filsafat perennialsime dalam pendidikan _makalah tugas_

29
IMPLIKASI FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas seminar mata kuliah Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran Dosen : Prof. Dr. H. Muhammad Ali, M.Pd, MA Asisten : Dr. Toto Ruhimat, M.Pd Disusun oleh : Ade Zaenul M NIM : 080027 Ahmad Zaki Mubarok NIM : 080029

Upload: mukhsin-abdurrahman

Post on 29-Jun-2015

1.093 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

IMPLIKASI FILSAFAT PERENNIALSIME

DALAM PENDIDIKAN

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas seminar mata kuliah Filsafat

Kurikulum dan Pembelajaran

Dosen : Prof. Dr. H. Muhammad Ali, M.Pd, MAAsisten : Dr. Toto Ruhimat, M.Pd

Disusun oleh :

Ade Zaenul M NIM : 080027

Ahmad Zaki MubarokNIM : 080029

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

Page 2: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

IMPLIKASI FILSAFAT PERENNIALSIME

DALAM PENDIDIKAN

A. Pengantar

Kedudukan filsafat dalam pendidikan adalah suatu hal yang sangat asasi

sekaligus strategis. Asasi, karena filsafat merupakan suatu dasar atau landasan

dalam pembentukan ide atau asumsi-asumsi dasar dalam menentukan, persepsi

dasar, prinsip dan tujuan asasi pendidikan. Stategis, karena dengan filsafat

tersebut akan sangat ditentukan terhadap arah, warna sekaligus corak dari

pendidikan yang akan dilaksanakan. Tanpa asas atau landasan filsafat, pendidikan

akan rapuh, goyah dan tidak jelas arah dan tujuannya.

Selain yang bersifat prinsif filsafat pendidikan pun akan mempengaruhi

kepada hal-hal yang sifatnya praktis atau teknis, seperti yang berhubungan

dengan implementasi kurikulum, penentuan materi, kegiatan pembelajaran dan

lain-lain. Semua itu sangat tergantung kepada jenis atau esensi filsafat yang

mendasarinya.

Ada banyak corak dan ragam filsafat yang dapat mendasari pendidikan

dengan berbagai ide, gagasan dan kritiknya. Salah satu filsafat tersebut di

antaranya adalah filsafat perenial atau perenialisme. Filsafat ini, walaupun secara

umum pada awalnya tidak berkaitan dengan kontesk pendidikan secara khusus,

namun kemudian pada tahap perkembangan selanjutnya, perenialisme banyak

dan senantiasa dihubungkan dengan pendidikan baik secara umum, maupun

secara khusus.

Makalah ini, secara umum akan membahas tentang implikasi perenialsme

terhadap pendidikan. Dalam penyajian awal penulis mengemukakan pengertian,

konsep dasar dan pandangan umum perenialsme, dan selanjutnya adalah

pendangan tentang pendidikan yang menyoroti tentang tujuan dan prinsip

pendidikan, kurikulum dan konsep belajar.

B. Pengertian dan Konsep Dasar

Perenialisme atau filsafat perenial adalah salah satu cabang filsafat yang

sangat tua umurnya. Bahkan oleh beberapa pemikir seperti Charles B. Schmit

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

1

Page 3: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

misalnya, menyebutkan bahwa cabang atau esensi filsafat ini sudah ada sejak

zaman para pemikir yang paling awal. Bahkan, Huckley menyatakan bahwa ide

dasar dan butir –butir pemikiran perenialisme telah lahir sejak dua puluh lima

abad yang lalu, namu entah siapa yang pertama kali mencetuskannya. Dalam

bukunya The Perennial Philoshophy ia menulis :

“A version of this highest common factor in all preciding and subsequent theologies was first commited to writing more than twenty five centuris ago and since that time the inexhaustible theme has been treated again and again from the stand point every religious tradition and in all the principals laguage of Asia and Erope.”

Walaupun Bede Griffiths dalam New Vision of Reality menyebutkan

bahwa filsafat ini lahir pada abad ke-6, itu adalah ketika filsafat perenial ini telah

menjadi suatu sistem filsafat tertentu, bukan pada saat lahirnya konsep dan ide-

ide dasarnya.

Adapun tokoh yang pertama kali menggunakan istilah filsafat pernial di

kalangan perenialis, terjadi perbedaan pendapat. Sayye Hossein Nasr mengaggap

yang pertama kali menggunakan istilah itu adalah Agustino Steuco (1490 – 1548)

ketika ia menulis buku De Philosophia Perennis. Sementara Huckley

menyebutkan Leibniz sebagai tokoh pertema tersebut.

Secara etimologis perenialisme, atau filsafat perenial berasal dari istilah

Latin yakni philosophia perennis yang arti harfiahnya adalah filsafat yang abadi.

Menyangkut kata “abadi” ada dua macam interpretasi yang berbeda.

Pertama , menginterpretasikan abadi sebagai suatu sifat dari filsafat. Dalam The

Perenial Scope of Philosophy, Karl Jaspers (1949) menyebutkan :

“From the begining there has been coming irreplaceable in Philosophy. Through all the change in human cirmutances and the task of practical life, trough all progress of sciences, all the developement of the categories and methods of thought, its porever concernd with apprehending the one eternal truth under new condition, with new methods and perhaps greater possibilities of clarity”

Dari pernyataannya ini, Jaspers tidak menerima filsafat perenial sebagai

suatu sistem filsafat tersendiri. Ia berpendapat bahwa pada dasarnya, filsafat

apapun bentuk dan jenisnya adalah perenial atau abadi. Filsafat itu merupakan

proses perenial yang tidak tunduk pada perubahan dan aturan temporal.

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

2

Page 4: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

Pendapat ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh James Collins

yang dengan tegas menolak pemakaian istilah filsafat perenial sebagai proper

name dari suatu sistem filsafat tertentu. Istilah filsafat perenial adalah merupakan

kata sifat, yaitu “filsafat yeng abadi” atau “filsafat yang perenial”.

Kedua, mengartikan “abadi / perenial” sebagai nama dari suatu sistem

filsafat tertentu. Charles B. Schmit menganggap istilah filsafat perenial sebagai

suatu proper name, yakni sebagai nama bagi suatu sistem filsafat tertentu. Dia

menyebutkan bahwa sejak kemunculan pola-pola pemikiran filsafat perenial pada

zaman dulu (pemikir awal), baru pada abad ke-16, istilah filsafat perenial dipakai

sebagai nama sistem filsafat ini. Sependapat dengan pandangan ini di antaranya

adalah Marcilio Ficino, Gevanni Pico, Agustino Steuco, Leibniz dan pemikir

lainnya. (Ahmad Norma Permata, 1996 : 33-34)

Sementara itu secara esensial, para pemikiran memberikan pengertian

terhadap filsafat perenial sebagai berikut : Steuco, seorang pemikir abad ke-16,

mengartikan filsafat perenial sebagai tradisi intelektual intesis antara teologi,

filsafat kuno, dan doktrin agama (Kristen). Selanjutnya adalah, Aldous Huxley

(1959), dia mengertikan filsafat perenial sebagai berikut : tradisi filsafat yang

terdiri dari tiga cabang utama, yakni : metefisika, psikologi dan etika. Ketiga hal

tersebut bersifat perenial, universal dan berlaku sepanjang masa, yang dapat

menuntun kepada pemahaman dan kesadaran akan eksistesi Tuhan sebagai “The

Ground” dari dunia dan segala isinya. Sebagaimana disebuatkan sebagai berikut :

“ …the metaphysic that recognizes a divine Reality substantial to the world of things and lives and minds; the psychology that finds in the soul something similar to, or even identical with, divine Reality; the ethic that places man's final end in the knowledge of the immanent and transcendent Ground of all being; the thing is immemorial and universal. Rudiments of the perennial philosophy may be found among the traditional lore of primitive peoples in every region of the world, and in its fully developed forms it has a place in every one of the higher religions. The Perennial Philosophy, p. vii).

Sayyed Husen Nasr, mengartikan filsafat perenial sebagai tradisi filsafat yang

primordial, dan Owen C. Thomas memandang filsafat perenial sebagai sinonim

dengan tradisi agama emissary, yang setelah setelah berinteraksi dengan al-kitab

muncul sebagai Kristen.

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

3

Page 5: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

Walaupun rumusan pengertian tersebut, berbeda-beda namun kesemuanya

itu seperti diungkapkan oleh Huckley adalah merujuk kepada suatu doktrin atau

ajaran kebijaksanaan primordial yang bisa ditemukan dalam cerita-cerita

tradisional dari masyarakat kuno, dan dalam bentuknya yang matang berada

dalam setiap agama tingkat tingkat tinggi.

B. Tokoh Perenialisme dan Pemikirannya

Meskipun terjadi banyak perbedaan pendapat tentang filsafat ini, namun

secara esensial, para perenialis sepakat bahwa teori atau konsep pemikiran

perenilisme dilatarbelakangi oleh pemikiran filsafat Plato sebagai Bapak

Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan Filsafat

Thomas Aquinas yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan

ajaran (filsafat) Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya (abad pertengahan).

Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis

zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep

filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Ini bukanlah berarti nostalgia, melainkan

karena kepercayaan-kepercayaan masa lalu itu berguna bagi abad sekarang. Oleh

karena itu, asas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat kebudayaan,

yaitu perenialisme-teologis yang ada di bawah supremasi gereja Katolik,

khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenalisme

secular yang berpegang pad aide dan cita filosofi Plato dan Aristoteles.

Aristoteles telah mengembangkan filsafat perenialisme dengan menelusuri

sejauh mana sesorang dapat menelusuri jalan pikiran manusia itu sendiri.

Sementara Thomas Aquinas justru telah menegadakan beberapa perubahan sesuai

dengan tuntutan agama Kristen saat agama itu datang. Hingga lahirlah apa yang

diekanl dengan neo-Thomisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas tersebut

berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katolik. Demikian pula pandangan-

pandangan aksiomatis lain sebagaimana yang diutarakan oleh Plato dan

Arostotels, semuanya mendasari konsep filsafat ini.

Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk

menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh.

Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

4

Page 6: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi

hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika

mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan

bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol

dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti

dan memahami kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan

religi (Barnadib, 1990: 64-65).

Berikut ini dipaparkan sekilas tentang pemikiran tokoh yang dijadikan

rujukan filsafat perenialisme :

1. Plato

Plato (427 – 347 SM) hidup pada zaman kebudayaan yang syarat dengan

ketidakpastian, yaitu sedang berkembangnya filsafat sofisme. Ukuran kebenaran

dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi, sehingga pada

zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak ada kepastian dalam kebenaran,

tergantung pada masing-masing individu. Bahaya perang dan kejahatan

mengancam bangsa Athena. Siapa yang bisa memperoleh kebenaran secara

retorik, maka dialah yang benar. Plato ingin membangun dan membina tata

kehidupan dunia yang ideal, di atas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera,

membina cara yang menuju kepada kebaikan.

Dalam pandangan Plato, bahwa realitas yang hakiki itu tetap, tidak

berubah. Realitas atau kenyataan itu telah ada pada diri manusia sejak dari

asalnya yang berasal dari realitas yang hakiki. Dunia idea bersumber dari ide

mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan dan nilai sudah ada sebelum

manusia lahir, yang semuanya bersumber dari idea yang mutlak tadi. Manusia

tidak menciptakan kebenaran, pengetahuan dan nilai moral, melainkan bagaimana

menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itu

dapat ditemukan kembali oleh menusia.

Kebenaran itu ada, yaitu kebenaran yang bulat dan utuh. Manusia dapat

memperoleh kebenaran tersebut dengan jalan berpikir, bukan dengan pengamatan

indera, karena dengan berpikir itulah manusia dapat mengetahui hakikat

kebenaran dan pengetahuan. Dengan indera, manusia hanya sampai pada

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

5

Page 7: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

memperkirakan. Manusia hendaknya memikirkan, menyelidiki dan mempelajari

dirinya sendiri dan keseluruhan alam semesta.

Esensi realitas, pengetahuan, dan nilai merupakan manifestasi dari

hukum universal yang abadi dan sempurna, yaitu ide mutlak yang supernatural.

Keterlibatan sosial hanya akan mungkin apa bila ide tersebut dijadikan standar,

atau dijadikan asas normatif dalam segala aspek kehidupan.

Dalam konteks masyarakat, masyarakat ideal adalah masyarakt yang adil

sejahtera. Masyarakat ini lahir apabila setiap warga negara melaksanakan fungsi

sosialnya sesuai dengan tingkat kedudukan dan kemampuan pribadinya. Manusia

yang terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip “idea mutlak”. Idea

mutlak inilah yang membimbing manusia untuk menemukan kriteria moral,

politik, dan sosial serta keadilan. Idea mutlak adlah prinsip mutlak yang menjadi

sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran yang transendental. Ide mutlak

adalah pencipta alam semesta, yaitu Tuhan.

2. Aristoteles

Aristoteles (384 – 322 SM), adalah murid Plato, namun dalam

pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya yaitu idealisme. Cara berpikir

Aristoteles berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berpikir rasional

spekulatif. Aristoteles menggunakan cara berpikir rasional empiris realistis. Cara

berpikir ini kemudian disebut filsafat Realisme.

Meski hidup pada abad sebelum masehi, namun Aristoteles dinayatkan

sebagai pemikir abad pertengahan. Karya-karya Aristoteles merupakan dasar

berpikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance.

Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani

sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada

dalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai makhluk rohani manusia sadar, ia

akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal,

manusia sempurna.

Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan

filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan

kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

6

Page 8: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuan

dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu secara bulat, totalitas.

Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama dikembangkan, walaupun ia

mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikiran.

3. Thomas Aquinas

Tomas Aquinas mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang

muncul pada waktu itu, yaitu antara ajaran Kristen dengan ajaran filsafat

Aristoteles. Menurutnya di antara keduanya sebenarnya tidak terdapat perbedaan,

keduanya bisa berjalan secara beriringan dalam lapangannya masing-masing.

Pandangannya tentang realitas, ia mengamukakan bahwa segala sesuatu

yang ada, adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya.

Ia memeprtahankan bahwa Tuhan bebas menciptakan dunia. Ia tidak setuju

tentang teori emanasi dalam penciptaan alam sebagaimana dikemuakan oleh

Neopaltonisme. Tomas Aquinas menekankan dua hal dalam pemikiran tentang

realitas, yaitu : a) dunia tidak diadakan semacam bahan dasar, dan b) penciptaan

tidak terbatas pada satu saja. (Bertens, 1979)

Dalam masalah pengetahuan, Aquinas mengemukakan bahwa

pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan antara dunia luar dan / oleh akal

budi, yang kemudian menjadi pengetahuan. Sumber pengetahuan selain

bersumber dari akal budi, juga berasal dari wahyu Tuhan. Di sinilah dia

menggabungkan pemikiran filsafat idealisme dan realisme dengan diktrin-doktrin

Gereja), sehingga filsafat Aqinas disebut filsafat tomisme.

Dalam konteks pendidikan, dia menyatakan bahwa pendidikan adalah

suatu usaha dalam menuntun kemampua-kemampuan yang masih tidur menjadi

aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru

bertugas untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari

anak agar menjadi aktif dan nyata.

C. Pandangan Umum Perenialisme

1. Ontologi Perenilasme

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

7

Page 9: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

Ontologi perenialisme terdiri dari pengertian tentang benda individual,

esensi, akseiden dan substansi. Perenialsme membedakan suatu realita dalam

aspek-aspek perwujudannya. Benda individual di sini adalah benda yang

sebagaimana yang tampak di hadapan manusia dan sebagaimana yang ditangkap

panca indra. Esensi suatu kualitas menjadikan benda itu lebih instrinsik daripada

fisiknya, seperti manusia jika ditinjau dari segi esensinya adalah makhluk yang

berpikir. Aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan

sifatnya kurang penting dibandingkan dengan dengan yang esensial. Substansi

adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan universal,

material dan spiritual. (Barnadib, 1990: 64-65)

Jadi, segala yang ada di alam semesta ini seperti halnya manusia, batu

bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya merupakan hal yang

logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada, tidak hanya merupakan

kambinasi antara zat atau benda tapi merupakan unsur potensialitas dengan

bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diutarakan aleh

Aristateles, tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang bersama-sama dari

sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence) dan potensialitas dengan

tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang

diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.

Esensi dari kenyataan adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin

lama makin jauh dari potensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka

manusia itu setiap waktu adalah potensialitas yang sedang beruasaha menjadi

aktualitas. Dengan peningkatan suasana hidup spiritual itu, manusia dapat makin

mendekatkan diri menuju tujuan (teleologis) untuk mendekatkan diri pada

supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta dan Tujuan Akhir. (Jalaluddin &

Abdullah Idi, 2007: 113)

Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan hakikat manusia

pada dasarnya tetap tidak berubah selama berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan

besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan permasalahan-

permasalahan di setiap zaman. Selain itu, filsafat perenialis menekankan

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

8

Page 10: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia sehingga membedakan

mereka dengan binatang-binatang lain.

2. Pandangan Epistemologis

Perenealisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan

merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran

adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikiran dengan benda-benda.

Benda-benda di sini adalah hal-hal yang keberadaannya bersendikan prinsip-

prinsip keabadian. Ini berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah

perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan

terlindung apabila segala sesuatu itu merupakan hal yang snagat penting karena ia

merupakan pengolahan akal pikran yang konsekuen.

Dalam pandangan perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu

metafísika. Sebab sains sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif

yang bersifat analisis empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenarannya

probability. Tetai, filsafat dengan metode deduktif bersifat analogical analysis,

kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence, universal, hakiki, dan

berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpanggkal pada hukum

pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi. (Muhammad Noor Syam,

1986: 315)

3. Pandangan Aksiologis

Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas

supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan azas seperti itu, tidak

hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan

supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia,

maka manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai

dengan kodratnya, di samping itu ada pula kecenderungan-kecenderungan dan

dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.

Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena

ia berdasarkan pada azas-azas supernatural yaitu menerima universal yang abadi,

khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia itu yang pertama-tama

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

9

Page 11: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

adalah pada jiwanya. Oleh karena itulah hakekat manusia itu juga menentukan

hakikat perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual.

Dalam aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara

etika, tindakan itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia,

karena manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan.

Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki

potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-

kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang

baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat

wujud manusia yang pertama-tama adalah cerminan dari jiwa dan pikirannya

yang disebut dengan kekuatan potensial yang membimbing tindakan manusia

menuju pada Tuhan atau menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan

atau kejahatan. Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah

tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.

D. Pandangan Perennialsme Tentang Pendidikan

1. Tujuan dan Prinsip Pendidikan

Dalam bidang pendidikan perenialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-

tokohnya, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato,

manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran.

Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada masyarakat, agar

supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.

Dengan demikian jelaslah bahwa perenialisme itu rnenghendaki agar pendidikan

disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan dan

pikiran sebagaimana yang dimiliki secara kodrat. Dengan memperhatikan hal ini,

maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat

terpenuhi.

Ide-ide Plato ini kemudian dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih

mendekatkan kepada dunia kenyataan. Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah

"kebahagiaan". Untuk mencapai pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan

intelek harus di kembangkan secara seimbang. Sejalan dengan uraian di atas,

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

10

Page 12: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh Thomas Aquinas ialah sebagai usaha

mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan

nyata, dalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberikan bantuan pada

anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.

Dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta

mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian

tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor

Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus

lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah

teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali

atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan

ideal.

Beberpa prinsip pendidikan menurut perenialisme adalah sebagai berikut :

a. Manusia pada hakikatnya adalah sama, walupun ia berada

dalam lingkungan yang beda-beda. Menurut Robert Hutchkins bahwa

manusia pada hakikatnya adalah animal rasional. Tujuan pendidikan

adalah sama dengan tujuan hidup itu sendiri, yaitu untuk mencapai

kebajikan. Oleh karenanya tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan

dengan pandangan dasar di atas, mempertinggi kemampuan anak

untuk memiliki akal sehat, dan memperbaiki manusia sebagai

menusia.

b. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia

harus menggunakannya untuk mengarahkan sifat bawaannya, sesuai

dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas, namun mereka

harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan mengontrol keinginan-

keinginannya.

c. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang

kebenaran yang pasti dan abadi. Materi pelajaran ditentukan terlebih

dahulu oleh orang dewasa dan ditujukan untuk melatih dan

mengembangkan akal.

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

11

Page 13: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

d. Pendidikan bukan merupakan peniruan hidup, namun

merupakan persiapan untuk hidup. Sekolah tidak pernah menjadi

situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak merupakan

peraturan-peraturan artifisial yang merupakan hasil terbaik dari

warisan sosial budaya.

e. Siswa seharusnya mempelajari karya-karya besar dalam

literatur yang menyangkut sejarah, filsafat, seni, dan literatur-literatur

yang berhubungan dengan kehidupan sosial terutama politik dan

ekonomi. (Uyoh Sadulloh, 2007 : 156-157)

2. Kurikulum

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan

intelektual siswa pada seni dan sians. Untuk menjadi “terpelajar secara kultural”,

para siswa harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni dan sains) yang

merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.

Berkenaan dengan bidang kurikulum, hanya satu pertanyaan yang bisa diajukan :

Apakah siswa memperoleh muatan yang merepresentasikan usaha-usaha yang

paling tinggi di bidang itu ? Jadi seorang guru Bahasa Inggris SMU dapat

mengharuskan para siswanya untuk membaca Moby Dick-nya Melville, atau

mempelajarai karya dramanya Shakespeare, bukannya sebuah novel terlaris saat

ini. Sama halnya juga dengan para siswa IPA akan mempelajari tentang tiga

hukum termodinamika bukannya membangun suatu model penerbangan ulang

alik anagkasa. (Uyoh Sadulloh, 2007 : 155)

Hal tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Jean

Marrapodi (2003) sebagai berikut :

“Perennialis believe that one should teach the things of everlasting importance to all people everywhere. They believe that the most important topics develop a person. Philosophy is important to study. Students should learn principles, not facts, teach scientific reasoning, not facts. Teach first about humans, not machines or techniques.. Perennialism focuses first on personal development”.

Teodhore Brameld (1955) menjelaskan, bahwa pada tahap sekolah dasar,

menurut perenialisme pendidikan merupakan suatu upaya persiapan. Perenislisme

beranggapan bahwa anak merupakan dan masih sebagai potensi dari pada sebagai

pribadi yang aktual. Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

12

Page 14: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

ke arah kematangan. Matang dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu

mendapat tuntutan ke arah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan

pendidikan dan pengehatuan serba dasar.

Sehingga materi pengajaran pada tahap ini yang terpenting adalah

memberikan kemampuan membaca, menulis dan menghitung, sebagai bahan

untuk memperoleh dasar bagi pengetahuan yang lain. Materi selanjutnya adalah

tentang latihan karakter, khususnya pada uisa dini ini. Pendidikan karakter ini

bisa dilakukan dengan membaca literatur-litaratur klasik.

Pada tahap selanjutnya (secondary curriculum), kurikulum yang

diterapkan pada prinsipnya merupakan lanjutan dari kurikulum pada tahap

selnjutnya. Level ini, ditujukan untuk anak usia antara 12 tahun sampai 20 tahun.

Pada usia di bawah 16 tahun ditekankan pada penguasaan bahasa asing,

khususnya bahasa Yunani dan bahasa Latin, dan pada usia antara 16 atau 17

tahun sampai 20 tahun, ditekankan pada penguasaan logika, retorika, grammer

dan matematika (kunci penelaran), dan selanjutnya adalah mempelajari materi

tentang buku besar sejarah (Great Book). Kepercayaan aksiomatis zaman kuno

dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar pendidikan sekarang. (Teodhore

Brameld, 1955 : 329)

Robert Maynard Hutchins (1963) sebagai pendukung perenialisme

mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa S.1 berdasarkan penelitian terhadap

buku besar bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku klasik. Kurikulum

perenialis Hutchins didasarkan kepada tiga asumsi mengenai pendidikan, yaitu :

a. Pendidikan harus mengangkat pencarian kebenaran manusia yang

berlangsung terus menerus. Kebenaran apapun akan selalu benar di mana

pun juga, pendek kata kebenaran bersifat universal dan tidak terikat

waktu.

b. Karena kerja pikiran adalah bersifat intelektual dan memfokuskan pada

gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi penting

pendidikan.

c. Pendidikan harus menstimulasi para mahasiswa untuk berpikir secara

mendalam mengenai gagasan-gagasan signifikan. Para guru harus

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

13

Page 15: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

menggunakan pemikiran yang benar dan kritis, seperti motode pokok

mereka, dan mereka harus mensyaratkan, dan melakukan hal yang samua

pada siswa.

Martin Adler bersama-sama dngan Hutchin, melakukan studi terhadap

lebih dari 100 buku klasik yang bersifat abadi, milai dari Plato sampai Einstein.

Dengan pendekatan Buku Besar itu dimaksudkan agar para siswa merdeka dan

menjadi emikir yang kritis. Ini merupakan suatu kurikulum yang diperlukan, dan

kurikulum ini memfokuskan pada disiplin-disiplin pengetahuan yang abadi,

bukannya pada peristiwa-peristiwa atau minat-minat siswa saat ini.

Hutchin menyusun kurikulum sekolah menengah dan universitas berpusat

pada buku-buku besar seperti di atas. Keuntungan mempelajari buku-buku klasik

yang besar tersebut seperti di atas. Keuntungan mempelajari buku-buku kalasik

yang besar tersebut adalah siswa belajar apa yang telah terjadi pada masa

lampau, dan apa yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar atau pemikir-

pemikir terdahulu. Siswa belajar berpikir untuk dirinya, karena dengan

kemampuan berpikir siswa akan memiliki pedoman untuk mengatasi segala

masalahkehidupan yang ia hadapi. Segala masalah dapat dipecahkan dengan

menggunakan prinsip-prinsip dan kebijakan-kebijakan yang telah dimiliki

manusia, serta dengan menggunakan pikiran yang telah disiplinkan belajar.

3. Pandangan Tentang Belajar

Dalam konteks belajar Perenialsme memiliki pandangan-pandangan

sebagai berikut sebagaimana dijelaskan oleh Theodore Brameld (1955 : 322-

326) :

a. Mental disiplin sebagai teori dasar belajar

Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan

berpikir (mental discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari

belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena

itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada

pembinaan kemampuan berpikir.

b. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan (Rationality and Freedom)

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

14

Page 16: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama

pendidikan ; otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna

mungkin. Makna kemerdekaan pendidikan ialah membantu manusia

untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang

membedakannya daripada makhluk- makhluk lain. Fungsi belajar

harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu aktualitas manusia sebagai

makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.

c. Belajar untuk Berpikir (Learning to Reason)

Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam

permulaan pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis dan

berhitung merupakan landasan dasar, yang kemudian dilanjutkan

dengan pengajaran logika dan retorika untuk melatih kemampuan

berpikir tersebut. Berdasarkan pentahapan itu, maka learning to

reason menjadi tujuan pokok pendidikan sekolah menengah dan

pendidikan tinggi.

d. Belajar sebagai Persiapan Hidup (Learning to Live)

Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan

hidup (dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama,

yakni menuju kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju

kehidupan syurgawi.

e. Belajar melalui Pengajaran (Learning Through Teaching)

Maritain Adler membedakan antara learning by instructionaldan

learning by discovery, penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan

sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning

by discovery, sebagai self education. Menurut perenialisme, tugas

guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak, melainkan

guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara

mengajar. Guru mengembangkan potensi self discovery ; dan ia

melakukan moral authorityatas murid-muridnya, karena ia adalah

seorang professional yang qualified dan superior dibandingkan dengan

muridnya.

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

15

Page 17: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

E. Kesimpulan

Perenialisme merupakan filsafat yang sudah sangat tua usianya yang

menekankan pada nilai-nilai keabadian dan megarah pada tujuan kesempurnaan

hidup. Nilai-nilai filsafat perenial bersifat abadi dan universal dapat diterapkan

dalam berbagai konteks kehidupan, sosial, politik, budaya, dan juga pendidikan.

Dalam konteks pendidikan, filsafat perenial atau perenialisme sangat

diperlukan untuk menjaga dan sebagai konservasi terhadap nilai-nilai luhur

manusia dalam kehidupan. Dalam kondisi moral masyarakat secara umum yang

dekaden, dan penuh dengan kondisi chaos (secara moral), nilai-nilai filsafat

perenial bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan pertimbangan dalam

perumusan prinsip-prinsip dasar proses pendidikan. Dalam kehidupan ini

diperlukan suatu kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh, sebagai basis

nilai kehidupan manuisa. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan

kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia dari kondisi yang carut

marut secara moral dan budaya tersebut ke arah terbentuknya dan

terlestarikannya kebudayaan ideal.

Sebagai sebuah ide atau gagasan filsafat tentunya perenialisme tidaklah

sempurna dan tetap terdapat kekurangan, apa lagi dikaitkan dengan konteks

kehidupan yang sangat kompleks dan sangat luas ini. Namun, sebagai sebuah ide

dan gagasan, tentunya ikhtiar sekecil apapun dalam menuju kebaikan dan

kesejatian adalah suatu kemuliaan. Wallahu a’lam bi al-shawwab.

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

16

Page 18: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, (1987) Fislafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Yogyakarta : IKIP

Brameld, Theodore (1955), Philoshopies of Education in Cultural Perspective, Boston : Holt, Rinehart dan Winston, Inc.

Diana Lapp at. all, Teaching dan Learning, Philosophical, psychological, Curricular Application, New York : Macmillan Publishing Co., Inc. 1975.

Horton, Robert L. & Hanes, Susan (1993) Philosophical Considerations for Curriculum Development in  Environmental Education, (online) http://www.stemworks.org/Bulletins/SEB93-4.html

Huckley, Aldous (1959), The Perennial Philoshophy, London : Fontana Book

Jalaluddin, dan Idi, Abdullah, (2007) Filsafat Pendidikan : Manusia Filsafatd an Pendidikan. Yogyakarta : Ar Ruz Media.

Jaspers, Karl (1949).The Perennial Scope of Philosophy, New York : Philosophical Library Inc,

Krzeski, Ashley, Social and Cultural Foundations of American Education, (Online)http://en.wikibooks.org/wiki/Social_and_Cultural_Foundations_of_American_Education/Edition_3/1.1.3#Progressivism

Permata, Ahmad Norma (ed)(1996), Perenialisme, Melacak Jejak Filsafat Filsafat Perenial, Yogyakarta : Tiara Wacana Wora, Emanuel (2007), Perenialsme; Kritik Atas Modernisme dan Postmoderenisme, Yogyakarta : Kanisius.

Sadulloh, Uyoh (2007), Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Tafsir, A (1993), Filsafat Umum, Bandung : Rosdakarya

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

17

Page 19: FILSAFAT PERENNIALSIME DALAM PENDIDIKAN _MAKALAH TUGAS_

Filsafat Kurikulum dan Pembelajaran _SPS UPI _____________________________

18