filpen

24
1. POSTMODERN VARIETY Frederic Jameson dalam The Ideologis of Theory (1988), menuliskan bahwa postmodernism merupakan pertentangan konsep dan kebohongan terhadap hubungannya dengan modern. Akan tetapi Jameson berargumentasi bahwa faktor penting pada kedatangan postmodernism adalah kejadian awal tahun 1960an, dimana kebenaran asumsi pada saat itu terbawa ke dalam pertanyaan dan ekperimen yang bervariasi dalam gaya hidup offensive dan menjadi terkemuka. Frederic Jameson mengatakan bahwa karakteristik dari postmodernisme tersebut dapat dengan mudah diatributkan kepada era modern akan tetapi ia berargumen bahwa komponen terpenting di dalam era postmodernisme adalah disaat timbulnya gejolak atau pergolakan dalam era 1960 dimana asumsi mengenai sebuah kebenaran disaat itu dipertanyakan. Pada tahun 1989, Todd Gitlin berpendapat bahwa istilah postmodernisme biasanya diaplikasikan pada bermacam jenis atau variasi yang berkaitan dengan ironi, kontingensi atau kemungkinan dan popularitas akan sebuah budaya. Gitlin juga membedakan pandangan premodern, pandangan modern, dan pandangan postmodern

Upload: nyoman-yogiswary

Post on 29-Sep-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aaaaa

TRANSCRIPT

1. 1. POSTMODERN VARIETYFrederic Jameson dalam The Ideologis of Theory (1988), menuliskan bahwa postmodernism merupakan pertentangan konsep dan kebohongan terhadap hubungannya dengan modern. Akan tetapi Jameson berargumentasi bahwa faktor penting pada kedatangan postmodernism adalah kejadian awal tahun 1960an, dimana kebenaran asumsi pada saat itu terbawa ke dalam pertanyaan dan ekperimen yang bervariasi dalam gaya hidup offensive dan menjadi terkemuka. Frederic Jameson mengatakan bahwa karakteristik dari postmodernisme tersebut dapat dengan mudah diatributkan kepada era modern akan tetapi ia berargumen bahwa komponen terpenting di dalam era postmodernisme adalah disaat timbulnya gejolak atau pergolakan dalam era 1960 dimana asumsi mengenai sebuah kebenaran disaat itu dipertanyakan.Pada tahun 1989, Todd Gitlin berpendapat bahwa istilah postmodernisme biasanya diaplikasikan pada bermacam jenis atau variasi yang berkaitan dengan ironi, kontingensi atau kemungkinan dan popularitas akan sebuah budaya. Gitlin juga membedakan pandangan premodern, pandangan modern, dan pandangan postmodern tersebut. Dimana pandangan premodern merupakan sebuah kesatuan suara, sebagaimana pada jaman Renaissance atau jaman kebangkitan berorientasi pada budaya yang tinggi. Sementara jaman modern merupakan sebuah jaman yang masih diinspirasi oleh kesatuan suara, tetapi munculnya perlawanan terhadap disintegrasi pada kesatuan yang lama seperti kekuasaan terhadap agama. Pada era Postmodernisme merupakan jaman pencarian kesatuan yang telah ditinggalkan. Gitlin berpendapat bahwa sepertinya pada jaman postmodernisme merupakan sebuah jaman yang tertarik pada serpihan-serpihan sisa atau residu. Dalam postmodernism, bagaimanapun, pencarian tentang kesatuan rupanya telah dibuang atau ditinggalkan.Secara umum, kesadaran postmodernism mempercayai bahwa tidak ada satupun tradisi budaya atau cara berpikir yang dapat menyediakan seperti metanarrative, merupakan suara yang universal untuk semua pengalaman manusia. Tulisan-tulisan Lyotard lebih jauh berpendapat bahwa dalam kondisi postmodern kita, salah satu pandangannya adalah metanarrative eurosentris modern struktur rasional yang universal yang berfungsi sebagai tolok ukur terhadap pemahaman terkait dengan apa yang baik, apa yang benar dan apa yang cantik.Jika pendidikan sudah berpengalaman dalam penelitian postmodernism, mungkin sumber kekuatan yang paling kuat berasal dari pengikut teori kritik, meskipun hal ini semata-mata tidak terbatas pada sumber tersebut. Satu keistimewaan yang ditawarkan oleh Aronowitz dan Giroux adalah pendekatan radikal mengenai pendidikan dan demokrasi untuk menggantikan gaya lama yang ditemukan di moderal science, dan positivisme filosofi. Sebagai perbaikan, Aronowitz dan Giroux mempromosikan sebuah kurikulum dimana termasuk pengetahuan marginal dan ceramah tentang perbedaan, terutama sekali seputar gender, RAS, etnik, dan identitas kelas.

2. POSTMODERNISME DAN FILOSOFIBanyak orang pada jaman postmodernis lebih memilih untuk menggunakan kata word daripada philosophy karena memiliki keinginan untuk menjauhkan metanarrative yang bersifat tradisional dan kesalahan pemilahan antara ranah pengetahuan, garis batas antara memajukan disiplin akademik.Kesadaran postmodernism yang menolak respon negative dari Behaviorism terhadap pandangan objektivitas dan pengurangan terhadap intensitas manusia dan aksi teknologi terhadap perilaku. Postmodernism juga merespon secara negative pendekatan filosofi analitik karena daya tariknya antara positivisme dan objektivisme. Namun, postmodernisme menanggapi secara positif sensitivitas filosofi analitik tentang bahasa, terutama dalam Ludwig Wittgenstein, dimana ia melihat bahasa mempunyai kegunaan yang banyak dan banyak makna yang terkait.Bagian yang paling penting, filosofi modern memberikan ide dari begitu banyak tokoh-tokoh postmodernisme, meskipun terdapat ketidaksetujuan dan kemunduran untuk diyakini. Dengan latar belakang dalam pikiran, hal ini mungkin lebih baik mengerti mengenai konteks dari filosofis modern, karena mereka sama-sama mengadopsi dan mengkritisi elemen-elemen dari pendahulu-pendahulunya.

2.1 Postmodernisme dan Latar Belakang EropaWalaupun postmodernism awalnya dipakai oleh orang-orang Amerika, akan tetapi kebanyakan ide dari postmodernisme itu sendiri berasal dari filosofis Eropa, terutama dari orang Prancis, seperti Michel Faucoult dan Jacques Derrida.a. Michel Faucoult (1926-1984)Michel Foucault merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam gerakan Postmodernisme, yang menyumbangkan perkembangan teori kritik terhadap teori pembangunan dan modernisasi dari perspektif yang sangat berbeda dengan teori-teori kritik lainnya.Pada tahun 1980, Foucault diidentikkan dengan gerakan Postmodernisme yaitu ketika ia menuangkan pemikirannya dalam beberapa tulisan, yaitu diantaranyaThe Order of Things, The Archeology of Knowledge, Dicipline and Punish, Language, Counter Memory, Practise, The History of Sexuality dan Power Knowledge. Analisisnya yang terkait dengan diskursus (discourse), kekuasaan (power) dan pengetahuan (knowledge) merupakan sumbangan yang besar terhadap kritik pembangunan. Menurutnya diskursus pembangunan merupakan alat untuk mendominasi yang dilakukan oleh Dunia Pertama kepada Dunia Ketiga.Pemikiran Foucault yang utama adalah penggunaan analisis diskursus untuk memahami kekuasaan yang tersembunyi di balik pengetahuan. Analisisnya terhadap kekuasaan dan pengetahuan memberikan pemahaman bahwa peran pengetahuan pembangunan telah mampu melanggengkan dominasi terhadap kaum marjinal. Bagi Foucault, selain eksploitasi dan dominasi, ada satu bentuk yang diakibatkan oleh suatu diskursus, yakni subjection.Sumbangan terbesar Foucault terhadap teori dan praktek perubahan sosial yaitu membuat teori ini lebih sensitif terhadap relasi kekuasaan dan dominasi dan menyadarkan kita bagaimana relasi kekuasaan (power) teranyam disetiap aspek kehidupan serta kehidupan pribadi, dan ini bertentangan dengan umumnya kenyataan ilmu sosial yang cenderung mengabaikan kekuasaan dalam dunia ilmu pengetahuan, dan berasumsi bahwa pengetahuan itu netral, obyektif dan tak berdosa. Jika umumnya kekuasaan hanya tertuju pada negara dan kelas elit, pemikiran Foucault membuka kemungkinan untuk membongkar semua dominasi dan relasi kekuasaan, seperti kekuasaan dalam pengetahuan antara para pencipta diskursus, birokrat, akademisi, dan rakyat miskin jelata yang tidak beradab yang harus disiplinkan, diregulasi dan dibina (Mansour Fakih, 2002).b. Jacques Derrida (b. 1930)Jacques Derrida (1930-2004) adalah bapak dekonstruksi, dimana beliau merupakan pendiri dari dekonstruksi. Cara mengkritik tidak hanya baik sastra dan teks-teks filosofis, tetapi juga lembaga-lembaga politik. Walaupun terkadang Derrida menyatakan penyesalannya mengenai nasib kata "dekonstruksi," popularitasnya menunjukkan yang luas pengaruh pikirannya, dalam filsafat, dalam kritik sastra dan teori, dalam seni dan, khususnya, teori arsitektur, dan dalam teori politik. Bahkan, ketenaran Derrida hampir mencapai status bintang media, dengan ratusan orang memenuhi auditorium untuk mendengarnya bicara, dengan film dan program televisi mengabdi kepadanya, dengan berbagai buku dan artikel yang ditujukan untuk pemikirannya. Di samping kritik, Derridean dekonstruksi terdiri dalam upaya untuk kembali memahami perbedaan yang membagi refleksi diri (atau diri-kesadaran). Tapi bahkan lebih dari re-konsepsi tentang perbedaan, dan mungkin lebih penting lagi, karya-karya dekonstruksi terhadap mencegah kekerasan terburuk. Memang, dekonstruksi yang tanpa henti dalam pengejaran ini karena keadilan adalah mustahil untuk dicapai.Argumentasi dasar Derrida selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat memisahkan singularitas tak tergantikan dan mesin-seperti pengulangan (atau iterability, seperti Derrida sering mengatakan) menjadi dua zat yang berdiri di luar satu sama lain dan juga tidak ada yang mampu mengurangi satu untuk yang lain sehingga kita akan memiliki satu substansi murni (dengan atribut atau modifikasi).

2.2 Tantangan Neo PragmatismeBaru-baru ini telah dinyatakan bahwa telah terjadi kebangkitan filsafat pragmatisme di masyarakat. Tidak hanya memiliki banyak buku dan artikel tentang pragmatisme juga telah diterbitkan dalam beberapa dekade, tetapi para pemikir terkenal di seluruh tradisi filsafat telah memeluk atau setidaknya mendukung aspek-aspek itu, pemikir mulai dari Quine, Putnam dan Rorty untuk Habermas, Eco dan Apel. Quine pragmatisme diperjuangkan melalui mereknya naturalisme selama lima puluh tahun. Habermas, dan Apel telah menganjurkan prinsip pragmatisme dalam beberapa bentuk atau lainnya sejak tahun 1960-an. Jadi, sementara pragmatisme sebagai tradisi filsafat. Lebih jauh lagi, sementara pragmatis sering berfokus pada isu-isu seperti epistemologi kebenaran dan pengetahuan, mereka juga yang paling terutama Kwek - ditujukan keprihatinan sosial dan filsafat politik.Dalam beberapa alasan, kunci tema postmodernism itu menggaungkan apa pragmatisme yang sedang dikatakan sebagai pertempuran dalam abad 19 terakhir dan awal abad 20an. Ketika para neopragmatism berbagi tentang persetujuannya dengan outlook postmodernism, mereka juga tidak setuju dengan beberapa tema. Mungkin hanya semua varietas dari postmodernism, tapi juga mengindikasikan bahwa pragmatism mempunyai featuresnya sendiri yang memberikan keunikan pada filosofikal.Bernstein (1992) menguji variasi pada perspektif filosofi modernism-postmodern dan kesulitan-ksulitan dalam mencari titik temu untuk menghubungkan apa yang dilihat sebagai kebutuhan kontemporer etnis politik. Postmodern lebih terkesan menabrak filsafat yang telah diajarkan dan memotong humanism tradisional seperti yang telah dilakukan Foucault dan Derrida. Bernstein tidak menginginkan adanya substantif konsensus filosofi dimana sekolah mengajarkan tangan yang terangkat, daripada konfrontasi dan pengembangan dialeg diri.Selain itu Richard Rorty yang merupakan pengembang postmodern menyatakan keraguan. Dalam two cheers for cultural left, ia menyatakan bahwa masyarakat di Amerika tidak masuk akal daripada menunjukkan bagaimana pengkhianatan tradisi demokrasi. Dalam keinginan mereka untuk merevolusi masyarakat daripada membentuk ulang, kaum radikal kiri sangat takut dengan keterlibatan borjuis liberal yang telah melupakan impotensi politik.Seperti yang telah dipaparkan, filsafat postmodern bukanlah sebuah nama untuk perkembangan yang mandiri atau bagian dari penyatuan perspektif filsafat, seperti mencerminkan pernyataan dari William James yang menyatakan bahwa kesadaran manusia dapat meledak atau kebingungan.

3. FILOSOFI POSTMODERN DAN PENDIDIKANKeberagaman merupakan karakteristik dari filosofi postmodern pendidikan, meskipun elemen yang terkuat berasal dari teori kritikal Marxist. Peter McLaren telah mengembangkan pendekatan etnografis yang menyerupai tokoh bernama giroux. McLaren menyebutkan pendekatan ini dengan critical pedagogy. Tokoh lain dalam postmodern adalah Cleo Cherry-holmes, yang mengembangkan pragmatisme kritik poststructuralis. Kemudian C.A Bowers, yang menjauhkan dirinya dari teori kritik dan menjunjung postliberalisme. Bagian terpenting dari literatur pendidikan postmodernisme telah dihasilkan dari perspektif teori kritik. Terdapat elemen-elemen kuat dari Marxism dalam teori kritik. Akan tetapi kecurigaan postmodern pada metanaratif juga mengarah pada pemikiran Marxist, oleh karena itu teori kritik postmodern telah membuat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perhitungan Henry Giroux terhadap perubahan disajikan sebagai sebuah ilustrasi. Dalam Border Crossings (1992), Giroux memuji Samuel Bowles dan Herbert Gintis menguatkan pendidikan radikal di akhir tahun 1970an dengan interpretasi pendidikan Marxist sebagai sebuah bentuk reproduksi sosial. Akan tetapi Giroux berpendapat, penting untuk mengerti tradisi marxist untuk mengembangkan kritik yang efektif dari modernisme, meskipun bahkan tetap penting untuk menghindari pemahaman tentang Marxist secara keseluruhan.Dari perspektif Giroux, tugas filosofikal adalah untuk memikirkan kembali tujuan dan arti dari pendidikan sebagai pusat dari pandangan modernisme dan postmoderisme. Di sisi lain, Giroux menginginkan untuk mempertahankan kepercayaan pandangan modernisme dalam pemikiran manusia untuk melenyapkan penderitaan (tanpa pretensinya untuk kesatuan) dan titik beratnya secara etika, histori dan diskursus politik.Selanjutnya Peter McLaren menuliskan teori-teori kritik sudah umum, seperti latar belakang Marxist, selain itu ada juga sebaran yang nampak antara perbedaan pendekatan teori Aronowitz dan Giroux dan pendekatan etnografi McLaren. Cleo Cherryholmes lebih condong pada pola poststrukturalisme daripada postmoderisme, hal ini dikarenakan dia melihat strukturalisme sebagi mayor untuk melenyapkan pendidikan modern. Sebuah argumen yang ia kembangkan dalam Power and Critism: Poststructural Investigation in Education (1998), strukturalisme merupakan bentuk dari positivisme dengan akarnya dalam tradisi pencerahan kontrol rasional untuk masalah-masalah manusia.Pemikiran poststrukturalis menurut Cherrylholmes, berkebalikan dengan Foucault dan Derrida untuk menganalisis asumsi strukturalisme. Ada kebutuhan untuk mengarah melebihi negasi, akan tetapi Cherryholmes menggunakan elemen Dewey dan Rorty untuk mengembangkan apa yang ia sebut critical pragmatisme sebagai respon yang mungkin untuk asumsi strukturalisme dalam pendidikan. Dia membedakan kritik pragmatis dari fulgar pragmatisme yang tidak kritis menerima wacana-wacana konvensional dan menggunakan pendidikan tujuan yang fungsional.

3.1 Tujuan PendidikanHenry Giroux menekankan bahwa etika harus menjadi pusat perhatian pada krisis pendidikan. Wacana tersebut mengacu pada kekayaan makna siswa untuk membantu mereka berhubungan dengan masyarakat luas yang beranekaragam. Hal ini akan membantu siswa untuk memahami bagaimana pengalaman individu dipengarhi oleh etika yang berbeda, serta bagaimana etika membentuk hubungan antara dirinya dan orang lain dengan latar belakang, asal, dan perspektif yang berbeda-beda. Selain itu, fungsi dasarnya adalah melibatkan siswa dalam kegiatan sosial dengan menolak adanya penderitaan manusia, dan tujunnya adalah untuk mengembangkan rasa tanggung jawab sosial. Atau dengan kata lain, tujuannya adalah untuk mengembangkan identitas siswa yang memungkinkan mereka untuk melawan ketidaksetaraan dan untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Dalam pengertian ini, tujuan pendidikan adalah emansipasi dari penindasan.Peter McLaren membuat poin pada hal ini: bahwa pendidikan harus menghasilkan diri dan pemberdayaan sosial. Dalam Life in School, McLaren mengkritik tradisi Amerika yang mengembangkan masyarakat demokratis dan egaliter, dengan kurikulum humaniora tradisional yang memberikan pelajaran kepada siswanya tentang nilai-nilai kemanusiaan dan standar etika. Menurut McLaren, suatu sekolah kontemporer harus memiliki asumsi bahwa sekolah harus menghasilkan mobilitas ekonomi dan sosial dibandingkan dengan melayani kepentingan kekayaan atau kemakmuran. Kondisi kemudian terlihat dalam reformasi konservatif baru-baru ini, di mana tujuan dan kurikulum yang disesuaikan dengan pasar dan persaingan ekonomi internasional.Minat saat ini yang mendominasi pendidikan menganggap bahwa perlu adanya pengaturan pendidikan. Selain itu, guru serta kaum intelektual harus melayani status quo dan bergantung pada prediktabilitas ilmiah dan pengukuran untuk mengarahkan kebijakan dan praktik pendidikan. Mereka percaya bahwa siswa harus dididik dengan pengetahuan sosial dan teknis sebelum mereka dapat menjadi efektif sebagai agen moral. Yang menjadi kunci utama McLaren adalah bahwa tujuan utama dari diri dan pemberdayaan sosial adalah untuk mengembangkan komitmen siswa untuk transformasi sosial yang mengangkat kelompok terpinggirkan, terutama yang miskin dan tertindas.Cleo Cherryholmes juga melihat emansipasi dari penindasan sebagai tujuan penting dari pendidikan. Cherryholmes mengembangkan argumennya, yaitu: mengklaim bahwa pengaturan pendidikan saat ini yang diperlukan terkait dengan pengetahuan dan mendukung kebenaran suatu klaim menurut kekuatan politik yang ada. Bagi Cherryholmes, pendidikan yang appropriate atau sesuai akan peduli dengan wacana-wacana yang berlaku untuk mengungkap suatu klaim dan ketidakstabilan dari tatanan dominan, serta mengenali kondisi-kondisi yang kemungkinan menindas orang lain. C. A. Bowers menganjurkan pemulihan masyarakat sebagai tujuan penting dari pendidikan dalam Elements of a Post-Liberal Theory of Education (1987). Menurut Bower, salah satu hal yang kita perlu dibebaskan adalah penindasan pengetahuan simbolik seperti yang diajarkan di sekolah-sekolah karena membuat melek fitur yang digunakan untuk mendefinisikan pengetahuan dan pembelajaran: sebagai gantinya, komunikasi lisan harus disertakan bersama dengan melek huruf, dan penekanan harus ditempatkan bersama pada bahasa, bagaimana menggunakan kata kami dan bagaimana menggunakan kata kita, dan kompetensi komunikatif sebagai persiapan untuk keanggotaan dalam suatu komunitas.

3.2 KurikulumSecara umum, postmodernis beranggapan bahwa kurikulum tidak harus dilihat sebagai subyek diskrit dan disiplin. Sebaliknya, kurikulum harus mencakup isu-isu kekuasaan, sejarah, identitas pribadi dan kelompok, politik budaya, dan kritik sosial yang mengarah ke tindakan bersama. Postmodernisme menghubungkan materi pendidikan dan proses yang berarti dengan kewajiban masyarakat yang demokratis. Mereka membayangkan kurikulum yang berhasil adalah kurikulum yang bisa memberdayakan masyarakat dan mengubah masyarakat, bukan ketika ia mempertahankan kepentingan ekonomi dan politik tertentu. Ini adalah kurikulum yang mengorganisasi diri siswa, dari dalam ke luar, yaitu, dari identitas pribadi yang konkrit, sejarah, dan pengalaman biasa luar menjadi memiliki makna yang lebih abstrak budaya, sejarah, dan politik.Aspek penting suatu kurikulum dari perspektif pedagogi kritis adalah masuknya pengalaman sehari-hari siswa sebagai bagian yang sah dari kurikulum. Pandangan kurikulum meliputi persaingan identitas, tradisi budaya, dan pandangan politik siswa yang ada dalam diri mereka, serta menolak untuk mengurangi masalah kekuasaan, keadilan, dan kesetaraan melalui penguasa tunggal. Pedagogi kritis mengakui bahwa identitas pribadi siswa berkembang dari waktu ke waktu dan dan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pengalaman pribadi. Dengan demikian, pengalaman sehari-hari siswa dapat digunakan sebagai objek penelitian yang serius. Dalam pendidikan kritis, kurikulum dikembangkan sebagai bagian dari keterlibatan berkelanjutan dengan berbagai narasi yang dapat ditafsirkan kembali dan dirumuskan, baik secara kultural dan politik.Berdasarkan perspektif kritis postmodernis, masalah di kurikulum bukan hanya argumen terhadap suatu pengetahuan, tapi juga membuat ulang suatu makna dari pengetahuan. Cara yang dapat dilakukan adalah membuat konsepsi pengetahuan baru yang tidak bergantung pada batas-batas disiplin. Dalam beberapa hal, seperti rekomendasi dari pendekatan pramatis, yaitu anjuran adanya suatu kemajuan dalam kurikulum, di mana pengetahuan diambil dari berbagai disiplin ilmu dan terintegrasi seputar masalah tertentu. Pengajaran dengan menggunakan kurikulum semacam ini tidak menciptakan siswa dengan memori sosial yang bagus atau totaliter, tetapi pemahaman siswa akan diperluas dengan mencakup suara atau pendapat dari budaya sangat margin.Perhatian utama dari postmodern pedagodi kritis adalah untuk mengalahkan Enlightenment belief atau keyakinan pencerahan, bahwa hukum alam semesta dapat dibaca dan dimengerti dari tampilan alam semesta itu sendiri. Menurut Giroux, pandangan seperti ini dinilai tidak masuk akal karena memandang adanya kurikulum tersembunyi, dimana pikiran dan pengetahuan akan menghasilkan suatu kekuasaan. Pedagogi kritis mendesak pendidik menjadi skeptis terhadap klaim objektifitas pengetahuan. Dari situlah Giroux berpendaat bahwa kita hendaknya memiliki alternatif yang menghubungkan antara kritik-kritik dan berbagai kemungkinan yang ada. Melalui pendekatan kritik tersebut, masa depan akan terus terbuka dengan kemungkinan-kemungkinan baru, tidak terpaku pada masa lalu dan ketertutupan.Sedangkan menurut Bowers, akan ada suatu ancaman jika suatu pengetahuan diterima begitu saja. Tidak seperti perspektif teori radikal kritis, Bowers memberikan penekanan yang lebih besar terhadap percakapan budaya harus dilakukan secara hati-hati. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan kritik perlu disertai dengan tanggung jawab sosial.

3.3 Peran GuruPedagogi kritis berfokus pada bagaimana identitas kelompok dikembangkan dalam hubungan sosial, bagaimana mereka didefinisikan dalam perbedaan, bagaimana faktor-faktor ini kemudian menjadi signifikan, dan bagaimana perbedaan tersebut mempengaruhi masyarakat demokratis. Untuk mengatasi adanaya perbedaan-perbedaan ini, guru harus menggunakan isu perbedaan dengan cara tantangan etika dan perubahan. Misalnya, perbedaan individu dalam lingkungan sosialnya untuk mendorong pemahaman tentang bagaimana identitas dibentuk melalui beberapa cara yag bertentangan. Cara ini melibatkan siswa dalam mengeksplorasi riwayat diri mereka sendiri, termasuk refleksi diri pada ras, jenis kelamin, dan kelas untuk menunjukkan pengalaman yang berbeda mengenai pembentukan sejarah dan identitas individu.Dalam Teacher as Intellectuals (1998), Giroux memandang pendidik sebagai cultural workers atau pekerja budaya dengan intelektual transformatif dimana para pengajar tersebut menduduki peran politik dan sosial khusus. Pedagogi kritis lebih memilih untuk membantu untuk memperjelas peran guru sebagai seorang pemikir dan pekerja budaya yang memproduksi ideologi dan praktek sosial secara lebih tepat, daripada mendefinisikan guru secara teknis menggunakan bahasa profesionalisme yang sempit. Dalam pandangan ini, guru yang merupakan sarjana dan praktisi. Peran mereka bukan hanya untuk mengajarkan tubuh pengetahuan tetapi untuk membantu siswa melihat kepentingan ideologi dan politik, bahwa pengetahuan kurikuler dapat disajikan dalam berbagai cara. Tidak hanya melibatkan bagaimana pengetahuan dapat dikumpulkan dan merealisasikan, tetapi juga bagaimana hal itu dapat digunakan untuk membuat siswa menjadi lebih demokratis dan bertanggung jawab demokrasi.Menurut Bowers, perhatian mengenai interaksi guru-murid juga merupakan penting. Ia menyoroti peran sekolah sebagai media sosialisasi primer. Secara historis, sosialisasi primer kaum muda dilakukan pertama di keluarga, agama, atau pekerjaan pengaturan seperti magang. Sosialisasi primer dilakukan sesuai dengan kewenangan yang mengatur pengaturan tersebut. Pada saat ini, sekolah membawa beban yang lebih besar dari sosialisasi primer. Hal ini dilihat oleh Bowers sebagai kesempatan yang unik bagi guru dalam membantu siswa untuk mempertanyakan asumsi-asumsi yang ada, mengeksplorasi pemahaman, bernegosiasi, dan membentuk persepsi.Fungsi penting dari pengajaran adalah membantu siswa menjadi komunikator yang berkompeten, melestarikan tradisi bermakna, mempertanyakan pengetahuan yang diterima, memiliki keyakinan yang jelas, dan berpikir tentang kritis mengenai masalah sosial dan budaya yang kita hadapi saat ini.

4. KRITIK TERHADAP POST MODERNISME DALAM PENDIDIKANPostmodernisme yang baru dan sifatnya yang membingungkan membuatnya relatif sulit untuk dinilai. Kritikus dapat mencatat bahwa postmodernisme memiliki rekomendasi pendidikan yang sebagian besar belum teruji. Namun, pengujian ini dapat dilakukan terhadap berbagai perspektif teoritis dalam pendidikan. Meskipun dianggap sebagai sesuatu yang baru, pandangan postmodern memiliki beberapa kekuatan yang jelas. Salah satunya adalah adanya pemberian perhatian pada moral dan etika dalam pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Giroux dan McLaren mengenai perbedaan dan marginalitas dan bagaimana orang lain (orang yang terpinggirkan secara budaya) dapat ditambahkan menjadi dimensi penting dalam komunitas belajar.Pandangan tentang peran penting guru sebagai intelektual transformatif yang berperan untuk membantu siswa mengambil tanggung jawab pribadi dan sosial untuk masa depan mereka merupakan bahan penting dalam pandangan pendidikan postmodern. Penekanan pada poin transformasi menjadi elemen kunci dari pemikiran postmodern dalam pendidikan, dan hal ini merupakan kebutuhan yang melampaui penyampaian pengetahuan yang sekedar disampaikan, tetapi juga untuk diterima dan diwujudkan sebagai sifat aktif yang mungkin akan diwujudkan di masa yang akan datang. Selain itu, postmodern juga menekankan pada pemahaman siswa mengenai masa lalu mereka dengan harapan mereka akan memiliki tujuan yang kuat dan jelas. Selain itu, postmodern juga memiliki kelemahan. Postmodern menyoroti krisis dalam budaya dan memajukan identitas siswa dengan orang-orang yang berbeda dan dipinggirkan. Namun, bahasa yang kemungkinan digunakan oleh para siswa itu sendiri adalah bahasa akademis. Para kritikus sering menunjukkan, bahwa hal sulit untuk diuraikan. Muncul pertanyaan, seberapa paham orang-orang pinggiran mengenai hal tersebut. Hal ini belum termasuk lagi orang-orang dalam budaya mainstream yang mengontrol kebijakan dan mungkin bisa mempengaruhi orang lain dengan kekuatan argumen mereka. Dalam filsafat postmodern pendidikan, perhatian harus diberikan kepada bahasa umum yang digunakan untuk berkomunikasi dan mempengaruhi orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ozmon, H&Craver, S.M. 1995. Philosophical Foundations of Education. New Jersey: Prentice Hall, Inc.