fraktur-vertebra 4.docx

36
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR VERTEBRA OLEH : KADEK AYU JATI MURNI (0902105038)

Upload: fransiska-sari

Post on 27-Oct-2015

135 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN FRAKTUR VERTEBRA

OLEH :

KADEK AYU JATI MURNI (0902105038)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

2012

Page 2: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi/pengertian

Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan

(R.Syamsuhidayat, 1997). Tanda – tanda khas terjadinya fraktur adanya

krepitasi, disfungsi serta dislokasi.

Fraktur vertebra adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan

berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang(Theodore, 1993).

2. Patofisiologi Fraktur Vertebra

Menurut chairudin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang

belakang harus dianggap sebagai trauma yang hebat. Oleh karena itu, klien

harus diperlakukan secara hati – hati saat pertolongan pertama dan dibawa ke

rumah sakit dengan menggunakan transportasi. Trauma pada tulang belakang

dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang (ligamen dan diskus),

tulang belakang dan sumsum tulang belakang.

Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan

olahraga, kecelakaan industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau

bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma kerana tali pengaman (fraktur

chance), kejatuhan benda keras. Sebagian besar trauma tulang belakang yang

mengenai tulang tidak disertai kelainan pada sumsum tulang belakang 4:1

disertai kelainan pada sumsum tulang belakang.

Mekanisme trauma yang terjadi pada trauma tulang belakang adalah:

a. Fleksi. Trauma terjadi akibat fleksi dan diserta dengan sedikit kompresi

pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat

menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila

terdapat kerusakan ligamen posterior, fraktus bersifat tidak stabil dan

dapat terjadi subluksasi.

b. Fleksi dan rotasi. Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama

– sama dengan rotasi. Pada trauma ini terdapat strain dan ligamen dan

kapsul serta ditemukan fraktur faset. Pada kejadian ini terjadi pergerakan

ke depan atau dislokasi vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi

bersifat tidak stabil.

Page 3: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

c. Kompresi vertikal (aksial). Trauma vertikal yang secara langsung

mengenai vertebra akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus polposus

akan memecahkan permukaan serta badan vertebra secara vertikal.

Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan menyebabkan

vertebra bisa menjadi rekah (pecah). Pada trauma jenis ini elemen

posterior masih utuh sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil.

d. Hiperekstensi atau retroekstensi. Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga

terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan

pada vertebra servikalis dan jarang pada vertebra torakolumbalis.

Ligammen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi

fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.

e. Fleksi lateral. Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi

lateral akan menyebabkan fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel,

foramen vertebra dan sendi laser.

f. Fraktur dislokasi. Trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang

belakang dan dislokasi pada tulang belakang.

Pada pasien dengan fraktur vertebra datang dengan nyeri tekan akut,

pembengkakan, spasme otot paravertebralis dan perubahan lengkungan

normal atau adanya gap antara prosesus spinosus. Nyeri akan memberat saat

bergerak, batuk atau pembebanan berat badan (Brunner dan Suddarth, 2001;

2387). Trauma pada sumsum tulang belakang dapat terjadi perdarahan pada

sumsum tulang belakang yang disebut hematomiela. Gejala yang penting

adalah tetap adanya sensibilitas di bawag trauma (pinprick perianal). Gejala

yang paling sering terjadi adalah sindrom sentral berupa paralisis layu yang

diikuti paralisis lower motor neuron anggota gerak atas dan paralisis upper

motor neuron (spastik) dari anggota gerak bawah disertai kontrol kandung

kemih dan sensibilitas perianal yang tetap baik. Trauma tulang belakang jika

mengenai:

a. Vertebra servikalis. Jika terjadi trauma pada vertebra servikalis, maka

dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan karena blok saraf simpatis

sehingga klien dapat mengalami gagal napas. Trauma vertebra servikalis

Page 4: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

juga dapat menyebabkan quadiplegik dengan disfungsi kedua lengan,

kedua kaki, defekasi dan berkemih.

b. Vertebra torakolumbalis. Dapat terjadi paraplegi dan gangguna dalam

menelan.

c. Vertebra sakralis. Jika trauma terjadi pada vertebra ini akan terjadi

disfungsi bladder dan bowel. Trauma pada sakralis juga dapat

menyebabkan penis erection.

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinik fraktur antara lain :

Edema/pembengkakan

Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung

pada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan pada

daerah fraktur.

Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur

Deformitas

Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan

Kehilangan fungsi

Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka

Manifestasi klinis fraktur vertebra berdasarkan lokasi fraktur adalah

a. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada cervical

C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)

C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas

C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan

C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit

C7 : gangguan fungsi jari serta otot trisep

C8 : gangguan fungsi jari

Gangguan motoriknya yaitu kerusakan setinggi servical menyebabkan

kelumpuhan tetraparese

b. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada torakal

T1 : gangguang fungsi tangan

Page 5: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan

stabilitas tubuh

T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh

c. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada lumbal

Gangguan motorik yaitu kerusakan pada thorakal sampai dengan lumbal

memberikan gejala paraparese

L1 : Abdominalis

L2 : Gangguan fungsi ejakulasi

L3 : Quadriceps

L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut

d. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada sakral

Gangguang motorik kerusakan pada daerah sacral menyebabkan gangguan

miksi & defekasi tanpa para parese

Segmen lumbar dan sacral

Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu pengendalian

tungkai, sistem saluran kemih dan anus. Selain itu gangguan fungsi

sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat berakibat lain seperti

spastisitas atau atrofi otot.

S1 : Gangguan pengendalian tungkai

S2-S4 : Penile Erection

S2-S3 : Gangguan system saluran kemih dan anus

4. Komplikasi

a. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar

akibat trauma.

b. Mal union

Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga

menimbulkan deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang

jelek menyebabkan mal union, selain itu infeksi dari jaringan lunak yang

terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling

Page 6: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union)

juga dapat menyebabkan mal union.

c. Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang.

Non union dapat di bagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

- Tipe I (Hypertrophic non union), tidak akan terjadi proses

penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan

fibros yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan

koreksi fiksasi dan bone grafting.

- Tipe II (atropic non union), disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis)

terdapat jaringan synovial sebagai kapsul sendi beserta ronga cairan

yang berisi cairan, proses union tidak akan tercapai walaupun

dilakukan imobilisasi lama.

Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum

yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu

imobilisasi yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit

tulang (fraktur patologis).Non union adalah jika tulang tidak menyambung

dalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi yang kurang

memadai.

d. Delayed union

Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam

waktu lama atau lambat dari waktu proses penyembuhan fraktur secara

normal. Pada pemeriksaan radiografi tidak terlihat bayangan sklerosis

pada ujung-ujung fraktur.

e. Tromboemboli, infeksi, koagulopati intravaskuler diseminata (KID).

Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau

pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat

seperti plate, paku pada fraktur.

f. Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum

tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung

dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat

Page 7: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ

lain.

g. Sindrom Kompartemen

Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun

tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.

Fenomena ini disebut ischemi volkmann. Ini dapat terjadi pula pada

pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat mengganggu aliran

darah dan terjadi edema didalam otot.

Apabila ischemi dalam 6 jam pertama tidak mendapatkan tindakan dapat

mengakibatkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan

jaringan fibros yang secara perlahan-lahan menjadi pendek dan disebut

dengan kontraktur volkmann.

Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat),

Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis.

h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,

dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau

keadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau

pemasangan traksi.

i. Dekubitus

Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips, oleh karena itu

perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

5. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan radiologi.

Sebagai penunjang,pemeriksaan yang penting adalah pencitraan

menggunakan sinar Rongent (Sinar-X). Untuk mendapatkan gambaran tiga

dimensi dari keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan

dua proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu

diperlukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi untuk

memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu

disadari bahwa permintaan sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan.

Page 8: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

Selain foto polos sinar- X (plane X-ray) mungkin diperlukan teknik

khusus, seperti hal – hal berikut:

Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga

struktur tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja,

tetapi pada struktur lain yang juga mengalami kerusakan.

Mielografi, menggambarkan cabang – cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebra yang mengalami kerusakan

akibnat trauma.

Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena

rudapaksa.

Computed Tomography – Scanning, menggambarkan potongan secara

tranversal dari tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak.

pemeriksaan ini sifatnya membuat gambar vertebra menjadi 2

dimensi . Pemeriksaan vertebra dilakukan dengan melihat irisan-irisan

yang dihasilkan CT scan.

b. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih

jauh kelainan yang terjadi meliputi hal – hal sebagai berikut:

Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH – 5),

aspartat amino transferase (AST), dan .. meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan Lain – lain.

Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

Page 9: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

Biopsi tulang dan otot: pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan di atas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.

Elektromiografi: terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.

Artroskopi: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada

tulang.

MRI: menggambarakan semua kerusakan akibat fraktur. Pemeriksaan

ini menggunakan gelombang frekuensiradio untuk memberikan

informasi detail mengenai jaringan lunak di aerah vertebra. Gambaran

yang akan dihasilkan adalah gambaran 3 dimensi . MRIsering

digunakan untuk mengetahui kerusakan jaringan lunak pada ligament

dan diskus intervertebralis dan menilai cedera medulla spinalis.

6. Cara Mengukur Kekuatan Otot

Untuk mengukur kekuatan otot klien harus berada pada posisi stabil. Klien

melakukan manuver yang menunjukkan kekuatan sekelompok otot mayor.

Bandingkan pasangan otot yang simetris. Lengan pada sisi dominan

normalnya lebih kuat daripada lengan pada sisi nondominan. Pada lansia

kehilangan massa otot menyebabkan kelemahan bilateral, tetapi kekuatan otot

tetap lebih besar pada lengan atau tungkai yang dominan.

Setiap kelompok otot harus diperiksa. Perawat meminta klien untuk terlebih

dahulu merilekskan otot yang akan diperiksa dan kemudian menahannya

pada saat perawat memberi tekanan yang berlawanan terhadap fleksi tersebut.

Tidak membiarkan klien menggerakkkan sendi tersebut merupakan hal yang

sangat penting. Perawat secara bertahap meningkatkan tekanan pada

kelompok otot (misal ekstensi siku). Klien menahan tekanan yang diberikan

oleh perawat dengan mencoba melawan tahanan tersebut (misal fleksi siku).

Klien menahannya sampai diinstruksikan untuk berhenti. Pada saat pemeriksa

memvariasikan jumlah tekanan yang diberikan, sendi tersebut akan bergerak.

Jika diidentifikasi terjadi kelemahan, ukuran otot harus dibandingkan dengan

bagian otot lain yang sama dengan mengukur lingkar tubuh otot dengan pita

Page 10: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

ukur. Otot yang mengalami atrofi (penurunan ukuran) dapat terasa lunak dan

liat.

Manuver Untuk Mengkaji Kekuatan Otot

Kelompok Otot Manuver

Leher

(sternokleidomastoideus)

Letakkan tangan dengan mantap pada rahang atas

klien. Minta klienmemiringkan kepala melawan

tahanan tersebut.

Bahu (trapezius) Letakkan tangan diatas garis tengah bahu klien,

beri tekanan. Minta klien mengangkat bahunya

melawan tekanan tersebut

Siku

Biceps

Triseps

Tarik ke bawah lengan atas pada saat klien

berusaha memfleksikan lengannya tersebut

Pada saat klien memfleksikan lengan, beri

tekanan pada lengan atas. Minta klien untuk

mengencangkan tangan.

Pinggul

Kuadriseps

Gastroknemius

Pada saat klien duduk, beri tekanan ke bawah

pada paha. Minta klien untuk mengangkat tungkai

dari meja.

Klien duduk, menahan garas tungkai yang fleksi.

Minta klien untuk mengencangkan tungkai

melawan tekanan tersebut.

Skala Kekuatan Otot

Tingkat Fungsi Otot Skala

Nilai % Normal Skala Lovett

Tidak ada bukti kontraktilitas 0 0 O (nol)

Sedikit kontraktilitas, tidak ada gerakan 1 10 T

(trace/sedikit)

Rentang gerak penuh, gravitasi tidak ada 2 25 P (poor/buruk)

Page 11: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

*

Rentang gerak penuh dengan gravitasi 3 50 F (fair/sedang)

Rentang gerak penuh melawan gravitasi,

beberapa resistensi

4 75 G (good/baik)

Rentang gerak penuh melawan gravitasi,

resistensi penuh

5 100 N (normal)

*Gerakan pasif

7. Penkes Yang Diperlukan Pada Pasien Faraktur Vertebra

Memberikan informasi tentang fraktur vertebra seperti terapi yang harus

dijalani, komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur vertebra, dan

kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada fraktur vertebra seperti

terjadinya kelumpuhan.

Memberikan informasi tentang gerakan-gerakan yang boleh atau tidak

dilakukan pada fraktur vertebra.

Memberikan informasi tentang latihan gerak yang harus dilakukan pada

pasien fraktur vertebra. Aktivitas akan meningkatkan peredaran darah

( aktivitas yang boleh dilakukan).

Bila kondisi pasien sudah mulai membaik, sebaiknya kita sebagai perawat

harus memberikan saran kepada pasien agar tidak mengangkat beban

yang besar agar tidak memperparah kondisi pasien.

Perawat juga dapat memberikan informasi kepada keluarga pasien agar

menjaga lingkungan disekitar pasien, seperti lantai yang tidak licin agar

pasien tidak terjatuh.

8. Pencegahan Fraktur Vertebra

Pencegahan terjadinya fraktur vertebra dapat dilakukan dengan mengadopsi

kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari, seperti:

1. Postur tubuh yang baik

Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah memperhatikan dan

menyadari setiap posisi tubuh Anda. Jadi, saat Anda menahan tubuh dalam

posisi yang kaku, Anda akan segera menyadari munculnya ketegangan di

Page 12: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

otot-otot yang Anda gunakan untuk duduk atau berdiri, dengan menekan

lengkungan alami tulang belakang. Postur tubuh yang buruk bisa

mengurangi kemampuan gerak bahu, sakit kronis, sulit berjalan, sakit

kepala dan leher, ketidakmampuan berolahraga, dan masih banyak lagi.

2. Lakukan gerakan yang benar

Jika mengangkat barang, gunakan otot kaki, bukan otot lengan atau

punggung. Jika hendak memungut barang yang berat, seperti tas belanjaan

atau kotak barang, lengkungkan lutut Anda kemudian angkatlah,

pertahankan agar punggung tetap lurus. Jika hendak bepergian keluar,

lebih baik menggunakan tas ransel dibandingkan tas yang disandang di

satu sisi bahu saja. Tas ransel akan membantu membagi beban dengan

berat yang seimbang di kedua sisi tubuh.

3. Posisi tidur yang benar

Hindari tidur telungkup. Saat perut tertekan ke bawah, maka akan

cenderung melengkungkan punggung Anda. Akibatnya, rasa sakit akan

meningkat. Di sisi lain, tidur telentang juga tidak terlalu nyaman karena

cenderung melengkungkan lumbar. Tidur pada satu sisi tubuh dengan

menekuk kaki di lutut, cenderung bisa meminimalkan stres tulang

punggung dengan cara meluruskan lengkungan lumbar. Cobalan

meletakkan 1 atau 2 bantal di bawah lutut untuk menarik pinggang ke atas,

meratakan lengkungan lumbar dan mengurangi ketegangan di area

tersebut.

4. Cobalah teknik-teknik relaksasi

Cobalah merelakskan otot-otot punggung saat Anda duduk di suatu tempat

terlalu lama. Lakukan latihan peregangan untuk menarik punggung atas

dan bawah. Tahan setiap peregangan selama 5-10 detik dan lepaskan

secara perlahan.

5. Turunkan berat badan

Jika kelebihan berat badan, cobalah mengurangi berat di punggung Anda.

Mulailah dengan latihan kardiovaskular paling tidak selama 3-5 kali

seminggu. Aerobik merupakan saah satu jenis olahraga yang paling baik

untuk mencegah sakit punggung. Dengan membuat jantung dan paru-paru

Page 13: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

bekerja lebih keras dari biasanya, Anda bisa memulihkan kondisi fisik

yang buruk dan menjadi penyebab sakit punggung.

6. Istirahat

Jangan duduk terlalu kencang dan hindari duduk di kursi lebih dari 30

menit dalam sekali waktu. Jadi, bangunlah dan berjalanlah ke sekeliling

sebelum duduk kembali. Jangan duduk dengan memasukkan dompet datar

di saku belakang Anda. Dompet ini bisa menambah tekanan pada saraf

sciatic, yang bisa memicu sakit di punggung dan kaki.

7. Lakukan latihan untuk menguatkan punggung

Jika dilakukan secara teratur, latihan-latihan ini bisa menguatkan dan

melenturkan otot-otot punggung. Jika masih pemula, ada baiknya

menggunakan sabuk angkat beban untuk mencegah peregangan berlebih

pada punggung bawah. Selain itu, latihan dapat meningkatkan kelenturan

tulang. Lakukan olahraga pembebanan secara teratur seperti jalan kaki,

bersepeda, jogging, dansa, tenis atau badminton, dan naik turun tangga.

Sebaiknya, kombinasikan juga dengan latihan kelenturan dan

keseimbangan.

8. Penuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D

Penuhi kebutuhan kalsium dan vitamin D harian Anda. Pada orang dewasa

usia di bawah 50 tahun membutuhkan 1.000 mg kalsium dan 400-800 IU

vitamin D tiap harinya, orang dewasa usia di atas 50 tahun membutuhkan

kalsium 1.200 mg dan 800-1.000 IU vitamin D setiap harinya.

9. Konsultasi dengan Pelayanan Kesehatan

Berdiskusi dengan pemberi layanan kesehatan mengenai kemungkinan

Anda atau keluarga Anda berisiko terkena osteoporosis serta butuh atau

tidaknya Anda menjalani tes pemeriksaan kepadatan tulang.

10. Pekerjaan

Penelitian menunjukkan bahwa kecelakaan dalam mengemudikan mobil

adalah penyebab utama dari cidera tulang belakang, terutama para lelaki

yang berusia kurang dari 65 tahun. Untuk menghindari kecelakaan mobil,

pengemudi harus selalu:

Page 14: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

Menggunakan sabuk pengaman. Hal ini juga harus dilakukan semua

penumpang yang ada di dalam kendaraan tersebut. Sabuk pengaman

akan berfungsi meminimalisir impact dari benturan kalau-kalau terjadi

kecelakaan.

Mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan batas maksimum kecepatan

yang diizinkan setiap waktu.

Bagi orang-orang yang berumur 65 tahun ke bawah, terutama wanita,

terjatuh merupakan penyebab nomor satu cidera tulang belakang. Untuk

menghindari hal ini di rumah atau bahkan di kantor, pastikan bahwa:

Lantai bersih dari minyak, air yang berceceran, dan cairan licin

lainnya sehingga tidak ada yang akan terpeleset.

Karpet tidak licin untuk mengurangi kemungkinan terpeleset.

Handrails atau tempat tangan berpegang telah terpasang pada tangga

serta pada tempat-tempat basah seperti di kamar mandi.

Daerah sekitar tempat tinggal Anda telah memiliki penerangan yang

cukup.

Page 15: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien yang mengalami gangguan musculoskeletal karena

fraktur vertebra, baik subjektif maupun objektif bergantung pada bentuk,

lokasi, jenis cedera dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.

Pengkajian keperawatan fraktur vertebra meliputi anamnesis riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic dan pengkajian psikososial.

- Anamnesis

terdiri dari :

Identitas kllien, meliputi nama, usia, jenis kelamin,pendidikan, alamt,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit

dll.

Riwayat kesehatan meliputi :

1. Keluhan utama, klien yang mengalami fraktur vertebra biasanya

mengeluh nyeri, kelemahan, dan kelumpuhan ekstrimitas,

inkontinensia urine, dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,

hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada

daerah trauma. Untuk memperoleh pengkajian nyeri digunakan

pengkajian PQRST yaitu :

P (provocating incident) : faktor-faktor yang menjadi

presipitasi nyeri

Q (quality of pain) : seperti apa nyeri yang dirasakan

R (region, radiation, relief) : apakah rasa sakit bisa reda, apakah

rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan di

mana rasa sakit terjadi.

S (severity of pain) : beratnya nyeri diukur dengan

menggunakan

skala.

Page 16: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

T (time) : berapa lam nyeri berlangsung,

kapan, apakah bertambah buruk pada

malam atau siang hari.

2. Riwayat penyakit sekarang

Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu

lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industry, jatuh dari pohon

atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali

pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras. Pengkajian

yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari

paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan

melemah/menghilangnya reflex alat dalam) ileus paralitik, retensi

urin dan hilangnya refleks-refleks. Perawat juga perlu menanyakan

masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alcohol

kepada klien dan keluarga karena sering terjadi beberapa klien

yang suka kebut-kebutan menggunakan obat-obatan adiktif dan

alcohol.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian ini meliputi adanya riwayat penyakit degenerative pada

tulang belakang, seperti osteoporosis dan osteoarthritis yang

memungkinkan terjadinya kelainan pada tulang belakang. Penyakit

lainnya seperti hipertensi, riwayat cedera tulang belakang

sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,

penggunaan obat-obatan antikoagulan, aspirin, vasodilator dan

obat-obatan adiktif perlu ditanyakan agar pengkajian lebih

komprehensif.

4. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian mengenai mekanisme koping yang digunakan klien

diperlukan untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit

yang dideritanya, perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat, serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-

hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.kaji apakah ada

dampak yang timbul pada klien, seperti ketakutan akan kecacatan,

Page 17: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

rasa cemas, rasa ketidakmampuan melakukan aktivitas secara

optimal, dan gangguan citra diri.

- Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk

mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya

dilakukan per sistem (B1-B6) dengan focus pemeriksaan B3 (brain) dan

B6 (bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

1. B1 (breathing)

Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf

parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan

perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat

trauma pada vertebra sehingga jaringan saraf di medulla spinalis

terputus.

Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi

pernapasan, retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak

simetris. Pada observasi ekpansi dada dinilai penuh atau tidak

penuh dan kesimetrisannya. Kesimetrisannya mungkin

menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada

bronkus, frakur tulang iga, dan pneumotoraks. Selain itu, juga

dinilai retraksi otot-otot interkostal, substernal dan pernapasan

abdomen.

Respirasi paradox ( retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas

ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu

menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf

parasimpatis.

Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang

lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.

Perkusi. Didapatkan adnya suara redup sampai pekak apabila

trauma terjadi pada toraks/hematoraks.

Page 18: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,

stridor, ronki pada klien dengan peningkatan produksi secret, dan

kemampun batuk menurun sering didapatkan pada klien cedera

tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran

(koma).

Saat dilakukan pemeriksaan sistem pernapasan klien cedera tulang

belakang dengan fraktur dislokasi vertebra lumbalis dan protrusi

diskus intervertebralis L-5 dan S-1, klien tidak mengalami kelainan

inspeksi pernapasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus

tidak seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan

suara napas tambahan.

2. B2 (blood). Pengkajian sistem kardiovaskular didapatkan renjatan

(syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil

pemeriksaan kardiovaskular pada beberapa keadaan adalah hipotensi,

bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi,

dan ekstrimitas dingin atau pucat. Bradikardia adalah tanda perubahan

perfusi jaringan otak. Kulit pucat menandakan penurunan kadar

hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan

perfusi jaringan dan tanda awal dari suatu renjatan.

3. B3 (brain).

1) Tingkat kesadaran, merupakan indicator paling sensitive untuk

disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut, kesadaran klien

biasanya berkisar dari letargi, stupor, semikoma sampai koma.

2) Pemeriksaan fungsi cerebral. Pemeriksaan dilakukan dengan

mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi

wajah dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama

mengalami cedera akan mengalami perubahan status mental.

3) Pemeriksaan saraf cranial :

a. Saraf I : biasanya tidak ada kelainan dan tidak ada kelainan

pada fungsi penciuman.

b. Saraf II : ketajaman penglihatan dalam kondisi normal.

Page 19: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

c. Saraf III, IV, dan VI : biasanya tidak ada gangguan

mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.

d. Saraf V : umumnya tidak mengalami paralisis pada otot

wajah dan reflex kornea biasanya tidak ada kelainan.

e. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris.

f. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli persepsi dan tuli

konduktif.

g. Saraf IX : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan

kaku kuduk.

h. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan

tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

4) Pemeriksaan reflex :

a. Pemeriksaan reflex dalam. Reflex Achilles menghilang dan

reflex Patella biasanya melemah karena kelemahan pada otot

hamstring.

b. Pemeriksaan reflex patologis. Pada fase akut reflex fisiologis

akan menghilang dan muncul kembali setelah beberapa hari

yang didahului dengan reflex patologis.

c. Reflex Bulbo Cavernosus positif.

5) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada

kauda ekuina, ia akan mengalami hilangnya sensibilitas secara

menetap pada kedua bokong, perineum dan anus. Pemeriksaan

sensorik superficial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi

cedera akibat trauma di daerah tulang belakang.

4. B4 (blader). Kaji keadaan urin yang meliputi warna, jumlah dan

karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine

dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurunnya

perfusi pada ginjal. Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung

kemih diatur oleh pusat S2-S4) atau di bawah pusat spinal kandung

kemih, hubungan antara kandung kemih dan pusat spinal akan

Page 20: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

terinterupsi. Pengosongan kandung kemih secara periodic bergantung

pada reflex local dinding kandung kemih. Klien yang mengalami

trauma pada kauda ekuina akan kehilangan reflex kandung kemih

yang bersifat sementara. Klien mungkin mengalami inkontinensia

urine, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan

ketidakmampuan menggunakan urinal karena kerusakan motorik dan

postural.

5. B5 (bowel). Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering

didapatkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya

bising usus sserta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan

gejala awal syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai

beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual

dan kurangnya asupan nutrisi. Pemeriksaan rongga mulut dengan

menilai ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat

menunjukkan adanya dehidrasi.

6. B6 (bone). Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam bergantung

pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai

dengan distribusi segmental dari saraf yang terkena.

Fungsi Otot Segmen

Inspirasi Diafragma C3,4,5

Ekstensi bahu Deltoid C5

Fleksi siku Biseps brakii

Brakialis

C5,6

Ekstensi pergelangan Ekstensor karpi

radialis longus dan

brevis

C6,7

Ekstensi siku Triseps brakii C7,8

Fleksi jari tangan Fleksor digitorum

superfisialis dan

profundus

C8

Abduksi dan aduksi

jari tangan

Interossei C8, T1

Page 21: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

Aduksi paha Aduktor longus dan

brevis

L2, 3

Ekstensi lutut Kuadriseps L3, 4

Dorsifleksi

pergelangan kaki

Tibialis anterior L4, 5

Ekstensi ibu jari kaki Ekstensor hailusis

longus

L5, S1

Plantar fleksi

pergelangan kaki

Gastroknemius

Soleus

S1, 2

Kontraksi anal Sfingter ani eksternus S2, 3, 4

7. Look. Kaji adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan

menunjukkan adanya sianosis (ujung kuku, ekstrimitas, telinga,

hidung, bibir, dan membrane mukosa). Pucat pada wajah dapat

berhubungan dengan rendahnya kadar hemoglobin atau syok. Kaji

adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan dan

kehilangan sensori. Mudah lelah dapat menyebabkan maslah pada

pola aktivitas dan istirahat.

8. Feel. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan, dan turgor kulit. Kaji

adanya nyeri pada daerah trauma.

9. Move. Disfungsi motorik yang paling umum terjadi adalah kelemahan

dan kelumpuhan pada seluruh ekstrimitas bawah. Pada penilaian

kekuatan otot yang menggunakan derajat kekuatan otot diperoleh

grade 0 pada daerah sesuai segmen tulang belakang yang mengalami

cedera.

Setiap klien dengan fraktur vertebra harus diperiksa secara lengkap.

Anamnesa yang baik mencakup jenis trauma, apakah jatuh dari ketinggian,

kecelakaan lalu lintas, atau olah raga. Pemeriksaan tulang belakang harus

dilakukan dengan hati-hati. Pemeriksaan dimulai dari vertebra servikalis

sampai vertebra lumbalis dengan cara meraba bagian-bagian vertebra,

ligament, serta jaringan lunak lainnya. Pemeriksaan neurologis secara

lengkap juga diperlukan. Pada setiap trauma tulang belakang harus

Page 22: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap trauma yang mungkin

menyertainya, seperti trauma pada kepala, toraks, rongga perut, serta

panggul.

- Pemeriksaan radiologis, meliputi :

Pemeriksaan rontgen. pada pemeriksaan rontgen, manipulasi

penderita harus dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2,

pemeriksaan posisi AP dilakukan dengan membuka mulut.

Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan kadang-kadang oblique

dilakukan untuk menilai :

Diameter anteroposterior kanal spinal

Kontur, bentuk dan kesejajaran vertebra

Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal

Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus

Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

Pembengkakan jaringan lunak

Pemeriksaan CT-scan untuk melihat fragmentasi dan pergeseran

fraktur dalam kanal spinal

Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi

Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu

diskus intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam

sumsum tulang belakang

- Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium klinik rutin

dilakukan untuk menilai komplikasi pada organ lain akibat cedera tulang

belakang.

.

Page 23: FRAKTUR-VERTEBRA 4.docx

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3.

Jakarta : EGC

Potter, & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Vol. 1. Jakarta :

EGC

Firmallah,Intan. 2011. Asuhan Keperawatan dengan Fraktur Vertebra.

http://www.scribd.com/doc/53048779/Asuhan-Keperawatan-Dengan-

Fraktur-Vertebra . (Akses: 7 Januari 2012)

Mansjoer,Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2.Jakarta:Media

Aesculapius

Mega P.L. 2010. Patofisiologi Fraktur.

www.scribd.com./doc/34822066/Patofisiologi-Fraktur (Akses: 7 Januari

2012)

McCloskey&Bulechek. 2004. Nursing Intervention Classification : Fourth

Edition. Mosby : USA

Moorhead, Johnson, L.Maas, & Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classification

: Fourth Edition. Mosby : USA

Mursada. 2011. Laporan Pendahuluan Fraktur Vertebra.

www.scribd.com./doc/60966817/Laporan-Pendahuluan-Fraktur-

Vertebra (Akses: 7 Januari 2012)

NANDA. 2009-2011. Nursing Diagnosis : definitions and Classification.

Philadephia : USA

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.

Jakarta: EGC

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC