fiqih thaharah finka yuqianti
DESCRIPTION
Pendidikan Agama IslamTRANSCRIPT
Fiqih Thaharah
Setiap hari umat Islam selalu menjalani aktivitas yang bersangkutan dengan
pekerjaan kita. Dalam beraktivitas tersebut, tentu umat islam melakukan kontak terhadap
segala sesuatu termasuk benda yang berkaitan dengan kegiatan kita. Tanpa kita
sadari,terkadang aktivitas yang kita lakukan berhubungan dengan sesuatu yang tidak
suci atau najis. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan ilmu yang dapat kita terapkan
dalam kegiatan kita guna terhindar dari najis dan tetap dalam keadaan suci dalam
beribadah. Ilmu yang dapat kita pakai yaitu ilmu fiqih karena berkaitan dengan benar
tidaknya tata cara bersuci kita, ibadah kita, dan yang berkaitan dengan muamalah kita
seperti tentang pembahasan masalah nikah, jual beli dan sebagainya. Untuk
memperdalamnya, kija juga perlu mempelajari tentang tharah. Thaharah sendiri menurut
bahasa, berarti annazhaafah wannazaahah minal ahdaats,bersih dan suci dari
berbabagai hadats (hadast kecil maupun besar). Menurut istilah raf’ul hadats au an
izaalatun najas, menghilangkan hadats atau membersihkan najis.
Para Ulama membagi thaarah menjadi dua, yaitu Thaharah maknawiyah yang
berarti membersihkan diri dari kotoran dan najisnya perbuatan syirik (menyekutukkan
Allah), kekufuran, kenifaqkan, begitu juga membersihkan diri kita dari perbuatan bid’ah
dan kemaksiatan.Thaharah yang kedua yaitu Thaharah hissiyyah, dibagi menjadi dua ;
Membersihkan dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar dan membersihkan
dari najis. Karena bersangkutan dengan hadast besar dan kecil juga najis, maka kita
wajib memahami lagi tentang masalah air karena air digunakan sebagai alat untuk
bersuci.
Allah berfirman dalam Qs. Al Furqaan : 48 Semua air yang turun dari langit (air
hujan dan salju) atau yang keluar dari dalam bumi (air, mata air, air sungai, air sumur, dan
air laut) adalah suci dan mensucikan. Air juga tetap dalam keadaan hukum asalnya yaitu
suci walaupun tercampur dengan sesuatu yang suci selama tidak keluar dari batas
kesuciannya yang mutlak. Hal ini berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam ketika berkata kepada sekelompok wanita yang akan memandikan putrinya.
Selain itu, Janganlah terburu-buru menetapkan bahwa air itu najis walaupun terkena benda
najis kecuali berubah salah satu sifatnya (baunya, warnanya atau rasanya).
Hal ini berdasarakan hadits dari Abu Sa’id al Khudry radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “ Ada
seorang shahabat yang bertanya Ya Rasulullah, bolehkah kami berwudhu dengan air
sumur budha’ah? Yaitu air sumur yang darah haid, daging anjing dan barang yang berbau
busuk dibuang kedalamnya. Maka Beliau menjawab : sesungguhnya air itu suci, tidak
bisa dinajiskan oleh sesuatupun “ (HR. Tirmidzi, An Nasai, dishahihkan oleh Syaikh al
Albani).
Adapun yang dimaksud dengan kata “ dibuang kedalamnya” dalam hadits di atas adalah
bahwa sumur ini adalah tempat berkumpulnya air dari sebagian lembah, sehingga tidak
sedikit penduduk pedalaman yang singgah di sekitarnya (lembah masing-masing), lalu
mereka membuang kotoran yang dibawa dari rumahnya kesaluran air yang menuju ke
sumur tersebut, sehingga masuk kedalamnya. Bukan membuang sampah ke sumur itu.
Dari sana dapat kita tarik kesimpulan antara lain asal hukum air suci dan mensucikan, a ir
yang tercampur benda suci maka hukumnya suci selama tidak keluar dari batas
kesuciannya yang mutlak. hukum air yang terkena benda najis dirinci ; jika berubah salah
satu sifatnya (baunya, atau warnanya atau rasanya) maka hukumnya menjadi najis dan
Jika tidak berubah salah satu sifatnya maka kembali kehukum asalnya yaitu suci dan
mensucikan.
Selain air, kita juga mengetahui tentang najis – najis yang harus kita jauhi guna
menjaga kesucian kita. Najis yang pertama yaitu Anjing. Mazhab Maliki berkata,” Bejana
yang dibasuh tujuh kali jika terkena jilatan anjing bukanlah karena najis melainkan karena
ta’abbud (beribadat) “. Syafi’i dan Hambali berkata,” Bejana yang terkena jilatan anjing
mesti dibasuh sebanyak tujuh kali, satu kali diantaranya dengan tanah”. Imamiyah
berkata,” Bejana yang dijilati anjing harus dibasuh sekali dengan tanah dan dua kali dengan
air”. Najis yang kedua yaitu Babi. Semua mazhab, berpendapat bahwa hukumnya sama
seperti anjing, kecuali mazhab Imamiyah yang mewajibkan mernbasuh bejana yang
terkena babi sebanyak tujuh kali dengan air saja. Begitu juga hukumnya dengan bangkai
tikus darat (yang besar). Najis selanjutnya yaitu bangkai. Semua mazhab sepakat, bahwa
bangkai binatang darat – selain manusia – adalah najis jika pada binatang itu keluar darah
yang mengalir. Adapun bangkai manusia, Maliki, Syafi’i dan Hambali mengatakannya suci.
Hanafi berpendapat bahwa bangkai manusia itu najis, dan yang terkena dapat suci dengan
mandi. Begitu juga pendapat Imamiyah, tetapi terbatas pada bangkai orang Islam. Dan
semua mazhab sepakat bahwa kesturi yang terpisah dari kijang adalah suci. Darah,
merupakan najis yang keempat. Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah najis
kecuali darah orang yang mati syahid, selama darah itu berada di atas jasadnya. Begitu
juga halnya dengan darah yang tertinggal pada persembelihan, darah ikan, darah kutu, dan
darah kepinding (tinggi.) Imamiyah, “ Semua darah hewan yang darahnya mengalir, juga
darah manusia yang mati syahid atau bukan, adalah najis. Sedangkan darah binatang yang
tidak mengalir darahnya, baik binatang laut atau binatang darat, begitu juga tinggalan pada
persembelihan, hukumnya suci”. Najis selanjutnya yaitu Mani. Imamiyah, Maliki dan Hanafi
berpendapat bahwa mani anak Adam dan lainnya adalah najis, tetapi khusus Imamiyah
mengecualikan mani binatang yang darahnya tidak mengalir, untuk binatang ini Imamiyah
berpendapat mani dan darahnya suci, Syafi’i berpendapat, mani anak Adam suci, begitu
pula semua binatang selain anjing dan babi, Hambali berpendapat mani anak Adam dan
mani binatang yang dagingnya dimakan adalah suci; tetapi mani binatang yang dagingnya
tidak dimakan adalah najis. Selanjutnya yaitu nanah, najis yang menurut empat mazhab
dan suci menurut Imamiyah. Lalu kencing termasuk najis. Kemudia ada najis dari sisa
Binatang. Ada dua kelompok binatang, yaitu yang terbang dan yang tidak terbang. Masing-
masing kelompok itu dibagi menjadi dua, yaitu yang dagingnya dimakan dan yang daging-
nya tidak dimakan. Kelompok binatang terbang yang dagingnya tidak dimakan misalnya
burung ring dan elang (Maliki menghalalkan keduanya dimakan). Binatang tidak terbang
yang dagingnya dimakan misalnya lembu dan kambing dan yang dagingnya tidak dimakan
misalnya serigala, dan kucing (Maliki menghalalkan keduanya untuk dimakan). Ada
beberapa pendapat dari masing-masing mazhab tentang sisa binatang-binatang tersebut.
Syafi’i berkata: Semua sisa termasuk kotoran merpati, burung ciak dan ayam, hukumnya
najis. Kotoran unta dan kotoran kambing najis. Kotoran kuda, bagal, dan lembu, semuanya
najis. Imamiyah berkata: Sisa-sisa burung yang dagingnya dimakan ataupun tidak,
semuanya suci; begitu juga hewan yang darahnya tidak mengalir, baik yang dagingnya
dimakan maupun tidak. Adapun binatang yang mempunyai darah mengalir, jika dagingnya
dimakan, seperti unta dan kambing maka sisanya suci; dan jika dagingnya tidak dimakan
seperti beruang dan binatang buas lainnya maka sisanya najis. Dan setiap binatang yang
dagingnya diragukan halal-haramnya, maka sisanya suci hukumnya. Hanafi berkata: Sisa-
sisa binatang yang tidak terbang seperti unta dan kambing adalah najis. Adapun binatang
terbang jika ia buang air besar di udara, seperti merpati dan burung ciak sisanya suci; jika
buang air besar di bumi seperti ayam dan angsa maka sisanya najis. Hambali dan Syafi’i
berkata: Sisa-sisa binatang yang dagingnya dimakan hukumnya suci; sedangkan sisa-sisa
binatang yang darahnya mengalir dan dagingnya tidak dimakan hukumnya najis, baik yang
terbang maupun tidak. Dan semua mazhab sepakat bahwa sisa binatang yang najis itu
adalah najis. Terakhir, ada najis berupa benda cair yang memabukkan.
Dari penjelasan diatas, dapat kita pahami mengenai air beserta najis dari ilmu fiqih
dan tharah. Ilmu tersebut dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari - hari guna tetap
mensucikan diri dan terhindar najis juga dapat mengatasi masalh yang timbul yang
berkaitan dengan najis.
NAMA : FINKA YUQIANTI
NIM : 03071181419031
JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI