flavonoid

28
I. PENDAHULUAN Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tertumbuhan (atau kira-kira 1x10⁹ ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya (Smith,1972). Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoid. Jadi, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Sebenarnya, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Oleh karena itu, perlu kiranya para kimiawan, biokimiawan, fisiologiwan tumbuhan, dan biologiwan umumnya mengetahui cara mengenali, mengisolasi, dan mengidentifikasi bahan alam tersebut dalam bentuknya yang berbagai-bagai itu. Pembahasan berikut ini dirancang untuk menyajikan pengantar dasar flavonoid bagi pendatang baru dalam bidang ini. 1.1 Keragaman struktur flavonoid-umum Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C₆-C₃-C₆, yaitu dua cincin aromatic yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C; atom karbon dinomori menurut system penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka ‘beraksen’ untuk cincin B (lihat gambar 1. Gambar 1

Upload: rizky-yulion-putra

Post on 26-Dec-2015

69 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

flavonoid

TRANSCRIPT

Page 1: flavonoid

I. PENDAHULUANMenurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tertumbuhan (atau kira-kira 1x10⁹ ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya (Smith,1972). Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoid. Jadi, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Sebenarnya, flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Oleh karena itu, perlu kiranya para kimiawan, biokimiawan, fisiologiwan tumbuhan, dan biologiwan umumnya mengetahui cara mengenali, mengisolasi, dan mengidentifikasi bahan alam tersebut dalam bentuknya yang berbagai-bagai itu. Pembahasan berikut ini dirancang untuk menyajikan pengantar dasar flavonoid bagi pendatang baru dalam bidang ini.1.1 Keragaman struktur flavonoid-umumDalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C₆-C₃-C₆, yaitu dua cincin aromatic yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tak dapat membentuk cincin ketiga. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C; atom karbon dinomori menurut system penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka ‘beraksen’ untuk cincin B (lihat gambar 1.

Gambar 1Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan prazat dari alur ‘sikimat’ dan alur ‘asetat-malonat’ (Hahlbrock & grisebach, 1975; Wong, 1976), flavonoid pertama dihasilkan segera setelah kedua alur itu bertemu (gambar 1.1). Sekarang, flavonoid yang dianggap pertama kali terbentuk pada biosintesis ialah khalkon (Hahlbrock, 1980), dan semua bentuk lain diturunkan darinya melalui berbagai alur (gambar 1.1). Modifikasi flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi; metilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid; isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid; metilenasi gugus orto-dihidroksil; dimerisasi (pembentukan biflavonoid); pembentukan bisulfat, dan yang terpenting, glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid (pembentukan flavonoid C-glikosida).

Page 2: flavonoid

Gambar 1.11.2 Flavonoid O-glikosidaFlavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida; pada senyawa tersebut satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam (misalnya (2)). Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air (cairan); sifat terakhir ini memungkinkan penyimpanan flavonoid di dalam vakuol sel (disinilah biasanya flavonoid berada). Walaupun gugus hidroksil pada setiap posisi dalam inti flavonoid dapat diglikosilasi, kenyataannya hidroksil pada tempat tertentu mempunyai peluang yang lebih besar untuk terglikosilasi ketimbang tempat-tempat lain, misalnya 7-hidroksil pada flavon, isoflavon, dan dihidroflavon, 3-(dan 7-) hidroksil pada flavonol dan dihidroflavonol; dan 3- (dan 5-) hidroksil dalam antosianidin. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat, walau pun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga terdapat. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan ialah alosa, manosa, fruktosa, apiosa, dan asam glukuronat serta galakturonat. Disakarida sering juga terdapat terikat pada flavonoid, misalnya soforosa (2-O-β-D-glukosil-D-glukosa), gentibiosa (6-O-β-D-glukosil-D-glukosa), rutinosa (6-O-a-L-ramnosil-D-glukosa), neohesperidosa (2-O-a-L-ramnosil-D-glukosa), dan kadang-kadang tri atau bahkan tetrasakarida. Sudah diakui bahwa dalam tumbuhan O-glikosilasi (dan metilasi) terjadi sebagai salah satu tahap akhir pada biosintesis dan dikatalisis oleh enzim yang sangat khas. Ada kalanya glikosida mengalami modifikasi lebih lanjut, yaitu asilasi. Glikosida terasilasi mempunyai satu gugus hidroksil gula (atau lebih) yang berkaitan dengan asam seperti asam asetat atau asam ferulat. Dalam hal ini, ikatannya ikatan ester; asam teresterifikasi secara efektif dengan gula seperti pada contoh (3). Cakupan flavonoid O-glikosida yang terdapat di alam telah diikhtisarkan (Harborne dkk., 1975) dan baru-baru ini telah diperbarui (Harborne dan Mabry, 1982).

Page 3: flavonoid

Gambar (2) ; Gambar (3)1.3 Flavonoid C-glikosidaGula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzene dengan suatu ikatan karbon-karbon (misalnya (4)) yang tahan asam (bandingkan dengan O-glikosida). Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada O-glikosida, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum (misalnya viteksin, orientin), dan juga galaktosa (misalnya apigenin 8-C-galaktosida), ramnosa (misalnya violantin), xilosa (misalnya visenin-1), dan arabinosa (misalnya skaftosida). Jenis aglikon flavonoid yang terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walaupun isoflavon, flavonon, dan flavonol kadang-kadang terdapat yang paling lazin ditemukan. Seperti Oo-glikosida, C-glikosida ternyata sering mengalami O-glikosilasi lebih lanjut (pada hidroksil gula atau fenol) atau mengalami asilasi (biasanya pada hidroksil gula).

Gambar (4)1.4 Flavonoid sulfatGolongan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfate karena terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO₃K. banyak yang berupa glikosida bisulfate, bagian bisulfate terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula (Harborne, 1977). Tampaknya senyawa ini terdapat terbatas hanya pada angiospermae dan terutama pada angiospermae yang mempunyai hubungan ekologi dengan habitat air (Harborne, 1975).1.5 Biflavonoid

Page 4: flavonoid

Seperti yang ditunjukkan oleh namanya; biflavonoid adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat ialah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau kadang-kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbon-karbon atau (kadang-kadang) ikatan eter (Geiger & Quinn, 1975). Monomer flavonoid yang digabungkan menjadi biflavonoid dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Jenis ikatan karbon-karbon yang lebih sering ditemukan ialah: ikatan -6,8” (golongan amentoflavon, misalnya (5)), ikatan -6,3”’ (golongan robustaflavon), dan ikatan 3,8”. Jenis ikatan eter ialah: ikatan -6,4”’ (golongan hinokiflavon, misalnya (6)) dan ikatan -3’,4”’ (golongan oknaflavon).

Gambar (5) amentoflavon

Gambar (6) hinokiflavonBanyak sifat fisika dan kimmia biflavonoid menyerupai sifat monoflavonoid pembentuknya (misalnya spectrum UV-tampak, uji warna, dll), dan akibatnya, kadang-kadang biflavonoi sukar dikenali. Meski demikian, kromatografi pada silica gel dapat membedakan monomer dan dimer dengan jelas (Chexal dkk, 1970) dan dapat dipastikan dengan cara peleburan basa atau dengan spektroskopi massa. Biflavonoid jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae.1.6 Aglikon flavonoid yang aktif-optikDari struktur pada gambar 1.1 jelas tampak bahwa sejumlah aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunujukkan keaktifan optic (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonoid ini ialah flavanon, dihidroflavanol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa biflavonoid. Putaran (menurut perjanjian pada 589,3 nm, garis D natrium) aglikon flavonoid alam berkaitan dengan stereokimia-mutlak flavonoid. Jadi, (-)-flavanon putar kiri, yang normal, mempunyai konfigurasi “S” pada C-2, yaitu mempunyai konfigurasi 2S, sedangkan (+)-flavanon mempunyai konfigurasi 2R; pada

Page 5: flavonoid

konfigurasi ini proton dan cincin B dapat dipertukarkan (lihat Cahn & Ingold, 1951 dan Cahn dkk, 1956 untuk perincian tata nama dan kaidah kekiralan).1.7 Pedoman penyebaran jenis flavonoid di alamFlavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung saro, nectar, bunga, buah buni, dan biji. Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, ‘propolis’ (sekresi lebah), dan di dalam sayap kupu-kupu; itu pun dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka (Harborne, 1967).Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi, informasi yang berguna tentang jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada tumbuhan yang sedang ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat pustaka mengenai telaah flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan, misalnya dari marga atau suku yang sama.II. ISOLASI DAN CARA ANALISIS1. Sifat kelarutan flavonoidAglikon flavonoid adalah polifenol dank arena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai (lihat bab mengenai spectrum serapan UV-tampak). Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, dan seperti kata pepatah lama ‘suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri’, maka umumnya flavonoid larut cukupan dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), methanol (MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavonon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.2. Memilih, menyiapkan, dan mengekstraksi bahan tumbuhanTumbuhan seghar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis flavonoid, walau pun cuplikan kering yang telah disimpan hati-hati selama bertahun-tahun mungkin masih tetap dapat memberikan hasil yang memuaskan. Contoh herbarium yang telah disimpan lebih dari 100 tahun ternyata masih dapat digunakan untuk menganalisis flavonoid (Harborne, 1976b), bahkan flavonoid telah diisolasi dari fosil yang berumur 25 juta tahun (Niklas & Gianassi, 1978). Tetapi, dalam bahan

Page 6: flavonoid

tumbuhan yang sudah lama, ada kecenderungan glikosida diubah menjadi aglikon karena pengaruh fungi, dan aglikon yang peka menjadi teroksidasi.Bila menggunakan bahan tumbuhan segar, setelah cuplikan dipilih sebagai tanda bukti, disarankan untuk mengeringkan sisanya cepat-cepat (untuk mencegah kerja enzim) dalam tanur bersuhu kira-kira 100⁰C. selanjutnya, bahan tumbuhan yang telah dikeringkan dapat disimpan dalam kantung plastic yang ditutup rapat untuk digunakan kemudian, atau digiling menjadi serbuk halus untuk diekstraksi dengan pelarut. Bila bahan tumbuhan yang sudah dikeringkan itu sukar diserbuk dengan lumpang dan alu, bahan dapat dimaserasi dalam pelumat dengan atau tanpa pelarut yang akan digunakan untuk mengekstraksi. Sering kali, merupakan tindakan yang bijaksana bila kkita mengekstraksi cuplikan bahan tumbuhan yang belum dikeringkan untuk kemudian dipakai pada pemeriksaan secara kromatografi untuk melihat apakah proses peengeringan mengubah susunan flavonoid atau tidak.Setelah menimbang sebagian dari bahan tumbuhan yang telah digiling, ekstraksi paling baik dilakukan dalam dua tahap: pertama kali dengan MeOH:H₂O (9:1) dan kedua kali dengan MeOH:H₂O (1:1). Pada setiap tahap pelarut ditambahkan secukupnya sehingga terbentuk bubur cair, lalu campuran dibiarkan selama 6-12 jam. Penyaringan untuk memisahkan ekstrak dari bahan tumbuhan dapat dilakukan dengan cepat dengan memakai sumbat wol kaca atau kapas pasa leher corong, atau lebih baik dengan mengisap memakai corong Buchner (kertas saring yang disarankan ialah Whatman no. 54 atau 541, atau yang setara). Kedua ekstrak kemudian disatukan dan diuapkan sampai volumnya menjadi sepertiga volum asal, atau sampai hamper semua MeOH menguap. Lalu, ekstrak-air yang diperoleh dapat dibebaskan dari senyawa yang kepolarannya rendah seperti lemak, terpena, klorofil, xantofil, dan lain-lain dengan ekstraksi (dalam corong pisah) dengan heksana atau klloroform. Ekstraksi harus dilakukan beberapa kali dan ekstrak kemudian disatukan. Walau pun tidak mungkin mengandung flavonoid, ekstrak yang disatukan tersebut jangan dibuang sebelum diperiksa secara kromatografi. Lapisan air yang telah diekstraksi dengan pelarut dan mengandung bagian terbesar flavonoid lalu diuapkan sampai kering pada tekanan rendah dengan menggunakan penguap-putar.Cara di atas cocok untuk ekstraksi kebanyakan flavonoid, tetapi tidak untuk antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah (yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan). Untuk antosianin, daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH yang mengandung 1% HCl pekat. Ekstraksi hamper segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan, dan kromatografi atau analisis spektroskopi ekstrak harus dilakukan segera setelah ekstraksi, yaitu untuk memperkecil kemungkinan terjadinya hidrolisis glikosida. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan padang pasir, paku, dan lain-lain, paling baik diisolasi hanya dengan merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana atau eter selama beberapa menit. Ekstrak yang

Page 7: flavonoid

diperoleh mengandung juga lilin dan lemak yang dapat dipisahkan lebih lanjut dengan kromatografi.3. Kromatografi kertas dan cara mengenali flavonoidKromatografi kertas (KKt) mungkin merupakan cara kromatografi yang paling umum dan berguna yang tersedia bagi kimiawan flavonoid pada saat ini. Karena alasan tersebut, cara ini akan dibahas agak terinci di sini. Analisis pendahuluan ekstrak tumbuhan untuk menguji adanya flavonoid tepat sekali dilakukan dengan cara ini, sedangkan pemisahan biasanya dilakukan dengan kromatografi kertas dwiarah (KKt 2A), menurun.3.1 Cara umumKertas yang disarankan untuk tujuan ini ialah kertas Whatman 3MM (46x57 cm) atau yang setara. Kertas harus dilipat seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1 (a) agar dapat dipasang dalam wadah untuk kromatografi turun. Kemudian, larutan ekstrak tumbuhan ditotolkan pada kertas di suatu titik kira-kira 8 cm dari tepi kertas dan 3 cm dari lipatan akhir (gambar 2.1 (a1)). Ekstrak harus ditotolkan merata pada lingkaran bergaris tengah 3 cm yang berpusat pada titik itu. Pengeringan bercak dibantu dengan menggunakan pengering rambut. Jumlah ekstrak yang ditotolkan dapat merupakan factor kritis yang menentukan mutu pola flavonoid yang terjadi kemudian. Bila ekstrak ditotolkan terlalu sedikit, bercak flavonoid yang terbentuk mungkin sukar dideteksi, sedangkan bila terlalu banyak akan terjadi pencorengan dan resolusi jadi jelek. Bila ragu-ragu, suatu petunjuk umum yang baik ialah menotolkan sejumlah ekstrak yang diperoleh dari 50-100 mg bahan tumbuhan kering.Bejana kromatografi yang ukurannya sesuai untuk lembaran besar dapat dibeli, misalnya ‘chromatatank Panglass’ Shandon (serba-kaca dan disarankan) dan ‘choramatocap’ Research Specialties Company (Berkley) atau dibuat sendiri (Mabry dkk, 1970). Bejana serba-kaca yang lebih kecil dapat dipakai bila lembar kertas dibagi dua atau empat sebelum ekstrak ditotolkan. Tetapi, bila hal ini dilakukan, ukuran bercak yang bergaris tengah 3 cm dan jumlah yang ditotolkan harus disesuaikan.

Gambar 2.1 Cara Kromatografi Kertas

Page 8: flavonoid

Untuk penilaian pendahuluan kandungan flavonoid suatu ekstrak, sudah menjadi kebiasaan umum utuk menggunakan pengembang berakohol pada pengembangan pertama pada kromatografi kertas, misalnya BAA atau TBA, menurut rah tepi kertas terpanjang. Garis depan pengembang akan mencapai ujung lembaran kertas dalam waktu 12-30 jam, ini tergantung pada suhu kamar (diperlukan kira-kira 50-60 ml pengembang per lembar). Kemudian, kertas diangkat dari bejana kromatografi dan dikeringkan di dalam lemari asam. Lalu, bagian kromatogram yang dilipat digunting dan kromatogram dilipat kembali untuk kromatografi-turun menurut arah kedua (gambar 2.1 (b)). Untuk itu biasanya digunakan pengembang berupa larutan dalam air seperti larutan asam asetat 15%, dan harus dipakai bejana ‘lain’. Waktu yang diperlukan untuk pengembang arah kedua ini 4-6 jam. Untuk antosianin, pengembang yang ‘setara’ yang disarankan ialah (Harborne, 1973) BAA atau Bu/HCl untuk arah pertama dan HCl 1% untuk arah kedua.Kebanyakan flavonoid tidak terlihat pada aras yang dijumpai pada kromatogram kertas, kecuali antosianin (bercak jingga sampai lembayung yang menjadi biru bila diuapin NH₃) dan khalkon, auron, dan 6-Hidroksi flavonol (kuning). Karena alas an tersebut, untuk mendeteksi bercak, kromatogram diperiksa dengan sinar UV (366 nm, bukan 254 nm). Untuk memeriksa, sinar UV dapat ditempatkan diatas atau dibawah kromatogram, tetapi kepekaan yang lebih besar dicapai bila sinar berasal dari bawah. Sepotong kaca tebal yang diletakkan di atas lampu UV dapat dipakai sebagai tumpuan untuk meletakkan kromatogram dan sekaligus akan menyaring sinar UV berenergi tinggi yang merusak. (pada setiap pemeriksaan kromatogram dengan sinar UV, kita harus selalu memakai kaca mata yang menyerap sinar UV. Menguapi kromatogram yang sudah betul-kering dengan uap NH₃ (dari botol yang berisi NH₄OH 0,88:H₂O, 1:1) umumnya akan meningkatkan kepekaan deteksi dan menghasilkan perubahan warna yang ada kaitannya dengan struktur senyawa yang bersangkutan (lihat di bawah). Bila semua bercak yang tampak telah ditandai dengan pensil, kita dapat mulai dengan mempertimbangkan sifat kimia setiap bercak.3.2 Informasi struktur flavonoid dari data KKtKenyataan bahwa bercak terlihat juga pada kondisi ini merupakan petunjuk bahwa senyawa tersebut senyawa fenol. Sering kali bercak yang terlihat (dengan sinar UV) kebanyakan disebabkan oleh flavonoid walaupun bercak berfluoresensi biru, merah jambu, keputihan, jingga, dan kecoklatan harus dianggap bukan flavonoid sebelum diperiksa lebih lanjut (dengan spektroskopi UV-tampak). Bercak glikoosida flavon dan glikosida flavonoid yang khas tampak berwarna ijas (lembayung tua) dengan sinar UV dan menjadi kuning atau hijau kuning bila diuapi NH₃, tetapi dijumpai juga sejumlah kombinasi warna lain. Rentang warna bercak yang dapat dihubungkan dengan flavonoid bersama-sama dengan hubungannya dengan struktur flavonoid yang mungkin.Sumber informasi struktur lain yang berharga ialah letak bercak pada KKt dua arah. Jadi, bila kita memandang kromatogram yang diletakkan sedemikian rupa sehingga

Page 9: flavonoid

titik awal berada pada sebelah kanan bawah, kromatogram akan menunjukkan semua aglikon flavonoid sepanjang bagian atas dan pada bagian kiri, sedangkan glikosida ditunjukkan pada seluruh daerah sisanya.3.3 Pengembang dan perbaikan pemisahan bercakKadang-kadang kelompok bercak yang terdiri atas dua bercak atau lebih pada KKt tidak terpisahkan dengan baik. Jika dalam suatu pengembang, kelompok bercak ini kelincahannya rendah, dan dalam pengembang lain kelincahannya cukup, maka kromatografi lewat-kembang mungkin dapat memisahkannya dengan lebih baik. Pada kromatografi lewat-kembang, kromatogram tidak diangkat dari bejana pada akhir pengembangan yang normal, tetapi pengembang dibiarkan merambat terus, yaitu menetes dari ujung bawah kertas (agar pengembang dapat menetes dengan seragam, sebaiknya ujung bawah kertas dibuat bergerigi). Jauhnya lewat-kembang dapat dikendalikan dengan mengatur banyaknya pengembang yang digunakan. Jadi, jika pengembangan normal memerlukan 50 ml pengembang per kromatogram, untuk lewat-kembang dapat diperbanyak dua atau tiga kali menjadi 100 atau 150 ml pengembang per kromatogram. Kita dapat menganggap, dengan melipatduakan pengembang, jarak yang ditempuh bercak menjadi dua kali lebih jauh. Dengan demikian, bila kita memperhatikan KKt asal yang tidak terpisahkan dengan baik itu, kita akan mendapat petunjuk seberapa jauh kita dapat melakukan lewat-kembang agar bercak tidak terbawa menetes.

Gambar 2.3 Petunjuk Penyebaran Jenis Flavonoid Pada KromatogramCara lain ialah dengan menggunakan pengembang yang berbeda. Sebagian besar pengembang tersebut baru boleh diicoba setelah mencoba TBA atau BAA yang biasanya merupakan pengembang terbaik dari segi kekuatan pelarut dan pemisahan bercak.Para peneliti flavonoid berbeda pendapat mengenai pilihan pengembang, apakah BAA atau TBA, dan rasanya pada tempatnyalah bila di sini disebutkan mengenai ‘pro’ dan ‘kontra’ masing-masing pengembang tersebut. Kelebihan BAA dibandingkan TBA ialah waktu pengembangannya yang lebih pendek per kromatogram (16-18 jam pada 15⁰C, sedangkan TBA 24-36 jam). Tetapi, ini diimbangi oleh kekurangan nisbinya, yaitu (a) kebanyakan flavonoid kelincahannya rendah (kira-kira 20%) dalam BAA (misalnya Pangon dkk., 1974), dan (b) diperlukan penyetimbangan dan pemisahan

Page 10: flavonoid

kedua fase sewaktu pembuatan (TBA merupakan campuran pelarut yang tercampurkan sempurna). Susunan kedua pengembang berubah dengan berjalannya waktu karena terjadi pengesteran sehingga keduanya tidak boleh disimpan lebih dari beberapa hari sebelum dipakai.3.4 Bilangan RfKelincahan suatu senyawa dalam pengembang tertentu disebut bilangan Rf senyawa itu dalam pengembang tersebut, dan menurut teori, Rf merupakan cirri senyawa tersebut yang terulangkan. Bilangan Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pengembang (diukur dari garis awal). Karena itu, bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0. Pembandingan bilangan Rf flavonoid yang belum dikenal dengan Rf flavonoid yang telah dikenal dan yang sejenis merupakan cara yang berguna untuk membandingkan flavonoid yang sedang diidentifikasikan dengan flavonoid yang tak ada di laboratorium. Data Rf flavonoid baku dapat diperoleh dari sejumlah sumber, termasuk himpunan yang cukup besar yang telah disusun oleh Jiracek & Prochazka (1963) dan Mabry dkk. (1970) (TBA, HOAc 15%). Tetapi, harus ditekankan bahwa bilangan Rf hanya kira-kira saja terulangkan di beberapa laboratorium dank arena alas an tersebut, adanya korelasi nyata dengan bilangan Rf pustaka harus dianggap sebagai petunjuk identifikasi saja sebelum kedua senyawa tadii dikromatografi berdampingan pada kertas yang sama (mengenai pemastian identitas, lihat bab 7).3.5 Pereaksi semprot dan deteksi kepekaan tinggiDengan menyemprot kromatogram memakai pereaksi yang berlainan, kita dapat memperoleh informasi yang terbats mengenai strukutr flavonoid. Tetapi, hal ini umumnya dapat diperoleh secara lebih baik dengan cara lain. Menurut pengalaman pengarang, pemakaian pereaksi semprot yang paling menguntungkan ialah dalam meningkatkan kepekaan mendeteksi bercak flavonoid, misalnya pada kromatogram yang ditotoli cuplikan yang jumlahnya sedikit atau bila mencari kandungan yang tak tampak atau kandungan tambahan. Ada empat penyemprot yang berguna, terutama untuk tujuan ini, yaitu:1. AlCl₃. Larutan AlCl₃ 5% yang bisa digunakan untuk spektroskopi UV-tampak (lihat bab 3) bila disemprotkan pada KKt yang kemudian dikeringkan, menunjukkan semua 5-hidroksi-flavonoid sebagai bercak berfluoresensi kuning bila dilihat di bawah sinar UV (366 nm). Selain itu, bercak yang semula tak tampak menjadi terlihat;2. Kompleks difenil-asam borat-etanolamin (Naturstoffreagenz A). Pemakaian larutan 1% dalam MeOH pada KKt menunjukkan (setelah pengeringan) semua 3’,4’-dihidroksi-flavon dan 3’,4’-dihidroksi-flavonol sebagai bercak jingga (UV atau tampak). 4’-Hidroksi-flavon dan 4’-hidroksi-flavonol tampak berupa bercak hijau kuning;3. Asam sulfanilat yang terdiazotasi. Pereaksi dibuat sebagai berikut: larutan asam sulfanilat 0,3% dalam HCl 8% (25 ml) dicampur dengan larutan natrium nitrit 5% (1,5 ml) tepat sebelum digunakan. Kertas disemprot dengan campuran ini, lalu dengan

Page 11: flavonoid

larutan natrium karbonat 20% sebelum dikeringkan. Kebanyakan senyawa yang mempunyai gugus hidroksi fenol akan terlihat sebagai bercak kuning, jingga, atau merah;4. Vanillin-HCl. Larutan vanillin 5% dalam EtOH dicampur dengan HCl pekat dengan perbandingan 4:1 tepat sebelum digunakan. Bercak merah atau merah-lembayung terbentuk segera setelah penyemprotan dan pemanasan (dengan pengering rambut) oleh katekin dan proantosianidin, dan terbentuk lebih lambat oleh flavonon dan dihidroflavonol. Pereaksi bereaksi dengan semua flavonoid yang mempunyai pola oksidasi lingkar-A floroglusinol dan lingkar-C jenuh. Senyawa yang demikian sering kali tidak tampak pada kromatogram bila disinari dengan sinar UV.3.6 KKt preparative untuk mengisolasi flavonoidUntuk mengisolasi flavonoid satu persatu agar dapat ditelaah lebih lanjut, kita harus meningkatkan skala cara KKt dwiarah (KKt-2A) bila kita akan menggunakan KKt untuk tujuan tersebut. Membebani KKt dwiarah sampai kapasitas maksimumnya dan melakukan kromatografi dalam jumlah besar merupakan satu cara untuk memisahkan masing-masing flavonoid. Lalu, bercak yang sesuai digunting dari setiap kromatogram,digabungkan, dan setelah digunting menjadi potongan kecil-kecil dimaserasi dengan larutan yang cocok (biasanya aglikon dengan MeOH dan gliikosida dengan MeOH-H₂O, 1:1). Setelah dibiarkan beberapa jam, sambil kadang-kadang dikocok (atau lebih baik lagi dikocok terus menerus), cairan dienap-tuangkan. Agar ekstraksi efisien, cara ini harus diulangi dua atau tiga kali. Selanjutnya, ekstrak digabung, disaring, dan diuapkan sampai kering. Bila perlu, pemisahan lebih lanjut dapat dilakukan dengan KKt memakai pengembang yang berbeda.Cara yang lebih efektif, bila dapat dilaksanakan, ialah KKt satu arah (KKt 1A). bila KKt-2A menunjukkan bahwa pemisahan komponen yang kita telaah dapat dilakukan hanya dengan salah satu pengembang saja, maka KKt-1A merupakan cara yang cocok. Ekstrak tidak ditotolkan sebagai bercak bundar pada garis awal, tetapi berupa pita lebar 1-3 cm (lihat gambar 2.1 (c)). Cara ini memungkinkan kita memisahkan ekstrak secara kromatografi yang jumlahnya 10-15 kali jumlah ekstrak yang dapat dipisahkan secara KKt-2A dan dengan demikian meminimumkan waktu dan biaya yang diperlukan. Setelah pengembangan KKt-1A, pita yang terjadi dapat dipotong-potong dan diekstraksi dengan pelarut (llihat uraian di atas). Yang lebih baik, digunting berbentuk pita dan kemudian dielusi dalam bejana kromatografi dan eluat ditampung dengan gelas piala (lihat gambar 2.1 (d)). Cara yang terakhir ini, walau pun lebih lambat, menghasilkan larutan flavonoid pekat yang bebas serat. Bila perlu, pemisahan KKt-1A dapat digabung dengan KKt-1A atau KKt-2A yang lain agar diperoleh flavonoid murni. KKt juga mempunyai potensi untuk ditingkatkan lebih lanjut skalanya, yaitu dengan menggunakan kertas kromatografi yang lebih tebal, misalnya, Whatman No. 17 (yang mempunyai kapasitas hamper tiga kali kapasitas kertas Whatman 3MM, tetapi resolusinya lebih rendah).

Page 12: flavonoid

Flavonoid yang diisolasii secara KKt mungkin masih mengandung sedikit cemaran polisakarida yang larut, dan paling baik dimurnikan lebih lanjut secara kromatografi memakai Sephadex LH-20 (lihat bagian 2.4.3).3.7 Petunjuk tentang penguapan pelarutTahap padat karya pada isolasi kebanyakan flavonoid murni yang sering ditimbulkan oleh cara di atas ialah penguapan larutan yang diperoleh. Untuk penguapan cepat larutan dalam air, jelas penguap-putar yang disertai pemanasan merupakan pilihan utama. Kebanyakan flavonoid dan glikosidanya mantap pada kondisi tersebut, tetapi bila diduga terjadi penguraian, mongering-bekukan larutan merupakan cara pilihan lain yang cocok. Pada akhirnya, semua volum yang besar dikurangi menjadi volum kecil dan masing-masing harus dialihkan ke dalam botol kecil dan diuapkan. Penguapan-akhir ini dapat dilakukan dengan baik dalam desikator hampa udara pada tekanan rendah. Sejumlah besar cuplikan bervolum kecil dapat diuapkan serentak, dan dengan menggunakan silika gel yang baru dikeringkan (mengandung indikator) dan pompa arus-air, kebanyakan larutan yang bervolum 1-2 ml akan menguap sempurna dalam semalam. Jika kita ingin menguapkan suatu cuplikan dengan lebih cepat, botol kecil dapat diletakkan dalam labu bundar dan labu ini dipasang pada penguap-putar. Cara lain lagi untuk mencapai tujuan itu ialah dengan memanaskan botol kecil di atas penangas air sambil mengalirkan gas nitrogen di atas permukaan larutan. Cara ini dapat menguapkan cuplikan dengan sangat cepat.4. Kromatografi kolom pemisahan skala besarDengan menggunakan cara ini skala isolasi flavonoid dapat ditingkatkan hamper ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran flavonoid (berupa larutan) di atas kolom yang berisi serbuk penjerap (seperti selulose, silica, atau poliamida), dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung, dan ukurannnya sedemikian rupa sehingga nisbah garis tengah terhadap panjang kolom dalam rentang 1:10 sampai 1:30 (lihat gambar 2.3). Ukuran (volum) yang diperlukan untuk suatu pemisahan dapat dihitung secara kasar bila bobot campuran flavonoid diketahui. Pada umumnya kita menganggap bahwa untuk pemisahan yang didasarkan pada partisi (yaitu kromatografi pada selulose dan silica), nisbah cuplikan terhadap kemasan kolom harus dalam rentang 1:50 sampai 1:500; nisbah 1:500 cocok untuk campuran rumit dan nisbah 1:50 untuk campuran sederhana. Pada kolom poliamida (dan sampai taraf tertentu kolom silika), pengisian cuplikan dalam rentang 1:50 umumnya memuaskan.

Page 13: flavonoid

Gambar 2.3 Radas Kromatografi KolomKemasan kolom harus dipilih dari jenis yang dipasarkan khusus untuk kromatografi kolom karena ukuran partikel penting. Jika partikel terlalu kecil, laju aliran pengelusi mungkin terlalu lambat, sedangkan bila terlalu besar, mungkin pemisahan komponen secara kromatografi tidak baik. Kemasan niaga biasanya dalam rentang 100-300 mesh.4.1 Cara mengemas kolom dan menempatkan cuplikanMengenas kolom harus dilakukan dengan hati-hati agar dihasilkan kolom kemas yang serba sama. Jika kolom tidak mempunyai penyaring kaca maser yang sudah terpasang, mula-mula kita harus menyumbat leher kolom dengan segumpal kaca wol atau kapas. Kemudian, sumbat ini harus terendam dalam pelarut pengelusi yang tingginya kira-kira 10 cm (lihat di bawah). Selanjutnya, kemasan kolom dijadikan bubur dalam gelas piala memakai pelarut yang sama, lalu dituangkan hati-hati ke dalam kolom, sebaiknya semuanya dilakukan dengan tidak terputus-putus untuk mencegah terbentuknya lapisan. Setelah itu, kemasan dibiarkan turun, dan pelarut yang berlebihan dikeluarkan melalui keran. Pada poliamida (dan sampai taraf tertentu kolom selulose), dianjurkan agar sebelum mengisi kolom, kemasan direndam dulu sampai satu jam supaya menggembung. Cara ini mempunyai keuntungan lain, yaitu menghilangkan bahan yang larut dari kemasan bila pelarut perendam diganti, tepat sebelum kolom diisi. Setelah kolom dikemas, ‘cucilah’ kolom ini sebaik-baiknya.Langkah pertama pada kromatografi kolom ialah menempatkan larutan cuplikan pada (di bagian atas) kolom sedemikian rupa sehingga terbentuk pita yang siap untuk dielusi lebih lanjut. Untuk mencapai ini, cuplikan harus dilarutkan dalam pelarut yang volumnya sesedikit mungkin. Pelarut yang dipaki harus sama dengan pelarut untuk mengelusi (lihat di bawah) dan sebaiknya pelarut yang kepolarannya paling rendah walau pun hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena adanya masalah kelarutan.Menempatkan larutan pekat pada kolom harus hati-hati agar permukaan kemasan tidak terganggu, dan untuk ini dianjurkan menggunakan pipet. Kemudian, pekatan cuplikan dibiarkan meresap perlahan-lahan ke dalam kolom dengan membuka keran sedikit. Bila bagian atas kemasan sudah ‘terbuka’ lagi, keran ditutup, dan sedikit

Page 14: flavonoid

pelarut pengelusi dimasukkan lagi dengan hati-hati (juga dengan pipet). Ini pun dibiarkan meresap ke dalam kolom sebelum sejumlah besar pelarut pengelusi ditambahkan dan proses kromatografi mulai.Jika masalah kelarutan tidak memungkinkan kita menempatkan cuplikan dengan cara di atas, dapat digunakan cara prajerapan. Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebarang yang cocok dan dicampur dengan sedikit penjerap (cukup untuk membentuk pita 1-3 cm pada bagian atas kolom yang telah disiapkan). Lalu, penjerap dikeringkan dan ditaburkan pada bagian atas kolom semerata mungkin sebagian serbuk. Agar penempatan rata, dapat dibantu dengan adanya pelarut beberapa cm pada bagian atas kolom.4.2 Memilih kemasan kolomKemasan kolom yang tersedia sangat banyak dan senarai di bawah memberikan pedoman mengenai pemakaian dan cirri sejumlaj jenis kemasan yang berguna. Keterangan yang lebih terinci dapat dilihat dalam Markham (1975).Selulose. Pemakaian selulose serupa dengan kertas, yaitu ideal untuk memisahkan glikosida yang satu dari glikosida yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta untuk memisahkan aglikon yang kurang polar. Kapasitasnya rendah. Jenis niaga yang cocok termasuk: selulose mikrokristal (Merck) (Macherey & Nagel) dan Whatman CF-11 (berserabut dan kurang memuaskan).Silika. Bahan ini paling berguna untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavonon, metal flavon dan flavonol. Sering kali lebih baik dicuci dulu dengan HCl kuat untuk menghilangkan sesepora besi yang menyebabkan banyak flavonoid terikat kuat pada kemasan kolom. Kapasitas: pertengahan. Jenis niaga yang cocok. Kiselgel 60, 70-230 mesh (Merck).Poliamida. Bahan ini cocok untuk memisahkan semua flavonoid, meski juga ideal untuk memisahkan glukosida. Merupakan pelengkap untuk KKt karena melibatkan penjerap dan pengembang yang berlainan. Sebelum dipakai harus dicuci dulu baik-baik dengan MeOH dan H₂O agar poliamida yang larut tidak mencemari semua fraksi (lihat bagian Sephadex LH-20 di bawah). Mungkin perlu diayak untuk memperoleh ukuran partikel yang memadai. Kapasitasnya tinggi. Yang termasuk poliamida niaga: Polyclar AT (General Aniline and Film Corporation), Polypenco 66D (Polymer Corporation), dan Polyamida (Woelm).Gel sephadex (deret G). Bahan ini dirancang untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada ukuran molekul (bila digunakan pelarut air); molekul besar terelusi lebih dulu. Pada cara ini sephadex berguna untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya. Bila sebagai pengelusi dipakai pelarut organic, gel sephadex deret G berperilaku kromatografi seperti selulose, tetapi kapasitasnya lebih besar karena ukuran partikelnya lebih teratur. Pada kedua cara di atas, sebelum dikemas, gel harus digembungkan dulu dalam pengelusi selama 12 jam. Jenis niaga yang ada termasuk: G-10 (untuk bobot molekul 0-700) dan G-25 (untuk bobot molekul 100-1500).

Page 15: flavonoid

Gel sephadex (LH-20). Sephadex LH-20 Pharmacia dirancang khusus untuk digunakan memakai pelarut organic, dan dapat digunakan dua cara. Karena bahan ini menghasilkan eluat tanpa sisa, LH-20 sangat cocok untuk pemurnian akhir aglikon flavonoid dan glikosida yang telah diisolasi dari kertas, selulose, silica, atau poliamida. Umumnya, pelarut yang cocok ialah MeOH, meski pada mulanya diperlukan sedikit air untuk melarutkan flavonoid. Di sini pun sel perlu direndam (seperti di atas), dengan MeOH.4.3 Memilih pelarut dan mengelusi kolomUntuk sebagian besar, pelarut yang paling cocok untuk memisahkan harus ditentukan melalui percobaan. Sering kali yang paling sederhana ialah dengan menyelidiki kemungkinannya melalui cara kromatografi lapis tipis (q.v.) sebelum dilakukan kromatografi kolom. Tetapi, pada umumnya, kolom harus dielusi dengan pelarut atau campuran pelarut yang berurutan, dimulai dengan pelarut yang paling kurang polar dan sedikit demi sedikit meningkat sampai ke yang paling polar. Kepolaran nisbi pelarut yang biasa digunakan ditunjukkan dengan eluotropik yang disenaraikan berikut ini.Selulose, silica. (disenaraikan menurut urutan kepolaran pelarut yang menurun). H₂O, asam format, MeOH, HOAc, isopropyl alcohol (i-PrOH), aseton, n-PrOH, -tetra hidrofuran, t-BuOH, 2⁰-BuOH, metal etil keton, n-amil alcohol, etil asetat, eter, CHCl₃, benzene. Hubungan antara kepolaran sebagian besar pelarut tampak pada gambar 2.4. Di situ, setiap garis tengah lurus menunjukkan campuran pelarut yang berlainan tetapi mempunyai daya mengelusi yang setara, misalnya ririt (garis putus-putus) menunjukkan bahwa daya elusi hidrokarbon-etil asetat 50:50 sama dengan hiidrokarbon-aseton 33:67 dan eter-etil asetat 8:92.Poliamida (disenaraikan menurut keefektifan yang menurun sebagai pengelusi). Larutan urea dalam air, dimetilformamida, formamida, larutan NaOH, aseton, MeOH, H₂O, dikloroetana, atau CHCl₃.‘Gambit pembukaan’ yang dianjurkan dalam memilih system pelarut dari setiap senarai ialah sebagai berikut: pelarut yang disebut pertama adalah pelarut awaal yang kemudian sedikit demi sedikkit berganti ke pelarut kedua, dan seterusnya.Modifikasi dan perluasan system pelarut yang dianjurkan di sini dapat diciptakan dengan mengacu ke deret eluotropik yang disenaraikan di atas.Jika diperlukan pemisahan flavonoid yang baik, mengelusinya dari kolom harus perlahan-lahan. Pita yang memisah dalam kolom mungkin tampak kuning atau dapat dideteksi dengan sinar UV (366 nm). Dalam hal ini, cara yang sederhana ialah dengan mengumpulkan setiap pita dalam wadah yang terpisah. Tetapi, jika pita tak kelihatan, kita harus menampung semua fraksi pada selang waktu yang teratur (misalnya setiap 25 atau 50 ml), dan kemudian, setiap fraksi dianalisis secara KKt atau KLT untuk menentukan fraksi mana yang dapat digabung. Pengumpul fraksi otomatis merupakan alat yang ideal untuk tujuan tersebut. Kerepotan menyediakan dan memasukkan

Page 16: flavonoid

pelarut ke dalam kolom dengan tangan dapat dikurangi dengan menggunakan corong pisah sebagai tendon yang mengisi sendiri (tendon otomatis) (lihat gambar 2.3).5. Cara kromatografi lain yang berguna5.1 Kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mikroanalisis cepatNilai utama KLT pada penelitian flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Tulisan mengenai cara KLT sendiri sudah banyak (misalnya Kirchner, 1967; Stahl, 1969; Touchstone & Dobbins, 1978). Demikian pula mengenai manfaatnya dalam analisis flavonoid (Stahl, 1969; Markham, 1975). Karena itu, pembahasan disini diusahakan secukupnya saja.Menurut pengalaman pengarang, KLT terutama berguna untuk tujuan berikut :a. mencari pelarut untuk kromatografi kolom;b. analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom;c. menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi;d. identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi;e. isolasi flavonoid murni skala kecil.Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penjerap dan pengembang yang telah dibahas secara terinci untuk KKt dan kromatografi kolom (tetapi lihat di bawah) dan cara untuk mendeteksi bercak sebagian besar seperti yang telah diikhtisarkan untuk KKt. Pelat KLT dari plastic terutama dianjurkan karena tembus sinar UV (untuk mendeteksi bercak) dan dapat dipotong dengan mudah menjadi sebarang ukuran. Pelat seperti ini dipasarkan oleh Schleicher & Schull (selulose F1440, kiselgel F1500; mikropoliamida A1700), Merck (selulose; kiselgel; poliamida 11F), dan Macherey-Nagel (poligram selulose 300 UV). Lembaran 20x20 cm ini dapat dipotong menjadi pelat 8x4 cm dan kromatografi dapat dilakukan di dalam gelas piala bertutup, atau lebih baik, dalam bejana kaca baku 9x9x4 cm (dipasarkan misalnya oleh Kodak dan Desaga). Pelat berukuran ini biasanya dikembangkan dalam waktu 10-100 menit, tergantung pada pengembang yang dipakai.

Gambar 2.4 Perbandingan Kepolaran Beberapa Pelarut yang LazimPelat KLT selulose dapat dibuat dengan menggunakan penyaput KLT baku (misalnya Camag, Corning, dll). Selulose mikrokristal Merck, yaitu ‘Avicel’ terutama sangat cocok untuk keperluan ini dan disaputkan paling baik sampai ketebalan 0,25 cm (agar

Page 17: flavonoid

lapisan tidak retak). Untuk menyaput lima pelat 20x20 cm, 20 g selulose sudah cukup (diaduk kuat-kuat dengan H₂O 70 ml selama lima menit).5.2 Elektroforesis kertas untuk analisis flavonoid bisulfit dan glukuronidaPemakaian elektroforesis kertas pada analisis flavonoid, terbatas, karena untuk dapat bergerak flavonoid harus dalam keadaan terionkan pada pH larutan elektrolit yang dipakai. Contoh pemakaian yang berguna ialah pengenalan dan identifikasi flavonoid bersifat dan pembedaan antara glukuronida dan glukosida. Jadi, pada pH 2,2 (dapar format-asetat) dan dengan kertas Whatman no. 3 dan tegangan 400 V/cm, flavonoid bisulfat bergerak kea rah anoda, sedangkan flavonoid lain tidak (Kruzaler & Hahlbrock, 1973; Harborne, 1977). Pembedaan antara glukuronida dan glukosida pada aras rendah dapat dilakukan dengan baik pada pH 4 (kalium hydrogen ftalat 0,01M) pada lembaran selulose asetat tegangan 400V (3 mA). Pada kondisi iniglukuronida bergerak ke arah anoda, tetapi glukosida tidak (Markham, 1980). Untuk pekerjaan ini biasanya digunakan satuan elektroforesis Shandon Southern yang dilengkapi dengan sumber tenaga voKam. Beberapa kelincahan nisbi berbagai flavonoid bisulfat disenaraikan oleh Harborne (1977).5.3 Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) untuk mikroanalisis kuantitatifDi sini kami tidak bermaksud untuk membahas KCKT, yang sudah cukup diliput dalam berbagai pustaka seperti Pryde & Gilbert (1979). Tetapi, mengingat kepopuleran cara ini yang meningkat dengan cepat, ulasan singkat mengenai manfaatnya pada analisis flavonoid dapat dibenarkan.Kromatografi cair kinerja tinggi pada dasarnya ialah suatu bentuk kromatografi kolom yang menggunakan kolom yang terbuat dari bahan kemasan dengan partikel berukuran kecil dan berbentuk teratur. Karena kehalusan kemasan, maka untuk mendapatkan laju aliran yang memadai, digunakan tekanan sampai 5000 lb/inci atau sekitar 2000 kg/cm. cara ini memungkinkan peneliti menganalisis komponen flavonoid dalam suatu campuran secara kuantitatif pada aras resolusi dan kepekaan yang tinggi (< 50 ng); segi kuantitatif inilah yang terutama membedakan KCKT dari cara kromatografi lain. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menyigi eluat yang keluar dari kolom secara otomatis menggunakan spektromonitor UV berpanjang gelombang berubah dan ‘kromatogram’ direkam pada kertas gaftar berupa deretan puncak.Berbagai kombinasi kemasan untuk flavonoid telah dilaporkan dalam pustaka dan tinjauan mengenai hal ini telah diterbitkan oleh kingstone (1979). Sudah jelas bahwa untuk sebagian besar, analisis yang cocok ialah kolom fase balik (hidrokarbon terikat pada silika). Jenis µ-Bondapak C-18 (waters associates). Pengembangan seperti H₂O/MeOH, H₂O/MeOH/HOAc, dan H₂O/asetonitril (dalam berbagai perbandingan) telah digunakan dengan berhasil pada kromatografi flavon, flavonol, katekin, dihidroflavonoid, antosianin dan flavonoid glikosida. Dalam berbagai peristiwa, mengubah susunan pengembang ternyata bermanfaat.

Page 18: flavonoid

Kekurangan cara ini ialah tingginya biaya yang dikeluarkan oleh pompa dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal penyuntikan larutan, yaitu harus bebas partikel untuk mencegah penyumbatan dan kerusakan kolom. Jika campuran flavonoid tersedia cukup, analisis kuantitatif komponen dapat dilakukan dengan baik dan murah dengan menggabungkan KKt (untuk memisahkan komponen) dan spektroskopi UV-tampak (untuk pengukuran kuantitatif komponen).6. Cara penghabluran ulangJika flavonoid tersedia cukup (4 mg atau lebih), maka cara memurnikan yang paling efektif ialah penghabluran ulang, dimaksudkan untuk menghilangkan flavonoid-tambahan lain dan bahan kromatografi yang larut. Titik leleh flavonoid yang dimurnikan dengan cara ini merupakan cirri yang berguna untuk membandingkan senyawa yang sedang diidentifikasi dengan flavonoid yang pernah diisolasi sebelumnya, sedangkan penentuan titik leleh campuran (q.v.) merupan cara yang sangat baik untuk menentukan identitas flavonoid berdasarkan flavonoid lain. Flavonid berbentuk hablur merupakan bahan awal ideal untuk analisis gula karena mereka bebas dari polisakarida yang larut, yang selalu mencemari flavonoid yang diisolasi dengan KKt.