filsafat hukum

11
FILSAFAT HUKUM ASPEK EKSISTENSI HUKUM I. Segi Filosofis Eksistensi Hukum Dianalisis dari Ruang Lingkup Filsafat Hukum mencakup : Kajian Aspek Ontologi Hukum Menurut Prof. Soetandyo Wignyosoebroto menunjukkan ada 6 pemaknaan “ontologI hukum” sebagai hakekat hukum sesuai filsafat hukum, yaitu : a. Aliran Hukum Alam/Kodrat Memaknai hakekat hukum itu adalah asas-asas kebenaran dan keadilan atau asas-asas moral yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Friedman 1 menyatakan bahwa aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolute. Hukum alam disini dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. b. Aliran Positivisme Hukum Hakekat hukum adalah norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan suatu Negara. Menurut Prof. H.L.A Hart 2 ciri pengertian posotivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai berikut: (i) pengertian bahwa hukum adalah perintah 1 Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: Rajawali, hlm. 47. 2 Lihat bukunya: The Concept of Law Oxford University Press, 1975, Lihat juga Friedman, Legal Theory, hlm. 287

Upload: redcroosfutsalclub

Post on 08-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

FILSAFAT HUKUMASPEK EKSISTENSI HUKUMI. Segi Filosofis Eksistensi Hukum Dianalisis dari Ruang Lingkup Filsafat Hukum mencakup :

Kajian Aspek Ontologi Hukum

Menurut Prof. Soetandyo Wignyosoebroto menunjukkan ada 6 pemaknaan ontologI hukum sebagai hakekat hukum sesuai filsafat hukum, yaitu :a. Aliran Hukum Alam/Kodrat

Memaknai hakekat hukum itu adalah asas-asas kebenaran dan keadilan atau asas-asas moral yang bersifat kodrati dan berlaku universal. Friedman menyatakan bahwa aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia dalam mencari keadilan yang absolute. Hukum alam disini dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi.b. Aliran Positivisme Hukum

Hakekat hukum adalah norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan suatu Negara. Menurut Prof. H.L.A Hart ciri pengertian posotivisme pada ilmu hukum dewasa ini sebagai berikut: (i) pengertian bahwa hukum adalah perintah dari manusia(command of human being); (ii) pengertian bahwa tidak ada hubungan yang mutlak/penting antara hukum (law) dan moral, atau hukum sebagaimana yang berlaku /ada dan hukum yang seharusnya; (iii) pengertian bahwa analisa konsep hukum adalah: mempunyai arti penting, harus membedakan penyelidikan: - historis mengenai sebab musabab dan sumber hukum, sosiologis mengenai hubungan hukum dan gejala sosial lainnya, dan penyelidikan hukum secara kritis/penilaian baik yang didasarkan moral, tujuan sosial, fungsi hukum, dan lain-lainnya; (iv) pengertian bahwa sistem hukum adalah merupakan sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup dalam mana keputusan-keputusan hukum yang benar/tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan-tujuan sosial, politik dan ukuran-ukuran moral; (v) pengertian bahwa petimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat/dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian/percobaan.c. Aliran Utilitarianisme

Hakekat hukum adalah norma-norma positif yang dimplementasikan ke dalam peraturan perundang-undangan. Aliran ini adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan hukum. Kemanfaatan disini diartiakn sebagai kebahagiaan (happiness). Jadi, baik buruk/adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.d. Aliran Sociological JurisprudenceHakekat hukum menurut aliran ini yaitu putusan-putusan hakim inconcerto yang tersistemastisasi sebagai judge made law (hukum yang diputus oleh hakim). Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat.e. Aliran/Mashab Sejarah

Memaknai hakekat hukum adalah perilaku social yang terlembagakan, eksis sebagai variable sosial-empirik. Hukum bersemayam pada jiwa masyarakat/bangsa (volkgeist). f. Aliran Realisme HukumHakekat hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para pelaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi mereka. Hakekat hukum berlangsung dalam dinamika hukum yang merupakan kreasi dari hakim. Dalam pandangan penganut realism (para realis), hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat control sosial. Karena itu, program ilmu hukum realis hamper tidak terbatas, kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi umum, semua ini adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan. Liewellyn mengatakan bahwa hal yang pokok dalam ilmu hukum realis adalah gerakan dalam pemikiran dan kerja tentang hukum.

Berbeda dengan aliran-aliran filsafat hukum O. Notohamidjojo yang mengemukakan tiga teori tentang hakekat hukum yaitu :

1. Teori Imperatif, menentukan hakekat hukum dari asalnya hukum itu. Menurut teori imperatif asal dari hukum adalah negara. Variannya meliputi :

a. Teori Etatatis (John Austin) yang menyatakan hakekat hukum atau hukum yang sebenarnya terletak pada perintah (command) badan yang berdaulat dalam satu masyarakat politik (negara).

b. Teori Hukum Murni (Hans Kelsen), (i) Kehendak negara (Wille des Staat) yang memisahkan secara tajam antara sein (kenyataan/fakta) dari sollen (keharusan); (ii) Hakekat hukum identik dengan negara, sehingga Negara adalah personifikasi hukum atau negara adalah badan hukum.

2. Teori Indikatif adalah teori yang menunjuk (indicare) kepada kenyataan yang lebih dalam. Variannya meliputi :

a. Mashab sejarah hukum (Historische Rechtsschool) dari Von Savigny, hakekat hukum adalah pernyataan dari jiwa bangsa (volkgeist).

b. Teori kedaulatan hukum (Rechtssouvereniteit) dari Krabbe, hakekat hukum adalah kesadaran hukum individual.

3. Teori Optatif, merumuskan hakekat hukum dengan menekankan pada tujuan hukum. Variannya meliputi :

a. Teori Optatif Individualis, yang dianut oleh Jeremy Bentham. Menurutnya hakekat hukum dalam kaitan dengan tujuannya adalah the greatest happiness for the greatest number (kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi individu sebanyak-banyaknya).

b. Teori Optatif Universalis yang dianut oleh Adolf Hitler. Ia merumuskan bahwa hakekat hukum adalah segala tindakan apapun yang berguna bagi bangsa.Aksiologi Hukum

Sidartha, mengemukakan Aksiologi Hukum (ajaran tentang nilai hukum) dikaitkan dengan tujuan hukum adalah sebagai berikut :

1. Aliran hukum alam/kodrat, aksiolog hukum sebagai nilai abadi dari hukum adalah keadilan.

2. Aliran positivisme hukum, aspek aksiologis diperjuangkannya nilai kepastian hukum, dengan sumber hukum formal berupa peraturan perundang-undangan.

3. Aliran utilitarianisme, bahwa aksiologi yang dianut adalah nilai kepastian hukum diikuti kemanfaatan (doelmatigheid), sedangkan nilai keadilan diabaikan.

4. Mashab sejarah hukum, mengadopsi secara simultan aspek aksiologi hukum yakni kemanfaatan dan keadilan.

5. Aliran Sociological Jurisprudence, aspek aksiologi hukumnya secara bersamaan mengadopsi kemanfaatan dan kepastian hukum.

6. Aliran realisme hukum, aspek aksiologi hukum yang diadopsi adalah kemanfaatan.

Epistemologi Hukum

Epistemoligi menurut Sidartha dalam arti metode penelitian hukum, yaitu :

1. Metode penelitian hukum doktrinal deduktif (legal research) disebut juga penelitian hukum normatif, merupakan epistemologi hukum dari aliran hukum alam/kodrat dan aliran positivisme hukum. Perbedaannya pada landasan epistemologinya, hukum alam/kodrat bersifat teologis, metafisika, dan rational. Sedangkan aliran positivisme hukum landasan epistemologinya pada validasi norma-norma hukum positif. John Austin meletakkan landasan epistemologi pada perintah negara (sovereign command), dan Hans Kelsen meletakkan validasi itu pada Grundnorm sebagai norma dasar dari hierarkhi norma-norma hukum yang menjadi obyek penelitian hukum normatif. Notohamidjojo mengemukakan metode hukum (aspek epistemologi hukum) dimaksudkan untuk menemukan menemukan makna hukum, yaitu melalui interpretasi hukum dan konstruksi hukum. L.B Curzon membedakan arti antara interpretasi dan konstruksi hukum. Interpretasi atau penafsiran diartikan memberikan makna yang tepat arti kata suatu pasal undang-undang; kontruksi merujuk pada mengatasi ambiguitas atau multi tafsir, kekaburan dan ketidakpastian norma hukum pasal-pasal.

Jenis-jenis interpretasi hukum :

a. Interpretasi gramatikal, yaitu jenis penafsiran arti kata undang-undang menurut kebiasaan umum/sehari-hari dan menurut kebiasaan teknis yuridis.

b. Interpretasi sistematis, yaitu penafsiran dalam rangkaian (konteks) dengan keyentuan undang-undang lain.

c. Interpretasi historis, (1) Wetshistoris interpretatie, dengan memperhatikan sejarah pembentukan undang-undang, dengan menyimak risalah pembentukan undang-undang yang bersangkutan. (2) Rechtshistoris interpretatie, dengan meneliti sejarah suatu lembaga hukum yang bersangkutan.

d. Interpretasi teologis adalah penafsiran ketentuan undang-undang sesuai dengan tujuan menurut keadaan dalam masyarakat.

e. Interpretasi otentik, penafsiran resmi yang diberikan oleh pembentuk undang-undang sendiri.

Jenis-jenis konstruksi hukum:a. Anologische wetstoepassing, yaitu dengan memperluas penerapan suatu pasal undang-undang.

b. Argumentum a contrario, yakni kontruksi hukum bahwa terhadap kasus yang tidak ditentukan secara tegas dalam ketentuan pasal suatu undang-undang tidak boleh diterapkan atau diberlakukan.

c. Rechtsverfijning (penghalusan hukum), yaitu konstruksi hukum bahwa pihak korban yang melakukan kesalahan turut menanggung resiko atas perbuatannya.Dan epistemologi Empiris melahirkan beberapa jenis teori hukum, sebagai berikut :

1. Teori Positivisme Hukum, mencakup :

a. Command Theory of Law (John Austin), hukum perintah yang berkuasa/superior politik terhadap rakyat imperior dalam politik yakni rakyat yang tanpa/tidak memiliki kekuasaan (powerless).

b. Normative Theory of Law (Hans Kelsen), hukum adalah norma yang bersifat das sollen (yang seharusnya) dan tersusun secara hirarkis.2. Historical Theory of Law, mencakup :

a. Teori von Savigny, hukum sebagai manifestasi/perwujudan jiwa rakyat / jiwa bangsa (volkgist) dalam perkembangan sejarah.

b. Teori Henry Maine, hukum berkembang dalam sejarah bahwa berlakunya hukum itu dari status seseorang ke kontrak.3. Sociological Theory of Law, mencakup :

a. Eugen Ehrlich, kekuatan hukum tidak terdapat pada undang-undang dan yurisprudensi tetapi diddalam masyarakat itu sendiri sebagai hukum yang hidup di dalam masyarakat (living law).

b. Roscoe Pound, membedakan tiga kepentingan dalam hubungan hukum dan masyarakat, yaitu : (i) menurut kepentingan pribadi, (ii) kepentingan publik, dan (iii) kepentingan sosial.

c. Realist Theory of Law, apapun yang akan dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara itulah hukum.II. Asal Muasal HukumPersoalan mengenai asal muasal hukum merupakan masalah fundamental dalam Jurisprudence. Dimana Hari Chand mengemukakan dua pendekatan didalam menyimak asal usul hukum, yakni :

1. Pendekatan Historis-Sosiologis

Mencatat bahwa asal muasal hukum berawal dari suasana masyarakat primitif (sederhana dikaitkan dengan perkembangan budaya, bahasa, kebiasaan, yang merupakan hasil dari interaksi sosial, produk sosial. Malinoswski memandang bahwa hukum dalam masyarakat primitif lahir dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Sedangkan Hart dalam analisisnya menyatakan makna hukum harus diartikan dalam arti luas, tidak hanya hukum modern, tetapi juga hukum masyarakat primitif. Hukum masyarakat primitif berwujud customary law (hukum kebiasaan) tidak memiliki dasar rasional. Sedangka hukum modern sebagai suatu sistem berisi norma primer dan norma sekunder diback up oleh sanksi (punishment).2. Pendekatan Filsafat NegaraUraian mengenai asal hukum dicermati menurut 4 paham kenegaraan, yaitu :

a. Paham Teokrasi dibedakan atas teokrasi lama dan teokrasi modern. Paham teokrasi lama memandang asal hukum langsung diturunkan dari Tuhan. Teokrasi modern megambarkan asal hukum, melalui dua tahapan :

Tuhan menciptakan negara dengan raja memerintah atas anugrah Tuhan.

Paham teokrasi modern memandang hukum berasal dari kehendak Tuhan yang diturunkan tidak secara langsung, akan tetapi melalui perantara raja.

b. Paham perjanjian masyarakat, dikembangkan tiga serangkai, Thomas Hobbes, John Locke, dan Janc Jack Rousseau, sama-sama berdasar pada filsafat hukum alam. Inti ajarannya asal hukum, hasil dari perjanjian masyarakat (contract social). Perbedaannya terletak pada penekanan masing-masing, Hobbes menekankan keamanan hidup, John Locke penekanannya pada kepastian hukum, Rosseau penekananya pada kebebasan politik.

c. Paham kedaulatan negara (Staats Souvereniteit) merupakan ajaran yang bersifat alamiah bahwa negara memiliki kekuasaan asli, karena itu tidak perlu dicarikan dasar pembenaran yuridisnya. Menurut paham kedaulatan negara hukum berasal dari kehendak negara (staats will). Jadi, menurut paham kedaulatan negara keabsahan suatu norma hukum karena undang-undang itu berasal dari pejabat negara yang berwenang. Berbeda halnya dengan keabsahan norma hukum adat (customary law) karena efektivitasnya, penerimaan/pengakuan komunitasnya sejalan.d. Paham kedaulatan hukum (Recht Souvereniteit) merupakan reaksi terhadap paham kedaulatan negara. Jika menurut paham kedaulatan negara asal hukum lahir atas kehendak negara, maka paham kedaulatan hukum memandang hukum berasal dari kesadaran hukum individual. Paham kedaulatan hukum berpendapat validitas hukum berada didalam bathin manusia yakni kesadaran hukum individual, dan bukan karena perintah negara. Friedman, 1990, Teori dan Filsafat Hukum, Jakarta: Rajawali, hlm. 47.

Lihat bukunya: The Concept of Law Oxford University Press, 1975, Lihat juga Friedman, Legal Theory, hlm. 287

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004, Pokok-Pokok Filsafart Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum

Indonesia, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, hlm. 117-121.

Paton, 1951, hlm. 21.

Friedman, Op. cit, hlm. 191.