatasan waktu.

KESIMPULAN

Berdasarkan diskripsi gagasan dan pembahas-an, dapat disimpulkan sebagai berikut.

Dengan pelaksanaan plan (perencanaan) di-lakukan secara bersama maka kemampuan guru-guru fisika SMA kecamatan Seruyan Hilir dalam menganalisis topik, menganalisis realitas siswa, menganalisis tugas, menentukan pembagian kelom-pok, dan pengaturan tempat duduk akan semakin baik sehingga akan meningkatkan kualitas RPP yang tersusun.

Dari pelaksanaan open class dan refleksi maka kemampuan guru-guru fisika SMA kecamat-an Seruyan Hilir membangkitkan minat siswa, menjelaskan dengan tepat, menggunakan papan tulis, membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, menciptakan dialog, mengelola kerja ke-lompok, menyimpulkan pelajaran berdasar pema-haman siswa akan meningkat sehingga akan me-ningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Herawati. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah. Penerbit Bayumedia Publishing

Pelita. 2009. Panduan untuk Meningkatkan Proses Belajar dan Mengajar,

Pelita. 2009. Panduan untuk Lesson Study Berbasis MGMP dan Berbasis Sekolah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen.

Page 51: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 51

KEMAJUAN GURU BEJI PASURUAN DALAM LS BERBASIS MGMP DAN MAHASISWA PENDIDIKAN FISIKA UM DALAM

PPL BERBASIS LS

Parno

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang; [email protected]

Abstrak: Implementasi Lesson Study (LS), yang merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning untuk membangun learning community, di Indonesia masih sangat baru, yaitu mulai tahun 2005 di tiga universitas (UPI, UNJ dan UM) melalui Program IMSTEP JICA. Sejak tahun 2006, Lesson Studi (LS) dilaksanakan oleh guru MIPA SMPN/S dan MTs kabupaten Pasuruan, yang bernaung di bawah MGMP yang terbagi ke dalam 8 wilayah, yang salah satunya adalah Beji. FMIPA UM melaksanakan PPL mahasiswa berbasis LS pertama kali pada semester II 2008/2009. LS memiliki tiga kegiatan utama, yaitu Plan, Do, dan See. Jenis penelitian ini adalah deskriptif model survei. Data pelaksanaan LS oleh guru di Beji dan mahasiswa PPL didapatkan melalui angket, yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemajuan guru Beji dalam melaksanakan LS berbasis MGMP secara keseluruhan (Plan, Do, dan See) selama 7 semester berkategori sangat baik, sedangkan mahasiswa melaksanakan PPL berbasis LS secara keselu-ruhan berkategori baik; (2) kemajuan guru dalam pembelajaran di sekolah terinci mempersiapkan ber-kategori sangat baik, melaksanakan berkategori baik, menggunakan pendekatan konsep, model koope-ratif, metode diskusi, melatihkan keterampilan berpikir kritis (menarik kesimpulan), melatihkan meta-kognisi (mengidentifikasi apa yang SUDAH diketahui dari topik yang sedang dipelajari), mengevaluasi berkategori baik, menggunakan tes objektif jawaban singkat, tes subjektif jelaskan, dan assesmen alter-natif tes kinerja; dan (3) mahasiswa memperoleh dukungan dan bimbingan berkategori baik selama PPL berbasis LS di sekolah, meskipun masih terdapat 18,92% mahasiswa yang belum melaksanakan PPL berbasis LS, dan pendampingan oleh dosen masih berkategori kurang baik.

Kata kunci: LS, MGMP, PPL, guru, mahasiswa, pendidikan Fisika

Peran ganda dalam pendidikan dimiliki oleh guru. Disamping sebagai pendidik dan pembim-bing, guru berperan sebagai pengajar (Natawidjaya, 2002). Tugas dan peran guru tersebut sangat berat. Tugas guru sebagai pengajar adalah membantu perkembangan intelektual, afektif dan psikomotor, melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah, latihan dan ketrampilan. Menurut McKeachie (1986) salah satu peran guru adalah guru sebagai expert (Yuluati, 2005). Guru sebagai expert bertujuan menyampaikan informasi, konsep dan perspektif bidang studi yang diajarkannya. Guru hendaknya memiliki penguasaan konsep yang mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, mampu menyajikan bahan ajar dan mampu mengorganisasi kelas.

Berdasarkan tugas dan peran guru di atas, maka guru merupakan pekerjaan profesi. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Undang-undang 14/2005). Pekerjaan profesional memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya tersebut, guru harus memiliki sejumlah kompetensi, yakni seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru

Page 52: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 52

dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Undang-undang 14/2005).

Profesi guru tidak bisa dilepaskan dari keberadaan guru dalam jabatan dan mahasiswa kependidikan sebagai calon guru. Guru dalam jabatan adalah guru yang sudah mengajar di sekolah. Mahasiswa sebagai calon guru dididik di Lembaga Kependididkan Perguruan Tinggi (LPTK). Universitas Negeri Malang (UM) termasuk salah satu LPTK di Indonesia yang telah mengalami perluasan mandat. Karena berpeluang menampung alumni UM, maka sekolah merupakan stake holder UM. Oleh karena itu sekolah terus berupaya meningkatkan keprofesiaonalan guru-guru di lingkungannya, dan UM terus mempersiapkan mahasiswanya menjadi calon guru yang profesional.

Guru dari beberapa sekolah yang berdekatan yang memegang matapelajaran yang sama bergabung ke dalam organisasi frofesi Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) agar keprofesionalannya terus dapat ditingkatkan. MGMP sangat bermanfaat bagi guru-guru, terutama sebagai tempat bertukar pendapat atau gagasan dan pengalaman nyata yang dihadapi secara nyata dalam kelas sesama mereka (Dirjen PMPTK, 2007). Manfaat lain adalah membantu guru menguasai secara lebih dalam pengetahuan bidang studi, membekali guru dengan metode pembelajaran inovatif, memotivasi guru untuk meningkatkan mutu pembelajarannya, dan membantu guru dalam meningkatkan kemampuan akademiknya. Mereka menetapkan jumlah, hari dan tempat pertemuan selama satu semester. Kadang, mereka menetapkan sekolah tertentu sebagai home base (sekolah induk) tempat utama pertemuan. Selama satu semester biasanya jumlah pertemuannya adalah 12 kali. Dengan demikian mereka bertemu sekitar 2 kali dalam satu bulan.

Depdiknas, Depag dan JICA secara bersama telah mengimplementasikan program untuk Mem-perkuat Pelatihan Guru dalam Jabatan untuk Pendidikan Matematika dan Sains di Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SISTTEMS) sejak bulan Mei 2006 (Dirjen PMPTK, 2007). Wujud implementasi tersebut adalah reorganisasi dan revitalisasi kegiatan-kegiatan MGMP dengan me-nerapkan metode Lesson Study (LS). LS secara sederhana dapat diartikan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas dan mutual learning

untuk membangun learning coomunity (Ibrohim, 2008).

Pengenalan LS dan implementasinya di Indonesia masih sangat baru, yaitu mulai tahun 2005 di tiga universitas (UPI, UNJ dan UM) melalui Program SISTTEMS-JICA. UM memiliki target operasional guru-guru IPA SMP/MTs daerah kabupaten Pasuruan. Kabupaten Pasuruan mem-bagi home base MGMP menjadi 2 wilayah besar, yaitu barat dan timur. Masing-masing wilayah dibagi menjadi 4 home base MGMP. Wilayah barat terdiri dari home base Purwosari, Bangil, Beji, dan Pandaan; sedangkan wilayah timur terdiri dari Tutur, Kejayan, Gondangwetan, dan Nguling. Sementara itu, tidak seluruhnya guru-guru IPA di kabupaten Pasuruan berlatar belakang pendidikan yang sesuai (Dirjen PMPTK, 2007). Dari 69 guru IPA terdapat 38 (55,1%) yang berlatar belakang pendidikan IPA (biologi, fisika atau kimia), 28 (40,6%) yang berlatar belakang pendidikan matematika, dan 3 (4,3%) yang berlatar belakang pendidikan lainnya.

Pada tahap awal, LS dikenalkan memiliki tiga kegiatan utama, yaitu perencanaan (Plan), pelaksanaan (Do), dan melihat/refleksi (See) (Saito, 2005). Rancangan pembelajaran secara menyeluruh dihasilkan secara kolaboratif pada tahap Plan. Rancangan tersebut harus dibuat secara sungguh-sungguh sehingga diyakini mampu membelajarkan siswa secara efektif dan mampu membangkitkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran. Rambu-rambu pendampingan oleh dosen pendamping terhadap LS berbasis MGMP pada tahap Plan antara lain sebagai berikut (LC, 2008; Syamsuri & Ibrohim, 2008). (1) Memberikan arahan tentang lingkup penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (2) Mendorong guru untuk mengupayakan pemanfaatan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar dan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. (3) Memberikan penjelasan dan masukan tentang berbagai pendekatan, model, metode, dan teknik pembelajaran yang berbasis pada filosofi konstruktivisme. Perwujudan pendampingan tahap ini adalah penyiapan RPP yang sistematikanya memenuhi Standar Proses yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Panitia Sertifikasi Guru (PSG) UM. Komponen RPP terdiri dari identitas matapelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran (penda-

Page 53: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 53

huluan, inti, dan penutup), penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Dalam kegiatan inti, metode hendaknya disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan matapelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (BSNP, 2007). Secara keseluruhan RPP harus memenuhi kriteria (a) kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar); (b) pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik anak didik); (c) pengorganisasian materi ajar (keruntutan, sistematika materi dan kesesuaian dengan alokasi waktu); (d) pemilihan sumber/media pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi, dan karakteristik peserta didik); (e) kejelasan kegiatan pembelajaran: kegiatan awal, inti, penutup; (f) kerincian langkah-langkah pada kegiatan pembelajaran (setiap langkah tercermin strategi/metode dan alokasi waktu setiap tahap); (g) kesesuaian teknik evaluasi dengan tujuan pembelajaran; dan (h) kelengkapan instrument evaluasi (soal, kunci, pedoman penskoran) (Panitia PSG, 2009).

Implementasi rancangan pembelajaran dilakukan pada tahap Do. Rambu-rambu pendampingan oleh dosen pendamping terhadap LS berbasis MGMP pada tahap Do antara lain sebagai berikut (LC, 2008; Syamsuri & Ibrohim, 2008). (1) Memberikan motivasi kepada guru model dalam mempersiapkan pelaksanaan open class (OC). (2) Memberi contoh guru dalam melaksanakan observasi (sebagai observer) yang baik dan benar, mulai dari posisi observer sampai cara mengobservasi.

Tahap Do melibatkan guru-guru sebagai observer dan guru model. Rambu-rambu guru sebagai observer antara lain (1) hendaknya datang paling lambat 5 menit sebelum pembelajaran dimulai; (2) tidak melakukan hal-hal seperti mengaktifkan HP, makan, minum, buang hajat, keluar masuk ruang kelas, membantu guru model, mengganggu pandangan siswa/guru model, berbicara dengan observer lain, dan menyalakan lampu kamera; (3) mengamati satu kelompok, tetapi berusaha mengamati beberapa kelompok lain sehingga dapat mengetahui atmosfer kelas secara keseluruhan; (4) mengambil posisi yang tepat sehinga dapat mengamati gerak-gerik siswa; (5) menuliskan fakta tentang belajar siswa, sekaligus sebab-sebab mengapa dan solusi-solusinya; dan (6) memperhatikan bagaimana guru model dalam mengelola kelas, mengefektifkan pencapaian

tujuan pembelajaran, memanfaatkan media, dan membuat siswa kreatif. Sebelum pembelajaran, guru model hendaknya menyiapkan lembar observasi, RPP, LKS, denah duduk dan nomor siswa sekaligus membagikannya kepada seluruh observer. Disamping itu, guru model hendaknya melakukan hal-hal antara lain (1) tidak berbicara ataupun meminta bantuan kepada para pengamat dalam bentuk apapun; (2) me-redesain proses pembelajaran berdasar kondisi siswa selama proses pembelajaran; (3) membentuk kelompok belajar secara heterogen dan pembelajaran kolaboratif (siswa yang kurang pandai akan bertanya kepada siswa yang lebih pandai, dan sebaliknya); (4) mengambil tempat di pojok atau tempat yang dapat mengamati seluruh ruang; (5) mendatangi kelompok yang sekiranya perlu pertolongan; (6) mengusahakan agar makin banyak siswa yang mengalami ”jump” (paham secara mendalam terhadap materi ajar, merasakan pencapaian keberhasilan, kepuasan atas pemahaman yang dicapai); (7) mengusahakan agar kegiatan kelompok cenderung tidak bertele-tele dan waktunya tidak terlalu panjang; (8) berusaha tidak harus seluruh kelompok melaporkan hasil diskusi kelompoknya jika memang bahan yang didiskusikan adalah sama; dan (9) menghentikan kegiatan kelompok dan mengubahnya menjadi klasikal ketika didapati sebagian besar kelompok mengalami hambatan atau sudah tidak dapat lagi belajar (Saito, 2005).

Tahap See merupakan diskusi yang mengkaji data temuan selama observasi, kemudian menganalisis mengapa hal itu terjadi dan akhirnya dicarikan jalan pemecahannya. Dari tahap See setiap peserta akan memperoleh sesuatu yang berharga untuk peningkatan pembelajarannya masing-masing. Rambu-rambu pendampingan oleh dosen pendamping terhadap LS berbasis MGMP pada tahap See antara lain sebagai berikut (LC, 2008; Syamsuri & Ibrohim, 2008). (1) Memberikan contoh dan arahan tentang pelaksanaan diskusi refleksi yang baik. (2) Menyampaikan komentar tentang pelaksanaan tahapan LS, mulai dari Plan, Do, dan See. (3) Memberikan komentar aktivitas siswa berdasarkan hasil observasinya. (3) Memberikan analisis tajam berdasar teori-teori belajar terhadap fenomena belajar siswa. (4) Membantu moderator agar diskusi-refleksi berjalan interaktif. (5) Memberikan penguatan, justifikasi dan rokumendasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran.

Page 54: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 54

Tahap See melibatkan guru-guru sebagai observer, guru model, dan moderator. Dalam tahap See, guru model hendaknya mengungkapkan antara lain perasaannya, menyampaikan hal-hal yang terkait dengan keterlaksanaan pembelajarannya, dan perkiraan persentase ketercapaian skenario pembelajarannya. Disamping itu, guru model hendaknya tidak terkesan ”terlalu membela diri” atau mencari pembenaran atas kejadian atau kekurangan yang ada saat memberikan tanggapan, merasa bahwa LS adalah sarana untuk ”mengkritik diri sendiri”, merasa bahwa LS ini adalah sarana untuk membuka diri terhadap masukan yang diberikan oleh orang lain sekaligus sarana untuk mau menggunakan ide orang lain. Observer hendaknya antara lain memuji guru model, menyampaikan komentar yang terfokus pada masalah belajar siswa disertai mengapa dan solusinya, dan menyampaikan pelajaran berharga yang didapatkan dari pembelajaran ini. Moderator hendaknya antara lain menyampaikan sanjungan kepada guru model, memberikan kesempatan berbicara pertama kepada guru model, mempersilahkan observer menyampaikan komentarnya berdasarkan fakta konkrit, membahas satu masalah jika muncul sampai tuntas tentang mengapa dan solusinya, mempersilahkan dosen pendamping menyampaikan komentarnya, menyampaikan ringkasan refleksi dan menyarankan perbaikan/revisi RPP agar dapat digunakan di saat mendatang.

Revisi RPP dilakukan berdasarkan masukan dari diskusi refleksi untuk mendapatkan pembelajaran berikutnya yang lebih baik, yang dapat dipraktikkan oleh guru model sendiri maupun seluruh pengamat. Serangkaian kegiatan mulai tahap Plan sampai See dilakukan secara kolabratif. Hal ini secara nyata menghasilkan dampak sosiologis yang sangat positip, yaitu kolegalitas antarguru yang saling berbagi pengalaman dan saling belajar. Dengan demikian akan tercipta atmosfer akademik yang kondusif sehingga terciptalah mutual learning. Disamping itu, setiap guru yang terlibat dalam LS hendaknya dapat mengambil lesson learned (pelajaran berharga) sehingga terbangunlah learning community (Ibrohim, 2008). Dengan demikian guru-guru yang terlibat dalam LS berbasis MGMP diharapkan dapat mengalami kemajuan perkembangan pembelajarannya di masing-masing sekolahnya dalam hal berikut (Saito, 2005; Dirjen PMPTK, 2007). (1) Penyiapan dan revisi RPP dilakukan

bersama-sama dengan guru lain yang sebidang. (2) Dalam pembelajaran, guru membentuk kelompok-kelompok diskusi, menggunakan media kontekstual dan metode inkuiri seperti demonstrasi atau eksperimen, serta tidak hanya berpikir apa materi yang disampaikan dalam pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana cara membelajarkan materi ajar tersebut kepada siswa. (3) Mendorong siswa untuk mendengarkan gagasan dan pikiran siswa lain. (4) Guru tertarik pada proses dan kemajuan belajar masing-masing siswa, dan bagaimana masing-masing siswa bekerja sama dalam pembelajaran. (5) Hasil belajar siswa yang mana mayoritas siswa dapat memahami, senang, lebih aktif dan tertarik dalam mengikuti materi pelajaran di kelas. (6) Mengembangkan pembelajaran sebagai ajang berlatih untuk melakukan penelitian tindakan kelas, dan menuliskannya dalam karya ilmiah untuk dipublikasikan dalam forum maupun jurnal ilmiah. Dengan demikian desain LS yang baik menghasilkan guru yang professional dan inovatif sehingga kualitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa meningkat.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, sehingga perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien (BSNP, 2007). Tahap perencanaan memerlukan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pokok penting dalam menyusun RPP antara lain hendaknya mengandung indikator hasil belajar untuk kebutuhan evaluasi, dilengkapi dengan media atau LKS, jadwal rencana pembelajaran remedial, dan sumber belajar yang dirasakan mendukung pembelajaran. Tahap proses pembelajaran mengandung kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Pokok penting dalam proses pelaksanaan pembelajaran antara lain membuka pembelajaran dengan sedapat mungkin menunjukkan sesuatu yang TIDAK HANYA VERBAL, yang mengkaitkan apa yang akan dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa; menyampaikan tujuan pembelajaran; menggunakan pendekatan, model dan teknik yang dapat mengembangkan siswa aktif dan kreatif, berpikir kritis, dan berlatih metakognitif. Penilaian pembelajaran antara lain mencakup penentuan ranah kemampuan, bentuk tes, dan asesmen alternatif.

LS berbasis MGMP di kabupaten Pasuruan didahului dengan Pelatihan Fasilitator MGMP

Page 55: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 55

selama 2 hari dan diarahkan untuk membangun kemampuan para guru-guru kunci yang akan bertindak sebagai fasilitator dalam kegiatan-kegiatan MGMP di wilayah home basenya masing-masing. Selanjutnya, pendampingan oleh dosen UM dilakukan pada pelaksanaan LS di masing-masing home base. Pendampingan tersebut secara garis besar meliputi kegiatan Plan dan open class (OC). Pada semester II 2009/2010 penulis melakukan pendampingan di home base Beji.

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah matakuliah berborot 4 sks yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa program studi kependidikan calon guru untuk mengintegrasikan pengalaman belajar yang diperoleh di kampus dengan pengalaman belajar praktis di lapangan (UPT PPL UM, 2007). PPL dilakukan agar mahasiswa siap menjadi tenaga pendidikan yang profesional. Saat melaksanakan praktik mengajar riil di sekolah, mahasiswa menyusun perangkat pembelajaran, melaksanakan kegiatan praktik mengajar di kelas, dan melaksanakan penilaian. PPL dilaksanakan secara bertahap, yaitu PPL I di kampus dan PPL II di sekolah.

Untuk pertama kalinya pada semester II 2008/2009, FMIPA UM melaksanakan PPL mahasiswa berbasis LS. Pada awal kegiatan PPL I, dilaksakanlah Workshop Pembimbingan PPL Berbasis LS bagi Mahasiswa FMIPA UM. Selain itu, microteaching dilakukan secara LS di bawah pendampingan dosen pembimbing. Setelah selesai PPL II, mahasiswa diwajibkan menyerahkan lapo-ran “lesson learn” tentang PPL berbasis LS yang telah dilakukannya. PPL berbasis LS ini perlu mendapat dukungan dan bimbingan, baik dari pi-hak FMIPA UM maupun sekolah tempat praktik mengajar mahasiswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemajuan yang telah dicapai oleh guru IPA SMP/MTs di Beji Pasuruan selama 7 semester dalam melakukan les-son study (LS) berbasis MGMP, dan kemajuan mahasiswa prodi pendidikan Fisika FMIPA UM dalam melakukan PPL berbasis LS pada semester II 2008/2009. Hasil penelitian ini dapat dimanfaat-kan oleh beberapa pihak, antara lain guru-guru pe-serta LS berbasis MGMP dan LC JICA UM; dan mahasiswa prodi pendidikan Fisika dan sekolah tempat praktiknya serta FMIPA UM.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif model survei, yang dimaksudkan untuk menggam-barkan atau menerangkan gejala dengan cara men-gumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada (Arikunto, 2005). Gejala yang dimaksud adalah pelaksanaan LS berbasis MGMP oleh guru dan PPL berbasis LS oleh mahasiswa, yang digambar-kan menurut apa adanya pada saat penelitian dila-kukan. Subyek penelitian adalah 19 guru-guru IPA SMP/MTs peserta Lesson Study berbasis MGMP semester II 2009/2010 di home base Beji kabu-paten Pasuruan, dan 37 mahasiswa prodi Pendidi-kan Fisika FMIPA UM peserta Praktik Pengalaman Lapangan semester II 2008/2009.

Kegiatan LS berbasis MGMP semester II 2009/2010 di tingkat wilayah home base Beji di-laksanakan sebanyak 8 kali pertemuan, yang terdiri dari 1 kali tahap Plan, dan 6 kali OC. Pertemuan pertama tahap Plan mempersiapkan OC pertama, ketiga, dan kelima, masing-masing untuk bidang studi Fisika, Kimia atau Biologi. Pada tahap Plan ini ketiga dosen pendamping, yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi hadir semua dan mendampingi persia-pan masing-masing bidang studi. Tetapi, pada saat OC hanya dosen pendamping yang sesuai bidang studi saja yang mendampingi tahap Do dan See. OC kedua, keempat dan keenam merupakan kegiatan tampilan mandiri sebagai lanjutan dari OC sebelumnya dengan guru model yang sama dan RPP hasil revisi, dan diterapkan di kelas lain.

Instrumen penelitian ini berupa angket dan skala (Arikunto, 2005). Angket berupa angket tertutup dan skala berupa skala Likert dengan lima alternatif jawaban tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, dan selalu, yang mana masing-masing berurut-turut memiliki skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Butir-butir pernyataan instumen ini disusun berdasarkan kajian pustaka atau rambu-rambu tentang apa yang harus atau bisa dilakukan oleh guru atau mahasiswa selama mengikuti LS.

Instrumen untuk guru berupa skala kemajuan guru dalam hal (1) umum di sekolah 23 butir, (2) mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran di sekolah 19 butir, (3) menyusun RPP tahap Plan 19 butir, (4) sebagai observer tahap Do 22 butir, (5) sebagai guru model tahap Do 16 butir, (6) sebagai observer tahap See 10 butir, (7) sebagai guru model tahap See 10 butir, dan (8) sebagai moderator tahap See 18 butir. Kedelapan instrumen ini diberikan kepada guru saat pertemuan pertama, yaitu tahap Plan. Dengan demikian instrumen ini menjaring data kemajuan

Page 56: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 56

yang dicapai oleh guru-guru selama mengikuti keseluruhan program LS berbasis MGMP pada semester-semester sebelumnya.

Instrumen untuk mahasiswa ada yang sama dan tidak dengan instrumen untuk guru. Instrumen tersebut berupa skala kemajuan mahasiswa dalam hal (1) umum di sekolah 23 butir, (2) menyusun RPP tahap Plan 19 butir, (3) kiat menyusun RPP dan LKS ideal 6 butir, (4) sebagai observer tahap Do 22 butir, (5) sebagai guru model tahap Do 16 butir, (6) sebagai observer tahap See 10 butir, (7) sebagai guru model tahap See 10 butir, (8) sebagai moderator tahap See 18 butir, dan berupa angket tertutup dalam hal (9) dukungan dan bimbingan PPL berbasis LS di sekolah. Kesembilan instrumen ini diberikan kepada mahasiswa saat PPL telah selesai. Dengan demikian instrumen ini menjaring data kemajuan yang dicapai oleh mahasiswa selama memprogram PPL berbasis LS pada semester yang bersangkutan.

Teknik analisis terhadap data angket maupun skala menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif (Arikunto, 2005). Pelaksanaan LS berbasis MGMP guru-guru di home base Beji kabupaten Pasuruan maupun PPL berbasis LS mahasiswa prodi Pendidikan Fisika UM semester II 2008/2009 dideskripsikan dengan menggunakan jumlah data atau persentase. Pendeskripsian skala Likert menggunakan lima tingkatan kategori, yaitu sangat baik (skala 4 – 5), baik (skala 3 – 4), kurang baik (skala 2 – 3), dan sangat kurang baik (skala 1 – 2). Jika terdapat beberapa alternatif dalam suatu pernyataan, maka diambil alternatif dengan rerata terbesar. Selain itu dikemukakan juga tentang hal yang paling optimal dan yang paling harus mendapatkan perhatian dari keseluruhan pelaksanaan LS.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan LS berbasis MGMP untuk guru IPA SMP/MTs di kabupaten Pasuruan, termasuk home base Beji, telah berlangsung sejak semester I 2006/2007. Dengan demikian saat diambil data penelitian ini, yaitu pada awal semester II 2009/2010, mereka telah melaksakan LS selama 7 semester. Anggota mereka relatif tetap, meskipun kadang sedikit terjadi penambahan atau pengurangan dari beberapa sekolah swasta.

PPL berbasis LS bagi mahasiswa baru pertama dilaksanakan pada semester II 2008/2009. Workshop dan microteaching berbasis LS

dilaksanakan saat PPL I di kampus. Workshop Pembimbingan PPL Berbasis LS bagi Mahasiswa FMIPA UM diikuti oleh mahasiswa peserta PPL, guru pamong dan dosen pembimbing. Microteaching dilakukan secara LS di bawah pendampingan dosen pembimbing. Selama PPL II di sekolah, mahasiswa melaksanakan LS di bawah arahan guru pamong dan pendampingan dosen pembimbing. Pada akhir PPL II, mahasiswa diwajibkan menyerahkan laporan “lesson learn” tentang PPL berbasis LS yang telah dilakukannya.

Kemajuan guru dan mahasiswa secara umum di sekolah disajikan dalam tabel 1.

Tampak bahwa guru telah memperhatikan belajar setiap siswa, yang bisa dilakukan dengan belajar bersama. Mahasiswa masih menekankan pada membelajarkan materi pada siswa. Tetapi, mahasiswa lebih tertarik untuk melakukan PTK yang kemudian diartikelkan untuk disajikan di forum ilmiah. Hal ini penting mengingat mahasiswa sebagai calon guru sudah menaruh perhatian besar pada kegiatan PTK. Berbeda dengan keadaan di lapangan, yang mana hanya 34% guru yang mampu menemukan permasalahan dalam proses PBM dan menindaklanjutinya dengan PTK (Daheri, 2009). Tampaknya, team teaching belum menjadi alternatif pilihan bagi guru dan mahasiswa. Padahal, gabungan antara team teaching, Lesson Study dan PTK dapat dijadikan sebagai wahana peningkatan kinerja guru dan aktivitas belajar siswa (Parno, 2010).

Kemajuan guru dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran di sekolah disajikan dalam tabel 2.

Tampak bahwa persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru di sekolah sudah berkateori sangat baik atau baik. Disamping itu, guru sudah tidak menggunakan metode ceramah lagi, melainkan pendekatan, model ataupun metode yang sudah memberi peluang siswa untuk aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Evaluasinyapun sudah tidak hanya paper and pencil saja.

Kemajuan guru dan mahasiswa dalam me-nyusun RPP pada tahap Plan disajikan dalam tabel 3.

Tampak bahwa guru lebih tertarik pada materi dan bagaimana mengemasnya dalam skenario pembelajaran. Sebaliknya, mahasiswa masih mene-kankan pada jabaran indikator ke tujuan pembe-lajaran, dan belum merasa ”memiliki” RPP yang dibuat secara bersama-sama. Hal ini terjadi karena

Page 57: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 57

mahasiswa belum berpengalaman bekerja sama dengan sesama guru di lapangan.

Tabel 1. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa di sekolah secara umum

No Kemajuan umum di sekolah Guru Mahasiswa

1 Rerata 3,78 (baik) 3,52 (baik) 2 Paling optimal Mendorong siswa untuk

belajar bersama dan sa-ling belajar sesama siswa Tertarik pada proses dan kemajuan belajar masing-masing siswa da-lam pembelajaran

Tidak hanya berpikir apa materi yang disampaikan dalam pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana cara membelajarkan materi ajar tersebut kepada siswa Berkeinginan agar penelitian tindakan kelas yang dilakukan ditindaklanjuti dengan menuliskannya dalam karya ilmiah untuk dipublikasikan dalam forum maupun jurnal ilmiah

3 Paling memerlukan perhatian

Melakukan team teach-ing dengan guru lain

Melakukan team teaching dengan mahasiswa lain

Tabel 2. Kemajuan persiapan, pelaksanaan dan evaluasi oleh guru di sekolah

No Kemajuan guru Skala dan kategori, atau alternatif terbesar 1 Persiapan 4,05 (sangat baik) 2 Pelaksanaan

Pelaksanaan pembelajaran Pendekatan pembelajaran Model pembelajaran Metode pembelajaran Melatihkan keterampilan berpikir kritis Melatihkan metakognisi

3,79 (baik) Pendekatan konsep Model kooperatif Metode diskusi Menarik kesimpulan Mengidentifikasi apa yang SUDAH diketahui dari topik yang sedang dipelajari

3 Evaluasi RPP terlaksana dengan baik Tes mengandung ranah kemampuan Bentuk tes objektif Bentuk tes subjektif Assesmen alternatif

3,44 (baik) Memahami Jawaban singkat Jelaskan ..........! Tes kinerja

Tabel 3. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa dalam menyusun RPP tahap Plan

No Menyusun RPP tahap Plan Guru Mahasiswa

1 Rerata 4,08 (sangat baik) 4,08 (sangat baik) 2 Paling optimal Materi ajar dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran

atau kompetensi yang akan dicapai Skenario/kegiatan pembelajaran memuat secara ek-splisit langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang terdiri dari tiga tahap (kegiatan awal/pendahuluan, inti, dan penutup)

Tujuan pembelajaran dijabarkan dari kompe-tensi dasar atau indika-tor pencapaian kompe-tensi

3 Paling memerlu-kan perhatian

Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembe-lajaran [misal: tes tulis untuk mengukur penguasaan pengetahuan (kognitif), tes kinerja untuk mengukur penampilan (psikomotor), dan skala sikap untuk mengukur sikap (afektif)] Dicantumkan instrumen yang digunakan beserta kelengkapannya (soal, kunci jawaban, dan ru-brik/pedoman penskoran)

Merasa bahwa RPP yang dibuat secara kolaboratif juga “milik” saya

Page 58: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 58

Kemajuan mahasiswa dalam hal memiliki

kiat menyusun RPP dan LKS ideal pada tahap Plan, masing-masing berskala 3,95 (baik) dan 3,28 (baik). Hal ini merupakan bekal yang baik bagi mahasiswa dalam mempersiapkan dirinya menjadi tenaga pendidikan yang profesional, terutama dalam hal mempersiapkan pembelajaran.

Kemajuan guru dan mahasiswa sebagai observer tahap Do disajikan dalam tabel 4.

Tampak bahwa guru sudah menekankan pada bagaimana siswa kreatif dalam pembelajaran. Sedangkan mahasiswa masih mementingkan teknis LS yang efektif, yaitu mematikan HP. Tetapi, guru masih belum bisa menghindari untuk tidak berbicara dengan pengamat yang lain. Hal ini

umumnya berakibat pada ketidaktajamannya dalam mengamati perilaku belajar siswa.

Kemajuan guru dan mahasiswa sebagai guru model tahap Do disajikan dalam tabel 5.

Tampak bahwa guru sudah menyiapkan LS secara matang, yaitu tidak lupa untuk membagikan LEMBAR OBSERVASI, RPP, LKS atau perangkat pembelajaran lainnya kepada seluruh para pengamat. Tetapi, guru tampaknya masih berpegang pada RPP yang telah dirancang, tanpa memperhatikan kondisi riil siswa di kelas.

Kemajuan guru dan mahasiswa sebagai observer tahap See disajikan dalam tabel 6.

Tabel 4. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa sebagai observer tahap Do

No Observer tahap Do Guru Mahasiswa 1 Rerata 4,11 (sangat baik) 4,29 (sangat baik) 2 Paling optimal Memperhatikan bagaimana upaya

guru membuat siswa kreatif Menyetel HP dalam keadaan silent (bisu) atau getar agar nada panggil tidak berbunyi

3 Paling memerlu-kan perhatian

Tidak berbicara dengan pengamat yang lain

Datang paling lambat 5 menit sebelum pembelajaran dimulai

Tabel 5. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa sebagai guru model tahap Do

No Guru model tahap Do Guru Mahasiswa 1 Rerata 3,98 (baik) 3,56 (baik) 2 Paling optimal Membagikan LEMBAR OBSER-

VASI, RPP, LKS atau perangkat pembelajaran lainnya kepada seluruh para pengamat

Mendatangi kelompok yang sekiranya perlu pertolongan

3 Paling memerlukan perhatian

Mengubah sebagian isi RPP yang disesuaikan dengan kondisi riil siswa, meskipun RPP tersebut telah dibuat secara bersama-sama dalam kegiatan plan

Membagikan lembar DENAH TEM-PAT DUDUK, NAMA KELOMPOK, NOMOR URUT DAN NAMA SISWA kepada seluruh pengamat

Tabel 6. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa sebagai observer tahap See

No Observer tahap See Guru Mahasiswa 1 Rerata 4,19 (sangat baik) 3,80 (baik) 2 Paling optimal Menyampaikan pelajaran berharga

apa yang bisa dipetik dari permasala-han-permasalahan yang muncul pada lesson study kali ini

Menyampaikan komentar berdasarkan data (bukti-bukti konkret dan spesifik) pengamatan saat observasi

3 Paling memerlukan perhatian

Bukannya menyampaikan seluruh hasil observasinya, melainkan memi-lih catatan yang hanya terkait dengan permasalahan/tema yang sedang

Menggunakan kata ”pembelajaran kita” saat memberikan komentar atau mengomentari proses pembelajaran, dan bukannya menggunakan kata

Page 59: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 59

didiskusikan ”pembelajaran guru model A atau B”

Tabel 7. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa sebagai guru model tahap See

No Guru model tahap See Guru Mahasiswa 1 Rerata 4,03 (sangat baik) 3,89 (baik) 2 Paling optimal Merasa bahwa LS ini adalah

sarana untuk membuka diri terha-dap masukan yang diberikan oleh orang lain

Merasa bahwa LS ini adalah sarana untuk mau saling memberi masukan yang jujur dan penuh respek

3 Paling memerlukan perhatian

Tidak terkesan ”terlalu membela diri” atau mencari pembenaran atas kejadian atau kekurangan yang ada saat memberikan tang-gapan

Menyebutkan kira-kira persentase ketercapaian skenario pembelajaran yang telah dibuat

Tabel 8. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa sebagai moderator tahap See

No Moderator tahap See Guru Mahasiswa 1 Rerata 4,12 (sangat baik) 3,86 (baik) 2 Paling optimal Mengikuti proses pembelajaran

secara keseluruhan Mengikuti proses pembelajaran secara keseluruhan

3 Paling memerlukan perhatian

Membacakan tata tertib sidang re-fleksi

Membacakan tata tertib sidang refleksi

Tabel 9. Perbandingan kemajuan guru dan mahasiswa secara rerata keseluruhan

No Kemajuan Guru Mahasiswa 1 Umum di sekolah 3,78 (baik) 3,52 (baik) 2 Menyusun RPP tahap Plan 4,08 (sangat baik) 4,08 (sangat baik) 3 Observer tahap Do 4,11 (sangat baik) 4,29 (sangat baik) 4 Guru model tahap Do 3,98 (baik) 3,56 (baik) 5 Observer tahap See 4,19 (sangat baik) 3,80 (baik) 6 Guru model tahap See 4,03 (sangat baik) 3,89 (baik) 7 Moderator tahap See 4,12 (sangat baik) 3,86 (baik) Rerata keseluruhan 4,04 (sangat baik) 3,86 (baik)

Tampak bahwa guru sudah bisa mengambil

manfaat dari pelaksanaan LS. Hal ini sesuai dengan penemuan Arditigo (2009) bahwa keberhasilan LS bukan hanya terletak pada baik tidaknya pembela-jaran yang dilaksanakan oleh guru model (karena tidak ada proses pembelajaran yang sempurna) tetapi justru pada pelajaran berharga yang didapat-kan dari open lesson dengan observasinya dan ba-gaimana tindak lanjutnya. Lebih lanjut Arditigo (2009) menegaskan bahwa refleksi memberikan kita pelajaran bagaimana menemukan teknik-teknik yang pas dalam mengajar, sehingga pembe-lajaran berikutnya menjadi lebih baik. Sedangkan mahasiswa belum bisa menggangap bahwa LS ini

adalah milik bersama dan untuk meningkatkan pro-fesionalisme seluruh pesertanya.

Kemajuan guru dan mahasiswa sebagai guru model tahap See disajikan dalam tabel 7.

Guru dan mahasiswa sudah merasa bahwa LS merupakan wahana yang tepat untuk meningkatkan keterbukaan antar teman. Hal ini merupakan hal positif dalam rangka untuk meningkatkan profesional guru. Tetapi, terjadi sebaliknya guru masih terkesan ”membela diri” mencari pembenaran atas idenya.

Kemajuan guru dan mahasiswa sebagai moderator tahap See disajikan dalam tabel 8.

Pada tahap See ini, guru dan mahasiswa sebagai moderator memiliki keunggulan dan

Page 60: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 60

kelemahan yang sama. Berarti, keduanya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang sama dalam hal ini.

Berdasarkan Tabel 1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 kemajuan guru dan mahasiswa secara rerata keseluruhan disajikan dalam tabel 9.

Secara total terlihat bahwa guru memiliki kemajuan LS berbasis MGMP yang berategori sangat baik, sedangkan mahasiswa memiliki kemajuan PPL berbasis LS berkategori baik.

Perbedaan ini terjadi karena guru telah 7 semester berkecimpung dalam kegiatan LS, sedangkan mahasiswa baru 1 semester saja. Tetapi, perbedaan tersebut tipis sekali. Hal ini merupakan pertanda bagus bagi mahasiswa dalam mempersiapkan dirinya sebagai calon guru yang profesional.

Dukungan dan bimbingan terhadap mahasiswa selama melaksanakan PPL berbasis LS di sekolah disajikan dalam tabel 10.

Tabel 10. Dukungan dan bimbingan terhadap PPL berbasis LS mahasiswa

No Dukungan dan bimbingan Skala dan kategori, atau alternatif terbesar 1 Kuantitas LS dan bimbingan dosen

Persentase mahasiswa melaksanakan LS Rerata LS dilakukan mahasiswa

81,08% 7,25 kali

2 Dukungan PPL berbasis LS Perhatian guru-guru, khususnya guru IPA Perhatian pimpinan sekolah (Kep Sek dan Wakilnya) Perhatian guru pamong

Baik Baik Baik

3 Bimbingan PPL berbasis LS Rerata persentase didampingi dosen pembimbingan oleh dosen

34,48% (kurang baik) Sangat baik

4 Observer/pengamat kegiatan DO atau open class LS (pembelajaran oleh guru model) dilaksanakan oleh ........

Mahasiswa, guru pamong, guru IPA di sekolah setempat dan dosen pembimbing lapangan

5 Kegiatan refleksi LS dilaksanakan .......... Langsung setelah OC (open class) 6 Yang menjadi fokus utama pengamatan sewaktu

menjadi observer/pengamat DO atau open class LS ........

Aktivitas dan kreativitas belajar murid

7 Posisi sewaktu menjadi observer/pengamat open class LS ..........

Berdiri pada posisi yang dapat melihat raut muka siswa dan sekali waktu mendekat ke siswa

Tampak bahwa mahasiswa memperoleh

dukungan dan bimbingan berkategori baik selama PPL berbasis LS di sekolah. Tetapi, belum seluruh mahasiswa melakukan PPL berbasis LS di sekolah. Masih terdapat 18,92% mahasiswa yang sangat disayangkan tidak melakukannya karena berbagai faktor penyebab. Disamping itu, pendampingan oleh dosen juga masih sangat kurang. Pendampingan oleh dosen baru sebesar 34,48% yang berkategori kurang baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan berikut.

Kemajuan guru dalam melaksanakan LS berbasis MGMP secara keseluruhan (Plan, Do, dan See) selama 7 semester berkategori sangat baik;

sedangkan mahasiswa melaksanakan PPL berbasis LS secara keseluruhan berkategori baik.

Kemajuan guru dalam mempersiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran di sekolah, masing-masing berkategori sangat baik, baik, dan baik; menggunakan pendekatan konsep, model kooperatif, metode diskusi, melatihkan keterampilan berpikir kritis (menarik kesimpulan), melatihkan metakognisi (mengidentifikasi apa yang SUDAH diketahui dari topik yang sedang dipelajari), tes objektif jawaban singkat, tes subjektif jelaskan, dan assesmen alternatif tes kinerja.

Mahasiswa memperoleh dukungan dan bimbingan berkategori baik selama PPL berbasis LS di sekolah. Tetapi, masih terdapat 18,92% mahasiswa yang belum melaksanakan PPL berbasis LS, dan pendampingan oleh dosen masih berkategori kurang baik (34,48%).

Page 61: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 61

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain guru-guru peserta LS berbasis MGMP dan LC JICA UM; dan mahasiswa prodi pendidikan Fisika dan sekolah tempat praktiknya serta FMIPA UM. Guru-guru dan sekolahnya dapat menggunakannya sebagai rujukan oleh dalam upaya lebih menggiatkan kegiatan LS dan LC JICA dalam upaya memperbaiki program pendampingan yang akan

datang. Mahasiswa dapat memanfaatkannya sebagai wahana belajar awal dalam menyiapkan iri menjadi calon guru yang profesional. Sekolah tempat praktik mahasiswa dapat menjadikan PPL berbasis LS ini sebagai model pembinaan guru di lingkungannya agar lebih profesional di bidangnya. FMIPA UM dapat mempelajari pola PPL berbasis LS ini sebagai rujukan untuk perbaikan program yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Arditigo, A. 2009. Refleksi Pelajaran Berharga dari Pengalaman Pelaksanaan Lesson Study Di MGMP Biologi SMA Kota Pasuruan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional ke 2 Lesson Study: Perkembangan Innovási Pembelajaran melalui Lesson Study dan Dampaknya terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia di FMIPA UM. 17 Oktober 2009

Arikunto, S. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

BSNP. 2007. STANDAR PROSES untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Permendiknas No. 41 Tahun 2007.

Daheri, A, Sigit, D. 2009. Pelaksanaan Lesson Study di Mata Guru MIPA SMPN/S dan MTsN/S Peserta MGMP MIPA Berbasis Lesson Study di Home Base Bangil Kabupaten Pasuruan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional ke 2 Lesson Study: Perkembangan Innovási Pembelajaran melalui Lesson Study dan Dampaknya terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia di FMIPA UM. 17 Oktober 2009

Dirjen PMPTK. 2007. Laporan Survei Baseline untuk Program bagi Penguatan Pelatihan Guru dalam Jabatan untuk Pendidikan Matematika dan Sains di Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SISTTEMS). JICA: International Development Center of Japan

Ibrohim. 2008. Lesson Study untuk Meningkatkan Efektivitas PPL bagi Mahasiswa Calon Guru. Makalah disampaikan pada Semlok Pembimbingan dan Penilaian PKM Program Sertifikasi Guru Jalur Pendidikan oleh UPT PPL Universitas Negeri Malang pada 4 Juli 2008

LC. 2008. Rambu-rambu Pendampingan Kegiatan Lesson Study: Tindak Lanjut Program kerjasama Teknis SISTTEMS JICA “Program for Enhancing Quality of Junior Secondary Education” Dinas Pendidikan Kabupaten

Pasuruan (2009-2012) Edisi Semester II 2008/2009. Local Coordinator JICA UM

Natawidjaya, R. 2002. Standar Profesi Guru. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Parno. 2010. Team Teaching, Lesson Study dan PTK Dalam Pembelajaran IPA Terpadu: Suatu Gagasan Peningkatan Kinerja Guru dan Aktivitas Belajar Siswa. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Sains 2010: Pengembangan Sains Berwawasan Lingkungan dalam Upaya Mewujudkan Generasi Berkarakter melalui Pembelajaran IPA Terpadu oleh Prodi S-1 Pendidikan Sains FMIPA UNESA pada 24 April 2010

Panitia PSG. 2009. Pedoman Teknis Asesor Penilaian Portofolio Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2009. Depdiknas UM

Saito, E, Imansyah, H, Ibrohim. 2005. Penerapan Studi pembelajaran di Indonesia: Studi Kasus dari IMSTEP. Jurnal Pendidikan “Mimbar Pendidi-kan”, No. 3 Th XXIV:24-32

Syamsuri, I., Ibrohim. 2008. LESSON STUDY (Studi Pembelajaran). Malang: FMIPA UM

Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

UPT PPL UM. 2007. Buku Petunjuk Pelaksanaan Prak-tik Pengalaman Lapangan (PPL) Keguruan Uni-versitas Negeri Malang

Yuliati, L. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Awal Menga-jar Calon Guru Fisika. Disertasi Doktor Kepen-didikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indo-nesia. Tidak Diterbitkan

Page 62: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 62

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR FISIKA MAHASISWA YANG DIBERI TUGAS SEBELUM MATERI DIAJARKAN DENGAN MAHASISWA YANG DIBERI TUGAS SETELAH

MATERI DIAJARKAN PADA MAHASISWA ANGKATAN 2009/2010

Purbo Suwasono

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa adalah dengan mengguna-kan metode pemberian tugas. Dengan pemberian tugas tersebut mahasiswa dituntut untuk belajar man-diri. Pemberian tugas dapat diberikan sebelum materi diajarkan atau sesudah materi diajarkan. Peneli-tian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika maha-siswa antara yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan mahasiswa yang diberi tugas setelah materi diajarkan, serta mahasiswa yang tidak diberi tugas. Prestasi belajar fisika yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh mahasiswa pada postes pokok bahasan fluida tak bergerak. Dari hasil analisis data diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) thitung = 2,729 > ttabel = 1,991 pada taraf signifikan 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar fisika yang signifikan antara kelom-pok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi dijarkan dengan mahasiswa yang tanpa pemberian tu-gas. (2) Nilai rata-rata kelompok E1 = 85,156 > K = 69,111, hal ini berarti bahwa mahasiswa yang di-beri tugas sebelum materi diajarkan prestasi belajar fisikanya lebih tinggi dibanding dengan pengajaran tanpa pemberian tugas. (3) thitung = 2,729 > ttabel = 1,991 pada taraf signifikan 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar fisika yang signifikan antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi dijarkan dengan mahasiswa yang tanpa pemberian tugas. (4) Nilai rata-rata kelompok E2 = 81,356> K = 69,111, hal ini berarti bahwa mahasiswa yang diberi tugas sesu-dah materi diajarkan prestasi belajar fisikanya lebih tinggi dibanding dengan pengajaran tanpa pembe-rian tugas. (5) thitung = 3,416 > ttabel = 1,991 pada taraf signifikan 5%, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar fisika yang signifikan antara kelompok mahasiswa yang diberi tu-gas sebelum materi dijarkan dengan mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan. (6) Nilai rata-rata kelompok E1 = 85,156 > E2 = 81, 356, hal ini berarti bahwa mahasiswa yang diberi tugas se-belum materi diajarkan prestasi belajar fisikanya lebih tinggi dibanding dengan mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemberian tugas sebelum materi diajarkan lebih baik daripada pemberian tugas sesuah materi diajarkan dan tanpa pemberian tu-gas.

Kata kunci: Tugas sebelum materi diajarkan, tugas sesudah materi diajarkan, prestasi belajar

Berdasarkan nilai dokumen, bahwa rerata ni-lai fisika angkatan tahun 2008/2009 adalah 6,2. Maka dengan adanya nilai yang rendah, perlu ada peningkatan dari kualitas komponen-komponen pendidikan.

Salah satu upaya dalam meningkatkan prestasi belajar mahasiswa adalah penggunaan metode mengajar yang tepat oleh dosen. Metode mengajar memiliki beragam jenis, karena keberadaannya disesuaikan dengan tujuan

pembelajaran yang diinginkan, tingkat kematangan mahasiswa, situasi di sekeliling tempat belajar, fasilitas yang tersedia serta kemampuan profesionalisme dosen yang berbeda-beda.Salah satu metode yang sering digunakan oleh dosen adalah pemberian tugas. Pemberian tugas dapat diberikan sebelum materi diajarkan atau sesudah materi diajarkan. Dengan pemberian tugas tersebut mahasiswa dilatih untuk belajar mandiri, sehingga dalam proses pembelajaran mahasiswa lebih

Page 63: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 63

berperan aktif. Pada umumnya pemberian tugas pelajaran diberikan oleh dosen sesudah materi diajarkan, karena dengan tugas ini dianggap dapat meningkatkan semangat belajar mahasiswa, sehingga prestasi belajar fisika mahasiswa lebih baik. Sedangkan pemberian tugas sebelum materi diajarkan jarang dilakukan dosen dalam proses pembelajaran. Menurut Roestiyah (dalam Sadullah, 2004:27) menyatakan bahwa pemberian tugas sebelum materi diajarkan, dapat mengaktifkan mahasiswa untuk mempelajari sendiri dan menemukan konsep sendiri. Hal ini berarti apabila tugas diberikan sebelum materi diajarkan, mahasiswa pasti sudah mempelajari materi yang akan disajikan, sehingga mahasiswa akan berperan aktif dalam proses pembelajaran, dan akhirnya prestasi belajarnya akan menjadi lebih baik. Sedangkan pemberian tugas sesudah materi diajarkan bertujuan untuk merangsang kemampuan mengingat-ingat materi yang sudah diajarkan oleh dosen, pada saat proses pembelajaran. Namun sejauh manakah pemberian tugas sebelum materi diajarkan ini, dapat meningkatkan prestasi belajar fisika dibandingkan dengan pemberian tugas setelah materi diajarkan? Karenanya perlu dilakukan penelitian ini dengan judul “Perbedaan Prestasi Belajar Fisika Mahasiswa yang Diberi Tugas Sebelum Materi Diajarkan dengan Mahasiswa yang Diberi Tugas Sesudah Materi Diajarkan pada Mahasiswa Angkatan 2009/2010”.

KAJIAN PUSTAKA

Mustiningsih (2008:2) menyimpulkan bebera-pa definisi belajar, antara lain: proses perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia, perubahan tingkah laku bukan disebabkan oleh proses pertum-buhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan, perubahan dapat berupa kebiasaan, kecakapan atau tiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (affektif), keterampilan (psikomotor).

Beberapa ahli lain mengemukakan konsep mengajar, antara lain. Waini Rasyidin bahwa mengajar merupakan upaya guru menciptakan kon-disi-kondisi yang memungkinkan terjadinya interaksi edukatif, Soelaiman bahwa mengajar adalah kegiatan dosen membimbing dan mendorong murid memperoleh pengalaman yang berguna bagi semua pengembangan potensinya, dan Clarke bahwa mengajar yaitu kegiatan yang di-rancang dan dilaksanakan untuk menghasilkan per-

ubahan pada tingkah laku murid (Murtiningsih, 2008:6).

Pembelajaran pada dasarnya adalah memban-tu mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap ide dan aspirasi yang mengarah pada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan mahasiswa (Subiyanto, 2000:32-33). Sedangkan menurut Sudirman dkk. (2001:1), pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar dimana mahasiswa dapat berinteraksi dengan dosen dan materi pelajaran yang telah diatur dalam rangka mencapai tujuan. Dengan demikian pembelajaran fisika adalah kegiatan belajar mengajar fisika antara dosen dan mahasiswa sebagai akibat perubahan tingkah laku karena pengalaman belajarnya untuk mencapai tujuan pembelajaran fisika. Kegiatan belajar mengajar fisika merupakan proses dan produk. Fisika sebagai produk me-rupakan sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta-fakta, konsep-konsep dan prinsip. Fisika sebagai proses meliputi keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk mencapai produk fisika (Lilisari dan Ratna, 2006:1).

Belajar fisika tidak hanya sekedar hafalan tetapi lebih ditekankan pada pengertian dan pemahaman konsep yang dititikberatkan pada proses terbentuknya pengetahuan. Jadi secara umum pembelajaran fisika bertujuan untuk mengu-asai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode (proses) sains yang dilandasi oleh sikap keilmuan untuk memecahkan masalah- masalah yang dihadapinya (Sumaji, 2008:165).

Roestiyah (2001:133) berpendapat bahwa pemberian tugas menjadikan mahasiswa aktif dan merasa terangsang untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani ber-tanggung jawab sendiri. Selanjutnya Roestiyah (2001:135) mengemukakan kebaikan-kebaikan tekhnik pemberian tugas sebagai berikut.

“Teknik resitasi (tugas) ini memiliki kebaikan sebagai teknik penyajian ialah karena mahasiswa mendalami dan mengalami sendiri pengetahuan yang dicarinya, maka pengetahan itu akan tinggal lebih lama di dalam jiwanya. Apalagi dalam melaksanakan tugas ini ditunjang dengan minat dan perhatian mahasiswa serta kejelasan tujuan mereka bekerja. Pada kesempatan ini mahasiswa juga dapat mengembangkan daya berpikirnya sendiri, daya inisiatif, daya kreatif, tanggung jawab, dan melatih berdiri sendiri“.

Robinson (dalam Maksum, 2004:26) mengatakan bahwa untuk menciptakan situasi yang

Page 64: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 64

menggairahkan dan membuat mahasiswa cederung untuk berpartisipasi secara aktif dalam belajar mengajar adalah dengan menyediakan pekerjaan rumah. Salah satu teknik pemberian tugas yang diharapkan dapat meningkatkan aktifitas belajar mahasiswa adalah pemberian tugas sebelum materi yang berhubungan dengan tugas-tugas tersebut diajarkan.

Rooijakers (dalam Purwanto, 2004:23) me-nyatakan bahwa dosen dapat pula memberikan tugas tentang hal yang belum pernah diajarkan. Tu-gas ini dapat diberikan sebelum dosen menyam-paikan ceramahnya. Dengan cara ini mahasiswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri jawaban dari suatu persoalan, mampu berpikir dan kreatif dalam menggunakan sumber-sumber belajar mereka.

Tugas-tugas yang diberikan dapat berupa tugas yang insidental, dapat pula tugas-tugas yang dirancang secara teratur. Tugas yang insidental, misalnya memberikan soal-soal setelah ceramah. Tugas-tugas yang dirancang secara teratur, misalnya tugas kokurikuler yang diberikan setelah kegiatan belajar mengajar (Roestiyah dan Yumiati, 2001).

Menurut Buchori (2008:34), yang dimaksud prestasi adalah hasil karya yang dicapai atau hasil yang sebenarnya tercapai. Sedangkan Winkel da-lam Hendrajaya (2003:62), menyatakan bahwa prestasi adalah bukti dan usaha yang dapat dicapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi adalah hasil yang dicapai sebagai bukti atas usaha yang dikerjakan.

Pengertian belajar menurut Hamalik (2008:85), adalah bentuk perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam perubahan tingkah laku yang baru, berkat adanya pengalaman atau latihan. Menurut Roestiyah (2001:149), me-nyatakan belajar adalah proses dimana dosen terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalamanedukatif untuk mencapai sesuatu tujuan. Sedangkan menurut Slameto (1995:2), mengatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Menurut Dimyati dan Mujiono (1994:163), ranah kognitif adalah ranah keberhasilan peserta didik yang berkaitan langsung dengan pengetahuan yaitu kemampuan mahasiswa dalam menguasai pengetahuan yang ditransfer melalui proses pembelajaran.

Prestasi belajar mahasiswa yang dicapai dapat dilihat dari hasil evaluasi (tes). Nilai ini dapat dipakai sebagai pembanding dari prestasi belajar yang dicapai mahasiswa dan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dakir (2006:222), yang menyatakan untuk membandingkan hasil yang satu lebih baik dari yang lain, maka orang melakukan penelitian setiap hasil perbuatan yang kemudian dapat dengan mudah diketahui secara nyata.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah melihat adanya perbedaan prestasi belajar fisika antara dua kelompok mahasiswa yang diberi perlakuan berbeda. Dalam desain penelitian ini menggunakan dua kelompok eksperimental dan satu kelompok kontrol. Kerangka rancangan penelitian di-tunjukkan oleh tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Penelitian Tiga Kelompok Prates Postes

Kelompok Perlakuan Postes Eksperimen 1 (E1) X1 T1 Eksperimen 2 (E2) X2 T1 Kontrol (K) _ T2

Catatan: X1 = Pembelajaran fisika dengan pemberian tugas sebelum

materi diajarkan X2 = Pembelajaran fisika dengan pemberian tugas sesudah

materi diajarkan T1 = Tes prestasi belajar mahasiswa kelompok eksperimen

1 (E1) dan eksperimen 2 (E2) T2 = Tes prestasi belajar mahasiswa kelompok kontrol

Dengan rancangan penelitian seperti pada ba-han di atas, langkah-langkah pelaksanaan peneli-tian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pemberian perlakuan kepada kelompok eks-perimen 1 dan eksperimen 2 berupa pemberian tu-gas sebelum dan sesudah materi fisika diajarkan di tiap-tiap pertemuan. Sedangkan untuk kelompok kontrol tidak diberikan tugas sebelum dan sesudah materi diajarkan. Dalam proses pembelajaran ketiga kelompok mendapat materi pembelajaran yang sama, waktu pembelajaran dengan jumlah yang sama, dan dosen yang menyajikan materi pembelajaran juga sama.

Pada akhir penelitian kepada ketiga kelompok diberikan postes untuk mengukur penguasaan akhir untuk menentukan prestasi belajar fisika maha-

Page 65: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 65

siswa. Selanjutnya menghitung rata-rata skor pres-tasi belajar fisika mahasiswa dan mencari perbedaan signifikansinya antara ketiga kelompok.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa kelas I SMU Laboratorium UM, yang terdiri dari lima kelas yaitu kelas A, B, N, M, MM. Sampel diambil tiga kelas dari lima kelas untuk penelitian ini didasarkan pertimbangan bahwa kelas A, B, N belajarnya tidak berbeda jauh diantara lima kelas yang ada dan ketiga kelas tersebut diajar oleh dosen yang sama sedangkan keadaan murid tesebar rata.

Untuk memudahkan penulisan, kelompok mahasiswa yang mendapat tugas sebelum materi diajarkan disebut kelompok eksperimen 1 (E1), kelompok mahasiswa yang mendapat tugas sesudah materi diajarkan disebut kelompok eksperimen 2 (E2) dan kelompok kontrol (K).

Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam instrumen yaitu instrumen perlakuan dan instrumen prestasi belajar fisika pokok bahasan fluida tak bergerak.

Instrumen Perlakuan

Tugas yang diberikan sebelum materi diajar-kan dengan sesudah materi diajarkan untuk kedua kelompok eksperimen dibuat sama. Hal ini bertuju-an untuk bersikap obyektif terhadap pemberian per-lakuan, sehingga tes prestasi yang digunakan juga sama.

Instrumen Prestasi Belajar Fisika

Instrumen prestasi belajar fisika disusun pene-liti dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar fisika mahasiswa setelah diberi perlakuan. Menurut Arikunto (1997:160) instrumen yang baik harus memenuhi dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.

Uji Validitas Butir Soal

Suatu butir tes dikatakan valid jika dapat de-ngan tepat mengukur apa yang mau diukur. Untuk mengetahui validitas butir tes digunakan korelasi point biserial dengan rumus sebagai berikut.

q

p

St

MtMppbr

(Arikunto, 1998:270)

dengan: rpb = Koefisien korelasi point biserial Mp = Rerata skor dari subyek yang menjawab

benar bagi item soal yang dicari validitasnya

Mt = Rerata skor total St = Standart deviasi dari skor total p = Proporsi mahasiswa yang menjawab benar q = Proporsi mahasiswa yang menjawab salah

(1-p) Dari koefisien korelasi biserial yang didapat,

maka untuk menentukan valid tidaknya digunakan rumus:

2pbr1

2npbrt

(Sungkowo, 1985:35) dengan n : banyak responden Valid tidaknya suatu butir soal telah

ditetapkan dengan jalan membandingkan thitung > ttabel dengan taraf signifikan 0,05. Jika thitung >ttabel, maka suatu butir dinyatakan valid.

Uji Reliabilitas

Realibilitas tes adalah tingkat kepercayaan terhadap perangkat tes yang digunakan sebagai alat pengumpul data karena instumen tersebut sudah baik. Suatu perangkat tes dikatakan reliabel apabila perangkat tes tersebut memberikan hasil tes yang tetap apabila diteskan berkali- kali.

Perhitungan reliabilitas tes hanya digunakan pada butir tes yang tidak gugur, dengan menggunakan rumus Kuder-Richarson (KR-20)

Vt

pqVt

1k

k11r

(Arikunto, 1998:182) Dengan:

r1 = reliabilitas instrumen p = proporsi subyek yang menjawab item de-

ngan benar q = proporsi subyek yang menjawab item

dengan salah (1 - p)

pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q K = banyaknya butir pertanyaan Vt = varian total

Jika hasil perhitungan r11 > rtabel, maka ins-trumen itu reliabel.

Pengumpulan Data

Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah data hasil belajar mahasiswa.Untuk

Page 66: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 66

mendapatkan data tersebut diperlukan beberapa tahap.

Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa kelas A, B, N, M dan MM angkatan 2009/2010. Sedangkan sampelnya adalah mahasiswa kelas A, B dan N angkatan 2009/2010 yang berjumlah 135 mahasiswa, terbagi menjadi tiga kelas sebagai sampel penelitian dengan prosedur penelitian seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.

Merekam nilai dari angkatan tahun 2008/2009 pada sebagai data kemampuan awal mahasiswa.

Pelaksanaan Eksperimen

Eksperimen dilaksanakan setelah prates dibe-rikan. Kelompok eksperimen 1 (E1) diberikan tugas sebelum materi diajarkan, kelompok eksperi-men 2 (E2) diberikan tugas sesudah materi diajar-kan.

Pemberian Postes

Setelah eksperimen dilaksanakan, perlakuan berikutnya adalah pemberian postes. Pemberian postes diberikan untuk menyaring kemampuan mahasiswa untuk memahami konsep fisika pokok bahasan fluida tak bergerak.

Perlakuan sepenuhnya dilakukan oleh dosen, peneliti hanya memberi petunjuk mengenai perlakuan pmberian tugas dan mendampingi pada waktu pengambilan data prestasi belajar.

ANALISIS DATA

Uji prasyarat analisis

Uji prasyarat analisis dimaksudkan untuk memeriksa keabsahan apakah sampel benar-benar terdistribusi normal dan homogen. Uji prasyarat analisis data penelitian terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji Chi-Kuadrat dengan rumus:

X2

h =

fhfhfo 2)(

(Arikunto,1998:278)

Dengan X2h : hasil hitung chi-kuadrat

fo : frekuensi hasil pengamatan

fh : frekuensi harapan

Data berdistribusi normal jika: X2h

X2tabel (1-)(k-3)

Dengan : taraf signifikan k-3 : derajat kebebasan

Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas varian digunakan untuk mengetahui homogen tidaknya kedua data yang dianalisis. Rumus yang digunakan untuk menguji homogenitas adalah

terkecilVarianterbesarVarianF

(Sudjana, 1996:250) Dengan kriteria, data mempunyai varian

homogen jika Fhitung < F1/2 (n1-1) (n2-2). Untuk menguji hipotesis maka data harus mempunyai varian homogen. Sedangkan kalau data mempunyai varian berlainan (tidak homogen), hingga sekarang dalam menguji hipotesis hanya digunakan cara-cara pendekatan.

Khusus untuk kemampuan awal mahasiswa, uji prasyarat di lanjutkan dengan uji kesamaan dua rata-rata uji-t dua pihak, hal ini dimaksudkan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata ketiga kelompok tersebut. Jika tidak ada perbedaan yang signifikan, maka hal ini menunjukkan bahwa ketiga kelompok mempunyai kemampuan awal yang seimbang.

Uji hipotesis Penelitian

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan, dengan menggunakan uji t dua pihak. Untuk menguji hipotesis ini digunakan rumus statistik sebagai berikut.

)11(2 2121

21

21

NNNNJKJK

XXt

(Sungkowo, 1985:25) Dengan:

X 1: rata-rata hitung data prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi pembelajaran

X 2: rata-rata hitung data prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi pembelajaran

Page 67: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 67

Jk1: jumlah kuadrat nilai prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan

Jk2: jumlah kuadrat nilai prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan

N1: banyaknya data prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan

N2: banyaknya data prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan

Jk= X 2- NX )( 2

Hipotesis gagal ditolak bila thitung ttabel Hipotesis ditolak bila thitung < ttabel Setelah diketahui bahwa prestasi belajar fisika

mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dan prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan berbeda secara signifikan, maka langkah selanjutnya memandingkan rata-rata hitung data prestasi belajar fisika ketiga kelompok. Hal ini untuk mengetahui prestasi mana yang lebih tinggi.

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Data

Kemampuan Awal Mahasiswa

Kemampuan awal mahasiswa angkatan 2008/2009 pada penelitian ini didasarkan pada nilai semester I tahun 2008. Sebaran kemampuan awal mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan yaitu kelompok E1 berkisar antara 63 sampai 100, dengan rata-rata 80,444 dan Standart Deviasi (SD) 7,479. Sedangkan sebaran kemampuan awal kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan yaitu kelompok E2 berkisar antara 60 sampai 96, dengan rata-rata 78,889 dan Standart Deviasi (SD) 7,027. Dan sebaran kemampuan awal mahasiswa tanpa pemberian tugas yaitu kelompok K berkisar antara 50 sampai 90, dengan rata-rata 66,222 dan Standart Deviasi (SD) 9,026. Nilai kemampuan awal mahasiswa dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data Statistik Nilai Kemampuan Awal Mahasiswa

Sta-tistik

Kelompok K

Kelompok E1

Kelompok E2

Total

N 45 45 45 135

X 66,222 80,444 78,889

SD 9,026 7,479 7,027 Keterangan: X = Nilai rata-rata kemampuan awal mahasiswa SD = Standart Deviasi N = Jumlah mahasiswa

Prestasi Belajar Fisika

Data prestasi belajar fisika mahasiswa angkatan 2009/2010 pada penelitian ini didasarkan pada nilai hasil tes pada akhir pokok bahasan fluida tak bergerak.Prestasi belajar fisika kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan yaitu kelompok E1 berkisar antara 75 sampai 100, dengan rata-rata 85,156 dan Standart Deviasi (SD) 6,373. Sedangkan prestasi belajar fisika kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan yaitu kelompok E2 berkisar antara 65 sampai 100, dengan rata-rata 81,356 dan Standart Deviasi (SD) 7,082. Dan sebaran preatasi belajar fisika mahasiswa tanpa pemberian tugas yaitu kelompok K berkisar antara 65 sampai 90, dengan rata-rata 69,111 dan Standart Deviasi (SD) 7,253. Nilai prestasi belajar fisika mahasiswa dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Data Statistik Prestasi Belajar Fisika Mahasiswa

Sta-tistik

Kelompok K

Kelompok E1

Kelompok E2

Total

N 45 45 45 135 X 69,111 85,156 81,356 SD 7,253 6,373 7,082

Keterangan: X = Nilai rata-rata kemampuan awal mahasiswa SD = Standart Deviasi N = Jumlah mahasiswa

Pengujian Prasyarat Analisis

Uji Normalitas

Kemampuan Awal mahasiswa

Dari hasil uji normalitas data kemampuan awal mahasiswa diperoleh ringkasan data statistik ditunjukkan oleh tabel 4.

Prestasi Belajar Mahasiswa

Page 68: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 68

Dari hasil uji normalitas prestasi belajar mahasiswa diperoleh ringkasan data statistik ditunjukkan oleh tabel 5.

Uji Homogenitas

Kemampuan Awal Mahasiswa

Dari hasil uji homogenitas varians data terhadap kemampuan awal mahasiswa kelompok E1, E2, dan K diperoleh ringkasan data statistik seperti ditunjukkan oleh tabel 6.

Prestasi Belajar Mahasiswa

Dari hasil uji homogenitas varians data terhadap kemampuan awal mahasiswa kelompok E1, E2, dan K diperoleh ringkasan data statistik seperti ditunjukkan oleh tabel 7.

Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Awal

Hasil ringkasan data statistik dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 4. Ringkasan Data Statistik Uji Normalitas Kemampuan Awal Mahasiswa

Kelompok mahasiswa

2hitungX

2tabelX

dk Keterangan

E1 3,674 9,49 4 Normal E2 3,582 9,49 4 Normal K 3,141 9,49 4 Normal

Tabel 5. Ringkasan Data Statistik Uji Normalitas Prestasi Belajar Mahasiswa

Kelompok mahasiswa

2hitungX

2tabelX

dk Keterangan

E1 8,729 9,49 4 Normal E2 8,875 9,49 4 Normal K 7,441 9,49 4 Normal

Tabel 6. Ringkasan Data Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Mahasiswa Kelompok E1, E2, dan K

Kelompok mahasiswa

Fhitung Ftabel dk Kesimpulan

(E1):K (E2):K (E1):(E2)

1,457 1,650 1,133

1,668 1,668 1,668

(44,43) (44,43) (44,43)

Homogen Homogen Homogen

Tabel 7. Ringkasan Data Uji Homogenitas Varians Prestasi Belajar Mahasiswa Kelompok E1, E2, dan K

Kelompok mahasiswa

Fhitung Ftabel dk Kesimpulan

(E1):K 1,295 1,668 (44,43) Homogen (E2):K 1,049 1,668 (44,43) Homogen (E1):(E2) 1,235 1,668 (44,43) Homogen

Tabel 8. Ringkasan Data Uji Kesamaan Rata-rata Kemampuan Awal Mahasiswa

Antara Kelompok t1-2 db ttabel p (E1):K 0,021 88 1,991 5% (E2):K 1,680 88 1,991 5% (E1):(E2) 0,600 88 1,991 5%

Page 69: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 69

Tabel 9. Ringkasan Data Pengujian Hipotesis Penelitian

Antara kelompok t1-2 db ttabel P (E1):K 2,729 88 1,991 5% (E2):K 3,416 88 1,991 5% (E1):(E2) 2,628 88 1,991 5%

Karena thitung < ttabel, maka hipotesis nol

(Ho) gagal ditolak. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata hitung kemampuan awal mahasiswa tidak berbeda secara signifikan, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan awal mahasiswa ketiga kelompok sama.

Pengujian Hipotesis Penelitian

Hasil ringkasan data statistik dapat ditunjuk-kan oleh tabel 9.

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa thitung > ttabel. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) gagal ditolak, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar fisika kelompok E1, kelompok E2 dan kelompok K berbeda secara signifikan pada taraf signifikan 5%. Adanya perbe-daan ini disebabkan oleh perlakuan pemberian tugas sebelum dan sesudah materi diajarkan.

Untuk mengetahui kelompok mahasiswa mana yang prestasi belajarnya lebih tinggi, dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata prestasi belajar antara ketiga kelompok. Berdasarkan data prestasi belajar fisika diperoleh nilai rata-rata kelompok E1 = 85,156, nilai rata-rata kelompok E2 = 81,356 dan nilai rata-rata kelompok K = 69,111. Hal ini berarti bahwa prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian tugas, prestasi belajar fisika yang diberi tugas sesudah materi diajarkan lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian tugas dan prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi dibandingkan yang diberi tugas sesudah materi diajarkan.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat beberapa permasalahan. Rumusan permasalahan pertama yang akan dicari pemecahannya adalah: " apakah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas?". Rumusan permasalahan pertama ini menghasilkan hipotesis penelitian pertama, "bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara mahasiswa yang diberi

tugas sebelum materi diajarkan (E1) dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas (K)".

Rumusan permasalahan kedua adalah: "apa-kah prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi daripada mahasiswa yang tanpa pemberian tugas?". Rumusan permasalahan kedua ini menghasilakan hipotesis penelitian kedua, "bahwa prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan (E1) lebih tinggi daripada mahasiswa yang tanpa pembeian tugas (K)". Berdasarkan data hasil prestasi belajar fisika diperoleh nilai rata-rata kelompok E1 = 85,156 dan nilai rata-rata kelompok K = 69,111. Hal ini berarti bahwa pengajaran fisika yang diiringi dengan pemberian tugas sebelum materi diajarkan memberikan prestasi belajar fisika lebih tinggi dibanding dengan pengajaran tanpa pemberian tugas.

Rumusan permasalahan ketiga yang akan dicari pemecahannya adalah: "apakah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas?". Rumusan permasalahan ketiga ini menghasilkan hipotesis penelitian ketiga, "bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan (E2) dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas (K)".

Rumusan permasalahan keempat adalah: "apakah prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan lebih tinggi daripada mahasiswa yang tanpa pemberian tugas?". Rumusan permasalahan keempat ini menghasilkan hipotesis penelitian keempat, "bahwa prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan (E2) lebih tinggi daripada mahasiswa yang tanpa pembeian tugas(K)". Berdasarkan data hasil prestasi belajar fisika diperoleh nilai rata-rata kelompok E2 = 81,356 dan nilai rata-rata kelompok K = 69,111. Hal ini berarti bahwa pengajaran fisika yang diiringi dengan pemberian tugas sesudah materi diajarkan memberikan prestasi belajar fisika lebih tinggi dibanding dengan pengajaran tanpa pemberian tugas.

Page 70: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 70

Rumusan permasalahan kelima yang akan dicari pemecahannya adalah: "apakah terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan?. Rumusan permasalahan kelima ini menghasilkan hipotesis penelitian kelima, "bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan (E1) dengan kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan (E2)".

Rumusan permasalahan keenam adalah: "apakah prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi daripada mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan?". Rumusan permasalahan keenam ini menghasilkan hipotesis penelitian keenam, "bahwa prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan (E1) lebih tinggi daripada mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan (E2)". Berdasarkan data hasil prestasi belajar fisika diperoleh nilai rata-rata kelompok E1 = 85,156 dan nilai rata-rata kelompok E2 = 81,356. Hal ini berarti bahwa pengajaran fisika yang diiringi dengan pemberian tugas sebelum materi diajarkan memberikan prestasi belajar fisika lebih tinggi dibanding dengan pengajaran fisika tugas yang diberi tugas sesudah materi diajarkan

Tugas-tugas yang diberikan dosen akan diuasahakan oleh mahasiswa untuk dicari jawabannya melalui sumber-sumber yang relevan. Hal ini mengharuskan mahasiswa untuk membaca, memahami dan mencari jawaban terhadap permasalahan yang ada melalui pemikiran sendiri, sebelum akhirnyaditerangkan secara jelas oleh dosen pada kegiatan tatap muka. Mahasiswa akan mendapat pengalaman baru ke dalam struktur intelektualnya. Dengan perkataan lain teradi proses asimilasi pada diri mahasiswa. Setelah tatap muka di kelas, akan terjadi proses interaksi antara mahasiswa dengan dosen. Dalam interaksi ini, mahasiswa akan mendapat informasi tentang konsep fisika dan pemahamannya tentang fisika sudah benar atau salah.

Setelah berdiskusi dengan dosen maka mahasiswa akan mendapat satu konsep yang benar, yang berarti terjadi proses akomodasi, sehingga diperoleh pengalaman yang benar-benar baru. Dengna demikian tugas sebelum materi diajarkan dapat menciptakan keseimbangan dalam diri mahasiswa, yang berarti prestasi belajarnya dapat

meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharto (dalam Sutejo, 2005:60) yang mengatakan bahwa pemberian tugas sebelum materi diajarkan dimaksudkan untuik menciptakan kaitan yang kuat antara rangsangan yang berupa materi pembelajaran dengna respon yang berupa kesiapan belajar.

Pada kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan secara teoritis juga dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, namun dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan, prestasi in kalah tinggi. Hal ini disebabkan karena mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan, akan menjawab tugas-tugas dengna hanya melihat buku catatan dan dari keterangan dosen pada pertemuan sebelumnya, tugas-tugas sesudah materi diajarkan haya mencakup materi yang diajarkan pada pertemuan saat itu. Dengan tugas-tugas ini mahasiswa diharuskan mempelajari kembali apa yang diterangkan oleh dosen untuk bisa menjawab tugas-tugas tersebut. Pada proses mempelajari kembali (pengulangan) tentang hal-hal yang pernah dipelajari, materi-materi yang dipelajari akan lebih mudah dikuasai, sebab materi fisika umumnya sulit untuk dipahami dan dikuasai dengan hanya sekali baca. Hal ini yang dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Jika dibandingkan prestasi belajar fisika yang di beri tugas sebelum materi diajarkan prestasi belajar mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan lebih rendah. Hal ini disebabkan daya ingat mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan, dengan jalan belajar, dan menemukan sendiri jawaban atas tugas-tugas yang diberikan dosen, kemudian dijelaskan lagi oleh dosen, akan menjadi lebih kuat. Sedangkan tugas yang diberikan sesudah materi diajarkan membuat mahasiswa mencari jawabannya hanya pada catatan yang yang diterimanya dari dosen. Hal inilah yang membedakan prestasi belajar fisika mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan sesudah materi diajarkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1) Terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas pada mahasiswa Angkatan 2009/2010, 2) Prestasi belajar fisika kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi dari

Page 71: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 71

kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas pada mahasiswa Angkatan 2009/2010, 3) Terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan dengan kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas pada mahasiswa Angkatan 2009/2010, 4) Prestasi belajar fisika kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan lebih tinggi dari kelompok mahasiswa yang tanpa pemberian tugas pada mahasiswa Angkatan 2009/2010, 5) Terdapat perbedaan prestasi belajar fisika antara kelompok mahasiswa yang diberi tugas sebelum materi diajarkandengan kelompok mahasiswa yang diberi tugas sesudah materi diajarkan pada mahasiswa Angkatan 2009/2010, 6) Prestasi belajar fisika mahasiswa

yang diberi tugas sebelum materi diajarkan lebih tinggi dibanding denganyang diberi tugas sesudah materi diajarkan pada mahasiswa Angkatan 2009/2010.

Saran 1) Pemberian tugas sebelum dan sesudah

materi diajarkan dapat meningkatkan prestasi belajar fisika. Sehingga pemberian tugas sebelum dan sesudah pembelajaran fisika sebagai komponen strategi pembelajaran yang dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar fisika, guna meningkatkan prestasi belajar fisikamahasiswa, 2) Supaya dilakukan penelitian lebih lanjut dengna populasi yang lebih banyak dan materi yang lebih luas.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Buchori, M. 2008. Teknik-Teknik Evaluasi dalam Pene-litian. Bandung: Jenmars.

Dakir. 2006. Didaktik Umum. Surabaya: UNESA. Depdikbud. 2004. Garis-Garis Besar program

Pengajaran Mata Pelajaran Fisika. Jakarta: Depdikbud.

Dimyati dan Mujiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Hamalik, O. 1989. Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Hendrajaya, AT. 2003. Hubungan Pekerjaan Orang Tua dengan Pemberian Bimbingan Belajar kepada Mahasiswa SMA Pahlawan. Disertasi (tidak diterbitkan). Jember: FKIP UNEJ.

Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Matematika. Malang: UM Malang.

Lilisari dan Ratna Wilis, D. 2006. Strategi Belajar Mengajar IPA. Malang: UM Malang.

Mustiningsih. 2008. Teori Belajar Mengajar. Malang: Jurusan Administrasi Pendidikan. FIP UM.

Purwanto, Asis. 2004. Perbandingan Tingkat Keefektifan Antara Pemberian Tugas Pra dan Pasca Kegiatan Belajar Mengajar Terhadap Prestasi Belajar Aljabar Mahasiswa Kelas 1 SMA Negeri 2 Kabupaten Lumajang. Malang, skripsi tidak diterbitkan.

Roestiyah, NK. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Sadullah, M. Maksum. 2004. Perbandingan Hasil Belajar Matematika antara Mahasiswa Yang Diberi Tugas Sebelum Materi Diajarkan dan Yang Tidak Diberi Tugas Sebelum Materi Diajarkan Di SMP Negeri II Sukodadi Lamongan. Malang, skripsi tidak diterbitkan.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara.

Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung: Tarsito. Sungkowo, B. T. 1985. Statistik sebagai Alat Analisis

Data Penelitian I dan II. Malang: jurusan Pen-didikan Fisika FPMIPA IKIP Malang.

Subiyanto. 2000. SBM IPA. Malang: IKIP Malang. Sudirman, dkk. 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung: Re-

maja Resda Karya. Sumaji, dkk. 2008. Pendidikan Sains yang Humanistik.

Yogyakarta: Kanisius. Sutejo, Catur. 2005. Perbandingan Prestasi Belajar Kelas

II yang Diberi Tugas Terstruktur Sebelum Materi Diajarkan dan Sesudah Materi Diajarkan. Malang, skripsi tidak diterbitkan.

Winkel, WS. 1985. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Page 72: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 72

PROFIL RESPON PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN TERHADAP PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA

TERPADU MELALUI LESSON STUDY DI KABUPATEN BANGKALAN

Sri Mulyaningsih Hasan Subekti

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Program peningkatan mutu guru untuk menjadi profesional tidak terlepas dari mutu Pengawas Satuan Pendidikan, mengingat posisi strategis pengawas sekolah sebagai pembina di sekolah binaannya. Untuk setiap upaya peningkatan kompetensi guru maupun sekolah tidak akan terlepas dari peran pengawas yang salah satunya adalah kegiatan lesson study. Metode pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu: (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do); dan (3) Refleksi (See). Hasil analisis dari kegiatan menunjukkan bahwa lesson study sangat menekankan persiapan pada Plan, yang merupakan langkah awal kegiatan lesson study. Fase plan harus dimanfaatkan oleh tim Pengajar, untuk membuat perencanaan perangkat pembelajaran. Keberhasilan lesson study tergantung pada kesadaran masing masing individual untuk bersama bekerja mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Kegiatan ini menyimpulkan bahwa lesson study sangat menekankan persiapan pada Plan 1 dimana keberhasilan lesson study tergantung pada kesadaran masing masing individual untuk bersama bekerja mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan refleksi. Mayoritas pengawas satuan pendidikan memberikan respon setuju terhadap dengan kegiatan lesson study.

Kata kunci: Lesson Study, Pengawas satuan pendidikan

Dengan diberlakukannya KTSP di semua jen-jang pendidikan, tantangan baru bagi guru, penga-was, penilik sekolah, kepala sekolah, pembina, pengembang kurikulum, pengembang program, pengembang tes, dan semua pihak yang terlibat da-lam dunia pendidikan, baik langsung maupun tidak langsung, baik yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian pendidikan, kesemuanya itu menghadapi tantangan yang makin berat dalam bersaing di dunia pendidikan.

Salah satu pengembangan profesional guru-guru sekolah dasar melalui lesson study di Kabupa-ten Bangkalan merupakan hasil kerja sama antara Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Prodi Pendidikan Sains, dan Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Surabaya (LPM UNESA) serta Dinas Pendidikan Kabupaten Bangkalan. Mengawali hal tersebut sebelumnya akan dibahas apa lesson study,

mengapa harus dengan lesson study dan bagaimana penerapannya, alasan apa dan bagaimana harapan setelah menerapkan lesson study berkaitan dengan cara, proses, atau tahapan penyelenggaraan lesson study.

Beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan lesson study menurut Lewis (2002:51-72) ada enam tahap yaitu: 1. Membentuk grup lesson study, 2. Memfokuskan lesson study, 3. Merencanakan research lesson (pelajaran yang diteliti), 4. Mengajar dan mengamati research lesson, 5. Mendiskusikan dan menganalisis research lesson, dan 6. Merefleksikan Lesson Study.

Program peningkatan mutu guru untuk menjadi profesional tidak terlepas dari mutu Pengawas Sekolah/Pengawas Satuan Pendidikan, mengingat posisi strategis pengawas sekolah sebagai pembina di sekolah binannya, oleh karena itu upaya peningkatan kompetensi pengawas

Page 73: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 73

sekolah dalam melaksanakan pembimbingan dan pelatihan keterampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya menjadi sangat penting dan strategis. Hal ini perlu dilakukan melalui kerjasama berbagai pihak yang terlibat. Tugas pengawas satuan pendidikan/ pengawas sekolah dalam melakukan pembimbingan dan pelatihan profesional guru dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu merencanakan, melaksanakan dan menilai proses pembelajaran/pembimbingan, dan membina tenaga kependidikan lainnya baik pada satuan pendidikan maupun melalui KKG/MGMP/MKKS atau bentuk lain yang dapat meningkatkan kompetensi guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian de-ngan judul: ”Profil respon pengawas sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran IPA terpadu melalui lesson study Di kabupaten bangkalan”.

Kegiatan penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu: (1) mendeskripsikan pelaksananaan pembelajaran IPA terpadu melalui lesson study di kabupaten Bangkalan, (2) mendeskripsikan respon pengawas terhadap Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu Melalui Lesson Study, dan (3) men-deskripsikan guru terhadap Pelaksanaan Pemb-elajaran IPA Terpadu Melalui Lesson Study.

KAJIAN PUSTAKA

Pengawasan Satuan Pendidikan

Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap se-jumlah sekolah yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh instansi yang berwenang (Djalalah, 2009:3). Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa keberadaan pengawas sangat dibutuhkan untuk dapat memantau seluruh kegiatan pendidikan dan pembelajaran yang berlangsung pada setiap unit sekolah. Keberadaan pengawas bukanlah untuk mencari cari kesalahan dan kekurangan yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan peran dan fungsinya, tetapi pengawas lebih berfungsi sebagai pemberi solusi atas masalah dan hambatan yang dialami sekolah.

Tugas Pengawasan Satuan Pendidikan

Tugas utama pengawas sekolah adalah untuk membantu guru, menurut Darmawati (2009:2)

disebutkan bahwa Tugas Pengawas adalah membantu guru dalam tujuan pendidikan, mencari sumber pengajaran, memilih buku pelajaran, mem-buat persiapan mengajar, memahami metodologi pengajaran, menggunakan alat peraga, pem-bentukan school public relations, menciptakan staff harmony, mengatasi emosional problem, mengenal kebutuhan murid, menciptakan disiplin sekolah, mengevaluasi hasil belajar, sehingga guru mampu mengatasi berbagai permasalahan di sekolah.

Menurut Ofsted, 2003 (dalam Djalalah, 2009:3) tugas pengawas mencakup: (1) inspecting (mensupervisi), (2) advising (memberi nasehat), (3) monitoring (memantau), (4) reporting (membuat laporan), (5) coordinating (mengkoordinir), dan (6) performing leadership dalam arti memimpin dalam melaksanakan kelima tugas pokok tersebut. Uraian dari ke enam tugas tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Tugas pokok inspecting (mensupervisi) meli-puti tugas mensupervisi kinerja kepala sekolah, kinerja guru, kinerja staf sekolah, pelaksanaan kurikulum/mata pelajaran, pelaksanaan pembelajar-an, ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya, ma-najemen sekolah, dan aspek lainnya seperti: keputusan moral, pendidikan moral, kerjasama de-ngan masyarakat.

Tugas pokok advising (memberi advis/nase-hat) meliputi advis mengenai sekolah sebagai sistem, memberi advis kepada guru tentang pembelajaran yang efektif, memberi advis kepada kepala sekolah dalam mengelola pendidikan, memberi advis kepada tim kerja dan staf sekolah dalam meningkatkan kinerja sekolah, memberi advis kepada orang tua siswa dan komite sekolah terutama dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan.

Tugas pokok monitoring meliputi tugas: me-mantau penjaminan/standard mutu pendidikan, me-mantau penerimaan siswa baru, memantau proses dan hasil belajar siswa, memantau pelaksanaan ujian, memantau rapat guru dan staf sekolah, memantau hubungan sekolah dengan masyarakat, memantau data statistik kemajuan sekolah, dan memantau program-program pengembangan sekolah.

Tugas pokok reporting meliputi tugas: melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Propinsi dan/atau Nasional, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke

Page 74: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 74

masyarakat publik, melaporkan perkembangan dan hasil pengawasan ke sekolah binaannya.

Tugas pokok coordinating meliputi tugas: mengkoordinir sumber-sumber daya sekolah baik sumber daya manusia, material, financial dll, mengkoordinir kegiatan antar sekolah, mengkoor-dinir kegiatan preservice dan in service training bagi Kepala Sekolah, guru dan staf sekolah lainnya, mengkoordinir personil stakeholder yang lain, mengkoordinir pelaksanaan kegiatan inovasi sekolah.

Tugas pokok performing leadership meliputi tugas: memimpin pengembangan kualitas SDM di sekolah binaannya, memimpin pengembangan ino-vasi sekolah, partisipasi dalam memimpin kegiatan manajerial pendidikan di Diknas yang bersangkutan, partisipasi pada perencanaan pendidikan di kabupaten/kota, partisipasi pada seleksi calon kepala sekolah/calon pengawas, partisipasi dalam akreditasi sekolah, partisipasi dalam merekrut personal untuk proyek atau program-program khusus pengembangan mutu sekolah, partisipasi dalam mengelola konflik di sekolah dengan win-win solution dan partisipasi dalam menangani pengaduan baik dari internal sekolah maupun dari masyarakat. Itu semua dilakukan guna mewujudkan kelima tugas pokok di atas.

Model Pembelajaran

Model Pembelajaran tepadu merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik, Pembelajaran terpadu merupakan model yang mencoba memadukan beberapa konsep/pokok bahasan/ kompetensi dasar menjadi suatu pembelajaran dengan tema tertentu. Selain itu Arend (1997:7) juga mengatakan istilah pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuan, sintaks, lingkunan dan sistem pengelolaannya.

Masih banyak pakar pakar lain seperti Joice dan Weil (1992:1) yang mengatakan bahwa dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri serta mengajarkan bagaimana mereka belajar. Menurut Johnson (dalam Samani, 2000), untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek yaitu

produk dan proses. Produk merupakan tolok keberhasilan mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar kompetensi yang ditentukan. Sedangkan aspek Proses mengacu pada proses pembelajaran yang mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan serta mendorong siswa aktif belajar dan berpikir kreatif.

Pembelajaran Sains Terpadu

Pembelajaran terpadu akan terjadi apabila peristiwa otentik atau eksplorasi topik/tema menja-di kendali dalam kegiatan pembelajaran Dengan berpartisipasi dalam tema tersebut siswa belajar se-kaligus proses dari isi beberapa mata pelajaran terjadi secara serempak.

Fogarty (1991:35) mengemukakan bahwa terdapat 10 tipe pembelajaran terpadu. Namun de-ngan mempertimbangkan berbagai teknis penera-pannya, studi IPA di Jawa Timur (1999 s/d 2002) memilih tiga tipe pembelajaran Sains terpadu untuk diterapkan, yaitu (a) pembelajaran tipe keterhubungan (connected), (b) pembelajaran tipe jaring laba-laba (webbed), dan (c) pembelajaran tipe keterpaduan (integrated).

Lesson Study

Lesson Study merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelajutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning unt-uk membangun komunitas belajar. Lesson study bukanlah suatu strategi atau metode dalam pembelajaran, tetapi merupakan salah satu upaya pembinaan untuk meningkatkan proses pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru secara kolaboratif dan berkesinambungan, dalam merencanakan, melaksanakan, mengobservasi dan melaporkan hasil pembelajaran.

Tahapan-tahapan dalam lesson study menurut Wikipedia (2007:2) bahwa lesson study dilakukan melalui empat tahapan dengan menggunakan konsep Plan-Do-Check-Act. Sedangkan Slamet Mulyana (2007:5) mengemukakan tiga tahapan dalam lesson study, yaitu: (1) Perencanaan (Plan); (2) Pelaksanaan (Do); dan (3) Refleksi (See).

Lesson Study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas mengajar dan belajar serta pelajaran di kelas. Hal ini benar, karena (1)

Page 75: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 75

pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktek dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar suatu lesson study adalah para siswa memiliki kualitas belajar, (3) tujuan pelajaran dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002:7).

METODE PENELITIAN

Pelaksanaan kegiatan ini dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap persiapan meliputi membuat perangkat pembelajaran sains terpadu yang akan digunakan dalam kegiatan pendampingan dan pe-nyebaran brosur ke beberapa sekolah. Tahap pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan di SD negeri di bangkalan dengan akan dilakukan selama lima kali pertemuan di Dinas pendidikan bangkalan dan SD Negeri 1 Bangkalan. Tahap evaluasi dilak-sanakan melalui repon dari pengawas satuan pendidikan dari perwakilan tiap-tiap perwakilan di kecamatan seluruh bangkalan melalui angket. Hasil data dalam penelitian ini merupakan data sekunder dari kegiatan PKM unggulan tahun 2009 yang dilakukan oleh tim dari Program Studi Pendidikan Sains dengan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Bangkalan. Data yang diperoleh terse-but dianalisis secara deskriptif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan pembelajaran terpadu melalui Lesson study

Kegiatan lesson study ini dilakukan pada 9-24 November 2009 dengan kegiatan tahapan terdiri dari: (1) Plan (dilakukan tanggal 9 dan 12 November 2009), (2) Do-see (dilakukan tanggal 16, 19, dan 24 November 2009), dan (3) Refleksi (dilakukan tanggal 16, 19, dan 24 November 2009). Secara lebih rinci tahapan lesson study disajikan sebagai berikut.

Kegiatan Plan

Tempat Pelaksanaan kegiatan plan yang pertama dilaksanakan di SDK Maria Fatimah

Bangkalan pada hari senin tanggal 9 November 2009 pukul 08.00-13.00 WIB. Jumlah Peserta sebayak 72 orang yang merupakan perwakilan dari ke 18 kecamatan di kabupaten bangkalan dengan rincian 52 guru SD dan 18 pengawas sekolah.

Acara kegiatan Plan I dimulai dengan acara pembukaan oleh Kepala Dinas yang diwakili oleh Bapak Drs. Margono yang antara lain mengutarakan keinginan beliau untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya. Bermacam macam upaya telah dilakukan yang semuanya mengarah.

Selanjutnya sajian informasi tentang lesson study, pembelajaran terpadu, penyusunan perangkat dan model pembelajaran terpadu yang ditindaklajuti dengan tanya jawab. Setelah kegiatan pembagian kelompok, penentuan guru model, pe-nentuan materi, SK/KD, dan pengembangan RPP Peserta diarahkan untuk Diskusi materi terpilih dengan menyusun RPP IPA terpadu dengan arahan dari fasilitator.

Kesepakatan guru model Kelas I: Yahana Sri Utami S.Pd. dari SDK Maria Fatimah Bangkalan), Kelas II: Sri Hariati S.Pd. dari SDN Perreng I Bruneh, dan Kelas III: Holik S.Pd dari SDN Keleyan 3 Socah).

Kegiatan Plan II merupakan lanjutan pertemuan I yaitu simulasi tentang perangkat pembelajaran yang telah disusun seperti kesepakatan pada Plan I dan dilanjutkan dengan refisi perangkat sesuai dengan saran saran teman guru.

Dari aktivitas simulasi ini muncul beberapa masalah, diantaranya (1) Guru masih kesulitan dalam mempersiapkan RPP pembelajaran terpadu, (2) Perencanaan peralatan praktek, media masih terlalu minim, dan (3) Pemahaman penyusunan LKS untuk tingkat SD masih kurang.

Adapun solusi yang dilakukan, yaitu: (1) RPP diarahkan pada pembelajaran inovatif, kreatif dan tidak harus dalam format tertentu, (2) Sementara dapat menggunakan apa yang ada yang ada, dan (3) diarahkan pada penyusunan LKS dengan keterampilan proses.

Kegiatan Do- See

Kegiatan Do- See 1 diawali dengan briefing bertempat di kelas 3 SDN Keleyan 2 Socah Bangkalan dimulai pukul 08.00 dan dilakukan di beberapa pengarahan tentang tata tertib lesson study serta cara pengisian lembar observasi. Briefing dihadiri oleh seluruh peserta lesson study

Page 76: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 76

sebanyak 76 orang, nara sumber dari Prodi Sains FMIPA-UNESA; guru model 3 kelas I, II, dan III sebanyak 3 orang, Kepala SDN Bangkalan, dan pemandu dari UNESA.

Pembukaan briefing oleh pemandu disusul dengan penjelasan pelaksanaan open lesson oleh ketua tim peneliti berikutnya dilanjutkan dengan sambutan, Sebagai acara inti Briefing adalah presentasi RPP oleh para guru model dari 3 guru kelas 1, 2, dan 3 yang akan dilakukan open lesson. Setelah break sejenak langsung masuk kelas untuk melaksanakan open lesson. Peserta workshop bertindak sebagai observer. Open lesson Do-see I dilakukan di kelas III dengan jumlah siswa orang dan dipimpin oleh guru model. Open lesson yang dilakukan kali ini adalah pelajaran IPA Kelas 3 Sekolah Dasar dengan pendekatan tematik.

Kegiatan diawali Do- See II dengan briefing bertempat di kelas 1 SDK Maria Fatima Bangkalan dimulai pukul 09.00 WIB dan dilakukan beberapa pengarahan. Briefing dihadiri oleh seluruh peserta LS sebanyak 76 orang, nara sumber dari Prodi Sains FMIPA-UNESA; guru model kelas II, Kepala SDN Bangkalan, dan pemandu dari UNESA. Sebagai acara inti briefing adalah penjelasan mengenai pelaksanaan pembelajaran oleh guru model kelas 2 yang akan dilakukan open lesson. Setelah break sejenak langsung masuk kelas untuk melaksanakan open lesson. Peserta workshop bertindak sebagai observer. Open lesson Do-see II dilakukan di kelas II dengan jumlah siswa 13 orang dan dipimpin oleh guru model. Open lesson yang dilakukan kali ini adalah pelajaran IPA Kelas 2 Sekolah Dasar dengan pendekatan tematik. Tema yang diangkat untuk pembelajaran kali ini adalah Bangun ruang.

Kegiatan Do-See III diawali dengan Presentasi guru model tentang rencana pembelajaran yang akan dilakukan bertempat di SDN Keraton I Bangkalan antara lain tentang mata pelajaran yang disampaikan, strtegi pembelajaran yang dipilih, susunan bangku. Kegiatan Do- See III ini dihadiri oleh seluruh peserta LS sebanyak 76 orang, nara sumber dari Prodi Sains FMIPA-UNESA, guru model kelas I, Kepala SDN Keraton I Bangkalan, dan pemandu dari UNESA.

Open lesson Do-see III dilakukan di kelas II dengan jumlah siswa 54 orang dan dipimpin oleh guru model. Open lesson yang dilakukan kali ini adalah pelajaran IPA Kelas II Sekolah Dasar dengan pendekatan tematik. Tema yang diangkat untuk pembelajaran kali ini adalah Tempat Hidup

Makhluk Hidup. Siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran, terbukti dengan banyaknya siswa yang berebut menjawab pertanyaan-pertanyaan gu-ru. Setting tempat duduk kurang tepat, sehingga ada beberapa siswa yang membelakangi papan tulis.

Refleksi

Acara refleksi untuk Do-See I dilakukan langsung setelah open lesson. Observer dibagi menjadi 4 kelompok untuk mendiskusikan hasil observasi yang akan disajikan dalam bentuk tulisan di atas kertas yang kemudian dipresentasikan. Refleksi dimuai dari guru model dilanjutkan de-ngan hasil komentar para observer yang diwakili oleh masing-masing anggota kelompok.

Refleksi oleh guru model, yaitu: (a) Sebagai guru yunior merasa kurang sekali, (b) Membuat RPP tim kecil, tiap kali pertemuan ada yang dibahas termasuk menyusun RPP untuk open lesson hari ini, (c) Menilai diri sendiri kira-kira 75% merasa berhasil, (d) Kesulitan dalam mengenal siswa karena bukan pada kelasnya, dan (e) Waktu kurang, karena belum memberikan kegiatan akhir

Refleksi observer kelompok I, Wakil observer menempel tulisan hasil diskusi, yaitu: (a) Siswa belum semua benar-benar siap belajar, siswa bagian tengah belum bisa menjawab pertanyaan, (b) Siswa mulai konsentrasi belajar setelah 15 menit guru memulai pelajaran, (c) Siswa yang tidak konsentrasi ada beberapa, ada tiga orang yang sempat teramati dengan sekasama, (d) Ada kegiatan belum tercapai, dan (e) Belum ada evaluasi.

Refleksi Observer kelompok II, yaitu: (a) Pada saat penjelasan materi tidak ada siswa yang mencatat hal-hal penting. (b) Pendahuluan terlalu lama, 35 menit, dan (c) Tidak ada pancingan pertanyaan dari guru.

Refleksi Observer Kelompok III, yaitu: (a) Guru memperhatikan siswa yang pasif dan siswa tersebut lebih didorong untuk mengambil bagian dari kegiatan pembelajaran (siswa menjadi aktif), (b) Media dan kerja kelompok serta metode sangat membantu dalam pembelajaran, (c) Guru harus semangat mempersiapkan diri secara matang dalam PBM, dan (d) Tidak segan memberi peng-hargaan.

Refleksi Observer Kelompok IV, yaitu: (a) Sampai menit ke-40 cenderung teacher senter, (b) Tidak ada catatan bagi siswa, karena tidak ada

Page 77: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 77

kesempatan untuk menulis, (c) Pengajaran sangat vareatif, (d) Penguasaan kelas sangat baik, dan (e) Pandangan siswa yang dipinggir sering dihalangi oleh guru.

Kegiatan refleksi untuk Do-See II Kegiatan diawali dengan briefing bertempat di kelas 1 SDK Maria Fatima Bangkalan dimulai pukul 09.00 dan dilakukan beberapa pengarahan. Briefing dihadiri oleh seluruh peserta LS sebanyak 76 orang, nara sumber dari Prodi Sains FMIPA-UNESA; guru model kelas II, Kepala SDN Bangkalan, dan pemandu dari UNESA.

Sebagai acara inti briefing adalah penjelasan mengenai pelaksanaan pembelajaran oleh guru model kelas 2 yang akan dilakukan open lesson. Setelah break sejenak langsung masuk kelas untuk melaksanakan open lesson. Peserta workshop bertindak sebagai observer.

Acara refleksi Do-See II dilakukan langsung setelah open lesson. Observer dibagi menjadi 3 kelompok untuk mendiskusikan hasil observasi yang akan disajikan dalam bentuk tulisan di atas kertas yang kemudian dipresentasikan. Refleksi dimuai dari guru model dilanjutkan dengan hasil komentar para observer yang diwakili oleh masing-masing anggota kelompok.

Refleksi oleh Guru Model, yaitu: (a) Menilai diri sendiri kira-kira 75% merasa berhasil, (b) pengajar banyak yang tidak sesui dengan RPP, karena RPP dibuat oleh tim guru, (c) Grogi saat tampil, sehingga konsep yang diajarkan agak ka-cau, dan (d) Waktu kurang, karena kegiatan akhir masih separuh yang dilakukan.

Refleksi Observer kelompok I, Wakil observer menempel tulisan hasil diskusi, yaitu: (a) Siswa belum semuanya bisa memahami konsep yang diajarkan dengan benar, (b) Siswa mulai konsentrasi belajar setelah 15 menit guru memulai pelajaran, (c) Semua siswa dalam kelompok kamboja pasif, karena hanya diam saja, dan (d) Ada kegiatan yang belum tercapai.

Refleksi Observer kelompok II, yaitu: (a) Pa-da saat penjelasan materi siswa banyak yang bingung, (b) Motivasi yang dilakukan terlalu lama dan banyak, sehingga waktu terbuang sia- sia, (c) Siswa yang aktif didominasi oleh kelompok mawar, dan (d) Siswa pada kelompok bougenvile: Syaiful, tidak bisa menulis sehingga dia tidak bisa mencatat materi yang diajarkan.

Refleksi Observer Kelompok III, yaitu: (a) Guru hanya memperhatikan siswa yang aktif dan semangat saja, sehingga tampak monoton, (b) Guru

harus lebih mempersiapkan diri secara matang dalam PBM dan percaya diri, dan (c) Tidak segan memberi penghargaan.

Catatan dari dosen pembina: Beberapa siswa masih banyak yang bingung mengenai konsep bangun ruang dan bangun datar, serta ada beberapa siswa dalam tiap kelompok yang masih melakukan aktifitas sendiri. Pada kelompok kamboja semua siswanya pasif.

Acara refleksi Do-See III dilakukan langsung setelah open lesson. Observer dibagi menjadi 3 kelompok untuk mendiskusikan hasil observasi yang akan disajikan dalam bentuk tulisan di atas kertas yang kemudian dipresentasikan. Refleksi dimuai dari guru model dilanjutkan dengan hasil komentar para observer yang diwakili oleh masing-masing anggota kelompok.

Siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran, terbukti dengan banyaknya siswa yang berebut menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Setting tempat duduk kurang tepat, sehingga ada beberapa siswa yang membelakangi papan tulis.

Motivasi awal yang diberikan sangat membuat antusias siswa.tetapi kegiatan yang diulang dan tidak terstruktur membuat siswa jenuh. Pemberian tuigas membaca membuat siswa kebingungan. Siswa yang aktif hanya bagian tengah karena yang duduk dipinggir lepas dari perhatian guru. Sebagian siswa hanya menjawab dari pertanyaan guru, aktivitas siswa belum nampak. Diskusi siswa juga tidak jalan, hanya siswa satu dua yang aktif

Respon Pengawas Satuan Pendidikan

Respon pengawas satuan pendidikan terhadap kegiatan lesson study dijaring dengan menggu-nakan lember angket. Angket respon pengawas sekolah diisi setelah keseluruhan kegiatan lesson study selesai. Data yang diperoleh disajikan secara ringkas pada tabel 1.

Dari hasil angket kepada yang diberikan ke pengawas di kabupaten bangkalan tentang pelaksanaan lesson study banyak nilai positifnya dibandingkan nilai negatifnya. Beberapa respon negatif, yaitu: Respon nomor 2 yang menyatakan saya rasa lesson study yang dilaksanakan tidak ada bedanya dengan pelatihan yang lain (0,0%), respon nomor 21 yang menyatakan saya merasa enggan mengemukakan hasil observasi saya kare-na takut menyinggung perasaan guru (5,6%), dan respon nomor 22 yang menyatakan saya mem-

Page 78: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 78

berikan banyak kritik terhadap penampilan guru model pada diskusi refleksi setelah pembelajaran (11,1%). Hal ini disampaikan karena mereka belum sepenuhnya memahami dan mengetahui secara

utuh pelaksanaan lesson study yang sebenarnya. Dari pengalaman awal tersebut diharapkan ada perubahan perilaku dalam mempersiapkan perangkat maupun pelaksanaannya.

Tabel 1. Rekap Analisis Hasil Kuesioner Pengawas Satuan Pendidikan

JUMLAH PERSENTASE (%) No PERNYATAAN

SS S TS STS SS S TS STS Setuju Tidak

Setuju

1 Saya senang mengikuti kegiatan lesson study yang telah dilaksanakan

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

2 Saya rasa lesson study yang dilaksanakan tidak ada bedanya dengan pelati-han yang lain

0 0 13 5 0,0 0,0 72,2 27,8 0,0 100,0

3 Saya mengikuti kegiatan lesson study secara antusias

6 12

0 0 33,3 66,7 0,0 0,0 100,0 0,0

4 Saya berkeinginan mengi-kuti lagi kegiatan lesson study

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

5 Kegiatan lesson study membukakan pikiran saya tentang cara-cara mengel-ola pembelajaran untuk siswa cerdas dan berbakat istimewa

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

6 Saya merasa bertambah pengetahuan saya tentang teknik pembelajaran

12 6 0 0 66,7 33,3 0,0 0,0 100,0 0,0

7 Saya kira kegiatan lesson study yang telah dilaksana-kan penting bagi setiap gu-ru yang diberi tugas meng-ajar di kelas akselerasi

17 1 0 0 94,4 5,6 0,0 0,0 100,0 0,0

8 Saya memandang kegiatan lesson study bermanfaat bagi diri saya untuk men-ingkatkan kualitas kerja saya sebagai guru

13 5 0 0 72,2 27,8 0,0 0,0 100,0 0,0

9 Kegiatan workshop peren-canaan pembelajaran ber-manfaat bagi saya dalam melaksanakan kegiatan les-son study

14 4 0 0 77,8 22,2 0,0 0,0 100,0 0,0

10 Hand-out yang diberikan fasilitator dalam workshop perencanaan pembelajaran mudah saya pahami

15 3 0 0 83,3 16,7 0,0 0,0 100,0 0,0

11 Informasi yang disampai-kan fasilitator pada workshop perencanaan pembelajaran untuk siswa kelas akselerasi

11 7 0 0 61,1 38,9 0,0 0,0 100,0 0,0

Page 79: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 79

12 Tayangan video dalam workshop perencanaan memberi kejelasan bagi saya tentang pelaksanaan lesson study.

11 7 0 0 61,1 38,9 0,0 0,0 100,0 0,0

13 Saya senang berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelom pok dalam pengembangan.

15 3 0 0 83,3 16,7 0,0 0,0 100,0 0,0

14 Gagasan dan pikiran saya diperhatikan kelompok dalam kegitan pengembangan teaching materials.

12 5 1 0 66,7 27,8 5,6 0,0 94,4 5,6

15 Saya rasa terjadi diskusi yang baik pada kegiatan pengembangan dan uji coba teaching materials

13 5 0 0 72,2 27,8 0,0 0,0 100,0 0,0

16 Saya rasa teaching materi-als yang dikembangkan adalah hasil kerja bersama.

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

17 Saya senang menjadi ob-server dalam implementasi pembelajaran.

11 7 0 0 61,1 38,9 0,0 0,0 100,0 0,0

18 Saya mencatat banyak hal pada observasi pembela-jaran

18 0 0 0 100,0

0,0 0,0 0,0 100,0 0,0

19 Saya rasa pembelajaran yang dilaksanakan dalam open lesson study menye-babkan siswa model lebih aktif dalam pembelajaran.

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

20 Saya ingin menjadi guru model

18 0 0 0 100,0

0,0 0,0 0,0 100,0 0,0

21 Saya merasa enggan me-ngemukakan hasil observa-si saya karena takut me-nyinggung perasaan guru.

1 0 17 0 5,6 0,0 94,4 0,0 5,6 94,4

22 Saya memberikan banyak kritik terhadap penampilan guru model pada diskusi re-fleksi setelah pembelajaran.

2 0 16 0 11,1 0,0 88,9 0,0 11,1 88,9

23 Saya rasa diskusi refleksi setelah observasi pembela-jaran menghasilkan ide un-tuk meningkatkan pembela-jaran.

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

24 Saya memperoleh ide-ide dari diskusi setelah ob-servasi untuk saya laksanakan di kelas.

15 3 0 0 83,3 16,7 0,0 0,0 100,0 0,0

25 Saya merasa lebih profes-sional dalam memberikan layanan pembelajaran pada siswa kelas akselerasi setelah mengikuti program lesson study.

16 2 0 0 88,9 11,1 0,0 0,0 100,0 0,0

Page 80: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 80

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menyimpulkan bahwa kegiatan lesson study sangat menekankan persiapan pada plan, yang merupakan langkah awal harus benar-benar dimanfaatkan oleh tim pengajar, mulai dari perencanaan perangkat, diskusi/presentasi hasil perangkat dan revisi harus optimal, semua dilaku-kan secara diskusi serta kesadaran masing-masing individual untuk bersama bekerja mulai dari peren-canaan, pelaksanaan dan refleksi. Angket respon pengawas sekolah menyatakan 88% respon setuju, tetapi terkendala oleh jauhnya lokasi, dan waktu

mengajar sehingga perlu solusi untuk pelaksanaan lesson study baik ruang, waktu dan tempat.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: (1) Perlu persamaan per-sepsi tentang pembelajaran terpadu, pembelajaran tematik, IPA terpadu, IPS terpadu dan sebagainya. (2) Bimbingan pengawas satuan pendidikan/pakar bidang studi yang sesuai, sehingga bermanfaat dan bermakna bagi guru serta dilakukan secara rutin se-suai dengan kebutuhannya. (3) Pemahaman konsep perlu ditingkatkan, diperlukan pula beberapa model pembelajaran inovatif dan pendekatan sesuai dengan situasi/lingkungan serta kondisi setempat.

DAFTAR RUJUKAN

Baba, T. and Kojima, M. 2003. Lesson Study, In Japan International Cooperation Agency (Ed.) Japanese Eductional Experiences. Tokyo: Japan Interna-tional Cooperation Agency.

C., Perry, R., and Hurd, J. 2004. A Deeper Look at Les-son Study. Educational Leadership.

Darmawati. 2009. Upaya Pemberdayaan Pengawas. Diakses melalui http://one. indoskripsi.com.

Djalalah. 2009. Kumpulan Kasus Manajemen SDM. Diakses melalui http://one.indoskripsi.com.

Fernandez, C. and Yoshida, M. 2004. Lesson Study: A Japanese Approach to Improving Mathematics Teaching and Learning. Mahmah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Fogarty, R. 1991. How to Integrate The Curricula. Illi-nois: IRI/Skylight Publishing, Inc.

Lewis, C.C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelphia, PA: Research for Better Schools, Inc.

Prabowo. 2000. Pembelajaran Fisika Dengan Pendeka-tan Terpadu Dalam Menghadapi Perkembangan IPTEK Milenium III. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Jurusan Fisika FMIPA

UNESA bekerja sama dengan Himpunan Fisika Indonesia (HFI) dengan tema Optimalisasi Per-anan Fisika Menghadapi Perkembangan IPTEK Milenium III. Surabaya: Unesa.

Nonaka. 2005. Knowledge Creation. Makalah Presentasi pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Universitas Indonesia.

Sudjana, N. 2006. Standar Mutu Pengawas. Jakarta: Depdiknas.

Saito, E., Harun, I., Kuboki, I. and Tachibana, H. 2006. Indonesian Lesson Study in Practice: Case Study of Indonesian Mathematics and Science Teacher Education Project. Journal of In-service Educa-tion. 32 (2):171-184.

Tigler, J.W. and Hiebert, J. 1999. The Teaching Gap: Best Ideas from the World's Teachers for Im-proving Education in the Classroom. New York: The Free Press.

Page 81: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 81

PENERAPAN MULTIMETODE PERKULIAHAN AKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA INGGRIS DAN HASIL BELAJAR FISIKA MATEMATIKA II

MAHASISWA SEMESTER GENAP 2009/2010 JURUSAN FISIKA FMIPA UM MALANG

Sulur Subani

Muharjito

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Matakuliah Fisika Matematika I dan Fisika Matematika II merupakan matakuliah yang disa-jikan pada pogram RSBI. Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan perkuliahan Fisika Matematika I program RSBI, penguasaan materi sangat baik dan hanya sebagian kecil mahasiswa mengemukakan pendapat atau menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki keterampilan berbahasa Inggris adalah penerapan multimetode perkuliahan aktif. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan multi-metode perkuliahan aktif pada perkuliahan Fisika Matematika II Semester Genap Tahun Akademik 2009/2010 Jurusan Fisika FMIPA UM Malang dan peningkatan keterampilan berbahasa Inggris serta peningkatan hasil belajar Fisika Matematika II dengan penerapan multimetode perkuliahan aktif. Penelelitian ini termasuk peneli-tian tindakan kelas. Data keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif dan keterampilan berbahasa Inggris diperoleh dengan instrumen pengamatan sedangkan hasil belajar Fisika Matematika II dipe-roleh dari hasil ujian harian (kuis). Kesan atau komentar mahasiswa terhadap pelaksanaan multimetode perkuliahan aktif dikumpulkan melalui angket untuk kebutuhan triangulasi. Hasil penelitian ini adalah bahwa multimetode perkuliahan aktif Fisika Matematika II yang terdiri dari curah pendapat (brain-storming), kerja berpasangan (work in pair), presentasi oleh mahasiswa (presentation), penguatan (ex-planation by lecturer using question and answer tehnique), kuis (uji kompetensi) dan dialog interaktif pada setiap pertemuan dapat dilaksanakan dengan tingkat keterlaksanaan 81,6 % pada siklus I dan 87,5% pada siklus II serta terdapat peningkatan sebesar 5,9%; terjadi peningkatan keterampilan berba-hasa Inggris pada aspek berbicara sebesar 20,7% yaitu meningkat dari 34,4% pada siklus I menjadi 55,2% pada siklus II; dan terdapat peningkatan hasil belajar Fisika Matematika II sebesar 2,1 dari hasil belajar 70,8 pada setiap siklus menjadi 72,9 pada siklus II.

Kata kunci: multimetode perkuliahan aktif, keterampilan berbahasa Inggris, hasil belajar

Pelaksanaan Rintisan Sekolah Bertaraf Inter-nasional (RSBI) di setiap kabupaten/kota (UU 20/2003 tentang Sisdiknas pasal 50 ayat 2) membutuhkan guru-guru fisika yang mampu mengajar Fisika dengan bahasa Inggris. Kebutuhan ini dipenuhi antara lain melalui kursus atau pelatihan bagi guru-guru fisika dalam jabatan untuk menguasai bahasa Inggris, menyediakan pendamping ahli bahasa Inggris, dan sebagainya untuk jangka pendek. Untuk jangka panjang, LPTK

(lembaga pendidikan tenaga kependidikan) perlu menyiapkan lulusan yang memiliki kemampuan mengajar dalam bahasa Inggris.

Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Fisika FMIPA UM Malang merupakan salah satu LPTK yang memulai untuk menyiapkan lulusan yang memiliki keterampilan berbahasa Inggris untuk kebutuhan pembelajaran. Terdapat dua komponen utama dalam kurikulum untuk penyiapan mahasiswa memiliki kemampuan

Page 82: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 82

berbahasa Inggris yaitu kelompok matakuliah utama untuk penguasaan bahasa Inggris seperti English for Physics dan Teaching Physics in English. Komponen kedua adalah kelompok pendukung yakni kelompok matakuliah yang memberikan nilai tambah pada keterampilan berbahasa Inggris. Tujuan utama matakuliah kelompok ini adalah penguasaan materi (content) tetapi juga menyediakan kesempatan kepada mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Fisika Matematika II merupakan salah satu matakuliah dalam kelompok ini.

Penyelenggaraan program penyiapan lulusan yang mampu mengajar fisika dengan bahasa Inggris (program untuk RSBI) ini baru dimulai semester ganjil tahun akademik 2009/2010. Oleh karena itu, pelaksanaan perkuliahan Fisika Matematika II dalam bahasa Inggris merupakan perkuliahan yang pertama kali dilaksanakan. Perkuliahan berbahasa Inggris belum memiliki pengalaman sehingga cenderung merupakan proses pencarian bentuk dan format yang paling sesuai. Untuk mendukung perkuliahan dalam bahasa Inggris, handout ditulis dalam bahasa Inggris dan dibagikan kepada setiap peserta (peserta perkuliahan Fisika Matematika non RSBI menggunakan handout yang ditulis dalam bahasa Indonesia). Diharapkan mahasiswa dapat mulai membiasakan diri dengan bahasa Inggris.

Perkuliahan Fisika Matematika II diselenggarakan dalam bahasa Inggris secara bertahap. Pengajaran sebagian besar disampaikan dalam bahasa Inggris kecuali untuk hal-hal penting yang terkait dengan pemahaman konsep kadang ditegaskan dalam bahasa Indonesia. Media yang berupa slide power point juga menggunakan bahasa Inggris. Usaha ini diharapkan memberikan nilai tambah keterampilan bahasa Inggris peserta perkuliahan baik pada keterampilan membaca (reading), menulis (writing), berbicara (speaking), dan mendengarkan (listening).

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan penyelenggaraan perkuliahan Fisika Matematika I program RSBI, penguasaan materi sangat baik dengan rata-rata 80 atau A- (semua lulus, hanya ada satu mahasiswa yang mendapatkan nilai C). Namun demikian hanya sebagian kecil mahasiswa yang melaksanakan presentasi dalam bahasa Inggris, mengemukakan pendapat dalam bahasa Inggris atau menjawab pertanyaan dalam bahasa Inggris. Hal ini menunjukkan perlunya suatu usaha untuk meningkatkan keterampilan berbahasa

Inggris sebagai nilai tambah dengan tetap mempertimbangkan penguasaan materi. Oleh karena itu metode pembelajaran yang diterapkan harus mencerminkan pencapaian ini.

Metode perkuliahan yang bersifat konstruktivis merupakan metode yang tepat karena metode ini memberikan kesempatan kepada peserta untuk membangun konsep secara mandiri dan menajamkan penguasaan konsep dengan latihan-latihan terstruktur. Perkuliahan aktif (active learning) merupakan salah satu cara mewujudkan pembelajaran konstruktivis. Perkuliahan aktif memberikan kesempatan yang luas kepada mahasiswa untuk aktif mencari, menemukan, membangun gagasan, mempertanyakan, dan menerapkan gagasan untuk menyelesaikan masalah secara mandiri. Peran mahasiswa menjadi dominan dibandingkan dengan peran dosen. Perkuliahan aktif ini akan memotivasi mahasiswa untuk menjadi the fully active learners. Apabila mereka mendapatkan tugas untuk mengerjakan 4 masalah tetapi mereka akan mengerjakan lebih dari 4 dengan sempurna (Merril Harmin, 2006). Menurut L. Dee Fink (dalam Triyanta, 2009), dalam perkuliahan aktif mahasiswa harus mendapatkan pengalaman melakukan (do) sesuatu dan mengamati (observe) sesuatu dan melakukan diskusi dengan diri sendiri dan dengan mahasiswa lain tentang apa yang diperoleh dari pengalaman tersebut. Jelas bahwa dalam perkuliahan aktif dosen berperan sebagai fasilitator dan tanggung jawab mahasiswa tidak hanya terbatas pada apa yang harus mereka pelajari namun juga bagaimana mereka mempelajarinya. Bonwell dan Eison (dalam Triyanta, 2009) menyatakan bahwa perkuliahan aktif memiliki lima karakteristik: (1) kelas perkuliahan aktif bukan kelas dengan mahasiswa sekedar mendengarkan, (2) kurang menitikberatkan pada alih informasi, namun lebih pada pengembangan kemampuan (skill) mahasiswa, (3) melibatkan tingkatan proses berpikir yang lebih tinggi yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi, (4) mahasiswa aktif dengan kegiatan membaca, berdiskusi, dan menulis, (5) perhatian pada eksplorasi tatanilai dan sikap mahasiswa (Triyanta, 2009).

Multi metode perkuliahan aktif merupakan kumpulan beberapa metode yang diterapkan pada satu pertemuan. Pada dasarnya setiap dosen selalu menerapkan multimetode dalam perkuliahan mulai dari tahap pembukaan atau kegiatan awal sampai dengan penutupan atau kegiatan akhir. Tidak

Page 83: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 83

mungkin seorang dosen hanya menggunakan satu metode karena pada setiap tahap perkuliahan memiliki tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada tahap pembukaan dosen akan menggunakan metode-metode yang mampu mengantarkan mahasiswa pada ketertarikan kepada materi yang akan dipelajari. Pada tahap ini, metode tanya-jawab, curah pendapat, kartu soal, permainan dan sebagainya dapat diterapkan. Untuk kegiatan inti ayang bertujuan terhadap penguasaan materi, metode diskusi kelompok, kerja berpasangan, jigsaw, TPS, STAD dan sebagainya dapat diterapkan.

Pemilihan multimetode yang dapat diterapkan untuk mewujudkan pembelajaran aktif merupakan faktor penentu keberhasilan penyampaian perkuliahan. Dengan demikian tidak setiap set multimetode dapat diterapkan. Ada set multimetode yang cocok untuk topik A, tetapi tidak cocok untuk topik B. Multimetode X adalah tepat untuk mencapai kompetensi tertentu, tetapi karena peralatan atau komponen yang dibutuhkan tidak tersedia, maka satu set multimetode tersebut tidak dapat diterapkan. Ada 4 prinsip umum dalam memilih metode pembelajaran yaitu (1) berorientasi pada kompetensi yang akan dicapai, (2) berorientasi pada aktivitas mahasiswa, (3) berorientasi pada individualitas, dan (4) berorientasi pada integritas.

Pembelajaran yang menggunakan bahasa Inggris untuk mencapai kompetensi dan meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris perlu dilaksanakan secara hati-hati. Penelitian Prophet, Robert B dan Badede, Nandkishor, 2006, di Bost-wana menunjukkan bahwa ‘the understanding of textual material in science has been shown to be problematic for first language speakers, which means that difficulties in comprehension are likely to be even greater for second language readers’. Sekolah-sekolah di Bostwana menggunakan bahasa Inggris bahasa pengantar (medium of instruction) termasuk bahasa untuk ujian walau bahasa Inggris merupakan bahasa kedua. Bahasa nasional Bost-wana adalah bahasa Setswana

Salah satu usaha untuk mengatasi ini, Prophet, Robert B dan Badede, Nandkishor, 2006, men-gusulkan bahwa ‘improving the readability of jun-ior certificate science examination questions would improve student achievement’. Mereka menunjuk-kan bahwa dengan cara ini hasil peningkatan dalam ujian, ,results show that changing certain readabil-ity factors, such as sentence length, simplified vo-

cabulary and the removal of obscure information, brought about an improvement in achievement. The conclusion considers the implications of the study for the writers of examinations and other texts in science’.

Metode pembelajaran bahasa juga menentukan hasil belajar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan dapat meningkatkan kemampuan bahasa Inggris. Penelitian Nurdin Somantri (2003) menyebutkan bahwa metode simulasi tematis dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris. Erhania Sinaga juga memberikan hasil penelitian yang sejenis bahwa metode simulasi dapat meningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris.

Beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris secara mandiri antara lain (1) memahami mengapa harus belajar bahasa Inggris (2) belajar menghargai dan mencintai bahasa Inggris, (3) memulai belajar bahasa Inggris pada aspek mendengarkan, kemudian (4) berbicara, (5) membaca, dan (6) menulis (internet, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian adalah (1) bagaimana keterlaksanaan perkuliahan Fisika Matematika II Semester Genap Tahun Akademik 2009/2010 Jurusan Fisika FMIPA UM Malang dengan penerapan multimetode perkuliahan aktif untuk meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris dan hasil belajar Fisika Matematika II; (2) bagaimana peningkatan keterampilan berbahasa Inggris peserta Perkuliahan Fisika Matematika II Semester Genap Tahun Akademik 2009/2010 Jurusan Fisika FMIPA UM Malang setelah penerapan multimetode perkuliahan aktif; dan (3) bagaimana peningkatan hasil belajar Fisika Matematika II Semester Genap Tahun Akademik 2009/2010 Jurusan Fisika FMIPA UM Malang setelah penerapan multimetode perkuliahan aktif.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas (PTK). Menggunakan PTK karena penelitian ini merupakan usaha untuk memperbaiki proses penyelenggaraan perkuliahan Fisika Matematika II dalam rangka peningkatan keterampilan berbahasa Inggris dengan tetap menekankan pada penguasaan materi yang ditandai dengan peningkatan hasil belajar. Menggunakam

Page 84: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 84

PTK karena peneltian ini juga bersifat terbatas pada subjek penelitian dan waktu pelaksanaan. Penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan kepada kasus yang lebih umum.

PTK yang dilaksanakan mengikuti pola pikir bahwa jumlah siklus bergantung kepada ketercapaian tujuan penelitian. Setelah pelaksanaan, ternyata PTK dengan dua siklus telah berhasil mencapai tujuan. Tahap-tahap kegiatan pada setiap siklus adalah tahap perencanaan (rencana tindakan), implementasi (pelaksanaan tindakan), observasi (pengamatan), dan refleksi yang diikuti dengan perencanaan ulang.

Rencana tindakan berupa penyusunan rencana pelaksanaan perkuliahan (RPP) yang mencantumkan multimetode yang berpusat pada mahasiswa dalam tahap perkuliahan. Setiap RPP dilengkapi dengan handout, soal-soal latihan atau kuis, dan media pembelajaran yang berupa slide powerpoint. RPP, handout, soal-soal latihan atau kuis, dan media pembelajaran disusun dalam bahasa Inggris.

Pelaksanaan Tindakan merupakan proses perkuliahan untuk menerapkan multimetode perkuliahan aktif terdiri dari metode curah pendapat (brainstorming), kerja berpasangan (work in pair), presentasi (presentation), penguatan (explanation by question and answer technique), kuis (quiz), dialog interaktif – ceramah (interactive dialogue), dan kuis (quiz).

Pengamatan dilakukan oleh tim peneliti secara sistematis dan objektif terhadap kegiatan perkuliahan dan mencatat data yang berupa temuan-temuan dalam kelas. Keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif dan keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa dicatat dengan instrumen pengamatan. Validitas dan reliabilitas instrumen diperhatikan melalui keahlian dan proses penyusunan. Dalam instrumen juga disediakan ruang untuk membubuhkan catatan temuan di lapangan baik yang positif maupun yang negatif. Angket/ kuesioner juga dilakukan untuk menggali data tentang komentar terhadap keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif dan keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa. Angket disusun terstruktur dan disesuaikan dengan instrumen pengamatan kemunculan keterampilan berbahasa Inggris sehingga mendukung analisis triangulasi. Aspek-aspek yang diungkap melalui angket adalah kepuasan mahasiswa terhadap multimetode yang diterapkan dalam perkuliahan, bahasa pengantar perkuliahan, handout yang digunakan, dan

penilaian melalui kuis serta kesan-kesan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan.

Data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada kegiatan observasi dianalisis dengan teknik persentase dan membandingkannya dengan kategori dengan menggunakan lima interval untuk keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif dan keterampilan berbahasa Inggris. Untuk hasil belajar, data diolah untuk menemukan rata-rata dan membandingkannya dengan kategori pada buku Pedoman Pendidikan UM.

Untuk mengetahui apakah tindakan yang dilakukan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris dan hasil belajar Fisika Matematika II maka perlu ditetapkan indikator keberhasilan. Indikator keberhasilannya adalah pada akhir setiap siklus, persentase keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif dan keterampilan berbahasa Inggris lebih besar atau sama dengan 70% dan 40%; nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa lebih besar atau sama dengan 55; dan pada akhir siklus kedua, terdapat peningkatan persentase keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif, keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa, dan nilai rata-rata hasil belajar Fisika Matematika II.

HASIL

Temuan-temuan yang terkait dengan keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif pada tahap perencanaan dan pelaksanaan adalah (1) RPP, handout, lembar powerpoint yang disusun sebelum pelaksanaan perkuliahan dapat diterapkan dengan baik; (2) variasi kegiatan pada setiap tahap perkuliahan (misalnya brainstorming), pembentukan pasangan, selingan dengan kegiatan ice breaking, pemberian hadiah dan sejenisnya dapat meningkatkan keaktifan mahasiswa; (3) keaktifan mahasiswa untuk bertanya, menjawab pertanyaan, atau menanggapi penjelasan mulai berubah; dan (4) kegiatan dialog antara mahasiswa dan dosen mulai aktif.

Keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif yang terdiri dari brainstorming, kerja berpasangan, presentasi, penguatan melalui tanya-jawab, kuis, dan dialog interaktif telah tercapai sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditunjukkan oleh Gambar 1.

Keterampilan berbahasa Inggris berbicara pada siklus I hanya mencapai persentase

Page 85: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 85

ketercapaian sebesar 34.4%. Ketercapaian ini berada pada kategori jelek atau sedikit yang berbicara dalam bahasa Inggris. Hasil ini juga masih berada di bawah target keberhasilan karena indikator keberhasilannya dipatok 40% ke atas.

Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, maka refleksi siklus I memberikan rekomendasi sebagai berikut (1) pengelolaan waktu dilakukan secara lebih efisien; (2) segera menunjuk mahasiswa untuk menyampaikan hasil reviu pada kegiatan brainstorming; (3) presentasi dilakukan oleh dua orang dalam kelompok kerja berpasangan; (4) membuat pertanyaan yang mengikuti pola spiral (dari mudah ke sulit secara bertahap); (5) mendorong mahasiswa untuk lebih berani berpendapat, bertanya, atau menjawab; (6) pencatatan mahasiswa yang melakukan kegiatan indikator berbicara berbahasa Inggris harus lebih teliti; dan (6) menyediakan ‘hadiah’ sebagai pancing agar mahasiswa berani berbicara berbahasa Inggris.

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

Brainstorming Work in Pair Presentation Expanationby QA

Quiz InteractiveDialgue

Keseluruhan

Komponen Multimetode

Ket

erla

ksan

aan

(%)

Siklus ISiklus II

Gambar 1. Diagram Keterlaksanaan Multimetode Perkuliahan Aktif per Komponen

Dengan usaha-usaha hasil refleksi siklus I maka rata-rata persentase ketercapaian keterampi-lan berbahasa Inggris pada siklus II menjadi 55.2% dan berada pada kategori cukup baik atau cukup banyak. Capaian ini sudah sesuai dengan indikator keberhasilan dan telah terjadi peningkatan ket-erampilan berbahasa Inggris. Diagram ketercapaian komponen keterampilan berbahasa Inggris (dan sekaligus peningkatannya) dapat dilihat pada Gam-bar 2.

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

Bertanya I Bertanya II Menjawab I Menjawab II Presentasi I Presentasi II

Keterampilan Berbahasa Inggris

Kete

rcap

aian

(%)

Gambar 2. Pencapaian Komponen Keterampilan Berbahasa Inggris siklus I (tanda I) dan siklus II (tanda II)

Hasil belajar diperoleh dari hasil penyelesaian soal-soal kuis yang diselenggarakan pada setiap pertemuan. Terdapat 4 kali kuis pada siklus I. Soal-soal kuis disesuaikan dengan indikator hasil belajar yang disajikan pada handout untuk setiap pertemuan. Nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 70.8.

Untuk meningkatkan capaian hasil belajar, maka refleksi siklus I memberikan rekomendasi antara lain (1) tahap penguatan harus benar-benar sederhana dan mudah dipahami, (2) memberikan kesempatan bertanya-jawab yang lebih luas, dan (3) memberikan penjelasan tentang maksud soal karena masalah bahasa.

Kuis-kuis pertemuan pada siklus II dilaksanakan mengikuti masukan-masukan hasil refleksi siklus I. Ada 4 kuis pada siklus II karena ada 4 pertemuan. Jika dibandingkan dengan rata-rata nilai pada siklus II maka terdapat peningkatan capaian hasil belajar sebesar 2.0; rata-rata nilai 72.9. Hasil belajar Fisika Matematika II pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar 3.

0.010.020.030.040.050.060.070.080.090.0

100.0

1 2 3 4

Pertemuan Ke

Nila

i Rat

a-Ra

ta

Siklus I Siklus II

Gambar 3. Hasil Belajar Fisika Matematika II dengan penerapan multimetode

PEMBAHASAN

Page 86: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 86

Keterlaksanaannya meningkat sebesar 5.6% yakni keterlaksanaan 81.6% pada siklus I mening-kat menjadi 87.5% pada siklus II. Di samping itu, komponen-komponen multimetode perkuliahan ak-tif tersebut di atas telah dipraktikkan pada perkulia-han-perkuliahan sebelumnya karena penelitian mu-lai dilakukan ketika perkuliahan Fisika Matematika II telah memasuki pertemuan ke 18.

Komponen-komponen multimetode perkulia-han yang dapat dilaksanakan sesuai dengan pato-kan keberhasilan adalah curah pendapat (brain-storming), kerja berpasangan (work in pair), pen-guatan (explanation by lecturer using question and answer tehnique) dan kuis (uji kompetensi) dan dua komponen multimetode yang tidak dapat dilak-sanakan sesuai patokan keberhasilan adalah presen-tasi oleh mahasiswa dan dialog interaktif pada sik-lus I. Komponen-komponen multimetode ini dapat dilaksanakan dengan baik karena sederhana dan mudah dilaksanakan. Penelitian-penelitian yang berbasis PTK melaporkan bahwa berbagai metode atau pendekatan pembelajaran yang lebih rumit da-pat dilaksanakan dengan baik. Misalnya metode jigsaw (Fakhruddin, 2008), metode STAD (Kom-satun, 2006) dan sebagainya dapat dilaksanakan dengan baik sejak siklus pertama.

Keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif yang menurut seluruh mahasiswa memuaskan atau sangat memuaskan juga didukung oleh komentar mahasiswa tentang kesan pelaksanaan perkuliahan. Beberapa kesan mereka antara lain (1) saya suka metode pengajarannya karena walaupun mataku-liahnya sulit tapi metode yang digunakan sangat fun jadi membuat saya tertarik untuk mengikuti matakuliah ini; (2) metode dan model pembela-jarannya sangat menarik dan nyaman. Interaksi mahasiswa dan dosen sangat aktif; (3) saya sangat terkesan (puas) dengan metode perkuliahan yang diberikan karena sangat berbeda dengan metode perkuliahan yang lain; dan (3) perkuliahan kondu-sif; metode pembelajaran menyenangkan dan tidak membosankan.

Pada siklus I, pertemuan 1 dan 3 memiliki keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertemuan 2 dan 4 (lihat Tabel 4.1 pada bab IV). Hal disebabkan oleh jadwal perkuliahan. Dua pertemuan dilak-sanakan pada hari yang sama yaitu jam ke 3 – 4 dan jam ke 7 – 8. Pertemuan 1 dilaksanakan pada pertemuan jam ke 3 – 4 dan pertemuan 2 dilaksnakan pada jam ke 7 – 8 pada hari yang sama. Demikian juga untuk pertemuan 3 dan 4.

Dengan penjadwalan seperti ini, ada kejenuhan baik pada dosen maupun pada mahasiswa pada pertemuan 2 dan 4 sehingga beberapa indikator keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif tidak dapat terlaksana dengan optimal yang menyebabkan penurunan capaian indikator.

Pada siklus I kegiatan presentasi (skor keterlaksanaannya 65.6%), indikator yang menyumbangkan keterlaksanaan yang rendah adalah pengajuan pertanyaan atau menjawab pertanyaan. Mahasiswa enggan mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan karena beberapa faktor antara lain ragu dengan kemampuan berbahasa Inggris, tidak tahu apa yang harus ditanyakan, dan tidak terbiasa dengan pengembangan keterampilan bertanya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa keterampilan bertanya siswa rendah dan perlu ditingkatkan. Nurwahyuni, Lilik (2008) melaporkan bahwa keinginan siswa Madrasah Aliyah hanya sekitar 1 – 3 % dan keinginan untuk menjawab pertanyaan adalah 10 – 17%. Bambang Ribowo, 2006, melaporkan bahwa keterampilan siswa SMP masih rendah. Komsatun, 2009, juga melaporkan bahwa keterampilan bertanya siswa SD juga rendah.

Indikator kegiatan dialog interaktif yang menyebabkan keterlaksanaannya rendah (57.8% – bahkan pada pertemuan 2 dan 4 indikator ketercapaiannya masing-masing hanya 25% ) adalah pelaksanaan komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa atau memfasilitasi komunikasi antara mahasiswa dengan mahasiswa. Komunikasi masih cenderung satu arah – dari dosen ke mahasiswa secara plenary. Tanggapan dari mahasiswa belum muncul sehingga dialog interaktif belum terlaksana. Beberapa faktor yang menyumbangkan ketidakterlaksanaan indikator ini antara lain dosen cenderung berceramah yang didukung oleh waktu yang sedikit karena kegiatan ini berada di akhir perkuliahan dan biasanya kegiatan-kegiatan di awal menyita waktu yang berlebih, dan konsentrasi mahasiswa mulai goyah karena sudah cukup lama mengikuti perkuliahan Fisika Matematika II terutama pada pertemuan 2 dan pertemuan 4.

Peningkatan keterlaksanaan multimetode perkuliahan aktif pada siklus II dibandingkan dengan siklus I karena akumulasi selisih peningkatan keterlaksanaan beberapa komponen multimetode dan penurunan keterlaksanaan beberapa komponen multimetode bernilai positif. Komponen yang keterlaksanaannya meningkat

Page 87: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 87

adalah brainstorming, presentation, quiz, dan interactive dialogue sedangkan komponen yang keterlaksanaannya menurun adalah explanation by question and answer (penguatan). Komponen yang keterlaksanaannya tetap adalah komponen kerja berpasangan (work in pair).

Peningkatan keterlaksanaan brainstorming disebabkan oleh peningkatan frekuensi mahasiswa mengemukakan/menjelaskan materi yang telah dipelajari. Mahasiswa sudah mulai terbiasa dengan kegiatan reviu sehingga mereka lebih berani untuk berpendapat. Faktor lain adalah adalah peningkatan motivasi karena rangsangan dari peningkatan kualitas hadiah – sebelumnya berhadiah permen ditingkatkan menjadi snack (biskuat) bagi mahasiswa yang menyampaikan penjelasan materi yang telah dipelajari.

Peningkatan keterlaksanaan presentation di-sumbangkan dari peningkatan yang signifikan pada jumlah mahasiswa yang mengajukan pertanyaan kepada temannya yang menjadi penyaji atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mahasiswa yang lain yang bukan penyaji. Penyebabnya antara lain dorongan yang lebih kuat dan intensif kepada mahasiswa untuk bertanya; memberikan pancingan agar mahasiswa bertanya atau menjawab pertanyaan; menyediakan hadiah bagi mahasiswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan.

Keterlaksanan quiz meningkat karena penyediaan keikutsertaan mahasiswa dan pembahasan soal-soal kuis yang utuh dan lengkap. Pada siklus I pada pertemuan 4 pembahasan tidak optimal karena keterbatasan waktu.

Peningkatan keterlaksanaan interactive dialogue disebabkan oleh peningkatan komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa. Dosen mengurangi kegiatan ceramah dan membuka peluang kepada mahasiswa untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan sehingga makna dialog benar-benar terlaksana. Pertanyaan pancingan yang sederhana diajukan oleh dosen agar mahasiswa mudah untuk menjawab dan selanjutnya meningkat ke kegiatan mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan untuk menghidupkan dialog.

Peningkatan keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa peserta kuliah Fisika Matematika II terutama pada aspek speaking dari siklus I ke siklus II dapat dicapai dengan peningkatan persentase sebesar 20.7%. Peningkatan 20.7% ini disumbangkan dari aspek mengajukan pertanyaan

dalam bahasa Inggris (bertanya) sebesar 13.5%; menjawab pertanyaan atau mengemukakan pendapat dalam bahasa Inggris (menjawab) sebesar 3.1%; dan mempresentasikan hasil diskusi atau menjelaskan suatu konsep dalam bahasa Inggris (presentasi) sebesar 4.1% (lihat Gambar 2).

Peningkatan terbesar adalah disumbangkan dari aspek mengajukan pertanyaan dalam bahasa Inggris yakni dari tidak mahasiswa yang mengajukan pertanyaan pada siklus I meningkat menjadi 13.5% yang mengajukan pertanyaan dalam bahasa Inggris. Hal ini berarti bahwa keberanian mengajukan pertanyaan dalam bahasa Inggris baru muncul setelah 4 pertemuan pada siklus I. Kenaikan yang tajam ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain (1) pemantapan penerapan metode perkuliahan aktif atau perkuliahan berpusat pada mahasiswa dengan memberikan kesempatan yang luas bagi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam perkuliahan; (2) peningkatan motivasi dengan cara meminta mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan-perta-nyaan sederhana; (3) dorongan atau penyemangat dengan cara bahwa salah itu manusiawi, bahasa Inggris bukan bahasa kita sehingga tidak perlu takut ketika harus melakukan kesalahan dalam berbahasa Inggris; (4) penyediaan hadiah yang lebih menarik (pada siklus I hadiah berupa permen sedangkan pada siklus II berupa biskuat)

Penelitian Andi Muhammad Yauri (2010) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan keterampilan berbahasa Inggris mahasiswa STAIN Watampone dengan penerapan student centered. Pelibatan mahasiswa secara aktif merupakan sumbangan terbesar pada proses peningkatan keterampilan berbahasa Inggris.

Peningkatan keterampilan berbahasa Inggris ini juga dirasakan oleh mahasiswa. Kesan-kesan yang mereka sampaikan antara lain (1) saya rasa terjadi peningkatan kemampuan berbahasa Inggris khususnya speaking, membaca rumus dalam bahasa Inggris dan menjelaskan secara prosedur menyelesaikan soal-soal dalam bahasa Inggris; (2) dengan mengikuti perkuliahan ini saya menjadi termotivasi untuk lebih banyak belajar berbahasa Inggris; membantu untuk lebih memahami bahasa Inggris khususnya pemahaman bahasa Inggris dalam fisika; (3) karena perkuliahan disajikan 100% English, tentu saja kemampuan listening saya meningkat; (4) kemampuan yang berkembang pesat adalah listening dan reading science text. Speaking juga berkembang namun writing kurang

Page 88: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 88

dioptimalkan (hanya pada proyek); (5) peningkatan yang terjadi adalah kosakata meningkat dan speaking (pembicaraan) dalam bahasa Inggris; pada akhir kuliah, saya lebih berani dalam mengungkapkan pendapat dalam bahasa Inggris (conversation) meskipun salah; dan (6) saya merasa ada peningkatan dalam kemampuan berbahasa Inggris terutama speaking karena sebelumnya saya sangat pemalu dan kurang lancar di bidang speaking

Nilai rata-rata ujian harian (berupa kuis yang dilaksanakan pada setiap pertemuan) meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 2.1. (pada siklus I nilai rata-rata ujian harian adalah 70.8 dan nilai rata-rata ujian harian pada siklus II adalah 72.9). Hasil belajar pada siklus I dan siklus II telah melampui target keberhasilan yang ditetapkan pada nilai 55 ke atas. Capaian hasil belajar pada kedua siklus berada pada kategori baik.

Dengan uji beda, peningkatan termasuk kecil (tidak signifikan), namun demikian karena materi perkuliahan pada pertemuan-pertemuan siklus II lebih berat dibandingkan dengan materi pada pertemuan-pertemuan pada siklus I. Materi perkuliahan pada pertemuan-pertemuan siklus I adalah penyelesaian persamaan Laplace untuk menentukan distribusi suhu tunak pada sistem koordinat siku-siku, silinder dan bola. Pada bahasan ini, suhu tunak hanya bergantung pada variabel ruang saja. Materi pada pertemuan-pertemuan siklus II adalah penyelesaian persamaan aliran panas atau persamaan difusi dan persamaan gelombang. Pada penyelesaian persamaan difusi, suhu tidak hanya bergantung pada variable ruang tetapi juga bergantung pada variabel waktu. Demikian juga, penyelesaian persamaan gelombang membutuhkan dua variabel yaitu varibel ruang dan waktu.

Peningkatan hasil belajar Fisika Matematika II terjadi walaupun terdapat peningkatan bobot materi perkuliahan disebabkan oleh beberapa hal antara lain (1) multimetode perkuliahan aktif

memberi kesempatan mahasiswa untuk berinteraksi secara leluasa sehingga mereka semakin memahami permasalahan; (2) mahasiswa mulai terbiasa dengan ujian harian sehingga mereka telah mempersiapkan diri sebelum mengikuti perkuliahan dengan mempelajari bahan perkuliahan yang telah mereka miliki; (3) mahasiswa mulai menyenangi model kuis sebagai bentuk ujian harian sehingga mereka mampu meningkatkan hasil ujian mereka.

Penelitian-penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan yang bertujuan memperbaiki proses dan hasil belajar seperti penelitian Fakhruddin (2008), Nurwahyuni, Lilik (2008), Bambang Ribowo (2006) dan yang lain-lain menunjukkan peningkatan hasil belajar setelah diterapkan berbagai metode pembelajaran yang lebih rumit.

KESIMPULAN

Berdasarkan rumusan permasalahan penelitian, paparan data, temuan penelitian, dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan (1) Multimetode perkuliahan aktif Fisika Matematika II yang terdiri dari curah pendapat (brainstorming), kerja berpasangan (work in pair), presentasi oleh mahasiswa (presentation), penguatan (explanation by lecturer using question and answer tehnique), kuis (uji kompetensi) dan dialog interaktif pada setiap pertemuan dapat dilaksanakan dengan tingkat keterlaksanaan 81.6 % pada siklus I dan 87.5% pada siklus II serta terdapat peningkatan sebesar 5.9%; (2) Terjadi peningkatan keterampilan berbahasa Inggris pada aspek berbicara sebesar 20.7% yaitu meningkat dari 34.4% pada siklus I menjadi 55.2% pada siklus II; (3) Terdapat peningkatan hasil belajar Fisika Matematika II sebesar 2.1 dari hasil belajar 70.8 pada setiap siklus menjadi 72.9 pada siklus II. Hasil belajar pada siklus I dan siklus II telah melampui target keberhasilan yang ditetapkan pada nilai 55 ke atas.

DAFTAR RUJUKAN

Pemerintah RI, 2003. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional, Presiden RI: Jakarta.

Harmin, Merril and Toth Melanie. 2006. Inspiring Ac-tive Learning, A Complete Handbook for To-

day’s Teachers. ASCD (Assosiation of Supervi-sion and Curriculum Development) Alexandria.

Triyanta. 2009. Pembelajaran Active. www.ganeshana.org: diakses tanggal 3 Oktober 2009.

Page 89: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 89

Robert B Prophet and Nandkishor Badede, 2006, Lan-guage And Student Performance In Junior Sec-ondary Science Examinations: The Case Of Sec-ond Language Learners In Botswana, Interna-tional on Science and Math Vol 7 number 2.

Somantri, Nurdin. 2003. Penerapan Metode Simulasi Tematis Untuk Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris siswa. Lomba Pembelajaran 2002.

Sinaga, Erhania, Upaya Peningkatan Keterampilan Ber-bicara dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Menggunakan Metode Simulasi

Http://www.englishland.or.id. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris Anda.

Anis Susilaningsih, 2009, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation (GI) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Pro-cedural Fluency Siswa (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMP Muhammadiyah 4 Surakarta)

Fakhruddin, 2008, Peningkatan Keterampilan Bertanya, Keterampilan Kooperatif Dan Pemahaman Kon-sep Biologi Siswa Kelas Viii A Melalui Pembela-jaran Kontekstual Menggunakan Strategi Koop-eratif Jigsaw Di SLTP Muhammadiyah 06 Dau

Malang, Skripsi Jurusan Biologi FMIPA UM Malang.

Komsatun. 2009. “Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Model STAD Untuk Meningkatkan Keterampilan Bertanya Siswa Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas II di SD Negeri Gadang I Kota Malang.. Skripsi, Jurusan KSDP Program S1 PGSD, FIP Universitas Negeri Malang.

Nurwahyuni, Lilik. 2008. Penerapan Keterampilan Bertanya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Pokok Bahasan Hidrosfer pada Siswa Kelas X-G MAN Malang I. Skripsi, Jurusan Geografi FMIPA Universitas Negeri Malang

Bambang Ribowo, 2006, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II A SMP Negeri 2 Banjarharjo Brebes dalam Pokok Bahasan Segiempat Melalui Model Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Kelompok Kecil Tahun Pelajaran 2005/2006”. Skripsi Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Semarang

Andi Muhammad Yauri, 2010, “Upaya Peningkatan Keterampilan Berbahasa Inggris Melalui Penerapan Student Centered di STAIN Watampone’’,

Page 90: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 90

PENGALAMAN BERHARGA DARI KEGIATAN LESSON STUDY DI JURUSAN FISIKA FMIPA UM

Sutarman

Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Abstrak: Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam perkuliahan di Perguruan Tinggi senantiasa terus diupayakan baik melalui penelitian tindakan kelas mapun kegiatan lainnya. Salah satu kegiatan untuk meningkatkan kaulitas pembelajaran di perguruan tinggi yang termasuk baru adalah kegiatan lesson study. Jurusan Fisika FMIPA UM telah melaksanakan kegiatan lessson Study sejak tahun 2008. Berdasarkan pantauan terhadap kegiatan lesson study di Jurusan Fisika yang selama ini dilakukan diperoleh temuan-temuan yang merupakan pengalaman berharga. Pengalaman yang dimaksud adalah (1) Munculnya kemauan para dosen untuk membuka kelas (open class) dan menjadi dosen model, (2) Keterbukaan pikiran dan menerima masukkan pendapat teman sejawat guna memperbaiki pembelajarannya, (3) Motivasi yang tinggi para dosen untuk belajar sesama teman sejawat melalui kajian pembelajaran, (4) Adanya upaya untuk mencoba menggunakan strategi perkuliahan yang ”baru” guna memperoleh balikan dari teman sejawat sehingga diperoleh pengalaman mengajar dengan yang lebih baik, (5) Dihasilkan sejumlah Satuan Acara Perkuliahan yang telah diterapkan dan memperoleh balikan dalam kegiatan refleksi, (6) Terbentuknya kelompok lesson study dalam lingkup Kelompok Bidang Keahlian (KBK), (7) Meningkatkan kemampuan dan ketajaman para dosen dalam mencermati dan menganalis pembelajaran serta merefleksikannya, (8) Tersosialisasinya konsep dan penerapan lesson study bagi para dosen dilingkungan jurusan.

Kata kunci: Lesson study, pembelajaran, perguruan tinggi

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas profesional dosen dan sekaligus kualitas pembelajaran adalah melalui kegiatan lesson study. Jurusan Fisika FMIPA UM sejak tahun 2008 telah melaksanakan kegiatan lesson study secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan utama dilaksanakan lesson study di Jurusan Fisika adalah meningkatkan kualitas profesionalisme dosen dan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara belajar sesama teman sejawat. Apa, mengapa dan bagaimana pelaksanakan lesson study di Jurusan Fisika FMIPA UM serta pengalaman berharga apa yang dapat dipetik dari kegiatan tersebut diketengahkan dalam tulisan ini.

APA DAN MENGAPA LESSON STUDY DILAKUKAN DI JURUSAN FISIKA

Lesson study merupakan suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (Garfield, 2006 dalam Ibrohim 2010). Proses sistematis dalam hal ini adalah adanya kelompok kolaboratif diantara para guru untuk menyusun rencana pelajaran dan perangkat pembelajaran, mengobservasi, merefleksi dan merevisi rencana pembelajaran secara berkesinambungan (Ibrohim, 2010). Menurut Walker (2005) lesson study merupakan suatu metode pengembangan profesional guru. Sedangkan menurut Lewis (2002) dalam lesson study adanya seorang guru ingin meningkatkan pembelajaran, salah satu cara yang paling jelas adalah melakukan kolaborasi dengan guru lain untuk merancang, mengamati dan melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Lebih lanjut Ibrohim (2010) mendifinisikan lesson study sebagai berikut: lesson

Page 91: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 91

study merupakan suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran.

Lesson study sebagai salah satu wahana bagi para dosen untuk meningkatkan kualitas perkuliahannya sehingga diharapkan meningkatkan mutu lulusan. Selama ini hampir tidak ada kegiatan yang sifatkan rutin di tingkat jurusan yang berupaya untuk memperbaiki pembelajaran. Kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan manakala dosen memperoleh dana penelitian. Di luar itu, hampir tidak ada kegiatan rutin dan berkesinambungan untuk selalu belajar memperbaiki pembelajaran dalam perkuliahan. Melalui kegatan lesson study yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan berkesinambungan setiap semester, maka suasana akademik jurusan meningkat dalam rangka saling belajar diantara teman dosen untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Alasan lain mengapa lesson study dilakukan di Jurusan Fisika adalah Satuan Acara Perkuliahan (SAP) yang telah dibuat para dosen diimplementasikan kemudian dilakukan perbaikan berdasarkan pengamatan dan pengalaman dosen ketika mengajar. Selama ini, pengamatan pembelajaran hanya sebatas pada pengamatan oleh dosen sendiri. Cara semacam ini tentu belum dapat menghasilkan temuan-temuan permasalahan pembelajaran yang lebih mendalam dan menyeluruh. Melalui kegiatan lesson study yang melibatkan teman sejawat sebagai observer mengkaji pembelajaran (research lesson) akan banyak ditemukan permasalahan terutama bagaimana mahasiswa belajar. Pengamatan difokuskan pada bagaimana mahasiswa belajar dan bukan bagaimana dosen mengajar. Melalui pengamatan akan ditemukan masalah pembelajaran, ditemukan penyebabnya dan kemudian didiskusikan melalui kegiatan refleksi bagaimana solusi perbaikan yang mungkin dapat dilakukan. Dengan cara demikian melalui lesson study SAP diperbaiki berdasarkan hasil diskusi refleksi.

Kegiatan lesson study dapat digunakan sebagai salah satu agenda kegiatan Kelompok Bidang Keahlian (KBK) untuk meningkatkan pembelajaran. Para dosen yang tergabung ke dalam

KBK membentuk group lesson study yang beranggotakan 8-10 orang dosen. Mereka secara rutin belajar sesama teman sejawat melalui kegiatan lesson study. Di Jurusan Fisika FMIPA UM terdapat 6 KBK yaitu KBK pendidikan, KBK elektronika dan instrumentasi, KBK material, KBK astronomi, KBK kumputasi, KBK fisika teori. Oleh karena itu di Jurusan Fisika ter dapat 6 group lesson study.

BAGAIMANA PELAKSANAAN LESSON STUDY DI JURUSAN FISIKA FMIPA UM

Pada setiap awal perkuliahan melalui rapat jurusan para dosen yang tergabung dalam KBK diminta untuk membuat program kegiatan lesson study. Program yang dimaksud adalah membuat perencaan lesson study yang menyangkut schedule kegiatan plan, do serta see/reflection. Kegiatan Plan-Do dan See/Reflection merupakan rangkaian kegiatan lesson study yang urutannya tidak dapat pertukarkan (Saito, 2005). Kegiatan plan meliputi penentuan matakuliah yang akan digunakan open class, menyusun SAP, menentukan dosen model, moderator dan notulen serta jadwal dan tempat open class dilaksanakan. Ada beberapa cara penyusunan SAP yang dilakukan oleh para dosen. Pertama: SAP disusun sendiri oleh seorang dosen, yang kemudian hasilnya didiskusikan dengan anggota kelompok KBK untuk memperoleh masukan dan kemudian diberbaiki sebelum dimplementasikan. Kedua: SAP disusun oleh semua anggota kelompok. Ketiga: SAP disusun secara mandiri oleh seorang dosen.

Setelah SAP berhasil disusun, pada hari yang telah ditentukan seorang dosen model mengajar sedangkan dosen yang lain menjadi observer. Gambar-1 menujukkan seorang dosen melaksanakan pembelajaran di depan kelas. Gambar-2 seorang dosen sebagai observer mengamati sekelompok mahasiswa yang sedang belajar. Observer dalam melakukan pengamatan menggunakan format observasi. Fokus amatannya adalah ”apakah para mahasiswsa konsentrasi dalam belajar dan pada saat apa mereka konsentrasi?”. Adakah mahasiswa yang kurang berkonsentrasi belajar, pada saat apa mereka tidak konsentrasi, apa penyebab mereka kurang konsentrasi?. Pengalaman berharga apa yang diperoleh melalui pembelajaran hari ini?

Setelah jam kuliah usai maka pada hari itu pula dilakukan refleksi. Refleksi dipimpin oleh

Page 92: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 92

seorang moderator. Gambar-3 menunjukkan situasi refleksi. Posisi tempat duduk refleksi dibuat saling berhadapan dalam bentuk melingkar dengan maksud munculnya situasi refleksi yang penuh kekeluargaan dan kebersamaan, tidak menggurui serta tidak mengadili dan tidak menyalahkan dosen model.

Gambar-1. Seorang dosen sedang mengajar ketika open class

Gambar-2. Seorang dosen sedang mengamati mahasiswa belajar

Gambar-3. Kegiatan refleksi dilakukan setelah pembelajaran

Agar refleksi memperoleh hasil yang maksimal, maka peran moderator sangat penting. Moderator berupaya untuk dapat mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan observer. Kemudian

meminta kepada observer untuk mencari penyebab dari masalah terebut. Meminta kepada observer lain untuk menentukan alternatif solusinya untuk mengatasi masalah terebut.

Dalam refleksi sedapat mungkin dihindari kesan menggurui dosen model. Semua komentar dan masukan didasarkan atas fakta nyata di kelas dan bukan berdasarkan teori atau pengalaman dosen.

TEMUAN KAJIAN PEMBELAJARAN

Dalam hal pembelajaran ada hal-hal yang bersifat positip yaitu perkuliahan tidak lagi didominasi dengan cara ceramah tetapi sudah mengarah kepada multimetode yang membuat mahasiswa lebih aktif. Adanya kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang disiapkan sebelumnya dalam lembar kerja. Penggunaan media dalam pembelajaran sehingga perkuliahan tidak lagi abstrak namun konkrit. Cara semacam ini teramati menarik bagi mahasiswa, mereka terlihat antusias mengikuti pembelajaran. Namun demikian ada beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan baik masalah pembelajarannya maupun pelaksanaan lesson study. Interaksi antar anggota kelompok belum sebagaimana yang diharapkan. Pemberian materi tugas diskusi kurang mendorong mahasiswa untuk berfikir untuk pemecahan masalah. Berikut disajikan salah satu contoh lembar kerja yang digunakan ketika open class dari salah satu kegiatan lesson study yang kurang merangsang mahasiswa untuk berfikir.

Page 93: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 93

Jika dicermati pertanyaan nomor (1) dan (2)

dalam lembar kerja di muka adalah permasalahan yang tidak merangsang mahasiswa untuk berfikir. Jawaban pertanyaan tersebut hanya bersifat hafalan saja. Pertanyaan semacam ini tidak tepat jika di-pakai sebagai bahan diskusi sebab tidak merang-sang mahasiswa berfikir alternatif. Jawabannya tunggal dan berdasarkan ingantan belaka. Pertan-yaan tersebut mengakibatkan tidak terjadinya in-teraksi antar anggota kelompok. Hal ini berbeda denga pertanyaan nomor (3) dan (4). Jawaban per-tanyaan (3) dan (4) tidak hanya bersifat ingatan saja tetapi perlu pemikiran. Pertanyaan semacam ini te-pat jika dipakai sebagai bahan diskusi sebab mer-angsang mahasiswa berfikir alternatif. Pertanyaan tersebut mengakibatkan terjadinya interaksi antar anggota kelompok.

TEMUAN PELAKSANAAN LESSON STUDY

Adanya kemauan para dosen untuk membuka kelas (open class) dan menjadi dosen model. Keter-bukaan pikiran dan menerima masukkan pendapat teman sejawat guna memperbaiki pembelajaran-nya. Motivasi yang tinggi para dosen untuk belajar sesama teman sejawat melalui kajian pembelajaran. Adanya upaya untuk mencoba menggunakan strategi perkuliahan yang ”baru” guna memperoleh balikan dari teman sejawat sehingga diperoleh pen-galaman mengajar dengan yang lebih baik. Diha-silkan sejumlah Satuan Acara Perkuliahan yang te-lah diterapkan dan memperoleh balikan dalam ke-

giatan refleksi. Terbentuknya kelompok lesson study dalam lingkup Kelompok Bidang Keahlian (KBK). Meningkatkan kemampuan dan ketajaman para dosen dalam mencermati dan menganalis pembelajaran serta merefleksikannya. Tersosialisa-sinya konsep dan penerapan lesson study bagi para dosen dilingkungan jurusan.

Namun demikian, masih ditemukan hal-hal yang perlu perbaikan ke depan. Ada beberapa do-sen model yang cenderung untuk mempertahankan diri, bahwa apa yang dilakukan adalah benar. Ma-sukan dan komentar mengenai bagaimana maha-siswa belajar dianggap sebagai penilaian terhadap kinerja dan kelemahan dosen model. Fokus obser-vasi bukan bagaimana mahasiswa belajar, tetapi bagaimana dosen mengajar. Ia berpendapat bahwa lesson study merupakan cara untuk meningkatkan profesionalisme dosen/guru, maka yang diamati adalah cara dosen mengajar dan bukan mahasiswa belajar.

Berikut adalah salah satu hasil rekaman dis-kusi refleksi dalam salah satu kegiatan lesson study di Jurusan Fisika FMIPA UM pada bulan Mei 2010 yang diperoleh dari catatan notulen.

KBK : Elektronika dan Instrumentasi Matakuliah : Elektronika Dasar II DM = dosen model, Ob= observer, M= moderator.

DM

Dosen model meminta maaf kepada observer karena terlambat dan tidak tepat waktu molor rencananya 2 x 50 menit tetapi pelaksanaannya lebih dari itu. Saya memberi tugas membaca di rumah sebelum kuliah. Tugas mahasiswa untuk menyelesaikan lembar diskusi waktunya menjadi bertambah (molor). Saya merasa pembentukkan kelompok kurang bagus. Namun saya bangga sebab mahasiswa siap dengan bukunya masing-masing. Ada yang mengerjakan lembar kerja dengan cara membagi-bagi tugas dan ada mengerjakan secara bersama-sama. Saya berharap mahasiswa dapat menangkap konsep yang mereka pelajari. Melalui refleksi ini saya berharap masukkan dari para observer. Pembelajaran ini adalah pembelajaran kita, jadi kalau ada kurangnya, maka kita yang kurang.

Ob-1

Masalah: Ada mahasiswa yang kurang konsentrasi (mahasiswa no.5), kurang terlibat

LEMBAR KERJA UNTUK DISKUSI

1. Keadaan kedudukan Planet-Bumi-Matahari dalam satu garis lurus disebut ………..

2. Pada saat kedudukan Planet- Matahari- Bumi dalam satu garis lurus disebut ………..

3. Dari keempat teori pembentukan tata surya teori mana yang mendekati kebenaran yaitu mampu menjelaskan mengapa rotasi planet-planet (kecuali Venus dan Uranus) berarah sama dengan arah revolusinya? Jelaskan jawabanmu.

4. Salah satu satelit Jupiter yaitu Io mempunyai massa yang sama dengan Bulan (satelit Buni), dan juga Io mengorbit Jupiter pada jarak yang sama dengan Bulan mengorbit Bumi. Akan tetapi Io mengelilingi Jupiter dalam satu putaran lamanya 1,8 hari, sedangkan bulan mengelilingi Bumi dalam waktu 27,3 hari. Dapatkah kamu menjelaskan mengapa terjadi perbedaan ini?

Page 94: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 94

belajar dengan temannya. Interaksi antar mahasiswa dalam belajar kelompok hendaknya menjadi perhatian kita. Mahasiswa pada awal jam kuliah terlihat konsentrasi penuh, namun pada waktu kerja kelompok diskusi ada yang pembagian tugas, ada yang bersama-sama sehingga terlihat kurang adanya interaksi antar mereka. Keinginan kita terjadi interaksi dan anggota kelompok tukar pikiran. Terlihat pada 20 menit pertama, kerja sendiri pada bagian akhir-akhir saja terjadi interaksi. Tempat duduk sudah berhadapan. Tugas membaca dalam jam tatap muka memerlukan waktu yang lama, sehingga sebagian besar waktu habis digunakan mahasiswa untuk membaca teks.

Penyebab: (1) Adanya pembagian tugas menyelesaikan pekerjaan, akibatnya mereka bekerja sendiri-sendiri. (2) Pada jam tatap muka mahasiswa diberi tugas membaca yang memerlukan waktu lama agar paham apa yang mereka baca.

Solusinya: (1) Pada awal kerja kelompok masing-masing mahasiswa mendapat lembar kerja dan mereka diminta untuk memikirkan tugas tersebut, kemudian mereka diminta untuk bertanya kepada teman dalam kelompok dan berdiskusi. Agar mereka berfikir dan bertanya, maka tugas dalam lembar kerja sebaiknya menantang. (2) Tugas membaca teks diberikan sebagai tugas rumah agar tidak memakan waktu tatap muka. Oleh karena itu tugas diberikan pada hari sebelum jadwal perkuliahan dan di kelas dilanjutkan membahasnya.

Ob-2

Masalah: Apa yang dilakukan DM bagus dari pada saya sendiri kalau mengajar. Ada yang tidak konsentrasi tetapi ada beberapa anak konsentrasi. Pembagian kelompok tidak ada masalah, mereka cepat mengambil tempat duduk. Bahan diskusi ma-hasiswa yang kita susun terlalu banyak, sehingga terlihat mahasiswa kekurangan waktu. Mereka rupanya kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas. Sehingga mereka membagi-bagi tugas diantara temannya dalam kelompok agar tugas dapat terselesaikan semua. Pada pukul 10.20 mahasiswa mulai kompilasi (tanpa dibahas) misalnya mengapa jawabannya begini. Sebenarnya penjelasan pak DM jelas. Mahasiswa yang bernama Vivi nampak konsentrasi ketika ada pembahasan dan diskusi dengan DM. Menurut catatan saya sebanyak kira-kira 80% mahasiswa konsentrasi.

Penyebab: Tugas terlalu banyak sedangkan waktu yang disediakan kurang, sehingga mereka membagi tugas diantara teman dalam kelompok.

Solusinya: Tugas dikurangi dan mereka diminta membahas setiap jawaban yang dimunculkan anggota kelompok. Meskipun terjadi pembagian tugas antar anggota, tetapi perlu ada waktu untuk saling tukar ide, sehingga setiap mahasiswa dapat memahami konsep dari semua tugas dan diberikan kelompok.

Ob-3

Masalah: (1) Mahasiswa yang bernama Yuda nampaknya belum memahami konsep yang ia pelajari. (2) Mahasiswa yang bernama Wulan ketika DM menerangkan rangkaian ia tidak memperhatikan, sehingga ketika dilempari pertanyaan ia tidak respon sama sekali. (3) Belum dapat diketahui apakah materi yang disajikan sudah dipahami setiap mahasiswa atau belum. (6) Pada saat wakil kelompok maju presentasi, mahasiswa yang lain tidak memperhatikan.

Penyebab: (1) Belum diketahuinya konsep dipahami oleh setiap mahasiswa atau belum disebabkan oleh tidak ada balikan (konfirmasi). (2) Belum diketahui mengapa Yuda belum memahami konsep dan belum diketahui mengapa Wulan kurang konsentrasi belajar sehingga ketika diberi pertanyaan tidak dapaat menjawab.

Solusi: (1) Perlu ada diskusi balikan dan pemantapan konsep serta memberi pertanyaan kepada beberapa mahasiswa secara acak untuk mengetahui apakah konsep telah dipahami atau belum (3) Perlu dicari informasi lebih lanjut mengapa mahasiswa bernama Yuda dan Wulan tidak memperhatikan ketika DM menjelaskan pada pembelajaran hari ini.

Respon DM

Mahasiswa yang namanya Yuda bukan seangkatan dengan mahasiswa yang lain. Ia adalah mahasiswa yang sedang menempuh PPL, sehingga kadang masuk-kadang tidak masuk. Mahasiswa yang namanya Wulan, memang kesehariannya begitu. Ini sudah biasa ia lakukan. Saya tidak membagikan kelompok. Para mahasiswa kadang disuruh membaca membaca sebelum kuliah tidak dikerjakan. Namun sebenarnya itu baik dilakukan agar lebih memahami materi yang akan dibahas. Dalam kerja kelompok, semula mereka kerja sendi-ri-sendiri tetapi, memang demikian awalnya harus

Page 95: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 95

individu baru mereka membentuk kelompok setelah mengalami kesulitan.

PEMBAHASAN

Pada umumnya para dosen dalam mengembangkan pembelajaran cenderung agar pembelajaran menjadi menarik dan berpusat pada mahasiswa. Para dosen berusaha agar sistem perkulihan bukan lagi ceramah atau kuliah, tetapi lebih menekankan bagaimana mahasiswa belajar, berusaha agar mahasiswa kreatif. Oleh karena itu, model pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif dan kolaboratif melalui kerja kelompok. Melalui kerja kelompok diharapkan terjadi interaksi diantara mahasiswa dimana mahasiswa yang kurang paham bertanya kepada temannya yang mampu sebagaimana yang disaran-kan oleh Tim Ahli JICA dalam SISTES (2008). Namun demikian berdasarkan pengamatan di kelas ketika kerja kelompok interaksi antar mahasiswa masih belum nampak berjalan dengan baik sebagaimana terjadi pada open class yang direfleksi oleh Ob-1 di muka. Kerja kelompok cenderung sekedar memenuhi sintaks pembelajaran. Mengapa hal itu terjadi? Ada beberapa sebab. Pertama: Tugas yang diberikan kurang menantang. Tugas yang diberikan kepada kelompok sebaiknya membuat mahasiswa berfikir dan memecahkan masalah. Kedua: Jumlah anggota kelompok lebih dari 4 orang ternyata mengakibatkan interaksi antar anggota kelompok kurang efektif. Ketiga: Target keberhasilan tugas bukan pada keberhasilan individu tetapi keberhasilan kelompok. Bila demikian maka yang terjadi adalah yang penting kelompok telah berhasil menyelesaikan tugas meskipun yang menyelesiakan tugas adalah satu atau dua orang saja. Cara belajar kelompok yang salah adalah adanya pembagian kerja untuk menyelesaikan tugas. Bila demikian maka yang terjadi adalah target kelompok dan bukan individu. Bila setiap mahasiswa menerima lembar kerja dan mereka memikirkannya sebelum berkelompok, maka hal ini merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan efektifitas kerja kelompok. Namun bila dalam kelompok hanya ada satu lembar kerja maka tentu yang mengerjakan hanyalah mahasiwa yang memegang lembar kerja sedangkan yang lain pasif. Oleh karena itu tepat sekali bila seorang dosen mengetahui kapan kerja kelompok dimulai dan kapan kerja individu berlangsung. Artinya dalam belajar tidak selalu individu dan tidak selalu

kelompok. Suatu hal yang kurang baik adalah bila dalam kerja kelompok terjadi pembagian tugas tanpa ada sharing pendapat diantara teman dalam kelompok sebagaimana yang ditemukan oleh Ob-1. Bagaimana mengatasi hal ini? Solusinya adalah setiap mahasiswa diminta untuk mengerjakan setiap nomor tugas, kemudian mereka diminta untuk berdiskusi. Bagi yang tidak dapat mengerjakan bertanya kepada yang dapat. Sebagai-mana yang disarankan oleh Tim ahli JICA (2008) bahwa dosen harus dapat menyediakan banyak kesempatan bagi mahasiswa lecel C untuk berkomunikasi dan bertanya kepada kelompok A dan B. Mahasiswa level C adalah mahasiswa yang lambat dalam menerima pelajaran, mahasiswa level B adalah yang cukup dalam menerima pelajaran sedangkan mahasiswa level A adalah yang cepat menerima pelajaran. Tidak diperkenankan dosen menyuruh mahasiswa level A untuk mengajari mahasiswa level C, hal ini hanya akan menyebabkan kerendahan diri mahasiswa level C.

Jika dalam belajar kelompok terjadi pembagian tugas sebagiamana yang terjadi pada kasus open class di atas, maka perlu dipikirkan agar terjadi interaksi diantara teman. Perlu disediakan waktu yang cukup untuk tukar ide diantara teman dalam kelompok, sehingga semua memahami apa yang harus dipahami. Pembagian tugas dalam kerja kelompok terjadi manakala jumlah tugas yang harus diselesaikan dalam waktu yang relatif pendek sangat banyak sehingga mahasiswa cenderung membagi tugas dan ini biasanya tidak diketahui dosen.

KESIMPULAN

Para dosen berusaha agar sistem perkuliahannya bukan lagi ceramah atau kuliah, tetapi lebih menekankan bagaimana mahasiswa belajar, berusaha agar mahasiswa kreatif. Model pembelajaran yang diterapkan menggunakan pendekatan kooperatif dan kolaboratif melalui kerja kelompok. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki ke depan antara lain efektivitas kerja kelompok masih belum maksimal, permasalahan dalam lembar kerja masih belum mengarah pada terjadinya interaksi antar mahasiswa. Dalam pembelajaran perlu ada fase konfirmasi agar mahasiswa mengetahui apakah pendapat atau temuannya itu benar atau salah. Perlu diperhitungkan jumlah beban tugas dengan waktu yang tersedia sehingga ada waktu yang cukup bagi

Page 96: Semnas LS Fisika

PROSIDING SEMINAR NASIONAL LESSON STUDY 3 PERAN LESSON STUDY DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PENDIDIK

DAN KUALITAS PEMBELAJARAN

FMIPA UNIVERSITAS NEGERI MALANG, 9 Oktober 2010 96

mahasiswa untuk mengerjakan semua tugas yang diberikan dan terjadi tukar ide diantara mereka. Masih adanya salah konsep mengenai lesson study

bagi dosen di Jurusan Fisika. Oleh karena itu perlu sosialisasi dan terus melakukan kegiatan lesson study yang melibatkan semua dosen.

DAFTAR RUJUKAN

Ibrohim. 2010. Panduan Pelaksanaan Lesson Study di KKG, Kerja sama PT Pertamina dengan UM

Lewis, C.C. 2002. Lesson Study: A Handbook of Teacher-Led Instructional Change. Philadelpia: Reseach For Better School. Inc.

Saito, E. 2005. Changing Lessons, Changing Learning: Case Study of Piloting Activities under IMSTEP. Prosiding Seminar Nasional MIPA dan Pembela-jarannya & Exchange Experience of IMSTEP. Malang, 5-6 September.

Tim Ahli JICA dalam SISTEMS. 2008. Buku Petunjuk Guru untuk Pembelajaran yang Lebih Baik, Edisi pertama, Oktober 2008.

Walker, Js. 2005. UWEC Math Dept Journal of Lesson Studies. www. uwec edu/walkerjs/lesson study/Statement of pupose/ diakses pada 15 Sep-temeber 2010.