forensik-makalahkasus5 (01)
DESCRIPTION
makalah forensikTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus dibedakan
dengan sains yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik deskriptif mempelajari
pengaturan empiris tentang moralitas atau menjelaskan pandangan moral yang saat itu berlaku
tentang issue-issue tertentu.
Etik terbagi ke dalam etik normatif dan metaetik (etik analitik). Pada etik normatif, para
filsuf mencoba menegakkan apa yang benar secara moral dan mana yang salah secara moral
dalam kaitannya dengan tindakan manusia. Pada metaetik, para filsuf memperhatikan analisis
kedua konsep moral di atas.
Pada dasarnya manusia memiliki 4 kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis yang
dipenuhi dengan makanan dan minuman, kebutuhan psikologis yang dipenuhi dengan rasa
kepuasan, istiraha, santai, kebutuhan sosial yang dipenuhi melalui keluarga, teman, dan
komunitas, serta kebutuhan reatif dan spiritual yang dipenuhi dengan melalui pengetahuan,
kebenaran, cinta. Kebutuhan-kebuthan tersebut harus dipenuhi secara berimbang
Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif. Bioetik atau biomedical ethics
adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian di bidang medis.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien berusia 62 tahun datang ke rumah sakit dengan karsinoma kolon yang
telah terminal. Pasien masih cukup sadar berpendidikan cukup tinggi. Ia memahami benar posisi
kesehatannyadan keterbatasan kemampuan ilmu kedokteran saat ini. Ia juga memiliki
pengalaman pahit sewaktu kakaknya menjelang ajalnya di rawat di ICU dengan peralatan
bermacam-macam tampak sangat menderita, dan alat-alat tersebut tampaknya hanya
memperpanjang penderitaannya saja. Oleh karena itu ia meminta kepada dokter apabila ia
mendekati ajalnya agar menerima terapi yang minimal saja (tanpa antibiotika, tanpa peralatan
ICU dll), dan ia ingin mati dengan tenang dan wajar. Namun ia tetap setuju apabila ia menerima
obat-obatan penghilang rasa sakit bila memang dibutuhkan.
2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Aspek Etika
Pengertian etika(1)
Menurut kamus besar bahasa Indonesia :
Etika adalah
- Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak).
- Kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan masyarakat.
Menurut K.Bertens :
Etika adalah :
- Nilai atau norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.
- Kumpulan azas atau nilai moral.
- Ilmu tentang baik dan buruk.
Pembagian etika :
Etik refleksi : pemikiran moral (tentang
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan)
Praktis : tuntutan perilaku yang normative : -tuntutan berpikir
Merupakan nilai dan norma moral yang - logis dan pembenaran moral
3
Harus dipraktekan dalam bersikap - disini prinsip etis dirumuskan dan dapat
dipertanggung jawabkan
secara rasional dan digunakan secara praktis.
Teori etika
Deontology : kewajiban virtue : manusia bukan nabi
Menunjuk pada kewajiban dalam teleologi : memandang etis atau-
Menentukan apakah suatu hal bersifat- tidaknya berdasarkan tujuan dan akibat yang
diinginkan,sekarang sering digunakan
sebagai pedoman.
etis atau tidak etis(sering digunakan
pada masa Hipocrates).
Kaidah-kaidah dasar moral(2)
Beauchamp and childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu etik
diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa aturan dibawahnya. Keempat kaidah dasar
moral tersebut adalah :
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian
melahirkan doktrin informed consent;
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan kepada kebaikan pasien. Dalam prinsip ini tidak hanya dikenal perbuatan
untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih
besar daripada sisi buruknya;
4
3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere”atau
“above all do no harm”;
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).
Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar,jujur, dan terbuka),
privacy (menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien)
dan fidelity (loyalitas dan promise keeping).
Selain prinsip dan kaidah dasar moral diatas yang haus dijadikan pedoman dalam
mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai
panduan dalam bersikap dan berperilaku. Sebagaimana diuraikan pada pendahuluan, nilai-
nilai dalam etika profesi tercermin di dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran.
Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan kewajiban moral yang
melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum
sehingga tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah
menjadi “pemimpin” dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Hukum kedokteran yang
baik haruslah hukum yang etis.
5
B. Informed Consent
Definisi
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter
dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan
dilakukan terhadap pasien.
Elemen inform consent
Informed consent memiliki 3 elemen, yaitu:
1. Treshold elements
Sifat elemen ini lebih ke syarat yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten
(berkapasitas untuk membuat keputusan). Secara hukum seseorang dianggap cakap
(kompeten) adalah apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yag
tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau
telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah
apabila ia mempunyai penyakit mental sedemikian rupa atau perkembangan mentalnya
terbelakang sedemikian rupa, sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman). Pengertian “berdasarkan pemahaman yang adekuat” membawa
konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikan
rupa agar pasien dapat mecapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa
“baik” informasi harus diberikan kepada pasien dapat dilihat dari tiga standart, yaitu:
Standar praktek profesi : Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-
adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam komunitas
tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang ada di dalam
komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan kemampuan
pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut. Dalam 6
standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tiddak sesuai
dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya : risiko yang “tidak bermakna”
(menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi
sosial/pasien.
Standar subyektif : bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut
oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan haruss memadai
untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Sebaliknya dari standar
sebelumnya, standar ini sangat sulit dilaksanakan, adaah mustahil bagi tenaga
medis untuk memahami nilai-nilai yang secara individual dianut pasien.
Standar pada reasonable person
Standar in merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu
dianggap ccukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan
pada umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini juga terdiri dari dua bagian, yaitu voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)
dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak adanya tipuan,
misinterpretasi ataupun paksaan. Passien juga harus bebas dari tekanan yang dilakukan
tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan dibiarkan apabila tidak menyetujui
tawarannya. Consent dapat diberikan dengan dinyataka maupun tidak dinyatakan.
Dinyatakan (expressed) : dinyatakan dapat secara lisan, maupun tertulis.
Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari,
umumnya pada tindakan yang invasif atau yag berisiko mempengaruhi kesehatan
pasien secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis
menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan
tertulis.
Tidak dinyatakan (implied)
7
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku (gerakan) yang menunjukan jawabannya. Consent jenis inilah yang
paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Keadaan yang membuat informed consent tidak berlaku :
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya
memberikan consent)
5. Pasien yang tidak kompeten memberikan consent.
C. Rekam medis
Definisi
1. Menurut Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1898
Rekam Medis adalah berkas yng berisi catatan dan dokumen mengenai identitas
pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima
pasien pada sarana kesehatan, baik rawat jalan maupun rawat inap.
2. Menurut Permenkes No.269/Menkes/Per/2008
Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen mengenai identitas
pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
3. IDI
8
Rekam Medis adalah rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran akifitas pelayanan
yang diberikan oleh pemberi medis pelayanan kepada seorang pasien.
Isi Rekam Medis
1. Pasien Rawat Jalan:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencangkup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Persetujuan tindakan medis bila diperlukan
j. Nama dan tanda tangan doker yang memberikan
2. Pasien Rawat Inap:
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesis, mencangkup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
Persetujuan tindakan medis bila diperlukan
Catatan Observasi klinis.
9
Ringkasan pulang (dischanger summary).
Nama dan tanda tangan doker yang memberikan.
Penyelengara Rekam Medis.
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dibuat dan dilengkapi
setelah pasien menerima pelayanan.
Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
pencatatatn dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien.
Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan
dokter.
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan dengan cara pencoretan dan dibubuhi paraf dokter.
Penyimpanan Rekam Medis
Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurang-kurangnya untuk
jangan waktu 5 tahun terhitung dari tanggal terakhir pasien berobat atau dipulangkan.
Setelah batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis
dapat dimusnahkan , kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medis.
Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Harus disimpan untuk jangka waktu 10 tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan
tersebut.
10
Kegunaan Rekam Medis
Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum.
Bahan untuk kepentingan penelitian.
Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Education value.
Documentation value.
Aspek Medikolegal
1. Pasal 79 (b) UU no. 29/2004
Dengan sengaja tidak membuat rekam medis, pdana kurungan paling lama 1
tahun atau denda paling banyak 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
2. Pasal 1365 KUH perdata
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada setiap orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian atau mengganti
kerugian tersebut.
3. Pasal 52 UU No. 29/2004 (Hak atas informasi)
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang akan
dilakukan. Meminta pendapat dokter (second opinion). Mendapatkan pelayanan
sesuai dengan kebutuhan medis. Menolak tindakan medis. Mendapatkan isi rekam
medis
11
D. Aspek Hukum(3)
Praktek Dokter
1. Pasal 531 KUHP
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi
maut, tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya, tanpa selayaknya
menimbulkan bahaya bagi dirinya maupun orang lain, diancam jika kemudian orang
itu meninggal, dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga
ratus rupiah.
2. Pasal 55 UU Kesehatan
Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
dilakukan tenaga kesehatan.
Persetujuan Tindakan Medik
Peraturan Menteri kesehatan No 585/MenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik
1. Pasal 1
Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.
Tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
berupa diagnostic atau terapeutik
Tindakan invasive adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh.
12
Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi
spesialis yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek
perorangan/bersama.
2. Pasal 2
Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Persetujuan dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang
perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang ditimbulkannya.
Cara penyampain dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat
pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.
3. Pasal 3
Setiap tindakan medik yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
Tindakan medik yang tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan
Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata-
nyata atau secara diam-diam
4. Pasal 4
Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak diminta
13
Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya,kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi
Dalam hal hal sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi
5. Pasal 5
Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medik yang dilakukan,baik diagnosis ataupun terapeutik.
Informasi diberikan secara lisan.
Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai
bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
6. Pasal 8
Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa yang berada dalam keadaan sadar
dan sehat mental
Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur 21
tahun (dua puluh satu) tahun atau telah menikah
7. Pasal 9
Bagi pasien dewasa yang dibawah pengampunan(cura tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.
Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental, persetujuan diberikan
oleh wali/curator.
14
8. Pasal 12
Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan
tindakan medik.
Pemberian persetujuan tindak medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinis,
maka rumah sakit/klinis yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.
9. Pasal 13
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan
dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
surat izin prakteknya.
15
E. Dampak Hukum(4)
Dampak hukum atas keputusan yang diambil
Informed consent
Jika dokter melakukan tindakan medis tanpa pemberitahuan dan penjelasan kepada
pasien terlebih dahulu/tanpa informed consent maka dokter dapat dikenakan dengan pasal
351 KUHP tentang penganiayaan. Atau ahli anestesi yang membius tanpa informed consent
sebelumnya dapat dikenakan pasal 89 KUHP yaitu membuat orang tidak berdaya
disamakan dengan melakukan kekerasan.
Rekam Medis
Menurut UU Praktik Kedokteran Pasal 47 Ayat (2) rekam medis harus disimpan
dan dijaga kerahasiannya oleh dokter, dokter gigi dan sarana kesehatan.
Sementara jika dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat dikenakan sanksi
hukuman penjara maksimal 1 (satu) tahun atau denda Rp 50.000.000 (lima puluh juta
rupiah) sesuai dengan UU No. 29 tahun 2004
16
F. Prosedur tindakan medis (5)
Prosedur tindakan medis meliputi empat aspek, antara lain:
1. Teori Pelaksanaan Jabatan
Negara melalui peraturan hukum positif, telah memberikan wewenang kepada dokter untuk
melakukan tindakan medis dan atas dasar itu tidak memberlakukan ketentuan pidana yang
diatur dalam pasal 351 KUHP terhadap pelaksanaan jabatan tersebut. Oleh karena itu
menurut kualifikasi hukum administratif, tindakan medis tidak termasuk dalam pengertian
penganiayaan. Akan tetapi dokter hanya berwenang melakukan tindakan medis apabila
pasien telah memberikan persetujuannya.
2. Tindakan Medis secara nyata bukan penganiayaan
Tujuan dari suatu tindakan medis bukan untuk “menganiaya” atau “mishandelen” akan
tetapi untuk “merawat” atau “behandelen”. Jadi tindakan medis tidak bertujuan untuk
merugikan, melainkan untuk memulihkan kesehatan.
3. Tidak adanya opset atau “maksud”
Dasar pemikirannya adalah bahwa dokter pada waktu melakukan tindakan medis telah tidak
bermaksud untuk menimbulkan penderitaan. Untuk menilai maksud tersebut perlu
diperhatikan tujuan dan cara serta hubungan antara tujuan dengan cara dilakukannya
tindakan medis tersebut.
4. Tidak adanya sifat melawan hukum secara material
Tidak adanya sifat melawan hukum secara material, dapat didasarkan pada pengertian-
pengertian ilmiah dan juga dapat didasarkan pada pendapat-pendapat dalam masyarakat.
Tindakan mendorong seseorang dengan keras, dengan maksud agar orang tersebut tidak
terperosok ke dalam lubang, secara materal tidak melawan hukum.
Sifat tidak melawan hukum
Secara material suatu tindakan medis sifatnya tidak melawan hukum, jika tindakan itu telah
dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat seperti:
17
a) Tindakan itu harus memiliki indikasi medis dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan
perawatan yang sifatnya konkrit.
Jadi pelayanan medis harus sesuai dengan standar profesi medis yang berlaku, dan ditujukan
pada tujuan ilmu kedokteran. Di samping itu tindakan tersebut harus dapat dibenarkan
secara etis. Selanjutnya, peralatan yang digunakan memang diperlukan dan cara yang
dipakai harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, serta terdapat keseimbangan antara
cara yang dipakai dengan tujuan yang ingin dicapai.
b) Tindakan itu harus dilakukan menurut aturan-aturan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran.
Hal ini berkaitan dengan cara pelaksanaan di mana yang terpenting adalah ketelitian dan
kehati-hatian melakukan tindakan medis, baik pada waktu melakukan pemeriksaan dalam
rangka menegakkan diagnosis, juga pada waktu merencanakan terapi serta melakukan terapi
tersebut.
Syarat a dan b juga disebut sebagai bertindak lege artis atau bertindak menurut standar
profesi medis. Dengan demikian suatu pembedahan yang telah dilakukan dengan teliti dan
hati-hati serta didasarkan pada indikasi medis yang benar, jika karena sesuatu hal terjadi
kegagalan, pada prinsipnya tidaklah bersifat melawan hukum.
c) Tindakan itu harus dilakukan dengan memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari pasien
yang bersangkutan.
Syarat ini berkaitan dengan informed consent. Hanya dalam keadaan- keadaan tertentu
persetujuan seperti itu tidak disyaratkan yaitu pada keadaan di mana pasien tersebut tidak
mampu mengucapkan keinginannya atau dalam keadaan gawat darurat yang mengancam
nyawa (life saving). Berkaitan dengan ini Leenen mengemukakan adanya suatu fiksi
hukum, yang mengatakan bahwa seseorang dalam keadaan tidak sadar akan menyetujui apa
yang pada umumnya disetujui oleh mereka yang dalam keadaan tidak sadar akan menyetujui
apa yang pada umumnya disetujui oleh mereka yang dalam keadaan sadar, yang berada pada
situasi dan kondisi sakit yang sama. Ameln menyebutkan hal tersebut sebagai “presumed
consent”. W. Van der Mijn mengatakan mengenai pasien dalam kondisi tidak sadar dapat
dikaitkan dengan pasal 1354 KUH perdata yang mengatur “zaakwaarneming” atau
18
perwakilan sukarela. Ini adalah suatu sikap tindak yang pada dasarnya merupakan
pengambilalihan tanggung jawab dengan bertindak menolong pasien dan bila telah sadar
dokter dapat menanyakan apakah perawatan akan diteruskan atau akan dirawat oleh dokter
lain atau ingin memperoleh second opinion.
G. Prosedur terapi
Penatalaksanaan kanker bergantung pada jenis atau tipe karsinoma yang diderita,
darimana asalnya atau pola penyebarannya. Umur, kondisi kesehatan umum serta sistem
pengobatan juga mempengaruhi proses penatalaksanaan kanker.
Tujuan pengobatan ada dua, yaitu kuratif dan paliatif.kanker
1. Terapi kuratif
Pengobatan kuratif merupakan upaya yang ditujukan untuk mencapai
kesembuhan penyakit kanker..
Pengobatan yang umumnya diberikan adalah melalui :
1. Pembedahan atau operasi, di mana tumor diambil bila memungkinkan
2. Kemoterapi dengan obat-obatan sitostatika (obat membunuh sel kanker)
3. Radioterapi (menggunakan sinar radiasi).
4. Terapi hormonal
5. Terapi biologik (molekuler atau menggunakan obat non-sitstatika khusus)
2. Terapi paliatif
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
19
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual
Perawatan paliatif juga dapat diartikan perawatan kesehatan terpadu yang
bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.
Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya.
Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang
dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan
penyakit dan yang ditangani bukan hanya penderita, tetapi juga keluarganya.
Prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut:
1. Menghargai setiap kehidupan.
2. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
4. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
5. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual dalam perawatan pasien
dan keluarga.
7. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan
kondisinya sampai akhir hayat.
9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
Perawatan paliatif terdapat dalam berbagai macam.
20
HomeCare
Home care dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita,
terutama yang karena alasan-alasan tertentu tidak dapat datang ke rumah sakit.
Kunjungan dilakukan oleh tim yang terdiri atas dokter paliatif, psikiater, perawat, dan
relawan, untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami
penderita kanker dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis,
tetapi juga masalah psikis, sosial, dan spiritual. Perawatan paliatif membolehkan pasien
di rawat di rumah didampingi keluarga tercinta. Saat di rawat di rumah, pasien biasanya
akan merasa lebih nyaman dan bisa membantu meringankan beban dan pikiran sehingga
lebih siap menghadapi penyakitnya.
Day Care
Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak memerlukan
rawat inap, misalnya perawatan luka, kemoterapi, dsb.
Respite Care
Respite Care merupakan layanan yang bersifat psikologis. Di sini penderita
maupun keluarganya dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi
dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, atau sekedar bersantai dan
beristirahat. Bisa juga menitipkan penderita kanker (selama jam kerja), jika pendamping
atau keluarga yang merawatnya ada keperluan lain.
Pada pasien ini prosedur terapi yang akan dilaksanakan adalah paliatif care . Hal ini
dikarenakan pasien telah menderita karsinoma kolon stadium terminal. Terapi paliatif pada
pasien ini mengupayakan dicapainya kualitas hidup yang terbaik bagi pasien, bertujuan
meringankan penderitaan pada pasien ini
21
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Euthanasia(6)
Euthanasia sering disebut sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama
pada penyakit yang penuh dengan penderitaan dan tak tersembuhkan. Saat ini pada umumnya
ditemrima pengertian euthanasia sebagai tindakan manusia untuk secara aktif atau langsung
menghentikan kehidupan pasien yang berada dalam stadium terminal. Euthanasia sendiri
dibedakan dalam tiga bentuk, voluntary euthanasia (euthanasia sukarela), non-voluntary
euthanasia (euthanasia diandaikan), involuntary euthanasia (euthanasia dipaksakan).
Voluntary euthanasia merupakan kematian yang diminta seseorang, biasanya karena
menderita penyakit yang menimbulkan nyeri tak tertahankan dan penyakit itu sendiri tidak dapat
disembuhkan. Individu-individu tersebut mungkin merasa bunuh diri itu sulit atau bahkan tidak
mungkin karena alas an-alasan tertentu. Non-voluntary euthanasia, merupakan kematian yang
tidak diusulkan, karena pasien biasanya tidak sadar. Di sini individu itu dianggap/diandaikan
akan memilih/meminta mati jika ia dapat menyatakan keinginannya. Involuntary euthanasia
merupakan pembunuhan pada pasien yang sadar tetapi tidak diminta persetujuan.
Dahulu euthanasia dibedakan menjadi euthanasia pasif/tidak langsung. Euthanasia aktif
dimengerti sebagai setiap usaha mengakhiri kehidupan pasien stadium terminal secara langsung
dan sengaja. Euthanasia pasif dimengerti sebagai secara tidak langsung mengakibatkan kematian
pasien karena tidak mulai mengguanakan alat bantu kehidupan atau menghentikan alat yang
sudah dipakai, sebab dianggap tidak berguna lagi. Sekarang perbedaan euthanasia seperti itu
telah ditinggalkan oleh banyak etikawan. Istilah euthanasia diartikan khusus untuk secara aktif
mengakhiri kehidupan pasien stadium terminal. Untuk tindakan menghentikan bantuan
22
kehidupan atau tidak memulai bantuan kehidupan bagi pasien stadium terminal digunakan istilah
“membiarkan pasien meninggal”. Perubahan istilah ini berdasarkan adanya perbedaan mendasar
dari sudut etika antara kedua keadaan itu. Pada euthanasia kematian pasien disebabkan oleh
tindakan manusia, sedangkan pada kasus ‘ membiarkan pasien meninggal” kematian disebabkan
oleh penyakit yang dideritanya.1
Prioritas pelayanan kesehatan pada pasien stadium terminal, meskipun masih dalam
tingkat paling dini cenderung berubah, dari pengobatan (cure) ke perawatan (care), dari
intervensi ke prevensi dan rehabilitasi, dan tidak hanya memperhatikan apa yang diinginkan,
tetapi mengutamakan efektivitas dan efisiensi perawatan, termasuk dari sudut pertimbangan
ekonomi.
Berkaitan dengan aspek hukum tentang euthanasia dan bunuh diri (pasal 344 dan 345)
pada terutama pada pasal 344 KUHP yang menyatakan barang siapa merampas nyawa orang
lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, dokter hendaknya mampu melepaskan diri
dari tuntutan hukum ini dimana menurut etika profesi medis euthanasia dikatakan terjadi ketika
seseorang melakukan sesuatu misalnya memberikan pembiusan yang mematikan dengan maksud
mempercepat akhir hidup pasien, ini yang disebut tindakan. Sebenarnya dalam kasus
euthanasia/tindakan, kematian pasien disebabkan oleh tindakan manusia, sedangkan dalam
pengabaian (ketika pelayanan medis dihentikan/tidak dilakukan) atau membiarkan pasien
meninggal , kematian disebabkan oleh penyakit yang dideritanya sehingga dokter yang tidak
menyelamatkan pasien stadium terminal, tidak sama artinya dengan dokter membunuh pasien
stadium terminal serta tidak menangani tidak sama nilainya dengan membunuh. Jadi dokter yang
tidak menangani/membiarkan pasien meninggal tidak sama nilai nya dengan dokter membunuh
pasien dalam stadium terminal.
Beberapa hal yang dibenarkan untuk menghentikan atau tidak memulai penanganan
yaitu : pertama, apabila peralatan yang dibutuhkan tidak tersedia tidak ada kewajiban untuk
melakukan penanganan. Kedua, tidak ada kewajiban untuk mencoba menyelamatkan seseorang
yang sudah meninggal (dalam hal ini harus dipahami definisi medis mengenai kematian). Ketiga,
dalam situasi tertentu kita tahu bahwa setelah beberapa lama seseorang akan “mati” kecuali bila
23
dibantu dengan system penunjang kehidupan sehingga “hidup kembali” berulang-ilang. Pada
titik tertentu upaya penghidupan kembali mengubah sifat, bukan lagi sebagai pekerjaan
menyelamatkan kehidupan, melainkan perpanjangan proses kematian. Saat inilahg kewajiban
untuk melanjutkan lagi mungkin telah berakhir. Keempat, tidak ada kewajiban untuk melakukan
penanganan yang mempunyai efek samping, yang berbahaya atau mungkin mematikan pasien.
Euthanasia Dan Bunuh Diri
Pasal 344 KUHP
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
24
BAB V
KESIMPULAN
Dalam praktik kedokteran, sebaiknya dokter dapat mengerti dengan jelas aspek
etika dalam dunia kedokteran yaitu mengetahui hak serta kewajibannya sebagai seorang
dokter dan juga norma-norma yang harus dipatuhi serta nilai-nilai moral dalam etika
kedokteran untuk membina hubungan yang lebih baik dengan pasien maupun keluarga
pasien.
Selain itu juga dokter diharapkan dapat memberikan informasi secara lengkap dan
jelas tentang penyakit serta tindakan apa yang akan dilakukan kepada pasien dan juga
komplikasi maupun resiko dari tindakan tersebut dengan inform consent.
Perlunya juga adanya prosedur yang tepat baik untuk tindakan maupun untuk
terapi dari pasien. Selain itu juga semua data tentang anamnesis,pemeriksaan fisik sampai
prognosis dari pasien ini harus secara lengkap ditulis dalam rekam medis.
Jika hal-hal yang telah disebutkan diatas secara sengaja tidak dipenuhi oleh dokter
maupun lembaga kesehatan maka akan terkena dampak hukum yang bisa berupa
hukuman pidana maupun sanksi administratif dan denda.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiradharma D. Etika Profesi Medis. Jakarta: Universitas Trisakti; 2008. p.19-52
2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Pustaka
Dwipar; 2008. p. 31-32
3. Bagian Kedokteran Forensik. Peraturan Perundang-undangan Bidang kedokteran. Edisi 1.
Cetakan kedua. 1994. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.20-
25,41.
4. Wiradharma D. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara; 1996. p
60-5
5. Wiradharma D. Tindakan Medis Aspek Etis dan Yuridis: syarat legal tindakan medis.
Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2008; p:36-9
6. Wiradharma D. Etika Profesi Medis. Jakarta: Universitas Trisakti; 2008. p.117-83
26