forensik-makalahkasus6 (01)

31
BAB I PENDAHULUAN Didalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain selain mempertimbangkan empat kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, kebutuhan psikologis yang dipenuhi dengan rasa puas, istirahat, santai dll, kemudian kebutuhan social yang dipenuhi dengan adanya keluarga, teman dan komunitas serta kebutuhan yang tidak kalah penting yaitu kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi melalui pengetahuan, kebenaran, cinta dll, maka keputusan yang akan diambil oleh dokter hendaknya mempertimbangkan juga hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien. 1,2 Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi bila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnta tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang mempunyanyai kualifikasi yang sama pada keadaan yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orange r orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat DISKUSI 6 - Anak dengan fraktur klavikula 1

Upload: lidya-christy-agustine-bonita

Post on 16-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

forensic

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Didalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain selain mempertimbangkan empat kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis yang dipenuhi dengan makanan dan minuman, kebutuhan psikologis yang dipenuhi dengan rasa puas, istirahat, santai dll, kemudian kebutuhan social yang dipenuhi dengan adanya keluarga, teman dan komunitas serta kebutuhan yang tidak kalah penting yaitu kebutuhan kreatif dan spiritual yang dipenuhi melalui pengetahuan, kebenaran, cinta dll, maka keputusan yang akan diambil oleh dokter hendaknya mempertimbangkan juga hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan pelanggaran atas kebutuhan dasar diatas terutama kebutuhan kreatif dan spiritual pasien.1,2Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi bila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnta tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang mempunyanyai kualifikasi yang sama pada keadaan yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orange r orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 1,4Dalam beberapa tahun terakhir, kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya kelalaian medis maupun malpraktek medis tercatat meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Seirama dengan itu, tercatat jumlah kasus pengaduan dugaan pelanggaran etik kedokteran yang diajukan ke MKEK juga meningkat.

BAB IILAPORAN KASUS

Seorang pasien bayi dibawa orangtuanya datang ke tempat praktek dokter A, seorang dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obsgyn B sewaktu melahirkan dan anaknya dirawat oleh dokter anak C. Baik dokter B maupun C tidak pernah mengatakan bahwa anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana. Sepuluh hari pasca lahir orangtua bayi menemukan benjolan di pundak kanan bayi.Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk khalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang klavikula dan kapan kira-kira terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang dan dokter C karena lalai tidak dapat mendiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C kurang kompoten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

BAB IIIPEMBAHASAN

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseotang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut oleh orang yaitu teori deontology dan teologi. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa deontology mengajarkan bahwa aik-buruknya suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatan itu sendiri, sedangkan teologi mengajarkan untuk melihat baik-buruknya sesuatu dengan melihat hasil atau akibatnya. Deontologi lebih mendasar kepada ajaran agama, tradisi dan budaya, sedangkn teologi lebih berdasar pada arah penalaran dan pembenaran kepada azas manfaat. 1,3Beuchamp dan Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah:1. Prinsip OtonomiPrinsip otonomi adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.2. Prinsip BeneficencePrinsip Beneficence adalah prinsip moral yng mengutamakan tindakan yang ditujukan demi kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar dari sisi buruknya.3. Prinsip Non-malificencePrinsip Non-malificence adalah prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini juga dikenal dengan primum non nocere atau above all, do no harm.4. Prinsip Justice Prinsip Justice adalah prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.Sedangkan aturan turunannya adalah veracity (berbicara jujur, benar dan terbuka), privacy (menghormat hak pribadi pasien), confidentiality (menjaga kerahasian pasien) dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).Selain prinsip atau kaidah dasar moral diatas, yang harus dijadikan pedoman dalam mengambil keputusan klinis, profesionalitas kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai panduan dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin dalam sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah berisi kontrak moral antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya yaitu masyarakat profesinya.Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang melekat pada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi pemimpin dari kewajiban dalam hokum kedokteran. Hukum kedokteran yang baik haruslah hukum yang etis.1Pembuatan keputusan etik, terutama dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan dengan pendekatan yang berbeda dengan pendekatan kaidah dasar moral diatas. Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang menggunakan 4 topik yang essential dalam pelayanan klinik, yaitu:1. Medical indicationKedalam topic medical indication dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi medis ini ditinjau dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan non-malificence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed consent.2. Patient preferencesPada topic ini, kita memperhatikan nilai dan penilaian pasien tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomy. Pertanyaan etika meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat keputusan bila pasien dalam keadaan tidak sadar dan kompeten serta nilai dan keyakinan yang dianut oleh pasien.3. Quality of lifeTopik quality of life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran yaitu memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insane. Apa, siapa dan bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis yang berkaitan dengan beneficence, non-malificence dan autonomy.4. Contextual featuresDalam topic ini dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mendahului keputusan seperti factor keluarga, ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan factor hukum.

1. Informed Consent Definisi Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Elemen inform consentInformed consent memiliki 3 elemen, yaitu:1. Treshold elementsSifat elemen ini lebih ke syarat yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (berkapasitas untuk membuat keputusan). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yag tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.

1. Information elementsElemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikan rupa agar pasien dapat mecapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa baik informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat dari tiga standart, yaitu:1. Standar praktek profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada di dalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tiddak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : risiko yang tidak bermakna (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial/pasien.1. Standar subyektif : bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan haruss memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan, adaah mustahil bagi tenaga medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut pasien.1. Standar pada reasonable personStandar in merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap ccukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam.

1. Consent elementsElemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan, misinterpretasi ataupun paksaan. Passien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan dengan dinyataka maupun tidak dinyatakan. 1. Dinyatakan (expressed) : dinyatakan dapat secara lisan, maupun tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yag berisiko mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis.1. Tidak dinyatakan (implied)Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukan jawabannya. Consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.

Keadaan yang membuat informed consent tidak berlaku :1. Keadaan darurat medis1. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat1. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)1. Clinical privilege (hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent) 1. Pasien yang tidak kompeten memberikan consent.

HUBUNGAN DOKTER & PASIENHubungan dokter dengan pasien pada prinsipnya merupakan hubungan yang berdasarkan atas kepercayaan antara keduanya. Keberhasilan suatu pengobatan tergantung di antaranya pada seberapa besar kepercayaan pasien kepada dokternya. Hal inilah yang menyebabkan hubungan seorang pasien dengan dokternya kadang sulit tergantikan oleh dokter lain. Akan tetapi, hubungan ini dalam beberapa tahun terakhir ini telah berubah akibat makin menipisnya keharmonisan antara keduanya. Berubahnya pola hubungan dokter-pasien yang bersifat paternalistik menjadi hubungan kolegial atau kemitraan, membuat pasien makin kritis terhadap dokternya. Ketika terjadi suatu hasil pengobatan yang tidak diinginkan seperti penyakit makin parah, kecacatan atau kematian, maka pasien serta merta menganggap dokter dan rumah sakitnya lalai.1,5Di Indonesia, sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien. Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah.

Teori hubungan dokter dengan pasien dapat dilukiskan dari aspek sifat antara lain:61. Bersifat religiousPada awal profesi kedokteran, dipercaya bahwa timbulnya penyakit berasal dari kemarahan dewa. Seorang yang sedang sakit melapor kepada sang pemimpin agama lalu dibuat upaya keagamaan utuk penyembuhan.2. Bersifat paternalistis Pada perkembangan selanjutnya, muncul pembagian pekerjaan dimana orang orang pandai pada masanya memiliki pemikiran tersendiri. Salah satunya adalah ada orang orang yang mau menolong orang sakit. Orang tersebut boleh dikatakan dokter generasi pertama dan tidak lagi berhubungan dengan upacara keagamaan. Dokter zaman dahulu mempunyai murid dan menurunkan keahliannya kepada muridnya itu. Profesi kedokteran seperti ini dimulai pada abad ke -5 SM oleh Hipokrates di Yunani.Karena pengajaran (pendidikan ) yang bersifat turun temurun tersebut, para dokter kuno merupakan golongan yang tertutup bagi komunitas terbatas yang menguasai ilmu pengobatan ilmu kedokteran kuno tersebut. Masyarakat atau orang awam sangat tidak memahami proses pengobatan. Akhirnya timbul suatu hubungan yang berat sebelah dan pasien sangat tergantung pada dokter. Para dokter kuno selain berpendidikan juga mengaku sebagai keturunan dewa. Hubungan ini disebut hubungan paternalistis. Dokter mengobati dengan memberi perintah yang harus dituruti oleh pasien hubungan modrl ini berlangsung sejak abad ke-5 SM sampai zaman modern sebelum teknologi informasi berkembang.Ilmu kedokteran sejak zaman Hipokrates hingga sekarang disebut juga seni kedokteran ( medicine is a science and art ). Dokter zaman kuno menerima imbalan sebagai tanda kehormatan, karena itu imbalan tersebut disebut honorarium (honor = hormat ). Seiring dengan perkembangan teknologi kedoteran dan teknologi informasi, terjadilah perubahan dalam hubungan kedokteran. Teknologi kedokteran dan informasi memberikan dampak positif seperti diagnosa dan terapi yang tepat, selain juga damak negatif seperti tingginya biaya pengobatan. Selain itu, akibat lain dari modernisasi adalah perubahan hubungan dokter dan pasien dari paternalistis enjadi hubungan baru yang lebih menonjolkan aspek bisnis sehingga hubungan dokter dan pasien berubah menjadi hubungan antara penyedia jasa dan konsumen.3. bersifat penyedia jasa dan konsumenHubungan jenis ini disebut juga provider dan consumer relationship. Perubahan dari paternalistis ke hubungan ini bertepatan dengan perkembangan teknologi informasi dimana masyarakat makin sadar akan hak haknya serta mampu menilai pekerjaan dokter. Berikut ini merupakan faktor faktor yang dapat mengidentifikasi berakhirnya era paternalistis : Pelayanan kesehatan mulai bergeser dari pelayanana prorangan ( praktik pribadi ) menuju praktik pelayanan di rumah sakit. Perkembangan ilmu teknologi kesehatan memberikan kesempatan tindakan yang makin canggih. Namun, tidak semua tindakan berhasil dengan baik sesuai harapan. kekecewaan sering menimbulkan tuntutan hukum. pengacara terlibat

HUBUNGAN REKAN SEJAWATMenurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban seorang dokter dalam menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai kewajiban terhadap teman sejawat. Pasal-pasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai kewajiban terhadap teman sejawat adalah sebagai berikut: 1 Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien. Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

ASPEK HUKUM

Kode Etik Kedokteran IndonesiaKewajiban UmumPasal 1Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayat dan mengamalkan sumpah dokter.Pasal 2Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.Pasal 3Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi, yang mengakibatkan hilangnya kebebasan profesi.Pasal 4Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.Pasal 5Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan makhluk insane psikis maupun fisikhanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.Pasal 6Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.Pasal 7Seorang dokter hanya memberi keterangan dan pendapat yang telah dibuktikan kebenarannya.Pasal 7aSeorang dokter harus dalam setiap praktik medisnya memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.Pasal 7bSeorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.Pasal 7cSeorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.Pasal 7dSetiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajibanmelindungi hidup makhluk insani.Pasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusahamenjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.Pasal 9Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus salingmemelihara saling pengertian sebaik-baiknya.

Kewajiban Dokter Terhadap PasienPasal 10Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insane.Pasal 11Setiap dokter menghormati hak azasi pasien.Pasal 12Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter spesialis yang mempunyai keahlian dalam bidang yang sesuai.Pasal 13Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau masalah lainnya.Pasal 14Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.Pasal 15Setiap dokter wajib memberikan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan kecuali bila ia yakin ada pihak lain yang bersedia dan lebih mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman SejawatPasal 16Setiap dokter memperlakukan teman sejawat sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.Pasal 17Setiap dokter tidak boleh dengan sengaja mengambil alih penderita dari teman sejawat.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri SendiriPasal 18Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.Pasal 19Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia pada cita-citanya yang luhur.Pasal 20Setiap dokter harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

DAMPAK HUKUMAKIBAT KELALAIAN TENAGA MEDIS

KUH Perdata Pasal 1365Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.KUH Perdata Pasal 1366 Setiap orang bertanggung-jawa tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatiannyaKUH Perdata Pasal 1367Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 55(1) setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.KUH Perdata Pasal 1370Dalam halnya suatu kematian dengan sengaja atau karena kurang hati-hatinya seorang, maka suami atau isteri yang ditinggalkan, anak atau orang tua si korban yang lazimnya mendapat nafkah dari pekerjaan si korban mempunyai hak menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukan dan kekayaan kedua belah pihak, serta menurut keadaan.KUH Perdata Pasal 1371 Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.KUH Perdata Pasal 1372Tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu :KUHP Pasal 359Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lainmati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.KUHP Pasal 360(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.KUHP Pasal 361Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan, dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

SOLUSI

Dalam kasus ini, langkah yang harus ditempuh oleh dokter A adalah harus sesuai dan berdasar pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), dimana selain menghargai dan melayani pasien dengan sebaiknya, juga menjaga hubungan yang baik dengan rekan sejawatnya. Dokter A dalam menghadapi pasien dan sejawatnya dilandaskan pada etika kedokteran sbb: Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Setiap dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya disertai rasa kasih saying dan penghormatan atas martabat manusia Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien. Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.Jadi berdasarkan poin-poin etika kedokteran diatas, dokter diharapkan dapat tetap melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya dalam memenuhi hak pasien tanpa melanggar kode etik dan hubungan dengan sejawatnya.Dokter A dapat menanyakan kembali pada teman sejawatnya (dalam kasus ini dokter B dan dokter C) tentang riwayat kehamilan dan persalinan ibu tersebut untuk mengetahui apakah ada kelainan yang ditemukan yang tidak disampaikan baik oleh dokter B maupun dokter C. Dokter A juga dapat menggali dengan anamnesis lebih lanjut kepada ibu tentang riwayat trauma yang mungkin juga dapat menyebabkan fraktur klavikula.

Skenario Kasus

Setelah pemeriksaan lebih lanjut, dokter B menginformasikan bahwa riwayat kehamilan ibu bayi tersebut dalam keadaan baik, dan tidak ditemukan adanya suatu kelainan. Riwayat persalinan berjalan normal dan lancar, presentasi puncak kepala baik dan bayi tidak dalam keadaan sungsang. Dokter C juga mengatakan perawatan bayi dilakukan dengan baik, tidak ditemukan tanda-tanda kelainan dan pergerakan keempat ekstremitas bergerak aktif. Sang ibu mendapat perawatan selama 3 hari di Rumah Sakit dan kemudian dipulangkan.Setelah dilakukan anamnesis lebih lanjut terhadap si ibu, ternyata ibu mengatakan bahwa setelah bayi dibawa pulang, bayi dimandikan kemudian diletakkan di atas kasur berkaki rendah untuk diberi pakaian, pada saat telepon rumah berdering, sang ibu berdiri untuk mengangkat telepon dan tanpa sengaja alas tidur bayi tertarik dan bayi terguling dan terjatuh dengan posisi miring ke kanan sebelum ibu sempat memegangnya. Karena kasur berkaki rendah, sang ibu tidak menghiraukannya. Keesokan harinya pada bahu kanan bayi tampak membengkak dan bayi menangis setiap kali ibu meraba lengan kanan bayinya, pergerakan lengan kanan bayi pun berkurang. Maka dari sini dokter A menyimpulkan bahwa fraktur klavikula yang terjadi pada bayi bukanlah dari dokter melainkan dari kelalai sang ibu. Dokter A menjelaskan pada ibu dan kemudian setelah itu melakukan perawatan lanjutan pada lengan bayi.

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi bila seseorang melakukan sesuatu yang seharusnta tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang mempunyanyai kualifikasi yang sama pada keadaan yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orange r orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 1,4Sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu layanan medik dikenal gugatan ganti kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian medik. Suatu perbuatan atau tindakan medis disebut sebagai kelalaian apabila memenuhi empat unsur di bawah ini:1. Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya hubungan kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional diuraikan di dalam sumpah profesi, etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan berbagai prosedur operasional. Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi hukum merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan, baik bagi pemberi layanan maupun bagi penerima layanan; atau dengan demikian untuk mencapai safety yang optimum. 2. 2. Dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut. Dengan melihat uraian tentang kewajiban di atas, maka mudah buat kita untuk memahami apakah arti penyimpangan kewajiban. Dalam menilai kewajiban dalam bentuk suatu standar pelayanan tertentu, haruslah kita tentukan terlebih dahulu tentang kualifikasi si pemberi layanan (orang dan institusi), pada situasi seperti apa dan pada kondisi bagaimana. Suatu standar pelayanan umumnya dibuat berdasarkan syarat minimal yang harus diberikan atau disediakan (das sein), namun kadang-kadang suatu standar juga melukiskan apa yang sebaiknya dilakukan atau disediakan (das sollen). Kedua uraian standar tersebut harus hati-hati diinterpretasikan. Demikian pula suatu standar umumnya berbicara tentang suatu situasi dan keadaan yang normal sehingga harus dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat diterapkan pada situasi dan kondisi yang tertentu. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan What is right (or wrong) for one person in a given situation is similarly right (or wrong) for any other in an identical situation. 3. Damage atau kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat berhubungan erat dengan unsur hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat berupa kerugian materiel dan kerugian immateriel. Kerugian yang materiel sifatnya dapat berupa kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan. Kerugian yang nyata adalah real cost atau biaya yang dikeluarkan untuk perawatan / pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan dikeluarkan untuk perawatan / pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian akibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh penghasilan (loss of opportunity). Kerugian lain yang lebih sulit dihitung adalah kerugian immateriel sebagai akibat dari sakit atau cacat atau kematian seseorang.4. Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.5. Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna. Budi., Syamsu. Zulhasmar., Siswaja. Tjetjep Dwidja. Didalam: Bioetik dan Hukum Kedokteran. Juli 2007.2. Hanafiah. M. Jusuf., Amir. Amri,. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran:EGC. Jakarta. 20073. Samil. Ratna Suprapti. Etika Kedokteran Indonesia. Penerbit: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001.4. Budi Sampurna. 2007. Kelalaian medik. Diunduh dari: http://www.freewebs.com/kelalaianmedik. Pada 25 januari 20115. Daliyono. Bagaimana dokter berpikir dan bekerja. Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2006.6. Hubungan dokter dan pasien. Diunduh dari : http://prematuredoctor.blogspot.com/2010/06/hubungan-dokter-pasien.html. 15 Januari 2011.7. Wiradharma D. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996. p 60-58. Wiradharma D. Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis: syarat legal tindakan medis. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2008; p:36-99. Wiradharma D. Etika Profesi Medis. Jakarta: Universitas Trisakti; 2008. p.117-83

DISKUSI 6 - Anak dengan fraktur klavikula 2