fokus
TRANSCRIPT
Fokus (bagian 1) : menjadi alami
“Sepertinya susah kalau memulai bisnis setelah berkeluarga,” komentar seorang
teman saya. “Selain perhatiannya banyak terpecah, juga kita jadi keluar dari zona
nyaman,” katanya melanjutkan.
Memang demikian pula yang saya rasakan. Perhatian kita yang sudah berkeluarga
akan terpecah dengan banyak urusan, mulai dari masalah mainan anak, anak sekolah,
kesehatan, rumah, persoalan keluarga besar, hingga urusan karir dari pekerjaan yang
sudah kita geluti. Masuk ke dunia bisnis tentu saja menambah kerumitan. Padahal
kita menginginkan kenyamanan dan kebahagiaan.
Apakah yang sudah tua tak baik lagi untuk memulai bisnis? Hmmm, tunggu dulu. Ini
hanyalah masalah bagaimana mengelola energi kita.
Mengapa anak muda tampaknya lebih berpeluang sukses dalam bisnis? Ya.., karena
energi mereka masih berlimpah. Saya sering bilang ke adik-adik yunior. Silahkan
mencoba banyak hal, tapi di usia 30 tahun silahkan putuskan dimana akan berkiprah.
Usia 30 tahun adalah masa evaluasi pertama dalam karir kita. Setelah mencoba
banyak hal, dimanakah ladang yang ingin kita tekuni? Kalau sebelumnya kita punya
banyak energi untuk mencoba banyak hal, maka semakin bertambah umur semakin
menurun pula tingkat energi kita. Karena itu agar bisa tetap setajam sebelumnya, kita
perlu mempersempit bidang yang kita tekuni. Ibarat mempertahankan tekanan untuk
mendobrak hambatan, maka bila energi turun separuh maka area tekan harus
direduksi menjadi separuh juga.
Jadi, menjadi fokus adalah suatu hal yang alami. Energi yang menurun harus
diimbangi dengan menurunkan pula area yang kita kerjakan. Dengan demikian kerja
kita tetap bisa seproduktif dulu saat masih lebih muda. Repotnya kalau kita ini serba
bisa. Rasanya banyak sekali peluang yang menarik terus datang silih berganti
menggoda untuk dicoba. Inilah yang menjadikan banyak orang pintar dan berbakat
justru tak menjadi apapun setelah lama menempuh karirnya.
Jadi, mari mulai fokus. Mana yang akan kita pilih? Mana pula yang dengan tegas kita
tinggalkan?
Tetes air yang fokus, bisa melubangi batu.
Fokus (bagian 2) : dimanakah fokus diarahkan?
Orang yang fokus ternyata sering ‘tidak beruntung’. Hehe, benar, terlalu fokus
menyebabkan kita tidak beruntung. Sebuah penelitian oleh Wiseman menunjukkan
bahwa orang yang terlalu fokus seringkali justru luput dari peluang-peluang yang
melintas di depannya. Orang yang gagal menunjukkan ciri sikap yang kaku dan
tegang, sehingga perhatiannya hanya terpusat pada fokusnya. Sebaliknya orang yang
beruntung, dalam penelitian Wiseman yang ditulis di buku Luck Factor, menunjukkan
fleksibilitas dalam memindahkan fokusnya.
Mari kita ambil contoh Ray Kroc pendiri jaringan restoran McDonald’s. Sebenarnya
dia adalah salesman hebat dengan rekor penjualan yang bagus untuk peralatan
mixer minuman. Ketika dia menemukan McDonald’s pertama kali, dia merasa bahwa
peluang menjual burger ala McDonald’s adalah peluang yang sangat bagus. Dia
tinggalkan karirnya sebagai salesman alat mixer, dan pindah menjadi ’sales’ burger.
Di sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa Ray Kroc tetap fokus menjadi ’salesman’,
hanya kali ini fokus produknya adalah jaringan restoran siap saji.
Jadi, dimanakah fokus harus kita arahkan? Jawab : pada peluang terbaik.
Jim Collins dalam bukunya Good to Great mendapatkan bahwa perusahaan yang
berhasil menjadi ‘great’ ternyata mengalokasikan sumber daya terbaiknya bukan
pada masalah terberat tapi pada peluang terbaik. Alasannya, mengalokasikan
sumberdaya terbaik untuk masalah terberat hanya akan menjadikan perusahaan
berpindah dari ‘bermasalah’ menjadi ‘baik-baik saja’, artinya tidak banyak
peningkatan. Sedangkan bila mengalokasikan sumberdaya terbaik untuk peluang
terbaik, maka perusahaan bisa berubah dari ‘baik-baik saja’ menjadi ‘luar biasa’.
Kesimpulan Jim Collins ini tentu selaras dengan guru dia, yaitu Peter Drucker.
Drucker adalah penggagas konsep bahwa sumberdaya terbaik harus digunakan
untuk menggarap peluang terbaik. Perusahaan harus fokus kepada peluang.
Menurut Drucker, pimpinan perusahaan yang baik juga harus fokus pada peluang,
dan biarkan wakilnya yang menyelesaikan masalah. Artinya, energi puncak
perusahaan adalah fokus pada peluang.
Kita sebagai pribadi pun sama saja. Energi terbaik, kekuatan terbaik, dan talenta
terbaik kita, seharusnya diarahkan kepada peluang terbaik. Tentu saja kita tetap
harus menyelesaikan masalah-masalah, namun alokasi energi untuk meraih peluang
seharusnya lebih banyak.
Pertanyaan berikutnya : jadi apa itu peluang terbaik?
Fokus (bagian 3) : Peluang Terbaik
Tidak ada jawaban paling pasti untuk menjawab pertanyaa apa itu peluang terbaik.
Sesuatu yang terbaik selalu terkait dengan kondisi dan waktu. Apa yang terbaik saat
ini mungkin tak lagi terbaik untuk esok hari. Walau begitu, ada beberapa tips untuk
mendeteksi peluang terbaik. Berikut tiga kriteria sederhana untuk menentukan
peluang terbaik.
1. Dampak : memberi imbalan jangka panjang
Bagaimana kita yakin calon pendamping, tempat kerja, rumah, atau karir yang kita
pilih adalah peluang terbaik? Sebuah diskusi kecil dengan teman semasa kuliah dulu
memberikan jawaban menarik. Bagaimana kita yakin seseorang adalah pendamping
yang baik bagi kita? Jawabnya, bayangkan 20 tahun lagi, apakah kira-kira kita masih
nyaman dan senang bersama dia? Apakah kita masih akan ‘bersama-sama menapaki
tangga menuju surga’ bersama dia? Kalau jawabnya ya, maka dia adalah pilihan
tepat.
Berbicara tentang karir dan investasi, maka pilihan terbaik adalah karir dan investasi
yang memberikan ‘residu penghasilan’ atau disebut ‘passive income’. Kalau ada
sebuah pekerjaan yang memberikan penghasilan besar jangka pendek, tapi tidak
memberi kepastian jangka panjang, dibandingkan pekerjaan dengan penghasilan
cukup namun memberikan pensiun jangka panjang, maka secara prinsip investasi
kita sebaiknya memilih yang jangka panjang.
Untuk menentukan peluang terbaik, kita perlu bertanya, “ Apakah yang saya lakukan
ini akan memberikan manfaat dalam jangka yang cukup panjang ke depan bagi
saya?” Bila jawabnya ya, maka peluang tersebut merupakan kandidat peluang
terbaik.
Ibarat menanam padi dan kelapa, maka sambil menanam padi yang memberi hasil
jangka pendek, kita juga harus menanam kelapa yang memberi hasil dalam jangka
panjang.
2. Nilai : memberikan kepuasan paling maksimal
Mungkin beberapa peluang akan sama-sama memberikan efek jangka panjang bagi
kita. Bertekun di MLM, merintis karir di kantor, ataupun membuat bisnis kursus
sendiri. Bagaimana memutuskan peluang terbaik?
Setiap diri kita punya pembawaan unik. Ketika semua peluang sama menariknya,
maka pertanyaan berikutnya adalah, “Mana yang memberikan kepuasan paling
maksimal?”
Benda yang sama memberikan kepuasan berbeda bagi orang yang berbeda. Menjadi
Presiden walaupun merupakan mimpi standar bagi anak SD, ternyata bukan minat
semua orang. Mungkin saya termasuk jenis orang yang akan tersiksa dengan
protokoler kepresidenan, rumitnya pengawalan, dan intrik politik. Menurut tes SEPIA
Modus, ternyata kepuasan maksimal saya adalah dunia kreasi (tipe kreator).
3. Sesuai : yang paling sesuai (fit) kondisi
Karena setiap orang adalah unik, maka pekerjaan tertentu akan lebih sesuai bagi
orang tertentu. Bagai ikan dalam air, begitu pepatahnya. Menjadi fit bukanlah yang
terkuat, atau terhebat, tapi yang paling sesuai dengan kondisi.
Kita akan mengerjakan sesuatu dengan gampang bila kita memang punya bakat
dalam tugas tersebut. Di setiap pekerjaan sebenarnya ada sub pekerjaan yang
berbeda-beda. Apakah semua tentara harus berotot kuat? Ya jelas tidak. Napoleon
Boneparte adalah contoh legenda bahwa prajurit pendek dengan fisik kecil, namun
jagoan strategi dan membakar semangat, adalah jendral yang sangat tangguh dalam
perang. Nah, kalau Anda cerdik, walau otot biasa saja, mungkin tetap bisa cocok jadi
jenderal.
Selain bakat, dukungan komponen lain juga perlu dipertimbangkan. Kita tidak dapat
melakukan sesuatu sendirian. Memperhatikan kondisi lingkungan juga penting untuk
menilai suatu peluang terbaik. Kalau Anda ahli nuklir, paling berbakat di bidang
tersebut, tapi tinggal di sebuah desa kecil di lereng gunung Merapi, mungkin berkarir
sebagai ahli nuklir bukanlah peluang terbaik Anda saat itu. Anda harus pindah ke
negara maju, atau minimal punya akses ke pemerintah untuk mewujudkan mimpi
Anda. Walau demikian dunia terus berputar, apa yang dulu bukan peluang terbaik
bisa saja saat ini mulai menjadi peluang terbaik. Kondisi lingkungan yang berubah ini
juga perlu diperhatikan dalam menilai sebuah peluang.
Bila kita perlu memilih antara dua peluang yang sama bagusnya dalam memberi
imbalan jangka panjang, sama bernilainya dalam memberikan kepuasan, maka kita
pilih peluang dimana kita akan menjadi pemain yang cukup cakap dan terdapat
dukungan yang memadai. Kita pilih lingkungan dimana kita paling ‘fit’ di dalamnya.
Kesimpulan, kalau kita perhatikan prinsip-prinsip tersebut, maka 3 hal tersebut
merupakan sisi lain dari prinsip landak : imbalan ekonomi (berapa Anda dibayar),
passion (apa yang Anda suka), dan talenta (apa bakat Anda). Itu bila menilai diri kita
pribadi. Sedangkan untuk menilai peluang maka kita melihat : dampak, nilai, dan
kesesuaian (fit).