fossssssssssssssssiillllllllllllllllllllllllllllllll
TRANSCRIPT
BAB 1
Lokasi Penelitian
I.1 Lokasi Penelitian
I.1.1 Kesampaian Lokasi
Lokasi pengamatan terletak di Kali Ngalang, Nglipar , Gunung Kidul tepatnya
disebelah timur kota Yogyakarta. Lokasi ini dapat dijangkau dengan
menggunakan sepeda motor kurang lebih 40 menit dari Kota Yogyakarta
a. Lokasi Penelitian I (stop site I)
Kali Ngalang I, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya
di sebelah bawah jembatan Kali Ngalang.
b. Lokasi Penelitian II (stop site II)
Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
tepatnya di sebelah utara stop site I.
I.1.2 Formasi Lokasi Penelitian
Lokasi pengamatan terletak pada Formasi Sambipitu.Lokasi tipe formasi ini
terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari kilometer
27,8. Secara lateral, penyebaran formasi ini sejajar di sebelah selatan Formasi
Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung, namun menyempit dan
kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini
mencapai 230 meter.
Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar,
kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak
mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir,
mengandung bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan
menjemari dan selaras di atas Formasi Nglanggran.
Fosil yang ditemukan pada formasi ini diantaranya Lepidocyclina
verbeekiNEWTON dan HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE,
Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus comunis MARTIN,
Miogypsina polymorphaRUTTEN dan Miogypsina thecideaeformis RUTTEN
yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929). Namun Suyoto dan
Santoso (1986, dalam Bronto dan Hartono, 2001) menentukan umur formasi ini
mulai akhir Miosen Bawah sampai awal Miosen Tengah. Kandungan fosil
bentoniknya menunjukkan adanya percampuran antara endapan lingkungan laut
dangkal dan laut dalam. Dengan hanya tersusun oleh batupasir tuf serta
meningkatnya kandungan karbonat di dalam Formasi Sambipitu ini diperkirakan
sebagai fase penurunan dari kegiatan gunungapi di Pegunungan Selatan pada
waktu itu (Bronto dan Hartono, 2001).
I.1.2 Geomorfologi
Morfologi daerah penelitian menunjukkan perbukitan dengan sungai berstadia
dewasa. Pada lokasi pengamatan I dan II berada pada daerah sungai.
I.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari dua penelitian yakni di lokasi I (Kali Ngalang) dan penelitian di
lokasi II (Kali Ngalang) adalah untuk memperkenalkan atau untuk memahami
kenampakan fosil-fosil jejak di daerah pengamatan dengan melihat dan
mendeskripsi secara langsung fosil jejak yang ada pada perlapisan batuan dan
lebih mengenal jenis dari organisme yang telah lama membatu (menjadi fosil).
Tujuan dari penelitian ini adalah praktikan mampu menganalisa lingkungan
pengendapan berdasarkan fosil jejak.
Selain itu, tujuan lain mempelajari fosil adalah :
a. Untuk mempelajari perkembangan kehidupan yang pernah ada di muka
bumi sepanjang sejarah bumi.
b. Mengetahui kondisi geografi dan iklim pada zaman saat fosil tersebut
hidup.
c. Menentukan umur relatif batuan yang terdapat di alam didasarkan atas
kandungan fosilnya.
d. Untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan didasarkan atas
sifat dan ekologi kehidupan fosil yang dikandung dalam batuan tersebut.
e. Untuk korelasi antar batuan-batuan yang terdapat di alam (biostratigrafi)
yaitu dengan dasar kandungan fosil yang sejenis atau seumur.
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Fosil Jejak
Fosil jejak (trace fossils) merupakan hasil dari aktivitas suatu organisme
yang terawetkan di dalam lapisan batuan. Ilmu yang mempelajari fosil jejak
disebut dengan ichnology (Ekdale, et. al, 1984). Yang termasuk dalam fosil jejak
antara lain adalah : burrows, tracks, trackways, trails, root penetration, algal
stromatolites, boring, coprolits, dan berbagai jejak hasi dari aktivitas organisme.
Fosil jejak pada umumnya dipelajari oleh ahli paleontology dan sedimentologi,
sehingga ichnologi menjembatani perbedaan persepsi yang ada pada kedua
disiplin ilmu tersebut.
II.2 Klasifikasi Fosil Jejak
Klasifikasi dalam fosil jejak dapat didasarkan pada 4 hal, yaitu : taksonomi, model
pengawetan, pola hidup, dan lingkungan pengendapan (Ekdale, et. al, 1984).
Secara umum dari keempat dasar klasifikasi tersebut, tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, dan bergantung pada tujuan penggunaan fosil jejak tersebut.
II.3 Taksonomi Fosil Jejak
Penggunaan taksonomi dalam fosil jejak disebut dengan ichnotaxonomy. Sampai
sekarang taksonomi di dalam fosil jejak masih menjadi perdebatan, hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Jejak yang sama dapat saja dihasilkan oleh lebih dari satu jenis organisme.
Contoh: Ophiomorpha.
2. Satu organism dapat menghasilkan berbagai jenis jejak.
Contoh: Nereites, Scalarituba, dan lain-lain.
3. Bagian-bagian struktur biogenic dapat dihasilkan oleh dua atau lebih organisme
berbeda yang hidup bersama-sama. Contoh: Thalassinoides.
II.4 Pola Hidup
Sejak diketemukan hubungan antara fosil jejak dengan perilaku organisme,
maka salah satu tujuan mempelajari fosil jejak adalah mengenali perilaku dari
organisme yang sudah mati. Perlaku-perilaku tersebut dapat tercermin pada
struktur sedimen, dan dapat dibedakan dalam beberapa jenis perilaku. Seilacher
(1967) mengelompokkan jenis-jenis perilaku menjadi:
1. Domichnia, merupakan jejak-jejak tempat tinggal dari suatu organisme.
2. Repichnia, merupakan jejak yang dibentuk oleh pergerakan organisme
termasuk berlari, merayap, berjalan. Bentuk dapat memotong perlapisan,
sejajar, berkelok, atau berpola tidak teratur.
3. Cubichnia, merupakan jejak yang dibentuk pada saat organism istirahat
selama beberapa waktu.
4. Fodichnia, jejak yang terbentuk pada infaunal deposit feeders. Merupakan
kombinasi tempat tinggal sementara dengan pencarian makan.
5. Pascichnia, jejak yang terbentuk dari kombinasi antara mencari makan
dan berpindah tempat.
6. Fugichnia, merupakan jejak yang terbentuk dari aktivitas melepaskan diri
dari kejaran organisme pemangsa.
7. Agrichnia, jejak yang berbentuk tidak teratur, belum dapat ditentukan
jenis aktivitasnya.
II.5 Lingkungan Pengendapan
Manfaat dari studi fosil jejak adalah sebagai penentu lingkungan masa
lampau. Seilacher (1967) memperkenalkan konsep ichnofacies yaitu hubungan
antara lingkungan pengendapan dengan kemunculan fosil-fosil jejak. Konsep ini
kemudian lebih dikembangkan lagi oleh Pemberton, dkk (1984).
Berdasarkan lingkungannya, fosil jejak dikelompokkan ke dalam lima
ichnofacies. Kelima fasies tersebut pembentukannya bukan hanya dikontrol oleh
batimetri dan salinitas saja, namun juga dikontrol oleh bentuk permukaan dan
jenis lapisan batuannya. Pada umumnya ichnofacies terbentuk pada substrat yang
lunak, namun ada beberapa yang terbentuk pada substrat yang keras. Kelima
fasies tersebut adalah:
1. Scoyenia, terbentuk pada lingkungan darat ataupun air tawar. Beberapa
genus yang masuk dalam fasies ini antara lain: Scoyenia, Planolites,
Isopdhichnus, dan beberapa lainnya.
2. Skolithos, terbentuk pada daerah intertidal dengan substrat berupa pasir,
dengan fluktuasi air tinggi. Didominasi oleh fosil jejak jenis vertikal.
Beberapa genus yang masuk kelompok ini antara lain: Skolithos,
Diplocraterion, Thallasinoides, dan Ophiomorpha.
3. Cruziana, terbentuk pada laut dangkal dengan permukaan air laut surut.
Sangat dipengaruhi oleh gelombang. Hampir semua bentuk baik vertikal
maupun horizontal dapat terbentuk. Beberapa genus yang masuk
kelompok ini antara lain: Rusophycus, Cruziana, dan Rhizocorallium.
4. Zoophycos, terbentuk pada lingkungan laut bathyal, tidak dipengaruhi oleh
pengaruh gelombang. Biasanya didominasi oleh jenis horizontal. Genus
yang masuk dalam kelompok ini antara lain: Zoophycos.
5. Nereites, terbentuk pada lingkungan laut abyssal. Biasanya terbentuk pada
substrat lempung dan pada distal turbidity beds. Genus yang masuk dalam
kelompok ini antara lain: Nereites, dan Scalarituba.
BAB III
PEMBAHASAN
III.1 Lokasi Pengamatan I
Kali Ngalang I, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya
di bawah jembatan Kali Ngalang.
Zona Pegunungan Selatan, Formasi Sambipitu.
Cuaca : Cerah
Waktu : 08.00 - 09.30
Kedudukan Batuan : N 79º E / 16º
Struktur Batuan : silang-siur
III.1.2 Litologi Lokasi Penelitian I
Terdiri dari 3 unit litologi. Unit litologi ini (dari tua ke muda) yaitu:
a. unit litologi batu pasir karbonatan
warna : abu-abu kekuningan
struktur : perlapisan silang siur
tekstur : klastik
komposisi : karbonat,kalsit
ketebalan : 1,65 meter
ciri khas : bereaksi dengan HCL (berbuih)
nama batuan : batupasir karbonatan
b. Unit litologi breksi karbonatan
warna : coklat kehitaman
struktur : masif
tekstur : klastik
komposisi : fragmen andesit,matrik pasir,semen karbonatan
ketebalan : 3,24 meter
ciri khas : memiliki fragmen, matriks, dan bereaksi dengan HCL
nama batuan : breksi karbonatan
c. Unit litologi batupasir karbonatan
warna : abu-abu terang
struktur : berlapis, silang siur
tekstur : klastik
komposisi : karbonatan, kalsit
ketebalan : 3 meter
ciri khas : bereaksi dengan HCL,terdapat perselingan
batulempung dibawah lapisan ini
nama batuan : batupasir karbonatan
III.1.3. Fosil Jejak Lokasi Penelitian I
Secara umum keterdapatan fosil jejak di daerah ini, baik kualitas maupun
kuantitasnya cukup representatif untuk dianalisis dalam menentukan lingkungan
pengendapan purba. Fosil jejak ditemukan hampir di setiap lapisan batuan yang
sebagian besar sejajar perlapisan dan berelief semi relief dengan kenampakan
negative dan positif epirelief. Fosil jejak dengan kedudukan full relief jarang
dijumpai. Berdasarkan klasifikasi ethologi atau tingkah laku, fosil jejak di daerah
penelitian terdiri dari grazing traces (Pascichnia) dan crawling traces (Repichnia).
a. Fosil pertama
Model Pengawetan : semi relief
Pola Hidup : repichnia
Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh
- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya
Genus : Nereites
b. Fosil kedua
Model Pengawetan : semi relief
Pola Hidup : Pascichnia
Ciri-ciri : - ada sekat-sekat pada tubuh
- memiliki bentuk curve / cembung pada tubuhnya
Genus : Zoophycos
III.1.4. Analisa Lingkungan Pengendapan Lokasi I
Terdapat fosil jejak berupa Nereites yang merupakan penciri dari lingkungan
pengendapan laut dalam (deep marine) atau bathyal. Sedangkan fosil jejak berupa
Zoophycos yang merupakan bentuk transisi, dapat sebagai penciri lingkungan
pengendapan offshore shelf sampai deep marine (abysal-bathyal).
III.1.4 Measuring Section
III.2 Lokasi Penelitian II (stop site II)
Kali Ngalang II, Gedangsari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
tepatnya di sebelah utara stop site I.Tepatnya pada arah N 355º E dari stop site I.
Zona Pegunungan Selatan, Formasi Sambipitu.
Cuaca : Cerah berawan
Waktu : 11.30 – 13.00
Kedudukan Batuan : N 152º E / 11º
Struktur Batuan : Berlapis, terdapat pola singkapan batuan yang tidak
teratur pada sekitar area stop site II ini.Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
gejala Struktur yang kuat didaerah ini,berupa sesar interpretasi).
III.2.1 Litologi Lokasi Penelitian II
Terdiri dari 2 unit litologi. Unit litologi ini (dari tua ke muda) yaitu:
a. Unit litologi batulempung karbonatan
warna : coklat merah muda
struktur : berlapis, silang siur,
terdapat kekar dengan pola berpasangan
tekstur : klastik
komposisi : karbonatan
ketebalan : - meter
ciri khas : bereaksi dengan HCL (berbuih)
nama batuan : kalsilutite
III.2.1 Fosil Jejak di Daerah Penelitian
Keterdapatan fosil jejak di lokasi penelitian boleh dikata sangat banyak
sekali. Akan tetapi karena kondisi singkapan tergenang air akibat arus yang cukup
deras,mengakibatkan hanya beberapa fossil yang dapat di amati.
III.2.2 Fosil Jejak Lokasi Penelitian II
Fosil jejak yang ditemukan di lokasi penelitian II berupa:
Model Pengawetan : semi relief
Pola Hidup : Agrichnia
Ciri-ciri : seperti jejak kaki ayam
Genus : Chondrites
III.3 Analisa Lingkungan Pengendapan
Setiap fosil selalu terdapat pada lingkungan pengendapan tertentu, dimana
lingkungan pengendapan itu sesuai dengan kemampuan organisme itu hidup,
berkembang biak dan mati. Sehingga fosil bisa menjadi penentu lingkungan
pengendapan pada masa lampau.
Pada lokasi II ini Terdapat fosil jejak berupa Chondrites yang merupakan penciri
dari lingkungan pengendapan laut pada zona bathyal.