final profil investasi
TRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
Indonesia Selama ini mengalami ketergantungan terhadap minyak bumi.
Jumlah pasokan dan cadangan minyak bumi di Indonesia yang semakin berkurang
disertai oleh kenaikan harga minyak bumi dunia yang meningkat tajam. Salah satu
permasalahan nasional dewasa ini dan akan semakin dirasakan pada masa
mendatang adalah masalah energi, baik untuk keperluan runah tangga, maupun
untuk industri dan transportasi. Terkait dengan masalah tersebut, salah satu
kebijakan pemerintah ialah rencana pengurangan atau bahkan penarikan sama
sekali penggunaan bahan bakar minyak tanah untuk keperluan rumah tangga, yang
rencananya akan digantikan dengan bahan bakar LPG. Sejalan dengan itu
pemerintah juga mendorong upaya-upaya untuk penggunaan sumber- sumber
energi alternatif lainnya yang dianggap layak dilihat dari segi teknis, ekonomi,
dan lingkungan hidup antara lain yaitu Bahan Bakar Nabati (BBN) atau Bio
energi (Biofuel).
Bioenergi merupakan salah satu bentuk energi alternatife yang prospektif
untuk dikembangkan. Pengambangan bioenergi bukan saja dapat mengurangi
ketergantungan terhadap BBM yang harganya terus meningkat, tetapi juga dapat
meningkatkan keamanan pasokan energi nasional. Meningkatnya perhatian dan
kesadaran masyarakat dunia untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan
menjadikan pengembangan bioenergi manjadi sangat strategis. Lebih jauh lagi,
pengembangan bioenergi di Indonesia dapat meningkatkan kemampuan Indonesia
melalui pengambangan sumber daya lokal.
Di Indonesia tersedia beberapa bahan baku bioenergi, diantaranya
singkong, tebu, sagu, kelapa sawit, jarak pagar dan kelapa, bahkan minyak goreng
bekas pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioenergi.
Ketersediaan bahan baku yang melimpah menuntut pengetahuan teknologi
pengolahan bioenergi harus dikuasai dengan baik, agar sumber daya yang ada
tidak sia-sia.
Beberapa komoditi pertanian yang potensial digunakan sebagai bahan
baku biofuel antara lain yaitu minyak sawit (CPO), minyak kelapa dan minyak
1
jarak sebagai bahan baku biodiesel serta ubi kayu dan sagu sebagai bahan baku
bioetanol.
Untuk mewujudkan penyediaan bahan bakar nabati secara mandiri di
dalam negeri, pemerintah melaksanakan program penyediaan BBN Nasional.
Peranan investasi swasta sangat diperlukan dalam rangka penyediaan BBN
tersebut adalah promosi yang mendorong pihak swasta untuk melakukan investasi
dalam bidang BBN. Salah satu bentuk promosi tersebut adalah dengan
memberikan informasi yang jelas dan cukup rinci mengenai berbagai aspek teknis
dan ekonomi investasi dalam bidang usaha bioenergi (BBN).
Untuk memberikan informasi tersebut di atas, perlu disusun buku Profil
Proyek Investasi Bioenergi (Biofuel), yang meliputi profil investasi bioenergi dari
Jarak pagar, Kelapa sawit, Kelapa, Ubi kayu dan Sagu. Penyusunan Profil Proyek
Investasi ini adalah untuk memperoleh gambaran yang cukup rinci mengenai
berbaga aspek teknis dan ekonomi atau financial dalam pelaksanaan investasi
bidang bio energi dengan bahan baku tersebut diatas.
2
BAB II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN
BIOENERGI NASIONAL
II.1 . Kebijakan Pemerintah Mengenai Biodiesel
Kebijakan pemerintah merupakan bagian dari kekuetaan daya dukung
untuk mencapai keberhasilan pengembangan biodiesel di Indonesia. Hal ini
disadari benar oleh pemerintah karena biodiesel terutama untuk komoditas jarak
pagar merupakan komoditas baru dan dalam pengembangannya akan melibatkan
banyak pihak (holistik), mulai dari tingkat departemen, kelembagaan negara,
pemerintah daerah, perguruan tinggi, BUMN, perusahaan, LSM, koperasi hingga
lapisan masyarakat. Oleh karena itu, seluruh instansi harus dilibatkan dan diikat
dengan payung hukum, yaitu kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah untuk
mendukung pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) dituangkan mulai dari
peringkat hukum tertinggi (Undang-undang Energi), secara bertingkat kepada
Keppres, Inpres, Deklarasi, sampai kepada penunjukkan Tim Kerja Tingkat
Nasional. Daftar urut Kebijakan permerintah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Rencana Undang-undang RI (sedang dalam proses pembahasan di DPR).
Salah satu isinya adalah menekankan pada peningkatan pemanfaatan
energi baru dan terbarukan.
2. Peraturan Presideen No. 5/2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang
Kebijakan Ekonomi Nasional. Pokok isinya adalah pada tahun 2025
ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5%
dari kebutuhan energi nasional, sedangkan BBM ditargetkan menurun
sampai dibawah 20%.
3. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan
Bakar Nabati sebagai Bahan alternatif pengganti BBM. Isi Inpres tersebut
adalah Presiden menginstruksikan kepada 15 Menteri Negara, Gubernur,
dan Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah percepatan
pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar alternatif.
4. Deklarasi Bersama tanggal 12 Oktober 2005 tentang Gerakan Nasional
Penanggulangan Kemiskinan dan Krisis BBM melalui Rehabilitasi dan
Reboisasi 10 Juta Ha Lahan Kritis dengan Tanaman yang menghasilkan
3
Energi Pengganti BBM. Deklarasi tersebut ditandatangani oleh 30 Menteri
dan Menteri Negara, BUMN, Perguruan Tinggi, dan LSM yang isinya
adalah mendkung, menasiliatsi, dan mengembangkan seluruh aspek yang
terkait dalam pengembangan energi terbarukan.
5. Presidedn menginstrusikan Menteri Kehutanan untuk memberikan izin
pemanfaatan lahan hutan tidak produktif bagi pengembangan bahan baku
energi terbarukan.
6. Keputusan Menteri koordinator Bidang perekonomian Nomor: Kep.
11/Mekon/02/2006, tentang tim koordinasi program Aksi penyediaan dan
pemanfaatan tim koordinasi tingkat Nasional penyediaan dan pemanfaatan
energi alternatif yang diketuai oleh Deputi Bidang koordinasi Energi
Sumber daya Mineral dan Kehutanan dengan tim pengarah 11 Menteri dan
Menteri Negara.
II.2. Rencana Pengembangan Biodiesel di Indonesia
Rencana pengambangan biodiesel di indonesia adalah salah satu program
aksi dari Deklarasi Bersama tentang Gerakan Nasional Penganggulangan
Kemiskinan dan krisi BBM melalui rahabilitasi dan reboisasi 10 juta Ha Lahan
kritis dengan tanaman penghasil Energi alternatif. Permasalahan dari isi deklarasi
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Total penduduk mikin 36,1 juta, terdiri dari penduduk kota 11,5 juta dan
penduduk deesa sebesar 24,6 juta jiwa
2. Total lahan kritis sebesar 21,9 juta ha dengan rincian kategori kritis 15,3
juta ha dan potensial kriti 6,6 juta ha.
3. Konsumsi BBM yang diubsidi mencapai 60 juta kiloliter, terdiri dari
premium 20 juta kiloliter, solar 22 juta kiloliter, minyak tanah 12 juta
kiloliter, dan minyak bakar 6 juta kiloliter.
Total bahan bakar yang dapat doganti oleh biodiesel jarak pagar berjumlah 40
juta kiloliter/tahun, yaitu solar, minyak tanah, dan minyak bakar. Dengan taksiran
rendah (1 ha = 3 ton biji, 3 ton biji = 1 ton minyak) maka lahan jarak pagar yang
diperlukan adalah 40 juta ha. Untuk memenuhi Peraturan Presiden No. 5/2006,
4
yaitu 20 tahun mendatang (2025) harus dipenuhi 5% dari kebutuhan pada tahun
tersebut. Dengan perhitungan kenaikan konsumi BBM rata-rata 6%/tahun maka
total kebutuhan solar pada tahun 2025 adalah 128,3 juta kiloliter. Target
pemerintah untuk bisa memasok sebesar 5% dari kebutuhan tersebut adalah 5%
dari 128,3 juta kilooliter atau 6,41 juta kiloliter. Untuk memenuhi kebutuhan
minyak sebesar itu, diperlukan total areal seluas 6,41 juta ha atau perluasan
arealyang diperlukan setiap tahun selama 20 tahun adalah sebesar 321.000 ha.
II.3. Rencana Pengembangan Bioetanol di Indonesia
Bioenergi, berupa biodiesel dan bioetanol, merupakan alternatif untuk
menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang saat ini masih tergantung
pada bahan bakar minyak (BBM). Pengembangan bioetanol dari ubi kayu sebagai
pengganti BBM memilki beberapa keuntungan yaitu penggunaan bioetanol
sebagai campuran premium (gasohol) menghasilkan emisi gas buang yang lebih
ramah terhadap lingkungan karena kandungan oksigennya dapat meningkatkan
efisiensi pembakaran. Bioetanol juga mampu meningkatkan bilangan oktan dan
mengurangi penggunaan adtif bertimbel yang berbahaya terhadap lingkungan
hidup. Selain itu, budi daya tanaman yang mengandung bioetanol seperti ubi kayu
dan sagu relatif mudah. Ubi kayu dan Sagu merupakan komoditas lokal yang
dapat tumbuh di lahan yang kurang subur, memiliki daya tahan yang tinggi
terhadap cekaman, dan dapat diatur waktu panennya.
Sesuai dengan Inpres No. 1/2006 dan Perpres No 5 tahun 2006, sehingga
diharapkan Indonesia dapat melakukan pengembangan dalam berbagai hal terkait
dengan bioetanol dan sebagai bahan masukan juga kepada para praktisi di bidang
pengembangan bahan bakar bioetanol, praktisi pengolah etanol, hingga praktisi di
bidang pengembangan budi daya yaitu petani.
Terkait dengan pemanfaatan BBN, Presiden RI, Susilo Bambang
Yudhoyono telah mengeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 mengenai
penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar
lain. Presiden telah menginstruksikan kepada sejumlah menteri dan instansi
pemerintah terkait (daerah atau pusat) untuk mengambil langkah – langkah untuk
5
melaksanakan percepatan penyediaan dan pemanfaatan BBN (biofuel) sebagai
bahan bakar lain.
Pengembangan Bioetanol sudah banyak dilakukan di Indonesia. Kira-kira
23 tahun lalu, sebelum PT. Pertamina (Persero) menjual Biosolar B-5 dan
BioPremium E-5, usaha untuk mengembangkan BBN di Indonesia sudah pernah
dilakukan. Sesuai Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) sejak tahun 1981,
kebijakan utama pengembangan energi nasional telah diarahkan pada empat hal,
yaitu intensifikasi, diversifikasi, konservasi, dan indeksasi. Namun, di dalam
KUBE tahun – tahun berikutnya, kebijakan indeksasi dihilangkan dan tiga
kebijakan yang lain dan tetap dipertahankan dengan pergeseran nilai prioritas.
Salah satu wujud diversifikasi energi yang menonjol saat itu adalah mulai
dirintisnya penelitian dan pengembangan salah satu BBN, yaitu bioetanol. Pada
tahun 1983 penelitian bioetanol dari singkong mulai dirintis oleh Balai Besar
Teknologi Pati (B2TP) di Desa Sulusuban, Kecamatan Terbanggi Besar,
Lampung Tengah. Saat itu produksi singkong di daerah – daerah transmigrasi,
seperti di Lampung Tangah dan Tulang Bawang, melimpah ruah. Namun, tak ada
pabrik yang mengolah singkong menjadi produk jadi, misalnya tetapioka. Karena
itulah B2TP mengembangkan riset bioetanol berbahan dasar singkong. Riset
berlangsung secara intensif dan ekstensif. Tetapi, riset tersebut tidak
berkelanjutan. Proyek Bioetanol telah tuntas diuji dan dikaji bersama dengan
produsen kendaraan bermotor.
Fakta meluruhnya kinerja industri minyak dan gas nasional ini tidak bisa
diubah begitu saja karena kegiatan eksplorasi dan hasil eksploitasi investasi dari
industri migas membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengeliminasinya,
setidaknya terbentang tiga jalan keluar, yaitu :
1. Pencarian ladang minyak baru
2. Penggunaan energi secara efisien, dan
3. Pengembangan sumber energi terbarukan, seperti sinar matahari, panas
bumi, air, angin, dan minyak dari tumbuhan (biofuel).
6
Tabel 1. Peranan Lembaga – Lembaga Yang Menandatangi Kerjasama Pengkajian
dan Pemanfaatan Tanaman Jarak Pagar Sebagai Sumber Energi Alternatif
No Nama Lembaga Peranan1 Balai Besar
Teknologi Energi (B2TE – BPPT)
Mengkoordinasi kegiatan dan melakukan pengkajian dan pengembangan ekstraksi minyak jarak pagar dan konversi energi berbahan bakar minyak jarak pagar.
2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (P3TIR – BATAN)
Melakukan pengkajian dan pengembangan varietas benih unggul tanaman jarak pagar dengan teknologi mutasi transgenik
3 Balai Pengkajian Bioteknologi (Biotek-BPPT)
Melakukan pengkajian dan pengembangan varietas benih unggul tanaman jarak pagar dengan teknologi kultur jaringan
4 Balai Teknologi Lingkungan (BTL – BPPT)
Melakukan pengkajian dan pengembangan teknologi budi daya pohon jarak pagar di lahan kritis atau marjinal dan pemanfaatan limbahnya.
5 Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK)
Menyediakan lahan kebun percobaan dan pembibitan pohon jarak pagar dan memeliharanya.
Bahan bakar nabati berbeda dengan bahan bakar dari fosil, BBN dengan
sifatnya yang mudah diperbaharui, tidak mencenmari lingkungan, kontinuitasnya
terjamin, dan bisa menjadi mesin penggerak ekonomi masyarakat, membuat BBN
sangat relevan dan mendesak untuk segera direalisasikan pengembangannya. Oleh
karena itu pengembangan Bahan Bakar Nabati sangat penting.
7
Tabel 2. Proyeksi Pengembangan BBN hingga 2010
Parameter UnitBahan Baku BBN
Kelapa Sawit
Jarak Pagar
Tebu Singkong Total
Tenaga Kerja langsung Orang 750.000 500.000 1.500.000 750.000 3.500.000Pendapatan/orang (tebu @0,5 ha, singkong dan kelapa sawit @2ha, dan jarak pagar @3 ha)
Rp/tahun/orang
20.000.000 13.500.000 9.140.625 12.000.000 54.640.625
Bioetanol atau biodiesel Ton minyak
6.000.000 2.250.000 3.750.000 4.615.385 16.615.385
Produksi Ton biji, batang, umbi
30.000.000 7.500.000 60.000.000 30.000.000 127.500.000
Industri Unit 167 22.727 125 288 23.307Lahan Ha 1.500.000 1.500.000 750.000 1.500.000 5.250.000Tenaga Kerja tak langsung
Orang 1.167 68.182 6.250 11.538 87.137
Bibit Ton batang
202.500.000 3.750.000 6.000.000 12.000.000 224.250.000
Investasi on Farm Juta Rp 45.000.000 4.500.000 11.250.000 5.250.000 66.000.000Investasi off farm Juta Rp 10.000.000 2.272.727 43.750.000 43.269.231 99.291.958
8
BAB III. SUMBER – SUMBER BIOENERGI
Bioenergi adalah bahan bakar alternatif terbarukan yang prospektif untuk
dikembangkan, tidak hanya karena harga minyak bumi dunia melonjak naik
seperti sekarang ini, tetapi juga karena terbatasnya produksi minyak bumi
Indonesia saat ini, sehingga pengembangan bioenergi semakin mendesak untuk
segera dilaksanakan. Ketersediaan energi fosil yang diramalkan tidak akan
berlangsung lama lagi memerlukan solusi yang tepat, yakni dengan mencari
sumber energi alternatif. Sekarang ini tersedia beberapa jenis energi pengganti
minyak bumi yang ditawarkan, antara lain tenaga baterai (fuel cells), panas bumi
(geo-thermal), tenaga laut (ocean power), tenaga matahari (solar power), tenaga
angin (wind power), batu bara, nuklir, gas, fusi dan biofuel. Di antara jenis-jenis
energi alternative tersebut, bioenergi dirasa cocok untuk mengatasi masalah energi
karena beberapa kelebihannya.
Kelebihan bioenergi, selain bisa diperbaharui, adalah bersifat ramah
lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan
kontinuitas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh dengan cara yang
cukup sederhana, yaitu melalui budi daya tanaman penghasil biofuel dan
memelihara ternak. Hal ini berbeda dengan jenis energi alternative lainnya,
beberapa jenis energi alternatif seperti berikut :
- Tenaga baterai yang terbilang mahal dan rumit
- Batubara yang memiliki efek gigaton karbon berbahaya dan bersifat tidak
terbarukan
- Gas yang memerlukan investasi besar,
- Panas bumi yang tidak sederhana dan tidak murah,
- Energi laut yang walaupun potensial di Indonesia sebagai Negara maritime
tapi masih dalam tahap percobaan dan penelitian,
- Energi angin yang hanya cocok di daerah yang berangin kencang
(kecepatan minimum angin rata-rata 4 m/detik),
- Energi surya yang dibilang energi gratis tapi masih mahal,
- Energi fusi yang merupakan energi masa depan yang supermahal, dan
- Energi nuklir yang masih kontroversial.
9
III. 1 Jenis –jenis Bioenergi
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bioenergi
bertransformasi menjadi bentuk yang lebih modern. Bioenergi yang kita kenal
sekarang mempunyai dua bentuk, yaitu tradisional dan modern. Bioenergi
tradisional yang sering kita temui yaitu kayu bakar, sedangkan bioenergi yang
lebih modern di antaranya bioetanol, biodiesel, PPO atau SVO, minyak bakar, dan
biogas. Jalur konversi biomassa menjadi berbagai jenis bioenergi disajikan pada
Gambar 1.
Gambar 1. Jalur konversi biomassa menjadi berbagai jenis bioenergi
III.2 Bahan – bahan Penghasil Bioenergi
Bioenergi diturunkan dari biomassa, yaitu material yang dihasilkan oleh
mahluk hidup (tanaman, hewan, dan mikrorganisme). Indonesia memiliki banyak
sumber daya alam hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioenergi.
Pengembangan bioenergi sebagai sumber energi alternative sangat cocok
diaplikasikan karena didukung oleh ketersediaan lahan yang mencukupi untuk
membudidayakan tanaman penghasil bioenergi
10
Biomassa
PembakaranLangsung
Konversi Termo-kimiawi
Konversi Bio-kimiawi
Pencernaananerobik
Fermentasihidrolisis
Pengarangan
Pirolisis
Gasifikasi
Esterifikasi/transesterifikasi
Panas
Etanol
Syngas/Gas fuel
Indirectliquifaction
Direct liquifaction
Biodisel
Gas metan
Bahan bakar cair
Bahan bakarpadat
Tungku/boiler
III.2.1. Biodiesel
Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar telah dikenal sejak awal
penciptaan mesin diesel. Pada tahun 1911, Rudolph Diesel membuat mein dengan
cara kerja berdasarkan pengapian-bertekanan (mesin desel). Pada saat itu tidak
ada bahan bakar khusus untuk menjalankan mesin ini, dan untuk
menggerakkannya ia menggunakan minyak kacang tanah. Rudolph Diesel
menyebutkan bahwa mesin diesel dapat digerakan oleh minyak nabati.
Pengalaman Rudolph Diesel telah mengilhami beberapa negara maju di
Eropa untuk mengkonversi minyak nabati menjadi bentuk bioenergi guna
menggerakkan kendaraan bermotor. Di samping itu, adanya krisis minyak pada
tahun 1973 mendorong serangkaian penelitian penggunaan minyak-minyak nabati
dan lemak sebagai bahan baku pengganti pembuatan bahan bakar. Dewasa ini
diperkirakan 100.000 lebih kendaraan menggunakan biodiesel di beberapa negara
Eropa, misalnya di Jerman dimana bioenergi telah menjadi energi masa depan.
Industri-industri mobil di Jerman kini sudah dikembangkan secara sungguh-
sungguh untuk menggunakan bioenergi dari minyak rapeseed sebagai bahan
bakar. Demikian juga di Amerika Serikat telah mengambangkan dan
menggunakan bioenergi dari minyak kedelai. Palm Biodiesel merupakan peluang
yang besar bagi Indonesia untuk mengembangkan penggunaan bioenergi sebagai
energi alternatif sesungguhnya, mengingat bahan bakunya berupa kelapa sawit
tersedia melimpah.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang.
Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan di dunia untuk
menghasilkan biodiesel. Biodiesel merupakan sumber energi alternatif pengganti
solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan, tidak mengandung
sulfur dan tidak beraroma. Biodiesel dihasilkan dengan mereaksikan minyak
tanaman dengan alkohol menggunakan zat basa sebagai katalis pada suhu dan
komposisi tertentu, sehingga akan dihasilkan dua zat yang disebut alkil ester
(umumnya metil ester atau etil ester) dan gliserin.
Biodiesel merupakan nama yang diberikan untuk bahan bakar yang terdiri
dari mono-alkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih. Nama biodiesel juga
telah disetujui oleh the Department of Energy (DOE), The Environmental
11
Protection Agency (EPA) dan American Society of Testing Materials (ASTM)
sebagai industri energi alternatif, berasal dari asam lemak yang sumbernya
renewable lipid. Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar mesin diesel yang
berasal dari sumber lipid alami terbarukan. Biodiesel adalah metil ester yang
dihasilkan dari reaksi transesterifikasi trigliserida yang salah satunya berasal dari
minyak sawit.
Biodiesel dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin tanpa harus
melakukan modifikasi pada mesin. Dalam penggunaannya biodiesel dapat
dimanfaatkan secara murni (neat) ataupun dalam bentuk campuran (blend) dengan
minyak solar. Campuran ini ditulis sebagai BXX, dimana XX menyatakan persen
komposisi biodiesel dalam total campuran tersebut, sebagai contoh B20 terdiri
dari 20 persen biodiesel dan 80 persen petrodiesel. Petrodiesel (solar) merupakan
nama dari suatu hidrokarbon yang didestilasi dari minyak mentah atau minyak
bumi yang saat ini banyak digunakan sebagai bahan bakar otomotif bermesin
diesel. Bentuknya yang cair dan kemampuan dicampurkan dengan solar pada
segala perbandingan, merupakan salah satu keunggulan penting biodiesel.
Pemanfaatannya secara komersial tidak memerlukan infrastruktur penyediaan
minyak solar semacam stasiun pengisian dan truk tangki.
Biodiesel juga dapat didefinisikan sebagai bahan akar yang terbuat dari
lemak atau minyak tumbuhan dan hewan secara fisik hampir menyerupai bahan
bakar diesel yang berasal dari minyak bumi. Biodiesel terbuat dari reaksi kimia
yang terjadi pada minyak yang terkandung di dalam biji-bijian pada tanaman
seperti kanola, jarak pagar, kelapa sawit dan kedelai, serta minyak jelantah.
Reaksi tersebut melibatkan alkohol seperti metanol untuk menghasilkan
kandungan kimia yang disebut metil ester. Metil ester yang digunakan sebagai
bahan bakar dikenal dengan sebutan biodiesel. Asam lemak metil ester merupakan
hasil dari transesterifikasi (disebut metanolis) dari minyak nabati dengan metanol
sebagai katalis dasar.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati, lemak binatang, dan ganggang.
Minyak nabati adalah bahan baku yang umum digunakan di dunia untuk
menghasilkan biodiesel, diantaranya rapeseed oil (Eropa), soybean oil (USA),
minyak sawit (Asia), dan minyak kelapa (Filipina). Total produksi dunia masing-
12
masing minyak nabati di atas pada periodee 2005-2006 diperkirakan mencapai
17,88 juta metrik ton, 35,66 juta metrik ton, 38,97 juta metrik ton, dan 3,26 juta
metrik ton.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel memiliki
beberapa kelebihan, di antaranya sumber minyak nabati mudah diperoleh, proses
pembuatan biodiesel dari minyak nabati mudah dan cepat, serta tingkat konversi
minyak nabati menjadi biodiesel tinggi (mencapai 95%). Minyak nabati memiliki
komposisi asam lemak berbeda-beda tergantung dari jenis tanamannya. Zat-zat
penyusun utama minyak-lemak (nabati maupun hewani) adalah trigliserida, yaitu
triester gliserol dengan asam-asam lemak (C8-C24). Komposisi asam lemak
dalam minyak nabati menentukan sifat fisiko-kimia minyak. Tabel 3 berikut
menyajikan beberapa sifat fisiko-kimia minyak nabati.
Tabel 3. Sifat-sifat fisiko kimia beberapa minyak-lemak nabati
Minyak Massa Jenis
Kg/Liter
Viskositas Kinematika (380 C),cSt
DHc, MJ/Kg
Angka Setana
Titik Awan/ Kabut, 0C
Titik Tuang, 0C
Jarak Kaliki 0,9537 297 37,27 ? Tak ada -31,7Jagung 0,9095 34,9 39,50 37,6 -1,1 -40,0Kapas 0,9148 33,5 39,47 41,8 +1,7 -15,0Crambe 0,9044 53,6 40,48 44,6 10,0 -12,2Biji rami 0,9236 27,2 39,31 34,6 +1,7 -15,0Kacang Tanah 0,9026 39,6 39,78 41,8 12,8 -6,7Kanola 0,9115 37,0 39,71 37,6 -3,9 -31,7Kasumba 0,9144 31,3 39,52 41,3 18,3 -6,7Kasumba OT*) 0,9021 41,2 39,52 49,1 -12,2 -20,6Wijen 0,9133 35,5 39,35 40,2 -3,9 -9,4Kedelai 0,9138 32,6 39,62 37,9 -3,9 -12,2Bunga Matahari 0,9161 33,9 39,58 37,1 7,2 -15,0Diesel No. 2 0,8400 2,7 45,34 47,0 -15,0 -33,0
Sumber : Goering et al., 1982, *) OT = (berkadar) Oleat Tinggi
3.2.2. Bioethanol
Salah satu fungsi alkohol adalah sebagai ocyane booster, artinya alkohol
mampu menaikkan nilai oktan dengan dampak positif terhadap efisiensi bahan
bakar dan menyelamatkan mesin. Fungsi lain ialah oxigenating agent, yakni
mengandung oksigen sehingga menyempurnakan pembakaran bahan bakar
dengan dampak meminimalkan pencemaran udara. Alkohol bahkan berfungsi
sebagai fuel extender, yaitu menghemat bahan bakar fosil.
13
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mobil sebenarnya telah lama
dikenal. Pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil qudricycle dan
menyusul pada tahun 1908 muncul mobil Ford dengan alkohol sebagai bahan
bakarnya. Namun seperti halnya biodiesel yang terbuat dari minyak kacang tanah
(Arachis hipogaea) yang diperagakan tahun 1898 oleh Rudolf Diesel, penggunaan
biofuel kurang ditanggapi pada dekade lalu karena petrofuel yang murah dan
melimpah. Namun kini, tampaknya kita harus meningkatkan fungsi fuel extender
dari biofuel termasuk penggunaan alkohol, karena kandungan petrofuel yang
semakin menyusut.
Etanol sintesis (sering disebut metanol atau metil alkohol atau alkohol
kayu) terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini
diperoleh dari proses sintesa kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol
direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan
fermentasi).
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia
industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol,
campuran untuk minuman keras (seperti sake atau gin), serta bahan baku farmasi
dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade
sebagai berikut.
- Grade Industri dengan kadar alkohol 90-94%.
- Netral dengan kadar alkohol 96-99,5%, umumnya digunakan untuk
minuman keras atau bahan baku farmasi
- Grade bahan bakar dengan kadar alkohol di atas 99,5%.
Bioetanol diperoleh dari hasil fermentasi bahan yang mengandung gula. Tahap
inti produksi bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa,
maupun fruktosa oleh ragi (yeast) terutama Saccharomyces sp. atau bakteri
Zymomonas mobilis. Pada proses ini, gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas
karbondioksida.
Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang
menghasilkan gula (seperti jagung, singkong, dan sagu). Pada tahap persiapan,
14
bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula
sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-
bahan yang sudah dalam bentuk larutan gula (seperti molase) dapat langsung
difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan tahap
pemasakan.
3.3 Pengembangan Biodiesel dan Bioetanol
Potensi pengembangan biodiesel sebagai substitusi minyak solar cukup
besar karena penggunaan minyak solar 40% dari total penggunaan BBM untuk
transportasi. Sedangkan penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar
74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Adapun potensi
untuk bioetanol tidak kalah menarik, karena bensin atau premiun yang akan
disubstitusi merupakan BBM peringkat kedua terbesar penggunaannya setelah
minyak solar dengan kebutuhan yang meningkat dari tahun ke tahun. Dengan
pertumbuhan sebesar 7%, kebutuhan bensin (premium) diperkirakan mencapai 21
juta KL pada tahun 2009.
Selain potensi pasar yang cukup besar, Indonesia memiliki kelebihan
untuk pengembangan biofuel baik biodiesel maupun bioetanol, diantaranya adalah
keanekaragaman tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan baku seperti kelapa
sawit, kelapa, jarak pagar, singkong dan sagu; ketersediaan lahan kritis cukup
besar yang dapat dikembangkan sebagai kebun energi; dan teknologi sudah cukup
matang dan bisa ditangani langsung oleh SDM lokal yang ada.
Tabel 4 menyajikan proyeksi pengembangan biodiesel dan BBN lainnya
hingga 2010. Hingga tahun 2010, minyak sawit, jarak pagar, tebu, dan singkong
merupakan bahan baku yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku
BBN. Diproyeksikan bahwa hingga tahun 2010, akan dihasilkan 6 juta ton
biodiesel berbahan baku sawit dan 2,25 juta ton biodiesel berbahan baku jarak
pagar, 3,75 juta ton bioetanol tebu dan 4.6 juta ton bioetanol singkong.
Pengembangan BBN tersebut berpotensi untuk menyerap tenaga kerja hingga
mencapai 3,5 juta orang tenaga kerja langsung dan 87,137 tenaga kerja tak
langsung.
15
Disamping membuka lapangan pekerjaan, pengembangan BBN akan
mereduksi konsumsi BBM. Biodiesel sebagai pensubstitusi solar diperkirakan
dapat mereduksi konsumsi solar baik pada sektor transportasi maupun pada sektor
16
Tabel 4. Proyeksi Pengembangan Bahan Bakar Nabati s.d 2010
Parameter Unit Sawit Jarak Pagar Tebu Singkong Total
Tenaga kerja langsung orang 750,000 500,000 1,500,000 750,000 3,500,000
Pendapatan/orang (Tebu@ 0.5 ha, singkong, sawit@ 2 ha; jarak pagar@ 3 ha)
Rp/thn/orang 20,000,000 13,500,000 9,140,625 12,000,000 54,640,625
Bio-ethanol atau biodiesel ton minyak 6,000,000 2,250,000 3,750,000 4,615,385 16,615,385
Produksiton biji, barang,
umbi30,000,000 7,500,000 60,000,000 30,000,000 127,500,000
Industri unit 167 22,727 125 288 23,307
Lahan hektar 1,500,000 1,500,000 750,000 1,500,000 5,250,000
Tenaga kerja tak langsung orang 1,167 68,182 6,250 11,538 87,137
Bibit ton batang 202,500,000 3,750,000 6,000,000 12,000,000 224,250,000
Investasi on farm juta Rp 45,000,000 4,500,000 11,250,000 5,250,000 66,000,000
Investasi off farm juta Rp 10,000,000 2,272,727 43,750,000 43,269,231 99,291,958
17
pembangkit tenaga listrik. Pada Gambar 2 terlihat tingkat reduksi solar setelah
adanya biodiesel sebagai pensubstitusi solar.
Gambar 2. Proyeksi kebutuhan solar setelah disubstitusi biodiesel.
Berdasarkan Gambar 2 di atas, maka dapat diperkirakan peluang supply
Biodiesel 10% yang diperlukan hingga tahun 2012 (Tabel 5). Kebutuhan biodiesel
yang cukup besar dapat membuka peluang bagi para pengusaha yang tertarik
untuk terjun sebagai produsen biodiesel.
Tabel 5. Peluang Supply Biodiesel 10 % (Juta KL)Tahun Biodiesel 10%2006 0.0002007 1.2842008 1.3482009 1.4152010 1.4862011 1.5602012 1.638
Prospek pengembangan bioetanol juga tidak kalah menarik. Bensin dan
premium yang akan disubstitusi merupakan BBM peringkat kedua terbesar
penggunaanya setelah minyak solar dengan kebutuhan yang meningkat dari tahun
ke tahun. Dengan pertumbuhan penggunaan sebesar 7%, konsumsi bensin
diperkirakan mencapai 21 juta KL pada tahun 2009. Dengan penggunaan
bioetanol 5% (E5), maka peluang supply bioetanol mencapai 1.05 juta KL.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
JUTA KILO LITER
Solar BAU
Solar setelah substitus i
Biodiesel 10%
18
3.4. Potensi Hasil Samping dan Limbah dalam Proses Produksi Biodiesel dan Bioetanol.
Berikut adalah alur proses produksi bio-diesel dengan menggunakan bahan
baku minyak jarak (Jathropa curcas).
Gambar 3. Diagram alir pengolahan biodiesel jarak pagar
Limbah yang dihasilkan pada proses tersebut adalah kulit buah jarak,
ampas/bungkil, getah (gum) serta gliserol. Dari keempat jenis limbah tersebut,
ampas jarak mempunyai potensi cukup baik untuk digunakan langsung sebagai
bahan bakar padat atau melalui proses densifikasi lebih dahulu untuk memperoleh
bahan bakar dengan kualitas lebih baik yaitu berupa briket maupun pellet. Pada
proses produksi bio-diesel dengan bahan baku CPO, produksi limbah didominasi
oleh proses produksi CPO itu sendiri dengan potensi sebagaimana terlihat dalam
Tabel 6. Tabel 7 menyajikan pemanfaatan berbagai macam limbah tersebut dan
19
beberapa jenis biomassa lain, yang telah dilakukan saat ini dan promosi
penggunaannya sebagai sumber energi alternatif guna mendukung program
”energy security”.
Tabel 6. Potensi limbah produksi CPO dibandingkan dengan limbah biomassa bahan baku bio-fuel yang lain
No Komoditi/produk Tipe limbah biomassa Potensi
1 CPO Pelepah daun 24.84 ton/Ha
2 CPO Tandan kosong (FEB) 200 kg/ton FFB
3 CPO Serat dan cangkang 420 kg/ton CPO
4 CPO Kayu (replanting) 74.5 ton/Ha replanting
5 CPO Lumpur sawit NA
6 Jagung Bonggol jagung NA
7 Ubi kayu Batang pohon 800 kg/ton ubikayu
8 Gula tebu Bagasse 280 kg/ton gula
9 Minyak jarak Kulit /daging buah NA
10 Minyak jarak Cangkang buah NA
11 Minyak jarak Getah NA
12 Minyak jarak Ampas jarak 700 kg/ton biji jarak
Tabel 7. Pemanfaatan berbagai jenis biomassa dan limbah biomassaJenis biomassa /limbah biomassa
Pemanfaatan saat iniPromosi sebagai sumber
energi
CPOBahan baku industri pangan & kosmetik
Bio-diesel
Serat sawitBahan bakar boiler (co-gen system)
Bhn bakar boiler
Cangkang sawitArang aktif, asap cair, pengeras jalan kebun, bhn bakar boiler
Bhn umpan gasifikasi (gas mampu bakar)
Tandan kosong (FEB)
Kompos/ pupuk, mulsaBhn bakar boiler (co-gen), kompos
Lumpur sawit Pakan ternak sapi Briket
Limbah cair pabrik CPO
---- Pembangkit gas methan
Bagasse Bhn bakar boiler, pupuk Bhn bakar boiler, briket
Tetes tebuBhn baku industri ethanol dan bumbu masak
Bio-ethanol
Jagung Bahan makanan, pakan ternak Bio-ethanol
Bonggol jagung Bahan bakar tungku Bhn bakar tungku, briket
Cangkang jarak ---- Bahan bakar tungku
Ampas jarak --- Briket
Getah (gum) --- Bahan bakar
20
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa potensi pemanfaatan limbah sebagai
bahan bakar alternatif dapat dilakukan dengan teknologi sederhana, yaitu
densifikasi (pemadatan) sehingga diperoleh bahan bakar padat berupa briket
dengan kualitas dan dimensi sesuai yang dikehendaki oleh pengguna. Gambar 4
menyajikan berbagai contoh dan bentuk bio-briket yang disesuaikan dengan pola
penggunaannya serta peralatan densifikasi yang digunakan.
Gambar 4. Contoh biobriket dan peralatan yang digunakan
Proses densifikasi dapat dilakukan dengan alat manual yang sederhana atau
sekaligus dengan alat mekanis sepenuhnya. Prosedur pembuatan bio-briket dapat
dilihat pada Gambar 5.
Pengempa briket manual Pengempa briket mekanis
Berbagai bentuk dan jenis briket biomassa
21
Gambar 5. Prosedur pembuatan bio-briket
Cara sederhana dan peralatan yang sederhana hanya dapat digunakan
untuk produksi skala kecil atau rumah tangga. Untuk skala produksi besar, proses
ini harus dilakukan dengan menggunakan mesin pengempa bertenaga cukup
besar, tergantung pada tipe briket yang diproduksi dan bahan baku (biomassa)
yang digunakan.
Densifikasi sederhana dilakukan dengan cara mencampur biomassa (atau
biomassa yang telah diarangkan) dengan perekat (biasanya digunakan lem
pati/tapioka), lalu dikempa dengan alat kempa manual ataupun semi mekanis,
kemudian dijemur hingga kering. Sedangkan densifikasi skala besar biasanya
tidak menggunakan campuran bahan perekat. Sebagai gantinya, digunakan mesin
pengempa yang dilengkapi dengan sistem pemanas guna mengaktifkan lignin
dalam biomassa menjadi perekat alami. Karena itu, briket yang diproduksi dengan
mesin pengempa mekanis selalu lebih padat dibanding briket dengan pengempa
sederhana (manual atau semi mekanis). Mutu briket ditentukan oleh jenis
biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, jumlah & jenis perekat yang
digunakan, serta tekanan pengempaan yang diberikan. Tabel 8 menyajikan nilai
kalor (energi) beberapa jenis bio-briket serta perbandingannya dengan kayu bakar.
22
Tabel 8. Nilai kalor (kJ/kg) beberapa jenis bio-briketNo. Jenis bio-briket dan biomassa Nilai kalor (kJ/kg)
1 Briket Limbah lumpur sawit 10.896
2 Briket Bonggol jagung 15.455
3 Briket Arang bonggol jagung 20.174
4 Briket bagasse 17.638
5 Ampas jarak (dari NTB) 17.550
6 Briket ampas jarak (dari B2TE-BPPT)/ Tracon 16.399/16.624
7 Kayu bakar (acasia) 17.270
8 Briket arang sekam 13.290
Penggunaan bio-briket ditujukan untuk menggantikan penggunaan
kerosene (minyak tanah) di sektor rumah tangga dan industri kecil. Selain itu
berbagai industri yang dalam aktivitas produksinya menghasilkan limbah
biomassa, termasuk diantaranya adalah produsen bio-fuel, diharapkan mampu
mengolah limbahnya menjadi bahan bakar alternatif yang bisa digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi dalam kegiatan industri mereka maupun sebagai
biaya sosial yang disumbangkan kepada masyarakat sekitarnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam usaha substitusi kerosene
dengan bio-briket, yaitu perlunya sosialisasi tentang berbagai kelebihan yang
ditawarkan yaitu relatif murah, tungku bisa digunakan untuk berbagai jenis bahan
briket, merupakan sumber energi terbarukan, serta akan mengurangi resiko
timbulnya permasalahan keamanan dan kenyamanan lingkungan. Hal tersebut
diperlukan untuk mengimbangi beberapa ketidaknyamanan yang timbul karena
masyarakat perlu membeli tungku yang sesuai serta perlu waktu untuk adaptasi.
Pilihan pemanfaatan limbah produksi bio-fuel sebagai bahan bakar
alternatif masih memerlukan kajian yang lebih komprehensif, dimana faktor
keekonomian (pangsa pasar, harga jual, dll) serta faktor-faktor lain di luar faktor
teknis (kelayakan sebagai bahan bakar) juga menjadi faktor yang dominan dalam
penentuan pilihan tersebut. Sebagai contoh, beberapa jenis limbah ternyata juga
potensial untuk dimanfaatkan untuk tujuan non energi, seperti pupuk, bahan
konstruksi, bahan baku industri kimia, barang kerajinan tangan, dsb. Beberapa
program seperti pertanian organik dan keamanan lingkungan berpotensi pula
23
untuk menimbulkan ”conflict of interest” dalam pemanfaatan limbah produksi
bio-fuel tersebut.
Beberapa sumber minyak nabati Indonesia yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku biodiesel diantaranya adalah minyak sawit, minyak kelapa,
dan minyak jarak pagar. Potensi produksi minyak dalam liter per hektar yang
dihasilkan dari sumber bahan baku biodiesel disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Produktivitas Sumber Bahan Baku Biodiesel IndonesiaTanaman penghasil
Produktifitas (liter minyak/Ha)
Negara yang sedang membudidayakan pada thn 2004
Jatropha 1892 India, Indonesia, dan Afrika
Kelapa 2689 Pilipina, Indonesia, India, Vietnam, Meksiko
Sawit 5950 Malaysia, Indonesia, Nigeria, Thailan, Kolombia
Sumber: Aun (2006)
Pada proses pembuatan biodiesel di hasilkan juga beberapa limbah yang
dihasilkan pada pemrosesan minyak menjadi biodiesel. Seiring dengan
pengembangan industri biodiesel potensi limbah yang dihasilkan sangat besar.
Diagram alir proses pengolahan biodiesel dan potensi limbah dan hasil samping
industri biodisel disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram Proses Produksi Biodiesel.
Transesterifikasi
Se
pa
ras
i
Gliserol +Metanol
Biodiesel
Minyak NabatiFFA > 5 %
Waterwashing
BiodieselMurni
Air + sabun
Minyak NabatiFFA < 5 %
EsterifikasiMetanol
Gliserol
Recovery
24
Industri biodiesel merupakan industri biofuel (BBN) terbesar yang kini
berkembang di dalam negeri. Industri ini menghasilkan hasil samping yang cukup
besar dari proses produksinya. Gliserol merupakan hasil samping yang cukup
besar yang dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel. Hampir 10% crude
gliserol (gliserin kasar) dihasilkan pada setiap proses pembuatan biodiesel.
Meningkatnya permintaan biodiesel akan berpengaruh terhadap ketersediaan
gliserol di pasaran dan apabila tidak dikendalikan dapat mempengaruhi harga
gliserol di pasaran. Pengembangan gliserol menjadi produk-produk turunannya
dapat meningkatkan nilai tambah gliserol dan meningkatkan efisiensi proses
produksi biodiesel.
Pengembangan gliserol hasil samping industri biodiesel sangat
menjanjikan. Ini dikarenakan luasnya aplikasi gliserol pada berbagai industri.
Beberapa aplikasi gliserol dalam industri antara lain, yaitu sebagai emulsifier,
agen pelembut, plasticizer, dan stabilizer es krim; sebagai pelembab kulit, pasta
gigi, dan obat batuk; sebagai media pencegahan pada reaksi pembekuan sel darah
merah, sperma, kornea, dan jaringan lainnya; sebagai tinta printing dan bahan
aditif pada industri pelapis dan cat; sebagai bahan antibeku, sumber nutrisi dalam
proses fermentasi, dan bahan baku untuk nitro gliserol. Sintesis gliserol menjadi
produk turunannya memiliki jalur yang cukup sederhana. Jalur sintesis gliserol
menjadi produk-produk turunannya digambarkan pada Gambar 7.
Pengembangan pemanfaatan limbah industri biofuel dapat menciptakan
pengembangan industri biofuel yang terintegrasi. Melalui pengembangan industri
biofuel terintergrasi diharapkan dapat tercipta biaya produksi yang efektif dan
efisien. Dengan demikian akan mendorong terciptanya industri biofuel Nasional
yang kompetitif. Gambar 8 merupakan gambaran integrasi industri biofuel
(biodiesel).
25
Gambar 7. Gliserol Platforms (Tyson, 2003).
26
Gambar 8. Industri Biodiesel Terintegrasi.
Pengembangan biofuel dimasa yang akan datang sangat prospektif untuk
dikembangkan. Menipisnya cadangan minyak nasional dan harga minyak dunia
yang semakin meningkat, akan berimplikasi terhadap permintaan biofuel yang
semakin meningkat. Peningkatan permintaan biofuel nasional akan berpengaruh
terhadap hasil samping yang dihasilkan dari proses produksi biofuel yang harus
diantisipasi bagaimana cara pengolahannya. Melalui pengembangan teknologi
pemanfaatan hasil samping industri biofuel menjadi produk-produk turunannya
dapat menjadi solusi untuk mengatasi ketersediaan hasil samping industri biofuel
yang tidak terkendali. Beberapa Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian telah
memulai untuk memikirkan dan mengembangkan pemanfaatan limbah dan hasil
samping yang dihasilkan dari proses produksi biofuel. Pengembangan teknologi
pemanfaatan hasil samping dapat memberikan point positif, yaitu mendukung
terciptanya industri biofuel yang kompetitif berbasiskan IPTEK yang berdaya
saing tinggi.
27
Perlu juga dilakukan penelitian mengenai produk turunan dari gliserol
yang dapat digunakan sebagai bahan aditif biodiesel. Penelitian pengembangan
bahan aditif untuk biodiesel dilatarbelakangi oleh karakteristik biodiesel yang
dihasilkan saat ini masih memiliki kelemahan. Kelemahan yang dimiliki
diantaranya adalah nilai viskositas biodiesel yang tinggi, dan nilai titik tuang serta
titik kabut biodiesel tinggi apabila dibandingkan dengan solar. Nilai viskositas
yang tinggi akan menyulitkan pemompaan/pemasukan bahan bakar dari tangki ke
ruang bahan bakar mesin. Karakteristik ini dapat kita lihat dari nilai viskositas
kinematik biodiesel yang lebih rendah jika dibandingkan dengan solar. Nilai
viskositas kinematik biodiesel dan solar masing-masing adalah 3,5-5 Cst dan 5,2
Cst.
Nilai titik tuang dan titik kabut biodiesel yang tinggi menyebabkan
biodiesel sulit untuk terbakar pada suhu rendah. Karakteristik ini kurang
menguntungkan bagi pengembangan biodiesel di negara-negara yang mempunyai
empat musim. Penambahan bahan aditif ke dalam biodiesel merupakan upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki biodiesel.
Pemanfaatan gliserol sebagai bahan aditif dilakukan dengan mensintesis gliserol
menjadi senyawaan beroksigen. Di dalam US Patent 5306835, 1994, diketahui
bahwa tambahan 20% senyawaan gliserol beroksigen pada biodiesel dapat
mengurangi 5ºC titik kabut dan mengurangi viskositas biodiesel sampai sebesar 8
%. Pengembangan bahan aditif biodiesel dari gliserol yang dihasilkan dari proses
produksi biodiesel memberikan beberapa keuntungan, diantaranya yaitu dapat
memperbaiki karakteristik biodiesel, meningkatkan nilai tambah biodiesel dan
gliserol, serta meningkatkan efisiensi proses produksi biodiesel.
Beberapa penelitian lain berkaitan dengan pemanfaatan limbah dan hasil
samping yang perlu dikembangkan yaitu proses ekstraksi β-karoten dan
tokotrienol dari biodiesel minyak sawit dan recovery katalis yang digunakan pada
pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis padat. Minyak sawit
merupakan salah satu sumber bahan baku biodiesel yang potensial di Indonesia
(total produksi pada akhir tahun 2006 ini mencapai 17,2 juta ton). Penggunaan
minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel, tidak hanya menghasilkan gliserol
sebagai hasil sampingnya, namun lebih jauh minyak sawit mengandung
28
komponen-komponen minor yang terikut ketika minyak sawit terkonversi menjadi
biodiesel. Tokotrienol merupakan sumber vitamin E dan di dalam minyak sawit
kasar atau CPO terkandung sekitar 600-700 ppm tokotrienol. Konversi minyak
sawit menjadi metil ester, akan tetap mempertahankan keutuhan tokotrienol di
dalam metil ester. Proses pembuatan metil ester pada suhu yang relatif rendah
yang tidak cukup untuk merusak komponen tokotrienol dalam metil ester. Isolasi
komponen tokotrienol metil ester minyak sawit akan dapat meningkatkan nilai
tambah dari metil ester yang dihasilkan.
Hasil samping industri biofuel memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan. Beberapa riset lain yang perlu dikembangkan oleh Perguruan
Tinggi dan Lembaga Penelitian dalam menunjang terciptanya industri biofuel
yang kompetitif melalui pengembangan hasil samping industri biofuel diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Proses produksi glisidol dari gliserol 2. Proses produksi ester dari gliserol 3. Proses produksi eter dan ester gliserol karbonat4. Proses produksi alkohol dari glisidol5. Proses produksi PLA analog menggunakan oksidasi katalitik dari gliserol6. Proses produksi polimer dari gliserol7. Proses produksi nilon dari gliserol8. Proses produksi gliserol menjadi berbagai produk seperti fluoroaseton,
asam tratronik, dihidroksiaseton, asam gliserik, asam hidroksipirufik, serin & glisin, gliserol karbonat, acetal dan ketals, hidroksieter, triakrilat ester, trimetakrilat ester, triallil eter, trivinil eter, trialkil eter, trialkil eter, hidroksikarbosilik, asam eter, gliserofosfat, glikosilate, poliester, asam glisero amino ester, nitro gliserol, aminogliserol, tiogliserol, trigliserida, digliserida, MAGs ketals, MAG Sulfat, Monogliserida (MAGs), MAG polioksialkilen gliserol, Di- & Trialkil eter, Monobenzil eter, Monometil eter, Poliuretan, Gliserol propilat, etoksilat, Poligliserol ester, Poligliserol eter sulfat, Poligliserol eter, Polihidroksialkanoat, Poligliserol, dan 1,3-Propanediol.
9. Proses pemisahan karbohidrat dan protein dari bungkil biji jarak pagar
10. Proses produksi protein isolat dari bungkil biji jarak pagar11. Proses pembuatan pupuk dari sludge limbah industri bioetanol 12. Aplikasi gliserol karbonat untuk kosmetika, personal care product,
deterjen, bahan pelapis (coating), polimer, pemisahan gas, dan pelarut13. Analisis efisiensi produksi produk turunan hasil samping industri
biodiesel dan bioetanol14. Analisis kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan produk turunan hasil samping industri biodiesel dan bioetanol.
29
15. Studi kelayakan pendirian industri produk turunan biodiesel dan bioetanol.
30